Anda di halaman 1dari 34

Laporan Biologi Dasar

POPULASI, KOMUNITAS, DAN EKOSISTEM

NAMA : FIRNA APRILIA

NIM : H031191071

HARI/TANGGAL : RABU/ 16 OKTOBER 2019

KELOMPOK : II

ASISTEN : SYAFRIAN NUR M


LABORATORIUM BIOLOGI DASAR
UNIT PELAKSANA TEKNIS-MKU
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Di dalam lingkungan terjadi interaksi kisaran yang luas dan kompleks.

Ekologi merupakan cabang ilmu biologi yang menggabungkan pendekatan

hipotesis deduktif, yang menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk

menguji penjelasan hipotesis dari fenomena ekologis (Campbell dkk., 2004).

Setiap makhluk hidup memperoleh kebutuhannya untuk hidup, tumbuh, dan

berkembang biak dari lingkungannya. Lingkungan merupakan sumber energi,

sumber materi, dan tempat untuk membuang kotoran-kotoran yang tidak diperlukan lagi

oleh makhluk hidup. Kehidupan suatu makhluk hidup sangat bergantung pada

lingkungannya sehingga ia harus mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan

keadaan lingkungannya (Pujianto, 2008).

Berdasarkan struktur dan fungsi ekosistem, maka seseorang yang belajar

ekologi harus didukung oleh pengetahuan yang komprehensip berbagai ilmu

pengetahuan yang relevan dengan kehidupan. Ekologi tidak hanya mempelajari

ekosistem tetapi juga mempelajari organisme pada tingkatan yang lebih kecil

seperti individu, populasi dan komunitas (Karmana, 2007).

Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan.

Antara faktor biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang

merupakan salah satu penyebab perubahan (Karmana, 2007). Berdasarkan latar

belakang tersebut maka dilakukanlah percobaan populasi, komunitas dan

ekosistem.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan ini adalah:

1. Menggunakan model untuk meneliti bagaimana suatu populasi dapat tumbuh.

2. Mempelajari suatu komunitas, mengumpulkan data sebanyak mungkin selama

waktu dan kesempatan memungkinkan. Kemudian memeriksa hubungan antara

masing-masing spesies, agar dapat memperkirakan urutan mana yang paling

penting dan untuk mengetahui struktur komunitas itu.

1.3 Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 16 Oktober 2019 pukul 07.30-

10.00 WITA. Percobaan ini bertempat di Laboratorium Biologi Dasar Universitas

Hasanuddin Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tidak ada satu pun makhluk hidup yang dapat hidup tanpa bergantung terhadap

makhluk hidup lain atau materi lain di dunia ini. Semua makhluk hidup, baik itu manusia,

hewan, maupun tumbuhan membutuhkan energi dan berbagaimateri dari

lingkungannya untuk dapat bertahan hidup (Setiawan, 2010).

Lingkungan hidup adalah suatu ruang yang ditempati makhluk hidup beserta

komponen abiotiknya. Cabang Biologi yang mempelajari hubungan antara makhluk

hidup dan lingkungannya adalah Ekologi. Secara umum, Ekologi adalah ilmu tentang

hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (Setiawan, 2010).

Di alam, baik itu makhluk hidup yang hidup di darat maupun di air, berusaha

memenuhi kebutuhan energinya. Makhluk hidup autotrof akan melakukan sintesis

makanan untuk mendapatkan energi, dan pada makhluk hidup heterotrof akan ada

peristiwa memakan untuk mendapatkan energi. Pengurai (dekomposer) akan memecah

materi organik kompleks menjadi lebih sederhana untuk dirinya dan dapat digunakan

kembali oleh makhluk hidup autotroph (Setiawan, 2010).

Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap

unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan hubungan

timbal balik yang kompleks antara makhluk hidup dan lingkungannya, baik lingkungan

hidup maupun maupun tak hidup. Dalam ekologi, ekosistem merupakan satuan

fungsional dasar. Ekosistem itu sendiri terdiri atas satuan-satuan makhluk hidup, yaitu

individu, populasi, komunitas, dan bioma

(Pujianto, 2008).

Dalam ekologi, individu adalah makhluk hidup tunggal yang tidak dapat dibagi-

bagi. Seorang manusia, sebatang pohon kelapa, seekor kucing, dan seekor belalang
merupakan individu. Demikian pula dengan tiap-tiap ekor sapi dalam sekawanan sapi,

seekor ikan dalam kelompoknya, dan tiap-tiap pohon karet dalam suatu perkebunan.

Dari atas tanah, serumpun jahe itu terlihat sendiri atas beberapa tanaman jahe

(Pujianto, 2008).

Satuan makhluk hidup dalam ekosistem dapat berupa individu, populasi, atau

komunitas. Individu adalah makhluk tunggal. Contohnya: seekor kelinci, seekor serigala,

atau individu yang lainnya. Sejumlah individu sejenis (satu spesies) pada tempat tertentu

akan membentuk Populasi. Contoh : dipadang rumput hidup sekelompok kelinci dan

sekelompok serigala. Jumlah anggota populasi dapat mengalami perubahan karena

kelahiran, kematian, dan migrasi (emigrasi dan imigrasi). Sedangkan komunitas yaitu

seluruh populasi makhluk hidup yang hidup di suatu daerah tertentu dan diantara satu

sama lain saling berinteraksi. Contoh: di suatu padang rumput terjadi saling interaksi

antarpopulasi rumput, populasi kelinci. dan populasi serigala. Setiap individu, populasi

dan komunitas menempati tempat hidup tertentu yang disebut habitat. Komunitas

dengan seluruh faktor abiotiknya membentuk suatu ekosistem. Suatu komunitas di suatu

daerah yang mencakup daerah luas disebut bioma. Contoh: bioma padang.

Suatu ekosistem disusun oleh dua komponen utama yaitu komponen biotik

meliputi berbagai jenis makhluk hidup dan komponen abiotik meliputi lingkungan fisik

dan kimia (lingkungan tak hidup), yaitu (Henri, 2009) :

1. Komponen Biotik

Komponen biotik suatu ekosistem meliputi semua jenis makhluk hidup, baik

berupa tumbuhan, hewan, jamur, maupun mikroorganisme lain. Dalam ekosistem,

tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan


mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Berdasarkan peranannya, komponen

biotik dibedakan menjadi komponen autotrof, heterotrof, dan pengurai.

a. Komponen autotrof

Komponen autotrof adalah organisme yang mampu mensintesis makanan

sendiri berupa bahan organik daribahan anorganik dengan bantuan energi seperti energi

cahaya matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen yang

menyediakan makanan bagi organisme heterotrof. Komponen autotrof yang utama

adalah berbagai tumbuhan hijau.

b. Komponen heterotrof

Komponen heterotrof merupakan organisme yangmemperoleh makanan atau

bahan organik dengan memakan organisme lain atau sisa-sisanya. Organisme heterotrof

tidak dapat mensintesis makanan sendiri, sehingga makanan selalu diperoleh dari

organisme lain, misalnya herbivora memperoleh makanan dari tumbuh-tumbuhan dan

karnivora memperoleh makanan dari mangsanya. Contoh komponen heterotrof adalah

manusia, hewan, jamur, dan mikroba.

c. Detrivor dan Pengurai (dekomposer)

Detrivor adalah komponen ekosistem yang memakan detritus atau sampah,

sedangkan pengurai adalah organisme heterotrof yang memperoleh makanan dengan

menguraikanbahan organik berupa sisa-sisa organisme yang telah mati. Organisme ini

menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang

sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen.

2. Komponen Abiotik
Menurut Surwanto (2009) komponen abiotik adalah semua faktor penyusun

ekosistem yang terdiri dari benda-benda mati, antara lain oksigen, kelembapan dan

suhu, air dan garam mineral, cahaya matahari, dan tingkat keasaman tanah atau pH

tanah :

a. Oksigen

Makhluk hidup dalam ekosistem membutuhkan oksigen untuk respirasi atau

pernapasan. Dengan adanya oksigen, zat organik yang ada dalam tubuh akan dioksidasi

untuk menghasilkan energi untuk tetap bisa bertahan hidup.

b. Kelembapan dan suhu

Kelembapan dan suhu juga sangat memengaruhi keberadaan suatu organisme

dalam suatu ekosistem. Kelembapan dan suhu berpengaruh terhadap hilangnya air yang

terjadi melalui penguapan. Setiap organisme memiliki toleransi yang berbeda-beda

terhadap suhu dan kelembapan. Jamur dan lumut hanya mampu bertahan pada habitat

yang memiliki kelembapan tinggi dan tak mampu hidup pada daerah yang panas. Suhu

terendah yang masih memungkinkan organisme hidup disebut sebagai suhu minimum.

Suhu yang paling sesuai dan mendukung kehidupan untuk organisme disebut sebagai

suhu optimum, sedangkan suhu tertinggi yang masih dapat ditoleransi atau

memungkinkan organisme hidup disebut sebagai suhu maksimum.

c. Air dan garam mineral

Air merupakan penyusun tubuh setiap makhluk hidup. Sebagian besar tubuh

tersusun oleh air, sehingga begitu pentingnya air bagi metabolisme kehidupan makhluk

hidup. Selain itu, baik hewan maupun tumbuhan juga memerlukan garam-garam

mineral. Meskipun jumlah yang dibutuhkan sedikit, namun harus ada karena tak bisa
diganti oleh zat yang lain. Contohnya tumbuhan memerlukan zat besi (Fe) untuk

pembentukan klorofil.

d. Cahaya matahari

Cahaya matahari merupakan sumber energi dari semua organisme yang ada.

Cahaya matahari berperan dalam fotosintesis pada tumbuhan dan membantu

penyerapan kalsium dan fosfor.

e. Tanah

Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Tanah juga menyediakan

unsur-unsur penting bagi kehidupan organisme, terutama tumbuhan.

Semua makhluk hidup, baik manusia, hewan, tumbuhan, maupun

mikroorganisme, menghuni suatu lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu

yang ada disekeliling makhluk hidup dan berpengaruh terhadap kehidupan

makhluk hidup diperoleh dari lingkungannya. Agar dapat memperoleh semua itu,

setiap makhluk hidup harus memiliki lingkungan yang sesuai. Sebagai contoh,

seekor sapi tumbuh, memperoleh makanan, dan berkembang biak di lingkungan

darat (Pujianto, 2008).

BAB III

METODE PENELITIAN
III.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu pulpen, pensil, penghapus,

kalkulator, dan buku.

III.2 Bahan Percobaan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu kertas grafik

serta komponen biotik dan abiotik yang ada diamati.


III.3 Prosedur Kerja
III.3.1 Mengamati Ekosistem

Langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam percobaan ini sebagai


berikut:
1. Menentukan daerah pengamatan.
2. Mengadakan survey tempat
3. Menentukan data yang akan dikumpulkan atau diteliti. Dalam hal ini data
yang dikumpulkan adalah komponen biotik dan abiotik.
4. Mengumpulkan data dengan mencatat komponen-komponen yang terdapat di
daerah pengamatan dan kuantitasnya.

III.3.2 Menghitung Populasi Burung Gereja.


Langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam percobaan ini sebagai
berikut:
1. Mempersiapkan model.
2. Model I: Mengumpamakan disuatu pulau pada tahun 2015 dihuni oleh 10

burung gereja (5 pasang jantan dan betina).


 Asumsi I: Setiap Musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan
10 keturunan (5 pasang jantan dan betina).
 Asumsi II: Setiap tahun semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum
musim bertelur berikutnya.
 Asumsi III: Setiap tahun semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur
berikutnya. Dalam keadaan sebenarnya beberapa tetua akan hidup dan
beberapa keturunannya akan mati. Asumsi I dan III akan saling memberikan
suatu keadaan yang seimbang, sehingga akan mengurangi perbedaan antara
model yang dibuat dengan keadaan yang sebenarnya.
 Asumsi IV: Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau
yang datang ke pulau tersebut.
3. Berdasarkan cara diatas, menghitung populasi burung gereja pada tahun 2015
sampai tahun 2019.
4. Model II: Mengubah asumsi II sebagai berikut, setiap tahun 2/5 dari tetua
jantan dan betina yang sama jumlahnya masih dapat mempunyai keturunan
untuk ke-2 kalinya. Baru kemudian mati. Asumsi lain tidak mengalami
perubahan.
5. Model III: Mengubah Asumsi III sebagai berikut, setiap tahun 2/5 dari
keturunan (jantan dan betina) sama jumlahnya, mati sebelum musim bertelur.
Asumsi lain tidak berubah.
6. Model IV: Mengubah asumsi IV sebagai berikut, Setiap tahun 50 burung
geraja baru (jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke pulau tersebut dari
pulau lainnya. Tidak seekorpun yang pergi. Asumsi lain tidak berubah.
7. Membuat grafik berdasarkan tiap model yang telah dibuat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

IV. 1.1 Komponen Biotik

A. Tumbuhan

1. Pohon Mangga Mangifera indica

2. Pohon Pisang Musa paradisiaca

3. Rumput Gramineae

B. Hewan

1. Kucing Felis domesticus

2. Kupu-kupu Sastragala sp.

3. Kadal Lacerta agills

4. Jangkrik Gryllus bimaculatus

5. Laba-laba Araneus diadematus

6. Ular Phyton bivittatus

7. Elang Nisaetus bartelsi

IV. 1.2 Komponen Abiotik

1. Batu

2. Sampah Kering

3. Tanah

4. Kayu

5.Cahaya

7. Udara

8. Air

IV. 1.3 Rantai Makanan


Gambar IV.1 Rantai Makanan

IV. 1. 4 Jaring-Jaring Makanan


Gambar IV.2 Jaring-Jaring Makanan

IV.1.5 Piramida Makanan

Gambar IV.2 Piramida Makanan


IV.1.6 Model Perhitungan
Berikut ini adalah hasil perhitungan populasi:
 Model I

Tahun 2019
Asumsi I : 5 × 10 = 50 ekor (25 pasang)
50 + 10 = 60 ekor (30 pasang)
Asumsi II : 60 – 10 = 50 ekor (25 pasang)
Asumsi III : 50 ekor (25 pasang)
Asumsi IV : 50 ekor (25 pasang)
Tahun 2020
Asumsi I : 25 × 10 = 250 ekor (125 pasang)
250 + 50 = 300 ekor (150 pasang)
Asumsi II : 300 – 50 = 250 ekor (125 pasang)
Asumsi III : 250 ekor (125 pasang)
Asumsi IV : 250 ekor (125 pasang)
Tahun 2021
Asumsi I : 125 × 10 = 1250 ekor (625 pasang)
1250 + 250 = 1500 ekor (750 pasang)
Asumsi II : 1500 – 250 = 1250 ekor (625 pasang)
Asumsi III : 1250 ekor (625pasang)
Asumsi IV : 1250 ekor (625 pasang)
Tahun 2022
Asumsi I : 625 × 10 = 6250 ekor (3125 pasang)
6250 + 1250 = 7500 ekor (3750 pasang)
Asumsi II : 7500 – 1250 = 6250 ekor (3125 pasang)
Asumsi III : 6250 ekor (3125 pasang)
Asumsi IV : 6250 ekor (3125 pasang)
Tahun 2023
Asumsi I : 3125 × 10 = 31250 ekor (15625 pasang)
31250 + 6250 = 37500 ekor (18750 pasang)
Asumsi II : 37500 – 6250 = 31250 ekor (15625 pasang)
Asumsi III : 31250 ekor (15625 pasang)
Asumsi IV : 31250 ekor (15625 pasang)
Grafik
 Model II
Tahun 2019
Asumsi I : 5 × 10 = 50 ekor (25 pasang)
50 + 10 = 60 ekor
60 – 6 = 54 ekor (27 pasang)
Asumsi II : 2/5 × 10 = 4 ekor ( hidup)

10 – 4 = 6 (mati)
60 – 6 = 54 ekor (27 pasang)
Asumsi III : 54 ekor
Asumsi IV : 54 ekor (27 pasang)
Tahun 2020
Asumsi I : 27 × 10 = 270 ekor (135 pasang)
270 + (54 – 4) = 320 ekor (160 pasang)
Asumsi II : 2/5 × 50 = 20 ekor (hidup)

320 – 30 = 290 ekor (mati)


Asumsi III : 290 ekor
Asumsi IV : 290 ekor (145 pasang)
Tahun 2021
Asumsi I : 145 × 10 = 1450 ekor (7 25 pasang)
1450 + (290 – 20) = 1720 ekor (860 pasang)
Asumsi II : 2/5 ×270 = 108 ekor (hidup)

1720 – 162 = 1558 ekor (mati)


Asumsi III : 1558 ekor
Asumsi IV : 1558 ekor (779 pasang)
Tahun 2022
Asumsi I : 779 × 10 = 7790 ekor (3895 pasang)
7790 + (1558 – 108) = 9240 ekor ( 4674 pasang)
Asumsi II : 2 /5 × 1450 = 580 ekor (hidup)
9240 – 870 = 8370 ekor (mati)
Asumsi III : 8370 ekor
Asumsi IV : 8370 ekor (4185 pasang)
Tahun 2023
Asumsi I : 4185 × 10 = 41850 ekor (20925 pasang)
1450 + (8370 – 580) = 9240ekor (4620 pasang)
Asumsi II : 2 /5 × 7790 = 3116 ekor (hidup)

49640 – 4674 = 44966 ekor (mati)


Asumsi III : 44966 ekor
Asumsi IV : 44966 ekor (22483 pasang)
Grafik
 Model III
Tahun 2019
Asumsi I: 5 × 10 = 50 ekor (25 pasang)
50 + 10 = 60 ekor (30 pasang)
Asumsi II: 60 – 10 = 50 ekor (25 pasang)
Asumsi III : 2 ×50 = 50 ekor mati (25 pasang mati)

50 – 20 = 30 ekor (15 pasang hidup)


Asumsi IV : 30 ekor (15 pasang)
Tahun 2020
Asumsi I : 15 × 10 = 150 ekor (75 pasang)
150 + 30 = 180 ekor (90 pasang)
Asumsi II : 180 – 30 = 150 ekor (75 pasang)
Asumsi III : 2/5 × 150 = 60 ekor mati (30 pasang mati)
150 – 60 = 90 ekor hidup (45 pasang)
Asumsi IV: 90 ekor (45 pasang)
Tahun 2021
Asumsi I : 45 × 10 = 450 ekor (225 pasang)
450 + 90 = 540 ekor (270 pasang)
Asumsi II : 540 – 90 = 450 ekor (225 pasang)
Asumsi III : 2 /5 × 450 = 180 ekor mati (90 pasang)

450 – 180 = 270 ekor hidup (135 pasang)


Asumsi IV : 270 ekor (135 pasang)
Tahun 2022
Asumsi I : 135 × 10 = 1350 ekor (675 pasang)
1350 + 270 = 1620 ekor (810 pasang)
Asumsi II: 1620 – 270 = 1350 ekor (675 pasang)
Asumsi III : 2/5 × 1350 = 540 ekor mati (270 pasang)

1350 – 540 = 810 ekor hidup (405 pasang)


Asumsi IV : 810 ekor (405 pasang)
Tahun 2023
Asumsi I : 405 × 10 = 4050 ekor (2025 pasang )
4050 + 810 = 4860 ekor ( 2430 pasang )
Asumsi II : 4860 – 810 = 4050 ekor ( 2025 pasang )
Asumsi III: 2/5 × 4050= 1620 ekor mati ( 810 pasang)

4050 – 1620 = 2430 ekor hidup (1215 pasang)


Asumsi IV : 2430 ekor (1215 pasang)
Grafik
 Model IV

Tahun 2019

Asumsi I : 5 × 10 = 50 ekor (25 pasang)

50 + 10 = 60 ekor (30 pasang)

Asumsi II : 60 – 10 = 50 ekor (25 pasang)

Asumsi III : 50 ekor (25 pasang)

Asumsi IV : 50 + 50 = 100 ekor (50 pasang)

Tahun 2020

Asumsi I : 50 × 10 = 500 ekor (250 pasang)


500 + 100 = 600 ekor (300 pasang)

Asumsi II : 600 – 100 = 500 ekor (250 pasang)

Asumsi III : 500 ekor (250 pasang)

Asumsi IV : 500 + 50 = 550 ekor (275 pasang)

Tahun 2021

Asumsi I : 275 × 10 = 2750 ekor (1375 pasang)

2750 + 550 = 3300 ekor (1650 pasang)

Asumsi II: 3300 – 550 = 2750 ekor (1375 pasang)

Asumsi III : 2750 ekor (1375 pasang)

Asumsi IV : 2750 + 50 = 2800 ekor (1400 pasang)

Tahun 2022

Asumsi I : 1400 × 10 = 14000 ekor (7000 pasang)

14000 + 2800 = 16800 ekor (8400 pasang)

Asumsi II : 16800 – 2800 = 14000 ekor (8400 pasang)

Asumsi III : = 14000 ekor ( 8400 pasang)

Asumsi IV : 14000 + 50 = 14050 ekor (7025 pasang)

Tahun 2023

Asumsi I : 7025 × 10 = 70250 ekor ( 35125 pasang )

70250+14050 = 84300 ekor ( 42150 pasang )

Asumsi II : 16800 – 2800 = 70250 ekor (35150 pasang )

Asumsi III : 70250 ekor (35150 pasang )

Asumsi IV: 70250 + 50 = 70300 ekor ( 35150 pasang )

Grafik
IV.2 Pembahasan

IV.2.1 Pengamatan Ekosistem

A. Rantai Makanan

Pada rantai makanan, proses makan dan dimakan hanya berlangsung

dalam satu arah, sehingga tidak ada kompunen di dalamnya yang memiliki

dua fungsi sekaligus, karena mereka telah menempati peran masing

masing tanpa ada saling singgung. Sewaktu tumbuhan hijau dimakan

herbivora, energi kimia yang tersimpan dalam tumbuhan berpindah ke

dalam tubuh herbivora dan sebagian energi hilang berupa panas. Demikian

juga sewaktu herbivora dimakan karnivora. Oleh karena itu, aliran energi
pada rantai makanan jumlahnya semakin berkurang. Pergerakan energi di

dalam ekosistem hanya satu jalur, berupa aliran energi.

Semua rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu

organisme yang melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme

ini disebut produsen karena hanya mereka yang dapat membuat makan

dari bahan mentah anorganik.

B. Jaring-Jaring Makanan

Pada jaring-jaring makanan arah proses makan dimakan tidak hanya

berlangsung dalam satu arah, melainkan beberapa arah. Karena jaring-

jaring makanan merupakan penggabungan dari beberapa rantai makanan.

Hal ini menyebabkan adalah organism yang memiliki dua paranan dalam

reaksi perputaran energy yang terjadi. Semua rantai makanan dimulai

dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang melakukan fotosintesis

seperti tumbuhan hijau organisme ini disebut produsen karena hanya

mereka yang dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik.

Setiap organisme, misalnya sapi atau belalang yang memakan

tumbuhan disebut herbivora atau konsumen primer, karnivora seperti

halnya katak yang memakan herbivora disebut konsumen sekunder.

Karnivora sebagaimana ular, yang memakan konsumen sekunder

dinamakan konsumen tersier, dan seterusnya. Setiap tingkatan konsumen

dalam suatu rantai makanan disebut tingkatan trofik. Sedangkan jaring-

jaring makanan dibentuk oleh beberapa rantai makanan yang saling

berhubungan.
Pada rantai makanan telah kita ketahui bahwa tingkat tropik yang terdiri

atas produsen, konsumen tingkat I, konsumen tingkat II, dan seterusnya.

Produsen yang bersifat autotrof selalu menempati tingkatan tropik utama,

herbivora menempati tingkat tropik kedua, karnivora menduduki tingkat

tropik ketiga, dan seterusnya. Setiap perpindahan energi dari satu tingkat

tropik ke tingkat tropik berikutnya akan terjadi pelepasan sebagian energi

berupa panas sehingga jumlah energi pada rantai makanan untuk tingkat

tropik yang semakin tinggi, jumlahnya semakin sedikit. Maka terbentuklah

piramida ekologi/piramida makanan.

Salah satu jenis piramida ekologi adalah piramida jumlah yang

dilukiskan dengan jumlah individu. Piramida jumlah pada suatu ekosistem

menunjukkan bahwa produsen mempunyai jumlah paling besar dan

konsumen tingkat II jumlah lebih sedikit dan jumlah paling sedikit

terdapat pada konsumen tingkat terakhir.

C. Piramida Makanan

Penentuan piramida makanan didasarkan pada jumlah organisme yang

terdapat pada satuan luas tertentu atau kepadatan populasi antar trofiknya

dan mengelompokan sesuai dengan tingkat trofiknya. Perbandingan

populasi antar trofik umumnya menunjukkan jumlah populasi produsen

lebih besar dari populasi konsumen primer lebih besar dari populasi

konsumen sekunder lebih besar dari populasi konsumen tersier. Ada

kalanya tidak dapat menggambarkan kondisi sebagaimana piramida

ekologi.
IV.2.2 Pengamatan Populasi

A. Model 1

Pada model 1, asumsi 1 (tahun 2019) terdapat 10 ekor burung, setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 60 ekor (30 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan

induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung

berkurang 10 dan totalnya 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi III, semua

keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung

masih tetap 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang

meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun

2019, jumlah burung yaitu 50 ekor (25 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2020) terdapat 50 ekor burung, setiap pasang burung

menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 250

ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi totalnya 300 ekor (150

pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan induk betina) mati

sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung berkurang 50 dan

totalnya 250 ekor (125 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup

sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 250 ekor

(125 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau

yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2020, jumlah burung

yaitu 250 ekor (125 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2021) terdapat 250 ekor burung, setiap pasang burung

menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan


1250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi totalnya 1500

ekor (750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan induk

betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung

berkurang 250 dan totalnya 1250 ekor (625 pasang). Pada asumsi III,

semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

burung masih tetap 1250 ekor (625 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada

burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga

pada tahun 2021, jumlah burung yaitu 1250 ekor (625 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2022) terdapat 1250 ekor burung, setiap pasang

burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 6250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 7500 ekor (3750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk

jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi

jumlah burung berkurang 1250 dan totalnya 6250 ekor (3125 pasang). Pada

asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi

jumlah burung masih tetap 6250 ekor (3125 pasang). Pada asumsi IV, tidak

ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.

Sehingga pada tahun 2022, jumlah burung yaitu 6250 ekor (3125 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2023) terdapat 6250 ekor burung, setiap pasang

burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 31250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 37500 ekor (18750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk

jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi

jumlah burung berkurang 6250 dan totalnya 31250 ekor (15625 pasang).
Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya,

jadi jumlah burung masih tetap 31250 ekor (15625 pasang). Pada asumsi

IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau

tersebut. Sehingga pada tahun 2023, jumlah burung yaitu 31250 ekor

(15625 pasang).

B. Model 2

Pada model 2, asumsi I (tahun 2019), terdapat 10 ekor burung (5

pasang) setiap pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan

dan 5 betina menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah

induk, jadi totalnya 60 ekor (30 pasang). Pada asumsi II, dua perlima dari

tertua (jantan dan betina) masih dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5

dari 10 yaitu 4 (2 pasang). 60 dikurang 6 jadi 54 ekor (27 pasang). Pada

asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi

jumlah burung masih tetap 54 ekor (27 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada

burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga

pada tahun 2019, jumlah burung yaitu 54 ekor (27 pasang).

Asumsi I (tahun 2020), terdapat 54 ekor burung (27 pasang), setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 270 ekor (135 pasang) kemudian burung tetua yang telah

menghasilkan 2 keturunan mati, jadi dikurang 4 totalnya 50 ekor, kemudian

ditambah dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi

totalnya 320 ekor (160 pasang). Pada asumsi II, dua perlima dari tertua

(jantan dan betina) masih dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari

50 yaitu 20 (10 pasang ).320 dikurang 30 jadi 290 ekor (145 pasang). Pada

asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi

jumlah burung masih tetap 290 ekor (145 pasang). Pada asumsi IV, tidak
adaburung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.

Sehingga pada tahun 2020, jumlah burung yaitu 290 ekor (145 pasang).

Asumsi I (tahun 2021), terdapat 290 ekor burung (145 pasang), setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 1450 ekor kemudian burung tetua yang telah menghasilkan 2

keturunan mati, jadi dikurang 20 totalnya 270 ekor, kemudian ditambah

dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi totalnya

1720 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan betina) masih

dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 270 yaitu 108 ekor. 1720

dikurang 162 jadi 1558 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup

sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung 1558 ekor (779

pasang) masih tetap 1558 ekor (779 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada

burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga

pada tahun 2021, jumlah burung yaitu 1558 ekor (779 pasang).

Asumsi I (tahun 2022), terdapat 1558 ekor (779 pasang), setiap pasang

burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 7790 ekor kemudian burung tetua yang telah menghasilkan 2

keturunan mati, jadi dikurang 108 totalnya 1450 ekor, kemudian ditambah

dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi totalnya

9240 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan betina) masih

dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 1450 ekor yaitu 580 ekor.

9240ekor dikurang 870 ekor jadi 8370 ekor (4185 pasang). Pada asumsi III,

semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

burung 8370 ekor (4185 pasang) masih tetap 8370 ekor (4185 pasang).

Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke
pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2022, jumlah burung yaitu 8370 ekor

(4185 pasang).

Asumsi I (tahun 2023), terdapat 8370 ekor (4185 pasang), setiap pasang

burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 4180 ekor kemudian burung tetua yang telah menghasilkan 2

keturunan mati, jadi dikurang 580 ekor totalnya 7790 ekor, kemudian

ditambah dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi

totalnya 49640 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan

betina) masih dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 7790 ekor

yaitu 3116 ekor. 49640 ekor dikurang 4674 ekor jadi 44966 ekor (22483

pasang). .Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur

berikutnya, jadi jumlah burung 44966 ekor (22483 pasang) masih tetap

44966 ekor (22483 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang

meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun

2023, jumlah burung yaitu 44966 ekor (22483 pasang).

C. Model 3

Pada model ke III, asumsi I (2019), terdapat 10 ekor (5 pasang), setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 50 ekor (25 pasang), kemudian ditambah jumlah induk jadi

60 ekor (30 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati

sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 60 ekor dikurang 10 ekor

menjadi 50 ekor (25 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 50 mati sebelum

musim bertelur yaitu 20 ekor (10 pasang). 50 ekor dikurang 20 ekor jadi 30

ekor (15 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan

atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2019, jumlah
burung yaitu 30 ekor (15 pasang).

Asumsi I (2020), terdapat 30 ekor (15 pasang), setiap pasang burung

menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 150

ekor (75 pasang), kemudian ditambah jumlah induk jadi 180 ekor (90

pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum

musim musim bertelur berikutnya jadi 180 ekor dikurang 30 ekor menjadi

150 ekor (75 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 150 mati sebelum

musim bertelur yaitu 60 ekor (30 pasang). 150 ekor dikurang 60 ekor jadi

90 ekor (45 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan

atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2020, jumlah

burung yaitu 90 ekor (45 pasang).

Asumsi I (2021), terdapat 90 ekor (45 pasang), setiap pasang burung

menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 450

ekor (225 pasang), kemudian ditambah jumlah induk jadi 540 ekor (270

pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum

musim musim bertelur berikutnya jadi 540 ekor dikurang 90 ekor menjadi

450 ekor (225 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 450 mati sebelum

musim bertelur yaitu 180 ekor (90 pasang). 450 ekor dikurang 180 ekor

jadi 270 ekor (135 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang

meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun

2021, jumlah burung yaitu 270 ekor (135 pasang).

Asumsi I (2022), terdapat 270 ekor (135 pasang), setiap pasang burung

menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan

1350 ekor (675 pasang), kemudian ditambah jumlah induk jadi 1620 ekor

(810 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati

sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 1620 ekor dikurang 270
ekor menjadi 1350 ekor (675 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 1350

mati sebelum musim bertelur yaitu 540 ekor (270 pasang). 1350 ekor

dikurang 540 ekor jadi 810 ekor (405 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada

burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga

pada tahun 2022, jumlah burung yaitu 810 ekor (405 pasang).

Asumsi I (2023), terdapat 810 ekor (405 pasang), setiap pasang burung

menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan

4050 ekor (2025 pasang), kemudian ditambah jumlah induk jadi 4860 ekor

(2430 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati

sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 4860 ekor dikurang 810

ekor menjadi 4050 ekor (2025 pasang). Asumsi III dua per lima dari 4050

mati sebelum musim bertelur yaitu 1620 ekor (810 pasang). 4050 ekor

dikurang 1620 ekor jadi 2430 ekor (1215 pasang). Pada asumsi IV, tidak

ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.

Sehingga pada tahun 2023, jumlah burung yaitu 2430 ekor (1215 pasang).

D. Model 4

Pada model IV, asumsi 1 (tahun 2019) terdapat 10 ekor burung, setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 60 ekor (30 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan

induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung

berkurang 10 dan totalnya 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi III, semua

keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung

masih tetap 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi IV, terdapat 50 burung gereja

datang ke pulau tersebut jadi 50 ekor ditambah 50 ekor menjadi 100 ekor
(50 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2020) terdapat 100 ekor burung (50 pasang), setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 600 ekor (300 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan

dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

burung berkurang 100 dan totalnya 500 ekor (250 pasang). Pada asumsi III,

semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah

burung masih tetap 500 ekor (250 pasang). Pada asumsi IV, terdapat 50

burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 500 ekor ditambah 50 ekor

menjadi 550 ekor (275 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2021) terdapat 550 ekor burung, setiap pasang burung

menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 50

ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi totalnya 3300 ekor

(1650 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan induk betina)

mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung berkurang

550 dan totalnya 2750 ekor (1375 pasang). Pada asumsi III, semua

keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung

masih tetap 2750 ekor (1375 pasang). Pada asumsi IV, terdapat 50 burung

gereja datang ke pulau tersebut jadi 2750 ekor ditambah 50 ekor menjadi

2800 ekor (1400 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2022) terdapat 2800 ekor burung (1400 pasang), setiap

pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina

menghasilkan 14000 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 16800 ekor (8400 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk

jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi
jumlah burung berkurang 2800 dan totalnya 14000 ekor (7000 pasang).

Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya,

jadi jumlah burung masih tetap 14000 ekor (7000 pasang). Pada asumsi IV,

terdapat 50 burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 14000 ekor

ditambah 50 ekor menjadi 14050 ekor (7025 pasang).

Asumsi 1 (tahun 2023) terdapat 14050 ekor burung (7025 pasang),

setiap pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5

betina menghasilkan 70250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk,

jadi totalnya 84300 ekor (42150 pasang). Pada asumsi II, semua tetua

(induk jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya,

jadi jumlah burung berkurang 14050 dan totalnya 70250 ekor (35125

pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur

berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 70250 ekor (35125 pasang).

Pada asumsi IV, terdapat 50 burung gereja datang ke pulau tersebut jadi

70250 ekor ditambah 50 ekor menjadi 70300 ekor (35150 pasang).


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum maka disimpulkan bahwa:

1. populasi dapat tumbuh berdasarkan dua model pertumbuhan yaitu

eksponensial dan logisistik. Dari model pertumbuhan populasi yang dibuat

menggambarkan model pertumbuhan eksponensial dimana ukuran populasi

meningkat dengan cepat mengikuti kurva berbentuk J.


2. dari pengamatan yang dilakukan diperoleh data hubungan interaksi antara

makhluk hidup dan lingkungannya serta hubungan antar sesama komponen

biotik yang saling makan memakan dimana komponen biotik yang terpenting

ada dalam ekosistem adalah tumbuhan karena sebagai sumber makanan bagi

makhluk lainnya.

V. 2 Saran

V. 2.1 Saran Untuk Laboratorium

Sebaiknya laboratorium menyediakan alat dan bahan yang lengkap

sehingga proses praktikum dapat berlangsung dengan cepat dan sebaiknya

kebersihan lebih ditingkatkan lagi agar praktikan nyaman dalam laboratorium.

V. 2.2 Saran Untuk Asisten

Sebaiknya asisten tetap menjaga komunikasi dengan praktikannya, agar

praktikan merasa nyaman saat melakukan percobaan di dalam laboratorium.


DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A., Reece, J. B. dan Urry, L. A., 2004. Biologi jilid 3 Edisi Kelima.
Erlangga. Jakarta.

Caudill, H., 2005. Ekosistem dan Kesejahteraan Manusia: Suatu Kerangka Pikir
untuk Penilaian. Millennium Ecosystem Assessment. Jakarta.

Karmana, O., 2007. Cerdas Belajar Biologi. Grafindo. Bandung.

Sahira, I., G., Danti, Pratiwi., Shelfila, F., Medina, D., S., Muhammad, S.,
Muhammad, P., A., 2013, Ekosistem Terestrial. Jurnal Ekosistem
Terestrial. 5(3). 1-2.

Soemarno, M., S., Ekosistem dan Sistem Wilayah. Jurnal Ekologi. 3(1). 1-3.

Southwick, 1972. Ecology and the Quality of Our Environmental. Van Nostrand.
New York.

Anda mungkin juga menyukai