Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I
PENDAHULUAN

Pasien yang datang dengan penurunan kesadaran merupakan kasus yang


sering terjadi di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Penurunan kesadaran bukan sebuah
diagnosis spesifik melainkan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai macam
penyakit. Luasnya kemungkinan penyebab penurunan kesadaran menjustifikasi
urgensi skill dalam menegakkan diagnosa klinis pasien dengan penurunan kesadaran.

Edema cerebri merupakan suatu penyulit pada banyak gangguan atau penyakit
susunan saraf pusat yang seringkali fatal, baik kematian itu oleh karena
perkembangan edema cerebri yang amat cepat seperti pada trauma kapitis, perdarahan
dan penyakit akut yang lain, maupun oleh lesi-lesi yang berjalan kronis misalnya
tumor-tumor, abses otak dan proses desak ruang lainnya. Edema cerebri yang
menyertai infark yang luas, atau yang mengakibatkan penekanan intracranial yang
massif, ataupun karena timbulnya komplikasi yang paling ditakuti yaitu pendorongan
(shift, herniasi) bagian-bagian otak seperti uncus, cerebellum atau bagian lain
sehingga menekan pusat-pusat vital dan mengakibatkan kematian.1

Jadi telah jelas bahwa edema cerebri menambah morbiditas dan mortalitas
pada berbagai gangguan cerebral. Telah banyak penyelidikan yang dilakukan pada
hewan percobaan maupun terhadap penderita-penderita dengan edema cerebri namun
masih banyak hal yang belum jelas atau memuaskan terutama perihal patofisiologi
dan terapinya.1
2

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IdentitasPasien
Nama : Tn. M
Umur : 49 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Alamat : Bougenville Blok AE RT 024
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 17 Oktober 2019

2.2Anamnesis (Alloanamnesis)
2.2.1 Keluhan Utama :
Gelisah sejak ±1 jam SMRS

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :


±8 hari SMRS, Os mengalami kecelakaan ditabrak pengendara motor ketika
berjalan kaki dirawat di ruangan ICU rumah sakit.
±5 hari SMRS, Os dipindahkan di ruangan perawatan biasa, keluhan sakit
kepala hebat tidak hilang-hilang.
±3 hari SMRS, Os dinyatakan boleh pulang oleh dokter yang merawat,
kateter dilepas. Sejak lepas kateter keinginan untuk BAK tidak terkendali. Jika BAK
tidak keluar OS mengedan seolah-olah sudah mau BAK. Keinginan BAK setiap 10-
15 menit dan bisa 1-2 jam di kamar mandi tetapi BAK tidak ada.
±1 jam SMRS tiba-tiba Os sempoyongan dan terjatuh dengan kepala
membentur lantai sehingga Os dibawa ke rumah sakit.
3

Tanggal/pukul S O A P
17/10/2019 Gelisah Gcs : E4M5V4 Delirium e.c susp. Dilakukan pemasangan O2 NRM
15.06 Airway : snoring (-), Edem serebri 15 lpm,
gargling(-),crowing (-). Dilakukan pemasangan IV line RL
CLEAR 20 tpm
Breathing : Dilakukan pemasangan NGT (tidak
Look : sianosis (-), ada cairan yang keluar)
retraksi (-) Dilakukan pemasangan kateter urin
Listen : suara abnormal (mengalir urin berwarna kuning
(-) ±50 ml)
Feel : trakea berada
Dilakukan pemeriksaan darah
ditengah
rutin, gds dan elektrolit
Circulation : arteri
karotis teraba, kuat
angkat, regular.
TD:120/70mmHg
N:78x/i
Rr:24x/i
T:36,7 C
SpO2: 92%
15.45 Gelisah A= clear Penurunan Dilakukan pemasangan O2 NRM
B= Clear kesadaran ec ? 15 lpm,
C=Clear Dilakukan pemasangan IV line RL
Gcs : E4M5V4 20 tpm
TD:120/70mmHg Dilakukan pemasangan NGT (tidak
N:78x/i ada cairan yang keluar)
Rr:24x/i Dilakukan pemasangan kateter urin
T:36,7 C (mengalir urin berwarna kuning
SpO2: 99% ±200ml)

Injeksi chlorpromazine 50mg/2ml


16.00 Gelisah A= clear Delirium e.c susp. Dilakukan pemasangan O2 NRM
B= Clear Edem serebri 15 lpm,
C=Clear Dilakukan pemasangan IV line RL
Gcs : E4M5V4 20 tpm
TD:120/70mmHg Dilakukan pemasangan NGT (tidak
N:76x/i ada cairan yang keluar)
Rr:22x/i Dilakukan pemasangan kateter urin
T:36,7 C (mengalir urin berwarna kuning
SpO2: 99%
4

±210ml)

Injeksi ketorolac 3x10mg


Injeksi ATS (skin test) + wound
toilet
16.15 Gelisah A= clear Delirium e.c susp. Dilakukan pemasangan O2 NRM
B= Clear Edem serebri 15 lpm,
C=Clear Dilakukan pemasangan IV line RL
Gcs : E4M5V4 20 tpm
TD:120/70mmHg Dilakukan pemasangan NGT (tidak
N:82x/i ada cairan yang keluar)
Rr:23x/i Dilakukan pemasangan kateter urin
T:36,7 C (mengalir urin berwarna kuning
SpO2: 99% ±210 ml)

Injeksi omeprazole 40mg


Injeksi ceftriaxone 1gr
Injeksi citicholin 3x500mg
Injeksi ATS
16.25 Gelisah A= clear Delirium e.c Edem Dilakukan pemasangan O2 NC 15
B= Clear Serebri + EDH lpm
C=Clear minimal Dilakukan pemasangan IV line
Gcs : E4M5V4 NaCl 20tpm
TD:120/70mmHg Dilakukan pemasangan NGT (tidak
N:76x/i ada cairan yang keluar)
Rr:22x/i Dilakukan pemasangan kateter urin
T:36,7 C ( mengalir urin berwarna kuning
SpO2: 99% ±220 ml)

Ct-scan kepala control ulang =


kesan epidural hematoma
Darah rutin : hiponatremi dan
hipoklorida
Konsul Sp.BS 
Lanjutkan terapi
Infus manitol 4x120cc
Rawat HCU
17.00 Gelisah A= clear Delirium e.c Edem Dilakukan pemasangan O2 NC 15
B= Clear Serebri + EDH lpm
C=Clear minimal Dilakukan pemasangan IV line
Gcs : E4M5V4 NaCl 20tpm
5

TD:120/70mmHg Dilakukan pemasangan NGT (tidak


N:84x/i ada cairan yang keluar)
Rr:19x/i Dilakukan pemasangan kateter urin
T:36,7 C ( mengalir urin berwarna kuning
SpO2: 99% ±225 ml)

Infus manitol 4x120cc


Konsul Sp.AN  Acc HCU
18.40 Gelisah A= clear Delirium e.c Edem PINDAH HCU
B= Clear Serebri + EDH
C=Clear minimal
Gcs : E4M5V4
TD:120/70mmHg
N:74x/i
Rr:20x/i
T:36,7 C
SpO2: 99%

Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal
Riwayat alergi obatdan makanan disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat maag disangkal

Riwayatpenyakitkeluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa
6

2.3 Pemeriksaan Fisik


Primary Survey

a. Airway :

Snoring (-), Gargling (-), tidak terdapat sumbatan jalan napas baik berupa cairan
maupun benda asing.
Airway clear
Dipasangkan NGT

b. Breathing :

Look : Pernapasan cuping hidung (-), deviasi trakea (-), retraksi dinding dada (-),
pergerakan dinding dada simetris, tidak ada dinding dada yang tertinggal
RR : 24 x/i
Listen : Pernapasan Spontan
Feel : Pernapasan Spontan
Auskultasi : Vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-
Breathing clear
Tindakan :
Pasang Pulse Oksimetri (saturasi O2 92%),
O2 NRM 15 L/I → 99%

c. Circulation :

TD : 120/70 mmHg,
Nadi : 78 x/menit
Kulit : Pucat pada wajah dan ekstremitas (-)
Tindakan :
Pasang IV line dengan cairan RL 20 gtt/menit
Pasang kateter
7

d. Disability :

GCS : 12-13 (E4M5V4)


Pupil : isokor, RC +/+

e. Exposure :

Os diselimuti.

Secondary survey
Anamnesis :
A : Alergi  tidak ada
M : Medikasitidak ada
P : Past Illness  tidak ada
L : Last meal  sebelum gelisah, pasien terakhir makan nasi dan lauk.
E : Event/environment : pasien mengalami penurunan kesadaran setelah
menderita sakit kepala

PemeriksaanFisik
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Delirium, GCS 13(E4, V4, M5)
Vital Sign :
Tekanan Darah : 120/70mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 36,7ºC
8

2.3.1 Status Generalista:


Kepala : Normocephal, laserasi (+) tempora dextra
Mata : Konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik(-/-), refleks cahaya(+/+)
THT : discharge (-), dbn
Mulut : Mukosa bibir sianosis(-), dbn
Leher : Pembesaran KGB(-)
Thorax :
Paru:
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri,
retraksi (-)
- Palpasi : sulit dinilai
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicular sinistra
- Perkusi : sulit dinilai
- Auskultasi: BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : datar, bekas luka operasi (-), sikatrik (-)
Auskultasi : BU (+) normal
- Palpasi : soepel, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani

Ekstremitas:
Superior : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
9

Pemeriksaan Neurologis
Kepala
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : Normal
Kaku kuduk : (-)
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Brudzinski : (-)
Kernig Sign : (-)
Laseque : (-)

Fungsi nervus kranial


NERVUS I
Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia Sulit dinilai Sulit dinilai
Anosmia Sulit dinilai Sulit dinilai
Parosmia Sulit dinilai Sulit dinilai
Hiposmia Sulit dinilai Sulit dinilai
NERVUS II Oculi Dextra Oculi Sinistra
Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Lapang pandang Sulit dinilai Sulit dinilai
Hemianopsia Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Fundus okuli Tidak diperiksa Tidak diperiksa
NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra Oculi Sinistra
Gerakan bola mata Sulit dinilai Sulit dinilai
10

Nistagmus Sulit dinilai Sulit dinilai


Pupil (bentuk & ukuran) Bulat uk.Ø 3mm Bulat uk.Ø 3mm
Reflek cahaya direct + +
Reflek cahaya indirect + +
Fenomena Doll’s eye - -
Strabismus - -
Dextra
NERVUS V
Motorik Sulit dinilai
Membuka dan menutup mulut Sinistra
Kekuatan gigitan
Sulit dinilai
Sensorik Sulit dinilai
Kulit
Selaput Lendir
Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks Kornea Tidak diperiksa
Langsung
Tidak Langsung Sulit dinilai
Tidak diperiksa
NERVUS VII Dextra Sinistra
Motorik
Mimik Sulit dinilai Sulit dinilai
Kerut kening Sulit dinilai Sulit dinilai
Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Bersiul Sulit dinilai Sulit dinilai
Memperlihatkan Gigi Sulit dinilai Sulit dinilai
Menggembungkan pipi Sulit dinilai Sulit dinilai
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
11

Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah
NERVUS VIII
Auditorius Dextra Sinistra
Pendengaran
Test Rinne Sulit dinilai Sulit dinilai
Test Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Test schwabach Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Vestibularis Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Nistagmus - -
Reaksi Kalori Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Vertigo - -
Tinnitus - -
NERVUS IX, X
Pallatum Mole Sulit dinilai
Uvula Sulit dinilai
Disfagia Sulit dinilai
Disatria Sulit dinilai
Disfonia Sulit dinilai
Refleks Muntah Tidak diperiksa
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah Tidak diperiksa
NERVUS XI Dextra Sinistra
Mengangkat bahu Sulit dinilai Sulit dinilai
Fungsiotot Sulit dinilai Sulit dinilai
sternocleidomastoideus
NERVUS XII
Lidah
Tremor Sulit dinilai
Atrofi Sulit dinilai
12

Fasikulasi Sulit dinilai

Ujung Lidah Sewaktu Istirahat Sulit dinilai


Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan Sulit dinilai
Anggota Gerak Kanan Kiri
Anggota Gerak Atas
Motorik
Pergerakan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Kekuatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas
Taktil Sulit dinilai Sulit dinilai
Nyeri Sulit dinilai Sulit dinilai
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek
Bisep + +
Trisep + +
Anggota Gerak Bawah
Motorik
Pergerakan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Kekuatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas
Taktil Sulit dinilai Sulit dinilai
Nyeri Sulit dinilai Sulit dinilai
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek Fisiologis
13

Patella + +
Archiles + +
Reflek Patologis
Hoffmann-Tromner - -
Babinski - -
Chaddok - -
Oppenheim - -
Gordon - -

2.4 PemeriksaanPenunjang
Laboratorium
Darahrutin
WBC : 13,67. 103/mm3 (3,5-10,0 .103/mm3)
RBC : 3.68. 106/mm3 (3,80-5,80 .106/mm3)
HGB : 11.3 g/dl (11,0-16,5 g/dl)
HCT : 30,2% (35,0-50%)
PLT : 517. 103/mm3 (150-390 103/mm3)
GDS : 146 mg/dl

Elektrolit
Na : 100.31 mmol/L (135-148 mmol/L)
K : 3.91 mmol/L (3.5-5.3 mmol/L)
Cl : 70,47 mmol/L (98-110 mmol/L)
Ca : 0,79 mmol/L (1.19-1.23 mmol/L)

Faal ginjal
Ur : 8 mg/dl (15-39)
Kr : 0,5 mg/dl (0,9-1,3)
14

Radiologi
CTkepala

Gambar 2.1 CT scan kepala

X-Ray Thorax
Cor dan pulmo normal

2.5 Diagnosis Kerja


Delirium e.c Edem Cerebri

2.6 Follow Up

18 Oktober 2019 (HCU)


S : Gelisah
15

O: KU : tampak sakit berat, GCS : E4M5V2-3


TD : 120/70 mmHg HR : 70 x/menit
RR : 23 x/menit T : 37◦C SpO2 : 98%
A : Delirium e.c edem cerebri
P : O2 NRM 15lpm
ivfd RL 20 tpm
Inf. manitol 4x120 cc
Inj. Omeprazole 1x1
Inj. Ketorolac 3x10mg
Inj. Citicholin 3x500mg
Koreksi Natrium: IVFD NaCl 3% 33cc/jam selama 3 hari

19 Oktober 2019 (HCU)


S : Gelisah
O: KU : tampak sakit berat, GCS : E4M5V2-3
TD : 120/70 mmHg HR : 76 x/menit
RR : 22 x/menit T : 36.7◦C SpO2 : 99%
A : Delirium e.c edem cerebri
P : O2 NC 4lpm
ivfd RL 20 tpm
Inf. manitol 4x120 cc
Inj. Omeprazole 1x1
Inj. Ketorolac 3x10mg
Inj. Citicholin 3x500mg
IVFD NaCl 3% 33cc/jam selama 3 hari

20 Oktober 2019 (HCU)


S : Apatis
O: KU : tampak sakit berat, GCS : E4M5V4
TD : 120/70 mmHg HR : 78 x/menit
16

RR : 20 x/menit T : 36.8◦C SpO2 : 100%


A : Delirium e.c edem cerebri
P : O2 NC 2lpm
ivfd RL 20 tpm
Inf. manitol 4x120 cc
Inj. Omeprazole 1x1
Inj. Ketorolac 3x10mg
Inj. Citicholin 3x500mg
IVFD NaCl 3% 33cc/jam selama 3 hari

21 Oktober 2019 (HCU)


S : Apatis
O: KU : tampak sakit berat, GCS : E4M5V4
TD : 120/70 mmHg HR : 73 x/menit
RR : 24 x/menit T : 36.7◦C SpO2 : 100%
A : Delirium e.c edem cerebri
P : O2 NC 2lpm
ivfd RL 20 tpm
Inf. manitol 4x120 cc
Inj. Omeprazole 1x1
Inj. Ketorolac 3x10mg
Inj. Citicholin 3x500mg
IVFD NaCl 3% 33cc/jam selama 3 hari
Hasil lab elektrolit: Na: 133.96 K: 3.08 Cl: 99.89 Ca: 1.08
Pinda ke ruang kelas 2
17

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFENISI
Edema cerebri adalah meningkatnya volume otak akibat pertambahan jumlah air di
dalam jaringan otak sebagai reaksi terhadap proses-proses patologis lokal ataupun
pengaruh-pengaruh umum lainnya yang merusak. 1,2,3

ANATOMI
Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan
sel schwan). Kedua jenis sel tersebut demikian erat terintegrasi berkaitan sehingga
berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit
anatomis dan fungsional sistem saraf. Setiap neuron mempunyai badan sel yang
mempunyai satu atau beberapa tonjolan. Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan
informasi menuju badan sel. Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan
inrormasi keluar dari badan sel disebut akson. Dendrit dan akson secara kolektif
disebut serabut saraf. Neuron atau sel saraf juga mengalami proses biokimiawi seperti
semua sel hidup lainnya dan menghasilkan energi kimia dari oksidasi nutrisi-nutrisi
untuk mempertahankan dan memperbaiki dirinya sendiri.
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi
(SST). SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis. SSP dilindungi oleh tulang
tengkorak dan tulang belakang. Selanjutnya SSP dilindungi pula oleh suspensi dalam
cairan serebrospinal (CSF) yang dibentuk dalam ventrikel otak. Otak (encephalon)
merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak didalam cavum cranii,
dilanjutkan sebagai medulla spinalis setelah melalui foramen magnum. Bagian-bagian
utama encephalon dapat dibagi menjadi:
1. Prosencephalon
Hemispherium cerebri
Telencephalon medium
18

2 Mesencephalon
Tectum mesencephali
Tegmentum mesencephali
Pedunculus cerebri (crus cerebri)
3 Rhombencephalon
Metencephalon (pons dan cerebellum)
Myelencephalon (medulla oblongata)

Cerebri
Cerebri adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua hemispherium
cerebri yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut corpus callosum.
Setiap hemispher terbentang dari os frontal sampai ke os occipitale, diatas fossa cranii
anterior, media dan posterior, diatas tentorium cerebelli. Hemispher ini dipisahkan
oleh sebuah celah dalam yaitu fissura longitudianalis cerebri, tempat menonjolnya
falx cerebri.
Lapisan permukaan hemispherium cerebri disebut cortex dan disusun oleh
substansia grisea. Cortex cerebri berlipat-lipat, disebut gyrus yang dipisahkan oleh
fissura atau sulcus. Dengan cara demikian permukaan cortex bertambah luas.
Sejumlah sulcus yang besar membagi permukaan setiap hemispher dalam lobus-
lobus.
Lobus frontalis terletak didepan sulcus centralis dan diatas sulcus lateralis.
Lobus parietalis terletak dibelakang sulcus centralis dan diatas sulcus lateralis. Lobus
occipitalis terletak dibawah sulcus parieto-occipitalis. Dibawah sulcus lateralis
terdapat lobus temporalis.
Gyrus precentralis terletak tepat anterior terhadap sulcus centralis dan dikenal
sebagai area motoris
19

Gambar 3.1: pembagian area pada cortex cerebri.10

Gyrus postcentralis terletak tepat posterior terhadap sulcus centralis, dikenal


sebagai area sensoris. Gyrus temporalis superior terletak tepat dibawah sulcus
lateralis. Rongga yang terdapat di setiap hemispherium cerebri disebut ventriculus
lateralis. Ventriulus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramina
interventricularis (Monroe). 4

Peredaran Darah Otak


SSP seperti jaringan tubuh lainnya, sangat tergantung dari aliran darah yang
memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolism. Suplai darah otak
dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang
cabang-cabangnya beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus willisi. Aliran vena
otak tidak selalu parallel dengan suplai darah arteri; pembuluh vena meninggalkan
20

otak melalui sinus dura yang besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena
jugularis interna.
Arteri Karotis
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis kommunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid,
lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media,
memperdarahi struktur-struktur dalam di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang
yang besar ke dura mater. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi chiasma optikum, menjadi arteri cerebri anterior dan
media.
Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertabrobasilaris kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebrobasilaris memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri bersatu membentuk
arteri basilaris. Arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan disini
bercabang menjadi dua membentuk sepasang aretri cerebri posterior. Cabang-cabang
arteri vertebrobasilaris ini memperdarahi medulla oblongata, pons, cerebellum, otak
tengah dan sebagian diencephalon.
Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteri karotis interna dan vertebrobasilaris merupakan dua system
arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tetapi keduanya disatukan oleh
pembuluh-pembuluh anastomosis yang membentuk sirkulus arteriosus willisi. Arteri
cerebri posterior dihubungkan dengan arteri cerebri media (dan aretri cerebri anterior)
lewat arteri kommunikans posterior. Kedua arteri cerebri anterior dihubungkan oleh
arteri kommunikans anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap. 4

FISIOLOGI
Dalam hubungannya dengan mekanisme timbulnya edema cerebri, faktor-faktor
blood-brain barrier (BBB), Blood-liquor Barrier (BLB), Liquor-Brain Barrier (LBB),
hemodinamik otak dan biokimiawi memegang peranan penting.
21

Blood-Brain Barrier (BBB)


BBB adalah suatu mekanisme khusus yang mengatur lalu lintas berbagai zat antara
plasma dan cairan intersisial otak (CNS), dimana terlibat pembuluh-pembuluh darah
otak seutuhnya.

Gambar 4.1: sawar darah otak (blood brain barrier) yang dibentuk oleh sel
endotel yang kontinyu tanpa fenestra, aucker feet, tanpa adanya ruang perivaskuler.

Adanya BBB ini mempunyai dua peranan utama, yaitu: fungsi perlindungan dan
pengendalian homeostatik. Dengan kata lain secara umum sifat-sifat BBB
menyerupai membran sel yang dilengkapi dengan kekhususan-kekhususan dalam
anatomi dan sifat-sifat fisikokhemisnya. BBB terletak antara lumen bagian distal
sistem pembuluh darah dan bagian luar jaringan otak yang mengitari pembuluh darah
tersebut. Hasil pengamatan ultrastruktur dengan mikroskop elektron menyatakan
bahwa BBB tersusun dari komponen-komponen:
1. Sel-sel endotel kapiler otak yang kontinu (tanpa fenestrate) yang tersusun
dengan amat ketatnya oleh pengikat yang disebut tight junction atau zonula
occludentes. Tight junction ini terdiri atas anyaman serat-serat fibriler dan tidak
mempunyai celah, jadi merupakan suatu sabuk pengikat yang sempurna.
22

2. Pericapillary glial processes (membrana limitans superficialis/ membrana


perivaskularis dari Held). Prossesus-prossesus sel glia sering terlihat berbatasan
dengan dinding kapiler otak dan membentuk end feet atau aucker feet. Sel-sel glia
berfungsi sebagai penunjang dalam fungsi BBB dan pada pengangkatan aktif
molekul-molekul tertentu seperti glukosa, asam amino dan partikel-partikel besar.
Sel-sel glia terutama astrosit bekerja pula sebagai penghantar metabolit dan cairan
antara kapiler-kapiler darah dan neuron-neuron.
3. Tiadanya ruangan perivaskuler dan ruangan ekstraseluler yang jarang/longgar
juga terbilang sebagai bagian khusus dari struktur BBB.
Sifat-sifat kima-fisik dan biokimia BBB
a. Difusi pasif
Mekanisme BBB dipandang sebagai diffusion Barrier. Bila membran /BBB
impermeabel terhadap bahan-bahan yang terlarut/solutes, maka volume solutes yang
melewati membran ditentukan oleh perbedaan osmotik dan tekanan hidrostatiknya.
Untuk dapat ditembus, BBB mempunyai nilai ambang osmotik yang besarnya dengan
nilai ambang untuk zat-zat yang larut dalam lemak. Pembukaan BBB dengan
perbedaan tekanan osmose ini, terjadi dengan cara pengeriputan sel yang sifatnya
reversibel.
Bila membran permeabel terhadap solutes, maka aliran cairan tergantung
pada: besarnya (diameter) molekul solutes (besarnya diameter ini tergantung pada
berat molekul dan bentuknya) dan besarnya radius/diameter porus yang efektif dari
membran. Diameter pori membran endotel ini besarnya 14-18 A (angstrom),
sehingga hanya molekul-molekul kecil saja dengan diameter kurang dari diameter
porus tersebut yang bisa lolos ke dalam otak, misalnya air, ion Na, Cl, Ca, Mg dan
urea, bisa keluar masuk porus dengan mudah, sedangkan molekul-molekul besar
tidak dapat menembus BBB.

b. Kelarutan dalam lemak/air


Molekul-molekul yang larut dalam lemak lebih mudah dan cepat memasuki jaringan
otak dan cairan CSP sedangkan bahan-bahan yang tidak larut dalam lemak tidak
23

dapat menembus BBB. Senyawa-senyawa yang larut dalam air ditahan paling ketat.
Senyawa itu perlu sekurang-kurangnya setengah larut dalam lemak untuk dapat
melewati BBB. Daya tembusnya dalam hal ini ditentukan oleh koefisien bagian
lemak/air dalam Ph darah.
c. Sifat elektrokimia
BBB lebih permeabel terhadap zat-zat alkalis, sebaliknya senyawa asam sukar atau
tidak dapat menembus BBB. Kebanyakan zat-zat obat yang alkalis dan larut dalam
lemak akan mencapai konsentrasi yang tinggi dalam otak, misalnya: volatile
analgesik, analgesik, antidepresan dan sedativa. Terhadap perpindahan ion-ion dan
elektrolit antara darah dan otak, BBB membatasi sangat ketat.

Blood-Liquor Barrier (BLB)


BLB ini diduga terletak di kapiler-kapiler plexus choroideus dan kapiler-kapiler
meninges (piamater). Sel-sel endotel kapiler ini juga mempunyai tight junction
diantaranya tetapi berbeda dengan BBB, kapiler-kapiler choroidea mempunyai
fenestra dan ruang antara jaringan ikat perikapiler (pericapillary connective tissue
space). Seperti BBB, BLB juga berlaku sebagai membran lipid, walaupun sifat-
sifatnya berbeda/berlawanan dengan BBB. Misalnya BBB permeabel terhadap zat
alkalis dan impermeabel terhadap zat asam, sedangkan BLB adalah sebaliknya.

Liquor-Brain Barrier (LBB)


LBB terletak di dinding ventrikel dan pial membran pada permukaan otak. Barrier
ini mungkin hanya berlaku untuk protein karena pada umumnya mudah terjadi
perpindahan molekul antara CSP dan parenkim otak. Kadar ion-ion K+, H+, Cl-,
HCO3- yang kecil dan mudah berdifusi, kurang lebih seimbang dalam CSF dan
cairan ekstraseluler otak.

ETIOLOGI
24

Edema cerebri terjadi akibat keadaan abnormal dari BBB. Permeabilitas BBB dapat
meningkat dan menurun. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor eksternal dan
internal,permeabilitas meningkat dapat disebabkan oleh : 1,5
1. Trauma mekanis
2. Lesi termal, karena keadaan hipertermia lebih dari 45 oC dalam jangka lama.
3. Hiperkapnia hipoksia
4. Emboli serebral, peningkatan permeabilitas disini sifatnya reversibel.
5. Infeksi, kebanyakan bakteri dan virus serta toksin bakteri tertentu tidak dapat
atau sukar menembus BBB yang sehat. Tetapi bila terjadi infeksi maka permeabilitas
BBB akan meningkat, mungkin primer timbul luka sebagai port d’entree kuman, atau
sekunder akibat autolisis karena infeksi yang melalui jalan lain misalnya CSF.
6. Tumor, permeabilitas pembuluh darah dalam tumor terhadap protein
meningkat. Dalam tumor otak primer maupun sekunder, kapiler/pembuluh darah otak
umumnya mempunyai celah/fenestrata. Permeabilitas yang tinggi ini lebih nyata pada
cellular meningioma den tumor-tumor metastatik dan lebih kurang pada fibrous
meningioma dan neuroma akustik.
7. PH darah, suasana yang terlalu asam dengan pH dibawah 4,0 maupun yang
terlalu alkalis (pH diatas 10) menyebabkan peninggian permeabilitas BBB.
8. Hiperosmolalitas, misalnya larutan NaCl 20% atau glukosa 40%. Terbukanya
BBB dalam hal ini masih reversibel, bila larutan polar dan irreversibel bila larutan
hipertonia atau bersifat nonpolar misalnya alkohol dan glycol.
9. Intoksikasi, racun misalnya garam empedu (pada coma hepatik), ethyl alkohol
15% dan toksin-toksin lainnya, bisa ular, alergen dan intoksikasi obat-obatan.
10. Zat kontras untuk arteriografi
11. Gangguan enzimatis
12. Stres yang hebat
13. Radiasi
14. Electroshock
15. Hilang atau rusaknya autoregulasi: sebab dasarnya ialah hipertensi dan dilatasi
kapiler. Dalam hal ini terbukanya BBB bersifat reversibel.
25

Akibat langsung dari meningkatnya permeabilitas BBB, naik secara parsial maupun
komplit ialah terjadinya edema cerebri, dan faktor-faktor tersebut diatas seringkali
ditemukan baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama pada edema cerebri.
Sedangkan pada keadaan permeabiitas BBB menurun dapat disebabkan oleh: 1,5
1. Zat-zat kimia umpanya trypan red
2. Hypotermia 26-28 C (rectal)
3. Dextran
4. Anticholinestrase like substance

GAMBARAN PATOLOGIS ANATOMIS


Otak yang menderita edema beratnya lebih dari normal yaitu 1400 gram.Ukuran
besarnya penampang lebih dari normal misalnya pada irisan melintang dari septum
pellucidum setinggi commisura anterior ke permukaan cortex atau terlihat pada luas
penampang pons pada irisan melintang. Tetapi sebaliknya ukuran longitudinal pons
agak berkurang pada edema cerebri yang berat. 1,5

MENETAPKAN ADANYA EDEMA CEREBRI


Banyak air didalam jaringan otak diukur secara sederhana. Normal otak mengandung
air sebanyak 80% berat otak, dan kadar air dalam substantia grisea lebih banyak
daripada di substantia alba.Sedangkan pada OC penimbunan air di substantia alba
bisa lebih dari 3 kali lebih banyak di substantia grisea/cortex.
Gambaran makroskopis Edema Cerebri : 1
Ciri khas otak yang edema ialah gyri mendatar dan sulci menyempit,
permukaan otak tampak tegang dan berwarna pucat.
Pada irisan terlihat daerah otak yang edema berwarna pucat substantia alba amat
lunak dan gelantinous lapisan perifer dari substantia grisea melebar dan ventrikel
biasanya terdesak. Terbukti pembengkakan lebih mencolok pada substantia
alba.Kebanyakan kasus : substantia alba yang edema tampak basah dan agak lebih
26

bening daripada normal.Substantia grisea sendiri tak menunjukkan perubahan yang


berarti.
Pada OC seringkali ditemukan herniasi bagian otak dan kebanyakan timbul
pada vasogenic edema. Herniasi ini bisa terjadi atas gyrus cingulata (melewati falx
cerebri^ subfalcial herniation), uncus melewati hiatus tentorii (tentorial/transtentorial
herniation) cerebellum (tonsilacerebelli) ke foramen magnum (foramen magnum
herniation).
Gambaran mikroskopis Edema Cerebri : 1
- Dengan mikroskop biasa
Sejumlah vacuola tampak mencolok di substantia alba dan di cortex terdapat daerah-
daerah pucat dan longgar terutama di substantia alba.
Perubahan-perubahan patologis tampak lebih banyak mengenai sel-sel glia terutama
astrocitt daripada neuron-neuron. Astrocitt-astrocitt dan oligodentrocyt tidak
bertambah jumlahnya, tak ada perubahan selubung myelin kecuali menjadi longgar.
Neuron-neuron masih dalam batas normal.
Ruangan Perivaskuler sangant melebar dan ruang perisellulerpun melebar.
Pada cytotoxic edema susunan substantia alba tampak longgar dengan pelebaran
ruang perivaskuer tampak pembengkakan sel-sel glia dengan vacuola-vacuola yang
bening (tak tercat).
- Dengan mikroskop elektron :
Terlihat gambaran OC pada substantia alba merenggangnya ruang interfibriler yang
dapat dipastikan sebabnya karena pertambahan cairan extraselluler. Cabang-cabang
astrocyt membengkak dan lamel-lamel myelin pecah terurai semuanya oleh karena
hydrasi, hal ini memberi gambaran spons atau loose appearrance baik pada substantia
alba maupun substantia grisea.
Normal, ukuran rata-rata ruang interselluler pada CNS adalah 100-200 (angstrom)
dimana pada substantia grisea yang lebih padat sel-selnya mempunyai ruang
interselluler lebih kecil daripada yang terdapat di substantia alba. Ruang interselluler
substantia alba irreguler dan besarnya 100-200° tetapi dapat mencapai lebih 800° atau
500-1000A. Namun demikian, telah ditunjukkan bahwa molekul-molekul besar pun
27

bisa lolos dalam ruang interselluler substantia grisea yang sempit. Pada substantia
grisea yang udem penumpukan air terbatas dalam sel terutama pada astrocyt-astrocyt.
Jadi pelebaran ruang interselluler disini hanya terjadi bila membran sel yang amat
bengkak dalam substantia grisea pecah dan isinya keluar mengisi ruang tersebut.
Pada OC tanpa kerusakan pembuluh darah, misalnya akibat asfiksia atau intoksikasi
penimbunan cairan terdapat pada substantia grisea maupun alba. Terutama (primer)
ke dalam sel-sel. Sel-sel yang sembab terutama sel glia tampak tertumpuk padat
dalam parenkim otak. Ruangan ekstraselluler otak mengecil akibat perpindahan air ke
dalam sel-sel. Robeknya BBB baru terlihat pada bila karena hebatnya dan lamanya
OC menyebabkan timbulnya infark.

Perlangsungan Edema Cerebri (mikroskopis) :


Dari pengamatan dari mikroskop elektron Raimondi, menetapkan tiga tahap
perlangsungan Edema Cerebri :
1. Tahap Dini (Early state)
Ialah 9 jam pertama setelah suatu trauma mekanis. Satu-satunya perubahan adalah
pada sitoplasma endotel yaitu meningkatnya kegiatan pinocytotic yang jelas sekali.
Pinocytotic vesicles ini melintasi sitoplasma endotel dan mengeluarkan isinya ke
dalam daerah lamina basalis.
2. Tahap kedua (Earliest morphological evidence of demyelinization)
10-18 jam setelah insult. Disini terjadi perubahan pinocytotic vesicles menjadi besar
dan lebih giat diikuti oleh delaminasi yang hebat dan membrana basalis.
Ruangan-ruangan ekstraselluler antara sel-sel glia perivaskuler dengan cabang-
cabang sel dalam neuropil dan yang didekat membrana basalis melebar. Terjadi
permulaan demyelinisasi pada myelin lamellae.
3. Tahap lanjut (Late stage)
19-27 jam sesudah insult. Tampak perubahan yang makin hebat dalam sel-sel endotel
lamina basalis. Sel-sel glia perivaskuler dan di sel-sel glia yang jauh dari kapiler.
Tetapi kegiatan pinocytotic terus berjalan. Perubahan-perubahan yang lebih hebat ini
mengakibatkan:
28

a. Total dissolution komponen-komponen dalam sitoplasma.


b. Sel merenggang dengan akibat pecahnya membran sel.
c. Ruang ekstraselluler makin membesar.
d. Terjadi total disintegrasi pada lamellae selubung myelin sehingga tampak
destruksi axon yang jelas.

Histokimia :
Pada VE: terjadi peningkatan Na Cl dan masuknya protein serum yang
menunjukkan pembesaran ruang intercelluler.
Naiknya kadar Na lebih nyata pada cortex (substantia grisea) daripada
substantia alba, sedangkan kadar kalium turunnya lebih hebat di cortex daripada di
substantia alba.Ini diperkuat dengan kenyataan ratio Na/K yang meningkat pada
substantia alba yang oedematous.
Hal ini dapat memberi petunjuk bahwa elektrolit lebih banyak tertumpuk
diruang ekstraselluler untuk substantia alba dan untuk substantia grisea teruta di
intraselluler.
Pada OC yang bukan VE, cairan edema ternyata bebas dari protein dan
menyerupai ultrafiltrat plasma, ini sesuai dengan tiadanya pelebaran ruang
ekstraselluler. Tetapi pada peracunan dengan triethyl tin (TET),dan hypercapnic
hypoxic (CE) ternyata Na meningkat dalam jaringan yang edema.
Pada water intoxication akibat hemodialyse yang cepat terlihat pembengkakan
kedua substantia yang semata-mata karena penimbunan air, relatif tanpa perubahan
kadar Na dan K.
Senyawa-senyawa yang berperan dalam metabolisme sel-sel otak: glucose dan
fosfat kaya energi yakni creatin fosfat dan Adenosine Triphosphat (ATP), kadarnya
menurun dalam cortex yang edema sedangkan kadar fosfat-fosfat lainnya (ADP,
A5MP, dan fosfat-fosfat anorganik) meningkat. Demikian pula kadar pyruvate, laktat
dan alpha-glycerofosfat juga meningkat.
29

Kenyataan ini menunjukkan adanya kegiatan glycolysis anaerobik yang


bertambah berarti pada hypoxia pada jaringan yang edema.

PATOFISIOLOGI
Sesuai dengan patofisiologinya, edema cerebri dapat dibedakan dalam empat bentuk
yaitu : edema vasogenik (VE), edema sitotoksik (CE), edema osmotik (OE), edema
interstitial (IE). 1,5,6

1. Edema Vasogenik

Gambar 6.1: mekanisme terjadinya edema vasogenik, plasma yang terdiri dari air,
protein dan elektrolit menembus BBB dan mengisi ruang intersisial.10

Merupakan bentuk edema cerebri yang paling lazim di klinik. Edema


vasogenik adalah edema yang timbul karena meningkatnya permeabilitas pembuluh
darah otak, terbukanya BBB atau karena kerusakan pembuluh darah otak umumnya
oleh lesi fokal, dengan akibat utama (primer) masuknya air, elektrolit dan protein
(plasma darah) ke ruang ekstraseluler otak dan sekunder akibat lesi sebagai reaksi:
timbul pembengkakan sel dan perubahan metabolik. Edema vasogenik umumnya
30

ditemukan pada kelainan/penyakit-penyakit yang bersifat lesi fokal, tumor-tumor otak


primer dan sekunder, trauma cerebri, abses cerebri, meningitis, ensefalitis, iskemia
cerebri, venous/sinus trombosis, maupun haemorhagic cerebri, ensefalopati
hipertensif, dan encephalophaty toxic.
Dari segi hemodinamik, VE terjadi bila kecepatan cairan keluar dari kapiler
melebihi kecepatan cairan jaringan meninggalkan jaringan intersisial perivaskuler.
Pertukaran cairan melalui dinding kapiler ditentukan oleh faktor-faktor:
1. Tekanan darah
2. Tekanan (tahanan) jaringan
3. Tekanan osmotik koloid plasma dan cairan interstitial
4. Luasnya daerah kapiler/BBB yang rusak
5. Lamanya BBB terbuka, dan dipengaruhi oleh faktor
6. Autoregulasi vasomotorik otak
Cairan edema pada VE terdiri atas unsur-unsur plasma (air, elektrolit dan
protein plasma) yang ternyata lebih meluas pada substansia alba. Akibat protein dan
elektrolit terutama natrium yang tertumpuk dalam cairan udem, maka tekanan
osmotik koloid cairan interstitial meninggi, sehingga llef menurun, akibatnya tidak
terjadi resorbsi cairan ke dalam kapiler.
Pertambahan air ke dalam jaringan udematous, diikat oleh protein yang
keluar. Dan oleh karena tidak adanya pembuluh limfe, maka tak ada pengeluaran
cairan ini oleh limfe. Sebab lain dari retensi cairan udem adalah mungkin karena
miskinnya substansia alba akan pembuluh darah.
Edema yang telah terbentuk kemudian dapat menyebar ke sekitarnya, bahkan
dapat mencapai daerah yang jauh dari lesi asalnya. Penyebaran cairan udem ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor:
• Besarnya ruangan ekstraseluler. Walaupun normal ruangan ekstraseluler di
substansia alba hanya 100-200 A, namun bentuknya yang ireguler, dan mampu
melebar sampai lebih dari 300 A, antara lain karena serat-serat saraf yang jalannya
sejajar sehingga mudah terentang, maka kapasitas yang besar ini akan menampung
31

banyak cairan. BBB yang utuh, diluar lesi membantu mudahnya cairan mengalir
maju. Pada substansia grisea lebih sempit.
• Mekanisme penyebaran cairan, difusi dan terutama ialah ’bulk flow’ yang
merupakan mekanisme utama penyebaran cairan edema di substansia alba.
• Tekanan hidrostatik darah, membantu penyebaran cairan edema.
Sebaliknya penyebaran cairan udem dihambat oleh:
• Tahanan jaringan. Tekanan balik dari cairan jaringan yang tinggi akibat
bertambahnya cairan ekstraseluler ini merupakan ’pertolongan pertama’ pada
jaringan terhadap udem yang timbul akibat cedera kecil pada BBB.
• Edema intraseluler yang mungkin terjadi lebih dahulu atau kemudian
(sekunder).
Pada VE, cairan udem biasanya menyebar dari daerah lesi yang terdekat melalui
substansia alba ke substansia alba dalam yang diliputi substansia grisea, lalu ke
ventrikel. Pada keadaan-keadaan seperti tumor, dimana permeabilitas senantiasa tetap
tinggi, suatu tenaga pendorong cairan tetap ada (walaupun kecil), walaupun ruangan
ekstraseluler meregang dan tahanan jaringan telah merendah. Sebaliknya pada lesi
yang akut dengan gangguan BBB hanya sementara waktu, tekanan pendorong itu
akan hilang dengan pulihnya BBB.
Cairan ekstraseluler di substansia alba mengalir diantara sel-sel glia dan
neuron-neuron, dan menyusuri bagian-bagian yang paling lemah disepanjang serabut-
serabut bermyelin.
Bayi (infant) lebih mampu menahan kaadaan edema cerebri yang lebih luas
dari pada orang dewasa, mungkin disebabkan antara lain karena belum matangnya
myelin otak pada bayi.
Pada substansia grisea dengan elemen-elemen seluler yang lebih tebal dan
kapiler yang relatif lebih banyak rupanya lebih tahan terhadap pelebaran ruang
ekstraseluler dari pada serabut-serabut saraf substansia alba.
2. Edema Sitotoksik (CE)
Edema sitotoksik adalah edema cerebri yang timbul karena pembengkakan sel-sel
otak akibat gangguan metabolisme sel dimana terdapat kekurangan energi dan
32

kerusakan pompa Na-K. Sel-sel otak yang menderita adalah neuron dan sel-sel glia
maupun sel endotel. Sel-sel ini menjadi bengkak kemudian pecah dan isinya dilepas
ke dalam ruang ekstraseluler.

Gambar 6.2: mekanisme terjadinya edema sitotoksik, menunjukkan defisit ATP


mengakibatkan rusaknya pompa Na-K. Na masuk menembus membran sel diikuti air
dan Cl sehingga timbul edema sel.

Penyebab edema sitotoksik yang paling sering dalam klinik adalah hipoksia dan
keracunan. Hipoksia baik lokal (iskemik hipoksia) misalnya oleh karena oklusi
pembuluh darah intrakranial, maupun difus akibat suatu gangguan sistemik misalnya
akibat cardiac arest, asfiksia, hiperkapnea hipoksia, oklusi arteri cerebri (pada
kebanyakan kasus terdapat bersama-sama dengan VE).
Dengan pemindahan air, maka terjadi pula pemindahan Cl ke ruang
intraseluler. Juga terjadi pemindahan Na+ ke ruang intraseluler dan sebaliknya K+
keluar sel (ke ruang ekstraseluler). Pada anoksia Na+ lebih menumpuk, yang asalnya
dari darah. Penimbunan air intraseluler dan perpindahan ion-ion ini disebabkan oleh
rusaknya pompa Na-K pada keadaan anoksia. Pompa Na-K bekerja dengan bantuan
energi yang diperoleh dari ATP, memompa Na keluar dan K ke dalam sel.
33

Dengan rusaknya pompa Na-K karena anoksia, maka Na diikuti dengan Cl dan air
mengalir ke dalam sel, dan K keluar sel. Ini merupakan suatu tanda yang khas untuk
CE, dan dapat terjadi hanya dengan beberapa detik hipoksia, sel-sel otak bisa
membengkak. Rupanya iskemik dibutuhkan untuk terbetuknya edema, karena
hipoksik hipoksia saja hanya menyebabkan kerusakan kecil. Iskemik hipoksia diikuti
oleh OC yang luas dan timbulnya hipertensi intrakranial yang hebat.
Perubahan volume otak seluruhnya, baik disubstansia grisea maupun
substansia alba dapat berat, bisa ringan saja. Cairan udem di substansia alba
tertimbun di selubung myelin, jadi cairan ini tidak berhubungan dengan ruang
ekstraseluler. Juga tidak ada peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Bahan-bahan toksik, menimbulkan udem dengan jalan pengaruh toksik yang
langsung atas proses-proses seluler yang mengatur metabolisme myelin dengan efek
inhibisi terhadap ATP-ase dengan akibat pompa Na-K rusak.
Bila sel endotel yang terutama menderita, maka timbullah peningkatan
resistensi terhadap perfusi arteri. Pada CE akibat hiposmolalitas akut, timbulnya
udem karena sel otak menyesuaikan diri dengan hiposmolalitas plasma ini dengan
menurunnya daya osmolalitas intraseluler terutama karena keluarnya ion K+.

3. Edema Osmotik (OE)


34

Gambar 6.3: mekanisme edema osmotik, menunjukkan penurunan osmolaritas cairan


intravaskuler menyebabkan keluarnya air mengisi ruang intersisial mengikuti hukum
osmotik.

Timbul karena perpindahan air ke dalam jaringan otak akibat hiposmolalitas


plasma terhadap cairan jaringan otak. Bila osmolalitas plasma menurun lebih dari
12%, terjadilah edema disertai peningkatan tekanan intrakanial. Pada OE tidak terjadi
perubahan pada BBB, membran tetap utuh, dan yang meninggalkan pembuluh darah
hanyalah air karena mengikuti hukum osmotik. Dibedakan dengan VE dimana cairan
yang masuk ekstraseluler adalah cairan isotonis (plasma).
OE dapat timbul pada keadaan dimana kadar osmolalitas cairan jaringan otak
lebih besar daripada plasma darah, misalnya pada: koma hiperglikemik hiperosmolar
nonketotik, water intoxication, infus dengan cairan hipotonis, hipersekresi ADH.
OE dapat terjadi pada beberapa tindakan (terapi) dalam klinik, seperti:
Hemodialisa yang terlalu cepat. Ini disebabkan karena kadar ureum dalam CNS,
karena adanya BBB, tak dapat mengikuti penurunan secara cepat kadar ureum darah.
Akibatnya terdapat selisih kadar ureum (ureum gradient) yang bertambah antara
jaringan otak dan darah, menyebabkan perpindahan air secara osmotis dari darah ke
otak.
Menurunkan kadar glukosa dengan cepat pada hiperglikemik, menyebabkan
penimbunan sorbitol dan fruktose yang sukar melintasi BBB. Akibatnya juga timbul
gradient kadar gula dan osmolalitas antara jaringan otak dan plasma darah dengan
akibat masuknya air secara osmotis kedalam jaringan otak. Pada pengobatan koma
diabetik asidosis sering timbul OC setelah kadar gula normal. Sebabnya belum jelas,
mungkin akibat asfiksia cerebral yang lama, terjadi pemindahan ion K+ dan Na+
antara ruang intraseluler dan ekstraseluler dan perubahan pH.
4. Edema Interstitial/Edema Hidrostatik (IE)
Merupakan tipe edema cerebri dimana terjadi penimbunan cairan diruang
ekstraseluler karena produksi cairan yang berlebihan akibat tekanan filtrasi yang
tinggi. Dapat dijumpai pada :
35

1. Hidrosefalus baik tipe obstruktif, maupun communicating hydrocefalus.


2. Bersama dengan VE dan CE pada meningitis purulenta
3. Pada benign intracranial hypertension.

Gambar 6.4: mekanisme pengaliran CSF dan hambatan yang dapat menimbulkan
hidrosefalus.

Pada hidrosefalus, akibat obstruksi aliran CSF sistem ventrikel atau produksi
berlebihan dan gangguan absorbsi liquor pada villi arachnoidales, maka tekanan CSF
yang tinggi dan disertai perubahan permeabilitas ependim, memudahkan masuknya
cairan ke dalam ruangan ekstraseluler substansia alba periventrikuler maupun
substansia grisea. Penimbunan cairan ekstraseluler serupa dapat terjadi akibat tekanan
filtrasi yang tinggi dan bila kebetulan terdapat vasodilatasi, maka cairan dengan
leluasa masuk keruang ekstraseluler. Disini cairan transudat rendah protein, dan pada
hidrosefalus cairan tersebut adalah liquor. Pada IE sel-sel utuh dan kapiler/BBB tidak
rusak. Bila kemudian BBB rusak maka terjadilah VE.
DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Keluhan-keluhan dan gejala klinis pada penderita udem cerebri ditentukan oleh
perubahan patofisiologi dan patologi otak akibat udem cerebri. Jadi mencakup
36

hemodinamik otak, hipoksia dan gangguan keseimbangan elekrolit dan, brain shift,
serta herniasi otak. Dengan kata lain gejala-gejala gangguan fungsi neurologis pada
OC adalah hasil kerjasama yang rumit antara perubahan-perubahan hemodinamik,
biokimiawi dan kelainan petologis otak.
Manifestasi klinis OC bisa ringan sampai berat, dapat bergejala terbatas saja (fokal)
atau bisa difus, tergantung pada beratnya dan luasnya proses serta waktu (lamanya
dan cepat lambatnya) OC itu terbentuk.
Keluhan-keluhan dan gejala umum pada penderita OC adalah tanda-tanda dari
tekanan intrakranial yang meningkat sebagai gejala penekanan umum seperti, sakit
kepala, mual, muntah, gangguan kesadaran dan perubahan mental (berupa confusion
sampai sindroma otak organis). Sakit kepala dan muntah terutama timbul dipagi hari.
Pada OC yang ringan atau yang sangat terbatas bisa didapatkan sakit kepala, irritable
dan confusion. Pada edema yag berat dan luas ditemukan gejala-gejala serius: mual,
muntah, kesadaran menurun dari ringan sampai letargi, stupor sampai koma.
Kejang dapat ditemukan bersama-sama kesadaran menurun. Timbulnya
biasanya bukan karena udem sendiri, walaupun hipoksia dan gangguan keseimbangan
elektrolit sebagai penyebab edem cerebri dapat mengakibatkan serangan kejang.
Edema osmotik bergejala kesadaran menurun dan kejang-kejang. Gejala kejang
paling menonjol pada water intoxication. Pada anak dapat terjadi pada rehidrasi yang
berlebihan. Juga pada ensefalopati timbul serangan kejang umum maupun fokal.
Frekuensi kejang bergantung pada beratnya intoksikasi. Aktivitas kejang epileptis ini
mempunyai hubungan kuantitatif dengan volume jaringan perilesi (yang udem) dan
hebatnya perkembangan OC. Hiponatremia menimbulkan perubahan neurologis yang
menetap.
Pada OC tipe interstitial pada hidrosefalus yang kronik, gejala-gejala
gangguan otak biasanya ringan saja, kecuali bila gangguan itu berkembang lebih
lanjut bisa terdapat gejala neurologis yang berat. Opistotonus bisa terdapat pada anak-
anak bila ICP meninggi terutama bila fossa posterior ikut terlibat.
b. Pemeriksaan Fisis
37

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis yang dikenal sebagai ’Cushing
reflex’ yang merupakan bentuk kompensasi tubuh terhadap peningkatan TIK, yaitu:
naiknya tekanan darah arteri diikuti tekanan vena sistemik, bradikardia, pernafasan
tidak teratur. Klinis TIK menempuh 4 stadium dalam perkembangannya:
• Stadium 1, terdapat mekanisme kompensasi. Akibat hipoksia atau
hiperkapnia, terjadi vasodilatasi pembuluh darah otak dan menyebabkan TIK sedikit
meningkat.
• Stadium 2, tekanan intrakranial relatif meningkat berhubungan dengan
displacement compensation (volume buffering mechanism) dari darah dan CSF.
• Stadium 3, TIK mendekati tekanan arteri (BP). Terjadi penurunan kesadaran
yang nyata, pernafasan tidak teratur dan bradikadia. Gangguan pernafasan yang
ringan pada penderita OC atau space occupying process pada stadium 2 dan 3 dapat
menaikkan TIK secara dramatis dengan akibat menurunnya CBF dengan cepat.
• Stadium 4, TIK sama dengan BP, akibatnya CBF terhenti dan menyebabkan
pernafasan berhenti dan kegiatan listrik otak menghilang. Perubahan PCO2 tak akan
mempengaruhi CBF maupun TIK lagi.
Selain cushing reflex, dapat pula ditemukan edema papil sebagai tanda
peningkatan TIK. Edema papil biasanya timbul setelah edema cerebri berlangsung
12-24 jam atau edema mulai meluas. Edema papil bilateral adalah gejala langsung
dari TIK yang meninggi, yang timbul bila udem menghambat aliran darah dan atau
akibat langsung dari edema atas vasa nervorum nervus optikus. 1,7,8
c. Pemeriksaan Penunjang
• Sinar-X Tengkorak
Radiograf tengkorak polos adalah pemeriksaan pertama pada pasien dengan
gejala SSP dan tetap bermanfaat. Erosi dorsum sellae oleh pulsasi ventrikel ketiga
adalah gambaran khas peninggian TIK dan bila foto polos digunakan secara rutin,
dapat ditemukan pada sepertiga pasien namun hanya setelah sakit 5-6 bulan.
Kelenjar pineal yang tergeser, erosi tulang, kalsifikasi abnormal dan hiperostosis
tidaklah merupakan tanda spesifik dari lesi desak ruang, jadi tidak harus berarti
peninggian TIK. Pada anak-anak, radiograf tengkorak tetap bernilai pada tes
38

skrining. Baik peninggian TIK akut maupun kronik hingga usia 8-9 tahun
menyebabkan diastasis (splitting) sutura dan erosi dorsum sellae. Peninggian TIK
kronik mungkin juga berakibat penipisan vault tengkorak dan impresi konvolusional
pada bagian atas tulang frontal dan parietal.
• Tomografi Terkomputer
Yang paling berguna pada pemeriksaan pasien dengan dugaan
peninggian TIK adalah scan tomografi terkomputer (CT scan). Karena sangat akurat,
cepat dan aman, CT scan menjadi tes radiologis terpilih untuk memeriksa pasien yang
diduga dengan peninggian TIK. Ini akan memperlihatkan keadaan yang mungkin
merupakan penyebab peninggian TIK seperti clott, abses, tumor, hidrosefalus dan
pembengkakan otak. CT scan merupakan metode pertama yang mencitrakan
pembengkakan otak secara langsung. Tanda yang paling berguna dari berkurangnya
cadangan TIK adalah pergeseran garis tengah, obliterasi sisterna CSS sekeliling
batang otak, dilatasi ventrikel kontralateral, penyempitan sulci serebral, dan pada
cedera kepala adanya clott kecil multipel intraserebral. Bila obstruksi aliran CSS
mulai berakibat pada ukuran ventrikular, tanda pertama adalah dilatasi tanduk
temporal.
• Pencitraan Resonansi Magnetik
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna pada pemeriksaan
penderita yang diduga mempunyai peninggian TIK. Walau MRI berguna, namun
bukan pemeriksaan yang pertama pada pasien yang diduga mempunyai peninggian
TIK. Ia lebih mahal, lebih lambat dalam pengerjaannya dan lebih memerlukan
kerjasama dengan pasien dibanding CT scan; lebih rumit melaksanakannya untuk
pasien yang memerlukan pemantauan atau sistem life support. Untuk alasan ini, CT
scan tetap merupakan teknik pencitraan yang paling berguna untuk pasien. MRI
mempunyai sensitifitas yang lebih dibanding CT scan, namun spesifisitas untuk
7,8
tiap-tiap lesi mungkin kurang.

PENATALAKSANAAN
39

Karena edema cerebri pada umumnya merupakan keadaan yang mengancam jiwa
penderita, maka tindakan-tindakan yang tepat harus diambil segera setelah diagnosa
ditetapkan. Olehnya itu tujuan utama pengobatan OC ialah menyelamatkan jiwa
penderita yang terancam dengan membatasi sejauh mungkin berkembangnya OC dan
akibat-akibatnya. 1,8,9
Perkembangan edema cerebri sangat cepat seperti pada trauma kapitis, oleh
karena itu penatalaksanaan awal dilakukan seperti penanganan trauma pada
umumnya, dengan cara menilai dan menangani primary survey. Primary survey ini
meliputi :
a. Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dari segala sumbatan.
Lakukan intubasi jika apnea dan GCS<8. Untuk melakukan intubasi pada penderita
trauma kapitis, dapat dilakukan cara yang tidak menimbulkan peninggian TIK.
Intubasi ini sebaiknya dilakukan dengan monitoring tanda vital, didukung oleh
peralatan yang memadai dan diawali dengan oksigenasi 100 %
b. Breathing dengan ventilasi yang baik
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
Pada peninggian TIK, posisi kepala terangkat (bila mungkin 30’) untuk mengurangi
tekanan vena sentral.
d. Disability dengan pemeriksaan mini neurologis, meliputi :
- GCS setelah resusitasi
- Bentuk dan ukuran dan reflex cahaya pupil.
- Nilai kekuatan motorik
e. Exposure dengan menjaga agar tetap normotermia. 1,8
Pada edema serebri kausa trauma bila terdapat lesi desak ruang (EDH, SDH, ICH)
maka bila terdapat indikasi maka harus dilakukan evakuasi dengan tindakan
dekompresi (trepanasi) untuk mengurangi terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
lebih lanjut.
Sasaran-sasaran pengobatan OC:
• Dehidrasi otak
Pada VS atau OC yang disertai dilatasi pembuluh darah otak, CBV harus diturunkan.
40

• Membantu dan mempercepat pemulihan BBB


Pada percobaan didapatkan bahwa BBB memerlukan waktu sekitar 48 jam untuk
pulih kembali pada OC, dan sekali BBB pulih, maka segala usaha untuk
mengembalikan keseimbangan cairan otak harus ditingkatkan, termasuk disini usaha-
usaha untuk mengatasi hipoksia dan hipokapnia serta pengobatan kausal.
• Menurunkan TIK yang tinggi
Dengan memelihara tekanan darah, yaitu mencegah BP meningkat (yang akan
memperberat OC) dan menghindarkan hipotensi, yang berakibat iskemia (juga
memperburuk OC). Dengan menurunkan TIK berarti juga mencegah iskemia cerebri
yang sekunder. Untuk mengamankan penderita dari perubahan-perubahan yang tiba-
tiba terutama pada fase akut, maka perlu memonitor TIK.
Indikasi tindakan pengobatan OC:
Indikasi profilaksis dipertimbangkan pada keadaan-keadaan:
Preoperatif, untuk mencegah atau mengurangi OC yang timbul sewaktu atau sesudah
operasi.
Hipoksia, atau pada trauma capitis dimana dikuatirkan akan timbul OC.
Indikasi korektif, bila terjadi OC untuk mencegah herniasi atau kerusakan
otak yang permanen.
Sasaran pengobatan OC dicapai dengan kerangka terapi sebagai berikut:
• Pengobatan kausal
Misalnya pada operasi tumor otak atau abses yang langsung mengurangi volume
intrakranial dan menghentikan perkembangan OC selanjutnya
• Pengobatan terhadap edema cerebri sendiri
Medikamentosa (pengobatan utama) dengan steroid, obat-obat osmotik aktif,
diuretika dan obat-obat lainnya.
Umum (pengobatan panjang) pembatasan cairan, pengendalian tekanan darah,
hipotermia, hiperventilasi dan oksigen hiperbarik.
• Pengobatan bedah

Medikamentosa
41

1. Larutan hipertonik (obat-obat osmotik aktif)


Pemberian cairan intravena dengan larutan hipertonik merupakan pengobatan
konservatif pertama untuk melawan OC. Dulu mula-mula digunakan glukosa
hipertonis dan salin fisiologis, selain itu dipakai juga fruktosa, sukrosa, dextran-40
dan isosorbide. Dewasa ini sering dipakai larutan urea dan manitol. Prinsip terapi
dengan obat-obatan ini sebagai berikut:
Tujuannya untuk menurunkan tekanan osmotik cairan otak.
Harus ada perbedaan derajat osmotik antara jaringan otak dan darah, sehingga
menghasilkan perpindahan air dari sel interseluler otak ke darah dan CSF.
Perbedaan derajat osmotik yang dicapai dengan pemberian parenteral
berlangsung singkat, oleh karena sesudah beberapa waktu tertentu (beberapa jam
saja) telah tercapai keadaan isoosmotik dalam otak.
Karena mekanisme ini tergantung pada BBB yang utuh, maka cairan yang
keluar justru dari jaringan otak yang normal, sedangkan dari daerah yang edematous
tidak.
a. Manitol
Berat molekulnya 180 ml osmol. Yang sering dipakai adalah larutan 20%
dalam aqua destilata dan 25% yang tersedia dalam ampul 50 ml dan dapat dilarutkan
dalam cairan lain untuk pemberian parenteral. Dosisnya 1,5-2 gr/kgBB selama 30-60
menit. Ada pula yang memberikan manitol 20% dengan dosis 2,5-3 gr/ kgBB selama
60-90 menit. Bila gejala neurologis memburuk, dapat diberikan lebih cepat (10 menit)
dengan dosis 1-1,5 gr/kgBB.
b. Steroid
Steroid adalah golongan obat yang paling penting dan paling banyak
digunakan dalam klinik terhadap kasus-kasus dengan OC. Mekanisme kerja yang
pasti terhadap OC belum diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa steroid
mampu mengurangi pembentukan OC dan menghalangi penyebarannya ke substansia
alba. Pada pemberian steroid yang kuat: dexamethasone dengan dosis tinggi untuk 48
jam ternyata mampu membatasi masuknya protein ke dalam jaringan infark/nekrose,
tetapi tidak terhadap penetrasi protein kedalam jaringan iskemik periinfark. Steroid
42

mempertahankan keutuhan struktur jaringan otak yaitu dengan jalan secara aktif
menjaga kemantapan membran sel dengan:
Mencegah kegiatan enzim lisosomal dan efek antioksidasi, membentuk ikatan
yang erat dengan asam lemak dari fosfolipid membran sel.
Efek langung pada pompa Na-K (sistem pengangkutan ion Na dan K lewat
membran sel atau antara sel glia dan endotel kapiler) dengan menunjang mekanisme
agar bekerja dengan baik.
Melindungi mitokondria sel-sel korteks serebri terhadap kerusakan akibat
anoksia.
Pengaruh terhadap cairan otak:
Steroid menurunkan ICP dan melindungi otak terhadap ICP yang tinggi antara
lain dengan mengurangi tekanan osmotik koloid di daerah infark dan menyusutkan
CBV dengan mengurangi cairan udem.
Meningkatkan CBF terutama di daerah edema.
Mengurangi produksi liquor, memulihkan protein CSF yang meningkat
karena bocornya BBB, dan membantu absorbsi CSF di villi arachnoidales sebagai
efek dari daya anti inflamasinya.
Dexamethasone adalah steroid pilihan untuk mengatasi OC yang paling
umum dipakai dewasa ini. Selain itu bethametasone juga dapat dipilih untuk terapi
OC. Kedua obat ini dipilih karena keduanya adalah glukokortikoid yang paling kuat
terutama dalam daya anti inflamasinya dan karena efek retensi Na dan airnya paling
kecil.
Dexamethasone
Untuk orang dewasa, dosis permulaan 8-10 mg iv atau lebih tinggi sesuai keadaan
penderita dan diteruskan dengan dosis pemeliharaan 4mg/6jam selama 2-3 hari atau
7-10 hari. Dan sesudah itu dosis diturunkan. Untuk anak, dosis permulaan 1-2 mg.
Untuk anak lebih tua 4 mg iv. Dosis pemeliharaaan 0,25-0,5 mg/kgBB/hr diabagi
dalam 4 kali pemberian dengan iv, im atau peroral tergantung keadaan penderita.
Betamethasone
Dosis permulaan 10 mg dan dosis pemeliharaan 4mg/6jam im atau 2-4mg/6jam im.
43

Pengobatan Bedah
Perdarahan intraventrikuler dapat menyebabkan hidrosefalus akut, oleh sebab
itu harus segera dilakukan drainase ventrikular .
• Pengaliran CSS
Hanya mungkin bila kateter ventrikuler pada tempatnya,
hampir selalu mengakibatkan penurunan TIK segera. Karenanya cara paling efektif
untuk mengatasi gelombang tekanan tinggi. Namun bila ventrikelnya kecil, sering
pada kasus setelah cedera kepala, hanya sedikit CSS yang didapatkan dengan
konsekuensi penurunan TIK hanya sedikit dan transien. Karena biasanya
penginsersian kateter adalah pada ventrikel kontralateral pada kontusi atau
perdarahan intrakranial, penting untuk menilai bahwa disaat pengaliran CSS
mungkin mengontrol TIK, ia tidak mengurangi pergeseran garis tengah otak dan
bahkan mungkin memperburuknya. Ini terjadi karena lesi massa unilateral yang
menyebabkan peninggian TIK sering bersamaan dengan pembesaran ventrikel
kontralateral. CSS mungkin dialirkan intermitten atau berkesinambungan. Pengaliran
berkesinambungan harus diatur pada tekanan sekitar 20 smH2O, untuk mencegah
kolapsnya ventrikel sekitar kateter dan menyumbatnya. Karena keterbatasan ini,
aspirasi bolus dibatasi hanya pada keadaan emergensi, dan bukan sebagai alternatif
dari pengaliran yang sinambung. Pengaliran CSS karenanya merupakan tindakan
essensial saat peninggian TIK karena obstruksi jalur CSS.8,9

KOMPLIKASI
Dapat terjadi herniasi yang terutama ditimbulkan oleh edema vasogenik, meski pada
tipe lain, misalnya pada edema sitotoksik, herniasi juga dapat terjadi.
44

Gambar 9.1: bentuk-bentuk herniasi pada otak5

1. Edema otak supratentorial pada satu sisi akan menekan bagian lobus
temporalis, uncus sehingga mengalami herniasi ke tentorial notch (herniasi uncal).
Tanda-tanda herniasi yang mengancam berupa dilatasi pupil, hemianopsia,
hemiparese kontralateral dan parese nervus kranialis ipsilateral, coma akibat
perdarahan di mesencefalon dan pons bagian atas, deserebrasi akibat perdarahan
batang otak.
2. Lesi yang terletak medial atau bilateral menekan batang otak ke bawah
dengan tekukan atau oleh perdarahan menimbulkan heniasi transtentorial sentral.
Perubahan yang timbul akibat tertariknya pembuluh darah dan penekanan batang otak
ke bawah. Gejala pertama akibat penekanan formatio retikularis bagian atas
(diensefalon) berupa kesadaran menurun, pernafasan chyene stoke, pupil miosis, mata
bergerak tidak menentu, doll’s eyes phenomenon hilang dan sikap dekortikasi. Bila
mesensefalon tertekan timbul hiperventilasi, pupil midriasis dan koma. Bila
penekanan berlanjut maka pons akhirnya tertekan pula sehingga hiperventilasi
berkurang, pupil ditengah, reflex pupil tidak ada, refleks oculovestibuler menghilang,
motorik flaksid, reflex patologis bilateral dan akhirnya menuju keadaan terminal.
3. Lesi di fossa posterior menyebabkan tonsila cerebelli melakukan herniasi
melalui foramen magnum (herniasi tonsilar). Gejalanya berupa kaku kuduk dan
45

kepala miring pada satu sisi. Pada penekanan medula menimbulkan gangguan
pernafasan dan sirkulasi sehingga timbul anoksia, dan penderita koma. Penderita
segera meninggal akibat respiratory dan circulatory arrest. 6,9
46

BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini didapatkan dari alloanamnesa pasien datang dengan keluhan
±8 hari SMRS, Os mengalami kecelakaan ditabrak pengendara motor ketika berjalan
kaki dirawat di ruangan ICU rumah sakit. ±5 hari SMRS, Os dipindahkan di ruangan
perawatan biasa, keluhan sakit kepala hebat tidak hilang-hilang. ±3 hari SMRS, Os
dinyatakan boleh pulang oleh dokter yang merawat, kateter dilepas. Sejak lepas
kateter keinginan untuk BAK tidak terkendali. Jika BAK tidak keluar OS mengedan
seolah-olah sudah mau BAK. Keinginan BAK setiap 10-15 menit dan bisa 1-2 jam di
kamar mandi tetapi BAK tidak ada. ±1 jam SMRS tiba-tiba Os sempoyongan dan
terjatuh kepala membentur lantai sehingga Os dibawa ke rumah sakit.
Berdasarkan etiologi dan patofisiologi pada edem serebri terjadi akibat keadaan
abnormal dari Blood Brain Barrier. Permeabilitas BBB dapat meningkat dan
menurun. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor eksternal dan
internal,permeabilitas meningkat dapat disebabkan oleh salah satunya trauma
mekanis.
Edema vasogenik merupakan bentuk edema cerebri yang paling lazim di klinik.
Edema vasogenik adalah edema yang timbul karena meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah otak, terbukanya BBB atau karena kerusakan pembuluh darah otak
umumnya oleh lesi fokal, dengan akibat utama (primer) masuknya air, elektrolit dan
protein (plasma darah) ke ruang ekstraseluler otak dan sekunder akibat lesi sebagai
reaksi: timbul pembengkakan sel dan perubahan metabolik.

Keluhan-keluhan dan gejala umum pada penderita edem cerebri adalah tanda-
tanda dari tekanan intrakranial yang meningkat sebagai gejala penekanan umum
seperti, sakit kepala, mual, muntah, gangguan kesadaran dan perubahan mental

Pada primary survey, untuk Airway dilakukan pemasangan ngt dan dikatakan
clear setelah dilakukan pemeriksaan dengan metode look, listen, and feel. Tidak
terlihat adanya sianosis, retraksi dinding dada, dan penggunaan otot napas tambahan.
47

Tidak terdengar adanya suara napas tambahan seperti snoring, gurgling, crowing
sound, dan stridor. Tidak teraba adanya deviasi trakea. Jika pasien sadar dan dapat
berbicara, airway pasien dapat dinilai dengan kemampuan pasien berbicara. Apabila
pasien dapat berbicara dan tidak tersengal-sengal, airway dianggap clear. Namun
pada pasien ini seharusnya dilakukan tindakan intubasi karena kemungkinan
terjadinya penurunan kesadaran yang terjadi kemungkinan besar akan semakin
memburuk dan kemampuan untuk menjaga patensi jalan napas pasien sangat sulit.
pada pasien ini. Pada saat monitoring pada pasien ini juga tidak terjadi perbaikan
selama lebih kurang 2 jam selama pasien di rhesus. Seharusnya pasien dilakukan
intubasi yang diperlukan untuk menjaga patensi jalan napas dan mencegah aspirasi
serta metode hiperventilasi pada pasien dengan edem cerebri.

Breathing dinilai dengan melakukan inspeksi dan palpasi pada leher dan
thoraks. Ekspansi dinding dada terlihat simetris, tidak ada tanda-tanda cedera lainnya
dan penggunaan otot tambahan. Palpasi dinding dada tidak didapatkan tanda-tanda
krepitasi. Perkusi pada dinding dada didapatkan sonor. Pada auskultasi terdengar
suara napas vesikuler, tanpa adanya wheezing maupun rhonki. Dan dilakukan
pemasangan Pulse Oksimetri dan didapatkan nilai 92% O2 NRM 15 L/menit dan
saturasi menjadi 99%.

Circulation dinilai untuk menentukan keadaan sirkulasi pasien dan mengontrol


perdarahan. Tidak ada tanda-tanda anemis pada kulit maupun konjungtiva, akral
dingin, CRT < 2 detik. Denyut nadi teraba.dan dilakukan pemasangan IV line dengan
cairan RL 0,9% 20 tpm dan pemasangan kateter. Pada pemeriksaan disability,
ditemukan pasien berespon membuka mata dengan spontan (E 4), pasien hanya dapat
mengerang dan mengeluarkan suara yang tidak beraturan (V2-3) dan menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri (M 5) dengan KU tampak sakit berat diikuti
dengan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 78x/menit,, rr 24x/menit dan rangsang
meningeal (-).
48

Penegakan diagnosis selain berdasarkan anamnesa dan gejala klinis juga


dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah dan imaging (CT-Scan
dan MRI).

Pada kasus ini pasien diberikan terapi berupa Oksigen 15 lpm, IVFD RL
20tpm, inj. Manitol 4x120cc, inj. Omeprazol 1x1, Inj. Ceftriaxon 1x1gr, Inj.
Ketorolac 3x10gr, Inj. Citicholin 3x500mg, Inj. ATS (didahului Skin Test) dan
Wound Toilet. Karena edema cerebri pada umumnya merupakan keadaan yang
mengancam jiwa penderita, maka tindakan-tindakan yang tepat harus diambil segera
setelah diagnosa ditetapkan. Olehnya itu tujuan utama pengobatan OC ialah
menyelamatkan jiwa penderita yang terancam dengan membatasi sejauh mungkin
berkembangnya OC dan akibat-akibatnya. Caranya meliputi dehidrasi otak,
membantu dan mempercepat pemulihan blood brain barrier, menurunkan TIK yang
tinggi dengan medikamentosa maupun penanganan bedah.
49

BAB V
KESIMPULAN

Keluhan-keluhan dan gejala umum pada penderita edem cerebri adalah tanda-
tanda dari tekanan intrakranial yang meningkat sebagai gejala penekanan umum
seperti, sakit kepala, mual, muntah, gangguan kesadaran dan perubahan mental

Karena edema cerebri pada umumnya merupakan keadaan yang mengancam


jiwa penderita, maka tindakan-tindakan yang tepat harus diambil segera setelah
diagnosa ditetapkan. Olehnya itu tujuan utama pengobatan OC ialah menyelamatkan
jiwa penderita yang terancam dengan membatasi sejauh mungkin berkembangnya OC
dan akibat-akibatnya. Caranya meliputi dehidrasi otak, membantu dan mempercepat
pemulihan blood brain barrier, menurunkan TIK yang tinggi dengan medikamentosa
maupun penanganan bedah.
50

DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Widjaja D. Odema Cerebri, pendekatan patogenetik dan terapeutik.


2006. Makassar: Laboratorium Saraf FKUH.

2. Godwin J. Pseudotumor. In: eMedicine, eMedicine Specialities, Neurology,


headache and pain. [serial online] 2008 March. Available from URL:
http://www.eMedicine/content/full.com

3. Quershi AI., Suarez JI, Cerebral Edema. In: Wikipedia. [serial online] 2008.
Available from URL:
http://en.wikipedia.org/wiki/cerebral_edema

4. Price S.A. Sistem saraf. In: Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. 2002. Jakarta: EGC.

5. Goetz GC.Cerebrospinal Fluid And Intracranial Pressure in: Clinical


Neurology 2th edition. 2003. Phlidelphia: Elsevier Science. P511-529.

6. Lindsay KW, Ian B, Robin C. Raised Intracranial Pressure in: Neurology And
Neurosurgery Illustrated 3rd edition.1997. London: Curchill Livingstone.p72-80.

7. Tsai FY. Head Trauma (editor) in: Neuroradiology A Study Guide. 1996.
New York: Mc Graw Hill. P235-261.

8. Japardi I. Komplikasi Cedera Kepala In: Cedera Kepala 1st edition. 2004.
Jakarta. BIP. P111-117.
51

9. Saanin S. Pengendalian TIK yang tinggi in: Peningkatan tekanan intakranial.


Ilmu Bedah Saraf. (serial online).2003. (citied 2008 juni). Available from URL:
http://www.Saanin@padang wasantara.net.id.com.

10. Grant A, Anne W. The Nervous System In: Anatomy And Physiology In
Health An Illness 9th Edition.2001. London: Curchill Livingstone. P148-51.

Anda mungkin juga menyukai