Anda di halaman 1dari 42

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Hukum Pajak
Yang di bimbing oleh Bapak Dr. M. Achsin, SH., MM.,M.Kn., M.Ec.Dev., M.Si., AK.,
CPA.,CL.A

Oleh:
A.A. Istri Pradnyarani Dewi (166020301111021)

PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
RESUME DAN CRITICAL REVIEW JURNAL
Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Hukum Pajak
Yang di bimbing oleh Bapak Dr. M. Achsin, SH., MM.,M.Kn., M.Ec.Dev., M.Si., AK.,
CPA.,CL.A

Oleh:
A.A. Istri Pradnyarani Dewi (166020301111021)

PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
REVIEW JURNAL I
TANGGUNG JAWAB MORAL, KESADARAN WAJIB PAJAK, SANKSI
PERPAJAKAN DAN KUALITAS PELAYANAN PADA KEPATUHAN PELAPORAN
WAJIB PAJAK BADAN
Putu Arika Indriyani, I Made Sukartha
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 7.2 (2014): 431-443

Kepatuhan wajib pajak merupakan salah satu kunci untuk menjamin keberhasilan pemerintah
dalam menghimpun penerimaan pajak agar dapat digunakan untuk menopang pembiayaan
pembangunan. Menurut Torgler (2005) salah satu masalah yang paling serius bagi para pembuat
kebijakan ekonomi adalah mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan pajak yang tidak
meningkat akan mengancam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(Chau, 2009). Hal ini dikarenakan tingkat kepatuhan pajak secara tidak langsung mempengaruhi
ketersediaan pendapatan untuk belanja (Jung,1999).
Kebanyakan orang menilai pajak dari sisi aparatnya sebagai “hantu” yang ditakuti, bahkan
cenderung enggan berurusan dengan aparat pajak (Soewarno, 2005:25). Disisi lain fiskus bertugas
untuk melakukan berbagai upaya demi mendapatkan pemasukan pajak yang lebih besar.
Tinggi rendahnya kepatuhan pelaporan Wajib Pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
salah satunya adalah tanggung jawab moral. Song & Yarbrough dalam Yadnyana (2010)
menyatakan moral sebagai prilaku yang mengatur hubungan Wajib Pajak sebagai warga negara
dengan pemerintah. Aspek moral dalam bidang perpajakan merupakan hal yang sangat penting
dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Tanggung jawab moral merupakan prilaku yang
dimiliki individu namun kemungkinan tidak dimiliki individu lainnya (Handayani, 2009). Prilaku
Wajib Pajak tidak hanya dipengaruhi oleh manfaat ekonomi tetapi sangat didasarkan pada moral
Wajib Pajak, etika dan norma-norma sosialnya (Wenzel, 2005). Apabila Wajib Pajak memiliki
tanggung jawab moral yang besar maka tingkat pemenuhan kewajiban pajakannya tinggi. Adanya
tanggung jawab moral maka akan mendorong seseorang untuk patuh dalam pelaporan pajaknya
(Rosito, 2010:7).
Tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan Wajib pajak juga dapat dipengaruhi oleh
kesadaran wajib pajak. Kesadaran wajib pajak merupakan suatu keadaan disaat Wajib Pajak
mengetahui, memahami, dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara benar dan sukarela
(Manik Asri, 2009). Masyarakat harus terus diajak untuk mengetahui, mengakui, menghargai dan
mentaati ketentuan perpajakan yang berlaku untuk mewujudkan sadar dan peduli pajak. Kepatuhan
Wajib Pajak akan meningkat apabila kesadaran Wajib Pajak meningkat (Nugroho, 2006).
Kepatuhan wajib pajak juga dipengaruhi oleh sanksi perpajakan. Ali et al (2001) menyatakan
untuk mencegah ketidakpatuhan, audit dan sanksi perpajakan adalah kebijakan yang efektif.
Ketidakpatuhan Wajib Pajak yang berusaha untuk menghindar dan menggelapkan pajak
menimbulkan sanksi bagi Wajib Pajak. United States Government Accountability Office (2009)
menyatakan sanksi perpajakan dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan pelaporan pajak.
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah kualitas pelayanan. Parasuraman,
dkk. (1985) mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan adalah penilaian seseorang terhadap
kinerja aktual dari penyedia layanan yang dibandingkan dengan harapan yang diinginkan. Untuk
meningkatkan kepuasan Wajib Pajak yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dalam hal
perpajakan diperlukan kuantitas dan kualitas pelayanan yang semakin baik (Supadmi, 2009).
Penjelasan tersebut menghasilakan beberapa hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu:
H1: Tanggung jawab moral berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak
Badan.
H2: kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak
Badan
H3: Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Badan
H4: Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Badan.
Metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peneltian ini berlokasi di KPP Pratama
Badung Utara, Jalan Ahmad Yani No. 100 Denpasar. Populasi dalam penelitian ini berjumlah
4.190 Wajib Pajak Badan efektif yang terdaftar per 31 Desember 2012. Metode penentuan sampel
yang digunakan yaitu teknik aksidental sampling. Responden dalam penelitian ini berjumlah 98
Wajib Pajak Badan dengan kriteria minimal staff accounting atau staff perpajakan, bekerja
minimal 2 tahun dan pernah mengisi SPT Tahunan. Penelitian ini menggunakan kuisioner
sehingga perlu untuk melakukan uji instrumen (uji validitas dan reliabilitas) dan uji asumsi klasik
(uji normalitas, multikolinearitas dan heteroskedasitas) untuk memenuhi syarat untuk dilanjutkan
ke analisis regresi linear berganda.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaruh positif dan signifikan antara variabel
tanggung jawab moral, kesadaran wajib pajak, sanksi perpajakan dan kualitas pelayanan pada
kepatuhan pelaporan wajib pajak badan di KPP Pratama Badung Utara.

CRITICAL REVIEW
Hasil penelitian ini sepenuhnya telah menjawab apa yang ingin diteliti oleh peneliti.
Hipotesis semua telah diterima. Metodologi yang digunakan juga sudah sesuai. Namun dalam
merancang hipotesis hendaknya lebih diperjelas mengapa bisa menggunakan hipotesis tersebut.
Peneliti hanya menjelaskan seperti; Kepatuhan pelaporan pajak akan meningkat jika Wajib Pajak
memiliki tanggung jawab moral yang lebih kuat (Ho, 2009). Handayani (2009) menyatakan,
adanya pengaruh positif antara kewajiban moral (tanggung jawab moral) pada kepatuhan
pelaporan Wajib Pajak. Maka dari itu, hipotesis pada penelitian ini adalah H1: Tanggung jawab
moral berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Badan. Muliari dan Setiawan
(2011) mengungkapkan adanya pengaruh positif antara kesadaran Wajib Pajak pada kepatuhan
wajib pajak. Maka dari itu, hipotesis pada penelitian ini adalah H2: kesadaran wajib pajak
berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak Badan. Santosa (2011) menyatakan
adanya pengaruh positif antara sanksi perpajakan pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Maka
dari itu, hipotesis pada penelitian ini adalah H3: Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada
kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Badan. Antari (2012) menyatakan adanya pengaruh positif
antara kualitas pelayanan pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Badan. Maka dari itu, hipotesis
pada penelitian ini adalah. H4: Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan
Wajib Pajak Badan.
Peneliti hanya merancang hipotesis dari beberapa penelitian sebelumnya saja, jadi pembaca
jurnal ini kurang begitu jelas bagaimana hipotesis itu dirancang sehingga dapat digunakan di
penelitian ini. dan dalam penelitian ini juga tidak adanya kerangka konsep maupun kerangka
pemikiran. Hasil analisi juga sebaiknya tidak hanya menampilkan hasil uji statistik, namun juga
berisi penjelasan jika hipotesisnya diterima.
REVIEW JURNAL II
Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Koneksi Politik Dan Reformasi Perpajakan
Terhadap Penghindaran Pajak (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Tahun 2008-2012)
Sri Mulyani, Darminto, M.G Wi Endang N.P
PS Perpajakan, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya,

Pembangunan nasional membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu Pemerintah
melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berusaha untuk meningkatkan penerimaan negara di
sektor pajak melalui reformasi. Reformasi perpajakan di Indonesia yang terakhir yaitu perubahan
ke empat UU PPh, UU Nomor 36 Tahun 2008 dan masih berlaku hingga sekarang dengan
perubahan mendasar pada tarif PPh badan yang semula progresif menjadi tarif tunggal. Perubahan
tarif PPh badan bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi agar perusahaan tidak terlalu
terbebani dengan kewajiban pembayaran pajak dan merangsang investasi di Indonesia. Namun,
ditemukan fakta bahwa sektor bisnis menghabiskan banyak sekali waktu dan uang untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya. Sejalan dengan fungsi utama yang diinginkan dalam
peraturan perpajakan yaitu fungsi anggaran (budgetair), saat ini pajak adalah sumber penerimaan
terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Penambahan jumlah WP badan dari tahun ke tahun tentu berdampak pada meningkatnya
penerimaan pajak dari kategori WP badan. Namun, masih terdapat perbedaan kepentingan antara
wajib pajak dan pemerintah dalam proses pelaksanaan pemungutan pajak. Pemerintah dalam hal
ini melalui Direktorat Jenderal pajak (DJP) berusaha untuk terus menaikkan penerimaan dari
sektor pajak. Wajib pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin. Peneliti menduga
adanya hubungan antara karakteristik perusahaan, koneksi politik dan reformasi perpajakan
terhadap penghindaran pajak. Penelitian ini menggunakan studi kasus perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2008-2012.
Peneliti menggunakan perusahaan manufaktur yang termasuk dalam kategori industri
pengolahan juga merupakan penyumbang penerimaan pajak terbesar (dilihat dari per sektor usaha)
dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. yaitu sebesar 316,49 triliun di tahun 2012 dan 333,73
triliun di tahun 2013 (Inside Tax ed.18, 2013:34). Selain itu, dalam kurun waktu 2008- 2012,
perusahaan manufaktur beberapa kali masuk sebagai wajib pajak yang difokuskan dalam daftar
pemeriksaan DJP.
Tinjauan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Penghindaran pajak yang
diukur dengan menggunakan proksi effective tax rate differential (ETR differential) yang dihitung
melalui book tax gap perusahaan. Book tax gap adalah selisih dari laba komersial yang dilaporkan
dalam laba rugi menurut akuntansi dengan laba kena pajak (Annisa dan Kurniasih, 2012:123).
Karakterisitik perusahaan yaitu ada tiga; Leverage dalam penelitian ini adalah total hutang dibagi
dengan total aktiva dalam perhitungan leverage dan Intensitas Modal. Tinjauan teori selajutnya
adalah Koneksi Politik yang dalam penelitian ini, menilai ada tidaknya koneksi politik suatu
perusahaan menggunakan proksi ada atau tidaknya kepemilikan langsung oleh pemerintah pada
perusahaan. Tinjauan teori yang terakhir adalah Reformasi Perpajakan yang pada penelitian ini
adalah reformasi perpajakan keempat, yaitu UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. UU No. 36 Tahun 2008 mulai berlaku
sejak 1 Januari 2009. Undang-Undang tersebut masih berlaku hingga sekarang.
Hipotesis penelitian ini yaitu;
Hipotesis 1 (H1) : Leverage, intensitas modal (capital intensity), koneksi politik
(political connection) dan reformasi perpajakan secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap penghindaran pajak pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
tahun 2008-2012.
Hipotesis 2 (H2) : Leverage, intensitas modal (capital intensity), koneksi politik
(political connection) dan reformasi perpajakan secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap penghindaran pajak pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
tahun 2008-2012.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang mencatatkan sahamnya di BEI
tahun 2008-2012. Total populasi yaitu 142 perusahaan yang terdiri dari 3 sektor industri yaitu
industri dasar dan kimia, industri barang dan konsumsi serta aneka industry. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah purposive sampling (pengambilan sampel bertujuan).
Hasil dari penelitian ini adalah;
1. Leverage, berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak dan mempunyai koefisien
negatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa jika leverage meningkat maka penghindaran
pajak turun atau dapat dikatakan tarif pajak efektifnya naik. Leverage menekankan pada
peran penting pendanaan hutang bagi perusahaan dengan menunjukkan nilai aktiva
perusahaan yang didanai dari hutang.
2. Intensitas Modal, tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak dan
mempunyai koefisien positif. Intensitas modal menekankan pada seberapa besar komposisi
dari aktiva tetap terhadap total aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Semakin besar
komposisinya, maka dapat dikatakan bahwa biaya depresiasi atau penyusutan dari aktiva
tersebut juga besar sehingga biaya perusahaan juga akan besar.
3. Koneksi Politik, berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penghindaran pajak
perusahaan. Hal ini diduga karena dalam peraturan perpajakan diatur tentang transaksi
dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa yaitu pasal 18 ayat 3 UU No. 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan. Perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki secara
langsung oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah (BUMN/ BUMD) merupakan
wajib pajak berisiko rendah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
71/PMK.03/2010. Penetapan tersebut mengindikasikan bahwa DJP mempercayai
perusahaan tersebut sebagai wajib pajak yang tidak mungkin melakukan tindakan
penghindaran pajak.
4. Reformasi Perpajakan, tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak dan
memiliki koefisien negatif. Hal ini diduga karena reformasi perpajakan pada tahun 2008
yang merupakan reformasi perubahan fundamental pada tarif pph wajib pajak badan dan
banyaknya insentif pajak yang diberikan sejak berlakunya UU nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan untuk wajib pajak badan. Dapat disimpulkan bahwa dengan
masuknya industri manufaktur sebagai fokus pemeriksaan nasional menunjukkan bahwa
masih ada indikasi upaya penghindaran pajak dari WP badan industri manufaktur.
CRITICAL REVIEW

Penelitian ini sudah baik, hasilnya sudah menjawab apa yang akan diteliti. Meskipun
beberapa hasil tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada leverage yang tidak
konsisten dengan penelitian Surbakti (2012) yang menyatakan nahwa leverage tidak berpengaruh
terhadap penghindaran pajak, sedangkan pada penelitian ini leverage berpengaruh signifikan
terhadap penghindaran pajak dan mempunyai koefisien negative, ketidakonsistenan ini peneliti
menjelaskan sebabnya yaitu perbedaan penggunaan proksi dalam pengukuran leverage. Penelitian
ini menggunakan proksi total hutang dibagi dengan total aktiva, sedangkan Surbakti (2012)
menggunakan total hutang jangka panjang dibagi total aktiva. Intensitas modal juga tidak konsisten
dengan penelitian yang dilakukan Surbakti (2012) yang menyatakan bahwa intensitas modal
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penghindaran pajak, sedangkan dalam penelitian ini
tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak dan mempunyai koefisien positif. Hal
ini disebabkan karena perbedaan hasil atas perusahaan yang dijadikan sampel. Hasil penelitian dari
Koneksi Politik juga tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan Nugroho (2011) yang
menyatakan bahwa koneksi politik tidak berpengaruh signifikan terhadap tarif pajak efektif,
sedangkan pada penelitian ini berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penghindaran pajak
perusahaan, hal ini disebabkan karena terkaitnya perusahaan yang diteliti, dan yang terakhir untuk
Reformasi Perpajakan yang dimana hasilnya tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan
Surbakti (2012) yang menyatakan bahwa reformasi perpajakan berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap penghindaran pajak, hal ini disebabkan karena adanya perubahan yang terjadi
di reformasi pajak tahun 2008.
Intinya, peneliti bisa menjelaskan sebab ketidakkonsistenannya dengan penelitian
sebelumnya, sehingga pembaca jurnal juga lebih paham dengan jurnal ini. Selain itu, penelitian ini
juga sudah lengkap menampilkan kerangka pemikiran, dan pemikiran dari hipotesis.
REVIEW JURNAL III
PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI, DAN
KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP PERSEPSI WAJIB
PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION)
Irma Suryani Rahman
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 1434 H / 2013 M

Wajib Pajak pribadi maupun badan pada umumnya cenderung mengupayakan untuk
membayar pajak serendah-rendahnya, bahkan jika memungkinkan akan berusaha untuk
menghindarinya. Sesuai dengan undang- undang pajak yang berlaku, bahwa setiap Perusahaan
yang didirikan di Indonesia atau melakukan kegiatan di Indonesia merupakan Wajib Pajak,
dimana sebagai Wajib pajak Perusahaan dituntut untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat banyak hambatan, dimana Wajib pajak menganggap
bahwa pajak merupakan momok yang dapat mengurangi pendapatan sehingga beban pajak harus
ditekan seminimal mungkin bahkan dengan menghindari pajak tersebut.
Berbagai cara dilakukan oleh Wajib Pajak untuk menghindari kewajibannya, baik
menggunakan cara yang diperbolehkan oleh undang- undang maupun cara yang melanggar
peraturan undang-undang yang berlaku. Cara yang digunakan oleh Wajib Pajak dengan melanggar
dan menentang peraturan undang-undang (unlawful) yang berlaku disebut Tax Evasion yang akan
merugikan Negara dan tentunya akan dikenakan sanksi administrasi dan pidana bagi pihak-pihak
yang melakukan cara tersebut. Sedangkan upaya dalam meminimalkan beban pajak sepanjang
masih menggunakan peraturan yang berlaku (lawful) diperbolehkan dengan penanganan dan
pengelolaan yang baik disebut Tax Avoidence (Masri, 2012:1).
Tax evasion adalah perbuatan melanggar UUP, dengan menyampaikan di dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) jumlah penghasilan yang lebih rendah daripada yang sebenarnya
(understatement of income) di satu pihak dan atau melaporkan biaya yang lebih besar daripada
yang sebenarnya (overstatement of the deductions) di lain pihak. Bentuk tax evasion yang lebih
parah adalah apabila Wajib Pajak (WP) sama sekali tidak melaporkan penghasilannya (non-
reporting of income). Adanya perlakuan tax evasion dipengaruhi oleh berbagai hal seperti tarif
pajak terlalu tinggi, kurang informasinya fiskus kepada WP tentang hak dan kewajibannya dalam
membayar pajak, kurangnya ketegasan pemerintah dalam menanggapi kecurangan dalam
pembayaran pajak sehingga WP mempunyai peluang untuk melakukan tax evasion (Izzah,
2008:3). Dengan menunjukan sikap pemerintahan yang baik, jujur dan adil dalam menggunakan
dan mendistribusikan dana yang bersumber dari pajak serta memberikan pemahaman yang
menyeluruh seberapa pentingnya dana pajak untuk kemaslahatan masyarakat umum dan
meningkatkan pengawasan dari berbagai kemudahan sistem perpajakan yang ada diharapkan
untuk menjadikan masayarakat/WP bisa membayarkan pajaknya dengan benar sehinggga tujuan
dapat tercapai dan penerimaan pajak dapat mencapai target yang diinginkan.
Hipotesis dalam penelitian ini;
H1: Keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak
H2: Sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak
H3: Diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak
H4: Kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap etika
penggelapan pajak
Jenis penelitian ini adalah penelitian kausalitas. Populasi dalam penelitian ini berupa Wajib
Pajak Pribadi yang berada pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan
dengan metode convenience sampling. Sampel yang di ambil yaitu Wajib Pajak pribadi yang
terdaftar pada 4 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang ada di Wilayah Jakarta. Penelitian
menggunakan instrumen angket atau kuesioner yang telah disebar, dengan objek penelitian adalah
Wajib Pajak yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di wilayah Jakarta yang
terdiri dari empat KPP yaitu: KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru 2 yang beralamat di Jalan
Ciputat Raya No. 2 Pondok Pinang, Jakarta Selatan. KPP Pratama Jakarta Pancoran yang
beralamat di Jalan TB. Simatupang Kavling 5 Kebagusan Jakarta Selatan. KPP Pratama Jakarta
Kebon Jeruk 2, yang beralamat di Jalan KS Tubun No. 10 Jakarta Barat, dan KPP Pratama Jakarta
Tamansari 2, yang beralamat di Jalan KS Tubun No. 10 Jakarta Barat. Karakteristik responden
yang diukur dengan skala interval yang menunjukkan besarnya frekuensi absolut dan persentase
jenis kelamin, umur responden, pendidikan terakhir responden dan jenis pekerjaan responden.
Metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik,
dan uji regresi berganda untuk menjawab hipotesis penelitian ini.
Hasil dari penelitian ini adalah hipotesis pertama terdapat pengaruh positif secara parsial
antara keadilan terhadap penggelapan pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05.
Hal ini membuktikan bahwa semakin tingginya keadilan maka akan semakin tinggi penggelapan
pajak, sehingga pemerintah perlu meningkatkan keadilan yang berkaitan dengan penggunaan dana
yang bersumber dari pajak secara adil dan merata.
Hipotesis kedua, terdapat pengaruh negatif secara parsial antara sistem perpajakan terhadap
penggelapan pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan
bahwa semakin baiknya sistem perpajakan, maka semakin menurunkan penggelapan pajak.
Hipotesis ketiga, terdapat pengaruh positif secara parsial antara diskrimanasi terhadap
penggelapan pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan
bahwa semakin tingginya diskriminasi maka semakin meningkatkan penggelapan pajak. Hipotesis
keempat, terdapat pengaruh negatif secara parsial antara pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan
wajib pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktian bahwa
semakin tingginya kemungkinan terdeteksi kecurangan maka semakin menurunkan tindak
penggelapan pajak.

CRITICAL REVIEW

Penelitian ini keseluruhan telah bagus dan metodologi yang digunakan juga telah sesuai
dengan menggunakan kuisioner dan regresi berganda. Namun, sebaiknya jika ditambahkan dengan
wawancara kepada setiap responden agar semakin memperkuat hasil, karena tidak semua wajib
pajak mengetahui tentang apa itu penggelapan pajak, dan hubungannya terhadap keadilan atau
variabel lainnya.
REVIEW JURNAL IV
The Concept of Gratitude from The SMEs Owners in Bali
to Address the Income Tax Evasion
Ni Putu Eka Widiastuti, Eko Ganis Sukoharsono, Gugus Irianto, Zaki Baridwan
Procedia - Social and Behavioral Sciences 211 ( 2015 ) 761 – 767

Kebijakan inovasi pemerintah tentang peraturan no 46 tahun 2013 yang mulai berlaku 1
juli 2013 dalam hal perubahan tarif pajak penghasilan kepada pemilik wajib pajak UKM, menjadi
sorotan masyarakat. Alasan dikeluarkannya kebijakan inovasi adalah sebagai alternative untuk
mencari sumber pendapatan pajak yang lebih potensial, dan karena UKM menyumbang 60% dari
produk domestik bruto pada tahun 2012, pekerjaan dan distribusi hasil-hasil pembangunan
(Wibisono, 2012; Ermalia, 2013).
Pemilik UKM menghitung tarif pajak penghasilan untuk 1% dari omset setiap bulan dan
bersifat final. Dimana sebelumnya, perhitungan pajak penghasilan berasal dari laba bersih sebelum
pajak. Ini menaikkan kebijakan inovasi perlawanan pasif dari pemilik UKM sebagai dampak dari
perubahan dan tingkat teknik pengumpulan pajak (Martin, 2011). perlawanan pasif dari pemilik
UKM sangat wajar karena jika kegiatan usahanya hilang mereka masih tetap membayar pajak
final.
Pemilik UKM sebagai orang beragama yang memiliki penghasilan tambahan dan tinggal
di daerah, melakukan tugas sumbangan keagamaan yang juga memiliki kewajiban untuk negara
pajak. Pemisahan mereka dalam diri individu sebagai orang beragama yang melakukan
penggelapan pajak tidak menyebabkan kesalahan individu itu sendiri, tetapi ada peran individu
lain. Ada juga individu yang memiliki perspektif untuk membuat kepatuhan pajak kepada negara
sebagai dari akuntabilitas. Perspektif mereka sangat rasional karena ada peran pemerintah dalam
mengatur manusia di sebuah negara.
Demikian juga Hindu Bali yang melakukan ritual untuk Tuhan (Rsi yadnya) yang
didasarkan pada kebenaran dharma (Gingsir, 2012), upacara memiliki filosofi orang yang memiliki
akuntabilitas kepada Tuhan melalui peran guru atau peran pemerintah dalam membayar pajak.
Hindu Bali membayar dana punia sebagai sumbangan tulus ikhlas, seperti Muslim yang membayar
zakat sebagai dari akuntabilitas untuk menunjukan legitimasi manusia itu sendiri (Triyuwono,
2006:53) dan umat Kristen sebagai sumbangan atas akuntabilitas kepada Tuhan melalui Caesar
sebagaimana tercantum dalam kitab Matius (22; 17, 21) (Mc Gee, 2006 ).
Menurut Wardana dan Supriyadi (2006) filsafat Rsi yadnya adalah peringatan sebagai rasa
syukur atas peran guru atau mereka yang memiliki passion, pengetahuan dan peraturan.
Penunjukan guru tidak hanya untuk guru-guru di sekolah, tetapi guru yang dapat dibagi menjadi
empat, yaitu;
1) guru rupaka - guru adalah orang tua,
2) guru pengajian - guru yang memberikan ilmu di sekolah pemimpin dan agama,
3) guru wisesa - guru adalah bagi pemerintah,
4) guru swadaya - guru adalah Tuhan.
Hindu di Bali sangat taat dalam menjalankan ritual keagamaan sebagai dari rasa syukur
dan menghormati Tuhan, dan menjadi salah satu pulau dengan jumlah terbesar dari UKM di
Indonesia.
Pemilik UKM melakukan kegiatan ritual yadnya dengan disiplin sebagai dari kesadaran
sosial (Raharjo, 2011). Dampak disiplin pemilik UKM meningkat keseimbangan kesadaran untuk
agama dan negara. Seperti makna yang terkandung dalam ritual Rsi yadnya. Tujuan dari artikel ini
adalah untuk mengungkap kesadaran pemilik UKM yang melakukan ritual kegiatan yadnya untuk
mematuhi aturan dari pengahasilan pajak daerah.
Lokasi pada penelitian adalah pemilik UKM patung di Blahbatuh Bedahulu Desa Gianyar.
Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan pemilik UKM. Objek penelitian ini adalah
kesadaran dalam melaksanakan kewajiban kepada negara dalam bentuk pajak, dan
mengungkap makna kesadaran wajib pajak dari pemilik UKM yang mematuhi prinsip yadnya.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit analisis dalam fenomenologi
Husserl.
Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa wajib pajak pemilik UKM melakukan donasi untuk
ritual keagamaan dan sebagai mengucapkan terimaksih kepada Tuhan. Pemilik UKM memiliki
konsep syukur pada kapasitas ekonomi tambahan, dan dapat menjalani kewajiban untuk agama
dan negara dalam keseimbangan.
Konsep syukur mampu melakukan kesadaran spiritual pemilik UKM, sehingga mereka
tidak ingin menghindari pajak. menurut pengalaman wajib pajak pemilik UKM yang memiliki
prinsip yadnya yang menjalani kewajiban kepada negara dalam pajak, sebagai dari rasa syukur
dapat mendistribusikan pendapatan.
Hasil penelitian ini memiliki implikasi bagi pemerintah dalam hal membuat kebijakan
pajak penghasilan untuk meningkatkan kesadaran spiritual pemilik UKM. Konsep syukur dari
pemilik wajib pajak UKM dapat mengubah kesadaran bahan ke dalam kesadaran spiritual. Dengan
konsep syukur mampu meningkatkan partisipasi pemilik UKM untuk agama dan negara mereka.

CRITICAL REVIEW

Penelitian ini berusaha menggabungkan nilai-nilai adat dan keagamaan dengan dunia
perpajakan. Penelitian ini sangat menarik, dengan membuat pembayar pajak membayangkan atau
menganggap membayar pajak sebagai konsep dari rasa syukur dengan cara memberikan zaakat
atau dalam penelitian ini diistilahkan dengan yadnya yang merupakan salah satu bersedekah secara
ikhlas dalam ajaran agama Hindu dan juga merupakan tradisi adat di Bali. Akan lebih baik jika
penelitian ini dilakukan tidak hanya di gianyar, tetapi juga di kota besar yang ada di Bali agar
wajib pajak yang diwawancarai akan dapat merubah mindset mereka bahwa membayar pajak
bukanlah beban.
REVIEW JURNAL V
Banking Deregulation And Corporate Tax Avoidance
Bill B. Francis a, Ning Ren b, Qiang Wua,⇑
China Journal of Accounting Research 10 (2017) 87–104

Penelitian ini menguji hubungan substitusi antara penghindaran pajak perusahaan dan
penggunaan hutang perusahaan. Aktivitas penghindaran pajak perusahaan dapat meningkatkan
penghematan pajak perusahaan, dan akibatnya menurunkan ketergantungannya pada pendanaan
eksternal seperti hutang. Tantangan utama dalam menentukan hubungan empiris antara
penghindaran pajak dan penggunaan hutang adalah keduanya bersifat endogen (Graham dan
Tucker, 2006). Penelitian ini meringankan kekhawatiran tersebut dengan memanfaatkan peristiwa
deregulasi perbankan antarnegara interstate di Amerika Serikat. Interstate Banking and Branching
Efficiency Act (IBBEA) disahkan pada tahun 1994 dan mulai berlaku mulai 1 Juni 1997. Seperti
yang dijelaskan oleh Rice dan Strahan (2010), selama periode ini, negara diizinkan untuk
membangun hingga empat rintangan untuk melindungi wilayah mereka. Industri perbankan dari
persaingan luar negeri.
Penelitian ini membuat uji coba dengan menggunakan deregulasi perbankan antarnegara
interstate terhambat sebagai guncangan eksogen terhadap pasokan kredit dan biaya pinjaman bank.
Jika hubungan substitusi antara penghematan uang dari penghindaran pajak dan penyaluran dana
eksternal, penelitian ini berharap dapat mengamati penurunan praktik penghindaran pajak
perusahaan setelah deregulasi antarnegara ketika mereka memiliki akses lebih mudah dan murah
untuk pembiayaan eksternal (misalnya, pinjaman bank). Oleh karena itu, penelitian ini berharap
RSindex berhubungan positif dengan penghindaran pajak. Mengingat bahwa kita tertarik pada
strategi penghindaran pajak yang luas yang dapat mengurangi pajak eksplisit perusahaan, berikut
Dyreng dkk. (2010), Hope et al. (2013) dan Hasan dkk. (2014), antara lain, kita menggunakan tarif
pajak efektif (GAAP ETR), tarif pajak efektif tunai (Cash ETR), perbedaan buku-pajak
discretionary (Discretionary BT, seperti dalam Desai dan Dharmapala (2006)) dan buku
diskresioner permanen Perbedaan pajak (DTAX, seperti dalam Frank et al. (2009)), sebagai
tindakan penghindaran pajak kita.
Dalam model dasar penelitian ini, penelitian ini mengumpulkan semua pengamatan yang
ada seputar kejadian deregulasi antarnegara (sampel gabungan) dan kontrol untuk faktor penentu
standar penghindaran pajak. Penelitian ini menemukan bahwa koefisien pada RSindex tidak
signifikan secara statistik untuk keempat ukuran penghindaran pajak. Oleh karena itu, hasil
penelitian ini tidak memberikan bukti pendukung untuk hubungan substitusi antara praktik
penghindaran pajak dan pembiayaan eksternal. Penelitian ini selanjutnya membatasi sampel
penelitian ini ke berbagai jendela acara dan menemukan hasil yang serupa. Menurut Edwards dkk.
(2013), perusahaan dengan kendala keuangan yang lebih tinggi cenderung memanfaatkan
penghematan tunai dari praktik penghindaran pajak. Untuk memeriksa apakah hubungan
substitutif berlaku bagi perusahaan dengan kendala keuangan yang lebih tinggi, penelitian ini
membagi sampel penelitian ini menjadi dua subkelompok berdasarkan tingkat kendala keuangan
perusahaan dan melakukan model baseline dengan menggunakan subsamples.2 Penelitian ini
menemukan bahwa deregulasi perbankan antarnegara tidak berpengaruh signifikan terhadap
perusahaan. Penghindaran pajak bahkan untuk perusahaan yang menghadapi kendala keuangan
yang lebih tinggi.
Penelitian ini memeriksa lebih jauh apakah sejauh mana perusahaan bergantung pada
keuangan eksternal mempengaruhi hubungan substitusi antara penghindaran pajak dan
pembiayaan eksternal. Penelitian ini berasumsi bahwa perusahaan dengan ketergantungan yang
lebih tinggi pada keuangan eksternal lebih mungkin terpengaruh oleh deregulasi perbankan
antarnegara. Akses yang lebih mudah dan biaya pinjaman bank yang lebih rendah harus
memudahkan perusahaan untuk mengakses dana eksternal, terutama perusahaan yang sangat
bergantung pada pembiayaan eksternal. Penelitian ini melakukan pengujian subsampel
berdasarkan ukuran ketergantungan keuangan eksternal perusahaan yang dikembangkan oleh
Duchin et al. (2010). Penelitian ini menemukan bahwa koefisien pada RSindex tidak signifikan
secara statistik, bahkan untuk perusahaan dengan ketergantungan yang lebih tinggi pada
pembiayaan eksternal. Singkatnya, penelitian ini gagal menemukan bahwa deregulasi perbankan
antarnegara bagian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku penghindaran pajak
perusahaan, bahkan ketika perusahaan menghadapi kendala keuangan atau sangat bergantung pada
pembiayaan eksternal.
Studi ini memberikan kontribusi terhadap aliran literatur yang berkembang yang meneliti
faktor-faktor penentu penghindaran pajak. Studi sebelumnya menemukan hasil yang sangat
beragam sehubungan dengan hubungan antara penggunaan hutang dan penghindaran pajak
perusahaan. Dalam penelitian penelitian ini, penelitian ini menggunakan deregulasi perbankan
sebagai eksperimen alami untuk lebih mengidentifikasi dampak guncangan pembiayaan eksternal
terhadap perilaku penghindaran pajak. Bukti empiris penelitian ini gagal menemukan hubungan
substitutif yang signifikan antara penghindaran pajak dan penggunaan hutang, bahkan untuk
perusahaan yang memiliki kendala keuangan. Penelitian penelitian ini menyoroti perdebatan di
bidang penelitian ini. Penelitian penelitian ini juga berkontribusi pada literatur perbankan yang
meneliti pengaruh nyata deregulasi perbankan terhadap keputusan perusahaan. Singkatnya,
penelitian ini memprediksi bahwa di negara-negara yang lebih terbuka terhadap percabangan
setelah deregulasi antarnegara, perusahaan cenderung mengurangi praktik penghindaran pajak
karena mereka memiliki akses lebih mudah untuk menurunkan biaya pinjaman bank. Penelitian
ini mengusulkan hipotesis berikut:
H1: Penghindaran pajak berkorelasi negatif dengan keterbukaan negara bagian terhadap
percabangan.
Untuk mengetahui pengaruh deregulasi perbankan terhadap penghindaran pajak
perusahaan, diperoleh data dari dua sumber. Penelitian ini memperoleh data deregulasi perbankan
antarnegara dari Rice dan Strahan (2010) dan informasi keuangan dari Standard & Poor's
Compustat. Setelah literatur penghindaran pajak, penelitian ini mengecualikan perusahaan dalam
industri utilitas (kode SIC 4900-4949) dan keuangan (SIC codes 6000-6999). Penelitian ini
menggabungkan data perusahaan dari Compustat dengan data deregulasi jika sebuah perusahaan
berkantor pusat di negara yang sama dengan negara deregulasi. Setelah kehilangan informasi yang
hilang, akhirnya penelitian ini memiliki 48.013 pengamatan tahun perusahaan untuk 7.374
perusahaan unik di 50 negara bagian. Tabel 1 melaporkan distribusi sampel pada tahun fiskal.
Pengamatan tahun perusahaan didistribusikan secara merata dari tahun 1987 sampai 2010.
Hasil dari penelitian ini secara keseluruhan tidak menemukan bukti empiris untuk
mendukung hipotesis dalam penelitian ini. Selanjutnya, penelitian ini menemukan bahwa
perusahaan tidak secara signifikan mengubah perilaku penghindaran pajak mereka saat mereka
mengurangi kendala keuangannya. Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap perdebatan saat
ini mengenai apakah ada hubungan substitusi antara penghematan penghindaran pajak dan
penggunaan pembiayaan eksternal. Penelitian ini juga membantu memahami pengaruh deregulasi
perbankan terhadap ekonomi riil. Meskipun penelitian ini tidak melihat adanya pengaruh yang
signifikan dari deregulasi bank terhadap penghindaran pajak perusahaan, penelitian ini berhati-
hati dalam menarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan substitusi antara penghindaran pajak
perusahaan dan penggunaan hutang.

CRITICAL REVIEW

Penelitian ini secara keseluruhan telah baik, metodologi yang digunakan juga sudah bagus
dan sesuai dengan apa yang ingin diketahui oleh peneliti. Namun, hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa tidak adanya bukti empiris untuk mendukung hipotesis dalam penelitian ini.
Mungkin karena penelitian ini tidak mengukur secara langsung tentang hubungan substitusi antara
penggunaan hutang dan jenis strategi penghindaran pajak. Selain itu adanya penjelasan potensial
lain untuk hasil utama penelitian ini adalah perilaku penghindaran pajak bersifat permanen atau
tidak reversibel. Ketika perusahaan menghadapi kendala keuangan atau tidak dapat memenuhi
kebutuhan modal mereka, mereka mungkin memanfaatkan strategi perencanaan pajak yang tidak
terpakai dan menghemat uang untuk kebutuhan modal mereka. Namun, apakah perusahaan
membalikkan strategi penghindaran pajaknya saat kendala keuangan mereka tidak diketahui? Jika
strategi penghindaran pajak bersifat permanen atau tidak dapat diubah, tidak mengherankan jika
kita tidak melihat adanya perubahan signifikan setelah deregulasi perbankan.
PROPOSAL PENELITIAN
Pemahaman Kode Etik dan Pertimbangan Etis Konsultan Pajak
dalam Melakukan Tax Planning
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pajak
Yang di bimbing oleh:
Bapak Dr. M. Achsin, SH., MM.,M.Kn., M.Ec.Dev., M.Si., AK., CPA., CL.A

Oleh:
A.A. Istri Pradnyarani Dewi (166020301111021)

PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang sumber pendapatannya berasal dari pajak,
dimana pajak merupakan iuran wajib masyarakat kepada Negara untuk pembangunan
Negara yang sifatnya memaksa karena berlandaskan undang-undang. Namun, kurangnya
pemahaman wajib pajak dalam hal perpajakan membuat wajib pajak merasa kesusahan
untuk melakukan kewajiban perpajakannya, dan hal ini menyebabkan wajib pajak
memerlukan jasa ksonsultasi. Jasa konsultasi yang dapat digunakan wajib pajak adalah jasa
konsultan pajak. Konsultan pajak adalah orang yang memberikan jasa profesional kepada
para wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan
perundang-undangan. Konsultan pajak harus mematuhi aturan sesuai dengan Kode Etik
yang telah diatur dalam IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia). Kode etik konsultan
pajak dibuat agar konsultan pajak tetap menjaga ke-profesionalitas-annya dalam
melaksanakan tugasnya. Konsultan pajak tidak hanya berperan untuk membantu wajib
pajak dalam menghitung, melaporkan, dan membayar pajak, namun juga dalam penerapan
perencanaan pajak (tax planning) wajib pajak. Perencanaan pajak atau Tax planning
merupakan upaya legal yang dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur
atau celah yang ada dalam undang-undang dan peraturan perpajakan (loopholes)
(Darmayasa & Hardika, 2011). Lebih jauh, loopholes perpajakan adalah sebuah keadaan,
peraturan, transaksi atau kejadian yang memungkinkan seseorang atau badan usaha
mendapatkan peluang penghematan pembayaran pajak atau terhindar dari kewajiban
perpajakan tertentu atau terhindar dari pengenaan sanksi administratif perpajakan.
Dalam menyusun sebuah tax planning, terdapat dua cara yang dapat dilakukan oleh
perencana pajak (tax planner) yaitu tax saving dan tax avoidance karena perbuatan seperti
itu tidak melanggar undang-undang. Terdapat kemiripan antara tax saving dan tax
avoidance, namun secara teoritis pengertiannya berbeda. Tax saving adalah usaha
memperkecil jumlah pajak yang tidak termasuk dalam ruang lingkup pemajakan,
sedangkan tax avoidance adalah usaha yang sama dengan mengeksploitir celah-celah yang
terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dimana aparat
perpajakan tidak dapat melakukan tindakan apa-apa (Pohan, 2011, p. 15).
Konsultan pajak sebelum menerapkan dan membuat keputusan atas tax planning
seperti apa yang akan diambil harus melalui beberapa pertimbangan. Pertimbangan yang
dilakukan konsultan pajak haruslah berlandaskan pada Kode Etik dan tidak melanggar
peraturan perpajakan. Pertimbangan etis yang baik oleh konsultan pajak diharapkan akan
menghasilkan suatu keputusan yang etis didalam pemilihan tax planning. Namun,
konsultan pajak juga dihadapi oleh tantangan yang berat. Konsultan pajak juga tidak jarang
menghadapi dilema etika yang dimana memilih antara tetap berpegang teguh kode etik atau
lebih membantu wajib pajaknya untuk mengindari pajak dengan cara-cara menyimpang.
Adanya berbagai perspektif konsultan pajak mengenai pertimbangan-pertimbangan
dalam melakukan tax planning, maka penelitian ini mencoba mencari tahu dan mendalami
permasalahan pemahaman kode etik dan pertimbangan konsultan pajak dalam hal
penerapan tax planning dengan metode penelitian kualitatif dan pendekatan fenomenologi.
Pengambilan sampel dilakukan pada konsultan-konsultan pajak yang ada di Kota Malang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Bagaimana pemahaman konsultan pajak atas kode etik serta pertimbangan etis
yang apa dilakukan konsultan pajak dalam penerapan tax planning?

C. Tujuan Penelitian
Mengetahui bagaimana pemahaman konsultan pajak mengenai Kode Etik serta
bagaimana pertimbangan etis yang dilakukan dalam pembuatan keputusan tax planning
yang tepat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Konsultan Pajak


Profesi sebagai konsultan pajak merupakan profesi yang hanya dijalankan oleh profesional
yang memberikan jasa mereka kepada para wajib pajak, terutama mereka yang membutuhkan
bantuan untuk perhitungan dan perencanaan pembayaran pajak. Sementara pengertian
konsultan pajak sendiri adalah setiap orang yang dalam lingkungan pekerjaannya secara bebas
memberikan jasa profesional kepada para wajib pajak dalam memenuhi keajiban
perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku di
Indonesia saat ini.
Jasa-jasa yang ditawarkan oleh Konsultan Pajak (UU No, 28/2007 ) tentang ketentuan
umum dan tatacara perpajakan (KUP) adalah:
1) Jasa Perencanaan Pajak, adanya perencanaan manajemen dalam bidang perpajakan (Jasa
Pajak) yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan pajak, memperoleh
alternatif terbaik untuk penghematan pajak yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku dan mempersiapkan anggaran perpajakan.
2) Jasa konsultan pajak dalam bidang perpajakan untuk periode tertentu yang dilaksanakan
baik melalui surat maupun tatap muka langsung.
3) Jasa Pengisian SPT Perpajakan adalah jasa pengisian SPT Tahunan dan SPT Masa sesuai
dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
4) Jasa Pendamping Pemeriksaan Pajak adalah jasa untuk mendampingi dan mewakili klien
dalam menghadapi pemeriksaan oleh aparat perpajakan (Akuntansi Pajak).
5) Jasa Penanganan Kasus Perpajakan adalah jasa untuk mengajukan keberatan, restitusi dan
peninjauan kembali ke Dirjen Pajak atau mengajukan gugatan dan naik banding ke
Pengadilan Pajak.
6) Jasa Review Perpajakan adalah jasa mereview catatan atau pembukuan klien dalam
mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku, mengidentifikasi kewajiban pajak potensial
dan merencanakan langkah-langkah untuk mengatasinya.
Konsultan pajak juga memiliki dan harus mematuhi Standart Profesi Konsultan Pajak.
Aturan Profesional yang dimaksudkan telah dijelaskan secara mendetail oleh IKPI yang dimuat
didalam Standart Profesi Konsultan Pajak, berikut ini penjelasannya :
1) Kecermatan dan Ketelitian.
a. Setiap anggota harus bekerja dengan cermat dalam melaksanakan tugas profesionalnya
b. Setiap anggota harus segera memberitahu IKPI bila yang bersangkutan : Diduga
melakukan tindak pidana (selain pelanggaran lalulintas); Menerima peringatan atas
suatu pelanggaran oleh organisasi profesi lain, dimana ia menjadi anggotanya.
2) Kompetensi.
Setiap anggota harus menjalankan praktek profesionalnya sesuai dengan pengetahuan
teknis dan sesuai Standar Profesi ini. Setiap anggota dilarang memberikan jasa
profesionalnya yang tidak sesuai dengan kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan
penugasan sebagaimana dimaksud, kecuali ada arahan dan bimbingan yang cukup dari
anggota lain yang memiliki kompetensi yang sesuai, agar tugas penugasan tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik.
3) Kerahasiaan.
a. Setiap anggota wajib menjaga kerahasiaan kliennya dan/atau pemberi kerjanya. Hak
dan tanggungjawab untuk memelihara kerahasiaan adalah tanpa batas waktu terhadap
informasi dimana Konsultan Pajak diberi kepercayaan oleh kliennya sebagai
konsekuensi selama atau setelah melaksanakan penugasan. Ketentuan merahasiakan ini
juga berlaku terhadap karyawan yang terlibat dalam penugasan bersangkutan.
b. Informasi yang diperoleh anggota selama bekerja tidak dibenarkan untuk
disebarluaskan dalam bentuk apapun di luar lingkup penugasannya tanpa ijin khusus
dari kliennya dan/atau pemberi kerjanya kecuali diwajibkan berdasarkan ketentuan
perundangundangan yang berlaku atau atas perintah pengadilan atau oleh peraturan
profesional untuk mengungkapkan keterangan. Setiap anggota yang karena ketentuan
dimaksud, berkewajiban mengungkapkan keterangan dimaksud, perlu mendapatkan
ijin dari klien, atau mencari nasehat hukum jika dibutuhkan sebelum mengungkapkan
keterangan.
c. Informasi rahasia yang diperoleh dalam suatu penugasan dilarang digunakan untuk
keuntungan pribadi, termasuk anggota keluarga, atau orang lain yang tinggal
bersamanya.
4) Objektivitas dan Kemandirian.
Setiap anggota harus benar-benar objektif dalam seluruh penugasan yang
dilakukannya. Konsultan Pajak harus selalu memiliki moral, intelektual dan mandiri secara
ekonomi. Hal ini berlaku baik saat mewakili klien atau saat menyelesaikan konflik antara
Konsultan Pajak, klien, otoritas pajak dan pihak lain yang berkepentingan. Bila terdapat
suatu keadaan dimana kemandirian dan objektifitas diragukan dalam konflik, akan
diselesaikan sesuai dengan Panduan.
5) Integritas.
a. Setiap anggota harus jujur dan dapat dipercaya dalam segala tindakan profesionalnya.
Khususnya, setiap anggota tidak boleh licik/menyiasati, ceroboh dalam memberikan
informasi, membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan, maupun ceroboh
dalam menyajikan informasi yang relevan.
b. Setiap anggota tidak diperkenankan menerima pemberian berbentuk uang, dan atau
bentuk lain yang tidak berkaitan dengan aktifitas profesionalnya untuk kepentingan
pribadi.
c. Setiap anggota tidak diperkenankan membantu memberikan petunjuk yang patut
diduga merupakan tindak pidana pencucian uang.
d. Setiap anggota harus mengundurkan diri dari penugasan yang diberikan oleh klien
bilamana ia berpendapat bahwa instruksi klien tersebut dapat atau dapat diduga
menimbulkan resiko terjadinya suatu tindak pidana.
6) Sopan Santun.
Setiap anggota dalam melaksanakan kegiatan profesionalnya harus berperilaku
sopan dan santun sesuai norma yang berlaku dalam berinteraksi dengan semua pihak yang
dihadapinya.
Selain adanya standar profesi konsultan, konsultan pajak melakukan tugasnya harus sesuai
dengan Kode Etik Konsultan Pajak. Isi dari Kode Etik IKPI mengenai hubungan dengan wajib
pajak yaitu : Kode etik IKPI pasal 7, Konsultan Pajak Indonesia wajib :
1. Menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan :
a. Dengan memelihara kepercayaan masyarakat;
b. Bersikap jujur dan berterus terang tanpa mengorbankan rahasia penerima jasa;
c. Dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak boleh menerima kecurangan atau mengorbankan prinsip;
d. Mampu melihat mana yang benar, adil dan mengikuti prinsip obyektifitas dan
kehati-hatian.
2. Bersikap professional :
a. Senantiasa menggunakan pertimbangan moral dalam pemberian jasa yang
dilakukan;
b. Senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan dan menghormati kepercayaan
masyarakat dan pemerintah;
c. Melaksanakan kewajibannya dengan penuh kehati-hatian, dan mempunyai
kewajiban mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan.
3. Menjaga kerahasiaan dalam hubungan dengan Wajib Pajak :
a. Harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
menjalankan jasanya, dan tidak menggunakan atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali ada hak Kode Etik IKPI atau kewajiban legal
profesional yang legal atau hukum atau atas perintah pengadilan untuk
mengungkapkannya.
b. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf atau karyawan
maupun pihak lain dalam pengawasannya dan pihak lain yang diminta nasehat dan
bantuannya tetap menghormati dan menjaga prinsip kerahasiaan.
4. Dalam Pasal 8 Kode Etik IKPI , Konsultan Pajak Indonesia dilarang :
a. Memberikan petunjuk atau keterangan yang dapat menyesatkan Wajib Pajak
mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan;
b. Memberikan jaminan kepada Wajib Pajak bahwa pekerjaan yang berhubungan
dengan instansi perpajakan pasti dapat diselesaikan;
c. Menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan Wajib Pajak untuk pindah
atau memilih Konsultan Pajak lain;
d. Menerima setiap ajakan dari pihak manapun untuk melakukan tindakan yang
diketahui atau patut diketahui melanggar peraturan perundangundangan
perpajakan;
e. Menerima permintaan Wajib Pajak atau pihak lain untuk melakukan rekayasa atau
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perpajakan.

2. Perencanaan Pajak ( Tax Planning)


1) Pengertian Perencanaan Pajak
Secara teoritis, tax planning dikenal sebagai effective tax planning, yaitu seorang
wajib pajak berusaha mendapat penghematan pajak (tax saving) melalui prosedur
penghindaran pajak (tax avoidance) secara sistematis sesuai ketentuan UU perpajakan
(Hoffman; 1961, dalam Arles P. Ompusunggu). Tax planning harus dibedakan antara tax
avoidance dan tax evasion. Istilah tax evasion mempunyai konotasi dengan adanya
kesalahan penyajian laporan keuangan atau kesengajaan menghilangkan informasi kunci
dengan maksud mengemplang pajak yang seharusnya terutang legal. Dalam sudut pandang
perencanaan pajak, tax avoidance yang dilakukan oleh wajib pajak adalah sah dan legal
secara yuridis sehingga tidak bisa ditetapkan pengenaan pajak. Pengertian dari tax
avoidance adalah upaya pengurangan utang pajak secara konstitusional (International Tax
Glossary; 2005, dalam Arles P. Ompusunggu). Pada umumnya, perencanaan pajak (tax
planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang
pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan
perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan
pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat
secara optimal menghindari pemborosan sumber daya.
Perencanaan Pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen
pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar,
tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh
laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban
perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap
perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan
perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang
akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk
meminimimalisasi kewajiban pajak. Agar dapat meminimalisasi kewajiban pajak, dapat
dilakukan berbagai cara, baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful)
maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful), seperti tax avoidance dan tax
evasion. Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu
transaksi atau kejadian mempunyai dampak perpajakan. Apabila kejadian tersebut
mempunyai dampak pajak, apakah dampak tersebut dapat diupayakan untuk dikecualikan
atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran pajak tersebut dapat
ditunda. Pada dasarnya, perencanaan pajak harus memenuhi syarat-syarat sepeti tidak
melanggar ketentuan perpajakan, secara bisnis dapat diterima, dan bukti-bukti
pendukungnya memadai.

2) Perencanaan Pajak Perusahaan


Seperti yang diketahui bahwa masyarakat maupun para pengusahamenganggap
pajak sebagai beban yang dapat mengurangi pendapatannya. Hal tersebutlah yang
membuat perusahaan-perusahaan kerap mengurangi beban pajaknya. Perencanaan pajak
mencakup pemahaman dan implementasi dari berbagai strategi yang dapat meminimalisasi
jumlah beban pajak dalam beberapa peridoe (Karayan; 2002, dala Arles P Ompusunggu).
Perencanaan pajak yang baik dapat menjadi sumber penyedian modal kerja perusahaan.
Berikut ini ruang lingkup perencanaan pajak yaitu:
a. Upaya legal untuk menghemat beban pajak dengan memanfaatkan hal – hal yang
belum diatur dalam peraturan perpajakan (loopholes) dengan metode maximizing
tax deductible yaitu upaya membebankan biaya – biaya usaha, baik yang
dikeluarkan secara tunai maupun dalam bentuk nontunai semaksimal mungkin
yang diperbolehkan undang - undang. Metode legal standing of corporate entity
yaitu mencari bentuk usaha yang tepat seperti CV/Fa atau PT, dengan tujuan
menghemat pajak, Metode dengan melakukan konglomerasi usaha berupa
penyatuan bentuk usaha secara veritikal dan horizontal. Metode memecah satu unit
usaha menjadi beberapa perusahaan, dan metode yang terakhir Tax deferred income
yaitu menunda pengakuan penghasilan.
b. Mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sehingga utang
pajak, baik PPj maupun pajak – pajak lainnya, dalam posisi sehemat mungkin
sesuai ketentuan Undang – Undang Pajak.
c. Mendeteksi cacat teoritis dan ketentuan Undang – Undang Pajak untuk menemukan
cara penghindaran pajak yang dapat menghemat pembayaran pajak.

3) Aspek – Aspek dalam Perencanaan Pajak


Aspek dalam perencanaan pajak terbagi menjadi dua bagian, yaitu aspek formal
dan administrasi, dan aspek material.
a. Aspek Formal dan Administratif adalah kewajiban mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (NPPKP); menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan;
memotong dan/atau memungut pajak; membayar pajak; menyampaikan Surat
Pemberitahuan.
b. Aspek Material Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka
optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran
pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkan
secara benar dan lengkap.

4) Strategi Umum Perencanaan Pajak Dalam membuat perencanaan pajak


Dalam membuat perencanaan pajak, perlu dibuatnya strategi agar hasil yang di
dapatkan sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini adalah strategi umum dalam membuat
perencanaan pajak, yaitu;
a. Tax Saving Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan
alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan
dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan
dalam bentuk uang.
b. Tax Avoidance Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan
menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek
pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah
tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura
bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21.
c. Menghindari Pelanggaran atas Peraturan Perpajakan Dengan menguasai peraturan
pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan
berupa sanksi administrasi yaitu denda, bunga, atau kenaikan dan sanksi pidana
yaitu pidana atau kurungan. d. Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak Menunda
pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat
dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan
menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang 27
diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat
menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan
barang.
d. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan Wajib Pajak sering kurang
memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang
merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal
23 atas penghasilan jasa atau sewa dan lain – lain.

5) Motivasi Melakukan Perencanaan Pajak (Tax Planning)


Motivasi diartikan sebagai semua kondisi yang memberikan dorongan dalam diri
seseorang yang digambarkan sebagai keinginan, kemauan, dorongan dsb (Gibson,
Donnelly, Ivancevich, 1997:340) dalam (Rini, Sartika, 2008). Motivasi dilakukannya
perencanaan pajak adalah keinginan untuk meminimalkan beban pajak yang pada akhirnya
dapat memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak ikut mempengaruhi pengambilan
keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan. Dimana perencanaan pajak
merupakan salah satu unsur penunjang untuk mencapai tujuan perusahaan. Unsur
penunjang lainnya yaitu unsur pendapatan atau penghasilan yang dihasilkan oleh
perusahaan, dimana pendapatan/penghasilan merupakan objek pajak tidak final dan ada
juga yang merupakan objek pajak final. Dalam penelitian ini, membatasi faktor-faktor yang
memotivasi manajemen perusahaan melakukan tax planning menurut Suandy (2011:10)
yaitu kebijakan perpajakan, undangundang perpajakan, administrasi perpajakan, loopholes
dan tarif pajak (tax rates).
6) Tahapan dalam membuat Perencanaan Pajak
Ada beberapa tahap yang harus dilakukan sebelum membuat perencanaan pajak,
yaitu analisis Informasi (Data Base) yang ada, buat satu model atau lebih rencana besarnya
pajak, evaluasi atas perencanaan pajak, mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki
kembali rencana pajak, dan emutakhirkan rencana pajak.

3. Persepsi Pentingnya Etika


Etika secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu prinsip moral atau nilai. Individu
maupun masyarakat memiliki serangkaian nilai yang akan dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan baik secara eksplisit maupun tidak. Masyarakat akan mendefinisikan
nilai atau prinsip moral yang ideal sebagia sesuatu yang telah diatur, contohnya seperti
peraturan dan undang-undang, doktrin, kode etik untuk kelompok profesional, seperti akuntan,
dan kode etik antar individu dalam organisasi. Etika merupakan suatu prinsip moral yang
menjadi landasan seseorang untuk bertindak sehingga sesuai dengan nilai-nilai moral yang ada.
Namun, setiap individu memiliki persepsi yang berbeda mengenai pentingnya sebuah etika
atau prinsip moral yang dimana persepsi tersebut mempengaruhi sikap yang hendak dilakukan
oleh individu tersebut. Hal ini juga dijumpai di dalam dunia bisnis dimana perilaku profesional
juga dipengaruhi oleh banyak prinsip moralitas. Etika professional juga berkaitan dengan
prilaku moral. Dalam hal ini prilaku moral lebih terbatas pada pengertian yang diliputi
kekhasan pola etis yang diharapkan untuk profesi tertentu. Dengan demikian, yang dimaksud
etika dalam konteks masalah ini adalah tanggapan atau penerimaan seseorang terhadap suatu
peristiwa tertentu melalu proses penentuan yang kompleks dengan penyeimbangan
pertimbangan sisi dalam dan sisi luar yang disifati oleh kombinasi unik dan pengalaman dan
pembelajaran dari masing-masing individu, sehingga dia dapat memutuskan tentang apa yang
harus dilakukan dalam situasi tertentu.
Keberadaan kode etik yang menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria tingkah laku
yang khusus terdapat pada profesi, maka dengan cara ini kode etik profesi memberikan
beberapa solusi langsung yang mungkin tidak tersedia dalam teori-teori yang umum. Di
samping itu dengan adanya kode etik, maka para anggota profesi akan lebih memahami apa
yang diharapkan profesi terhadap anggotanya. Kewajiban untuk mematuhi kode etik ini
berlaku untuk semua konsultan pajak. Prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis
sebenarnya tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Prinsip-prinsip itu sangat erat
kaitannya dengan system nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat. Prinsip-prinsip
etika bisnis menurut Keraf, yang dikutip oleh Victorinus Paskiwinata (2011) adalah :
a. Prinsip Otonomi Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia dalam mengambil
keputusan berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilaksanakan. Orang bisnis yang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa
yang menjadi kewajiban dalam dunia bisnis. Orang yang otonom adalah bukan orang yang
sekedar mengikuti begitu saja norma dan nilai moral yang ada, melainkan orang yang
melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik.
b. Prinsip Kejujuran Prinsip kejujuran terkait erat dengan kepercayaan. Kepercayaan adalah
asset yang sangat berharga bagi kegiatan bisnis. Kepercayaan yang dibangun diatas dasar
prinsip kejujuran merupakan modal dasar bagi kelangsungan dan keberhasilan bisnis yang
berhasil dan tahan lama.
c. Prinsip Keadilan Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dapat diperlakukan secara
sama sesuai dengan kriteria yang raisonal, obyektif, dan dapat dipertanggung jawabkan.
Prinsip keadilan juga menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis entah dalam relasi
eksternal perusahaan maupun relasi internal perusahaan perlu diperlakukan sesuai dengan
haknya masing-masing.
d. Prinsip Saling Menguntungkan Prinsip saling menguntungkan ini menuntut agar bisnis
dijalankan sedemikian rupa sehingga tidak ada pihak yang dirugikan hak dan
kepentingannya.
e. Prinsip Integritas Moral Prinsip integritas dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri
pelaku bisnis atau perusahaan agar dia perlu menjalankan bisnisdengan tetap menjaga
nama baiknya atau nama baik perusahaannya. Bagi Konsultan pajak sebagai profesi yang
memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat, penting untuk meyakinkan klien dan
pemakai laporan keuangan atas kualitas pembuatan laporan pajak dan jasa lainnya,
termasuk jasa konsultasi perpajakan.
Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa profesional akan meningkat, jika profesi
dapat mewujudkan suatu standar etika profesional yang tinggi. Penelitian dalam etika bisnis
menunjukkan bahwa sikap terhadap pentingnya kode etik memiliki pengaruh penting terhadap
proses pengambilan keputusan etis. Singhapakdi (1996) berpendapat bahwa sikap seperti itu
menjadi penentu utama ada atau tidaknya permasalahan etika yang mungkin timbul di dalam
situasi tertentu. Sikap terhadap etika perusahaan dan tanggung jawab sosial perusahaan harus
berpengaruh baik secara deontologis (penilaian suatu tindakan apakah moral atau etis secara
prinsip) dan teleologis (penilaian pragmatis berdasarkan tindakan).

4. Pembuatan Keputusan Etis


Perilaku etis dalam masyarakat dianggap penting untuk menjaga ketertiban masyarakat.
Selain itu juga dapat menjadi perekat yang dipegang oleh semua anggota masyarakat.
Keputusan etis (ethical decision) adalah sebuah keputusan yang baik secara moral maupun
legal dapat diterima oleh masyarakat luas (Jones, 1991 dalam Novius dan Sabeni, 2008). Lebih
lanjut Jones (1991) dalam Novius dan Sabeni (2008) menyatakan ada 3 unsur utama dalam
pembuatan keputusan etis, yaitu pertama, moralissue, menyatakan seberapa jauh ketika
seseorang melakukan tindakan, jika dia secara bebas melakukan itu, maka akan mengakibatkan
kerugian (harm) atau keuntungan (benefit) bagi orang lain. Kedua adalah moral agent, yaitu
seseorang yang membuat keputusan moral (moral decision). Dan yang ketiga adalah keputusan
etis (ethical decision) itu sendiri, yaitu sebuah keputusan yang secara legal dan moral dapat
diterima oleh masyarakat luas. Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Schepers (2003) menyatakan
bahwa sikap seseorang terhadap setiap tindakan, bersama dengan norma subyektifnya terhadap
tindakan tersebut, akan mempengaruhi pertimbangan individual atas setiap pilihan tindakan.
Pada tindakan-tindakan tertentu, seseorang akan memilih solusi terbaik atas setiap masalah
yang muncul. Dalam teori ini, sikap (attitude) adalah hasil dari keyakinan dan nilai atas suatu
tindakan, sedangkan norma subyektif (subjective norms) merupakan keyakinan seseorang
terhadap tindakan-tindakan yang mungkin diambil oleh orang lain. Tindakan tersebut
terbentuk setidaknya memenuhi kedua kriteria, baik attitude maupun subjective norms. Oleh
karena itu, setiap pertimbangan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh sikap individual dan
norma subyektif yang dimilikinya.
5. Pertimbangan Etis
Rest (1986) dalam Wittmer (2005;51) menyatakan bahwa pertimbangan etis didefinisikan
sebagai;
“ Judgement of the idea solution the moral dilemma”
yang berarti bahwa, pertimbangan etis merupakan suatu pertimbangan-pertimbangan
yang harus dilakukan untuk mengantisipasi dilema etis. Hal ini juga terjadi didalam dunia
profesi yang dimana dilema etika cukup berpotensi dalam berkembanganya profesi
akuntansi salah satunya konsultan pajak. Konsultan pajak selalu berhadapan dengan hal-
hal yang berhubungan dengan etika sehingga konsultan pajak harus memiliki pertimbangan
etis yang tinggi agar tidak mudah terkena dilemma etika. Pertimbangan etis dapat
dilakukan dengan kesadaran yang tinggi dan pemahaman pemahaman tentang pentingnya
standar etika dalam profesi konsultan pajak yang tercantum dalam Kode Etik.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Sifat dan Paradigma Penelitian


Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Moleong (2006: 6)
menjelaskan bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data-
data deskriptif yang meliputi kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang memahami
objek penelitian yang sedang dilakukan yang dapat didukung dengan studi literatur
berdasarkan pendalaman kajian pustaka, baik berupa data penelitian maupun angka yang dapat
dipahami dengan baik. Alasan menggunakan pendekatan kualitatif, karena pendekatan ini bisa
mengeksplorasi suatu permasalahan atau isu, dimanadibutuhkan suatu pemahaman yang detail
dan lengkap tentang permasalah tersebut (Creswell, 2015: 63-64).
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretif. Mulawarman
(2010:161) menjelaskan bahwa paradigma interpretif diterapkan untuk memahami kenyataan
sosial berdasarkan apa adanya, yaitu mencari sifat yang paling mendasar dari kenyataan sosial
menurut pandangan subjektif dan kesadaran seseorang yang langsung terlibat dalam peristiwa
sosial bukan menurut orang lain yang mengamati. Tujuan dari paradigma interpretif adalah
untuk memahami secara dalam (verstehen) dan subyektif (Sudarma, 2010: 105). Oleh karena
itu, peneliti menggunakan paradigma interpretif sebagai landasan untuk mengetahui secara
lebih mendalam dan subjektif mengenai pemahaman kode etik dan bagaimana pertimbangan
etis konsultan pajak dalam menerapkan tax planning.

B. Pendekatan Penelitian
Afriani (2009) dalam Reza (2012) menjelaskan bahwa penelitian fenomenologi merupakan
penelitian yang mencoba menjelaskan atau mengungkapkan makna konsep atau fenomena
pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada setiap individu. Dalam penelitian
ini, pendekatan fenomenologi yang digunakan adalah fenomenologi transdental menurut
Edmund Husserl. Miller (2002: 54) dalam Rakhmawati (2012) menjelaskan bahwa
fenomenologi Husserl memiliki inti pemikiran bahwa aktivitas hidup sehari-hari, hakekat
objek dan pengalaman yang menjadi sebuah konsep yang harus diterima (taken for granted)
yang disebut akal sehat. Dengan menggunakan pendekatan ini, peneliti berharap dapat
mengetahui secara lebih mendalam mengenai pemahaman kode etik dan bagaimana
pertimbangan etis konsultan pajak dalam menerapkan tax planning, yang tidak hanya berasal
dari pengetahuan saja, tetapi berdasarkan pengalaman yang didasari oleh kesadaran mereka.

C. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data


Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi.

D. Teknik Analisis Data


Analisis data yang dilakukan oleh penulis mengacu pada teknik analisis data yang sesuai
dengan pendekatan studi fenomenologi trandental Husserl. Widiastuti (2014) dalam Maryati
(2016) mengungkapkan pemikiran Husserl mengenai bagaimana data dapat dianalisis melalui
beberapa tahapan, yaitu: reduksi eidetik, reduksi transdental, reduksi fenomenologi, tahap
variasi imajinasi, dan sintesis makna dan esensi. Teknik analisis data yang digunakan peneliti
hanya menggunakan reduksi transdental, tahap variasi imajinasi, serta sintesis makna dan
esensi. Reduksi transdental menurut Widiastuti (2014) dilakukan dengan mengedepankan
konsep kedisinian (being) ketika berinteraksi langsung dengan informan. Pada tahapan reduksi
transdental ini yang dilakukan adalah untuk mencari makna yang sebenarnya mengenai
pemahaman kode etik dan bagaimana pertimbangan etis konsultan pajak dalam menerapkan
tax planning yang dimiliki berdasarkan pengalaman langsung konsultan pajak dalam menjalani
profesinya. Makna ini diperoleh dari ucapan dalam proses wawancara yang telah disampaikan
oleh para konsultan pajak sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki
terkait dengan penerapan tax planning. Tahap variasi imajinasi merupakan tahapan untuk
mencari makna-makna yang muncul setelah proses reduksi dengan memanfaatkan imajinasi,
dan berkonsentrasi atas makna dengan mengacu pada pernyataan yang disampaikan oleh
informan (Widiastuti, 2014). Adapun pertanyaan yang akan disampaikan yaitu;
a. Pemahaman tentang Kode Etik
Setiap individu khususnya Konsultan pajak memiliki pemahaman tentang Kode
Etik berdasarkan perspektif yang dimilikinya, dan pemahaman itu didasari oleh suatu nilai
yang diyakini benar yang berasal dari pendidikan maupun pengalaman selama konsultan
pajak bekerja dalam bidang perpajakan. Pertanyaan yang akan diberikan kepada informan
terkait dengan pemahaman kode etik adalah;
“ apa yg anda dipahami tentang kode etik konsultan pajak ?“
Pertanyaan tersebut bertujuan untuk mengetahui seberapa dalam konsultan pajak
memahami tentang Kode Etik yang menjadi dasar untuk melakukan perkerjaan mereka.
Hasil yang diperoleh nantinya akan disimpulkan secara keseluruhan dan digunakan untuk
menilai apakah konsultan pajak memegang teguh kode etik mereka.
“Apakah praktek konsultan pajak (termasuk tax planning) saat ini sudah sesuai dengan
kode etik yang ada?”
Pertanyaan kedua tentang Kode Etik ini bertujuan untuk mengetahui dari dalam diri
konsultan tersebut menilai apakah dalam prakteknya sudah sesuai dengan Kode Etik yang
berlaku. Hasil yang diperoleh nantinya akan disimpulkan secara keseluruhan dan
digunakan untuk menilai apakah menurut diri individu konsultan pajak tersebut dalam
melakukan prakteknya telah didasari dengan Kode Etik yang ada.
b. Pertimbangan Etis dalam melakukan Tax Planning
Konsultan pajak dalam membuat suatu perencanaan pajak memerlukan
pertimbangan-pertimbangan yang baik untuk menentukan strategi manakah yang tepat
untuk diambil. Pertimbangan-pertimbangan tersebut haruslah bersifat etis untuk
menghindari terjadinya dilemma etika. Pertanyaan yang akan diberikan kepada informan
terkait dengan Pertimbangan Etis dalam melakukan Tax Planning adalah;
“ apa yang anda ketahui tentang pertimbangan etis dalam menentukan suatu
keputusan?”
Pertanyaan tersebut bertujuan untuk mendalami bagaimana pemahaman konsultan
pajak tentang pertimbangan etis. Hasil yang diperoleh nantinya akan disimpulkan secara
keseluruhan dan digunakan untuk menilai apakah konsultan pajak memahami tentang
pertimbangan etis dan apakah konsultan pajak sudah melakukan pertimbangan secara etis
dalam menentukan keputusannya.
“pertimbangan etis bagaimana yang anda lakukan dalam menentukan tax planning
paling tepat yang akan digunakan?
Pertanyaan tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsultan pajak
melakukan pertimbangan etis untuk menerapkan perencanaan pajak yang akan digunakan
disuatu perusahaan. Hasil yang diperoleh nantinya akan disimpulkan secara keseluruhan
dan digunakan untuk mengetahui bagaimana masing-masing indivudi konsultan pajak
dalam melakukan pertimbangan etis dalam penerapan perencanaan pajak kliennya.
“bagaimana anda menghadapi dilema etika dalam melakukan tax planning”
Pertanyaan tersebut bertujuan untuk mengetahui serta menilai bagaimana konsultan
pajak menghindari dilemma etika dalam melakukan perencanaan pajak. Hasil yang
diperoleh nantinya akan disimpulkan secara keseluruhan dan digunakan untuk menilai
bagaimana masing-masing indivudi konsultan pajak mengahadapi dilemma etika yang
terjadi pada saat melakukan strategi perencanaan pajak.
“apakah praktek tax planning yang ada sudah etis ?”
Pertanyaan tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendapat para
konsultan pajak melihat apakah perencanan pajak yang ada saat ini sudah etis dan sesuai
dengan aturan. Hasil yang diperoleh nantinya akan disimpulkan secara keseluruhan dan
digunakan untuk menilai bagaimana pendapat dari masing-masing indivudu konsultan
pajak dalam menilai praktek perencanaan pajak saat ini sudah sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Selanjutnya, tahap sitensis makna dan esensi merupakan tahapan akhir dalam penelitian
fenomenologi yang dilakukan untuk mengintegrasikan intuisi untuk mencari esensi dalam
suatu pernyataan yang menggambarkan hakikat fenomena secara keseluruhan (Widiastuti,
2014).
DAFTAR PUSTAKA

Andrew. 2015. Analisis Faktor-Faktor Individual Dalam Pengambilan Keputusan Etis Oleh
Konsultan Pajak (Studi Kasus Pada Konsultan Pajak Di Kota Manado).

Creswell, John W. 2015. Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih Diantara Lima Pendekatan
Edisi Tiga. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Darmayasa, dan Hardika. 2011. Perencanaan Pajak Dari Aspek Ratio Total Benchmarking
Kebijakan Akuntansi, Dan Administrasi Sebagai Strategi Penghematan Pajak. Jurnal Bisnis Dan
Kewirausahaan. Vol. 7 No.3 Nopember 2011.

Krismanto, Fulgentius Ivan Jennuar. 2014. Pengaruh Persepsi Pentingnya Etika Dan Tanggung
Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, Dan Pertimbangan Etis Konsultan Pajak Terhadap
Pengambilan Keputusan Etis (Survey Pada Konsultan Pajak Dan Staff Pajak Di Beberapa Kantor
Konsultan Pajak Bandung). Widyatama Repository.

Maryati. 2016. Pemahaman dan Persepsi Etis Akuntan Pajak tentang Tax Avoidance dan Tax
Evasion. Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mulawarman, Aji Dedi. 2010. Intergasi Paradigma Akuntansi: Refleksi atas Pendekatan Sosiologi
dan Ilmu Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma Volume 1 (1): 155-171.

Rakhmawati, Yuliana. 2012. Membaca pengalaman dan Kesadaran: Kontruksi dalam Perspektif
Fenomenologi. (Diakses pada lppm.trunojoyo.ac.id/.../fix%203%20Pengalaman%20...pdf)

Reza, Haekal. 2012. Mengangkat Nilai Zakat dengan Hati: Refleksi Fenomenologis Zakat
Perusahaan Pengusaha Arab. Jurnal Akuntansi Multiparadigma Volume 2 (1): 48-57.
Sudarma, Made. 2010. Evolusi Paradigma Penelitian Akuntansi dan Keuangan.Jurnal Akuntansi
Multiparadigma Volume 1 (1): 97-108.

Widiastuti, Ni Putu Eka. 2014. Realitas Kesadaran Wajib Pajak Pemilik Usaha Kecil Menengah
yang Menganut Prinsip Yadnya. Disertasi.Universitas Brawijaya Malang.

Wildan Taufik Nugraha. 2014. Penerapan Perencanaan Pajak (Tax Planning ) Pada Pd Sukma Jaya
Teknik Tasikmalaya. Universitas Diponogoro.
KASUS PAJAK DAN ANALISISNYA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pajak
Yang di bimbing oleh:
Bapak Dr. M. Achsin, SH., MM.,M.Kn., M.Ec.Dev., M.Si., AK., CPA., CL.A

Oleh:
A.A. Istri Pradnyarani Dewi (166020301111021)

PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
Bos PT EK Prima Ekspor Indonesia Akui Suap Pejabat Pajak

VIVA.co.id – Bos PT EK Prima Ekspor Indonesia, Rajamohanan Nair, membacakan nota


pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Raya Kemayoran, Jakarta Pusat,
Senin 10 April 2017. Sebelumnya, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rajamohanan
didakwa menyuap Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan, Handang Soekarno.
Dalam pembelaannya, Rajamohan mengakui bahwa uang suap yang disepakati bersama
Handang senilai Rp6 miliar. Jumlah itu sudah termasuk untuk Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta
Khusus, Muhammad Haniv. "Saya mengkonfirmasi melalui pesan Whatsapp, uang Rp6 miliar itu
termasuk untuk Handang, anggota tim dan Saudara Muhammad Haniv. Itu semua sesuai
permintaan Saudara Handang," kata Rajamohan di hadapan majelis hakim.
Menurut terdakwa, awalnya ia meminta Handang selaku pejabat di Ditjen Pajak untuk
membantu mempercepat penyelesaian permasalahan pajak yang dihadapi PT EKP. Sejumlah
persoalan tersebut di antaranya, pengembaian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) dan surat
tagihan pajak dan pertambahan nilai (STP PPN). Selain itu juga masalah penolakan pengampunan
pajak (tax amnesty), pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) dan pemeriksaan bukti
permulaan pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Kalibata dan
Kantor Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus.
Menurut Rajamohan, Handang bersedia mempercepat penyelesaian persoalan pajak PT
EKP. Namun, Handang meminta terdakwa menyediakan uang untuk tim pajak di Kanwil DJP
Jakarta Khusus, termasuk untuk Kepala Kanwil, Muhammad Haniv. Surat tagihan pajak PT EKP
sendiri sebesar Rp 78 miliar. Dalam proses pembatalan tagihan pajak, Rajamohan juga meminta
bantuan Kepala Kanwil Pajak DKI, Muhammad Haniv.

Analisis Permasalahan
Dari kasus pajak diatas, saya menganalisis kasus tersebut sebagai kasus sosiologi dimana,
sosiologi ini berfokus pada bagaimana orang bertindak dan berpikir dalam masyarakat dan
bagaimana mereka bertindak sendiri, dan bagaimana peran seseorang yang berada di antara
masyarakat, antara kelompok, dan masyarakat. Dikaitkan dengan kasus diatas, dimana Rajamohan
demi untuk mempercepat proses dari masalah perpajakannya, Ia mau membayar sejumlah uang
untuk pejabat pajak (Hendang dan timnya), tentu saja hal ini juga berimbas kepada lingkungan
sosial pada perusahaannya yaitu PT EKP dan juga kepada Pejabat pajak di Kanwil Jakarta Khusus,
sehingga membawa nama perusahaan serta pejabat Kanwil Jakarta Khusus ke ranah hukum
sebagai kasus suap.

Namun, kasus ini juga bisa mengarah ke kasus psikologi, dimana psikologi adalah studi
tentang pikiran dan tindakan individu dan bagaimana hal itu mempengaruhi perilaku dan berfokus
pada inner seseorang. Masyarakat berpengaruh hanya jika interaksi seseorang dengan dengan
lingkungannya mempengaruhi cara mereka bertindak secara individual. Ini berkaitan dengan
psikologi dari Rajamohan yang dimana lingkungan dari perusahaan atau dengan kata lain masalah
yang terjadi dalam perusahaannya membuat Rajamohna mengambil jalan pintas dengan mau
menyepakati yang di pejabat pajak minta, jika pikiran serta tindakan Rajamohan menolak untuk
membayar pejabat, maka kasus suap ini tidak akan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai