Pembimbing :
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
i
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya, penulisan referat forensik ini dapat diselesaikan dengan baik.
Pembunuhan dan Bunuh diri”. Penulisan referat ini diajukan untuk memenuhi
sebesar besarnya kepada dr. Tutik Purwanti, Sp.F selaku pembimbing kami, yang
Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun.
Penulis
3
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................22
4
BAB I
PENDAHULUAN
memberati dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian terjun ke air (Singh et al,
2005).
Kondisi drowning memiliki banyak tantangan untuk dibuktikan dalam
pendekatan patologi forensik, dalam menentukan sebab, serta cara kematian jenazah.
Dalam menentukan cara kematian diperlukan pertimbangan terkoordinasi terhadap
keadaan-keadaan yang diduga pada kematian, bukti-bukti medis obyektif yang ada,
serta walaupun tidak mutlak spesifik, terdapat beberapa data konfirmatif yang dapat
dicari melalui pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan TKP yang
dapat membantu menemukan cara kematian jenazah korban tenggelam. Meski bukan
merupakan cara kematian mayor pada kasus tenggelam, ilmu kedokteran forensik
dapat memberikan kontribusi dalam membedakan cara kematian tenggelam karena
bunuh diri atau pembunuhan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dengan makalah
ini dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai pembunuhan atau bunuh diri
pada kasus tenggelam.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Tenggelam
Tenggelam (drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan
ke dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam
cairan, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan gangguan
fisiologi tubuh akibat tenggelam, tetapi tidak terjadi kematian (Onyekwelu, 2008).
Berdasarkan definisi terbaru dari WHO, tenggelam merupakan suatu proses gangguan
respirasi yang disebabkan subumersi atau imersi oleh cairan. Sebagian besar korban
tenggelam hanya mengisap sebagian kecil air dan akan baik dengan sendirinya.
Kurang dari 6 % dari korban tenggelam membutuhkan perawatan medis dirumah
sakit. Jika korban tenggelam diselamatkan secepatnya maka proses tenggelam
selanjutnya dapat dicegah yang berarti tidak akan menjadi fatal (Ilmu Kedokteran
Forensik FK UI, 1997).
tanda asfiksia, tetapi parunya tidak didapati adanya air atau benda air (Dahlan
S, 2000).
3. Pengaruh air yang masuk paru
Hipoksia dan asidosis serta efek multiorgan dari proses ini yang menyebabkan
morbiditas dan mortalitas pada tenggelam. Kerusakan sistem saraf pusat dapat
terjadi karena hipoksemia yang terjadi karena tenggelam (kerusakan primer)
atau dari aritmia, gangguan paru atau disfungsi multiorgan (Cantwell PG et al,
2013).
2. Air asin
Pada tenggelam di air laut terjadi pertukaran eletrolit dari air asin ke darah
sehingga mengakibatkan peningkata natirum plasma, air akan ditarik dari
sirkulasi pulmoinal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan
menimbulkan edema pulmo yang hebat dalam waktu yang singkat dna
peningkatan hematokrit (hipovolemiia). Peningkatan viskositas darah
(hemokonsentrasi) menyebabkan sirkulasi aliran darah menjadi lambat dan
anoksia pada miokardium yang menimbulkan payah jantung dan kematian
terjadi kuurang lebih 8-9 menit setelah tenggelam (Ilmu Kedokteran Forensik
FK UI, 1997)
2. Bunuh diri
Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri ke dalam air sering kali
terjadi. Terkadang tubuh pelaku diikat dengan pemberat agar supaya tubuh dapat
tenggelam dengan mudah (Dahlan S, 2000).
3. Pembunuhan
Banyak cara yang digunakan misalnya dengan melemparkan korban ke
laut atau memasukkan kepala ke dalam bak berisi air. Pada kasus korban
tenggelam yang sudah membusuk, identifikasi amat sukar atau sudah tidak
10
diketahui tempat kejadiannya, tidak ada saksi, maka tidak dapat diklasifikasikan
kecelakaan atau bunuh diri/ pembunuhan (Dahlan S, 2000).
Pada mayat yang masih segar, adanya air dalam lambung dan
alveoli yang secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan air
tempat korban tenggelam mempunyai nilai yang bermakna.
Pada beberapa kasus, ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat
menjelaskan bahwa korban sedang dalam keadaan keracunan
alkohol pada saat masuk ke dalam air. (Idries, 1997).
kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin disebabkan oleh karena
sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui saluran
pernapasan bagian atas (Idries, 1997).
Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu
menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung. Faktor lain adalah
keadaan hipersensitivitas dan kadang-kadang keracunan alkohol. Bila tidak
ditemukan air dalam paru-paru dan lambung, berarti kematian terjadi
seketika akibat spasme glotis, yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk
(Idries, 1997).
7. Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan luar jenazah yang dapat dijadikan petunjuk pada mati
tenggelam di air laut maupun air tawar adalah (Abraham et al, 2009).
Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur
dan benda-benda asing lain yang terdapat di dalam air, kalau
seluruh tubuh terbenam dalam air.
Schaumfilz froth merupakan busa halus pada hidung dan mulut.
Teori intravital menyebutkan Schaumfilz sebagai bagian dari
reaksi intravital. Pada waktu air memasuki trakea, bronkus, dan
saluran pernapasan lainnya, maka terjadi pengeluaran sekret oleh
saluran tersebut. Sekret ini akan terdorong keluar oleh udara
pernapasan sehingga berbentuk busa mukosa
Mata setengah terbuka atau tertutup. Jarang terjadi perdarahan
atau bendungan.
Kutis anserina atau goose flesh merupakan reaksi intravital, jika
kedinginan, maka muskulus erektor pili akan berkontraksi dan
pori-pori tampak lebih jelas. Kutis anserina biasanya ditemukan
pada kulit anterior tubuh terutama ekstremitas. Gambaran seperti
kutis anserina dapat juga terjadi karena rigor mortis pada otot
tersebut.
13
Tabel 1.1 Perbedaan tanda antemortem dan postmortem pada kasus mati tenggelam
(Abraham et al, 2009)
Gambaran Tenggelam Ante-Mortem Tenggelam Post-Mortem
Buih Halus, banyak buih keluar Tidak ditemukan buih.
dari hidung dan mulut
(Schaumfilz froth)
Paru-paru Mengembang, bertumpang Tidak ditemukan
tindih dengan jantung, pembesaran paru-paru
terjadi edema pada paru.
Spasme mayat Rumput atau ranting tampak Tidak ditemukan
pada genggaman mayat.
Lambung Berisi lumpur dan pasir Tidak ditemukan
Jika hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita
interpretasikan bahwa korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya positif dan
ada sebab kematian lain maka ada 2 kemungkinan penyebab kematian korban,
yaitu korban mati karena tenggelam atau korban mati karena sebab lain. Jika
hasilnya negatif maka ada 3 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu :
Korban mati dahulu sebelum tenggelam.
Korban tenggelam dalam air jernih.
Korban mati karena vagal reflex / spasme larynx.
BAB 3
KESIMPULAN
Untuk membedakan antara drowning pada kasus bunuh diri cukup sulit oelh
karena itu dibutuhkan pemeriksaan olah tkp terlebih dahulu untuk memastikan
apakah korban tersebut bunuh diri, pembunuhan dan keccelakaan.
\
22
Daftar Pustaka
1. Cantwell PG, Verive MJ,S hoff WH, Norris RL, Talavera F, Lang S, et al. 2013.
Drowning. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/772753-overview
2. Dahlan S.2000. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penengak
Hukum, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro
3. Fitricia, Ria. 2010. Tanda Intravital yang Ditemukan Pada Kasus Tenggelam di
Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik/RSUD Pingardi
Medan pada Bulan Januari 2007-Desember 2009. Medan: Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara.
4. Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.
137-147.
8. Shepherd R. 2003. Simpson’s Forensic Medicine, 12nd ed. New York : Oxford
University Press, 104-106.