Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

DROWNING PEMBUNUHAN DAN BUNUH DIRI

Pembimbing :

dr. Tutik Purwanti Sp.F

Disusun Oleh :

M. Faruq Azmi (201820401011155)

Hilmy Asyam F (201820401011160)

SMF FORENSIK RS BHAYANGKARA KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019

i
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat

dan hidayah-Nya, penulisan referat forensik ini dapat diselesaikan dengan baik.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW,

keluarga, para sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Referat yang akan disampaikan dalam penulisan ini mengenai “Drowning

Pembunuhan dan Bunuh diri”. Penulisan referat ini diajukan untuk memenuhi

tugas kelompok stase forensik.

Dengan terselesaikannya referat ini kami ucapkan terima kasih yang

sebesar besarnya kepada dr. Tutik Purwanti, Sp.F selaku pembimbing kami, yang

telah membimbing dan menuntun kami dalam pembuatan referat ini.

Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kami tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun.

Akhirnya, semoga referat ini dapat bermanfaat.

Kediri, 5 Agustus 2019

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................2


DAFTAR ISI ............................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................4

1.1. Latar Belakang ......................................................................................4


1.2. Tujuan Penulisan...................................................................................5
1.3. Manfaat Penulisan.................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................6

2.1. Definisi Tenggelam...............................................................................6


2.2. Mekanisme Tenggelam .........................................................................6
2.3. Klasifikasi Tenggelam ..........................................................................7
2.3.1. Berdasarkan Morfologi Penampakan Paru ....................................7
2.3.2. Berdasarkan Lokasi Tenggelam.....................................................8
2.4. Cara Kematian ......................................................................................9
2.5. Pemeriksaan Post Mortem ....................................................................10
2.6. Menentukan Perbedaan Bunuh Diri dan Pembunuhan pada kasus
tenggelam ..............................................................................................14
2.6.1 Tanda-tanda Ante mortem Drowning dan Post Mortem Drowning14
2.6.2 Pemeriksaan Tambahan .................................................................16
BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................22
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tenggelam (drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan


ke dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh seluruh atau sebagian tubuh ke
dalam cairan, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan
gangguan fisiologi tubuh akibat tenggelam, tetapi tidak terjadi kematian (Onyekwelu,
2008). Pada tahun 2015, diperkirakan 360.000 orang meninggal karena tenggelam,
membuatnya menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia.
Tenggelam adalah penyebab utama ke-3 kematian karena cedera yang tidak
disengaja. (WHO, 2015)
Tenggelam merupakan salah satu kematian yang disebabkan oleh asfiksia.
Kematian karena asfiksia sering terjadi, baik secara wajar maupun tidak wajar,
sehingga tidak jarang dokter diminta bantuannya oleh pihak polisi/penyidik untuk
membantu memecahkan kasus-kasus kematian karena asfiksia terutama bila ada
kecurigaan kematian tidak wajar. Tenggelam merupakan kematian tipe asfiksia yang
disebabkan adanya air yang menutup jalan saluran pernapasan sampai ke paru-paru
(Fitricia, 2010)
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara
langsung maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam keadaan mabuk,
berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang terserang epilepsi.
Pembunuhan dengan cara menenggelamkan jarang terjadi, korban biasanya bayi atau
anak-anak. Pada orang dewasa dapat terjadi tanpa sengaja, yaitu korban sebelumnya
dianiaya, disangka sudah mati, padahal hanya pingsan. Untuk menghilangkan jejak
korban dibuang ke sungai, sehingga mati karena tenggelam. Bunuh diri dengan cara
menenggelamkan diri juga merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Korban sering
5

memberati dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian terjun ke air (Singh et al,
2005).
Kondisi drowning memiliki banyak tantangan untuk dibuktikan dalam
pendekatan patologi forensik, dalam menentukan sebab, serta cara kematian jenazah.
Dalam menentukan cara kematian diperlukan pertimbangan terkoordinasi terhadap
keadaan-keadaan yang diduga pada kematian, bukti-bukti medis obyektif yang ada,
serta walaupun tidak mutlak spesifik, terdapat beberapa data konfirmatif yang dapat
dicari melalui pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan TKP yang
dapat membantu menemukan cara kematian jenazah korban tenggelam. Meski bukan
merupakan cara kematian mayor pada kasus tenggelam, ilmu kedokteran forensik
dapat memberikan kontribusi dalam membedakan cara kematian tenggelam karena
bunuh diri atau pembunuhan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dengan makalah
ini dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai pembunuhan atau bunuh diri
pada kasus tenggelam.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui membedakan cara kematian pembunuhan atau
bunuh diri pada kasus tenggelam.
1.2.2 Tujuan Khusus.
1. Definisi Tenggelam
2. Mekanisme dan Klasifikasi Tenggelam
3. Pemeriksaan Post Mortem Pada Kasus Tenggelam
4. Pemeriksaan Tambahan

1.3 Manfaat Penulisan


Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca
khususnya yang terlibat dalam bidang medis agar dapat lebih mengetahui dan
memahami mengenai kasus tenggelam.
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Tenggelam
Tenggelam (drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan
ke dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam
cairan, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan gangguan
fisiologi tubuh akibat tenggelam, tetapi tidak terjadi kematian (Onyekwelu, 2008).
Berdasarkan definisi terbaru dari WHO, tenggelam merupakan suatu proses gangguan
respirasi yang disebabkan subumersi atau imersi oleh cairan. Sebagian besar korban
tenggelam hanya mengisap sebagian kecil air dan akan baik dengan sendirinya.
Kurang dari 6 % dari korban tenggelam membutuhkan perawatan medis dirumah
sakit. Jika korban tenggelam diselamatkan secepatnya maka proses tenggelam
selanjutnya dapat dicegah yang berarti tidak akan menjadi fatal (Ilmu Kedokteran
Forensik FK UI, 1997).

2.2 Mekanisme Tenggelam


Mekanisme kematian pada korban tenggelam dapat berupa asfiksia akibat
spasme laring, asfiksia karena garggling dan choking, refleks vagal (Shepherd R,
2003)
1. Refleks vagal
Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post mortem tidak
ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam parunya sehingga
sering disebut tenggelam kering (dry drowning) (Shepherd R, 2003).
2. Spasme laring
Spasme laring disebabkan karena rangsangan air, terutama air dingin, yang
masuk ke laring. Pada pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-
7

tanda asfiksia, tetapi parunya tidak didapati adanya air atau benda air (Dahlan
S, 2000).
3. Pengaruh air yang masuk paru
Hipoksia dan asidosis serta efek multiorgan dari proses ini yang menyebabkan
morbiditas dan mortalitas pada tenggelam. Kerusakan sistem saraf pusat dapat
terjadi karena hipoksemia yang terjadi karena tenggelam (kerusakan primer)
atau dari aritmia, gangguan paru atau disfungsi multiorgan (Cantwell PG et al,
2013).

2.3 Klasifikasi Tenggelam


2.3.1 Berdasarkan Morfologi Penampakan Paru
Berdasarkan morfologi penampakan paru pada otopsi, tenggelam
dibedakan atas tenggelam kering (dry drowning), tenggelam tipe basah (wet
drowning) (Dahlan S, 2000)
1. Tipe kering (dry drowning)
Tenggelam tipe kering paling banyak terjadi pada anak-anak dan
dewasa yang banyak di bawah pengaruh obat-obatan (hipnotik sedatif) atau
alkohol, dimana mereka tidak memperlihatkan kepanikan atau usaha
penyelamatan diri saat tenggelam. Selain itu, air tidak teraspirasi masuk ke
traktus respiratorius bawah atau ke lambung. Kematian terjadi secara cepat,
merupakan akibat dari refleks vagal yang dapat menyebabkan henti
jantungatau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tiba-tiba ke
dalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas.
Beberapa faktor predisposisi kematian akibat dry drowning seperti
intoksikasi alkohol (mendepresi aktivitas kortikal), adanya penyakit yang
sebelumnya (seperti aterosklerosis), kejadian tenggelam/ terbenam secara tak
terduga/ mendadak, ketakutan atau aktivitas fisik berlebih (peningkatan
sirkulasi katekolamin, disertai kekurangan oksigen, dapat menyebabka cardiac
arrest) (Dahlan S, 2000).
8

2. Tipe basah (wet drowning)


Pada tenggelam tipe basah (wet drowning) terjadi aspirasi cairan.
Aspirasi 1-3 ml/kgBB air akan signifikan dengan berkurangnya pertukaran
udara. Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
paru. Air tawar bergerak dengan cepat ke membran kapiler alveoli. Surfaktan
menjadi rusak sehingga menyebabkan ninstabilitas alveoli, atelektasis, dan
menurunnya kemampuan paru untuk mengembang (Dahlan S, 2000).
Pada wet drowning, yang mana terjadia inhalasi cairan, korban
menahan nafas karena peningkatan CO2 dan penurunan kadar O2 terjadi
megap-megap. Dapat terjadi regurgitasi dan aspirasi isi lambung kemudian
adanya laringospasme yang diikuti dengan pemasukan air. Setelah itu, korban
kehilangan kesadaran dan terjadi apneu. Penderita kemudian megap-megap
kembali, bisa sampai beberapa menit diikuti kejang-kejang. Penderita
akhirnya mengalami henti nafas dan jantung (Dahlan S, 2000).

2.3.2 Berdasarkan Lokasi Tenggelam


Jika ditinjau berdasarkan jenis air tempat terjadinya tenggelam, maka
dapat dibedakan menjadi tenggelam di air tawar dan tenggelam di air asin
1. Air Tawar
Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar, sehingga terjadi
hemodilusi yang hebat sampai 72% yang berakibat terjadinya hemolisis. Oleh
karena terjadi perubahan biokimiawi yang serius, dimana kalium dalam
plasma meningkatdan natrium berkkurang, juga terjadi anoksiayang hebat
pada miokardium. Hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah
atau sirkulasi, menjadi berlebihan sehingga terjadi penurunan tekanan sistol
dan dalam waktu beberapa menit terjadi fiberilasi ventrikel. Jantung untuk
beberapa saat masih berdenyut dan lemah, terjadi anoksia serebri yang hebat
yang dapat mejelaskan mengapa kematian terjadi dengan cepat (Idries AM,
1997).
9

2. Air asin
Pada tenggelam di air laut terjadi pertukaran eletrolit dari air asin ke darah
sehingga mengakibatkan peningkata natirum plasma, air akan ditarik dari
sirkulasi pulmoinal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan
menimbulkan edema pulmo yang hebat dalam waktu yang singkat dna
peningkatan hematokrit (hipovolemiia). Peningkatan viskositas darah
(hemokonsentrasi) menyebabkan sirkulasi aliran darah menjadi lambat dan
anoksia pada miokardium yang menimbulkan payah jantung dan kematian
terjadi kuurang lebih 8-9 menit setelah tenggelam (Ilmu Kedokteran Forensik
FK UI, 1997)

2.4 Cara Kematian pada Korban Tenggelam

Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena (Dahlan S, 2000) :


1. Kecelakaan
Peristiwa tenggelam terjadi karena kecelakaan sering terjadi karena korban
jatuh ke laut, sungai ataupun danau. Pada anak-anak, kecelakaan sering terjadi di
kolam renang atau galian tanah berisi air. Faktor-faktor yang sering menjadi
penyebab kecelakaan antara lain karena mabuk atau serangan epilepsi (Dahlan S,
2000).

2. Bunuh diri
Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri ke dalam air sering kali
terjadi. Terkadang tubuh pelaku diikat dengan pemberat agar supaya tubuh dapat
tenggelam dengan mudah (Dahlan S, 2000).

3. Pembunuhan
Banyak cara yang digunakan misalnya dengan melemparkan korban ke
laut atau memasukkan kepala ke dalam bak berisi air. Pada kasus korban
tenggelam yang sudah membusuk, identifikasi amat sukar atau sudah tidak
10

diketahui tempat kejadiannya, tidak ada saksi, maka tidak dapat diklasifikasikan
kecelakaan atau bunuh diri/ pembunuhan (Dahlan S, 2000).

2.5 Pemeriksaan Post mortem


Pada pemerikasaan jenazah akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti
mungkin agar mekanisme kematian dapat ditentukan karena seringkali jenazah sudah
ditemukan dalam keadaan membusuk (Idries, 1997).
Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah (Idries, 1997).
1. Menentukan identitas korban.
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:
 Pakaian dan benda-benda milik korban
 Warna dan distribusi rambut
 Kelainan atau deformitas dan jaringan parut
 Sidik jari
 Pemeriksaan gigi
 Teknik identifikasi lain

2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam.


Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban
masih hidup atau sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui
dari hasil pemeriksaan :
 Pemeriksaan diatom.
 Perbandingan kadar elektrolit magnesium pada bilik jantung kiri
dan kanan.
 Benda asing pada paru dan saluran pernapasan mempunyai nilai
yang menentukan pada mayat yang terbenam selama bebrapa
waktu dan mulai membusuk. Demikian pula dengan isi lambung
dan usus.
11

 Pada mayat yang masih segar, adanya air dalam lambung dan
alveoli yang secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan air
tempat korban tenggelam mempunyai nilai yang bermakna.
 Pada beberapa kasus, ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat
menjelaskan bahwa korban sedang dalam keadaan keracunan
alkohol pada saat masuk ke dalam air. (Idries, 1997).

3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning


Pada mayat yang segar, gambaran pasca-mati dapat menunjukkan tipe
drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau
kekerasan lain. Pada kecelakaan di kolam renang, benturan ante-mortem
(ante-mortem impact) pada tubuh bagian atas, misalnya memar pada muka,
perlukaan pada vertebra servikalis dan medulla spinalis dapat ditemukan
(Idries, 1997).

4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian.


Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian, misalnya
kekerasan, alkohol atau obat-obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar
atau melalui bedah (Idries, 1997).

5. Tempat korban pertama kali tenggelam.


Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam
saluran pernapasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban
ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelamdi tempat
itu atau di tempat lain (Idries, 1997).

6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian.


Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup, pada waktu masuk
ke dalam air, maka perlu ditentukan bahwa apakah kematian disebabkan
karena air masuk ke dalam saluran pernapasan (tenggelam). Pada immersion,
12

kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin disebabkan oleh karena
sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui saluran
pernapasan bagian atas (Idries, 1997).
Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu
menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung. Faktor lain adalah
keadaan hipersensitivitas dan kadang-kadang keracunan alkohol. Bila tidak
ditemukan air dalam paru-paru dan lambung, berarti kematian terjadi
seketika akibat spasme glotis, yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk
(Idries, 1997).

7. Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan luar jenazah yang dapat dijadikan petunjuk pada mati
tenggelam di air laut maupun air tawar adalah (Abraham et al, 2009).
 Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur
dan benda-benda asing lain yang terdapat di dalam air, kalau
seluruh tubuh terbenam dalam air.
 Schaumfilz froth merupakan busa halus pada hidung dan mulut.
Teori intravital menyebutkan Schaumfilz sebagai bagian dari
reaksi intravital. Pada waktu air memasuki trakea, bronkus, dan
saluran pernapasan lainnya, maka terjadi pengeluaran sekret oleh
saluran tersebut. Sekret ini akan terdorong keluar oleh udara
pernapasan sehingga berbentuk busa mukosa
 Mata setengah terbuka atau tertutup. Jarang terjadi perdarahan
atau bendungan.
 Kutis anserina atau goose flesh merupakan reaksi intravital, jika
kedinginan, maka muskulus erektor pili akan berkontraksi dan
pori-pori tampak lebih jelas. Kutis anserina biasanya ditemukan
pada kulit anterior tubuh terutama ekstremitas. Gambaran seperti
kutis anserina dapat juga terjadi karena rigor mortis pada otot
tersebut.
13

 Washer woman’s hand. Telapak tangan dan kaki berwarna


keputihan dan berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan
ke dalam kutis dan biasanya membutuhkan waktu yang lama.
Tanda ini tidak patognomomik karena mayat yang lama dibuang
ke dalam air akan terjadi keriput juga.
 Cadaveric spasm, merupakan tanda intravital yang terjadi pada
waktu korban berusaha menyelamatkan diri dengan cara
memegang apa saja yang terdapat dalam air.
 Luka lecet akibat gesekan benda-benda dalam air. Luka lecet
biasanya dijumpai pada bagian menonjol, seperti kening, siku,
lutut, punggung kaki atau tangan. Puncak kepala mungkin
terbentur pada dasar ketika terbenam, tetapi dapat pula terjadi
luka post-mortal akibat benda-benda atau binatang dalam air.
 Dapat ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia seperti sianosis,
Tardieu spot. Petekie dapat muncul pada kasus tenggelam, tetapi
lebih sedikit daripada gantung diri karena pada tenggelam tidak
terjadi kematian secara mendadak sehingga pecahnya kapiler
tidak secara tiba-tiba atau hanya sedikit.

Sedangkan pada mayat yang sudah membusuk, dapat ditemukan


(Abraham et al, 2009) :
 Mata melotot karena terbentuknya gas pembusukan.
 Lidah tampak keluar karena gas pembusukan yang mendorong
pangkal lidah. Hal ini juga dapat terjadi pada mayat yang
mengalami pembusukan di darat.
 Muka menjadi hitam dan sembab yang disebut tite de negre
(kepala orang negro).
 Posisi lutut dan siku sedemikian rupa sehingga kaki dan tangan
tampak membengkok (frog stand). Ini disebabkan cairan dan gas
yang terbentuk pada persendian.
14

 Vena tampak jelas berwarna hijau sampai kehitam-hitaman


karena terbentuk FeS. Ini dapat juga terjadi pada orang yang mati
di darat.
 Pada laki-laki tampak skrotum membesar, mungkin terjadi
prolaps atau adanya gas pembusukan. Pada wanita hamil dapat
keluar anak yang dikandung.
 Bila lebih membusuk lagi, kulit ari akan mengelupas sehingga
warna kulit tidak jelas, rambut lepas.

2.6 Menentukan Perbedaan Bunuh Diri dan Pembunuhan pada kasus


tenggelam.

2.6.1 Menentukan Tanda-Tanda Ante Mortem Drowning dan Post


Mortem Drowning

Terlebih dahulu kita menentukan Tenggelam Ante-Mortem


(Meninggal karena tenggelam) dan Tenggelam Post-Mortem ( Meninggal
dahulu, lalu tenggelam). Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis
mati tenggelam (drowning) pada pemeriksaan dalam autopsi, yaitu (Ilmu
Kedokteran Forensik FK UI, 2007):

 Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi lumpur, pasir,


atau rumput air.
 Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti (lebih berat), dan
saat diiris akan keluar cairan.
 Lambung mayat berisi banyak cairan dan lumpur.
 Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli.
 Organ dalam (otak, ginjal, hati, limpa) mengalami perbendungan.
15

Pada kasus tenggelam di air laut, paru-paru dapat ditemukan membesar


seperti balon, lebih berat, sampai menutupi jantung (Ilmu Kedokteran Forensik
FK UI, 1997). Pada pengirisan terdapat banyak cairan, beratnya kadang
melebihi 2.000 gram. Karena paru sangat edema maka tepi depan paru overlap
di depan mediastinum sehingga berbentuk seperti cetakan iga. Paru berwarna
keunguan atau kebiruan dengan permukaan mengkilap. Paru lembab dan
konsistensinya seperti agar-agar dan hilang dengan penekanan. Ketika paru
dipindahkan dari tubuh dan ditempatkan pada meja pemotongan, paru tidak
mempertahankan bentuk normalnya tapi cenderung datar. Ketika dipotong,
tidak ada suara krepitasi yang terdengar dan bahkan tanpa penekanan jaringan
mengeluarkan banyak cairan. Jaringan paru ditekan maka akan ditemukan paru
dipenuhi cairan. Dengan demikian kasus tenggelam di air laut paru mengalami
lembab dan basah (Sauko et al, 2004).

 Petekie yang sangat sedikit dapat ditemukan karena kapiler terjepit


di antara septum inter alveolar. Dapat ditemukan bercak-bercak
perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat
alveoli (Polsin). Petekie subpleura dan bula emfisema jarang
ditemukan dan bukan merupakan tanda khas tenggelam, tetapi
sebagai usaha respirasi (Ilmu Kedokteran Forensik Fk UI, 1997).
 Sedangkan untuk mengetahui benda-benda air yang masuk ke
saluran pernafasan dapat dibuktikan dengan membuka saliran
pernafasan dari trakea, bronkus sampai percabangan bronkus di
hilus. Jika dari pemeriksaan ditemukan benda-benda air seperti pasir,
kerikil, lumpur, tumbuhan air dan lain-lain maka dapat dipastikan
bahwa korban masih hidup sebelum tenggelam (Ilmu Kedokteran
Forensik FK UI, 1997).
 Organ lain seperti otak, ginjal, hati, dan limpa dapat mengalami
pembendungan. Lambung dan usus halus dapat sangat membesar,
berisi air dan lumpur (Ilmu Kedokteran Forensik FK UI, 1997).
16

Tabel 1.1 Perbedaan tanda antemortem dan postmortem pada kasus mati tenggelam
(Abraham et al, 2009)
Gambaran Tenggelam Ante-Mortem Tenggelam Post-Mortem
Buih Halus, banyak buih keluar Tidak ditemukan buih.
dari hidung dan mulut
(Schaumfilz froth)
Paru-paru Mengembang, bertumpang Tidak ditemukan
tindih dengan jantung, pembesaran paru-paru
terjadi edema pada paru.
Spasme mayat Rumput atau ranting tampak Tidak ditemukan
pada genggaman mayat.
Lambung Berisi lumpur dan pasir Tidak ditemukan

2.6.2 Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada kasus tenggelam adalah


1. Percobaan Getah Paru (Lonsef Proef) (Idries, 1997)
Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef) yaitu mencari
benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan, telur cacing) dalam getah paru-paru
mayat. Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat harus segar / belum
membusuk. Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef) yaitu
permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan menggunakan pisau bersih
lalu dicuci dan iris permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek
gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung eritrosit. Evaluasi sediaan
yaitu pasir berbentuk kristal, persegi dan lebih besar dari eritrosit. Lumpur
amorph lebih besar daripada pasir, tanaman air dan telur cacing. Ada 3
kemungkinan dari hasil percobaan getah paru (lonsef proef), yaitu :
17

 Hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain.


 Hasilnya positif dan ada sebab kematian lain.
 Hasilnya negatif.

Jika hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita
interpretasikan bahwa korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya positif dan
ada sebab kematian lain maka ada 2 kemungkinan penyebab kematian korban,
yaitu korban mati karena tenggelam atau korban mati karena sebab lain. Jika
hasilnya negatif maka ada 3 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu :
 Korban mati dahulu sebelum tenggelam.
 Korban tenggelam dalam air jernih.
 Korban mati karena vagal reflex / spasme larynx.

2. Pemeriksaan Diatome (Destruction Test) (Idries, 1997)


Kegunaan melakukan pemeriksaan diatome adalah mencari ada
tidaknya diatome dalam paru-paru mayat. Diatome merupakan ganggang
bersel satu dengan dinding dari silikat.
Keseluruhan prosedur dalam persiapan bahan untuk analisa diatom
meliputi contoh air dari dugaan lokasi tenggelam, contoh jaringan dari hasil
otopsi korban, jaringan yang dihancurkan untuk mengumpulkan diatom,
konsentrasi diatom, dan analisa mikroskopis. Pengumpulan bahan dari media
tenggelam yang diduga harus dilakukan semenjak penemuan jenazah, dari air
permukaan dan dalam, menggunakan 1 hingga 1,5 L tempat steril untuk
disimpan pada suhu 4°C, di dalamnya disimpan bahan-bahan dari korban
dugaan tenggelam yang diambil dengan cara steril, kebanyakan berasal dari
paru-paru, ginjal, otak, dan sumsum tulang.
Usaha untuk mencari diatome (binatang bersel satu) dalam tubuh
korban. Karena adanya anggapan bahwa bila orang masih hidup pada waktu
tenggelam, maka akan terjadi aspirasi, dan karena terjadi adanya usaha untuk
18

tetap bernafas maka terjadi kerusakan bronkioli/bronkus sehingga terdapat


jalan dari diatome untuk masuk ke dalam tubuh.
Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang diperiksa
bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus sama dengan diatome
di perairan tersebut. Cara melakukan pemeriksaan diatome yaitu:
 Ambil potongan jaringan sebesar 2-5 gram (hati, ginjal, limpa
dan sumsum tulang).
 Potongan jaringan tersebut dimasukkan 10 mL asam nitrat
jenuh, 0,5 ml asam sulfat jenuh.
 Kemudian dimasukkan lemari asam sampai semua jaringan
hancur.
 Warna jaringan menjadi hitam oleh karena karbonnya.
 Ditambahkan natrium nitrat tetes demi tetes sampai warna
menjadi jernih.
 Kadang-kadang sifat cairan asam sehingga sukar untuk
melakukan pemeriksaan, oleh karena itu ditambahkan sedikit
NaOH lemah (sering tidak dilakukan oleh karena bila
berlebihan akan menghancurkan chitine).
 Kemudian dicuci dengan aquadest. Lalu dikonsentrasikan
(seperti telur cacing), disimpan/diambil sedikit untuk diperiksa,
diteteskan pada deck gelas lalu keringkan dengan api kecil.
 Kemudian ditetesi oil immersion dan diperiksa dibawah
mikroskop.

Metode lain dalam pengidentifikasian diatom adalah dengan


amplifikasi DNA ataupun RNA diatom pada jaringan manusia, analisa
mikroskopis pada bagian jaringan, kultur diatom pada media, dan
spectrofluophotometry untuk menghitung klorofil dari plankton di paru-paru
(Idries, 1997).
19

3. Pemeriksaan Kimia Darah (Gettler Test) (Idries, 1997)


Pemeriksaan kimia darah (gettler test) bertujuan untuk memeriksa
kadar NaCl dan kalium. Interpretasinya adalah korban yang mati tenggelam
dalam air tawar, mengandung Cl lebih rendah pada jantung kiri daripada
jantung kanan. Kadar Na menurun dan kadar K meningkat dalam plasma.
Korban yang mati tenggelam dalam air laut, mengandung Cl lebih tinggi pada
jantung kiri daripada jantung kanan. Kadar Na meningkat dan kadar K sedikit
meningkat dalam plasma.

4. Pemeriksaan Histopatologi (Idries, 1997)


Pada pemeriksaan histopatologi dapat kita temukan adanya bintik
perdarahan di sekitar bronkioli yang disebut Partoff spot. Setelah itu, untuk
menentukan korban tenggelam apakah dibunuh atau bunuh diri cukuplah sulit,
oleh karena itu kita hanya bisa memperkirakan apabila meninggal sebelum
tenggelam (Post mortem Drowning) kemungkinan dibunuh, lalu apabila
meninggal karena tenggelam ( Ante mortem Drowning) kemungkinan bunuh
diri. Sehingga kita perlu melakukan pemeriksaan olah tkp untuk menentukan
cara kematian tersebut.
20

BAB 3
KESIMPULAN

Tenggelam (drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan


ke dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam
cairan, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan gangguan
fisiologi tubuh akibat tenggelam, tetapi tidak terjadi kematian.
Mekanisme kematian pada korban tenggelam dapat berupa asfiksia akibat
spasme laring, asfiksia karena gagging dan choking, refleks vagal, fibrilasi ventrikel
(air tawar), dan edema pulmoner (dalam air asin)
Pada peristiwa tenggelam di air tawar, terjadi hemolisis dan hemodilusi
sehingga menyebabkan hiperkalemia. Kematian terjadi karena fibrilasi ventrikel.
Pada peristiwa tenggelam di air asin, karena konsentrasi elektrolit air asin lebih tinggi
daripada plasma, air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial
paru yang akan menimbulkan edema paru, hemokonsentrasi, dan hipovolemia.
Berdasarkan morfologi penampakan paru pada otopsi, tenggelam dibedakan
atas tenggelam kering (dry drowning), tenggelam tipe basah (wet drowning). Jika
ditinjau berdasarkan jenis air tempat terjadinya tenggelam, maka dapat dibedakan
menjadi tenggelam di air tawar dan tenggelam di air asin.
Diagnosis kematian akibat tenggelam dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
luar, pemeriksaan dalam, pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan,
destruksi jaringan, dan berat jenis serta kadar elektrolit darah.
Pada pemeriksaan luar, dapat ditemukan Schaumfilz froth, kuntis anserina,
washer woman’s hand, cadaveric spasm, tanda-tanda asfiksia seperti sianosis dan
petekie. Kemudian dapat juga dijumpai luka lecet dan penurunan suhu mayat
Pada pemeriksaan dalam, paru tetap kering pada kasus tenggelam di air tawar.
Pada kasus tenggelam di air laut, paru-paru dapat ditemukan membesar. Petekie juga
dapat dijumpai. Organ lain dapat mengalami pembendungan.
21

Untuk membedakan antara drowning pada kasus bunuh diri cukup sulit oelh
karena itu dibutuhkan pemeriksaan olah tkp terlebih dahulu untuk memastikan
apakah korban tersebut bunuh diri, pembunuhan dan keccelakaan.

\
22

Daftar Pustaka

1. Cantwell PG, Verive MJ,S hoff WH, Norris RL, Talavera F, Lang S, et al. 2013.
Drowning. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/772753-overview

2. Dahlan S.2000. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penengak
Hukum, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro

3. Fitricia, Ria. 2010. Tanda Intravital yang Ditemukan Pada Kasus Tenggelam di
Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik/RSUD Pingardi
Medan pada Bulan Januari 2007-Desember 2009. Medan: Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara.

4. Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.
137-147.

5. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta, 1997

6. Onyekwelu E. Drowning and Near Drowning. Internet Journal of Health. 2008;


8(2)2.World Health Organization. Drowning. [diakses Agustus 2019]; Diunduh
dari https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/drowning

7. Singh R, Kumar M, ell. 2005 ”Drowning Associated Diatoms”. Department of


Forensic Science Punjabi University.

8. Shepherd R. 2003. Simpson’s Forensic Medicine, 12nd ed. New York : Oxford
University Press, 104-106.

9. WHO. 2015. Drowning. Available from


www.who.int/violence_injury_prevention/other_injury/drowning/en/ [Accessed 2
Agustus 2019]..

Anda mungkin juga menyukai