Anda di halaman 1dari 546

ATRESIA ANI

Inervasi somatic dari m levator ani dan muscle complex berasal dari radix anterior
N sacralis III, V.
------------------------------------------------- RD - Collection 2002 --------------------------------------------- Embriologi
--
Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut.
Forgut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung
sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pancreas. Mid gut membentuk usus
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan
Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka,
membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm / analpit
muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL (
. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan
Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Soper 1975 memberikan
perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak
terminologi untuk atresia anorektal meliputi sebagian besar malformasi kongenital
tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal
dari daerah anorektal. Kanalis anal adalah merupakan bagian yang paling sempit
tetapi normal dari ampula rekti. Menurut definisi ini maka sambungan anorektal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi,
terletak pada permukaan atas dasar pelvis yang dikelilingi muskulus sfingter ani otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus
dan internus dapat tidak ada atau rudimenter .
eksternus. 2/3 bagian atas kanal ini derivat hindgut, sedang 1/3 bawah berkembang
dari anal pit. Penggabungan dari epitilium disini adalah derivat ectoderm dari anal
pit dan endoderm dari hindgut dan disinilah letak linea dentate. Garis ini adalah Patofisiologi
tempat anal membrana dan disini terjadi perubahan epitelium columner ke stratified Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
squamous cell. Pada bayi normal, susunan otot serang lintang yang berfungsi embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
membentuk bangunan seperti cerobong yang melekat pada os pubis, bagian bawah Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
sacrum dan bagian tengah pelvis. Kearah medial otot-otot ini membentuk diafragma segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin
yang melingkari rectum, menyusun kebawah sampai kulit perineum. Bagian atas akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya fese mengalir
bangunan cerobong ini dikenal sebagai m levator dan bagian terbawah adalah m kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya
sfingter externus. Pembagian secara lebih rinci, dari struktur cerobong ini adalah: m. akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90%
ischiococcygeus, illeococcygeus, pubococcygeus, puborectalis, deep external dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2
spincter externus dan superficial external sfingter. M sfingter externus merupakan biasanya letak tinggi , umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate.
serabut otot para sagital yang saling bertemu didepan dan dibelakang anus. Bagian (rektovesika) . pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis)
diantara m. levator dan sfingter externus disebut muscle complex atau vertikal
fiber Klasifikasi
Kanal anal dan rectum mendapat vaskularisasi dari arteria hemoroidalis superior,
MELBOURNE membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati
a hemoroidalis media dan a hemoroidalis inferior. Arteri hemoroidalis superior
ischii kelainan disebut :
merupakan akhir dari arteria mesenterika inferior dan melalui dinding posterior dari
rectum dan mensuplai dinding posterior, juga ke kanan dan ke kiri dinding pada  Letak tinggi  rectum berakir diatas m.levator ani (m.pubo coxigeus)
bagian tengah rectum, kemudian turun ke pectinate line. Arteria hemoroidalis media  Letak intermediet  akiran rectum terletak di m.levator ani
merupakan cabang dari arteria illiaca interna. Arteria hemoroidalis inferior cabang  Letak rendah  akhiran rectum berakhir bawah m.levator ani
dari arteri pudenda interna, ia berjalan di medial dan vertical untuk mensuplai
kanalis anal di bagian distal dari pectinate line. Inervasi para simpatis berasal dari
nervus sacralis III, V yang kemudian membentuk N Epiganti, memberikan cabang Etiologi
ke rectum dan berhubungan dengan pleksus Auerbach. Saraf ini berfungsi sebagai Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara
motor dinding usus dan inhibitor sfingter serta sensor distensi rectum. Persarafan embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau
simpatis berasal dari ganglion Lumbalis II, III, V dan pleksus para aurticus, mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada
kemudian membentuk pleksus hipogastricus kemudian turun sebagai N pre sacralis. atresia letak tinggi atau supra levator, septum urorectal turun secara tidak sempurna
Saraf ini berfungsi sebagai inhibitor dinding usus dan motor spingter internus. atau berhenti pada suatu tempat jalan penurunannya
sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi
kantong rectum dan pemotongan fistel .
Diagnosisis Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka
panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta
 Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir antisipasi trauma psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur dan
 Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula konsistensinya baik.
 Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rectum yang
Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan perineum yang teliti . radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh
karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak
PENA menggunakan cara sebagai berikut: adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
 Bayi LAKI-LAKI dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila : serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
 Fistel perianal (+) , bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan
atresia letak rendah  Minimal PSARP tanpa kolostomi ada tidaknya fistula.
 Mekoneum (+)  atresia letak tinggi  dilakukan kolostomi terlebih Leape(1987) menganjurkan pada :
dahulu dan 8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitive.  Atresia letak tinggi & intermediet  sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
------- Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram .Bila setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitive (PSARP)
 Akhiran rectum < 1 cm dari kulit  disebut letak rendah  Atresia letak rendah  perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
 Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi provokasi dengan stimulator otot untukidentifikasi batas otot sfingter ani
Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan ekternus,
rektoperinealis.  Bila terdapat fistula  cut back incicion
 Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana
 Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
 Fistel perineal (+)  minimal PSARP tanpa kolostomi.
 Fistel rektovaginal atau rektovestibuler  kolostomi terlebih dahulu. Pena secara tegas menjelaskan bahwa Atresia ani letak tinggi dan intermediet 
 Fistel (-)  invertrogram : dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi
- Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti definitive setelah 4 – 8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah
- Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu posterosagital anorectoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital
anorektoplasti
LEAPE (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,
vestibulum atau fistel perianal  Letak rendah . Bila Pada pemeriksaan Fistel (-) Teknik Operasi
 Letak tinggi atau rendah  Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan posisi
Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar ususterisis udara, pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan
dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical dengan  Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal
kepala dibawah) atau knee chest position (sujud)  bertujuan agar udara berkumpul dimple.
didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.
 Incisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti
2 cm didepanya
Penatalaksanaan  Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complek. Os
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus levator
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan dibelah tampak dinding belakang rectum
atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini  Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya .
banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.  Rektum ditarik melewati levator , muscle complek dan parasagital fiber
Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan  Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus
Perawatan Pasca Operasi PSARP
 Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama Skoring Klotz
8- 10 hari.
 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x VARIABEL KONDISI SKOR
sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan
sampai mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya . 1 Defekasi 1- 2 kali sehari 1
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk 2 hari sekali 1
3 – 5 kali sehari 2
UMUR UKURAN 3 hari sekali 2
> 4 hari sekali 3
1 – 4 Bulan # 12 2 Kembung Tidak pernah 1
4 – 12 bulan # 13 Kadang-kadang 2
8 – 12 bulan # 14 Terus menerus 3
1-3 tahun # 15 3 Konsistensi Normal 1
3 – 12 tahun # 16 Lembek 2
> 12 tahun # 17 Encer 3
4 Perasaan ingin BAB Terasa 1
FREKUENSI DILATASI Tidak terasa 3
Tiap 1 hari 1x dalam 1 bulan 5 Soiling Tidak pernah 1
Tiap 3 hari 1x dalam 1 bulan Terjadi bersama flatus 2
Tiap 1 minggu 2 x dal;am 1 bulan Terus menerus 3
Tiap 1 minggu 1x dalam 1 bulan 6 Kemampuan menahan feses yang > 1 menit 1
Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan akan keluar < 1 menit 2
Tidak bisa menahan 3
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan sertsa tidak ada 7 Komplikasi Tidak ada 1
rasa nyeri dilakukan 2x selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara Komplikasi minor 2
bertahap frekuensi diturunkan. Komplikasi mayor 3

Penilaian hasil skoring :


Nilai scoring 7 – 21  7 = Sangat baik
8 – 10 = Baik
11–13 = Cukup
> 14 = Kurang
letak rendah disebut juga infralevator. Klasifikasi internasional mempunyai arti
penting dalam penatalaksanaan kelainan anorektal.
ATRESIANI DG FISTULA REKTOVESTIBULARIS Klinis dan Diagnosis
Djoko Budiono Anamnesis penderita biasanya datang dengan keluhan tidak mempunyai anus.
Keluhan lain dapat berupa gangguan saluran pencernaan bagian bawah, tidak bisa
Atresiani termasuk kelainan kongeniatal yang cukup sering dijumpai, menunjukkan buang air besar, perut kembung atau bisa buang air besar tidak melewati anus
suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Frekuensi normal, kadang-kadang mengeluarkan feses bercampur urine.
seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, Pada pemeriksaan klinis tidak di dapat anus normal, atau perineal abnormal, distensi
sedangkan atresiani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus abdomen terjadi cepat dalam 8-24 jam bila tidak terdapat fistula (Groff, 1975 ;
Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna, sedangkan Bisset, 1977 ; Filston, 1986 ). Pada atreasiani letak tinggi, bagian distal rectum dan
pada negro bantu frekuensi paling rendah . anus tidak berkembang, pada wanita biasanya terdapat fistula bagian atas vagina,
Secara embriologis atresiani terjadi akibat gangguan perkembangan pada minggu 4- kadang –kadang langsung ke vesika urinaria, sedang pada laki-laki biasanya fistula
6 kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum urorectal yang ke vesika urinaria atau uretra, sehingga pengeluaran urine bercampur feses. Pada
menyebabkan yang menyebabkan kelainan atresiani letak tinggi, dan gangguan atresiani letak rendah orifisium ani ektopik atau fistula bisa di dapat di sebelah
perkembangan proktodeum dengan lipatan genital yang menyebabkan letak anterior dari posisi normal, pada laki-laki fistula sering terdapat sepanjang raphe
atreasiani letak rendah. Pada letak tinggi otot levatorani pertumbuhannya abnormal, sekrotalis, sedangkan pada wanita orifisium ani ektopik terdapat pada perineum,
sedang otot sefingterani eksterna dan interna dapat tidak ada atau rudimenter. vestibulum, atau bagian bawah vagina (De Lorimier, 1981 ; Filston, 1986 ; Goligher
cit. Amri & Soedarno, 1988).
Definisi Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen pelvis lateral metoda wangensten &
Rice digunakan untuk menentukan jarak antarakantong rectum yang buntu dengan
Atreasiani atau anus imperforata, dalam kepustakaan banyak disebut sebagai anal dimple. Udara secara normal akan mencapai rektum 18-24 jam sesudah lahir,
malforasi anorectal atau anomali anorectal, adalah suatu kelainan kongenital sehingga foto dapat dibuat sesudah waktu tersebut (Groff, 1975 ; Filston, 1986 ;
yang menunjukkan keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Spitz, 1990). Metoda foto rongten yang lebih disukai adalah invertogram dengan
Keadaan ini disebabkan oleh karena gangguan perkembangan embrional berupa posisi pronas, paha semifleksi, sinar X dipusatkan pada trokhanter mayor femur
tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan bagian bawah, yaitu gangguan (Spitz, 1990). Kelainan anorektal yang disertai fistula, dilakukan pemeriksaan
pertumbuhan septum urorectal, dimana tidak terjadi perforasi membran yang fistulografi (Filston, 1986). Groff (1975) menyarankan pemeriksaan IVP pada
memisahkan bagian entodermal dengan bagian ektodermal. penderita anus imperforata, tetapi bukan prosedur sebagai gawat darurat.
Chystourethrografi menunjukkan fistula rektourinaria pada penderita laki-laki yang
Klasifikasi sangat berguna bila lesi meragukan (De Lorimer, 1981 ; Spitz 1990). Radiografi
Terdapat bemacam – macam klasifikasi kelainan anorektal menurut beberapa kontras dengan injeksi kontras larut air kedalam kantong distal melalui perineum
penulis. Menurut Ladd & Gross cit Prasadio et al (1988) terdapat 4 tipe : dibawah kontrol fluoroskopi akan memberikan informasi dan penentuan yang akurat
 Tipe I stenosi ani kongenital. apakah usus melalui penggantung puborektal atau tidak (filston, 1986 ; Spitz, 1990).
 Tipe II anus imperforata membranase, USG dapat menentukan secara akurat jarak antara anal dimple dan kantong rektum
 Tipe III anus imperforata, yang buntu. Pemeriksaan CT Scan dapat menentukan anatomi yang jelas otot-otot
 Tipe IV atresia recti. sfingterani dalam hubungannya dengan usus dan jumlah massa yang ada.
Klasifikasi ini sekarang sudah ditinggalkan. Pemeriksaan ini berguna untuk rencana preoperatif dan memperkirakan prognosis
penderita (Kohda et al 1985 ; Smith 1990).
Menurut Wingspread cit Prasadio et al (1988), bila bayangan udara pada ujung
rectum dari foto di bawah garis puboischias adalah tipe rendah, bila bayangan udara Penatalaksanaan
diatas garis pubococcygeus adalah tipe tinggi dan bila bayangan udara diantara garis Pada kelainan anorektal letak rendah, penderita laki-laki dilakukan anoplasti
puboischias dan garis pubococcygeus adalah tipe intermediet. Klasifikasi yang perineal dengan prosedur V- Y plasti, sedang untuk wanita dilakukan “cut back”
sering digunakan adalah klasifikasi internasional tahun 1970 (Amri & Soedarno, atau prosedur V-Y seperti laki-laki. Bila fistula cukup adekuat maka tindakan
1988 ; Spitz, 1990). Yaitu kelainan anorektal letak tinggi, intermediet dan letak anoplasti dapat ditunda menurut keinginan (Bisset 1977 ; Filston 1986 ; Spitz 1990).
rendah. Kelainan letak tinggi disebut juga supralevator, kelainan intermediet dan
Pada kelainan anorektal letak tinggi atau intermediet, setelah diagnosis ditegakkan,
segera dilakukan kolostomi selanjutnya dibuatkan lopogram untuk mengetahui macam
fistula.
Menurut De Lorimer (1981) dan Spitz (1990) kolostomi dilakukan pada kolon
sigmoid, sedangkan Spitz (1990) mengatakan kolostomi dilakukan pada kolon
tranversum dekstra dengan keuntungan kolon kiri bebas, sehingga tidak
terkontaminasi bila dilakukan “Pull Ttrogh”. Tindakan definitif dapat menunggu
sampai beberapa minggu – bulan (Bisset 1977 ; Splitz 1990), sedangkan Goligher
cit Amri & Soedarno (1988 ) menyatakan tindakan definitif dilakukan setelah
penderita berumur 6 bulan – 2 tahun atau berat badan minimal 10 kg. Tindakan
definitif dilakukan dengan prosedur “Pull Through” sakroperineal dan abdomino
perineal, serta posterior sagital anorektoplasti (PSARP) (De Lorimer, 1981 ; Spitz,
1990). Jorge et al (1987) menyatakan bahwa PSARP dapat digunakan untuk
penderita dewasa terpilih untuk mendapatkan kontinensia fekal terbaik sesudah
operasi. Sedangkan Iwai et al (1988) mendapatkan kontinensia fekal dan fungsi
seksual yang baikdengan tindakan abdominoperineal rektoplasti.

Prognosis
Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki dengan pembedahan
melalui perineum dan prognosis baik untuk kontinensia fekal. Sedangkan kelainan
anorektal letak tinggi diperbaiki dengan pembedahan sakroperineal atau
abdominoperineal, pada kelainan ini sfingterani eksternus tidak memadai dan tidak
ada sfingter ani internus, maka kontinensia fekal tergantung fungsi otot puborektalis
(DeLorimer 1981 ; Iwai et al 1988). Ong dan Beasley (1990) mendapatkan
perjalanan klinis jangka panjang dari kelainan anorektal letak rendah yang dilakukan
operasi perineal lebih dari 90% penderita mencapai kontrol anorektal yang secara
sosial dapat diterima. Insidensi “soiling” pada penderita umur lebih 10 tahun lebih
rendah dari penderita yang lebih muda. Insidensi “Smearing” atau Stainning” tidak
mengurang dengan bertambahnya usia. Pada kelainan anorektal letak tinggi hasilnya
hanya 1/3 yang benar-benar bagus, 1/3 lagi dapat mengontrol kontinensia fekal.
Pada wanita hasilnya lebih baik daripada laki-laki karena pada wanita lesi seringkali
intermediet. Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat dikerjakan
melalui perineum tanpa membuka abdomen (Smith, 1990). Beberapa penderita
dengan kelainan anorektal letak tinggi mempunyai masalah-masalah kontinensia bila
dilakukan pembedahan dibanding letak rendah.
1.agenesis ani
laki-laki tanpa fistula, agenesis anal
laki-laki dengan fistula rektobulbar

Catatan atresia ani ------- RD - Collection 2002


perempuan tanpa fistula agenesis anal
perempuan dengan fistula agenesis anal
- rektovaginall rendah
- rektovestibular
Klasifikasi 2. stenosis anorektal
Klasifikasi atresia ani pertama kali dilakukan oleh Bell tahun 1787, kemudian pada
tahun 1834 Amussat mendiskripsikan lima tipe kelainan. Belum terdapat klasifikasi Kelainan letak tinggi (supralevator)
yang sistematik hingga tahun 1860 saat Bodenhamer menjelaskan penelitiannya 1. Agenesis anorektal
pada 287 kasus post mortem, klasifikasi ini diperkuat oleh Ball tahun 1887 yang laki-laki tanpa fistula agenesisanorektal
membagi anarektal anomali menjadi sembilan tipe. Klasifikasi berdasarkan laki-laki denganfistula
embriologi dipakai oleh Wood-Jones tahun 1904 dan Arthur Keith tahun 1908 yang - rektouretral
melakukan penelitian pada 79 kasus di London tetapi penelitian ini kemudian - rektovesikal
didukung juga dengan penemuan klinis. Penelitian lanjutan di Inggris yang perempuan tanpa fistula agenesis anorektal
dilakukan oleh Wood-Jones (1904) dan Keith (1906) mengklasifikasikan perempuan dengan fistula
berdasarkan konsep agenesis anorektal dan membagi anomali menjadi letak tinggi - rektokloaka
atau rendah berdasarkan apakah usus turun di bawah levator ani atau tidak. - rektovaginall
Pada tahun 1970 beberapa ahlibedah melakukan pertemuan di Melbourne dan - rektovesikal
menghasilkan kesepakatan tentang klasifikasi Internasional berdasarkan letak 2. Atresia rekti
kelainan dibagi menjadi letak tinggi, intermediet dan rendah, tergantung letak Kelainan lain yang tidak khas
kelainan apakah diatas, tepat atau dobawah otot levator ani. Klasifikasi Melbourne 1. imperfarus membrane ani
membagi atresia ani menjadi tiga bagian berdasar pemeriksaan radiologi. Garis yang 2. –stenosis ani yang tertutup
menentukan letak ketinggian adalah garis pubococcygeus (PC) serta garis sejajar -stenosis membrane ani
dibawahnya yang melewati proyeksi tulang Ischium (I). Atresia ani dikatakan letak 3. fissure vesikointestinal(ekstrofia kloaka)
tinggi bila akhiran rektum berada diatas garis PC dan dikatakan rendah bila akhiran 4. Duplikasi anus, rektum dan traktus genitor urinaria
rektum berada dibawah garis I, sedang bila berada diantara kedua garis tersebut 5. kombinasi kelainan
adalah atresia ani intermediet. 6. perineal groove
7. kanalis perineal
Klasifikasi Internasional anomali anorektal.
Klasifikasi lain yang dikenal dengan klasifikasi Wingspread ditetapkan oleh para
Kelainan letak rendah (infra-levator) ahli bedah anak pada tahun 1984, memberikan klasifikasi yang lebih sederhana dan
1.daerah anal normal membagi anomali anorektal berdasarkan aspek visceral, sfingter dan perineal
menutupi anus lengkap menjadi kelainan letak tinggi, intermediet dan rendah.
Stenosis ani
2. daerah perinel Klasifikasi Wingspread
anus di perinel anterior
fistula anokutan (menutupi anus tak lengkap) Perempuan Laki-laki
3. daerah valvulaar Letak tinggi: Letak tinggi:
anus vestibular Agenesis anorektal: Agenesis anorektal:
fistula anovestibular - dengan fistula rekto vagina - dengan fistula rekto vagina
fistula anovalular - tanpa fistula rekto vagina - tanpa fistula rekto vagina
Atresia rektal Atresia rektal
Kelainan intermediet (translevator) Malformasi kloaka
Intermediet ; Intermediet ;
Fistula rekto vestibuler Fistula rekto vestibuler
Fistula rektovaginal Fistula rektovaginal
Agenesis ani tanpa fistula Agenesis ani tanpa fistula
Letak rendah Letak rendah
Fistula anovestubular Fistula anokutaneus
Fistula anokutaneus Stenosis ani
Stenosis ani Malformasi lain (jarang)
Malformasi lain (jarang)

Klasifikasi yang sekarang digunakan adalah klasifikasi Pena yang membagi


malformasi anorektal menjadi dua, berdasarkan akhiran rektum dengan anal
dimple/marker/petanda yaitu letak tinggi dan letak rendah. Disebut kelainan letak
rendah bila jarak akhiran rektum dan kulit kurang dari 1 cm, sedangkan kelainan
letak tinggi bila jarak akhiran rektum dan kulit lebih dari 1 cm, letak intermediet
masuk dalam letak tinggi.

Alogaritma Pena

Klasifikasi Broadly tahun 1989 membagi atresia ani menjadi letak tinggi dan
rendah. Dikatakan tinggi bila akhiran rektum terletak diatas otot levator atau tepat
pada ototnya. Akhiran rektum bisa berakhir sebagai fistula, pada laki-laki sering
sebagai fistula rektouretra yang bermuara pada uretra pars protatika. Sedang pada
perempuan sering didapatkan fistula rektovaginal.
Pena menyatakan bahwa atresia ani mempunyai dampak yang luas, klasifikasi
atresia ani terdahulu yaitu atresia ani letak tinggi, intermediet dan rendah tidak
mempunyai nilai prognosis dan terapitis, bahkan cukup rumit untuk dipelajari.
Sehingga Pena membuat klasifikasi yang lebih sederhana sebagai berikut:

Klasifikasi Pena

Jenis kelamin malformasi Perlu kolostomi atau tidak


Laki-laki a. fistula kutaneus/perineal Tidak
b. fistula rekto uretra Ya
c. fistula rekto bulbar Ya
d. fistula rekto prostaika Ya
e. fistula rekto vesika Ya kelainan hipomotilitas usus yang menetap hal ini akan menyebabkan konstipasi
f. anorektal agenesis tanpa Ya dikemudian hari.
fistula
g. atresia rekti Ya Soewarno (1992) menganjurkan double barrel tranversocolostomy dextra untuk
Perempuan a. fistula kutaneus/perineal Tidak tujuan dekompresi dan diversi, keuntungan prosedur diatas adalah sebagai berikut:
b. Fistula rekto vestibuler Ya 1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebas dan pada saat tindakan definitif tidak
c. Anorektal agenesis tanpa Ya menimbulkan kesulitan
fistula 2. Tidak terlalu sulit dikerjakan pada waktu singkat
d. Atresia rekti Ya 3. Stoma distal dapat berlaku sebagai muara pelepas secret kolon distal
e. Persisten kloaka Ya 4. Feses kolon kanan relatif tidak berbau dibanding kolon kiri oleh karena
pembusukan feses
5. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantung rektum yang buntu
Penatalaksanaan
Berdasarkan alogaritma penegakan atresia ani dari Pena, penatalaksanaan awal Posterosagittal anorectoplasty
tergantung dari jenis kelainan, letak dan ada tidaknya fistula. Ada beberapa macam Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini
metoda operasi yaitu abdomino-perineal pullthrough, perineal, sakroperineal dan memberikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula
posterosagital anorectoplasty. Penatalaksanaan atresia ani yang sekarang banyak rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar pelvis, sling
dilakukan adalah metoda posterosagital anorectoplasty. Pena menganjurkan dan sfingter. Macam PSARP adalah minimal, limited dan full PSARP.
penanganan disesuaikan dengan alogaritma yang ada. Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis, pengalaman di
Jogjakarta lutut diarahkan ke lateral (tiger position) sehingga ekspose daerah
Kolostomi operasi akan lebih mudah. Dengan bantuan stimulator dilakukan identifikasi anal
Kolostomi desenden seperti yang dianjurkan Pena (2000) merupakan prosedur yang dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter
ideal untuk pelaksanaan atresia ani. Tindakan kolostomi merupaka upaya dekompresi, eksterna sampai ke depan kurang lebih 2 cm. insisi diperdalam dengan membuka
deversi sebagai proteksi terhadap penatalaksanaan atresia ani sampai tahap akhir. subkutis, lemak, parasagital fibre dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah
Tindakan kolostomi ini juga memungkinkan dilakukannya prosedur kolostogram distal sehingga tampak otot levator, otot levator dibelah sehingga tampak dinding
yang merupakan prosedur diagnostik akurat untuk memberikan gambaran anatomi belakang rektum. Rektum dibebaskan dari dinding belakang dan jika ada fistula
secara lengkap terhadap kelainan ini. dibebaskan juga, rektum dipisahkan dengan vagina yang dibatasi oleh. Dengan
Menurut Pena dilakukannya pebaikan atresia ani tanpa dilakukan kolostomi terlebih jahitan rektum ditarik melewati otot
dahulu akan meningkatkan risiko infeksi dan tidak dapat menggambarkan anatomi levator, muscle complex dan parasagittal fibre kemudian dilakukan anoplasty dan
secara lengkap. Infeksi dan dehisensi masih merupakan komplikasi yang serius dijaga agar tidak tegang.
terhadap mekanisme konstinensi. Kolostomi desenden mempunyai beberapa Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical
keuntungan dibanding dengan kolostomi kanan atau transversum. Bagian dari fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum
kolostomi akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan. dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited
Dengan kolostomi desenden maka segmen yang mengalami disfungsi akan lebih PSARP yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex
kecil. Atropi dari segmen distal akan berakibat terjadinya diare cair sampai beberapa serta tidak membelah tulang cocccygeus. Yang penting adalah deseksi rektum agar
periode setelah dilakukan penutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan tidak merusak vagina.
melakukan kolostomi desenden. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah Masing masing jenis prosedur mempunyai indikasi yang berbeda. Minimal PSARP
dilakukan jika kolostomi terletak di bagian kolon desenden. Pada kasus dengan dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal membrane, bucket handle dan
fistula urorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk kolostomi distal akan atresia ani tanpa fistula yang akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit. Limited
keluar melalui stoma bagian distal tanpa adanya absorbsi. Bila stoma terletak di PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistula rektovestibuler. Full PSARP
kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan dilakukan pada atresia ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram gambaran
meningkatkan risiko terjadinya asidosis metabolik. Loop kolostomi akan akhiran rektum lebih 1 cm dari kulit, pada fistula rektovaginalis, fistula
menyebabkan aliran urin dari stoma proksimal ke distal usus dan terjadi infeksi rektouretralis, atresia rektum dan stenosis rektum.
saluran kencing serta pelebaran distal rektum. Distensi rektum yang lama akan
menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversibel yang dapat disertai dengan
GASTROSCHISIS
Permulaannya, embrio sejajar rata dengan cincin umbilicus, yang ditandai secara
histology dengan hubungan epitel silinder dari epiblast (ektoderm) dan epitel kubus
------------------------------------------------- RD - Collection 2002 --------------------------------------------- epitel dari amnion. Embrio terdiri dari dua lapis, epiblast (ektoderm) yang akan
-- menjadi salah satu neuroektoderm atau epitel permukaan, dan hipoblast, yang
menjadi epitel dalam dari organ dalam perut. Pembentukan dari lapisan germinal
yang ketiga (mesoblast) muncul seiring dengan perubahan bentuk dari embrio.
Kelainan dinding perut merupakan kecacatan yang relatif sering, muncul kira-kira 1 Pemanjangan dari disk embrio dan pelengkungan longitudinal dan lateral terbentuk
dalam 2.000 kelahiran hidup. Pemeriksaan dinding depan abdomen dan penempelan silinder sehingga calon bentuk tubuh dapat dikenali.
tali pusat sangat dianjurkan di semua pemeriksaan USG pada trimester kedua dan Singkatnya embrio manusia berbentuk disk yang terdiri dari dua lapisan. Ini
ketiga. Dua kelainan yang tersering adalah gastroschisis dan omphalocele membutuhkan lapisan sel yang ketiga yang tumbuh diatas cincin umbilicus dan
Omphalocelle oleh Ambrois Pare (1510-1590) dilaporkan sebagai keadaan yang menjadi silinder dengan memanjang dan melekuk ke dalam. Lipatan dari tubuh
serius yang membutuhkan perhatian yang khusus karena prognosisnya yang jelek. (cephalic, caudal, lateral) bertemu ditengah embrio dimana amnion tertanam dalam
Sampai satu abad terakhir saat keberhasilan pertama dilaporkan dengan repair secara yolk sak. Kecacatan perkembangan pada titik ini menyebabkan berbagai macam
primer pada omphalocele. Pada abad ke sembilanbelas terminologi gastroschisis / kelainan dinding abdomen. Pada minggu keenam, pertumbuhan yang cepat dari
belly cleft pertama kali digunakan dan dipisahkan dari exomphalos, Moore dan midgut menyebabkan hernia fisiologis dari usus melalui cincin umblilikus. Usus
Strokes menyatakan bahwa terminologi gastroschisis disediakan untuk kelainan akan kembali kedalam kavum abdomen pada minggu kesepuluh, dan rotasi dan
defek dinding abdomen yang mempunyai penempelan tali pusat yang normal, tidak fiksasi dari usus timbul. Proses ini tidak terjadi pada bayi dengan gastroschisis atau
adanya kantong yang melindungi organ intra abdomen. Gastroschisis adalah omphalocele, menyebabkan peningkatan resiko volvulus midgut. (Moore, 1998)
penonjolan dari isi abdomen biasanya melibatkan usus dan lambung melalui Kemungkinan penjelasan secara embriologi dari kelainan dinding abdomen pada
lubang atau defek pada dinding abdomen disebelah kanan tali pusar. gastroschisis termasuk berikut ini.
Omphalocele defek pada dinding abdomen terletak ditengah, isi abdomen yang Kecacatan perkembangan jaringan mesenkimal pada tubuh yang terletak pada
keluar ditutupi oleh lapisan. Omphalocele biasanya berhubungan dengan kelainan pertemuan dinding abdomen yang mungkin pecah dengan meningkatnya
kromosom atau kelainan jantung sedangkan bayi dengan gastroschisis jarang tekanan abdomen.
ditemukan dengan kelainan tersebut kecuali adanya atresia usus. Nama lain : Involusi yang abnormal dari vena umbilikalis kanan atau kecelakaan pembuluh
Paraomphalocele, Laparoschisis, abdominoschisis darah melibatkan arteri omphalomesenteric menyebabkan kelemahan dinding
abdomen lokal yang kemudian pecah.
Pecahnya omphalocele kecil yang kantongnya diserap dan tumbuhya jembatan
Epidemiologi kulit antara defek dinding abdomen dan tali pusar telah ditemukan dalam USG
Dalam suatu penelitian di California menunjukan bahwa adanya kelainan ini prenatal secara berurutan. (Glasser, 2003)
berhubungan dengan kehamilan pada wanita muda, status sosial ekonomi rendah dan
kehidupan sosial yang tidak stabil. Penggunaan aspirin, ibuprofen, dan
pseudoephedrine pada kehamilan trimester pertama dihubungkan dengan
peningkatan resiko gastroschisis mendukung teori kerusakan pembuluh darah
Genetika
sebagai penyebabnya. Rokok, alkohol, dan obat-obat penenang memberikan Gastroschisis mempunyai data empiris yang rendah 3,5% tentang kemungkinan
kenaikan resiko malformasi. Penelitian epidemologi di eropa juga menunjukan timbulnya kejadian berulang pada saudara kandung. Sampai sekarang tercatat tujuh
peningkatan resiko terjadinya gastroschisis sampai 11 kali pada ibu dibawah umur kasus yang dipublikasikan adanya kejadian berulang pada suatu keluarga. Pada
20 tahun. Kelainan kromosom dan anomali lain sangat jarang ditemukan pada keluarga ini muncul pada saudara kandung, saudara satu orang tua, sepupu pertama,
gastroschisis, kecuali adanya atresia intestinal. Bayi dengan gastroschisis biasanya sepupu kedua, paman dan keponakannya. Dalam keluarga ini semua yang terlibat
kecil untuk masa kehamilannya. (Aschraft, 2000) berhubungan darah dari ibu. Ada juga keluarga yang mengalami kelainan oleh
saudara kandung dan satu kasus lagi yang dialami dua saudara yang satu ayah. Dari
pengalaman mereka ini merupakan kasus pertama yang muncul pada saudara
Embrologi kandung seayah. Setelah semua kasus yang dilaporkan tersebut melalui jalur
Pertumbuhan janin dan pembentukannya diatur oleh proses spesifik pada waktu dan maternal, satu melalui paternal yang menyebabkan ahli berspekulasi adanya jejak
tempat yang tepat. Percepatan pertumbuhan yang sering diikuti oleh perlambatan. genetik yang berperan dalam penyakit ini. Tetapi obsevasi yang dilakukan tidak
Diferensiasi seluler, proliferasi, migrasi, dan deposisi terlibat dalam pembentukan menunjukan hal yang sama.
jaringan baru.
Dari kasus-kasus tersebut kita menegakan diagnosis dengan USG, dan membedakan Klinis perbandingan antara Omphalocele Gastroschisis
antara gastroschisis dengan omphalocele melalui letak masuknya tali pusat, adanya Faktor Omphalocele Gastroschisis
lapisan penutup, dan organ apa yang keluar melalui defek. Dengan keakuratan
mendekati 100%. Pembedaan ini sangat penting pada kehamilan dini karena Lokasi Cincin umbilicus Samping umbilikus
seringnya ditemukan kelainan lainnya dan kelainan kromosom pada omphalocele Defek
Besar (2-10 cm) Kecil (2-4 cm)
Jadi dari penelitian ini dapat disimpulkan adanya kemungkinan kejadian dalam ukuran
keluarga yang rendah 3,5%, jalur transmisi penyakit ini secara signifikan dapat Tali pusat Menempel pada kantong Normal
terjadi melalui kedua jalur baik maternal maupun paternal. Pemeriksaan USG pada
keluarga penderita diindikasikan sebagai diagnosis dini. (Maness, Phillips, & Cohen, Kantong Ada Tidak
1994) Isi Hepar, usus. Usus, gonad.

Diagnosis Usus Normal Kusut , meradang


Sekitar minggu ke 16 dari kehamilan, bisa dilakukan pemeriksaan protein yang Malrotasi Ada Ada
disebut alphafetoprotein (AFP). Bila mana hasilnya tidak normal atau tinggi maka Abdomen
Ada Ada
dokter spesialis kandungan biasanya akan melakukan pemeriksaan ultrasonografi kecil
USG. USG akan menunjukan adanya kelainan dibagian luar perut bayi. Biasanya Fungsi
dokter akan melihat adanya usus diluar perut bayi, melayang di cairan amnion. AFP Normal Fungsi menurun pada awal
Intestinal
sendiri bermanfaat pada trimester kedua kehamilan. Ini berguna untuk kelainan
omphalocele maupun gastroschisis yang secara statistik kadar AFP gastroschisis Tidak biasa kecuali atresia
Anomali lain Sering (30-70%)
lebih besar daripada omphalocele. Serum kehamilan yang lain seperti estriol dan usus.
Human Chorionic Gonadotropin, tidak terbukti berguna secara klinik American Pediatric Surgical Association, 2004
Pada masa kehamilan awal ibu tidak akan merasakan kelainan atau kejanggalan
dalam kehamilannya saat mereka mengandung bayi dengan gastroschisis. Liver hampir tidak pernah berada diluar abdomen hanya lambung, usus halus, dan
Pemeriksaan tambahan biasanya tidak dilakukan karena keadaan ini tidak usus besar yang biasanya diluar. Usus mungkin terjadi perforasi pada 5% penderita.
berhubungan dengan kelainan janin lainnya. Kadang-kadang janin mengalami Biasanya ovarium dan tuba falopii pada perempuan dan undescesus testis pada laki-
obstruksi usus sebagai konsekuensi dari gastroschisis. Bayi dengan gastroschisis laki berada diluar. Ruangan cavum abdomen biasanya kecil. Kedua jenis kelamin
diawasi secara hati-hati dengan USG untuk memastikan apakah pertumbuhannya terkena secara sama. Ibu yang umur belasan sekitar 25%. Sekitar 40% mereka
cukup saat didalam uterus dan memeriksa kerusakan pada ususnya. Kerusakan usus prematur atau kecil untuk masa kehamilan. Bayi dengan gastroschisis biasanya
dapat diakibatkan oleh pemaparan cairan amnion atau karena kerusakan pembuluh mempunyai malrotasi dan kira-kira 23%mempunyai atresia usus atau stenosis.
darah pada usus yang terbuka. Interval dari pemeriksaan USG serial ini tergantung (Stovroff dan Teague, 2003) Begitu dilahirkan bayi dengan gastroschisis akan
dari keadaan kehamilan dan janin. (UCSF, 2002) mengalami problem yang sangat serius karena usus yang terpapar. Suhu yang
menurun, kehilangan cairan, dan infeksi merupakan masalah utama yang mesti
Gambaran klinis dihindar. Biasanya digunakan plastik steril untuk memasukan usus. ( BMS, 2004)
Defek biasanya hampir sama bentuk dan ukuran dan tempatnya, 5cm vertikal,
Penatalaksanaan
dan pada 95% kasus ditemukan defek disebelah kanan umbilicus
Adanya inflamasi yang luas dari usus yang menjadikan pembengkakan usus dan
kekakuan sangat mengganggu masuknya usus dan penutupan dinding abdomen. Bila usus atau organ intra abdomen terletak diluar abdomen, maka ini akan
Inflamasi juga mengubah bentuk dari usus yang menjadikan kesulitan dalam meningkatkan resiko kerusakan bila melewati kelahiran normal. Banyak ahli
menentukan apakah ada atresia dari usus. menganjurkan diberlakukan seksio sesaria untuk semua kasus gastroschisis dan
Bila usus bisa masuk ke cavum abdomen, inflamasi akan menurun, usus omphalocele. Pada kenyataan adanya resiko kehamilan normal hanyalah teori, dan
melunak, dan bentuk kembali ke normal. Koreksi untuk atresia usus sampai saat persalinan pervaginam tidak meningkatkan resiko komplikasinya. Atas dasar alasan
ini masih lebih baik dengan penundaan, biasanya 3 minggu setelah operasi tersebut beberapa ahli merekomendasikan persalinan normal. Kecuali ada alasan
pertama. dari bagian obstetrik untuk dilakukan seksio sesaria.
Kelainan fungsi dari usus membutuhkan waktu lama sampai normal, dari 6
minggu sampai beberapa bulan.
Selama dalam uterus janin dengan gastroschisis akan terlindung baik dari trauma Pada tahun 1969, Allen and Wrenn melakukan modifikasi pada tehnik Schuster’s
dan komplikasi. Setelah lahir usus yang terpapar harus dilindungi dari trauma, untuk penanganan gastroschisis. Lembaran Silastic dijahitkan pada defek dinding
infeksi, dan dehidrasi, kemudian bayi baru dapat dibawa secara aman ke rumah sakit abdomen luas seluruh ketebalannya dan menutupi seluruh usus yang keluar, reduksi
rujukan setelah prosedur tersebut dijalankan. Bila diagnosis sudah dapat ditegakan dipermudah dengan peregangan otot abdomen, mengosongkan lambung dan
dalam kandungan, sangatlah beralasan bila kelahiran dilakukan di rumah sakit pusat kandung kemih, mengosongkan kolon secara manual.
rujukan Faktor utama untuk mereduksi isi abdomen yang keluar adalah menurunkan
Satu hal yang paling diperhatikan dalam gastroschisis adalah usus yang menjadi peradangan intestinal, yang menyebabkan perubahan dari kaku, menggumpal,
sangat rusak karena terpapar, yang fungsinya juga sangat menurun dan bayi akan menjadi lunak , lentur yang nanti akan menyelinap masuk ke rongga abdomen.
mengalami perawatan di ruang intensif untuk waktu yang sangat lama. Seperti Penutupan yang terlalu kencang dari dinding abdomen harus dihindari, bila melewati
diketahui bayi dengan gastroschisis mempunyai usus yang sangat rusak, tebal, kaku, batas diafragma akan menyebabkan peningkatan tekanan inspirasi untuk
dan mengelupas. Salah satu teori dari kerak ini adalah ( pada kenyataannya beberapa mengkompensasi peningkatan tahanan jalan nafas. Pada umumnya, tekanan puncak
bayi sedikit atau tidak mempunyai kerak yang mengelupas ini.) disebabkan karena inspirasi PIPs, lebih tinggi dari 25 mmHg harus dihindari, High-frequency
lamanya usus terpapar oleh cairan amnion menyebabkan kerusakan yang progresif. oscillatory merupakan alternatif untuk ventilasi konvensional bila tekanan intra
Dalam lain kata membatasi waktu pemaparan usus oleh cairan amnion ( atau abdomen mulai naik. Sebagai tambahan , penutupan yang terlalu kencang
mengencerkan cairan tersebut dengan cairan saline steril ke dalam rahim) secara menghalangi venous return ke jantung, mengurangi cardiac output dan menurunkan
teori dapat menurunkan terjadinya kerusakan pada usus. aliran darah ginjal dan laju filtrasi ginjal. Trombosis vena renalis dan gagal ginjal
mungkin terjadi. Hilangnya aliran darah mesenterika akan meningkatkan
Pre operatif berkembangnya NEC.
Segera diberikan cairan melalui jalur vena. Daerah luas pada usus yang terpapar Untuk menghindari masalah ini, dipakai tehnik untuk memonitor CVP central
menyebabkan kehilangan cairan dan panas yang cepat dengan konsekuensi adanya venous pressure (CVP), tekanan intra abdomen, tekanan intra vesika, dan tekanan
sok hipovolemik dan hipotermi. Kebanyakan bayi telah mengalami banyak dalam gaster ( yang tidak boleh lebih dari 20 cm air )
kerusakan iskemi jaringan pada organ tubuhnya karena defisit perfusi. Pemberian (Glasser, 2003)
cairan 20 ml/kg segera diberikan setelah terpasang jalur intravena. Resusitasi hanya
menggunakan D5/RL atau D5/RL ditambah albumin . pemberian cepat setara Tehnik operasi
dengan tiga sampai empat kali kecepatan cairan rumatan harus dipastikan sampai Bayi diletakan pada pada meja operasi dengan penghangat dalam stadium anastesi
produksi urin mencapai 1,5 sampai 2 ml/kg/jam atau 40 ml/kg/hr. terintubasi. Antiseptic medan operasi dengan povidone iodine. Kemudian daerah
Usus yang terpapar harus dilindungi dengan kasa lembut mengandung NaCl dengan yang telah di antisepsis ditutup dengan kasa steril diatas abdomen. Asisten
sedikit larutan antiseptik. Kemudian usus harus dijaga agar usus tidak melipat diatas melakukan irigasi melalui rektum dengan kateter besar dengan larutan hangat
tepi defek sehingga arteri mesenterika tidak terjepit. Bila defek kecil dan arteri dengan 1% asetillsitein. Keteter dibimbing melalui usus sampai semua mekonium
mesenterika terjepit maka dilebarkan sampai di tengah 1-2 cm untuk melebarkan keluar.
defek dan membebaskan jepitan. Lindungi usus dengan kasa gulung yang lembut Prosedur ini dilanjutkan dengan dekompresi lambung dan duodenum dengan pipa
beberapa kali diakhiri dengan ikatan angka delapan akan menjaga usus adekuat. orogastrik. Ini akan mengurangi ukuran usus yang akan dimasukan kedalam kavum
Bayi kemudian ditempatkan pada kantong plastik dengan kepala diluar untuk abdomen. Usus dan dinding abdomen sekali lagi di antisepsi dengan povidon iodine,
mengurangi kehilangan cairan ke udara luar. kasa steril diganti dengan yang baru. Pembuluh darah umbilical dan urakus biasanya
Segera diberikan antibiotik spectrum luas, pemasangan selang orogastrik untuk terletak dibawah kulit jauh dari defek. Bila defek di abdomen keberukuran kecil
dekompresi dan mencegah pnemonia aspirasi. Usaha luar biasa dibutuhkan untuk maka diperlebar dengan irisan ke atas kearah xipoid dan ke bawah kearah pubis.
menjaga temperatur tubuh normal saat resusitasi dan transport. Alat transport yang Kulit tidak boleh dipisahkan dari tepi defek untuk saat ini, karena masih mungkin
baik harus diusahakan. Bila kanulasi intravena mengalami kesulitan maka segera untuk menggunakan kantung silo.
dikirim tanpa menunggu. ( Filston & Izant, 1985) Dinding abdomen diregangkan. Jari salah satu tangan diletakan pada dinding
posterior abdomen sedangakan jari tangan yang lain menekan dengan konstan
Operasi pada gastroschisis bertujuan untuk memperbaiki defek congenital dimana menggunakan gerakan memijat ke anterior dan lateral dinding. Prosedur ini
sebagian atau seluruh usus beserta organ intra abdomen berada di luar abdomen. dilakukan harus dengan kuat. Untuk relaksasi selanjutnya mungkin dibutuhkan
Mengembalikan organ-organ tersebut ke dalam cavum abdomen melalui defek, pemotongan fasia pada garis tengah di bawah kulit ke atas ke xipoid ke bawah ke
menutup defek bila mungkin atau membuat kantong steril untuk melindungi usus pubis. Kemudian dengan diseksi tajam yang hati-hati usus saling dipisahkan dan
pada saat mereka perlahan masuk ke cavum abdomen. eksudat gelatine di buang.
Prosedur ini akan membebaskan usus dari pemendekan dan kekakuan. Tetapi tidak Memulai nutrisi total parenteral sesegera setelah pemasangan monitor vena
perlu dilakukan tindakan atau usaha untuk mengelupas lapisan yang mengering. sentral. TPN diteruskan sampai pemberian nutrisi peroral dapat diterima.
Karena ini adalah lapisan seromuskular yang menebal, udem dan pelepasannya akan Terutama pada bayi yang mempunyai volvulus atau atresia yang direpair akan
menyebabkan perdarahan. Setelah itu seluruh usus diperiksa untuk mencari kelainan mempunyai usus yang pendek, ketidak mampuan mengkonsumsi nutrisi per oral
yang lain. Dicari daerah dengan ganggren, perforasi, atau atresia yang nantinya akan akan berkepanjangan dan menjadi masalah. Maka diadakan peningkatan
direseksi dan dilakukan anastomose usus end to end. Sekali lagi abdomen bertahap volume dan konsentrasi dari formula predigesti dan dijalankan sampai
diregangkan ke segala arah, tapi kali ini diberikan pelumpuh otot oleh anestesi. Usus dapat menerima volume dan konsentrasi penuh. Baru kemudian formula standard
ditempatkan dalam abdomen, dimulai dengan meletakan duodenum dan jejunum di yang komplek bisa ditambahkan pada awalnya sebagian kecil dari seluruh
sebelah kanan, kolon dan sekum diletakan disebelah kiri sehingga posisi non rotasi volume makanan. ( Filston & Izant, 1985)
tetap dipertahankan. Terkadang, testis kiri berada diluar rongga abdomen. Maka
testis dimasukan kedalam scrotum melalui cincin luar dan dijahitkan dengan Komplikasi:
scrotum. Bila semua bagian usus telah masuk ke abdomen yang telah diregangkan
Distress pernapasan (kesalahan peletakan isi abdomen akan menyebabkan
maka usaha selanjutnya untuk menutup fasia, dalam banyak kasus penutupan fasia
gangguan pengembangan paru)
secara langsung dapat dilakukan. Menggunakan benang absorbable 3.0
Nekrosis usus / nekrosis.
monofilamen.
Bentuk pusar dapat mengalami bentuk yang tidak normal walaupun dengan
Bila penutupan fasia terlalu kencang maka kulit dideseksi kebelakang dari defek 2
bekas luka yang tipis.
cm dan fasia dibebaskan ke xipoid dan ke pubis. Setelah meregangkan kulit, kulit
Komplikasi dari operasi abdomen adalah peritonitis dan paralisis usus
dijahit subkutikuler dan ditutup dengan plester steril. Ini tidak meninggalkan hernia
sementara
ventralis yang besar tetapi hanya diastasis pada garis tengah yang akan ditutup
Bila kerusakan usus halus terlalu banyak, bayi mungkin akan mengalami short
dengan mudah pada tahun pertama. Tetapi tetapi bila tetap tidak memungkinkan
bowel syndrome dan mengalami gangguan pencernaan dan penyerapan.
maka akan digunakan lapisan silastik setebal 0,007 inc dengan jahitan matras atau
angka delapan ke kulit fasia dan peritoneum, permukaan yang halus dihadapkan ke
usus, kedua silo kemudian dijahit dengan jahitan kontinyu, setelah itu diantisepsis Prognosis
dengan povidon iodine. Dan ditutup ulang dengan silo lapisan kedua. Prognosis tergantung dari derajat beratnya masalah yang muncul, termasuk
(Raffensperger, 1990) Pada keadaan usus yang odem dan kaku sangat berat mungkin prematuritas, atresia intestinal, usus yang pendek, dan disfungsi usus karena
tidak dapat dilakukan perbaikan primer pada kelainan atresia atau stenosis. Kelainan peradangan.
ini dapat diperbaiki dalam waktu 6-8 minggu pada saat radang dan penebalan sudah Banyak bedah anak percaya bahwa prognosis meningkat karena pemeriksaan USG
mengalami resolusi. Bila ada kasus volvulus atau nekrosis usus yang tidak viabel dan diagnosis pada kehamilan yang menyebabkan kita bisa menentukan cara terbaik
harus direseksi yang kemudian langsung di anastomosis. Tetapi bila keadaan sangat untuk melahirkan bayi tersebut di senter pengobatan. Tahun lalu penutupan
jelek maka dilakukan enterostomi proksimal sesuai kebutuhan. (Geissler, 2000) abdomen secara langsung pada bayi dengan gastroschisis tidak wajar, biasanya kita
memerlukan silo untuk menutup defek. Sekarang penutupan primer sudah dapat
Post operasi dicapai. Pada suatu penelitian menyebutkan bahwa prognosis omphalocele tiga kali
Pemberian perlindungan antibiotik lebih buruk dibanding dengan gastroschisis karena seringnya kasus yang
Melakukan penutupan menyeluruh sesegera mungkin. Tiga sampai empat hari berhubungan dengan kelainan congenital yang lain. (Stovroff dan Teague, 2003)
seharusnya sudah dapat menyelesaikan penutupan bila menggunakan silo.
Memenuhi dan menjaga volume secara penuh. Mungkin memerlukan jumlah
cairan yang besar pada bayi yang mempunyai mengalami hipoperfusi yang berat
pada integritas kapilernya.
Pengawasan analisa gas darah dan tekanan vena sentral. Diperlukan bantuan
pada ventilasi dan kardiak output. Tekanan positif dan ekspiratori sangatlah
penting untuk bayi yang mengalami kerusakan kapiler.
Mengenali sepsis sesegera mungkin dengan pengawasan hitung trombosit dan
pengawasan kultur darah, dan melakukan terapi sebaik mungkin bila itu
muncul.
OMPHALOCELE
gaster dan hepar. Sekitar 70% kasus, omfalokel berhubungan dengan kelainan
yang lain. Kelainan terbanyak adalah kelainan kromosom.
------------------------------------------------- RD - Collection 2002 --------------------------------------------- Pada perawatan konservatif kendala yang ada adalah perawatan yang lama, hasil
-- yang meragukan dengan peningkatan risiko infeksi. Sedang pada pendekatan
operatif kendala perlunya reintervensi. Pada omphalocele besar reparasi dinding
abdomen sebaiknya dilakukan pada umur 3-6 bulan. Penderita omphalocele
Sejarah besar dengan kelainan ganda mempunyai prognosis yang buruk. Penatalaksanaan
Omphalokel secara bahasa berasal dari bahasa yunani omphalos yang berarti secara konservatif menjadi suatu pilihan yang layak dikemukakan. Adam et al
umbilicus=tali pusat dan cele yang berarti bentuk hernia. Omphalokel diartikan memberikan rekomendasi penatalaksanaan omphalocele mayor secara konservatif
sebagai suatu defek sentral dinding abdomen pada daerah cincin umbilikus sebagai pilihan utama
(umbilical ring) atau cincin tali pusar sehingga terdapat herniasi organ-organ Sudah lama dikenal bahwa omfalokel sering berhubungan dengan kelainan penyerta
abdomen dari cavum abdomen namun masih dilapiasi oleh suatu kantong atau lain, hal ini menunjukkan keikutsertaan perkembangan embriologi secara umum.
selaput. Selaput terdiri atas lapisan amnion dan peritoneum. Diantara lapisan Kelainan penyerta terjadi antara 30% sampai dengan 70% termasuk kelainan
tersebut kadang-kadang terdapat lapisan wharton’s jelly. kromosom (trisomi 18, 21), frekwensinya cenderung menurun, kelainan jantung
Omphalokel dideskripsikan pertama kali oleh seorang ahli bedah Prancis bernama kongenital, sindrom Beckwith-Wiedemann (bayi dengan besar masa
Ambroise Pare pada tahun 1634. Dia mendeskripsikan omphalokel secara akurat dan kehamilan;hiperinsulinisme; viseromegali dari ginjal, glandula suprarenalis dan
melakukan penatalaksanaan secara konservatif berupa pemberian agen-agen pankreas; makroglosia; tumor hepatorenal; ekstrofia kloaka); Pentalogi Cantrell dan
eskarotik pada permukaan selaput omphalokel uintuk merangsang epitelisasi. sindrom Prune Belly (tidak tumbuhnya otot dinding abdomen, kelainan
Pendekatan penatalaksanaan tersebut kemudian menimbulkan beberapa masalah genitourinaria, kriptorcismus). Atresia usus mungkin pula dijumpai dan diperkirakan
diantaranya memerlukan waktu yang lama, sehingga membutukan pula nutrisi dan sebagai suatu akibat dari iskemia yang ditimbulkan oleh tekanan dari tepi defek
me metabolik yang toll. Selaput dapat pula pecah yang berakibat terjadinya infeksi. dinding abdomen.
Baru kemudian pada tahun 1948, Robet Gross di Boston memperkenalkan suatu
metode penutupan omphalokel yang besar dan sukses. Dia mendeskripsikan
penutupan omphalokele melalui 2 tahap. Tahap pertama ialah membuat skin flap Embriologi
untuk melindungi organ-organ abdomen yang mengalami herniasi. Tahap kedua Pada awal minggu ke-3 perkembangan emrio, saluran pencernaan terbagi menjadi
ialah merepair hernia ventralis. foregut, midgut dan hindgut. Pertumbuhan ini berhubungan erat dengan lipatan
Schuster pada tahun 1967 kemudian memperkenalkan penggunaan material prostetik embrio (embryonic fold) yang berperan dalam pembentukan dinding abdomen.
untuk memproteksi organ-organ abdomen selama tahapan pertama tersebut. Lipatan embrio tersebut terbagi menjadi :
Akhirnya pada tahun 1969, Allen dan Wrenn memeperkenalkan pada suatu teknik  Lipatan kepala (cephalic fold)
“Silo”, dimana organ-organ abdomen yang mengalami herniasi ditutup dengan satu Letak di depan mengandung foregut yang membentuk faring, esophagus dan
lapis silastic yang dilekatkan ke fascia dinding abdomen. Organ–organ abdomen lambung. Kegagaan perkembangan lapisan somatic lipatan kepala akan
tersebut kemudian dimasukkan secara bartahap kedalam kavum abdomen melalui mengakibatkan kelainan dinding abdomen daerah epigastrial disebut mfalokel
progessiv tightening/tekanan manual dalam beberapa hari. Semenjak penenemuan epigastrial.
itulah penutupan defek omphalokel secara primer dimungkinkan pada masa-masa
awal bayi. Sampai saat ini berbagai usaha dilakukan untuk mendapatkan hasil klinik  Lipatan samping (lateral fld).
yang memuaskan. Usaha tersebut meliputi manajemen prenatal dan postnatal. Membungkus midgut dan bersama lipatan lain membentukcincin awal
umbilicus. Bila terjadi kegagalan mengakibatkan abdomen tidaktertutup dengan
sempurna pada bagian tengah. Pada kelaianan ini cincin umbilicus tidak
Omphalocele suatu keadaan dimana viseral abdominalterdapat di luar cavum terbentuk sempurna sehingga tetap terbuka lebar  omfalokel
abdomen tetapi masihdi dalam kantong amnion. Omphalocele dapat diartikan
sebagai kantong bening tidakberpembuluh darah yang terdiri darilapisan peritoneum  Lipatan ekor (caudal fold)
dan lapisan amnion pada pangkal tali pusat. Omfalokel adalah herniasi sebagian Membungkus hindgutyang akan membentuk kolon dan rectum. Kegagalan
isi intra abdomen melalui cincin umbilikus yang terbuka ke dalam dasar tali pertumbuhan lapisan splangnikus dan an somatic mengakibatkan atresia ani,
pusat. Ukurannya bervariasi dalam sentimeter, di dalamnya berisi seluruh midgut, omfalokel hipogastrikus
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
Awal terjadinya omphalokel masih belum jelas dan terdapat beberapa teori
 Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi,
embriologi yang menjelaskan kemungkinan berkembangnya omphalokel. Teori yang
penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor
banyak disebutkan oleh para ahli ialah bahwa omphalokel berkembang karena
tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur
kegagalan migrasi dan fusi dari embrionik fold bagian kranial, caudal dan lateral
kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan gastroschizis
saat membentuk cincin umbilikus pada garis tengah sebelum invasi miotom pada
dan omfalokel paling sering dijumpai.
minggu ke-4 perkembangan. Teori lain menyebutkan bahwa omphalokel
 Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding
berkembang karena kegagalan midgut untuk masuk kembali ke kavum abdomen
abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis
pada minggu ke-12 perkembangan.
masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum
Sebagaimana diketahui pada minggu ke-4 perkembangan, dinding abdomen embrio
Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu
berupa suatu membran tipis yang terdiri dari ektoderm dan mesoderm somatik yang
kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila suatu kelainan
disebut sebagai somatopleura. Somatopleura memiliki embrionik fold yaitu kranial,
didapati bersamaan dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan
kaudal dan lateral. Pada minggu ke-4 tersebut secara simultan terjadi pertumbuhan
amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
kedalam mesoderm dari embrionik fold somatopleura bagian kranial, kaudal dan
 Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan
lateral yang mulai mengadakan fusi pada garis tengah untuk membentuk cincin
kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.
umbilikus. Pada minggu ke-4 sampai ke-7, somatopleura diinvasi oleh miotom yang
terbentuk disebelah lateral dari vertebra dan bermigrasi ke medial. Selama itu juga
midgut mengalami elongasi dan herniasi ke umbilical cord. Miotom merupakan
segmen primitif sepanjang spinal cord yang nantinya masing-masing segmen Diagnosis
tersebut berkembang menjadi muskulus dan diinervasi oleh nervus spinalis. Pada
Diagnosis omfalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus sebelum operasi
minggu ke-8 sampai ke-12 miotom berdiferensiasi menjadi 3 lapis otot dinding perut
dikerjakan, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu rontgen dada serta
dan mengadakan fusi pada garis tengah. Akhirnya pada minggu ke-12 rongga
ekokardiogram. Pada saat lahir, omfalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen
abdomen janin sudah cukup kuat sebagai tempat usus yang akan masuk kembali dan
pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek kurang dari 4
berputar yang kemudian menempati pososi anatomisnya.
cm secara umum dikenal sebagai hernia umbilikalis) dan dibungkus oleh suatu
kantong membran atau amnion. Pada 10% sampai 18%, kantong mungkin ruptur
Etiologi dalam rahim atau sekitar 4% saat proses kelahiran. Omfalokel raksasa (giant
omphalocele) mempunyai suatu kantong yang menempati hampir seluruh dinding
Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa faktor
abdomen, berisi hampir semua organ intraabdomen dan berhubungan dengan tidak
resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omphalokel
berkembangnya rongga peritoneum serta hipoplasi pulmoner. Klasifikasi menurut
diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi
Omfalokel menurut Moore ada 3,yaitu:
asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan genetik serta polihidramnion.
1. Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cm
Walaupun omphalokel pernah dilaporkan terjadi secara herediter, namun sekitar 50-
2. Tipe 2 : diameter defek 2,5 – 5 cm
70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital yang lain
3. Tipe 3 : diameter defek > 5 cm
Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan omphalokel
diantaranya
Suatu defek yang sempit dengan kantong yang kecil mungkin tak terdiagnosis saat
(1) syndrome of upper midline development atau thorako abdominal syndrome
lahir. Dalam kasus ini timbul bahaya tersendiri bila kantong terjepit klem dan
(pentalogy of Cantrell) berupa upper midline omphalocele, anterior diaphragmatic
sebagian isinya berupa usus, bagiannya teriris saat ligasi tali pusat. Bila omfalokel
hernia, sternal cleft, cardiac anomaly berupa ektopic cordis dan vsd
dibiarkan tanpa penanganan, bungkusnya akan mengering dalam beberapa hari dan
(2) syndrome of lower midline development berupa bladder (hipogastric
akan tampak retak-retak. Pada saat tersebut akan menjalar infeksi dibawah lapisan
omphalocele) atau cloacal extrophy, inferforate anus, colonic atresia,
yang mengering dan berkrusta. Kadang dijumpai lapisan tersebut akan terpecah dan
vesicointestinal fistula, sacrovertebral anomaly dan meningomyelocele dan sindrom-
usus akan prolap.
sindrom yang lain seperti Beckwith-Wiedemann syndrome, Reiger syndrome, Prune-
belly syndrome dan sindrom-sindrome kelainan kromosom seperti yang telah
disebutkan.
Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.dan dapat Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi lahir untuk mendukung
ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal. diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan radiologi. Pemeriksaan
radiologi dapat berupa rongent thoraks untuk melihat ada tidaknya kelainan paru-
 Diagnosis prenatal paru dan ekhocardiogram untuk melihat ada tidaknya kelainan jantung.
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan bantuan USG.
Defek dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi pada saat minggu ke 13 Diagnosa banding
kehamilan, dimana pada saat tersebut secara normal seharusnya usus telah masuk hernis
seluruhnya kedalam kavum abdomen janin. Pada pemeriksaan USG Omphalokel omphalokel umbilikalis gastroskisi
tampak sebagai suatu gambaran garis–garis halus dengan gambaran kantong atau kongenital s
selaput yang ekhogenik pada daerah tali pusat (umbilical cord) berkembang. Lokasi defek Pada cincin Pada Terpisah
Berbeda dengan gastroskisis, pada pemeriksaan USG tampak gambaran garis-garis umbilikus cincin (biasanya
yang kurang halus, tanpa kantong yang ekhogenik dan terlihat defek terpisah dari (umbilikal umbilikus lateral
tali pusat. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada masa prenatal selain ring) dari)
USG diantaranya ekhocardiografi, MSAPF (maternal serum alpha-fetoprotein), dan cincin
analisa kromosom melaui amniosintesis. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan umbilikus
tujuan selain menunjang diagnosis sekaligus menilai apakah ada kelainan lain pada Diameter/uk 4-12 cm < 4 cm < 4 cm
janin. uran defek
(cm)
 Diagnosis postnatal (setelah kelahiran) Kavum Kecil normal normal
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya defek sentral abdomen terutama
dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan pada giant
diameter mulai 4 cm sampai dengan 12 cm, mengandung herniasi organ–organ omphalocele
abdomen baik solid maupaun berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong Kantong + + -
serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau selaput Kandungan Seluruh Beberapa Biasanya
tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan kantong organ loop usus gaster atau
dalam berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan abdomen usus
Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil Letak tali Pada puncak Pada Terpisah
deferensiasi dari jaringan mesenkimal (mesodermal). Jelly mengandung kaya pusat kantong puncak dengan
mukosa dengan sedikit serat dan tidak mengandung vasa atau nervus. (umbilical kantong kantong,
Pada giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm atau meliputi seluruh cord) biasanya di
dinding abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan dapat mengandung seluruh lateral
organ-organ abdomen termasuk liver.Kantong atau selaput pada omphalokel dapat Keadaan normal normal Memendek
mengalami ruptur. Glasser (2003) menyebutka bahwa sekitar 10-20 % kasus permukaan atau
omphalokele terjadi ruptur selama kehamilan atau pada saat melahirkan. Disebutkan organ terdapat
pula bahwa omphalokel yang mengalami ruptur tersebut bila diresorbsi akan abdomen/us bercak
menjadi gastroskisis. Apabila terjadi ruptur dari selaput atau kantong maka oergan- us eksudat
organ abdomen janin/bayi dapat berubah struktur dan fungsi berupa pembengkakan, Malrotasi sering - jarang
pemendekan atau eksudat pada permukan organ abdomen tersebut Perubahan Atresia dan jarang - sering
tersebut tergantung dari lamanya infeksi dan iskemik yang berhubungan dengan strangulasi
lamanya organ-organ terpapar cairan amnion dan urin janin. Bayi-bayi dengan Hubungan sering sering jarang
omphalokele yang intak biasanya tidak mengalami distres respirasi, kecuali bila ada dengan terdapat
hipoplasia paru yang biasanya ditemukan pada giant omphalocele. kelainan divertikulu
Kelainan lain yang sering ditemukan pada omphalokel terutama pada giant kongenital m Meckel)
omphalocele ialah malrotasi usus serta kelainan-kelainan kongenital lain.
Penatalaksanaan 5. pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan
mengurangi tekanan intra abdomen.
A. Penatalaksanaan prenatal 6. pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas atas) untuk pemberian
Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler
informed consent pada orang tua tentang keadaan janin, resiko tehadap ibu, dan dan menjaga kehilangan protein yang mungkin terjadi karena gangguan
prognosis. Informed consent sebaiknya melibatkan ahli kandungan, ahli anak dan sistem usus, dan untuk pemberian antibitika broad spektrum.
ahli bedah anak. Keputusan akhir dibutuhkan guna perencanaan dan
7. lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan
penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri elektrolit
kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan observasi melaui 8. Pada omphalokel, defek ditutup dengan suatu streril-saline atau povidone -
pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama iodine soaked gauze, lalu ditutup lagi dengn suatu oklusif plastik dressing
kehamilan omphalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan ruptur sehingga wrap? atau plastik bowel bag. Tindakan harus dilakukan ekstra hati hati
mempengaruhi pronosis. diamana cara tersebut dilakukan dengan tujuan melindungi defek dari
Oak Sanjai (2002) meyebutkan bahwa komplikasi dari partus pervaginam pada bayi trauma mekanik, mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi serta
dengan defek dinding abdomen kongenital dapat berupa distokia dengan kesulitan mencegah angulasi sistem usus yang dapat mengganggu suplai aliran darah.
persalinan dan kerusakan organ abdomen janin termasuk liver. Walaupun demikian, 9. pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan hematokrit perlu
sampai saat ini persalinan melalui sectio caesar belum ditentukan sebagai metode dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan
terpilih pada janin dengan defek dinding abdomen. Ascraft (1993) menyatakan 10. evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan
bahwa beberapa ahli menganjurkan pengakhiran kehamilan jika terdiagnosa rongent thoraks dan ekhokardiogram.
omphalokel yang besar atau janin memiliki kelainan konggenital multipel.
Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu inkubator hangat
b. Penatalaksanan postnatal (setelah kelahiran) dan ditambah oksigen.
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate
postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi
(konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Secara umum penatalaksanaan bayi  Pertolongan pertama saat lahir
dengan omphalokele dan gastroskisis adalah hampir sama. Bayi sebaiknya 1. Kantong omfalokel dibungkus kasa yang dibasahi betadin ,
dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki fasilitas perawatan selanjutnya dibungkus dengan plastic.
intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan omphalokel biasanya 2. Bayi dimasukkan incubator dan diberi oksigen
mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit 3. Pasang NGT dan rectal tube
membutuhkan resusitasi awal cairan dibanding bayi dengan gastroskisis. 4. Antibiotika

 Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel adalah sbb:  Konservatif


1. tempatkan bayi pada ruangan yang asaeptik dan hangat untuk mencegah Dilakukan bila penutuan secara primer tidak memungkinkan, misal pada
kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi. omfaokel dengan diameter > 5 cm
2. posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi menagis Perawtan secara :
dan air swallowing. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk memperlancar 1. Bayidijaga agar tetap hangat
drainase. 2. Kantongditutup kasa steril dan ditetesi NaCl 0,9% kalo perlu ditutup
3. lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang mungkin membutuhkan dengan lapisan silo yang dikecilkan secara bertahap
alat bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa macam alat bantu 3. Posisipenderita miring
ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan masuknya 4. NGT diisap-isap tiap 30 menit
udara kedalam traktus gastrointestinal.
4. pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan
cairan dari sistem usus sehingga dapat mencegah muntah, mencegah aspirasi,
mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus sekaligus
mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu dipasang rectal tube
untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.
 Penatalaksanaan nonnoperasi (konservatif) Prinsip kerugian dari metode ini adalah kenyataan bahwa organ visera yang
Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omfalokel besar mengalami kelainan tidak dapat diperiksa, sebab itu bahaya yang terjadi akibat
atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang kelainan yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan komplikasi misalnya obstruksi
mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant usus yang juga bisa terjadi akibat adhesi antara usushalus dan kantong. Jika infeksi
omphalocele atau terdapat status klinis bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi dan ruptur kantong dapat dicegah, kulit dari dinding anterior abdomen secara lambat
terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayi-bayi prematur yang memiliki akan tumbuh menutupi kantong, dengan demikian akan terbentuk hernia ventralis,
hyaline membran disease atau bayi yang memiliki kelainan kongenital berat yang karena sikatrik yang terbentuk biasanya tidak sebesar bila dilakukan operasi. Metode
lain seperti gagal jantung. Pada giant omphalocele bisa terjadi herniasi dari seluruh ini terdiri dari pemberian lotion antiseptik secara berulang pada kantong, yang mana
organ-organ intraabdomen dan dinding abdomen berkembang sangat buruk, setelah beberapa hari akan terbentuk skar. Setelah sekitar 3 minggu, akan terjadi
sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair) secara primer dan dapat pembentukan jaringan granulasi yang secara bertahap kana terjadi epitelialisasi dari
membahayakan bayi. Beberapa ahli, walaupun demikian, pernah mencoba tepi kantong. Penggunaan antiseptik merkuri sebaiknya dihindari karena bisa
melakukan operasi pada giant omphalocele secara primer dengan modifikasi dan menghasilkan blood and tissue levels of mercury well above minimum toxic levels.
berhasil. Tindakan nonoperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar Alternatif lain yang aman adalah alkohol 65% atau 70% atau gentian violet cair 1%.
merangsang epitelisasi dari kantong atau selaput. Suatu saat setelah granulasi Setelah keropeng tebal terbentuk,bubuk antiseptik dapat digunakan. Hernia ventralis
terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia memerlukan tindakan kemudian tetapi kadang-kadang menghilang secara komplet.
ventralis yang akan direpair pada waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi
membaik.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0,25 %  Penatalaksanaan dengan operasi
merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan povidone Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan
iodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang pada awalnya menutup defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi
memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan merangsang emergensi, sehingga seluruh pemeriksaan fisik dan pelacakan kelainan lain yang
epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau mungkin ada dapat dikerjakan. Keberhasilan penutupan primer tergantung pada
kantong dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat menekan dan ukuran defek serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru)
menguragi isi kantong. Tujuan operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup yang
Tindakan nonoperatif lain dapat berupa penekanan secara eksternal pada kantong. optimal dan menutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-organ
Beberapa material yang biasa digunakan ialah Ace wraps, Velcro binder, dan intraabomen, aproksimasi dari kulit dan fascia serta dengan lama tinggal di RS yang
poliamid mesh yang dilekatkan pada kulit. Glasser (2003) menyatakan bahwa pendek. Operasi dilakukan setelah tercapai resusitasi dan status hemodinamik stabil.
tindakan nonoperatif pada omfalokel memerlukan waktu yang lama, membutuhkan Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur kantong dan obstruksi usus.
nutrisi yang banyak dan angka metabolik yang tinggi serta omfalokel dapat ruptur Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure (penutupan secara
sehingga dapat menimbulkan infeksi organ-organ intraabdomen. Ashcraft (2000) primer atau langsung) dan staged closure (penutupan secara bertahap). Standar
menyebutkan bahwa dari suatu studi, bayi-bayi yang menjalani penatalaksanaan operasi baik pada primary ataupun staged closure yang banyak dilakukan pada
nonoperatif ternyata memiliki lama rawat inap yang lebih pendek dan waktu full sebagiaan besar pusat adalah dengan membuka dan mengeksisi kantong. Organ-
enteral feeding yang lebih cepat dibanding dengan penatalaksanaan dengan silastic. organ intraabdomen kemudian dieksplorasi, dan jika ditemukan malrotasi dikoreksi.

Indikasi terapi non bedah adalah: 1. Primary Closure


1. Bayi dengan ompalokel raksasa (giant omphalocele) dan kelainan penyerta yang Primary closure merupakan treatment of choice pada omfalokel kecil dan
mengancam jiwa dimana penanganannya harus didahulukan daripada medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ
omfalokelnya. intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen.
2. Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan Primary closure biasanya dilakukan pada omfalokel dengan diameter defek < 5-
pembedahan. 6 cm. Operasi dilakukan dengan general anestesi dengan obat-obatan blok
3. Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan neuromuskuler. Mula-mula hubungan antara selaput dengan kulit serta fascia
hidup. diinsisi dan vasa–vasa umbilkus dan urakus diidentifikasi dan diligasi. Selaput
kemudian dibuang dan organ-organ intraabddomen kemudian diperiksa. Sering
defek diperlebar agar dapat diperoleh suatu insisi linier tension free dengan cara
memperpanjang irisan 2 –3 cm ke superior dan inferior.
Kemudian dilakukan manual strecthing pada dinding abdomen memutar Prosedur dilakukan dengan cara tidak memotong kantong pada tempat
diseluruh kuadran abdomen. Manuver tersebut dilakukan hati-hati agar tidak melekatnya urakus dan vasa umbilikus serta tidak memisahkan kutis dan
mencederai liver atau ligamen. Kulit kemudiaan dideseksi atau dibebaskan subkutis dari fascia pada daerah tersebut. Kemudian pada tempat tersebut
terhadap fascia secara tajam. Fascia kemudian ditutup dengan jahitan interuptus dibuat neoumbilikus dengan jahitan kontinyu.
begitu pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat digunakan jahitan subkutikuler
terutama untuk membentuk umbilikus (umbilikoplasti) dan digunakan material  Teknik silo
yang dapat terabsorbsi. Standar operasi ialah dengan mengeksisi kantong dan Teknik silo dapat dilakukan juga bila terdapat omfalokel yang sangat
pada kasus giant omphalocele biasanya dilakukan tindakan konservatif dahulu, besar sehingga tidak dapat dilakukan dengan teknik skin flap. Silo
namun demikian beberapa ahli pernah mencoba melakukan operasi langsung merupakan suatu suspensi prostetik yang dapat menjaga organ-organ
pada kasus tersebut dengan teknik modifikasi intraabdomen tetap hangat dan menjaga dari trauma mekanik terutama
saat organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam rongga abdomen. Operasi
2. Staged closure diawali dengan mengeksisi kantong atau selaput omfalokel. Kemudian
Pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume cara yang sama dilakukan seperti membuat skin flap namun dengan lebar
organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan yang sedikit saja sehingga cukup untuk memaparkan batas fascia atau
rongga abdomen seperti pada giant omphalocele, dapat dilakukan tindakan otot. Suatu material prostetik silo (Silastic reinforced with Dacron)
konservatif. Cara tersebut ternyata memakan waktu yang lama, membutuhkan kemudian dijahitkan dengan fascia dengan benang nonabsorble, sehingga
nutrisi yang banyak dan beresiko terhadap pecahnya kantong atau selaput terbentuk kantong prostetik ekstraabdomen yang akan melindungi organ-
sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada keadaan tertentu selama operasi, organ intraabdomen. Organ-organ intraabdomen dalam silo kemudian
ternyata tidak semua pasien dapat dilakukan primary closure. Yaster M. et al secara bertahap dikurangi dan kantong diperkecil. Usaha reduksi dapat
(1989) dari suatu studinya melaporkan bahwa kenaikan IGP (intra dilakukan tanpa anestesi umum, tetapi bayi harus tetap dimonitor di
gastricpressure) > 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha operasi primer ruangan neonatal intensiv care. Reduksi dapat dicapai seluruhnya dalam
dapat menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen yang dapat berakibat beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada beberapa kasus, reduksi
gangguan kardiorespirasi dan dapat membahayakan bayi sehingga usaha operasi komplet dapat dicapai dalam 7-10 hari. Ashcraft (2000) menyebutkan
dirubah dengan metode staged closure.21 Beberapa ahli kemudian mencari solusi adanya kegagalan reduksi lebih dari 2 minggu dapat berakibat infeksi dan
untuk penatalaksanaan kasus-kasus tersebut, yang akhirnya ditemukan suatu terpisahnya silo dari jaringan. Kimura K dan Soper R.T (1992)
metode staged closure.4 Staged closure telah diperkenalkan pertama kali oleh melaporkan dari kasusnya, bahwa penggunaan dacron felt pledgets dapat
Robet Gross pada tahun 1948 dengan teknik skin flap yang kemudian tejadi mengurangi resiko terlepasnya atau kerusakan sambungan karena terlalu
hernia ventralis dan akhirnya cara tersebut dikembangkan oleh Allen dan Wrenn tegang dan lama. Setelah seluruh isi kantong masuk ke rongga abdomen
paada tahun 1969 dengan suatu teknik “silo” kemudian dilakukan operasi untuk mengambil silo dan menutup kulit.
 Teknik skin flap
Pada prosedur ini, dibuat skin flap melalui cara undermining Selama operasi terutama pada primary closure, haruslah dipantau tekanan airway
/mendeseksi/membebaskan secara tajam kulit dan jaringan subkutan dan intra abdomen. Dulu beberapa kriteria digunakan untuk memonitor selama
terhadap fascia anterior muskulus rektus abdominis dan aponeurosis operasi, diantaranya angka respirasi, tekanan darah, warna kulit, dan ferfusi ferifer.
muskulus obliqus eksternus disebelah lateralnya sampai batas linea aksilaris Observasi tersebut menjadi sulit dan kurang reliabel karena bayi dibius dan
anterior atau media. Kantong atau selaput dibiarkan tetap utuh. Skin flap mengalami paralisis. Yaster M, et al (1989) melaporkan dari hasil studinya bahwa
kemudian ditarik dan dipertemukan pada garis tengah untuk menutupi defek Intraoperatif Measurement dengan cara memonitor perubahan nilai CVP dan IGP
yang kemudian cara tersebut menimbulkan hernia ventralis.2 Hernia ventralis (intra gastricpressure) dapat digunakan untuk menentukan teknik yang sebaiknya
timbul karena kulit terus berkembang sedangkan otot-otot dinding abdomen dilakukan dan memperkirakan hasil dari teknik operasi yang dilakukan. Dia
tidak2 Biasanya 6-12 minggu kemudian dapat dilakukan repair terhadap menyimpulkan pula bahwa kenaikan IGP > 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama
hernia ventralis Cara tersebut juga dapat menimbulkan skar pada garis tengah usaha primary closure dapat menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen yang
yang panjang sehingga menimbulkan bentuk umbilikus yang relatif jauh dari dapat berakibat gangguan kardiorespirasi bayi sehingga usaha operasi dirubah
normal. Beberapa ahli kemudian mencoba suatu usaha agar didapatkan dengan metode staged closure dan didapatkan hasil yang memuaskan dari metode
bentuk umbilikus yang mendekati normal yaitu dengan cara umbilical operasi tersebut.
preservation.
Perawatan praoperasi meliputi pemberian glukosa 10% intravena, NGT dan irigasi Ruptur kantong
rektal untuk dekompresi usus serta antibiotik. Cairan infus seluruhnya diberikan  NGT dengan penghisap
melalui ektremitas atas. Pada penutupan primer omfalokel, eksisi kantong amnion,  melapisi usus yang terburai dengan kasa salin dan bungkus bayi dengan
pengembalian organ visera yang keluar ke dalam kavum peritoneal dan penutupan kain kering dan handuk steril untuk mencegah kehilangan panas.
defek dinding anterior abdomen pada 1 tahap merupakan metode operasi pertama  monitor suhu dan pH.
untuk omfalokel and masih merupakan metode yang memuaskan. Hal ini dikerjakan  pasang infus.
untuk ompalokel dengan ukuran defek yang kecil dan sedang. Pada sebagian besar
 antibiotik spektrum luas (Ampicillin dan Gentamicin).
kasus omfalokel secara tehnik masih mungkin untuk mengembalikan organ visera ke
dalam abdomen dan memperbaiki dinding abdomen. Pada kasus dengan defek yang  rencanakan bedah emergensi untuk menutup usus.
besar , terutama bila sebagian besar hepar menempati kantung, rongga abdomen  viabilitas usus mungkin kurang baik pada defek yang sempit pada segmen
tidak cukup untuk ditempati seluruh organ visera, hal ini akan menyebabkan usus yang terjebak. Perlu memperlebar dengan incisi ke arah kranial atau
peningkatan tekanan intra abdomen karena rongga abdomen terlalu penuh. kaudal untuk membebaskan organ visera yang strangulasi 11.
Terdapat 2 pilihan untuk penanganan omfalokel yang lebih besar atau
gastroschizis. Penanganan pascaoperasi
1. Secara sederhana mengabaikan luasnya defek, dimana defek akan ditutup Hiperalimentasi perifer dianjurkan pada hari ke-2 atau ke-3 pascaoperasi atau jika
belakangan, namun untuk menutup ompalokel atau usus yang terburai dengan penutupan kulit dapat dicapai, hiperalimentasi sentral is inserted. Resiko sepsis
kulit dinding abdomen yang dibebaskan ke lateral sampai hampir garis tengah meningkat saat kateter sentral terpasang pada bayi dengan pemasangan
punggung, ke superior sampai dinding dada, ke inferior sampai pubis serta silastic.Konsekuensinya pada bayi ini tidak ada alternatif selain alimentasi perifer.
dijahitkan pada garis tengah. Bila anak tersebut bertahan, hernia ventralis yang Gastrostomi meningkatkan resiko infeksi. Konsekuensinya lambung didrainase
besar tersebut direpair 1 tahun kemudian. dengan kateter plastik kecil. Fungsi usus pada bayi dengan omfalokel adalah
2. Pilihan yang paling sering dilakukan adalah secara manual menekan dinding tertunda. Disfungsi usus membutuhkan waktu lama untuk normal, dari 6 minggu
abdomen dengan membangun suatu tudung bungkus silastik untuk menutup sampai beberapa bulan. Dalam waktu kurang dari 2 minggu pasca penutupan primer
usus. Tudung (silo) tersebut secara progresif ditekan ke arah profunda kantong , mereka jarang toleransi penuh dengan makanan oral
amnion dan isinya ke dalam cavum abdomen dan mendekatkan tepi linea alba Pemantauan selama operasi haruslah dilanjutkan setelah operasi, termasuk
oleh peregangan otot abdomen. Prosedur ini memerlukan waktu 5 sampai 7 pemberiaan antibiotik dan nutrisi. Pemberian antibitoik berfungsi mencegah infeksi
hari, sebelum defek ditutup secara primer. seperti selulitis dan biasanya dilanjutkan sampai gejala peradangan mereda atau
Menurut Steven (1992) penanganan emergensi omfalokel dibagi 2, yaitu: selama terpasang material prostetik. Fungsi usus biasanya akan kembali setelah 2-3
Kantong intak hari dari waktu primary closure sehingga nutrisi enteral awal dapat diberikan.8 Pada
 NGT dengan penghisap staged repair, total perenteral nutrisi (TPN) diberikan lebih lama lagi sampai dengan
 melapisi kantong dengan salep (Povidon-Iodin/betadin) atau kasa yang fungsi usus kembali normal. Glasser (2003) menyebutkan bahwa fungsi usus akan
dibasahi minyak cepat kembali normal jika peradangan mereda5 Akibat awal operasi dapat terjadi
 bungkus kantong dengan kasa Kling untuk menyangga usus berada di kenaikan tekanan intraabdomen yang berakibat menurunnya aliran vena kava
dinding abdomen . (venous return) ke jantung dan menurunnya kardiac output. Selain itu diafragma
dapat terdorong ke rongga thoraks yang menyebabkan naiknya tekanan airway dan
 bungkus seluruh tubuh bayi untuk mencegah kehilangan panas.
beresiko terjadinya barotrauma dan insufisiensi paru.7 Keadaan itu semua dapat
 kasa yang dibasahi larutan garam/saline tak diperlukan sebab mempermudah menimbulkan hipotensi, iskemia usus, gangguan respirasi (ventilasi) serta gagal
kehilangan panas. ginjal. Termasuk dari komplikasi awal operasi adalah timbulnya obtruksi intestinal,
 dilarang mengecilkan ukuran kantong karena dapat menyebabkan ruptur NEC, infeksi yang dapat berakibat sepsis, juga dapat terjadi kegagalan respirasi yang
kantong dan distres pernapasan. menyebabkan pasien tergantung pada ventilator yang lama sehingga timbul
 infus melalui lengan. pneumonia. Wakhlu A (2000) melaporkan dari kasusnya bahwa obstruksi usus dapat
 antibiotik spektrum luas (Ampicillin dan Gentamicin). disebabkan karena adhesi usus dengan jaringan fibrous pada penutupan skin flap.
 Konsultasi rencana bedah, operasi definitif seharusnya ditunda sampai bayi NEC dapat disebabkan karena iskemia usus karena volvulus atau karena tekanan
stabil teresusitasi. Monitor suhu dan pH. Adanya kelainan lain yang lebih intraabdomen yang meningkat.5 Infeksi biasanya terjadi pada staged closure dimana
serius (pernapasan atau jantung) penanganan definitif bisa ditunda selama terdapat pemaparan luka berulang dan penggunaan material prostetik. Komplikasi
kantong masih intak. lanjut dari operasi termasuk hernia ventralis dan lambatnya pertumbuhan anak
HIPOSPADIA
Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga
penis juga tak terbentuk. Bagisan anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu sepasang lipatan yang
disebut genital fold akan membentuk sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold
gagal bersatu diatas sinus urogenitalia maka akan timbul hipospadia. Selama periode
Kelainan kongenital pada penis menjadi masalah yang sangat penting karena penis ini juga, terbentuk genital swelling di bagian lateral kiri dan kanan. Hipospadia yang
selain berfungsi sebagai saluran pengeluaran urin juga sebagai alat seksual terberat yaitu jenis penoskrotal skrotal dan perineal, terjadi karena kegagalan fold
dikemudian hari yang akan berpengaruh terhadap fertilitas Salah satu kelainan dan genital sweling untuk bersatu di tengah-tengah.
kongenital pada penis yang paling banyak kedua setelah undescensus testiculorum (
cryptorchidism ) yaitu hipospadia. Angka kejadian hipospadia sangat dipengaruhi Anatomi Penis
oleh banyak faktor antara lain faktor genetik, hormonal, ras, geografis dan sekarang Anatomi normal penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa yang dibungkus oleh
yang harus mendapat perhatian khusus yaitu pengaruh faktor pencemaran tunika albugenia yang tebal dan fibrous dengan septum di bagian tengahnya. Uretra
lingkungan limbah industri. melintasi penis di dalam korpus spongiosum yang terletak dalam posisi ventral pada
Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan defisiensi uretra. Jaringan alur diantara kedua korpora kavernosa. Uretra muncul pada ujung distal dari glans
fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucks dan tunika dartos. penis yang berbentuk konus. Fascia spermatika atau tunika dartos, adalah suatu
Kulit dan preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan lapisan longgar penis yang terletak pada fascia tersebut. Di bawah tunika dartos
membentuk kerudung dorsal di atas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch, 1992). terdapat facia Bucks yang mengelilingi korpora kavernosa dan kemudian memisah
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus terletak untuk menutupi korpus spongiosum secara terpisah. Berkas neurovaskuler dorsal
dipermukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal terletak dalam fascia Bucks pada diantara kedua korpora kavernosa.
pada ujung glans penis.
Di Amerika Serikat, hipospadia diperkirakan terjadi sekali dalam kehidupan dari
350 bayi laki-laki yang dilahirkan . Angka kejadian ini sangat berbeda tergantung
dari etnik dan geogafis. Di Kolumbia 1 dari 225 kelahiran bayi laki-laki,
Belakangan ini di beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia
seperti di daerah Atlanta meningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000 kelahiran
pada tahun 1990 sampai tahun 1993. Banyak penulis melaporkan angka kejadian
hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran laki-laki. Bila ini
kita asumsikan ke negara Indonesia karena Indonesia belum mempunyai data pasti
berapa jumlah penderita hipospadia dan berapa angka kejadian hipospadia. Maka
berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan
jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak yang menderita hipospadia
sekitar 29 ribu anak yang memerlukan penanganan repair hipospadia.

Embriologi
Pada embrio berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan
entoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan ditengah - tengah yaitu mesoderm yang
kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan entoderm. Di bagian
kaudal ektoderm dan entoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka. Pada
permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang
disebut genital tubercle. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana
dibagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama
minggu ke 7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah
bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki . Bila wanita akan menjadi
klitoris.
Etiopatogenesis
Hipospadia terjadi karena gangguan perkembangan urethra anterior yang tidak Sudah diketahui bahwa setelah tingkat indiferen maka perkembangan genital
sempurna sehingga urethra terletak dimana saja sepanjang batang penis sampai eksterna laki-laki selanjutnya dipengaruhi oleh estrogen yang dihasilkan testis
perineum. Semakin proksimal muara meatus maka semakin besar kemungkinan primitif. Suatu hipotesis mengemukakan bahwa kekurangan estrogen atau
ventral penis memendek dan melengkung karena adanya chordae. terdapatnya anti androgen akan mempengaruhi pembentukan genitalia ekterna laki-
Sampai saat ini terjadinya hipospadia masih dianggap karena kekurangan androgen laki.
atau kelebihan estrogen pada proses maskulinisasi masa embrional Devine, 1970 Beberapa kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan hipospadia, yaitu :
mengatakan bahwa deformitas yang terjadi pada penderita hipospadia disebabkan 1. Kegagalan tunas sel-sel ektoderm yang berasal dari ujung glans untuk tumbuh
oleh Involusi sel-sel interstitial pada testis yang sedang tumbuh yang disertai kedalam massa glans bergabung dengan sel-sel entoderm sepanjang uretra
dengan berhentinya produksi androgen dan akibatnya terjadi maskulanisasi yang penis. Hal ini mengakibatkan terjadinya osteum uretra eksternum terletak di
tak sempurna organ genetalia eksterna Ada banyak faktor penyebab hipospadia glans atau korona glandis di permukaan ventral.
dan banyak teori yang menyatakan tentang penyebab hipospadia antara lain : 2. Kegagalan bersatunya lipatan genital untuk menutupi alur uretra – uretral
1. Faktor genetik.. groove kedalam uretra penis yang mengakibatkan osteum uretra eksternum
12 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila punya riwayat keluarga terletak di batang penis. Begitu pula kegagalan bumbung genital bersatu
yang menderita hipospadia. 50 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia dengan sempurna mengakibatkan osteum uretra ekternum bermuara di
bila bapaknya menderita hipospadia. penoskrotal atau perineal.

2. Faktor etnik dan geografis.. Dari kegagalan perkembangan penis tersebut akan terjadi 5 macam letak osteum
Di Amerika Serikat angka kejadian hipospadia pada kaukasoid lebih tinggi dari uretra eksternum yaitu di : 1. Glans, 2. Koronal glandis, 3. Korpus penis, 4. Penos
pada orang Afrika, Amerika yaitu 1,3 skrotal, 5. Perineal.
.

3. Faktor hormonal Paulozzi dkk, 1997 dimana Metropolitan Congenital Defects Program (MCDP)
Faktor hormon androgen / estrogen sangat berpengaruh terhadap kejadian membagi hipospadia atas 3 derajat, yaitu :
hipospadia karena berpengaruh terhadap proses maskulinisasi masa embrional. 1. Derajad I  OUE letak pada permukaan ventral glans penis & korona
Sharpe dan Kebaek (1993) mengemukakan hipotesis tentang pengaruh estrogen glandis.
terhadap kejadian hipospadia bahwa estrogen sangat berperan dalam
pembentukan genital eksterna laki-laki saat embrional. 2. Derajat II  OUE terletak pada permukaan ventral korpus penis
Perubahan kadar estrogen dapat berasal dari :
a. Androgen yaitu perubahan pola makanan yang meningkatkan lemah 3. Derajat III  OUE terletak pada permukaan ventral skrotum atau perineum
tubuh.
b. Sintetis seperti oral kontracepsi (Ethynil Estradiol) Biasanya derajat II dan derajat III diikuti oleh melengkungnya penis ke ventral yang
c. Tanaman seperti kedelai disebut chordee . Chordee ini disebabkan terlalu pendeknya kulit pada permukaan
d. Estrogen chemical seperti senyawa organochlcrin ventral penis. Hipospadia derajat ini akan mengganggu aliran normal urin dan
fungsi reproduksi , oleh karena itu perlu dilakukan terapi dengan tindakan operasi
Androgen dihasilkan oleh testis dan placenta karena terjadi defisiensi androgen
akan menyebabkan penurunan produksi dehidrotestosterone (DHT) yang
dipengaruhi oleh 5 α reduktase, ini berperan dalam pembentukan penis Diagnosis
sehingga bila terjadi defisiensi androgen akan menyebabkan kegagalan Kelainan hipospadia diketahui segera setelah kelahiran. Kelainan ini diketahui
pembentukan bumbung urethra yang disebut hipospadia. dimana letak muara uretra tidak diujung gland penis tetapi terletak di
ventroproksimal penis. Kelainan ini terbatas di uretra anterior sedangkan leher
4. Faktor pencemaran limbah industri. vesica urinaria dan uretraposterior tidak terganggu sehingga tidak ada gangguan
Limbah industri berperan sebagai “Endocrin discrupting chemicals” baik bersifat miksi.
eksogenik maupun anti androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan,
peptisida organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites.
Penatalaksanaan
Tujuan repair hipospadia yaitu untuk memperbaiki kelainan anatomi baik bentuk
Klasifikasi penis yang bengkok karena pengaruh adanya chordae maupun letak osteum uretra
Barcat (1973) berdasarkan letak ostium uretra eksterna maka hipospadia dibagi 5 eksterna sehingga ada 2 hal pokok dalam repair hipospadia yaitu:
type yaitu : 1. Chordectomi  merelease chordae sehingga penis bisa lurus kedepan saat
ereksi.
Anterior ( 60-70 %) 2. Urethroplasty  membuat osteum urethra externa diujung gland penis sehingga
(1) Hipospadia tipe gland pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan.
(2) Hipospadia tipe coronal
Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu operasi yang
Midle (10-15%) sama disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda disebut dua tahap
(3) Hipospadia tipe penil Ada 4 hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan repair hipospadia agar
tujuan operasi bisa tercapai yaitu usia, tipe hipospadia dan besarnya penis dan ada
Posterior (20%) tidaknya chorde. Usia ideal untuk repair hipospadia yaitu usia 6 bulan sampai usia
(4) Hipospadia tipe penoscrotal belum sekolah karena mempertimbangkan faktor psikologis anak terhadap tindakan
(5) Hipospadia tipe perineal operasi dan kelainannya itu sendiri, sehingga tahapan repair hipospadia sudah
tercapai sebelum anak sekolah. Sedangkan tipe hipospadia dan besar penis sangat
berpengaruh terhadap tahapan dan tehnik operasi hal ini berpengaruh terhadap
keberhasilan operasi. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia
semakin sukar tehnik dan keberhasilan operasinya.
Ada 3 tipe rekonstruksi sebagai berikut :
I. Methode Duplay
 Untuk repair hipospadia tipe penil.
 Kulit penil digunakan untuk membuat urethroplastinya atau bisa juga
digunakan kulit scrotum.
II. Methode Ombredane  Untuk repair hipospadia coronal dan distal penil.
III. Nove-josserand  Untuk repair hipospadia berbagai tipe tapi urethroplastinya
menggunakan skin graft.

Tujuan perbaikan hipospadia untuk melepaskan chordee dan menempatkan


kembali native uretra atau membentuk uretra pada ujung glans penis. Salah satu
masalah terpenting dalam pembedahan hipospadia tersebut adalah kesulitan dalam
membentuk uretra meatus yang baru. Skin graff uretroplasty pertama dirancang oleh
Nove – Joserand. Namun oleh karena memiliki banyak komplikasi seperti stenosis
sehingga saat ini tidak dipergunakan lagi .
Thiersche dan Duplay melakukan suatu perbaikan dua tahap dimana tahap
pertama memotong lapisan yang menyebabkan chordee dan meluruskan penis.
Beberapa bulan selanjutnya uretra dibentuk dengan melakukan pemotongan
memanjang ke bawah pada permukaan ventral dari penis untuk membentuk sebuah
uretra. Kelemahan operasi ini bahwa tekhnik tersebut tidak memperluas uretra
menuju ujung glans.
Cecil memperkenalkan tekhnik perbaikan hipospadia tiga tahap dimana pada
tahap ke 2 penis dilekatkan pada skrotum. Baru pada tahap ke 3 dilakukan
A : Penis yang Normal B : Hipospadias dengan chorda pemisahan penis dan skrotum
Pada semua tehnik operasi tersebut pada tahap pertama adalah dilakukan eksisi Tindakan reparasi dilakukan sebelum anak itu berusia sekolah. 1,5 – 2 tahun.
chordee. Penutupan luka Operasi dilakukan dengan menggunakan preputium Sebelum dilakukan uretroplasty semua jaringan yang menyebabkan terjadinya
bagian dorsal dari kulit penis . Tahap pertama ini dilakukan pada usia 1,5 – 2 chordee harus dibuang. Setelah itu pengujian ereksi artifical dilakukan jika chordee
tahun bila ukuran penis sesuai untuk usianya. Setelah eksisi chordee maka penis tetap ada meskipun telah dilakukan usaha tersebut, maka dilakukan reseksi lebih
akan menjadi lurus, tapi meatus masih pada tempatnya yang abnormal. Pada lanjut atas lapisan tersebut Diversi urine untuk reparasi Hipospadia distal dilakukan
tahap ke dua dilakukan uretroplasty yang dikerjakan 6 bulan setelah tahap dengan kateter foley ukuran kecil no. 8. Selama 3 sampai 4 hari. Hipospadia penile,
pertama. uretrostomy periental lebih disukai sedangkan Hipospadia skrotal dan perineal bisa
Tekhnik reparasi yang paling populer dilakukan oleh dokter bedah plastik adalah didiversi dengan drainase suprapubik
tekhnik modifikasi operasi Thiersch – Duplay. Kelebihan jaringan preputium
ditransfer dari dorsum penis ke permukaan ventral. Byar, 1951 memodifikasi Tehnik Hipospadia bagian Distal
operasi ini dengan membelah preputium pada garis tengah dan membawa flap Reparasi hipospadia jenis ini dilakukan jika v- flap dari jaringan glans mencapai
preputium ini ke arah distal permukaan ventral penis. Hal demikian memberikan uretra normal setelah koreksi chordee, dibuat uretra dari “ Flip – Flop “ kulit. Flap
kelebihan jaringan untuk rekontroksi uretra lebih lanjut. Setelah interval ini akan membentuk sisi ventral dan lateral uretra dan di jahit pada flap yang
sedikitnya 6 bulan, suatu strip sentral dari kulit dipasangkan pada permukaan berbentuk v pada jaringan glans, yang mana akan melengkapi bagian atas dan bagian
ventral penis, dan tube strip dari kulit ditarik sejauh mungkin kearah distal. Byar sisi uretra yang baru. Beberapa jahitan ditempatkan dibalik v- flap granular
bisa menutupi uretra baru dengan mempertemukan tepi kulit lateral di garis dipasangkan pada irisan permukaan dorsal uretra untuk membuka meatus aslinya.
tengah dengan penutupan yang berlapis lapis. Sayap lateral dari jaringan glans ini dibawah kearah ventral dan didekatkan pada
garis tengah. Permukaan ventral penis di tutup dengan suatu preputium. Ujung dari
Tekhnik Thirsh – duplay dimodifikasi oleh Byar flap ini biasanya berlebih dan harus dipotong. Di sini sebaiknya mempergunakan
1. Adalah penis dengan chordee. 2. Insisi pada linea media dari meatus uretra ke satu flap untuk membentuk permukaan di bagian belakang garis tengah.
korona dan di sekitar penis sebelah proksimal dari glans. 3. Jaringan yang
menyebabkan chordee dipotong. Irisan itu dibuat sedemikian rupa sehingga terletak
pada linea media dari proputium yang tak melipat. 4. Flap pada kulit preputium
ditransfer ke ventral. 5. Pada tahap yang kedua, suatu strip sentral diisolasi untuk
membentuk uretra. Jaringan dibelakang flap ini cukup longgar untuk terbentuknya
tube. 6. Tubulus (tube) telah terbentuk, suatu irisan sirkumsisi dilakukan dan flap
lateral dari kulit digunakan. 7. Tapi dari flap diperdekatkan dengan berbagai lapisan
penutup. 8. Tepi-tepi kulit selanjutnya diperdekatkan.
Operasi tahap kedua, Browne 1953 melakukan irisan yang paralel pada permukaan
ventral penis yang meluas dari meatus keujung penis. Irisan ini akan mengisolasi
strip kulit pada garis tengah. Lebarnya tergantung kaliber uretra baru yang
dikehendaki. Kulit lateral selanjutnya diperdekatkan pada garis tengah untuk
menutup strip kulit yang dibenamkan. Irisan relaksing dorsal akan memungkinkan
kulit lateral itu bisa saling diperdekatkan tanpa menimbulkan tension, meskipun
demikian tekhnik ini memiliki kemungkinan besar terjadinya fistula dan stenosis
sehingga dilanjutkan hanya untuk dokter bedah yang berpengalaman
Culp, 1959 memodifikasi cara operasi yang dilakukan oleh Cecil, 1955. Pada
operasi tahap pertama chordee dilepaskan setelah sembuh, uretra dibentuk dengan
membuat pembuluh dari kulit sentral pada permukaan ventral penis, Seperti tekhnik
Thiersch – Duplay dan menutup permukaan yang kasar dengan cara menanamkan
penis ini dalam kantung yang dibuat dalam sokrotum. Ujung kulit penile dan
jaringan subkutan diatas uretra saling diperdekatkan ke lapisan skrotal. Dengan
jahitan yang beberapa kali. Anastomosis Skorotal- penil selanjutnya dipisahkan
sehingga meninggalkan banyak sekali kulit skrotal pada penis untuk menutupi
permukaan ventral.
Desain granular flap berbentuk Z dapat juga dilakukan untuk memperoleh meatus Tehnik Hipospadia bagian Proksimal
yang baik secara kosmetik dan fungsional pemotongan berbentuk 2 dilaksanakan Bila flap granular tidak bisa mencapai uretra yang ada, maka suatu graf kuli dapat
pada ujung glans dalam posisi tengah keatas. Rasio dimensi dari Z terhadap dimensi dipakai untuk memperpanjang uretra. Selanjutnya uretra normal dikalibrasi untuk
glans adalah 1 : 3, Dua flap ini ditempatkan secara horisontal pada posisi yang menentukan ukurannya ( biasanya 12 French anak umur 2 tahun ). Segmen kulit
berlawanan. Setelah melepaskan chordee, sebuah flap dua sisi dipakai untuk yang sesuai diambil dari ujung distal preputium. Graft selanjutnya dijahit dengan
membentuk uretra baru dan untuk menutup permukaan ventral penis, Permukaan permukaan kasar menghadap keluar , diatas kateter pipa atau tube ini dibuat dimana
bagian dalam dari preputium dipersiapkan untuk perpanjangan uretra. Untuk pada ujung proksimalnya harus sesuai dengan celah meatus uretra yang lama dan
mentransposisikan uretra baru , satu saluran dibentuk diatas tinika albuginia sampai flap granular dengan jahitan tak terputus benang kromic gut 6 – 0, Sayap lateral dari
pada glans. Meatus uretra eksternus dibawa menuju glans melalui saluran ini. jaringan granular selanjutnya dimobilisasi kearah distal untuk menutup saluran
Bagian distal dari uretra dipotong pada bagian anterior dan posterior dengan arah uretra dan untuk membentuk glans kembali diatas uretra yang baru yang akan
vertikal kedua flap Trianggular dimasukkan ke dalam fissure dan dijahit dengan bertemu pada ujung glans.
menggunakan benang 6 – 0 poli glatin. Setelah kedua flap dimasukkan dan dijahit
selanjutnya anastomosis uretra pada glans bisa diselesaikan.
Komplikasi Diversi urine terus dilanjutkan sampai daerah yang luka itu sembuh. Bila jaringan
Komplikasi yang timbul paska repair hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak tersebut telah sembuh, maka masalahnya bisa direparasi dalam operasi yang kedua
faktor antara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi, ketelitian 6 - 12 bulan yang akan datang.
teknik operasi, serta perawatan paska repair hipospadia. Macam komplikasi yang
terjadi yaitu : Hipospadia merupakan kelainan kongenital pada penis dimana letak dari ostium
 Perdarahan urethra eksterna di proksimal dari gland penis dan berada di bagian ventral penis
 Infeksi yang bisa disertai adanya chordae sehingga bentuk penis bengkok ke ventral saat
ereksi sehingga penanganannya ditujukan kepada tiga hal kelainan tersebut agar
 Fistel urethrokutan
tujuan setiap operasi bisa tercapai yaitu membuat kelainan seanatomis mungkin
 Striktur urethra, stenosis urethra
secara estetik dan fungsi yaitu :
 Divertikel urethra.
1. Meluruskan bentuk penis (release chordae).
2. Meletakkan osteum urethra ekterna di ujung gland penis (urethroplasty)
Komplikasi paling sering dari reparasi hipospodia adalah fistula, divertikulum, 3. Membentuk :
penyempitan uretral dan stenosis meatus (Ombresanne, 1913 ). Penyebab paling - Kaliber urethra bebas dari rambut, fistel dan stricture.
sering dari fistula adalah nekrosis dari flap yang disebabkan oleh terkumpulnya - Simetris antara gland penis dengan bagian tengah penis.
darah dibawah flap. Fistula itu dapat dibiarkan sembuh spontan dengan reparasi - Pancaran urin lurus ke depan
sekunder 6 bulan sesudahnya. Untuk itu keteter harus dipakai selama 2 minggu - Pancaran sperma lurus ke depan sehingga fungsi fertilitas tercapai.
setelah fistulanya sembuh, dengan harapan tepi-tepinya akan menyatu kembali,
sedangkan kegunaannya untuk terus diversi lebih lama dari dua minggu. Waktu yang ideal untuk melakukan repair hipospadia yaitu usia antara 6 bulan
Penyempitan uretra adalah suatu masalah. Bila penyempitan ini padat, maka dilatasi sampai 18 bulan. Diharapkan sebelum anak sekolah, repair hipospadia sudah selesai
dari uretra akan efektif. Pada penyempitan yang hebat, operasi sekunder diperlukan. sehingga kelainan tersebut secara anatomi dan fungsi tidak mengganggu
Urethrotomy internal akan memadai untuk penyempitan yang pendek. Sedang untuk pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut.
penyempitan yang panjang uretra itu harus dibuka disepanjang daerah penyempitan Hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan repair hipospadia antara lain
dan ketebalan penuh dari graft kulit yang dipakai untuk menyusun kembali ukuran usia, tipe hipospadia ada atau tidak chordae atau derajat chordae, kwalitas kulit serta
uretra Suatu keteter bisa dipergunakan untuk mendukung skin graft. ukuran penis. Sehingga apakah dilakukan satu tahap atau dua tahap.
Pada saat repair fistula urethrokutaneus harus mempertimbangkan hal-hal sebagai
Perawatan Pasca Operasi berikut agar tidak kambuh :
Suatu tekanan ringan dan elastis dari perban dipakai untuk memberikan kompres 1. Operator menggunakan microscope agar membantu melihat fistula yang kecil.
post operatif bagi reparasi hipospadia, untuk mengatasi udema dan untuk mencegah 2. Tract Fistula harus di eksisi dengan tajam dan epithelnya harus saling
pendarahan setelah operasi. Dressing harus segera dihentikan bila terlihat keadaan menempel (water tight repair of the epithelium) dan komplit serta menutupnya
sudah membiru disekitar daerah tersebut, dan bila terjadi hematoma harus segera harus multi layer.
diatasi. Setiap kelebihan tekanan yang terjadi karena hematoma akan bisa 3. Untuk Fistula yang besar memerlukan diseksi dan ditutup multi layer.
menyebabkan nekrosis. Oleh karena efek tekanan pada penyembuhan, maka
pemakaian kateter yang dipergunakan harus kecil, dan juga steril, dan terbuat dari
plastik dan dipergunakan kateter dari kateter yang lunak.
Ereksi waktu malam hari (nokturnal erektion ) bisa terjadi tanpa terkendali oleh
pasien Obat seperti amyl nitrit dapat menghilangkan rangsang ereksi dan uapnya
dihirup bila masih terjadi ereksi. Pemakaian yang cepat akan mencegah terjadinya
ereksi pada siang hari, bila ereksi itu tetap terjadi maka bisa dicoba etil klorida .
Disini tidak ada obat sistematis untuk mencegah ereksi pada malam hari, akan tetapi
pemakaian sedatif akan sangat membantu. Dalam keadaan dimana terjadi luka yang
memburuk sebagai akibat edema pada luka, ereksi atau hematoma, maka sebaiknya
dikompres dengan mempergunakan bantalan saline steril yang hangat.
Catatan Hipospadia ---------------------- RD - Prinsip umum dalam repair hipospadia ada lima kategori, yaitu :
Collection 2002 1. Meluruskan penis (orthoplasty)
Cara menilai kurvatura penis
Derajat kurvatura penis pada bayi atau anak dapat dinilai pada saat bayi atau
Penanganan pada saat anak ereksi . Foto penis pada saat ereksi yang dilakukan dirumah juga
Penanganan penderita hipospadia pada prisipnya melakukan 2 tindakan utama, dapat digunakan untuk menilai derajat kurvatura penis. Alternatif lain , pada
yaitu: periode intraoperasi dilakukan ereksi artifisial atau ereksi farmakologi setelah
1. Menghilangkan korda, disebut khordektomi dilakukan degloving kulit shaft penis merupakan metode yang dapat diandalkan
2. Membuat saluran uretra, disebut uretroplasti. juga dalam menilai derajat kurvatura penis.
Gittes dan McLaughlin, pertama kali mendeskripsikan ereksi artifisial untuk
Pemilihan waktu dilakukan operasi adalah usia menjelang sekolah (preschool age) melakukan evaluasi kurvatura penis. Metode ini banyak diterima dikalangan ahli
untuk menghindari anak dari beban mental penyakitnya, tepatnya adalah : bedah. Metode ini dilakukan dengan cara Injeksi normal saline dengan wing-
a. Chordae excisi (firs stage) : dilakukan pada usia 2-3 tahun atau sesudah penis nedlee di sisi lateral kedua corpus cavernosa . Sebagai alternatif, injeksi
cukup besar untuk mendapat trauma atau untuk mendapatkan jahitan/heoptisis dilakukan melalui glans penis untuk menghindari hematoma di bawah fascia
yang baik, sebab biasanya hipospadia penisnya kecil. buck’s Ereksi farmakologis dilakukan melalui Injeksi Intracorporal obat
b. Urethroplasti (second stage) : dilakukan segera setelah 6-12 bulan. Maksudnya vasodilator arteri seperti prostaglandin E1 (PGE1).
adalah agar mendapat jaringan yang lunak (native of the wound)

Menurut Sami Arap umur optimal untuk memperbaiki hipospadia antara 8-12 bulan.
Pada tahapan ini ukuran dari penis hampir sama dengan ukuran penis pada umur 3
tahun dan kondisi tropic kulit mempunyai derajat keamanan yang tinggi selama
operasi. Anak pada usia ini mendapatkan emosi lebih sedikit setelah operasi
daripada anak usia diatasnya, selain itu kecemasan orangtua juga lebih berkurang.
Sedangkan operasi di luar negeri sering dilakukan dalam satu tahap untuk kedua-
duanya, yang dilakukan oleh Hortone dan Tevine.
Tujuan dari rekonstruksi ini adalah : mengembalikan fungsi sefisiologis mungkin.
Sebab jika penisnya bengkok, maka fungsi sebagai laki-laki tidak mampu
dilakukan (untuk mendapatkan ereksi yang komplit/baik membawa oriifisial
eksternus ke puncak penis sehingga pancaran urin dan semen menjadi normal).
Ada beberapa cara Chordae excisi, yaitu :
1. Cara Denis Brown, yaitu : dengan menginsisi melintang lalu dijahit arah
longitudinal, sehingga penis bertambah panjang.
2. Cara lain, yaitu dengan memanfaatkan preputium : kulit preputium diambil,
dilihat ke belakang, untuk menempel khordae yang dieksisi.

Maksud dari chordae eksisi adalah untuk meluruskan penis yang bengkok. Jika
penis tersebut sudah diluruskan, maka antara 6-12 bulan kemudian diuretroplasti. Penatalaksanaan Kurvatura penis dengan atau tanpa hipospadia
Salah satu cara uretroplasti adalah dengan mengambil dindng ventral penis sampai a. Release chordee
skrotum. Kurvatura penis disebabkan oleh oleh tarikan kutis dan lapisan subkutis
Jadi ada 3 cara rekonstruksi uretra, yaitu : dibagian ventral penis, yang dapat di koreksi dengan release kutis dan tunika
1. Memakai kulit preputium, dartos penis. Sekitar 25 % kurvatura disebabkan sekunder oleh adanya jaringan
2. Memakai Free Skin Graft, fibrosa dari chordae, dan untuk membebaskannya dibutuhkan pemisahan
3. Memakai kulit skrotum (local skin flap/distant skin flap). urethral plate kemudian baru eksisi jaringan fibrosa sampai dengan tunica
albuginea
Kadang , setelah chordae di eksisi, kemudian dilakukan ereksi artificial ulangan,
masih terdapat kurvatura penis kearah ventral. Hal ini biasanya disebabkan oleh
adanya disproporsi corpus cavernosa, dimana bagian ventral mengalami
hambatan perkembangan. Penanganannya adalah dengan melakukan insisi
bagian ventral corpus cavernosa penis kemudian dilakukan patch dengan
menggunakan kulit ataupun tunica vaginalis. Teknik lain dilakukan dengan cara
melakukan wedge excisi di dorsal corpus cavernosa penis kemudian di jahit
secara tranversal sehingga penis dapat diluruskan. Beberapa ahli bedah
menggunakan teknik plikasi dorsal corpus cavernosa penis tanpa eksisi.

c. Teknik Nesbit, teknik Heineke-Mikulicz, dan Plikasi


Nesbit (1965) mendeskripsikan cara koreksi kurvatura penis dengan
menghilangkan disproporsi penis yaitu dengan cara eksisi elips longitudinal pada
sisi penis yang lebih panjangkemudian dijahit kembali secara tranversal . Cara
lain untuk koreksi kurvatura penis adalah dengan pemanjangan (lengthening)
bagian ventral penis yang lebih pendek dan konkaf menggunakan teknik
Heineke-Mikulicz. Insisi tranversal dibuat pada tunika albuginea sisi ventral
penis kemudian dijahit secara longitudinal. Teknik Nesbit dan Heineke-Mikulicz
dapat digunakan bersamaan pada sisi penis yang berbeda untuk koreksi
kurvatura penis. Teknik Multiple parallel plication sutures dapat dilakukan di
sisi berlawanan kurvatura penis.

d. Plikasi Tunika Albuginea


b. Skin Release dan Transfer
Dilakukan degloving kulit dari batang penis, neurovascular bundles yang berada
Kulit penis merupakan satu-satunya sumber atau bahkan kontributor utama
disebelah lateral corpus cavernosa dibebaskan. Neurovascular bundles di angkat
dalam mengoreksi kurvatura penis ataupun torsi penis. Allen dan Spence adalah
dari corpus cavernosa dengan teugel. Dibuat desain insisi parallel dengan
ahli yang melakukan pengamatan pada masalah ini pada hipospadia distal.
panjang sekitar 1 cm dan jarak antara keduanya 0,5 – 1 cm pada sisi anterolateral
Mereka membuat irisan sirkumsisi proksimal dari meatus urethra seorang pasien
tunika albuginea penis sejajar dengan kurvatura penis. Kemudian dipasang
hipospadia tipe coronal, kemudian melakukan degloving kulit penis . Tindakan
tourniquet pada pangkal penis untuk mengurangi perdarahan, Setelah itu baru
ini ternyata membuat bentuk penis menjadi lurus. Kemudian dilakukan transfer
dilakukan insisi pada tunica albuginea. Tepi insisi parallel yang terluar di jahit
kulit dari sisi dorsal ke sisi ventral penis.
secara simple interrupted dengan 4.0 polydioxanone

e. Teknik Corporal Rotation


Koff dan Eakins pada tahun 1984 mendeskripsikan corporal rotation pada pasien 2. Memindah meatus uretra eksternus ke ujung gland penis (meatoplasty)
hipospadia, yaitu dengan cara insisi midline pada penis bagian ventral penis. Rotasi Memindah meatus urethra eksternus ke ujung gland penis tidak selalu dilakukan
medial corpus cavernosa dan fiksasi dengan jahitan pada aspek dorsal kedua corpus dalam repair hipospadia. Hal ini disebabkan resiko komplikasi yang cukup besar
cavernosa. Decter (1999) menggunakan teknik yang sama dengan teknik diatas dibanding meletakan meatus urethra eksternus di subcorona penis.
untuk mengkoreksi kurvatura penis yang berat, dimana setelah urethral plate Pada hipospadia tipe glandular dan subcorona, letak meatus urethra eksternus
dipisahkan, septum antara corpus di buka secara parsial melalui insisi longitudinal merupakan faktor penentu teknik operasi apa yang akan dipakai untuk memindah
di ventral, Neurovascular bundle di dorsal corpus cavernosa dibebaskan, Tindakan meatus urethra eksternus ke sisi yang lebih distal . Meatoplasty tanpa atau dengan
ini akan memudahkan untuk dilakukan rotasi medial corpus cavernosa sisi dorsal. dorsal advancement, distal urethral mobilization and tubularization, atau meatal-
Baru setelah itu dilakukan fiksasi dengan benang nonabsorbable antara kedua sisi based flaps merupakan metode yang sering di pakai. Bila letak meatus urethra
anterolateral yang telah bertemu di dorsal midline. Teknik corporal rotation ini eksternus berada lebih proksimal, maka biasanya di buat neourethra dengan
dapat dilakukan untuk one-stage repair hipospadia sementara panjang maksimal menggunakan metode local vascularized skin flaps atau free graft untuk
penis dapat dicapai. memindah muara urethra ke gland penis.

f. Skin Graft dan Tunica vaginalis Graft 3. Membentuk gland yang simetris dan berbentuk konus (glanuloplasty)
Skin graft merupakan teknik yang ideal untuk repair hipospadia pada penis yang Membuat simetris, bentuk penis yang konus merupakan salah satu target dari
kecil dan derajat kurvatura berat., dimana tidak mungkin dilakukan teknik Nesbit glanuloplasty pada repair hipospadia. Pada glans penis yang berbentuk flat,
dan plikasi karena akan lebih memperpendek penis. Donor full tickness skin dilakukan koreksi dengan cara mendekatkan bagian lateral jaringan glans penis ke
graft diambil dari kulit di region inguinal. Insisi tranversal dibuat pada bagian garis tengah pada sisi ventral penis menutupi meatoplasty-nya.
penis dengan kurvatura maksimal, kemudian dilakukan tranplantasi graft dengan
dijahit menggunakan poligactin 6.0 Penggunaan free graft dari tunica vaginalis 4. Membentuk neouretra dengan kaliber yang uniform/seragam (urethroplasty)
untuk patch orthoplasty pertama kali dilakukan oleh Perlmutter. Perlmutter Membentuk Neourethra
menggunakan teknik ini untuk repair hipospadi pada 11 anak. Beberapa prinsip dasar dan teknik ikut berperan pada keberhasilan uethroplasty pada
repair hipospadia.
a. Immediately Adjacent Tissue
Neourethra di bentuk dari jaringan di dekat meatus. Teknik ini merupakan
teknik dengan resiko dan tingkat kesulitan yang rendah dibanding teknik lain.
b. Flap Lokal
Flap lokal yang digunakan untuk konstruksi neourethra harus tipis, nonhirsute,
dan reliable tailored. Local flap ini merupakan flap fasciocutaneus yang terdiri
dari kulit dan tunica dartos. Vaskularisasi donor flap berasal dari arteri dan
vena kecil di dalam fascia. Vascularisasi berasal dari cabang arteri pudendalis
eksterna superfisialis dan propunda.

c. Local atau Extragenital Free Graft

Menutup atau melingkupi neourethra


a. Subcutaneus (tunica dartos) Flap
Menutup atau melingkupi neourethra yang telah dibuat dengan menggunakan
bermacam-macam jenis vascularized flap dapat mencegah terjadinya fistula
urethrocutaneus. Kulit preputium dorsal di pisahkan dari lapisan tunica dartos
dibawahnya, kemudian secara tajam tunica dartos dipisahkan dari penis, setelah itu
dilakukan insisi longitudinal di midline. Salah satu sisi dari flap ini ditarik ke
sebelah ventral penis untuk menutup neourethra dan dijahit dengan jahitan simple
interrupted benang absorbable.
c. Corpus Spongiosum Flap
Jaringan spongiosum (paraurethra) di tarik ke garis tengah untuk menutupi
neourethra yang sudah dibuat. Studi kohort yang dilakukan oleh Kass dan Chung
(2000) menyebutkan angka komplikasi teknik Corpus Spongiosum Flap untuk
menutup neourethra adalah 1,7% pada hipospadia tipe subcoronal dan 7,7% pada
hipospadia tipe penil. Serupa dengan studi diatas, Yankes dan teman-temannya
melakukan mobilisasi corpus spongiosum bagian distal, lateral dari neourethra
untuk menutupi neourethra yang telah dibuat. Pada 25 pasien yang di follow-up 1
tahun, tidak ditemukan adanya urethrocutaneus fistula. Dari sini dapat ditarik
kesimpulan bahwa penggunaan bagian distal corpus cavernosum untuk menutup
neourethra tampaknya dapat menghindari terjadinya urethrocutaneus fistula tanpa
menyebabkan residual atau kekambuhan kurvatura penis.
b. Tunica Vaginalis Flap
Tunica vaginalis flap merupakan alternatif untuk menutup atau melingkupi Membentuk neouretra dengan kaliber yang seragam
neourethra yang telah dibentuk.Testis sebagai donor tunica vaginalis testis Membentuk neourethra dapat dilakukan dengan metode local skin flaps, beberapa
dilepaskan dari perlekatannya ke scrotum, dan di tarik keluar untuk di ekspose di bentuk free grafts, atau pedicle grafts. Local flaps berasa dari kulit penis bagian
medan operasi. Tunica vaginalis di insisi dengan luas sesuai kebutuhan tanpa dorsal yang digeser ke bagian ventral. Menghindari local flaps yang terlalu sempit
merusak atau mengganggu vaskularisasinya. Kemudian flap tunica vaginalis atau terlalu tipis merupakan hal penting untuk menghindari gangguan vascularisasi
digunakan untuk menutupi neourethra dan testis dikembalikan ke asalnya. dari flaps.Keberhasilan dari free grafts bergantung pada vaskularisasi dari dasar
resipient, karenanya perlu dihindari tranplantasi free grafts pada permukaan dengan
jaringan parut.Untuk menjamin vaskularisasi, neourethra dari free grafts juga
sebaiknya di tutupi oleh jaringan subkutis atau kutis dengan vaskularisasi yang baik.
Kebanyakan ahli bedah lebih memilih mobilisasi vascularized flaps dari preputium
dibanding dengan free grafts. Flap ini digunakan untuk patch pada urethra yang asli
untuk membentuk neourethra, atau dibentuk tubuler untuk menyambung urethra
yang asli dengan lubang urethra baru di glans penis.

5. Kosmetik penis yang bagus


Merupakan tantangan bagi ahli bedah untuk membentuk kosmetik penis yang
menarik dalam melakukan repair hipospadia. Untuk menghasilkan kosmetik yang
menarik, terdapat beberapa cara untuk mentransfer kulit preputium dengan
vaskularisasi yang baik dari bagian dorsal penis ke bagian ventral. Transfer kulit
preputium ke ventral dengan cara memotong (splitting) Preputium dorsal penis
secara longitudinal pada midline kemudian menggeser (advancing) melalui lateral
batang penis ke sisi ventral penis untuk di jahit pada midline. Hasil jahitannya akan
menyerupai raphe. flap preputium dilateral kanan dan kiri dijahit dengan jaringan
subcorona glans. Jahitan ini akan menyerupai jahitan sirkumsisi.

PERTIMBANGAN KHUSUS PADA PENANGANAN HIPOSPADIA


USIA YANG IDEAL UNTUK REPAIR HIPOSPADIA
Teknik operasi yang sudah berkembang lebih baik pada saat ini memungkinkan
operasi hipospadia pada anak usia dibawah satu tahun. Tetapi sampai dengan saat ini
masih banyak kontroversi tentang usia ideal untuk repair hipospadia. Beberapa ahli
bedah menyarankan menunda sampai anak berusia dua atau tiga tahun. Di lain pihak,
banyak juga yang menyarankan pada saat anak usia 6 sampai 18 bulan
Pada tahun 1975, komite ad hoc dari The American Academy of Pediatric yang terdiri
dari ahli Bedah anak, urologist dan dokter anak menyimpulkan bahwa waktu optimal
untuk repair hipospadia berdasarkan sudut pandang psikologi adalah antara usia 4
sampai 5 tahun. Kemudian di tahun 1979, Lepore dan Kesler melakukan studi
pengamatan pada anak usia 2 sampai dengan 6 tahun yang menjalani operasi repair
hipospadia dan menyimpulkan bahwa ada peubahan perilaku berupa pemarah, agresif,
dan interaksi yang negatif dibanding anak seusia yang menjalani operasi selain repair
hipospadia.

ALGORITMA INTRAOPERASI PENANGANAN BEDAH REPAIR


HIPOSPADIA

TEKNIK OPERASI HIPOSPADIA


a. HIPOSPADIA ANTERIOR
TEKNIK ADVANCEMENT
Hipospadia tipe glandular dan subcoronal dapat di tangani dengan teknik Meatoplasty TEKNIK FLAP
and Glanduloplasty (MAGPI). Hasil yang memuaskan secara fungsi dan kosmetik Mathiu teknik (Perimeatal-based flap) menggunakan local flap untuk repair
akan dicapai bila tidak ada kurvatura penis. hipospadia tipe glandular dan subcoronal. Teknk ini banyak digunakan dalam
repair hipospadia.

Gambar 14. teknik Meatoplasty and Glanduloplasty (MAGPI) Gambar 16. Teknik Mathiu

TEKNIK TUBULARIZATION b. MIDDLE HIPOSPADIA


Thiersch dan Duplay merupakan ahli yang pertama kali mendeskripsikan tekni Teknik yang popular seperti TIP urethroplasty dan Mathieu selain dapat digunakan
tubularization pada urethra plate. Teknik ini selanjutnya diberi nama Thiesch –Duplay untuk repair hipospadia distal, tetapi juga dapat digunakan untuk repair hipospadia
urethroplasty. Snodgrass memperkenalkan Tubularized Incised Plate (TIP) tipe penil distal. Untuk tipe yang lebih proksimal digunakan secara terbatas.
urethroplasty merupakan modifikasi teknik Thiersch-Duplay . Komplikasi yang timbul
dari teknik ini berkisar antara 2% sampai dengan 5%. TEKNIK ONLAY
Teknik Onlay island flap merupakan teknik yang paling banyak digunakan saat ini.
Digunakan untuk repair hipospadia tipe subcoronal dan midshaft penis.

Gambar 15. Teknik Thiersch dan Duplay


Gambar 17. Teknik Onlay island flap
c. HIPOSPADIA POSTERIOR Kebanyakan hipospadia posterior dapat di repair menggunakan one-stage repair,
Hipospadia jenis ini lebih kompek dan merupakan tantangan bagi ahli bedah untuk karenanya penggunaan two-stage repair untuk penanganan hipospadia proksimal
menanganinya. Penatalaksanaan bedah dap one-stage repair ataupun two-stage repair. menjadi controversial. Pada hipospadia tipe scrotal atau perineal, kurvatura penis
yang berat, dan penis yang kecil digunakan two-stage repair.
ONE-STAGE REPAIR Pada operasi pertama, dilakukan orthoplasty dan preputium di reposisikan di
Tranverse Preputial Island Flap (TPIF) menggunakan kulit preputium untuk ventral.
membentuk neourethra tube yang kemudian di transfer ke ventral. Teknik ini juga
dikenal sebagai teknik Duckett tube, sesuai dengan nama penemunya. Selain teknik
tersebut, dapat juga digunakan teknik Onlay island flap.

Gambar 19. Operasi tahap pertama

Gambar 18. Tranverse Preputial Island Flap (TPIF)

TWO-STAGE REPAIR
Operasi kedua dilakukan enam bulan atau lebih setelah operasi pertama selesai. Tujuan
operasi kedua adalah untuk membuat neourethra yang menghubungkan hipospadic-
meatus dengan ujung glans penis. Pembentukan neourethra juga dapat diambil dari
mukosa bladder atau mukosa buccal.

Gambar 20. Operasi tahap kedua

Komplikasi
Komplikasi yang bisa timbul pada operasi penanganan hipospadia adalah :
1. Terjadi fistel di tempat yang dulu atau dinding lain,
2. terjadi strikture,
3. terjadi kantongan/sakus, sehingga terjadi inti-inti batu (bahkan pada kantongan
tersebut tumbuh rambut-rambut/bulu).

Komplikasi dari repair hipospadia adalah : Perdarahan, hematoma, stenosis meatal,


fistula urethrokutaneus, Striktur urethra, divertikulum urethra, Infeksi luka operasi, dan
terlepasnya jahitan. Bila diperlukan reoperasi pada komplikasi seperti meatal stenosis,
Fistula urethrokutaneus, dan stricture urethra dapat dikerjakan expeditiously, pada
waktu yang tepat. Komplikasi yang lebih serius seperti partial or complete breakdown
of hipospadia repair memerlukan operasi yang lebih rumit. Secara umum, jika tidak
ada indikasi reeksplorasi segera seperti perdarahan atau Infeksi, maka reoperasi
sebaiknya dilakukan paling tidak setelah enam bulan dari operasi pertama.
INVAGINASI
5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dindingnya.
Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices
------------------------------------------------- RD - Collection 2002 --------------------------------------------- epiploideae.
-- 6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.

Anatomi usus halus  Perbedaan interna


Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, yejunum dan ileum. Panjang 1. Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plica
duodenum 26 cm, sedangkan yejunum + ileum : 6 m Dimana 2/5 bagian adalah silcularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.
yejunum (Snel, 89). Sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia 2. Mukosa usus halus mempunyai fili, sedangkan mukosa usus besar tidak
dewasa adalah 5-6 m. Batas antara duodenum dan yejunum adalah ligamentum mempunyai.
treits. 3. Kelompokan jaringan limfoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa usus
halus , jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.
Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari :
1. Lekukan –lekukan yejunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum di
bawah sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak pada bagian bawah Intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan
rongga peritoneum dan dalam pelvis. merupakan kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah masuknya
2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada ileum segmen usus proksimal (kearah oral) kerongga lumen usus yang lebih distal
Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih permanen (kearah anal) sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus
yaitu plica circularis, lebih besar, lebih banyak dan pada yejunum lebih Definisi lain Invaginasi atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus
berdekatan ; sedangkan pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian bawah (Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya
lipatan ini tidak ada. usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum) memasuki usus
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan kiri bagian distal (intussucipient), tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau
aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta. retrograd (Bailey,90) Paling sering masuknya ileum terminal ke kolon.
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya menmbentuk satu atau dua Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu segmen usus
aarkade dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke yang dimasuki segmen lain
dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek, yang Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik
beraal dari 3 atau 4 atau malahan lebih arkade. berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak Pada anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai
jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum kelainan pada ususnya sebagai penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli,
lemak disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak ditemukan dari pangkal Polyp, Hemangioma (Schrock, 88). Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama
sampai dinding usus halus. adanya tumor yang menyebabkannya (Dunphy 80). Perbandingan kejadian antara
6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum pria dan wanita adalah : 3 : 2 (Swenson,90), pada orang tua sangat jarang dijumpai
bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik. (Ellis ,90). Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah
ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam
Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah : coecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partiil
 Perbedaan eksterna maupun total. Intususepsi paling sering mengenai daerah ileosekal, dan lebih jarang
1. Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedang kan colon asenden terjadi pada orang tua dibandingkan dengan pada anak-anak. Pada kebanyakan kasus
dan colon desenden terfiksasi tidak mudah bergerak. pada orang tua dapat diketemukan penyebab yang jelas, umumnya tumor yang
2. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar membentuk ujung dari intususeptum.
yang terisi.
3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak
bawah menyilang garis tengah, menuju fosa iliaka kanan. ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir 70%
4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus. Pada kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, paling sering
usus besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita dijumpai pada ileosekal. Invaginasi sangat jarang dijumpai pada orang tua, serta
yaitu taenia coli. tidak banyak tulisan yang membahas hal ini secara rinci.
Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak-anak dan dewasa, pada anak- Hampir 70 % kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun
anak etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan (Bisset et all, 1988) sedangkan Orloff mendapatkan 69% dari 1814 kasus pada bayi
sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen dan anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Chairl Ismail 1988
oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat operasi lead mendapatkan insiden tertinggi dicapai pada anak-anak umur antara 4 sampai dengan
poinnya dapat ditemukan 9 bulan. Perbandingan antara laki-laki dan wanita adalah 2:1 (Kartono, 1986; Cohn
1976; Chairul Ismail !988).
Kalsifikasi Insidensi tertinggi dari inttususepsiterdapat pada usia dibawah 2 tahun (Ellis 1990).
Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe : Orloof mendapatkan 69% dari1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia kurang
1. Enterik  usus halus ke usus halus dari 1 tahun (Cohn 1976). Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan
2. Ileosekal  valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan penyebab kira-kira 80-90% dari kasus obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi
menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari lebih jarang terjadi dan diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 5% dari kasus
intususepsi. obstruksi (Ellis, 1990)
3. Kolokolika  kolon ke kolon.
4. Ileokoloika  ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon. Patofisiologi
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa
Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai valvula pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu
ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk masing-masing bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau
jenis intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran : 39% ileosekal, 31,5 % kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral
ileokolika, 6,7% enterik, 4,7 % kolokolika, dan sisanya adalah bentuk-bentuk yang keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau
jarang dan tidak khas (Tumen 1964). proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan
Invaginasi dapat ditemukan di semua umur, pada penderita dewasa ditemukan 5%kasus khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien
obstruksi usus disebabkan karena invaginasi (Ellis,90). Biasanya terdapat tumor pada pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus
apex intussuception, pada usus halus biasnya tumor jinak dan tumor ganas pada usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan
besar. (Ellis 90). Tumor usus halus banyak ditemukan diduodenum, yejunum bagian aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding
proksimal dan terminal ileum. Distal yejunum dan proksimal ileum relatif jarang usus
(Leaper 89) dan terbanyak di temukan di terminal ileum (Schrok,88). Tumor usus halus Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum.
merupakan 1-5% tumor di dalam saluran pencernaan makanan, hanya 10 % yang akan Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum
menimbulkan gejala-gejala antara lain perdarahan, penyumbatan atau invaginasi. ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan
Perbandingan tumor jinak dan tumor ganas adalah 10 : 1 (Schrock,88). Tumor jinak juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya
usus halus biasanya adenoma, leyomiomalipoma, hemangioma, ployposis. Sedangkan mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt
tumor ganas biasanya carcinoma, carcinoid tumor, sarcoma, tumor metastase sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan
(Leaper,89). menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada
dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren.
Epidemiologi Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan
Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang , menurut angka yang ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula
pernah dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat abdomen dan 3% lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada
dari kejadian obstruksi usus , angka lain melaporkan 1% dari semua kasus obstruksi intususepsi (Tumen 1964).
usus, 5% dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan dewasa), sedangkan angka-angka Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun
yang menggambarkan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin dan umur belum total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih
pernah dilaporkan, sedangkan segmen usus yang telibat yang pernah dilaporkan mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal
Anderson 281 pasien terjadi pada usus halus ( Jejunum, Ileum ) 7 pasien ileocolica, 12 yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya
pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336 kasus yang ia laporkan . Desai pada 667 terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi
pasien menggambarkan 53% pada duodenum,jejunum atau ileum, 14% lead pointnya
pada ileoseccal, 16% kolon dan 5% termasuk appendik veriformis.
Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik Sedangkan pada anak-anak umur lebih dari 2 tahun dapat dijumpai kelinan pada
obstruksi paralitik (Meingot’s 90 ; Bailey 90). usus sebagai penyebabnya, misalnya divertical meckel, hemangioma, polip. Pada
Menurut etiologinya ada 3 keadaan : orang tua sangat jarang dijumpai kasus invaginasi (Tumen 1964; kume GA et al,
1. sebab didalam lumen usus 1985; Ellis 1990), seta tidak banyak tulisan yang membahas tentang invaginasi pada
2. sebab pada dinding usus orangtua secar rinci.
3. sebab diluar dinding usus (Meingot’s 90)
Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional
Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga berperan pada
usus halus letak rendah dan obstruksi usus besar. timbulnya invaginasi. Infeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan anak
Berdasarkan waktunya dibagi : dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu penyebab
1. Acuta intestinal obstruksi invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut di bagian bedah dan
2. Cronik intestinal obstruksi dapat terjadi pada semua umur. Insiden puncaknya pada umur 4 - 9 bulan, hampir
3. Acut super exposed on cronik 70% terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana laki-laki lebih sering dari
wanita kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan invaginasi
Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di menjadi suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh-
usus besar (Schrock, 82). pembuluh darah segmen intususeptum usus atau mesenterial. Bagian usus yang
Aethiologiobstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah : paling awal mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus
1. Adhesion yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa
2. Hernia sehingga timbul perdarahan. Campuran antara mucus dan darah tersebut akan keluar
3. Neoplasma anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (red currant jelly stool).
4. Intussusception Keluarnya darah per anus sering mempersulit diagnosis dengan tingginya insidensi
5. volvulus disentri dan amubiasis. Ketiga gejala tersebut disebut sebagai trias invaginasi.
6. benda asing Iskemik dan distensi sistem usus akan dirasakan nyeri oleh pasien dan ditemukan
7. batu empedu pada 75% pasien. Adanya iskemik dan obstruksi akan menyebabkan sekuestrisasi
8. imflamasi cairan ke lumen usus yang distensi dengan akibat lanjutnya adalah pasien akan
9. strictura mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi dapat menimbulkan syok. Mukosa usus yang
10. cystic fibrosis iskemik merupakan port de entry intravasasi mikroorganisme dari lumen usus yang
11. hematoma dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi sistemik dan sepsis.

Etiologi Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen usus,
Menurut kepustakaan 90-95% terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang
idiopatik. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum terminal pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak
berupa hipertrophi jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis) intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak (diverticle
yang mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi saluran nafas. Keadaan ini meckel’s, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah bersifat ganas
menimbulkan pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensiny labih rendah
aliran vena  obstruksi intestinal  perdarahan. Penebalan ini merupakan titik seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan abdomen
permulaan invaginasi. sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi
Pada anak dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip, pada penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang
hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti tidak dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik .
spasmolitik pada diare non spesifik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet
makanan dari cair ke padat, perubahan pola makan dicurigai sebagai penyebab Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus yang terjadi
invaginasi pada bayi/ anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada kira-kira 95%
Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang kasus. Sebaliknya 80% dari kasus pada dewasa mempunyai suatu penyebab organik,
jelas sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic dan 65% dari penyebabnya ini berupa tumor baik benigna maupun maligna.
intususeption.
Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus ditangani dengan anggapan Diagnosis
terdapat keganasan. Insidensi tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang hanya Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai
mengenai kolon saja (Cohn 1976). dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi
segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila
Gambaran Klinis berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus
Rasa sakit adalh gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah
serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada
kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit tinja dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan
berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dnegan mucus pada + 20% kasus.
serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala. Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran
Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah, pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang disebut sebagai gejala paling
keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut. awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus. Pasien biasanya mendapatkan
Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa
letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang
kembalinya aliran darahdari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai
darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan. sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu
Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan pada 90%, gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya
muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya masa abdomen invaginasi sulit ditentukan
pada 73% kasus (Cohn, 1976). Muntah reflektif sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini
dijumpai pada + 75% pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus gejala yang dominan pada sebagian besar pasien. Muntah reflektif terjadi tanpa
pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan
intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua sampai muntah bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya
disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain
pada anak-anak. Pada orng dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan
jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam usaha menegakkan didapatkan pada 90%.
diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan lain (Cohn, Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dance’s Sign dan Sousage
1976). Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja serta
intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan radiologis tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi. Dance’s Sign dan
seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis. Pemeriksaan radiologis Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini patognomonik pada
sering tidak berhasil mengkonfirmasikan diagnosis karena tidak terdapat intususepsi invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering
pada saat dilakukan pemeriksaan. Intussusepsi yang terjadi beberapa saat ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan
sebelumnya telah tereduksi spontan. Dengan demikian diagnosis intussusepsi harus teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dance’s Sign. Pemeriksaan colok dubur
dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan obstruksi usus yang berulang, teraba seperti portio uteri, feces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan
meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan laim tidak merupakan suatu tanda yang patognomonik.
memberikan hasil yang positif. Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran
tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu
Pada kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan
membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi.
serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi
juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.
rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang
juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa abdomen dapat
diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan (Tumen, 1964).
TRIAS INVAGINASI : Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh
pain), bila lanjut sakitnya kontinyu suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika
2. Muntah warna hijau (cairan lambung) salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan (Cohn 1976).
 currant jelly stool
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi mempunyai
Obstruksi usus ada 2 : riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadnag mencapai waktu
1. Mekanis  kaliber usus tertutup bertahun – tahun. Keadaan ini lebih sering ditemukan padaorng dewasa daripada
2. Fungsional  kaliber usus terbuka akibatperistaltik hilang anak-anak (Tumen 1964). Biasanya ditemukan suatu kelainanlokal pada usus namun
Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan dari literatur 122 kasus intususepssi
Pemeriksaan Fisik : khroni primeir pada orang dewasa. Beberapa penulis tidak menyetujui konsep bahwa
 Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter. intususepsi tersebut berlangsung terus menerus dalam waktu demikian lama.
 Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan Stallman (cit Tumen 1964) mempertanyakan tepatnya penggunaan istilah
 Nyeri tekan (+) intususepsi khronis. Goldman dan Elman (cit Tumen 1964) mengemukakan
 Dancen sign (+)  Sensai kekosongan padakuadran kanan bawah karena keyakinannya bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan
masuknya sekum pada kolon ascenden intususepsi yang berlangsung lebih dari 1 minggu. Para penulis ini berpendapat, hal
 RT : pseudoportio(+), lender darah (+)  Sensasi seperti portio vagina yang paling mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini adalah adanya reduksi
akibat invaginasi usus yang lama spontan dan rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium yang
panjang, yang memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan
Radiologis :
sirkulasi,kemungkinan dapat menyebabkan terpeliharanya integritas striktural usus.
 Foto abdomen 3 posisi Serangan ini dapat berulang dalam waktu yang lama dengan status kesehatan
Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran penderita yang relatif baik, sampai akhirnya terdapat suatu serangan yang demikian
beratnya sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi
plika circularis usus)  DAH
diperlukan.
 Colon In loop  berfungsi sebagai :
Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu
 Diagnosis  cupping sign, letak invaginasi
melalui :
 Terapi  Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2
 Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti
obstruksi dan kejadian < 24 jam
diatas).
 Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar
Tomography)
bersama feses dan udara

Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit,


meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa Penatalaksanaan
dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah Dasar pengobatan adalah :
cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan 1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed tomography), meskipun 2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.
umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan. 3. Antibiotika.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik. 4. Laparotomi eksplorasi.
Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema mungkin
dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan
barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance pada barium di diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan
tempat ini. memberikan prognosa yang lebih baik.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:
dahulu mencakup dua tindakan : 1. Ruptur dinding usus selama manipulasi
 Reduksi hidrostatik 2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan 3. Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi
kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan 4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas
oleh Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat
1976.
Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi – tepi segmen usus yang
 Reduksi manual (milking) dan reseksi usus terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi,
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.
lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak
ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus
berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan,
suatu operasi. Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak
standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa
tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi
harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan anastosmose .
dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang
tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau 3. Pasca Operasi
ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus  Hindari Dehidrasi
direseksi dilakukan anastomose “end to end” apabila hal ini memungkinkan,  Pertahankan stabilitas elektrolit
bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.  Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
 Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada saat
pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar
kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya adalh
dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan reseksi.
reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati- Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba dengan hati-hati
hati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu , tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema, reduksi tidak boleh
dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila akan melakukan
idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975 reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya dipertimbangkan juga sisa
cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keragu- usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari / memperkecil timbulnya short
raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan. bowel syndrom.
1. Pre-operatif Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada  adanya reseksi usus yang etensif
kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan  diarhea
koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit
 steatorhe
 malnutrisi
2. Durante Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kausa
Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan gangguan
terbanya intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka
nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2 meter atau kurang
tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang
fungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka dengan
terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersifat jinak
nutrisi prenteralpun tidak akan adequat. (Schrock, 1989).
maupun yang ganas.
MEGACOLON CONGENITAL
Sampai tahun 1930-an etiologi penyakit Hirschprung belum jelas diketahui
penyebab sindrom tersebut. Baru jelas setelah Robertson dan Kernohan pada tahun
------------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection2002 1938 serta Tiffin, Chander dan Faber pada tahun 1940 mengemukakan bahwa
megakolon pada penyakit Hirschprung primer disebabkan oleh gangguan
peristalsis di bagian usus distal dengan defisiensi ganglion. Pada tahun 1948,
Megacolon congenital adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionis usus, mulai Swenson melaporkan tentang penyempitan kolon distal yang terlihat dalam barium
dari spingter ani interna ke arah proksimal dengan panjang bervariasi, tetapi selalu enema dan tidak terdapatnya peristalsis kolon distal. Pengangkatan segmen kolon ini
termasuk anus dan setidak-tidaknya rektum. Penyakit Hirschsprung disebut juga dengan disertai preservasi sfingter ani interna akan menyembuhkan penyakit
megacolon kongenital merupakan kelainan tersering dijumpai sebagai penyebab hirschprung..
obstruksi usus pada neonatus. Pada penyakit ini tidak dijumpai pleksus mienterikus Pasien dengan penyakit Hirschsprung harus dikelola segera setelah diagnosis
sehingga bagian usus tersebut tidak dapat mengembang. Megakolon congenital atau ditegakkan. Tindakan segera yang harus dilakukan adalah pembuatan kolostomi
Hirschprung adalah kelainan congenital yang disebabkan oleh karena tidak untuk menghilangkan pasase usus. Langkah berikutnya adalah melakukan tindakan
adanya ganglion parasimpatis pada lapisan submukosal (meissner) maupun bedah definitif yang dilakukan secara elektif. Tanpa penanganan tingkat mortalitas
lapisan muskularis (Anerbach ) usus besar Penyakit ini ditemukan oleh Herald penyakit ini 80 % (Lee Steven, 2003), pasien penyakit Hirschsprung akan
Hirschprung, seorang ahli penyakit anak di Denmark tahun 1886, yang melaporkan meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya, sebagian besar pada masa
perjalanan klinis sampai saat kematian dua orang pasien dengan gangguan usus yang neonatus. Kematian tersebut disebabkan oleh komplikasi seperti enterokolitis,
berat, masing-masing berumur 7 dan 11 bulan. Gambaran makroskopis kolon yang perforasi usus, sepsis dan sebagainya. Keterlambatan dan kegagalan tindakan
terdilatasi dan hipertrofi, yang oleh Hirschprung dinilai sebagai penyebab primer bedah, baik tindakan bedah sementara maupun bedah definitif dapat mengakibatkan
gangguan fungsi usus. Penyakit ini ditandai dengan lambatnya pengeluaran cacat bahkan kematian. Penyakit ini merupakan kasus bedah sebab terbukti dengan
mukonium dalam dua kali 24 jam, diikuti tanda-tanda obstruksi mekanis penatalaksanaan konservatif dari sejak awal, tidak memberikan hasil yang
seperti muntah, kembung, gangguan defekasi (konstipasi dan diare) dan akhirnya memuaskan. Pembedahan untuk mengatasi penyakit Hirschprung telah dikerjakan
disertai kebiasaan defekasi yang tidak teratur sejak 50 tahun yang lalu. Pada tahun 1961 Soave pertama kali melakukan operasi
Manifestasi klinik penyakit ini adalah gangguan pasase usus fungsional., dalam endorectal pull-through untuk menangani penyakit Hirschprung (Kartono,1993).
kepustakaan disebutkan bahwa insiden penyakit ini berkisar 1 diantara 2000 sampai Pengobatan definitif aganglionosis kolon adalah pembedahan dengan membuang
12.000 kelahiran, dengan insiden tersering 1 diantara 5000 kelahiran. Data tentang semua bagian yang aganglionik, kemudian membawa usus (kolon ) yang normal
penyakit Hirschsprung di Indonesia belum ada. Angka insidensi 1 diantara 5000 persarafannya (ganglionik ) ke anus dengan memperhatikan kontinensi. Setiap
kelahiran maka dengan penduduk 220 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil, penderita yang sudah didiagnosis menderita penyakit Hirschsprung perlu dilakukan
diperkirakan akan lahir 1400 bayi setiap tahun dengan penyakit Hirschsprung di pembedahan untuk menghilangkan bagian yang patologi dan memperbaiki fungsi
Indonesia. Di Amerika frekuensi 1 dari 5000 kelahiran (Kartono, 1993 ; Yoshida, saluran cerna (operasi korektif). Beberapa prosedur terapi penyakit Hirschsprung
2004). Insiden penyakit ini adalah 1 : 5000 kelahiran hidup. Frekuensi pada anak antara lain : Prosedur Swenson, Prosedur Duhamel, Prosedur Rehbein dan Prosedor
laki-laki dengan perempuan 4 : 1. Soave. Prosedur Soave disebut juga prosedur pull-through ekstramukosa
Diagnosis penyakit hirschprung ini harus ditegakkan secara dini, sebaiknya pada endorektal dari Soave. Di Subbagian Bedah anak FK UGM / RSUP DR Sardjito
masa neonatal. Keterlambatan diagnosis dapat menimbulkan komplikasi dan Yogyakarta, Soave dikerjakan mulai awal 1990. dalam melaksanakan tersebut
kematian. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini diperlukan anmnesis dan didapatkan kesulitan dalam pengupasan mukosa, sehingga diciptakan tehnik
pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan foto polos abdomen, barium enema, prosedur modifikasi Soewarno
serta pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap rectum. Penyakit ini adalah
kasus bedah, sebab terbukti penatalaksanaan konservatif, dari sejak awal penemuan Sejarah penyakit Hirschprung
penyakit ini sampai sekarang tidak memberikan hasil memuaskan . Tetapi jika sejak Pada tahun 1886 Hirschsprung melaporkan dua kasus bayi meninggal dengan perut
awal dilakukan kolostomi melalui usus yang berganglion dengan prosedur pull yang kembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh masa feses. Penyakit ini
through hasilnya akan memuaskan. Prosedur pull through dilakukan bila anak disebut megakolon kongenital dan merupakan kelainan yang tersering dijumpai
sudah mempunyai berat badan 10 kg, umur sudah lebih tua dan mempunyai sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus. Laporan tersebut disertai
megakolon. Pull through ditunda sampai usus kembali ke ukuran normal. Kolostomi keterangan mengenai penampilan makroskopik kolon yang terdilatasi dan hipertrofi,
dapat ditutup pada saat dilakukan pull through atau sebagai langkah ketiga yang oleh Hirschprung dinilai sebagai penyebab gangguan fungsi usus ( Swenson,
tergantung keputusan ahli bedah. Prosedur yang digunakan bervariasi adalah 1990). Sampai tahun 1930 etiologi penyakit Hirschprung belum jelas diketahui.
prosedur Swenson, Duhamel, Soave
Penyebab sindrom tersebut baru diketahui setelah Robertson dan Kernohan pada kelenjar sebacea. Kelenjar analis bermuara pada kripta analis yaitu cekungan kecil
tahun 1940 mengemukakan bahwa penyakit Hirschprung disebabkan gangguan pada sinus analis (Brown, 1996). Secara mikroskopis kanalis analis terdiri dari tiga
peristaltik di bagian usus distal dengan defisiensi ganglion. Pada tahun 1948 macam epitel, di atas linea pektinata struktur menyerupai kolon, antara linea
Swenson menerangkan tentang penyempitan kolon distal yang terlihat dalam pektinata dan garis Hilton dilapisi epitel transitional berlapis dan dibawah garis
barium enema dan tidak terdapatnya peristaltik pada kolon distal. Pengangkatan Hilton epitel pipih berlapis (Brown, 1996).
segmen ini dengan disertai preservasi sfingter ani interna akan menyembuhkan
penyakit Hirschprung (Robertson, et al, 1988). Pada tahun 1967, Okamoto dan Ueda Sistema Muskulus
menyimpulkan bahwa penyebab penyakit hirschsprung adalah aganlionosis pada Sfingter terdiri dari atas otot polos dan
bagian akhir usus. Aganglionosis tersebut disebabkan oleh karena gagalnya migrasi lurik yang membentuk saluran anal. Otot
ke caudal sel-sel neuroblast pada masa awal kehidupan embrio (Kartono,1993 polos sfingter interna adalah intrinsik
pada dinding usus, menempati 2/3 bagian
Anatomi dan fungsi anorektal distal saluran anal, sebagian besar
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, terletak distal dari garis pektinea, otot
sedangkan rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan anus dan rektum ini, tersebut merupakan penebalan muskulus
maka perdarahan, persarafan, serta aliran limfa berbeda. Rektum dilapisi mukosa sirkular yang diperkuat oleh muskulus
glanduler, sedangkan kanalis analis, yang merupakan epitel gepeng. Tidak ada yang longitudinal di bagian luarnya. Sfingter
disebut mukosa anus. Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan eksterna merupakan lingkaran otot
perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar disekitarnya kaya akan memanjang mengelilingi katup anal (anal
persarafan sensoris somatik yang peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan vaives) sampai orifisium anal, tersangga
mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. diantara muskulus perinei superfisialis
Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang dan ano-coccygeal raphe. Disamping otot-
berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui vena iliaka (Sjamsuhidajat, 1997). otot sfingter, terdapat otot-otot dasar
panggul yang terletak pada pintu keluar
Kanalis analis
rongga pelvis berupa otot-otot levator ani
yang terdiri dari pubococcygeus,
Secara makroskopis kanalis analis terdiri atas
ileococcygeus dan muskulus puborectalis
kolumna analis, valvula analis, sinus analis, (Kartono, 1993).
papila analis, zona transisi garis Hilton dan
kelenjar analis. Kolumna analis merupakan
lipatan vertikal dari selaput mukosa.
Vaskularisasi
Vaskularisasi rektum dan kanalis analis berasal dari arteri hemorhoidalis superior,
Sedangkan valvula analis merupakan lipatan
media dan inferior. Arteria hemorhoidalis superior merupakan akhir dari arteria
melintang berbentuk bulan sabit pada ujung
mesenterika inferior, melalui dinding posterior dari rektum turun sampai ke linea
bawah kolumna analis yang terdapat
pektinata (Leonhard, 1995). Arteria hemorhoidalis media merupakan cabang dari
sepanjang linea pektinata, garis ini
arteria iliaka interna, pada wanita berupa arteria uterina. Arteria hemorhoidalis
merupakan batas antara endoderm dan
inferior merupakan cabang dari arteria pudenda interna, mensuplai anal di sebelah
ektoderm. Sinus analis terdiri dari lekukan-
distal linea pektinata. Vena pada rektum dan anal mengikuti sistem arteri. Vena
lekukan kecil tepat di atas valvula analis
hemorhoidalis superior berasal dari pleksus hemorhoidalis internus dan berjalan ke
sedangkan tonjolan mukosa dari valvula
kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan melalui vena lienalis ke vena porta.
analis disebut papila analis. Antara linea
Vena hemorhoidalis inferior dan media mengalirkan darah ke ke vena pudenda
pektinata dan garis putih Hilton terdapat
interna, ke vena iliaka interna selanjutnya ke vena kava inferior. Anastomosis antara
peraliha bentuk epitel. Garis putih Hilton
vena hemorhoidalis superior dan arteria hemorhoidalis media dan inferior disebut
letaknya lebih rendah dari sfingter interna,
portosistemic shunt (Leonhard, 1993).
membentuk lekukan intersfingterika, di
bawah garis ini kanalis analis dilapisi oleh
kulit yang mengandung kelenjar keringat dan
Persarafan Motilitas kolon
Nervus parasimpatis berasal dari cabang anterior n. sacralis ke 2,3 dan 4. Persarafan Motilitas kolon berbeda dengan usus halus, dimana peristaltik digantikan oleh
preganglion ini membentuk dua saraf erigentes yang memberikan cabang langsung gerakan feses disepanjang kolon. Motilitas kolon berfungsi untuk pendorongan feses
ke rektum dan melanjutkan diri sebagai cabang utama ke pleksus pelvis untuk dan absorpsi cairan pada waktu defekasi. Sedangkan gerakan feses dari sigmoid ke
organ–organ intrapelvis. Didalam rektum, serabut saraf ini berhubungan dengan rektum dihambat oleh beberapa mekanisme yang digunakan untuk kontinensia.
pleksus ganglion Auerbach. Persarafan simpatis barasal dari dalam ganglion lumbal
ke 2,3,4 dan pleksus paraaorta. Persarafan ini menyatu pada kedua sisi membentuk Kontinensia
pleksus hipogastrikus di depan vertebra lumbal 5 dan melanjutkan diri ke arah Kontinensia merupakan keadaan kemampuan untuk mempertahankan feses. Hal ini
postero-lateral sebagai persarafan presakral yang bersatu dengan ganglion pelvis tergantung dari konsistensi feses, tekanan dalam anus, tekanan rektum dan sudut
pada kedua sisi. Persarafan simpatis dan parasimpatis ke rektum dan saluran anorektal. Kontinensia diatur oleh mekanisme volunter dan involunter yang
anal berperan melalui ganglion pleksus Auerbach dan Meissner untuk mengatur menjaga hambatan secara anatomi dan fisiologi jalannya feses ke rektum dan anus.
peristaltik dan tonus sfingter interna. Serabut saraf simpatis dikatakan sebagai Penghambat yang berperan adalah sudut anus dan rektum yang dihasilkan oleh otot
inhibitor dinding usus dan motor sfingter interna sedang parasimpatis sebagai motor levator ani bagian puborektal anterior dan superior. Adanya perbedaan antara
dinding usus dan inhibitor sfingter. Sistem saraf parasimpatis juga merupakan tekanan dan aktifitas motorik anus, rektum dan sigmoid juga menyebabkan
persarafan sensorik untuk rasa distensi rektum (Brown, 1996). progresifitas pelepasan feses terhambat. Kontraksi sfingter ani eksternus seperti
pada puborektalis diaktifasi secara involunter dengan distensi rektal dan dapat
Etiologi meningkat selama 1 – 2 menit (Kiessewetter, 1979).
Penyebab dari penyakit hirschprung disebabkan oleh gangguan peristalsik di
bagian usus distal dengan defisiensi ganglion. Aganglionosis terjadi kareana sel Defekasi
neuroblas bermigrasi dari Krista neuralis saluran cerna bagian atas dan selanjutnya Dalam keadaaan istirahat, lumen saluran anus akan menutup akibat puborektal sling
mengikuti serabut vagal ke kaudal. Penyakit hirschprung terjadi bila migrasi sel yang letaknya kranial dari linea pektinea dan oleh tonus istirahat sfingter interna dan
neuroblas terhenti pada suatu tempat tertentu dan tidak mencapai rectum. eksterna yang terletak setinggi dan dibawah katup anal. Peningkatan tekanan bagian
Beberapa peneliti mengemukakan timbulnya megakolon congenital dikarenakan kranial saluran anus akan dideteksi oleh reseptor regangan pada sleeve dan sling
microenviorement pada kolon distal yang tidak normal yang tidak memungkinkan complex. Peristaltik yang kuat akan menimbulkan tegangan pada sleeve and sling.
factor pertumbuhan atau lingkungan yang sesuai untuk perkembangan neurocyt. Untuk menghambat gerakan peristaltik tersebut (seperti menahan flatus) diperlukan
Suatu penelitian terbaru meneliti aktifitas adesi molekul neural cell (NCAM) pada kontraksi yang kuat yang harus dibantu secara sadar untuk menimbulkan kontraksi
megakolon congenital, Kobayashi menjelaskan bahwa NCAM berperan penting sling dan sfingter eksterna. Sleeve and sling dapat membedakan gas, cair, padat
dalam migrasi neurocyt dan lokalisasi neurocyt ketempat spesifik. Selama maupun gabungan. Sfingter interna merupakan bagian akhir otot pendorong yang
embriogenesis ada kemungkinan hilangnya aktifitas NCAM dapat menjelaskan tidak secara aktif mengeluarkan feses atau flatus melalui anus. Serabut otot ini, yang
terdapatnya sel ganglion pada megakolon congenital. terdiri dari otot sirkuler dan longitudinal membantu peristaltik di seluruh saluran
anal sampai ke orifisium. Bagian longitudinal yang sebagian berasal dari otot
pubococcygeus dan sebagian dari otot rektum involunter, secara aktif menimbulkan
Patofisiologi ectropion anus selama fase peristaltik pengeluaran feses. Fungsi ini berhubungan
Pada penyakit Hirschprung, kolon mulai dari paling distal sampai pada bagian usus dengan kebersihan bagian saluran anal yang dilapisi kulit ( Kartono, 1993).
yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatis
intramural. Bagian kolon yang aganglionik ini tidak dapat mengembang Gambaran Klinis
sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini Gejala utama dari penyakit hirsprung adalah berupa gangguan defekasi yang dapat
kolon proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk mulai timbul 24 jam pertama setelah lahir, dapat pula timbul pada umur beberapa
megakolon. Hirschprung segmen pendek, daerah aganglionik meliputi rectum minggu atau baru menarik perhatian orang tuanya atau setelah umur beberapa bulan.
sampai sigmoid merupakan kelainan terbanyak (18%), yang disebut hirschprung TRIAS KLASIK gambaran klinik pada neonatus adalah :
klasik. Hirschprung segmen panjang, daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari 1. Mekonium keluar terlambat lebih dari 24 jam pertama
sigmoid Bila mengenai seluruh kolon disebut kolon aganglionik total 2. Muntah hijau
3. Perut membuncit seluruhnya.
Ada kalanya gejala obstipasi kronik ini diselingi oleh diare berat dengan feses Pemeriksaan radiologis
berbau yang disebabkan oleh timbulnya penyakit berupa enterokolitis. a. Foto polos abdomen
Enterokolitis ini disebabkan antara lain oleh bakteri yang tumbuh berlebihan pada  Gambaran obstruksi usus letak rendah, dikatakan megakolon bila
daerah kolon yang iskemik akibat distensi dinding usus yang berlebihan Dengan diameternya lebih besar dari 6,5 cm
anamnesis dapat diketahui mulai sejak saat kelahiran berupa terlambatnya  Kolon membesar gambaran seperti U inferted (tapal kuda)
pengeluaran mukoneum dan adanya konstipasi. Pada pemeriksaan colok dubur
terasa ujung jari terjepit lumen rectum yang menyempit, pengeluaran kotoran b. Foto kolon dengan kontras:
mungkin terjadi setelah dilakukan colok dubur. Manifestasi klinis penyakit Pemeriksaan ini harus dikerjakan pada bayi dengan pengeluaran mukoneum
hirschprung yang khas biasanya terjadi pada neonatus cukup bulan dengan yang terlambat, distensi abdomen, muntah hijau, meskipun dengan colok dubur
keterlambatan keluarnya mekoneum pertama, diikuti distensi abdomen dan muntah gejala dan tanda obstruksinya mereda. Bahan yang digunakan adalah urografin.
mirip tanda-tanda obstruksi usus setinggi ileum. Pada bayi normal mekonium Gambaran yang ditemukan adalah :
pertama biasanya sudah keluar dalam waktu 24 jam setelah kelahiran, namun pada  Tampak daerah penyempitan di bagian rectum ke proksimal yang
lebih 90 % kasus penyakit hirschprung mekonium keluar setelah 24 jam. panjangnya bervariasi.
Berdasarkan panjang daerah aganglioner, hisrchprung dibagi :  Tampak daerah transisi, (distaldaerah sempit dan proksimal longgar)
 Ultrashort  1/3 bawah rectum Daerah ini penting untuk pembuatan kolostomi.
 Short  sampai rektosigmoid Ditampilkan pula beberapa gambaran zona transisi antara lain:
 Long  mencapai olon descenden 1. Abrupt, perubahan mendadak dari segmen sempit ke segmen dilatasi
 Sub Total  colon transversum 2. Cone, berbentuk seperti corong atau kerucut
 Total  seluruh kolon 3. Funnel, perubahan dari segmen sempit ke segmen dilatasi secara
gradual
Diagnosis Selain gambaran di atas sering juga didapatkan gambaran permukaan
mukosa yang tidak teratur yang menunjukkan proses enterokolitis pada foto
Diagnosis penyakit Hirschprung harus ditegakkan secara dini, keterlambatan
pasca evakuasi barium. Apabila dengan dengan foto barium enema tidak
diagnosis menyebabkan timbulnya komplikasi seperti perforasi, enterokolitis,
terlihat gambaran Hirschsprung, dibuat foto retensi barium yang dikerjakan
dan sepsis yang merupakan penyebab kematian tersering. Penegakan diagnosis
24-48 jam sesudah barium enema untuk melihat bayangan sisa barium yang
harus dimulai dari anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinik
tampak membaur dengan feses ke arah proksimal
abdomen distensi menyeluruh merupakan kunci, pemeriksaan radiologi barium
enema terlihat gambaran daerah transisi yaitu daerah perubahan lumen yang
Tanda-tanda radiologis yang khas untuk penyakit Hirschsprung adalah :
sempit ke daerah lumen lebar, pada foto setelah 24 jam akan terlihat retensi barium
1. Adanya gambaran zone transisional
dan gambaran mikro kolon pada hirchprung segmen panjang, serta pemeriksaan
2. Gambaran ireguler pada segmen aganglionik
patologi anatomi biopsi isap rectum, mencari tanda histologi yang khas, yaitu
3. Gambaran penebalan dan adanya nodus pada segmen mukosa kolon, sisi
tidak adanya sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa, dan
oral dari zona transisional
adanya serabut syaraf yang menebal. Pada pemeriksaan histokimia terdapat
4. Keterlambatan pengeluaran kontras
aktifitas kolinesterase yang meningkat.
5. Gambaran Question mark pada total aganglionosis (Yoshida, 2004).
Pada diagnosis didapatkan :
 BB lahir bayi normal berbeda dengan atresia ani BB lahir rendah
 Pengeluaran mekoneum > 2x24 jam Pemeriksaan patologi anatomi
 Kembung, munta, diare dan panas bila terjadi enterokolitis Merupakan pemeriksaan untuk diagnosis pasti penyakit hirschprung. Kelainan
 RT : nyemprot dan kembung hilang tersebut adalah tidak adanya sel-sel ganglion meissneri pada bagian usus yang
menyempit dan ditemukannya penebalan serabut syaraf .
Anamnesis; Pada anamnesis perlu ditanyakan: umur pasien oleh karena penderita Diagnosis patologis anatomis dilakukan dengan biopsi yang pernah dilaporkan
ini biasanya neonatus cukup bulan, mekonium yang keluar terlambat yaitu lebih dari Swenson pada tahun 1955. Seluruh ketebalan dinding rektum dieksisi sehingga
24 jam pertama, riwayat muntah hijau. Ada kalanya terdapat riwayat obstipasi pleksus mienterikus dapat diperiksa. Prosedur biopsi ini secara teknis sulit,
kronik diselingi oleh diare berat dengan feses berbau yang disebabkan oleh meninggalkan jaringan fibrosis dan kemungkinan akan mempersulit pembedahan
timbulnya penyakit berupa enterokolitis selanjutnya . Biopsi isap mukosa dan submukosa rektum dengan mempergunakan
alat Rubun atau Noblett dapat dikerjakan lebih sederhana dan tanpa anestesi.
Diagnosis ditentukan apabila tidak ditemukannya sel ganglion Meissner dan Dalam prosedur ini puntung rectum ditinggalkan 2-3 cm dari garis
ditemukannya penebalan serabut saraf (Swenson, 1990). mukokutan, yang pascabedah ditemukan beberapa enterokolitis diduga
disebabkan oleh spasme rectum yang ditinggalkan. Rektum yang
Pemeriksaan manometri ditinggalkan sebenarnya merupakan segmen yang masih aganglionsis yang
Memasukkan balon kecil dengan kedalaman yang berbeda-beda ke dalam rectum tidak direseksi . Karena dapat terjadi inkontinensia, prosedur ini dikenal
dan kolon. Study manometri pada megakolon congenital memberikan hasil sebagai sebagai SWENSON I. Untuk mengurangi apasme spingter ani. Swenson
berikut: melakukan spingterotomi posterior. dengan cara puntung rectum
 Dalam segmen dilatasi terdapat hiperaktifitas dengan aktifitas propulsive yang ditinggalkan 2 cm di bagian anterior dan 0,5 – 1 cm di bagian posterior,
normal. dikenal sebagai SWENSON II.
 Dalam segmen aganglionik tidak terdapat gelombang peristaltic yang
terkoordinasi, motilitas normal digantikan oleh konstraksi yang tidak 2. Prosedur Duhamel
terkoordinasi dengan intensitas dan kurun waktu yang berbeda. Teknik prosedur duhamel tahun 1956 adalah dengan mempertahankan
 Reflek inhibisi antara rectum dan spingter ani tidak berkembang reflek relaksasi rectum, kolon proksimal ditarik rekto rectal transanal dan dilakukan
spingter ani interna setelah distensi rectum tidak terjadi bahkan terdapat anastomosis kolorektal end to side, prosedur ini sering terjadi stenosis,
kontraksi spastik dan relaksasi spontan tak pernah terjadi. inkontinensia, dan pembentukan fekaloma dalam puntung rectum yang
ditinggalkan terlalu panjang,untuk mengatasi hal tersebut dilakukan berbagai
Pemeriksaan ini dilakukan bila pada pemeriksaan klinis, radiologis, dan histologis modifikasi
meragukan, misalnya pada megakolon congenital ultra short. Prosedur Duhamel
Prinsipnya pada membiarkan rektum tetap ada, kemudian usus yang sehat
(normal persarafannya) dimasukkan ke dalam rektum melalui celah pada
.Penatalaksanaan dinding posterior dari arah retrorektal. Hasil yang dicapai berupa enterotomi.
1. Penatalaksanaan sementara Dinding rektum bagian depan yang aganglionik tetap ada, sehingga reflek
Sebelum dilakukan tindakan definitif yaitu tindakan pembedahan pengangkatan kontrol defekasi tetap baik. Dinding belakang rektum nantinya terdiri dari
segmen usus aganglionik, diikuti dengan pengembalian kontinuitas usus. kolon yang normal. Pada permulaan operasi, rektum ditutup dan dipotong
Tindakan bedah sementara yaitu dengan pembuatan kolostomi di kolon yang seperti pada operasi Hartman. Kemudian kolon proksimal dipotong sampai
berganglion normal yang paling distal, merupakan tindakan pertama yang pada daerah yang diinginkan pada daerah dengan persarafan normal.
harus dilakukan. Tindakan ini menghilangkan obstruksi usus serta mencegah Duhamel sendiri menganjurkan seluruh kolon yang menyempit dan yang
enterokolitis yang merupakan penyebab kematian utama. melebar direseksi karena biasanya bagian tersebut atoni dan mudah terjadi
Kolostomi dekompresi dikerjakan pada: pengerasan feses. Pada tahap berikutnya dilakukan insisi endoanal, yaitu
- Pasien neonatus , karena tindakan bedah definitive langsung tanpa insisi semisirkular pada dinding posterior dan kanalais analis kira-kira 1 cm
kolostomi menimbulkan banyak komplikasi dan kematian yang disebabkan di atas pinggir anus. Mukosa dan sfingter dibuka langsung ke arah
oleh kebocoran anastomosis dan abses rongga pelvis. retrorektal yang sudah dibebaskan sebelumnya. Kedua ujung insisi ditahan
- Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis, pasien kelompok ini dengan jahitan sementara, sebagai tempat untuk anastomosis koloanal. Ujung
mempunyai kolon yang sangat terdilatasi dengan kolostomi ukuran kolon yang normal persarafannya diturunkan melalui daerah retrorektal menembus
akan mengecil kembali dalam waktu 3 – 6 bulan sehingga anastomosis mukosa dan keluar melalui anus (Ashcraft, 1997).
nantinya lebih mudah.
- Pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umumyang buruk

2. Penatalaksanaan Definitif
1. Prosedur Swenson
Swenson memperkenalkan prosedur rektosigmoidektomi dengan preservasi
spingter ani, anastomosis dilakukan secara langsung.. Pembedahan ini
disebut sebagai prosedur tarik terobos atau pull through abdomino
perineal. Merupakan prosedur pembedahan pertama yang berhasil
menangani pasien penyakit hirschprung.
3. Prosedur Soave
Soave melakukan prosedur bedah dengan pendekatan abdominoperineal
dengan membuang lapisan mukosa rekto sigmoid dari lapisan seromuskuler,
selanjutnya dilkukan penarikan kolon normal keluar anus melalui selubung
seromuskuler rektosigmoid . Prosedur ini disebut pula sebagai prosedur
tarik terobos endorektal, kemudian setelah 21 hari sisa kolon yang
diprolapkan dipotong . Boley melakukan modifikasi prosedur soave dengan
meperkenalkan prosedur tarik terobos endorektal dengan anastomosis
langsung tanpa kolon diprolapkan . Teknik ini dilakukan untuk mencegah
retraksi kolon bila terjadi nekrosis kolon yang diprolapkan.
Prosedur ini sebenarnya adalah prosedur yang asli (original) untuk
pengobatan bedah pada aganglionosis kolon. Hal penting yang diperhatikan
pada teknik ini adalah membebaskan rektum, diseksi tepat pada dinding
rektum, terus ke bawah ke arah sfingter, kemudian reseksi seluruh anus yang Skematik prinsip pull-through dan teknik anastomosis A. Swenson B. Soave
tidak mengandung ganglion (segmen aganglionik). Kedua ujung yang C. Rehbein D. Duhamel
dipotong yakni bagian proksimal , yaitu usus yang normal dan bagian distal
yang patologik ditutup sementara dengan jahitan. Setelah rektum dibebaskan Prosedur Soave
dari jaringan sekitarnya, ujung rektum dibalik / prolaps ke arah anus. Ujung Prosedur ini berbeda dengan prosedur Swenson dan Duhamel . Ia melakukan
bagian proksimal yang normal persarafannya dilakukan pull-through melalui pendekatan abdomino-perineal dengan mengelupas mukosa rekto-sigmoid dari
lumen rektum yang terbalik, kemudian dilakukan anastomosis dengan ujung lapisan seromuskular. Kemudian dilakukan penarikan kolon keluar anus
anorektal. Anastomosis dilakukan di perineal dan bukan intraabdominal. melalui selubung seromuskular rekto-sigmoid. Prosedur ini disebut juga
Letak anastomosis tepat di atas anus. Reseksi rektum meninggalkan 1,5 cm metode tarik terobos endorektal. Setelah beberapa hari dilakukan pemotongan
dinding rektum bagian depan dan hampir seluruh rektum bagian belakang. sisa kolon yang diprolapskan (Aschcraft, 1997). Prosedur operasi modifikasi
Prosedur ini kalau dikerjakan oleh pakar yang berpengalaman akan Soewarno adalah sebagai berikut, dilakukan penutupan kolostomi, yang pada
memberikan hasil yang baik tanpa penyulit. Untuk mencegah penyulit umumnya adalah standart double barrel. Dilakukan irisan tranversal pada
berupa enterokolitis, maka Swenson menganjurkan reseksi yang lebih luas dinding depan abdomen mulai 4 cm sebelah medial SIAS kanan melalui garis
termasuk posterior sfingterotomi (Swenson, 1990). Langer sampai mencapai lobang kolostomi. Irisan dilanjutkan melengkung ke
kraniolateral secukupnya. A hemorroidalis superior dan a. sigmoidalis
diidentifikasi selanjutnya diikat dan dipotong. Dilakukan reseksi kolon 3 – 4
cm diproksimal kolostomi dan 1 – 2 cm di proksimal refleksi peritoneum.
Pungtum proksimal kemudian ditutup. Dilakukan pengupasan mukosa rektum
dari lapisan seromuskuler, dengan cara memegang mukosa dengan 4 buah
klem ellis. Irisan pertama dilakukan secara tajam selanjutnya seromuskuler
dipegang dengan 4 buah klem ellis, selanjutnya dilakukan pengupasan secara
tumpul. Pengupasan ke anal sejauh mungkin sehingga mencapai linea dentata.
Selanjutnya dilakukan pembebasan kolon proksimal yang sehat, sampai cukup
untuk diteroboskan keluar anus. Pembebasan ini harus hati-hati sehingga
arkade pembuluh darah tetap terjamin. Bila sudah dinilai cukup, maka operasi
dilanjutkan lewat perineum. Anus disiapkan, kemudian cerobong mukosa
ditarik, dengan jalan memasukkan sonde khusus dengan ujung berbentuk
kepala yang lebih besar. Mukosa diikat pada leher sonde tersebut dan ditarik
keluar secara melipat terbalik. Kolon yang sehat kemudian diteroboskan di
dalam cerobong mukosa. Lapisan mukosa difiksasi dengan kolon dengan
Anastomosis 2 lapis, mokosa dengan chromic catgut, muskulus dengan silk benang plain catgut, dan dipasang rektal tube di dalam kolon yang
5-0 (Swenson,1990) diteroboskan tersebut sampai melewati sfingter ani.
Operasi dilanjutkan lewat abdominal, vesika urinaria, dan organ abdomen Kolostomi
yang lain ditata kembali, cerobong seromuskuler difiksasi dengan serosa Kolostomi pada penyakit Hirschprung sebaiknya dikerjakan paling tidak, setelah 3
kolon yang diteroboskan dengan chromik catgut. Dilakukan appendektomi sampai 5 bulan setelah diagnosis ditegakkan, sedangkan operasi definitif tidak
insidental. Rongga abdomen dicuci dan ditutup lapis demi lapis. Sepuluh hari dikerjakan pada periode awal kelahiran (Ashcraft, 1997). Kolostomi merupakan
setelah dioperasi endorectal pullthrough, telah terjadi perlekatan antara tindakan dekompresi pada kolon berganglion normal yang paling distal. Tindakan
cerobong seromuskuler dengan serosa kolon. Dilakukan pemotongan ini akan menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis yang
pungtum kolon yang diteroboskan 1 cm proksimal linea dentata, dilajutkan merupakan penyebab kematian dari penyakit Hirschprung. Kolostomi dikerjakan pd
dengan penjahitan mukosa dengan mukosa. Selama 3 hari rectal tube terus 1. Pasien neonatus.
dipasang pada rektum yang baru sehingga gangguan obstruksi akibat udema 2. Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis. Kelompok ini mempunyai
di daerah anorektal dapat dihindari (Santoso,1997). kolon yang sangat terdilatasi, dan akan mengecil setelah 3 – 6 bulan paska
Operasi definitif pada penyakit megakolon merupakan trauma fisik dan kolostomi.
psikis yang cukup besar bagi pasien. Pada penyembuhan luka operasi sangat 3. Pasien dengan enterokolitis yang berat dan kondisi umum yang buruk, dengan
tergantung pada sistem imun, dan sistem imun dipengaruhi oleh status gizi tujuan memperbaiki keadaan umum ( Swenson,1990).
dari pasien, malabsorpsi, kekurangan asam amino esensial, mineral mauoun
vitamin (Sjamsuhidajat, 1997). Karena peran dari usus besar mengabsorpsi cairan dan elektrolit yang diperlukan
tubuh, intake dari pasien yang dilakukan kolostomi harus diperhatikan (Hyman,
2002).

Komplikasi Pasca Operasi


Komplikasi pasca bedah dapat terjadi secara dini (< 4 minggu pasca operasi) dan
lambat. Angka mortalitas pasca operasi lebih banyak terjadi pada prosedur Swenson
dan lebih rendah pada prosedur Duhamel dan Soave. Kebocoran anastomosis lebih
sering terjadi pada prosedur Swenson ,stenosis sering terjadi pada endorectal dan
Gb 8. Skema tahapan bedah prosedur Soave (Kartono,1993) pada Swenson dari pada prosedur duhamel.. Angka mortalitas pada megakolon
congenital yang tidak mendapatkan penanganan adalah 80 %, pada yang
mendapatkan penanganan angka kematian kurang lebih 30 % yang diakibatkan oleh
4. Prosedur Rehbein enterokolitis dan komplikasi pasca bedah seperti kebococran anastomosis ,striktur
Pada dasarnya prosedur rehbein adalah prosedur reseksi anterior yang anastomosis, abses pelvis dan infeksi luka operasi
diektensikan kedistal sampai dengan pengangkatan sebagian besar 1. Abses seromuskuler
rectum. Reseksi segmen aganglionik termasuk sigmid dilanjutkan dengan 2. Retraksi puntung kolon
anastomosis ujung keujung dikrjakan intra abdomen ekstra peritoneal. 3. Nekrosiskolon endorektal
4. Kebocoran anastomose
5. Prosedur Pull Through Primer Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh,
Perubahan penting pada penatalaksanaan Hisrchprung Disease adalah terdapat infiltrat atau abses, kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi,
dilakukanya tindakan definitif prosedur pullthrough pada periode neonatus , pelvioperitonitis atau peritonitis umum. Keadaan ini dapat terjadi akibat dari
pendekatan ini berbeda dengan konsep yang sudah diterima berupa kolostomi disrupsi anastomosis akibat retraksi atau nekrosis kolon. Pencegahan kebocoran
dekompresi selama periode neonatus dengan tindak lanjut berupa pullthrough dengan memperhatikan factor predisposisi seperti ketegangan anastomosis,
pada umur 9-12 bulan dengan berat 20 pound. Pendekatan ini didasarkan vaskularisasi tepi sayatan yang tidak adekuat, infeksi sekitar
pada laporan mortalitas oleh Swenson dkk. Dimana rekontruksi lebih awal anastomosis, pemasangan rectal tube yang terlalu besar, colok dubur dan
dapat di setujui, metode ini mendapat sambutan yang luas ,keberhasilan businasi terlalu dini. Bila terjadi kebocoran anastomosis sgera dilakukan
endorectal pullthrough pertama kali oleh SO 1980. Tehnik yang digunakan kolostomi segmen proksimal
sama dengan yang digunakan pada anak yang lebih tua. Semua operasi
dilakukan setelah 24 jam diagnosis dan umur seawal mungkin 48 jam.
5. Stenosis
Disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka didaerah anastomosis, infeksi
yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis. Prosedur Swenson atau
Rehbein dapat menyebabkan stenosis sirkular pada garis anastomosis, sedang
prosedur Duhamel dapat menyebabkan stenosis posterior dan prosedur tarik
terobos endorektal menyebabkan stenosis memanjang. Stenosis ini
menyebabkan gangguan defekasi , enterokolitis dan fistulo rekto perineal

6. Gangguan fungsi sfingter paska operasi


Pembedahan dikatakan berhasil bila penderita dapat defekasi teratur dan
kontinen. Gangguan fungsi sfingter berupa : Inkontinensia, soiling(keciprit) dan
obstipasi berulang

7. Enterokolitis
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien
dengan endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan
dan kematian pada megakolon congenital, mekanisme timbulnya enterokolitis
menurut Swenson adalah karena obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca bedah
disebabkan oleh stenosis anastomosis ,sfingter ani dan kolon aganlionik yang
tersisa masih spastik.Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen di
ikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif
cair dan berbau busuk. Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling
parah dapat terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi

Penatalaksanaan dengan terapi medik meliputi resisutasi cairan, pemasangan rectal


tube dan pembilasan dengan NaCl fisilogis 2-3 kali sehari serta pemberian
antibiotik.Tindakan bedah berupa businasi pada stenosis, sfingterotomi posterior
untuk spasme spingterani dapat juga dilakukan reseksi ulang stenosis. Hal yang sulit
pada megakolon congenital adalah terdapatnya gangguan defekasi pasca
pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada konstipasi persisten dan
enterokolitis berulang pasca bedah.
TAPERING COLON PD MC Pada tahun 1964 Swenson memperkenalkan sfingterotomi parsial langsung dan
puntung rektum disisakan 2 cm di bagian anterior dan 0,5-1 cm di bagian posterior.
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection2002
Yang perlu diperhatikan pada tehnik Swenson ini adalah bahwa segmen sigmoid
yang direseksi mulai beberapa sentimeter dari dasar peritoneum sampai 1-2 cm
Penyakit Megakolon kongenital, atau Hirschsprung adalah penyakit yang proksimal kolostomi, diseksi rektum harus dilakukan tepat pada dinding rektum agar
diakibatkan aganglionosis intestinal bagian distal yang bersifat kongenital. Pada mudah dan tidak menimbulkan banyak perdarahan, serta pembebasan kolon
kelainan ini tidak dijumpai adanya pleksus Meissner, Henle maupun Aurbach. proksimal dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan kolon dapat ditarik ke
Penampilan klinis sangat bervariasi dari konstipasi kronis sampai obstruksi perineum melalui anus tanpa tegangan. Puntung rektum diprolapskan dengan tarikan
intestinal. Pembedahan untuk menangani penyakit ini dimulai tahun 1948 dengan klem yang dipasang di dalam lumen. Pemotongan rektum dilakukan 2 cm proksimal
teknik rektosigmoidektomi oleh Swenson, Duhamel dengan teknik retrorektal dari garis mukokutan dimana bagian anterior dan posterior sama tinggi. Tehnik
transanal, Soave dengan teknik endorektal dengan striping mukosa tanpa jahitan pemotongan yang lain adalah secara miring dimana bagian anterior 2 cm di bagian
anastomosis dan diikuti modifikasi lainnya. Apapun teknik operasi yang posterior 0,5 cm. Kemudian kolon proksimal ditarik ke perineum melalui puntung
dipergunakan akan selalu mendapatkan kesulitan apabila saat operasi didapatkan rectum yang telah terbuka. Anastomosis dikerjakan langsung dengan jahitan dua
adanya perbedaan kaliber yang besar antara kolon yang aganglionik degan anus. lapis menggunakan benang sutera Modifikasi prosedur Swenson dengan tujuan
Untuk menghindari tindakan revisi kolostomi maupun reseksi kolon yang panjang untuk menghindari pemotongan usus intraabdominal telah diperkenalkan oleh Denis
serta mengurangi morbiditas yang mungkin terjadi dan pertimbangan penghematan Browne dimana kolon proksimal yang telah dimobilisir diintusepsikan keluar dari
biaya maka tapering kolon dapat dilakukan dengan cara menyesuaikan kaliber anus melalui tarikan benang silk besar dengan pertolongan sigmoidoskop
kolon yang akan ditarik dengan kaliber anus yang akan dilalui.
Pasase mekonium yang lebih dari 24 jam merupakan 90% kasus namun pada Tehnik operasi retrorektal transanal mula pertama diperkenalkan oleh Duhamel yang
neonatus yang lain keadaan ini kadang-kadang tidak dijumpai sama sekali. Insidensi dimaksudkan untuk mengurangi diseksi rongga pelvis yang berbahaya. Pada
penyakit ini 1 : 5000 kelahiran hidup, frekuensi laki-laki dengan perempuan 4 : 1. tehnik ini rektum tetap dipertahankan dan kolon proksimal yang ganglionik ditarik
Pembedahan yang dilakukan untuk menangani penyakit ini telah dimulai pada tahun retrorektal transanal kemudian dilakukan anastomosis kolorektal ujung ke sisi.
1948 dengan teknik rektosigmoidektomi oleh Swenson yan kemudian Sayang sekali bahwa tehnik ini sering mengalami komplikasi akibat terjadinya
disempurnakan pada tahun 1964. Tahun 1960 Duhamel memperkenalkan teknik stenosis, inkontinensia maupun terbentuknya fekaloma, sehingga banyak
rektorektal transanal untuk menghindari diseksi pelvis yang terlalu banyak. Soave modifikasi-modifikasi yang dikembangkan termasuk modifikasi Grob (1959),
pada tahun 1966 memperkenalkan teknik endorektal yang dikerjakan dengan modifikasi Talbert dan Ravitch, modifikasi Ikeda, modifikasi Martin dan modifikasi
striping mukosa tanpa jahitan anastomosis. Tehnik semacam ini sebenarnya telah Adang. Pada tehnik ini puntung rektum dipotong 2-3 cm di atas dasar peritoneum
diperkenalkan oleh Ravitch dan Sabiston pada 1947 namun dikerjakan untuk operasi dan ditutup dengan jahitan dua lapis menggunakan benang sutera maupun dexon.
poliposis maupun colitis ulseratif. Denda dan Scott Boley melakukan modifikasi Rongga retrorektal dibuka sehingga seluruh permukaan dinding posterior rektum
untuk prosedur Soave dengan melakukan tehnik endorektal dengan jahitan, bebas. Setengah cm dari garis mukokutan dibuat sayatan endoanal setengah
sedangkan Nixon melakukan modifikasi dengan tehnik endorektal jahitan disertai lingkaran pada dinding posterior dan selanjutnya kolon proksimal ditarik retrorektal
anastomosis bertahap. melalui incisi tersebut keluar dari anus. Anastomosis dikerjakan dengan pemasangan
Tehnik operasi untuk menangani penyakit megakolon telah berkembang dengan 2 klem dimana setelah 6-8 hari klem tersebut akan terlepas. Grob membuat sayatan
pesat baik yang dikerjakan dengan dua tahap maupun satu tahap dengan alat-alat endoanal tinggi 1,5-2,5 cm di atas garis mukokutan untuk menghindari terjadinya
tambahan maupun secara konvensional. Untuk operasi definitif penyakit ini ada inkontinensia, sedangkan Talbert dan Ravitch melakukan reseksi septum dengan
empat tehnik operasi pokok yang telah diperkenalkan yaitu tehnik Swenson (1948) menggunakan stappler. Pada modifikasi Ikeda reseksi septum dilakukan dengan
dengan rektosigmoidektomi dimana disini dilakukan tindakan prolaps dan eksisi. klem rancangan Ikeda sendiri dimana anastomosis akan terjadi 6-8 hari setelah klem
Tehnik ini kemudian disempurnakan pada tahun 1964. Tehnik Swenson merupakan lepas.
tehnik operasi yang paling tua.
Prinsip dari operasi ini adalah rektosigmoidektomi dengan preservasi sfingter ani, Pada modifikasi Adang kolon proksimal ditarik retrorektal transanal dan untuk
dengan anastomosis langsung. Disini puntung rektum ditinggal 2-3 cm dari garis sementara dibiarkan prolaps kemudian anastomosis dikerjakan secara tidak langsung
mukokutan. Sebenarnya sisa rektum yang ditinggalkan masih merupakan segmen pada hari ke 7-14 pasca bedah dengan cara memotong kolon yang prolaps yang
yang aganglionosis tetapi tidak ikut direseksi karena dapat terjadi inkontinensia. kemudian dipasang 2 buah klem, dan klem ini dilepas pada hari berikutnya
Untuk mengurangi spasme sfingter ani Swenson melakukan sfingterotomi.
Tehnik operasi endorektal untuk menangani penyakit Megakolon atau Hirschprung Pada prosedur pull-through, apapun tehniknya akan tetap dijumpai kendala apabila
mula pertama diperkenalkan oleh Soave pada tahun 1966. Sebetulnya tehnik ini kolon proksimal yang akan ditarik masih mempunyai kaliber yang besar sehingga
telah diperkenalkan sebelumnya oleh Ravitch dan Sabiston pada tahun 1947 namun terjadi disproporsi antara kaliber kolon yang akan ditarik dengan kaliber anus. Untuk
dipergunakan untuka menangani poliposis dan kolitis ulseratif. Pendekatan yang mengatasi hal ini maka sebelum dilakukan operasi pull-through terlebih dahulu
dipergunakan adalah abdomino-perineal dengan membuang lapisan mukosa harus diketahui kaliber kolon proksimal yang akan ditarik dengan melakukan
rektosigmoid dari lapisan seromuskular, kemudian kolon proksimal yang ganglionik pemeriksaan kolostogram proksimal. Apabila kaliber kolon proksimal sekiranya
ditarik lewat cerobong endorektal keluar lewat anus dan dibiarkan prolaps tanpa telah sesuai dengan kaliber anus maka baru dikerjakan operasi, sedang bila kaliber
dijahit, setelah 21 hari sisa kolon yang diprolapskan dipotong. kolon proksimal masih besar maka dilakukan revisi kolostomi terlebih dahulu dan
ditunggu sampai kalibernya sesuai dengan kaliber anus. Tapi kadangkala
Tehnik Soave pada prinsipnya merupakan tehnik Tarik Melalui Endorektal (TME) pemeriksaan kolostogram proksimal telah menunjukkan kaliber kolon yang yang
dengan anastomosis tanpa jahitan. Kelemahan tehnik ini adalah bahwa harus kecil, namun setelah dilakukan laparotomi ternyata kalibernya masih cukup besar
dikerjakan dilatasi anus pasca operasi . Tehnik operasi endorektal lain yang sehingga masih ada disproporsi antara kolon yang akan ditarik dengan anus. Apabila
merupakan modifikasi tehnik Soave diperkenalkan oleh Denda dari Jepang dan Scott pada keadaan ini tetap saja dilakukan prosedur pull-through maka akan terjadi
Boley dari Amerika Serikat, pada prinsipnya adalah tarik melalui endorektal dan kesulitan dalam proses penarikan kolon proksimal keluar dari anus yang dapat
anastomosis dengan jahitan Nixon (1985) melakukan modifikasi tehnik Soave berakibat nekrosis kolon akibat iskemia dan berakibat fatal. Untuk menghadapi hal
dengan anastomosis bertahap. Kolon proximal yang ganglionik diprolapskan ini operator dipaksa untuk menentukan pilihan apakah akan dilakukan revisi
sepanjang 5 cm menggelantung di luar anus sebagai kolostomi perineal temporer kolostomi saja ataukah tetap dilakukan operasi pull-through dengan segala
dan dipotong setelah 15-21 hari. Langer et al (1999) memperkenalkan prosedur kesulitannya.
Soave satu tahap transanal tanpa diseksi intraperitoneal mukosektomi rektum Pada kasus-kasus penyakit Hirscprung yang terlambat dimana telah terjadi distensi
dimulai pada 0,5 cm proksimal garis dentate. kolon yang sangat lebar dengan komplikasi kolitis, tindakan tindakan kolostomi saja
Tehnik operasi endorektal lain dari FK-UGM Yogyakarta merupakan modifikasi yang dimaksudkan untuk memperkecil kaliber kolon akan memakan waktu yang
tehnik Soave yang menitikberatkan pada tindakan operasi yang lebih sederhana, sangat lama dan akan mempengaruhi psikis penderita dimana bau feses yang keluar
cepat, aman, murah, tanpa alat-alat canggih, dapat dikerjakan di daerah dimana pada dari stoma akan mengganggu teman-teman sekolahnya. Untuk mengatasi hal ini
tehnik ini puntung rectum dipotong 3 cm di atas dasar peritoneum dan dibiarkan maka dapat dilakukan pembuatan stoma sampai keadaan anak stabil, kemudian
terbuka. Striping mukosa dikerjakan dengan pertolongan injeksi NaCl pada mukosa prosedur pull-through dikerjjakan tanpa harus menunggu kaliber kolon menjadi
yang dengan demikian akan memudahkan pemisahann mukosa dari lapisan kecil. Untuk memperkecil kaliber kolon proksimal dapat dilakukan tapering dengan
seromuskular. Mukosa dipisahkan dari muskularis sampai setinggi 1 cm di atas garis cara membuat irisan baji antimesokolik pada ujung kolon yang akan ditarik sehingga
pektinea, kemudian diprolapskan keluar anus. Pada kenyataannya tindakan ini kaliber kolon akan sesuai dengan kaliber anus dan ini akan mempermudah penarikan
kaliber rektum yang tadinya sempit ternyata setelah dilakukan striping akan menjadi kolon proksimal keluar dari anus. Cara ini akan menghindari tindakan revisi
lebar dan rata-rata 3 kali bila dibandingkan dengan kaliber semula, yang tentu saja kolostomi maupun pemotongan kolon yang terlalu panjang yang pada akhirnya
akan memudahkan proses penarikan kolon proksimal yang ganglionik melalui mengurangi morbiditas maupun mortalitas disamping penghematan biaya yang tidak
cerobong endorektal keluar melalui anus. Kolon proksimal yang diprolapskan sedikit.
sepanjang 5 cm dapat dibiarkan menggelantung di luar anus ataupun langsung
dipotong dan dianastomosiskan dengan mukosa yang terlebih dahulu diprolapskan Tapering kolon dapat dilakukan pada operasi endorektal pull-through guna
tepat 1 cm proksimal garis pektinea. Setelah 5 hari kolon proksimal yang mencegah tindakan revisi kolostomi maupun pemotongan kolon yang yang
diprolapskan dipotong dan dijahit melingkar dengan lapisan mukosa dengan jahitan terlampau panjang sehingga akan menurunkan morbiditas, mortalitas serta akan
simple. menekan biaya operasional.

Pada operasi Rehbein, yang dipergunakan adalah prosedur reseksi anterior yang
diekstensi ke distal yang diikuti pengangkatan sebagian besar rektum. Reseksi
segmen aganglionik termasuk sigmoid diikuti anastomosis end to end, semuanya
dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Tehnik ini merupakan modifikasi dari
tehnik State .
OBSTRUKSI USUS NEONATUS
ANAK Obstruksi total merupakan salah satu keadaan akut abdomen yang memerlukan
tindakan yang cepat dan tepat, diagnosis dapat dengan cepat dan tepat bila kita
------------------------------------------------- RD - Collection 2002 ---------------------------------------------
--
mengetahui gejala-gejala obstruksinya yaitu S (sakit) O (obstipasi) K (kembung) M
(muntah) A (abdominal sign) berdasarkan inspeksi palpasi perkusi dan auskultasi .

Etiologi obstruksi berbagai sebab penyakit yang mendasarinya, prinsipnya ialah


Obstruksi usus pada neonatus mempunyai tempat tersendiri dalam penanganan adanya gangguan pasase pada saluran gastrointestinal antara lain :
obstruksi usus karena beberapa kondisi dapat merupakan suatu keadaan gawat  Gangguan gastric outlet (aplasia pylorus, atresia pylorus, stenosis pylorus dan
darurat bedah yang paling sering pada neonatus dan menghasilkan morbiditas dan stenosis pilorika hipertropi),
mortalitas yang cukup menjadi tantangan para dokter bedah anak. Disamping itu  Pada duodenum (atresia duodenum, stenosis duodenum dan pankreas anular),
sifat neonatus yang sangat rentan terhadap perubahan homeostasis, temperatur juga mekoneum ileus, atresia ani, megacolon kongenital, invaginasi, hernia
tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. diafragmatika, adhesiva
Keberhasilan penanganan neonatus dengan obstruksi usus tergantung pada diagnosa
yang cepat dan terapi segera. Oleh karena itu, diagnosa yang tepat dan penanganan Gambaran klinis pada obstruksi umumnya sama hanya ada beberapa sfesifitas
yang cepat adalah mutlak pada pasien-pasien obstruksi usus pada neonatus. Tidak tertentu berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Secara umum dapat dibagi
bisa dipungkiri bahwa banyak pasien pediatrik dengan kondisi obstruksi usus gambaran klinis
pertama kali datang kepada dokter spesialis anak. Bila dokter tersebut cepat 1. Obstruksi letak tinggi, disini akan lebih dominan muntah ( yang bersifat frequen
mengenali masalah bedah pada pasien tersebut maka ia akan segera merujuk pasien dan proyektil ) sedangkan pada pemeriksaan fisik kemungkinan akan
tersebut kepada dokter bedah bedah anak sehingga pasien bisa segera mendapat didapatkan abdomen scapoid.
2.
penanganan bedah. Sebaliknya bila dokter spesialis anak tersebut tidak mengenali Obstruksi letak medium dapat didapatkam muntah tetapi tidak frequen dan
masalah bedah pada pasien tersebut tentu akan terlambat ia merujuk pasien ke obstipasi yang gejalanya tidak saling dominan,
3.
dokter bedah / bedah anak dan akan terlambat pula penanganan bedah pasien ini dan Obstruksi letak rendah akan lebih dominan obstipasinya dan gambaran
mungkin berakhir dengan morbiditas atau bahkan kematian. abdomen yang khas yaitu distensi, darm contour dan darm staifung
Obstruksi total pada anak merupakan salah satu bentuk akut abdomen yang
memerlukan diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat. Angka insidensinya Cara mendiagnosis obstruksi dapat dengan mudah dikenali bila kita mengenali
belum ada yang menjelaskan secara nominal tanpa melihat etiologinya, sedangkan tanda-tanda obstrksi yaitu dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberpa etiologi
berdasarkan etiologi adhesi didapatkan 10-15% dari seluruh obstruksi usus. Angka untuk dapat dengan pasti kita harus memerlukan pemeriksaan penunjang mulai
kejadian obstruksi pada anak berdasarkan penyebabnya frequensi berbeda-beda pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, contoh untuk pemeriksaan
berdasarkan keadaan atau penyakit yang mendasarinya , seperti yang sudah pernah penunjang akan bervariasi sesuari etiologi yang mendasarinya seperti SPH gambaran
dilaporkan fallat bahwa intususpsi merupakan penyebab obstruksi pada anak yang OMDnya stringsign(+), stenosis duodenum gambaran OMDnya double bubble (+)
sering, keadaan lainnya seperti stenosis duodenum, hernia inkarserata juga dapat sedangkan pada atresia duodenum atau aplasi gaster single bubble (+). Pada
menyebabkan obstruksi dengan frequensi yang lebih kecil, Anderson menyatakan invaginasi pada palpasi didpatkan sousage sign, dancing sign, pada hernia
bahwa intususepsi merupakan penyebab yang umum terjadi pada kasus bedah anak. diafragmatika tampak gambaran usus pada rongga thorak (pada baby grama atau ro
thoraks).
Keadaan obstruksi gastrointestinal ini dapat kita bagi dalam 3 kategori yaitu letak Penanganan obstuksi adalah dengan cara operatif sesuai dengan kausanya, tindakan
tinggi, medium dan rendah yang masingmasing memberikan gambaran yang khas. ini dapat berupa tindakan sementara yang kemudian akan dilakukan operasi definitif
Penatalaksanaan obstruksi total pada prinsipnya adalah mengembalikan pasase usu waktu selanjutnya atau satu kali tindakan operasi langsung tindakan definitf.
agar jadi baik kembali meskipun tindakan bervariasi berdasarkan penyakit yang
mendasarinya dan temuan durante operasinya, yang tidak melupakan sebelumnya
untuk memperhatikan tiga stabilitas, agar outcomenya dapat memberikan hasil yang
memuaskan .
yang pernah menjalani operasi laparotomi mempunyai risiko untuk terjadinya
adhesi usus halus. Kira-kira 70% kejadian obstruksi disebabkan oleh adhesi
Tindakan operasi penyebab obstruksi total pada anak tunggal
Kausa obstruksi total Tindakan operasi
HIL Dextra Inkarserata Herniotomi Di bawah ini adalah beberapa penyebab obstruksi usus pada pasien pediatrik.
 Obstruksi setinggi gaster :
Megacolon Congenital Sigmoidostomi - Volvulus gaster
Atresia Ani Transvesocoloctomi dextra - Gastric outlet obstruction ( hypertropic pyloric stenosis, atresia pylorus, bezoar)
Invaginasi Laparotomi explorasi Milking
 Obstruksi setinggi duodenum :
HIL sinistra Inkarserata Herniotomi - Intrinsik (Atresia duodenum, web, stenosis)
Stenosis Duodenum Shunt anastosmose Duodeno duodenostomi - Ekstrinsik /kompresi eksternal (pancreas anular, preduodenal portal vein)
- Stenosis duodenum
Atresia Duodenum Reseksi-anastosmose Duodeno-duodenostomi
- Volvulus midgut pada malrotasi
Adhesive Laparotomi explorasi Adhesiolisis
Hernia Diafragmatika Laparotomi explorasi tutup defek  Obstruksi setinggi jejenoileal :
Post Boley Prosedure Laparotomi explorasi abdominal perineal - atresia jejuno-ileal
pulltrough - adhesi
Total Colon Aganglionik Ileostomi - mekonium ileus
Pankreas Anular Reseksi-anastosmosi Duodeno-duodenostomi - intususepsi
- komplikasi dari divertikel Meckel
Penanganan etiologi tersebut diatas ada yang bersifat sementara (untuk menjaga
kelancaran pasase usus) yang selanjutnya akan dilakukan operasi definitif dan pada  Obstruksi setinggi kolon rektum:
kasus –kasus tertentu tindakan sudah langsung tindakan operatif definitif, ada 2 - morbus Hirschsprung
pasien yang meninggal sebelum dioperasi karena datang terlambat dan sepsis. - atresia kolon, rektum
- malformasi anorektal
Etiologi
- meconium plug syndrome
- mekonium ileus
Penyebab obstruksi usus dapat berupa kelainan kongenital dan sering terjadi pada - karsinoma kolo-rektal
periode neonatal. Sebagai contoh atresia usus (atresia duodenum, jejuno-ileal, atresia
rekti dan lain-lain), intestinal aganglionosis, mekonium ileus, atau duplikasi
intestinal.
Penyebab / kelainan didapat (acquired) diantaranya intususepsi, obstruksi usus Klasifikasi
sebagai konsekuensi dari kelainan bawaan lain misalnya volvulus midgut karena Tipe obstruksi terdiri dari obstruksi simpel dan strangulasi. Obstruksi simpel
adanya malrotasi, hernia inguinal lateral yang mengalami inkarserata atau sebagai terjadi bila salah satu ujung usus mengalami bendungan. Obstruksi ini dapat parsial
konsekuensi dari inflamasi intra abdomen misalnya abses appendiks, striktur usus maupun total. Bila pada segmen usus terbendung pada bagian proksimal dan distal
akibat NEC (Neonatal enterocolitis). Penyakit neoplastik dapat pula menyebabkan maka kondisi ini disebut closed loop obstruction. Kondisi ini dapat terjadi pada
obstruksi usus. Limfoma maligna merupakan neoplasma maligna yang paling sering herniasi loop usus melalui celah sempit seperti hernia inguinal indirek atau defek
menyebabkan obstruksi usus halus dan polip usus merupakan neoplasma jinak mesenterial atau pita adhesi (Adhesive band). Closed loop obstruction dapat terjadi
tersering sebagai penyebab obstruksi usus pada anak. pula pada kolon yang mengalami obstruksi pada bagian distal dimana katup
Akhir-akhir ini terdapat peningkatan insidensi karsinoma kolon pada anak dan tipe ileosaekal masih intak.
yang sering ditemukan adalah karsinoma jenis signet ring cell yang tingkat Obstruksi usus strangulasi terjadi bila sirkulasi menuju segmen usus yang
keganasannya sangat tinggi. Adhesi usus setelah tindakan laparotomi adalah terbendung terganggu sehingga terjadi iskemi yang dapat berlanjut menjadi
kelainan didapat lainnya yang bisa menyebabkan obstruksi usus halus. Setiap anak ganggren bila tidak segera dilakukan koreksi bedah. Volvulus dimana suplai darah
mesenterial mengalami puntiran adalah salah satu contoh obstruksi strangulasi yang
jelas. Contoh lainnya adalah kondisi closed loop obstruction.
distal letak obstruksi, makin banyak jumlah loop usus yang distensi dan air fluid
level akan tampak.

Diagnosis Foto kontras barium enema dapat memperlihatkan perbedaan antara distensi ileum
Evaluasi diagnostik obstruksi usus harus cepat karena beberapa penyebab dapat dan kolon, melihat apakah kolon pernah terpakai atau tidak/ unused (mikrokolon)
menimbulkan iskemi (obstruksi strangulasi) yang kemudian potensial untuk terjadi dan dapat pula mengevaluasi lokasi sekum untuk kemungkinan kelainan rotasi usus6.
nekrosis dan gangren usus. Gejala kardinal obstruksi usus terdiri dari muntah, Pemeriksaan kontras oral mungkin bermanfaat pada kondisi obstruksi usus parsial.
distensi abdominal, nyeri abdomen yang bersifat kolik dan obstipasi. Tetapi pada kondisi obstruksi total pemeriksaan ini merupakan kontra indikasi6.
Pada neonatus polihidramion maternal dan tidak keluarnya mekonium pada neonatus Atresia duodenum merupakan penyebab tersering obstruksi usus proksimal
merupakan tanda kardinal lain yang penting. Gejala tersebut dapat bermanifestasi memperlihatkan gambaran spesifik double bubble dengan air fluid level tanpa
dalam berbagai tingkat berat gejala. Kadang-kadang tanda dan gejala dapat tidak udara di bagian distal
jelas dan tidak spesifik terutama pada neonatus. Kebanyakan penyebab obstruksi Pada atresia jejunum proksimal terlihat beberapa gelembung udara air-fluid level)
usus dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis dan pada bagian distal dari obstruksi tidak ada udara. . Semakin distal lokasi segmen
sederhana atretik semakin banyak jumlah gelembung yang terlihat Jika ditemukan lebih banyak
Muntah atau aspirat lambung dapat memberikan informasi yang penting bagi dokter gelembung / loop usus berisi udara tetapi tidak terlihat udara di rektum, maka level
anak / Bedah Anak dalam diagnosa kelainan gastrointestinal. Warna muntah yang obstruksi usus lebih distal. Malrotasi dengan volvulus midgut dapat memperlihatkan
tidak bersifat bilious bila dicurigai disebabkan kelainan bedah menggambarkan gambaran dilatasi lambung dan duodenum yang membesar, sedangkan usus halus
obstruksi diatas level ampula Vater.Muntah yang bersifat bilious tidak selalu terlihat berisi udara sedikit-sedikit yang tersebar (Scattered). Gambaran seperti
disebabkan oleh obstruksi, tetapi bila ada kecurigaan obstruksi gejala tersebut paruh burung (bird’s beak sign) dapat terlihat pada barium enema.
menunjukan level obstruksi distal dari ampula Vater. Kira-kira 85% atresia jejunum
memperlihatkan muntah bilious. Sebagai pegangan, anak yang mengalami muntah Pemeriksaan Ultrasonogafi
bilious harus dipertimbangkan adanya obsruksi usus sampai terbukti tidak Ultrasonografi dapat membantu menegakkan diagnosa pasien dengan massa di
abdominal. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis USG merupakan gold standard untuk
Pemeriksaan Fisik diagnostik dengan kriteria diagnosa diameter pilorus lebih dari 14 mm, kanal
Distensi abdomen yang terlokalisir pada epigastrium menggambarkan level pylorus ≥ 16 mm dan tebal otot pylorus ≥ 4 mm5. Dengan USG intussusepsi
obstruksi pada usus proksimal misalnya volvulus gaster, volvulus midgut, ditegakkan bila terlihat target sign pada penampang melintang dan pseudokidney
Hypertropic pyloric stenosis atau atresia duodenum. Sedangkan distensi abdomen sign pada penampang longitudinal. USG dapat pula membantu menegakkan
menyeluruh menggambarkan level obstruksi yang lebih distal seperti atresia ileum, diagnosa obstruksi usus yang disebabkan tumor intra abdomen, atau proses
atresia kolon, morbus Hirschsprung dan lain lain. inflamasi seperti abses apendiks yang menyebabkan obstruksi. Pemeriksaan foto
Pada inspeksi kadang-kadang dapat terlihat kontur usus dengan atau tanpa kontras barium (Upper GI) dapat memperlihatkan elongasi kanal pilorus dan
terlihatnya peristaltik. Adanya parut bekas operasi pada abdomen dapat indentasi garis antrum (shoulders sign )
mengarahkan kita pada kecurigaan adhesi usus sebagai penyebab Inspeksi daerah
inguinal atau perineal mungkin dapat menemukan adanya hernia atau malformasi
anorektal sebagai penyebab.
Tatalaksana Obstruksi Usus
Palpasi kadang dapat membantu diagnosa misalnya olive sign pada 62 % pasien
dengan Hypertropic Pyloric Stenosis8, massa pada intususepsi, infiltrat pada  Tatalaksana Pra-Operasi
inflamasi intra abdomen, tumor intra abdomen dan lain-lain. Secara umum tatalaksana awal pasien dengan obstruksi usus adalah mengatasi
dehidrasi dan gangguan elektrolit, dekompresi nasogastrik atau orogastrik dengan
ukuran yang adekuat, pemberian antibiotik intravena. Termoregulasi, pencegahan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rontgen terhadap hipotermi penting sekali pada pasien pediatrik khususnya pasien neonatus.
Foto polos abdomen datar dan tegak harus dibuat untuk mencari penyebab Tidak boleh dilupakan untuk identifikasi kemungkinan adanya kelainan penyerta bila
obstruksi. Pada anak yang sakit berat dan lemah dapat dilakukan foto left lateral penyebab obstruksi adalah kelainan kongenital. Harus selalu diingat bahwa setiap
decubitus sebagai pengganti posisi tegak. Pola distribusi gas abdomen dapat kelainan kongenital dapat disertai kelainan kongenital lain (VACTER), sehingga
digunakan untuk membedakan antara obstruksi usus proksimal dan distal. Makin perlu dicari karena mungkin memerlukan penanganan secara bersamaan. Perkiraan
dehidrasi baik dari muntah atau sekuestrasi cairan akibat obstruksi usus perlu dihitung
dan diganti. Dengan sedikit pengecualian, dehidrasi yang ditimbulkan obstruksi usus ampula Vater dengan melihat keluarnya cairan empedu. Bila eksisi komplit tidak
biasanya berupa dehidrasi isotonik, sehingga cairan pengganti yang ideal yang mirip memungkinkan, maka eksisi parsial dengan meninggalkan segmen bagian medial
cairan ekstraselular adalah Ringer asetat. yang mengandung bagian terminal dari duktus koledokus.

Tetapi pada Hypertropic Pyloric Stenosis karena dehidrasi yang terjadi bersifat Setelah prosedur tersebut jangan lupa untuk menilai ulang kemungkinan adanya
hipokloremik dengan alkalosis hipokalemik sehingga bukan cairan ringer asetat obstruksi tambahan lainnya dengan cara melewatkan kateter 8 fr ke proksimal dan
yang dipakai melainkan cairan NaCl dengan tambahan KCl . Cairan yang keluar dari distal. Bila telah yakin tidak ada obstruksi lainnya maka duodenotomi segera dijahit
nasogastrik juga harus diganti dengan Ringer asetat atau NaCl sesuai volume9,11. kembali15. Ladd’s procedure dikerjakan pada obstruksi duodenum yang disebabkan
Ringer asetat dipakai sebagai pengganti cairan yang bersifat bilious, sebaliknya bila oleh Ladd’s band dengan cara memotong adhesinya, melepaskan adhesi antara usus
cairan bening cairan NaCl digunakan sebagai pengganti. dan peritoneum parietal dan antara usus dan usus, mobilisasi sekum dan
Nasogastic tube (NGT) atau orogastrik tube(OGT) dengan ukuran yang adekuat menempatkan kolon pada abdomen kiri. Apendiks sebaiknya diangkat untuk
sangat bermanfaat untuk dekompresi dan mencegah aspirasi. Orogastric tube lebih menghindari kesulitan diagnosis apendisitis dikemudian hari.
dipilih untuk pasien neonatus karena neonatus bernapas lebih dominan melalui Pada obstruksi jejunoileal insisi transversal supra umbilikal juga merupakan akses
lubang hidung. Dekompresi dengan NGT / OGT kadang dapat menolong dan terpilih. Prosedur operatif tergantung pada temuan patologi, seperti tipe atresia,
menghindarkan pembedahan pada pasien obstruksi usus parsial karena adhesi pasca panjang usus, ada tidaknya perforasi usus, malrotasi dan volvulus, mekonium
pembedahan. peritonitis, mekonium ileus. Dilakukan eksplorasi, bila terdapat perforasi seluruh
Antibiotik intravena untuk bakteri-bakteri usus hampir selalu perlu diberikan pada rongga abdomen diirigasi dengan NaCl hangat, semua debris dibersihkan, adhesi
pasien-pasien yang mengalami obstruksi usus. Antibiotik ini dapat bersifat dilepaskan dan sebisanya semua usus dieksteriorisasi. Inspeksi dilakukan mulai dari
profilaktif atau terapeutik bila lamanya obstruksi usus telah memungkinkan duodenum sampai sigmoid untuk mencari area atresia lainnya, ada tidaknya kelainan
terjadinya translokasi flora usus. penyerta seperti malrotasi, atau mekonium ileus yang memerlukan koreksi pada saat
bersamaan.
 Tatalaksana Bedah Prosedur operatif atresia jejunoileal pada umumnya adalah reseksi-anastomosis.
Secara umum tatalaksana pasien obstruksi usus adalah tindakan pembedahan. Berdasarkan sejarah dan bukti-bukti eksperimental prosedur yang dianjurkan
Penanganan konservatif atau non-operatif dapat dilakukan pada beberapa penyebab berkembang dari eksteriorisasi menjadi anastomesis side-to-side, kemudian end-to-
seperti meconium ileus dan adhesi usus pasca laparotomi dan intususepsi. end atau end-to-side, dan terakhir : reseksi segmen atretik proksimal yang dilatasi
Gastrografin enema digunakan sebagai penanganan nonoperatif pada meconium dan hipertofi diikuti anastomosis end-to-end/ end-to-back dengan atau tanpa
ileu9, sedangkan pada adhesi dengan obstruksi usus parsial dapat dicoba dekompresi tailoring segmen proksimal. Perlu diingat bahwa segmen atresia proksimal yang
konservatif. Tujuan utama penanganan ini adalah pembebasan obstruksi sebelum berdilatasi dan hipertrofi dapat menyebabkan kembalinya fungsi peristaltik yang
terjadi trauma iskemik usus. Jadi bila tidak tercapai perbaikan dalam 12 jam maka terlambat setelah koreksi anastomosis sehingga reseksi bulbus proksimal segmen
harus segera dilakukan tindakan pembedahan. Pada intussusepsi reduksi hidrostatik atretik perlu dilakukan agar hasilnya memuaskan
dengan barium (fluoroscopy- guided) atau NaCl (USG-guided) patut dilakukan

selama tidak terdapat kontraindikasi. Bila usaha tersebut gagal, pembedahan adalah Tatalaksana Pasca Operatif Obstruksi Usus
jalan keluarnya. Tatalaksana bedah amat bervariasi tergantung kepada jenis Meskipun laparotomi pada bayi atau anak memberikan stres yang signifikan kepada
penyebab obstruksi ususnya. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis, pyloromyotomy pasien, kebanyakan pasien berangsur membaik setelah koreksi bedah terhadap
merupakan tindakan bedah pilihan. penyebab obstruksi ususnya. Pada periode pasca operatif awal, gangguan
Pada obstruksi setinggi duodenum insisi transversal supraumbilikus memberikan keseimbangan cairan dan elektrolit, metabolisme glukosa dan gangguan respirasi
akses terbaik untuk mencapai duodenum. Pilihan tindakan tergantung situasi biasa terjadi. Kebanyakan bayi yang menjalani operasi laparotomi biasanya
anatomis intraoperatif. Pada obstruksi yang disebabkan oleh atresia atau pankreas mengalami sekuestrasi cairan ke rongga ketiga dan ini memerlukan tambahan
annulare, duodeno-duodenostomi adalah pilihan tindakan bedah terbaik. Sebaiknya jumlah cairan pada periode pasca operatif. Kebutuhan pemeliharaan disesuaikan
duodenojejenostomi tidak dilakukan karena dengan tehnik ini bagian distal dengan kondisi pasien. Semua kehilangan cairan tubuh harus diperhitungkan.
duodenum dieksklusi dan dianggap prosedur yang tidak fisiologis. Sedangkan bila Kehilangan cairan melalui muntah, NGT, ileostomi, atau jejenostomi harus diganti
penyebab obstruksinya berupa duodenal web atau diafragma duodenum, sesuai volume yang hilang. Swenson menyebutkan untuk berhati-hati dalam
duodenotomi vertikal dan eksisi dari web tersebut (septectomy) adalah pilihan instruksi pasca operasi! Tidak ada istilah ‘rutin’ dalam intruksi pasca operasi
terbaik. Pada saat eksisi web perlu diingat untuk menghindari injury pada ampula terhadap bayi atau anak. Semua dosis obat, elektrolit atau cairan untuk terapi harus
Vater. Tekanan ringan pada kantung empedu dilakukan untuk mengidentifikasi
dikalkulasi secara individual dengan mempertimbangkan berat badan, umur atau
kebutuhan metabolic

Dekompresi nasogastrik dengan ukuran yang adekuat sampai tercapai fungsi usus Obstruksi setinggi gaster :
yang normal merupakan bantuan yang tak dapat dipungkiri dalam dekompresi 1. Volvulus gaster
bagian proksimal usus dan fasilitasi penyembuhan anastomosis usus. Ileus hampir
selalu terjadi pada pasien pasca operasi dengan obstruksi usus. Pada atresia 2. Gastric outlet obstruction ( hypertropic pyloric stenosis, atresia pylorus, bezoar)
duodenum atau atresia jejunoileal misalnya, ileus yang memanjang dapat terjadi
lebih dari 5 hari. Swenson menyebutkan pulihnya fungsi duodenum dapat lambat
sekali bila duodenum sangat berdilatasi. Cairan berwarna hijau dapat keluar dari
nasogastrik dalam periode waktu yang memanjang. Hal ini disebabkan bukan hanya
1. Volvulus Gaster ------------------------------ RD -
Collection 2002
karena edema di daerah anastomosis tetapi juga karena terganggunya peristaltik
pada segmen duodenum proksimal yang mengalami dilatasi hebat15. Kesabaran yang
tinggi sangat diperlukan sebelum memutuskan re-operasi pada bayi dengan
Manifestasi klinik volvulus gaster tergantung pada derajat rotasi dan obstruksi.
‘obstruksi’ anastomose, karena diskrepansi ukuran lumen atau disfungsi anastomosis
secara klinis volvulus gaster dapat timbul sebagai gejala akut maupun intermiten/
yang bersifat sementara dapat menyebabkan ileus yang memanjang.
kronis. Berdasarkan axis rotasi kejadian volvulus terdapat tiga tipe, yaitu volvulus
Permulaan asupan melalui oral dengan air gula / dextrose dapat dimulai bila drainase
organoaxial, mesenterikoaxial,dan kombinasi kedua tipe tersebut. Apabila
gaster mulai berkurang atau warnanya mulai kecoklatan atau jernih yang kemudian
terjadinya rotasi gaster akibat kelainan organ lain dinamakan volvulus gaster
diikuti oleh susu formula (progestimil, isomil) secara bertahap. Bila program feeding
sekunder, dan apabila tanpa kelainan organ lain dinamakan volvulus gaster
tersebut tidak bisa diterima pasien atau terdapat ileus yang memanjang maka nutrisi
idiopatik. Hampir semua kasus yang telah dilaporkan adalah tipe sekunder dan akut.
parenteral perlu dipertimbangkan dalam menjaga kecukupan asupan nutrisi pasca
Pemeriksaan radiologis abdomen cukup penting dilakukan untuk membantu
operasi.
menegakkan diagnosis. Volvulus gaster akut memerlukan tidakan pembedahan
emergensi setelah resusitasi yang semestinya. Keterlambatan diagnosis dan
penanganan dapat menyebabkan komplikasi berupa iskemik pada gaster dan
kematian. Volvulus gaster merupakan rotasi yang abnormal dari bagian gaster
terhadap gaster yang lain .
Berdasarkan axis rotasi terdapat tiga tipe volvulus :
 Volvulus organoaxial apabila rotasi gaster bersumbu pada garis yang
menghubungkan dari hiatus esofagus dengan pilorus.
 Volvulus mesenterikoaxial apabila rotasi gaster bersumbu pada garis yang
menghubungkan pada pertengahan curvatura minor dengan curvatura major.
 kombinasi yang bersumbu pada kedua axis tersebut.

Rotasi dapat terjadi 180 – 360 derajat, rotasi lebih besar 180 derajat dapat
menyebabkan strangulasi gaster. Volvulus organoaxial merupakan dua pertiga
(59%) dari semua kasus yang dilaporkan, mesenterikoaxial 29% kasus, kombinasi
2% kasus dan 10% kasus tidak dapat diklarifikasikan.
Gaster terfiksasi oleh hiatus esofagus di bagian proksimal dan pilorus di bagian
distal, serta mendapat perlekatan dari 4 ligamentum. Hal tersebut memungkinkan
terjadinya perubahan bentuk dan posisi gaster. Ligamentum tersebut adalah
ligamentum gastrophrenika, gastrohepatika, gastrosplenika dan gastrokolika.
Sebagian besar volvulus gaster yaitu sekitar 75% kasus merupakan keadaan
sekunder dari kelainan intraabdominal yang mengakibatkan lemahnya fiksasi.
Apabila terjadinya volvulus tidak diakibatkan oleh kelainan intraabdominal
dinamakan idiopatik. Mobilitas abnormal pada hiatus esofagus merupakan sebagian
kasus pada anak-anak Pada cadaver, ligamentum gastrokolika dan gastrosplenika
mempunyai peran penting untuk menghindari terjadi rotasi 180 derajat pada gaster
normal,. Kelainan intraabdominal lain yang dapat menyebabkan terjadinya volvulus
gaster adalah adhesi, dimana ada tiga kasus yang pernah dilaporkan.
Manifestasi klinis volvulus gaster targantung pada derajat rotasi obstruksi. Pada
dewasa, Trias Borchardt merupakan pertanda diagnosis volvulus gaster akut yaitu :
1) muntah dan tidak produktif,
2. Obstruksi Gastroduodenal
--------------------------------------------------------------------------------------- RD - Collection 2002
2) distensi epigastrik akut
3) pipa lambung sulit/ tidak bisa masuk.
Obstruksi gastroduodenal khas ditandai dengan distensi abdomen minimal, bentuk
Gejala dan tanda tersebut merupakan hasil dari obstruksi pada bagian cardia dan/ abdomen skafoid terutama setelah tindakan dekompresi yang efektif atau setelah
atau pilorus. Gambaran klinis tersebut kadang-kadang sulit diterapkan pada usia muntah. Muntah merupakan gejala klinis yang penting dan bermakna kelainan
anak. Pada bayi seringkali terdapat regurgitasi dan muntah serta timbul bersama bedah bila berwarna hijau, proyektil, persisten, dan disertai dengan penurunan berat
penyakit lain. Secara klinis volvulus gaster dapat timbul sebagai gejala akut maupun badan atau gagal kenaikan berat badan. Keterlambatan dan kesalahan diagnostik
intermiten/ kronis. Pada volvulus kronik bisa tanpa gejala dan ditemukan pada saat sering terjadi, karena muntah tidak berwarna hijau (non bilous vomiting) dianggap
pemeriksaan dengan barium dan/atau foto toraks. Apabila timbul gejala, biasanya kelainan fungsional daripada pertimbangan suatu obstruksi mekanik. Pasien-pasien
gejala ringan, seperti perasaan tidak enak pada abdomen bagian atas, sakit perut dan obstruksi gastroduodenal sering datang terlambat di rumah sakit atau terlambat
kembung berulang. dalam mendiagnosisnya, sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Foto polos
Pemeriksaan radiologis abdomen dan toraks cukup penting dilakukan untuk abdomen mempunyai nilai diagnostik tinggi dengan melihat gambaran distribusi
membantu menegakkan diagnosis. Pada volvulus mesenterikoaxial, gaster tampak udara. Gambaran single bubble dan double bubble menunjukkan lokasi obstruksi
berbentuk sferis pada foto polos posisi supinasi, dan double air-fluid level pada dan jenis obstruksi, total atau parsial. Gambaran single bubble terdapat pada
posisi erect (tampak fundus pada bagian bawah dan antrum pada bagian atas). obstruksi di proksimal dari gastric outlet antara lain pada stenosis pilorus hipertrofik
Pemeriksaan dengan barium menunjukkan gaster terbalik (upside down) dan tampak dan membran prepilorik. Gambaran double bubble terdapat pada obstruksi klinis
obstruksi. setinggi duodenum, antara lain atresia atau stenosis duodenum dan pankreas
Volvulus organoaxial lebih mudah didiagnosis dengan foto polos abdomen annulare.
(terutama bila tidak ada hubungannya dengan defek diafragma) dan bisa tidak Obstruksi gastroduodenal merupakan suatu obstruksi gastrointestinal letak tinggi.
tampak pada pemeriksaan dengan barium. Pada foto polos tampak gaster lebih Obstruksi gastrointestinal letak tinggi adalah gangguan passase intestinal mulai
horizontal dengan single fluid level. Pada pemeriksaan dengan barium, dari gaster dan duodenum sampai dengan pertengahan ileum.
esophagogastrik junction tampak terletak lebih rendah dari normal, antrum dan Gambaran klinis bayi dengan obstruksi intestinal letak tinggi, khas ditandai dengan
deodenum yampak terpuntir. distensi adomen yang minimal, bentuk skaphoid terutama setelah tindakan yang
efektif dari dekompresi atau setelah muntah Terdapat hubungan yang penting antara
kelainan gastroduodenal dengan muntah pada bayi dan anak. Setiap muntah yang
PENATALAKSANAAN persisten dengan kegagalan kenaikan berat badan, terutama muntah hijau selalu
Volvulus gaster akut memerlukan tindakan bedah emergensi setelah dilakukan dipikirkan suatu kelainan bedah. Juga dapat merupakan suatu keadaan gawat pada
resusitasi. Tindakan bedah yang dianjurkan yaitu pendekatan abdominal perut sebagai kelainan kongenital maupun akuisita, serta sering memerlukan
(laparotomi), derotasi, menentukan viabilitas gaster, gastropeksi dan repair tindakan pembedahan untuk mengurangi morbiditas Keterlambatan dan kesalahan
kalainan organ lain. Keterlambatan diagnosis dan penanganan dapat menyebabkan diagnostik sering terjadi, karena muntah tidak berwarna hijau (non bilous vomiting)
komplikasi berupa iskemik pada gaster dan kematian. Baru-baru ini, dilaporkan dianggap kelainan fungsional daripada pertimbangan suatu obstruksi mekanik. Pada
kasus volvulus gaster akut idiopatik dilakukan gastropeksi anterior secara obstruksi duodenum kongenital, 15 % obstruksi diatas muara saluran empedu
laparoskopi. Gastropeksi anterior merupakan tindakan simpel dan cukup efektif (ampula Vater). Bahkan 45 % obstruksi duodenum kongenital letak preampula,
untuk mencegah rekurensi volvulus. sehingga muntah tidak berwarna hijau
Insidensi obstuksi gastric outlet relatif sedikit yaitu 1 dari 100.000 kelahiran bayi
hidup, tidak termasuk stenosis pilorus hipertrofik infantilis. Insidensi stenosis
pilorus hipertrofik infantilis adalah 1,5-3/1000 kelahiran bayi hidup. Penderita laki-
laki 4 kali lebih banyak dibandingkan perempuan. Frekuensi tertinggi dijumpai pada diharapkan dapat menemukan adanya massa epigastrik yang merupakan salah
usia 2-3 minggu, etnik kulit putih lebih sering daripada bayi Cina dan India. Insidensi satu tanda bagi stenosis pilorus hipertrofik.
obstruksi duodenum kongenital diperkirakan 1/10.000 kelahiran bayi hidp dan
separuhnya lahir prematur. Bayi perempuan 2 kali lebih sering dari laki-laki.

Etiologi Pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang meliputi pemeriksaan darah rutin,


Etiologi dari obstruksi intrinsik kongenital antrum, pilorus dan duodenum belum elektrolit, dan analisa gas darah. Bila terdapat dehidrasi, gangguan cairan dan
diketahui secara pasti sampai saat ini, termasuk teratogenik spesifik yang diketahui elektrolit, alkalosis metabolik, anemia, dan infeksi, maka akan terdapat kelainan
sebagai penyebab utama. Hubungan garis familier transmisi genetik resesif dalam pemeriksaan laboratorium tersebut.
autosomal masih merupakan postulat. Teori lain yang dapat diterima secara umum Pemeriksaan foto polos abdomen rutin dikerjakan dengan posisi anteroposterior dan
adalah obstruksi intrinsik kongenital berhubungan dengan kegagalan rekanalisasi lateral. Bila terjadi obstruksi pada gastric outlet, terutama pada stenosis pilorus
lumen saluran intestinal setelah fase solid dari siklus proliferasi epitel mukosa7. hipertrofik, maka akan terlihat gambaran distribusi udara berupa single bubble
Obstruksi ekstrinsik duodenum bagian kedua (pars descendens) dapat disebabkan karena dilatasi lambung akibat penuh dengan udara. Pada pemeriksaan foto
oleh pankreas annulare atau malrotasi dengan Ladd’s band. abdomen dengan zat kontras pada stenosis pilorus hipertrofik, tampak pilorus
Sedangkan etiologi stenosis pilorus hipertrofik diduga melibatkan multifaktorial, menyempit (string sign), tanda pyloric tit terjadi bila gelombang peristalsis gagal
termasuk pengaruh genetik dan lingkungan. Resiko anak laki-laki menderita stenosis menembus obstruksi pilorus, tanda ini terjadi pada kurvatura minor proksimal dari
pilorus hipertrofik adalah sebesar 20 % dan anak perempuan 7 % bila ibunya pilorus, dan tanda pyloric beak dapat terjadi bersamaan dengan pyloric tit dan
menderita stenosis pilorus hipertrofik. Dan bila ayahnya yang menderita maka resiko menunjukkan konfigurasi peluru pada saat barium mau memasuki kanalis pilorus.
anak laki-laki 5 % dan anak perempuan 2,5 % terutama bila anak yang pertama lahir Tanda pyloric shoulder menunjukkan batas barium yang konkaf antara pyloric tit di
laki-laki. Anak kembar monozigotik, bila salah satu menderita stenosis pilorus atas dan pyloric beak di bawah. Tanda ini terjadi karena barium menempel pada
hipertrofik maka kemungkinan yang lain akan terkena adalah sebesar 85,7 %, bila batas proksimal massa pilorus. Sedangkan dengan pemeriksaan ultrasonografi
kembar dizigotik, maka kemungkinannya 8,4 %. Hal ini ada hubungannya dengan menunjukkan gambaran target sign.
faktor yang diturunkan suatu modifikasi seks poligenik, multiple genetic X-linked. Untuk atresia duodenum, dengan pemeriksaan foto polos abdomen akan tampak
Faktor lain adalah pengaruh lingkungan sosial ekonomi tinggi, stress maternal pada gambaran double bubble. Tanda itu disebabkan karena dilatasi lambung dan
trimester tiga, termasuk pemakaian obat-obatan sewaktu maternal, pemberian duodenum bagian proksimal dari atresia, yang tidak diikuti pilorus yang
spesific breastfeeding transpyloric dan peningkatan serum gastrin maternal atau bayi menggembung karena pilorus tidak bebas berkembang. Gambaran double bubble
dan kelainan interaksi gastrin-sekretin. dengan disertai gambaran gelembung-gelembung udara kecil yang minim
(scattered) di bagian distal, harus dicurigai kemungkinan suatu malrotasi, sehingga
Diagnosis harus dikerjakan pemeriksaan barium enema.
Anamnesis riwayat penyakit penderita dengan keluhan muntah (72 %) merupakan
hubungan penting kelainan gastroduodenalis pada bayi dan anak. Bayi dengan Terapi
obstruksi intestinalis letak tinggi, distensi abdomen minimal karena tindakan Pada pra operasi, dilkukan dekompresi dengan pipa nasogastrik dan bila terjadi
dekompresi atau setelah muntah. Dan konstipasi yang terjadi, dapat karena intake dehidrasi, kekurangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa, maka
yang memang sedikit akibat sering muntah. Mekonium dapat keluar normal pada dilakukan resusitasi cairan dan koreksi elektrolit dan asam basa terlebih dahulu.
atresia duodenum. Muntah tersebut bermakna dalam menentukan diagnosis Tindakan operasi piloromiotomi Fredet-Ramsted dikerjakan pada stenosis pilorus
obstruksi gastroduodenal karena berhubungan dengan kelainan bedah traktus hipertrofik. Sedangkan piloroplasti dikerjakan atresia dan stenosis pilorus, dan
gastrointestinalis, yaitu bila muntah hijau atau fekal, muntah persisten, muntah membran pra-pilorik. Dan prosedur operasi duodeno-duodenostomi, atau modifikasi
bercampur darah atau berwarna gelap, muntah yang disertai penurunan atau dari Kimura dengan diamond-shape anastomosis, dikerjakan pada atresia
kegagalan kenaikan berat badan. Bayi dengan keluhan muntah hijau, harus duodenum, stenosis duodenum, dan pankreas annulare. Dekompresi dengan
dianggap terdapat obstruksi traktus gastrointestinalis sampai dapat dibuktikan pemasangan gastrostomi dan transanastomotic tube masih kontroversial sampai
adanya kelainan lain. sekarang.
Pemeriksaan fisik meliputi penilaian keadaan umum yang meliputi ada tidaknya
dehidrasi, tanda-tanda ikterik, dan gangguan keseimbangan hemodinamik. Ikterik Secara umum penegakan diagnosis obstruksi gastroduodenal meliputi anamnesis
sering ditemukan pada obstruksi duodenum. Pemeriksaan status lokalis abdomen yang akurat dan sistematis mengarah pada kelainan suatu organ. Gejala klinis yang
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan palpasi abdomen penting adalah muntah, yang bermakna bedah bila muntahnya hijau (bercampur
empedu), proyektil, persisten, dan disertai dengan penurunan berat badan atau
kegagalan kenaikan berat badan. Muntah bercampur empedu menunjukkan bahwa
obstruksi di distal ampula vater dan muntah tanpa empedu menunjukkan obstruksi di
proksimal ampula vater. Pemeriksaan fisik yang patognomonis untuk stenosis pilorus
hipertrofik adalah massa di epigastrik.
Bilamana pemeriksaan fisik belum dapat menegakkan diagnosis, maka perlu
dilakukan pemeriksaan radiologis dengan foto polos abdomen, dimana akan
ditemukan tanda single bubble untuk obstruksi di proksimal dari ampula vater dan
double bubble untuk obstruksi di duodenum. Pada kasus stenosis pilorus hipertrofik,
muntah projektil sejak lahir 1 kasus dan lainnya setelah 2 minggu. Muntahnya tidak
berwarna hijau dan terdapat kegagalan pertumbuhan serta dehidrasi. Pada
pemeriksaan palpasi hanya 1 kasus ditemukan massa epigastrik. Pada foto polos
ditemukan single bubble.

Penemuan klinis yang penting dari obstruksi gastroduodenal adalah semua kasus
datang terlambat, karena distensi abdomen yang minimal dan kadang defekasi masih
ada. Karenanya, pasien dengan muntah persisten atau hijau disertai dengan
penurunan berat badan atau kegagalan tumbuh kembang maka perlu dipikirkan suatu
obstruksi gastroduodenal. Selain itu, juga sering terdapat dehidrasi, hipokalemi
karena seringnya muntah, dan alkalosis metabolik.
Gambaran klinis yang khas dari obstruksi gastroduodenal adalah distensi abdomen
minimal, bentuk abdomen skaphoid terutama setelah tindakan dekompresi yang
efektif atau setelah muntah. Muntah yang tidak berwarna hijau menunjukkan
obstruksi di proksimal ampula vater, sedangkan bila berwarna hijau menunjukkan
obstruksi distal ampula vater.
Pemeriksaan foto polos abdomen mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan
melihat gambaran distribusi udara. Gambaran single bubble terdapat pada obstruksi
gastric outlet, yaitu stenosis pilorus hipertrofik dan membran prepilorik. Gambaran
double bubble terdapat pada obstruksi setinggi duodenum, yaitu atresia atau stenosis
duodenum dan pankreas anulare.
Untuk mencari kausa intrinsik atau ekstrinsik dari obstruksi gastroduodenal perlu
prosedur lain untuk penegakan diagnosis lebih lanjut, tidak dapat terlihat pada foto
polos ataupun foto barium enema.
 Pertama, herniasi dari loop midgut primer ke dalam pangkal dari korda
umbilikalis. Hal ini terjadi pada minggu 6-10 minggu gestasi. Bila terjadi
kelainan dalam proses ini, maka akan terjadi omphalocele.
 Stadium kedua dari perkembangan midgut adalah kembalinya usus kedalam
abdomen. Proses ini terjadi antara minggu ke-10 hingga ke-12 gestasi.
Obstruksi setinggi duodenum : Normalnya, segmen pre-arterial masuk terlebih dahulu dan mengalami rotasi,
o Intrinsik (Atresia duodenum, web, stenosis) dengan aksis arteri mesenterika superior.
o Ekstrinsik /kompresi eksternal (pancreas anular, preduodenal portal vein) Segmen pre-arterial akan berotasi 270 derajat berlawanan arah dengan jarum jam
o Stenosis duodenum sehingga nantinya akan terletak di posterior dari a. mesenterika superior. Bagian
o Volvulus midgut pada malrotasi segmen pre-arterial yang lebih kranial dan bagian dari foregut akan membentuk
duodenum proksimal, yang terletak di sebelah kanan dari linea mediana. Bagian
yang lebih distal dari segmen pre-arterial bergerak ke posterior dan akan
terfiksasi di sebelah kiri dari a. mesenterika superior. Segmen horizontal ini
Malrotasi Usus ------------------------------------------ RD -
membentuk duodenum pars ke-3 dan ke-4 dan normalnya difiksasi ke dinding
abdomen belakang oleh ligamen Treitz di sebelah kiri aorta abdominalis.
Collection 2002
Malrotasi telah lama dikenal sebagai kelainan yang khas dan berdiri sendiri.
 Jejunum dan ileum mengalami pemanjangan yang cukup bermakna, membentuk
kurang lebih enam loop usus primer saat lahir. Segmen post-arterial dari midgut
Obstruksi duodenum kongenital pertama kali dikemukakan oleh Calder pada tahun
akan menjadi ileum terminal, sekum, kolon kanan dan kolon transversum bagian
1752. Perkembangan normal dari usus manusia meliputi rotasi dan fiksasi dari
proksimal. Segmen-segmen ini juga mengalami rotasi sebesar 270 derajat
midgut embrional. Kejadian normal ini pertama kalinya dikemukakan oleh Mall
berlawanan arah dengan jarum jam, tetapi terjadi di sebelah anterior dari a.
pada tahun 1898 dan dijelaskan lebih lanjut oleh Dott pada tahun 1923. Kelainan
mesenterika superior. Jadi, sekum awalnya terletak di sebelah kiri, kemudian
rotasi dan fiksasi membuat suatu spektrum dari keadan anatomis yang berkisar pada
menjadi sebelah anterior dan selanjutnya di sebelah kanan dari a. mesenterika
kepentingan klinis dari pasien yang sama sekali tidak mengeluhkan gejala hingga
superior hingga akhirnya berada di fossa iliaka dekstra. Sebagian besar kelainan
mereka yang mengalami volvulus midgut dan bahkan kematian. Gambaran klinis
rotasi terjadi pada tahap ini.
dan anatomis dari kelainan ini dikemukakan oleh William E. Ladd pada tahun 1941
dalam bukunya yang berjudul Abdominal Surgery of Infancy and Childhood.  Tahap akhir dalam proses penempatan midgut normal adalah fiksasi usus ke
Walaupun outcome yang didapatkan saat ini mengalami kemajuan yang berarti, dinding posterior abdomen. Proses ini terjadi setelah 12 minggu gestasi hingga
namun hanya diperoleh sedikit penambahan dalam memahami kelainan anatomis lahir. Titik-titik normal dari fiksasi meliputi sekum di fossa iliaka dekstra dan
dasar atau penatalakasanaan operatif kelainan tersebut. Pemahaman yang duodenojejunal junction pada ligamentum Treitz di sebelah kiri aorta
komprehensif mengenai embriologi usus, khususnya midgut, penting untuk dapat abdominalis dan anterior terhadap vena renalis. Hasil dari proses ini, fiksasi
memahami gambaran klinis dan hasil yang ditemukan dalam operasi yang mesenterium usus halus mempunyai pangkal yang lebar yang membentang dari
berhubungan dengan kelainan rotasi usus. perlekatan ligamentum Treitz hingga perlekatan sekum sehingga normalnya
tidak mempunyai resiko untuk terjadinya volvulus. Sebaliknya, bila proses rotasi
dan fiksasi terganggu, maka pangkal dari mesenterium tidaklah terfiksasi dengan
Embriologi baik ataupun sempit, dan usus mempunyai resiko untuk terjadinya volvulus.
Gut primitif bentuk awalnya adalah berupa struktur tubuler yang lurus dan terdiri Selain itu, sebagian besar pasien kelainan rotasi mempunyai potensi untuk
dari jaringan endodermal yang terletak di tengah-tengah dari embrio. Seluruh terjadinya kompresi dan obstruksi duodenum yang diakibatkan oleh band
saluran pencernaan dan organ-organ digestif berasal dari dari struktur ini dan peritoneum aberrant (Ladd’s band), yang memfiksasi sekum dan kolon yang
turunannya. Pada manusia, midgut embrional adalah bagian dari gut primitif yang malposisi terhadap dinding posterior abdomen.
terbuka bagian depannya ke arah yolk sac. Pada 5 minggu gestasi, bagian depan
yang membuka ke arah yolk sac tersebut menyempit hingga hampir menjadi sama Kelompok dari kelainan rotasi diberi istilah sebagai malrotasi yang diakibatkan oleh
ukurannya dengan diameter longitudinal gut itu sendiri, yang kemudian dinamakan gangguan dari kejadian-kejadian embriologis yang telah dijelaskan diatas. Kelainan-
duktus omfalomesenterikus. Proses rotasi dari midgut berawal pada 5 minggu kelainan yang umum terjadi meliputi nonrotasi, rotasi inkomplit, dan bentuk-bentuk
gestasi yang terbagi kedalam tiga tahap . malrotasi lainnya. Yang lebih jarang terjadi adalah hernia mesokolika dan kelainan
lainnya. Walaupun kurang tepat, tetapi istilah malrotasi digunakan dalam praktek
sehari-hari untuk menjelaskan proses malformasi yang penting menurut seperti yang
telah dijelaskan diatas. Kelainan-kelainan rotasi ini tidaklah semuanya menimbulkan arterial) terletak di sebelah anterior dari a. mesenterika superior dan kolon
gejala atau masalah. Gejala klinis timbul dikarenakan terdapatnya obstruksi duodenum transversum, membentuk saluran retroarterial yang menyebabkan sumbatan
atau volvulus midgut dengan insufisiensi vaskuler pada usus parsial arteri, vena dan pembuluh limfe. Sedangkan segmen post-arterial posisinya
Kelainan rotasi ini juga berhubungan dengan kelainan kongenital yang lain, yang bervariasi, tetapi dapat berada di sebelah posterior dari a. mesenterika superior
ditemukan pada sekitar 62 % dari seluruh kasus, seperti hernia diafragmatika atau didalam hernia mesokolika. Pada kasus lain, sekum dapat terletak di sebelah
kongenital, defek dinding abdomen anterior, atresia duodenum, atresia intestinal, kanan atau kiri abdomen. Kelainan ini dapat menyebabkan obstruksi kolon
refluks gastroesofageal, web duodenum intrinsik, atresia jejunoileum, Hirschprung’s transversum.
disease, dan kista mesenterial. Nonrotasi adalah salah satu bagian dari kelainan yang Tidak terdapatnya vena mesenterika superior dilaporkan terdapat dalam kasus ini.
berhubungan dengan omphalocele dan hernia diafragmatika. Obstruksi duodenum Kasus ini jarang terjadi, hanya sekitar 4 % dari seluruh kasus.
intrinsik akibat dari web luminal atau atresia jarang terjadi, namun dilaporkan terjadi
pada 8-12 % bayi yang menderita kelainan rotasi. Karenanya, menyingkirkan Hernia Paraduodenal Mesokolika
kemungkinan ini sangat penting pada saat atau sebelum waktu operasi. Hernia mesokolika (paraduodenal) sangat jarang terjadi tetapi secara bedah
merupakan kelainan yang penting yang disebabkan oleh karena kegagalan fiksasi
Klasifikasi mesokolon kiri atau kanan ke dinding posterior abdomen dalam struktur yang
normal. Akibatnya dapat terjadi sekuestrasi atau terjepitnya usus halus diantara
Nonrotasi
mesokolon dan dinding posterior abdomen baik di sebelah kiri maupun kanan.
Nonrotasi khas ditandai dengan kegagalan rotasi berlawanan arah dengan jarum jam
Hernia mesokolika kanan terjadi karena segmen pre-arterial gagal melakukan rotasi.
dari loop midgut memutari a. mesenterika superior. Pada non rotasi, midgut tidak
Kelainan ini khas ditandai dengan terjepitnya usus halus di sebelah posterior dari
melakukan rotasi atau berhenti sebelum mencapai 90 derajat. Kolon berada di
kolon kanan dan sekum oleh mesenteriumnya. Fenomena yang sama juga terjadi di
abdomen sebelah kiri, sekum berada di linea mediana atau di dekatnya, dan usus
sebelah kiri; namun, hal ini terjadi pada kolon dan sekum yang posisinya normal.
halus berada di sebelah kanan linea mediana. Volvulus midgut dan obstruksi
Pada kasus terakhir, usus halus yang terjepit berada dalam kantong hernia dengan
duodenum ekstrinsik merupakan resiko yang mungkin terjadi. Volvulus terjadi
leher kantong berupa vena mesenterika inferior dan perlekatan peritoneum ke
karena pedikel dari mesenterium seluruh usus sempit dan obstruksi terjadi karena
dinding posterior abdomen. Baik hernia mesokolika kanan dan kiri berpotensial
terdapat perlekatan peritoneum dari sekum yang posisinya abnormal ke dinding
untuk menyebabkan terjadinya obstruksi, inkarserasi, dan strangulasi dari usus
posterior abdomen, yang melalui sebelah anterior dan lateral dari duodenum pars
halus.
descendens. Duodenojejunal junction berada lebih kaudal dan anterior terhadap
posisi normal, dekat dengan ileocecal junction, dan khas gagal melewati linea
mediana. Obstruksi duodenum parsial dikarenakan kompresi ekstrinsik oleh karena Epidemiologi
band yang melekatkan sekum ke dinding posterior abdomen khas pada non rotasi. Insidensi malrotasi yang sebenarnya masih belum dapat ditentukan. Insidensi dari
kelainan rotasi dari midgut kurang lebih satu dari lima ratus kelahiran hidup1,6,7. Ada
Rotasi Inkomplet pendapat lain yang menyatakan bahwa insidensi malrotasi adalah sebesar 1 dari
Rotasi inkomplet juga merupakan kelainan posisi yang umum terjadi. Kelainan ini 6000 kelahiran hidup dan frekuensi dari pasien yang dirawat inap di rumah sakit
diakibatkan oleh berhentinya proses rotasi pada atau hampir mencapai 180 derajat2. adalah sebesar 1 dari 25.000 populasi serta prevalensi yang ditemukan pada autopsi
Pada kelainan ini, segmen pre-arterial gagal untuk menyelesaikan rotasi yang adalah sebesar 0,5- 1 % dari populasi total.
normalnya nanti akan berada di posterior dan kiri dari a. mesenterika superior. Malrotasi biasanya muncul dalam periode neonatus, bahkan dapat terjadi dalam
Sedangkan segmen post-arterial juga gagal untuk menyelesaikan rotasinya yang kehamilan, yang mengakibatkan terjadinya volvulus prenatal dan menimbulkan
normalnya berada di sebelah anterior dari a. mesenterika superior. Sekum khas terjadinya atresia gastrointestinal. Pada kejadian ini, perbandingan antara pria
berada di abdomen bagian atas, dan di sebelah kiri dari a. mesenterika superior, serta dengan wanita adalah 2:1. Kurang lebih 20 %-30 % muncul setelah umur 1 tahun,
perlekatannya ke dinding posterior abdomen melalui band peritoneum (Ladd’s band) dan disini dominasi pria berkurang1. Sedangkan Kamal (2000) melaporkan bahwa
berpotensi untuk menyebabkan terjadinya obstruksi duodenum. Pedikel vaskuler 60 % kasus terjadi pada bulan pertama kehidupan, 20 % antara umur 1 bulan hingga
mesenterial a. mesenterika superior sempit, sehingga dapat menyebabkan terjadinya 1 tahun, dan sisanya setelah umur 1 tahun.
volvulus.
Diagnosis
Rotasi Terbalik Gambaran Klinis
Dalam rotasi terbalik, usus berotasi dalam derajat yang bervariasi searah dengan Pada kasus malrotasi, gambaran klinisnya dibagi menjadi asimtomatis dan
arah jarum jam dengan aksis a. mesenterika superior. Duodenum (segmen pre- simtomatis. Pada pasien asimtomatis, malrotasi biasanya diketahui pada anak-anak
dengan umur yang lebih tua dari 1 tahun. Istilah asimtomatis ini sebenarnya kurang gambarannya normal dan tidak spesifik1,2,4,8. Juga menghilangnya gambaran
tepat, karena gejala-gejala malrotasi sebenarnya muncul pada pasien tersebut, namun udara kolon normal. Dan bila terjadi volvulus dari midgut maka gambaran
tidak khas dan berlangsung kronik. Hal ini diakibatkan karena tidak terjadinya udara abdomen akan menghilang (gasless abdomen)
volvulus ataupun insufisiensi vaskuler. - Dengan serial foto kontras gastrointestinal bagian atas akan didapatkan
Gambaran klinisnya berupa nyeri perut, dengan atau tanpa muntah yang intermitten, beberapa gambaran khas untuk malrotasi. Pemeriksaan ini merupakan
diare kronis, malabsorpsi, dan kegagalan tumbuh. Diare kronis dan malabsorpsi yang pemeriksaan radiologis definitive untuk kasus malrotasi. Dengan pemeriksaan
tampak pada pasien-pasien itu diperkirakan diakibatkan karena limfedema ini akan didapatkan duodenojejunal junction letaknya berada di sebelah
kronis dan kehilangan protein kedalam lumen dari usus yang mengalami obstruksi kanan dari linea mediana dan agak ke anterior, begitu pula dengan
kronis. ligamentum Treitz. Kemudian didapatkan juga gambaran obstruksi
Gejala-gejala pada pasien malrotasi umumnya merupakan akibat dari obstruksi duodenum. Selain itu, didapatkan gambaran pengisian kontras di jejunum
parsial duodenum atau volvulus midgut. Obstruksi duodenum umumnya merupakan yang berada di abdomen bagian kanan. Pada rotasi inkomplit, didapatkan
akibat kompresi ekstrinsik dari Ladd’s band. Ladd’s band merupakan bentuk matur gambaran Z-sign sudutnya sangat tajam, dimana pada orang normal sudutnya
dari mesogastrium dorsal pada embrio yang berfungsi untuk memfiksasi sekum dan tumpul. Gambaran volvulus usus khas ditandai dengan “corckscrew
mesokolon ke dinding perut bagian belakang. Ladd’s band menyilang di sebelah appearance”. Selain itu, juga akan didapatkan gambaran penebalan membran
anterior dan lateral terhadap duodenum pars descendens, sehingga regio postampula mukosa dari usus halus
merupakan tempat terjadinya obstruksi. Volvulus terjadi pada separuh dari seluruh - Serial foto gastrointestinal bagian bawah (barium enema) tidak dapat
kasus malrotasi yang datang ke rumah sakit untuk dioperasi. menentukan lokasi dari duodenojejunal junction, tetapi dapat
Onset dari gejala-gejala selama periode neonatus biasanya akut. Muntah adalah mengidentifikasi lokasi dari sekum, walaupun letak sekum yang normal
gejala utama pada sebagian besar pasien, sekitar 95 %. Awalnya, muntahnya belum dapat menyingkirkan kemungkinan terjadinya malrotasi, perlu
berwarna coklat atau bilus, tetapi kemudian berubah menjadi bercampur darah bila dibandingkan dengan hasil penemuan klinis. Serial foto ini juga dapat
terjadi bowel compromised. Terdapatnya cairan bilus dalam muntah pada neonatus digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya obstruksi kolon
adalah salah satu tanda dari malrotasi dan volvulus midgut dikarenakan obstruksi dan atresia ileum
dari duodenum. Gejala-gejala yang jarang terjadi adalah muntah seperti kopi, - USG; alat ini berguna untuk menentukan aliran darah dalam pembuluh
distensi abdomen, nyeri perut, dan berak darah. Pada anak-anak dengan umur lebih darah mesenterika superior pada penderita dengan tersangka mengalami
tua, Pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa distensi adalah tanda klinis yang sering volvulus dari midgut. Gambaran transversal USG dapat menentukan posisi
tampak, dan ketika volvulus berkembang menjadi infark. Namun, kurang lebih 50 % dari pembuluh darah ini pada pangkal dari mesenterium. Normalnya, vena
kasus, pemeriksaan abdomennya normal. mesenterika superior berjalan sejajar terhadap arteri dan berada di sebelah
Masalah klinis yang paling kritis sehubungan dengan malrotasi dan volvulus midgut kanan arteri sebelum vena tersebut bergabung dengan vena lienalis untuk
adalah potensi terjadinya torsi pedikel dari a. mesenterika superior yang dapat kemudian membentuk vena porta. Vena yang terletak di sebelah kiri atau
menyebabkan terjadinya insufisiensi vaskuler akut dari usus. Hal ini dapat anterior dari arteri meningkatkan kecurigaan kemungkinan terjadinya
mengancam jiwa pasien. Test benzidin positif atau terdapatnya haematoschezia yang malrotasi usus. Gambaran lain yang ditemukan dengan pemeriksaan USG
diakibatkan oleh cedera mukosa usus merupakan tanda awal dari volvulus. Bilamana adalah duodenum yang distensi dan penuh dengan cairan, dan usus yang
terjadi nekrose usus transmural dan sepsis, maka hipotensi, asidosis sistemik, mengalami penebalan dinding yang terutama berada pada sebelah kanan
kegagalan nafas, trombositopenia, dan tanda-tanda akut abdomen yang lain akan vertebra, serta terdapatnya gambaran cairan peritoneum bebas.
muncul. Outcome dari penanganan volvulus adalah tergantung dengan waktu, - CT-scan, MRI, dan angiografi juga dilaporkan digunakan dalam beberapa
karenanya pasien neonatus dengan gejala dan tanda obstruksi usus harus segera kasus. Perangkat tersebut digunakan untuk menentukan kelainan pembuluh
ditangani sampai diagnosis pasti ditegakkan. Dan terlambat beberapa jam dapat darah mesenterika untuk diagnosis. Perlu diperhatikan apabila menggunakan
menyebabkan terjadinya nekrose usus masif. Dari suatu penelitian didapatkan bahwa rotasi vena mesenterika sebagai penanda diagnosis pada pasien-pasien
reseksi usus hanya dilakukan pada 15 % operasi pada kasus malrotasi2. dengan pembesaran hepar, aneurisma aorta abdominalis, atau kelainan
kurvartura spinalis yang bermakna. Dari angiografi akan ditemukan
Radiologis gambaran “barber pole”. Pemeriksaan ini berguna pada pasien anak yang
Dalam menegakkan diagnosis malrotasi, selain dengan klinis, juga dapat dilakukan berumur lebih tua dengan gejala-gejala kronik yang berulang. Perangkat
secara radiologis, yaitu dengan pemeriksaan sebagai berikut : diagnostik ini tidak dapat digunakan pada fase akut, khususnya pada periode
- Foto abdomen polos; akan ditemukan gambaran “double bubble” akibat neonatal. Namun, diagnosis pasti dan sekaligus untuk evaluasi terapi adalah
obstruksi duodenum akut3. Namun, banyak penulis yang menyatakan dengan laparotomi eksplorasi1.
apendisitis. Prosedur yang terakhir adalah mengembalikan seluruh usus ke dalam
abdomen. Umumnya, sekum diletakkan pada kiri bawah, kolon diletakkan di
Penatalaksanaan kuadran kiri, dan usus halus diletakkan di abdomen regio kanan. Tidak perlu
Penatalaksanaan malrotasi dengan atau tanpa volvulus adalah dengan pembedahan dilakukan fiksasi sekum pada tempatnya yang baru ini, karena dilaporkan tidak
menurut prinsip yang dikemukakan oleh William E. Ladd. Namun untuk pasien yang ada keuntungannya Bila terdapat segmen dari usus halus yang mengalami
asimtomatis, penanganannya masih kontroversial. Beberapa penulis menyatakan nekrotik, dilakukan reseksi anastomose. Pada kasus-kasus dimana seluruh midgut
bahwa koreksi dari malrotasi harus dilakukan bila malrotasi sudah diketahui dan tidak mengalami gangren dan ddiperlukan reseksi usus total, maka dilakukan penutupan
ada kontra indikasi untuk dilakukan operasi. abdomen tanpa reseksi.
Alasannya adalah, meskipun gejalanya tidak spesifik, tetapi pasien tersebut Pasien tersebut hanya diberikan cairan intra vena dan analgesik. Dan, kemudian
sebenarnya tetap mengeluhkan gejala namun tanpa disertai dengan tanda-tanda perlu dilakukan motivasi terhadap keluarganya. Tetapi bila terjadi iskemia midgut
obstruksi atau insufisiensi vaskuler. masif tanpa disertai dengan gangren, dilakukan detorsi dari volvulus tanpa reseksi.
Persiapan pra-operasi untuk pasien malrotasi yang mengalami volvulus tidaklah jauh Usus dikembalikan ke dalam abdomen. Sedangkan pada pasien-pasien dimana
berbeda dengan pasien-pasien bayi yang mengalami sakit serius lainnya yang ususnya mengalami edema sehingga untuk menutup abdomen sangat sulit
memerlukan laparotomi segera. Dilakukan resusitasi cairan melalui infus, dikarenakan terdapat peningkatan tekanan abdomen, maka digunakan silo atau patch
pemasangan NGT, kateter uretra, pemberian antibiotik pre-operasi, dan penunjang Gortex untuk menutup abdomen. Pasien dijaga keseimbangan cairannya dan
lainnya untuk mengatasi kekurangan elektrolit dan gangguan nafas Pasien diletakkan kemudian dilakukan laparotomi ulang dalam waktu 36-48 jam berikutnya. Selama
di atas meja operasi dalam posisi terlentang (supine). Dilakukan insisi transversal masa menunggu tersebut, keseimbangan cairan dan elektrolit haruslah dijaga.
supra umbilikal. Setelah peritoneum dibuka, maka akan keluar cairan asites limfe Plasma expander (seperti Dextran 40 10 ml/kgBB) diberikan setiap 6 jam untuk
akibat obstruksi pembuluh limfe atau akibat ruptur pembuluh limfe saat terjadi mempertahankan perfusi darah. Usaha ini dapat menyelamatkan usus yang
volvulus. Seluruh usus dan mesenterium dikeluarkan dari abdomen untuk mengalami iskemik yang mungkin akan direseksi dalam operasi pertama.
identifikasi, dan biasanya ditemukan sekum dan kolon ascendens tidak berada dalam
posisi normal. Bila terdapat volvulus, setelah mengidentifikasi pangkal dari Komplikasi
mesenterium, maka dilakukan detorsi berkebalikan dengan arah torsi, biasanya - Short-bowel syndrome : adalah komplikasi yang sering terjadi pada operasi
berlawanan arah dengan jarum jam. Kemudian, dilakukan observasi dan pemberian malrotasi dengan volvulus midgut. Hal ini diakibatkan oleh karena dilakukan
cairan hangat pada usus. Viabilitas dari usus kemudian dinilai. Bila usus masih reseksi usus akibat nekrosis usus yang masif. Pasien-pasien ini mempunyai
viabel, dilakukan milking ke arah distal untuk mengetahui patensinya. resiko yang tinggi untuk terjadinya malabsorbsi.
Untuk mencegah terjadinya volvulus yang berulang di kemudian hari, pedikel - Infeksi : infeksi ini dapat berasal dari luka dan juga sering terjadi sepsis pasca
vaskuler mesenterium a. mesenterika superior diperlebar pangkalnya dengan operasi.
membelah band peritoneum yang melekat pada sekum, mesenterium usus halus, - Reoperasi : reoperasi dilakukan karena terjadi karena obstruksi usus akibat
mesokolon, dan duodenum disekitar pangkal dari a. mesenterika superior. Setelah adhesi, rekurensi dari volvulus midgut dan sekum, kista dinding abdomen, dan
hal ini dilakukan, maka mesokolon dan mesenterika menjadi lebar. Hal ini dapat dehisiensi.
mengurangi resiko terjadinya volvulus yang berulang di kemudian hari. Pasca - Gejala-gejala gastrointestinal persisten : pasca operasi, penderita malrotasi dapat
operasi, obstruksi usus halus dilaporkan hanya terjadi kurang dari 10 %, dan itu mengalami gejala-gejala gastrointestinal yang persisten, seperti konstipasi, diare,
umumnya diakibatkan oleh adhesi Ladd’s band yang letaknya melintang dan nyeri abdomen, vomitus, dan sulit makan.
menekan duodenum kemudian dipotong. Pemotongan Ladd’s band haruslah sampai
bersih, karena bila tidak masih dapat menyebabkan terjadinya kompresi dan kinking
dari duodenum di kemudian hari. Setelah itu, dilakukan pemotongan seluruh
ligamen anterior, posterior, dan lateral duodenum agar duodenum menjadi mobil.
Kemudian, duodenum diluruskan dan ditempatkan pada regio abdomen kanan atas.
Dilakukan penilaian patensi dari lumen duodenum. Hal ini dapat dilakukan dengan
menginjeksikan udara atau salin ke dalam duodenum. Cara lain adalah dengan
memasukkan kateter via transgastrik. Cara terakhir ini mudah karena duodenum
sekarang menjadi lebih mobil. Kemudian dilakukan apendektomi insidental,
dikarenakan natinya sekum dan apendiks yang diletakkan di kuadaran kiri bawah
akan dapat menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosisnya bila kelak timbul
kinking, regangan, atau gangguan aliran darah usus fetus. Kelainan kromosom
sangat jarang ( 1%) pada anak dengan atresia ileum. Faktor-faktor maternal
misalnya pemakaian obat-obat cafergot dan terjadinya anafilaksi syok dapat
menyebabkan gangguan vaskuler pada fetus sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya atresia intestinal.

Obstruksi setinggi jejenoileal : Diagnosis


o atresia jejuno-ileal Distensi abdomen dan muntah merupakan tanda atresia ileum pada bayi. ‘thumb
o adhesi size loops of bowel’ dan air fluid level ditemukan pada plain foto abdomen.
o mekonium ileus Adanya kalsifikasi merupakan kelanjutan dari nekrosis segmen usus yang
o intususepsi mengalami atresia. Aliran darah pada segmen yang berada tepat di proksimal atresia
o komplikasi dari divertikel Meckel mungkin mengalami gangguan. Dengan alasan ini preoperative dekompresi dengan
nasogastrik tube sangat vital dilakukan untuk mencegah distensi usus proksimal
atresia. Keterlambatan diagnosis atau operasi akan mengakibatkan distensi dan
memperburuk vaskularisasi segmen usus proksimal atresia. Beberapa ahli bedah
menyarankan pemeriksaan colon in loop untuk menyingkirkan adanya atresia
Atresia Ileum --------------------------------------------- RD - kolon (mikrocolon), sementara beberapa ahli bedah yang lain hanya melakukan
penilaian kolon intraoperatif untuk menilai patensi usus bagian bawah.
Collection 2002
Dalam penegakan diagnosis atresia ileum sering mengalami kesulitan oleh karena
gejala dan tanda-tandanya tidak khas. Muntah empedu merupakan tanda klinis
Atresia ileum merupakan salah satu penyebab obstruksi Gastrointestinal pada yang paling sering dijumpai. Semakin tinggi letak atresia, kejadian muntah akan
neonatus. Angka insidensinya adalah 1:1500 – 2000 kelahiran.. Telah dipercaya semakin awal, meskipun Lister telah menemukan 5 kasus atresia ileum tanpa disertai
bahwa penyebab atresia ileum adalah oklusi pembuluh darah mesenterium, gejala muntah. Distensi perut terjadi pada bagian atas dan biasanya bersifat
misalnya akibat volvulus atau invaginasi saat kehidupan intrauterine. Gejala yang progresif. Pada beberapa kasus, mekonium tetap dapat dijumpai. Untuk membantu
timbul pada atresia ileum adalah muntah yang timbul lebih dini, Distensi diagnosis perlu ditanyakan pada ibunya apakah ada riwayat hidramnion Muntah
abdomen, Pasase mekonium biasanya normal. Atresia ileum lebih sering terjadi kehijauan (bilous), dinding abdomen distended, tidak / sulit BAB merupakan
pada bayi premature. Kasus atresia ileum pertama kali dilaporkan tahun 1683 oleh gejala dan tanda obstruksi distal dari ampula vateri yang dapat disebabkan oleh
Goeller yang kemudian diikuti oleh Bland Sutton tahun 1869 yang mendiagnosis penyebab lain selain atresia ileum seperti meconium disease, Hirschprung’s disease,
atresia ileum pada neonatus hidup dan dilakukan ileostomi tetapi kemudian malrotasi, intussusepsi usus dan lai-lain. Pemeriksaan radiologi plain foto abdomen
meninggal. Foekens pada tahun 1911 telah berhasil melakukan operasi atresia ileum dan colon in loop tidak dapat secara langsung memastikan diagnosis atresia ileum .
yang pertama kali. Insidensi atresia intestinal adalah 1: 20.000 kelahiran hidup Pemeriksaan radiologis biasanya akan menunjukkan adanya multiple air fluid level
sedangkan insidensi atresia jejunoileal bervariasi antara 1: 330 sampai 1:1500 dan distensi usus. Pemeriksaan dengan contrast enema dapat membantu
kelahiran hidup. membedakan atresia intestinal dengan penyakit Hirschprung dan mekoneum ileus

Ada 4 tipe atresia jejunoileal, dan satu subtipe telah ditambahkan baru-baru ini.
Etiologi Pembagian tipe ini berdasarkan variasi pada defek usus yang terjadi.
Penyebab Atresia ileum lebih dimungkinkan berhubungan dengan kondisi  Tipe I
lingkungan intrauterine dibanding oleh karena anomali kongenital. Percobaan pada Mukosa dan submukosa membentuk
fetus anjing yang dilakukan oleh Louw dan Barnard pada tahun 1955 menunjukan jaringan atau diafragma intraluminal,
bahwa gangguan vaskularisasi arteri mesenteri intrauterine menyebabkan sehingga terjadi obstruksi. Tidak terjadi
atresia pada segmen usus yang mengalami devaskularisasi. Luas dan derajat atresia defek pada mesenterium, usus tidak
segmen usus yang bervariasi bergantung pada waktu terjadi dan derajat gangguan memendek.
aliran darah mesenter i. Kelainan gastrointestinal lainnya, seperti Gastroschizis atau
intusepsi intrauterine kadang disertai atresia ileum, yang diduga disebabkan oleh
 Tipe II : Atresia intestinal tipe apple peel dapat disebabkan oleh karena gangguan vaskuler
Mesenterium masih utuh, tetapi usus tidak intrauterin pada minggu ke-10 sampai 11 akibat oklusi arteria mesenterika
berhubungan. Bagian proksimal mengalami superior, sedangkan Adejuyigbe dan Odesanmi melaporkan adanya kasus atresia
dilatasi terhubung dengan jaringan fibrosa intestinal yang diakibatkan oleh karena invaginasi intrauterin. Keadaan-keadaan
ke bagian yang distal. Keseluruhan usus lain yang diduga dapat menyebabkan terjadinya atresia intestinal adalah volvulus
halus biasanya tidak memendek dan kegagalan rekanalisasi.

Penatalaksanaan
 Tipe IIIa Tindakan bedah pada atresia ileum berupa reseksi dan anastomosis primer
Mirip tipe II dimana sama-sama segmen usus yang atresia. Post operasi dilakukan gastric drainase dengan NGT,
memiliki puntung proksimal dan pemberian antibiotika, pemberian nutrisi parenteral. Irigasi per rectal menggunakan
distal, bedanya pada tipe ini kedua NaCl 0,9 % dilakukan dua kali sehari dengan tujuan untuk melunakan mekonium di
bagian usus terpisah sepenuhnya. dalam kolon sehingga dapat keluar dan untuk menstimulasi peristaltic Tindakan
Dapat terjadi defek mesenterium pembedahan pada atresia intestinal adalah emergensi berhubung adanya bahaya
yang berbentuk V. Usus mengalami perforasi dan peritonitis. Yang menjadi masalah pada atresia intestinal adalah
pemendekan sehubungan dengan perbedaan kaliber antara ujung proksimal dan distal yang sangat
besar, sehingga akan mempersulit melakukan anastomosis. Untuk mengatasi
Pada tipe IIIa kedua akhiran (pungtum) atresia buntu dan diantaranya tidak masalah perbedaan kaliber ini, telah banyak diperkenalkan teknik operasi antara lain
terdapat jaringan fibrous yang menghubungkan kedua akhiran (pungtum) reseksi, tapering plasty, plikasi dan enterostomi yang kemudian diikuti
tersebut. Dilatasi proksimal segmen atresia kadang merupakan bagian yang anastomosis.
aperistaltik dan lebih sering mengalami torsi atau menjadi overdistensi, yang Kizilcan mengatasi perbedaan kaliber ujung proksimal dan distal dengan
dapat menyebabkan mengerjakan striping seromusculer dengan plikasi mukosa. Lister menganjurkan
komplikasi berupa nekrosis dan perforasi. Pada tipe ini sering disertai dengan reseksi ujung proksimal yang dilatasi sebanyak mungkin dan reseksi distal 5 sampai
adanya cystic fibrosis 10 cm kemudian dilakukan end to end anastomosis. Anastomosis yang dikerjakan
pada ujung-ujung usus dengan perbedaan kaliber yang besar, akan mengakibatkan
Tipe IIIb : terpuntirnya ujung usus distal dan menyebabkan terjadinya obstruksi. Untuk
Terdapat defek yang besar pada mengatasi hal ini ujung distal perlu dikembungkan terlebih dahulu dengan
mesenterium dan usus sangat menyuntikkan NaCl supaya kalibernya bertambah besar, setelah itu baru dikerjakan
memendek. Defek ini juaga dikenal anastomosis. Tapering usus dengan reseksi sepanjang tepi antimesenterik dianjurkan
sebagai deformitas pohon Natal. sebagai cara untuk mempertahankan panjang usus, namun harus diingat bahwa
Dapat juga disebut deformitas apple resiko terjadinya kebocoran akan meningkat. Apabila dijumpai komplikasi-
peel.. Pada tipe dijumpai kelainan komplikasi perforasi, peritonitis ataupun volvulus, maka anastomosis primer sangat
seperti prematuritas, malrotasi, berbahaya oleh karena dapat terjadi kebocoran, sehingga dalam keadaan ini lebih
dimana angka morbiditas dan baik dilakukan enterostomi terlebih dahului. Untuk menentukan panjangnya reseksi
mortalitasnya dapat meninggi. Hamdy et al. telah melakukan pemeriksaan histokimia dari ujung proksimal maupun
ujung distal yang buntu, dimana pada ujung proksimal maupun distal tidak dijumpai
adanya aktifitas acetylcholin esterase, tidak dijumpai ganglion maupun saraf
 Tipe IV : tipe ini melibatkan atresia cholinergik dan otot-ototnya diganti dengan jaringan fibrous. Pemotongan 2 cm dari
yang multipel atau kombinasi dari ujung proksimal ternyata telah didapatkan ganglion intermuskuler dengan otot-otot
tipe I sampai III. Kelainan ini dapat yang tipis. Pemotongan 4 cm dari ujung proksimal yang buntu, didapatkan lebih
menampakkan gambaran rentetan banyak lagi ganglion dengan ukuran yang lebih besar, otot terbentuk lebih baik dan
sosis yang disebabkan atresia lebih tebal dengan aktifitas acetylcholin esterase yang lebih baik. Pemotongan 1 cm
multipel dari ujung distal yang buntu, menunjukkan adanya sedikit ganglion, sedangkan
pemotongan 2 cm telah didapatkan ganglion dan saraf yang ukurannya normal.
Senocak telah melakukan reseksi ujung proksimal sepanjang 15 cm dan reseksi
ujung distal sepanjang 2 cm diikuti end to end anastomosis pada satu kasus atresia melakukan repair secara primer dengan selamat. Penyebab terjadinya Atresia
ileum akibat invaginasi intrauterin. Colon sama dengan terjadinya Atresia Intestinal
Lister menganjurkan agar pasca operasi tetap dipasang nasogastric tube, infus Banyak teori yang menyatakan terjadinya Atresia Intestinal, tetapi yang terbaru
sedangkan Raffenssperger menekankan pentingnya pemberian antibiotik, rektal irigasi adalah teori akibat cedera vaskuler intra uterin yang menyebabkan nekrosis dari
dan pengukuran lingkaran perut. Pemberian makanan peroral merupakan masa kritis segmen yang vaskulernya mengalami cedera dan selanjutnya mengalami absorbsi
pasca operasi, dimulai apabila cairan yang keluar dari nasogastric tube telah sedikit Hipotesis dari atresia intestinal disebabkan karena terputusnya vaskuler ke
dan telah buang air besar. intestinal seperti yang digambarkan oleh Louw dan Barnard(1955). Seperti halnya
Obstruksi setinggi kolon rektum: terjadi pada intestinal, proses tersebut terjadi juga pada colon.
 morbus Hirschsprung Trombosis,volvulus,dan hernia dengan strangulasi merupakan mekanisme terjadinya
gangguan vaskuler intra uterin dengan akibat terjadi reabsorbsi secara bertahap
 atresia kolon, rektum
jaringan yang mati dan meninggalkan sisa usus yang buntu didalam janin, seperti
 malformasi anorektal digambarkan oleh Louw pada tahun 1964. Isi usus steril sehingga tidak ditemukan
 meconium plug syndrome adanya sepsis. Perlukaan pada usus menyebabkan luka meliputi dinding usus
 mekonium ileus memungkinkan aliran darah kolateral untuk mendarahi jaringan yang rusak.Seperti
 karsinoma kolo-rektal halnya iskemia hanya sebagian yang mendapat aliran darah, berakibat perlukaan
usus menjadi inkomplet. Luka mengalami penyembuhan dan terbentuk jaringan
parut dengan akibat penyempitan usus akhirnya timbul sebagai atresia aquisita.
Selain itu pada palpasi menyebabkan trauma seperti halnya pembedahan dan infeksi
Atresia Kolon ------------------------------------- RD - Collection
akan menyebabkan kerusakan mesothelium cavum peritoneum yang berakibat
keluarnya exudat fibrous dalam cavum peritoneum menurunkan aktifitas fibrinolitik
2002
dan selanjutnya terbentuk adhesi. Iskemia dan jaringan nekrotik pada peritoneum
adalah stimulus yang sangat poten bagi pembentukan adhesi. Adanya iskemia akan
Insidensi Atresis Colon adalah 1,8% - 15% dari Atresia dan Stenosis Intestinal.
merangsang pembentukan neovaskularisasi, termasuk adhesi didalamnya. Keadaan
Sedangkan Insidensi dari Atresia dan Stenosis Intestinal adalah 1 : 20.000 – 40.000
ini bisa terjadi pada penjahitan atau ligasi peritoneum serta devaskularisasi
per kelahiran bayi hidup. Atresia Colon menunjukkan tanda-tanda obstruksi usus
sepanjang anastomose usus. Klasifikasi Atresia Colon sama dengan klasifikasi
distal dengan perut distensi, muntah bilius dan mekonium tidak keluar. Penegakan
Atresia Intestinal
diagnosis prenatal dengan Ultrasonografi menunjukkan adanya obstruksi usus dan
Klasifikasi Atresia Intestinal pertama kali oleh Sulton pada tahun 1889 dibagi
pembesaran diameter usus yang tidak sesuai dengan masa kehamilan. Pilihan terapi
menjadi 3 type.Kemudian dibagi lagi menjadi 4 type ( Louw 1955,Louw
pembedahan dengan Colostomi atau Reseksi Anastomose secara primer tergantung
1959,Martin 1976 ) dan ditambahkan subtype.
pada keadaan klinis pasien,patensi usus bagian distal dan kelainan yang
menyertainya. Prognosis biasanya baik. Atresis Colon terjadi akibat kerusakan
Pembagian menurut Martin
pembuluh darah yang mendarahi Colon dalam perkembangan intra uterin yang
 Type I Terdapat membrane dalam lumen usus yang menyebabkan obstruksi
diikuti oleh iskemia Colon sehingga terjadi hilang/atresia dari segmen Colon yang
Panjang usus tetap dan tidak ada defek jaringan mesenterial
mengalami iskemia. Gambaran penyakit ini ditandai dengan perut distensi dan
muntah bilius biasanya mulai muncul pada 24 jam pertama. Mekoneum keluar lebih  Type II Segmen usus terpisah dan dihubungkan oleh jaringan fibrous
dari 24 jam dan berwarna keabuan dalam jumlah sedikit. Insidensinya sekitar 1,8% - Jaringan mesenterial utuh
15% dari atresia dan stenosis intestinal.Sedang Atresia dan Stenosis Intestinal  Type IIIa Seperti type II terpisah distal dan proximal tetapi tidak terdapat
insidensinya 1 : 20.000 – 40.000 per bayi kelahiran hidup. Diagnosis ditegakkan jaringan fibrous dan terdapat defek pada jaringan mesenterial berbentuk “V”.
dengan pemeriksaan klinis ditambah dengan pemeriksaan penunjang berupa  Type IIIb Segmen usus memendek dan terdapat defek yang luas pada jaringan
Radiologi Babygram dan Kontras Enema. mesenterikus. Dikenal juga sebagai kelainan seperti pohon Natal karena segmen
distal ileum hanya mendapat vaskularisasi tunggal arteri Ileocolica atau arteri
Colica Media.
Etiologi  Type IV Terdapat multiple atresia, sehingga memberikan gambaran seperti tali
Atresia Colon pertama kali tecatat tahun1673,tetapi pasien dengan kondisi tersebut sosis.
tidak ada yang selamat sampai tahun 1922 ketika Gaub tercatat dengan sukses
melakukan tindakan Colostomi pada Atresia Colon. Potts pada tahun 1947 tercatat
Atresia Colon dapat ditemukan pada semua level tetapi lesi type II ditemukan
disebelah kanan dari flexura Lienalis dan type I ditemukan diantara dua vaskuler yang
dominant.

Atresia Colon pertama kali dilaporkan oleh Benninger pada tahun 1673. Pada tahun
1922 Gaub melaporkan pasien Atresia Colon dapat bertahan hidup setelah dilakukan
tindakan operasi Colostomi. Pertama kali dilaporkan pasien dapat bertahan hidup tanpa
Colostomi tetapi dengan Reseksi Anastomose primer pada tahun 1947.

Dignosis
Bayi biasanya full term dan tampak gambaran obstruksi distal secara cepat dan
Atresia Sigmoid -------------------------------------- RD -

progresif. Gambaran penyakit ini ditandai dengan perut distensi dan muntah bilius Collection 2002
biasanya mulai muncul pada 24 jam pertama. Mekoneum keluar lebih dari 24 jam
dan berwarna keabuan dalam jumlah sedikit. Bentuk usus tampak dan teraba pada
perut yang distensi. Diagnosis prenatal, pada pemeriksaan Kolon adalah situs atresia yang paling tidak umum dalam traktus gastrointestinalis.
Ultrasonografi didapatkan gambaran obstruksi Colon dan perbesaran Colon yang Anomali kongenital ini dideteksi pada neonatus yang terkena tidak lama setelah
tidak sesuai dengan umur kehamilan. Diagnosis setelah lahir pada pemeriksaan kelahiran. Kelainan kongenital ini dapat dideteksi pada bayi baru lahir tidak lama
radiology tampak gambaran air-fluit level dan dilatasi usus yang hebat pada segmen setelah lahir. Pasien biasanya datang dengan distensi abdomen dan kegagalan
usus proximal dari obstruksi. Pada posisi Pone tak tampak gambaran udara di dalam pengeluaran mekonium. Stenosis kolon adalah jauh lebih umum, namun pasien
rectum Pada pemeriksaan dengan kontras enema tampak gambaran colon dengan biasanya datang lebih lambat. Dengan stenosis kongenital, suatu membran
diameter yang kecil dan tiba-tiba terhenti pada bagian yang obstruksi. intraluminal biasanya ada dan kontinuitas usus terpelihara, namun jelas ada
ketimpangan antara segmen pra-stenotik dengan pasca-stenotik. Pada stenosis
akuisita, seluruh segmen yang terkena menjadi sempit. Cedera, inflamasi, infeksi,
Penatalaksanaan dan neoplasma masing-masing telah dikaitkan dengan perkembangan striktur
Terapi Medis pada pasien dengan atresia colon langsung dilakukan resusitasi cairan Gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan atresia, yang
karena pasien biasanya dehidrasi.Dekompresi dengan Nasogastric tube, pemberian dapat disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia 6-7 minggu.
antibiotic intravena. Perlu diperhatikan dan diterapi abnormalitas system organ yang Kelainan bawaan ini dapat juga disebabkan oleh gangguan aliran darah lokal pada
lain. sebagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volvulus, jepitan, atau perforasi
Terapi pembedahan tergantung pada status klinis pasien,letak atresia, keadaan usus usus masa janin. Daerah usus yang tersering mengalaminya adalah usus halus.
proximalnya, patensi usus distalnya dan kelainan lain yang menyertainya. Pada saat Angka kejadian stenosis atau atresia ini kira-kira satu dari 20.000 kelahiran, dan ini
operasi segmen distal dan proximal diidentifikasi dan dilakukan biopsi Colon. Jika merupakan 16%-30% penyebab obstruksi usus pada masa neonatus.
ditemukan Hirscphrung’s Disea (aganglionik) dilakukan Colostomi. Jika tidak
ditemukan Hirscphrung’s Disea ada dua pilihan, pertama dilakukan reseksi bagian
yang atresia dan dilakukan Colostomi sebagai pilihan terapi initial karena biasanya Etiologi dan Patofisiologi
ditemukan dilatasi yang hebat pada Colon proximal dan dilakukan Anastomose Kolon berkembang dari tuba digestiva, yang ada pada akhir bulan pertama
Colocolica pada prosedur operasi selanjutnya.. Reseksi anastomose secara primer kehamilan. Pemanjangan cepat mulai selama minggu ke-5 kehamilan. Selama 5
mempunyai komplikasi lebih besar karena bagian distal biasanya tidak terdiagnosis. minggu berikutnya, tuba intestinalis, dapat terpisah ke sefalad dan kaudal (berdasar
pada hubungan dengan ductus omphalomesentericus), berotasi melawan arah jarum
jam dan kembali pada posisi yang umum dalam abdomen. Extremitas kaudal
proximal menerima suplai darah dari arteri mesenterika superior, sementara bagian
distal disuplai oleh arteri mesenterika inferior. Hipotesis tentang interupsi vaskuler
pada atresia usus kecil digambarkan oleh Louw & Barnard (1955), yang dapat
menjelaskan proses terjadinya atresia kolon. Trombosis, volvulus, dan herniasi
dengan strangulasi adalah mekanisme yang dapat berakibat cedera vaskuler in utero
dan nekrosis usus dengan reabsorpsi yang menyertai. Kegagalan vakuolisasi
duodenum, seperti yang digambarkan oleh Tandler pada 1900, nampaknya bukan
mekanisme atresia kolon. Atresia kolon secara khas digolongkan mengunakan Suatu infark yang lebih meluas dapat meninggalkan sebuah korda fibrosa antara
deskripsi atresia intestinal tahun 1989 oleh Bland-Sutton dan deskripsi 1964 oleh dua usus (tipe II), atau usus proximal dan distal terpisah komplit dengan defek
Louw. Pada lesi tipe 1, usus dan mesenterium tetap intak, namun lumen usus terputus bentuk-V pada mesenterium (tipe IIIa). Atresia multipel terjadi pada 10% dari
oleh suatu membran komplit. Lesi tipe 2 adalah di mana usus terdiskontinu, terkoneksi kasus (tipe IV).
oleh suatu korda fibrosa. Pada lesi tipe 3, akhiran usus terpisah secara komplit, dan
mesenterium memiliki celah. Lesi stenotik berkarakter usus intak dengan oklusi
inkomplit Dua pertiga dari atresia kolon ada dalam distribusi arteri mesenterika
inferior.
Hal ini mungkin terkait dengan kurangnya suplai darah kolateral atau proses
penyakit yang membuat bagian kolon ini lebih rentan terhadap cedera. Serupa
dengan atresia jejunoileal, atresia kolon diyakini disebabkan oleh suatu gangguan Manifestasi Klinis
vaskuler in utero yang berakibat cedera iskemik. Ini terjadi setelah usus tengah Pasien dengan atresia kolon datang dalam 2 hari pertama kehidupannya. Temuan
(midgut) telah kembali ke rongga selomik. Ia adalah yang paling tidak umum dan pemeriksaan fisik awal adalah normal pada ketiadaan kondisi terkait; anus
merupakan 1,8-15% dari semua atresia dan stenosis intestinal. Atresia dapat terjadi biasanya tampak normal. Distensi abdomen progresif berkembang. Colok rektal
sepanjang seluruh kolon; akan tetapi, lesi di sebelah kanan dari flexura lienalis dan menunjukkan mucus putih atau pucat, bukan mekonium berpigmen. Kegagalan
distal dari area vaskuler adalah yang paling umum. Atresia kolon kadang-kadang pengeluaran mekonium sering mengarah pada penyakit Hirschsprung.
dikaitkan dengan anomali usus belakang (hindgut) lainnya. Muntah bercampur empedu adalah manifestasi tersering dari obstruksi intestinal
pada neonatus. Obstruksi tinggi seperti atresia duodenum dan jejunum
menghasilkan
Diagnosis muntah dini dalam 24 jam pertama kehidupan. Semakin lambat onset muntah,
Diagnosis prenatal dimungkinkan dengan melakukan ultrasonografi dan menemukan semakin rendah lokasi obstruksi. Kegagalan pengeluaran mekonium adalah
satu kolon yang lebih besar daripada yang sesuai untuk usia kehamilan. Diagnosis karakteristik obstruksi ileum bawah dan kolon. Derajat distensi abdomen juga
setelah kelahiran biasanya tepat karena neonatus menunjukkan tanda-tanda obstruksi berhubungan secara kasar dengan level obstruksi. Kelokan-kelokan usus
usus distal. Distensi abdomen adalah prominen dalam 24 jam pertama, dan terdistensi, jumlah yang berkaitan dengan level obstruksi, dan level udara-cairan
kelokan usus proximal yang berdilatasi besar sering terpalpasi. pada film abdomen tegak sering terlihat dan mungkin menjadi studi diagnostik
Radiograf menunjukkan suatu kelokan usus yang besar dengan level udara-cairan satu-satunya yang diperlukan sebelum pembedahan. Biasanya, 30-40 mL udara
proximal. Suatu enema kontras dapat juga membantu diagnosis. Studi ini biasanya yang diinjeksi ke dalam lambung adalah material “kontras” yang cukup
dapat digunakan untuk membedakan atresia kolon dari ileus mekonium, morbus memuaskan untuk obstruksi tinggi, dan barium yang diberikan dari atas jarang
Hirschsprung, dan atresia intestinal lainnya. diperlukan. Enema kontras mungkin menunjukkan suatu kolon “mikro” atau tak
Atresia kolon adalah satu kondisi jarang yang biasanya terkait dengan anomali terpakai pada obstruksi rendah.
genitourinarius atau defek dinding abdomen. Patofisiologi atresia kolon parallel
dengan atresia jejunoileal di mana ia terjadi dari gangguan vaskuler mesenterik Penatalaksanaan
intrauterine. Kejarangannya mungkin terjadi oleh karena proteksi lebih baik pada Penanganan atresia kolon bergantung pada luas dan lokasi lesi dan tampilan klinis
kolon dari iskemia segmental yang disediakan oleh arkade vaskulernya yang pasien. Perhatian khusus harus diberikan untuk menghindari perforasi sekunder
berkembang baik. Hal ini menyediakan sediaan darah kolateral lebih banyak antara dari distensi berat. Suatu prosedur bertahap yang dimulai dengan reseksi bagian
jaringan-kerja arteri kolon daripada sediaan darah yang lebih radial pada usus halus. yang terkena dan kolostomi dengan fistula mukosa umumnya merupakan
Diagnosis atresia kolon dapat dibuat dengan enema kontras. Kolostomi diversi penanganan awal terpilih oleh karena dilatasi extrim dari kolon proximal yang
mungkin diperlukan bila kolon proximal sangat terdilatasi. Volvulus kolon yang biasanya ditemui. Anastomosis ileokolika atau kolokolika harus dilakukan
terdilatasi di proximal dari suatu segmen kolon atretik telah diamati. sebagai prosedur sekunder. Keluaran bergantung pada anomali terkait, termasuk
Atresia dan stenosis jejunum, ileum, dan kolon disebabkan oleh gangguan vaskuler atresia usus halus.
mesenterium in utero seperti yang dapat terjadi dari hernia, volvulus, atau Terapi awal neonatus dengan aresia kolon diarahkan pada resusitasi. Pasien sering
intussusepsi, menghasilkan nekrosis aseptik dan resorpsi usus yang nekrotik. dehidrasi. Dekompresi nasogastrik dijalankan, cairan dan antibiotik intravena
Meskipun atresia dapat terjadi pada bagian mana pun dari usus, sebagian besar kasus diberikan. Abnormalitas sistem organ lain yang terkait dapat membutuhkan
terjadi pada jejunum proximal atau ileum distal. Suatu area pendek nekrosis dapat perhatian dan penanganan khusus.
menghasilkan hanya stenosis atau batas membran yang mengoklusi lumen (tipe I).
Pengelolaan atresia dan stenosis kolon adalah bersifat pembedahan. Terapi standar
membutuhkan dekompresi via kolostomi atau reseksi dengan anastomosis. Ileostomi
atau kolostomi akhiran proximal dapat dilaksanakan. Ostomi double-barrel Mikulicz
lebih dipilih oleh Gross pada 1953. Fistula mukosa atau kantong Hartmann yang
ditempatkan distal dari lesi dapat dibentuk. Kondisi pasien dan panjang usus sisa
harus dipertimbangkan. Ketimpangan besar selalu ada antara diameter segmen
proximal dan distal. Hal ini telah mengarah ke beberapa teknik untuk mengatasi
masalah ini. Pada semua tipe atresia kolon, usus proximal yang dilatasi dan akhiran
usus distal yang atresia direseksi.

Atresia Rekti
Usus proximal yang dilatasi umumnya berfungsi jelek; maka, mereseksi segmen
gelembung tersebut hingga yang kurang distensi dan berkaliber seragam telah ----------------------------------------------- RD -
menjadi praktik biasa. Usus distal yang kecil dibuang, meskipun akhiran atretik Collection 2002
menebal dan tak boleh digunakan pada penutupan.

Pada 1996, Dewan merekomendasi anastomosis end-to-end dengan melubangi


segmen distal sepanjang usus antimesenterik guna membuat lumen yang lebih besar Atresia recti adalah suatu tipe defek yang jarang terjadi pada laki-laki , lumen
untuk dijahitkan. Zitsman telah mengadopsi teknik duodenektomi lateral dengan rectum dapat tertutup secara total atau sebagian, bagian atas rectum mengalami
duodenojejunostomi yang digambarkan oleh Kling et al. (2000) dengan hasil sangat dilatasi dimana bagian bawah terdapat saluran kecil dari anus dengan kedalaman 1-2
bagus. Karena suplai darah kolateral nampaknya telah berkembang dalam atresia, cm.dengan struktur anatomi yang dipisahkan oleh membran tipis atau jaringan
tepi mesenterik dapat secara aman dibuka. Teknik ini mungkin tak cocok untuk fibrous. Atresia recti diperkirakan terjadi 1 dalam 500.000 kelahiran.Pasien memiliki
stenosis karena area usus iskemik mungkin meluas melampaui area stenotik. Kolon semua elemen rectum dan memiliki prognosis yang baik,karena pada kasus ini
proximal yang dilatasi dipaparkan lalu dibuka sepanjang tepi antimesenterik. dinding saluran anus berkembang baik,sehingga sensasi anorectum masih
Reseksi diperpanjang ke proximal, dan usus yang dilatasi dibuang. Segmen kolon normal.Hampir semua struktur otot volunter ada.
distal dibentuk menjadi tabung berspatula dengan cara membukanya sepanjang tepi Atresia Recti didefinisikan sebagai tipe defek dimana rectum ditemukan tidak
mesenterik, kemudian dianastomosis dengan segmen proximal. berlubang (atresia) atau hanya berhubungan sebagian dengan ujung saluran anus.
Mempertahankan pasase aliran makanan melalui lumen yang disambung lagi adalah Lokasi atresia atau stenosis terletak pada perbatasan rectum dan saluran anus (sedikit
mutlak untuk pengobatannya. Perlu dinilai apakah pada segmen distal tidak ada lagi diatas linea pectinea). Pasien lahir dengan penampakan anus luar normal,ini adalah
atresia dengan cara bilasan air garam ke arah distal. tipe defek yang ditemukan oleh perawat yang mencoba mengukur suhu pada bayi
normal yang baru lahir. Saluran anus biasanya tidak lebih besar dari 1 atau 2 cm.
Komplikasi dan Prognosis Bagian atas rectum yang tertutup biasanya terletak sangat dekat dengan lubang anus
Komplikasi pembedahan atresia dan stenosis kolon yaitu terkait segala reseksi usus atau dapat juga terpisah dan lubang anus dengan membran yang sangat tipis atau
dengan pembuatan stoma atau anastomosis. Infeksi luka, hernia insisional, sepsis terpisah oleh bagian dan jaringan fibrous. Istilah IMPERFORATE ANUS
intra-abdomen, perdarahan intraoperatif, dan trauma terhadap struktur yang mencakup seluruh kelainan anorectal termasuk Agenesis ani, Agenesis recti dan
mengelilingi dapat terjadi. Nyeri bisa saja tak terkontrol adekuat. Penyempitan Atresia Recti. Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan fusi
anastomosis dapat terjadi dan sering terkait dengan kesalahan teknik atau kebocoran. atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Pada kelainan bawaan anus
Para pasien yang menjalani kolostomi dapat mengalami penyempitan stoma, biasanya tidak disertai kelainan rectum, sfinter ani internus mungkin tidak berfungsi
prolaps, atau herniasi parastomal. Kebertahanan hidup para pasien dengan atresia dengan baik. Kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka
dan stenosis kolon dihubungkan dengan kondisi pasien sebelum pembedahan, menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan
kesulitan teknik dengan rekonstitusi usus, sepsis, dan anomali terkait. Neonatus perkembangan septum urorectal yang memisahkannya. Atresi rectum merupakan
yang terdehidrasi dan hipovolemik berisiko komplikasi hemodinamik dan septik. kelainan bawaan yang jarang terjadi hanya sekitar 1 % dari kasus anomali anorectal,
kelainan ini memiliki karakteristik yang sama pada kedua jenis kelamin. Tanda yang
unik dari kasus ini adalah bahwa penderita memiliki kanal anus dan anus yang
normal. Pena dan Vries 1982 memperkenalkan metode dengan pendekatan posterior
sagital aproach,dengan cara membelah muskulus levator ani dan muskulus spincter
externus pada garis tengah untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan Terapi
pemotongan fistel.
Pada Atresia Recti, dimana prognosisnya sangat baik oleh karena terbentuk
ANAL CANAL, susunan otot dan sacrum yang sempurna, pada kelainan ini sama
Klasifikasi sekali dilarang untuk membuang atau mencederai anal canal. Tehnik operasi yang
Penanganan atresia recti tergantung pada klasifikasinya. Banyaknya klasifikasi dikerjakan pada masa lampau adalah abdomino Perineal Pull Through dengan
yang ada saat ini, menuntut para ahli bedah untuk dapat menentukan secara tepat letak membuang anal canal ini, sehingga penderita akan kehilangan sensasi yang
ketinggian akhiran rectum oleh karena akan sangat menetukan tindakan apa yang akan normal dengan akibat terganggu kontinensi.
dilakukan. Klasifikasi Melbourne membagi kelainan ini menjadi tiga, berdasar pada
garis pubococcygeus serta garis sejajar dibawahnya yang melewati ischium.
Atresia dikatakan letak tinggi bila akhiran rectum berada diatas PC line dan
dikatakan rendah bila terletak dibawah line, sedang bila berada diantara kedua
garis tadi atresianya adalah intermediate.
Klasifikasi yang lain adalah klasifikasi WINGSPREAD yang melihat atresia
berdasar aspek visceral, sphincter dan perineal. PENA mengklasifikasikan kelainan
ini berdasarkan karakterisitik anatomic dalam mencapai kontinensi.

Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti akan sangat membantu dalam
mendiagnosis kelainan ini. Atresia Recti pada bayi perempuan 90% disertai adanya
fistula. Bilamana adanya fistel tadi tidak terdiagnosis maka akan muncul tanda-tanda
obstruksi. LEAPE (1987) menyatakan bahwa bilamana mekonium terlihat pada
perineum, vestibulum atau ada fistel perineal maka kelainannya adalah letak rendah.
Ini tidak memerlukan pemeriksaan lain dan anoplasti dapat segera dikerjakan. Jika
pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai fistel maka kelainannya dapat tinggi atau
rendah, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu pemeriksaan
sediment urin, retrograde urethrogram, rektogram, invertogram maupun USG.
Pena mempunyai cara yang berbeda dalam menegakkan diagnosis ini. Pada bayi
laki-laki, dilakukan pemeriksaan perineal dan urinalisis. Dengan pemeriksaan ini 80-
90% sudah dapat mendiagnosis kelainan ini. Adanya fistel perineal, fistula raphe,
Bucket handle, stenosis ani dan membrane ani menandakan bahwa kelainannya
adalah letak rendah. Tindakan pada jenis kelainan ini adalah MINIMAL PSARP
tanpa kolostomi. Bilamana didapatkan mekonium dalam urin, udara dalam vesica
urinaria serta FLAT BUTTON, maka kelainannya adalah letak tinggi. Tindakan
kolostomi harus dikerjakan terlebih dahulu dan 8 minggu kemudian baru dikerjakan
tindakan definitive. Apabila dengan pemeriksaan-pemeriksaan diatas tetap masih
meragukan, maka dilakukan INVERTOGRAM. Bila jarak akhiran rectum dengan
kulit kurang dari 1 cm, tindakannya adalah MINIMAL PSARP tanpa kolostomi,
sedang bila lebih dari 1 cm harus dibuat kolostomi terlebih dahulu. Pada bayi
perempuan. 90% atresia recti disertai dengan fistel. Bila yang didapatkan adalah
fistel perineal, tindakannya adalah MINIMAL PSARP tanpa kolostomi, sedang bila
dijumpai adanya fistel rektovaginal atau rektovestibuler, kolostomi harus dikerjakan
terlebih dahulu. Jika pada pemeriksaan tidak didapatkan fistel, maka invertogram
dikerjakan untuk menentukan ketinggian letak akhiran rectum.
yang sama dengan prognosis yang sama. Tetapi ternyata prognosis kontinensi
atresia rekti sangat baik, sedang fistula rekto-vesika sangat buruk. Sebaliknya
pada kelainan yang dahulu dimasukan dalam golongan ‘rendah’ dan dianggap
tidak akan ada masalah, ditemu frekuensi konstipasi yang tinggi. Yang saat ini
dilakukan adalah memasukan kelainan anatomi yang sama dalam satu golongan
dan menentukan prognosis tertentu untuk golongan tersebut.

Anomali Anorektal ------------------------ RD - Pemeriksaan


Collection 2002 Pada seorang bayi yang lahir dengan anomali anorektal harus dilakukan
pemeriksaan lengkap karena seringnya terdapat kelainan bawaan penyerta.
Pemeriksaan klinik perineum ditujukan untuk mencari fistula. Curigai adanya fistula
Kelainan Anorektal masih menjadi tantangan bagi ahli bedah anak. Pembedahan perineal bila terdapat midline groove dan anal dimple yang jelas atau bucket handle.
untuk memperbaiki anatomi baru merupakan langkah pertama dalam perjalanan Keadaan ini mengarah ke prognosis kontinensi yang baik. Sebaliknya perineum
panjang mencapai perineum yang kering dan bersih. Ketidaklancaran BAB tidak datar (flat bottom) dimana tidak terdapat midline groove atau anal dimple umumnya
terbatas pada kelainan yang disebut tinggi. Konstipasi bahkan banyak ditemukan mengarah pada prognosis buruk. Bila tidak terdapat fistula buat foto polos knee-
pada kelainan yang disebut rendah seperti fistula rekto-perineal atau fistula chest lateral untuk menentukan jarak bayangan udara dari kulit perineum. Foto /
vestibuler. Tindakan businase pasca operasi, atau perineum yang kotor akan pencitraan lain dibuat sesuai indikasi (obstruksi usus dan sebagainya). Penting
menimbulkan dampak psikologis dikemudian hari. Rasa nyeri businase dapat dibuat foto untuk melihat keadaan vertebra termasuk sakrum.
menimbulkan rasa benci anak pada orang tua. Perineum yang kotor akan
menimbulkan rasa rendah dan tidak percaya diri. Dibicarakan klasifikasi, tindakan Klasifikasi
diagnostik dan terapi, penanganan pasca operasi berupa toilet training untuk mereka Laki-laki
dengan prognosis baik, atau program bowel management bagi mereka dengan
 Fistula Perineal
prognosis kurang baik, teknik Malone, atau kolostomi permanen. Pada laki-laki dan perempuan merupakan jenis paling sederhana. Anoplasti dapat
dilakukan saat neonatus tanpa kolostomi. Kontinensi seharusnya dapat dicapai 100%
Kelainan anorektal merupakan suatu spektrum defek kongenital yang sering disertai kasus, tetapi cukup banyak mengalami konstipasi. Pada 28% ditemu kelainan
sequele berat seperti inkontinensi feses dan urin. Tujuan pengobatan Anomali
genitouriner.
anorektal tidak terbatas pada melakukan operasi yang baik dan benar yang dewasa
ini dengan teknik PSARP dapat dilakukan. Tujuan utamanya adalah mencapai
normal bowel movement yang hanya dapat dicapai bila telah melakukan operasi  Fistula Rekto-Bulbus Urethrae
Fistula di urethra bagian bawah. Voluntary bowel movement dicapai oleh 81% kasus
dengan benar disusul latihan bowel training dan / atau bowel management.
setelah usia 3 tahun. Pada 46% ditemukan kelainan urologik.
Sayangnya walaupun operasi rekonstruksi anatomi dapat dilakukan, tidak semua
penderita akan sampai pada tujuan ini. Kelainan awal yang disertai agenesis sakrum,
otot displastik, kekuatan spinkter yang rendah, dan tak adanya sensasi anus akan  Fistula Rekto-Urethra Prostatika
menghambat tercapainya perineum yang bersih dan kering. Oleh karena itu sejak Fistula di urethra bagian atas. Voluntary bowel movement dicapai oleh 70% kasus,
awal sangat penting memberi penjelasan kepada orang tua mengenai penyakit serta dan kelainan urologik ditemukan pada 60%.
prognosis, dan jangan memberi harapan palsu. Pilihan pengobatan harus secepatnya
disampaikan pada orang tua agar mereka terlibat dalam menentukan arah dan jenis  Fistula Rekto-Vesika
pengobatan. Hanya ditemukan pada 10% dari kasus laki-laki. Voluntary bowel movements dapat
Saat ini diketahui bahwa pembagian dalam klasifikasi tinggi / rendah terlalu luas, dicapai hanya pada 30% pada usia 3 tahun. Merupakan satu-satunya kelainan yang
tidak menggambarkan seluruh kelainan, dan tidak dapat digunakan untuk memerlukan laparotomi selain PSA. Pada 80% ditemukan kelainan urologik.
menentukan prognosis. Misalnya, klasifikasi yang menggolongkan atresia rekti dan
fistula rekto-vesika dalam klasifikasi ‘tinggi’ seolah keduanya merupakan kelainan  Tanpa fistula
Terjadi pada 5% kasus. 50% menderita sindrom Down dan pada sisanya ditemukan mendorong mekoneum melalui fistula. Pencitraan yang dilakukan sebelum
berbagai sindrom lain atau gangguan neurologik. Sakrum dan spinkter umumnya baik. usus berkembang akan memberi hasil yang tidak tepat. Waktu 24 jam
Pada 38% ditemukan kelainan genitourioner. 80-90% ada bowel control walau dengan pertama digunakan untuk mencari kelainan lain seperti Atresia esofagus,
sindrom Down. kelainan jantung, kelainan tulang terutama vertebra dan sakrum1. Walaupun
masih kontroversial, beberapa penulis mengemukakan bahwa berat displasi
 Atresia Rekti sakrum menetukan prognosis. Panjang sakrum dibandingkan dengan
Pada laki-laki dan perempuan terjadi pada 1% kasus. Anus dan spinkter selalu normal. parameter tulang pelvis untuk menghitung ratio. Ratio normal posisi
Seratus persen kontinen. antertolateral adalah 0,77 dan posisi lateral adalah 0,74. Anak dengan
malformasi anorektal dengan berbagai berat displasi sakral dapat menujukan
rasio antara 0 - 0,773. Adanya hemivertebra juga memberi prognosis buruk.
Perempuan 2. Apakah rekonstruksi dapat dilakukan segera tanpa kolostomi protektif ataukah
diperlukan kolostomi dan disusul operasi defenitif dikemudian hari.
 Fistula Perineal Sama
 Fistula Vestibular
Paling sering ditemukan pada perempuan dimana rektum terletak tepat di posterior
vagina, diluar himen. Pada 93% timbul voluntary bowel movement pada usia 3 Terapi
tahun, tetapi pada 63% terdapat berbagai derajat konstipasi. Sayangnya jenis ini Terapi standar saat ini mengikuti prosedur yang dianjurkan Pena yaitu penanganan 3
adalah jenis yang paling banyak ditemu kegagalan tindakan dengan konsekuensi tahap, kecuali kelainan fistula perineal, operasi saat neonatus adalah diverting
berat. Pada 40% terdapat kelainan urologik. colostomy, disusul operasi defenitif dengan teknik Postero Sagittal Ano Recto
Plasty, dan tahap akhir berupa penutupan kolostomi.
 Tanpa fistula Sama
1. Kolostomi
 Atresia dan Stenosis Rekti Sama
Dianjurkan untuk membuat divided colostomy di perbatasan kolon desendens
 Kloaka dengan sigmoid sebagai prosedur terbaik untuk diversi. Lokasi ini dipilih karena bila
Merupakan kelainan dengan spektrum tersendiri. Rektum, vagina, dan urethra terdapat fistula dari saluran kencing, urin yang masuk secara retrograd akan di serap
bersatu membentuk common channel. Pada channel dengan panjang < 3 cm, usus sehingga bisa terjadi asidosis hiperkloremik, atau terjadi kontaminsasi feses ke
tindakan dapat dilakukan cukup dengan PSA tanpa laparotomi. Bila > 3cm, perlu saluran kencing.
pendekatan kombinasi. Panjang channel merupakan tanda prognostik penting. Dua minggu setelah kolostomi dibuka, lakukan pemeriksaan yaitu suatu
Delapanpuluh persen dengan channel < 3 cm mencapai bowel movement pada usia 3 pemeriksaan penting untuk melokalisir posisi fistula. Tekniknya adalah memasukan
tahun sedangkan 20% memerlukan kateterisasi intermiten untuk mengosongkan kateter Folley ke kolon distal, kembangkan balon, masukan kontras larut air dengan
kaandung kemih. Limapuluhlima persen dengan channel panjang mencapai bowel tekanan sampai tampak fistula. Teruskan penyuntikan sampai kantong kencing terisi
movement pada usia 3 tahun dan 70% memerlukan kateterisasi intermiten. penuh dan pasien BAK. Dengan ini lokasi tepat fistula dapat terlihat dengan jelas
Saat ini ada yang menganjurkan untuk melakukan terapi definitif tanpa kolostomi
 Fistula Rekto Vagina atau melakukan terapi definitif melalui laparoskopi5. Tetapi mengganti operasi tiga
Dalam klasifikasi ini tidak dimasukan fistula rekto-vagina karena hanya ditemukan tahap menjadi satu tahap memerlukan perencanaan yang matang serta melihat
pada < 1 %. Dalam klasifikasi lama dikatakan kelainan ini sering dijumpai, tetapi statistik keberhasilan tindakan tersebut.
ternyata banyak disalahkan dengan fistula vestibuler atau kloaka1. Demikian pula
dengan seri Rosen yang menemukan kelainan tanpa fistula hanya 3% dan bila 2. Operasi Definitif
digabung dengan fistula rekto vagina insidensnya belum mencapai 4%. Pena menganjurkan PSARP dilakukan 1 bulan pasca kolostomi. Tidak diperlukan
tindakan persiapan usus (bowel preparation) dan cukup dilakukan irigasi kedua
stoma satu hari sebelumnya.
Diagnosis dan Manajemen
1. Apakah ada kelainan lain yang mengancam jiwa dan memerlukan penanganan 3. Penutupan Kolostomi
segera. Suatu hal yang perlu diingat adalah jangan melakukan tindakan operatif Dilakukan bila anus sudah menjalani dilatasi dan mencapai ukuran normal. Alasan
apapun dalam 24 jam pertama karena ada / tidak fistula belum selalu tampak. dilakukan dilatasi adalah karena anus dan rektum diliputi otot yang dalam keadaan
Diperlukan waktu antara 16-24 jam agar tekanan intralumen cukup tinggi untuk normal akan menutup. Tanpa dilatasi ia akan sembuh dalam posisi tertutup atau
sempit. Dilatasi dimulai 2 minggu pasca bedah definitif dengan dilator Hegar 2 kali 2. Inkontinensi
sehari yang dilakukan orang tua dirumah. Sekali seminggu kontrol ke rumah sakit dan Urin banyak ditemukan pada kloaka walaupun bladder neck baik. Inkontinensi ini
setiap minggu ukuran dinaikan 1 ukuran lebih besar. terjadi akibat ketidak mampuan mengosongkan vesika sampai terjadi dribbling
Ukuran dilator disesuaikan dengan umur : akibat overflow. (Keadaan ini ditangani dengan CIC, dengan jarak waktu sesuai
 1 - 4 bulan 12 kapasitas buli-buli.) Beberapa penderita tidak mempunyai bladder neck seperti
 4 - 12 bulan 13-14 yang terdapat pada kloaka dengan os pubis yang terpisah. Keadaan ini disebut
 1 tahun - 3 tahun 15 covered cloacal extrophy. Bila ditemu, sebaiknya tutup bladder neck tanpa
melakukan rekonstruksi dan buat diversi yang dapat di CIC (prosedur
 3 tahun - 12 tahun 16 Mitrofanoff). Grup kloaka lain adalah mereka yang disertai kelainan berat lain
 > 12 tahun 17 dimana hemivagina dan rektum berhubungan dengan saluran kencing di daerah
Bila ukuran sudah dicapai, kolostomi dapat ditutup tetapi dilatasi dilanjutkan dengan bladder neck.
ekuensi menurun sebagai berikut : Bila dilakukan rekonstruksi dan semua dipisah, tetap tidak akan ada bladder neck,
- Sekali sehari selama satu bulan. oleh karena itu lebih baik tutup bladder neck dan lakukan Mitrofanoff.
- Selang 3 hari selama sebulan
- Dua kali seminggu selama sebulan 3. Trauma operasi.
- Sekali seminggu selama sebulan Pada > 80% anak laki dengan malformasi anorektal ditemukan fistula antara rektum
- Sekali sebulan selama tiga bulan. dengan saluran kencing. Operasi definitif mengharuskan dipisahkannya hubungan
abnormal tersebut. Hal ini potensial menimbulkan kerusakan strtuktur penting
Kesulitan memasukan dilator atau timbul perdarahan merupakan indikasi untuk seperti urethra, vesika urinaria, ureter, vas deferens, vesika seminalis, prostat, dan
memulai kembali dilatasi dua kali sehari, dan memulai semuanya dari awal. Salah syaraf yang mengontrol urin dan fungsi seksual. Dalam kepustakaan pernah
satu kesalahan pada dilatasi adalah bila diusahakan untuk tidak menimbulkan nyeri dilaporkan terjadinya trauma urethra berupa transeksi lengkap, divertikel urethra
pada anak dengan melakukan dilatasi sekali seminggu dalam narkose. Tindakan ini akibat sebagian rektum masih tersisa, fistula rekto-urethra pasca operasi persisten
menyebabkan laserasi setiap minggu yang kemudian menjadi fibrosis. Satu minggu karena keberadaan fistula tersebut tidak terdeteksi pre-operatif dan operasi dilakukan
kemudian saat dilatasi kembali akan terjadi kembali laserasi. Proses yang berulang dengan anoplasti, timbul fistula baru, dan fistula rekuren. Komplikasi lambat dapat
ini akan berakhir dengan timbulnya cincin fibrosis dengan akibat penyempitan. berupa striktura urethra. Kerusakan juga dapat terjadi pada alat reproduksi seperti
Penyempitan juga dapat terjadi bila menggunakan ukuran dilator yang sama untuk veskca seminalis, vas deferens, dengan timbulnya di kemudian hari berupa
waktu lama. Anus akan sembuh dengan ukuran kecil yang akan sangat sulit untuk di impotensi, dan tak dapat ejakulasi13. Gangguan diatas terjadi karena beberapa
dilatasi. tindakan penting yang harus dilakukan tidak dilakukan atau dilakukan dengan
kurang benar. Tanpa melakukan pressure augmented distal colostogram berakibat
Komplikasi tidak diketahuinya posisi ujung rektum sehingga memerlukan eksplorasi luas untuk
1. Konstipasi menemukannya. Saat eksplorasi luas ini dapat terjadi trauma syaraf dan organ
Merupakan kelainan yang paling sering ditemukan juga pada golongan dengan disebut diatas. Kecuali pada fistula rekto perineal, semua repair harus didahului
prognosis baik. Hal ini sangat tidak menguntungkan dan merupakan auto kolostogram distal pre-operatif. Demikan pula harus disadari pentingnya
aggravating condition yaitu bila tidak ditangani dengan benar, kolon akan semakin pemasangan kateter urethra saat operasi. Banyak terjadi trauma urethra pada
dilatasi dan tidak mampu mengosongkan diri sehingga akan memperburuk anoplasti hanyan karena lupa memasang kateter.
konstipasi. Proses akan berjalan terus sampai terjadi ‘megarectosigmoid’. Konstipasi
berat ini menimbulkan impaksi feses kronik sampai terjadi overflow pseudo 4. Neurogenic Bladder.
incontinence. Hal ini dapat terjadi baik pada anak normal maupun anak dengan Harus dibedakan neurogenic bladder kongenital yang bersifat hyperreflexic karena
prognosis baik yang menjalani operasi dengan baik tetapi tidak mendapat defisiensi upper motor neuron, dari akibat trauma operasi yang berbentuk atoni.
pengobatan konstipasi dengan benar. Pada konstipasi berat yang tidak ditangani
dengan baik akan berakhir dengan terjadinya megarektosigmoid. Kelainan yang 5. Jenis operasi
terjadi pada 5% kasus ini tidak disebabkan stenosis ani. Tujuan utama manajemen Boemers dengan penelitian urodinamik yang dilakukan pre- dan post-operative PSA
anorektal adalah bowel control. Apapun operasinya 10-30% akan menderita total tidak menemukan gangguan fungsi saluran kencing bawah kecuali disertai operasi
fecal incontinence transabdominal. Mereka juga menemukan bahwa sakrum normal berhubungan
dengan fungsi saluran kencing bawah normal, sedang agenesis sacrum berhubungan
dengan fungsi yang tidak normal. Tetapi walaupun demikian, pada displasi berat  Pada pasien yang dilakukan reseksi kolon saat operasi defenitif sering terjadi
sacrum bila ditangani dengan benar masih dapat mencapai kontrol urin. diare. Foto enema menujukan kolon yang tidak dilatasi, lurus dari fleksura
lienalis ke perineum dengan haustrae yang berjalan sampai ke pelvis. Tujuan
6. Efek Psikososial. pengobatan golongan ini adalah menurunkan motilitas kolon diantara 2
Soiling, staining dan ketakutan pada flatus menimbulkan kecemasan dan masalah enema. Pembersihan kolon umumnya mudah dilakukan dengan sedikit
psikososial. Bouginage anus (tindakan intrusif di daerah sensitif) sampai usia 2-4 enema. Tantangan utama adalah memberi diet atau obat yang menimbulkan
tahun dapat menimbulkan protes dan kemudian kebencian terhadap orang tua yang konstipasi.
melakukannya. Sebelum mencapai usia pubertas, masalah inkontinensi tidak perlu  Dalam 1 minggu umumnya 95% kasus dapat menjadi bersih sempurna. Pada
terlalu dirisaukan, karena masih ada kemungkinan untuk menjadi kontinen walaupun 5% yang tidak berhasil disarankan untuk dibuat kolostomi permanen7. Saat
saat berusia 5-6 tahun mereka inkontinen pemberian enema posisi anak harus sedemikian agar memudahkan masuknya
cairan setinggi mungkin dalam kolon. Anak yang masih kecil dapat diletakan
Penanganan Sequele di pangku dengan kepala rendah atau knee-chest position. Anak besar yang
 Pada grup prognosis fungsional buruk (Kloaka, fistula prostatika) anak tetap ingin memasukan sendiri enema, dapat dilakukan dalam posisi knee-chest
dengan popok sampai usia 3 tahun untuk kemudian dimulai bowel management dengan posisi miring. Pertahankan cairan selama mungkin. Kemudian duduk
program. Diharapkan anak dapat sekolah dengan pakaian dalam normal. di toilet selama diperlukan (biasanya 20 menit). untuk mengosongkan kolon.
 Pada grup dengan prognosis baik, toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Bila Bila anak tidak dapat menahan cairan atau enema yang diberi tidak dapat
pada usia 3 tahun masih ada yang belum terlatih untuk toilet, dianjur untuk mengosongkan kolon, gunakan kateter Folley untuk memasukan cairan lebih
mengikuti bowel management program sebelum masuk sekolah. tinggi. Program ini sangat individual dan setelah berjalan beberapa waktu
orangtua dapat mengetahui konsistensi dan jumlah feses yang biasa keluar,
Anak dengan indikator dan gejala baik dimasukan dalam bowel training program kapan enema yang diberi efektif dan kapan harus diulang. Setelah waktu
seperti anak normal. Latihan ini dimulai pada usia minimal 2 tahun. Tekniknya tertentu (6 bulan–2 tahun) cairan enema dapat dikurangi.
adalah meletakan anak untuk duduk di pispot setiap habis makan (memanfaatkan
refleks gastrokolik) dengan suasana bermain, bukan sebagai hukuman. Bila tidak Diare
berhasil lanjutkan dengan Bowel management program. Anak dengan indikator Terjadi bila kolon hiperaktif dan tidak mempunyai reservoir. Langkah penanganan
buruk langsung dianjurkan mengikuti bowel management program. Program ini pertama adalah mengusahakan untuk mencegahnya dengan diet (cegah gorengan dan
dimulai sebelum mulai sekolah karena tidak dianjurkan untuk mengirim anak ke produk susu) atau obat (immodium) yang menimbulkan konstipasi.
sekolah dengan popok. Tujuan latihan ini adalah membuat anak diterima baik di Kombinasi Imodium®, enema, dan diet sangat membantu. Untuk menentukan
lingkungan sekolah maupun diluar. kombinasi yang tepat, mulai dengan diet yang ketat, enema, dan Imodium® dosis
Tujuan program ini adalah untuk mengajarkan orangtua untuk membersihkan kolon tinggi. Dalam 24 jam biasanya ada respons. Kemudian secara bertahap beri makanan
anak setiap hari dengan enema atau irigasi kolon. Enema sebaiknya diberi setelah yang diinginkan anak sambil monitor efek pada kolon sampai ditemu diet terbaik.
makan utama untuk memanfaatkan refleks gastrokolik. Enema yang mudah Bila diet berhasil, turunkan dosis pengobatan secara trial and error. Setelah 2 bulan
digunakan adalah fleet enema (fosfat) karena sudah tersedia dalam botol. Tetapi coba beri makanan yang sebelumnya dimasukan dalam daftar hitam. Bila kembali
mungkin lebih mudah dan murah untuk memberi saline. Fleet enema maksimal timbul diare maka jenis makanan ini harus dilarang selamanya. Penambahan
diberi 1 kali sehari karena dapat menimbulkan kolik dan hipokalsemia. Awasi makanan hanya boleh dicoba 1 jenis makanan baru dalam 1 minggu. Bila program
pemberian fleet pada gangguan ginjal. Setelah pemberian enema cari mekanisme ini berhasil, akan timbul pertanyaan berapa lama program ini harus diikuti. Bila
untuk menenangkan kolon selama 24 jam saat dilakukan enema berikutnya. pasien termasuk dalam golongan dengan prognosis buruk ia harus menguikutinya
Untuk melakukan tindakan ini anak perlu dirawat minimal 1 minggu. seumur hidup.
 Hari 1 Enema kontras untuk melihat anatomi dan motilitas kolon. Derajat Pada usia lebih lanjut dengan disiplin diet, enema mungkin dapat dihentikan.
Beratnya megasigmoid memberi petunjuk berat konstipasi dan jenis enema Dengan demikian pasien yang menujukan potensiel bowel movement baik dapat
yang akan digunakan untuk membersihkan kolon. mencoba untuk melihat apakah dapat mengontrol tanpa enema. Lakukan ini dalam
 Volume dan kadar tertentu enema diberi setiap hari. masa liburan panjang, jangan banyak bepergian, dengan diet tetap. Duduk di toilet
 Mengawasi pasien setiap hari untuk mengadakan koreksi secara trial and error. setiap habis makan dan mencoba mengeluarkan feses. Setiap saat perhatikan
 Membuat foto polos abdomen untuk melihat sisa feses dalam kolon. datangnya peristaltik .
 Prosedur diteruskan sampai kolon bersih dan pasien melapor bahwa ia bersih Pada anak besar yang ingin melakukan sendiri tetapi tidak senang dengan rute
selama 24 jam. rektum dapat dibuat Continent Appendicostomy modifikasi teknik Malone. Pada
teknik ini apendiks disambung ke umbilikus dan difiksasi. Maksud tindakan ini hanya
membuat rute baru untuk memasukan enema yang sama selain rektum. Apendiks
difiksasi ke umbilikus untuk memasukan obat dan cairan Teknik ini tidak
diindikasikan bila rectal bowel management telah gagal. Cara ini hanya digunakan
untuk mengubah rute enema agar pemberiannya lebih mudah. Ia bukan terapi khusus
untukn inkontinen, tetapi cara agar anak dapat hidup dengan kualitas lebih baik.
ANOREKTUM
-----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002

Anatomi
Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal dari entoderm.
Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitel pelapisnya,
vaskularisasinya, inervasi dan drainase limfatiknya. (Marijata, 2000).
Lumen rektum dilapisi mukosa glanduler usus sedang kanalis ani dilapisi epitel
squamosum stratifikatum lanjutan kulit luar. Jadi tidak ada mukosa anus. Daerah
batas antara rektum dan kanalis ani disebut Anorectal Junction ditandai oleh linea
pectinea / linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearah
rectum ada kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rectalis
yang berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis. Setinggi linea dentata ini ada
crypta analis dan muara muara analis.
Panjang kanalis ani kira kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal canal
mulai anal verge sampai ke linea dentata dan Surgical anal canal untuk
kepentingan klinis yang dimulai dari analverge sampai cincin anorektal yang
merupakan batas paling bawah dari otot puborectalis yang dapat diraba pada waktu
Vaskularisasi kanal anal berasal dari :
RT.
 A. Hemorrhoidalis superior  cabang a. mesenterika inferior
Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-otot
 A. Hemorrhoidalis media  cabang a. iliaca eksterna
pubococcygeus, ileococcygeus dan puborectalis. Otot-otot yang berfungsi mengatur
 A. Hemorrhoidalis inferior  cabang a. pudenda
mekanisme kontinensia adalah :
1. Pubo-rektal merupakan bagian dari otot levator ani
Aliran vena diatas anorektal junction melalui sistem porta sedang canalis ani
2. Sfingter ani eksternus (otot lurik)
langsung ke vena cava inferior.
3. Sfingter ani internus (otot polos)
 V. Hemorrhoid superior
Berasaldari plexus venosus hemorrhoidalis internus bermuara ke v.mesenteruca
Batas antara spincter ani eksternus & internus disebut garis Hilton. Muskulus yang inferior  v.porta
menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang memegang peranan terpenting dalam Vena ini tidak mempunyai valvula, sering untuk penyebaran kanker
mengatur mekanisme kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m. pubo-
rektal tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia.  V. Hemorrhoid inferior
Muskulus puborektalis yang merupakan bagian m. levator ani membentuk jerat yang Mengalirkan darah dari v.pudenda interna  v.iliaca interna  vena cava.
melingkari rektum sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum juga ditopang Sering menimbulkan gejala hemorrhoid.
oleh fascia pelvis parietalis (fascia Waldeyer), ligamentum laterale kanan dan kiri
yang ditembus oleh a/v hemorrhoidales media dan mesorektum. Ligamentum dan Aliran limfe dari rektum mengikuti vasa hemoroidales superior ke lnn mesenterika
mesorektum memfiksasi rectum ke permukaan anterior sacrum. inferior menuju lnn para aorta, sedang dari kanalis ani menuju ke lnn inguinalis
Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorektal, kemudian lnn illiaca ekterna dan lnn illiaci kommunis, sehingga bila ada
ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa keganasan dan infeksi dapat menyebar sampai inguinal.
ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengan Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif terhadap rasa
sentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior diafragma urogenital sakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa sakit.
(ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus perineal, diafragma Rektum diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus mesenterika inferior dan
urogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina posterior. Ring anorektal n.presakralis (hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan saraf parasimpatis dari S2,3,4.
dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan bagian serabut m. levator ani
mengelilingi bagian bawah anus bersama m. spincter ani ekternus.
Pemeriksaan Anorektum ( Proktologi )
 Inspeksi & Palpasi Pengobatan
Dideteksi : Fissura ani, abses perianal, fistel perianal, hemorrhoid, prolaps  Medika mentosa  diet berserat, laxantia ringan
 Colok dubur / RT  Skleroterapi injeksi pada jaringan submukosa
 Anuskopi  Melihat kanalis ani dan bagian bawah rektum sejauh 10 cm  Ligasi dengan cincin karet
 Proktoskopi : 15 cm  Cryosurgery (bedah beku)
 Proktosigmoideskopi : melihat rektum, colon sigmoid  Intra Red Cauter / IRC  menjadi fibrosis
 Posisi pasien pada pemeriksaan Anorektum :  Hemorrhoidectomi
1. Knee chest (menungging)  Indikasi :
2. Lithotomi  Derajat III & IV
3. Sims (miring kekiri dengan paha ditekuk)  Perdarahan kronis dan anemia
 Hemorrhoid derajat IV dengan nyeri akut dan trombosis

 Metode :
 Langenback  tonjolan soliter
HEMORRHOID  Milligan Morgan  tonjolan 3 tempat utama ( 3,7, 11)
 Whiteheat  tonjolan sirkuler
Adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemorrhoidalis.
 Hemorrhoid Interna
Adalah varises pleksus hemorrhoidalis superior terletak diatas linea pectinea /
Abses Anorektal
linea dentata ditutupi oleh mukosa. Letak benjolan : jam 3 (lateral kiri), jam 11
(kanan depan), jam 7 (kanan belakang ) kadang sirkuler
Ada 4 derajat :
I. Perdarahan saja Etiologi : Eschericia coli, Proteus vulgaris, Streptococcus, Staphylococcus,
II. Perdarahan & prolaps di luar anus saat defekasi, kembali spontan Bacteroides
III. Prolas bisa direposisi secara manual Lokasi :
IV. Prolaps tidak dapat direposisi 1. Abses Perianal  dibawah kulit anus
2. Abses Ischiorectal  fossa ischiorektal
3. Abses Retrorektal  posterior rektum
 Hemorrhoid Externa
4. Abses Submukosa  di atas kanalis ani
Adalah varises pleksus hemorrhoidalis inferior dibawah linea dentata ditutupi
5. Abses marginal  pada kanalis ani , dibawah lapisan anoderm
kulit.
6. Abses Pelvirektal  di atas m.levator ani dibawah peritoneum
7. Abses Intramuskular  diantara m.spincter ani ekternus & internus
Kinis
Diagnosis hemorrhoid ditegakkan bila ditemukan : Prinsip pengobatan : Insisi dan Drainase serta antibiotika
 Perdarahan rektal, prolaps, discomfort Abses setelah di drainase kemungkinan akan menjadi fistel sehingga perlu tindakan
 Discharge mukoid dari rektum Fistulotomi atau Fistulektomi.
 Anemia skunder
 Anuskopi

Gejala dan Tanda


 Perdarahan  Darah tidak bercampur feses (hematochesia)
 Nyeri  Pada hemorrhoid externa yang alami trombosis
 Benjolan  bila hemorrhoid membesar keluar waktu defekasi
FISTULA ANOREKTAL 3. Infeksi pelvis
Infeksi daerah pelvis menyebabkan abses supralevator kronis, yang meluas ke
kaudal melalui spatium intermuskularis ke perineum menjadi suatu fistula
intersfingterik atau dapat menembus m. levator ani menjadi abses ischiorectal
yang kemudian menjadi fistula ekstrasfingterik..
Fistula in ano atau sering disebut sebagai fistula perianal atau fistula ani,
merupakan penyakit yang bersifat kronis-residif. Penyakit ini sering merupakan 4. Trauma perineal
tahap lanjut dari proses pernanahan di daerah perianal atau daerah sekitar anorektal. Fistel perianal bisa merupakan suatu komplikasi dari cedera daerah perianal oleh
Abses anorektal yang khas mulai sebagai suatu infeksi dalam kriptus-kriptus anus karena trauma tumpul atau trauma tajam.
yang kemudian menyebar dalam jaringan. Proses pernanahan bisa berasal dari
infeksi kelenjar anus atau infeksi lanjutan dari daerah sebelah atas, misalnya 5. Penyakit-penyakit anus
penyakit Crohn, kolitis ulserativa dan lain sebagainya. Melihat namanya dari a. Fissura ani, Hemorroid
penyakit ini, yaitu “ fistula in ano “ berarti ada fistula yang menghubungkan dua Fisura ani dapat mengalami komplikasi menjadi fistel superfisial yang
lubang. Baik fistulanya sendiri maupun kedua lobang yang dihubungkannya, pendek dari dasar fisura sampai pada papilla anal, biasanya fistel terletak
mempunyai gambaran satu peradangan menahun, yakni dengan adanya jaringan pada jam 6 dan merupakan 7 % kausa dari fistel perianal . Hemoroid yang
granulasi. Untuk penyembuhannya, maka fistula beserta ke-dua lobangnya harus mengalami komplikasi infeksi dapat berkembang menjadi fistel perianal.
dilakukan eksisi, dengan perkataan lain harus dilakukan tindakan bedah untuk eksisi
tersebut. Oleh karena itu, penyakit ini tidak bisa dilakukan pengobatan tanpa b. Operasi daerah anus
tindakan bedah. Luka operasi yang mengalami infeksi kronis misalnya pasca tindakan pada
Angka kejadian fistula para anal pada laki-laki dan perempuan tidak terlalu berbeda, hemoroid dapat berkembang menjadi fistel.
tetapi ada yang mengatakan perbandingannya 4,6:1 untuk laki-laki

Definisi
c. Peradangan usus
 Tuberkulosis
Fistula adalah hubungan yang abnormal antara suatu saluran dengan saluran lain, Penyakit ini dapat menimbulkan fistula perianal, dimana baksil tuberkel
atau antara suatu saluran dengan dunia luar melalui kulit. Fistula perianal merupakan di dalam sputum dan masuk jaringan perianal melalui eksoriasi dari
suatu saluran berongga yang berisi jaringan granulasi. Fistula ini mempunyai muara kanal anal yang terkontaminasi melalui kontak dengan jari penderita
( primer atau interna ) di dalam kanalis ani dan satu atau dua muara ( sekunder atau yang mengandung baksil tuberkel.
eksterna ) dalam kulit perianal.
Fistula adalah saluran dilapisi epitel / jaringan granulasi yang menghubungkan  Penyakit Crohn’s
2 ruangan. Beda sinus hanya memiliki 1 lubang keluar. Sebagian besar fistula Marson dan Lockhart-Mummery tahun 1959, telah menunjukkan
anorektal berasal dari Crypta ani pada anorectal junction. karakteristik histologi dari penyakit ini dengan follikel giant-cel yang
tampak dalam jaringan granulasi dari abses anal sekunder dan fistula.
Etiologi Lebih dari 50% penderita penyakit crohn,s ditunjukkan adanya fistula
1. Teori kelenjar anus perianal.
Jika glandula analis terinfeksi maka terbentuk abses pada daerah intersfingterik,
kemudian abses pecah dan membentuk fistula kearah perineal. Penyebab fistel 6. Abses anorektal
biasanya infeksi piogenik (non spesifik), tetapi dapat juga infeksi yang spesifik. Merupakan infeksi yang terlokalisasi dengan penumpukan nanah pada daerah
Gordon (1994) 90 % pasien fistel perianal berhubungan dengan abses pada anorektal. Abses perianal biasanya nyata, tampak sebagai pembengkakan yang
daerah intersfingkter yang disebabkan karena infeksi glandula anal . berwarna merah, nyeri, panas dan akhirnya berfluktuasi. Penderita demam dan
tidak dapat duduk di sisi pantat yang sakit.
2. Kongenital
Fistel perianal pada neonataus pernah dilaporkan oleh Duhamel (1975) dan
Fitzgerald et al (1985) , pada beberapa kasus dijumpai bahwa saluran fistel
dilapisi oleh epitel kolumner dan transsisional ini menunjukkan adanya kelainan
pertumbuhan dan kelainan bawaan.
Patogenesis  Keighley menggolongkan berdasarakan :
Patogenesis abses fistula anorektal adalah melibatkan infeksi yang timbul di epitel
kriptoglandular yang melapisi saluran anus. Sfingter internal diduga berperan Horizontal Track
sebagai barier terhadap infeksi yang berjalan dari sisi lumen ke jaringan perirektal Goodsall tahun 1900, mengatakan bahwa
dalam. Barier ini dapat dirusak oleh kripta Morgagni, yang dapat menembus melalui saluran yang terletak di sebelah ventral dari
sfingter internal ke dalam ruang intersfingterik . Infeksi dapat meluas ke ruang garis horisontal yang melewati titik tengah
superior, inferior, atau lateral. Hal ini akan mengakibatkan infeksi di ruang anus pada posisi lithotomi, maka akan di
intersfingterik atau ruang isciorektalis, atau perluasan sampai ke ruang supralevator. drainase langsung ke daerah linea dentata.
Abses juga dapat tetap di dalam ruang intersfingterik. Sedangkan saluran yang terletak di sebelah
dorsal dari garis horisontal akan didrainase
Klasifikasi dengan membentuk suatu alur yang
melengkung ke garis tengah posterior kanalis
Ada 2 macam klasifikasi untuk menentukan jenis fistula ani. Masing-masing
anal.
klasifikasi merupakan klasifikasi berdasarkan anatomis yang berusaha
Rumus ini tidak selalu memberikan gambaran
menunjukkan arah atau letak fistula pada daerah anorektal..
demikian. Dapat terjadi bahwa satu fistula ani
dengan lubang luar di daerah posterior
 Menurut Milligan-Morgan ( 1934 ) mempunyai fistel lurus ke arah liang anus.
 Tipe subkutan / Submuskuler
Sebaliknya fistula ani anterior dapat
Saluran fistula berada antara kulit & m.spincter ani di bawah kulit anus.
mempunyai saluran fistel melengkung ke
Saluran bisa buntu ke arah daerah perianal dengan lobang keluarnya di linea
arah liang anus baik hanya satu sisi atau dua
pektinea atau merupakan fistula lengkap dengan lobang dalam di linea
sisi menyerupai ladam kuda (Horse shoe
pektinea dan lobang luar di kulit daerah perianal.
Type).
Hubungan lubang masuk dan lubang keluar dijelaskan Hukum SALMON
 Tipe anal rendah ( fistula in ano rendah )
GOODSALL :
Saluran fistel pada tipe ini tidak melewati tingkat garis/linea pektinea dan
1. Buat garis imajiner transversal melalui pertengahan anus
kalau ada lobang dalam maka lobang dalam ini tidak akan melewati linea
2. Lubang fistel keluarnya didepan (anterior) garis imajiner, lubang masuk pada
pektinea.
anorektum tepat berhadapan langsung (bentuk lurus)
3. Lubang fistel keluarnya dibelakang (posterior) garis imajiner, lubang masuk
 Tipe anal tinggi ( fistula in ano tinggi )
selalu di linea mediana belakang (jam 6 )
Saluran fistel melewati tingkat linea pektinea tetapi tidak melewati tingkat
4. Perkecualian bila ada lubang didepan dan belakang bersama-sama, biasanya
cincin ano-rektal. Bila ada lobang dalam, maka lobang dalam ini berada
merupakan perpanjangan
diantara linea pektinea dan cincin ano-rektal.
Vertikal Track
 Tipe ano-rektal
Saluran vertikal dengan mudah diklasifikasikan menjadi intersfingterik jika saluran
Saluran fistel pada tipe ini melewati tingkat cincin ano-rektal. Bila ada
tersebut terletak antara sfingter ani internum dan eksternum atau transfingterik jika
lobang dalam, maka lobang dalamnya berada di atas cincin ano-rektal.
saluran tersebut menyilang sfingter ani ekternum pada jalan antara anus dan
perineum. Fistula tipe suprasfingterik adalah fistula intersfingterik dimulai dari
 Tipe submukosa atau tipe intermuskuler tinggi
lapisan intersfingterik meluas ke atas menuju supralevator menembus diafragma
Saluran fistel berada di antara otot sirkuler dan otot longitudinal dan lobang
levator masuk kedalam fossa ischiorectalis selanjutnya keluar perineum. Sedangkan
masuk berada pada linea pektinea dan lobang keluar berada pada atau di
fistula ekstrasfingterik adalah fistula yang biasanya berhubungan dengan fistula tinggi
atas cincin ano-rektal.
dimana saluran akan masuk ke rektum di luar cincin anorektal.
Menurut Milligan-Morgan, 60-70 % fistula in ano merupakan fistula in ano
rendah.
Parks dkk (1976) mengklasifikasikan fistula ani menurut letak dan jalannya saluran 2. Fistula Transfingterik
fistel menjadi : Disini saluran berjalan dari anus ke perineum melewati sfingter ani eksterna
1. Fistula Intersfingterik 1. Sederhana, Fistula yang belum ada komplikasi, jenisnya tidak homogen.
Letaknya diantara sfingter interna dan sfingter ekterna, terbagi menjadi beberapa Saluran masuk kedalam kanalis anal pada level yang tinggi atau rendah,
macam : menembus serabut bawah sfingter ekterna dengan internal opening pada
a. Sederhana, internal opening pada valvula analis melewati sfingter interna linea dentata, masuk kedalam fossa ischiorectalis dan keluar ke daerah
menuju glandula yang terinfeksi, turun kebawah kedaerah intersfingterik perianal. (h-j)
berakhir ke perianal 2. Saluran tanpa perianal opening dengan abses rekurensi alur bagian distal
b. Sederhana dengan abses dan eksternal opening tertutup, bila drainase pada tertutup, sehingga terjadi abses ischiorectal berulang (k)
eksternal opening tidak adequat , akan tertutup terjadi rekurensi abses 3. Saluran tinggi tertutup, keadaan ini sering terjadi dan membahayakan alur
perianal sekunder, biasanya akibat tindakan kuretase abses ischiorektal (l)
c. Saluran tertutup tinggi, dimana alur sekunder meluas keatas pada bidang 4. Saluran tinggi tertutup dengan abses supralevator, keadaan ini juga
intersfingterik menuju pararektal, tetapi tidak masuk ke rektum dan tidak membahayakan jika fistula primer dan sekunder tidak teridentifikasi
membentuk abses. dengan jelas. (m)
d. Saluran tinggi dan memasuki rektum
e. Saluran tinggi dengan abses supralevator, saluran sekunder naik keatas dan
membentuk abses supralevator
f. Saluran tinggi dengan abses supralevator tanpa perineal opening, saluran
dari line dentata masuk ke daerah intersfingterik naik keatas membentuk
abses supralevator
g. Saluran tinggi masuk rektum tanpa perianal opening

3. Fistula Suprasfingterik
Fistula di atas m.sfingter ani ekternus dan menembus m.levator ani
1. Sederhana,
Sebagian besar disebabkan oleh abses supralevator dengan komplikasi
membentuk fistula intersfingterik menembus m.levator ani ke fossa
ischiorectalis dan didrainase keperineum.
Saluran fistula berawal dari daerah intersfingterik dan melengkung
melewati puborektalis dan sfingter ekterna (n)
2. Fistula dengan penyebaran ke suprasfingterik dengan abses. (o)
4. Fistula Ekstrasfingterik  Pemeriksaan :
Sebagian besar akibat iatrogenik, keadaan ini jarang dijumpai. Dapat disebabkan  Inspeksi :
abses didaerah pelvis akibat infeksi rektum atau organ ginekologi yang Tampak lubang keluar fistel yang basah dan bau. Tampak muara eksternal,
menembus diafragma pelvis dan discharge keluar kedaerah perineum. (p-q) kebanyakan lubang tunggal kadang disertai keluarnya discharge. Bentuk
muara eksternal yang irreguler kemungkinan sebagai proses tuberkulose,
sedang bentuk indurasi disertai warna indolen kemungkinan penyakit
Chron’s. Muara eksternal merupakan papula yang menonjol dan berwarna
kemerah-merahan.

 Palpasi
Teraba saluran seperti benang keras, dengan bidigital diketahui arah
fistel, teraba indurasi lubang sesui hukum Salmon Goodsall .Pemeriksaan
colok dubur sangat penting untuk menentukan abses di daerah
intersfingterik, supralevator, dan letak indurasi yang merupakan muara
internal.

 Sondase :
Masukan dari lubang kulit sampai lubang anorektum Membantu mencari
muara internal. Pemeriksaan ini dapat menimbulkan fistula palsu bila tidak
hati-hati dan kadang-kadang dapat merusak jalannya fistula yang sebenarnya.
Sondase tidak boleh dilakukan bila penderita kesakitan

Thomson 1962 , mengklasifikasikan berdasarkan letak muara primer :  Anuskopi / Proktoskopi  melihat lubang dalam anus atau rektum
a. Letak Tinggi, dimana muara primer terletak di atas ring anorektal 5% Pemeriksaan ini diperlukan untuk melihat letak internal opening, melihat
b. Letak rendah , dimana muara primer terletak dibawah ring anorektal 90% track rektum-internal spingter high anal dan melihat mukosa rektum apakah
ada inflamasi atau kelainan lain yang kadang memerlukan tindakan biopsi .
Anestesi umum diperlukan bila dirasakan sakit dengan pemeriksaan ini .
Identifikasi fistula
Klinis : Untuk mengetahui fistula dapat dilakukan dengan cara:
 Anamnesa : - Irigasi salin. Dengan angiokateter dimasukan lewat eksternal opening
 Keluar discharge dari lubang sekitar anus, terus menerus atau intermiten dan disemprot salin sehingga tampak cairan keluar dari internal opening
berupa pus atau cairan keruh ke anal kanal.
 Ada riwayat abses berulang, perlu juga ditanyakan riwayat operasi - Methylen blue . Methylen blue disemprotkan lewat eksternal opening
sebelumnya maupun riwayat infeksi pada organ daerah panggul atau maka tampak cairan biru keluar lewat internal opening .
abdomen bawah . - Sondase (probe). Menggunakan sondase dari eksternal opening dengan
 Pada fistula karena Keganasan atau Crohn’s Disease disertai perubahan jari telunjuk dalam anal kanal maka dapat ditentukan letak internal
bowel habit, faeses berdarah dan lendir, nyeri perut dan berat badan turun opening .
Pada dasarnya kondisi ini tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi bila terbentuk
abses maka akan terasa nyeri dan akan berkurang bila abses pecah. Keluhan Radiologis
yang tersering adalah bengkak dan nyeri (bila muara ekternal tertutup) dan  Fistulografi
keluar discharge. Dilakukan dengan memakai kontras, untuk mendeteksi perluasan dari
fistula perianal dan adanya muara internal. Pemeriksaan ini dilakukan
pada penderita yang tidak ditemukan muara internalnya atau penderita
yang menjalani operasi fistula perianal pertama tidak berhasil. 4,11
Kelemahan pemeriksaan ini karena tidak dilakukan anestesi sehingga Terapi
masih ada tahanan dari m. sfingter, akibatnya aliran kontras berhenti Tujuan utama terapi adalah menghilangkan tempat yang terinfeksi dengan
dan biasanya terjadi kesalahan diagnosis. Kesalahan ini baru diketahui mempertahankan fungsi anorektal. Terapi untuk fistula ani hanyalah dengan
saat operasi dimana pasien dalam stadium anestesi dimasukkan metilen pembedahan. Dasar tindakan pembedahan adalah membuang / menghilangkan
blue ke lubang luar, saat itu akan diketahui fistelnya sempurna saluran fistel beserta lobang penghubungnya tanpa menimbulkan inkontinensia.
Prinsip-prinsip tindakan pada fistel perianal
 Foto thoraks a. Lubang masuk anorektum harus ditemukan dan dieksisi
Sebaiknya dilakukan untuk mengetahui penyebabnya. Untuk b. Saluran harus diidentifikasi semuanya
mendeteksi adanya faktor predisposisi akibat tuberkulosis. c. Setelah saluran dibuka tidak boleh ditutup harus tetap terbuka
d. Penyembuhan luka dari dalam ke luar
 Intra anal Ultrasonografi
Ini merupakan cara diagnosis baru yang menjanjikan untuk dapat Pengelolaan fistula perianal tergantung dari jenisnya :
mengidentifikasi saluran fistel . Dengan menggunakan transducer 1. Fistula Intersfingterik
dengan gelombang 7 – 10 MHz intra anal . Dengan bantuan injeksi Park dkk menyarankan melakukan eksisi sebagian besar sfingter interna dan
hydrogen peroksida pada lubang luar dapat membantu mengetahui arah membebaskan jaringan intersfingterik untuk mengangkat seluruh kelenjar yang
dan letak saluran . Dengan bantuan alat ini memberikan akurasi 50 % potensial terinfeksi.
lebih baik daripada RT saja a. Fistula sederhana dengan saluran rendah, eksisi fistula dan m.sfingter ani
internus dipotong sebagian, selanjutnya luka operasi dirawat secara
Differensial Diagnosis terbuka
 Sinus Pilonidal  arah saluran ke sacrococcygeal b. Fistula dengan saluran tinggi tertutup, dilakukan pemotongan m.sfingter
Sinus pilonidalis sakrokoksigeal pada hakekatnya tidak berhubungan dengan interna sampai batas tertinggi dari alur tersebut.
anorektum. Kelainan ini disebabkan oleh rambut di garis tengah di bagian atas c. Saluran tinggi dan memasuki rektum, eksplorasi daerah intersfingterik,
lipatan gluteal terutama pada pria yang berambut banyak. Oleh gesekan, rambut sehingga saluran nampak jelas, fistula dieksisi dan dibiarkan terbuka
masuk kulit. Kelainan ini biasanya asimptomatik sampai mengalami infeksi d. Saluran tinggi tanpa perineal opening, dilakukan eksisi bagian bawah
akut. Radang menunjukkan gambaran infeksi akut sampai menjadi abses dan serabut m.sfingter ani interna sesuai letak predisposisi kekambuhan
terbentuk fistel setelah abses pecah. Fistel tidak akan sembuh karena sarang e. Saluran tinggi dengan abses supralevator, abses didrainase ke internal
rambut di dalamnya merupakan “ benda asing “. opening pada kripte Morgagni, selanjutnya dilakukan sfingterotomi interna
dan drainase ke ampula rekti
 Hidradenitis supurativa f. Fistula yang disebabkan infeksi pada pelvis, dilakukan kuretase jika perlu
Merupakan radang kelenjar keringat apokrin yang biasanya membentuk fistel dipasang drain, dimana infeksinya harus diatasi terlebih dahulu.
multipel subkutan yang kadang ditemukan di perineum dan perianal. Penyakit
ini biasanya ditemukan di ketiak dan umumnya tidak meluas ke struktur yang 2. Fistula Transfingterik
lebih dalam. Saluran dieksisi dan luka dibiarkan terbuka. Dengan menggunakan seton dan
dibiarkan dalam jangka waktu tertentu sampai terjadi fibrosis, sebelum
 Morbus Crohn dilakukan pemotongan bagian inferior dari m.sfingter ani internus.
Merupakan penyakit radang kronis yang menbentuk granulasi. Pada awal
penyakit ditemukan edema dinding usus disertai limfagiektasis. Pada stadium 3. Fistula Suprasfingterik
lanjut mungkin terjadi obstruksi parsial yang dapat mengalami penyulit berupa Bila tanpa abses, dilakukan eksisi saluran dan sebagian m.sfingter ani interna,
perforasi di dalam massa radang yang mengakibatkan fistel intern antar kelok saluran yang terl;etak dilateral sfingter ekterna didiseksi dan fistel yang dekat
usus, maupun ekstern yang paling sering terjadi di perianal. dengan levator ani dikonversikan pada daerah intersfingterik. Bila dengan
abses tindakannya sama tetapi abses didrainase ke dalam rektum
 Koloperineal fistel  dengan fistulografi, kontras naik sampai kolon sigmoid
 Urethroperineal fistel  akibat instrumen kateter atau businasi 4. Fistula Ekstrasfingterik
Bila disebabkan oleh infeksi anorektal biasanya dilakukan kolostomi, kemudian
jaringan kelenjar yang terinfeksi dieksisi.
Beberapa teknik pembedahan pada fistula ani yaitu : 3. Penggunaan Seton
1. Fistulotomi Diterapkan pada fistula ani tinggi komplit (mempunyai lubang dalam ). Saluran
Identifikasi muara eksternal dan internal dengan sonde, kemudian saluran fistel sebelah luar m.sfingter eksterna dilakukan laying open disertai kerokan,
diinsisi dengan pisau atau elektrokauter. Selanjutnya saluran dibuka dari lubang sedangkan bagian medial (intrasfingter ) dipasang benang katun menembus
asalnya sampai ke lubang kulit, dasar fistel dikerok dengan kuretase dikirim lubang dalam (Seton). Pemasangan seton dimaksudkan untuk drainase pus,
untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas, dibersihkan dari jaringan granulasi, identifikasi alur dan memotong sfingter serta merangsang terbentuknya jaringan
tepi luka dieksisi luas sampai lubang dalam kanal anal. Luka dibiarkan terbuka fibrotik di sekeliling saluran fistel
(tidak boleh dijahit), sehingga penyembuhan dimulai dari dalam / Pada hari ke-6 atau lebih, seton dilepaskan atau digunakan sebagai Guide untuk
persekundam intentionem. Luka ditutup dengan kasa. Luka biasanya akan memotong sfingter dan kemudian mengerok saluran fiste / fistulotomi. Jaringan
sembuh dalam waktu agak lama fibrotik diharapkan akan memegang sfingter pada tempatnya dengan demikian
diharapkan tidak akan tidak terjadi inkontinensia. Pada fistula anal tinggi
pembedahan tidak bisa hanya dengan laying open karena banyak memotong
m.puborektalis.
Penggunaan Seton mempunyai keuntungan :
a. Nyeri akibat jaringan iskemik dan nekrotik dapat disesuaikan oleh penderita
dengan cara dikendorkan atau dikencangkan
b. Merupakan metode satu tahap.

2. Fistulektomi
Sebelum melakukan tindakan ini anatomi fistel harus dketahui dan tidak
dianjurkan penggunaan sonde untuk mencegah salah rute akibat sondase. Pada
fistulektomi saluran fistel dieksisi seluruhnya, luka yang terjadi kemudian
ditutup lapis demi lapis. 6

4. Mucosal advancement flap


Eksisi seluruh saluran fistel disertai penutupan lubang dalam menggunakan
rectal mucosal advancement flap dikemukakan oleh Elting (1912) dengan
melakukan eksisi saluran fistel, tidak banyak muskulus sfingter eksterna yang
dipotong diharapkan mengurangi gangguan inkontinensia. Juga lubang dalam
ditutup (untuk fistula komplit) mengurangi kemungkinan rekurensi.

5. Fibrin glue
Perkembangan terakhir dalam bidang bioteknologi ditemukan beberapa tissue
adhesive material, seperti fibrin glue yang mulai dipakai pada terapi fistel
perianal dengan angka keberhasilan 60 % dalam 1 tahun follow up. Masih
diperlukan pengamatan dalam jangka lama untuk pemakaian fibrin glue ini pada
terapi fistel perianal
Pembedahan yang baik tanpa diikuti perawatan pasca bedah yang baik dapat
menimbulkan kekambuhan. Prinsipnya penyembuhan luka harus dari dalam menuju
kearah luar. Oleh karena itu perawatan luka ditujukan pada luka sebelah dalam.
Luka bagian dalam harus diusahakan bebas dari kumpulan nanah atau serum.
Kontrol yang teratur pada minggu awal sangat penting untuk penyembuhan luka.
Yang paling penting adalah memastikan penyembuhan dari dalam.dengan
pemeriksaan rektal.

KOMPLIKASI
Hasil terapi dapat dilnilai dari lama perawatan, lama penyembuhan luka, nyeri pada
bekas luka operasi, rekurensi dan gangguan kontinensi pada daerah anorektal
Komplikasi penanganan fistula perianal adalah :

 Inkontinensia
Suatau keadaan diamana material dari anus keluar tanpa disadari oleh
penderitanya, akibat kerusakan sfingter ani eksternal (Elliot et al, 1987) .
Kejadian inkontinensia berkisar 3 – 7 % pada tindakan fistulotomi.

 Rekurensi
Angka rekurensi pada umumnya kurang dari 8,6 % pada fistulektomi lebih
rendah dari pada dengan tindakan fistulotomi, dan lebih rendah lagi untuk
tindakan dengan pemakaian seton .
Rekurensi terjadi apabila pada saat tindakan ( Ahmadsyah, 2003) :
o Lubang di dalam tidak dibuang
o Saluran kolateral masih tersisa
o Operasi tidak adekuat karena takut inkontinentia
o Pasca perawatan bedah tidak adekuat

.
PROLAP REKTI Philip Thorek menyebutkan bahwa prolaps rekti kemungkinan akibat hilangnya
fiksasi rektum dan cavum douglasi yang dalam.
Michel Keyghley mengajukan bebarapa teori terjadinya rektal prolaps yaitu:
Beberapa teknik pembedahan untuk prolaps rekti banyak dikenal, tetapi jenis operasi a. Invaginasi.
secara optimal masih dalam perdebatan. Terdapat tiga jalur pendekatan operasi Teori ini berdasarkan pada pemeriksaan radiologi dimana pasien diminta untuk
prolap rekti yakni: abdominal, perineal dan transsakral. mengeluarkan barium yang dimasukkan ke dalam rektumnya. Panjang dinding
Pendekatan abominal meliputi anterior reseksi dan Ripstein prosedur. Pendekatan depan dan belakang rektum yang prolaps adalah sama panjang.
perineal dikenal metode Delorme, Altemeier dan Tiers prosedur. Dedangkan
transsakral yakni prosedur pendekatan melalui insisi posterior para sacral. Masing – b. Sliding Hernia
masing pendekatan mempunyai keuntungan dan kerugian. Pendekatan abdominal Teori ini menyebutkan bahwa rektal prolaps merupakan suatu sliding hernia,
memerlukan kondisi prabedah yang optimal dengan rekurensi yang lebih rendah. dimana rektum prolaps melalui dasar pelvis yang lemah akibat dari panjangnya
Biasa dilakukan pada penderita yang lebih muda. Pendekatan perineal dilakukan atau dalamnya refleksi peritoneal yang mobil.
untuk penderita yang lebih tua, kondisi kurang kurang optimal, dengan rekurensi c. Defisiensi dasar pelvis
yang lebih tinggi. Sedangkan pendekatan transsakral mempunyai rekurensi yang Sebagian besar pasien terutama usia tua dengan komplet rektal prolaps
lebih kecil dibandingkan abdominal, baik untuk pasien yang lebih tua. mempunyai kelemahan dasar pelvis. Pendapat ini menyebutkan bahwa
defisiensi levator ani merupakan abnormalitas primer pada rektal prolaps.
Anatomi dan fisiologi Walaupun ada beberapa pasien rektal prolaps dengan dasar pelvis yang normal.
Rektum dengan mesorektumnya terletak berdempetan dengan lengkung sacrum,
sedang rektosigmoid junction terletak pada promontorium yang bergerak turun 2-3 Diagnosis
cm dengan manuver Valsava (Zinger Michel J, 1997). Rektum tetap berada di Pasien biasanya memberikan riwayat pengeluaran kotoran yang tidak tuntas disertai
pelvis oleh karena disokong atau digantung oleh muskulus levator ani yang terdiri prolaps rektum dengan keluhan utama prolap itu sendiri.
dari m. puborektalis, m. pubokoksigeus dan m. ileokoksigeus. Muskulus
puborektalis berperan dalam mempertahankan kontinensi. Muskulus ini menempel
pada margo inferior facies dorsalis simphisis pubis berjalan ke belakang dan
mengitari rectum di bagian belakang . Muskulus puborektalis bersama dengan m.
sfingter ani interna dan eksterna membentuk cincin anorektal (Skandalakis John, Terdapat gejala tekanan dan rasa sakit
1995). Kontraksi muskulus puborektalis akan menarik rectum ke depan sehingga pada anus, discharge mukosa, konstipasi,
mempertajam sudut anorektal. Relaksasi muskulus puborektalis ini akan mengejan, kadang timbul perdarahan.
mengakibatkan melebarnya sudut anorektal sehingga rectum menjadi lebih vertical Keyghley,1996 membagi prolaps rekti
(Corman Marvin, 2002). menjadi:
Gambar 1; Gambaran Prolaps Rekti
Patofisiologi
Penyebab pasti rektal prolaps tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
berpengaruh terhadap timbulnya rektal prolaps antara lain: (Corman Marvin, 2002)
 Konstipasi
 Penyakit neurologi
 Jenis kelamin perempuan Prolaps mukosa yang disebabkan oleh
 Rektosigmoid yang redundan putusnya jaringan pengikat antara
 Cavum Douglasi yang dalam submukosa dengan jaringan otot rektum
 Lemahnya fiksasi rektum pada sakrum di bawahnya
 Invaginasi Gambar 2: Prolaps Mukosa
 Prosedur operasi
intususepsi interna (occult rectal prolaps) yang dapat didiagnosis dengan Penanganan operatif
proktografi defekasi Tujuan utama penanganan operatif pada prolaps rekti adalah mengontrol
prolapsnya(Keighley, 2001). Dikenal dua macam pendekatan operasi untuk prolaps
rekti yaitu abdominal dan perineal.(Lawrence Way, 1994,2003) Disebutkan bahwa
pendekatan abdominal mempunyai tingkat kekambuhan yang lebih rendah, volume
rektum yang tetap tetapi risiko yang lebih tinggi. Pendekatan perineal menghindari
anastomosis intraabdominal dengan mengangkat rektum sehingga mengurangi
prolaps rekti komplit dengan volume rektum dan mempunyai tingkat kekambuhan yang lebih tinggi. Pendekatan
gambaran sebagai protrusi seluruh abdominal dipilih untuk penderita kurang dari 50 tahun dengan kondisi baik.
ketebalan rektum melalui anal verge. Pendekatan abdominal untuk penderita intususepsi atau prolaps rekti dengan fungsi
Gambar 3: Prolaps Komplit sfingter normal adalah reseksi sigmoid dengan atau tanpa rektopeksi dan rektopeksi
saja.
Pada operasi rektopeksi, setelah rektum dimobilisasi cukup untuk mereduksi prolaps
seluruhnya, dibuat sling untuk meresuspensi rekrum tinggi di dalam pelvis.
Nonabsorbable Mersilene mesh dijahitkan ke fascia prasakralis dengan sejumlah
jahitan terputus menggunakan benang nonabsorable yang lunak. Ujung bebas sling
yang cukup panjang dijahitkan pada rekrum. Sling rektal dibentuk sedemikian rupa
Defekografi sangat efektif dalam identifikasi kondisi praprolaps dan gangguan sehingga 1 cm bagian rektum bebas dari mesh di anterior. Mersilene mesh dipotong
defekasi yang lain. Dengan menggunakan fluroskopi proyeksi lateral, pasien posisi menjadi panjang yang tepat sehingga tidak ada pita konstriktif yang ditimbulkan
duduk dan disuruh megejan. Sudut normal anorektal saat istirahat adalah 90o + 4,76 yang selanjutnya dapat menimbulkan obstruksi. Jahitan seromuskuler dikerjakan
dan 111o + 5,02 saat mengejan. Disamping intususepsi dan merenggangnya rektum sementara asisten menahan traksi untuk meresuspensi segmen rektosigmoid (David
dan sakrum, kelainan defekografi yang dapat ditemukan adalah: C Sabiston, 1997).
 Megarektum
 Abnormalitas sudut anorektal
 Non relaxing puborektal
 Desensus perineal
 Ptrolaps mukosa
 Rektokel

DIAGNOSIS BANDING
 Prolaps hemoroid
 Polip rekti
 Prolaps mukosa
 Invaginasi Sigmoidorektal

PENANGANAN
Gambar 4: Mesh dijahitkan ke fascia Gambar 5: Jahitan seromuskuler dan
Penanganan prolaps rekti meliputi nonoperatif dan operatif.
presakralis traksi oleh asisten
Penanganan prolaps rekti non operatif meliputi:
 Koreksi knstipasi
 Manual support defekasi Pendekatan abdominal yang lain adalah reseksi sigmoid / anterior reseksi. Operasi
 Latihan otot perineum ini dikerjakan dengan menggunakan teknik standart mengangkat rektum bagian
 Stimulasi elektronik tengah dan atas sampai sigmoid yang redundant. Kemudian dilanjutkan dengan
 Injeksi sklerosing agent anastomosis rektum tengah atau bawah dengan kolon kiri. Kemudian rektum
 Koaglasi infrared. dikembalikan sesuai dengan lengkung sakrum. Angka kejadian inkontinensi pada
teknik ini tinggi karena menurunnya kapasitas rektum. Oleh karena itu teknik ini
dipilih untuk penderita dengan konstipasi praoperasi.
Pendekatan perineal yang lain adalah prosedur Delorme, berupa mukosal
proctektomi dengan plikasi dinding rektum yang prolaps. Insisi mukosa dimulai 1
cm proksimal linea dentata. Dengan elektrokauter, mukosa dipotong mlingkar.
Kemudian distiping sampai apek prolaps rektum. Usaha ini lebih mudah dengan
menyuntikkan salin ke dalam sub mukosa rektum. Kemudian kelebihan mukosa
dipotong, muskularis diplikasi secara longitudinal sedemikian rupa sehingga
menyerupai akordion yang difiksasi dengan jahitan absorbable 2-0 dilanjutkan
dengan menjahit antar mukosa rektum.

Gambar 6: Gambar 7:
Reseksi sebagian rektum dan sigmoid Anastomosis kolon kiri dengan
rektum

Untuk penderita yang lebih tua dan risiko tinggi, banyak ahli bedah memilih
pendekatan perineal berupa Thiersch prosedur. Bahkan prosedur ini dapat digunakan
Gambar 8: Mukosektomi pada metode Delorme
dengan anastesi lokal. Prosedur ini bertujuan menyempitkan anus dengan
menempatkan secara melingkar seutas benang perak. Oleh karena benang perak ini
banyak menimbulkan ulcerasi, maka saat ini banyak digunakan bahan lain sepeerti
nilon, polipropilen, mesh dan lain lain.
Dengan membuat insisi kecil di anterior dan posterior 1 cm di luar anal verge,
benang diselipkan dari insisi anterior ke posterior kiri dan kanan pada fosa
ischiorektalis. Kemudian dibuat simpul di posterior. Dilator Hegar nomor 16 atau 18
digunakan untuk mengukur lumen anus. Luka yang ada ditutup dengan benang
absorbable 3-0 atau 4-0.

Gambar 9: Plikasi dinding rekrum dilanjutkan penjahitan mukosa

Prosedur repair prolaps rekti yang lain adalah prosedur Altemeier berupa
proktektomi komplit dan sering disertai sigmoidektomi parsial. Apeks prolaps rekti
ditraksi kemudian dilakukan insisi melingkar 1 cm diatas linea dentata. Rektum
keseluruhan dieversikan, eksteriorisasi rektum dan kolon sigmoid serta repair
peritoneum. Selanjutnya rektum dan kolon sigmoid redundan dipotong dilanjutkan
dengan anastomosis kolon dengan anus dengan jahitan terputus yang penyerapannya
Gambar 7: Sirklase anal metode Thiersch lama.
Gambar 10:
Prosedur Altemeier
Insisi melingkar 1 cm diatas
linea dentata dilanjutkan
mobilisasi rektum dan kolon
sigmoid keluar.

Gambar 13: Mobilisasi rektum


Gambar 11:
Prosedur Altemeier
Rektum beserta kolon sigmoid
dipotong dilanjutkan dengan
anastomosis kolon dengan cincin anus
secara melingkar dengan jahitan
terputus dan bahan yang
penyerapannya lama.

Disamping pendekatan abdominal dan perineal seperti tersebut diatas, dikenal pula
pendekatan penanganan prolaps rekti yang lain yaitu pendekatan transakral berupa
reseksi dan rektopeksi transakral. Dengan insisi kulit kurang lebih 7 cm dimulai dari Gambar 14: Rektopeksi
titik tepat sebelah kiri sakrokoksigeal junction sampai ke perianal sepanjang sakrum,
rektum dan pararektal fat dimobilisasi secara tumpul dan tajam. Kemudian
dilakukan reseksi sigmoid ataupun rektopeksi seperti tindakan lainnya dan diakiri
dengan penutupan luka.

Gambar 12: Insisi pada pendekatan transakral


DISFUNGSI ANOREKTAL Di Amerika Serikat dan Britania Raya, konstipasi lebih banyak dijumpai pada
wanita dari pada laki-laki (rasio 2 : 1), kulit berwarna, dan usia di atas 60 tahun,
----------------------------------------------------------------------------------------------- RD – Collection 2002
serta individu dengan aktivitas fisik dan asupan kalori endah. Selain itu, kasus
konstipasi lebih banyak ditemukan pada kelompok masyarakat yang memiliki
pendapatan dan status pendidikan rendah. Prevalensinya bervariasi dari 1.9 s.d. 27.2
Disfungsi anorektal adalah gejala dan tanda gangguan fungsi defekasi yang dapat
% , dengan estimasi rentang 12 s.d. 19 %. Pada kelompok usia di atas 65 tahun, 26
disebabkan oleh berbagai penyakit atau kelainan. Gejala klinik disfungsi anorektal
% laki-laki dan 34 % wanita mengeluh konstipasi.
meliputi inkontinensia, konstipasi, atau kombinasi keduanya.
Kedua jenis gejala ini merupakan masalah klinik utama di dalam pengelolaan
disfungsi anorektal, dan keduanya dapat pula dijumpai sebagai gejala kombinasi Etiologi
pada seseorang penderita. Agar supaya pengelolaannya berhasil dengan baik, maka 1. Etiologi Inkontinensia :
pemahaman yang mendalam tentang patofisiologi disfungsi anorektal sangat penting 1.1. Gastro-intestinal:
karena terapi kausatif dapat dilakukan berdasarkan hal tersebut. Melalui berbagai a) “overflow fecal impaction”
teknik pemeriksaan klinik, laboratorik dan pencitraan khusus, mekanisme b) Proctitis : Radiasi, ulserativa,
patofisiologi pada berbagai jenis penyakit yang menyebabkan disfungsi anorektal c) Karsinoma rekti
dapat dipahami dengan baik. Seiring dengan itu pula, diagnosis etiologi berbagai 1.2. Neurologik : stroke, dementia, multipel sclerosis.
penyakit penyebabnya dapat ditegakkan. Oleh karena itu, pemahaman fisiologi 1.3. Metabolik: Diabetes Mellitus.
defekasi dan patogenesis serta patofisiologi berbagai etiologi gangguan tersebut 1.4. Trauma:
menjadi dasar yang sangat esensial di dalam pengelolaannya, termasuk di dalam a) Otot-otot Sphincter ani
proses diagnostiknya. b) Partus,
c) Bedah anorektal, misalnya hemorrhoidektomi, fistulektomi, dll.
Epidemiologi d) Sexual abused
Disfungsi anorektal lebih banyak dijumpai pada kelompok lanjut usia. Inkontinesia 1.5. Anomali Kongenital
dapat menyebabkan kehidupan pribadi maupun sosial penderitanya menjadi sangat 1.6. Idiopatik
terganggu. Sedangkan, Konstipasi dapat ditemukan pada lebih 60 % kelompok
lanjut usia. Meskipun demikian, belum banyak masyarakat yang mengenal dan 2. Etiologi Konstipasi:
menganggapnya sebagai masalah yang mengganggu dan memerlukan pertolongan 2.1. Gangguan transport feses kolorektal:
dokter. Apalagi faktor budaya dan pandangan masyarakat terhadap kelompok ini a) Sekunder karena faktor struktural: tumor, striktura, volvulus, dan
yang berbeda-beda di berbagai kelompok masyarakat. Oleh karena itu, saat ini tidak penyakit pada sistem saraf enterik
jarang di berbagai negara insidensi gangguan ini tidak dilaporkan secara akurat. b) Obstruksi outlet:
Selain itu pula, pengetahuan ataupun interpretasi terhadap gejala inkontinensia Terdapat urgensi untuk defekasi, tetapi defekasi menjadi sulit dan
maupun konstipasi pada masyarakat awam maupun kalangan para dokter sendiri membutuhkan mengedan yang kuat. Hal ini bisa karena :
menimbulkan masalah di dalam menentukan prevalensinya, maupun diagnosis  Perubahan morfologik : rectal intussusepsi, prolaps atau
etiologi kelainan ini. Data epidemiologi diperlukan untuk memperoleh faktor rektocele.
etiologi maupun risiko yang akan dapat membantu akurasi diagnosis melalui  Gangguan fungsional : anismus (kontraksi paradox), penyakit
evaluasi klinik. Hirschsprung, dan desecending perineum syndrome.
Secara keseluruhan inkontinensia dapat dijumpai pada pria maupun perempuan c) Inersia kolon (slow transit )
dengan insidensi yang sama, namun di dalam sebuah survei di Amerika Serikat
diperoleh data bahwa inkontinensia mayor lebih banyak dijumpai pada perempuan. 2.2. Konstipasi ekstrakolon, penyebabnya adalah:
Prevalensi inkontinensia berkisar antara 1.4 s.d. 7 % dari laporan-laporan di a Penyakit sistemik: DM, hypo-thyroidisme
berbagai negara maju. Berdasarkan analisis multivarian, faktor risiko tertinggi b Panyakit neurologik
adalah perempuan, usia lanjut, kondisi kesehatan individu yang buruk, dan c Faktor psikologik
imobilisasi yang lama. d Obat-obatan
e Immobilisasi pasien
f Defisiensi diet
g Kebisaaan defekasi yg buruk
Berbagai jenis etiologi tersebut menyebabkan gangguan di dalam proses defekasi 3. Pemeriksaan laboratorik
normal melalui berbagai mekanisme yang berbeda. Namun demikian, secara umum Pemeriksaan patologi klinik terutama penting di dalam mendiagnosis penyebab
berbagai penyebab tersebut akan mempengaruhi faktor-faktor penting di dalam primer pada konstipasi yang sering disebabkan oleh kelainan metabolik, seperti
proses defekasi yang normal yaitu fungsi mental, volume dan konsistensi feses, diabetes mellitus, hiperkalsemia, hipotiroidi, dan hipokalemia. Oleh karena fasilitas
transit kolon, kemampuan distensibilitas rektum, fungsi sphincter ani, sensasi laboratorium telah tersedia di banyak pusat pelayanan kesehatan primer, maka
anorektal, dan berbagai refleks anorektal. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi pemeriksaan ini tentunya dapat dilakukan pada tahap pelayanan primer oleh dokter
berbagai etiologi tersebut bekerja dan mempengaruhi proses defekasi normal berada umum atau spesialis Bedah..
di luar jangkauan pembahasan makalah ini.
4. Pemeriksaan khusus:
Pendekatan Diagnostik Pemeriksaan spesifik meliputi pemeriksaan pencitraan seperti radiografi,
Sebagai langkah awal di dalam proses penegakan diagnosis disfungsi anorektal ultrasonografi, dan kedokteran nuklir, maupun pemeriksaan fungsi saraf, otot,
adalah penetapan kriteria diagnosis standar baik untuk gejala inkontinensia maupun maupun fungsi defekasi. Pemeriksaan khusus ini berguna untuk eksklusi penyakit
konstipasi. Hal ini sangat penting, mengingat sampai dengan saat ini terdapat banyak atau kelainan struktural anorektal dan konfirmasi etiologi penyakit atau kelainan
kriteria yang dijadikan definisi untuk kedua kelainan tersebut. Kriteria standar fungsional anorektal. Berbagai jenis pemeriksaan khusus ini membutuhkan sarana
berguna untuk kesamaan pelaporan dan interpretasi hasil diagnostik maupun dan prasarana khusus, serta sumber daya manusia dengan kualifikasi tertentu. Selain
terapinya. Secara prinsip proses diagnosis selanjutnya adalah tidak berbeda dengan itu, beberapa pemeriksaan membutuhkan biaya yang tidak kecil, sehingga pada
penyakit-penyakit lainnya yaitu melalui tahapan sebagai berikut: umumnya fasilitas ini hanya dimiliki oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan
subspesialistik yang berbentuk suatu pusat diagnostik dan laboratorium penyakit
1. Anamnesis: kolorektal. Oleh karena itu, pemeriksaan khusus sebaiknya dilakukan di pusat-pusat
Anamnesis yang tepat dan lengkap sangat berperanan di dalam penegakan kriteria pelayanan tersier (subspesialistik).
diagnosis gejala atau keluhan utama. Meskipun demikian, komunikasi terhadap
pasien tentang hal ini tidak selalu mudah mengingat mayoritas pasien sudah berusia Diagnosis Inkontinensia
lanjut. Di dalam deskripsi keluhan utama penting sekali untuk menjelaskan terhadap Kriteria diagnosis inkontinensia berdasarkan American Gastroenterological
pasien mengenai jenis keluhan yang ditanyakan. Untuk dapat meningkatkan Association (AGA) adalah pasase material feses (>10 ml) yang tak terkontrol dan
jangkauan pelayanan terhadap disfungsi anorektal di masyarakat, maka kemampuan terjadi secara kontinu atau berulang selama paling sedikit 1 bulan pada
anamnesis para dokter dan perawat di dalam masalah ini pada tahap pelayanan seseorang berusia > 3 atau 4 (berdasarkan American Psychiatric Association)
primer sangat perlu ditingkatkan. Apalagi saat ini, dengan adanya sistem dokter tahun.
keluarga dan referal rumah sakit yang baik, kasus-kasus yang memang Kriteria ini penting sekali diketahui oleh setiap dokter yang bekerja baik pada
membutuhkan rujukan ke tingkat pelayanan sekunder maupun tersier dapat tingkat pelayanan primer, maupun tersier yaitu para dokter subspesialis, sehingga
terseleksi dengan baik. Oleh karena itu para dokter keluarga maupun spesialis bedah terdapat definisi yang sama di dalam pelaporan kasus-kasus inkontinensia secara
umum sudah saatnya dapat mengenal masalah ini dengan baik melalui proses internasional.
pelatihan ataupun pendidikan di dalam kurikulum pendidikannya. Berdasarkan derajat klinik , inkontinensia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Inkontinensia minor:
2. Pemeriksaan Fisik adalah inkontinensia pada gas (flatus) atau feses cair yang sering ditemukan
Pemeriksaan status generalis penting untuk mendeteksi tanda-tanda penyakit membasahi pakaian dalam.
sistemik maupun metabolik yang mungkin dapat menjadi etiologi disfungsi
anorektal. Namun demikian, pemeriksaan anorektal dan abdomen lebih mempunyai
 Inkontinensia mayor:
peranan penting, baik untuk mengevaluasi kelainan neurologik ataupun diagnosis
adalah inkontinensia pada feses padat dan evakuasi feses secara spontan tanpa
eksklusi berbagai penyakit atau kelainan anorektal struktural. Beberapa prosedur disadari penderita.
pemeriksaan fisik sederhana dapat memberikan petunjuk berbagai kelainan
fungsional, meskipun akurasinya rendah dan sangat bergantung pada pengalaman
pemeriksa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan colok dubur
tidak mempunyai korelasi yang kuat dengan pemeriksaan fungsi anorektal yang
objektif.
Evaluasi pasien dengan keluhan inkontinensia dimulai dengan pemeriksaan Penilaian sensasi rectum yang berkorelasi langsung dengan inkontinensia adalah
anamnesis dan fisik diagnostik batas ambang awal timbulnya sensasi rectum oleh adanya balon pada
Anamnesis pemeriksaan tersebut. Batas ambang ini penting untuk penggunaan terapi
Di dalam proses anamnesis beberapa hal penting yang harus diketahui adalah biofeedback, penderita dengan batas ambang yang buruk tidak akan mendapat
deskripsi dari gejala inkontinensia yaitu onset, durasi, dan frekuensi inkontinensia, manfaat dari terapi biofeedback. Parameter lainnya tidak memiliki korelasi yang
kualitas feses (solid atau cair), penggunaan pad, frekuensi defekasi, adanya rasa signifikan di dalam pengelolaan inkontinensia.
urgensi, dan efeknya terhadap kehidupan sehari-hari.
Perlu juga diketahui riwayat kelainan atau penyakit sebelumnya yang mungkin dapat b). Pudendal nerve terminal latency(PTNL)
menjadi faktor etiologi, yaitu trauma (terutama saat partus pada wanita), bedah Alat ini mengukur lama waktu yang diperlukan untuk merangsang kontraksi otot
anorektal sebelumnya, penyakit Diabetes Mellitus, gejala gangguan neurologik, sphincter ani externa setelah dirangsangnya nervus pudendus oleh elektroda. Jika
riwayat radiasi, diare/konstipasi sebelumnya, serta kelainan pelvic lainnya seperti terdapat perlambatan > 2 milidetik, terdapat kerusakan saraf tersebut. Walaupun
adanya gejala inkontinensia urinae. demikian, tidak terdapat korelasi yang kuat antara gejala klinik dengan temuan
histologi.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum ditujukan untuk mencari gejala/tanda penyakit yang c) Ultrasonografi endorektal
berkaitan dengan penyakit sistemik atau metabolik. Di luar hal tersebut, Dewasa ini ultrasonografi endorektal memiliki peranan penting di dalam
pemeriksaan umum tidak memberikan informasi penting di dalam penegakan diagnosis inkontinensia, karena secara akurat dapat mendeteksi adanya defek
diagnosis dibandingkan dengan pemeriksaan lokal pada daerah anorektal. struktural otot-otot sphincter, dinding rectum, dan otot puborektalis. Selain itu,
Pemeriksaan fisik pada daerah anorektal dimulai dengan inspeksi daerah perineal alat ini mudah penggunaannya, invasive minimal, biayanya relatif terjangkau,
dan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan colok dubur. Dengan inspeksi dapat serta telah cukup tersedia di berbagai rumah sakit. Alat ini sangat akurat di dalam
diidentifikasi adanya dermatitis akibat inkontinesia kronik, fistula ani, prolaps mendiagnosis adanya rupture otot-otot sphincter pada penderita yang
hemorrhoid, dan rektum. Sedangkan tujuan pemeriksaan colok dubur adalah untuk menunjukkan adannya kemungkinan kerusakan sphincter tersembunyi pada
menilai tonus sphincter ani, gerakan dan sudut otot puborectalis, proses penurunan pemeriksaan manometri. Gambaran normal maupun adanya defek pada otot
dasar pelvic, squeeze response, eksklusi kelainan struktural, dan skibala. sphincter pada pemeriksaan ini dapat dilihat pada gambar 1., dan 2.

Pemeriksaan khusus
Selain untuk konfirmasi diagnostik etiologi disfungsi anorektal, pemeriksaan khusus
diperlukan untuk eksklusi kelainan struktural yang dapat menyebabkan keluhan
inkontinensia. Pemeriksaan feses harus dilakukan pada pasien dengan adanya
riwayat diarrhea. Visualisasi seluruh kolon dan rektum sebaiknya dilakukan baik
dengan kolonoskopi, atau pun prokto-sigmoidoskopi. Apabila pemeriksaan-
pemeriksaan tersebut tidak menunjukkan adanya kelainan struktural, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan fungsi kolorektal. Gambar 1. : Gambaran lapisan dinding rectum dengan otot-otot sphincter normal
pada pemeriksaan ultrasonografi endorektal.
a). Manometri anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal dapat mengevaluasi tekanan anal maksimal
pada saat istirahat, amplitudo dan durasi squeeze pressure otot-otot sphincter,
refleks inhibisi rektoanal, batas ambang sensasi rectum volunter, rectal
compliance, serta tekanan rectum dan sphincter ani pada saat mengedan.
Parameter penting yang memiliki korelasi dengan inkontinensia adalah adanya
tekanan sphincter yang rendah pada saat istirahat menunjukkan adanya disfungsi
otot sphincter ani interna, sedangkan penurunan squeeze pressure memberi
petunjuk adanya disfungsi otot sphincter ani eksterna. Prolapsus rekti dapat
terjadi pada tekanan yang sangat rendah.
Gambar 2A, Gambar 2B.
Gambar 2. : Pencitraan oleh ultrasonografi endorektal.Gambar 2 A., menunjukkan Diagnosis Konstipasi
adanya robekan moderat pada otot sphincter externa. Gambar 2B menunjukkan
defek pada kedua lapisan otot sphincter anterior, yaitu sphincter interna dan eksterna Kriteria diagnosis konstipasi menurut konsesus internasional (Rome II) dan
sebagai akibat persalinan. rekomendasi American Gastroenterological Association adalah ditemukannya dua
atau lebih kriteria sebagai berikut paling sedikit selama 12 minggu:
d) Defekografi : a) Mengedan pada paling sedikit 25 % defekasi.
Pemeriksaan ini tidak banyak berguna, kecuali pada pasien inkontinensia yang b) Perasaan evakuasi inkomplit pada paling sedikit 25% defekasi.
disertai oleh prolapsus rekti/rektocele. c) Sensasi obstruksi anorektal pada paling sedikit 25% defekasi.
d) Membutuhkan manuver manual untuk membantu evakuasi pada paling sedikit
e). Elektromyografi: 25% defekasi
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan elektroda jarum atau e) Feses keras pada paling sedikit 25% defekasi.
permukaan pada otot-otot sphincter untuk mengevaluasi kemungkinan adanya f) Defekasi kurang dari 3 kali dalam seminggu.
kerusakan neurogenik atau myopathi yang menyebabkan keluhan inkontinensia.
Pemeriksaan ini dirasakan kurang nyaman, sehingga sudah banyak ditinggalkan, Menurut Wald, sebagai tambahan adalah bahwa konstipasi tidak dapat ditegakkan
serta saat ini ultrasonografi endorektal telah menggantikan pemeriksaan ini. apa bila pada defekasinya ditemukan pula feses cair atau lembek, dan seluruh
kriteria diagnosis irritable bowel syndrome terpenuhi.(lihat tabel 1.)
Ringkasan algoritma evaluasi diagnostik inkontinensia dapat dilihat pada gambar 3.:
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab pendekatan diagnosis, prosedur penegakan
diagnosis meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
Anamnesis
Bagian penting di dalam anamnesis adalah mengetahui perjalanan keluhan
konstipasi, yaitu dengan mencatat onset dan durasi keluhan tersebut. Pengamatan
dan catatan frekuensi defekasi selama dua minggu dapat membantu menegakkan
diagnosis konstipasi, jika terdapat keraguan di dalam konsep dan persepsi pasien
tentang hal tersebut. Tidak jarang, keluhan yang dianggap sebagai konstipasi oleh
pasien, sesungguhnya masih dalam batas frekuensi defekasi pada orang normal.
Selanjutnya perlu diperhatikan riwayat yang berhubungan dengan penyebab
sekunder yang berupa etiologi ekstrakolon. Riwayat penggunaan obat-obatan yang
dapat menyebabkan konstipasi perlu diketahui dan dicatat hubungan antara saat
penggunaan obat pertama kali dengan munculnya keluhan.( tabel 2.)

Berbagai gejala yang disebabkan oleh berbagai penyakit sistemik atau neurologik
yang mungkin menyebabkan konstipasi harus ditanyakan di dalam anamnesis.
Selain itu, berbagai gejala yang mungkin berhubungan dengan adanya penyakit atau
gangguan struktural (anatomik) seperti misalnya nyeri abdomen atau perdarahan per
anum perlu juga dicari. Adanya mengedan yang berlebihan dan sensasi evakuasi
yang inkomplit setelah defekasi perlu juga ditanyakan. Keluhan anemia pun dapat
menjadi petunjuk adanya penyebab struktural pada kolon atau rectum.
Apabila pada anamnesis terdapat keluhan-keluhan dan tanda-tanda memberikan
kemungkinan adanya penyebab struktural, maka pemeriksaan selanjutnya untuk
konfirmasi ataupun menyingkirkan kemungkinan etiologi kelainan anatomic perlu
dilakukan, baik berupa pemeriksaan fisik diagnostik, maupun pemeriksaan khusus
Gambar 3.: Algoritma evaluasi diagnostik inkontinensia (Dikutip dari Stendal , C. lainnya.
Colonic and anorectal disorders, in Stendal C (Ed), Practical Guide to
Gastrointestinal Function Testing, Blackwell Science, 1997: 91 – 111.)
A. Tabel 1.: Kiriteria diagnostik Rome II untuk IBS(Irritable Bowel Syndrome) Tabel 2.; Obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi
dan konstipasi fungsional kronik Analgesik
Anticholinergik Antispasmodik
IBS Konstipasi kronik Anti depessan
Antipsikotik
At least 12 weeks, which need not be Loose stools are not present and there are Agen yang mengandung Suplemen besi
consecutive, in the preceding 12 insufficient criteria for IBS. kation Alumunium (antacid, sucralfate)
months of abdominal discomfort or At least 12 weeks, which need not be Agen yang Opiat
pain that has 2 of the 3 following consecutive, in the preceding 12 months of mengaktifkan system Antihipertensi
features: 2 of the following: saraf Bloker ganglionik
Vinca alkaloid
Calcium channel blockers
5HT3 antagonist
Relieved with defecation and/or Straining > 25% of the time

Onset associated with a change in Lumpy or hard stools > 25% of defecations
frequency of stool and/or Pemeriksaan fisik:
Meskipun pemeriksaan status generalis tidak memberikan banyak informasi pada
Onset associated with a change in Sensation of incomplete evacuation > 25% penderita konstipasi kronik, tahapan ini tidak boleh dilewati, karena apabila terdapat
form (appearance) of stool. of defecations tanda-tanda gangguan atau penyakit sistemik/metabolik atau neurologik dapat
teridentifikasi. Apabila terdapat kecurigaan terhadap penyebab neurologik,
Sensation of anorectal pemeriksaan saraf autonom harus dilakukan dengan lengkap.
obstruction/blockage > 25% of defecations Pemeriksaan regio abdomen penting sekali dilakukan untuk mengidentifikasi
kemungkinan adanya tanda-tanda distensi usus, scar operasi, maupun skibala.
Symptoms that cumulatively support Manual maneuvers to facilitate > 25% of Tanda-tanda obstruksi usus mekanik juga perlu diperhatikan.
the diagnosis of IBS include: defecations Seperti halnya pada pemeriksaan anorektal untuk inkontinensia, inspeksi daerah
anorektal dan pemeriksaan colok dubur pun harus dilakukan. Pada inspeksi harus
 Abnormal stool frequency diidentifikasi kemungkinan terdapatnya tanda-tanda asymetric anal opening
(> 3 per day or < 3 per (gaping), fissura ani dan hemorrhoid yang prolaps. Penilaian Anal wink reflex juga
week) harus dilakukan untuk menilai adanya gangguan neurologik. Sedangkan pada
pemeriksaan colok dubur dilakukan pemeriksaan kontraksi otot pubo-rectalis dan
 Abnormal stool form sphincter externa ketika pasien mengedan untuk mengidentifikasi pasien dengan
(hard/lumpy or dyssynergia pelvic floor.
loose/watery)
Pemeriksaan khusus
 Abnormal stool passage Pemeriksaan alat bantu khusus, terutama yang bersifat pencitraan bermanfaat untuk
menyingkirkan penyebab struktural pada kolon dan rectum. Sebaliknya,
 Passage of mucus pemeriksaan fungsional dapat memberikan konfirmasi diagnostik adanya disfungsi
anorektal.
 Bloating or feeling of
a) Endoskopi:
abdominal distension
Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi adalah metode diagnostik terbaik
untuk mengidentifikasi lesi-lesi yang menyebabkan striktura atau obstruksi pada
< 3 defecations per week
kolon dan rectum. Kelebihan lainnya, pada keduanya dapat dilakukan biopsy
pada setiap lesi yang dicurigai dan sekaligus bisa dilakukan tindakan terapeutik,
seperti polipektomi. Kolonoskopi memberikan hasil diagnostik yang lebih baik
untuk kasus-kasus yang disertai anemia atau perdarahan per anum tersamar.
b) Radiografi Pada keadaan pelvic floor dyssynergia tekanan sphincter ani eksterna meningkat
Foto polos abdomen berguna di dalam mendeteksi adanya retensi feses di kolon manakala terjadi peningkatan intrarektal dan ekspulsi feses yang seharusnya
yang dapat menjadi petunjuk adanya megakolon, serta monitor hasil menurun ketika proses defekasi normal terjadi. Diskoordinasi kedua tekanan
pembersihan kolon pada pasien dengan skibala.Enema barium bermanfaat untuk inilah yang menyebabkan gangguan defekasi.
mengidentifikasi perubahan struktural kolon dan adanya mega kolon atau
rectum, serta memerlukan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan f) Balloon test (expulsion test)
kolonoskopi. Pemeriksaan inipun memberikan gambaran khas pada penyakit Ini test yang sangat sederhana, yaitu memasukkan balon yang diisi air hingga
Hirschsprung oleh adanya gambaran transisi antara bagian kolon atau rectum 150 ml ke dalam rectum, kemudian dinilai kemapuan ekspulsi balon tersebut
yang aganglionik dengan daerah usus yang berdilatasi pada bagian proksimalnya. keluar dari rectum. Pada keadaan normal tidak akan terdapat kesulitan untuk
melakukan ekspulsi balon tersebut.
c) Colon transit studies
Dengan mempergunakan zat radiofarmaka yang ditelan sebagai marka dan g) Electromyografi
dipantau perjalanannya pada kolon dan rektum melalui radiografi, maka waktu Pemeriksaan ini dapat ditambahkan pada pemeriksaan manometri untuk menilai
transit feses pada kolon dan rectum dapat dinilai, setelah pasien memperoleh diet otot puborectalis dan sphincter ani eksterna. Pada keadaan anismus terdapat
tinggi serat, serta tidak diberikan laksatif, enema dan obat-obatan yang dapat keadaan paradox yaitu peningkatan aktivitas otot-otot tersebut pada saat defekasi
mempengaruhi fungsi kolon dan rectum. Interpretasi pemeriksaan ini adalah yang seharusnya menurun pada keadaan normal.
sebagai berikut:
 Jika terdapat perlambatan transit di kolon kanan, maka disimpulkan bahwa h) Pudendal nerve terminal motor latency
kolon mengalami inersia. Alat ini mengukur lama waktu yang diperlukan untuk merangsang kontraksi otot
 Apabila radiofarmaka dapat menjalani transit pada kolon dengan secara sphincter ani externa setelah dirangsangnya nervus pudendus oleh elektroda
normal dan timbul stagnasi di rectum, maka terdapat perlambatan pada outlet. secara trans rektal. Jika terdapat perlambatan > 2 milidetik, terdapat kerusakan
 Mayoritas pasien dengan konstipasi kronik menunjukkan transit kolon yang saraf tersebut. Kerusakan saraf tersebut terjadi pada keadaan descending
normal. perineum syndrome. Kerusakan saraf bisa disebabkan oleh persalinan per
vaginam atau mengedan hebat pada anus sempit dalam waktu lama.
d) Defekografi
Pemeriksaan ini menilai proses defekasi pasien dengan cara memasukkan barium
padat seperti feses ke dalam rectum, kemudian proses evakuasi dari rectum
dipantau melalui fluoroskopi atau pita video ketika pasien duduk di atas toilet
yang didesain khusus untuk pemeriksaan ini. Evaluasi yang dapat dilakukan
melalui teknik ini adalah struktur anorektal, sudut anorektal, baik pada keadaan
istirahat maupun ekspulsi barium dari rectum. Kelainan yang dapat diidentifikasi
adalah pelvic floor dyssyinergia, intussuscepsi, prolaps rekti, rektocele, dan
obstruksi fungsional. Dengan menggunakan videomanometri, rekaman
perubahan tekanan akan dinilai korelasinya dengan defekografi. Interpretasi hasil
pemeriksaan ini membutuhkan tingkat pengalaman yang tinggi, sehingga variasi
hasil interpretasi para ahli radiologinya dapat lebih rendah.

e) Manometri anorektal
Parameter yang berguna pada pemeriksaan konstipasi adalah sensasi rectum dan
compliancenya, relaksasi sphincter interna, dan pola manometri ketika ekspulsi
alat (pseudodefekasi). Manometri akan dapat menyingkirkan diagnosis penyakit
Hirschsprung, apabila ketika muncul distensi rectum, otot sphincter ani interna
akan mengalami relaksasi.
AP ENDISITIS
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection
Apendisitis akut dapat terjadi pada semua umur. Pada anak sering terjadi sekitar
2002 umur 6-10 tahun. Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan
hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara
anak, orang tua dan dokter. Sebagian besar anak belum mampu untuk
Apendisitis akut adalah infeksi bacterial pada apendiks vermiformis. Apendisitis mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada
akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera untuk umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi negatif sebesar 20%
mencegah komplikasi yang lebih buruk Jika telah terjadi perforasi, maka komplikasi dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran, 1996).
dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan komplikasi Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah
pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi. membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan
Di Amerika Serikat ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor
setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1975 – 1991. Terdapat 15 – 30 persen (30 – 45 Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan
persen pada wanita) gambaran histopatologi yang normal pada hasil apendektomi. dengan mudah, cepat dan kurang invasif . Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat
Keadaan ini menambah komplikasi pascaoperasi, seperti adhesi, konsekuensi beban sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan
sosial-ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja, dan produktivitas. laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan praoperasi dan untuk menilai
Tingkat akurasi diagnosis apendisitis akut berkisar 76 – 92 persen. Pemakaian derajat keparahan apendisitis (Alvarado, 1986; Rice, 1999). Instrumen lain yang
laparoskopi, ultrasonografi, dan Computed Tomography Scanning (CT-scan), adalah sering dipakai pada apendisitis akut anak adalah klasifikasi klinikopatologi dari
dalam usaha meningkatkan akurasi diagnosis apendisitis akut. Beberapa Cloud. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan gejala klinis dan temuan
pemeriksaan laboratorium dasar masih banyak digunakan dalam diagnosis durante operasi (Cloud, 1993). Morbiditas dan mortalitas apendisitis akut anak
penunjang apendisitis akut. C-rective protein (CRP), jumlah sel leukosit, dan hitung masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan keterlambatan diagnosis dan penanganan
jenis se neutrofil (differential count) adalah petanda yang sensitif proses inflamasi. pembedahan, pembedahan yang terlambat mungkin tetap berhubungan dengan
Pemeriksaan ini sangat mudah, cepat, dan murah untuk Rumah Sakit di daerah. CRP perforasi. Sebagian besar penderita dengan risiko apendisitis perforasi
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4 – 6 jam setelah mempunyai skor Alvarado yang tinggi
terjadinya proses inflamasi, yang dapat dilihat dengan melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80 - 90% dan lebih
dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak Epidemiologi
memerlukan waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah. Sejarah apendisitis dimulai pada tahun 1827 oleh Melier yang pertama kali
menyebutkan proses inflamasi di sekum dengan typhlitis atau perityphlitis.
Nyeri abdomen akut di luar sebab trauma memberikan banyak kemungkinan Sebelumnya pada tahun 1735, Claudius Amyant melakukan apendektomi pertama
diagnosis. Untuk menetapkan diagnosisnya kadangkala sangat sulit sehingga kali pada saat operasi hernia inguinal. Kemudian Reginald H dan Fitz adalah orang
berdampak pada morbiditas penderita. pertama yang memeriksa apendiks secara histopatologi dari hasil operasi. Sejarah
Dombal (1990) mengemukakan bahwa akurasi diagnosis pada nyeri abdomen akut modern apendisitis dimulai dari tulisan klasik Charles McBurney tahun 1889, yang
hanyalah 45-65%. Penderita abdomen akut umumnya terlambat masuk ke Rumah dipublikasikan dalam New York Surgical Society on Nov 13,1889. McBurney
Sakit, sehingga biasanya sudah disertai macam-macam penyulit yang perlu diatasi mendiskripsikan inflamasi akut di kuadran kanan bawah biasanya disebabkan oleh
lebih dahulu dan memerlukan penanganan yang lebih kompleks. Keterlambatan apendisitis, yang sebelumnya disebut oleh Melier dengan typhlitis atau perityphlitis
dapat disebabkan oleh ketidaktahuan atau penderita tidak mengerti, atau Angka mortalitas yang tinggi dari apendisitis akut mengalami penurunan dalam
keterlambatan disebabkan oleh dokter yang tidak melakukan diagnosis atau bahkan beberapa dekade. Hawk et al, membandingkan kasus apendisitis akut pada periode
membuat diagnosis yang salah, atau keterlambatan disebabkan oleh penanggulangan 1933 – 1937 dengan 1943 – 1948. Angka mortalitas pasien apendisitis akut dengan
yang terlambat di Rumah Sakit peritonitis local menurun dari 5% menjadi 0%. Angka mortalitas pasien apendisitis
akut dengan peritonitis umum menurun dari 40,6% menjadi 7,5%. Pada tahun 1930,
Nyeri abdomen pada anak disebabkan oleh kecerobohan diet atau infeksi saluran 15 kasus meninggal karena apendisitis dari 100 ribu populasi, sedangkan 30 tahun
pencernaan, namun dokter harus selalu mempertimbangkan adanya apendisitis akut kemudian hanya 1 kasus meninggal dari 100 ribu polpulasi. Pada tahun 1977,
karena hal tersebut merupakan kasus abdomen akut yang paling penting dan paling mortalitas pasien dengan apendisitis akut tanpa perforasi 0,1% – 0,6% dan dengan
banyak pada anak perforasi 5%
(65,28%), pelvikal (31,01%), subsekal (2,26%), preileal (1%) dan postileal serta
Apendiks Vermiformis parakolika kanan (0,4%) (Schwartz, 1990).
Pada 65% kasus apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan apendiks
Apendiks sebagai bagian dari sistem pencernaan mulai diterangkan secara
memungkinkan bergerak dalam ruang geraknya tergantung pada panjangnya
tersendiri pada awal abad 16. Adalah seorang pelukis Italia terkenal yang bernama
mesoapendiks. Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal yaitu di
Leonardo da Vinci yang pertamakali menggambarkan apendiks sebagai organ
belakang sekum, dibelakang kolon askenden atau tepi lateral kolon askenden. Gejala
tersendiri. Pada waktu itu disebutnya orecchio yang berarti telinga. Sebelumnya
klinis apendisitis ditentukan oleh letak dari apendiks. Pada posisi retrosekal, kadang-
apendisitis hanya dapat dibuktikan dengan dilakukannya bedah jenasah. Pada tahun
kadang appendiks menjulang kekranial ke arah ren dekster, sehingga keluhan
1736 oleh Amyand, seorang dokter bedah Inggris, berhasil dilakukan operasi
penderita adalah nyeri di regio flank kanan. Dan kadang diperlukan palpasi yang
pengangkatan apendiks pada saat melakukan operasi hernia pada anak laki-laki.
agak dalam pada keadaan tertentu karena appendiks yang mengalami inflamasi ini
Dialah yang dikenal sebagai orang yang pertamakali melakukan operasi
secara kebetulan terlindungi oleh sekum yang biasanya mengalami sedikit dilatasi
apendektomi .
Letak appendik mungkin juga bisa di regio kiri bawah hal ini dipakai untuk penanda
Istilah apendisitis pertamakali digunakan oleh Reginal Fitz, 1886, seorang profesor
kemungkinan adanya dekstrokardia. Kadang pula panjang appendiks sampai
patologi anatomi dari Harvard, untuk menyebut proses peradangan yang biasanya
melintasi linea mediana abdomen, sehingga bila organ ini meradang mengakibatkan
disertai ulserasi dan perforasi pada apendiks. Tiga tahun kemudian (1889), Charles
nyeri perut kiri bawah. Juga pada kasus-kasus malrotasi usus kadang appendiks bisa
Mc Burney seorang profesor bedah dari universitas Columbia menemukan titik
sampai diregio epigastrum, berdekatan dengan gaster atau hepar lobus kanan.
nyeri tekan maksimal dengan melakukan penekanan pada satu jari yaitu tepat di
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar antara
1,5-2 inchi dari spina iliaca anterior superior (SIAS) yang ditarik garis lurus dari
2-22 cm. Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan
SIAS tersebut ke umbilikus. Titik tersebut kemudian dikenal sebagai titik Mc
ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut
Burney
terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda untuk mencari basis
apendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan ke
Anatomi dan Embriologi dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut dengan titik Mc
Sistem digestif yang secara embriologi berasal dari midgut meliputi duodenum Burney. Kira-kira 5% penderita mempunyai apendiks yang melingkar ke belakang
distal muara duktus koledukus, usus halus, sekum dan apendiks, kolon asendens, sekum dan naik (ke arah kranial) pada posisi retroperitoneal di belakang kolon
dan ½ sampai ¾ bagian oral kolon transversum. Premordium sekum dan apendiks askenden. Apabila sekum gagal mengalami rotasi normal mungkin apendiks bisa
Vermiformis (cecal diverticulum) mulai tumbuh pada umur 6 minggu kehamilan, terletak di mana saja di dalam kavum abdomen. Pada anak-anak apendiks lebih
yaitu penonjolan dari tepi antimesenterium lengkung midgut bagian kaudal. Selama panjang dan lebih tipis daripada dewasa oleh karena itu pada peradangan
perkembangan antenatal dan postnatal, kecepatan pertumbuhan sekum melebihi akan lebih mudah mengalami perforasi. Sampai umur kurang lebih 10 tahun,
kecepatan pertumbuhan apendiks, sehingga menggeser apendiks ke arah medial di omentum mayus masih tipis, pendek dan lembut serta belum mampu membentuk
depan katup ileosekal. Apendiks mengalami pertumbuhan memanjang dari distal pertahanan atau pendindingan (walling off) pada perforasi, sehingga peritonitis
sekum selama kehamilan. Selama masa pertumbuhan bayi, terjadi juga pertumbuhan umum karena apendisitis akut lebih umum terjadi pada anak-anak daripada dewasa
bagian kanan-depan sekum, akibatnya apendiks mengalami rotasi kearah postero- (Raffensperger. Apendiks kekurangan sakulasi dan mempunyai lapisan otot
medial dan menetap pada posisi tersebut yaitu 2,5 cm dibawah katup ileosekal, longitudinal, mukosanya diinfiltrasi jaringan limfoid. Pada bayi apendiks berbentuk
sehingga pangkal apendiks di sisi medial. Organ ini merupakan organ yang tidak kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini
mempunyai kedudukan yang menetap didalam rongga abdomen. Hubungan pangkal memungkinkan menjadi sebab rendahnya kasus apendisitis pada umur tersebut ,
apendiks ke sekum relatif konstan, sedangkan ujung dari apendiks bisa ditemukan 1990).
pada posisi retrosekal, pelvikal, subsekal, preileal atau parakolika kanan. Posisi Apendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan apeksnya
apendiks retrosekal paling banyak ditemukan yaitu 64% kasus. menempel pada sekum. Apendiks pada bayi berbentuk konikal. Panjang apendiks
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa bervariasi dari 2 – 20 cm dengan panjang rata-rata 6 – 9 cm. Diameter masuk
dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh lumen apendiks antara 0,5 – 15 mm. Lapisan epitel lumen apendiks seperti pada
darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa epitel kolon tetapi kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Apendiks
yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila mempunyai lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang
letak apendiks retrosekal maka tidak tertutup oleh peritoneum viscerale (Soybel, merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar
2001). Menurut Wakeley (1997) lokasi apendiks adalah sebagai berikut: retrosekal berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 tenia koli
diperbatasan antara sekum dan apendiks. Pada masa bayi folikel kelenjar limfe
submukosa masih ada. Folikel ini jumlahnya terus meningkat sampai puncaknya
berjumlah sekitar 200 pada usia 12 – 20 tahun. Malrotasi atau maldesesnsus dari sekum akan mengakibatkan kelainan letak dari
Setelah usia 30 tahun ada pengurangan jumlah folikel sampai setengahnya, dan apendiks sehingga mungkin saja terletak disepanjang daerah fossa iliaka kanan dan
berangsur menghilang pada usia 60 tahun. Mesoapendiks terletak dibelakang ileum area infrasplenik kiri. Dalam hal terdapat transposisi dari visera maka apendiks
terminal yang bergabung dengan mesenterium intestinal. dapat terletak di kwadran kiri bawah. Mengingat akan kemungkinan-kemungkinan
Vaskularisasi appendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika berupa kelainan posisi atau letak sekum ini sangat penting, karena hal ini sering
appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks, mendatangkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila terjadi peradangan pada
sehingga apabila terjadi trombus pada appendiksitis akuta akan berakibat berbentuk apendiks tersebut. Suatu anomaly yang sangat jarang terjadi adalah duplikasi
gangren, dan bahkan perforasi dari appendiks tersebut. Arteri apendikuler adalah apendiks seperti dikemukakan oleh Green. Sementara menurut Waugh duplikasi
cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. apendiks ini tidak ada hubungannya dengan duplikasi sekum. Kedua apendiks
Kadang-kadang pada mesenterium yang inkomplet, arteri ini terletak panda dinding mungkin terbungkus dalam sarung fibrous dan dikelilingi oleh satu lapisan otot dan
sekum. Pada mesoapendiks yang pendek dapat berakibat apendiks yang terfiksir rongganya mungkin berhubungan sebagian atau seluruhnya atau mungkin berasal
(immobile). Kadang-kadang arteri apendikularis berjumlah dua. . Namun demikian secara terpisah dari sekum. Ada yang berpendapat bahwa apendiks yang kedua
pangkal appendik ternyata mendapatkan vaskularisasi tambahan dari cabang-cabang merupakan suatu divertikel sekum yang kongenital.
kecil arteri sekalis anterior dan posterior . Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang sempit
Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan diri ke vena dan seperti traktus intestinalis lainnya secara normal berisi bakteri, resiko stagnasi
mesenterika superior. Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke lymfonodi dari isi apendiks yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan
ileosekal Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua noduli limfatisi adanya suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan
yang terletak pada mesoapendiks. Dari sini cairan limfe berjalan melalui sejumlah valvula Gerlach . Dengan adanya benda-benda asing yang terperangkap dalam
noduli limfatisi mesenterika untuk mencapai noduli limfatisi mesenterika superior. lumen apendiks, posisinya yang mobil, dan adanya kinking, bands, adhesi dan lain-
Syaraf apendiks berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari lain keadaan yang menyebabkan angulasi dari apendiks, maka keadaan akan
pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri semakin diperburuk. Banyaknya jaringan limfoid pada dindingnya juga akan
visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla mempermudah terjadinya infeksi pada apendiks.
spinalis setinggi segmen torakal X karena itu nyeri visceral pada apendiks bermula Organ lain di luar apendiks yang mempunyai peranan besar apabila terjadi
disekitar umbilikus. peradangan apendiks adalah omentum. Ini merupakan salah satu alat pertahanan
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan tubuh apabila terjadi suatu proses intraabdominal termasuk apendiks. Pada umur
ke dalam lumen dan selanjutnya dicurahkan ke sekum dibawah 10 tahun pertumbuhan omentum ini pada umumnya belum sempurna,
masih tipis dan pendek, sehingga belum dapat mencapai apensdiks apabila terjadi
Menurut Tranggono (1989) mempelajari posisi anatomi apendiks vermiformis peradangan apendiks. Hal inilah yang merupakan salah satu sebab lebih mudah
meliputi pembahasan secara topografi yaitu : terjadi perforasi dan peritonitis umum pada apendisitis anak.
1. Holotopi
Holotopi adalah posisi yang sebenarnya dari suatu organ pada tubuh manusia. Catatan-------------------------------------------------------------
Apendiks vermiformis terletak di kwadran kanan bawah dan di region iliaka Appendiks vermiformis (umbai cacing) terletak pada puncak caecum , pada
kanan. pertemuan ke-3 tinea coli yaitu :
.
 Taenia libera
2. Skeletopi  Taenia omentalis
Skeletopi adalah posisi organ manusia menunjuk pada kerangka atau tulang.
 Taenia mesocolica
Pangkal apendiks vermiformis terletak pada perpotongan garis interspinal
dengan garis lateral vertikal dari titik pertengahan ligamentum inguinale dan Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat
ventral fossa iliaka kanan Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula
appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumen bagian
3. Sintopi. proksimal menyempit , bagian distal melebar. Hal ini berlawanan pada bayi,
Sintopi adalah posisi organ terhadap organ-organ disekitarnya, Apendiks sehingga menyebabkan rendahnya insidensi appendisitis pada usia tersebut.
vermiformis di sebelah bawah sekum di ventral ureter kanan, a. testikularis
kanan, bisa di depan ileum atau dibelakang ileum.
Secara histologis mempunyai 4 lapisan yaitu tunika :
 Mukosa
 Sub mukosa  banyak terdapat limfoid
 Muskularis
Terdapat Stratum circulare(dalam) dan stratum longitudinale (luar), stratum
longitunale merupakan gabungan dari ke-3 taenia coli.
 Serosa  hanya pada appendiks letak intraperitoneal

Posisi appendik :
1. Ileocecal
2. Antecaecal  di depan caecum
3. Retrocaecal  Intra & Retro peritoneal
4. Anteileal
5. RetroIleal
6. Pelvical

Appendiks mendapat vaskularisasi dari a.Appendicularis  a.Iliocolica  a.


Mesenterica superior. a. Appendicularis merupakan suatu arteri yang tidak
memiliki kolateral (endarteri) , sehingga jika tersumbat mengakibatkan ganggren.
Darah dari appendiks di drainage ke v. appendicularis  v. Ileocolica. Innervasi
appendiks dari cabang n.X (parasimpatis), sehingga nyeri viseral pada appendisitis
bermula disekitar umbilikus.
Grade Appendisitis pada Anak :
I. Simple Patofisiologi
II. Suppuren Apendiks vermiformis pada manusia biasanya dihubungkan dengan “organ sisa yang
III. Ganggren S-S-G-R-A tidak diketahui fungsinya”. Pada beberapa jenis mamalia ukuran apendiks sangat
IV. Ruptur besar seukuran sekum itu sendiri, yang ikut berfungsi dalam proses digesti dan
V. Abses absorbsi dalam sistem gastrointestinal Pada percobaan stimulasi dengan rangsangan,
apendiks cenderung menekuk ke sisi antimesenterial. Hal ini mengindikasikan
Gambaran Appendicogram : Filling defect, Non Filling defect, Parsial, Irreguler, serabut muskuler pada sisi mesenterial berkembang lebih lemah.
Tail mouse Secara anatomi pembuluh arteri masuk melalui sisi muskuler yang lemah ini.
Kontraksi muskulus longitudinal akan diikuti oleh kontraksi muskulus sirkuler
secara sinergis, lambat, dan berakhir beberapa menit. Gerakan aktif dapat dilihat
pada bagian pangkal apendiks dan semakain ke distal gerakan semakin berkurang.
Pada keadaan inflamasi, kontraksi muskuli apendiks akan terganggu
Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15 – 25 cmH2O dan
meningkat menjadi 30 – 50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal
tekanan panda lumen sekum antara 3 – 4 cmH2O, sehingga terjadi perbedaan
tekanan yang berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk sekum.
Mukosa normal apendiks dapat mensekresi cairan 1 ml dalam 24 jam (Riwanto I,
1992). Apendiks juga berperan sebagai sistem immun pada sistem gastrointestinal
(GUT). Sekresi immunoglobulin diproduksi oleh Gut-Associated Lymphoid Tissues
(GALD) dan hasil sekresi yang dominan adalah IgA. Antibodi ini mengontrol
proliferasi bakteri, netralisasi virus, dan mencegah penetrasi enterotoksin dan
antigen intestinal lainnya. Pemikiran bahwa apendiks adalah bagian dari sistem GALD terdapat dalam feses orang Amerika dan Inggris (yang mengkonsumsi rendah
yang mensekresi globulin kurang banyak berkembang. serat) lebih tinggi dibandingkan feses orang Uganda, India, dan Jepang.
Hal ini dapat dibuktikan pada pengangkatan apendiks tidak terjadi efek pada sistem Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya insidesi apendisitis di negara maju
immunologi Meskipun kelainan pada apendisitis akut disebabkan oleh infeksi seperti Amerika dan Inggris yang kurang mengkonsumsi serat lebih besar
bakteri, faktor yang memicu terjadinya infeksi masih belum diketahui secara jelas. dibandingkan di Afrika dan Asia
Pada apendisitis akut umumnya bakteri yang berkembang pada lumen apendiks Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan
adalah Bacteroides fragilis dan Escherichea colli. Kedua bakteri ini adalah flora ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan aliran dalam
normal usus. Bakteri ini menginvasi mukusa, submukosa, dan muskularis, yang muara apendiks berperan besar dalam patogenesis apendisitis. Jaringan limfoid
menyebabkan udem, hiperemis dan kongesti local vaskuler, dan hiperplasi kelenjar pertamakali terlihat di submukosa apendiks sekitar 2 minggu setelah kelahiran.
limfe. Kadang-kadang terjadi trombosis pada vasa dengan nekrosis dan perforasi Jumlah jaringan limfoid meningkat selama pubertas, dan menetap dalam waktu 10
Beberapa penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi terjadinya tahun berikutnya, kemudian mulai menurun dengan pertambahan umur. Setelah
apendisitis akut diantaranya: obstruksi lumen apendiks, Obstruksi bagian distal umur 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks
kolon, erosi mukosa, konstipasi dan diet rendah serat Percobaan pada binatang dan (Kozar dan Roslyn, 1999; Way, 2003). Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
manusia menunjukkan bahwa total obstruksi pada pangkal lumen apendiks dapat oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran
menyebabkan apendisitis. Beberapa keadaan yang mengikuti setelah terjadi pencernaan termasuk apendiks adalah Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
obstruksi yaitu: akumulasi cairan intraluminal, peningkatan tekanan intraluminal, pelindung infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
obstruksi sirkulasi vena, stasis sirkulasi dan kongesti dinding apendiks, efusi, sistem imun tubuh, sebab jaringan limfoid disini kecil jika dibandingkan jumlah di
obstruksi arteri dan hipoksia, serta terjadinya infeksi anaerob. Pada keadaan klinis, saluran pencernaan dan seluruh tubuh (Sjamsuhidayat, 1997
faktor obstruksi ditemukan dalam 60 - 70 persen kasus. Enam puluh persen
obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian melibatkan
oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh faktor obstruksi yang lain. Keadaan obstruksi seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina muskularis dan
berakibat terjadinya proses inflamasi Obstruksi pada bagian distal kolon akan lamina serosa . Proses awal ini terjadi dalam waktu 12 – 24 jam pertama. Obstruksi
meningkatkan tekanan intralumen sekum, sehingga sekresi lumen apendiks akan pada bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal
terhambat keluar. Arnbjornsson melaporkan prevalensi kanker kolorektal pada usia apendiks, sehingga mucus yang terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi.
lebih dari 40 tahun, ditemukan setelah 30 bulan sebelumnya dilakukan apendektomi, Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminer meningkat, kondisi ini akan
lebih besar dibandingkan jumlah kasus pada usia yang sama. Dia percaya bahwa memacu proses translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman di dalam
kanker kolorektal ini sudah ada sebelum dilakukan apendektomi dan menduga lumen apendiks cepat. Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang
kanker inilah yang meningkatkan tekanan intrasekal yang menyebabkan apendisitis menyebabkan udem. Kondisi yang kurang baik ini akan memudahkan invasi bakteri
dari dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks,
Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa Entamoeba histolytica, Trichuris maka terjadilah keadaan yang disebut apendisitis fokal , atau apendisitis simple .
trichiura, dan Enterobius vermikularis dapat menyebabkan erosi membrane Obstruksi yang berkelanjutan menyebabkan tekanan intraluminer semakin tinggi dan
mukosa apendiks dan perdarahan. Pada kasus infiltrasi bakteri, dapat menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Sirkulasi venular akan
menyebabkan apendisitis akut dan abses Pada awalnya Entamoeba histolytica mengalami gangguan lebih dahulu daripada arterial. Keadaan ini akan menyebabkan
berkembang di kripte glandula intestinal. Selama infasi pada lapisan mukosa, parasit udem bertambah berat, terjadi iskemi, dan invasi bakteri semakin berat sehingga
ini memproduksi ensim yang dapat menyebabkan nekrosis mukosa sebagai pencetus terjadi pernanahan pada dinding apendiks, terjadilah keadaan yang disebut
terjadinya ulkus. Keadaan berikutnya adalah bakteri yang menginvasi dan apendisitis akuta supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut tekanan intraluminer
berkembang pada ulkus, dan memprovokasi proses inflamasi yang dimulai dengan akan semakin tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial.
infiltrasi sel radang akut Hal ini menyebabkan terjadinya gangren pada dinding apendiks terutama pada
Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sekum, yang dapat daerah antemesenterial yang relatif miskin vaskularisasi. Gangren biasanya di
diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan berkembangbiaknya bakteri. tengah-tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid. Keadaan ini disebut apendisitis
Penyebab utama konstipasi adalah diet rendah serat. Diet rendah serat dapat gangrenosa. Apabila tekanan intraluminer semakin meningkat, akan terjadi perforasi
menyebabkan feses menjadi memadat , lebih lengket dan berbentuk makin pada daerah yang gangrene tersebut. Material intraluminer yang infeksius akan
membesar, sehingga membutuhkan proses transit dalam kolon yang lama Diet tercurah ke dalam rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal maupun
tinggi serat tidak hanya memperpendek waktu transit feses dalam kolon, tetapi dapat general tergantung keadaan umum penderita dan fungsi pertahanan omentum.
juga mengubah kandungan bakteri. Hill et al menyimpulkan bahwa bakteri yang
Apabila fungsi omentum baik, tempat yang mengalami perforasi akan ditutup oleh
omentum, terjadilah infitrat periapendikular .
Akibat sumbatan / obstruksi mengakibatkan sekresi mukus terganggu , sehingga
Apabila kemudian terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga yang berisi
tekanan intra lumen meningkat mengakibatkan gangguan drainage pada :
nanah di sekitar apendiks,terjadilah keadaan yang disebut abses periapendikular.
 Limfe :
Apabila omentum belum berfungsi baik, material infeksius dari lumen apendiks
Oedem  kuman masuk  ulcerasi mukosa  Appendisitis akut
tersebut akan menyebar di sekitar apendiks dan terjadi peritonitis lokal. Selanjutnya
apabila keadaan umum tubuh cukup baik, proses akan terlokalisir , tetapi apabila  Vena :
keadaan umumnya kurang baik maka akan terjadi peritonitis general . TrombusIskhemikuman masuk pus  Appendisitis Supuratif
Pemakaian antibiotika akan mengubah perlangsungan proses tersebut sehingga dapat  Arteri :
terjadi keadaan keadaan seperti apendisitis rekurens, apendisitis khronis, atau yang Nekrosis  kuman masuk  ganggren  Appendisitis ganggrenosa 
lain. Apendisitis rekurens adalah suatu apendisitis yang secara klinis memberikan Perforasi  peritonitis umum
serangan yang berulang, durante operasi pada apendiks terdapat peradangan dan
pada pemeriksaan histopatologis didapatkan tanda peradangan akut. Sedangkan Appendisitis akut setelah 48 jam dapat menjadi :
apendisitis khronis digambarkan sebagai apendisitis yang secara klinis serangan 1. Sembuh
sudah lebih dari 2 minggu, pendapatan durante operasi maupun pemeriksaan 2. Kronik
histopatologis menunjukkan tanda inflamasi khronis, dan serangan menghilang 3. Perforasi
setelah dilakukan apendektomi. Bekas terjadinya infeksi dapat dilihat pada durante 4. Infiltrat / abses
operasi, dimana apendiks akan dikelilingi oleh perlekatan perlekatan yang banyak. Ini terjadi bila proses berjalan lambat, ileum terminale, caecum dan omentum
Dan kadang-kadang terdapat pita-pita bekas peradangan dari apendiks keorgan lain akan membentuk barier dalam bentuk infiltrat. Pada anak-anak dimana
atau ke peritoneum. Apendiks dapat tertekuk, terputar atau terjadi kinking, kadang- omentum pendek dan orang tua dengan daya tahan tubuh yang menurun sulit
kadang terdapat stenosis partial atau ada bagian yang mengalami distensi dan berisi terbentuk infiltrat, sehingga kemungkinan terjadi perforasi lebih besar.
mucus (mukokel). Atau bahkan dapat terjadi fragmentasi dari apendiks yang
masing-masing bagiannya dihubungkan oleh pita-pita jaringan parut. Gambaran ini Sampai saat ini masih menjadi perdebatan dan spekulasi umum di kalangan para
merupakan “gross pathology” dari suatu apendisitis khronika . ahli mengenai penyebab pasti dari apendisitis. Beberapa penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intra sekal yang
Etiologi & Patogenesis berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora
Penyebab belum diketahui normal kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis. Ada
Faktor yang mempengaruhi : beberapa teori yang sudah diajukan, seperti teori sumbatan, teori infeksi, teori
 Obstruksi konstipasi dan teori hygiene ,namun hal ini juga belum jelas benar. Diperkirakan
1. Hiperplasi kelenjar getah bening (60%) pula bahwa pada penderita tua obstipasi merupakan factor resiko yang
2. Fecolith (35%)  masa feces yang membatu utama,sedangkan pada umur muda adalah adanya pembengkakan sistim limfatik
3. Corpus alienum (4%)  biji2an apendiks akibat infeksi virus. Disebut pula adanya perubahan konsentrasi flora usus
4. Striktur lumen (1%)  kinking , krn mesoappendiks pendek, adesi dan spasme sekum mempunyai peranan yang besar.
Pada teori sumbatan dikatakan bahwa terjadinya apendisitis diawali adanya
 Infeksi sumbatan dari lumen apendiks. Hal ini disokong dari hasil pemeriksaan histologis
Biasanya secara hematogen dari tempat lain, misal : pneumonia, tonsilitis dsb. pascaoperasi dan eksperimen pada binatang percobaan. Seperti yang di dapat oleh
Antara lain jenis kuman : E. Coli, Streptococcus Collins yang dikutip oleh Arnbjornsson pada 3400 kasus, 50% nya telah terbukti
apendisitis dan ditemukan adanya factor obstruksi ini. Condon menyebutkan bahwa
Ada 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendisitis : apendisitis adalah akibat dari obtruksi yang diikuti infeksi. Disebutkan bahwa 60%
1. Adanya isi lumen kasus berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan limfoid
2. Derajat sumbatan yang terus menerus submukosa dan 35% karena stasis fekal atau fekalit sementara 4% karena benda
3. Sekresi mukus yang terus menerus asing lainnya dan 1% karena striktur atau hal-hal lainnya yang menyebabkan
4. Sifat inelastis / tak lentur dari mukosa appendik penyempitan dari lumen apendiks.Teori ini juga didukung oleh penemuan
Wangensteen dan Brower (1939) yang mengatakan bahwa pada 75% apendisitis
akut terdapat obstruksi dari lumen apendiks, dan pada apendisitis gangrenosa
seluruhnya terdapat obstruksi.
Selanjutnya apendisitis yang berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan Radang appendix biasanya disebabkan karena obstruksi lumen yang disertai dengan
hyperplasia jaringan limfoid submukosa disebutkan lebih banyak lagi terjadi pada infeksi. Appendicitis diklasifikasikan sebagai berikut: (Ellis, 1989)
anak-anak, sementara obstruksi karena fekalit atau benda asing lebih banyak 1. Acute appendicitis tanpa komplikasi. (cataral appendicitis)
ditemukan sebagai penyebab apendisitis pada orang dewasa. Adanya fekalit Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mucosa saja. Appendix
dihubungkan oleh para ahli dengan hebatnya perjalanan penyakitnya kadang tampak normal, atau hanya hiperemia saja. Bila appendix tersebut
Bila terdapat fekalit (apendikolit) pada pasien-pasien dengan gejala akut dibuka, maka akan tampak mukosa yang menebal, oedema dan kemerahan.
kemungkinan apendiks telah mengalami komplikasi yaitu gangren 77%, sedang bila Kondisi ini disebabkan invasi bakteri dari jaringan limpoid ke dalam dinding
tidak ditemukan apendikolit dan hanya gangren 42%.Satu seri lain menyebutkan appendix. Karena lumen appendix tak tersumbat. Maka hal ini hanya
bahwa apendisitis akut dengan apendikolit terdapat kemungkinan gangren atau menyebabkan peradangan biasa.
perforasi sebanyak 50% . Selain fekalit dan hyperplasia kel limfoid kita hendak Bila jaringan limpoid di dinding appendix mengalami oedema, maka akam
tidak boleh melupakan sebab obstruksi yang lain ,apalagi untuk negara kita mengakibatkan obstruksi lumen appendix, yang akan mempengaruhi feeding
Indonesia dan negara-negara Asia khususnya yaitu penyumbatan yang disebabkan sehingga appendix menjadi gangrena, seterusnya timbul infark. Atau hanya
oleh cacing dan parasit lainnya. mengalami perforasi (mikroskopis), dalam hal ini serosa menjadi kasar dan
Bila terjadi infeksi, bakteri enteral memegang peranan yang penting. Pada penderita dilapisi eksudat fibrin Post appendicitis acute, kadang-kadnag terbentuk adesi
muda yang memiliki jaringan limfoid yang banyak, maka akan terjadi reaksi radang yang mengakibatkan kinking, dan kejadian ini bisa membentuk sumbatan pula
dan selanjutnya jaringan limfoid akan berproliferasi akibat selanjutnya akan
mengakibatkan penyumbatan pada lumen apendiks. Hal inilah yang menjadi alasan 2. Acute appendicitis dengan komplikasi:
mengapa ada yang beranggapan bahwa obstruksi yang terjadi merupakan adalah  Peritonitis.
proses lanjutan dari inflamasi yang terjadi sebagai akibat adanya infeksi. Kalaupun  Abses atau infiltrat.
obstruksi berperan hanyalah pada proses awalnya saja.19 Selanjutnya dipercaya juga
bahwa infeksi bakteri enterogen merupakan factor patogenetik primer pada proses Merupakan appendicitis yang berbahaya, karena appendix menjadi lingkaran
apendisitis. tertutup yang berisi “fecal material”, yang telah mengalami dekomposisi.
Diyakini bahwa adanya fekalit didalam lumen apendiks yang sebelumnya telah Perbahan setelah terjadinya sumbatan lumen appendix tergantung daripada isi
terinfeksi hanya memperburuk dan memperberat infeksi karena terjadinya sumbatan. Bila lumen appendix kosong, appendix hanya mengalami distensi
peningkatan tekanan intraluminar apendiks. Ada kemungkinan lain yang menyokong yang berisi cairan mucus dan terbentuklah mucocele. Sedangkan bakteria
teori infeksi enterogen ini adalah kemungkinan tertelannya bakteri dari suatu focus penyebab, biasanya merupakan flora normal lumen usus berupa aerob (gram +
di hidung atau tenggorokan sehingga dapat menyebabkan proses peradangan pada dan atau gram - ) dan anaerob
apendiks. Secara hematogen dikatakan mungkin saja dapat terjadi karena dianggap Pada saat appendix mengalami obstruksi, terjadi penumpukan sekresi mucus,
apendiks adalah “tonsil” abdomen. yang akan mengakibatkan proliferasi bakteri, sehingga terjadi penekanan pada
Pada teori konstipasi dapat dikatakan bahwa konstipasi sebagai penyebab dan moukosa appendix, dikuti dengan masuknya bakteri ke dalam jaringan yang lebih
mungkin pula sebagai akibat dari apendisitis. Tapi hal ini masih perlu dipertanyakan dalam lagi. Sehingga timbulah proses inflamasi dinding appendix, yang diikuti
lagi, sebenarnya apakah konstipasi ini benar berperan dalam terjadinya apendisitis. dengan proses trombosis pembuluh darah setempat. Karena arteri appendix
Banyak pasien-pasien konstipasi kronis yang tidak pernah menderita apendisitis dan merupakan end arteri sehingga menyebabkan daerah distal kekurangan darah,
sebaliknya orang –orang yang tidak pernah mengeluh konstipasi mendapatkan terbentuklah gangrene yang segera diikuti dengan proses nekrosis dinding
apendisitis. Penggunaan yang berlebihan dan terus menerus dari laksatif pada kasus appendix.
konstipasi akan memberikan kerugian karena hal tersebut akan merubah suasana Dikesempatan lain bakteri mengadakan multiplikasi dan invesi melalui erosi
flora usus dan akan menyebabkan terjadinya keadaan hyperemia usus yang mukosa, karena tekanan isi lumen, yang berakibat perforasi dinding, sehingga
merupakan permulaan dari proses inflamasi. Bila kebetulan sakit perut yang dialami timbul peritonitis. Proses obstruksi appendix ini merupakan kasus terbanyak untuk
disebabkan apendisitis maka pemberiaan purgative akan merangsang peristaltic yang appendicitis. Dua per tiga kasus gangrene appendix, fecalith selalu didapatkan
merupakan predisposisi untuk terjadinya perforasi dan peritonitis. Bila kondisi penderita baik, maka perforasi tersebut akan dikompensir dengan
proses pembentukan dinding oleh karingan sekitar, misal omentum dan jaringan
viscera lain, terjadilah infiltrat atau (mass), atau proses pultulasi yang
mengakibatkan abses periappendix
retrokolika). Pada kasus lain, inflamasi pada appendik dapat tampak sebagai
inflamasi pada organ lain, sebagai contoh, organ-organ pelvis pada wanita.

Manifestasi Klinis Apendisitis akut


a. Symptoma. Etiologi dan Patogenesis
a. Peranan Lingkungan: diet dan higiene
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdominal. Secara klinis nyeri dimulai
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
difus terpusat di daerah epigatrium bawah atau umbilical , dengan tingkatan sedang
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
dan menetap, kadang-kadang disertai dengan kram intermiten. Nyeri akan beralih
menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan
setelah periode yang bervariasi dari 1 hingga 12 jam, biasanya 4 - 6 jam , nyeri
meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semuanya ini akan
terletak di kuadran kanan bawah. Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis.
mempermudah timbulnya apendisitis Diet memainkan peran utama pada
Hal ini begitu konstan sehingga pada pemeriksaan perlu ditanyakan pada pasien.
pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian
Vomitus terjadi pada 75% kasus, umumnya hanya satu dua kali. Umumnya ada
apendisitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi
riwayat obstipasi sebelum onset nyeri abdominal. Diare terjadi pada beberapa
serat dan konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma
pasien. Urutan kejadian symptoms mempunyai kemaknaan diagnosis banding yang
kolon adalah penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan
besar, lebih dari 95% apendisitis akut, anoreksia merupakan gejala pertama, diikuti
menghasilkan feses dengan konsistensi keras
oleh nyeri abdominal dan baru diikuti oleh vomitus, bila terjadi.
b. Peranan Obstruksi
b. Signa. Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam apendisitis akut.
Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperature jarang lebih dari 1°C, Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20%
frekuensi nadi normal atau sedikit meninggi. Adanya perubahan atau peninggian anak-anak dengan apendisitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah
yang besar berarti telah terjadi komplikasi atau diagnosis lain perlu diperhatikan. serat Frekuensi obstruksi meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi.
Pasien biasanya lebih menyukai posisi supine dengan paha kanan ditarik ke atas, Fekalit ditemukan 40% pada kasus apendisitis sederhana (simpel), sedangkan
karena suatu gerakan akan meningkatkan nyeri. Nyeri kuadran kanan bawah secara pada apendisitis akut dengan gangren tanpa ruptur terdapat 65% dan apendisitis
klasik ada bila apendiks yang meradang terletak di anterior. Nyeri tekan sering akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90%
maksimal pada atau dekat titik yang oleh McBurney dinyatakan sebagai terletak Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami edema
secara pasti antara 1,5 – 2 inchi dari spina iliaca anterior pada garis lurus yang dan hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem gastrointestinal
ditarik dari spina ini ke umbilicus. Adanya iritasi peritoneal ditunjukkan oleh adanya atau sistem respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen apendiks.
nyeri lepas tekan dan Rovsing’s sign. Adanya hiperestesi pada daerah yang Megakolon kongenital terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan
diinervasi oleh n. spinalis T10, T11, T12 , meskipun bukan penyerta yang konstan ke dalam lumen apendiks dan hal ini merupakan salah satu alasan terjadinya
adalah sering pada apendisitis akut. Tahan muskuler terhadap palpasi abdomen apendisitis pada neonatus.
sejajar dengan derajat proses peradangan, yang pada awalnya terjadi secara Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
volunteer seiring dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan spamus apendiks karena parasit seperti Entamuba hystolityca dan benda asing mungkin
otot, sehingga kemudian terjadi secara involunter. Iritasi muskuler ditunjukkan oleh tersangkut di apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala,
adanya psoas sign dan obturator sign. namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya perforasi

PENYULIT Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya apendisitis adalah adanya


Menjadi penyulit untuk mendiagnosis appendisitis adalah posisi dari appendik dalam obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi
perut dapat bervariasi. Kebanyakan appendik terdapat di perut kanan bawah. mukosa yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan
Appendik seperti bagian lain dari usus, memiliki mesenterium. Mesenterium ini distensi lumen akut sehingga akan terjadi kenaikkan tekanan intraluminer dan
adalah suatu membran seperti kertas yang melekatkan appendik pada struktur lain di sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta iskemia. Akibat dari keadaan
dalam abdomen. Jika mesenterium lebar, memungkinkan appendik untuk bergerak. tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh lapisan dinding
Sebagai tambahan, appendik dapat lebih panjang dari normal. Kombinasi dari apendiks , lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk
mesenterium yang lebar dan appendik yang panjang memungkinkan appendik untuk kedalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan
bergerak ke bawah ke dalam pelvis (diantara organ-organ pelvis pada wanita). Ini juga bereaksi berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus
memungkinkan appendik untuk berpindah ke belakang kolon (disebut appendik
dari dinding yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan dan menahan nyeri. Oleh karena nyeri yang sangat, penderita segera dibawa ke
intraluminer akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding apendiks rumah sakit.

akan bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa dinding


apendiks Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika, kemudian Gejala Klinis
vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari Merupakan kasus akut abdomen yang dimulai dengan ketidaknyamanan perut
apendiks, infark seterusnya melanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus dibagian atas, diikuti dengan mual dan penurunan nafsu makan. Nyeri menetap dan
berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus terus menerus, tapi tidak begitu berat dan diikuti dengan kejang ringan didaerah
akan tercurah kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan epigastrium, kadang diikuti pula dengan muntah, kemudian beberapa saat nyeri
pada peritoneum parietale Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat pindah ke abdomen kanan bawah. Nyeri menjadi terlokalisir, yang menyebabkan
tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk mengatasi infeksi ketidakenakan waktu bergerak, jalan atau batuk.Penderita kadang juga mengalami
tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. konstipasi. Sebaliknya karena ada gangguan fungsi usus bisa mengakibatkan diare,
Pada anak-anak omentum belum berkembang dengan sempurna, sehingga dan hal ini sering dikacaukan dengan gastroenteritis acute. Penderita appendicitis
kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal ini akan mengakibatkan acute biasanya ditemukan ditemukan terbaring di tempat tidur serta memberkan
apendiks cepat mengalami komplikasi . penampilan kesakitan. Mudah tidaknya gerakan penderita untuk menelentangkan
diri merupakan tanda ada atau tidaknya rangsang peritoneum ( somatic pain).
c. Peranan Flora Bakterial Pemeriksaan pada abdomen kanan bawah, menghasilkan nyeri terutama bila
Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya penderita disuruh batuk.. Pada palpasi dengan satu jari di regio kanan bawah ini,
beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam akan teraba defans musculer ringan . Tujuan palpasi adalah untuk menentukan
apendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya Penemuan kultur dari cairan apakah penderita sudah mengalami iritasi peritoneum atau belum. Pada
peritoneal biasanya negatif pada tahap apendisitis sederhana. Pada tahap pemeriksaan auskultasi, peristaltik usus masih dalam batas normal, atau kadang
apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli banyak sedikit menurun. Suhu tubuh sedikit naik, kira-kira 7,8 der.C, pada kasus appendix
ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk Proteus, yang belum mengalami komplikasi. Nyeri di epigastrium kadang merupakan awal
Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri dari appendicitis yang letaknya retrocaecal/ retroileal Untuk appendix yang terletak
aerobik yang paling banyak dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita retrocaecal tersebut, kadang lokasi nyeri sulit ditentukan bahkan tak ada nyeri di
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforasi banyak ditemukan bakteri abdomen kanan bawah. Karena letak appendix yang dekat dengan uretra pada lokasi
anaerobik terutama Bacteroides fragilis . retrocaecal ini, sehingga menyebabkan frekuensi urinasi bertambah dan bahkan
hematuria. Sedang pada appendix yang letaknya pelvical, kadang menimbulkan
gejala seperti gastroenteritis acut .
Diagnosis klinis
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan dasar diagnosis Untuk appendicitis acute yang telah mengalami komplikasi, misal perforasi,
apendisitis akut. Apendisitis akut adalah diagnosis klinis. Penegakkan diagnosis peritonitis dan infiltrat atau abses, gejala klinisnya seperti dibawah ini (Ellis, 1989).
terutama didasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan Perforasi :
tambahan hanya dikerjakan bila ada keragu-raguan atau untuk menyingkirkan Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah dasyat
diagnosis. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki- dan mulai dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3 der. C). Jumlah lekosit
laki, perempuan dua kali lebih banyak mempunyai apendiks normal daripada laki- yang meninggi merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.
laki dalam kasus apendektomi, Primatesta (1994) melaporkan bahwa perempuan
tiga kali lebih banyak dibanding laki-laki dalam insidensi kasus apendektomi Peritonitis :
negatif. Hal ini dapat disadari mengingat perempuan yang masih sangat muda Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis yang
sering timbul gejala mirip apendisitis akut terutama penyakit ginekologis. Hal-hal telah mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan
penting yang dapat membantu penegakkan diagnosis apendisitis akut adalah bahwa tindak lanjut daripada peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans
apendisitis biasanya mempunyai perjalanan akut atau cepat. Dalam beberapa jam musculer yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan
sudah timbul gejala atau bahkan memburuk oleh karena nyeri, penderita biasanya gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala-
cenderung mempertahankan posisi untuk tidak bergerak. Penderita tampak apatis gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat.

Abses / infiltrat :
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah. menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi
Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah “walling off” (pembentukan nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale
dinding) oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah dengan
massa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut. Masa mula-mula bisa
berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk
USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini, ataupun berjalan kaki.
beberapa ahli menganjurkan anti biotika dulu, setelah 6 minggu kemudian
dilakukan appendektomi. Hal ini untuk menghindari penyebaran infeksi  Muntah (rangsangan viseral)  akibat aktivasi n.vagus
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
Anamnesis anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita apendisitis akut, bila hal ini
 Nyeri / Sakit perut tidak ada maka diagnosis apendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75%
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan
seluruh saluran cerna , sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut ( tidak kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul
pin-point). Mula2 daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apa apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria
bila telah terjadi inflamasi ( > 6 jam ) penderita dapat menunjukkan letak nyeri,
karena bersifat somatik.  Obstipasi  karena penderita takut mengejan
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Setiap anak dengan gejala Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri
nyeri abdomen yang belum pernah mengalami apendektomi seharusnya dicurigai dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak
menderita apendisitis. Anak yang sudah besar dapat menerangkan dengan jelas apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum
permulaan gejala nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Anak
dapat menunjuk dengan satu jari tempat permulaan nyeri, dimana saja yang  Panas (infeksi akut)  bila timbul komplikasi
pernah nyeri dan sekarang dimana yang nyeri Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 -
Setelah itu dilanjutkan dengan anamnesis terpimpin seperti misalnya: 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
a. Bagaimana hebatnya nyeri ?
b. Apakah nyerinya mengganggu anak sampai tidak mau main atau anak Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang
tinggal di tempat tidur saja ? beragam. Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami
c. Apakah nyerinya sampai menyebabkan anak tidak mau masuk sekolah ? inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut,
d. Apakah anak dapat tidur seperti biasa semalam ? apendiks retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung, apendiks pelvikal
e. Apakah pagi ini makannya baik dan cukup seperti biasa ? akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan apendiks retroileal bisa
menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri spermatika dan
Beberapa anak dapat menentukan dengan tepat waktu mulainya nyeri yang ureter
dihubungkan dengan peristiwa tertentu, umpamanya nyeri sesudah makan
malam, sesudah berolah raga atau sesudah bangun tidur. Anak dapat
menunjukkan dan menceritakan perjalanan rasa nyeri, kadang-kadang perlu juga Pemeriksaan Fisik
bantuan informasi dari orang tuanya. Perlu diperhatikan bahwa sebagian orang Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak pada tempat
tua sering membesar-besarkan keluhan anaknya. yang bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah. Kadang-kadang diagnosis
Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama salah pada anak prasekolah, karena anak dengan anamnesis yang tidak karakteristik
makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi dan sekaligus sulit diperiksa. Anak akan menangis terus-menerus dan tidak
apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks kooperatif.
yang mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri  Inspeksi
yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit,
dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada
dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan appendikuler abses.
dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring pada meja
nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan periksa. Anak menunjukkan ekspresi muka yang tidak gembira. Anak tidur
miring ke sisi yang sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
ekstensi meningkatkan nyeri . peritoneal pada sisi yang berlawanan

 Palpasi
Pada pemeriksaan abdomen pada anak dengan permukaan tangan yang  Psoas sign (+)
mempunyai suhu yang sama dengan suhu abdomen anak. Biasanya cukup Pada appendik letak retrocaecal, karena merangsang peritoneum
dipanaskan dengan menggosok-gosok tangan dengan pakaian penderita. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
Tangan yang dingin akan merangsang otot dinding abdomen untuk peradangan yang terjadi pada apendiks
berkontraksi sehingga sulit menilai keadaan intraperitoneal. Terkadang kita Ada 2 cara memeriksa :
perlu melakukan palpasi dengan tangan anak itu sendiri untuk mendapatkan 1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan
otot abdomen yang tidak tegang. Abdomen biasanya tampak datar atau sedikit pemeriksa, pasien memfleksikan articulatio coxae
kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan kanan  nyeri perut kanan bawah.
sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Umpamanya 2. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
mulai dari kiri atas, kemudian secara perlahan-lahan mendekati daerah pemeriksa, nyeri perut kanan bawah
kuadran kanan bawah. Palpasi dengan permukaan dalam (volar) dari ujung-
ujung jari tangan, dengan tekanan yang ringan dapat ditentukan adanya nyeri  Obturator Sign (+)
tekan, ketegangan otot atau adanya tumor yang superfisial. Waktu melakukan Dengan gerakan fleksi & endorotasi articulatio coxae pada posisi telentang
palpasi pada abdomen anak, diusahakan mengalihkan perhatiannya dengan  nyeri (+)
boneka atau usaha yang lain, sambil memperhatikan ekspresi wajahnya. Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
Hindari gerakan yang cepat dan kasar karena hal ini akan menakuti anak dan difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal
membuat pemeriksaan nyeri tekan tidak mungkin dilakukan tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah :
 Nyeri tekan (+) Mc.Burney  Perkusi  Nyeri ketok (+)
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik  Auskultasi
Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis Peristaltik normal, peristaltik(-) pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat appendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
 Nyeri lepas (+)  rangsangan peritoneum dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus
(dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan  Rectal Toucher / Colok dubur  nyeri tekan pada jam 9-12
penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Colok dubur juga tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis pada anak kecil karena biasanya menangis terus menerus
 Defens musculer (+)  rangsangan m.Rektus abdominis
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang Pada anak kecil atau anak yang iritabel sangat sulit untuk diperiksa, maka anak
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. dimasukkan ke rumah sakit dan diberikan sedatif non narkotik ringan, seperti
pentobarbital (2,5 mg/kg) secara suppositoria rektal. Setelah anak tenang, biasanya
 Rovsing sign (+) setelah satu jam dilakukan pemeriksaan abdomen kembali. Sedatif sangat membantu
Penekanan perut sebelah kiri  nyeri sebelah kanan, karena tekanan untuk melemaskan otot dinding abdomen sehingga memudahkan penilaian keadaan
merangsang peristaltik dan udara usus , sehingga menggerakan intraperitoneal
peritoneum sekitar appendik yang meradang (somatik pain)
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita Tanda Peritonitis umum (perforasi) :
melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini 1. Nyeri seluruh abdomen
2. Pekak hati hilang
3. Bising usus hilang 1. mempersiapkan berbagai bentuk fagosit (lekosit polimorfonuklear,
makrofag) pada tempat tersebut.
2. pembentukan berbagai macam antibodi pada daerah inflamasi.
3. menetralisir dan mencairkan iritan.
4. membatasi perluasan inflamasi dengan pembentukan fibrin dan terbentuknya
Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi dengan dinding jaringan granulasi.
gejala-gejala sebagai berikut: Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apendisitis akut,
a. Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3,
b. Demam tinggi lebih dari 38,50C dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika
c. Lekositosis (AL lebih dari 14.000) jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan
d. Dehidrasi dan asidosis peritonitis (Raffensperger, 1990). Menurut Ein (2000) pada penderita apendisitis
e. Distensi akut ditemukan jumlah lekosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi
f. Menghilangnya bising usus atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3. Sedang Doraiswamy
g. Nyeri tekan kuadran kanan bawah (1979), mengemukakan bahwa komnbinasi antara kenaikan angka lekosit dan
h. Rebound tenderness sign granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa appendicitis
i. Rovsing sign acut
j. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal Tes laboratorium untuk appendicitis bersifat kurang spesifik., sehingga hasilnya juga
kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkkan diagnosa. Jumlah lekosit
Insidensi perforasi apendiks pada anak di bawah umur 6 tahun lebih dari 50%, ini untuk appendisitis akut adalah >10.000/mmk dengan pergeseran kekiri pada
berhubungan dengan dinding apendiks yang lebih tipis dan omentum mayus yang hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan
berkembang belum sempurna dibanding anak yang lebih besar granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendicitis acute (Bolton et al, 1975).
Dalam penelitiannya Schwartz (1999) melaporkan bahwa anak di bawah umur 8 Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan appendicitis acut, memiliki
tahun mempunyai angka perforasi dua kali lebih besar daripada anak yang lebih jumlah lekosit dan granulosit tetap normal (Nauts et al, 1986).
besar. Sedang menurut Way (2003) insidensi perforasi apendiks pada anak di bawah Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam diagnosis apendisitis akut adalah
umur 10 tahun sebesar 50%. Perforasi apendiks paling sering terjadi di distal C-rective protein (CRP). Petanda respon inflamasi akut (acute phase response)
obstruksi lumen apendiks sepanjang tepi antimesenterium (Kozar dan Roslyn, dengan menggunakan CPR telah secara luas digunakan di negara maju. Nilai
1999). Pada 2-6% penderita dengan apendisitis menunjukkan adanya massa di senstifitas dan spesifisits CRP cukup tinggi, yaitu 80 - 90% dan lebih dari 90%.
kuadran kanan bawah pada pemeriksaan fisik. Hal ini menunjukkan adanya Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak memerlukan
inflamasi abses yang terfiksasi dan berbatasan dengan apendiks yang mengalami waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah
inflamasi (Lally, 2001). Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan
kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa sangat penting pada
Pemeriksaan penunjang anak dengan keluhan nyeri abdomen untuk menentukan atau menyingkirkan
kemungkinan infeksi saluran kencing. Apendiks yang mengalami inflamasi akut dan
1. Laboratorium menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan
Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal jumlah sel lekosit 10-15 sel/lapangan pandang (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993).
keluhan nyeri kwadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut. .
Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan
neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit
2. Foto Polos abdomen
Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu.
infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium
Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai
yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut Pemeriksaan laboratorium
dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus (Cloud, 1993).
merupakan alat bantu diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal
Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan
dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler,
bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada
neurologik, humoral dan seluler. Fungsi inflamasi di sini adalah memobilisasi semua
daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-akan
bentuk pertahanan tubuh dan membawa mereka pada tempat yang terkena jejas
terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan
dengan cara:
menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini
tampak pada penderita apendisitis akut (Mantu, 1994). Bila sudah terjadi perforasi, apendiks supurasi atau gangrene ditandai dengan distensi lumen oleh cairan,
maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks
Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya. perforasi ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas
intraperitonial, dan abses tunggal atau multipel (Gustavo GR, 1995).

Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan
maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 – 94%, dengan nilai
distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak preperitoneal sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92% (Erik K, 2003). Pemeriksaan dengan
menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi Ultrasonografi (USG) pada apendisitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara
mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih
level) yang menunjukkan adanya obstruksi (Raffensperger, 1990; Mantu, 1994). dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur
Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith (kotoran yang mengeras dan atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses
terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat pembukaan apendiks dapat diidentifikasi.
appendik) yang dapat menyebabkan appendisitis. Ini biasanya terjadi pada anak- Ultrasound adalah suatu prosedur yang tidak menyakitkan yang menggunakan
anak. Foto polos abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola gelombang suara untuk mengidentifikasi organ-organ dalam tubuh. Ultrasound dapat
bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD ( decubitus ), kalsifikasi mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses. Walaupun begitu, appendik
bercak rim-like( melingkar ) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendik. hanya dapat dilihat pada 50% pasien selama terjadinya appendisitis. Oleh karena itu,
Pada appendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari dengan tidak terlihatnya apendiks selama ultrasound tidak menyingkirkan adanya
appendikolit : kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis. appendisitis. Ultrasound juga berguna pada wanita sebab dapat menyingkirkan
adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba falopi dan uterus yang
Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada kasus- gejalanya menyerupai appendisitis. Hasil usg dapat dikatagorikan menjadi normal,
kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat menentukan non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain, atau kemungkinan appendik.
penyakit lain yang menyertai apendisitis Hasil usg yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas, atau ileus.
Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke Hasil usg dikatakan kemungkinan appaendik jika ada pernyataan curiga atau jika
kolon dari anus untuk memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika menggambarkan ditemukan dilatasi appendik di daerah fossa iliaka kanan, atau dimana usg di
keadaan kolon di sekitar appendik dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan konfermasikan dengan gejala klinik dimana kecurigaan appendisitis.
pada kolon. Impresi ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan
dengan gagalnya barium memasuki appendik (20% tak terisi) Terisinya sebagian 3. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
dengan distorsi bentuk kalibernya tanda appendisitis akut,terutama bila ada impresi Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan
sekum. Sebaliknya lumen appendik yang paten menyingkirkan diagnosa appendisitis skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak sekitar
akut. Bila barium mengisi ujung appendik yang bundar dan ada kompresi dari luar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan
yang besar dibasis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya appendik tanda mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 – 100% dan 96 –
abses appendik Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah 97%, serta akurasi 94 – 100%. Ct-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks
intestinal lainnya yang menyerupai appendiks, misalnya penyakit Chron’s, inverted dengan abses atau flegmon
appendicel stump, intususepsi, neoplasma benigna/maligna. Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut:
Ultrasonografi CT-Scan
2. Ultrasonografi Sensitivitas 85% 90 - 100%
Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut maupun Spesifisitas 92% 95 - 97%
apendisitis dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis apendisitis akut diperlukan Akurasi 90 - 94% 94 - 100%
keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen. Apendiks yang Keuntungan Aman Lebih akurat
normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang meradang tampak relatif tidak mahal Mengidentifikasi abses dan
sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada flegmon lebih baik
penampakan longitudinal, dan gambaran target pada penampakan transversal Dapat mendignosis kelainan lain Mengidentifikasi apendiks
(Gustavo GR, 1995) Keadaan awal apendisitis akut ditandai dengan perbedaan pada wanita normal lebih baik
densitas pada lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 – 11 mm. Keadaan Baik untuk anak-anak
Kerugian Tergantung operator Mahal inflamasi adalah untuk melawan agen pengrusak, awal proses perbaikan, dan
Sulit secara tehnik Radiasi ion mengembalikan fungsi jaringan yang rusak. Proses inflamasi dapat berlangsung
Nyeri Kontras akut dan kronik. Inflamasi akut dapat disebabkan oleh agen mikroba (virus,
Sulit di RS daerah Sulit di RS daerah bakteri, jamur, dan parasit), trauma, nekrosis jaringan oleh kanker, arthritis
rematiod, luka bakar, dan toksin yang disebabkan oleh obat atau radiasi.
Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat berguna untuk
mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular sekaligus menyingkirkan Keadaan inflamasi merangsang tubuh untuk mengeluakan sitokin dan hormon yang
adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendisitis. berfungsi dalam regulasi haematopoesis, sintesis protein, dan metabolisme. Sistem
immun dibagi menjadi dua, immun bawaan (innate immune) dan immune didapat
4. Laparoskopi (Laparoscopy) (adaptive immune) Immun bawaan terdiri dari sel fagosit, sistem komplemen, dan
Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun penggunaanya untuk fase akut protein, bekerja tanpa melalui proses spesifik dan memori. Ketika sel
kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang bedah, fagosit teraktivasi, maka ia akan memacu sintesis sitokin. Sitokin tidak hanya
laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat berfungsi dalam regulasi sistem immun bawaan, tetapi juga sistem immun yang
mendiagnosis apendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digenakan untuk didapat.
melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat terutama Ada 4 komponen yang menyertai proses inflamasi akut, yaitu:
pada pasien wanita. Pada apendisitis akut laparoskopi diagnostik biasanya 1. Dilatasi vaskuler (permaebilitas vaskuler meningkat)
dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi Dilatasi vaskuler (permaebilitas membaran meningkat) adalah relaksasi
muskulus vaskuler yang menyebabkan jaringan hiperemis. Proses transudasi
yang terjadi melalui membran sel, diikuti lepasnya sel PMN
5. Histopatologi (polimorfonuklear) ke jaringan. Jika fibrinogen terekstravasasi kedalam
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis
jaringan juga, maka terjadilah mekanisme pembekuaan .
apendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran
histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa
2. Emigrasi neutrofi
belum adanya kriteria gambaran histopatologi apendisitis akut secara universal dan
Emigrasi neutrofil dimulai dengan menempelnya sel ini pada permukaaan
tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan
endotel. Sel PMN tampak dominan menempel pada permukaan endotel.
opersi Riber et al, pernah meneliti variasi diagnosis histopatologi apendisitis akut.
Emigrasi sel neutrofil pada area inflamasi disebabkan adanya faktor kemotatik.
Hasilnya adlah perlu adanya komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi
Keterlibatan proses immun-kompleks dalam proses awal inflamasi,
dengan ahli bedahnya.
menyebabkan faktor kemotaktik mengaktivasi komplemen C5a. Komplemen
C5a ini kemudiaan menyebabkan sel PMN tertarik ke area inflamasi. Produk
Difinisi histopatologi apendisitis akut: bakteri juga bersifat kemotaktik terhadap sel PMN. Intensitas dan durasi
1 Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel. emigrasi sel PMN biasanya dalam 24-48 jam, tergantung faktor kemotaktik
2 Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel. pada area inflamasi
Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan
3 epitel. 3. Eemigrasi sel mononuclea
4 Sel granulosit diatas lapisan serosa apendiks dengan abses apendikuler, Proses ini dimulai 4 jam setelah adanya stimulasi dan mencapai puncaknya 16-
24 jam. Pada keadaan awal respon seluler, sel mononuklear akan tampak dalam
dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.
jumlah sedikit bersama sel polimorfonuklear. Keluarnya sel mononuclear ini
5 Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan distimulasi oleh proses fagositosis debris, produk fagositosis neutrofil, dan
keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis. sitokin . Proses terakhir inflamasi adalah proliferasi seluler

Reaksi fase akut (Acute phase reaction) 4. Pproliferasi seluler.


Reaksi fase akut adalah pertahanan pertama tubuh dalam melawan proses inflamasi Proses ini diawali dengan proliferasi fibroblas yang dimulai dalam 18 jam dan
(innate immune), yang berfungsi tanpa melalui sistem spesifik dan memori (adaptive mencapai puncaknya 48 sampai 72 jam. Fibroblas mengeluarkan acidic
immune). Inflamasi adalah respon terhadap kerusakan jaringan oleh stimulus yang mukopolysaccharides yang menetralisis afek beberapa mediator kimiawi. Pada
dapat berupa trauma mekanik, nekrosis jaringan, dan infeksi. Tujuan proses akhir proses ini diharapkan kembalinya fungsi area yang terkena inflamasi,
namun dalam beberapa keadaan, proses ini berakhir dengan terbentuknya abses Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
dan granuloma apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar
20%. Pada apendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.

Diagnosis Banding
 Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat)
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit dipertimbangkan sebagai diagnosis
 Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg)
banding, diantaranya adalah berasal dari saluran pencernaan seperti gastroenteritis,
 Diet rendah serat
ileitis terminale, tifoid, divertikulitis meckel tanpa perdarahan, intususepsi dan
 Antibiotika spektrum luas
konstipasi. Gangguan alat kelamin perempuan termasuk diantaranya infeksi rongga
 Metronidazol
panggul, torsio kista ovarium, adneksitis dan salpingitis. Gangguan saluran kencing
 Monitor : Infiltrat, tanda2 peritonitis(perforasi), suhu tiap 6 jam, LED, AL 
seperti infeksi saluran kencing, batu ureter kanan. Penyakit lain seperti pneumonia,
bila baik mobilisasi  pulang
demam dengue dan campak
 Kelainan Gastrointestinal
Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengoreksi dehidrasi ringan. Pipa
 Cholecystitis akut
nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk mengurangi bahaya
 Divertikel Mackelli muntah pada waktu induksi anestesi. Pada apendisitis akut dengan komplikasi
Merupakan suatu penonjolan keluar kantong kecil pada usus halus yang berupa peritonitis karena perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, karena
biasanya berlokasi di kuadran kanan bawah dekat dengan appendik. biasanya keadaan anak sudah sakit berat. Timbul dehidrasi yang terjadi karena
Divertikulum dapat mengalami inflamasi dan bahkan perforasi ( robek atau muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan febris. Anak memerlukan
ruptur). Jika terjadi inflamasi atau perforasi, harus ditangani dengan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan.
pembedahan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi
 Enterirtis regional abdomen dan mencegah muntah. Kalau anak dalam keadaan syok hipovolemik maka
 Pankreatitis diberikan cairan ringer laktat 20 ml/kgBB dalam larutan glukosa 5% secara
intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indikasi.
 Kelainan Urologi
Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan dan
 Batu ureter kekurangan cairan. Sebelum pembedahan, anak harus memiliki urin output sebanyak
 Cystitis 1 ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan demam diberikan acetaminophen suppositoria
(60mg/tahun umur). Jika suhu di atas 380C pada saat masuk rumah sakit, kompres
 Kelainan Obs-gyn alkohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol demam.
 Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan apendisitis,
 Salphingitis akut (adneksitis)  keputihan (+) antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi apendisitis.
Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan. Antibiotika
Penyakit peradangan panggul. Tuba falopi kanan dan ovarium terletak dekat berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman. Pemberian
appendik. Wanita yang aktif secara seksual dapat mengalami infeksi yang antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-kasus perforasi
melibatkan tuba falopi dan ovarium. Biasanya terapi antibiotik sudah cukup, dan apendisitis . Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat
pembedahan untuk mengangkat tuba dan ovarium tidak perlu. kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob
dan anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi
Penatalaksanaan ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg) dalam
 Appendiktomi dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan
 Cito  akut, abses & perforasi menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi. Metronidasol aktif terhadap
 Elektif  kronik bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan.
Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin
Pembedahannya adalah dengan apendektomi, yang dapat dicapai melalui insisi Mc  Dilakukan Incisi Gridion(MC.Burney) / paramedian / transversal pada kulit
Burney (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993). Tindakan pembedahan pada kasus dengan mess / pisau besturi kira-kira 5–7 cm  kontrol perdarahan
apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui  Incisi diperdalam lapis demi lapis dengan mess / cauter sampai tampak
laparotomi (Raffensperger,1990; Mantu, 1994; Ein, 2000). Aponeurosis MOE
 Aponeurosis MOE dibuka dengan mess searah seratnya, diperlebar ke
craniolateral dan caudomedial dengan pertolongan pinset anatomis,
Wondhaak tumpul dipasang dibawah MOE, sampai tampak MOI yang
Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi : seratnya transversal
1. Cutis 6. MOI  MOI dan m.Transversus abdominis dibuka secara tumpul dengan klem / pean
2. Sub cutis 7. M. Transversus dengan bantuan pinset anatomis searah seratnya , kemudian diperlebar dengan
3. Fascia Scarfa 8. Fascia transversalis langenback sampai tampak peritonium warna putih mengkilat, haak dipasang
4. Fascia Camfer 9. Pre Peritoneum dibawah m. Transversus abdominis
5. Aponeurosis MOE 10. Peritoneum  Dengan pinset chirrugis 2 buah peritoneum diangkat  gunting diantara kedua
pinset, perhatikan cairan yang keluar : pus, udara, darah  peritoneum dijepit
APPENDECTOMY dengan kocher sonde 2 buah  pinset dilepas  diperluas kearah cranial dan
caudal dengan gunting dengan tuntunan dua jari / pinset untuk
 Appendisitis Akut disebut : Appendictomi Chaud
melindungi usus / organ lain  pasang langenback 2 buah
 Appendisitis Kronis disebut : Appendictomi Froid
 Evaluasi apakah ada cairan, darah atau pus  pus(+) lakukan pemeriksaan
bakteriologis
Indikasi  Cari Caecum dengan tanda2 :
1. Appendisitis Akut  Warna putih
2. Appendisitis kronis
 Terdapat taenia coli
3. Peri appendicular infiltrat dalam stadium tenang (a-Froid)
 Dinding tebal
4. Appendiks terbawa pada laparatomi operasi kandung empedu
5. Appendisitis perforata  Terdapat appendices epiploica

 Setelah caecum ditemukan dikeluarkan / diluxir dengan pinset anatomis 


Macam Incisi pada appendectomi dengan dua jari / gaas basah, ditarik kearah bawah, keluar dan keatas 
 Gridiron incision ( Mc Burney incision) appendiks akan ikut keluar  Identifikasi appendiks (odem, hiperemis, fecalith)
 Incisi tegak lurus garis Mc Burney  Bila appendiks mudah keluar lanjutkan dengan antegrade appendictomy, dan bila
 Caecum lebih mudah dipegang sukar keluar lanjutkan dengan retrograde appendictomy.
 Kontaminasi kuman minimal

 Incisi Paramedian kanan


 Antegrade Appendictomy
 Caecum lebih sukar dipegang  Setelah appendiks keluar, mesoappendiks dipegang dengan klem arteri /
 Kontaminasi lebih besar Ellis klem dekat ujung appendiks.
 Terutama pada wanita, sekaligus explorasi adnexa, genetalia interna,  Pasang klem 2 buah diantara appendiks dan mesoappendik dari ujung
meragukan appendiks  mesoappendiks digunting diantara kedua klem 
mesoappendiks diligasi dengan zide 2.0  ulangi terus sampai pangkal
 Incisi Transversal appendiks
 Pangkal appendiks dijepit dengan 2 klem / kocher  dilandasi kasa
Prosedur Appendektomi betadin dipotong dengan mess  pangkal appendiks diligasi side 2.0 
 Desinfeksi medan operasi dengan alkohol 70 % kemudian betadin 10 % klem dilepas  bekas appendik yang terpotong dicauter untuk cegah
 Pasang doek steril kecuali daerah tindakan  pasang doek klem  pasang doek fistel
lubang  Buat tabakzak naad / jahitan tembakau sekitar pangkal appendiks pada
lapisan seromuscularis caecum dengan side 2.0  appendiks dipegang
dengan pinset anatomis dorong kearah caecum, sambil mempererat
tabakzak naad, sedikit demi sedikit sambil melepas pinset pelan-pelan  Komplikasi yang terjadi setelah pembedahan apendisitis diantaranya adalah
Caecum dimasukkan kembali ke rongga perut infeksi. Beberapa tahun yang lalu insidensi infeksi setelah pembedahan sebesar
 Lakukan penutupan luka 20-40%, insidensi ini mengalami penurunan sampai sekitar 5% setelah
- Peritoneum dijahit dengan catgut Plain 2.0 secara continous digunakannya tripel antibiotika. Infeksi setelah pembedahan sering terjadi pada
withtlocking / jelujur Feston apendisitis perforasi atau gangrenosa. Meskipun infeksi bisa terjadi di sejumlah
- MOI & M.Transversus abdominis dijahit simpul / interupted dengan lokasi, infeksi yang terletak di lokasi pembedahan yang paling sering, yaitu pada
catgut chromic 2.0 luka subkutan dan dalam rongga abdominal. Insidensi kedua komplikasi ini
bervariasi tergantung pada derajat apendisitis, umur penderita, kondisi fisiologis
- Aponeurosi MOE dijahit simpul dengan plain catgut 2.0 dan tipe penutupan luka.
- Subcutis dijahit simpul dengan cromic 2.0 Obstruksi intestinal bisa terjadi setelah pembedahan pada kasus apendisitis, hal ini
- Cutis dijahit simpul dengan side 3.0 disebabkan oleh abses, phlegmon intraperitoneal atau adhesi. Infertilitas dapat
terjadi pada perempuan dengan apendisitis perforasi (Cloud, 1993; Lally, 2001).
 Retrograde Appendictomy
 Setelah caecum keluar , appendiks sukar dikeluarkan, mesoappendiks di Komplikasi Lain :
basis appendiks dibuka kemudian dibuat lubang pada mesenterium  Nekrosis dinding appendiks
dengan klem yang tertutup  Perforasi dinding appendiks  pus keluar masuk cavum peritonii
 Pangkal Appendiks diklem melalui lubang tersebut  diligasi dengan  General peritonitis
zide 2.0  dipotong antara klem dan ikatan  bekas potongan dicauter  Periappendikular infiltrat / Phlegmon / Mass
 Buat tabak zak naad  appendiks diinvaginasikan kecaecum dengan Appendiks yang mengalami perforasi(mikroperforasi) segera
pinset  tabak zak dieratkan pelan-pelan sambil melepas klem ditutup (walling of) oleh omentum dan usus halus  gumpalan
 Mesoappendiks diklem  dipotong secara retrograde  diligasi dengan massa rdangberlanjut mjd:Periappendicular abses
zide 2.0  Sepsis
 Appendisitis kronis

Komplikasi Penyulit Appendektomi :


Bila tidak ditangani dengan baik maka apendisitis akut dapat mengalami perforasi 1. Durante Operasi
dan berlanjut menjadi peritonitis lokal maupun umum.  Perdarahan dari a. mesenterium / omentum
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah perforasi baik berupa perforasi bebas  Robekan sekum atau usus lain
maupun perforasi pada bagian apendiks yang telah mengalami pendindingan
(Walling off) sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan mesoapendiks, 2. Pasca Operasi
apendiks, sekum dan lengkung usus yang disebut sebagai massa periapendikuler  Perdarahan
Pada anak sering terjadi perforasi bebas, hal ini disebabkan oleh:  Infeksi
1. ding apendiks yang masih tipis,  Hematom
2. anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis dan proses  Paralitik ileus
pendindingan kurang sempurna,  Peritonitis
3. perforasi berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.  Fistel usus
 Streng Ileus karena band
Terjadinya massa periapendikuler bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi  Hernia sikatrik
ditutupi pendindingan oleh omentum dan lengkung usus. Pada massa
periapendikuler yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran Sistem skor Alvarado
pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis umum
Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan
Komplikasi lain yang cukup berbahaya adalah pylephlebitis, yaitu merupakan
gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak, orang tua dan
thrombophlebitis supurativa pada sistem vena porta akibat perluasan infeksi
dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal
apendisitis. Gejalanya berupa menggigil, demam tinggi, ikterik ringan dan abses
yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka
hepatik (Way, 2003).
apendektomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%
(Ramachandran, 1996). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas tidak lengkap maka skor Alvarado semakin rendah, mendekati 1, ini mengarahkan
pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara kepada apendisitis kronis atau bukan apendisitis.
untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan
instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring yang didasarkan pada gejala dan tanda klinis
Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, apendisitis akut, telah banyak dipergunakan. Pada tulisan aslinya, Alvarado
cepat dan kurang invasif (Seleem; Amri dan Bermansyah, 1997). Alfredo Alvarado merekomendasikan untuk melakukan operasi pada semua pasien dengan skor 7
tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan atau lebih dan melakukan observasi untuk pasien dengan skor 5 atau 6
dua temuan laboratorium.
Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat Skor Alvarado untuk diagnosis apendisitis akut:
keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko
meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri tekan di abdomen Gejala dan tanda: Skor
kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan , temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis Nyeri berpindah 1
dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis
mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga Anoreksia 1
kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10 (Alvarado, 1986; Rice, 1999). Mual-muntah 1
Nyeri fossa iliaka kanan 2
Skor Alvarado Nyeri lepas 1
Faktor Risiko Skoring 0
Peningkatan suhu > 37,3 C 1
~ migrasi nyeri 1
~ nausea dan vomitus 1 Jumlah leukosit > 10x103/L 2
~ anoreksia 1 Jumlah neutrofil > 75% 1
Tanda
~ nyeri kuadran kanan Total skor: 10
2
bawah
~ nyeri lepas tekan 1 Andersson, dalam studi meta-analisis gejala klinis dan laboratorium mendapatkan
~ temperatur > 37,20C 1 hasil bahwa riwayat nyeri berpindah (migration pain) dari umbilikus dan reaksi
Laboratorium peritoneal (nyeri tekan kanan bawah, nyeri lepas/Rebound’s sign, Rovsing’s sign)
~ angka lekosit > 10.000 2 adalah informasi diagnostik apendisitis akut yang penting (Andersson, 2004)
~ persentase netrofil >
75%
1 ALVARADO SCORE
1. Vomitus/nausea 1 Nilai : < 4 kronis
2. Anoreksia 1 4 – 7 ragu2
Penelitian yang dilakukan oleh Amri dan Bermansyah (1997) mengenai skor 3. NT Mc Burney 2 > 7 akut
Alvarado pada diagnosis apendisitis akut dengan skor pembatas (cut off point) 6 , 4. Nyeri lepas 1
didapatkan sensitivitas: 90,90% dan spesifisitas: 75,75% dengan akurasi diagnostik: 5. Nyeri alih 1
83,33%, Tranggono (2000) melaporkan dengan memakai skor pembatas (cut off 6. Demam > 37,2 C 1
point) 7 didapatkan sensitivitas: 71,43% dan spesifisitas: 69,09% dengan akurasi 7. AL > 10.000 2
diagnostik 69,74%. Sedangkan Fenyo melaporkan sensitivitas: 90,20% dan 8. Segmen > 70 1
spesifisitas: 91,40%. Nilai 10
Berdasarkan skoring terhadap faktor risiko yang digunakan dalam sistem skor
Alvarado seperti tertulis di atas maka dapat diasumsikan bahwa semakin lengkap
gejala, tanda dan pemeriksaan laboratorium yang muncul atau keberadaannya positif Klasifikasi Klinikopatologi Cloud
maka skor Alvarado akan semakin tinggi, mendekati 10, ini mengarahkan kepada Klasifikasi apendisitis pada anak yang sampai saat ini banyak dianut adalah
apendisitis akut atau apendisitis perforasi. Demikian pula sebaliknya jika semakin klasifikasi yang berdasarkan pada stadium klinikopatologis dari Cloud, klasifikasi
ini berdasarkan pada temuan gejala klinis dan temuan durante operasi :
1. Apendisitis Simpel (grade I): Stadium ini meliputi apendisitis dengan apendiks kesembuhannya diperlukan tindakan pembedahan. Demikian juga setelah
tampak normal atau hiperemi ringan dan edema, belum tampak adanya eksudat tindakan pembedahan kadang-kadang terdapat komplikasi yang dapat
serosa. memperpanjang masa perawatan dan bahkan dapat meningkatkan angka
2. Apendisitis Supurativa (grade II): Sering didapatkan adanya obstruksi, apendiks mortalitas.
dan mesoapendiks tampak edema, kongesti pembuluh darah, mungkin didapatkan
adanya petekhie dan terbentuk eksudat fibrinopurulen pada serosa serta terjadi
kenaikan jumlah cairan peritoneal.
Pada stadium ini mungkin bisa tampak jelas adanya proses “ Walling off “ oleh Menurut Al Ibrahim et al (1990), resiko terjadinya infeksi setelah pembedahan
omentum, usus dan mesenterium didekatnya. dapat berasal dari faktor pembedahannya, maupun dari faktor penderita sendiri.

3. Apendisitis Gangrenosa (grade III): Selain didapatkan tanda-tanda supurasi I. Faktor Resiko Dari Pembedahan.
didapatkan juga adanya dinding apendiks yang berwarna keunguan, kecoklatan Beberapa hal yang dapat menimbulkan infeksi pasca bedah dari segi pembedahan
atau merah kehitaman (area gangren). Pada stadium ini sudah terjadi adanya adalah :
mikroperforasi, kenaikan cairan peritoneal yang purulen dengan bau busuk. a. Tipe prosedure bedah.
Pembedahan pada mata mempunyai resiko infeksi yang paling rendah. Angka
4. Apendisitis Ruptur (grade IV): Sudah tampak dengan jelas adanya ruptur infeksi yang tinggi terjadi pada pembedahan toraks, bedah umum dan
apendiks, umumnya sepanjang antimesenterium dan dekat pada letak obstruksi. kandungan. Angka infeksi pasca bedah paling tinggi didapatkan pada
Cairan peritoneal sangat purulen dan berbau busuk. pembedahan perut yang menembus organ berongga.

5. Apendisitis Abses (grade V): Sebagian apendiks mungkin sudah hancur, abses b. Lama pembedahan.
terbentuk disekitar apendiks yang ruptur biasanya di fossa iliaka kanan, lateral Pembedahan yang berlangsung 2 jam atau lebih berhubungan dengan
dari sekum, retrosekal, subsekal atau seluruh rongga pelvis bahkan mungkin kejadian infeksi pasca bedah yang tinggi.
seluruh rongga abdomen. c. Pembedahan emergency
Dibanding dengan pembedahan elektif, pembedahan emergency mempunyai
Menurut klasifikasi klinikopatologi Cloud apendisitis akut grade I dan II belum angka infeksi pasca bedah yang lebih tinggi.
terjadi perforasi (apendisitis simpel) sedangkan apendisitis akut grade III, IV dan V d. Faktor lokal
telah terjadi perforasi (apendisitis komplikata). Faktor lokal yang meningkatkan terjadinya infeksi termasuk adanya jaringan
nekrotik, rongga mati, penurunan perfusi lokal, hematoma dan adanya benda
asing.
Antibiotika Profilaksis pd Apendisitis Kronis e. Derajat pencemaran luka selama pembedahan
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 Infeksi luka merupakan penyebab tersering terjadinya infeksi pasca bedah,
dan merupakan tipe terbanyak dari infeksi nosokomial setelah infeksi traktus
Pemberian antibiotika pada kasus kasus bedah bertujuan untuk menurunkan urinarius. Terjadinya infeksi pasca operasi sangat ditentukan oleh derajat
morbiditas dan mortalitas infeksi bedah. Infeksi bedah didefinisikan sebagai infeksi pencemaran oleh mikroorganisme, dan derajat tersebut berhubungan
yang terjadi setelah tindakan pembedahan atau kasus-kasus infeksi yang langsung dengan prosedur yang dilakukan.
penyembuhannya memerlukan tindakan pembedahan disamping anti biotika.
The Nationale Reserch Counsil telah mengusulkan klasifikasi luka operasi
Iinfeksi bedah dibedakan dengan infeksi medikal, oleh karena pada infeksi bedah
berdasarkan atas kontaminasinya dan peningkatan resiko operasi sebagai
terdapat masalah mekanik atau anstomis yang harus diatasi dengan tindakan invasif
berikut :
atau tindakan pembedahan. Al Ibrahim et al, (1990) mengatakan kasus kasus infeksi
setelah pembedahan adalah masalh klinik yang besar. Dikatakan di Amerika Serikat 1) Luka bersih (kelas I)
insidensi luka infeksi setelah pembedahan secara keseluruhan diperkirakan sebesar Luka bersih adalah luka yang tidak menembus rongga –rongga di dalam
7,5 %, dan angka tersebut menimbulkan peningkatan biaya perawatan sebesar 10 tubuh termasuk traktus gastrointestinalis, respiratorius dan traktus
juta dolar setiap tahun. Proses radang yang mengenai appendik fermiformis atau urogenitalis. Tidak terdapat pelanggaran terhadap teknik aseptik, dan
appendisitis adalah merupakan salah satu contoh kasus infeksi bedah, karena untuk tidak terdapat proses peradangan di tempat lain. Tempat pembedahan
steril dan kontaminasi bersumber dari luar. Stafilokokus aureus adalah Tumor ganas yang solid pada traktus digestivus dapat menimbulkan
penyebab terbanyak infeksi luka operasi pada luka bersih. Luka bersih obstruksi, ulserasi dan perforasi yang dapat merupakan predisposisi
mempunyai angka infeksi pasca operasi yang terendah (1-4%). Contoh untuk terjadinya infeksi.
prosedure operasi yang termasuk luka bersih adalah operasi hernia. e. Pemondokan yang lama sebelum pembedahan
Diluar kasus-kasus emergency, angka infeksi pasca operasi didapatkan
lebih tinggi jika pemondokan preoperasi lebih lama.

2) Luka Bersih terkontaminasi (klas II) f. Penggunaan anti biotika sebelumnya


Yang termasuk luka bersih terkontaminasi adalah luka operasi yang Penggunaan anti biotika terhadap infeksi yang sedang berlangsung atau
menembus traktus digestivus traktur respiratorius tetapi tidak terjadi infeksi sebelumnya akan menimbulkan perubahan flora mikrobial yang
pencemaran yang berarti. Prosedure tersebut termasuk menembus orofaring, normal dan bahkan dapat menimbulkan pseudomembranous colitis.
vagina, traktus urinarius dan traktus billiaris yang tidak terinfeksi. g. Terapi dengan imunosupresif
Pelanggaran kecil terhadapap teknik aseptik juga diklasifikasikan sebagai h. Terdapatnya infeksi pada tempat lain
luka bersih terkontaminasi. Pada luka jenis ini terjadi tambahan pencemaran Angka infeksi pasca bedah pada penderita yang mengalami infksi
dari bakteri endogen, dan angka infeksi mencapai 5-15 %. Prosedure operasi sebelum pembedahan, didapatkan 3-4 kali lebih besar dibandingkan
yang damasukkan dalam kategori ini antara lain : koleksistektomi, dengan penderita yang tidak mengalami infeksi.
appendektomi subtotal gastrektomi, dan partial kolektomi. i. Tipe rumah sakit
Infeksi pasca bedah didapatkan lebih tinggi pada rumah sakit
3) Luka Kontaminasi (klass III) pendidikan dibandingkan dengan rumah sakit yang bukan tempat
Prosedure yang termasuk kelas ini adalah prosedure yang disertai pendidikan.
pencemaran yang nyata dari isi organ berongga, adnya inflamasi akut tanpa
terdapatnya pus. Luka trauma yang baru , dan luka operasi yang disertai
pelanggaran besar terhadap teknik aseptik dimasukkan ke dalam kategori Antibiotika Profilaksis dan Pembedahan
ini. Angka kejaian infeksi pasca bedah adalah 15-40% Menurut Al Ibrahim et al (1990), tujuan pemberian antibiotika profilaksis pada
. pembedahan adalah untuk mencegah infeksi. Namun demikian perlu ditekankan
4) Luka Kotor (klasIV) disini bahwa untuk mencegah infeksi pasca bedah perlu memperhatikan empat hal
Luka operasi kotor adalah luka operasi yang tercemari oleh pus atau terdapat yaitu :
perforasi fiscus. Luka traumatik yang lama juga termasuk dalam kategori 1) taktik pembedahan,
luka kotor. Angka infeksi pasca operasi adalah 40% atau lebih. 2) Teknik pembedahan,
3) perawatan pre dan pasca operasi,
4) pemberian antibiotika (Geroulanos et al, 1989).
II. Faktor Resiko Dari penderita Menurut Al Ibrahim et al, (1990), masih didapatkan beberapa kontroversi dalam hal
Faktor resiko dari penderita dapat bersifat umum dan dapat bersifat organ
pemberian anti biotika profilaksis, baik dalam hal diberi atau tidak, cara pemberian
spesifik atau lokal. Yang termasuk faktor-faktor umum adalah sebagai berikut :
maupun jenis antibiotika yang dipergunakan. Untuk beberapa macam prosedur
a. Malnutrisi.
pembedahan yang mempunyai resiko infeksi yang rendah pemberian antibiotika
Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% penderita yang dipondokkan
profilaksis adalah tidak pada tempatnya.
mungkin mengalami gangguan nutrisi. Gangguan nutrisi yang berat akan
Menurut Alexander et al (1991), kontroversi yang berkepanjangan tersebut
menyebabkan insidensi pasca operasi yang tinggi khususnya infeksi luka
disebabkan oleh karena kurangnya pengertian mengenai prinsip-prinsip dasar
operasi.
mengenai anti biotika dan infeksi bedah. Keputusan pemberian anti biotika
b. Umur diatas 65 tahun
profilaksis haruslah didasarkan kepada besarnya manfaat yang didapat,
Penelitian menunjukkan bahwa angka infeksi pasca operasi meningkat
dibandingkan dengan besarnya efek yang merugikan.
sesuai dengan peningkatan umur. Angka infeksi tersebut mencapai 8-13%
lebih tinggi pada penderita yang berumur 65 tahun atau lebih.
Prinsip-prinsip pemberian antibiotika profilaksis dijelaskan sebagai berikut (Jones,
c. Diabetes melitus  Penderita sangat rentan terhadap infeksi.
1988 ; Al Ibrahim et al 1990).
d. Tumor ganas
1. Antibiotika profilaksis dan tipe luka
Pemberian anti biotoka profilaksis sebaiknya difunakan pada opersi-operasi yang (1990), menggunakan cefoxitim 2 gr perioperatif dan ditambah 1 gr lagi 6 jam
mempunyai resiko infeksi pasca operasi tinggi. Anti biotika profilaksis diberikan berikiutnya untuk appendisitis yang tidak perforasi. Apabila penderita alergi
juga pada operas-operasi dengan luka bersih yang bila terjadi infeksi menimbulkan terhadap safalospirin atau penicilin, digunakan bagi yang tidak perforasi
akibat yang sangat berat, seperti endokarditis pada penggantian kelep, atau pada metronidazole 500 mg preoperatif dan gentamisin 1,5 mg /kg iv. Menurut
penggantian sendi panggul dengan protesa. Luka kotor ditangani seperti Alexander et al (1991), telah dapat dibuktikan dengan jelas bahwa pemberian anti
penanganan luka infeksi dan antibiotika profilaksis tidak mencukupi. biotik yang maksimal akan tercapai bila pemberiannya akan dilakukan
2. Penentuan jenis kuman preoperatif.

Apendektomi Insidental
Bakteri yang paling banyak menimbulakn infeksi pada luka bersih adalah
stapilokokus dan stretokokus. Dilain pihak pada luka bersih terkontaminasi
atau luka kontaminasi, bakteri yang menimbulkan infeksi biasanya bersumser -----------------------------------------------------------------------------------------------------D-Collection 2002
dari daln seperti dari traktus digestivus atau traktus urinarius. Bakteri yang
sering menimbulkan infeksi tersebut sebaiknya diidentifikasi, dan antibiotika
yang dipilih haruslah cocok dengan mikroorganisme tersebut. Apendektomi Insidental ialah Suatu tindakan apendektomi dengan tujuan
sebagai propilaksis. Pelaksanaan apendektomi insidental merupakan hal yang
3. Timing dan konsentrasi dari antibiotika kontroversial, mungkin sebaiknya tak perlu dilakukan pada sebagian besar penderita.
Dengan beberapa perkecualian seperti contoh anti biotika yang terarbsobsi Apendektomi insidental secara selektif pada penderita dengan resaiko tinggi untuk
pada pembedahan kolorektal antibiotika sebaiknya telah sampai pada tempat apendisitis atau nyeri kuadran kanan bawah mungkin memegang peranan.
operasi, dengan konsentrasi yang cukup pada saat melakukan irisan, dan Apendektomi insidental pada histrektomi atau cholecystictomi tidak akan
konsentrasi tersebut dipertahankan selama pembedahan. meningkatkan komplikasi, tetapi tidak akan meningkatkan efektifitas secara
finansial (cost) jika ini meningkatkan charge pembedahan, sebab sebagian besar
4. Efek samping dan pembiayaan apendisitis terjadi pada penderita muda dan sebagian besar apendektomi insidental
Antibiotika yang dipilih sebaiknya yang menimbulkan efek samping yang terjadi pada penderita tua, insidental apendektomi secara rutin mungkin tidak akan
paling minimal, dan kalau mungkin yang mempunyai harga yang paling murah. berpengaruh secara nyata terhadap pengurangan rawat inap karena apendisitis.
Meskipun insidental apendektomi dikontra indikasikan pada kondisi-kondisi
5. Lama penggunaan antibiotika tertentu, penerapannya secara selektif pada penderita muda (misal 10 – 30 th) pada
Penggunaan antibiotika profilaksis sebaiknya dalm waktu pendek, misalnya status kesehatan yang baik, tetapi beresiko apendisitis mungkin menguntungkan.
selama operasi. Penggunaan yang lama tampaknya tidak memberikan hasil Perempuan muda yang menderita keluhan pelvis berulang atau nyeri, mungkin
yang lebih baik. Dilain pihak penderita akan dirugikan oleh biaya yang menguntungkan untuk dilakukan insidetal apendektomi.
seharusnya tidak perlu dan resiko efek samping yang mungkin terjadi. Kami telah sering melakukan insidental apendektomi saat insisi kanan bawah di
lakukan untuk operasi-operasi seperti reduksi intususepsi, ini pada umumnya
dipikirkan untuk mengurangi kebingungan bila jika terjadi nyeri kanan bawah di
Pemberian antibiotika pd Apendisitis kemudian hari. Tidak ada trial sedara klinik yang mendukung yang berhubungan
Luka operasi pada pembedahan appendisitis pada umumnya termasuk katagori luka
dengan aproach beyeleuf. Apendektomi insidental pada kondisi-kondisi tertentu
bersih terkontaminasi, kecuali terjadi gangren atau perforasi dari appendik (Al
seperti limpodenectomi secara radial perinatal untuk kanker testis atau groft
Ibrahim et al 1990 ; Condon et al 1991 ).
vasculer, di kaitkan dengan konplikasi infeksi yang lebih tinggi sebaiknya dihindari.
Dikatakan pemberian anti biotika profilaktis pada appendisitis masih merupakan
Pada studi dengan 4,5 kasus dengan insidental apendektomi pada 1910 anak yang
kontroversi. Penelitian kontrol-trial yang membandingkan pemberian antibiotika
mengalami nefrektomy karena williams tumor, tidak ditemukan peningkatan
dan plasebo, secara konsisiten menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang
komplikasi infeksi atau obstruksi post operasi pada penderita yang mengalami
efektif terhadap kuman anaerob, baik terhadap pemberian tersendiri maupun
insidental apendektomi. Indikasi lain insidental apendektomi mungkin meliputi akut
pemberian kombinasi terbukti terbukti efektif dalam menurunkan infeksi luka pasca
atau kronis di kuadran kanan bawah dimana apendisitis di temukan normal saat
operasi. Sedangkan pemberian antibiotika yang terutama aktif terhadap kuman aerob
eksplorasi. Sebagai tambahan penderita dengan crohn’s desease yang merasa nyeri
tidak konsisten efektif. Dikatakan hal ini adalah merupakan penemuan yang aneh,
kuadran kanan bawah, saat dilakukan operasi eksplorasi pada umumnya cenderung
sebab kebanyakan kuman yang berhasil diisolasi dari luka adalah escherichia coli
di lakukan apendektomi untuk menghindari dilema diagnostik di masa yang akan
(Alexander et al 1991). Meskipun eschericia coli adalah kuman aerob, pemberian
datang. Menurut Tai Sugimoto (1987), secara cost sangat menguntungkan dilakukan
anti anaerob tampaknya sangat esensial. Antibiotika mungkin mempunyai peranan
dilakukan apendektomi incidental.
yang kecil kecuali appendik dalam keadaan gangren atau perforasi. Al Ibrahim et al
Appendektomi incidental masih kontrapersial untuk dilakukan, ada 4 indikasi untuk
dilakukan appendektomi incidental menurut sabiston 2001:
 nyeri perut kanan bawah yang terusmenerus
 tumor williams
 pada durante operasi ditemukan apendik, hiperenis, udema
Kelainan pada Saluran Bilier :
SALURAN BILIER 1. Batu empedu
-----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
Teori terjadinya batu :
 Supersaturasi : empedu terlalu pekat  pengendapan  batu
 Nidus (inti) : terbentuk dari epitel desquamasi, bakteri, benda asing.
Anatomi : Jika nidus diselimuti endapan empedu  batu
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit
hepar dan disekresi oleh hepar ke dalam Terbanyak jenis batu kolesterol, bersifat radiolusen. Sedang pada kandung
canaliculi biliaris. Canaliculi ini akan kemih bersifat radioopak, karena mengandung kalsium yang bersifat menyerp
bermuara pada ductus biliaris sinar X. Lokasi batu pada vesica felea (cholelithiasis) atau duktus choledocus
interlobularis. Duktus-ductus ini akan (choledocolithiasis).
membentuk duktus hepaticus dextra dan Predisposisi terjadinya batu : 3F
sinistra. Kedua duktus ini akan  Female (wanita)
membentuk Duktus Hepaticus Comunis,  Forty (diatas 40 tahun)
duktus ini bersatu dengan duktus  Fatty (gemuk)
cysticus (dari vesica felea) membentuk
ductus Choledochus. Ductus ini bersama  Cholelithiasis
ductus pankreaticus mayor (Wirsungi) Klinis :
bermuara kedalam papilla duodeni mayor  Sakit perut kanan atas (hipokondrium kanan)
(papila Vater) di duodenum pars
 Dispepsia
descendens. Pada muara ini terdapat
 Kolik  menetap, hilang timbul, mual, muntah
Spincter Oddi. Ductus hepaticus
 Ikterik ringan
comunis dengan ductus choledochus
Akibat sumbatan batu pada collum vesika velea sehingga terbentuk
disebut Common Bile Duct ( CBD) .
kantong Hartmann yang mendesak CBD  MIRIZZI’S Syndrome
Empedu mengandung garam empedu,
pigmen empedu (bilirubin), lechitin,
colesterol dan elektrolit. Jumlah cairan Diagnosis :
sehari 500-100 cc/hari. Vesica felea  USG  Akurasi 95%, tampak gambaran :
merupakan suatu kantong yang berfungsi @ Akustic Shadow  batu empedunya
memekatkan dan menyimpan empedu. @ Double Layer  edema dinding fesica felea
Dibagi menjadi 4 bagian : fundus ,
corpus, infundibulum dan collum. Dari  Kolangiografi (oral, iv)
collum berlanjut menjadi ductus cysticus. Syarat : - kandung empedu sehat
Infundibulum menonjol seperti kantong - ductus cysticus baik
disebut kantong HARTMANN. - bilirubin < 3
Vesica felea diperdarahi oleh a. cystica
cabang a.hepatica dekstra. Ada suatu  PTC  d.biliaris  melihat anatomi di proksimal sumbatan
daerah yang dibentuk oleh ductus  ERCP  papila vater  melihat anatomi di distal sumbatan
cysticus, CBD, dan cabang a.cysticus  Scintigraphy  anatomi dan fungsi biliar/ letak kebocoran
disebut TRIGONUM CALOT, daerah  CT Scan  tidak khas
ini penting untuk identifikasi a.cysticus
dan ductus cysticus pada tindakan
Cholecystektomi.
Komplikasi : Terapi :
 Kolik  Operasi eksplorasi bilier  open or laparaskopi
 Keganasan akibat iritasi kronis, calcified gall bladder 20% ca vesika Tindakan setelah batu diambil, maka CBD dapat langsung tutup primer
felea atau pasang drainase temporer ( t-tube)
 Kolesistitis  trauma mukosa kandung empedu oleh batu
 Adhes  Fistel  Gall stone Ileus  Perforasi  peritonitis  By pass ke duodenum (koledokoduodenostomi laterolateral) atau
 Mucocele / hidrops  sumbatan pada leher kadung empedu jejenum (koledocoyeyenostomi Roux en Y )
 Empyema Dilakukan bila ada striktur di duktus koledokus distal atau di papilla
vater yang sulit untuk didilatasi atau sfingterotomi
Terapi :
 Non Operatif  batu jenis kolesterol, berlangsung 2 bulan
 Operatif :  Kista Koledokus
 Cholecystectomi  kandung empedu & batu diambil Penyakit traktus biliaris biasanya jarang pada usia anak-anak. Kista biliaris dapat
 Cholecystostomi hanya batu terjadi pada ekstra hepatal, intrahepatal, atau pada keduanya. Kista ini terdapat
pada CBD dan harus dilakukan pengambilan karena berpotensi menjadi
Indikasi Operasi ganas.
- Batu simtomatik Tahun 1723 Vater dan Ezler mendiskripsikan suatu keadaan abnormal pada
- Batu A-simptomatik : anatomi traktus biliaris, di mana terjadi pelebaran dari duktus koledokus. Mc
- diameter > 2 cm meningkatkan resiko kolesistitis Whoter pada tahun 1924 melaporkan yang pertama kali tentang eksisi kista
- Kegananasan koledokus disertai anastomosis duktus hepatis kommunis dengan duodenum

 Choledocolithiasis Anatomi dan klasifikasi.


Batu terletak pada CBD atau ekstrahepatal. Jenisnya : Todani dkk, membuat suatu klasifikasi berdasarkan gambaran kolangiografi,
- Batu primer  biasanya jumlah banyak menjadi 5 tipe sbb :
- Batu sekunder  batu di CBD sedikit biasanya ada batu 1. Tipe I
divesika felea Merupakan dilatasi konsentris dari CBD/CHD. Ini merupakan tipe yang
paling banyak terjadi ( 90 % kasus ), biasanya berhubungan dengan anomali
Klinis : sistem pankreatikobiliaris. Tipe ini dibagi menjadi 3 sub tipe, yaitu :
 Ikterus obstruktif IA : Kistik/Sakular dilatasi CBD
 Kolangitis intermitten IB : Fokal Segmental dilatasi CBD
 Kolik IC : Diffus atau silidris dilatasi CBD
 Post kolesistektomi
2. Tipe II  divertikel yang keluar dari CBD atau CHD, (kira-kira 3 % kasus )
Diagnosis :
3. Tipe III
 Ikterus (bilirubin serum meningkat), alkali phospatase meningkat,
Koledokele, merupakan suatu dilatasi kistik pada CBD bagian distal, di mana
dapat dibedakan dengan keganasan. Alkali pospatase terdapat pada
dinding CBD herniasi ke dalam duodenum.
sel pelapis saluran empedu.
Pada koledokolithiasis kerusakan epitel tidak banyak shingga kadar
4. Tipe IV
alkali sekitar 300 IU/ltr, sedang pada keganasan epitel banyak
IV A  Multipel ekstra hepatik dan intra hepatik kiste
hancur sehingga alkali meningkat sampai ribuan . N: 40-100 IU/ltr
IV B  Multiple ekstra hepatik kiste.
 AL meningkat
5. Tipe V  Single atau multipel intra hepatik kista
 USG  akurasi < 80%
Patologi Terapi
Dinding biasanya menebal oleh karena proses inflamasi dan fibrosis. Pada tipe Prinsipnya menjamin penyaluran empedu bejalan lancar secara anatomi dan
III tampak gambaran mukosa duodenum. Pada bayi dan anak biasanya fisiologi.
didapatkan gambaran obstruksi komplet atau hampir komplet pada bagian distal. Drainase interna dari kiste ke duodenum dipopulerkan oleh Gross dan
Pada pasien dewasa biasanya bagian distal masih patent. Pada kasus tanpa Fonkalsurd sebagai suatu cara pembedahan yang aman dan efektif.
komplikasi, gambaran hepar biasanya masih normal. Kadang pada kasus dengan Komplikasi yang terjadi biasanya rekuren kolangitis, kolelithiasis,
inflamasi yang ringan didapatkan fibrosis pada periportal hepar. pankreatitis dan striktura anastomosis, yang memerlukan tindakan re-operasi.
Rox-en-y cysto-jejunostomy dikembangkan untuk mengurangi kolangitis,
Patofisiologi merupakan tindakan yang populer dan efektif.
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya kista koledokus masih merupakan suatu
perdebatan. Beberapa kemungkinan adalah karena kelemahan dinding secara Kasai dan Ishida (1970) melaporkan hasil yang memuaskan dengan cara eksisi
kongenital, abnormalitas pada mukosa, dan obstruksi kongenital. Todani pada kiste. Sekarang umumnya setuju bahwa kiste koledokus memerlukan eksisi
tahun 1984 menganalisis dari ERCP, menyebutkan bahwa kebanyakan pasien komplet. Secara hati-hati kiste didiseksi dari arteri dan vena hepatika. Bagian
mempunyai anomali pada sistem pankreatikobiliaris, di mana duktus distal pada retropankreas harus dieksisi secara komplet untuk mencegah
pankreatikus utama bermuara pada CBD pada tempat yang agak jauh dari timbulnya malignansi dari sisa-sisa residual kiste. Tehnik operasi yang hati-hati
spingter Oddii, sehingga memungkinkan refluk enzim pankreas ke CBD dan diperlukan untuk mencegah injury terhadap duktus pankreatikus.
mengiritasi dinding sehingg dilatasi. Kelainan ini terjadi kira-kira pada 96 % Follow up post operasi dilakukan tiap 3 bulan pada tahun pertama, dan kemudian
pasien anak. Tipe II terjadi bisanya karena ruptur CBD pada masa prenatal. setiap tahun. Pada setiap datang diperiksa fungsi hepar, amilase serum, dan USG
hepar dan pankreas.
Gambaran Klinis
Kista Koledokus terjadi lebih banyak pada wanita dari pada pria ( 4 : 1 ). Kira-
kira 18 % terjadi pada umur < 1 th, dan 60 % pada umur < 10 th. Pada bayi 2. Radang
umur 1 – 3 bulan mempunyai gambaran klinis seperti atresia biliaris. Kiste  Kolesistitis
terlihat pada 2 % bayi dengan obstruksi jaundice. Pada dewasa manifestasi klinis Merupakan radang pada vesika felea yang disebabkan oleh faktor
bervariasi. predisposisi :
Klinis berupa TRIAS KLASIK ALONSO: - Batu yang menyebabkan obstruksi
1. Abdominal pain - Tumor di dalam saluran empedu atau tumor ekstra duktus bilier yang
2. Massa yang teraba pada perut kanan atas menekan saluran bilier
3. Jaundice,
Dibagi menjadi :
Epigastric pain merupakan simptom yang terbanyak disusul dengan panas dan - Akut  obstruksi collum vesika fellea atau obstruksi duktus sistikus
jaundice terjadi pada 25 % kasus. Gejala tersebut bisa terjadi secara berulang. - Kronis  hampir akibat batu
Komplikasi yang kadang terjadi (jarang) misalnya obstruksi biliaris, hipertensi
porta, rekuren pankreatitis dan bilier peritonitis.
Hidrops Kolesistitis
Terjadi akibat sumbatan total di collum vesika fellea sehingga tidak ada
Diagnosis aliran sekresi vesika fellea. Lama kelamaan debris dan sel2 radang
o USG diabsorbsi oleh vesika fellea kembali sehingga cairan akan menumpuk dan
o ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography) jarang berwarna bening.
dilakukan pada bayi dan anak, oleh karena invasive dan potensial terjadi Terapi :
komplikasi kolangitis dan pankreatitis. PTC (Percutaneus Transhepatic - Konservatif  antibiotika, anti inflamasi, diet rendah lemak
Cholangiography), merupakan prosedur yang invasive juga. Intravena - Operatif  kolesistektomi
Cholangiography dengan Computer Tomografi juga jarang dilakukan.
o Prosedur bedah yang bisa dilakukan untuk diagnosis adalah Cholangiography
Operatif.
 Kolangitis Faktor Prognostik / Mortalitas Operasi :
Merupakan peradangan pada Saluran bilier akibat adanya obstruksi. 1. AL > 10.000 mmk
Akut Supuratif 2. Suhu > 38 C
Keadaan dimana banyak terdapat pus, dimana merupakan indikasi 3. Usia > 55 tahun
untuk spoed laparotomi. Tanda TRIAS CHARCOT : 4. Keganasan
1. Demam 5. Albumin serum < 3,5 gr%
2. Ikterik 6. GOT/GPT > 100
3. Menggigil 7. Alkali Phospatase serum > 100
8. Bilirubin Total > 10 gr%
Sklerosing kolangitis  peradngan seluruh dinding saluran bilier
dimana saluran menjadi keras dan menyempit Penilaian Score Mortalitas:
7 – 8 : 100 % pasien meninggal
Terapi : AB, Steroid, drainase 6 : 85 % pasien meninggal
5 : 70 % pasien meninggal
4 : 16 % pasien meninggal
1 - 3 : 0 % pasien meninggal
3. Ikterus obstruksif
Akibat sumbatan saluran bilier, akan terjadi kolestasis. Operasi dapat dilaksanakan bila pasien mempunyai Score dibawah 4
Tanda-tanda :
 Bilirubin total (serum) > 3 gr%
 Pelebaran saluran bilier (USG) 4. Trauma
Tumpul
Penyebab : Dapat menimbukan ruptur bilier  peritonitis bilier.
 Ektrahepatal  koledocolithiasis, kolelithiasis, keganasan Tindakan dilakukan drainase dulu setelah membaik baru direpai
 Intrahepatal  sklerosing kolangitis, keganasan (hepatoma)
Tajam  Akibat iatrogenik. Biasanya dilakukan repair langsung
Komplikasi :
 Infeksi  kolangitis, sepsis, peritonitis
 Kerusakan hati  sirosis
5. Neoplasma
Kolangiokarsinoma (Klatskin Tumor)
Terapi : Lokasi sering pada proksimal duktus hepatikus kanan atau kiri
 Drainage
- Interna Karsinoma Vesika Felea  St awal diterapi kolesistektomi dan reseksi hati
Mengalirkan empedu ke duodenum (by pass) / yeyenum (Roux-en Y) Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan batu kandung empedu
bersifat permanen di antaranya adalah iritasi, radang atau infeksi kandung empedu, empyema,
perforasi kandung empedu, gallstone ileus, sindrom Mirizzi’s ataupun
- Eksterna degenerasi ke arah tumor / neoplasma pada kandung empedu
Mengalirkan empedu keluar tubuh dngan menggunakan T-tube Hubungan yang erat antara batu kandung empedu dengan tumor kandung
bersifat temporer empedu telah diketahui, meskipun patogenesis yang pasti masih belum
diketahui. Insidensi terjadinya tumor kandung empedu pada pasien batu
 Operatif : kandung empedu pada literatur adalah berkisar antara 1-5% (Wagman, 2004).
- Kuratif (batu diambil) Insidensi tumor kandung empedu pada wanita lebih besar daripada pria,
- Paliatif (hilangkan penyebab) dengan rasio lebih kurang 2 : 1 (Wagman, 2004 ).
Tumor pada saluran empedu, termasuk kandung empedu, sebenarnya penyebaran langsung ke hepar. Sering terlihat invasi langsung dari tumor ke
merupakan kasus yang relatif jarang, namun merupakan masalah yang serius struktur di sekitarnya seperti gaster, duodenum, hati, pankreas, khususnya
karena menurut angka statistik di beberapa negara menunjukkan kenaikan pada kasus-kasus yang sudah lanjut (Roslyn, 1999 ; Wagman, 2004).
insidensi yang signifikan. Jika tumor ini dapat ditemukan pada stadim awal
mempunyai prognosis yang baik, tetapi jika ditemukan pada stadium lanjut Penggolongan stadium tumor ganas kandung empedu berdasarkan TNM :
mempunyai prognosis yang buruk (Roslyn, 1999 ; Synder, 2003). Usia Stadium
tengah terjadinya tumor adalah 73 tahun (Wagman, 2004). Faktor 0 : Tis N0 M0
keturunan / ras berperan dalam tumor kandung empedu, dengan frekwensi 5 IA : T1 N0 M0
– 6 kali populasi normal pada orang Mexico, Alaska dan Hispanic. IB : T2 N0 M0
Telah banyak dibahas di literatur tentang hubungan antara batu kandung IIA : T3 N0 M0
empedu dengan terjadinya tumor kandung empedu, meskipun patogenesis IIB : T1-3 N1 M0
yang pasti masih belum diketahui. Diduga bahwa adanya batu mengakibatkan III : T4 anyN M0
iritasi kronis pada dinding kandung empedu, kalsifikasi dinding kandung IV : anyT anyN M1
empedu, porcelaine gallbladder (dihubungkan dengan insidensi keganasan
sebesar 20%), yang berlanjut pada metaplasi, displasi, dan neoplasma. Batu Tumor Primer (T)
empedu yang berukuran lebih dari 2,5 cm merupakan faktor resiko Tx : Tumor primer tidak dapat diakses
Polip kandung empedu juga diduga merupakan faktor predisposisi terjadinya T0 : Tak ada bukti tumor primer
tumor kandung empedu. Polip yang merupakan faktor resiko adalah polip Tis : Karsinoma insitu, displasia high grade
dengan ukuran diameter lebih dari 1 cm (Roslyn, 1999 ; Dept of Surg USC, T1a : Tumor menginvasi lamina propria
2004). Typhoid carrier juga merupakan faktor resiko terjadinya tumor T1b : Tumor menginvasi lamina muskularis
kandung empedu dengan mekanisme yang belum jelas (Wagman, 2004). Satu T2 : Tumor menginvasi jaringan ikat perimuskuler, tak ada invasi ke liver
pasien tumor kandung empedu pada penelitian ini merupakan typhoid carrier T3 : Tumor menembus serosa/ peritoneum visceral, atau invasi langsung ke
yang pernah dirawat dua kali di rumah sakit karena typhoidnya. Adanya liver atau salah satu organ atau struktur di dekatnya, seperti lambung,
kelainan kromosom atau genetik juga telah diteliti, di antaranya adalah duodenum, kolon, pankreas, omentum, atau saluran empedu ekstra
adanya mutasi pada onkogen BCL2 yang berhubungan dengan fungsi hepatal.
diferensiasi dan penurunan progresivitas tumor, dan mutasi pada P53 yang T4 : Tumor menginvasi vena porta, atau arteri hepatika, atau menginvasi ke
berperan dalam proses programe cell death atau proses apoptosis dan beberapa organ atau struktur di dekatnya.
pencegahan invasi tumor ke perineural.
Secara histologis, hampir semua tumor kandung empedu adalah ganas, Regional Limfonodi (N)
adenokarsinoma (85%), sisanya (15%) adalah skuamous sel karsinoma, Nx : Limfonodi regional tidak dapat diakses
campuran antara skuamous dan glanduler, anaplastik, karsinoid, GIST, atau N0 : Tidak ada metastase ke limfonodi regional
tumor metastase dari tempat lain, misalnya dari metastase karsinoma paru ( N1 : Terdapat metastase ke limfonodi regional
Barnes, 2002 ; Machado, 1998 ; Kibler, 2004). Sering tumor kandung
empedu teridentifikasi intraoperatif, yaitu ditemukan massa atau penebalan Metastase Jauh (M)
dinding kandung empedu yang melekat erat ke hati atau jika ditemukan lesi Mx : Metastase Jauh tidak dapat diakses
polipoid yang teraba atau terlihat menonjol ke dalam lumen kandung M0 : Tidak ada metastase jauh
empedu. Terdapat pula tumor kandung empedu yang ditemukan secara “tidak M1 : Terdapat metastase jauh
sengaja” oleh ahli patologi anatomi pada kasus pengangkatan kandung
empedu atas indikasi lainnya, misalnya batu kandung empedu (Kiran, 2001 ; Catatan : Klasifikasi ini tidak termasuk sarkoma dan tumor karsinoid.
Roslyn, 1999). Ekstensi langsung tumor ke hapar, kolon, duodenum, saluran empedu,
Penyebaran tumor kandung empedu pertama kali adalah ke sistem dinding abdomen atau diafragma tidak dimasukkan sebagai metastasis.
lokoregional, kemudian baru mengadakan metastase jauh. Pada pasien yang
dioperasi pengangkatan kandung empedu karena dicurigai adanya masa Gejala / keluhan tumor kandung empedu pada stadium awal, biasanya tidak
tumor yang terbatas pada kandung empedu, intraoperatif ditemukan adanya ada. Pada stadium yng lebih lanjut, gejalanya mirip dengan penyakit kandung
penyebaran limfatik di hilus hepar sebesar 25%, dan 70% sudah mengalami empedu yang lain, seperti nyeri pada perut kwadran kanan atas, mual,
muntah, intoleransi makanan tinggi lemak, nafsu makan menurun, ikterik / dipakai adalah 5-FU, Capecitabine (Xeloda), Gemcitabine (Gemzar), dan
kuning, dan penurunan berat badan. Gejala-gejala yang tidak spesifik ini Cisplatin. Biasanya 5-FU, Capecitabine, dan Gemcitabine diberikan
mengakibatkan terlambatnya perhatian klinis untuk mendiagnosis tumor bersama Leucovorin. Agen kemoterapi lainnya yang masih terus diteliti,
kandung empedu, sehingga berperan dalam rendahnya angka terapi kuratif di antaranya adalah oxaliplatin, docetaxel dan doxorubicin. Juga sedang
pada pasien (Barnes, 2002 ; Kiran, 2001 ; Roslyn, 1999 ; Wagman, 2004). diteliti tentang hepatic arterial chemoterapy dengan menggunakan agen
Tanda klinis pada tumor kandung empedu yang dapat ditemui berupa nyeri floxuridine (Murr, 2004 ; Wagman, 2004).
tekan pada perut kwadran kanan atas, massa pada perut kwadran kanan
atas, hepatomegali, ikterus, leukositosis, anemia, peningkatan enzim ALP - Radioterapi ajuvan,
> 100, dan ascites. Hasil pemeriksaan laboratoris pada tumor kandung Biasanya hanya dipakai pada terapi paliatif. Belum ada informasi yang
empedu bersifat non spesifik (Barnes, 2002 ; Kiran, 2001 ; Roslyn, 1999 ; lengkap mengenai terapi ini.
Wagman, 2004).
Prognosis tumor kandung empedu tergantung pada ;
Untuk menegakkan diagnosis tumor kandung empedu sering dilakukan - Stadium.
pemeriksaan penunjang berupa USG, CT-scan, MRI, ERCP, maupun PTC. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada kanker kandung empedu yang
Pada pemeriksaan USG didapatkan penebalan dinding kandung empedu dan terbatas pada mukosa adalah 83%, yang sudah menembus seluruh
kadang dapat memperlihatkan penyebaran tumor ke hilus hepar maupun ketebalan dinding adalah 33%, yang sudah menyebar ke limfonodi atau
penyebaran metastase ke hepar. Pemeriksaan CT scan dan MRI lebih baik metastase adalah 0 – 15%.
daripada USG dalam mencari adanya penyebaran ke limfonodi hilus hepar,
ke hepar, maupun ke struktur-struktur lain yang berdekatan. ERCP dan - Tipe terapi.
Transhepatic cholangiography sangat membantu untuk diagnosis, terutama Angka ketahanan hidup juga berbeda secara signifikan pada pasien
pada pasien dengan klinis ikterus, untuk menentukan dimana lokasi dengan reseksi kuratif, dengan reseksi paliatif, dan dengan terapi non
sumbatannya dan adanya keterlibatan hepar. Sering tumor kandung empedu reseksi (unresectable). Angka ketahanan hidup juga meningkat dengan
teridentifikasi intraoperatif, yaitu ditemukan massa atau penebalan dinding pemberian kemoterapi dan terapi suportif.
kandung empedu yang melekat erat ke hati atau jika ditemukan lesi polipoid
yang teraba atau terlihat menonjol ke dalam lumen kandung empedu (Kiran,
2001 ; Roslyn, 1999).

Terapi operatif tumor kandung empedu adalah berdasarkan perluasan lokal


dari tumornya. Tumor yang hanya menginvasi mukosa, menembus stratum
muskularis, tapi tidak menginvasi serosa, hanya membutuhkan terapi
operatif kolesistektomi saja. Tumor yang sudah mengenai atau menembus
serosa atau menginfiltrasi hepar, disamping pengangkatan tumornya di
kandung empedu, juga harus dilakukan reseksi gallbladder bed (segmen IV
dan V hepar) dan limfadenektomi porta hepatis. Penyebaran pada limfonodi
sekitar kandung empedu masih merupakan kondisi yang kuratif, sedang
penyebaran pada limfonodi sekitar duktus koledokus menunjukkan kondisi
paliatif (Wagman, 2004).
Terapi lanjutan berupa :
- Kemoterapi ajuvan.
Penelitian di Jepang menunjukkan terapi dengan 5-FU dan mitomycin-C
menghasilkan angka ketahanan hidup (survival) yang lebih baik pada
pasien tumor kandung empedu yang dilakukan terapi kolesistektomi.
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien yang diberi kemoterapi
adalah 26% dibanding 14% pada pasien yang hanya mendapat terapi
kolesistektomi dan observasi saja. Agen kemoterapi yang biasanya
Icterus Obstruksi
Sering juga terjadi gangguan pembekuan darah yang disebabkan adanya gangguan
----------------------RD-Collection 2002 ekskresi empedu di usus, tidak ada vitamin K yang diserap, sehingga terjadi
gangguan gamma-karboksilasi faktor II, VII, IX, XI, yang membutuhkan vitamin K.
Adanya gangguan fungsi hati karena obstruksi bilier, akan mengakibatkan gangguan
Ikterus adalah istilah umum untuk pewarnaan kuning pada kulit, membran detoksikasi endotoksin oleh hati, dengan akibat terjadinya endotoksemia yang
mukosa, atau sklera yang disebabkan berbagai macam gangguan. Warna kuning meracuni ginjal sehingga mengakibatkan gagal ginjal.
pada sklera ini disebabkan begitu banyaknya elastin pada sklera yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap bilirubin. Manifestasi klinis dari ikterus merupakan akibat Metabolisme Bilirubin
peningkatan bilirubin pada plasma, suatu metabolik normal dari hemoglobin. Kadar Bilirubin adalah pigmen kuning kemerahan dengan struktur C33H36O6N4. jumlah
normal bilirubin pada plasma darah adalah pada kisaran 0,2 sampai 1 mg/dL. Warna total produksi bilirubin perhari adalah 300 mg. Sebagian besar bilirubin ini
kuning/ikterus terlihat pada sklera bila kadar bilirubin mencapai nilai di atas 2,5 merupakan hasil pemecahan eritrosit tua yang berumur 100 –120 hari pada sistem
mg/dL. Warna kuning pada kulit dan membran mukosa baru akan terlihat bila kadar retikuloendotelial. Sebagian kecil lainnya merupakan hasil dari sumber
bilirubin mencapai nilai 5-6 mg/dL. noneritropoietik hasil metabolisme dari enzim-enzim dan protein-protein yang
Pada umumnya ikterus terbagi menjadi ikterus prehepatal, hepatal, dan post mengandung heme, dan juga dari eritropoietik yang tidak efektif pada sumsum
hepatal. Ada juga yang membagi menjadi ikterus hemolitikus, ikterus hepatoseluler, tulang.
dan ikterus obstruktif. Selain itu ada pembagian medical jaundice dan surgical
jaundice.
Yang termasuk dalam medical jaundice adalah ikterus pada hemolisis, defek Sistem Retikuloen
dotelial Globin
transport, penyimpanan dan eksresi bilirubin, dan penyakit yang menyebabkan
kerusakan sel-sel hati. Yang termasuk dalam surgical jaundice adalah stasis bilier Destruksi sel darah
karena penyakit / kerusakan parenkim hepar, atau obstruksi mekanis saluran bilier 80 - 85%
intrahepatal maupun ekstrahepatal. Dalam perspektif bedah, sistem pembagian yang Merah tua
paling bermanfaat untuk pedoman terapi adalah dengan membedakan apakah Hemoglobin Heme
kelainannya di hati (baik itu karena peningkatan produksi bilirubin atau penurunan
kemampuan ekskresi) atau obstruksi pada saluran bilier ekstrahepatal.
Beberapa proses jinak maupun ganas dapat mengakibatkan obstruksi mekanis aliran Heme oxygenase
empedu. Penyebab ikterus obstruktif yang sering terjadi adalah batu pada duktus Metabolisme
koledokus (koledokolitiasis), tumor pada kaput pankreas, dan kolangiokarsinoma. protein dan enzim
Biliverdin
Kemudian yang relatif jarang adalah striktur koledokus, striktur/stenosis ampulla yang mengandung
Vateri, stenosis spingter Oddi, sindrom Mirizzi’s, impaksi parasit / cacing ascaris, heme di hati
Sumsum Tulang Biliverdin
kista koledokus, kista / pseudokista pankreas, sklerosing kolangitis, dan lain-lain.
reductase
Pada prinsipnya ikterus obstruktif disebabkan adanya gangguan aliran empedu di Destruksi eritrosit
dalam duktus hepatikus atau duktus koledokus. Jadi penyebabnya dapat pada eritropoiesis
merupakan pendesakan dari luar dinding duktus, seperti pada tumor kaput pankreas, in efektif Bilirubin
kista / pseudokista pankreas, atau tumor / massa pada hillus hepatis; dapat
berasal dari dinding duktus itu sendiri, seperti pada striktur koledokus, sklerosing
kolangitis, maupun tumor dinding duktus (kolangiokarsinoma); dapat berasal dari
sumbatan di dalam lumen duktus, seperti pada batu saluran empedu, adanya impaksi
15 - 20%
parasit atau cacing, dan yang sangat jarang dapat berupa invaginasi gaster ke
duodenum seperti dilaporkan Marijata (2005). Bilirubin non konjugasi (disebut juga Bilirubin I atau Bilirubin indirek) mempunyai
Pada ikterus obstruktif dapat timbul komplikasi berupa kolangitis asenderen yang afinitas yang tinggi terhadap albumin, yang akan mengikatnya secara reversibel.
ditandai dengan Charcot’s triad, yaitu nyeri pada abdomen kanan atas, ikterus, dan Metabolisme bilirubin mempunyai tahapan – tahapan, yaitu di hati, usus halus, dan
demam. Dapat berkembang menjadi abses hati. Kematian dapat mencapai 20% pada ginjal. Metabolisme bilirubin di hati melalui 3 fase : pengambilan, konjungasi, dan
orang tua. ekskresi. Bilirubin I akan dilepaskan oleh albumin dari ikatannya pada membran
plasma sel – sel hati (hepatosit).
Kemudian di dalam hepatosit bilirubin akan diikat oleh ligandin dan dibawa ke 2. Pemeriksaan Fisik
retikulum endoplasma yang akan mengubahnya menjadi larut dalam air. Enzim Pasien datang dengan ikterus perlu diperiksa secara menyeluruh dengan penekanan
glukoronil transferase akan mengkatalisis konjungasi antara bilirubin dengan asam pada daerah tertentu. Tempat pertama dimana peningkatan bilirubin dapat dideteksi
glukoronat (uridine diphosphate glucoronic acis, suatu derivat glukosa) untuk adalah di sklera, sebagai hasil afinitas elastin pada bilirubin yang biasanya bisa
membentuk bilirubin monoglukoronid (BMG) dan bilirubin diglukoronid (BDG) terlihat bila kadar bilirubin mencapai 2,5 mg/dL. Kuning pada kulit dan membran
dengan enzim yang sama. Baik BMG maupun BDG akan disekresikan kedalan mukosa tidak terlihat, kecuali bila kadar bilirubin sudah melebihi 6 mg/dL. Pada
kanalikuli biliaris dan dieksresikan ke empedu, dengan 85 % BDG dan 15 % BMG. penyakit hati kronis bisa didapatkan hepatosplenomegali, spider angioma, erytema
Dengan begitu bilirubin pada keadaan terkonjugasi dan larut dalam air memasuki palmaris, ginekomastia dan ascites. Pembesaran hati yang berbenjol-benjol
saluran bilier dan mengalir ke duodenum. merupakan karakteristik pada karsinoma hati (primer atau sekunder). Suara bruit
Bakteri yang ada pada usus halus bagian distal / anal mengubah bilirubin pada hati biasanya terjadi pada karsinoma hepatoseluler. Pasien dengan obstruksi
terkonjugasi menjadi urobilinogen dan stercobilinogen, yang kemudian akan diubah maligna pada duktus koledokus distal sering mempunyai kandung empedu yang
menjadi urobilin dan stercobilin yang memberi warna coklat pada tinja. Pada membesar, distensi dan mudah dipalpasi (Courvoisier’s gallbladder).
persentase kecil urobilinogen akan direabsorbsi di ileum terminal dan kolon dan
diekskresikan lewat ginjal. Ketiadaan urobilinogen pada urine menunjukkan adanya 3. Pemeriksaan Laboratorium
obstruksi bilier komplit, sedangkan peningkatan kadarnya di dalam urine dapat Pemeriksaan laboratorium, di samping didapatkan peningkatan kadar bilirubin,
berasal daari peningkatan produksi bilirubin, seperti pada hemolisis. Tinja akolik dapat ditemukan juga disfungsi hati dan trauma seluler akut pada sel-sel hati,
terjadi bila bilirubin tidak terdapat pada usus untuk diubah menjadi urobilinogen dan sehingga didapatkan peningkatan pada liver function test. Serum alkali pospatase
stercobilin. Karena bilirubin nonkonjugasi terikat pada albumin, maka tidak dan gamma Glutamil Transferase akan meningkat secara patognomonis pada
diekresikan lewat urine. Sebaliknya bilirubin terkonjugasi larut dalam air dan tidak obstruksi bilier, dimana derajat peningkatannya sesuai dengan berat dan lama
terikat protein, oleh karena itu difiltrasi glomerulus dan diekskresikan melalui urine. obstruksinya. Alkali pospatase diproduksi oleh sel-sel kanalikuli biliaris sebagai
respon dari peningkatan tekanan hidrostatik intraduktal, dan merupakan penanda
Diagnosis Ikterus Obstruktif yang spesifik dan muncul awal pada obstruksi bilier. Serum transaminase (aspartat
1. Anamnesis dan alanin) juga meningkat pada kelainan yang melibatkan saluran bilier, karena
Informasi yang penting untuk menuju diagnosis dapat diperoleh dari anamnesis yang adanya trauma pada sel-sel hati (mengganggu integritas membran sel hati), sehingga
teliti. Banyak pasien ikterus datang berobat setelah anggota keluarganya melihat transaminase dalam sitoplasma sel hati dapat keluar ke sistemik melalui membran
perubahan kuning pada sklera/kulit penderita. Anamnesis tentang pemakaian obat- sel yang rusak.
obatan atau makanan tertentu misalnya wortel atau tomat dalam jumlah yang banyak Lekositosis dengan netrofilia sering terlihat pada kasus kolesistitis atau kolangitis
yang dapat menimbulkan warna kuning pada kulit, jangan dilupakan. Umur akut, walaupun bukan merupakan temuan yang spesifik, karena peningkatan lekosit
penderita, jenis kelamin, gejala gatal, nyeri, penurunan berat badan, merupakan data ini dapat berasal dari proses infeksi atau inflamasi di mana saja di seluruh tubuh
yang penting untuk menyusun diferensial diagnosis yang baik. ataupun di dalam rongga abdomen.
Keterangan mengenai warna urine dan tinja dapat membantu mengklasifikasikan Penurunan kadar albumin sering ditemui pada pasien dengan keganasan, tak
masalah sebagai nonconjugated atau conjugated bilirubinemia. Waktu terjadinya terkecuali keganasan saluran bilier (kolangiokarsinoma) maupun Ca kaput pankreas.
ikterus pada usia yang sangat muda bisanya merujuk pada kelainan herediter / Penanda tumor seperti CA 19-9 dan CEA dapat membantu menegakkan diagnosis
kongenital pada metabolisme bilirubin di hati. Gejala penyerta seperti anoreksia, keganasan ini, walaupun sifatnya tidak spesifik. Pada pemeriksaan imunohistokimia
lekas lelah, merujuk pada proses kronik pada parenkim hati seperti pada abses hati dapat pula ditemukan mutasi ataupun abnormalitas onkogen K-ras pada kodon 12
pyogenik. Nyeri perut mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi akut . Juga didapatkan kelainan P53 yang merupakan gen yang mengatur apoptosis.
seperti pada hepatitis akut atau obstruksi bilier ekstrahepatal. Ikterus yang berat Pada urinalisis didapatkan peningkatan bilirubin terkonjugasi (bilirubinuria) dan
dengan tidak ada nyeri akut merupakan karakteristik pada obstruksi neoplastik penurunan / tidak adanya urobilinogen pada urine. Pada pemeriksaan tinja dapat
khususnya jika disertai penurunan berat badan. Gatal sangat sering muncul sebagai ditemukan tinja akolik (dempul), tidak didapatkan pewarnaan dari sterkobilin. Pada
gejala ikterus obstruktif, tetapi biasanya tidak muncul pada anemia hemolitik. Urine keganasan juga dapat ditemukan adanya perdarahan samar pada tinja (ocult blood
yang gelap menunjukkan conjungated hiperbilirubinemia dan tinja akolik test).
menunjukkan obstruksi bilier komplit. Prognostik faktor yang dipakai untuk meramalkan mortalitas operasi sebagian juga
berasal dari hasil pemeriksaan laboratorium, seperti hitung lekosit, albumin,
AST/ALT, alkali pospatase, dan bilirubin total. 11.
Biasanya dijabarkan sebagai berikut : b. CT Scan (Computed Tomographic Scanning)
- AL > 10.000 CT scan abdomen lebih inferior dibanding USG dalam mendiagnosis batu empedu,
- Suhu > 38°C tetapi lebih superior dibanding USG dalam pemeriksaan pasien dengan obesitas dan
- Usia > 55 th banyaknya gas dalam sistem usus. Penggunaan CT scan terutama adalah untuk
- Keganasan menilai status saluran ekstrahepatal dan struktur – struktur di dekatnya. CT scan
- Albumin serum < 3,5 g% merupakan perangkat diagnostik pilihan pada keganasan vesika felea, keganasan
- AST/ALT > 100 saluran empedu ekstrahepatal, dan keganasan kaput pankreas. CT scan dapat
- Alkali Phospatase serum > 100 berperan sebagai bagian dari perangkat diagnostik dalam penegakan ikterus
- Bilirubin total > 10 g% obstruktif. CT scan juga dapat menilai stadium tumor dengan menunjukkan adanya
keterlibatan limfonodi dan vaskuler. Jadi CT scan lebih baik dalam penilaian
Mortalitas operasinya : stadium dan operabilitas tumor.
-1 – 3 : 0%
-4 : 16% c. ERCP (Endoscopic Retrograd Cholangio Pancreaticography)
-5 : 70% Dengan menggunakan endoskopi, duktus koledokus dapat dikanulasi melalui papilla
-6 : 85% duodeni mayor, dan kolangiografi dapat dilakukan dengan fluoroskopi. Prosedur ini
-7 – 8 : 100% membutuhkan sedasi. Keuntungan ERCP adalah bisa mendapatkan visualisasi secara
langsung daerah ampulla dan akses ke duktus koledokus distal, dengan
kemungkinan intervensi terapeutik. Jika didapatkan batu pada duktus koledokus,
4. Pemeriksaan Pencitraan sfingterotomi dan ekstraksi batu dengan Dormia basket dapat dilakukan. Di tangan
Pemeriksaan pencitraan yang sering dilakukan adalah USG, USG-endoskopi, CT- ahli yang berpengalaman, angka kesuksesan tindakan ini mencapai 90%. Komplikasi
scan, ERCP, HIDA-scan, MRI, MRCP dan PTC. tindakan ini adalah pankreatitis dan kolangitis pada 5% pasien.

a. USG (Ultrasonografi) d. PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography)


Pemeriksaan ultrasonografi adalah pemeriksaan yang pertama kali dilakukan pada Saluran empedu intrahepatik dapat diakses perkutan dengan jarum kecil dengan
pasien dengan kelainan pada saluran empedu. Pemeriksaan ini bersifat non invasif, tuntunan fluoroskopi. Melalui guide wire, kateter dimasukkan. Dari kateter ini,
tidak nyeri, tidak menimbulkan resiko radiasi pada pasien, dan dapat dilakukan pada kolangiografi dapat dilakukan, bahkan intervensi terapeutik dapat dilakukan, seperti
pasien – pasien dengan segala kondisi (baik s/d jelek). Pemeriksaan ini tergantung menginsersikan drain bilier dan stenting. PTC sangat berguna pada striktur duktus
kepada ketrampilan dan pengalaman operatornya. Organ-organ di sekitarnya dapat koledokus dan tumor karena dapat menunjukkan kondisi anatomis di proksimal
diperiksa pada saat yang sama. Pasien yang gemuk, pasien dengan obesitas, dan kelainan. Resiko tindakan ini adalah perdarahan, kolangitis, leakage empedu.
pasien dengan distensi usus mungkin sulit untuk diperiksa dengan ultrasonografi.
Saluran empedu ekstrahepatal dapat terlihat dengan baik dengan ultrasonografi, e. Radioisotop Scanning
kecuali pada saluran empedu retroduodenal. Dilatasi duktus hepatilus / koledokus Sintigrafi bilier merupakan perangkat evaluasi yang non invansif untuk hati, vesica
pada pasien ikterus obstruktif menegakkan adanya obstruksi sebagai penyebab felea, duktus bilier, dan duodenum, baik informasi anatomis dan fungsional. Dimetil
ikterusnya. Sering tempat obstruksi, dan kadang penyebabnya, dapat diketahui Iminodiacetic Acid (HIDA) yang dilabel dengan 99Technetium diinjeksikan
dengan USG. Batu kecil pada duktus koledokus sering tertanam di distal saluran di intravena. Zat ini akan dibersihkan oleh sel-sel Kupffer di hati dan dieksresikan ke
belakang duodenum, sehingga sulit untuk dideteksi. Dilatasi duktus koledolus pada empedu. Pengambilan zat ini di hati dapat dideteksi dalam 10 menit, sedang
USG, normal diameter biasanya kurang dari 8mm, batu – batu kecil pada vesika kandung empedu, duktus biliaris dan duodenum akan tampak dalam 60 menit.
felea, dan adanya manifestasi klinis ikterus, dapat dijadikan asumsi bahwa pada Pengisian vesika felea dan CBD dengan penundaan atau tidak ada pengisian di
duktus koledokus terdapat batu yang menyebabkan obstruksi. Tumor pada ampulla duodenum mengindikasikan obstruksi daerah ampulla Vateri. Sensitifitas dan
Vateri mungkin sulit untuk didiagnosa dengan USG, kecuali yang sudah menyebar spesifisitas pemeriksaan ini sekitar 95%. 1,2,12.
ke supraduodenal. Ultrasonografi dapat mengevaluasi invasi tumor ke porta hepatis,
suatu petanda klinis untuk resektabilitas tumor ampulla Vateri. Untuk ikterus
obstruktif ultrasound mempunyai sensitifitas 70 – 95 % dan spesifisitas 80 – 100 %.
f. MRI (Magnetic Resonance Imaging) Pada tes awal ultrasonografi dapat mencari adanya batu di kandung empedu, juga
Memberikan informasi anatomi hati, vesika felea dan pankreas seperti pada CT scan. dapat menunjukkan ukuran/kaliber duktus koledokus. Karena batu pada duktus
Dalam mendeteksi koledokolitiasis, mempunyai sensitivitas 95% dan spesifisitas koledokus mempunyai tendensi untuk bergerak ke bawah, ke arah distal duktus
89%. Penggunaan MRI dengan teknik terbaru menggunakan kontras, akan koledokus, penampakannnya pada ultrasonografi dapat terhalang oleh gas usus
meningkatkan keakuratan gambaran anatomik saluran empedu dan saluran pankreas, (duodenum), tetapi adanya dilatasi duktus koledokus > 8 mm pada ultrasonografi
seperti pada pemeriksaan MRI dengan metode MRCP (Magnetic Resonance pada pasien dengan batu empedu, ikterus, dan nyeri bilier sangat patut diduga
Cholangiopancreatography). adanya koledokolitiasis. ERCP merupakan baku emas pada diagnosis
koledokolitiasis, dengan keuntungan adanya kemungkinan tindakan terapetik pada
g. Endoskopik Ultrasound saat diagnosis. Keberhasilan diagnosis mencapai 90 %, dengan morbilitas kurang
Membutuhkan endoskop khusus dengan ultrasound pada ujungnya. Hasilnya dari 5 % (cholangitis dan pankreatitis). Endoskopik ultrasonografi dan PTC kurang
tergantung kepada operator, tapi merupakan pemeriksaan imaging yang non invasif sensitif dan jarang dilakukan pada koledokolitiasis.
pada saluran empedu dan struktur-struktur di sekitarnya. Berguna pada evaluasi Pada pasien yang dicurigai adanya batu di duktus koledokus, pre operatif ERCP atau
tumor saluran empedu dan resektabilitasnya. Endoskop ultrasound ini mempunyai intra operatif cholangiografi dapat memperlihatkan batu tersebut. Jika pada ERCP
lubang biopsi, yang memberi akses untuk biopsi tumor dengan tuntunan ultrasound. terlihat batu, sfingterotomi dan ekstraksi batu koledokus dapat dilakukan, diikuti
dengan laparoskopik kolesistektomi. Eksplorasi duktus koledokus secara
laparoskopik juga dapat dilakukan pada koledokolitiasis, dengan akses dari duktus
Penyebab tersering ikterus obstruktif
sistikus atau lewat duktus koledokus.
Eksplorasi CBD secara terbuka bisa dilakukan jika laparoskopi tidak
1. Koledokolitiasis memungkinkan. Jika dilakukan koledokotomi, T.tube (atau NGT) harus diletakkan
Merupakan penyebab tersering obstruksi saluran bilier ekstrakepatal. Batu bisa pada tempatnya sebagai drainase. Pada kasus impaksi batu pada ampulla yang sulit
tunggal atau multipel, besar atau kecil. Lebih kurang 10% dari pasien kolelitiasis, diambil, biasanya terdapat pelebaran duktus koledokus sampai mendekati 2 cm
mempunyai batu di duktus koledokus. Sekitar 20 – 25 % pasien di atas 60 tahun diameternya, sehingga koledokoduodenostomi atau Roux-en-Y koledokojejunostomi
dengan batu empedu simptomatik mempunyai batu pada duktus koledokus dan mungkin menjadi pilihan terbaik.
kandung empedu. Sebagian besar batu koledokus pada negara barat terbentuk di
dalam kandung empedu dan bermigrasi melalui duktus sistikus ke duktus koledokus. 2. Tumor kaput pankreas
Batu ini diklasifikasikan sebagai batu koledokus/koledokolitiasis sekunder, sebagai
Adenokarsinoma adalah neoplasma tersering pada pankreas. Kaput pankreas
lawan dari batu primer, yang terbentuk secara langsung di duktus koledokus. Batu
merupakan bagian pankreas yang paling sering terkena + 60 – 70 %. Karsinoma
sekunder biasanya batu koleterol, sedangkan batu primer biasanya berwarna coklat
pankreas merupakan tumor yang relatif jarang, di Amerika merupakan 2 % dari
dan berhubungan dengan stasis bilier dan infeksi yang sering terlihat pada populasi
kasus keganasan yang baru muncul, tapi merupakan 5 % dari penyebab kematian
di Asia. Penyebab stasis bilier yang mengakibatkan terbentuknya batu primer di
karena keganasan dan menduduki peringkat kelima sebagai penyebab kematian
antaranya adalah striktur saluran bilier, stenosis papilla, tumor, ataupun batu
setelah kanker pulmo, payudara, prostat, kolorektal dan ovarium. Pembedahan
sekunder yang sudah terbentuk sebelumnya. Koledokolitiasis bisa tanpa gejala dan
merupakan satu-satunya terapi kuratif. Penyebab karsinoma pankreas tidak
sering ditemukan tanpa sengaja. Dapat pula menyebabkan obstruksi, baik komplit
diketahui. Faktor resikonya adalah merokok, pankreatitis kronis, diabetes mellitus.
atau inkomplit, atau dapat bermanifestasi dengan kolangitis atau pankreatitis. Nyeri
Mutasi onkogen K-ras didapat pada 75 % pasien. Terdapat juga over ekspresi C-erb
yang dapat terjadi sifatnya hampir sama dengan nyeri kolik pada impaksi batu di
B-12, HER2/neu, dan Bcl-2. Kerusakan tumor supressor gen P53 juga didapat pada
duktus sistikus. Pemeriksaan fisik bisa normal, tetapi nyeri tekan ringan pada
50 % pasien. Karsinoma pankreas biasanya berkembang tanpa gejala pada awalnya,
epigastirum atau regio kanan atas sering ditemukan. Mual, muntah, dan ikterus juga
dan sebagian besar pasien sudah mempunyai stadium yang lanjut pada saat
sering ditemukan. Gejala – gejala ini dapat bersifat intermitent, seperti nyeri dan
diagnosis. Sekitar 70 % tumor berkembang di kaput pankreas, sebuah lokasi yang
ikterus yang disebabkan adanya batu yang mengalami impaksi temporer pada
sering menimbulkan striktur pada bagian intrapankreatik dari duktus koledokus dan
ampulla tetapi sering terlepas lagi, berlaku seperti ‘ball valve”. Batu yang relatif
menimbulkan ikterus. Adanya warna kuning pada sklera dan kulit disertai urine yang
kecil dapat melewati ampulla secara spontan dengan akibat hilangnya gejala dan
gelap seperti kola/teh dan tinja yang pucat/akolik. Gatal merupakan gejala yang
tanda klinis yang ada. Tetapi dapat juga batu menjadi impaksi komplit,
lazim. Pada tumor yang kecil tidak ada rasa sakit, tapi pada tumor yang sudah besar
mengakibatkan ikterus berat yang progresif.
dapat menginvasi persarafan retroperitoneal dan mengakbatkan nyeri perut dan back
Peningkatan serum bilirubin, alkali pospatase, dan transaminase sering didapatkan,
pain. Penurunan berat badan sering didapatkan. Diabetes didapat pada 20 % pasien.
tetapi pada sepertiga kasus, hasil tes fungsi hati adalah normal.
Pada 15 % pasien, terdapat distorsi duodenum menimbulkan gejala seperti obstruksi inferior dibanding Whipple standar. Pada kasus-kasus tertentu dapat dilakukan total
gastrik outlet. Kadang gejala pankreatitis akut karena sumbatan tumor pada kaput ini pankreatektomi atau parsial pankreatektomi.
merupakan tanda/gejala yang pertama kali muncul. Oleh karena itu, pada pasien Terapi ajuran kemoterapi dan radioterapi untuk karsinoma pankreas masih
dengan akut tanpa penyebab yang jelas, apakah itu batu empedu atau alkohol, ERCP kontroversial. Agen kemoterapi yang biasa dipakai adalah 5 Fluorouracil.
sangat membantu untuk menyingkirkan lesi anatomis karsinoma kaput pankreas ini. Pada kasus yang lanjut, dimana tumor sudah unresectable, dan tindakan yang
Tumor pada korpus dan kauda pankreas tidak secara khas mengenai duktus diambil adalah paliatif. Untuk tatalaksana obstruksi bilier dapat dilakukan surgical
koledokus dan jarang bergejala ikterus. Pada pemeiksaan klinis didapatkan kuning by pass, endoscopic stenting, dan transhepatic stenting. Sten palstik yang dipakai
pada sklera dan kulit, kandung empedu mengalami pembesaran dan dapat teraba biasanya berukuran 7-10 French yang mempunyai median patency 4 bulan. Stent
pada regio kanan atas (Courviosier’s sign). Tumor kaputnya sendiri jarang bisa metal lebih mahal, tetapi mempunyai median patency yang lebih lama, melebihi
diraba. Pada stadium lanjut kadang ditemukan limfadenopati pada supraklavikula median survival pada kelompok pasien paliatif ini. Pada penelitian RCT, tindakan
kiri (Virchow’s Node), asites, karsinosis dengan teraba tumor pada omentum. Pada bedah mempunyai morbiditas dan mortalitas dini yang lebih besar dibanding
ultrasonografi dapat terlihat massa pankreas yang hipoekhoik dibanding dengan stenting. Tapi pada stenting mempunyai angka kegagalan jangka panjang yang lebih
jaringan pankreas normal di sekitarnya, disertai pelebaran duktus pankreatikus, tinggi. Keduanya tetapi tidak berbeda dalam hal survival. Pasien dengan angka
duktus biliaris dan dilatasi vesika felea (Courvoisier Gallbladder). CT Scan harapan hidup lebih dari 6 bulan atau yang membutuhkan gastrojejunostomi untuk
merupakan alat bantu diagnostik pilihan bila tumor kaput pankreas dicurigai. obstruksi duodenum mungkin lebih baik diterapi bedah. Pasien dengan metastace
Sebaiknya dipakai kontras per oral atau intravena. Suatu area inhomogen pada kaput yang luas, karsinosis, asites, terapi terbaik dengan stenting.
pankreas dan pelebaran saluran bilier dapat terlihat. Pelebaran saluran bilier dapat Obstruksi duodenum terjadi pada 10-20 % (15%) pasien karsinoma pankreas. Terapi
intra maupun ekstra hepatal, dan saluran bilier yang mengalami pelebaran dapat utama dengan gastrojejunostomi baik dengan laparoskopi atau bedah terbuka. Pada
tiba-tiba berhenti pada daerah dimana merupakan pertemuannya dengan massa penelitian RCT, pada pasien dengan resiko rendah untuk terjadi obstruksi gastric
tumor. Pelebaran duktus pankreatikus dan vesika felea juga dapat terlihat. outlet, tidak ada perbedaan yang bermakna pada survival pada pasien dengan atau
Keunggulan CT scan adalah jika sudah terjadi metastase tumor ke limfonodi, tanpa gastrojejunostomi. Tetapi osbtruksi gastric outlet kemudan terjadi pada banyak
metastase ke hati atau organ-organ di sekitarnya, asites, trombosis pembuluh darah pasien tanpa gastrojejunostomi yang akhirnya memerlukan tindakan bedah. Oleh
pada daerah tumor, biasanya dapat dilihat. Kadang tumor kaput pankreasnya sendiri karena itu disarankan untuk melakukan gastrojejunostomi profilaksi pada pasien
mungkin tidak terlihat, tapi adanya tanda-tanda tersebut di atas mengarahkan ke tumor laparotomi. Tidak ada penelitian adekuat yang membandingkan keunggulan
diagnosis tumor kaput pankreas. bedah terbuka dengan laparoskopi pada tindakan gastrojejunostomi by pass ini.
Tindakan bedah merupakan satu-satunya tindakan yang potensial kuratif untuk
karsinoma pankreas. Untuk lesi pada kaput pankreas, ada empat tindakan bedah 3. Kolangio Karsinoma
utama yaitu : Kolangio karsinoma adalah adenokarsinoma dari duktus bilier intra maupun ekstra
- standard Whipple pancreaticoduodenectomy hepatal, merupakan tumor yang jarang yang timbul dari epitel saluran bilier. Sekitar
- pylorus preserving pancreaticoduodenectomy 2/3 terletak pada percabangan duktus hepatikus. Reseksi bedah merupakan satu-
- total pancreatectomy satunya tindakan yang bersifat kuratif, tetapi celakanya sebagian besar pasien sudah
- regional pancreatectomy mempunyai stadium yang lanjut pada saat diagnosis, oleh karena itu tindakan
paliatif untuk drainase bilier dan mencegah gagal hati dan kolangitis sering
Operasi standar untuk keganasan periampuller yang dikenal sebagai Whipple merupakan satu-satunya tindakan yang bisa diambil. Sebagian besar pasien dengan
prosedur dipopulerkan oleh Whipple di Amerika pada tahun 1935. Pada operasi ini penyakit yang unresectable akan meninggal dalam satu tahun ke depan
kaput pankreas, duodenum, kandung empedu, duktus koledokus distal Insidensi kolangiokarsinoma pada otopsi sekitar 0,3 %. Rasio laki-laki : perempuan
(intrapankreatik), antrum, direseksi secara en-block beserta limfonodi di sekitarnya. adalah 1,3 : 1. Usia terpapar diantara 50 sampai 70 tahun ( usia pertengahan ).
Kemudian dilakukan rekonstruksi pankreaticojejunostomi, koledokoyeyunostomi, Faktor resiko kolangiokarsinoma adalah sklerosing kolangitis , stasis bilier, batu
dan gastroyeyunostomi. saluran bilier, diet nitrosamin, kista koledokus, hepatolitiasis, biliary-enteric
Traverso dan Longmire pada tahun 1978 melakukan preservasi pilorus pada anastomosis dan infeksi saluran bilier oleh Clonorchis sinenssis, Opisthorcchis
Whipple prosedur dengan tujuan untuk mempertahankan fungsi gaster dan felineus, dan tifoid carrier.
menurunkan angka ulkus pada anastomose. Kondisi yang tidak menguntungkan Lebih dari 95 % kanker saluran bilier adalah adenokarsinoma. Secara morfologis
yang bisa muncul adalah batas reseksi tumor yang tidak adekuat pada proksimal terbagi menjadi noduler (tersering), schirrous, infiltrasidifus, dan papiller. Secara
duodenum. Belum ada penelitian RCT yang membandingkan tehnik ini dengan anatomis terbagi menjadi distal, proksimal, dan perihiler. Intrahepatik
Whipple standar, tapi dari beberapa studi kasus, terlihat bahwa tehnik ini tidak lebih kolangiokarsinoma diterapi seperti karsinoma hepatoseluler dengan hepatektomi jika
memungkinkan. Sekitar 2/3 kolangiokarsinoma terletak di perihiler, yang dikenal Dekompresi bilier non operatif dapat dilakukan pada pasien yang inresectable saat
sebagai Klatskin tumor. penilaian diagnosis. Perkutaneus drainase biasanya dilakukan pada tumor yang
Gejala klinis yang sering muncul pada kolangiokarsinoma adalah ikterus yang proksimal. Untuk tumor distal, drainase interna dengan endoskopi sering merupakan
painless. Pruritus, nyeri ringan epigastrium, nafsu makan menurun, lemah dan berat pilihan. Pada drainase interna dan eksterna ini terdapat resiko kolangitis yang cukup
badan menurun bisa muncul. Simpton kolangitis muncul pada 10 % pasien tinggi, disamping resiko sumbatan drainasenya/stent. Walaupun melalui tindakan
kolangiokarsinoma, tetapi biasnya muncul setelah adanya manipulasi sistem bilier. bedah terbuka mempunyai keberhasilan potensi drainase yang lebih tinggi dan
Kecuali ikterus, pada pemeriksaan fisik biasnya normal. Kadang-kadang pasien yang resiko kolengitis yang lebih rendah, intervensi operasi ini tidak dianjurkan pada
asimptomatik ditemukan mempunyai kolangiokarsinoma pada saat ditemukan pasien dengan metastasis.
peningkatan kadar alkalifosfatase dan γGT. Test pertama kali biasanya dengan USG Tidak ada bukti yang nyata tentang manfaat kemoterapi ajuvan pada
dan CT scan. Pada tumor perihiler didapatkan pelebaran saluran bilier intrahepatal kolenagiokarsinoma. Radioterapi ajuvan juga tidak terbukti meningkatkan kualitas
tetapi dengan normal atau kolaps kandung empedu dan duktus bilier distal dari hidup maupun harapan hidup/survival pada pasien yang dilakukan reseksi tumornya.
tumor. Tumor bilier distal menunjukkan dilatasi pada saluran bilier intrahepatal, Pada pasien yang unresectable sering diterapi dengan 5 FU atau kombinasi 5 FU
ekstrahepatal dan kandung empedu. USG dapat menentukan level sumbatan dan dengan mitomycin-C dan Deksorubicin, tetapi respon ratenya rendah, sekitar 10 %
dapat menyingkirkan adanya batu sebagai penyebab ikterus obstruktif. Biasanya dan 30 %. Kombinasi radioterapi dengan kemoterapi mungkin lebih efektif daripada
sangat sulit untuk memvisualisasikan tumornya sendiri pada USG maupun CT scan terapi tunggal untuk tumor yang unresectable, tapi belum ada bukti RCT yang
standar. Saluran bilier ditentukan dengan kolangiografi. Dengan PTC dapat menunjang, begitu pula dengan interstitiel brachyterapi dengan Iridium 192 yang
menunjukkan perluasan tumor ke arah proksimal, yang merupakan faktor yang dikombinasi dengan radiasi eksterna masih dalam penelitian.
sangat penting untuk menentukan resektabilitas tumor. ERCP digunakan untuk Sebagian besar pasien dengan perihiler kolangiokarsinoma datang dengan stadium
evaluasi tumor di bagian distal. Untuk evaluasi adanya keikutsertaan vaskuler, lanjut yang unresectable. Pasien yang unresectable ini mempunyai survival antara 5
angiografi celiac mungkin diperlukan. MRI juga dapat digunakan sebagai sampai 8 bulan. Penyebab kematian tersering adalah gagal hati dan kolangitis. Untuk
pemeriksaan yang non invasif untuk menentukan anatomi saluran bilier, limfonodi, yang resectable, angka harapan hidup 5 tahun adalah sekitar 10-30%, dan untuk
dan keterlibatan vaskuler, juga pertumbuhan tumor itu sendiri. pasien yang margin bebas tumor bisa mencapai 40 5. Mortalitas operasi pada
Pasien harus menjalani operasi eksplorasi jika mereka tidak mempunyai tanda-tanda perihilar kolangiokarsinoma sekitar 6-8 %. Pasien dengan distal kolangiokarsinoma
metastasis atau tumor yang unresectable. Bagaimanapun juga, walau dengan lebih sering resectable sehingga mempunyai prognosis yang lebih baik. Angka
semakin canggihnya perangkat bantu diagnostik USG, CT Scan, MRI, lebih dari ½ harapan hidup 5 tahun untuk yang resectable adalah sekitar 30-50% dan median
yang menjalani operasi eksplorasi ternyata mempunyai keterlibatan pada survival 32-38 bulan.
peritoneum, metastase pada limfonadi atau hepar, atau sudah locally advanced Resiko rekurensi setelah reseksi tumor sangat ditentukan oleh negativitas margin
disease yang tidak memungkinkan reseksi. Pada pasien-pasien ini, bypass untuk reseksi dan kebersihan dari limfonodi yang positif tumor. Terapi untuk rekurensi
dekompresi bilier dan kolestektomi untuk mencegah terjadinya kolestitis akut harus adalah paliatif untuk gejala yang ada, terapi bedah tak dianjurkan.
dilakukan. Untuk kolangiokarsinoma perihiler yang enresectable, Roux-en-Y
kolangiojejunostomi ke saluran-saluran bilier segmen II atau segmen III atau ke
duktus hepatikus kanan dapat dilakukan. Untuk reseksi kuratif, lokasi tumor dan
perluasan lokalnya sangat menentukan luas reseksi. Tumor perihiler yang mengenai
bifurkasio dan duktus koledokus proksimal (Bismuth-Corlette tipe I dan II) tanpa
invasi vaskuler, merupakan kandidat untuk eksisi lokal tumor, dengan
limfadenektomi portal, kolesistektomi dan eksisi koledokus, dan bilateral
hepatikojejunostomi. Jika tumor mengenai duktus hepatikus kanan atau kiri,
(Bismuth-Corlette tipe IIIa atau IIIb) maka lobektomi kanan atau kiri harus
dilakukan. Seringkali reseksi lobus kaudatus diperlukan karena perluasan langsung
tumor.
Kolangiokarsinoma sebelah distal lebih sering bersifat resectable. Biasanya diterapi
dengan pylorus preserving pankreatoduodenektomi (Whipple Prosedur). Untuk yang
unresectable pada eksplorasi, Raoux-en-Y hepatojejunostomi, kolesistektomi, dan
gastrojejunostomi untuk mencegah obstruksi gastrik outlet harus dikerjakan.
PREPARASI KOLON Persiapan Kolon
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
Pada pembedahan kolorektal persiapan kolon yang mutlak harus dilakukan untuk
mencegah infeksi pasca bedah. Persiapan kolon meliputi : 1. mengosongkan lumen
dari feses, 2. mengurangi jumlah lumen didalam lumen dengan cairan antisepsis,
pemberian antibiotika yang tidak diserap, Pemberian anti biotika profilaksi secara
Pada pembedahan kolorektal sering dijumpai penyulit yang berupa infeksi pada luka sistimatik.Ketika usaha tersebut diatas dilakukan dalam suatu kesatuan karena
operasi : abses intraabdominal dan sepsis. Resiko terjadinya penyulit infeksi akibat masing-masing akan saling mengisi kekurangannya.
pencemaran isi kolon, berkisar antara 25-75% dari pembedahan kolorectal (Ibrahim
Ahmadsyah, 1991). Persiapan kolon prabedah merupakan usaha mencegah 1. Pengosongan lumen kolon dari feses
pencemaran terjadinya kontaminasi dan penyulit infeksi pada pembedahan Membersihkan kolon dari feses akan mencegah terjadinya kontaminasi oleh
kolorektal. Meskipun kolon dan rektum tidak mungkin secara mutlak dapat massa feses yang banyak mengandung kuman. Banyak cara yang dianjurkan
dilakukan sterilisasi, mengosongkan kolon dari feses dan dengan pemberian anti untuk dapat mengosongkan lumen kolon dengan baik mencakup pengaturan diet
biotik baik lokal maupun sistemik. Hal tersebut diatas hanya menguarangi jumlah dan pembersihan secara mekanis. Dianjurkan untuk pengosongan kolon dalam
kuman dalam lumen kolon dan rectum. Mengenai cara dan waktu melakukan kurun waktu 48-72 jam, periode yang terlalu lama dapat menyebabkan gangguan
persiapan kolon sebelum pembedahan banyak prosedur baku yang dianjurkan. keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi serta diet rendah sisa (bebas serat)
Pilihan cara apa yang dipakai didasarkan kondisi setempat dengan memperhatikan dalam 1-2 hari pra bedah dan makan cair satu hari pra bedah (Schrock, R,T,
keamanan dan kenyamanan dari pasien. 1988).
Fungsi utama kolon adalah untuk menyimpan sisa makanan yang nantinya harus Membersihkan kolon secara mekanis dapat dilakukan dengan enema atau irigasi
dikeluarkan, absorpsi air, elektrolit dan asam empedu. Absorsi air dan elektrolit total saluran cerna. Bahan yang dipakai untuk enema sebaiknya larutan garam
terutama dilakukan di kolon sebelah kanan yaitu di sekum dan kolon asenden. fisiologis agar tidak menggangu keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagai
Selain fungsi absorbsi, kolon juga melakukan sekresi dan ekresi. Sekresi kolon katartik dapat digunakan MgSO4 (garam inggris)atau preparat laksan lainnya.
berupa cairan kental mukus yang terdiri dari 98% air yang mengandung 85-53 Teknik pengososngan kolon “Whole Bowel Irrigation” oleh Crapp, (cit,
meQ/L baik berupa bikarbonat maupun amilase, maltosa invertase, peptidase dan Ibrahim Ahmadsyah, 1991) untuk pasien tanpa tanda-tanda obstruksi usus.
musin (Cohn, T,Jr 1986). Dalam lumen kolon dan rektum terdapat kuman dalam Dengan menggunakan pipa lambung dimasukkan cairan garam fisiologis 4-5
jumlah besar sekali, yang tidak dapat menembus membran mukosa normal. Bila L/jam selama 3-4 jam terus menerus sampai air yang keluar perrektal menjadi
membran mukosa rusak oleh penyakit, trauma atau bila lumen terbuka, bakteri dapat jernih. Tetapi cara ini menimbulkan rasa tidak enak bagi pasien, cara lain yang
menyerang jaringan di dekatnya dan menyebabkan infeksi dari ringan sampai berat diajukan ialah : “ Manitol Bowel Preparation” dengan cara memberi minum
tergantung dari jumlah kuman yang ada, resistensi jaringan dan keadaan umum larutan manitol yang bersifat menarik air dari dinding kolon, awalnya
pasien. Sebagian besar kuman yang terdapat dalam kolon tidak patogen, dan kuman memberikan hasil yang baik dalam membersihkan kolon. Tetapi kemudian
yang tetap bertahan ketika terjadi kontaminasi yang dapat menimbulkan infeksi diketahui cara ini mengakibatkan penurunan natrium dan kalium serta air
biasanya adalah ; E.coli, kuman aerob gram negatif dan bacteriodes fragilis sehingga merupakan resiko tinggi bagi usia lanjut.
kuman anaerob gram negatif.
Pembedahan pada kolon dan rektum mempunyai resiko terjadi infeksi pasca bedah 2. Mengurangi jumlah kuman dalam lumen kolon
akibat terjadinya; (Ibrahim ahmadsyah, 1991)  Pemakaiaan antisepsis.
1. Pencemaran oleh isi kolon selama pembedahan. Massa feases mengandung 10 Anti sepsis ideal harus memenuhi beberapa syarat, yaitu : (Jones 1976)
pangkat 10 bakteri gram/feses, bila dalam tindakan pembedahan terjadi bersepektrum luas, efek toksis yang rendah, tetap stabil dalam enzim
pencemaran feses maka akan terkontaminasi bakteri dalam jumlah yang cukup pencernaan, berkemampuan untuk mencegah perkembangan dan
banyak sehingga terjadi infeksi. pertumbuhan bakteri yang resisiten, bereaksi cepat, diserep dalam jumlah
2. Pencemaran isi kolon akibat kebocoran anastomosis. Persiapan yang tidak baik terbatas dan tetap aktif dalam diet prabedah, tidak mengiritasi usus,
akan menyebabkan pencemaran pada dinding tepi kolon yang akan dilakukan diperlukan dosis kecil dan larut dalam air, mencegah jamur tumbuh
anastomosis oleh kuman, yang akan menyebabkan terbentuknya abses kecil, berlebihan. Dalam penelitiannya membuktikan povidone iodine 10%
terbentuk trombosis pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi nekrosis pada yang diencerkan dengan larutan garam fisiologis menjadi 5 %.
tepi anastomosis lalu menyebabkan kebocoran. Kebocoran anastomosis akan
menyebabkan pencemaran rongga peritoneal sehingga terbentuk abses intra
abdominal atau peritonitis umum.
 Dengan antibiotika per oral Menurut Standart Amerika Serikat :
Usaha pengosongan kolon hanya dapat mengurangi jumlah kuman dalam 2 hari sebelum 1 hari sebelum Hari operasi
lumen kolon secara terbatas. Sehingga perlu disertai pemberian anti biotik Diet bebas serat Cair, bila perlu dengan Puasa
peroral yang tidak diserap, yang dapat lebih menurunkan jumlah bakteri Infus untuk penggantian
dalam feses. Tetapi pemberian anti biotik ini bukannya tidak beresiko, Mekanik lar. Sodium Lar. Sodium fosfat
karena pemberian dalam jangka lama dapat menyebabkan timbulnya fosfat 15 ml peroral jam 10 15 Ml peroral jam 10 pagi,
bakteri yang resisten atau jamur berakibat super infeksiintramural. pagi, lavemen sore hari lavemen sore hari
sampai rectum bersih
 Antibiotika sistemik profilaksis Antibiotik neomicin 1 gr Neomicin 1.5 gr atau
Pemberian antibiotik sistemik hanya untuk meningkatkan kansentrasi anti atau tetra siklin eritromisin tetra siklin / eritromisin
biotik dalam serum. Prinsip dasar pemberiannya adalah : (Watimena, 1987) base 250 mg pada jam 10, base 250 mg
pemberian disesuaikan dengan jenis kuman yang diharapkan akan 13,17 dan 21 pada jam 10,13,17 dan 21
mengontaminasi, dosis harus cukup tinggi, pemberian dalam jangka waktu
singkat, pemberian dihentiakan dalam waktu 24 jam, diberikan sesaat Theodore R. Schrock, MD, 1988 mengemukakan sebagai berikut :
sebelum operasi dan selama operasi supaya mencapai konsentrasi yang Selama dua hari pra bedah makan diet cair dan dilakukan pengosongan lumen kolon
cukup didalam serum dan jaringan ketika terjadi kontaminasi. dengan irigasi kolon, dan beberapa pasien delaksan dan enema dapat dipergunakan.
Pemberian antibiotika peroral neomisin dan eritromisin base masing-masing 1 gr,
Bila melihat hal-hal tersebut diatas persiapan kolon dilakukan dalam waktu singkat, diberikan pada jam 13, 12, dan 23 satu hari sebelum operasi. Untuk lebih efektif
ditambah penggunaan antibiotik peroral yang tidak diserap dan antibiotik sistemik ditambahkan metronidazole 3 x 200-750 mg sehari peroral selam dua hari sebelum
profilaksis, sehingga dapat menghindari resiko penyulit akibat persiapan kolon yang operasi.
tidak baik.
Menurut Edi Purwako, 1991, persiapan kolon yang dilakukan di RSUP DR Sedang menurut penelitian, Bruce G wolff, MD dkk, 1988 Mengemukakan “Lavage
SARDJITO tahun 1987-1989 sebagai berikut : Lama persiapan selama 2-3 hari, Regimen 1 Day Before Operation” sebagai berikut:
dengan diet rendah serat, dilakukan lavemen pagi sore, dan malam sebelum operasi Diet Norestriction, except liquid meal evening
dilakukan levemen dengan larutan garam fisiologis. Mechanical Oral administration of lavage solution from 1 pm to 6 pm ;
4-6 L until rektal effluent clear
antibiotics Neomicyn 2 gr; metronidazole 2 gr, orally at 7 pm and 11 pm
Ibrahim Ahmadsyah, 1991 menganjurkan sebagai berikut :
Pra bedah Diet Laksan Enema Antibiotik  Polythylene glycol, potassium chloride, sodium bicarbonat, and sodium sulfat,
hari ke (GOLTELY) Braintree Laboratories inc, Braintree, Mass.
II Makan lunak MgSO - Metronidazole 2 x 1gr
bebas serat 4 15gr suppo Sedang yang dilakukan di RSUP dr Sardjito pada persiapan kolon sekarang ini
I Makan cair MgSO Saline Metronidazole 1 gr sebagai berikut :
4 39gr suppo Lama persiapan kolon : 3 hari
0 Puasa - Saline Aminoglikosid/ Diet : bubur kecap selam persiapan
sefalosporin bersama Mekanis : Lavemen pagi dan sore
induksi anastesi Laksan : Dulcolaks 3 x 1 tab
Antibiotik : SG 3 x 1 gr Neomisin 3 x 500 mg
CARSINOMA KOLOREKTAL Anatomi kolon
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 Embriologi kolon kanan berasal dari usus tengah (mid gut) sedang kolon kiri
sampai dengan rektum berasal dari usus belakang (hind gut). Kolon adalah bagian
traktus gastrointestinal, terletak diantara valvula Ileocecal (Bauhini) dan Rektum.
Keganasan kolorektal adalah setiap adenokarsinoma yang terletak antara Berdasar innervasi dan vaskularisasinya dibagi menjadi 2 yaitu :
valvula ileosekal sampai dengan kanalis ani. Di Amerika Serikat keganasan ini  Kolon kanan
menempati urutan ke-2 setelah kanker paru (laki-laki) dan urutan ke-3 setelah Terdiri atas caecum, colon ascenden, flexura hepatis, dan separo kolon
kanker payudara (perempuan). Di Indonesia keganasan kolorektal urutan ke-5 transversum bagian kanan
setelah karsinoma serviks, payudara, kelenjar limfe dan kulit, keganasan kolorektal  Kolon kiri
banyak terjadi pada usia 60-69 tahun. Sedangkan menurut Duke, karsinoma Terdiri atas colon transversum bagian kiri, flexura lienalis, kolon descendes dan
kolorektal pada perempuan terbanyak pada umur 40-59 thn, sementara pada laki-laki kolon sigmoid. Kolon ascendens dan descendens terletak retroperitoneal,
antara umur 60-79 thn. sedang sekum, colon transversum dan sigmoid terletak intraperitoneal
Ca kolon lebih sering pada wanita, sedang ca rekti sering pada laki-laki. Pada (memiliki alat penggantung).
usia muda penderita laki-laki sering pada kolon kanan sedang wanita pada kolon
kiri. 50% keganasan kolorektal tumbuh di kolon sigmoid. Meskipun diagnosis Panjang kolon kira-kira 1/5 panjang seluruh traktus gastrointestinal. Diameter kolon
keganasan kolorektal pada umumnya tidak sulit, masalah yang masih dihadapi terbesar pada kolon cecum (8 cm) sedang terkecil pada kolon sigmoid (2,5 cm),
sampai saat ini salah satunya adalah sebagian besar penderita datang sudah dalam sehingga bila ada sumbatan misal tumor pada cecum tidak akan menimbulkan
stadium lanjut, bahkan seringkali telah disertai komplikasi obstruksi, perdarahan obstruksi, bila terjadi pada kolon sigmoid akan menimbulkan obstruksi. Dinding
dan perforasi.. kolon dari luar kedalam terdiri dari mukosa, submukosa/muskularis dan serosa.
Pembedahan kuratif seringkali tidak dapat dilakukan, bahkan angka kematian yang Tunika muskularis terdiri atas stratum sirkuler dan longitudinal. Lapisan otot
diakibatkannya cukup tinggi. Penyebab keterlambatan diagnosis ini dapat longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut Tenia, yang lebih pendek
disebabkan oleh karena faktor penderitanya sendiri maupun keterlambatan diagnosis dari kolon itu sendiri, sehingga kolon berlipat-lipat berbentuk seperti sakulus yang
dari dokter yang memeriksanya. Ukuran yang sering dipakai untuk mengevaluasi disebut " Haustra". Lapisan longitudinal membentuk 3 taenia (omentalis,
hasil pengelolaan keganasan kolorektal adalah mortalitas dan komplikasi mesokolika, libra), mulai dari pangkal appendiks berakhir pada ujung kolon
pembedahan, kekambuhan lokal, dan angka harapan hidup. Kebocoran anastomosis sigmoid. Dari tepi taenia keluar tonjolan2 serosa berisi lemak disebut appendices
merupakan komplikasi utama dan penyebab paling sering dari kematian pasca epiploicae. Tenia dan haustra dapat digunakan untuk membedakan kolon dengan
operasi. Terapi dari karsinoma kolorektal adalah dengan pembedahan, baik bersifat bangunan lain. Jadi kolon dapat dibedakan dengan bangunan lain karena adanya
paliatif maupun kuratif,sedangkan kemoterapi dan radiasi hanyalah bersifat paliatif. taenia koli, haustra, incisura, appendises epiploica dan omentum mayus pada kolon
Mortalitas dari tindakan pembedahan akan meningkat pada penderita tua dan adanya transversum.
gejala obstruksi intestinal. Untuk itu dicari suatu tanda yang dapat menunjukkan Kolon transversum dan kolon sigmoideum terletak intra peritoneal dan
adanya karsinoma kolorektal, diantaranya adalah dengan pemeriksaan kadar CEA. dilengkapi dengan mesenterium. Kolon dimulai dari sekum yang terletak pada
Namun pada kenyataannya kenaikan kadar CEA tidak spesifik hanya untuk adanya regio iliaka dekstra (intra peritoneal), kemudian menjadi kolon asenden yang
karsinoma kolorektal saja, karena peningkatan kadar CEA juga terdapat pada berjalan kekranial kira-kira setinggi VL-2 membentuk fleksura koli dekstra
karsinoma gastro intestinal yang lain, dan pada beberapa tumor jinak. (hepatika) dimana letak kolon asenden ini retro peritoneal, dari fleksura koli dekstra
Faktor predisposisi : berlanjut menjadi kolon transversum yang letaknya intra peritoneal, membelok
 Diet rendah serat kekiri menyilangi linea mediana setinggi VL-2 kemudian berjalan ke kraniodorsal
 Polip Adenomatosa sampai setinggi VL-1 membentuk fleksura koli sinistra (lienalis), kemudian menjadi
 Poliposis Familial  100% mengalami karsinoma pada usia 40 th kolon desenden yang terletak retroperitoneal membelok ke dorsomedial menjadi
 Kolitis Ulcerosa kolon sigmoid yang letaknya intra peritoneal dan kira-kira setinggi VS-3 menjadi
 Kolitis Granulosa (Grohn disease) rektum, dengan panjang kurang lebih 12 cm yang terletak retroperitoneal tanpa
mesenterium. Dinding kolon dari dalam keluar tersusun mulai dari tunika mukosa,
Karsinoma Sinkronosa  Tumbuhnya karsinoma yang sama di dua tempat atau tunika muskularis, dan tunika serosa. Tunika muskularis terdiri dari dua
lebih pada kolon / rektum pada saat bersamaan lapisan,yaitu: longitudinal dan sirkularis.
Karsinoma metakronus  Timbulnya karsinoma baru yang sebelumnya pernah
dilakukan reseksi karsinoma
Tunika muskularis longitudinalis membentuk tiga buah bangunan seperti pita yang Anatomi Rektum
terletak disebelah anterior, posterior dan medial ; masing-masing disebut tenia
Rektum merupakan lanjutan dari kolon , panjang 12-13 cm, mempunyai stratum
omentalis, tenia mesokolika dan tenia libera. Diantara masing-masing tenia ada
longitudinal melingkar sempurna, sehingga tidak ditemukan tunika serosa, taenia,
bangunan yang disebut sakulus. Tenia ini merupakan bangunan yang dapat
haustra, incisura dan appenices epiploica. Bagian proksimal tertutup peritoneum
dipergunakan untuk membedakan dari bangunan lain. Pada sekum yang terletak di
dibagian anterior dan lateral.Pada permukaan dalam dinding rektum terdapat lipatan
fossa iliaka dekstra seluruh tenia menuju dasar sekum pada satu titik yaitu
mukosa seperti spiral disebut Valvula rektalis (Houston), yang berfungsi menutupi
appendiks.
lesi ringan pada pemeriksaan proktoskopi. Valvula tengah letak setinggi lipatan
Pada perkembangannya sekum menjadi bagian dari usus besar berukuran panjang
peritoneum sekitar 10-12 cm dari anal verge.
dan lebar sekitar 5-6 cm yang ditutup oleh peritoneum, dimana penutupan ini
Rektum divaskularisasi :
kadang-kadang tidak komplet sehingga berpengaruh terhadap mobilitasnya. Kolon
asenden, kolon desenden, fleksura koli dekstra, sinistra, dan rektum relatif sukar  Hemorrhoidalis superior lanjutan a.mesenterika inferior
digerakkan, dimana tidak terdapat mesenterium dan tidak tertutup peritoneum  Hemorrhoidalis media cabang a.hypogastrica
(serosa) pada bagian posterior dan lateralnya. Bila terdapat keganasan di daerah ini,  Hemorrhoidalis inferior cabang a.pudenda interna
mempunyai potensi untuk meluas kearah posterior dan lateral. Sebaliknya kolon
transversum dan kolon sigmoid adalah tergantung pada mesenterium, dapat Aliran vena rektum :
bergerak bebas, sehingga bila ada keganasan di daerah yang dapat bergerak bebas  1/3 bagian atas (1/3 atas, 1/3 tengah)  v. hemorrhoidalis superior 
ini, resiko terjadinya penyebaran sel-sel ganas ke-dalam rongga peritoneum lebih v.mesenterika inferior  v.lienalis  v.porta.
besar dari pada rekurensi lokal. Maka wajar bila tumor telah menyebar kesekitar  2/3 bagian bawah  v. hemorrhoidalis superior & media, inferior  v. iliaka
atau telah menginvasi ke-organ-organ sekitarnya, sehingga tindakan operasi untuk interna  v. cava inferior
mengambil tumor menjadi tidak adekwat.
Pada rektum tidak terdapat tunika serosa, tenia, haustra, incisura, dan apendices Sehingga bila terjadi keganasan di daerah kolon dan 2/3 bagian atas rektum akan
epiploica. Rektum mempunyai tiga lipatan transversal, yang disebut valvula dari metastase ke hepar, sedang 1/3 bagian bawah rektum akan metastase ke hepar atau
Houston yang terbentuk dari lapisan mukosa dan otot sirkuler . Di sekeliling rektum pulmo
terdapat otot-otot dasar panggul yang terdiri atas ; m. piriformis, m. koksigeus, m.
levator ani. Dua valvula atas dan bawah terletak pada sebelah kiri, satu valvula Persarafan kolon dan rektum dipersarafi oleh serabut :
ditengah pada sebelah kanan. Valvula tengah kanan ini terletak setinggi lipatan  Simpatik dari n.splanknikus dan pleksus presakralis
peritoneum, pada orang dewasa kira-kira 10-12 cm dari anal verge. Dibawah
 Parasimpatik dari n.vagus
valvula Houston yang tengah ini lumen rektum melebar yang disebut ampula rekti.
Sehingga lesi pada kolon kanan mula2 dari epigastrium, sedang lesi pada kolon
Rektum dibagi menjadi tiga bagian oleh ketiga valvula ini menjadi ; 1/3 bagian
kiri mulai terasa di daerah epigastrium atau bawah pusat
proksimal, 1/3 bagian tengah, 1/3 bagian distal
Vaskularisasi kolon dari cabang aorta abdominalis yaitu a. mesenterika superior & Limfonodi pada dinding kolon dan arteri terbagi 4 kelompok :
a. mesenterika inferior. Kolon kanan divaskularisasi dari cabang a.mesenterika  Lnn epiploica  pada permukaan dinding kolon
superior, yaitu  Lnn paracolica  sepanjang a.marginalis dan disisi dalam kolon
 Illeocolica  ileum terminale, sekum, kolon ascenden proksimal  Lnn intermediate  di sepanjang cabang2 a.mesenterika
 Colica dextra  kolon deskendens  Lnn centralis  di sepanjang aorta abdominalis
 Colica media  flexura koli dekstra & kolon transversum
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, ini penting dalam menilai
Kolon kiri divaskularisasi cabang a.mesenterika inferior, yaitu : keganasan dan dalam merencanakan reseksi tumor. Sumber metastase melalui aliran
 Colica sinistra  kolon deskendens limfe adalah pada muskularis mukosa. Jadi selama tumor belum mencapai
 Sigmoidea  kolon sigmoid muskularis mukosa, kemungkinan besar belum terjadi metastase keganasan.
 Hemorrhoidalis superior  rektum. .

Aliran vena kolon mengikuti aliran arteri. Pada v.mesenterika superior membawa
darah balik  vena porta, sedang v. mesenterika inferior  v. lienalis  sistem
porta
Fisisologi Kolon & Rektum
Fungsi usus besar adalah untuk menyerap air,vitamin dan elektrolit, ekskresi mukus,
serta menyimpan feses dan kemudian mendorong keluar. Dari 700-1000 ml cairan
usus halus yang diterima kolon, 150-200 ml dikeluarkan sebagai feses perharinya.
Udara yang ditelan sewaktu makan ,minum, atau menelan ludah , maka oksigen dan
CO2 didalamnya diserap usus sedangkan nitrogen didalamnya bersama gas hasil
pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Usus besar tidak menunjukkan
gerakan peristaltik yang nyata. Hanya saat-saat tertentu dalam jangka waktu yang
agak lama terjadi gelombang peristaltik yang kuat. Gerakan ini dimulai dari kolon
asenden, diteruskan kolon transversum, kolon desenden, dan sigmoid, gerakan ini
disebut gerakan massa (mass movement), yang sering dipercepat oleh adanya
makanan yang masuk gaster melalui reflek gastrokolika. Dalam keadaan normal
rektum selalu kosong, bila terjadi gerakan yang mendesak isi kolon sampai ke
rektum, maka ujung-ujung syaraf di dinding rektum akan terangsang. Akibatnya
muskulus sfingter ani relaksasi dan terjadi proses defekasi, selain juga dibantu
adanya kontraksi otot dinding perut dan penurunan diafragma yang akan menambah
desakan intra abdominal.

Etiologi
Terdapat beberapa hipotesis sebagai penyebab terjadinya karsinoma kolorektal,
antara lain ;
1. Diet rendah serat dan tinggi lemak hewani
Lemak hewani menyebabkan perubahan pola flora normal usus, dimana akan
meningkatkan asam empedu yang diduga sebagai bahan karsinogenik
2. Alkohol
Menimbulkan penurunan kadar kalsium, mengakibatkan perubahan polip
menjadi ganas.
3. Kolesistektomi
Kira2 10 tahun kemudian akan meningkatkan insiden keganasasan , dimana
seresi asam empedu meningkatkan resiko terjadi keganasan
4. Operasi diversi urin paska total sistektomy. Misal pada ana ureter dengan kolon
sigmpoid (Colon Conduit)
5. Pasca radiasi daerah pelvis  tumor jinak ginekologis

Adapun kelompok yang mempunyai resiko tinggi terjadinya karsinoma kolorektal


ialah ;
 Umur lebih dari 40 thn
 Riwayat penyakit, kolitis ulserativa, kolitis granulomatosa, karsinoma
kolorektal, karsinoma organ genitalia wanita,karsinoma payudara
 Riwayat keluarga, dengan familial poliposis , sindrom gardner, polip
kolorektal,dll.
Penyebab dari karsinoma kolorektal sampai saat ini belum diketahui. Beberapa  Infiltratif difus.
faktor yang diduga berpengaruh adalah lingkungan, diet, dan genetika. Angka Dibanding tipe lainnya lesi bentuk infiltratif difus lebih jarang
insidensi di Asia, Afrika, dan Amerika selatan rendah, akan tetapi insiden ini pada frekuensinya, biasanya merupakan lesi ektensif yang menginfiltrasi
orang-orang yang pindah ke negara yang mempunyai insiden tinggi menimbulkan dinding usus, sering kali sepanjang 5-8 cm. Lesi ulseratif atau
pemikiran adanya faktor lingkungan yang berpengaruh. Diet diantara faktor infiltratif memiliki prognosis lebih buruk dibanding lesi polipoid.
lingkungan, mempunyai pengaruh yang besar pada kejadian Ca kolorektal
adalah diet tinggi lemak dan kolesteral. Diet lemak akan menyebabkan 2. Tipe histologi dan diferensiasi / mikroskopis
peningkatan produksi asam empedu dan steroid netral dan meningkatkan Sebagian besar tipe histologis keganasan kolorektal, 90–95 % adalah
degradasi bakteri sehingga karsiogenesis kolon. Diet tinggi serat dilaporkan adenokarsinoma. Tipe histologik lain yang dapat ditemukan pada keganasan
sebagai faktor penting pada rendahnya karsinoma kolorektal penduduk asli kolorektal adalah karsinoma sel skuamosa, leiomiosarkoma, karsinoma
Afrika. Efek yang mungkin dari serat pada karsiogenesis kanker kolorektal adalah adenoskuamosa, karsinoid, limfoma maligna dan melanoma.
menurunkan waktu transit fekal melewati usus, sehingga menurunkan waktu Broder 1925, mengklasifikasi adenokarsinoma berdasarkan derajat
eksposur karsiogenesis fekal, menurunkan mikroflora karsiogenesis di usus dan diferensiasinya. Dia mengemukakan 4 gradasi berdasarkan persentase sel-sel
menurunkan ph fekal sehingga mengakibatkan penurunan aktifitas enzimatik dan tumor yang mengalami diferensiasi , yakni : diferensiasi baik, sedang, jelek,
diilusi dari karsiogenesis lewt peningkatan material fekal. Selenium, vitamin C, D dan tak terdiferensiasi atau anaplastik. Duke mengajukan klasifikasi lain
dan E, indole dan betakaroten dilaporkan mempunyai pengaruh menurunkan dalam bentuk sistem penomoran yang lebih mempertimbangkan susunan sel-sel
karsiogenesis usus besar. Keturunan, beberapa sindrom poliposis premaligna genetic dari pada persentase sel-sel terdiferensiasi, yaitu grade I, grade II dan grade
telah diduga berhubungan dengan kanker kolorektal seperti familial denomatous III.
polyposis (FAP) coli, dan heredeter non polopolis Colorectal cancer (HNPCC).
Inflammatory Bowel Disease, pasien dengan flamatory bowel disease (Colitis 3. Penyebaran.
Ulceratif dan Crohn Disease) mempunyai insidensi yang tinggi untuk terjadinya  Ekstensi langsung
kolorektal tinggi. Dapat terjadi secara transversal atau longitudinal/radial. Pada transversal
lesi mengenai seluruh lingkaran lumen usus. Penyebaran intramural secara
Patologi longitudinal bisa ke arah proksimal atau distal. Penyebaran longitudinal ke
1. Gambaran makroskopis. arah distal telah mendapat perhatian besar dari para peneliti dalam upaya
 Ulseratif menentukan seberapa jauh usus harus di reseksi untuk menghindari
Bentuk lesi dapat sirkuler atau berbentuk oval dengan tepi menonjol dan tertinggalnya sel-sel kanker di sebelah distal lesi primer.
dasar nekrotik. Tipe ini dapat mengenai lebih dari satu kuadrant Quer dan Grinnell mengusulkan reseksi sejauh 5 cm dari batas
lingkaran usus dan cenderung infiltratif dalam mukosa sehingga dapat makroskopis tumor untuk mengindari rekurensi. Black dan Waugh,
menyebabkan perforasi usus. Williams, Pollet dan Michaels berpendapat cukup reseksi sejauh 2 cm untuk
mencapai tujuan yang sama. Namun hal ini sulit diterapkan pada keganasan
 Polipoid rektum sedapat mungkin kita mempertahankan fungsi kontinensia.
Bentuk bunga kol (cauliflower), tipe lesi menonjol ke dalam lumen dan Penyebaran secara radial juga menyertai pertumbuhan secara transversal.
biasanya tidak disertai infiltrasi dinding usus. Tidak jarang sebagian Secara klasik dinyatakan bahwa penyebaran tipe ini mengenai lapisan-lapisan
permukaan lesi mengalami ulserasi yang akan bertambah luas sejalan usus secara berurutan, dari mukosa, submukosa, lapisan otot sampai akhirnya
dengan bertambahnya waktu. Bentuk ini lebih sering dijumpai di sekum menembus serosa dan mengenai organ atau struktur lain di dekatnya.
dan kolon asendens.
 Metastase limfogen
 Anular atau stenosis Pola penyebaran lokal yang lain adalah invasi perineural. Penyebaran dapat
Lesi tumbuh melingkar di dalam lumen usus, hal ini menyebabkan mencapai jarak sejauh 10 cm dari lokasi tumor primer. Pada mulanya
kontriksi lumen usus yang menimbulkan obstruksi. Bentuk yang panjang disimpulkan bahwa metastase limfonodi terjadi hanya setelah penyebaran sel-
lebih sering dijumpai pada rektum, sedang lesi yang pendek lebih sering sel tumor menembus dinding usus dan menginfiltrasi jaringan di sekitarnya.
dijumpai di kolon transversum dan kolon desendens sampai sigmoid. Juga terdapat asumsi yang menyatakan bahwa invasi limfonodi terjadi secara
gradual kontinyu. Namun penelitian belakangan menunjukkan metastase
limfonodi dapat terjadi pada tumor yang masih terbatas pada dinding usus.
Demikian juga terdapat fenomena diskontinyu, dimana sel-sel tumor tidak 4. Penentuan stadium ( Staging ).
metastase ke limfonodi terdekat namun ke limfonodi level yang lebih tinggi. Klasifikasi Dukes adalah yang pertama kali diterima, mula-mula diterapkan
Adanya blokade limfonodi oleh sel tumor dapat menyebabkan aliran limfatik untuk kanker rektum tetapi kemudian diperluas penggunaannya untuk keganasan
retrograd ke segala arah, proksimal, distal maupun lateral, melalui arkade kolon. Klasifikasi Dukes ini kemudian mengalami pengembangan dan
marginal. Risiko metastase limfonodi akan meningkat, demikian juga jumlah modifikasi oleh peneliti lain. Selain sistem Dukes sistem klasifikasi stadium
limfonodi yang terkena, sesuai dengan tingginya derajat keganasan tumor. keganasan kolorektal yang saat ini secara luas digunakan adalah sistem Astler-
Coller dan sistem TNM yang dibuat oleh AJCC (American Joint Committee for
 Metastase hematogen Cancer) dan UICC (Union Internationale Contre de Cancer).
Sel-sel kanker dapat menyebar melalui pembuluh darah ke organ-organ lain.
Pada keganasan kolorektal organ yang paling sering terkena adalah hepar, Klasifikasi Dukes 1932
melalui aliran vena porta. Organ berikutnya yang sering terkena adalah
Dukes A : Tumor terbatas pada dinding rektum / kolon
paru, melalui aliran vena kava. Metastase tulang ke sakrum, pelvis dan
Dukes B : Tumor mencapai jaringan ekstra rektum/kolon, limfonodi regional (-)
vertebra terjadi melalui pleksus venosus vertebralis
Dukes C : Tumor metastase limfonodi regional
===== Gabriel et al 1935 membagi Dukes C menjadi :
 Implantasi. C1 : metastase limfonodi regional
Terjadi dimana sel-sel tumor lepas dari tumor primer menempel pada C2 : metastase limfonodi lebih jauh, pada level ligasi pembuluh darah.
permukaan struktur lain. Modus kejadiannya dapat berupa terlepasnya sel-sel
intraluminer, dari permukaan serosa ke rongga peritoneum atau akibat
Klasifikasi Dukes modifikasi Kirklin, 1940
manipulasi pembedahan sel-sel tumor menempel pada luka operasi atau Stadium A : Belum terjadi penetrasi pertumbuhan tumor pada muskularis mukosa
organ lain. Stadium B1 : Tumor menginvasi, sampai muskularis propria tapi belum menembus,
B2 : Tumor telah menembus muskularis propria
Ringkasan Stadium C : Tumor telah metatase ke llimfonodi
A. Kolon
 Langsung Klasifikasi Dukes modifikasi Astler-Coller, 1954
 Sirkuler  melingkari dinding kolon terutama kolon kiri (kalibernya Stadium B1 : Tumor menginvasi, tapi belum menembus, muskularis propria
kecil) B2 : Tumor telah menembus muskularis propria
 Longitudinal  Melalui limfe submukosa < 5 cm dari tepi tumor Stadium C1 : Tumor terbatas pada dinding usus dengan keterlibatan limfonodi
 Menembus dinding kolon dan menginfiltrasi organ didekatnya (hepar, Stadium C2 : Tumor telah menembus dinding usus dengan terlibatan limfonodi
gaster, duodenum, lienm pankreas & dinding perut
 Hematogen  melalui vena ke vena porta ke hepar tumbuh di hepar Tumbull 1967, Stadium D untuk penderita dengan penyebaran jauh ke hepar, pulmo,
 Limfogen tulang dan tumor , dibagi :
Paling sering, melalui lnn regional sesuai perjalanan areteri/vena, sehingga Stadium D1 : tmor masih mungkin dilakukan reseksi paliatif
pada operasi tumor colon limponodi harus dibuang Stadium D2 : tumor tidak mungkin dilakukan reseksi
 Gravitasi / Transperitoneal  menembus sampai lapisan serosa
 Syaraf  prognosis buruk Kedua sistem di atas tidak mempertimbangkan adanya metastase jauh. Klasifikasi
 Intraluminer  biasanya terjadi pada luka sambungan (anastomose) Dukes tidak mempertimbangkan derajat histologi tumor dan jumlah limfonodi yang
terkena. Padahal keduanya telah diketahui berkaitan erat dengan ketahanan hidup
B. Rektum atau survival. Dalam upaya mengatasi maalah-masalah yang ada pada klasifikasi
 Langsung Dukes, kemudian dibuat sistem klasifikasi berdasarkan keadaan klinikopatologis,
Tidak melebihi 6 cm. Menginfiltrasi vagina, prostat, VU atau os sacrum . yakni ekstensi tumor ( T ), kondisi limfonodi regional ( N ) dan ada tidaknya
Untuk mengetahui sudah menembus dinding dilakukan RT, bila mobil berati metastase jauh ( M ).
belum menembus dinding.
 Limfogen
 Hematogen
 Saraf
Klasifikasi Sistem TNM AJCC/UICC Dalam menentukan stadium karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran
T - Tumor primer histologik dibagi menurut klasifikasi Dukes, dimana klasifikasi Dukes ini dibagi
Tx : Tumor primer tak dapat dinilai berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma didinding usus.
T0 : Tak terbukti adanya tumor Adapun klasifikasi untuk karsinoma kolorektal yang telah dilaporkan oleh Dukes
Tis : Karsinoma in situ pada tahun 1932 yaitu sebagai berikut:
T1 : Tumor menginvasi submukosa a. Lesi hanya melibatkan dinding rektum
T2 : Tumor menginvasi muskularis propria b. Lesi telah menembus jaringan perirektum tanap keterlibatan nodus.
T3 : Tumor menginvasi subserosa c. Metastase ke limphonodi regional.
T4 : Tumor menembus menginvasi organ/struktur lain
Gambaran Klinis dan Diagnosis
N - Limfonodi
Menurut Deyle (Simadibrata,1983) pertumbuhan karsinoma kolorektal dapat dibagi
Nx : Metastase limfonodi tak dapat dinilai
dalam tiga fase yaitu :
N0 : Metastase limfonodi tak ada
 Fase karsinogen, yang berlangsung dalam waktu puluhan tahun
N1 : Metastase 1-3 limfonodi perikolika
 Fase asimtomatis,yang dapat berlangsung bertahun-tahun
N2 : Metastase  4 limfonodi perikolika
 Fase simtomatis, yang berlangsung dalam waktu berbulan-bulan
N3 : Metastase limfonodi sepanjang arteri bernama
Terdapat dua kategori manifestasi klinis:
M - Metastase  Akut/ emergensi
Mx : Adanya metastase jauh tak dapat dinilai Kasus-kasus emergensi muncul berupa obstruksi, perforasi atau perdarahan.
M0 : Metastase jauh tak ada Secara umum semakin distal letak tumor semakin besar resiko untuk terjadi
M1 : Metastase jauh obstruksi. Hal ini disebabkan karena kaliber kolon kiri lebih smpit dari kolon
kanan serta pada kolon kiri kadar cairan semakin berkurang.
TNM Dukes
Stadium O Tis N0 M0  Kronik/elektif.
Stadium I T1 N0 M0 A Pada kasus elektif kompleks simptom yang muncul sering kali ditentukan oleh
T2 N0 M0 A lokasi tumor primernya. Biasanya pembagian lokalisasi tumor kolorektal
adalah sebagai berikut : kolon kanan mulai sekum sampai dengan 1/3 tengah
Stadium II T3 N0 M0 B kolon transversum, kolon kiri mulai 1/3 distal kolon transversum sampai
T4 N0 M0 B dengan sigmoid, dan rektum.
Stadium III Semua T N1 M0 C Beberapa hal yang mendasari adanya perbedaan tanda dan gejala keganasan di
Semua T N2 M0 C ketiga lokasi tersebut adalah:
1. Diameter kolon kanan lebih besar dibanding kolon kiri.
Stadium IV Semua T Semua N M1 D
2. Tumor di kolon kanan cenderung lebih lunak, ulseratif dan rapuh,
sedangkan tumor kolon kiri cenderung sirkuler dan sirous.
UICC sepakat bahwa ekstensi karsinoma kolorektal tidak dapat dinilai sepenuhnya 3. Konsistensi feses di kolon kanan lebih cair dibanding kolon kiri.
pada saat pembedahan. Karena itu AJCC kemudian membuat serangkaian prefiks 4. Secara embriologis kolon kanan berasal dari midgut, sedangkan kolon kiri
untuk klasifikasi TNM untuk menggambarkan ekstensi penyakit pada tempat dan berasal dari hindgu.
waktu yang berbeda, yaitu cTNM ( clinical diagnostic staging ), sTNM ( surgical
evaluation staging ), pTNM ( postsurgical pathological staging ), rTNM (
Anamnesis terpenting yang pertama harus diambil adalah adanya :
retreatment staging ) misalnya pada laparatomi kedua, dan aTNM(autopsy staging ). 1. Perubahan pola kebiasaan buang air besar, dibanding sebelumnya.
Setiap anamnesis adanya perubahan pola b.a.b harus dicurigai keganasan
sampai dibuktikan lain. Oleh karena lumennya yang lebih besar, bentuk tumor
yang tidak sirkuler dan konsistensi feses yang masih encer, maka pengaruh
obstruksi tumor di kolon kanan lambat terjadi sehingga anamnesis yang khas
perihal perubahan pola b.a.b juga lambat terjadi.
Hal ini berbeda dengan tumor kolon kiri, dimana anamnesis perubahan pola Bila klinis curiga keganasan kolorektal sedang radiologis tidak menunjukkan
b.a.b adalah sangat menonjol, berupa konstipasi atau obstipasi dan perubahan kelainan kolonoskopi merupakan indikasi. Pemeriksaan foto toraks dan
kaliber feses sampai akhirnya menimbulkan obstruksi total. ultrasonografi abdomen membantu memperlihatkan kemungkinan adanya metastase
pulmo dan hepar. Meskipun tidak spesifik, pemeriksaan kadar CEA serum dapat
2. Perdarahan lebih sering terjadi pada tumor kolon kanan. membantu konfirmasi diagnostik. Pada penderita dengan tumor yang belum
Ini disebabkan karena bentuk tumor yang eksofitik dan rapuh, mudah terjadi penetrasi dinding usus, CEA serum biasanya tidak meningkat. Peningkatan CEA
ulserasi. Hanya saja karena konsistensi feses yang masih encer, perdarahan memiliki korelasi tinggi dengan rekurensi tumor dan adanya metastase.
yang terjadi berlangsung sedikit-sedikit dan sukar dilihat dengan mata
telanjang (occult bleeding). Akibatnya penderita akan kelihatan anemis tanpa Gejala klinis karsinoma kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma kolon
diketahui sebabnya. Namun demikian apabila tumor tumbuh semakin besar kiri sering bersifat skirotik, sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan
akan terjadi perdarahan yang nyata. Akibat anemia yang berlangsung lama, obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan
muncul kelemahan, anoreksia dan gangguan pencernaan makanan, sehingga jarang trjadi stenosis dan feces masih cair sehingga faktor obstruksi jarang. Gejala
berat badan menurun. Infeksi sekunder juga terjadi di daerah tumor yang dan tanda dini karsinoma kolorektal tidak ada. Umumnya gejala pertama timbul
mengalami ulserasi sehingga terjadi kolitis dan diare. karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat
Perdarahan akibat tumor di kolon kiri jarang terjadi karena bentuk tumor yang penyebaran. Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola
keras atau sirous. Anemia jarang terjadi, nafsu makan penderita biasanya tetap defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan adanya lendir darah. Makin ke
baik. Infeksi sekunder juga jarang sehingga kolitis dan diare pun jarang terjadi. distal letak tumor, feses makin menipis atau seperti kotoran kambing atau lebih cair
disertai lendir darah. Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri di daerah
3. Apabila tumor telah menembus lapisan serosa akan timbul rasa sakit. panggul berupa tanda penyakit lanjut. Gambaran klinik tumor sekum dan kolon
Sesuai dengan asal usul embriologisnya, rasa nyeri akibat tumor di kolon kanan asendens tidak khas. Dispepsi, kelemahan umum, penurunan berat badan dan anemia
akan dirasakan di atas umbilikus, sedangkan yang dari kolon kiri akan merupakan gejala umum, karena itu penderita sering datang dengan keadaan umum
dirasakan di bawah umbilikus. Waktu datang di rumah sakit, pada penderita yang jelak. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang
tumor kolon kanan biasanya sudah teraba masa abdomen. Hal itu berbeda dirasakan sakit berbeda karena asal embriogenik yang berlainan, yaitu dari midgut
dengan tumor kolon kiri, meskipun tumornya masih kecil dan tidak teraba, dan hindgut. Nyeri dari kolon kiri bermula dibawah umbilikus sedang dari kolon
penderita sudah datang mencari pertolongan karena tanda-tanda obstruksi. kanan di epigastrium.

4. Pada keganasan rektum, gejala yang menonjol di perasaan b.a.b tak puas. Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
Bentuk tumor yang eksofitik dan iritasi feses yang keras menyebabkan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dan kontras. Pemeriksaan
perdarahan per rektal. Infeksi sekunder menyebabkan proktitis yang ditandai ini sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian
diare palsu berupa lendir dan darah saja. Tenesmus dirasakan mula-mula pagi diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan
hari saja, tetapi lama kelamaan akan dirasakan sepanjang hari. Nyeri di daerah tambahan ditujukan pada saluran kemih untuk kemungkinan tekanan pada ureter kiri
perianal akan muncul bila tumor sudah infiltrasi ke bagian posterior yaitu atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk melihat adanya metastasis
pleksus sakralis. Pada pemeriksaan colok dubur tumor dengan mudah akan jauh. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi daerah perut, bila teraba
dapat diraba. menunjukkan keadaan sudah lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba
daripada kolon bagian lain. Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan
5. Dehidrasi & Hipokalemia  akibat sekresi mukkus yang dihasilkan tumor dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh jelas penting pada semua kasus
dengan kecurigaan keganasan kolorektal. Pemeriksaan anoskopi dan sigmoidoskopi
Ringkasan klinis
serta kolonoskopi akan melengkapi pemeriksaan secara fisik. A. Kolon kanan
Pemeriksaan colon in loop dengan kontras ganda barium/udara akan sangat Ukuran lumen relatif besar, dinding tipis, mudah distensi dan isinya feces cair
membantu menegakkan diagnosis, terutama tumor yang tidak teraba dengan Gejala :
pemeriksaan colok dubur. Dengan pemeriksaan ini akan tampak gambaran kas  Lemah dan mudah lelah karena anemia berat (mikrositik hipokromik)
keganasan kolorektal , lesi massa (filling defect) atau lesi konstriksi (apple-core).  Perubahan kebiasaan defekasi (tidak khas), obstruksi jarang
Bila kontras tidak bisa masuk lumen usus disiapkan untuk operasi.  Keluhan dyspeptik (Mencret)
 Kadang teraba benjolan oleh penderita atau pemeriksa
B. Kolon kiri Penatalaksanaan
Ukuran lumen relatif kecil, feces semi solid. Karsinoma cenderung melingkari
1. Operatif
dinding usus.
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindakan bedah. Tujuan utama
Gejala :
tindakan bedah ialah memperlancar saluran cerna biak bersifat kuratif maupun
 Perubahan pola kebiasaan defekasi, konstipasi semakin berat, kadang diare
non kuratif. Penilaian preoperatif yang menyeluruh hendaknya selalu dilakukan
 Nyeri perut
terhadap setiap penderita, meliputi dua aspek yakni kelayakan operasi dan derajat
 Perdarahan peranum
penyebaran tumor. Penilaian atas kelayakan operasi meliputi pemeriksaan klinis
 Penurunan berat badan
yang teliti dengan perhatian khusus pada sistem respirasi dan kardiovaskuler serta
 Terdapat obstruksi parsial / total dengan nyeri kolik abdomen
status nutrisi penderita. Penilaian terhadap derajat penyebaran penyakit hingga kini
 Tidak teraba massa tumor  karena terletak diposterior usus halus
masih mengandalkan pada pemeriksaan klinis bersama dengan evaluasi radiografik
sederhana. Perkembangan dalam hal pencitraan telah memungkinkan dilakukannya
C. Rektum
penilaian preoperatif yang lebih komprehensif. Filosofi umum dalam penanganan
Gejala :
penderita keganasan kolorektal adalah bahwa hampir semua penderita hendaknya
 Berak berupa lendir campur darah
dipertimbangkan untuk operasi. Bahkan bila telah terjadi metastse jauh,
 Merasa tidak puas setelah berak
pengambilan tumor primer biasanya akan meringankan keluhan penderita. Jika
 Tidak didapatkan nyeri kecuali bila ca mengenai kanalis ani atau kulit
tumor melekat atau menginvasi organ lain disekitarnya seperti usus halus, ovarium,
 Lnn inguinal perlu diperiksa dan di biopsi
atau uterus maka reseksi en bloc harus dilakukan bila secara teknis memungkinkan.
 Sebagian besar teraba pada colok dubur
Adesi tersebut mungkin hanya akibat reaksi inflamasi, namun hal ini tidak bisa
dipastikan sebelum dilakukan reseksi dan pemeriksaan patologi anatomi. Kalaupun
Laboratorium adesi tersebut akibat infiltrasi tumor, tidak selalu ada keterlibatan limfonodi
 Darah rutin : Hb, AL sehingga eksisi lokal secara radikal dapat bersifat kuratif. Apabila perlekatan
 Urinalisa tersebut hanya sekadar dilepaskan, sedangkan pemeriksaan histopatologi kemudian
 Faal Hepar : serum protein, Bilirubin, alkali fosfatase membuktikan akibat infiltrasi tumor, maka kesempatan untuk sembuh akan hilang
 Faal Ginjal : ureum, kreatinin begitu saja. Bila tumor primer tidak dapat diangkat, operasi mungkin hanya berupa
 CEA (Carsinoma Embrionik Antigen) N < 2,5 unit shunting atau pembuatan stoma, yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
- Diambil dari urin atau feces obstruksi. Sebelum operasi penderita hendaknya dalam keadaan fisik dan mental
- Kadar < 10 ng/ml stadium dini yang sebaik mungkin. Aspek spesifik dalam persiapan preoperasi meliputi preparasi
- Kadar > 10 ng/ml stadium lanjut kolon, antibiotik profilaksi, serta advis dan konseling perihal stoma.
------------------------------------------------- berfungsi : Prinsip pembedahan keganasan kolorektal yang dilaksanakan sekarang ini adalah
 Deteksi Ca kolon & rektum ( 70% ) sederhana namun sampai pada taraf tertentu tergantung pada tujuannya, apakah
 Follow up setelah tindakan  4 minggu , 3 & 6 bulan kuratif ataukah hanya paliatif. Pembedahan kuratif memerlukan prosedur radikal,
- Menentukan prognosis dimana tumor diangkat secara en bloc bersama dengan pedikel vaskuler dan
sebanyak mungkin struktur limfatiknya; batas reseksi usus harus adekuat.
Pemeriksaan Radiologis Prosedur paliatif dirancang hanya untuk menghilangkan keluhan, dapat berupa
 Thorax Foto  kemungkinan metastase ke paru eksisi tumor yang terbatas atau sekadar tindakan bypass saja
 Barium in Loop  Gambaran khas “ shouldering” atau apple core
deformity” a. Pembedahan elektif keganasan kolon.
 IVP  kemungkinan infiltrasi ke ureter / ginjal  Kolon kanan dilakukan hemikolektomi kanan baku, dengan
 Endoskopy  Proktoskopi, sigmoideskopi, kolonoskopi, cystoscopi (bila curiga mengikutsertakan ileum distal sepanjang 10 cm. Arteria yang dipotong
metastase ke kandung kencing) adalah arteria ileokolika, kolika dekstra dan cabang kanan kolika media.
Anastomosis dilakukan antara ileum dan kolon transversum proksimal.
Bila klinis curiga suatu keganasan kolorektal, sedang radiologis tidak menunjukkan Prosedur yang lebih radikal adalah dengan melakukan hemikolektomi
kelainan COLONOSCOPY merupakan indikasi kanan yang diperluas. Dalam prosedur ini arteria kolika media dipotong
dekat percabangannya dengan arteria mesenterika superior.
 Pertengahan kolon transversum dilakukan hemikolektomi kanan yang c. Pembedahan emergensi.
diperluas lebih jauh lagi dengan anastomosis antara ileum dan kolon Kurang lebih 20 % kasus keganasan kolorektal datang dalam keadaan emergensi,
desendens proksimal. Alternatifnya, hanya dilakukan reseksi kolon berupa obstruksi ataupun perforasi. Apabila lokasi tumor berada di kolon kanan,
transversum dan arteria kolika media saja kemudian dilakukan anstomosis secara umum dapat diterima penangannnya dalam bentuk operasi satu tahap,
kolon asendens dengan kolon desendens. berupa reseksi dan anastomosis primer. Terdapat banyak perdebatan perihal
pembedahan pada kasus keganasan kolon kiri yang mengalami obstruksi.
 Kolon kiri dilakukan hemikolektomi kiri baku dengan memotong arteria Sebagian ahli bedah merekomendasikan operasi tiga tahap yaitu kolostomi untuk
mesenterika inferior. Anastomosis dilakukan antara kolon transversum dan dekompresi pada tahap pertama, reseksi tumor pada tahap berikutnya diteruskan
rektum. Sebagian ahli bedah melakukan prosedur yang lebih selektif. Pada penutupan kolostoma pada tahap akhir. Sebagian ahli bedah lain memilih operasi
tumor sigmoid misalnya, hanya dilakukan reseksi kolon sigmoid dan arteria dua tahap, yaitu reseksi tumor dan kolostomi pada tahap pertama dilanjutkan
sigmoidea kemudian dilakukan anastomosis antara kolon desendens dan penutupan kolostoma pada tahap berikutnya. Pada kasus tertentu, misalnya
rectum. tumor pada rektosigmoid dilakukan prosedur Hartmann.
Tindakan yang lebih agresif dengan satu tahap operasi, yaitu reseksi tumor dan
Adanya metastase peritoneum (peritoneal seedings), metastase hepar multipel anastomosis primer merupakan tindakan yang populer saat ini. Menurut
atau metastase pulmoner merupakan indikasi dilakukannya prosedur paliatif. beberapa penelitian tindakan satu tahap ini, dibandingkan tindakan beberapa
Dalam hal ini hanya dilakukan pengangkatan tumor primer dengan reseksi yang tahap, memberikan kualitas hidup yang lebih baik, mempunyai mortalitas dan
terbatas. Apabila tumor primer secara teknis tidak dapat diangkat, maka komplikasi operasi yang masih dapat diterima dan sangat menguntungkan
diperlukan prosedur bypass atau pembuatan stoma untuk mengatasi obstruksi. penderita karena tidak ada masalah stoma, perawatan singkat dan menghemat
biaya.
b. Pembedahan elektif keganasan rektum.
 Sepertiga atas rektum  reseksi anterior. Banyak penelitian 2. Terapi ajuvan
memperlihatkan bahwa reseksi anterior memberikan hasil kuratif dan Fakta bahwa angka harapan hidup penderita keganasan kolorektal yang relatif statis
seaman reseksi abdominoperineal (operasi Miles). dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini telah menstimulasi para peneliti untuk
 Sepertiga bawah rektum hampir secara universal ditangani dengan reseksi mengeksplorasi bentuk-bentuk terapi ajuvan yang dapat melengkapi tindak
abdominoperineal. pembedahan. Peranan radioterapi dalam penanganan keganasan kolon sangat
terbatas. Penelitian-penelitian radioterapi ajuvan lebih terkonsentrasikan pada
Kontroversi muncul pada penanganan tumor yang berlokasi di sepertiga tengah keganasan rektum dimana rekurensi lokal merupakan masalah yang besar.
rektum. Hasil-hasil reseksi abdominoperineal memperlihatkan tidak lebih Radioterapi eksternal merupakan cara pemberian yang biasa dilakukan, pre atau
superior dari operasi yang mempertahankan sfingter anus seperti reseksi pasca operasi dengan alasan yang berbeda pada tiap kasus.
anterior rendah dan koloanal anastomosis. Apabila tumor tidak dapat  Dasar pemikiran radioterapi preoperasi adalah, bahwa metoda ini akan
diangkat karena telah terfiksasi pada dinding pelvis, maka pembuatan mengurangi viabilitas sel tumor sehingga memperbaiki kontrol lokal dan
stoma merupakan pilihan satu-satunya untuk mengantisipasi terjadinya ketahanan hidup; di samping itu juga dapat mempermudah reseksi kuratif
obstruksi. melalui penurunan stadium tumor (downstaging).
Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan  Dasar pemikiran radioterapi postoperatif adalah memungkinkan seleksi
sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limphe penderita dengan peningkatan rekurensi lokal berdasarkan hasil pemeriksaan
retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan histopatologi spesimen operasi.
seluruhnya dengan rektum melalui anus atau melalui abdomen. Reseksi anterior
rendah pada rektum dilakukan melalui lapartomi dan dibuat anastomosis Akan tetapi kerugiannya adalah risiko radiasi usus halus lebih besar karena cenderung
kolorektal atau koloanal rendah. Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk turun ke dalam rongga pelvis dan lebih banyak pasien yang tidak menyelesaikan
mencegah atau mengatasi obstruksi atau menghentikan perdarahan supaya terapinya oleh karena merasa telah menjalani operasi. Kombinasi radioterapi
kualitas hidup penderita lebih baik. Jika tumor tidak dapat diangkat dapat preoperatif dan postoperatif telah banyak dilakukan, namun berkaitan dengan
dilakukan diversi dengan membuat kolostomi. Pada metastase hati yang tidak peningkatan morbiditas. Bertolak belakang dengan radioterapi, kebanyakan penelitian
lebih dari dua atau tiga nodul dapat dipertimbangkan eksisi hepar. kemoterapi ajuvan lebih terfokus pada keganasan kolon dari pada keganasan rektum.
Regimen yang digunakan adalah 5-fluorouracil (5-FU) dengan atau tanpa
penambahan levamisole.
Kesimpulan yang diambil oleh Heriot dan Kumar berdasarkan review sejumlah  Khemoterapi
penelitian adalah bahwa radioterapi preoperasi dan kemoradioterapi postoperasi 5 Fluorourasil merupakan suatu antinepolstik drug dengan mekanisme kerja
menghasilkan perbaikan survival penderita dengan keganasan rektum Dukes C dan sebagai suatu anti metabolik dengan menghambat enzim dalam sintesa asam
menurunkan rekurensi lokal. Sedangkan kemoterapi 5-FU postoperasi dapat nukleat.
menghasilkan perbaikan survival penderita keganasan kolon Dukes C. Namun 5 FU adalah suatu anti neoplastik dengan mekanisme kerja mengubah enzim
penggunaan dan kombinasi terapi ajuvan yang optimal masih tetap belum jelas. menjadi nucleotide dalam mekanisme penggunaan aktivitas anti neoplastik
adalah terjadinya pengurangan fosfat nucleotide dengan enzim ribonucleotide
Ringkasan Terapi difosfat reduktase pada permukaan deoxynucleotide dan terakhir terbentuknya 5-
Setelah menentukan stadium klinipatologi, penderita direncakanan untuk fluoro-2-deoxyuridine-5-fosfat (F-dUMP). Interaksi antara F-dUMP dan enzim
pengobatan. Pengobatan dibagi menjadi : thymidilate sintesa merupakan faktor penting dari aksi obat sitotoksik Aksi
sitotoksik dan toksisitas umum.
 Operatif Peranan utama aksi 5-FU pada jaringan normal adalah pada sumsum tulang dan
 Kuratif  pengambilan / pengangkatan semua tumor
epitelium gastro intestinal dan mukosa oral. Penyerapan dan ekskresi. 5-FU
 Cecum dan colon ascendens  Hemikolektomi Dextra diserap secara perenteral, karena penyerapan melalui saluran cerna tidak dapat
 Flexura hepatika  Hemikolektomi kanan extended (luas) dipastikan dan tidak dapat diserap secara sempurna. Sedangkan proses
 Kolon transversum  Reseksi E to E metabolisme terjadi terutama sekali di dalam hati dan diekskresi melalui feses
 Kolon descendens  Hemikolektomi sinistra dan urine.Kegunaan toksisitas dan klinikal 5-FU menunjukkan bahwa obat ini
 Kolon sigmoid  Reseksi mengakibatkan respon pasial atau total pada 10-30% pasien dengan metastase
 REKTUM : karsinoma dada dan saluran cerna, vesika urinaria, prostat dan pankreas. Tingkat
 12 cm dari anus : Reseksi anterior respon yang tinggi dapat dilihat bila 5-FU digunakan dengan kombinasi
 6 – 12 cm dari anus : Low reseksi / abdominal reseksi antineoplastik lain, seperti cyclophosphamide dan methotrexate (Womark et al.,
 < 6 cm : Mile’s operasi / abdominoperineal reseksi 1998).
 Paliatif  Tumor tidak diangkat karena telah metastase. Tujuan :
menghilangkan gejala obstruksi Efek samping.
 Colon kanan: Illeotransversostomi Gejala awal yang paling tidak mengenakkan adalah anorexia dan nausea,
 Kolon kiri : Transvercolostomi kemudian diikuti dengan gejala diare dan stomatitis. Ulserasi mukosa usus dapat
 Rektum : Sigmoidostomi terjadi menyeluruh dan mengakibatkan diare yang fluminan dan akhirnya
kematian. Leuikopenia pada umumnya terjadi antara hari ke sembilan dan
 Radioterapi keempat belas setelah suntikan pertama. Anemia dan trombositopeni mungkin
Tujuan efek sitotoksik selektif pada sel tumor dengan kerusakan minimal pada juga terjadi kerontokan rambut bahkan sampai total alopecia.
jaringan normal di sekitarnya baik struktur maupun fungsinya. Dilakukan pada
pra-bedah, pasca-bedah, atau tumor yang tidak dilakukan pembedahan / Aturan penggunaannya.
inoperabe. Radioterapi paska bedah hanya diberikan pada keganasan Sesuai dengan protokol Onkologi RSUP Dr. Sardjito pemberian kemoterapi
rektosigmoid Dukes B, C dan D. Dosis 5000 cgy seluruh pelvis. dengan 5-Fluoro-Uracyl (5-FU) diberikan untuk keganasan kolorektal stadium B,
Pada kasus tanpa reseksi dan atau anastomose dilakukan segera paska bedah, C dan D, dengan dosis: (dewasa, BB 60 kg).
sedang kasus dengan reseksi dan atau anastomose dilakukan setelah 14 hari - Loadding dose: 500 mg, i.v pelan/drip, 5 hari berturut-turut.
paska bedah. - Maintenance:
Pada karsinoma rekti radiasi dapat diberikan pra bedah, pasca bedah atau pada 1 kali per minggu 500 mg i.v pelan atau
kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pembedahan. Penelitian Farmiok dan 5 kali berturut-turut, 500 mg i.v pelan setiap 4 minggu (1 bulan), lama
Levitt (1994 cit. Maryata, 1996) menunjukkan bahwa residif lokal lebih sering pemberian 48 kali.
pada kelompok yang dilakukan radiasi pasca bedah (21 %) bila dibandingkan
dengan radiasi prabedah (12%), sedangkan infeksi luka perineal lebih sering
pada kelompok yang dilakukan radiasi pra bedah (33 %), dibanding dengan
kelompok yang dilakukan radiasi pasca bedah (18 %).
KEMOTERAPI CA COLORECTAL
pemberian kemoterapi baik waktu pemberian,dosis,serta cara pemberian
yang tepat.
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
b) Pembelahan sel dan Sistem Kontrol
Operasi karsinoma kolorectal merupakan tindakan kuratif yaitu pada karsinoma Sel ganas berhubungan dengan tidak adanya mekanisme pengaturan yang
kolorektal yang masih terlokalisir atau stadium awal.Tidak semua pasien normal dari pertumbuhan sel jaringan. Pertambahan volume tumor ternyata
karsinoma kolorektal dapat sembuh dengan tindakan operasi. Angka tanpa perkecualian berlangsung lebih lambat daripada yang diharapkan
kemungkinan hidup pada karsinoma kolorektal dengan tindakan operasi saja, berdasar atas pertambahan sel.Ini dapat diterangkan dengan adanya
stadium 0 100%; Stadium I : T1-97%; T2-90%; Stadium II: T3-78%,T4-63%; kehilangan sel. Pada tumor-tumor yang tumbuh cepat sering kali di dalam
Stadium III: Semua T,N1 (1-3 Limfonodi positif),M0-56-66%, Semua T;N2(4 atau pusat tumor,karena kurangnya aliran darah terdapat nekrosis jaringan.Tetapi
lebih limfonodi regional positif) M0-26-37%;stadium IV: semua M1 (adanya yang lebih penting adalah kemungkinan adanya kematian sel yang
metastase jauh)-4% Angka kemungkinan hidup 5 tahun penderita karsinoma terprogram atau apoptosis.Bentuk fisiologik kematian sel terjadi di semua
kolorektal pada akhir-akhir ini semakin meningkat,hal ini disebabkan oleh beberapa jaringan dan merupakan bagian yang penting dari keseimbangan jaringan
hal antara lain teknik operasi yang semakin berkembang serta nutrisi dan obat-obat yang normal.Pada akhir masa hidup sel normal,intinya mengkondensasi,DNA
paska operasi karsinoma kolorektal yang semakin baik. dipecah kedalam proses spesifik yang menggunakan energi,sisa sel dibuang
Meskipun perkembangan pengobatan adjuvant akhir-akhir ini berkembang secara (biasanya melalui fagositosis oleh makrofag).Untuk apoptosis telah
cepat dan sangat maju, akan tetapi hanya sedikit saja meningkatkan survival pasien ditemukan gen-gen pengatur yang spesifik,diantaranya gen bcl-2 yang
karsinoma kolorektal dalam stadium lanjut. Atas dasar itu pencegahan primer, dalam memblokade apoptosis dan gen p53 yang menginduksi apoptosis.Teoritis
arti mencegah terjadinya karsinoma kolorektal dan pencegahan sekunder, dalam arti dapat dijumpai pertumbuhan tumor tanpa kenaikan aktivitas
menemukan kasus dalam stadium dini harus dikembangkan dalam rangka menekan pembelahan,hanya karena pengurangan apoptosis.Dalam kenyataanya pada
morbiditas dan mortalitas pasien KKR. banyak tumor terdapat kenaikan aktivitas pembelahan dan penurunan
Perkembangan obat kemoterapi baru, kombinasi obat, cara pemberian apoptosis yang relatif. Tumor menunjukan waktu duplikasi yang konstan.satu
kemoterapi,serta perkembangan obat kemoterapi adjuvant untuk keganasn kolorektal sel tumor untuk menjadi tumor dengan volume 1 cm3 dibutuhkan 30
terbukti dalam beberapa penelitian-penelitian terbaru dapat meningkatkan duplikasi.Jika dalam keadaan tertentu waktu duplikasi 100 hari dan tetap
kemampuan hidup penderita karsinoma kolorektal. konstan, maka dibutuhkan waktu 8 tahun.Dalam sepuluh duplikasi berikutnya
volume neningkat dari 1 cm3 menjadi 1000 cm 3 Ini berarti tumor-tumor
kebanyakan sudah lama ada jauh sebelum kita dapat menunjukan dengan
Prinsip Kemoterapi alat-alat diagnostik yang amat canggih.jadi seluruh periode observasi
A. Biologi sel Tumor klinik,diagnostik dan terapi berlangsung sesudah pembelahan sel ke tiga
1. Sifat Dasar Metastase Karsinoma puluh. Tingkat pertumbuhan tumor merupakan refleksi dari proporsi
Pengobatan karsinoma dilakukan dengan cara pemberian obat kemoterapi secara pembelahan aktif dari sel (fase pembelahan),lama dari satu siklus sel
sistemik,oleh karena sifat dasar dari metastase sel karsinoma yang terjadi secara (doubling time),dan jumlah sel yang mati. Variasi dari ketiga faktor
sistemik. diatas,mempengaruhi varisi waktu pertumbuhan tumor. Pertumbuhan tumor
menunjukan karakteristik dari kurva pertumbuhan Gompertzian, dimana
2. Pertumbuhan Sel Tumor doubling time dipengaruhi oleh variasi dari ukuran tumor.Tumor tumbuh
a) Toksisitas Selektif lebih cepat pada volume tumor yang lebih kecil.Pada tumor yang semakin
Tidak ada perbedaan secara khusus yang dapat dilihat pada sifat biokimia besar,pertumbuhan melambat oleh karena proses yang kompleks yang
dari sel karsinoma dengan sel-sel normal yang mengalami proliferasi secara dipengaruhi oleh kematian sel,aliran darah ke tumor serta suplay dari
cepat, misalnya pada epitel gastrointestinal,sumsum tulang belakang,dan oksigen.Kemoterapi dikembangkan dengan memperhatikan tidak adanya
kulit.Oleh karena itu efek kemoterapi baik pada karsinoma maupun sel resistensi silang,pendekatan induksi dan intensifikasi,dan regimen kemoterapi
jaringan normal sama-sama akan menerima efek terapeutik maupun adjuvant.
toksisitas.Meskipun terdapat sedikit perbedaan pada enzim di level seluler
antara sel-sel karsinoma dan sel normal,efek toksisitas hanya sedikit
berbeda,yang dapat diperkecil lagi dengan cara mempertimbangkan
3. Siklus Sel Gambar 1. mengambarkan skematik siklus sel. Dari fase G0 sel dengan stimulus
Pertumbuhan tumor biasanya mempunyai keseimbangan khas yang positif yaitu yang adekuat sel dapat kembali ke fase G1.sel postmitotik tidak dapat kembali ke
dibuat sel-sel lebih banyak dari pada sel-sel yang rusak. Tetapi,kecepatan fase G1. Fase G1 berubah menjadi fase S,dalam fase ini sel mensintesis DNA
pertumbuhan ini biasanya lebih rendah dari pada jaringan fetal normal dan untuk melipatkan dua kali material genetic sebagai persiapan untuk pembelahan.
jaringan yang dalam keadaan regenerasi. Sebelum sel membelah diri (fase-M) terdapat fase G2,dalam hal ini inti berisi
Waktu yang dibutuhkan suatu tumor untuk melipatkan volumenya,bergantung DNA dua kali lipat. Waktu minimum siklus sel,diukur pada sel dalam kultur
kepada tipe tumor dan keadaannya, dapat bervareasi dari berminggu-minggu jaringan, kira-kira 16 jam. In vivo waktu ini untuk epitel usus adalah 12
sampai bertahun-tahun.Tambahan volume ini bergantung kepada waktu yang jam,untuk epidermis 21 hari dan untuk hepar 160 hari.Lama fase S dan G2
berlangsung antara dua pembelahan sel,pertumbuhan (persentase sel-sel yang umumnya konstan. Variabilitas yang besar, juga untuk sel-sel tumor, terdapat
tumbuh aktif),dan jumlah sel yang mati dalam periode tertentu.Waktu yang dalam fase G0 dan fase G1. Terdapat sel-sel yang bertahun-tahun atau selamanya
berlalu antara dua pembelahan sel adalah penting.Waktu siklus sel sendiri berada dalam fase G0, yaitu sel yang telah berdiferensiasi dengan satu fungsi
biasanya konstan. spesifik.Terdapat sensitivitas yang sangat berbeda dari sel terhadap pengaruh
eksogen, seperti sinar ionisasi dan sitostatika, dalam berbagai fase siklus sel.
Fase S, sel mempunyai kenaikan kadar DNA (antara kuantitas diploid dan
tetraploid) maka dengan mengukur banyaknya DNA didalam inti dapat
ditentukan banyaknya sel dalam fase S dari siklus sel. Ini merupakan suatu
ukuran untuk aktivitas pembelahan sel di dalam tumor. Di dalam jaringan sel
fase S dapat divisualisasikan oleh DNA yang dilabel. Untuk itu digunakan 3H-
thymidine atau bromodeoxyuridine.
Fraksi sel yang berproliferasi dapat juga ditunjukan dengan bantuan teknik
imunohistokimia. Untuk itu digunakan antigen yang hanya berekspresi di dalam
inti sel yang membelah. Yang terkenal adalah terutama antigen Ki -67 yang
sekarang dengan antibody monoclonal(MIB-I) juga dapat dicetak dengan
paraffin) dan PCNA ( proliferating cell nuclear antigen)suatu protein penolong
dari polimerasi DNA. Kemampuan untuk menentukan fraksi pertumbuhan di
dalam tumor adalah penting karena ini mempunyai arti prosnotik; tumor dengan
fraksi fase S yang tinggi(membelah diri dengan sangat aktif) biasanya
mempunyai prognosis yang lebih jelek dari pada tumor dengan fraksi fase S
yang rendah. (Carlin,1994;Roediger 1999;Smets,1999;Wagman 2003)

B. Kematian Sel dan Kemoterapi


Terapi kanker dengan sitostatika berdasar atas eliminasi (pembunuhan) sel sel
tumor dengan sesedikit mungkin efek yang merugikan terhadap jaringan
normal.Dari penelitian suatu dosis tertentu dari kemoterapi membunuh sel-sel
tumor dalam suatu fraksi yang konstan.Suatu grafik yang menggambarkan
logaritma jumlah sel yang masih hidup terhadap jumlah tindakan (=intensitas
tindakan) akan memberikan hubungan linier dosis efek pada gambar 2 diperikan
kurva ketahanan hidup,disamping itu gambar ini memuat data kuantitatif lain
yang diperlukan untuk pengertian prinsip-prinsip terpenting dari terapi
sitostatika.Suatu tumor yang beratnya 1 kg mengandung kira-kira 1012 sel dan
terjadi paling sedikit 40 duplikasi sel asal yang berubah menjadi maligna.Batas
bawah deteksi klinis (dengan palpasi,pemeriksaan rotgen dan lain sebagainya)
berada pada kira-kira 109 sel,ini berarti satu tumor seberat kira-kira 1 gram.Garis
A,B,dan C menggambarkan 3 tumor pada diagnosis berbeda besarnya dan
dengan sensitivitas intrinsik yang berbeda-beda terhadap bentuk terapi yang d. Toleransi
dipilih,sensitivitas tergambar dalam kemiringan kurva dosis efek. Batas Toleransi untuk terapi (balok vertikal yang bergaris-garis dalam gambar 2)
tergantung pada banyak faktor dan berbeda untuk tiap obat. Pada penderita muda
dengan kemampuan penyembuhan besar batas ini lebih tinggi.Mereka dapat
diterapi dengan lebih intensif,yang meningkatkan keberhasilan relatif kemoterapi
pada penderita kanker muda.Peningkatan batas toleransi dengan perawatan yang
baik,penanggulangan infeksi,makanan yang disesuaikan dan tindakan suportif
seperti tranfusi darah dan sebagainya dapat membantu keberhasillan kemoterapi.

e. Terapi Adjuvan
Insensitivitas relatif tidak harus menutup kemoterapi sebagai bagian dari
penanganan.Sesudah pengambilan dengan pembedahan tumor yang
makroskopik,kemoterapi adjuvan dapat memperbaiki prognosisnya dengan
mengeliminasi sisa tumor yang tampak dan penyebaran mikroskopik.situasi ini
digambarkan oleh garis C pada gambar 2.

Dari gambar 2 diatas jelas bahwa suatu jalur yang penting dari terapi, yaitu reduksi
sel dari 109 sampai dengan <1, yang sering kali tidak dikuatkan dengan
pengamatan/follow up yang nyata baik klinis maupun penunjang,sehingga sering
Gambaran skematis dari gambar 2 dapat menjelaskan pengertian-pengertian kali terjadi kekambuhan yang tidak diketahui lebih awal .
onkologik penting sebagai berikut : (Smets,1999;Moertel,1994;Ray,2003)
a. Remisi Komplit dan Penyembuhan
Tercapainya remisi komplit,artinnya reduksi sel sampai < 109 Jadi hilangnya
tumor yang kelihatan (deteksi klinis),belum berarti sama sekali bahwa penderita C. Terminologi pada pemberian Kemoterapi
telah sembuh, 1. Induksi
Misalnya tumor A setelah terapi kemoterapi memberikan efek paling sedikit Kemoterapi dosis tinggi,biasanya merupakan suatu kombinasi obat,yang
meniadakan 10 duplikasi terakhir. diberikan dengan maksud untuk memacu timbulnya remisi total pada saat
diberikan regimen terapi,terminology ini biasanya digunakan pada karsinoma
b. Kemungkinan Penyembuhan hematologi tetapi sering juga diterapkan pada tumor-tumor solid.
Penyembuhan dengan kemoterapi sebenarnya adalah suatu pernyataan
statistik.Pada skala logaritmik kurva efek dosis tidak pernah tercapai 0 (sisa sel 2. Konsolidasi
tumor 0=100% kemungkinan penyembuhan) tetapi dikatakan dengan sukses Pengulangan pemberian regimen induksi pada pasien yang mendapatkan remisi
apabila dapat mereduksi jumlah sel tumor sampai 10-1,misalnya untuk tumor A total dengan maksud meningkatkan angka kesembuhan
sesudah 6 tidakan pemberian kemoterapi,berarti kemungkinan residif 10% dan
bahwa penderita dengan kepastian 90% tersembuhkan. 3. Intensifikasi
Kemoterapi yang diberikan setelah adanya remisi komplet dengan pemberian
c. Sensitivitas intrinsik dosis tinggi regimen yang sama dengan induksi atau obat lain dengan dosis
Faktor terpenting untuk terapi yang berhasil dengan kemoterapi adalah tinggi dengan maksud meningkatkan angka kesembuhan dan lama remisi
sensitivitas intrinsik,yang dinyatakan dengan derajat kemiringan kurva efek-
dosis.Hal ini dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa malignitas yang 4. Maintenance
sensitif terapi mempunyai banyak sel,dapat disembuhkan dengan Pemberian kemoterapi dengan waktu yang lama,dosis rendah,bisa tunggal
kemoterapi,sedangkan tumor dengan jumlah sel yang sedikit tidak sensitif ataupun kombinasi kemoterapi pada pasien yang sudah mengalami remisi
dengan kemoterapi oleh karena adanya sensitivitas intrinsik dari masing masing komplet,dengan maksud menghambat pertumbuhan ulang dari sel-sel tumor.
tumor.
5. Adjuvant E. Pembagian dan Mekanisme Kerja Sitostatika
Pemberian kemoterapi dosis tinggi dalam waktu singkat,biasanya merupakan
kombinasi regimen kemoterapi yang diberikan pada pasien yang tidak ditemukan
adanya residu sel tumor setelah operasi ataupun adioterapi,yang diberikan
dengan maksud untuk mematikan residu sel tumor.

6. Neoadjuvant
Adjuvant kemoterapi yang diberikan pada periode preoperatif ataupun
perioperatif.

7. Paliatif
Kemoterapi yang diberikan untuk mengkontrol keluhan dan kualitas hidup
pasien diamana tindakan kuratif tidak bisa dilakukan lagi.

8. Salvage
Kemoterapi yang mempunyai potensial kuratif,dosis tinggi dan biasanya
kombinasi,regimen ini diberikan pada pasien yang gagal atau kambuh etelah
diberikan regimen curative kemoterapi yang lain.

D. Prinsip Kombinasi Kemoterapi


Kombinasi kemoterapi diberikan dengan memperhatikan tiga hal peting yang
tidak bisa didapatkan efek terapinya dengan satu macam obat kemoterapi, yaitu
a. Dapat memberikan kemampuan membunuh sel kanker yang
maksimal,dengan toksisitas yang masih dapat ditoleransi dari obat yang
digunakan
b. Dapat memberikan efek dengan cakupan yang luas untuk populasi tumor
yang heterogen
c. Dapat mencegah atau menghambat terjadinya resistensi terhadap obat lainnya

Pemilihan regimen untuk kombinasi,harus memenuhi prinsip-prinsip dibawah ini


 Obat diketahui aktif pada pemberian tanpa kombinasi (regimen
tunggal),terutama yang dapat memberikan efek remisi komplet
 Obat dengan mekanisme aksi yang berbeda sebaiknya dikombinasikan a. Antimetabolit
dengan maksud untuk dapat memberikan efek terapi tambahan pada tumor Antimetabolit yang terkenal adalah Sitosin Arabinosid,5-Fluorourasil dan
 Obat dengan ambang batas toksisitas yang berbeda sebaiknya Metrotreksat. Mereka merupakan satu golongan senyawa alamiah atau sintetik
dikombinasikan untuk dapat memberikan efek terapi yang maksimal yang berhubungan erat dengan unsur bangun asam-asam nukleat. Dengan itu
 Obat diberikan pada dosis optimal dan waktu pemberian yang sesuai mereka dapat ikut serta dalam sistem transport dam proses metabolit sampai
 Obat diberikan pada interval waktu yang konsisten strukturnya yang berbeda memblokade proses lebih anjut. Antimetabolit 5-
 Obat dengan pola resistensi yang berbeda, diberikan untuk meminimalkan fluorourasil dalam strukturnya ada hubungan dengan urasil, yaitu unsur bangun
resistensi silang. (Ray,2003;Carlin,1994) RNA dan timin, unsur bangun DNA. 5-Fluorourasil bersifat menghambat
pertumbuhan dan mematikan sel karena sebagai basa yang salah dimasukkan ke
dalam RNA dan menghambat pembuatan unsur bangun untuk DNA. Efek
terakhir ini adalah yang terpenting untuk efek sitostatika.
b. Zat Pengakil F. Resistensi Kemoterapi
Zat pengakil meliputi sejumlah derivat nitrogen mustard (antara lain Resistensi obat-obat kemoterapi pada pengobatan Tumor menjadi penyebab
melfalan,klorambusil,siklofosfamid). Ikatan-ikatan yang kadang-kadang sangat utama kegagalan pengobatan kemoterapi pada pasien karsinoma. Perkembangan
kompleks mempunyai kesamaan, yaitu bahwa mereka mempunyai satu atau dua resistensi obat sebanding dengan jumlah sel tumor serta banyaknya mutasi yang
golongan alkil yang reaktif,ini dapat membuat ikatan basa DNA,terutama dengan telah terjadi pada sel tumor
guanin,dengan membentuk ”adduct”.Pembuatan cross-link,artinya
penghubungan dua rantai DNA dengan reaksi ganda,sangat penting untuk Prisip dasar resistensi pada kemoterapi yaitu :
sitotoksisitasnnya. Zat Pengakil diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia dan 1. Resistensi Sitotoksik
mekanisme ikatan dari masing masing kovalennya.Yang termasuk dalam zat Sel Tumor yang tetap berada pada fase G1 siklus sel, yang berarti sel tumor
pengakil yaitu : Nitrogen Mustards,Nitrousureas,Agen Platinum. tidak aktif melakukan mitosis, resisten terhadap pemberian kemoterapi. Hal
ini dinamakan ”cytotoksik drug resistence”Untuk mengatasi resistensi
c. Produk Produk Alamiah dilakukan pemberian kemoterapi secara intravena infus dengan cara
Sejumlah besar sitostatika mula-mula diisolasi dari bahan-bahan alamiah, yaitu pemberian kontinyu
tumbuh-tumbuhan, jamur, bakteria. Zat-zat ini dan derivatnya merupakan famili
yang bervareasi dari produksi alamiah. 2. Resistensi Kemoterapi secara Biomekanis
1. Antitumor antibiotik Beberapa mekanisme dibawah ini menghambat obat aktif kemoterapi
Bleomycin bekerja dengan melakukan intercalase DNA pada rangkaian bekerja secara baik pada target sel pada sel tumor,yaitu :
guanine-cytosine dan guanine-thymine,yang mengakibatkan spontan a. Kerusakan pada transport obat
oxidasi dan pembentukan oxigen radikal bebas yang mengakibatkan b. Kerusakan aktivasi obat
terputusnya rangkaian DNA c. Meningkatnya inaktivasi obat
2. Anthracyclines d. Perubahan pada repair DNA
Antibiotik antrasiklin merupakan produk dari Streptomyces percentus var e. Amplifikasi target sel pada gene
caesius. Mekanisme kerja dari obat ini adalah intercalasi antara pasangan- f. Meningkatnya ”competing biomechanical pathways”
pasangan basa DNA dan menghambat topoisomerases I dan II dari DNA. g. Perubahan struktur kimia pada sel target
Pembentukan Oksigen radikal bebas dari sisa metabolit Doxorubisin h. Meningkatnya subtansi pesaing
diperkirakan sebagai penyebab kardiotoksisitas.
3. Epipodophyllotoxins Untuk mengatasi phenomena ini,diberikan kombinasi obat yang bekerja
Etoposide adalah epipodophyllotoxin yang diekstrak dari akar podophyllum secara sinergis,sebagai contoh pemberian 5-FU yang dilanjutkan dengan
peltatum (mandrake). Obat ini bekerja dengan menghambat topoisomerase pemberian Leukovorin,dimana akan memberikan efek menurunkan
II dengan cara menstabilkan komplek DNA-Topomerase II yang akan resistensi obat kemoterapi secara biomekanis
menghambat sintesis DNA, dan siklus sel akan berhenti pada fase G1
4. Vinka alkaloids 3. Multiple Drug Resisten (MDR)
Vinka Alkaloids adalah derivat dari tanaman vinca rosea. Vinka alkaloid Ekspresi berlebihan dari gene MDR1 (multidrug resisten) merupakan
bekerja dengan mengikat tubulin yang terjadi pada saat fase S , yang mediator penyebab utama dari resistensi obat dan encodes 170 kd
berakibat pengeblokan polimerasi dari microtubulus. transmebrane p-glikoprotein. P-Glikoprotein adalah energi yang diperlukan
5. Taxanes dalam sistem pompa pada membran sel untuk memindah toksin dan
Taxanes bekerja dengan meningkatkan stabilitas dan kekuatan ikatan dari metabolisme dalam sel ke luar sel.Tinginya level dari MDR1 berhubungan
microtubular,yang akan memblokir siklus sel pada mitosis. dengan resistensi dari agen sitotoksik.Tumor yang mengekspresikan gene
6. Analog Camtothecin MDR1 memberikan respon yang rendah terhadap pengobatan kemoterapi.
Inorectan (CPT-11(Camtosar)) dan Topotecan(Hycamtin)termasuk dalam
golongan obat ini.Obat ini merupakan analog semisintetik dari
camptothescin alkaloid,yang merupakan derivat tumbuhan dari cina yaitu
pohon camptotheca acuminata,yang bekerja menghambat topoisomerase I
dan mencegah fase elongasi dari replikasi DNA
KEMOTERAPI CA COLORECTAL
tertinggal atau tersisa,atau yang metas ke tempat lain setelah operasi ( Hepar)
yang sangat kecil dan sulit terdeteksi.
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
c. Neo-adjuvant (Curatif/Paliatif)
A. Pemberian Kemoterapi Karsinoma Kolorektal Neoadjuvant kemoterapi pada karsinoma kolorektal diberikan sebelum
1. Syarat Pemberian Kemoterapi operasi.Pemberian ini dimaksudkan untuk mengecilkan ukuran massa tumor
a. Diagnosis Telah Tegak sehingga ahli bedah dapat melakukan pengakatan tumor dengan komplikasi
Diagnosis Tumor secara Histologi serta Stadium dari tumor harus sudah seminimal mungkin.Pada pemberiaan kemoterapi bersamaan dengan
ditegakkan hal ini berguna untuk ,menentukan respon tumor terhadap radioterapi,akan memberikan hasil yang efektif.
pengobatan,menentukan tujuan pengobatan secara tepat (kuratif atau
paliatif) 3. Kontraindikasi Pemberian Kemoterapi
Pada beberapa jenis tumor,kemoterapi tidak dapat memberikan bukti/hasil untuk
b. Kondisi Pasien Yang Optimal sel tumor baik paliatif maupun kuratif,sehingga pemberian kemoterapi tidak
Status kesehatan pasien sangat penting untuk menentukan apakah pasien dianjurkan misalnya pada Ca Tyroid,Carsinoma Renal,Ca Cervical,Ca
dapat mengikuti seluruh program tahapan kemoterapi yang dievalusi Pancreas,Ca Bilier dan sebagainya, Kontraindikasi relaif bila tidak memenuhi
sesuai umur,pemeriksaan meliputi performance status,fungsi hepar,fungsi syarat pemberian diatas.
ginjal,fungsi jantung,fungsi paru,darah lengkap.
B. Protokol Pemberian Kemoterapi Karsinoma Colon
c. Adanya Penanda Tumor 5-Fluorouracyl (5FU).
Kecuali pada adjuvan kemoterapi yang standar diberikan,Pemberian Obat ini disintesa oleh Heidelberger pada 1957 dan digunakan sebagai terapi baku
kemoterapi harus didahului dengan adanya alat ukur yang objektif sejak 40 tahun yang lalu, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi. Pada
terhadap respon pemberian kemoterapi misalnya (ukuran menentukan awalnya 5-FU diberikan secara bolus i.v., namun bukti penelitian secara acak pada
penurunan besar tumor,level antigen tumor). penderita kanker usus besar stadium lanjut menunjukkan bahwa pemberian secara
infus kontinyu baik dengan atau tanpa leukovorin memberikan hasil yang lebih
d. Adanya Sarana penunjang superior dibanding pemberian secara bolus i.v. Hal ini disebabkan karena
Sarana laboratorium dan radiologi sangat penting untuk mengetahui respon konsentrasi plasma cepat turun dibawah nilai ambang sitotoksik akibat degradasi
dari pemberian kemoterapi juga menentukan efek samping yang yang berlangsung secara cepat. Keuntungan lain efek samping lebih rendah
terjadi,sehingga dapat dicegah morbiditas serta dapat dimaksimalkan efek dibanding iv bolus (penekanan fungsi sumsum tulang, diare, mukositis,
terapi kemoterapi sengan efek samping seminimal mungkin. erythrodysesthesia/hand-foot syndrome).
2. Indikasi Pemberian Kemoterapi
5-FU plus Leucovorin (Folinic Acid/FA)
a. Kemoterapi Primer (Paliatif) Leucovorin, juga suatu biomodulator untuk 5-FU. Penggunaan leucovorin
Kemoterpi primer pada karsinoma kolorektal diberikan pada karsinoma didasarkan dari hasil studi preklinik yang menunjukkan bahwa leucovorin
kolorektal stadium lanjut,atau yang sudah mengadakan metastase jauh pada meningkatkan kadar N5N10-methylenetetrahydrofolate, yang menyebabkan
organ tubuh yang lain.Pada keadaan ini operasi tidak dapat menghilangkan pembentukan komplek tersier yang stabil dari thymidylate synthase (TS), suatu
karsinoma,oleh karena itu tindakan yang paling tepat dalam melawan atau koenzim 5-FU (dalam bentuk 5-fluorodeoxyuridine), dan folat. Kombinasi 5-FU
membunuh sel kanker adalah dengan kemoterapi,diharapkan dapat dengan leucovorin menghasilkan angka respon yang lebih tinggi dibanding 5-FU
mengurangi ukuran dari massa tumor,mengurangi gejala simtomatik saja.
(misalnya nyeri) dan memperbaiki kwalitas dan harapan hidup.
Mayo ( 5-Fluorourasil/Leucovorin)
b. Adjuvant Kemoterapi (Curatif) Indikasi
Adjuvant kemoterapi pada karsinoma kolorektal diberikan setelah kanker  T3-4 N0M0 dengan resiko tinggi terjadinya Obstruksi atau perforasi
dilakukan operasi.Operasi kemungkinan tidak dapat mengangkat seluruh  T(semua)N1-2M0
kangker.Adjuvan kemoterapi juga akan membunuh sel-sel kanker yang  T(semua)N(semua)M1
Regimen Outcomes
 Leucovorin 20 mg/m2 iv bolus,bersamaan pemberian 5-FU hari 1-5  Memberikan respon perbaikan 30% angka ketahanan hidup 5 tahun
 5-FU 425 mg/m2 iv bolus diberikan hari 1-5  Memebrikan hasil yang lebih bermakna dibandingkan dengan pemberian 5-FU
- siklus diulang setiap 4 minggu,8 minggu kemudian diulang setiap 5 minggu secara bolus
- adjuvant kemoterapi diberikan 6 siklus
- Metastase,diberikan sampai terjadi penurunan dari progresivitas tumor atau Pemberian 5-FU dengan Infus yang kontinyu
adanya intoksikasi yang tidak dapat ditoleransi lagi Indikasi  T(semua)N(semua)M1
Regimen  5-FU 300 mg/m2 iv diberikan dengan infus scr kontinyu slama 24 jam
Hasil Outcomes
- Adjuvan - Memberikan respon perbaikan 20-30% angka ketahanan hidup 5 tahun
 30 % memberikan perbaikan angka ketahanan hidup - Memebrikan hasil yang lebih bermakna dibandingkan dengan pemberian 5-FU
 Rata-rata angka ketahanan hidup 5 tahun adalah 66% secara bolus
- Metastase
Memberikan respon lebih baik 20-30 % pada angka ketahanan hidup 5 tahun Capecitabine (Xeloda)
Capecitabine merupakan fluorinated pyrimidine oral yang digunakan pada kanker
Roswell Park (5-Fluorourasil/Leucovorin) usus besar stadium lanjut. Setelah diabsorbsi, obat ini diubah menjadi 5-FU melalui
Indikasi 3 tahap: pertama, di hepar, menjadi 5’-deoxy-5-fluorocytidine, selanjutnya menjadi
 T3-4 N0M0 dengan resiko tinggi terjadinya Obstruksi atau perforasi 5’-deoxy-5-fluorouridine oleh cystidine deaminase (dalam sel hepar dan sel tumor),
 T(semua)N1-2M0 dan terakhir menjadi 5-FU oleh thymidine phosphorilase. Enzym terakhir ini lebih
 T(semua)N(semua)M1 aktif di sel tumor. Asam folinat tidak digunakan dalam kombinasi dengan
capecitabine karena memerlukan penurunan dosis capecitabine tanpa peningkatan
Regimen efektifitas (Miwa et all 1998, Van Kutsem et all,2000).
 5-FU 600 mg/m2 iv
 Leucovorin 500mg/m2 diberikan dalam drip(infus) selama 2 jam setiap minggu Indikasi  T(semua)N(semua)M1
selama 6 minggu Regimen
 adjuvant kemoterapi diberikan 4 siklus Capecitabine 2500mg/m2/hari sediaan oral dibagi dalam 2 kali dosis pemberian
 Metastase,diberikan sampai terjadi penurunan dari progresivitas tumor atau selama 14 hari diulang setiap 3 minggu ( 2 minggu pengobatan dilanjutkan 1 minggu
adanya intoksikasi yang tidak dapat ditoleransi lagi massa istirahat)

Hasil Outcomes
- Adjuvan - Memberikan respon perbaikan 25-30% angka ketahanan hidup 5 tahun
 30 % memberikan perbaikan angka ketahanan hidup - Memebrikan hasil yang lebih bermakna dibandingkan dengan pemberian 5-FU
 Rata-rata angka ketahanan hidup 5 tahun adalah 66% secara bolus pada pengobatan paliatif pada kasus yang telah metastasis
- Metastase
Memberikan respon lebih baik 20-30 % pada angka ketahanan hidup 5 tahun Pemberian 5-FU Dosis Tinggi
Indikasi  T(semua)N(semua)M1
De Gramont (5-Fluorourasil/Leucovorin) Regimen
Indikasi  T(semua)N(semua)M1 - 5-FU 2600 mg/m2 iv diberikan dengan infus secara kontinyu selama 24 jam
Regimen - Pemberian diulang setiap minggu
 Leucovorin 200 mg/m2 iv diberikan drip (infus) selama 2 jam
 Dilanjutkan dengan pemberian 5-FU 400 mg/m2 iv bolus,dilanjutkan dengan 5- Outcomes
FU 600 mg/m2 iv diberikan dalam infus selama 22 jam diberikan 2 hari - Memberikan respon perbaikan 20-30% angka ketahanan hidup 5 tahun
berturut-turut - Tosisitas lebih rendah dibandingkan pemberian leucovorin dan 5-FU secara
 Siklus pemberian diulang setiap 2 minggu bersamaan
Irinotecan C. Protokol Pemberian Kemoterapi Karsinoma Rectum
Irinotecan merupakan suatu inhibitor topoisomerase I yang baru. Obat ini disintesa 5-Fluorourasil (Adjuvant)
dari Camphoteca acuminata, suatu pohon yang berasal dari China, bekerja dengan Indikasi
mengadakan interaksi topoisomerase-I. Sebagai pengobatan lini ke dua, irinotecan - T(semua)N1-2M0
bila dibanding dengan pengobatan suportif saja atau 5FU secara infus, menunjukkan - T3-4N0M0
perpanjangan hidup (9.2 bulan vs 6.5 bulan, p=0.0001), dan ( 10.8 bulan vs 8.5
bulan, p=0.035) . Irinotecan dapat diberikan dengan dosis 350 mg/m2 setiap 3 Regimen
minggu (bagi penderita usia lanjut atau dengan status performan 2: 300mg/m2), atau - 5-FU 500 mg/m2 iv bolus hari 1-5
125mg/m2 seminggu sekali sebanyak 4 kali diikuti periode istirahat selama 2 - 5 FU 225 mg/m2/hari diberikan dalam infus,diulang tiap 5 minggu
minggu. Pemberian irinotecan tunggal merupakan terapi lini ke 2 setelah gagal - 5-FU 450 mg/m2 iv bolus
dengan 5-FU .
Sebagai pengobatan lini pertama, irinotecan plus 5-FU/FA dibandingkan dengan 5- Outcomes  Respon 60% angka ketahanan hidup 5 tahun
FU/FA saja pada studi secara acak fase III menunjukkan hasil perpanjangan masa
penyakit menjadi progresif (8.5 bulan vs 6.5 bulan p=<0.001) , dan perpanjangan D. Chemoradiasi
hidup (17.4 bulan vs 14.1 bulan, p=<0.001) . Toksisitas irinotecan berupa diare dan Chemoradiasi secara uji klinis lebih memberikan hasil yang bermakna dibandingkan
sindroma kolinergik. Meskipun terdapat toksisitas namun kualitas hidup meningkat. radiasi saja atau operasi saja pada kasus karsinoma kolorekral. Radiasi diberikan
Indikasi  T(semua)N(semua)M1 dengan indikasi bila tumor bed yang terletak retroperitoneal dengan T3 Nodul
Regimen Positif karena dari penelitian sebelumnya ditulis recurensi lokal sebesar 30%,selain
- Pemberian setiap 1 minggu itu digunakan untuk mengatasi recurensi lokal pada karsinoma di rektum
Irinotecan 125 mg/m2/minggu iv diberikan selama 90 menit, selama 4 minggu
berturut-turut,istirahat 2 minggu,pemberian diulang pada minggu ke 6 Fluorourasil+Leukovorin + Radiasi
- Pemberian setiap 3 minggu  Radiasi diberikan 1,8 Gy diberikan dalam waktu 5 hari dalam seminggu (total
Irinotecan 350 mg/m2 iv diberikan selama 90 menit setiap 3 minggu( pada dosis pemberian 45-54 Gy selama 5-6 minggu)
penderita tua > 70 tahun,atau riwayat radiasi pada regio pelvis dan abdomen  Fluorourasil 400mg/m2 IV Bolus selama 2 jam setelah pemberian
diberikan dosis 300mg/m2 iv diberikan selama 90 menit) Radiasi,diberikan pada hari 1-4 pada minggu 1-5 pembrian radiasi
 Leukovorin 20 mg/m2 IV Bolus diberikan segera sebelum pemberian
Outcomes Fluorourasil
- Memberikan respon 15-30 % pada kasus yang sukar disembukan /tidak efektif
dengan pemberian 5-FU
- Respon 20-30% angka ketahanan hidup 5 tahun
E. Efek Samping Kemoterapi
Kemoterapi mempunyai mekanisme kemampuan yang cepat dalam membunuh atau
- Bermakna memberikan perubahan dalam kualitas hidup penderita
menghambat pembelahan sel kanker,yang juga mempunyai efek yang cepat pula
dalam pembelahan sel-sel yang sehat pada tubuh manusia seperti pembelahan yang
Irinotecan/Leucovorin/5-Fluorourasil cepat pada mukosa rongga mulut,mukosa pada traktus gastrointestinal,folikel
Indikasi  T(semua)N(semua)M1
rambut, Sumsum Tulang belakang. Efek samping kemoterapi ,yaitu :
Regimen
 Mual-mutah
- Irinotecan 125 mg/m2/minggu iv dibrikan 90 menit diikuti dengan pemberian
Efek samping mutah pada pemberian kemoterapi bervareasi tergantung jenis
Leucovorin 20 mg/m2 bolus dan 5-FU 500 mg/m2 bolus
kemoterapi,dosis,individu.Reseptor kemoterapi akan memacu daerah pada
- Diberikan kombinasi kemoterapi setiap minggu selama 4 minggu
Ventrikel empat,Cortek cerebri dan saluran cerna yang akan menimbulkan
- 2 minggu masa istirahat
rangsang mutah
- Siklus pemberian diulang setiap 6 minggu
Outcomes  Nafsu makan berkurang
- Memberikan respon perbaikan 30-50% angka ketahanan hidup 5 tahun  Rambut Rontok
- Memebrikan hasil yang lebih bermakna dibandingkan dengan pemberian  Sariawan
Inorectan,5-FU,Leukoverin sebagai agen tunggal atau tanpa kombinasi dengan  Rash pada tangan dan kaki
kemoterapi lain.
 Diare f. CT Scan Thorak
Diare isotonik pada pemberian kemoterapi terjadi oleh karena terjadinya Dilakukan setiap 6 bulan,4sikluis bila telah dilakukan reseksi paru
penggudulan/semakin tipisnya mukosa usus
g. Colonoskopi diulang setiap tahun,dilanjutkan setiap 3 tahun bila :
Efek samping kemoterapi pada sumsunm Tulang Belakang meliputi meningkatnya  Tidak ada polip multiple yang sinkronous
resiko infeksi (Lekopeni),Perdarahan pada luka ringan (Trombositopeni),Kelemahan  Pasien ditemukan polip baru selama pengamatan
yang berhubungan dengan anemia.
Efek samping kemoterapi biasanya akan hilang bila kemoterapi dihentikan

F. Pengamatan Pasien Paska Operasi/Pengobatan Kemoterapi pada


Karsinoma Kolorectal
a. Pemeriksaan Fisik,meliputi colok dubur,pemeriksaan darah samar pada feses
yang dilakukan setiap 3 bulan selama 2 tahun,kemudian dilanjutkan setiap 6
bulan selama 5 tahun
b. Colon In loop setiap 3 bulan selama 2 tahun,kemudian dilanjutkan setiap 6 bulan
selama 6 tahun
c. Pemeriksaan CEA
CEA berkorelasi dengan volume tumor dengan respon terapi antitumor dan
berhubungan dengan sisa tumor setelah dilakukan reseksi.CEA akan menurun
menjadi normal dalam 4-8 minggu setelah reseksi kuratif.Dua puluh sampai 30
% kekambuhan tidak disertai peningkatan CEA,sensitivitasnya dan spesifitasnya
untuk mendeteksi kekambuhan antara 70-80%.Monitoring CEA dapat
mendeteksi kekambuhan sekitar 6 bulan sebelum tanda dan gejala klinik
muncul.CEA yang meningkat perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan
kekambuhan,yang menjadi kontroversi apakah CEA diatas 5 ng/ml,atau
peningkatan setelah pemeriksaan 2x meningkat atau adanya kurva peningkatan
CEA sebagai dasar pemeriksaan Lanjut.Suatu uji acak terkontrol follow-up
dengan pemeriksaan intensif CEA dibanding konvensional menunjukan tidak
terdapat perbedaan tentang survival kedua kelompok. NCCN merekomendasikan
pemeriksaan CEA setiap 3 bulan untuk 2 tahun pertama dan setiap 6 bulan untuk
5 tahun berikutnya pada pasien dengan metastase terbatas yang potensial untuk
direseksi,misalnya potensial untuk reseksi hepar dan paru-paru.

d. Rotgen Thorak
 Setiap 12 bulan,5 siklus pada Dukes B2 atau C
 Setiap 6 bulan,10 siklus,bila dilakukan reseksi hepar atau adanya metastase
intra abdomen
 Setiap 3 bulan selama 20 siklus bila dilakukan reseksi paru oleh karena
adanya metastase ke paru

e. CT Scan Abdomen
 Setiap 6 bulan,4 siklus,dilanjutkan setiap tahun selama 3 tahun bila ada
reseksi hepar atau adanya metastase intraabdomen
 Setiap 6 bulan,4 siklus,dilajutkan setiap tahun selama 3 tahun bila telah (Roediger,1994;Smets,1999; Ellenhorn,2003)
dilakukan reseksi ca recti
 Sindroma Cronkhite Canada
PENYEBAB KANKER USUS BESAR Sindroma ini ditandai adanya polip pada sistem pencernaan yang lain,
hiperpigmentasi kulit, alopesia ( kebotakan ) dan kuku jari yang mengkerut. Jenis
tumor ini tidak diturunkan secara genetik dan gejalanya biasanya muncul pada
umur 60 an.
Tumor didalam istilah medis ( kedokteran ) diartikan benjolan dengan berbagai
penyebab misalnya infeksi, akibat trauma ataupun proses pertumbuhan sel/ jaringan  Sindroma Peutz – Jegher
yang abnormal. Tetapi didalam istilah awam tumor diartikan sebagai pertumbuhan Sindroma ini terdiri dari polip pada sistim pencernaan dan adanya bintik
sel / jaringan abnormal atau kaknker. Sedangkan didalam istilah medis tumor kehitaman pada kulit maupun lapisan lendir ( mukosa ). Gejala yang terjadi
sebagai proses pertumbuhan sel / jaringan abnormal disebut neoplasia ( neo= baru berupa muntah, perdarahan dan nyeri perut. Banyak kasus sindroma Peutz –
plasia= pembelahan. Untuk mempermudah sebaiknya kita sebut saja sebagai tumor, Jegher disertai kanker pada pankreas, payudara dan indung telur. Penyakit ini
yang digolongkan menjadi 2 yaitu tumor jinak dan tumor ganas ( kanker ) sering muncul pada umur 10 – 30 tahun dan diturunkan ( genetik )secara
Tumor jinak berarti suatu pertumbuhan jaringan abnormal ( benjolan ) yang tumbuh dominan.
setempat. Sel-selnya tidak menyebar sehingga tidak menimbulkan efek kesehatan
yang serius, kecuali bila benjolan cukup besar. Misalnya pada usus besar akan dapat  Polip Inflamasi
menimbulkan sumbatan usus. Sedangkan tumor ganas ( kanker ) adalah berjalan Inflamasi berarti radang, tipe ini dapat terjadi tunggal atau beberapa yang sering
yang tumbuh secara cepat dan sel-selnya menyebar selain ke jaringan sekitar juga disertai radang usus besar.
akan menyebar ke organ lain melalui pembuluh getah bening, pembuluh darah. Dan
sel-selnya bersifat ganas ( merusak ) sel atau organ lain sehingga menimbulkan efek  Polip Hiperplastik
kesehatan yang serius. Beberapa tumor jinak dapat berubah menjadi tumor ganas. Polip ini sering disebut juga polip metaplastik. Jenis ini merupakan polip yang
Tumor usus besar baik tumor jinak maupun tumor ganas akan menimbulkan dampak banyak pada usus besar. Polip hiperplastik termasuk tumor non neoplastik/ jinak,
yang mempengaruhi fungsi usus besar sebagai bagian dari alat pencernaan. tetapi sering didapatkan bersama pada pasien dengan kanker usus besar.
Penyebabnya dicurigai adalah akibat virus.
Tumor Jinak Usus Besar ( kolon )
Polip merupakan bentuk yang paling umum pada tumor jinak kolon. Polip  Polip Jinak Neoplastik
merupakan penonjolan bertangkai dari jaringan kolon yang menonjol kedalam  Polip Adenomatous
saluran kolon. Adenoma kolon berarti tumor jinak pada kelenjar usus besar. Kira – kira 1/3 –
Terdapat 2 tipe polip jinak yaitu non neoplastik dan neoolastik. 2/3 penduduk Amerika Serikat umur > 65 tahun menderita polip adenoma. Polip
 Polip Non neoplastik ini mempunyai 3 tipe yaitu ; tubular, tubulovillous dan adenoma tubular. Yang
 Hamartoma paling banyak adalah jenis tubular ( 75 % ). Sebagian besar polip adenoma
Merupakan pertumbuhan sel kolon berlebihan secara “ normal “ , artinya sel- mempunyai. Ukuran diameter < 1 cm. Dan hanya sebagian kecil ( 4 % )
selnya tidak mengalami perubahan sifat. Jenis ini tidak berpotensi menjadi berukuran > 2 cm. Polip jenis ini mempunyai permukaan rata dan halus
ganas ( kanker ).
 Polip Neoplastik Herediter
 Polip Juvenile Sesuai dengan namanya polip tersebut diturunkan secara autosomal dominan.
Polip ini terutama terjadi saat anak –anak, hanya kadang –kadang terdapat Polip adenoma herediter ( familial ) merupakan tumor yang mengenai hampir
pada orang dewasa. Diagnosa diketahui oleh karena sering adanya seluruh saluran pencernaan tidak hanya usus besar. Gejala klinis pertama kali
perdarahan, prolaps dan gejala adanya nyeri perut akibat terputusnya polip dijelaskan oleh Corvisart, dan gambaran secara genetik ( keturunan ) dijelaskan
tersebut. Kadang –kadang dapat menimbulkan komplikasi invaginasi. Polip oleh Cripps. Penjelasan lebih lanjut yang bersifat autosom dominan tersebut
juvenile ini secara umum dihubungkan dengan faktor keturunan ( genetik ) ditemukan oleh Dukes dan Lockhart- Mummery. Letak gen yang membawa
yang bersifat autosom dominan. Oleh karena berhubungan dengan faktor kelainan tumor ini ialah pada lengan panjang kromosom nomor 5. Polip
keturunan, bebrapa anggota keluarganya kemungkinan juga menderita polip neoplastik herediter ini terjadi pada umur 20 tahunan, tetapi kadang-kadang
tersebut bahkan dapat dijumpai anggota keluarga yang menderita kanker terjadi pada umur lebih muda. Tumor jinak ini sangat penting oleh karena
lambung, usus dua belas jari ( usus halus ) atau kanker pankreas. berpotensi menjadi ganas ( kanker ) kasus menjadi ganas mencapai hampir 100 %,
artinya polip neoplastik herediter dapat berubah menjadi ganas apabila tidak
diterapi. Umur rata- rata saat didiagnosis menjadi kanker kurang lebih 40 tahun, Sedangkan pada sindroma Lynch II apabila kanker kolon disertai kanker pada
tetapi kadang- kadang didapatkan kasus tumor ini pada umur 10 tahunan. organ lain seperti ginjal, ureter, kandung kemih, usus halus, kandung empedu,
Manifestasi polip familial ini pertama kali dijelaskan oleh Gardner. Gejala- lambung, payudara, indung telur dan rahim. Pada pemetaan genetik kelainan
gejalanya berupa polip yang difus ( merata ) diseluruh usus besar disertai tumor ini terdapat pada kromosom nomor 2 pl5 – 16. Dan masih banyak lagi faktor-
pada organ bagian tubuh yang lain seperti tulang, kulit, lambung, pankreas dan faktor genetik pada kanker kolon yang didasarkan kelainan kromosom.
kelenjar gondok. Jenis lain dari tumor ini yang disebut sindroma Turcot
merupakan polip neoplastik herediter yang disertai tumor pada jaringan syaraf.
Sindroma ini merupakan variasi fenotip dari polip familial sindroma Gardner PENGOBATAN PADA KANKER USUS BESAR
tetapi diturunkan secara autosom resesif
Kanker usus besar (kolon dan rektum) menduduki urutan ke II dalam hal kematian
akibat penyakit kanker di Amerika (US) dengan 147.000 kasus baru setiap tahunnya.
Tumor Ganas Usus Besar ( Karsinoma kolon ) Diperkirakan pada tahun 2004 jumlah penderita yang meninggal mencapai 57.000
Epidemiologi orang. Angka kejadian global untuk kanker kolorektal sebesar 950.000 per tahun
Kasus karsinoma kolon meningkat dinegara industri dan peningkatan ini diduga dengan sekitar 50-60% telah mengadakan metastase Jadi, mereka ini merupakan
akibat pengaruh lingkungan ( pola makanan ) yang kaya lemak. Ditambah lagi kalau calon penderita yang akan mendapat terapi sistemik. Angka ketahanan hidup
secara genetik sudah terdapat kelainan tumor usus besar. penderita kanker usus besar bervariasi tergantung status penyakit. Penyakit dengan
stadium I mempunyai prognosis yang paling baik, dengan angka ketahanan hidup 5
Etiologi ( Penyebab ) tahun >80% . Penyakit dengan stadium II mempunyai angka ketahanan hidup 5
tahun yang bervariasi, 70% untuk T3N0M0, dan 30% untuk T4,N0,M0. Stadium III
 Faktor Diit ( makanan )
(Dukes C) mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 30-50%, sedangkan
Diantara faktor lingkungan, diit merupakan implikasi paling sering pada
stadium IV turun menjadi 8%.
pertumbuhan kasus kanker kolon. Diit tinggi serat yang banyak terdapat pada
Akhir-akhir ini angka ketahanan hidup lima tahun untuk kanker kolorektal stadium
sayuran dan buah-buahan merupakan kunci rendahnya kasus kanker kolon
I, II dan III makin meningkat. Hal ini disebabkan karena kemajuan yang sangat pesat
seperti yang terjadi pada penduduk asli Afrika. Hipotesis ( perkiraan ) ini
dalam penatalaksanaan yang meliputi pemeriksaan penyaring (skrining),
adalah bahwa dengan diit tinggi serat menyebabkan lewatnya feses dan
kemoprevensi, pengobatan paliatif, tindakan bedah dan kemoterapi ajuvan. Beberapa
pengosongan kolon menjadi lebih cepat. Hal seperti ini membuat kontak antara
studi klinik secara acak antara tahun 1980-1990 menunjukkan bahwa pengobatan
bahan yang bersifat karsinogen ( penyebab ) kanker dengan sel permukaan
dengan kombinasi obat yang berbasis 5-fluorouracyl (5-FU) lebih superior
kolon menjadi lebih kecil . Sebaliknya diit tinggi lemak menyebabkan angka
dibanding terapi suportif saja . Diantara obat yang berperan sebagai biomodulator
kasus usus besar meningkat seperti yang terjadi dinegara- negara industri. Pola
yang sering digunakan adalah leucovorin. Obat ini dapat meningkatkan angka
makanan yang tinggi lemak ini menyebabkan peningkatan asam empedu
respon obyektif dan angka ketahanan hidup . Usaha berikutnya untuk meningkatkan
ditambah sterol maupun bakteri pada feses yang bersifat sebagai karsinogen.
efektifitas 5-FU adalah pemberian secara infus, yang dianggap cara paling efektif
Disebutkan juga bahwa alkohol pun merupakan faktor yang dapat
dan kurang toksik. Namun, peningkatan efektifitas ini masih dianggap terlalu kecil.
meningkatkan kanker kolon, walaupun mekanismenya belaum diketahui secara
Dengan datangnya obat yang lebih baru seperti irinotecan dan oxaliplatin, maka
jelas.
efektifitas menjadi sangat meningkat, meskipun efek toksiknya juga meningkat.
Perkembangan paling baru (2003), adalah penggunaan antibodi (bevacixumab dan
 Faktor Genetik ( Keturunan )
cetuximab) sebagai terapi target molekul, yang makin meningkatkan efektifitas
Dengan kemajuan dibidang penelitian biomarker pengaruh genetik merupakan
terapai ajuvan kanker kolorektal.
salah satu faktor yang penting pada perkembangan kanker kolon. Pada kanker
Secara garis besar, pengobatan kanker usus besar terdiri atas pembedahan sebagai
usus besar polip adenoma seperti Hereditary. Non Polyposis Colorectal Cancer
terapi utama dan terapi tambahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesembuhan
( HNPCC ) merupakan bentuk agregasi kanker kolorektal yang diturunkan.
penderita. Tindakan pembedahan berupa reseksi usus, termasuk drainage kelenjar
Pada HNPCC lebih jelas didalam pemetaan genetik ( keturunan ) pada pasien
limfe yang terdekat. Pembedahan bersifat kuratif bila bisa mengangkat seluruh
kanker kolon. Pada silsilah keluarga nya umumnya ditemukan 3 atau lebih
bagian usus besar yang mengandung tumor, mesenterium terdekat yang
anggota keluarga yang menderita kanker kolorektal dengan salah satu
mengandung drainage kelenjar limfe, serta setiap organ ataupun jaringan yang
didiagnosis sebelum umur 50 tahun. Tumor ini diturunkan secara autosom
melekat pada tumor. Penilaian stadium penyakit merupakan faktor penting untuk
dominan seperti pada sindroma Lynch I ( kanker kolon sebelah kanan ).
menentukan pilihan terapi.
Penggolongan stadium kanker usus besar menurut AJCC (American Joint 5-FU plus Levamisol.
Committee on Cancer) / International Union Against Cancer (UICC): Levamisol, suatu obat cacing yang dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh secara
1. Stadium 0: tumor insitu (Tis), tumor masih terbatas dalam sel epitel atau pada nonspesifik, merupakan biomodulator. Pengobatan dengan kombinasi 5-FU plus
lamina propria, belum ada penyebaran ke kelenjar limfe (N0) maupun ke organ levamisol ini diberikan selama jangka waktu satu tahun.
jauh (M0).
2. Stadium I: invasi tumor sampai ke submukosa (T1) (Dukes A), atau ke
muskularis propria (T2), tetapi belum ada penyebaran ke kelenjar limfe (N0)
5-FU plus Leucovorin (Folinic Acid/FA)
Leucovorin, juga suatu biomodulator untuk 5-FU. Penggunaan leucovorin
maupun metastasis jauh (M0). Pengobatan penderita dengan tumor stadium I
didasarkan dari hasil studi preklinik yang menunjukkan bahwa leucovorin
berupa pembedahan saja, tidak perlu pemberian pengobatan tambahan.
meningkatkan kadar N5N10-methylenetetrahydrofolate, yang menyebabkan
3. Stadium II: invasi tumor ke seluruh lapisan muskularis propria hingga ke
pembentukan komplek tersier yang stabil dari thymidylate synthase (TS), suatu
subserosa, atau ke jaringan perikolon atau perirektal tetapi bukan peritoneum
koenzim 5-FU (dalam bentuk 5-fluorodeoxyuridine), dan folat. Kombinasi 5-FU
(T3) (Dukes B); atau invasi langsung ke organ/struktur lain, dan/atau
dengan leucovorin menghasilkan angka respon yang lebih tinggi dibanding 5-FU
menyebabkan perforasi peritoneum visceralis (T4), namun belum ada metastase
saja. Leucovorin bisa diberikan dalam:
di kelenjar limfe (N0) maupun organ jauh (M0). Untuk stadium II Dukes B,
beberapa studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan angka ketahanan hidup  dosis rendah: 20 mg/m2, diikuti segera dengan 5-FU 425mg/m2, keduanya
bagi penderita yang mendapat terapi pembedahan plus kemoterapi dibanding diberikan secara injeksi i.v. cepat selama 5 hari berturut-turut, diulang setiap 4
dengan pembedahan saja. Namun bagi penderita stadium II yang mengalami minggu untuk selama 6 bulan (regimen Mayo Clinic).
perforasi atau gambaran patologi menunjukkan diferensiasi jelek  dosis tinggi: 200mg/m2, iv selama 2 jam, diikuti dengan 5-FU 400mg/m2, i.v.
(undifferentiated), secara individual harus dipertimbangkan kemungkinan untuk bolus dan 5-FU 600mg/m2, i.v. selama 22 jam, diberikan dalam 2 hari berturut-
mendapat kemoterapi, karena meskipun sekitar 75% penderita kanker usus besar turut. Siklus diulang setiap 2 minggu (regimen de Gramont).
dapat dilakukan pengangkatan seluruh tumor, namun hampir 50% penderita
meninggal karena metastasis. Hal ini disebabkan karena adanya residu tumor Irinotecan
yang tidak dapat terdeteksi pada saat dilakukan operasi (7). Irinotecan merupakan suatu inhibitor topoisomerase I yang baru. Obat ini disintesa
4. Stadium III: tumor dengan setiap T, metastasis ke 1-3 kelenjar limfe regional dari Camphoteca acuminata, suatu pohon yang berasal dari China, bekerja dengan
(N1) (Dukes C), atau metastasis ke ≥4 kelenjar limfe regional, tetapi belum ada mengadakan interaksi topoisomerase-I.
metastasis jauh. Terapi tambahan utamanya ditujukan untuk penyakit dengan Sebagai pengobatan lini ke dua, irinotecan bila dibanding dengan pengobatan
stadium III. suportif saja atau 5FU secara infus, menunjukkan perpanjangan hidup (9.2 bulan vs
5. Stadium IV: tumor dengan setiap T, setiap N, dan telah metastasis jauh (Dukes 6.5 bulan, p=0.0001)(8), dan ( 10.8 bulan vs 8.5 bulan, p=0.035) (9).
D). Irinotecan dapat diberikan dengan dosis 350 mg/m2 setiap 3 minggu (bagi penderita
usia lanjut atau dengan status performan 2: 300mg/m2), atau 125mg/m2 seminggu
sekali sebanyak 4 kali diikuti periode istirahat selama 2 minggu. Pemberian
Pengobatan Tambahan Kanker Kolon irinotecan tunggal merupakan terapi lini ke 2 setelah gagal dengan 5-FU (10).
Sebagai pengobatan lini pertama, irinotecan plus 5-FU/FA dibandingkan dengan 5-
5-Fluorouracyl (5FU). FU/FA saja pada studi secara acak fase III menunjukkan hasil perpanjangan masa
Obat ini disintesa oleh Heidelberger pada 1957 dan digunakan sebagai terapi baku penyakit menjadi progresif (8.5 bulan vs 6.5 bulan p=<0.001) (11), dan
sejak 40 tahun yang lalu, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi. Pada perpanjangan hidup (17.4 bulan vs 14.1 bulan, p=<0.001) (12). Toksisitas irinotecan
awalnya 5-FU diberikan secara bolus i.v., namun bukti penelitian secara acak pada berupa diare dan sindroma kolinergik. Meskipun terdapat toksisitas namun kualitas
penderita kanker usus besar stadium lanjut menunjukkan bahwa pemberian secara hidup meningkat.
infus kontinyu baik dengan atau tanpa leukovorin memberikan hasil yang lebih
superior dibanding pemberian secara bolus i.v. Hal ini disebabkan karena
konsentrasi plasma cepat turun dibawah nilai ambang sitotoksik akibat degradasi Capecitabine (Xeloda)
yang berlangsung secara cepat. Keuntungan lain efek samping lebih rendah Capecitabine merupakan fluorinated pyrimidine oral yang digunakan pada kanker
dibanding iv bolus (penekanan fungsi sumsum tulang, diare, mukositis, usus besar stadium lanjut. Setelah diabsorbsi, obat ini diubah menjadi 5-FU melalui
erythrodysesthesia/hand-foot syndrome). 3 tahap: pertama, di hepar, menjadi 5’-deoxy-5-fluorocytidine, selanjutnya menjadi
5’-deoxy-5-fluorouridine oleh cystidine deaminase (dalam sel hepar dan sel tumor),
dan terakhir menjadi 5-FU oleh thymidine phosphorilase. ]
Enzym terakhir ini lebih aktif di sel tumor (13). Asam folinat tidak digunakan
dalam kombinasi dengan capecitabine karena memerlukan penurunan dosis
capecitabine tanpa peningkatan efektifitas (14).

Oxaliplatin
Oxaliplatin merupakan diaminocyclohexane platinum yang baru. Oxaliplatin lebih
dianjurkan untuk dikombinasi dengan 5FU/FA, karena pada studi preklinik telah
ditunjukkan adanya sinergi antara 5-FU dan oxaliplatin.
Sebagai terapi lini ke dua, kombinasi oxaloplatine /5FU/FA dalam regimen
FOLFOX4 menunjukkan peningkatan respon obyektif sebesar 9.9% maupun masa
bebas penyakit progresif sebesar 4.6 bulan, dibanding dengan oxaliplatin sebagai
terapi tunggal (1.3%, 1.6 bulan) atau LV5FU2 (0%, 2.7 bulan) (15).
Sebagai terapi lini pertama, de Gramont dkk meneliti regimen 5-FU bolus atau
secara infus, yang dimodulasi dengan FA (LV5FU2) secara sendiri atau kombinasi
dengan oxaliplatin (FOLFOX4). Dalam studi ini ditunjukkan bahwa terapi
kombinasi memberikan respon yang signifikan (50% vs 22%) serta perpanjangan
masa bebas penyakit progresif yang signifikan pula (16).

Terapi dengan target molekul


Terapi dengan target molekul saat ini sedang diteliti. Termasuk dalam kelompok ini
adalah:
1. Cetuximab (C225, Erbitux). Merupakan antibodi kombinasi human/mouse yang
ditargetkan pada reseptor pertumbuhan sel epitel (epithelial growth factor
receptor/EGFR).
2. Bevacixumab (Avastin) merupakan antibodi monoklonal yang berasal dari
manusia yang ditargetkan mengikat faktor pertumbuhan sel endotel pembuluh
darah (vascular endothelial growth factor/VEGF) (6).

TERAPI KANKER USUS BESAR PADA STADIUM LANJUT


Kanker usus besar sering mengalami kekambuhan. Lokasi kekambuhan biasanya
pada tempat anastomosis atau pada kelenjar limfe terdekat (para-aorta, para-cava).
Kekambuhan pada kelenjar limfe regional dan retroperitoneal memberi petunjuk
status penyakit yang sistemik dan mempunyai prognosis jelek. Metastasis pada hati
dan paru merupakan metastasis non nodal yang paling sering terjadi pada kanker
usus besar. Reseksi dari metastasis atau metastasektomi merupakan tindakan yang
sering dilakukan. Reseksi pada metastasis di hepar dapat memberi angka
kesembuhan sekitar 5-60% tergantung dari jumlah metastasis dan stadium
penyakit.
Pengobatan tambahan pada metastasis hepar setelah dilakukan reseksi sedang
diteliti. Pemberihan floxuridine intra arterial, menggunakan kateter yang
dimasukkan pada arteria hepatika, bergantian dengan pemberian 5-FU plus
leucovorin secara sistemik, akan meningkatkan ketahanan hidup serta menurunkan
kekambuhan di liver .
KARSINOMA REKTUM
Sistem limfatika pada rectum mengikuti arah aliran ke kranial dan ke lateral. Ke
cranial meliputi peritoneum pelvis, mesokolon pelvis, dan glandula pada bifurcatio
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 sebelah kiri a. illiaca komunis mengikuti a. hemmorrhoidales superior. Ke lateral
berasal dari sekitar m. levator ani, glandula sacralis dan glandula illiaca interna,
basis vesica urinaria dan vesica seminalis (Thorex, 1962).
Karsinoma kolon dan rektum adalah keganasan yang paling sering terjadi pada lki-
laki dan wanita di Amerika Serkat dan menjadi penyebab kematian ke dua karena
kanker. Pada laki-laki menempati rangking di bawah karsinoma paru dan prostat. Patologi
Sedangkan pada wanita menempati ranking, dibawah karsinoma payudara. Secara umum keganasan kolonik digambarkan sebagai fungating, ulcerating
(Goldberg 1989). Ditahun 1989 America Cancer Society memperkirakan 151.000 atau stenosing 25% fungating (polypoid), 61% ulcerating, 7% stenozing dan 7%
kasus baru karsinoma kolorektal di Amerika Serkat adalah 1 dan 25 orang . lainya (Imbembo, 1991).
Karsinoma kolon dan rektum sering terjadi pada orang tua dengan kemungkinan Tumor ganas epithelieal dari daerah rectum dapat dibagi dalam 5 bentuk morfologi
yang sama antara laki-laki dan perempuan. Dari laporan 862 pasien, hanya 31 utama : adenokarsinoma, signet ring adenokarsinoma, scirrus tumor dan karsinoma
(3,6%) dibawah 41 tahun. Insidensi meningkat secara gradual dengan bertambahnya simplex. Adenokarsinoma adalah keganasan yang paling sering muncul
umur seperti keganasan lain . (Sugarbaker, 1982).
Terapi karsinoma rectum dengan tindakan reseksi meliputi 63,6%. Ini meningkat
dari 381 ke 685 dalam 20 tahun (WH Allum et al 1993). Terutama ada kenaikan Klasifikasi
jumlah tindakan reseksi anterior sejalan dengan penurunan jumlah tindakan reseksi Sistem staging untuk karsinoma rektum telah dilaporakan oleh Dukes pada tahun
abdominoperineal (APR). Lebih dari 50% pasien berumur diatas 80 tahun hanya 1932. Duke menyatakan 3 kategori :
menerima pengobatan lokal atau tidak menerima pengobatan sama sekali. A. Lesi hanya melibatkan dinding rectum.
Mortalitas operasi cenderung meningkat pada pendeita tua dan resiko tinggi, B. Lesi telah menembus jaringan peri rektum tanpa keterlibatan nodus.
terutama bila dengan gejala obstruksi intestinal. C. Metastase ke limfonodi regional.

Anatomi Oleh Kirklin sistem dukes dimodifikasi dengan menambahkan kategori B1 dan B2.
Rektum berarti lurus, walaupun pada manusia bentuknya tidak lurus. Rectum Aster dan Coller (1954) menambahkan C1 dan C2. Modifikasi Asler Coller dari
dimulai pada titik saat kolon tidak mempunyai mesenterium. Biasanya dimulai sistem Dukes digunakan sampai saat ini, dan stage D ditambahkan untuk pasien-
didepan vertebra sacralis III. Dapat dilihat dengan bersatunya taenia menjadi pasien dengan metastase jauh (Goldberg, 1989).
musculus longitudinalis tebal yang melapisi rektum. Perbedaan dengan kolon
adalah tidak bersacculasi, tidak bertaenia atau appendices epiploicae. Histologi Grading
Rectum dapat dibagi 3 bagian berdasar letak valve houston. Dua katup terletak dikiri Hampir semua karsinoma rektum adalah adenokarsinoma, dengan pemunculan
dan satu dikanan. Valve yang ditengah (kanan) yang paling menonjol dan terletak histoligo yang berbeda. Tahun 1925 Broders membagi gambaran mikroskopik dari
pada lekukan peritoneal. Jarak valve houston tengah ini 10-12 cm dari anal verge. karsinoma rectum dalam 4 grade untuk menunjukkan tingkat defferensiasi. Grimmel
Rectum mengikuti kelengkungan sacrum dan cocigea dan berakhir 2,5 cm (pada mencoba menggunakan grading ini untuk menentukan prognosis, Grimnnel
linea pectinea) didepan ujung cocigea dengan membelok kebawah dan kebelakang menyatakan lebih praktis menentukan grade karsinoma kolorektal dalam hubungan
masuk dalam kanalis anal. Rectum disuplai darah dari 3 arteri hemorrhoidales yaitu dengan tendensi invatif secara lokal, susunan glanduler, polaritas nukleus, dan
1. A. Hemoroidalis supperior merupakan lanjutan dari a. mesenteria interior. frekuensi dari mitosis. Saat ini sistem grading dipakai seluruh dunia.
2. A. Hemorrhoidalis media (2 buah) cabang dari a.illiaca internal. Sistem grading ini telah dimodifikasi sebagai : differensiasi baik (low grade),
3. A. Hemoroidalis inferior (2 buah) cabang dari a. Pudenda interna. differensiasi sedang (average grade) dan defferensiasi jelek (high grade).
Sebagai tambahan sekitar 10-15% dari karsinoma kolorektal memproduksi musin
Aliran vena bagian 1/3 bagian atas melalui v. hemorroidalis superior yang mengalir dan disebut musinosa karsinoma. Tipe ini lebih bertendensi invasif secara lokal dan
ke v.mesentarica inferior dan selanjutnya ke v. porta 1/3 bagian media mengalir ke jauh serta membawa prognosis yang jelek. Karsinoma Signet ring sel, karsinoma
v. hemorroidalis media ke v. illiaca interna. 1/3 bagian bawah melalui v. musinosa intra seluler yang jarang juga disebut mempunyai prognosis yang buruk
hemoroidalis inferior ke v. Pudenda interna selanjutnya ke v. illiaca interna. Oleh (Goldberg 1989).
sebab itu metastase primer mengalir ke luar melalui kapiler ke hepar pada 1/3 atas
rectum. Pada 2/3 bawah rectum mungkin metastase ke pulmo.
Diagnosis KARNOFSKY PERFORMANCE STATUS
Pada sebagian besar pasien karsinoma rectum gejala yang muncul adalah minimal, Penilaiaan kualitas hidup pasien setelah terapi pada karsinoma rektum digunakan skala
walaupun karsinoma dalm stadium lanjut. Saat tumor membesar dapat Karnofsky Performance Status.
bermanifestasi dengan hemathochezia, perubahan dari kebiasaan BAB atau
kaliber tinja, nyeri pelvic (tenemus) atau obstruksi dari usus besar. Tabel IV. Skala Karnofsky Performance Status
Penemuan-penemuan klinis ini hampir semuanya terlambat bersamaan dengan 100 Normal, tidak ada keluhan, tidak ada gejala atau tanda penyakit.
pertumbuhan tumor, sehingga membutuhkan usaha untuk deteksi dini dan 90 Memungkinkan untuk melakukan aktivitas normal, dengan gejala/tenda
penanganan dini(Kodner, 1985; Schrock, 1994). penyakit minimal.
Penanganan didni pada penderita dengan riwayat adenomatous polyp dan dilakukan 80 Terganggu bila melakukan aktivitas normal, gejala/ tanda penyakit tampak
fecal occult blood test. Fecal occult blood test dianjurkan setiap tahun dan jelas.
sigmoidescopy dianjurkan 5 tahun sekali setelah berumur 50 tahun. Fecal occult 70 Mampu merawat diri sendiri, tidak mampu melakukan aktifitas normal atau
blood test ketelitiannya mencapai 70-80% pada pasien karsinoma kolorektal kegiatan aktif.
(Lieberman, 1994; Steele 1994). 60 Membutuhkan bantuan keluarga, tetapi masih mungkin melakukan
Pemeriksaan pertama adlah rectal toucher dengan dijumpai masaa keras, kasar perawatan diri sendiri.
dengan bentukan permukaan tidak teratur. Kalau gagal penderita melakukan 50 Sebagian besar dilakukan dengan bantuan keluarga dan membutuhkan
manufer valsava untuk meraba letak tumor yang tinggi. Selanjutnya adalah perawatan penyakitnya.
anoskopi/proctoskopi, kemudian sigmoideskopi yang memepunyai sensitifitas 40 Tidak mampu melakukan apa-apa, membutuhkan perawatan dan bantuan
sampai dengan 50%. Langkah selanjutnya barium enema yang dapat menilai lesi keluarga secara khusus.
sampai dengan diameter 1 cm, terutama dengan double kontras. Sensitifitas 30 Betul-betul tidak mampu melakukan apa-apa, dibutuhkan perawatan rumah
pemeriksaan mencapai 80-90%. sakit walauppun tidak terancam kematian
Pemeriksaan laboratorium dengan memeriksa carcinoembrionic antigen (CEA),
yang secara normal tidak diproduksi pada orang dewasa. CEA diproduksi oleh 20 Membutuhkan perawatan rumah sakit. Sangat menderita dan memerlukan
karsinoma kolorektal, walaupun tidak spesifik (Goldberg, 1989; Liberman 1994). bantuan aktif.
10 Dalam proses kematian/ sekarat
Terapi 0 Mati
Prinsip terapi bila memungkinkan menyelamatkan m. spincter ani dan menghindari
kolostomi. Prosedur yang dianjurkan reseksi abdominoperineal dan rektum, reseksi Karnofsky performance status dapat dibagi menjadi 3 :
anterior atau eksisi lokal. Semua tergantung dari letak, mobilitas dan staging dari 80-100% : memungkinkan untuk melakukan aktivitas normal dan tidak
tumor (Goldberg 1989 ; Schrok 1994). membutuhkan perawatan khusus.
Terapi adjuvant berupa khemoterapi dan terapi radiasi dianjurkan pada pasien 50-70% : tidak memungkinkan untuk bekerja, bisa dirawat dirumah dan dapat
reseksi kuratif. Radiasi diberikan sebanyak 5000-5500 rad dalam 5-6 minggu dengan melakukan perawatan diri sendiri, membutuhkan sedikit bantuan keluarga.
area tembak (10x10 cm) Radiasi terapi memberikan peran yang penting pada pasien 0-40% : Tidak mungkin untuk merawat diri sendiri, membutuhkan perawatan
karsinomar rektum, seperti terlihat adanya kenaikan lokal kontrol sebanyak 13 % dirumah sakit dan penyakitnya berkembang dengan cepat.
pada radiasi dan khemoterapi pasca operasi (Farniok 1994).
Kemoterapi sebetulnya mempunyai manfaat yang terbatas untuk karsinoma
kolorektal stadium lanjut. Digunakan 5 FU sebagai single agent. Dosis 12 mg/kg
berat badan per hari, intravena. Selama 5 hari dan diulang tiap 6-8 minggu. Alasan
utama pemberiannya adalah telah terjadi penyebaran limfonodi pada duke C dan
penetrasi ke serosa pada duke B (Sugar baker 1982).
Khemoterapi termasuk : terapi adjuvant, menghambat rekurensi karsinoma pada
penderita tanpa gejala penyakit yang tampak setelah terapi inisial; pengobatan pada
stadium lanjut; terapi paliatif (Formann 1994).
FISTEL ENTERO-KUTAN
Permasalahan yang sering menyertai FEK adalah kehilangan cairan dan elektrolit,
ekskoriasi kulit, malnutrisi, infeksi dan sepsis. Kehilangan cairan pada fistula
--------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 bagian proksimal dapat mencapai 4 liter perhari, penderita jatuh dalam keadaan
hipovolemik, gangguan elektrolit dan pencernaan, sehingga dapat jatuh dalam
keadaan gangguan nutrisi yang berat .

FISTULA adalah hubungan abnormal antara dua permukaan yang ditutup epitel, Menurut Terjadinya FEK dibagi menjadi :
berupa saluran berlapis epitel atau jaringan granulasi Fistula Enterokutan (FEK) • Early
adalah hubungan abnormal antara lumen usus dan permukaan kulit. – Terjadi beberapa hr setelah Pembedahan
Penyebabnya dapat primer atau sekunder akibat kebocoran anastomose atau trauma – Sbg besar disebabkan krn kesalahan tehnik operasi
operasi pada usus. Diagnosis ditegakkan secara klinis, bila diperlukan dengan tes – Tdp tanda2 peritonitis
norit dan pemeriksaan radiologis dengan kontras.. – Umumnya perlu tindakan pembedahan segera

Fistula enterokutan dapat diklasifikasikan: • Late


Berdasarkan ANATOMI dapat berupa : – Terjadi diatas 5 hr post-operatif
 Internal – Disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka, Nutrisi, post-radiasi, dll
Fistula internal menghubungkan dua organ yang sama atau sistem organ yang
berbeda Re-Operasi adalah tindakan yg plg baik pd Early post-operative GI fistulae bl
 Eksternal keadaan penderita memungkinkan
Disebut juga fistula enterokutan (FEK) menghubungkan antara lumen usus
dengan permukaan kulit.

Secara FISIOLOGI berdasarkan jumlah cairan yang dikeluarkan :


 High-Output Product (HOP)  lebih dari 500 cc/hari,
 Moderate-Output Product (MOP)  antara 200 – 500 cc/hari,
 Low-Output Product (LOP)  kurang dari 200 cc/hari.

Secara ETIOLOGI dibedakan menurut asal mula terjadinya fistula, seperti post
operatif dari hernia repair, appendisitis dll Berdasarkan hubungan dengan jaringan
sekitarnya dan panjang saluran, FEK dapat dibagi menjadi :
 Simpel
Simpel bila hanya ada satu hubungan tanpa kantong abses dan salurannya
pendek
 Komplek. Penatalaksanaan
Bila lebih dari satu fistula dan panjang, atau melewati beberapa organ viskus, Penanganan FEK dibagidalam 5 fase, yakni :
atau fistula berada dalam kantong abses. 1. Stabilisasi dan proteksi kulit
2. Investigasi
Fistula enterokutan bisa timbul spontan dari usus yang sudah tidak sehat akibat 3. Keputusan penanganan
proses keganasan, tetapi kebanyakan timbul paska operatif akibat kebocoran 4. Terapi definitif
anastomosis atau trauma operasi pada usus. 5. Penyembuhan
Kebocoran anastomosis usus dapat terjadi akibat :
1. Teknik operasi yang tidak baik
2. Jahitan yang terlalu tegang Dalam penentuan pilihan penanganan FEK perlu dilakukan investigasi fistula,
3. Obstruksi bagian distal sehingga dapat menjawab pertanyaan dari mana asal fistula, apakah ada
4. Penyakit malignansi pada sisi anastomose diskontinuitas saluran pencernaan, apakah ada obstruksi usus bagian distal,
5. Malnutrisi, Sepsis . bagaimana kondisi usus disekitar saluran fistula, apakah disertai rongga abses.
Untuk itu semua perlu dilakukan pemeriksaan : 4. Kontrol terhadap sepsis,
1. Fistulografi Bahwa selain langsung melalui suatu saluran, fistula dapat juga sebelumnya
2. Pemeriksaan kontras barium melalui rongga-rongga abses sebelum akhirnya muncul dipermukaan kulit.
3. Endoskopi dan deteksi kantong abses dengan USG/CT scan . Rongga-rongga abses ini tentu saja akan merupakan tempat untuk
perkembangbiakan bakteri. Untuk itu pada setiap fistula perlu diselidiki
Penanganan tergantung klasifikasi FEK. : apakah terdapat abses didalam rongga abdomen. Bisa dengan sekaligus
 Konservatif pada pemeriksaan fistulografi atau memeriksanya dengan USG atau CT
FEK simpel dan tak ada penyakit penyerta, Tujuan akhir dari perawatan scan . Juga diberikan antibiotik yang sesuai dengan kultur dan sensitivitas
konservatif adalah terjadinya penutupan fistula secara spontan. tes.
Penanganan konservatif berupa resusitasi cairan awal, proteksi kulit sekitar
muara fistula dan pemberian nutrisi, baik parenteral maupun enteral, pada  Operatif
kasus yang berat diperlukan parenteral total. Penanganan operatif ada 2 macam :
Kegagalan terapi konservatif dapat disebabkan diskontinuitas saluran 1. Untuk memungkinkan penutupan fistula secara spontan  drainase abses,
pencernaan, adanya obstruksi bagian distal , drainase saluran fistula melewati pemasangan pipa gastrostomi atau jejunostomi.
kantong abses, infiltrasi saluran fistula oleh proses penyakit dasarnya misal 2. Laparatomi dengan reseksi anastomosis usus, mengangkat semua kantong
kolitis, keganasan, kerusakan jaringan oleh radiasi abses dan eksteriorisasi usus dengan stoma bila diperlukan
Penting untuk diketahui dalam perawatan konservatif adalah
1. Suport nutrisi, Penanganan penderita FEK dimulai dengan tindakan konservatif, kecuali ada
Problem yang terjadi bersumber pada kurang sempurnanya fungsi absorbsi indikasi untuk dilakukan tindakan operasi segera, yaitu peritonitis umum dan
dan tingginya pengeluaran cairan lewat fistula, terutama pada fistula jenis perdarahan.
high-output. Belum lagi dengan kadaan sepsis yang mungkin menyertai, Tindakan operatif diperlukan apabila terdapat obstruksi bagian distal, kantong abses,
sehingga banyak pasien jatuh dalam keadaan malnutrisi. Penghentian kontinuitas terputus, fistula mukokutaneus atau dengan perawatan konservatif
makan dan minum lewat oral adalah baik untuk mengurangi jumlah cairan selama lebih dari 6 minggu atau tidak sembuh .
fistula dan sekresi intestinal. Beberapa pasien bahkan seringkali ada yang Tindakan operatif berupa laparatomi eksplorasi, reseksi anastomosis, atau dengan
memerlukan nutrisi parenteral jangka panjang. Dengan membaiknya diversi eksterna.
kondisi nutrisi dan istirahatnya usus, jenis fistula tertentu akan dapat
menutup secara spontan.

2. Kehilangan cairan dan elektrolit,


Fistula berpengeluaran tinggii (HOP) lebih dari 500 ml/hari dapat
menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang mengarah pada
kolapsnya sistem sirkulasi. Pencatatan jumlah cairan yang keluar lewat
fistula sangat penting, di samping perhitungan pengeluaran dan
pemasukan lainnya, hinggatercapai keseimbangan yang diinginkan.

3. Menjaga kulit,
Cairan intestinal akan menyebabkan ekskoriasi dan rasa tidak enak pada
kulit pasien, sehingga bagaimanapun caranya diusahakan agar jangan
sampai mengenai kulit. Pengurangan jumlah pengeluaran cairan lewat
fistula, disamping sangat berguna untuk mengurangi kehilangan cairan dan
lektrolit, juga sangat membantu dalam pengelolaan terhadap iritasi kulit
oleh cairan fisatula.
Catatan --------------------------------------------------

Penatalaksanaan Bedah
• Buka luka lama seluruhnya, dpt diperluas.
• Bebaskan semua perlekatan, dr Lig Treitz – Valv Bauchini
• Cuci rongga abd dg NaCl 0.9 %, sebanyak mungkin kira2 5 liter
• Pilihan penatalaksanaan pd kebocoran anastomosis
– Kebocoran kecil pd Px dg kondisi baik, pus minimal, tindakan adalah
reseksi anastomosis ulang, Penjahitan lgs pd daerah yg bocor sgt tidak
dianjurkan (keadaan Px tdk sebaik pd saat Ox Pertama)
– Bl Meragukan reseksi ulang & keluarkan sebagai stoma
• Pd daerah kolon  keluarkan sebagai stoma
• Untuk duodenum, anjuran adalah dijahit ulang & psg drain
• Menghilangkan daerah abses dg drenase yg baik
• Luka Ox dijahit jarang untk drenase

Prinsip penatalaksanaan Fistula Di Bag Bedah


FKUI?RSCM
• Atasi Sepsis
• Lokalisasi fistula
• Kendalikan kebocoran anastomosis dr fistula
• Lindungi kulit
• Perbaiki nutrisi Px, hingga balans Nitrogen +
• Bl mgkn cari dan eliminasi penyebab fistula
• Tentukan waktu perawatan konservatif fistula agar menutup, sambil
memperbaiki Nutrisi, elektrlit
• Lakukan koreksi pembedahan fistula setelah Px dlm kondisi optimal

Sepsis  Hrs diatasi pd saat kita membuat Dx


– Drenase abses
– Drenase cairan usus dg baik
– Buka Jahitan kulit

Lindungi kulit
• Buat stoma diatas fistula
• Atasi iritasi kulit dg melokalisir fistula, tampung dg stoma bag
• Atasi maserasi kulit dg Ointment, atau obat topikal lainya, penutup luka lainya
spt tegaderm, intersheet thin
GASTER
yang merupakan cabang
a. lienalis.
------------------------------------------------ RD - Collection 2002 -------------------------------------------- Arteria gastrika dextra merupakan cabang a.hepatica propia dan berjalan dibelakang
- curvatura minor, sedang a.hepatika propia berjalan di1igamentum hepatoduodenale.
Persyarafan simpatis gaster seperti biasanya melalui serabut syaraf yang menyertai
arteri. Impuls dihantarkan melalui serabut efferent saraf simpatis. Serabut syaraf
Anatomi parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurusi sel parietal di fundus dan corpus
Gaster merupakan bagian gastrointestinal yang terletak diantara oesofàgus dan dan sel ini berfungsi untuk menghasilkan asam gaster. Nervus vagus anterior
duodenum. Terdiri dari : memberi cabang ke kantong empedu, hati dan anthrum sebagai syaraf Latarjet
1. Cardia merupakan muara oesofagus. anterior, sedangkan n vagus posterior memberi cabang ke ganglion seliakus untuk
2. Fundus adalah bagian gaster yang timbul disebelah kiri cardia. organ visera gaster dan ke anthrum sebagai syaraf Latarjet posterior.
3. Corpus merupakan bagian utama dari gaster dan kelanjutan dari fundus.
Berdasarkan faalnya gaster dibagi menjadi dua bagian yaitu tiga perempat proximal
Corpus berlanjut membentuk anthrum pyloricum dan berakhir sebagai pylorus, yaitu yang terdiri dari fundus dan corpus yang berfungsi sebagai penampung makanan
muara gaster dalam duodenum. Gaster mempunyai permukaan anterior dan serta memproduksi asam gaster dan pepsin. sedang seperempat distal atau anthrum
posterior, batas medial sebagai curvatura minor. Sedangkan batas lateral sebagai berfungsi untuk mencampur dan mendorong ke duodenum serta memproduksi
curvalura mayor. Lapisan otot gaster atau tunika muskularis adalah motor gaster gastrin. Kemampuan gaster menampung makanan kurang lebih 1500 cc, karena
yang terdiri dari serat otot polos. Otot ini terdiri dari lapisan dalam yang sirkuler dan mampu menyesuaikan ukuran dengan kenaikan tekanan intraluminer tanpa
lapisan luar yang longitudinal. Ada lapisan yang paling dalam yang terdiri dari serat gangguan peregangan dinding
oblique yang membentang dari insisura cardiaca sampai perbatasan corpus dan pars
pilorika. Pars pilorika terdiri dari dua gelung otot sirkuler yang dihubungkan oleh
jaras otot longitudinal. Dilatasi Gaster ------------------------------- RD - Collection
2002
Vaskularisasi gaster berasal
dari truncus celiacus yang
merupakan cabang dari
aorta dan mensuplai
Dilatasi gaster adalah suatu keadaan adinamik dari gaster yang berakibat
terjadinya distensi yang luar biasa dimana didalamnya berisi udara dan cairan.
seluruh gaster, hepar, lien,
Dilatasi gaster merupakan keadaan akut abdomen yang mengancam jiwa dan
sebagian duodenum serta
memerlukan tindakan medis dan mungkin pembedahan segera. Dilatasi gaster
pancreas.
berarti distensi atau pembesaran gaster. Ini mungkin berhubungan dengan volvulus
Truncus celiacus bercabang
atau torsi gaster, ataupun puntiran gaster pada aksis panjangnya. Sekali gaster
menjadi a.hepatica
terpuntir isi dari gaster tersebut terperangkap didalam dan membentuk gas. Gaster
komunis, a. gastrica sinistra
mengalami pembesaran (distensi) dan terjadi penekanan arteri-arteri dan vena-vena
dan arteria lienalis (trias
besar dalam cavum abdomen, menghambat aliran darah dan menjadikan tekanan
Hailer).
darah ke organ tersebut berkurang. Jika hal ini terjadi, maka akan terjadi
Arteria hepatika komunis
peningkatan denyut jantung dan nadi menjadi lemah dan akan berlanjut menjadi
memberi cabang
syok. Dilatasi gaster yang cukup besar dapat menggeser kedudukan lien dan dapat
a.gastroduodenalis dan
menghentikan sirkulasi darah ke lien yang menyebabkan udem lien sampai dengan
a.gastroduodenalis memberi
nekrosis. Semua kejadian tersebut dapat terjadi dalam hitungan menit sampai dalam
cabang a. gastroomentalis
hitungan jam, jika keadaan ini terjadi maka diperlukan tindakan medis ataupun
dextra dan menuju
bedah segera.
curvatura mayor serta
Dilatasi gaster bisa terjadi secara mekanis maupun fungsional. Dimana mekanis
beranastomose dengan
yaitu adanya sumbatan didaerah gastric outlet, dan biasanya berakibat dilatasi gaster
a.gastroomentalis sinistra
yang kronis. Sedang pada yang fungsional biasanya merupakan komplikasi dari
operasi , trauma berat. Gerakan peristaltik dikendalikan oleh sistem saraf enterik.
Adanya manipulasi bedah dan anestesi mengakibatkan pengurangan aktivitas kekuatan
dorong usus atau post operative i1eus.
Peristaltik biasanya kembali normal setelah 24 jam pasca operasi. Sedangkan
setelah laparotomi peristaltik gaster kembali normal setelah 48 jam.
Patologi
Walaupun gaster mampu untuk adaptasi dengan mudah pada penambahan isi
Dilatasi gaster akut bisa juga merupakan komplikasi post operasi yang dapat
maupun peningkatan tekanan intra gastric yang digunakan sebagai mekanisme
merupakan penyulit pasca bedah. Sebab dilatasi dapat sangat besar sehingga bisa
adaptasi namun kadang melewati batas fisio1ogis. Penambahan tekanan intra gastrik
berakibat fatal. Apabila ditangani secara cepat akan segera kembali normal namun
dapát berakibat terjadinya obstruksi venosa dan mukosa, yang berakibat terjadinya
jika terlambat bisa berakibat fatal oleh karena bisa berakibat gangguan elektrolit,
peregangan dan perdarahan, dan jika berlanjut akan terjadi nekrosis dan perforasi.
syok, terjadinya kolaps paru dan torsi jantung.
Wharton melaporkan telah melakukan operasi pada 3 pasien dilatasi gaster akut pada
penderita Prede Willi syndrome. Dimana gaster tampak adanya ischemic
Etiologi gastroenteritis, infark mukosa yang difus dengan multifocal transmural necrosis.
Distensi gaster juga akan berakibat menekan diafragma sehingga dapat berakibat
Secara garis besar dilatasi gaster disebabkan oleh obstruksi mekanik dan kelainan
terjadinya kolaps lobus inferior paru kiri juga bisa terjadi rotasi jantung dan
fungsional. Obstruksi mekanik misalnya pada gastric outlet obstruction, dimana
obstruksi vena cava inferior serta terjadinya volvulus. Volvulus gaster bisa terjadi
gaster disini dapat sangat besar dan berisi cairan sampai 5 liter dan juga udara.
karena dilatasi gaster , dimana axis rotasinya adalah cardia dan pilorus atau disebut
Ulkus peptikum juga merupakan sebab terjadinya sumbatan pada gastric outlet,
organo axial volvulus, atau garis yang melintang di tengah gaster antara curvatura
keadaan ini bisa terjadi oleh karena spasme, odema, inflamasi dan scar. Dan
minor dan mayor atau disebut, mesenteroaxial volvulus. Kasus volvulus ini
letaknya biasanya pada bulbus duodenum atau pilorus dan jarang pada daerah
kebanyakan terjadi pada abnormalitas diaphragma, misal eventerasio ataupun hernia
antrum distal. Hipertropi pilorus juga sering sebagai sebab terjadinya dilatasi gaster ,
Terjadinya distensi gaster yang akut juga disebabkan oleh karena vagovagal respon
dimana hipertropi otot pilorus bisa idiopatik, bisa juga karena gastritis ataupun ulkus
yang ditandai oleh adanya bradikardi keringat dingin, pucat, hipotensi dan
peptikum.
abdominal pain. Dilatasi gaster juga akan berakibat terjadinya hipokloremia,
Pada bayi bisa juga terjadi hipertropi pilorus , dimana biasanya terjadi setelah
hipokalemia, alkalosis oleh karena keluarnya cairan dan elektrolit. Schwarts
minggu pertama, yang ditandai dengan muntah yang proyektil dan palpabel dengan
mengatakan terjadinya dilatasi gaster berakibat terjadinya pemendekan sfingter
pemeriksaan.
esopagus bagian bawah, sehingga berakibat pengurangan resistensi sfingter terhadap
Karsinoma gaster merupakan penyebab ke dua terjadinya sumbatan pada gastric
refluk. Distensi gaster yang masif biasanya merupakan hasil aerophagia yang terjadi
outlet. Dimana gambaran anuler biasanya terlihat pada daerah anthrum. Prolaps dan
karena penambahan pharingeal swallowing. Dimana setiap sekali terjadi pharingeal
polip antrum dapat sebagai penyebab terjadinya sumbatan, biasanya terjadi secara
swalowing menghasilkan cairan gaster 2 cc.
intermiten.
Dilatasi gaster juga bisa terjadi pada obtruksi duodenum ataupun usus halus bagian
atas. Misal adanya Arteria Mesenterica Syndrom ,dimana disini duodenum pars tiga Gambaran Klinis
tertekan oleh arteri mesenterika superior sehingga terjadi dilatasi duodenum dan  Akut
gaster, dilatasi disini bisa kronis maupun akut. Dilatasi gaster akut biasanya terjadi setelah adanya trauma operasi abdomen
Dilatasi gaster tanpa obstruksi mekanik atau dilatasi fungsional bisa terjadi pada ataupun anestesi inhalasi dengan menggunakan face masks dan perut dapat
komplikasi pasca operasi perut, setelah trauma berat pada thorak dan tulang sangat distensi. Adapun gejala yang mungkin timbul pada penderita dilatasi
belakang, pada pasien yang immobilisasi, adanya penyakit inflamasi pada abdomen gaster akut adalah:
misal peritonitis, pancreatitis, appendisitis. Dilatasi juga bisa terjadi pada pasien 1. Distensi perut bagian atas
dengan abdominal pain yang berat misal pada kolik bilier maupun rena1. 2. Pucat
Pasien pasca vagotomi juga dapat terjadi dilatasi gaster dengan prosentase kurang 3. Bradikardi
lebih 10%, baik truncal, selective ataupun hyghly selective vagotomy Pasien pasca 4 .Hipotensi
operasi, ataupun anestesi dengan menggunakan face mask dapat terjadi dilatasi 5. Regurgitasi
gaster akut segera setelah operasi. 6. Shock
Selain itu pasien diabetes dan penggunaan obat misal atropin dan anticholinergic, 7. hiccup /tersedak
elektrolit imbalance, koma, keracunan obat, aerophagia dan kelainan yang idiopatik 8. Gejala gangguan elektrolit
bisa berakibat terjadinya dilatasi tambung.
Yang harus diwaspadai pada penderita dilatasi gaster akut adalah penderita
dapat dengan cepat menjadi shock. ini biasanya terjadi pada awal pasca
operasi dan masih dalam pengaruh pembiusan.
Mungkin terjadi secara klinis tidak ada tanda yang mencolok kecuali ulu hati
yang tidak cekung namun pasien sudah jatuh dalam keadaan shock.Keadaan
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dilatasi gaster adalah:
dapat manjadi lebih buruk apabila terjadi vomitus disertai dengan aspirasi dan
1. Pemberian cairan dan elektrolit
adanya perdarahan gaster
Pemberian caiaran dan elektrolit secara intra vena akan segera menolong
penderita dari shock yang irreversible .Terutama pada penderita dilatasi gaster
 kronis. yang akut.
Dilatasi gaster kronis biasanya disebabkan oleh karena obstruksi mekanik, 2. Pemasangan nasogastric aspiration
misal adanya sumbatan pada gastric outlet contohnya pada pyloric stenosis, Penanganan dilatasi gaster akut sesungguhnya simple , namun jika tidak
dan adanya external traction misal adhesi ataupun adanya desakan tumor pada dilakukan segera dapat berakibat fatal., yaitu pemberian nasogastric aspiration
daerah pylorus. Disamping itu adanya atonia usus juga bisa berakibat untuk mengeluarkan cairan dan udara. Gaster biasanya membutuhkan waktu 24
terjadinya dilatasi gaster kronis, misal pada penyakit Rickets dan malnutrisi sampai 48 jam untuk kembali normal. Sehingga selama periode ini pemasangan
berat naso gastric tube tetap dipertahankan .
Penderita dengan operasi Bilroth I juga bisa berakibat terjadinya dilatasi gaster
kronis, dimana disini bisa terjadi scar ataupun distorsi pada daerah 3. Medikamentosa
gastroduodenal anastomosis.Disini pasien timbul gejala perut terasa penuh dan
tidak nyaman, muntah dan adanya gambaran gaster yang di1atasi. 4. Pembedahan.
Atoni serta pengosongan yang lambat dari gaster merupakan komplikasi awal Pembedahan diperlukan apabila ditemukan adanya tanda -tanda nekrosis dan
dari vagotomi, dimana ini terjadi karena tidak adanya koordinasi peristaltik perforasi. Warthon melaporkan ada 6 pasien dilatasi gaster akut, 3 pasien dengan
karena hilangnya singgle dominan pace maker. Disini akan terjadi dilatasi nekrosis gaster, 2 pasien sembuh spontan dan satu pasien meninggal karena
gaster yang bersifat kronis dengan gejala yang dominan adalah adanya nausea sepsis dan gangguan koagulasi. Tiga pasien yang terjadi nekrosis dilakukan
dan kembung. operasi gastrektomi. Willeke juga melaporkan telah melakukan operasi reseksi
Dilatasi gaster kronis juga terjadi pada penderita sindroma arteria mesenterika gaster pada pasien wanita 19 tahun pada penderita dilatasi gaster akut dengan
superior, dimana gejala yang timbul adalah nyeri epigastrik dengan rasa penuh nekrosis pada penderita anorexia nervosa!12. Eggerdottir melaporkan adanya
dan adanya kembung sesudah makan serta adanya muntah. Gejala ini biasanya dilatasi gaster dengan volvulus pada 31 anjing , dimana 21 anjing dilakukan
intermiten dengan periode tiap minggu atau bulan. operasi reposisi dan gastropexy serta 10 anjing hanya dilakukan reposisi tanpa
gastropexy. Ternyata yang tidak dilakukan gastropexy terjadi rekuren sebanyak
Radiologi 50%. Sedangkan yang dilakukan gastropexy tidak ada yang rekuren
Gambaran radiologis pada penderita dilatasi gaster karena obstruksi mekanik bisa
Pada penderita dilatasi gaster kronis penatalaksanaannya tergantung pada
sangat besar , yaitu akan tampak gambaran large air-fluid level. Gambaran pada
penyebabnya. Pada penderita dilatasi gaster pasca vagotomi penatalaksanaanya
stenosis pilorus adalah gaster distensi dengan air fluid level dengan gambaran udara
dengan pemasangan nasogastrc tube, pemberian obat berupa obat prokinetik seperti
yang sedikit pada usus.
metchlopropamid. Dan apabila gejalanya terlalu berat bisa dilakukan operasi dengan
Pada penderita hipertropic pilorus pada pemeriksaan barium akan tampak
melakukan reseksi gaster. Pada penderita dengan hipertropi pilorus pada anak dapat
pemanjangan dan penyempitan kanal pilorus serta gambaran gaster yang diIatasi.
dilakukan piloroplasti cara Ramstedt, sedangkan pada dewasa menggunakan
Gambaran radiologi pada sindrom arteria mesenterika superior dilakukan dengan
metode Heineke-Mikuliez dan metode Finney.
pemeriksaan barium meal, dimana akan tampak garis linier ekstrinsik yang menekan
Dilatasi gaster pada penderita pasca operasi gaster misal pada operasi Bilroth I dan
pada duodenum pars tiga .
II, dimana biasanya terjadi gangguan pengosongan gaster oleh karena hubungan
gaster dan usus tertutup oleh udem, terlipat, invaginasi atau penyebab mekanis
lainya. Tindakan awal adalah pemberian cairan dan elektrolit, kemudian
pemasangan nasogastric tube, namun apabila gagal dilakukan relaparatomi. Dilatasi
gaster kronis akibat adanya sindrom arteri mesenteria superior penatalaksanannya
yaitu dengan pemasangan nasogastnc tube, posisi knee-elbow setelah penderita makan Paul Caseel et al 1976, menemukan lokasi terbanyak pada korpus (35%), Pilorus
supaya isi gaster cepat kosong atau operasi duodeno jejunostomi. (29%), Fundus (16%), ekstensif (13%), dan leather bottle (7%).

Gejala yang terbanyak adalah :


Karsinoma Gaster ------------------- RD - Collection
1. kehilangan berat badan (80%)
2002 2. nyeri perut (72%)
3. nafsu makan berkurang (57%)
4. muntah (44%)
Karsinoma lambung dikenal sebagai karsinoma dini (KLD), dan karsinoma lanjut 5. perubahan kebiasaan buang air besar (35%)
(KLL). Karsinoma lambung dini (KLD), adalah karsinoma lambung yang 6. nyeri menelan (14%)
terbatas mengenai jaringan mukosa dan submukosa dari lambung. 7. anemia (12%)
Batasan tersebut pertama kali diungkapkan oleh Japanese Gastroenterological 8. pendarahan (10 %).
Endoskopi Society. Batasan ini tidak memperhatikan ada tidaknya anak sebar di
kelenjar getah bening. Bila penanganan karsinoma lambung dini tertunda akan Pemeriksaan khusus
mengakibatkan karsinoma lanjut yang berprognose buruk dan terjadi penetrasi di Achlorhidria 65% penderita karsinoma lambung disertai achlorhidria, bila
lapisan muskularis. Sebagian besar terdapat anak sebar di kelenjar getah bening dibandingkan dengan penderita normal sebanyak 15%-25%. Pepsinogen disini
lokal dan deposit pada peritoneum dan hati. Bila karsinoma lambung dini terbatas ditemukan 31% penderita dengan karsinoma lambung dan 6% pada penderita
pada mukosa, ketahanan hidup 5 tahun mencapai 99,5%-100%. Bila sampai kontrol.
submukosa, ketahanan hidup lima tahun mencapai 95,1 %-95,3%. Sedang pada CEA pada penderita karsinoma lambung, 19%-35% penderita akan terjadi
karsinoma lambung lanjut ketahanan hidup lima tahun hanya 20% (petrus et al, peningkatan CEA. CEA untuk tindak lanjut saja, bukan untuk diagnose. Fetal
1989). Sulfoglikoprotein Antigen (FSA), pada asam lambung terdeteksi 96%, pada
Menurut Japanese Gastroenterological Endoskopi Society, KLD diklasifikasikan karsinoma lambung 14% pada kelainan lambung yang jinak (Glen RD 1989).
secara makroskopi sebagai berikut,
1. Potruded (tipe I) Pemeriksaan radiologi meliputi pemeriksaan saluran cerna bagian atas dengan
2. Superficial (tipe II) kontras ganda dengan ketepatan diagnose sekitar 66%, endoskopi dengan ketepatan
elevated (II a) diagnose 71% (Thomas EW et al 1980), CT Scan dan endoskopi ultrasound guna
flat (II b), menentukan keterlibatan dinding lambung oleh keganasan (Humphrey et al, 1988).
depressed (II c). sebagian besar berupa adenokarsinoma dan sekitar 1 % Laparoskopi untuk menentukan stadium dan kurabilitas.
berupa skeuameus dan adenoakantoma
Yang terbanyak adalah tipe II c. tipe I dan II a biasanya berupa
adenokarsinoma diferensiasi baik, tipe II b dan II c tingkat defereensiasi Penatalaksanaan
bervariasi 1. Pembedahan. Khemoterapi kadang dipertimbangkan.
2. Berdasarkan anak sebar yang jauh pembedahan merupakan paliasi, dan
3. Excavatif (tipe III)  merupakan differensiassi jelek dan undiferensiasi. khemoterapi merupakan terapi primer.
3. Merupakan locally advanced dan non resektable. Reseksi dapat diupayakan,
Sebagian besar KLD terdapat di lambung sebagian distal dan pada spesimen reseksi namun biasanya gagal, dan pengobatan tambahan serupa khemoterapi dan
10 % merupakan lesi multisentrik (Glen RD 1989). irradasi (Glen RD 1989).

Ahli patologi, radiologi dan endoskopi membagi KLLdengan klasifikasi Borman. Melalui deteksi dini dan pembedahan dini dapat dicapai penyembuhan permanen
1. Tipe I polipoid dan ketahan hidup 5 tahun meningkat. Nilai harapan hidup ditunjang dengan reseksi
2. tipe II ulkeratif luas untuk mendapatkan sayatan bebas tumor dan diseksi luas kelenjar. Diseksi luas
3. tipe III ulkeratif dan infiltratif kelenjar sangat menunjang harapan hidup, meskipun sudah lanjut (X De Arextabala
4. tipe IV lesi difusi infiltratif atau linitis plastika (glen RD 1989). cit John Pitter 1990). Namun demikian makin luas reseksi makin tinggi angka
komplikasi. Sehingga dengan demikian, beberapa pakar yang bersifat moderat
mengungkapkan bahwa reseksi luas (gastrektomi total) dan diseksi luas kelenjar,
hasilnya tidak jauh berbeda dengan reseksi subtotal tanpa deseksi luas kelenjar.

X De Arexcabala 1987, menggunakan tindakan bedah sesuai dengan letak tumor : Menurut The Japanese Reserch Society for Gastrik Cancer membuat klasifikasi
1. Tumor terletak di proksimal lambung dilakukan gastrektomi total disertai reseksi lambung berdasarkan radikalitas ( R ).
splenektomi dan reseksi ekor pankreas. Pada R 1, pembersihan limfonodi terbatas pada group nodus primer yaitu
2. Tumor terletak di bagian tengah lambung atau distal lambung, dilakukan sekeliling kardia, sepanjang kurvatura mayor dan minor, dan sekitar pilorus.
gastrektomi subtotal. Pada R 2 terdapat penambahan pembersihan limfonodi di sekitar arteri utama
3. Pankreas ikut terlibat, tanpa anak sebar yang jauh, dilakukan yaitu : a. gastrika kiri, a. coeloaca, a. hepatik komunis, a. lienalis. Disamping itu
pankratikoduodenektomi. limfonodi di retropankreatik dan reseksi pada korpus dan ekor pankreas.
Pada R 3 reseksi meluas pada limfonodi di porta hepatis, di belakang kaput
Bila fasilitas pemeriksaan potong beku ada, dinding sayatan harus diperiksa. Bila pankreas, sekitar mesenterium, sekitar limfonodi paraaorta. Kadang melibatkan
tidak ada fasilitas, Maruyama et al (cit John Pitter 1990), menganjurkan reseksi kolektomi parsil, hepatik lobektomi, sub total pankreatiktomi,
paling sedikit 2-5 cm dari tepi luar tumor. pankreatikoduodenektomi.

Untuk melakukan deseksi kelenjar limpe, perlu dipahami secara klinik penyebaran Mengenai perluasan reseksi lambung adalah sebagai berikut : bila tumor stadium
kelenjar limpe dengan lokalisasi tumor. awal dan sirkum skrib sayatan tepi batas tumor 2 cm dan bila lesi lanjut dan
1. Tumor terletak disatl lambung, yang terserang kelenjar sepanjang ke dua infiltratif maka tepi bebas tumor 5 cm.
kurvatura dan sekitar pylorus, sepanjang a. gastrika sinistra dan a. hepatika.
Disamping disekitar daerah cabang-cabang limpe dan limpe sendiri. Dilakukan gastrektomi total bila :
2. Tumor terletak di tengah lambung , kelenjar yang paling diserang sepanjang 1. Jarak tepi irisan proksimal sampai kardia kurang dari panjang yang diperlukan
kurvatura mayor dan minor, sekitar pilorus dan sekitar jungciton untuk memperoleh tepi bebas tumor.
eshophaghogastrik. 2. Tumor melibatkan 2 atau 3 bagian lambung.
3. Tumor yang terletak pada proksimal lambung, , penyebaran sepanjang kurvatura 3. Karsinoma difuse tidak tergantung ukurannya, (CS. Humprey et al, 1988).
minor, sekeliling junktion eshophagogastrik dan sekitar pembuluh-pembuluh
limpe (X De Arexabalacit. John Pitter, 1990) lihat tabel 1 dan 2. Omentum minus harus dibebaskan dari hati. Penghilangan omentum mayus harus
termasuk lamina anterior dari mesokolon tranversum (bursektomi) guna menjamin
Kelenjar limpe regionalis lambung a/v kolika dan menghilangkan limfonodi yang menyertai pembuluh darah.
Group 1 paracardial kanan Group 9 A. coeliaka
Group 2 Paracardial kiri Group 10 Hilus lien Reseksi kuratif adalah
Group 3 Kurvatura minor Group 11 A.Lienalis 1) tidak ada sisa di peritoneum dan hati,
Group 4 Kurvatura mayor Group 12 Pedikle hati 2) lapisan serosa tidak terlibat tumor,
Group 5 Suprapilorik Group 13 Retropankreatik 3) tepi bebas tumor,
Group 6 Infrapilorik Group 14 Cabang mesenterik 4) reseksi melebihi level nodus yang terlibat N. bila level R sesuai dengan N, reseksi
Group 7 A. gastrika Group 15 A. kolika media dikategorikan reseksi kuratif relatif.
Group 8 A.hepatikuskomunis Group 16 Para aorta
Masih terdapat kontroversi mengenai metode rekontruksi sesudah reseksi lambung.
Dan berbagai prosedur dapat dibagi atas dasar prosedur duodenal by pass dan
Kelompok kelenjar limpe sekitar lambung yang berhubungan dengan letak tumor rekonstruksi dimana memulihkan kontinuitas duodenum. Yang terpenting apakah
Letak tumor R1 R2 R3 sesudah reseksi lambung, kuratif ataukah tidak. Bila reseksi kuratif rekontruksi
Lambung distal 3,4,5,6 1,7,8,9 2,10,11,12,13,14 harus mengembalikan kontinuitas duodenum, sehingga dengan demikian tercapai
Lambung tengah 1,3,4,5,6 2,7,8,9,10,11 12,13,14 pemberian nutrisi yang baik.
Lambungproksimal 1,2,3,4 5,6,7,8,9,10,11 12,13,14 Penderita dengan gastrektomi distal dan kuratif, prosedur Bilroth I merupakan
Seluruh lambung 1,2,3,4,5,6 7,8,9,10,11 12,13,14 tindakan terpilih. Bila penderita dengan gastrektomi total atau subtotal kuratif
dipergunakan interposisi yeyunal. Bila penderita dengan reseksi non kuratif
pilihannya adalah duodenal by pass (polia untuk gastrektomi distal dan Roux en Y
atau loop jejunustomi dengan entero enterik anastomose untuk reseksi ekstensif).

Pengobatan ajuvant termasuk :


5 FU, mitomicin C, adriamicin (doxorubicin) dan metyl CCNU
FAM (5 FU + adriamiacin + mitimicin C).

Beberapa gejala yang memerlukan tindakan paliasi adalah : sakit, muntah, nyeri
menelan, perdarahan dan kelemasan. Yang paling baik melakukan gastrektomi
paliatif. Bila keadaan memungkinkan diperlukan gastrektomi total. Bila tumor non
resektable dan terletak di anthrum, dilakukan gastrojejunustomi antekolika. Jejunum
dianastomosekan dengan kurvatura mayor. Pada karsinoma di antrum dan
inoperable dilakukan Devine’s exclusion by pass operation. Bila terdapat nyeri
menelan dan pada antrum dilakukan intubasi dengan tube celestine.

Sebenarnya keluhan karsinoma lambung didni adalah berupa dispepsi, mual


muntah,nyeri epigastrum, hematemesis dan melena dan berat badan menurun.
Gejala berat badan dan anemi sering lepas dari perhatian dokter. Demikian pula
pemerikasaan darah tersamar. Karsinoma lambung lanjut dicurugai bila terdapat
gangguan menelan, masa di ulu hati, ascites, pleurral effusi dan pembesaran kelenjar
supra klavikula.
Padapemeriksaan foto saluran cerna bagian atas, diperlukan kecermatan bila
statement normal. Bila memungkinkan diperlukan gastrokopi bila gejala melanjut (
Thomas EW et al, 1981).
Strategi pembedahan karsinoma lambung adalah :
1. Meradikasi fokus primer dan anak sebar di limponodi regioner dengan tujuan
pembedahn kuratif.
2. Paliatif dengan mengurangi ukuran tumor atau reseksi paliatif dengan tujuan
menghilangkan komplikasi seperti perdarahan, stenosis atau kehilangan protein
yang disebabkan pertumbuhan tumor.
3. Untuk nutrisi seperti gastrostomi atau enestrotomi (Thoyihusa N et al 1988).
.
Indikasi pembedahan emergency, bila perdarahan berlangsung terus atau terjadi
perdarahan ulang dan shock. Sedang Nagayo cit Hiroshi et al 1988, menganjurkan
tindak pembedahan emergency bila penderita tidak pulih dari shock, sesudah
transfusi 1000 mL. Namun demikian ahli bedah menghadapi dilema mengenai safety
penderita dengan radikalitas disisi lain.
Penderita dengan non resektable berprognose buruk, diperlukan prosedur paliatif
seperti by pass anastomose atau tube feeding. Dengan parenteral nutrisi seperti
hiperelimentasi temperer akan meningkatkan status penderita sehingga toleransi
terhadap kemoterapi. (Thosifusa N et al, 1988).
HEPAR Terdapat dua bentuk dasar kista hepar yaitu:
------------------------------------------------- RD - Collection 2002 ---------------------------------------------
-- 1. Kista Hepar Kongenital
a. Hamartoma
Anatomi Kista hamartoma mesensimal, biasanya mencapai ukuran yang sangat
Hepar dibagi oleh fisura umbilikalis dan ligamentum falsiformis menjadi dua lobus, besar. Sebuah kista bisa mencapai ukuran 20x20x20 cm dengan berat
yaitu lobus kanan yang lebih besar dan lobus kiri. Pada permukaan inferior lobus lebih dari 2 kg. Mikroskopis ditandai dengan pertumbuhan yang
kanan dan visura transversa bilus. Sebelah anterior dari fisura tersebut disebut lobus berlebihan dari jaringan mesensimal.
kwadratus, yang dibatasi sebelah kiri oleh fisura umbilikalis dan sebelah kanan fosa
kandung empedu.Posterior dari visura tranversa bilus adalah lobus ke empat disebut b. Epidermoid
lobus spigel. Kista epidermoid, oleh Schullinger dan kawan kawan dilaporkan
Secara fungsional hepar dibagi menjadi segmen-segmen menurut distribusi dari adanya dua kiste soliter epitel gepeng berlapis.
cabang-cabang vena portae dan vena-vena hepatika . Lobus kanan hepar dibagi dua
sektor dan masing-masing sektor dibagi dua segmen. Sektor anterior sebelah inferior c. Non parasitik simpel.
disebut segmen V sedang yang superior disebut segmen VIII. Sektor posterior Kista non parasitik simpel, suatu kista soliter yang tumbuh sangat
sebelah inferior disebut segmen VI dan sebelah superior disebut segmen VII. Lobus besar dan bisa berisi 1 sampai 3 liter cairan. Kista dibatasi oleh
kiri hepar dibagi 2 sektor. Sektor anterior dibagi 2 segmen oleh fisura umbilikalis. jaringan yang lunak, tersusun atas epitel kolumner, kuboid atau
Segmen medial disebut segmen IV dan yang lateral disebut segmen III. Sektor gepeng.
posterior hanya satu segmen yaitu segmen II. Lobus spigel disebut juga segmen I
(Bismuth 1986).
2. Kista akuisita terdiri dari kista hidatidosa dan kista traumatika.

Kista Hepar
Kista Traumatika, biasanya akibat tidak langsung dari trauma tumpul abdomen.
---------------------------------------------------- RD - Kista dibatasi oleh jaringan granulasi dan jaringan fibrous. Kista ini dapat
Collection 2002 berhubungan dengan sisten bilier dimana bila terjadi perdarahan pada kista
akan mengakibatkan hemobilia. Kista traumatika dapat ditemukan beberapa
Pendahuluan hari sampai beberapa bulan setelah trauma.
Kista hepar merupakan suatu kelainan yang jarang dijumpai pada anak. Pada Teratoma dan mesenchimoma bisa juga terjadi seperti massa kistik. Tetapi hal ini
pemeriksaan fisik penderita dengan distensi abdomen, kadang disebabkan oleh sangat jarang.
adanya suatu kista hepar. Biasanya kista hepar berbentuk soliter tunggal tanpa gejala
Diagnosis kista hepar dapat ditegakkan dengan suatu pemeriksaan fisik dengan
yang menyolok. Baru setelah kista begitu besarnya, akan menimbulkan keluhan rasa
ditambah pemeriksaan penunjang berupa Ultrasonografi atau CT Scan abdomen
tidak enak dan adanya masa intra abdominal.
berupa suatu lesi bulat atau oval dengan ukuran beberapa milimeter sampai lebih
Kista hepar yang disebut juga non parasitic or solitary cyst adalah suatu bentuk dari 20 cm.
kelainan pada hepar yang biasanya asimptomatik. Berdasarkan tempatnya, kista
Prinsip penanganan kista hepar adalah: apabila kista kecil dan asimptomatis maka
hepar dibedakan menjadi tiga:
dibiarkan saja. Bila kista besar dilakukan reseksi. Kista besar yang berhubungan
1. Intrahepatik dengan sistem bilier harus dilakukan kolangiografi dilanjutkan dengan drainage
internal.
2. Parsial intrahepatik
3. Ekstrahepatik.
lainnya seper ti CT scan mempunyai ketepatan diagnosis 92,6%, angiografi
hepatik 90,5% dan scintigrafi 98,5%. Sedangkan pemeriksaan USG tidak infasif
Karsinoma Hepatoselluler --------- RD - dan tidak
Collection 2002
terlalu mahal diabndingkan dengan pemeriksaan lain dan mempunyai ketepatan
diagnosis yang tinggi dalm mendeteksi karsinoma hepatoseluler fase dini yaitu
Karsinoma primer pada hepar adalah jarang, terdapat 1,87% yang ditemukan pada 100% (Pusponegoro, 1983).
otopsi, dan merupakan 2,5 % dari semua kanker di USA (Muller TR, 1980)
Pengenalan sifat dan gejala klinis, prosedur diagnosis akan sangat membantu Terapi
menegakkan diagnosis secara dini dan merupakan faktor utama untuk penanganan 1. lobektomi kanan atau kiri,
tumor ini dengan baik. Penanganan karsinoma primer hepar pada umumnya dengan 2. extended lobektomi,
operasi baik lobektomi maupun radikal partial hepatektomi. Mortalitas operasi 3. segmentektomi
sangat tinggi sampai dengan 25%. Dilaporkan satu kasus wanita, 65 tahun dengan 4. ligasi arteria hepatika atau diarterialisasi dengan sitostatika.
keluhan utama adanya benjolan di bagian perut bagian atas tengah, yang dilakukan
operasi dengan reseksi hepar dan gaster. Hasil dari patologi anatomi adalah
karsinoma hepatoseluler yang infiltrasi ke gaster. Keadaan umum penderita
sementara ini baik. Dalam penanggualangan karsinoma hepatoseluler di Indonesia
ada dua masalah yang menjadi hambatan. Pertama penderita datang terlambat yang
disebabkan karena ketidaktahuan penderita atau karena dokter tidak mampu
menegakkan diagnosis dini (Pusponegoro, A.D, 1983).
Karsinoma primer pada hepar merupakan tumor yang relatif jarang yaitu 2,5% dari
semua kanker di USA. Dibeberapa tempat di Afrika, insidensi kanker ini bervariasi
dari 30%-50% dari semua kanker. Hal ini disebabkan kemungkinan adanya sirhosis
oleh karena makanan yang mengandung mikotoxins (Muller 1980). Karsinoma
hepatoseluler biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda dan relatif tanpa
gejala : biasanya tumor ditemukan oleh penderita sendiri oleh karena adanya masa.
Karsinoma kepatoseluler juga sering pada penderita tua yang mempunyai gejala
sirhosis hepatis sebelumnya (Muller, 198).

Diagnosis Klinis
Gejala dari karsinoma hepatoseluler dapat berupa lemah, kehilangan berat badan,
anemia, asites, ikterik, edema tungkai bawah. Kadang penderita sendiri menemukan
adanya benjolan pada perut bagian atas kanan. Kadang nyeri abdomen atas terutama
sebelah kanan yang menjalar ke arah samping atau pinggang kanan, nyeri akan
bertambah pada saat menarik nafas panjang atau batuk. Keluhan akan berkurang
apabila penderita tidur dengan posisi miring ke kanan.
Pada pemeriksan fisis hampir 100% penderita ditemukan adanya hepatomegali
dengan sifat yang kkhas, yaitu permukaan yang berbenjol atau bertonjolan, perabaan
keras dan nyeri raba. Pada perabaan dapat ditemukan suara gesekan (fiction rub)
mungkin disebabkan oleh infiltrasi tumor pada peritoneum pardetale didaerah sekitar
hati. Pada aus kultasi kira-kira 15% tumor ditemukan bising sistolik bernada rendah,
pada daerah hati yang bertonjolan, dihubungkan dengan hipervaskularisasi pada
daerah tumor (Syaifullah Noer, 1993). Pemeriksaan Alpha photo Protein (AFP)
serum tes juga penting untuk diagnosis dan tindak lanjut karsinoma hepatoseluler.
Ketepatan diagnosis dengan kenaikan kadar AFP 88,9%. Pemeriksaan penunjang

HERNIA 
Banyak Preperitoneal fat  H.Adiposa, H.epigastrika
Distensi dinding perut  ascites, partus
----------------------------------------------------------------------------------------------------D-Collection 2002  Sikatrik  jahitan tak sempurna
 Penyakit yang melemahkan otot2 dinding perut  poliomyelitis
anterior
Definisi
Suatu keadaan keluarnya jaringan/organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu Faktor2 yang mempengaruhi Insiden Hernia
lubang/celah keluar di bawah kulit atau menuju rongga lainnya ( secara  Herediter  Individu type asthenik (fascia transversa abdom lemah)
kongenital / aquisital)  Umur dan Pekerjaan  usia > 50 th krn dinding perut mulai melemah
Kelainan kongenital misal : batang otak turun melalui foramen occipital magnum.  Jenis Kelamin
Berdasarkan definisi di atas , bila ada suatu organ yang keluar sampai ke kulit  HIL banyak pada laki2 krn terdapat processus vaginalis peritonii
disebut Hernia, misal : post laparatomi, timbul infeksi pada jahitan sehingga jahitan  H.Femoralis banyak pada wanita karena :
robek (dehisiensi) dan terjadi eviserasi ( jahitan robek organ keluar ke permukaan  Sering partus  tekanan intraabdominal meningkat dan anulus
kulit ). Hernia terjadi akibat adanya tempat2 yang lemah disebut Locus Minoris femoralis melemah
Resistentiae (LMR), misal :  Bentuk pelvis lebih horisontal  tekanan lig inguinale lebih besar 
 Acquisita : Fascia transversa abdominis anulus femoralis melemah
 Kongenital : Processus vaginalis peritonii persistent  Keadaan Tubuh
Obesitas  preperitoneal fat banyak  fasc transversa abdominis lemah 
Bagian-bagian Hernia H.Adiposa
1. Pintu Hernia  LMR yang dilalui kantong hernia
2. Kantong Hernia  peritoneum parietal  Conjoint tendon dibentuk oleh MOAI & m.transversus abdominis
Tidak semua hernia mempunyai kantong, misal : H.Incisional,H.Adiposa  Trigonum Hasselbachii terletak antara m.rektus abdominis dan Fovea
3. Leher Hernia  bagian tersempit inguinalis medialis
4. Isi Hernia  Gaster, usus, vu, ovarium, omentum
Pembagian Hernia
Etiologi  Secara Klinis
 Kongenital  Reponabilis  dapat dimasukkan kembali tanpa operasi
 Sempurna  proses intra uterin  Irreponabilis  Tidak dapat dimasukkan, harus operasi (strangulasi)
Terjadi sejak lahir, misal : H.Umbilikalis, H.Epigastrika, Omphalocele  Inkarserata  H.Irreponabilis disertai gejala Illeus
congenital  Akreta  mengalami perlengketan

 Tidak Sempurna  Hernia Abdominalis


Waktu lahir tak tampak, setelah ada faktor predisposisi baru nampak, misal :  Externa
HIL akibat processus vaginalis abdominis persistens tak dapat masuk ke Isi hernia berasal dari cavum abdominalis melalui LMR keluar sampai
scrotum subkutis, terdiri dari :
 HIL, HIM
 Acquisita  Umbilikalis
 Tekanan intra abdominal yang meninggi  Epigastrika
Pada pasien2 yang sering mengejan, faktor pencetus : Batuk kronis, BPH,  Lumbalis
partus, ascites,vesicolithiasis  Semilunaris
 Konstitusi tubuh  Pelvica  femoralis, obturatoria, perinealis, ischiadica
Orang gemuk lebih sering dari orang kurus (Asthenis), karena banyak
jaringan lemaknya  Interna
Isi hernia dari cavum abdominalis masuk ke rongga lain
Diagnosis ditentukan dengan rontgen foto Komplikasi Hernia
 Intra-peritonealis
 Perlekatan / H.Akreta
 H.Epiploicum Winslowi
 Hernia Irreponabilis
 H.Bursa omentalis
 H.Mesenterica  Jepitan  vaskularisasi terganggu  iskhemi  ganggren  nekrose
 Retro-peritonealis  Infeksi
 H.paraduodenalis  Obstipasi  obstruksi / konstipasi
 H.recessus illeocecalis  Hernia Inkarserata  Illeus
 H.recessus sigmoideus
 Hernia Diafragmatica  Morgagni. Bochdalek, Hiatal Diagnosis
 Anamnesis
 Ada tidaknya kantong  Timbul benjolan/massa yang semakin membesar pada posisi berdiri dan
 Berkantong  peritoneum akan mengecil pada posisi tidur
 Tidak berkantong  H.adiposa, H.Incisionalis, H.sikatriks  Pada anak kecil : sering nangis? mengejan, batuk, kencing lancar/tidak
 Pada usia lanjut : pekerjaan & aktivitas,penyakit kronis, BPH, sering partus
 Hernia bentuk khusus  Hernia femoralis : benjolan pada kaki
 Hernia Richter  Bila isinya usus  3 hari menimbulkan hernia inkarserata
Sebagian dinding usus menonjol, sedang sebagian besar dari usus diluar  Bila isinya bukan usus  gangguan (-) misal : tuba,omentum,ovarium
kantog hernia.
 Pemeriksaan Fisik
 Hernia Littre  Inspeksi
Kelainan embrionik, adanya divertikulum Meckeli yang keluar melalui  Pasien disuruh berdiri & mengejan  timbul benjolan pada lipat paha,
LMR bentuk lonjong (lateral), bulat (medial)
 Beda dengan limphadenopati  benjolan tetap ada pada posisi tidur
 Hernia Sliding  Benjolan di atas lipat paha (Inguinalis), dibawah lipat paha
Suatu keadaan dimana organ peritoneal (usus,colon sigmoid) seakan (femoralis)
meluncur kebawah, dan akan membentuk dinding posterior kantong  Benjolan pada scrotum kemungkinan : tumor, H.scrotalis atau
hernia. hidrocele. diapanaskopi  (+) hidrocele
Untuk bedakan tumor atau hernia  disuruh mengejan  bertambah
 Hernia Interstitialis besar (hernia)
Akibat kesalahan reposisi, sehingga organ tidak masuk ke cavum
abdomen tetapi masuk ke celah antara jaringan (lamina  Palpasi
musculoaponeurotic)  Teraba massa , fluktuasi(+), batas tegas
Akibat yang ditimbulkan : pembuluh darah pecah, ruptur isi hernia  Beda HIL & HIM  Pada HIL :
 Anulus inguinalis lateral ditekan, penderita disuruh mengejan 
 Hernia Pantalon teraba benjolan
Terdapatnya H.Inguinalis dan medial secara bersama-sama pada satu  Annulus inguinalis medial ditekan, penderita mengejan  teraba
sisi. benjolan
 Pada anak-anak : teraba silk sign (seperti benang sutera), merupakan
 Hernia Spiegel proc vaginalis persisten
Terjadi pada linea semilunaris dibawah linea semisirkularis, namun  Perkusi  tympani bila isinya usus
diatas vasa epigastriga inferior menyilang tepi lateral m.rektus  Auskultasi  suara usus
abdominis  Diapanaskopi (Transiluminasi)  melihat ada tidaknya cairan untuk
membedakan dengan hidrokele
 Hernia Permagna  separo isi rongga perut masuk ke kantong hernia
Penanganan Hernia  Hernioraphy
Mengikat leher hernia & menggantungkannya ke conjoint tendon
 Konservatif
 Reposisi  memasukan isi hernia ke dalam cavum abdomen
 Suntikan  setelah reposisi berhasil, cairan sklerotik (alkohol/kinin)  Hernioplasty
 Sabuk hernia  bila pintu hernia masih kecil Menjahitkan conjoint tendon pada ligamentum inguinale, agar LMR
hilang dan dinding perut menjadi kuat
 Operatif
 Indikasi Operasi Hernia pada Anak.
 Hernia Reponabilis  elektif  Usia < 1 tahun  teknik MICHELE BENC
 Hernia Irreponabilis  2x24 jam Dilakukan tanpa membuka aponeurosis musculus abdominis externus (tanpa
 Hernia Inkarserata  Speed operasi membuka canalis inguinalis medialis)
 Menilai keadaan hernia Cara :
 waktu : mengambil kantong hernia lewat annulus inguinalis medialis  herniotomy 
- < 24 jam : baru terjadi jepitan hernioraphy tanpa digantung pada conjoint tendon, tanpa hernioplasty
- 24 – 28 jam : Iskhemi
- 48 – 72 jam : Ganggren  Usia > 1 tahun  teknik POTT
- > 3 hari : nekrosis Cara : canalis inguinalis dibuka herniotomy  hernioraphy tanpa digantung
pada conjoint tendon , tanpa hernioplasty
 Usus :
 Kondisi usus membiru / iskhemi / nekrose
 Vaskularisasi :
Bila setelah pemberian NaCl (5 mnt) terjadi perubahan warna Hernia Inguinalis Lateralis
usus, dari biru menjadi merah (viabel), bila tetap (non
viabel/nekrose) Adalah hernia yang melalui annulus inguinalis abdominalis (lateralis/internus) dan
Bila non-viabel : mengikuti jalannya spermatid cord di canalis inguinalis serta dapat melalui annulus
- KU baik dilakukan reseksi kemudian disambung end to inguinalis subcutan (externus) sampai scrotum. Mempunyai LMR pada :
end  tutup  herniorapi, hernioplasty  Kongenital : Annulus inguinalis lateralis/internus  akibat kegagalan
obliterasi proc. Vaginalis peritonii
- KU jelek : dilakukan Vorlagerung/exteriorisasi  Acquisital : bagian lateral fovea inguinalis lateralis
Usus yg nekrose dikeluarkan ditaruh diatas paha, beri
lubang untuk keluar feses. 2-3 hari bila KU baik dilakukan Hernia inguinalis disebut juga hernia scrotalis bila isi hernia sampai ke scrotum
usus yang lubang di reseksi terus E to E anastomose.
 Peristaltik  (+) setelah pemberian NaCl terjadi peristaltik
Batas2 canalis inguinalis :
 Dinding depan : aponeurosis MOAE
 Tujuan :  Dinding belkg: Fascia transversa abdominis (muka)
 Reposisi isi hernia Peritoneum parietal (belakang)
 Menutup pintu hernia untuk hilangkan LMR  Atas : Tepi bebas m.transversus abdominis (belakang)
 Mencegah residif dengan memperkuat dinding perut Tepi bebas MOAI (muka)
 Caudal : Ligamentum inguinale
 Tahap Operasi
 Herniotomy Disebelah dalam canalis inguinalis disilangi oleh vasa epigastrica inferior , cabang
Membuka & memotong kantong hernia serta mengembalikan isi hernia vasa illiaca externa, merupakan dasar untuk membedakan HIL & HIM pada durante
ke cavum abdominalis operasi.
Hernia Inguinalis Medialis  Fascia m.Transversus abdominis, annulus inguinalis internus, pre-peritoneal fat,
peritoneum
Adalah hernia yang berjalan melalui dinding inguinale ke belakang, medial dari vasa
epigastrica inferior ke daerah yang dibatasi oleh Trigonum Inguinalis / Hasselbachii Tehnik Operasi
 Incisi inguinal 2 jari medial SIAS sejajar ligamentum inguinale ke tuberculum
(merupakan LMR)
pubicum
Batas2 Trigonum Hasselbachii :
 Caudal : Ligamentum inguinale  Incisi diperdalam sampai sampai nampak aponeurosis MOE  tampak crus
 Lateral : arteri epigastrica inferior medial dan lateralis yang merupakan anulus eksternus
 Aponeurosis MOE dibuka kecil dengan pisau , dengan bantuan pinset anatomis
 Media : Tepi lateral m.rektus abdominis
dan gunting dibuka lebih lanjut ke kranial sampai anulus internus dan ke kaudal
DD benjolan pada lipat paha : sampai membuka annulus inguinalis eksternus. Hati2 dengan N.Ilioinguinalis
 Hidrocele pada funiculus spermaticus maupun testis dan N.Iliohypogastrik. M.cremaster disiangi sampai nampak funiculus
Cara membedakan : spermaticus
 Funiculus dibersihkan dicantol dengan kain kasa dibawa ke medial, sehingga
 Penderita mengejan, benjolan membesar  hernia
nampak kantong peritoneum
 Diapanaskopi (+)
 Peritoneum dijepit dengan 2 bh pinset  dibuka  usus didorong ke cavum
 Kriptorchismus
abdomen dengan melebarkan irisan ke proksimal sampai leher hernia,
 Limadenopati / Limadenitis inguinal
kantong sebelah distal dibiarkan
 Varices V>Sapena magna
 Leher hernia dijahit dengan kromik  puntung ditanamkan di bawah conjoint
 Lipoma
tendo dan digantungkan
 Selanjutnya dilakukan hernioplasty secara :
HERNIOTOMY  Ferguson
Indikasi : Funiculus spermaticus ditaruh disebelah dorsal MOE & MOI abdominis.
1. Hernia Inkarserata / Strangulasi (cito) MOI & transversus dijahitkan pada ligamentum inguinale dan meletakkan
2. Hernia Irreponabilis funiculus di dorsalnya. kemudian aponeurosis MOE dijahit kembali,
3. Hernia Reponabilis  atas indikasi sosial : pekerjaan sehingga tidak ada lagi canalis inguinalis.
4. Hernia Reponabilis yang mengalami incarserasi (HIL,Femoralis)
 Bassini
Prinsip semua hernia harus dioperasi, karena dapat menyebabkan inkarserasi / MOI & transversus abdominis dijahitkan pada ligamentum inguinal,
strangulasi. Herniotomy pada dewasa lebih dulu faktor2 penyebab harus dihilangkan Funiculus diletakkan disebelah ventral  aponeurosis MOE tidak dijahit,
dulu, misal BPH harus dioperasi sebelumnya. sehingga canalis inguinalis tetap ada.
Kedua musculus berfungsi memperkuat dinding belakang canalis,sehingga
Anatomi Hernia LMR hilang
 Kulit, subcutaneus fat & fascia superficialis
 Aponeurosis MOE  Halsted
 MOI & Transversus abdominis serta Conjoint tendon Dilakukan penjahitan MOE, MOI dan m.transversus abdominis, untuk
 Fascia & m. cremaster memperkuat / menghilangkan LMR. Funiculus spermaticus diletakkan di
 Funiculus Spermaticus subcutis
 Arteri spermatica cabang aorta Cara Ferguson dan Bassini dilakukan pada orang dewasa. Cara Halsted
 Vena spermatica dilakukan pada orang tua, supaya dinding perut lebih kuat
 Vas deferens
 Processus Vaginalis  Kemudian luka ditutup lapis demi lapis
 Ligamentum inguinale (Poupart)  Aponeurosis MOE jahit simpul dengan cromic catgut
 Arteri Epigastrica Inferior  Subcutan fat dijahit simpul dengan catgut
 Trigonum Hesselbachii  Kulit dijahit dengan zyde secara simpul
Komplikasi Herniotomy Arteri dan Vena Obturatoria biasanya berada di sebelah posterolateral sedamgkan
 Durante Operasi nervus obturatorius berada diatasnya. Kadang-kadang dijumpai adanya pembuluh
 Lesi funiculus spermaticus darah yang melingkari leher hernia, merupakan anastomosis antara ; a. obturatoria
 Lesi usus, vu, vasa epigastrica inferior, vasa iliaca ekterna cabang a. illiaca interna dan cabang dari a. iliaca externa.
 Putusnya a.Femoralis Panjang canalis obturatorius 2-3 cm, diameter vertical 1,8 cm dan diameter
 Post Operasi horizontal 1,3 cm. Kantong hernia melewati canalis inguinalis kedepan dan ke atas
 Hematom, Infeksi, Wound dehisiensi dengan jalan salah satu dari tiga kemungkinan, pertama kantong hernia berada diatas
 Atropi testes dan didepan m obturator externes dibelakang m. pectineus (ini yang paling sering),
 Hydrocele kedua kantong hernia berada diantara bagian atas dan tengah dari serabut m.
 Rekurens obturator externus dan yang ketiga kantong hernia berada diantara m.obturator
externus dan membrana obturatoria (Watson 1948; Shackelford 1961).
Adanya herniasi isi rongga abdomen kedalam canalis obturatorius mengakibatkan
Hernia Umbilikalis tertekannya nervus obturatorius sehingga menimbulkan gejala nyeri pada paha
bagian medial sesuai dengan persyaratan nervus obturatorius. Gejala ini
kemudian disebut sebagai tanda Howsship-Romberg (Watson 1948). Ekstensi,
 Intra-uterina=fetalis (ompalocele) abduksi dan rotasi internal akan menambah nyeri sedangkan fleksi paha akan
Akibat kegagalan visera untuk kembali ke rongga abdomen menyebabkan mengurangi rasa sakitnya. Adanya penekanan pada n.obturatorius juga akan
dinding ventral perut fetus tak terbentuk. mengurangi reflek aduktor paha (Hannington,1980). Merupakan bentuk hernia yang
Tindakan operatif dilakukan dengan memotong sebagian usus dan dinding jarang dijumpai.
usus dirapatkan. Romberg pada tahun 1848. Operasi hernia obturatoria dengan laparotomi
pertamakali dekerjakan oleh Hilton pada tahun 1848, namun penderita meninggal.
 Infantilis Keberhasilan pertama kali operasi dikerjakan oleh Henry Obrey pada tahun 1851
 Kongenital tidak sempurna (Watson 1948). Kebanyakan penderita datang dengan keluhan obstruksi intestinal
 Akuisita  akibat : dengan penyebab yang tidak diketahui atau terduga sebelumnya. Gejala lain yang
 Perawatan tali pusat kurang baik mungkin bisa dijumpai adalah riwayat obstruksi intestinal berulang, teraba massa di
 Kesalahan pemotongan tali pusat pangkal paha serta ecchymosis. Gejala klinis yang timbul umumnya kurang
 Tekanan intraabdominal yang meninggi (batuk, menangis) diperhatiakan oleh karena usia penderita, sebelum obstruksi intestinal menjadi
 Penanganan dengan meletakkan uang logam diikatkan diatas tonjolan manifes. Biasanya diagnosis ditegakkan setelah dilakukan laparotomi
Beberpa penulis menyebutkan wanita 6 atau 7 kali laki-laki. Pada wanita keadaan
 Dewasa pelvis yang lebih lebar, arah canalis obturatorius yang lebih oblique diyakini
Pada wanita gemuk, sering partus karena aponeurosis sekitar umbilikus kendor . menambah resiko terjadinya hernia obturatoria. Hernia obturatoria lebih sering
Operatif Cara MAYO dijumpai sebelah kanan. Obstruksi intestinal dijumpai pada semua kasus. Gejala ini
merupakan gejala utama yang membawa penderita ke rumah sakit. Biasanya gejala-
gejala awal yang timbul kurang diperhatikan oleh penderita karena usianya
Hernia Obturatoria Obstruksi intestinal yang disebabkan oleh hernia obturatoria kira-kira 0,5% dari
seluruh kasus obstruksi intestinal (Abrahamson,1990). Adanya riwayat obstruksi
 LMR : membran obturatoria intestinal berulang dijumpai pada satu penderita. Kami menemukan tanda Howship
 Keluhan : nyeri bagian medial kanan atas  gejala illeus Romberg pada 3 kasus, hampir sama seperti yang dikemukakan oleh Gray et al pada
tahun 1978 (Bjork, 1988). Tanda ini akan semakin jelas bila tungkai digerakkan
Hernia obturatoria adalah suatu hernia yang melewati canalis obturatoris pada os pada posisi ekstensi, abduksi atau rotasi interna. Untuk pemeriksaan obyektif akibat
innominata (Watson, 1948; Shackelford 1961). Foramen obturatorium sebagian penekanan n.obturatorius bisa dikerjakan pemeriksaan refleks aduktor paha
besar ditutup oleh membrana obturatoria. Bagian dari Foramen obturatorium di (Hannington,1980). Semua penderita ini pada laporan tidak didapatkan massa pada
sebelah anterosuperior tidak ditutupi oleh membrana obturatoria dan membentuk daerah inguinal, kecuali satu penderita dengan desertai hernia fermoralis pada sisi
suatu saluran yaitu canalis obturatoria, tempat lewatnya arteri, vena dan nervous yang sama. Ecchymosis juga tidak kami dapatkan.
obturatorius.
Gambaran radiologis berupa dilatasi usus halus yang berakhir didaerah foramen
obturatorius atau di atas ramus os pubicus serta kemungkinan adanya udara dalam HIL & HIM
satu loop usus yang terperangkap didaerah foramen obturatorium bisa menjadi Epigastrika Femoralis
petunjuk adanya hernia obturatoria. Externa Semilunaris Obturatia
Pelvica
Perinealis
Hernia Epigastrika Iskiadika
 LMR : linea alba antara proc xiphoideus dan umbilikus Berdsr arah
 Jenisnya : Spuria & vera Herniasi
Epiploica winslowi
Hernia Semilunaris Bursa omentalis
 Disebut juga Hernia SPIEGELI Cavum
 LMR : sudut yang dibentuk pertemuan linea semisirkularis dengan linea Abdomen Mesenterika paraduodenal
semulunaris Retroperitoneal illeocoecal
Interna sigmoid
Hernia Diafragmatica Traumatik
Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu Cavum  Diafragmatika
pada diafragma Thorax Non-traumatik
 Traumatica  hernia akuisita, akibat pukulan, tembakan, tusukan
 Non-Traumatica Berkantong  kantong peritoneum
 Kongenital
Berdsr ada/tidaknya
 Hernia Bochdalek / Pleuroperitoneal/posterolateral
Kantong H.Epiploica
Celah dibentuk pars lumbalis, pars costalis diafragma
H.Incisional
 Hernia Morgagni / Para sternalis / anterior
Tidak berkantong H.adiposa
Celah dibentuk perlekatan diafragma pada costa dan sternum
H.Incisional
 Akuisita  Hernia Hiatus esophagus
H.Sikatriks
Sempurna (umbilikaliss, epigastrika)
Kongenital
Tak sempurna(umbilikalis, inguinalis)
Penyebab Hernia Residif
Hernia Tekanan Intra abdominal meningkat
Konstitusi tubuh (kurus lebih sering)
Distensi dinding perut (ascites,partus) Disiplin ilmu yang pertama kali tertarik pada kasus hernia adalah ilmu bedah. Dalam
Aquisita sejarahnya tahun 1558 SM di Mesir telah dilakukan pengobatan untuk hernia denagn
Pre-peritoneal fat banyak melakukan suatu tekanan dari luar (Sabiston 1986). Kamber dkk pada permulaan
Sikatriks (jahitan tak sempurna) abad ke 19 telah mempelajari struktur anatomis dari canalis inguinalis. Sedangakan
Penyakit yg melemahkan otot perut laser pada abad ke 19 melakukan berbagai metode pembedahan dan mengatur
(poliomyelitis anterior akut) kembali lapisan anatomis dari canalis inguinalis dengan memperhatikan hubungan
sekitarnya (Ein , SH 1976). Bank pada tahun 1884 mengatakan bahwa pengobatan
Reponabilis hernia yang definitif adalah dengan melakukan ikatan yang baik, kegagalan dalam
Irreponabilis  perlengketan (H.Akreta) tindakan tersebut didapatkan akibat kelemahan ikatannya. Ferguson pada tahun 1894
Secara Klinis menekankan ligasi tinggi dari kantong hernia tanpa merusak struktur anatomis dari
Strangulasi  Vaskularisasi terganggu canalis inguinalis dengan melakukan insisi aponeurosis dari m obliquus externus
Inkarserata  disertai Illeus mekanik
Pada tahun 1894 Bassini melaporkan 206 operasi hernia tanpa menimbulkan Irving (1987) berpendapat bahwa bila hernia rekuren terjadi kurang dari 6 bulan
kematian akibat operasi meski kemudian 3 pasien meninggal. Pasien bervariasi dari hal tersebut disebabkan olek karena kesalahan teknik, tapi bila terjadi setelah 6
anak-anak sampai orang tua. Ada 11 orang terkena infeksi, pada kasus ini adlah bulan pasca operasi maka hal tersebut disebabkan oleh penipisan dari fascia.
hernia yang mengalami strangulasi. Kemudian ia melakukan Follow up hampir
kepada semua pasien selama 5 tahun. Ternyata hanya 8 orang mengalami recurensi. Sementara itu oleh Brendan (1993) dikatakan kesalahan teknik tersebut meliputi :
Phenomena tersebut tentu saja membuat dia diangkat sebagai bapak Herniorapy 1. Teknik operasi yang ketinggalan zaman, oleh Guarnieri (1992) dikatakan
Modern. Selama 100 tahun kemudian hampir seluruh kasus hernia inguinalis bahwa teknik Halsted dan Bassini menimbulkan rekurensi 4%.
diperbaiki dengan metode Bassini atau dengan variasinya (Abrahamson 1984). 2. Penggunaan benang jahitan yang tidak tepat, syarat benang jahitan yang baik
adalah :
Masih menjadi kontroversi mengenai apa yang sesungguhnya menjadi penyebab - dapat menjaga kekuatan lebih dari 6 bulan.
timbulnya hernia inguinalis. Disepakati adanya 3 faktor yang mem pengaruhi - Indek inflamasi rendah.
terjadinya hernia inguinalis yaitu meliputi : - Membentuk ikatan yang kuat
1. Processus vaginalis presistent - Tidak bisa diserap.
Hernia mungkin sudah tampak sejak bayi tapi kebanyakan baru terdiagnosis
sebelum pasien mencapai usia 50 tahun (Schrock RT 1991). Analisis dari data Pada benang sutera (side) 40% kekuatannya akan hilang setelah 40 hari dari
statistik otopsi dan pembedahan menunjukkan bahwa 20% laki-laki yang masih 80% setelah 80 hari didalam tubuh, disamping menimbulkan respon inflamasi,
mempunyai prosesus vaginalis hingga saat dewasanya merupakan predisposisi sehingga oleh Brendan (1993) merekomendasi penggunaan benang
hernia inguinalis (Lichtenstein, IL 1987). Polypropilene dan monofilamen polyamide ukuran 3/0 sebagai benang pada
waktu melakukan hernioplasty.
2. Naiknya tekanan intra abdominalsecara berulang
Naiknya tekanan intra abdominal biasa disebabkan karena batuk atau tertawa 3. Hematom / infeksi luka operasi.
terbahak-bahak, partus, prostat hipertrofi, vesiculolitiasis, carsinoma kolon, 4. melakukan operasi hernia bilateralsecara serentak, sebaiknya ada selang waktu
sirosis dengan asites, splenomegali masif merupakan faktor resiko terjadinya 3 sampai 5 minggu antara operasi hernia sesisi dengan sisi yang lain.
hernia inguinalis (Morton, JH 1984). Brendan (1993) mengatakan bahwa
merokok lama bisa menjadi sebab direk hernia inguinalis dengan mekanisme, Diagnosis hernia biasanya tidak sulit, keluhan utama berupa perasaan discomfort
terjadinya pelepasan serum elasytyolitik yang menyebabkan terjadinya penipisan ketika ada benjolan yang timbul pada lokasi hernia pada waktu batuk atau tertawa
fascia transversalis keras yang dapat mereda atau hilang pada saat istirahat baring (Morton JH 1984).
Pada acites, keganasan hepar, kegagalan fungsi jantung, penderita yang
menjalani peitoneal dianalisa mnyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal Komplikasi yang sering terjadi pada hernia inguinalis lateralis adalah dimana usus
sehingga membuka kembali prosesus vaginalis sehingga terjadi indirek hernia atau alat-alat viscera yang terjepit tidak dapat masuk kembali ke rongga abdomen
mengakibatkan gsngguan passase usus berupa penyumbatan saluran cerna atau
3. Lemahnya oto-otot dinding abdomen (Abrahamson 1984). terjadi necrosis sampai perforasi. Akibat penyumbatan usus terjadi aliran balik
Akhir-akhir ini beberapa peneliti sepakat bahwa lemahnya otot-otot dan fascia berupa muntah-muntah sampai dehidrasi dan shock dengan berbagai akibat lain.
dinding perut pada usia lanjut, kurangnya olahraga, adanya timbunan lemak, Ketika terjadi komplikasi maka tindakan elektif harus diubah menjadi tindakan
serta penurunan berat badan dan fitness memungkinkan adanya angka kesakitan emergency.
hernia (Abrahamson 1984). Komplikasi yang terjadi sesudah operasi mungkin juga bisa terjadi, sebagaimana
Peacok (1978) mengatakan bahwa abnormalitas struktur jaringan kolagen dan operasi pada umumnya yaitu :
berkurangnya konsentrasi hidroksi prolin berperan penting terhadap  Komplikasi umum meliputi atelektasis pulmo, emboli pulmo, thrombophlebitis
berkurangnya daya ikat serabut kolagen dan ini ada hubungannnya dengan dan retensi urine.
mekanisme rekurensi hernia ataupun adanya kecenderungan sifat-sifat familier  Komplikasi lokal meliputi perdarahan disekitar incisi, trauma vesica urinaria,
dari hernia (Abrhamson 1984). trauma vas defferens, trauma usus, trauma sistem syaraf, dan infeksi pada
daerah yang diincisi (Abrahamson, 1984).
Indikasi operasi pada hernia inguinalis yaitu pada saat hernia terdiagnosis. Tehnik yang dilakukannya (1884) adalah ligasi tinggi kantong hernia dan
Pertimbangan lain adalah keadaan umum penderita , gizi, penyakit lain yang memperkuat dasar dari canalis inguinalis dengan menjahitkan conjoint tendon ke
menyertai. Operasi dilakukan dengan anestesi umum, dan bila Hb kurang dari 10 ligamentum inguinale di bawah funikulus spermatikus.
gr% bisa dilakukan amnestesi lokal (Basu, Ss, 1986). Oleh Brendan (1993) Kemudian hampir bersamaan waktunya William S. Halsted (1852 – 1922) pada
dikatakan pada laki-laki umur lebih dari 70 tahun, hernianya reponibel spontan, jenis tahun 1889 melakukan tehnik secara Halsted I, yaitu dengan meletakkan funikulus
direk hernia, dengan leher hernia yang lebar sebaiknya tidak dilakukan operasi, spermatikus di atas dari aponeurosis oblikus eksternus.
kecuali bila menimbulkan stress bagi penderita. Pada tahun 1893 muncul tehnik Halsted II, dimana transposisi dari funikulus
Meski telah dilakukan pemeriksaan fisik, namun perlu juga dilakukan pemeriksaan spermatikus tidak dilakukan, tetapi dilakukan imbrikasi pada aponeurosis oblikus
penunjang lainnya untuk mengetahui sebab terjadinya kenaikkan tekanan intra eksternus. Prosedur Halsted II juga dikenal sebagai tehnik Ferguson – Andrew. Ahli
abdominal yang mungkin mengambil bagian sebagai peyebab terjadinya hernia yang pertama memperkenalkan tehnik imbrikasi pada aponeurosis oblikus eksternus
inguinalis. Meski belum jelas hubungan antra karsinoma kolon dengan timbulnya adalah E. Wyllys Andrews (1856- 1927), sedangkan Fergusson tetap menempatkan
hernia tapi pemeriksaan rektum dengan jari serta penentuan ada tidaknya darah funikulus spermatikus pada tempatnya semula.
dalam fases harus dikerjakan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik yang Penggunaan ligamentum iliopectineale (ligamentum Cooper) atau ligamentum
menyeluruh (Schrock, R.T, 1991). pubicum superius sebagai tempat menautkan dinding parietal medial adalah tehnik
yang diperkenalkan oleh Georg Lotheissen ( 1868 – 1935 ). Tehnik ini dipopulerkan
Prinsip dasar yang berhubungan dengan keberhasilan operasi hernia inguinalis oleh Chester B. McVay , di Amerika dikenal luas sebagai tehnik McVay.
meliputi pengikatan tinggi atas kantong dan reparasi yang adekuat yang tidak Kemudian timbul tehnik serupa dari Shouldice dan lain lain. Perkembangan
mengubah fisiologi canalis inguinalis. Lapisan antero lateral dinding abdomen selanjutnya muncul tehnik ”tension-free” yang diperkenalkan oleh Lichtenstein.
memainkan peranan dalam pemotongan hernia inguinalis. Ahli bedah harus Di RS. Sarjito herniorepair dengan tehnik tension free telah dikenal sejak
mengetahui lapisan ini dari kulit sampai peritoneum (kantong) jika ingin pertengahan tahun 90. Penelitian ini akan menunjukkan profil penderita yang
memperoleh hasil operasi yang baik. mengalami tindakan herniorepair, gambaran kasus kasus yang mengalami hernia
Pada tipe operasi ferguson, seluruh lapisan ditempatkan superfisual terhadap residif dan pemakaian tehnik tension free pada beberapa kasus..
funiculus. Pada operasi Halsted funiculus diletakkkan subkutan dengan lapisan yang Angka kejadian hernia ingunalis lateralis residif bervariasi antara 1 -5 %, menurut
direparasi terletak lebih dalam terhadap lapisan funiculus (Thorek,P, 1985). Warko ( 1997 ) angka residif sebesar 10 %. Timbulnya hernia inguinalis lateralis
Akhir-akhir ini ada kecenderungan penggunaan protesa berupa lembaran sistesis residif menjadi permasalahan yang penting dalam penanganan operasi hernia.
(dari bahan prolypropilene) untuk menutupi defek dinding perut. Keuntungan dari Pemakaian material prostese semakin meningkat sehubungan dengan terjadinya
penggunaan protesa tersebut adalah tidak merubah struktur anatomis dari dinding residif. Peningkatan tersebut didasari oleh beberapa hal, antara lain berkurangnya
perut dan tidak menimbulkan ketegangan dinding perut (Gilbert, 1992). rasa nyeri pasca operasi, proses penyembuhan berlangsung lebih cepat serta
rendahnya angka rekurensi.
Akhirnya yang diharapkan penderita sehabis menjalani operasi hernia adalah sbb: Timbulnya kasus residif lebih dipengaruhi oleh tehnik reparasi dibandingkan dengan
 perasaan tidak enak minimal cepat jalan. faktor konstitusi penderita. Pada hernia inguinalis lateralis penyebab residif yang
 Luka bersih cepat sembuh, tidak ada infeksi. paling sering ialah penutupan anulus inguinalis internus yang tidak memadai,
 Kekambuhan (rekurensi) kurang dari 1%. diantaranya karena diseksi kantong yang kurang sempurna, tidak ditemukan kantung
 Cepat kembali pulih seperti sediakala ( setelah 6 minggu pasca operasi hernia, atau ada lipoma preperitoneal. Berhasil tidaknya tindakan operasi hernia
penderita bisa melakukan kegiatan seperti sedia kala ( Brendan,1993 ). tergantung pada ketrampilan dan pengetahuan dari ahli bedah yang bersangkutan.
Kegagalan operasi yang berakibat munculnya rekurensi yang timbul dengan segera,
Herniorepair dianggap sebagai kekurangan dari ahli bedah.
Timbulnya rekurensi setelah sekian lama pasca operasi biasanya akibat terjadinya
kerusakan jaringan daerah operasi.
Inguinal herniorepair adalah tindakan operasi yang cukup sering dilakukan dalam Hernia lebih banyak dijumpai pada pria dibandingkan dengan wanita. Berbagai
bidang bedah umum. Evolusi tindakan untuk inguinal herniorepair dewasa ini telah faktor penyebab berperan pada lemahnya pintu masuk hernia di anulus internus yang
menunjukkan perubahan. cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu
Sejak lebih seratus tahun yang lalu Edoardo Bassini(1844 - 1924) memperkenalkan diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu tersebut.
tehnik muskuloaponeurotik repair untuk menutup defek pada dinding abdomen. Tidak terdapat perbedaan yang bermagna mengenai letak hernia pada sisi kanan
maupun kiri.
Pada prinsipnya hernia dapat dijumpai pada setiap usia, tetapi kejadian hernia Gangguan metabolisme kolagen yang terjadi pada hernia inguinalis lateralis residif
meningkat dengan bertambahnya umur disebabkan oleh meningkatnya penyakit pada orang dewasa menyebabkan kelemahan dinding fascia transversalis. Dalam
yang menimbulkan peningkatan tekanan intra abdomen , juga oleh karena faktor upaya untuk mengurangi terjadinya rekurensi dan memperkuat hernioplasti, sudah
usia, kekuatan jaringan penunjang menjadi berkurang. Meningkatnya tekanan intra dikembangkan bemacam-macam tehnik termasuk pemakaian jaringan autolog dan
abdomen secara kronik antara lain disebabkan oleh batuk kronik, pembesaran prostat biomaterial. Pemakaian mesh dengan metode Lichtenstein sudah dimulai sejak 16
jinak, konstipasi dan ascites. tahun yang lalu. Pasca operasi didapatkan nyeri yang minimal. Pemakaian tehnik ini
Hernia inguinalis lateralis residif adalah hernia yang terjadi kurang dari 6 bulan. cukup efektif dengan angka rekurensi 0 – 2 % dan dapat dikerjakan dengan anestesi
Hal tersebut disebabkan oleh karena kesalahan tehnik operasi hernia sebelumnya, lokal maupun regional. Mesh yang baik bersifat tahan terhadap infeksi,
tetapi jika terjadinya residif setelah 6 bulan, maka hal tersebut disebabkan oleh permeabilitas molekuler tinggi, transparansi, tahan terhadap kekuatan mekanis dan
karena penipisan fascia. tidak menimbulkan reaksi dengan jaringan sekitarnya.
Sebenarnya residif lebih banyak terjadi pada hernia inguinalis medialis
dibandingkan hernia inguinalis lateralis. Pada operasi reparasi hernia inguinalis
lateralis, jika ahli bedah kurang memperhatikan status dinding posterior kanalis
inguinalis yang lemah, akan mengakibatkan terjadinya hernia inguinalis medialis Maydl’s Hernia
residif, demikian sebaliknya, adanya kesalahan atau hanya terlalu memperhatikan
adanya hernia inguinalis medialis, dan tidak eksplorasi adanya hernia inguinalis Adalah hernia yang berisi 2 loop usus yang berada dalam kantong hermia, sementara
lateralis dengan baik seperti adanya prosesus vaginalis persisten, akan menyebabkan 1 loop yang lain masih tetap di dalam rongga abdomen loop-loop usus besar ini
terjadinya hernia inguinalis lateralis residif. bersama-sama membentuk huruf W. Loop yang intra abdomen mungkin bisa
Penyebab hernia inguinalis residif antara lain : menjadi gangren, sendiri ataupun bersama-sama dengan loop yang berada di
- Kelemahan pada saat melakukan identifikasi kantong hernia kantong hermia. Frekuensi terjadinya sama banyak antara usus besar dan usus kecil.
- Terjadinya infeksi pada luka operasi Hernia ini jarang terjadi, hanya 0,6 % dari Inguinalis strangulata dan harus
- Kondisi yang menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan intra abdominal diperhatikan pada hernia yang besar dan berhubungan dengan nyeri abdomen.
- Kesalahan tehnik operasi, misalnya : ketegangan penjahitan serta terjadinya
kekurangan dalam menutup anulus inguinalis internus. Struktus iskhemik ini dapat menjadi obstruksi strangulasi ketika usus yang
inkarserata tidak direseksi pada saat hernioraphy, walaupun usus tersebut kelihatan
Tidak ada tehnik operasi yang dapat menjamin bahwa tidak akan terjadi residif. sehat. Penyempitan tubuler ataupun anuler biasanya terjadi pada ileum akibat
Yang penting diperhatikan ialah mencegah terjadinya tegangan pada jaringan saat fibrosis pada tempat iskhemik.Keadaan struktur ini dapat menimbulkan gejala
melakukan plasti dan kerusakan pada jaringan. Umumnya dibutuhkan plasti dari berhari-hari atau bertahun-tahun setelah hernioraphy. Konstipasi, diare,
bahan sitetis yaitu mesh. Pemakaian mesh tidaklah tanpa masalah. Jika dikerjakan penurunan berat badan merupakan gejala yang umum. Terapi pilihannya adalah
tanpa memperhatikan prinsip sterilitas akan timbul infeksi. reseksi dari segmen yang terlibat. Jika penjahitannya ceroboh pada ligasi tinggi
Keuntungan pemakaian mesh antara lain : kantong hernia kemungkinan akan mencederai usus yang mengakibatkan
- Aman, terutama pada pasien dengan penyakit penyerta yang kronik. terbentuknya abses atau obstruksi usus.Terlepas dari pertanyaan loop usus itu sehat
- Efektif dan kuat. atau tidak selama manipulasi dari kantong, harus dilakukan laparatomi explorasi
- Penyembuhan berlangsung lebih cepat. untuk diagnosis pasti. Di lain pihak trombosis mesenterik pada loop yang terlibat
- Nyeri pasca operasi minimal. megakibatkan perforasi yang tertunda, meskipun usus kelihatan sehat pada prosedur
- Jarang menimbulkan komplikasi. yang biasa.

Hernia residif yang berulang, pada beberapa kasus, disebabkan oleh kelainan Pemahaman dengan jelas anatomi normal dan abnormal daerah inguinalis penting
produksi, maintenans dan absorbsi jarigan kolagen. Peacock et all cit Hartanto ( untuk memahami prinsip yang mendasari herniorafi inguinalis. Daerah tubuh ini
1997 ) merekomendasi prosedur reparasi hernia inguinalis lateralis residif berulang merupakan salah satu daerah yang paling rumit anatominya, karena beberapa lapis
berdasarkan hipotesanya bahwa rekurensi terjadi oleh karena kelainan lokal dari dinding abdomen berbeda arah seratnya dan berakhir dalam lipat paha. Kita tidak
metabolisme jaringan kolagen. Stimulasi sintesa kolagen untuk mempertahankan boleh menjadi frustasi dalam usaha awal memahami gambaran anatomi daerah
keseimbangan sintesa kolagens dan kolagenolisis, dengan cara mengoreksi defek inguinalis, karena hanya setelah melihat dalam kamar operasi, seseorang dapat
hernia dengan grafting jarigan sebagai indikator sintesa kolagen. memahami secara penuh masalah yang rumit ini. Struktur anatomi yang ditemukan
dalam daerah inguinalis.
Hernia Inguinalis Indirek Penanganan
Hernia ini disebut juga Hernia Inguinalis Interalis, karena keluar dari rongga Penanganan Maydl’s Hernia pada prinsipnya sama dengan hernia lainnya. Terapi
peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh pilihannya adalah laparatomi explorasi dan reseksi dari segmen usus yang terlibat.
epigastrika inferior, kemudian masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup
panjang menonjol keluar menonjol keluar dari anulus inguinalis eksterna Apabila Tehnik Operasi
hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke scrotum disebut hernia scrotalis. Incisi median perdalam ldl sampai peritoneum. Peritoneum dibuka keluar cairan
Berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga serous hemorhagis. Explorasi tampak 2 loop usus halus  60 cm kehitaman proximal
Hasselbach. Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk dan distal dari loop berada di anulus inguinalis. Sistim usus dibebaskan dari kantong
lonjong sedangkan hernia medialis tonjolan berbentuk bulat.Bila isi hernia terjepit hernia tampak usus halus kehitaman  150 cm dari lig Treitz sepanjang 100 cm ke
oleh cincin hernia disebut hernia Inkarserata atau hernia Strangulata. Hernia arah anal dengan jarak  3 cm dari ileosekal dan non viabel : diputuskan untuk
Inkarserata berarti isi kantong terperangkap tidak dapat kembali kedalam rongga reseksi anastomose ileoasendostomi end to end dan cek pasase lancar. Kemudian
abdomen disertai gangguan pasase. Secara klinis hernia inkarserata lebih dilakukan herniorepair dari dalam cavum abdomen. Pasang drain intraperitoneal.
dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan
vaskularisasi disebut hernia strangulata. Operasi darurat untuk hernia inkarserta .
Hernia Paraduodenalis
merupakan operasi terbanyak nomor dua setelah operasi darurat untuk apendisitis.
Selain itu hernia inkarserata merupakan penyebab astruksi usus nomor satu di
Indonesia.
Hernia paraduodenalis dextra merupakan salah satu bentuk dari hernia interna
Etiologi dimana usus keluar dari cavum retroperitoneum melalui fossa messentericoparietalis
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya proses vaginalis yang yang terletak dibawah duodenum (Watson, 1948).
terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga abdomen dan kelemahan otot dinding Keberadaan hernia interna sangat jarang dijumpai. Penulisan pertama kasus hernia
perut karena usia. interna yang terjadi di sekitar duodenum ditulis oleh Bardenove tahun 1779,
kemudian Neubeuer menulis pada tahun 1786, abad berikutnya pada tahun 1857,
treitz menulis dan berusaha menguraikan secara anastomis tentang terjadinya hernia
Gambaran klinis hernia
diskitar duodenum tersebut. Pada tahun 1939 Hansman dan Morton menghimpun
kasus-kasus hernia interna dari literature-literature dan kemudian dibuat moriogram
Jenis Reporibel Nyeri Obstruksi Toksik berdasar lokasi hernia. Hasil yang diperoleh 53% terletak disekitar duodenum, 13 %
Reponibel + - - - disekitar coecum, 8% tepi mesenterium, 8% pada foramen winslowi, 7% didaerah
Ireponibel - - - - pelvis, 6% didaerah sigmoideum, dan 5% dilain tempat.(Watson 1948). Hernia
Inkarserata - + + - paraduodenalis dextra menempati urutan ke tiga dari seluruh hernia interna.
Strangulata - ++ + ++ Terbanyak adalah hernia paraduodenalis sinistra dan kedua ditempati oleh hernia
mesocolica tranversalis (Hansman dan Mortan, 1939; cit watson 1948). Andrew
Diagnosis 1923, menyebutkan bahwa hernia paraduodenalis terjadi sebagai akibat adanya
malrotasi usus pada masa kehidupan embryonal, pendapat ini diperkuat oleh
Obstruksi usus Longacre 1934, Zimmerman dan Anson 1967 (Ellis, 1990).
Nekrosis/gangren
Gejala/Tanda pada hernia
hernia strangulata Willwert etal membagi hernia paraduodenalis kedalam tiga tipe;
inkarserata
1. Hernia paraduodenalis sinistra
Nyeri Kolik Menetap 2. Hernia paraduodenalis dextra
Suhu badan Normal Normal / meninggi 3. Hernia mesocolica tranversalis (Ellis, 1982).
Denyut nadi Normal/meninggi Meninggi
Lekosit Normal Leukositasis Beberapa hernia paraduodenalis adalah asymtomatis kecuali bila sudah mengalami
Rangsang Peritoneum - Jelas komplikasi baik berupa strangulasi, volvulus ataupun perforasi. Biasanya penderita
Sakit sedang / berat Berat datang berobat sebagai kasus abdomen.
Diagnosis sebagian besar ditegakkan selama operasi (Watson, 1948) Dengan adanya Pipa coecolica seperti halnya pipa duodenojejunalis, berputar berlawanan arah jarum
kemajuan teknologi kedokteran di bidang radiologi, Carty dan Present jam sebesar 270 derajat, berawal dari bawah arteria mesenterica superior dan
mengemukakan bahwa diagnosis hernia paraduodenalis dapat ditegakkan sebelum berakhir disebelah kanan arteria tersebut. Pada minggu ke VIII embrional putaran
operasi yaitu dengan mengacu pada gambaran radiologis foto abdomen tiga posisi duodenum mencapai bagian ke III atau dibawah arteri, dan pada minggu ke X
dimana dijumpai gambaran letak usus mengelompok ditengah atau di kanan atas , duodenum sudah mencapai bagian ke IV. (Bill 1979).
tidak akan berubah letaknya pada perubahan posisi penderita. Kelainan-kelainan perputaran usus akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat
Terapi pada hernia paraduodenalis tidak ada keistimewaan yang menyolok, namun terbawa sampai dewasa. Bill (1979) membagi kelainan perputaran usus menjadi 3
keterlambatan penegakkan diagnosis preoperatif dapat menyebabkan keadaan stadium :
penderita menjadi lebih serius. Stadium pertama usus bertambah panjang tetapi tidak mengalami perputaran dan
tetap berada diatas arteria mesenterica superior, hal ini akan menyebabkan terjadinya
Anatomi dan Embriologi volvulus usus halus.
Beberapa recessus berada disebelah kiri pars ascenden duodeni dan fleksura
Stadium ke dua kelainan berupa kelianan perputaran dan fixasi duodenum. Bila
duodenojejunalis. Besar dan dalamnya recessus bervariasi pada masing-masing
duodenum tidak berputar sedangkan colon berputar normal akan dapat menimbulkan
individu. Recesus yang paling sering sebagai tempat terjadinya hernia
obstrutif duodenum oleh band atau hernia paraduodenalis dextra. Bila duodenum
paraduodenalis adalah yang dibentuk oleh adanya plica duodenomesocolica superior
dan colon bersama-sama berputar terbalik dapat mengakibatkan terjadinya destruksi
dan plica duodenomesocolica inferior. Keduanya berorigo pada titik perlekatan
colon oleh jeratan vasa mesenterica. Bila duodenum berputar terbalik sedangkan
mesocolon descenden dan berjalan melengkung dari kiri ke kanan disebelah atas
kolon berputar normal dapat menyebabkan terjadinya hernia paraduodenalis sinistra.
flexura duodenujejunalis dan disebelah bawah pars ascenden duodeni. Di sebelah
kiri pars ascenden dijumpai fossa yang disebut fossa paraduodenalis, pertama kali
Stadium tiga kelinan pada perputaran dan fixasi kolon. Bila duodenum berputar
dikemukakan oleh Landzert tahun 1871. Fosa ini terbentuk akibat adanya plica
normal sedangkan colon tidak berputar akan menyebabklan terjadinya volvulus. Bila
peritoni dan plica venosa yang menyelimuti vena mesenterika inferior. Fossa
terjadi perputaran colon dan duodenum, tetapi fixasi di flexura hepatis tidak
Landsert masih banyak dijumpai pada bayi dan jarang pada dewasa, dan merupakan
semprna akan menyebabkan terjadinya obstruksi duodenum oleh ladd’s band.
pintu hernia paraduodenalis sinistra. Plica superior melengkung ke bawah
Perlengketan yang tidak sempurna dari coecum dan mesenterium akan
membentuk celah yang disebut fossa dudenalis superior Broeseki. Fossa ini
memungkinkan terjadinya volvulus coecum. Herniasi diseputar ligamentum Treitz
dijumpai pada 40% sampai 50% dari populasi. Plica inferior melengkung ke atas dan
akan menyebabkan terjadinya hernia interna.
membentuk celah disebut sebagai fossa duodenalis inferior dari Treitz. Fossa Treitz
dijumpai pada 70% samapai 75% dari populasi.
Fossa mesentericoparietalis pertamakali ditulis oleh Waldayer pada tahun 1874, Manifestasi klinik.
disebutkan disebelah ventral dibatasi oleh penonjolan plica peritoni akibat dari Hansman dan Morton pada tahun 1939, didalam reviewnya menemukan bahwa
adanya arteria mesenterika superior saat terletak sedikit dibawah duodenum dan hernia paraduodenalis sinistra tiga kali lebih banyak dari dextra, frekuensi pada laki-
disebelah dorsal dibatasi oleh peritoneum parietalis yang terletak disebelah kanan laki 4 kali daripada perempuan dan hernia paraduodenalis tidak dipengaruhi oleh
aorta. Fossa ini sangat harang dijumpai pada orang dewasa (Netter 1978). usia. Sedangkan isi hernia semakin tambah usia semakin besar isisnya (Watson,
Berdasarkan fikasi dan hubungan usus halus dewasa terhadap arteria mesenterica 1948). Penderita hernia ini tidak mempunyai gejala yang khas secara klinis, bila ada
superior, tampak bahwa gaster dan duodenum bagian pertama terletak di sebelah keluhan biasanya berupa tanda-tanda obstruktif partial atau total.
depan atas arteri tersebut, duodenum bagian ke II (pars ascenden) terletak disebelah Pada penderita yang mengalami strangulasi keadaan akan menjadi serius. Pendeirta
kanan dari arteri, duodenum bagian ke III (pars tranversum) terletak dibawah dari akan tampak kesakitan menetap sesuai lokasi dan akan berkurang dengan posisi
arteri dan bagain ke IV (pars ascenden) terletak disebelah kiri dari arteria mengurangi grafitasi. Tanda obstruksi akan dijumpai dan peristaltik mengalami
mesenterica superior. Pada keadan embrional diketahui bahwa pipa duodenojejunal penurunan bahkan dapat berhenti. Pada kasus yang berat septik syok enterorhargica,
terletak sesuai dnegan gaster yaitu disebelah atas dari arteria mesenterika superior. perforasi dan peritonitis dapat menyertai keadaan ini (Watson, 1948).
Bertolak dari keadaan tersebut dapat dimengerti bahwa pipa duodenojejunalis
berputar mengelilingi arteria mesenterica superior sebesar 270 der. Pada orang Beberapa hernia paraduodenalis pada prinsipnya sama dengan hernia lainnya yaitu
dewasa, ileum terminal, coecum dan colon dextra terletak disebelah kanan dari reposisi dan herniorapi secara hati-hati dan halus. Tindakan herniorapy pada
arteria mesenterika superior. Pada embryo, ileocaecal dan colon dextra terletak penderita hernia paraduodenalis dextra yaitu dengan menjahit plica peritoni
dibawah dari arteria mesenterica superior. (diventral celah fossa messentericoparietalis) dengan peritoneum parietalis
disebelah kanan dari aorta kemudian ditutup dengan graft omentum.
Tindakan tambahan yang lain tergantung dari komplikasi yang menyertainya Spontan herniasi biasanya dihasilkan oleh peningkatan tekanan intra abdomen , dan
(Watson 1948). Tindakan reseksi masif dapat menimbulkan gejala “short bowel beberapa predisposisi yang didapat adalah atropi otot yang disebabkan oleh polio,
syndrome” yang cukup menyulitkan pada perawatan pasca operasi. (Tilson 1983). kegemukan, umur tua atau penyakit keterbelakangan mental Hernia bisa
mengandung usus halus, lemak retro peritoneal, ginjal, kolon, omentum, lambung,
ovarium atau apendiks.

Hernia Lumbalis
Pasien biasanya asimtomatik tetapi bisa mengeluh nyeri pinggang bawah, kolik atau
adanya sensasi tarikan . Jika hernia mengandung usus, kadang-kadang sebuah massa
dapat diraba pada regio flank dan suara usus dapat didengar. Pada pasien gemuk
Hernia Lumbalis adalah kecacatan dinding abdominal posterolateral yang jarang massa sulit dideteksi. Strangulasi jarang terjadi sebab leher hernia umumnya lebar.
terjadi, dapat menyebabkan ileus obstruksi dan sulit untuk mendiagnosis secara Untuk mendiagnosis suatu hernia lumbal sangat ditekankan untuk menggunakan
klinis , maupun radiologis. Di daerah lumbal antara iga XII dan krista iliaka ada pemeriksaan penunjang dengan CT-scan (Computed Tomography).
dua buah trigonum masing-masing trigonum kostolumbalis superior (Grynfelt) Repair dari hernia lumbal membuat insisi secara oblik atau vertikal tepat diatas
berbentuk segitiga terbalik dan trigonium kostolumbalis inferior atau trigonum massa dari arah punggung kemudian menjahit secara aproksimasi antara muskulus
ileolumbalis (Petit) berbentuk segitiga. Frekwensi kejadian yang paling banyak oblikus eksternus dengan muskulus latissimus dorsi, dilanjutkan dengan
adalah pada trigonum kosto lumbalis inferior (2:1). menggunakan mesh dan menggunakan flap fasia gluteal (sepanjang garis dashed)
Trigonum kosto lumbalis superior (Grynfelt) dibatasi oleh, kranial: costa XII, untuk menutupi bekas defek yang masih ada.
anterior: tepi bebas muskulus oblikus internus abdominis, posterior: tepi bebas Pemilihan bahan tergantung seberapa besar ukuran defek, untuk defek yang kecil
muskulus sakrospinalis, dasarnya: aponeurosis muskulus transversus abdominis, cukup dengan menutup fasia dan otot dengan benang surgilon no 0, untuk defek
tutupnya: muskulus latissimus dorsi. Trigonum kosto lumbalis inferior (Petit) yang besar dengan menggunakan mesh ( satu atau dua lapis), graft flap atau
dibatasi oleh: kaudal: krista iliaka, anterior: tepi bebas muskulus oblikus eksternus keduanya jika diperlukan.
abdominis, posterior: tepi bebas muskulus latissimus dorsi, dasarnya: muskulus
oblikus internus abdominis, tutupnya: fascia superfisialis .
Hernia Diafragmatika

1. Hiatal Hernia
Hernia hiatus oesofagus adalah suatu keadaan defek pada diafragma yang
mengakibatkan isi dalam kavum abdomen masuk kedalam kavum thoraks, yang
pada umumnya adalah gaster.
Angka kejadian hiatus hernia di USA dan juga negara-negara barat meningkat sesuai
umur mulai dari 10% pada usia dibawah 40 tahun (th) sampai 70% pada usia diatas
70th. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan burkit et al, menerangkan
bahwa kurangnya konsumsi serat dan keadaan kronis konstipasi menjelaskan
hubungan angka kejadian hiatus hernia yang tinggi dinegara-negara barat
Ada dua bentuk keadaan hernia pada hiatus oesofagus yaitu Sliding hernia dan
Para-oesofagal hernia Manifestasi klinis yang diakibatkan karena keadaan hernia
hiatus oesofagus dapat berupa gejala ringan yang dikenal dengan bouchard’s triad
yaitu nyeri pada epigastrik, muntah dan tidak dapat dilalui pada pemasangan naso
gastic tube sampai gejala yang berat berupa sindroma distres pernafasan dan
Hernia Lumbalis biasanya didapat (acquired) 80% atau kongenital, jika didapat gangguan pencernaan
bisanya 55% kasus disertai trauma, operasi atau peradangan 25%. Perbandingan Diagnosis hernia hiatus oesofagus, dapat diketahui melalui anamnesis, pemeriksaan
antara laki-laki : perempuan (3:1) , perbandingan sisi kiri dan sisi kanan (2:1), pasien fisik terutama regio thoraks yaitu didapatkan suara usus, suara pernafasan menurun
biasanya berumur antara 50-70 tahun. sampai tidak terdengar dan suara jantung menjauh dari lesi.
Pada pemeriksaan radiologi akan didapatkan gambaran usus pada rongga thoraks Predisposisi terjadinya hiatal hernia adalah kelemahan otot-otot penyusun
dada gambaran diafragma menghilang, paru-paru kolap dan jantung terdorong diafragma, wanita lebih banyak dari laki-laki, kurang komsumsi serat dalam diet,
kontralateral , juga dapat dilakukan prosedur pemeriksaan endoskopi keadaan konstipasi lama, oesofagitis kronis yang menybabkan terjadinya
Terapi hernia hiatus oesofagus yang paling baik adalah mengembalikan pada posisi pemendekan oesofgus karena terbentuk fibrosis, kehamilan dan asites.
semula sesuai anatomi melalui jalan operasi yang dikenal dengan prosedur Belsey’s, Cara mendiagnosis hiatal hernia didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
Neissen’s atau Hill’s. terutama regio thoraks yaitu didapatkan suara usus, suara pernafasan menurun
Prognosis hernia hiatus oesofagus umumnya baik, meskipun beberapa pasien akan sampai tidak terdengar dan suara jantung menjauh dari lesi.
mengalami refluks gastro esofagal kronis dan dapat juga residif. Pemeriksaan penunjang khususnya radiologi thoraks dan abdomen 3 posisi terutama
regio thoraks yaitu didapatkan gambaran usus dan tidak didapakan diafragma.
Dikenal ada 2 bentuk hiatal hernia yaitu : Penunjang lainnya yaitu endoskopi..
1). Sliding hernia”
salah tempat secara anatomis (masuknya) oesofagogaster junction melalui hiatus Gambaran klinis hiatal hernia dapat berupa gejala ringan yang dikenal bouchard’s
oesofagus kedalam kavum thoraks” triad3, heart burn, chest pain dan sampai keadaan yang buruk yaitu sindrom distress
pernafasan dan atau obstruksi saluran cerna.
2). Para-oesofagal hernia “
oesofagogastric tetap pada tempatnya yaitu dibawah diafragma tetapi fundus dan Penatalaksanaan hernia hiatus oesofagus adalah mengembalikan keposisi semula
kurvatura mayor bergulung masuk kerongga dada melalui hiatus oesofagus sesuai anatomi melalui pembedahan, dikenal ada 3 cara :
1. Operasi Belsey’s : secara transthorakal sampai terlihat oesofagus intra
Tipe-tipe hiatal hernia adalah sebagai berikut : abdominal, kemudian diperkuat dengan cara melakukan plikasi gaster secara
Type Description keliling sebanyak 280 derajat sampai distal oesofagus.
Prognosis tindakan ini 10 –15 % akan terjadi rekuren.
H0 No Hiatal Hernia
H1 Sliding Hernia 2. Operasi Neissen’s Fundoplikasi yang dapat dilakukan secara trans abdominal
Gastrooesophagal juntion above diafragma maupun trans thorakal dimana tindakannya adalah melakukan fundoplikasi
H2 Norma position of gastrooesophageal secara keliling 360 derajat antara distal oesofagus dan fundus gaster, prognosis
Protrusion of the stomach alongside the oesophageal keberhasilannya 96%
H3 Componen Of Sliding and paraoesophageal hernias
The gastropesophageal juntion is in the chest, the Operasi Hill’s, yaitu secara trans abdominal kemudian melakukan gastropexi
stomach roll trough the hiatus in a paraoesophageal
H4 position
Large hiatal defect with components of sliding hernia and/or 2. Bochdalek
paraoesophageal hernia accopanied by another abdominal
organ ( colon, spleen, Pancreas, small Bowel ) Hernia Bochdalek adalah defek kongenital diafragma bagian posterolateral yang
menyebabkan hubungan antara kavum thoraks dengan kavum abdomen,
Secara embrional diafragma disusun oleh 3 bagian yaitu : sehingga terjadi protusi organ intra abdomen ke kavum thoraks.
1) septum transversum Foramen Bochdalek merupakan celah sepanjang 2 sampai 3 cm di posterior
2) Mesenterium dorsal diafragma setinggi kosta 10 dan 11, tepat di atas glandula adrenal. Kadang-kadang
3) membran pleuroperitoneum dari didnding tubuh. defek ini meluas dari lateral dinding dada sampai ke hiatus esophagus. Kanalis
pleuroparietalis ini secara normal tertutup oleh membran pleuroparietal pada
kehamilan minggu ke-8 sampai ke-10. Kegagalan penutupan kanalis ini dapat
Etiologi
menimbulkan terjadinya hernia Bochdalek.
1). Traumatik manifestasi klinisnya dapat akut, intermediet dan lambat sampai 2-3
Hernia Bochdalek merupakan kelainan yang jarang terjadi. McCulley adalah orang
tahun.
pertama yang mendeskripsikan kelainan ini pada tahun 1754. Bochdalek pada tahun
2). Non traumatik dapat diakibatkan karena kelemahan otot-otot hiatus oesofagus
1848 menggambarkan secara detail aspek embriologi dari hernia ini. Tipe yang
yang pada umumnya terjadi pada orang berusia pertengahan.
paling sering terjadi (80%) adalah defek posterolateral atau hernia Bochdalek.
Penyebab pasti hernia Bochdalek masih belum diketahui. Hal ini sering Pada dewasa yang asimtomatik diagnosis biasanya ditemukan pada pemeriksaan CT
dihubungkan dengan penggunaan thalidomide, quinine, nitrofenide, antiepileptik Scan atau MRI yang dilakukan untuk penyakit lain.
atau defisiensi vitamin A selama kehamilan.
Insidensi pada neonatus tercatat antara 1 : 2000 – 5000. Pada dewasa insidensi Penataksanaan
dilaporkan bervariasi antara 0.17% yang dilaporkan oleh Mullens dkk sampai Tindakan pembedahan dapat dilakukan baik melalui pendekatan abdomen maupun
setinggi 6% yang dilaporkan oleh Gale. Hal ini didapat dari penelitian retrospektif thoraks. Pendekatan abdomen mempunyai keuntungan dapat mengoreksi malrotasi
dari pemeriksaan CT Scan yang dilakukan untuk berbagai tujuan. pada saat yang bersamaan. Lebih mudah menarik organ ke bawah dari pada
Hernia Bochdalek paling banyak dijumpai pada bayi dan anak-anak. Pada dewasa mendorong organ ke dalam kavum abdomen yang sempit. Isi hernia biasanya
sangat jarang ( sekitar 10% dari semua kasus) dan sering terjadi misdiagnosis meliputi usus halus dan sebagian usus besar. Lien juga sering masuk ke kavum
dengan pleuritis atau tuberculosis paru-paru. Kadang-kadang pada anak yang lebih thoraks. Kadang-kadang lobus kiri hepar, glandula adrenal kiri atau ginjal kiri juga
besar juga sering diduga sebagai staphylococcal pneumonia. tampak Melalui incisi subcostal organ abdomen dibebaskan dari rongga thoraks,
menampakkan defek pada diafragma.
Manifestasi klinis Ahli bedah lain lebih suka melakukan incisi vertikal karena dapat menunjukkan
Biasanya pada neonatus terjadi distres pernafasan, infeksi saluran nafas rekuren, bagian ventral hernia. Tepi anterior diafragma keseluruhan tampak jelas dengan
muntah dan sianosis, karena kolapnya paru-paru yang terkena dan pergeseran menarik ke atas dinding abdomen. Memasukkan kateter karet ke dalam kavum
struktur mediastinum ke sisi kontralateral serta terganggunya venous return ke thoraks dapat membantu menurunkan tekanan negatif di sekitar organ abdomen, tapi
jantung . tidak harus dilakukan. Organ abdomen yang herniasi ditarik dengan hati-hati ke
Pada dewasa, gejala-gejala gastrointestinal lebih sering tampak, karena obstruksi dalam kavum abdomen. Kadang-kadang terjadi adhesi yang cukup berat antara tepi
sub akut, atau batuk yang persisten dan masalah saluran nafas. Kadang defek dengan fleksura lienalis kolon. Diseksi dengan hati-hati pada tepi posterior
ditemukan kasus insidental pada laparotomi atau pemeriksaan CT Scan dan MRI diafragma, yang biasanya tertutup oleh lapisan peritoneum yang berlanjut dengan
yang dilakukan untuk penyakit lain. pleura parietalis, akan membuat komponen otot posterior tidak menggulung
Sebuah review menyatakan bahwa 80-90% hernia terjadi di sisi kiri (kemungkinan sehingga bisa dijahit dengan tepi anterior. Loop usus yang inkarserasi harus
karena perlindungan dome kanan diafragma oleh hepar), lebih sering pada wanita dibebaskan dengan hati-hati. Setelah hernia berhasil direduksi, dimasukkan retractor
dan tidak mempunyai kantong. Pada 20% kasus terdapat kantong yang berasal dari pada defek untuk melihat kavum thoraks. Kantong hernia harus dicari walaupun
membran pleuroperitonealis. Ukuran defek bervariasi dari kecil dengan ukuran sering sulit karena tipis dan transparan. Biasanya tepi defek tajam dan nyata. Jika
lubang 2 – 3 cm sampai meliputi seluruh diafragma. Defek dapat meluas dari terdapat kantong, tepi defek menjadi tidak jelas dan tertarik ke arah kavum thoraks.
dinding dada bagian lateral sampai ke hiatus esophagus. Hernia Bochdalek Kantong hernia ditarik ke abdomen dan dieksisi. Celah diafragma ditutup dengan
dilaporkan berhubungan dengan hipoplasia paru-paru, sequestrasi ekstralobaris, dan jahitan terputus satu lapis dengan benang non-absorbable. Jika tepi posterior tidak
defek jantung. Derajat hipoplasia secara langsung berpengaruh pada kelangsungan ada, jahitan dapat dibuat melingkari kosta, karena muskulus interkostal tidak cukup
hidup pasien kuat sebagai penahan. Defek yang besar dapat ditutup dengan memasang Marlex
mesh atau Gortex membran atau dengan membuat flap dari peritoneum, fascia
Diagnosis posterior, dan muskulus transversalis dari dinding kiri atas abdomen. Setelah repair
Pada anak-anak berdasarkan pada pemeriksaan klinis di mana terdapat abdomen diafragma selesai, dipasang chest tube pada rongga thoraks.
yang scaphoid dan adanya suara usus di thoraks. Pada center yang maju saat ini telah Pada beberapa kasus, mediastinum bergeser terlalu cepat ke kiri, dengan
didiagnosis antenatal dengan ultrasonografi pada 40-90% kasus. Pada postnatal, overdistensi paru-paru kanan. Keadaan overekspansi ini kadang-kadang dapat
pemeriksaan sinar-X dada sederhana atau jika meragukan dengan barium meal dan menimbulkan pneumothoraks pada sisi kontralateral. Pemasangan chest tuhe pada
follow through biasanya dapat untuk diagnostik. Gambaran khas berupa sisi kontralateral disarankan karena insidensi pneumothoraks yang relatif tinggi pada
radiolusensi multipel di dalam dada karena loop usus yang terisi gas dengan sisi yang berlawanan dari hernia diafragmatika. Suction dipasang pada setiap chest
pergeseran mediastinum ke sisi kontralateral, menimbulkan pola yang kadang- tube untuk mempertahankan struktur mediastinum pada garis tengah.
kadang menyerupai malformasi adenomatoid kistik di paru-paru. Pada dewasa Penutupan dinding abdomen dapat menimbulkan masalah, karena sering kali organ
diagnosis sering salah sampai timbul kecurigaan yang kuat. abdomen tidak muat ditempatkan di dalam kavum abdomen. Charles dkk
Thomas dkk menemukan sekitar 38% pasien hernia Bochdalek dewasa terjadi merekomendasikan hanya penutupan kulit dengan penundaan penutupan otot yang
misdiagnosis, di mana sering keliru didiagnosis sebagai efusi pleura, empyema, kista dapat dilakukan pada situasi tersebut.
paru-paru dan pneumothoraks.
Pada keadaan ini dapat menimbulkan terjadinya hernia ventralis, tetapi tekanan pada
diafragma dan vena cava inferior akan berkurang. Hernia ventralis direpair 10 hari
sampai 2 minggu kemudian, setelah kavum abdomen sudah cukup meluas untuk
menampung usus.
Monitor dengan rontgen dada berulang setelah operasi perlu dilakukan. Chest tube
dapat diklem bila mediastinum telah berada pada garis tengah dan ahli anestesi
mencatat adanya peningkatan pengembangan paru. Jika ventilasi mekanis
diperlukan, tekanan inspirasi positif dapat meningkatkan resiko pneumothoraks pada
paru-paru yang overdistensi.

Prognosis keseluruhan pada hernia diafragmatika kongenital pada neonatal belum


meningkat banyak, terutama pada bayi yang sudah menunjukkan gejala dalam 24
jam pertama kehidupannya. Walaupun penggunaan tekhnik terbaru dari oksigenasi
membran ekstra korporeal, angka survival masih sekitar 50-65%. Derajat hipoplasia
paru-paru mempengaruhi keberhasilan. Pada dewasa prognosis lebih baik karena
tidak adanya hipoplasia paru-paru.

Hernia Bochdalek adalah defek kongenital diafragma bagian posterolateral yang


menyebabkan hubungan antara kavum thoraks dengan kavum abdomen. Kanalis
pleuroparietalis ini secara normal tertutup oleh membran pleuroparietal pada
kehamilan minggu ke-8 sampai ke-10. Kegagalan penutupan kanalis ini dapat
menimbulkan terjadinya hernia Bochdalek.

3. Morgagni

Hernia Bochdalek
ILLEUS
Obstruksi usus halus paling sering disebabkan adhesi post operasi (64-79%)
kemudian hernia (15-25%) dan tumor (10-15%), sisanya disebabkan oleh invaginasi
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 dan inflammatory bowel disease. Frekwensi-frekwensi ini bervariasi pada kelompok
umur yang berbeda. Obstruksi colon paling sering disebabkan karena tumor (60%),
diverticulitis (15%) dan volvulus (15%). Hampir seperempat pasien dengan tumor
colorectal dating dengan keluhan obstruksi (Coleman MG, Moran BJ, 1999).
Obstruksi usus adalah keadaan dimana terjadi hambatan baik secara total ataupun Pada saat yang lalu angka mortalitas ileus obstruksi adalah lebih dari 50%, saat ini
parsial oleh karena gangguan murni mekanik yang mengakibatkan terjadinya menurun menjadi kurang dari 10%, karena perkembangan pengetahuan tentang
kegagalan usus untuk mendorong isi usus (Lehrer J.K., 2002). terapi cairan dan elektrolit, antibiotika dan dekompresi gastrointestinal (Coleman
Ileus merupakan gangguan gerakan usus yang lebih bersifat fungsional daripada MG, Moran BJ, 1999).
mekanik. Hal ini dikarenakan kurangnya kekuatan usus untuk melakukan gerakan Pada ileus obstruksi simple terdapat akumulasi cairan, baik di lumen usus , dinding
peristaltic mendorong isi usus. Ileus dapat disebabkan oleh anestesi, gangguan usus maupun pada kavum peritoneum sebagai transudat. Jika tidak ada penggantian
nervus pada usus, intestinal iskemik, infeksi usus, gangguan elektrolit atau penyakit cairan, hemokonsentrasi yang progresif, hipovolemi, insufisiensi renal, syok dan
metabolik. Akibat dari ileus ini distensi abdomen yang bersisi gas dan cairan. Proses kematian dapat terjadi. Terjadi juga akumulasi gas di gastrointestinal (Jong WD,
dari kejadian ini mirip dengan obstruksi mekanik Syamsuhidajat R, 1998).
Levine BA, Aust JB (1995) mendifinisikan obstruksi usus sebagai sumbatan bagi Obstruksi ini juga akan meningkatkan peristaltik dalam usahanya untuk mendorong
jalan distal isi usus. Mungkin ada dasar mekanik, tempat sumbatan fisik terletak penyebab obstruksi. Peristaltik ini bersifat traumatik kepada sistem usus, karena
melewati usus atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus yang didefinisikan sebagai jenis akan menambah udem usus (Jong WD, Syamsuhidajat R, 1998).
obstruksi apapun, tetapi istilah ini umumnya telah berarti ketakmampuan isi usus
menuju ke distal sekunder terhadap kelainan sementara motilitas. 2. “Closed loop” Obstruksi
Ileus obstruksi terjadi karena terdapat gangguan transit isi usus dari oral ke anal “Close loop” obstruksi, dimana bagian usus aferen dan eferen usus tersumbat
yang disebabkan sumbatan anatomi. Sumbatan ini dapat dikelompokkan menjadi adalah situasi klinis yang sangat berbahaya, karena cepat menjadikannnya
(Birbaun EH, Fleshman JW, Kodner IJ, 1994): strangulata. Apabila sumbatan colon dengan valvula ileocecal kompeten, maka
a. Faktor dalam lumen close loop yang terjadi akan mengakibatkan perforasi caecum berdasarkan hukum
 Meconium Laplace (Zinner MJ, McFadden DW, 1994).
 Intusepsi
 gall stones 3. Obstruksi strangulata
 impactions, contoh : cacing
Gejala dan tanda klinis ileus obstruksi, dikenal dengan empat gejala atau tanda
b. Faktor dinding usus cardinal, yaitu (Kodner IJ, Birnbaun EH, Fleshman JW, 1994) :
 congenital, misal : atresia, stenosis, imperforated anus 1. Nyeri abdomen yang bersifat cramping. Sifat cramping ini disebabkan periode
 trauma hiperperistaltik usus dalam usahanya untuk menghilangkan sumbatan. Sifatnya
 inflamasi, misal : regional enteritis, chronic laceratif colitis difus dan tak terlokalisisr.
 tumor dinding usus 2. Muntah. Biasanya muncul pada fase-fase awal obstruksi. Waktu muncul muntah
bervariasi, tergantung pada letak obstruksi. Pada obstruksi bagian atas, muntah
c. Faktor ekstra lumen biasanya muncul lebih awal. Bahkan pada obstruksi colon bila valvula ileocecal
 Adesi kompeten muntah bisa muncul terlambat. Isi muntah dapat bilous pada letak
 hernia tinggi dan feses pada obstruksi letak rendah.
3. Obstipasi. Obstipasi adalah merupakan karakteristik obstruksi. Akan tetapi
Obstruksi mekanik memiliki beberapa type (Moses S, 2003) : pasien dapat secara spontan flatus maupun defekasi segera setelah obtruksi
1. Obstruksi mekanik simple karena masih adanya feses dan gas pada segmen usus sebelah distal obstruksi.
Obstruksi simple merujuk kepada ileus obstruksi dengan suplai darah yang 4. Distensi abdomen. Distensi abdomen adalah penemuan klinis terakhir pada ileus
intak. Jika pembuluh darah mesenterik tersumbat, terjadilah ileus strangulata onbstruksi. Dapat pula tidak terdapat tanda distensi ini, yaitu pada obstruksi usus
Sering terdapat pembagian ileus obstruksi letak tinggi dengan letak rendah level atas jika terjadi muntah dan mendekompresi sistem usus bagian proksimal
ataupun obstruksi usus halus dengan obstruksi colon sumbatan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan tanda-tanda dehidrasi dari ringan sampai
berat. Hematokrit yang meningkat, peningkatan ureum dan kretinin yang dapat pula
peningkatan leukosit (> 10.000) (Morris JA, Sawyers JL, 1995).
Pemerikasaan radiologis merupakan pemerikasaan penunjang yang sangat penting
dan harus dikerjakan segera. Foto abdomen supine dan LLD biasanya yag paling
sering dikerjakan. Pada obstruksi usus, secara radiologis akan terlihat air fluid level
dan fenomena cascade (Levine BA, Aust JB, 1995).

Prinsip terapi ileus obstruksi adalah terap elektrolit dan terapi cairan, dekompresi
sistem usus dan intervensi bedah. Prosedur bedah pada ileus obstruksi dapat dibagi
menjadi lima katagori, tergantung pada temuan intraoperatif, yaitu (Townsend CM,
Thompson JL, 1994):
1. Prosedur tanpa membuka sistem usus, contoh : adhesiolisis
2. Enterotomy untuk membuang benda yang menyebabakan obstruksi
3. Reseksi anastomose
4. Bypass, biasanya pada keganasan
5. Pembuatan stoma, missal : ileostoma atau colostomy

Indikasi operasi (Coleman MG, Moran BJ, 1999) : Obstruction due to hernia Obstruction due to Obstruction due to volvulus
mesenteric occlusion
 Absolut
1. Peritonitis umum
2. Peritonitis lokal
3. Perforasi visceral
4. Hernia irreponibilis
 Relatif
1. Teraba massa
2. “Virgin” abdomen
3. Kegagalan perbaikan secara konservatif
 Dicoba untuk konservatif
1. Obstruksi parsial
2. Riwayat operasi sebelumnya
3. Keganasan stadium terminal
4. Keraguan diagnosis dengan kemungkinan ileus

Sedangkan Moses (2003) menyatakan perlu dilakukan intervensi bedah jika :


1. Terapi dengan NGT ternyata tidak adekwat
2. Gejala yang menetap setelah 48 jam perawatan konservatif

Obstruction due to Obstruction due to


Obstruction due to tumor adhesions
intussusception
LIMPHA
Limpa adalah organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui
darah dan tubuh belum atau sedikit memiliki anti bodi. Kemampuan ini akibat
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 adanya mikrosirkulasi yang unik pada limpa. Sirkulasi ini memungkinkan aliran
yang lambat sehingga limpa punya waktu untuk memfagosit bakteri, sekalipun
opsonisasinya buruk. Antigen partikulat dibersihkan dengan cara yang mirip oleh
efek filter ini Dan antigen ini merangsang respon anti bodi lg M di centrum
Anatomi germinale. Sel darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati
Limpa berasal dari diferensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium dorsal. Berat limpa.
rata-rata pada manusia dewasa berkisar 75-100 gram, biasanya sedikit mengecil Limpa dapat secara selektif membersihkan bagian-bagian sel darah merah : dapat
setelah berumur 60 th , ukuran dan bentuk bervariasi : panjang ± 7cm . Limpa membersihkan sisa sel darah merah normal, Howell-Jolly dan sel siderosit
terletak di kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada permukaan bawah diafragma, Pappenheimer. Sel darah merah tua akan kehilangan aktifitas enzimnya dan limpa
terlindung oleh iga ke 9, 10, dan 11. Limpa terpancang ditempatnya oleh lipatan mengenali kondisi ini akan menangkap dan menghancurkannya. Pada asplenia kadar
peritoneum yang diperkuat oleh beberapa ligamentum suspensorium yaitu tufsin dan ada dibawah normal. Tufsin adalah sebuah tetra peptida yang melingkupi
1. Ligamentum splenophrenika dipasterior (mudah dipisahlan secara tumpul ). sel – sel darah putih dan merangsang fagossitosis dari bakteri dan sel-sel darah tua.
2. Ligamnetum gastrosplenika  berisis vasa gastrika brevis Properdin adalah komponen penting dari jalur alternatif aktivasi komplemen, bila
3. Ligamentum splenokolika terdiri dari bagian lateral omentum majus kadarnya dibawah normal akan mengganggu proses opsonisasi bakteri yang
4. Ligamentum splenorenal. berkapsul seperti meningokokkus, dan pneumokokkus ( Trunkey, 1990 ).
Hipersplenisme adalah filtrasi berlebihan terhadap unsur sel darah oleh limpha.
Limpa merupakan organ paling vaskuler. Vaskularisasinya meliputi arterilienalis,
variasi cabang pankreas dan beberapa cabang dari gaster (vasa Brevis). Arteri Ruptur Lien
lienalis merupakan cabang terbesar dari trunkus celiakus. Biasanya menjadi 5-6 Pecahnya lien bisa terjadi akibat trauma tajam, trauma tumpul, trauma iatrogenik
cabang pada hilus sebelum memasuki lien. Pada 85 % kasus, arterilienalis bercabang maupun spontan. Pad ruptur sponta bisa akibat :
menjadi 2 yaitu ke pole superior dan inferior sebelum memasuki hilus. Sehingga 1. Penyakit infeksi  Malaria, mononukleasis infeksiosa
hemi splenektomi bisa dilakukan pada keadaan tersebut (Danne, 1999). 2. Penyakit hemaotologik  jinak, ganas
Vena lienalis bergabung dengan vena mesenterika superior membentuk vena porta. 3. Bendungan  hipertensi portal
Limpa asesoria ditemukan pada 30 % kasus. Paling sering terletak di hilus limpa,
sekitar artei lienalis,ligamentum splenokolika, ligamentum gastrosplenika,
ligamentum splenorenal, dan omentum majus. Bahkan mungkin ditemukan pada Patologi
pelvis wanita, pada regio presakral atau berdekatan dengan ovarium kiri dan pada Kelainan patologi dikelompokkan menjadi :
scrotum sejajar dengan testis kiri (Schwartz, 1997) Dibedakan menjadi 2 tipe : I. Cedera kapsul
1. Berupa konstriksi bagian organ yang dibatasi jaringan fibrosa. II. Kerusakan parenkim  fragmentasi, pole bawah hampir lepas
2. Berupa massa terpisah. III. Kerusakan hillus  splenektomi parsial
IV. Avulsi Limpha  splenektomi total
V. Hematoma subkapsuler
Patofisiologi Tanda 2 ruptur lien gejala yang timbul biasanya :
Fungsi limpa dibagi menjadi 5 kategori (Trunkey, 1990) : - Syok hipovolemi dengan atau tanpa takikardi dan penurunan tekanan darah.
1. Filter sel darah merah - Nyeri perut kiri atas atau punggung kiri
2. Produksi opsonin-tufsin dan properdin - Nyeri pada puncak bahu disebut tanda KEHR
3. Produksi Imunoglobulin lg M Nyeri alih melalui n.frenikus ke puncak bahu jika rangsangan pada permukaan
4. Produksi hematopoesis in utero bawah peritoneum diafragma
5. Regulasi T dan B limfosit - Laboratorium  leukositosis

Pada janin usia 5-8 bulan limpha berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah
merah dan putih, dan tidak berfungsi pada saat dewasa.
Penatalaksanaan Trauma mayor yang berakibat terlepasnya kapsul limpa, khas ditemukan pada
pasien dengan perdarahan yang lambat. Pada pasien ini sering kali ada
Splenorapy hematom subkapsuler yang besar. Anyaman mesh polygkycolic acid sangat
Bertujuan untuk mempertahankan limpa yang fungsional dengan menjahit menolong dalam mengamankan hemostasis pada kasus ini (Irving , 1996)
limpa yang mengalami laserasi, tetapi jika perdarahan telah berhenti sebaiknya
tidak dilakukan lagi karena dapat memicu terjadinya perdarahan ulang.
Penjahitan dengan benang poliglycolic acid 0, dilanjutkan dengan ligasi arteri
Ligasi Arteri Lienalis
Masih merupakan suatu kontroversi pada penanganan trauma limpa. Ada satu
yang mengarah ke pole tersebut. Jika perdarahan aktif tetap berlangsung, total
laporan yang mendukung teknik ini, Namun pengalaman di San Francisco
atau parsial splenektomy (Irving, 1996).
General Hospital tidak mendukung prosedur ini sejak 2 kasus ligasi arteri
lienalis menimbulkan nekrosis limpa ( Trunkey, 1990 ).
Splenektomy
 Parsial Autotransplantasi Limpa
Jika fragmen limpa terputus total atau parsial, biasanya di pole atas atau
Autotransplantasi masih merupakan kontroversi pada penanganan trauma limpa.
bawah dapat dilakukan tindakan yang lain. Arteri lienalis utama biasanya
Sebaiknya autoransplantasi dilakukan, karena ada beberapa bukti fungsi
bercabang sebelum menembus limpa. Cabang-cabang ini adalah end arteri
sebagian limpa dapat kembali yaitu sebagai penyaring sel darah merah.
yang memungkinkan untuk dilakukannya tindakan parsial splenektomy.
Produksi opsonin kemungkinan sedikit sekali atau bahkan tidak ada lagi, tetapi
hal ini masih diperdebatkan.
 Total Terdapat juga bukti bahwa penanaman jaringan limpa secara luas pada
Indikasi mutlak : peritoneum atau SPLENOSIS tidak melindungi pasien dari overwhelming
- Tumor primer infeksi Splenosis dapat terjadi diseluruh abdomen dan paling sering ditemukan
- Kkelainan hematologik dengan hipersplenisme jelas yang tak dapat secara kebetulan saat laparatomy oleh sebab lain. Splenosis berbeda dengan
diatasi dengan pengobatan lain (anemia hemolitik kongenital) limpa asesoria secara histologis yakni kehilangan elastisitas dan serabut otot
polos pada kapsulnya. Beberapa fakta menyatakan bahwa limpa hasil implan
Indikasi Relatif : tidak dapat terjadi bila tidak tersedia massa jaringan yang baik dan adanya
- Kelainan hematologik tanpa hipersplenisme jelas, tetapi splenektomy vaskularisasi yang sangat berbeda dari sirkulasi limpa yang normal (Schwartz,
dapat memulihkan kelainan hematologik 1997).
- Ruptur limpa Reimplantasi merupakan aurotransplantasi jaringan limpa yang dilakukan
- Hipersplenisme pada sirosis hati dengan varises esofagus setelah splenektomy. Caranya ialah dengan membungkus irisan parenkim
- Splenomegali yang mengganggu karena besarnya limpa limpa dengan slices 1-mm (Boone and Peitzman, 1998) diameter ± 0,5 cm
- Sewaktu operasi radikal onkologik di perut bagian atas (lambung, (Schwartz, 1997) dengan omentum atau menanamnya di pinggang belakang
pankreas) peritoneum (Karnadiharja, 1997). Viabilitas dari hasil implantasi ditunjukkan
dengan kembalinya tuftsin, opsonin komplemen, dan lg M ke level normal
Metode : (Schwartz, 1997), radionuclide scan 3-4 bulan post operasi untuk melihat
1. Limpa dibebaskan dari Ligamentum splenorenal dan gastrosplenika fungsi, ukuran , dan lokasinya ( Skandalakis, 1995) Fakta menunjukkan bahwa
2. Pedikel dipegang oleh asisten dan ditekan, lalu kauda pankreas dipisahkan autotransplantasi jaringan limpa pada omemtum pada akhirnya fungsi limpa
secara tumpul dari hilus dan pembuluh darah dapat diperlihatkan. secara imunologis akan baik. Sebuah tinjauan tentang masalah ini
3. Diseksi dekat kekapsul akan menampilkan arteri kutub yang sesuai manyimpulkan bahwa studi pada manusia dan binatang yang dilakukan
4. Kemudian arteri ini diligasi ganda. autotransplantasi limpa relatif aman dan mudah dilakukan yang memulihkan
5. Wedge reseksi dilakukan dengan cutting diathermy. Jahitan matras kelevel dasar beberapa parameter hematologi dan imunologi. Beberapa aspek
dengan benang absorbel seperti polikglaktin 0, dipakai untuk mengontrol dari fungsi reticuloendotelial juga membaik. Studi radiosotop menunjukan pada
rembesan dari tipe yang terbuka (Irving, 1996). banyak pasien autotransplantasi pada omentum majus menghasilkan jaringan
yang tumbuh secara bermakna.
Spleny Wrapping Procedure
PERAWATAN PASCA SPLENEKTOMY Komplikasi splenektomy (Trunkey, 1990) :
Banyak pasien yang tidak mengalami komplikasi post splenektomy. Pada umumnya 1. Perdarahan intra peritoneal persisten
jumlah trombosit meningkat sangat tajam sampai 2 juta per mm3 dan tidak 2. Pankreatitis post operasi
diperlukan terapi khusus selain hidrasi yang cukup. Jika diperlukan dapat diberikan 3. Devaskularisasi lambung
obat pencegah agregasi platelet seperti asam salisilat, dipridamol, dekstran atau jika - Fistula gaster
pasien resiko tinggi dipakai heparin (trunkey, 1990; Schwartz, 1997). Penulis lain - Abses subfrenik
mengatakan bahwa jika jumlah trombosit lebih dari 1 juta mm3 sebaiknya deberikan - Peritonitis
aspirin dosis rendah atau heparin (Danne, 1999; Irving, 1996). Pasien yang
mengalami efusi dan kolapnya lobus bawah paru kiri biasanya memberikan respon 4. Komplikasi tromboemboli
yang baik dengan fisioterapi. - Trombosis vena suprarenalis
Peningkatan insidensi sepsis umumnya disebabkan oleh H influenza, pnemokokkus, - Trombosis vena dalam (dvt)
meningikokkus, Stapilokokkus dan H influenza pada anak perlu diberikan - Emboli paru
antibiotika propilaksi melawan H influenza sampai dewasa (Schwartz, 1997).
Amoksilin 250 mg perhari atau penoksimetilpenisilin 250 mg 2 kali sehari dapat 5. Infeksi
diberikan, walaupun belum ada kesepakatan apakah obat ini akan diberikan selama - Akut post operasi
hidup atau 5 tahun saja. Waktu pemberian vaksinasi masih kontroversi. Beberapa - Bahaya yang timbul belakangan
penulis merekomendasikan anatara 3 sampai 4 minggu pasca operasi. Dan setelah 5
tahun dilakukan vaksinasi ulang pnemovax (Boone and Peitzman, 1998). Penulis lain menganjurkan untuk melakukan autotransplantasi oleh karena beberapa
alasan yaitu aman. Mudah dilakukan, fungsi retikuloendotelial dan fungsi
imunologis kembali baik. Ada beberapa kekurangan yaitu produksi opsonin
KOMPLIKASI SPLENEKTOMY kemungkinan kecil sekali tau bahkan tidak ada dan tidak dapat secara adekuat
- Perdarahan awal post operasi harus dimonitor secara teliti, terutama pasien menyaring bakteri berkapsul. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada pasien post
dengan trombositopenia atau kelainan mieloproliperasi. Perdarahan umumnya splenektomy dengan pertumbuhan limpa hasil autotransplantasi dibandingkan
berasal dari vasa gastrika brevis atau kauda pankreas. Jika pada 24 jam pertama dengan tanpa autotransplantasi.
ada manifestasi perdarahan lebih dari 1 atau 2 unit maka ada indikasi untuk Beberapa faktor yang menyebabkan hal ini yaitu (Timens W;Leemans R) :
operai ulang untuk mengontrol sumber perdarahan dan evakuasi hematom untuk 1. Total jumlah darah yang disaring sedikit.
mencegah timbulnya abses subfrenik (Trunkey, 1990). 2. Mikroanatomi limpa hasil autotransplantasi kemungkinan tidak sesuai untuk
- Atelektase lobus inferior kiri aliran darah yang pelan sebagaimana pada limpa yang normal yang merupakan
- Trombosis vena dalam (dvt). faktor penting untuk kontak yang lama antara antigen, phagosit, dan imun
- Emboli paru. respon.
Trombosis vena splenika dengan perluasan ke vena porta dan vena mesenterika 3. Untuk memeriksa fungsi Imun limpa hasil autotransplantasi ada 2 hal yang
superior jarang terjadi. Umumnya pada pasien dengan kelainan mieproliperasi dievauasi :
atau sepsis yang mengakibatkan abses intra abdomen (Scwartz, 1997). (a) kapasitas phagositosis : tidaj ada teropsiniasi secara buruk.
- Trauma pada pankreas akibat truma murni atau akibat tindakan splenektomy (b) kapasitas imun respon humoral dengan perhatian khusus antigen T1-2
dapat menimbulkan pankreatitis post operasi. polisakarida.
- Devaskularisasi kurvatura mayor akibat pemotongan vasa gastroepiploika dapat Dengan adanya kedua bahan ini pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya terdapat
terjadi kebocoran atau fistula. Komplikasi ini timbul 3 sampai 4 hari post fungsi limpa hasil autotransplantasi menjadi tidak bermakna dalam mengevaluasi
operasi. Komplikasi lain yaitu infeksi, baik akut yang timbul setelah operasi atau kemampuan menjalankan fungsi imun yang sebenarnya.
injeksi lanjut.
Pemberaian amoksilin atau penoksimetil penisilin sebagai antibiotik profilaksi
Splenektomy mengakibatkan berbagai defel imunologi termasuk respon anibodi diberikan 5 tahun atau seumur hidup belum ada kesepakatan. Ketuaan dan penyakit
yang buruk terhadap imunisasi, defisiensi tuftsin dan penurunan level serum lg M, mempengaruhi resiko post splenektomy. Resiko ini paling besar pada bayi dan
Properdin, Opsonin. Walaupun studi pada hewan menunukan bahwa 25 % dari menurun perlahan seiring dengan pertumbuhan dari masa anak ke masa dewasa.
jaringan limpa sudah cukup untuk berfungsi sebagai pertahanan melawan bakteri Namun resiko ini tidak pernah hilang.
Diperkirakan 80 % kasus OPSI terjadi di dalam periode 2 tahun pertama post
splenektomy (Ein, 1993). Karena banyak kematian pada sepsis post
splenektomysebenarnya dapat dicegah, Sehingga bila ada demam harus segera
dikenali dan ditangani dengan tepat. Orang tua yang memiliki anak tanpa limpa
harus diajarkan untuk segera mencari pertolongan medis bila ada demam sehingga
dapat dievaluasi secara tepat dan dapat diberikan perlindungan antibiotik yang tepat
secepat mungkin.
PANKREAS
Ductus pancreatikus mayor bergabung dengan CBD dan bermuara di ampula vateri,
dimana terdapat sphincter Odii, yang dikontrol oleh neural dan hormonal untuk
-------------------------------------------------- RD-Collection 2002 ----------------------------------------------- mengatur sekresi cairan pancreas dan empedu ke dalam dupdenum. Sphincter odii
- juga berguna untuk mencegah refluk cairan empedu ke dalam duktus
pancreatikus
Ductus pancreatikus minor biasanya menerima aliran dari bagian superior caput
pancreas dan bermuara di duodenum bagian kedua melalui papilla minor, letaknya 2
Anatomi cm proximal dari ampula Vateri. , merupakan duktus pankreatikus utama, berjalan
Pancreas terletak di belakang peritoneum setinggi vertebra lumbal ke dua. Beratnya dari kauda samai ke korpus terletak 1/3 margo superior pankreas. Saluran pankreas
sekitar 75 sampai 100 gram dan panjangnya sekitat 15-20 cm.. Pankreas terletak di berdiameter 5-6 mm.
belakang lambung di retroperitoneal, terdiri dari Vaskularisasi berasal dari a.gastroduodenalis dan a.mesenterika superior, disarafi
Caput oleh n.splanknikus mayor dan minor melalui pleksus dan ganglion seliakus.
Caput pancreas terletak berdekatan dengan lengkungan duodenum dan berada
di sebelah kanan vasa mesenterica superior. Sisi depan caput pancreas disilang
oleh mesocolon transversum dan berdekatan dengan vena cava, vena renalis
dan arteri renalis dextra. Processus uncinatus, yang merupakan bagian dari
caput, terletak melingkar ke arah posterior vassa mesenterika superior. CBD
terletak di sebelah posterior caput dan bergabung dengan ductus pancreaticus
mayor di ampulla vateri.

Collum
Collum pancreas terletak di atas vasa mesenterika superior. Collum pancreas
dapat dibedakan dengan caput melalui tonjolan yang berisi vasa mesenterika
superior.

Corpus
Sisi anterior corpus pancreas ditutupi oleh peritoneum. Mesocolon transversum
melekat pada tepi inferior. Corpus pancreas terletak di sebelah posterior
dinding gaster dan di atas aorta pada percabangan arteri mesenterica superior.

Cauda. Arteri dan vena mesenterika supperior terletak di belakang colum pankreas.
Cauda pancreas merupakan bagian kecil dari pancreas dan terletak di sebelah Pankreas meruppakan organ eksorin terdiri dari kelenjar asiner dan endokrin terdiri
anterior ginjal kiri. Cauda pancreas terletak berdekatan dengan lien, flexura dari pulau Langerhans.
colon sinistra dan ligamentum reno-lienalis sehingga bagian ini seringkali Arteri celiaca dan arteri mesenterica superior mengalirkan darah ke pancreas
cedera saat dilakukan splenektomi. melalui cabang-cabang utamanya. Caput pancreas mendapat suplai dari cabang-
cabang arteri gastrodudenal dan arteri mesenterica superior. Percabangan tersebut
Sebagai organ eksokrin ia mengalirkan enzim pencernaan ke duodenum pars juga menyuplai duodenum part III, sehingga bila diperlukan tindakan reseksi, maka
descendens melalui 2 saluran : kedua bagian tersebut harus terangkat. Corpus dan cauda mendapat vaskularisasi
dari splenic arteri, yang merupakan cabang dari trunkus celiacus.
 Duktus pankreatikus mayor (Wirsungi)
Terdapat 3 cabang utama, yaitu :
 Duktus pankreatikus minor (Santorini)
1) arteri pancreaticus dorsalis, yang terletak dekat trunkus celiacus
Ductus pancreaticus mayor, atau ductus wirsungi, berjalan sepanjang pancreas dan 2) arteri pancreaticus, memberikan vaskularisasi untuk corpus pancreas
bergabung dengan Common Bile Duct (CBD) untuk kemudian bermuara di 3) arteri pancreaticus caudalis, yang memberikan suplai ke cauda pancreas.
duodenum. Diameter duktus pancreatikus sekitar 2 sampai 3,5 mm dan berisi 20 -------------- Ketiga cabang utama tersebut mengadakan kolateralisasi dengan
cabang dari cauda, corpus dan processus uncinatus. arteri pancreatucoduodenal inferior.
Aliran vena pancreas dan duodenum mengikuti aliran darah arteri. Vena biasanya Sekresi exocrine dan endokrine pancreas diatur oleh saraf simpatis dari nervus
terletak lebih superfisial dan semuanya bermuara ke vena porta. Karena vena-vena sphlanchnicus, saraf parasimpatis dari nervus vagus dan peptidergic neuron,
caput pancreas dialirkan ke vena mesenterika superior dan vena porta, pada tindakan yang mensekresi amine dan peptide.
diseksi pada pancreaticoduodenectomi lebih aman jika dilakukan diseksi neck Serabut parasimpatis merangsang sekresi eksokrin dan endokrin, sedangkan serabut
penkreas disebelah anterior dari vena porta. simpatis efek dominannya adalah inhibisi. Peptidergic neuron mensekresi hormon
seperti : somatostatin, vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitonin gene-related
peptide (CGRP) dan galanin. Pancreas mempeunyai banyak serabut saraf sensorik
yang berperanan pada timbulnya nyeri intrinsik pada kasus pancreatitis kronis dan
tumor pancreas.

Fisiologi Pancreas
 Fungsi Exocrine
Sekresi pancretic juice berkisar 500 – 800 mL/hari, berupa cairan alkaline yang
mengandung enzym-enzym pencernaan, yaitu :
(1) Amilase, yang berfungsi hidrolisis karbohidrat dan glikogen menjadi glukosa,
maltosa, maltotriose, dan dextrins,
(2) Lipase, yang berfungsi menghidrolisis asam lemak,
(3) Trypsin dan chymotrypsin yang berfungsi untuk memecah protein dalam daging,
(4) Beberapa nukleus, misalnya deoxyribonuclease dan ribonuclease, yang berfungsi
Aliran lymphe di pancreas sangat banyak dan tersebar rata di seluruh bagian memecah DNA dan RNA. Sebagian besar enzym-enzym tersebut dibuat dan
pancreas, dan hal ini yang bertanggungjawab terhadap tingginya angka metastase disimpan di pancreas dalam bentuk yang inaktif, dan akan menjadi aktif setelah
pada carsinoma pancreas. Aliran lymphe di caput pancreas bermuara di celiaca disekresikan oleh duodenum dengan bantuan enzym enterokinase.
dan lnn mesenterika superior dan merupakan aliran lymphe utama. Pembuluh
limfe anterior bermuara di kelenjar getah bening (KGB) peripyloric, dan pembuluh Pancreatic juice juga mengandung sejumlah garam-garam inorganik, termasuk
limfe dari corpus dan cauda bermuara di KGB pancreatosplenic sepanjang vena sodium (140mmol/l), potassium (10 mmol/l), chloride (20 mmol/l) dan bicarbonate
splenica. Tidak adanya “peritoneal barrier” pada permukaan posterior pancreas (110 mmol/l) dan air sejumlah 1500 – 3000 ml/hari. Cholecystokinin adalah mayor
menyebabkan terdapat hubungan langsung antara pembuluh limfe intra pancreatic stimulant dari sekresi pancreatic exocrine, tetapi sejumlah zat-zat neurocrine juga
dan jaringan retroperitoneal. Kondisi anatomi ini memungkinkan terjadinya berperan, termasuk acethylcholine, vasoactive intestinal polypeptide, gastrin-
rekurensi yang tinggi setelah reseksi kanker pankreas. releasing peptide dan P substance. Inhibitor utama sekresi pancreatic exocrine
adalah somatostatin.
 Fungsi Endocrine Akibat langsung cedera pankreas menimbulkan :
Sekresi hormon pankreas dihasilkan oleh sel-sel pulau Langerhans. Setiap pulau  Perdarahan
berdiameter 75 – 150 mikron yang terdiri dari sel beta (75%), sel alfa (20%), sel Perdarahan ini penting karena a.mesenterika superior yang memvaskularisasi
delta (5%) dan beberapa sel C. Sel alfa menghasilkan glukagon dan sel beta usus berjalan di collum pankreas, sehingga akan menimbulkan cedera arteri
merupakan sumber insulin, sedangkan sel delta menghasilkan somatostatin, tersebut akibat seluruh segmen usus akan iskhemi dan mati.
gastrin, dan polipeptida pankreas.
Glukagon juga dihasilkan oleh mukosa usus, menyebabkan terjadinya glikogenesis  Peritonitis
dalam hepar dan mengeluarkan glukosa ke dalam aliran darah. Fungsi insulin Cedera pankreas menimbulkan enzim pankreas yang bersifat proteolitik akan
terutama untuk transfer glukosa dan gula lainnya melalui membran sel ke jaringan, lepas dan mengenai peritoneum (peritonitis)
terutama sel-sel otot, fibroblast dan jaringan lemak. Bila cadangan glukosa tidak
ada, maka lemak akan digunakan untuk metabolisme sehingga akan timbul ketosis  Mengganggu fungsi organ eksokrin dan endokrin
dan asidosis. Rangsangan utama pengeluaran insulin dipengaruhi oleh kadar gula
darah. Semua jenis zat gizi seperti glukosa, asam amino, dan asam lemak Diagnosis  Ditegakkan secara pasti pada saat durante operasi
merangsang pengeluaran insulin dalam derajt yang berbeda-beda.  Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
Patologi  Laboratorium  analisa serum dan urin, amilase lipase
 CT Scan
Meskipun sel epitel ductus (epithelial ductal cell) hanya 5% dari seluruh massa
 DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage)
pancreas, tetapi sel-sel tersebut merupakan sel asal dari hampir semua tumor
Cara : Masukkan cairan RL 10 cc/kgBB ke dalam cavum peritonii sampai
pancreas. Ciri khas secara mikroskopis tumor duktus pancreas adalah adanya sel
habis. Selanjutnya cairan dialirkan ke dalam kantong dan dilakukan
kelenjar kecil dan besar yang berbeentuk cuboid atau collumnar dan mensekresi
penilaian secara :
cairan mucin. Kelenjar melekat pada jafingan fibrous, sehingga tumor teraba
 Kualitatif :
keras.Derajat difernsiasi dari ductal carsinoma bervariasi. Poor differentiated tumor
menunjukkan gambaran sel kelenjar yang lebih sedikit dan lebih banyak sel epitel  Darah
yang mengalami anaplasia. Hampir semua penderita tumor pancreas juga menderita  Sisa makanan  cedera usus
pancreatitis kronis dan dilatasi duktus, atrofi dan fibrosis parenkim asinus, dan  Keruh seperti busa  cedera pankreas
derajat infiltrasi kelenjar getah bening yang bervariasi. Beberapa pasien juga Akibat enzim mencerna lemak menghasilkan asam lemak  reaksi
menderita pancreatitis akut, dimana pada pemeriksaan histologi ditemukan infiltrasi penyabunan jika bercampur dengan calsium
sel PMN.
 Kuantitatif  Eritrosit > 10.000, lekosit > 500  gangguan intra abdominal
Kelainan pada Pankreas :
1. Trauma Penanganan trauma
 Konservatif
Dapat berupa trauma tumpul, tajam, tembak atau iatrogenik.
 Observasi
Klasifikasi kerusakan pankreas 4 Derajat :
 Operatif :
I. Kontusio ringan , hanya oedem
 Drainage ekternal
II. Robekan pankreas, duktus ankreatikus besar normal
 Drainage internal  Cara Roux-en-Y atau Mouth Fish tehnik.
III. Cedera duktus pankreatikus besar
 Reseksi
IV. Cedera pankreas dan duodenum
 Bila bagian kerusakan pada :
Pada derajat I enzim pankreas keluar sebagian, sedang derajat II ke atas enzim  Cauda  pankreatektomi distal sekalian splenektomi
pankreas lepas  peritonitis.  Corpus  Pankreatikojejunostomi / Roux en Y
 Caput  Pankreatikodudenektomi / Whipple operasi
Komplikasi Pemeriksaan setelah 48 jam
 Infeksi, Fibrosis 1. Hematokrit turun > 10% 1
 Fistula 2. Ureum darah > 5 mg/dl 1
 Pseudokista 3. Kalsium < 8 mg/dl 1
Bentuk pertahanan tubuh membatasi penyebaran enzim. Akibat 4. Saturasi O2 turun 1
terlukanya duktus besar dimana sekresi pankreas tetap berlangsung, 5. Defisit basa > 4 meq/l 1
tekanan tidak mampu membuka spincter oddi, sehingga cairan terkumpul 6. Sequestrasi cairan > 61 1
disekitar pankreas  pseudokista Bila terdapat 3 kriteria angka kematian 5%, bila 5 kriteria atau lebih 50%

2. Radang / Pankreatitis Terapi :


Biasanya konservatif dengan :
Pankreatitis tidak disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus , tetapi akibat
 Puasa , Infus, NGT
autodigesti oleh enzim pankreas. Sumbatan saluran pankreas yang
 Antibiotika
menyebabkan refluks diduga kuat sebagai penyebab.
 Pemantauan : cairan elektrolit, hipokalsemia
Faktor pemicu :
 Laparotomi : drainage, debridement
 Alkoholisme
 Alkohol menghambat pembentukan alpha2 antitripsin, merupakan
pelindung enzim pankreas. Selain untuk merusak sel2 pankreas. 3. Batu Pankreas
 Post trauma Dapat menimbulkan ikterus obstruksi, dan gambaran radiologi biasanya
 Batu empedu / kolelithiasis radioopak. Tindakan operatif dengan drainage internal, reseksi atau jalan pintas
Pankreatikojejunostomi Side to Side (Mouth Fish teknik) dengan cara
Secara Patologi pankreatitis dibagi 4 : membuka saluran pamkreas dan dilekatkan pada jejenum
1. Udematosa
2. Infiltratif 4. Pseudokista
3. Hemorrhagika Pseudokista pankreas adalah pengumpulan cairan pancreas yang dibatasi
4. Nekrotikans jaringan fibrous dan jaringan granulasi dari jaringan retriperitoneum,
peritoneum, atau lapisan serosa organ visera. Cairan pankreas ini berisi enzim-
Klinis : enzim yang dihasilkan oleh jaringan pankreas, darah, atau jaringan pankreas
 Rasa nyeri di daerah pertengahan epigastrrium timbul tiba-tiba yang sudah mati. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh pankreatitis dan trauma
 Muntah tanpa mual dahulu pankreas.
 Pemeriksaan fisik : Pada penanganan pseudokista pankreas, diperhatikan penilaian waktu yang tepat,
- demam, takikardi, lekositosis keadaan pseudokista dan hubungan pseudokista dengan organ visera lain.
- Tanda Gray-Turner  gambaran bercak darah di perut samping Penanganan pilihan yang disepakati oleh para ahli, terhadap pseudokista
- Tanda Cullen  bercak darah di daerah pusar pankreas yang dindingnya sudah kuat dan yang tanpa komplikasi, ialah drenase
 Lab : Kadar amilase darah & urin meningkat dalam 2 jam interna kistojejunostomi Roux en Y karena keberhasilan dalam waktu pendek
dan lama terbukti baik serta komplikasinya paling sedikit
Prognosis :
Sesuai Kriteria RANSON : Etiologi
Pemeriksaan pertama Nilai  Pankreatitis akut.
1. Umur > 55 tahun 1 Menyebabkan kerusakan duktus dan jaringan pankreas, sehingga cairan
2. Lekosit > 15.000/mm3 1 pankreas keluar ke sekitar jaringan pankreas. Sebelum terkumpul cairan ini
3. Kadar Glukosa > 200 mg/dl 1 dapat meluas ke krainal atau kaudal dalam jaringan retroperitoneum sampai
4. LDH > 35 U/I 1 medistinium atau skrotim. Cairan dapat meluas pula ke dalam bursa
5. SGOT > units/dl 1 omentalis dan ke ruangan paranenal. Cairan akan merangsang terjadi reaksi
pembentukan jaringan fibrous dan jaringan granulasi yang akan membatasi
 Trauma Diagnosis
Trauma dapat langsung atau menggencet pankreas sehingga terjadi kerusakan  Riwayat penyakit.
duktus pankreas dan jaringan pankreas. Enzim-enzim kelenjar pankreas dan Seseorang dengan riwayat pankreatitis oleh apapun sebabnya di curugai akan
debis lain yang terjadi akibat trauma akan keluar dan terkumpul disekitar terjadi pseudokista pankreas. Pankreatitis akut sebelumnya 7-10 hari yang lalu
jaringan pankreas. Pseudokista pankreas yang disebabkan oleh trauma sering atau pankreatitis kronis yang kemudian didapatkan sakit perut menetap, mual
didapatkan dindingnya sudah kuat walaupun masih dengan gejala pankreatitis atau muntah suspek terjadi pseudokista pankreas.
akut. Pseudokista pankreas pada anak-anak lebih dari 50 % disebabkan oleh
trauma  Gejala klinis dan pemeriksaan fisis.
Sakit yang menetap di epigastium terjadi pada 90 % penderita, mual dan
 Pankreatitis kronis. muntah hampir terjadi pada separoh penderita, berat badan yang turun terjadi
Pada pankreatitis kronis terjadi endapan protein, pembatuan dan striktur pada 40 % penderita, dan adanya massa di epigastrium terjadi pada sekitar 60
sehingga dapat menyebabkan robekan duktus pankreas di bagian % penderita. Panas badan dan ikterus terutama terdapat pada pseudokista yang
proksimalnya. Enzim-enzim pankreas keluar dari duktus dan terkumpul di disebabkan oleh pankreatitis karena sumbatan duktus billiaris
luar duktus. Pankreatitis kronis juga menyebabkan fibrosis parensim
pankreas. Pseudokista yang terjadi di sini juga kronis, dindingnya sudah kuat  Pemeriksaan laboratories panunjang.
dan pada awalnya berada didalam kelenjar pankreas. Amilase di dalam serum yang tetap tinggi, kenaikan leukosit, anemia,
kelainan ro foto dada, kenaikan bilirubin, dan kenaikkan waktu protrombin..
Manifestasi Klinis Pemeriksaan ultrasonografi dan CT Scan ketepatan diagnosisnya 90-98 %.
Pankreatitis menyebabkan keluarnya cairan pankreas dari duktus dan cairan Karena tidak invasif, ultrasonografi sering digunakan untuk pengawasan rutin
pankreas. Cairan masuk jaringan retroperitoneum dan bursa omentalis pada stadium akut pseudokista. Ultrasonografi juga dapat dipakai sebagai
mengakibatkan edema jaringan tersbut. Pada awalnya jaringan tersebut belum penuntun pada aspirasi cairan untuk pemeriksaan PA, apabila curiga
terkumpul, disebut stadium akut pseudokista. Stadium ini dengan ultrasonografi kemungkinan tumor pankreas. Pemeriksaan dengan CT Scan dapat diketahui
dan CT Scan terlihat seperti gelembung – gelembung di depan pankreas, bursa besarnya, jumlah, tebal dinding, perluasan di jaringan retriperitoneum,
omentalis, ruangan pararenal sebelah kiri, ruangan sub hepatik, mediastinum dan perlekatan dan hubungan dengan pseudokista dengan organ visera lain.
retroperitoneum lain yang berisi cairan pankreas. Keadaan ini didapatkan lebih Pemeriksaan endoskopi retrograd kholangiopankreatikografi dikerjakan
50 % dari penderita hepatitis akut Cairan ini mengakibatkan reaksi jaringan terutama pada pseudokista yang disebabkan oleh pankreatitis kronis dan yng
retroperitoneum sehingga terbentuk jaringan fibrous dan jaringan granulasi dengan ikterus, untuk mengetahui adanya kelainan duktus pankreas, adanya
dalam waktu 6-4 minggu. Terbentuk ruangan berisi cairan pankreas yang hubungan antara pseudokista dengan duktus pankreas, adanya pseudokista
dindingnya berupa jaringan fibrous dan jaringan granulasi kuat. Bradley (cit multipel, dan adanya obstruksi duktus billiaris. Pemeriksaan tambahan yang
Rattner & Warshaw, 1990) mengamati terhadap 24 penderita pankreatitis akut lain adalah angiografi. Cara pemeriksaan ini dikerjakan bila curiga adanya
selam minggu pertama, 42% pengumpulan cairan yang terjadi hilang sendiri. perdarahan, pseudoaneorisma, hipertensi portal dan curiga tumor pankreas
Pengamat lain melaporkan antara 8 – 85 % dari cairan yang terkumpul akan
hilang sendiri, dalam waktu 2-3 minggu. Komplikasi
Pseudokista pankreas yang disebabkan oleh pankreatitis kronis tidak ada - Komplikasi infeksi.
hubungannya dengan stadium akut pankreatitis Pseudokista ini umumnya sudah Didapatkan pada pseudokista pankreas yang isinya banyak mengandung
dibatasi jaringan fibrous atau jaringan granulasi mulai awal dan tidak dapat jaringan nikrosis dan yang disebabkan oleh obstruksi duktus billiaris.
hilang sendiri
Pseudokista pankreas yang disebabkan oleh trauma sering tidak dipikirkan dan - Komplikasi obstruksi.
diketahui sudah dibatasi dinding yang kuat karena tertutup oleh gejala Komplikasi ini sering ditemukan terhadap duodenum dan duktus biliaris.
pankreatitis akut (Rattner & Warshaw, 1990). Obtruksi terhadap duedonum terutama terjadi pada pseudokista yang terdpat
di kaput pankreas.
Thompson et al (1989), menemukan kejadian obstruksi terhadap duktus
billiaris antara 14 dan 26 % dari pseudokista karena pankreatitis yang
mempunyai gejala hiperbilirubinemi selama sakit.
- Komplikasi perdarahan.  Drenase interna.
Komplikasi ini tidak langsung. Terjadi karena erosi pseudokista terhadap Pada pseudokista pankreas yang dindingnya sudah kuat, penanganan yang
mukosa gastrointestinal atau erosi terhadap pembuluh darah di dekatnya. paling baik ialah drenase interna. Pada cara ini angka mortalitas di bawah 2
Enzim pankreas dapat pula menyebabkan pseudoaneurisma pembuluh darah, % dan angka kekambuhan di bawah 5 %.
sehingga kalau pecah terjadi perdarahan akut. Drenase interna pseudokista dapat masuk kedalam gaster, duodenum, duktus
koledukus, atau usus kecil tergantung letak pseudokista terhadap organ visera
- Komplikasi lain , Ruptur dan fistula. tersebut. Pseudokista yang dindingnya melekat pada gaster dikerjakan
Dinding pseudokista pankreas dapat ruptur, isinya masuk rongga kistogastrotomi, yang terdapat pada kaput pankreas dikerjakan
peritoneum terjadi peritonitis. Dinding dapat robek pelan-pelan sehingga kistoduodenostomi kecuali ada jaringan parensim pankreas yang tebal antara
isinya masuk rongga peritoneum sedikit-sedikit, sehingga terjadi asites dinding pseudokista dengan mukosa duodenum. Pseudokista yang menempel
cairan pankreas. Pseudokista dapat menyebabkan erosi saluran pada duktus kholedokus dikerjakan kistokholedokostomi, yang disebabkan
gastrointestinal terjadi fistula antara pseudokista dengan saluran gastro oleh pankreatitis kronis biasanya disertai dilatasi duktus pankreatikus utama,
intestinal pada keaadan ini lebih baik dikerjakan leteral pankreotikojejunostomi. Pada
pseudokista yang terdapat pada kospus dan di kauda pankreas serta tidak ada
Penanganan perlekatan dengan gaster dipilih dikerjakan kistojejunostomi. Dari tiga
Idealnya ialah bila dindingnya sudah kuat dan dengan drenase interna. Kuatnya macam cara terakhir ini sering di kombinasi dengan roux en Y.
dinding pseudokista terjadi sekitar 4-6 minggu Beberapa ahli sependapat bahwa drenase interna kistojejunostomi Roux en Y
 Perkutaneus drenase. adalah cara drenase interna terhadap pseudokista pankreas yang paling
Cara ini dikerjakan dengan bimbingan ultrasonografi dan CT Scan. disukai. Karena keberhasilannya dalam waktu pendek dan lama terbukti baik
Pengeluaran cairan dengan cara ini tidak dapat bersih. Kemungkinan serta komplikasinya paling sedikit
kambuh besar ialah 70 %. Apabila pengeluaran cairan dilanjutkan memakai
kateter dalam jangka lama, dapat terjadi fistula.
5. Neoplasma
Tumor Pancreas merupakan salah satu jenis keganasan yang relatif jarang
 Endoskopi drenase. ditemukan, insidennya hanya sekitar 2% dari seluruh tumor di USA pada tahun
Cara ini dikerjakan terhadap pseudokista kronis yang dindingnya melekat
1995, di Eropa sekitar 4% pada tahun 1997, di Asia terutama di Jepang tahun
pada gaster atau duodenum. Dengan diatermi dibuat fistula antara
1997 dijumpai sebanyak 10,3/100.000 pertahun pada laki-laki, dan 5,5/100.000
pseudokista dengan gaster atau duodenum. Dikerjakan pada penderita
pertahun pada perempuan, tetapi angka kematian karena tumor pancreas adalah
dengan keadaan umum jelek. Sering terjadi komplikasi perdarahan dan
5% dari seluruh kematian karena kanker. Hal tersebut menyebabkan tumor
robekan dinding, isi masuk peritoneum terjadi peritonitis.
pancreas menjadi penyebab kematian karena kanker ke empat pada laki laki dan
kelima pada permpuan di USA setelah kanker paru, payudara, prostat, colorectal
 Reseksi distal pankreas. dan ovarium .
Cara ini dikerjakan pada pseudokista yang terdapat di kauda pankreas.
Sampai saat ini tindakan bedah merupakan satu-satunya pengobatan kuratif pada
Sebelumnya didahului dengan pemeriksaan ERCP (endoskopi retrograd
tumor pancreas. Meskipun telah banyak kemajuan untuk meningkatkan
kholangio pancreatografi) untuk melihat keadaan duktus pankreas di sebelah
keamanan extirpasi tumor pancreas, tetapi hanya sedikit hasilnya dalam
proksimalnya dan membantu rencana luasnya reseksi. Apabila duktus
peningkatan angka ketahanan hidup lima tahun (5 years survival rate). Banyak
pankreas di sebelah distalnya buntu akan kambuh sakit, pankreatitis atau
sekali faktor patologis dan klinis yang diidentifikasi dapat menentukan prognosis
ruptur.
dari tumor pancreas.
Penyebab pasti tumor pancreas masih belum diketahui. Hanya beberapa faktor
 Drenase eksterna. epidemiologi yang diduga berkaitan dengan tumor pancreas, tetapi perannya
Dikerjakan pada keadaan darurat untuk menolong jiwa penderita, karena
hanya pada sebagian kecil pasien. Merokok, sebagai contoh, berkaitan erat
terjadi komplikasi infeksi di dalam pseudokista, perdarahan dan ruptur,
dengan peningkatan yang signifikan secara statistik dengan kejadian tumor
sedang dinding kista masih lunak, tidak dapat dijahit
pancreas, sekitar empat kali orang yang tidak merokok. Kemajuan ilmu
biomolekuler membantu kita untuk menentukan abnormalitas genetik pada
beberapa pasien.
Mutasi pada K-ras oncogen ditemukan pada 75% pasien dengan tumor pancreas. Tabel 2 : Staging Tumor Pancreas.
Oncogenes lainnya seperti C-erb B-12, HER2/neu dan Bcl 2 juga tampak
dominan pada tumor pancreas. Hilangnya fungsi p53 tumor supressor tampak Klasifikasi TNM untuk menentukan staging tumor pancreas
pada setengah dari penderita tumor pancreas. Dengan semakin majunya ilmu Kriteria TNM
biomolekuler, diharapkan dapat ditemukan metode baru dalam strategi Tumor Primer
pencegahan dan pengobatan tumor pancreas. T1 Tidak ada penyebaran langsung tumor keluar pancreas
Sekitar 60% sampai 70% pancreatic ductal carsinoma berada di caput pancreas, T2 Ada penyebaran tumor keluar pancreas tetapi masih terbatas (ke
sekitar 15 % terjadi di corpus, 10% berada di cauda dan 5% sampai 15% duodenum, saluran empedu, atau lambung)
lokasinya difuse Invasi yang pertama-tama terjadi adalah pada salurn T3 Penyebaran tumor yang sudah meluas, tidak bisa di reseksi lagi
empedu dan duodenum bagian pertama. Hampir semua tumor pancreas juga T4 Penyebaran langsung tumor tidak bisa ditentukan
menginvasi retroperitoneum, baik secara langsung atau melalui saraf otonom dari
plexus coeliacus. Invasi perineural hampir selalu terjadi. Pada setengah kasus, Kelenjar Getah Bening
dinding vena mesenterika superior juga terinvasi. Karsinoma pada corpus dan N0 Tidak ada infiltrasi ke kelenjar getah bening
cauda dapat menginvasi vena splenica melalui trombosis dan varises gastric. N1 Ada infiltrasi ke kelenjar getah bening
Juga dapat terjadi lokal invasi ke arteri mesenterica superior dan splenica, Nx Infiltrasi ke kelenjar getah bening tidak bisa ditentukan
mesocolon transversum, lambung, ginjal dan kelenjar adrenal kiri.
Tempat yang paling sering menjadi tempat metastase tumor pancreas adalah Metastase jauh
kelenjar getah bening regional, juxtaregional dan hepar. Walaupun terkenanya M0 Tidak ada metastase jauh
kelenjar getah bening bukan kontraindikasi reseksi, pada saat dilakukan reseksi M1 Ada metastase jauh
tumor, kelenjar getah bening yang terinfiltrasi juga harus diambil. Mx Metastase jauh tidak bisa ditentukan
Staging
Tabel 1 : Tempat Metastase Carcinoma Pancreas Stage 1 T1, T2, N0, M0
Tidak ada atau ada penyebaran terbatas dari tumor ke struktur yang
berdekatan , tanpa adanya infiltrasi kelenjar getah bening atau
metastase jauh. Penyebaran terbatas dari tumor artinya struktur
yang terinfiltrasi beserta pancreas dapat ikut direseksi en block bila
dilakukan tindakan bedah kuratif

Stage II T3, N0, M0


Penyebaran tumoe sudah meluas ke struktur sekitarnya, tanpa
adanya infiltrasi kelenjar getah bening atau metastase jauh. Tidak
bisa lagi dilakukan reseksi

StageIII T1-3, N1, M0


Ada infiltrasi kelenjar getah bening tetapi secara klinis tidak ada
metastase jauh

Stage1V T1-3, N0-1, M1


Ada metastase jauh ke hepar atau tempat lainnya
Diagnosis Transcutaneous ultrasonography adalah langkah pertama yang dilakukan pada
 Gejala klinis penderita dengan jaundice. Adanya dilatasi CBD atau intrahepatic bile duct
Gejala-gejala awal tumor pancreas sering sulit dideteksi, baik oleh pasien menunjukkan gambaran obstruksi bilier ekstrahepatik. Jika dengan USG terdapat
maupun dokternya, menyebabkan sering terjadinya keterlambatan dalam gambaran batu sebagai penyebab obstruksi, maka pemeriksaan selanjutnya
diagnosis. Adanya penurunan berat badan sampai 10 kg atau lebih, mual- adalah dengan ERCP (endoscopy retrograde cholangiopancreatography), untuk
muntah, atau konstipasi menunjukkan tumor pada stadium yang lanjut. menunjukkan adanya batu CBD. Bila pada USG tidak tampak batu, maka
Tumor pancreas pada stadium awal biasanya tidak memberikan keluhan dan kemungkinan penyebab obstruksi adalah tumor periampuler pancreas atau
sebagian besar pasien sudah memasuki stadium lanjut pada saat terdiagnosis. pancreatitis kronis, dan pemeriksaan lanjutan adalah dengan CT Scan. Pada
Sekitar 70% tumor pancreas berada di bagian caput pancreas dan sering pasien dengan kemungkinan karsinoma pankreas tanpa tanda-tanda jaundice
terjadi striktur CBD pars pancreatikus sehingga menyebabkan terjadinya (hanya penurunan berat badan), maka pemeriksaan CT scan merupakan alat
icterus. Icterus pada sclera dan kulit biasanya disertai dengan urin yang diagnostik pertama).
berwarna seperti teh, feses berwarna pucat seperti dempul. Pruritus juga FNAB (Fine-needle Aspiration Biopsy) dengan bantuan CT atau USG untuk
sering terjadi dan sangat menggangu penderita. Pada tumor yang masih kecil pemeriksaan sitologi dapat membedakan antara kronik pankreatitis dan karsinoma
dan tahap dini, icterus tidak disertai nyeri, tetapi semakin besar ukuran tumor, pankreas, dan dapat menyediakan sampel jaringan pada penderita stadium lanjut
saraf retroperitoneal dapat terinfiltrasi dan menyebabkan nyeri pada yang tidak dapat dilakukan paliatif atau surgical terapi.
punggung dan abdomen. Diabetes terjadi pada sekitar 20% kasus. Pada Modalitas pemeriksaan lainnya adalah endoscopy ultrasonography, pemeriksaan
sekitar 15% kasus, tumor menyebabkan gangguan peristaltik di duodenum ini lebih sensitif dibandingkan CT scan maupun USG, dapat mendeteksi tumor
sehingga sering menyebabkan gejala yang mirip dengan gastric outlet dengan diameter < 2,5 Cm. Karsinoma pankreas akan tampak sebagai gambaran
obstruction. Kadang-kadang pancreatitis akut yang disebabkan obstruksi yang hypoechoic area pada pancreatic substance. Pemeriksaan ini berguna untuk
ductus pancreatikus merupakan tanda awal adanya tumor, sehingga pada mendeteksi adanya invasi vaskuler(5,10,14).
pasien dengan pankreatitis akut yang tidak jelas penyebabnya, seperti batu
empedu atau konsumsi minuman beralkohol, pemeriksaan ERCP sangat
berguna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tumor yang Therapi
menyebabkan obstruksi duktus pancreatikis. Tumor pada corpus dan cauda  Operative
pancreas jarang disertai ikterus. Tumor ini tumbuh sampai akhirnya Reseksi tumor satu-satunya modalitas terapi utama pada karsinoma pankreas
menginfiltrasi saraf sphlancnicus, yang menyebabkan penderita merasakan yang resectable. Sayangnya hanya sedikit pasien yang dapat dilakukan reseksi
nyeri tumpul di daerah epigastrium yang menjalar ke punggung. tumor, karena sering penderita datang dengan stadium lanjut. Kombinasi dengan
Pemeriksaan fisik pada penderita tumor pancreas umumnya berkaitan dengan chemotherapy dan radiasi dapat meningkatkan survival penderita dengan tumor
adanya ikterus. Jika kandung empedu sudah membesar, biasanya kandung yang resectable. Kebanyakan tumor pancreas yang resectable lokasinya di daerah
empedu teraba pada garis midclavicula di arkus kosta (courvoisier’s law) caput, kemungkinan karena onset jaundice munculnya lebih dini daripada bila
sedangkan tumornya sendiri jarang teraba. Pada tumor pancreas yang lokasi tumornya pada corpus maupun cauda.
letaknya di corpus dan cauda, trombosis vena lienalis sering terjadi dan dapat Untuk lesi yang terletak pada caput pancreas, ada 4 presedur operasi utama yang
menyebabkan splenomegali. Pada stadium lanjut sering didapatkan dapat diterapkan :
pembesaran kelenjar getah bening pada supraklavikula kiri (Virchow’s node) (1) Whipple pancreaticoduodenectomy,
atau daerah peri umbilikal (sister mary’s node). Gejala extra abdominal tumor (2) Pylorus-preserving pancreaticoduodenectomy,
pancreas adalah terjadinya trombosis vena dan migratory thrombophlebitis. (3) Total pancreatectomy,
(4) Regional pancreatectomy.
Pemeriksaan Penunjang.
Pada pemeriksaan laboratorium tidak banyak membantu dalam menegakkan Tetapi tidak ada bukti-bukti klinis maupun randomized trials yang mengatakan
diagnosis, lebih banyak untuk mengarahkan adanya obstruksi bilier. Pada salah satu dari ke-4 teknik tersebut memberikan survival yang lebih baik. Untuk
karsinoma stadium lanjut biasanya dijumpai : peningkatan bilirubin (terutama lesi-lesi yang terletak di corpus dan cauda, distal pancreatectomy merupakan
fraksi terkonjugasi), peningkatan alkaline phosphatase, peningkatan serum pilihan terbaik.
transaminase, pemanjangan waktu prothrombin, dan peningkatan serum Operasi standard untuk keganasan periampular adalah prosedur Whipple,
amylase. yang pertamakali diperkenalkan oleh Whipple di United States pada tahun 1935
dan oleh Kausch di Jerman pada tahun 1912.
Pada teknik operasi ini, caput pancreas dekat vena porta, duodenum, Obstruksi Duodenum dan Muntah
gallbladder, ductus choleducus pada daerah intrapancreas dan antrum Invasi ke duodenum pada saat diagnosis dibuat terjadi kurang lebih pada
direseksi secara enblok termasuk kelenjar limfe yang terkena. Kemudian ¼ pasien dengan kanker pancreas,  1/3 pasien dengan gejala mual dan
dilakukan rekonstruksi berupa pancreatikojejunostomi, muntah. Gastroenterostomy profilaksis masih kontroversi, walaupun
choledocojejunostomi , dan gastrojejunostomi. beberapa penulis mengatakan gastroenterostomi pada saat bypass bilier
tidak menambah mortalitas operasi, dan untuk menghindari reoperasi
 Adjuvant Chemotherapy dan Radiation Therapy. karena obstruksi duodenum.
Postoperative.
Chemoterapi dengan 5-FU (5 Fluorouracil) dan external beam radiation Nyeri
therapy setelah reseksi nampaknya memberikan hasil yang lebih baik. Pada umumnya nyeri pasien dengan karsinoma pankreas gradasinya
Komplikasi yang dapat terjadi adalah leukopenia, mukositis, dan diare, sedang sampai berat, kemungkinan disebabkan oleh invasi tumor di
tetapi tidak ada komplikasi yang mengancam jiwa. persarafan retroperitoneal. Penanganannya adalah dengan chemical celiac
block. Komplikasi yang sering terjadi adalah orthostatic hypotensi yang
Preoperative. berlangsung dalam beberapa hari. Dapat juga dilakukan ablasi dengan
Pada beberapa pasien, radioterapi ditunda sampai betul-betul sembuh dari alkohol saat operasi bypass pada bilier dan gaster.
operasinya. Kemampuan endoskopi dalam menangani jaundice, dan
tumor nampaknya dapat direseksi, dapat diberikan 5-FU dan radioterapi Karsinoma pankreas merupakan keganasan yang sangat jarang terjadi, penderita
preoperative. Tumor distaging ulang setelah terapinya komplet. Bila tidak laki-laki lebih banyak dari perempuan, dan mengenai usia sekitar 40 – 60 tahun.
terdapat bukti-bukti metastase setelah restaging, dilakukan tindakan Sampai saat ini belum ada faktor resiko yang pasti berperan dalam timbulnya
laparotomi. Chemoradiation therapy nampaknya efektif dalam mencegah karsinoma pankreas. Pasien pada umumnya datang dengan stadium lanjut, dimana
lokal rekuren, dan meningkatkan median survival  2 tahun, hasilnya sudah terjadi penurunan berat badan, ikterus berat, teraba massa di epigastrium,
sama dengan postoperative adjuvant therapy. ascites dan adanya pembesaran hepar. Keadaan ini menyebabkan terapi yang
dilakukan tidak maksimal, berupa operasi bypass untuk mengatasi obstruksi bilier,
 Therapy Palliative Carcinoma Pancreas. obstruksi duodenum dan mengatasi rasa nyeri. Gold standar terapi pada
Jaundice karsinoma pankreas yang resectable adalah dengan melakukan eksisi tumor.
Jika jaundice nya ringan ringan, mungkin tidak memerlukan terapi. Tanda dan gejala yang menunjukkan bahwa tumor sudah stadium lanjut adalah
Progresifitas natural dari jaundice berhubungan dengan kegagalan fungsi adanya : jaundice, berat-badan menurun, pemeriksaan laboratorium pada test
hepatoseluler dan abnormalitas koagulasi. Obstruksi bilier ekstrahepatik fungsi lever menunjukkan peningkatan, hasil serum marker Ca 19-9 yang tinggi,
disertai anoreksia dan gejala-gejala pada saluran cerna. Adanya gejala pada pemeriksaan fisik teraba massa intraabdomen, dan dari pemeriksaan
pruritus, memerlukan tindakan untuk menghilangkan stasis bile duct. Jika penunjang USG/Ct Scan adanya gambaran obstruksi bilier.
penderita dilakukan eksplorasi, tetapi unresectable, dilakukan bilier Penangan pada pasien stadium lanjut ditujukan untuk mengatasi adanya
bypass. Jejenum lebih baik digunakan sebagai conduit dari duodenum, obstruksi bilier, obstruksi duodenum dan rasa nyeri karena penekanan tumor
karena resiko obstruksi duodenum dapat terjadi pada progresifitas tumor. pada saraf di retroperitoneal. Operasinya berupa bypass hepaticojejunostomi
Dekompresi endoskopi dengan stents untuk mengatasi jaundice lebih atau choledocojejunostomi, gastrojejunostomi, dan block pada plexus celiacus.
sering menimbulkan sepsis dan rekuren jaundice dibanding bypass, tetapi
bypass mempunyai morbiditas dan mortalitas lebih tinggi. Metode
nonsurgical dikerjakan pada pasien-pasien dengan simptom yang berat
(ex: pruritus, deep jaundice), dan kanker stadium lanjut. Surgical bypass
baik dikerjakan bila pasien mempunyai harapan hidup paling sedikit 3
bulan.
Pankreatitis Akuta -------------------RD-Collection 2002
Pertama, enzim yang mencernakan protein disekresi sebagai bentuk prekursor
inaktif (zimogen) yang harus diaktifkan oleh tripsin. Tripsinogen, bentuk inaktif
tripsin, dalam keadaan normal diubah menjadi tripsin oleh kerja enterokinase dalam
usus halus. Setelah tripsin terbentuk maka enzim ini mengaktifkan semua enzim
proteolitik lainnya. Inhibitor tripsin terdapat dalam plasma dan dalam pankreas,
Pada beberapa tahun terakhir ini penanganan pankreatitis akut sudah mulai bergeser yang dapat berikatan dan menginaktifkan setiap tripsin yang dihasilkan secara tidak
dari dari tindakan bedah emergency ke perawatan ICU yang lebih agresif. Di saat sengaja, sehingga pankreas normal tidak terjadi pencernaan proteolitik. Refluks
terapi konservatif dilakukan di fase awal, tindakan pembedahan tetap empedu dan isi duodenum ke dalam duktus pankreatikus telah dikemukakan sebagai
dipertimbangkan untuk dilakukan di fase lanjut. Tindakan bedah yaitu debridement mekanisme yang mungkin terjadi untuk pengaktifan enzim pankreas. Hal ini
masih merupakan gold standar untuk terapi infeksi pankreas dan nekrosis mungkin terjadi bila terdapat saluran bersama, dan batu empedu menyumbat ampula
peripankreas. Vateri. Atonia dan edema sfingter Oddi dapat mengakibatkan refluks duodenum.
Perkembangan di pemeriksaan radiologi diagnostik dan minimal invasif surgery Obstruksi duktus pankreatikus dan iskemia pankreas juga berperan.
membuat perubahan besar pada penanganan penyakit bedah akhir dekade ini.
Beberapa contohnya adalah endoscopic retrograde cholangiografi (ERCP) dan Kedua, enzim aktif yang diduga memiliki peranan penting pada autodigesti pankreas
sphincterotomy, fine needle aspiration for bateriology (FNAB), percutaneus atau adalah elastase dan fosfolipase A. Fosfolipase A dapat diaktifkan oleh tripsin atau
drainase perendoskopi dari cairan peripankreatik, pseudokista sampai abses, juga asam empedu. Enzim ini mencernakan fosfolipid membran sel. Elastase diaktifkan
seperti angiografi selektif dimana kateternya langsung diinsersikan ke lokasi untuk oleh tripsin dan mencernakan jaringan elastin dinding pembuluh darah,
mengembolisasi pankreatitis akut hemoragika dimana hal ini bersifat diagnostik dan mengakibatkan perdarahan. Pengaktifan kalikrein oleh tripsin diduga berperan atas
terapetik. Walau bagaimanapun majunya tehnik instrumentasi penunjang ketajaman timbulnya kerusakan lokal dan hipotensi sistemik. Kalikrein menyebabkan
klinisi dalam menentukan jenis tindakan sangat diperlukan dan menentukan. vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, invasi sel darah putih dan nyeri.

Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut pankreas dan ditandai oleh Tanda dan Gejala
berbagai derajat edema, perdarahan dan nekrosis pada sel-sel asinus dan pembuluh Gejala pankreatitis akut yang paling menyolok adalah nyeri perut hebat yang
darah. Mortalitas dan gejala klinis bervariasi sesuai derajat proses patologi. Bila timbul mendadak dan terus-menerus. Biasnya nyeri dirasakan di epigastrium,
hanya terdapat edema pankreas, mortalitas berkisar 5-10%, sedangkan perdarahan tetapi dapat terpusat di kanan atau di kiri garis tengah. Nyeri sering menyebar ke
masif nekrotik mempunyai mortalitas 50-80%. Pankreatitis akut dengan edema saja punggung dan penderita mungkin merasa lebih nyaman bila duduk sambil
biasanya pasien akan segera membaik dan bisa sembuh sempurna, didapatkan lebih membungkuk ke depan. Nyeri tersebut sering disertai nausea dan vomitus. Nyeri
dari 90% kasus dengan gejala menghilang dalam satu minggu setelah terapi. biasanya hebat selama 24jam dan kemudian mereda selama beberapa hari.
Pankreas kembali normal baik struktur maupun fungsinya. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan berbagai derajat syok, takikardi, dan demam.
Pada dinding abdomen terdapat nyeri tekan, tetapi rigiditas dan bukti adanya
Etiologi dan Patogenesis peritonitis hanya terjadi bila peradangan mengenai peritoneum. Bising usus mungkin
Faktor etiologi utama pada pankreatitis akut adalah penyakit saluran empedu dan kurang atau tidak ada. Perdarahan retroperitoneal berat dapat bermanifestasi sebagai
alkohol. Penyebab yang lebih jarang adalah trauma, khususnya luka peluru atau memar pada pinggang atau sekitar umbilikus.
pisau, tukak duodenum yang mengadakan penetrasi, hiperparatiroidisme,
hiperlipidemia, infeksi virus dan obat-obat tertentu seperti kortikosteroid dan Diagnosis pankreatitis akut biasanya ditegakkan bila ditemukan peningkatan kadar
diuretik tiazid. Seringkali penyebab yang mempercepat terjadinya pankreatitis tidak amilase serum. Kadar amilase serum meningkat selama 24-72 jam pertama dan
dapat ditemukan. besarnya mungkin mencapai lima kali kadar normal. Kadar amilase kemih dapat
Pankreatitis sangat sering ditemukan pada orang dewasa, tetapi jarang terdapat pada tetap meningkat sampai 2 minggu setelah pankreatitis akut. Perubahan biokimia lain
anak-anak. Pada pria, pankreatitis lebih sering dikaitkan dengan alkoholisme, adalah peningkatan kadar lipase serum, hiperglikemia, hipokalsemia dan
sedangkan pada wanita lebih sering dikaitkan dengan batu empedu. hipokalemia. Hipokalsemia merupakan temuan yang cukup sering, kelainan ini
Terdapat persetujuan umum bahwa mekanisme patogenetik yang umum pada disebabkan oleh nekrosis lemak yang nyata dan disertai pembentukan sabun
pankreatitis adalah autodigesti, tetapi bagaimana enzim-enzim pankreas diaktifkan kalsium. Hipokalemia dapat cukup hebat sampai menyebabkan tetani. Didapatkan
tidak jelas. Pada pankreas normal, terdapat sejumlah mekanisme pelindung terhadap pula lekositosis.
pengaktifan enzim secara tidak sengaja dan autodigesti.
Radiodiagnostik Imaging steril. Infeksi sekunder akan menimbulkan abses bakterial yang dapat menyebabkan
Sekitar duapertiga kasus dengan foto polos abdomen didapatkan abnormalitas. Ynga syok septik.
paling sering tampak adalah dilatasi segmen tertentu dari gastrointestinal (sentinel Komplikasi berupa perdarahan terutama pada pankreatitis nekrotikans dapat
loop) seperti jejunum, colon transversum atau duodenum di sekitar pankreas. menyebabkan kematian. Perdarahan dapat berasal dari tukak peptik dan erosi
Gambaran distensi kolon kanan dengan gambaran udara yang mendadak menghilang pembuluh darah sekitar pankreas disertai trombosis v.lienalis dan v.porta.
di pertengahan colon transversum(colon cut off sign) yang disebabkan karena Pseudokista pankreas dapat timbul setelah lebih dari dua minggu perjalanan
spasme dari colon yang teriritasi disekitar pankreas. Kedua gambaran ini relatif tidak pankreatitis akut yang gejala pankreatitisnya sempat mereda dulu. Pseudokista ini
spesifik. Kalsifikasi glandular bisa didapatkan terutama pada pankreatitis kronik. terjadi karena pengumpulan cairan pankreas yang dikelilingi membran jaringan ikat.
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan pembengkakan karena edema pankreas Walaupun kista dapat hilang spontan, dengan pemeriksaan ultrasonografi
jelas, pelebaran duktus, cairan sekitar pankreas dan mungkin batu empedu. pseudokista ini lebih sering ditemukan.
Pemeriksaan CT scan adalah pemeriksaan yang terbaik karena dapat membedakan Serangan pankreatitis yang berulang dapat menyebabkan kalsifikasi pankreas,
adanya nekrosis, abses, maupun pankreatitis tanpa nekrosis. CT scan pankreas diabetes mellitus sekunder, dan steatorea terutama pada pankreatitis alkohol.
dengan menggunakan kontras intravena seharusnya dilakukan pada penderita
pankreatitis akut yang tidak menunjukkan tanda perbaikan dalam 48-72 jam. Dengan Terapi
zat kontras daerah yang mengalami nekrosis dapat diidentifikasi karena tidak akan Penanganan pankreatitis akut sampai beberapa dekade ini masih kontroversial,
berisi kontras. Jadi CT scan dapat memberikan nilai prognosis berdasarkan derajat bervariasi dari terapi konservatif sampai tindakan bedah yang agresif. Kini sudah
kerusakan pankreas. Dengan lima derajat kerusakan pankreas dari A sampai E mulai diketahui patofiosiologi dari pankreatitis akut, dengan penampilan klinis dari
(A=normal, B=edema/pembesaran, C=inflamasi peripankreas, D=single fluid yang ringan sampai yang berat yaitu pankreatitis nekrotikan. Sebagian besar
collection, E=multiple fluid collection). pankreatitis (80%) bergejala ringan dan sembuh sendiri hilang gejalanya dalam 3-5
Kelebihan lainnya adalah jika daerah nekrosis dapat diidentifikasi dapat dilakukan hari. Pasien dengan pankreatitis ringan berespon baik dengan terapi konservatif,
aspirasi dengan jarum suntik untuk mengambil spesimen pemeriksaan kultur dan membutuhkan lebih sedikit terapi cairan infus dan analgetik. Lain halnya dengan
pewarnaan gram yang berguna untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi. pankreatitis berat yang bermanifestasi gagal organ dengan komplikasi lokal seperti
Gambaran yang didapatkan bisa berupa relatif normal, phlegmon pankreas, nekrose nekrosis, pembentukan abses atau pseudokista. Pankreatitis berat bisa didapatkan
pankreas, pseudokista maupun abses. Pada pseudokista pankreas bisa diperkirakan pada 15-20% dari semua kasus pankreatitis akut.
tebal dari kapsul kista tersebut. Secara umum semua pasien dengan pankreatitis akut sedang sampai berat
Beberapa minggu setelah gejala pankreatitis mereda, ERCP bisa dilakukan untuk seharusnya dirawat di ICU dan dirawat oleh di RS Pusat rujukan dimana tim
menentukan penyebab dari pankreatitis yang belum diketahui, seperti pada penderita spesialisnya ada (ahli ICU, ahli endoskopi, ahli radiologidiagnostik dan ahli bedah)
dengan tanpa riwayat minum alkohol dan tidak adanya bukti batu empedu. sehingga mampu memberikan terapi suportif yang maksimum. Komplikasi bisa
muncul kapan saja sehingga reassessment dan monitoring kontinyu diperlukan.
Komplikasi Saat ini infeksi dari pankreas yang nekrosis merupakan faktor resiko terbesar
Komplikasi pankreatitis akut ini sangat bergantung pada perjalanan klinisnya. Yang penyebab sepsis sampai muncul kegagalan multi organ yang merupakan komplikasi
paling sering terjadi adalah syok dan kegagalan fungsi ginjal. Hal ini terjadi selain pankreatitis akut yang paling mengancam jiwa. Infeksi pada pankreas yang nekrosis
karena pengeluaran enzim proteolitik yang bersifat vasoaktif dan menyebabkan bisa didapatkan pada 40-70% dari pasien dengan pankreatitis nekrotikan. Saat ini
perubahan kardiovaskuler disertai perubahan sirkulasi ginjal, juga disebabkan oleh penanangan pankreatitis akut sudah bergeser dari tindakan bedah derbidement awal
adanya sekuestrasi cairan dalam rongga retroperitoneum dan intraperitoneum, ke terapi konservatisf agresif di ICU.
terutama pada pankreatitis hemoragika dan nekrotikans. Dimana terapi konservatif dilakukan pada fase awal dan tindakan bedah dilakukan
Kegagalan fungsi paru akibat pankreatitis akut akdang terjadi dan menyebabkan pada fase kedua. Perkembangan di bidang radiodiagnostik imaging dan tehnik
prognosis yang buruk. Hal ini terjadi akibat adanya toksin yang merusak jaringan minimal invasif membuat perubahan besar pada banyak penanganan kasus bedah.25
paru yang secara klinis dicurigai bila ada tanda hipoksia ringan sampai edema paru Pada prinsipnya ada dua tujuan terapi yang dilakukan pada penanganan awal
yang berat berupa sindrom ARDS. Fungsi paru juga menurun akibat efusi pleura pankreatitis akut, pertama yaitu terapi supportif dan terapi spesifik pada komplikasi
yang biasanya terjadi di sebelah kiri. Pergerakan diafragma sering terbatas akibat yang muncul. Kedua adalah membatasi dari perkembangan memberatnya respon
proses di dalam rongga perut. infalmasi dan nekrosis dengan spesifik memutus rantai patogenesisnya. Dengan
Nekrosis yang kemudian menjadi abses dapat terjadi dalam perjalanan pankreatitis tingginya angka mortalitas , penanganan bedah tidak dianjurkan. Pengobatan primer
akut. Proses lipolitik dan proteolitik menyebabkan trombosis dan nekrosis iskemik dini pada pankreatitis akut adalah dengan obat-obatan, sedangkan pembedahan
sekunder sehingga mula-mula timbul massa radang atau flegmon atau abses yang dibatasi pada keadaan dimana saluran empedu mengalami obstruksi atau
mengalamin komplikasi spesifik seperti pseudokista pankreas. Sasaran pengobatan Pada penelitian prospektif randomized trial (RCT) membandingkan tindakan
adalah menghilangkan nyeri, mengurangi sekresi pankreas, pencegahan atau reseksi/debridement pankreas pada fase awal (dalam 72 jam dari gejala muncul)
pengobatan syok, perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan pengobatan dengan fase lanjut (paling tidak 12 hari dari onset gejala) didapatkan angka mortalitas
infeksi sekunder. Syok dan hipovolemia diatasi dengan infus plasma dan elektrolit 56% dibanding 27%.33 Saat ini telah disepakati bahwa tindakan bedah pada
dengan menggunakan hematokrit, tekanan vena sentral dan produk urin sebagai pankreatitis akut berat dilakukan sebisa mungkin pada fase lanjut. Tiga atau empat
petunjuk apakah pergantian volume cukup atau tidak. Untuk mengatasi nyeri minggu dari onset gejala dianggap waktu yang cukup optimal untuk melakukan
diberikan meperidin (Demerol) dan bukan opiat, karena kurang menyebabkan tindakan bedah dimana batas antara jaringan nekrotik dan sehat menjadi tegas
spasme sfingter Oddi. Penghentian semua asupan oral dan penyedotan isi lambung sehingga mengurangi perdarahan dan pengambilan jaringan eksokrin/endokrin yang
yang terus-menerus akan mengurangi peregangan usus dan mencegah isi yang asam sebenarnya masih sehat dan dibutuhkan. Hanya pada kasus pankreatitis nekrotikan
masuk ke duodenum dan merangsang sekresi pankreas. Bila terdapat infeksi perlu yang terbukti terinfeksi dan muncul komplikasi perdarahan masif atau perforasi usus
diberikan antibiotik dan dapat diberikan selama 2 minggu pertama dengan harapan dibutuhkan tindakan bedah segera.
dapat mencegah abses pankreas m Abses pankreas diobati dengan drainase melalui Pseudokista dirawat dengan drainase interna antara dinding anterior kista dan dinding
dinding anterior abdomen atau pinggang. posterior antrum lambung. Pada pseudokista pankreas tidak ada satu cara yang dapat
Karena perkembangan jaringan nekrosis tidak bisa dicegah maka pemberian untuk menangani setiap kasus.Untuk pseudokista akut harus ditunggu 4-6 minggu
antibiotik profilaksi pada pankreatitis akut berat adalah rasional. Efektivitas sampai terbentuk dinding kista yang matur dan baru dikerjakan drainase. Penulis lain
pemberian antibiotik profilaksi dalam menurunkan angka komplikasi sepsis dan mengatakan lama tunggu 4-6 minggu dihitung dari mulai saat diagnosis ditegakkan.29
mortalitas dari pankreatitis nekrotikan telah dibuktikan oleh beberapa penelitian. Drainase perkutan dikerjakan dengan bimbingan USG dan CT Scan. Apabila
dikerjakan simple aspirasi mempunyai angka rekurensi 70%, tetapi bila dilakukan
Terapi kausatif juga diperlukan pada gall stone pankreatitis dengan batu yang pemasangan kateter (seperti drainase eksterna) angka keberhasilan mencapai 67-81%.
impacted, sepsis bilier atau obstruksi jaundice. Meskipun belum ada konsesus yang Drainase endoskopi dikerjakan pada pseudokista kronis dengan membuat fistel
jelas untuk indikasi penggunaan ERCP dan endoscopic sphincterotomy (ES), secara enterokista, umumnya dibuat fistel antara kista dengan lumen gaster atau dengan
umum diindikasikan pada kolangitis akut dangan atau tanpa obstruksi jaundice. lumen duodenum.30 Drainase endoskopik ini dapat juga dikerjakan pada pseudokista
Tehnik ini dapat memperbaiki gejala dan mencegah progresifitas penyakit bila post trauma dengan hasil memuaskan, bahkan dikatakan tindakan bedah pada
dilakukan lebih awal. Sebaliknya kolesistektomi terbuka dengan eksplorasi duktus drainase interna dan ekstirpasi mempunyai morbiditas yang tinggi berupa fistel dan
biliaris supraduodenal dan insersi T-tube tidak dianjurkan pada penanganan pasien sepsis.31 Dianjurkan dilakukan drainase operatif atau dikerjakan pungsi aspirasi
pankreatitis berat dengan batu empedu. meskipun dengan pungsi ini hasilnya kurang memuaskan karena rekurensinya tinggi.
Indikasi intervensi bedah pada pankreatitis akut nekrotikan : Dari penelitian penggunaan perkutaneus kistogastrostomi pada kasus-kasus
1. Infeksi jaringan nekrosis pankreas pseudokista post pankreatitis kronis mempunyai angka komplikasi berupa
2. Pada jaringan nekrosis yang steril, bila : pankreatitis nekrotikan persisten, ketidaktepatan penempatan kateter sebesar 5% dan 11% terbentuk abses.32
pankreatitis akut fulminant Penanganan drainase endoskopik hanya berfaedah bila tidak ada indikasi yang pasti
3. Munculnya komplikasi pankretitis akut, seperti perforasi usus dan perdarahan apakah akan dilakukan pembedahan atau drainase perkutan.

Penegakan diagnosis untuk mengetahui jaringan nekrotik steril atau terinfeksi sangat Pseudokista yang terletak pada bagian kauda dapat dilakukan reseksi pankreas distal
penting dalam penanganan pankreatitis nekrotikan. Pemeriksaan penunjang yang termasuk pada kasus post trauma. Penanganan dengan drainase eksterna mempunyai
dilakukan adalah dengan CT scan tampak udara di retroperitoneal atau dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, tetapi cara ini tetap menjadi pilihan dan sangat
FNAB dari jaringan pankreas atau peripankreas yang nekrotik FNAB dilakukan bermanfaat pada penanganan pseudokista dengan kondisi penderita yang jelek dengan
dengan akurat, aman dan dilakukan oleh ahlinya dengan bimbingan CT atau USG, tujuan lifesaving. Pada 12-20% dari penanganan dengan cara ini akan terjadi fistel
diindikasikan pada pasien dengan CT terbukti nekrotik dan klinis sepsis. atau rekurensi. Drainase interna merupakan tindakan terbaik dengan syarat bahwa
Bila infeksi muncul terapi yang dilakukan adalah dengan secara mekanik membuang dinding kista sudah matur dengan angka mortalitas 2% dan rekurensi 5%.
jaringan nekrotik. Pasien pankreatitis nekrotikan berat dapat jatuh ke dalam kondisi
kritis dalam berberapa jam sampai beberapa hari dari onset gejala. Beberapa tahun Untuk giant pseudokista sebaiknya dilakukan drainase eksterna atau dibuat drainase
yang lalu intervensi bedah dianjurkan untuk dilakukan saat komplikasi sistemik ke jejunum, dan untuk kista pada korpus dan kauda yang tidak melekat ke gaster
organ muncul. Mortalitas dari intervensi awal bedah ini lebih dari 65% dibuat kistojejunostomi.
Bila fase akut penyakit mereda, makanan oral dapat diberikan. Pemberian makanan
dapat dimulai dengan karbohidrat yang paling sedikit merangsang sekresi pankreas.
Usahakan untuk menentukan sebab peradangan. Penderita dinasehati untuk tidak
minum alkohol paling sedikit selama 3 bulan, dan bila pankreatitis diduga
diakibatkan alkohol, sebaiknya penderita tidak lagi minum alkohol selamanya.

Prognosis
Prognosis pankreatitis akut dapat diprediksi berdasarkan kriteria klinis dan kriteria
radiologis. Kriteria Ranson adalah kriteria klinis yang paling sering digunakan.
Ranson mempunyai 11 kriteria yang kemudian dianalisis multivariat untuk
memprediksi survival dari penderita pankreatitis akut. Kriteria ini meliputi 5 poin
yang dinilai pada waktu pemeriksaan pertama dan 6 poin yang dinilai 48 jam
kemudian. Dengan tabel kriteria Ranson dapat dipastikan derajat kegawatan
pankreatitis akut. Mortalitas pankreatitis akut sangat bergantung pada gambaran
klinis dan berkisar antara 1 sampai 75%. Pada setiap kriteria Ranson diberikan
angka 1. Angka kematian untuk pasien yang kurang dari tiga kriteria kira-kira 5%,
sedangkan pasien dengan lima atau lebih kriteria positif adalah diatas 50%. Dengan
mengenal stadium awal perjalanan serangan pankreatitis berat, dapat dilakukan
pengelolaan yang rasional dalam pengobatan pankreatitis tersebut.

Tabel kriteria pankreatitis akut menurut Ranson


Pemeriksaan pertama Pemeriksaan setelah 48jam
Umur >55th Hematokrit turun >10%
Sel lekosit >15.000/mm3 Ureum darah >5 mg/dL
Kadar glukosa >200 mg/dL Kalsium <8 mg/dL
LDH (lakto dehidrogenase) >35 U/L Saturasi O2 darah arteri turun
SGOT .250 units/dL Defisit basa >4 meq/L
Sekuesterisasi cairan >6 liter

Acute Physioloy and Chronic Health Enquiry (APACHE-II) juga bisa untuk
memprediksi outcome dari proses pankreatitis akut.Sistem ini mempunyai kelebihan
dengan dapat dihitung secara berulang tiap waktu. Nilai skor dibawah 9
menunjukkan derajat pankreatitis akut yang ringan dengan survival rate yang tinggi,
sedang skor nilai diatas 13 mempunyai kecenderungan mortalitas yang tinggi.
APACHE-II lebih kompleks dan lebih banyak kriteria yang dinilai daripada Ranson
sehingga jarang dipergunakan.
Pentingnya mengetahui adanya proses nekrosis pada pankreas bisa didapatkan
dengan CT scan, dan bisa mendapatkan gambaran derajat kerusakannya. Nekrosis
lebih dari 50% dari jaringan pankreas dan adanya akumulasi cairan yang banyak di
peripankreatik area serta adanya gambaran udara menunjukkan prognosis yang
buruk.
PERITONITIS
Ketiga jenis tindakan tersebut harus dilaksanakan dengan tepat dan adekuat untuk
mencapai hasil terapi yang optimal sehingga dicapai mortalitas dan morbiditas yang
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 rendah

Peritonitis adalah keadaan akut abdomen yang sering dijumpai akibat inflamasi dan Anatomi Peritoneum
infeksi selaput peritoneum rongga abdomen. Peritonitis suatu kumpulan gejala Peritoneum adalah selaput serosa tipis dan tembus cahaya. Peritoneum adalah
akibat iritasi peritoneum yang dapat disebabkan oleh bakteri, kimiawi atau darah. membrana serosa yang melapisi rongga perut dari diafrahma meluas kebawah
Berdasarkan proses terjadinya peritonitis dapat dikelompokkan menjadi peritonitis sampai pelvis. Dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
primer , sekunder,tertier dan intra peritoneal abses. Peritonitis adalah kasus  Peritoneum parietale  melapisi dinding perut dari dalam
yang memerlukan penanganan segera karena angka mortalitasnya tinggi. Secara  Peritoneum viserale (tunika serosa) yang melapisi organ-organ dalam perut.
umum angka mortalitas peritonitis bervariasi dari : Ringan (<10%), Sedang (<20%), Organ yang hampir seluruhnya dilapisi oleh peritoneum disebut organ intra
dan Berat (20 – 80%). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka peritoneal, sedangkan yang tidak dilapisi atau dilapisi kurang dari sepertiganya
morbiditas dan mortalitas antara lain adalah tipe penyakit primer atau penyebab, disebut organ ekstra / retroperitoneal.
lama penyakit sebelum operasi , adanya kegagalan organ sebelum terapi, usia serta
keadaan umum pasien. Peritonitis yang ditemukan lebih awal akan memberikan  Peritoneum yang menghubungkan peritoneum parietale dan viserale juga
prognosis yang lebih baik. Pengobatan standart infeksi intraabdominal terdiri dari berfungsi
kontrol sumber kontaminasi dari bakteri didalam rongga peritoneal dan drainase, sebagai alat penggantung :
serta debridement dari infeksi yang pada umumnya memerlukan tindakan  mesenterium : penggantung usus halus.
pembedahan, terapi antimikroba yanng memiliki daya bakterisida pada  mesenteriolum / mesoapendiks
mikroorganisme yang menjadi penyebabnya, dan tindakan suportif berupa  mesokolon transversum
oksigenasi yang adekuet, terapi cairan dan pengelolaan nutrisi. Ketiga jenis tindakan  mesosigmoideum,mesovarium,mesosalpinks,dsb.
tersebut harus dilaksanakan secara tepat dan adekuat untuk mencapai hasil terapi
yang optimal sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Peritoneum yang menggantung bebas sebagai duplikatur : omentum

Kedua jenis peritoneum ini terdiri atas selapis epithel pipih simplek, disebut
Infeksi intra abdominal adalah respon inflamasi pada peritoneum terhadap mesothelium Celah diantara peritoneum parietalis dan peritoneum visceralis
mikroorganisme dan toksinnya yang menghasilkan eksudat purulen pada rongga
disebut cavitas peritonealis. Pada keadaan normal celah ini mengandung sedikit
peritoneum. Infeksi pada rongga peritoneum (intraperitoneal) berbentuk suatu
cairan yang dikenal sebagai liquor peritonii. Pada laki-laki celah ini merupakan
infeksi difus yaitu peritonitis atau fokal yaitu berupa abses intraperitoneal /
celah atau cavitas yang tertutup, tetapi pada perempuan terdapat hubungan dengan
intraabdominal Walaupun tingkat pengetahuan dan pilihan terapinya telah
dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina. Celah atau rongga peritonium
berkembang pesat, sampai dengan saat ini infeksi intra abdominal masih merupakan
secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu sakus mayor dan minor, dan keduanya
salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Tingkat mortalitasnya
dihubungkan oleh foramen Winslowi. Pada sakus mayor terdapat beberapa area
dapat hanya 1% saja pada pasien dengan apendisitis perforasi, namun bisa mencapai
yang potensial secara anatomi maupun fisiologi terkumpulnya cairan atau pus. Area
20% atau lebih pada pasien dengan perforasi kolon atau trauma penetrans pada
tersebut adalah subhepatika kanan, subdiafragma kanan dan kiri, paracolic
abdomen, bahkan dapat mencapai 81% pada pasien yg mendapatkan infeksi intra
gutters dan pelvis.
abdominal pasca operasi. Morbiditas yang dapat timbul, baik sebagai akibat
komplikasi tindakan pembedahan, maupun perjalanan penyakitnya sendiri,
Ruangan-ruangan yang terdapat didalam rongga peritoneum adalah :
menambah lamanya masa perawatan dirumah sakit dan tidak jarang memerlukan
1. Ruang Subhepatika kanan
tindakan pembedahan ulang Pengobatan standar infeksi intra abdominal terdiri dari
Ruang ini dibatasi oleh sebelah atas: permukaan bawah dari lobus kanan hepar,
kontrol dari sumber kontaminasi bakteri di dalam rongga peritoneal dan drainase,
sebelah bawah : fleksura hepatica dan mesokolon tranversum. Disebelah medial
serta debridemen dari infeksi yang pada umumnya memerlukan tindakan
terikat oleh bagian kedua dari duodenum dan ligamentum hepatoduodenal, dan
pembedahan; terapi anti mikroba yang memiliki daya bakterisida pada
sebelah lateral oleh dinding abdomen. Sebelah posterior ruangan ini terbuka
mikroorganisme yang menjadi penyebabnya; dan tindakan suportif berupa
menuju kantong dari Morison, salah satu dari beberapa ruang dalam pada rongga
oksigenasi yang adekuat, terapi cairan, dan pengelolaan nutrisi.
peritoneum yang dapat menjadi tempat pengumpulan cairan dan terbentuknya
abses.
2. Ruang Subfrenika kanan
Ruang ini terletak pada hemidiafrahma kanan dan permukaan superior dari lobus
kanan hepar disebelah medial terikat oleh ligamentum falsiforme dan sebelah
posterior oleh ligamentum koronaria kanan dari hepar.

3. Ruang Subfrenika kiri


Ruang ini meluas dari sebelah atas lobus hepar kiri, posterior ke lien dan
anteroinferior ke bawah lobus kiri hepar. Batas medial posterior adalah
ligamentum triangulare sinistra dari hepar, sebelah lateral ruangan tersebut
meluas diantara diafrahma dan lien. Pada bagian lateral ini aliran cairan dari
bawah dapat mengalir diantara lien dan ginjal. Bagian subhepatik dari ruang
subfrenika kiri dibagi anterior dan superior oleh permukaan inferior dari lobus
hepar kiri dan posterior oleh dinding anterior dari gaster dan ligamentum
gastrohepatika.

4. Ruangan Parakolika
Dibagi menjadi bagian kanan dan kiri. Sebelah kanan antara dinding abdomen
dan kolon asenden dan sebelah kiri antara dinding abdomen dan kolon desenden.
Disebelah kiri hubungan antara ruangan ini dan subfrenika dibatasi oleh
ligamentum prenikolika. Di inferior hubungannya dengan rongga pelvis
dihalangi oleh kolon sigmoid. Sebelah kanan dapat berhubungan langsung antara
ruang parakolika kanan dengan ruang subfrenika kanan, subhehepatik dan pelvis. Omentum merupakan jaringan yang kaya vascularisasi dan lemak dengan
mobilitas yang besar, memegang peranan penting untuk mekanisme pertahanan
5. Kantong Lesser alamiah untuk mengatasi inflamasi dan infeksi peritoneum, dapat bersifat sealing
Ruangan ini terletak di posterior dari gaster dan ligamentum gastrohepatika. off leakage dan membawa kolateral pada viscera yang iskemi, juga berhubungan
Sebelah posterior ruangan ini dibatasi oleh lobus kaudatus hepar dan sebelah dengan adhesi.
inferiornya oleh mesokolon transversum. Permukaan anterior dari pancreas
merupakan batas belakang dari ruangan ini. Walaupun terdapat hubungan
Mesenterium adalah lapisan peritoneum yang berlapis ganda yang membungkus
langsung antara kantong lesser dan kavum peritonii mayor melalui foramen
suatu organ dan menghubungkannya dengan dinding abdomen. Dikedua
winslowi, sangat jarang infeksi yang terbentuk pada cavum peritonii mayor yang
permukaannya dilapisi oleh mesotelium dan bagian tengahnya merupakan jaringan
meluas ke kantong lesser. Infeksi yang terbentuk pada rongga ini biasanya dari
ikat longgar yang mengandung sejumlah sel-sel lemak dan nodi limfatiki, bersama-
organ-organ yang dekat dan membatasinya seperti dari gaster dan pancreas.
sama dengan pembuluh darah, limfe, dan saraf yang datang dari dan ke viscera atau
organ.
6. Rongga pelvis
Rongga pelvis adalah rongga yang sangat tergantung pada rongga peritoneum
Peritoneum viscerale dan mesenterium mendapat darah dari arteri splanknikus ,
pada posisi tegak dan semitegak. Di anterior ruang ini dibatasi oleh kandung
vena kembali masuk ke vena porta. Peritoneum parietale mendapatkan darah dari
kencing dan dinding abdomen, sebelah posterior oleh rectum, tulang-tulang
cabang pembuluh darah dari interkostal distal, subkostal, lumbal dan iliaka serta
dinding pelvis dan retroperitoneum. Pada wanita ruangan ini dibagi lagi menjadi
kembali melalui vena cafa inferior.
bagian anterior dan posterior oleh uterus. Anterior adalah kantong uterovesikal,
Peritoneum parietale diinervasi oleh saraf spinal yang sama dengan inervasi pada
dan posterior adalah kantong rektouterina. Daerah ini berada di anterior dari
dinding abdomen, sensitif terhadap stimuli. Setiap iritasi pada peritoneum parietale
rectum dan merupakan lokasi tersering dari abses rongga pelvis (Moore, 1992;
menimbulkan nyeri somatik. Peritoneun viscerale diinervai dari aferen autonum dan
Stern, 1997).
relatif kurang sensitif, respon primer hanha pada tarikan dan distensi serta tekanan,
tak terdapat reseptor nyeri , sehingga respon kualitas dan lokasi nyeri serta spasme
otot terjadi akibat iritasi pada peritoneum parietale.
Fisiologi  Hipovolemia
Proses inflamasi menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan eksudasi cairan ke
Peritoneum merupakan single layer of mesothelial cells dengan membran basalis
dalam rongga peritoneum dan jaringan ikat longgar subendotelial. Adanya
yang ditopang oleh jaringan ikat yang kaya dengan pembuluh darah. Permukaan
usus yang atonik dan berdilatasi juga akan mengakumulasikan cairan dalam
peritoneum luas kira-kira 1,8 m2 dan merupakan membran semi permeabel . Kira-
lumen. Kecepatan hilangnya cairan ini bisa mencapai 6-10 liter dalam 24
kira 1m2 berfungsi sebagai pertukaran pasif cairan ekstraseluler, air, elektrolit, dan
jam sehingga dapat menyebabkan syok hipovolemik.
makromolekul dengan kecepatan 30 ml/jam. Penebalan 1mm peritoneum dapat
terakumulasi 18 liter cairan. Pada keadaan normal terdapat kurang lebih 50 ml cairan
 Peningkatan tekanan intra abdomen
peritoneum dengan ciri : berat jenis 1,016, konsentrasi protein < 3 gr/dl . Cairan ini
Respon pertama usus terhadap iritasi peritoneal terjadinya hipermotilitas
disekresi oleh peritoneum viscerale dan masuk sirkulasi intra peritoneal. Cairan dari
kemudian terjadi depresi motilitas usus sehingga terjadi illeus paralitik.
suprakolika kanan mengalir kelateral melalui subhepatika kranial ke subdiagfragma
Terdapatnya cairan dalam peritoneum, rongga peritoneum distensi serta
kanan, kaudal sepanjang paracolic gutters dan pericaecal berakhir pada rongga
akumulasi cairan dalam usus akan menambah tekanan intra abdominal.
pelvis. Dari rongga pelvis berjalan ke kranial melalui kedua paracolic gutters ,
Peningkatan tekanan ini akan berpengaruh negatif terhadap fungsi paru-paru ,
kemudian ke subdiagfragma dan ke medial kembali. Sedangkan cairan dari supra
jantung, ginjal, perfusi hepar, intestinal dan splanknikus. Hal ini akan
kolika kiri mengalir kearah kranial dan kaudal samapi pada subdiagfragma dan
menyebabkan terjadinya distres respirasi, kegagalan multi organ dan akhirnya
paracolic gutters kiri . Pergerakan sirkulasi teresebut ditimbulkan oleh tekanan
kematian.
negatif akibat pergerakan diagfragma juga dibantu oleh gerakan usus yang
menggerakkan cairan ke lateral dan kemudian bergerak ke atas.
 Respon pertahanan terhadap inflamasi
Ada dua mekanisme pertahanan peritoneum terhadap infeksi bakteri yaitu :
Adanya stimulus seperti endo dan eksotoksin bakteri, trauma, akan
 Bakteri dieliminasi dari rongga peritoneum melalui sirkulasi intraperitoneum
merangsang respon imun , baik respon imum seluler maupun humoral.
ke saluran limfe, masuk ke duktus torasikus dan kemudian masuk sirkulasi
sistemik, kemudian diatasi oleh mekanisme pertahanan sistemik.
 Bakteri intraperitoneum akan diatasi oleh masuknya lekosit polimorfonuklear ,  Respon sekunder
opsonisasi dan makrofag, semuanya akan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Respon sistemik pada inflmasi peritoneum sama dengan respon organ lain
terhadap trauma dan operasi. Gejala akibat inflamasi sangat bervariasi
menurut luas daerah yang terkena , lokasi, etiologi dan onset timbulnya..
Respon terhadap cedera, infeksi dan inflamasi  Respon endokrin
Peritonitis merupakan stimuli pada beberapa organ endokrin. Segera
 Respon primer
 Peradangan membran medula adrenal mengeluarkan adrenalin dan nor adrnalin yang
Setelah terjadi luka atau injury, histamin dan faktor yang mempengaruhi menyebabkan vasokonstriksi sistemik, takikardi dan keluarnya keringat.
permeabilitas membran peritoneum akan dikeluarkan oleh mast sel Kortek adrenal akan mensekresi hormon kortisol dalam 2-3 hari pertama.
peritoneum, sehingga menyebabkan peningkatan vaskuler peritoneum. Sekresi aldosteron dan ADH akan meningkat sebagai respon dari
Terjadi transudasi cairan yang diikuti oleh eksudasi cairan yang kaya protein hipovolemi. Dengan demikian akan terjadi retensi air dan natrium.
ke rongga peritoneum. Pada fase vaskuler dan fase transudasi, peritoneum
berfungsi sebagai two way street sehingga toxin atau bahan-bahan lain yang  Respon jantung
ada dalam cairan peritoneum dapat diabsorbsi masuk kedalam cairan limfe, Penurunan volume cairan ekstraseluler akan menyebabkan terjadinya
kemudian ke aliran sistemik. Transudasi cairan interstitiel ke dalam rongga penurunan venous return dan cardiac output. Keadaan asidosis akan
peritoneal diseluruh peritoneum yang meradang diikuti dengan eksudasi menyebabkan melemahnya daya kontraktilitas jantung dan menambah
cairan kaya protein. Cairan eksudat dalam rongga peritoneum mengandung menurunnya cardiac output. Pemberian cairan intra vena akan
banyak fibrin dan plasma protein lain yang dapat menggumpal memperbaiki keadaan ini.
menimbulkan perlengketan yang membantu melokalisir sumber penyebaran.
Penyembuhan peritoneum setelah cidera biasanya sangat cepat, dan terjadi  Respon respirasi
secara simultan. Tiga hari setelah cedera, permukaan luka akan ditutupi oleh Distensi abdomen akibat adanya edema peritoneal, illeus paralitik dan
jaringan ikat yang mirip dengan mesotelium. Pada hari kedelapan regenerasi adanya rasa nyeri akan menghambat gerakan pernafasan. Frekwensi
mesotel akan terjadi degan sempurna. pernafasan akan meningkat oleh kaarena adanya hipoksia dan metaboilk
asodosis dan pada akhirnya akan terjadi alkalosis respiratorik.
Adanya hiperventilasi ringan, alkalosis respiratorik dan penurunan  Peritonitis tertier
kesadaran merupakan tanda dini adanya sepsis. Adalah peritonitis yang terjadi setelah dilakukan tindakan pembedahan dan
terapi antibiotika pada peritonitis sekunder, kemudian terjadi infeksi yang
 Respon ginjal berlanjut dan super infeksi, atau gangguan sistim imunitas pada pasien
Hipovolemi, penurunan cardiac output akan menyebabkan penurunan sehingga tidak dapat menahan infeksi dan peritonitis menjadi persisten, serta
Renal blood Flow dan GFR sehingga terjadi peningkatan sekresi ADH berakhir dengan kematian.
dan Aldosteron,. Reabsorbsi garam dan air meningkat dan sekresi Misal :
kalium akan meningkat.  Peritonitis tanpa dapat dibuktikan adanya patogen
 Peritonitis karena jamur
 Respon metabolik  Peritonitis akibat bakteri yang patogenitasnya rendah
Metabolisme rate biasanya meningkat oleh karena kebutuhanb akan
oksigen meningkat. Bersamaan dengan itu kapasitas paru dan jantug  Abses intraperitoneal/intraabdominal
untuk mengeluarkan oksigen menurun, sehingga menyebabkan Adalah infeksi yang terbatas (terlokalisir) pada rongga peritoneum
terjadinya metabolisme anaerob. Oleh karena terjadi hipoperfusi dari
ginjal maka clearence asam akan terhambat sehingga terjadi asidosis Infeksi intraabdominal dapat mengalami komplikasi yang berupa sepsis, beberapa
metabolik. hal yang perlu dipahami dari sepsis berdasarkan konsensus yang telah disepakati
oleh “The American College of Chest Physicians and The Society of Critical Care
Klasifikasi peritonitis Madicine” pada bulan Agustus 1991, apabila terdapat infeksi bakteri yang berat,
maka akan terjadi perubahan fisiologis dan disfungsi organ berupa :
Saat ini peritonitis dibagi menjadi 3 berdasarkan sumber dan kausa kontamiasi
mikroba.  Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), adalah respon inflamasi
 Peritonitis primer terhadap berbagai sebab yang ditandai oleh dua atau lebih perubahan berikut ini
Adalah inflamasi difus yang disebabkan oleh bakteri dan tanpa disertai adanya yaitu perubahan temperatur tubuh (>38 0C atau <36 0C), denyut jantung
gangguan integritas organ dan saluran pencernaan. Pada keadaan ini sangat >90x/menit, frekuensi pernafasan >20x/menit atau PaCO2 >32 torr, dan
jarang ditemukan infeksi polimikrobial. Infeksi dapat terjadi sebagai hitung lekosit > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3.
penyebaran hematogen atau limfogen dari organ ekstraperitoneal  Sepsis adalah respon tubuh sistemik terhadap infeksi dengan SIRS dan dapat
Misal : dibuktikan adanya infeksi.
 Peritonitis spontan pada anak  Sepsis Berat adalah sepsis yang disertai dengan hipoperfusi atau disfungsi “
 Peritonitis spontan pada dewasa end Organ “.
 Peritonitis pada pasien dengan CAPD  Syok Septik adalah sepsis yang disertai dengan hipotensi dan perfusi jaringan
 Peritonitis tuberkulosis dan peritonitis granulomatosis yang inadekuat walaupun telah mendapat resusitasi cairan.
 Sindroma Sepsis adalah terdapatnya tanda dan gejala sepsis yang tidak dapat
 Peritonitis sekunder dibuktikan adanya focus infeksi atau bakteri di dalam darah.
Adalah infeksi akut pada peritoneum yang difus dan disebabkan oleh perforasi  Bakterimia adalah ditemukannya bakteri di dalam darah.
atau kebocoran suatu anastomosis intestinal atau pankreatitiis nekrotikans yang  Multiple Organ Dysfunction Syndrome adalah terdapat perubahan fungsi
terinfeksi. Tidak termasuk ke dalam golongan ini adalah perforasi ulkus organ pada pasien secara akut sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan
peptikum kurang dari 12 jam, dan perforasi pada usus halus akibat trauma yang tanpa suatu intervensi.
kurang dari 24 jam, apendisitis non perforasi, kolesistitis akuta dan nekrosis
usus simpe SIRS, Sepsis, dan syok septik sering berhubungan dengan infeksi bakteri, namun
Misal : bakterimia tidak selalu dijumpai. Hal ini disebabkan bakterimia dapat terjadi transien,
 Acute perforation peritonitis seperti yang sering ditemukan pada trauma mukosa usus. Bakterimia dapat terjadi
 Perforasi gastrointestinal primer (yaitu tanpa diketahui adanya fokus infeksi) atau dapat pula sekunder (lebih
 Iskhemia intestinal sering), yaitu berasal dari suatu fokus intra atau ekstra vaskuler yang dapat
 Pelvioperitonitis diindentifikasi.
 Anastomosis yang terbuka
Patogenesis dan Patofisiologi Perforasi yang berhubungan dengan perdarahan dan perforasi akibat trauma
penetrans akan sering berakibat pada peningkatan konsentrasi hemoglobin didalam
Infeksi intra abdominal seringkali disebabkan oleh perforasi dari traktus bilio-enterik
rongga peritoneum maupun jaringan lunaknya yang telah terkontaminasi. Oleh
yang melepaskan mikroba di dalam rongga peritoneum. Pergerakan fisiologis
karena itu adanya hematoma intraperitoneal pada kedua keadaan tersebut akan
normal di dalam cairan peritoneal akan menyebarkan kontaminan mikroba didalam
mempercepat multiplikasi mikroba.
kavum peritonei. Selanjutnya infeksi berkembang dan bergantung kepada beberapa
faktor yaitu :
Benda Asing
Debris seluler dan sisa makanan yang belum terdigesti akibat perforasi pada kolon
Jumlah Bakteri
akan mempunyai efek penting sebagai benda asing. Demikian pula dengan bahan-
Meskipun peritonitis dan infeksi intra abdominal sering dibahas sebagai satu
bahan material yang digunakan pada penjahitan di dalam abdomen atau benda asing
kesatuan penyakit, peritonitis dapat timbul sebagai akibat perkembangan dari
yang menyebabkan trauma penetrans juga dapat meningkatkan proliferasi bacteria.
berbagai penyakit. Faktor penting yang membedakan ringan atau beratnya peritonitis
Jaringan mati dapat terjadi sebagai akibat devaskularisasi jaringan akibat trauma
adalah jumlah bakteri residen pada traktus gastrointestinalis pada saat perforasi
penetrans maupun pembedahan sendiri. Jaringan mati dan benda asing akan menjadi
terjadi.
tempat berproliferasinya mikroba yang akan sulit dicapai oleh mekanisme
Sebagai akibat hal tersebut diatas, maka perforasi pada gaster akibat ulkus peptikum
fagositosis sel-sel imun.
tidak segera terkontaminasi oleh bakteri karena kondisi hiperasiditas yang
menyebabkan rendahnya koloni bakteri. Sedangkan perforasi pada apendisitis,
Faktor Sistemik
konsentrasi bakteri intralumen apendiks adalah 106 s/d 107 per gram isi apendiks.
Faktor sistemik dapat pula mengurangi respon pertahanan tubuh dan meningkatkan
Pada kolon rektosigmoid bahkan lebih tinggi lagi yaitu terdapat kontaminasi dengan
virulensi bakteri pada peritonitis. Penyakit penyerta seperti Diabetes Melitus, atau
konsentrasi 1010 s/d 1011 pergram feses pada saat perforasi. Oleh karena itu pada
malnutrisi kalori dan protein dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi.
kedua keadaan tersebut akan terjadi peritonitis yang berat.
Obesitas akan menyebabkan masalah di dalam respon tubuh terhadap kontaminasi
jaringan lunak karena tebalnya lemak pada omentum dan mesenterium, serta dinding
Adanya obstruksi
abdomen. Alkoholisme akut dan kronis akan menyebabkan debilitas keadaan
Obstruksi dapat menyebabkan meningkatnya potensi kontaminasi bakteri. Apabila
sistemik tubuh. Obat-obatan yang digunakan sebelumnya secara jangka panjang,
terjadi strangulasi dan dan kemudian perforasi, maka cairan usus pada bagian prok
seperti kortikosteroid, akan meningkatkan virulensi peritonitis.
mal dari obstruksi akan memiliki konsentrasi bacteria yang lebih tinggi
dibandingkan jika tidak terdapat obstruksi. Demikian pula pada obstruksi “gastric
Respon Inflamasi
outlet” terdapat peningkatan konsentrasi bakteri dari pada tanpa obstruksi. Sebagai
Respon inflamasi adalah mekanisme utama untuk eradikasi mikroba yang terdapat
pegangan adalah konsentrasi bacteria akan meningkat secara logaritmik dengan
pada cavum peritonei. Proliferasi mikroba akan menyebabkan degranulasi sel Mast,
semakin distalnya letak usus. Hal ini berarti bahwa perforasi pada ulkus peptikum
aktifasi kaskade koagulasi, aktifasi trombosit local, kaskade komplemen, dan sistim
akut dan kanker kolorektal yang pada keduanya dianggap sebagai peri tonitis
bradikinin (sistim kontak). Aktifasi seluruh sinyal inflamasi tersebut akan
sebetulnya adalah dua penyakit yang berlainan sebab adanya perbedaan jumlah
menyebabkan produksi factor-faktor kemotaksis yang selanjutnya akan menarik
bakteri yang berhubungan dengan lokasi anatomis.
netrofil dan makrofag ke dalam lokasi inflamasi yang ditimbulkan oleh kontaminasi
dan proliferasi bakteri.
Hemoglobin
Interaksi proses fagositosis sistim imun dengan proliferasi mikroba akan
Meskipun jumlah bacteria adalah factor yang penting di dalam menentukan derajat
menghasilkan 3 hal, yaitu :
beratnya peritonitis akut, beberapa factor ajuvan lainnya dapat meningkatkan
Pertama adalah inokulasi bacteria dan kecepatan proliferasinya melampaui kapasitas
proliferasi mikroba dan virulensi bakteri pada proses peritonitis. Hemoglobin telah
pertahanan tubuh sehingga akan menimbulkan diseminasi sistemik mikroba dan
diketahui sebagai factor ajuvan di dalam proliferasi bakteri. Pemecahan hemoglobin
respon septic. Dalam keadaan tanpa terapi yang agresif diseminasi sistemik tersebut
di dalam kavum peritoneum akan menyebabkan sumber protein yang segera tersedia
akan berakhir dengan kematian.
untuk aktifitas metabolisme bakteri dan mungkin lebih penting lagi, adalah sebagai
sumber Fe (zat besi). Zat besi adalah unsur yang penting sekali untuk pertumbuhan
Kedua adalah apabila jumlah dan virulensi mikroba yang minimal, kemudian diikuti
dan proliferasi mikroba. Adanya hemoglobin juga mempercepat proses replikasi
oleh kemampuan eradikasi sistim imun maka peritonitis akan mereda dan mikroba
bakteri. Telah pula dibuktikan bahwa hasil metabolisme hemoglobin oleh bacteria
patogen dapat dibunuh. Keadaan ini dapat terjadi pada perforasi ulkus peptikum.
dapat mengasilkan produksi sampingan yaitu leukotoksin yang akan meningkatkan
daya invasi infeksi.
Terakhir, adalah konsentrasi mikroba tetap tinggi di dalam rongga peritoneum dan Sinergisme polimikrobial
sistim imun tubuh dapat melokalisir proses infeksi, namun tidak berhasil Ditemukannya infeksi yang polimikrobial membuktikan bahwa pada peritonitis
mengeradikasi kuman patogen sehingga akan terbentuk rongga abses. Abses sekunder terdapat sinergisme diantara bacteria yang mengkontaminasi rongga
mewakili suatu proses pertahanan antara kuman patogen dengan sistim imun. Oleh peritoneum. Adanya toksin yang dihasilkan oleh E. coli akan menimbulkan respon
karena itu drainase abses dan terapi antibiotik sangat diperlukan untuk eradikasi infeksi dan adanya B. fragilis akan mengeksaserbasi proses infeksi. Dengan
kuman dan keselamatan hidup pasien. demikian terjadi sinergisme pada kombinasi inokulasi B. fragilis dan E. coli.

Mikrobiologi Peritonitis Kultur cairan peritoneal


Meskipun cairan peritoneum dapat dilakukan kultur secara rutin, namun manfaatnya
Lokasi perforasi
tidak banyak mengubah jenis terapi empirik pada tahap awal. Disamping itu pula,
Mikrobiologi peritonitis bergantung kepada sumber dari kontaminasi. Perforasi pada
ternyata perubahan jenis antibiotika setelah tersedia hasil kultur dan tes sensitifitas
gaster hanya mempunyai mikroba yang minimal atau bahkan tidak terdapat bakteri
tidak memberikan kelebihan di dalam manfaat terapi. Oleh karena pengambilan
yang dapat dikultur. Dalam keadaan ini sesungguhnya hanya proses kimiawi saja.
kultur cairan peritoneal akan menambah biaya, maka pengambilan kultur pada saat
Perforasi pada usus halus akan lebih banyak meliputi bakteri gram negatif,
operasi pertama tidak harus dikerjakan secara rutin.
sedangkan makin kearah kolon dan rectum akan semakin banyak bakteri gram
negatif dengan berbagai jenis bakteri anaerob. Beratus jenis bakteri anaerob dapat
ditemukan pada kultur dari kolon, namun demikian hanya beberapa jenis saja yang Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
dapat menjadi patogen pada peritonitis.
Proses patofisiologis secara ringkas pada infeksi intraabdominal dapat dilukiskan
Tabel 2. Isolasi bakteri dari kultur intraoperatif pasien infeksi intraabdominal pada gambar 3. Setelah terjadi invasi bakteri dari sumber infeksi maka terlepas
toksin yang selanjutnya akan memicu respon sistemik dan gangguan pada berbagai
% of Patient with Organism sistim organ yang pada ujungnya adalah terjadi hipoksi dan syok septik yang apabila
___________________________________________ tidak dilakukan terapi maka akan menimbulkan “second insult” yang akan disusul
Organism Gorbach Stone Solomkin Mosdell oleh “Multiple Organ Failure (MOF)” dan berakhir dengan kematian. Sebagai akibat
1974 1975 1990 1991 proses patofisiologis tersebut maka manifestasi klinis pada penderita peritonitis
Gram-negative Aerobes sekunder akan ditemukan penurunan kesadaran, takipnea,takikardia, hipotensi,
Escherichia coli 61 67 58 69 febris, oligouria dan payah jantung. Tentu saja apabila telah terjadi sepsis maka
Enterobacter/Klebsiella sp. 37 32 39 23 dapat terjadi tanda-tanda SIRS, sepsis berat sampai dengan syok septic dan
Proteus sp. 22 28 6 3 “Multiple Organ Dysfunction”. Pada peritonitis tersier akan ditemukan tanda-tanda
Pseudomonas aeruginosa 17 20 15 19 sepsis yang tidak jelas, yaitu keadaan hiperdinamik pada sistim kardiovaskuler, “low
Gram-positive Aerobes grade fever”, dan adanya hipermetabolisme yang umum. Konsumsi oksigen tidak
Staphylococcus sp. 34 6 11 11 terlalu terganggu seperti halnya pada sepsis. Seringkali pula focus infeksi sulit
Anaerobes ditemukan. Sedangkan pada intraabdominal abses yang khas ditemukan adalah
Bacteriodes fragillis 26 34 23 45 febris yang “spiking” disertai dengan nyeri tumpul, anoreksia, dan penurunan berat
Other Bacteriodes sp. 58 51 21 badan. Jumlah lekosit meningkat dan fungsi organ di dekat abses terganggu (Genuit,
Fusobacterium sp. 14 8 6 5 2002).
Peptosreptococcus sp. 26 14 7 16
Enterococcus sp. 4 23 23 11 Sistem Skoring
Oleh karena berjalan dalam multifaset, infeksi intraabdominal sulit untuk dinilai
derajat berat penyakit dan progresifitas terapinya. Letak anatomis sumber infeksi
dan gangguan fisiologis yang timbul menentukan hasil terapinya. Mortalitas pasien
Dari table tersebut dapat terlihat bahwa Escherichia coli adalah jenis bakteri batang
gram negatif yang paling banyak ditemui, sedangkan untuk jenis bakteri anaerob berhubungan dengan beratnya respon sistemik dan keadaan fisiologis premorbid
adalah Bacteroides fragilis. Oleh karena itu secara ringkas jenis patogen yang yang dapat diestimasi dengan menggunakan system scoring Acute Physiology and
Chronic Health Evaluation II (APACHE-II). Oleh the Surgical Infection Society
ditemukan pada peritonitis sekunder dan tersier dapat dilihat pada table 3.
sistem ini telah ditetapkan sebagai metode yang paling baik untuk menilai
stratifikasi resiko infeksi intraabdominal.
Diagnosis Pengelolaan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah sangat penting di dalam menentukan  Non operatif
diagnosis etiologi, perlunya tindakan bedah, dan kebutuhan alata Bantu diagnosis Sebelum dilakukan operasi perlu dilakukan persiapan operasi yang meliputi
lainnya. Pada anamnesis yang penting adalah tentang onset keluhan yang sering sebagai berikut :
berupa nyeri abdomen akut yang ditandai gejala-gejala SIRS, yaitu febris. Diskripsi  Resusitasi cairan : Cairan kristaloid harus diberikan untuk mengatasi
sifat nyeri abdomen serta perubahannya pada perjalanan waktu penting pula untuk dehidrasi atau syok, sedangkan darah atau komponen darah diberikan
mendiagnosis kemungkinan etiologinya. jika ada anemia.
Pemeriksaan fisik untuk menilai tanda vital, adanya dehidrasi, anemia, kesadaran  Oksigenasi dan bantuan ventilasi, jika terdapat tanda-tanda hipoksemia,
pasien merupakan tanda-tanda penting yang harus diperhatikan untuk menilai ventilasi alveolar yang tidak adekuat.
kemungkinan sudah terjadinya sepsis berat. Tanda-tanda peritonitis ditemukan pada  Intubasi, kateterisasi, dan pemantauan hemodinamik : Pemasangan
pemeriksaan khusus abdomen yaitu terdapat tanda-tanda iritasi peritoneum : nasogastrik tube untuk dekompresi, CVP untuk monitor volume dan
1. Nyeri tekan hemodinamik pasien.
2. Nyeri lepas  Obat-obatan : Obat analgetik jangan diberikan sampai dengan jelas
3. “defence musculair”, dan “muscle guarding”. adanya indikasi operasi. Obat-obat vasoaktif dapat diberikan jika
4. Ditemukan pula tanda-tanda ileus paralitik sperti distensi abdomen, bising terdapat tanda syok setelah volume telah mencukupi>
usus yang menurun sebagai akibat penyebaran pus intraperitoneal.
 Pengendalian suhu tubuh > 38,50 C perlu diberikan obat antipiretik untuk
mencegah kesulitan saat anesthesia
Pemeriksaan colok dubur dan vagina dapat memberikan infprmasi luasnya daerah
nyeri, maupun kemungkinan adanya massa abses di pelvis
 Operatif :
Pemeriksaan laboratorium darah yaitu hemoglobin, lekosit, dan hitung jenis lekosit Tindakan operasi bertujuan untuk mengontrol sumber primer kontaminasi
dapat menunjukkan anemia, lekositosis, atau lekopenia, dan adanya lymphopenia bakteri, sedangkan non-operatif terdiri dari terapi suportif, antibiotika, dan
dan pergeseran ke kiri. Pemeriksaan kimia darah seperti ureum, kreatinin, gula “surveillence” infeksi residual.
darah, protein, LFT (Liver Function Test) dan elektrolit penting untuk menilai Pengelolaan bedah didasarkan pada 3 prinsip utama yaitu eliminasi sumber
komplikasi kegagalan organ ganda. infeksi, reduksi jumlah bakteri kontaminan di dalam rongga peritoneum, dan
mencegah terjadinya infeksi yang yang persisten dan rekuren ( Genuit, 2002).
Pemeriksaan radiologis “X-ray” pada abdomen dengan tiga posisi menunjukkan
1. Tanda-tanda ileus paralitik Terapi bedah pada peritonitis adalah sebagai berikut :
2. Hilangnya bayangan pre peritoneal fat  Kontrol sumber infeksi : Dilakukan pembedahan definitive sesuai
3. Pelebaran rongga diantara usus. dengan etilogi sumber infeksinya, tipe dan perluasan dari pembedahan
tergantung dari proses dasar penyakit dan berat dari infeksi
Pada keadaan abses intra abdominal pemeriksaan ultrasonografi abdomen dan CT- intraabdominal tersebut
scan sangat penting karena akurasi pemeriksaan fisik yang sangat rendah.
Pemeriksaan ini diambil setelah keadaan hemodinamik stabil. CT-scan adalah yang  Pencucian rongga peritoneum : Teknik pencucian dilakukan dengan
terbaik untuk menentukan lokasi dan luasnya abses. debridement, “suctioning”, kain kassa, lavase, dan irigasi intra-operatif
Kelemahan ultrasonografi adalah bayangan yang tidak jelas pada distensi usus, untuk menghilangkan pus dan jaringan nekrotik
ketidak nyamanan pasien, obesitas,dan gangguan gas dalam usus Dengan
berkembangnya radiology intervensional, kedua pemeriksaan tersebut dapat pula  Debridement radikal :
digunakan sebagai sarana drainase perkutaneus. Teknik ini menghilangkan seluruh jaringan nekrotik, pus, dan fibrin
sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang signifikan. Tidak ada
perbedaan hasil yang signifikan antara debridement standar dengan
radikal. Dengan demikian, saat ini debridement radikal lebih banyak
ditinggalkan karena seringkali menambah perdarahan.
 Irigasi kontinyu post-operatif :  Abses :
Pada teknik ini dipasang “drain” sebanyak 4 – 6 buah intra peritoneal Drainase perkutaneus dengan bimbingan USG atau CT Scan (Balint,
dengan siklus aliran cairan melalui infus berulang, baik dari luar maupun 2000; Kok, 2000) Untuk pasien dengan APACHE score 15 sampai
dalam rongga peritoneum. Bahaya teknik ini adalah erosi pada usus dengan 24 atau >25, memberikan mortalitas yang lebih rendah
halus, dan sering timbul masalah dengan oklusi pada drain. Meskipun dibandingkan dengan bedah terbuka.
demikian sampai dengan saat ini belum ada penelitian dalam jumlah  Indikasi :
kasus yang besar yang menunjukkan kelebihannya dibanding dengan - Abses unilokuler
debridement standar. - Lokasi abses dekat dengan dinding abdomen
 Drainase secara bedah terbuka dilakukan dengan indikasi :
 Etappen lavase atau “Stage Abdominal Repair”(STAR) : - Kegagalan drainase perkutaneus
Sejak operasi laparotomi yang pertama telah direncanakan untuk - Adanya abses pancreas atau karsinomatosa
dilakukan relaparotomi, biasanya dalam interval 24 jam. Tindakan - Adanya fistula enterokutaneus yang “high output”
dilakukan oleh karena kesulitan di dalam penutupan rongga abdomen - Adanya abses pada “lesser sac”
sehingga dapat menimbulkan “Abdominal Compartement Syndrome” - Abses yang multilokuler
yang dapat membahayakan fungsi ventilasi, kardiovaskuler, maupun - Abses interloop usus
ginjal. Kerugian teknik ini adalah hernia insisionalis, adanya fistula
enterokutaneus, pneumonia akibat pemakaian ventilator yang
berkepanjangan, peningkatan infeksi nasokomial, dan memperpanjang
waktu perawatan. Oleh karena itu dikembangkan pula teknik penutupan
sementara dengan mesh (Vicryl,Dexon),non absorbable mesh (GORE-
Peritonitis Sekunder
TEX,polyprophylen), zipper, velcrolike closure devices, vacuum-assisted
closure (VAC) atau “artificial burr device Patofisiologi
 Indikasi teknik ini adalah : Peritonitis sekunder disebabkan oleh : inflamasi, infeksi, perforasi, iskemi sistema
1. Prediksi mortalitas > 30% (APACHE > 15) gastrointestinal maupun genitourinaria, ekstravasasi urin dan bile. Faktor yang
2. Kondisi pasien tidak memungkinkan penutupan definitive mempengaruhi beratnya peritonitis adalah: tipe kontaminasi bakteri, nature of initial
3. Sumber infeksi tak dapat dieliminasi atau dikontrol injury, nutrisi penderita, status imunologi dan kontaminasi paska operasi. Derajat
4. Debridement inkomplit beratnya peritonitis sekunder berdasarkan kausa dibagi menjadi :
5. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol dan dipasang packing  Ringan
6. Edema peritoneum eksesif Pada perforasi apendisitis, perforasi gastroduodenal dan salpingitis akut angka
7. Iskemia usus yang vitalitasnya belum dapat dipastikan mortalitas kurang 10%.

 Indikasi dilakukannya relaparotomi pada peritonitis tersier :  Sedang


 Perdarahan berlanjut, kebocoran anastomosis, “uncontrolled Pada perforasi divertikulitis , perforasi usus halus non vaskuler, kolesistitis
spillage”, infeksi intraabdominal mengalami progresi, dan elevasi ganggrenosa , multiple trauma, angka mortalitas kurang 20%.
tekanan intraabdominal yang bisa menimbulkan “Abdominal
Compartement Syndrome”.  Berat
 Pendekatan Tim untuk menentukan indikasi re-operasi : Pada perforasi usus besar,cidera iskemi usus halus , pankreatitis akut nekrotikan
- Spesialis bedah serta komplikasi paska operasi, angka kmatian 20-80%.
- Intensivis
- Spesialis Anestesi Kontaminasi peritoneum menyebabkan cedera mesothel untuk melepaskan histamin
 Untuk dapat memutuskan perlunya relaparotomi perlu pengenalan dan vasoaktif peptida lainnya, dimana akan menyebabkan peningkatan
dengan indeks kecurigaan yang tinggi, “timing” yang tepat, serta permeabilitas vaskuler dan terjadi eksudasi protein tinggi fibrinogen.
pemilihan jenis prosedur bedah yang paling tepat. Thromboplastin juga dilepaskan menyebabkan perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Fibrin berperanan untuk eradikasi dan lokalisir bakteri, jika gagal akan terbentuk  Gejala sistemik
peritonitis. Fibrin juga berperan timbulnya adhesi. Pada sisi lain bakteri bebas akan Febris, mengigil, takikardi, berkeringat , respirasi yang cepat dan dangkal,
dibuang melalui diafragmatic clearence. Kontaminasi peritoneum juga melepaskan dehidrasi, oligouria, disorientasi bahkan syok. Biasnya juga diikuti anoreksia,
sitokin, opsonin, lekosit dan makrofag dan stimuli limfosit melaalui aktifasi sistem nausea, dan vomitus. Terdapat lekositosis dengan pergeseran kekiri dan
komplemen, semuanya membantu menghancurkan bakteri. Jika kontaminasi hemokonsentrasi. Pada pemeriksaan rongen abdomen didapatkan paralisis usus,
peritoneum berlanjut dan tubuh tak dapat mengatasinya terjadi septikemi . distensi usus halus dan kolon, lemak preperitoneal dan bayangan psoas
Pada mulanya peritonitis terloklisir dan daerah yang terkena akan dikelilingi oleh menghilang. Udara terdapat dalam loop usus, dinding usus menebal serta
omentum, usus, mesenterium dan jarigan ikat, dan dapat meluas keseluruh rongga mungkin didapatkan udara bebas. Udara bebas tampak pada foto semi errect,
perut. Infeksi peritoneum dapat meyebar sistemik menimbulkan sepsis dan toksemia lateral dekubitus.
yang berperan padaa depresi miokard, penurunan curah jantung dan gangguan
perfusi jaringan. Timbulnya septikemia pada peritonitis bervariasi tergantung Penatalaksanaan
virulensi bakteri , jumlah bakteri, durasi proliferasi bakteri, dan interaksi sinergisme.  Praoperasi
Toksemia juga menyebabkan penurunan faal paru karena perfusi yang buruk pada  Resusitasi cairan
sirkulasi paru dan hipovoleme akibat edema paru dan penekanan diagfragma akibat Inflamasi luas pada membran peritoneum menyebabkan cairan tertimbun
distensi usus. Keadaan ini biasa disebut ARDS. pada cavum peritoneum dan ruang interstitiel. Cairan kristalod harus
diberikan untuk mengatasi dehidrasi dan syok, sedangkan darah dan
Gambaran Klinis komponen darah diberikan jika ada anemia, dan dilakukan pemantauan
Gambaran kliis peritonitis sekunder tergantung pada beratnya , lamanya infeksi , hemodinamik.
umur dan keadaan umum penderita. Penemuan klinis dapat dibagi menjadi 2 gejala  Oksigenasi dan bantuan ventilasi
lokal dan sistemik yaitu : Jika ada tanda2 hipoksemia, ventilasi aveolar yang tidak adekuat.
 Gejala lokal  Intubasi , kateterisasi dan pemantauan hemoinamik, pemasangan nasogastic
Nyeri perut merupakan keluhan utama paien dengan peritonitis , tetapi tidak tube untuk dekompresi, CVP untuk memonitor volume dan hemodinamik.
jelas pada fresh surgical wound. Nyeri dapat timbul mendadak, pada palpasi  Obat-obatan
dan rebound tenderness. Mulanya rasa nyeri dapat menggambarkan asal Obat analgetik jangan diberikan samapi dengan jelas adanya indikasi
terjadinya proses penyakit. Rasa nyeri menetap, rasa terbakar dan diperberat operasi. Antibiotik diberikan loading dose begitu diagnosis peritonitis
dengan dengan gerakan . Perluasan nyeri dapat lokal dan difus tergantung ditegakan.
luasnya inflamasi peritoneum parietale. Tetapi jika inflamasi dapat diisolasi  Pengendalian suhu tubuh, jika suhu tubuh > 38,5 perlu diberikan antipiretik.
oleh omentum dan loop usus maka intensitas nyeri berkurang dan lokasi
menjadi tidak jelas. Pergeseran antara organ viscera yang meradang dengan  Durante operasi
peritoneum parietale juga menimbulkan rasa nyeri baik oleh radangnya Pengelolaan bedah didasarkan pada 3 prinsip utama yaitu eliminasi sumber
maupun akibat gesekan antara kedua perioneum. Adanya defans muskular infeksi, reduksi jumlah bakteri kontaminan didalam rongga peritoneum dan
merupakan tanda utama pada pemeriksaan, akibat inflamasi peritoneum mencegah terjadinya infeksi yang persisten dan rekuren.
parietale dan reflek spasme otot.
Perut distensi , hiperresonansi pada perkusi akibat akumulasi udara pada usus  Pascaoperasi
yang paralise, pekak hepar meningkat jika terdapat udara bebas intra Pada prinsipnya cairan dan nutrisi serta penunjanglainnya tetap diteruskan,
peritoneum. Bising usus akan melemah atau menghilang karena usus yang monitor ventilasi, produksi urine, analisa gas darah, ureum kreatinin dan faktor
inflamasi menjadi paralisis. pembekuan. Antibiotik diterusakan dan tergantung beratnya peritonitis.
Terjadi akumulasi cairan dirongga peritoneum, interstisiel dan lumen usus. Topangan nutrisi parenteral dan enteral.
Pelepasan toksin dan gangguan keseimbangan elektrolit terutama hipokalemia
berperan pada distensi dan gangguan peristaltik usus. Cairan dan elektrolit
bergeser ke rongga ketiga, terjadi hipovolemia, dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan asam basa.
1
TRAUMA ABDOMEN
ruptur dari organ abdomen yang berongga atau perdarahan dari organ padat abdomen akan
menyebabkan peritonitis yang mudah dikenal, padahal penilaian
-------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 pasien sering terganggu karena intoksikasi alkohol, penggunaan obat – obatan
terlarang, cedera otak atau syaraf tulang belakang, trauma thorak dan fraktur pelvis.
Perdarahan yang jumlahnya banyak di dalam rongga abdomen kadangkala tidak
memberikan perubahan yang nyata, sehingga pada keadaan ini merupakan indikasi
Di USA, trauma abdomen merupakan penyebab kematian terbanyak disebabkan untuk dilakukan peritoneal lavage.
karena trauma, terutama pada umur kurang dari 40 tahun. Sedangkan di negara – Penegakan diagnosis dan penanganan trauma abdomen secara dini dapat mengurangi
negara industri, trauma juga merupakan penyebab kematian terbanyak. Lebih dari morbiditas dan kematian. Dimana pada prinsipnya penanganan trauma abdomen
140.000 kematian terjadi setiap tahun diakibatkan trauma karena kecelakaan, selalu berprinsip pada penanganan Primary Survey dan Secondary Survey.
sedangkan di Indonesia didapatkan 10. 000 kecelakaan disebabkan karena lalu
lintas. Disamping karena kecelakaan lalu lintas penyebab dari trauma abdomen bisa
disebaban jatuh dari ketinggian, trauma karena olah raga, penganiyaan dan masih
Anatomi Abdomen
banyak yang lain. Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diafragma
Trauma abdomen adalah masalah yang umum terjadi pada suatu trauma dan dan pintu masuk pelvis. Dimana abdomen sebagian berhubungan dengan thorak
memberi andil 10-15% total kematian akibat trauma.Trauma abdomen sering terjadi bagian bawah, sehingga batas atas dari abdomen adalah garis antar papila mamae
pada usia muda dan produktif dimasyarakat.Penyebab utama trauma abdomen dan batas bawah adalah ligamentum inguinal dan simpisis pubis dan batas lateral
berasal dari kecelakaan lalu lintas (KLL) yaitu 65-75%, dengan resiko tinggi pada oleh garis aksilaris anterior.
usia 15-40 tahun. Angka kejadian trauma abdomen pada leki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan yaitu 2-4 dibanding 1. Mekanisme trauma abdomen dapat Pembagian Regio Abdomen
berasal dari trauma tumpul ( blunt) atau tajam (penetrating). Secara klinis abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal dan dua
Trauma tumpul dapat berasal dari trauma benturan dengan kekuatan dan kecepatan garis horizontal. Masing – masing garis vertikal melalui pertengahan antara spina
tinggi, mengakibatkan ruptur organ intraabdomen, baik organ padat seperti iliaka anterior superior dan simpisis pubis. Garis horizontal yang atas, kadang –
hepar,lien, pankreas, empedu, ginjal maupun organ berongga seperti gaster, usus. kadang dinamakan bidang subcostal, menghubungkan titik terbawah pinggir costa
Shearing injuries terjadi bila sabuk pengaman atau lap belt dipakai dengan cara yang satu sama lain. Titik ini merupakan pinggir inferior costa X dan terletak
salah. Desceleration injuries terjadi bila ada gerakan/tarikan /regangan yang berseberangan dengan vertebra lumbalis III. Garis horizontal yang bawah, sering
berbeda arah antara organ intraabdomen yang bergerak ( hati dan lien) dengan organ dinamakan bidang intertubercularis, menghubungkan tuberculum pada crista iliaca.
yang tidak bergerak, misalnya pada kecelakaan kendaraan bermotor. Pada pasien Bidang ini terletak setinggi corpus vertebra lumbalis V.
yang dilakukan laparotomi akibat blunt injury, organ yang paling sering terkena
adalah lien (40-55%), hati (35-45%),dan hematom retroperitonium (15%).
Pada trauma tajam/tusuk/tembus dan luka tembak, kecepatan rendah menyebabkan
kerusakan jaringan karena laserasi atau terpotong. Trauma tajam merusak organ
hanya disekitar luka. Paling sering mengenai hati (40%), usus kecil (30%),
diafragma (20%) dan usus besar (15%). Luka tembak menyebabkan cedera lebih
banyak karena perjalanannya lebih panjang didalam tubuh dan energi kinatiknya
lebih besar, dapat mengenai usus kecil (50%), usus besar (40%),hepar (30%),
struktur vaskuler abdomen (25%). Cedera pada trauma tajam lebih sering dideteksi
dengan baik dibanding trauma tumpul

Abdomen merupakan organ ketiga yang paling sering terkena trauma, setelah kepala
dan thorak. Setiap trauma abdomen harus ditanggungi secara agresif karena
merupakan trauma yang berbahaya. Pada pemeriksaan fisik abdomen, biasanya akan
mengalami perubahan pada beberapa jam kemudian, sehingga bila tidak kita
dapatkan hasil yang positif, harus kita lakukan observasi. Ada anggapan bahwa
2
1. Pars superior duodeni dimana bagian ini setinggi vertebra lumbalis I dan berjalan dari medial
ventral ke kanan dorsal untuk kemudian membelok ke kaudal menjadi
2.
Pars descendens duodeni. Pars descendens pergi ke caudal setinggi vertebra
lumbalis I,II,III untuk membelok ke medial ventral dan menjadi
3.
Pars inferior duodeni. Dimulai sebagai pars horizontal, ia menyilangi
vertebra lumbalis III dari sebelah ventral untuk pergi ke kranial dan datang di
sebelah kiri dari vertebra lumbalis II sebagai
4.
Pars ascendens duodeni. Dan selanjutnya pars ascenden akan melanjutkan
sebagai yeyenum. Antara pars ascendens duodeni dan yeyenum ada belokan
yang disebut fleksura duodenojejunalis, disini ada peralihan dari
retroperitoneal ke intraperitoneal.

Radik mesenteri merupakan perlekatan mesenterium dari jejenum dan ileum


mulai dari fleksura duodenojejunalis setinggi vertebra lumbalis II disebelah kiri
kemudian pergi ke kanan kaudal menyilangi kolumna vertebralis ventral dari
vertebra lumbalis III dan datang di fossa iliaka dekstra.
Kolon ascendens mulai sebagai coecum di fossa iliaka dekstra kemudian ke arah
kranial dan berjalan ke lateral dari pars descendens duodeni setinggi vertebra
Regio – regio yang dimaksud, yaitu : lumbalis II akan membelok ke medial sebagai fleksura koli dekstra untuk menjadi
1. Epigastrium kolon transversum. Radiks mesokolika transversalis mulai dari fleksura koli dekstra
2. Hypocondrium kanan pergi ke medial menyilangi pars descendens duodeni di sebelah ventral dari kaput
3. Hipocondrium kiri dan korpus pankreas, menyilangi kolumna vertebra setinggi vertebra lumbalis I.
4. Lumbalis kanan Fleksura koli sinistra merupakan tempat dimana kolon transversum membelok ke
5. Umbilicalis kaudal dan menjadi kolon descendens yang terdapat retroperitoneal. Kolon
6. Lumbalis kiri descendens pergi ke kaudal sampai pada fossa iliaka sinistra untuk melanjutkan diri
7. Iliaca kanan ke medial sebagai kolon sigmoid. Sedangkan rektum terletak retroperitoneal dan
8. Hypogastrium mulai setinggi vertebra sakralis III.
9. Iliaca kiri Hepar terletak dibawah lindungan costa bagian bawah dan sebagian besar massanya
terletak pada hypocondrium kanan dan regio epigastrica. Fundus dari vesika velea
Disamping itu ada yang membagi abdomen dalam 4 kuadran, berdasarkan garis terletak berhadapan dengan ujung costa IX kanan.
imajenier, satu garis vertikal dan satu garis horizontal yang saling berpotongan pada Lien terletak pada regio hypocondrium kiri dan dibawah lindungan costa IX,X,XI.
umbilicus. Kuadran – kuadran itu adalah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah Pankreas terletak menyilang bidang transpilorica. Caput pankreas terletak dibawah
dan kiri bawah. dan kanan, collum pankreas terletak pada bidang transpilorica dan corpus dan cauda
terletak di atas dan kiri bidang transpilorica.
Topografi Isi Abdomen Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri dan kutub bawahnya akan teraba
Cardia dieratkan oleh esofagus yang berada di sebelah oralnya melalui lanjutan pada regio lumbalis pada saat inspirasi, sedangkan normal ginjal kiri tidak teraba.
antara kedua krura medialis diafragmatika yang membentuk hiatus esofagus setinggi Vesica urinaria dan uterus yang membesar akan dapat ditemukan pada bagian bawah
vertebra torakalis X. Fundus terletak tepat di caudal dari scapula difragma sebelah dinding anterior abdomen pada regio hypogastrium.
kiri untuk terus menjadi korpus di sebelah kiri dari kolumna vertebralis, kemudian
dia akan melingkungi kolumna vertebralis sebelah ventral untuk menjadi pars Pada dasarnya, trauma abdomen dibagi 2 , yaitu
pylorika. Pylorus terdapat setinggi vertebra lumbalis I disebelah kanannya dan  Trauma tumpul
dieratkan karena terdapat peralihan dari intraperitoneal dengan retroperitoneal. a. Trauma tumpul abdomen biasanya dapat berupa kompresi ( pukulan
Duodenum dibagi dalam 4 bagian, yaitu langsung ), misalnya kena pinggir bawah stir mobil pada tabrakan
kendaraan bermotor.
3
b. Cedera crush ( tekanan ) pada isi abdomen. Kekuatan ini akan merusak bentuk clamp aplication, hepatic vasculer isolation dan kontrol retrohepatic caval bleeding.
organ padat atau berongga dan akibatnya akan menyebabkan ruptur dari organ Teknik terapi definitif pada hepar: kompres manual, electrocouter, bahan
tersebut. hemostatis atau glues, ligasi hepar, hepatotomi secara finger fracture dan
c. Dapat juga disebabkan karena shearing injuries, dimana pada keadaan ini ligasi vascule serta reseksi bila trauma hebat pada segmen lateral lobus kiri,
trauma terjadi karena adanya suatu alat penahan seperti seat belt ( sabuk segmen hepar yang hampir lepas, atau saat lepas packing ada jaringan hepar
pengaman ) yang dipakai secara salah. 3 yang mati.
d. Pasien yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor juga dapat menderita Pada trauma kaput pancreas “kocker manoeuvre” dapat dilakukan. Bagian
cedera decelerasi / accelerasi karena gerakan yang berbeda dari bagian badan inferior pankreas dilihat dengan “cossel brasch menoevre”.Trauma korpus
yang bergerak dan yang tidak bergerak. pankreas dilakukan pankreastektomi dan splenektomi. Trauma kaput pankreas
dimana duktus bilier dan spincter oddie rusak dilakukan “whipple prosedur”.
Sebagian preventable death disebabkan karena tidak diketahuinya perdarahan Trauma abdomen organ padat dengan hemodinamik stabil masih ada
abdomen. Diperkirakan 6% penderita trauma tumpul abdomen memerlukan pertimbangan tindakan non operatif/konservatif, terutama pada anak, angka
laparotomi, terutama perdarahan organ padat akibat KLL sepeda motor. Indikasi keberhasilan trauma lien dengan penatalaksanan non operatif diatas 90%
kecurigaan trauma tumpul abdomen jika ditemukan unknown bleeding, syok,
trauma dada mayor, fraktur pelvis, penurunan kesadaran, defisit basa, hematuria,  Trauma tajam
adanya jejas abdomen dan mekanisme trauma yang besar. a. Trauma tajam menerangkan adanya cedera yang timbul oleh karena
transfer energi dari benda tajam ke jaringan tubuh pada saat benda
tersebut menembus dan melalui jaringan tubuh
b. Cedera trauma tajam lebih sering bisa dideteksi daripada trauma tumpul.

Modalitas diagnostik :
 Pemeriksaan fisik Trauma tajam abdomen dibedakan dalam 2 jenis :
 DPL a. Luka tembak, dibedakan 2 jenis :
Keuntungan DPL dapat dilakukan cepat, komplikasi minimal, sensitif dan 1) Kecepatan rendah :< 1000 feet/detik, umumnya karena senjata sipil /
spesifik untuk perdartahan intraabdomen (90%),tetapi tak dapat polisi. Akan menyebabkan kerusakan jaringan karena laserasi atau
mengidentifikasi organ yang cedera, termasuk yang retroperitoneal dan false terpotong
positif pada fraktur pelvis 2) Kecepatan tinggi : > 3000 feet/detik, umumnya senjata standart militer.
Akan terjadi pengalihan energi yang lebih banyak ke organ abdomen
 CT-Abdomen dengan akibat adanya perlubangan tambahan sementara dan peluru
CT-Abdomen dapat mengetahui derajat kerusakan organ, cedera mungkin akan pecah, sehingga cedera organ akan lebih banyak yang
intra/retroperitoneal , perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi serta monitor terkena.
perkembangan pasien, namun kurang sensitif pada cedera usus b. Luka tusuk, bisa dibedakan oleh karena pisau, golok, obeng, pisau lipat, kaca
atau benda – benda tajam lainnya. Kerusakan yang terjadi berupa laserasi, dan
 USG Abdomen kerusakan organ lebih sedikit dibandingkan dengan luka tembak kecepatan
USG mudah dikerjakan, dapat diulang, noninvasif, akurasinya tergantung tinggi
tenaga radiologi. USG dapat dikerjakan pada trauma tumpul yang tidak
stabil, bila tak ada USG dapat dilakukan DPL Trauma tajam bisa karena luka tikam dan luka tembak, baik dengan low velocity
. (<1000 feet/detik) maupun high velocity (>3000feet/detik).Cedera potensial dari
 Laparoskopi. organ intraabdomen dapat dideteksi dari lokasi luka. Harus diteliti kemungkinan
cedera di tempat lain (high indeks of suspicion). Tindakan penanganan awal tetap
Prosedur laparotomi harus dikerjakan secara sistimatik. Bila terjadi berpedoman pada prinsip ATLS. Adanya tanda iritasi peritoneal menunjukkan
koagulopati,asidosis dan hipotermia akibat perdarahan masif yang tak bisa cedera organ intraperitoneum.DRE ditemukan darah menunjukkan cedera usus, bila
dikontrol, segera lakukan “damage kontrol surgery. Kontrol perdarahan pada tidak ada gejala klinis positif harus tetap waspada. Pemasangan pipa lambung dan
trauma hepar dilakukan dengan perihepatic packing, pringle manoeuvre, liver
4
kateter menetap penting untuk diagnostik atau monitoring adanya perdarahan lewat pada kuadran atas. Bila pada perkusi didapatkan bunyi redup kemungkinan adanya suatu
NGT atau kateter. hemoperitenum.

Diagnosis  Palpasi
Tanda yang andal dari iritasi peritoneum adalah nyeri lokal atau menyeluruh
Anamnesa
sampai dengan didapatkan adanya suatu defans muskuler, dimana hal ini
Dapat kita lakukan setelah initial assesment tidak ada kelainan. Anamnesis dari
sering sulit diperiksa pada pasien yang mempunyai kecenderungan untuk
riwayat trauma sangat penting untuk menilai cedera yang terjadi, terutama anamnesis
mengeraskan dinding abdomen
tentang mekanisme trauma dan waktu kejadian traumanya karena hal ini sangat
Tujuan dari palpasi adalah untuk mendapatkan adanya nyeri tekan superfisial,
mempengaruhi prognosis dari pasien.
nyeri tekan dalam atau nyeri tekan lepas, disamping itu dengan palpasi kita
Pasien dengan penurunan kesadaran maka sebaiknya dilakukan aloanamnesis, terhadap
dapat menentukan kemungkingan organ abdomen yang cedera melihat letak
orang yang mengantar atau saksi yang mengetahui kejadian traumanya. Untuk
dari nyeri tekannya. Nyeri tekan lepas terjadi ketika tangan menyentuh perut
mengarahkan pada diagnosis trauma abdomen pada pasien yang sadar tidak banyak
diangkat dengan tiba – tiba, dan biasanya menandakan adanya peritonitis yang
mengalami kesulitan, karena kita bisa menanyakan setiap gejala yang muncul seperti
itmbul akibat darah atau material usus.
nyeri perut, adanya mual dan muntah dan gejala akut abdomen yang lainnya. Sebaliknya
pada pasen dengan penurunan kesadaran disamping kita hanya bisa melakukan
 Pemeriksaan rectum dan perineal
aloanamnesa, gejala – gejala subyektif dari pasien akan sulit kita dapatkan sehingga kita
Tujuan dari pemeriksaan colok dubur pada pasien trauma tumpul abdomen
membutuhkan pemeriksaan fisik yang ke arah trauma abdomen dan bila perlu kita
adalah menilai respon ari tonus sfinkter, posisi prostat ( adanya prostat
melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
melayang menandakan adanya ruptur uretra ), dan untuk menentukan apakah
Disamping itu yang paling penting adalah keterangan mengenai tanda – tanda vital,
ada tulang pelvis yang patah. Pada , colok dubur digunakan untuk
cedera yang kelihatan, dan respon terhadap perawatan pra rumah sakit harus kita
mengkonfirmasikan adanya darah akibat perforasi atau untuk memperoleh
dapatkan bila pasien perlu dirawat di tempat lain setelah kejadian trauma.
spesimen tinja untuk pemeriksaan tinja.

 Pemeriksaan genital
Pemeriksaan Fisik Adanya darah pada lubang uretra merupakan tanda yang bermakna untuk
 Inspeksi kemungkinan adanya cedera uretra. Pemeriksaan scrotum juga penting untuk
Pasien harus ditelanjangi sebelumnya, periksa dinding abdomen sebelah anterior menilai adanya ekimosis atau hematom yaitu menandakan adanya cedera dari
dan posterior, bagian dada dan perineum dari luka goresan, robekan, luka uretra. Sedangkan pada robekan pada vagina dapat juga disebabkan adanya luka
tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya omentun atau usus halus dan tombus atau fragmen tulang dari fraktur tulang pelvis.
status kehamilan.
 Pemeriksaan gluteal
 Auskultasi Pada 50% kasus pada daerah ini akan ditemukan cedera intraabdomen yang
Dengan auskultasi ditentukan apakah ada bising usus atau tidak. Darah intra lebih berat, termasuk cedera daerah dubur di bawah lipatan peritoneum.
peritoneum yang bebas atau kebocoran ( ekstravasasi ) abdomen akan
memberikan gejala illeus, yang nantinya mengakibatkan hilangnya bising usus.  Evaluasi luka tembus
Cedera pada costa, vertebra dan pelvis akan memberikan gejala seperti illeus Bila ada dugaan luka tembus dinding abdomen, kita harus memeriksa lukanya
juga, jadi meskipun tidak ada cedera di dalam abdomen, bunyi bising usus dapat secara lokal untuk mengetahui dalamnya luka. Dan pemeriksaan ini sangat
tidak terdengar atau menghilang. berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. Prosedur ini tidak
dilakukan untuk luka di atas costa, karena akan menyebabkan terjadinya
 Perkusi pneumothorak.
Tindakan ini biasanya menyebabkan timbulnya pergerakan dari peritoneum, dan
dapat menunjukan adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat  Pemeriksaan lokal luka tusuk
menunjukkan bunyi timpani yang disebabkan akibat dilatasi dari lambung akut
5
Pada pasien trauma dengan tanda – tanda peritonitis yang tidak jelas, maka  Diagnostic Peritoneal Lavage ( DPL)
pemeriksaan lokal pada luka tusk yang dilakukan akan bermanfaat, karena 25 – 33 DPL merupakan suatu prosedur diagnosis yang akurat dan dilakukan dengan
% dari luka tusuk di perut depan tidak menembus peritoneum. cepat tetapi invasif dan sangat berperan dalam menentukan pemeriksaan
Dengan kondisi steril dan anestesi lokal, jalan luka diikuti melalui lapis dinding berikutnya, dan dianggap 98% sensitif untuk perdarahan intraperitoneum.
abdomen, bila ditemukan penetrasi melalui fascia depan maka kemungkinan Pemeriksaan ini dilakukan pada trauma tumpul abdomen dengan
adanya cedera intraperitoneum akan lebih tinggi. hemodinamik yang tidak stabil, penderita multitrauma, yaitu antara lain :
1. Penurunan kesadaran, karena cedera kepala, intoksikasi alkohol,
Pemeriksaan Penunjang pengunaan obat – obat terlarang, adanya cedera vertebra
 Laboratorium 2. Adanya cedera pada struktur yang berdekatan, misalnya pada costa
Darah diambil dan dilakukan pemeriksaan untuk golongan darah dan pemeriksaan bagian bawah,pelvis, vedera dari lumbal atau spine.
laboratorium rutin pada pasien trauma dengan hemodinamik stabil, dan pada pasien 3. Adanya keraguan pada hasil pemeriksaan fisik
dengan hemodinamik yang abnormal perlu ditambahkan pemeriksaan crossmatch 4. Antisipasi kehilangan kontak yang panjang dengan penderita, karena
dan pemeriksaan laboratorium khusus seperti darah lengkap, elektrolit, glukose, tindakan anestesi umum untuk cedera yang lain dari abdomen,
amilase, tingkat alkohol, gas darah dan pemeriksaan kehamilan pada pasien wanita. pemeriksaan ronsen yang lama waktunya seperti angiografi
Pemeriksaan urin rutin juga perlu dilakukan terutama untuk analisis urin, kadar obat
– obatan, dan untuk pemeriksaan test kehamilan. Disamping itu, DPL dapat juga dilakukan pada pasien trauma dengan
hemodinamik yang stabil dengan indikasi diatas, namun fasilitas USG dan
 Pemeriksaan Radiologis CT scan tidak tersedia.
a. Trauma Tumpul abdomen Untuk kontraindikasi dari pemeriksaan DPL ada dua macam yaitu kontra
Pemeriksaan radiologis servikal lateral, toraks anteroposterior (AP) dan pelvis indikasi secara mutlak dan relatif. Pasien dengan indikasi untuk dilakukan
adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien dengan mutipel trauma. Pada laparotomi merupakan kontraindikasi mutlak untuk dilakukan pemeriksaan
pasien dengan hemodinamik stabil atau normal maka pemriksaan ronsen abdomen DPL. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi adanya riwayat operasi
bisa dilakukan dalam keadaan telentang dan berdiri, hal ini untuk mengetahui udara abdomen sebelumnya, pasien dengn kegemukan yang tidak sehat, cirosis
ekstraluminal di retroperitoneum atau adanya udara bebas di bawah diafragma, yang sudah lanjut, dan adanya riwayat kelainan koagulasi sebelumnya
diman dua keadaan ini memerlukan tindakan laparotomi segera. Hilangnya Teknik yang digunakan untuk DPL adalah infra umbilikalbaik yang terbuka
bayangan psoas line pada ronsen abdomen juga menandakan adanya cedera maupun tertutup, sedangkan pad pasien dengan patah tulang panggul atau
retroperitoneum. kehamilan yang tua, lebih disukai pendekatan supraumbilikal terbuka untuk
Bila posisi tegak merupakan kontraindikasi karena adanya nyeri atau adanya
cedera pada vertebra, maka dapat dilakukan pemeriksaan samping secara mencegah masuk ke dalam hematom panggul atau merusak uterus yang
berbaring ( left lateral decubitus ) untuk mengetahui adanya udara bebas di intra membesar.
peritoneum. Bila ditemukan darah, isi usus, serat sayuran, atau cairan bile melalui kateter
pencuci pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, harus dilakukan
b. Trauma tajam abdomen laparotomi segera. Kalau darah gross atau isi usus tidak tersedot, pencucian
Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil dengan luka tembus abdomen dilakukan dengan 1000ml larutan RL yang dipanasi. Dilakukan penekanan
tidak perlu untuk dilakukan pemeriksaan ronsen. Kalau pasien dengan abdomendan log roll, untuk menyakinkan pencampuran yang memadai dari isi
hemodinamik stabil dan mempunyai traumatembus diatas umbilicus atau diduga abdomen dengan cairan pencuci, setelah itu cairan yang keluar dikirim ke
adanya cedera torakoabdominal, maka pemeriksaan ronsen toraks posisi tegak laboratorium untuk analisa kuantitatif bila isi usus, serat sayuran atau cairan bile
sangat berguna untuk membuktikan apakah ada hematothorak atau tidak terlihat.
pneumototaks., atau dapat juga untuk melihat adanya udara intraperitoneum Pada DPL ini dapat terjadi false positif dan false negatif. False positif bila terjadi
Setelah petanda dipasang pada semua tempat keluar masuk toraks, abdomen dan perdarahan retroperitoneal atau fraktur pelvis dan false negatif pada ruptur
pelvis pada pasien dengan hemodinamik yang stabil dapat dilakukan diafragma, perforasi kecil pada usus, vesika urinaria, trauma retroperitoneal pada
pemeriksaan ronsen abdomen dengan posisi tidur (supine) untuk menentukan duodenum, kolon dan pankreas.
jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. Tes yang positif dan memerlukan tindakan laparotomi bila didapatkan:
1. didapatkan aspirasi darah segar kurang lebih 10 ml
6
2. angka eritrosit ≥ 100.000/mm3 Dengan CT scan akan memberikan informasi yang berhubungan dengan cedera organ tertentu
3. angka lekosit ≥ 500/mm3 dan tingkat beratnya dan juga dapat mendiagnosis cedera retroperitoneum dan
4. adanya cairan empedu organ panggul yang sukar untuk diakses melalui pemeriksaan fisik ataupun
5. adanya material makanan / feces DPL.
Kontraindikasi penggunaan CT scan antara lain adanya penundan karena
Hasil DPL dikatakan ragu – ragu bila : menunggu scanner, pasien yang tidak mau bekerjasama dan tidak dapat
1. warna cairan aspirasi pink ditenangkan dengan aman, atau alergi terhadap obat kontras. CT scan bisa
2. angka eritrosit antara 50.000 – 100.000/mm3 gagal mendeteksi cedera usus, diafragma dan pankreas. Bila tidak ada cedera
3. angka lekosit antara 100 – 500/mm3 hepar atau lien, adanya cairan bebas di rongga perut menandakan cedera pada
usus dan / atau mesenterium dan harus dilakukan tindakan laparotomi segera.
Dan dikatakan negatif bila
1. warna cairan aspirasi jernih Penatalaksanaan
2. angka eritrosit ≤ 50.000/mm3
Penanganan pertama pada pasien trauma abdomen harus selalu melakukan
3. angka lekosit ≤100/mm3
Initial Assesment dari A ( airway ), B ( breathing and C spine ),C ( circulation
). Semua trauma yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja
Pasien dengan hasil DPL yang negatif memerlukan observasi 24 jam dan kalau
dan kecelakaan dari olahraga harus dipikirkan adanya trauma abdomen, sampai
perlu dilakukan DPL ulang.
dipastikan tidak terbukti sebagai suatu trauma abdomen. Trauma abdomen yang
tidak terdiagnosa sejak dini merupakan penyebabkan kematian yang sering
 USG
terjadi. Dan lebih dari 20% pasien dengan perdarahan intraabdomen tidak
Pada tahun 1998, diperkenalkan USG untuk mendiagnosis kasus – kasus trauma dan
menunjukan tanda – tanda peritonitis pada awal pemeriksaan.
sangat mudah untuk dioperisakan oleh seorang dokter ahli bedah. Pemeriksaan USG
Pasien dengan trauma tumpul abdomen biasanya sulit untuk didiagnosa,
untuk kasus – kasus trauma diberi nama FAST yaitu Focused Assesment for the
terutama pasien dengan trauma yang lain yaitu cedera kepala berat, dimana akan
Sonographic examination of Trauma.
mengaburkan diagnosis dari trauma abdomen, disamping itu dapat juga
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang tidak invasif, memberikan diagnostik
disebabkan adanya intoksikasi karena alkohol, penggunaan obat – obatan
imaging jaringan lunak yang akurat. Kemampuan pengambilan citra multi planar,
terlarang, cedera pada struktur yang berdekatan seperti costa, vertebre ataupun
real time imaging, biaya lebih murah dan dapat menentukan perlu tidaknya tindakan
pelvis. Sehingga pada keadaan ini dibutuhkan pemeriksaan penunjang selain
laparotomi pada pasien trauma abdomen segera setelah kejadian trauma.
pemeriksaan fisik.
Kearuratan USG abdomen dilaporkan angka sensitifitasnya berkisar antara 70 –
90%, sedangkan kelemahannya USG tidak dapat melihat adanya cedera pada
tulang dan masih tergantung dari kemampuan operator.
Pada trauma tumpul abdomen yang paling penting adalah melihat adanya cairan
Penanganan Trauma tajam
bebas yang diperkirakan sebagai suatu perdarahan diantara organ – organ
Setiap kasus abdomen membutuhkan penanganan bedah. Dan paling sering
abdomen. Cairan bebas yang minimal dapat dilihat di empat tempat yaitu fossa
disebabkan oleh senjata pisau. Penting untuk diingat bahwa trauma tajam abdomen
hepatorenal ( morison pouch ), transducer diletakkan dis ebelah pinggang kanan,
dengan luka pada daerah abdomen tinggi bisa saja menembus cavum thorak dan
fossa splenorenal ( kiri ), daerah rectovesikal ( paravesikal), dan daerah
cedera tembus pada dada terutama di daerah inferior dari papila mamae atau pada
rectavaginal ( cavum douglasi).
ujung dari scapula lebih sering mengakibatkan cedera pada organ intraabdominal
dibandingkan dengan intrathorakalis. Pada pasien dengan curiga trauma abdomen
 CT SCAN
denga disertai shok, kita harus curiga adanya trauma pada vaskular (bisa pada aorta
CT scan merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transpor pasien ke
ataupun vena cava) atau adanya perdarahan dari organ solid abdomen. Dan pada
scanner, pemberian kontras oral melalui mulut atau NGT, pemberian kontras
keadaan ini sangat perlu tindakan bedah.
intravena dan scanning dari abdomen atas ke bawah. Ini semua memerlukan
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasien trauma tajam abdomen :
waktu dan hanya dapat digunakan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil
1. apakah ada perlukaan / cedera organ dalam
dimana tidak tampak indikasi ntuk dilakukan laparotomi secara segera.
2. apakah ada indikasi operasi
3. apakah rencana penanganannya
7
4. apakah diperlukan pemeriksaan penunjang 4. gambaran radiologis tampak ruptur diafragma
5. hal – hal apa yang perlu diwaspadai 5. adanya luka tembak
6. adakah peran resusitasi dibandingkan operasi 6. adanya hasil positif pada pemeriksaan DPL
7. adakah peran terapi konservatif
Penanganan Trauma pada
Untuk trauma tusuk modalitas yang harus diperhatikan antara lain : 1. Hepar
1. penilaian klinis, segera lakukan eksplorasi pasien bila disertai dengan shok, Tergantung dari berat ringannya derajat kerusakan hepar. Tindakan berupa :
eviserasi, ataupun adanya tanda – tanda peritonitis.  Penjahitan
2. observasi klinis, bila trauma tanpa disertai syok, eksplorasi ataupun tanda – tanda  Debridement dan ligasi vaskuler yang robek
peritonitis. Observasi dengan tes darah serial ( hb dan hct ), USG dan pemeriksaan  Packing – ligasi a. Hepatica
klinis.
2. Lien
Bila abdomen selama observasi tetap tenang dan pasien tidak ada keluhan apapun,  Splenorapi
pasien dinyatakan aman dari trauma abdomen. Bila gejala atau tanda – tanda klinis  Splenectomi
semakin memburuk, pasien perlu dilakukan tindakan eksplorasi. Pilihan tindakan ini sangat tergantung pada :
1) Keadaan umum penderita
Penanganan Trauma Tumpul  Stabilitas hemodinamik
Trauma tumpul abdomen biasanya sulit untuk dilakukan evaluasi, terutama pada  Ada / tidak hipotermi
pasien disertai penurunan kesadaran. Bila pasien memiliki tanda – tanda peritonitis  Profil faal koagulasi
yang jelas, tindakan yang haarus dilakukan adalah eksplorasi. Bila pasien disertai stasu 2) Ada multi trauma atau tidak
mental yang berubah atau GA dibutuhkan untuk cedera non abdominal atau cedera 3) Luasnya kerusakan liennya sendiri
spinal. Pasien trauma abdomen dengan penurunan kesadaran yang tidak dapat
dilakukan evaluasi terhadap pemeriksaan klinis secara akurat, maka sangat mungkin Pada dasarnya bila kerusakan di bagian jaringan liennya dilakukan
kita membutuhkan pemeriksaan tambahan. splenorapi dan bila lesi pada daerah hilus biasanya berakhir dengan
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan berupa DPL, USG, laparoskopi. Setiap splenektomi
tindakan yang akan diambil dalam menangani pasien truma abdomen, kita harus
malakukan pemeriksaan secara berulang, terutama pada pasien dengan shok, karena 3. Usus Halus
shok dapat mengaburkan hasil pemeriksaan fisik abdomen kita, dan pemeriksaan ini  Perforasi yang sederhana dapat dilakukan jahit all layer – continous
harus dilakukan oleh orang yang sama. Untuk setiap pasien trauma harus dilakukan  Ruptur total dilakukan reseksi dan anatomose end to end dengan jahitan
pemasangan nasogastrik tube dan DC, hal ini perlu untuk diagnostik dan terapetik. all layer – continous
 Kerusakan yang multipel dan luas, dimana membutuhkan reseksi, lebih
Untuk kasus – kasus tert\entu NGT tidak boleh dipasang yaitu pada kasus dengan baik dilakukan ligasi atau stapler pada ujung usus, dan anastomose
curiga fraktur cribiformis. Dan pada hasil pemriksaan didapatkan prostat yang dilakukan setelah kondisi pasien memungkinkan.
melayang, darah pada meatus uretra dan adanya hematom pada scrotum maka itu 4. Kolon
merupakan kontra indikasi untuk dilakukan pemasangan DC. Pada pasien trauma Prinsipnya sama dengan trauma pada usus halus, atau dilakukan exteriorisasi
wanita kita harus curiga adanya kehamilan sehingga kita harus berpikir kearah atau kolostomi
cedera pada uterusnya sampai terbukti tidak ada kelainan.
Pasien – pasien trauma abdomen membutuhkan tindakan bedah terutama eksplorasi 5. Pankreas dan Sistem Biliaris
laparotomi bila dalam pemeriksaan fisik dan penunjang kita dapatkan : shok tanpa Cukup dilakukan drainage dulu, dan bila diperlukan rekonstrauksi dapat
sebab yang jelas direncanakan kemudian setelah keadaan pasien stabil.
1. rigid silent abdomen
2. adanya eviserasi 6. Trauma Ginjal
3. hasil pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran udara bebas dalam cavum Trauma ginjal: Bila terletak dipedikel dipertimbangkan nefrektomi dengan
abdomen sebelumnya dilakukan cross-clamping sekitar pedikel diikuti IVP durante
8
operasi untuk menilai fungsi ginjal kontralateral. Bila trauma sederhana
/parenkim ginjal dilakukan ligasi atu partial nefrektomi

7. Trauma pada ureter - dipasang stent dulu, kemudian reanastomosis


8. Trauma buli  dijahit dengan teknik dua lapis dan kateterisasi menetap

Penanganan
A .Kondisi pasien tidak stabil
Pasien syok harus segera laparotomi bersamaan dengan prosedur resusitasi di
kamar operasi.Indikasi laparotomi darurat antara lain: syok hipovolemik dengan
distensi abdomen yang masif, eviserasi, gejala iritasi peritoneum seperti defans
muskuler,nyeri tekan lepas, hilangnya suara usus, epiplocel

B. Kondisi pasien stabil


Dapat dilakukan pilihan berbagai prosedur diagnostik yang tepat sesuai indikasi
dan fasilitas yang ada, antara lain BNO,IVP,USG,CT-abdomen atau diagnostik
peritoneal lavage. Zantut et al (1997) menyatakan bahwa dengan laparoskopi
diagnostik tindakan laparotomi eksplorasi dapat dikurangi sampai 54,3%.
9
Catatan Trauma Abdomen
Kelenjar Ludah (Gld. Salivarius) Kelainan kelenjar Parotis :
Radang / Parotitis

Kelenjar ludah dibedakan dalam: Sebab:


- Pasca operasi
• Kelenjar ludah mayor : - kel. Parotis (1 pasang) - sebab : hygiene oral jelek
- kel. Submandibula (1 pasang) - banyak menggunakan atropin - mucosa kering
- kel. Sublingualis (1 pasang) - Infeksi - typhoid
• Kelenjar ludah minor : pada mucosa buccal, pharyngeal - Dehydrasi (setelah obstruksi intestinal, diabetes)
• Kelenjar ludah ectopic pada palatum durum - Penyebaran lokal stomatitis, pharyngitis.
- Gondong
- Obstruksi / strictura ductus

Klinis :
• Relativ mendadak pada hari ke 3 / 4 pasca operasi
• Sakit daerah parotis, sukar menelan & buka mulut
• Demam dengan menggigil
• Pembesaran kel Parotis & kel lymphe leher, sakit tekan
• Ada fluktuasi bila lanjut
Tindakan
• Konservative dengan antibiotika, kumur & kompres hangat
• Pembedahan diindikasikan bila konservative gagal dan ada fluktuasi untuk
mengeluarkan pus dan drainage
Incisi Blair: incisi vertikal pada kulit dan horizontal pada fascia profunda
sepanjang cabang syaraf VII

Komplikasi:
• Abcess pecah ke dalam meatus auditus externus, carotis sheath atau melalui
kulit.
• Fistula parotis
• Cellulitis
• Arthritis temporo-mandibuler
Tumor : Kalau ganas, dg. mengorbankan n. VII. Dengan atau tanpa disseksi kel cervical
tergantung ada tidaknya metastasis lymphatik operabel .Juga dilakukan pada
Mixed Tumor / Adenoma pleomorfi recurrensi setelah parotidectomy superficial.

Pathologi: Tindakan paliative:


 Dari elemen kelenjar, cell coluner, squameus, teratur berlapis atau solid 1. Radiotherapy. Jika recurence dan tepi excisi tidak lengkap terangkat
 Beberapa cel pipih dikelilingi mucin atau pseudomucin memberi gambaran 2. Chemotherapy
cartilago pada pengecatan HE. Nampak campuran adenoma dan jaringan
myxomateus, maka dinamakan mixed tumor parotis.Tetapi oleh beberapa Komplikasi parotidectomy:
ahlipatologi dinamakan pleomorphi adenoma dan asalnya dari epitel Syndrom Auriculotemporal (Frey) - kerusakan n. airiculotemporal
 Makroskopik tumor padat simpai baik dan lobuler
 Kapsula tumor biasanya inkomplit dan tumor dapat herniasi ke jaringan sekitar,
• Hyperaesthesis di atas dan muka telinga
di mana menyebabkan pengangkatan tumor tak bersih dan terjadi rekurensi. • Keringat banyak, merah & sakit di daerah parotis saat makan
Meskipun tumor jinak, dianjurkan parotidektomi untuk mencegah rekurensi • Paralysis n. VII
kalau enukleasi.
 Mikroskopik ada 2 type cel:
 spheroid & cuboid atau squameus teratur dengan gerombol irreguler atau
kelihatan cabang-cabang columner

Klinis
 Biasanya usia muda 30 -40 tahun
 Pembengkakan tak sakit di belakang angulus mandibulae - tumbuh lambat
 Padat, lobuler, batas tegas, mobil bahkan setelah m. masseter dikontraksikan.
Kelenjar terletak dalam m. sternocleidomastoideus
 Nervus ke VII tidak terganggu, tidak terlibat selama masih benigna
 Lnn. cervicales harus diperiksa secara rutine

Tanda maligna
• Tumor tumbuh cepat
• Tumor menjadi fixed, pasien mulai mengeluh sakit
• Kemudian melekat ke sekitarnya termasuk kulit, muscle dan mandibula
• Konsistensi bertambah keras
• Nervus ke VII mulai terganggu - facial palsy
• Melibatkan kel. lymphe leher

Pada kecurigaan ganas: Incisi biopsi - lebih disukai frozen section - pertimbangan
pathologist. Dapat dilakukan biopsi jarum, awas implantasi tumor ! Pertechnate
Scanning - “cold spot”

Tindakan
1. Excisi extracapsular - recurrensi tinggi
2. Parotidectomy superficial - awas n. VII
3. Parotidectomy total
Adenolymphoma (tumor Warthin)
 Tumor benigna - gabungan adenomatosa (oncocytes) dan komponen
lymphomatosa - Oncocytoma jarang (tanpa komponen lymphomatosa)
 Suatu tumor epitelial dari lymphonodus juctaparotide

Histologi
 Terdiri lapisan epitelial double (dalam collumner) yang tercat eosinophile dan
membatasi ruang kiste.
 Epitelium cenderung melipat ke dalam bentuk papiler.
 Stroma jaringan lymphoid termasuk follikel lymphe - dipikirkan asal dari
lymphonodi juctaparotide

Klinis:
 tumbuh lambat, tumor kistik lebih sering pada ujung parotis. Dapat bilateral.
 Diagnosis dengan Pertechnate scanning - “hot spot”

Tindakan  Parotidectomy superficia

Tumor Mucoepidermoid
Dianggap Low Grade Malignancy. Tumor sebagian kistik sebagian solid. Tidak
menunjukkan gambaran seperti pada Pleomorphy Adenoma

Klinik :
 Lebih keras dari pleomorphy adenoma
 Kebanyakan tak menyebabkan facial palsy, kecuali bila sangat besar

Adenoid Cystic Carcinoma


Terdiri dari cel myoepithelial dan cel epithel ductus Cel myoepithel - pola
cribbriform. Cel epithel ductus - berkas streng tercat eosinophile

Tumor ini tumbuh lambat dan sukar dibedakan dg. pleomorphy adenoma, tapi lebih
keras kemudian infiltrasi sepanjang perineural sheet dan masuk dalam medulla
tulang menimbulkan resorbsi. Tumor ini lebih extensive dari apa yang terlihat klinis.
Karena itu menyulitkan tindakan.
KELENJAR THYROID
Aliran darah berasal dari :
- a. Thyroidea superior  cabang a. Carotis externa atau a.communis
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 - a. Thyroidea Inferior  asal truncus thyreocervicalis
- a. Thyroidea Ima  cabang a.Anonyma atau arcus aorta

Aliran Vena terdiri :


Embriologi - v. Thyroidea superior  bermuara pada v. facialis / v. jugularis interna
Glandula tyroid terbentuk pertama kali berupa proliferasi epithel pada dasar pharinx, - v. Thyroidea media  bermuara pada v. jugularis interna
diantara tuberculum impar (bakal lidah) dan Copula (bakal radiks lingua), pada - v. Thyroidea inferior  bermuara pada v. anonyma
titik yang dikenal sebagai Foramen caecum lingua. Selanjutnya tiroid akan turun
sebagai divertikulum bilobus. Selama migrasi glandula tyroid masih berhubungan Dengan adanya lig. Suspensorium glandullae thyroidea dan lig. Laterale glandula
dengan lidah melalui Duktus Thyroglossus. Pada pertumbuhan selanjutnya thyroidea (lig of Berry) , kelenjar thyroid akan mengikuti gerak larynx. Pembesaran
glandula ini akan turun di depan os hyoid dan kartilago larynx dan akhirnya sampai kelenjar thyroid bila menekan trachea timbul sesak nafas, bila menekan
di depan trachea pada minggu ke-7. Kegagalan penutupan duktus tyroglossus n.reccurens laryngeus suara akan serak.
menimbulkan kiste thyroglossus di dekat linea mediana leher dan paling banyak
terdapat pada inferior corpus os hyoid.
Fisiologi
Kelenjar tyroid menghasilkan Tiroksin (T4), bentuk aktifnya adalah
Anatomi tryodotironin (T3) yang berasal dari konversi hormon T4 di perifer dan sebagian
Kelenjar tiroid berada di regio colli anterior dengan batas : kecil dibentuk langsung oleh kelenjar tiroid. Yodida inorganik diserap saluran cerna
 m. Sternocleidomastoid merupakan bahan baku hormon tiroid, bahan ini mengalami oksidasi menjadi
 m. Digastrikus organik yang selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam
 Manubrium sterni tiroglobulin sebagai Monoyodotirosin (MIT) atau diyodotirosin (DIT). Senyawa
ini menghasilkan T3 & T4 disimpan dalam koloid kelenjar tiroid. Dalam sirkulasi
Kelenjar tiroid yang berada diluar regio ini disebut Tiroid Ektopik atau Struma hormon tiroid terikat pada globulin dikenal dengan thyroid-binding globulin
Abberant (TBG). Sekresi hormon thyroid dikendalikan oleh hormon Stimulating Hormon
Kelenjar tyroid terdiri dari 2 lobus kanan dan kiri yang dihubungkan oleh isthmus (TSH) yang dihasilkan lobus anterior kelenjar hypofise dan pelepasannya
dan lobus piramidalis. Masing-masing lobus mempunyai : dipengaruhi oleh Thyrotropine Releasing Hormon (TRH). Kelenjar thyroid juga
 Apex mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler, yang dapoat menurunkan kalsium
 Basis serum berpengaruh pada tulang.
 dan 3 permukaan : Kelainan pada kelenjar thyroid berupa :
 Facies superficialis  Neoplasma
Ditutupi oleh : - m. Sternohyoideus  Ganas
- m. Sternothyroideus  Jinak
- Venter anterior m. Omohyoideus
 Facies medialis  Non-Neoplasma
 Facies posterolateralis.  Struma
 Thyroiditis
Apex kelenjar tiroid mengarah ke cranio-dorsolateralis sampai sejauh linea oblique
cartilago thyroid dimana berhungan erat dengan ligamentim suspensorium glandulae
thyroidea yang disebut fascia visceralis colli ( fascia pretrachealis). Kartilago
tiroid melekat pada trachea sehingga saat menelan tiroid ikut brgerak. Basis
kelenjar mencapai cincin trachea ke V atau VI. Ukuran kelenjar kira-kira 25 gram.
Pemeriksaan Klinik STRUMA
Inspeksi : - Posisi pasien duduk leher terbuka sedikit hyperextensi
- Pembengkaan : bentuk, ukuran besar / kecil, rata/noduler,
Adalah suatu pembesaran kelenjar thyroid. Struma timbul akibat defisiensi yodium
gerakan (dengan menelan) , pulsasi
terutama pada daerah pegunungan.
Palpasi : - Posisi pasien duduk leher fleksi, pemeriksa berdiri dibelakang
Penyebab :
Pasien, gerakan waktu menelan , nyeri tekan, lymphonodi dan
 Defisiensi Iodium  endemik goiter, gravida
jaringan sekitarnya dipalpasi
 Auto imun  tiroiditis Hashimoto
Perkusi : pada struma retrosternal sngat penting
 Goitrogenes  Terlalu banyak anti-thyroid drugs (PAS)
Auskultasi : Bising systolis karena exessive vascularisasinya
 Idiopatik  struma riedel, neoplasma

Diagnosis Klasifikasi berdasarkan klinik :


Berdasarkan atas posisi pembengkaan pada bagian anterior leher dalam dari  Non-Toksik  eutiroid dan hipotiroid
m.sternocleidomastoideus dan gerakannya naik turun waktu menelan. Gerakan naik - Difusa : endemik goiter, gravida
turun karena perlekatannya pada ligament Berry dimana berputarnya memfiksasi ke - Nodosa : neoplasma
larynx. Fascia Pretrachealis membentuk ligament Berry yang melekat ke
cartilago cricoidea dan cartilago thyroidea yang waktu menelan menarik  Toksik  hipertiroid
thyroid ke atas. - Difus : grave, tirotoksikosis primer
Thyroid tidak bergerak waktu menelan pada : - Nodosa : tirotoksikosis skunder
 Carcinoma thyroidea
 Pembengkaan thyroid terlalu besar
Macamnya :
 Struma retrosternal  Struma Hyperplastica Diffusa
 Struma Riedel.
Suatu stadium hyperplasi akibat kekurangan iodine absolute atau relative. Ini
terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan Karena kurang
iodine kelenjar menjadi hyperplasi untuk menghasilkan thyroxine untuk
memenuhi kebutuhan suply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesicle
pucat dengan sel epithel collumner tinggi dan collid pucat.

 Struma Colloides Diffusa


Akibat involusi vesicle thyroid, defisiensi iodine terbantu melalui hyperplasi,
kelenjar kembali normal karena mengalami evolusi dan ukuran kelenjar
membesar.

 Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan squelae dari
struma colloides. Diakibatkan oleh kebutuhan exessive yang lama dari
thyroksin.

 Struma Nodular Soliter


 Gangguan cyclus involusi hyperplasi. Nodul satu besar yang lain kecil
 Pembentukan tumor dari satu bagian dari jaringan thyroid
Anamnesa
2. USG  membedakan kistik atau solid (neoplasma)
 Nodul tiroid timbul pd Usia <20 th atau >50 th  resiko malignancy tinggi
3. Radiologi thorax  Coin lession (papiler), Cloudy (Folikuler)
 Benjolan pada leher, lama, pembesaran
4. Fungsi tiroid
 Asal dan tempat tinggal
 BMR  (0,75 x N) + (0,74 x TN) – 72%
 Riwayat Radiasi daerah leher & kepala pada maa anak2  malignancy 33-37%
 PBI  normal 4 – 8 mg%
 Gangguan menelan, sesak nafas, suara serak & nyeri (akibat penekanan)
 Serum kolesterol  normal 150 – 300 mg%
 Riwayat keluarga
 Free Tiroksin Index  T3 / T4
 Struma Toksik : - Kurus, Irritable, Keringat banyak
 Hitung kadar T4, TSHS, Tiroglobulin dan calcitonin
- Nervous
5. Potong Beku  durante operasi
- Palpitasi
6. Needle Biopsi
- Hipertoni simpatikus (kulit basah dingin & tremor)

 Struma Non Toksik:


- Gemuk
Pengelolaan
- Malas dan banyak tidur  Konservatif
- Ganngguan pertumbuhan - Indikasi : usia tua, struma residif
- Struma non toksik  jodium, ekstrak tiroid 30-20 mg/dl
- Struma toksik :
Pemeriksaan Fisik
 PTU 100-200 mg ( gol thiouracil)
A. Status Generalis Diberikan 3x sehari tiap 8 jam sampai tercapai euthyroid, dilanjutkan
- Mata : - Exoptalmus  akibat EPS dosis maintenan 5 mg selama 12-18 bulan
- Stellwag sign  mata jarang berkedip Efek samping :
- Von Graeve sign  Palpebra superior tak mengikuti - Penderita resisten
bulbus okuli waktu melihat ke bawah - Leukopeni, urtikaria, demam, anemia (penekanan sumsum tlg )
- Morbius sign  sukar konvergensi - Tidak dipakai pada struma retrosternal  vaskularisasi bertambah
- Joffroy sign  tak dapat mengerutkan dahi Kelenjar membesar menimbulkan penekanan
- Rossenbach sign  tremor palpebra jika mata ditutup
 Lugol 5-10 tetes
- Jantung : - Takikardi
Diberikan 3x sehari selama 7-10 hari, untuk membantu mengubah
- Tekanan darah meningkat (sistole)
tyroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar thyroid
- Nadi meningkat
. Dapat digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Obat ini sekarang tidak
- Kadang ditemukan bisisng sitolik
terpakai diganti dengan Propanolol.
- Sistem nervous  bila jari tangan diregangkan dan diatasnya diberi
kertas akan TREMOR
 Operatif
B. Status Lokalis Regio Colli anterior Indikasi :
- Inspeksi  benjolan, warna, permukaan, bergerak waktu menelan 1. Pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa :
- Palpasi  permukaan, suhu - Gangguan menelan
- Gangguan pernafasan
- Suara parau
Pemeriksaan Penunjang
1. Scanning Tiroid 2. Keganasan kelenjar thyroid
Memakai uptake J131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi 3. Struma nodus & diffusa toxica
tiroid. Normal : 15 – 40 % dalam 24 jam 4. Kosmetik
Bila - Uptake lebih normal  Hot area
- Uptake kurang normal  Cold area (pada neoplasma)
Macam Teknik Operasi : Tehnik Operasi
 Isthmulobectomy  mengangkat isthmus 1. Incisi leher bagian depan 4 cm di atas suprasternal notch sedikit melengkung ke
 Lobectomy  mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram atas, panjang sesuai besarnya kelenjar.
 Tiroidectomi Total  semua kelenjar tiroid diangkat 2. Incisi diperdalam sampai m.Platysma
 Tiroidectomy subtotal bilateral 3. Flap atas dibebaskan secara tajam kemudian tumpul sampai setinggi incisura
Mengangkat sebagian besar tiroid lobus kanan dan sebagian kiri, sisa jaringan 2- thyroidea dari kartilago thyroid  perdarahan dirawat. Flap bawah dibebaskan
4 gram dibagian posterior untuk mencegah kerusakan parathyroid atau syaraf setinggi suprasternal notch, kemudian kedua flap difixer pada duck.
reccurent laryngeus. Biasanya dilakukan pemeriksaan Frosen section 4. Buat incisi vertikal ditengah leher pada fascia colli dari cartilago thyroid sampai
sprasternal notch. Pisahkan m.Sternothyroideus dengan jari telunjuk sisihkan ke
 Near Total tiroidectomi lateral  tampak kapsula glandula thyroid (fascia colli media) dan
Isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan sebaliknya, sisa m.Sternothyroid.
jaringan tiroid 1-2 gram. Mengangkat semua nodi yang terlibat 5. Buat incisi pada kapsula glandula thyroid, pisahkan dengan jari ke arah lateral
 tampak glandula thyroid
 RND (Diseksi Neck Radikal) 6. Dengan jari-jari lobus lateralis kanan kelenjar thyroid di tarik ke medial dan
Mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan v.Thyroid media diklem dan diligasi kemudian dipotong.
menyertakan n. assesorius , v.jugularis eksterna dan interna, m. 7. Lobus lateral kanan kelenjar thyroid di tarik kekiri bawah dan
sternocleidomastoideus dan m.omohyoideus dan kelenjar ludah m.Sternohyoideus dan m.Sternothyroideus kanan atas untuk mengekpose polus
submandibularis dan tail parotis. superior lobus lateralis kanan kelenjar thyroid. Dengan jari-jari polus ini
Ada 3 modifikasi : dibebaskan seluruhnya , tetapi hati-hati karenan terdapat n.laryngeus superior
 Modifikasi 1  mempertahankan n. Ascessorius 8. Setelah ramus ekternus n.Laryngeus superior diidentifikasi, kemudian vasa
 Modifikasi 2  mempertahankan n.Acessorius & v.Jugularis interna thyroid superior diklem dan diligasi dengan zide atau catgut kemudian dipotong
 Fungsional  n.Acessorius, v.jug interna, m.sterrnocleidomastoideus 9. Setelah kelenjar thyroid teridentifikasi kemudian dipotong. Pada subtotal
thyroidektomi sis lobus dijahitkan pada fascia pretrachealis dengan zyde.
Komplikasi Operasi : 10. M.Sternothyroid kanan dan kiri dijahit dengan zyde. Pasang drain
a. Segera 11. Fascia colli dijahit
 Perdarahan  a. tiroidea superior 12. M.Platysma dan kulit ditutup
 Dispneu  - Gangguan n. recurrens 13. Operasi selesai
- Hamorragi
- Tracheomalacia atau trachea kolaps
 Krisis tiroid  8 - 24 jam pasca operasi
Tanda-tanda : - Gelisah
- Gangguan saluran gastrointestinal
- Kulit hangat & basah
- Suhu > 38 C
- Nadi > 160 x/menit
- Tekanan darah naik
b. Lama
 Suara kasar  kerusakan n. reccurent laryngeus
 Kelenjar paratiroid terangkat  hipokalsemia  tetani (sindrom carpo-
pedal : kejang fokal pada tangan dan kaki)
 Hypotyroid  setelah 2 tahun

 Radiasi  Eksterna & Interna ( I-131)


 Kemoterapi  sediaan Doxorubicin
CARSINOMA THYROID Klasifikasi Histopatologi
 Karsinoma tiroid berdiferensi buruk terdiri dari KT anaplastik tipe small cell dan
spindle cell
 Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik terdiri dari KT papilare dan folikulare.
Insiden sebanyak 9% struma nodusa dan 0,5% struma nodusa toksik. Dibedakan atas kelompok resiko tinggi dan resiko rendah berdasarkan klasifikasi
Berdasarkan “ Pathologycal Based Registration ” dari Departemen Kesehatan RI AMES (Age, Metastatic disease, Extrathyroidal extension, Size)
1989, di Indonesia kanker tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan Resiko rendah :
ke-9. Kanker tiroid primer merupakan keganasan yang berasal dari sel sel parenhim  Umur, laki-laki < 41 tahun, perempuan < 51 tahun
dan stroma, sehingga secara histopatologi dapat diklasifikasi sebagai, tipe papilar  Tidak ada metastasis
75%, tipe folikular 10%, Hurtle sel 2-4%, tipe anaplastik 1-2%, medular 5-9%,  Tidak ada infiltrasi ekstra tiroid untuk KT papilare dan invasi minimal
limfoma 1-3% dan sarcoma < 1%. Kanker tiroid didapat 1% dari seluruh penyakit pada kapsul dan pembuluh darah
keganasan dan menempati urutan petama keganasan kelenjar endokrin. Geografi dan  untuk KT folikulare.
lingkungan, pada daerah endemik goiter dijumpai peningkatan insidens kanker  Nodul < 5 cm
tiroid tipe folikuler dan anaplastik terutama pada usia lanjut sedangkan pada  Karsinoma tiroid medulare ialah kasrsinoma tiroid yang berasal dari sel C atau
daerah yang kaya akan yodium (Iceland) ternyata tipe papiler yang meningkat. parafolikuler yang dapat berupa sporadik dan familial.
Dapat ditemukan pada semua golongan usia, dijumpai peningkatan pada golongan
usia 7-20 tahun dan pada usia 40-65 tahun dengan perbandingan laki laki dan wanita
1:3. Bila dijumpai nodul tunggal pada seorang anak berusia < 14 tahun
Etiologi
kemungkinan untuk keganasan 50%. 1. Rangsangan TSH yang berlebihan
Distribusi umur juga terkait dengan distribusi tipe hitopatologi. Holzer S et al, 2. Radiasi daerah leher dan kepala pada anak-anak masa laten 5-30 tahun
mengemukakan sebagian besar penderita kanker tiroid tipe papiler saat diagnosa
ditegakkan pada usia 50 tahun sedangkan tipe folikular pada usia 55 tahun. Hundahl Karsinoma tiroid dibagi dalam (Protokol onkologi Sarjito) :
SA,et al, mendapatkan tipe papiler pada usia 44 tahun, tipe folikular pada usia 47 1. Differentiated Carsinoma
tahun, Hurtle sel pada usia 61 tahun dan tipe medular dijumpai pada usia 30-39  Karsinoma Papiler
tahun. Pemaparan radiasi pada daerah kepala dan leher semasa anak untuk  Karsinoma Folikuler
pengobatan lesi jinak ternyata 6-35 tahun kemudian dapat mengkibatkan  Karsinoma Meduler
terjadinya kanker tiroid, hal ini pertama kali dilaporkan DEGroot dan Paloyan di
2. Undifferentiate Carsinoma
Chicago 1973. Pemaparan radiasi yang diberikan setelah berusia > 21 tahun tidak
 Karsinoma Anaplastik
banyak perpengaruh. Pemberian Yodium 131 sebagai pengobatan dan diagnostic
Karsinoma Papiler dan folikuler tumbuhnya lambat (bulanan-tahunan), untuk
ternyata tidak pernah dilaporkan dapat meningkatkan terjadinya kanker tiroid.
medulare lebih cepat. Sedang anaplastik tumbuh sangat cepat (mingguan) dan
Kanker tiroid tipe medulare sangat berhubungan erat dengan MEN 2A, 2B dan non
mempunyai tendensi infiltratif yang besar.
MEN.

Faktor resiko adanya malignancy pada nodul tiroid : Anamnesa


1. Umur < 20 tahun & > 50 tahun  Penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher bagian tengah
2. Jenis kelamin laki-laki yang dapat disebabkan bukan karena proses keganasan saja. Benjolan yang
3. Pemberian radioterapi sebelumnya pada daerah leher disebabkan keganasan perlu diketahui faktor resiko apa yang menyertainya
4. Konsistensi keras misalnya; apakah ada riwayat radiasi , riwayat keluarga, geografi dan
5. Pertumbuhan cepat lingkungan pemukiman. Pertumbuhan yang cepat dengan akibat yang terjadi
6. Serak terhadap organ atau jaringan sekitarnya dapat sebagai pertanda. Tipe
7. Obstruksi jalan nafas anaplastik pertumbuhannya sangat cepat dan diikuti rasa sakit terutama
8. Pembesaran limfonodi servikal pada penderita usia lanjut. Tidak jarang penderita datang dengan keluhan
9. Fixed adanya perubahan suara, , sulit menelan dan sesak nafas sebagai pertanda
10. Ukuran > 3 cm telah terjadi invasi kejaringan atau organ disekitarnya (n.rekuren laringeus,
11. Family MEN II (Multiple Endocrine Neoplasma Type II ) esofagus dan trakhea).
 Usia dan Jenis Kelamin  Nodul tiroid timbul pada Usia < 20 tahun atau > 50  Kalsitonin
th, resiko malignancy Dapat sebagai petanda kanker tiroid tipe medulare, dimana
 Riwayat Radiasi daerah leher & kepala pada maa anak2  malignancy 33-37% pemeriksaan laboratorium dilakukan bila pada anamnesa ditemukan
 Kecepatan tumbuh tumor adanya riwayat keluarga, MEN 2A, MEN 2B dan tidak sebagai
- Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat pemeriksaan rutin.
- Nodul ganas membesar dengan cepat
- Nodul anaplastik membesar sangat cepat  Radiologis :
- Kista dapat membesar dengan cepat - Foto paru posteroanterior  menilai ada tidaknya metastasis
 Gangguan menelan, sesak nafas, suara serak & nyeri  akibat desakan dan atau - Foto polos leher antero-posterior dan lateral metode ‘soft tissue
infiltrasi tumor. technique’ dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk
 Riwayat penyakit serupa pada famili/keluarga  Bila ada, harus curiga melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.
kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare. Dengan Barium Swallow  melihat stenosis / kedudukan trachea
- Esofagogram  klinis tanda-tanda adanya infiltrasi ke esofagus.
- Pembuatan foto tulang  tanda-tanda metastasis ke tulang .
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis sulit membedakan nodul tiroid yang jinak dengan nodul tiroid yang  USG
ganas. Nodul tiroid dicurigai ganas bila, konsistensi keras, permukaan tidak rata, Pemeriksaan USG dapat mengetahui besarnya nodul dan jumlah nodul,
batas tak tegas, sulit digerakkan dari jaringan sekitarnya, adanya perubahan warna tidak membedakan suatu lesi jinak atau ganas.
kulit / ulkus, didapati pembesaran kelenjar getah bening, adanya benjolan pada Sebagian besar lesi dingin pada Scann tiroid terjata pada pemeriksaan USG
tulang pipih atau ditemukan adanya metastase di paru. Kecenderungan keganasan menggambarkan lesi yang padat (solid). Kemungkinan akan keganasan pada
pada nodul tunggal lebih besar dari multi nodusa, pada nodul tunggal 5-10% dan lesi padat 20% sedangkan pada lesi kistik 7%.
meningkat bila dijumpai pada laki laki usia lanjut sedangkan pada penderita dengan Membedakan solid atau kistik, single nodul atau multiple. Disamping itu
riwayat pernah mendapat radiasi pada masa kanak kanak, 33-37%. dapat dipakai untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus.
Nodul tiroid kistik jarang malignan tapi bila diameternya > 4Cm kemungkinan akan
malignan besar. Pembesaran kelenjar getah bening regional pada kanker tiroid  Scintiscan / sidik tiroid , untuk membedakan :
sebagian besar akan ditemukan pada daerah pre trahea dan sepanjang m - Cold nodule  nodul menangkap jodium < jaringan tiroid normal
sternokledomastoid. Metastase jauh pada kanker tiroid akan menimbulkan gejala - Warm  sama dengan jaringan tiroid normal
klinis sesuai dengan organ yang dikenai, metastase jauh sering pada paru, tulang, - Hot nodul  bila > jaringan tiroid normal
otak dan organ lainnya. Pada kanker tiroid tipe papiler, 5% penderita telah terjadi ------------------------------Menggunakan Jodium 131 atau Technetium 99 m
metastase jauh pada saat diagnosa ditegakkan sedangkan pada kanker tiroid tipe
folikular dua kali lebih sering.  Laringoskopi Indirek  melihat pita suara
Untuk nodul tiroid pencitraan dapat dilakukan dengan menggunakan Scann
Pemeriksaan Penunjang tiroid dan USG, bukan untuk menentukan nodul tiroid jinak atau ganas.
 Laboratorium : Fungsi dan anatomi kelenjar tiroid dapat diketahui dengan melakukan
 TSH, T4 dan T3 pemeriksaan Scann tiroid, pada satu rangkaian penelitian didapati
Mengetahui fungsi kelenjar tiroid . Pada kanker tiroid pada umumnya kemungkiana terjadinya keganasan pada nodul tiroid dengan lesi dingin (cold
tidak terjadi gangguan fungsi tiroid sehingga pada pemeriksaan kadar nodule} 10-15%, lesi panas (hot nodule) 5% dan lesi normal (warm nodule)
TSH, T4 dan T3 dalam batas normal, hanya saja pada keadaan hipo / 10%. Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang
hiperfungsi kelenjar tiroid tidak selamanya menghilangkan kecurigaan mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid dihentikan selama 2 – 4
akan terjadinya kanker tiroid. minggu sebelumnya. Pemeriksaan sidik tiroid preoperatif kurang
 Kadar tiroglobulin bermanfaat untuk menegakkan diagnostik adanya keganasan.
Cukup sensitf untuk pertanda suatu kanker tiroid tapi tidak spesifik, karena
kadar tiroglobuli dapat juga meningkat pada kelaiunan tiroid lainnya.
Biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil dari suatu terapi atau
mengamati terjadinya kekambuhan pada penderita kanker tiroid.
 Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) Karsinoma Tiroid Deferensiasi Baik (Papiler dan Folikuler)
Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan BAJAH tergantung dari 2 hal yaitu:  Tiroidektomi total
1. Faktor kemampuan pengambilan sampel Sebagian ahli bedah menganjurkan untuk melakukan tiroidektomi total pada
2. Faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya semua karsinoma tiroid deferensiasi baik, sebagian lagi melakukan tiroidektomi
sangat bervariasi. total hanya pada penderita karsinoma tiroid deferensiasi baik dengan faktor
prognostik jelek, sebelumnya pernah mendapat radiasi daerah leher, dan lobus
Ketepatan pemeriksaan kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare sekitar 70% kontralateral yang abnormal
tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi Keuntungan :
untuk adenomatous goiter, adenoma folikulare dan adeno karsinoma folikulare 1. seluruh jaringan tiroid diangkat sehingga pemeriksaan sidikan I131 pasca-
adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya bedah dan terapi ablasi dapat efektif
dapat dilihat dari gambaran histopatologi. 2. pemeriksaan tiroglobulin serum pasca-bedah dapat digunakan untuk
mendeteksi karsinoma tiroid yang resisten atau yang residif
Stadium Klinik menurut AJCC Chicago 3. dapat mengangkat semua tumor intratiroid multisentris yang terdapat pada
STD Papiler Folikulare Medulare Anaplastik >50% penderita
< 45 tahun > 45 tahun 4. menurunkan resiko terjadinya perubahan degenerasi dari karsinoma tiroid
I Tiap T, tiap T1, N0, M) T1, N0, M0 deferensiasi baik menjadi anaplastik
N,M0
II Tiap T, tiap T2 N0 M0 T2, N0, M0 Kerugian :
N,M1 T3 N0 M0 T3, N0, M0 1. Hipoparatiroidi
T4, N0, M0 2. Lesi n.rekuren permanen
III T4 N0 M0 Tiap T, N1, M0
Tiap T N1 M0 Walaupun tidak ada beda bermakna pada daya tahan hidup penderita
IV Tiap T / N M0 Tiap T / N, M1 Semua kasus karsinoma tiroid antara yang dilakukan hemitiroidektomi dan tiroidektomi
total, tetapi tiroidektomi total memberikan angka kekambuhan yang lebih
rendah.
Terapi
Terapi utama pada karsinoma tiroid adalah pembedahan. Sedangkan macam  Hemitiroidektomi
pembedahan pada karsinoma tiroid deferensiasi baik ( tipe papiler dan folikuler ) Sebagian ahli bedah menganjurkan melakukan hemitiroidektomi pada penderita
sampai saat ini masih ada kontroversi tentang berapa banyak jaringan tiroid yang karsinoma tiroid deferensiasi baik dengan faktor prognostik yang baik.
harus dibuang. Perdebatan ini masih tetap ada oleh karena belum ada penelitian Keuntungan :
prospektif yang membandingkan hasil pembedahan antara beberapa metode 1. N. rekuren dan 2 glandula paratirod tidak terpapar dengan resiko
pembedahan ( lobektomi, tiroidektomi hampir total, tiroidektomi total) baik pembedahan sehingga komplikasi hipoparatiroidi dan lesi n.rekuren
mengenai angka kekambuhan maupun lama daya tahan hidup penderita. Penderita permanen pada hemitiroidektomi lebih rendah daripada tiroidektomi total.
penderita karsinoma tiroid deferensiasi baik ini pada umumnya mempunyai 2.
Penderita tidak perlu terapi hormon tiroid seumur hidup terutama pada
prognosis yang sangat baik dengan mortalitas keseluruhan sekitar 20%, sehingga penderita yang tidak patuh.
penelitian untuk membandingkan lama daya tahan hidup penderita, diperlukan
jumlah kasus yang besar dan waktu monitor yang lama. Sebagian ahli bedah Intra operatif, lobus mengandung tumor yang telah diangkat harus dibelah dan
menganjurkan tiroidektomi total pada setiap karsinoma tiroid. Sebagian lagi dilihat dengan seksama. Bila didapatkan nodul satelit yang tidak menempel pada
menganjurkan cukup dilakukan hemitiroidektomi pada penderita karsinoma tiroid tumor induk maka selanjutnya dilakukan tiroidektomi total dengan mengangkat
dengan faktor resiko yang rendah berdasarkan kriteria AGES lobus kontralateral. Tiroidekromi total dilakukan juga bila pada palpasi lobus
(Age,Grade,Extent,Size) atau kriteria AMES (Age,Metastases,Extent,Sixe), dan kontralateral teraba adanya tonjolan tiroid.
tiroidektomi total pada penderita dengan faktor resiko jelek
Klasifikasi faktor prognostik menurut sistem AGES Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4 type :
Variabel Deskripsi untuk prognostik baik Deskripsi untuk prognostik jelek 1. Carcinoma Papiller
Age Wanita <50 th, pria <40 th Wanita >50 th, pria >40 th  Terbanyak usia muda
Grade Deferensiasi baik Deferensiasi jelek, struma  Metastase secara limfogen ke lnn Cervical dan relative kurang ganas
fibrosa, insular,mukoid, tall cell  Gambaran khas PA  ground glass nuclei dan psammona bodies
variant  Gambaran sitologi  Intranuclear hole
Extent Terbatas dalam tiroid Invasif ke jaringan sekitar atau  Inoperabel  radioterapi eksterna ( I-131)
metastasis jauh  Operabel , bedakan termasuk golongan :
Size Diameter tumor maksimal 4 cm Diameter tumor >4 cm - Resiko tinggi  Tiroidectomi Total & substitusi hormon tiroid
seumur hidup
Klasifikasi faktor prognostik menurut sistem AMES - Resiko rendah (AMES)  Isthmulobectomi / Lobectomi
Variabel Deskripsi untuk prognostik baik Deskripsi untuk prognostik jelek ------------------------------------------------------------------ Tujuan terapi Kuratif
Age Wanita <50 th, pria <40 th Wanita >50 th, pria >40 th
2. Carcinoma Folliculer
Metastas Metastase jauh (-) Metastase jauh (+)
 Penderita usia tua
es
 Metastase secara hematogen melalui capsul
Extent Terbatas dalam tiroid Invasif ke jaringan sekitar atau
 Klinis & pemeriksaan penunjang :
metastasis jauh
a. Ganas  Potong beku , bila
Size Diameter tumor maksimal 4 cm Diameter tumor >4 cm - Ganas : Resiko Tinggi  Tiroidektomi
Resiko rendah  Isthmulobektomi
Kadang ada penderita karsinoma tiroid deferensiasi baik yang yang baru diketahui - Jinak : Isthmulobektomi
setelah penderita dilakukan tindakan lobektomi subtotal oleh karena diagnosis b. Jinak  Konservatif / isthmulobektomi
preoperatifnya suatu struma nodosa. Penanganan selanjutnya untuk penderita ini ------------------------- Sifat terapi kuratif dengan substitusi hormon seumur hidup
ialah pembedahan ulang dengan melakukan tiroidektomi total. Bila pembedahan
sebelumnya berupa hemitiroidektomi maka untuk menentukan apakah perlu
3. Carcinoma Meduller
tindakan pembedahan ulang harus dilihat faktor prognostik penderita. Bila terdapat  Berasal dari cel parafolliculer C, metastase secara limfogen
salah satu faktor prognostik jelek atau riwayat radiasi daerah leher pada penderita  Type Sporadis  Total lobectomi Ipsilateral lobus dan Subtotal lobectomy
maka sebaiknya dilakukan pembedahan ulang dengan mengangkat lobus tiroid yang  Type Familial  Total thyroidectomy dan ipsilateral radical neck dissection
tertinggal, sedangkan bila semua faktor prognostiknya baik maka tidak perlu lymphonodi
dilakukan pembedahan ulang. Tindakan pembedahan ulang tersebut sebaiknya
dilakukan secepat mungkin untuk mengurangi terjadinya komplikasi pembedahan
4. Carcinoma Anaplastik
akibat adanya jaringan fibrotik, juga untuk menghindari terjadinya metastases
 Penderita usia tua
regional maupun jauh.
 Metastase secara lymphogen atau hematogen, berdifferensiasi buruk
 Terapi Radioterapi Eksterna
Terapi tergantung type histloginya. Mula2 dilakukan pemeriksaan BAJAH :
Penderita karsinoma anaplastik tiroid hampir selalu datang berobat dengan tumor
 Klinis jinak  konservatif , bila ada penekanan atau keluhan kosmetik
yang sudah inoperabel. Terapi utama karsinoma anaplastik tiroid ialah
dilakukan isthmulobecyomi / lobectomi
radioterapi eksterna. Prognosis penderita karsinoma anaplastik tiroid sangat
 Klinis ganas  operasi dengan pemeriksaan potong beku
jelek, daya tahan lama hidup 2 tahun mendekati 0% Penderita dengan obtruksi
Bila ganas, termasuk resiko tinggi atau rendah (AMES) :
atau iminen obstruksi jalan napas bagian atas memerlukan tindakan trakeostomi.
 Resiko tinggi  Tiroidektomi total
Untuk penderita dengan tumor yang masih operabel, dapat dilakukan
 Resiko rendah  Istmolobektomi/lobektomi
tiroidektomi total sebelum pemberian radioterapi. Penderita wanita dengan
 Bila hasil BAJAH tidak dapat dinilai maka sebaiknya BAJAH diulang, kalau
ukuran tumor < 6 cm yang masih operabel, tiroidektomi total disertai radioterapi
perlu dituntun dengan USG.
eksternal memberikan daya tahan hidup yang lebih lama
Setelah dilakukan terapi diperlukan Follow Up yang bertujuan :
 Rekurensi
Nodul Tiroid
 Metastase
Eutiroid
Pada total tiroidectomi  kontrol hormon T3, T4, TSH untuk pemakaian substitusi
tiroid Multi
noduler solid USG dan Scan kistik

Nodul Tiroid
High Risk Nodule Soliter
Cold Nodul
BAJAH - Umur < 20 th & > 50 thn
- Jenis kelamin laki-laki
Pe - Pemberian radioterapi
sebelumnya pada daerah
Anaplastik/medulare Papilare Folikulare tidak dapat leher >30 th Lunak
dinilai - Konsistensi keras Nodul tidak fixed
- Pertumbuhan cepat
- Serak Benigna
Inoperabel operabel klinis + - Obstruksi jalan napas
Pemeriksaan FNAB
- Pembesaran limfonodi
Penunjang servikal
Fixed
Ukuran > 3 cm Maligna Tiroiditis /
Inoperabel Operabel Resiko Resiko Ganas jinak Family Suspek malignan Metabolic
BedahMEN II (Multiple
tinggi rendah Endocrine Neoplasma type Folikuler pattern disease
Potong beku II) Hurtle cell

ganas jinak Isthmulobektomi


Observasi

Resiko tinggi Resiko rendah Papilare Folikuler Medulare Anaplastik


Perubahan

Radioterapi Tiroidektomi Isthmolobektomi Terapi konservatif


-------------------- Low R High R
Lobektomi

Observasi Total Tiroidektomi Radiasi (+) ya tidak


kemoterapi
Penatalaksanaan Ca Tiroid dgn Metastasis Regional
 Bila Inoperabel  Radioterapi eksterna atau dengan khemoradioterapi dengan Follow up
Doxorubicin (Adriamycin). a. Karsinoma Tiroid berdiferensiasi baik
Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik tiroid.
 Bila Operabel  Penilaian infiltrasi klj getah bening thd jaringan sekitar. Bila :
- Infiltrasi (-)  tiroidektomi total (TT) dan “Fungsional RND”. - Sisa jaringan tiroid normal (+)  ablasio dengan I131 kemudian dilanjutkan
- Infiltrasi (+) pada n. Ascessorius  TT + RND standar dengan terapi substitusi/supresi.
- Infiltrasi (+) pada V. Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. - Sisa jaringan tiroid normal (-)  terapi substitusi/supresi.
- Ascessorius  TT+ RND modifikasi 1.
- Infiltrasi (+) m.sternocleidomastoideus  TT + RND modifikasi 2. Setelah 6 bulan terapi substitusi/supresi dilakukan pemeriksaan sidik seluruh
tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 4 minggu
KT + Metastasis Regional sebelum pemeriksaan.
Bila :
- Metastasis (+)  radiasi interna I131 dilanjutkan terapi substitusi/supresi
- Metastasis (-)  terapi substitusi/supresi dilanjutkan dan pemeriksaan sidik
Inoperable Operable
seluruh tubuh diulang setiap 6 bulan selama 2 tahun pertama dan dimulai
tahun ke 3 dst dilakukan pemeriksaan setiap tahun.
Radioterapi Comprehensive Neck Dissection Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin
Kemoradioterapi dapat dipakai sebagai petanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya
residif tumor.
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Jauh
 Diferensiasi buruk  kemoterapi dengan adriamycin
 Diferensiasi baik  dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131
, dinilai TT
dengan sidik seluruh tubuh bila :
 Respon (+)  terapi subpresi/substitusi
4 Minggu sidik tiroid
 Respon (-)  kemoterapi adriamycin.
Pada lesi metastasisnya, bila operable dilakukan eksisi luas.

KT + metastasis Jauh Sisa Jaringan Tiroid (+) Sisa Jaringan Tiroid (-)

KT anaplastik/ Ablasi Therapi Radiasi interna


medulare Diferensiasi Baik Supresi/Substitus
i

Tt + Radiasi Interna 6 bulan Sidik seluruh tubuh

Metastasis (-) Metastasis (+)


Respon (-)
Respon (+)
TH Substansi supresi
Kemoterapi
Supresif
Supresi
b. Karsinoma Tiroid Jenis Meduler Tumor rekuren
Terapi bedah untuk karsinoma meduler tiroid ialah total tiroidektomi Terapi bedah terhadap tumor rekuren tergantung macam rekurensi, operabilitas dari
bersamaan dengan deseksi sentral leher bilateral, dengan alasan bahwa : tumor rekuren, dan terapi bedah yang pernah dilakukan pada penderita. Macam
1. Secara klinis karsinoma meduler tiroid lebih agresif daripada karsinoma rekurensi bisa lokal, regional, atau metastase jauh. Terapi bedah hanya dikerjakan
tiroid deferensiasi baik, bila tumor rekuren tersebut masih operabel. Rekuren lokal pada penderita yang
2. Tumor multisentris didapatkan pada 90% penderita karsinoma meduler sebelumnya telah dikerjakan tiroidektomi kurang total maka dilakukan tiroidektomi
tiroid yang herediter dan 20% pada yang sporadis total, sedangkan pada penderita yang sebelumnya telah dikerjakan tiroidektomi total
3. 50% penderita karsinoma meduler tiorid terdapat metastase kelenjar maka dilakukan eksisi tumor. Residif regional pada penderita yang belum pernah
getah bening leher dikerjakan deseksi leher maka dilakukan modifikasi deseksi leher redikal, untuk
4. Pengukuran kadar kalsitonin serum untuk evaluasi pasca-bedah hanya penederita yang sebelumnya telah dikerjakan modifikasi deseksi leher radikal maka
berarti bila tumor telah diangkat total. dilakukan deseksi leher radikal, sedangkan pada penderita yang sebelumnya telah
dikerjakan deseksi leher radikal maka dilakukan eksisi kelenjar getah bening saja.
Pada deseksi sentral leher seringkali sulit melakukan preservasi glandula tiroid tanpa Metastase jauh yang tunggal dan resektabel tanpa memberikan morbiditas yang
merusak vaskularisasinya oleh karena glandula tersebut sangat dekat dengan besar dapat dilakukan eksisi, misalnya pada tulang dilakukan reseksi dan pada paru
kelenjar getah bening. Resiko preservasi glandula paratiroid ialah tertinggalnya dilakukan lobektomi.
kelenjar getah bening yang mengandung metastasis. Oleh karena itu beberapa ahli
bedah melakukan paratiroidektomi total dan selanjutnya dilakukan autotransplantasi
satu atau dua glandula paratiroid dalam bentuk irisan 1x3 mm kedalam
Komplikasi Terapi Bedah
m.sternokleidomastoideus atau otot lengan bawah yang tidak dominan Komplikasi tiroidektomi
 Disfungsi korda vokalis akibat lesi pada n.rekuren atau n.laringikus superior
 Hipoparatiroidism dan hipotiroidism. Komplikasi lain seperti lesi esofagus,
3 bulan pasca periksa - lsitonin
- CEA duktus torasikus, v.jugularis, atau a.karotis sangat jarang terjadi kecuali pada
tumor yang sangat besar dan ekstensif.
 Komplikasi umum berupa edema, perdarahan, kebocoran limfe, seroma, infeksi,
Bila Kalsitonin 10 mg/ml
CEA 100 mg/ml dan pembentukan keloid pada penyembuhan luka operasi.

Komplikasi deseksi leher


Post tiroidektomi total Post tiroidektomi total  Paralisis n.rekuren unilateral menyebabkan suara parau, sedangkan paralisis
bilateral dapat menyebabkan obstruksi jalan napas sehingga penderita
Operasi tiroidektomi total memerlukan trakeostomi.
Atau Terapi hormonal di stop 4 minggu  Perlukaan pada trakea atau esofagus dapat terjadi pada tumor yang sangat
Ablasi radiasi ekstensif, hal ini jarang terjadi.
 Reseksi n.asesorius dapat menimbulkan bahu turun dan gangguan abduksi
Total body scan I 131 lengan.
 Lesi pada n.frenikus menimbulkan paralisis diafragma,
 lesi pada ganglion simfatikus dapat menimbulkan sindroma Horner, sedangkan
lesi pleksus servikalis menimbulkan gangguan sensasi kulit.
Metastasis (+) Metastasis (-)  Terpotongnya duktus torasikus mengakibatkan terjadinya fistula chylous atau
chylothorax, dan bila komplikasi tersebut diketahui intra-operatif maka
sebaiknya dilakukan ligasi pada duktus tersebut. Bila terpotongnya duktus
torasikus tersebut diketahui pasca-bedah maka setelah terapi konservatif 2
Resektabel Non Resektabel Hormonal minggu tidak berhasil maka sebaiknya dilakukan reoperasi untuk ligasi duktus.
 Modifikasi deseksi leher radikal atau deseksi sentral leher dapat menimbulkan
komplikasi pneumotoraks, oleh karena itu ada yang menganjurkan dilakukan X-
Operasi Radiasi hormonal footo toraks pasca-bedah, dan bila didapatkan pneumotoraks maka dipasang
pipa torakostomi.
 Deseksi leher bilateral dapat menyebabkan edema pasca-bedah, dalam hal ini
perlu dipertimbangkan trakeostomi. Reseksi v.jugularis bilateral harus dihindari
karena dapat menimbulkan edema fasial dan laring yang sangat hebat, dengan
kemungkinan gangguan neurologis yang serius bahkan kematian. Salah satu
v.jugularis harus dipreservasi, atau deseksi leher dilakukan 2 tahap dengan
selisih waktu 6 minggu.
Sedangkan peau d’orange merupakan akibat sekunder dari obstruksi kelenjar
PAYUDARA limfe.
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 Payudara diperdarahi oleh cabang :
 a. mammaria interna  mendarahi tepi medial
 a. thorakalis lateralis(mamaria eksterna)  mendarahi bagian lateral
Embriologi  a. thorako-akromialis  mendarahi bagian dalam
Payudara merupakan modifikasi kelenjar keringat berasal dari ektoderm, sedang  a. thorako-dorsalis  mendarahi m. Latissimus dorsi & m.seratus magnus
lemak dan elemen fibreusnya berasal dari mesoderm. Payudara tumbuh mulai
dengan penebalan “ milk ridge(line) “ sejak intrauterin bulan ke 2, dan terbentang Sistem pembuluh vena meliputi v. interkostalis dari spasium interkostal kedua
dari aksilla sampai inguinal. Sebagian besar menghilang tetapi di daerah pektoral sampai keenam untuk memasuki v. vertebralis di posterior. Vena interkostalis juga
yang tinggal, tempat dimana payudara normal berada. Bila terjadi persisten bisa memasuki v. azygos yang bermuara ke dalam v. cava superior. V. aksilaris
sepanjang linea tersebut akan terjadi payudara lebih sepasang atau polymastia atau menerima darah dari bagian superior dan lateral payudara. Aliran vena mengikuti
polythelia. Pada tempat tersebut ektoderm akan proliferasi dan pada akhir sistem arteri ( Skandalakis et al, 1995 ; Sabiston , 1995 ).
kehidupan foetal akan terbentuk “ mammaria pit “ (celah payudara). Sebelum lahir
pit membentuk konversi kedalam dan sedikit menonjol. Pada pertumbuhan Aliran Lymphe
selanjutnya akan dipengaruhi oleh hormon dari pituitary dan ovarium. Kulit payudara
Kelainan Congenital - bagian atas mengalir ke lnn supraclavicula
 Tidak ada payudara = amastia - bagian medial (dalam) mengalir ke lnn mammaria interna
 Polymasthia = terjadi banyak payudara sepanjang linea mammaria - bagian lateral (luar) mengalir ke lnn pektoralis
 Athelia = tak terbentuk papilla Papilla dan areola  mengalir ke plexus subareola dari Sappay
 Polythelia = banyak papilla Jaringan payudara  mengalir ke plexus pectoralis
 Retraksi papilla congenital harus dibedakan dengan kejadian yang dipandang
sebagai satu dari Carcinoma payudara Aliran limfe melalui bebrapa kelompok kelenjar limfe. Ada 6 kelompok kelenjar
limfe, yaitu :
1. Mammaria eksterna ( level I )
Anatomi Sejajar a. thoracica lateralis dari kosta VI sampai v. aksilaris dan menempati
Payudara terletak dari costa 2 sampai costa 6 , batas medial sternum sedang lateral tepi m. pektoralis mayor dan ruang aksilaris media.
sampai ke linea axillaris anterior. Jaringan payudara meluas dari clavicula di garis 2. Subskapularis ( level I )
tengahnya sampai costa 8 ke linea axillaris posterior, yang dikenal sebagai daerah Dekat cabang vasa thorakodorsalis dari vasa subskapularis, terbentang dari v.
Disseksi mastektomi radikal. Sebagai tambahan axillary tail (Spence tail) meluas aksilaris sampai dinding thorak lateral.
dari tepi atas dan luar supero-lateral menutup m. pectoralis mayor. Lymphonodi 3. Vena Aksilaris ( level I )
axilla erat hubungannya dengan axillary tail tersebut. Merupakan kelompok terbesar kedua, terletak kaudal dan ventral dari bagian
Payudara terdiri dari komponen muskulokutis dan lemak. Payudara menempati lateral v. aksilaris.
bagian tubuh antara iga ke-3 sampai iga ke-7 serta terbentang dari linea parasternalis 4. Interpektoralis / Rotter’s ( level II )
sampai linea aksilaris anterior atau media. Bagian mesenkima payudara terutama Terletak antara m. pektoralis mayor dan m. pektoralis minor, sering tunggal,
menempati fascia pectoralis dan musculus serratus anterior. Pada umumnya jaringan merupakan kelompok terkecil, sering tidak ketemu keculi m. pektorlis mayor
payudara akan meluas ke dalam lipatan ruang aksila yang sering dikenal sebagai dipotong.
axillary tail of Spence. Antara fascia superfisialis dan profundus ( fascia pektoralis ) 5. Central ( level II )
terdapat ruang submamaria yang kaya akan kelenjar limfe. Pada bagian profunda Terletak sentral antara linea aksilaris anterior dan posterior serta menempati
areola mamma terdapat lemak bebas yang didalamnya terdapat ductus lactiferus posisi superfisial di bawah kulit dan fascia medioaksila, sehingga mudah teraba
yang melebar membentuk sinus. Di dalam sinus ini ASI disimpan. Ligamentum pada pemeriksaan palpasi, tertanam dalam lemak aksila.
suspensorium dari Cooper membentuk septa fibrosa yang kuat yang menyokong 6. Subskapularis / Apikal ( level III )
parenkim payudara dan terbentang dari fascia pektoralis profunda ke lapisan fascia Merupakan kelompok terbesar, terletak paling medial , kaudal dan ventral dari
superfisialis di dalam dermis. Invasi kanker payudara ke ligamentum tersebut bagian medial v. aksilaris setinggi ligamentum Halsted .
menimbulkan kontraksi yang menyebabkan gambaran retraksi pada papilla mamma.
Gynekomastia
Aliran dari payudara :
 Dari pleksus utama pektoral kedalam lnn pektoralis, dan dari pektoral ke lnn
apikal. Beberapa jalan langsung kedalam apikal. ---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection
Kuadaran atas luar  limfe terutama mengalir ke apikal kemudian ke lnn apikal 2002
sentral
Kuadran atas dalam  mengalir ke lnn mamaria interna Adalah pembesaran payudara pada pria, biasanya unilateral atau bilateral.
Kuadran bawah luar  aliran limfe ke lnn sentralis langsung atau melewati lnn Kebanyakan Idiopatik.
 Palsu / false - tak ada ductus/acini, akibat deposisi lemak
pektoralis
 Sungguh/ true - ada proliferasi ductus & acini
Kuadran bawah dalam  mengalir ke lnn mamaria interna mungkin tersebar ke
part of Gerota, kemungkinan melibatkan payudara sebelah kuadran dalam
Etiologi :
 Melalui lubang-lubang di linea Alba, limfe dapat berhubungan dengan aliran  Idiopatik  biasanya unilateral
limfe peritoneal dan separo bagian atas abdomen. Ini yang dapat menerangkan  Inbalance hormon terganggu  defisiensi hormon estrogen atau testosteron
mengapa ada implantasi ke hepar dan transcoelomic  Penyakit hepar
 Aliran dari kuadran medial terutama ke lnn mamaria interna dan mediastinum  Gangguan “X” kromosom misal sindrom Kline-Felter
 Lnn deltopektoralis menerima sedikit aliran dari kuadran atas  Teratoma testis
 Aliran subskapula dan posterior menerima limfe dari aksila tail
Penerita datang kedokter biasanya alasan kosmetik atau terasa sakit bila tergeser
pakaian .
Penanganan :
Subcutaneus Mastectomy
Incisis sepanjang lipat toracomammaria (lateral)  Incisi Gallard Thomas

Abcess Payudara
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection
2002

Etiology  Kebanyakan penderita waktu laktasi,


Menurut timbulnya serta perjalanannya digolongkan:
 Acuta
 Kronis
 Subacuta
 Jalan infeksi :
• melalui papilla & areola pada permukaannya
• Dapat hematogen juga
• Langsung dari kelinan sekitarnya
Organisme biasanya Staphylo aureus atau Stapylo coccus

Menurut tempatnya dibedakan:


 Subareola / Abcess Submammaria
Pus tertimbun di bawah areola di sekitar ductus utama, akan terjadi sedikit
kerusakan jaringan payudara. Biasnya disebabkan oleh infeksi cyste sebacea
atau furunkel di areola, jadi bukan mastitis yang sebenarnya. Abcess subareola
kronis dapat menyebabkan fistula air susu kronis dan menyebabkan retraksi
papilla
Terapi : • Stadium abcess
Drainage sesegera mungkin setelah Dx ditegakkan Radang menjadi setempat tapi necrotoxine dari staphylococcus merusak
Pada yg kronis diexcisi & dibiarkan terbuka banyak unit dan ditempati pus. Karena jaringan fibreus multi loculer & septa
fibreus. Septa fibreus ini hendaknya “dirusak” waktu incisi / operasi
 Intramammaria drainage menjadi 1 ruang & bersih.Bila abcess tidak didrainage suatu waktu
Pus terletak di dalam substansi jaringan mamma dan banyak menimbulkan akan menjadi abcess kronis dengan suatu sinus dan discharge pus dan air
kerusakan jaringan (pada 85% penderita). Kebanyakan abcess intramammaria susu atau fistula air susu yg kronis.
terjadi pada waktu laktasi pertama, karena mikroorganisme masuk dari
mulut anak melalui celah papilla. Dapat juga karena stagnasi karena retraksi  Abcess Payudara Kronis
papilla yang menjadi lingkungan baik pertumbuhan bakteri dari kulit Akibat dari abcess payudara acute yg tidak disembuhkan di mana terjadi
(stphylococcus) yg masuk melalui ductus atau celah papilla. kebocoran spontan.
Abcess payudara yang salah tindakan (maltreated) di mana lama diberi
Terapi : Stad cellulitis/mastitis antibiotika dan pus menjadi steril yang kemudian terbentuk batas dengan
 Analgetika jaringan granulasi.
 Penyokong payudara
 Antibiotika Dinding fibreus memberikan perabaan yg keras, menutup adanya fluktuasi.Ini
 Menyapih bayinya (jika tak dapat diberi ASI yg sebelah yg tak ada dikenal sebagai antibioma di mana menyerupai carcinoma sebab gambaran seperti
infeksinya) “peau d’orange”.
 Penekanan ASI dg stilbestrol 5 mg tds 7 hari atau inj Mixogen (kombinasi
methyl testosteron & estrogen)

Jika terdapat pus  Antibiotika tidak diperlukan karena terjadi antibioma. Di Cyste dari Payudara
incisi & drainage serta antibiotika 1. Cyste dari mastitis kronis atau Fibrokistik.
2. Galactocele
 Retromammaria
Pus terkumpul di belakang payudara atau bahkan di belakang facia profunda.
Kadang pus banyak mendorong payudara ke depan. Ini disebabkan oleh:
Fibrocystik / Cyste mastopathia
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
 Perluasan ke belakang dari abcess retromammaria
 Suppurasi hematogen di dinding dada
Penyakit payudara ini dulu dianggapan sebagai kelainan yg sangat biasa mengenai
 Perluasan dari abcess dingin, setelah caries costa atau vertebra atau suatu
payudara wanita, diperkirakan 10% dari wanita. Dari penelitian lebih dari 50%
empyema
wanita yg tidak mempunyai keluhan dalam hidupnya terdapat fibrocystik ini.
Berdasarkan ini perkiraan mungkin ini sebagai variasi physiologis, yg mencapai
Terapi : maximum selama periode reproduksi lanjut, dan tetap ada pada periode
Excisi ruang abcess dan drainage. postmenopause. Beberapa perubahan dari “penyakit” fibrocystik disertai dengan
Untuk fistula ASI tractus dibiarkan terbuka dan dibiarkan menyembuh kenaikan resiko menderita Carcinoma. Maka hal itu penting tidak menggunakan
dengan granulasi diagnosis “penyakit “ fibrocystic. Lebih baik dengan “perubahan” fibrocyastik.
Penyakit ini biasanya terdapat pada wanita membujang, wanita tak punya anak atau
Pathologi wanita banyak anak yang tidak menyusui anak.
• Stadium cellulitis atau mastitis
Terlihat tanda radang (merah, bengkak, sakit, panas dsb). Dengan antibiotika Etiologi:
dapat menolong Perubahan fibrocystik pada payudara dikira dari respon payudara pada perubahan
cyclus dalam kadar hormone sex wanita, terutama estrogen. Telah dikenal bahwa
abnormalitas endocrine tidak konstan pada wanita. Kontrasepsi peroral tidak gambaran dari carcinoma intraductal membawa 1,5 - 2 kali lipat resiko untuk
meningkatkan insidensi terjadinya fibrocystik. menjadi carcinoma.
Patologi :
Yang tidak disertai kenaikan terjadinya resiko Carcinoma Type hyperplasia ductal dikarakterisasikan oleh proliferasi cel ovale kecil
 Fibrosis dengan overlapping nuclei, cel berbatas jelek, dan tak ada necrosis dan tak ada
Jaringan fibreus bertambah banyak dalam stroma. Jika predominan fibrosis ruang cribriformis
dinamakan  fibreus mastopathia. Mengakibatkan masa tidak berbatas tegas,
konsistensi seperti karet.  Hyperplasia ductal atypical
Proloferasi atypical dari epithel ductal menyebabkan berlapis dan sering mengisi
 Pembentukan cyste lumen dari ductus yg melebar. Ini disertai dengan kenaikan resiko 4 - 5 kali lipat
Biasanya terjadi mungkin karena obstruksi ductus, cyste sangat bervariasi , ada untuk menjadi carcinoma . Resiko untuk menjadi cancer dengan hyperplasi
yg kecil (mycrocyste) sampai beberapa cm diameternya yg membentuk masa atypical ductus menjadi doubel jika pasien mempunyai riwayat carcinoma
palpable. Cyste dibatasi epithel pipih atau apocrine dan berisi cairan mengkilat, payudara. Nama “borderline lession” kadang digunakan pada proses ini .
atau keruh (Glair, turbid fluid). Perbedaan pada histologi dari hyperplasi ductal atypical dari Carcinoma
Makrosk.: warna kebiruan karenanya dinamakan blue domed cyste. Diaspirasi intraductal kadang sukar.
cyste akan kolaps.
Gambaran klinik:
 Inflamasi • Ada rasa sakit yang bertambah selama menstruasi, discharge papilla, dan mama
Inflamasi kronis dengan cellymphocyte dan cel plasma (chronic cyste mastitis) irregular “lumpy” konsistensi pada payudara.
Kalau ruptur cyste menimbulkan respons histiocytic menyerupai granulomateus • Biasanya melibatkan payudara bilateral
mastitis.
• Kadang menyerupai carcinoma.
 Hyperplasia mild ductal atau lobular. • FNA keluar cairan dari cyste, menyebabkan cyste hilang.
Hyperplasia mild dari lobular (adenosis) atau epithelium dalam ductus sangat • Biopsi untuk menyingkirkan kemungkinan carcinoma
biasa terjadi. Hyperplasi adap[at terjadi dengan schlerosis (fibrosis)
menyebabkan distorsi nyata dari pola lobular normal dan ditandai dengan Terapi :
histologi sukar dibedakan dengan Carcinoma. Nama schlerosing adenoma Konservatif
digunakan untuk gambaran histologi ini. Disarankan memakai penyokong payudara yang erat jika sakit Analgetik dan
antiinflamasi jika sakit tidak dapat diatasi
 Apocrine metaplasia. Operatif  Eksisi disertai biopsi
Metaplasia dari epithelium ductal ke suatu type apocrine (cel besar dengan kaya
akan cytiplasma pink dan dekapitasi type sekresi). Benigna  Fibroadenoma
 Adenoma Laktasi
Yg disertai kenaikan terjadinya resiko Carcinoma  Papiloma ductal
 Hyperplasi lobular atypical
Neoplasma Payudara  Tumor Cell Granular
Proliferasi epithelium dipandang membawa kenaikan resiko menjadi 4-5x
menjadi Carcinoma. Proliferasi cel-cel melebarkan lobuler dan menunjukkan
Maligna  Carsinoma mamae
atypical cytologik tetapi tidak cukup memuaskan kriteria histologi dari
carcinoma lobular in situ. Diferensiasi histologi dari carcinoma lobular in situ
kadang sangat sukar.

 Hyperplasi ductal tanpa atypical


Juga dinamakan ductal hyperplasia type biasa , papillomatosis, dan
epitheliosis).Hyperplasia moderat sampai berat dari epithelium ductal tanpa
ukuran yang besar. Sedangkan beberapa ahli yang lain tidak setuju untuk
memasukkan juvenile fibroadenoma sebagai bagian dari fibroadenoma.

 Cystosarcoma philloides
Fibroadenoma Mamae / FAM
Cystosarcoma phylloides atau yang lebih tepat disebut dengan tumor phylloides
merupakan tumor non epitelial neoplasma yang hanya di temukan pada
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection payudara. Tumor ini batas tegas, permukaan licin, mudah digerakkan, dan tumor
2002 relatif besar ukurannya, rata – rata 5 cm atau lebih. Secara histologi akan
menunjukkan gambaran seperti daun.
Neoplasma ini dapat terjadi pada semua umur, frequensi tertinggi pada wanita
muda. Biasanya nodul berbatas tegas, bebas bergerak, tidak melekat pada Ke-3 kelainan ini hanya dapat dibedakan secara histologi saja.
jaringan sekitar, konsistensi padat. biasa pada kwadran lateral atas. Makros : berkapsul , padat, uniform putih kelabu, besar 1-5 cm, dapat lebih
Fibrodenoma mammae (FAM) merupakan tumor jinak payudara yang paling sering besar  Giant Fibroadenoma)
ditemukan. Tumor ini terjadi karena proses hiperplasti atau proliferasi dari
glandula dan stroma jaringan ikat. Terjadi pada usia reproduktif, yaitu usia 5 Mikros : - Proliferasi baik glandular maupun stroma.
tahun setelah pertama menarche, dan 1 tahun sebelum menopause, paling sering - Glandular dominan  Pericanalicular fibroadenoma
sebelum usia 30 tahun dan jarang didapatkan pada usia remaja dan post menopause. - Stroma dominan  Intracanalicular fibroadenoma
FAM akan tumbuh cepat pada masa kehamilan, wanita dengan pemberian terapi
hormon dan wanita dengan imunosupresan, dimana pada keadaan ini biasanya suatu  Adenoma Laktasi  terjadi pada laktasi, perlu tindakan biopsi
keganasan. Penyebab terjadinya FAM tidak diketahui secara pasti, ada beberapa  Papilloma Ductal
teori yang mengatakan siklus dari estrogen sangat berpengaruh terhadap Berasal dari ductus lactiferus dekat papilla, keluar discharge berdarah melalui
timbulnya kelainan ini. papilla Penampilannya dengan discharge melalui papilla. Kebanyakan pailloma
Berdasarkan definisi yang digunakan untuk fibroadenoma ini, dapat dibedakan : ductal kecil, + 1 cm diameternya; lebih besar lagi dapat terba subareola sebagai
 Giant FAM masa sub areola.
Jarang pada usia remaja, sebagai suatu FAM yang tumbuh besar dengan ukuran Makros : tumor papiller menonjol ke dalam lumen ductus yg besar.
lebih dari 5 cm. Untuk penegakan diagnosis biasanya sulit, yaitu membedakan Mikros : Banyak susunan pailla kecil dengan bagian tengah
antara suatu malignansi atau hanya suatu hipertropi saja. Giant FAM pada usia fibrovasculer, tertutup oleh lapisan epithel dan cel myoepithel.
remaja biasanya berhubungan dengan FAM yang multipel atau hanya didapatkan
satu massa dengan ukuran yang besar, disamping itu tidak didapatkan perbedaan
penyebab maupun perbedaan sel dibanding FAM yang kecil. Sehingga giant
FAM dapat didiagnosis jinak dan dapat dibedakan dengan tumor phylloides.
Klinis giant FAM hampir sama dengan FAM, terjadi setelah pubertas, tumbuh
secara mendadak dan penderita akan mengeluh perubahan dari mammaenya
dengan disertai nyeri sewaktu menstruasi. Mammae akan bertambah besar
dan keras sewaktu menstruasi. Tumbuh unilateral dan jarang terjadi bilateral,
ataupun tumbuh lagi pada mammae yang satunya. Untuk giant FAM pada usia
remaja biasanya jinak dan terapinya cukup dengan lumpektomi. Hasil
pemeriksaan mammografi dan biopsi tidak akan mempengaruhi dari terapinya.
Incisi yang dilakukan adalah sub mammae, hal ini karena biasanya giant FAM
letaknya dalam, dan luka post operasi aka menghasilkan kosmetik yang bagus
dan kerusakan dari duktus mammae minimal. Untuk operasi radikal tidak
dianjurkan untuk kasus ini

 Juvenile fibroadenoma
Jenis ini sukar untuk didiagnosis, dan beberapa ahli lebih sering mengunakan
fibroadenoma untuk penderita usia remaja, dengan massa yang tumbuh cepat dan
histologi semua Tumor Phylloides mempunyai jaringan stroma yang signifikan,
secara histologi membedakan gambaran dengan tumor yang lain.

Phylloides Tumor Pembedahan merupakan terapi primer. Tujuan eksisi lesi dengan batas yang adequat
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection untuk mencegah lokal rekuren termasuk mastektomi jika diperlukan. Lokal rekuren
2002 diakibatkan oleh eksisi yang tidak adequat pada tumor jinak. Jika kelainan
ditemukan maligna disarankan operasi Simpel Mastektomi. Batas reseksi yang
adequat pada lesi yang jinak 1-2 cm dari batas tumor.
Istilah Cystosarcoma Phylloides pertama kali diperkenalkan oleh Johannes Muller Tumor Phylloides malignan tidak responsive terhadap radioterapi atau
pada tahun 1838 berdasarkan gambaran tumor payudara yang besar kistik,tebal dan khemoterapi dan mastektomi merupakan prosedur terbaik untuk mencegah
seperti daun. Nama ini diambil dari bahasa Yunani, kata Sarcoma berarti lunak dan rekuren lokal. Rutin deseksi limfonodi axilla tidak biasa dikerjakan, karena tumor
Phyllo berarti daun. Secara kasar mempunyai karakteristik sebagai Sarcoma Maligna ini jarang menyebar melalui kelenjar limfe. Tumor Phylloides maligna
yang besar dan seperti gambaran daun waktu dibelah. Beberapa klasifikasi menyebar melalui darah ke paru-paru, hepar dan tulang, otak dan adrenal.
Cystosarcoma Phylloides pernah diungkapkan oleh beberapa ahli yang didasari oleh Sampai saat ini operasi merupakan terapi pilihan pada kasus Tumor Phylloides. Jika
gambaran histopatologi dai Cystosarcoma Phylloides, seperti Treves dan Sunderland perbandingan massa tumor dan besar payudara terlalu besar dan menghendaki hasil
(1951), Pietruzka dan Barnes (1978), Azzopardi (1979) dan klasifikasi WHO-Anom yang baik secara kosmetik maka eksisi segmental atau total mastektomi dengan
(1982). Semua kreteria tersebut berdasarkan kreteria dari sel Atypi, jaringan stroma, rekontruksi payudara dapat menjadi pilihan. Pada kasus ini terapi operasi merupakan
deferensiasi Sarcoma dan indeks mitosis. Karena tumor ini hampir selalu jinak pilihan terakhir setelah terapi yang lain pengobatan tradisional tidak berhasil. Hal
maka pemberian nama tersebut mungkin dapat menimbulkan salah pengertian oleh ini disebabkan karena ada riwayat orang tua pasien yang menderita Carsinoma Recti
karena itu terminologi yang dipakai adalah tumor Phylloides. Tumor Phyllodes meninggal beberapa bulan setelah dilakukan operasi,sehingga keadaan ini
merupakan tumor payudara yang jarang dengan angka kejadian 0,3%-1% dari mempengaruhi dalam mengembil keputusan.
seluruh tumor payudara. Tumor Phylloides digambarkan muncul pada wanita dengan rentang umur yang
lebar mulai prepubertas hingga usia lanjut Terapi pembedahan tetap merupakan
Tumor Phylloides dapat ditemukan pada semua umur tetapi rata-rata dekade 5 dan pilihan yang utama. Tujuan utamanya adalah eksisi sampai batas yang adequat untuk
secara khusus muncul pada wanita, hampir tidak pernah dilaporkan kasus pada mencegah rekurensi termasuk simpel mastektomi jika memang dibutuhkan
laki-laki. Tumor Phylloides merupakan Non Epithelial neoplasma payudara.
Tumor ini memiliki batas yang tegas, permukaan licin dan dapat digerakkan.
Tumor ini relatif besar dengan ukuran rata-rata 5 cm. Tetapi pernah dilaporkan
tumor dengan besar lebih dari 30 cm.
Pada pemeriksaan fisik Tumor Phylloides mirip dengan fibroadenoma seperti massa
yang mobile dengan batas yang tegas. Pasien dengan Tumor Phylloides ditemukan
riwayat pembesaran massa yang cepat, mobile tanpa rasa nyeri. Beberapa
pasien dengan kelainan massa beberapa tahun dan tiba-tiba massa bertambah besar
dengan cepat. Massa dengan kulit yang tampak mengkilat dan tampak translucen
sehingga vena superfisial payudara tampak kelihatan. Sakit dan ulserasi bukan
merupakan tanda keganasan. Ulserasi sekunder muncul berhubungan dengan
distensi kulit yang luar biasa.
Pada pemeriksaan mammografi mirip dengan fibroadenoma, seperti massa padat
dikelilingi jaringan sehat. Pemeriksaan mammografi dan USG adalah penting untuk
mendiagnosis kelainan payudara pada umumnya. Mammografi dan USG dikenal
tidak bisa dipercaya untuk membedakan Tumor Phylloides jinak dari fibroadenoma,
sehingga hasil pemeriksaan imaging tidak sebagai diagnosis pasti penyakit ini.
Biopsi jarum halus untuk pemeriksaan sitologi tidak adeguat untuk pemeriksaan ini.
Inbsisi biopsi merupakan metode diagnosis pasti kelainan ini. Hasil pemeriksaan
gambaran histopatologik yang lebih buruk, derajat keganasan dan indeks proliferasi
yang lebih tinggi.( Marcus et al,1996; Verhoog et al,1997 )

Carsinoma Mammae Sampai th 1983 memimpin sebab kematian Ca pada wanita. Sekarang merupakan
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 yg kedua setelah Ca paru, sebab kenaikan insidensi Ca paru pada wanita. Ca
payudara jarang sebelum umur 25 th. & tidak biasa sebelum 30 th tapi insidensi naik
dg cepat setelah 30 th dg rata-rata medium age 60 th. Hubungan antara Ca payudara
Kanker payudara paling banyak diderita oleh wanita di negara Barat yaitu sekitar 32 & pemakaian kontrasepsi per oral , beberapa penelitian menunjukkan sangat sedikit
% dari seluruh keganasan pada wanita, merupakan penyebab kematian nomor dua kenaikannya incidensi Ca pada wanita yg memakai kontrasepsi oral. Hubungan
pada wanita. Insidensi kanker payudara di kebanyakan negara meningkat 1-2 % tiap pertama keluarga, wanita yg mempunyai Ca payudara bilateral sebelum menopause
tahun, sehingga mulai tahun 2000 kira-kira satu juta wanita tiap tahun menderita mempunyai resiko tinggi. Kejadian Ca pada satu payudara menambah resiko Ca
penyakit ini. ( Van de Velde, 1999 ). untuk payudara sebelah. Pada wanita kanker payudara menduduki urutan kedua
Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker pada wanita terbanyak setelah setelah kanker serviks. Pada stsatistik Ca payudara bertmbah pada nullipara,
kanker mulut rahim. Insidensi kira-kira 18 per 100.000 penduduk wanita dan menarche awal & menopause terlambat serta kehamilan pertama usia > 35 tahun.
kebanyakan ditemukan sudah dalam stadium lanjut. (Sukardja,1993 cit Haryana et Riwayat famili ( Ibu-kakak-adik) carsinoma payudara akan meningkat 5 kali lipat.
al,1993 ). Di negara Barat, kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling Insiden karsinoma payudara dikebanyakan negara meningkat 1-2% tiap tahun,
banyak diderita oleh wanita. Di USA, pada tahun 1991 dilaporkan ada 175.000 sehingga mulai tahun 2000 kira2 1 juta wanita tiap tahun menderita penyakit ini.
kasus baru kanker payudara dengan jumlah kematian yang disebabkan kanker Kanker payudara pada wanita usia 35-50 tahun merupakan penyebab kematian
payudara adalah 44.500.( Polk et al,1993 ). Sedangkan pada tahun 2001, wanita terpenting. Diagnostik dini dengan screening mamografi mendeteksi penyakit ini
Amerika yang menderita kanker payudara adalah sebanyak 193.700 dengan jumlah pada stadium dini. Metastase juh Ca mamae pada kelenjar limfe (70%), paru (60%),
kematian 40.600.( Jardine et al,2001 ). hepar (50%) dan tulang (50%). Kanker payudara dikatakan “ Residif “ bila timbul
Dari seluruh kejadian kanker payudara tersebut, 5-10% diantaranya adalah kanker dalam waktu 2-3 tahun pertama stelah bebas dari kanker. Dikatakan bebas kanker
payudara herediter.( Marcus et al,1996; Ligtenberg et al,1997; Winer et al,2000 ). sedikitnya selama 15-20 tahun.
Kanker payudara yang mempunyai predisposisi keturunan ini biasanya diderita oleh
penderita dengan usia muda, penderita kanker payudara bilateral, penderita Epidemiologi
dengan riwayat keluarga tumor positif atau penderita dengan jenis kelamin Kanker payudara merupakan kanker yang terbanyak diderita oleh wanita yaitu
laki-laki.(Colditz et al,1996; Claus et al,1998). sekitar 32% dari seluruh keganasan pada wanita dan merupakan penyebab kematian
Angka bebas kekambuhan atau disease free survival ( DFS ) maupun angka oleh karena kanker yang tertinggi pada wanita yaitu sekitar 19%. ( Bland et al,1999 ;
ketahanan hidup atau overall survival tergantung pada karakteristik tumor sebagai Jardines et al,2001 ). Menurut data yang diambil dari Surveillance, Epidemiology
faktor prognostik, diantaranya adalah ukuran tumor, status limfonodi regional, and End Result ( SEER ) didapatkan bahwa wanita kulit putih di USA mempunyai
gambaran histopatologi dan grading histologi serta status hormonal estrogen resiko 13,1% untuk terkena kanker payudara selama hidupnya,sedangkan wanita
reseptor ( ER ) dan progesteron reseptor ( PR ). Pada dasawarsa terakhir ini negro amerika mempunyai resiko 9,6%. Untuk kemungkinan meninggal karena
seiring dengan kemajuan di bidang biomolekuler dan dengan ditemukannya dua kanker payudara, wanita kulit putih maupun wanita negro di Amerika mempunyai
macam gen yang mengalami mutasi yang berhubungan dengan timbulnya kanker resiko yang sama yaitu sekitar 3,4%. ( Winer et al, 2000 ). Di USA, pada tahun 1991
payudara yang dikenal dengan BRCA-1 dan BRCA-2, maka banyak terobosan ditemukan 175.000 kasus kanker payudara dengan angka kematian yang
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui lebih banyak tentang kanker payudara disebabkannya sebesar 44.500.(Polk et al,1993). Pada tahun 1997, dilaporkan ada
yang bersifat herediter. Ada teori baru yang menyatakan bahwa penderita kanker 180.200 kasus dengan 43.900 penderita meninggal karena kanker payudara. ( Bland
payudara di usia muda ( kurang dari 40 tahun ), penderita kanker payudara bilateral, et al, 1999 ). Sedangkan laporan terakhir pada tahun 2001 menyebutkan telah
penderita kanker payudara yang berjenis kelamin laki-laki dan penderita yang ditemukan 193.700 kasus baru kanker payudara dengan kematian sebesar 40.600. (
mempunyai riwayat keluarga tumor positif menunjukkan adanya kecenderungan Jardines et al, 2001 ). Kanker payudara masih merupakan problem kesehatan yang
bahwa kanker payudara pada penderita tersebut bisa bersifat herediter.( Colditz et harus dihadapi oleh banyak negara di dunia oleh karena angka kematian yang
al,1996; Claus et al,1998 ). Kanker payudara yang bersifat herediter mempunyai disebabkannya cukup tinggi. Angka kematian oleh karena kanker payudara di
Inggris dan Wales adalah 34/100.000 populasi, sedangkan di Denmark,New
Zealand, Skotlandia dan Belanda sekitar 31/100.000 populasi. Di Jepang adalah
6/100.000 populasi dan di Korea Selatan 2,6/100.000 populasi. ( Polk et al,1993 ).

Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker pada wanita terbanyak kedua Etiologi :
setelah kanker leher rahim dengan insidensi sekitar 18 per 100.000 penduduk wanita  Genetik
( Sukardja, 1993 cit Haryana et al, 1993 ). Pada dasawarsa terakhir ini Indonesia Dikirakan kecenderungan familial karena faktor multiple gene ataupun
telah mengalami transisi dari negara agraris menuju negara industri. Hal ini lingkungan. Suatu marker chromosoma (Ig+) telah dilaporkan suatu oncogene
berdampak pada perubahan gaya hidup, status nutrisi, lingkungan dan banyak hal HER2/NEU telah dikenal pada beberapa penderita. Adanya NEU oncogene pada
lain yang akan mempengaruhi epidemiologi penyakit termasuk kanker payudara. cel Ca payudara berhubungan dengan prognosis yg jelek.

Faktor Resiko  Hormon


Pemakain estrogen yang lama ,menarche awal ( < 12 tahun) dan menopause
Dari hasil-hasil studi epidemiologi baik yang dilakukan secara observasional
lambat) mempunyai resiko tinggi terjadinya ca mamae. Ovariectomi mengurangi
maupun secara eksperimental telah banyak didapatkan faktor-faktor yang
resiko terjadinya Ca mamae. Terbukanya cukup lama kontak dg estrogen
berhubungan dengan terjadinya kanker payudara tetapi sampai sekarang belum dapat
(menarche awal & manopause lambat ) mempunyai resiko yg lebih tinggi
diketahui penyebab pasti dari kanker payudara. Dari sejumlah faktor tersebut ada
terjadinya Ca payudara.
yang hubungannya cukup kuat, sedang atau lemah, bahkan ada yang masih
diragukan. Faktor – faktor ini dikenal sebagai faktor resiko kanker payudara.
Pherson et al ( 2000 ), menyebutkan beberapa faktor resiko dengan resiko relatif  Virus
untuk terjadinya kanker payudara pada kelompok resiko tinggi Faktor Bittner - Milk adalah siuatu virus (mamma virus) yg menyebabkan
terjadinya Ca payudara tikus, yg dapat ditularkan melalui air susu. Virus juga
didapat dalam genom tikus ini dipindahkan secara vertikal dan mengakibatkan
Faktor Resiko Resiko Relatif Kel. Resiko Tinggi
strain genetik tikus dg insidensi Ca payudara yg tinggi. Antigen serupa pada
Usia > 10 Usia lanjut keadaan ini terdapat pada beberapa kasus Ca payudara manusia.
Letak geografis 5 Negara maju
Usia Menarche 3 Usia < 11
Usia Menopause 2 Usia > 54 Histopatotogi
Usia Kehamilan I 3 Anak I pada umur 40 th Pemeriksaan histopatologi ada 3 :
Riwayat keluarga tumor >2 Saudara usia muda  Biopsi eksisi
Riwayat tumor jinak 4-5 Hiperplasi atipik  Biopsi Insisi
Ca payudara kontralat. >4  Potong beku / Frozen section
Status sosioekonomi 2 Tinggi/menengah
Diet 1,5 Asupan lemak jenuh >> Derajat keganasan histopatologi :
Berat Badan :  G1 : rendah
- Pre menopause 0,7 BMI > 35  G2 : Sedang
- Post menopause 2 BMI > 35  G3 : Tinggi
Konsumsi alkohol 1,3 Peminum berat
Riwayat Radiasi 3 Abnormal exp.>10th Gambaran Histopatologi :
Hormon eksogen :  Ductal (adeno) carsinoma
- Kontrasepsi oral 1,2 Pemakaian lama Berasal dari epithelium ductus, dapat invasi atau non invasi. Non invasi dapat
- HRT 1,35 >10 th berupa carsinoma in situ disebut “ Intraductal Carsinoma “. Sering terjadi
- Diethilstilbestrol 2 selama kehamilan pada quadral lateral atas atau bawah menyebar ke lnn axilla  supraclavicula..
Bila tumor terletak di quadran tengah atas atau bawah menyebar ke lnn
retrosternal Penyebaran secara limfogen ke kelenjar regional, penyebaran
hematogen terutama ke tulang, pulmo, hepar, otak.
Nyeri pada satu atau dua payudara, berhungan dengan cyclus menstruasi., dan
agak sering biasa. Jika demikian bukan malignancy, tetapi masih juga
mungkin.
Prognosis wanita dg Ca payudara penting dibedakan antara letak lnn. Axilla  Sakit lokal di satu payudara  benigna / maligna
lebih lateral atau lebih medial tinggi, lnn. Supraclavicula. Seorang wanita di
mana metastasis lymphonodi sedikit kurang dari 4 lnn. Axilla mempunyai lebih  Teraba benjolan
bagus prognosisnya. Bila metastasis lnn. Axilla telah meluas ke lnn.subclavicula Yg paling sering didapat tumor benigna adalah fibroadenoma.Pada wanita muda,
mempunyai prognosis jelek. < 30 tahunan, nodules benigna; tetapi dg kenaikan umur, > 45 th resiko untuk ca
naik lebih besar.
 Lobular (adeno) carsinoma dari epithelium lobular  Retraksi kulit atau pailla  Retraksi kulit atau papilla yg baru terjadi hati-hati
 Penyakit Paget dari Papila  dari ca ductal menuju epidermis papilla akan Carcinoma
 Discharge keluar dari papilla
Gambaran atau tipe histopatologi adalah salah satu faktor prognostik yang penting Discharge keluar dari papilla , spontan biasanya kadang kadang - jika terus
pada kanker payudara. Pada pasien kanker payudara dengan tipe duktal infiltratif menerus sering disebabkan suatu ectasia atau papilloma dari suatu ductus
mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk didapatkan limfonodi aksila positif dan mamaria; jarang disebabkan carcinoma. Jika terjadi pada kedua payudara
mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan kanker payudara mungkin kehamilan. Kadang discharge spontan sebab karena penggunaan obat
infiltratif tipe yang lain.( Clark, 2000 ). Karsinoma duktal infiltratif dan lobular atau tumor pituitary.
infiltratif adalah tipe histopatologi yang paling sering dijumpai pada kanker  Adanya eczema pada papilla
payudara. Untuk setiap eczema papilla yg tak dapat disembuhkan dalam kira-kira 3 minggu
atau yg relaps setelah segera pengobatan, dipandang sebagai Paget papilla.
Sabiston et al ( 1996 ) dan Harris et al ( 2000 ) membuat klasifikasi kanker payudara
 Inflamasi  wanita non-lactasi : hati2 lymphangitis carcinomatosa.
sebagai berikut :
 Ulcerasi  pertumbuhan tumor melewati kulit. Biasanya stadium lanjut.
 Makroskopis : skirus , koloid , meduler
 Penggunaan obat  kontrasepsi oral, berapa lama
 Histogenesis : duktus, lobulus, asinus
 Riwayat sebelumnya  operasi payudara
 Histologi : adenocarcinoma, sarkoma dll
 Riwayat Famili  generasi pertama
 Kriteria infasif : invasif , non invasif
 Kemungkinan metastase : batuk, nyeri tulang, sakit kepala, pembengkaan tempat
lain
Klasifikasi histopatologi yang sering dipakai adalah klasifikasi menurut WHO
1 Noninvasive Carcinoma :
 Ductal ( DCIS ) Pemeriksaan Fisik
 Lobular ( LCIS )  Inspeksi  ada 4 cara :
2 Invasive Carcinoma : - Pasien duduk /berdiri di depan pemeriksa
 Invasive Ductal Carcinoma Bandingkan payudara kanan dan kiri, kontur & retraksi kulit, papilla dan
 Special type : Mucous Carcinoma ( MC ) areola apakah normal
Medullary Carcinoma - Pasien disuruh menaikkan lengan  bila ada benjolan akan nampak.
Invasive Lobular Carcinoma ( ILC ) - Pasien menempatkan tangan pada pinggulnya dan menekan  Membuat
m.pectoralis kontraksi, benjolan yang melekat pada musculus akan terlihat
3 Paget’s disease
- Pasien membungkukkan badan kedepan , tangan memegang tangan pemeriksa
Adenoid Cystic Carcinoma ( ACC )
 retraksi kulit pada daerah atas akan nampak.

Anamnesis  Palpasi
Pasien datang dapat mempunyai keluhan atau symptom sbb: Periksa payudara yang normal kemudian payudara yang lain, bila ada enjolan
 Lama keluhan  tentukan ukuran, bentuk, konsistensi dan mungkin fiksasi pada kulit atau
lapisan dibawahnya. Retraksi kulit (dimpling) periksa secara bimanual),
Periksa daerah axilla atas dan bawah, supraclavicula kemungkinan ada
metastase limphonodi

Pemeriksaan Penunjang : Diagnosis


 Foto Thoraks  kemungkinan metastase Adanya perbedaan mendasar dalam penanganan tumor payudara jinak dan ganas
 Mammografi bilateral mengisyaratkan pentingnya diagnosis yang akurat untuk menentukan terapi definitif
 Laboratorium  rutin, faal ginjal, Alkali fosfatase dan LDH secara tepat. Untuk meningkatkan akurasi diagnostik beberapa peneliti telah
 Kemungkinan metastase ke hepar atau tulang : USG hepar, bone survey, bone merekomendasikan kombinasi tiga modalitas diagnostik yang dikenal dengan
scanning metode TRIPEL diagnostik yang terdiri dari pemeriksaan :
1. Klinis
Perilaku klinik tumor yg palpable dalam payudara 2. Mamografi + USG
 Tumor dlm payudara yg palpable dapat berbatas tegas, tetapi sering, terutama 3. FNA
bila maligna, batas irregular & tidak tegas, pada wanita muda palpasi dapat sukar
sedang seluruh daerah glandular atau sebagian besar dpat dirasakan pembesaran. Pemeriksaan tripel diagnostik akan memberikan hasil yang sesuai (concordant )
 Tumor batas tegas circular atau oval, tidak melekat pada kulit atau jaringan atau tidak sesuai ( inconcordant ). Concordant (-) apabila ketiga perangkat
sekitarnya pada wanita premenopause biasanya benigna (cyste/fibroadenoma). diagnostik itu memberikan hasil negatif yang berarti tumor payudara jinak.
Tetapi pada wanita menopause ini karakteristik selalu terlambat dievaluasi untuk Sedangkan concordant (+) apabila hasil ketiga pemeriksaan adalah positif yang
keganasan (cyste sering ada rasa sakit). berarti tumor payudara ganas.
 Tumor irregular, biasanya tidak sakit, sering melekat ke kulit atau jaringan Donegan ( 1992 ) dan Steinberg ( 1996 ) mengatakan bahwa hasil pemeriksaan tripel
sekitarnya, menunjukkan keganasan diagnostik yang concordant memungkinkan untuk menentukan terapi definitif
langsung tanpa dianjurkan untuk biopsi terbuka. Sedangkan yang inconcordant
Interpretasi apa yg terdapat pada pemeriksaan: perlu dilakukan pemeriksaan potong beku sebelum dilakukan tindakan definitif.
 Keluhan dari wanita premenstrual tumor sakit tekan pada satu atau kedua Jatmiko dan Aryandono ( 2001 ) meneliti mengenai pemeriksaan tripel diagnostik
payudaranya lebih menunjukkan ke arah kelainan jinak dari ganas. Sakit lokal yang tidak sesuai ( inconcordant ) dibandingkan dengan hasil pemeriksaan
dlm satu atau kedua payudara hendaknya hati-hati akan keganasan. histopatologi pada pasien kanker payudara. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan
 Retraksi kulit yg baru saja terjadi tanpa adanya cicatrix  carcinoma. apabila yang sesuai adalah pemeriksaan mamografi dan AJH sedangkan klinis tidak
 Retraksi papilla yg baru saja terjadi  cancer. sesuai, maka sensitifitasnya 96,55%, spesifitas 100% dan akurasi 98,53%.
 Adanya discharge spontan dari papilla: kehamilan? Obat? Pailloma ductus? Sedangkan apabila yang sesuai adalah pemeriksaan klinis dan AJH, nilai sensitifitas
Discharge dari papilla dapat kekuningan / putih atau sanguinolent liquid; jarang 93,75%, spesifitas 100% dan akurasi 97,10%. Dengan melihat nilai sensitifitas dan
menunjukkan cancer. spesifitas dari pemeriksaan klinis dan AJH tersebut, maka peneliti diatas
 “Mastitis” pada wanita non lactasi : cancer merekomendasikan tindakan definitif bisa dilakukan hanya berdasarkan kesesuaian
 Semua wanita > 45 th dg keluhan & / palpable atau terlihat abnormalitas selalu pemeriksaan klinis dan AJH saja apabila tidak ada fasilitas untuk pemeriksaan
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Dengan pemeriksaan radiologi mamografi dan potong beku ( frozen section ).
diagnostik & pemeriksaan pathologik.
 Wanita muda, di mana tidak ada alasan kecurigaan untuk Ca payudara pada 1. Mammography
waktu periksa pertama, hendaknya disarankan untuk periksa kembali setelah Adalah cara yg terpilih untuk deteksi ca payudara, baik pada penderita yg klinik
mensis. Setiap abnormalitas konsistensi, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. dicurigai ca payudara ataupun pasien dgn tumor kecil non-palpable ca payudara
(occult lession).
 Pada wanita < 30 th, dg klinik teraba tumor benigna, di mana mammografi tak
Indikasi mammogrphy adalah:
menunjukkan abnormalitas yg dicurigai untuk Ca, resiko keganasan lebih
rendah. Suatu cara WAIT & SEE dapt diputuskan. Tetapi pastikan pasien akan  Klinik curiga kanker payudara dan mengesampingkan Ca mamae kontra-
kembali periksa apakah dgn keluhan baru atau yg lain. lateral
 Follow up post mastektomi  deteksi second primary di payudara lain mammography dapat digunakan sebagai suatu metoda deteksi dari suatu populasi
 Post tindakan Breast conserving deteksi dari suatu rekurensi / second program screening untuk wanita menopausal
primary
Gambaran Mamographs abnormal :
 Tumor dengan batas tidak tegas dan meluas (spiculae)
 Mikrocalsifikasi ( carsinoma intraductal)
 Penebalan kulit / papila
Program sreening. Hati-hati: suatu mammograph yg tidak memperlihatkan abnormalitas, bukan
Skrining mammografi adalah pemeriksaan x-ray pada payudara seorang wanita yang garansi bahwa tidak ada ca payudara. Apabila ada suatu (bahkan kecil)
tidak ada keluhan/gejala kanker payudara, target skrining adalah untuk kecurigaan klinik ca payudara harus selalu diikuti pemeriksaan histopatologi.
mendeteksi adanya kanker payudara dimana massa masih kecil untuk bisa
diraba untuk pasien sendiri maupun oleh seorang dokter. Beberapa penelitian 2. USG / FNAS
menunjukkan bahwa deteksi adanya kanker payudara yang masih dalam stadium  Menentukan tumor jenis Cyste atau Solid
awal misal pada Ductal Carsinoma In Situ (DCIS) maka keberhasilan terapi  Menetapkan kelainan palpabel mungkin dengan mammografi kurang jelas
mencapai 100%. The National Cancer Institut di Amerika merekomendasikan bahwa /occult
wanita-wanita mulai menerima skrining mammografi pada usia 40 th setiap 1 – 2  FNAS Lebih baik dikerjakan setelah mamografi, untuk menghindari
th sekali dan usia > 50th setiap tahun sekali. Pemeriksaan skrining mammografi kemungkinan perdarahan yang mempersulit penilaian
juga dianjurkan wanita < 40 th kelompok resiko tinggi (riwayat keluarga positif atau
terdapatnya gen mutasi BRCA positif). 3. Biopsi Terbuka / Vriescoupe  Dikerjakan bila :
Skrining mammografi dilaksanakan dengan menggunakan sinar x dari dua proyeksi  Mamograph (+) & FNA (-)
untuk setiap payudara yaitu : CC (Cranio Caudal view) dan MLO (Medio Lateral  Mamograph (-) & klinik (+)
Oblique view) untuk diagnostik ditambah dengan LM (Latero Medial view), ML
(Medio Lateral View) atau tangentsial view sesuai keperluan. Kanker payudara
mungkin tidak terdiagnosis (non visualised) pada skrining mammografi apabila Klasifikasi dan Stadium
: kanker kecil ukuran, letak diarea yang tidak mudah dijangkau image mammografi Kanker payudara tumbuh secara unifocal unicentris maupun multifocal multicentris
(di axilla atau di daerah bawah lengan) atau kanker tertutup oleh bayangan lain secara synchron (bersamaan waktunya) atau metachrom (berbeda waktunya).
Program skrining mammografi untuk kanker payudara masih kontroversial dimana Bila ada faktor yang mengganggu pertumbuhan, sel kanker tumbuh secara
terdapat bervariasi kebijakan nasional yang berbeda dibeberapa negara. eksponensial dari 1 sel menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel dan seterusnya sehingga terbentuk
Mammografi adalah aman dan dapat mendeteksi kanker 1 – 2 th sebelum seorang gerombolan sel. Tetapi bila tidak ada faktor yang mengganggu sel kanker tumbuh
dokter dapat meraba adanya benjolan. Deteksi awal / dini kanker payudara secara Gompertzial.
memegang peranan penting dalam menurunkan mortality rate dan memperbaiki Ada beberapa sistim untuk penentuan stadium kanker payudara, diantara yang sering
prognosis pasien kanker payudara. Walaupun mammografi masih sebagai pegangan dipakai adalah sistim Manchester, Columbia Clinical Classification dan sistim
standar dalam skrining dan diagnosis kanker payudara tetapi masih belum dapat TNM. Penentuan stadium ini penting untuk rencana terapi dan meramalkan
membedakan penyakit jinak dari keganasan payudara dan kurang akurat bagi prognosis. Sistim yang sekarang paling sering dipakai adalah sistem TNM yang
pasien-pasien dengan payudara yang padat telah dimodifikasi oleh American Joint Committee on Cancer ( AJCC ) tahun 1997.
The American Medical Assosiation (AMA), the American College of Radiology
(ACR) dan American Cancer Society (ACS) merekomendasikan pemeriksaan
skrining mammografi pada wanita-wanita diatas > 40 th dan mengajurkan CBE
(Clinical Breast Examination) dan BSE (Breast Self Eamination) Disamping
mammografi skrining dianjurkan juga dilaksanakan BSE dan CBE untuk usaha
deteksi dini kanker payudara.

Mammographs dari wanita < 45 th sering sukar untuk interpretasi sebab dari
densitas jar kelenjar payudara, tetapi pada wanita postmenopause kebanyakan lebih
mudah interpretasinya, sebab karena regresi jaringan kelenjar. Karena itu
T1 N2 Mo
T2 N2 Mo
T3 N1,N2 Mo
III B T4 Setiap N Mo
Setiap T N3 Mo
IV Setiap T Setiap N M1

Klasifikasi Kanker Payudara berdasarkan TNM Stadium klinis kanker payudara ini dapat ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan
Tumor fisik untuk melihat ukuran tumor dan status limfonodi regional dan pemeriksaan
Primer radiologik untuk melihat kemungkinan metastase jauh. Kepentingan penentuan
Tx Tumor primer tdk dapat dinilai stadium klinis ini adalah untuk merencanakan terapi dan meramalkan
To Tidak terdapat tumor primer prognosis. Stadium patologis ditentukan berdasarkan temuan selama operasi. Besar
Tis Karsinoma insitu tumor dan keterlibatan status limfonodi regional yang dilihat secara klinis mungkin
T1 Diameter tumor terbesar 2 cm atau kurang akan bisa berbeda dengan sebenarnya setelah dilakukan penilaian kembali selama
T1a Diameter tumor lbh dr 0,1 cm sd 0,5 cm operasi.
T1b Diameter tumor terbesar > 0,5 cm dan < 1 cm Menurut Jardines et al ( 2001 ), angka ketahanan hidup 8 tahun penderita kanker
T1c Diameter tumor terbesar > 1 cm dan < 2 cm payudara berdasarkan stadium klinis adalah seperti dapat dilihat pada tabel 4.
T2 Diameter tumor terbesar antara 2-5 cm
T3 Diameter tumor terbesar > 5 cm Angka ketahanan hidup berdasarkan stadium klinis
T4 Tumor dg perluasan langsung ke dinding dada atau kulit Stadium Angka ketahanan hidup 8 th ( % )
T4a Fiksasi ke dinding dada I 90
T4b Peau d’orange,ulserasi kulit atau nodul satelit II 70
T4c Inflammatory carcinoma III 40
StatusLimfonodi IV 10
Nx Kebut. min unt menilai kel. regional tdk dapat ditemui
No Tdk ada metastase ke lnn. axillaris ipsilateral
N1 Metastase ke lnn axillaris ipsilateral yg masih mobil
N2 Metastase ke lnn axillaris ipsilateral yg sdh fixed Grading Histologi
N3 Metastase ke lnn supraclavicularis atau infraclavicularis Grading histologi merupakan salah satu parameter penting untuk penilaian resiko
ipsilateral atau edema lengan pada kanker payudara. Dikenal beberapa metode penentuan grading histologi pada
Metastase jauh kanker payudara, diantaranya yang paling dikenal dan banyak dipakai adalah
Mx Kebut. minimum unt menilai metastase tdk ditemui metode Scarff-Bloom-Richardson, metode Elston, metode Contesso dan metode
Mo Tidak ada bukti metastase jauh Helpap.( Scarff et al,1988 )
M1 Ada bukti metastase jauh Pada metode Scarff-Bloom-Richardson, tiga parameter yang dinilai meliputi formasi
tubulus, angka mitosis dan pleomorfisme inti. Setiap parameter mempunyai skor 1-
Stadium Klinis Kanker Payudara 3, kemudian skor dari ketiga parameter itu dijumlahkan untuk mendapatkan grading
Stadium T N M histologinya. Apabila skor penjumlahan ketiga parameter itu 3-5 maka dikategorikan
0 Tis No Mo sebagai Low grade ( Grade 1 ), 6-7 adalah Intermediate grade ( Grade 2 ) dan 8-9
I T1 No Mo adalah High grade ( Grade 3 ). ( Scarff et al 1988, Elston et al, 1991 )
II A To N1 Mo Bloom- Richardson juga telah melakukan penelitian untuk menguji angka ketahanan
T1 N1 Mo hidup pasien kanker payudara berdasarkan grading histologinya.
T2 No Mo
II B T2 N1 Mo Survival pasien kanker payudara berdasarkan grading histologi
T3 No Mo Grade Score 5 year survival 7 year survival
III A To N2 Mo Grade 1 3-5 95% 90%
Grade 2 6-7 75% 63%
Grade 3 8-9 50% 45%

Faktor Prognosis Cara Terapi :


Faktor prognosis adalah berbagai penilaian yang dilakukan pada saat diagnosis  OPERASI
dibuat atau pada saat dilakukan pembedahan dalam hubungannya dengan disease
free survival atau overall survival. Faktor prognosis ini dapat dipakai untuk Kuratif  stadium 0, I, II, IIIa
memprediksi perjalanan alamiah penyakit. Faktor prognosis yang potensial meliputi 1. Radical Mastectomy (Halsted, 1894)
karakteristik demografi (misal : usia, status menopause, etnis), karakteristik tumor Jaringan payudara, kulit, papilla, kedua m.pectoralis serta semua lnn
(misal: ukuran tumor,status limfonodi, tipe histopatologi) dan penilaian biomarker axilla diangkat en block.
atau proses biologis yang berhubungan dengan progresifitas tumor (misal:
perubahan oncogene,tumor-supressor genes, growth factors, angka proliferasi). 2. Modified Radical Mastectomy
Faktor prognosis standar yang sering dipakai saat ini untuk kanker payudara adalah Jaringan payudara, kulit, papilla serta semua lnn axilla diangkat.
ukuran tumor, status limfonodi regional, gambaran histopatologi, grading histologi, - m. pectoralis mayor dipertahankan  Patey (1948)
status hormonal estrogen dan progesteron reseptor dan faktor proliferasi. ( Clark, - m.pectoralis mayor & minor dipertahankan  (Auchinclos(1963) &
2000 ). Menurut Game et al.( 1994 ) dan Fieldind et al.(1993), faktor prognosis Madden(1965)
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
 Primer 3. Mastectomi Total / Simple  Jaringan payudara, kulit serta papilla
ukuran tumor, status limfonodi regional, gambaran histopatologi, grading diangkat
histologi/derajat malignansi dan metastase sesuai klasifikasi TNM. 4. Operasi Supra Radikal
 Sekunder.  Mastektomi radikal disertai diseksi mammaria interna
pemeriksaan laboratorium yaitu reseptor estrogen dan reseptor progesteron,  Mastectomi radikal en bloc dengan amputasi scapula-bahu
protein p 53 ( tumor supressor gene ), CerbB2/ HER-2/neu ( oncoprotein ),  Mastektomi radikal disertai diseksi mammaria intera en bloc
BCL2 oncoprotein ( gene apoptosis ), Ki-67 antigen ( gene proliferation ), dengan reseksi dinding dada
BRCA1/2 ( gene mutations ), CA 153 (rekurens cancer).  Mastektomi radikal disertai diseksi supraclavicula, mammaria
interna dan mediastinum anterior

Terapi 5. BCT
Tindakan ini direncanakan berdasarkanStadium TNM, umur pasien, status Syarat dilakukannya Breast Concerving Treatment :
menopause dan keadaan umum pasien. 1. Keinginan penderita setelah dilakukan informed concern
Tujuan terapi : 2. Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan
1. Kuratif  menyembuhkan penderita 3. Tumor tidak sentral
2. Paliatif  meringankan penderitaan penderita dan perbaiki kualitas hidup 4. Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik
3. Terminal  supaya penderita meninggal dengan tenang dan damai untuk kosmetik pasca BCS
5. Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda
Macam Terapi : keganasan lain yang difus ( luas )
 Terapi Utama 6. Tumor tidak multiple
 Terapi komplikasi  nyeri, perdarahan, odema lengan, ulkus 7. Belum pernah radiasi di dada
 Terapi adjuvant atau neoadjuvant  stadium I, II, III 8. Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen
 Terapi bantuan  vitamin 9. Terdapat sarana radioterapi
 Terapi sekunder  penyakit yang menyertai 10. Massa tumor < 3 cm
Kriteria Inoperabel untuk operasi kuratif maupun paliatif, untuk Mastektomi simple
Tindakan : atau radikal :
QUART  Tumor melekat pada dinding dada
 Quadrantektomi  Infiltrasi kulit atau satelite nodule yang luas sampai diluar daerah payudara
 Axilla disseksi lnn (level I,II,III)  Odema lengan
 Radiotherapy untuk mempertahankan adanya  Mastitis karsinomatosa
payudara/kosmetik.
Pada beberapa center radiotherapy terdiri dari hanya external beam Kriteria Inoperabel dari HAAGENSEN
therapy; sedang center lain dikombinasi dg brachytherapy. BCTY Untuk operasi mastektomi radikal dengan tujuan kuratif.. Bila terdapat salah satu
dimungkinkan pada kasus dgn Ca kecil payudara tanpa metastasis jauh dari kriteria dianggap inoperabel.
1. Odema luas dikulit mama, > 1/3 kulit mamma diatas tumor
TART 2. Satelite nodule pada kulit diatas tumor
 Tumorektomi 3. Karsinoma Inflamatoir
 Axilla disseksi lnn (level I,II,III) 4. Nodus parasternal, menunjukkan metastase KGB mammaria interna
 Radiotherapy 5-6 minggu 5. Metastase KGB supraclavicula
6. Odema lengan
Mastectomy >< BCT 7. Metastase jauh
Keuntungan dari BCT lebih banyak pada esthetic pasien dgn tumor kecil 8. Terdapat 2 atau lebih dari 5 Gave Sign/tanda kematian :
dibanding ukuran payudara.  Ulcerasi kulit
Kerugian BCT lebih time-consuming sebab untuk radiotherapy, setelah  Odema kurang 1/3 kulit mamma
operasi. Lebih menjadi sukar untuk pasien yg ada indikasi khemotherapi.  Tumor melekat pada dinding dada
Kerugian mastectomy adalah mutilasi. Keuntungannya tidak time-  KGB axilla melekat pada kulit atau struktur lain
consuming terapi radiasi diperlukan.  KGB axilla besar > 2,5 cm
Pemilihan antara BCT >< mastectomy, faktor pasien berperan penting
Histopathologis carcinoma payudara lobular ada dilema. Carcinoma
lobular payudara (< 10% dari semua carcinoma payudara invasive terjadi  RADIOTERAPI
kadang multifocal di kedua payudara. Teleterapi yang digunakan adalah Aparatus sinar X, Radioisotop (cecium,
cobal). Radoiterapi dipakai sebagi terapi kuratif maupun paliatif. Umumnya
Paliatif  stadium IIIb & IV diberikan pada prae atau pasca bedah. Dosis kuratif 5000-6000 rads sedang
untuk paliatif 50-75% dosis kuratif.
Karsinoma payudara yang telah bermetastase merupakan suatu panyakit yang
Tujuan :
tidak dapat disembuhkan. Terapi paliatif bertujuan mengurangi keluhan dan
memperbaiki kualitas hidup.  Memperkecil masa tumor
Macamnya :  Menghambat infiltrasi tumor
 Hormonal / kemoterapi  pada pra-operasi untuk memperkecil tumor  Mempercepat penyembuhan ulkus
 Radioterapi lokoregional  kontrol metastase jauh, dosis 50 Gy  Mengurangi reaksi inflamasi jaringan tumor dan sekitarnya
 Pembedahan paliatif  mempertahankan payudara ----------------  dengan radioterapi harapannya :
Tumor inoperabel menjadi operabel /menghilang
Ulkus, destruksi tulang menyembuh
Terminal  dilakukan menjelang akhir hidup penderita. Nyeri berkurang
Kriteria operabel menurut HERRINGTON (Mayo Clinic) Komplikasi terapi radioterapi :
 Tumor primer terbatas pada mamma  Dermatitis  kortikosteroid
 Metastase terbatas pada axilla  Nekrosis kulit  nekrotomi
 Nyeri
 Gangguan gerakan lengan  fisioterapi
 HORMONTERAPI Adjuvant lokoregional radiotherapy
Kecurigaan jaringan tumor tersisa setelah dissectie lymphonodi axilla (untuk
Pertumbuhan payudara dipengaruhi oleh hormon estrogen, progesteron,
contoh pada penderita pertumbuhan extranodal).
prolaktin, pertumbuhan (somatotrophin) serta corticotrophin). Hormonterapi
Pada rangkaian lymphonodi retrosternal (mammaria interna), bila carcinoma
diberikan pada penderita resptor hormon positif yaitu Reseptor Estrogen(+)
terletak di quadrant dalam.
dan Reseptor Progesteron(+).
Pada dinding dada bila tepi dari specimen reseksi terkotori tumor.
Hormonterapi merupakan terapi sitemik sebagai terapi utama / adjuvant,
----------------------------------- Ada / tidak adanya reseptor hormone :
diberikan pada stadium IV pre dan perimenopause/pasca menopause yang
Pada tumor primer mempunyai nilai prognostik sama bahwa reseptor positive
mempunyai reseptor hormon (+).
tumor mempunyai lebih baik prognosisnya. Selain itu ada nilai prediksi untuk
Hormon terapi diberikan secara :
pengaruh suatu tindakan hormonal: konsentrasi lebih tinggi dari hormone
 Ablasi sumber hormon  ovariectomi, adrenelektomi/ hypofisektomi
reseptor, lebih baik pengaruhnya.
 Pemberian hormon  androgen(testosteron), Progesteron, Estrogen Pada wanita < 50 tahun, metastase klj axilla(+)  kemoterapi dengan CMF
(diethylbesterol) (Cyclofosfamide, Methotrexat, % Fluorouracil) / CAF (antracycline)
 Pemberian antihormon  mis: ovariectomi diganti Tamoxifen Pada wanita > 50 tahun, metastase klj axilla (+) : Tamoxifen 20 mg/hr
selama 2 tahun. Efek samping : additif, kemerahan , sekresi discharge vagina
 CHEMOTERAPI bertambah
Terapi Utama : Kanker mamma stadium IV yang ER (-) Diberikan 6 seri. Efek jangka panjang mengurangi insiden karsinoma
Terapi Adjuvant : bertujuan membunuh mikrometastase pasca bedah primer kedua dipayudara kontralateral.
 Neo-adjuvant  pra bedah
 Adjuvant  pasca bedah  IMMUNOTERAPI  pemberian vaksin BCG
 BIOTERAPI
Macam kerja chemoterapi :
Alkylator : Cyclophosphamide (Endoxan)  REHABILITASI
Antimetabolit: Fourouracil, Methotrexate o Latihan tangan setelah tindakan supaya fungsi menjadi optimal, tangan &
Antibiotika : Adrimycin (Doxorubicine), Mitomycin C bahu sesegera mungkin
Alkaloid : Vincristine, Vinblastine, Taxol o Prothese payudara: yg temporer ringan. Sedang yg tetap permanent lebih
baik kalau sudah pasti sembuh betul. Dapat mengganggu tindakan
Komplikasi Terapi Kemoterapi : berikutnya.
 Myelodepresi : lekopenia, tromboditopenia o Mencegah infeksi: infeksi pada tangan terutama harus dicegah
 Kardiovaskuler : shock, arithmia
 Pencernaan : mual, muntah, diare
 Kulit : alopecia, dermatitis Komplikasi Pembedahan
 Toksisits hati : kenaikan SGOT/SGPT Mastectomy 
 Toksisitas ginjal : kenaikan BUN, creatinin, hematuria - Oedem lengan  diuretika, bebat tekan
 Syaraf : nyeri, gangguan kesadaran - Lymphe oedem  Akibat jaringan fibrosis yang muncul akibat
disseksi lnn diikuti radioterapi axilla Untuk itu lindungi lengan dari matahari dan
Terapi Adjuvant luka tusuk.
Tujuan :
 Merusak kemungkinan adanya mikrometastase jauh. Radioterapi BCT  fibrosis payudara dan kulit
 Mengeliminasi sel tumor yang tidak dapat ditunjukkan oleh mikroskop kecil
Tatalaksana terapi kanker payudara stadium III dan IV
Bila lnn axilla (+) adjuvant diberikan baik hormon terapi atau S T A D I I U M III
kemoterapi, Pada premenopause  kemoterapi (Tamoxifen) OPERABEL INOPERABEL
Pada Post menopause  hormon terapi (Ovarectomi) 1 Mastektomi imple dengan alter Rradioterapi prae bedah Dosis 4000-
natif mastektomi radik modifik 6000 rads
2 Radioterapi pasca bedah Dosis Menjadi operabel : mastek simple Radiasi  cegah rekurensi, bila radikalitas diragukan
4000-6000 rads Tetap inoperabel  sesuai std IV Kemoterapi / hormonal adjuvant
3 Pra-menopause:chemoterapi adj uvant dgn CMF / CAF 6 siklus Diberikan 6 siklus (premenopause)  CMF atau CAF
Pasca menopause ; Tamoxifen 1-2 tahun Hormonal terapi (post menopause) diberikan jika KGB aksila (+) 
Tamoxifen 1-2 tahun
Follow up setelah pembedahan dilakukan mamografi :
Tahun I : tiap 3 bulan  Stadum Lanjut Lokal IIIA (dapat/tidak dapat disembuhkan)
Tahun 2 – 5 : tiap 6 bulan  Stadium Diseminasi  IIIB & IV (tidak dapat disembuhkan)
Tahun ke 5 : tiap 1 tahun Stadium IIIB
 Radiasi  lokoregional, setelah radiasi bila :
Prinsip Teknik Operasi pada Onkologi (dr.Kunto SpBonk) Residu tumor(-) :Tunggu relaps,hormonal//kemoterapi
 Jangan memakai anesthesi Infiltrasi Residu tumor (+)  simple mastektomi atau hormonal
Ditakutkan tekanan yang ditimbulkan oleh zat anestesi menyebabkan
penyebaran. Begitu juga sel2 tumor ganas bisa didorong menyebar oleh jarum  Kemoterapi  12 siklus
anestesi.  Hormonal
 Jangan menekan Tumor  menimbulkan pecahnya kapsul tumor Tergantung pemeriksaan Reseptor Estrogen (ER) bila :
 Jangan menarik-narik preparat  kontaminasi antara tumor dengan daerah luka ER (+) : radiasi + hormonal + kemoterapi
operasi ER (-) : radiasi + kemoterapi + hormonal
ER meragukan : radiasi + kemoterapi + hormonal
 Jaringan sekitar tumor dengan preparat diangkat setebal mungkin  2 cm di
luar daerah dianggap tidak mengandung tumor lagi
Pembeian terapi hormonal dibagi 3
 Daerah kelenjar diangkat dalam satu preparat  En block dissection
- Pre-menopause  ooforektomi bilateral
 Bekas Biopsi / operasi sebelumnya yang tidak radikal atau bekas pungsi jangan - 1 – 5 tahun menopause  periksa efek estrogen
dbuka kembali / insisi Bila (+) : ooforektomi bilateraL
 Permukaan tumor yang berulkus atau tempat2 dimana tumor telah mencapai Bila (-) : hormonal
serosa , harus ditutup secara rapat (hermetis) atau dikoagulasi sampai tidak ada - Post menopause  hormonal inhibitif / additif  Ditunggu 6-8 minggu
sel tumor yang mengkontaminasi daerah operasi melihat respon :
Respon (+) : terapi hormonal diteruskan
Ringkasan Terapi Respon (-) : kemoterapi CMF / CAF
Perjalanan hidup alamiah kanker :
 Stadium prae-klinik Terapi untuk Stadium IV
Tidak ada keluhan, kelihatan sehat, belum teraba benjolan. Lama stadium ini Pembeian terapi hormonal dibagi 3 :
2/3 perjalanan hidup kanker 1. Pre-menopause  ooforektomi bilateral
Respon (+) : tunggu relaps, kemudian Tamoxifen
 Stadium klinik
Respon (-) : Kemoterapi CMF / CAF
Benjolan minimal mencapai 1 cm. Lama stadium ini 1/3 lama hidup kanker,
2. 1 – 5 tahun menopause  periksa efek estrogen
rata2 4 tahun setelah diketahui tumor
Bila (+) : ooforektomi bilateraL
Menurut sistem TNM Stadium klinik dibagi :
Bila (-) : hormonal
o Stadium Dini / operabel  0, I, II ( dapat disembuhkan)
Operasi 3. Post menopause  hormonal inhibitif / additive  Ditunggu 6-8 minggu
melihat respon :
Radikal mastektomi
Respon (+) : terapi hormonal diteruskan
Modifief radikal Mastektomi
Respon (-) : kemoterapi CMF / CAF
Terapi alternatif bila penderita menolak :
@ Simple mastektomi + radiasi (stad I, II ) Bila gagal  kemoterapi
@ BCT ( stad I )
- Haagesen dan Stout ( 1943 ) klasifikasi staging didasari operabel dan non
operabel
- Klasifikasi Portman
- TNM sistem, pertama sekali diperkenalkan Denoix ( 1943 ) dan dipopulerkan
oleh UICC ( 1958 ) dan AJCC.

Locally Advanced Breast Cancer


Sistem staging ini masih populer dalam penggunaannya, ketepatan yang akurat
dalam memberikan terapi Dan dapat memprediksi akibat dari pengobatannya (
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection survival dan disease free ). Staging kanker bertujuan agar tercipta suatu kesatuan
2002 pandang dalam hal :
- Indikasi yang sama dari prognosis kanker payudara
- Evaluasi dari setiap terapi
Peranan ilmu bedah dalam penanganan kanker payudara mempunyai sejarah yang - Memfasilitasi perubahan informasi diantara pusat-pusat pengobatan
sangat panjang, diawali periode 1600 SM sebagaimana yang ditulis Edwin Smith - Menyokong kelanjutan penelitian kanker
Papyrus, dasar penanganan kanker payudara masih terbatas dengan hanya operasi
saja. Galen menggambarkan kanker payudara merupakan sebuah benjolan yang Jika dibandingkan sistem staging AJCC ( 2002 ) yang juga sebagai protokol
diikuti dilatasi vena yang menyerupai bentuk kaki kepiting, dan akan mengalami PERABOI dengan staging sebelumnya yaitu :
penyembuhan total bila kanker dapat diangkat secara keseluruhan. Sampai abad ke Mikrometastasis dibedakan dari sel tumor berdasarkan ukuran dan bukti
19 pembedahan masih tetap sebagai modalitas terapi pada kanker payudara histopatologi dari proses keganasannya
Akhir abad ke 19 awal dari pembedahan modern, yang mana William Stewart Ketepatan identifikasi semakin lengkap dengan sentinel node biopsi dan
Halsted (1825-1922) dan diikuti Willy Meyer (1854-1932) memperkenalkan Radical immunohistochemical atau teknik molukular
Mastectomy, dan masih dipakai sampai sekarang. Kemudian penangan kanker Metastase ke kelenjar limfe infraklavikula sebagai N3.
payudara semakin berkembang, seperti supra radikal mastektomi, modified radikal Penilaian metastasis pada kgb mamaria interna berdasarkan ada tidaknya
mastektomi, simple mastektomi diikuti dengan radioterapi. Teknik pembedahan metastasis pada kgb aksila. Kgb mamaria interna positif secara mikroskopis
dengan radiasi didasari pada konsep kanker payudara merupakan lokal atau loco yang terdeteksi melalui sentinel node dengan menggunakan limfoscintigrafi tapi
regional disease. Terbukti bahwasannya teknik pembedahan saja tidak pada pemeriksaan pencitraan dan klinis negatif diklasifikasikan sebagai N 1.
menyembuhkan . Bernard Fisher pada awal tujuhpuluhan menyatakan kanker Metastasis secara makroskopis pada kgb mamaria interna yang terdeteksi secara
payudara merupakan sistemik disease sejak stadium awal. Pernyataan ini pencitraan ( kecuali limfoscintigrafi ) atau melalui pemeriksaan fisik
mempengaruhi modalitas terapi ( kemoterapi dan radiasi serta terapi hormonal ) dikelompokkan sebagai N2 Jika tidak terdapat metastasis pada kgb aksila,
yang merubah teknik operasi dari radikal menjadi konservativ atau operasi yang namun jika terdapat metastasis kgb aksila maka dikelompokkan sebagai N3.
dikombinasi dengan radiasi, serta terapi sistemik berupa adjuvan dan neo adjuvan Metastasis pada kgb supraklavikula dikelompokkan N3
terapi. Berkembangnya modalitas terapi ditujukan untuk memperbaiki survival rate
dan disease free interval dan memperbaiki kualitas hidup. Menurut Haagensen dan Stout, Advanced Breast Cancer merupakan kanker
Operasi kanker payudara tidak hanya aspek terapi, tetapi juga sebagai perangkat payudara yang non operabel yaitu.
diagnostik, seperti Core Needle Biopsy, FNAB, Biopsi Isisi, Biopsi Eksisi  Edema pada payudara atau pada lengan
 Nodul satelit atau Parasternal tumor nodul
STAGING KANKER PAYUDARA  Inflamasi
Klasifikasi stadium kanker payudara pertama sekali diperkenalkan Steinthal (1905),
 Spraklavikula atau metastase jauh
membagi atas 3 kategori stadium kanker payudara :
 Dua atau lebih dari growth sign
1. Tumor tidak melebihi besar buah plum dan belum melibatkan kulit maupun
kelenjar limfe aksila  Edema kulit
2. Sudah mengenai kulit serta kelenjar limfe aksila  Ulkus
3. Sudah mengenai kulit, otot, dan kelenjar limfe supra klavikula  Tumor sudah melekat pada dinding dada
 Kelenjar limfe aksila terfiksasi kekulit atau jaringan sekitar
Masih banyak sistem klasifikasi staging yang lain antara lain :  Pembesaran dari kelenjar getah bening aksila > 2,5 cm
- Manchester sistem (1940 )
Tindakan bedah dilakukan untuk mengangkat massa tumor secara keseluruhan dan
kelenjar getah bening yang terlibat,namun tidak dapat mengeradikasi metastase
mikroskopik dan metastase jauh. Radioterapi diharapkan dapat menghancurkan
deposit sel tumor di kelenjar getah bening, Walaupun dapat mengurangi insidensi
kekambuhan lokal, namun belum terbukti lebih bermanfaat.
Sistemik mikro metastase hanya dapat diatasi dengan terapi sistemik. Modalitas
Locally advanced breast cancer (LABC) merupakan tumor dan sudah melibatkan terapi kombinasi dengan kemoterapi dan terapi lokoregional digunakan dengan atau
kelenjar getah bening namun belum mengalami metastase tanpa terapi hormonal
LABC dapat diidentifikasi sebagai stadium III, dibedakan atas Ada 2 macam terapi kombinasi
 LABC yang operabel ( stadium IIIa ) : 1. Adjuvan kemoterapi terapi yaitu kemoterapi diikuti terapi lokoregional ( operasi
 T0 N2 M0 dan radiasi )
 T1 N2 M0 2. Neoadjuvan kemoterapi yaitu pemberian kemoterapi kemudian terapi
 T2 N2 M0 lokoregional dan dilanjutkan kemoterapi kembali.
 T3 N1 M0
 T3 N2 M0 Tujuan terapi adjuvan kemoterapi untuk mengeradikasi mikro metastase. Telah
dilaporkan bahwasannya adjuvant kemoterapi menurunkan angka kekambuan
 LABC yang inoperabel ( stadium IIIb ) sebesar 28%, dan angka mortalitas sebesar 16%. Dan juga ditemukan bahwasannya
 T4 N0 M0 kemoterapi selama 6 bulan ( 6 siklus ) tidak berbeda dibanding siklus 12 bulan, dan
poli kemoterapi lebih baik dibanding kemoterapi tunggal.
 T4 N0 M0
 T4 N0 M0
Neoadjuvan kemoterapi bertujuan mengeradikasi mikro metastase dan sekaligus
mengecilkan massa tumor, sehingga dapat dilakukan tindakan operasi dan
Gambaran klinis setelah itu dilanjutkan dengan adjuvant kemoterapi atau radioterapi untuk
a. Pada kulit meningkatkan survival rate dan disease free.
1. Ulkus
2. Nodul satelit Radikal mastektomi pada stadium IIIa, 5 years survival rate berkisar 30-45 % dan
3. Infiltrasi ke kulit 20-30 %, 10 years survival rate ( ysr ). Stadium IIIb ( in operable breast cancer )
4. Peau d,orange survival rate nya jelek, untuk 5 ysr berkisar 2-28 % dan 0-10 % pada 10 ysr.
5. Eritema di sekitar tumor Rekurensi lokal pada pasien dengan stadium III yang hanya diterapi dengan operasi
masih sangat tinggi sekitar 60%.Atas dasar tersebut pada stadium IIIb, dilakukan
b. Pada dinding dada terapi kombinasi .
1. Tumor fiksasi ke kosta Pada LABC yang hanya di radioterapi, 5 ysr sekitar 10-30 % dan rekurensi lokal
2. Muskulus interkostalis berkisar 25-72 %. Hartobagyi melaporkan survival rate dari locally advanced
3. Muskulus seratus anterior breast cancer atau inflammatory breast cancer dengan terapi tunggal lebih buruk
dibanding terapi kombinasi. Kombinasi terapi sistemik dan lokoregional dapat
c. Adanya nodul aksilaris memberikan kontrol lokal pada locally advanced breast cancer.

Walaupun tumor tampak hanya lokal saja, namun harus sudah dicurigai adanya Di Indonesia sesuai dengan protokol PERABOI, LABC diterapi dengan simple
kemungkinan metastasis. Lebih kurang 70% pasien yang diterapi hanya dengan mastektomi kombinasi dengan radioterapi dan adjuvant kemoterapi.
lokal terapi ( operasi atau radioterapi ) menunjukkan prognosis yang buruk. Ini
mengharuskan kita untuk memberikan terapi kombinasi, terapi lokal tumor ( operasi Di sini kami sampaikan terapi yang dilakukan sesuai staging.
atau radioterapi ) dengan kemoterapi dan atau hormonal terapi Tis : Simpel mastektomi
Stadium I dan II : Radikal mastektomi atau modified radikal mastektomi dengan
Penatalaksanaan adjuvant terapi tergantung ada tidaknya metastase kgb
Tanpa metastase kelenjar getah bening tidak dibutuhkan adjuvant radioterapi atau Inti proses proliferasi terletak pada pengaturan siklus sel. Siklus pertumbuhan sel
adjuvant kemoterapi secara biokimiawi dapat dibedakan menjadi 4 fase, yaitu fase G1 ( dalam fase ini
Bila kgb yang termemastase lebih dari 3 buah, dibutuhkan radioterapi anak sel yang baru terbentuk menggandakan kromosom, membentuk DNA, protein,
Bila kgb yang termetastase lebih dari 4 buah, dibutuhkan radioterapi dan adjuvant enzim dsb ), fase S ( terjadi replikasi DNA ), fase G2 ( dibentuk RNA, protein dan
kemoterapi enzim yang diperlukan untuk menjalani fase S berikutnya ) dan fase M ( terjadi
Pada stadium I & II dan tumor berada di sentral atau medial kuadran , walaupun kgb mitosis sel ).
belum terlibat, radioterapi sebaiknya diberikan ( Golf stick radiation threrapy ) Mula- mula diduga pengaturan sel tidak terlibat dalam pembentukan tumor tetapi
Terapi alternativ pada stadium I : saat ini jelas terbukti bahwa bila terdapat kesalahan dalam pengaturan gen pengatur
 Simpel mastektomi, radioterapi dan adjuvant kemoterapi siklus sel ( misal terjadi mutasi ), maka akan memacu terjadinya tumor.
 Breast Conserving Treatment Pada keadaan normal pertumbuhan, diferensiasi sel tubuh dibawah kontrol genetik
oleh seperangkat gen yang dapat dijumpai pada setiap sel tubuh yang disebut
Terapi alternativ pada stadium II adalah simple mastektomi, kombinasi radioterapi protooncogen dan tumor supressor gen ( TSG ). Di dalam tubuh manusia dapat
dan adjuvant kemoterapi diidentifikasi lebih dari 90 protooncogen dan TSG yang terletak pada kromosom
Stadium IIIa : Simple mastektomi, radioterapi dan adjuvan kemoterapi tubuh nomor 1 sampai dengan 22 serta kromosom sex. Mutasi dari tumor supressor
Stadium IIIb : Radioterapi, kemoterapi dan terapi hormonal gen akan mengakibatkan hilangnya fungsi regulasi sel sehingga terjadi transformasi
Stadium IV : Standard prosedur berupa terapi hormonal dengan atau tanpa maligna
kemoterapi. Terkadang dilakukan radioterapi paliativ atau operasi paliativ. BRCA-1 merupakan tumor supressor gen yang terletak pada kromosom 17q21.
Individu dengan mutasi BRCA-1 positif mempunyai resiko menderita kanker
payudara sebesar 55-85% dan kanker ovarium sebesar 15-45 %. Seorang laki-laki
Kanker Payudara Herediter dengan dengan BRCA-1 positif mempunyai resiko kanker payudara sebesar 1% dan
mempunyai resiko menderita kanker prostat yang lebih tinggi. Pada individu dengan
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection
2002 mutasi BRCA-1 juga mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya kanker
kolon. Sedangkan BRCA-2 adalah tumor supressor gen yang terletak pada
Penelitian mengenai perubahan genetik dan ekspresi genetik yang terjadi pada kromosom 13q12 yang mengalami mutasi. Individu dengan BRCA-2 positif
penderita kanker payudara dengan kecenderungan herediter dimulai sejak awal mempunyai resiko terkena kanker payudara sebesar 55-85 % atau kanker ovarium
tahun 1990. Dan dengan pesatnya perkembangan di bidang molekuler akhirnya sebesar 15-25% selama masa hidupnya. Individu laki-laki dengan BRCA-2 positif
dapat ditemukan dua macam gen yang mengalami mutasi yang berhubungan dengan mempunyai resiko terkena kanker payudara sebesar 6%. Analisis pedigree pada
timbulnya kanker payudara. Dua gen yang mengalami mutasi tersebut dikenal keluarga dengan BRCA-2 positif harus dibuat karena berhubungan dengan
dengan dengan nama BRCA-1 pada kromosom 17 dan BRCA-2 pada kromosom 13. keganasan yang lain seperti kanker larynx, prostat , pancreas dan gastrointestinal
Mutasi pada gen akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dibanding tanpa Pada penderita kanker payudara dengan usia muda, penderita kanker payudara
mutasi dan lepas dari kontrol proliferasi normal. Mutasi awal menyebabkan sel bilateral , penderita kanker payudara dengan jenis kelamin laki-laki dan penderita
membelah membentuk klone homogen secara genetik. dengan riwayat keluarga tumor positif harus dicurigai sebagai penderita kanker
Selanjutnya mutasi lain akan dapat meningkatkan lebih pertumbuhan sel klone, payudara herediter sehingga perlu dibuat analisis pedigree untuk melacak
sehingga kanker menjadi lebih permanen dan heterogen. Sel tumor menunjukkan kemungkinan adanya anggota keluarga yang mempunyai resiko terkena kanker
perbedaan sifat dari sel normal, yaitu : payudara. Anggota keluarga yang mempunyai resiko sedang atau tinggi kemudian
a. Tumbuhnya tidak tergantung growth factor karena sel tumor mampu dapat diperiksa sampel darahnya untuk dapat dibuktikan secara biomolekuler untuk
mensekresi growth factor sendiri atau bila reseptor growth factor berubah, mengetahui ada atau tidaknya mutasi BRCA-1 atau BRCA-2.
sehingga walaupun tanpa growth factor sel akan terus terpacu. Berdasarkan pola pedigree dapat dilakukan pengelompokan perkiraan resiko
b. Sel tumor tidak memerlukan kontak dengan permukaan sel terjadinya kanker payudara pada penderita dan keluarganya, yang terbagi dalam
ekstraseluler. kelompok resiko rendah, resiko sedang atau resiko tinggi. Perkiraan resiko itu dapat
c. Sel tumor kehilangan sifat inhibisi kontak pada kultur. dilihat dengan menggunakan tabel yang sudah dibuat oleh Claus.
d. Sel tumor kurang adhesi.
e. Sel tumor terus berproliferasi.
Dengan pemeriksaan yang teratur dan skrining yang baik maka kejadian kanker
payudara bisa dideteksi secara dini. Skrining yang baik dan deteksi dini akan
menurunkan angka kematian akibat kanker payudara paling sedikit 30 %.

Tabel resiko kanker payudara berdasarkan riwayat keluarga ( Claus et al, Cancer
1994;73:643-651 ). Kanker payudara bilateral dihitung sebagai dua anggota keluarga Pemeriksaan Payudara
dengan kanker payudara unilateral, kanker payudara laki-laki dihitung seperti wanita ------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
dengan usia dibawah 40 th.

Riwayat kanker keluarga Resiko SADARI


Ibu kandung atau saudara kandung > 40 th < 15 %  Dilakukan cukup 10 menit sekali sebulan sesudah masa haid (sampai 7 hari),
Ibu dan saudara kandung atau 2 saudara kandung>130 th < 15 % sejak usia 20 tahun.
Ibu atau saudara kandung < 40 th 15-35 %  Perhatikan dengan cermat tubuh di muka cermin dengan telanjang dada, kedua
Ibu dan saudara kandung atau 2 saudara kandung >90 th dan 15-35 % tangan lurus ke bawah, amati kesimetrisan, perubahan bentuk, posisi puting
< 130 th susu (terang, merah, berkerut, bengkak). Adakah benjolan yang menonjol atau
Ibu dan nenek kandung > 90 th dan < 130 th 15-35 % bagian yang melandai.
Ibu dan saudara kandung ibu >90 th dan <130 th 15-35 %  Kemudian lengan diangkat ke atas dilihat perubahan ukuran maupun bentuk
payudara.
Ibu dan saudara kandung atau 2 saudara kandung < 90 th > 35 %
Ibu dan nenek kandung < 90 th > 35 %  Pijat perlahan-lahan daerah puting susu dan areola (daerah sekitar puting susu)
apakah keluar cairan.
Ibu dan saudara kandung ibu < 90 th > 35 %
 Berbaring dengan lengan kiri di bawah kepala, letakkan bantal kecil di bawah
punggung kiri, rabalah dengan tangan kanan payudara kiri dengan 3 jari yang
dirapatkan (atau telapak tangan) dari tepi ke arah tengah. Raba seluruh payudara
Resiko terkena kanker payudara < 15% adalah digolongkan sebagai resiko rendah,
dengan gerakan memutar searah putaran jarum jam.
resiko sebesar 15-35% digolongkan sebagai resiko sedang dan resiko diatas 35%
digolongkan sebagai resiko tinggi  Demikian pula untuk payudara kanan dengan tangan kiri.
Untuk pengelolaan selanjutnya, anggota keluarga yang mempunyai resiko sedang  Berdiri dan periksa ketiak dengan cara menekannya dengan perlahan untuk
atau tinggi diharuskan untuk melakukan pemeriksaan rutin di Familial Cancer memastikan ada tidaknya benjolan.
Clinic. Adapun program pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk BRCA-1/2 carriers dan untuk kelompok resiko tinggi ( >35% ) SADANIS
o Pemeriksaan payudara sendiri secara rutin tiap bulan. Untuk wanita berusia lebih 40 tahun atau termasuk golongan risiko tinggi yang
o Pemeriksaan fisik secara teliti oleh dokter bedah setiap 6 bulan. datang karena penyakit lain, dapat diperiksa oleh dokter, bidan atau para medis
o Pemeriksaan mammografi setiap tahun sejak usia 25 tahun. wanita yang terlatih. Keikutsertaan bidan dan paramedis akan menerobos, kendala
o Pemeriksaan ginekologi dengan USG transvaginal dan pemeriksaan CA “budaya malu”.
125 setiap tahun sejak usia 35 tahun. SADANIS dimulai dengan inspeksi kemudian palpasi.
 Pasien duduk melintang di atas tempat periksa, pakaian dibuka setinggi pusar
2. Untuk kelompok resiko sedang ( 15-35 % ). dan tangan tergantung santai. Diamati semetrisasi dan perubahan bentuk kedua
o Pemeriksaan payudara sendiri setiap bulan. payudara.
o Pemeriksaan fisik oleh dokter bedah setiap 6 bulan.  Kedua tangan diangkat ke atas kepala, sambil mengamati simetrisasi dan
o Pemeriksaan mammografi setiap tahun sejak usia 35 tahun. perubahan gerakan payudara.
o Pemeriksaan ginekologis dengan USG transvaginal dan pemeriksaan CA 125  Tarikan kulit mungkin pertanda kanker. Untuk lebih jelas massa ditekan
sejak usia 35 tahun. diantara dua jari sambil memperhatikan dimpling siga.
 Palpasi kelenjar getah bening di axilla dilakukan dengan diletakkan santai di - Wanita > 20 th melakukan SADARI tiap bulan
atas tangan pemeriksa. - Wanita 20 – 40 th memeriksakan diri ke dokter tiap 3 tahun.
 Palpasi leher terutama daerah supraklavikuler dilakukan dengan leher flexi - Wanita > 40 th memeriksakan diri ke dokter tiap tahun.
untuk mencari pembesaran lymphonodi. - Wanita 35-40 th melaksanakan base line mammografi.
 Pada posisi supinasi, kedua payudara dipalpasi sistematis mulai pinggir sampai - Wanita < 50 th konsultasi ke dokter untuk kepentingan mammografi
puting susu, palpasi lebih intensif di area kuadran lateral atas. - Wanita > 50 th, melaksanakan mammografi tiap tahun.
 Palpasi dengan telapak jari yang dirapatkan. - Wanita dengan riwayat keluarga positif memerlukan pemeriksaan fisik oleh
 Nodul lebih jelas bila diatas kulit disapukan sabun. dokter lebih sering dan pemeriksaan mammografi secara periodik sebelum
50 tahun.
Program deteksi dini dan sasarannya
Program deteksi dini dan sasarannya (di Indonesia) ada beberapa hal yang Diagnosis Mammografi
melatarbelakangi pentingnya deteksi kanker payudara antara lain : Pemeriksaan khusus dengan sinar x yang tingkat radiasinya dibuat minimal dengan
 Kanker payudara termasuk dalam golongan yang dapat didiagnosis dini sesuai tujuan deteksi dini kanker payudara dapat mendeteksi lesi-lesi yang kecil diameter 2
dengan pembagian WHO yang membagi 4 kelompok dalam kaitan program mm dimana secara klinis tidak teraba, dengan melihat adanya tanda-tanda primer
kontrol kanker yaitu : keganasan dan tanda-tanda sekunder.
1. Preventable/yang dapat dicegah Tanda-tanda primer keganasan payudara dapat berupa :
2. Early detectable/dapat dideteksi dini  Kepadatan radiologis yang meningkat pada tumor.
3. Curable/dapat diobati  Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi kejaringan
4. Palliation/perbaikan kualitas hidup sekitar, batas yang kurang jelas dan kabur. Kadang berupa komet sign yang
 Insidensi relatif kanker payudara cukup tinggi dan terdapatkan kesan menuju ke dinding torak.
peningkatan insidensi sebagai refleksi semakin baiknya sosial ekonomi dan  Adanya tanda translusen sekitar tumor sehingga dapat berupa seperti ber”halo”
perubahan pola hidup.  Gambaran stelata.
 Sebagian besar penderita kanker payudara datang dalam stadium lanjut sehingga  Adanya mikrokalsifikasi.
mempengaruhi keberhasilan terapi dan prognosisnya.  Ukuran klinis tumor jauh lebih besar dari radiologis.
 dan segi pembiayaan pengobatan untuk stadium dini relatif jauh lebih murah Tanda-tanda sekunder atau suspek meliputi :
apabila dibandingkan dengan pengobatan stadium lanjut yang memerlukan  Retraksi kulit.
radiasi, kemoterapi dan hormonal terapi yang cukup mahal dengan keberhasilan  Penebalan kulit.
relatif rendah. Sedangkan pengobatan pada stadium lanjut hanya bersifat paliatif  Bertambahnya vaskularisasi.
dalam arti memperbaiki kualitas hidup dan tidak menyembuhkan.  Perubahan posisi niple.
 Penderitaan kanker payudara lanjut dapat menghantarkan pada penderitaan nyeri  Penemuan kelenjar getah bening.
yang hebat, berbau, hilangnya body image dan sampai pada disability  Keadaan daerah-daerah tumor dan jaringan fibroglanduler yang tidak teratur.
(kelumpuhan) dan sebagainya yang pada stadium dini penderitaan tersebut tidak
ada.
Kepadatan jaringan subareoler yang berbentuk utas (bridge of tumor
Berdasarkan berbagai latar belakang diatas, program deteksi dini sangat penting,
tissue).
Ketepatan pemeriksaan mammografi mempunyai keterbatasan dengan ketepatan
yang dapat meliputi :
berkisar 80 – 90 % di tangan seorang ahli. Sehingga untuk gold standard diagnosis
Penyuluhan
tetap dipakai pemeriksaan histopatologi walaupun perkembangan dalam hal ilmu
Memasyarakatkan program Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
dan teknologi kedokteran sudah mendambah lengkap cara-cara pemeriksaan untuk
Pemeriksaan Payudara secara Klinis (SADANIS)
diagnosis dengan antara lain USG, mammografi maupun guided biopsi dengan USG
Pemeriksaan skrining mammografi.
tetapi arti pemeriksaan fisik yang baik dan legeartis oleh seorang dokter tetap
Sebaiknya dikerjakan pada wanita-wanita usia > 35 tahun sebagai base line dan
memegang peranan yang sangat penting.
wanita-wanita dengan resiko tinggi kanker payudara. American Cancer Society
Pemeriksaan USG apabila berdiri sendiri nampaknya tidak banyak faedahnya hanya
dalam proyek Breast Cancer Screening menganjurkan untuk mendapatkan kasus-
membedakan lesi kistik dan solid dengan ketepatan lebih rendah dari
kasus dini pada wanita yang tidak ada keluhan (asymptomatis woman) agar
mammografi. Tetapi dengan menggabungkan keduanya akan menambah ketepatan
melakukan upaya-upaya sebagai berikut :
mammografi sampai dengan 94%. Mammografi akan bermakna untuk pemeriksaan
skrining pada wanita-wanita dengan benjolan tak teraba (non palpable mass). Untuk
skrining massal dari segi biaya sangat mahal sehingga lebih dianjurkan untuk
wanita berisiko tinggi dengan usia diatas 35 th. Pada wanita-wanita muda dengan
jaringan payudara yang masih padat, mammografi kurang memberikan hasil yang
baik karena memberikan efek hasil densiti yang tinggi sehingga sukar mengenal lesi-
lesi tumor.
NEOPLASMA KULIT
a. Capillare
b. Cavernosa
------------------------------------------------- RD - Collection 2002 --------------------------------------------- c. Plexiform
--

Papilloma Naevus dapat menjadi ganas  MELANOMA (atau melanoma maligna)


Tanda – tanda :
Merupakan tumor epitelial benigna. Mempunyai central core jaringan ikat &  Ukurannya bertambah
pembuluh darah yang Terbungkus epitel squameus, collumner atau transitional  Warna berubah
 Gatal, basah berair, crusta/kerak, mengelupas, berdarah, ulcerasi
 Kehilangan rambut untuk nevus yg. berambut
Diagnosis :
Ada yg. bertangkai, permukaan rata ada yg. granuler atau villous. Bernbatas tegas,  Indusasi pada dasarnya
tak ada ulserasi, tak ada indurasi, tak ada perlekatan dg. jar. di bawahnya. Tempat:  Irritasi atau sakit
kepala, kulit pada umumnya (dada, axilla, inguinal dsb)  Adanya satelit di sekitarnya (penyebaran lymphatik intradermal)
Komplikasi: ulcerasi, perdarahan, keratinisasi  Pembentukan lubang
 Metastasis lymphatik distal atau hematogen
Terapi : Excisi berikut pangkalnya
Perhatian pada  Naevus di bawah kuku, Naevus di punggung laki-laki Naevus di
False papilloma ; Wart, Verruca
telapak kaki
Terjadi akibat infeksi virus, dapat terjadi di kulit muka, jari dsb.
Tindakan : Excisi, dengan atau tanpa diathermi coagulasi
Adalah kanker yang berasal dari kulit atau adneksa kulit, tidak termasuk kanker
kulit genitalia wanita dan pria. Pembagian kanker kulit menurut kejadian yang
Hamartoma banyak dijumpai dikelompokan atas :
 Melanoma
 Non melanoma ( Basal sel karsinoma – BCC ,skuamos sel karsinoma – SCC ,
 Naevus tumor adneksa kulit dan kelainan prakanker , termasuk karsinoma insitu ).
 Intradermal  tak ganas, benjolan seperti papilloma (sering berambut)
 Junctional
 Terjadi pada junction lapisan basal epidermis. Dapat mempunyai
kecenderungan menjadi ganas. Bermacam ukuran, pipih dan tak berambut
Melanoma Maligna

PA  cel naevus terpisah dari tempat utama naevus dengan jar. normal Penderita wanita lebih banyak dari pria , umur terbanyak antara 30-35 tahun.
(junctional element) sehingga harus ikut terambil saat excisi Faktor predisposisi :
Perhatian pada daerah telapak tangan atau kaki serta genital element  Syndrom naevus dysplastic
junctionalnya lebih berbahaya  Riwayat famili melanoma
Tindakan : Excisi  Predisposisi mengelupas setelah terkena sinar matahari
Type :  Type kulit yang sensitif terhadap sinar matahari
1. Compound  Kombinasi junctional dan intradermal  Xeroderma pigmentosus
2. Juvenil
3. Blue naevus Pathologi dan Perilaku Biologi
 Hemangioma Melanoma (maligna) berasal dari melanocyte atau sel naevus melanocyte
derivated (sel penghasil pigmen). Suatu Akumulasi sel penghasil pigmen normal
disebut mole (tahi lalat). Tetapi suatu melanoma adalah suatu pengumpulan atau
Akumulasi sel melanocyte dg. karakter ganas.

Mikroskopik melanoma dapat meluas ke dua arah :


 Horisontal  pertumbuhan radial (dalam epidermis)
 Vertikal  invasi ke pemb darah & lymphe dan dapat terjadi
Etiologi
penyebaran metastasis
Terdapat hubungan yang kuat antara exposure sinar matahari yang berlebihan (
sebagai tumor inisiator dan promotor ) dengan kerusakan DNA yang
menyebabkan ekspresi gen p53 dan PTCH. Mutasi gen p53 ditemukan 50 % pada
Type melanoma secara makroskopik ada 4 : BCC dan 90% pada SCC, mutasi gen PTCH 50 % pada BCC. Faktor resiko
 Superficial spreading melanoma (SSM) terjadinya melanoma
Type yang sangat sering , dimulai pertumbuhan radial, kemudian invasiv maligna berhubungan dengan adanya pertumbuhan displastik nevi dan kongenital
nevi. Beberapa faktor lingkungan lain yang berperan pada kejadian kanker kulit
 Nodular melanoma (NM)  tumbuh radial dan invasiv sebelum mulai seperti karsinoma kimiawi, infeksi virus, sikatrik luka bakar, infeksi kronis,
 Lentigo maligna melanoma (LMM) penurunan respon imun pernah dilaporkan ).
Selalu terjadi dari kelainan kulit berpigmen tumbuh radial untuk waktu lama
(10-20 th) dan tiba tiba invasiv, menimbulkan LLM, sinonim: Hutchinsons
melanotic frackle, Dubreuilh's melanosis
Gambaran klinik:
 Tempat :
 Acral lentiginous melanoma (ALM)  Bibir bawah, bawah kuku/lipatan kuku.
Type yang sangat sering pada ras kulit hitam, sepeti SSM tapi pada permukaan  Bagian lateral telapak kaki.
plantair tangan dan kaki, subungual melanoma termasuk bentuk ini  Dapat terjadi di dinding depan perut, dahi dsb.
 Jarang di mata, leptomening dsb.
 Biasa ada riwayat trauma waktu mulai pertumbuhan
Staging Histopatologis  CLARK  Tumbuh dengan cepat
 Level I : Melanoma in situ (di atas membrana basalis)  Ukuran sangat variabel
 Level II : dari membrana basalis sampai papillary dermis  Tak bertangkai/pertumbuhan ulkus
 Level III: dari papillary dermis - reticulum dermis tapi tak invasi  Kadang ada perdarahan banyak
 Level IV: melibatkan reticulum dermis
 Kelenjar lymphe terlibat
 Level V : melibatkan jaringan subcutaneus
 Sering terjadi satelit

Staging Histopatologis  BRESLON


Breslow: mengukur bagian yang tertebal dari tumor dalam milimeter dari irisan
Diferensial diagnosis
 Pigmented achantoma
histologi. Cara mengukur tegak lurus pada kulit normal di dekatnya
 Pigmented Carcinoma cel basal
 0 mm (Clark I)
 Pigmented Papilloma
 < 0,75 (Clark II)
 0,76 – 1,5 mm (Clark III)
 1,6 – 3,9 mm (Clark IV)
 4 mm (Clark V ) Diagnosa
Anamnesa
2 karakteristik penyebaran lymphatik: Dengan anamnesa yang baik serta inspeksi lesi secara cermat sesuai penampilan
 Metastasis satelite (langsung ke kulit di dekatnya sampai 3 cm) ABCDE :
 In transit metastasis (sepanjang pembuluh lymphe antara tumor primer dan lnn.  A = Asimetri
regional)  B = Border irregular
Metastasis jauh sangat sering terjadi di pulmo, otak, usus dan kulit.  C = Colour variegasion
Bagian tubuh di mana dapat juga terdapat metastasis adalah di mata, cavum  D = Diameter
oris, vulva dan daerah anorectal.  E = Evolution, Rapid change
Untuk ukuran tumor kulit yang kecil dan superfisial ( Diameter < 1 cm, kedalaman < Beberapa modalitas terapi yang dapat digunakan pada kanker kulit sesuai indikasi
0,5 mm sulit dibedakan dengan lesi tumor jinak kulit. Untuk itu diperlukan terapi antara lain untuk terapi topikal dapat digunakan 5 Fluorouracil dan
pemeriksaan Histopatologi sebelum terapi definitif. Cara biopsi kanker kulit dapat retinoid. Untuk terapi pembedahan dapat dilakukan secara surgical exicision ,
dilakukan dengan cara skreping , punch biopsi, FNAB, biopsi terbuka ( insisi / MOHS surgeri, Curettage dan Electrodessication, Cryosurgery. Terapi lain berupa
eksisional biopsi ). Dengan excisional biopsi, bila mungkin tepi paling tidak 0,5 cm pemberian sistemik retinoid / intratumoral retinoid, interferron, fotodinamik
Diikuti pembedahan primer Jika diagnosis histologi melanoma, harus excisi lebih luas terapi, radioterapi dan khemoterapi. Surgical Excision merupakan GOLD
(sebab potensial mikro satelite metastasis) standar terapi untuk semua kanker kulit.

Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi : .
Terapi Bedah
 Tepi / batas : irreguler, indentations, daerah lekuk-lekuk (scalloped area) 1. Biopsi
tepi terangkat di sekitarnya, perbedaan warna kulit disekitarnya  Indikasi biopsi :
 Warna yang uniform atau bermacam-macam  coklat muda sampai hitam),  Untuk diagnostik ( Diagnostik klinik meragukan )
daerah merah (sebagai tanda reaksi radang), daerah kebiruan (adanya pigmen  Untuk konfirmasi diagnostik klinik ( Diagnostik klinik jelas )
di dalam lapisan kulit lebih dalam)  Terapi kuratif pada tumor yang kecil dan superfisial dengan melakukan
eksisional biopsi.
 Arah insisi biopsi tergantung pada lokasi tumor dan sebaiknya dipilih
Klasifikasi TNM insisi / eksisi longitudinal daripada transversal.
T1 : tumor tebal 0,75 mm
 Biopsi longitudinal dapat memungkinkan penutupan primer defek operasi
T2 : > 0,75 - 1,5 mm
, kerusakan saluran limfatik lebih sedikit sehingga edema distal lebih
T3 : > 1,5 - 4 mm
minimal / ringan.
T4 : > 4 mm dan adanya satelite metastasis
2. Eksisi luas tumor primer
 Eksisi luas lebih baik daripada simpel eksisi akan kejadian local
Stadium Klinik : recurrent.
I : T1 - T2 N0 M0  Insisi tepi operasi bisa elips atau bersegi untuk memudahkan penentuan
II : T3 N0 M0 radikalitas tumor oleh patologist.
III : T4 N0 M0 + satelite & mungkin in transit metastasis  Eksisi luas tumor merupakan kesatuan dengan diseksi kelenjar regional
IV : metastasis jauh .
 Tumor yang ulseratif harus ditutup dengan kasa pelindung sebelum
dilakukan insisi untuk mencegah terjadinya lokal kontaminasi tumor
Tindakan Bedah  protokol RS. Sarjito dengan lapangan operasi.
A. Tergantung ketebalan menurut Breslow
 Tumor sangat tipis (Breslow <1mm) excisi dg. tepi 1 cm diikuti penutupan 3. Penentuan radikalitas operasi (safety margin , tepi sayatan
primer dan dasar operasi ).
 Tumor lebih tebal: excisi luas, luka ditutup dg. split skin graft, jika ada Safety margin meliputi tepi sayatan dan dasar operasi yang tidak
indikasi suatu regional isolated perfusion. mengandung sel tumor. Safety margin dapat ditentukan durante operasi
 Jika dipikirkan ada metastasis regional: Lnn. regional didesseksi bila dengan froozen section atau MOSCH surgery. Ditentukan juga oleh
mungkin en bloc dengan tumor primer. behaviour masing – masing kanker, diameter dan ketebalan tumor, drajat
B. Untuk Metastase Satelit dan Intransit keganasan tumor / agresifitas tumor.
 Eksisi luas dengan STSG  Basalioma : safety margin 5 mm.
 Radioterapi (paliatif)  Skuamous sel carcinoma
 Cryoterapi (paliatif) - Diameter < 2 cm safety margin 4 mm ( tumor agresif : 6mm ).
 Untuk metastase jauh  kemoterapi dengan imunoterapi - Diamter > 2 cm safety margin 4 – 10 mm.
 Melanoma maligna
- Breslow-thin < 1 mm , Clark-level <III : safety margin 1 cm  Pola pertumbuhan infiltrasi
- Breslow - thin>1 mm, Clark-level >III : safety margin2-3 cm.  Terutama pada kulit yang banyak terkena sinar matahari
 Predominan pada usia tua
4. Diseksi kelenjar regional ( Leher ,Axilla, Inguinal ), dan sentinal node
diseksi. Perbedaan Ca cel basal dan Ca cel squameus:
5. Penutupan defek operasi ( penutupan primer , skingraft, Flap ).  Ca cel squameus dapat metastasis ke lnn. regional
6. dampak kosmetik dan fungsi.  Ca ce basal hampir tidak pernah metastasis

Prognosis: Ca Cel Squameus / KSS


( Squamous Cell Ca, Planoseluler Ca, Prickle Cell Ca, Epidermoid Ca).
 Bila ketebalan menurut Breslow. < 0,75 mm baik, tetapi > 4 mm jelek
Dapat timbul dari Keratosis actinik tapi bisa juga de novo.Mikroskopik perluasan
 Daerah ektremitas lebih baik dari kepala leher
tumor ke dalam jaringan sekitar melewati tepi makroskopik yang nampak. Lokal
 Wanita lebih baik dari pria
tumor meluas terutama sepanjang bidang jaringan. Ini harus diingat pada evaluasi
klinik terutama yang terdapat di lipat kulit (nasolabial fold, sudut medial mata, dan
Follow up: belakang telinga).
Tergantung ketebalan menurut Breslow : KSS adalah tumor epidermis berasal dari sel epitel gepeng berlapis dan membran
 < 7,5 mm setiap 2 - 3 tahun mukosa serta serta epitel jenis lain yang mengalami metaplasi skuamosa dan
 7,5 mm harus lebih sering kontrol mempunyai 2 bentuk yaitu invasif dan noninvasif. Pertumbuhan tumor ini cepat,
infiltrasi ke jaringan setempat dan mudah bermetastasis limfogen maupun
hematogen. Prognosis KSS kurang baik dibandingkan KSB. Sering dijumpai pada
Keganasan kulit Non-melanoma orang kulit berwarna daerah tropik, terutama usia 40-60 tahun. KSS sering timbul di
Secara histologi dibagi menjadi : wajah, tungkai bawah, kepala dan leher serta daerah yang tidak tertutup pakaian
 Carcinoma sel basal seperti telinga, bibir, punggung tangan. Selain paparan matahari, terdapat faktor lain
 Carcinoma sel squameus seperti ulkus kronis, zat karsinogen kimia, kornu kutaneum yang teriritasi,
xeroderma pigmentosum, bowen diseases dan efek immunosupressive. Klinis
diawali bercak kemerahan, menebal, ulkus yang tak sembuh, tepi irreguler hingga
Etiologi exophytic, rapuh, ulkus melebar dan berdungkul dengan detritus yang tak hilang,
 Faktor High-risk : jaringan nekrotik yang berbau khas, berdarah ( ulcerating type). Sedang pada type
- Carcinogen physic  radiasi ultraviolet & ionisasi
papiler tumor menonjol di permukaan kulit berbenjol-benjol seperti benga kol,
- Carcinogen kimia  produksi coal tar, Arsenicum (insektisida)
merah/pucat, basah karena mengeluarkan serum atau berdarah yang jika kering
- Proses inflamasi kronis  misalnya fistula
membentuk krusta.
- Imunosupresi  organ transplantasi
Berdasarkan bentuk histologis ada 3 macam, yaitu :
a. Cornificans  sel berdiferensiasi baik,didapatkan bahan tanduk.
 Faktor predisposisi: b. Non Cornificans sel berdiferensiasi jelek.
- Kerusakan kulit actinik seperti petani, nelayan
c. Undiferentiated atau anaplastic  sel sangat buruk diferensiasinya, tumbuh
- Type kulit sensitif untuk sinar matahari (kulit putih)
cepat, menimbulkan perdarahan dan metastasis.
 Syndroma dermatologik:
Diagnosis histopatologis ditegakkan dengan biopsi jaringan, yaitu dengan cara
- Syndroma naevus cel basal (Ca cel Basal) kuretase, shave biopsi, punch biopsi, atau excisional biopsi, disesuaikan dengan
- Xeroderma pigmentosum ( ca cel basal, ca cel squameus, melanoma) ukuran, lokasi dan menifestasi klinis tumornya. Prognosis mempunyai korelasi
- Epydermodysplasia verruciformis (Ca cel squameus)
dengan ukuran, pertumbuhan, infiltrasi sel, lokalisasi dan penanganan awal.

Perilaku biologi dan pathologi:


Premaligna: Keratosis actinic dan Morbus Bowen. Ca Cel Basal / KSB
Kesamaan Ca cel basal dan Ca cel squameus: ( Epitelioma sel basal, basalioma, Ulkus Rodens, Ulkus Jacob, Basal Cell Ca,
 Tumbuh lambat Tumor Komprecher)
KSB termasuk tumor ganas yang tumbuhnya lambat, jarang sekali mengadakan adalah ulcerasi dan berdarah (setelah digaruk dsb.).Diferensial diagnosis
metastase, kecuali jika sudah lanjut, keganasan bersifat lokal (localized destruction) antara Ca cel basal dan Ca cel squameus kulit sukar. Penting pemeriksaan lnn.
yaitu infiltrasi tumor hanya ke subkutis, fasia, otot dan tulang. Terutama menyerang regional, di mana tempat metastasis Ca cel squameus.
orang tua diatas umur 40 tahun. Predileksi tumor ini adalah di daerah muka yang Di muka dapat terjadi di bibir atau punggung tangan. Dapat sebagai penebalan
terpapar matahari. Daerah yang sering residif (66%) adalah daerah antara dahi dan (gatal) atau nodule:
sudut bibir (T zone), post-aurikula, lubang telinga, dan daerah kepala. Kadang dimulai  makroskopik agak tegas batasnya
dari bercak kehitaman atau nevus yang lama dan berubah menjadi gatal,  menonjol di atas permukaan
berdarah dan berkrusta. Banyak diderita pekerja di luar rumah dan penderita dengan  biasanya ada keratosis yg. meningkat
predisposisi genetik ( pada nevoid KSB).  kadang hemorrhagi, crusta
Karakter kliniknya ada 2 macam yaitu :
a. Non infiltrating Sering penampilan sebagai  - hyperkeratosis (wartlike hyperkeratosis)
KSB yang lama, bertahun-tahun tidak ada perubahan,sering dianggap nevus - kemudian stdium dengan ulkus
biasa, sedikit berkrusta.

b. Infiltrating Diferensial diagnosis


KSB yang cepat tumbuh/ infiltrasi lokal ke jaringan yang lebih dalam seperti  Ca cel squameus
fasia, tulang rawan, tulang, masuk ke orbita dan menghancurkan bola mata, ke  Ca cel basal
kavum nasi dan menghancurkan tulang rawan meninggalkan ulkus lebar, tepi  Keratoacanthoma
yang dalam, hitam, berdarah dan berbau, sering disebut ulkus rodens. KSB  Amelanotik melanoma
terdiri dari 8 type patologis yaitu nodul ulceratif/tipe solid, KSB superfisial,  Keganasan di kulit atau tumor benigna kulit.
KSB tipe sklerosis/fibrosis/morphea-like (mudah residif), KSB pigmentosa, KSB  Ulcus non maligna
Fibroepitelioma, KSB Nevoid Sindrom, KSB Nevus Linear Unilateral, Bazex
Sindroma.
Biopsi:
Manifestasi terutama dengan salah satu dari ketiga:  Kelainan yang non pigmented
 pertumbuhan noduler (yang paling sering terjadi  jika mungkin excisi biopsi
 pertumbuhan superficial multifocal  jika takmungkin atau tak dikehendaki punch biopsi atau incisi biopsi dari tepi
 pertumbuhan infiltrativ difusa kelainan
 Kelainan yang pigmented  excisi biopsi (lihat di atas)
Pertumbuhan noduler akan melekuk karena necrosis dan terjadi ulcus, tepi terangkat.
Pertumbuhan multifocus sulit dikenal klinis. Pertumbuhan infiltrativ dapat mencapai Tindakan:
jauh makroskopis nampak melewati tepi tumor  Excisi
 Radiotherapi
Pemeriksaan klinik:
Kebanyakan cancer kulit timbul permulaan sebagai sedikit pengangkatan / benjolan Prognosis  Setelah diagnosis awal tindakan cukup selalu baik
kecil, warna mungkin berbeda dengan warna sekitarnya, symptom awal yang
penting ;
 perubahan lambat pada suatu daerah kulit TERAPI BEDAH PADA KANKER KULIT
 indurasi disebabkan oleh infiltrasi (pertumbuhan tumor) Meliputi pengetahuan tentang :
 crusta menyebabkan ulcerasi 1. Cara biopsi yang benar
 gatal (jarang) 2. Eksisi luas tumor primer
 sakit (jarang) 3. Penentuan radikalitas operasi ( safety margin , tepi sayatan dan dasar operasi ).
4. Diseksi kelenjar regional ( Leher ,Axilla, Inguinal ), dan sentinal node diseksi.
Hati-hati pada kelainan kulit erosiv yang tak sembuh setelah pengobatan biasa 5. Penutupan defek operasi ( penutupan primer , skingraft, Flap ).
selama 3 minggu, atau timbul lagi dan harus diikuti. Symptom pada stad. lanjut 6. dampak kosmetik dan fungsi.
TERAPI BEDAH KANKER KULIT
PRINSIP TINDAKAN PENGOBATAN KANKER KULIT
Tindakan tumor kulit ini harus didasarkan atas prinsip: Beberap modalitas terapi yang dapat digunakan pada kanker kulit sesuai indikasi
a. Radikalitas harus dipakai sebagai prinsip utama. terapi antara lain untuk terapi topikal dapat digunakan 5 Fluorouracil dan retinoid.
b. Setiap terapi harus ditegakkan diagnosisnya dengan biopsi jaringan Untuk terapi pembedahan dapat dilakukan secara surgical exicision , MOHS surgeri,
c. Modalitas terapi setiap tumor ganas kulit sangat tergantung pada jenis tumor, Curettage dan Electrodessication, Cryosurgery. Terapi lain berupa pemberian
ukuran, cara pertumbuhan, lokasi dan umur penderita serta manifestasi klinis sistemik retinoid / intratumoral retinoid, interferron, fotodinamik terapi, radioterapi
lainnya. dan khemoterapi. Surgical Excision merupakan gold standar terapi untuk semua
d. Pembedahan merupakan pilihan pertama. Sangat dianjurkan dengan anestesi kanker kulit.
umum, tidak dianjurkan dengan anestesi lokal. Ketentuan eksisi luas diwajah
pada KSB >0,5 cm dari batas tumor, pada KSS >1cm dari tepi tumor24. Pissi
Lukitto (1991) menjelaskan batas eksisi pada KSB 1-1,5cm dari tepi tumor
sedang pada KSS 2-2,5cm dari tepi tumor, dengan memperhatikan lipatan kulit
(langers line). Lesi kecil ditutup primer, tidak dianjurkan melakukan
undermining, lesi luas ditutup dengan skin graft. Penutupan defek dengan flap
tidak begitu dianjurkan, kecuali bila eksisinya telah radikal yang dinyatakan
dengan frozen section12. Pada tempat yang sulit eksisinya, sepeti canthus
medius, palpebra inferior perlu radiotherapy/chemosurgery.Infiltrasi tulang
rawan harus dieksisi. Pada MM eksisinya harus lebih luas. Minimal 2-3 cm dari
tepi lesi.
e. Radiotherapy. Efektif untuk KSB dengan dosis 3000-4000cGy. Terutama
diindikasikan untuk tumor yang residif, ekstensif dan multipel, orang tua yang
kontraindikasi operasi. Tidak dianjurkan pada orang muda.
f.
Mohs micrografic surgery/ Fixed Tissue Technic/Chemosurgery, sering
digunakan pada tumor yang residif dengan lokasi yang sulit, terutama type
infiltrating, morphea like dan sklerosing1
g. Kemoterapi lokal dengan 5 FU cream diindikasikan pada lesi yang lebar dan
dalam yang dengan operasi/radiasi tidak mempan, tumor yang residif/paliatif
terapi. Dapat dikombinasi dengan kemoterapi sistemik
h. Cryosurgery dengan nitrogen cair, electrochemosurgery dengan kauter
merupakan tindakan yang jarang dilakukan.
i. Injeksi intralesi dengan interferon alfa 2b dilaporkan sangat baik pada KSB
j. Dermabrashion dapat digunakan untuk lesi premaligna,multipel aktinik
keratosis,dan tumor jinak kulit lainnya
Win-7 Win-7ミ煤 m| 錙|bワCCb0タ{b、霏{b・ 庵{bx ツ{b・
asus a s u s ¨- fX
˜-fX @5½X ð5½X 6½X X7½X 8½X
Ø8½X p9½X
CTEV Patologi
------------------------------------------------ RD Collection 2002 ------------------------------------------------ Kelainan bentuk pada CTEV (deformitas-equinovarus) terdiri 3 unsur yaitu :
- 1. Pergelangan kaki dalam keadaan equinus
2. Sendi subtalus dalam keadaan varus
Dalam praktek sehari-hari mungkin kita menemukan beberapa kelainan bawaan 3. Bagian tengah dan depan kaki dalam keadaan varus.
pada bayi dan anak terutama pada anggota gerak bawah. Salah satu kelainan bawaan
yaitu Congenital talipes equino varus (CTEV) atau club foot. adalah deformitas Whitman (1930) membagi klasifikasi kelainan major CTEV sebagai berikut :
kaki dimana tumit terpuntir kedalam dari garis tengah tungkai bawah dan kaki 1. Varus  tumit kearah axial tubuh
mengalami plantar-fleksi 2. Valgus  kebalikan varus
Kelainan ini merupakan kelainan bawaan pada kaki dan pergelangan kaki dengan 3. Equinus  kaki fleksi kearah telapak berjalan dg ujumg jari kaki
posisi kaki sebagai berikut : 4. Calcaneus  kebalikan equinus
1. Varus - inversi  pada bagian depan dan tengah
2. Equino – varus  pada kaki bagian belakang Perkembangan posisi kaki bayi sebagai berikut :
 Sejak lahir sampai usia 2 tahun : datar dan abduksi
Pada tahun 1960, Frederick Bost mengatakan bahwa pengalamannya dengan CTEV  Usia 1 tahun otot berkembang melalui hecking dan kegiatan merangkak
banyak memberikan kekecewaan, baik secara konservatif dengan Rigid Casting  Saat usia berdiri tidak perlu segera hrs berjalan sebelum alamiah siap untuk itu.
sampai dengan cara diseksi radikal untuk koreksi sehingga terjadi over correction.  Usia 2-4 tahun lengkung longitudinal sendi mulai berdeviasi
Sampai sekarang penanganan CTEV sangat dipengaruhi oleh ketepatan dalam
penegakan diagnosis secara dini, sehingga penanganan secara konservatif maupun Secara skematik ada 3 tipe kelainan :
secara operatif memerlukan evaluasi terhadap hasil penanganan tersebut, baik secara
klinis maupun secara radiologis . Insidens CTEV yaitu 1-2 : 1000 kelahiran hidup
dan lebih sering pada laki-laki dari pada perempuan (2:1) dan sekitar 30-50 %
bersifat bilateral.

CTEV adalah kelaianan sejak lahir dimana ( KHAS ) :


1. Tumit (kecil) inversi dan supinasi ( gerakan mengarah ke anterior, depan atau Talipes Valgus Normal MT adductus Talipes varus
atas)
Kelainan kaki berupa varus membuat tumit mengarah ke dalam (inversi) dan
Pemeriksaan Fisik
telapak kaki mengarah keatas (supinasi)
2. Fore foot (bagian anterior kaki ) dan hind foot (talus + kalkaneus)
Pada CTEV akan ditemukan kelainan-kelainan bentuk pada kaki sebagai berikut:
Kelainan varus membengkok ke dalam jadi harus adduksi  mendekati sumbu
tubuh  Inversi pada kaki depan
3. Ankle  equinus , akibat tarikan tendo achilles yang pendek  Adduksi atau deviasi internal dari kaki depan terhadap kaki belakang
4. Talus  menonjol  Ekuinus atau plantar fleksi
 Pengecilan dari otot-otot betis dan peroneal
Etiologi  Kaki tidak dapat digerakkan secara pasif pada batas eversi dan dorsofleksi normal.
Belum diketahui dengan pasti, teori tentang penyebab kelainan CTEV antara lain :
1. Keturunan : kelainan genetik Kelainan bentuk pada kaki tersebut bisa bersifat unilateral ataupun bilateral.
2. Mekanik tekanan intra uterin (Dennis Brown) Normalnya kaki bayi dapat dorsoflexi dan eversi jari-jari kaki menyentuh bagian
3. Neuromyo maldevelopment prenatal depan tungkai bawah
4. Perkembangan janin terhenti
5. Defek primer sperma
6. Keterlambatan rotasi & non rotasi ektremitas
Radiologi
Pemeriksaan radiologi sangat penting sebagai sarana evaluasi club foot pada setiap
pasien sebelum, selama dan setelah terapi. Standar radiologinya :
Anak belum bisa berdiri  posisi AP dan stress dorsoflexion lateral
Anak sudah bisa berdiri  posisi anteroposterior (AP) dan lateral.
Dalam keadaan normal gambaran radiologis anteroposterior proyeksi garis yang
melalui pertengahan os talus akan melewati metatarsal I, sedangkan pada CTEV
akan bergeser ke lateral (metatarsal III )

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CTEV bertujuan untuk mengembalikan fungsi anatomi dan
menghilangkan nyeri pada kaki akibat CTEV dan kelihatan normal kaki plantigrade,
dengan mobilitas baik tanpa calus dan tidak menggunakan modifikasi sepatu atau
secara singkat tujuan terapi CTEV sebagai berikut :
1. Correct deformity early
2. Correct deformity fully
3. Hold the correction until growth stops

CTEV Ada 2 type ;


I. Esay  konservatif  Tidak ada gejala tapi ada gangguan aktifitas yang ringan
Splinting  usia 2-3 hr, tiap minggu diganti (6-8 mgg) secara bertahap  Lingkup gerak : 10o - Oo - 20o pergelangan kaki ( - 10 o subtalar )
Bila gagal  operasi
Cukup :
II. Resisten  operasi  Koreksi partial
8 minggu  pemanjangan tendo achilles & Posterior release  Kekuatan betis menurun tanpa gangguan fungsional
Adalah pemotongan tendo m. tibialis posterior, dimana otot ini berfungsi  Lingkup gerak : Oo – 10o – 20 o pergelangan kak ( - 10o subtalar )
adduksi dan inverse dan tendo digitalis communis  Ada gangguan aktifitas kegiatan sehari – hari
Setelah operasi pasang gips selama 3-4 bulan dan dilanjutkan pemasangan bidai  Perlu koreksi labih dari 1 kali
dari Denis Browne  Tindakan bedah

5-10 tahun  osteotomi, arthodesis sendi kalkaneo-kuboid (cara Evans) Buruk :


selanjutnya dipertahankan dg sepatu  Tidak terkoreksi
 Kekuatan betis menurun
12-15 tahun  Operasi radikal berupa fusi dari ketiga sendi, kalkaneo-kuboid,  Lingkup gerak terbatas subtalar 5o
subtalar, talo-navikuler dikenal sebagai Arthrodesis Triple  Nyeri pada kegiatan sehari- hari

Penatalaksanaan sebaiknya dimulai sejak minggu pertama setelah lahir karena Kriteria radiologis
jaringan soft tissuenya masih elastis . Penatalaksanaan CTEV secara umum dibagi s Kaki bagian belakang :
Non operatif (konservatif) - AP : Sudut talo – kalkaneal
Konsultasi antara dokter dengan orang tua tentang : - Timpang tindih Talo navikuler
- kelainan CTEV - Sudut talokalkaneal dari samping ( lateral )
- Rencana Pengobatan : - Posisi navikuler
 Plan  Konservatif/ Operasi
 Respon Macam – macam tindakan konservatif :
 Recurent Deformity 1. Splinting
 Lama Pengobatan 2. Taping
3. Casting
Tujuan akhir dari pengobatan yaitu :
 Plantigrade Ketiga hal tersebut dilakukan berdasarkan usia saat diagnosis dini
 Pliable ditegakkan,sehingga pada usia minggu pertama sampai enam ( 6 ) minggu
 Cosmetically acceptable foot setelah kelahiran dilakukan manipulasi splinting, taping, dan casting.
 One operation  Minimal Risk Kemudian dievaluasi kakinya setiap minggu secara klinis dan radiologis .
Apabila kelainan CTEV –nya diketahui sejak awal rigid ( kaku ) maka tindakan
 Relatively short treatment time
operasi bisa dipertimbangkan sejak awal diagnosa ditegakkan.
Evaluasi penanganan secara konservatif di kontrol berdasarkan klinis dan
Contoh :
radiologis
1. PLASTER OF PARIS CASTING
Kriteria klinis - Cast menggunakan 3 inch sampai diatas lutut, Jari – jari kaki harus terlihat
Sempurna : - Posisi cast dorsoflexi dan mengarah keluar metatarsal I.
 Apabila pada koreksi yang paripurna bentuk tanpa gejala dan dapat - Diganti tiap 1 minggu selama 6 – 8 minggu
melaksanakan segala aktifitas fisik.
 Lingkup gerak : 25 0 _ Oo - 25o pergelangan kaki ( - 15 o subtalar )

Baik :
 Hampir koreksi sempurna
Macam – macam tindakan operasi pada CTEV :
1. Soft Tissue Release
Dengan one stage posteromedial release ( PMR ) dengan internal fixation.
Teknik operasi :

2. BRACE AND SPLINTS


- Menggunakan Denis Browne Splint
- Dua sepatu kaki dihubungkan oleh Bar Cross
- Untuk mencegah disuse atropi

Operative 2. Tendon Transfers


Indikasi tindakan sebagai berikut : A. Tibialis Posterior Transfer
1. Konservatif gagal - Untuk usia 2,5 – 8 tahun
2. Kelainan menetap setelah dilakukan operasi ( Recurrent deformity ) - dilakukan : release soft tissue or Reserving tendon transfer
3. CTEV Rigid - Teknik operasi :
- Insisi Longitudinal pada media plantar
- Expose tendon tibialis posterior dan talonavicular joint
- Insisi dibagian medial
- Bagian anterior tibia di retraksi ke lateral untuk mengekspos membran
intereosseus.

B. Tibialis Anterior Transfer

3. Bony operation
a. Calcaneocuboid Arthrodesis
b. Enukleation Prosedur
c. Metatarsal Osteotomy
d. Osteotomy of the Calcaneus
e. Osteotomy of the Tibia
f. Telectomy

Ketiga hal tersebut bisa dilakukan one stage operation atau two stage operation. Usia
optimal untuk dioperasi yaitu 1- 2 tahun, dan maximal 6 tahun.

Konsep dasar tindakan operasi CTEV


1. Kelainan CTEV yaitu kelainan congenital subluxatio pada sendi
talocalcaneonaviculer.
2. Koreksi kelainan pada tarsal relationship bertujuan untuk mencegah rigiditas
pasca operasi karena terjadi kontraktur soft tissue.
3. Hasil akhir dari koreksi CTEV yaitu stabilnya permukaan sendi.
4. Tidak mungkin mengkoreksi semua komponen kelainan CTEV tanpa
mengeliminasi yang lainnya.

Komplikasi
1. Cara konservatif
- Decubitus akibat pemasangan cast.
- Bentuk tidak terkoreksi ( Recurrent Deformity )

2. Cara Operatif
- Infeksi
- Koreksi tidak sempurna ( Recurrent Deformity )
- Avaskuler Nekrosisi Navikuler ( KOhler )
- Kaku
- Nyeri pada waktu jalan, Over correction manjadi Planovagus.
FRAKTUR
B. Palpasi / Feel  nyeri tekan (tenderness), Krepitasi
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas
tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi,
---------------------------------------------- RD Collection 2002 ---------------------------------------------------
dan krepitasi
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di Neurovaskularisasi bagian distal fraktur  pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler (Capillary
seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. refill test) sensasi
Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan
fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar C. Gerakan / Moving
korbannya adalah remaja atau dewasa muda. D. Pemeriksaan trauma di tempat lain  kepala, toraks, abdomen, pelvis

Definisi
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama
adalah menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang rawan bisa komplet atau disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey.
inkomplet III. Pemeriksaan Penunjang
Diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang Laboratorium  darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
Secara umum fraktur dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas
1. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral
tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka
2. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur
Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan
3. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera
yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan
(pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma
dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi
Pergeseran fragmen Tulang ada 4 :
fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang. Selain trauma, adanya
1. Alignman  perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut
proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan
2. Panjang  dapat terjadi pemendekan (shortening0
mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.
3. Aposisi  hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya
4. Rotasi  terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal
Klasifikasi
I. Menurut Penyebab terjadinya
A. Faktur Traumatik  direct atau indirect Komplikasi Fraktur
B. Fraktur Fatik atau Stress Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi
Trauma berulang, kronis, mis: fr. Fibula pd olahragawan iatrogenik .
C. Fraktur patologis  biasanya terjadi secara spontan 1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi pernafasan.
II. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa
A. Fraktur Simple  fraktur tertutup hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain
B. Fraktur Terbuka  bone expose dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren
C. Fraktur Komplikasi  kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera
2. Komplikasi Lokal
III. Menurut bentuk a. Komplikasi dini
A.Fraktur Komplet Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan apabila kejadiannya
Garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen atau lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblique, sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
spiral. Pada Tulang
Kelainan ini menentukan arah trauma, fraktur stabil atau tidak - Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
B. Fraktur Inkomplet  sifat stabil, misal greenstik fraktur - Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup.
C. Fraktur Kominutif  lebih dari 2 segmen Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non union
D.Fraktur Kompresi / Crush fracture  umumnya pada tulang kanselus
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau
Etiologi pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan degenerasi
tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur
1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma.
2. Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.
Pada Jaringan lunak
Diagnosis - Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema. Terapinya adalah
I. Riwayat dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang - Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu perlu diberikan
berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol
obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
Pada Otot
II. Pemeriksaan Fisik Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena
A. Inspeksi / Look serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat
Deformitas  angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengak trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley &
Pada fraktur terbuka  klasifikasi Gustilo Solomon,1993).
Pada pembuluh darah 3. Retention Immobilisasi
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit 4. Rehabilitation  mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di
melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple
spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan
seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun
untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993). OREF.

Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai Tujuan Pengobatan fraktur :
bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini 1. REPOSISI  Tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi
dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi Tertutup  fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
edema dalam otot. Terbuka  Indikasi :
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot 1. Reposisi tertutup gagal
yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut 2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), 3. Mobilisasi dini
Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis 4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologis
Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma 2. IMOBILISASI / FIKSASI
terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley & Solomon,1993). Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
Ekternal / OREF
b. Komplikasi lanjut - Gips ( plester cast)
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa - Traksi
angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan. Indikasi  Pemendekan (shortening)
- Delayed union Fraktur unstabel  oblique, spiral
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur,
Terapi  konservatif selama 6 bulan  gagal  Osteotomi 1. Traksi Gravitasi  U- Slab pada fraktur hunerus
Lebih 20 minggu  cancellus grafting (12-16 minggu) 2. Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke posisi
- Non union semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen 3. Sekeletal traksi  K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut),
fiksasi dan bone grafting. pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris)
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial
sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai Komplikasi Traksi :
walaupun dilakukan imobilisasi lama. 1. Gangguan sirkulasi darah  beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus (kruris)  droop foot
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi 3. Sindroma kompartemen
fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, 4. Infeksi  tmpat masuknya pin
distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)
Indikasi OREF :
- Mal union 1. Fraktur terbuka derajat III
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi 2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
koreksi . 3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
- Osteomielitis 5. Fraktur Pelvis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga 6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang 7. Non Union
mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot 8. Trauma multiple

- Kekakuan sendi Internal / ORIF  K-wire, plating, screw, k-nail


Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi
perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya 3. UNION
berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan 4. REHABILITASI
periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley &
Solomon,1993).
Penatalaksanaan Penyembuhan fraktur ada 5 Stadium :
Prinsip 4R (chairudin Rasjad) :
1. Recognition  diagnosis dan penilaian fraktur
2. Reduction 1. Pembentukan Hematom  kerusakan jaringan lunak dan penimbunan darah
2. Organisasi Hematom / Inflamasi
Dalam beberapa jam post fraktur  fibroblast ke hematom  beberapa hari terbentuk kapiler  jaringan granulasi
3. Pembentukan kallus
Fibroblast paa jaringan granulasi  kolagenoblast kondroblast  partisipasi osteoblast sehat terbentuk kallus
(Woven bone)
4. Konsolidasi  woven bone berubah menjadi lamellar bone
5. Remodelling  Kalus berlebihan menjadi tulang normal

Prinsip terjadinya UNION :


a. Dewasa  Kortikal 3 bulan, Kanselus 6 minggu
b. Anak-anak  separuh dari orang dewasa

Proses Penyembuhan Tulang


Fase inflamasi
berakhir kurang lebih satu hingga dua minggu yang pada awalnya terjadi reaksi inflamasi. Peningkatan aliran darah
menimbulkan hematom fraktur yang segera diikuti invasi dari sel-sel peradangan yaitu netrofil, makrofag dan sel
fagosit. Sel-sel tersebut termasuk osteoklas berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik untuk menyiapkan fase
reparatif. Secara radiologis, garis fraktur akan lebih terlihat karena material nekrotik disingkirkan.

Fase reparatif
Umumnya beriangsung beberapa bulan. Fase ini ditandai dengan differensiasi dari sel mesenkim pluripotensial.
Hematom fraktur lalu diisi oleh kondroblas dan fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Mula-mula terbentuk
kalus lunak, yang terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil jaringan tulang. Osteoblas kemudian
yang mengakibatkan mineralisasi kalus lunak membah menjadi kalus keras dan meningkatkan stabilitas fraktur. Secara
radiologis garis fraktur mulai tak tampak.

Fase remodelling
Membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan tulang meliputi aktifitas osteoblas
dan osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan immatur menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga
menambah stabilitas daerah fraktur (McCormack,2000).
Fraktur terbuka adalah fraktur yang terjadi hubungan dengan dunia luar atau rongga tubuh yang tidak steril,

Fraktur Terbuka -------------------------- RD Collection 2002


sehingga mudah terjadi kontaminasi bakteri dan dapat menyebabkan komplikasi infeksi.
Semua faktur terbuka harus dianggap terkontaminasi sehingga mempunyai potensi untuk terjadi infeksi. Penting untuk
diketahui bahwa diagnosis, klasifikasi dan pengelolaannya dapat berbeda dari fraktur tertutup. Penanganan fraktur
terbuka dapat mengikuti pengelolaan trauma lain jika merupakan suatu trauma multipel
Klasifikasi fraktur terbuka yang sering dipergunakan adalah menurut Gustilo yang membagi menjadi fraktur terbuka Pada fraktur tulang dapat terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang. Pergeseran fragmen bisa diakibatkan adanya
grade I, II, IIIA, IIIB dan IIIC. Namun klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo mempunyai beberapa kelemahan keparahan cedera yang terjadi, gaya berat maupun tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran fragmen fraktur akibat
antara lain angka kesepakatan rendah, batasan derajat kontaminasi kurang jelas, belum ada tolok ukur yang obyektif. suatu trauma dapat berupa aposisi (pergeseran kesamping / sideways, tumpang tindih dan berhimpitan / overlapping,
Sedangkan Armis, telah melakukan penilaian fraktur terbuka dengan memberikan skoring pada setiap variabel yang bertubrukan sehingga saling tancap/ impacted); angulasi (penyilangan antara kedua aksis fragmen fraktur); panjang /
meliputi kerusakan kulit, kerusakan otot, kondisi tulang, kondisi neurovaskuler dan derajat kontaminasi, dengan nama length (pemanjangan atau pemendekan akibat distraction atau overlapping antar fragmen fraktur) atau terjadi rotasi
Sistem Skoring Sardjito (SSS) . Insidensi fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki–laki (pemuntiran fragmen fraktur terhadap sumbu panjang).
dan perempuan sebesar 3,64:1 dengan kejadian terbanyak pada kelompok umur dekade kedua dan ketiga yang relatif
mempunyai aktifitas fisik dan mobilitas yang tinggi. Pada analisis epidemiologi menunjukkan bahwa 40 % fraktur Hubungan garis fraktur dengan energi trauma
terbuka terjadi pada ekstemitas bawah terutama daerah tibia dan femur tengah. Garis Fraktur Mekanisme trauma Energi
Pemasangan plat pada fraktur terbuka telah memperbaiki union fraktur atau penyambungan kortek langsung tanpa
pembentukan kalus. Osteosit langsung menyeberangi gap antar fragmen fraktur. Tapi pada kenyataannya terdapat Transversal, oblik, spiral, (sedikit bergeser / masih ada kontak) Angulasi / memutar Ringan
osteogenesis meduler dan sedikit pembentukan kalus periosteum. Pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa pada
Butterfly, transversal (bergeser), sedikit kominutif Kombinasi Sedang
pemasangan plat itu sendiri telah mengganggu vaskularisasi ke kortek tulang oleh plat yang berakibat gangguan
aliran darah dan menyebabkan nonunion. Mengatasi permasalahan ini para pakar AO/ASIF dari Swiss telah Segmental kominutif (sangat bergeser) Variasi Berat
menciptakan LCDCP ( low contact dynamic compression plate) dan ada juga yang membuat inovasi baru dengan cara
merekonstruksi plat yang non-rigid sehingga terjadi pembentukan kalus dengan tidak memasang sekrup yang banyak
Pemasangan plat perlu hati-hati yaitu pada saat melakukan irisan jaringan lunak agar tidak terjadi kerusakan periosteum,
fascia dan otot karena hal itu dapat mengakibatkan nonunion. Penutupan kulit diatas plat sering mengalami kesulitan dan
dapat terjadi nekrosis kulit atau infeksi superfisial. Untuk pencegahan kerusakan jaringan lunak dapat dilakukan dengan Klasifikasi Fraktur Terbuka
pemasangan plat dibawah kulit dan pemasangan sekrup langsung ke tulang dengan bantuan alat fluoroskopi. Dikenal beberapa klasifikasi fraktur terbuka seperti menurut Byrd et al.(1981) yang menekankan pentingnya
Pemasangan fiksasi dalam pada fraktur terbuka mempunyai resiko tinggi terjadi komplikasi infeksi, non-union dan vaskularisasi tulang, kemudian menurut Oestern dan Tscherne (1984) yang menekankan pentingnya tingkat kerusakan
refraktur. Pada beberapa penelitian terdahulu fiksasi luar dianggap sebagai tindakan yang lebih aman pada terapi fraktur jaringan lunak dan luas kontusio otot, serta menurut AO group oleh Muller et al. (1990) yang menekankan berat
terbuka dari pada fiksasi dalam. ringannya cedera kulit, cedera otot dan tendon serta cedera neurovaskuler. (cit. Court-Brown et al, 1996).
Klasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut Gustillo dan Anderson (1976), yang menilai fraktur terbuka
Periosteum tidak hanya penting dalam pembentukan tulang selama perkembangan tetapi juga pada penyembuhan fraktur. berdasarkan mekanisme cedera, derajat kerusakan jaringan lunak, konfigurasi fraktur dan derajat kontaminasi.
Sel-sel pada periosteum dapat melakukan resorpsi tulang oleh osteoclast, membentuk tulang oleh osteoblast sebagai Klasifikasi Gustillo ini membagi fraktur terbuka menjadi tipe I,II dan III
respon terhadap stimuli lokal dan sistemik, dan juga memegang peranan penting dalam metabolisme tulang oleh kayanya
vaskularisasi pada daerah ini. Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson ( 1976 )
Periosteum lapisan dalam yang lebih longgar berisi sel-sel yang mampu menjadi osteoblast yang akan membentuk Tipe Batasan
kartilago hialin dalam pembentukan kalus.
Penyembuhan sekunder (secondary healing) terjadi karena respon pada periosteum dan jaringan lunak disekitarnya I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
dengan pembentukan kalus. Periosteum pada anak relatif lebih tebal, kuat dan dapat menghasilkan kalus dalam waktu
cepat serta dalam jumlah yang sangat banyak. Hal ini sangat berperan pada proses penyembuhan tulang pada anak. II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
Sedangkan kortek tulang yang berperan pada penyembuhan primer (primary healing) begitu terjadi fraktur, akan
III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka, trauma amputasi, luka tembak
memantapkan kembali dirinya dengan melibatkan osteoclast yang berperan sebagai sel peresorbsi tulang pada salah satu
dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur
sisi fraktur. Kemudian dengan aktivasi sistem haversi akan terbentuk jalur (pathway) untuk penetrasi pembuluh darah,
yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.
sehingga memudahkan sel endotel dan sel mesenkim perivaskuler menjadi sel osteoprogenitor untuk osteoblast dalam
membentuk tulang baru. .
Penyembuhan primer terjadi apabila ada kontak langsung yang kuat antara fragmen fraktur seperti fiksasi kompresi rigid
dengan plate and Screw. Fiksasi rigid memerlukan kontak kortikal yang langsung dan pembuluh darah intrameduler yang
utuh. Pada radiograf biasanya tidak akan terlihat adanya kalus yang menjembatani penyembuhan ini. Proses Tipe I berupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen fraktur dan bersih. Kerusakan jaringan lunak
penyembuhan primer ini terutama tergantung pada aktifitas osteoklast dalam melakukan resopsi dari ujung-ujung fragmen sedikit dan fraktur tidak kominutif. Biasanya luka tersebut akibat tusukan fragmen fraktur atau in–out.
yang diikuti dengan pembentukan tulang baru oleh osteblast. Penyembuhan sekunder menunjukkan terjadinya Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak kerusakan jaringan lunak dan fraktur tidak kominutif.
mineralisasi dan penggantian tulang dari matriks kartilago yang secara khas tampak pada radiograf sebagai pembentukan Pada tipe III dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada kulit, jaringan lunak dan putus atau
kalus. Jembatan kalus eksternal akan menambah stabilitas pada tempat fraktur dengan bertambah lebarnya tulang ini. hancurnya struktur neurovaskuler dengan kontaminasi, juga termasuk fraktur segmental terbuka atau amputasi
Penyembuhan sekunder terjadi pada penanganan fiksasi yang tidak rigid seperti pada penggunaan gips, fiksasi luar traumatik.
maupun pada pemasangan intermedullary nail. Klasifikasi ini juga termasuk trauma luka tembak dengan kecepatan tinggi atau high velocity, trauma didaerah
pertanian, fraktur terbuka yang memerlukan repair vaskular, fraktur terbuka lebih 8 jam setelah kecelakaan
Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas dan restorasi fungsi sehingga penderita dapat
kembali pada pekerjaan atau kegiatan semula. Diketahui ada dua pilihan terapi penderita fraktur yaitu secara konservatif Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan Anderson (1976) menjadi tiga
atau operatif. Pada terapi fraktur kruris terbuka derajat III pada prinsipnya adalah debridemen dan irigasi untuk subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC (tabel 3).
membuang jaringan mati dan kontaminasi, pemberian antibiotik dengan cefazolin 1-2 gram dikombinasikan gentamisin IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak, walaupun adanya kerusakan
80 mg setiap 8 jam, pemberian antitetanus dan pemasangan fiksasi luar dengan luka dirawat terbuka. Setiap hari pada jaringan lunak yang luas dan berat.
luka yang terbuka dilakukan debridemen dan irigasi, pemberian suntikan antibiotik selama 3-5 hari pasca operasi dan IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang terlihat jelas atau bone expose,
dilanjutkan secara oral selama 10 hari. terdapat pelepasan periosteum, fraktur kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan
trauma high energy tanpa memandang luas luka.
Definisi Fraktur Terbuka IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan bagian distal dapat dipertahankan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma, baik tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.
trauma langsung maupun tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis,
kekuatan dan arahnya trauma ( Apley & Solomon, 1993; Rasjad, 1998; Armis, 2002).
Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh Gustillo, Mendoza dan Faktor trauma kecepatan rendah atau trauma kecepatan tinggi sangat penting dalam menentukan klasifikasi fraktur
Williams (1984): terbuka karena akan berdampak pada kerusakan jaringan itu sendiri. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
tempat ketinggian, luka tembak dengan kecepatan tinggi atau pukulan langsung oleh benda berat akan mengakibatkan
Tipe Batasan prognosis jelek dibanding trauma sederhana atau trauma olah raga. Penting adanya deskripsi yang jelas mengenai
keluhan penderita, biomekanisme trauma, lokasi dan derajat nyeri. Umur dan kondisi penderita sebelum kejadian seperti
penyakit hipertensi, diabetes melitus, dan sebagainya merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan juga (Apley &
Solomon, 1993; Brinker, 2001).
IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal striping atau terjadi bone Pemeriksaan fisik
expose Dimulai dengan inspeksi (look), palpasi (feel) dan pemeriksaan gerakan ( movement). Pemeriksaan yang harus di lakukan
adalah identifikasi luka secara jelas dan gangguan neurovaskular bagian distal dari lesi tersebut. Pulsasi arteri bagian
IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat kerusakan jaringan lunak. distal penderita hipotensi akan melemah dan dapat menghilangkan sehingga dapat terjadi kesalahan penilaian vaskular
tersebut. Bila disertai trauma kepala atau tulang belakang maka akan terjadi kelainan sensasi nervus perifer di distal lesi
tersebut. Pemeriksaan kulit seperti kontaminasi dan tanda-tanda lain perlu dicatat.

Pemeriksaan radiologis
Armis (2001) membuat klasifikasi fraktur terbuka dengan sistim skoring yang dinamakan Sistem Skoring Sardjito (SSS) Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan keparahan kerusakan tulang dan jaringan lunak yang berhubungan
yang dilakukan dengan memberikan skoring pada setiap variabel yang meliputi kerusakan kulit, kerusakan otot, kondisi dengan derajat energi dari trauma itu sendiri. Bayangan udara di jaringan lunak merupakan petunjuk dalam melakukan
tulang, kondisi neurovaskuler dan derajat kontaminasi kemudian skor dijumlahkan pembersihan luka atau irigasi dalam melakukan debridemen. Bila bayangan udara tersebut tidak berhubungan dengan
daerah fraktur maka dapat ditentukan bahwa fraktur tersebut adalah fraktur tertutup. Radiografi dapat terlihat bayangan
benda asing disekitar lesi sehingga dapat diketahui derajat keparahan kontaminasi disamping melihat kondisi fraktur atau
tipe fraktur itu sendiri Diagnosis fraktur dengan tanda-tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun pemeriksaan
Klasifikasi fraktur terbuka sesuai Sistem Skoring Sardjito (Khairuddin & Armis, 2002). radiologis tetap diperlukan untuk konfirmasi dalam melengkapi deskripsi fraktur, kritik medikolegal, rencana terapi dan
Batasan Skor dasar untuk tindakan selanjutnya. Sedangkan untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan gejala klasik dalam
menentukan diagnosis harus dibantu pemeriksaan radiologis sebagai gold standard.
I. Skin Damage
A.Wound:
Untuk menghindari kesalahan maka dikenal formulasi hukum dua, yaitu:
 < 5 cm long ( in-out) 1
 Two views  (proyeksi AP/Anteroposterior dan Lateral, karena proyeksi yang salah akan dapat memberikan
 5-10 cm 2
informasi yang salah maka pemeriksaan radiologis harus benar-benar AP dan lateral),
 10 cm long 3
 Two joints  (terlihat dua sendi, pada bagian proksimal dan distal fraktur)
B. Condition of Skin:
 Two limbs  ( dua anggota gerak sisi kanan dan kiri)
 No devitalized edge of wound without contussion 1
 Two injuries  ( biasanya pada multipel trauma yang bisa melibatkan trauma di tempat lain dalam tubuh).
 Contused edge of wound/ subcutan or with small area of degloving 2
 Large area of degloving or skin loss or skin avulsion
3 Penanganan Fraktur terbuka
II. Muscle Damage Mengikuti prinsip “4 R” yaitu Recognition, Reduction, Retaining ( retention of reduction ) dan Rehabilitation. Pada
 No muscle contusion or sircumscribed muscle contusion or partial rupture 1 kasus fraktur terbuka diperlukan ketepatan dan kecepatan diagnosis pada penanganan agar terhindar dari kematian atau
 Total rupture of one compartement muscle kecacatan. Penatalaksanaan fraktur terbuka derajat III meliputi tindakan life saving dan life limb dengan resusitasi sesuai
 Muscle defect with extensive muscle crush 2 indikasi, pembersihan luka dengan irigasi, eksisi jaringan mati dan tersangka mati dengan debridemen, pemberian
3 antibiotik pada sebelum, selama dan sesudah operasi, pemberian antitetanus, penutupan luka, stabilisasi fraktur dan
III. Bone Damage fisioterapi. Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat karena jaringan masih inflamasi / infeksi dan
 Simple Fracture: Transverse, Oblique, Spiral, butterfly or with little comminution. 1 sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, kecuali dapat dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca trauma
 Simple Fracture with gross displacement, segmental fracture (little displaced) or moderate
comunition 2 Prinsip penanganan fraktur terbuka derajat III secara umum adalah sebagai berikut:
 Gross comminution, boneloss / defect 1. Pertolongan Pertama.
3 Secara umum adalah untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dan mencegah gerakan-gerakan fragmen yang
dapat merusak jaringan sekitarnya. Stabilisasi fraktur bisa menggunakan splint atau bandage yang mudah
IV. Neurovascular Damage
dikerjakan dan efektif. Luka ditutup dengan material yang bersih dan steril.
 No Neurovascular trauma 1
 Isolated or localized neurovascular trauma 2
2. Resusitasi
 Extensive neurovascular trauma 3
Penatalaksanaan sesuai prinsip ATLS (Advance Trauma Life Support) dengan memberikan penanganan sesuai
V. Contamination
prioritas (resusitasi), bersamaan itu pula dikerjakan penanganan fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi.
 No particle 5
Kehilangan darah yang banyak pada fraktur terbuka derajat III dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan dapat
 Only syperficial particle 10
diperberat oleh rasa nyeri yang dapat menyebabkan syok neurogenik. Tindakan resusitasi dilakukan bila ditemukan
 Deep particle 15*)
tanda syok hipovolemik, gangguan napas atau denyut jantung karena fraktur terbuka seringkali terjadi bersamaan
dengan cedera organ lain. Penderita diberikan resusitasi cairan Ringer Laktat atau tranfusi darah dan pemberian
Note: * Add one for public watering accident or from farm accident or treated after
analgetik selama tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan radiologis dikerjakan setelah kondisi pasien stabil. (Apley
gol den period (deep particle score =15+1=16)
& Solomon, 1993; Trafton, 2000)
Skor untuk fraktur terbuka grade I atau ringan: 10, grade II atau sedang 11-20, grade III atau berat : 21-31. Grade IIIA
3. Penilaian awal.
bila fragmen fraktur masih tertutup jaringan lunak, grade IIIB bila terdapat ekspose fragmen fraktur, dan grade III C bila
Pemeriksaan yang teliti dan hati-hati merupakan dasar dalam observasi dan penanganan awal yang memadai.
terdapat kerusakan pembuluh darah vital sehingga untuk mempertahankan kehidupan bagian distal fraktur membutuhkan
tindakan repair. (Khairuddin & Armis, 2002; Supriyanto & Armis, 2004 ). Fakta-fakta pada pemeriksaan harus direkam dengan baik termasuk trauma pada daerah atau organ lain dan
komplikasi akibat fraktur itu sendiri. (Rasjad, 1998; Trafton, 2000).
Diagnosis Fraktur Terbuka 4. Terapi Antibiotik dan Anti Tetanus Serum (ATS)
Riwayat
Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah terjadinya trauma. Antibiotik adalah yang ORIF ( Open Reduction and Internal Fixations )
berspektrum luas yaitu sefalosporin generasi I (cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid A. Reduksi tertutup diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut:
(gentamisin 1-2 mg/kg BB tiap 8 jam) selama 5 hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan setiap hari dengan 1). Fraktur dengan tak ada pergeseran,
memperhatikan sterilitas, dan pemberian antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru. 2). Fraktur yang stabil setelah reposisi/ reduksi,
Bila dalam perawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan pemeriksaan kultur dan sensifitas ulang 3). Fraktur pada anak-anak,
untuk penyesuaian ulang pemberian antibiotik yang digunakan. 4). Cedera jangan luk minimal
Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur kruris terbuka derajat III berhubungan dengan kondisi luka yang 5). Trauma berenergi rendah.
dalam, luka yang terkontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan sepsis. B. Reduksi terbuka diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut:
Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti tetanus dapat diberikan gamaglobulin anti tetanus 1). kagagalan dalam penanganan secara reduksi tertutup,
manusia dengan dosis 250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa , 125 unit pada usia 5-10 tahun dan 2). fraktur yang tidak stabil,
75 unit pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan serum anti tetanus dari binatang dengan dosis 1500 unuit 3). fraktur intraartikuler yang mengalami pergeseran dan
dengan tes subkutan 0,1 selama 30 menit. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 4). fraktur yang mengalami pemendekan.
1 dosis boster 0,5 ml secara intramuskuler.
Pemasangan Fiksasi dalam sering menjadi pilihan terapi yang paling diperlukan dalam stabilisasi fraktur pada umumnya
5. Debridemen termasuk fraktur kruris terbuka derajat III. Pilihan metode yang dipergunakan untuk fiksasi dalam ada beberapa macam
a. Ambil sample dari luka untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas pra debridemen yaitu:
b. Pembersihan luka dengan irigasi cairan fisiologis sebanyak 6-10 liter. a. Pemasangan plate and screws
c. Jaringan mati atau fragmen tulang kecil yang mati maupun benda asing dibuang. Pemasangan fiksasi dalam pada fraktur terbuka mempunyai resiko tinggi terjadi komplikasi infeksi, non-union
d. Pembuluh darah vital untuk bagian distal yang terputus dilakukan repair. dan refraktur. Pada penelitian awalnya pemasangan plat pada fraktur terbuka diketahui telah memperbaiki fraktur
e. Saraf yang terputus diberi tanda pada ujung saraf untuk dilakukan delayed repair dengan penyambungan kortek langsung tanpa pembentukan kalus. Osteosit langsung menyeberangi gap antar
f. Reposisi fragmen fraktur. fragmen fraktur. Tapi pada kenyataannya terjadi osteogenesis meduler dan sedikit pembenrukan kalus
g. Pengambilan sampel pada luka yang bersih untuk kultur dan tes sentifitas pasca debridmen. periosteum. Pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa pada pemasangan plat itu sendiri telah mengganggu
h. Luka dibiarkan terbuka atau dilakukan jahitan parsial, bila perlu ditutup setelah satu minggu dimana oedem vaskularisasi ke kortek tulang oleh plat yang berakibat gangguan aliran darah yang menyebabkan nonunion.
sudah menghilang. Mengatasi permasalahan ini para pakar AO/ASIF dari Swiss telah menciptakan antara lain LCDCP (limited
i. Fiksasi awal yang baik untuk fraktur terbuka kruris derajat III adalah fiksasi eksternadengan external fixation contact dynamic compression plate) dan ada yang membuat inovasi baru dengan merekonstruksi plat yang non-
device sehingga akan mempermudah dalam perawatan luka harian. Bila fasilitas tidak memadai, pemasangan rigid dengan tidak memasang sekrup yang banyak sehingga terjadi pembentukan kalus (Matter, 1997 cit. Trafton,
gips sirkuler dengan jendela atau temporary splinting dengan gips atau traksi dapat digunakan dan kemudian 2000 ). Pemasangan plat perlu hati-hati dalam melakukan irisan jaringan lunak agar tidak terjadi kerusakan
dapat direncanakan operasi pemasangan fiksasi interna setelah luka baik (delayed internal fixation). periosteum, fascia dan otot karena dapat mengakibatkan nonunion. Penutupan kulit diatas plat sering mengalami
j. Pemakaian suntikan antibiotik dilanjutkan 3-5 hari, dimonitor tanda klinis dan penunjang kesulitan dan dapat terjadi nekrosis kulit atau infeksi superfisial. Untuk pencegahan kerusakan jaringan lunak
k. Bila dalam perawatan harian di bangsal ditemukan gejala dan tanda infeksi dilakukan debridemen dan dilakukan dengan pemasangan plat dibawah kulit dan sekrup langsung dipasang ke tulang dengan bantuan alat
pemeriksaan kultur dan sensitifitas ulang untuk mendapatkan penanganan yang memadai. (Apley & Solomon, fluoroskopi
1993; Behrens, 1996; Rasjad, 1998; Trafton, 2000; Hutagalung , 2003 ).
b. Pemasangan screws or wires
6. Penanganan jaringan lunak. Untuk melakukan fiksasi fraktur diafisis jarang menghasilkan fraktur yang stabil. Pemasangan skru banyak
Pada kehilangan jaringan lunak yang luas dapat dilakukan soft tissue tranplantation atau flap pada tindakan digunakan dalam fiksasi fraktur intraartikuler dan periartikuler baik digunakan secara tunggal atau kombinasi
berikutnya, sedangkan tulang yang hilang dapat dilakukan bone grafting setelah pengobatan infeksi berhasil baik. bersamaan dengan pemasangan plat atau external fixation device. (Behrens, 1996).
7. Penutupan Luka
Pada luka yang kecil dan tidak banyak kontaminasi setelah dilakukan debridemen dan irigasi dapat langsung c. Pemasangan intramedullary nai/ rods
dilakukan penutupan secara primer tanpa tegangan. Pada luka yang luas dan dicurigai kontaminasi yang berat Pada pemasangan reamed intramedullary nails dapat menyebabkan ujung-ujung fragmen fraktur diafisis
sebaiknya dirawat secara terbuka, luka dibalut kassa steril dan dilakukan evaluasi setiap hari. Setelah 5-7 hari dan mengalami robekan periosteum kehilangan blood supply sehingga meningkatkan kejadian infeksi dan nonunion.
luka bebas dari infeksi dapat dilakukan penutupan kulit secara sekunder atau melalui tandur kulit. Pada anak Beberapa penelitian awal menyimpulkan bahwa penggunaan unreamed intramedullary nails pada fraktur tibia
sebaiknya dihindari perawatan terbuka untuk menghindari terjadi khondrolisis yaitu kerusakan epiphyseal plate terbuka cukup aman terhadap vaskularisasi intrameduler dan direkomendasikan untuk stabilisasi fraktur terbuka
akibat infeksi. Penyambungan tulang pada anak relatif lebih cepat maka reposisi dan fiksasi dikerjakan secepatnya derajat I,II dan III A, sedangkan untuk derajat IIIB dan IIIC sementara disarankan dengan
untuk mencegah deformitas. traksi atau fiksasi luar. Secondary nailing dilaksanakan setelah fiksasi luar dengan syarat tidak ada tanda infeksi
lokal maupun pin tract infection.
8. Stabilisasi fraktur
Dalam melakukan stabilisasi fraktur awal penggunaan gips sebagai temporary splinting dianjurkan sampai dicapai d. Pemasangan external fixation devices
penanganan luka yang adekuat, kemudian bisa dilanjutkan dengan pemasangan gips sirkuler atau diganti fiksasi Akhir-akhir ini para pakar lebih tertarik pemasangan fiksasi luar dari pada pemasangan plat. Menurut Van der
dalam dengan plate and screw, intermedullary nail atau external fixator devices sebagai terapi stabilisasi definitif. Linden dan Larson (1979) pada penelitian pemasangan plat dibanding konservatif ternyata angka infeksi lebih
tinggi pada pemasangan plat seperti infeksi superfisial, nekross kulit dan osteomielitis. Kejadian infeksi pada
Pemasangan fiksasi dalam dengan plate and screw pada fraktur terbuka dengan kontaminasi tidak direkomendasikan.
pemasangan plat akan memerlukan operasi berulangkali. Sedangkan Clifford et al.( 1988) menyarankan
Namun demikian fiksasi dalam dapat dipasang setelah luka jaringan lunak baik dan diyakini tidak ada infeksi lagi.
pemasangan plat dilaksanakan untuk stabilisasi fraktur terbuka derajat I dan derajat II dan fraktur avulsi. Menurut
Penggunaan fiksasi luar (external fixation devices) pada fraktur terbuka derajat III adalah salah satu pilihan untuk
Bach dan Hansen (1989) yang membandingkan pemasangan plat dengan fiksasi luar pada fraktur kruris terbuka
memfiksasi fragmen-fragmen fraktur tersebut dan untuk mempermudah perawatan luka harian.
menyimpulkan bahwa pemasangan plat kurang ideal pada fraktur terbuka derajat II dan III. ( cit. Court-Brown et
Imobilisasi Gips ( Plaster of Paris) al., 1996).
Penggunaan gips sebagai fiksasi agar fragmen-fragmen fraktur tidak bergeser setelah dilakukan manipulasi / reposisi Penggunaan fiksasi luar yang pernah sangat populer di Eropa dan Amerika mempunyai resiko terjadinya
atau sebagai pertolongan yang bersifat sementara agar tercapai imobilisasi dan mencegah fragmen fraktur tidak merusak komplikasi pada tempat masuknya pin (pin tract infection) sebesasr 20-42%, dan resiko terjadi malunion sebagai
jaringan lunak disekitarnya. Keuntungan lain dari penggunaan gips adalah murah dan mudah digunakan oleh setiap akibat reduksi yang kurang memadai dan akibat pelepasan fiksasi yang terlalu awal setelah lama pemasangan. Pada
dokter, non toksik, mudah digunakan, dapat dicetak sesuai bentuk anggota gerak, bersifat radiolusen dan menjadi terapi fraktur diafisis tibia pemasangan fiksasi luar dengan unilateral frame external fixator merupakan indikasi tetapi
konservatif pilihan Pada fraktur terbuka derajat III dimana terjadi kerusakan jaringan lunak yang hebat dan luka pada fraktur yang tibia proksimal atau lebih distal penggunaan multiplanar external fixator yang lebih tepat.
terkontaminasi penggunaan gips untuk stabilisasi fraktur cukup beralasan untuk mempermudah perawatan luka. (Court-Brown et al., 1996).
Setelah luka baik dan bebas infeksi penggunaan gips untuk fiksasi fraktur dapat dilanjutkan untuk menunjang secundary
bone healing dengan pembentukan kalus. Komplikasi fraktur terbuka
1. Komplikasi Umum
Syok, koagulopati difus atau gangguan fungsi pernapasan yang dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah trauma
dan setelah beberapa hari kemudian akan terjadi gangguan metabolisme berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi
umum yang lain dapat berupa sindrom peremukan (crushing syndrome), emboli lemak, trombosis vena dalam, infeksi
tetanus atau gas gangren.

2. Komplikasi Lokal Dini.


Komplikasi dalam 1 minggu pertama pasca trauma disebut sebagai komplikasi lokal dini dan bila lebih 1 minggu
setelah trauma disebut sebagai komplikasi lokal lanjut. Macam komplikasi lokal dini dapat mengenai tulang, otot,
jaringan lunak, sendi, pembuluh darah, saraf, organ visceral maupun timbulnya sindrom kompartemen atau nekrosis
avaskuler.

3. Komplikasi Lokal Lanjut.


Komplikasi pada tulang, osteomielitis kronis, kekakuan sendi (joint stiffness), degenerasi sendi, batu saluran kemih
maupun neurosis pasca trauma. Dalam penyembuhan fraktur dapat juga terjadi komplikasi karena teknik,
perlengkapan ataupun keadaan yang kurang baik, sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi, nonunion, delayed
union, malunion, kekakuan sendi.
Fraktur Terbuka
Klasifikasi Fraktur terbuka Menurut Gustilo dan Anderson, sebagai
Derajat I
Luka kecil biasanya akibat tusukan fragmen dan bersih, kerusakan jaringan lunak sedikit < 1cm dan tak kominutif.

Derajat II
Panjang luka >1cm tapi tak banyak kerusakan jaringan lunak dan fraktur tak kominutif.

Derajat III
Kerusakan hebat pada kulit, jaringan lunak dan struktur neurovascular dengan kontaminasi, Mayo Classification – Scapula Fracture
III Afragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak,
III B fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan lapisan periosteum, fraktur kominutif,
III C trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar bagian distal dapat dipertahankan, terjadi kerusakan jaringan
lunak hebat.

Trauma high-velosity termasuk klasifikasi IIIB atau IIIC walaupun lukanya kecil tapi terjadi kerusakan jaringan lunak
dibawahnya sangat hebat. Insidensi infeksi derajat I 2% dan derajat II 10%.

EKSTREMITAS SUPERIOR
--------------------------------------------- RD Collection 2002 ---------------------------------------------------

Fraktur Skapula
Akibat trauma langsung.. Fraktur korpus dan kollum scapula umumnya terjadi pergeseran akibat tarikan otot-otot yang
melekat disitu
Terapi  konservatif (Istirahat dan mobilisasi dini setelah sakit hilang.)

Trauma sendi akromioklavikularis


Sendi ini kurang stabil dan mudah terjadi Subluksasi. Dislokasi komplet terjadi akibat ruptur total ligamentum
akromioklavikularis dan korakoklavikularis.
Klasifikasi :
I. Sratin, Ligamen intak
II. Subluksasi  Robekan ligamen (+) klavikula tidak terangkat karena ligamn Korako-klavikuler utuh
III. Dislokasi . Robekan kedua ligamen dan klavikula terangkat

Dislokasi sendi sternoklavikularis


Terbagi menjadi anterior dan posterior. Dislokasi posterior akan menekan organ-organ dalam sehingga perlu tindakan
emergency
UNION terjadi 3 minggu disertai kallus yang menonjol dimana pada anak akan hilang sebab mempunyai daya
Trauma Otot-otot Rotator / Rotator Cuff remodelling
Otot Rotator terdiri dari :
1. Supraspinatus ( atas )
2.
3.
Infraspinatus ( belakang )
teres minor Fraktur Humerus ----------------------- RD Collection 2002
4. Subskapula ( depan )
Klasifikasi NEER
Otot ini berfungsi sebagai stabilisator, sehingga robekan kecil pada otot supraspinatus menimbulkan Tendinitis I. Pergeseran < 1 cm dengan angulasi < 450
supraspinatus dan bila robekan luas penderita tidak bisa abduksi II. Fraktur collum anatomikum, pergeseran > 1 cm
Terapi  repair III. Fraktur collum chirrugikum dengan pergeseran dan angulasi

Dislokasi sendi bahu -------------------- RD Collection 2002


IV.
V.
Fraktur tuberkulum majus dengan 2 atau 3 fragmen
Fraktur tuberkulum majus dengan lebi 2 fragmen
VI. Fraktur dislokasi
Sendi bahu / sendi humeri yang dikenal sebagai sendi humeroskapularis. Dibagi menjadi :
Anterior Macamnya :
Kejadian paling sering, dimana kaput humeri bergeser ke medial dibawah prosesus korakoideus 1. Fraktur Kollum Chirrugikum humeri
Komplikasi : Pada anak muda dipikirkan reposii terbuka dengan fiksasi interna
1. Kerusakan saraf regio axillaris Terapi  Imobilisasi collar and cuff selama 3 minggu
2. Kerusakan kapsul sendi
3. Kekakuan sendi
4. Dislokasi rekurens  lakukan tes Apprehension
Cara : Abduksi dan rotasi eksterna , terlihat raut muka penderita ketakutan dan mencoba melawan tindakan
2. Fraktur Shaft humerus
tersebut.  Instabilitas anterior (+)
Setiap fraktur humerus tengah dapat mengenai saraf radial, karena saraf ini melewati sulkus nervi radialis yang
terletak dibagian tengah dan belakang humerus.
Terapi :
Komplikasi : RADIAL PALSY
Hipokrates metode Terapi :
Handuk atau kain dililitkan di regio aksillaris penderita, operator melakukan tarikan pada posisi semi abduksi Konservatif  Collar and Cuff, hanging cast
lengan Operatif
1. Radial palsy non union
KOCHER metode  4 manuver 2. Gangguan vaskuler
i. Siku difleksikan 900 lakukan traksi ssuai aksis humerus
ii. Humerus dirotasi eksterna Radial palsy akan sembuh sekitar 6-8 minggu, bila tidak pulih lakuakan EMG dan eksplorasi
iii. Selanjutnya humerus digeser kemedial (adduksi) diatas dada penderita
iv. Humerus dirotasi interna dengan memutar lengan bawah kedalam 3. Fraktur Suprakondilaris humeri
--------------------------- Post reposisi  Imobilisassi dengan sling 2 minggu
Berdasarkan pergeseran fragmen distal ada 3 type :
I. Fragmen tanpa pergeseran
Posterior II. Fragmen dengan pergeseran tetapi masih ada kontak
Kejadian sangat jarang karena tidak mempunyai ruangan diposterior maka kaput humeri masih tetap dilateral tapi berada III. Fragmen distal dan proksimal tidak ada kontak
di posterior dalam fosa infraspinatus.
Diagnosis klinis ditegakkan, dimana bentuk segiempat pada bahu, kaput humeri tidak pada tempatnya. Terapi :
Anak-anak  reposisi tertutup
Dewasa  Collar and Cuff selama 3 minggu
--------------------------------- Hasil reposisi dievaluasi dengan sudut Baumann
Fraktur Clavicula ---------------------- RD Collection 2002
Anatomi
Penyebab biasanya trauma langsung /direct atau tidak langsung/indirect , misal jatuh dengan tangan / siku menumpu. Sendi siku terjadi antara trochlea dan capitulum humerus dengan incisura trochlearis ulnae dan caput radii. Sendi siku
dillalui oleh beberapa bangunan, di sebelah anterior terdapat muskulus brachialis, tendo muskulus biceps, nervus
Diagnosis medianus dan arteri brachialis. Di sebelah posterior terdapat muskulus biceps dan bursa minor. Nervus ulnaris
Riwayat  waktu jatuh posisi tangan menumpu terdapat di sebelah medial dan tendo muskulus ekstensor communis dan muskulus supinator terletak di lateral.
Deformitas  menonjol, udem, fr. 1/3 lateral tanpa ruptur lig korakoklavikulare deformitas tidak jelas Suprakondilar humerus terletak di bagian distal dari humerus, tulang tersebut kurang kuat dibanding tempat lain
Nyeri tekan (tenderness) karena adanya fossa koronoid, fossa olekranon dan fossa radii. Kolum medial suprakondilar lebih tipis dan substansi
Krepitasi tulang kurang bila dibanding dengan kolum lateral suprakondilar. Sendi siku mampu untuk melakukan gerakan fleksi
Penunjang  radiologi dan laboratorium dan ekstensi, dimana gerakan fleksi dilakukan oleh muskulus brachialis, muskulus biceps, muskulus brachioradialis
dan muskulus pronator teres. Sedangkan gerakan ekstensi dilakukan oleh muskulus triceps dan muskulus anconeus.
Penatalaksanaan
Konservatif  Pasang ransel verban (Figure of eight0 sampai rasa sakit hilang
Operatif  Indikasi
1. Fraktur terbuka
2. Ruptur lig korakoklavikulare Dari proyeksi anteroposterior (AP), perlu dinilai
3. Gangguan neurovaskuler sudut yang di bentuk oleh garis longitudinal
4. Delayed / non Union humerus dan garis yang melalui koronal kapitulum
5. Kosmetik humeri, sudut ini disebut sudut bowman. Normal
didapatkan sudut bowman sebesar 800 – 890, bila
didapatkan sudut ini kurang dari 50, dikatakan
bahwa posisi tulang tersebut tidak aceptable. Sudut
Diagnosis
yang lain yaitu sudut antara diaphisis dan
metaphisis, sebesar 900.
Dari anamnesa didapatkan adanya riwayat jatuh dengan lengan sebagai tumpuan. Bila traumanya baru saja terjadi atau
Proyeksi lateral, normal didapatkan garis antero humeral akan melewati pusat osifikasi pada kondilus humeri dan frakturnya tidak mengalami pergeseran atau sedikit bergeser, anak akan mengeluhkan nyeri dan bengkak yang minimal,
bagian distal dari kondilus akan membentuk sudut ke anterior sebesar 400. dan temuan yang paling khas adalah perlunakan pada ujung humerus bagian distal.
Pada trauma ringan kedudukan fragmen distal tidak akan bergeser atau undisplaced. Siku akan terlihat sedikit bengkak
dibanding siku yang sehat, dan kadang – kadang terlihat akan terlihat normal bila jumlah perdarahan sedikit.
Pada trauma yang lebih berat dapat menimbulkan angulasi ke posterior, bahkan sampai mengalami pergeseran fragmen
distal ke posterior, namun hubungan kedua fragmen sebagian masih terlihat, atau pada trauma yang lebih hebat lagi
maka fragmen distal akan terlepas dari fragmen proksimal dan berada di posterior dan migrasi ke proksimal.
Sewaktu jatuh pada umumnya lengan dalam keadaan pronasi, ini akan menyebabkan fragmen distal mengalami rotasi
ke dalam. Akibatnya kortek sebelah medial dari fragmen distal relatif akan berada di arah posterior dari fragmen
proksimal, sementara sisi lateral masih dalam kedudukan semula. Dengan demikian kedudukan fragmen distal akan
mengalami adduksi, rotasi ke dalam sehingga fragmen distal akan mengalami pergeseran ke arah posteromedial
akibatnya ujung dari fragmen proksimal akan mencederai nervus radialis. Dan bila pergeseran fragmen ke arah
posterolateral aakan mencederai arteri radialis dan nervus medianus.
Ujung fragmen proksimal akan berada di anterior dan dapat mencederai muskulus brakhialis, arteri brakhialis, nervus
radialis nervus medianus atau nervus ulnaris. Dengan adanya trauma yang keras dan terjadi pergeseran dari fragmen,
maka pembengkakan dan deformitas pada siku akan menjadi lebih jelas. Besarnya pembengkakan tergantung pada
keparahan dari fraktur dan lama terjadinya trauma.
Pada pemeriksaan fisik yang penting adalah menilai fungsi dari neuromuskuler pada sebelah distalnya. Tanda – tanda
gangguan vaskulus meliputi nyeri, pucat, sianotik, tidak ada pulsasi atau paralysis, ini merupakan tanda terjadinya “
volkman’s ischemi”.
Pemeriksaan radiologis akan terlihat fat pad sign, kedudukan kedua fragmen tidak terjadi pergeseran, kadang – kadang
Mekanisme dan Patofisiologi garis fraktur tidak terlihat. Dalam keadaan normal fat pad sign akan berada di luar sinovia tapi intra kapsuler sendi
1. TIPE EKSTENSI disebelah anterior dan posterior. Dengan adanya hamarthrosis akan menyebabkan pergeseran letak fat pads.
Akibat trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada siku, lengan bawah dalam posisi Pemeriksaan radiologis penting untuk konfirmasi diagnosis. Sebelumnya lengan harus diimobilissasi dengan posisi
supinasi dengan siku hiperekstensi dengan tangan yang terfiksasi, olekranon terdorong ke depan ekstensi, kedudukan fleksi yang berlebihan harus dihindari karena ada kemungkinan gangguan dari neurovaskulernya.
sehingga terjadi fraktur. Garis fraktur selalu melewati fossa olekranon dan pada kolum medial dan lateral Pada anteroposterior, dinilai garis fraktur apakah transversal atau oblik, fragmen distal angulasi ke lateral atau medial.
metaphise. Fragmen distal dari fraktur akan terdorong ke arah posterior dan proksimal, hal ini karena Posisi lateral akan menunjukkan fragmen distal akan bergeser ke anterior atau posterior.
gaya fraktur yang diteruskan ke atas melalui tulang lengan bawah dan disebabkan tarikan muskulus
biceps, sehingga fragmen ini akan miring ke lateral atau medial dan berotasi ke medial. Dari proyeksi Penatalaksanaan
anterior, ujung distal dari fragmen proksimal akan menembus periosteum dan mengenai muskulus Pada prinsipnya mengembalikan fragmen ke posisi anatomis dan mempertahankan kedudukan tersebut dan mencegah
brachialis dan muskulus biceps brachii. Akibatnya akan terjadi perdarahan local dan pembengkakan. terjadinya komplikasi.
Nervus dan pembuluh darah akan mengalami laserasi karena fragmen tulang. Sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis, perlu dilakukan immobilisasi dengan bidai. Pada fraktur tipe ekstensi,
posisi fleksi pada siku harus dihindari karena menyebabkan kerusakan labih lanjut dari system neurovaskular. Anggota
2. TIPE FLEKSI gerak dibuat immobilisasi degan bidai pada posisi yang mengalami deformitas, dengan posisi siku ekstensi dan lengan
Anak jatuh pada telapak tangan dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam bawah pronasi. Sirkulasi harus selalu dicek sebelum dan selama melakukan tindakan reposisi. Penanganan fraktur
posisi sedikit fleksi. Kortek anterior akan mengalami pergeseran sehingga pada fragmen distal akan ke suprakondilar tergantung tipe dari fraktur tersebut.
anterior pada bidang sagital, dan pada bidang coronal, fragmen distal akan bergeser ke lateral. Sehingga Pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi :
fragmen distal pada fraktur tipe ini akan bergeser ke arah anterior dan proksimal. jarang terjadi
Tipe I
komplikasi neurovaskular, yaitu cedera nervus ulna biasanya karena terkena ujung dari fragmen
proksimal.
Tanpa pergeseran, immobilisasi dengan posisi siku fleksi tidak lebih dari 900. Bila terdapat pergeseran
penanganannya dengan menggunakan back slap long arm dengan posisi siku fleksi.
Klasifikasi Fleksi dilakukan sampai 1200 sehingga lebih stabil dan juga pada posisi ini dapat mengurangi resiko terjadinya trauma
Pada prinsipnya, klasifikasi fraktur suprakondilar tipe ekstensi dibagi berdasarkan derajat pergeseran neurovaskular karena tindakan. Untuk reposisi tertutup perlu relaksasi yang sempurna dan hanya bisa dicapai dengan
fragmen distal terhadap fragmen proksimal. anestesi umum, operator menarik lengan bawah sedikit fleksi 300 dan supinasi.
Gartland ( 1959 ), membagi 3 Type : Fleksi 300 tersebut untuk melindungi kerusakan pembuluh darah dan saraf akibat tegangan karena tarikan. Operator
I undisplaced or minimally displaced melakukan koreksi posisi pada fragmen distal. Bila berada di medial dilakukan dorongan ke lateral agar berada satu garis
IA : non displaced dengan fragmen proksimal, demikian juga sebaliknya. Setelah itu kedua ibu jari operator berada pada posisi posterior
IB : medial impaction fragmen distal mendorong ke anterior disertai tekanan jari – jari lain yang berada di humerus proksimal ke dorsal,
Pada tipe I, fraktur tanpa adanya pergeseran dari kedua fragmen, kadangkala garis fraktur sukar kemudian dilakukan fleksi maksimum.
dilihat pada gambaran radiologis.

II displaced with angulasi and rotation


IIA : posterior angulasi
IIB : malrotation with or without posterior angulation.

III displaced complete


IIIA : fragmen distal ke arah posteriormedial
IIIB : fragmen distal ke arah posteriorlateral
1. Cedera pada arteri brakhialis, dimana hal ini akan menyebabkan terjadinya volkman’s iskemik. Kelainan ini
akan menyebabkan nekrosis dari otot dan saraf tanpa disertai ganggren perifer. Gejala dari volkman’s iskemi
adanya pain, pallor, hilangnya pulsus, parestesi dan paralysis.
2. Cedera saraf yang paling sering terjadi adalah cedera pada nervus radialis, nervus median dan nervus ulna.
3. Myositis osifikans, jarang terjadi dan biasanya terjadi karena manipulasi yang berlebihan atau
terjadi pada reposisi terbuka yang terlambat dilakukan.
4. Malunion dapat merupakan komplikasi dari fraktur ini, biasanya terjadi kubitus varus, disebabkan
reposisi yang tidak adekuat.

Sedangkan pada fraktur suprakondilar tipe fleksi


1. Cedera nervus ulna merupakan komplikasi yang sering terjadi.
2. Malunion dapat juga terjadi pada fraktur ini yaitu terjadi kubitus varus.

4. Iskhemik Volkman  klinis 5P


1. Pulseless (denyut nadi lemah –hilang )
2. Pallor (warna biru / pucat )
3. Pain
4. Paresthesia (rasa tebal )
5. Parese atau Paralise (kekuatan otot lemah sp lumpuh)

5. Kontraktur Volkman
Akibat m. Fleksor digitorum profundus mati diganti jaringan fibrous.
Jari-jari posisi fleksi  CLAW HAND
Posisi dipertahankan selama 3 sampai 4 minggu, dengan pemeriksaan radiologis pada satu minggu pertama dan minggu
terakhir.

Tipe II : Trauma Siku --------------------------------------------- RD Collection 2002


Bila fraktur disertai angulasi dengan aligment yang masih bagus, lebih adekuat untuk dilakukan tindakan minimal
reposisi. Reposisi dilakukan dengan siku dalam keadaan pronasi dan fleksi tidak lebih dari 1200, Fraktur Kondilus Lateralis humeri  sangat penting
Bila disertai rotasi dipilih percutaneus pinning. Percutaneus pinning yang digunakan yaitu fiksasi dengan k-wire, 1. Pada anak masih kartilagineus sehingga sering tidak terdiagnosa pada X-ray.
dilakukan setelah kedudukan anatomis kedua fragmen tercapai menghasilkan immobilisasi yang cukup bagus. Dan menyerang pusat pertuimbuhan ( epiphyseal plate)
Pemasangan pinning yang paling stabil dapat dilakukan dengan cara pin yang mennyilang dari kondilus lateral dan 2. menimbulkan malunion atau non union
kondilus medial. Kontra indikasi pemasangan percutaneus pinning antara lain oedem hebat, reposisi tertutup yang tidak 3. Tempat Origo otot ekstensor shingga fragmen akan bergeser
tercapai, fraktur kominutuif dan fraktur terbuka. 4. Terjadi kerusakanepiphyseal dan fraktur intraartikuler

Tipe III : Fraktue Epikondilus Medialis humeri


1. reposisi Merupakan tempat origo otot fleksor.
2. percutaneus pinning dengan fiksasi k-wire Komplikasi  Ulanr palsy
3. reposisi terbuka Klasifikasi radiologis :
I. Fraktur pada satu kondilus
Reposisi terbuka atau operasi pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi dilakukan pada reposisi tertutup yang gagal, II. Fraktur Inter-kondiler
fraktur terbuka atau gangguan neurovaskuler. III. Fraktur kominutif  sering bersama fraktur suprakondiler
Pada pembengkakan yang hebat akan terjadi hematom yang banyak di daerah tersebut, maka perlu dikeluarkan sehingga
penekanan terhadap neurovaskuler akan berkurang. Kejelekan dilakukannya open reduksi antara lain terjadinya Terapi  non displaced , gips sirkuler 6 minggu
kekakuan sendi, terjadinya myositis osifikan, iskhemik dan kerusakan pada tempat pertumbuhan tulang dan adanya
resiko infeksi.

Reposisi dikatakan berhasil bila baik secara klinis atau radiologis. Secara klinis dikatakan baik bila :
1. sendi siku dapat fleksi maksimal, bila tidak bisa fleksi maskimal kemungkinan sudut antara sumbu longitudinal Fraktur Olekranon
humeri dengan kondilus belum tercapai atau adanya interposisi jaringan lunak antara kedua fragmen. Tempat insersi otot Trisep brachii, sehingga bila terjadi fraktur akan terjadi pergeseran ke proksimal.
2. setelah hiperfleksi secara hati – hati, dilakukan ekstensi dan dibandingkan dengan sisi yang sehat. Klasifikasi :
I. Tanpa pergeseran  gips sirkuler
Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah reposisi, dengan foto posisi AP dan lateral. Untuk posisi lateral dinilai sudut II. Dengan pergeseran  Screw atau TBW
longitudinal humeri dan distal kondilar. Dinilai apakah ada crescent sign, yang berarti terjadi kubitus varus. Pada posisi III. Kominutif  Eksisi fragmen dan melekatkan kembali otrisep pada olekranon
AP, dinilai sudut bowman, sudut diaphisis – metaphisis. Bila fragmen distal terjadi rotasi tampak gambaran fish tail.
Hasil reposisi dikatakan adekuat bila tidak terjadi angulasi ke lateral atau medial, pergeseran ke medial atau lateral tidak Dislokasi sendi siku
lebih dari 25% dan angulasi ke posterior tidak lebih dari 100. Perbedaan sudut bowman antara sisi yang sehat dan yang Sendi siku terdiri dari :
sakit tidak lebih dari 40. Rotasi ke medial merupakan predisposisi terjadinya kubitus varus karena akan terjadi angulasi 1. Humero-ulnaris
koronal. Walaupun adanya rotasi tersebut bukan merupakan deformitas dan rotasi lengan akan di koreksi oleh sendi 2. Humero-radialis
bahu. Manipulasi yang berulang sebaiknya dihindari karena akan mencederai pembuluh darah dan saraf. 3. Radio-ulnaris

Komplikasi Pada trauma ini penting periksa neurovaskuler bagian distal.


Pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi komplikasi yang paling sering terjadi cedera pembuluh darah dan saraf. Terapi  Reposisi segera
Cara : siku difleksikan, olekranon didorong kedistal, selanjutnyagipssirkuler 3 minggu
Komplikasi :
1. Trauma vaskuler Fraktur antebrachii distal
2. kekakuan sendi
Anatomi, Fisiologi dan Mekanisme :
3. Miositis ossifikans
Lengan bawah mempunyai dua tulang, yang radius dan ulna yang ke distal berakhir dan membentuk persendian
radioulnaris distal dan persendian dengan tulang carpalia. Stabilitas persediaan ini dipertahankan oleh 5 struktur :
1. ligamentum radio – ulnaris volaris
---------------------------------------------------------------------------------------
2. ligamentum radio – ulnaris dorsalis
Fraktur Antebrachii ------------ RD Collection 2002 3. tendon m. extensor carpi ulnaris dalam “fibro osseus tunnelnya”
4. fibro – cartilage disc.
5. ligamentum collateralis ulnaris.
ANATOMI Tulang radius ke arah distal membentuk permukaan yang lebar sampai persendian dengan tulang carpalia. Dan peralihan
Tulang radius dan ulna tidak saja sebagai penghubung lengan atas dan maupun tangan tapi mempunyai fungsi pronasi antara dense cortex dan cancellous bone pada bagian distal merupakan bagian yang sangat lemah dan mudah terjadi
dan supinasi dengan gerakan radius dan ulna. Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulna yang fraktur. Penting sekali diketahuii kedudukan anatomis yang normal dari pergelangan tangan, terutama posisi dari ujung
diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkar kapitupulum radius dan di distal oleh sendi radioulna yang distal radius.
diperkuat oleh ligamentum radiuulna yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membran interosea Perlu diperhatikan 3 ukuran yang utama :
memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat. Oleh karena itu, patah yang
1. Radial height :
hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu tulang saja hampir selalu Yaitu jarak proccesus styloideus radii terhadap ulna.
disertaii dislokasi sendi radioulna yang dekat dengan patah tersebut. Diukur dari jarak antara garis horizontal yang ditarik
Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antar tulang yaitu musculus supinator, musculus pronator teres, melalui ujung procesus styloideus radii dan melalui
musculus pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi dan supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain
ujung distal ulna. Ukuran normalnya kira-kira 1 cm.
yang berinsersi dengan radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi
2. Derajat “ulna tilt” atau “ulna deviation” dari permukaan sendi ujung distal radius pada posisi anterior posterior.
terutama radius. Normal, permukaan sendi ini letaknya miring menghadap ke ulnar. Derajat miringnya diukur dari besarnya sudut
antara garis horizontall yang tegak lurus pada sumbu radius dan garis yang sesuai dengan permukaan sendi.
Antebrachii terdiri atas dua buah tulang parallel yang berbeda panjang bentuknya ; os radius dan os ulna. Disebelah Normal : 15 – 30 derajat, rata-rata 23 derajat.
proksimal membentuk tiga persendian sedangkan sebelah distal dua persendian. Tulang radius, lebih pendek daripada
ulna, bentuk lebih melengkung dan bersendi dengan os ulna pada bagian proksimal dan distal “radio-ulnar joint” 3. Derajat “volar tilt” (volar deviation) dari permukaan sendi radius pada posisi lateral.
yang bersifat rotator. Antara kedua tulang ini juga dihubungkan oleh membran interroseus, suatu jaringan fibrous yang Normal : permukaan sendi ini miring menghadap kebawah dan kedepan. Besarnya diukur dengan sudut antara
berjalan abliq dari ulna ke radius. Membran ini berfungsi merotasikan tulang radius terhadap os ulna, yang garis horizontal tegak lurus sumbu radius dan garis yang sesuai dengan permukaan sendi. Normal : 1 – 23 derajat,
menghasilkan gerakan pada lengan bawah rata-rata 11 derajat.
Muskuli antebrachii dapat dikelompokan, muskuli kompartemen antrior dan posterior. Kompartemen anterior di isi
oleh muskuli fleksor sedangkan kompartemen posterior di isi oleh muskuli ekstensor. Beberapa muskuli ada yang
berperan dominan dalam mempertahankan posisi dan gerakan sendi lengan bawah dan tangan (elbow and wrist joint).
Muskulus tersebut adalah :

NO FUNSI MUSKULUS
1 Fleksor elbow m. brachialis, m. Biceps, m. Brachioradialis
2 Ekstensor elbow m. triceps, m. Anconeus
3 Supinator elbow m. supinator, m. Biceps
4 Pronator elbow m. pronator teres, m. Pronator guadratus
5 Fleksor pergelangan tangan m. fleksor carpi radialis, m. Fleksor carpi ulnaris
6 Ekstensor pergelangan tangan m. ekstensor carpi radialis longus dan brevis,
m. Ekstensor carpi ulnaris

Aliran darah regio antebrachii merupakan lanjutan dari a brachialis, yang bercabang menjadi a radialis dan a ulnaris
setinggi caput os radii. Sedangkan persyarafan antebrachii berasal dari tiga nervus, n radialis, n ulnaris, n medianus.

Terapi manipulasi Fraktur antebrachii


Bila garis fraktur di proksimal  dilakukan gips posisi supinasi
Bila garis fraktur di tengah  Gips posisi netral
Bila garis fraktur di distal  Gips posisi pronasi

Fraktur MONTEGGIA
Fraktur ULNA 1/3 proksimal / tengah dengan dislokasi kaput radii antrior / posterior
Pemeriksaan penting pada saraf radialis dan olekranon

Fraktur GALEAZZI
Fraktur RADIUS 1/3 distal / tengah disertai subluksasio sendi radiuulnaris.
Jenis fraktur ini biasanya tidak stabil artinya penangananya dilakukan operasi. Untuk menjaga panjang antomi tulang
radius.
Alat-alat gerak yang meliputi ini ialah :
▪ Posterior :
Berbentuk cembung dan terdapat sekumpulan tendon/otot extensor yang mempunyai fungsi ekstensi. dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan
Dari pemeriksaan radiologis posisi anteroposterior dan lateral dapat dijumpai suatu fraktur transversal pada tulang
▪ Anterior : radius kurang dari 2,5 cm dari pergelangan tangan, dan sering disertai patahnya processus stiloideus ulnae.
Berbentuk cekung dan terdapat sekumpulan tendon/otot fleksor yang mempunyai fungsi fleksi lengan bawah dan Fragmen distal (1) bergeser dan miring ke dorsal (2) bergeser dan miring ke radial, dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang
tangan. Dan pada bagian dalam ada: m. pronator quadratus yang berjalan menyilang dan berfungsi terutama untuk fragmen distal mengalami kerusakan dan kominutif yang hebat.
pronasi.
Klasifikasi :
▪ Lateral : Gertland dan Werley cit Zabinski dan Weiland (1999), mula-mula membagi trauma distal radius ke dalam fraktur ekstra
Tampak m. supinator longus yang mempunyai insersi pada procesus. styloideus radii yang mempunyai fungsi utama artikular dan intraartikular. Kebanyakan klasifikasi fraktur dibuat berdasarkan anatomii fraktur. Klasifikasi Frykman
sebagai supinasi. didasarkan pada keterlibatan artikulatio radiokarpal dan atau radioulnar serta ada tidaknya fraktur styloideus ulnae.

Klasifikasi Fraktur Colles menurut Frykman


Fisiologi dan mekanisme terjadinya fraktur : Tipe Uraian
▪ Biasanya disebabkan karena trauma langsung, atau sebagai akibat jatuh dimana sisi dorsal lengan bawah I : Fraktur radius ekstra artikuler
menyangga berat badan.
▪ Secara ilmu gaya dapat diterangkan sebagai berikut : II : Fraktur radius ekstra artikuler dengan fraktur ulna
Trauma langsung dimana lengan bawah dalam posisi supinasi penuh yang terkunci dan berat badan waktu jatuh III : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal
memutar pronasi pada bagian proximal dengan tangan relatif terfixir pada tanah. Putaran tersebut merupakan
kombinasi tekanan yang kuat dan berat, akan memberikan mekanisme yang ideal dari penyebab fraktur Smith. IV : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal disertai fraktur ulna distal.
▪ Trauma lain diduga disebabkan karena tekanan yang mendadak pada dorsum manus, dimana posisi tangan sedang
mengepal. Ini biasanya didapatkan pada penderita yang mengendarai sepeda yang mengalamii trauma langsung
pada dorsum manus. V : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal
VI : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal disertai Fraktur ulna distal
Fraktur Colles
Fraktur Colles paling sering ditemukan pada orang dewasa usia lanjut, dengan insidensi yang tinggi berhubungan dengan VII : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal dan radio ulnaris distal.
permulaan osteoporosis pasca menopause,oleh sebab itu pasien biasanya wanita dengan riwayat jatuh dengan tangan
terentang. Burkhaeta (1985) mengatakan pada saat memikirkan fraktur pada ekstremitas atas pada usia lanjut maka segera
terpikirkan pertama kali adalah fraktur Colles. VIII : Fraktur sendi radiokarpal dan radioulnaris distal disertai fragmen ulnaris
Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya disebabkan oleh gaya pematah langsung
sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme refleks jatuh
di mana lengan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti gaya jatuhnya atlit atau penerjun payung. Klasifikasi anatomi yang paling komprehensif dan lengkap adalah sistem AO (Zabinski dan Weiland, 1999). Sistem ini
Fraktur Colles adalah fraktur pada tulang radius berjarak kurang atau sama dengan 2,5 cm dari pergelangan tangan membagi trauma menjadi tipe A (ekstra artikuler), tipe B (artikular simpel) dan tipe C (artikuler komplek).
(Mc Rae, 1992), Apley dan Solomon, 1987. Lidstrom cit Roysam (1993), berdasarkan gambaran radiologis membagi fraktur Colles kedalam empat tingkatan derajat
Sheikh dan Murthy (2000), memberi batasan sebagai fraktur metafisis distal radius, biasanya terjadi pada 3 – 4 cm dari keparahan pergeseran fragmen fraktur (derajat anatomis) dan kualitas reduksi yaitu derajat I, II, III dan IV sesuai beratnya
facies artikularis dengan angulasi volar dari apex fraktur (deformitas garpu perak), pergeseran ke dorsal dari fragmen deformitas meliputi angulasi ke dorsal dan pemendekan (shortening) tulang radius )
distal dengan diikuti pemendekan (shortening) radial. Keadaan ini dapat atau tidak disertai fraktur styloideus ulnae.
Variasi intraartikular dapat melibatkan facies artikularis distal radius serta artikulatio radiocarpea dan radioulnaris. Derajat Keparahan Fraktur Colles Menurut Lidstrom.
Derajat Deformitas
Fraktur Colles diuraikan pertama kali oleh Abraham Colles tahun 1814 sebagai fraktur dislokasi ujung distal radius
berjarak satu setengah inci dari sendi, yang ternyata terbukti kebenarannya dengan perkembangan radiolografi (Pool, I. Tidak ada atau tidak bermakna. Angulasi dorsal < 0° atau shortening < 3 mm
1973).
II. Ringan, Angulasi dorsal 1 – 10° dan / atau shortening 3 – 6 mm

Anatomi, Fisiologi dan Mekanisme Trauma III. Sedang, Angulasi dorsal 11 – 14° dan / atau shortening 7 – 11 mm
Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum dan navikulare ke arah distal, dan dengan IV. Berat, Angulasi dorsal > 15° atau shortening > 11 mm.
tulang ulna bagian distal ke arah medial. Bagian distal sendi radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan
ulna selain terdapat ligamentum dan kapsulal yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat pula diskus artikularis yang
melekat pada semacam meniskus yang berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamentum koleteral ulnar. Ligamentum
kolateral ulnar bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis bersama ligamentum radioulnar dorsal dan
volar, yang kesemuanya menghubungkan radius dan ulna, disebut Triangular fibro cartilage complex (TFCC)
(Sjamsuhidajat, 1997), berguna untuk menstabilkan artikulatio radioulnaris distal (Zabinski dan Weiland, 1999).
Gerakan pergelangan tangan sangatlah luas (mobile) dan kemampuannya mencapai 160° untuk fleksi dan ekstensi dan
180° untuk rotasi lengan bawah. Kurang dari 80% dari transmisi beban melaluii pergelangan tangan lewat artikulatio Penanganan Fraktur Colles :
radiocarpal sementara 20% sisanya melalui artikulatio ulnocarpal lewat Triangular fibro cartilage complex. (Zabinski Penanganan fraktur Colles umumnya dilakukan rawat jalan yaitu setelah terdiagnosis diberikan tindakan reposisi
dan Weiland, 1999). tertutup. Bila tidak ada pergeseran, cukup di imobilisasi dengan gip bawah siku. Bila terjadii pergeseran atau sedikit
Fraktur Colles terjadi pada penderita dengan riwayat jatuh dengan tangan terentang (Apley dan Solomon, 1987). Trauma pergeseran perlu tindakan reposisi dengan anestesi lokal, regional atau umum, kemudian dilakukan gip bawah siku
yang terjadii merupakan trauma langsung yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi dengan posisi fragmen distal fleksi dan pronasi. Pada hari berikutnya anggota gerak atas elevasi. Adapun jari-jari
fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat sesegera mungkin melakukan latihan. Seminggu kemudian dilakukan pemotretan dengan sinar X kontrol untuk menilai
dari samping menyerupai garpu terbalik. apakah terjadi pergeseran kembali (redisplacement). (Armis, 1994).
Imobilisasi dengan gip bertujuan mencegah pergeseran kembali fragmen fraktur paska reposisi. Sebagai tulang
Diagnosis Fraktur Colles : kanselus, maka penyembuhan tulang radius distal diperkirakan tuntas kurang lebih 6 minggu dari saat terjadinya
Diagnosis fraktur Colles ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Kita dapat mengenal fraktur ini dengan trauma. Oleh sebab itu pada fraktur Colles gip dapat dilepas umumnya 5 – 6 minggu (Mc Rae, 1992; Apley dan
adanya deformitas dinner fork seperti telah disebutkan diatas, dengan penonjolan pada punggung pergelangan tangan Solomon, 1987; Gartland dan Werley, 1951).
(ke arah dorsal) dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal
Mengenai imobilisasi gip bawah siku atau atas siku masih terdapat perbedaan pandangan. Apley dan Solomon (1987), 2. Type II :
serta Mc. Rae (1992), menyatakan penanganan fraktur Colles cukup dengan gip bawah siku sedangkan ahli lain Fraktur Barton atau disebut pula fraktur marginal anterior tipe fleksi.
menyatakan harus dengan gip atas siku (Way, 1994). Sheikh dan Murthy (2000) menganjurkan imobilisasi kombinasi ▪ Disini dilakukan reduksi dengan traksi dan menipulasi dengan anestesi umum.
yaitu gip atas siku pada minggu-minggu awal dilanjutkan gip bawah siku kecuali pada penderita di atas 60 tahun harus ▪ Penderita tidur telentang dan posisi siku tegak lurus, lengan bawah pada posisi pertengahan (mid
dipasang gip bawah siku untuk mencegah kekakuan sendi siku. position).
▪ Dilakukan traksi dengan alat Weinberg pada jari-jari diatas siku yang
diikatkan ke bawah meja.
▪ Selama traksi, dengan dua tangan diletakkan pada pergelangan tangan, lalu pergelangan tangan
diletakkan dalam posisi dorsoflexi ringan dan lengan bawah dalam mid position, kemudian dipasang
circuler gips dari bawah siku sampai tangan setinggi persendian metacarpo – phalangeal.
Sesudah itu alat traksi dilepas. Kontrol foto AP dan Lateral untuk melihat kedudukan tulang tersebut.

3. Type III :
Fraktur Smith yang non comminutive, tipe fleksi :
▪ Disini juga dilakukan reduksi dengan traksi dan manipulasi dengan anestesi umum dan lengan bawah
posisi supinasi.
▪ Penderita tidur terlentang dan posisi siku tegak lurus lalu dilakukan traksi dengan alat Weinberg pada
jari-jari diatas siku yang diikatkan di bawah meja.
▪ Dengan dua tangan dimana jari-jari II – V diletakkan pada fragmen proximal sebelah dorsal dan dua
ibu jari menekan ke atas dan ke belakang pada fragmen yang distal sampai pergelangan tangan dalam
posisi dorsofleksi dan deviasi kearah ulnar.
▪ Lalu dipasang sirkuler gip dari bawah siku ke distal sampai setinggii persendian metacarpo –
phalangeal dan kemudian alat traksi dilepas. Sesudah reposisi, dilakukan :
▪ Kontrol foto, bila kedudukan jelek, reposisi lagi.

Operatif :
Cauchoix, Dupare dan Potel (1960), Menganjurkan pengobatan fraktur Smith dengan fiksasi dalam (internal
fixation) dengan memakai plat kecil berbentuk T (Ellis plate) dimana dua sekrup dipasang pada fragmen proximal
sedangkan fragmen distall ditahan dengan kuat tanpa memakai sekrup.
tehnik operasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
▪ Incisi vertikal melalui sisi radial arah volar dari lengan bawah bagian distal dan incisi diperdalam sampai m.
pronator quadratus antara m. flexor carpi radialis pada sisi lateral dan m. palmaris longus dan medianus
McGraw-Hill, Emergency Orthopedics pada sisi medial.
▪ M. flexor pollicis longus ditarik ke lateral dan tendon m. flexor digitorum sublimis ke medial, dan m. pronator
Fraktur SMITH quadratus tampak pada sisi inferior dari tulang radius bagian bawah.
▪ Fraktur diperbaiki dengan plat kecil, menyudut untuk menyesuaikan dengan permukaan dari tulang, lalu
fraktur dari radius bagian distal yang lokasinya ½ - 1 inch dari ujung distal
Fraktur Smith adalah
dipasang sekrup pada fragmen proximal 2 buah dan pada fragmen yang distal plat tanpa sekrup berguna
radius dengan pergeseran fragmen distal ke depan (volar) dan ke atas disertai pergeseran ulna untuk menyangga yang kuat dari fragmen yang telah dilakukan reposisi.
bagian distallke belakang (dorsal). ▪ Akhir-akhir ini plat berbentuk T yang kecil telah tersedia, dimana pada fragmen tulang yang proximal dengan
Robert William Smith di Dublin (1847) mengatakan bahwa fraktur jenis ini jarang terjadii dan merupakan lawan dari 2 sekrup pada bagian vertikal.
fraktur Colles. John Rhea Barton di Philadelpia (1838), mengemukakan bahwa faktur Barton adalah: fraktur anterior dan ▪ Lalu luka operasi ditutup lapis demi lapis sampai kulit dan dipasang bebat tekan.
posterior dengan dislokasi pergelangan tangan. Fraktur Colles adalah fraktur posterior dengan dislokasi pergelangan Mobilisasi jari-jari dimulai sejak hari pertama dan pergerakan pergelangan tangan, lengan bawah dimulai segera
tangan. Dan fraktur anterior dengan dislokasi pergelangan tangan inii disebut sebagai salah satu tipe dari fraktur Smith. setelah bebab tekan dilepas.
Thomas (1957), mencoba membagi fraktur Smith ini menjadi 3 tipe dan fraktur barton jenis anterior dengan dislokasi
pergelangan tangan salah satu tipe dari fraktur Smith. Keuntungan :
▪ Hasilnya cukup memuaskan.
Pembagian fraktur Smith secara klinis dan radiologi : ▪ Sesudah operasi pergerakan dapat dilakukan dengan segera tanpa terjadi redisplacement dari fragmen yang
I fraktur Smith yang comminutive dan oblique mengalami fraktur.
II fraktur Barton, yang disebut anterior fraktur tipe fleksi marginal i dengan dislokasi pergelangan tangan. ▪ Diantara ke 3 tipe dari fraktur Smith, tipe Barton adalah yang paling memuaskan pada pengobatan dengan
III fraktur transversal yang disebut juga fraktur radius bagian distall yang tidak dengan tipe fleksi kominutif. cara operasi ini, juga pada tipe yang lain cukup memuaskan.

Komplikasi :
Penatalaksanaan a. Kerusakan jaringan lunak :
Yang penting disini adalah kerusakan n. medianus karena tekanan dari fragmen radius yang fraktur.
Konservatif :
o Mills (1957), telah menganjurkan cara manipulasi dari fraktur Smith dengan mengembalikan arah persendian seperti b. Malunion :
semula. Mills dan Thomas menyarankan cara mengunci fragmen pada tempatnya dengan posisii supinasi penuh. Karena reposisi dan immbolisasi yang kurang baik.
c. Non union :
Imobilisasi dengan sirkuler gips diatas siku selama 5 – 6 minggu.
d. Osteoarthritis
e. Gangguan pronasi d an supinasi
o Plewer (1962), menganjurkan untuk mobilisasi setelah gips dibuka supaya cepat, sebab kalau kurang aktif akan
mengakibatkan pergerakan pronasi yang terbatas dan terjadi kekakuan sendi tangan dan siku.

o De Palma menganjurkan sebagai berikut


1. Type I :
Fraktur Smith dengan comminutive yang oblique dilakukan reduksii dengan traksi, manipulasi dan transfiksasi
dengan pin.
Type 4. Grs Fraktur dari permukaan sendi ke proximal yang berakhir di metafisis (intra artikuler)
Type 5. kerusakan dari sebagian epifisial plate akibat gaya trauma kompresi

Diagnosis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologis anterior posterior dan lateral.

Penanganannya  Dengan gips selama 4 minggu

Proses Penyembuhan Tulang :


Terdapat tiga tahap utama untuk penyembuhan fraktur seperti telah dideskripsikan oleh Cruess dan Dumont (Sheikh
dan Murthy, 2000) yaitu fase inflamasi (10%), fase reparatif (40%) dan fase remodelling (70%). Fase-fase tersebut
saling tumpang tindih (overlap). Sehingga pada suatu saat waktu satu fase telah dimulai awal fase berikutnya.
Lamanya suatu fase tergantung dari lokasi dan beratnya fraktur, trauma yang terjadi serta usia penderita.
Penilaian Keberhasilan Penanganan Fraktur Colles
Dalam melakukan penilaian terhadap keberhasilan penanganan fraktur Colles banyak ahli menggunakan sistem
Demerit untuk mengevaluasi hasil akhir penyembuhan fraktur Colles yang dikemukakan oleh Gartland dan Werley
(1951).

Fraktur radius sepertiga distal Fraktur Antebrachii Proksimal


Fraktur radius saja biasanya terjadi akibat suatu trauma langsung dan sering terjadi pada bagian proksimal radius. NO Klasifikasi Pengelolaan
Fragmen fraktur akan terdislokasi. Dan fraktur ini sulit direposisi secara tertutup atau akan mengalami redislokasi bila
1 Klas A. Fraktur Olekranon Fiksasi dengan “long arm cast”, posisi elbow 50˚ -
reposisi berhasil, oleh karena itu dianjurkan reposisi terbuka dan biasanya dipasang fiksasi interna dengan jenis plat jenis
90˚ dan antebrachii posisi netral. Fiksasi selama 6 –
kompresi
IA. Tranversal non-displace 8 minggu. Altyernatif lain yaitu fiksasi dengan :
IB. Kominutif non-displace posterior long arm splint dengan sendi elbow 90˚.
Fraktur ulna sepertiga distal Fiksasi interna (ORIF). Pengelolaan awal
Fraktur ulna biasanya disebabkan oleh trauma langsung misalnya menangkis pukulan dengan lengan bawah relatif sering IIA. Tranversal displace sebelumnya dengan pemasangan splint dengan
terjadi fraktur yang tidak berubah posisinya. Pengobatan biasanya dengan pemasangan gips, kadang juga terjadi fraktur IIB. Kominutif displace posisi fleksi 90˚
yang terdislokasi dalam hal ini harus diteliti. Apakah ada juga fraktur tulang radius atau dislokasi sendi radioulnar. Pada IIC. Avulsi Displace
fraktur yang kominutif dapat terjadi pergeseran lambat atau pseudoartrosis ini memerlukan tindakan operatif. IID. Olecranon+Separasi epifis

Fraktur radius distalis pada anak


Fraktur radius distalis pada anak sering juga disebut juvenile colles fracture Pembagian fraktur daerah ini sesuai dengan
klasifikasi Salter-Harris

2 Klas B. Fr caput dan Colum radii Jika < ⅓ dari permukaan sendi dan displace < 1
mm, difikasi dengan “long arm cast/posterior long
IA. Dengan tepi non-displace arm splint”
IB. Tanpa Angulasi Colum Radii Jika angulasi < 30˚, terapi konservatif dengan
IC Fraktur Komunitif Caput Radii fiksasi interna.
Displace < ⅓ permukaan sendi dilakukan “long arm
IIA. Fraktur Displace cast”. Displace >⅓ permukaan sendi dan dipresi >3
IIB. Displace+Depresi Caput Radii mm di lakukan fiksasi interna
IIC. Fraktur Komunitif Jika ada angulasi > 30˚ atau fraktur komunitif
dilakukan fiksasi interna.

3 Klas B. Fr Caput dan Colum Radii/Epifisis Pada Angulasi <15˚ difikasi dengan “Posterior long arm
Anak splint”
Angulasi > 15˚ dengan “long arm cast” dengan
I. Tanpa Angulasi anestesi umum. Angulasi > 60˚ dilakukan reduksi
II. Dengan Angulasi terbuka

Type 1. Grs. Fraktur melewati epifisial plate seperti Slippe femoral epiphysis
Type 2. Grs fraktur melewati epifisial plate kemudian sebagian berlanjut ke metafisis
Type 3. Grs. Fraktur dari permukaan sendi ke proximal kemudian berlanjut ke epifisial plate (intra artikuler)
4 Klas C. Fr Prosesus Coronoid 2. Os Sacrum (belakang)
Fiksasi dengan “posterior long arm splint” dan 3. Os Pubis kanankiri
IA. Fragmen kecil posisi elbow 90˚ serta supinasi atebrachii. Fraktur pelvis ditimbulkan uleh trauma yang hebat kecuali pada wanita tua dengan osteoporosis . Bila terjadi trauma
IB. Displace minimal Fiksasi interna daerah pelvis jangan lupa evaluasi vesika urinaria, urethra, rektum , anus, pembuluh darah besar dan gangguan
IC. Displace neurologis (pleksus lumbalis, pleksus sacralis)
ID. Displace dg posterior dislokasi
Klasifikasi TILE dan PENNAL (1980)
A : Stabil
A1 : Fraktur isolated tanpa fraktur cincin pelvis
A2 : Fraktur cincin pelvis tanpa pergeseran

Fraktur Shaft Antebrachii


NO Klasifikasi Pengelolaan
1 Klas A. Fraktur Radii Fiksasi dengan “long arm cast/anteroposterior splint”. A1: Avulsion fracture A2: Non-displaced pelvic ring A3: Transverse sacral or coccyx
Posisi elbow 90˚ dan antebrachii supinasi. fracture fractures
IA. Proksimal non Displace Fiksasi interna
IB. ⅓ proksimal non displace Masih kontroversi karena letaknya yang sempit. B : Rotasi (tidak stabil) dan Vertikal (stabil)
IC. 1/5 proksimal non-Displace Fiksasi dengan “long arm cast/anteropasterior splint” B1 : Open book
posisi elbow 90˚ dan antebrachii supinasi. Stage 1 Symphisiolisis < 2,5 cm  bed rest
IIA. Midshaft non displace Fiksasi dengan “long arm cast/anteropsterior splint”. Stage 2 Symphisiolisis > 2,5 cm  OREF
IIB. Midshaft displace Posisi elbow 90˚ dan antebrachii moderat supinasi Stage 3 Bilateral Lessio  OREF
Fiksasi interna B2 : Kompresi lateral / ipsilateral
IIIA. ⅓ distal displace dan fraktur Galeazzi Fraktur biasanya disertai sublukasi radioulna distal. B3 : Kompresi lateral / kontralateral (bucker handle  OREF
Fiksasi interna
2 Klas B. Fraktur Ulna
I. Non-Displace. Fiksasi dengan “long arm cast”. Posisi elbow 90˚ dan
II. Displace antebrachii netral. Untuk fraktur ulna ⅓ proksimal
III. Fraktur Monteggia disarankan untuk fiksasi interna.
IIIA.Fraktur ulna dengan dislokasi anterior Fiksasi interna
caput radii Fiksasi interna
IIIB.Fraktur ulna dengan dislokasi lateral caput 60 percen
radii 15 percen B1: Stage 1 B1: Stage 2 B1: Stage 3
IIIC.fraktur ulna dengan dislokasi anterolateral 20 percen Symphysis pubis Symphysis pubis disruption Symphysis pubis disruption more than
caput radii 5 percen disruption less than 2.5 more than 2.5 cm 2.5 cm with bilateral posterior ring injury
IIID.Fraktur ulna dan radii dengan dislokasi cm
anterior caput radii

3 Klas C. Fraktur Radii dan Ulna Fraktur ini sangat jarang. Fiksasi dengan “long arm
IA. Non-displace cast/anteroposterior splint” posisi elbow 90˚ dan
IB. Non-angulasi antebrachii netral.
IIA. displace Reduksi tertutup dapat dilakukan dengan hasil biasanya
IIB. displace + shortening kurang memuaskan.
IIC. komunitif Fiksasi dengan “long arm cast” 4-6 minggu
IIIA. Torus Angulasi <15˚ fiksasi dengan “long arm cast” B2: lateral compression injury (ipsilateral) B3: lateral compression (contralateral / Buckle Handle)
IIIB. greenstick Fiksasi interna
IV. Fraktur ⅓ posterior dan dislokasi anterior C : Rotasi dan vertikal (tidak stabil)
caput radii C1 : Unilateral
C2: : Bilateral
C3 : dengan fraktur asetabulum
EKSTREMITAS INFERIOR
--------------------------------------------- RD Collection 2002 ---------------------------------------------------

Fraktur Pelvis
Cincin pelvis dibentuk oleh :
1. Os Ileumkanan kiri
Komplikasi ;
1. Trauma saraf skiatika
2. Osteoarthritis
3. Nekrosis avaskuler kaput femoris

C1: Ipsilateral anterior and posterior C2: Bilateral hemipelvic C3: Any pelvic fracture with an associated
pelvic injuries disruption acetabular fracture

Management :
Evaluasi A, B, C Anatomy of the lower Extremity
Syok akibat perdarahan , infus dan transfusi 4-6 U (24-36 jam pertama)  perdarahan tetap transfusi 10-12 U
(24-36 jam pertama)  perdarahan hebat lakukan laparotomi dan repair  pikirkan artrografi.

Konservatif  Istirahat sampai nyeri hilang  tipe A


Pelvik sling  tipe B stage 2

Opewratif  Hentikan perdarahan, Stabilkan fraktur  tipe C, Cytostomi


Repair arteri

Fraktur Astabulum
Klasifikasi Apley dan Solomon 1993 :
I. Pilar anterior
II. Posterior
III. Transversal
IV. Komposit

I II III IV

Dislokasi posterior sendi kokse ( dasboard Injury / Putri malu : terdiri dari Fleksi, adduksi, internal rotasi dan
Shortening

Klasifikasi radiologis, Epstein 1973 Dislokasi Coxae :


I : tanpa fraktur  skin traksi, hemispika (3 minggU0
II : dengan fraktur segmen
III : dengan fraktur comminutif bibir asetabulum
IV
V
: fraktur dasar asetabulum
: dislokasi posterior dengan fraktur head femur
Fraktur Femur ------------------------------ RD Collection 2002
Anatomi

Grade I Grade II Grade III Grade IV

Evan’s Classification

Klasifikasi
 Menurut AO dibagi menjadi :
I. Proksimal / Hip fraktur
a. Fraktur Caput femoris
b. Fraktur Collum femoris
c. Fraktur Intertrochanterica
d. Fraktur Subtrochanterica

II. Diafise
III. Distal
e. Fraktur Supracondylar
f. Fraktur Intercondyler

 Berdasarkan hubungan thd kapsul : Hip Fraktur / Caput femur


I. Ekstra kapsuler HIP adalah batas antara pelvis dengan ekstremitas bawah, sedang HIP JOINT dibentuk dari caput femoris dan
II. Intra kapsuler acetabulum

 Menurut Garis Fraktur dibagi : Os Femur dibagi menjadi :


1. Subcapital  Hed of Femur mengabsorbsi berat badan & mendistribusikan ke batang femur
2. Transcervical  Neck of Femur  penyangga ketika berdiri
3. Basiccervical  Shaft of Femur  batang femur
 Berdasarkan radiologist dibagi menjadi
PAUWEL 91935) berdasarkan Sudut Fraktur dibagi 3 Type : Ligamentum yang memperkuat HIP :
I. 30 derajat 1. Ligamentum Teres  membatasi adduksi danrotasi yang berlebihan
II. 50 derajat 2. Ligamentum orbicularis  mencegah caput femoris bergeser kelateral
III. 70 derajat 3. Ligamentum Iliofemoralis
4. Ligamentum Ischiofemoralis
5. Ligamentum Pubocapsulare  menghambat abduksi daneksorotasi

Fraktur caput femur dibagi menjadi :


1. Intrakapsuler
Pada fraktur ini akan merusak vaskularisasi dan akan terjadi non union.
Terapi
usia muda  screw, nailing
Usia lanjut  AMP, jika undisplaced dengan ORIF

2. Ekstrakapsuler
Pada frakur ini akan tidak merusak vaskularisasi sehingga nekrosis vaskuler tidak terjadi. Sering pada wanita usia
lanjut akibat osteoporosis
GARDEN (1961) berdasarkan derajat displaced 4 type : Terapi :
I. Incomplete impacted  skin traksi sampai nyeri hilang Usia muda  screw and plate, angle palte, condyler plate
II. Complete Undisplaced Usia lanjut  ORIF, bila menolak skintraksi sampai nyeri hilang
III. Partially displaced  ORIF untuk pertahankan hidup dan fungsi
IV. Total displaced
Fraktur Collum Femur/Neck Femur Fraktur Shaft Femur
Adalah fraktur mengenai proksimal dari garis intertrochanter pada regio intrakapuler dari sendi koksea. Collum femur Pada fraktur ini akan terjadi pemendekan tungkai dan ekstensi akibat tarikan m. Gluteus dan m. Illiopsos.
terdiri dari tulang Cancellus.
OTA Classifications of Femoral Shaft Fractures
Vaskularisasi Caput femoris berasal dari :
1. a. Retinakularis  Berjalan melalui kapsul bagian posterior
2. a. Medularis  collum femur
3. a. Sentralis / a. Teres capitis
Berjalan melalui Ligamentum Teres. Arteri ini dominan pada anak-anak , dan pada orang tua akan mengalami
RESOLUSI, artinya jika terjadi fraktur maka nutrisi kaput femoris terganggu terjadi nekrosis avaskuler
Pada fraktur collum femur akan merusak ketiga vaskularisasi diatas.
Pada fraktur Collum femur (Intrakapsuler) mempunyai resiko tinggi terjadi Non union dan avaskuler nekrosis karena :
1. Gangguan aliran darah ke kaput femoris karena vaskularisasi minimal
2. Daerah ini tidak ada periosteum sehingga penyembuhan melalui endosteum
3. Daerah ini terdapat cairan sinovial yang menghancurkan bekuan2 fibrin sehingga memperlambat penyembuhan
fraktur

Insiden fraktur collum femur lebih banyak pada wanita daripada lak-laki, karena ada hubungan dengan penurunan kadar
estrogen yang menyebabkan osteoporosis. Pada fraktur collum seslalu terjadi displaced upward dan downward terhadap
caput femur, dimana menyebabkan rotasi eksternal dan pemendekan kaki (shortening). Jika klinis curiga fraktur, radiologi
tidak terlihat lakukan pemeriksaan Bone scanning dan untuk melihat displaced secara jelas dengan MRI
Terapi : Operatif
Displaced  usia muda ; ORIF Simple fracture A1:spiral A2: oblique A3: transverse
Usia tua kualitas tulang baik : Orif  Kualitas tulang jelek : Uni / bipoler hemiarthroplasty

Femoral Neck Region Intertrochanteric Area Subtrochanteric Area

Wedge fracture B1:spiral B2: bending B3: fragmented


Russell – Taylor Classification

Complex fracture C1:spiral C2: segmental C3: irregular


Klasifikasi Winguist – Hansen :
0 : Non communitih (transversal, oblique, spiral)
1 : small fragmen
2 : Large fragment < 50% cortex
3 : Large fragment > 50% cortex
4 Communitif, tidak ada kontak fragment distal dan proksimal

Indikasi operasi fraktur shaft femur pada anak :


1. Open fraktur
2. neurovaskuler injury
3. Multiple injuri

Fraktur Suprakondyler Femur


Adalah fraktur yang terjadi di proksimal kondilus atau antara diafise distalisdan diatas permukaan artikularis condylus
atau berlokasi didaerah metafise. Bila disertai fraktur kruris proksimal disebut ’’ Floating knee ’’. Imobilisasi dengan
gips posisi fleksi agar m. Gastrocnemius relaksasi. Pemeriksaan NVD sangat penting  trauma a. Poplitea.

Klasifikasi OA / ASIF :
A : Ekstra-artikuler
B : Intra-articuler uncomminutif
Klasifikasi Intercondyler Fractur :
C : Communitif fracture
I : Undisplaced T or Y
IIa : T or Y medial displaced
Terapi : IIb : T or Y lateral displaced
- Konservatif III : comminutif
Knee fleksi 300 , Sekeletal traksi tibia proksimal 5-10 kg (4-6 minggu)  klinikal union (+)  cast brace
- Operasi  Orif Condyler plate
AO Classification Supracondyler Fracture Fraktur Hoffa adalah fraktur kondylus femoris akibat trauma langsung pada lutut dalam posisi fleksi
sehingga permukaan sendi pada condylus tersebut pecah, merupakan bagian dari fraktur distal femur. Fragmen distal
fraktur tersebut dapat mengalami pergeseran (displaced) atau tidak sama sekali (undisplaced).
Fraktur Hoffa dibagi menurut implikasi prognosisnya menjadi 3 tipe yaitu
I. Garis fraktur intra artikuler yang menjalar ke daerah suprakondilaris femoris dengan beberapa jaringan lunak
masih melekat pada fragmen distal .
II. Fraktur intra artikularis tanpa ada perlekatan jaringan lunak pada fragmen distal
III. Garis fraktur sedikit ke anterior dan ke proksimal dari kondilus demoris dengan perlekatan jaringan lunak serta
ligamentum pada fragmen distal.
Hoffa adalah seorang pengarang buku “ Lehrbuch der Frakturen und Luxationen “ pada tahun 1904 . Dialah orang
pertama yang menulis tentang fraktur yang terjadi di kondilus femoris pada daerah posterior. Oleh sebab itu Smillie dan
Crenshaw menulis bahwa fraktur di daerah tersebut disebut fraktur Hoffa. Fraktur Hoffa terjadi berdiri sendiri
(isolated) pada sisi lateral (terbanyak) atau sisi medial bahkan dapat terjadi pada kedua sisi (lateral dan medial).

Letenneur membuat klasifikasi fraktur Hoffa ini menjadi 3 tipe dan kemudian dilakukan penelitian oleh lewis et. al
pada mayat sebagai berikut :
Tipe I
Garis fraktur Intraartikular yang menjalar ke daerah suprakondiler
Femoris dan beberapa jaringan lunak masih melekat pada fragmen
distal fraktur sehingga prognosis baik karena otot popliteus dan
gastroknemius masih melekat.

Tipe II
fraktur intraartikular komplit dan tidak ada jaringan lunak yang
melekat pada fragmen distal sehingga dapat terjadi nekrosis
avaskular.
Pada tipe ini di bagi lagi menjadi a, b dan c
Prognosis tipe II ini adalah jelek karena perlengketan otot popliteus
dan gastroknemius sangat kurang bahkan tidak ada sama sekali seperti
tipe II c.

Tipe III
Garis fraktur sedikit ke anterior permukaan sendi dan ke proksimo-
posterior dari kondilus femoris Jaringan lunak atau ligamentum masih
melekat pada fragmen distal sehingga prognosis tipe III adalah baik
karena garis fraktur berada di anterior dari ligamentum krusiatum
anterior maupun ligamentum kolaterale fibulare dan ligamentum
tibiale.

Pemeriksaan radiografi dengan proyeksi AP (antero-posterior) dan lateral digunakan sebagai baku emas untuk diagnosis
Schatzker Classification
fraktur Hoffa. Permasalahannya bila pada fraktur tersebut tidak terjadi pergeseran fragmen (undisplaced) maka proyeksi
AP dan lateral pada pemeriksaan radiografi sulit dianalisis. Keadaan ini memerlukan pemeriksaan tomografi atau CT-
Scan bagian distal femoris .
Mekanisme trauma kebanyakan akibat kecelakaan lalu-lintas dari pengendara sepeda motor dengan lutut membentur
langsung atau akibat jatuh dari ketinggian dengan lutut membentur benda keras.

Kondilus femoris yang terkena trauma tersebut dalam posisi lutut fleksi sehingga tepi bawah permukaan sendi tersebut
menjadi pecah. Kebanyakan kondilus sisi lateral, tetapi bila trauma tersebut sangat keras maka kedua sisi lateral dan
medial kondilus dapat terjadi fraktur dan bahkan kulit dan jaringan lunak yang terkena trauma dapat rusak dan sobek
sehingga terjadi fraktur terbuka.
Pada fraktur Hoffa yang bergeser (displaced) dilakukan operasi dan fiksasi dalam dengan menggunakan skru. Bila
fiksasi cukup stabil maka latihan gerakan sendi lutut dapat dilakukan lebih dini sehingga komplikasi kekakuan sendi
lutut dapat dicegah . Apabila stabilitas tidak tercapai maka perlu penambahan fiksasi luar yaitu memakai gip atas lutut Type I : Type II:
(above knee plester cast) dengan posisi lutut ekstensi penuh A Split weight fracture of the lateral plateau without any joint split depression fracture of the lateral plateau.
Fraktur Hoffa ini sangat jarang dan didalam literatur baru 27 kasus yang ditulis dengan perincian 20 kasus oleh depression. There is a high risk of ligamentous injury.
Letenneur et. al dan 7 kasus oleh Lewis et. al maka dari itu, kami menulis satu kasus dengan diagnosis fraktur Hoffa
tipe I sinister terbuka tipe III B dengan dislokasi lateral patela sinister.

Classification of the patella fracture


Type III: Type IV: susunan frakturnya bergeser. Karena letaknya yang berada langsung di bawah kulit sering memudahkan terjadinya
A pure depression fracture. There is a low risk of A fracture of the medial plateau fraktur terbuka. Fraktur tungkai bawah merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Tenaga rotasi dapat
ligamentous injury terjadi juga pada olahragawan seperti saat bermain bola. Cedera biasanya terjadi akibat gaya angulasi yang menyebabkan
garis fraktur transversal atau miring kadang dengan fragmen kominutif.

Fraktur Plateau Tibia


Menurut Schatzker dan Mc Broom, fraktur plateau tibia dibagi 6 tipe, yaitu:
I. Fraktur kondilus lateral , biasanya terdapat pada usia muda
II. Fraktur condylus dengan impresi
III. Fraktur impresi sentral plateau lateral tanpa fraktur condylus
IV. Fraktur plateau tibia medial
V. Fraktur bicondylar yang terdiri dari plateau condylus medial dan lateral,
VI. Fraktur kompleks yang menyebabkan terpisahnya metaphysis dengan diaphysis tibia.
I II III

Type V: Type VI :
A big condylar fracture. Separation of the metaphysis from the diaphysis

Fraktur Tibia --------------------------------- RD Collection 2002

IV V VI
Anatomi
Tibia merupakan tulang medial besar cruris, yang
berartikulasi dengan condylus femoris dan caput fibulae
di proximal dan dengan talus serta ujung distal fibula di
bagian distalnya. Pada bagian ujung proximal terdapat
condylus medialis dan lateralis (plateau tibialis medialis
dan lateralis), yang berartikulasi dengan condylus
medialis dan laterlis femur, dipisahkan oleh kartilago
semilunaris medialis dan lateralis (meniscus medialis dan
lateralis). Condylus lateralis memiliki facies artikularis
sirkularis untuk caput fibulae pada aspek lateralnya.
Condylus medialis mempunyai sebuah alur pada aspek
posteriornya untuk insersio m. semimembranosus. Corpus Bagian proximal tibia dengan korteks yang tipis mudah terkena cedera, terutama pada orang dewasa berusia > 50 tahun
tibia berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dengan kondisi tulang yang osteoporotik. Mekanisme trauma biasanya berupa trauma abduksi, atau pukulan langsung
3 margo dan 3 facies. Margo anterior dan medial, dengan pada bagian lateral tungkai dengan kaki terfiksasi pada permukaan tanah. Trauma menekan lutut kearah valgus medial
facies medialis diantaranya, terdapat di subkutan. dan mendorong kondilus femur ke plateau tibia lateralis. Tulang yang osteoporotik akan mengalami fraktur sebelum
ligament kolateral medial lutut robek. Permukaan sendi plateau tibia lateralis akan terdesak ke kaudal dan lateral.
Pada pertemuan margo anterior dengan ujung atas tibia terdapat tuberositas, tempat melekat lig. Patellae. Margo lateral Trauma membengkokkan, memuntir atau trauma sumbu pada daerah plateau tibia dapat juga menimbulkan berbagai
atau interossea menjadi tempat perlekatan membrane interossea. Facies posterior corpus tampak garis serong linea fraktur plateau tibia, seperti fraktur sendi sentral terdepresi. Lebih sering trauma menimbulkan kominutif, yang meluas
musculi solei. Ujung distal tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya tampak permukaan sendi. Ujung bawahnya ke korteks metaphysis tibia. Satu atau kedua condylus bila terlibat disertai hilangnya keharmonisan permukaan sendi
memanjang ke bawah membentuk malleolus medialis. Facies lateralis malleolus medialis berartikulasi dengan talus. tibia proximal.
Membrana interossea membagi cruris menjadi tiga ruang: anterior, lateral dan posterior. Arteri poplitea mensuplai darah Setiap fraktur plateau tibia harus memeriksa stabilitas ligament lutut dalam posisi ekstensi penuh dan fleksi 15o-30o,
ke tibia dan fibula, bercabang menjadi a. tibialis anterior, a. tibialis posterior dan a. peroneal. Nervus tibialis posterior sebab trauma didaerah tersebut kemungkinan besar dapat mengakibatkan instabilitas sendi. Tujuan tindakan terapi pada
mengikuti a. tibialis posterior dan menginervasi ruang posterior yaitu m. gastrocnemius, m. plantaris, m. soleus dibagian fraktur plateau tibia adalah mencapai gerakan penuh, aligmen dan stabilitas sendi.
superficial serta m. popliteus, m. flexor digitorum longus, m. flexor hallucis longus dan m. tibialis posterior dibagian Secara klinik ditemukan nyeri lutut dank arena fraktur terjadi intraartikular didapatkan hemartrosis. Hemartrosis yang
profunda. Arteri nutrisial ke tulang tibia berasal dari a. tibialis posterior. N. tibialis anterior menginervasi ruang anterior, besar, tegang, dan nyeri harus diaspirasi dalam kondisi aseptik.
yaitu m. tibialis anterior, m. extensor digitorum longus m. peroneus tertius, dan m. exstensor hallucis longus. Ruang Semua fraktur yang tak ada pergeseran atau pergeseran kecil, diterapi secara konservatif seperti imobilisasi dengan gip
lateralis berisi m. peroneus longus dan brevis yang diinervasi n. peronealis. yang disebut “Long leg plester cast”. Pada perpindahan fragmen atau fraktur kominutif permukaan sendi tibia dapat
Fraktur Tungkai Bawah disebut juga tulang Tibia Fibula (Levin & William, 1997). dipikirkan penggunaan traksi. Pergeseran yang hebat pada setiap permukaan sendi adalah indikasi untuk dilakukan
Secara anatomis tungkai bawah dibagi tiga yaitu: operasi dan fiksasi interna.
1. Fraktur tungkai bawah proksimal disebut juga fraktur plateau tibia. Bila depresi fragmen fraktur <5 mm dan sendi lutut stabil dilakukan terapi konservatif seperti diatas, tetapi bila
2. Fraktur tungkai bawah media disebut fraktur shaft. depresi >5 mm atau bila kominutif menyebabkan pergeseran angularis pada condylus, maka terapi operatif diperlukan,
3. Fraktur tungkai bawah distal disebut fraktur pilon atau tibial plafond. yaitu mengangkat fragmen tersebut sehingga sejajar dengan permukaan sendi kemudian diikuti peletakan graft dan
fiksasi interna.
Melihat susunan anatomi tungkai bawah dengan permukaan medial tibia hanya dilindungi jaringan subkutan periosteum
yang melapisi tibia agak tipis terutama bagian depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan Setiap fraktur pada daerah ini harus diperiksa :
1. NVD pada distal lutut
2. Stabilitas ligament. terutama pada remaja dan orang dewasa. Selain jatuh dari ketinggian, trauma kendaraan bermotor dengan kecepatan
tinggi masih merupakan penyebab terbanyak terjadinya fraktur tibia distal.
Jika terjadi Hemarthrosis disertai nyeri  Aspirasi Penanganan fraktur tibia distal masih menjadi kontroversi. Hipocrates menyatakan bahwa fraktur tibia distal akan
Terapi : bermasalah apabila tidak segera ditangani dengan baik, dan fraktur ditempat tersebut memerlukan perhatian yang lebih
Pergeseran (-)  konservatif dengan Long leg gips besar dibanding fraktur ditempat lain (Levin & William, 1997). Penanganan fraktur tibia distal biasanya dilakukan
Pergeseran (+) , comminutif(+)  traksi  orif dengan Imobilisasi Gips atau operasi. Imobilisasi bertujuan untuk mencegah pergeseran susunan tulang. Hooper et al.
(1991) menulis penanganan dengan operasi pada fraktur tibia distal memberikan hasil yang baik dibanding dengan
penanganan gips, ini dikarenakan penyambungan tulang dapat lebih cepat, sedikit terjadi mal union, dan segera dapat
kembali bekerja. Bone et al (1997), juga menyebutkan hasil penanganan dengan operasi lebih baik dibanding dengan
pemakaian gips. Bonnier cit McCormack, 2000, menyebutkan keberhasilan penyembuhan dengan imobilisasi gips pada
kasus fraktur tibia distal lebih rendah dan lebih lama dibandingkan dengan operasi . McCormack (2000), menyebutkan
bahwa sebagian besar kasus fraktur tibia distal disertai dengan pergeseran persendian, maka pilihan penanganan
rekonstruksi yang paling baik adalah dengan operasi.

Fraktur Shaft Tibia


Fraktur tibia dapat disertai dengan fraktur fibula. Garis fraktur ditibia dan fibula dalam posisi satu level umumnya akibat Namun sebelumnya perlu juga dipertimbangkan kondisi penderita dan kondisi jaringan lunak akibat trauma, untuk
trauma yang menghasilkan gaya angulasi dengan garis fraktur transversal atau obliq. Pada trauma dengan gaya memutar menentukan pilihan tindakan yang akan dilakukan. Bila fraktur dapat difiksasi interna, reduksi terbuka dengan plates
akan menghasilkan garis fraktur spiral. Bila disertai fraktur fibula maka fraktur kedua tulang tersebut tidak satu level. dan screws serta fiksasi internal fibula bila perlu, dengan atau tanpa bone grafting, sebaiknya dicoba. Bila fraktur sangat
Prinsip penanganan fraktur tibia secara umum : kominutif sehingga fiksasi interna tak dapat dilakukan, dapat dicoba reduksi indirek dengan ligamentotaxis: reduksi
1. Menjaga kerusakan jaringan lunak yang terjadi tidak lebih hebat dengan memberikan imobilisasi yang memadai terbuka dan fiksasi internal fraktur fibula untuk memperbaiki panjangnya, serta reduksi tertutup dan fiksasi eksternal
2. Mencegah sindrom kompartemen, mencapai atau menjaga aligmen, tibia dengan tibiocalcaneal frame. Ini dapat mengembalikan kontur normal dan aligmen distal cruris, dan mempermudah
3. Weight bearing lebih dini dan gerakan sendi sesegera mungkin. fusi tibiotalar. Fraktur ini biasanya disertai dengan kerusakan jaringan lunak. Pembengkakan dapat terjadi dan biasanya
dilakukan prolonged leg elevation, terutama untuk mencegah surgical wound problems setelah reduksi terbuka.
Fraktur tertutup tibia dengan garis fraktur transversal yang stabil dan tak ada pergeseran, cukup diimobilisasi dengan gips Penyembuhannya lambat dan weight bearing sebaiknya dimulai bila hasil pemeriksaan radiologik menunjukkan adanya
atas lutut (Long-leg plester). Pemasangan gip pada kaki harus posisi dorsofleksi 90o. Pada lutut gip dipasang dalam posisi pemulihan tulang.
lutut sedikit fleksi.
Fraktur dengan dislokasi fragmen dan tidak stabil atau garis fraktur obliq membutuhkan traksi kalkaneus kontinyu selama Klasifikasi Fraktura Tungkai Bawah Distal
3 minggu. Setelah terbentuk kalus fibrosis, dipasang gips atas lutut sampai 6 minggu. Kellam dan Waddell cit. McCormack (2000) membuat klasifikasi fraktur tungkai bawah distal berdasarkan mekanisme
Garis fraktur yang miring dan membentuk spiral tidak stabil terjadinya trauma, yaitu:
karena cenderung membengkok dan memendek sesudah reposisi Tipe A :
tertutup, memerlukan tindakan reposisi terbuka dan penggunaan biasanya berhubungan dengan fraktur yang berbentuk oblik atau transversal pada fraktur fibula diatas level
fiksasi interna atau eksterna. Operasi dan fiksasi interna dengan plafond, sehingga prognosisnya baik.
plate-screw untuk mencapai stabilisasi fragmen-fragmen tersebut. Tipe B atau fraktur kompresi :
Fiksasi interna dapat juga menggunakan nail dengan interlocking kominutif pada kortek tibia anterior yang berat, terdapat fragmen multipel pada persendian dan impaksi metafise.
screw. Umumnya tidak berhubungan dengan fraktur fibula, tapi mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan
Untuk fraktur terbuka, debridemen segera, irigasi dan antibiotika tipe A.
diperlukan. Penutupan luka primer biasanya tidak diindikasikan.
Penggunaan external fixator device hanya pada fraktur terbuka Klasifikasi berdasarkan pada derajat pergeseran dan kominutif permukaan sendi dibuat oleh Ruedi - Allgower cit. Armis,
dengan kerusakan jaringan yang hebat. Dengan cara ini perawatan (2003) sebagai berikut:
luka akan lebih mudah dan mobilisasi serta rehabilitasi dapat  Tipe I : fraktur persendian tanpa pergeseran yang jelas atau minimal
dilakukan dini. Intervensi bedah untuk fraktur tertutup  Tipe II : fraktur disertai pergeseran sendi dan kominutif minimal
memberikan resiko infeksi dan harus dipertimbangkan terhadap  Tipe III : fraktur disertai pergeseran dan kominutif berat pada persendian
resiko terapi tertutup. Setiap selesai tindakan harus dilakukan
pemeriksaan sinar x untuk menilai aligmen, kontak fragmen dan Kemudian Muller cit. Annis, (2003) mengusulkan klasifikasi yang lebih mendetail, sehingga disebut sebagai AO Muller
apakah ada rotasi. Classification. Pembagiannya dibagi menjadi 3
Fraktur Tibia Distalis 

Tipe A : fraktur ekstra artikuler
Tipe B : fraktur partial artikuler yang hanya melibatkan permukaan sendi
Fraktur ujung distal tibia disebut juga pilon atau plafond fractures, fraktur ini meliputi permukaan sendi distal tibia
 Tipe C : fraktur komplit pada persendian dengan permukaan artikuler kominutif
pada articulatio tibiotalar. Fraktur Pilon atau tibial plafond adalah fraktur pada distal tibia yang meluas ke ankle joint.
Menurut Dickson cit McCormack (2000) fraktur distal disebut juga fraktur hammer dimana sekitar 20-25% kasus
berupa fraktur terbuka. Aliran darah bagian distal tibia mendapat vaskularisasi dari a. tibialis anterior dan a. tibialis
posterior, bagian distal fibula mendapat vaskularisasi dari cabang a. peroneal.

McCormack (2000) menjelaskan bahwa fraktur tungkai bawah distal disebabkan karena trauma dengan energi besar
yang biasanya berupa kekuatan deselerasi akibat jatuh dari tempat yang tinggi atau akibat kecelakaan lalu lintas. Dua
mekanisme yang menyebabkan terjadinya fraktur adalah rotasi dan kompresi axial, sehingga menyebabkan garis fraktur
berbentuk spiral yang meluas dari diafise tibia ke persendian. Mekanisme rotasi adalah trauma dengan energi rendah
pada distal tibia yang meluas ke persendian, biasanya akibat terjatuh atau kecelakaan saat berolahraga, terutama ski.
Mekanisme kompresi disebabkan energi yang lebih besar akibat beban kekuatan axial yang hasilnya adalah impaksi
permukaan sendi distal tibia dan komunitif metafise tulang. Trauma dapat menyebabkan fraktur nondisplaced sampai
fraktur “tipe explosion” komunitif berat.
Seperti fraktur intraartikular yang lain, tujuan terapi adalah memperbaiki anatomi permukaan sendi. Hal ini memang sulit
dan kadang tak mungkin dilakukan. Reduksi tertutup pada fraktur displacement hamper tak pernah berhasil. Tulang
tungkai bawah merupakan tulang panjang yang paling sering mengalami fraktur .Fraktur tibia distal sering terjadi
The Ruede and Algower Classification Systems Sindrom kompartemen merupakan peningkatan tekanan jaringan dalam kompartemen fascia tertutup, hal ini dapat terjadi
pada fraktur tibia terbuka maupun tertutup. Bila tekanan intrakompartemen melebihi tekanan kapiler, maka akan
mengganggu perfusi jaringan sehingga terjadi anoksia dan nekrosis jaringan dalam kompartemen.2 Tanda dan gejalanya
yaitu nyeri pada keadaan istirahat, parestesia, pucat, paresis, paralysis, denyut nadi hilang, gangguan diskriminasi dua
titik.

Pemeriksaan Radiologik
Type I: Undisplaced Fracture Pemeriksaan radiologik tibia dan fibula anteroposterior dan lateral. Sebaiknya memvisualisasi sendi lutut dan
pergelangan kaki (ankle joint) untuk mencegah fraktur misdiagnosis fraktur intraartikularis.
Pada cidera high-energy foto ipsilateral femur dan pelvis diperlukan untuk menyingkirkan adanya floating knee atau
trauma pelvis. Empat puluh lima derajat obliq radiograf dapat membantu evaluasi plateau tibia. Tomografi dapat
membantu pada fraktur plateau tibia dan plafond untuk mengetahui luas kompresi sendi. CT-scan terbukti berguna dalam
merencanakan operasi reduksi dan fiksasi interna fraktur komlpeks.

Komplikasi
Trauma pada pembuluh darah, saraf, sindrom kompartemen
Pada tulang , seperti
1. Delayed union
2. Nonunion
3. Malunion.
Type II: Displaced Fracture with
Split Type Fracture Nonunion atau delayed union umumnya etrjadi bila terdapat displacement berat, kominutif, fraktur terbuka atau
kerusakan jaringan lunak yang berat dan infeksi. Nonunion dapat diterapi bone grafting, peningkatan stabilitas fraktur,
atau dengan stimilasi elektrik yang masih kontroversi. Penambahan tulang seperti graft corticocancellous; transver
mikrovaskular fibula bebas; transposisi fibula; deep circumflex arteri iliaca osteocutaneus compositetransfer; substitusi
tulang seperti
kalsium fosfat, allograft, atau hidroksiapatit; dan metode Ilizarov yaitu mentransport segmen tulang dengan distraksi
kalus.
Malunion merupakan penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga menimbulkan deformitas.
Pada fraktur tibial shaft, deformitas varus atau valgus sampai dengan 5o masih dapat diterima. Rotasi internal 5o dan
rotasi eksternal 20o juga dapat diterima.
Infeksi biasanya merupakan komplikasi pada fraktur tibia terutama bila ada luka terbuka. Salah satu komplikasi terberat
pada fraktur terbuka adalah nonunion dengan infeksi. Penanganan nonunion diatasi terlebih dahulu kemudian mengatasi
infeksinya.
Type III: Crush or Impacted Injury Komplikasi lain dapat berupa penyakit vena stasis, arthritis traumatic, claw toes akibat sindrom kompartemen posterior,
with comminution and dan amputasi. Kronik joint pain atau stiffness dapat terjadi pada tibial plafond walaupun jarang.
displacement articular
surface Penatalaksanaan
Penanganan fraktur tibia distal umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu pemakaian gips dan operatif (Karunakar
M.A, 2004).
1. Indikasi penanganan pemakaian gips
 Trauma berenergi rendah
 Cidera jaringan lunak minimal (Tscherne & Gotzen 0, 1)
 Tipe fraktur stabil
Pemeriksaan Fisik 2. Indikasi penangan operatif( Karunakar M.A, 2004)
Pemeriksaan pasien dengan fraktur tibia dan fibula memerlukan pengetahuan tentang anatomi topografik, vaskularisasi  Trauma berenergi tinggi
dan neural ekstremitas inferior. Pada cidera cruris, memposisikan cruris secara anatomic dapat memperlancar aliran  Cidera jaringan lunak moderat hingga berat
darah.  Tipe fraktur tidak stabil
Semua punctum dan laserasi pada integumentum harus dipikirkan sebagai fraktur terbuka sampai terbukti atau diruang
operasi, dimana irigasi dan debridemen luka terbuka diperlukan. Capilary refill, toe pulp turgor dan suhu harus diperiksa,
serta pulsasi a. tibialis posterior dan dorsalis pedis. Bila pulsasi tak teraba karena syok atau vasokonstriksi, dapat Penilaian Keberhasilan Penanganan  klasiflkasi menurut Edward,
menggunakan pemeriksaan dopler. Cidera vascular biasanya terjadi diatas trifurcation a. poplitea, sehingga bila terjadi Baik Sedang Jelek
fraktur dilokasi ini maka perlu dicurigai terjadi cidera vascular. Nyeri Sedikit /tidak ada Ringan Berat
Bila capillary refill lambat atau dicurigai terjadi kerusakan vascular, arteriografi dapat dipertimbangkan, terutama pada
kasus fraktur dislokasi sendi lutut. Kemampuan bekerja Normal Sulit / tidak mampu untuk Hanya bekerja di tempat
Palpasi sepanjang tulang tibia dapat menunjukkan adanya pembengkakan yang menggambarkan pergeseran fraktur bekerja berat duduk
minimal. Pemeriksaan sendi lutut dan pergelangan kaki untuk menyingkirkan adanya cidera ligamentum, seperti pada Pincang Tidak ada Ringan / setelah latihan Menetap
fraktur plateau tibia yang dapat menyebabkan kerusakan ligament collateral medial. Adanya angulasi varus atau valgus berat
lutu dapat dicurigai terjadi fraktur plateau tibia atau fraktur femur distal. Aktivitas olah raga Normal Kemampuan menurun Hanya berjalan pendek
Pemeriksaan sensorik perlu dilakukan. Pada fraktur fibula proximal dapat menyebabkan kerusakan n. peroneal, disertai
gangguan sensorik dan motorik. Disfungsi n. tibialis anterior dan n. peroneus profunda mengindikasikan adanya sindrom Pergerakan lutut Stabil, ekstensi penuh, Stabil, ekstensi penuh Ekstensi penuh berkurang,
kompartemen, hilangnya sensibilitas terhadap sentuhan ringan pada plantar pedis menunjukkan adanya kompresi n. fleksi < 20 0 fleksi < 90 0
tibialis posterior.
Pergerakan ankle Dorsiflaxi <10° Dorsoflexi >90° Dorsofleksi < 90 0 Sering bersama-sama robekan ligamen kolateral medial.
plantarflexi < 20 0 plantarfleksi < 30 0 plantarfleksi > 30 0 Pemeriksaan :
Pergerakan kaki Pro dan supinasi Penurunan sedang Penurunan berat Penderita .posisi telentang, lutut fleksi 900 , tungkai bawah dipegang dibagian proksimal tibia ditarik ke depan dan
menurun < 25% belakang. Bila pergerakan bebas :
Bengkak pada tungkai bawah Ringan, hanya setelah Ringan Menetap Ke depan  robekan ligamentum krusiatum anterior
latihan Ke belakang  robekan ligamentum posterior
Fraktur Tibia Fibula --------------------------------------------------------------------- Drawer test (+)

Fraktur Kondilus tibia Instabilitas sendi dengan menggerakkan bagian proksimal tibia ke depan dengan lutut fleksi 10-200  Lachman
Sering terjdi pada kondilus lateral daripada medial. Fraktur tidak bergeser bila depresi < 4 mm, sedang yang bergeser test
apabila melebihi 4 mm
Terapi :
Konservatif  Non displaced dan depresi < 4 mm
Operatif  depresi > 4 mm , evakuasi depresi dengan bone graft

Komplikasi ; genu valgum, kekakuan sendi, osteoarthritis

Fraktur & Fraktur dislokasi pergelangan kaki


Sering disebut sebagai Fraktur POTT. Talus dilindungi oleh maleolus lateral dan medial yang diikat oleh ligamen.
Klasifikasi Danis dan Weber (1991) berdasar lokasi fraktur terhadap sindesmosis tibiofibuler :
A. Fraktur Maleolus dibawah sindesmosis
B. Fraktur maleolus lateral, avulsi maleolus medial disertai robekan ligamen tibiofibular ke depan
C. Fraktur Fibula diatas sindesmosis, avulsi tbia disertai robekan maleolus medialis  dikenal Fraktur Dupuytren.

Terapi :
Konservatif  non displaced, gips sirkuler bawah lutut
Operatif  adanya robekan ligamen dan dislokasi talus

Denis-Weber Classification (AO/ASIF System)

Trauma Ligamen pada Lutut :


1. Ligamen Medial
Terjadi sewaktu tibia mengalami abduksi pada femur disertai trauma rotasi.
TRIAS O’ Donoghue :
a. Lesi ligamen kolateral medial tibia  Stress tes 9lutut fleksi 30, ekstensi penuh
b. Krusiatum anterior  berjalan seakan mau jatuh (giving way)
c. Meniskus medial

2. Ligamen lateral  terjadi akibat adduksi terhadap femur

3. Ligamen Krusiatum
OSTEO - ARTHRITIS Perasaan ini dikatakan sebagai nyeri alih. Sebagai contoh anda dapat merasakan
osteoartritis pada sendi pinggang tapi merasa nyeri beralih di dekat lutut.
------------------------------------------------- RD Collection 2002 -----------------------------------------------
- Sendi pinggul: Penderita akan merasa nyeri di sekitar paha atas atau dalam
tulang paha. Beberapa orang merasa nyeri alih ke lutut atau sepanjang tulang
paha. Nyeri ini dapat memebuat penderita menyeret langkahnya ketika berjalan.
Di negara negara barat, bukti radiografis mengenai penyakit ini menngenai usia di Pada lutut: Penderita dapat merasa nyeri dan lemah sendi pada area lutut dan
atas 65 tahun dan 80% diantaranya berusia di atas 75 tahun. Hampir 11% dari nyeri pada saat dia menggerakkan sendi. Penderita dapat merasakan sensasi
penderita berusia di atas 64 tahun mengalami gejala osteoartritis di lutut. berkertak/bergerak atau urat tertarik pada sendi ketika bergerak. Ini dapat
Osteoartritis juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif, merupakan penyakit menyakitkan untuk berjalan neik atau turun tangga atau untuk berdiri dari kursi.
artritis yang mayoritas. Osteoartritis terjadi pada sendi tubuh ketika terjadi Pada jari: Kerusakan pada jaringan sendi jari dapat memacu pertumbuhan tulang-
kerusakan kartilago dan tulang mengalami perubahan yang abnormal. Osteoartritis tulang untuk mengisisendi yang hilang. Penulangan ini dapat terjadi pada ujung
dikarakterisasikan sebagai perubahan sendi degeneratif yang menyebabkannyeri, sendi jari, para ahli mengatakan sebagai nodus Heberden’s. Jika terjadi pada
sakit dan area pergerakan yang terbatas. Osteoartritis hampir sama pengaruhnya sendi pertengahan jari dikatakan juga sebagai nodus Bouchard.
terjadi pada pria dan wanita. Osteoartritis adalah penyakit yang dapat menyebabkan Pada kaki: penderita dapat merasakan nyeri dan kelemahan pada sendi lebar di
robeknya sendi kartilago, nyeri dan kaku sendi. Masih banyak nama lain seperti dasar jari kaki. Menggunakan sepatu yang sempit dan bertumit tinggi dapat
penyakit sendi degeneratif, artrosis, osteoartrosis atau artritis hipertrofik. memperburuk nyeri ini.
Osteoartritis dapat mempengeruhi bermacam-macam sendi, tetapi terutama terjadi Pada tulang belakang: Kerusakan jaringan sendi pada tulang belakang dapat
pada sendi pinggang, lutut, dan tulang punggung. Juga dapat terjadi pada sendi- menyebabkan kekakuan dan nyeri pada leher dn punggung dan dapat
sendi terjadi, sendi dasar ibu jari, dasar sendi jari kaki (sendi bunion). Osteoartritis menimbulkan tekanan bertambah pada saraf di kolumna spinalis. Anda dapat
jarang terjadi pergelangan tangan, siku, bahu, pergelangan kaki, atau rahang, kecuali merasa nyeri pada dasar kepala, leher, tungkai bawah, atau punggung bawah atau
apabila terjadi stress yang tidak biasa atau cedera. bawah tungkai atas.

Gejala dan Tanda : Patofisiologi


1. Kaku sendi pada pagi hari atau kekakuan setelah tidak aktif selama kurang dari Osteoartritis adalah hasil akhir dari cedera kartilago yang progresif: pelunakan dan
15 menit. pembentukan jaringan seperti bung karang (spongiosa) mendorong pemisahan dari
2. Nyeri sendi, memburuk bila bergerak dan membaik setelah istirahat. sendi. Kartilago dalam prakteknya berguna sebagai barrier/sawar yang melindungi
3. Pembengkakan jaringan lunak. sendi antara dua tulang dari kesakitan karena gesekan antara 1 tulang dan lainnya.
4. Krepitasi tulang (bunyi krkling ketika bergerak) Pada osteoartritis, kartilago menjadi aus. Hal ini dapat menyebabkan stress
5. Deformitas tulang (contohnya pada jari-jari) repetitif/berulang yang abnormal, atau oleh karena proses degeneratif karena umur.
6. Gerakan yang terbatas. Pada saat kartilago mengalami disintegrasi dan kelemahan, sel protektif kartilago
7. Subluksasi (dislokasi sendi inkomplit maupun persistent) digantikan oleh sel yang berasal dari tulang di sekitarnya. Jaringan tulang ini
kemudian yang membangun dan mengisi sendi tersebut.
Walaupun osteoartritis secara umum berhubungan dengan umur, kartilago
Gejala-gejala umum: osteoartritis secara kimiawi berbeda dengan kartilago normal pada umur yang sama,
Biasanya pasien akan merasa nyeri ringan setelah melakukan gerakan sendi secara sehingga kelainan tidak hanya dikarenakan oleh umur itu saja. Banyak penelitian
berlebihan setelah sendi tersebut sekian lama tidak aktif. Pasien dapat menemukan dilakukan untuk mencari penyebab-penyebab lain dari osteoartritis, tapi penyebab
kesulitan untuk menggerakkan sendi yang terkena dengan mudah, tetapi sendi belum biologisnya belum ditemukan sampai saat ini. Walaupun pada banyak kasus,
kaku secara komplit. Pasien perlu tetap melatih sendi yang sakit maupun otot-otot beberapa penyebab pasti dari osteoartritis dapat diketahui.
yang disekitarnya agar tidak menjadi lemah. Kelemahan otot akan menyebabkan Penekanan biomekanis dan biokimiawi menyebabkan destruksi dari kartilago, yang
otot tidak dapat mendukung sendi dengan baik sehingga si penderita akan mana mendasari terjadinya osteoartritis. Sitokin dan growth factor telah dipikirkan
merasakan nyeri sendi yang lebih berat. peranannya pada patofisiologi dari penyakit ini. IL-1 dan TNF-b yang berfungsi
Nyeri alih: Nyeri pada osteoartritis biasanya terjadi hanya pada sendi atau di untuk mengaktivasi enzim-enzim. Dengan melibatkan enzim digesti proteolitik dari
area sekitar sendi, Pada beberapa kasus walaupun jarang, orang dapat kartilago. Growth faktor di antaranya growth faktor-b jaringan dan growth faktor-1
merasakan nyeri jauh dari sendi yang terkena. insulin berperan dalam reaksi tubuh untuk memperbaiki kartilago melalui sintesa
kartilago. Ketika proses katabolisme melampaui sintesis kartilago, maka timbullah osteoartritis di lutut. Pada penelitian lain dilaporkan adanya korelasi yang lebih erat
osteoartritis. antara orang tua dan anak atau antara saudara dibandingkan dengan suami dan istri.
Enzim kolagenolitik telah diselidiki memiliki kontribusi dalam perusakan kartilago. Pada penelitian selanjutnya dengan menyelidiki kepastian adanya faktor keturunan
Kolagenase 1 (matriks metalloproteinase-1[MMP-1]) adalah kolagenase fibroblast, dari osteoartritis dan telah menemukan bahwa kelainan genetik dapat meningkatkan
dan kolagenase 2 (MMP-8) adalah kolagenase neutrofil. Kolagenase 3 (MMP-13) kejadian robeknya struktur protektif dari kartilago. Kerusakan dari jala-jala kolagen
secara terpisah juga penting karena potensinya yang tinggi dalam aktivitas dapat juga mengakibatkan penetrasi beberapa enzim yang mempercepat terjadinya
kolagenolitik. destruksi jaringan. Jala-jala kolagen yang abnormal juga menyebabkan terjadinya
abssorbsi cairan, yang merupakan bentuk lain dari akibat osteoartritis kartilago.
SIAPA SAJA YANG BERPOTENSI OSTEOARTRITIS
Umur Kelemahan Otot
Hampir 85% orang berusia di atas 65 tahun terbukti secara radiogarfis (sinar-x) Hal ini merupakan hasil dari tidak digunakannya otot-otot tungkai bawah yang
menderita osteoartritis, walaupun hanya 35% sampai 50% mengalami gejalanya. meyebabkan kelemahan dan atrofi. Menariknya pada penelitian saat ini
Osteoartritis terdapat hampir di seluruh dunia, walaupun secara umum resiko dan membalikkan pemikiran ini, dimana didapatkan hasil yang mengindikasikan bahwa
penampakannya pada sendi tertentu bervariasi di antara kelompok etnik. Sebagai kelemahan jaringan otot pada otot quadriceps bertanggung jawab atas terjadinya
contoh: Ras Kaukasus mempunyai resiko lebih tinggi daripada Asia. Osteoartritis osteoartritis (otot quadriceps adalah 4 otot yang menempel pada tulang paha dan
pada seni pinggang sangat umum terjadi di Amerika, tapi ditemukan lebih jarang turun berorigo pada lutut dan berfungsi untuk mengekstensikan tungkai). Kelemahan
pada negara-negara Asia atau beberapa negara Timur Tengah. Ras Asia lebih sering ini dapat berpengaruh pada otot itu sendiri atau pada nervus/saraf yang terdapat pada
terjadi osteoartritis pada lutut dibandingkan Ras Kaukasia demikian juga dengan otot itu. Pada penelitian uji kekuatan memperlihatkan bahwa orang dengan
resiko osteoartritis pada tulang belakang. Faktor keturunan dapat mempengaruhi osteoartritis mempunyai kelemahan otot pada otot quadriceps, walaupun mereka
onset umur dari kemunculan osteoartritis dan lokasi sendi yang terkena atau tidak mengeluh nyeri, dan tidak terdapat perbedaan pada tanda-tanda atrofi antara
keduanya. kaki pasien yang artritis dengan pasien non artritis.

Faktor Gender Trauma


Sebelum usia 45 tahun, osteoartritis terjadi lebih sering pada pria (walaupun tidak Osteoartritis kadang-kadang timbul setelah trauma di dekat sendi. Stress gerakan
secara umum dapat terjadi juga pada dewasa yang lebih muda). Setelah usia 55 yang berulang-ulang karena pekerjaan juga memberikan kontribusi dari penurunan
tahun, menjadi lebih sering pada wanita. Pada sebuah penelitian di negeri Belanda, kartilago. Telah menjadi pertanyaan mengenai peranan dari latihan yang giat pada
pada umur maximum prevalensi osteoartritis, hampir 30% pada wanita dan 8,5% osteoartritis. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa tidak ada hubungan
pada pria menunjukkan tanda-tanda osteoartritis pada lutut dan 10,4% dari wanita antara osteoartritis dengan kegiatan atletik intensitas tinggi.
dan 3,7% pria menunjukkan tanda osteoartritis pada sendi pinggang. Penyebab Pelari marathon, sebagai contoh relatif sedikit menderita osteoartritis. Sebuah
perbedaan dari segi gender secara terpisah terdapat rata-rata lebih tinggi artritis lutut penelitian melaporkan angka kejadian osteoartritis yang lebih tinggi disebabkan
pada wanita, mungkin karena menggunakan sepatu yang bertumit tinggi. Sebuah kegiatan atletik yang lain, dalam hubungannnya dengan intensitas tubrukan yang
penelitian mengindikasikan dengan menggunakan sepatu berhak setinggi 2,5 inchi agak lama selama berlari dengan jarak yang jauh. Beberapa penelitian menetapkan
menyebabkan wanita harus mengubah gaya jalannya untuk mempertahankan bahwa para pelari cenderung menurun angka osteoartritisnya apabila melakukan
keseimbangan dan lebih menekankan pada daerah lutut dan tulang paha serta di aktivitas olahraga dengan baik bahkan tidaklah perlu mereka mencapai tingkatan
dalam sendi lutut. pelari marathon, terlihat dari angka insidensinya yang rendah. Beberapa penulis
berspekulasi bahwa berlari meningkatkan kesehatan kartilago karena kompresi
Obesitas ritmis dari kartilago mengeluarkan bahan yang tidak berguna dan meningkatkan
Obesitas, yang didefinisikan sebagai kelebihan berat badan sebanyak 20% dari berat absorbsi nutrien yang diperlukan bagi kesehatan kartilago.
badan normal, mempertinggi resiko dari osteoartritis, disebabkan oleh peningkatan
berat yang ditanggung oleh sendi. Perencanaan Penatalaksanaan
Osteoartritis tidak dapat diobati secara tuntas, tapi dapat ditangani dengan
Faktor Genetik menurunkan gejala-gejalanya. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengurangi
Sebuah penelitian menemukan bahwa faktor genetik terlibat pula pada 30% orang nyeri, meminimalkan disabilitas dan memelihara ruang gerak serta mobilitas
yang menderita osteoartritis pada tangan dan sebanyak 65% pada orang dengan penderita.
Asetaminofen (Tylenol) Pada pasien dengan osteoartritis, konsentrasi dan berat molekuler dari asam
Merupakan obat yang direkomendasikan pertama kali untuk mengurangi nyeri dan hialuronidase berkurang. Oleh karena itu suplementasi viskus dengan produk seperti
terlihat tanpa efek samping. Obat-obatan anti inflamasi non steroid (NSAIDs) juga asam hialuronidase dipikirkan dapat sebagai salah satu penanganan osteoartritis.
digunakan. Mereka bekerja untuk menghilangkan nyeri melalui bloking terhadap FDA telah mengijinkan sodium hialuronat (Hyalgan) dan hylan G-F 20 (Synvisc)
prostaglandin, sebuah substansi yang dikeluarkan sistem imun yang menyebabkan injeksi untuk penanganan nyeri yang disebabkan oleh osteoartritis pada lutut.
nyeri, kekakuan dan pembengkakan. NSAIDs yang dijual bebas di antaranya adalah Sebuah penelitian terhadap efek injeksi asam hialuronidase intra artikuler pada
aspirin dan ibuprofen (Advil, Nuprin) osteoartritis di lutut menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat nyeri,
fungsi atau evaluasi global antara kelompok yang diberi dengan kelompok plasebo.
COX-2 Inhibitor. Walaupun demikian injeksi hialuronidase dapat menimbulkan nyeri pada subgrup
Obat-obat yang seperti aspirin dinamakan COX-2 inhibitor, termasuk di dalamnya pasien di atas 60 tahun di mana penyakitnya lebih berat.
celecoxib (Celebrex) dan rofecoxib (Vioxx), targetnya terhadap enzim yang
memproduksi prostaglandin yang dinamakan cyclooxigenase 2 (COX-2) tanpa Terapi Alternatif dan Tambahan
mempengaruhi COX-1, sebuah enzim yang memproteksi abdomen secara umum Terapi alternatif dapat menolong meningkatkan fungsi sendi dan menurunkan
dengan prostaglandin yang diblok dengan NSAIDs. Kedua obat ini efektif inflamasi. Latihan yang dikombinasikan dengan penguatan otot dan latihan aerobik
menghilangkan nyeri artritis kronis. Vioxx hanya perlu diminum sekali sehari. dapat meningkatkan stabilitas sendi dan fungsinya.
Sebuah penelitian menganggap bahwa Vioxx lebih efektif menghilangkan nyeri Nutrisi:
dibandingkan Celebrex, namun akibatnya harus diberikan Vioxx dosis yang lebih 1. Mengurangi makanan-makanan yang mendorong inflamasi seperti makanan
tinggi. awetan, gula, lemak-lemak tersaturasi (daging dan produk-produk mentega),
Penelitian mengindikasikan secara lebih kuat bahwa COX-2 inhibitor dapat dan asam lemak omega 6 seperti produknya primrose evening atau minyak dele.
diberikan pada dosis yang lebih tinggi tanpa resiko menimbulkan ulkus dan 2. Asam lemak omega 3 dapat mengurangi inflamasi. Meningkatkan asupan ikan-
perdarahan seperti yang terdapat pada pemberian NSAIDs. Efek samping jangka ikan air dingin (ikan-ikan yang ditangkap di lintang tinggi/subtropik), kacang-
panjang masih belum diketahui. Laporan awal mengindikasikan adanya peningkatan kacangan dan biji-bijian atau suplemen dengan asam lemak esensial (seperti
resiko perdarahan pada pasien yang juga menggunakan obat-obatan anti koagulasi. minyak ikan, 1000-15 mg 2 kali sehari).
Penelitian terhadap tikus mengindikasikan bahwa COX-2 memiliki efek protektif 3. Meningkatkan asupan gandum, sayuran dan buah-buahan sebangsa kacang
yang lambat terhadap inflamasi paru setelah 48 jam. Penelitian ini menyarankan polong.
agar agen yang memblok COX-2 tidak diberikan untuk jangka panjang, walaupun 4. Vitamin C (1000 mg) 3 atau 4 kali sehari untuk mendukung kartilago.
penelitia ini perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah hal ini sama 5. Vitamin E (400-800 iu sehari) menghambat rusaknya kartilago
efeknya bila terjadi di jaringan sendi manusia. 6. Vitamin A (5000 iu) atau beta karoten (50000 iu sehari), seng (20-30 mg
sehari), dan selenium (200 mcg sehari) adalah antioxidan yang memproteksi
Injeksi kortikosteroid intraartikular. kartilago dan menghambat kerusakan sekunder karena inflamasi.
Pasien dengan nyeri yang berat akibat osteoartritis di lutut dapat menerima injeksi 7. Boron (3 mg sehari) menolong menghambat degenerasi sendi.
kortikosteroid intraartikuler seperti metilprednisolon (Medrol) atau triamsolon 8. Asam lemak esensial (1000-1500 mg 2x sehari) untuk mengurangi inflamasi.
(Aristokort). Ketika sendi terasa nyeri dan bengkak, pennghilangan nyeri jangka 9. Glukosamin sulfat (500 mg 3 kali sehari) pada beberapa penelitian terakhir
pendek didapatkan dengan menyedot cairan sendi diikuti dengan penyuntikan menunjukkan lebih efektif daripada ibuprofen dalam menghilangkan nyeri dan
kortikosteroid intraartikuler. Sendi sebaiknya disuntik tidak lebih dari 3 kali dengan toleransi efek samping yang lebih baik daripada ibuprofen atau NSAIDs
setahun karena adanya kemungkinan rusaknya kartilago karena injeksi yang lain.
berulang. Pasien yang meminta injeksi lebih dari 3 atau 4 kali setahun sewaktu 10. S-adenosylmetionin, atau SAM (1200 mg sehari untuk 21 hari, diturunkan
kontrol kemungkina merupakan kandidat/calon untuk dilakukannya intervensi sampai 200 mg sehari). SAM menstimulasi produksi kartilago dan merupakan
bedah. anlgesik ringan dan agen antiinflamasi. Jangan dipakai pada penderita manik
depresif.
Injeksi produk asam hialuronidase intraartikuler. 11. Niacinamid (500-1000 mg 3 kali sehari) meningkatkan mobilitas sendi dan
Asam hialuronidase adalah komponen struktural matrix kartilago ekstraseluler dan mengurangi nyeri.
cairan sinovial. Ia mempengaruhi viskositas dan merupakan pelumas dari sendi.
Pemeriksaan Penunjang degenerasi. Orang-orang yang pekerjaannya menuntut gerakan-gerakan berulang
X-RAYS (Sinar X) dan menekan sendi harus mencari jalan untuk menhindarinya sejauh mungkin.
Osteoartritis sering terlihat pada pemeriksaan sinar x. Hilangnya kartilago Mengatur ruang lingkup pekerjaan atau mengganti jenis pekerjaannya dapat
diindikasikan dengan adanya penyempitan ruang normal antara tulang-tulang menurunkan stress pada sendi dan membantu mengurangi shock pada sendi.
dalam sendi, jika terdapat peningkatan densitas tulang, atau proyeksi penulangan
atau terbuktinya ada erosi. Jika ada kemungkinan kondisi lain atau diagnosisnya Latihan
belum dapat dipastikan dibutuhkan uji-uji tambahhan. Walaupun terdapat bukti kuat mengenai keuntungan latihan dapat mengurangi
osteoartritis, sebuah analisis dari uji klinis mengindikasikan bahwa latihan untuk
Test Darah pinggang dan lutut dapat berguna pada beberapa pasien. Sendi-sendi membutuhkan
Test untuk faktor rheumatoid sering dipakai untuk menentukan artritis reumatik. gerakan agar tetap sehat. Inaktivitas dalam waktu yang lama menyebabkan kekakuan
Asam hialuronik kimiawi juga terbukti sebagai marker dari osteoartritis. sendi dan membuat jaringan menjadi atrofi.
Substansi ini memberikan lubrikasi untuk kesehatan sendi-sendi dan rusak pada Menurut beberapa ahli pada kenyataannya memberanikan pasiennya untuk
orang-orang yang terkena osteoartritis. Test darah sederhana untuk melihat menekakankan latihan mereka pada otot-otot tungkai sebagai penanganan pertama
turunnya produk ini dapat menentukan diagnosis menegenai progressivitas dari menghilangkan nyeri. Mereka khawatir dengan pemberian obat penghilang rasa
penyakit ini. Test darah menunjukkan adanya peningkatan level sebuah faktor sakit akan memberikan sensasi palsu dan dari segi keamanannya tidak terjamin
yang dinamakan C-reaktif protein, yang diproduksi oleh hepar sebagai respon karena mereka justru menggunakan lititnya secara berlebihan dimana jaringan
untuk inflamasi, terbukti baik untuk memprediksi progressivitas osteoartritis ototnya justru belum cukup kuat untuk melindungi sendi dari kerusakan lebih jauh.
pada sendi lutut. Pada umumnya latihan menolong mengurangi nyeri dan kekakuan dan
meningkatkan fleksibilitas, kekuatan otot, daya tahan dan perasaan yang lebih baik.
Test Cairan Sinovial Latihan juga menolong pasien mengurangi berat badan. Pasien dengan arthritis
Apabila diagnosis belum dapat dipastikan atau dicurigai adanya infeksi, cairan seharusnya menghindari olahraga yang mengakibatkan benturan yang keras, seperti
sinovial dapat diambil dari sendi dengan menggunakan jarum halus. Secara jogging, tenis dan bola tangan. Ada tiga jenis latihan yang terbaik untuk orang-orang
normal, tidak terdapat cukup cairan yang dapat diambil. Cairan berisi sel-sel dengan arthritis sperti latihan perluasan jarak gerakan, latihan penguatan, dan
kartilago yang menandakan adanya osteoartritis. Sel darah putih dapat aerobik atau latihan untuk daya tahan (mendorong atau menarik penahan statis), dan
menentukan adanya infeksi atau tidak. Tingginya asam urat dalam cairan latihan peregangan untuk membangun kekuatan dan fleksibilitas tanpa perlu
merupakan indikasi adanya gout. Faktor-faktor lain dapat juga muncul yang menekan sendi. Pekerjaan yang benturannya kurang membantu stabilisasi dan
menandakan adanya kondisi artritis, termasuk penyakit lyme dan artritis mendukung sendi. Aerobik atau latihan-latihan daya tahan juga penting untuk
rheumatoid. jantung, mengontrol berat badan, dan meningkatkan fungsi secara keseluruhan.
Beberapa penelitian berhipotesis mengenai adanya peningkatan level substansi Bahkan dapat juga menurunkan inflamasi pada beberapa sendi. Bersepeda dan
yang ditemukan dalam cairan sinovial, didapatkan selama pembedahan minor berjalan juga baik, berenang dan latihan di dalam air sangat dianjurkan pada orang-
sendi untuk memprediksikan beratnya osteoartritis. Substansi yang dilihat antara orang yang menderita arthritis. Sebuah penelitian yang membandingkan sebuah grup
lain glikosaminoglikan sulfat, keratan sulfat dan link protein. dengan program latihan aerobik dam latihan tahanan dibandingkan dengan
kelompok yang hanya menerima penyuluhan saja, dilaporkan bahwa kelompok yang
mendapatkan program latihan lebih kurang nyeri, disabilitas dan memilki
BAGAIMANA BENTUK GAYA HIDUP DALAM PENANGANAN kemampuan yang lebih untuk menjalankan pekerjaan fisik. Pasien seharusnya
OSTEOARTRITIS? berlatih secara singkat namun teratur di bawah bimbingan terapis fisik atau
Banyak dokter menyarankan perubahan gaya hidup terlebih dahulu untuk instruktur bersertifikat.
mengurangi tekanan pada sendi yang terkena. Terapi fisik dan peralatan suportif
dapat membantu. Penyuluhan yang intensif mengenai bagaimana melindungi dan Penurunan Berat Badan
menjaga sendi yang osteoartritis dapat menolong pasien dari kunjungan yang Pasien osteoartritis yang overweight dapat mengurangi beban kejut pada sendinya
berkali-kali dan dalam kurun waktu yang lama. dengan mengurangi berat badannya. Sebagai contoh, lutut menerima penurunan 3-5
x berat badan ketika menuruni tangga. Konsekuensinya penurunan 5 pound dapat
Perubahan Okupasi/Pekerjaan mengurangi hampir 15 pound impak tekanan pada sendi. Semakin banyak BB turun
Sekali osteoartritis telah terdiagnosis maka pasien seharusnya mengurangi tekana semakin baik.
yang tiba-tiba pada sendi yang terkena. Kerusakan kartilago mempercepat terjadinya
Estrogen Yang menarik adalah bila berpindah ke daerah yang beriklim hangat justru tidak
Estrogen diketahui melindungi wanita postmenopause melawan osteoporosis; memberikan efek yang bermakna. Merujuk pada salah satu penelitian, orang yang
sebuah kelainan yang menyebabkan tulang menjadi rapuh. Penelitian-penelitian juga tinggal di daerah yang lebih hangat lebih sensitiv terhadap perubahan kecil suhu
menemukan bahwa terapi penggantian hormon dapat menurunkan faktor risiko dibandingkan orang yang hidup di daerah yang beriklim dingin, pengalaman nyeri
osteoartritis, termasuk pada lutut (walaupun sebuah penelitian menemukan bahwa baru muncul sebagai respon apabila perubahan temperatur lebih lebar.
estrogen tidak memproteksi osteoartritis pada tangan).
Terapi Alternatif
Vitamin dan Faktor-Faktor Diet Akupunktur:
Sebuah penelitian multi center di Prancis bari-baru ini melaporkan terdapat Akupunktur telah dicoba pada beberapa klinik medis untuk mengurangi nyeri
peningkatan kondisi yang bermakna pada pasien yang mendapat preparat yang osteoartritis dan berhasil serta cukup aman juga sebagai tambahan terapi standart
tersusun dari apokat dan kacang kedele dibandingkan pasien yang mendapatkan yang diberikan pada pasien. Tekniknya dengan memasukkan jarum kecil tanpa nyeri
plasebo. Kedua makanan di atas berisi vitamin E dan kaya akan zat kimiawi ke beberap titik yang berbeda dari tubuh. Tidak ada bukti yang pasti mengenai
makanan yang dinamakan saponin dan fitoestrogen. Apokat dan kacang kedele juga keuntungan akupunktur. Walaupun varian ini dapat dipengaruhi faktor-faktor
memiliki kadar vitamin B6 yang tinggi, yang mana telah diteliti efeknya terhadap pasikososial, seperti depresi, lemes, sebuah laporan menjelaskan bahwa tidak ada
rheumatoid arthritis ( tidak ditemukan walaupun dalam dosis serendah 50-100 hubungan antara kondisi ini dengan kesuksesan atau kegagalan terapi akupunktur
mg/hari dikarenakan kerusakan nervus ). Penelitian lebih lanjut membutuhkan pada lutut yang osteoartritis.
nutrisi-nutrisi ini; makan dalam jumlah yang besar kemungkinan juga tidak efektif.
Sebuah penelitian melaporkan bahwa vitamin C mempunyai beberapa keuntungan Hidroterapi:
protektif. Seharusnya hal ini ditekankan untuk kesehatan secara umum, vitamin- Hidroterapi, juga dikenal sebagai terapi sauna atau balneoterapi adalah terapi kuno
vitamin antiokxidant dan nutrisi penting lain bekerja dengan baik sebagai tim dan dengan berendam dalam bak yang berisi mineral untuk mengurangi nyeri. Pada
biasanya didapatkan dalam diet yang banyak buah-buahan dan sayur-sayuran segar. sebuah analisis dari 4 uji dilaporkan hasil yang positiv sebagai efek dari hidroterapi.
Kalsium dan vitamin D penting untuk tulang yang kuat. Sebagai catatan bahwa Beberap ahli menyatakan bahwa kita tidak dapat membantah apabila pasien sendiri
walaupun dens tulang yang lebih baik dapat memprotektif tulang dari osteoporosis. mengatakan dirinya merasa nyaman dengan terapi ini.
Keduanya tidak memiliki efek yang besar pada orang-orang yang menderita
osteoartritis. Bahkan pada tulang yang kuat, osteoartritis tetapmerupakan resiko Penyembuhan-penyembuhan alami.
terjadinya patah tulang dan jatuh. Banyak ahli saat ini merekomendasikan sebanyak Banyak pengobatan alternatif telah muncul, termasuk dengan menggunakan tumbuh-
1000 mg kalsium/hari untuk orang dewasa dan 1200-1500 mg untuk remaja. Wanita tumbuhan dan dikatakan sebagai medikasi alami, tapi semuanya ini seharusnya
hamil, wanita postmenopause yang tidak dalam terapi estrogen, dan memakai digunakan pendekatan- yang hati-hati dan telah dikonsultasikan dengan dokter, dan
kortikosteroid sebaiknya mengkonsumsi 1500 mg/hari. Wanita menyusui sebaiknya pasien sebaiknya waspada terhadap substansi-substansi yang belum terbukti
2000 mg/hari. Karena suplementasi kalsium meningkatkan resiko terjadinya batu kegunaannya. Banyak pengobatan alami yang kelihatannya efektif malah
ginjal, maka sebaiknya tidak lebih dari 2500 mg/hari. Petunjuk terbaru menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Risiko interaksi lanjutan dengan
merokomendasikan sebanyak 400 iu vitamin D/hari dan 600 iu/hari pada usia > 61 obat-obat yang lain seharunya dipertimbangkan juga.
tahun. Kurangnya sinar matahari dan diet yang tidak sehat memberikasn kontribusi
dalam kurangnya vitamin D. diet yang baik diantaranya susu fortifikasi, ikan sardin, APA SAJA PENATALAKSANAAN BEDAH UNTUK OSTEOARTRITIS
ikan hering, ikan salmon, ikan tuna, hati dan produk-produk mentega dan telur. Tindakan bedah dapat dilakukan apabila terapi medikasi/obat-obatan gagal. Bahkan
Walaupuin suplementasi sering dibutuhkan, vitamin dapat menjadi toksik pada dosis dengan prosedur ini, penggantian sendi dapat dilakukan bila diperlukan.
yang tinggi, dan tidak boleh lebih dari 1200 iu/hari.
Arthroskopi:
Pemberian Panas Arthroskopi dilakukan dengan membersihkan fragmen tulang dan kartilago yang
Pasien yang terkena penyakit osteoartritis pada tangan dapat menghilangkan rasa menyebabkan nyeri dan inflamasi. Biasanya dilakukan pada lutut dan dapat
sakit dengan rendaman air panas dan parafin hangat. Osteoartritis pada pinggang dilakukan juga pada pinggang. Ahli bedah membuat insisi kecil dan
dapat ditangani dengan bantalan hangat atau diatermi, yang menggunakan arus menginjeksikan solusio steril untuk membuat sendi membengkak sehingga dapat
listrik yang rendah untuk memproduksi panas. Studi terbaru melaporkan bahwa terlihat lebih mudah. Kemudian sebuah tube yang berlampu, disebut arthroskop
terapi sinar infra merah berkekuatan rendah dapat menghilangkan nyeri dan (yang memungkinkan ahli bedah melihat sendi) dimasukkan melalui insisi kecil
disabilitas pada sebagian pasien yang menderita osteoartritis di lutut. yang lain.
Melalui insisi yang ketiga, ahli bedah memotong, menyayat dan menjahit Rehabilitasi:
jaringan yang rusak. Pada banyak kasus prosedur dapat dilakukan Di samping kemampuan ahli bedah dan kondisi pasien, rerata kesuksesan
menggunakan anestesi lokal dan pasien dapat pulang dalam sehari. Pada kasus tergantung pada jenis dan derajat aktivitas yang diterima sendi setelah operasi
operasi lutut pasien dapat melakukan aktivitas ringan dalam beberapa hari, replacement. Sebagian besar pasien meminta 6 minggu terapi fisik untuk
namun rekoveri penuh membutuhkan waktu sampai 3 bulan. Arhtroskopi sangat membangun kekuatan otot dan menguatkan ligamen di sekitarnya. Sebuah studi
berhasil digunakan untuk kartilago saja, dan tidak melibatkan tulang. mengindikasikan bahwa dengan memenuhi proses ini dalam tiga hari
dibandingkan dengan satu minggu menghasilkan perkembangan yang lebih cepat.
Reseksi Arthroplasti: Pada reseksi arthroplasti, sendi yang terkena dibuatkan Proses rehabilitasi dapat sangat sulit pada beberapa pasien yang mengalami
jaringan parut. Prosedur ini sangat sering digunkan dalam penanganan arthritis pembedahan penggantian sendi pada lutut, namun pada jangka panjang dapat
di kaki. berhasil dengan usaha yang keras. Sementara itu pada banyak pasien
mendapatkan bahwa penggantian sendi dapat menghilangkan nyeri dan
Osteotomi: mengembalikan sedikit mobilitas, mereka membutuhkan waktu untuk mengatur
Ketika lutut tidak sesuai kelengkungannya, ahli bedah dapat memilih tindakan gerakan dengan sendi barunya. Hampir semua penggantian sendi panggul
osteotomi, sebuah prosedur dimana lutut dibuka dan tulang dibentuk kembali. meninggalkan RS dalam 1 minggu dan dapat berjalan dengan baik dalam 2-4
Debridement dibutuhkan untuk membuang fragmen yang robek dan tak berguna minggu dan sembuh total dalam 3 bulan. Biasanya pasien dengan sendi panggul
serta sendi yang menyebabkan inflamasi. Prosedur digunakan terutama pada dan lutut baru dapat berjalan sampai beberapa mil sehari dan dapat naik tangga,
orang dewasa di bawah 60 tahun. tapi mereka tidak dapat berlari. Dengan alasan yang belum jelas , lubang sendi
panggul karena protese lebih menimbulkan nyeri tulang paha dibandingkan
Arthrodesis: implant semen. Mobilitas sari sendi prostetik terbatas. Sendi panggul prostetik
Jika sendi yang terkena tak dapat diganti, ahli bedah dapat melakukan sebuah tidak dapat fleksi 900, sehingga pasien harus mempelajari cara untuk menjalani
prosedur yang dinamakan arthrodesis yang mengurangi nyeri dengan gerakan seperti pelipatan sendi diikuti turunnya tubuh, seperti gerakan memasang
menggabungkan tulang menjadi satu. Pasien harus mengerti bahwa sepatu. Sendi lutut artifisial secara umum memiliki lebar gerakan sebesar 1100.
penggabungan tulang menyebabkan pergerakan sendi menjadi tidak mungkin.
Implant Kartilago
Penggantian Sendi (Arthroplasty)
Implantasi Kondrosit Autologos. Sebuah teknik cukup menarik yang dinamakan
implantasi kondrosit autologos juga dinamakan kondroplasti (Carticel), telah
Kandidat/calon. Ketika osteoartritis berkembang menjadi begitu berat sehingga
digunakan untuk lutut yang rusak karena cedera. Pada tindakan ini artroskopi
rasa nyeri dan imobilitas membuat gerakan sendi menjadi tidak mungkin
digunakan terlebih dahulu untuk mengeluarkan kartilago dalam area pengikisan.
berfungsi normal, banyak orang menjadi kandidat untuk mendapatkan sendi
Sejumlah kecil jaringan yang sehat dipindahkan kemudian ditumbuhkan di
artifisial (prostetik) menggunakan prosedur yang dinamakan arthroplasty. Sendi
laboratorium selama hampir dua minggu. Kemudian jaringan ini diimplantasikan
pinggul sangat cocok dengan artroplasti ini, diikuti sendi lutut. Pembedahan
kembali ke dalam sendi, dimana akan mendorong terjadinya regenerasi dari
sendi lain (bahui, siku, pergelangan jari) agak kurang efektif, dan beberapa sendi
jaringan yang rusak. Di Swedia, kondroplasti telah digunakan pada pasien muda
arthritis lain (pada tulang belakang) belum dapat ditangani dengan prosedur ini.
yang mengalami defek pada lutut dan mengalami risiko terjadinya osteoartritis di
Tidak semua orang dapat menjadi kandidat untuk pembedahan ini. Petunjuk
masa yang akan datang. Hasilnya sangat baik dan ekselen. Walaupun begitu
utama adalah nyeri dan keterbatasan gerak yang bermakna termasuk dalam
terdapat banyak potensi efek samping, juga kegunaannya pada pasien osteoartritis
berjalan. Pasien dengan kelainan neurologis, emosional dan mental; atau pasien
yang lebih tua belum lagi diketahui.
yang mengalami osteoporosis berat atau dengan kemampuan yang rendah untuk
beradaptasi terhadap kondisi medis yang kronis bukan kandidat untuk
pembedahan yang baik. Infeksi harus ditangani dan diobati terlebih dahulu
sebelum operasi dilakukan. Ahli bedah sering memilih untuk menunda
implantasi prostetik pada pasien yang relatif muda dengan maksud untuk
mengurangi kemungkinan pembedahan ulang di masa yang akan datang.
OSTEO - POROSIS 2. Osteocyte
------------------------------------------------- RD Collection 2002 ----------------------------------------------- Osteocyte berada di lakunare , fungsinya belum jelas. Diduga di bawah
- pengaruh parathyroid hormon (PTH) berperan pada resorbsi tulang (osteocytic
osteolysis) dan transportasi ion kalsium. Osteocyte sensitif terhadap stimulus
mekanik dan meneruskan rangsang (tekanan dan regangan) ini kepada osteoblast
Osteoporosis merupakan kelainan metabolik paling umum yang menyerang
sekitar 25 juta penduduk Amerika, 80 % diantaranya perempuan. Dan 3. Osteoclast
mengakibatkan 1,5 juta fraktur per tahun. Pengurangan massa tulang (bone loss) Osteoclast adalah mediator utama resorbsi tulang, dibentuk oleh prekursor
diperkirakan 0,5 % pada wanita dan 0,3% pada laki-laki pertahun pada umur dekade monosit di sumsum tulang dan bergerak ke permukaan tulang oleh stimulus
2-3. Pada 6-10 tahun post menopause terjadi bone loss sebesar 2-3 % per tahun dan kemotaksis. Dengan meresorbsi matriks akan meninggalkan cekungan di
seterusnya 0,5 % per tahun. Faktor prevalensi pada wanita berhubungan dengan permukaan tulang yang disebut Lakuna Howship.
harapan hidup yang lebih panjang dan berkaitan dengan bone loss yang dikaitkan Tulang imature disebut woven bone, dimana serabut kolagennya tidak beraturan
umur. Tingginya prevalensi ini mengindikasikan adanya faktor lain selain umur. arahnya, ditemukan pada stadium awal penyembuhan tulang, bersifat sementara
Diperkirakan 1 dai 2 wanita diatas 50 tahun dan 1 dari 3 pria diatas 75 tahun sebelum diganti oleh tulang mature yang disebut lamellar bone , dimana serabut
mempunyai faktor resiko osteoporosis. Life time risk wanita di atas 50 tahun kolagen tersusun paralel membentuk lamina dengan osteocyte diantaranya.
mencapai 75 % dengan resiko fraktur femur 17 %, fraktur vertebra 16 % dan 42 % Lamellar bone mempunyai 2 struktur yaitu cortical bone yang tampak padat,
fraktur pada humerus proksimal, pergelangan tangan,lutut dan tumit. Resiko fraktur dan cancellous bone yang tampak seperti spoon atau porous.
akibat osteoporosis meningkat secara eksponensial berkaitan dengan usia.1
Penelitian Koval, et al. 1998 menunjukkan recovery post operasi dalam kurun 3
bulan sebesar 59 % , 6 bulan (71 %), dan 1 tahun (73 %). Sedang mortalitas pria
sebesar 14 %, lebih tinggi dibanding wanita. Pemahaman mengenai patofisiologi Fisiologi Tulang
diagnosis, pencegahan dan penanganan osteoporosis merupakan hal yang sangat 1. Bone Remodelling
penting. Pencegahan dan penanganan osteoporosis diarahkan pada pencapaian peak Ada 2 jalan pembentukan tulang. Endochondral ossification dengan osifikasi
bone mass dan perlambatan bone loss. jaringan kartilago, seperti epifisial plate dan pada penyembuhan tulang.
Membraneous ossification dengan osifikasi jaringan ikat seperti pembentukan
Anatomi Tulang tulang dari subperiosteal.
Sebagian besar tulang berupa matriks kolagen yang diisi oleh mineral dan sel-sel Tulang selalu mengalami 2 proses; yaitu resorbsi dan pembentukan. Proses ini
tulang. Matriks tersusun sebagian besar oleh kolagen type I dan sebagian kecil oleh disebut remodelling atau turn over. Resorbsi dimulai saat osteoclast teraktivasi
protein non kolagen, seperti proteoglikan, osteonectin (bone spesific protein), dan taksis ke permukaan tulang yang bermineral. Matriks organik dan mineral
osteocalsin (Gla protein) yang dihasilkan oleh osteoblast dan konsentrasinya dalam diambil secara bersamaan. Pada trabekula akan terbentuk cekungan dan pada
darah menjadi ukuran aktivitas osteoblast. Suatu matriks yang tak bermineral disebut kortek akan membentuk liang seperti kerucut terpotong (cutting cone). Setelah
osteoid yang normalnya sebagai lapisan tipis pada tempat pembentukan tulang baru. 2-3 minggu resorbsi berhenti osteoclast tak tampak. Sekitar 1-2 minggu
Proporsi osteoid terhadap tulang meningkat pada penyakit riketsia dan osteomalasia. kemudian cekungan diliputi osteoblast dan 3 bulan kemudian telah terjadi
Mineral tulang terutama berupa kalsium dan fosfat yang tersusun dalam bentuk pembentukan dan mineralisasi tulang.
hidroxyapatite Pada tulang mature proporsi kalsium dan fosfat adalah konstan dan
molekulnya diikat oleh kolagen. Demineralisasi terjadi hanya dengan resorbsi 2. Remodelling berkaitan usia
seluruh matriks.. Remodelling berlangsung seumur hidup. Semasa tumbuh tulang akan meningkat
Sel tulang terdiri 3 macam : baik bentuk maupun ukuran namun tetap ringan dan porous. Pada umur 20-40
1. Osteoblast tahun kanalis haversi dan ruang intertrabekuler telah tumbuh lengkap, korteks
menebal sehingga tulang lebih berat dan kuat. Pada periode ini tiap individu
Osteoblast berhubungan dengan pembentukan tulang, kaya alkaline phosphatase
mencapai peak bone mass. Pada umur di atas 40 tahun secara lambat dan pasti
dan dapat merespon produksi maupun mineralisasi matriks.Pada akhir siklus
terjadi bone loss , pelebaran kanalis haversi, penipisan trabekula , resorbsi
remodelling , osteoblast tetap berada di permukaan tulang baru, atau masuk ke
permukaan endoosteal, dan pelebaran kavum medulare, sehingga tulang menjadi
dalam matriks sebagai osteocyte
lebih porous. Pada pria kecepatan bone loss 0,3 % pertahun, sedang pada wanita
ada perbedaan antara saat menopause dan 5-10 tahun post menopause.
Dengan ditandai peningkatan bone loss, keadaan ini disebut sebagai osteoporosis (b). Parathyroid hormon (PTH)
post menopause. Hal ini disebabkan berhentinya pengaruh hormon gonadal yang Fungsinya mempertahankan konsentrasi serum kalsium pada rentang yang
juga terjadi pada wanita 5 tahun post oophorektomi. Proses yang terjadi adalah sangat sempit. Produksi dan release distimulasi oleh naik turunnya kadar
resorbsi berlebihan oleh osteoclast karena lepas kontrol hormonal. Pada umur di kalsium serum. Target organnya tubulus renal, tulang, dan intestinal .
atas 70 tahun kecepatan bone loss pria dan wanita relatif sama. Fase ini disebut Pada tubulus renal PTH merespon cepat penurunan kalsium plasma dengan
osteoporosis senile. Proses yang terjadi adalah pengurangan aktivitas osteoblast. meningkatkan resorbsi kalsium urine dan menghambat resorbsi fosfat urine.
Penting ditegaskan bahwa meskipun bone mass (jumlah netto kuantitas tulang Pada tulang PTH meningkatkan aktivitas osteoclast, dan secara tidak
per unit volume ) menurun setelah umur pertengahan, bone density (kadar langsung dengan mengaktifkan osteoblast untuk menyiapkan permukaan
mineral ) variasinya sangat kecil bila dikaitkan umur. tulang yang akan diresorbsi dan memulai kemotaksis osteoclast. PTH juga
menstimulasi osteolysis oleh osteocyte.Pada usus PTH secara tak langsung
Berkaitan dengan menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya resiko fraktur meningkatkan resorbsi kalsium dengan cara meningkatkan absorbsi vitamin
, ada beberapa penjelasan. D yang akan dikonversi menjadi metabolit aktif di ginjal.
1. Penyusutan bone mass merupakan faktor yang sangat penting
2. Pada waktu post menopause, lubang/defek pada tulang tidak akan pernah (c) Kalsitonin
diperbaiki sehingga hilangnya hubungan struktural ini akan menurunkan Disekresi oleh sel C kelenjar thyroid, bekerja berlawanan dengan fungsi
kekuatan PTH. Hal ini terjadi khususnya ketika bone turn over begitu tinggi seperti
3.
Penurunan aktivitas sel tulang pada umur tua membuat kecepatan pada paget disease. Sekresinya distimulasi oleh kenaikan konsentrasi
remodelling lambat. kalsium plasma di atas 2,25 mmol/L.

3. Regulasi Bone Remodelling dan Calcium Exchange (d). Vitamin D


Kalsium dan fosfor tulang sangat lambat perubahannya. Konsentrasi kalsium Vitamin D3 ( Cholecalciferol ) diperoleh dari 2 sumber. Secara langsung
dan fosfor ekstrasel tergantung absorbsi intestinal dan ekskresi ginjal. Kontrol dari makanan, dan secara tak langsung dari efek sinar ultraviolet pada sel
kalsium lebih kritis dibanding fosfor. Kondisi defisiensi kalsium ekstrasel yang prekursor di kulit.Vitamin D3 sendiri tidak aktif, akan diubah oleh hepar
persisten menggambarkan kondisi tulang.Sementara defisiensi fosfor hanya menjadi 25- hydrocholcalciferol (25-HCC) yang merupakan metabolit aktif.
sedikit menurunkan kadar fosfat serum. Regulasi pertukaran kalsium merupakan Oleh ginjal zat ini akan diubah menjadi 1,25 dihydrocholecalciferol(1,25-
mata rantai yang tidak dapat dihindarkan pada pembentukan dan resorbsi tulang. DHCC) yang merupakan metabolit yang sangat aktif. Zat ini menstimulasi
Keseimbangan antara resorbsi kalsium, ekskresi kalsium di tubulus renal, absorbsi kalsium di usus dan meningkatkan resorbsi tulang. Peningkatan PTH
perubahan kadar kalsium ekstrasel dan tulang dikontrol oleh faktor lokal dan dan fosfat plasma akan meningkatkan 1,25-DHCC. Begitu juga sebaliknya.
sistemik. Di tulang 1,25-DHCC menstimulasi resorbsi oleh osteoclast dan peningkatan
Faktor sistemik tersebut adalah : transport kalsium. Juga secara tak langsung mempengaruhi pembentukan
(a). Kalsium dan Fosfat tulang karena dengan peningkatan absorbsi kalsium dan fosfat di usus akan
Kadar normal kalsium serum 2,2 – 2,6 mmol/L. Absorbsi di intestinal meningkatkan mineralisasi osteoid.
ditingkatkan oleh 1,25-dihydrocholecalciferol ( 1,25-DHCC ). Ekskresi
kalsium urine 2,5 – 10,0 mmol/24 jam. Bila defisit kalsium bersifat (e) Hormon lain
persisten maka terjadi mobilisasi kalsium tulang dengan meningkatkan Estrogen menstimulasi absorbsi kalsium dan melindungi tulang dari
resorbsi tulang. Bergesernya kompensasi dari absorsi intestinal, ekskresi pengaruh PTH. Efek withdrawl hormon ini menyebabkan oeteoporosis.
ginjal, dan bone remodelling diatur oleh hormon parathyroid,dan 1,25- Kortikosteroid adrenal juga menyebabkan osteoporosis dengan
DHCC. Konsentrasi fosfat serum 0,9 – 1,3 mmol/L. Absorbsi di usus meningkatkan resorbsi tulang , menghambat pembentukan tulang,
sebanding jumlah yang dimakan , ekskresi ginjal sangat efisien dan menurunkan absorbsi kalsium intestinal, dan menginaktifkan sintesis
reabsorbsi 90 % di tubulus proksimal yang pengaturannya oleh hormon kolagen. Thyroxin meningkatkan pembentukan dan resobsi tulang tetapi
parathyroid. lebih dominan resorbsi sehingga hyperthyroid dihubungkan dengan
besarnya pembongkaran tulang dan osteoporosis.
mengarah atrofi testis. Perkembangan fisik terganggu pada riketsia, kyphosis
mengarahkan osteoporosis tulang vertebra.
Faktor lokal Pemeriksaan juga mencakup antopometri, dan penyingkiran penyakit sistemik lain.
antara lain somatomedin C (Insulin –like growth factor I ) dihasilkan oleh Diperiksa juga pemeriksaan kelinan fisik akibat disfungsi hormonal. Periksa kelenjar
osteoblast akan meningkatkan proliferasi osteoblast. Transforming growth tiroid dan testis. Adanya fraktur terutama pada femur, vertebrae dan distal radius
factor dapat menstimulasi aktivasi osteoblast. Interleukin (IL-1) dan pada umur di atas 50 tahun kita harus mencurigai adanya osteoporosis.
osteoclast activating factor (OAF), cytokines adalah faktor yang kuat pada
resorbsi tulang, Zat ini diperkirakan berperan terjadinya osteoporosis pada Pemeriksaan penunjang
inflamasi, multiple myeloma, dan tumor ganas lain. Tekanan mekanik Test laboratorium yang penting untuk penegakan osteoporosis
dibuktikan oleh Wolft (sebagai wolft law) berperan pada tulang. Pada berat Radiografi digunakan untuk mengukur radiodensitas tulang. Banyak teknik
badan menurun, prolonged bed rest, inaktivitas, kelemahan muskuler dan pemeriksaan yang dapat dipilih. Single photon absorptiometry (SPA), Dual
imobilisasi anggota gerak dapat mengakibatkan osteoporosis. Stimulasi photon absorptiometry (DPA), Dual energy X-ray abrsorptiometry (DXA),
elektrik terjadi pada bagian dimana terjadi kompresi akan bermuatan negatif Quantitative Computed tomography (QCT), dan Radiography absorbptiometry
dan bagian bertekanan rendah bermuatan positip. Oleh Brighton & Cluskey Bone mass density (BMD) dapat diukur secara akurat dan tepat. Akurat karena
dapat mempengaruhi pembentukan dan resorbsi tulang. Peningkatan dapat dinyatakan berapa banyak bone mass yang ada pada tulang. Sedang tepat
temperatur dan oksigen meningkatkan pembentukan tulang. Keseimbangan karena dengan selisih waktu pengukuran yang relatif singkat ternyata mempunyai
asam basa mempengaruhi resorbsi tulang . Pada asidosis kronik resorbsi nilai yang sama.DXA merupakan alat periksa yang efektif. Dapat memeriksa semua
meningkat dan akan menurun pada alkalosis . Peningkatan fosfat tulang, menentukan resiko fraktur yang akan terjadi, mendiagnose low bone
(pyrophosphate) menghambat resorbsi tulang. Prinsip ini digunakan dalam mass/osteoporosis, dan menentukan respon terapi osteoporosis. Pemeriksaan di atas
terapi biphosphonate. mempunyai efek samping radiasi, mahal, dan non portable .
Ultrasonografi lebih murah , sangat portable, dan tidak berefek radiasi. USG tidak
hanya mengukur bone mass, juga mengevaluasi koneksitas tulang, memprediksi
Diagnosis faktor resiko sebaik DXA yang lebih leluasa khususnya pemeriksaan daerah pangkal
Terminologi osteoporosis yang dipakai oleh Consesnsus Conferences (tahun 1991) femur. Karena sangat mudah penggunaannya, USG menjadi alat yang excelent
adalah suatu penyakit sistemik yang ditandai oleh penurunan massa tulang (bone untuk screening, namun bukan untuk monitor terapi.
mass) dan penyimpangan mikroarsitektur tulang yang meningkatkan fragilitas tulang Indikasi pemeriksaan bone mass sebagai berikut
dan meningkatkan resiko fraktur.
Anamnesa yang baik mencakup keluhan pasien dan faktor resiko osteoporosis No Indikasi pemeriksaan
seperti yang terlihat dalam tabel berikut. 1 Pada wanita dengan defisiensi estrogen, untuk menentukan keputusan
Tabel 1. Osteoporosis Risk Factor terapi
2 replacement estrogen.
Genetic and biologic Behavioral and environment 3 Pada pasien dengan osteopenia vertebra, untuk mendiagnosa osteoporosis
Family history Excessive alkohol use dan membuat keputusan langkah pengelolaan lanjut.
Fair skin and hair Cigarette smoking 4 Pada pasien dengan pengobatan steroid jangka lama, untuk mendiagnosa
Nothern European background Inactivity penurunan bone mass dan penyesuaian dosis.
Scoliosis Malnutrition Pada pasien hiperthiroidism primer asymptomatik, untuk memastikan perlu
Osteogenic imperfecta Low calcium intake tidaknya pembedahan parathyroid.
Early menopause Exercise-induced amenorrhea
Slender body build High-fiber diet WHO (1994) menggunakan pemeriksaan DXA sebagai alat untuk memastikan bone
High-phophate diet mass. Nilai yang didapat dibandingkan dengan rata-rat puncak bone mass usia
High-protein diet dewasa muda dan dihitung standar deviasinya.
Ketika osteoporosis ditegakkan maka harus diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok,
Pemeriksaan fisik yaitu high-turn over atau low turn over. Pada high tur over aktivitas osteoclast
Penampakan fisik pasien dapat memberi informasi klinis. Moon face dan meningkat, resorbsi tulang lebih dalam dan banyak tempat. Sementara osteoblast tak
Cushingoid mengarah ke hiperkortisonesme, kulit yang smooth dan hairless
dapat mengganti tulang secepat resorbsinya. Zat N-Telepeptide dan pyridinoline
terdeteksi di urine dalam kadar yang tinggi.

Pada low turn over osteoblast mengalami kegagalan dalam pembentukan tulang Penatalaksaan
pada kondisi bone turn over normal. Aktivitas osteoclast normal atau sedikit Pencegahan osteoporosis merupakan hal utama (main goal) dimana tidak ada
menurun. metode pengobatan yang aman dan efektif untuk memulihkan jaringan tulang dan
arsitekturnya ke kondisi normal. Pendekatan ini menjamin tercapainya akumulasi
Klasifikasi tradisional membagi osteoporosis menjadi 2 kelompok yaitu maksimal pertumbuhan dan maturasi tulang, dan mengurangi/mengeliminasi bone
osteporosis primer dan sekuder. Riggs dan Melton (1983) membagi osteoporosis loss pasca tulang mature. Pencapaian puncak bone mass tergantung pada kecukupan
primer menjadi type I dan type II . intake kalori, kalsium, vitamin D, kondisi menstruasi normal, latihan (exercise),
Adapun osteoporosis sekunder dapat disebabkan oleh gaya hidup sehat ( kurangi rokok, alkohol).
Penyebab osteoporosis sekunder Pada umur muda intake kalsium merupakan kunci penentu bone mass. Lane
Nutritional Malignant disease menyarankan latihan beban, peregangan otot dan keseimbangan latihan. Hal yang
Scurvy Carcinomatosis mengancam integritas tulang seperti difisiensi estrogen pre-menopause, anoreksia,
Malnutrition Multyple myeloma bulimia, olahraga berlebihan, prolaktinoma, hiperthyroidism, dan penggunaan obat
Malabsorption Leukimia yang mengganggu metabolisme tulang seperti kortikosteroid dan obat anti-epilepsi
Endocrine Non-malignant disease harus ditangani.
Hyperparathyroidism Rheumatoid arthritis Pada perimenopause dan post menopause wanita memang mempunyai faktor resiko
Gonadal insufisensi Ankylosing spondylitis yang besar sehingga pemeriksaan bone mass sangat penting. Bila ada mengurangan
Cushing` syndrome Tuberculosis bone mass, pemberian kalsium dosis tinggi saja tidak akan menurunkan kecepatan
Thyrotoxicosis Chronic renal disease bone loss. Estrogen menjadi terapi pilihan dan didukung dengan olahraga yang
Drug induced Idiopathic seimbang.
Corticosteroid Juvenile osteoporosis Pada usia lanjut ( umur dekade VII) semua orang akan mengalami osteoporosis tipe
Alkohol Postclimactericosteoporosis II. Hal penting yang dilakukan ialah pemberian vitamin D, kalsium, olahraga,
Heparin mengurangi rokok dan alkohol.

Penanganan osteoporosis primer


Sementara itu Lane (1999) menyebut osteoporosis sekunder dibagi menjadi tiga Pada pasien osteoporosis penanganan meliputi mempertahankan kualitas hidup,
yaitu, abnormalitas sumsum tulang ,abnormalitas hormonal, dan osteomalasia mobilisasi, penanganan nyeri, dan interaksi sosial. Bed rest berkepanjangan, isolasi
1
Abormalitas sumsum tulang melibatkan pelebaran cavum medulare karena proses diri, dan obat-obatan yang mengganggu motorik seperti transqualizer, sedatif,
pendesakan seperti multiple myeloma. Sedang endokrinopathi meliputi hypnotic agent, harus dicegah. Anamnesa,pemeriksaan fisik dan penunjang,
hyperthyroidism, hyperpathyroidism,DM type I, dan osteoporosis karena obat digunakan untuk menegakkan osteoporosis serta menyingkirkan penyebab lain bone
steroid. Hipertiroidisme sering iatrogenik karena overterapi disfungsional thyroid. loss.
Hiperparathyroidism primer bermanifestasi batu ginjal, keluhan gastrointestinal, Untuk memilih terapi yang tepat langkah pertama ialah menyingkirkan kausa
hiperkalsemia, cushing`syndrome. Sedang efek steroid menurunkan absorbsi osteoporosis sekunder. Kedua menentukan apakah osteoporosis itu termasuk high
kalsium intestinal, meningkatkan kalsiuria, menurunkan pembentukan tulang, dan atau low turn over. Pemberian obat-obatan dimulai setelah dibuktikan adanya bone
meningkatkan resorbsi osteoclast. Osteomalasia sering bermanifestasi sebagai loss. Bentuk spesifik intervensi tergantung pada bone mass individual, faktor resiko
berat badan rendah karena status gizi jelek, dan paparan sinar matahari yang yang ada, dan bone dynamic. Obat terapi yang tersedia sebagian besar dalam bentuk
kurang. Tanda laboratorium yang jelas ialah rendahnya kalsium dan fosfat serum, anti resorbsi dan diperuntukkan pada osteoporosis high turn over. Macam obat anti
vitamin D,meningkatnya PTH, alkaline phophatase,dan rendahnya ekskresi kalsium resorbsi antara lain hormonal replacement (seperti tamoxifen, estrogen, raloxifen),
di urine. bisphosphonate, dan kalsitonin. Kalsium dan vitamin D termasuk anti resorbsi
lemah. FDA ( Food and Drug Administration) tidak menganjurkan pemberian
stimulator tulang seperti sodium fluorida, PTH, dan derivatnya.
ginjal sehingga merupakan pilihan pada pasien aklorhidria. Sumber makanan yang
mengandung kalsium antara lain produk susu dan derivatnya.

Protokol penanganan osteoporosis oleh Lane (1999)


Treatment Protocols Recommended Daily Calcium Intake
For men and premenopausal women Age Range Recommende Suggestes
Physiologic calcium (see table 8) d Dietary Dietary Intake,
Vitamin D ( 400 – 800 U/day ) Allowance, mg/day
Adequate nutrition mg/day
Exercise (impact exercise, strengthening, and balance training ) Infant
Birth to 6 months 400 400
For postmenopausal women * 6 months to 1 year 600 600
Antiresorptive agents
Estrpogens (with progestin if uterus is intact ) Children
Alendronate (Fosamax), 5 mg/day for mild to moderate bone difisiency; 1-5 years 800 800
10 mg/day if bone mass is 2.0 SDs below peak bone mass 5-10 years 800 800 - 1,200
Calcitonin (Miacalcin), 200 U/day via nasal spray for mild bone loss ,
new fracture, bone pain Adolescents and young adult
Pamidronate (Aredia; intravenous infusion), approved for paget disease ( 11 – 24 years ) 1,200 1,200 – 1,500
and Ostyeolysis associated with malignancy.
Raloxifene (Evista), an antiestrogen (SERM) approved for prevention Female athletes
Not approved by FDA (Experimental) Eustrogenemic NS 1,000
Etidronate(Didronel), cycle of 400 mg/day for 2 weeks, rest 11 weeks; Hyperestrogenemic NS 1,500
approved
For paget disease Adults
Tamoxifen (Nolfadex; antiestrogen agent ), 70 % as effective as Men (25-65 years) 800 1,000
estrogen,used In treatment of breast cancer Women (25-50 years) 800 1,500
Pregnant/ nursing mothers 1,200 1,200 – 1,500
Formative agents (experimental) Postmenopausal women
Monofluorophosphate (monocal,; fluoride and calcium suplement ), 24 mg of Receiving HRT NS 1,000
Elemental fluoride per day, used as a nutritional additive Not reveiving HRT NS 1,500
Slow-release sodium fluoride, under study Over 65 years (both sexes) 800 1,500
 Earlier intervention if the bone loss ratye is increased and / or there are *Abbreviations ; HRT= hormone replacement therapy, NS= not spesified
independent risk factors
Penyerapan kalsiun diperbesar dengan pemberian 400 – 800 unit vitamin D atau
0,25 mg calcitrol Menurut Lucas&Einhorn (1993) pemberian kalsium saja tidak
1.Kalsium akan melindungi wanita dari defisiensi estrogen.
Penambahan suplemen kalsium diperlukan bila kebutuhan kalsium sesuai umur
harus dicapai. National Institute of Health merekomendasikan intake kalsium 2. Vitamin D
perhariseperti pada tabel dibawah Sangat penting untuk penyerapan kalsium. Chapuy et al. menunjukkan pemberian
Pemberian kalsium tidak boleh melebihi 500 mg per kali pemberian. Umumnya vitamin D dan kalsium menurunkan fraktur femur proksimal sebesar 25 %.
sediaan dalam bentuk kalsium karbonat dan kalsium sitrat. Kalsium karbonat Gallagher & Riggs menunjukkan penurunan bermakna insiden fraktur vertebra
membutuhkan asam untuk larut. Orang akhlorhidria tak dapat menyerap sediaan ini. pada pemberian vitamin D dibanding placebo.National Institute of Health
Efek sampingnya kembung dan konstipasi. Kalsium sitrat akan larut saat tidak ada merekomendasikan pemberian 400 – 800 unit vitamin D perhari khususnya pada
asam, tidak membentuk gas, dan tidak konstipasi, menurunnya resiko resiko batu orang dengan resiko osteoporosis . Waktu paruh vitamin D2, D3 ialah 2 bulan, 25-
HCC ialah beberapa hari, dan D3 (calcitrol) ialah 4 jam. Efek samping yang dapat Merupakan analog pyrophosphonate. Mekanisme kerjanya ialah menghambat
terjadi ialah terbentuknya batu ginjal, mual, hiperkalsemia. maturasi , migrasi, penempelan pada tulang, dan aktivitas osteoclast.8. Ada 3
generasi bisphosphonate. Generasi I ialah etidronate banyak digunakan pada
3. Estrogen paget disease dan efikasi yang tinggi pada osteoporosis.
Estrogen penting dalam pencegahan dan penanganan osteoporosis. Pada umur 30 – Dosis 400 mg per hari selama 2 minggu dengan interval istirahat 11 minggu. FDA
40 tahun estrogen wanita mulai menurun namun belum menampakkan defisiensi. tidak merekomendasikan penggunaannya untuk osteoporosis. Generasi II dan III
Saat menopause skeletal bone loss meningkat ( 8 % pada cancellous bone dan 0,5 % masih dalam uji klinis. Alendronate menghambat resorbsi 1000 kali lebih besar
pada cortical bone) dan akan menurun lagi pada 6 – 10 tahun postmenopause. dibanding pembentukan tulang sendiri. Telah terbukti menurunkan fraktur 50 %.
Penelitian menunjukkan pemberian estrogen perimenopause (fase penurunan cepat Dosis yang direkomendasi FDA 10 mg/hari untuk BMD 2 SD dibawah rata-rata.
estrogen) akan menurunkan kecepatan bone loss khususnya trabekula vertebra. Dan 5 mg/hari untuk minimal bone loss. Pemberiannya peroral saat perut kosong.
Ketika terapi estrogen berhenti bone loss akan meningkat tajam sampai 7 tahun post Half life alendronate 10 tahun, tak dianjurkan pada wanita hamil karena belu ada
penghentian estrogen. Sehingga terapi estrogen harus didampingi terapi anti resorbsi penelitian keamanannya. Penghentian alenndronate tak mempercepat bone loss
lain sebagai maintenance. seperti estrogen. Efek sampingnya dispepsia, oesophgitis, diare, nyeri tulang pada
Estrogen dapat menekan gejala menopause seperti hot flushing, atrofi genitourinaria, terapi yang tanpa disertai kalsium.
juga menurunkan 50% penyakit koroner,mencegah alzheimer. Namun akan
meningkatkan endometriosis yang dapat dicegah dengan pemberian progestagen 6. Bone Stimulating Agent
periodik. Pada premenopause dan perimenopause pemakaian pil KB sangat efektis Estrgen calcitonin dan bisphosphonate bekerja dengan mencegah resorbsi pada high
untuk mencegah osteoporosis.Yang menjadi penting ialah peningkatan resiko kanker turn over osteoporosis. Sedang pada low turn over osteoporosis terjadi kegagalan
payudara sebesar 30 % pada lama pemakaian di atas 10 tahun. Sedang peneliti lain pembentukan tulang oleh osteoblast. Sehingga dibutuhkan agent secara langsung
mengatakan resiko penyakit kardiovaskuler menurun pada pemakaian estrogen. menstimulasi fungsi osteoblast. Agent yang masih dalam tahap eksperimental ialah
Dosis estrogen 0,625 mg/hari. Pada wanita gemuk dosis diturunkan karena androgen fluorida, PTH, PTH related peptide dan analognya. Pemberiannya tidak
akan mengkonversi zat estrogen like di jaringan lemak. Pada wanitra kurus, direkomendasikan FDA.
perokok estrogen akan terdegradasi. Pemberian estrogen harus bersama kalsium .
Cara pemberian per oral, transdermal, sublingual, percutaneus, subcutaneus, atau 7. Exercise
intravaginal. Meski tidak termasuk modfalitas terapi medis namun sangat efektif dalam mencegah
Obat antiestrogen seperti tamoxifen yang lazim digunakan dalam terapi kanker osteoporosis. Sel tulang peka lingkungan . Osteoblast merespon rangsang dalam
payudara mempunyai efek mempertahankan dan meningkatkan bone mass sekitar 70 waktu 24 – 48 jam.. Imobilisasi lama memicu osteoporosis. Pada menopause
% dan meningkatkan cardiac lipid profile. Namun dapat meningkatkan resiko kanker pemberian diet, vitamin D , kalsium hanya mengurangi kecepatan bone loss. Bila
kandungan dan efek withdrawlnya meningkatkan bone loss dan memperberat gejala ditambah exercise akan efektif mempertahankan dan meningkatkan bone mass. Jenis
menopause.Sehingga tamoxifen tidak digunakan sebagai terapi osteoporosis. dan durasi exercise tidak ditentukan. Pada latihan ringan akan mempertahankann
bone mass. Latihan agak berat akan memacu remodelling tulang. Sedang latihan
4. Calcitonin terlalu berat akan memicu kegagalan bone modelling. Bone mass erat hubungannya
Merupakan hormon non gonadal non steroid. Berefek menurunkan aktivitas dengan muscle mass yang menempel.
osteoclast , efek analgesik (mekanismenya belum diketahui). Sangat efektif Cumming & Courtey menyarankan 3 hal dalam program latihan. Impact exercise ,
mengobati high turn over osteoporosis. Cara pemberiannya subcutan, nasal spray, bertujuan menstimulasi pembentukan osteoblast dan mencegah resorbsi. Contoh
atau suppositoria rektal . Karena bersifat hypocalcemic agent maka pemberiannya jogging, jalan cepat, naik tangga. Strengthening exercise, mempengaruhi tulang di
harus disertai kalsium .Calcitonin derivat kan salmon mempunyai potensi 40 – 50 profunda otot. Disarankan melatih otot trunkus dengan beban ringan. Contoh sit up,
kali dibanding human calcitonin. FDA merekomendasikan dosis 100 IU per hari. angkat beban ringan dengan membungkuk. Balance training, menyeimbangkan
Human calcitonin tidak direkomendasikan untuk osteroporosis, tapi untuk semua latihan, dimulai dari ringan dan dinaikkan bertahap.
pengobatan paget disease. Mempunyai efek penurunan fraktur vertebrae sebesar 75
% , sementara efek pada fraktur femur masih diperdebatkan. Sehingga calcitonin 8. Kortikosteroid
diindikasikan untuk osteoporosis dengan nyeri . Sudah terbukti bahwa kortikosteroid mengakibatkan osteoporosis. Mekanismenya
menghambat fungsi osteoblast, menghambat resorbsi kalsium di intestinal dan
5. Bhisphosphonate tubulus proksimal ginjal, dan memicu hiperparathyroid sekunder. Dosis yang
menginduksi bone loss belum jelas. Suatu penelitian menyebut 7,5 mg prednisolone
per hari dalam waktu lama juga belum jelas, ada yang menyebut beberapa minggu.
Topical steroid dilaporkan tidak mempengaruhi tulang.
Trigger Finger ---------------------------------- RD Collection 2002
Jari-jari
Tendo Fleksor digitorum profundus (FDP) dan Fleksor digitorum superfisialis
(FDS) memasuki terowongan fibroosseus sempit dibentuk dari lekukan pada
permukan palmar kolum metacarpal dan ligament anulare. Terdapat 2 tipe pulley
Trigger finger (TF) atau stenosing tenosynovitis adalah salah satu penyebab yaitu anular dan cruciatum. Pada jari terdapat empat pulley anular dan tiga pulley
kesakitan dan kecacatan pada tangan. Nyeri yang timbul menyebabkan kesulitan krusiatum. Anular pulley terbentuk dari satu band fibrosa sedangkan pulley
dalam mencapai normal ROM (range of motion) pada jari dapat membuat kesulitan cruciatum mempunyai dua band fibrosa yang saling menyilang. Anular pulley lebih
menjalankan tugas fungsional jari seperti mengenggam atau mengetik. Keadaan ini tebal dan rigid di banding dengan cruciatum pulley
disebabkan oleh penebalan tendon fleksor pada aspek distal tangan yang
menyebabkan terperangkapnya tendo pada saat masuk sarung tendo. Kondisi ini Urutan pulley dari proksimal ke distal adalah :
dimulai dengan perasaan tidak enak pada tangan selama menggerakkan jari. Pulley A1 melewati MCP joint. Dibebaskan pada operasi TF
Kemudian secara bertahap, pada waktu fleksi atau ekstensi menyebabkan derikan Pulley A2 melewati ujung proksimal dari phalang proksimal
(snapping) dan letupan (popping) yang sangat sakit pada tendon fleksor. Pulley C1 melewati pertengahan phalang proksimal
Pasien dapat kesulitan untuk flexi atau ekstensi tergantung dimana jepitan tendo Pulley A3 berada diatas proksimal interphalangeal (PIP) join
terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada posisi fleksi. Stenosing tenosinovitis dapat Pulley C2 berada diatas ujung proksimal phalang media
terjadi pada semua lokasi dimana tendo melewati sarung atau kanal osteoligamen, Pulley A4 berada diatas pertengahan phalang media
tetapi kondisi ini hanya sering ditemui di tangan dan pergelangan tangan. Pulley C3 berada diatas ujung distal phalang media

Epidemiologi
Di Amerika Serikat trigger finger merupakan kondisi yang sering didapatkan. Tidak
didapatkan predisposisi rasial , paling sering ditemukan pada dekade ke lima dan
enam, wanita lebih sering dari pada pria, Tangan dominan lebih sering, sedangkan
ibu jari yang paling banyak terlibat diikuti oleh jari keempat dan jari ketiga. Jari
telunjuk yang paling sedikit terkena Sering didapat bersamaan dengan penyakit de
Quervain’s dan carpal tunnel sindrom

Anatomi
Sarung tendo fleksor berjalan dari caput metacarpal ke distal phalang dan melekat
pada tulang dibawahnya yang mencegah pembengkokan (bowstringing) dari tendo.
Sarung tendo dengan sinovia mengurangi gesekan; ligamen anular terbentuk dari
penguatan dari fasia profunda, menyediakan retinakulum atau pulley (katrol) untuk
mempertahankan tendon dekat dengan tulang. Karena ada ROM yang lebar antara
fleksi dan ekstensi pada pergelangan tangan, retinakula ada baik pada aspek volar
maupun dorsal.

Ibu Jari
Pada sendi metacarpophalangeal (MCP joint) I, tendo dari fleksor policis longus
(FPL) melewati saluran sempit yang dibentuk oleh lekukan pada permukaan palmar
colum metacarpal I dan serabut transversa dari anular ligamen fleksor . Pada tiap sisi Pemotongan pulley A1 tidak menyebabkan hilangnya fungsi fleksor, tetapi
pada kapsul MCP joint terdapat os sesamoid, dimana salah satu tendo fleksor policis pemotongan pulley A1 dan A2 menyebabkan keterbatasan fleksi aktif pascaoperasi.
brevis berinsersi. Disini adalah tempat tersempit dari sarung fleksor policis longus Pulley A2 dan A4 penting untuk mencegah pembengkokan (bowstringing) dari
dimana sering terjadi konstriksi tendo fleksor.
Histologi Etiologi
Pulley A1 menunjukkan hipertrofi yang nyata digambarkan sebagai penebalan Trauma pekerjaan berulang (repetitive occupational trauma) memainkan peranan
sikatriks seperti leher (collarlike) berwarna putih. Pemeriksaan mikroskopis pada terbentuknya trigger finger. Ketika ligamentum anular ditekan dengan kuat
memperlihatkan degenerasi, pembentukan kista, dan plasma c- infiltrasi. Penelitian untuk waktu lama dengan memegang gunting, obeng atau peralatan lain, tendon
mikroskopik menunjukkan terdapat lebih banyak proliferasi kondrositik kolagen tipe gliding dibawah ligamen mungkin teriritasi. Iritasi ini menghasilkan eksudasi dan
III daripada kondrosit dibandingkan normal pada lapisan paling dalam atau friction pada akhirnya menyebabkan penebalan dari sinovia yang menutupi tendo, penebalan
layer pulley A1. Jumlah cairan ekstraseluler meningkat secara signifikan tendo itu sendiri atau penebalan fleksor tendo sheath sehingga timbul gangguan pada
dibandingkan pada kontrol. Sampson et al menyimpulkan mekanisme patobiologi gerakan meluncur (gliding) bebas dari tendo. Penyebab paling sering stenosing
yang mendasari TF adalah metaplasia fibrocartilago pada A1 pulleys, daripada tenosinovitis adalah inflamasi kronik dari sinovial sheath.
disebabkan trauma atau penyakit. Beberapa penelitian gagal menunjukkan adanya Sebab sistemik dari trigger finger adalah rheumatoid arthritis (RA), diabetes
inflamasi sel akut atau kronis pada sinovium, sehingga akhiran "itis" adalah mellitis (DM), psoriasis arthritis, amyloidosis, hipotiroidisme. Atau dari infeksi
terminologi yang salah kecuali berhubungan dengan RA or inflammatory arthritis. sekunder misalnya tuberculosis. Tetapi yang paling banyak penyebabnya tidak
diketahui atau tidak jelas; diduga karena perubahan morfologi pulley. Stenosing
Patofisiologi tenosinovitis pada tendo fleksor policis longus mungkin sudah ada pada waktu lahir
Pada trigger finger inflamasi terjadi terutama pada sinovia yang menutupi tendo. atau muncul pada masa bayi.
Sarung tendo sendiri sering menebal sampai beberapa kali ukuran normal. Ketika
kondisi ini berlangsung untuk beberapa lama, tendo menjadi terjepit atau terbentuk Manifestasi Klinis
bulbous swelling pada tendon baik pada proksimal maupun distal dati stenosis. Efusi Dengan perubahan karena inflamasi pada tendo fleksor dan sarungnya, nyeri terjadi
serous mungkin terjadi. Tendo yang normal berwarna putih menjadi abu-abu. sepanjang tendo dan dapat timbul baik pada waktu istirahat atau pada waktu
Pada keadaan normal tendo fleksor jari meluncur kembali dan seterusnya dibawah bergerak. Titik dimana nyeri paling maksimal biasanya diatas anular band pada
ketegangan pulley. Penebalan sarung tendo fleksor menyebabkan hambatan pada dasar jari diatas collum metacarpal. Bila proses inflamasi berlangsung terus dan
mekanisme luncuran (gliding) normal. Nodul mungkin terbentuk pada tendo tendo menjadi makin terjepit dalam sarung tendo, nyeri menjadi makin bertambah
menyebabkan tendo melekat pada ujung proksimal A1 pulley sehingga dan gerakan aktif jari menurun.. Pembesaran bulbous pada tendo ekstensor biasanya
menimbulkan kesulitan ketika pasien berusaha mengekstensi jari. Dengan terdapat di distal anular band pada jari dengan ekstensi penuh. Dengan kekuatan
menambah kekuatan untuk mengekstensi jari baik dengan meningkatkan kekuatan aktif fleksor jari, pelebaran bulbous ini berpindah melewati sarung tendo dan
ekstensor atau dengan kekuatan eksterna misal mengunakan tangan yang lain, jari kemudian berada di proksimal anular band pada telapak tangan. Gerakan ini sering
membuka diikuti derik (snaps) dengan rasa sakit pada telapak tangan distal dan disertai dengan letupan (snap) yang sangat sakit dan kemudian jari terkunci pada
masuk ke proksimal jari yang terlibat. Pada keadaan yang lebih jarang, nodul posisi fleksi. Karena tendo fleksor lebih kuat dari ekstensor maka pasien sering
terperangkap disebelah distal dari A1 pulley sehingga menyebabkan kesulitan untuk tidak dapat mengekstensikan jari secara aktif dan harus dengan jari tangan yang lain
fleksi jari. mengekstensikan jari yang diikuti dengan letupan lain yang menyakitkan karena
pelebaran bulbous pada tendo kembali lewat tendo sheath yang stenosis.
Klasifikasi Ketika jari terkunci pada posisi fleksi, pasien sering tidak mau mengekstensikan lagi
Klasifikasi Green digunakan hanya untuk grading klinis dan dokumentasi. karena rasa sakit akan terjadi lagi.. Biasanya trigger finger terjadi pada waktu pagi
Grade I (Pretriggering) : Nyeri, riwayat catching yang tidak dapat diperlihatkan dan akan hilang setelah tanga dipakai untuk bekerja. Karena inaktif, udem akan
pada pemeriksaan klinis. Tenderness diatas pulley A1 terjadi pada tendo fleksor dan udem ini akan menyebar dengan aktifitas,
menghasilkan tendo meluncur dengan mudah melewati sarung tendo. Gejala
Grade II (aktif) : Catching dapat ditunjukkan, tapi pasien dapat secara aktif mungkin berkurang dengan perjalanan waktu terutama bila letupan disebabkab oleh
ekstensi jari swelling dari tendo atau sarung tendo dan penebalan tidak berlebihan dari anular
band. Tekanan dari jari tangan pemeriksa diatas anular band dapat menimbulkan TF
Grade III (pasif) : Locking, memerlukan ekstensi pasif (grade IIIA) atau dengan letupan yang menyakitkan.
ketidakmampuan untuk fleksi aktif (grade IIIB)

Grade IV (Kontraktur) : Catching, dengan fixed fleksi kontraktur sendi PIP1

Diagnosis
Penderita mempunyai riwayat locking atau catcing selama aktifitas fleksi-ekstensi Splint harus dibuka 2 -3 kali sehari supaya pasien dapat mengerakkan sendi
aktif dan mungkin memerlukan manipulasi pasif untuk ekstensi jari, nyeri pada interphalang secara pasif sampai full ROM. Tidak boleh dilakukan gerakan
bagian distal telapak tangan, benjolan di telapak tangan dan sakit yang menjalar aktif jari karena mungkin dapat menyebabkan snapping dari tendo fleksor.
sepanjang jari. Penderita mungkin mengeluh stiffness pada jari, terutama setelah Meskipun hasil dari splinting cukup baik akan tetapi masih lebih rendah
periode inaktif seperti tidur dan menghilang setelah aktifitas. Pada penderita RA dibandingkan dengan injeksi steroid atau operasi.
atau DM keluhan mungkin melibatkan beberapa jari.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tenderness diatas pulley A1, palpable snapping 3. Steroid injeksi
sensasition atau krepitasi di atas pulley A1, Teraba nodul pada FDS di distal MCP Pada saat ini disepakati injeksi steroid adalah terapi lini pertama. Bila simptom
joint, serta triggering pada ekstensi aktif atau pasif oleh penderita. biasanya nodul sudah lebih dari 6 minggu atau sangat akut dianjurkan untuk dilakukan
pada tendo dengan mudah dapat terasa dan palpable dan clik terdengar bila injeksi kortikosteroid long akting seperti triamcinolon 20 mg langsung pada
triggering dibetulkan dengan ekstesnsi jari. sarung tendo fleksor. Hasil yang baik didapatkan pada pasien wanita dan pada
Tidak ada tes laboratorium untuk diagnosis TF. Diagnosis TF ditegakkan secara pasien dengan satu jari yang terlibat. durasi simptom pendek (kurang dari 4
klinis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk kecurigaan DM, RA, gout atau bulan) atau tidak ada kondisi lain yang berhubungan (misal RA,DM)
hypothyroidisme Pemeriksaan radiologis tidak diindikasikan. Fauno (1989) melaporkan hilangnya gejala pada 76% penderita setelah injeksi
kortikosteroid sebanyak tiga kali dengan interval tiga minggu Buch-Jaeger
Penatalaksanaan (1992) melaporkan hasil yang baik pada 73% kasus setelah satu suntikan 1 ml
Pada awalnya trigger finger diterapi dengan splinting pada posisi ekstensi, dimana hidrokortison, Kraemer (1990) merekomendasikan injeksi triamcinolon 20 mg
hal ini akan menyebabkan terjadinya stiffness dan pada akhirnya kehilangan fleksi sampai dengan tiga kali pada digital flexor sheath sebagai managemen awal dari
dari metacarpophalangeal dan inter phalangeal. Karena adanya komplikasi ini, non locking stenosing tenosynovitis pada dewasa.
peneliti menggunakan injeksi steroid intrasheath yang menghasilkan keberhasilan
dengan proporsi yang tinggi. Pembedahan untuk membebaskan pulley A1 menjadi Teknik injeksi
popular karena splinting dan injeksi steroid gagal atau adanya patologi lain seperti Bahan : 0,5 ml methylprednisolon atau 20 mg triamcinolon ditambah dengan 0,5
rheumatoid arthritis atau adanya resiko rupture tendo atau infeksi – 1 ml lidokain 1 %. Posisi pergelangan dan tangan : abduksi maksimal ibu jari
Lokasi injeksi: Pada lokasi nodul tendo atau pada aspek palmar diantara caput
A. Konservatif metacarpal dan palmar crease distal. Pada aspek palmar dengan jarum 25 G, 1
Terapi Konservatif (non operatif) akan menyembuhkan setidaknya 50 persen pasien atau 1,5 inchi jarum diinsersikan dengan sudut 30 derajat distal dari caput
dengan trigger finger atau trigger thumb. Rekoveri spontan mungkin terjadi pada metacarpal dan diarahkan ke proksimal, hampir sejajar dengan kulit kearah
beberapa pasien tanpa terapi apapun. nodul.
Terapi konservatif meliputi pemberian NSAIDs, immobilisasi dan injeksi steroid. Pasien diminta fleksi dan ekstensi jari yang sakit, insersikan jarum sampai
1. NSAIDs sarung tendo ditandai dengan adanya sensasi gatal. Steroid diinjeksikan ditempat
Oral NSAAIDs dapat mengurangi nyeri dan inflamasi. Berbagai macam ini. Bila jarum masuk ke dalam tendo, akan terlihat jarum bergerak sesuai
NSAIDs oral dapat dipergunakan, meskipun tidak satupun yang memiliki dengan pergerakan tangan. Jarum dengan pelan ditarik 1-2 mm keluar dari tendo
perbedaan sehingga menjadi obat pilihan. Pemilihan NSAIDs tergantung dari dan masuk kedalam sarung tendo, ditandai dengan rasa gatal, obat diinjeksikan.
kenyamanan (berapa kali obat harus diminum dalam sehari untuk mencapai Pasien harus diingatkan harus pada posisi supine selama beberapa menit setelah
efek analgesi dan antiinflamasi yang adekuat) dan kepatuhan pasien. injeksi. Gerakkan sendi secara pasif untuk memastikan obat yang telah
disuntikkan masuk pada lokasi yang tepat,. Untuk memonitor efek samping
2. Splinting pasien tidak boleh pulang selama 30 menit setelah injeksi.
Bila simptom terjadi kurang dari 6 minggu, imobilisasi dari jari atu ibu jari Secara umum pasien harus menghindari aktifitas berat yang melibatkan daerah
selama tujuh sampai sepuluh hari sering menghasilkan penyembuhan. Splint yang disuntik selama 48 jam. Pasien harus diingatkan bahwa mereka mungkin
MCP joint pada fleksi 15°. Spint harus cukup panjang untuk menjangkau PIP mengalami pemburukan simptom pada 24 – 48 jam yang berhubungan dengan
joint karena pembatasan gerakan pada sendi ini akan mencegah terjadinya steroid flare. Bila hal ini terjadi dapat diterapi dengan es atau NSAIDs. Evaluasi
trigger phenomena. Dengan menempatkan spint pada aspek dorsal dari jari, dilakukan 3 – 4 minggu pasca injeksi.
permukaan taktil ujung jari tetap terbuka sehingga jepitan antara jari dan ibu
jari tidak terpengaruh..
B. Operasi
Tindakan pembedahan dilakukan pada pasien yang gagal dengan injeksi steroid atau
adanya patologi lain yang diduga menyebabkan triggering yang tidak dapat
dilakukan terapi konservatif seperti RA.
1. Operasi terbuka
Penelitian hubungan antara anatomi permukaan dengan struktur dalam pada
tangan menunjukkan bahwa ujung proksimal dari anular pulley pertama hampir
pasti bertepatan dengan lipatan palmar distal pada jari keempat dan kelima.
Lipatan palmar proksimal pada ibu jari dan setengah antara dua lipatan pada jari
tengah Ujung proksimal dari annulus sheath fleksor policis longus tepat dibawah
lipatan fleksi MCP ibu jari.
Insisi transversal pendek ditempatkan pada lekukan yang tepat atau untuk release
jari tengah pertengahan antara dua lekukan. Tempat ini juga lokasi penyembuhan
insisi jauh dari tonjolan kaput metacarpal, mengurangi tekanan langsung pada
scar yang nyeri pada waktu menggenggam benda silinder atau sferis. Nervus
digitalis dan arteri yang berjalan sejajar pada tiap fleksor sheath harus Komplikasi Operasi
Heithoff (1988) 17 melaporkan komplikasi pemotongan pulley A2
diidentifikasi. Dua nervus digital pada ibu jari mudah terkena cedera. Bila
menyebabkan bowstringing dengan kehilangan fleksi penuh jari. Sangat jarang
menggunakan insisi longitudinal jangan sampai melewati lekukan fleksi karena
terjadi kerusakan saraf.
akan menimbulkan skar yang nyeri.
2. Bedah Endoskopi
Teknik Operasi
Lokal anestesi lidokain diinfiltrasikan pada kulit diatas A1 pulley, suntik lebih Langkah 1: Lokasi Insisi
Palpasi praoperasi harus dilakukan untuk
dalam pada sarung tendo dan pneumatik arm tourniquet dikembangkan untuk
mengetahui gambaran tendo fleksor dan
mendapatkan lapangan operasi yang bersih. Untuk tiap tendo yang akan
lokasi pulley A1. Dibuat 2 insisi transversal
dibebaskan, 1,5 – 2 cm insisi kulit secara transversal dibuat pada lekukan yang
dibuat pada tendo fleksor, panjang 2,5 mm
tepat seperti tersebut diatas. Sendi MCP di hiperekstensi untuk menggeser
pada tiap jari. Insisi proksimal ( 1 cm
struktur neurovascular ke dorsal sehingga mengurangi resiko cedera. Diseksi
proksimal dan 1 cm distal dari pulley A1)
secara tumpul jaringan subkutan dan fasia palmar untuk mengekspose fleksor
dengan hati-hati dibuat karena tendo fleksor
sheath. Nervus digitalis dan pembuluh darah diproteksi. Ujung proksimal yang
menutupi proksimal telapak tangan. Insisi
tebal dari fleksor tunnel yang kuat diidentifikasi.
distal berada pada palmar digital crease pada
Dua nervus digital pada ibu jari lebih mudah cedera, terutama bagian radial
pertengahan jari.
yang berada dekat dengan lapisan dermis pada lekukan fleksi dimana saraf
tersebur akan laserasi bila insisi initial terlalu dalam. Saraf ini berjalan diagonal
melewati sheath fleksor ibu jari sehingga dapat cedera karena diseksi dengan Langkah 2: Posisi dan pembebasan jaringan
gunting secara buta lebih proksimal. Dengan pandangan langsung scapel No 11 subkutan
Pembedahan dilakukan dengan menggunakan
diinsersikan dibawah annulus dan didorong ke distal untuk memotong pulley
tourniquet dengan lokal anestesi atau blok
A1 secara longitudinal. . Panjang insisi kurang lebih 1,5 cm (pada anak-anak
pergelangan tangan. Jari pada posisi
0,5 cm). Hati-hati supaya tidak memotong terlalu distal dan resiko memotong
hiperekstensi pada sendi MCP. Setelah insisi
A2 pulley yang dapat menyebabkan bowstringing. Pasien diminta untuk secara
dibuat, pemisahan jaringan subcutan
aktif menggerakkan jari untuk memastikan triggering dan locking telah
dilakukan secara tumpul.
dihilangkan. Kulit dijahit dengan 2-3 jahitan. Tangan dibiarkan bebas dan
gerakan dianjurkan segera setelah operasi.
Langkah 3: Penempatan kanula Teknik Operasi:
Window kanul diinsersi subkutan sepanjang tendo fleksor dari portal proksimal Langkah 1: Penempatan Jarum
sampai melewati portal distal. Obturator kemudian dilepas. Kain gulung diletakkan dibawah sendi MCP pada tangan untuk mendapatkan
hiperekstensi jari dan mengeser struktur neurovascular ke dorsal. Anestesi local
Langkah 4: Visualisasi Endoskopi diberikan subkutan pada tempat insisi dan sarung tendo fleksor.
Endoskop dimasukkan ke portal proksimal dan dilihat panjang stenosis pada pulley Jarum ditempatkan pada titik kurang lebih 1/3 jarak dari distal palmar crease dan 2/3
A1 dan proliferasi sinovia. Diperiksa anatomi melewati kanula windowProbe dapat jarak dari proksimal palmar crease. Pada titik ini terletak titik tengah pulley A1.
digunakan untuk palpasi jaringan dan ujung pulley A1. konfirmasi struktur anatomi
dan pinpoint ujung proksimal pulley A1. Langkah 2: Release Pulley
Jarum No 19 Gauge ditempatkan melewati pulley A1 setinggi caput metacarpal.
Pasien diminta memfleksikan jari untuk konfirmasi jarum telah berada di tendo
fleksor. Jarum ditarik sedikit dan pada posisi longitudinal dengan tendo

Langkah 3: Tes dan perawatan pasca operasi


Dengan gerakan menyapu, jarum digunakan untuk merelease pulley pada arah
proksimal dan distal. Pada saat pulley sedang dibelah akan terasa gatal. Bila rasa
gatal hilang menunjukkan pulley telah dibebaskan.. Jarum kemudian dicabut.
Dengan prosedur ini tidak diperlukan rehabilitasi.

Langkah 5: Release(Gambar 9)
Retograde knife dimasukkan ke medan operasi lewat portal distal. Ujung Proksimal
Pulley A1 dikait dan seluruhnya dipotong dengan pandangan langsung. Setelah
menyelesaikan release pulley A1, sarung sinovia mungkin mungkin juga direlease
bila tendo fleksor ditutupi sinovium secara longitudinal.

Langkah 6: Konfirmasi pascaoperasi


Release sempurna dikonfirmasi dengan luncuran yang halus dari tendo fleksor TRIGGER FINGER PADA ANAK-ANAK
dilihat dari canula window pada pergerakan pasif dari jari.Pasien diminta untuk Kongenital Trigger Finger/Thumb biasanya bilateral dan sering tidak diperhatikan
mengerakkan jari untuk memastikan trigger sudah hilang. selama beberapa bulan. Ibu biasanya menemukan distal phalang dalam posisi fleksi
dan bila diekstensikan bayi akan menangis.
Diagnosis kongenital trigger finger sering terlambat karena sering tidak dikenali. Hal
3. Eastwood Prosedur
Tujuan dari tindakan ini adalah membebaskan pulley retinakulum A1 dengan ini karena bayi sering menggenggam. Pada keadaan ini harus dibedakan dengan
mencegah resiko cedera nervus digitalis dan bowstringing. Prosedur ini di defisiensi kongenital pada mekanisme ekstensor yang menyebabkan fleksi sendi MP
indikasikan untuk trigger finger primer yang gagal dengan pengobatan konservatif pada ibu jari, sedangkan trigger finger menyebabkan terkuncinya sendi IP pada
dan locking secara aktif sehingga release komplet dapat diidentifikasi. posisi fleksi.
Pada bayi baru lahir disarankan untuk diobservasi karena resolusi spontan akan
terjadi diusia 1 tahun pada 30% penderita. Bila trigger finger didiagnosis pada usia 6
– 36 bulan harus diobservasi selama 6 bulan karena resolusi akan terjadi pada 12%
penderita. Bila anak lebih dari 3 tahun dianjurkan untuk operasi.
a. Epidermis
GRAFTING Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung melanosit, langhans
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 dan merkel. Tidak mengandung pembuluh darah. Terdiri 5 lapis, Stratum :
1. Basale (germinativum)
Lapisan dasar yang bertanggung jawab atas produksi sel-sel baru. Epidermis
Suatu tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari suatu tempat diperbaharui 15 – 30 hari, hal ini tergantung letak, usia dan faktor-faktor lain.
ke tempat lain supaya hidup di tempat baru yang membutuhkan suplai darh baru
untuk menjamin kulit yang dipindahkan tersebut. Skin graft adalah bagian dari 2. Spinosum
dermis epidermis yang telah dipisahkan seluruhnya dari suplai darah donor ( donor- Lapisan ini tebal, terdiri atas beberapa sel besar yang banyak mengandung
site ) sebelum ditransplantasikan ke daerah yang lain dari tubuh ( resipien-site ) tonofibril-tonofibril yang haluis. Tonofibril ini memegang peranan untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindunginya terhadap efek abrasi. Lapisan
Sejarah dasar (stratum basale) dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan malfigi.
Transplantasi diawali oleh Tagliacozzi thn 1597 dalam karyanya De Ceertorum
Chirurgia Per Insitionem yang menjelaskan flaf lengan bawah untuk 3. Granulosum
merekonstruksi hidung. Bunger thn. 1823 melakukan pemindahan kulit dari paha Tersusun atas sel-sel poligonal, 3 – 5 lapis, inti di tengah sitoplasma terisi
ke hidung, Reverdin thn. 1869 melakukan eksisi kulit kecil dan tipis (epidermis oleh granula basofilik yang dinamakan keratohyalin.
graft) yang diletakkan di permukaan granulasi dan beliau berpendapat bahwa
ketahanan hidup graft membutuhkan pertumbuhan pembuluh darah baru dari 4. Lusidum
resipien juga menjelaskan ketahanan hidup Split Thickness graft lebih baik Tersusun oleh sel gepeng dan biasanya terdapat pada kulit tebal.
dibanding Full Thickness graft. Thiersch thn 1886 mengemukakan dan
mengembangkan tentang thin split thickness skin graft. Schone thn. 1912 dan Lexer 5. Korneum
thn 1914 menjelaskan bahwa graft ini tidak tahan hidup tidak lebih dari 3 minggu Tersusun oleh sel-sel berbentuk gepeng tanpa inti, sitoplasma terisi
setelah transplantasi. Setelah itu muncul nama-nama yang berperan dalam skleroprotein filamentosa yang disebut keratin.
perkembangan skin grafting.Pada perang dunia II memacu perkembangan di bidang
pencangkokan yang menimbulkan masalah baru dan bentuk-bentuk kelainan yang b. Dermis
baru pula.Hanya dengan kemajuan diatas revolusi bedah plastik dan rekonstruksi Mempunyai banyak jaringan pembuluh darah juga folikel rambut, kelenjar
dapat di capai. sebasea dan kelenjar keringat.
Terdiri dari jaringan ikat dan 2 lapisan :
1. Papiler  mengandung jaringan ikat longgar
Struktur Kulit 2. Retikuler  mengandung jaringan ikat padat
Kulit manusia mempunyai
c. Subkutis  Merupakan lapisan di bawah kulit yang tersusun atas lapisan
berat sekitar 16% BB total
dan luasnya 1,5-1,9 m2
lemak
serta tebalnya 1,5-5 mm.
Secara embriologis kulit d. Rambut
berasal dari 2 lapisan Rambut tampak sebagai proliferasi epidermis padat yang menembus dermis.
Epidermis berasal dari Pada ujung terminalnya mengalami invaginasi yang terisi pembuluh darah dan
ektoderm dan Dermis ujung saraf. Pada tepi rambut dibungkus oleh sarung epitel rambut dan sebelah
berasal dari mesoderm, luarnya dibungkus lagi oleh sarung akar dermis yang merupakan tempat
dibawah dermis terdapat menempelnya atot polos yang disebut sebagai otot erektor pilli. Epitel penyusun
subcutis yang banyak folikel rambut membentuk suatu tunas yang menjadi kelenjar sebasea.
mengandung sel lemak.
Vaskularisasi kulit
Nutrisi kulit diperoleh dari arteri yang terletak antara lapisan papiler dan lapisan
retikuler dermis yang membentuk suatu pleksus, cabang kecil pleksus memberikan
vaskularisasi ke papiler dermis.
Setiap papila dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis Keberhasilan Dr. Green ini kemudian di pasarkan dengan merk dagang Epicel,
tidak terdapat pembuluh darah tetapi mendapatkan nutrisi dari dermis melalui yang telah dilicensi oleh suatu perusahaan .Pada allograft skin kultur sebetulnya
membran epidermis. hampir sama hanya kulit yang dikultur diambil dari orang lain, bahkan kadang-
kadang dari kadaver. Allograft skin cultured bersifat sementara karena akan
Pembagian Skin Graft :
terjadi penolakan oleh sistem imun pasien
Berdasar asal / spesies :
 Homograft
 Autograft Donor graft diambil dari tempat lain yang masih dalam satu spesies. Kulit
Berasal dari individu yang sama / tubuh yang sama, sedangkan Isograft, adalah merupakan bagian yang terbesar dan salah satu organ yang paling komplek dari
graft yang diambil dari saudara kembar identik ( satu sel telur ). Pemindahan tubuh manusia, oleh sebab itu tidak mengherankan bila kulit lebih banyak
split thickness skin graft tidak diragukan lagi dan merupakan bentuk yang paling antigennya dari pada kebanyakan jaringan dari tubuh.. Kulit banyak digunakan
sering dari transplantasi. Graft ini biasanya untuk menutup daerah kulit atau kulit pada percobaan pendahuluan dari transplantasi. Allotransplantasi kulit manusia
dan jaringan lunak yang hilang. Ketebalan graft ini bervariasi tergantung pada tersedia dalam bentuk segar atau dingin pada kebanyakan pusat luka bakar
resipien yang membutuhkan dan ketebalan dari daerah donor, tetapi pada modern..Pengambilan kulit kadaver 24 jam setelah kematian klinik tersedia
umumnya kira-kira 12/1000 inch. Graft ini mengandung bagian dermis dan dalam jumlah besar dan dapat hidup pada transplantasi, ini dapat digunakan
seluruh epidermis. Masing-masing graft diharapkan terjadi take oleh dalam bentuk segar atau disimpan pada suhu 4 o C atau dalam bentuk beku..
terbentuknya suplai darah baru yang berasal dari resipien bed sampai betul-betul Penyimpanan dalam bentuk beku memiliki keuntungan dapat disimpan dalam
graft tersebut hidup.Jaringan yang rusak dari resipien harus diambil, resipien jangka waktu yang lama. Dengan tehnik pendinginan telah menunjukkan kulit
harus memiliki suplai darah yang adequat dan jumlah bakteri kurang dari viable sampai 28 hari setelah pengambilan, dan kebanyakan pusat luka bakar
100.000 mikroorganisma pergram jaringan. Graft awalnya melekat melalui fibrin kulit tersebut digunakan dalam pereode tersebut. Pada kebanyakan pusat luka
dan harus dijaga dari pergeseran. Take terjadi antara 48 jam sampai 96 jam bakar kulit tersebut digunakan sebagai biologic dressing dan secara teratur
setelah transplantasi. Hematom, seroma serta jendalan darah dapat mengganggu / diganti sebelum terjadi penolakan jaringan aktif. Bagaimanapun korban trauma
merusak take.Untuk menghindari hal ini maka hemostasis harus betul-betul thermal masive menunjukkan derajat immunosupresive sekunder dan
bagus. Untuk menutup luka yang luas seperti luka bakar yang berat dan luas mentoleransi allogenic skin graft dalam waktu yang lama. Burke dan kawan-
dibutuhkan perluasan graft dengan mesher, dengan alat ini graft dapat diperlebar kawan menggunakan allogenic split thickness graft dan immunosupresive aktif
( diperluas ) sampai 1,5 – 9 kali . Full thickness skin graft memiliki keuntungan untuk memperpanjang take dari allogenic cadaver sampai terjadi pertumbuhan
berupa gambaran akhir , susunan dan regangan menyerupai kulit normal kulit.1
sekitarnya. Take pada full thickness skin graft kurang bagus dibandingkan split
thickness skin graft. Untuk mengurangi hal itu maka sebelum ditempelkan ke
resipien ,lemak subkutaneus harus dibersihkan agar terjadi kontak pembuluh  Heterograft ( xenograft )
Donor graft diambil dari makhluk lain yang berbeda spesies. Jaringan xenogenic
darah donor dan pembuluh darah resipien bed. Pada daerah donor yang lukanya
juga telah digunakan dalam perawatan luka bakar sebagai dressing sementara.
kecil dapat ditutup secara primer, sedangkan pada luka donor yang luas dapat
Secara komersial kulit babi yang telah digunakan sebagai biological dressing dan
dilakukan penutupan dengan split thickness skin graft.
harus diganti setiap beberapa hari, karena take graft yang sebenarnya tidak terjadi
pada penggunaan material ini. Kulit buatan yang dikembangkan oleh Burke dan
Tissue-cultured skin graft
kawan-kawan berisi lapisan dermal yang mengandung kolagen sapi dicampur
Pengembangan sel di laboratorium dengan suatu tehnik disebut sebagai
dengan chondroitin 6 sulfate. Kerangka dermal ini dilapisi dengan silastic yang
culturing. Pada pertengahan tahun 1980 Dr. Howard Green menemukan
telah berhasil digunakan secara klinik dan percobaan sebagai pengganti kulit.
metode untuk menumbuhkan sel-sel kulit manusia yang disebut keratinocyte.
Penutupan luka permanen dapat terjadi bila telah terjadi vaskularisasi dari
Tehnik Dr. Green dalam mengembangkan keratinocyte manusia menggunakan
komponen dermal, lapisan silastic dari kerangka dermal diangkat dan dilakukan
lapisan sel fibroblast dari tikus pada cawan petri. Dapat disimpulkan bahwa
autograft epitel.
penelitian dari berhasil karena keratinocyte yang di kultur dapat tumbuh sesuai
kulit yang nyata. Fungsi utama fibroblast adalah menghasilkan protein yang
disebut kolagen dan elastic yang merupakan penyusun kulit. Untuk menjamin
keratinocyte dapat berkembang pada kultur , pertama kali Dr. Green melakukan
radiasi fibroblast agar fibroblast tidak membelah terus menerus tetapi masih
dapat mensuplai nutrisi pada jaringan keratinocyte tersebut. Setelah beberapa
hari dilingkungan kultur tersebut keratinocyte mulai tumbuh menyerupai
jaringan epidermal.
Berdasar Ketebalan : Vaskularisasi Skin Graft
a. STSG (Split Tickness Skin Graft) Setelah kulit dilepas dari donor akan berubah pucat karena terputus oleh suplai darah
Meliputi epidermis dan sebagian dermis, jenisnya : dikenal sebagai kontraksi primer akibat serabut elastin dari dermis. Setelah graft
- Thin : 8-12 /1000 inci atau ¼ bagian lapisan dermis ditempelkan ke resipien secara perlahan akan nampak perubahan warna graft
- Intermediate: 14-20 /1000 inci atau ½ bagian lapisan dermis menjadi pink akibat efek kapiler yang terjadi 12 jam pertama. Graft secara pasif
- Thick : 22-28 /1000 inci atau ¾ dermis  sering dipergunakan menyerap nutrient sehingga menjadi udema. Kemudian akan terjadi anastomose
kapiler resipien dengan graft 22 jam dan menetap 72 jam setelah penempelan graft.
Keuntungan :
1. “ Take “ lebih besar Sarat untuk “ TAKE “
2. Untuk defek yang luas  Vaskularisasri resipien baik
3. Donor dari tubuh mana saja  Kontak akurat antara skin graft dengan resipien
4. Daerah donor dapat sembuh sendiri / epitelisasi  Imobilsasi

Kerugian : Bridging Phenomena


1. Kontraktur lebih besar Suatu phenomena dimana skin graft melalui area kecil yang avaskuler dapat tetap
2. Perubahan warna lebih besar hidup. Berdasarkan fakta ada hubungan pembuluh darah kolateral pada skin graft di
3. Permukaan kulit mengkilat area avaskuler dengan skin graft di area vaskuler. Setiap pinggir skin graft yang
4. Estetik kurang baik vaskuler dapat menghidupi 0,5 cm skin graft avaskuler. Kejadian ini misal pada
tulang dengan luka terbuka.
b. FTSG (Full Tickness Skin Graft)
Meliputi epidermis & seluruh ketebalan dermis. Disebut juga dengan Wolfian Penempelan Skin Graft
graft Sebelum penempelan graft daerah resipien dilakukan hemostasisi dengan baik
Keuntungan : sehingga permukaan resipien bersih dari bekuan darah. Dilakukan penjahitan
1. Kontraktur lebih kecil interupted sekeliling graft dengan benang non-absorbable 4.0 – 5.0 menggunakan
2. Perubahan warna lebih kecil silk. Jahitan dimulai dari graft ke tepi luka resipien, di atas kulit ditutup dengan tulle
3. Permukaan kulit kurang mengkilat dilapisi kasa lembab NaCl 0,9% selanjutnya dilapisi kasa kering. Dibuat beberapa
4. Estetik lebih baik lubang kecil di atas skin graft untuk jalan keluar darah yang ada. Kemudian lakukan
irigasi dengan spuit untuk membuang sisa bekuan darah dibawah graft. Selanjutnya
Kerugian : lakukan balut tekan dengan verban elastis. Daerah yang tidak memungkinkan
1. “ Take” lebih kecil dengan elastis misal muka, leher dipakai Tie over.
2. Untuk defek yang tidak luas Defek pad STSG akan smbuh sendiri karena proses epitelisasi. Sedang defek pada
3. Donor harus ditutup STSG bila tidak dapat ditutup primer FTSG ditutup dengan melakukan undermining pada tepi luka, bila tidak dapat
4. Donor terbatas pada tempat2 tertentu ditutup dilakukan STSG. Pada donor FTSG setelah pengambilan graft harus dijahit.

Teknik mengerjakan skin graftting


 Split thickness skin graft
Donor dapat diambil dari mana saja dari bagian tubuh, tapi pada umumnya di daerah
paha. Peralatan yang di gunakan :
a. Pisau/blade
Mata pisau yang dipakai no 22, dengan keuntungan : mudah didapat, murah,
disposible selalu tajam dan permukaan iris yang rata dan cukup lebar.
caranya : daerah donor dibalur cairan parafin agar pisau dapat bergerak dengan
smooth pada permukaan donor yang datar atau didatarkan dengan bantuan
regangan, ketebalan tergantung kontrol operator. Pisau digerakan seperti gergaji,
perlahan-lahan bergeser ke kiri dari operator sampai panjang yang diinginkan.
b. Pisau khusus Cara perawatan
Humby alat populer yang mempunyai kalibrasi untuk mengukur ketebalan kulit Skin graft dapat bertahan hidup harus terjadi revakularisasi dengan resipien bed.
yang akan diambil dengan cara mengatur ketebalan roller dan pisau Empat puluh delapan jam pertama skin graft kontak dengan resipien bed melalui
caranya : seperti menggunakan pisau no. 22, yaitu daerah donor diberi parafin, proses plasmatik inhibition. Selama waktu ini diffusi nutrisi melalui cairan
pisau humby diletakkan di atas daerah donor yang sudah didatarkan dengan ekstraselluler dan langsung ke kapiler dan sel dari skin graft. Pada 48 jam pertama
menekan kayu kepermukaan kulit di depan mata pisau humby, asisten terjadi tonjolan vaskuler dari resipien bed yang kontak dengan kapiler graft dan
meregangkan permukaan kulit dengan tepi ulnar tangan. sirkulasi menjadi stabil, proses ini disebut inoskulasi, pada saat ini terjadi
penempelan secara acak pembuluh darah resipien bed ke skin graft sehingga terjadi
c. Dermatom tangan listrik dan tekanan udara revaskularisasi..
Alat ini mempunyai kemampuan mempertahankan jarak antara mata pisau Pengangkatan balutan dilakukan pada hari ke 5 untuk split thickness skin graft
dengan tebal kulit yang disayat. adanya hari ke 7 sampai 10 untuk, full thickness skin graft bila tidak ada
Caranya : setelah daerah donor diberi parafin alat diletakan diatas permukaan komplikasi pada skin graft tersebut. Jika diduga akan terjadi seroma, hematoma atau
kulit sesuai sumbu longitudinal dan dilakukan kaliberasi sesuai ketebalan yang bekuan darah di bawah graft maka evaluasi skin graft sebaiknya dilakukan dalam 24
diinginkan, alat dihidupkan dan digerakan secara smooth ke depan. – 48 jam setelah penempelan, karena dengan adanya seroma, hematoma atau bekuan
darah akan mengurangi kontak graft dengan resipien yang akhirnya akan
menghalangi take dari skin graft. Seroma, hematoma atau bekuan darah harus segera
dievakuasi dengan cara insisi kecil diatas seroma, hematoma atau bekuan darah
selanjutnya dilakukan pembalutan lagi, penggantian balut tiap hari sampai bersih.
Bila evakuasi seroma, hematoma atau bekuan darah dilakukan dalam 24 jam
pertama, graft harus dapat terjamin take 100%, untuk selanjutnya perawatan dan
pengelolaan ama seperti diuraikan diatas. Bila skin graft dilakukan di tungkai bawah
disarankan memakai pembalut elastis dan mobilisasinya mulai dari non weight –
bearing ke full weight – bearing diatas 2 minggu. Infeksi pada skin graft tidak akan
menimbulkan kenaikan suhu badan dalam 24 jam pertama, demam yang tidak terlalu
tinggi disertai adanya bau atau kemerahan pada skin graft antara hari ke 2 dan ke 4
pascabedah dan adanya nyeri pada daerah operasi merupakan pertanda adanya
infeksi.

Perawatan luka daerah donor


Proses penyembuhan donor bervariasi antara 7 sampai 21 hari tergantung pada
ketebalan graft, dan proses ini berhubungan dengan kelembaban luka dan kebersihan
luka. Balutan pada donor biasanya melekat erat dengan kulit, saat melekat balut
harus hati-hati dan jangan di paksa, kalau bisa balutan dapat terpisah atau terlepas
spontan. Bagian yang masih melekat dibiarkan sampai terlepas sendiri karena telah
 Full thickness skin graft terjadi epitelialisasi, bila pelepasan balut di paksa akan berdarah disertai rasa nyeri
Donor dapat diambil dari supra klavikula, retroaurikula, lipat paha, lipat siku dan dan akan merusak proses-proses epitalilisasi sehingga akan menyebabkan
lipat pergelangan volar. Dilakukan penyuntikan NaCl 0,5% atau lidakain dengan penyembuhan akan lebih lama
adrenalin 1:200.000 hal ini berguna untuk : Luka donor full thickness skin graft diperlakukan seperti luka jahitan biasa yaitu hari
 Meratakan permukaan kulit ke 3 kontrol luka dan hari ke 7 jahitan dapat diangkat atau bila tidak ada masalah
 membantu pemisahan lapisan dermis dengan jaringan lemak di bawahnya kontrol berlangsung hari ke 7. pada luka donor full thickness skin graft yang tidak
 lapangan operasi lebih bersih dari perdarahan sehingga mudah untuk ditutup primer, dilakukan penutupan dengan split thickness skin graft dan
pengambilan graft. perawatannya seperti perawatan luka split thickness skin graft.
Caranya : insisi donor didesain sedalam dermis menggunakan pisau no. 15 atau no.
10. kemudian dilakukan pemisahan dermis dengan subkutis, kulit dalam keadaan
tegang dengan bantuan countertraction dari asisten, setelah kulit didapat dilakukan
pembuangan jaringan lemak yang ikut terangkat saat pengambilan graft.
Komplikasi 2. Over grafting :
1. kegagalan graft Adalah tindakan skin grafting diatas skin graft yang sudah sembuh dengan tujuan
2. infeksi baik donor maupun resipien untuk menambah ketebalan.
3. gangguan penyembuhan
4. akumulasi serunm, atau darah di bawah skin graft 3. Imediate skin graft :
5. penurunan sensasi pada resipien Suatu tindakan skin grafting untuk menutup defek luka yang dilakukan segera
6. kurang menempelnya graft pada resipien setelah episode pertama.
7. rambut yang tak tumbuh
8. kontraksi dari graft 4. Delayed skin graft
a. Memudahkan skin grafting
Tindakan yang berkaitan dengan skin grafting Pada pengertian ini untuk luka-luka trauma yang terkontaminasi dan
1. Mesh Grafting diragukan vitalitas jaringannya. Ditunggu sampai kondisi tenang atau sampai
Suatu metode untuk memperluas skin graft dengan cara membuat insisi kecil terbentuk jaringan granulasi supaya take lebih besar.
multiple dengan jarak teratur. Mesh berarti mata jala, sehingga tindakan ini
membuat kulit menjadi seperti jala, dengan metode ini memungkinkan untuk b. Menunda penempelan skin graft
menutup defek luka yang luas dengan satu kali operasi. Melalui metode ini kulit setelah skin graft diambil dari daerah donor, kulit disimpan dalam suhu 40C
dapat diperluas 1,5 – 9 kali. Alat yang digunakan adalah Zimmer skin mesher, Tindakan ini dilakukan pada keadaan:
caranya kulit diletakan diatas dermacarrier pada permukaan yang beralur - Penderita tak sadar, sehingga perlu ditunggu sampai sadar kemudian
kemudian dimasukan ke alat pemotong/mesher, kemudian putaran / engkol dilakukan penempelan
mesher diputar sehingga kulit diatas dermacarrier melewatinya dan terpotong - Luka resipien masih banyak rembesan-rembesan yang diduga akan
Gambar : mengganggu take
- Luka resipien kotor/terinfeksi penempelan dilakukan setelah resipien
tampak sehat dan bersih
- Ragu-ragu jaringan yang saat ini tampak vital tapi masih berubah
menjadi non vital.2

LUKA
Luka adalah terjadinya diskontinuitas jaringan yang disebabkan oleh trauma dari
luar. Secara umum luka pada kulit dibedakan menjadi dua macam yaitu: luka
terbuka bila terjadi kerusakan kulit dan ini masih didiskripsikan lebih lanjut
mengenai keadaannya bersih atau kotor, kulitnya hilang atau tidak. Luka tertutup
bila terjadi diskkontinuitas jaringan tanpa kerusakan kulit penutup diatasnya.
Terminologi pada luka terbuka atau tertutup yang disertai dengan penjelasan
tambahan sudah cukup menggambarkan tentang luka tersebut dan tindakan yang
akan dilakukan.
Dalam keadaan normal penyembuhan luka melalui 3 tahap yaitu :
1. Fase Inflamasi (0 – 5 hari).
Pada fase inflamasi ini terjadi reaksi vaskuler, reaksi seluler dan reaksi humoral.
Pada reaksi vaskuler terjadi vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh darah
yang terputus serta terjadi hemostasis karena adanya trombosit yang keluar dari
pembuluh darah yang saling melengket dan bersama-sama benang fibrin akan
terjadi pembekuan darah. Pada reaksi seluler terjadi gerakan lekosit menembus
pembuluh darah (diapedesis ) menuju ke luka karena adanya daya kemotaksis.
Lekosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan
kotoran luka,kemudian difagosit oleh adanya sel polimorfonuklear.
Imunutas seluler dilakukan oleh limfosit T yang menghasilkan limfokin, yaitu
suatu zat yang merangsang aktivitas sel fagosit.Sedangkan pada reaksi humoral
merupakan reaksi yang melibatkan system komplemen dan antibady. Sistem
komplemen terdiri dari beberapa komponen protein plasma yang menyebabkan
reaksi biologik berantai. Antibodi adalah imunoglobulin yang dihasilkan oleh
limfosit B akibat rangsangan spesifik antigen.

2. Fase Proliferasi (5 hari – 3 minggu).


Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses
proliferasi fibroblast. .Fibroblast berasal dari mesenhim yang belum
berdeferensiasi, yang menghasilkan mukopolisakarida,asam aminoglisin dan
prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi
luka. Pada fase ini luka dipenuhi oleh sel radang ,fibroblast dan kolagen yang
membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut
jaringan granulasi. Epitel tepi luka terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya
dan berpindah mengisi permukaan luka. Proses ini baru berhenti setelah epitel
saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka.

3. Fase Maturasi ( 3 minggu – 1 tahun ).


Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali
jaringan yang berlebih. Fase ini terjadi berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir
kalau semua tanda radang sudah lenyap. Selama fase ini dihasilkan jaringan
parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir
fase ini kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal.

Penyembuhan luka dapat terjadi dengan 5 macam perlakuan :


1. Sembuh sendiri melalui fase-fase diatas
2. Dijahit langsung atau primary closure.
3. Dijahit setelah ditunggu beberapa hari atau delayed primer closure.
4. Setelah dilakukan primary closure terjadi dehisensi luka lalu dilakukan
penjahitan kembali atau secondary closure
5. Penutupan dengan skin grafting jika luka dengan defek kulit yang tak dapat
dijahit primer atau terlalu lama bila ditunggu sembuh sendiri.2

Jenis penyembuhan luka


1. Sembuh per primum atau first intention
Luka kecil, bersih, tidak terinfeksi yang dilakukan penutupan dengan jahitan
2. Sembuh per sekundum atau second intention.
Bila jarak tepi luka terlalu jauh dan di biarkan sembuh sendiri, hal ini
membutuhkan waktu yang lama, luka dapat makin luas dan bahaya infeksi.
3. Sembuh per tertium atau third intention
Bila luka tidak ditutup segera dibiarkan terbuka lebih dari 2 hari baru dilakukan
penjahitan luka atau di skin graft. Jaringan parut yang dihasilkan lebih baik di
bandingkan penyembuhan per sekundum.
Labio Gnato Palatoschisis
Gangguan pada pusat-pusat pertumbuhan maupun rangkaian proses kompleks sel-sel
neural crest menyebabkan malformasi berupa aplasi, hipoplasi dengan atau tanpa
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 displasi, normoplasi dan hiperplasi dengan atau tanpa displasi.
Perkembangan palatum berlangsung pada minggu ke 4 - 12 kehamilan. Setelah
penutupan neuropore ( pada minggu ke-4 ), primary palate membentuk premaksila (

Embriomorfogenesis & patofisiologi


sentra prosensefalik ). Rangkaian prosesnya terdiri dari inisialisasi, proliferasi neural
crest dan pertumbuhan mesenkim membentuk prosesus frontonasal. Secondary
Secara embriologik rangka dan jaringan ikat pada muka ( kecuali kulit dan otot ), palate ( 90% hard palate dan 10% soft palate ) dibentuk dari segmen lateral ( sentra
termasuk palatum, berasal dari sel-sel neural crest di cranial, sel-sel inilah yang rombensefalik, pada minggu ke-6 ), yang kemudian akan mengalami fusi dengan
memberikan pola pada pertumbuhan dan perkembangan muka. Pertumbuhan fasial median plane ( akhir minggu ke-7).
sendiri dimulai sejak penutupan neuropore ( neural tube ) pada minggu ke4 masa Palatine shelves mulanya berkembang ke arah bawah, membentuk lidah. Bersamaan
kehamilan; yang kemudian dilanjutkan dengan rangkaian proses kompleks berupa dengan pertumbuhan mandibula, palatine shelves terproyeksi pada bidang
migrasi, kematian sel terprogram, adhesi dan proliferasi sel-sel neural crest. horizontal; mengalami fusi di medial dengan septum nasi ( minggu ke 9-10 ); proses
fusi ini membentuk palatum bagian anterior sampai posterior. Kematian sel epitel (
Ada 3 pusat pertumbuhan fasial, yaitu : terprogram ) di sisi median memungkinkan proses penyatuan sel-sel mesenkhim
1.
Sentra prosensefalik, pada saat mencapai garis tengah, membentuk palatum secara utuh.
Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak, Secara ringkas, rangkaian proses pembentukan secondary palate terdiri dari
tulang frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksila dan pertumbuhan sel mesenkim ( proliferasi dan migrasi ) dilanjutkan elevasi palatine
septum nasal ( regio fronto-nasal ). shelves, proses fusi yang terdiri dari kontak epitel, epithelial breakdown (
programmed cell death ) dilanjutkan oleh penggantian sel-sel mesenkim di garis
2.
Rombensefalik median
Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian Pembentukan bibir atas melalui rangkaian proses sebagaimana berikut. Sisi lateral
bawah ( regio latero-posterior ). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang bibir atas, dibentuk oleh prominensi maksila kiri dan kanan; sisi medial ( filtrum )
tindih ( overlap ) akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut dibentuk oleh fusi premaksila dengan prominensi nasal. Ketiga prominensi ini
diacephalic borders kemudian mengalami kontak membentuk seluruh bibir atas yang utuh. Gangguan
yang terjadi pada rangkaian proses sebagaimana diuraikan diatas akan menyebabkan
3.
Diasefalik. adanya celah baik pada bibir ( jaringan lunak ) maupun gnatum, palatum, nasal,
Diacephalic borders pertama yaitu sela tursika, orbita dan ala nasi, selanjutnya frontal bahkan maksila dan orbita ( rangka tulang ). Dan berdasarkan teori ini,
ke arah filtrum; dan filtrum merupakan pertanda ( landmark ) satu-satunya dikatakan bahwa sumbing bibir dan langitan, merupakan suatu bentuk malformasi (
dari diacephalic borders yang bertahan seumur hidup. Diacephalic borders kedua aplasi-hipoplasi ) yang paling ringan dari facial cleft, yang mencerminkan gangguan
adalah regio spino-kaudal dan leher. pertumbuhan pada sentra prosensefalik rombensefalik dan diasefalik.

Hipotesis penyebab
Penyebab sumbing bibir dan langitan sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Beberapa hipotesis yang dikemukakan dalam perkembangan kelainan ini antara lain
1. Insufisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh-kembang
organ-organ terkait selama masa embrional, seperti juga pada anomali kongenital
lainnya. Insufisiensi ini disebabkan beberapa hal :
1.1. Kuantitas; misalnya gangguan sirkulasi feto-maternal, termasuk stress pada
masa kehamilan ) dan syok hipovolemik terutama pada trismester pertama
kehamilan.
1.2. Kualitas, defisiensi gizi ( vitamin dan mineral; khususnya asam folat,
Embryo berusia 2 minggu dengan sentra-sentra pertumbuhan: vitamin C dan Zn/seng ), anemi dan kondisi hipoksik. Defisiensi zat-zat
a sentra prosensefalik b.sentra diasefalik dan c sentra rombensefalik atau materi yang diperlukan menyebabkan gangguan dan/atau hambatan
pada pusat pertumbuhan dan rangkaian proses kompleks yang dijelaskan
diatas.
1.3. Teori bioseluler Bentuk dan dasar kelainan
Perkembangan palatum melibatkan interaksi mesenkhim epitelial. Proses  Kelainan yang segera terlihat :
signaling melibatkan molekul matriks dan growth factor yang 1. Alveolus dengan kolaps lengkung yang nyata, akibat pertumbuhan yang
mempengaruhi ekspresi genetik dari sel-sel neural crest yang mengalami tidak terkoordinasi dengan premaksila.
migrasi dan kematian sel terprogram ( dan ini dipengaruhi oleh asam 2. Deformitas hidung, melibatkan jaringan lunak ( khususnya kolumela Celah
retinoat, glukokortikoid ); dan gen-gen yang terpengaruh ini akan bibir yang memisahkan kedua sisi lateral dengan prolabia, dengan
mengakibatkan timbulnya gangguan fusi. defisiensi dan abnormalitas konfigurasi otot.
Mediator-mediator yang kemudian diketahui mempengaruhi gen-gen 3. Prolabia yang miskin jaringan ( kecil, pendek ) disertai disparitas warna,
tersebut antara lain Hox B ( murine Hox2 ), Transforming Growth Factor khususnya di daerah vermilion, filtrum dan komponen otot.
( TGFA&B ), Epidermal Growth Factor ( EGF ), Retinoic Acid Receptor ( 4. Premaksila yang menonjol / mencuat ke anterior, akibat pertumbuhan yang
RARA ), Insulin Growth Factor ( IGF1&2 ). Pola ekspresi dari gen-gen ini tidak terkontrol.
melibatkan proses replikasi mRNA dan penurunan kadar protein, 5. Celah langitan, memisahkan kedua sisi lateral palatum durum dengan os
sehingga sel yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan bermigrasi, vomer. pendek ) dan rangka ( kartilago alae yang flare, bahkan os nasal ).
proliferasi, dsb.
 Kelainan yang terlihat setelah anak tumbuh:
2. Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratologik, termasuk jamu- 1. Hiperplasi / hipertrofi mukosa nasal termasuk choana, akibat iritasi kronik
jamuan dan penggunaan kontrasepsi hormonal. karena adanya hubungan antara rongga nasal dengan rongga mulut.
3.
Infeksi khususnya infeksi viral dan khlamidial ( toksoplasmosis ). 2. Gigi insisivus 1-2 dan kaninus hipoplastik
4.
Faktor genetik, yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat kelainan yang 3. Otot palatum molle hipoplastik
sama. 4. Palatum durum pendek
5. Hipoplasi maksila, disertai anomali hidung ( long nose, relatif ) dan
Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu X-linked anomali orbita ( telekantus, bahkan sampai hipertelorism ).
gen, yaitu Xq13-21 pada lokus 6p24.3 pada pasien sumbing bibir dan langitan.
Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai
celah bibir dan langitan ( khususnya jenis bilateral ), melibatkan anomali skeletal, Penatalaksanaan
maupun defek lahir lainnya. Penanganan sumbing bibir dan langitan merupakan suatu seri pengobatan /
penatalaksanaan jangka panjang; yang terdiri dari beberapa tahap.
1. Penutupan Celah
Bentuk kelainan ( Klasifikasi )  Penutupan celah bibir
Secara anatomik, kelainan ini mencakup organ-organ antara lain labium oris, Dikerjakan berdasarkan kriteria rule of ten. Bila memungkinkan ( pasien
gnathum yang melibatkan gigi-geligi, palatum, nasal bahkan maksila. Pada jenis datang sedini mungkin ) dilakukan preliminary treatment, berupa tindakan
bilateral komplit, seringkali dijumpai stigmata lainnya, yaitu anomali pada kedua non bedah yang bertujuan mengendalikan pertumbuhan premaksila,
orbita berupa telekantus bahkan sampai hipertelorism dan distopi. mendekatkan celah bibir; agar memperoleh hasil yang baik.
Klasifikasi Beberapa metoda dapat dikerjakan, antara lain teknik :
 Berdasarkan organ terlibat ( kelainan anatomik ) 1. Straight line closure ( de la faye, Veau, Vaughan, dsb )
1. Celah bibir 2. Triangular flap ( Thompson, Barsky, Blair, Le Mesurier, Cronin, dsb )
2. Celah gusi 3. Quadrilateral flap ( Bauer, Tennison, dsb ).
3. Celah langitan Tehnik penutupan celah ini dikerjakan dalam dua kesempatan (
Randall’s lip adhesion, Millard ) maupun satu tahap ( Manchester ).
 Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk:
4. Inkomplit  Penutupan celah langitan
5. Komplit Diharapkan langitan sudah tertutup pada usia anak mulai bisa berbicara,
yaitu usia kurang lebih 2 ( dua ) tahun.
 Pembagian berdasarkan International Classification of the Diseases ( ICD ), Metode yang dikerjakan antara lain teknik mucoperiosteal flap ( von
mencakup celah anatomis organ terlibat, lengkap atau tidaknya celah, unilateral Langenbeck, Wardill, dsb), aplikasi z-plasty ( Furlow, Cronin, dsb ) dsb.
atau bilateral; digunakan untuk sistim pencatatan dan pelaporan yang dilakukan
oleh World Health Organization ( WHO )
 Penutupan celah gusi  Penanganan hipoplasi maksila
Dikerjakan bila gigi geligi permanen sudah tumbuh, kurang lebih 8-9 - Tindakan operatif
tahun; dengan alasan, tindakan operasi yang dilakukan sebelum gigi Tergantung berat ringannya kondisi hipoplastik, berbagai metoda
permanen ini tumbuh akan mempengaruhi pertumbuhan tulang? Celah yang osteotomi rahang atas dapat dilakukan ( osteotomi LeFort, Wasmund )
ada diisi bone graft dengan donor berasal dari os iliaka. yang kadang-kadang perlu dikombinasi dengan osteotomi rahang bawah
( Obwegesser, dsb )
2. Penanganan sekunder/secondary repair
Perbaikan yang diperlukan sangat tergantung pada penatalaksanaan awal, - Tindakan non operatif
terutama labioplasti. Teknik / metoda yang diterapkan dalam penutupan celah Penggunaan maxillary expansion. Ada 2 metoda, yaitu rapid expansion
bibir yang baik, selain berorientasi pada simetrisitas dan patokan-patokan dan non rapid expansion. Dikerjakan bersamaan dengan tindakan
anatomik bibir; juga memperhitungkan koreksi kelainan yang sering dijumpai ortodontik.
bersamaan, misalnya hidung, baik pada saat bersamaan dengan labioplasti
maupun pada kesempatan yang direncanakan kemudian ( mempersiapkan  Penanganan problem bicara
jaringan dan menghindari parut yang tidak menguntungkan ) Masalah umum Gangguan bicara, berupa SUARA SENGAU dijumpai pada celah langitan;
yang dijumpai pada sumbing bibir dan langitan bilateral antara lain dimana terdapat hubungan antara rongga mulut dan rongga hidung. Otot-
sebagaimana disebutkan sebelumnya ( butir3.1 halaman6 ) adalah kolumela otot palatum dan faring ( m.tensor vellipalatini dan levator vellipalatini;
yang pendek, konfigurasi nasal tip yang tidak harmonis, problem gigi dan m.monstriktor faringeus ) tidak tumbuh dan berkembang sempurna (
maksila; dan parut operasi sebelumnya. hipoplastik ) dan tidak terkoordinasi baik akibat adanya celah.
Tindakan rekonstruksi awal ( sebelum usia 2 tahun ) mengupayakan
 Perbaikan konfigurasi anatomik bibir ‘pengembalian anatomik’ otot-otot ini, sehingga fungsinya diharapkan
Termasuk perbaikan parut dan pembentukan tuberkulum labii superior, dapat normal dan suara sengau terkoreksi.
cupid’s bow, filtrum dengan philtral ridge-nya. Penggunaan flap lokal, Upaya lain yang secara nyata mempengaruhi keberhasilan tindakan ini
dalam hal ini termasuk lip switch surgery ( misal Abbe flap ) setelah proses adalah usaha pasien mengucapkan kata-kata dengan baik dan benar; dan ini
maturasi jaringan pasca bedah sebelumnya, atau pada kesempatan tindakan dapat dilakukan apabila tingkat kecerdasan (nilai intelligence quotient / IQ )
operasi berikutnya anak normal, sentra bicara pasien terbiasa (memiliki memori)
mendengarkan kata-kata yang baik dan benar. Kondisi ini hanya dapat
diperoleh bila sejak awal ( beberapa saat sejak kelahiran ) orang tua pasien
 Penanganan hidung membiasakan mengucapkan kata-kata yang baik dan benar di telinga
Tindakan koreksi diperlukan untuk memperbaiki bentuk hidung. Kelainan anaknya / pasien ( pendidikan non formal ). Bila upaya non formal belum
bentuk dan letak dari kartilago alae dan kolumela yang pendek pada berhasil memberikan perbaikan, seringkali diperlukan pendidikan formal
sumbing bibir bilateral merupakan masalah utama. Tindakan koreksi pada berupa terapi wicara ( speech therapy ).
kelainan ini dikerjakan pada rentang waktu antara usia 6 bulan sampai Bila usaha-usaha ini telah dikerjakan, namun tidak juga memberikan hasil,
dengan usia 6 tahun; sedangkan koreksi nasal tip dan nasal vault pada penilaian adanya nasal escape merupakan indikasi tindakan
correction sebagai tindakan koreksi hidung, dikerjakan pada usia 15-16 faringoplasti.
tahun.

 Penanganan gigi Anatomi Bibir


Penanganan gigi merupakan problematik yang tidak terlepas dari Menurut The American Joint Committee on Cancer, bibir merupakan bagian dari
penatalaksanaan sumbing bibir dan langitan; dan tidak kalah sulitnya cavum oris, mulai dari perbatasan vermilion-kulit dan meliputi seluruh vermilion
dengan tindakan operasinya sendiri. Pengaturan lengkung dan arah saja. Tetapi para ahli bedah menyebutkan bahwa bibir atas meliputi seluruh area
pertumbuhan gigi-geligi ( ortodonsi ) maupun penatalaksanaan maksila dibawah hidung, kedua lipatan nasolabialis, kemudian intraoral sampai sulcus
yang hipoplastik ( ortognati ) merupakan seri pengobatan sendiri yang gingivolabialis, dan bibir bawah meliputi vermilion, lipatan labiomentalis sampai
membutuhkan waktu yang relatif cukup lama. Sampai saat ini dianut sulcus gingivolabialis intraoral.
penanganan gigi geligi diserahkan pada ortodontis selesai beberapa seri Bibir terdiri dari 3 seksi yaitu kutaneus, vermilion dan mukosa. Bibir bagian atas
operasi, atau bila pasien yang bersangkutan cukup awas pada disusun 3 unit kosmetik yaitu 2 lateral dan 1 medial. Cupid bow adalah proyeksi ke
kebutuhannya. Sebenarnya penatalaksanaan awal secara terpadu jelas lebih bawah dari unit philtrum yang memberi bentuk bibir yang khas. Proyeksi linear
menguntungkan bagi pasien. tipis yang memberi batas bibir atas dan bawah secara melingkar pada batas kutaneus
dan vermilion disebut white roll.
Bibir bagian bawah memiliki 1 unit kosmetik yaitu pada bagian mental crease yang Muskulus
memisahkan bibir dengan dagu. Vermilion merupakan bagian bibir yang paling Muskulus utama bibir adalah m. orbicularis oris yang melingkari bibir. Muskulus
penting dari sisi kosmetik. Lapisan sagital bibir dari luar ke dalam yaitu epidermis, ini tidak melekat pada tulang, berfungsi sebagai sfingter rima oris. Dengan gerakan
dermis, jaringan subkutaneus, m. orbicularis oris, submukosa dan mukosa. yang kompleks, muskulus ini berfungsi untuk puckering, menghisap, bersiul,
meniup dan menciptakan ekspresi wajah.. Kompetensi oris dikendalikan oleh m.
Bibir atas yang normal mempunyai otot orbicularis oris utuh, 2 buah philthrum orbicularis oris, dengan musculus ekspresi wajah lainnya daerah otot ini dikenal
ridge yang sejajar dan sama panjang dengan di tengahnya terbentuk philthrum dengan istilah modiolus.
dimple. Disamping itu mempunyai cupid bow, dibagian permukaan mempunyai 1. Muskulus elevator terdiri dari m. levator labii superior alaeque nasi, m. levator
vermilion yang simetris (milard). Penyebabnya Labiognatopalatoschisis labii superior, m. zygomaticum major, m. zygomaticum minor dan m. levator
multifactorial, sedang insiden sekitar 1/500 kelahiran dan meningkat pada daerah anguli oris.
dengan defisiensi Zn atau asam folat. 2.
Muskulus retraktor bibir atas disusun oleh m. zygomaticum major, m.
zygomaticum minor dan m. levator anguli oris.
3.
Muskulus depresor meliputi m. depresor anguli oris dan m. depresor labii
inferior.Muskulus retraktor bibir bawah terdiri dari m. depresor anguli oris dan
m. platysma, sedangkan m. mentalis berfungsi untuk protrusi bibir.1,11,15

Gambar 1. Anatomi bibir. (Sumber dari Sarah, 2002.)

Vaskularisasi
Berasal dari a. labialis superior dan inferior, cabang dari a. facialis. Arteri
labialis terletak antara m. orbicularis oris dan submukosa sampai zona transisi
vermilion-mukosa.

Inervasi
Inervasi sensoris bibir atas berasal dari cabang n. cranialis V (n. trigeminus) dan
n. infraorbitalis. Bibir bawah mendapat inervasi sensoris dari n. mentalis.
Pengetahuan inervasi sensoris ini penting untuk melakukan tindakan blok anestesi.
Inervasi motorik bibir berasal dari n. cranialis VII (n. facialis). Ramus buccalis
n.facialis meninervasi m. orbicularis oris dan m. elevator labii. Ramus mandibularis
n. facialis menginervasi m. orbicularis oris dan m. depressor labii.
Labioschisis
Adanya gangguan fusi maxillary swelling dengan medial nasal swelling pada satu
sisi akan menimbulkan kelaianan berupa labioschisis unilateral. Bila kegagalan fusi 3. Rectangulair flap (Le Mesurier)  Untuk
ini menimbulkan celah di daerah prealveolaris, maka celah tersebut dikatakan mengoreksi defek m. orbicularis oris, namun
inkomplet, sedang selebihnya dikatakan labioschisis komplet. tidak mampu mengoreksi alsr base dan
Klasifikasi : columella.
 L. Unilateral sinistra / dekstra Inkomplet
 L. Unilateral sinistra / dekstra Komplet
 L. Bilateral Inkomplet / Komplet

Anamnesa :
- Sumbing bibir sejak lahir
- Riwayat keluarga sakit serupa 4. Rotation advancement Flap (Milard) 
- Riwayat defisiensi nutrisi/vit pada ibu, obat2an pengganggu pertumbuhan Rencana irisan dapat dibuat sementara
operasi sedang berjalan, dapat meninggikan
PemeriksaanINKOMPLET bila celah bibir tidak sampai dasar lubang hidung alar base dan memperlebar ala nasi.
Penanganan :
Tidur miring pada sisi sumbing  plester penahan premaksila pada
Labioschisis bilateral complet
Labioplasty (milard) bila memenuhi “rule of ten”

Macam Teknik Labioplasti :

1. Straight line repair (Rose Thomson) 


Dipakai pada celah yang minimal dan
tidak melibatkan m. orbicularis oris, ala
nasi, alar base dan columella

2. Triangular Flap (Tennison)  Teknik


sama dengan rectangulair flap hanya flap
bentuk segitiga
Palatoschisis Gnatoschisis
Klasifikasi : Anamnesa  Sumbing gusi sejak lahir
 P. Unilateral Sinistra / Dekstra completa Penanganan :
 P. Bilateral completa Alveolar bone graft usia 7-9 tahun, donor diambil dari substansia spongiosa
 P. Inkompleta crista iliaca
Cara lain dengan bahan anorganik Hydroxy Apatite
Anamnesa  Sumbing langit2 sejak lahir
Pemeriksaan : Penatalaksanaan :
- INKOMPLETA  bila sumbing dari uvula sampai foramen incisivum
- KOMPLETA  dari uvula sp arcus alveolari (melewati foramen incisium)
UMUR TINDAKAN
Penanganan :
0 – 1 minggu Tidur telentang, pemberian nutrisi dengan kepala miring
Usia 1-2 minggu konsul bagian orthodonsi untuk pemasangamn obturator
Nutrisi dengan dot besar dengan lubang menghadap ke bawah, posisi ½ 1 – 2 minggu Pasang obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat
duduk menghisap susu, atau dengan sendok posisi ½ duduk atau
Usia 1,5-2 tahun  Palatoplasty agar bicara tidak sengau memakai dot lubang kearah bawah  cegah aspirasi
10 minggu Labioplasty , dengan memenuhi Rules of ten :
- Umur 10 minggu
- Berat 10 pons
- HB > 10 gr%
- AL < 10.000

1,5 – 2 tahun Palatoplasty karena bayi mulai bicara


2 – 4 tahun Speech therapy
4 – 6 tahun Velopharyngoplasty
Mengembalikan fungsi katup yang dibentuk m.tensor veli
palatini & m.levator veli palatini, untuk bicara konsonan, latihan
dengan cara meniup

6 – 8 tahun Orthodonsi (pengaturan lengkung gigi)


8 – 9 tahun Alveolar bone grafting
Dari tulang crista iliaca, sebelum gigi caninus tumbuh
9 – 17 tahun Orthodonsi ulang
17 – 18 tahun Cek simetrisasi mandibula dan maxila

Edukasi Post Palatoplasty :


1. Posisi tidur harus miring / tengkurap  mencegah aspirasi bila terjdi perdarahan
2. Tidak boleh makan / minum terlalu panas / dingin  menghambat proses
penyembuhan jahitan
3. Tidak boleh menghisap / menyedot selama 1 bulan post operasi  mencegah
gagalnya penyatuan palato

Tehnik Palatoplasti pada sumbing palatum sekunder komplet


LUKA BAKAR
3. Efek samping sisa pembakaran
Gas karosen, aldehid akan mengiritasi mukosa membran karena
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 merupkan toksik yang iritan.

 Cedera Termis
Definisi : Menimbulkan gangguan sirkulasi keseimbangan cairan & elektrolit, sehingga
berakibat terjadi perubahan permeabilitas kapiler  odema  syok hipovolemi.
Kerusakan / kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas : api, air panas,
Kejadian ini akan menimbulkan :
bahan kimia, listrik dan radiasi. Prognosis penderita diramalkan jelek bila = luas
- Paru  Perubahan inflamatorik mukosa bagian nafas bawah, akan
luka bakar + umur penderita > 80 (dr.med Puruhito).
menimbulkan gangguan difusi oksigen  Acquired Respiratory Distress
Tindakan pertama yang dilakukan pada penderita :
Syndrome(ARDS), ini akan timbul hari ke-4,5 pasca cedera termis
a. Menyelamatkan penderita dengan mengatasi syok, rasa nyeri
- Hepar : SGOT, SGPT meningkat
b. Usaha menyembuhkan / menghindarkan hilangnya fungsi dari organ yang
- Ginjal : ARF  ATN
terbakar.
- Lambung: Stres Ulcer
- Usus  Illeus  translokasi bakteri  sepsis  perforasi  peritonitis
Anatomi Kulit
 Fase Sub-Akut
Terjadi setelah shock teratasi, luka terbuka disini akan menimbulkan :
- Proses Inflamasi disertai eksudasi dan kebocoran protein
- Infeksi yang menimbulkan sepsis
- Proses penguapan cairan tubuh disertai panas(evaporasi heat loss)

 Fase Lanjut
Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah yang timbul
Fungsi Kulit : adalah jaringan parut, kontraktur dan deformitas akibat kerapuhan jaringan atau
 Mencegah kehilangan cairan  syok hipovolemik organ strukturil.
 Mencegah infeksi  Sepsis
 Pembungkus elastis dari sendi  kekakuan sendi / kontraktur Klasifikasi Luka Bakar
A. Berdasarkan Penyebab
Fase Luka Bakar  Suhu
 Fase Awal/Akut/shock Baik panas ataupun dingin (frost bite), pada ujung ekstremitas dapat
Keadaan yang ditimbulkan berupa : menimbulkan nekrosis akibat dingin. Penanganan dengan pemberian antibiotik
 Cedera Inhalasi propilaksis sampai putus dengan sendirinya, karena puntungnya akan lebih baik
Mekanisme trauma dibagi 3 : hasilnya dari amputasi.
1. Inhalasi Carbon Monoksida (CO)  Listrik  akibat terkena petir
CO merupakan gas yang dapat merusak oksigenasi jaringan , dalam darah  Kimia
berikatan dengan Hb dan memisahkan Hb dengan O2 sehingga akan  Radiasi
menghalangi penggunaan oksigen.  Laser  CO2 laser

2. Trauma panas langsung mengenai saluran nafas B. Berdasarkan Kedalaman kerusakan jaringan
Sering mengenai saluran nafas bagian atas jarang mengenai bagian bawah  Derajat I (superficial skin burn)
karena sebelum mencapai trachea secara reflek terjadi penutupan plica dan - Hanya reaksi inflamasi, kerusakan mengenai epidermis
penghentian spasme laryng. Edema mukosa akan timbul pada saluran nafas - Kulit kering, merah (erithema)
bagian atas yang menyebabkan obstruksi lumen, 8 jam pasca cedera. - Nyeri  ujung saraf sensorik teriritasi
Komplikasi trauma ini merupakan penyebab kematian terbanyak. - Sembuh spontan 5 – 10 hari
Atau menggunakan tabel Lund & Browder
- Kepala leher : 15 %
- Depan belakang : 20 %
- Ekstermitas atas kanan kiri : 10 %
- Ekstremitas bawah ka/kiri : 15 %


 Derajat II (partial skin burn)
- Kerusakan meliputi dermis, sebagian dermis masih ada yang sehat
- Bula (+)  bila bula pecah terlihat luka basah kemerahan
- Nyeri (+)  Pin prick test (+)
- Sembuh dalam 2-3 minggu.Tak perlu flapping

 Derajat III (Full thickness skin burn)


- Kerusakan seluruh tebal dermis, bisa sampai subcutis, tidak ada epitel kulit
yang sehat. Terjadi koagulasi protein dikenal sebagai ESCAR.
- Bula (-)  bila bula pecah  lukanya kering warna abu-abu
- Nyeri (-)  karena ujung saraf sensorik rusak, Pin prick test(-)
- Penyembuhan sulit perlu cangkok kulit (STSG)

Kategori Penderita Luka Bakar :


A. Luka Bakar Berat / kritis
- Derajat II-III > 40%
- Derajat III pada muka, tangan, kaki
- Trauma jalan nafas tanpa memikirkan luas luka bakar
- Trauma listrik
- Disertai trauma lainnya , misal fraktur
Luas Luka Bakar :
Dewasa : Hukum 9 (Rule Of Nine(s)) atau anak Table Lund & Bowder B. Luka Bakar Sedang
- Permukaan kepala : 9 % - Permukaan pinggang : 9% - Derajat II 15-40%
- Permukaan setiap lengan: 9 % - Permukaan paha : 9% - Derajat III < 10% , kecuali muka, tangan dan kaki
- Permukaan dada : 9 % - Permukaan betis : 9%
- Permukaan perut : 9 % - Perineum & genital : 9% C. Luka Bakar Ringan
- Permukaan punggung : 9 % - Telapak tangan : 1% - Derajat II < 15%
- Derajat III < 2%
Bayi : Rumus 10 -------------------------------- kategori ini untuk kepentingan prognosis berhubungan
Anak : Rumus 10-15-10 dengan angka morbiditas dan mortalitas
Prognosis & Berat ringannya luka bakar ditentukan : Perawatan Luka Bakar :
1. Kedalaman  derajat I, II atau III  Derajat I  - Cuci NaCl 500 cc
2. Luasnya  ditentukan prosentase - Zalf Bioplasenton  cegah kuman masuk/infeksi
3. Daerah yang terkena  Derajat II  - Cuci lar savlon 5 cc dalam NaCl 500 cc
4. Usia - Sufratul
5. Keadaan kesehatan - Tutup verband steril tebal , ganti tiap minggu
 Derajat III  - Cuci lar savlon 5 cc dalam NaCl 500 cc tiap hari
Indikasi rawat inap : - Debridemen tiap hari
1. Dewasa derajat II > 15 % - Escharektomi
2. Anak & orang tua derajat II > 10 % - Dermazin/Burnazin (sulfadiazin) tiap hari
3. Derajat III > 10 %
4. Luka pada : wajah, tangan, genital/perineal  Hari ke-7 dimandikan air biasa, setelah mandi daerah luka didesinfektan sol
5. Penyebabnya : kimia dan listrik savlon 1 : 30
6. Menderita penyakit lain : DM, hipertensi  Luka dibuka 3 – 4 hari jika tidak ada infeksi / jaringan nekrose
 Posisi Penderita :
---------------- Penderita dengan luka bakar > 40% diusahakan pemasangan CVP Ekstremitas sendi yang luka posisi fleksi / ekstensi maksimal
Bila Luas luka bakar : Leher & muka defleksi, semi fowler (bantal di punggung)
- < 20%  tubuh masih bisa kompensasi Eskarektomi dilakukan bila luka melingkar atau berpotensi penekanan
- > 20%  shock hipovolemik (perpindahan cairan intra ke ekstravasculer)
 Skin Graft dilakukan bila :
- Luka grade II dalam 3 minggu tak sembuh
Prinsip Penanganan : - Luka grade III setelah eksisi
 Api masih hidup - Terdapat granulasi luas ( diameter > 3 cm)
Jika api masih hidup penderita disuruh berhenti  jatuhkan diri  berguling di
lantai / tanah (stop drop roll)  Medikasi : - Antibiotika ( bila < 6 jam)  Sefalosporin generasi III
 Hilangkan heat-restore  bila < 15 menit siram air dingin - Analgetika
 ABC - Antasid (H2 blocker )  untuk mencegah stress ulcer
- Airway  trauma inhalasi, pasang ET - ATS / Toxod
- Breathing  Nutrisi dan Roborantia
Bila terjadi Eschar (kulit kaku), lakukan Escharektomi, karena dapat - TKTP diberikan oral secepat mungkin
menimbulkan sukar nafas. Bila perlu lakukan zebra incision pada tulang iga - Kebutuhan kalori menurut Formula Curreri :
- Circulation - Dewasa = 25 cal/KgBB + 40 cal% LB
Digunakan formula Baxter dengan larutan Ringer Laktat, jangan memakai - Anak = 60 cal/KgBB + 35 cal% LB
NaCl karena Cl memperberat asidosis. - Roboransia  vit C (setelah 2 minggu), vit b, vit A 10.000 U
 Pemeriksaan Laboratorium :
Formula Baxter : 4 cc/24jam x BB x %LB - Hb, Ht, albumin pada hari I, II, III
- Elektrolit setiap hari pada minggu I
Cara pemberian : - 8 jam pertama 50% (sejak kejadian LB) - RFT & LFT pada hari ke II dan setiap minggu
- 16 jam kedua 50% - Kultur kuman hari I, II, III
 Lain-lain
- Bila terjadi Ileus  stop makan/minum, pasang NGT
Untuk anak-anak : 2 cc x BB x % LB+ maintenance cc
- LB > 40%  pasang CVP selama 4 hari, bila sampai 1 minggu ganti
kateter
< 1 tahun : BB x 100 cc
- Oliguri + cairan cukup (CVP normal)  tes terapi manitol
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
- Dewasa = 10 cc/10-20 menit diulang tiap 6 jam
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
- Anak = 0,2 mg/KgBB / 14-20 menit
-------------------------------------------------------------------------------------- b cc
Kebutuhan total = a x b , memakai lar RL : Dextran = 17:3
Zona luka bakar : Kriteria klinis mengikuti American College of Chest Phycsions and the Society of
A. Zona koagulasi : Critical Care Medicine tahun 1991, adalah bila didapati 2 atau lebih manifestasi
Daerah yang langsung mengalami berikut selama baeberapa hari berturut, turut yaitu :
kerusakan (koagulasi Protein) akibat 1. Hipertermia (suhu > 38 C ) atau hipertermia (sushu <36 C)
pengaruh panas 2. Tkhikardi(frekuensi nadi > 90 kali permenit)
3. Takhipnu (frekuensi nafas >20 kali permenit) atau tekanan parsial CO2
B. Zona Stasis : rendah (PaCO2 <32 mmHg)
Daerah yang berada di luar Zona 4. Leukositosis ( jumlah lekosit >12.000) , lekopeni < 4.000 atau dijumpai >10 %
koagulasiterjdi, pada daerah ini netrofil dalam bentuk imatur
terjdi kerusakan enotel pembuluh
darah , trombosit, lekosit, dan gangguan .Resusitasi Cairan Pada Luka Bakar
perfusijaringan, perubahan permeabilitas Masalah yang dihadapi pada penenganan fase akut dari luka bakar adalah gangguan
kapiler pernapasan dan hipovolemik syok.
Syok merupakan suatu kondisi klinik gangguan sirkulasi yang menyebabkan
C. Zona Hiperemi : ganggua perfusi dan oksigenasi sel atau jaringan . Jumlah cairan yang hilang dalam
Daerah di luar zona stasis dimana terjadi syok lebih dari 25 % dari volume cairan tubuh. Sel atau jaringan yang mengalami
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan gangguan perfusi akan menjadi iskemik dan mungkin berakhir dengan nekrosis.
reaksi Sehingga penanganan syok yang berorientasi pada kenyataan ini memerlukan
tindakan dalam waktu singkat, pemberian cairan secara cepat menggunakan
SIRS , SDOM dan Sepsis Pada Luka Bakar beberapa jalur intravena bila perlu melalui akses vaskuler langsung.
Ada dua teori yang menjelaskan timbulnya SRIS,SDOM dan sepsis pada luka bakar, Penatalaksanaan resusitasi cairan dilakukan berdasarkan regimen terapi cairan yang
yang mana keduanya dapat terjadi secara bersamaan. ada, namun perlu dicatat bahwa rumus itu hanya sekedar usaha untuk memperoleh
Syok pada luka bakar mengakibatkan terjadinya penurunan sirkulasi di daerah cara jumlah kebutuhan cairan dengan hitungan yang tegas, bukan suatu patokan
splanknikus, yang mengakibatkan berkurangnya perfusi mesenterial sehingga yang memiliki nilai mutlak, karena pemberian cairan sebenarnya berdasarkan
perfusi jaringan usus terganggu . Hal ini mengakibatkan kerusakan mukosa usus kebutuhan sirkulasi yang dinamik dari waktu ke waktu, yang harus dimonitor oleh
karena proses iskemia, sehingga fungsi mukosa sebagai barier berkurang / parameter parameter tertentu
hilang, ini mengakibatkan flora normal usus mengalami translokasi , sehingga Patokan pemberian cairan yang terbaik adalah klinis yang memberikan perubahan :
kuman yang bersifat komensal, berubah menjadi oportunistik. Keadaan ini akan - Produksi urin perjam  menggambarkan baik tidaknya sirkulasi perifer
diperberat bila pasien dipuasakan , proses degenerasi mukosa usus akan - Frekuensi pernafasan  memggambarkan fungsi paru secara langsung dan
berlanjut dan terjadi atrofi mukosa usus. gambaran sirkulasi secara tidak langsung.
- Kadar HB dan HMT, vasokonstriksi dan hipovoemia memberi kan perubahan
Pendapat kedua menjelaskan , bahwa pada luka bakar kerusakan jaringan gambaran hemokonsentrasi
akibat cedera termis menyebabkan dilepaskannya lipid protein kompleks yang - CVP  paling akurat memberi informasi volume cairan yang dalam sirkulasi.
sebelumnya dikenal dengan nama Burn Toxin. Lipid protein kompleks
memiliki toksisitas dengan kekuatan ribuan kali dari enterotoksin dalam Pitt fall yang harus dipertimbangkan dalam resusitaasi adalah :
merangsang pelepasan mediator inflamasi. Pelepasan LPC ini tidak ada - Melakukan perhitngan luka bakar saat luka belum dibersihkan akan memberikan
hubungannya dengan proses infeksi. Respon yang timbul mula-mula bersifat kesalahan perhitungan yang besa
lokal terbatas pada jaringan yang cedera, kemudian berkembang menjadi suatu - Perhitungan dewasa berbeda dengan anak/bayi
bentuk respon sistemik.yang dikenal dengan SRIS. SRIS adalah suatu bentuk - Patokan luas permukaan telapak tangan adalah telapak tangan pasien bukan
respon klinis sistemis terhadap berbagai stimulus klinik yang dapat berupa pemeriksa
infection, injury, inflammation, inadequate blood flow dan ischemia. - Pengukuran BB hanya berdasarkan perkiraan

SDOM adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasen Pemilihan jenis cairan
sedemikian rupa sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Pengembalian cairan pada luka bakar merupakan hal yang sangat penting. Resusitasi
SRIS selalu berkaitan dengan SDOM karena SDOM merupakan akhir dari SIRS. yang adekuat akan memberi kestabilan dan mengembalikan curah jantung dan
Bila penyebab dari SIRS adalah suatu infeksi maka disebut sebagai SEPSIS tekanan darah ke nilai normalnya.
Cairan resusitasi yang terbaik adalah bila diimbangi dengan kadar elektrolit. Pada
formula Evans Brooke, pemberian koloid (darah) bertujuan untuk : mengatasi
Penanganan Luka
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
penurunan HB, disamping itu koloid akan menarik cairan yang mengalami pasasi
ekstravaskuleralasan ini dianggap tidak tepat karena:
Penanganan luka secara umum meliputi 2 hal, yaitu.
- Syok yang terjadi adalah syok hipovoleia yang hanya memerlukan penggantian
cairan. 1. Preparasi Bed Luka
- Penurunan kadar HB terjadi karena perlekan eritrosit , trombosit, lekosit dan Debridement
komponen sel pada dinding pembuluh darah kapiler darah yang mengalami Suatu proses untuk menghilangkan jaringan mati dan jaringan yang sangat
vasokonstriksi sehingga sefara klinis tampak sebagai kondisi anemia terkontaminasidari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal struktur
- Sementara terjadi gangguan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan anatomi yang normal. Beberapa teknik debridement antara lain :
kebocoran plasma pemberian koloid tidak akan efektif dan akan menaikkan  Surgical debridement
beban jantung, paru dan ginjal. Debridement dengan menggunakan skalpel, kuret atau instrumen lain disertai
- Pemberian cairan isotonis yang diperkaya denagan elektrolit irigasi untuk menghilangkan jaringan mati dari luka. Ini merupakan cara
- Koloid / plasma diberkan (bila diperlukan) setelah sirkulasi mengalami debridemant yang paling cepat dan efisien. Pada luka bakar, disebut sebagai
pemulihan (>24-36 jam) Escharectomi, yaitu membuang jaringan yang mati (eschar). Teknik ini
pertama kali ditemukan oleh Janzekavix 1970 dengan teknik eksisi
Sampai sekarang diyakini RL merupakan cairan yang paling sering diberikan pada tangensial, dilandasi oleh tidak perlunya membuang jaringan vital pada eksisi
resusitasi luka bakar. RL merupakan cairan isotonic terbaik yang mendekati primer luka bakar, yaitu berupa eksisi lapis demi lapis sampai didapati
komposisi cairan ekstraseluler. Cairan yang diproduksi terkini adalah Ringer Asetat permukaan yang bintik–bintik berdarah yang merupakan tanda telah
(AR) yang mengandung bikarbonat disampngg laktat. mencapai jaringan vital. Teknik ini menggunakan Humby knife /
RL dan AR merupakan cairan fisiologi yang berbeda dalam hal sumber bikarbonat . dermatome. Indikasi escharektomi pada luka bakar yang diperkirakan tidak
RL mengandung 27 mmol laktat perliter, sedang AR mengandung 27 mmol asetat sembuh dalam 3 mg, permukaan luka bakar yang berwarna putih, merah,
perliter. (Kveim cit Yefta, 2001) dilakukan penelitian dengan membandingkan coklat / hitam dan juga tidak adanya capiler refill maupun sensibilitas
penggnaan AR dan RL sebagai larutan yang digunakan dalam resusitasi syok
hemoragik. Pada pemberian RL terjadi akumulasi ion ion laktat, sementara pada  Mechanical debridement atau gauze debridement
pemberian AR dimana asetat segera dimetabolisme dengan cepat (meskipun dalam Prinsip kerjanya wet to dry dressing. Luka ditutup dengan kassa yang telah
keadaan syok) dengan AR ini akan diikuti dengan perbaikan asam basa. (Connahan dibasahi normal saline, setelah kering, kasa akan melekat dengan jaringan
cit Yefta, 2001) membandingkan pemberian cairan resusitasi pada luka bakar yang mati. Saat ganti balut jaringan mati akan ikut terbuang. Dilakukan 2–6X
derajat III , dengan menilai Fungsi miokard, kadar fosfat berenergi tiggi (ATP,CTP) sehari.
dan survival rate nya. Curah jantung pada pemberian RL jelas menunjukkan
perbaikan tetapi masih dibawah nilai pada kondisi normal, sedang pemberian  Autolitic debridement (inivivo Enzymes Self Digest Devitalized tissue)
Asering curah jantung membaik, yang dapat dijelaskan akibat vasodilatasi dan Merupakan proses tubuh untuk melakukan pembuangan jaringan yang mati.
perbaikan aliran koroner yang diinduksi oleh asetat. Survaival rate pada pemberian Di dalam luka akan muncul enzim yang berefek mencairkan jairngan non
RL 24 jam pertama 87-100 % setelah 48 jam survival AR lebih tinggi. RL vital. Hal ini perlu dibantu dengan mempertahankan suasana luka supaya
memberikan keuntungan sesaat , namun tidak jangka panjang, hal ini diduga karena tetap lembab menggunakan penutup luka yang dapat mempertahankan
efek toksisk akibat pemberian laktat. AR memiliki tosisitas rendah., konversinya kelembaban luka. Dalam suasana lembab tubuh mampu membersihkan
menjadi karbonat terjadi dalam waktu cepat dan menghasilkan ATP dan CTP yang jaringan non vital. Produk yang dapat mempertahankan suasana lembab dan
merupakan bahan bakar jantung. menjadikan autolitik debridement berhasil adalah hidrocolloid, transparant
film dan hidrogels.
 Enzymatic debridement
Debridement menggunakan oinment. Teknik ini pertama kali dipakai pada
tahun 1975, digunakan untuk melepas eschar pada luka bakar. Enzim tesebut
adalah soutilens bacteria (travase). Sedangkan oinment topikal yang
digunakan saat ini adalah kolagenase (Santyl). Enzim kolagenase adalah hasil
fermentasi dari Clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan untuk
mencerna kolagen dalam jaringan nekrotik.
Kolagenase dapat dapat membersihkan luka dari jaringan mati dan Penanganan LB dg hematemesis dan melena
menjadikan bed luka siap untuk penyembuhan. Enzim ini terutama efektif ---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
untuk luka ulkus kronis seperti presure ulcers, arterial ulcers, venous ulcers,
diabetes ulcers dan juga untuk luka bakar.
 Bacterial Balance Hal–hal yang menjadi perhatian untuk memperbaiki masalah dan mortalitas akibat
Infeksi luka sangat ditentukan oleh keseimbangan daya tahan lukadengan luka bakar adalah :
1.
jumlah mikroorganisme. Bila jumlah mikroorganisme < 104/ gram jaringan Penanganan gawat darurat dan resusitasi awal yang progresif
2.
kemungkinan terjadinya infeksi adalah 6%, bila > 104/ gram jaringan Penatalaksanaan pernafasan dan penanganan cedera inhalasi
3.
kemungkinan infeksi hampir 89% dan bila >105/ gram jaringan hampir dapat Mengontrol infeksi
dipastikan terjadi infeksi dan penutupan luka akan gagal. Sehingga dalam 4. Eksisi luka bakar dan skin graft lebih awal
5.
keadaan hal ini perlu pemberian antibiotik sesuai dengan pola kumannya Modulasi respon hipermetabolik terhadap cedera.
disamping debridement. 6. Pemberian enteral dini.
7.
Pengelolaan nyeri luka bakar yang adekuat.
 Exudate Managementt.
Pada fase awal / akut / syok suatu luka bakar berat terjadi suatu kondisi klinik yang
Secara direct dan indirect.secara direct, luka dibalut tekan disertai ndengan
didominasi gangguan sirkulasi, yang menyebabkan kondisi hipoksia pada jaringan ,
higly absorbent dressing yang sebelumnya telah diberikan pencucian dan
perfusi seluler terganggu dan metabolisme aerob diganti menjadi proses anaerob,
irigasi menggunakan NaCl 0,95 atau sterile water. Tindakan ini tidak hanya
dengan akibat perfusi oksigenasi yang terganggu. Dalam hal dijumpai perfusi
membuang exudat dan seluler debris tapi juga dapat menurunkan jumlah
oksigenasi yang tidak baik, gangguan kesadaran yang bermanifestasikan
bakteri yang sering menyebabkan berlebihnya jumlah eksudat. Sedangkan
kegelisahan, disorientasi sampai penurunan kesadaran menunjukkan hipoksia otak,
secara indirect dengan menggunakan dressing yang sesuai dan bisa
yang memerlukan penatalaksanaan resusitasi cairan yang progresif / secepatnya.
mempertahankan kondisi luka tetap lembab (moist).
Syok hipovolemik merupakan suatu proses yang terjadi pada luka bakar sedang
sampai berat. Syok menyebabkan kontriksi perifer, yang tidak hanya dimonitor dari
2. Penutupan Luka produksi urin, tetapi juga di daerah splangnikus. Iskemia di daerah mesenterium
Penutupan luka dapat dilakukan bila preparasi bed telah dilakukan dan didapatkan
menyebabkan disrupsi mukosa usus dan gangguan peristaltik usus (ileus). Disrupsi
suatu kondisi luka yang relatif bersih dan tidak ada infeksi. Luka dapat menutup
mukosa usus yang terjadi menyebabkan beberapa hal, salah satunya adalah
tanpa prosedur pembedahan secara persekundam yaitu dengan proses epitelisasi.
perdarahan saluran cerna dikenal sebagai stress ulcer (curling ulcer), yang sama
Selain tiu dapat pula dengan skin grafting atau flap.
sekali tidak berhubungan dengan hiperasiditas cairan lambung. Stress ulcer
Pada luka bakar, penutupan luka terjadi dengan persekundam yaitu dengan
memberikan gejala perdarahan saluran cerna massif yang tampil sebagai
epitelisasi pada permukaan luka bakar yang relatif superfisial. Untuk luka bakar
hematemsis dan atau melena. Bila keadaan baik, gejala awal yang dijumpai adalah
yang dalam biasanya dengan menggunakan skin grafting. Jenis skin grafting yang
dispepsi dengan derajad berbeda dari ringan sampai berat, disusul dengan
digunakan adalah split thickness, karena umumnya area yang perlu ditutup relatif
hematemesis dan atau melena. Pada penderita dengan gangguan kesadaran , stress
luas dan kondisi bed luka tidak begitu baik akibat trauma panas.
ulcer dicurigai timbul pada berbagai kondisi berat.
STSG dapat diambil sebagai tindakan definitif sebagai penutup defek yang
permanen ataupun hanya tindakan sementara sambil menunggu tindakan definitif.
Menurut American Burn Association, penderita ini termasuk dalam kategori luka
Sedangkan pada luka bakar, STSG merupakan tindakan definitif sebagai penutup
bakar berat oleh karena luka bakar yang diderita derajad II – III dengan luas luka
luka yang luas. Pada luka bakar yang luas sering kali timbul masalah dalam
bakar 26% terhadap luas seluruh permukaan tubuh.. Pada luka bakar berat terjadi
mengambil donor, dikarenakan kulit sehat yang digunakan sebagai donor belum
pembukaan permeabilitas yang akan diikuti ekstravasasi cairan/plasma protein dan
tentu cukup tersedia sehingga diperlukan tindakan untuk memperluas kulit dari
elektrolit intravaskulair ke jaringan intersisial, sehingga terjadi penimbunan cairan di
donor dengan cara Mesh Grafting.
jaringan intersisial, keseimbangan tekanan hidrotatik dan onkotik terganggu
Mesh Grafting merupakan cara memperluas skin graft. Prinsipnya adalah membuat
akibatnya sirkulasi ke distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi sel atau
insici kecil multipel dengan jarak yang teratur. Mesh grafting membuat kulit seperti
organ. Gangguan perfusi sel atau organ pada luka bakar ini disebut syok
jala dan bertambah luas sekitar 1,5 – 9 kali. Dengan metode ini memungkinkan
hipovolemik. Syok yang terjadi menyebabkan penurunan sirkulasi di daerah
menutup defek yang luas. Alternatif lain bila donor tidak mencukupi dengan
splangnikus, mengakibatkan perfusi ke saluran cerna dan hepar terganggu,
cultured epithelial autograft (CEA), allograft,xenograft, biological dressing ataupun
sehingga timbul iskemia dan disrupsi mukosa saluran cerna yang mengakibatkan
dengan synthetic dressing.
gangguan integritas mukosa. Gangguan integritas integritas mukosa menyebabkan
disrupsi mukosa, mulanya berupa suatu erosi mukosa yang pada keadaan lanjut
terjadi atrofi.
Salah satu manifestasi klinik yang dijumpai akibat gangguan integritas mukosa ini Pemberian inhibitor H-K ATPase seperti omeperazol memiliki efektifitas yang baik
adalah gejala perdarahan gastrointestinal yang dikenal dengan istilah stress ulcer. pada kondisi terjadinya perdarahan dan efektifitasnya yang tidak memiliki korelasi
Stress ulcer memberikan gejala perdarahan gastrointestinal, dalam bentuk melena dengan gangguan pertumbuhan bakteri. Pemberian obat-obatan yang bersifat
dan atau hematemesis yang terjadi biasanya dalam 3 – 5 hari pasca luka bakar sitoprotektor seperti sukralfat ,bismuth yang memiliki efek perlindungan pada
dengan lokasi anatomik tersering adalah fundus gaster, korpus gaster dan mukosa dengan cara meningkatkan kadar prostaglandin mukosa dan produksi musin
dinding posterior duodenum. sangat baik untuk proteksi mukosa. Obat ini tidak merubah pola bakteri dan
Diagnosis stress ulcer dicurigai berdasarkan riwayat cedera, disertai gaejala klinis keasaman lambung.
hematemesis dan atau melena cairan hitam pada pipa nasi gastrik dan pada
pemeriksaana endoskopik dijumpai keseluruhan mukosa pucat , eritema mukosa Penatalaksanaan pada saat terjadi komplikasi hematemesis melena dengan
akut tanpa indurasi disekitarnya , dijumpai ptekhiae eritematosus dan macula disertai penyebab stress ulcer atau kemungkinan penyebab lain mengikuti protokol
focus haemoragik pada mukosa. Pada pemeriksaan histopatologik dijumpai penatalaksanaan hematemesis melena sebagai berikut:
gambaran erosi mukosa yang khas ditandai oleh edema mukosa akut kongestive 1. Prioritas utama adalah pengenalan tanda dan gejala klinik syok dan
mikrovaskulair dengan mikorofibrin, dengan shunt submukosa atau adanya penatalaksanaannya. Jika ada ada tanda - tanda syok, elevasi kaki, oksigenasi,
vasokontriksi local disertai focus haemoragik. resusitasi cairan khristaloid dengan NaCl atau Ringer lactate
2. Ambil darah untuk pemeriksaan darah rutin, jumlah trombosit, golongan darah
Penatalaksanaan luka bakar berat dibedakan atas penatalaksanaan awal yang bersifat dan cross match. Jika curiga ada penyakit hepar atau pembekuan (gangguan
pencegahan terhadap terjadinya komplikasi perdarahan hematemesis dan atau hemostasis) periksa APPT, PTT dan test fungsi hepar
melena (stress ulcer), dan penatalaksanaan disaat timbulnya kompliksai 3. Jika ada gangguan fungsi koagulasi atau hemostasis berikan Vitamin K, Fresh
hematemesis melena (stress ulcer). Penatalaksanaan awal dikaitkan dengan Frozen Plasma atauu trombosit
penatalaksanaa fase akut (fase syok) termasuk penatalaksanaan cedera inhalasi, 4. Jika perdarahan berlangsung ,transfusi dengan Fresh Whole Blood
penatalaksanaan gangguan sirkulasi (syok) dengan resusitasi cairan, antagonis H2 5. Pasang pipa naso gastrik sebagai terapi dan diagnosa. Lavase dengan 3-5
reseptor, sitoprotektif mukosa lambung, serta pemberian nutrisi enteral dini. cc/KgBB NaCl suhu kamar , bukan NaCl dingin yang mana keuntungannya
Penatalaksanaan gangguan sirkulasi yang berorientasi ada tidaknya syok merupakan tidak terbukti dan menyebabkan hipotermia
tindakan resusitasi yang sangat bermakna mengupayakan pengembalian gangguan 6. Pemberian obat antagonis H2 reseptor (Ranitidine) dan inhibitor H-K ATPase
hemostasis dan mencegah perkembangan lebih lanjut penyulit yang terjadi pada (omeperazole)
kasus luka bakar berat seperti systemic inflamasi respiratory syndrome, Multy 7. Jika perdarahan cukup cepat dan tidak terkonrol lagi konsul kepada
system organ disfunction syndrome, dan sepsis, termasuk stress ulcer. gastroenterologist atau ahli bedah anak untuk terapi vasopressin dan
skleroterapi emergensi. Endoskopi darurat atau pembedahan jika dengan
Bila penderita dipuasakan atas dasar bahaya yang dapat timbul karena adanya ileus, terapi diatas perdarahan tetap tidak terkontrol.
mukosa usus yang mengalami iskemi akan mengalami atrofi .Pada saat ini justru
diperlukan suatu bentuk stimulasi pada mukosa, sehingga tindakan mempuasakan Pada pasien ini penatalaksanaan pada saat timbulnya hematemesis melena antara
penderita bukanlah tindakan yang tepat. Stimulasi pada mukosa dilakukan dengan lain resusitasi cairan dan transfusi darah fresh whole blood dan pack red cell,
pemberian nutrisi enteral secara agresif, yang saat ini menjadi pola penatalaksanaaan pemeriksaan darah rutin termasuk trombosit, test fungsi hepar,test pembekuan darah
kasus-kasus luka bakar. Dengan pemberian nutrisi enteral dini erosi mukosa dapat (hemostasis), fungsi ginjal, elekrolit dengan menunjukkan hasil fungsi hepar normal,
dicegah, secara langsung mencegah berkembangya stress ulcer. tidak ada gangguan sistem koagulasi, fungsi ginjal baik, anemia , hiponatremia,
hipokalemia, adan hipoalbumin.
Pemberian antasida sebagai upaya menetralisir asam lambung yang dicurigai Selain transfusi darah pasien ini juga mendapatkan koreksi elektrolit dan koreksi
terjadinya kondisi stress. Bila diberikan sudah terjadi perdarahan saluran cerna, albumin . kemudian dilakukan lavase dengan Nacl suhu kamar sebanyak 4 cc/kgBB
efektivitasnya diragukan Dari segi mortalitas dilaporkan tidak terdapat perbedaan 3 kali per hari sampai cairan di naso gastric tube bersih, obat-obatan seperti
bermakna dengan kasus yang diberikan antasida. Pemberian antagonis H2 reseptor antagonis H2 reseptor ( ranitidine ), inhibitor H-K ATPase ( omeperazole ),
seperti ranitidine, cimetidin, dilaporkan memiliki efektifitas yang sama dengan sitoprotektif mukosa ( sukralfat ). Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
antasida. Kelebihan yang dimiliki antara lain dapat diberikan bila sudah terjadi endoskopi karena perdarahan hematemesis melena dapat terkonrol. Tetapi untuk
perdarahan saluran cerna. Dilaporkan bahwa pemberian antasida dan antagonis H2 menentukan penyebab pasti hematemesis melena lebih baik dilakukan pemeriksaan
reseptor bisa terjadi komplikasi perubahan flora normal usus yang akan memicu endoskopi. serta histopatologi .
terjadinya tranlokasi bakteri penyebab sepsis .
PROTOKOL PENERIMAAN PASIEN LB BARU DI IRD

1. Lakukan penilaian keadaan umum: pernafasan, tensi, nadi, kesadaran.


2. Lakukan resusitasi kardiopulmoner bila diperlukan. Beri tahu dokter jaga triase
3. Lakukan pemeriksaan lebih teliti tentang: keadaan umum luka bakar, ada/tidak
adanya kelainan/kerusakan bagiian tubuh lain.
4. Isilah status luka bakar dengan lengkap.
5. Tentukan korban perlu dirawat di rumah sakit atau tidak.
a. Indikasi perawatan di rumah sakit:
b. Luas luka bakar:
 Luka bakar derajat IIA > 15% (dewasa)
 Luka bakar derajat IIA > 10% (anak)
 Luka bakar derajat III > 2%
c. Lokasi luka bakar:
Termasuk daerah-daerah rentan (muka, tangan, kaki, perineum/ genitalia)
Penyulit/Penyakit-penyakit penyerta (DM, fraktur, luka hebat, gangguan
jalan nafas, dll)
d. Umur  usia lanjut, anak
e. Penyebab  listrik, gas elpiji, api bensin, dll.
f. Jelas adanya trauma inhalasi
 Bila pasien perlu dirawat:
1. Pasang infus Ringer Lactat, dengan rumus: 4 cc/KgBB/%LB.
2. Setengah (½) diberikan pada 8 jam pertama dan ½-nya diberikan pada 16 jam
kedua (dihitung sejak kejadian luka bakar, bukan sejak masuk rumah sakit).
3. Pasang dower chateter, kalau perlu O2.
4. Pasang CVP pada luka bakar > 20% grade II/III.
5. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan AGD, Hb, Hmt, AL, Elektrolit,
protein, albumin, ureum, kreatinin.
6. Foto thorax dan EKG jika diperlukan, terutama pada trauma inhalasi.
7. Cuci luka dengan larutan savlon NaCl 1%, kemudian bilas dengan NaCl 0,9%
dan dikeringkan.
8. Olesi luka dengan zalp Silver Sulfa Diazine dan tutup dengan kassa steril
(Dermazine, Burnazine zalp).
9. Administrasi dan catatan medik dimintakan ke Medical Record.
10. Bila K.U. pasien sudah stabil, antar ke ruangan dengan ditutupi alat tenun
steril.
 Bila pasien tidak perlu dirawat:
11. Cuci luka dengan larutan Savlon NaCl 1%.
12. Bilas dengan larutan NaCl 0,9% dan dikeringkan.
13. Buang kulit gelembung yang sudah pecah, dibiarkan gelembung/bulla yang
belum pecah.
14. Olesi luka dengan zalp Silver Sulfa Diazine, tutup kassa steril dengan bebat.
Trauma Wajah dibagi menjadi :
TRAUMA WAJAH a. Trauma Jaringan Lunak  Yang perlu perhatian adalah :
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 N. VIII (facialis)  keluar dari depan telinga , menginervasi otot ekspresi
wajah
Ductus parotis stensen bermuara pada Molar 2
Pada penderita cedera wajah, terlebih dulu harus diperhatikan pernapasan, Arteri dan saraf .sensibel
sirkulasi, dan kesadaran. Jika terdapat patah tulang dengan atau tanpa perdarahan,
jalan nafas atas mudah tersumbat akibat dislokasi, udeem, atau perdarahan. Harus
selalu diingat bahaya aspirasi darah atau regurgitasi isi lambung. Disamping itu
b. Trauma Tulang
Proses penyembuhan tulang muka sekitar 3 minggu.
lidah mudah menutup faring pada penderita yang pingsan. Pada cedera wajah perlu
pula diperhatikan secara khusus cedera saraf sensorik maupun motorik, kelenjar dan  Fraktur Orbita
saluran liur. Disamping itu diperhatikan dampak cedera pada fungsi bicara, Disebabkan oleh trauma langsung pada tepi tulang orbita atau trauma tidak
mengunyah, menelan, pernafasan dan penglihatan. Dampak jangka panjang seperti langsung yang menyebabkan tekanan besar didalam orbita sehingga timbul efek
retraksi bekas luka pada bibir, hidung dan kelopak mata serta aspek kosmetik juga letusan didalamnya yang berakibat tulang dasar orbita patah dan sebagian isi
penting sekali pada pengelolaan luka wajah. Pada umumnya luka diwajah akan orbita masuk kedalam sinus maksilaris, dikenal sebagai cedera letup atau
cepat sembuh per primam intentionem karena vaskularisasi yang baik. Oleh blow out injury .
karena itu pada penjahitan perlu diperhatikan kerapian dan adaptasi yang seksama Trokel (1986) membagi fraktur orbita menjadi:
pada tepi luka, khususnya didaerah hidung, bibir dan mata. Jarum dan benang jahit Interna  pada dasar, dinding medial dan atap orbita
yang digunakan harus yang halus. Eksterna  pada pinggir orbita dan meluas ke ruang intra kranial dan
Cedera maksilofasial menempati urutan kedua kasus cedera yang paling sering tulang- tulang muka
ditemukan di unit gawat darurat setelah cedera lengan. Di Amerika Serikat angka
kejadian cedera maksilofasial kuranglebih 3 juta kasus per tahun. Fraktur Trauma bola mata, menurut penyebabnya dapat dibagi :
maksilofasial diperkenalkan pertama kali oleh oleh Hippocrates pada tahun 400 SM. Kombustio bola mata
Pada tahun 1901 Rene Le Fort, seorang ilmuwan dari Perancis, setelah mempelajari Luka bakar bola mata dapat terjadi karena paparan bahan kimia yang bersifat
fraktur wajah pada 1900 jenazah menjelaskan bahwa ada 3 tipe fraktur pada daerah asam atau basa. Asam lebih berbahaya daripada basa karena akan
wajah, yang kemudian dikenal sebagai Le Fort I - III. Kurang lebih pada tahun menyebabkan koagulasi kornea. Paparan bahan kimia pada mata memerlukan
yang sama Sir Harold Gilles, Bapak Bedah Plastik, pentingnya penanganan masalah pertolongan darurat berupa irigasi dengan air bersih atau sebaiknya larutan
pernapasan pada kasus-kasus trauma pada wajah dengan menganjurkan posisi supine garam 0,9 % segera dan terus menerus sampai penderita dirawat di rumah
untuk menjamin patensi jalan nafas. Cedera maksilofasial sering disertai dengan sakit. Mata tidak boleh ditutup agar bola mata terus dapat bergerak.
cedera kepala, sehingga perlu penanganan multidisiplin dalam mengelola trauma Gejala kombustio adalah blefarosme, mata berair terus, konjungtivitis
maksilofasial. sehingga penderita perlu menggosok-gosok matanya. Pada pemeriksaan
tampak pembengkakan kornea, stroma bagian luar berawan, dan tampak sel-
Patogenesis sel mengapung dikamar depan. Pupil sering melebar dan tidak bereaksi.
Fraktur maksilofasial dapat disebabkan oleh trauma tumpul ataupun trauma tajam. Penyulit berupa ulserasi kornea dapat berlanjut menjadi perforasi.
Penyebab trauma tumpul paling sering ditemukan, diantaranya oleh karena
kecelakaan lalulintas, cedera olahraga, kecelakaan kerja, jatuh dari ketinggian. Trauma tumpul dan tajam
Sedangkan trauma tajam sering disebabkan oleh karena luka tembak, luka tusuk dan Trauma tumpul dapat menyebabkan ekimosis, perdarahan subkonjungtiva,
ledakan. Disamping kecepatan, massa, kepadatan dan bentuk dari benda yang hifema, iris terlepas, dan luksasio lensa. Bila trauma hebat dapat terjadi
membentur pada wajah sangat mempengaruhi tipe dan kepararahan cedera perdarahan korpus vitreum. Trauma tajam dapat berupa luka tembus cukup
maksilofasial. Dari besarnya daya bentur yang bisa menyebabkan fraktur pada berbahaya dan menimbulkan kebutaan. Pemeriksaan dimulai dengan menilai
daerah maksilo fasial dibedakan atas daya bentur kuat (lebih dari 50 g) dan daya visus. Kalau mata tidak dapat dibuka, sebaiknya diberikan anestetik yang
bentur rendah (kurang dari 50 g). Sebagai contoh untuk bisa menyebabkan fraktur diteteskan pada mukosa kelopak mata bagian bawah secukupnya, kalau perlu
angulus mandibula dibutuhkan daya bentur sebesar 70 g, simpisis mandibula dan berulangkali sampai kelopak mata dapat dibuka.
tulang frontalis 100 g, rima supraorbitalis 200 g. Sedangkan pada tulang zygoma Hematom pada mata umumnya disebabkan oleh trauma kepala yang disertai
dibutuhkan daya sebesar 50 g, os nasal sebesar 30 g. patah tulang dasar tengkorak. Hematom ini dapat pula disebabkan oleh patah
tulang maksila, dalam hal ini hematom segera tampak, sedangkan hematom
akibat patah tulang dasar tengkorak baru tampak beberapa jam setelah terjadi
cedera.
Perdarahan subkonjungtiva terbatas umumnya bukan disebabkan oleh cedera  Fraktur Nasal
yang berarti, sedangkan hematom subkonjungtiva yang luas menandai trauma Merupakan fraktur tersering dari keseluruhan fraktur, penyebab biasanya karena
berat. Benda asing di konjungtiva dapat ditemukan dan dikeluarkan setelah trauma langsung pada tulang hidung. Bentuk Fraktur nasal berupa :
kelopak mata ats dibalik tanpa perlu dianestesi..  Angulasi ke lateral
 Depresi
Pada pemeriksaan ditemukan penglihatan ganda / diplopia, hematom monokel,  Communited
hematom maksila, mati rasa di pipi atau dahi. Pemeriksaan penunjang berupa foto
posisi posteroanterior orbita atau proyeksi ’’ Cadwell dan Waters’’ dan posisi Pada pemeriksaan ditemukan deformitas, krepitasi, gangguan penglihatan,
lateral untuk sisi yang terkena. Bila kedua cara tidak memuaskan dapat dilakukan pembengkakan hidung, epistaksis, nyeri tekan dan teraba garis fraktur pada
proyeksi ’’ Fueger dan Milaukas’’ yang memfokuskan bagian belakang dasar hidung.
orbita dan mengetahui keadaan patologi orbita. Pemeriksaan lain berupa ’’ Tes Pemeriksaan radiologi  LATERAL ( PROFIL HIDUNG ), PA, WATERS
Forced Duction ’’ untuk membedakan gaguan ferakan bola mata ke atas setelah Fraktur tulang hidung ini harus segera direposisi sebelum 10 hari dengan
trauma. Bila hasil positif  fraktur blow out bisa ditegakkan. anestesi local dan immobilisasi dilakukan dengan memasukkan tampon kedalam
Pengelolaan fraktur blow Out tidak memerlukan tindakan segera, operasi dapat lubang hidung yang dipertahankan selama 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi
ditunda sampai 14 hari post trauma dengan gips tipis berbentuk kupu-kupu untuk satu hingga dua minggu. Fraktur
nasal dapat dilakukan reposisi dengan anastesi lokal atau umum dengan
Pemeriksaan Fraktur Orbita menggunakan forceps Walsham, Asch maupun Salinger

Pemeriksaan Fraktur Nasal

 Fraktur Zigoma.
Disebabkan trauma langsung pada sisi lateral wajah sehingga sering
menyebabkan fraktur yang mendesak bola mata, memberi gambaran klinis berupa
penglihatan ganda / diplopia, perdarahan dan pembengkakan pipi didaerah arkus
zigomatikus. Zigoma yang membentuk dinding lateral orbita sering mengalami
fraktur akibat trauma langsung sehingga terjadi impresi yang mendesak bola mata
yang menyebabkan diplopia. Fraktur ini sering terbatas pada arkus dan pinggir
orbita sehingga tidak disertai dengan hematom orbita, tetapi terlihat sebagai
pembengkakan pipi didaerah arkus zygomatikus. Diagnosis ditegakkan secara
klinik atau foto rontgen menurut waters yaitu posisi temporooksipital.
Bila tidak terdapat pergeseran atau dengan pergeseran minimal fragmen fraktur 
konservatif dengan evaluasi selama 2 – 6 minggu. Bila didapatkan adanya
pergeseran bola mata dengan atau tanpa jepitan saraf atau otot  OPERATIF
Zygomatikomaksilaris komplek berperan utama dalam pembentukan, fungsi dan Klasifikasi
penampilan estetik kerangka wajah. Komplek ini memberikan kontur pipi yang Dalam hal fraktur zygoma, para dokter menghadapi fraktur yang bukan hanya
normal dan memisahkan isi orbita dari fosa temporalis dan sinus maksila. Juga sekedar fraktur struktur anatomis tunggal. Fraktur zygoma sering kali mengenai
mempunyai peran dalam penglihatan dan mastikasi. Zygomatikomaksilaris tulang yang didekatnya yang berartikulasio. Knight dan North mengatakan bahwa
menopang bola mata dari lateral untuk penglihatan binokuler. Arkus zygoma adalah fraktur pada zygoma dari sudut klinis dianggap sebagai fraktur malar. Para peneliti
tempat insersi otot maseter dan melindungi otot temporalis dan prosesus coronoid. menyatakan bahwa fraktur pada regio zygoma, separasi kearah medial biasanya
Frekuensi fraktur zygoma merupakan kedua tersering setelah fraktur nasal. diakibatkan oleh fraktur pada maksila yang melalui dasar orbita dan dinding anterior
Permukaan yang cembung menonjol menjadikannya mudah terkena trauma. dan lateral maksila, kearah lateral diakibatkan oleh fraktur pada prosesus zigoma
Meskipun hanya terjadi minimal displace pada fraktur zygoma dapat menimbulkan temporalis, serta keatas dan belakang oleh separasi pada zygomatikofrontalis dan
deformitas fungsional dan estetik. zygomatikosphenoidalis. Fraktur pada arkus zygoma melibatkan prosesus temporalis
pada zygoma dan prosesus zigomtikus pada tulang temporalis.
Anatomi Knight dan North membuat klasifikasi kedalam 6 group, sebagai berikut :
Zygoma kadang disebut juga tulang malar, bersudut empat dengan permukaan 1. Grup I
cembung bagian luar yang tidak rata, permukaan bagian dalam cekung dan empat Tidak terdapat pergeseran yang signifikan . Pada grup ini yang meliputi 6% . dari
prosesus yang berartikulasio dengan tulang–tulang frontalis, maksilaris dan keseluruhan kasus, dari temuan rontgen mengindisikan fraktur, tetapi tidak
temporalis serta sphenoidalis. Melalui artikulasio ini menghasilkan penyangga yang ditemukan bukti klinis terjadinya pergeseran.
kuat antara maksila dan kranium. Permukaan yang cembung membentuk prominen.
Permukaan bagian dalam yang cekung ikut serta membentuk fosa temporalis. 2. Grup II,
Zygoma memiliki artikulasio yang kuat dengan maksila dan frontalis, mempunyai Frktur arkus zygomatikus meliputi 10% dari keseluruhan kasus yang diteliti.
artikulasio yang lemah dengan sphenoidalis dan temporalis. Posisi ini ikut serta Pada grup ini, dimana fraktur diakibatkan oleh trauma langsung terhadap arkus
dalam membentuk sebagian besar dasar lateral orbita dan dinding superior lateral zygomatikus, Arkus melengkung atau bengkok kedalam tanpa melibatkan
sinus maksilaris. Permukaannya memberikan perlekatan untuk otot–otot masseter, dinding antrum atau orbita. Pembengkokan ini menghasilkan kerusakan anguler
temporalis, dan zygomatikus. Tulang zygoma mempunyai foramina kecil yang tipikal dengan tiga garis fraktur dan dua fragmen.
dilalui nervus zygomtikomaksilaris dan zygomatikofrontalis yang memberikan
inervasi sensoris pada jaringan lunak dan kulit pipi yang terletak diatas prominen 3. Grup III.
zygoma dan sebagian besar regio anterior temporalis. Fraktur corpus tanpa rotasi meliputi 33% dari keseluruhan kasus. Yang
merupakan bagian terbanyak, dan traumanya disebabkan oleh karena trauma
langsung terhadap prominen corpus zygoma dimana fraktur dan pergeseran
tulang kedalam antrum. Tulang biasanya mengarah langsung kebelakang,
kedalam, dan agak kebawah, menghasilkan pipi yang rata dengan kerusakan
yang teraba pada margin infraorbita. Pada pemeriksaan rontgen, pergeseran
tampak kearah bawah pada infraorbita dan kearah dalam pada prominen zygoma
dengan sedikit pergeseran pada sutura zygomatikofrontalis

4. Grup IV.
Fraktur corpus dengan rotasi kemedial
a. Kearah luar pada prominen zygomakus
b. Kearah dalam pada suturaa zygomatikofrontal

Fraktur corpus dengan rotasi kemedial meliputi 11% dari keseluruhan kasus.
Fraktur dan pergeseran tampaknya disebabkan oleh trauma pada prominen
zygoma diatas aksis horisontalnya, sehingga fraktur tulang bergeser kebelakng,
kedalam dan kebawah. Tulang sebelah kiri tampak berotasi berlawanan dengan
arah jarum jam bila dilihat depan, dan searah jarum jam atau ketengah / midline
pada sebelah kanan. Pemeriksaan rontgen pada posisi woters memperlihatkan
pergeseran kearah bawah pada margin infraorbita dan pergeseran kearah luar
pada prominen zygomatikus(Tipe A) ataupun kearah dalam pada sutura
zygomatikofrontalis.(Tipe B)
Gambaran Klinis
5. Grup V. Zygoma adalah salah satu penyangga utama antara maksila dengan kranium. Fraktur
Fraktur corpus dengan rotasi kelateral zygoma biasanya melibatkan rim infraorbita, zygoma akan terdorong masuk
a. Kearah atas pada margin infraorbita kedalam sinus maksilaris. Cideranya daerah sinus akan menyebabkan hematom atau
b. Kearah luar pada sutura zygomatikofrontal pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya darah masuk kedalam
sinus dan kedalam jaringan dibawah pipi dan canthus lateral mata. Biasanya
Fraktur corpus dengan rotasi kearah lateral. Grup ini meliputi 22% dari ditemukan adanya epitaksis, hematom, dan echimosis. Fraktur zygoma komplek
keseluruhan kasus. Fraktur pada grup ini tampaknya disebabkan oleh trauma akan menekan menurut arah trauma, yang pada kebanyakan kasus kearah posterior,
dibawah aksis horizontal tulang, yang mengarah kedalam dan kebelakang. arah bawah dan arah medial. Fraktur berat dengan pergeseran kemedial arkus
Tulang tampak rotasi searah jarum jam pada sebelah kiri dan bila dilihat dari zigoma menyebabkan fragmen-fragmen tulang mengenai otot temporalis daan
depan dan berlawanan dengan jarum jam atau menjauh dari garis tengah pada prosesus koronoid pada mandibula. Kesulitan membuka mulut hampir selalu
sebelah kanan. Pemeriksaan rontgen memeperlihatkan pergeseran kedalam pada berhubungan dengan fraktur pada arkus, yang disebabkan oleh karena pergeseran
prominen zygomatikus dan keatas pada margin infraorbita (Tipe A) atau kearah segmen dan bergeraknya prosesus koronoid mandibula kearah depan dan belakang
luar pada sutura zygomatikofrontlis (Tipe B) ketika pasien berusaha untuk membuka mulutnya.Bila fragmen-fragmen yang tidak
tereduksi terjadi penetrasi kedalam jaringan lunak dan tetap berkontak dengan
6. Fraktur kompleks prosesus koronoid, hal ini akan mengakibatkan ankilosis fibro-osesuous dengan
Fraktur komplek meliputi 18% . Yang termasuk disini adalah seluruh kasus yang fiksasi yang komplit dengan mandibula. Komplikasi ini memerlukan eksisi prosesus
terdapat tambahan garis fraktur yang melalui fragmen utama, derajad frakturnya koronoid. Pada fraktur zigoma komplek yang mengalami pergeseren, kerusakan
kominutif. yang terjadi dapat teraba melalui kulit pada regio sutura zygomatikofrontalis atau
sepanjang margin orbita inferior. Kerusakan yang dapat terjadi pada fraktur dengan
pergeseran di rim orbita lateral, Dimana ligamen palpebra lateral yang melekat pada
zygoma rim orbita dan terjadi pergeseran tulang yang dipalpebra lateral yang
dilekatinya, akan menyebabkan kerusakan yang berat.
Kelainan pada dasar dan dinding lateral orbita menyebabkan disfungsi bola mata.
Septum orbita pada kelopak mata bawah, yang melekat pada orbitalis inferior,
pergeseran pada fraktur displaced ridge infraorbitnya, akan mengakibatkan retraksi
dan pemendekan kelopak mata. Hilangnya dukungan tulang pada dasar orbita
menyebabkan pergeseran bola mata dan isi orbita , yang selanjutnya akan
mengakibatkan bergesernya kapsul tenon dan ligamen palpebra lateral kearah
bawah. Fraktur mungkin bertambah komplek dengan adanya fragmentasi dan
fenomena kerusakan dasar orbita, Rusaknya periorbita dan lapisan sinus dengan
fragmentasi dan bergesernya segmen tulang mengakibatkan terbukanya sinus
maksilaris. Isi orbita dapat keluar sebagian kedalam sinus maksilaris dimana lemak,
periosteum dan otot menjadi terperangkap diantara segmen segmen tulang yang
fraktur. Kegagalan untuk mengenali dan merawat keadaan ini akan mengakibatkan
diplopia permanen karena terperangkapnya otot oblique inferior dan kemungkinan
otot rectus inferior. Otot yang terperangkap tidak dapat merotasi mata kearah bawah
dan kearah luar serta sebagai pengendali terhadap fungsi otot rectus superior yang
menggerakkan rotasi keatas. Hilangnya sensasi pada regio yang disupali oleh
nervus infraorbita adalah bisa ditemukan pada fraktur zigomatikomaksilaris
komplek. Nervus infraorbita muncul dari arah rim orbita dari kanal melalui atap
maksila tetapi sangat dekat dengan zigoma. Fraktur pada regio ini akan merusak
nervus karena cidera atau tertekan fragmen tulang didalam kanal.Laserasi nervus
didalam kanal oleh impaksi fragmen tulang akan mengakibatkan anestesi permanen.
Jika terjadi anestesi permanen merupakan indikasi untuk dilakukan eksplorasi kanal
nervus.
Diagnosis Radiologis
Pemeriksaan yang terperinci akan membantu dalam menegakkan diagnosis. Dari Pemeriksaan radiologis yang paling berguna untuk mengevaluasi fraktur
pengetahuan tentang mekanisme trauma dan arah tekanan, derajad dan kerusakan zygomatikomaksilaris komplek adalah proyeksi oblique posteroanterior wajah yang
dapat diprediksi. Kerusakan yang disebabkan oleh pukulan dan jatuh mengenai dikenal sebagai posisi Waters. Dengan proyeksi ini memperlihatkan struktur tulang
benda yang keras , atau luka yang berat pada daerah wajah akan memngakibatkan dan outline kontur irreguler zygoma dengan superimposisi minimal terhadap struktur
fraktur pada zygoma. Bila pasien ditangani segera setelah cidera, sebelum gambaran lainnya. Roentgenogrm harus dibuat dengan metode stereoskopik.. Arkus
klinis menjadi kabur karena odem dan hemaatom, tanda-tanda fraktur pada regio ini zigomatikkus dapat diperlihatkan dengan baik melalui proyeksi submental vertical
dapat terlihat. Wajah yang menjadi rata mungkin disertai dengan depresi bola mata, pada arkus zygomatikus.
bergesernya ligamen palpebra lateral, retraksi kelopak mata bawah dengan perataan Pemeriksaan radiologis tergantung pada lokasi fraktur dan derajad pergeseran. Hasil
promienen malar, dan ekimosis pada kelopak mata, konjunctiva dan sclera serta pemeriksaan yang bisanya ditemukan adalah kerusakan pada margin infraorbita dan
epitaksis unilateral. Rasa sakit ketika menggerakan mandibula dan kesulitan separasi pada sutura zygomatikofrontlis. Irregularitas dinding lateral maksila terlihat
membuka mulut menunjukan terjadinya fraktur yang melibatkan arkus zigoma. dengan baik pada posisi Water. Opasitas atau pengkabutan pada sinus maksilaris
Anestesia pada distribusi nervus infra orbita yaitu, kelopak mata atas, alis mata yang disebabkan oleh darah terlihat hampir pada seluruh kejadian fraktur
bawah dan nasal lateral menunjukkan fraktur maksila yang berdekatan dengan zygomatikomaksilaris.
trauma pada nervus infraorbita. Fraktur dengan pergeseran yang berat dapat
mengakibatkan diplopia.
Penatalaksanaan
Palpasi komparatif bimanual pada struktur tulang wajah mungkin menunjukkan
aadanyaa fraktur. Kedua sisi wajah dipalpasi secara simultan dan ketika jari tangan 1. Pendekatan Intraoral
sampai disekitar rim orbita, fraktur pada atau yang berdekatan dengan sutura Keen menjelaskan metode pendekatan intraoral unuk menangani fraktur zygoma.
zygomatikofrontalis atau zygomatikomaksilaris dapat teraba. Fraktur arkus zygoma Biasanya dengan general anestesi, dengan posisi pipi ditarik oleh asisten,
dapat ditentukan dengan irregulritas atau lekukan pada arkus. Fraktur pada dinding operator melewatkan alat elevator yang tajam melalui vestibulum bukalis
lateral dan anterior maksila pada sambungan dengan prosesus zygoma akan terlihat dibelakang tuberositas maksila. Dapat dengan insisi atau dengan elevator yang
secara intraoral dengan gambaran irregularitas dibawah mukosa ketika jari tangan tajam ditusukan menembus mukosa sampai prominen zygoma. Dengan tekanan
meraba dinding maksila anterior dan lateral. Prominen zygoma intraoral normal keatas, kedepan dan keluar atau lateral akan mengangkat zegoma dan
mungkin hilang dan depress yang dalam mungkin teraba dari pergeseran medial mengembalikan ke posisi semula.
prosesus maksilaris pada zygoma.
2. Pendekatan melalui Sinus Maksilaris
Lohtrop menggunakan pendekatan antrostomi pada turbinate inferior dan
memasukkan trokar berbentuk kurva ke dalam sinus maksilaris dan
dihubungkan dengan dinding superior lateral dan kemudian diputar sehingga
dapat mengakibatkan fraktur zygoma bergerak naik, keluar dan kembali
keposisinya.

4. Pendekatan Dingman
Dibawah pengaruh general anestesi, disuntikan epineprin 1:100 000 kedalam
jaringan didaerah lateral brow dan infraorbita. Dilakukan insisi dilateral brow
kurang lebih 1,5 cm. Insisi yang lain di infraorbita. Dengan menggunakan
elevator , maka sutura zygomatikofrontalis dan zygomatikomaksilaris terekpos.
Elevator dimasukan melalui insisi dibelakang atas lateral menuju margin orbita
kedalam fosa temporalis. Dengan gerakan keatas, kedepan dan keluar maka
segmen fraktur tulang dapat dikembalikan keposisinya. Selama proses reposisi
sigoma dipalpasi dan diarahkan kedalam posisinya kemudian dibuat lobang
dengan bor ditiap – tiap sisi fraktur pada sutura zygomatikofrontalis dan
zygomatikomaksilaris. Wire dipasang melalui lubang-lubang dan saling
diikatkan untuk menahan fragmen tulang. Arkus zygoma juga dapaat diangkat
melalui supraorbita.

3. Pendektan Temporal
Pendekatan temporal untuk menangani fraktur zygoma telah dijelaskaan oeh
beberapa ahli ntara lain: Gillies, Kilner dan Stone. Pendekatan temporal sangat
baik dan efektif , melalui pendekatan temporal ini pengungkitan yang kuat dapat
menempatkaan zygoma pada posisi yang diinginkan.
Operasi dilakukan melalui vertical temporal dengan insisi kuranglebih 2 cm di
bagian atas dan belakang hair line. Insisi kemudian diperdalam dari kulit,
subkutan dan fascia temporalis, indentifikasi fascia temporalis, Kemudian
elevator dimasukan sampai temporal zygoma. Sponge diletakan di scalp sebagai
tempat trumpuan untuk pengungkitan. Elevator melewati bagian samping
menuju arkus zygoma dan bukan ke dalam fosa temporalis. Palpasi tulang untuk
menghindari over koreksi.
Fraktur zygoma kominutif 3. Metode Suspensi
1. Packing Sinus Maksilaris Metode ini dikemukakan oleh Kazanjian dan digunakan dalam fraktur yang
Pendekatan sinus maksilaris pada fraktur kominutif zygoma bisa jadi efektif setelah dilakukan reduksi cenderung kambuh lagi. Dibuat ekpose langsung pada
tetapi tidak sering digunakan untuk fraktur zygoma karena bagian kecil dari margin infraorbita dan dengan lubang bor kecil dibuat sepanjang margin
zygoma yang memberi kontribusi pada sinus maksilaris. Jika frakturnya infraorbita zygoma, batas bawah zygoma dapat juga diekpose melalui
berkaitan dengan fraktur maksila yang melibatkan dasar orbita, sinus maksilaris pendekatan intraoral dan dibuat lubang bor, dari kulit ke zygoma , wire
bisa jadi efektif. Manipulasi dasar orbita melalui sinus maksilaris harus dibuat dimsukan kedalam lubang dan ujungnya dikeluarkan dan diputar, lalu diikatkan
sehubungan dengan dasar orbita yang terekpos untuk memperkecil kemungkinan dengan pita karet pada alat.yang ditempatkan didahi.
fragmen tulang yang merusak globe atau saraf orbita. Packing dilakukan melalui
Caldwell-Luc intraoral insisi. Mukoperiosteum diatas canina dari maksila
diangkat, dan jika tidak terjadi fraktur dinding anterior maksila dibuat lubang.
Melalui lubang ini ada kemungkinan mengurangi fragmen zygoma dengan
tekanan keatas dan keluar. Fragmen dasar orbita yang mungkin turun dalam
sinus maksilaris diposisikan dan ditahan dengan packing kuat sinus dengan
salvage-edge gauze.Drain penrose gauze rubber dapat dipergunakan

2. Pendekatan Intraoral
Reduksi fraktur zygoma dapat dilakukan dengan merefleksikan mukoperiosteal
flap dari dinding lateral maksila untuk mengekpose zygomatikomaksilaris
junction. Frktur yang terjepit atau sembuh sebagian dikeluarkan dengan elevator
atau osteotomi. Kemudian dilakukan fiksasi dengan wire.

4. Open Reduksi
Tehnik ini efektif untuk reduksi pada fraktur simple atau komplek fraktur
kominutif. Insisi 1,5 cm melalui alis mata dan kelopak mata subciliary untuk
ekpose dan akses di margin lateral dan inferior orbita lalu dibuat lubang dengan
bor dan wire dipasang untuk fiksasi.
Compound Fraktur kominutif
1. Open Reduksi  Dilakukan open reduksi dan fiksasi langsung intraoseus
2. Fiksasi dengan Pin
Brown, Freyer dn McDowell memakai tehnik dengan satu atau lebih pin
(Kirshner wire atau Steinmann pin).
 Fraktur Maksila Pemeriksaan Fraktur Maxila
Struktur tulang maksilofasial terdiri dari os maksila, zigomatikus dan etmoid, yang
berperan sebagai pelindung otak. Golden Period luka di wajah 24 jam, sedang
Golden Periode luka di tempat lain sekitar 8 jam. Fraktur maksila umumnya
bilateral. Fraktur unilateral terjadi pada trauma local langsung.
Secara klinik wajah tampak bengkak, mata tertutup karena hematom, ingus
berdarah dan seringkali disertai gangguan kesadaran. Pemeriksaan local dilakukan
dengan inspeksi dan palpasi ekstraoral maupun intraoral. Inspeksi diperhatikan
adanya asimetri muka, udeem, hematom, trismus, dan nyeri spontan serta
maloklusi. Fraktur maksilofacial biasanya disertai udeem dan hematom sehingga
muka tampak sangat bengkak. Terapi dengan . Fiksasi dan immobilisasi selama 6-
8 minggu.
LeFort membedakan fraktur maksilofacial menjadi 3 macam yaitu :
1. LeFort III Fraktur 1/3 atas dengan batas tepi atas orbita yaitu bagian os
frontalis , craniofacial dysjunction / melintasi fissura orbitalis
superior os disjuction) ethmoidalis dan os nasalis

2. LeFort II Fraktur 1/3 tengah yang dibatasi oleh tepi atas orbita dan tepi bawah
baris gigi atas yaitu bagian maksila. fraktur berbentuk piramid /  Fraktur Mandibula
melintasi posterolateral sinus maxilaris dan uperomedial Mandibula merupakan tulang berbentuk U yang dapat bergerak, terdiri dari
sulcus infraorbitalis corpus, dua ramus dan berhubungan dengan tengkorak bilateral pada sendi
3. LeFort I Faktur 1/3 bawah yang meliputi daerah mandibula. fraktur temporomandibuler; dilekatkan pada tulang-tulang wajah oleh otot dan ligamen.
berbentuk horizontal / pada Superior proc. Alveolaris melewati Juga berhubungan dengan maksila oleh gigi-geligi
septum nasi

Mandibula dibagi menjadi :


Segmen horizontal terdiri
(1) Alveolaris
(2) parasimphisis,simphisis
(3) corpus,

Segmen vertikal terdiri dari, .


(4) Angulus
(5) Ramus
(6) Processus coronoideus,
(7) Condylus, collum condylus
.
Mandibula merupakan tulang yang kuat tetapi mempunyai beberapa area yang Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan :
lemah, seperti area subcondyler, angulus mandibula, gigi molar ke tiga, gigi taring di Arah fraktur dan kemudahan penanganan
mana akar yang panjang dan foramen mentale melemahkan parasimphisis. Corpus - Horizontal : Favorable dan Unfavorable
mandibula merupakan tulang yang tersusun dari korteks yang padat dengan sedikit - Vertikal : Favorable dan Unfavorable
substansia spongiosa yang dilalui oleh pembuluh darah, limfe dan saraf. Mandibula
menipis pada angulus di mana corpus berhubungan dengan ramus, dan pada collum
condylus.
Terdapat beberapa otot yang mempengaruhi gerakan mandibula. Otot-otot ini
memegang peranan penting dalam mempengaruhi derajat pergeseran fragmen
fraktur mandibula. Kelompok otot mandibula posterior disebut juga sebagai otot-
otot mastikasi, berbentuk pendek dan tebal, dan mempunyai kemampuan yang
sangat kuat dalam menarik mandibula. Otot-otot mastikasi ini terdiri dari musculus
temporalis, masseter, dan pterygoideus lateralis dan medialis. Kelompok otot
mandibula anterior disebut sebagai otot pembuka mandibula. Dengan fiksasi os
hyoideus, otot-otot ini menekan mandibula. Jika terjadi fraktur mandibula, otot-otot
ini akan menggeser segmen fraktur ke bawah, ke posterior dan ke medial. Kelompok
otot ini terdiri dari musculus geniohyoideus, genioglossus, mylohyoideus dan
digastricus. Fraktur mandibula sering multipel, jika diidentifikasi tunggal, harus
dicari fraktur yang lain.
Pasien dengan fraktur mandibula menampakkan tanda dan gejala yang berhubungan
dengan tipe fraktur. Nyeri, bengkak, dan ekimosis sering terlihat dan biasanya
terjadi bersama fraktur gigi, laserasi mukosa, dan terlihatnya fragmen tulang. Pada
kasus dengan terjadinya pembengkakan jaringan lunak yang nyata, jatuhnya lidah ke
belakang dapat menyebabkan gangguan saluran nafas sekunder.
Pada fraktur mandibula kontraksi otot menyebabkan keregangan, antara lain :
- Otot anterior (genohyoid, mylohyoid, digastric) menarik rahang ke belakang dan
kebawah
- Otot posterior (masseter, pterygoid, temporal) menimbulkan keregangan fraktur
korpus mandibula

Pada anamnesa biasanya ada riwayat trauma baik langsung maupun tidak langsung, Derajat berat ringannya fraktur
gangguan oklusi dan kemungkinan disertai fraktur servikal. Pemeriksaan dengan X- - Simple fracture : tidak ada kontak tulang yang fraktur dengan dunia luar. Di
foto panoramic / OPG untuk melihat fraktur halus dan pergeseran tulang yang sini tidak ada diskontinuitas struktur jaringan lunak sekitarnya.
minimal, juga pada fraktur condylus mandibula. - Compound fracture : fraktur di mana terdapat kerusakan kulit atau mukosa
Prinsip penanganan fraktur mandibula adalah reduksi dan imobilisasi fragmen dan struktur sekitarnya dengan hubungan langsung tempat fraktur dengan
fraktur secara dini , bertujuan untuk memperbaiki anatomis dan mengurangi nyeri. dunia luar.
Konservatif dengan Burton Sling pada anak usia < 10 tahun.
Operatif Penyebab fraktur
- Reposisi terbuka dilakukan jika didapatkan lokasi fraktur pada bagian - Trauma langsung : benturan pada tempat fraktur yang menimbulkan
belakang, fiksasi mandibula-maksila gagal, pada pasien retardasi mental, diskontinuitas tulang
pasien asma, pasien miastenia gravis, atau dengan fraktur kominutif. - Trauma tidak langsung : benturan pada sisi yang berlawanan dari rahang
-
Reposisi tertutup dilanjutkan dengan imobilisasi menggunakan interdental bawah atau terdapat jarak dengan tempat fraktur
fixation/wiring dan intermaxillary fixation/wiring dengan atau tanpa arch
bar. Ada tidaknya gigi pada segmen mandibula
- Klas I : terdapat gigi pada kedua sisi garis fraktur
- Klas II : gigi hanya terdapat pada satu sisi dari garis fraktur
- Klas III : tidak terdapat gigi pada kedua sisi garis fraktur
Gambaran Klinis
1. Nyeri  timbul pada gerakan dan dijumpai segera setelah fraktur karena
trauma dari nervus alveolaris inferior dan jaringan lunak sekitarnya.
2. Nyeri tekan  nyeri tekan hebat pada tempat fraktur. membantu menentukan
lokasi fraktur
3. Disability.  Pasien tidak dapat membuka mulutnya dan menolak makan
makanan yang biasa karena merasa tidak nyaman
4. Edema.  Pembesaran jaringan lunak pada tempat fraktur sebagai hasil
perdarahan dan edema. Segera setelah trauma biasanya terdapat distorsi dan
pembesaran jaringan lunak sekitarnya.
5. Ekimosis.  Perdarahan dapat terlihat sebagai ekimosis atau hematom jaringan
lunak pada tempat fraktur
6. Deformitas.  Karena segmen fraktur – dislokasi, pasien sulit untuk membuka
atau menutup mulutnya
7. Gerakan abnormal.
Pada fraktur condylus dengan pergeseran, waktu pasien mencoba membuka
mulutnya mandibula dapat bergeser ke sisi yang terlibat. Hal ini karena non
fungsi muskulus pterygoideus lateralis pada tempat fraktur.
8. Krepitasi.  Pasien merasa mendengar suara yang mengganggu pada gerakan
mandibula
Pada pemeriksaaan harus diperhatikan adanya asimetri dan maloklusi. Pada palpasi 9.
Salivasi.  Nyeri dan nyeri tekan merangsang hiperaktivitas kelenjar ludah
teraba garis fraktur dan mungkin terdapat mati rasa bibir bawah akibat kerusakan n. 10.
Bau mulut.  Karena tidak ada aktifitas gerakan normal saat mengunyah,
mandibularis. Fraktur pada umumnya akan disertai dislokasi fragmen tulang sesuai setelah satu atau dua hari debris tertimbun di sekeliling gigi. Makanan, jendalan
dengan tonus otot yang berinsersi ditempat tersebut. Pada fraktur daerah dagu, otot darah, jaringan mati dan mucus menyebabkan pertumbuhan bakteri.
akan menarik fragmen tulang kearah dorsokaudal, sedangkan fraktur bagian lateral
tulang akan tertarik kekranial. Fraktur pada bagian tulang yang menyangga gigi
Diagnosis fraktur mandibula dibuat dg satu atau lebih temuan klinis berikut :
dapat difiksasi dengan kawat interdental untuk menjamin pulihnya oklusi dengan
1. Gerakan pada tempat fraktur.
baik. Jika tidak dapat dilakukan dengan pemasangan kawat, diperlukan reposisi dan
Manipulasi bimanual menimbulkan gesekan pada tempat fraktur khususnya
fiksasi terbuka dengan osteosintesis.
corpus mandibula. Satu tangan memegang ramus mandibula, sedang tangan
yang lain menggerakkan simphisis mandibula. Fraktur akan tampak dengan
Pemeriksaan Fraktur Mandibula adanya gerakan dan rasa tidak nyaman.
2. Maloklusi.
Mungkin temuan yang paling sering didapatkan pada fraktur mandibula adalah
maloklusi.
3. Disfungsi.
Pasien sulit untuk menggunakan rahang bawahnya dan akan meminta makanan
lunak yang hanya memerlukan gerakan minimal rahang bawah saat
mengunyah. Berbicara sulit karena nyeri atau karena gerakan mandibula.
4. Krepitasi.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan manipulasi tempat fraktur, tetapi tidak sering
digunakan karena ketidaknyamanan pasien.
5.
Bengkak pada tempat fraktur.
Bengkak biasanya cepat membesar dan berhubungan dengan ekimosis dan
hematom subkutan.
6.
Nyeri tekan di atas tempat fraktur.
Teutama daerah sendi temporomandibuler, merupakan dugaan kuat adanya
fraktur.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS PENATALAKSANAAN
Evaluasi radiologis rutin yang standar digunakan pada mandibula adalah proyeksi Pertimbangan utama dalam penanganan fraktur mandibula adalah mengembalikan
postero-anterior (PA), lateral, dan lateral oblik kiri dan kanan. Bila ada indikasi fungsi mandibula dan efisiensi mastikasi gigi. Prinsip-prinsip penanganan fraktur
dapat ditambahkan proyeksi dari sendi temporomandibuler, panoramic, yaitu :
submentovertek dan Townes, serta intraoral dental. 1. Mengembalikan fragmen tulang yang fraktur ke posisi anatomis
 Proyeksi PA dapat memperlihatkan ramus ascenden, angulus dan corpus 2. Memfiksasi fragmen tulang yang fraktur pada posisinya sampai proses
mandibula dari depan. Karena ada superimposisi dengan vertebra cervical, penyembuhan selesai
gambaran simphisis mandibula tidak begitu jelas. 3. Mengendalikan infeksi

 Proyeksi lateral oblik merupakan proyeksi konvensional yang paling sering  Fraktur Mandibula Klas I
digunakan. Proyeksi ini dapat memperlihatkan corpus mandibula, termasuk Fiksasi segmen fraktur dapat dilakukan tanpa fiksasi intermaksila dengan
alveolus, angulus,dan ramus ascenden, serta condylus dan processus coronoideus menggunakan beberapa metode sederhana.
mandibula. Bagian kanalis mandibularis yang berisi nervus alveolaris inferior 1. Horizontal Interdental Wiring
juga terlihat. Proyeksi lateral memberikan informasi terbatas, karena Fraktur dapat direduksi secara manual dan disatukan bersama dengan
superimposisi dengan kedua bagian mandibula. Proyeksi ini dapat mengetahui menggunakan stainless steel wire ukuran 25, dipilin di sekitar leher dari beberapa
simetri pertumbuhan mandibula dan hubungan dasar tengkorak dengan gigi pada kedua sisi fraktur.
mandibula.

 Proyeksi panoramic menyediakan gambaran rahang atas dan bawah, termasuk


gigi dan sinus maksilaris. Radiograf tunggal ini menunjukkan seluruh mandibula
atau maksila meliputi begian terbawah fossa nasalis dan anthrum maksila.
Pemeriksaan ini juga menunjukkan gambaran terbaik sendi temporomandibuler,
baik dalam posisi terbuka maupun tertutup.

 Radiografi intraoral dilakukan dengan paket film gigi kecil. Ada tiga proyesi
dasar intraoral : periapical, bitewing, dan occlusal. Bila ada kecurigaan fraktur,
proyeksi occlusal merupakan pemeriksaan yang paling penting karena tampak
gambaran permukaan anterior dan posterior simphisis.

 Computed tomography (CT) menjadi


perangkat diagnostik penting pada
assesmen trauma mandibula. 2. Prefabricated Arch Bars
Pemeriksaan ini meliputi gambaran Lempengan lengkung yang dimodifikasi oleh Erich dibuat dari logam yang lentur
tulang dan jaringan lunak. CT semirigid dan dapat dipasang di lengkungan gigi dan dengan hati-hati dilekatkan
menunjukkan bermacam-macam di leher gigi tanpa peralatan khusus. Arch bar ini umumnya digunakan untuk
fraktur dan deformitas sekunder sampai fiksasi intermaksila, tetapi arch bar yang dipasang di gigi bawah untuk
pergeseran. Selain itu, trauma jaringan menyokong fraktur klas I dapat digunakan sebagai fiksasi monomaksila.
lunak termasuk edema, pembentukan
hematom, dan benda asing dapat 3. Cable Arch Wires
diketahui. Penemuan terbaru CT helica Jika tidak tersedia arch bar, kawat kabel dapat didesain untuk stabilisasi fragmen
(spiral) memberikan kualitas yang lebih fraktur dan alat untuk fikasasi intermaksila. Ini dapat dilakukan dengan
baik. Gambaran 3 dimensi ini membuat menggunakan stainless steel wire ukuran 22, yang dipasang mengelilingi gigi
apresiasi yang lebih baik dari terakhir pada masing-masing kuadran lengkung gigi dan dipilin erat pada gigi,
deformitas fraktur sehingga berguna tetapi masih ditinggalkan cukup panjang. Kawat dari sisi kanan dipilin dengan
untuk ahli bedah dalam melakukan kawat dari sisi kiri pada garis tengah dan sisanya dipotong. Pilinan kawat
pembedahan koreksi. kemudian dimasukkan ke sekeliling leher gigi.
4. Banded Dental Arch Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol fragmen posterior.
Angle (1890) menemukan banded arch wire untuk memfiksasi fraktur 1. Interlocking Fragment
mandibula. Ini terdiri dari band dengan berbagai ukuran yang pas untuk gigi Kazanjian dan Converse (1974) menggunakan tekhnik di mana dengan
molar atau premolar. Band ini dipasang dengan jackscrew dan mur yang diputar manipulasi digital, fragmen-fragmen ditempatkan pada posisi anatomis dan
dengan erat sampai band terpasang pada gigi dengan aman. Potongan panjang disatukan bersama; sementara dalam posisi ini pada gigi-gigi dipasang fiksasi
kawat kuningan kuat ukuran 14 yang diratakan sampai ukuran 19 dipatri pada intermaksila. Jika fragmen mempunyai bentuk yang baik, interloking akan
band. Kawat kuningan lunak ini kemudian dibentuk sepanjang permukaan mempertahankan segmen posterior pada posisinya.
lateral gigi, lalu diikat dengan stainless steel wire.
2. Bite Block pada Segmen Posterior Tanpa Gigi
5. Cast Cap Splints Bite block ditempatkan di antara gigi maksila dan mandibula untuk menahan
Peralatan gigi ini didesain untuk menutupi bagian terbuka gigi dan memerlukan fragmen proksimal pada posisinya selama proses penyembuhan.. Metode ini
keahlian dokter dan tekhnisi gigi. Cast splint khususnya digunakan bila alat yang biasanya tidak memuaskan karena segmen posterior sulit untuk dikontrol dan bite
kuat diperlukan. block menyebabkan iritasi pada gusi dan menimbulkan nekrosis karena tekanan
pada jaringan lunak dan tulang.
6. Peralatan External Pin Fixation
Pin fiksasi eksternal atau intramedullary wire pinning hanya sedikit digunakan 3. Forked Wire Extension
untuk penanganan fraktur klas I karena adanya suara gigi pada tempat fraktur. Band dengan bar dipasang pada gigi, dengan menggunakan kawat ukuran 14
menyilang ke posterior garis fraktur dan menekan celah tulang dari segmen
7. Tekhnik Open Reduction postrior, sehingga mencegah pergeseran ke depan. Tipe ini biasanya tidak efektif,
Digunakan khususnya pada fraktur di regio simphisis dengan arah oblik Fraktur karena stabilitas fragmen proksimal diragukan, dan dapat menimbulkan iritasi
di daerah depan yang berjalan dengan arah yang unfavorable memerlukan jaringan lunak dan tulang.
operasi terbuka untuk reduksi dan fiksasi kawat. Bila gigi mencukupi,
interosseus wiring ditambah dengan fiksasi intermaksila. Traksi kontinyu
moderat dengan pita karet selama beberapa hari akan menghasilkan oklusi
anatomi yang baik.

 Fraktur Mandibula Klas II


Pada fraktur klas II, gigi hanya terdapat pada satu sisi tempat fraktur. Masalah
mengontrol fragmen tanpa gigi bervariasi tergantung dari arah garis fraktur dan
posisi gigi. Open reduction dan direct osseus wiring diindikasikan untuk fraktur
dengan pergeseran dan tidak adanya gigi di segmen posterior.

Fraktur Horizontal dan Vertikal favorable


Fiksasi pada fraktur klas II favorable dapat dipakai dengan menggunakan alat band
dan bar, kabel dengan ikatan intermaxillary wire, atau dengan Erich arch bar
dengan ikatan kawat atau pita karet. Kancing Kazanjian dapat digunakan untuk
fiksasi segmen fraktur dengan gigi yang terisolasi.
Fraktur yang unfavorable tidak dapat melawan pergeseran. Tarikan dari otot-otot
elevator menyebabkan segmen posterior bergerak ke depan dan ke medial sehingga
terjadi pergeseran. Pemasangan kawat pada gigi anterior tidak akan mampu .A. Fiksasi fraktur mandibula klas II dengan maksila tanpa gigi. Bite block
menahan fragmen posterior ke posisi normal. dipasang dan dipertahankan dengan kawat internal pada os frontalis.
Circumferential wire dipasang melingkari mandibula.
B. Fiksasi dengan transalveolar wiring
Open Reduction dan Interosseus Wiring Fiksasi Eksternal
Indikasi pemasangan interosseus wiring : Jika fiksasi eksternal dipakai pada penanganan fraktur, hal ini sebagai kontrol
1. Pada fraktur komplek di mana penggunaan gigi sebagai poin fiksasi tidak fragmen posterior tanpa gigi dengan kominutif luas pada tempat fraktur. Pin pada
mencukupi daerah ini mempertahankan posisi fragmen posterior melawan otot-otot elevator
2. Pada fraktur dengan pergeseran fragmen posterior mandibula sampai konsolidasi segmen fraktur terjadi.
3. Pada pasien tanpa gigi
Fiksasi dengan Kirschner Wire
Dengan proteksi terapi antibiotik, anestesi yang baik, persiapan rongga mulut yang Brown, Fryer, dan Mc Dowell memperkenalkan fiksasi Kirschner intrameduler
baik, dan tekhnik aseptik, open reduction pada fraktur klas II merupakan tindakan untuk imobilisasi fraktur klas II dan III. Fraktur direduksi secara manual. Dengan
yang bijaksana, positif dan aman. fragmen tulang dipegang pada posisinya oleh asisten, K-wire dimasukkan dengan
Hal yang paling penting untuk diperhatikan selama pemasangan interosseus wiring bur elektrik melaui tulang ke kanalis medularis. Diarahkan menyilang garis fraktur
pada fragmen tulang dengan pendekatan intraoral adalah menghindari hematom. dan melalui kortek fragmen fraktur yang berlawanan.Ujung wire dipotong pada
Infeksi biasanya mengikuti pembentukan hematom dan jika terjadi perlu dilakukan batas kulit dan dilepas dalam 6 sampai 8 minggu.
pengangkatan kawat. Pencegahan hematom terbaik didapat dengan menempatkan
kateter antikolaps pada tempat fraktur dan dihubungkan dengan alat penghisap. Fraktur Kominutif
Waktu untuk mencegah hematom biasanya 48 jam, dan kateter dapat dilepas.
1. Operasi terbuka dan bone plate pada fraktur kominutif angulus mandibula
Penggunaan plate logam lebih disukai dibandingkan dengan direct wiring pada
fragmen multipel atau fiksasi eksternal pada tulang kominutif. Mandibula
diekspos melalui incisi di bawah batas inferior. Plate logam tipis dipasang
screw dengan hati-hati, dan fragmen yang kominutif dimanipulasi saling kontak
yang memungkinkan. Fiksasi dipertahankan sampai proses penyembuhan
selesai.

2. Traksi ekstraskeletal untuk mengontrol segmen proksimal


Kontrol terhadap segmen proksimal tanpa gigi dengan kawat eksternal yang
dipasang dengan pita karet dan head cap disarankan oleh Lenormant dan
Darcissac (1927). Hal ini dilakukan pada fraktur kominutif pada angulus
mandibula ketika metode lain tidak dapat dilakukan.

3. Mengontrol fragmen kominutif


Bila tulang dilindungi dan didukung oleh periosteum dan jaringan lunak yang
adekuat, tekhnik direct interosseus wiring sebaiknya digunakan.

Fiksasi Fraktur klas II pada Maksila Tanpa Gigi


Fiksasi pada fraktur klas II pada maksila tanpa gigi dapat dilakukan dengan
menggunakan bite block berlawanan dengan oklusi gigi mandibula. Bite block
dipertahankan pada posisinya dengan internal wiring, di mana kawat dilengkungkan
mengikuti arcus zygomaticus atau dilekatkan pada os frontalis. Fiksasi mandibula
dengan bite block dikerjakan dengan memakai kawat yang mengelilingi bagian
anterior mandibula. Tekhnik open reduction dan direct wiring dapat digunakan
melaui spina nasalis, melewati apertura pyriformis, melingkarkan kawat
mengelilingi arcus zygomaticus, atau memasang kawat pada processus zygomatus
os frontalis.

Open reduction dan interosseus wiring pada fraktur mandibula


Fraktur Condylus Mandibula 3. Direct Iinterosseus Wiring
Condylus mandibula dilindungi oleh pars zygomatica dari os temporalis dan Metode ini diindikasikan untuk penanganan fraktur mandibula tanpa gigi
didukung oleh kapsul, ligamentum, dan otot-otot di sekeliling sendi. Fraktur dengan pergeseran. Dapat dilakukan dengan pendekatan ekstraoral maupun
condylus paling sering disebabkan oleh trauma tak langsung. Walaupun metode intraoral.
open reduction diindikasikan untuk sebagian fraktur mandibula, kebanyakan fraktur - Rute ekstraoral
condylus akan berespon terhadap metode konservatif sederhana. Biasanya fiksasi Dilakukan incisi sekitar 1 cm di bawah tepi inferior mandibula. Fraktur
intermaksila sudah mencukupi. Sendi temporomandibuler dapat bertahan dalam direduksi, dilubangi dengan bur pada kedua sisi fraktur, kemudian
periode lama fiksasi tanpa kekakuan atau disfungsi. difiksasi dengan stainless wire interosseus ukuran 24.
Pada banyak center, closed reduction dan fiksasi intermaksila merupakan metode
terpilih dalam penanganan fraktur condylus mandibula. Beberapa ahli bedah lebih - Rute intraoral
suka memanipulasi mandibula sebelum memasang fiksasi intermaksila. Yang lain Merupakan metode yang efektif pada fraktur mandibula tanpa gigi. Kawat
memanipulasi caput condylus dengan alat yang tajam dan runcing melaui intraoral ditempatkan pada tepi atas fraktur melawan tarikan otot sehingga baik
atau melalui kulit untuk mendorong caput condylus kembali ke fossa. Semua untuk stabilisasi.
manipulasi ini biasanya tidak berhasil, dan pemeriksaan sinar X sesudah reduksi Keuntungan pendekatan intraoral :
biasanya tidak menunjukkan perbaikan posisi fragmen fraktur.  Sederhana untuk dikerjakan
 Tidak ada bahaya pembedahan yang mengenai cabang nervus tujuh,
Open Reduction kelenjar submaksilaris, atau arteri maksilaris eksterna
Karena dalamnya letak condylus mandibula, proksimalnya cabang nervus tujuh dan  Dapat dilakukan dengan instrumen minimal
arteri maksilaris interna, serta kuatnya tarikan musculus pterygoideus lateralis yang  Penyembuhan luka lebih cepat dan tanpa komplikasi
menimbulkan pergeseran, operasi terbuka untuk mereduksi fraktur condylus
mandibula merupakan prosedur yang rumit. Indikasi open reduction adalah fraktur 4. Fiksasi Eksterna
condylus dengan pergeseran caput condylus keluar dari fossa glenoidalis. Caput Indikasi fiksasi eksterna adalah :
biasanya ditemukan di spatium pterigoidea dan pertimbangan operasi harus Kasus yang tidak dapat ditangani dengan metode sederhana seperti
dilakukan untuk mengembalikan caput ke dalam fossa di mana terdapat sudut kira- interosseus atau circumferential wiring
kira 90 derajat pergeseran caput condylus dari posisi normalnya. Pengembalian Fraktur angulus mandibula tanpa gigi dengan hilangnya tulang segmen
posisi anatomis mutlak tidak diperlukan karena hampir tidak mungkin dicapai. anterior sampai posterior
Mempertahankan caput condylus di dalam fossa glenoidalis dengan sedikit Kasus dengan kontrol fragmen tulang selama prosedur rekonstruksi graft
pergeseran fragmen fraktur biasanya menghasilkan penyatuan tulang yang sempurna tulang diperlukan
dan pengembalian pola menggigit yang normal. Kasus jarang di mana pemasangan kawat pada rahang dikontraindikasikan

 Fraktur Mandibula Klas III KOMPLIKASI


Fraktur pada Mandibula Tanpa Gigi Komplikasi Awal
Fraktur pada mandibula tanpa gigi lebih jarang pada pasien tua dari pada pasien 1. Perdarahan primer
muda, karena pasien tua jarang terlibat dalam situasi berbahaya di pekerjaan, olah Trauma tulang dan jaringan lunak ekstensif dapat menimbulkan kehilangan
raga dan perjalanan. Fraktur biasanya bilateral dengan pergeseran sedang. darah yang hebat. Biasanya hanya sedikit perdarahan pada fraktur tertutup
dengan jaringan lunak tidak ekstensif terlibat. Klem dan ligasi vasa darah dan
1. Intraoral Appliances
menutup luka dengan bebat tekan efektif untuk menghentikan perdarahan.
Berguna pada fraktur sederhana tanpa pergeseran atau dengan pergeseran
2. Komplikasi pernafasan
minimal. Bite block yang dibuat khusus dipasang pada rahang atas dan bawah
Terjadi pada fraktur bilateral corpus mandibula dengan pergeseran tulang ke
untuk mempertahankan segmen mandibula.
posterior sehingga mendesak jaringan lunak di dasar mulut dan lidah jatuh
menutupi airway. Menarik lidah, reposisi segmen anterior mandibula atau
2. Circumferential Wiring
trakheotomi akan membebaskan airway.
Dapat digunakan bersama dengan bite block akrilik untuk menahan fraktur
3. Infeksi
oblik pada posisinya setelah reduksi.
Dengan metode penanganan fraktur modern, infeksi relatif jarang. Banyak
komplikasi infeksi dapat dihindari dengan membuang benda asing dari luka,
fiksasi yang akurat, dan terapi antibiotik.
Komplikasi Lanjut
1. Nonunion, malunion, delayed union,
2.
Ankilosis sendi temporomandibuler
3.
Anestesi nervus alveolaris inferior
4.
Jaringan parut
5.
Kontraktur mulut, dan deformitas wajah.

Catatan -------------------------------- RD 2002


Penanganan fraktur maksilofasial terbagi atas 3 tahap:
1. Penanganan kedaruratan;
2. Penanganan dini;
3. Penanganan rekonstruksi lanjutan.

Pertama awal pada kasus fraktur maksilofasial berpatokan pada prinsip-prinsip ATLS, Airway
dengan proteksi servikal, Breathing dengan ventilasi dan oksigenisasi, Circulation dengan
kontrol perdarahan dan pemeriksaan neurologis singkat. Penanganan dini pada fraktur
maksilofasial bergantung pada dimana lokasi, jenis, pergeseran fraktur.

Penatalaksanaan Trauma Wajah


 Konservatif
- Pasang Barthon Sling kendor-kenceng selama 1 bulan
- Tidak boleh mengunyah, diet cair

 Operatif
- Klas I & II  Inter Dental Wire / IDW
- Klas III  pasang plate (trans osseous wiring / TOW)
Infeksi pada garis fraktur merupakan kontra indikasi

Prinsip Reposisi  terjadi oklusi (point M1)


Pengambilan : - IMW  1 bulan
- IDW  6 bulan

Pada fraktur mandula khususnya Symphisis mentalis penting diperhatikan :


1. Apakah lidah jatuh kebelakang
2. Biasanya disertai fraktur condylus sisi kontralateral
3. Perhatikan fraktur cervikal
KEPALA D. Otak
1. Serebrum
--------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection
2002 Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan
durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer kiri terdapat
pusat bicara.
Anatomi Tengkorak
A. Kulit Kepala (SCALP) 2. Serebelum
Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu: Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa posterior
1. Skin atau kulit berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.
2. Connective Tissue atau jaringan penyambung
3. Aponeurosis atau galea aponeurotika  jaringan ikat berhubungan langsung 3. Batang otak
dengan tengkorak Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran dan
4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar  Merupakan tempat kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla
terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal). spinalis.
5. Perikranium
E. Cairan Serebrospinalis
B. Tulang Tengkorak Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau sekitar
Terdiri Kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi 3 fosa : 500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus koroideus
1. Anterior  tempat lobus frontalis yang terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari ventrikel
2. Media  tempat lobus temporalis lateralis dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total volume cairan
3. Posterior  tempat batang otak bawah dan serebelum serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL Cairan serebrospinal setelah
diproduksi oleh pleksus koroideus akan mengalir ke ventrikel lateralis, kemudian
C. Meningen melalui foramen interventrikuler Monro masuk ke ventrikel III , kemudian
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan : masuk ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus Sylvii, setelah itu melalui 2
1. Durameter foramen Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen Magendie di sebelah medial
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan tabula masuk kedalam ruangan subaraknoid, melalui granulasi araknoidea masuk ke
interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput arachnoid dalam sinus duramater kemudian masuk ke aliran vena
dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang subdural yang Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal melebihi
terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala pembuluh vena jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan serebrospinal
yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior digaris yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan tekanan dari
tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan serta menyebabkan venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah transventricular
perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk 2 sinus yang absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan unrepaired
mengalirkan darah vena ke otak, yaitu : sinus sagitalis superior mengalirkan meningocoeles. Pelebaran ventrikel pertama biasanya terjadi pada frontal dan
darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus. Perdarahan akibat sinus temporal horns, seringkali asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi dari
cedera 1/3 anterior diligasi aman, tetapi 2/3 posterior berbahaya karena dapat corpus callosum, penegangan atau perforasi dari septum pellucidum, penipisan
menyebabkan infark vena dan kenaikan tekanan intracranial. dari cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah bawah hingga fossa
Arteri2 meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang sering mengalami pituitary (menyebabkan pituitary disfunction)
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis dapat
menimbulkan perdarahan epidural. F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :
2. Arachnoid 1. Supratentorial  terdiri fosa kranii anterior dan media
3. Piameter 2. Infratentorial  berisi fosa kranii posterior
Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro spinal
bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang subarahnoid.
Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial..
Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak (pons
dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut insisura
tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang tentorium, bila tertekan
oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi. Serabut2 parasimpatik
untuk kontraksi pupil mata berada pada permukaan n. okulomotorius. Paralisis
serabut ini disebabkan penekanan mengakibatkan dilatasi pupil. Bila penekanan
berlanjut menimbulkan deviasi bola mata kelateral dan bawah.
Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom klasik
herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi yang sama
dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.
CEDERA KEPALA
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection
Penilaian perbaikan GCS pasien cedera kepala dapat dikelompokkan menjadi :
2002

1. Perbaikan cepat Jika terjadi kenaikan 4 skor GCS dalam 24 jam


Cedera kepala adalah masalah yang umum terjadi pada suatu trauma. Cedera kepala
2. Perbaikan sedang Jika terjadi kenaikan 4 skor GCS dalam 3 hari
sering terjadi pada usia muda dan produktif di masyarakat. Dalam penanganan
cedera kepala diperlukan evaluasi yang ketat sejak pasien ditempat kejadian sampai 3. Perbaikan Lambat Jika terjadi kenaikan 4 skor GCS dalam 7 hari
keluar dari Rumah Sakit. Pengelolaan yang tepat dapat menurunkan angka 4. Perbaikan sangat lambat Jika terjadi kenaikan 4 skor GCS lebih dari 7 hari.
morbiditas dan mortalitas akibat cedera kepala. Glasgow Coma Score (GCS)
sebagai alat bantu diagnosis cedera kepala sudah diterima dalam standar. GCS
Penilaian GCS meliputi respon membuka mata, respon bicara/verbal, dan respon
juga dapat digunakan sebagai alat evaluasi tingkat kesadaran dan prediksi cedera
motorik. Masing-masing respon tersebut mempunyai nilai sebagai berikut:
kepala.
Menurut data dari National Health Interview Survey (NHIS) di Amerika pada tahun
1990 terdapat 1,97 juta lebih kasus cedera kepala, dengan 373 ribu kasus JENIS PEMERIKSAAN SKOR
memerlukan perawatan di Rumah Sakit dan 75 ribu kasus berakhir dengan kematian. Respon membuka mata / E
Penyebab utama cedera kepala berasal dari kecelakaan lalu-lintas (KLL) yaitu 60 – Spontan 4
70 %, dengan risiko tertinggi pada usia 15 – 40. Angka kejadian cedera kepala pada Dengan panggilan 3
laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 2 – 4 : 1.
Dengan rangsang nyeri 2
Klasifikasi Tidak ada respon 1
Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan : ATLS Respon motorik / M
 Mekanisme Menurut perintah 6
1. Trauma tumpul (blunt) Melokalisasi rangsang nyeri 5
Trauma tumpul dapat berasal dari trauma benturan dengan kecepatan tinggi Menolak rangsang nyeri 4
seperti pada kecelakaan lalu-lintas (traffic accident) dan trauma benturan Gerakan fleksi abnormal 3
dengan kecepatan rendah misalnya jatuh atau kasus penyerangan Gerakan ekstensi abnormal 2
2. Trauma Tajam (penetrating).
Tidak ada respon 1
Trauma tajam berasal dari tembakan senjata api dan benda tajam lainnya..
Respon bicara/verbal /V
 Beratnya Orientasi penuh 5
Berdasarkan GCS cedera kepala dikelompokkan menjadi : Kalimat yang membingungkan 4
 Cedera kepala ringan (CKR)  GCS 13 – 15 Kata-kata yang tidak berarti 3
 Cedera kepala sedang (CKS)  GCS 9 - 12 Suara yang tidak jelas 2
 Cedera kepala berat (CKB)  GCS 3 – 8. Tidak ada respon 1
Total skor: 15
Glasgow Coma Score (GCS) digunakan sebagai alat bantu diagnosis untuk
menentukan tingkat kegawatan pasien cedera kepala saat datang di Rumah
Sakit. Dalam perkembangannya GCS dapat juga digunakan sebagai evaluasi
dan prediksi perkembangan pasien cedera kepala selama perawatan. Adanya
perbaikan GCS dalam kurun waktu tertentu setelah cedera kepala dapat
menilai keadaan pasien.
Pemeriksaan Mata  Morfologinya
Pemeriksaan penunjang adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan)
dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pada pemeriksaan CT Scan
morfologi cedera kepala dapat dikelompokkan menjadi
1. Fraktur tulang kepala
Gambaran fraktur tulang kepala dapat berupa fraktur linier atau stelata,
fraktur depresi atau tidak, fraktur tertutup atau terbuka
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak. Klinis berupa
ekimosis periorbital(Racoon eyes sign), ekimosis retro aurikuler (Battle’s
sign) , kebocoran CSS (rhinorrhea, otorrhea0 dan paresis nervus fasialis.

2. Lesi intracranial.
Gambaran lesi intracranial adalah
- Fokal  subdural hematom, epidural hematom, intracerebral hematom
Pemeriksaan Motorik
-
Difus  memar (concussion) dan cedera akson (diffuse axonal injury).

Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien dengan cedera kepala pra-rumah sakit dan ruang gawat darurat
(primary survey) yaitu menjaga stabilitas airway, breathing, circulation. Setelah
pasien stabil dilanjutkan dengan secondary survey yaitu pemeriksaan evaluasi
neurologi dengan GCS dan pemeriksaan fisik secara lengkap.
Pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan CT Scan.
Indikasi CT Scan antara lain:
 GCS < 14
 GCS 15 dengan riwayat pingsan, amnesia retrograde deficit neurology dan
tanda-tanda fraktur tulang kepala.

Di Negara maju untuk GCS < 13 dilakukan monitoring tekanan intracranial


(Intracranial pressure).
Pasien dengan cedera kepala ringan biasanya sadar namun dapat mengalami amnesia
serta riwayat hilangnya kesadaran. Pasien ini dapat diobservasi 12-24 jam. Pasien
Pemeriksaan Verbal dengan cedera kepala sedang dilakukan ct scan kepala dan dirawat selanjutnya ct
scan ulang bila baik dapat rawat jalan..
Pada cedera kepala berat penanganan secara :
1. Primary Survey
a. Arway
Menjaga jalan nafas dari sumbatan dengan kontrol cervical. Sumbatan bias
karena muntahan, corpal, perdarahan, lidah jatuh, spasme laring
Tindakan  muntah dibersihkan, gigi palsu dilepas, hiperekstensi
kepala,posisi miring

b. Breathing
Menjaga lancarnya pernafasan/respirasi agar proses pertukaran O2
kejaringan tidak terganggu
c. Circulation  Mengontrol perdarahan atau keadaan hemodinamik.
2. Secondar Survey
ABC tertangani  lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang
serta tentukan dissability (evaluasi neurologis) berupa pemeriksaan GCS dan
reflek cahaya pupil, ukuran diameter pupil. Gerakan bola mata (Doll’seye
Phenomena, reflek okulosefalik). Herniasi lobus temporalis terjadi bila reflek
cahaya dan dilatasi pupil melambat.

Terapi Medika mentosa


Tujuan mencegah terjadinya cedera sekunder terhadap otak yang telah mengalami
cedera.
1. Hiperventilasi
Hiperventilasi bekerja menurunkan PCO2 dan menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah otak. Penurunan volume intracranial akan menurunkan TIK
Tindakan ini tidak boleh berlangsung lama karena dapat menimbulkan iskemia
otak karena vasokonstriksi serebri berat yang akhirnya meurunkan perfusi otak.
Nilai PCO2 antara 25-30 mm

2. Cairan intravena  lar garam fisiologis atau Ringer Lactate


3. Manitol
Berfungsi untuk menurunkan tekanan intracranial biasanya dengan
konsentrasi 20%. Dosis 1 gram/kgBB diberikan secara bolus intravena dalam
waktu 20 menit, dan diulang setiap 4-6 jam. Manitol dilarang diberikan pada
hipotensi karena memperberat hipovolemi.
Indikasi : pupil dilatasi bilateral dan reaksi cahaya negatif

4. Pemberian antikoagulan, antikonvulsan, antibiotik profilaksis jika diperlukan


Phenytoin bermanfaat dalam mengurangi insiden terjadinya kejang dalam
minggu pertama cedera namun sebaiknya dihentikan setelah minggu pertama
pasca trauma.

5. Koreksi asam-basa,
6. Pemberian nutrisi secara adekuat.

Banyak factor yang berpengaruh terhadap perbaikan pasien dengan cedera kepala.
Pasien dengan keadaan klinis dan gambaran CT Scan yang berbeda, akan
mempunyai perbedaan dalam perjalanan penyakitnya. Glasgow Coma Score (GCS)
yang umumnya digunakan sebagai alat diagnosis cedera kapala, dapat juga untuk
alat evaluasi dan prediksi. Cedera kepala sedang (CKS) yang mengalami perbaikan
< 24 jam umumnya tidak ditemukan lesi pada CT Scannya. Cedera kepala sedang
(CKS) yang mengalami waktu perbaikan lebih lama (prolong) dengan skor motorik
yang rendah, dan trauma ditempat lain diperlukan pengawasan yang lebih ketat.
Cedera kepala sedang (CKS) yang mengalami waktu perbaikan lebih lama (prolong)
juga umumnya disertai gambaran lesi pada CT Scannya.
EPIDURAL HEMATOM (EDH) Saat ini investigasi hematom epidural ditegakkan secara akurat dengan pemeriksaan
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
sken komputer tomografi otak dan sken resonansi magnet, dimana ia tampil sebagai
suatu lapisan perdarahn dengan bentuk bikonveks atau lentikuler. Mengingat bahwa
Adalah terkumpulnya darah / bekuan darah dalam ruang antara tulang kepala dan agiografi serebarl merupakan investgasi diagnosis yang bersifat invasive, biasanya
durameter dengan ciri berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. hanya dilakukan bila fasilitas sken komputer tomografi otak tidak ada (menampilkan
Sering terletak di area temporal atau temporoparietal. Perdarahan ini berasal dari : adanya pergeseran garis tengah dan zona avaskuler).
 Arteri / vena meningea media  paling sering Pada EDH dapat menunjukkan LUCID INTERVAL yaitu suatu keadaan dimana
penderita yang semula mampu bicara tiba-tiba meninggal.
 Sinus venosus
 Arteri2 yang melekat di tulang cranii
 Vena pada durameter EDH SDH

EDH adalah perdarahan yang terjadi di antara tabula interna dan dural membran dan
dikenal dengan hematom ekstradural. Hematom jenis ini biasanya berasal dari
perdarahan arterial akibat adanya fraktur linear yang menimbulkan laserasi langsung
atau robekan arteri-arteri meningens (a. meningea media), lebih jarang mengenai
cabang posterior daripada pembuluh meningel anterior. Kadang perdarahan dapat
terjadi dari robekan sinus venosa. Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai
pada 85%-95% kasus, sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan
robekan arteri tanpa ada fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas
terjadi hanya sementara).
Hematom epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi bila
dibandingkan dengan yang berasal dari arteri, dan terjadi akibat adanya robekan
vena-vena di tulang kepala pada bagian yang mengalami fraktur atau berasal dari
sinus venosus mayor dura yang mengalami laserasi.
Karena tekanan vena lebih rendah dari tekanan arteri, hematom epidural yang
berasal dari vena biasanya terbentuk hanya jika terdapat fraktur depressed tulang
tengkorak yang melepaskan dura dari tulang dan meninggalkan jarak dimana
hematom dapat berkembang. Hematom ini umumnya disebabkan oleh laserasi sinus
duramatris oleh fraktur oksipital, parietal, atau tulang sphenoid.
Lokasi hematom epidural vena adalah di fosa posterior (akibat laserasi sinus sigmoid
atau transversus), fosa media (akibat cedera sinus sfenoparietal) dan para-sagital
(akibat robekan sinus sagitalis superior). Hematom epidural yang terletak di fosa
posterior lebih sedikit (2-29%) dibandingkan dengan hematom yang terletak di
supratentorial, dan tampaknya kebanyakan berasal dari perdarahan vena (85%) serta
mempunyai prognosis yang lebih buruk.
Hematom epidural secara klasik terjadi akibat adanya tekanan di kepala yang Gejala klinis :
mengalami fraktur dan menyebabkan pasien mengalami periode tidak sadar yang  Sekitar 20 % pasien menunjukkan adanya gambaran klinis lucid interval, karena
cukup lama. Setelah pasien menjadi sadar, mungkin terjadi ‘lucid interval’ dimana cedera penderita tidak sadar untuk beberapa waktu dan timbul pembengkakan
hanya ada gejala atau tanda minimal. Ketika hematom membesar, terjadi kompresi pada tempat cedera, di atas dan di depan telinga. Setelah itu penderita pulih
hemisfer. Sesuai berjalannya waktu, bagian medial dari lobus termporalis kembali, harus hati-hati karena pada saat ini darah menumpuk pada tempat
mengalami penekanan di dasar tentorium, yang menyebabkan kompresi dari nervus cedera dan mengangkat dura dari kulit kepala, periode kesadaran penuh ini
okulomotorius dan dilatasi pupil ipsilateral. Kompresi dari pedunculus serebri disebut lucid interval. Penderita mulai bingung, mengantuk, kejang karena
ipsilateral juga terjadi, menyebabkan hemiparesis kontralateral, yang mungkin iritasi dan disertai kompresi area motorik diikuti paralisis dan koma yang
berkembang menjadi deserebarsi postur. Koma, pupil dilatasi, dan deserebrasi semakin dalam.
adalah trias klasik dari herniasi transtentorial.
 Paralisis dan kejang timbul pada tempat yang berhadapan dengan tempat cedera. INTRA CEREBRAL HEMATOM
 Nyeri kepala (pusing), Muntah ----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Cillection 2002

Gejala klasik hematom epidural terdiri dari trias gejala: (1) interval lusid, (2) Hipertensi arterial menjadi penyebab utama akan kejadian perdarahan intracerebral
hemiplegia, dan (3) anisokori pupil; disamping gejala lainnya: peninggian ini. Kebanyakan hematom terjadi pada regio parietotemporal. Penemuan pada
tekanan intrakranial dan epilepsy. pemeriksaan klinis secara umum meliputi; hemiparese, hemisensori sindrom, dan
Diferensiasi diagnosa banding antara hematom epidural yang berasal dari gangguan pada lapang pandang. Kejang terjadi pada 23 % dari pasien, dan koma
perdarahan arteri atau perdarahan vena dilakukan berkaitan dengan perbedaan terapi dapat muncul pada waktu terjadi perdarahan.
dan prognosis. Hematom yang berasal ari perdarahan vena mempunyai bentuk yang Angka kematian berkisar 32%. Ukuran hematom yang terlihat pada CT scan
lebih bervariasi dan umumnya terletak di dekat sinus dura. dihubungkan dengan outcome : Pasien dengan hematom yang kecil akan membaik
Klinis : Lucid interval (+) dan lateralisasi (+) selama perawatan, dan pada ukuran hematom sedang mempunyai angka kematian 14
%, sedangkan pada ukuran hematom yang besar mempunyai angka kematian 60%.
Pemeriksaan : Setengah dari pasien yang ukuran hematomnya besar diterapi dengan pembedahan.
 Cushing respon menandakan adanya peningkatan tekanan intrakranial ditandai Terapi pembedahan sangat dianjurkan pada hematom yang ukurannya sedang dan
dengan hipertensi, bradikardi dan bradipnea. besar, terutama bila terjadi penurunan tingkat kesadaran yang progresif, atau bila ada
 Penurunan tingkat kesadaran dalam berbagai tingkat (GCS). pergeseran midline yang prominen. Lobar intracerebral hemorrhages (ICH) terjadi
 Kontusi, laserasi atau adanya penonjolan tulang di tempat terjadinya trauma. pada subkortikal substansia alba dari lobus cerebral, kadang merupakan perdarahan
yang kecil tetapi kadang melingkar dan oval. Meskipun frekuensi dari lobar ICH
 Dilatasi pupi mula-mula pada tempat cedera, dan jika hemtom tidak didrainase
tinggi terjadi hanya pada perdarahan di putamen, perdarahan lobar memerlukan
maka pupil yang sebelah lagi juga akan berdilatasi
perhatian yang besar; penampakan klinis dan aspek dari CT scan telah dilakukan
 Trias yang menunjukkan adanya herniasi: koma, dilatasi pupil, dan deserebrasi.
penelitian. Meskipun demikian tidak ada kriteria klinik maupun radiologi untuk
 Hemiplegi kontralateral tempat trauma dengan herniasi menyeleksi terapi pada pasien dengan lobar ICH yang dikembangkan.

Pemeriksaan penunjang:
 Sinar X tulang kepala AP, lateral (untuk fraktur setiap tulang kepala), gambaran Cushing Phenomena
hematom(+), fraktur linear/impresi (+)
 Head CT-Scan menunjukkan lokasi, volume, efek, dengan gambaran bikonvek. Tekanan darah meningkat dan nadi turun sehingga otak tidak mampu menahan /
 Adanya fokal isodens atau hipodens dapat menunjukkan adanya perdarahan aktif. mengkompensasdi penambahan volume sehingga batang otak tertekan

Terapi :
Evakuasi bekuan darah dapat dilakukan sebagai tindakan darurat jika penderita harus
diselamatkan karena ia dapat meninggal dalam beberapa saat. Paling baik jika dilakukan
dalam 12 jam dari saat cedera. Tempat cedera dapat ditentukan dari tanda-tanda lokal
dan dari pemeriksaan. Jika lokasi tidak dapat ditentukan dengan pasti maka dilakukan
pengeboran multipel mulai dari lokasi yang paling memungkinkan.
Pasca operasi: penderita disuruh tidur terlentang untuk memungkinkan ekspansi
kembali, jika dalam beberapa waktu kesadaran masih belum pulih dan tekanan CSS
rendah, maka dapat disuntikkan larutan fisiologis steril secara intratekal
Biasanya pascaoperasi dipasang drainase selama 2x24 jam untuk menghindari adanya
pengumpulan perdarahan yang baru.
Prognosa tentang survival dan devisit sisa tergantung dari derajat progresivitas
dekompresi intrakranial dismping juga adanya penyerta lesi intrakranial lain.
Mortalitasnya berkisar antara 7-15% dan cacat sisa pada 5-10% kasus (akibat cedera
penyerta pada otak lainnya
SUBDURAL HEMATOM SDH adalah terkumpulnya darah/bekuan darah dalam ruang antara Durameter dan
Arachnoid.
--------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
 Acute Subdural Hematom (A-SDH )
Hematoma Intracranial adalah penyebab dari kematian yang diakibatkan oleh cedera Type tersering dari Hematom intracarnial traumatik yang terdapat pada 24 %
kepala. Subdural Hematoma adalah tipe tersering dari hematoma intracranial pasien dengan koma.Type cedera kepala jenis ini sering diasosiasikan dengan
traumatik yang terjadi pada 24% dari pasien dengan coma. Delayed subdural kerusakan otak yang tertunda seperti yang terlihat pada CT–Scan. Pasien–
hematoma sering terjadi pada penderita cedera kepala yang berusia 50 – 60 tahun pasien seperti ini hasil akhir biasanya mengecewakan, angka mortalitasnya
(56%) dan > 60 tahun (7,35%). Bila kita dapat dengan cepat dan tepat mendiagnosis sekitar 60 %. Trauma kepala yang cukup keras bukanlah satu – satunya
kelainan ini maka dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat akan dapt penyebab Hematom Subdural. SDH akut biasanya terjadi karena tumbukan
menurunkan angka kematian maupun kecacatan pada kasus-kasus cedera kepala. pada tengkorak dengan kecepatan tinggi yang akan menyebabkan akselerasi
Di Negara barat kecelakaan adalah penyebab terbanyak kematian orang dewasa relatif dari jaringan otak terhadap struktur dural yang terfiksasi sehingga akan
dibawah umur 45 tahun. Jumlah cedera kepala kira – kira 70 % dari cedera yang merobek pembuluh darah. Darah akan mengisi ruang subdural dan menyebar
mematikan ini dan penyebab cacat terbanyak dari yang selamat dari kecelakaan itu. dengan bebas dan hanya terbatas oleh sawar falks serebrei dan tentorium.
Kebanyakan pasien datang dalam keadaan koma, walaupun demikian kira – kira Biasanya terjadi karena cedera kepala akibat dari jatuh, kecelakaan sepeda
50 % dari pasien yang cedera kepala memerlukan tindakan emergensi bedah saraf motor atau karena kekerasan. ASDH lebih sering terjadi pada laki-laki dengan
terdiri dari cedera kepala berat Galasgow Coma Scale ( GCS ) 3-8 yang perbandingan 3:1 dan biasanya terjadi pada umur lebih dari 41 tahun.
memerlukan operasi dan dan cedera kepala sedang (GCS Score 9 – 13 & 14 – 15 ). Perdarahan subdural akut biasanya disebabkan oleh 3 mekanisme:
Pasien – pasien ini lebih baik jika mendapat pertolongan medis dan intervensi 1. Perdarahan akibat kerusakan arteri kortikal ( termasuk epidural hematom )
bedah dalam waktu yang tepat (sebelum terjadi penurunan neurologis). Pada 2. Perdarahan dari cedera parenchim dibawahnya
kebanyakan pasien tersebut terdapat lesi massa intracranial. Dari sejumlah besar 3. Robekan dari Bridging Vein dari Kortek ke salah satu sinus vena.
pasien yang terjadi hematom intracranial memerlukan dekompresi emergensi dan
separuhnya terdapat interval lusid dimana masih dapat berkomunikasi diantara Manifestasi klinik tergantung dari ukuran hematom dan derajat kerusakan
waktu cedera dan penurunan kesadaran. parenkim otak. Biasanya ditemukan :
SDH adalah penumpukan darah yang terjadi akibat dari ruptur vena yang terjadi 1. Perubahan tingkat kesadaran
dalam ruang subdural. Sinus-sinus dura terdiri dari sinus sagitalis superior dan 2. Dilatasi pupil ipsilateral, refleks cahaya pupil ipsilateral tidak tampak
inferior, sinus sigmoidalis transversus (lateral), sinus rektus dan sinus kavernosus. 3. Hemiparesis kontralateral
Ruang subdural, yaitu ruang antara durameter dengan arakhnoid merupakan ruang 4. Papil oedem
potensial. Perdarahan diruang subdural dapat menyebar dengan bebas, dan hanya 5. NVI kranial palsy unilateral atau bilateral.
terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati
ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong oleh karena itu mudah Akut Traumatic Subdural Hematom seringkali dihubungkan dengan cedera
sekali terjadi cedera dan robek pada trauma kepala. parenchim yang bermakna dan kontusio, sehingga beberapa hari berspekulasi
bahwa laju mortalitas yang berhubungan dengannya tidak akan mengalami
perubahan walaupun ditemukan terapi baru untuk ATSDH. Pada cedera otak
Klasifikasi primer yang berhubungan dengan SDH memegang peranan penting dalam
Berdasarkan waktu dan gambaran pada CT scan, dibagi menjadi : hasil akhir pasien.
 Akut : < 3 hari dan gambaran pada CT scan berupa hiperdense. Kebanyakan Hematom Subdural diperkirakan berasal dari robekan Bridging
 Subakut : 3- 20 hari dengan gambaran CT scan isodense atau hipodense. vein baik yang ditemukan pada waktu pembedahan atau outopsi. Tidak
 Kronik : > 20 hari dengan gambaran CT scan hipodense. semua Hematom Subdural berhubungan dengan cedera parenchin difus seperti
yang telah disebutkan diatas, banyak pasien yang bertahan hidup dari lesi ini
Tetapi secara klinik dibagi menjadi : dapat berbicara sebelum kondisinya menurun , ini tidak seperti yang terjadi
 SDH akut : terjadi kurang dari 1 minggu pada pasien yang dapat bertahan hidup karena kerusakan parenchim difus.
 SDH kronik : lebih dari 1 minggu. Persentasi kliniknya tergantung dari lokasi lesi dan kecepatan perjalan
penyakitnya. Seringkali pasien datang ke Rumah Sakit dalam keadaan koma
beberapa dari pasien tetap sadar, yang lainnya kesadarannya menurun sesuai
dengan perkembangan hematom.
 Chronic Subdural Hematom ( C-SDH ) Faktor resiko yang mempermudah terjadi SDH kronik diantaranya alkoholisme
Dapat terjadi pada usia lanjut setelah mengalami trauma kepala ringan dan kronik, epilepsi, koagulopati, kista arakhnoid, dalam terapi koagulan, penyakit
seringkali penyebabnya tidak diketahui. Karena pada orang tua terjadi kardiovaskuler (hipertensi, arteriaklerosis), trombositopeni, dan diabetes.
degenerasi otak (atrofi) sehingga isi tidak penuh sehingga terjadi space di
subdural. Sebagian kecil penyebab Hematom Subdural melibatkan kelainan Pada saat subdural hematom ekspansi dalam rongga subdural akan meningkatkan
Koagulopati dan Ruptur Aneorisma Intracranial. Sumber perdarahan : tekanan intracranial dan menekan otak. Peninggian tekanan intracranial biasanya
 a. Cerebri supeficialiis (indirect trauma) dikompensasikan oleh efluks dari serebro spinal fluit ( CSF ) terhadap aksis dan
 Bridging vein (Hubungan vena superficialis dengan sinus venosa) putus kompresi sistim vena lewat drainase vena melalui vena jubularis. Selama stadium ini
peninggian tekanan intrakranial relatif lambat karena komplains intrakranial relatif
Klinis didapatkan gambaran hematom(+) dan Lucid interval(-). Bila memburuk tinggi, sebaliknya perubahan awal dalam volume intralranial berhubungan dengan
dapat terjadi subdural higroma atau hidrocephalus. perubahan kecil pada tekanan intrakranial. Ketika hematom ( Edema dari cedera
Pada SDH kronik, trauma pertama akan merobek salah satu vena yang parenchim yang berhubungan ) mengembang maka suatu batas akan terlampaui
melewati ruangan subdural sehingga terjadi perdarahan lambat dalam ruangan dimana mekanisme kompensasi gagal.Komplains intrakaranial mulai berkurang
subdural. Dalam 1-3 minggu setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh ,peningkatan sedikit dalam volume intrakranial berhubungan dengan peningkatan
membran fibrosa karena proliferasi dari sel dural, kemudian pembuluh darah yang besar dari peningkatan intrakranial. Tekanan intrakaranial meningkat secara
akan tumbuh pada membran tersebut. Pembuluh darah yang tumbuh bersifat bermakana diikuti oleh penurunan perfusi serebral dan ischemia serebral global.
fragil sehingga akan mudah terjadi perdarahan dan gejala yang terjadi akan Pada hematomi yang cepat berkembang keseluruhan proses ini terjadi dalam
semakin berat. Jika dibiarkan mengikuti siklus perjalanan ilmiahnya, unsur- beberapa menit.
unsur kandungan hematom subdural akan mengalami perubahan-perubahan
yang khas. Pada peningkatan tekanan intrakranial, hematom menekan dan menggeser otak
Stadium pada C-SDH terbagi : sehingga terjadi herniasi transtentorial dan subfalcine akan terjadi saat otak
I. Darah gelap tersebar luas di permukaan otak bawah dura terdorong melewati lipatan dural dari incisura atau falx tentorial. Herniasitonsilar
II. Bekuan darah menjadi lebih hitam, tebal, dan gelatinosa (2-4 hari) melalui foramen magnum dapat terjadi ketika seluruh batang otak dipaksa turun
III. Bekuan pecah dan setelah 2 minggu warna seperti minyak pelumas bensin melalui incisura tentorial atau oleh tekanan supratentorial yang meningkat.
IV. Terjadi organisasi yang dimulai dari pembentukan membran luar yang Hematom subdural infratentorial lebih jarang dari hematom subdural supratentorial
tebal dan keras berasal dari dura, dan membran dalam yang tipis dari tetapi dapat menyebabkan herniasi tonsiler dan kompresi batang otak. Sindrome
arakhnoid. Cairannya menjadi xantokromik. Herniasi yang khas dapat terjadi saat otak bergerak, dan lobus medialis temporalis
V. Bekuan dapat mengalami kalsifikasi atau bahkan osifikasi (atau dapat herniasi melampaui tentorium maka otak akan menekan arteri serebralis posterior
diserap). ipsilateral, saraf okulomorius dan pedunculus serebri. Secara klinis terjadi
kelumpuhan saraf okulomotorius dan penenekanan pedunkulus serebri yang
CSDH seringkali berhubungan dengan athropi serebral, bridging vein kortikal bermanifestasi dilatasi pupil ubsilateral dan hemiparesis kontralateral. Dan akan
diperkirakan berada dibawah regangan yang besar ketika otak bertambah terjadi stroke dari distribusi arteri serebrali posterior.
mengkerut dari tulang tengkorak, bahkan trauma minorpun dapat menyebabkan Pasien dengan CSDH aliran darah ke thalamus dan regio ganglia basal terlihat
salah satu dari vena – vena tersebut robek. Perdarahan lambat dari sistem vena terpengaruh dibandingkan dengan sisa otak yang normal. Tanaka dkk berpendapat
tekanan rendah sering menyebabkan terbentuknya hematom yang besar bahwa fungsi thalamus yang tidak seimbang akan mengakibatkan depresi yang
sebelum tanda klinik muncul. Subdural Hematom yang kecil sering resopsi menyebar dan membuat ketidak seimbangan berbagai regio kortikal dan
secara spontan. Pengumpulan darah di subdural sering terorganisasi dan menyebabkan berbagai defisit klinis. Mereka menemukan penurunan 7% dari CBF
membentuk membran vascular yang mengkapsulkan hematom subdural. berhubungan dengan sakit kepala sedangkan penurunan 35% dari CBF berhubungan
Perdarahan kecil yang berulang dari pembuluh darah kecil di dalam membran dengan defisit neurologis seperti hemiparesis. Setelah diketahui patofisiologi CSDH
tersebut dapat diperhitungkan sebagai ekspansi dari CSDH. berhubungan langsung dengan athropi serebral maka hematom subdural juga
CSDH didefinisikan sebagai hematom yang terjadi pada hari ke 21 setelah berhubungan dengan kondisi yang menyebabkan athropi serebral ( alkoholisme dan
cedera kepala. Subakut Subdural Hematom ( SSDH ) didifinisikan sebagai dementia ). Kebanyakan CSDH akibat dari cedera kepala, penyebab lain dan faktor
hematom yang terjadi antara hari ke 4 – 21 setelah cedera kepala . Angka – predisposisi termasuk koagulopati ( termasuk warfarin dan aspirin ), gangguan
angka tersebut tidak muthlak ,tetapi akan lebih tepat bila ditambah berdasarkan kejang dan shunting CSF.
karakteristik CT – Scan.
Hematom subdural spontan jarang terjadi. Kasus ini sering berasal dari arteri
karena hal itu biasanya berhubungan dengan patofisiologi yang sama dengan
perdarahan intraserebral atau subarachnoid.darah dari aneurisma yang ruptur dapat
merusak parenchim otak atau rongga subarachnoid sampai ke rongga subdural,
sebaliknya darah yang dilepaskan dari perdarahan intraserebral akibat hipertensi
dapat merusak ke dalam rongga subdural. Bahkan dilaporkan satu kasus terdapat
hematom subdural spontan akibat penyalahgunaan kokain. Hematom subdural juga
dapat disebabkan oleh perdarahan dari tumor intrakranial.
Pengobatan hematom subdural spontan sama dengan hematom subdural yang
disebabkan oleh trauma, tetapi penyebab yang mendasarinya harus dicari dan
diobati.

Penampakan hiperdens dari perdarahan akut pada CT – Scan akan terlihat menjadi
Isodence lalu Hipodence selama jangka waktu beberapa minggu. Walau perbedaan
antara subakut dan khronic sangat sedikit tetapi hal ini penting. Pada masa sebelum
adanya CT–Scan CSDH diberi nama Great Imitator karena bermacam macam
penyebab dan persentase kliniknya. Tanpa CT–Scan CSDH sering missed diagnostik
( 72% dari kasus ). Misdiagnosis dari CSDH sering didukung oleh penyebabnya.
Pada pasien yang bertahan dari cedera kepala, 25% diantaranya memiliki interfal 1-
4 minggu sebelum terjadi gejala.25% lainnya mengalami gejala dari 5 minggu
sampai 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Hanya sepertiganya yang memiliki
periode yang asimptomatik. Sakit kepala merupakan 90% dari gejala,disorientasi
56% dari gejala. Dari 75% kasus sakit kepala memiliki satu diantara karakteristik
berikut ini : Onset yang tiba – tiba, nyeri yang sangat,mual dan muntah.Gejala
lainnya seperti kelemahan,kejang dan inkontinensia. Hemiparesis 58% ,penurunan
kesadaran 40% dari tanda tersering yang terjadi pada pasien. Hemiparesis yang
terjadi adalah ipsilateral dari hematom pada 40% kasus.

Pemeriksaan Penunjang
1. Periksa PT/APTT untuk mengetahui koagulopati
2. CT/BT untuk disfungsi trombosit, dan AT
3. Hemoglobin, elektrolit dan pemeriksaan alkohol darah  berkaitan dengan
pemeriksaan neurologik.
4. Pemeriksaan radiologik berupa CT scan dan MRI.

Pada SDH akut akan didapatkan gambaran hiperdens seperti bulan sabit dan
biasanya unilateral. Pada minggu pertama pada CT scan akan terlihat hiperdens,
pada minggu 2-3 akan tampak isodens, dan setelah minggu 3 akan tampak hipodens.
Pada SDH kronik sering didapatkan heterogen dens dengan fluid level antara
hiperdens dan hipodens.
Pemeriksaan dengan MRI dilakukan untuk mengevaluasi cedera yang berhubungan
dengan parenkim otak dan untuk memperkirakan prognosis
Cedera Kepala dan Penanganannya Calvarium tipis pada daerah temporal, tapi tertutup oleh otot-otot temporal.
Basis cranii permukaannya irreguler, sehingga sangat terpengaruh pada cedera
---------------------------------------------------------------------------------------------------- dr. Endro
Basuki
otak dengan adanya akselerasi dan deselerasi. Terdapat fossa anterior (tempat
lobus frontalis), fossa media (lobus temporal, dan fossa posterior) tempat
cerebellum dan batang otak bagian bawah.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab perlukaan dan kematian yang tinggi.
Di negara-negara berkembang dimana transportasi sangat padat dengan regulasi C. Meninges – Selaput Otak
yang belum tertata baik; maka cedera kepala karena kecelakaan lalu lintas menjadi 1. Durameter
kasus yang tinggi angka kejadiannya. Selain itu kasus perkelahian; jatuh dan Durameter merupakan membran fibrous, dan kuat; melekat pada
perlukaan senjata tajam dan senjata api juga semakin menonjol. Kecelakaan kerja permukaan dalam cranium. Terdapat arteria meningea yang dapat dilihat
dan cedera olah raga juga merupakan penyebab cedera kepala. Karena resiko yang pada X-ray kepala berupa alur-alur pada permukaan dalam cranium.
tinggi tersebut, maka dokter-dokter atau paramedis yang menangani kasus-kasus Laserasi pada arteria ini dapat menyebabkan perdarahan epidural terutama
tersebut secara awal, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penanganan dari a. meningea media yang terletak pada fossa temporalis.
cedera kepala semaksimal mungkin, karena ahli bedah saraf belum dapat diharapkan Durameter akan membentuk sinus-sinus venosus, seperti sinus sagitalis
keberadaannya segera. Oxygenasi yang adekuat dan mempertahankan, tekanan superior, sinus transversus, sinus signoideus. Sinus sagitalis superior
darah yang cukup untuk perfasi ke otak dan menghindari kerusakan otak sekunder menerima darah dari bridging vein dan pada 1/3 bagian depan dapat
merupakan hal yang amat menentukan outcome pasien cedera kepala. dilakukan ligasi tanpa resiko yang berarti, tapi pada 2/3 bagian belakang
Konsultasi kepada ahli bedah saraf pada awal-awal kejadian akan sangat membantu akan berakibat fatal karena intracranial hypertension akan terjadi.
terutama bila pasien coma dan kemungkinan adanya lesi intracranial, karena
keterlambatan akan berakibat buruk pada outcome. Pada konsultasi kepada ahli 2. Arachnoid  merupakan membrane tipis yang transparan
bedah saraf; dibutuhkan informasi mengenai : 3. Pia meter.
- Umur pasien, waktu dan mekanisme cedera Piameter merupakan selaput yang melekat erat pada otak LCS terletak
- Respirasi dan status cardiovaskuler antara arachnoid dan piameter pada subarachnoid space. Perdarahan pada
- Keadaan kesadarannya (GCS), pupil ruang ini merupakan akibat dari rupture aneuryema atau pembuluh-
- Adanya cedera lain pembuluh darah cortical karena trauma.
- Hasil-hasil pemeriksaan yang sudah ada, terutama hasil CT Scan (kalau ada).
D. OTAK
Anatomi
1. Cerebrum
Cerebrum mempunyai hemisphere kanan dan kiri, yang dipisahkan oleh
A. SCALP falc cerebri yang merupakan kepanjangan dura dari bagian bawah sinus
Merupakan 5 lapisan yang menutupi tulang kepala, meliputi : sagitalis superior. Hemisphere kiri memiliki pusat bahasa/bicara pada
1). Skin (kulit) orang-orang dengan kebiasaan, tangan kanan dan > 85% untuk left
2). Connective tissue (jaringan pengikat) handed, disebut sebagai hemisphere dominan.
3). Aponeurosis atau galea aponeurotica Lobus frontalis adalah tempat emosi, fungsi motor dan pada tempat
4). Loase areolar tissue (jaringan areolar longgar). dominant merupakan motor speech area. Lobus parietalis berfungsi
5). Pericoanium sebagai pusat sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporalis mengatur
fungsi-fungsi memori. Lobus occipital relative kecil dan berfungsi
Jaringan areolar longgar memisahkan galea dari pericranium dan merupakan sebagai pusat penglihatan
lokasi terjadinya subgaleal hematoma. Karena kaya pembuluh darah, maka
perlukan pada scalp dapat menyebabkan kehilangan darah yang hebat, terutama
2. Cerebellum
pada anak-anak.
Cerebellum berfungsi untuk koordinasi dan keseimbangan dengan
membentuk koneksi dengan medulla spinalis, batang otak dan hemipherius
B. SKULL / Tulang kepala cerebri
1. Calvarium (cranial vault)
2. Basis cranii.
3.Batang otak B. DOKTRIN MONRO – KELLIE
Batang otak (brainstem) terdiri dari midbrain, pons dan medulla. Mid brain Pada prinsipnya bahwa volume total untuk intrakranial akan selalu tetap /
dan upper pons terdiri dari reticuler activating system yang bertanggung sama. Bila ada massa yang menyebabkan keluarnya darah vena dan LCS yang
jawab terhadap kesadaran. Pusat cardiorespirator terdapat pada medulla yang seimbang, maka TIK akan bertahan normal, sampai suatu keadaan dimana
kemudian lanjut ke medulla spinalis. Walaupun cedera kecil pada batang penambahan massa ini tidak terkompensasi. Jadi kita harus selalu menjaga
otak, dapat menimbulkan defisit neurologis yang berat. keadaan kompensasi ini agar tidak terjadi decompensasi.
.
E. CAIRAN CEREBROSPINAL / LCS C. CPP : Cerebral Perfusion Pressure
LCS diproduksi oleh plexus choroideus; 30 cc per jam, yang terletak terutama CPP : Mean Arterial Blood Pressure – ICP
pada ventrikel lateralis dan melalui foramen Monroe ke ventrikel III. LCS Pada keadaan normal :
mengalir melalui for Monroe ke Ventrikel III, melalui aquaductus sylvius ke
ventrikel IV yang lalu masuk ke subarachnoid space ke seluruh otak dan CPP = M B P – ICP = 90 – 10 = 80
medulla spinalis LCS diresorbsi ke sirkulasi vena melalui granulatio
arachnoidalis pada sinus sagitalis superior. Darah pada LCS akan menghambat
granulatio arachnoidalis dalam menyerap LCS dan menyebabkan CPP dibawah 70 mm Hg umumnya berhubungan dengan prognose buruk pada
hydrocephalus communicans. cedera kepala. Pada kenaikan TIK / ICP, adalah lebih penting bila tekanan
darah dipertahankan pada level normal. Mempertahankan cerebral perfusion
F. TENTORIUM merupakan prioritas yang sangat penting dalam management cedera kepala.
Tentorium cerebelli membagi kepala kepada 2 compartemen, yaitu
supratentorial (td fossa anterior & fossa media) dan infratentorial (td. Fossa D. Cerebral Blood Flow (CBF).
posterior). Mid brain menghubungkan cerebral hemisphere dengan pons dan CBF normal ± 50 ml / 100 gr otak/menit Pada CBF < 20 – 25 ml/100
medulla oblongota, bangunan ini melalui suatu celah yang disebut incisura gr/menit, aktivitas EEG akan menghilang secara graduil dan bila < 5 ml/100
tentorii. N III berjalan melalui tepi dari incisura ini dan bisa tertekan kalau ada gr/menit akan terjadi kematian sel atau kerusakan irrevertible. Pada pasien-
herniasi cerebri yang merupakan akibat dari adanya massa supratentorial atau pasien non injured, autoregulation akan mempertahankan CBF
oedema. Akibatnya, serabut para sympatis akan lumpuh dan menyebabkan
dilatasi pupil. Bila penekanan semakin hebat, terjadi paralyse total N III
dengan gejala mata akan deviasi ke bawah dan lateral (down and out). Bagian
lobus temporalis yang biasanya mengalami herniasi adalah uncus. Uncal
herniation menyebabkan terjadinya penekanan pada traktus corticospinalis
pada mid brain; yang menimbulkan kelumpuhan pada kontralateral.
Tapi ada kalanya, suatu massa/lesi menekan mid brain yang kontralateral
kepada tepi tentorial sehingga terjadi kelumpuhan dan dilatasi pupil pada
ipsilateral lesi (Kernohan’s notch syndrome).

Fisiologi
A. TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)
ICP intracranial pressure
Proses-proses pathologis yang mengenai otak bisa menyebabkan kenaikan
tekanan intrakranial dimana selanjutnya hipertensi intrakranial akan
mempengaruhi fungsi otak dan outcome. TIK yang normal pada keadaan
istirahat adalah 10 mm Hg (136 mm air). TIK > 20 mm Hg dikatakan tidak
normal dan TIK > 40 mm Hg dikategorikan kenaikan hebat / berat.
Cedera Kepala sebelum initial care, diagnosa kerja dan terapi yang sudah diberikan serta
respons terhadap terapi.
----------------------------------------------------------------------------------------------------- dr. Arie 2. Pencatatan dan pelaporan tentang kondisi pasien pada saat transfer, temuan
Ibrahim
pemeriksaan fisik , masalah yang dihadapi dan terapi yang diberikan. Sebaiknya
ada formulir khusus untuk pasien pasien yang akan dirujuk.
Cedera kepala saat ini masih merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak
baik di negara berkembang maupun negara maju. Di Amerika Serikat dari 500.000
3. Pengantar pasien harus diberi informasi tentang kondisi pasien dan kebutuhan
kasus cedera kepala setiap tahunnya. Kurang lebih 18 - 30% meninggal dalam 4
pada saat transfer yaitu : pemeliharaan jalan nafas, pengaturan volume cairan,
jam pertama ( golden hour ) sebelum sampai ke rumah sakit ( Reinfurt et al, 1978,
tindakan khusus yang mungkin diperlukan dan menilai kembali Trauma Score
Trunkey ,1993 ) . Lebih dari 100.000 pasien cedera kepala setiap tahunnya
dan GCS, tindakan resusitasi serta setiap perubahan yang terjadi saat
mengalami cacat mental maupun fisik ringan sampai berat ( ATLS 1997 ). Cedera
pengiriman.
kepala terutama pada kecelakaan lalu lintas biasanya berupa multiple system
disorders, sehingga penanganannya harus secara holistic ( Adam Cowley, 1984 )
4. Sebelum dilakukan transfer , kondisi pasien harus sudah stabil .
Angka kematian dan angka kesakitan kasus cedera kepala ini tentunya membawa
A. Jalan nafas baik atau bila perlu dipasang orofaring atau nasofaring tube.
dampak yang besar pada program kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Oleh
Bersihkan lendir, benda asing atau dengan chin lift dan jawthrust .
sebab itu penanganan awal yang adekwat ( initial care ) harus dapat dikerjakan baik
B. Terpasang oksigen yang adekwat . Kalau perlu dilakukan pernafasan
oleh dokter non bedah saraf atau paramedis dengan selalu menggunakan azas “ do
mekanik dengan ambu bag. Pada sumbatan nafas akut kalau perlu
no further harm “ sampai mendapat terapi definitif oleh dokter bedah saraf.
dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi
Sejalan dengan visi Indonesia Sehat 2010 , dimana salah satu misinya adalah
C. Terpasang infus cairan isotonis dengan jarum kaliber besar. Terpasang
memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
kateter untuk memantau pengeluaran urine. Terpasang monitor jantung,
terjangkau. Sistem rujukan secara medis maupun administratif, merupakan hal
bila ada.
penting yang perlu diketahui baik oleh dokter pengirim maupun oleh dokter bedah
saraf penerima.
5. Pada pasien tidak sadar dengan pernafasan yang tidak adekwat perlu dibantu
Penanganan definitif cedera kepala harus dilakukan oleh neurosurgeon ( spesialis
pernafasannya secara manual dengan ambu bag , atau dipasang endotrakeal tube
bedah saraf ) dengan keberadaan kamar operasi yang memadai dan sangat
dan penyedotan lendir secara teratur.
direkomendasikan keberadaan ICU ( ACS Trauma Department, 633 St Clair
Diberikan Manitol 20% dengan dosis 5 ml/ kg berat badan bolus , dilanjutkan 2
Chicago, IL, 60611 ). Apabila keadaan tersebut tidak ada , maka sebaiknya pasien
ml / kgb bolus dalam 20 menit setiap 6 jam. Dipasang neck collar untuk
dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas itu. Sampai saat ini jumlah dokter spesialis
immobilisasi leher sekaligus kepala. Bila ada cedera tulang belakang torakal atau
bedah saraf Indonesia kurang lebih 90 orang dengan lebih dari separuh nya berada
lumbal harus dilakukan immobilisasi .
di pulau Jawa dimana harus melayani populasi 238 juta penduduk yang tersebar di
30 Propinsi. Dengan ratio 1 : 2.644.400 , sangat sulit bagi seorang dokter spesialis
6. Pemeriksaan diagnostic penunjang yang diperlukan harus dikerjakan tanpa
bedah saraf untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal.
memperlambat proses transfer pasien. Foto polos vertebrae cervical harus selalu
dilakukan , pemeriksaan kadar Hemoglobin dan Hematokrit, pemeriksaan tipe
KRITERIA RUJUKAN
golongan darah dan cross-match serta analisa gas darah adalah hal – hal yang
a. Kasus cedera kepala dengan :
penting dikerjakan. Dilakukan pemeriksaan EKG dan pengukuran saturasi O2
- Vulnus penetrans dan atau kompresi fraktur tulang kepala
Hemoglobin dengan pulse oxymetri, bila peralatannya ada.
- Luka terbuka dengan atau tanpa kebocoran cairan cerebro spinal
- GCS ( Glassgow Coma Scale ) ≤ 14 atau perburukan GCS
7. Luka harus dirawat dan perdarahan harus dikontrol. Diberikan Tetanus
- Tanda- tanda lateralisasi
profilaksis. Pemberian antibiotik ,bila ada indikasi. Bila ada kejang , berikan
Diazepam 0.2 ml/kgBB i.v pelan pelan , dapat diulang tiap 5 menit sampai 3 kali
b. Trauma medulla spinalis atau trauma tulang belakang
pemberian. Pada pasen dengan fraktur tulang panjang dilakukan splinting dan
traksi yang adekwat.
PROTOKOL PENGIRIMAN PASIEN
1. Dokter pengirim sebaiknya berbicara langsung pada dokter bedah saraf
8. Penanganan pasien dengan multiple trauma , tetap mengacu pada stabilisasi
penerima dan menerangkan secara ringkas tentang data – data pasien, kejadian
ABCDE ( standar Advance Trauma Life Support ).

HIDROSEFALUS Normal Pressure Hydrocephalus (NPH).
NPH disebabkan adanya hambatan atau blokade dari aliran serebrospinal
--------------------------------------------------------------------------------------------------RD--Collection 2002
secara perlahan-lahan , sehingga walaupun terjadi pelebaran dari ventrikel
tetapi tekanan cairan serebrospinal masih dalam batas normal. NPH ini
biasanya terjadi pada usia tua, di atas 60 tahun
Hidrosefalus merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan penumpukan cairan
serebrospinal secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak.
Dalam arti lain Hidrosefalus adalah suatu kelainan yang ditandai dengan Etiologi
penumpukan cairan serebrospinal yang disebabkan adanya gangguan dari Hidrosefalus idiopatik merupakan 1/3 dari keseluruhan kejadian hidrosefalus dewasa
pembentukan, aliran dan penyerapan cairan serebrospinal yang menyebabkan Trauma kepala, perdarahan terutama subarachnoid hemorrhage (SAH), tumor,
pelebaran dari sistem ventrikel otak. Istilah hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani, infeksi, congenital aqueductal stenosis, tindakan bedah pada fossa posterior dan
dari kata ”Hydro” yang berarti air dan kata ”Cephalus” yang berarti kepala. semua penyebab hidrosefalus anak yang terjadi pada usia dewasa merupakan
Hidrosefalus juga sering disebut dengan “water on the brain”. penyebab hidrosefalus usia dewasa. Sepertiga dari kasus adanya hambatan vili
Biasanya hidrosefalus terjadi pada usia anak-anak, tapi dapat juga terjadi pada usia araknoid disebabkan karena SAH, kondisi ini menyebabkan sumbatan antara
dewasa. Hidrosefalus dewasa dapat disebabkan oleh karena perdarahan subaraknoid, ventrikel dan ruang subaraknoid. Perdarahan intraventrikuler juga dapat
trauma kepala, infeksi, tumor, pembedahan fossa posterior, idiopatik dan kongenital menyebabkan hidrosefalus. Mekanisme ini sama dengan yang terjadi pada trauma
(tanpa gejala di usia anak). Hidrosefalus pada usia anak, ditandai dengan adanya kepala. Tumor menyebabkan blokade pada aliran serebrospinal , ependymoma,
pembesaran dari ukuran kepala. Hal ini berbeda dengan hidrosefalus yang terjadi subependymal giant cell astrocytoma, choroid plexus papilloma,
pada usia dewasa, karena kepala tidak bisa lagi membesar sebagai kompensasi dari craniopharyngioma, pituitary adenoma, hypothalamic or optic nerve glioma,
peningkatan volume cairan serebrospinal, akibat sutura yang sudah menutup rapat. hamartoma, metastaic tumor merupakan penyebab tersering hidresefalus dewasa.
Infeksi yang tersering adalah meningitis, terutama bakterial
Klasifikasi
Pada hidrosefalus usia dewasa terdapat beberapa pembagian : Patofisiologi
 Acute dan chronic Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau sekitar 500
Pembagian berdasarkan waktu gejala itu muncul, pada acute gejala terjadi pada mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus koroideus yang
hitungan hari atau minggu, sedangkan pada chronic gejala terjadi pada terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari ventrikel lateralis
hitungan bulan atau tahun. dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total volume cairan
serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL
 Compensated & uncompensated  berdasarkan apakah masih ada gejala / tidak Cairan serebrospinal setelah diproduksi oleh pleksus koroideus akan mengalir ke
 Normal-pressure dan high-pressure  adakah peningkatan tekanan dari cairan ventrikel lateralis, kemudian melalui foramen interventrikuler Monro masuk ke
serebrospinal ventrikel III , kemudian masuk ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus Sylvii,
 Communicating dan noncommunicating setelah itu melalui 2 foramen Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen Magendie di
Berdasarkan pada masih adakah hubungan antara ventrikel dengan ruang sebelah medial masuk kedalam ruangan subaraknoid, melalui granulasi araknoidea
subaraknoid. Communikans bila terjadi produksi yang meningkat atau masuk ke dalam sinus duramater kemudian masuk ke aliran vena Tekanan Intra
gangguan penyerapan. Non-Kommunikans  adanya sumbatan sirkulasi / kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal melebihi jumlah yang
obstruksi, kebanyakan karena stenosisi aquaduktus sylvilus diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan serebrospinal yang
berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan tekanan dari venous
 Obstructive dan nonobstructive.--> adakah hambatan pd aliran CSS sinus.
Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah transventricular absorption, dural
Ada juga yang membagi menjadi hydrocephalus : absorption, nerve root sleeves absorption dan unrepaired meningocoeles. Pelebaran
 Ex-vacuo ventrikel pertama biasanya terjadi pada frontal dan temporal horns, seringkali
Hydrocephalus ex-vacuo terjadi apabila terdapat kerusakan otak yang biasanya asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi dari corpus callosum, penegangan atau
diakibatkan karena adanya trauma atau stroke, dimana akan terdapat perforasi dari septum pellucidum, penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran
pengurangan dari substansi otak. Pengurangan dari substansi otak tersebut akan ventrikel III ke arah bawah hingga fossa pituitary (menyebabkan pituitary
menghasilkan ruang yang secara pasif akan diisi oleh cairan serebrospinal disfunction)
Pada penderita hidrosefalus dewasa biasanya terdapat gejala :
Aliran dan produksi LCS 1. Sakit kepala terutama pagi hari ketika bangun tidur dan berkurang bila penderita
duduk.
Plexus Choroideus 2. Sakit pada leher, mual dan muntah terutama pagi hari.
3. Gangguan penglihatan, kabur (blurred vision “graying out”) dan penglihatan
Foramen Monroe dobel (double vision). mudah mengantuk
4. Penurunan kemampuan kognitif (Cognitive deterioration), gangguan berjalan ,
Ventrikel II gangguan keseimbangan dan inkontinentia
5. Penderita juga lemah dan mudah lelah
Aquaductus Sylvulus
Diagnosis
Ventrikel IV Penegakan diagnosis berdasarkan gejala dan pemerikaan klinis, pemeriksaan CT
scan kepala dan MRI. Biasanya juga dilakukan analisis cairan serebrospinal
Foramen Magendi dan Foramen Luscha Pengukuran lingkar kepala fronto-oksipital yang teratur pada bayi merupakan
tindakan untuk diagnosis dini. Pertumbuhan kepala normal terjadi pada tiga bulan
Sistema dan rongga sub-arachnoid dibagian cranial maupun spinal pertama. Lingkar kepala anak bertambah kira-kira 2 cm setiap bulan. Pada tiga bulan
berikutnya penambahan akan berlangsung lebih lambat.

Ukuran rata-rata lingkar kepala


Gambaran Klinis Lahir 35 cm
Pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang disusul oleh gangguan Umur 3 bulan 41 cm
neurologik akibat tekanan likuor yang meningkat yang menyebabkan hipotrofi otak. Umur 6 bulan 44 cm
Pada bayi ditemukan :
Umur 9 bulan 46 cm
1. Penambahan lingkar kepala fronto-oksipital 2 cm dalam 3 bulan
Umur 12 bulan 47 cm
2. Sutura sagitalis meregang
Umur 18 bulan 48,5 cm
3. Fontanela cembung dan tegang,
4. Kulit kepala licin mengkilap
 Radiologis kepala  kepala membesar dg disproporsi kraniofasial, tulang menipis
5. Vena kulit kepala menonjol
dan sutura melebar
6. Perkusi kepala akan terasa seperti kendi yang rengat (cracked pot sign).
7. Mata mengarah ke bawah (sunray phenomena), gangguan perkembangan  CT Scan kepala  dilatasi seluruh sistem ventrikel otak
motorik, dan gangguan penglihatan akibat atrofi atau hipotrofi saraf  USG  dilakukan melalui fontanel yang tetap terbuka lebar, sehingga dapat
penglihatan. ditentukan adanya pelebaran ventrikel atau perdarahan dalam ventrikel
 Pungsi melalui fontanela mayor  peradangan dan perdarahan baru/lam, Pungsi
Bila proses penimbunan cairan cerebrospinal dibiarkan terus berlangsung pada bayi juga dilakukan untuk menentukan tekanan ventrikel.
akan terjadi penipisan korteks cerebrum yang permanen walaupun kemudian
hidrosefalusnya dapat diatasi.
Gejala hipertensi intrakranial lebih mononjol pada anak yang lebih besar Penatalaksanaan
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan  Medical treatment
kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala Pada kasus hidrosefalus tidak ada yang memuaskan . Obat yag biasa digunakan
gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). adalah golongan Carbonic anhydrase inhibitors, golongan ini bekerja sebagai
Gejala lainnya yang dapat terjadi adalah spastisitas yang biasanya melibatkan inhibitor kerja suatu enzym pada tubuh yang berfungsi sebagai katalisator
ekstremitas inferior (sebagai konsekuensi peregangan traktus piramidal sekitar perubahan carbon dioxyde menjadi a carbonic acid dehydrated, dimana
ventrikel lateral yang dilatasi) dan berlanjut sebagai gangguan berjalan, gangguan perubahan ini akan menurunkan produksi cairan serebrospinal oleh pleksus
endokrin (karena distraksi hipotalamus dan “pituitari stalk” oleh dilatasi ventrikel koroideus . Contoh Acetazolamide dan Furosemide
III).
Terapi konservatif medikamentosa untuk membatasi evolusi hidrosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid
100 mg/ kgBB/ hari; furosemid mg/ kgBB/ hari) atau upaya meningkatkan
resorpsinya (isorbid). Terapi ini hanya bersifat sementara sebelum dilakukan
terapi definitive. Untuk jangka panjang tidak efektif mengingat adanya risiko
terjadinya gangguan metabolik.
Drainase likuor eksternal dilakukan dengan memasang kateter ventrikuler
yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal.
Tindakan ini dilakukan untuk penderita yang berpotensi menjadi hidrosefalus
(hidrosefalus transisi) atau yang sedang mengalami infeksi.

 Surgical Treatment
Merupakan terapi yang sering dilakukan yaitu dengan pemasangan
serebrospinal shunt. Ventriculoperitoneal shunt adalah metode shunting
yang paling sering digunakan.
Sebagian besar pasien membutuhkan tindakan operasi pintas, yang bertujuan
membuat saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan
kavitas drainase ( seperti: peritoneum, atrium kanan, pleura). Pada anak-
anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat ia
mampu menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan
pertumbuhan anak serta risiko terjadi infeksi berat relatif lebih kecil.
Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu kateter proksimal,
katub (dengan/ tanpa reservoir),dan kateter distal. Komponen bahan dasarnya
adalah elastomer silikon. Ada beberapa bentuk profil shunt (tabung, bulat
lonjong dan sebagainya) dan pemilihan pemakaiannya didasarkan atas
pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai dengan
usia penderita, berat badannya, ketebalan kulit dan ukuran kepala. Sistem
hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi, sedang dan
rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel, status pasien
(vegetatif, normal), patogenesis hidrosefalus dan proses evolusi penyakitnya.
Penyulit berupa infeksi, obstruksi dan dislokasi.
Beberapa jenis shunt :
1. Ventriculo-peritoneal shunting
2. Ventriculo-atrial shunting
3. Ventriculo-pleural shunting
4. Lumbo-peritoneal shunting
5. Torkildsen shunting.

Pada keadaan darurat dapat dilakukan pungsi ventrikel melalui fontanella


anterior untuk dekompresi sementara.
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002

Hernia nukleus pulposus ialah penonjolan nukleus pulposus ke dalam kanalis


vertebralis akibat proses degeneratif anulus fibrosus. Yang mengakibatkan
keadaan tersebut ialah gaya yang menekan pada diskus intervertebralis yang dapat
terjadi sewaktu mengangkat barang berat pada sikap membungkuk, jatuh terpeleset
ataupun ayunan kepala (“Whip lash”). HNP lebih sering terjadi pada daerah
lumbal bawah daripada servikal.
Gejala umum dari HNP adalah iskhialgia yang timbul setelah beberapa lama
menderita nyeri punggung bawah (LBP). Nyeri pinggang bawah merupakan gejala
yang umum diderita semua orang, prevalensinya cukup tinggi. Menurut Nasution
bahwa 90% dari setiap orang sedikitnya pernah satu kali menderita nyeri pinggang
selama hidupnya.

Anatomi
Kolumna vertebralis terdiri dari 33 buah tulang belakang yaitu:
 7 Vertebra cervicalis (C1-C7)
 12 Vertebra thorakalis (T1-T12)
 5 Vertebra lumbalis (L1-L5)
 5 Vertebra sakralis (S1-S5)
 4 Vertebra os koksigeus

Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun,
tetapi tulang sacral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang
yaitu tulang sakum dan koksigeus. Diskus intervertebrale merupakan penghubung
antara dua korpus vertebrae. yang berfungsi sebagai bentalan atau “shock
absorbers” bila vertebra bergerak. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran
barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae.

Fungsi dari kolumna vertebralis adalah


 Fungsi statik (Penyangga beban)
Suatu kondisi dimana kolumna vertebralis dlam keadaan seimbang, yang
ditentukan oleh kurva servikal, torakal dan lumbal

 Fungsi Kinetik (Bergerak terbatas)


Kemampuan tulang belakang untuk bergerak, terutama fleksi dan ekstensi.. 75%
Fleksi dan ekstensi kolumna vertebralis pada L5-S1
Tujuh puluh lima presen gerakan fleksi kolumna vertebralis berada pada L5-S1 dan sacrum ligamentum tersebut tinggal sebagian lebarnya, yang secara
L4-L5, ¾ fleksi lumbal terjadi pada L5-S1, 15-20% terjadi pada L4-L5, 5-10% fungsional potensiil mengalami kerusakan. Ligamentum yang mengecil ini
fleksi lumbal pada L1-L4. Gerakan ekstensi lebih sedikit tetapi pada anak-anak secara fisiologis merupakan titik lemah dimana gaya statistik bekerja dan
dengan latihan gerakan dapat lebih besar. Untuk mengetahui mekanisme nyeri pada dimana gerakan spinal yang terbesar terjadi, disitulah mudah terjadi cidera
HNP perlu diketahui unit fungsionil dari sendi intervertebrale. kinetik.
Satu unit fungsionil terdiri dari 2 segmen yaitu :
 Segmen anterior 2. Nukleus pulposus
Terdiri dari 2 korpora vertebralis dipisahkan oleh discus intervertebralis Nukleus pulposus adalah gel yang viscous. Nukleus pulposus mempunyai
berfungsi sebagai penyangga beban. kadar air yang tinggi dan higroskopis. Fungsi dari diskus pada
Terdapat 3 bagian utama dari segmen anterior yaitu lapisan kartilago hyalin, keseluruhannya tergantung sebagian besar dari sifat fisis ini. Nukleus
nukleus pulposus dan anulus fibrosus bersama-sama sering dikenal dengan pulposus bekerja sebagai gotri (ball bearing) dan pada waktu fleksi dan
diskus intervertebralis ekstensi corpora vertebra menggelinding diatas gel yang tak dapat
Terdapat 3 bagian utama yaitu : ditentukan inti, sedangkan sendi posterior memberi penuntun dan membuat
1. Lapisan kartilago hyaline, gerakan menjadi stabil. Gerakan satu vertebra terhadap lainnya
Di bagian kranial dan kaudal diskus intervertebralis terdapat lapisan dimungkinkan oleh bahan cair yang bergerak ke anterior dan posterior dan
kartilago hyalin yang merupakan bagian korpus vertebrae. Lapisan gerakan yang berlebihan dicegah anulus yang semi elastik.
kartilago ini berfungsi untuk pertumbuhan dari sel-sel korpus vertebra,
tempat perlekatan serabut-serabut anulus fibrosus, sebagai barier antara 3. Annulus fibrosus.
nukelus pulposus dan spongiosa dari vertebra, karena avaskuler tahan Anulus fibrosus terdiri dari serabut fibroelastik, terutama komponen elastik
terhadap tekanan. sehingga merupakan sistem hidraulik yang berjalan miring dan melingkar
Lapisan ini hanya mengandung pembuluh darah sampai usia 8 tahun maka antara 2 vertebra sebagai gulungan pir.
bila pembuluh darah ini tertutup oleh tekanan akan menimbulkan jaringan
parut yang merupakan defek kongenital. Daerah yang lemah ini sering  Segmen Posterior
menimbulkan herniasi mikroskopik dari bahan nukelus ke dalam korpus Terdiri dari 2 arkus vertebra, 2 prosesus transversus, 1 prosesus spinosus, 2
vertebra dan merupakan perubahan degenerasi yang khas. Bila herniasi pasang “artikulatio inferior dan superior” yang dikenal sebagai facet. Suatu
dalam jumlah besar akan membentuk “Schmorls Node” dan merusak struktur penting yang tak terpisahkan perannya dengan diskus adalah
mekanis persendian. ligamentum longitudinale posterior, ligamentum ini melindungi bagian
Diskus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa belakang diskus mulai dari foramen magnum, pada setinggi L1 ligamentum ini
fibroelastik yang membungkus nucleus pulposus, suatu cairan gel kolloid menyempit sehingga sampai S-1 lebar ligamentum longitudinale posterior ini
yang mengandung mukopolisakarida. Fungsi mekanik diskus hanya separuh dari asalnya.
intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan diantara
ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja
pada vertebrae maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh Patofisiologi
diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, Menjelang usia 20 tahun mulai terjadi perubahan baik pada anulus maupun pada
nucleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada nukleus pulposus. Pada beberapa tempat serat-serat fibro elastik terputus sebagian
sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam rusak sebagian diganti jaringan ikat. Proses ini akan berkembang terus secara
gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi. kontinyu sehingga terbentuk rongga dalam anulus. Rongga ini akan mengalami
Diskus intervertebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan infiltrasi materi nukleus. Sementara itu nukelus pulposus akan mengalami dehidrasi
ligamnetum posterior. Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian akibat menurunnya kemampuan mengikat air. Dengan demikian terjadilah suatu
anterior corpus vertebrae, besar dan kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap keadaan dimana volume rongga antar vertebra bertambah, sedangkan volume materi
penguat antara vertebrae yang satu dengan yang lainnya. ligamentum nukleus menyusut. Sebagai kelanjutan proses ini maka beberapa kemungkinan dapat
longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus vertebrae, yang terjadi : Tekanan intra diskus menurun sehingga vertebra yang berurutan saling
juga turut membentuk permukaan anterior kanalis spinalis. Ligamentum mendekat terjadilah lipatan-lipatan ligamentum longitudinale posterior, lipatan ini
tersebut melekat sepanjang kolumna vertebralis, sampai di daerah lumbal akan fibrosis, kalsifikasi sehingga terjadi osteofit. Pendekatan 2 korpus vertebra
yaitu setinggi L 1, secara progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 – dengan sendirinya diikuti artikulasio posterior, akibat yang berlebihan bisa timbul
inflamasi facet, “facet join” makin merapat, kemampuan kerja diskus menjadi makin Gambaran Klinis
buruk, annulus menjadi lebih rapuh.. Materi nukleus mengisi rongga-rongga diantara
Gejala umum dari HNP adalah iskhialgia yang timbul setelah beberapa lama
serat-serat anulus suatu ketika mendekati tepi luar anulus. Bila terjadi peningkatan
menderita nyeri punggung bawah (LBP). Nyeri pada HNP juga bisa menimbulkan
tekanan intra diskus secara mendadak dan kuat materi nukelus mendorong anulus
nyeri radikuler. Nyeri radikuler adalah nyeri yang timbul akibat terjepitnya saraf
sehingga terjadilan penonjolan. Hal yang lain menyebabkan terjadinya penonjolan
spinalis oleh penyempitan foramen intervertebrale.
nukleus pulposus juga adalah adanya pengecilan ligamentum posterior secara
Anamnesis riwayat penyakit akan ditemukan beberapa hal dianggap sebagai
fisiologik merupakan titik lemah dimana gaya statik bekerja dan dimana gerakan
karakteristik HNP adalah :
spinal yang terbesar terjadi sehinga mudah terjadi cidera kinetik.
1. Gejala mungkin dimulai dari nyeri punggung bawah, yang beberapa hari
kemudian atau beberapa minggu secara bertahap atau bisa juga secara tiba-tiba
Akibat proses penuaan ini
berubah menjadi nyeri radikuler sering diikuti dengan berkurangnya gejala
mengakibatkan seorang individu
nyeri punggung bawah pada pasien.
menjadi rentan mengidap nyeri
2. Terkadang faktor presipitasinya tidak teridentifikasi
punggung bawah. Gaya yang bekerja
3. Nyeri berkurang dengan memfleksikan lutut dan tungkai.
pada diskus intervebralis akan makin
4. Pasien secara umum menghindari gerakan yang berlebihan, akan tetapi apabila
bertambah setiap individu tersebut
berada dalam posisi tertentu dalam jangka waktu yang lama (duduk, berdiri atau
melakukan gerakan membungkuk,
berbaring) akan membangkitkan nyeri, kadang-kadang memerlukan perubahan
gerakan yang berulang-ulang setiap
posisi dengan interval beberapa menit sampai 10-20 menit.
hari yang hanya bekerja pada satu sisi
5. Nyeri dibangkitkan oleh batuk, bersin, atau mengejan pada saat buang air besar.
diskus intervebralis, akan
6. Gejala pada vesica urinaria (Bladder symptoms).
menimbulkan robekan kecil pada
Insidensi adanya gangguan pada proses kencing adalah berkisar 1-18%.
annulus fibrosus, tanpa rasa nyeri dan
Sebagian besar adalah kesulitan pada saat kencing, mengejan atau retensi urin.
tanpa gejala prodromal.
Penurunan sensasi vesika urinaria ditemukan awal. Jarang terjadi HNP dengan
gejala defisit neurologis dan retensi urine. Laminektomi bisa menyembuhkan
Keadaan demikian merupakan “locus minoris resistensi” atau titik lemah untuk
gangguan-gangguan kencing, tetapi tidak menjamin keberhasilan terapi.
terjadinya HNP (Hernia Nukleus Pulposus). Sebagai contoh, dengan gerakan yang
sederhana seperti membungkuk memungut surat kabar di lantai dapat menimbulkan
herniasi diskus. Ligamentum longitudinalis anterior dan posterior berjalan
longitudinal sepanjang tulang vertebrae. Ligamentum ini berfungsi membatasi gerak Pemeriksaan Fisik :
pada arah tertentu dan mencegah robekan.  Untuk menunjukkan adanya penekanan atau iritasi serabut saraf.
Teoritis herniasi dapat terjadi kesegala arah akan tetapi manifestasi klinis hanya
1. Tes laseque (Straight leg raising /SLR).
akan timbul oleh 2 macam arah herniasi yaitu arah posterosentral mengakibatkan
Cara : Pasien posisi supine, pada sisi yang sakit tungkai lurus. Dilakukan
LBP oleh karena iritasi ligamentum longitudinale posterior sering tidak disertai
fleksi pada sendi panggul.
keluhan iskhialgia. Arah posterolateral kearah ini perlindungan oleh ligamentum
Penjelasan : Pemeriksaan ini dikatakan positif bila timbul nyeri atau
longitudinale posterior tak ada sehingga penonjolan herniasi sangat besar
parestesia sepanjang perjalanan N. Iskhiadikus. Hal ini menunjukkan adanya
kemungkinannya melibatkan radiks, timbulah LBP disertai iskialgia.
keterlibatan N. Iskiadikus dan akar saraf yang membentuk berkas tersebut
Medulla spinalis dilindungi oleh vertebrae. Radix saraf keluar melalui canalis
dan hal ini juga menunjukkan suatu penekanan pada serabut saraf. Pada
spinalis, menyilang discus intervertebralis di atas foramen intervertebralis. Ketika
proses pathologik di sendi panggul atau ketegangan otot harmstring tentunya
keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua yaitu ramus
timbul pula nyeri tetapi tidak dalam bentuk nyeri radikuler. Delapan puluh
anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut mempersarafi
tujuh persen test ini positif pada kasus Hernia Nukelus Pulposus.
“facet”. Akibat berdekatnya struktur tulang vertebrae dengan radix saraf cenderung
rentan terjadinya gesekan dan jebakan radix saraf tersebut. Semua ligamen, otot,
tulang dan facet join adalah struktur tubuh yang sensitive terhadap rangsangan nyeri,
2. Cramp test
Cara : Pasien posisi supine. Tungkai sisi yang sakit diangkat dengan sedikit
karena struktur persarafan sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai
fleksi pada lutut. Kemudian lutut diekstensikan.
struktur tersebut di atas seperti tekanan dan tarikan dapat menimbulkan keluhan
Penjelasan : Penilaian dan keterangan sama dengan Laseque test.
nyeri.
3. Crossed straight leg raising test atau tanda Fajersztajn. 4. Femoral stretch test atau kebalikan dari test SLR.
Cara : Pasien posisi supine. Tungkai yang sehat dilakukan test laseque. Cara : Pasien posisi prone. Tangan pemeriksa pada posisi menekan ringan
Penjelasan : Apabila timbul nyeri pada sisi kontralateral dikatakan test ini pada fosa poplitea. Dilakukan dorsofleksi maksimal pada sendi lutut.
positif. Biasanya diperlukan sudut yang lebih besar untuk membangkitkan Penjelasan : Jika timbul nyeri dikatakan positif. Tanda ini sering positif
nyeri pada sisi yang sakit. Dikatakan bahwa test ini cukup spesifik tetapi apabila terjadi penekanan pada serabut saraf setinggi segmen L2, L3, atau L4
kurang sensitif dibanding SLR. Sembilan puluh tujuh persen pasien yang (HNP pada lumbal atas).
dioperasi dengan Tanda Fajersztajn positif menderita hernia nukleus
pulposus. 5. Bowstring sign.
Cara : Pasien posisi supine. Setelah pasien dilakukan test laseque dengan
hasil positif. Telapak kaki menapak pada tempat tidur dengan fleksi pada
lutut dan tetap fleksi pada panggul (membentuk seperti busur).
Penjelasan : Nyeri sciatica atau ischiadica akan hilang dengan manuver ini
tetapi nyeri yang diakibatkan proses pada sendi panggul akan menetap.

6. Test Naffziger.
Penekanan sejenak pada vena jugularis inerna kedua belah sisi menimbulkan
nyeri yang bersifat iskhialgia.
Penjelasan : Dengan menekan pada kedua vena jugularis interna, aliran balik
darah dari kepala menjadi terhambat, menyebabkan terjadinya kenaikan
tekanan intrakranial. Peninggian tekanan ini diteruskan ke ruang
subarakhnoida spinalis sampai teka subarakhnoida dan dapat bertindak
sebagai pemacu terhadap radiks yang sedang tertekan, terenggang atau
terjepit.
 Tanda lain untuk evaluasi adanya radikulopati atau nyeri radikuler. DEFERENSIAL DIAGNOSIS
1. FABER-E. Singkatan dari fleksi, abduksi, eksternal rotasi dan ekstensi.
Nama lain dari Patricks-fabere test. Anamnesis ARTRITIS NEURITIS HNP
Cara : Pasien posisi supine. Ankle diletakan diatas lutut yang kontralateral. SAKROILIAKA
Lutut yang ipsilateral secara gentle digerakkan ke arah tempat tidur periksa Trauma
atau lutut dirotasikan ke samping/keluar dan ditekan sejenak. Artritis - - +
Penjelasan : Tindakan ini membuat stres pada hip joint dan biasanya tidak + + -
menyebabkan penekanan pada serabut saraf. Jika test ini positif sering Nyeri pinggang + - +
sebagai tanda dari penyakit yang mengenai sendi panggul (Hip joint)
Naffziger - - +
misalnya pada bursitis trokanterik atau nyeri punggung bawah karena sebab
mekanik. Jika ketika lutut dirotasikan ke samping dan ditekan sejenak Laseque +  +
timbul nyeri yang dirasakan di daerah sekitar bokong (biasanya penderita Nyeri tekan sepanjang - + -
tidak dapat menunjukkan tempat nyeri itu secara tepat), maka kemungkinan N. Iskiadikus
besar proses patologik pada sendi panggul.
HNP Spondilosis
2. Tanda kontra Patrick. deformans lumbal
Cara : Sama dengan tanda Patrick diatas tetapi lutut dirotasikan ke dalam Patofisiologi Penonjolan nukleus Penyakit degeneratif
(rotasi interna) dan ditekan sejenak. pulposus yang menekan yang menyerang tulang
Penjelasan : Apabila pada tindakan ini menimbulkan nyeri, maka serabut saraf belakang secara
kemungkinan proses patologik terletak pada umumnya di sendi sakro- menyeluruh
iliaka. Usia Dewasa muda dan tua Hampir semua 50
tahun keatas
3. Tanda Trendelenburg (Trendelenburg sign) Iskhialgia Unilateral, tegas terbatas, Unilateral, atau
Cara : Penderita berdiri membelakangi pemeriksa. Pemeriksa mengamati mono-radikuler bilateral, difus, multi-
pelvis penderita dari belakang. Penderita diminta berdiri pada satu kaki. radikuler.
Penjelasan : Normalnya pelvis tetap balans horizontal. Lesi L5 (inervasi Lordosis lumbal Mendatar Utuh
adduktor) menyebabkan pelvis turun bila kaki diangkat. Radiks L3-L4 Jarang terkena Sering terkena.

Diagnosis HNP secara klinis basanya dijumpai tanda-tanda yang khas yaitu
1. Lordosis lumbal yang mendatar
2. Nyeri tekan setempat pada tingkat dan sisi protusio nukleus pulposus,
3. Test lasegue dan nafziger positif
4. Refleks tendon Achilles yang menurun atau negatif.
Pemeriksaan Penunjang  Konservatif
1. Foto polos Lumbosakral. A. Istirahat diikuti dengan mobilisasi bertahap.
Hernia nukleus pulposus selain terjadi proses degenerasi sering juga terjadi pada Istirahat mutlak ditempat tidur. Kasur harus yang padat. Diantara kasur dan
orang muda akibat mengangkat benda berat. Anulus bagian posterior robek dan tempat tidur harus dipasang papan atau plywood agar kasur jangan
terjadi penonjolan anulus ke belakang sehingga menekan urat saraf. melengkung. Sikap berbaring terlentang tidak membantu lordosis lumbal
Pada stadium masih akut foto roentgen columna vertebralis tidak tampak yang lazim, maka bantal tipis sebaiknya ditaruh dibawah pinggang. Orang
kelainan-kelainan. Diskus intervertebra tidak tampak menyempit dan sakit diperbolehkan untuk tidur mirng dengan kedua tungkai sedikit ditekuk
penonjolan anuluspun tidak kelihatan, yang tampak biasanya kedudukan pada sendi lutut. Apabila dirawat dirumah sakit penderita harus dibaringkan
kolumna vertebralis lumbal yang melurus tanpa ada lordosis di daerah lumbal. pada tempat tidur yang bisa diatur sedemikian rupa sehingga pasien dalam
Posisi lurus seperti ini biasanya dapat menghilangkan rasa nyeri. Lambat laun posisi yang nyaman.
diskus intervertebralis ini akan menyempit sedikit demi sedikit.
B. Medikasi / Obat-obatan
2. Mielografi
Obat-obatan dapat diberikan untuk nyeri, inflamasi dan rasa tidak enak pada otot.
Hasil rontgen dengan teknik ini dapat dilihat penonjolan anulus diskus  Anti-depresant
intervertebra yang mengalami herniasi. Dengan mielografi dapat memastikan Anti depresan diberikan sebagai terapi tambahan untuk pasien dengan
adanya HNP serta lokasi dan ekstensinya. nyeri yang kronik, untuk membantu pasien istirahat.
Contoh sediaan : Prozac (Fluoxetine), Elavil (Amitriptiline), Zoloft
3. Diskografi (Sertraline)
Pemeriksaan radiologis dengan memasukkan kontras media langsung ke  Muscle relaksan
dalam diskus. Prosedur ini jarang dilakukan karena invasif. Pemeriksaan ini Diberikan untuk mengurangi spasme otot yang berkaitan dengan
dilakukan bilamana mielografi tidak dapat meyakinkan adanya HNP. kondisi akut. Penggunaannya tidak untuk dalam jangka waktu lama.
Contoh sediaan : Valium (Diazepam), Zanaflex (Tizanidine)
4. MRI.  Dapat terlihat penonjolan atau bulging dari herniasi diskus.  Steroid
5. CT-Scan.  Dapat terlihat penonjolan atau bulging dari herniasi diskus.  Non steroid.
Contoh jenis ini adalah golongan yang menghambat cyclooxygenase
Pada pemeriksaan Myelografi, MRI dan CT-Scan dapat terlihat HNP yang (COX) misalnya Celebrex dan Vioxx.
asimptomatik. Dua puluh empat persen pada MRI ditemukan HNP yang  Narkotik  Duragesic patch (Fentanyl), MS Contin (Morphine
asimptomatik. sulfate)
 Non Narkotik.  acetaminophen.
 Neuropatic meds.  Neurontin (Gabapentin)
Penatalaksaan
Penderita iskialgia yang telah didiagnosa sebagai iskialgia karena HNP tidak C. Pengobatan injeksi untuk mengurangi nyeri
semuanya harus dioperasi. Penderita HNP yang sudah berkali-kali kumat dan  Epidural Injeksi
sembuh kembali selama beberapa bulan atau tahun harus menjalani tindakan
 Facet Injeksi
operatif, atau apabila selama 6 – 12 minggu pasien HNP tidak mengalami
 Transforaminal epidural injeksi
perbaikan dengan tindakan konservatif.
Jika seorang baru saja mendapatkan iskialgia yang diduga keras disebabkan oleh  Intrathecal Pain Pump (Morphine pump)
HNP tindakan konservatif menjadi pilihan. Bilamana kasus HNP masih baru namun
nyerinya tidak tertahankan atau defisit motoriknya sudah jelas dan mengganggu,  Pembedahan
maka pertimbangan untuk operasi atau tidak sebaiknya diserahkan kepada dokter 1. Lumbar Laminektomi.
ahli bedah saraf. Bertujuan untuk mengurangi tekanan / jepitan pada serabut saraf pada
Hasil tindakan operatif sebagian besar memuaskan, tetapi masih cukup banyak segmen lumbal.
problema yang membingungkan. Misalnya kambuhnya iskialgia pada penderita yang Istilah ini berasal dari kata “lumbar” untuk pengertian Vertebra Lumbal.
sudah dioperasi. Stern menulis angka keberhasilan melalui tindakan operatif ini “Lamina” bagian tulang vertebra yang membentuk atap dari canalis
mencapai 85%. vertebralis. Ektomi artinya memotong.
2. Lumbar microdiscektomy.
Operasi daerah lumbal dengan menggunakan mikroskop dan teknik bedah
mikro, melalui akses irisan pada kulit sepanjang 1-2 inch (bisa lebih
panjang) diatas daerah yang akan dioperasi, kemudian masuk ke lapisan
yang lebih dalam dengan mengunakan alat bedah mikro. Kemudian
mengangkat bagian nukleus pulposus yang menjepit serabut saraf
tersebut. Karena hanya melakukan irisan yang kecil dikatakan bahwa
waktu penyembuhannya lebih singkat melalui metode ini dibandingkan
dengan laminektomi tradisional.

3. Percutaneous endoscopic lumbar discectomy (Percutaneous


endoscopic).
Beberapa keuntungan melalui teknik ini adalah tidak menggunakan
anestesi umum, sebagian besar pasien dapat segera rawat jalan setelah 3
jam post operasi, dengan plester kecil (banda aid) pada pinggang bawah.
Dan apabila dioperasi hari jum’at dapat kembali bekerja pada hari
minggunya

Perbandingan angka komplikasi ke 3 teknik operasi7,9,10 :


TEKNIK ANGKA KOMPLIKASI
1. Lumbar laminektomi (Open surgery) 25%
2. Lumbar Mikrodisektomi (Open 11%
surgery)
3. Percutaneous endoscopic lumbar < 1%
discectomy (Closed surgery)

Suatu penelitian randomized control trial yang membandingkan dua jenis


teknik yaitu mikrodisektomi dan endoskopik disektomi dan sampel diikuti
selama 2 tahun didapatkan bahwa pada endoskopik, 95% pasien kembali
kepada pekerjaan semula seperti sebelum operasi sedangkan pada teknik
mikrodisektomi 72%.

4. Intradiscal electrothermal therapy.


Suatu prosedur bedah minimal invasif untuk HNP yang dirancang untuk
pasien rawat jalan. Teknik operasinya dengan memasukkan kateter yang
memiliki ujung logam, setelah ujung kateter menempati nukleus yang
dituju dilakukan pemanasan 90o selama 15-17 menit. Diharapkan dengan
metode ini terjadi kontraksi pada serabut kolagen yang menyusun anulus
fibrosis, dan penebalan dinding anulus dan menutup daerah anulus yang
robek atau retak. Dengan tindakan ini juga diharapkan terjadinya efek
kauter yang membakar pada saraf-saraf kecil sehinga mereka menjadi
kurang sensitif terhadap nyeri.
Catatan HNP Pembedahan biasanya hanya dilakukan pada penderita dengan nyeri menetap yang
tidak dapat diatasi, terjadinya gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan
-------------------------------------------------------------------------------------------------- RD-Collection 2002 neurologik utama seperti inkontinensia usus dan kandung kemih dan foot drop.
Pengobatan Kemonukleolisis juga semakin disukai untuk pengobatan hernia discus.
Nukleus Polposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigelatin, nucleus ini Pengobatan ini membebaskan tekanan pada radiks saraf, menghilangkan nyeri
mengandung berkas-berkas serabut kolagen, sel-sel jaringan penyambung dan sel-sel dengan efektif, dan memberikan suatu alternative lain dari laminektomi.
tulang rawan. Zat-zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus vertebra
Tanda dan Gejala Herniasi Diskus
yang berdekatan, juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara
discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.
Lokasi Radik Nyeri Kelemahan Parestesis Atrofi Refleks
Hernia saraf
Patofisiologi si yang
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi nucleus terken
polposus. Kandungan air discus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. a
Selain itu, serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut L4-L5 L5 Diatas foot drop Lateral Tidak jelas refleks
membantu terjadinya perubahan ke arah hernia nucleus polposus melalui annulus, sendi dan sukar tungkai,bag lutut atau
dan menekan radiks saraf spinal. Herniasi paling mungkin terjadi pada bagian sakroilia untuk ian distal pergelang
kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobil ke ka dorsofleksi kaki antara an kaki
kurang mobil (perbatasan lumbosakral dan servikotorakal). Sebagian besar dari panggul kaki, ibu jari ibu jari dapat
herniasi discus terjadi di daerah lumbal pada ruang antara vertebra L4 sampai lateral kaki.sukar dengan jari menhilan
L5. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral, karena radiks saraf pada paha berjalan pada tengah kaki g
daerah lumbal miring ke bawah sewaktu berjalan keluar melalui foramina neuralis, dan tumit
maka herniasi discus antara L5 dan S1, seperti yang dapat diduga akan lebih betis,me
mempengaruhi radiks saraf S1 daripada L5. Herniasi discus antara L4 dan L5 akan dial kaki
menekan radiks saraf L5. L5-S1 S1 Diatas Bisa Pertengaha Gastrokne Refleks
sendi menimbulka n betis dan mius pergelang
Gejala Klinis dan diagnosis sakroilia n kelemahan lateral an kaki
Umumnya penderita memberikan riwayat adanya episode nyeri dan hilangnya ka plantar fleksi kaki,termas dapat
mobilitas tulang belakang yang berlangsung perlahan-lahan. Walaupun penderita bagian abduksi jari uk jari kaki hilang
cenderung menghubungkan masalah ini dengan insidens membungkuk dan posterio kaki dan otot ke-4 dan dan
mengangkat, herniasi merupakan proses lambat yang ditandai oleh penekanan radiks r dari hamstring,su ke-5 menurun
saraf. Gejala klinis nya tergantung pada lokasi herniasi dan variasi anatomi seluruh lit berjalan
individual tungkai pada ujung
Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tindakan penilaian lain sampai jari
seperti perasat mengangkat kaki dan berjalan pada ujung jari kaki atau pada tumit tumit,ba
juga dapat membantu diagnosis. Pemeriksaan radiogram mungkin normal atau dapat gian
memperlihatkan perubahan kontur tulang belakang. Pemeriksaan mielogram, lateral
elektromiografi dan konduksi saraf dipergunakan untuk penegasan diagnosis akhir. kaki
C5-C6 C6 Nyeri Biseps Bagian Tidak Refleks
Penatalaksanaan leher radius dari nyata biseps
Konservatif berupa istirahat di tempat tidur selama 1 sampai 2 minggu diatas kasur menjalar lengan hilang
yang keras, pemanasan lembab, dan analgesic. Segera sesudah nyeri hilang, ke bahu bawah,ibu atau
penderita mulai menjalani program latihan bertahap untuk menguatkan otot-otot lengan jari dan menurun
punggung dan perut. Yang penting adalah penderita harus membatasi mengangkat dan telunjuk
sesuatu dan memperhatikan mekanika tubuh yang tepat. lengan
bawah
EMPIEMA TORAKS Klasifikasi
------------------------------------------------ RD - Collection 2002 --------------------------------------------  Akut
- Pada keadaan ini akan terbentuk pus yang banyak dlam waktu singkat 
empiema unilokulere, biasanya hanya dilakukan drainase interkostal dan
Adalah suatu keadaan di mana terdapat nanah di dalam rongga pleura. Didalam antibiotika yang sesuai.
perkembangannya empiema toraksis telah mengalami banyak perubahan dan
kemajuan, namun konsep dasar masih belum berubah yakni ERADIKASI infeksi  Kronis
(mengatasi infeksinya) dan REEKSPANSI paru (mengupayakan seoptimal Keadaan ini akan terjadi adesi sehingga timbul kantong2 pus (empiema
mungkin pengembangan parunya). multilokuler). Apabila telah terjadi swarte yang tebal sehingga paru
Modalitas pada bedah meliputi torakosentesis, drainase interkostal, reseksi kosta terperangkap dan tidak mengembang atau konsolidasi parenkim paru yang luas,
disertai drainase interkostal atau drainase terbuka (window), torakotomi terbatas, maka tidak cukup hanya tindakan bedah sederhana.
dekortikasi, eksisi dengan eksenterasi (empiemaektomi), sterilisasi/irigasi rongga
toraks, torakoplasti dan penutupan sisa kavitas dengan muskulus atau omentum.  Unilokulare
Penatalaksanaan empiema selain antibiotika, fisioterapi nafas, gizi yang baik serta  Multi lokulare
perawatan sangat diperlukan.

Etiologi Diagnosis
Lebih dari 50% empiema toraksis berhubungan dengan pneumonia piogenik, post  Radiologis  Foto toraks AP dan Lateral posisi tegak, lateral dekubitus 
tindakan reseksional 24%, komplikasi torakosentesis, drainase interkostal 14%, gambaran sinus kostofrenikus posterior tumpul.
komplikasi trauma toraks 5%. Bisa juga disebabkan oleh mikroorganisme Gram  Sonografi  menentukan multilokulasi
positif (stafilikokkus aureus dan epidermidis) juga Gram Negatif ( Pseudomonas  CT Scan toraks  multilokulasi, kondisi paru dan struktur lain intra torakal
aeruginosa, Klebsiella pneumoni, E.colli, Proteus dan Salmonella). Oleh karena itu  Torakosintesis  nilai diagnostik dan terapeutik
setelah torakosintesis maupun drainase interkostal dianjurkan melakukan kultur
dan uji kepekaan, baik terhadap mikroorganisme aerob, anaerob, tbs dan fungi, Terapi
untuk menentukan terapi yang tepat.  Empiema akut Unilokulere  drainase interkostal dan antibiotka
WSD dilepas bila radiologis paru mengembang dan produk < 50 mL/hari.
Stadium efusi parapneumonia  Empiema kronis Unilokulare dengan Swarte tebal, bila :
I. Stadium Eksudatid Paru masih bisa mengembang  reseksi kosta, rongga empiema dibersihkan
Cairan eksudat steril, terdiri dari leukosit PMN, kadar glukosa dan pH dan pasang drainase terbuka. Incisi secara Triangular , tekniknya :
normal  Incisi diperdalam, 2 kosta direseksi pada daerah insisi
 rongga pleura dibuka, pus dibersihkan
II. Stadium Fibrinopurulenta  selanjutnya kulit dan fasia dijahitkan ke dalam kavitas, sehingga stoma
Terjadi pembentukan fibrin yang meliputi pleura viseralis dan parietalis., tidak cepat menutup.
bila berlanjut terjadi pembentukan kantong  Kavitas akan menutup oleh pertumbuhan jaringan granulasi yang
mengalami epitelisasi dari luar.
III. Stadium Organisasi
Fibroblast tumbuh kedalam eksudat pleura viseralis dan parietalis Paru tidak mengembang  Torakotomi Dekortikasi.
membentuk membran (pleural peel). Membran ini akan menghalangi
pengembangan paru. Bila berlanjut nanah akan pecah keluar dinding toraks  Epiema Multilokulare  Dekortikasi setelah drainase interkostalis gagal
atau menembus paru terjadi fistula bronkopleural
THORAKS
Semua diinervasi oleh n.intercostalis kecuali m.pektoralis mayor dan minor.
Vaskularisasi oleh r.intercostalis anterior cabang a.mamaria interna dan
------------------------------------------------ RD - Collection 2002 -------------------------------------------- r.intercostalis posterior cabang a.intercostalis superior dan aorta thoracalis.
- Dinding dalam dinding thoraks ditutupi oleh Pleura parietal, dimana Pleura ini
berlanjut menutupi paru sebagai Pleura viseralis. Pelipatan pleura ini terjadi pada
hillus pulmo dan tepat dibawah hilus terjadi duplikator pleura parietal yang dikenal
Anatomi : sebagai Ligamentum Pulmonalis.
Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga yang bersatu dibagian belakang pada vertebra Keadaan ini penting misal pada kasus pneumothoraks, paru akan mengecil
thorakalis dan di depan pada sternum. Iga ke 8,9,10 menempel pada costa VII. Iga kearah hilus dan ligamentum pulmonalis, sedang pada kasus hematotoraks paru
ke 11 dan 12 mengambang pada otot2. Dinding dada terdiri dari tulang vertebra yang mengecil hanya bagian bawah, karena darah cenderung mengumpul dibawah
thoracalis 1 s/d 12, 12 costa dan sternum , cartilago costa dan otot. sesuai arah gravitasi.
Rongga dada mempunyai 2 pintu masuk yaitu :  Fraktur iga 1 - 3  kemungkinan cedera pembuluh darah besar
 Pintu Masuk Atas / Apertura Thoracalis Superior  Fraktur iga 4 – 7  kemungkinan cedera jantung dan paru
 Lateral : Cartilago costa & costa I  Fraktur iga 8 – 12  kemungkinan cedera organ intra abdomen
 Anterior : Manubrium Sterni
 Posterior : Corpus Vertebra thorakal I Dinding dada tersusun dari cutis,subcutis, glandula mammae ( pada wanita ),fascia
,otot dan pleura parietal. Otot dada terdiri dari m pectoralis mayor, m pectoralis
 Pintu Masuk bawah / Apertura Thoracalis Inferior minor, m intercostalis externa, costa,m intercostalis internus, m intercostalis intima,
 Anterior : Cartilago Costa VII – X & Xiphisternalis joint dan m. tranversus thoracalis ,seperti pada gambar
 Posterior : Vertebra Vth-XII & Costa. Ditutupi oleh struktur
fibromuskular dikenal sebagai Diafragma.
Anatomi Paru
Rongga dada dibagi menjadi kompartimen : Arteri Pulmonalis membawa darah venous dari ventrikel kanan mengikuti bronchia
 Sebelah kanan  Hemithoraks Dekstra melanjutkan diri sebagai kapiler pada alveoli. Vena pulmonalis mulai dari kapiler
 Sebelah kiri  Hemithoraks Sinistra paru membawa darah mengandung O2 ke ventrikel kiri ke seluruh tubuh. Arteri
 Tengah  Mediastinum bronchialis merupakan cabang langsung dari aorta.
Paru-paru terdiri dari 5 lobus :
Costa berdasarkan perlekatannya dengan sternum dibagi 3 :  Paru kanan 3 lobus , terdiri 10 segmen
 Costa Vera  costa 1 – 7 melekat langsung pada sternum  Lobus Superior  segmen apical, anterior, posterior
 Costa Spuria  costa 8 - 10  Lobus anterior
 Costa Fluktuates costa 11 – 12 , tidak menempel pada sternum  Lobus Inferior
Otot2 Extrinsik dinding dada terdiri :  Paru kiri 2 lobus , terdiri dari 8 segmen
 M.pektoralis mayor dan minor (superficial)  Lobus Superior  segmen apicoposterior, anterior, linguilaris sup & inf
 M.Seratus anterior  Lobus Inferior  segmen superior, anteromedis basal, laterobasal
 M. Trapezius
 M. Latissimus Dorsi
 M. Rhomboideus Mayor dan Minor
Fisiologi Pernafasan
Otok2 Intrinsik terdiri dari : Udara di luar tubuh dapat masuk ke dalam tubuh jika tekanan paru lebih kecil
 M. intercostalis internus daripada tekanan atmosfer. Tekanan paru dapat lebih kecil jika volume paru
 M. Intercostalis eksternus diperbesar. Besarnya volume paru disebabkan pembesaran rongga dada.
Pembesaran rongga dada disebabkan oleh 2 faktor yaitu Thoracal dan Abdominal
Faktor thoracal memperbesar kearah transversal dan anteroposterior, akibat kerja
m.intercostal menarik kosta kearah atas. Faktoer abdominal memperbesar ke arah
vertikal melalui kerja dari diafragma, dimana waktu inspirasi diafragma akan ditarik
kearah abdomen sehingga memperbesar rongga dada kearah vertikal.

Trauma Thoraks
Ketika ekspirasi maka otot2 intercostal dan diafragma akan relaksasi sehingga
volume akan kembali ke semula, sehingga tekanan paru akan lebih tinggi dari -------------------- RD - Collection 2002
atmosfer sehingga udara akan keluar.
Inspiras dan ekspirasi = 1 : 2 . Waktu inspirasi normal + 1 detik dan ekspirasi +
2 detik sehingga total waktu repirasi 3 detik, sehingga frekuensi normal Ruda paksa dada dapat menyebabkan kerusakan dinding dada, paru, jantung,
perbnafasan + 20 x permenit. pembuluh darah besar serta organ disekitarnya termasuk visera. Patogenesisnya
Setelah udara melalui trachea, bronchus principalis , kemudian berakhir pada sebagian besar oleh karena kecelakaan lalu lintas, kriminalitas, kecelakaan rumah
alveolus. Di alveolus CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus. Kapiler paru tangga maupun kerja. Pertolongan pertama pada ruda paksa dadaditujukan pada
mendapat darah dari a.pulmonalis yang banyak mengandung CO2 (darah venos) dan sistim respirasi dan Sirkulasi.
mengalirkan darah yang mengandung O2 melalui v.pulmonalis. Tiap menit tubuh Gejala yang sering Nyeri dada, sesak nafas atau nyeri pada waktu bernafas.
membutuhkan O2 sebanyak 250 cc dan pada orang dewasa dibutuhkan sebanyak 4,3 Ruda paksa dada dibagi menjadi :
L/menit yang mengalir ke alveoli  Alveolar-Ventilation. Guna transportasi O2 ke  Trauma Tumpul  kecelakaan lalu lintas
jaringan arteri dipengaruhi kadar Hb darah. 1 gram Hb maksimal mengikat 1,34 cc  Trauma Tajam  luka tusuk, luka tembak
O2, sehingga pada keadaan anemi transport O2 akan terganggu.
Kegawatan pada trauma dada yang menyebabkan kematian / Primary Survey
Fungsi dari pernafasan adalah : adalah sbb :
 Ventilasi  Gangguan Airway
Memasukkan / mengeluarkan udara melalui jalan nafas ke dalam / dari paru Obstruksi Jalan nafas adanya sumbatan jalan nafas misal: gigi palsu.
kanan dengan cara inspirasi Tindakan : Helmich Manuver, suction, ET, tracheostomi
 Gangguan Breathing
 Distribusi  Open Pneumothoraks
Mengalirkan udara tersebut merata keseluruh sistem jalan nafas sampai alveoli  Tension Pneumothoraks
 Flail Chest
 Diffusi  Gangguan Circulation
Zat asam (O2) dan zat asam arang(CO2) bertukar melalui membran  Hematothoraks Massif
semipermeable pada dinding alveoli (pertukaran gas)  Tamponade Cordis

 Perfusi Identifikasi Scundary Survey (ATLS) :


Darah arterial dari kapiler2 meratakan pembegian muatan oksigennya dan darah  Pneumothoraks sederhana
venous cukup tersedia untuk digantikan isinya dengan muatan oksigen yang  Hematothoraks
cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.  Kontusio pulmo
 Trauma Tracheobronchial
 Trauma tumpul jantung
 Traumatic Aortic Disruption
 Traumatic Diafragmatic Injury
 Mediastinal Traversing Wounds

Penyebab kematian pada trauma thoraks al:


 Syok  cara mengetahui :
1. Akral dingin dan basah
Dingin  akibat pembuluh darah perifir kontraksi untuk memenuhi
perfusi organ vital
Basah  mekanisme simpatis  adrenalin meningkat  memacu klj 5. Flail chest
keringat 6. Penumotoraks terbuka
7. Kebocoran bronchus dan tracheobronchial
2. Nadi cepat dan lemah Jenis-jenis Kerusakan pada Trauma Thoraks
Cepat  memenuhi perfusi, Lemah  hipovolemi
Mengapa tidak berdasarkan TENSI ? karena adnya mekanisme  Dinding Dada
homestatis sehingga adrenalin meningkat  vasokonstriksi  tensi
meningkat. Sehingga pada syok tensi bisa normal, padahal pasien  Emphysema
hipovolemi
Disebabkan oleh kerusakan pleura dan paru oleh ujung tulang. Jika tidak
 Hipoksia terjadi perlekatan pada cavum pleura akan terjadi pneumothoraks,
 Hiperkabnia empisema subkutan dan mediastinum. Jika terjadi perlekatan cavum
 Asidosis metabolik pleura terjadi emphysema subkutan tanpa pneumothoraks.
Mediastinal emphysema adalah suatu keadaan msuknya udara kedalam
Klinis mediastinum akibat kebocoran trachea, bronchus, kadang esofagus.
Tindakan : drainase cavum pleura
Anamnesa :
 Nyeri dada
 Sesak nafas
 Nyeri waktu bernafas
 Sianostik dengan jejas didada
 Patah tulang rusuk
Fraktur costa terutama disebabkan karena trauma tumpul dada. Perlu
Pemeriksaan Fisik
ketelitian untuk membedakan apakah kontusio dinding dada atau fraktur
 Inspeksi  jejas, simetris, nafas paradoksal
kosta. Fraktur ini sebagian terbesar disebabkan kecelakaan lalu lintas
 Palpasi  NT(+), fremitus ka/ki berbeda, krepitasi
diikuti jatuh dari tempat yang tinggi.
 Perkusi  Sonor(normal), redup(cairan), hipersonor(udara)
Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang
 Auskultasi  vesikuler, suara tambahan
memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ
didalamnya dan yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi
Tindakan elementer ditujukan pada kegagalan sistim Respirasi dan sirkulasi :
ventilasi paru. Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang
1. Airway
mengganggu proses respirasi, disamping itu adanya komplikasi dan
Miringkan kepala penderita bertujuan mengeluarkan sisa makanan, darah,
gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian khusus dalam
kotoran , menarik dagu jebelakang mencegah lidah jatuh kebelakang.
penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak fraktur costa sangat jarang
Bila usah tesebut gagal dilakukan :
dijumpai oleh karena costa pada anak masih sangat lentur.
a. Pemasangan Orotracheal atau Nasotracheal tube
b. Endotracheal Intubasi
c. Tracheostomi  bila a dan b gagal Etiologi
2. Memasang InfusMengurangi dan menghilangi nyeri Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh
Bertujuan mengatasi syok hipovolemik yang akan terjadi. karena tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki
3. Kesadaran penderita  GCS pelindung, maka setiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga
4. Foto thorak 2 posisi kepada costa. Fraktur costa dapat terjadi dimana saja disepanjang costa
tersebut.. Dari keduabelas pasang costa yang ada, tiga costa pertama
Indikasi pembedahan segera pada ruda paksa : paling jarang mengalami fraktur hal ini disebabkan karena costa
1. Obstruksi jalan nafas tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami
2. Hematothoraks masif fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang
3. Tamponade Jantung sangat sedikit, sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga
4. Tension pneumothoraks jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobil .Pada olahragawan
biasanya lebih banyak dijumpai fraktur costa yang “undisplaced” , oleh  Fraktur segmental
karena pada olahragawan otot intercostalnya sangat kuat sehingga dapat  Fraktur simple
mempertahankan fragmen costa yang ada pada tempatnya.  Fraktur comminutif
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok : Menurut letak fraktur dibedakan :
1. Disebabkan trauma  Superior (costa 1-3 )
 Trauma tumpul  Median (costa 4-9)
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa  Inferior (costa 10-12 ).
antara lain : Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari
ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian. Menurut posisi :
 Anterior,
 Trauma Tembus  Lateral
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk  Posterior.
dan luka tembak
Ada beberapa kasus timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest,
2. Disebabkan bukan trauma dimana pada keadaan ini terdapat fraktur segmental ,2 costa atau lebih yang
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang letaknya berurutan.
menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya
gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Diagnosis
Lempar martil, soft ball, tennis, golf. Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa tidak terdiagnosis, dan baru
terdiagnosis setelah timbul komplikasi,seperti hematotoraks dan
Patofisiologi pneumotoraks.Hal ini dapat terjadi pada olahragawan yang memiliki otot
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah dada yang kuat dan dapat mempertahankan posisi frakmen tulangnya
depan,samping ataupun dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada
biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang Anamnesis
melindungi costa pada dinding dada,maka tidak semua trauma dada akan  Perlu ditanyakan mengenai mekanisme trauma, apakah oleh karena jatuh
terjadi fraktur costa. dari ketinggian atau akibat jatuh dan dadanya terbentur pada benda keras
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa , kecelakan lalu lintas, atau oleh sebab lain.
pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat 
Nyeri  merupakan keluhan paling sering biasanya menetap pada satu
terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan titik dan akan bertambah pada saat bernafas. Pada saat inspirasi maka
costa tersebut.Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari rongga dada akan mengembang dan keadaan ini akan menggerakkan
depan dan belakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari fragmen costa yang patah, sehingga akan menimbulkan gesekan antara
angulus costa,dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling ujung fragmen dengan jaringan lunak sekitarnya dan keadaan ini akan
lemah. menimbulkan rangsangan nyeri.
Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau  Apabila fragmen costa ini menimbulkan kerusakan pada vaskuler akan
bahkan organ dibawahnya.Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai dapat menimbulkan hematotoraks, sedangkan bila fragmen costa
a.intercostalis ,pleura visceralis,paru maupun jantung ,sehingga dapat mencederai parenkim paru-paru akan dapat menimbulkan
mengakibatkan timbulnya hematotoraks,pneumotoraks ataupun laserasi pneumotoraks.
jantung.  Penderita dengan kesulitan bernafas atau bahkan saat batuk keluar darah,
hal ini menandakan adanya komplikasi berupa adanya cedera pada
Klasifikasi paru.
Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan  Riwayat penyakit dahulu seperti bronkitis, neoplasma, asma,
 Fraktur simple haemoptisis atau sehabis olahraga akan dapat membantu mengarahkan
 Fraktur multiple diagnosis adanya fraktur costa.
 Pada anak dapat terjadi cedera paru maupun jantung,meskipun tidak
Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat dijumpai fraktur costa. Keadaan ini disebabkan costanya masih sangat
lentur,sehingga energi trauma langsung mengenai jantung ataupun paru-
paru.
Differential Diagnosis
Pemeriksaan fisik  Contusio di\nding dada
 Kondisi lokal pada dinding dadanya seperti adanya plester,deformitas  Repirasi (infeksi, pleuritis, emboli pulmo)
dan asimetris,kita perlu juga memeriksa fisik secara keseluruhan yang  Cardiac (MI, pericarditis)
berkaitan dengan kemungkinan adanya komplikasi akibat adanya fraktur  Fraktur (stress fraktur, fraktur sternum, fraktur vertebrae)
costa sendiri maupun penyakit penyerta yang kadang ada.  Musculoscletal (Osteoartritis, costocondritis, ankylosisng spondilitis)

Adanya fraktur costa ke 1-2 yang merupakan costa yang terlindung oleh  Gastrointestinal (Gastritis, hepatitis, cholecystitis)
sendi bahu, otot leher bagian bawah dan clavicula, mempunyai makna  DVT
bahwa fraktur tersebut biasanya diakibatkan oleh trauma langsung
dengan energi yang hebat. Pada fraktur daerah ini perlu dipikirkan Komplikasi
kemungkinan adanya komplikasi berupa cidera terhadap vasa dan saraf Komplikasi yang timbul akibat adanya fraktur costa dapat timbul segera
yang melewati apertura superior2,9 setelah terjadi fraktur, atau dalam beberapa hari kemudian setelah terjadi.
Besarnya komplikasi dipengaruhi oleh : besarnya energi trauma dan jumlah
Pemisahan costocondral memiliki mekanisme trauma seperti pada fraktur costae yang patah.
costa. Pemisahan costocondral atau dislokasi pada artikulasi antara parsosea Gangguan hemodinamik merupakan tanda bahwa terdapat komplikasi akibat
dengan parscartilago akan menimbulkan gejala yang sama dengan fraktur fraktur costae. Pada fraktur costa ke 1-3 akan menimbulkan cedera pada vasa
costa, dengan nyeri yang terlokalisir pada batas costocondral , apabila dan nervus subclavia, fraktur costa ke 4-9 biasannya akan mengakibatkan
terdapat dislokasi secara komplit akan teraba defek oleh karena ujung cedera terhadap vasa dan nervus intercostalis dan juga pada parenkim paru,
parsoseanya akan lebih menonjol dibandingkan dengan parscartilagonya. ataupun terhadap organ yang terdapat di mediastinum, sedangkan fraktur
Adapun pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan adanya : costa ke 10-12 perlu dipikirkan kemungkinan adanya cedera pada diafragma
 Nyeri tekan ,crepitus dan deformitas dinding dada dan organ intraabdominal seperti hati,limpa,lambung maupun usus besar.
 Adanya garakan paradoksal Pada kasus fraktur costa simple pada satu costa tanpa komplikasi dapat
 Tanda–tanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea, segera melakukan aktifitas secara normal setelah 3-4 minggu kemudian,
 Kadang akan nampak ketakutan dan cemas,karena saat bernafas meskipun costa baru akan sembuh setelah 4-6 minggu.
bertambah nyeri. Komplikasi awal : pneumotoraks, effusi pleura,hematotoraks, dan flail
 periksa paru dan jantung,dengan memperhatikan adanya tanda-tanda chest,sedangkan komplikasi yang dijumpai kemudian antara lain contusio
pergeseran trakea, pemeriksaan ECG, saturasi oksigen pulmonum, pneumonia dan emboli paru.Flail chest dapat terjadi apabila
 periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian inferior :diafragma, terdapat fraktur dua atau lebih dari costa yang berurutan dan tiap-tiap costa
hati, limpa, ginjal dan usus terdapat fraktur segmental,keadaan ini akan menyebabkan gerakan
 periksa tulang rangka: vertebrae, sternum, clavicula, fungsi anggota paradoksal saat bernafas dan dapat mengakibatkan gagal nafas.
gerak
 nilai status neurologis: plexus bracialis, intercostalis, subclavia. Penatalaksanaan
Pre Hospital :
Pemeriksaan penunjang Pada tahap ini tindakan terhadap pasien terutama ditujukan untuk
Rontgen toraks anteroposterior dan lateral dapat membantu mendiagnosis memperbaiki suplai oksigenasi
adanya hematotoraks dan pneumotoraks ataupun contusio
pulmonum.Pemeriksaan ini akan dapat mengetahui jenis,letak fraktur Penanganan pada saat di ruang UGD
costaenya. Tindakan darurat terutama ditujukan untuk memperbaiki jalan
Pemeriksaan foto oblique hanya dapat membantu diagnosis fraktur multiple nafas,pernafasan dan sirkulasinya( Airway, Breath dan circulation).
pada orang dewasa, rontgen abdomen apabila ada kecurigaan trauma Fraktur costa simple 1-2 buah terapi terutama ditujukan untuk
abdomen yang mencederai hati,lambung ataupun limpa akan menimbulkan menghilangkan nyeri dan memberikan kemudahan untuk pembuangan
gambaran peritonitis . Sedangkan pada kasus yang sulit terdiagnosis dapat lendir/dahak, namun sebaiknya jangan diberikan obat mucolitik,yang dapat
dilakukan dengan “Helical CT Scan”.
merangsang terbentuknya dahak dan malah menambah kesulitan dalam  Anestesi lokal pada hematom sekitar patah tulang
bernafas.  Blok paravertebral

 Flail Chest
Fraktur 3 buah costa atau lebih dapat dilakukan tindakan blok saraf, namun
pada tindakan ini dapat menimbulkan komplikasi berupa pneumotoraks dan
hematotoraks, sedangkan fraktur costa lebih dari empat buah sebaiknya
diberikan terapi dengan anastesi epidural dengan menggunakan morphin atau
bupivacain 0,5%. Flail chest adalah gerakan abnormal dari dinding dada yang terjadi akibat fraktur
Pada saat dijumpai flail chest atau gerakan paradoksal, segera dilakukan dari dua costa atau lebih dari costa yang berurutan dan tiap-tiap costa terdapat
tindakan padding untuk menstabilkan dinding dada, bahkan kadang fraktur segmental . atau fraktur pada 2 tempat atau lebih pada 1 iga dimana
diperlukan ventilator untuk beberapa hari sampai didapatkan dinding dada terjadi pada 3 iga atau lebih, baik anterio maupun posterior. Flail chest tidak
yang stabil terjadi pada daerah posterior dekat m.Sacrospinalis karena splinting otot
Akibat keadaan ini (segmen yang mengambang) akan terjadi gerakan nafas
Penanganan di ruang rawat inap paradoksal dimana pada waktu inspirasi bagian tersebut masuk ke dalam , sedang
Pada fraktur costa yang simple tanpa komplikasi dapat dirawat jalan, waktu ekspirasi bagian tersebut akan keluar. Hal ini akan menyebabkan terjepitnya
sedangkan pada pasien dengan fraktur multiple dan kominutif serta dicurigai insersio vena cava inferior dan penurunan tekanan O2 serta peningkatan CO2 akibat
adanya komplikasi perlu perawatan di RS. Pasien yang dirawat di RS perlu adanya pendeluft. Penyebab timbulnya hipoksia pada keadaan ini disebabkan nyeri
mendapatkan analgetik yang adekuat, bahkan kadang diperlukan narkotik yang mengakibatkan gerakan dinding dada tertahan dan trauma jaringan parunya.
(lihat tabel ), dan yang juga penting untuk ini adalah pemberian latihan nafas Adanya segmen flail chest menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada
(fisioterapi nafas). yang sering kita sebut sebagai gerakan paradoksal. Gerakan paradoksal ini akan
Fraktur costa dengan komplikasi kadang memerlukan terapi bedah, dapat menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun sebagai akibat dari aliran udara yang
dilakukan drainase atau torakotomi ,untuk itu evaluasi terhadap kemungkinan kekurangan O2 dan kelebihan CO2 masuk ke sisi paru yang lain (rebreathing).
adanya komplikasi harus selalu dilakukan secara berkala dengan melakukan Pergerakan fraktur pada costa akan menyebabkan nyeri yang hebat dan akan
foto kontrol pada 6 jam,12 jam dan 24 jam pertama. membuat pasien takut bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang serius.
Hipoksia terjadi lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dada.
Penanganan di rawat jalan. Disamping itu hal ini juga akan menimbulkan mediastinum akan selalu bergerak
Penderita rawat jalan juga tetap memprioritaskan pemberian analgetik yang dengan hebat mengikuti gerakan nafas : ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan
adekuat untuk memudahkan gerakan pernafasan. Latihan nafas harus selalu mengakibatkan gangguan pada venous return dari sistem vena cava, pengurangan
dilakukan untuk memungkinkan pembuangan dahak : cardiac output dan penderita jatuh pada kegagaln hemodinamik.

Prognosis BIOMEKANIK TRAUMA


Fraktur costa pada anak dengan tanpa komplikasi memiliki prognosis yang Flail chest merupakan akibat dari trauma tumpul yang keras yang signifikan pada
baik, sedangkan pada penderita dewasa umumnya memiliki prognosis yang dinding dada yang mengakibatkan fraktur costae pada multipel area. Bisa
kurang baik oleh karena selain penyambungan tulang relatif lebih lama juga diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian dan tindak
umumnya disertai dengan komplikasi.Keadaan ini disebabkan costa pada kekerasan atau benturan dengan energi yang besar. Flail chest adalah sebuah
orang dewasa lebih rigit sehingga akan mudah menusuk pada jaringan indikator dari suatu signifikan tenaga kinetik yang besar pada dinding dada dan
ataupun organ di sekitarnya. kubah costa, namun pada pasien dengan kelainan yang mendasari sebelumnya
seperti osteoporosis, post sternektomi dan multiple meloma. dengan trauma pada
Tanda utama  Gerakan nafas asimetri, nyeri waktu nafas dan sesak nafas. dinding dada yang ringan saja dapat juga terjadi flail chest.
Tindakan : Penyebab segmen flail bisa terjadi oleh karena trauma terhadap dinding dada bagian
 Pemasangan Plester lateral, misalnya oleh karena tendangan yang keras atau trauma yang lain, ataupun
Harus melewati garis tengah atau ¾ lingkaran dada (1-2 trauma terhadap dinding dada bagian depan misalnya oleh karena tabrakan mobil
minggu). Kerugiannya dapat menimbulkan pneumonitis dan yang mengakibatkan stir mobil menghantam dinding dada8. Dengan mengetahui
kolaps paru biomekanik suatu trauma akan dapat membantu identifikasi trauma yang diderita
korban. Informasi yang rinci dari biomekanik kecelakaan dimulai dari anamnesa
 Blok anestesi interkostal keadaan korban pada saat sebelum kejadian, seperti minum alkohol, pemakaian obat
tertentu, kejang, nyeri dada, kehilangan kesadaran sebelum kejadian tersebut dan lain
sebagainya.
Pemeriksaan analisa darah sangat diperlukan 2. Penggunaan WSD
Gejala2 : Pasien dengan flail chest yang dipasang ventilator dapat menyebabkan
- Sesak nafas, sianosis pneumotoraks atau tension pneumotoraks karena kerusakan parenkim paru
- Takhikardi akibat tusukan dari ujung costa. Karena hal tersebut maka diperlukan
- Nafas paradoksal pemasangan WSD. Banyak penulis yang merekomendasikan pemasangan WSD
profilaksi/preventif pada semua pasien flail chest yang akan dipasang ventilator
DIAGNOSIS
Sebagian besar kasus flail chest dapat terdiagnosis dengan mudah dengan pencarian 3. Pemasangan Fiksasi Interna
yang cepat. Pada anamnesis kita dapatkan riwayat benturan yang keras yang Gagal nafas yang terjadi pada pasien dengan flail chest disebabkan oleh gerakan
mengenai dinding dada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya gerakan paradoksal dinding dada atau instabilitas dinding dada yang mengakibatkan
paradoksal disertai peningkatan nafas yang progresif dan tanda-tanda syok. Pada abnormalitas volume tidal. Tindakan menghilangkan gerakan paradoksal atau
pemeriksaan penunjang dalam bentuk rontgen toraks, didapatkan fraktur costa instabilitas dinding dada merupakan hal yang sangat penting. Fungsi dari
multipel segmental. Flail chest adalah diagnosis klinis-anatomis yang ditandai stabilisasi fiksasi interna adalah merubah fraktur multipel segmental menjadi
dengan adanya gerakan paradoksal dari dinding dada pada saat bernafas spontan. fraktur simpel, sehingga gerakan paradoksal tidak terjadi
Perlu berhati hati karena temuan klinis tersebut akan menghilang pada pasien yang Stabilisasi dengan fiksasi interna untuk flail chest populer pada tahun 1950. Pada
mendapat bantuan ventilasi buatan. Fraktur costa satu atau lebih, hanya bisa awalnya stabilisasi interna tidak dilakukan secara rutin meskipun banyak laporan
ditegakkan dengan foto toraks, instabilitas struktur yang terlibat pada dinding dada menunjukan bahwa keuntungan penggunaan implant, memberikan hasil yang
biasanya menunjukkan gerakan abnormal atau paradoks dengan adanya fraktur cukup memuaskan baik hasil jangka panjangnya maupun dari segi biaya.
costa multipel segmental . Selama ini fiksasi interna banyak dilakukan hanya pada pasien yang memerlukan
Foto toraks antero-posterior dan lateral adalah pemeriksaan penunjang yang torakotomi atau pada kasus dengan deformitas dinding dada yang besar atau
sederhana untuk menentukan jumlah dan type costa yang fraktur. Bila diperlukan, karena multipel myeloma, namun ternyata pada flail chest dengan pemasangan
CT scan toraks dapat digunakan untuk mengidentifikasi fraktur costa dan menilai internal fiksasi memberikan respon yang positif dengan alasan pasien tidak perlu
kontur dari mediastinum, namun pemeriksaan ini relatif lebih mahal. Pada terlalu lama memakai ventilator dan perawatan di ICU bahkan setelah operasi
pemeriksaan foto toraks pasien dewasa dengan trauma tumpul toraks, adanya pasien bisa mobilisasi segera.
gambaran hematotoraks, pneumotoraks, atau kontusi pulmo menunjukkan hubungan
yang kuat dengan gambaran fraktur costa Penanganan :
 Penekanan pada thoraks yang bergerak dengan telapak tangan atau gumplan
PENANGANAN kain.Selanjutnya dilakukan fiksasi dengan plester pada iga yang patah dengan
Flail chest merupakan keadaan yang membahayakan jiwa pasien (termasuk lethal gumpalan kain dibawahnya  pada flail chest unilateral.
six). Penanganan pertama pada kasus flail chest secara umum tetap harus Keuntungan : meningkatkan tidal volume dan efisiensi ventilasi
memperhatikan Airway, Breathing, Circulation kemudian secara khusus ditujukan Kerugian : atelektase pneumonia akibat pernafasan terhalang, sehingga
untuk stabilisasi sementara terhadap costa yang melayang berupa pemasangan firm diperlukan fisioterapi aktif
straping serta pemberian analgesia untuk mencegah nyeri, yang bertujuan untuk  Stabilisasi dengan Traksi dengan beban 1- 2,5 kg
mempertahankan respirasi yang optimal  Assisted Respiratory  pada flai chest berat post stabilisasi
1. Intubasi dan ventilator Cara :
Intubasi dan ventilator dibutuhkan pada pasien trauma dada dengan kontusi Memasang endotracheal tube, sehingga dapat menghisap sekret dan
pulmo dengan hipoksia. Ventilasi diperlukan pada trauma dada dengan mengatasi anoksia serta hiperkabnia dengan manual ventilasi. Bila gagal
instabilitas dinding dada (flail chest). Pemasangan ventilasi diperlukan sampai dilakukan tracheostomi.
terjadinya penyembuhan pada parenkim paru. Penyembuhan dan stabilisasi dari
fraktur costa merupakan indikasi untuk dilakukan weaning dari ventilatornya,
keculai pada pasien dengan trauma dada yang berat. Ventilator mekanik
digunakan pada pasien dengan insufisiensi pernapasan yang persisten atau gagal .
nafas setelah kontrol nyeri yang adekuat tidak berhasil 10.
b. Pneumothoraks partial (Azis,2001)
Pneumothoraks katamenial (monthly pneumothoraks) merupakan bagian dari
 Rongga Pleura pneumothoraks spontan yang terjadi sehubungan dengan siklus mentruasi terjadi
pada wanita yang berumur antara 30-40 tahun dan terjadi dalam 72 jam pertama
dari mentruasi. Secara khusus disebutkan tentang pneumothoraks spontan sekunder
Pneumothoraks ---------------------- RD - Collection 2002
yang berhubungan dengan AIDS, pneumothoraks spontan sekunder ini mempunyai
prognosis jelek karena sering ditemukan pada stadium akhir infeksi HIV. Banyak
pasien ini yang meninggal dalam tiga hingga enam bulan setelah terjadinya
Suatu keadaan dimana terdapatnya udara dalam cavum pleura, akibat : pneumothoraks (Sahn, 2000).
 Robeknya pleura viseralis, udara masuk, tekanan cavum pleura negatif 
Pneumothoraks sederhana tertutup Menurut asalnya terjadinya :
 Robeknya dinding dada dan pleura parietalis, udara masuk kedalam cavum
pleura “ sucking wound”  Pneumothoraks Terbuka
 Pneumotoraks Spontan
Adalah pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa atau dengan adanya
 Bila kebocoran pleura bersifat ventil, udara masuk saat inspirasi dan tidak dapat
penyakit paru yang mendasarinya.
keluar saat ekspirasi  Tension Pneumothoraks  menyebabkan kolaps paru
Dibagi 2 jenis :
dan terdorongnya isi rongga dada kasisi sehat, mengganggu aliran darah 
 Primer
shock non hemorrhagi
Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari. Keadaan ini terjadi
 Udara bisa masuk ke bawah kulit  Emfisema cutis
karena robeknya kantong udara dekat pleura viseralis. Sering pada usia 20-40,
 Udara masuk ke mediastinum  Emfisema mediastinal pria > wanita, kadang ditemukan blep atau bulla dilobus superior
Pneumothoraks yang terjadi pada individu tanpa adanya riwayat penyakit paru
Pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara bebas dalam ruang yang mendasarinya. Umumnya terjadi pada dewasa muda, tidak ada riwayat
antar pleura dan merupakan suatu keadaan gawat darurat dalam dunia kedokteran menderita penyakit paru sebelumnya, tidak berhungan dengan aktivitas fisik
serta harus memperoleh pertolongan secepatnya. Adanya udara bebas dalam rongga tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan penyebabnya tidak diketahui
antar pleura menyebabkan kollapsnya paru (Rusmiati dkk, 1999). (Azizman, 1995). Menurut Fraser, dkk (1991) hal ini terjadi karena robeknya
suara kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian secara patologi
Klasifikasi pneumothoraks membuktikan pada reseksi jaringan paru tampak satu atau dua ruang yang berisi
1. Berdasarkan terjadinya maka pneumothoraks dibagi menjadi udara dalam bentuk bleb atau bulla.
a. Pneumothoraks Artifisial Sampai sekarang mekanisme terjadinya pneumothoraks spontan primer masih
b. Pneumothoraks Traumatika belum jelas. Penjelasan yang dapat diterima adalah pneumothoraks itu sendiri
Pneumothoraks iatrogenik merupakan bagian dari pneumothoraks oleh karena rupturnya bleb kecil didaerah apeks paru walaupun kemungkinan
taumatika yang terjadi akibat komplikasi dari suatu tindakan diagnostik besar bleb tersebut merupakan variabel yang tidak dapat ditemukan. Bleb
seperti pemasangan kateter vena sentral atau tekanan positif ventilasi kemungkinan mempunyai hubungan dengan dasar dari emphisema
mekanik. (Rusmiati dkk, 1999). Mekanisme lainnya adalah terjadi degradasinya jaringan elastis paru yang
diinduksi oleh rokok. Hal ini terjadi karena ketidak seimbangan antara protease –
c. Pneumothoraks Spontan anti protese dan sistem oksidan – antioksidan. Setelah terbentuknya bulla yang
- Pneumothoraks spontan primer (PSP) diikuti oleh inflamasi yang menginduksi terjadinya obstruksi pada pada saluran
- Pneumothoraks spontan sekunder (PSS) nafas kecil dan terjadinya kenaikan tekanan alveolar yang menyebabkan
masuknya udara ke jaringan interstisial parum. Udara selanjutnya masuk ke
2. Berdasarkan fistulanya hilum, naiknya tekanan dalam ruang mediastinum yang diikuti oleh rupturnya
a. Pneumothoraks terbuka pleura parietalis mediastinalis menyebabkan terjadinya pneumothoraks. Hasil
b. Pneumothoraks tertutup analisis histopatologi dan pemeriksaan dengan mikroskop elektron terhadap
c. Tension pneumothoraks jaringan yang didapat dari hasil operasi tidak menunjukkan adanya defek pada
pleura viseralis
3. Berdasarkan derajat kolaps
a. Pneumotoraks total
Walaupun secara klinis pneumothoraks spontan primer tidak didapatkan adanya hillus dan udara bergerak melalui pleura parietalis mediastinalis ke cavum
kelainan paru tapi Lesur dan Co dalam Light (1993) melaporkan bahwa dengan pleura dan menghasilkan pneumothoraks.
pemeriksaan CT-Scan dada pada 20 pasien dengan pneumothoraks spontan
primer didapatkan 16 pasien (80%) adanya emfisema subpleura di apeks. Sahn Mekanisme lainnya yang bisa menyebabkab terjadinya pneumothoraks spontan
dkk (2000) mendapatkan adanya bulla subpleura 76-100% pada pasien sekunder adalah udara yang berasal dari alveolus secara langsung masuk kedalam
pneumothoraks saat dilakukan video-assisted thoracoscopic surgery dan dengan cavum pleura sebagai akibat dari nekrosis jaringan paru, disebabkan oleh P.carinii
CT-Scan dada didapatkan adanya bulla ipsilateral pada 89% pasien dengan pneumonia.
pneumothoraks primer.
Gambaran klinis dari pneumothoraks adalah : sesak nafas, suara nafas menurun pada
 Sekunder sisi yang terkena dan perkusi hipersonor. Sedangkan gambaran radiologis dari
Terjadi dengan penyakit paru yang mendasarinya. misal : pneumotoraks adalah adanya bayangan udara yang cembung tanpa ada gambaran
o COPD struktur paru, yang memisahkan pleura parietalis dan pleura viseralis yang
o Focus TB kaseosa cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral dan tampak gambaran paru yang
o Ashma bronchiale kolaps berkumpul didaerah hillus (Bahar,1990: Staufer, 1998)
o Blep emfisema Terapi utama pada pneumothoraks adalah evakuasi udara yang terdapat didalam
o Ca primer /metastase cavum pleura dan mencegah terjadinya kekambuhan. Pilihan terapi untuk
o Pneumoni pneumothoraks mencakup observasi, aspirasi sederhana dengan kateter, WSD,
pleurodesis,thoracoscopi melalui insersi port tunggal kedalam dada, video – asisted
Pneumothoraks spontan sekunder merupakan bagian dari pneumothoraks yang bedah thoracoscopi dan thoracotomi (Sahn dkk, 2000; Fry dkk, 2000). Indikasi
terjadi karena adanya penyakit parenkim paru atau saluran pernafasan yang thoracotomi meliputi fistel yang persisten, pneumothoraks berulang, pneumothoraks
mendasari terjadinya pneumothoraks. (Thurlbeck dkk, 1995). Pneumothoraks inisial pada pasien pneumonectomy ( hidup dengan satu paru) dan pneumothoraks
ini terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura yang sering yang terjadi pada pasien dengan faktor resiko pekerjaan seperti : pilot pesawat dan
berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya dan yang paling sering penyelam (Fry., W.A., dkk, 2000).
adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) (Johnston, 1980). Penyakit
lainnya adalan kistik fibrosis dimana terjadi ruptur dari kistik subpleura di apeks Patogenesis
paru. Asma bronchiali dapat menyebabkan PSS karena adanya udara yang Sampai sat ini belum jelas, dimana bisa terjai tiba2.Dioerkirakan karena ruptur
terperangkap sehingga tekanan intra alveolar meningkat kemudian terjadi blep / billa 85%. Tekanan negatif cavum pleura (terisi cairan 10-20 cc berfungsi
robekan alveoli yang diikuti dengan mengalirnya iudara menyusuri jaringan sebagai pelemas) dan gerakan respirasi serta adanya ball valve efek dari jaringan
interstisial sampai ke pleura viseralis dan mediastinum (Bahar, 1990). yang kolaps saat ekspirasi memudahkan terjadinya pneumotoraks.
Pneumothoraks spontan sekunder terjadi karena adanya kelemahan pada stuktur
parenkim paru dan pleura. Bulla
Suatu kantong udara dibatasi sebagian oleh pleura fibrotik yang menebal dan
Konsep dasat terjadinya pneumothoraks dibagi atas : sebagian oleh jaringan fibrotik pari serta oleh jaringan paru yang emfisematous
1. Penyakit-penyakit yang menghasilkan kenaikan tekanan intrapulmoner
2. Penyakit-penyakit yang menyebabkan menebal atau menipisnya dinding kista Blep : Terbentuk oleh alveoli yang pecah melalui jaringan interstitial ke dalam
3. Penyakit-penyakit yang menyebabkab rusaknya parenkim paru lapisan fibrous tipis dari pleura viseralis yang berkumpul dalam bentuk
kista dan biasanya di apex.
Tuberkulosis paru dapat menyebabkan pnemothoraks dengan mekanisme
rupturnya lesi cavitasi atau nekrosis keruang pleura. (Thurlbeck,dkk.1995). Bulla / Blep menurut terjadinya dibagi :
Sedangkan menurut Sahn (2000) ketika tekanan alveolar melebihi tekanan Konenital
interstisial paru sebagaimana yang terjadi pada PPOK dan inflamasi saluran Aquisita  - Bullous emfisema
nafas setelah batuk, udara yaqng berasal dari ruptur alveolus bergerak ke - Sub pleura blep / Pneumatocele
interstisial dan belakang paru sepanjang berkas bronkvaskuler kearah hillus
ipsilateral dari paru, menghasilkan pneumomediastinum; jika terjadi ruptur pada Klinis :
 Pasien nampak sehat, biasnya dewasa kurus
 Pasien tua dengan bronkhitis kronis dan emfisema  Pneumotoraks rekurens post chemical pleurodesis
 Nyeri dada pada paru yang terkena  Pasien penyelam dan penerbang
 Sesak nafas
Pemeriksan Fisik : 7. Open Torakotomi
 Palpasi  fremitus melemah sampai menghilang  Pneumotoraks Traumatic
 Perkusi  Sonor atau hipersonor  Pneumothoraks Induced
 Auskultasi  suara nafas melemah sampai menghilang
Menurut bentuknya dibagi :
Pemeriksaan Penunjang  Closed Pneumotoraks
 Laboratorium  AGD : hipoksia  Open Pneumotoraks
 EKG  perubahan axis QRS dan gelombang T prekordial  Valvular Pneumotoraks
 Radiologi  Posisi erect PA saat inspirasi dan Ekspirasi 15% blep/bulla (+)
Secara Kinis dibagi :
Komplikasi  Tertututp : a. Sederhana (Simple pneumothoraks)
 Tension Pneumotoraks 3-5 % b. Desakan (Tension pneumothoraks)
 Piopneumotoraks  Terbuka : Suctkin chest Wound / luka dada menghisap
 Hematopneumotor

Penatalaksanaan
1. Observasi  tiap 6-8 jam
Pneumothoraks Tertutup
2. Suplemen O2 Penyebab :
3. Simple Aspirasi  Biasanya akibat patah tulang iga pada suatu trauma tumpul dimana tulang
4. Tube Torakostomi atau Drainase intercostal menusuk paru-paru
Bila klinis baik, paru mengembang penuh  tunggu 1-2 hari agar kebocoran  Dapat juga tanpa patah tulang iga, misal : peninggian tekanan intra alveolar
menutup kembali  klem  baik dicabut. Bila 1 minggu dengan fisioterapi secara mendadak saait inspirasi dengan glottis tertutup, alveoli akan pecah 
nafas  tetap  pasang drain kembali pneumothoraks. Keadaan ini cenderung sembuh sendiri dengan adanya
kuncupnya paru, lubang yang terbentuk akan menutup.
5. Tube Torakostomi + Instilasi Sclerosant (Pleurodesis)  Robekan esofagus atau Tracheobronchial
 Premedikasi :
gol Benzodiazepam + lidocain 4 mg/kgBB dalam 50 cc aquabidest Apabila lubang tidak menutup waktu paru menguncup, saat inspirasi udara akan
keluar, sedang waktu ekspirasi udara tidak dapat kembali  Tension
 Sclerosant pneumothoraks.
 Tetracyclin  550 mg + 20 cc aquabidest
Alternatif : Berdasarkan volume rongga pleura dan Derajat penguncupan paru,p pneumothoraks
o Mynocyclin 300 mg dalam 50 cc aquabidest  efektif untuk fistel Sederhana dibagi :
bronchopleural post reseksi pulmo  < 15% pneumothoraks ringan
o Doxyciclin  efusi pleura karena malignitas  15 – 60 % pneumothoraks sedang / menengah
 Talc  5 gram dalam 250 cc N-salin atau langsung  > 60 % pneumothoraks berat
 Bleomycin tidak dianjurkan  tidak efektif

6. Torakoskopi Pneumothoraks Terbuka


Indikasi : Biasanya akibat trauma tumpul atau tajam menimbulkan luka terbuka, akibatnya
 Paru tidak mengembang selama 7 hari suctioning paru-paru akan kuncup dengan tiba2. Waktu inspirasi paru yang sakit akan
 Broncopleural fistel persisten > 7 hari menguncuop, dan waktu ekspirasi akan sedikit mengembang. Hal ini akibat karena
waktu ekspirasi udara paru yang sehat sebagian akan masuk ke dalam paru yang
kuncup dan udara yang kotor akan terhisap kedalam paru yang sehat waktu inspirasi - Tusuk dengan jarum besar di SIC 2 untuk dekompresi
berikutnya  pernafasan Pendulum. - Pemasangan WSD  turunkan tekanan dan alirkan udara

Diagnosis Pneumothoraks
1. Klinis dan Pemeriksaan Fisik Pneumothoraks Katamenial
 Sesak nafas, sianosis
 Perkusi : timpani dan dullness pada daerah yg kolaps Pneumotoraks katamenial (PK) didefinisikan sebagai sindroma pneumotoraks
 Auskultasi : suara nafas melemah sampai hilang berulang yang terbanyak terjadi antara 48-72 jam setelah menstruasi sedangkan
pneumotoraks sendiri adalah gas yang terakumulasi pada rongga pleura.
2. Radiologis  kecuali Tension pneumothoraks Pneumotoraks katamenial merupakan suatu kondisi yang jarang, terjadi secara
spontan dengan sebab yang tidak diketahui dan ditandai oleh penambahan udara di
Tindakan : rongga pleura secara akumulasi selama menstruasi. Sindroma ini pertama kali
dijelaskan oleh Maurer dkk. pada tahun 1958 dan secara resmi diberi nama oleh
 Bila minimal : Aspirasi melalui sela iga II 2,5 cm lateral sternum
Liddington dkk. pada tahun 1972. Angka kejadian PK 2,8-5,6% dari semua kejadian
 Bila paru kolaps 1/3 bagian pasang drainase sistem 3 botol , kontrol foto tiap 24
pneumotoraks spontan pada perempuan. Usia penderita antara 19-54 tahun,
jam, bila mengembang drain diklem 24 jam dilepas dilanjutkan fisioterapi.
terbanyak berusia 30-40 tahun dan 90-95% terjadi pada paru sebelah kanan.5,6 Dari
analisis yang dilakukan oleh Joseph dkk.4 terhadap 110 penderita sindroma
Tension Pneumothoraks endometriosis toraks, manifestasi terbanyak adalah pneumotoraks (73%) kemudian
hematotoraks (14%), hemoptisis (7%) dan nodul paru (6%).
Merupakan akibat lanjut dari Close pneumotoraks atau jenis pneumothoraks dengan
fenomena katup yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura tetapi tidak
PATOGENESIS
dapat keluar lagi. Akibatnya udara terus bertambah menimbulkan peningkatan
Empat teori saat ini masih diyakini untuk menerangkan mekanisme patogenesis
tekanan pada cavum pleura, sehingga akan menggeser mediastinum ke arah paru
terjadinya PK yakni:
yang sehat.
1. Peningkatan kadar prostaglandin selama menstruasi yang ditandai dengan efek
Akibat pergeseran mediastinum dapat menimbulkan kematian karena :
prostasiklin F2 dapat menyebabkan spasme pembuluh darah dan bronkus
 Di mediastinum terdapat jantung , aorta, saraf dan vena cava superior dab
sehingga dipercayai sebagai penyebab kerusakan alveoli hingga terjadi
inferior, sehingga akan terganggu terutama vena cava. Akibat gangguan vena
pneumotoraks.
cava maka aliran balik vena ke jantung akan berkurang dan berlanjjut turunnya
2. Bula subpleura yang pecah spontan akibat perubahan hormon saat menstruasi.
Cardiac Output, selanjutnya akan akan timbul shock non hemoragik
3. Keterlibatan gumpalan mucus yang menghilang dari rongga serviks sehingga
 Mediastinum yang terdesak ke paru2 sehat mengakibatkan ventilasi terganggu
udara masuk ke dalam rongga peritoneum dan diyakini udara tersebut masuk ke
sehingga menimbulkan Hipoksia korban
rongga toraks melalui diafragma yang cacat.
4. Model metastasis. Jaringan endometrium menempel ke rongga toraks dengan
Syarat terjadinya Tension Pneumothoraks :
dua cara yaitu penjalaran langsung melalui diafragma yang cacat dan mikro
 Rongga pleura utuh
emboli melalui vena pelvis.
 Ada mekanisme ventil

Teori pertama dan kedua tidak dapat menerangkan sebab terbanyak terjadi pada paru
Tanda-tanda Tension Pneumotoraks
sisi kanan dan pemeriksaan torakoskopi pada beberapa penderita tidak ditemukan
 Sesak nafas, sianosis
bula yang pecah atau utuh dalam paru. Mekanisme patogenesis PK yang pasti masih
 Tekananan darah menurun, nadi cepat dan lemah
belum jelas, sama halnya dengan insiden dan penatalaksanaan PK.7
 Perkusi paru  Hipersonor
 Auskultasi  vesikuler menghilang
DIAGNOSIS
 Shock non hemoragik
Diagnosis PK sulit ditegakkan karena untuk mendapatkan jaringan endometrium
 Gelisah akibat hipoksia
dalam rongga toraks tidak mudah. Gejala dan tanda terbanyak PK adalah
pneumotoraks spontan, sesak napas dan nyeri dada yang dapat menjulur ke bahu dan
Penanganan :
leher.6 Dasar diagnosis PK adalah nyeri dada atau pneumotoraks spontan yang obat ini merangsang pengeluaran hormon gonadotropin dari kelenjar
berhubungan dengan menstruasi dan terjadi dominan pada sebelah kanan. pituitari dan beberapa minggu setelah pemberian justeru akan menekan
pengeluaran hormon tersebut. Obat ini sangat efektif mencegah
Riwayat endometriosis dalam keluarga perlu ditanyakan dan pemeriksaan kekambuhan pneumotoraks bila diberi dalam jangka waktu lama sampai
ginekologi sebaiknya dilakukan walaupun endometriosis pelvis hanya dapat lebih dari satu tahun dengan dosis 3,5 mg subkutan setiap bulan. Efek
diidentifikasi 22-37% penderita yang didiagnosis PK.8 Seromarker Calscium 125 samping obat tersebut berupa hipoestrogenia, muka terasa panas dan
(125Ca)serum dan peritoneum meningkat 2-5 kali angka normal, di luar kondisi kehilangan materi tulang.
keganasan dapat menunjukkan pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus
dan penurunan 125Ca berkorelasi terhadap perbaikan penyakit dan hasil pengobatan.9 Pengobatan PK secara bedah dapat berupa pleurodesis/pleurektomi, histerektomi
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan pada toraks adalah foto dan CT (THBSO/total hysterectomy and bilateral salpingo-oophorectomy) sebagai
Scan toraks, sedangkan pemeriksaan invasif berupa torakoskopi dan torakotomi pengobatan definitif, torakoskopi/torakotomi (reseksi lesi endometrial, penutupan
eksplorasi.3 Diagnosis PK pasti dengan melakukan pemeriksaan histopatologi defek diafragma, abrasi pleura dan stapling bula).3,5,11 Beberapa cara pengobatan
sediaan lesi yang diambil saat torakoskopi atau torakotomi eksplorasi. Joseph dkk. pembedahan :3,5
mendapatkan 80 penderita pneumotoraks spontan dari 110 sindroma endometriosis 1. Pleurodesis efektif mengurangi kekambuhan pneumotoraks tetapi tidak
toraks, 61 penderita diantaranya (76%) dilakukan eksplorasi toraks melalui menyelesaikan akar permasalahan sehingga tidak dijadikan sebagai pengobatan
torakotomi atau torakoskopi ternyata ditemukan kelainan pada diafragma sebanyak utama. Penderita PK yang dilakukan pleurodesis tetap merasakan nyeri dada
26%, endometriosis pleura sebanyak 13%, bula 23% dan tidak ditemukan kelainan saat menstruasi walaupun paru tidak kolaps.
sebanyak 25%. Pemeriksaan patologi memberikan gambaran fibrosis, peradangan 2. Histerektomi bertujuan mengeliminasi sumber utama estrogen dan dilakukan
kronik, degenerasi dan kalsifikasi distrofi. Gambaran mikroskopik terlihat banyak pada penderita yang tidak ingin hamil, ini sangat efektif tetapi penambahan
hemosiderin-laden macrophage dan sel multinukleat besar yang menunjukkan estrogen akan menjadi masalah akibat hipoestrogen yang terjadi.
perdarahan yang telah dorganisis, terlihat juga kelenjar dan jaringan endometrium 3. Torakoskopi dan torakotomi merupakan dua cara yang dilakukan untuk mencari
yang terkumpul di tengah. penyebab PK. Torakoskopi lebih disukai karena kurang invasif dan dapat
meneliti dinding toraks dan diafragma, bila didapatkan implantasi endometrial
PENATALAKSANAAN maka reseksi harus dilakukan untuk membatasi penyebaran endometrial.
Penatalaksanaan PK terbagi menjadi invasif dan noninvasif atau dibagi menjadi Pleurodesis atau pleurektomi juga dilakukan bila diyakini dapat mencegah
pengobatan medis dan pembedahan yang memiliki perbedaan efikasi, risiko dan kekambuhan.
keuntungan.5 Pengobatan secara bedah lebih baik dibandingkan dengan obat-obatan
dalam menurunkan kekambuhan gejala termasuk pneumotoraks berulang.3 Angka kekambuhan pengobatan dengan pemberian hormon lebih tinggi
Torakotomi merupakan cara yang paling invasif sehingga tidak dianjurkan sebagai dibandingkan dengan pembedahan. Kekambuhan selama 6 bulan sebanyak 95%
pengobatan pilihan pertama walaupun saat ini prosedur pembedahan dapat tidak terjadi pada cara pembedahan, sedangkan hanya 50% pada pemberian hormon.
meminimalkan teknik invasif dan menggunakan cara yang aman.10 Obat-obatan Kekambuhan selama satu tahun menjadi 75% pada pembedahan dan 40% pada
yang dapat digunakan pada PK bertujuan menekan aktiviti dan pertumbuhan pemberian hormon. Banyak kasus PK pada awal dilakukan penatalaksanaan sama
jaringan endometrium dalam rongga toraks dengan cara menekan ovulasi dan seperti pneumotoraks spontan kemudian langkah berikutnya adalah pemberian
pengeluaran estrogen. Obat-obatan tersebut dapat berupa : agonis GnRH atau hormon yang lain dan bila tidak respons maka dilakukan cara
1. Derivat testosteron (danazol). Obat ini bekerja dengan menekan fungsi invasif. Pada akhirnya penatalaksanaan PK dilihat kasus per kasus tergantung
gonadotropin sehingga terjadi blokade estrogen. Efek samping obat ini adalah masing-masing individu, umur, status fertiliti dan gambaran patologi yang
penambahan berat badan, penumpukan cairan tubuh, lemah, timbul jerawat, ditemukan.3,5
muka terasa panas, tumbuh rambut di muka dan suara berat. Efikasi obat ini Pneumotoraks katamenial merupakan kelainan klinis yang jarang dan belum
tidak terlalu bagus karena hanya mencegah kekambuhan sebesar 50%. diketahui etiologinya. Hipotesis yang paling banyak diketahui adalah terdapat aliran
2. Kontrasepsi oral, merupakan kombinasi progestin dan estrogen atau progestin udara dari traktus genitalia melalui fenestrasi endometrial di dalam diafragma.
saja. Obat ini menekan ovulasi dan dapat mencegah kekambuhan pneumotoraks Meskipun beberapa laporan menunjukkan terdapat hubungan dengan endometriosis
sekitar 50%. Efek samping obat ini adalah perut membesar, nafsu makan diafragmatik, hanya sedikit yang telah diketahui terjadi implant endometrial di
meningkat, penumpukan cairan tubuh, mual dan trombosis vena dalam. dalam pleura viseral. Dalam makalah ini dijelaskan suatu kasus pneumotoraks
3. Agonis Gonadotropin releasing hormone (GnRH), yaitu lupron, triptoreline, katamenial yang sangat jarang pada perempuan, 1 tahun pascahisterektomi,
busereline dan gosoreline merupakan pilihan lain pengobatan PK. Awal kerja
disebabkan oleh endometriosis ektopik di dalam pleura visceral yang telah diperiksa perdarahan yang terbatas. Hematothoraks sebagai hasil penyakit metastatic
secara histopatologik. pada umumnya dari tumor yang menyebar pada permukaan pleura. Penyakit
pada aorta dan cabang utamanya , seperti pecahnya bentuk aneurisma ,
merupakan prosentase besar kelainan vaskuler spesifik yang dapat menyebabkan

Hematothoraks
hematothoraks.
---------------------- RD - Collection 2002 Aneurysma dari arteri intrathoraks lain seperti arteri mammaria interna telah
diuraikan sebelumnya merupakan penyebab hematothoraks jika terjadi ruptur.
Berbagai kelainan berkenaan dengan paru-paru sejak lahir, mencakup intra- dan
extralobar sequesterasi, telangiectasia herediter, dan kongenital arteriovenous
Suatu keadaan dimana terdapat darah dalam cavum pleura, yang dapat berasal
malformasi, dapat menyebabkan hematothoraks. Hematothoraks dapat diakibatkan
dari :
oleh penyakit yang berasal dari dalam abdomen jika pendarahan dari kelainan bisa
 Pecahnya a. interkosta, a.mamaria interna
menembus diafragma melalui hiatal normal yang terbuka secara congenital atau
 Pecahnya pembuluh darah pada mediastinum, jantung didapat.
 Organ abdomen misal : lien, hepar melalui diafrgma
PATHOFISIOLOGI
Umumnya perdarahan dari paru akan berhenti dalam waktu singkat, sedang Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi karena rusaknya jaringan dari
perdarahan dari tempat lain akan berlangsung lama. dinding dada dan pleura atau struktur intrathoraks. Respon fisiologi terhadap
Pembagian : perkembangan suatu hematothoraks dinyatakan dalam 2 gejala utama: berhubungan
 Hematothoraks Minimal --> jumlah darah < 100 cc dengan pernapasan dan hemodinamik. Respon terhadap tingkat gangguan
 Hematothoraks Moderat --> jumlah darah 100 – 1500 cc hemodinamik ditentukan oleh kecepatan dan jumlah kehilangan darah.
 Hematothoraks Massive Pergerakan pernapasan normal mungkin dihambat oleh efek akumulasi darah yang
Terkumpulnya Darah dalam cavum pleura dengan cepat lebih dari 1500 cc banyak di dalam rongga pleura. Pada kasus trauma, kelainan ventilasi dan oksigenasi
atau > 200 cc/jam selama 4 jam Disebabkan Mayor bleeing (pecahnya dapat terjadi, terutama jika dihubungkan dengan adanya cedera pada dinding dada.
pembuluh darah besar), artinya : Perdarahan tidak bisa dihentikan sendiri oleh Dalam beberapa kasus bukan karena trauma, terutama yang berhubungan dengan
tubuh pasien pneumothorax dan pendarahan minimal, gejala yang berhubungan dengan
pernapasan mendominasi.
Extrapleura
Pada kasus trauma, kerusakan jaringan dari dinding dada yang sampai mengenai Hemodinamik
kerusakan dari membran pleura dapat menyebabkan pendarahan ke dalam rongga Perubahan hemodinamik tergantung pada jumlah pendarahan dan kecepatan
pleura. Sumber pendarahan yang hampir bisa dipastikan dan penting pada kehilangan darah. Darah yang hilang sampai 750 mL pada seorang manusia dengan
perdarahan dari dinding dada adalah arteri intercosta dan arteri mamaria interna. BB 70-kg tidak tampak menyebabkan perubahan hemodinamik penting. Hilangnya
Pada kasus nontrauma, akibat proses penyakit di dalam dinding dada jarang ( darah 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal shock,
misalnya bone eksostoses). seperti tachycardia, tachypnea, dan suatu penurunan tekanan denyut nadi. Tanda
shock yang penting berupa turunnya perfusi ke jaringan, terjadi karena hilangnya
Intrapleura volume darah 30% atau lebih ( 1500-2000 mL). Sebab rongga pleura seorang
Trauma tumpul dan penetrans yang melibatkan kerusakan struktur intrathoraks manusia dengan BB 70-kg dapat menampung 4 liter atau lebih darah, perdarahan
dapat mengakibatkan hematothoraks. Hematothoraks masive dapat diakibatkan dapat terjadi tanpa bukti adanya perdarahan eksterna.
oleh cedera dari arteri atau vena utama di dalam thoraks atau oleh jantungnya
sendiri. Ini meliputi aorta dan cabang brachiocephalicnya, yang utama atau arteri Pernapasan
pulmanalis utama atau cabangnya , vena cava superior dan vena brachiocephalica, Darah menempati rongga pleura menyebabkan paru-paru tidak dapat mengembang,
vena cava inferior, vena azygos , dan vena-vena pulmonalis utama. dan mengganggu fungsi pernapasan yang normal. Timbunan darah yang cukup
Cedera pada jantung dapat menghasilkan suatu hematothoraks jika terdapat banyak menyebabkan pasien mengeluh dyspnea dan tachypnea pada pemeriksaan
hubungan antara perikardium dan rongga pleura. Cedera yang mengenai klinis. Volume darah yang diperlukan untuk mengakibatkan gejala ini pada individu
parenchim paru dapat menyebabkan hematothoraks, tetapi pada umumnya self- tergantung pada sejumlah faktor, mencakup organ/ bagian yang terluka, beratnya
limited sebab tekanan vaskuler paru-paru secara normal rendah. Cedera parenchim cedera, dan penyakit paru yang mendasari dan berhubungan dengan cadangan
paru-paru pada umumnya dihubungkan dengan pneumothorax dan mengakibatkan
jantung. Dyspnea adalah suatu gejala umum jika hematothoraks belum tampak/ robekan pada arteri intercosta atau arteri mammaria interna menghasilkan
tersembunyi, seperti sekunder karena penyakit metastase. Kehilangan darah dalam haematothorak yang besar dan mengganggu hemodinamik. Pembuluh
kasus yang demikian tidaklah akut sehingga respon hemodinamik belum tampak darah-pembuluh darah ini menjadi sumber yang umum dari pendarahan
tetapi penderita sudah mengeluh dyspnea. persisten dari dinding dada setelah trauma.
4.
Delayed hematothoraks dapat terjadi pada beberapa selang waktu setelah
Resolusi Fisiologi hematothoraks trauma dada. Dalam kasus yang demikian , evaluasi awal, termasuk
Darah yang masuk rongga pleura mengenai diafragma, paru-paru, dan struktur rongten dada, biasanya tidak menemukan fraktur costa atau kerusakan
intrathoraks lain. Hal ini dalam beberapa tingkat terjadi defibrinasi darah sedemikian intrathoraks lain. Walaupun beberapa jam/hari kemudian hematothoraks
sehingga terjadi clotting tidak sempurna. Di dalam beberapa jam dari penghentian terlihat. Keadaan ini terjadi karena pecahnya hematoma dalam rongga
pendarahan, mulai terjadi lysis clotting yang ada oleh enzim pleura. Lysis sel darah pleura karena trauma robeknya arteri intercosta pada displacement fraktur
merah mengakibatkan suatu peningkatan konsentrasi protein dalam cairan pleura costa selama gerakan napas atau batuk.
dan suatu peningkatan di tekanan osmotik di dalam rongga pleura. Peningkatan
tekanan osmotik intrapleura menghasilkan suatu osmotic gradien antara rongga  Trauma tumpul intrathoraks
pleura dan jaringan yang melingkupi sehingga terjadi transudasi cairan ke dalam 1. Hematothoraks yang besar pada umumnya berhubungan dengan cedera
rongga pleura. Dengan cara ini, suatu hemothorax yang asymptomatic dan minimal struktur vaskuler. Robekan struktur arteri atau vena besar dalam dada
dapat berubah menjadi efusi suatu pleura yang banyak dan simptomatik. menghasilkan hematothoraks masive.
2. Manifestasi hemodinamik dihubungkan dengan hematothoraks masive
Sequele fisiologi dari unresolved hematothoraks adalah shock hemorrhagic. Gejala dapat bervariasi dari ringan sampai
Dua keadaan patologis dihubungkan dengan perkembangan hematotoraks berat, tergantung pada jumlah dan tingkat pendarahan ke dalam rongga
selanjutnya. Yaitu meliputi empiema dan fibrothoraks. Empiema diakibatkan oleh dada dan derajat atau kejadian trauma.
pencemaran bakteri yang mengenai sisa hematothoraks yang tertahan. Jika tidak 3. Timbunan darah yang banyak menyebabkan penekanan paru-paru
diketahui atau tidak dilakukan perawatan, ini dapat mendorong kearah bacteremia ipsilateral, manifestasi klinis yang timbul berupa tachypnea dan dalam
dan shock septik. Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang di dalam beberapa hal terjadi hypoksemia.
suatu hematothoraks yang terorganisasi dan melingkupi permukaan pleura parietal 4.
Berbagai penemuan phisik seperti memar, sakit, ketidakstabilan atau
dan visceral, dan menjerat paru-paru. Paru-paru terfiksasi pada posisi tertentu oleh crepitus pada palpasi di atas tulang rusuk yang patah, kelainan bentuk
suatu proses adhesi dan tidak dapat mengembang secara luas. Akibatnya akan terjadi dinding dada, atau gerakan paradoksal dinding dada yang mungkin menjadi
sebagian atelektasis paru persisten dan fungsi paru menurun. petunjuk kearah terjadinya hematothoraks pada kasus trauma tumpul
dinding dada. Redup pada perkusi di atas sebagian dari hemithoraks yang
terkena biasanya ditemukan jika pasien tegak lurus. Penurunan atau
PENEGAKAN DIAGNOSIS hilangnya suara napas nampak pada auskultasi di atas area hematothoraks.
 Hematothoraks trauma
 Trauma tumpul - Hematothoraks dengan trauma tumpul dinding dada  Trauma Penetrasi
1. Hematothoraks jarang ditemukan sendirian pada trauma tumpul. Hampir 1. Hematothoraks karena trauma penetrans pada umumnya disebabkan oleh
selalu disertai/berhubungan dengan trauma dinding dada atau paru-paru. robekan langsung dari pembuluh darah. Meskipun arteri-arteri dinding dada
2. Cedera pada tulang berupa fraktur costa satu atau multiple adalah yang paling merupakan penyebab paling umum sebagai sumber hematothoraks pada
umum terjadi pada trauma tumpul. Suatu hematothoraks yang minimal yang trauma penetrans, kerusakan struktur intrathoraks , termasuk jantung , perlu
mungkin disertai fraktur costa simple sering tidak ketahuan selama juga dipertimbangkan.
pemeriksaan fisik dan bahkan setelah rontgen dada. Koleksi darah yang 2. Cedera parenchim paru adalah yang sangat umum pada trauma penetrans
minimal jarang memerlukan perawatan. dan pada umumnya mengakibatkan suatu kombinasi hematothoraks dan
3. pneumothoraks. Pendarahan di dalam kasus ini pada umumnya self-limited.
Trauma dinding dada yang kompleks adalah keadaan dimana terjadi frakture
4 costa atau lebih atau tampak flail chest. Bentuk cedera ini sangat signifikan
dihubungkan dengan derajat kerusakan dinding dada dan sering  Hematothoraks Nontrauma
menghasilkan koleksi darah yang besar di dalam rongga pleura dan 1. Sekunder Hematothoraks karena perdarahan akut dari dalam dada dapat
menimbulkan gangguan pernapasan. Kontusio pulmo dan pneumothoraks menyebabkan perubahan hemodynamik dan gejala shock. Hematothoraks
biasanya berhubungan dengan trauma ini. Cedera yang mengakibatkan masive dapat diakibatkan oleh struktur vaskuler seperti pecahnya atau
kebocoran aneurisma aorta thoraksika atau sumber dari paru-paru seperti lobar umumnya 36-42F, digunakan untuk mencapai drainase yang adekuat. Tube
squesterasi atau malformasi arteriovenous. Kerusakan vaskuler pleura adhesi dengan kaliber kecil dapat menyebabkan terjadi kebuntuan. Pada pasien pediatric,
yang tidak berhubungan dengan trauma dapat menghasilkan suatu hematothoraks ukuran chest tube bervariasi sesuai dengan ukuran dari anak. Pasien lebih tua dari
dengan disertai pneumothoraks spontan. 12 tahun,
2. Perdarahan tersembunyi pada umumnya berhubungan dengan penyakit ukuran chest tube yang digunakan pada umumnya sama halnya untuk orang dewasa.
metastase atau komplikasi antikoagulasi. Pada keadaan seperti ini, perdarahan Pada anak yang lebih kecil , ukuran 24-34F dapat digunakan, tergantung pada ukuran
didalam rongga pleura terjadi secara lambat, menghasilkan perubahan dari anak.
hemodinamik yang sangat halus atau tidak ada. Ketika effusi cukup banyak baru Penempatan tube thoracostomi untuk hematothoraks idealnya pada spasi intercosta
timbul gejala , keluhan awal yang tampak biasanya sesak nafas. Tanda-tanda keenam atau ketujuh pada linea axillaris posterior. Pada korban trauma yang
anemia mungkin juga tampak. Pemeriksaan fisik mirip dengan keadaan efusi terlentang, suatu kesalahan yang umum di lakukan adalah penempatan chest tube
pleura pada umumnya., yaitu redup pada perkusi dan penurunan suara napas terlalu anterior dan superior, membuat drainase lengkap tidak tercapai. Setelah
pada daerah efusi. dilakukan tube thoracostomi, selalu dilakukan pengulangan rongten dada. Hal ini
3.
Hematothoraks yang berhubungan dengan infark paru -paru pada umumnya berguna untuk mengidentifikasi posisi chest tube, menentukan hasil evakuasi
didahului oleh penemuan klinis yang berhubungan dengan emboli paru. hematothoraks, dan dapat mengungkapkan penyakit intrathoraks lain sebelumnya
4.
Catamenial hematothoraks adalah suatu keadaan yang jarang, yang berhubungan yang digelapkan oleh adanya hematothoraks. Jika drainase tidak sempurna seperti
dengan endometriosis di thoraks. Perdarahan ke dalam rongga dada berkala, yang tampak pada gambaran rongten postthoracostomi, penempatan chest tube
bersamaan waktu dengan siklus pasien haid. kedua perlu dipertimbangkan. Lebih disukai, suatu perawatan dengan video-
assisted thoracic surgery (VATS) dikerjakan untuk mengevakuasi ruang pleura.

MANAGEMENT 2. Explorasi pembedahan dada

 Terapi medis:
Thoracotomy menjadi prosedur pilihan untuk explorasi yang berhubungan dengan
pembedahan dari dada ketika terjadi hematothoraks masive atau pendarahan
Pemberian agen fibrinolytik intrapleura dianjurkan pada beberapa rumah sakit untuk persistent. Pada waktu explorasi pembedahan, sumber pendarahan dapat
mengevakuasi hematothoraks pada kasus dimana pemasangan tube thoracostomi dikendalikan dan hematothoraks dapat dievakuasi. Explorasi pembedahan pada
tidak adekuat. Dosis yang diusulkan adalah 250,000 IU streptokinase atau 100,000 hematothoraks mungkin dilakukan menggunakan VATS pada kasus-kasus terpilih.
IU urokinase di dalam 100 mL saline steril. Beberapa center sudah menggunakan cara ini dan telah dilakukan dengan sukses
Manajemen ventilator perlu berdasarkan status individu dari pasien. Pada kasus untuk membantu mengidentifikasi dan mengendalikan sumber pendarahan di dalam
dimana tidak didapatkan cedera penting lain atau proses penyakit lain, weaning dan sejumlah kasus. Ketika VATS hadir sebagai metode minimal invasive dalam
extubasi dapat dilakukan seperti rutin biasanya. Pada pasien penyakit kritis seperti eksplorasi rongga dada, sejumlah kesulitan timbul mengenai penggunaannya dalam
cedera dinding dada berat atau memerlukan transfusi masive, manajemen ventilator kasus trauma akut. Dalam keadaan yang demikian , VATS hanya dilakukan pada
harus dilakukan. Setelah extubasi, toilet pulmo dan kendali nyeri adalah penting pasien dengan hemodinamik yang stabil, yang dapat mentolerir dengan single-lung
pada pencegahan komplikasi paru-paru seperti atelectasis dan pneumonia ventilasi dan/atau posisi lateral decubitus. Jika tampak cedera mengenai jantung,
WSD dirawat, volume drainage dan kebocoran udara dicatat dan direkam sehari- vasa besar, atau tracheobronchial, thoracotomy harus dilakukan dengan seketika.
hari. Jika cedera paru-paru ditemukan atau robeknya jaringan paru-paru diperlukan Explorasi pembedahan pada dada mungkin diperlukan kemudian pada pasien
tindakan bedah , chest tube tidak diangkat sampai kebocoran udara telah menghilang dengan hematothoraks untuk evakuasi retained clot, drainase empyema, dan/atau
dan paru-paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan dengan rongten dada. decorticasi. Kasus dengan retained clot sering diperlakukan dengan sukses dengan
Produk drainage harus kurang dari 100 mL dalam 24 jam sebelum pencabutan chest suatu prosedur VATS, terutama jika kejadianya dalam 7 hari drainase
tube. hematothoraks. Thoracotomy pada umumnya diperlukan untuk drainase empyema
Pemberian antibiotik dapat diberikan sebelum tindakan bedah dan dihentikan setelah yang tidak adekuat atau decortikasi.
48 jam kecuali jika ada suatu alasan tertentu untuk dilanjutkan. Pada kasus hematothoraks nontrauma karena kelainan intrathoraks , koreksi
terhadap penyakit yang mendasari dan evakuasi hematothoraks harus dikerjakan. Ini
 Terapi pembedahan:
meliputi stapling dan/atau reseksi penyakit bullous, reseksi penyakit cavitary,
reseksi jaringan nekrotik paru, sequesterasi malformasi arteriovenous, atau reseksi
1. Drainase tube thoracostomi dan/atau repair kelainan vaskuler seperti aneurysma aortic.
Drainase tube thoracostomi menjadi bentuk perawatan yang utama untuk
hematothoraks. Pada pasien dewasa, dipakai ukuran chest tube yang besar, pada
 Massif  Thorakotomi segera
 Bila initial 1500 cc atau produk 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam -->
torakotomi segera
Dilakukan pencabutan bila produk < 100 cc/hari pada waktu akhir inspirasi
FOLLOW-UP dalam
Sebanyak 70-80% pasien hematothoraks traumatis berhasil dengan baik dirawat  Kerusakan Parenkim Paru
dengan pemasangan tube thoracostomy dan tidak memerlukan therapy lebih lanjut .  Robekan Paru
Rongten dada harus dibuat seketika setelah pencabutan chest tube. Rongten dada Disebabkan trauma tumpul atau trauma tusuk, ditandai dengan
selanjutnya dibuat berdasarkan adanya kelainan intrathoraks lain dan adanya gejala Hemoptysis yang masif
atau penemuan fisik tambahan. Diperlukan sedikitnya 1 atau 2 gambar rongten dada Tindakan  ditujukan pada pada hemopneumothoraks
selama periode 1-2 minggu untuk mengkonfirmasikan bahwa tidak ada kelainan atau  Traumatic Wet Lung
koleksi intrathoracic lebih lanjut. Kelanjutan perawatan lebih lanjut ditentukan oleh Perubahan paru akibat trauma, berpa penambahan jumlah
sifat keadan cedera yang lain. cairan interstisial dan intra alveolar yang sulit dikeluarkan
Pasien yang mengalami intervensi pembedahan untuk retained hematothoraks pada  Hematom Paru
keadaan akut atau terlambat harus dimonitor seperti pasien setelah thorakotomi atau  Memar Paru
VATS. Biasanya, chest tube diangkat setelah produk drainase 25-50 mL dalam 24
jam. Rongten dada dibuat segera setelah pengangkatan. Perawatan bekas luka insisi Umumnya akibat trauma tumpul dan perdarahan yang terjadi
sama dengan perawatan luka bedah pada umumnya. Jika retained koleksi dimonitor terperangkap dalam parenkim paru dan menimbulkan Fluidothoraks
menggunakan manajemen konservatif, rongten dada dibuat serial sampai terjadi atau Hematothoraks.
resolusi. Peningkatan ukuran koleksi, pengembangan dari suatu air-fluid level, atau
timbulnya gejala yang baru ( misalnya, demam, batuk, dyspnea, pleuritic pain
)mungkin perlu dilakukan evaluasi dengan CT scan kembali dan intervensi
 Ruptur di daerah Tracheo-bronchiale
Sering terjadi pada daerah setinggui iga ke I – III. Perlukaan ini sering
pembedahan.
terjadi akibat trauma tumpul dan terjadi pad 1 inci dari Karina dan
kebanyakan penderita meninggal ditempat.
Diagnosis :
Adanya pneumothoraks dengan gelembung udara yang banyak pada
1. Klinis / Pemeriksaan Fisik
WSD harus dicurigai adanya trauma bronchial.
 Inspeksi : Sesak nafas, sianosis, sakit dada, KG(+)
Gejala :
 Perkusi : pekak pada sisi sakit
 Sesak nafas, sianosis
 Auskultas : vesikuler melemah sampai menghilang
 Batuk darah / hemoptisis --> akibat terputusnya a. bronchialis
2. Radiologis  kecuali hematothoraks berat/masif  Emfisema subcutan
 Bila < 300 cc dapat terletak dibelakang diafragma sehingga tak tampak  Tension Pneumothoraks denganpergeseran mediastinum.
 Bila > 300 cc, tampak permukaan cairan pada cavum pleura
 Sudut Costophrenicus menghilang Diagnosis :
 Bila tampak putih semua / gambaran pulmo menghilang  perdarahan >  Pemeriksaan Fisik
800 cc  Bronkoskopi
 Radiologi
3. Pungsi
Pada hematothoraks dapat terjadi pengendapan fibrin dari darh pada paru,  Kerusakan Jaringan jantung dan perikardium
diafragma, dinding dada dikenal sebagai Fibrothoraks yang diterapi dengan  Tamponade Cordis
Thorakotomi.
Suatu keadaan terkumpulnya darah dalam cavum pericardium
Tindakan : (>50 cc) akibat trauma tajam / tumpul mengakibatkan pengisian
 Minimal  pungsi sampai 1 – 1,5L diulang 12 jam diastolik ventrikel nberkurang.
 Moderat  WSD no.28 atau 32 Diagnosis :
TRIAS BECK :
 Suara jantung menghilang
 JVP meningkat (karena menghambat diastole, darah terbendung)

Fisioterapi Nafas ------------------ RD - Collection 2002


 Tekanan arteri menurun
Radiologi :
 Gambaran pinggang jantung menghilang
 Double Layer
Pasien-pasien bedah toraks umumnya akan mengalami gangguan pernafasan, baik
Beda dengan Tension pneumothoraks pada Tamponade cordis suara pasien trauma toraks maupun pasien pasca operasi pada toraks. Hal ini dapat
nafas  normal merupakan suatu akibat dari trauma langsung pada toraks itu sendiri, tindakan
pembedahan maupun tindakan anestesi dan bahkan dapat diperberat dengan adanya
Tindakan : penyakit paru sebelumnya atau penyakit penyerta. Kalau gangguan pada paru
Perikardiosentesis  tujuan terapi dan diagnostik dibiarkan dapat berakibat fatal karena akan menjadi suatu morbiditas, bahkan bisa
menimbulkan mortalitas pada pasien. Komplikasi pada paru merupakan penyebab
 Kerusakan pada Esofagus utama morbiditas & mortalitas pada pasien yang menjalani prosedur operasi dengan
Menimbulkan nyeri terutama pada waktu menelan dalam beberapa jam anestesi umum. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain adalah: atelektasis,
timbul febris. Hematemesis, suara serak, disfagia. Tanda klinis berupa pneumonia, aspirasi dan ARDS.
emfisema subcutan . Sering dijumpai tanda HAMMAN yaitu suara seperti Fisioterapi nafas adalah suatu bentuk terapi yang terdiri dari berbagai modalitas dan
menguyah di daerah mediastinum atau jantung waktu auskultasi bertujuan untuk memperbaiki aktifitas paru dalam inspirasi-ekspirasi,
Diagnosis dengan Esofagogram dengan menelan kontras. mencegah/mengurangi obstruksi jalan nafas yang merupakan komplikasi paru
akibat pengeluaran dahak yang tidak efektif serta mengembalikan fungsi normal
 Kerusakan Duktus Thorakikus  chylothoraks paru Sedangkan drainase postural merupakan salah satu komponen dari fisioterapi
 Kerusakan Diafragma nafas. Sulit bagi seorang ahli bedah untuk merawat pasien toraks tanpa memahami
anatomi dan faal dari sistem repirasi. Hal ini perlu untuk mencegah terjadinya
komplikasi nafas pada saat perawatan
Fisioterapi pd Trauma thoraks
Anatomi Saluran Pernafasan
Tujuan : Yang termasuk di dalam sistem respirasi adalah saluran pernafasan, paru-paru
 Mengembalikan fungsi nafas dengan unit alveolar & kapilernya dan dinding dada (rongga toraks & rongga pleura,
 Mencegah Bronchopneumonia (dengan mengeluarkan sekret) iga serta otot bantu pernafasan). Saluran nafas terdiri atas dua bagian yaitu:
1.
daerah pasase konduksi udara yang terdiri dari rongga nasal, faring, laring,
Bentuk terapi : trakea, bronkus, bronkiolus;
2.
 Latihan nafas  meniup balon daerah untuk pertukaran udara yang dimulai dari duktus alveolaris, sakus
 latihan batuk alveolar sampai alveoli paru.
 Postural Drainase
Bagian teratas dari saluran / jalan nafas adalah mulut, hidung dan nasofaring.
Hidung terbagi oleh septum nasal menjadi dua rongga hidung yang berfungsi
sebagai pelembab & penyalur udara yang masuk ke paru. Didalamnya tumbuh
rambut hidung yang berfungsi sebagai penyaring udara. Setelah melaluinya, udara
inspirasi masuk melewati lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet yang terdapat
pada jaringan epitel nasal, yang juga berfungsi sebagai filter udara. Di permukaan
lapisan mukus tersebut terdapat cilia yang bekerja sebagai alat transport untuk
mengeluarkan partikel-partikel seperti debu, polutan, bakteri dan sebagainya.
Setelah melalui rongga hidung, udara inspirasi masuk ke dalam farings yang terdiri
dari tiga daerah yaitu: nasofaring, orofaring dan laringofaring. Faring berlanjut ke
trakea yang lalu membelah menjadi dua buah saluran yaitu bronkus utama kanan dan
kiri yang masuk melalui hillus ke dalam paru.
Bronkus utama kemudian membelah lebih jauh seperti cabang pohon menjadi Patofisiologi Pasien Perioperatif Bedah Toraks
beberapa bronkus ke seluruh paru yang berjalan bersamaan dengan vaskularisasinya. Pasien-pasien trauma toraks atau pasca operasi bedah toraks yang mengalami
Paru-paru kiri terdiri dari dua lobus yaitu: lobus superior dan lobus inferior. gangguan pernafasan dapat diakibatkan oleh efek langsung trauma pada toraks
Sedangkan paru-paru kanan terdiri atas tiga lobus yaitu: lobus superior, lobus dimana bisa terjadi kontusio paru yaitu suat crush injury pada jaringan paenkim paru
medius dan lobus inferior. Masing-masing lobus kemudian akan terbagi menjadi dan robekan alveoli sehingga terjadi ekstravasasi yang kemudian menyebabkan
beberapa segmen sesuai dengan cabang pembuluh darahnya. Selanjutnya udara obstruksi jalan nafas. Tindakan anestesi umum seperti obat-obat agen anestesi dan
inspirasi akan masuk ke dalam unit respiratori dimana akan terjadi proses difusi ventilasi mekanik juga dapat mengganggu mekanisme pertukaran udara dan kontrol
udara melalui membran alveoli-kapiler. Rongga pleura dan toraks yang dibatasi ventilasi paru. Dimana akan terjadi produk sputum yang berlebihan dan disertai
oleh sternum, tulang iga, vertebra, otot-otot dinding dada, mediastinum dan dengan penurunan refleks batuk sehingga terjadi retensi sputum. Tindakan operasi
diafragma juga ikut memegang peranan penting dalam proses bernafas. pada paru seperti pneumektomi, lobektomi atau segmentektomi serta nyeri pada
daerah operasi toraks dan abdomen bagian atas juga akan menyebabkan kemampuan
Fisiologi Sistem Respirasi pasien untuk bernafas terganggu. Pasien akan takut untuk bernafas dalam dan untuk
Respirasi atau pernafasan didefinisikan sebagai proses dimana oksigen batuk, sehingga adanya retensi sputum tersebut tidak dapat diekskresikan keluar.
ditransportasikan dari atmosfir ke dalam sel, yang kemudian akan terjadi pertukaran Immobilisasi yang lama akibat perawatan pasca operasi dapat menyebabkan
dengan karbondioksida sebagai produk sisa metabolisme sel yang akan gangguan pada paru seperti: perubahan postur tubuh akibat gangguan pada tulang
diekskresikan. Respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bekerja bersamaan, belakang, spasme otot bahu dan otot dada, gangguan ekspansi toraks & kolaps paru
dan meskipun fungsi pernafasan yang utama adalah pertukaran O2 dan CO2 tetapi serta infeksi saluran nafas bawah. Faktor risiko lainnya seperti: PPOK, penyakit
faktor-faktor itu sangat besar pengaruhnya untuk pertukaran gas tersebut. Faktor – kardiovaskuler, riwayat merokok, DM, anemia, malnutrisi, usia lanjut, insufisiensi
faktor yang mempengaruhi faal repirasi adalah : renal, obesitas dan gangguan psikis akan mempengaruhi proses respirasi pada
1. Ventilasi, yaitu proses dimana udara masuk saluran nafas sampai alveoli pasien-pasien bedah toraks.
kemudian terjadi pertukaran udara nafas dan dikeluarkan kembali dari paru
2. Difusi, yaitu pertukaran daripada oksigen dan karbondioksida melalui membran Definisi
yang memisahkan unit-unit respiratori (alveoli) dengan kapiler-kapiler Fisioterapi nafas adalah terminologi untuk sekelompok pengobatan yang dirancang
pulmonalnya. untuk meningkatkan efisiensi respirasi, memperbaiki pengembangan paru,
3. Perfusi, yaitu aliran darah di paru dari jantung kanan melalui arteri pulmonalis. menguatkan otot-otot pernafasan, dan mengeliminasi sekresi dari sistem respirasi.
Normal aliran paru dipengaruhi oleh gravitasi.. Yang termasuk dalam fisioterapi nafas adalah:
4. Hubungan ventilasi – perfusi yang normal perbandingannya 1 : 1. Artinya bila 1. Pembalikan posisi / turning
oleh suatu sebab perfusi terganggu maka ventilasinya akan menjadi kurang Pembalikan posisi / turning adalah tindakan membalikkan tubuh pasien ke
baik. salah satu sisi, lalu ke posisi semula kemudian ke sisi yang lain agar terjadi
5. Transport gas pernafasan, yaitu transportasi oksigen dan karbondioksida di ekspansi pada kedua paru. Hal ini dapat dilakukan setiap satu sampai dua jam
dalam darah dan difusinya keluar masuk sel & darah sekali.
6. Mekanik / gerakan pernafasan adalah perpindahan udara keluar masuk paru
yang dibantu oleh kontraksi otot. Inspirasi melibatkan kontraksi diafragma, 2.
Drainase postural
gerakan iga dan sternum oleh otot-otot pernafasan untuk memperbesar rongga Drainase postural merupakan tindakan menempatkan pasien pada suatu posisi
toraks sehingga tekanan didalamnya berkurang dan menyebabkan udara dapat tertentu dengan tujuan untuk memobilisasi sekresi bronkial berdasarkan efek
masuk karena perbedaan tekanan. Ekspirasi secara normal merupakan proses gravitasi dan posisi teesebut dipertahankan selama lebih kurang 15 menit. Hal
pasif, dimana rongga toraks mengecil dan dikombinasikan dengan rekoil elastis ini dapat dilakukan sampai enam kali sehari.
dari paru menyebabkan udara keluar dari paru.
7. Kontrol / regulasi pernafasan, yaitu pengendalian proses-proses bernafas oleh 3.
Manipulasi eksternal toraks (perkusi dada, vibrasi dada),
sistem saraf pusat dan perifer yang dipengaruhi juga secara kimiawi dan oleh Manipulasi eksternal toraks seperti vibrasi dan perkusi merupakan tindakan
rangsangan yang selalu menyertai drainase postural dan bertujuan untuk menstimulasi
gerakan sekresi bronkial. Hal ini dilakukan sambil pasien bernafas dalam dan
selama satu sampai dua menit tiap kalinya. Dapat dilakukan secara manual atau 4. Produksi sputum (kuantitas, warna, konsistensi dan bau) serta keefektifan
memakai alat bantu mekanik. untuk batuk
5. Fungsi mental
4. 6. Warna kulit
latihan bernafas dan batuk.
Latihan bernafas dan batuk merupakan tindakan yang membantu mengeluarkan 7. Suara nafas
sekret sehingga dapat diekspektorasikan keluar atau di-suction. Dalam posisi 8. Tekanan darah
setengah duduk, pasien inspirasi yang dalam melalui hidung dan ekspirasi 9. Saturasi oksigen dengan alat Pulse Oximetry
melalui mulut atau dibatukkan. Hal ini dapat dilakukan sampai beberapa kali 10. Tekanan Intra Kranial
sehari.
Sasaran
Hal ini biasanya dikerjakan bersamaan dengan pengobatan lainnya seperti: Pasien dikatakan mengalami respons yang positif terhadap fisioterapi nafas bila
nebulizer, suctioning, dan pemberian obat-obat ekspektoran. terdapat beberapa atau semua hal berikut ini:
1. Bertambahnya volume sekresi sputum
Indikasi 2. Perubahan bunyi nafas pada lapangan paru yang didrainase
1. Pembalikan / turning 3. Perbaikan pada tanda-tanda vital
 ketidakmampuan atu keengganan pasien untuk merubah posisi tubuhnya 4. Perubahan pada foto rontgen toraks
(misalnya pada: ventilasi mekanik, penyakit neuromuskular, diberi obat 5. Meningkatnya saturasi oksigen atau pada analisis gas darah
pelumpuh otot) 6. Perubahan subyektif pada pasien seperti kemudahan ber
 oksigenasi buruk yang berhubungan dengan posisi (penyakit paru
unilateral)
 potensial atau adanya atelektasis
 adanya alat bantu jalan nafas

2. Drainase postural
 adanya bukti kesulitan atau anjuran untuk mengeluarkan sekret
o kesulitan mengeluarkan sekret dengan produk sputum > 25- 30ml/hari
o adanya bukti sekresi yang tertahan pada pasien dengan alat bantu
jalan nafas
 adanya atelektasis yang dicurigai atau disebabkan oleh mucus plugging
 pasien yang diddiagnosis dengan penyakit seperti Cystic Fibrosis,
 Bronkiektasis atau penyakit kavitas paru

3. Manipulasi eksternal toraks


volume atau konsistensi sputum yang diperkirakan memerlukan bantuan
manipulasi tembahan (seperti perkusi atau vibrasi) untuk membantu gerakan
sekresi oleh gravitasi pada pasien yang dilakukan drainase postural

Monitoring
Yang perlu dimonitor atau diawasi pada pasien sebelum, selama dan sesudah
dilakukan fisioterapi nafas adalah:
1. Respons subyektif ( nyeri, ketidak-nyamanan, dispneu terhadap terapi)
2. Frekuensi nadi, disritmia dan EKG jika tersedia
3. Frekuensi nafas, pola pernafasan, kesimetrisan ekspansi toraksgerakan
torakoabdominal yang sinkron, flail chest
ULKUS DIABETIKUM 2. Mikroangiopati
------------------------------------------------ RD - Collection 2002 -------------------------------------------- Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil, arteriola,
- kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia
menyebabkan reaksi enzimatik dan nonenzimatik glukosa kedalam
membrana basalis. Penebalan membrana basalis menyebabkan penyempitan
Patogenesis lumen pembuluh darah.
1.Sistem Saraf
Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat. 3. Sistem Imun
Dahulu perubahan neurologis ini dianggap sebagai efek sekunder karena perubahan Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan monosit
vasa nervosum. Sampai akhirnya Thomas dan Lascelles menemukan bahwa jarang (makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan(adherence), fagositosis dan
sekali terjadi perubahan pada sistem vaskuler lokal yang mendarahi saraf. Penelitian proses-bunuh mikroorganisme intraseluler (intracelluler killing). Semua proses ini
terbaru menunjukkan bahwa neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena terutama penting untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya.
abnormalitas metabolisme intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih dari satu Empat tahapan tersebut diawali dengan kemotaksis,kemudian fagositosis, dan
enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf mulailah proses intra selulur untuk membunuh kuman tersebut oleh radikal bebas
sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang nyeri yang diterima kaki cepat oksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida. Dalam keadaan normal kedua bahan
mendapat respon dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya dihasilkan dari glukosa melalui proses hexose monophosphate shunt yang
kerusakan yang lebih besar. memerlukan NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate)
Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang Pada keadaan hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR) diubah
penderita DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanik, kemis, menjadi sorbitol, dan proses ini membutuhkan NADPH. Akibat dari proses ini sel
maupun termis, keadaan ini memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan H2O2 karena NADPH
kemudian masuknya mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau digunakan dalam reaksi. Gangguan ini akan lebih parah apabila regulasi DM
gangren. Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin memburuk.
adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya
refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan posisi, anhidrosis, pembentukan kalus 4. Proses Pembentukan Ulkus
pada daerah tekanan, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang Ulkus diabetikum merupakan suatu kaskade yang dicetuskan oleh adanya
dan sendi. hiperglikemi. Tak satupun faktor yang bisa berdiri sendiri menyebabkan terjadinya
ulkus. Kondisi ini merupakan akumulasi efek hiperglikemia dengan akibatnya
2.Sistem Vaskuler terhadap saraf, vaskuler, imunologis, protein jaringan, trauma serta mikroorganisma
Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM. Dua saling berinteraksi menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki.
kategori kelainan vaskuler, Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
1. Makroangiopati masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen,
besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras
aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
darah multiple. Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan
pembuluh darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
oklusi arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis. mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed
Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi kelainan space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal ,
metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.
meningkatnya trombosit.
APA ITU ULKUS DIABETIKUM ?
Salah satu komplikasi diabetes mellitus yang berupa kematian jaringan akibat infeksi berkembang. Dikutip dari Maggiore P, Echols RM. 1991.Infection in
kekurangan aliran darah. Biasanya dibagian ujung kaki. Diabetic Foot.In: Jahss MH. Disorders of the foot and Ankle. Medical and
Klasifikasi Surgical management. 2nd Edition. W.B. Saunders Company. 1937-57.
Pembagian kaki diabetikum menurut Wagner :
o Derajat 0 : resiko tinggi, tak ada ulkus, pembentukan kalus. Diagnosis
o Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit, klinis tidak ada infeksi. Anamnesis
o Derajat 2 : ulkus dalam, sering dengan selulitis, tidak ada abses atau infeksi Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama. Gejala-gejala
tulang. neuropati diabetik yang sering ditemukan adalah kesemutan, rasa panas di telapak
o Derajat 3 : ulkus dalam yang melibatkan tulang atau pembentukan abses. kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari. Gejala neuropati
o Derajat 4 : gangren lokal (ibu jari atau tumit). menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila
o Derajat 5 : gangren seluruh kaki. penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga
mengakibatkan luka pada kaki.
Manifestasi gangguan pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah berjalan pada
jarak tertentu akibat aliran darah ke tungkai yang berkurang (klaudikasio
intermiten). Manifestasi lain berupa ujung jari terasa dingin, nyeri kaki diwaktu
malam, denyut arteri hilang dan kaki menjadi pucat bila dinaikkan.. Adanya
angiopati ini menyebabkan penurunan suplai nutrisi dan oksigen sehingga
menyebabkan luka yang sukar sembuh.

Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Kesan umum akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat
berkurangmya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur kulit.
Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada
daerah daerah yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput
metatarsal. Adanya deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah
yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena
trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Tergantung dari
derajatnya saat kita temukan, ulkus yang terlihat mungkin hanya suatu ulkus
superfisial yang hanya terbatas pada kulit dengan dibatasi kalus yang secara klinis
tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi. Pada derajat 3 tampak adanya pus yang
keluar dari ulkus. Gangren tampak sebagai daerah kehitaman yang terbatas pada jari
atau melibatkan seluruh kaki.

Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat.
Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada arteri
yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan teraba sebagai daerah yang tebal dan
keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta
tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada
daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Pintu masuk
Gambar 1. perkembangan ulkus .A.Pembentukan plak keratin keras sebagai kalus.B.
harus dibuka lebar untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot,
Kerusakan jaringan jauh di da;am kalus. C. Ruptur permukaan kavitas,
tendo serta tulang yang terlibat.
terbentuk ulkus. D. Blokade ulkus oleh keratin, bakteri terperangkap,
Pemeriksaan Sensorik
Resiko pembentukan ulkus sangat tinggi pada penderita neuropati sehingga apabila
belum tampak adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses
pembentukan ulkus dapat dicegah.
Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian nilon monofilamen 10 gauge. Pengelolaan
Test positif apabila pasien tidak mampu merasakan sentuhan monofilamen ketika 1.Kontrol Nutrisi dan Metabolik
ditekankan pada kaki walau monofilamennya sampai bengkok. Kegagalan Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
merasakan monofilamen 4 kali dari sepuluh tempat yang berbeda mempunyai luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
spesifitas 97% serta sensitifitas 83%. penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin
diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren
diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%.
Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu
mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi,
kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus
diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

2.Kontrol Stres Mekanik


Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bed rest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan
sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki
harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan
karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi
trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat
luka.
Pemeriksaan Vaskuler
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan test 3.Obat-obatan
vaskuler noninvasif yang meliputi pengukuran oksigen transkutaneus, ankle- Pencegahan infeksi sistemik karena luka lama yang sukar sembuh dan penanganan
brachial index (ABI), dan absolute toe systolic presure. ABI didapat dengan cara pengobatan DM merupakan faktor utama keberhasilan pengobatan secara
membagi tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan. Apabila didapat keseluruhan. Pemberian obat untuk sirkulasi darah perifer dengan pendekatan
angka yang abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan multidisiplin (reologi-vasoaktif-neurotropik-antiagregasi-antioksidan-antibiotika) /
untuk memastikan terjadinya oklusi arteri. “3 ANTI REVANE” merupakan pokok pengobatan dan menjadi berhasil bila juga
harus dilakukan terapi bedah dengan amputasi ( 3 ANTI REVANE-PUT).
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan, benda 4.Tindakan Bedah
asing serta adanya osteomielitis. Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan
atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
Pemeriksaan Laboratorium o Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila sudah o Derajat I-IV : pengelolaan medik dan bedah minor
terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam pp harus diperiksa untuk mengetahui o Derajat V : amputasi
kadar gula dalam darah. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi pasien.
Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen
harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai
tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan. Pasien bahkan
dokter kadang ragu terhadap tindakan ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya
jaringan baru yang tumbuh .

Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan SIAPA YANG BERESIKO TINGGI TERKENA ULKUS DM?
sebagai berikut: 1. Penderita DM lama
 jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan) 2. Kadar gula darah tinggi
 mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat) 3. Jenis kelamin
 osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi 4. Umur
 amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki) 5. Perokok
 amputasi transmetatarsal 6. Hypertensi
 amputasi syme 7. Kegemukan
8. Hypercholesterol
Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah lutut 9. Kurang gerak
atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah :
Bagaimana mekanisme terjadinya ulkus? Ada 3 faktor yang berpengaruh :
 membuang jaringan nekrotik
1. Neuropathy (kelainan saraf)
 menghilangkan nyeri
Sensorik  hilang rasa
 drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder
Motorik  perubahan tumpuan
 merangsang vaskularisasi baru. Otonom  shunting di mikrovaskuler tak efektif  perfusi jaringan menurun
 rehabilitasi yang terbaik Gangguan keringat -> kulit menjadi kering.

2. Angiopathy (kelainan pembuluh darah


Pencegahan Dinding pembuluh darah
Pemakaian sepatu harus pas dengan lebar serta kedalaman yang cukup untuk jari- Aliran darah
jari. Sepatu kulit lebih dianjurkan karena mudah beradaptasi dengan bentuk kaki Komponen darah
serta bisa “bernafas”. Kaos kaki juga harus pas, tidak boleh melipat. Hindari
pemakaian sandal atau alas kaki dengan jari terbuka. Jangan sekali kali berjalan 3. Infeksi
tanpa alas kaki.
Trauma minor dan infeksi kaki seperti terpotong, lecet-lecet, lepuh, dan tinea pedis
bila diobati sendiri oleh pasien dengan obat bebas dapat menghambat penyembuhan
luka. Membersihkan dengan hati-hati trauma minor serta aplikasi antibiotika topikal
bisa mencegah infeksi lebih lanjut serta memelihara kelembaban kulit untuk
mencegah pembentukan ulkus.

Berikut adalah tips perawatan kaki yang dianjurkan:


1.inspeksi kaki tiap hari terhadap adanya lesi, perdarahan diantara jari-jari. Gunakan
cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit.
2.cuci kaki tiap hari dengan air sabun dan keringkan, terutama diantara jari.
3.gunakan cream atau lotion pelembab
4.jangan gunakan larutan kimia/asam untuk membuang kalus.
5.potong kuku dengan hati-hati, jangan memotong melengkung jauh ke proksimal.
6.jangan merokok
7.hindari suhu ekstrem, jangan memakai botol isi air panas atau pad pemanas pada
kaki.
VASCULER DISEASE
ligasi bukan merupakan prosedur pilihan saat itu melainkan adalah kontrol
perdarahan dengan penekanan.
------------------------------------------------- RD - Collection 2002 --------------------------------------------- Pada perang dunia ke II, repair dan interposisi grafting pada trauma vaskuler mulai
-- dikerjakan, tetapi tampa pemberian antibiotik dan pembedahan dilakukan dengan
tehnologi minimal, sehingga angka amputasi tetap tinggi yaitu  35%. Dengan
kemajuan di bidang pengetahuan dan tehnologi kedokteran militer, sehingga pada
Lapisan dinding arteri dan Vena terdiri dari : perang Korea pembedahan sudah menetapkan standar dalam penanganan trauma
 Tunika Adventia vaskuler pada ekstremitas, dan repair pada trauma vaskuler merupakan prosedur
Mengadung reseptor alpha dan Betha yang berhubungan dengan vasodilatasi pilihan dan diikuti pemberian antibiotik serta perawatan yang lebih baik sehingga
dan vasokonstriksi pembuluh darah amputasi yang dilakukan pada trauma vaskuler menurun sekitar 15 %. Pada perang
Vietnam, angka amputasi lebih turun lagi sekitar 10 % yang disebabkan karena luka
 Tunika Media senjata api, senjata tajam atau trauma tumpul pada truma vaskuler (Rich,1971).
Pada arteri lebih tebal dari vena, sehingga vena jarang mengalami sklerosis Trauma vaskiler ektremitas membawa banyak dilema sulit dalam diagnosis dan
penaganannya. Ada kecenderungan yang masih berkembang berkembang dalam
 Tunika Intima  endothel penaganan trauma ini adalah langsung, lebih cepat, sedikit biaya, dan modalitas
Endothel memproduksi enzym dan mediator yang mempengaruhi timbunan diagnosisi kurang invasif, suatu pengertian maju mengenai implikasi terapi dari
kolesterol, Triglyserda di tunika media serta mengatur vasodilatasi dan presentasi klinis, repair trauma vaskuler yang bermakna, dan penggunan tehnik-
vasokonstriksi tehnik tambahan secara bebas seperti fasciotomy.
Trauma vaskular dapat melibatkan pembuluh arteri dan vena. Bentuk dari lesi
Dinding arteri normal terdiri atas tiga lapis yang kosentris, yaitu intima, media dan vaskular tergantung dari penyebab atau mekanisme trauma. Dapat berupa lobang
adventisia. Bagian paling dalam intima terbentuk dari satu lapis sel endotel dan kecil, robekan dengan atau tampa ada bagian yang hilang atau terpotong melintang.
berhubungan langsung dengan darah yang mengalir dalam lumen arteri. Lapisan Disamping ini bisa juga terjadi trauma dari luar berupa robekan intima yang
media terdiri hampir seluruhnya atas sel otot polos dan matriks ekstra seluler. menutup aliran darah, hematoma intra mural dengan trombosis. Trauma vaskuler
Lapisan adventisia merupakan jaringan ikat yang longgar dimana terdapat sebagian sebagai komplikasi fraktur adalah jarang, tetapi merupakan trauma yang sangat
besar vasa vasorum yang membawa nutrisi dinding pembuluh darah. Antara intima kompleks disertai dislokasi pada ekstremitas, yang sering terdapat bersamaan
dan media terlihat lamina elastik eksterna terletak diantara media dan adventisia, dengan trauma pada organ lain seperti saraf, otot, dan jaringan lunak lainnya.
tetapi tidak kuat seperti yang interna. Susunan struktur sistem vena menggambarkan Bila pembuluh darah mendapat trauma, maka akan timbul ancaman terhadap
tekanan aliran darah yang rendah di dalamnya dan volume yang besar. Pembuluh kelangsungan hidup bagian yang diperdarahinya. Diagnosis trauma vaskuler harus
vena lebih besar dari arteri pasangannya dan mempunyai dinding yang tipis. Lapisan diketahui sedini mungkin, agar dapat segera diambil tindakan cepat, dan sangat
media mempuyai sedikit sekali lapisan otot polos. penting dalam keberhasilan tindakan, oleh karena makin dini tindakan terhadap
trauma vaskular semakin baik hasilnya. Dan bila terlambat, akan dapat berakibat
fatal.
Trauma Vasculer -------------------------- RD - Collection 2002
Patofisiologi
1. Servikal Trauma vaskuler mengakibatkan gangguan berupa sistemik, regional dan Lokal.
2. Torasik Efek sitemik mengakibatkan kehilangan darah selanjutnya menimbulkan syko
3. Abdominal hipovolemik. Terputusnya aliran darah lebih 4 menit tanpa menunjukkan perubahan
4. Ekstremitas histologi mengalami Iskhemik. Bila iskhemik berlanjut selama 6 jam akan timbul
perubahan histologik dan mungkin Irreversibel dengan referfusi. Pada trauma arteri,
Trauma vaskuler dilaporkan pertama kali pada konflik senjata perang saudara zaman ujung artei yang putus akan mengalami retraksi dan menyebabkan trombosis.
Yunani dan Romawi, dan pada perang dunia pertama juga dilaporkan oleh ahli Perdarahan akan mengisi otot dan kompartemen fascial  False Aneurisma.
bedah militer, dimana prosedur amputasi merupakan pilihan pertolongan pada Bila ada luka yang saling kontak antara arteri dan vena  Fistula arteriovenosa.
trauma vaskuler ekstremitas pada jaman itu. Debakey dan Simeone melaporkan dari
2471 tentara perang dunia ke II yang mengalami trauma vaskuler pada ekstremitas
dengan cedera arteri, dan yang dilakukan amputasi adalah lebih besar dari 40%, dan
Tipe dari trauma vaskuler bervariasi mulai dari lacerasi parsial ataupun komplet dan
dapat terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung dapat
berupa robekan vasculer oleh fragmen fraktur tulang, cedera tumpul berupa
kontusio, kompresi, atau konstriksi (spasme). Trauma tidak langsung terjadi akibat
tarikan, misalnya pada ekstremitas akibat fraktur tulang atau akibat terjadinya
deselerasi mendadak, misalnya pada aorta. Bila pembuluh darah mendapat trauma,
maka akan timbul ancaman terhadap kelangsungan hidup bagian yang
diperdarahinya. Diagnosis trauma vaskuler harus diketahui sedini mungkin, agar
dapat segera diambil tindakan cepat, dan sangat penting dalam keberhasilan
tindakan, oleh karena makin dini tindakan terhadap trauma vaskular semakin baik
hasilnya. Dan bila terlambat, dapat berakibat fatal.
Prinsipnya pada trauma tajam dan tumpul pada vaskuler, harus menentukan jumlah
perdarahan, lokasi dan hematom pada tepi sekeliling luka dan tidak terdapat thrill
atau bruit. Bila terdapat hematom yang besar disertai pulsasi perdarahan pada luka,
dicurigai adanya trauma vaskuler pada arteri.dan trauma vaskuler pada vena
biasanya disertai hematom tampa adanya pulsasi. Bila ditemukan tidak terdapatnya
pulse palpasi pada distal ekstremitas disertai pucat, poikilothermia, pain,
Macam-macam trauma arterial parestehesia atau anesthesia, dan terdapatnya paralysis merupakan tanda dan
indikasi yang berat pada trauma vaskuler.
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting sebagai indikator diagnosis
terjadinya trauma pada vaskuler, sehingga dapat mengevaluasi tindakan yang lebih Arteri
baik. Dan bila terdapat gejala yang menyokong adanya trauma pembuluh darah ini
Untuk mengetahui adanya kerusakan pembuluh darah harus diperiksa :
seperti hematoma yang cepat membesar, perdarahan yang banyak atau memancar,
1. Bagian distal cedera
disertai denyut nadi yang melemah atau menghilang, perabaan yang dingin, pucat
2. Suhu
(shock) atau bercak-bercak sianosis pada kulit. Dan pengisian kapiler penting untuk
3. Pulsasi
diagnosis dan menentukan viabilitas jaringan. Walaupun pada pemeriksaan pertama
4. Warnanya
terdapat denyut nadi tapi pada kasus yang dicurigai ada trauma vaskuler harus
diperiksa ulang pada waktu tertentu, karena ada kemungkinan penyumbatan yang
terjadi kemudian.
Pulsasi arteri distal yang tidak teraba atau melemah sangat menyokong adanya Trauma Tajam
trauma pada pembuluh arteri, dan bila ada perdarahan pada fraktur terbuka maka Trauma tajam arteri pada vaskuler dibedakan menurut berat cederanya.
merupakan indikasi untuk melakukan eksplorasi, sedangkan hematoma yang luas Derajat I  Robekan tunika adventitia dan sebagian media., Perdarahan(-),
sulit dinilai misalnya pada patah tulang tertutup. Pada trauma arteri yang berat, Iskemia(-), Komplikasi lanjut aneurisme
ekstremitas akan terlihat pucat dan dingin pada perabaan. Pengisian kapiler tidak Derajat I adalah robekan adventisia dan media, tampa menembus
menggambarkan kedaan sirkulasi. dinding. Secara klinis tidak ada perdarahan luar sekitar arteri dan
Pada penelitian terjadi iskemia pada distal trauma arteri ekstremitas mulai lebih dari tidak ada tanda iskemia didistalnya. Mungkin akan terjadi
6 jam (golden periode), meskipun tidak selalu absolut dalam 6 jam pada seluruh komplikasi lanjut berupa perdarahan lambat, aneurima traumatik,
trauma. Yang terbaik adalah bila revisi vaskuler untuk perbaikan aliran darah ke atau fistel arteri-vena. Trauma derajat I ditangani dengan
distal tidak melebihi batas aman (golden periode). Terdapatnya atau tidak kolateral penjahitan tumpang.
arteri akan terlihat pada periode ini. Darah yang keluar berwarna terang pada luka
saat pulsasi merupakan tanda trauma pada arteri, sedangkan bila terdapat darah
yang keluar berwarna kehitaman disebabkan trauma pada vena.
Derajat II  Robekan parsial mengenai seluruh lapisan dinding, Perdarahan (+)
Derajat II adalah robekan parsial sehingga dinding arteri juga terluka Derajat III  Kerusakan seluruh tebal dinding arteri diikuti tergulungnya
dan biasanya menyebabkan perdarahan hebat karena tidak mungkin tunika mediadan intima kedalam lumen. Perdarahan(+) ,
terjadi retraksi. Perdarahan ini mungkin terjadi terus sampai iskemi(+) di distal , Komplikasi lanjut trombosis, stenosis arteri
penderita kehabisan darah jika ada luka terbuka di kulit. Tanda total dan ruptur spontan
iskemia di distal tidak selalu ada. Komplikasi lanjut dapat berupa Derajat III merupakan kerusakan seluruh tebal dinding arteri
hematoma luas, trombosis, fistel arteri-vena, dan aneurisma spurium diikuti tergulungnya tunika intima dan media kedalam lumen
(palsu). Trauma demikian memerlukan anastomosis dan penjahitan serta pembentukan trombus pada tunika adventisia yang utuh.
jelujur dengan atau tampa reseksi. Kemudian dipasang protesis Tidak tampak perdarahan luar, tetapi terdapat iskemia yang jelas
pembuluh. didistal. Komplikasi lanjut berupa trombosis, stenosis arteri total,
dan ruptur spontan. Penanganan berupa reseksi dan interposisi
Derajat III  Pembuluh putus total, Perdarahan(+) tidak banyak karena cangkok vena atau prostesis pembuluh.
konstriksi pembuluh darah yang putus, iskemi(+)
Pada derajat III pembuluh darah putus total. Gambaran klinik
menunjukkan perdarahan yang tidak besar. Arteri akan mengalami
vasokonstriksi dan retraksi sehingga kejaringan karena
elastisitasnya. Itu sebanya perdarahan sedang aja, Iskemia tampak
jelas di distal. Komplikasi lanjut yang mungkin lanjut terjadi pada
derajat ini adalah syok hemoragik hipovolemik dan hematoma yang
berdenyut. Trauma derajat III ini sering terjadi akibat luka tusuk
(vulnus iktum) atau laserasi.Penaganan bedah berupa anastomosis
antara kedua puntung arteri dengan atau tampa interposisi cangkok
pembuluh atau interposisi protesis.

Trauma Tumpul
Trauma tumpul pada arteri juga dapat dibagi dalam beberapa derajat.
Derajat I  Robekan tunika intima luas, Komplikasi lanjut penyempitan lumen
karena trombus
Derajat I adalah robekan tunika intima yang luas. Kelainan ini
dapat menunjukkan gejala atau tanda setempat maupun perifer.
Komplikasi lanjutnya adalah penyempitan lumem arteri karena
pembentukan trombus, mungkin sampai terjadi stenosis arteri.
Penangulangannya berupa reseksi dan anastomosis pembuluh
darah.

Derajat II  Robekan Tunika intima dan media disertai kematian dan


trombosis dinding arteri. Perdarahan (-), iskemi(+) di distal
Pada derajat II, terjadi robekan tunika intima dan tunika media
disertai hematoma dan trombosis dinding arteri. Secara klinik tidak
terdapat perdarahan dari luar, tetapi terdapat iskemik di distal.
Komplikasi lanjut dapat berupa emboli arteriyang mungkin akut.
Bila terjadi diseksi dinding arteri dapat terbentuk aneurisma vera Derajat trauma vaskular
yang kadang ruptur spontan. Tindakan bedah yang diperlukan
adalah reseksi dan anastomosis.
Robekan Tunika Intima mengakibatkan : Trauma arteri pada :
 Terbentuknya trombus disekitar intima yang terluka  emboli  Ekstremitas Superior  aa.axillaris, a.brachialis, a.radialis, a.ulnaris
 Robekan melebar kearah memanjang sepanjang lapisan antara intima dan tunika  Ekstremitas Inferior  aa.femoralis, profunda femoralis, a.poplitea, vasa
media atau menembus keluar ke tunika adventitia , beberapa hari / minggu  tibioperonea
aneurysma. Yang menimbulkan gangguan peredaran darah disebelah distalnya.

Trauma arteri terjadi akibat trauma tumpul (Crush Injury) dan penetratum. Prioritas
Vena
penanganan meliputi pengendalian jalan nafas, Restorasi volume darah sirkulasi. Trauma pada vena biasanya akibat trauma tumpul 7%, luka tembak 52% dan luka
Pemeriksaan fisik yang penting : bacok 36%.
Penanganan ditujukan pada kontrol perdarahan dengan cara Penekanan digital atau
 Adekuasi perfusi distal  bandingkan dengan sebelah
balutan penekanan, untuk mencegah perdarahan dan masuknya udara kedalam
 Refilling kapiler
sistem vena karena dapat menimbulkan Emboli udara. Repair trauma venosa jarang
 Warna ektremitas timbul Trombophlebitis atau embolisme pulmoner.
 Suhu
 Status neurologis  fungsi sensoris di distal trauma
Macam Tindakan Bedah pad Vaskular :
Untuk menguji adanya kompresi mekanis vaskuler di proksimal dengan : 1. Bedah Rekontruktif
Allen test, manuver Adson, manuver Costoclavicular dan manuver Hiperabduksi.  Interposisi  menjahit tembelan dari segmen yang rusak
 Patch  mengganti segmen yang rusak dengan vena /protesa
 By pass  penambahan dari vena yang rusak
Penanganan 2. Bedah Paliatif
 Resusitasi cairan Tujuan : Mengurangi nyeri, Membuat vasodilatasi, Dikerjakan bila
 Hentikan perdarahan rekontruksi gagal
 Jangan dipasang Torniquet karena bagian distal akan semakin buruk - Simpatektomi ganglion
- Simpatektomi Perivaskuler
Akibat Trauma Arteri menimbulkan : 3. Bedah Invasif Endoluminal
 Inkomplet transection - Endotelektomi
 Komplet Transection - Balon dilatation
 Laserasi dengan komplikas - Ablasi Laser
 Luka Tertutup - Pemasangan Sten

ANEURISMA diketahui dengan : 4. Obat-obatan


 Pembengkaan (+) - Vasodilator (Ca antagonis)
 Pulsasi (+) - Antikoagulansia (hentikan trombosit)
 Suara bising (+) - Plasminogen Activator (menambah trombolisis)
Repair primer arteri perifer dijahit dengan Polypropylen 5/0 atau 6/0 secara Tindakan bedah pada arteri atau vena harus dengan syarat :
kontinyu untuk mencegah pengecilan lumen. Bila repair tidak memungkinkan maka  Klem atraumatik  Bulldog, Alligator
diperlukan Graft dari Vena Saphena (Graft of Choice) atau dipakai  Bengang atraumatik dengan jarum kode round
Polytetrafluoroethylene (PTEE) graft. Untuk tungkai bawah dipilih a. Tibialis  Benaang ukuran 6,0
posterior sebagai resipien. Adekuasi repair sebaiknya ditentukan dengan arteriogram  Tehnik jahitan kontinyu suture
intra operatif sehingga bila terjadi inadekuasi langsung dikoreksi saat itu juga.  Arah jahitan melintang untuk menhindari mengecilnya diameter pembuluh
darah
 Diberikan Heparin 25 mg iv (2500 U BP) sebelum pengeklemen pembuluh
darah dan diulang tiap jam bila tindakan penjahitan belum selesai
Penaganan awal trauma vena dalah kontrol perdarahan, penekanan distal atau Manuver diagnostik lebih jauh termasuk pengukuran tekanan intrakompartemen .
balutan penekanan biasanya akan mengendalikan perdarahan vena dan mencegah Caranya dengan menerapkan tehnik infus, kateter Wick, kateter transuder padat.
udara masuk (emboli udara) kedalam sitem vena. Bila ekstremitas tidak iskemik, Walau umumnya sindroma kompartemen dapat didiagnosis secara klinis, namun
repair awal terhadap vena yang terluka akan memberikan fasilitasi untuk repair teknik ini berguna bila memperlakukan pasien yang tidak responsif atau tidak
arterial. Trauma vena ektremitas superior sebaiknya sebaiknya direpair jika kooperatif. Tekanan internal dimana pada otot iskemia terjadi nekrosis adalah
mungkin, tetapi ligasi biasanya tidak akan mengakibatkan morbiditas yang lama. kontroversial, tetapi pada level 30-40 mmHg disimpulkan sebagai indikasi fasiotomi
Trauma vena ekstremitas inferior sebaiknya direpair jika mungkin, terutama vena (Wilgis,1983; Gomez dan Martin, 1989). Tekanan intrakompartemen normal adalah
femoralis dan vena poplitea. Walaupun pada akhirnya terjadi trombosis pada 8 mmHg (Wilgis,1983) atau kurang dari 10 torr (Shackford dan Rich,1991).
beberapa repair, periode waktu patensi dapat menurunkan udema akut, menurunkan
perdarahan didistal dan membantu patensi arteri. Jika ligasi diperlukan, bed rest
yang ketat dan elevasi regimen memberikan keuntungan yang bermakna dalam
menurunkan morbiditas. Tidak tampak adanya kejadian tromboflebilitis atau emboli
pulmoner yang mengikuti repair trauma vena.

Trauma tumpul vaskuler pada ekstremitas sering disertai fraktur tulang panjang.
Trauma tulang yang sering menimbulkan trauma vaskuler adalah fraktur femur,
fraktur supracondiler humeri, dan luksasi genu. Komplikasi trauma vaskuler dapat
terjadi setelah dilakukan perbaikan lesi pembuluh darah, atau lama setelah trauma
berlalu tampa tindakan yang adekwat :
1. trombosis
2. infeksi
3. stenosis
4. fistula arteri-vena
5. aneurisma palsu Pengukuran tekanan intra-kompartemen

Trombosis, infeksi dan stenosis merupakan komplikasi yang dapat terjadi segera
pasca operasi, sedangkan fistula arteri-vena dan aneurisma palsu merupakan
komplikasi lama.
Penunjang
Arteriografi sangat jarang diperlukan dan hanya pada kasus tertentu saja, misalnya
Sindroma kompartemen adalah suatu keadaan dimana tekanan tinggi dalam suatu
bila terdapat keraguan antara spasme arteri atau sumbatan, dan pada kasus yang
ruang fascial tertutup menurunkan perfusi darah kapiler dibawah garis yang
masih diragukan diagnosisnya (untuk diagnosis dini) atau untuk menentukan lokasi
diperlukan untuk viabilitas jaringan (Mubarek dan Hargens cit. Gomez dan Martin,
yang tepat dari trauma untuk kita lakukan eksplorasi. Pendapat lain menulis lebih
1991). Dalam hubungannya dengan trauma ekstremitas, sindroma kompartemen
baik membuka dan memeriksa kerusakan arteri dari pada menunggu hasil
dapat mengakibatkan iskemia berkepanjangan akibat trauma arteri dan reperfusi,
arteriografi supaya tindakan tidak terlambat. Sebaliknya yang berguna adalah
trauma jaringan lunak yang luas, atau fraktur dengan komplikasi perdarahan.
arteriografi intra-operatif dengan maksud supaya dapat langsung mengetahui hasil
Penyebab paling sering sindroma kompartemen adalah fraktur (sebagian besar
rekonstruksi, apakah masih ada lesi vaskuler yang ketinggalan. Arteriografi bukan
fraktur tibia), sumbatan arterial akut, dan trauma jaringan lunak dan dapat juga
merupakan prosedur rutin dalam menegakkan diagnosis, karena waktu yang
disebabkan oleh balutan konstruktif dan cast, dimana saat elevasi ekstremitas dapat
dibutuhkan untuk melakukannya akan membiarkan waktu iskemia ekstremitas yang
menyebabkan perubahan iskemik dengan menurunkan aliran arterial.
lebih lama berlangsung. Arteriografi dikerjakan bila terdapat keragu-raguan
Diagnosis sindroma kompartemen sering bergantung pada adanya kehilangan funsi
diagnosis, pada re-eksplorasi dan pasca-operasi. Akhir-akhir ini arteriografi juga
dan sensor, meskipun nyeri biasanya gejala pertama yang diketahui. Sering satu-
dianjurkan pada trauma luas (crush injuries) untuk mengetahui lesi vaskuler yang
satunya tanda fisik yang ada adalah pembengkakan dan kompartemen yang tegang.
multipel dan kondisi kolateral yang ada. Dengan pemeriksaan cara Doppler,
Adanya pulse di distal terhadap area yang terkena adalah biasa dijumpai karena
(merekam pantulan gelombang suara sel darah merah) dapat dipelajari keadaan
sindroma ini memperngaruhi mikrosirkulasi daripada makrosirkulasi.
aliran darah dalam pembuluh arteri. Selain untuk diagnosis alat ini juga digunakan
untuk menilai pasca anastomosis arteri.
Setiap kerterlambatan dari tindakan dapat menyebabkan kegagalan tindakan, Bila ada kerusakan vena bersama dengan arteri, seharusnya dilakukan penyembuhan
walaupun golden period 6-12 jam adalah relatif. Edward dan Lyons mendapatkan vena lebih dahulu setelah mengeluarkan trombus yang terjadi terutama pada vena
jarangnya terjadi gangren pada rekonstruksi vaskuler dalam 6 jam, tapi terdapat utama. Vena yang kecil bisa diikat saja. Bila edema mengganggu aliran darah
lebih dari 50 % bila perbaikan setelah 12 jam. Tanda-tanda iskemia yang jelas diekstremitas, maka fasiotomi sebaikya dipertimbangkan. Biasanya perbaikan
terlihat umumnya pada kulit, tetapi sebenarnya otot dan saraf lebih tidak tahan pembuluh darah dilakukan setelah fiksasi tulang, walaupun beberapa ahli melakukan
terhadap iskemia. Trauma arteri tidak semua perlu direpair atau hanya diligasi. sebaliknya, tetapi pada ekstremitas yang iskemia perbaikan pembuluh darah harus
Biasanya pada arteri yang mempunyai kolateral. Sebaliknya bila tidak mempunyai didahulukan.
kolateral harus segera direpair. Insisi pilihan untuk pemaparan masing-masing arteri Tindakan yang sering dikerjakan pada rekontruksi pembuluh darah ialah
adalah penting. anastomosis ujung ke ujung atau anastomosis dengan graft vena safena magna,
Bila disertai dengan perdarahan yang banyak, maka harus segera diatasi dengan dianjurkan pemakaian graft bila kehilangan arteri lebih dari 1,5 cm. Ligasi arteri
penekanan diatas daerah yang berdarah , jangan dipasang torniket dalam waktu yang femoralis, arteri poplitea, arteri aksilaris dan arteri bracialis tidak dibenarkan.
lama karena merusak sistem kolateral yang ikut terbendung. Pertama-tama arteri Sedangkan arteri lain tergantung dari vaskulerisasi distal. Pada semua trauma
proksimal harus dikontrol perdarahannya, biasanya dengan benang kasar yang dengan kelainan sendi harus dicari apakah ada kelainan vaskuler.
melingkar arteri (seperti jerat) kalau perlu dengan klem vaskuler. Ini supaya kita Fasiotomi dipertimbangkan pada keadaan meningginya tekanan kompartemen pada
dapat bekerja dengan baik (lapangan operasi baik). Juga arteri bagian distal harus cedera arteri yang dapat terjadi dan dikerjakan pada awal operasi atau setelah
dijerat. perbaikan arteri selesai. Ada dua teknik fasiotomi untuk tungkai bawah bawah.
Kadang-kadang diperlukan pintasan sementara pada arteri yang terputus Pertama adalah fibulektomi yaitu suatu manufer teknis yang ekstensif yang tidak
(thromboresistent plastic tube). Pintasan ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu digunakan lagi. Umumnya ahli bedah menggunakan tehnik kedua, yang
: mencegah iskemia selama operasi, dapat dilakukan perfusi bagian distal dengan dipopulerkan oleh Mubarak dan Owen, karena cara ini dapat dikerjakan dengan
larutan heparin kalau perlu dengan tekanan, dan bisa melakukan debridement luka cepat dan aman. Suatu insisi kulit anterolateral yang panjang dibuat 2 cm sebelah
dengan leluasa, rekontruksi vena dan fiksasi dari fraktur sebelum menyambung anterior shaft fibula; setelah kompartemen fascia anterior dan lateral dibuka secara
arterinya sendiri. Pemakaian Forgaty ballon catheter penting sekali artinya disini. terpisah, suatu insisi kulit posteromedial dibuat 2 cm sebelah posterior shaft tibia.
Dilakukan pengeluaran trombus sebelum pemasangan tube. Pada waktu anastomosis Jaringan sub kutan didorong dengan diseksi tumpul, dan kompartemen posterior
arteri sesaat sebelum selesai jahitan, kateter ini diangkat. Pada trauma pemakaian profunda dan superficialis terbuka secara terpisah (Shackford dan Rich,1991).
heparin sistemik berbahaya, tapi dosis kecil dari heparin yang diberikan langsung Lengan bawah mengandung dua kompartemen, yaitu volar dan dorsal. Kopartemen
terutama kebagian distal dapat mencegah terbentuknya trombus. volar dapat dibuka dengan suatu insisi tunggal dari area tepat proksimal fossa cubiti
Cara rekonstruksi arteri tergantung dari luas dari mekanisme trauma. Teknik jahitan meluas ke distal ke pertengahan tangan, termasuk pembebasan canalis carpi.
tak banyak berubah sejak Carrel di tahun 1907 mengemukakan cara anastomosis Kompartemen dorsal biasanya dibuka melalui suatu insisi panjang, sepanjang lengan
langsung. Adventisia harus jelas pada ujung arteri, jahitan harus mengenai seluruh bawah dan melalui fascia dorsalis (Gomez dan Martin,1991).
lapisan, terutama intima harus terbawa dalam jahitan. Bentuk jahitan apakah satu- Fasiotomi merupakan tindakan pencegahan yang dilakukan untuk mengatasi
satu atau jelujur tergantung keadaan. Umumnya arteri yang kecil sebaiknya satu-satu sindroma kompartemen yang sedang berkembang dan sebagai modalitas penaganan
yang lebih disenangi bahan sintesis yang atraumatik dan monofilamen (prolene dan bila diperberat oleh adanya trauma vaskuler, namun demikian tindakan fasiotomi
lain-lain) daripada sutra. akan memperpanjang masa tinggal di rumah sakit untuk keperluan penyelamatan
Setelah bagian proksimal dan distal dibebaskan dapat dilakukan anastomosis. Tetapi anggota gerak dan harus diwaspadai adanya kemungkinan terjadinya komplikasi,
penyempitan atau tegangan harus dicegah atau tegangan harus dicegah. Untuk ini yaitu infeksi (Field et al,1994).
dapat dilakukan penambalan atau graft dengan vena autogen. Pada umumnya vena
graft autogen lebih disenangi untuk mengatasi persoalan vaskuler. Seringkali Tujuan akhir dari rekonstruksi pada trauma vaskuler adalah untuk menurunkan
kerusakkan vaskuler terjadi bersamaan dengan kerusakkan jaringan lunak angka amputasi. Dasar dari keberhasilan suatu rekontruksi arteri adalah secepat
sekitarnya, sedangkan perlindungan oleh jaringan lunak ini sangat penting artinya mungkin mengenal dan memberikan perawatan, arteriografi preoperatif dan
untuk kesembuhan. Kadang-kadang kita harus meletakkan vena autogen tadi pada intraoperatif dipertimbangkan sebaik mungkin, mengerjakan trombektomi kebagian
tempat yang bukan anatomis. Kalau kita memerlukan vena safena, sebaiknya proksimal dan distal, pemakaian heparin yang sepantasnya dan lebih mengutamakan
diambil pada sisi yang tidak sakit supaya tidak mengganggu sistem vena pemakaian vena autogen sebagai graft.
ekstremitas yang bersangkutan. Letak vena ini harus dibalik dengan lumen yang Pemakaian vena safena magna dalam bedah vaskuler dianjurkan oleh Kunlin (1951)
sama atau lebih besar sedikit dari arterinya. Kalau terpaksa sekali dapat dipakai dan Linton (1955). Pada mulanya setelah arterektomi dilakukan end to end
dacron, dengan melakukan preclotting lebih dulu. anastomosis. Ternyata banyak terjadi kerusakan jaringan kolateral.
Juga kemungkinan besar akan terbentuk penyempitan pada anastomosis (Linton, Luka diirigasi dengan larutan antibiotika kemudian ditutup lapis demi lapis,
1955). Oleh Kunlin dianjurlan end to side anastomosis. Vena safena magna dikarenakan 75% yang menerima graft pada trauma vaskuler mengalami kegagalan
merupakan graft of choise. akibat infeksi dan trombosis.
Keuntungan dari pintasan dengan vena autogen ini adalah : Oleh Klopper dirumuskan syarat-syarat bagi suatu protesis pembuluh sebagai berikut :
a. Tidak terdapat reaksi antigen atau alergi. a. Bentuk yang tidak berubaholeh pengaruh cairan jaringan atau bahan kimia lainnya
b. Tidak diperlukan tempat pengawetan b. Tidak menjadi rusak bila disteriliser dalam autoklaf
c. Tidak ada perdarahan basar sewaktu anastomosis dibuka seperti pada c. Dapat dibuat dengan mudah dan dengan harga yang relatif murah
pemakaian prostesis yang sintesis d. Tidak menimbulkan reaksi radang atau alergi
d. Cabang-cabang pembuluh darah dapat dipertahankan pada anastomosis ujung e. Tidak menambah reaksi pembekuan
ke sisi f. Tidak merangsang pembentukan tumor
e. Sesuai dengan kehendak alam maka disini sistem kolateral diperbaiki dengan
aliran darah yang besar
f. Tidak terlihat aneurisma kecuali kalau lupa meletakkan venanya secara terbalik Pada trauma rusak remuk biasanya terjadi kerusakan jaringan yang berat yang
g. Didaerah sendi tidak akan tertekuk seperti pemakaian protesis sintesis dengan cepat mengalami nekrosis dan penderita akan kehilangan tungkai biarpun
pembuluh darahnya pasca rekontrusi berfungsi dengan baik. Mempertahankan
Kerugian dari pintasan dengan vena autogen ini adalah sebagai berikut : ekstremitas tidak realistik dan tidak akan berguna, bila fungsi seutuhnya tidak dapat
a. Vena safena kadang-kadang tidak cukup panjang untik melintasi daerah dikembalikan. Karena itu amputasi primer pada kasus trauma vaskuler dengan
obstruksi. Ini dapat diatasi dengan memakai teknik pelebaran pada anastomosis kerusakan jaringan dan tulang yang berat tidak dapat dianggap sebagai kegagalan
yang proksimal. Pada beberapa kasus vena safena mungkin tidak terbentuk atau penatalaksanaan trauma. Lange dkk, mengusulkan protokol untuk diterapkan pada
terlampau sempit. Ini dapat diatasi dengan memakai vena kubiti trauma vaskuler.
b. Vena tidak dapat dipakai untuk mengganti pembuluh darah yang besar seperti 1. Indikasi absolut amputasi primer :
aorta atau arteri iliaka, karena sering terbentuk aneurisma a. Bila saraf terputus total pada penderita dewasa
c. Operasi lebih sukar karena vena lebih lekas robek b. Bila trauma dengan kerusakan remuk yang mempunyai iskemia lebih
d. Untuk mengambil vena diperlukan sayatan operasi yang panjang. Sering dari 6 jam
diperlukan nekrosis dari pinggir sayatan dan peradangan. 2. Indikasi relatif :
e. Pada beberapa kasus vena safena magna mungkin tidak terbentuk terlampau a.Bila trauma berganda pada anggota tubuh lain
sempit. Ini dapat diatasi dengan mamakai vena kubiti. b.Bila terdapat trauma berat pada ekstremitas yang sama
c.Bila diperkirakan tidak cukup jaringan untuk menutup luka.
Pemakaian graft sintesis seperti gelas dan alumunium, perak, vitallium dan
polyetetrafluoroethylen (PTEE) pernah dipakai dalam usaha untuk mengganti arteri Pemakaian heparin bertujuan mencegah terjadinya komplikasi sumbatan karena
dengan graft sintetis (Martin et al;1994). Kemudian Voorhees Cs (1952) berhasil terbentuknya trombus pada anastomosis arteri atau vena khususnya pada pemakaian
membuat pipa berpori dari Vinyon-N yang cocok untuk pemakaian klinik. Sekarang graft. Mekanisme kerja heparin mengikat antitrombin III membentuk kompleks yang
kita mengenal juga nylon. Teflon dan dacron (Meijme, 1957) yang berpori dan berafinitas lebih besar dari antitrombin III sendiri, terhadap beberapa faktor
dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dibengkokkan tampa kerusakan yang berarti. pembekuan darah aktif, terutama trombin dan faktor Xa. Sediaan heparin dengan
Martin et al.(1994) menggunakan stented graft untuk menangani trauma arterial, berat molekul rendah (<6000) beraktifitas anti-Xa kuat dan sifat antitrombin sedang,
dengan mempertimbangkan keuntungan menurunkan kehilangan darah, merupakan sedangkan sediaan heparin dengan berat molekul yang tinggi (>25.000) beraktifitas
prosedur yang kurang invasif, menurunkan kebutuhan anestesia, dan diseksi terbatas antitrombin kuat dan anti-Xa yang sedang.
pada medan yang terkena trauma. Pemasangan endovascular stented graft yang
mengandung polyetetrafluoroethylen tubuler 6 mm (Goretex) dan ballon
expandable stents oeh Marin dan Veith (1995) telah berhasil untuk menangani
trauma arterial. Penjahitan graft dengan menggunakan polypropylen 5-0 atau 6-0
secara kontinyu, jahitan terputus diperlukan untuk vasa kecil. Adekuasi repair
sebaiknya ditentukan oleh arteriogram intra-operatif, sehingga ditemukan inadekuasi
dapat dikoreksi pada saat itu juga. Heparinisasi dapat dipakai dalam batas tertentu.
Penyakit2 Arteri Akut : Anatomi Arteri Perifer
 Penyakit Arteri Perifer Oklusi-RD-Collection 2002
 Ekstremitas Inferior
Bifurkasio aorta abdomen bercabang menjadi a. iliaca communis dexter dan sinister.
A. iliaca communis bercabang menjadi a. iliaca externa dan interna. A. iliaca externa
melanjutkan diri ke distal dari ligamentum inguinal sebagai a. femoralis communis,
Kelainan sumbatan arteri kronik yang sering menyebabkan gangguan aliran darah,
yang kemudian menjadi a. femoralis superficialis dan a. femoralis profundus . A.
dikelompokkan :
femoralis superficialis hanya mempercabangkan a. genicular suprema. A. femoralis
1. Angioneuropati  merupakan kelainan vasomotor arteri, misalnya penyakit
profunda biasanya muncul 3-4 cm dibawah ligamentum inguinal dan bercabang-
Raynaund
cabang menjadi a. circumflexa femoris lateral, a. circumflexa femoris medial dan aa.
2. Penyakit arteri oklusi  disebabkan oleh proses degenerasi seperti
perforantes. Cabang-cabang ini beranastomosis dengan cabang-cabang a. iliaca
arteriosclerosis (atherosklerosis) atau proses radang seperti pada endangiitis
interna untuk memberikan sirkulasi kolateral jika terdapat oklusi pada a. iliaca
obliterns (Winnewarter- Buerger).
externa.
3. Angiopati  adalah reaksi abnormal pada pembuluh darah terminal, misalnya
Arteri femoralis superficialis turun ke bawah belakang lutut dan menjadi a. poplitea
akrosianosis esensial.
setelah melewati kanalis adductorius. Di bawah lutut, a. poplitae langsung
melanjutkan diri sebagai trunkus tibioperoneal setelah mempercabangkan a. tibialis
Penyakit arteri oklusi kronik merupakan penyakit sumbatan kronis pada arteri yang
anterior. Bifurcatio trunkus tibioperoneal membentuk a. tibialis posterior dan a.
sering diderita oleh orang tua, karena penyakit ini sering akibat dari atherosklerosis
peronealis. Pada regio genu, a. poplitea bercabang menjadi a. genicular dan a.
yang berkembang hampir sejajar dengan pertambahan usia. Insidensi penyakit arteri
suralis. Dua a. genicular superior, a. genicular media dan dua a. genicular inferior
oklusi kronik berkisar 10%-15% pada orang dengan usia diatas 70 tahun. Laki-laki
membentuk jaringan anastomosis disekitar lutut dan kemudian 2 atau 3 arteri
dan perempuan memiliki resiko yang sama menderita penyakit arteri oklusi kronik,
memberikan darah pada m. gastrocnemius.
namun demikian atherosklerosis pada ekstremitas inferior lebih sering diderita oleh
Arteri recurrent tibialis anterior merupakan cabang penting a. tibialis anterior ke
laki-laki. Arteri ekstremitas inferior lebih sering mengalami oklusi dibandingkan
proximal dan berhubungan dengan anastomosis genicular. A. tibialis anterior turun
ekstremitas superior. Selain itu gejala dan tanda yang muncul lebih sering pada
ke bawah dan mensuplai kompartemen anterior cruris dan melanjutkan diri ke
ekstremitas inferior, hal ini mungkin disebabkan karena lebih berlimpahnya
dorsum pedis sebagai a. dorsalis pedis. A. tibialis posterior memberikan cabang ke a.
sirkulasi kolateral dan rendahnya kejadian atherosklerosis pada ekstremitas
peronealis dan sebuah cabang kecil memberikan anastomosis ke anyaman genicular
superior.
genu. Cabang utama ketiga a. poplitea adalah a. peronealis yang memberikan cabang
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri oklusi kronik
perforantes di atas ankle joint yang menghubungkan a. tibialis anterior dan a. tibialis
adalah kebiasaan merokok, penderita diabetes, riwayat keluarga menderita
posterior. Pada pedis, a. tibialis posterior bercabang menjadi a. plantaris medial dan
atherosklerosis, tekanan darah tinggi, level kolesterol yang tinggi, orang yang gemuk
a. plantaris lateral. A. dorsalis pedis bercabang menjadi a. tarsalis lateral, a. tarsalis
dan orang yang tidak aktif secara fisik.
media, a. arcade dan arcus plantaris. Semua cabang-cabang itu bergabung
memberikan suplai darah ke kaki. Meskipun arteri yang paling sering terkena
Definisi adalah a. femoralis superficialis distal, biasanya lebih dari 1 lokasi yang terlibat pada
Oklusi arteri perifer baik akut maupun kronis, Pada Arteriografi  gambaran saat yang sama. Arteri poplitea sendiri sering terlibat. A. tibialis anterior sering
penyempitan sampai dengan pembuntuan sehingga timbul arteri2 kolateral. terlibat terutama pada penderita diabetes.
Secara anatomis penyakit ini didefinisikan sebagai penyakit arterial atherosklerotik,
sedangkan secara fungsional didefinisikan sebagai penyakit penyempitan arteri yang  Ekstremitas Superior
menyebabkan ketidak-seimbangan antara suplai oksigen ke jaringan dan kebutuhan Arteri subclavia melanjutkan diri ke distal menjadi a. axillaries setelah melewati
jaringan terhadap oksigen sehingga menimbulkan gejala-gejala klaudikasio celah antara m. scalenus anterior dan m. scalenus medius. Di dalam fossa axillaris, a.
intermiten, keterbatasan aktifitas atau kehilangan jaringan. axillaris bercabang menjadi a. thoracica suprema, trunkus thoraco-acromialis, a.
thoracalis lateral, a. subscpularis, a. circumflexa humeri posterior dan a. circumflexa
humeri anterior. Dua arteri terakhir akan beranastomosis dengan ramus ascendens a.
profunda brachii.
Arteri axillaris berubah menjadi a. brachialis setelah melewati ventral dari insersio
m. pectoralis major. A. brachialis bercabang menjadi a. profunda brachii, a.
collateralis ulna superior dan a. collateralis ulna inferior. A. profunda brachii
bercabang menjadi a. collateralis media dan a. collateralis radialis. A. brachialis Plak atherosklerotik ini dapat terjadi diseluruh sistem arteri. Lapisan tunika intima
setelah melewati fossa cubiti bercabang menjadi a. radialis dan a. ulnaris. A. radialis (endotel) yang licin merupakan perlindungan penting dalam melawan
mempercabangkan diri menjadi a. recurrent radialis yang beranastomosis dengan a. pembentukan trombus, sehingga plak atherosklerotik mempunyai kecenderungan
profunda brachii. A. ulnaris bercabang menjadi a. recurrent ulnaris anterior, a. yang besar menjadi trombus arteri. Plak atherosklerotik cenderung berkembang di
recurrent ulnaris posterior dan a. interosseous communis. A. interosseous communis bagian pembuluh yang bercabang, misalnya bifurkasio, saluran yang tiba-tiba
bercabang menjadi a. recurrent interosseous, a. interosseous posterior dan a. melengkung, atau pada lumen pembuluh yang menyempit. Plak atherosklerotik
interosseous anterior. Aa. collateralis bersama-sama dengan aa. recurrent saling lebih banyak ditemukan pada ekstremitas inferior daripada ekstremitas superior
beranastomosis membentuk rete articulasio cubiti. A. ulnaris melanjutkan diri ke dan seringkali pada tempat percabangan aorta, a. iliaca communis, a. femoralis
distal membentuk arcus palmaris superfisialis di daerah palmar bagian volar dan dan a. poplitea. Plak atherosklerotik dapat mempengaruhi aliran darah ke jaringan
beranastomosis dengan a. radialis, yang kemudian bercabang menjadi aa. digitalis perifer, tergantung pada letak plak, berat ringannya sumbatan, kebutuhan
palmaris communis. A. radialis melanjutkan diri ke distal membentuk arcus palmaris metabolik di distal sumbatan dan sistem kolateral yang terbentuk. Penimbunan
profundus dan beranastomosis deangan a. ulnaris, yang kemudian bercabang lemak lokal dan jaringan fibrous dalam arteri secara progresif mempersempit
menjadi aa. metacarpalia palmaris. Aa. metacarpalia dan aa. digitalis communis lumen arteri, sehingga meningkatkan resistensi aliran darah. Dengan
selanjutnya saling beranastomosis. meningkatnya resistensi terhadap aliran darah maka jumlah darah yang mengalir
ke distal sumbatan menjadi berkurang. Jika kebutuhan oksigen jaringan lebih
Trias Virchow banyak daripada kemampuan pembuluh untuk menyediakan oksigen, maka terjadi
Untuk terjadinya Trombosis diperlukan 3 faktor : iskemia jaringan.
1. Kerusakan dinding Pembuluh darah
2. Berkurangnya aliran darah Morfologi sumbatan arteri dapat berbentuk segmental, ekstensif, stenosis dan
3. Gangguan faal Hemostasis oklusif. Suatu sumbatan arteri yang segmental jika tidak mendapat penanganan,
maka dapat meluas menjadi suatu oklusi yang ekstensif.
Patofisiologi
Keadaan akut , akibat Emboli yang berasal dari material trombus akibat gangguan Hemodinamik Oklusi Arteri
aliran darah, kelainan dinding pembuluh arteri atau kelainana jantung. Keadaan Bila timbul stenosis arteri, perbedaan tekanan akan menyebabkan pelebaran
kronis akibat proses lambat misal penderita Diabetes, Hyperkolesterolemia pembuluh darah yang berdekatan di sekitar oklusi, yang disebut arteri kolateral.
Sedangkan, pengurangan tekanan lebih distal dalam sirkulasi menyebabkan
Penyakit arteri oklusi kronik adalah gangguan aliran arteri yang kronik, yang paling vasodilatasi lapangan sirkulasi distal, yang dinamakan tahanan vaskuler perifer.
sering disebabkan oleh atherosklerosis. Atherosklerosis adalah setiap jenis proses Kombinasi tahanan stenosis arteri segmental dan pembuluh darah kolateral yang
penyakit yang mengakibatkan degenerasi, pengerasan atau penebalan dinding arteri berdekatan disebut tahanan segmental. Normalnya tahanan vaskuler segmental arteri
sehingga menyebabkan penyempitan sampai oklusi lumen arteri. Proses besar adalah rendah dan tahanan vaskuler perifer relatif tinggi. Aliran darah istirahat
atherogenesis diawali dengan deposisi lipid yang terjadi ketika membanjirnya dan yang melalui arteri besar mempunyai komponen pulsasi yang besar dan suatu
mengendapnya kolesterol didalam tunika intima (endotel) arteri. Perkembangan plak komponen aliran darah rata-rata yang rendah, dengan sedikit penurunan tahanan
atherosklerotik dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu : segmental yang menyertai. Dengan olah raga, tahanan perifer menurun dan aliran
yang melalui arteri segmental meningkat sebanyak 10 sampai 20 kali lipat dari nilai
 Stadium pertama yaitu endapan lemak pada tunika intima arteri yang tidak
istirahat, melawan tahanan perifer yang relatif kecil.
menyebabkan obstruksi dan bersifat reversible.
Pada penyakit arteri dengan oklusi sedang, tahanan segmental pada arteri yang
 Stadium kedua yaitu pembentukan plak fibrous. Pada stadium ini tunika intima
terkena meningkat, tetapi aliran darah istirahat mungkin normal akibat penurunan
dengan endapan lemak dikelilingi kolagen, serabut-serabut elastik dan matriks
kompensasi dalam tahanan vaskuler perifer. Peningkatan tahanan segmental
mukoprotein. Plak atherosklerotik dapat juga menonjol ke dalam lumen arteri
mengakibatkan pengurangan komponen pulsasi aliran darah melalui daerah yang
sehingga menimbulkan obstruksi.
 terkena dan dihubungkan dengan perbedaan tekanan istirahat abnormal yang melalui
Stadium ketiga yaitu plak atherosklerotik yang berkomplikasi. Ruptur plak segmen. Dengan olah raga, tahanan vaskuler perifer menurun lebih lanjut, tetapi
fibrous dan ulserasi plak fibrous dapat dengan cepat menimbulkan trombosis kemampuannya untuk ini terbatas pada penurunan resistensi terkompensasi saat
dan mempercepat pertumbuhan plak dan biasanya terjadi pada tepi plak. istirahat, sehingga aliran darah pada saat olah raga lebih rendah dari normal. Aliran
darah pada saat olah raga dibatasi lebih lanjut oleh semakin menurunnya tekanan
yang melalui tahanan segmental saat laju aliran meningkat. Sebagai akibatnya,
terjadi iskemia otot (klaudikasio) saat olah raga. Pada penyakit arteri dengan oklusi distal oklusi, kuku yang menebal, kulit mengkilap, pucat pada kaki saat dielevasi
perifer lanjut, aliran darah istirahat dapat berkurang, walaupun ada pengurangan dan memerah kembali pada saat kaki menggantung. Dengan berkembangnya
maksimum dalam tahanan vaskuler perifer serta mungkin timbul nyeri istirahat penyakit maka terjadi ulkus dan gangren.
iskemik atau nekrosis jaringan. Dengan olah raga, hanya sedikit atau tidak ada Oklusi dapat terjadi pada jalur aortoiliakal, fomeropopliteal dan arteri-arteri kecil.
peningkatan aliran darah yang bisa terjadi akibat vasodilatasi perifer maksimum dan Tanda dan gejala yang muncul pada ekstremitas inferior tergantung pada letak,
klaudikasio segera terjadi, biasanya dengan pengurangan jelas dalam tekanan yang beratnya insufisiensi aliran darah dan sistem kolateral yang terbentuk. Pada oklusi di
melintasi tahanan segmental. Walaupun perkembangan pembuluh darah kolateral daerah aortoiliaka, tubuh akan berusaha membentuk kolateral yang merupakan jalan
menonjol, namun tahanan sirkuit kolateral selalu lebih besar dari arteri asal yang pintas untuk mempertahankan fungsi organ di distal oklusi.
teroklusi. Akibatnya, walaupun ada sirkulasi kolateral yang luas, namun perbedaan Terdapat empat sistem kolateral utama yang memintas sumbatan aortoiliaka, yaitu
tekanan sistolik istirahat hampir selalu dapat dicatat melintasi segmen arteri yang melalui pembuluh darah dinding perut, di pinggang, di mesenterium, dan di otot
terkena penyakit arteri oklusi. gluteus.
Faktor hemodinamik ini yang menerangkan gejala dan tanda penyakit arteri oklusi 1. Sistem kolateral epigastrika melalui dinding perut, dari a. epigastrika superior ke
perifer. Karena pengurangan tekanan melalui segmen vaskuler yang sakit, maka nadi a. epigastrika inferior terus ke a. femoralis komunis.
menjadi lemah atau tidak teraba. Pasien dengan nadi lemah pada saat istirahat 2. Sistem kolateral lumbal melalui pinggang, dari a. lumbalis melalui a.iliaka
mungkin akan kehilangan nadi pada saat olah raga akibat penurunan lebih lanjut sircumfleksa ke a. femoralis komunis atau melalui a. iliolumbalis ke a. iliaka
tekanan arteri distal yang berhubungan dengan peningkatan aliran darah melintasi interna.
tahanan vaskuler segmental.. 3. Sistem kolateral mesenterik melalui mesenterium, dari a. mesenterika superior ke
a. mesenterika inferior terus ke a. hemoroidalis superior dan a. hemoroidalis
Faktor Resiko inferior dan terakhir ke a.iliaka interna.
Faktor endogen meliputi usia dan anomali metabolisme seperti diabetes mellitus, 4. Sistem kolateral iliofemoralis melalui otot gluteus, dari cabang a. iliaka interna
hiperlipidemia atau hipertensi, sedangkan faktor eksogen diantaranya merokok, gaya (a. gluteus superior, inferior dan a. obturatoria) ke cabang a.femoralis profunda.
hidup modern, trauma dan kebiasaan makan berlebihan. Usia merupakan salah satu
faktor resiko yang paling dominan dan kuat. Perubahan arteriosklerotik berkembang Beratnya insufisiensi aliran darah pada ekstremitas bawah dibedakan dalam stadia
hampir sejajar dengan pertambahan umur. Kelainan metabolisme yang sangat menurut Fontaine. :
berpengaruh terutama penyakit diabetes, gangguan metabolisme lipid I. Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri. Pada
(hiperlipoproteinemia). Hipertensi yang berlangsung lama merupakan predisposisi stadium ini gejala yang muncul tidak khas, dapat berupa kesemutan atau
arteriosklerosis pembuluh darah. Pada saat diagnosis hipertensi ditegakkan pertama geringgingan, sedangkan tanda yang muncul dapat berupa defisit denyut nadi
kali, ternyata 60% penderita menunjukkan perubahan arteriosklerosis. atau bising vaskuler pada saat pemeriksaan fisik rutin.
Faktor eksogen, hanya kebiasaan merokok yang telah menunjukkan perannya yang
kuat terhadap terjadinya penyakit arteri oklusi kronis. Tampaknya pendapat umum II. Perfusi ke otot tidak memadai pada aktivitas tertentu. Timbulnya klaudikasio
bahwa udara dingin dan basah merupakan faktor eksogen dalam menyebabkan intermiten yaitu nyeri intermiten pada otot ekstremitas bawah yang timbul ketika
penyakit arteri oklusi generalisata tidak dapat dibuktikan. berjalan yang memaksakan berhenti berjalan. Nyeri hilang bila penderita
istirahat. Gejala ini mengurangi penggunaan otot sehingga jarak tempuh dalam
berjalan tidak dapat melebihi jarak tertentu.
Gambaran Klinik
Gejala yang paling sering muncul pada pasien dengan penyakit arteri oklusi adalah III. Perfusi sudah tidak memadai saat istirahat sehingga menimbulkan nyeri pada
klaudikasio intermiten. Pasien mengeluh nyeri, kram otot atau kelelahan otot yang saat istirahat. Keadaan ini disebut dengan nyeri istirahat iskemik. Nyeri istirahat
terjadi selama melakukan aktifitas dan menghilang dengan istirahat, dan impotensi. iskemik ini harus dibedakan dengan kram otot yang sering timbul, yang tidak
Letak klaudikasio adalah di distal dari lokasi segmen arteri yang menyempit. berhubungan dengan penyakit oklusi arteri.
Dengan berkembangnya penyakit, maka terjadi nyeri pada saat istirahat. Pada
stadium ini pasien mengeluh nyeri atau mati rasa pada kaki, yang sering terjadi IV. Terjadi iskemia yang mengakibatkan nekrosis jaringan, yang dimanifestasikan
malam hari ketika kaki tidak menggantung. Nyeri akan berkurang jika kaki dengan ulserasi iskemik atau gangren yang jelas. Impotensi biasanya terjadi pada
diletakkan dalam posisi menggantung. Dengan semakin beratnya penyakit, maka sumbatan aorta abdominal atau a.iliaka komunis. Kurangnya pasokan darah
nyeri istirahat iskemik muncul secara terus-menerus.
Tanda yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik adalah penurunan atau tidak adanya
pulsasi distal, suara bising pada arteri yang menyempit, hilangnya rambut-rambut di
arteri (hipovaskularisasi) mengakibatkan gangguan ereksi atau ketidakmampuan pada ekstremitas inferior dapat diperoleh pada paha proksimal, di atas lutut, di
mempertahankan ereksi. Keadaan ini disebut Leriche sindrom. bawah lutut dan pada pergelangan kaki. Informasi ini memungkinkan
dokumentasi obyektif bagi lokasi anatomi penyakit oklusi arteri dalam
Pada oklusi di daerah fomeropopliteal, sumbatan arteri ekstremitas inferior yang ekstremitas. Tekanan darah jari bisa didapatkan dengan manset yang dirancang
paling banyak adalah di daerah paha dan tungkai bawah (a. femoropoplitea). Oklusi khusus untuk menyesuaikan dengan phalang proksimal jari.
di daerah ini perlu mendapat perhatian khusus karena ada hubungannya dengan cara Plethysmografi biasanya diperlukan untuk merekam tekanan darah jari. Normal
koreksi bedah. Pria lebih banyak terserang daripada tekanan darah jari kaki sekurang-kurangnya 60% dari tekanan pergelangan kaki.
Metode serupa bagi pengukuran tekanan segmental dapat digunakan pada
Gejala-Gejala :
ekstremitas superior. Pengukuran tekanan darah penis sekurang-kurangnya 70%
dari tekanan sistolik brakhialis. Pengurangan tekanan penis menggambarkan
 Akut
sebab vaskuler bagi impotensi.
Mendadak nyeri ekstremitas dan teraba dingin, pulsasi arteri hilang  kebiruan
dan nekrosis
o Ankle-Brachial Index (ABI) dapat ditentukan dengan membagi tekanan
 Kronis
sistolik pergelangan kaki dengan tekanan sistolik lengan pada sisi yang sama.
Nyeri waktu berjalan dan akan hilang bila istirahat / Claudicatio Intermitens.
Normalnya tekanan sistolik pergelangan kaki sama dengan atau lebih besar dari
Bila berat waktu istirahatpun akan tetap nyeri  nekrosis pada ujung2 jari
lengan. Jika ada oklusi arteri pada ekstremitas inferior maka tekanan
pergelangan kaki akan lebih rendah dari lengan dalam jumlah yang sebanding
Stadium FONTAINE  sumbatan arteri bersifat kronis
dengan keparahan oklusi arteri. Pasien klaudikasio biasanya mempunyai ABI
Stadium I : Gejala tidak khas (kesemutan, gringgingan)
antara 0,5 sampai 0,9. Pasien dengan nyeri istirahat iskemik biasanya
Stadium II : Klaudikasio intermiten (jarak tempuh memendek < 50 meter)
mempunyai ABI kurang dari 0,5 dengan tekanan pergelangan kaki absolut
Stadium III : Nyeri saat istirahat rest pain
biasanya kurang dari 50 mmHg. Tekanan darah pergelangan kaki dapat
Stadium IV : Kerusakan jaringan karena anoksia (nekrosis, ulkus)
direkam sebelum dan sesudah latihan treadmill. Normalnya ada sedikit
penurunan tekanan pergelangan kaki (tidak lebih dari 20%). Setelah kecepatan
Diagnosis berjalan standar 1,5 sampai 2 mph dan lama pemulihan tidak lebih dari 3 menit.
Anamnesa  Nyeri bersifat mendadak pada ektremitas Pada pasien dengan penyakit oklusi arteri, terdapat penurunan abnormal tekanan
Palpasi  dingin dan pulsasi arteri (-) pergelangan kaki sampai ke tingkat yang sangat rendah atau tidak dapat
diperoleh, dengan pemulihan lama yang terjadi dalam 10 sampai 20 menit.
o Plethysmografi memungkinkan rekaman dimensi jari dan ekstremitas. Besarnya respon tekanan pergelangan kaki abnormal ini terhadap gerak badan
Plethysmografi bermanfaat dalam merekam denyut arteri dalam jari dan menunjukkan keparahan penyakit oklusi arteri.
ekstremitas, mengukur tekanan darah ekstremitas atau jari segmental.
o Angiografi merupakan prosedur invasif dan akurat yang dikerjakan hanya jika
o USG Doppler merupakan teknik yang paling sederhana, paling murah dan intervensi operasi atau angioplsti akan dikerjakan. Dengan pemeriksaan ini
serbaguna digunakan untuk menyaring penyakit oklusi arteri. Dengan anatomi arteri serta kelainannya dapat diketahui, pola lesi oklusif atau derajat
pemeriksaan ini dapat diketahui informasi tentang anatomi dan fisiologi sumbatannya dapat diketahui. Prosedur ini tidak digunakan untuk skrining pada
pembuluh darah. Bentuk gelombang kecepatan arteri normal bersifat multifasik pasien yang dicurigai menderita penyakit arteri.
dengan komponen sistolik yang menonjol dan satu atau lebih komponen
diastolik. Dengan adanya oklusi arteri, isyarat kecepatan Doppler akan
Penatalaksanaan
diperkuat distal terhadap oklusi dengan isyarat lebih monofasik dan tidak ada
Akut  Eksplorasi Embolektomi
bunyi diastolik yang diskrit
Kronis  Rekontruksi vaskuler , Simpatektomi (paliatif)
Metode paling obyektif untuk penyaringan penyakit oklusi arteri melalui
Stadium I,II, III diperbaiki dengan operasi. Sedang untuk stadium IV harus
pengukuran tekanan darah ekstremitas distal dengan USG Doppler. Pada
dilakukan Amputasi.
ekstremitas inferior, tekanan sistolik pergelangan kaki dapat direkam dengan
manset pneumatic yang ditempatkan diatas malleolus dan isyarat Doppler
didapatkan dari a. tibialis posterior atau a. dorsalis pedis. Tekanan darah segmental 1. Terapi konservatif
Terapi konservatif biasanya diperuntukkan pada pasien dengan klaudikasio o Aspirin, sendiri atau dikombinasi dengan dipiridamol terbukti
intermiten. Tujuan dari terapi ini adalah membatasi progresifitas penyakit, menghambat progresifitas penyakit arteri oklusi kronis dan
memberikan kesempatan untuk berkembangnya sirkulasi kolateral dan mencegah mengurangi kejadian rekonstruksi arteri jika digunakan sebagai
trauma lokal atau infeksi. Yang terpenting pada penanganan penyulit atherosklerosis prevensi primer. Mencegah dan menurunkan trombogenesis platelet
adalah tindakan mencegah bertambahnya proses atherosklerosis. Penanganan secara pada permukaan plak atherosklerosis.
konservatif maupun operatif tidak berguna jika proses arteriosklerosis terus meluas o Ticlopidine, merupakan antipletelet agent yang terbukti dapat
ke seluruh sistem arteri. Semua pengaruh faktor kausal kecuali usia, dapat menghilangkan nyeri, memperpanjang jarak jalan dan memperbaiki
dihilangkan atau dikurangi pengaruhnya. Dengan demikian penderita harus merubah ABI.
gaya hidupnya secara radikal, yang berarti berhenti merokok, mengubah diet, o Prostaglandin, merupakan antiplatelet dan vasodilator yang dapat
mengurangi asupan kalori, melakukan olah raga teratur dan terarah, menghindari diberikan secara intravena atau intraarterial. Prostaglandin terbukti
stress, dan mengontrol hipertensi. dapat memperbaiki rest pain dan menyembuhkan iskemik ulser.
o

 Olah Raga  Kontrol Gula Darah


Olah raga sebaiknya dilakukan secara terarah dan teratur selama lebih 3 bulan, Sejumlah penelitian melaporkan hampir 25% pasien yang menjalani
dan idealnya dilakukan dalam pengawasan dan dalam waktu yang lama, karena revaskularisasi ekstremitas inferior menderita diabetes. Pasien dengan
ketidaksuksesan terapi ini biasanya disebabkan oleh hilangnya motivasi pasien. diabetes mempunyai resiko 7x lipat lebih besar menjalani amputasi dibanding
Pada terapi ini pasien diinstruksikan untuk berjalan hingga muncul klaudikasio. dengan pasien tanpa diabetes. Penyebab meningkatnya resiko amputasi
Pada saat itu pasien diharuskan berhenti hingga nyeri menghilang, kemudian adalah multifaktorial atau mungkin adanya atherosklerosis difus pada pasien
dilanjutkan berjalan kembali. Dengan terapi ini telah dilaporkan bahwa jarak diabetik dan adanya neuropati sensoris yang dapat menimbulkan ulserasi
jalan maksimal meningkat, lamanya klaudikasio memanjang dan nyeri traumatic Gula darah yang tidak terkontrol menaikkan 2x sampai 4x lipat
berkurang. Kontraindikasi terapi olah raga ini adalah angina pectoris unstable, berkembangnya klaudikasio intermiten.
penyakit paru obstruktif kronis, penyakit gagal jantung kongestif dan penyakit
arteri oklusi kronis yang berat dengan gangren atau ulkus.  Hiperlipidemia
Hampir 50% pasien dengan penyakit oklusi arteri inferior menderita
 Penghentian merokok hiperlipidemia. Meskipun beberapa penelitian gagal menunjukkan hubungan
Diagnosis penyakit oklusi arteri dengan gejala klaudikasio banyak dijumpai pada antara penyakit oklusi arteri ini dengan kadar kolesterol. Tetapi terdapat
perokok. Dari beberapa penelitian diketahui rokok dapat menstimuli proses bukti-bukti bahwa pengobatan hiperlipidemia dapat mengurangi progresifitas
atherogenesis, mengganggu fungsi platelet, metabolisme lipid dan fungsi atherosklerosis dan insiden klaudikasio intermiten
endotel. Selain itu, rokok juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh arteriola.
Oleh karena itu penghentian merokok dapat memperbaiki klaudikasio,  Hipertensi
memperpanjang jarak jalan, mencegah atau menghambat proses atherogenesis Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit arteri
dan juga dapat memperbaiki patensi graft dan mempertahankan ekstremitas. oklusi perifer, tetapi efek terapi antihipertensi terhadap progresifitas penyakit
atau resiko klaudikasio adalah tidak jelas. Hipertensi harus terkontrol pada
 Terapi Farmakologi pasien terutama untuk mengurangi morbiditas dari penyakit cardiovaskuler
1. Hemoreologik agent dan serebrovaskuler.
Pentoxifyllin merupakan agen hemoreologik yang terbukti mampu
mengurangi gejala klaudikasio dengan menurunkan reaktifitas agregasi 2. Radiologi Intervensional
platelet, meningkatkan kemampuan sel darah merah beradaptasi. Jika tidak Dilatasi balon Percutaneous Transluminal Angioplasty ( PTA ) dapat
ada perbaikan atau hanya ada sedikit perbaikan setelah 6-8 minggu, maka dipertimbangkan pada pasien stenosis lokalisata pada arteri besar, terutama
pentoxifyllin harus dihentikan. Pentoxifyllin tidak efektif untuk nyeri dalam a. iliaca communis. Terapi demikian sangat baik pada pasien dengan
istirahat iskemik dan ulkus atau gangren iskemik. klaudikasio dan aliran arteri yang baik. Dilatasi balon mengurangi resiko
disfungsi seks pada pasien stenosis a. iliaca communis lokalisata. Stenosis arteri
yang lebih distal atau penyakit atherosklerosis yang lebih luas lebih baik diterapi
dengan terapi bedah.
2. Antitrombotik agent 3. Terapi Bedah
Pasien penyakit arteri oklusi kronis merupakan calon untuk operasi dengan tujuan Pada penyakit oklusi arteri femoropoplitea yang terisolasi dapat merupakan calon
penyelamatan ekstremitas atau perlindungan fungsi. Pasien gangren, ulserasi untuk bypass femoropoplitea. Stenosis terlokalisasi pada a. femoralis superfisialis
iskemik atau nyeri istirahat iskemik akan beresiko kehilangan ekstremitas, dan kadang dapat diatasi dengan end-arterektomi lokal. Tetapi penyakit yang lebih luas,
merupakan calon yang tepat untuk intervensi bedah. Pasien klaudikasio yang gagal biasanya memerlukan bypass, lebih disukai dengan cangkok vena safena autogen.
setelah mendapat terapi konservatif yang adekuat selama 3 bulan merupakan calon Pasien yang beresiko tinggi, rekonstruksi anatomi intraabdomen untuk penyakit
untuk operasi, jika klaudikasio mengganggu perawatan diri, pekerjaan atau rekreasi oklusi aortoiliaca, bypass ekstraanatomi menggunakan cangkok protesa dalam posisi
Pasien untuk rekonstruksi arteri harus dinilai faktor resiko operasinya. Jika tidak ada axillo-bifemoral atau femoro-femoralis dapat dianjurkan
kontraindikasi utama maka rekonstruksi anatomi sirkulasi perifer lebih disukai
dengan end-arterektomi atau bypass segmen oklusi arteri, tergantung pada lokasi
oklusi. Prinsip yang mendasari rekonstruksi arteri terletak pada koreksi lesi oklusi
yang paling proksimal sebelum mempertimbangkan rekonstruksi lebih distal. Sering
perbaikan lesi paling proksimal dari penyakit arteri oklusi segmental akan
menyebabkan perbaikan bermakna dalam klaudikasio dan penyelamatan
ekstremitas, walaupun tetap ada lesi oklusi lebih distal. Sehingga rekonstruksi
aortoiliaca harus dipertimbangkan sebelum mengobati penyakit oklusi arteri yang
lebih distal atau femoropoplitea.
Atherosklerosis aortoiliaca dapat diterapi dengan end-arterektomi, terutama jika
terlokalisasi pada bifurkasio atau pada a. iliaca communis . Penyakit yang lebih luas,
yang melibatkan a. iliaca externa atau a. femoralis biasanya memerlukan bypass
graft aortobifemoral menggunakan cangkok bifurkasio Dacron

Axillo-bifemoral bypass Femoro-femoral bypass

Pasien yang bukan calon rekonstruksi arteri kadang-kadang dipertimbangkan untuk


simpatektomi lumbal atau thorakal. Tindakan ini dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer dan memperbaiki sirkulasi kulit pada kaki pasien dengan nyeri istirahat
iskemik dini. Tetapi tindakan ini hanya memuaskan untuk waktu yang terbatas dan
mempunyai sedikit peran pada pasien penyakit oklusi arteri lebih lanjut dan tidak
memperbaiki klaudikasio.
Pasien dengan nyeri istirahat iskemik yang tidak dapat ditoleransi atau gangren yang
bukan calon rekonstruksi arteri harus dipertimbangkan untuk amputasi. Amputasi
harus dilakukan pada tingkat lebih distal yang cocok dengan penyembuhan.
Walaupun amputasi jari atau kaki bagian depan (transmetatarsal) dapat
dipertimbangkan dalam sejumlah pasien diabetes mellitus, namun kebanyakan
penyakit oklusi arteri lanjut memerlukan amputasi ekstremitas utama pada bawah
lutut atau di atas lutut. Teknik diagnostik klinis dan noninvasif dapat membantu
meramalkan tingkat penyembuhan luka amputasi yang paling tepat.
End-arterektomi aortoiliaca Bypass graft aortobifemoral
 Emboli Arteri —------------------------------------ RD - Collection 2002
Buerger’s disease yang disebut juga tromboangitis Obliterans merupakan penyakit
yang ditandai adanya inflamasi akut dan trombosis pada arteri dan vena pada
tangan dan kaki, . Obstruksi dari pembuluh darah tersebut akan menurunkan perfusi
sehingga akan menimbulkan kerusakan jaringan. Hal itu seringkali menimbulkan
Gambaran klinis pada ekstremitas  5P : ulserasi dan ganggren pada jari tangan dan kaki Buerger disease merupakan proses
1. Pain ( nyeri ) keradangan / inflamasi arteri, vena dan nervus pada ekstremitas yang ditandai
2. Paleness ( Pucat ) dengan penurunan aliran darah. Disebut juga Endangitis Obliterans von
3. Paresthesis ( kesemutan ) Winiwarter –buerger, Winiwarter-buerger syndrome, Winiwarter-mantefuel-
4. Pulselesness ( denyut nadi hilang ) buerger syndrome, Billroth-von Winiwarter disease.
5. Paralise ( lumpuh ) Pada tahun 1879 Felix von Winiwarter pertama kali menemukan deskripsi
mengenai pasien yang menderita kelainan pada pembuluh darah arteri yang sekarang
Terapi dikenal sebagai penyakit Buerger atau suatu thromboangitis obliterans. Kemudian
 Konservatif  Heparin Leo Buerger tahun 1908 melakukan penelitian secara patologi anatomis terhadap
 Definitif  Embolektomi dengan tehnik Fogarty penyakit ini., dan dari 11 pasien dilakukan operasi pada kakinya untuk
membedakan dengan atherosklerosis. Menurut penelitian Buerger tersebut didapat
Embolektomi berhasil baik bila dilakukan dalam waktu kurang dar 12 jam stelah kelainan pada TAO tersebut laki-laki, usia muda dan perokok.
gejala2 pertama timbul. Bila tanda2 nekrosis timbul, embolektomi hanya
mengurangi level amputasi Insiden
Banyak terdapat di Korea, Jepang Indonesia, India dan negara lain di Asia Timur,
tetapi jarang di Afrika atau Amerika.4 Hampir 100 % penyakit ini menyerang
Penyakit2 Arteri Kronis : perokok pada usia dewasa muda.

Arteriosklerosis --------------------------------- RD - Collection 2002


Sebelum era pemeriksaan arteriografi, diagnosis penyakit Buerger sering dibuat
 berdasarkan adanya insufisiensi arteria perifer pada penderita muda dan perokok.
Namun setelah pemeriksaan arteriografi secara rutin dilakukan, sebagian besar
penderita yang didiagnosis sebagai penyakit Buerger, ternyata menderita
Penyakit ini termasuk penyakit degeneratif yang menimbulkan gangguan pada atheroslerosis. Menurut De Bakey dan Cohen,1963 insidensi penyakit Buerger di
pembuluh darah arteri perifer, ditandai dengan penyempitan lumen arteri dan USA antara 7-8 per 100.000 lelaki berkulit putih yang berumur antara 22 sampai
pengerasan dari dinding arteri. Biasanya menyerang pada usia lanjut. 44 tahun.
Faktor2 Resiko
o Penimbunan lemak  pada orang gemuk Patofisiologi
o Hormon Estrogen Pembuluh darah memiliki lapisan tunika intima, tunika media dan tunika
o Penderita DM akibat rendahnya kadar Insulin adventisia. Tunika intima terdiri atas lapisan endotel yang melapisi permukaan
o Makanan tinggi kolesterol dalam. Di bawah endotel terdapat terdapat subendotel, terdiri atas jaringan ikat yang
kadang-kadang mengandung sel otot polos, baik serat-serat jaringan ikat maupun sel
otot polos.
 Arteritis —----------------------------------------------------- RD - Collection 2002 Tunika media terutama terdiri atas lapis-lapis konsentris, tersusun oleh sel-sel otot
polos secara terpilin. Diantara sel-sel otot polos terdapat serat elastin dan lamela.
Pada arteri yang lebih besar, seringkali ditemukan lamina elastika eksterna yang
Adalah proses Inflamasi dari dinding arteri yang menyebabkan penebalan pada lebih tipis memisahkan tunika media dari tunika adventisia.
dinding berakibat sumbatan pada arteri. Biasanya menyerang pada usia muda. Pada tunika adventisia terutama terdiri atas serat-serat kolagen dan elastin yang
Bentuk yang klsik : Winiwarter Buerger atau Thrombendangitis Obliterans. tersusun memanjang. Pembuluh darah yang mengandung otot polos dalam
Penyakit ini menyerang arteri2 kecil dan menimbulkan sumbatan dan mikro dindingnya dipasok jalinan luas saraf simpatis tanpa mielin (saraf vasomotoris )
aneurysma. Etiologi penyakit ini belum jelas. dengan neurotransmiter norepinefrin. Pembebasan norepinefrin dari saraf ini
berakibat vasokontriksi. Karena saraf eferen ini biasanya tidak memasuki media
dari arteri, neurotransmiter itu harus berdifusi beberapa mikrometer untuk
mempengaruhi sel otot polos dari media. Pada vena ujung saraf ditemukan dalam hilangnya pulsasi di kaki. Jadi sebenarnya riwayat dan pemeriksaan fisik sudah
adventisia dan media namun keseluruhan luas persarafannya tidak sebanyak yang cukup untuk mendiagnosis penyakit ini.
ada pada arteri.
Gambaran secara umum dari Buerger disease adalah terjadinya proses inflamasi. Dari pemeriksaan obyektif yang dapat dikerjakan adalah :
Keterlibatan arteri berbeda dengan atherosklerosis. Pada buerger disease 1. Duplek Scaning.  berguna dalam evaluasi awal dari pasien.
menyerang arteri lebih perifer. Pada ekstremitas bawah diluar arteri poplitea, 2. Arteriogram.
dimulai dari arteri. tibialis meluas kepembuluh darah kaki. Pada ekstremitas atas Apabila pasien mempunyai multipel lesi di bagian distal, arteriogram
terjadi pada 30 % dari pasien. Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat adanya semestinya dikerjakan sebelum terapi intervensi lebih lanjut. Pemeriksaan ini
proliferasi dari sel intima dan fibroblast pada segmen arteri. Tidak dijumpai tetap merupakan gold standart untuk evaluasi penyakit arteri oklusif. Adanya
deposit lemak dan kalsifikasi. Tidak dijumpainya adanya nekrosis dari dinding oklusi multisegmantal arteri ekstremitas bagian distal merupakan tanda
arteri. karakteristik penyakit Buerger. Biasanya terdapat perluasan kolateral yang
Periode eksaserbasi dari proses akut dimanifestasikan sebagai plebitis superfisial memiliki gambaran corkscrew atau root like appearance. Kelainan berupa
akut, adanya oklusi arteri dan iskemi. keadaan ini diimbangi dengan adanya corkscrew dapat ditemukan pada arteri perifer yang kejadiannya disebabkan
sirkulasi kolateral sehingga terjadi remisi terutama pada pasien muda. Berat dan kemungkinan karena rekanalisasi sebagian dari pada trombus yang sebelumnya
luasnya iskemia di ekstremitas ditentukan oleh sering dan lamanya serangan akut menyumbat arteri.
dimana serangan ini dipengaruhi oleh beratnya merokok. Pada stadium akut
Penatalaksanaan
trombosis terjadi di dalam arteri dan vena yang berukuran kecil sampai sedang, dan
biasanya pembuluh yang terkena adalah pembuluh darah pada jari. Didalam
trombus tersebut terdapat agregasi yang padat dari sel-sel leukosit 1. Konservatif
polimorfonuklear. Keadaan ini menyerupai panvaskulitis tetapi lamina elastika Khas dari penyakit ini adalah adanya respon yang baik terhadap penghentian
masih utuh. Tidak seperti pada atherosklerosis atau periarteritis nodosa, pada merokok dan progresivitas yang nyata apabila kebiasaan ini diteruskan.
penyakit Buerger tidak dijumpai nekrose dinding arteri. Berhenti merokok adalah sama sekali penting, apabila hanya mengurangi rokok
saja tidaklah efektif, walaupun dengan berhenti merokok sama sekali tidak
menjamin penyakitnya akan berkurang atau sembuh. Hal yang perlu
Diagnosis diperhatikan juga dalm perawatan penyakit ini adalah pendidikan kesehatan bagi
Secara pasti penyebab Buerger disease tidak diketahui. Biasanya menyerang usia pasien agar menjaga kebersihan ekstremitas dan mencegah bahaya trauma agar
dewasa muda (umur 20-40 th) pada perokok berat. Kasus pada bukan perokok tidak terjadi tukak. Apabila pasien terkena trauma maka penanganan luka secara
sangat jarang, oleh karena itu rokok sigaret dipertimbangkan sebagai faktor baik untuk mencegah infeksi mutlak diperlukan. Hindari pemakaian celana yang
penyebab. Tanda-tanda awal berupa iskemi. Tanda yang penting berupa rasa nyeri ketat, hindari duduk atau berdiri dalam jangka waktu yang lama, mengusahakan
pada area yang terkena. Onset dari penyakit ini bertahap diawali dari kaki atau agar tetap memakai alas kaki.
tangan. Pertama-tama inflamasi terjadi pada arteri dan vena kecil pada
permukaan anggota tungkai atau lengan. Sedangkan pada stadium lanjut terjadi Secara terinci perawatan kaki penderita penyakit buerger meliputi :
penurunan aliran darah pada daerah yang terkena. Pulsasi arteri pada tungkai a. Cuci kaki dengan sabun dan keringkan dengan lembut.
menurun atau tidak dapat terdeteksi. Gejala yang paling sering muncul berupa nyeri b. Apabila kulit terlalu kering olesi dengan minyak nabati.
yang mempunyai tingkat yang bermacam-macam. c. Apabila menggosok arah dari distal ke proksimal.
Pengelompokan Fountaine tidak dapat digunakan karena nyeri terjadi pada d. Jika kulit terlalu kering dan rapuh, rendam kaki dengan air hangat selama
waktu istirahat. Nyeri bertambah pada waktu malam atau keadaan dingin, dan akan setengah jam tiap malam kemudian doilesi dengan minyak nabati
berkurang apabila ekstremitas digantung. Pada keadaan lanjut, ketika telah ada e. Pemakaian sepatu yang lembut dan hak yang rendah sehingga
tukak atau gangren, maka nyeri akan sangat hebat dan menetap. Perubahan kulit meminimalisasi tekanan.
seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang nyata. Pada awalnya
kulit hanya tampak memucat ringan pada ujung jari. 2. Operatif
a. Sympatektomi
Pada fase lebih lanjut tampak vasokontriksi yang ditandai dengan campuran pucat Bertujuan untuk eliminasi manifestasi vasospastik dari penyakit dan lebih
sianosis kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Diagnosis biasanya memudahkan sirkulasi kolateral dari kulit dan untuk menghilangkan rest
ditegakkan dari pemeriksaan klinik. Pasien biasanya mengeluh adanya kebas, pain. Apabila dilakukan amputasi, simpatektomi akan membantu wound
perasaan seperti terbakar. pemeriksaan klinis kemungkinan terdapat penurunan atau healing .
 Rekontruksi Allograft
b. Amputasi Bahan implantat non biologik biasanya pada arteri besar ( aorta, carotis,
Kadang-kadang amputasi diperlukan apabila sudah terjadi ganren dari iliaca)
jaringan. Kebanyakan pasien penyakit Burerger tidak memerlukan
amputasi apabila pasien mau menghentikan kebiasaan merokok dan  Rekontruksi Homograft  bahan dari orang lain
mendapatkan perawatan yang adekuat, sebab dengan pengobatan konservatif  Rekontruksi dengamn Endarteriektomi (Dos Santos, Vollmar)
dapat mengurangi serangan akibat revaskularisasi sistim kolateral Bahan dari tunika intima yang dikelupas dengan memakai ring-Stripper dari
Vollmar. Umumnya dilakukan pada arteri iliaca dan arteri carotis eksterna.
Prognosis
Terdapat banyak variasi mengenai data harapan hidup, hal ini disebabkan akibat Bila metode Rekontruksi tidak dapat dilakukan maka dilakukan terapi bedah
kesulitan menetapkan diagnosis yang spesifik untuk penyakit Buerger. Prognosis paliatif berupa Symphatektomi. Dimana dengan terpotongnya serabut simpatis
akan jelek pada individu yang tetap melakukan kegiatan merokok , namun hasilnya dan ganglion maka regulasi kimia akan terputus dan pembuluh darah mengalami
tidak menjamin adanya perbaikan pada penderita yang berhenti merokok. vasodilatasi, dengan harapan perbaikan gejala berupa nyeri dan gangguan akral akan
Progresivitas dari penyakit ini dapat dicegah dengan penghentian merokok. Apabila berkurang.
terjadi gangren atau infeksi, kemungkinan amputasi pada ekstremitas diperlukan.
Pada umumnya prognosis baik kecuali kasus-kasus yang bersifat progresive. Symphatektomi ada 2 :
Walaupun kadang-kadang memerlukan tindakan amputasi beberapa kali, terutama 1. Lumbalis
pada penderita yang tidak dapat menghentikan kebiasaan merokok, komplikasi Mengambil ganglion dan serat simpatis L2 sampai L4-5
yang membahayakan jarang terjadi. Waktu harapan hidup dilaporkan menyerupai
waktu harapan populasi pada umumnya 2. Thorakalis
Mengambil Ganglion Th2 sampai Th3 ditujukan untuk perbaikan lengan sampai
tangan

 Tromboemboli -------------------------------------- RD - Collection 2002 Pasca bedah agar diberikan obat2 vasodilator selama 1 bulan.

Klinis  gejala Fontaine


Indikasi Pembedahan menurut VOLLMAR : Penyakit Gangguan Vaskuler pada Tungkai
1. Indikasi Klinis
Stadium FONTAINE  sumbatan arteri bersifat kronis  Angiopati Diabetika
Stadium I : Gejala tidak khas (kesemutan, gringgingan)
a. Dengan Ganggren
Stadium II : Klaudikasio intermiten (jarak tempuh memendek < 50 meter)
b. Tanpa Ganggren
Stadium III: Nyeri saat istirahat
Stadium IV: Kerusakan jaringan karena anoksia (sekresi, Ulkus
 PAPO
2. Indikasi Radiologi / Angiologis  indikasi operabel lokal b. Dengan Ganggren  Winiwarter Buerger
3. Operabilitas umum / faktor kontra indikasi c. Tanpa Ganggren  Arteriosklerosis
Terdapatnya penyakit penyerta nisal Hipertensi , DM akan memperkecil
indikasi operasi.  Insufissiensi Venosa
a. Dengan Ulkus
Macam Pembedahan b. Varises Tungkai
 Rekontruksi Autotransplantat c. DVT
Rekontruksi dengan By pass, Patch, interposisi dari vena sapena magna
penderita sendiri
Penyakit2 Pembuluh Vena :  Varises Tungkai ------------------------------ RD - Collection 2002
Patofisiologi Sirkulsai Vena
Pada sistema pembuluh darah balik (vena) yang panjangnya kira-kira sama dengan
Definisi :
sistema areteri, bila gangguan peredaran darah karena kelainan pada pembuluh vena
Vena tungkai yang mengalami pelebaran, pemanjangan dan berkelok-kelok. Faktor
akan menyebabkan gangguan arus balik (stewing) dari bagian organ distal. Dalam
utama terjadi varises adalah tekanan hidrostatik dan hambatan aliran darah vena di
keadaan ini maka daerah ekstremitas terutama ekstremitas bawah akan menimbulkan
sebelah proksimal.
gejala klinis yang segera berupa edema, kemerahan dan nyeri.
Syastem vena ada 3 yaitu :
 Sitem Profunda
Sistem vena mempunyai perbedaan dengan sistem areteri dalam hal-hal sebagai
 Sistem Superficial
berikut :
 Sistem Communicans / Perforantes (Byod, Dodd, Cocket)  menghubungkan
1. Secara anatomis vena mempunyai katub-katub intraluminer yang menahan agar
Profundus dan Superficial , tempat terjadi Back flow
darah tidak kembali ke distal.
2. Dalam aliran vena tidak terdapat tekanan seperti di areteri karena kembalinya
darah kearah proksimal dari sirkulasi perifer adalah karena tekanan hidrostatik, Patofisiologi
pompa otot yang memeras darah vena kembali ke arah jantung,tekanan Akibat Insuffisiensi venosa kronik  back flow sistem venosa  gangguan
ortostatik, tekanan tak langsung dari sistem arteria dan tekanan hisap dari rheologik  tissue Capillary PO2 turun, terjadi : interaksi endothel, aktivasi
jantung. fibrinolitik menurun, agregasi sel darah merah meningkat  Trombosis kapiler 
3. Darah dalam aliran vena makin lama makin terkumpul volumenya, dari venule- jumlah kapiler menurun  luka lama  nyeri  ortostatik
venule makin menjadi besar sampai pada vena kava.
4. Dinding vena lebih tipis dari dinding areteri terutama tunika medianya, dan vena Etiologi
jarang atau hampir tidak mengalami proses degeneratif seperti arteria.  Primer
5. Dalam vena rata-rata bekerja sistem tekanan yang rendah. Akibat tidak terbentuknya atau tidak kompetennya katup safeno femoral atau
katup-katup vena lainnya
Jadi kelainan-kelainan ataupun penyakit vena selalu didasarkan pada kelainan Varise-kehamilan, akibat produksi Progesteron menghambat aktynomyosin
patologik yang menyangkut faktor-faktor tersebut diatas.Penyakit-penyakit vena pada dinding vena, kontraktilitasnya berkurang.
umunya dititik beratkan pada kelainan vena di daerah tungkai karena tungkailah
yang paling besar menyangga beban hidrostatik, dan gangguan peredaran darah vena  Sekunder
biasanya terjadi pada daerah tungkai. Akibat trauma atau flebitis yang menyebabkan kerusakan katup2 vena tungkai.
Trombosis vena profunda sering meninggalkan kerusakan katu tersebut
Secara anatomis pada tungkai terdapat 3 macam sistem vena yang sekaligus juga
mempunyai arti klinis : Akibat kerusakan katup terjadi aliran balik darah vena dari profunda ke sistem
1. Sistem vena superficial superfisial.
2. Sistem vena profundus (Deep vein)
3. Sistem komunikans (penghubung superficial dan profunda) Klinis
Klinis berpedoman pada stadium :
Pada daerah lengan, sistem komunikans meskipun ada tetapi tidak mempunyai arti
Stadium
klinis karena beban pada lengan secara hidrostatik tidak sebesar pada tungkai.
 I : kemeng, linu, parestesis
 II : Fleboektasia / Venaektase
 III : Fleboektasia yang memanjang dan berkelok-kelok /masif
 IV / “ Chronic Venous Insufficiency “ 
Stadium I : Corona phlebectatica
Stadium II : Pigmentasi, indurasi, atrofi
Stadium III : Ulkus / Cicatrix
Diagnostik Klinis
 Phlebografi  pasti Anamnesa  nyeri spontan, nyeri bila menggerakan lengan, panas
 Test Trendelenburg  penetuan derajat insuffisiensi katup pada vena Pemeriksaan Fisik :
communcans Inspeksi : kulit kemerahan, odem, pembengkaan luas
 Test Perthes penentuan berfungsinya sistem vena profunda Palpasi : Nyeri tekan, pengerasan jalur vena, fluktuasi
 Venous Phethysmografi  penentuan aliran vena secara kuantitatif
Penatalaksanaan
Macam  Penderita tiduran tempat yang sakit di desinfeksi dengan alkohol
 Varises Trunkal ( Vena Safena Magna / Parva)  Dilakukan insisi pada vena yang mengerasdengan scalpel dan dilakukan
 Varises Retikularis ( Cabang vena safena ) pemijatan sehingga trombus akan keluar
 Varises Kapilaris (vena kapiler subcutan)  Bekas luka dibebat dengan elasric selama 24 jam
 Pemberian obat Phenylbutazon perinjeksi kemudian oral selama 5-7 hari
Penatalaksanaan  Diberikan Antibiotika bila ada tanda2 radang
 Pembedahan  Stripping, Ligasi vena perforantes dan ekstraksi vena
(Babcock) untuk : Varises Trunkal stadium II-III
Varises Retikularis stadium III Phlebithis Migrans
 Pada Stadium IV dengan ulkus varicosum dilakukan STSG
 Pada Varises Retikularis dan Kapilaris  Skleroterapi Winiwarter Buerger / Trombendaangitis Oblitrans
 Konservatif : Reaksi alergi
Obat-obat vasoaktif, Malignitas
Bebat elastik, kaos kaki tungkai elastik dan sepatu tumit tinggi Lupus erythematodes

Perawatan Pasca Bedah Biasanya dimulai dengan gejala phlebitis dari satu segmen yang akan menghilang
 Pasang elastic bandage dari ujung proksimal jari2 sampai lipat paha sendiri dengan meninggalkan bercak kecoklatan / hitam dari jalur vena tersebut
 24 jam pertama tidak boleh jalan dan kaki posisi elevasi
 48 jam  bebat dibuka luka baik, bebat pasang kembali penderita boleh jalan Thrombophlbitis Septik  pembentukan abses dan nanah
kemudian pulang dengan elastik bandage sampai 2 minggu
 1 minngu pasca bedahj kontrol untuk angkat jahitan

 Trombophlebitis ------------------------------- RD - Collection 2002

Patogenesis
 Trombosis dapat terjadi misal trauma , malignitas dimana akan mengadakan
reaksi radang lokal pada dinding vena sehingga akan terjadi Trias Virchow :
 Perlambatan aliran darah
 Kelainan dinding pembuluh darah
 Keadaan Hyperkoagulasi

 Akibat varises atau venektase mengakibatkan menipisnya dinding vena dan


mempercepat proses radang
 Pada beberapa kasus misal : pemasngan infus, pemakaian kontrasepsi oral,
dehidrasi berat (hemokonsentrasi), DIC
 DVT ----------------------------------------------------------------------- RD - Collection 2002 Trombosis vena profundus proksimal :
Adalah penyakit trombotik yang mengenai vena popliteal,femoralis, dan ilika.
Walaupun kita harus menegakkan diagnosis bedside DVT. Jika pasien di temukan di
lingkungan rawat jalan, dengan tanda atau gejala yang mengarahkan DVT
Definisi proksimal, tes noninvasif segera harus dilakukan untuk secara meyakinkan
Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah gumpalan atau jendalan darah (thrombus) menegakkan atau menyingkirkan diagnosis.Jika tes noninvasif tidak dapat dilakukan
yang terbentuk di dalam sebuah vena profunda. Biasanya terjadi pada vena tungkai dengan segera, venogram harus dilakukan. Jika venogram positif atau tidak dapat
bawah Vena Femoris Profunda, Vena Illiaca Externa dan Vena Illiaca dilakukan dengan segera, pasien harus dirawat di rumah sakit dan dikenakan tirah
Comunis. baring yang ketat dengan peninggian tungkai dan antikoagulasi sistemik. Tiap
keterlambatan dalam antikoagulasi sistemik. Dan tirah baring pada pasien dengan
Patogenesis DVT proksimal akan menempatkan pasien dalam risiko mengalami
Pemahaman kita tentang patogenesis DVT hanya sedikit berubah sejak Virchow tromboembolisme paru-paru yang mematikan. Dengan demikian, pendekatan yang
(150 tahun yang lalu) pertama kali menjelaskan tentang trias Virchow yaitu: penting adalah menganggap bahwa pasien dengan faktor resiko DVT memang
 Statis vena :
menderita DVT sampai terbukti tidak, terapi dapat diberikan atas dasar empirik.
Merupakan faktor resiko pada pasien yang berbaring lama, cedera mayor, Untuk trombosis yang mengenai vena popliteal dan femoralis superfisial, pasien
kelumpuhan , perjalanan jarak jauh dimana mekanisme pompa otot betis tidak akan mendapatkan peredaan gejala yang dramatis selama 24 jam dengan
berfungsi, selain itu massa pada pelvis,kehamilan,kompresi langsung pada meninggikan tungkai tinggi-tinggi dengan tirah baring yang ketat, dan antikoagulasi
vena-vena besar dapat mempersempit atau menyumbat pembuluh darah sistemik dengan terapi heparin. Heparin harus diberikan dengan bolus 100 unit per
tersebut. Pada inkompetensi katub dan vena varikosa memiliki aliran darah kilogram diikuti oleh infus intravena kontinu dengan kecepatan awal 1.000 sampai
balik yang lambat. 1.200 unit per jam, dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) diperiksa
dalam 12 jam untuk dipertahankan pada dua sampai tiga kali normal (kira-kira
 Cedera epitel : dalam rentang 50 sampai 90 detik). Tirah baring dengan meninggikan tungkai harus
Pada intima vena dapat terjadi akibat trauma mekanis,prosedur bedah pada dilakukan dengan ketat selama minimal 5 sampai 7 hari sebelum memperbolehkan
organ di sekitarnya, kanulasi vena atau injeksi, cedera termal, cedera vena pada ambulasi atau pergi ke kamar mandi, dan hanya setelah kaus kaki kompresi bertahap
persalinan, septicemia dengan endotoksin dalam sirkulasi, kompleks imun yang di atas lutut telah dipasang dengan cermat. Selama periode terapi awal ini, pasien
bersirkulasi serta vaskulitis pada gangguan pembuluh darah kolagen. tidak diperbolehkan banyak menggerakkan tungkainya atau mengkontraksikan otot-
otot anggota gerak karena kekuatiran akan terjadinya embolisasi. Periode tirah
 Hiperkoagulabilitas : baring ketat adalah penting selama 5 sampai 7 hari, selama waktu mana perlekatan
Dapat terjadi pada periode pascaoperatif, kondisi malignan, pemakaian trombus dengan dinding vena terjadi.
tembakau,penyakit kritis, sindrom defisiensi anti koagulasi congenital, Pasien yang sedang menjalani terapi antikoagulasi sistematik dengan heparin harus
kehamilan, pemakaian estrogen eksternal, terapi penggantian hormone dan secara rutin diperhatikan oleh staf perawat, yang termasuk memeriksa semua sampel
masalah jantung dan sirkulasinya. feses untuk mencari darah samar, menghindari injeksi parenteral, menggunakan
pencukur listrik ketimbang pencukur silet untuk mencukur, berhati-hati agar tidak
Selain faktor-faktor tadi juga ada beberapa faktor yang membuat DVT sering terjadi terjatuh pada lanjut usia, dan penentuan hitung trombosit tiap 2 hari. Jika APTT
yaitu: usia diatas 40 th, obesitas, atau yang sebelumnya pernah mengalami DVT. stabil dalam rentang terapi, maka perlu diperiksa hanya sekali sehari. Jika terjadi
DVT dapat menimbulkan komplikasi antara lain jendalan darah yang terbentuk kontraindikasi untuk terapi heparin, seperti gangguan perdarahan akut, maka
diatas lutut memiliki resiko pecah dan berjalan naik dalam vena kemudian pemasangan filter vena kava inferior segera harus dilakukan.
menghambat pembuluh darah di paru-paru hali ini disebut Emboli Pulmonal (EP), Pasien yang tidak menunjukkan peredaan tanda dan gejala trombosis vena popliteal
dapat menyebabkan keadaan yang mengancam jiwa tergantung ukuran jendalan atau femoralis superfisial secara bermakna dalam 48 jam harus dicurigai mengalami
darah tetapi dengan pengobatan yang tepat jarang DVT membuat emboli pulmonal. perkembangan bekuannya ke dalam sistem venafemoralis profundus atau iliaka.
DVT yang terjadi di bawah lutut jarang menimbulkan komplikasi sehingga hanya Kejadian ini meramalkan akibat akut dan jangka panjang yang lebih menakutkan
perlu dimonitor saja. DVT juga dapat merusak katub-katub di vena sehingga terjadi dan memerlukan penatalaksanaan yang lebih aktif dan agresif lagi. Dalam kejadian
pengumpulan darah di tungkai bawah hal ini disebut Sindroma Post Trombosis yang akut, pasien tersebut berada dalam risiko embolisme paru-paru yang lebih tinggi
menyebabkan nyeri, bengkak, diskolorisasi, dan ulkus di kaki. lagi, dan periode tirah baring serta antikoagulasi lengkap dengan terapi heparin
harus diperpanjang sampai periode 10 sampai 14 hari. Tanda-tanda flegmania alba
atau serulea dolens (edema tegang yang parah dengan kepucatan atau perubahan Hasil sidik bisa membedakan penyakit vaskuler paru-paru, dimana perfusi adalah
pragangren superfisial) yang tidak berespon dalam 12 jam terhadap peninggian abnormal dan ventilasi baik, dan penyakit parenkim paru-paru, dimana defek
tungkai yang sangat tinggi dan terapi heparin akan memerlukan intervensi yang ventilasi dan perfusi di daerah paru-paru yang sama.
lebih agresif. Fungsi arteri dan neurologis mungkin terganggu karena peningkatan Yaitu keadaan phlebitis dari vena2 daerah becken yaitu :
tekanan kompartemen. Ini adalah situasi yang buruk karena jika dibiarkan tidak  Vena Femoralis
diperiksa dapat menyebabkan bleb kulit, ulserasi, gangren vena, gangguan  Vena Iliaca eksterna
neurologis permanen, dan /atau akhirnya amputasi. Trombektomi vena iliofemoralis  Vena Iliaca Communis
atau terapi trombolitik harus digunakan untuk memperbaiki alirankeluar vena dari
tungkai. Kita harus melakukan pemeriksaan serial dalam 12 jam setelah gambaran Klinis
klinis pada pasien dengan flegmasia untuk memastikan terjadinya perbaikan. Anamnesa :
Pemakaian agen trombolitik sebagai cara terapi awal jika terdapat flegmasia masih Odem tungkai secara cepat, Tegang dan nyeri hebat
merupakan kontroversi karena pasien tertentu, dalam kenyataannya, akan Tungkai bengkak sampai inguinal, kemerahan dan tidak dapat digerakkan
mengalami perbaikan hanya dengan peninggian tungkai dan terapi heparin. Pemeriksaan  Pulsasi nadi arteri teraba denyut yang baik dari arteri perifer
Pada pasien yang muda dan cukup sehat dengan harapan hidup yang panjang dan Pemeriksaan khusus  Phlebografi
yang datang dengan flegmasia alba dolens, terutama dalam 5 sampai 7 hari pertama
perjalanan klinis, pemakaian agen trombolitik dapat secara cepat menghilangkan GEJALA KLINIS
keparahan proses penyakit, dan dapat mempertahankan integritas katup vena dalam DVT dapat terjadi berupa blok parsial atau total di dalam aliran vena dan dapat
jangka panjang. Jika terapi tersebut terbukti tidak efektif dalam 48 jam dilakukan memberikan gejala :
intervensi operatif dengan trombektomi vena terbukti bermanfaat. Untuk pasien  pembengkakan tungkai bawah
lanjut usia dan dengan harapan hidup yang singkat disertai penyakit penyerta lainnya  kemerahan dan hangat di kaki
biasanya dapat ditangani secara memuaskan dengan tirah baring, peninggian tungkai  nyeri dan bertambah nyeri jika berdiri atau duduk
dan terapi heparin.  nyeri tekan pada anggota gerak yang terkena
 ulkus di kaki
Sindrom pascaflebitis :
Inkompetensi system katup di vena-vena tungkai akibat suatu espisode DVT dapat Bila terjadi emboli pulmonal maka akan menunjukkan gejala sebagai berikut :
menyebabkan penggumpalan darah di tungkai dengan akibat hipertensi vena. Ini  napas dangkal
dapat menyebabkan penebalan kulit di daerah betis bagian bawah dan pergelangan  nyeri dada dan makin nyeri jika bernapas dalam
kaki, hiperpigmentasi akibat deposisi hemosiderin, dan espisode selulitis dan  batuk dengan bercak darah
ulserasi yang berulang. Kondisi ini menyebabkan kecacatan dan nyeri yang hebat
namun dengan mengikuti pendekatan praktis dan sederhana dalam penatalaksanaan
DVT akut dapat mencegah sindrom ini terjadi kembali. Diagnosis
Diagnosis didasarkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang cermat dan
Embolisme paru-paru (EP) : pemeriksaan penunjang. Bila kita menemukan gejala edema tungkai distal, nyeri,
Kepentingan menegakkan diagnosis definitif disebabkan oleh tingginya mortalitas nyeri tekan pada anggota gerak yang terkena, kemerahan, kulit teraba hangat, dan
dari EP yang tidak diterapi. Jika EP dianggap sebagai bagian dari diagnosis maka bisa ditemukan ulkus di kaki dengan memiliki faktor-faktor resiko yang sudah
foto sinar X dada, ekokardiogram (EKG), dan pemeriksaan gas darah arterial harus disebutkan sebelumnya dan tidak adanya penyebab infeksi yang lain atau trauma
dilakukan. Foto sinar X tidak spesifik karena tingkat positif dan negatif palsu 50%. kita harus mencurigai suatu DVT, bila masih ragu-ragu kita melakukan tes perthes
EKG dilakukan untuk mencari tanda-tanda adanya iskemia myocardium dan menilai dan pemeriksaan penunjang. Standard pemeriksaan penunjang pada DVT yaitu
irama jantung dasar. Kurang dari 10% pasien dengan EP memiliki pola strain Venogram kontras, tetapi tekhnik mutakhir telah memungkinkan pemeriksaan non
jantung kanan S1Q3T3 yang klasik. Gas darah arteri adalah penting untuk invasif yang tingkat keakuratannya tinggi(ultrasonografi/sidik duplek vena).
mengetahui tekanan parsial oksigen dan karbondioksida dalam darah pasien. Kira- Venogram kontras hanya diperlukan jika tes non invasif masih meragukan.
kira 10% pasien dengan EP memiliki PaO2 yang normal. Sidik ventilasi perfusi Sidik duplek vena (Ultrasonografi) adalah kemajuan yang penting dalam tahun-
adalah teknik diagnositik yang paling banyak digunakan jika dicurigai terjadinya EP. tahun terakhir untuk diagnosis dan penatalaksanaan DVT. Pemeriksaan ini tidak
hanya kuat tetapi sama sekali non invasif , cepat , bebas dari penyulit dan
menawarkan pemahaman status fungsional dan anatomi sistem vena. Dengan
demikian jika kecurigaan suatu DVT pemeriksaan ultrasonografi harus merupakan
langkah awal yang diambil jika tersedia sarana dan ahli yang berpengalaman. 4. Profilaksis.
Pemeriksaan lainnya yaitu pletismografi impedansi dapat digunakan untuk - menghilangkan stasis vena profundus
meningkatkan derajat keakuratan pemeriksaan ultrasonosgrafi. Kombinasi keduanya Sebagian besar metode yang ditujukan untuk menghilangkan stsasis adalah
menghasilkan keakuratan lebih dari 95% untuk pemeriksaan pada vena iliaka, vena terapi fisik walaupun terapi obat mungkin juga berperan dalam meningkatkan
femoralis, dan vena poplitea. Diagnosis DVT pada vena betis sedikit lebih sulit aliran darah yang efektif melalui vena profundus (misalnya dengan
tetapi secara klinis kurang penting karena embolisme paru-paru atau sindrome dehidroergotamnin).
tromboflebitis sebagai komplikasi DVT tidak mungkin terjadi dari DVT pada level /
ketinggian ini. Venogram radionuklida(nuklir) memiliki keakuratan yang - memperkecil koagulabilitas darah
bermacam-macam tetapi biasanya dapat digunakan untuk pemeriksaan trombosis Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok obat utama :
pada paha bagian atas walaupun dengan keakuratan yang lebih rendah. a. Obat yang mengubah fungsi trombosit
Agregasi trombosit mungkin merupakan faktor awal yang penting dalam
Penanganan trombosis vena, beberapa obat yang diketahui menghambat fungsi
trombosit telah diteliti untuk kemungkinan digunakan sebagai profilaksis.
Tujuan dari terapi DVT adalah
Obat tersebut adalah Aspirin dan Dekstran 70%.
1. Mencegah jendalan bertambah besar
Aspirin memiliki kerja sebagai inhibitor trombosis, dapat diberikan per
2. Mencegah jendalan darah pecah dan mengalir ke paru-paru
oral, pengaruhnya pada siklooksigenase trombosit ireversibel, yang
3. Mencegah terbentuknya jendalan baru
berlangsung selama sisa umur trombosit. Karakteristik ini memungkinkan
4. Mencegah sindroma postrombosis
pemberian dosis harian. Pemakaian aspirin dalam tromboprofilksis telah
diteliti pada beberapa uji klinis tetapi sampai saat ini hasil-hasil yang
Pengobatan DVT dapat berupa
didapat belum seragam.
1. Obat-obatan
Dekstran 70%. Terapi dekstran intravena sering digunakan selama dan
a. Obat Antikoagulan : setelah pembedahan karena sifetnya mengekspansi plasma, sehingga dapat
Dapat menghentikan pembentukan jendalan darah yang lama untuk tidak membantu menurunkan stasis dan trombosis. Secara lebih spesifik, dekstran
bertambah tetapi tidak dapat mengencerkan jendalan yang sudah terbentuk. terbukti mempengaruhi struktur trombus vena, kemungkinan sebagai akibat
Pemakaian obat ini harus menghindari aktivitas yang dapat meningkatkan resiko pengaruh inhibisinya pada daya lekat (adhesiveness) dan agregasi trombosit
cedera. Hal ini karena salahsatu cara utama penyembuhan luka melalui normal.
pembentukan jendalan. Obat-obat antikogulan mempengaruhi proses ini.
b. Obat yang meningkatkan aktivitas fibrinolitik
b. Obat Trombolitik : Hasil dari uji coba tentang obat-obat ini seluruhnya mengecewakan.
Obat ini resiko tinggi terjadi pendarahan karena fungsi sebagai obat yang Phenformin dan ethylesterol sebagai contohnya, tidak terbukti mencegah
mengencerkan jendalan. Digunakan pada kasus-kasus tertentu dimana terjadinya DVT pada pasien bedah.
mengancam nyawa atau salah satu tungkai.
c.Obat yang mempengaruhi mekanisme koagulasi
2. Kaus kaki kompresing: Dua jenis obat telah digunakan untuk mempengaruhi pembekuan darah dan
Digunakan untuk mengobati nyeri, edema dan mencegah sindroma post menghambat trombosis vena. Antikoagulan oral akan melawan kerja
trombosis. Pemakaian kaus kaki kompresing dianjurkan selama beberapa bulan, vitamin K di hati dan dengan demikian menghambat sintesis 4 faktor
kaus kaki ini mempunyai tekanan yang berbeda lebih tinggi di telapak kaki pembekuan yaitu : protrombin (faktor III), faktor VII, IX, dan X. Heparin
daripada di tungkai. berikatan dengan antitrombin III dan kompleks tersebut mnenghambat
faktor koagulasi yang teraktivasi dengan membentuk kompleks dengannya.
3. Elevasi tungkai : Heparin standar menghambat trombin, faktor Xa, dan faktor lain dalam
Dianjurkan pada saat berbaring menempatkan bantal di bawah kaki sehingga kai sistem koagulasi intrinsik, tetapi preparat low molecular weight heparin
lebih tinggi daripada pinggang, hal ini dapat membantu mengurangi tekanan (LMWH) yang lebih baru memiliki efek yang lebih spesifik pada faktor Xa.
vena=vena di paha.
Terapi antikoagulan oral. Antikoagulan oral (warfarin) dimulai pada saat
pasien masuk rumah sakit (idealnya beberapa hari sebelum pembedahan). Ini
efektif untuk menurunkan insidensi DVT dan EP. Dalam penelitian insidensi
DVT turun sekitar 60% dan EP + 80% pada pasien-pasien yang menjalani
semua jenis pembedahan besar. Kelemahan utama pemakain profilaksis
antikoagulan oral ini adalah tingginya resiko perdarahan selama dan setelah
operasi. Insidennya 2-7%, dan mortalitas dari perdarahan 0,08-0,1%. Dengan
demikian dengan antagonis vitamin K tidak merupakan pilihan profilaksis
yang dapat diterima secara luas tetapi keberhasilan regimen ini dalam
menurunkan insidensi DVT dan EP tidak dapat diabaikan.
Heparin dosis rendah. Alasan penggunaan heparin dosis rendah terletak pada
pemakaiannya sebelum awal koagulasi intravaskuler. Sejumlah kecil heparin
yang diberikan sebelum rantai koagulasi menjadi aktif akan meningkatkan
aktivitas anti trombin dan secara efektiv menetralkan aktivitas faktor Xa.
Dosis heparin yang lebih besar diperlukan jka terapi dimulai setelah terjadi
pembentukan trombin. Regimen dosis lazim heparin adalah 5000 IU
subkutan diberikan 2 jam sebelum pembedahan dan selanjutnya dengan
interval 12 jam selama 7 hari. Pada beberapa penelitian pada pasien yang
berada dalam resiko tinggi, intervalnya adalah 8 jam. Heparin harus
diinjeksikan secara hati-hati untuk menghindari penyulit lokal yang berupa
nyeri pada tempat injeksi. Heparin berat molekul rendah (low molecular
weight heparin/LMWH). Kemajuan yang terpenting dalam tromboprofilaksis
bedah dalam beberapa tahun terakhir ini adalah perkembangan dan penelitian
klinis terhadap preparat LMWH contohnya fragmen. Preparat ini memiliki
semua keunggulan dan sedikit kelemahan dibandingkan heparin
konvensional. Dengan demikian merupakan langkah maju dalam agen
profilaksis yang ideal. Dosisnya 50.000 IU satu kali sehari.

6. Terapi EP. Bila kita mencurigai suatu EP diterapi 5.000- 10.000 IU heparin
diberikan secara bolus dan infus heparin kontinyu dan setelah diagnosis
ditegakkan, pemilihan antara terapi koagulasi dan trombolitik perlu diambil
karena telah terbukti bahwa pasien yang diterapi dengan penambahan
trombolitik memiliki fungsi kardiopulmonal yang baik secara bermakna
dibandingkan dengan yang diterapi dengan anti koagulasi saja.

7. Tindakan bedah diambil bila dengan terapi konservatif tidak memberikan


hasil yang baik.
- Trombektomi, Digunakan fogarty kateter dalam evakuasi trombus seperti
pada embolektomi arteria.
- Rekonstruksi vena :
Sistem 2 botol --> baik untuk Hematotoraks
WATER SEAL DRAINASE 

------------------------------------------------ RD - Collection 2002 --------------------------------------------


-

Pipa toraks (chest tube) didefinisikan sebagai instrumen panjang berongga silindris
yang digunakan untuk mengeluarkan udara dan atau cairan dari rongga pleura
Penggunaan pipa toraks ini pertama dikenalkan oleh Buelau pada tahun 1875, dan
dipopulerkan oleh Kenyon pada tahun 1911 dan juga Monaldi. Pipa toraks ini
dianjurkan transparan , tidak tidak kaku dan sebaiknya dengan lapisan silikon. Pipa
toraks yang tersedia berukuran 20F, 22F, 24F, 26F, 28F, 30F, 32F
Definisi  Suaru sistem drainase dengan menggunakan air
Fungsi  Mempertahankan tekanan negatif intrapleura / Cavum pleura
- Dewasa  12 – 15 cmH2O
- Anak  8 – 10 cmH2O

Kegunaan
 Terapi : drainase cairan rongga pleura.
 Pemantauan : mengetahui ada/tidaknya tindakan lebih lanjut

Jenis Kedua WSD ini disebut WSD Pasif karena untuk meningkatkan tekanan negatif di
 Aktif  kontinous suction, gelembung udara berasal dari udara sitim cavum pleura pasien harus aktif dengan cara batuk2 atau fisioterapi nafas.
Sistem 2 botol  I : menampung sekret
II : mengatur besar tekanan negatif botol I
Jenis  Draeger, MIzuho  Sistem 3 botol , dengan/tanpa Continuous suction
 Pasif  gelembung udara berasal dari cavum thoraks pasien

Macam :
 Sistem 1 botol
Saat pemasangan ujung distal drain harus masuk air sedalam 2-3 cm dari
permukaan air , agar material dari cavum pleura masih mudah keluar karena
hanya tertahan oleh tekanan hidrostatis 2-3 cmH2O saja dan udara luar tidak bisa
masuk cavum pleura karena tertahan air tersebut
Drain ini cukup baik untuk kasus Pneumotoraks.
Syarat Pipa WSD yang lain dan melepaskan perlekatan, bekuan darah dll. Catatan: pada
1. Transparan --> lihat undulasi hematotoraks akan segera menyemprot darah keluar, pada pneumotoraks
2. Lunak --> bisa dijepit bila ada jendalan darah keluar udara
3. Tidak terlalu panjang • Klem ujung proleksimal pipa toraks dan dorong kedalam rongga pleura
4. Besar --> aliran lancar sesuai panjang yang diinginkan
• Catatan: Harus selalu diperiksa terlebih dahulu, apakah pada pipa toraks
Lokasi Pemasangan
sudah cukup dibuat /terdapat lubang-lubang samping, yang panjangnya kira-
kira dari ujung pipa ke lubang kulit terakhir duapertiganya, dan yang lebih
 SIC 5-6 sejajar linea axillaris anterior pada sisi yang sakit
penting lubang terakhir harus di lubang rongga toraks.
 SIC 9-10 sejajar linea axillaria anterior (BUELAU)
• Dren toraks dipasang dan dilakukan fiksasi dengan jahitan matras yang telah
 SIC 2-3 sejajar linea medio clavicularis (MONALDI)
disiapkan. Jahitan / benang diikatkan dengan pengikat berputar ganda,
diakhiri simpul hidup.
Indikasi Pemasangan WSD • Dren toraks dihubungkan dengan botol WSD, memakai slang transparan
1. Pneumothoraks Spontan > 20% Sambungkan ujung pipa toraks ke sistem wsd satu botol, dua botol atau
2. Pneumotoraks <20% tetapi akan dipasang ventilator pompa pengisap tekanan 14-20 cm H2O .
Bila udara tidak begitu banyak --> dilakukan pungsi pleura • Tutup luka operasi dengan kasa steril.
Jika udara tertimbun lagi atau paru kolaps sampai 1/3 bagian --> indiksi WSD • Operasi selesai.
3. Tension pneumothoraks • Buat foto rontgen toraks
4. Hematothoraks
Moderat (350-1500 cc) --> pungsi dan diulang dalam 12 jam
Bila cairan timbul lagi --> WSD Komplikasi Pemasangan
Massif (>1500 cc) --> pasang WSD untuk evaluasi perdarahan tiap jam guna Jika pemasangan pipa toraks tidak mengikuti cara / prosedur yang benar maka
indikasi torakotomi kadang-kadang terjadi komplikasi-komplikasi sebagai berikut:
1. Laserasi atau menusuk organ intra toraks / abdomen yang dapat dicegah dengan
5. Hematopneumotoraks tehnik jari sebelum dilakukan insersi.
6. Empyema  bila terapi punksi gagal 2. Infeksi pleura (empiema)
7. Iatrogenik pneumothoraks (progresif) 3. Kerusakan syaraf intervostal, arteri dan vena
8. Penetrating chest injury a. pneumotoraks menjadi hemotoraks
9. Trauma thoraks berat b. neuritis intercostal / neuralgia
10. Chylothoraks 4. Posisi pipa toraks yang keliru, extra toraks atau intra toraks (mis:kinking)
11. Post Torakatomi 5. Lepasnya pipa toraks dari dinding dada, atau lepasnya dengan wsd.
12. Bronchopleural fistula 6. Pneumotoraks persisten
a. kebocoran primer yang besar
b. kebocoran di kulit pipa toraks , pengisapan pipa toraks terlalu kuat
Teknik Pemasangan : c. wsd bocor
• Tentukan tempat insersi , biasanya setinggi puting (sela iga v / iv) anterior linea 7. Emfisema subcutis
mida xillaris pada area yang terkena. 8. Pneumotoraks rekuren sesudah pencabutan pipa toraks.
• Disinfeksi medan operasi dengan alkohol dan betadin. Penutupan luka torakostomi tidak segera dilakukan.
• Tutup dengan duk steril  Dilakukan lokal anestesi. kulit dan periosteum iga. 9. Gagalnya paru untuk mengembang akibat adanya plak broncus: perlu
• Insisi transversal (horisontal) 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan broncoscopis.
diseksi tumpul melalui jaringan subkutan, tepat diatas iga. Dipasang jahitan 10. Reaksi anafilaktik atau alergi obat anestesi atau persiapan bedah . .
penahan secara matras vertikal miring.
• Melalui insisi, dinding toraks ditembus dengan klem dengan cara menyusuri
margo superior costa sampai ke cavum pleura. Tusuk pleura parietalis dengan
ujung klem dan masukkan jari ke dalam insisi untuk mencegah melukai organ
Perawatan  Kondisi
1. Posisi ½ duduk (30 derajat)  Pada Trauma
2. Susunan alat rapi dan terlihat Hemato / Pneumothoraks yeng memenuhi 2 kriteria diatas langsung dicabut
3. Fiksasi pipa dari cavum thoraks harus kedap  plester lebar
4. Pipa transparan  monitor sekret, gumpalan darah  Pada torakotomi
5. Foto kontrol AP tiap hari  lihat keadaan paru, posisi drain a. Infeksi  klem 24 jam (cegah resufflasi) , bila baik cabut
6. Hitung produk/ 24 jam  dinilai kuantitas dan kualitas b. Post Operatif  memenuhi 2 kriteria diatas dicabut
7. Fisioterapi nafas (meniup balon)  agar paru mengembang c. Post Pneumectomi  hari ke-3 bila mediastinum stabil
8. Koreksi bila ada kelainan sistem
 Alternatif
Yang perlu perhatian secara teratur : a. Paru tetap kolaps, hisap s/d 25 cmH2O
 Letak botol WSD lebih rendah dari pada Penderita --> mencegah aspirasi cairan Bila memenuhi 2 kriteria  klem 24 jam  baik  cabut
ke dalam cavum pleura Bila gagal  2 minggu  Dekortikasi
 Jika mau membersihkan botol, slang menuju penderita agar diklem --> b. Sekret > 200 cc/24 jam  curiga Chylothoraks  pertahankan 4
mencegah masuknya udara dalam cavum pleura mimggu  Tidak berhasil : torakotomi
 Slang yang macet kemungkinan :  sekret < 100 cc/24 jam  klem  cabut
 Terduduki penderita
 Kinking Pada waktu pencabutan penderita harus pada keadaan Inspirasi Setelah
 Terdapat fibrin /jendalan darah pencabutan dilakukan pemeriksaan suara nafas dan foto kontrol.
 Ujung slang tertutup fibrin atau jaringan paru yang mengembang
 Bila terdapat kebocoran kemungkinan berasal dari
 Slang bocor atau bocor pada sambungan Kapan WSD dicabut ? Tergantung dari Indikasi pemasangan
 Disekitar slang  HEMATOTORAKS
 Bronchopleural fistel  Produksi dren  100 cc/24 jam dan warna cairan serohemoragis.
 Paru mengembang penuh baik klinis maupun radiologis.
Fungsi WSD baik bila:
 Sistem 1 botol --> undulasi (+) di slang WSD yang sesuai dengan gerak  PNEUMOTORAKS :
pernafasan. Paru mengembang penuh baik secara klinis maupun radiologis
 Sistem continuous suction --> ada gelembung2 udara pada botol kontrol tekanan 
Slang WSD diklem > 12 jam
Awasi produksi dren setiap jam pada 3 jam pertama, setelah itu tiap 24 jam dan harus 
dicatat dan cairan dibuang, serta botol WSD dicuci dengan savlon Secara klinis/radiologis, paru tetap mengembang penuh

Pedoman Pencabutan BUELAU/MONALDI Cabut
 Kriteria Pencabutan
 Sekret serous, tidak hemorrhagi  EMPYEMA :
Dewasa < 100 cc/24 jam  Produksi dren < 50 cc/24 jam dan warna cairan serous.
Anak < 25-30 cc/24 jam  Secara klinis maupun radiologis paru mengembang penuh
 Paru mengembang
Klinis  suara paru kanan = kiri
Evaluasi dengan foto thoraks
Permasalahan2 yang sering timbul :
 Waktu mobilisasi ke tempat lain, mis. Ke ruang foto toraks
 Apabila WSD tak berfungsi
 Waktu Mobilisasi ke Tempat Lain :
o Pneumotoraks  Sebaiknya dengan WSD 1 botol.
o Hematotoraks / empyema toraks:
 Dren toraks diklem
 Lepaskan sambungan antara dren toraks dan slang WSD.
 Ujung dren toraks bungkus dengan kasa steril.
• WSD tak berfungsi : Cek sambungan2 mungkin ada yang bocor.

CARA PENCABUTAN :
Setelah plester fiksasi pipatoraks dilepaskan maka daerah luka masuknya pipa
dilakukan desinfeksi, benang pengikat ( yang diikat dengan simpul kidap )
dilepaskan,seorang asisten memegang kedua ujung benang dimana pada luka sudah
siap terjadi ikatan biasa.
Operator dengan tangan kanan memegang pipa toraks, siap untuk menarik,
sementara tangan kiri dalam posisi menjepit tepi luka dengan satu komando,
operator mencabut pipa dengan satu tarikan pasti keluar ( pada keadaan inspirasi
penuh ), sesaat setelah jari – jari tangan kiri menjepit tepi luka. Dengan demikian
maka dihindari terjadinya open pneumotoraks. Kemudian asisten mengikat simpul
yang telah siap tadi, hingga luka tertutup rapat.
Setelah benag dipotong, maka daerah luka dibebat dengan kasa rapat, dapat pula
diberikan sedikit antibiotika lokal pada tempat luka. Setelah setiap pencabutan pipa
toraks harus segera diperiksa secara fisik suara napasnya, dan dibuat x-fotorontgen
toraks.
asus a s u s h â
! ,¬ a ¬ a ååa Èååa xæåa 0çåa
ðçåa °èåa
BENIGN PROSTAT HIPERPLASI
Angka kejadian (insidensi) PPJ meningkat dengan bertambahnya usia, di Amerika
ditemukan 1 dari 4 laki-laki umur 80 tahun memerlukan pengobatan untuk
------------------------------------------------------------------------------------------------- RD-Collection 2002 pembesaran prostat jinak. Angka kejadian yang pasti di Indonesaia belum pernah
diteliti, tetapi sebagai gambaran di RSCM ditemukan 423 kasus pembesaran prostat
jinak selama tiga tahun (September 1994 – Agustus 1997) dan di RS Sumber Waras
Berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik (2000) bahwa jumlah penduduk 617 dalam periode yang sama. Data dari penelitian di Baltimore mengenai
Indonesia sekitar 206 juta, lima persennya adalah laki-laki yang berusia 60 tahun prevalensi dari PPJ ini adalah pada laki-laki umur 40 tahun sebesar 14%, 50
keatas maka diperkirakan yang menderita PPJ sekitar 5 juta dan berdasarkan tahun 24%, 60 tahun sebesar 43% (Singodimedjo,1998).
prevalensi kejadian PPJ pada usia 60 tahun sekitar 50% dan hal ini semakin Faktor risiko tentang perkembangan penyakit PPJ belum diketahui dengan baik,
meningkat menjadi 80% pada peningkatan usia 80 tahun, bahkan 100% pada usai beberapa peneliti telah menemukan suatu predisposisi genetik dan beberapa telah
diatas 90 tahun (Berry et al., 1984.Lilly & PRB, 2001.Stoller et al., 2004). mencatat adanya perbedaan rasial, kemudian sekitar 50% dari laki-laki dibawah
Mengingat kejadian PPJ pada umumnya usia dekade lima keatas sekitar 50% dan umur 60 tahun yang menjalani operasi prostat kemungkinan memiliki turunan dari
semakin meningkat usianya maka semakin meningkat pula resiko terjadinya PPJ penyakit itu, bentuk ini sangat mirip dengan suatu trait yang dominan autosom dan
padahal dengan semakin meningkatnya usia justru terjadi penurunan fungsi organ – turunan pertama pada penderita membawa risiko relatif yang lebih tinggi empat
organ tubuh karena proses degeneratif/penuaan dan kadang disertai faktor kalinya (Presti, 2004). Masih terdapat kontroversial mengenai peningkatan angka
komorbiditas lainnya seperti hipertensi ,diabetes mellitus, penyakit jantung mortalitas jangka lama pascaoperasi kelenjar prostat transuretral dan transvesikal
koroner,penurunan fungsi ginjal,hati maupun penyakit obstruktif menahun serta (Roos et al., 1989 cit Lewis et al., 1992). Hasil penelitian Lewis et al. (1992)
penyakit sistemik lainnya sehingga persiapan praoperasi sangat penting untuk selama 5 tahun, didapatkan angka mortalitas 1,1% pada prostatektomi transuretral
menurunkan morbiditas maupun mortalitas yang mungkin bisa terjadi pada pasien dan 1,4% pada prostatektomi transvesikal. Terdapat perbedaan yang bermakna
PPJ yang akan dilakukan operasi prostatektomi terbuka( transvesical mengenai lamanya rawat tinggal di rumah sakit dan komplikasi pada minggu
prostatectomi=TVP) ataupun secara tertutup(transurethral prostatectomi pertama pascaoperasi, dimana pada prostatektomi tranuretral lebih kecil
=TURP dibandingkan prostatektomi transvesikal.
Prostatektomi terbuka merupakan tindakan operasi untuk mengambil jaringan Tatalaksana pembesaran prostat jinak terdiri dari beberapa macam pilihan
prostat secara terbuka transvesikal sesuai protokol yang ditetapkan oleh sub bagian tergantung dari berat ringannya penyakit, terdapat beberapa alternatif pilihan terapi
bedah urologi FK UGM Yogyakarta. Morbiditas awal pascaoperasi adalah kondisi diantaranya watchfull waiting, medical treatment, phytoterapi dan pengobatan
keadaan sakit pada pasien PPJ yang disebabkan oleh tindakan operasi dimana invasif. Operasi dikerjakan apabila pengobatan medikamentosa tidak berhasil
selama periode pascaoperasi, pasien diamati terus hingga pasien dinyatakan sembuh atau dengan indikasi lain diantaranya retensi berulang, infeksi saluran kencing
dari operasi yaitu dapat miksi dengan baik setelah kateter dilepas,biasanya tujuh kronis. Para penulis `masih menganjurkan operasi prostatektomi reseksi transuretral
sampai sepuluh hari pascaoperasi. Sebelum dilakukan pembedahan merupakan standar baku emas operasi PPJ. Operasi prostatektomi reseksi
prostatektomi,penilaian kriteria Singh masih relevan untuk digunakan sebagai salah transuretral memerlukan persyaratan, perkiraan berat kelenjar prostat adalah kurang
satu landasan dasar dalam menilai prognosis terhadap pasien PPJ agar dapat dari 60 gram. Menurut teori diperkirakan panjang uretra prostatika menjadi faktor
memperkecil morbiditas maupun mortalitas. penting sebagai penyebab retensi urine, sejalan dengan kriteria berat kelenjar prostat
yang ditentukan dengan cara pemeriksaan colok dubur maupun pemeriksaan dengan
Benign Prostat Hyperplasi (BPH) atau pembesaran prostat jinak (PPJ) adalah proses ultrasonografi untuk menentukan pilihan operasi prostatektomi secara terbuka atau
hiperplasi masa nodul fibromyoadenomatous pada inner zone kelenjar prostat tertutup yaitu berat 50 gram kebawah dengan cara tertutup dan berat lebih 50
periuretral, sehingga jaringan prostat disekitarnya terdesak dan membentuk gram secara terbuka. Dengan batas panjang uretra 2 cm sebagai batas untuk operasi
kapsul palsu di sisi luar jaringan yang mengalami hiperplasi. prostatektomi tertutup dan terbuka dip[ilih sebagai standar karena alat untuk operasi
Etiologi dan faktor risiko pembesaran prostat jinak masih belum dapat diketahui prostatektomi yang disebit working element apabila digerakkan pada pegangannya
dengan pasti. Menurut Sanda dkk, genetik merupakan salah satu faktor resiko pada posisi tidak memotong dan sudah ada cutting loopnya jarak antara bagian yang
terjadinya pembesaran prostat jinak. Pada turunan pertama dimana terdapat riwayat untuk memotong kelenjar dari cuting loop sampai ujung dari selongsong
menderita pembesaran prostat jinak akan mempunyai resiko empat kali lipat. resektoskop adalah 2 cm. Diharapkan dengan panjang uretra prostatika 2 cm ada
Menurut Mc Connell (1995) pada suatu studi ditemukan dua faktor yang berperan korelasinya dengan berat dari pembesaran kelenjar prostat maksimal 50 gram,
dalam pertumbuhan prostat yaitu bertambahnya umur dan erat hubungannya dengan sehingga dengan ukuran standar sepanjang 2 cm uretra prostatika ini dapat sebagai
kadar dihydrotestosterone (DHT). kriteria untuk menentukan operasi prostatektomi secara tertutup (Singodimedjo,
2000),
Menurut Gray (1959) Uretra pada pria dibagi menjadi uretra anterior dan Gambaran khas dari prostat laki-laki dewasa menurut Mc Neal (1970) terdiri atas
posterior. Uretra anterior adalah uretra yang terletak di penis bagian pendulan. empat gambaran morpologi yang berbeda yaitu :
Uretra posterior dibagi lagi menjadi uretra yang terletak setinggi kelenjar prostat I. Zona periter (periferal zone)
dan uretra membranasea yang terletak setinggi muskulus sphincter uretra Merupakan 70% dari volume prostat, muara dari kelenjarnya pada dinding
membranasea, panjang uretra prostatika adalah 30 mm. uretra dari veromontanum sampai dekat spingter ekterna. keganasan sering
terjadi pada zona perifer
Epidemiologi II. Zona sentral yang kecil (central zone)
Di abad-21 ini jumlah penduduk lanjut usia akan menunjukan peningkatan dengan Merupakan bagian terbesar kedua pada prostat, berbentuk konus dengan
cepat, hal ini sebagai konsekuensi dari berkembangnya ilmu kesehatan yang dasarnya yang membentuk bagian dasar prostat, dan bagian apikalnya berada
berdampak pada peningkatan angka harapan hidup (WHO, 70th sedangkan pada veromontanum. Aliran kelenjarnya bermuara disekitar muara duktus
Indonesia, 65th) sehingga secara langsung ini berpengaruh terhadap prevalensi ejakulatorius. Zona terbesar ketiga adalah stroma fibrimuskular anterior yang
kemungkinan terjadinya penyakit PPJ karena pengaruh dari usia (Kirby et al.,1995.). tidak mengandung komponen kelenjar hanya terdiri atas jaringan ikat
Pada penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1995 bahwa sukarelawan yang
diperiksa pada usia 60 – 69 tahun didapatkan angka kejadian PPJ cukup tinggi yaitu
51% sedangkan yang memberi gejala dan memerlukan penanganan medis III. Zona transisional (transisional zone)
separuhnya. Berdasarkan data otopsi secara mikroskopis bahwa kejadian PPJ pada Merupakan lobus yang kecil, merupakan 2% dari keseluruhan volume prostat,
laki-laki usia 40– 50 tahun sekitar 25%, usia 50 – 60 tahun sekitar 50%, usia 60 – 70 muara kelenjarnya pada bagian proksimal uretra prostatika dekat dengan
tahun sekitar 65%, usia 70 – 80 tahun sekitar 80% dan usia 80 – 90 tahun sekitar spingter ekterna. Daerah terdekat dengan zona transisional adalah daerah
90% sedangkan berdasarkan gejala klinis bahwa laki-laki yang berusia 50 – 74 tahun periuretral, suatu daerah yang menonjol, membentuk duktus kecil dan asinus
yang menderita PPJ sekitar 5 – 30%,yang menimbulkan keluhan LUTS (Lower yang tersebar dalam spingter preprostatika dan bermuara pada bagian posterior
Urinary Tract Symphtoms) sekitar 40% dan yang meminta pertolongan medis yaitu dari uretra proksimal. Terletak di periurethral sekitar verumontanum dan
separuhnya (Kirby,1995.Umbas & Rochadi,2000. Hanno et al., 2000 tampaknya bagian ini yang dapat mengalami hiperplasia yang menimbulkan
gejala-gejala pembesaran prostat jinak. Prostat hiperplasi berasal dari zona
transisional dan periuretral yang berada sepanjang uretra proksimal diantara
Anatomi dan Embriologi spingter otot polos leher buli sampai dengan veromontanum
Prostat mulai terbentuk pada minggu ke 12 dari kehidupan mudigoh dibawah Jaringan kelenjar dari zona transisi identik dengan zonal perifer hanya saja
pengaruh hormon androgen yang berasal dari testis fetus. Sebagian besar kompleks zona transisi tidak pernah mengalami perubahan keganasan.
prostat berasal dari sinus urogenitalis, sebagian dari duktus ejakulatorius, sebagian
veromontanum dan sebagian dari bagian asiner prostat (zona sentral) berasal dari Zone perifer dan sentral kira-kira 95% dari seluruh kelenjar prostat dan 5% adalah
duktus wolfii. zone transisional. Sedangkan kecurigaan keganasan prostat sekitar 60 – 76% berasal
Prostat merupakan kelenjar kelamin laki-laki yang terdiri dari jaringan dari zona periter, 10-20% dari zona transisional dan 5 – 10% dari zona sentral.
fibromuskuler (30 – 50%) stroma dan asiner (50 – 70%) yang berupa sel epitel (Narayan , 1995. Raharjo , 1999.Presti, 2000. Roehrborn & McConnel, 2002).
glanduler. Komponen fibromuskuler terutama disisi anterior sedangkan elemen
glanduler terutama dibagian posterior dan lateral. Secara anatomi prostat Prostat mempunyai 4 permukaan yaitu,
berbentuk suatu konus atau piramida terbalik seperti buah pear yang terletak 1 fasies posterior
pada rongga pelvis tepat di bawah tepi inferior tulang simfisis pubis dan sebelah 1 fasies anterior
anterior ampula recti. Bagian atas berlanjut sebagai leher buli-buli, apeknya 2 fasies inferior lateral
menempel pada sisi atas fascia dari diafragma urogenital. Prostat ini dilewati 2 fasiesinferior medial.
(ditembus) urethra dari basis ke arah apek membuat angulasi 35° pada
veramontanum. Ukuran prostat normal pada orang dewasa lebarnya 3–4 cm, Batas belakang kelenjar prostat berhubungan erat dengan permukaan depan ampula
panjangnya 4–6 cm dan ketebalannya 2 – 3 cm sedangkan beratnya 20 gr recti dan dipisahkan oleh septum recto vesicalis (fascia Denonvilier). Urethra pars
(Narayan,1995. prostatika merupakan bagian urethra posterior mulai dari kandung kemih sampai
spingter urethra bagian luar diafragma urogenitalia. Verumontanum merupakan
proyeksi prostat pada dinding posterior urethra ini dimana terdapat sinus tempat
keluar ductus ejakulatorius, coliculus seminalis.
Letak prostat diantara leher kandung kemih (orifisium urethra internum) dan
diafragma urogenitalis. Bentuk piramid terbalik dengan basis di atas, puncak di
bawah, permukaan depan dan belakang serta permukaan samping kanan dan kiri,
berbatasan dengan bangunan sekitarnya. Kelenjar prostat dikelilingi oleh kapsul
fibrosa (true capsule) dan diluar kapsul fibrosa terdapat selubung fibrosa, yang
merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis. Diantara kapsul fibrosa dan
selubung fibrosa prostat ini terdapat plexus venosus (Smith, 2004).

Struktur dari prostat


Dibagian luarnya dilapisi oleh jaringan kapsul fibrous yang dibawahnya merupakan
serabut otot polos sirkuler dan jaringan collagenous yang meliputi urethra
(involunter sphincter) dan lapisan lebih dalamnya merupakan stroma prostat yang
terdiri dari jaringan ikat elastis serta serabut otot polos yang mengelilingi epithel
kelenjar prostat serta pembuluh darah.

Vascularisasi prostat
Vaskularisasi kelenjar prostat berasal dari arteri prostatika cabang dari arteri
vesicalis inferior yang berasal dari arteri hypogastrika arteri iliaca interna. Letak
arteri prostatika dileher kandung kemih ada beberapa pendapat, yaitu : di lateral,
posterolateral, basis prostat tidak ditentukan letaknya, diposisi jam 4 dan 8, di posisi
jam 5 dan 7. Sedang letak cabang-cabang kecil di leher kandung kemih depan tidak
pernah disebut secara pasti, hanya oleh Harvard dianggap berada di posisi jam 11
dan jam 1 (Rifki, 1991).
Aliran vena prostat membentuk plexus venosus prostatikus yang terletak antara
kapsul kelenjar prostat dan selubung fibrous. Pleksus venosus ini menerima aliran
darah dari vena dorsalis profundus penis dan banyak dari vena vesikalis (plexus
santorini). Vena ini dindingnya sangat tipis, tak berkatup dan mengalirkan darah
melalui beberapa saluran yang besar langsung ke vena iliaka interna.
Batson membuktikan adanya banyak hubungan antara pleksus venosus prostat dan
vena-vena vertebralis. Ini dapat menjelaskan sering terjadinya metastasis pada
kolumna vertebralis bagian bawah dan tulang pinggul pada penderita karsinoma
kelenjar prostat. Pembuluh limfe dari kelenjar prostat mengalirkan cairan limfe ke
nodi lymphatici iliaca interna, lnn Iliaca externa, lnn obturator, lnn presacral.

Persarafan Prostat
Prostat mendapat persyaratan dari nervus sympatis (non adrenergik) dan
parasympatis (cholinergik) melalui plexus pelvicus otonomik yang terletak dekat
prostat. Plexus ini medapat masukan parasimpatetik dari medulla spinalis setinggi
S2 – S4 dan serat-serat sympatetik dari nervus hypogastrikus presacralis (T10-T12).
Peranan persarafan pada prostat sangat penting untuk diketahui karena dasar
terapinya dengan menghambat rangsangan reseptor α adrenergik yang banyak di
daerah trigonum,leher vesika urinaria dan di dalam otot serta kapsul prostat
sehingga terjadi relaksasi di daerah tersebut akibatnya tekanan urethral (Urethral
pressure) akan menurun sehingga terjadi pengeluaran urin dari vesika urinaria
akan menjadi lebih mudah.
Patogenesis Retensi kronik menyebabkan refluks vesico-ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan
gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan
estrogen, karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan
menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila
Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.
anatomik.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan Ada 2 faktor patofisiologi yang telah diketahui mutlak terjadinya pembesaran prostat
daerah prostat meningkat dan detrussor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat jinak yaitu : bertambahnya umur dan pengaruh hormon androgen.
detrussor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok Menurut Caine (1996) pembesaran kelenjar prostat, pada hakekatnya mengakibatkan
yang disebut trabekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara suatu sumbatan leher kandung kemih melalui 2 mekanisme yang penting, yaitu
serat detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang 1. Mekanisme mekanik atau statis, yaitu apabila kelainan itu bersifat anatomik
besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot terjadi akibat perubahan volume, konsistensi dan bentuk kelenjar prostat
dinding. Apabila keadaan berlanjut maka detrussor menjadi lelah dan akhirnya 2. Mekanisme dinamik atau fungsional, yakni bersifat kelainan neuromuskuler
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi oleh serabut otot polos pada urethra pars prostatika, kelenjar prostat dan
retensi urin. kapsula.

Pada tahun 1983 Mc.Neal membuktikan terdapat perbedaan yang sangat jelas
Patofisiologi mengenai morfologi fungsional dan patologi pada kelenjar prostat. Dan membagi
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. kelenjar prostat dalam 4 lobus yaitu :
Gejala obstruksi, yaitu (1) Stroma fibromuscular anterior,
 Hesitency  Gejala harus menunggu pada permulaan miksi (2) Zona perifer,
 Intermitency  Miksi terputus (3) Zona sentral
 Terminal dribling  Menetes pada akhir miksi (4) Jaringan pre prostatik.
 Pancaran miksi menjadi lemah,
 Rasa belum puas sehabis miksi. Jaringan pre prostatik merupakan lapisan tebal terdiri atas epitel kelenjar dan serabut
otot polos silindris bercampur, mengelilingi urethra pars prostatika proximal,
Gejala iritatif yaitu berfungsi sebagai spincter mencegah refluk semen ke kandung kemih pada waktu
 Frequency  Bertambahnya frekuensi miksi ejakulasi. Sebelah dalam lapisan ini terdapat kelenjar periurethral, dengan ductus–
 Nokturia ductusnya yang meluas kesamping dan sebelah luar lapisan tersebut pada titik
 Urgency  Miksi sulit ditahan dan pertemuan segmen proximal dan distal urethra pars prostatika disebut zona
 Dysuria  Nyeri pada waktu miksi transitional. Tempat dimana timbul proses patologi hipertropi kelenjar prostat ini
adalah zona transitional dan zona perifer urethral, yang mendesak kelenjar prostat
Gejala obstruksi disebabkan oleh karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup sebenarnya (true prostat) ke zona perifer (Outer zone) membentuk capsul (False
kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus capsul) dari serabut otot polos. Dan mendesak ke arah urethra pars prostatika
sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan yang tidak sempurna menyebabkan aliran kemih lemah sampai menetes dengan tekanan mengejan yang
pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika, meningkat (Mc. Neal, 1983).
sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Timbulnya perubahan-perubahan pada kelenjar prostat dimulai sejak umur dekade
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir ke empat, meliputi 3 proses yang berdiri sendiri, yaitu
miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak (1) Pembentukan nodul.
tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi (2) Pertumbuhan difus zone transitional
kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin (3) Pertumbuhan nodul.
terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin
sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih
tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks.
Nodul ini timbul di zone transitional dan jaringan periurethral dari kelenjar prostat Perubahan kandung kemih akibat sumbatan pada leher kandung kemih karena
(Inner zone). Pada pria umur 50-70 tahun volume zona transisional bertambah 2 kali hiperplasia kelenjar prostat adalah sebagai berikut :
lipat, dan nodule hanya merupakan 14% dari massa zona transitional. Tetapi mulai 1. Fase kompensata
bertambahnya umur 70-80 tahun terdapat peningkatan yang dramatis, massa nodul, Terjadi hipertropi musculus detrusor sehingga dinding kandung kemih
merupakan sebagian besar dari pembesaran kelenjar prostat. Pemeriksaan bertambah kekuatan untuk mengatasi tahanan tersebut dan dapat mengosongkan
mikroskopis pada nodul tersebut adalah khas suatu proses hiperplasia dari epitel dan diri. Akibat hipertropi otot detrusor tersebut pada mucosa terbentuk tonjolan-
stroma dalam berbagai proporsi dan tingkatan bentuk. tonjolan yang disebut trabekula. Disamping itu mukosa juga mengalami
penonjolan extra mural yang disebut sellulae dan sakkulae bila besar tonjolan
Gambaran histologis menurut Franks (1976) ada lima tipe bentuk : ini terus bertambah besar dan menerobos lapisan otot keluar menjadi
(1) Stroma, divertikulum. Karena divertikulum tidak dilapisi otot maka tidak mampu untuk
(2) Fibromuscular, mengosongkan diri walaupun faktor penyebab sudah dihilangkan (perubahan
(3) Muscular, irreversibel), maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.
(4) Fibroadenomatous
(5) Fibromyoadenomatous. 2. Fase dekompensata,
Keadaan dimana kandung kemih tidak dapat lagi mengosongkan air kemih
Paling banyak adalah bentuk Fibroadenomatous yang terdiri dari komponen stroma dengan sempurna, karena nilai ambang batas terlampaui, terjadi atoni musculus
jaringan otot dan kolagen, elemen kelenjar beberapa bentuk asinus dan kistik. Pada detrusor, sehingga pada akhir miksi masih terdapat sisa dalam kandung kemih.
proses hipertropi kelenjar prostat tidak terdapatnya gambaran mitosis sel epitel Dan suatu saat, bila sumbatan bertambah hebat dan sisa air kemih bertambah
masih merupakan teka-teki. Hiperplasia nodul kelenjar prostat menyebabkan banyak dalam kandung kemih, pasien tidak dapat mengosongkan kandung
perubahan mekanik, dan mempengaruhi vascularisasi yang akan menyebabkan kemihnya meskipun kemauan kemih ada, disebut retensio urine.
perubahan mekanik, dan mempengaruhi vascularisasi yang akan menyebabkan Komplikasi lebih lanjut akibat aliran balik (refluk) terjadi hidroureter dan
infark. Terdapat sedikitnya 25% infark jaringan hiperplasi, infark kelenjar prostat hidronefrosis, dan akhirnya terjadi kegagalan ginjal
menimbulkan hematuri dan kenaikan serum asam fosfatase.
Pertumbuhan nodul peri urethral cenderung ke proximal yang disebut lobus medius
membesar ke atas dan merusak sphincter vesicae pada leher kandung kemih hebat.
Pembesaran uvula vesicae (akibat pembesaran lobus medius) mengakibatkan Etiologi
pembentukan kantung pengumpul urin dibelakang orificium urethra internum. Urine PPJ sampai saat ini secara pasti belum diketahui.Beberapa teori telah kemukakan
yang tertimbun akan mengalami infeksi dan terjadi sistitis sebagai keluhan sebagai faktor penyebab terjadinya PPJ akan tetapi ada dua faktor penyebab pasti
tambahan. Pembesaran lobus medius dan lobus lateralis menimbulkan pemanjangan, yang diyakini sebagai faktor penyebab terjadinya PPJ yaitu faktor hormon
kompresi kesamping dan distori urethra sehingga penderita mengalami kesulitan androgen yang diproduksi secara normal oleh testis dan pengaruh dari
berkemih dan pancaran lemah (Blandy, 1985; Walsh et al, 1985) peningkatan usia. Adapun teori-teori tesebut yang dianggap sebagai penyebab
Spingter interna merupakan jaringan otot yang kompleks tersusun atas otot polos terjadinya PPJ sebagai berikut : ( Kirby et al,1995.McConnel, 1995.Presti , 2000).
dari proximal dan serabut seran lintang dari distal. Bagian proximal terdiri atas 1. Teori Dehidrotestosteron (Teori DHT)
serabut otot polos sirkuler urethra dan serabut otot polos longitudinal lanjutan dari Dasar teori ini bahwa testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig pada testis
otot polos ureter distal, trigonum vesica dan leher kandung kemih, sebagai spingter (90%) dan kelenjar adrenal (10%) akan diikat olehglobulin menjadi sex hormon
urethra interna diinervasi oleh saraf otonom. Dan bagian distal serabut otot seran binding globulin (SHBG) sekitar 98% berda dalam peredaran darah dan 2%
lintang berasal dari musculus sphincter urethra externa. Mekanisme kontrol kemih dalam bentuk testosteron bebas.
tergantung pada integritas kedua spingter tersebut. Sebagai komponen pasif Testosteron bebas inilah yang menjadi target cell yaitu sel prostat melewati
(sphincter urethra interna) dan komponen aktif (sphincter urethra externa), membran sel langsung masuk kedalam cytoplasma.Di dalam sel ,testosteron di
kerusakan otot kompleks ini menyebabkan terjadinya inkontinensia urine (Paulson, reduksi oleh 5 α reduktase menjadi 5 dehidrotestosteron (DHT) yang kemudian
1989 ; Resnick et al, 1985). bertemu dengan reseptor androgen di dalam cytoplasma menjadi hormon
androgren reseptor complek. Hormon reseptor komplek ini mengalami
transformasi reseptor menjadi nuclear reseptor yang masuk kedalam inti sel
(Nukleus) untuk kemudian melekat pada chromatin dan mengalami transkripsi
RNA (mRNA) sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori ketidakseimbangan estrogen-testosteron. Gambaran klinik
Kirby et al(1995) menyatakan bahwa prevalensi PPJ secara histologis ,klinik dan Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa
symptom sangat berhubungan dengan peningkatan usia. Berdasarkan teori ini rektum, kalainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan
bahwa dengan terjadinya proses penuaan akan terjadi ketidakseimbangan antara melalui colok dubur harus diperhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran
estrogen dengan testosteron. Pada proses penuaan kadar testosteron bebas prostat jinak konsistensinya kenyal), asimetri,nodul pada prostat, apakah batas
dalam sirkulasi darah menurun secara bertahap sementara kadar estrogen atas dapat diraba. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba benjolan
tidak ada perubahan sehingga secara gradual tidak signifikan dengan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau ada prostat asimetri dengan
peningkatan rasio antara estrogen bebas (estradiol bebas) di bandingkan bagian yang lebih keras. Dengan colok dubur dapat pula diketahui batu prostat bila
dengan testosteron. Hal ini menunjukan bahwa estrogen memegang peranan teraba krepitasi.
penting di dalam proses terjadinya PPJ dimana terjadi sensitisasi prostat oleh Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah
hormon estrogen bebas (estradiol) dengan peningkatan kadar reseptor androgen miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar
sedangkan di lain pihak terjadi penurunan jumlah kematian sel-sel prostat dan dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi
estrogen juga ternyata menyebabkan hiperplasia sel-sel stroma prostat. kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap
sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hipertrofi prostat. Derajat
Pada usia lanjut hormon testosteron menurun, sedang horman estrogen tetap berat obstruksi dapat pula diukur dengan menggunakan pancaran urin pada waktu
sehingga rasio menjadi kecil. Penurunan ini mulai usia 40-an sampai 60-an. miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rat-rata 10-12
Testes dan sel Leydignya memproduksi hormon testosteron. ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan,
dipacu 5 alpha reduktase
pancaran menurun antar 6-8 ml/detik, sedang maksimal pancaran menjadi 15
Testosteron DHT+ Reseptor Androgen (RA) ml/detik atau kurang. Kelemahan detrusor dan obstruksi intravesikal tidak dapat
dihambat 5 alpha reduktase inhibito
dibedakan dengan pengukuran pancaran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan
proses hiperplasia (jumlah sel menjadi banyak) bendungan saluran kemih sehingga mengangu faal ginjal karena hidronefrosis,
menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis
Mengapa timbul pada usia tua ? padahal secara mikroskopik hiperplasi terjadi penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan
sejak usia 35 tahun. Karena pada usia tua jumlah sel leydig menurun sehingga secara teratur.
jumlah hormon testosteronpun menjadi berkurang, diduga aktifitas androgen
reseptorlah yang meningkat. Mengenai pembesaran prostat jinak ini sering kita jumpai istilah-istilah yang dicoba
dipakai untuk menggambarkan keadaan dan patologi pembesaran prostat jinak.
3. Teori interaksi stroma – epithel Istilah yang sering dipakai ialah BPH = Benign Prostatic Hyperplasia, yang
Peranan faktor pertumbuhan (growth factor) sangat penting terhadap terjadinya sebenarnya merupakan terminologi untuk menyatakan adanya perubahan patologi
PPJ dimana terjadi interaksi antara faktor jaringan ikat (stroma) dengan faktor anatomik. Istilah lain, BPE = Benign Prostate Enlargement, juga merupakan istilah
ephitel glanduler prostat yang di pengaruhi oleh hormon androgen.PPJ secara anatomik, sedang BOO = Benign Outflow Obstruction, merupakan suatu istilah yang
langsung di pengaruhi oleh hormon androgen melalui berbagai mediator yang menggambarkan adanya gangguan fungsi dan BPO = Benign Prostatic Obstruction
berasal dari stroma ataupun sel-sel ephitel prostat di sekitarnya seperti epidermal juga istilah gangguan fungsi dan LUTS = Lower Urinary Tractus Symptoms, juga
growth factor (EGF), transforming growth factor alpha (TGF α ), fibroblast merupakan gangguan fungsi. (Rahardjo , 1999 ).
growth factor (FGF) dan transforming growth factor beta (TGF ß) inhibitor Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi
sebagai penyeimbang agar tidak tumbuh terus prostatnya. Gejala iritatif terdiri dari sering kencing (frequency), tergesa-gesa kalau mau
Stroma akan menjadi jaringan ikat / trabekulasi, adalah tonjolan m.destrusor kencing (urgency), kencing malam lebih dari satu kali (nokturia) dan kadang-
akibat hiperplasi dan akibat pengaruh Growth factor yang mana mengakibatkan kadang kencing susah ditahan (urge incontinence).
tidak bisa kencing. Gejala obstruktif yaitu, pancaran melemah, terakhir miksi merasa belum
kosong, kalau mau kencing harus menunggu lama (hesitancy), harus mengedan
(straining) dan kencing terputus-putus (intermitency) dan juga waktu miksi
memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinen karena “
overflow “ .
Gejala iritatif dan obstruktif harus di terjemahkan dalam bentuk bahasa harian yang
Obstruktif Keluhan Iritatif
setiap orang mudah memahaminya oleh karena itu disusunlah dalam bentuk skor
simpton yaitu skor simpton menurut Madsen Iversen dan skor simptom menurut
1. Hesitancy  perlu waktu bila mau 1. Urgency IPSS(International Prostate Scoring System)
miksi Non koordinasi antara kontraksi
2. Weak steam  Pancaran lemah / m.destrusor dg relaksasi m.spinter Skor simptom menurut IPSS yang sudah di terjemahkan
3. Straining  Kencing mengejan 2. Frequecy (miksi > 8x/hr) 1. MIKSI TIDAK TUNTAS 0 1 2 3 4 5
4. Prolonged micturition  Kencing - Karena Pengosongan VU tak Dalam 1 bulan y.l ada sisa urin setelah kencing
perlu waktu lama sempurna 2. FREKWENSI 0 1 2 3 4 5
5. Incomplete emptying  Kencing - Pembesaran prostat ke vu Dalam 1 bulan y.l sering kencing(setiap<2 jam)
tak puas -Hipertrofi m.destrusor vesicae 3. INTERMITTENSI 0 1 2 3 4 5
3. Nocturia (miksi > 2x semalam) Dalam 1 bulan y.l seberapa sering kencing terhenti
4. Urge incontinencia dan mulai lagi
Tidak bisa menahan kencing 4. URGENSI 0 1 2 3 4 5
Dalam 1 bulan y.l seberapa sering tak dapat
menahan kencing
Yang berperan pada keluhan obstruktif : 5. PANCARAN LEMAH 0 1 2 3 4 5
 Kelenjar prostat sendiri ( statik ) Dalam 1 bulan y.l seberapa sering pancaran
 Kontraksi otot polos di VU & kapsul klj prostat, uretra prostatika, sfingter uretra kencing lemah
membranasea ( dinamik ) 6. MENGEJAN 0 1 2 3 4 5
Dlam 1 bulan y.l seberapa sering harus mengejan
Yang berperan pada keluhan Iritatif : untuk memulai kencing
 Kelenjar prostat sendiri  pembesarab klj prostat ke arah vesika urinaria (lobus 7. NOCTURIA 0 1 2 3 4 5
medius), kearah uretra & rektum (lobus lateralis) Dalam 1 bulan y.l berapa kali harus terbangun
 Infeksi (cystitis)  TRIAS : frekuensi, dysuria, mikrohematuri untuk kencing waktu tidur
Jumah skor
Keluhan iritatif timbul setelah keluhan obstruktif, bila dilakukan pembedahan
keluhan obstruktif akan hilang dulu diikuti keluhan iritatif setelah 1 tahun. Pedoman :
0 : Tidak sama sekali
1 : Kadang-kadang (kurang dari 1x dalam 5x kencing)
Hiperplasi prostat 2 : Kurang dari separuh dari seluruh frekwensi kencing
3 : Kira-kira separuh dari seluruh dari seluruh frekwensi kencing
Penyempitan lumen uretra posterior 4 : Lebih dari separuh dari seluruh frekwensi kencing
5 : Hampir selalu
Tekanan intra vesikal meningkat
Khusus untuk pertanyaan No.7 (Nocturia)
0 : tidak sama sekali, 1 : 1x, 2 : 2x, 3 : 3x, 4 : 4x, 5 : 5x
Buli-buli Ginjal & ureter
- Hipertrofi otot destruser - Refluks vesiko-ureter Skor kwalitas hidup menurut IPSS :
- Trabekulasi - Hidroureter Bila anda harus mengalami keluhan kencing seperti sekarang ini sepanjang hidup
- Selula  m.destrusor(+) - Hidronefrosis anda,bagaimana perasaan anda ?
- Divertikel  m.destrusor(-) - Pionefrosis Pilonefritis 0 : Gembira 4 : Sebagian besar tidak memuaskan
- Gagal ginjal 1 : Menyenangkan 5. Tidak bahagia
2 : Sebagian besar memuaskan 6. Menakutkan
3 : Campuran,kadang memuaskan kadang tidak
BPH sering terjadi pada usia > 60 tahun. Organ ini terletak disebelah inferior buli-
buli dan membungkus uretra posterior. Bila membesar akan menekan uretra pars Pengisian kuesioner IPSS : (7 pertanyaan)
prostatika  gangguan aliran kencing. Berat normal pada dewasa 20 gram.  Ringan < 8 : tidak ada tindakan / watchful waiting
Syarat terjadinya BPH :  Sedang 8 - 18 : Medikamentosa
1. Geriatri (usia tua)  Berat > 18 : Operasi
2. Pria
3. Testes harus berfungsi Pemeriksan Fisik
Komponen testes ada 3 : tubulus seminiferus, sel leydig & epididimis Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien PPJ, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk
Pada penderita BPH  sering mengejan untuk kelurkan urin  Hernia & mencari kemungkinan ada distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat
hemorrhoid  penanganan BPH lebih utama diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul
Residu urine  stasis urine  cystitis  vesicouretral refluks pyelitis  yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume
hidronefrosis  keluhan nyeri pinggang, dysuri prostat dengan DRE cenderung underestimate daripada pengukuran dengan metode
Gross / mikro hematuri dapat disebabkan oleh adanya batu atau infeksi VU lain, sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti ukuran sebenarnya memang
Pada BPH yang lanjut terdapat tanda UREMIA sebagai akibat gagal ginjal berupa : besar . Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya
tekanan darah naik, nadi dan respirasi cepat 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas
pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%.
Diagnosis Adanya PPJ secara kasar dapat di ketahui dengan pemeriksaan colok dubur (rectal
Anamnesis
toucher atau digital rectal examination). Pada pemeriksaan RT ini dapat menilai
tonus musculus sfingter ani baik atau tidak karena ini berhubungan dengan
Anamnesis itu meliputi :
kemampuan fungsi neurologisnya dan juga dengan RT dapat menilai adanya
a. Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah menggangu
pembesaran prostat jinak atau suatu keganasan atau apabila ada nyeri tekan pada
b. Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah
prostat dapat merupakan suatu tanda peradangan pada prostat (prostatitis) sedangkan
mengalami cedera, infeksi, atau pembedahan )
apabila pada pemeriksaan RT konsistensi prostat kenyal seperti perabaan bakso
c. Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual
kemungkinan jinak akan tetapi apabila konsistensinya keras dan berbenjol-benjol
d. Obat-obat yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi
seperti menekan batu atau kayu harus di curigai sebagai suatu keganasan pada
e. Tingkat kebugaran yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.
prostat sampai terbukti tidak dengan pemeriksaan patologi anatomi dan juga dengan
pemeriksaan RT ini dapat memperkirakan besar prostat yaitu apabila pada saat RT
Pertanyaan penting:
batas atas prostat masih dapat di capai dengan jari maka secara empiris dapat di
1. Sering kencing malam hari ?
perkirakan besar prostat kurang dari 60 gram dan sebaliknya bila batas atas prostat
2. Pancaran kencing lambat ?
tidak bisa dicapai dengan ujung jari maka diperkirakan berat prostat lebih dari 60
3. Mengganggu kualitas hidup pasien ?
gram Perlu dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi
neuromuskuler ektremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus
Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala
sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan
obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score
pada busur refleks didaerah sakral
(IPSS). WHO dan AUA telah mengembangkan dan mensyahkan prostate sympton
score yang telah distandarisasi . Skor ini berguna untuk menilai dan memantau
Pada pemeriksaan fisik yang harus di catat yaitu keadaan umum,kesadaran,tanda-
keadaan pasien PPJ. Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien
tanda vital,adanya kelainan neurologik seperti tremor,kelemahan anggota gerak
mengisi sendiri tiap-tiap pertanyaan.
(hemi/paraparese/plegia),kelaianan fungsi jantung,penyakit paru obstruktif,penyakit
Keadaan pasien PPJ dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh adalah
gangguan fungsi ginjal,diabetes mellitus,hipertensi.
sebagai berikut:
Sedangkan hal yang perlu di perhatikan pada pemeriksaan fisik status urologi yaitu
1. Skor 0 – 7 bergejala ringan
ada tidaknya pembesaran ginjal pada perabaan atau adanya nyeri ketok di daerah
2. Skor 8 – 19 bergejala sedang
ginjal yang menunjukan adanya obstruksi aliran urin dan juga pemeriksaan pada
3. Skor 20 – 35 bergejala berat
vesika urinaria teraba penuh atau tidak dan yang tidak kalah pentingnya yaitu
pemeriksaan genetalia eksterna seperti ada tidaknya penyempitan urethra,fistel atau Pemeriksaan Laboratorium
adakah kelainan yang lain seperti hernia atau hemorroid yang sering di temukan Penilaian laboratorium sangat penting untuk persiapan pra operasi atau menilai
pada komplikasi akibat mngejan terus menerus baik ketika buang air kecil ataupun keadaan fungsi sistema traktus urinarius terutama menilai fungsi ginjal dengan
saat buang air besar yang ditemukan pada penderita pembesaran prostat jinak. memeriksa ureum,creatinin dan urinalisa serta pemeriksaan darah rutin seperti
. haemoglobin,leukosit,trombosit,faktor pembekuan dan penjendalan,golongan darah
Status Urologi serta gula darah sewaktu dan 2 jam pp dan yang tidak kalah pentingnya yaitu
Ginjal  Inspeksi pemeriksaan prostate specifik antigen (PSA) sebagai salah satu petanda tumor
 Palpasi bimanual marker dari kanker prostat.
 Kalau membesar→ ballotement
 Nyeri ketok 1. Urinalisis
Vesika Urinaria  Penuh :inspeksi,palpasi,perkusi Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukositoria dan hematuri.
 Kososng PPJ yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli, atau
Genetalia Eksterna  Sirkumsisi penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, diantaranya : karsinoma buli-buli in
 Orifisium urethra eksterna situ atau striktur uretra , pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan.
 Perabaan urethra Kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur
 Testis,epididimais,vas deferens urine, dan ada kecurigaan karsinoma buli-buli dilakukan sitologi urine.
Pada pasien PPJ yang sudah mengalami retensi urine dan telah memakai kateter,
 Hernia,hidrokel
pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada
DRE/RT  Tonus sfingter ani leukosituria maupun ertritrosituria
 Prostat Flow rate maximal (Qmax) 15 ml/detik : non obstruktif
 Menonjol 10-15 ml/detik : Borderline
 Konsistensi <10 ml/detik : Obstruktif
 Batas atas
 Nodul a. Catatan harian miksi (voiding diaries)
 Asimetris Voiding diaries saat ini dipakai secara luas untuk menilai fungsi traktus
 Perkiraan besar urinarius bagian bawah dengan reliabilitas dan validitas yangcukup baik.
Pencatatan miksi ini sangat berguna pada pasien yang mengeluh nokturia sebagai
keluhan yang menonjol. Dengan mencatat kapan dan berapa jumlah asupan
Pemeriksaan Fisik : cairan yang dikonsumsi serta kapan dan berapa jumlah urine yang dikemihkan
 Abdomen dapat diketahui seorang pasien menderita nokturia idiopatik, instabilitas detrusor
Ginjal teraba ( hidronefrosis), pinggang sakit ( pyelonefritis), VU membesar akibat obstruksi infra-vesika, atau karena poliuria akibat asupan air yang
pada palpasi maupun perkusi berlebih. Sebaiknya pencatatan dikerjakan 7 hari berturut-turut untuk
mendapatkan hasil yang baik, namun Brown mendapatkan pencatatan selam 3-4
 Penis / Uretra (utk kesampingkan retensio urin) hari sudah cukup untuk menilai overaktifitas detrusor (Brown et al , 2002 ).
Striktur uretra, stenosis meatal, phimosis, sikratik, fistula
b. Pemeriksaan residual urine
 Pemeriksaan Colok dubur (DRE/RT) Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang
TMSA, rektum kolaps/tidak, besar prostat. Posisi : litotomi, knee chest, miring, tertinggal didalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada orang
membungkuk. normal adalah 0,09 – 2,24 mL, dengan rata-rata 0,53 mL. Tujuh puluh delapan
persen pria normal mempunyai residual urine kurang dari 5 mL, dan semua pria
 Pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Antigen) normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL. Menurut Abrams dkk
Membedakan proses jinak atau ganas. Pemeriksaan ini dilakukan sebaiknya 3 peningkatan residual urine menunjukan adanya obstruksi karena pembesaran
hari setelah RT, karena akan meningkatkan kadar PSA. PSA (N: 0,5-4 ng/ml) prostat. Resiko adanya residual urine yang banyak adalah terjadinya infeksi batu
 untuk membedakan dengan karsinoma prostat buli, dan gagal ginjal. Abraham menganggap adanya residual urine lebih dari
50-100 cc adalah abnormal (Wein et al, 2001).
Mengukur Residu Urin usia pubertas dimana terjadi peningkatan Luitenizing hormon dan testosteron
Pasien yang di curigai menderita pembesaran prostat jinak di suruh kencing Ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan dalam pemeriksaan serum
sepuas-puasnya kemudian dipasang kateter dan di ukur residu urinnya. PSA karena ini akan mempengaruhi nilai serum PSA.
- Stadium I : < 50 cc
- Stadium II : 50-100 cc Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai serum PSA
- Stadium III : > 100 cc
- Stadium IV : Retensi Urin Kronis Penyebab Kenaikan Kenaikan Minor Kenaikan Mayor
PSA < 1,o mg/ml > 1,0 – 100 mg/ml
2. Pemeriksaan fungsi ginjal BPH √ √
Obstruksi infravesika akibat PPJ menyebabkan gangguan pada traktus urinarius Infeksi Tractus Urinarius √
bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat PPJ terjadi
sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko Prostatitis Akut/Kronis √
terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan tanpa Retensi/Kateterisasi √
disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enem kali lebih banyak. Pasien Biopsi/TURP √
LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem pelvikalises 0,8% Eyakulasi/DRE √
jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar
kreatinin serum. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai
petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih Nilai PSA tiap hari bervariasi sekitar 20% dan menunjukan hasil false meningkat
bagian atas. pada keadaan trauma pada prostat oleh tindakan memijat (pectal Toucher), adanya
infeksi da aktivitas seksual sedangkan pada keadaan latihan fisik tidak
berpengaruh terhadap nilai PSA. Kadar PSA dalam darah ditemukan dalam
3. Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen) bentuk bebas (free PSA) sedangkan kadar PSA dalam darah dengan ikatan
Prostat adalah salah satu organ penting dalam sistem traktus urinarius sehingga protease (total PSA) akan naik apabila barrier antara epitel dengan aliran darah
kelainan yang berhubungan dengan prostat akan berpengaruh terhadap sistema rusak
traktus urinarius. Bila dilihat dari struktur prostat yaitu 30 – 50% berupa jaringan
fibromuskuler, 50 – 70% berupa sel epithel glandular yang berperan dalam produksi Hal-hal yang perlu diketahui tentang nilai serum PSA
prostat – specifik antigen (PSA) untuk mengencerkan cairan semen sehingga 1. Age Specific Reference Range
spermatozoa bisa bebas bergerak. Nilai serum PSA sangat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain usia,
Dengan ditemukannya PSA pertama kali oleh Hara (1971) didalam cairan semen kanker, infeksi, trauma sehingga pada pemeriksaan serum PSA pada proses
dan beliau menamakannya sebagai gamma-seminoprotein, sehingga dalam ketuaan akan menunjukan peningkatan karena pengaruh bertambahnya
perkembangan selanjut oleh Wang (1979) dilakukan penelitian untuk mengisolasi ukuran kelenjar prostat.
suatu antigen dari jaringan prostat kemudian memurnikanya dan ini menunjukan
specifisitas terhadap jaringan prostat karena tidak ditemukan dijaringan tubuh lain 2. PSA Velocity atau PSA Rate (PSAR)
sehingga disebut Prostate Specific Antigen Konsentrasi PSA dalam cairan semen PSA Velocity merupakan kecepatan perubahan kadar PSA dari waktu ke
sejuta kali lipat dibanding yang berada dalam serum, misalnya pada laki-laki usia waktu, ini bertujuan untuk menilai apakah BPH atau kanker prostat.
50-80 tahun tanpa kelainan prostat pada cairan semen berkisar 0,5 – 5 mg/ml, PSA Velocity  normal : 0,03 ng/ml/tahun
sedangkan pada serum berkisar 1,0 – 4,0 ng/ml  BPH : 0,12 ng/ml/tahun
 Kanker Prostat Metastase : 5,35 ng/ml/tahun
Faktor-faktor yang mempengaruhi PSA
PSA merupakan suatu glikoprotein rantai tunggal yang terdiri dari 93% asam 3. PSA density atau PSA Index (PSAI)
amino dan 7% karbohidrat. Monomer ini terdiri dari 240 residu asam amino PSA density yaitu rasio antara kadar PSA serum dengan volume kelenjar
dan 4 rantai samping karbohidrat dengan berat molekulnya 30.000 dalton prostat yang ditentukan dengan TRUS. Pemeriksaan density ini bertujuan
Ekspresi serum PSA sangat dipengaruhi oleh hormon androgen. Deteksi serum untuk meningkatkan specifitas pemeriksaan PSA.
PSA secara histokimia dalam jaringan prostat menggambarkan karakteristik
puncak bimodal antara usia 0 sampai 6 bulan dan setelah usia 10 tahun ia
berkorelasi dengan kadar testoteron sehingga serum PSA mulai terdeteksi pada
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer apabila dasar buli-buli pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung
specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit PPJ ; distal ureter membelok ke atas seperti mata kail.
dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti : Pencitraan traktus urinarius pada PPJ meliputi pemeriksaan terhadap traktus
(a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat urinarius bagian atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat. Pemeriksaan IVP
(b) keluhan akibat PPJ/laju pancaran urine lebih jelek pada PPJ dikerjakan untuk mengungkapkan adanya :
(c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut. (a) kelainan pada saluran kemih bagian atas
(b) divertikel atau selule pada buli-buli
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. (c) batu buli-buli
Dikatakan oleh Roehrborn et al (2000) bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat (d) perkiraan volume residual urine
laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun (e) indentasi prostat.
pada kadar PSA 0,2-1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl
adalah 3,3 mL /tahun. Kadar PSA didalam serum dapat mengalami peningkatan 2. USG
pada keradangan, setelah manipulasi prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi Menilai bentuk dan ukuran kelenjar prostat dapat dilakukan dengan pemeriksaan
urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Sesuai yang transabdominal (TAUS) ataupun transrektal (TRUS). Jika terdapat peningkatan
dikemukakan oleh Wijanarko et al (2003) bahwa serum PSA meningkat pada saat kadar PSA, pemeriksaan USG melalui transrektal (TRUS) dibutuhkan guna
terjadi retensi urine akut dan kadarnya perlahan-lahan menurun terutama setelah 72 menilai kemungkinan adanya karsinoma prostat. Pemeriksaan USG prostat
jam dilakukan kateterisasi . bertujuan untuk menilai bentuk, besar prostat, dan mencari kemungkinan adanya
Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah (Wijanarko et al karsinoma prostat ,kecurigaan suatu keganasan pada prostat baik sebagai guiding
, 2003): biopsi prostat ataupun dengan adanya gambaran hipoechoic atau bila adanya
a. 40 – 49 tahun : 0 - 2,5 ng/ml gambaran hiperechoic dan shadow acustic pada batu prostat serta juga dapat
b. 50 - 59 tahun : 0 – 3,5 ng/ml menilai residu urin dalam vesika urinaria dengan USG transabdominal
c. 60 – 69 tahun : 0 – 4,5 ng/ml Ultrasonografi transrektal dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis
d. 70 – 79 tahun: 0 – 6,5 ng/ml terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan
ultrasonografi suprapubik.
Meskipun PPJ bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi Selain untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan USG dapat pula
kelompok usia PPJ mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain
PSA bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok seperti divertikel, tumor, dan batu.
dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia
ini pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya Jadi dengan pemeriksaan USG dapat digunakan untuk :
karsinoma prostat. Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai negara a. Menilai prostat
merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada  Bila terdapat gambaran hipoechoic (keganasan) maka dilakukan biopsi
PPJ, meskipun dengan syarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia pada daerah tersebut dengan TRUS.
harapan hidup pasien. Usia sebaiknya tidak melebihi 70 tahun atau usia harapan
 Bila terdapat gambaran shadowacustic (hiperechoic) menunjukan adanya
hidup lebih dari 10 tahun, sehingga jika memang terdiagnosis karsinoma prostat
batu prostat (prostatitis calculosa).
tindakan radikal masih ada manfaatnya.
b. Menilai Volume Prostat
Pemeriksaan Radiologis Volume dan besar prostat hampir sama karena berat jenis dari jaringan
1. BNO- IVP prostat antara 1-1,05 sehingga volume prostat dapat di tentukan dengan
Dengan pemeriksaan radiologik seperti foto polos perut dan pielografi intravena
menggunakan rumus : 4/3 x πR3 . Dimana R adalah radius dari prostat.
dapat diperoleh mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih,
hidronefrosis atau divertikel kandung kemih. Kalau dibuat foto setelah miksi
Bentuk prostat yaitu elipsoid maka akan lebih akurat bila R diperoleh dari
dapat dilihat sisa urin.
masing-masing bidang prostat sehingga menjadi rumus sebagai berikut :
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar
kandung kemih. Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat diperkirakan
Pemeriksaan BNO-IVP, Sistogram apabila di curigai adanya kelainan di saluran
4/3xπ R1R2R3 kemih seperti adanya riwayat hematuri,infeksi saluran kencing berulang,penurunan
fungsi ginjal atau ada riwayat urolithiasis atau riwayat operasi traktus urinarius
Dimana : R1→Radius bidang transversal bagian atas atau kecurigaan adanya divertikel atau suatu keganasan di kandung
R2→Radius bidang longitudinal kemih. Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien PPJ dengan memakai IVP atau
R3→Radius bidang sagital USG, ternyata bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya kelainan pada saluran
kemih bagian atas: sedangkan yang menunjukkan kelainan, hanya sebagian kecil
Rumus diatas di sederhanakan menjadi :0,52xd1d2d3 d: diameter dari prostat. saja (10%) yang membutuhkan penanganan yang berbeda dari yang lain.
Oleh karena itu prncitraan pada saluran kemih bagian atas tidak
Pemeriksaan ultrasonografi prostat tidak direkomendasikan sebagai direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada pembesaran prostat jinak, kecuali
pemeriksaan rutin, kecuali pada pasien yang hendak menjalani terapi : (a) jika pada pemeriksaan awal diketemukan adanya:
inhibitor 5-alpha reduktase, (b) termoterapi, (c) pemasangan stent, (d) TUIP atau (a) hematuri
(e) prostatektomi terbuka. (b) infeksi saluran kemih
(c) insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG)
3. Sistografi dan Sistogram (d) riwayat urolitiasis
Apabila fungsi ginjal buruk sehingga ekskresi ginjal kurang baik atau penderita (e) riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia.
sudah dipasang kateter menetap, dapat dilakukan sistogram retrograd
Pemeriksaan sistografi dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria Metode Sistoskopi
atau pada atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. Pemeriksaan Pasien sebelum dilakukan sistoskopi diperiksa colok dubur untuk menentukan
ini untuk dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih perkiraan berat kelenjar prostat, apabila masih dapat meraba bagian (pool) atas atau
atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu basis kelenjar prostat secara empiris dapat diperkirakan besar prostat kurang dari 50
radiolusen di dalam vesika gram dapat dilakukan operasi tertutup (reseksi transuretral) dan sebaliknya apabila
Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd guna memperkirakan batas atas prostat tidak bisa dicapai dengan ujung jari maka diperkirakan berat
besarnya prostat atau mencari kelainanan buli-buli saat ini tidak kelenjar prostat lebih dari 50 gram maka akan dilakukan operasi open prostatektomi.
direkomendasikan. Namun sistografi masih berguna pada PPJ dengan retensi Dilakukan disinfeksi daerah genetalia eksterna dengan povidon iodin 10%,
urine, demikian pula pemeriksaan uretrografi direkomendasikan jika dicurigai tutup lapangan operasi dengan doek steril.
adanya striktur uretra Sebelum dimasukkan sheath sistoskopi no. 15F diberikan anestesi lokal dengan
xilokain jelli kedalam uretra, kemudian sheath sistoskopi dimasukkan ke uretra
4. RPG sampai ke kandung kencing dengan lensa 300.
Kandung kencing di isi dengan cairan irigasi aquadest steril sampai penuh
5. URS (teraba di atas simphisis pubis menonjol keras).
Bila lobus lateralis bersinggungan / kissing lobe (N: diameter 1-1,5 cm)  dapat Kemudian ujung sheath sitoskopi di letakkan setinggi leher kandung kencing,
dilakukan operasi transureteral (TURP) pada saat itu pula penis di tarik ke distal sampai uretra dalam keadaan lurus,
Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra pars prostatika dihitung panjang sheath sitoskopi yang ada sebelah distal (luar) dari orificium
dan buli-buli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra, dan leher uretra eksternum (meatus) dicatat panjangnya (Xmm),
buli-buli, batu buli-buli, trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel buli-buli. Kemudian sheath sitoskopi di tarik keluar sampai melihat verumontanum (tepat
Selain itu sesaat sebelum dilakukan sistokopi diukur residual pasca miksi. melihat muara ductus ejaculatorius) dicatat panjang sheath sistoskopi yang ada
Sayangnya pemeriksaan ini tidak mengenakkan pasien, bisa menimbulkan di distal orificium uretra eksternum / meatus (misalnya Y mm).
komplikasi perdarahan, infeksi, cedera uretra, dan retensi urine. Hasil panjang uretra prostatika adalah Y mm dikurangi X mm kemudian hasil
Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan dilakukan tindakan pembedahan pengukuran dikelompokan sesuai dengan berat prostat, apa bila berat prostat
untuk menentukan perlunya tindakan TUIP, TURP, atau prostatektomi kurang dari 50 gram dapat dilakukan operasi prostatektomi transuretral, bila
terbuka. Disamping itu pada kasus yang disertai dengan hematuri atau dugaan lebih dari 50 gram dilakukan operasi prostatektomi terbuka.
adanya karsinoma buli-buli sistoskopi sangat membantu dalam mencari lesi pada
buli-buli.
Penatalaksanaan Obat penghambat α adrenergik ini dapat bersifat :
 Selective long acting α blocker : Doxazosin,tamsulosin,terasosin
Modalitas terapi pasien pembesaran prostat jinak berdasarkan muktamar XI Ikatan  Selective short acting α blocker: Prazosin,Alfuzosin,Indoramin
Ahli Urologi Indonesia di bandung tahun 2000 sebagai berikut :
 Non selective Fenoksibenzamin
1. Watchfull Waiting (Observasi)
Dalam hal ini penderita di observasi secara berkala sampai penderita merasa Berdasarkan persarafan bahwa daerah leher vesika urinaria,otot polos di
terganggu atau ditemukan tanda-tanda komplikasi akibat adanya pembesaran trigonum vesicae,prostat dan kapsul prostatika secara dominan dipersarafi
prostat jinak dan masa ini dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan oleh saraf parasimpatis dengan reseptornya α1adrenergik sehingga stimulasi
(IPSS≤ 7 atau Madsen Iversen ≤ 9). dari reseptor ini menyebabkan meningkatnya tonus otot-otot di daerah
Nasehat yang diberikan pada penderita yang di observasi yaitu mengurangi tersebut sedangkan bila reseptornya di hambat (α adrenoseptor antagonist)
minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,menghindari obat-obat dapat menurunkan tonus otot di daerah tersebut (terjadi relaksasi) akibatnya
dekongestan (parasympatolitik),mengurangi minum kopi dan melarang minum tekanan pada daerah uretra pars prostatika turun sehingga meringankan
alkohol agar tidak terlalu sering kencing. Dilakukan evaluasi terhadap proses kencing menjadi lancer
perkembangan score symptom,Qmax,residu urin dan pemeriksaan secara berkala Evaluasi hasil pengobatan sangat penting dalam menilai keberhasilan suatu
TRUS setiap tiga bulan sehingga apabila terjadi kemunduran maka sebaiknya terapi apalagi obat ini mempunyai efek samping antara lain penurunan
mulai dilakukan pengobatan medikomentosa atau operasi tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan pusing-pusing
(dizziness),capek,sumbatan hidung dan rasa lemah (fatique) disamping efek
2. Medikomentosa yang di harapkan untuk merelaksasi tonus otot di leher vesika urinaria
Dasar pertimbangan pengobatan medikomentosa diberikan karena terjadi maupun pada prostatnya sendiri agar menurunkan obstruksinya sehingga
peningkatan nilai score symptom(IPSS > 7,Qmax >5ml/detik,Residual kencing menjadi lancar dan obat α blocker ini sudah direkomendasikan oleh
urin<100 ml, rasa yang mengganggu seperti inkontinensia,rasa ingin buang air The 3rd and The 4thInternational Consultation on BPH 1995 and
kecil terus,frekuensi) sehingga hal-hal tersebut di atas dapat menjadi salah satu 1997(Caine,1990;Umbas dan Rochadi,2000)
dasar pertimbangan pemberian pengobatan medikomentosa,pemilihan jenis obat
yang diberikan dan juga melakukan evaluasi terhadap hasil pengobatan. Tiga 2. Menghambat pertumbuhan prostat(Supresor Androgen)
macam dasar pertimbangan dalam pengobatan medikomentosa yang dianggap Asumsi dari teori ini yaitu dengan dilakukan kastrasi maka tidak terjadi
rasional yaitu : pembesaran prostat dan pria yang mempunyai kelainan defisiensi enzim 5α
a. Penghambatan α adrenergik(α blocker )→merelaksasi tonus leher kandung reduktase,kelenjar prostatnya tidak berkembang walaupun potensi seksualnya
kemih tetap positif. Berdasarkan pada teori DHT (Dehidrotestosteron) bahwa
b. Penghambatan androgen(Supresor androgen)→menghambat pertumbuhan penyebab terjadinya pembesaran prostat apabila terjadi reduksi testosteron
prostat menjadi DHT yang memerlukan enzim 5α reduktase sehingga dengan
c. Phytoterapi menghambat kerja enzim tersebut maka tidak terjadi proses reduksi
testosteron akibatnya tidak terbentuk DHT. Atas dasar asumsi-asumsi
Ketiga pengobatan tersebut harus dievaluasi untuk menilai perubahan atau tersebut diatas maka supresi androgen dapat terjadi dengan memberikan
perkembangan antara sebelum dan sesudah pengobatan diberikan dan ini sebagai berikut :
dievaluasi selama tiga sampai enam bulan.  Penghambat enzim 5α reduktase
 Anti androgen
Adapun daya kerja dan jenis obat yang digunakan adalah sebagai berikut  Analog Luteinizing hormone releasing hormone (LHRH)
1. Penghambat α adrenergik
Berdasarkan persarafan daerah leher kandung kemih di dominasi oleh saraf Obat penghambat enzim 5α reduktase yang terdapat di pasaran yaitu
otonom yang bersifat simpatomimetik sehingga bila diberikan obat golongan finasteride dengan nama dagang di Indonesia yaitu Proscar dalam
penghambat α adrenergik (adrenergik blocking agent/ α adrenoseptor bentuk tablet dengan dosis 5 mg diberikan peroral sekali sehari.Selain itu
antagonist) diharapkan dapat mengurangi tonus leher kandung kemih agar ada golongan episterid dan untuk melihat efek terapi di butuhkan waktu 3-6
proses kencing dapat lancar. bulan dilakukan evaluasi secara berkala bila menunjukan perbaikan maka
terapi diteruskan akan tetapi bila tidak ada perbaikan parameter antara
sebelum dan sesudah maka dipertimbangkan untuk terapi pembedahan.
Hal yang harus diperhatikan dari pemberian finasterid mempunyai efek 3. Pembedahan
samping berkurangnya libido dan impotensi,ini terjadi sekitar 3-4 % dan Pasien pembesaran prostat jinak pada umumnya sudah dalam stadium berat yaitu
reversibel. mengalami retensi akut dengan atau tanpa komplikasi sehingga tindakan
Parameter evaluasi sebelum pengobatan dengan 5α reduktase pembedahan merupakan cara yang paling efisien mengatasi masalah tersebut
No PARAMETER SYARAT KETERANGAN apalagi tidak semua pasien yang mendapatkan pengobatan medikomentosa
1 Skor keluhan Ringan dan Untuk yang b er at berhasil yaitu sekitar 40-70 %(Emberton,1999) Mengingat kejadian penderita
sedang dianjurkan terapi operasi pembesaran prostat pada umumnya usia dekade lima keatas sekitar 50% dan
2 Volume prostat : Derajat I,II,III Volume prostat menurun semakin meningkat usianya maka semakin meningkat pula resiko terjadinya
- colok dubur dalam ml sampai 30% pembesaran prostat jinak padahal dengan semakin meningkatnya usia justru
- USG terjadi penurunan fungsi organ –organ tubuh karena proses degeneratif/penuaan
(optional) sehingga persiapan praoperasi sangat penting untuk menurunkan morbiditas
3 Sedimen Urin - Normal/Negatif Bila tidak normal perlu maupun mortalitas yang mungkin bisa terjadi pada pasien pembesaran prostat
Biakan evaluasi lebih lanjut dan jinak yang akan dilakukan operasi prostatektomi baik secara TVP ataupun
bila biakan positif perlu TURP. Faktor usia lanjut ini biasanya disertai juga oleh faktor komorbiditas
diterapi lebih dahulu lainnya seperti hipertensi ,diabetes mellitus, penyakit jantung koroner,penurunan
5 Kreatinin serum Normal Bila tidak normal perlu fungsi ginjal,hati maupun penyakit obstruktif menahun serta penyakit sistemik
evaluasi lebih lanjut lainnya
6 PSA(Prostatic ≤ 4 ng/ml Dengan pengobatan Sedangkan faktor komorbiditas lainnya yang biasanya menyertai pada penderita
Specific Antigen) biasanya menurun 50% pembesaran prostat jinak seperti anemia, malnutrisi juga harus mendapat
dalam 6 bulan bila perhatian serius sebelum melakukan operasi prostatektomi baik secata
meningkat perlu biopsi transurethral (TURP) maupun secara transvesikal(TVP).
7 Flowmetri Qmax :> 10 Biasanya membaik rata- Indikasi absolut pembedahan antara lain sebagai berikut :
ml/det rata 2,7 ml/det  Sisa kencing lebih dari 100 ml
 Infeksi saluran kencing berulang
3. Pengobatan Phyto terapi  Adanya batu buli-buli
Pengobatan ini menggunakan bahan dari tumbuh-tumbuhan seperti Hypoxis  Adanya hematuri secara makroskopis berulang
Rooperis,Pygeum Africanum,Urtica sp,Sabal Serulla,Curcubita pepo,Populus  Adanya divertikel buli-buli yang besar
temula,Echinacea pupurea dan cereale. Zat aktif yang terdapat di dalam  Adanya penurunan fungsi ginjal karena PPJ
tumbuhan tersebut belum semuanya di ketahui cara kerjanya.Pygeum  Retensi urin berulang
Africanum misalnya dapat mempengaruhi kerja Growth Factor terutama ß
FGF dan EGF sedangakan obat yang lain di katakan kemungkinan Indikasi relatifnya yaitu adanya residu urin lebih dari100 ml,Qmax kurang dari
mempunyai efek antara lain anti estrogen,anti androgen,menurunkan sex 10 ml/detik atau dengan pengobatan lain tidak menunjukan perbaikan sedangkan
binding hormon globulin,menghambat sel prostat berproliferasi, keduanya mempunyai resiko penyulit yang hampir sama sebagai berikut :
mempengaruhi metabolisme prostaglandine,anti inflamasi dan menurunkan  Penyulit durante operasi :
tonus leher buli-buli(Braquet et al,1994;Singodimedjo,2002)  Perdarahan (< 4 %):bila sinus venosus peri prostatika tereseksi.
Ada tiga hal problem dalam pengobatan dengan obat-obatan yaitu kapan  TUR Syndrome :Terjadi bila sinus venosus terbuka dan cairan irigasi
pengobatan di mulai dan berapa lama,bagaimana dengan efek sampingnya masuk sirkulasi sehingga terjadi hiponatremia.
dan harga obat yang masih tinggi sementara pengobatan dalam waktu yang  Perforasi : Apabila dinding buli-buli daerah trigonum ataupun
lama serta disiplin pasien dalam meminum obat dalam waktu yang lama kapsula prostatika robek pada saat prostatektomi secara transurethral.
perlu mendapat perhatian dokter dalam program pengobatan konservatif  Infeksi saluran kemih sampai septikemia : Operasi prostatektomi
pasie termasuk jenis operasi bersih terkontaminasi karena berhubungan
Konservatif  Medika mentosa bila score IPSS < 18 dengan saluran kemih apalagi bila hasil biakan urin positif maka
Finasteride / Proscar 5 mg/hr (3-6 bl), Tamsulosin/Flomax 0,4 mg 2-4 mgg , termasuk jenis operasi kotor sehingga pemberian obat antibiotika
Harnal 0,2 mg  kerjanya mengeblok enzim 5 alpha reductase membentuk DHT bersifat terapeutik apabila hasil biakan urin positif sedangkan bila
biakan urinnya negatif maka bersifat profilaksis.Apalagi bila mempunyai tetapi masuk ke buli-buli.Ini tidak berbahaya dan tidak perlu
penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,penyakit paru obstruktif menahun penanganan khusus hanya diberitahu sebelumnya.
dan lainnya merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi dan  Striktur uretra (±4-5%) :Biasanya terjadi pada daerah meatus atau
septikemia.Insidensinya berkisar antara 2-5% (Cramer ,1999) fosa navikulare serta daerah sekitar uretra pars prostatika karena infeksi.
 Stenosis leher buli-buli : Dapat terjadi saat mereseksi prostat terlalu
 Penyulit pasca operasi dini berlebihan atau karena pemasangan kateter yang terlalu lama.
 Retensi bekuan darah (± 3%): Ini bisa terjadi sebelum atau sesudah  Pembesaran prostat jinak berulang (sekiatar 4,2% pada TVP dan 17,6%
kateter di lepas.Bila ini terjadi sebelum kateter dilepas maka dilakukan pada TURP) :Pada operasi prostatektomi baik secara TVP ataupun
spuling dengan larutan aquabidest atau dengan Nacl 0,9% apabila tidak TURP tidaklah membuang seluruh jaringan prostat sehingga
berhasil maka dilakukan evakuasi jendalan darah tersebut dan apabila kemungkinan kambuh kembali bisa terjadi.
terjadi setelah pelepasan kateter maka dapat dilakukan pemasangan kateter
ulang untuk beberapa hari sampai bekuan darah tersebut lisis atau
dilakukan evakuasi jendalan tersebut bila tetap retensi urin .Upaya
Catatan :
pencegahannya dengan melakukan perawatan perdarahan sebaik-baiknya Operatif  IPSS > 18
saat operasi dan mengontrol irigasi secara kontinue pasca operasi serta Indikasi : 1. Hematuri
melakukan traksi pada kateter tersebut. 2. ISK berulang
3. Retensi urin berulang / akut
 Retensi urin (± 10%): Ada beberapa penyebab terjadinya retensi urin
4. Penurunan faal ginjal / hidronefrosis
disini : -Tersumbat bekuan darah→diirigasi
5. Vesicolithiasisi
-Tersumbat serpihan prostat →dievakuasi
6. Divertikel buli2 besar
-Muskulus detrusor masih dalam fase
dekompensata→dipasang kateter
 Perdarahan sekunder :perdarahan ini terjadi setelah sebelumnya urin
jernih sehingga biasanya akan berhenti sendiri apabila tidak berhenti maka A. Pembedahan terbuka (TVP=Transvesikal prostatektomi)
diperlakukan seperti pada retensi bekuan darah karena dapat menyebabkan Pembedahan prostatektomi secara suprapubik transvesikal pertama kali
tejadinya jendalan darah di kateter. dilaporkan oleh Belfield dari Chicago pada tahun 1887 dan Sir Peter Freyer dari
London pada tahun 1900 melaporkan tehnik pembedahan yang sama pada
 Inkontinensia Urin : Ini terjadi karena rusaknya spingter uretra eksterna pertemuan Internasional di Paris sehingga terkenal dengan prostatektomi
yang tereseksi saat prostatektomi akan tetapi apabila kerusakannya ringan menurut Freyer yang kemudian di modifikasi oleh Hrynzack sehingga terkenal
dapat sembuh sendiri (temporer sekitar 2%) sedangkan apabila dengan tehnik Hrynzack modifikasi Freyer. Setengah abad kemudian pada tahun
kerusakannya berat dapat menyebabkan inkontinensia permanen(sekitar 1945 diperkenalkan tehnik prostatektomi retropubik transkapsuler oleh Teernce
0,5%).Cara mengatasinya dengan mengklem penis,menyuntikkan silikon Millin.
sekitar spingter uretra ekterna atau memasang protewsa spingter(Cramer Pembedahan minimal invasif secara TURP masih merupakan standart emas
,1999) dalam penanganan pasien PPJ sekitar 95% akan tetapi ada juga pasien PPJ yang
dilakukan operasi prostatektomi secara terbuka (TVP) sekitar 5%nya
 Penyulit pasca operasi lambat Prostatektomi transvesikal (TVP) dikerjakan pada :
 Impotensi (± 4-20%):Terjadi apabila bundel neurovasculer (n.pudendus)  PPJ yang besar yang diperkirakan tidak dapat di reseksi dengan sempurna
yang mempersarafi penis rusak atau putus karena nervus pudendus dalam waktu satu jam
tersebut terletak di posterolateral dari kelenjar prostat sehingga pada  PPJ yang disertai penyulit seperti adanya batu buli-buli yang diameternya
operasi prostatektomi secara transvesical (TVP) secara teori tidak terkena lebih dari 1/2cm atau multiple,adanya divertikel besar.
karena manipulasi prostat di daerah anterior sedangkan pada operasi  Bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan TURP baik sarana maupun
prostatektomi secara transuretral(TURP)trauma termal dan elektrik dapat tenaga ahlinya (Rahardjo,1999;Singodimedjo,2002)
menyebabkan kerusakan dari neurovasculer bundel tersebut
 Ejakulasi retrograd : Kejadian ini hampir selalu terjadi pasca operasi
prostatektomi terutama bila berat prostatnya besar dimana pasien
mengeluh saat ejakulasi tidak keluar cairan sperma melalui urethra akan
===================Tehnik Operasi Prostatektomi Transvesikal (TVP) Catatan
 Dalam stadium anestesi,pasien dalam posisi supine ,kandung kemih diisi Open Prostatektomi
udara/air 250 ml.  Dilakukan pada pasien dengan besar prostat > 60 gram
 Dilakukan a/aseptik medan operasi dengan alkohol 70% kemudian dilanjutkan  Terdapat batu buli2 yang tak dapat dilakukan litotripsi
dengan betadin.  Divertikel buli
 Insisi suprapubik bisa secara pfanenstiel atau longitudinal,perdalam dari kutis  Prinsip : evakuasi jaringan prostat yang mengalami hiperplasi
sampai subkutis,vagina muskuli rekti dan apneurosis m.oblikus eksterna di
 Metode :
potong transversal dan dibuat flap ke arah superior dan inferior sehingga
 Suprapubik (Peter Freyer 1900)
nampak mm.rektus abdominis dan mm.piramidalis kemudian dipisahkan secara
tajam antara sisi kanan dan kiri .Pada kedua sisi muskuli rekti di pasang hook  Retropubik (Terrence Millin 1945)
langen back,tampak prevesikal fat dan peritoneum di sisihkan ke kranial  Radical prostatectomi / Perineal (Young)  pada kanker
,tampak pleksus vesikalis dan buli-buli ,dilakukan taugle di dua tempat prostate
proksinmal-distal.
 Dilakukan insisi buli-buli dengan cauter diantara dua taugle tersebut sambil
mengontrol perdarahannya sampai ke mukosanya terbuka,dilakukan sucksen dari B. Pembedahan minimal invasif secara transurethral(TURP)
cairan buli-buli yang keluar kemudian dipasang hook buli-buli. Prosedur TURP ini masih merupakan good standart dalam pengobatan PPJ di
 Identifikasi muara ureter dan keadaan buli-buli lainnya seluruh dunia sekitar 95% .Ada empat hal kelebihan TURP dibandingkan TVP
 Insisi prostat sekitar OUI sampai tampak kelenjar prostatnya kemudian yaitu
dilakukan enukleasi prostat sampai bebas dari kapsula sirurgikum .  Perdarahan lebih terkontrol karena bisa terlihat langsung
 Kontrol perdarahan dari prostatik bed pada jam 5,7,11  Lama rawat inap lebih sedikit
 Pasang daur kateter no.24 dan kunci awal sekitar 20ml,pasang daur kateter no.14  Tidak ada luka operasi yang terlihat dari luar
untuk irigasi dan di kunci 5 ml.  Resiko infeksi lebih kecil
 Jahit luka buli-buli pada mukosa dengan benang plan cut gut 3.0 secara
continous with locking kemudian bagian muskulernya dijahit dengan benag Sedangkan kemungkinan terjadinya faktor penyulit pascaoperasi mempunyai kans
cromic 2.0 secara continous without locking. Selam a penjahitan buli-buli irigasi yang hampir sama antara TVP dan TURP.
di alirkan dan daur kateter no.24 nya di traksi terus.
 Pasang drain cavum retzii Catatan
 Tutup luka operasi lapis demi lapis Tertutup ( Reseksi Transurethral prostatektomi )
 Operasi selesai  Berat prostat < 60 gram
 Dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam  menghindari Sindroma
======================================= Perawatan pascaoperasi reseksi transurethral akibat banyaknya cairan irigasi masuk pembuluh
 Awasi keadaan umum,vital sign,aliran irigasi dan warnanya darah (intoksikasi air)
 Traksi kateter dipertahankan selama 24 jam Gejala : gelisah, somnolen, tekanan darah naik, bradikardi
 Berikan Antibiotik profilaktif bila hasil biakan urin belum ada dan analgetik  ES: retrograde ejaculation
 Irigasi : -Hari 0→grojok  Beberapa Istilah :
-Hari I→40tetes/detik 1. Pseudo TUR  reseksi 30% mis pada lobus medius saja
-Hari II-III→30 tetes/detik 2. Partial TUR  30-90%
-Hari IV→coba di stop/klem,dengan pesan bila merah irigasi di  Paliative resection
alirkan lagi  Subtotal resection
-Hari V →Irigasi di aff 3. TURP total  Sebagian trigonum vesika,leher kandung kemih &
-Hari VI→mobilisasi duduk dan minum banyak kapsul prostat direseksi
-Hari VII→DC di aff 4. Subradical TUR  Pada kelenjar prostat yang mengarah keganasan
-Hari VIII→ Drain cavum retzii di aff dan rawat jalan
C. Perkembangamn Tehnologi baru pada penanganan PPJ Sehingga sebelum pembedahan dilaksanakan harus dibuat persiapan teliti, cermat
1. Laser (VILAP=Visual Laser Ablation of the Prostate) : terencana dan terarah dengan baik, sehingga hal-hal yang akan mendatangkan
Nd YAG mempunyai kemampuan koagulasi dan evaporasi dapat kegiatan pada pasien dapat dihindari (Scott et al, 1982).
menimbulkan lubang-lubang pada jaringan adenoma kalau disalurkan Komplikasi pasca pembedahan dibagi 2 yaitu :
melalui serat laser yang dapat membelokkan sinar laser 900(side firing Dini/awal,
fibers)sehingga secara perlahan adenoma akan terlepasdan akan Timbulnya kurang atau sama dengan 7 hari sejak saat pembedahan. meliputi :
menghasilkan kanal pada daerah urethra pars prostatika. retensi koagulum, perdarahan primer, infeksi luka operasi, infeksi saluran
kemih, gagal ginjal akut, henti jantung yang reversibel, infark myokard,
2. Thermo therapi dan Hyperthermi : sumbatan vena dalam, dan serebrovaskuler accident (Lewis et al, 1992)
Di sini prinsipnya dengan memanaskan jaringan adenoma melalui alat Untuk mengurangi terjadinya morbiditas awal karena retensi koagulum
yang di masukkan ke urethra atau rektum sampai 450sehingga diperlukan irigasi selama dan setelah reseksi prostat transuretra dengan cairan
diharapkan terjadi koagulasi.Keduanya dapat memberikan hasil normal salin. Bila memang masih terjadi retensi koagulum, maka perlu
perbaikan skor pada ±50%(hyperthermi) dan dilakukan tindakan spoelling/bladder washout lewat kateter (Rochani, 1993).
70%(thermoterapi).Sedangkan termoterapi lainnya yaitu :
 TUMT (Transurethral micriwave thermoterapi ) :Ini menggunakan Lanjut
gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan Bila terjadi 7 hari sampai dengan 12 bulan pasca operasi, berupa : striktura
prostat untuk mengurangi obstruksi. uretra, retrograd ejakulasi, inkontinensia urine karena kerusakan sfingter uretra
 TUNA (Transurethral needle ablation) :Ini menggunakan energi dan impotensi. (Mebust et al, 1997; Lewis et al, 1993).
frekwensi radio tingkat rendah untuk membakar bagian prostat
yang dikehendaki. Pendarahan pasca reseksi prostat transuretra lebih banyak terjadi pada reseksi
 Laser Coagulation Technique kelenjar prostat yang besar. Kematian pasca operasi prostat (6-90 jam pasca
 HIFU pembedahan) disebabkan karena problem pendarahan hebat. Faktor-faktor yang
 Electrovaporisation dipakai untuk menentukan derajat perdarahan yaitu :
 Laser vaporization 1. Banyaknya transfusi darah yang diperlukan untuk mempertahankan volume
sirkulasi
4. Pengobatan Alternatif
2. Hipotensi
3. Seringnya spuling
Apabila sudah ada indikasi operasi prostatektomi akan tetapi pasien tidak layak 4. Retensi jendalan darah
atau menolak maka dilakukan terapi pemasangan stent di urethra pars 5. Kadar Hb turun (> 2gr/dl) pasca pembedahan
prostatika sehingga bagian tersebut bisa terbuka terus. 6. Operasi ulang untuk menghentikan perdarahan (Aksan et al, 1993).

Komplikasi
Singh et al, 1973 dan Argawal et al, 1993, mengemukakan bahwa PPJ merupakan
penyakit yang sering diderita pria umur 40 tahun keatas. Pada periode tersebut telah
terjadi perubahan-perubahan fisiologis yang akan menimbulkan perubahan sistem Penis / uretra : striktur,meatal stenosis, himosis
kardiovaskuler, sistem respirasi, ginjal dan hormonal yang dipengaruhi banyak Kelenjar prostat : BPH,ca prostat, prostitis
faktor. Diperkirakan penderita umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko yang RETENSIO VU : kanker, batu, divertikel
lebih besar bila dilakukan pembedahan yaitu sebesar 10 % (Lyton, 1968 ; Walsh, URINE Saraf : neuropatic bladder
1992).
Sebelum pembedahan dilaksanakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu suatu fakta menunjukkan bahwa semua pasien adalah mereka
yang telah berumur lanjut, pembedahan kelenjar prostat termasuk pembedahan
mayor dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi atau morbiditas selama atau
sesudah pembedahan.
Diagnosis Banding
N
PENYAKIT KARAKTERISTIK
O
1 Striktur Uretra Usianya biasanya lebih muda kausa biasanya jelas
 Pernah uretra
 Pernah trauma panggul/perineum
 Pernah manipulasi urologik
Kateterisasi ada hambatan/gagal uretrografi
terdapat penyempitan endoskopi tampak
penyempitan
2 Stenosis Leher Buli- Biasanya terjadi sebagai penyulit operasi daerah ”
Buli bladder outlet” seperti prostektomi, PRTU prostat.
Kelainan kongenital ] jarang
Akibat prostatik kronis ]
Diagnosis pasti dengan endoskopi
3 Batu Buli-Buli atau Gejala iritatif lebih menonjol pernah keluar batu
Batu yang menyumbat bersama miksi
Uretra Posterior Foto rongen akan tampak batu bila bersifat
radioopak
Endoskopi untuk memastikan diagnosa
4 Karsinoma Prostat RT : Nodule positif (+)
Prostate specific antigen (PSA) meningkat >
4mg%
USG : daerah Hipoekoik

5 Prostatitis/Prostatodini  Biasanya usia lebih muda


a  Gejala iritatif lebih menonjol
 Bila akut nyeri tekan pada RT
 Pada prostatodinia : fisik dan laboratorik
tidak ada kelainan tetapi bisanya trfaktor
biasanya terdapat faktor psikologik
6 Buli-Buli Neuropati  Terdapat penyakit primer
 Trans spingter melemah
 Gangguan sensibilitas d aer ah
sakroperineal
 Perlu pemeriksaan
sistotometri/urodunamika
7 Pengaruh Obat-obatan Terdapat penyakit primer yang memerlukan obat
- Simpatolitik tersebut
- Psikotropik
- Alfa
Adregenik
menyebabkan relaksasi sfingter interna (leher kandung kemih terbuka). Miksi
NOKTURIA kemudian terjadi jika terdapat relaksasi sfingter uretra eksterna dan tekanan
intravesika melebihi tekanan intrauretra. (Farrar, 1985 ; Purnomo, 2003).
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002

Definisi Nokturia
Nokturia atau nikturia adalah salah satu gejala yang sering dijumpai. Tidak ada
Mekanisme Miksi Normal definisi nokturia yang jelas, tetapi umumnya nokturia berarti bangun pada malam
Secara fisiologik kandung kemih normal mengadakan respon terhadap pengisian air hari untuk buang air kecil (Jackson, 1999 ; Kerrebroeck et al., 2002 ). Menurut
kemih tanpa peningkatan tekanan intravesikal. Hal ini disebabkan kelenturan dari laporan dari subkomite standarisasi ICS (International Continence Society) Bagian
kandung kemih. Namun pada volume tertentu akan terjadi peningkatan tekanan Urologi di Belanda bahwa definisi berdasarkan terminologi nokturia adalah suatu
intravesikal yang akan merangsang refleks miksi. Refleks ini dimulai karena terjadi keluhan dimana individu bangun malam hari satu kali atau lebih untuk kencing.
peregangan kandung kemih dan terangsangnya reseptor regang pada dinding Nokturia mudah diketahui, merupakan suatu gejala dari beberapa kelainan dan juga
kandung kemih ( Wein, et al., 2001). salah satu gejala dari traktus urinarius bagian bawah. Disamping itu definisi yang
Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang secara fisiologis dipakai sering mempertimbangkan nokturia sebagai suatu symptom (berapa kalikah
berlangsung dibawah kontrol dan kordinasi system syaraf pusat dan system syaraf anda harus ketoilet selama semalam ?) dan tidak sebagai suatu kondisi. Untuk
tepi didaerah sakrum. Pengendalian proses miksi di tingkat sentral dimulai dari mendefinisikan nokturia sebagai suatu kondisi, dibutuhkan imformasi mengenai
korteks serebri yakni di daerah superomedial lobus frontalis. Daerah ini menerima urine output, fungsi traktus urinarius bawah dan hubungan antara keduanya .
informasi dari serabut sensoris asending dan dari nuclei batang otak. Rangsang Nokturia juga tidak dikelirukan dengan ENEURESIS yang merupakan suatu
impuls syaraf dari pusat miksi ini akan menghasilkan aktivitas muskulus detrusor. kondisi dimana terjadi kencing waktu malam hari dalam keadaan masih tertidur,
Serabut aferen yang menuju system syaraf pusat berasal dari dinding kandung kemih yang umumnya terjadi pada anak kecil dan kelompok usia lanjut (Jennum, 2002,).
menerima impuls stretch reseptor (reseptor regangan) dari dinding kandung kemih
yang dibawa oleh nervus pelvikus ke korda spinalis S2-4 dan diteruskan sampai ke
Prevalensi Nokturia
otak melalui traktus spinotalamikus. Signal ini akan memberikan informasi kepada
Nokturia dikenal secara mendasar sebagai masalah yang berhubungan dengan pria,
otak tentang volume urine di dalam kandung kemih. Di tingkat perifer kandung misalnya pasien dengan pembesaran kelenjar prostat. Akibatnya terdapat lebih
kemih dan uretra diinervasi oleh nervus pelvikus dan nervus hipogastrikus dengan banyak penelitian tentang nokturia pada pria dibandingkan dengan wanita..
serabut eferen parasimpatik dan simpatik. Sedangkan serabut syaraf somatic berasal Sebagai contoh penggunaan definisi nokturia pada buang air kecil dua kali atau lebih
dari nucleus Onuf di kornu anterior spinalis S2-4 yang dibawa oleh nervus pudendus
per malam. Chute et al, di USA yang mendapatkan prevalensi nokturia 16 % pada
dan menginervasi otot bergaris sfingter eksterna dan otot-otot dasar panggul. Serabut
pria yang berusia antara 40 – 49 tahun dan meningkat sampai 55 % pada yang
eferen parasimpatis berasal dari spinalis S2-4 dibawa oleh nervus pelvikus dan berusia diatas 70 Tahun. Schatzl et al., 2000, pada penelitian mendapatkan 1247
menginervasi otot detrusor berupa kontraksi dan terbukanya sfingter uretra. Serabut wanita dan 1221 pria. Terdapat frekuensi nokturia meningkat sesuai dengan usia
syaraf simpatis berasal dari spinalis segmen thorako-lumbal T10-L2 yang dibawah pada kedua jenis kelamin. Terutama setelah usia 50 tahun dimana didapatkan 67 %
oleh nervus hipogastrikus menuju buli-buli dan uretra. Sistem ini berperan pada fase
pada wanita dan 62 % pada pria. Sagnier et al, di Prancis menemukan insidensi
pengisian dimana terjadi relaksasi otot detrusor karena stimulasi adrenergik  dan nokturia pada pria lebih rendah sekalipun telah dipakai definisi nokturia satu kali
kontraksi sfingter interna serta uretra posterior karena stimulasi adrenergik  atau lebih buang air kecil permalam. Pada penelitian prevalensi nokturia , Stewar et
(Purnomo, 2003 ; Wein, et al., 2001). al., memperkirakan bahwa 29 % populasi USA yang berusia lebih dari 45 tahun,
Saat periode pengisian kandung kemih, tekanan didalamnya tetap rendah (di bawah bangun untuk buang air kecil sekali atau lebih per malam (A Wein, 2002 ).
15 mmH20). Sensasi pertama ingin berkemih biasanya timbul pada saat volume Dengan meningkatnya usia, prevalensi nokturiapun ikut meningkat. Hal ini menurut
kandung kemih mencapai antara 150-350 ml. Kapasitas kandung kemih normal penelitian Malmsten et al , yang menggunakan definisi buang air kecil satu kali
bervariasi sekitar 300-600 ml. Umumnya kandung kemih dapat menampung urin atau lebih per malam, menemukan prevalensi nokturia 30 % pada pria usia 45 tahun
sampai lebih kurang 500 ml tanpa terjadi kebocoran . Pada saat kandung kemih dan 79 % pada pria yang berusia 80 tahun. Demikian pula Swithinbank et al, 1997
sedang terisi, terjadi stimulasi pada system simpatik yang mengakibatkan kontraksi di Birmingham, melaporkan prevalensi nokturia pada wanita dengan definisi dua
sfingter uretra interna (leher kandung kemih menutup) dan inhibisi sistem kali atau lebih buang air kecil per malam. Didapat 9 % pada usia 19-29 tahun, 13 %
parasimpatik berupa relaksasi otot detrusor. Kemudian saat kandung kemih terisi pada usia 40 - 59 tahun, 28 % pada usia 60 – 79 tahun dan 51 % pada usia diatas 80
penuh dan timbul keinginan untuk miksi, maka terjadi stimulasi system parasimpatik tahun.
menyebabkan kontraksi otot detrusor dan inhibisi system simpatik yang
Penyebab Nokturia Pengaruh Usia terhadap Mekanisme Miksi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan nokturia umumnya sama antara pria Fungsi kandung kemih dan urethra sangat dipengaruhi oleh proses ketuaan. Pada
maupun wanita. Meningkatnya usia, akan berhubungan dengan resiko terjadinya susunan syaraf pusat, kendali serebral terhadap miksi akan menurun oleh karena
nokturia akibat kapasitas kandungan kemih yang mulai menurun. Oleh karena sisa proses atrofi korteks serebri yang progresif akibat hilangnya sel-sel neuron pada
urin dalam kandung kemih cenderung bertambah setiap selesai berkemih maka proses ketuaan. Keadaan ini sangat nyata pada penyakit demensia senilis. Demikian
kontraksi otot kandung kemih makin sering terjadi walaupun kontraksinya tidak lagi pula fungsi otonom dimana refleks otonomik mengalami gangguan pada usia lanjut.
sempurna untuk mengosongkan kandung kemih, yang pada akhirnya terjadi Keadaan ini dijumpai pada kasus hipotonia kandung kemih terutama wanita usia
instabilitas otot-otot detrusor (Schatzl et al., 2000). lanjut (Farrar, 1985). Pada usia 75 tahun keatas terdapat kecepatan pemendekan otot
Nokturia dianggap sebagai buang air kemih yang berlebihan di malam hari 2 kali detrusor, tekanan detrusor selama pancaran maksimum aliran urin dan tekanan
atau lebih. Hipertropi prostat sebagai penyebab obstruksi saluran kemih bagian maksimum selama miksi dijumpai lebih rendah dibandingkan dengan usia dibawah
bawah yang umumnya memberikan keluhan nokturia pada pria. Di samping 75 tahun. Fakta ini diduga berdasarkan gangguan fungsi detrusor isotonik yang
perubahan psikologis yang dapat meningkatkan resiko nokturia (Wagg, 2003 ). berkaitan dengan proses ketuaan. Diduga bahwa menurunnya kontraktilitas otot
Seperti diketahui bahwa normalnya, orang dewasa menghasilkan urine output detrusor ini disebabkan oleh perubahan fungsi mitokondria yang terkait dengan
duapertiga pada siang hari dan sepertiganya pada malam hari. Namun pada orang tua proses ketuaan pada otot polos kandung kemih (Malone-Lee & Wahedna, 1993).
hal ini mengalami perubahan, dimana terjadi penurunan kemampuan konsentrasi Juga dijumpai peningkatan serat kolagen pada dinding kandung kemih,
dan filtrasi glomerolus renal pada saat tidur malam sehingga urin lebih banyak pada meningkatnya sel-sel lemak dan mengecilnya otot-otot kandung kemih. Perubahan-
malam hari (Wardle, 2001 ; Wagg, 2003 ) . Di samping itu, pada orang tua perubahan diatas akan mempengaruhi fungsi traktus urinarius bagian bawah (Farrar,
mempunyai suatu delayed diuresis sebagai respon meningkatnya atau berkurangnya 1985).
cairan berdasarkan ritme diurnal sekresi ADH (Wagg, 2003).
Pada wanita usia lanjut setelah menopause terjadi penurunan aktivitas estrogen Dampak Nokturia
secara berangsur-angsur. Epitel uretra didaerah distal sangat sensitif terhadap Nokturia merupakan gejala yang mengganggu dan secara potensial merusak sebab
penurunan estrogen ini. Penurunan ini berakibat menurunnya selularitas dan atrofi secara signifikan mempengaruhi sebagian populasi dewasa yang justru pada saat itu
lapisan epitel vagina dan uretra. Hal ini mengakibatkan perubahan flora bakteri adalah usia produktif. Nokturia juga terkait dengan fragmentasi tidur sehingga
sehingga dapat menyebabkan sistitis dengan keluhan disuria dan dapat mencetuskan mengakibatkan gangguan fungsionalisasi di siang hari. Adanya fragmentasi dan
timbulnya keluhan nokturia (Farrar, 1985 ). gangguan tidur menyebabkan kantuk, keletihan, perubahan mood pada siang hari
Beberapa faktor yang mungkin turut berperan (A Wein, 2002 ) yaitu : dan gangguan berpikir dengan konsentrasi dan performance yang buruk. Pada
1. Masalah-masalah psikologis dan kebiasaan. penelitian di Swedia terhadap individu aktif menunjukkan bahwa kurangnya tidur
2. Poliuria diurnal : misalnya diabetes mellitus, polidipsi primer, diabetes akibat seringnya buang air kecil di malam hari menyebabkan tingkat energi
insipidus sentral atau nefrogenik. (vitalitas) menjadi lebih rendah, gangguan kerja yang berkaitan dengan produktivitas
3. Poliuria nocturnal : hipoalbuminemia, terapi diuretik, gagal jantung kongestif, dan berkurangnya kualitas hidup ( Jennum, 2002 ). Schatzl et al., 2000 mengatakan
renal desease, disfungsi neurologik. bahwa seringnya individu terbangun pada malam hari akibat adanya nokturia akan
4. Gangguan penyimpanan/pengosongan kandung kemih : infeksi, defisiensi berdampak negatif terhadap kualitas hidup. Penelitian juga menunjukkan gangguan
estrogen, penurunan kapasitas kandung kemih, overaktivitas kandung kemih, tidur dan gejala-gejala pada siang hari seperti hipersomnia diketahui berkaitan
BPH. dengan meningkatnya resiko kecelakaan lalulintas, morbiditas dan mortalitas serta
5. Masalah yang berkaitan dengan tidur : gangguan tidur, pemakaian biaya kesehatan (Akerstedt et al., cit. Jennum, 2002).
hipnosedatif. Nokturia dikenal sebagai hal yang menyulitkan pada pria maupun wanita. Suatu
penelitian terhadap pria usia > 40 tahun pada praktek umum dari 423 pasien,
Kebiasaan komsumsi cairan, atau minum paling kurang 2 jam sebelum tidur terdapat 67 % yang menganggap sebagai masalah yang mengganggu. Beberapa
seperti alkohol, teh, atau kopi (Wardle, 2001 ; Knowles, 2001). Disamping itu obat- penelitian mengatakan sifat gangguan tidak dapat dijelaskan, namun nokturia
obatan seperti diuretik, glikosida jantung, demeklosiklin, Lithium, methoxyfluran, merupakan penyebab paling umum terjadinya gangguan pola tidur yang selanjutnya
phenitoin dan vitamin D yang berlebih (Knowles, 2001). dapat menurunkan kualitas hidup. Hal ini akan memberi konsekuensi penurunan
fungsionalisasi dan produktifitas kerja di siang hari. Untuk orang yang lebih tua,
yang bangun di tengah malam dengan tergesa-gesa karena ingin buang air kecil
secara pasti akan meningkatkan resiko jatuh dan mengalami fraktur (A Wein, 2002 ;
Ciocon, 2002 ).
Bahkan sebuah penelitian tentang kejadian jatuh pada waktu malam hari Prevalensi nokturia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi
menunjukkan bahwa resiko jatuh secara signifikan lebih besar pada pria dan wanita nokturia di Instalasi Rawat Jalan Bedah RS Dr. Sardjito diketahui ada seperempat
dengan nokturia dibanding tanpa keluhan nokturia (Stewart cit. Dijk et al., 2002). dari populasi kunjungan. Hal ini akan semakin meningkat sesuai dengan
Penelitian di Belanda, Dijk et al., 2002 mendapatkan hubungan yang jelas antara bertambahnya angka harapan hidup, sehingga jumlah pasien terutama usia lanjut
status kesehatan yang dialami dengan keluhan nokturia. Terdapat 34 % yang akan semakin bertambah jumlahnya. Dengan demikian nantinya penanganan pasien
melaporkan status kesehatan jelek yang menderita keluhan nokturia. tidak hanya berorientasi kepada tindakan bedah melainkan diperlukan penanganan
tindakan non bedah.
Penatalaksanaan nokturia Penanganan pasien dengan keluhan nokturia merupakan penanganan non bedah
Pendekatan manajemen pasien nokturia, baik pria maupun wanita meliputi program sehingga diharapkan sangat penting diketahui para sejawat dokter spesialis, dokter
skrining, penggabungan anamnesis secara rinci untuk menentukan apakah umum/keluarga untuk banyak berperan sejak awal dalam penanganan pasien-pasien
pendekatan itu tepat untuk pasien tersebut. Pendekatan kemudian dilanjutkan dengan nokturia.
pemeriksaan fisik, evaluasi intake dan pengeluaran urin seperti adanya monitor
frekuensi/volume urine per 24 jam . Perlu diperhatikan adalah faktor-faktor
kondisi atau kebiasaan-kebiasaan, khususnya pada orang tua sehingga secara
sederhana dapat mengurangi keluhan-keluhan nokturia. Namun bila keluhan
menetap maka pendekatan awal terapi adalah mencari beberapa kondisi yang
mendasari, yang mungkin bertanggung jawab terhadap kejadian poliuria atau
menurunnya fungsi penyimpanan vesika urinaria. Diabetes mellitus dan diabetes
insipidus sering dikaitkan dengan poliuria. Demikian pula halnya dengan gagal
jantung kongestif, insufisiensi vena, penyakit renal, hipoalbuminemia, disfungsi
neurologik dan sleep apnoe syndrome yang masing-masing dapat mengakibatkan
poliuria nocturnal. Begitu pula dengan infeksi, hiperaktivitas otot-otot detrussor,
hipersensitivitas kandung kemih dan obstruksi saluran kemih bagian bawah dapat
menimbulkan masalah penyimpanan kandung kemih yang berakibat keluhan
nokturia ( Fonda cit. A Wein, 2002).
Penggunaan diuretik, intake kafein dan alkohol, konsumsi cairan saat sebelum tidur
dan pengaruh pada waktu malam hari (kebisingan, kecemasan dan kebiasaan) dapat
menjadi perhatian untuk mengurangi keluhan tersebut. Pilihan farmakologis dapat
menjadi pertimbangan untuk membantu keluhan nokturia yang disebabkan oleh
poliuria nocturnal seperti desmopressin. Desmopressin merupakan analog
struktural dari hormon antidiuretik (vasopressin). Dikenal sebagai terapi untuk
enuresis nocturnal seperti diabetes insipidus. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa terapi dengan desmopressin oral akan mengurangi produksi urin pada malam
hari, mengurangi miksi pada malam hari serta meningkatkan waktu dari waktu tidur
sampai miksi pertama kali pada malam hari, dengan demikian menormalkan lama
tidur. Terapi empiris dengan desmopressin merupakan jaminan terutama pada pasien
lebih tua khususnya pada mereka dengan kormobiditas, harus diberikan dengan hati-
hati dan perlu monitoring ketat kadar natrium serum (Rembratt, 2003).
Selanjutnya efektivitas masing-masing terapi dievaluasi dan dikaitkan dengan
perubahan kualitas hidup dan yang mengganggu. Bila terdapat kegagalan dalam
merespon terapi maka perlu dirujuk ke tingkat spesialis (A Wein, 2002 ).
Irigasi Post TURP Pemeriksaan laboratorium yang terpenting ialah darah tepi, urine sedimen, serum
kreatinin, PSA, elektrolit, biakan urine dan test sensitivitas bila diteukan kuman.
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan adalah pemeriksaan uroflowmetri
dan residu urin untuk mengetahui pancaran urin maksimal, volume urine yang
keluar dan sisa urin yang tertinggal di dalam buli. Selain itu pemeriksaan yang
Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) merupakan penyakit tersering kedua di klinik penting dilakukan adalah Trans Rectal Ultra Sonography (TRUS), untuk mengukur
urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Penatalaksanaan PPJ dapat berkisar volume prostatyang dinyatakan dengan satuan cc, juga untuk mendeteksi
dari observasi saja (watcful waiting), pengobatan dengan obat (medical treatment) kemungkinan keganasan dengan memperlihatkan adanya daerah hypoechoic, yang
dan pengobatan invasif tergantung berat ringannya keluhan dan penyakit. dapat langsung dibopsi dengan jarum dengan tuntunan TRUS.
Pengobatan invasif PPJ ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi jaringan Penatalaksanaan PPJ dapat berkisar dari observasi saja (watcful waiting),
adenoma. Indikasi absolut untuk pengobatan invasif ini ialah sisa kencing yang pengobatan dengan obat (medical treatment) dan pengobatan invasif tergantung
besar (>150 cc) infeksi yang sulit diberantas, sudah terjadi batu vesika, adanya berat ringannya keluhan dan penyakit. Pengobatan invasif PPJ ditujukan untuk
hematuria makroskopik, retensi urine berulang dan tanda mulai adanya penurunan menghilangkan atau mengurangi jaringan adenoma. Indikasi absolut untuk
fungsi ginjal. pengobatan invasif ini ialah sisa kencing yang besar (>150 cc) infeksi yang sulit
Prostatektomi Transuretra (TURP) masih merupakan standar emas pengobatan diberantas, sudah terjadi batu vesika, adanya hematuria makroskopik, retensi urine
invasif PPJ. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat berulang dan tanda mulai adanya penurunan fungsi ginjal.
< 90 gram dan penderita cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi yang TURP masih merupakan standar emas pengobatan invasif PPJ. Indikasi TURP ialah
dapat terjadi berupa komplikasi jangka pendek berupa perdarahan, infeksi, gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat < 90 gram dan penderita cukup
hiponatremia (Sindrom TUR), retensi oleh karena bekuan darah. Sedang komplikasi sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi yang dapat terjadi pada TURP dapt
jangka panjang dapat berupa striktur urethra, ejakulasi retrograde dan impotensi. berupa komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi jangka pendek
Sindrom TUR disebabkan oleh masuknya aquades ke dalam sirkulasi selama dapat berupa perdarahan, infeksi, hiponatremia (Sindrom TUR), retensi oleh karena
irigasi melalui sistem vena yang terbuka karena pengaruh gravitasi. Keadaan ini bekuan darah. Sedang komplikasi jangka panjang dapat berupa striktur uretra,
menyebabkan perubahan pada volume intravaskuler dan konsentrasi solut ejakulasi retrograde dan impotensi.
plasna.
Sindrom TUR
Pembesaran Prostat Jinak Sindrom TUR merupakan kumpulan gejala-gejala yang ditimbulkan sebagai akibat
Pembesaran prostat jinak sering juga disebut sebagai hipertrofi prostat, meskipun absorbsi cairan irigasi ke dalam sirkulasi selama irigasi melalui sistem vena yang
sebenarnya yang terjadi ialah hiperplasia dari kelenjar periuretral, sedang jaringan terbuka karena pengaruh gravitasi. Keadaan ini menyebabkan perubahan pada
prostat yang asli terdesak keperifer menjadi kapsel bedah. Etiologi PPJ masih belum volume intravaskuler dan konsentrasi solut plasna. Cairan hipotonis yang masuk ke
dapat diketahui dengan pasti. Faktor resiko yang dominan adalah bertambahnya intravaskuler akan menerik ion Natrium dan Kalium keluar dari ruang intrasel ke
umur pada pria dan adanya androgen atau dengan kata lain berfungsi baiknya testis ekstrasel, pergerakan ion natrium ini selalu diikuti oleh poergerakan ion Cl (coupled
oleh karena sel Leydig di testis merupakan penghasil androgen utama. transport) sehingga terjadi penurunan kadar ketiga ion tersebut. Pergerakan ion-
Gejala klinik PPJ berupa gejala LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) dapat ion ini keluar sel diikuti dengan masuknya cairan hipotonis kedalam sel sampai
dibedakan menjadi gejala iritatif yaitu sering kencing (frekuensi), tergesa-gesa bila tonisitasnya menyamai ruang ekstraseluler sehingga sel membengkak karena
ingin kencing (urgensi), kencing malam lebih dari satu kali (nokturi) dan kadang- kelebihan cairan, terjadi peningkatan volume intravaskuler dan dapat terjadi
kadang kencing sulit ditahan (urge inkontinen) dan gejala obstruktif yaitu pancaran komplikasi yang lebih besar lagi yaitu udem serebri. Faktor yang berperan pada
melemah, terakhir miksi merasa belum kosong, kalau mau kencing harus menunggu Sindrom TUR adalah waktu yang digunakan untuk reseksi, volume prostat, jumlah
lama (hesitansi), harus mengedan (straining) dan kencing terputus (intermittensi) material yang direseksi dan cairan irigasi yang digunakan
dan overflow incontinence. Insidensi Sindrom TUR meningkat pada pasien dengan besar prostat > 45 gram
Secara klinis pembesaran prostat jinak sudah dapat ditegakkan dengan dan lama operasi > 90 menit . Pada saat ini aquades masih banyak digunakan
ditemukannya gejala-gejala LUTS yang dapat dibuat score menurut Madsen-Iversen sebagai irigasi pasca TURP karena harganya murah akan tetapi berhubung sifatnya
atau cara scoring yang lain. Pemeriksaa fisik yang terpenting ialah DRE (Digital yang hipotonis mempunyai risiko henolisis intravenous, intoksikasi air dan
Rectal Examination) yaitu penonjolan prostat dengan konsistensi yang lunak atau hiponatremi.
elastis.
Gejala-gejala sindrom TUR mulai timbul bila kadar Natrium serum kurang dari 120
mEq/l berupa gelisah, agitasi, kesadaran menurunn, peningkatan tekanan intra
kranial, edema serebri, bradikardi, mual, muntah, nyeri kepala, kesadaran menurun
sampai koma.
Irigasi pasca TURP dengan menggunakan aquades dapat menyebabkan
penurunan kadar elektrolit serum. Hal ini disebabkan masuknya aquades ke dalam
sirkulasi selama irigasi melalui sistem vena yang terbuka karena pengaruh gravitasi.
Keadaan ini menyebabkan perunbahan pada volume intravaskuler dan konsentrasi
solut plasma. Cairan mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan
rendah sampai kedua daerah memiliki tekanan yang sama. Prinsip ini diaplikasikan
pada irigasi pasca TURP. Irigasi berfungsi agar area pasca pembedahan bebas dari
perdarahan sehingga tidak terbentuk bekuan darah yang dapat menyebabkan retensi.
Tekanan dari cairan irigasi harus lebih rendah dari tekanan didalam pembuluh darah
(tinggi cairan irigasi 60 – 70 cm). Jika tekanan cairan irigasi lebih tinggi dari
tekanan diastolik darah akan menyebabkan masuknya cairan ke dalam pembuluh
darah. Cairan hipotonis yang masuk ke intravaskuler akan menarik ion Natrium dan
Kalium keluar dari ruang intrasel ke ekstrasel, pergerakan ion natrium ini selalu
diikuti oleh pergerakan ion Cl (coupled transport) sehingga terjadi penurunan kadar
ketiga ion tersebut. Pergerakan ion-ion ini keluar sel diikuti dengan masuknya cairan
hipotonis kedalam sel sampai tonisitasnya menyamai ruang ekstraseluler sehingga
sel membengkak karena kelebihan cairan, terjadi peningkatan volume intravaskuler
dan dapat terjadi komplikasi yang lebih besar lagi yaitu udem serebri yang dapat
menyebabkan pasien menjadi koma.

KESIMPULAN
Terdapat penurunan yang bermakna pada kadar natrium dan chlorida serum pada
penggunaan irigasi Aquades pasca TURP. Sedangkan pada penggunaan irigasi
NaCl 0,9% pasca TURP tidak terjadi penurunan kadar natrium dan chlorida serum.
Pada kadar kalium serum pasca irigasi tidak terdapat penurunan yang bermakna
pada penggunaan irigasi Aquades pasca TURP maupun penggunaan irigasi dengan
NaCl 0,9%.
BPH Perlu ditanyakan :
1. penyakit-penyakit pada genital dan traktus urinarius yang diderita dahulu dan
Pembesaran prostat jinak sering disebut sebagai hipertrofi prostat, meskipun secara histologi
sekarang secara rinci dan riwayat pembedahan dan trauma.
yang terjadi adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral, sedangkan jaringan prostat asli
2. riwayat kesehatan secara umum termasuk riwayat keluarga yang berhubungan
terdesak ke perifer. Etiologi belum diketahui dengan pasti.
dengan kanker prostat dan BPH.
Mc Connel 1995 terdapat dua faktor yang berperan dalam pertumbuhan prostat :
3. fungsi seksual.
- bertambahnya umur
4. riwayat hematuria dan tindakan apa yang telah dilakukan untuk hal ini.
- dihydrotestosterone ( DHT )
5. riwayat infeksi saluran kencing.
6. riwayat penyakit syaraf termasuk diabetes.
Saat ini pada umumnya laki-laki dapat hidup melampaui umur 50 tahun dengan majunya ilmu
7. riwayat striktura uretra.
kesehatan maka kemungkinan hidup laki-laki akan semakin panjang dengan segala penyakit
yang berhubungan dengan umur. Diantaranya adalah BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
3 pertanyaan penting :
yang merupakan suatu tumor jinak pada laki-laki.
1. Apakah anda terbangun malam hari untuk kencing ?
Pada penelitian autopsi ditemukan pada umur :
2. Apakah pancaran kencing anda melemah ?
a. 40 – 50 tahun sebesar 20%
3. Apakah anda merasa terganggu dengan kencing anda ?
b. 51– 60 tahun sebesar 50%
c. Lebih dari 80 tahun sebesar 90%
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien, tanda vital, status gizi, status neurologi adakah kelumpuhan otot.
Untuk mendiagnosa BPH secara klinis harus diperhatikan 3 hal penting yaitu:
Pperhatian terutama ditujukan pada ada/tidaknya buli-buli yang penuh, ekskoriasi dari
1. Simptom
genital yang disebabkan oleh karena incontinensia urine, ada/tidaknya discharge uretral,
2. Pembesaran prostat
abnormalitas genital dan diteliti juga keadaan neurologis (dilakukan bersamaan dengan
3. Obstruksi infra vesikal
digital rectal examination - DRE) seperti tonus spinkter ani, refleks bulbo cavernosus dan
pemeriksaan fungsi sensorik dan motorik ekstremitas inferior.
Pada umur 50 tahun terdapat hiperplasi prostat sebesar 50%, pada umur 80-85 tahun
Status urologi adakah pembesaran ginjal yang dpt diraba, nyeri ketok, apakah buli-buli
sebesar 100%. Sedangkan secara makroskopis pembesaran prostat hanya 50% yang
teraba penuh, adakah kel.pd genitalia eksterna
teridentifikasi dengan autopsi dan colok dubur. Dan hanya 50% yang akan memberikan
simptom (disebut BPH bergejala). Berat kecilnya prostat tidak berhubungan dengan berat
Colok dubur
ringannya obstruksi. Pada umur 40-49 tahun BPH bergejala kira-kira 15%, pada umur 50-59
Tonus sfingter ani, prostat konsistensi, nodul, batas atas dan nyeri tekan . Pembesaran
tahun 25%, pada umur 60 tahun 43%.
prostat, konsistensi permukaan, nyeri tekan atau tidak, ada nodule atau tidak, sulkus
medianus, lobus lateralis, polus kranialis, mokusa diatas prostat dan reflek BCR (Bulbo
Pembesaran prostat jinak mempunyai 2 komponen yaitu
Cavernousus Reflex).
Statis  Besarnya prostat yang menekan uretra, dipengaruhi oleh dihydrotestosterone
Mengukur pembesaran prostate dengan DRE biasanya under-estimate. Untuk
Dinamis  Kontraksi dari otot polos prostat, yang dipengaruhi oleh reseptor alpha
pemeriksaan kanker prostate bila ada nodule ternyata pada biopsi yang positif hanya 26-
adrenergik
34%. Sensitifitas untuk pemeriksaan kanker prostat 33%.
Patogenesis Simton dan score  Hal ini diperiksa untuk:
Estrogen berperan pada inisiasi dan maintenance prostat manusia 1. mengevaluasi adanya bladder outlet obstruction
Beberapa macam peptide yang berperan : prolaktin, growth hormone dan TSH 2. untuk indikasi pengobatan aktif jika bladder outlet obstruction oleh karena BPH BPO)
Growth factor berperan dlm interaksi antara stroma dan epitel, yaitu : b-FGF dan TGF 3. untuk mengevaluasi hasil dari terapi

Diagnosis ======== Keadaan pasien BPH digolongkan berdasarkan score sebagai berikut:
Anamnesis  Score 0-7 : ringan
Terdapat gejala iritatif dan obstruktif buat scor, riwayat pembedahan, riwayat penyakit saraf,  Score 8-9 : sedang
DM, ISK, hematuria, riwayat batu sal.kemih, riwayat pemakaian obat parasimpatolitik  Score 20-35 : berat

Pemeriksaan laboratorium : darah tepi, ureum, kreatinin, elektrolit, PSA, urinalisa dan Nilai Qmax dipengaruhi oleh jumlah urine, usia, dan bervariasi orang per orang.
kultur urin Dianjurkan pemeriksaan uroflowmetri dengan jumlah urine < 150 ml.
Bila ada kelainan pada pemeriksaan urine seperti adanya lekosituria ataupun eritrosit uria
maka kita harus berpikir tentang adanya infeksi, batu, keganasan di buli-buli, striktura Residual Urine
uretra. Dalam keadaan ini kita harus lebih teliti dengan mengadakan pemeriksaan kultur Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang tertinggal
sensitifitas urine, sitologi urine. Terkecuali bila sudah dilakukan tindakan pada uretra dan didalam buli-buli setelah miksi. Normal residual urine 0,09 – 2,24 ml. Rata-rata 0,53 ml.
buli-buli (misalnya kateterisasi ataupun sistostomi). Semua pria normal residual urine tidak lebih 12 ml. 78% laki-laki normal residual urine
Pemeriksaan fungsi ginjal penting sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan kurang dari 5 ml. Pemeriksaannya dengan cara:
pemeriksaan saluran kemih bagian atas 1. USG pre dan post miksi
2. dengan bladder scan
Voiding diare 3. dengan kateterisasi post miksi
Pencatatan balans cairan sebaiknya dikerjakan selama 7 hari berturut-turut tetapi ada
yang mengatakan 3-4 hari sudah cukup. Pemeriksaan ini dapat untuk mengetahui pasien Atas indikasi : BNO IVP, BNO sistografi, BNO- USG ginjal
menderita instabilitas detrusor sebagai akibat obstruksi infra Vesika atau karena poliuri IVP, hanya dikerjakan pada penderita-penderita BPH bila ada:
akibat asupan air yang berlebih ataupun nokturia idiopatik. a. hematuria
b. infeksi saluran kemih
PSA c. insufisiensi ginjal
Dikerjakan oleh karena: d. riwayat urolitiasis
1. adanya kanker prostat akan mempengaruhi tindakan terhadap BOO yang e. riwayat pernah menjalani pembedahan saluran urogenetalis
disebabkan oleh karena pembesaran prostate
2. nilai PSA digunakan sebagai prediksi volume prostat pada BPH dan keadaan yang Pemeriksaan USG prostat tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin kecuali bila
akan datang yang disebabkan oleh karena BPH. penderita akan mendapat terapi:
1. inhibitor 5α reduktase
PSA tinggi berarti: 2. termoterapi
1. pertumbuhan volume prostate lebih cepat 3. pemasangan stent
2. keluhan akibat BPH / laju pancaran kencing lebih jelek 4. TUIP
3. lebih mudah terjadinya retensio urine akut 5. prostatektomi terbuka

Dianjurkan pemeriksaan PSA pada orang-orang berumur lebih dari 50 tahun tidak lebih URS
dari 70 tahun dengan harapan hidup lebih dari 10 tahun sehingga tindakan radikal perasi Tidak dianjurkan untuk pemeriksaan rutin. Dilakukan pada saat akan dilakukan tindakan
ada gunanya dan dengan pembicaraan untung rugi peeriksaan tersebut dengan pasien. pembedahan untuk menentukan dilakukan TUIP atau TURP atau operasi terbuka atau
Perlu diingat adanya rentang PSA berdasarkan usia : pada penderita dengan hematuria dan tumor buli-buli
40-49 tahun : 0-2,5 ng/ml
50-59 tahun : 0-3,5 ng/ml Orodinamik
60-69 tahun : 0-4,5 ng/ml Indikasi pemeriksaan pada BPH yaitu:
70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml a. usia <50 tahun atau > 80 tahun dengan urine sisa lebih dari 300 ml.
b. Qmax > 10 ml/detik
Pemeriksaan penunjang : uroflowmetri, TRUS, TAUS, residu urin c. setelah menjalani pembedahan radikal pada pelvis
Uroflometri d. setelah gagal dengan terapi invasif
Dari sini diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maximum (Qmax), e. curiga adanya buli-buli neurogenik
pancaran rata-rata (Qave), waktu mencapai pancaran maximum dan lama pancaran.
Terdapat hubungan antara nilai qmax dengan derajat BOO sebagai berikut: Penatalaksanaan
Qmax < 10 ml/detik 90% BOO Pilihan pengobatan tergantung beberapa faktor : berat ringannya gejala, efektivitas
Qmax 10-14 ml/detik 67% BOO terapi dlm jangka panjang, efek samping dan komplikasi dari terapi.
Qmax > 15 ml/detik 30% BOO Terapi : watchful waiting, medikamentosa dan pembedahan
Watfull waiting Alpha 1A selektif : tamsulosin, dosis 0,4mg 1x sehari, tdk dipengaruhi oleh
Diberikan pada laki-laki dengan mild symptom scores (0-7). Laki-laki dengan moderate makanan, tdk membuat hipotensi dan efek samping minimal thdp jantung
atau severe symptom dapat diberikan tindakan ini bila penderita memilih. Dianjurkan Tamsulosin : onset kerja cepat, tdk perlu titrasi, pd suatu studi di USA 1488
penderita selama terapi ini: pasien dlm 13 minggu mengalami perbaikan gejala.
1. jangan terlalu banyak minum kopi atau alcohol setelah makan malam.
2. kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi dan coklat) 2. Penghambat 5-alpha reduktase
3. membatasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung vinilpropanolamin. Obat ini bekerja menghambat kerja enzim 5 alpha reduktase shg testosteron tdk diunah
4. kurangi makanan pedas dan asin mjd DHT, shg tdk terjadi sintesa protein Berefek mengurangi ukuran prostat,
5. jangan menahan kencing terlalu lama mengurangi gejala Memberikan perbaikan gejala stlh 6 bulan.
Efek samping : menurunkan libido, impoten, gangguan ejakulasi dan menurunkan nilai
Setiap 6 bulan penderita kontrol diperiksa IPSS, perubahan keluhan, laju pancaran PSA Dua jenis : finasteride dan dutasteride
kencing, residual urine. Finasteride : dpt mengurangi volume prostat ± 20 %, dan perbaikan gejala 15 %
Dutasteride : adalah generasi kedua, yang menghambat kedua tipe 5-alpha reduktase
yaitu I dan II. Dlm suatu studi dpt menurunkan resiko retensi urin akut, memeperbaiki
Medikamentosa : gejala dan menurunkan vol prostat dibanding dengan plasebo
Medikamentosa bertujuan untuk mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai
komponen dynamic atau mengurangi volume prostat sebagai komponen static 3. Phyto terapi
1. Penghambat alpha adrenergik Populer di Eropa, zat aktif belum semua dpt diketahui. Pygeum Africanum dpt
Komponen penyebab LUTS pada BPH adalah kekakuan otot polos prostat, uretra mempengaruhi kerja growth factor Masalah : kapan dimulai, berapa lama, dan efek
dan leher vesika, yang di mediatori oleh reseptor alpha adrenergik. Penghambat samping
alpha adrenergik menyebabkan relaksasi otot polos prostat, menurunkan tekanan Fitoterapi :
uretra sehingga pengeluaran urin dari vesika mjd lebih mudah. - Menggunakan ekstrak tanaman
Reseptor alpha adrenergik trdapt di vesika, leher vesika, prostat sfingter uretra - Macam (di Indonesia) :
eksternus Reseptor alpha 1 adrenergik mempunyai 3 tipe alpha 1A, alpha 1B, alpha 1. Serenoa repens (Lanaprost)  Dosis : 1 - 2 tablet/hari, 3 bulan
1D. Reseptor alpha 1A paling banyak ditemukan di prostat dan leher vesika. 2. Pygenium africanum (Tadenan)  Dosis : 2 x 1 caps/hari, 6-8 minggu
Penghambat alpha adrenergik secara umum memperbaiki gejala 30-40% dan Bekerja sebagai inhibitor  fibroblast, growth factor (FGF ).
perbaikan Qmax 16-25% Efek samping : dizziness, hipotensi, sumbatan hidung, lekas
lelah. Onset kerja cepat, perbaikan gejala dapat dilihat dlm 48 jam Macam lainnya yaitu:
- Non selektif : phenoxybenzamine, efektif utk terapi BPH, efek samping lebih sering Sawpalmettoberry, Pygeum, Africanum, akar dari Echinacea Purpurea, Hypoxis
dijumpai, jarang digunakan Rooperry, Pollen Extract dan daun Trembling Poplar.
- Selektif-short acting : prazosin, alfuzosin, indoramin Cara kerjanya mungkin menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG),
Prazosin : efektif utk BPH, tetapi efek complience buruk karena efek samping antiestrogen, antiandrogen, inhibisi basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dan Epidermal
menimbulkan hipotensi postural dan sinkop, butuh dosis 2x sehari karena onsetnya Growth Factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti inflamasi,
cepat dan waktu paruhnya pendek menurunkan out flow resistance dan memperkecil volume prostat.
Alfuzosin : penggunaannya juga msh terbatas karena dosis 2x sehari, walau ada
dosis 1x sehari 10 mg tetapi efek samping lebih tinggi di banding placebo Pembedahan
Indoramin : Memperbaiki aliran urin dengan menghambat reseptor alpha 1 di prostat Tujuan terapi intervensi adalah menghilangkan/ mengurangi adenoma
dan leher vesika. Indikasi :
* Residu >>
- Selektif long acting : terazosin dan doxazosin * Infeksi sulit diberantas
Terazosin : waktu paruhnya 12 jam, efektif utk terapi hipertensi, dimulai dengan * Batu
dosis yang rendah, dititrasi dlm 2 minggu hingga dosis maksimal utk mencehag * Hematuria Makroskopik
hipotensi ortostatik dan sinkop * Retensi urin berulang
Doxazosin : waktu paruh 22 jam, dapat diminum kapan saja, tdk dipengaruhi oleh * Fungsi ginjal menurun
makanan, memperbaiki gejala 35-43 % * LUTS yang mempengaruhi kualitas hidup
BPH dengan komplikasi • Cairan irigasi
1. retentio urine • Ketinggian cairan irigasi
2. infeksi saluran kemih berulang karena BPO • Irigasi dipertahankan 24 - 48 jam
3. hematoria makroskopik karena BPE. • Irigasi dihentikan bila urin jernih dan jendalan (-)
4. batu buli-buli karena BPO • Kateter uretra dilepas 72 jam pasca op
5. gagal ginjal oleh karena BPO • Minum banyak air (2000 - 3000 cc)
6. divertikulum buli-buli yang cukup besar oleh karena BPO
Edukasi  Hindari :
Kontra indikasi operasi prostat: * Aktivitas berat
1. Resiko anestesi yang berat oleh karena penyakit paru-paru dan jantung * Aktifitas seksual 6 minggu
2. Gangguan pembekuan dan kelainan darah * Konstipasi
3. Penyakit-penyakit syaraf seperti Parkinson, perdarahan otak, Alzheimer.
4. Kelemahan spinkter ekternus. Operasi pembedahan terbuka:
5. Takut akan terjadinya retrograde ejaculation 1. Suprapubik transvesical prostatektomi
2. Retropubik ektravesikal prostatektomi
Dibagi 2 yaitu; 3. Transperineal prostatektomi
1. ablasi jaringan prostate atau pembedahan
Ablasi jaringan yaitu pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, Laser Tindakan invasif minimal yaitu:
Prostatektomi 1. laser terapi
2. transurethral electrovaporization of the prostate
2. tehnik instrumentasi alternatif 3. hyperthermia
Tehnik instrumentasi alternatif yaitu Interstitial Laser Coagulation, TUNA, TUMT, 4. transurethral needle ablation of the prostate
Dilatasi Balon dan Stant Uretra. 5. high-intensity focused ultrasound
6. intraurethral stents
7. transurethral balloon dilation of the prostate.
TURP
• Dikerjakan pada 90 % kasus MINIMALLY INVASIVE INTERVENTION
• Volume prostat 80 cm3 1. BALLOON
• Lama reseksi < 90 menit 2. STENTING
3. THERMAL TREATMENT :
Keuntungan TURP : • Hyperthermia ( 42C & 45C )
• Trauma minimal • TUMT ( > 45C )
• Lama perawatan lebih singkat • TUNA ( > 70C )
• Perbaikan skor IPSS 85 %
Problema TURP
• Seksual : Ereksi 3 - 34 % , Soderdahl et all : disfungsi ereksi secara
statistik tidak bermakna
• Inkontinensia : Stress 1,7 % , Total 0,5 %
• Bedah : TUR Sindrom 2 %
• Komplikasi bedah terbuka dan TURP hampir sama

Perawatan pasca op
• Tanda vital
• Patensi kateter uretra
• Perdarahan
K I D N E Y
Demikian juga posisinya bervariasi saat berdiri, berbaring atau posisi trendelenburg
Secara normal, pergerakan ginjal pada saat inspirasi atau perubahan posisi dari
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 berbaring ke posisi berdiri ginjal akan turun sekitar 4-5 cm atau satu corpus vertebra
Agar tetap dalam posisinya, ginjal disokong oleh lemak perirenal yang dibungkus
oleh fascia perirenal, pedikel, tonus musculus abdominalis dan viscera abdominis
yang bersinggungan .
Anatomi Adanya variasi dari faktor-faktor jaringan penyokong, dapat menyebabkan ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak pada rongga kurang terfiksir, sehingga dapat bergerak dengan derajat yang bervariasi pula. Hal
retroperitoneal. Bentuk ginjal seperti kacang, dengan bagian yang cekung ini harus dibedakan dengan ectopic kidney, dimana posisi ginjal yang abnormal baik
menghadap ke medial, dimana pada sisi ini terdapat hillus renalis, tempat masuk dan pada posisi berbaring maupuna posisi berdiri, tetapi tidak bergerak seperti pada
keluarnya sitem arteri, vena, pembuluh limfatik, sistem saraf dan ureter. Ukuran nephroptosis. Pada nephroptosis panjang ureter normal dan dapat terjadi kingkin
ginjal pada orang dewasa bervariasi, panjangnya sekitar 11-14 cm, lebar 5-7 cm pada saat berdiri, sedangkan pada congenital ectopia, ureternya pendek
dengan tebal 2.5-3 cm dan memiliki berat sekitar 115-170 g. Ginjal mendapatkan suplai darah dari arteri renalis, cabang dari aorta abdominalis
Terletak pada kedua sisi collumna vertebralis, ginjal memiliki axis sejajar musculus setinggi vertebra lumbal ke-2, dan aliran baliknya melalui vena renalis menuju vena
psoas dan terletak di sebelah lateralnya. Secara topografis, ginjal berbatasan dengan cava inferior Arteri renalis merupakan cabang aorta yang masuk hilus renalis lewat
beberapa organ abdomen seperti hepar, gaster, duodenum, jejunum, colon dan lien diantara pelvis dan vena renalis. Seorang ahli bedah yang pernah melakukan operasi
pada sisi anterior. Pada sisi posterior, ginjal menempel pada musculus psoas dan ginjal tidak akan lupa betapa kaya aliran darah pada ginjal. Kedunya menerima
quadratus lumborum. Letak ginjal kanan relatif lebih rendah 2-3 cm dari ginjal kiri, darah 1/5 dari total cardiac output. Hal ini sangat penting untuk hampir semua
karena adanya hepar. Masing-masing ginjal pada sisi posterior dibatasi oleh kosta operasi diginjal, pastikan akses untuk mengontrol arteri renalis. Ada 5 cabang utama
keduabelas, diafragma, muskulus psoas dan lumborum. Saraf ilioinguinal dan dari masing-masing arteri renalis yang bila digambarkan mirip dengan posisi ibu
iliohipogastrika secara oblig menyilang disebelah ventral muskulus quadratus jari dan jari-jari pada tangan. Masing-masing segmen mendarahi parenkim sesuai
lumborum. Hilus ginjal berdekatan dengan ujung prosesus transversus vertebra dengan wilayah geografinya dan tidak ada anastomosis diantaranya. Sehingga saat
lumbal teratas. merencanakan operasi ginjal yang memerlukan pemotongan parenkim, incisi harus
Ginjal kiri terletak dorsal dari lien, kauda pancreas, fleksura lienalis kolon dan kolon dibuat paralel atau diantara arteri segmental ( sangat mudah untuk melakukan
desenden. Sebelah ventral ginjal kanan terdapat kolon asenden dan duodenum pars maping durante operasi dengan Doppler probe Tidak seperti arteri renalis yang
II. Sebelah medial ginjal kanan terdapat vena cava, sementara sebelah medial ginjal masing-masing mempunyai kompartemen yang jelas, vene-vena renalis saling
kiri terdapat aorta. Ginjal terletak sepanjang tepi muskulus psoas, sehingga terletak behubungan. Hal ini mempunyai keuntungan apabila beberapa cabang vena diikat
oblig. Posisis hepar menyebabkan ginjal kanan lebih rendah dibanding ginjal akan tetap aman tanpa menimbulkan resiko infark ginjal. Darah vena dialirkan
kiri..Berat ginjal dewasa sekitar 150 gram. Kedua ginjal disokong lemak perirenal melalui vena renalis yang bermuara kedalam vena cava inferior. Saraf pada ginjal
(yang berada pada fasia perirenal), pedikel pembuluh ginjal, tonus otot abdomen, berasal dari pleksus renalis yang bersama vasa renalis menuju parenkim. Sementara
serta gumpalan visera abdomen. Variasi faktor-faktor tersebut diatas menyebabkan aliran limfe dari ginjal menuju limfonodi lumbalis.
variasi derajat mobilitas ginjal. Pada posisi tegak , rata-rata penurunan kedua ginjal
saat inspirasi adalah 4-5 cm.Kehilangan mobilitas menunjukkan kemungkinan
adanya fiksasi abnormal seperti perinefritis, walaupun adanya mobilitas ekstrem Gambar 1.
tidak selalu menunjukkan hal yang patologis. untuk mengingat cabang-
Masing-masing ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis mengkilat, yang disebut cabang arteri renalis, silangkan
true capsule (kapsula fibrosa), di sebelah luarnya terdapat jaringan lemak perirenal. kedua tangan di depan anda.
Bersama-sama dengan kelenjar adrenal dan lemak perirenal, ginjal dibungkus oleh Ibu jari menunjukkan cabang
fascia Gerota. Pada sisi luar fascia gerota, terdapat jaringan lemak pararenal Pool segmen posterior tunggal,
atas ginjal kiri berada pada pertengahan vertebra thorakal 12 , sedang pool inferior sedangkan keempat jari-jari
setinggi vertebra lumbal ke-3 dan secara umum ginjal kanan setengah vertebra lebih menunjukkan keempat cabang
rendah daripada ginjal kiri . segmental. (Blandy, 1985)
Posisi ini sangat bervariasi pada masing-masing individu. Sebagai organ yang
mobile, posisinya bervariasi selama gerakan diafragma saat insiprasi dan ekspirasi.
Vaskularisasi
Ginjal menerima aliran darah secara langsung dari aorta melalui arteri renalis,
biasanya hanya tunggal tetapi dapat juga lebih dari satu yang muncul dari sisi lateral
aorta tepat di kaudal dari arteri mesenterika superior. Sifat dari arteri renalis adalah
end-arteri sehingga makin proksimal arteri ini mengalami oklusi maka makin besar
Gambar 2. jaringan ginjal yang rusak. Arteri terletak posterior dari vena renalis dan anterior
Segmen-segmen ginjal, masing- dari pelvis renalis.
masing diperdarahi oleh satu arteri. Sebelum memasuki hillum renalis, arteri ini bercabang menjadi :
( Blandy, 1985) 1. Anterior, yang bercabang lagi menjadi 4 segmen yaitu :
a. Arteri segmental Apikal
b. Arteri segmental Upper
c. Arteri segmental Midle
d. Arteri segmental Lower Anterior

2. Posterior : tidak ada percabangan sampai memasuki ginjal dan mensuplai


segmen posterior ginjal.

Bidang intersegmental yang divaskularisasi oleh arteri segmental anterior dan arteri
Ginjal ada sepasang, berwarna coklat kemerahan dan berbentuk seperti kacang segmental posterior adalah bidang yang benar-benar hipovaskuler yang disebut “
kedelai yang terletak retroperitoneal, lateral dari muskulus psoas. Posisinya Brodel avasculer line “, terletak kira-kira 5 mm posterior dari permukaan terbesar
melintang, dengan kutup bawah ginjal bergeser ke lateral muskulus. Pada laki-laki cembung ginjal.
dewasa berat ginjal kira-kira 150 gram dengan ukuran panjangnya kira-kira 11,5 Di dalam ginjal, arteri segmentalis berjalan sepanjang sinus renalis dan kemudian
cm, lebarnya 6 cm, dan tebalnya 2,5-3 cm. Pada bagian medial ginjal terdapat bercabang menjadi :
hillum, yang mana dilewati oleh pembuluh darah, saraf , limfatik dan pelvis renalis. a. Arteri lobaris : yang kemudian bercabang lagi dan masuk ke dalam
Bagian Inferior dari ginjal terdapat ruangan yang disebut sinus renalis yang terdiri parenkim ginjal sebagai ;
dari sistem kolekting renal utama, kaliks mayor, kaliks minor, pelvis renalis, b. Arteri interlobaris : arteri ini berjalan radial kearah luar sepanjang hubungan
pembuluh darah dan lemak. antara piramida renalis dan kolumna dari Bertin. Karena
Ginjal, kelenjar adrenal dan lemak perirenal dibungkus oleh jaringan ikat letaknya berdekatan dengan infundibula dari kaliks
retroperitoneal yang menebal disekeliling ginjal yang disebut fascia Gerota, diluar minor terutama pada kutup atas dan kutup bawah ginjal
fascia ini terdapat jaringan lemak yang disebut lemak pararenal atau paranefrik. maka arteri ini dapat cedera karena pembedahan yang
Posterior dari ginjal, lapisan lemak ini menebal sedangkan anterior dari ginjal, mengenai sistem kolekting ginjal perifer. Kemudian arteri
lapisan ini relatif lebih tipis. ini bercabang menjadi ;
Pengetahuan yang baik mengenai hubungan antara ginjal dan organ –organ lain yang c. Arteri Arkuata : berjalan sesuai kontur ginjal sepanjang hubungan kortiko
terletak di anterior maupun di posterior adalah penting secara klinik. Lobus kanan medular dan kemudian bercabang menjadi ;
hepar, descending duodenum, dan fleksura hepatika kolon, berdekatan dengan sisi d. Arteri Interlobaris : merupakan arteriole afferent ke glomerolus.
kanan ginjal. Lambung, limpa, fleksura lienalis kolon, pankreas dan jejenum
berdekatan dengan sisi kiri ginjal, sedangkan dibagian posterior, ginjal dilindungi Pembuluh darah vena biasanya mengikuti arteri, dan berbeda dengan arteri vena
oleh otot-otot punggung yang kuat serta kosta XI dan XII. Jika ginjal dipotong saling berhubungan sehingga bila terjadi ligasi vena intra renal, drainase vena akan
secara sagital, maka terlihat bahwa ginjal dibungkus oleh kapsul renal yang tebal menuju vena yang lain. Vena renalis kiri bersifat unik karena menerima darah dari
yang ditembusi oleh pembuluh darah kapsular. Substansi ginjal dibagi menjadi dua cabang vena yang berbeda. Pada sisi kranial menerima darah dari kelenjar
korteks dan medulla. Bagian korteks yang meluas sampai sinus renal antara pyramid adrenal kiri dan bagia kaudal menerima darah dari vena ovarium kiri atau vena
disebut “ collum of Bertin “. Medula terdiri dari piramid piramid yang berakhir di spermatika kiri.
papil yang bermuara di kaliks minor atau masuk ke pelvis renalis.
The vascular segments of the left kidney, as shown in anterior and posterior
projections, and the corresponding segmental arterial supply to each segment.

Aliran Limfe
Terdapat dua jalan utama aliran limfatik ginjal, yang pertama terletak sepanjang
pembuluh darah utama dan yang kedua berasal dari subkapsuler, keduanya
kemudian bergabung ke hilum dan mengalir menuju kelenjar limfa para aorta.
Terjadi juga hubungan dengan limfonodi yang terletak pada bagian inferior vena
kava dan kelenjar limfe dari daerah lumbar.

Inervasi
Inervasi ginjal berasal dari pleksus renalis yang merupakan sisitem saraf autonom,
berjalan melewati aorta tepat pada bagian kranial dari arteri renalis, berasal dari
serabut-serabut preganglionik dari T 12 dan segmen lumbar bagian atas. Serabut-
serabut ini bersama-sama dengan arteri renalis masuk ginjal melalui hillum dan
melanjutkan diri mengikuti percabangan arteri. Sinaps terjadi dalam ganglion renal.
Inervasi parasimpatik berasal dari n. Vagus.
Bivalve Nephrolithotomy --------------- RD-Collection Batu Staghorn ( Batu Cetak )
2002 Batu Staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang memenuhi pelvis renalis dan
paling tidak menempati sedikitnya dua sistem kaliseal. Nyeri kolik akut jarang
terjadi, sebagian besar memberi gejala infeksi dan hematuria. Kira-kira 75 % batu
Menurut catatan arkeologi batu dalam saluran kencing telah ada sejak dahulu, staghorn terdiri dari struvite-carbonate-apatite matrix atau disebut juga batu struvite
dengan ditemukannya batu dalam mumi bangsa mesir pada tahun 4800 SM. atau batu triple phosphat, batu infeksi, atau batu urease. Batu struvit
Hippocrates sampai saat ini dikenal sebagai orang yang pertama kali melakukan berhubungan erat dengan infeksi saluran kencing, yang terutama disebabkan oleh
prosedur pembedahan pada ginjal dengan melakukan insisi di daerah flank untuk adanya bakteri-bakteri peghasil urease terutama yang paling sering ialah proteus,
abses perinefrik. Laporan pertama untuk operasi ginjal, dilakukan oleh Cardan dan juga ureoplasma urealyticum, stafilokokus, kleibsela, providensia, dan
Milan yaitu pada tahun 1550, dengan jalan membuka abses lumbal dan pseudomonas. Bakteri-bakteri ini menyebabkan hidrolisis urea menjadi amonium
mengeluarkan 18 batu pada seorang gadis. Tanggal 8 Oktober 1872 Dr. William dan ion hidroksil, akibatnya pH urine akan menjadi alkalis (pH > 7,2) sehingga
Ingalls di Boston City Hospital menerapkan prosedur nefrolitotomi pada seorang terjadi kristalisasi magnesium amonium phosfat (MgNH4PO46H2 ) dan carbonat
perempuan berumur 31 tahun dengan melakukan drainase abses perirenal lebih apatite ( CaPO46CO3 ).
dahulu. Pada tahun 1902 Max BrÖdel menggambarkan suatu bidang yang relatif Konversi urea menjadi ammonia dan ammonia menjadi ammonium dan mengalami
avaskuler yang berjarak 5 mm posterior dari permukaan cembung ginjal, yang pengasaman oleh karbon dioksida adalah sbb :
kemudian dikenal sebagai “BrÖdel white line”. H2NCONH2 + H2O  2NH3 + CO2
Perkembangan yang penting mengenai operasi membuka ginjal ialah Pielolitotomi 2NH3 + H2O  2NH4 + 2OH – ( meningkatkan pH > 7,2 )
yang dioerluas( extended pielolithotomy ) yang dilakukan oleh Gil-vernet pada CO2 + H2O  H + + HCO3 2 H + + CO3 2-
tahun 1965 karena dapat diaplikasi secara luas dan mempunyai morbiditas yang
minimal, maka teknik ini menjadi pilihan dalam sebagian besar batu di pelvis Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan pada operasi batu struvite yaitu harus
renalis. Bivalve Nephrolithotomy atau Anatropik Nefrolitotomi ( ANL ) pertama dilakukan pengangkatan seluruh batu, hal ini berhubungan dengan sifat dari batu
kali diperkenalkan oleh Smith dan Boyce pada tahun 1967, dengan teknik ini ahli sruvite yaitu :
bedah dapat melakukan nefrotomi longitudinal melalui BrÖdel line antara batas a. Batu infeksi umumnya tumbuh secara cepat, bila ada sisa batu yang tertinggal
vaskuler arteri segmental anterior dan posterior, sehingga memberikan paparan yang dapat merupakan nidus yang akan menjadi pencetus terbentuknya batu
sangat luas pada sistem kaliks intra renal. Modifikasi dari ANL juga telah berikutnya.
dilakukan, misalnya yang dikembangkan oleh Nicholas D dari General Hospital of b. Angka rekurensi berkisar 10 % bila masih ada fragmen batu yang tertinggal.
Athens yang di tulis dalam jurnal urologi Skandinavia tahun 2002, dengan tidak c. Pada pengobatan batu struvite yang asimptomatik, dulu dilakukan dengan
melakukan kalikorafi maupun kalikoplasti seperti yang digambarkan oleh Smith dan konservatif, tetapi penelitian membuktikan bahwa 30 % penderita yang diobati
Boyce, tetapi hanya melakukan aproksimasi dari kolekting sistem , serta dengan konserfvatif akan meninggal karena gagal ginjal atau karena pyelonefritis
penggunaan U tube nefrostomi. atau sepsis.
Diseluruh dunia termasuk Negara-negara berkembang, Insidensi batu dalam traktus Persiapan Preoperatif
urinarius menunjukan angka-angka yang hampir sama dengan di Amerika yaitu 2 % Evaluasi menyeluruh sebelum pembedahan ginjal sangat penting, karena diperlukan
- 3 % dari jumlah penduduk per tahun hal ini membutuhkan biaya yang sangat posisi khusus selama pembedahan dan kemungkinan adanya gangguan sistemik
besar untuk menanggulanginya dan di Amerika 1,83 miliar dolar dihabiskan per sebagai akibat dari infeksi dan gangguan fungsi ginjal. Fungsi jantung dan paru-paru
tahunnya. Walaupun pesatnya perkembangan ESWL dan teknik minimal invasive dievaluasi untuk mendapatkan kemungkinan adanya riwayat penyakit jantung, nyeri
seperti PCNL untuk operasi batu ginjal, tetapi karena belum tersedia alat-alat dada, dan sesak nafas. Elektrokardiogram, foto thoraks dan pemerikasaan darah
tersebut di seluruh Indonesia dan kurangnya ahli Urologi maka operasi Bivalve lengkap diwajibkan untuk semua pasien. Posisi flank dengan fleksi lateral dari
Nephrolithotomy atau ANL masih tetap relevan untuk diterapkan pada vertebra telah diketahui dapat menyebabkan penurunan kapasitas ventilasi, dan
penanganan batu cetak ( staghorn calculus ) terlebih pada daerah daerah yang hipotensi dapat terjadi sebagai akibat berkurangnya aliran balik vena. Oleh
masih terpencil. karena itu pendekatan operasi melalui insisi daerah flank merupakan alternatif pada
penderita penderita dengan gangguan fungsi paru.
Evaluasi laboratorium yang lengkap termasuk hitung jenis sel, waktu prothrombin, Bila diperkirakan operasi akan melebihi dari 30 menit maka harus dilakukan
dan waktu partial thromboplastin teraktivasi, serum elektrolit, dan kreatinin adalah tindakan pencegahan kerusakan permanen ginjal. Hal ini dapat dicapai dengan
penting karena : melakukan hipotermia lokal pada ginjal dengan pendinginan permukaan ( surface
a. Pasien dengan anemia kronik memerlukan penentuan golongan darah untuk Cooling ) menggunakan butiran es ( ice slush ) sehingga dapat dicapai suhu 20
rencana tranfusi. sampai 25 derajat celsius. Pada tingkat suhu ini akan terjadi penurunan konsumsi
b. Sangat penting untuk dilakukan urinalisis dan kultur urine beberapa hari sebelum energi, penurunan pemakaian oksigen dan mencegah perubahan ATP ke monofosfat
dilakukan pembedahan dan antibiotik yang spesifik sebaiknya diberikan 24 jam nukletide sehingga akan memberikan proteksi terhadap iskemia ginjal selama 3 jam.
sebelum operasi.
c. Karena kira-kira 50 % batu infeksi berhubungan dengan kelainan metabolik
maka evaluasi metabolik sangat penting. Untuk itu dianjurkan pemeriksaan urine TEKNIK OPERASI
tampung dua puluh empat jam untuk kalsium, oksalat, fosfat, sitrat, asam urat,
A. Teknik Operasi Untuk Mencapai Ginjal.
magnesium, natrium, volume total, pH dan juga pengukuran serum kalsium,
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan insisi yang tepat pada operasi ginjal
asam urat, elektrolit dan fosfat. Jika terjadi kenaikan serum kalsium, harus
yaitu, macam operasi yang akan dilakukan, jenis kelainan ginjal, operasi
dilakukan pemeriksaan terhadap serum hormon paratiroid.
sebelumnya, kelainan diluar ginjal yang akan dioperasi bersama-sama, dibutuhkan
d. Jika pasien, sebelumnya telah dilakukan operasi pengangkatan batu, maka
untuk operasi ginjal bilateral, dan bentuk tubuh.
informasi mengenai jenis batu sangatlah penting.
Untuk operasi ginjal dikenal 4 macam pendekatan teknik operasi :
Foto polos abdomen digunakan menentukan besar dan lokasi dari batu, 1. Pendekatan insisi flank ekstraperitoneal
sedangkan anatomi dari sistem kalises dinilai dengan menggunakan Intravenous Pendekatan teknik operasi ini memberikan akses yang luas untuk parenkim
pyelografi, walaupun penggunanan CT scan non kontras dan kontras telah lebih ginjal dan kolekting sistem. Teknik ini merupakan suatu pendekatan
sering digunakan. Ultrasenografi digunakan untuk menilai adanya hidronefrosis, ekstraperitoneal yang memberikan akses langsung ke ginjal dan paling kecil
sedangkan MRI tidak diperlukan. menyebabkan kerusakan atau gangguan viscera, keuntungan lain ialah tidak
adanya kontaminasi dengan cairan peritoneal dan kemudahan untuk memasang
Iskemia Ginjal Intraoperatif drainase ruangan perinefrik, juga kecil kemungkinan terjadinya hernia
Oklusi sementara arteri renalis adalah penting untuk berbagai operasi pada ginjal incisional. Teknik ini tidak cocok dilakukan pada eksplorasi trauma ginjal oleh
seperti, nefrektomi, rekonstruksi arteri renalis, anatropik nefrolitotomi dan trauma karena tidak langsung mencapai pedikel. Teknik irisan pada pendekatan flank
ginjal karena tidak hanya mengurangi perdarahan intra operatif tetapi juga yang sering dipakai ialah insisi yang melalui dasar kosta 11 atau 12. Kosta
memberikan akses yang baik pada struktur dalam ginjal. Pengetahuan yang baik mana yang dipilih tergantung dari posisi ginjal dan letak dari lesi pada ginjal,
terhadap respon ginjal pada iskemia hangat ( warm ischemia ) adalah sangat penting apakah di kutup atas atau bawah.
pada operasi ginjal, karena sesaat setelah oklusi dari arteri renalis ATP yang kaya - Dalam keaadan anestesi posisi pasien dimiringkan ( posisi lateral ) dengan
energi pada ginjal akan berubah menjadi monofosfat nukleotida sebagai sumber bagian punggung bebas. Tungkai pada sisi bawah dalam keadaan fleksi 90 0
energi untuk mempertahankan struktur dan integritas sel. Tetapi bila sumber energi sedangkan tungkai sisi atas tetap lurus. Letakkan bantal diantara kedua lutut
ini terus menerus berkurang maka kematian sel akan terjadi. Penelitian yang dan karet busa pada aksila untuk mencegah kompresi arteri dan saraf.
dilakukan oleh Canine menunjukan bahwa iskemia hangat yang kurang dari 30 Fiksasi penderita pada meja operasi dengan cara memasang plester 3 inci
menit masih dapat ditoliler oleh sel-sel ginjal sehingga perbaikan sel-sel ginjal pada meja operasi melewati trokhanter mayor. Lengan atas dalam posisi
dapat kembali tercapai dengan sempurna sebaliknya bila lebih dari 30 menit akan ekstensi dengan fleksi pada siku . Meja operasi di bengkokkan tepat
terjadi kerusakan permanen sel ginjal. didaerah lumbal sedemikian rupa sehingga bagian dada sedikit miring ke
Pencegahan kerusakan ginjal oleh iskemia akibat oklusi sementara arteri ginjal dapat depan dan pelvis sedikit miring ke belakang. ( gambar 102-6 )
dicapai dengan hidrasi yang cukup sebelum dan pada saat operasi, mencegah - Insisi flank dimulai dengan irisan diatas kosta 12 mulai dari sisi lateral
hipotensi selama periode anastesia, mencegah manipulasi yang tidak penting pada muskulus sakrospinalis memotong m. Latisimus dorsi sampai m. obliqus
arteri renalis dan pemberian manitol 5 sampai 10 menit sebelum oklusi arteri renalis. eksternus. ( gambar 102-7 )
Manitol akan memberikan manfaat karena akan terjadi peningkatan aliran plasma - Periosteum kosta dua belas dibuka dengan pisau dan elevator periost.
ginjal, menurunkan tahanan vaskuler intrarenal, mengurangi edema intraseluler dan
merangsang suatu diuresis osmotik bila sirkulasi renal kembali normal.
- Irisan dilanjutkan ke anterior dengan memotong fascia lumbalis sampai
ujung kosta, kemudian masukkan dua jari kedalam ruang perirenal untuk
mendorong peritoneum ke anterior, lipatan peritoneum disisihkan ke
anterior dan potong m. obliqus eksternus dan m. obliqus internus sambi
kontrol perdarahan yang terjadi. Bila direncanakan untuk reseksi kosta,
maka elevasi periost dilakukan sampai ke proksimal mungkin dan reseksi
dilakukan seproksimal mungkin.
- Pasang hak pada kedua sisi luka operasi maka akan tampak fascia gerota.
Untuk memaparkan ginjal, suatu irisan dibuat di bagian posterior fascia
Gerota untuk mencegah kerusakan peritoneum, kemudian lakukan diseksi
tajam dan tumpul untuk memisahkan lemak perinefrik dari kapsul ginjal.
- Kadang-kadang suatu irisan subkostal diperlukan untuk pembedahan pada
kutup bawah ginjal atau ureter bagian atas, penempatan suatu selang
nefrostomi atau drainase perinefrik abses. Irisan ini dimulai dari angulus
Figure 102–6. Position of the patient for the flank approach. Note the axillary pad. kostovertebralis pada sisi lateral m. sakrospinalis menyusur satu jari dari
The kidney rest may be elevated if further lateral extension is needed. tepi kosta 12 terus kearah anterior.
- Setelah sampai pada linea aksilaris media sedikit dibengkokkan ke kaudal
sampai tepi lateral m. rectus abdominis. Iris lemak subkutan dan potong m.
latisimus dorsi, potong juga m. obliqus eksternus dan internus dengan hati-
hati agar tidak memotong n. subkostalis.
- Kemudian secara tumpul lakukan spliting m. transversus abdominis diatas
atau dibawah nervus subkostalis. Setelah kontrol perdarahan pasang
retraktor maka akan tampak fascia gerota.

2. Pendekatan insisi lumbotomi dorsal


Teknik ini paling sering digunakan untuk pengangkatan ginjal yang kecil,
bilateral nefrektomi pada penderita gagal ginjal stadium akhir , pieloplasti,
pielolitotomi, ureterolitotomi ureter bagian atas. Tidak seperti pada insisi
flank, pada teknik ini tidak ada otot yang dipotong, ginjal dapat dicapai dengan
insisi pada fascia posterior. Irisan yang dibuat lebih cepat, Luka operasi dapat
ditutup dengan kuat dengan nyeri pascaoperasi yang minimal, dan kurangnya
pembengkakan anterolateral abdomen seperti yang biasanya terjadi pada insisi
flank. Kekurangan dari teknik ini ialah akses yang terbatas pada ginjal dan
pembuluh darah ginjal, yang bisa menjadi masalah intra operaif bila terjadi
migrasi batu atupun kerusakan pedikel ginjal.
- Posisi penderita lateral, meja operasi difleksikan tepat pada daerah lumbal
untuk memperluas medan operasi. Bantalan pasir diletakkan antara perut
dan meja operasi sebagai penyangga untuk menekan ginjal ke belakang. (
gambar 102-15 ) Bila direncanakan akan membuka kedua ginjal secara
bersama-sama maka posisi penderita diatur terlungkup.
- Irisan dimulai dari sudut kostovertebralis pada pertemuan antara sisi lateral
Figure 102–7. A, Left flank incision. Anterior edge of the latissimus dorsi muscle m. sakrospinalis dengan sisi bawah kosta 12. Irisan diarahkan kekaudal
overlies the posterior edge of the external oblique muscle. B, The relationship of the sedikit melengkung kearah lateral sampai diatas SIAS.
12th rib to the overlying muscles.
- Muskulus latisimus dorsi dan aponeurosisnya dipotong mengikuti sisi lateral 3. Pendekatan insisi abdominal
m. sakrospinalis dan tepi bawah m.seratus inferior posterior sampai pada tepi Pendekatan ini terutama ditujukan bila diperlukan waktu yang cepat untuk
bawah kosta 12. mencapai pedikel ginjal seperti trauma ginjal atau tumor ginjal. Irisan vertikal
lebih mudah, lebih cepat, baik pada waktu membuka maupun pada
- Tepi lateral dari irisan ditarik dengan klem Allis, identifikasi fascia lumbalis menutupnya kembali, akan tetapi resiko untuk hernia insisional dan dehisensi
yang membungkus m. sakrospinalis dan muskulus quadratus lumborum, insisi cukup besar. Irisan transversal ditujukan untuk eksplorasi masa pada ginjal dan
pada tepi m. sakrospinalis sisi lateral untuk memaparkan m. quadratus berguna bila ada kesulitan dalam pemaparan ginjal akibat adanya adhesi atau
lumborum, ruang perirenal dapat dipaparkan dengan menarik m.quadratus kolateralisasi pembuluh pembuluh darah yang timbul misalnya pada suatu
lumborum ke medial. Medan operasi dapat diperluas dengan memotong tumor ginjal. Insisi subkosta unilateral dapat diperluas melewati garis tengah,
ligamentum kostovertebralis pada sisi atas irisan, dan akan tampak fascia seperti Chevron insisi untuk memberikan akses yang lebih luas bila tumor
Gerota. ginjal telah melewati garis tengah atau untuk operasi ginjal tapal kuda. Insisi
Chevron memberikan paparan yang sangat baik untuk ekplorasi tumor ginjal
bilateral, eksplorasi anterior pada glandula adrenal atau repair arteri ginjal
bilateral. Pendekatan abdominal ini dapat dilakukan melalui, insisi median,
paramedian, subkostal anterior, dan insisi Chevron transversal.

4. Pendekatan insisi torakoabdominal)


Biasanya teknik ini digunakan untuk radikal nefrektomi pada keganasan ginjal,
juga merupakan pilihan untuk parsial nefrektomi pada tumor ginjal besar yang
berasal dari kutup atas ginjal. Teknik ini banyak memakan waktu dan
berpotensi besar menyebabkan gangguan pada paru-paru sehingga lebih baik
dihindari.

B. Teknik Operasi Bivalve Nephrolithotomy atau ANL Menurut Smith


dan Boyce
Teknik ini diindikasikan untuk batu cetak, atau bila pecahan batu tidak dapat
dikeluarkan melalui pendekatan intrasinusal yang diperluas, juga pada penderita
yang sebelumnya telah dilakukan pyelolitotomi dan kemudian menderita batu cetak
ginjal. Setelah ginjal dipaparkan melalui irisan flank biasanya menggunakan insisi
interkostal antara kosta 11 dan 12, identifikasi ureter dan diseksi dilanjutkan keatas
untuk memaparkan pelvis renalis. Ginjal seluruhnya dimobilisasi dengan dengan
menggunakan diseksi tajam dan tumpul, pasang pita umbilikal mengelilingi ginjal
yang berfungsi sebagai pegangan, identifikasi arteri renalis dengan palpasi dan
bebaskan dari jaringan sekitarnya untuk memudahkan bila akan diklem. Identifikasi
arteri segmentalis posterior dan anterior melalui diseksi pada sisi lateral sepanjang
arteri renalis berikan manitol 12,5 mg secara IV, 5 menit sebelum arteri renalis
diklem. Dengan pita umbilikal sebagai pegangan, tempatkan suatu kantong
mengelilingi ginjal sebagai tempat meletakkan butiran-butiran es untuk pendinginan
permukaan( surface cooling ). (gambar 64-12 )
Figure 64-12. Cooling the kidney with ice slush
Figure 64-14. The Proper approach to the posterior calyces of the kidney between
Klem arteri renalis dengan klem Bulldog, dan segera ginjal dibungkus degan butiran the segment blood suplly of the anterior and posterior portions of the kidney.
butiran es sampai suhu inti ginjal mencapai 10 sampai 15 derajat Celsius, biasanya
dapat dicapai dengan pendinginan selama 15 menit. Lakukan insisi longitudinal pada Kapsul ginjal kemudian dibebaskan dari parenkim ginjal dengan diseksi tumpul
kapsul ginjal pada permukaan posterior tepat pada garis Bröder yang berjarak kira- kemudian parenkim ginjal dibelah secara tajam sesuai garis insisi kapsul ginjal,
kira 0,5 cm posterior dari permukan terluas cembung ginjal. kaliks posterior yang berisi batu staghorn di identifikasi dengan palpasi , kemudian
Irisan ini tidak dianjurkan melewati segmen apikal maupun basilar ginjal, tetapi bila dibuka pada permukaan anteriornya, insisi kemudian diperluas sampai ke pelvis
dibutuhkan, insisi dapat diperluas ke masing-masing kutup ginjal sehingga akhirnya renalis, insisi dilanjutkan ke kaliks anterior melalui insisi pada permukaan posterior
ginjal akan terbelah menjadi dua. ( gambar 2.87 ), (gambar 64-13 ) dari kaliks anterior, maka berangsur angsur seluruh batu staghorn dapat dipaparkan.
Sebelum ekstraksi batu, uretero pelvic jungtion diklem untuk mencegah fragmen
fragmen batu turun ke ureter. Cuci seluruh medan operasi dengan NaCl sampai
bersih, tempatkan kateter kecil melalui ureter ke vesika urinaria.

Roentgenogram intraoperatif dilakukan untuk menjamin bahwa semua batu telah


diambil. Fragmen-fragmen batu yang kecil bila ada, dapat diambil dengan “nerve
hook”, dan bila sisa batu terdapat pada parenkim ginjal dan dapat dipalpasi, suatu
radiar nefrotomi dapat dilakukan . Rekonstruksi internal dari kolekting sistem adalah
bagian yang terpenting pada operasi ini. Bila mungkin lakukan kalikorafi dengan
menjahit tepi-tepi dari kaliks mayor yang berdekatan secara bersama-sama dengan
menggunakan kromik 5-0. ( Gambar 64-17 )

Figure 64-13. Complete dissection of the 2.87 the Kidney is completely the
kidney from surrounding tissue except for unfolded
renal pedicle and ureter.

Insisi yang tepat pada ginjal dapat dicapai dengan mengklem arteri segmentalis
anterior dan membiarkan a. segmentralis posterior tetap terbuka, injeksikan secara IV
20 ml methylene blue, maka segmen posterior dari parenkim ginjal akan berwarna biru
sehingga bidang antara segmen anterior dan posterior mudah diidentifikasi. Sangatlah
penting mencapai kaliks posterior melalui bidang yang tepat sesuai garis Brödel seperti
yang ditunjukan pada gambar 64-14. Figure 64-17. The internal reconstruction of the collecting system after removal of a
staghorn calculus.
Kemudian dilanjutkan dengan kalikoplasti ( gambar 64-18 ). C. Modifikasi Bivalve Nephrolithotomy atau Anatropik Nefrolitotomi
Menurut Nicholas D. Melissourgos.
Pasien dalam posisi lateral dekubitus, lakukan insisi flank melalui ruang interkostal
11 dan 12, buka fascia gerota secara longitudinal kemudian lemak perinefrik dibuka,
ginjal kemudian dimobilisasi dari jaringan sekitarnya sehingga seluruh parenkim
ginjal terpapar. Identifikasi ureter proksimal, dan diikat dengan pita umbilical untuk
mencegah migrasi fragmen batu. Pedikel ginjal diklem menggunakan klem vaskuler
dan pendinginan permukaan ( surface cooling ) dilakukan dengan guyuran larutan
NaCl dingin bersuhu 7 derajat Celsius. Kapsul renalis kemudian diinsisi melalui
Brödel line dilanjutkan ke parenkim ginjal. Setelah kolekting sistem dibuka dan batu
dipaparkan, permukaan epitel dari kolekting sistem dengan hati-hati dipisahkan dari
batu untuk mencegah laserasi dari epitel, kemudian batu dikeluarkan. Eksplorasi
Figure 64-18. Calicoplasty. kaliks minor untuk melihat sisa batu yang tertinggal, cuci seluruh medan operasi
dengan NaCl sampai bersih, klem pada a. renalis dilepaskan beberapa detik untuk
Pasang double J stend dengan ujung atas berada pada kaliks mayor kutup bawah melihat tititk-titik perdarahan, bila ada perdarahan, jahitan angka 8 dengan
ginjal, fiksasi double J stend pada pelvis renalis dengan jahitan kromik lima nol menggunakan dexon 3-0 dapat dilakukan.
Lepaskan klem bulldog beberapa detik untuk identifikasi adanya sumber Aproksimasi struktur kolekting, pasang U tube nefrostomi, parenkim ginjal ditutup
perdarahan dan untuk mengetahui hemostasis yang telah dicapai. dengan dexon 2-0, kapsul ginjal ditutup dengan jahitan kontinyu dengan benang
Nefrostomi longitudinal ditutup dengan jahitan kromik 4-0 dimulai dengan diserap 4-0. Pasang drain perirenalis, tutup luka operasi lapis demi lapis.
jahitan kontinyu pada ujung-ujung dari kolekting sistem sedangkan bagian
sentral dijahit dengan memasang jahitan belum diikat pada beberapa tempat Perbedaan yang terpenting pada modifikasi ANL ini dibandingkan dengan yang
untuk menjamin aproksimasi yang tepat dari kolekting sistem kemudian jahitan dilakukan oleh Smith dan Boyce ialah bahwa :
diikat satu demi. Gambar 64-20. 1. Untuk menentukan irisan pada batas avaskuler antara arteri segmental anterior
dan posterior, tidak menggunakan injeksi methylene blue maupun oklusi arteri
segmentalis anterior dengan klem, tetapi langsung pada bidang tersebut dengan
alasan bahwa suplai darah dari arteri segmental ke ginjal adalah konstan tidak
dipengaruhi oleh jumlah dari arteri renalis, akibatnya manipulasi yang tidak
perlu dari arteri segmentalis ini akan meminimalkan bahaya spasme a. renalis.

2. Struktur dari kolekting sistem tidak dijahit total ( kalikorafi maupun kalikoplasti
) tetapi hanya diaproksimasi saja karena, jahitan yang terlalu erat akan
mengganggu aliran darah akibat terikatnya pembuluh darah disekitar
infundibulum.

3. Tidak menggunakan double J stend, tetapi menggunakan U tube nefrostomi,


suatu sistem drainase tertutup dengan irigasi kontinyu menggunakan NaCl
sampai urine menjadi jernih.
Figure 64-20. Closure of the collectiong system after performance of an anatrophic
nephrolithotomy. 4. Pemakaian manitol IV tidak bermakna dalam merubah waktu iskemia ginjal
Figure 64-21. Closure of the renal capsule with either running or interrupted sutures. sehingga tidak perlu dipakai.

Kapsul ginjal ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan kromik Tiga nol
seperti pada gambar 64-21.
Lepaskan klem bulldog dari a. renalis, kemudian ginjal dihangatkan dengan cairan
irigasi, pasang drain di ruang retroperitoneal, luka operasi ditutup lapis demi lapis. (
Nephroptosis Ren
Prinsip yang perlu diperhatikan adalah :
1. Ginjal harus dapat kembali ke posis normalnya, dengan pole inferior miring ke
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 arah lateral. Tidak ada manfaatnya menempatkan ginjal lebih tinggi dari posisi
normal.
2. Segala bentuk kelainan pembuluh darah atau adanya jeratan yang
Patofisiologi menimbulkan obstruksi pada pelvis atau uretero pelvical junction harus
dihilangkan, karena akan menimbulkan iskemia.
Pada nephroptosis, perubahan posisi ginjal lebih dari 2 corpus vertebra – 3 corpus
3. Axis ginjal harus disesuaikan dengan posisi ginjal.
vertebra atau lebih dari 5 cm . Kasus nephroptosis sering asimptomatik. Pada yang
4. Hindari adanya tension.
simptomatik, keluhan utama biasanya adalah nyeri di daerah abdomen atau
pinggang. Akibat perubahan posisi ginjal, menyebabkan tarikan pada pedikel,
Dari sekian banyak teknik, metode operasi Albarron-Marion banyak disukai.
sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri akibat iskemi. Hal lain yang dapat muncul
Karena dengan metode deckapsulasi betul-betul dapat memfiksir ginjal, sedangkan
akibat kondisi patologis ini adalah obstruksi aliran ureter,yang ditandai dengan
metode rein atau sling hanya bersifat sementara. Pada metode Albarron-Marion
dilatasi dari collecting sistem . Pada kasus yang berat dapat muncul nyeri kolik,
ini,dibuat flap dari kapsul ginjal, yang selanjutnya difikasasikan pada costa ke-10
mual, demam, takikardi, oliguri dan hematuri atau proteinuri sesaat, yang disebut
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah perawatan pascaoperasi. Hendaknya
krisis Dietl
pasien tidak melakukan mobilisasi sampai dengan hari ke- 10-14. Perawatan yang
baik sangat diperlukan dalam kasus ini. Untuk mencegah timbulnya emboli, dapat
Diagnosis dan Penanganan diberikan antikoagulan pada hari pertama pascaoperasi. Drain operasi dapat dilepas
Diagnosis nephroptosis ditegakkan dengan pemeriksaan urogram atau renal pada hari ke 4-6
scanning Pada pemeriksaan ini, dibandingkan posisi ginjal saat berbaring dengan Salah satu komplikasi operasi nephropexy adalah terjadinya pneumothorak. Untuk
posisi berdiri. Nephroptosis ditegakkan apabila terdapat perbedaan posisi lebih dari mengevaluasi hal tersebut, dilakukan pemeriksaan radiologik dada beberapa jam
5 cm atau sejauh 2 – 3 vertebra .Pemeriksaan penujang yang lain adalah setelah operasi Evaluasi selanjutnya adalah tentang keluhan pasien dan perlunya
pemeriksaan Aortografi, Color Doppler Imaging (CDI) dan pemeriksaan Isotope pemeriksaan radiologi 6-8 minggu pascaoperasi, untuk mengevaluasi hasil operasi.
Nephrography (ING). Dengan pemeriksaan ini, dapat diketahui adanya penurunan
aliran darah ginjal Tindakan operasi yang dilakukan adalah metode Albarron-Marrion, dengan
Kebanyakan kasus nephroptosis asimptomatik. Pada kasus yang simptomatik, perlu membuat 4 flap dari kapsul ginjal yang selanjutnya difiksasikan ke costa ke-10.
dipertimbangkan tindakan operasi, setelah sebelumnya disingkirkan causa yang lain. Pemeriksaan röntgen dada pascaoperasi tidak menunjukkan adanya pneumothorak,
Selain itu, tindakan operasi dapat mencegah terjadinya stenosis pembuluh darah sebagai salah satu komplikasi yang mungkin muncul pada operasi nephropexy.
lebih lanjut. ..Adanya dokumentasi radiologi yang menunjukkan perubahan posisi ke
arah bawah sejauh 2 – 3 corpus vertebrae atau lebih dari 5 cm dan tanda obstruksi
atau berkurangnnya aliran yang simptomatik digunakan sebagai dasar untuk
dilakukan tindakan bedah

Tehnik Operasi
Sampai saat ini, banyak teknik bedah yang dapat digunakan pada kasus
nephroptosis, dari teknik bedah terbuka sampai dengan laparoskopik. Secara garis
besar, fiksasi pada nephropexy digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Fikasi ginjal menggunakan jaringan fibrous atau kapsul lemak dan parenkim.
2. Fiksasi menggunakan material buatan.
3. Fiksasi menggunakan fascial flap atau muscle bundle.
Trauma Ginjal
Trauma yang menyebabkan robekan kapsul sehingga menimbulkan perdarahan pada
kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma yang tidak
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 menyebabkan robekan pada kapsul.
Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka penetrans didaerah ini bisa
Trauma ginjal terjadi sekitar 3% dari seluruh trauma yamg ada(Geehan,2003), menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang berdekatan antara
bahkan mencapai 5% pada daerah urban(Brandes,2003). Trauma ginjal terjadi pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal kanan
sekitar 10% dari seluruh trauma abdomen( Geehan,2003., Seidman,2003). Dari bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal.. Anatomi
seluruh trauma sistem genitourinaria, trauma ginjal menduduki angka tertinggi ginjal yang mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna lebih
sekitar 50% tidak membedakan ginjal kiri atau kanan(Brandes,2003). Trauma mudah mengalami ruptur hanya oleh adanya trauma ringan.(McAninch,2000).
biasanya disebabkan oleh karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, pukulan, olah raga,
tusukan atau senjata api.(dos Santos Vieira, 2003). Mekanisme Trauma
Mekanisme trauma pada ginjal perlu diperhatikan benar oleh klinisi. Berikut adalah
Patologi Trauma ginjal mekanisme yang umumnya terjadi pada trauma ginjal.( Geehan,2003)
Ginjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh 1.Trauma tembus
pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas dalam 2.Trauma tumpul
bantalan lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif 3. Iatrogenik
dalam mengatasi sejumlah kecil hematom , tidak sempurna dalam 4.Intraoperatif
perkembangannnya. Kantong fascia ini meluas kebawah sepanjang ureter ,meskipun 5.Lain-lain
menyatu pada dinding anterior aorta serta vena cava inferior, namun mudah untuk
sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga perdarahan melewati garis tengah 80-85% trauma ginjal disebabkan trauma tumpul yang secara langsung mengenai
dan mengisi rongga retroperitoneal.(Guerriero, 1984). abdomen, pinggang atau punggung. Trauma tersebut disebabkan karena kecelakaan
lalu lintas, perkelahian, jatuh dan olahraga kontak. Tabrakan kendaraan pada
kecepatan tinggi bisa menyebabkan trauma pambuluh darah utama karena
deselerasi cepat. Luka karena senjata api dan pisau merupakan luka tembus
terbanyak yang mengenai ginjal sehingga bila terdapat luka pada pinggang harus
dipikirkan trauma ginjal sampai terbukti sebaliknya. Pada luka tembus ginjal, 80%
berhubungan dengan trauma viscera abdomen. (Geehan , 2003; McAninch , 2000).

Gambar 3. Fasia Gerota, proyeksi


anterior-posterior. (Guerriero, 1984)

Gambar 4. Trauma tumpul yang


merusak ginjal sering menyebabkan
fraktur iga bawah dan prosesus
transverses vertebra lumbal.
(Blandy,1985)
Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah mengalami dislokasi oleh adanya akselerasi
maupun deselerasi mendadak, yang bisa menyebabkan trauma seperti avulsi
collecting system atau sobekan pada intima arteri renalis sehingga terjadi oklusi
parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat terperangkap
didalam rongga retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi. Keadaan ekstrem ini
sering terjadi pada pasien yang datang di ruang gawat darurat dengan kondisi stabil
sementara terdapat perdarahan retroperitoneal. Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis
yang cukup kuat.
3. Trauma vaskuler
Gambar 5. Terjadi sekitar 1% dari seluruh trauma ginjal. Trauma vaskuler pada pedikel
Mekanisme trauma ginjal. ginjal ini memang sangat jarang dan biasanya karena trauma tumpul. Bisa
Kiri: Hantaman langsung terjadi total avulsi arteri dan vena atau avulsi parsial dari cabang segmental
pada abdomen. Gambar vasa ini. Regangan pada arteri renalis utama tanpa avulsi menyebabkan
kecil menunjukkan gaya trombosis arteri renalis.
yang berjalan dari hilus
renalis. Kanan: Jatuh Grading Trauma Ginjal
terduduk dari ketinggian Untuk mengelola trauma ginjal dengan baik perlu terlebih dahulu menetapkan
(contrecoup of kidney). grading secara akurat. The American Association for the surgery of Trauma
Gambar kecil membagi trauma ginjal menjadi 5 grade:(Brandes , 2003)
memperlihatkan gayadari 1.derajat I : kontusio ginjal atau hematom subkapsuler yang tidak meluas tanpa
arah cranial merobek disertai laserasi parenkim.
pedikel ginjal.(McAninch, 2.derajat II : hematom perirenal yang tidak meluas atau laserasi korteks < 1 cm
2000) tanpa ekstravasasi urine.
3.derajat III : laserasi korteks > 1 cm tanpa ekstra vasasi urine
4.derajat IV: laserasi korteks meluas ke collecting system( terlihat adanya
ekstravasasi kontras ), atau cedera arteri atau vena segmental(terlihat
adanya infark parenkim segmental) atau cedera arteri atau vena
utama yang tertutup oleh hematom
Gambar 6. 5.derajat V : shattered kidney, avulsi pedikel ginjal atau trombosis arteri utama.
A.Luka tembus peluru.
B.Luka tusuk. (Guerriero, Gambar 7. Klasifikasi trauma ginjal.
1984) A.grade I: hematuria gross atau
mikroskopik, gambaran radilogis normal,
kontusio atau hematom subkapsuler
terlokalisisr tanpa laserasi parenkim.
Iatrogenik disebabkan oleh prosedur endourologi, Extracorporeal Shock Wave B.Grade II: hematom perirenal tak meluas
Lithotripsy(ESWL), biopsi renal dan prosedur ginjal perkutan. Pada intraoperatif atau laserasi korteks kurang dari 1 cm
terjadi pada Diagnostic Peritoneal Lavage(DPL). Penyebab lain trauma ginjal dalamnya tanpa disertai ekstravasasi
adalah karena rejeksi transplantasi ginjal serta proses kelahiran. urine. (McAninch, 2000)

Klasifikasi Patologi trauma Ginjal


Menurut Moore et al , trauma ginjal dibagi menjadi:(McAninch,2000)
1. Trauma minor
Merupakan 85% kasus. Kontusio maupun ekskoriasi renal paling sering terjadi.
Kontusio renal kadang diikuti hematom subkapsuler. Laserasi korteks superfisial Gambar 8. Klasifikasi trauma ginjal.
juga merupakan trauma minor. C: Grade III, laserasi parenkim > 1 cm
kedalam korteks tanpa ekstravasasi
2. Trauma mayor urine. D: grade Iv, laserasi meluas ke
Merupakan 15% kasus.Terjadi laserasi kortikomeduler yang dalam sampai corticomedullary junction dan ke
collecting system menyebabkan ekstravasasi urine kedalam ruang perirenal. dalam collecting system. (McAninch,
Hematom perirenal dan retroperitoneal sering menyertai laserasi dalam ini. 2000)
Laserasi multiple mungkin menyebabkan destruksi komplit jaringan ginjal.
Jarang terjadi laserasi pelvis renalis tanpa laserasi parenkim pada trauma tumpul.
Tanda
Gambar 9. E: grade IV, Perlu diperhatikan adanya syok atau tanda-tanda kehilangan darah masiv karena
trombosis arteri renalis perdarahan retroperitoneal. Cermati adanya ekimosis pada pinggang atau kuadran
segmental tanpa laserasi atas abdomen. Juga adanya patah tulang iga bagian bawah. Mungkin ditemukan
parenkim. Tampak adanya nyeri abdomen difus pada palpasi yang merupakan tanda akut abdomen karena
daerah iskemia segmental. F: adanya darah pada cavum peritonei. Distensi abdomen mungkin ditemukan dengan
gradeV, trombosis arteri renalis bising usus yang menghilang. Masa yang palpable menandakan adanya hematom
utama. (McAninch, 2000) retroperitoneal besar atau suatu ekstravasasi urin. Namun jika retroperitoneum
robek, darah bebas masuk ke cavum peritonei tanpa ditemukan masa palpable pada
pinggang.

Laboratorium
Biasanya didapatkan adanya hematuri baik gross maupun mikroskopis. Beratnya
hematuri tidak berbanding lurus dengan beratnya kerusakan ginjal. Pada trauma
minor bisa ditemukan hematuri yang berat, sementara pada trauma mayor bisa hanya
hematuri mikroskopis. Sedangkan pada avulsi total vasa renalis bahkan tidak
ditemukan hematuri. Awalnya hematokrit normal namun kemudian terjadi
Gambar 10. G: grade V, laserasi multiple
ppenurunan pada pemeriksaan serial. Temuan ini menandakan adanya perdarahan
mayor menyebabkan suatu shattered
retroperitoneal persisten yang menyebabkan terjadinya hematom retroperitoneal
kidney. H: grade V, avulsi vasa utama.
yang besar. Perdarahan yang persisten jelas memerlukan tindakan operasi.
(McAninch, 2000)
.(McAninch ,2000)

Imaging
1. Plain Photo
Diagnosis Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal atau
Kecurigaan adanya trauma ginjal patut dicermati pada keadaan dibawah ini: ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak fraktur
1. Trauma didaerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.(Donovan , 1994)
atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah tersebut.
2. Hematuri 2 .Intravenous Urography(IVU)
3. fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus transversus Pada trauma ginjal, semua semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
vertebra. hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan
4. Trauma tembus pada daerah pinggang dan abdomen. single shot high dose intravenous urography(IVU) sebelum eksplorasi ginjal.
5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60% ionic atau non ionic
lintas. yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan gambar abdomen 10 menit
Derajat trauma ginjal tidak berhubungan dengan derajat hematuri, karena gross kemudian. Untuk hasil yang baik sistol dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk
hematuria bisa terjadi pada trauma ginjal minor sedangkan hematuria ringan terjadi menghemat waktu kontras dapat disuntikkan pada saat resusitasi awal.
pada trauma ginjal mayor.(Purnomo,2003) Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah tak bisa mengetahui luasnya trauma.
Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua ginjal, adanya serya luasnya ekstravasasi
Gejala urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru pada ginjal.
Nyeri terlokalisasi pada satu pinggang atau seluruh perut. Trauma lain seperti ruptur IVU sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma ginjal. Namun untuk
visera abdomen atau fraktur pelvis multiple juga menyebabkan nyeri abdomen akut staging trauma parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien
sehingga mengaburkan adanya trauma ginjal. Kateterisasi biasanya menunjukkan dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU abnormal dibutuhkan
adanya hematuria. Perdarahan retroperitoneal bisa menyebabkan distensi abdomen, pemeriksaa lanjutan dengan Computed Tomography (CT) scan.
ileus, nausea serta vomitus.
Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVU abnormal memerlukan 2. Eksplorsi
tindakan eksplorasi. a. Indikasi absolut
Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang ditandai oleh
3. CT Scan adanya hematom retroperitoneal yang meluas dan berdenyut. Tanda lain adalah
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan. Teknik adanya avulsi vasa renalis utama pada pemeriksaan CT scan atau arteriografi.
noninvasiv ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan ekstravasasi
urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran dan lokasi b. Indikasi relatif
hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta cedera terhadap b.1.Jaringan nonviable
organ sekitar seperti lien, hepar, pancreas dan kolon.(Geehan , 2003; Brandes , Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi relatif untuk
2003) CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan arteriogram.Pada dilakukan eksplorasi.
kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara akurat dapat b.2.Ekstravasasi urin
memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini telah Ekstravasasi urin menandakan adanya cedera ginjal mayor. Bila ekstravasasi
diperkenalkan suatu helical CT scanner yang mampu melakukan imaging dalam menetap maka membutuhkan intervensi bedah.
waktu 10 menit pada trauma abdomen. .(Brandes , 2003)
b.3.Incomplete staging
4. Arteriografi Penatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah dilakukan
Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka arteriografi pemeriksaan imaging untuk menilai derajat trauma ginjal. Adanya incomplete
bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama. Trombosis arteri dan staging memerlukan pemeriksaan imaging dahulu atau eksplorasi /rekonstruksi
avulsi pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi terutama pada ginjal ginjal. Pada pasien dengan kondisi tidak stabil yang memerlukan tindakan
yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab utama ginjal nonvisualized pada IVU laparotomi segera, pemeriksaan imaging yang bisa dilakukan hanyalah one
adalah avulsi total pedikel, trombosis arteri, kontusio parenkim berat yang shot IVU di meja operasi. Bila hasil IVU abnormal atau tidak jelas atau adanya
menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah memang tidak adanya perdarahan persisten pada ginjal harus dilakukan eksplorasi ginjal.
ginjal baik karena kongenital atau operasi sebelumnya.(MC Aninch , 2000)
b.4.Trombosis Arteri
5. Ultra Sonography(USG) Cedera deselerasi mayor menyebabkan regangan pada arteri renalis dan akan
Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi adanya menyobek tunika intima, terjadi trombosis arteri renalis utama atau cabang
laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan segmentalnya yang akan menyebebkan infark parenkim ginjal. Penegakan
untuk membedakan darah segar dengan ekstravasasi urin, serta diagnosis yang tepat serta timing operasi sangat penting dalam penyelamatan
ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel dan infark segmental. Hanya ginjal. Renal salvage dimungkinkan apabila iskemia kurang dari 12 jam.
dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat didiagnosis. Adanya Jika ginjal kontralateral normal, ada kontroversi apakah perlu revaskularisasi
fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta obesitas membatasi atau observasi.Jika iskemia melebihi 12 jam, ginjal akan mengalami atrofi.
visualisasi ginjal.(Brandes SB, 2003) Nefrektomi dilakukan hanya bila delayed celiotomy dilakukan karena adanya
cedera organ lain atau jika hipetensi menetap pasca operasi. Trombosis arteri
renalis bilateral komplit atau adanya ginjal soliter dibutuhkan eksplorasi segera
Penatalaksanaan dan revaskularisasi.
1. Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan b.5.Trauma tembus
observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah perdarahan
penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut, penurunan kadar arteri persisten. Hampir semua trauma tembus renal dilakukan tindakan bedah.
hemoglombin dan perubahan warna urin pada pemeriksaan urin serial.(Purnomo , Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa adanya penetrasi peluru
2003) Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan berhenti dan sembuh secara intraperitoneum Luka tusuk sebelah posterior linea aksilaris posterior relatif
spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri berhenti.(McAninch, 2000) tidak melibatkan cedera organ lain.(Brandes, 2003)
Tenik Operasi Setelah membuka fascia gerota maka ginjal harus terpapar seluruhnya. Pada saat
inilah biasanya terjadi perdarahan yang dapat dikendalikan dengan melakukan
A. Approach
oklusi sementara pembuluh darah ginjal. Selanjutnya dilakukan debridemen fasia
Dilakukan transperitoneal karena dapat mengenali dan menanggulangi trauma
dan jaringan ginjal diikuti hemostasis sebaik mungkin. Bila dijumpai perdarahan
intraabdominal lain serta dapat melakukan isolasi pembuluh darah ginjal
pada leher kaliks, dilakukan penjahitan dengan benang absorabel kecil dan jarum
sebelum melakukan eksplorasi ginjal.
atraumatik. Defek pelviokalises memerlukan penjahitan yang kedap air. Setelah
itu baru dilakukan penjahitan parenkim sekaligus kapsulnya dengan jahitan
B. Isolasi pembuluh darah ginjal(Prosedur MCAninch)
matras menggunakan benang kromik 2-0. Lemak omentum dapat digunakan
Dimaksudkan untuk mengendalikan perdarahan waktu dilakukan eksplorasi
untuk menutup defek parenkim yang luas. Jaringan nonviable pada kutub atas
ginjal sebelum tamponade hematom retroperitoneal dibuka. Usus halus dan
maupun bawah yang luas memerlukan nefrektomi pasrsial. Cara guillotine
kolon disingkirkan ke lateral dan cranial. Buat insisi pada peritoneum posterior
merupakan cara yang mudah, namun penting untuk menyisakan kapsul ginjal
sebelah medial dan sejajar dengan vena mesentrika superior. Insisi berada di
agar dapat dipakai untuk menutup defek parenkim ginjal. Sebagai penggantinya
ventral aorta dan dengan meneruskan insisi ke cranial akan didapat vena renalis
dapat dipakai free graft peritoneum. Nefrektomi biasanya dilakukan pada
kiri yang berjalan melintang di ventral aorta. Vena renalis kiri merupakan tanda
robekan scattered atau mengenai daerah hilus. Laserasi luas pada bagian tengah
yang penting karena relatif mudah ditemukan, sementara di kraniodorsal akan
ginjal dan mengenai pelviokalises sering berakhir dengan nefrektomi.
didapat arteri renalis kiri. Vena renalis kanan bermuara pada vena kava lebih
Repair pembuluh darah perlu diusahakan dan cedera yang mengenai sekaligus
kaudal disbanding vena renalis kiri dan di cranial vena renalis kanan akan
a/v ginjal umumnya berakhir dengan nefrektomi. Di USA dari semua cedera
dijumpai arteri renalis kanan.Pada saat pembuluh darah dijerat untuk
arteriil hanya 44% kasus yang berhasil direpair. Ureter harus dikenali dan bila
mengendalikan perdarahan tapi wrm ischaemic time tidak boleh lebih dari 30
terdapat bekuan darah di ureter maupun pielum, pemasangan nefrostomi harus
menit. Bila diperlukan lebih lama ginjal didinginkan dengan es. Dengan teknik
dilakukan dengan kateter foley 16F. Sebelum menutup rongga retroperitoneum
ini di RSCM dapat diturunkan angka nefrektomi dari 635 menjadi 36%. Setelah
dilaskukan pemasangan pipa drain. (Taher , 2003)
prosedur ini, eksplorasi ginjal dilakukan dengan membuat irisan peritoneum
parakolika.(Taher A, 2003).
Komplikasi
A. Komplikasi Awal  Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera.
1. Urinoma
Terjadi < 1% kasus trauma ginjal. Jika kecil dan noninfeksius maka tidak
membutuhkan intervensi bedah. Bila besar perlu dilakukan pemasangan tube
ureter atau nefrostomi perkutan /endoskopik.
2. Delayed bleeding
Terjadi dalam waktu 2 minggu cedera. Bila besar dan simtomatik dilakukan
embolisasi.
3. Urinary fistula
Terjadi karena adanya urin yang tidak didrain atau infark segmen besar
parenkim gunjal.
4. Abses
Terdapat ileus, panas tinggi dan sepsis. Mudsah didrainase perkutan.
5. Hipertensi
Pada periode awal pasca operasi biasanya karena rennin mediated, transient
dan tidak membutuhkan tindakan .

B.Komplikasi Lanjut
Hidronefrosis, arteriovenous fistula, pielonefritis. Kalkulus, delayed hipertensi

Gambar 11. Isolasi pembuluh darah utama ginjal. (McAninch, 2003)


C. Rekonstruksi
Kista Ginjal
Scarring pada daerah pelvis renis dan ureter pasca trauma bisa menyebabkan
obstruksi urine yang menyebabkan terbentuknya batu dan infeksi kronik. Fistula
arteriovenosa sering terjadi setelah luka tusuk yang ditandai dengan delayed ----------------------------------------------------------------------------------------------- RD-Collection 2002
bleeding. Angiografi akan memperlihatkan ukuran dan posisi fistula.Pada sebagian
besar kasus mudah dilakukan penutupan fistula dengan embolisasi. Hipertensi Kista ginjal adalah lesi tumor jinak ginjal yang paling sering dijumpai (70% dari
delayed pasca cedera ginjal karena iskemi ginjal merangsang aksis renin- tumor ginjal yang asimptomatik). Kista bisa tunggal / simple ataupun multiple, dapat
angiotensin. unilateral maupun bilateral . Angka insiden kista simpel pada usia di bawah 18 tahun
sekitar 0.1 – 0.45 % dengan insiden rata-rata 0.22 %. Pada orang dewasa, frekwensi
Ginjal sangat terlindungi oleh organ-organ disekitarnya sehingga diperlukan meningkat sejalan dengan usia. Pada usia di bawah 40 tahun, angka insiden 20 %,
kekuatan yang cukup yang bisa menimbulkan cedera ginjal. Namun pada kondisi dan setelah 40 tahun meningkat menjadi 33 % Kebanyakan penelitian menunjukkan
patologis seperti hidronefrosis atau malignansi ginjal maka ginjal mudah ruptur oleh tidak ada predileksi khusus pada perbedaan jenis kelamin. Tetapi pada 2 penelitian
hanya trauma ringan. Mobilitas ginjal sendiri membawa konsekuensi terjadinya oleh Bearth-Steg (1977) dan Tada dkk (1983), menunjukkan bahwa pada pria lebih
cedera parenkim ataupun vaskuler. Sebagian besar trauma ginjal adalah trauma sering daripada wanita . Kista simple atau soliter merupakan kelainan non genetik .
tumpul dan sebagian besar trauma tumpul menimbulkan cedera minor pada ginjal Karena kasus ini lebih sering didapatkan pada orang dewasa, diduga kista soliter
yang hanya membutuhkan bed rest. ginjal adalah kelainan yang didapat Biasanya kista ginjal asimptomatik dan tidak
Diagnosis trauma ginjal ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dijumpai tanda-tanda klinis yang signifikan (1). Kista yang simple sering ditemukan
penunjang. Pada pemeriksaan fisik digali mekanisme trauma serta kemungkinan secara kebetulan pada pemeriksaaan ultrasonografi, CT-Scan atau urografi karena
gaya yang menimpa ginjal maupun organ lain disekitarnya. Pemeriksaan fisik suatu problem lain pada abdomen (a). Meskipun demikian, kadang-kadang kista
diperlukan untuk menilai ABC nya trauma, local ginjal maupun organ lain yang menimbulkan keluhan. Keluhan yang mungkin dirasakan pasien adalah adanya
terlibat. Pada pasien ini mungkin ditemukan hematuria gross ataupun mikroskopis massa atau nyeri pada abdomen. Mungkin juga muncul hematuri karena ruptur kista
atau mungkin tanpa hematuria.Bila kondisi tidak stabil walau dengan resusitasi ke dalam collecting system, hipertensi karena iskemi segmental atau adanya
maka tidak ada pilihan kecuali eksplorasi segera . Pada pemeriksaan penunjang obstruksi
plain photo bisa ditemukan patah tulang iga bawah, prosesus transversus vertebra
lumbal yang menunjukkan kecurigaan kita terhadap trauma ginjal. Pada Histopatologi
pemeriksaan IVU akurasinya 90% namun pada pasien hipotensi tidak bisa Kista simple ginjal adalah suatu lesi tunor jinak (5). Berbentuk “Blue-Dome”, dengan
diharapkan hasilnya. IVU juga tidak bisa menilai daerah retroperitoneal serta sangat ukuran bervariasi, mulai dari 1 – 10 cm. Yang paling sering adalah dengan diameter
sulit melakukan grading. Pada kondisi tak stabil, maka hanya dilakukan one shot kurang dari 2 cm. Dinding kista merupakan satu lapis epitel gepeng atau kuboid.
IVU yang bisa menilai ginjal kontralateral. Pemeriksaan dengan CT scan merupakan Memiliki dinding fibrous yang tipis, terdiri dari sel epitel gepeng atau kuboid, dan
gold standard karena dengan alat ini bisa melakukan grading dengan baik. Bagian- mungkin terdapat area calsifikasi. Kista tidak memiliki struktur pembuluh darah dan
bagian infark ginjal terlihat, serta seluruh organ abdomen serta retroperitoneum juga tidak memiliki hubungan dengan nephron. Kista mengandung cairan jernih
jelas. Pemeriksaan angiografi sangat baik dilakukan pada kecurigaan cedera kekuningan. Pada 5% kasus mengandung cairan yang hemoragis Kista simple ginjal
vaskuler. Dilakukan arteriografi apabila CT scan tidak tersedia. Kerugiannya biasanya tunggal dan unilateral. Kadang-kadang multiple, multilokuler, dan lebih
pemeriksaan ini invasif. jarang lagi kasus yang bilateral (5). Pada ginjal, kista terletak superfisial, dan tidak
Prinsip penanganan trauma ginjal adalah meminimalisasi morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan pelvis renalis. 5-8 % kista ginjal mengandung tumor ganas
serta sedapat mungkin mempertahankan fungsi ginjal. Hanya pasien dengan indikasi McHugh dkk (1991) berpendapat bahwa ukuran kista tidak berkembang sejalan
jelas dilakukan nefrektomi. Keselamatan jiwa pasien tentunya lebih penting dari dengan waktu, sedang ahli yang lain (Bearth and Steg, 1977) pada penelitiannya
pada usaha peyelamatan ginjal namun jiwa melayang. Teknik operasi saat ini mendapatkan ukuran kista yang bertambah besar sejalan dengan usia .
memegang peranan penting dalam penyelamatan ginjal. Dengan kontrol pembuluh
darah ginjal maka terjadi penurunan angka nefrektomi. Kontrol pembuluh darah
dilakukan diluar fasia Gerota sebelum masuk zona trauma. Tanpa isolasi arteri dan Patogenesis
vena , dekompresi hematom ginjal yang dilakukan durante operasi meningkatkan Kista simple ginjal biasanya asimptomatik dan sering ditemukan secara kebetulan
insidensi nefrektomi. pada pemeriksaaan ultrasonografi, CT-Scan atau urografi karena suatu problem lain
pada abdomen Jika ukuran kista soliter bertambah besar, dapat menekan dan
merusak parenkim ginjal. Tetapi kerusakan parenkim yang ditimbulkan tidak begitu
luas, sehingga jarang sekali menimbulkan gangguan fungsi ginjal secara langsung
Kista yang menimbulkan keluhan, rata-rata berukuran lebih dari 10 cm (b). Keluhan Perbedaan lain, dinding kista akan terlihat tipis dan berbatas tegas dengan parenkim,
yang mungkin dirasakan pasien adalah adanya massa atau nyeri pada abdomen. sedangkan dinding tumor tidak
Mungkin juga muncul hematuri karena ruptur kista ke dalam collecting system, Kriteria pemeriksaan menggunakan CT-Scan hampir sama dengan kriteria USG,
hipertensi karena iskemi segmental atau adanya obstruksi Kista simple pada ginjal a. Batas yang tegas dengan dinding yang tipis dan tegas.
letaknya superfisial, dan tidak berhubungan dengan pelvis renalis. Posisinya sering b. Bentuk yang ovel ramping atau sferis.
menempati pole bawah ginjal, tetapi dapat juga menempati suatu posisi sedemikian c. Isi yang homogen, dengan densitas mirip air dan tidak nampak peningkatan
hingga terjadi penekanan pada ureter atau pelvis, sehingga menimbulkan obstruksi, densitas dengan pemberian zat kontras intravena
yang melanjut menjadi hidronefrosis Jika terjadi perdarahan ke dalam kista dan
menimbulkan distensi dinding kista, nyeri yang ditimbulkan cukup berat. Demikian Diagnosis Banding
juga jika terjadi infeksi, akan menimbulkan nyeri dan disertai demam. Pada kista ginjal, perlu pemeriksaan teliti untuk membedakan dengan hidronefrosis,
ginjal polikistik dan keganasan. Kasus hidronefrosis dapat memberikan tanda dan
Diagnosis gejala yang sama dengan kista soliter, tetapi pada pemeriksaan urogram sangat
Pemeriksaan fisik biasanya normal. Kista yang sangat besar, pada palpasi mungkin berbeda. Pada keganasan sering didapatkan hematuri dan pada gambaran radiologis
terraba sebagai massa pada daerah ginjal. Apabila dijumpai nyeri tekan, biasanya tumor menempati posisi yang lebih dalam, sehingga dapat menimbulkan
kemungkinan terjadi infeksi Evaluasi laboratorium fungsi ginjal dan urinalisa gambaran calyces yang terdistorsi. Pemeriksaan tentang adanya tanda-tanda
biasanya normal. Hematuri mikroskopis sangat jarang dijumpai metastase sangat diperlukan. Dengan pemeriksaan nefrotomogram, aortogram atau
Pada foto polos abdomen, mungkin terlihat suatu bayangan massa yang menumpuk echogram hal ini sangat membantu membedakan dengan tumor, meskipun ada
dengan bayangan ginjal. Dengan pemeriksaan urogram menggunakan cairan kalanya diagnosis banding ini akan sulit tanpa dilakukan pengangkatan ginjal
radioopaq, pada 2-3 menit pertama, parenkim ginjal akan terlihat putih, sedang pada Ginjal polikistik pada pemeriksaan urografi hampir selalu bilateral, pada kista soliter
bayangan kista tidak, karena kista bersifat avaskuler. Pengambilan gambar obliq dan tunggal dan unilateral. Pada ginjal polikistik akan diikuti gangguan fungsi ginjal,
lateral akan sangat membantu diagnosis. Jika massa kista berada pada pole inferior, sedangkan kista soliter tidak menimbulkan gangguan fungsi ginjal
gambaran ureter akan terdesak ke arah vertebra. Apabila dengan pemeriksaan rutin
tersebut opasitas parenkim ginjal tidak dapat dicapai signifikan, dapat dilakukan Kompliksasi
nephrotomografi, untuk meningkatkan gambaran kontras antara parenkim dengan Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi, meskipun sangat jarang, atau
kista kadang-kadang terjadi perdarahan ke dalam kista. Hal ini akan dirasakan sebagai
Sebagai pemeriksaan yang noninvasif, USG ginjal dapat membedakan antara kista nyeri pada daerah pinggang yang cukup berat. Apabila kista menekan atau menjepit
dengan suatu massa solid. Dan apabila ada gambaran kista, dengan panduan USG ureter. dapat terjadi hidronefrosis, dan dapat berlanjut menjadi pyelonefritis akibat
dapat dilakukan aspirasi. Diagnosis kista simple ginjal menggunakan pemeriksaan stasis urin
ultrasonografi, dengan kriteria
a. Tidak didapatkan internal echoes.
b. Berbatas tegas dan tipis, dengan tepi yang halus dan tegas. Penanganan
c. Transmisi gelombang yang bagus melalui kista, dengan peningkatan bayangan Karena kista soliter sangat jarang memberikan gangguan pada ginjal,
akustik di belakang kista. penetalaksanaan kasus ini adalah konservatif, dengan evaluasi rutin
d. Bentuk oval ramping atau sferis. menggunakanUSG Apabila kista sedemikian besar, sehingga menimbulkan rasa
Apabila 4 kriteria tersebut dapat ditemukan, kemungkinan keganasan dapat nyeri atau muncul obstruksi, dapat dilakukan tindakan bedah . Sementara ada
diabaikan. Apabila beberapa kriteria tidak didapatkan, misalnya ditemukan adanya kepustakaan yang menyatakan bahwa meskipun kista ginjal asimptomatik, apabila
septa, dinding yang ireguler, calsifikasi atau adanya area yang meragukan, perlu ditemukan kista ginjal yang besar merupakan indikasi operasi, karena beberapa kista
pemeriksaan lanjutan CT-Scan, MRI atau aspirasi Pemeriksaan CT-Scan pada kista yang demikian cenderung mengandung keganasan
simple ginjal sangat akurat.. Dengan pemberian kontras, akan terlihat perbedaan Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada kista adalah Aspirasi percutan
parenkim ginjal dengan kista. Densitas parenkim ginjal lebih meningkat, sedangkan 1. Bedah terbuka
gambaran kista tidak terpengaruh. Menggunakan CT-Scan dapat dibedakan antara a. Eksisi
kista dengan gambaran tumor. Gambaran kista akan menunjukkan densitas yang b. Eksisi dengan cauterisasi segmen yang menempel ke parenkim
mirip dengan cairan, sedangkan tumor mirip dengan parenkim ginjal. c. Drainase dengan eksisi seluruh segmen eksternal kista
d. Heminefrektomi
2. Laparoskopik Biasanya hidronefrosis merupakan kelainan yang paling awal ditemukan pada kasus
Pada tindakan aspirasi percutan harus diingat bahwa kista merupakan suatu stenosis ureter, dimana seharusnya urin dialirkan dari pelvis ginjal ke ureter
kantung tertutup dan avaskuler, sehingga teknik aspirasi harus betul-betul steril, terhambat. Dari diagnosis awal tersebut kemudian ditelusuri penyebab terjadinya
dan perlu pemberian antibiotik profilaksis. Karena apabila ada kuman yang hidronefrosis sampai didapatkan secara pasti penyebabnya. Penanganan yang
masuk dapat menimbulkan abses. Seringkali kista muncul lagi setelah dilakukan terbaik pada kasus ini adalah dilakukan tindakan operatif pada daerah yang
aspirasi, meskipun ukurannya tidak sebesar awalnya . menyumbat atas dasar indikasi.

Pemberian injeksi sclerosing agent, dapat menekan kemungkinan kambuhnya kista. Stenosis subpelvik telah lama diketahui sebagai penyebab terbanyak kelainan
Tetapi preparat ini sering menimbulkan inflamasi, dan sering pasien mengeluh nyeri hidronefrosis pada anak-anak namun dapat saja muncul pada usia yang lebih lanjut.
setelah pemberian injeksi Yang perlu diperhatikan adalah apabila terjadi Istilah subpelvik dikemukakan oleh karena biasanya terjadi stenosis pada hubungan
komplikasi. Jika terjadi infeksi kista, perlu dilakuka drainase cairan kista dan pelvio-ureter. Secara umum menggambarkan adanya gangguan aliran urin dari
pemberian antibiotik. Pada komplikasi hidronefrosis akibat obstruksi oleh kista, pelvis ginjal ke ureter. Angka kejadian kasus ini pada anak-anak dari 500 kasus
dapat dilakukan eksisi kista untuk membebaskan obstruksi pelebaran saluran kemih yang ditemukan dengan alat ultrasonografi hanya 1 kasus
Pemberian antibiotik pada pyelonefritis akibat stasis urin karena obstruksi oleh kista yang mempunyai masalah dibidang urology, manifestasinya dapat tampak pada
akan lebih efektif apabila dilakukan pengangkan kista, yang akan memperbaiki dekade ke 4. Ratio antara pria dibandingkan wanita adalah 2-4 : 1. Kelainan pada
drainase urin ginjal kiri lebih sering ditemukan sekitar 60% kasus dibanding dengan ginjal kanan,
Perawatan pascaoperasi harus baik. Drainase harus lancar. Setelah reseksi kista yang sedangkan 10-40% kasus terjadi bilateral.
cukup besar, cairan drainase sering banyak sekali, hingga beberapa ratus mililiter per Penyebab kelainan ini lebih sering karena faktor bawaan atau intrinsik, dimana tidak
hari. Hal ini dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sebaiknya draininase didapatkannya gerakan peristalsis pada ureter . Secara histopatologis serabut spiral
dipertahankan sampai sekitar 1 minggu pascaoperasi yang normalnya ada digantikan oleh serabut longitudinal yang abnormal atau
jaringan ikat sehingga timbul gangguan gerakan peristalsis untuk membawa urin
Prognosis dari pelvis ginjal ke ureter.. Dalam keadaan normal gerakan peristalsis ini dipicu
oleh aliran listrik konduksi yang berasal dari sel-sel pacemaker di kaliks ginjal.
Kista soliter dapat didiagnosis dengan cukup akurat menggunakan pemeriksaan
Kelainan bawaan yang agak jarang ditemukan adalah gangguan rekanalisasi ureter.
sonografi atau CT-Scan. Belakangan ini, USG direkomendasikan sebagai metoda
Pada perkembangan embriologis hubungan pelvio-ureter terbentuk pada usia 5
untuk melakukan follow up kista, meliputi ukuran, konfigurasi dan konsistensi.
minggu kehamilan, pada usia 10-12 minggu mulai terjadi kanalisasi dari tunas ureter
Sangat sedikit dari kista soliter ini akan menimbulkan penyulit dikemudian hari
sedangkan daerah hubungan pelvio-ureter yang terakhir mengalami kanalisasi.
Gangguan kanalisasi pada daerah ini yang menyebabkan terjadinya sumbatan

Stenosis Subpelvik
hubungan pelvio-ureter yang dapat berupa striktur ureter, katup mukosa ureter atau
polip ureter. Penyebab didapat yang sering ditemukan adalah sumbatan mekanik
yang berasal dari pembuluh darah aberan/tambahan dari ginjal yang menyilang pada
----------------------------------------------------------------------------------------------- RD-Collection 2002
daerah hubungan pelvio-ureter. Kelainan ini ditemukan pada 33% kasus sumbatan
hubungan pelvio-ureter dimana pembuluh darah arteri masuk melalui bagian bawah
Stenosis subpelvik merupakan kasus yang jarang, pada kasus ini terjadi hambatan ginjal pada bagian posterior dari ureter. Pembuluh darah arteri ini berasal dari
aliran urin dari pelvis ginjal ke ureter. Pada anak-anak merupakan penyebab percabangan arteri renalis atau aorta abdominalis. Penyebab lain adalah batu saluran
kelainan hidronefrosis bawaan, tapi kasus ini juga dapat ditemukan pada orang kemih, infeksi saluran kemih, striktur ureter pascaoperasi, striktur ureter pasca
dewasa. Penyebab kelainan ini biasanya bawaan/kongenital, namun dapat saja peradangan, metastasis tumor ganas pada ureter.
kelainan ini didapat dalam perkembangan hidup manusia. Pada kelainan bawaan Keluhan orang dewasa berupa nyeri pinggang yang hilang timbul sebagai akibat
penyebab tersering adalah gangguan motilitas hubungan pelvio-ureter sehingga bendungan berkala pelvis ginjal. Nyeri juga berhubungan dengan banyaknya orang
peristalsis dari pelvis ginjal ke ureter terhambat. Sedangkan penyebab yang didapat tersebut minum atau penggunaan obat-obat diuresis dengan meningkatnya produksi
berupa batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, striktur ureter pascaoperasi, urin. Disamping nyeri dapat pula timbul keluhan infeksi saluran kemih yang
striktur pasca peradangan, metastasis tumor ganas. berulang, nyeri perut, mual atau muntah.
Hidronefrosis merupakan kelainan yang paling awal ditemukan pada kasus stenosis dan hematuria dengan kemungkinan ren mobilis atau nephroptosis terutama pada
subpelvik, dapat ditemukan secara pemeriksaan fisik berupa massa yang teraba pada wanita usia lanjut dengan postur tubuh yang kurus.
daerah pinggang ataupun dengan alat sonografi berupa pelebaran pelvis ginjal dan Pemeriksaan radiologis penunjang pada kasus ini dilakukan pemeriksaan
kaliks ginjal. Dalam keadaan normal tekanan dalam pelvis ginjal nol dengan ultrasonografi ginjal kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan pielografi intravena
meningkatnya tekanan yang disebabkan oleh sumbatan atau aliran balik pelvis dan pielografi retrograd setelah diketahui fungsi ginjal pada pasien masih baik.
ginjal dan kaliks akan melebar. Derajat hidronefrosisi bergantung pada lama, Ultrasonografi dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal adanya hidronefrosis
tingkatan dan tempat sumbatan. Makin tinggi sumbatan akan makin berat efek yang namun tidak dapat untuk menentukan letak sumbatan. Sehingga penggunaanya
dapat timbul pada ginjal. sebatas untuk skrining dan monitoring hidronefrosis. Pemeriksaan pielografi
Penegakan diagnosis stenosis subpelvik dapat dilakukan dengan menggunakan intravena digunakan menilai fungsi dan anatomi dari parenkim ginjal dan sistim
ultrasonografi, pielografi intravena, pielografi retrograd, voiding cystourethrogram, pengumpul. Keuntungan pemeriksaan dengan pielografi intravena pada kasus ini
CT Scan, angiografi dan MRI. dapat terlihat pelebaran dari kaliks dan pelvis ginjal yang berbentuk corong sampai
Indikasi penanganan adalah timbulnya gejala-gejala yang berhubungan dengan bagian yang menyempit. Disamping itu pemeriksaan ini juga dapat dibedakan antara
sumbatan, gangguan kedua ginjal, gangguan salah satu ginjal yang progresif, stenosis subpelvik dengan kelainan insersi ureter letak tinggi. Kekurangannya
pembentukan batu saluran kemih dan infeksi. Tujuan penanganan adalah untuk pemeriksaan ini tidak dapat digunakan pada ginjal yang fungsinya jelek. Adakalanya
memperbaiki drainase ginjal dan fungsi ginjal. Penanganan kasus terbagi atas pemeriksaan pielografi intravena pada kecurigaan kasus stenosis subpelvik memberi
penanganan endourologis yang kurang invasif dan penanganan dengan operasi gambaran ureter yang normal sehingga perlu dilakukan pemeriksaan tambahan atau
terbuka. Penanganan endourologis seperti: Endopielotomi perkutan, Endopielotomi alternatif yang disebut pemeriksaan renografi diuresis atau renografi hidrasi yang
dengan balon kauter/Cautery Wire Balloon Endopyelotomy, Endopielotomi mulai luas digunakan untuk menilai pelebaran sistim pengumpul. Dengan
ureteroskopis dan Pieloplasti laparoskopis. Pada penanganan dengan operasi terbuka pemeriksaan ini pasien dilakukan hidrasi cairan sebelum pemeriksaan kemudian
terbagi atas operasi dengan reseksi ureter seperti: metode Dismembered Pyeloplasty, diberi Furosemid 0,3-0,5 mg/kgBB intravena dengan harapan terjadi diuresis karena
dan operasi tanpa reseksi ureter seperti metode flap Foley V-Y plasti, metode flap cairan banyak dikeluarkan sehingga pada pemeriksaan akan tampak peristalsis dari
spiral Culp-DeWeerd, flap vertical Scardino-Prince, metode Bonino dan Allemann, ureter dan pada lokasi mana peristalsis tidak dapat berlangsung. Pielografi retrograd
metode Fenger,metode Hryntschack Penangan operasi terbuka pada pertama kali secara detil dapat menampakkan letak sumbatan pada kasus stenosis subpelvik
dilakukan oleh Trendelenburg pada tahun 1886 namun tidak berhasil. Pada tahun terutama pada pasien-pasien dengan fungsi ginjal yang jelek sehingga tidak dapat
1891 Kuster berhasil melakukan operasi dengan memisahkan ureter kemudian dilakukan pemeriksaan pielografi intravena. Kekurangan pada pemeriksaan ini
menyambungkan kembali ureter dengan pelvis ginjal untuk yang pertama kalinya, kadang diperlukan tindakan anastesi untuk mengurangi nyeri pada saat pemeriksaan.
ditahun 1949 Andersen dan Hynes melakukan modifikasi dari tehnik operasi Kuster . Kombinasi dua pemeriksaan antara pielografi intravena dan pielografi retrograd
dengan melakukan anastomosis ureter dengan sisi bawah pelvis ginjal setelah pada pasien memberikan informasi yang cukup untuk mendiagnosis stenosis
membuang bagian yang melebar. subpelvik.1,2,3 Pemeriksaan angiografi sebaiknya dilakukan sebelum operasi untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya pembuluh darah yang menyilang atau
Secara embriologis perkembangan ureter mulai terbentuk pada usia kehamilan 4 pembuluh darah tambahan/aberan yang menyebabkan sumbatan ekstrinsik.
minggu sebagai suatu penonjolan yang disebut tunas ureter. Tunas ini akan Penanganan kasus ini dilakukan operasi terbuka dengan Pieloplasti metode
menembus jaringan metenefros dan melebar membentuk piala ginjal sederhana. Andersen-Hynes. Metode ini digunakan dengan alasan merupakan yang paling
Piala ginjal akan terbagi menjadi bagian kranial dan kaudal, yang akan menjadi sering digunakan oleh para ahli urologi, memberikan hasil secara anatomis dan
kaliks mayor. Tiap kaliks akan membentuk 2 tunas baru dan seterusnya hingga fungsi yang paling baik dan angka keberhasilan operasi yang cukup tinggi diatas
terbentuk kaliks minor. Pada minggu ke 10-12 kehamilan, ureter akan mengalami 95%.3,5 . Pada perawatan pascaoperasi kasus ini pemeriksaan pielografi antegrad
kanalisasi sampai terbentuk ureter yang normal . untuk menilai hasil penyambungan dilakukan pada hari ke 10 sebelum dilakukan
Pada kasus ini keluhan pasien pada awal kunjungan adalah nyeri pada perut bagian pelepasan bidai ureter. Dari kepustakaan sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah
bawah dan pinggang sebelah kanan yang kemungkinan disebabkan dari bidai ureter dilepas dan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi atau kebocoran dari
hidronefrosis ginjal kanan. Dalam kepustakaan keluhan yang paling sering diderita hasil penyambungan, sehingga dapat terlihat ureter dalam keadaan normal tanpa
oleh pasien adalah nyeri yang hilang timbul pada pinggang atau pada perut kurang adanya bidai. Kekhawatiran adanya kebocoran setelah dilepasnya tabung nefrostomi
lebih pada 50% pasien, keluhan benjolan di pinggang pada 50% pasien dan infeksi juga menyebabkan drain retroperitoneal agak lambat dilepas, dari kepustakaan yang
salurang kemih berulang pada 30% pasien. Keluhan nyeri pinggang terutama saat ada sebaiknya dilepas setelah hari ke 10 pacaoperasi setelah diyakini tidak ada
berdiri perlu diwaspadai jika disertai dengan mual, menggigil, takikardia, oliguria kebocoran.
Sarkoma Ginjal ------------------------------------------- RD-Collection 2002
Bila ada, gejalanya akan terkait dengan efek massa tumor atau dengan invasi
. setempat (lokal). Sumbatan atau perdarahan saluran cerna, pembengkakan
ekstremitas bawah, atau nyeri merupakan gejala-gejala pertama yang berujung pada
ditemukannya leiomyosarkoma pada ginjal.
Sarkoma ginjal adalah tumor ganas ginjal pada orang dewasa yang jarang dijumpai Pemeriksaan CT-Scan abdomen merupakan sarana terbaik untuk mengevaluasi
(1-2 % dari semua keganasan pada ginjal, tetapi insiden meningkat dengan leiomyosarkoma ginjal. CT-Scan tidak hanya melihat lokasi tumor dan hubungannya
bertambahnya usia. Menurut definisi, sarkoma ginjal merupakan keganasan yang dengan organ-organ di sekitar, tapi juga mengidentifikasi lesi metastasis di hepar
berasal dari mesenkim pada ginjal, yang biasanya terdapat pada jaringan otot, atau di rongga peritoneum. Juga, CT-Scan abdomen mampu mengetahui tumor
lemak dan jaringan ikat. Perjalanan klinis sarkoma bervariasi tergantung pada perlemakan maupun metastasis intraabdomen. Untuk pelvis, semua kelebihan
subtipe dan stadium histologisnya. Tumor ini lebih sering ditemukan pada pemeriksaan CT ini sangat relevan sifatnya, selain mampu menentukan invasi pada
perempuan daripada laki-laki yaitu 2:1, dan sangat sulit atau tidak mungkin tulang.
dibedakan dengan renal sel karsinoma. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terinci dapat membantu dan mengarahkan
Dari klasifikasi tumor mesenkim pada ginjal, leiomyosarkoma adalah tumor yang kita pada pemeriksaan lanjutan yang diperlukan. Pemeriksaan testis, ultrasonografi
paling banyak yaitu sebesar 50- 60%. Pada pemeriksaan CT Scan abdomen, tumor dan pengukuran serum β-hCG, harus dilakukan bila ada dugaan kanker testis dengan
ini biasanya ditemukan terletak di tepi dan tampak keluar dari kapsul ginjal atau metastasis retroperitoneal. Pada pasien dengan limfedenopati, kita bisa memakai
jaringan otot polos pada dinding pelvis renalis. Biasanya leiomyosarkoma pada biopsi eksisi atau jarum pada limfonodus yang membesar untuk mencari tahu ada
ginjal, gejala dan tanda klinis yang penting sama dengan renal sel karsinoma yaitu tidaknya limfoma. Bila tumor sepertinya berasal dari lambung, pancreas atau
nyeri pinggang (40-50%), hematuria (60%) dan massa di pinggang (30%). duodenum, maka sebagai test diagnostiknya dapat dilakukan endoskopi saluran
Jarangnya kasus leiomyosarkoma pada ginjal, ditambah dengan luasnya subtipe cerna atas dengan biopsi. Bila diagnosis-diagnosis ini bisa disingkirkan atau
histologis, mempengaruhi kita akan tumor ini dan memperlambat pengembangan kemungkinannya dianggap kecil maka sarkoma merupakan diagnosis yang paling
terapi yang efektif. mungkin.

HISTOPATOLOGI PENANGANAN
Sarkoma pada ginjal diyakini berasal dari sel stem mesenkim yang ada di jaringan 1. Radikal Nefrektomi
otot, lemak dan jaringan ikat. Asal dari sel stemnya sendiri belum jelas, dan kadang Leiomyosarkoma pada ginjal memberikan tantangan tersendiri yang
bahkan asal mesenkimalnya juga tidak jelas (seperti sarkoma neuron atau myelin, membedakannya dari bentuk sarkoma jaringan lunak lain pada ekstremitas.
sarkoma stroma gastrointestinal). Dua teori yang berpengaruh bahwa sel mesenkim Kesulitan dalam manajemen leiomyosarkoma ginjal diakibatkan oleh ukurannya
ditemukan di jaringan setempat atau meningkat dari sumsum tulang. Kira-kira yang besar dan rumitnya anatomi retroperitoneum. Tindakan radikal nefrektomi
setengah dari sarkoma pada ginjal adalah stadium yang sudah lanjut. Subtipe merupakan pilihan pada leiomyosarkoma ginjal.
histologis sarkoma pada ginjal yang sering ditemui selain leiomyosarkoma adalah
liposarkoma, fibrosarkoma, rhabdomyosarkoma. 2. Terapi radiasi
Mikroskopis leiomyosarkoma ginjal ditentukan oleh gambaran kepadatan seluler Beberapa peneliti telah mengkaji berbagai metode untuk menurunkan insidensi
dengan adanya sel-sel datia anaplastik bentuk tidak menentu (bizarre) dan gambaran kegagalan lokal yang terjadi setelah radikal nefrektomi. Kalau dilihat dari bukti yang
mitosisnya. mendukung perbaikan control lokal penyakit dengan pemakaian radioterapi untuk
sarkoma pada badan dan ekstremitas, terapi radiasi digunakan secara luas sebagai
DIAGNOSIS pelengkap operasi leiomyosarkoma pada ginjal.
Leiomyosarkoma pada ginjal hampir selalu muncul sebagai massa abdomen, sering
kali tanpa gejala. Meskipun median usia pasien rata-rata adalah 50 tahun, 3.Kemoterapi
leiomyosarkoma pada ginjal bisa muncul pada umur berapa pun dan angka Manfaat kemoterapi dalam terapi leiomyosarkoma pada ginjal masih kontroversial,
kejadiannya lebih banyak pada perempuan dari pada laki-laki. Pada sebagian besar sementara bukti-bukti yang ada masih beragam mutunya (tidak konsisten). Sebagian
kasus, leiomyosarkoma yang lebih kecil dari 5 cm jarang selaki terlihat karena besar laporan studi yang telah diterbitkan masih terfokus pada tumor yang muncul di
leiomyosarkoma seukuran ini biasanya tidak diperhatikan pasien sampai ukurannya ekstremitas. Dalam studi-studi yang memasukkan juga leiomyosarkoma ginjal hanya
menjadi lebih besar. menempati sebagian kecil proporsi dari total jumlah tumor yang diterapi.
Doxorubicin, ifosfamide dan dacarbizine telah diketahui memiliki aktivitas sebagai
obat tunggal yang signifikan untuk terapi leiomyosarkoma ginjal. Sementara laporan
tentang kombinasi obat yang tersedia menunjukkan kalau kombinasi lebih baik
dibanding obat tunggal, masih sedikit sekali bukti dari studi acak prospektif yang
mendukung argumen ini.

PANDUAN SURVEILANS
Ada beberapa pertimbangan yang muncul ketika kita mau memutuskan rencana
surveilans (pengawasan) yang tepat untuk pasien setelah terapi leiomyosarcoma
ginjal. Pengaruh deteksi dini rekurensi terhadap terapi dan outcome bervariasi sesuai
dengan lokasi anatomis dari penyakit yang rekuren tersebut. Untuk leiomyosarkoma
pada ginjal kegagalan biasanya terjadi dalam abdomen dan di hepar, dan rekurensi
tambahan sebesar 20 - 30% melibatkan paru-paru. Maka strategi pengawasan harus
mencakup pemeriksaan fisik, CT abdomen, dan rontgen toraks.
Insidensi rekurensi leiomyosarkoma ginjal paling tinggi di awal masa pascaoperasi,
dan perlu disiapkan jadwal evaluasi. Panduan terbaru dari National Comprehensive
Cancer Network untuk surveilans leiomyosarkoma ginjal menganjurkan agar pasien
dengan penyakit stadium awal menjalani pemeriksaan fisik dengan CT
toraks/abdomen/pelvis setiap 3 sampai 6 bulan selama 2 sampai 3 tahun, dan
selanjutnya tiap tahun. Untuk pasien dengan stadium tinggi, mereka harus menjalani
pemeriksaan fisik dengan CT toraks/abdomen/pelvis setiap 3 sampai 4 bulan selama
3 tahun, lalu tiap 6 bulan selama 2 tahun, dan selanjutnya tiap tahun.

Sesuai dengan kepustakaan, pada kasus leiomyosarkoma pada ginjal, hampir selalu
muncul sebagai massa abdomen sering tanpa gejala. Dan ditemukan adanya kelainan
pada ginjal secara tidak sengaja pada intra operatif oleh bedah digestif.
Kemungkinan karena proses yang berjalan lambat dan sangat lama, meskipun
menimbulkan benjolan di perut kanan atas, tidak nyeri, tidak didapatkan keluhan
adanya hematuria, tetapi berak bercampur darah, sehingga pada saat masuk rumah
sakit, tidak langsung rawat bersama dengan bedah urologi. Manifestasi sistemik juga
tidak muncul, karena fungsi ginjal masih baik.

Penanganan selanjutnya adalah melakukan laparotomi eksplorasi oleh bedah


digestif, dan durante operasi, dikonsulkan ke bedah urologi untuk melakukan radikal
nefrektomi.
PENIS
----------------------------------------------- RD - Collection 2002 -----------------------------------------------

Anatomi
Penis terdiri dari 2 buah korpus kavernosum dan 1 buah korpus spongiosum
tempat di mana urethra berada. Pangkal penis menempel pada perineum di dalam
kantung superficial.
Korpus kavernosum
Berhubungan dengan tuberositas isciadicum dari tulang pelvis membentuk
bagian utama dari badan penis, kedua korpus kavernosum dipisahkan oleh
suatu septum yang selanjutnya menjadi otot pectineus di bagian distal,
sehingga terdapat hubungan peredaran darah antara keduanya. Korpus
kavernosum dilapisi oleh suatu lapisan kolagen tunika albugenia yang kuat.
Serabut pada lapisan luar tersusun longitudinal dan sirkuler pada lapisan .
dalam. Lapisan ini membentuk lapisan yang berlekuk-lekuk pada saat penis
lemas dan akan menjadi tegang dan ketat pada saat ereksi. Terdapat
sekumpulan otot polos yang tersusun tranversal sebagai jaringan erektil yang
membentuk endothelium-line sinus kavernosus. Pada distal dari pars bulbaris,
korpus kavernosus meruncing dan berjalan ke bagian bawah penis ( ventral )
dan menutupinya membentuk glans penis,yang dipisahkan oleh batang penis
oleh corona penis.

Korpus spongiosum
Terdapat di daerah ventral penis pada garis tengah, melekat pada diafragma
urogenital di daerah proksimalnya. Pada tempat itu korpus spongiosum diliputi
oleh muskulus bulbospongiosum. Pada korpus spongiosum dilewati oleh
sepanjang bagian urethra anterior, mulai dari membrane perineum. Urethra
anterior melebar pada pars bulbaris dan glanular dan menyempit pada daerah
meatus urethra eksterna. Pada bagian dorsal korpus kavernosum diliputi oleh
fasia buck yang melanjutkan diri ke bagian ventral untuk menutupi korpus
spongiosum. Di bawah kulit penis ( dan juga skrotum ) terdapat suatu lapisan
yang berjalan dari pangkal penis sampai ke diafragma urogenital disebut fasia
Colles yang melanjutkan diri ke dinding perut bawah sebagai fasia Scarpa..

Penis dan juga urethra mendapatkan aliran darah dari arteri pudenda interna yang
masuk melalui kanalis Alcock diatas membrane perinealis yang berakhir dengan
membagi diri menjadi 3 cabang yaitu arteri pudenda interna yang menembus korpus
kavernosum pada hilum penis untuk mencapai bagian tengah dari korpus
kavernosum dan memperdarahinya, arteri dorsalis penis yang berjalan diantara crus
penis dan tulang pubis untuk mencapai bagian dorsal penis bersama dengan arteri
bulbourethralis yang menembus membrane perinealis masuk ke dalam korpus
spongiosum dan memperdarahi korpus spongiosum, glans penis dan urethra
Vena dorsalis penis bercabang menjadi vena dorsali penis superficial yang terletak Suatu postulat menyatakan bahwa smegma yang terdapat di bawah kulit preputium
di sebelah luar dari fasia Buck dan vena dalam yang terletak di antar arteri dorsalis yang fimosis dapat menyebabkan suatu peradangan kronis yang selanjutnya dapat
penis dan muncul dari fasia Buck. Vena-vena ini berhubungan dengan plexus berubah menjadi proses keganasan. Infeksi virus diduga menjadi penyebab,
pudendalis yang mengalir ke dalam vena pudenda interna. dikaitkan dengan proses infeksi virus yang diduga pula menjadi penyebab kanker
Aliran limfatik yang berasal dari kulit penis mengalirkan isinya ke kelenjar getah serviks uteri.
bening inguinal superficial dan subinguinal, sedangkan yang berasal dari glans penis
mengalirkan cairan limfe ke kelenjar getah bening subinguinal dan liaka eksterna. Lesi Pre Kanker
Aliran limfe dari urethra masuk ke kelanjar getah bening iliaka interna dan iliaka Terdapat beberapa gambaran histologi dari beberapa lesi-lesi jinak penis yang
komunis. diketahui memiliki potensi menjadi ganas berkaitan erat dengan pertumbuhan
Nervus dorsalis penis memberikan persarafan sensoris pada penis. Saraf ini berjalan karsinoma sel skuamosa. Pada suatu penelitian yang melibatkan banyak sample
mengikuti arteri dorsalis penis dan memberikan persarafan pada glans penis. memperlihatkan hasil 42% pasien dengan karsinoma sel skuamosa memiliki riwayat
Cabang-cabang kecil dari nervus perinealis memberikan persarafan pada bagian dengan lesi pre kanker ( Bouch dkk,1989 ). Meskipun angka insiden dari lesi-lsei
ventral penis di dekat urethra terus ke distal sampai ke glans penis. Nervus prekanker itu yang akhirnya berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa belum
kavernosus yang memberikan persarafan simpatik dan parasimpatik berasal dari diketahui, namun kesemua lesi tersebut berkaitan dengan penyakit ini.
pleksus pelvikus berjalan menembus korpus kavernosum dan membentuk rami-rami Terdapat beberap lesi-lesi jinak pada penis yang dikaitkan dengan timbulnya
pada korpus kavernosum. Tonus simpatis bekerja menghambat terjadinya ereksi karsinoma penis, yaitu :
sedangkan tonus parasimpatis yang melepaskan asetilkolin, nitrit oksida dan Cutaneus Horn
vasoactive intestinal polypeptida menyebabkan relaksasi otot polos kavernosum dan Merupakan kasus yang jarang. Biasanya berkembang dari suatau lesi pada kulit
pembuluh darah arteri, yang diperlukan pada proses ereksi. misalnya: kutil/wart, nevus, lecet oleh karena trauma, atau keganasan, dan
biasanya tumbuh dengan cepat dan terdapat kornifikasi epitel yang membentuk
tonjolan yang padat. Secara mikroskopis terlihat hiperkeratosis, diskeratosis dan
akantosis. Kelainan ini memerlukan tindakan eksisi yang meliputi bagian kulit

Carsinoma Penis
yang sehat disekitar batas lesi. Lesi ini memiliki kemungkinan untuk kambuh
dan pada pemeriksaan biopsi selanjutnya dapat mengalami perubahan menjadi
------------------------------------RD-Collection 2002
lesi ganas meskipun ada biopsy sebelumnya memberikan hasil yang jinak

Kanker penis merupakan keganasan yang jarang, insiden di dunia 0,1 – 7,9 per Pseudoepiteliomatous Micaceous dan Balanitis Keratosis
100.000 laki-laki. Di Eropa insidennya 0,1 – 0,9 per 100.000 laki-laki dan di Keduanya merupakan lesi yang sangat jarang. Lesi-lesi ini memperlihatkan
Amerika Serikat insidennya 0,7 – 0,9 kasus per 100.000 laki-laki. Sedangkan di gambaran hiperkeratosis, pertumbuhan micaceous pada glans dan secara
Negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan insidensnya meningkat cukup mikroskopis dapat memperlihatkan beberapa gambaran seperti pada karsinoma
bermakna yaitu 19 kasus per 100.000 laki-laki. Di negara-negara tersebut kasus verukosa. Lesi ini cenderung untuk rekuren dan muncul kembali sebagi bentuk
kanker penis meliputi 10 – 20% dari seluruh kasus keganasan pada pria. awal dari tumor. Lesi ini dapat dilakukan tindakan eksisi, laser ablation dan
Beberapa pembicaraan mengenai kanker penis haruslah mengawalinya dengan cryoterapi. Lesi-lesi ini memerlukan tindakan seagresif mungkin dan evaluasi
mengemukakan bentuk jinak dan ganas dari tumor pada penis. Pada beberapa lesi yang ketat.
pada penis menunjukan suatu kelainan yang jelas jinak , namun pada beberapa lesi
yang lain dapat berkembang menjadi ganas. Penjelasan mengenai gambaran lesi Balanitis xerotica obliterans
tesebut untuk menentukan anatomi, etiologi dan histologinya,kaitannya dengan Merupakan varian dari lichen sclerosis dan atropicus yang megenai kelamin,
karsinoma sel skuamosa yang merupakan keganasan tersering yang mengenai muncul sebagai suatu lesi keputih-putihan yang menempel pada prepusium atau
penis, begitupula kaitannya dengan keganasan-keganasan lain yang mengenai penis. glans, seringkali mengenai meatus dan kadang-kadang meluas ke fossa
Pada kanker penis lokasi tersering adalah glans meliputi 48% , prepusium 21% dan navikularis. Kelainan ini mungkin multiple dan dapat membentuk suatu
yang mengenai kedua tempat tersebut 9%, sulkus kororonarius 6% , sedangkan gambaran seperti mozaik. Dapat pula terjadi suatu laserasi pada glans,meatus
batang penis kurang dari 2% . Salah satu yang dianggap menjadi penyebab utama terlihat berwarna keputihan,terindurasi dan edema, dapat pula terjadi stenosis
dari kanker penis adalah buruknya higien penis. Penyakit ini tidak ditemukan pada pada meatus. Kelainan ini lebih sering terjadi pada orang tidak dilakukan
laki-laki yang dilakukan sirkumsisi pada saat/sesaat setelah lahir. sirkumsisi dan muncul pada usia pertengahan.
Meskipun subtype HPV telah diteliti dengan seksama, tapi masih dalam proses
Gejala yang timbul berupa nyeri, rasa tidak enak pada penis, nyeri yang hebat perkembangan dalam mengetahui potensi agresifitas lesi-lesi tersebut, yang akan
pada saat ereksi dan hambatan berkemih. Penatalaksanaan kelainan ini berupa membantu untuk merencanakan pengobatan.
pemberian kortikosteroid krem topical, injeksi kortikosteroid dan tindakan eksisi Pengobatan dengan podophylin atau trichloroacetic diketahui pasti mampu
atau bahkan memerlukan tindakan meatoplasti. Dari beberapa laporan mengatasi lesi-lesi kecil. Podophylin 0,5 – 1% digunakan seminggu sekali
menunjukan kaitan antara lesi ini dengan karsinoma sel skuamosa dan selama 2 – 6 minggu ( culp dkk,1994; Kinghorn dkk,1988 ). Dengan tindakan
pertumbuhan kearah ganas terjadi bahkan jauh setelah dilakukan pengobatan sirkumsisi dapat menghilangkan lesi pada prepusium. Untuk menghindari
pada lesi balanitis xerotica obliterans. terjadinya maserasi, ulserasi dan infeksi sekunder dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan eksisi. Tindakan pembedahan telah digunakan secara luas dalam
Leukoplakia mengobati condyloma acuminatum. Pada pasien dengan lesi yang sulit dijangkau
Lesi ini memperlihatkan gambaran plak berwarna keputih-putihan yang soliter misalnya pada lesi intraurethra, dapat digunakan pediatric resectoscope. Selain
atau multiple, sering mengenai meats urethra. Secara histology tampak itu dapat pula digunakan kream 5-fluorouracil setiap minggu selama 3 minggu,
hiperkeratosis, parakeratosis dan hipertrofi dengan edama dan infiltrasi limfosit. ini mampu menghilangkan lesi pada urethra. Beberapa interferon juga digunakan
Menghilangkan iritasi kronis dan sirkumsisi diindikasikan untuk mengatasi untuk mengobati condyloma acuminatum. Pada suatu penelitian memperlihatkan
kelainan ini. Kelainan ini telah diketahui memiliki keterkaitan dengan karsinoma hasil interferon alpha-2b mampu mengobati condyloma acuminatum secara
sel skuamosa dan karsinoma verukosa. Selain itu terdapat pula lesi-lesi pre efektif
kanker yang dikaitkan dengan infeksi virus. Human papilloma virus ( HPV )
tampaknya dikaitkan dengan Condyloma akuminatum dan Bowenod papulosis. Bowenoid Papulosis
Sedangkan Human herpes virus ( HHV-8 ) diketahui berkaitan dengan karsinoma Adanya lesi pre kanker pada kanker penis telah diketahui sejak lama, pertama
Kaposi. kali dikemukakan oleh Queyret ( 1911 ). Bowenoid papulosis yang secara
histologis memiliki kesamaan dengan gambaran karsinoma in situ namun
Condyloma acuminatum merupakan bentuk lesi yang jinak ( kopf dan Bart,1977 ).
Secara umum Condyloma acuminatum yang tampak sebagi lesi yang lunak, Bowenoid papulosis terlihat sebagai papul-papul yang multiple pada kulit penis
papillomatous merupakan lesi yang jinak. Pada laki-laki condyloma paling atau kulit vulva, biasanya muncul pada usia dekade ke 2 atau 3. Secara
banyak ditemukan di glans, batang penis dan prepusium. Pada 5% kasus makroskopis lesi ini terlihat berpigmen dengan ukuran 0,2 – 3 cm, dengan
terdapat lesi pada urethra yang dapat pula meluas ke urethra pars prostatika. lesilesi kecil yang bersatu membentuk lesi yang besar. Diagnosis kelainan ini
Secara mikroskopis condyloma acuminatum memperlihatkan gambaran harus dikonfirmasi dengan biopsy. Meskipun secara histology kelainan ini
keratinisasi pada lapisan luar yang menutupi jaringan papiler dengan jaringan memperlihatkan gambaran sebagai karsinoma in situ tetapi bentuk klinisnya
penyokongnya. menunjukan Bowenoid papulosis pasti jinak ( Su & Shipley,1997 ).
Human papiloma virus tipe 6,11, 42,43,dan 44 merupakn tipe yang dikaitkan
dengan condyloma acuminatum yang besar dan displasi grade rendah. Tipe
16,18,31,33 dan 39 memiliki kaitan yang erat dengan kegansan ( Smotkin dkk, KARSINOMA SEL SKUAMOSA PENIS
1989 ). Pada sebagian besar penelitian saat ini mengemukakan bahwa suatu Karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan tersering pada penis, meliputi 95 %
tumor virus transforming proteins dari HPV tipe 16 dan 18 ( terutama protein E6 dari seluruh lesi ganas yang mengenai penis. Tipe-tipe karsinoma sel skuamosa
dan E7 ) memiliki target pada tumor suppressor gene yang memproduksi pRb berdasarkan gambaran patologinya :
dan p53 dan dapat menjadi penyebab timbulnya kanker penis ( Levi dkk,1998;  Tipe klasik
Griffith & mellon,1999 ). Protein E6 berikatan dengan protein supresor tumor  Tipe basaloid
p53 menyebabkan terjadinya degradasi yang cepat, selanjutnya mengakibatkan
 Tipe Verrucous dan variasinya ( Warty carcinoma, Verrucous carcinoma,
instabilitas kromosom, mutasi DNA dan aneuploidi. Protein E7 berikatan dengan
Papillary carcinoma, hybrid verrucous carcinoma, mixed carcinoma
phosphorylates dari protein retinoblastoma pRb menyebabkan dilepaskannya
 Sarcomatoid
transcription factor E2F yang selanjutnya mengktivasi proses mitosis ( zur
Hausen, 1996 ). Infeksi HIV dapat menjadi predisposisi munculnya  Adenoskuamosa
pertumbuhan yang cepat karsinoma sel skuamosa pada pasien dengan lesi
condyloma ( Sanders,1997 ).
Karsinoma in situ Karsinoma penis sangat jarang terjadi pada orang Yahudi yang melakukan
Karsinoma in situ pada penis seringkali disebut sebagai erytroplasia Queyrat jika sirkumsisi pada saat bayi, begitupula pada orang Amerika Serikat yang mengalami
lesi ini mengenai glans penis, prepusium atau batang penis dan jika hanya sirkumsisi pada saat bayi insidensinya hanya kurang dari 1%, sebaliknya pada orang
mengenai perineum dan daerah sekitar genitalia disebut sebagai penyakit Afrika dan Asia yang tidak menglami sirkumsisi insidensinya mencapai 10%-20%.
Bowen’s. Secara epidemiologis dan riwayat penyakitnya, lesi ini berkaitan Pada masyarakat Muslim di India yang melakukan sirkumsisi pada usia prepubertas
dengan karsinoam penis stadium awal dan sudah diketahui lesi karsinoma in situ angka insidensi karsinoma penis jauh lebih banyak dari pada masyarakat Yahudi
dapat berkembang menjadi karsinoma penis yang invasif. Lesi erytroplasia India. Hal ini diduga bahwa terdapat suatu periode kritis yang mana paparan suatu
Queyrat dikemukakan pertama kali oleh Queyrat sebagai sebuah lesi yang agen penyebab ( etiologic agent ) terjadinya karsinoma penis sudah terbentuk pada
kemerahan, dengan permukaan seperti beludru, berbatas tegas pada glans penis masa pubertas/remaja begitu pula pada saat dewasa, sehingga tindakan sirkumsisi
atau prepucium. Lesi ini dapat berbentuk ulkus yang nyeri dan terdapat sudah tidak efektif lagi mencegah terjadinya karsinoma penis.
discharge. Secara histologis terdapat sel-sel atipik pada mukosa yang mengalami Data epidemiologi memperlihatkan hubungan karsinoma penis dengan infeksi yang
hyperplasia dengan vakuolisasi, disorientasi, hiperkromatisasi inti sel. Pada terjadi saat hubungan seksual. Penelitian oleh Graham ( 1979 ) memperlihatkan
submukosa terlihat adanya proliferasidan pelebaran kapiler yang dikelilingi sel- bahwa perempuan yang bersuamikan penderita karsinoma penis memiliki resiko 3
sel radang. kali lipat untuk menderita kanker serviks uteri. Pada penelitian oleh Barraso dkk (
1987 ) menunjukkan hal sebaliknya yang mana laki-laki yang beistrikan perempuan
Karsinoma Penis Invasif yang menderita karsinoma serviks intraepithelial memiliki insidensi yang tinggi
Di Amerika Serikat dan Eropa, karsinoma penis meliputi 0,4%-0,6% dari seluruh untuk menderita karsinoma penis interepitelial. Pada 4 penelitian yang pernah
keganasan pada laki-laki. Keganasan ini paling sering mengenai orang usia dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara karsinoma penis dan
lanjut, dengan lonjakan insiden terjadi pada usia dekade ke 6 dan mencapai paparan produk tembakau. Di hipotesakan bahwa produk temabakau dapat berperan
puncaknya pada dekade ke 8, namun demikian karsinoma penis tidak jarang pada saat infeksi HPV yang berkaitan dengan timbulnya peradangan kronis yang
terjadi pada orang yang lebih muda. Pada sebuah penelitian, terdapat 22% pasien akhirnya menyebabkan tranformasi kearah ganas. Resiko ini terjadi pula pada
yang berusia dibawah 40 tahun dan 7% dibawah 30 tahun ( Dean,1935 ), juga keganasan-keganasan anogenital lain.
pernah dilaporkan bahwa keganasan diderita oleh anak-anak ( Kini,1944;
Narasimharao, 1985 ). Pada penelitian terakhir dinyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan rasial pada insidensi karsinoma penis. 1 Perjalanan Penyakit
Pada awalnya karsinoma penis muncul sebagai sebuah lesi kecil, yang secara
bertahap meluas ke seluruh glans, batang dan korpus penis. Lesi tersebut dapat
berbentuk papiler dan eksofitik atau flat dan ulseratif. Fasia Buck’s dapt menjadi
Etiologi barier sementara pada penyebaran lokal tumor yang melindungi korpus penis dari
a. Tindakan sirkumsisi invasi tumor. Penyebaran ke fasia Buck’s dan tunika albugenia menuju korpus penis
b. Higienitas penis dan berpotensi menjadi suatu penyebaran ke pembuluh darah. Karsinoma penis
c. Banyaknya partner seksual jarang menyebar ke urethra dan vesika urinaria.
d. Infeksi Human papilloma virus Metastase jauh secara limfogen berawal dari penyebaran tumor ke kelenjar getah
e. Paparan produk tembakau ( rokok ) bening femoral dan iliaka. Saluran limfe prepitium membentuk hubungan dengan
f. Dan beberapa faktor lainnya saluran limfe kulit penis yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar getah bening
inguinal superficial ( di luar dari fasia lata ). Saluran limfe dari glans penis akan
Tindakan sirkumsisi yang dilakukan pada bayi diketahui dapat mencegah timbulnya berhubungan dengan korpus penis dan mengalirkan isinya ke kelanjar getah bening
karsinoma penis, Karena dapat menghilangkan suatu daerah yang tertutup pada inguinal bagian dalam. Penyebaran limfogen akhirnya menyebabkan nekrosis kulit,
preputium yang menjadi tempat berkembangnya karsinoma penis. Iritasi kronis yang infeksi kronis dan kematian yang disebabkan sepsis atau perdarahan sekunder akibat
timbul oleh karena smegma ( dihasilkan dari aktifitas bakteri terhadap sel kulit yang infiltrasi ke dalam arteri femoralis. Adanya metastase jauh ke paru, hati, tulang dan
terkelupas ) telah dikemukakan menjadi zat penyebab terjadinya karsinoam penis, otak secara klinis sulit untuk di deteksi dan dilaporkan hanya 1%-10%. Seperti pada
meskipun bukti bahwa smegma merupakan suatu zat karsinogen belum ditegakkan keganasan lain, metastase merupakan bentuk lanjut setelah pengobatan penyakit
secara pasti. lokal. Tidak pernah terjadi metastase jauh tanpa diawali timbulnya metastase ke
kelenjar getah bening regional.
Tanda dan gejala  Ditemukan adanya pembesaraan kelenjar getah bening, maka hal yang harus
Adanya lesi pada penis biasanya menyadarkan pasien akan adanya kanker penis. dinilai adalah :
Terlihat adanya lesi indurasi yang halus sampai adanya papul, pustule, tonjolan a. Diameter kelenjar atau massa.
seperti kutil atau kadang sebuah lesi eksopitik. Dapat pula terlihat gambaran erosi b. Lokasi, apakah bilateral atau unilateral
kulit yang dangkal atau ulkus yang dalam dengan tepi yang menonjol. Akhirnya lesi c. Jumlah kelenjar yang membesar pada masing-masing area.
erosif dapat mencapai preputium menimbulkan bau disertai dengan adanya d. Kelenjar atau massa terfiksir atau tidak
discharge dengan atau tanpa perdarahan. e. Hubungannya dengan jaringan sekitar ( kulit, ligamentum Cooper )
Kanker penis dapat timbul di mana pun pada penis. Tempat yang paling sering f. Terdapat udem pada tungkai atau tidak
adalah glans ( 48% ) dan preputium ( 21% ) atau mengenai keduanya ( 9 % ), korona
( 6% ), batang penis ( <2% ). Tempat-tempat yang sering ( glans, preputium dan Pada 50% pasien dengan pembesaran kGB inguinal yang ditemukan saat dilakukan
corona ) menjadi tempat predileksi kanker penis diduga karena tempat tersebut penegakkan diagnosis proses aktifitas KGB terhadap proses peradangan jaringan
secara terus menerus menerima paparan iritasi ( smegma, HPV ) di dalam sekitar, sebaliknya hampir 100% pasien dengan pembesaran KGB yang ditemukan
preputium. Adanya massa, ulkus, supurasi dan perdarahan pada inguinal sangat selama perawatan merupakan suatu metastase. Sehingga merupakan suatu keharusan
jarang, juga invasi tumor ke korpus penis dapat menyebabkan timbulnya retensi urin untuk melakukan pemeriksaan KGB inguinal beberapa minggu setelah terapi
atau fistula urethrocutan. Pemeriksaan yang hati-hati pada daerah inguinal diperluka terhadap lesi primer. Pengguanaan CT-scan dan MRI lebih memiliki manfaat pada
karena pada 50% ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening inguinal. saat menentukan staging dibanding untuk kepentingan deteksi dini.
Lesi yang muncul tanpa disertai nyeri merupakan gejala tumor ini. Badan yang Kecurigaan terjadinya metastase jauh hanya dipikirkan jika terbukti terdapat
lemah, hilangnya berat badan, fatigue dan malaise dapat timbul karena adanya pembesaran kelenjar getah bening inguinal. Pemeriksaan CT-scan abdomen dan /
peradangan kronis. Lesi pada penis sering mengalami perdarahan, sehingga timbul pelvis dilakukan untuk melihat kelenjar getah bening pelvis dan retroperitoneal pada
anemia serta adanya lesi nodul pada penis. pasien dengan pembesaran KGB inguinal, namun pemeriksaan ini tidaklah menjadi
Untuk melakukan penegakkan diagnosis kanker penis merupakan suatu yang penting metode diagnostic rutin. Pemeriksaan foto thoraks dilakukan pada pasien dengan
melakukan pemeriksaan secara seksama terhadap lesi primer pada penis, kelenjar pembesaran / massa di KGB inguinal dan pemeriksaan bone scan hanya dilakukan
getah bening regional dan kemungkinan adanya metastase jauh, hal ini juga jika terdapat gejala pada tulang ( nyeri ).
diperlukan saat melakukan evaluasi / follow up. Pasien dengan lesi yang dicurigai
merupakan lesi primer tumor penis harus dilakukan pemeriksaan secara teliti dan hal Diagnosis Banding
ini sudah cukup menentukan dalam menegakkan diagnosis dan staging tumor serta Seperti yang telah dikemukan sebelumnya, setiap lesi pada kulit penis harus
keputusan untuk melakukan pengobatan. Hal-hal yang harus di dokumentasikan dibedakan dengan lesi lain yang disebabkan oleh infeksi. Lesi ulkus chancre
adalah : sifilitika yang tidak menimbulkan nyeri harus dibedakan dengan lesi ulkus pada
1. Ukuran / diameter lesi atau area yang dicurigai. kanker penis ( biasanya ulkus chancre menimbulkan nyeri yang hebat ).
2. Lokasi lesi pada penis. Pemeriksaan serologi dan lapang gelap dapat membedakannya dengan lesi pada
3. Jumlah lesi kanker penis. Pada pemeriksaan biakan kuman harus ditemukan kuman
4. Morfologi dari lesi ; lesi papiler, noduler, ulseratif atau flat. Haemophilus ducreyi. Condyloma acuminatum yang merupakan lesi prekanker pada
5. Hubungn lesi dengan struktur sekitar, misal : submukosa, corpus spongiosa, penis muncul dengan gambaran makroskopis yang mirip dengan kanker penis dapat
korpus kavernosa dan urethra. dibedakan dengan pemeriksaan biopsy.
6. Warna dan batas lesi
POLA PENYEBARAN TUMOR
Pemeriksaan sitologi dan biopsy merupakan suatu yang mutlak dilakukan sebelum Pada awalnya karsinoma penis invasif terlihat sebagai lesi ulseratif atau papiler yang
melakukan terapi, tujuannya adalah selain untuk mengkonfirmasi diagnosis klinis secara perlahan tumbuh sampai mengenai seluruh bagian glans dan batang penis.
yang dibuat dengan diagnosis patologi juga untuk menentukan grading dari tumor. Adanya fasia Buck’s menjadi barrier terhadap penyebaran tumor ke korpus penis
Pemeriksaan yang seksama pada daerah inguinal diperlukan, jika pada pemeriksaan : dan penyebaran secara hematogen.
 Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening inguinal, maka tidak ada indikasi Preputium dan kulit batang penis mengalirkan limfenya ke kelenjar getah bening
untuk dilakukan pemeriksaan histology atau imaging. Pemeriksaan sentinel node inguinal superficial, sedangkan glans dan korpus penis ke kelenjar getah bening
biopsy tidak disarankan karena tingginya angka positif palsu ( 9-50%). inguinal superficial dan dalam ( di bawah fasia lata ). Adanya hubungan antara
aliran sisi kanan dan kiri menyebabkan penyebaran dapat mengenai kedua sisi
ingunal.
Dari kelenjar getah bening inguinal aliran diteruskan ke kelenjar getah bening Terdapat pembagian kelompok berdasarkan analisa faktor resiko ( analysis of rsk
pelvis. Penyebaran ke kelenjar getah bening femoral dapat menyebabkan nekrosis factor ) pada pasien dengan lesi primer tanpa pembesaran / massa di inguinal ( N0 ),
kulit dan infeksi atau erosi pembuluh darah femoral dan perdarahan. Metastase jauh yaitu:
dijumpai pada kurang dari 10% kasus dan biasanya mengenai paru, hati, tulang dan  Kelompok resiko rendah ( Low-risk group )  Terdapat mikrometastase kelenjar
otak. getah bening ( Tis, TaG1-2 atau T1G1)
 Kelompok resiko sedang ( Intermediete-risk group ), T1G2
STAGING  Staging TNM oleh American Joint Committee ( 1996 )  Kelompok resiko tinggi ( High-risk group ), T2G3
T : Tumor primer
Tx : Tumor tidak dapat ditentukan
T0 : Tidak ada bukti adanya tumor primer
Penatalaksanaan
Tis : Karsinoma in situ
Tumor Primer
Ta : Karsinoma verrucous tidak invasif
1. Karsinoma in situ
T1 : Tumor mengenai jaringan ikat subepitel
Pada kasus dengan karsinoma in situ, direkomendasikan untuk mempertahankan
T2 : Tumor mengenai korpus spongiosum dan kavernosum
penis. Sejumlah modalitas dalam terapi pada karsinoma in situ, yaitu :
T3 : Tumor mengenai urethra dan prostate
 Terapi laser ( CO2-laser/ Neodynium, Yttrium-Alumunium-Garnet, Nd-Yag )
T4 : Tumor mengenai struktur sekitar penis
 Cryotherapy
N : Kelenjar getah bening regional  Photodynamic therapy
Nx : Keterlibatan KGB regional tidak dapat ditentukan  Imiquimod topical,5%
N0 : Tidak ada metastase ke KGB regional  5-Flourouracil ( 5-FU ) cream
N1 : Terdapat metastase ke satu KGB inguinal superficial  Eksisi local
N2 : Terdapat metastase KGB ingunal multiple atau bilateral  Mohs surgery

M : Metastase jauh 2. Kategori Ta-1G1-2 ( N0 )


Mx : Adanya metastase jauh tidak dapat ditentukan Pada pasien yang dijamin dapat secara teratur memeriksakan dirinya,
M0 : Tidak ada metastase jauh direkomendasikan untuk mempertahankan penis, pada lesi primer dapat
M1 : Terdapat metastase jauh dikerjakan terapi laser, eksisi local dengan pembedahan rekonstruksi, radioterapi
atau brachyterapy, glansektomi. Pada pasien yang diperkiran tidak patuh untuk
melakukan pemeriksaan secara teratur maka tindakan penektomi parsial
direkomendasikan disertai dengan tindakan modified limfadenektomi inguinal.

3. Kategori T1G3, T ≥ 2 ( N0 )
Penektomi parsial atau total dapat dilakukan berdasarkan besarnya lesi. Jika
terdapat invasi ke pembuluh darah dan saluran limfe, maka dapat dilakukan
modified limfadenektomi, tindakan ini dapat dilanjutkan menjadi
limfadenektomi radikal jika pada pemeriksaan frozen section didapatkan hasil
positif. Jika ditemukan adanya pembesaran / massa kelenjar getah bening
inguinal :
a. Limfadenktomi radikal inguinal bilateral direkomendasikan
b. Limfadenektomi pelvis dilakukan jika ditemukan pembesaran / massa paling
sedikit 2 KGB inguinal atau invasi ekstrakapsuler.
c. Pasien dengan massa inguinal yang terfiksir maka direkomendasikan untuk
mendapatkan kemoterapi diikuti dengan limfadenektomi ilioinguinal radikal ,
dapat pula dilakukan radioterapi preoperative, namun sering menimbulkan
komplikasi.
d. Jika pada pasien tanpa pembesaran KGB inguinal, namun saat dilakukan
follow up teratur ditemukan pembesaran, maka dapat dilakukan :
 Limfadenektomi inguinal radikal bilateral
 Limfadenektomi ingunal sisi yang terkena

4. Metastase jauh
Kemoterapi atau terapi paliatif dapat dilakuakn, tergantung pada usia pasien,
ekonomi dan pilihan pasien. Rendahnya manfaat yag dihasilkan dari pemberian
kemoterapi pada pasien dengan metastase jauh, metode ini hanya diberikan pada
pasien secara selektif. Direkomendasikan pada pasien untuk memperpanjang
lama hidup atau mengatasi gejala sistemis akibat tumor yang bermetastase ke
organ tertentu.

Biopsi tumor
Sebelum dilakukan terapi definitif, diperlukan pemeriksaan biopsy massa tumor
untuk memberikan informasi histologis dalam menegakkan diagnosis karsinoma
penis dan menentukan secara mikroskopis sedalam apa tumor menginvasi jaringan
penis untuk keperluan staging. Dalam melakukan biopsy haruslah mengikutsertakan
jaringan yang sehat. Sejumlah tehnik digunakan untuk melakukan biopsy, antara lain
wet preparation cytology dan punch biopsy untuk karsinoma in situ. Biopsi insisi
untuk lesi-lesi di batang penis,dan biopsy eksisi digunakan untuk lesi pada
preputium. Biopsi insisi merupakan tehnik yang paling baik dalam memberikan
informasi lapisan jaringan penis yang terinfiltrasi dan menghindari terjadinya
understaging. Tindakan frozen section intraoperatif dapat dilakukan sebelum
tindakan penektomi parsial atau total. Apabila meatus urethra terlibat maka tindakan Partial penectomy. A and B, After exclusion of the lesion from the field, the corpora
endoskopi dapat dilakukan untuk mengevaluasi traktus urianarius bagian bawah are divided with a 2-cm margin. C, The dorsal vessels are ligated, the cut margins of
dilanjutkan dengan biopsy langsung termasuk pada urethra anterior dan posterior. the tunica albuginea are approximated, and the urethra is spatulated. D, Simple skin
Tidak ada laporan adanya penyebaran tumor akibat tindakan ini. closure and urethral meatus formation complete the procedure

Penektomi Parsial
Penektomi Total
Keberhasilan tindakan penektomi parsial dalam menghilangkan tumor primer
Penektomi total diindikasikan untuk lesi yang ukuran dan lokasinya dapat
tergantung pada seberapa banyak bagian penis yang diangkat, paling sedikit 2 cm
menyebabkan masih tersisanya tumor jika haya dilakukan penektomi parsial.
proksimal dari tepi lesi, meskipun sejumlah penelitian menunjukkan bahwa 1 cm
Diawali dengan membungkus lesi primer dilanjutkan dengan insisi berbentuk elips
saja hasilnya sudah cukup memuaskan. Tujuan utama yang harus didapat setelah
melingkar pada pangkal penis, korpus kavernosum dipotong di proksimal dari
dilakukan penektomi parsial adalah memperoleh panjang penis yang memadai untuk
ligamentum suspensorium dan pembuluh darah dorsalis penis. Dilakukan
proses berkemih. Tindakan diawali dengan mengamankan lesi tumor dengan kassa
pembebasan urethra dari korpus kavernosum, mulai dari urethra distal sampai ke
atau helaian sarung tangan bedah yang menutupi tumor sampai ke batas garis
urethra pars bulbaris secara tajam dan ditarik ke daerah bulbaris. Korpus
amputasi, lalu diletakkan turniket pada pangkal penis. Dilakuakan insisi kulit secara
kavernosum dipotong, di tempatnya menempel pada tulang pubis ramus inferior dan
melingkar, sampai ke korpora penis, korpus kavernosum dibebaskan secara tajam
dijahit dengan benang chromic. Selanjutnya dibuat insisi elips sepanjang 1 cm di
dari urethra, arteri dan vena dorsalis penis diligasi, urethra dipotong dengan
perineum dan secara tumpul dibuat terowongan di subkutan dan urethra di
melebihkan 1 cm. Korpus kavernosum dijahit secara satu persatu ke fasia Buck’s
tembuskan melalui terowongan yang dibuat ke lubang di perineum. Dilakukan
dan turniket dilepas. Dilakukan spatulasi urethra pada kedua permukaan dorsal dan
spatulasi urethra dan penjahitan urethra dan kulit. Insisi awal yang dibuat vertical
ventral untuk mencegah terjadinya stenosis meatus urethra. Dilakukan penjahitan
ditutup kearah tranversal agar skrotum tertarik ke atas sehingga tidak menghalangi
kulit dengan urethra dengan menggunakan benang chromic atau dexon 3-0 atau 4-0.
meatus baru yang dibuat.. Dilakukan pemasangan kateter urethra selama 24-48 jam.
Terakhir dilakukan pemasangan kateter dan penutupan luka selama 24 jam.
 Radioterapi profilaksis
Prosedur ini tidak dianjurkan dilakukan pada pasien tanpa pembesaran KGB,
karena redioterapi tidak mampu mencegah terjadinya metastase ke KGB dan
pasien akan mendapatkan komplikasi akibat radioterapi serta akan menyulitkan
dalam melakukan follow-up akibat fibrosis karena radioterapi.

 Radioterapi preoperasi
Dengan melakukan radioterapi preoperasi pada KGB yang terfiksir diharapkan
massa menjadi operable. Peneltian akhir-akhir ini menyebutkan peran radioterapi
pada keadaan ini dapat digantikan oleh kemoterapi.

 Radioterapi adjuvant
Pada kanker penis yang telah bermetastase ke KGB maka metode ini digunakan
untuk mengatasi rekurensi tumor.

Kemoterapi
Sebelum dilakukan pemberian kemoterapi sebaiknya perlu didiskusikan dengan
seorang onkologis.
 Kemoterapi adjuvant
Pemberian regimen cisplatin dan 5-FU memberikan hasil yang cukup baik.
Dapat pula diberikan regimen methotrexat dan bleomycin diberikan setiap
minggu selama 12 minggu pada pasien rawat jalan. Regimen ini diberikan
setelah dilakukan limfadenektomi radikal dengan 5-years survival ratenya 82%
dibanding 31% jika hanya dengan tindakan limfadenektomi radikal saja.
Total penectomy. A, Vertical elliptical incision encircles the base of the penis. B,
The urethra is isolated at least 2 cm proximal to the gross lesion. C, The suspensory  Kemoterapi neoadjuvan untuk pasien dengan massa terfiksir di inguinal
ligament has been divided. The urethra is transected and dissected from the corpora. Pemberian regimen yang terdiri dari cisplatin dan 5-FU pada permulaan
D, The dorsal vessels are ligated, and the crura are transected with the stumps program. Respon rate setelah pemberian regimen ini adalah 68,5% dengan 5-
ligated. E, A button of perineal skin is excised, and the urethra is transposed and years survival rate 23%.
spatulated to form the perineal urethrostomy. F, Horizontal closure of the primary
incision with drainage serves to elevate the scrotum away from the urinary stream.  Kemoterapi untuk keadaan lanjut
Kemoterapi pada pasien dengan penyakit lanjut tidak secara luas digunakan.
Radioterapi Kombinasi obat kemoterapi cisplatin dan 5-FU serta cisplatin, bleomycin,
Pada pasien dengan tumor yang infiltratif dengan ukuran kurang dari 4 cm, radiasi methotrexat merupakan yang paling sering digunakan.
eksternal atau brachyterapy memperlihatkan hasil yang mengesankan. Penggunaan
hanya dengan satu tehnik radiasi memperlihatkan hasil yang lebih baik daripada
kombinasi keduanya. PROGNOSA
 Radioterapi pada tumor primer Angka survival karsinoma penis sangat tergantung dengan ada atau tidaknya
Radioterapi eksterna atau brachytherapy memiliki respone rate 56% dan 70%. pembesaran / massa di kelenjar getah bening inguinal. Five-years survival rate untuk
Terdapat beberapa komplikasi yang biasanya muncul akibat radioterapi yaitu, pasien dengan tanpa pembesaran KGB inguinal berkisar antara 65%-90% dan
stenosis meatus pada 15%-30%, striktur urethra pada 20%-35% kasus dan menjadi 30%-50% untuk pasien dengan pembesaran KGB inguinal dan turun
telangiektasi pada 90% kasus. Five-years survival rate tindakan radioterapi menjadi 20% jika ditemuakan pembesaran pada KGB ilaka. Pada pasien dengan
untuk mengatasi tumor primer hanya setengah dari yang diperoleh dari tindakan metastase ke jaringan sekitar dan tulang tidak ada data yang melaporkan angka
bedah. survival.
Selama ereksi penis membesar dan mengeras. Perubahan vaskuler selama ereksi

Priapismus -------------------------------------------------------RD-Collection 2002


dibagi menjadi 8 fase:
Fase 0 : Fase Flasid
Penis dalam keadaan flasid terutama atas pengaruh saraf simpatis. Aliran arteri
dan vena minimal ( <15ml / detik), dan otot polos trabekular kontraksi. Sinusoid
kosong dan gas darah dinilai seimbang antara arteri dan vena.
Priapismus adalah suatu kondisi tidak biasanya dimana terjadi ereksi terus menerus
tanpa adanya hasrat seksual.. Penyebab kelainan ini kira-kira 60% ideopatik, Fase 1 : Fase Pengisian
sementara sisanya akibat kecanduan alkohol atau penggunaan obat-obatan, Rangsang parasimpatis menyebabkan dilatasi arteriole dengan peningkatan aliran
leukemia, sickle cell disease, tumor dan infeksi daerah pelvis, trauma penis, atau darah arteri sampai lebih dari 30 ml / detik. Relaksasi trabekula menyebabkan
trauma medula spinalis. Saat ini, terapi injeksi intrakavernosa untuk impotensi sinusoid terisi tanpa ada peningkatan tekanan intrakavernosa.
merupakan penyebab tersering. Pada tipe ideopatik awalnya sering diikuti oleh
rangsangan seksual yang berkepanjangan, pada priapismus karena sebab yang Fase 2 : Fase Tumesen
lainnyatidak berhubungan dengan rangsangan psikoseksual. Keadaan ini bisa terjadi Tekanan intrakavernosa mulai meningkat menyebabkan aliran darah arteri
pada semua umur termasuk bayi, tetapi lebih sering pada orang dewasa. Di Amerika menurun, aliran hanya terjadi pada saat sistole. Penis kelihatan lebih
serikat, kasus priapismus tipe arterial high-flow sangat jarang dan umumnya mengembang dan memanjang dengan pulsasi. Sinusoid mengembang dan
sekunder trauma tajam penis atau trauma tumpul perineum. Pasien sickle cell menyebabkan kompresi vena subtunika. Penis memanjang dan mengembang
disease cenderung terkena priapismus tipe veno-occlusive. Pada suatu studi, sampai kapasitas maksimal.
dilaporkan 38% - 42% pasien dengan sickle cell disease sedikitnya sekali
mengalami episode priapismus. Insiden priapismus pada penderita sickle cell Fase 3 : Fase Ereksi Penuh
disease terjadi antara 19-21 tahun. Tekanan intracavernosa meningkat terus sampai 80-90 tekanan sistolik. Aliran
arteri turun sampai hampir sama dengan fase flasid. Sinusoid lebih mengembang
MEKANISME EREKSI sehingga aliran vena emisaria menurun, gas darah sama dengan arteri.
Ereksi memerlukan sejumlah aliran darah tertentu kedalam penis untuk
meningkatkan tekanan intrakorporal mendekati tekanan arteri. Relaksasi otot polos Fase 4 : Fase Ereksi Rigit
kavernosa dan obstruksi aliran vena menyebabkan darah terperangkap dalam korpus Rangsangan nervus pudendus menyebabkan kontraksi m. ischiokavernosa yang
kavernosum sehingga tekanannya meningkat. Pada saat flasid aliran darah ke penis memeras krura penis sehingga tekanan intrakavernosa meningkat melebihi
sedikit, hanya cukup untuk makanan otot kavernosa. Aktifitas saraf simpatis sistolik. Penis menjadi rigit dan lurus. Aliran arteri berhenti, vena emisaria
menyebabkan kontraksi otot polos kavernosa. Pada fase flasid ini, sinusoid- sinusoid menutup sehingga penis seperti ruangan yang tertutup. Pada saat otot skeletal
dalam korpus kavernosum dalam keadaan kontraksi dan berkelok-kelok, demikian relaksasi maka tekanan intrakavernosa turun ke level tekanan yang sama dengan
juga arteri maupun arteriole, vena subtunika dan vena emisari terbuka Otot polos fase ereksi penuh yang mengakibatkan sirkulasi jaringan kavernosa berjalan
pada arteriole dan trabekula merupakan kunci mekanisme ereksi. Tonus otot polos kembali.
intrinsik akibat pelepasan adrenergik mempertahankan kontraksi otot polos pada
fase flacid. Tahanan perifer yang tinggi ini menyeluruh selama fase flacid, Fase 5 : Fase Detumesen Inisial
memberikan hanya sedikit aliran darah masuk ruangan sinusoid. Ketika otot polos Terjadi peningkatan tekanan intrakavernosa sebentar akibat rangsangan simpatis,
relax akibat neurotransmitter asetilkolin , injeksi alfa bloker, atau relaksan otot pada saat aliran vena masih menutup.
polos, menyebabkan arteri dan arteriole dilatasi, terjadi ekspansi sinusoid untuk
menerima peningkatan aliran yang besar. Perangkap darah oleh karena peningkatan Fase 6 : Fase Detumesen Lambat
complience dalam sistem sinusoid ini menyebabkan penis membesar dan Terjadi kontraksi otot polos trabekula, kontraksi arteri helisin dan tekanan
memanjang dengan cepat sampai tunika albugenia tercapai. intrakavernosa turun sehingga jepitan terhadap vena subtunika turun dan aliran
vena meningkat.

Fase 7 : Fase Detumesen Cepat


Rangsangan simpatis menyebabkan aliran arteri dan tekanan intrakavernosa
turun dengan cepat, aliran vena meningkat sehingga terjadi detumesen cepat.
Secara fungsional dikenal 3 macam ereksi :
1. Ereksi reflek
Etiologi
1) Penyebab veno-oclusive priapismus pada umumnya ideopatik
Rangsang manual pada penis akan menghasilkan ereksi apabila tidak ada
2) Trauma penis dan perineum
kerusakan pada myelum segmen sakral, radiks saraf spinal, saraf pelvis dan
3) Penggunaan bahan kimia untuk menimbulkan ereksi, misalnya papaverin,
saraf pudendalis atau kavernosa. Ereksi ini dapat ditingkatkan dengan
phentolamin, prostaglandin E1.
penghayalan erotik.
4) Obat-obatan :
 Beberapa antidepresan, khususnya chlorpromazine, trazodone, dan
2. Ereksi nokturnal
thioridazine.
Normalnya setiap pria mendapatkan ereksi 4 – 6 kali selama tidur malam.
Kebanyakan terjadi pada fase REM. Disfungsi ereksi pada penderita dengan  Hydralazine, metoclopamide, omeprazole, dan hydroxyzine
ereksi nokturnal yang normal sangat mungkin disebabkan oleh psikogen.  Tamoxifen, testosteron
 Calciun channel blocker, antikoagulan,
3. Ereksi psikogen  Cocain, marijuana, dan kecanduan alkohol
Ereksi psikogen timbul oleh karena rangsang visual, olfaktori, atau imajinasi. 5) Beberapa penyakit
Ereksi psikogen makin menurun dengan bertambahnya usia. Ereksi psikogen  Leukemia dan multipel myeloma
dapat meningkatkan ereksi reflek. Demikian juga sebaliknya.  Sickle cell disease dan thalasemia
 Infiltrasi tumor
Kontrol ereksi  Trauma spinal cord dan anestesi spinal
Didalam hipotalamus terdapat beberapa area spesifik yang penting untuk ereksi,  Fabri disease
antara lain medio preoptik nucleus dan paraventricular nucleus. Dari pusat ini keluar  Mycoplasma pneumonia
serat ke pusat spinal. Pusat saraf autonomik yang mengontrol ereksi terletak pada  Amyloidosis
nukleus intermediolateral medula spinalis setinggi segmen T12-L2 dan S2-S4.  Keracunan carbon monoksida
Beberapa serabut masuk korpus kavernosum dan korpus spongiosum bersamaan  Malaria
dengan arteri. Cabang akhir nervus kavernosus menginervasi arteri helicine dan otot  Black widow spider bites
polos trabecular. Pusat saraf motoris somatik terletak pada nukleus Onuf di kornu
anterior medula spinalis segmen S2-S4. Serabut motoris bergabung dengan nerves
pudendus menginervasi otot bulbokavernosus dan ischiokavernosus. Nerves sensori Patofisiologi
somatik berasal pada reseptor pada kulit penis dan gland. Sensasi nyeri dan panas Priapismus merupakan suatu keadaan dimana korpus kavernosum penis mengalami
dihantarkan melalui traktus spinotalamikus, Rangsangan getar dibawah ke kolumna ereksi persisten, akibat kegagalan mekanisme detumesen karena berbagai sebab,
dorsalis, sentuhan dan tekanan ditransmisikan lewat kedua jalur ke talamus. diantaranya release neurotransmitter yang berlebihan, hambatan drainase vena,
Persepsi emosi senang atau tidak senang mungkin melibatkan pengalaman lampau paralisis mekanisme intrinsik detumesen, dan relaksasi berkepanjangan otot polos
dan interpretasi kortikal. Otak mempunyai suatu efek modulasi pada jalur spinal intrakavernosa. Proses ini berpengaruh hanya pada korpus kavernosus. Korpus
ereksi. Bermacam-macam daerah supraspinal yang berperan dalam fungsi ereksi spongiosum gland penis dan sekeliling uretra tetap lembek. Ereksi lebih lama dari
termasuk hipotalamus, sistem limbik, talamus ventral, tegmentum , lateral substansia 4 sampai 6 jam, dipertimbangkan suatu priapismus. Nyeri tidak terjadi pada 4
nigra, dan ventrolateral pons dan medula. sampai 6 jam yang telah berlalu. Terdapat dua tipe priapismus yaitu :
Pada manusia didapatkan bukti bahwa noradrenalin, 5 hidroksil triptamine, 1. Arterial (high flow) pripismus
prolaktin dan melanocyte stimulating hormon mempunyai peran dalam ereksi. Ada Disebabkan oleh laserasi arteri cavernosa dalan korpus kavernosus akibat trauma
dua reseptor dopamin ( D1 dan D2 ) yang telah dikenal. Dan pemberian apomorfine genital, atau perineal atau akibat injeksi intrakavernosa
(dopamin agonis) terbukti dapat merangsang ereksi pada kasus disfungsi ereksi
psikogen. Pengaturan perifer ereksi merupakan keseimbangan yang komplek antara
faktor faktor humoral, neuronal, dan lokal. Yang paling penting adalah dilatasi
2. Veno-oclusive (low flow) priapismus.
Berkembang ketika sirkulasi di penis menjadi lembam akibat oklusi vena.
arteriol dan relaksasi trabekula yang keduanya ditentukan oleh tonus otot polosnya.
Veno-oclusive yang lama mengakibatkan fibrosis penis dan kehilangan
Jika otot polos kontraksi maka penis akan flasid, demikian juga sebaliknya. Tonus
kemampuan untuk mencapai ereksi. Perubahan berarti pada tingkat seluler
otot polos ditentukan oleh faktor relaksan dan kontraktil yang berasal dari sirkulasi,
terlihat tidak lebih dari 24 jam.
neuronal, dan lokal dari endotel sendiri.
Diagnosis Penatalaksanaan
Anemnesa Tujuan terapi jangka pendek kasus priapismus adalah membebaskan nyeri,
 Arterial high-flow priapismus membebaskan obstruksi saluran kemih, dan mencapai detumesen, sedangkan tujuan
Priapismus ini terjadi setelah riwayat trauma akut. Keterlambatan ini terjadi jangka panjangnya memelihara potensi. Penanganan priapismus dilakukan secara
karena spasme pembuluh darah pada permulaan trauma atau karena bentukan medika mentosa dan secara bedah. Penderita yang mengalami ereksi lebih dari 4
klot yang direabsorbsi setelah beberapa hari. Priapismus arterial ini kurang jam, khususnya yang mempunyai predisposisi terkena priapismus, misalnya sickle
tumesen dan kurang nyeri dibandingkan tipe veno-occlusi. cell disease sebaiknya mendapatkan terapi. Priapismus merupakan keadaan darurat
 Veno-occlusive priapismus dibidang urologi. Penanganan sementara sebelum penderita sampai di rumah sakit
Priapismus veno-occlusive ini ereksi sering disertai nyeri. Ereksi telah timbul dapat digunakan es disekitar perineum dan penis. Berjalan dengan naik tangga
dalam waktu beberapa jam atau hari. Riwayat pengobatan penyakit masa lalu, efektif mengalirkan aliran darah ke bagian lain. Jika tidak terjadi detumesen, pasien
serta riwayat pemakaian obat-obatan terlarang sebelumnya. segera dirujuk ke rumah sakit.
Priapismus akibat injeksi intravena vasodilator, terapi tergantung pada lamanya
Pemeriksaan fisik ereksi dan riwayat pengobatan pasien. Aspirasi ulang diharapkan dapat menurunkan
 Penis dalam keadaan ereksi atau semieraksi, dengan gland penis dalam posisi tekanan intrakavernosa dan merupakan terapi paling aman pada pasien yang
flaccid mempunyai riwayat kelainan jantung berat dan cerebrovaskuler. Aspirasi dan
injeksi alfa-adrenergik yang diencerkan dilakukan dengan jarum scalpvein no 21
 Pemeriksaan tanda-tanda trauma regio genital
diinsersikan ke korpus kavernosus. Jika terapi ini dilakukan kurang dari 24 jam,
 Pemeriksaan terhadap kelainan-kelainan yang dapat menyebabkan priapismus.
hampir semua pasien mengalami sedikit perubahan pada status impotensi. Jika terapi
dilakukan lebih dari 36 atau 48 jam, dimana sudah terjadi anoksi jaringan, maka
Pemeriksaan penunjang prosedur shunting direkomendasikan. Beberapa sediaan alfa-adrenergik yang telah
 Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk terapi injeksi pada priapismus ini antara lain, epinefrin,
- Complete blood count norepinefrin, dopamin,phenilefrin, dan metaraminol. Beberapa penulis melakukan
- Reticulocyte count aspirasi dan irigasi korpus kavernosus dengan pengenceran alfa-adrenergik.
- Coagulation profile Jika priapismus diakibatkan selain injeksi vasodilator intrakavernosa, terapi injeksi
- Platelete count alfa –adrenergik dapat dicoba, khususnya jika waktunya kurang dari 24 jam. Jika
- urinalisis waktunya lebih dari 24 jam, atau gagal detumesen setelah sepuluh kali penyuntikan
- blood gas analisis - tipe high flow : kadar O2 tinggi, CO2 normal 25g phenilefrin, maka prosedur shunting direkomendasikan.
- tipe low flow : kadar O2 rendah, CO2 tinggi Phenynephrine merupakan vasokonstriktor alfa 1-adrenergik paling selektif dan
poten, mempunyai onset of action kurang dari satu menit, dan duration of action 7-
 Pemeriksaan Radiologi 20 menit. Phenylephrine secara klinik tidak menunjukkan aktifitas reseptor beta –
- Cavernosografi adrenergik secara bermakna. Dosis yang diberikan 100 mcg – 500 mcg tiap
High flow : aliran vena yang cepat melalui vena cavernosa dan vena pemberian. Sebaiknya diencerkan, caranya tambahkan 10 mg ( 1,0 ml )
profunda. Low flow : aliran vena yang terlambat lebih dari 15 menit. phenylephrine kedalam 500 ml normal saline.Larutan ini mengandung 20 mcg/ml.
Berikan 10-20 ml larutan ini melalui injeksi intrakavernosa tiap 5 – 10 menit.
- Pudendal arteriografi Jika terapi farmakoterapi intrakorporal gagal atau onset priapismus lebih dari 24
High flow : terdapat fistula atau aneurisma. Low flow : arteri dorsalis penis jam, satu dari beberapa prosedur shunting sebaiknya dilakukan. Prinsip dasar
dan bulbaris terisi kontras, arteri cavernosa tidak . tindakan shunting adalah meningkatkan aliran balik vena dari sumbatan darah
kavernosa.
- Selektif Penis Angiografi Shunting yang dengan sukses telah dibuat antara lain :
Pada pasien dengan high-flow priapismus dilakukan untuk mengidentifikasi 1. Korpus kavernosum dengan glands penis ( Winter, Ebbehoj, Al-Ghorab
posisi fistula. Pada pasien dengan veno oclusive digunakan untuk prosedur)
menentukan lokasi sumbatan vena. 2. Korpus kavernosa dengan korpus spongiosum ( Quackles prosedur )
3. Korpus kavernosa dengan vena saphena (Grayhack prosedur )
- Penile doppler testing 4. Korpus kavernosa dengan vena dorsalis penis ( superfisialis atau profunda )
Untuk membedakan high-flow atau low-flow priapismus
Shunting cavernosal-glandular prosedur merupakan yang paling populer,
khususnya prosedur Winter. Jarum biopsi tru-cut digunakan melewati glands penis,
masuk kedua korpus kavernosum, dan angkat sebagian dari setiap septum Fraktur Penis ----------------------------------------------- RD-Collection 2002
kavernosum, kemudian dibuat suatu fistula cavernosal-glandular temporer.
Perdarahan dari daerah pungsi dihentikan dengan jahitan angka delapan. Prosedur
Winter ini sangat sederhana dan cepat dikerjakan, tanpa memerlukan persiapan Kejadian fraktur penis sangatlah jarang ditemukan. Belum ada referensi yang pasti,
preoperasi yang khusus, dan dapat dilakukan dengan anestesi lokal. Keuntungan sangat jarang frekuensinya, ada literature yang menyebut 1 per 175.000 pasen yang
lainnya adalah terbentunya fistula sementara yang akan menutup setelah beberapa masuk rumah sakit. Rumah sakit Sauza Aquiar Municipal, Rio de Janeiro Brazil
waktu, dengan demikian impotensi lebih dapat dihindari. melaporkan 55 kasus fraktur penis selama 20 tahun mulai tahun 1982-2002.
Jika prosedur ini gagal dilakukan, umumnya prosedur Quackles digunakan Biasanya terjadi di waktu aktifitas sex baik berhubungan dengan pasangan sex
unilateral, kalau perlu bilateral. Tehnik Grayhack sungguh berhasil untuk atau saat masturbasi, di mana saat itu penis dalam keadaan ereksi maka penis yang
menghilangkan priapismus, tetapi mempunyai banyak resiko, seperti deep vein semula elastik menjadi tegang sehingga bisa terjadi fraktur atau patah. Fraktur penis
trombosis dan emboli paru. Prosedur Winter dan Quickles juga mempunyai resiko atau patah penis didefinisikan sebagai rupturnya korpus kavernosum tanpa atau
morbiditas yaitu fistula uretrokavernosus, fistula uterokutaneus, dan nyeri korpus disertai dengan rupturnya uretra.
spongiosum saat ereksi. Komplikasi secara keseluruhan kedua prosedur kira-kira 15 Penanganan fraktur penis masih menjadi bahan diskusi diantara banyak ahli, dan
%, termasuk nekrosis distal penis, pengelupasan kulit, hematom, kavernositis akut, banyak yang setuju dengan penanganan bedah segera untuk mencegah komplikasi
dan deviasi ereksi. yaitu mencegah angulasi, abses, nyeri saat berhubungan, fistel
Pilihan terakhir tindakan bedah adalah ligasi arteri pudenda interna. Tindakan ini uretrokorpuskavernosum atau bahkan mencegah impotensi. Terapi bedah segera
selalu berhasil menghilangkan priapismus dengan secara signifikan menurunkan ditujukan antara lain untuk eksplorasi,evakuasi bekuan hematom, penjahitan defek,
aliran arteri, tetapi dapat mengakibatkan nekrosis penis (gangren), dan mengecek uretra,serta mencegah berbagai kemungkinan komplikasi yang ada.
meningkatkan resiko impotensi. Meskipun tindakan medikamentosa atau bedah Sehingga morfologi atau anatomis penis dan fungsi penis dapat normal kembali.
berhasil meringankan keluhan, lebih dari 40% penderita mengalami impotensi.
Patofisiologi
Hal ini penting diberitahukan kepada penderita terhadap kenyataan ini sebelum
melakukan tindakan bedah, sejak postoperasi perkembangan impotensi adalah akibat
proses penyakit dan bukan akibat prosedur. Perawatan penis setelah mengalami Di saat penis ereksi atau menegang maka mobilitas dan fleksibilitas/kelenturan
detumesen hindari tekanan yang berlebihan, karena mengakibatkan pengelupasan menjadi sangat jauh berkurang , tunika albugenia juga semakin menipis dari 2mm
kulit ataupun nekrosis. Antibiotik sistemik profilaksis sebaiknya diberikan pada menjadi 0,25 mm, menjadi kaku,dan kehilangan elastisitasnya sehingga jika terjadi
tindakan invasiv pada penanganan priapismus karena meningkatkan resiko infeksi trauma langsung pada saat ereksi dapat menyebabkan robeknya tunika albugenia,
akibat stasis darah didalam korpus kavernosum. sehingga terjadi hematom.
Jika penyebab priapismus dapat diketahui, maka penanganan primer dapat diarahkan Fase ereksi dimulai dari rangsang dari genetal externa berupa rangsang raba/taktil
pada penyakit yang mendasari. Sebagai contoh, penanganan priapismus pada atau dari otak berupa fantasi, pendengaran, atau penglihatan. Rangsang pada nervus
penderita sickle cell disease memerlukan hidrasi intravena, oksigenasi, analgesik, kavernosus menyebabkan terlepasnya neurotransmitter menyebabkan dilatasi arteri
alkalinisasi, dan hipertranfusi. Jika priapismus menetap setelah 24 jam, dicoba kavernosus/helisin, relaksasi otot kavernosus dan kontriksi venule emisaria,sehingga
exchange tranfusi atau eritrositoforesis otomatis. Jika terapi konservative gagal darah banyak mengisi rongga sinusoid dan menyebabkan ketegangan penis. Juga
setelah 72 jam, maka tindakan bedah dipertimbangkan, karena sebagian merespons sebaliknya pada fase flaksid terjadi kontriksi arteriole. Kontraksi otot kavernosus
terhadap terapi konservative. Contoh lain penanganan penanganan priapismus pada dan dilatasi venule untuk mengalirkan darah ke vena-vena penis sehingga rongga
penderita lekemia adalah dengan kemoterapi sistemik dan irradiasi splenik. sinusoid berkurang volumenya.
Priapismus akibat infiltrasi tumor ke penis dengan irradiasi penis. Priapismus Secara kimiawi diketahui bahwa neuroefektor terutama dalam korpus kavernosum
arterial karena ruptur arteri akibat trauma dilakukan ligasi arteri untuk saat ereksi adalah Non Adrenerjik Non Kolinerjik ( NANC ) yang menyebabkan
mengembalikan aliran darah terlepasnya Nitrit Oxida ( NO ), yang selanjutnya mempengaruhi enzim Guanilat
siklase untuk merubah Guanil tri fosfat ( GTP ) menjadi Siklik guanil mono fosfat (
cGMP ). Subtansi inilah yang menyebabkan relaksasi otot polos kavernosus
sehingga terjadi ereksi. Sebaliknya saat fase flaksid terjadi pemecahan cGMP oleh
enzim fosfodiesterase 5 ( PDE 5 ) menjadi guanil mono fosfat.
Diagnosis
Untuk mendignosis fraktur penis biasanya tidak sulit. Dari anamnesis biasanya
didapat riwayat baru saja aktifitas sexual, mengeluh nyeri dan bengkak penis setelah
terdengar suara “krek” saat berhubungan kelamin, jika uretra tidak cidera maka
buang air kecil tidak ada masalah. Sedang dari pemeriksaan fisik didapatkan penis
deformitas positif, oedem, angulasi atau deviasi kearah ruptur dan nyeri tekan, jika
uretra cidera akan tampak meatal bleeding, meskipun buang air kecil lancar belum
menyingkirkan kemungkinan cidera uretra. Jika ada meatal bleding, hematuria
makro/mikroskopis, dysuria, retensi urine maka kecurigaan cidera uretra semakin
jelas. Dan jika ragu maka pemeriksaan tambahan uretrogram retrograde dapat
dilakukan. Pemeriksaan tambahan yang lain adalah cavernosogram atau MRI,serta
dapat dengan USG.

Penatalaksanaan
Terapi fraktur penis dikenal ada konservatif dan terapi bedah segera. Jika
konservatif maka dilakukan kompresi dingin, balut tekan, obat anti inflamasi,
analgetik atau jika ada cidera uretra yang memerlukan penundaan maka perlu
diversi urin supra pubik atau sistostomi. Kebanyakan ahli lebih setuju dengan terapi
bedah segera karena dimaksudkan agar tidak terjadi komplikasi, penis dapat
dikembalikan anatomis dan fungsinya. Dengan penatalaksanaan bedah segera maka
dapat dieksplorasi, dapat dievakuasi bekuan darah, dan memperbaiki tunika
albugenia yang robek .
SCROTUM & TESTES Peredaran darah testis memiliki keterkaitan dengan peredaran darah di ginjal karena
asal embriologi kedua organ tersebut. Pembuluh darah arteri ke testis berasal dari
--------------------------- RD-Collection 2002 ---------------------------- aorta yang beranastomosis di funikulus spermatikus dengan arteri dari vasa
deferensia yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Aliran darah dari testis
kembali ke pleksus pampiniformis di funikulus spermatikus. Pleksus ini di anulus
inguinalis interna akan membentuk vena spermatika. Vena spermatika kanan akan
Anatomi testis masuk ke dalam vena cava inferior sedangkan vena spermatika kiri akan masuk ke
Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi dan hormonal. dalam vena renalis kiri.
Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormon androgen
terutama testosteron. Sperma dibentuk di dalam tubulus seminiferus yang memiliki 2
jenis sel yaitu sel sertoli dan sel spermatogenik. Diantara tubulus seminiferus inilah
terdapat jaringan stroma tempat dimana sel leydig berada.
Testis normal berukuran rata-rata 4x3x2,5 cm. Organ ini diliputi oleh suatu lapisan
yang disebut dengan tunika albuginea, oleh suatu septa-septa jaringan ikat testis
dibagi menjadi 250 lobus. Pada bagian anterior dan lateral testis dibungkus oleh
suatu lapisan serosa yang disebut dengan tunika vaginalis yang meneruskan diri
menjadi lapisan parietal, lapisan ini langsung berhubungan dengan kulit skrotum.4
Di sebelah posterolateral testis berhubungan dengan epididimis, terutama pada pool
atas dan bawahnya. Testis terdapat di dalam skrotum yang merupakan lapisan kulit
yang tidak rata dimana di bawahnya terdapat suatu lapisan yang disebut tunika
dartos yang terdiri dari serabut-serabut otot.

Saluran limfe yang berasal dari testis kanan mengalir ke kelenjar getah bening di
daerah interaortacaval, paracaval kanan dan iliaka komunis kanan, sedangkan
saluran limfe testis kiri mengalirkan isinya ke kelanjar getah bening paraaorta kiri
dan daerah hilus ginjal kiri, paracaval kiri dan iliaka kiri.
sistem limfatik dari testis kanan sistem limfatik dari testis kiri

Anatomi regio retroperitoneum


Undescended Testes --------------- RD-Collection 2002
Mekanisme yang berperan dalam proses turunnya testis belum sepenuhnya
dimengerti, dibuktikan untuk turunnya testis ke skrotum memerlukan aksi androgen
yang memerlukan aksis hipotolamus-hipofise-testis yang normal. Mekanisme aksi
androgen untuk merangsang turunnya testis tidak diketahui, tetapi diduga organ
Ketika skrotum anak tidak dijumpai testis, orang tuanya akan dihantui kebimbangan
sasaran androgen kemungkinan gubernakulum, suatu pita fibromuskuler yang
tentang kelelakian anaknya. Dokter akan berpikir sekitar kanker testis, dan yang
membentang dari pole bawah testis ke bagian bawah dinding skrotum yang pada
paling penting lagi anak akan malu dan cemas dalam pergaulan. Pemahaman
minggu-minggu terakhir intrauterin akan berkontraksi dan menarik testis ke
masalah kriptorkismus secara holistik akan membimbing dokter , orang tua dan anak
skrotum. Posisi testis saat turun berada di posterior processus vaginalis
dalam menyikapi kelainan yang ada. Dokter akan memberikan pelayanan yang
(retroperitoneal) sekitar 4 minggu kemudian (umur 32 minggu) testis masuk
optimal ditengah kontroversi penanganan yang masih berlangsung. Orang tua akan
skrotum. Ketika turun, testis membawa serta duktus deferens dan vasanya sehingga
memahami kondisi anak dan kemungkinan yang dapat terjadi di kelak hari, sehingga
ketika testis turun, mereka terbungkus oleh perluasan dinding abdomen. Perluasan
anak akan mendapat penerimaan kondisi kelainan oleh lingkungan pergaulannya,
fascia transversalis membentuk fascia spermatica interna, m. obliqus abdominal
sehingga psikologi anak tidak terganggu, juga mendapat penanganan medis yang
membentuk fascia kremaster dan musculus kremaster dan apponeurosis m. obliqus
adekuat. Dalam menangani kriptorkismus, dokter tidak hanya memperbaiki anatomi
abdomenus eksternal membentuk fascia spermatica externus di dalam skrotum.
saja, tetapi juga memperhatikan faktor psikologis / emosional baik pada anak
Masuknya testis di skrotum di ikuti dengan kontraksi kanalis inguinalis yang
maupun orang tuanya.
menyelubungi funikulus spermatikus. Selama periode perinatal processus vaginalis
mengalami obliterasi, mengisolasi suatu tunica vaginalis yang membentuk suatu
Embriologi kantong yang menutupi testis.
Ketika mesonepros mengalami degenerasi, suatu ligamen yang disebut
gubernakulum akan turun pada masing-masing sisi abdomen dari pole bawah gonal Pada umumnya testis turun pada skrotum secara sempurna pada akhir tahun
melintas oblik pada dinding abdomen (yang kelak menjadi kanalis inguinalis) dan pertama. Kegagalan testis turun tetapi masih pada jalur normalnya disebut UDT.
melekat pada labioscrotal swelling ( yang kelak menjadi skrotum atau labia majora). Testis dapat berada sepanjang jalur penurunan. ( Gb IA ) Kadang setelah melewati
Kemudian kantong peritoneum yang disebut processus vaginalis berkembang pada canalis inguinalis testis menyimpang dari jalur yang seharusnya, dan menempati
masing-masing sisi ventral gubernakulum dan mengalami herniasi melalui dinding lokasi abnormal. Hal ini disebut testis ektopik. Testis bisa terletak di interstitial
abdomen bawah sepanjang jalur yang dibentuk oleh gubernakulum. Masing-masing (superfisial dari m. obliquus abdominis externus) di paha sisi medial, dorsal penis
processua vaginalis membawa perluasan dari lapisan pembentuk dinding abdomen, atau kontralateralnya. Diduga disebabkan oleh bagian gubernakulum yang melewati
bersama-sama membentuk funikulus spermatikus. Lubang yang ditembus oleh lokasi abnormal, dan testis kemudian mengikutinya. (Lihat gambar 1B) .
processus vaginalis pada fascia transversalis menjadi anulus inguinalis internus,
sedang lubang pada aponeurosis m. obliquus abdominis externus membentuk anulus
inguinalis eksternus.
Sekitar minggu ke-28 intrauterine, testis turun dari dinding posterior abdomen
menuju anulus inguinalis internus. Perubahan ini terjadi akibat pembesaran ukuran
pelvis dan pemanjangan ukuran tubuh, karena gubernakulum tumbuh tidak sesuai
proporsinya, mengakibatkan testis berubah posisi, jadi penurunannya adalah
proporsi relatif terhadap pertumbuhan dinding abdomen. Peranan gubernakulum
pada awalnya adalah membentuk jalan untuk processus vaginalis selama
pembentukan kanalis inguinalis, kemudian gubernakulum juga sebagai jangkar/
pengikat testis ke skrotum. Massa gubernakulum yang besar akan mendilatasi jalan
testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum akan menempatkan
testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah berada di kantong skrotum
gubernakulum akan diresorbbsi (Backhouse, 1966) Umumnya dipercaya bahwa
gubenakulum tidak menarik testis ke skrotum. Perjalanan testis melalui kanalis
inguinalis dibantu oleh peningkatan tekanan intra abdomen akibat dari pertumbuhan
viscera abdomen.
Gbr. 1A. UDT Gbr. 1B. Testis Ektopik
Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan C. Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin
orchis (latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus adalah undescended Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus
testis, tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud kriptorkismus murni, inkomplet. Hal ini memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada bayi prematur
testis ektopik, atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus murni adalah suatu keadaan ketika perkembangan gonadotropin maternal tetap dalam kadar rendah sampai 2
dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis tidak berada didalam kantong minggu terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit diterapkan pada kriptorkismus
skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur penurunan testis yang unilateral. Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak
normal. Sedang bila diluar jalur normal disebut testis ektopik, dan yang terletak di adequatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari
jalur normal tetapi tidak didalam skrotum dan dapat didorong masuk ke skrotum imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-testis.
serta naik lagi bila dilepaskan disebut pseudokritorkismus atau testis retraktil Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan desensus testis tidak terjadi pada
mamalia yang hipofisenya telah diangkat .
Epidemiologi
Rasfer et al (1986) memperlihatkan penurunan testis dimediasi oleh androgen
yang diatur lebih tinggi oleh gonadotropin pituitary. Proses ini memicu kadar
Besar insidensi UDT berbeda pada tiap-tiap umur. Bayi baru lahir (3 – 6%), satu
dihidrotestotsteron yang cukup tinggi, dengan hasil testis mempunyai akses yang
bulan (1,8%), 3 bulan (1,5%), Satu tahun (0,5 – 0,8%). Bayi lahir cukup bulan 3%
bebas ke skrotum . Toppari & Kaleva menyebut defek dari aksis hipotalamus-
diantaranya kriptorkismus, sedang lahir kurang bulan sekitar 33% . Pada berat badan
pituitary-gonadal akan mempengaruhi turunnya testis. Hormon utama yang
bayi lahir (BBL) dibawah 2000 gram insidensi UDT 7,7% BBL 2000-2500 (2,5%),
mengatur testis adalah LH dan FSH yang doproduksi oleh sel basofilik di
dan BBL diatas 2500 (1,41%) Insidensi kriptorkismus unilateral lebih tinggi
pituitary anterior yang diatur oleh LHRH. FSH akan mempengaruhi
dibanding kriptorkismus bilateral. Sedang insidensi sisi kiri lebih besar (kiri 52,1%
mempengaruhi sel sertoli, epitel tubulus seminiferus. Kadar FSH naik pada
vs kanan 47,9%). Di Inggris, insidensinya meningkat lebih dari 50% pada kurun
kelainan testis
waktu 1965 – 1985. di FKUI – RSUPCM kurun waktu 1987 – 1993 terdapat 82 anak
Kriptorkismus yang disertai defisiensi gonadotropin dan adrenal hipoplasia
kriptorkismus, sedang di FKUSU – RSUP. Adam Malik Medan kurun waktu 1994 –
kongenital mungkin berhubungan dengan sifat herediter. Corbus dan O’Connor,
1999 terdapat 15 kasus.
Perreh dan O’Rourke melaporkan beberapa generasi kriptorkismus dalam satu
keluarga2. Juga ada penelitian yang menunjukkan tak aktifnya hormon Insulin
Etiologi Like Factor 3 ( Insl3) sangat mempengaruhi desensus testis . Insl3 diperlukan
Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Beberapa hal yang berhubungan adalah untuk diferensiasi dan proliferasi gubernakulum. Faktor lain yang diduga
A. Abnormalitas gubernakulum testis berperan ialah berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh nervus
Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar genitofemoralis
akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada
skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah Faktor Resiko
berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966) Karena penyebab pasti kriptorkismus tidak jelas, maka kita hanya dapat mendeteksi
Bila struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan menyebabkan faktor resikonya. Antara lain :
maldesensus testis.
1. BBLR (kurang 2500 mg)
B. Defek intrinsik testis 2. Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama
Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat 3. Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)
testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini merupakan 4. Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)
penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga untuk menerangkan 5. Berat janin yang dibawah umur kehamilan.
mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral menjadi steril ketika 6. Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT
diberikan terapi definitif pada umur yang optimum. Banyak kasus kriptorkismus PATOGENESIS
yang secara histologis normal saat lahir, tetapi testisnya menjadi atrofi / Skrotum adalah regulator suhu yang efektif untuk testis, dimana suhu dipertahankan
disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan jumlah sel germinalnya sangat berkurang sekitat 1 derajat Celsius (1,8 derajat Fahrenheit) lebih dingin dibanding core body
pada akhir usia 2 tahun. temperature. Sel spermatogenesis sangat sensitif terhadap temperatur badan.
Mininberg, Rodger dan Bedford (1982) mempelajari ultrastruktur kriptorkismus dan
mendapatkan perubahan pada kurun satu tahun kehidupan. Pada umur 4 tahun
didapatkan deposit kolagen masif. Kesimpulan mereka adalah testis harus di
skrotum pada umur 1 tahun
Penelitian biopsi testis kriptorkismus menunjukkan bukti yang mengagetkan dimana 2. The True Ectopic Testis
epitel germinativum dalam testis tetap dalam ukuran normal untuk 2 tahun pertama Di sini testis melewati canalis inguinalis tetapi kemudian menempati daerah
kehidupan. Sementara umur 4 tahun terdapat penurunan spermatogonia sekitar 75 % perineum, suprapubic dorsal pangkal penis, bawah kulit pangkal femur sisi
sehingga menjadi subfertil / infertil medial.
Setelah umur 6 tahun tampak perubahan nyata. Diameter tubulus seminiferus
mengecil, jumlah spermatogonia menurun, dan tampak nyata fibrosis di antara 3. The Floating Testicle
tubulus testis. Pada kriptorkismus pascapubertas mungkin testis berukuran normal, Pada anak-anak kontraksi muskulus kremaster dapat mengangkat testis dari
tetapi ada defisiensi yang nyata pada komponen spermatogenik sehingga pasien posisis normal menuju kanalis inguinalis. Refleks ini dipicu oleh rangsang dingin
menjadi infertil . Untungnya sel leydig tidak dipengaruhi oleh suhu tubuh dan atau sentuhan. Jangan keliru menganggap posisi ini dengan retensi testis. Tipe ini
biasanya ditemukan dalam jumlah normal pada kriptorkismus. Sehingga impotensi dibagi menjadi :
karena faktor endokrin jarang terjadi pada kriptorkismus Penelitian dengan biopsi a. The Slidding Testicle ( Uper retractile type)
jaringan testis yang mengalami kriptorkismus menunjukkan tidak terjadi Testis dapat teraba dengan baikdari midskrotum ke atas sampai di depan
abnormalitas kromosom. Maldescensus dan degenerasi maligna tidak dapat aponeurosis muskulus obliquus abdominis eksternus di atas anulus inguinalis
disebabkan karena defek genetik pada testis yang mengalami UDT eksternus.

Klasifikasi b. The Pendulant testicle (Lower Retractile Type)


Kriptorkismus dapat diklasifikasikan berdasar etiopatogenesis dan lokasi. Berdasar Testis bergerak bolak-balik antar bagian terbawah skrotum dan anulus
etiopatogenesis kriptorkismus dapat dibagi menjadi : inguinalis eksternus.
Mekanik/anatomik : perlekatan, kelainan kanalis inguinalis
1. Endokrin/hormonal: kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis
2. Disgenesis : kelainan interseks multipel Diagnosis
3. Herediter/genetik Anamnesis
Diagnosis UDT dapat dibuat oleh orangtua anak atau dokter pemeriksa pertama.
Berdasarkan lokasi : Umumnya diawali orangtua membawa anak ke dokter dengan keluhan skrotum
1. Skrotum tinggi (supraskrotal) : 40% anaknya kecil. Dan bila disertai dengan hernia inguinalis akan dijumpai
2. Intrakanalikuli (inguinal) : 20 % pembengkakan atau nyeri berulang pada skrotum. Anamnesis ditanyakan :
3. Intraabdominal (abdomen) : 10 % 1. Pernahkah testis diperiksa, diraba sebelumnya di skrotum.
4. Terobstruksi : 30% 2. Ada tidaknya kelainan kongenital yang lain, seperti hipospadia, interseks,
prunne belly syndroma, dan kelainan endokrin lain
Ada juga yang membagi lokasi sebagai berikut : (1) intraabdominal (2) Inguinal (3) 3. Ada tidaknya riwayat UDT dalam keluarga
Preskrotal (4) Skrotal (5). Retraktil
Major , 1974 membagi kriptorkismus (dalam pengertian umum) membagi menjadi Tanda kardinal UDT ialah tidak adanya satu atau dua testis dalam skrotum. Pasien
1. Retensio Testis (dystopy of testicle)  Diklasifikasikan sesuai tempatnya dapat mengeluh nyeri testis karena trauma, misal testis terletak di atas simpisis ossis
a. Abdominal testicle (retensi abdominal) pubis. Pada dewasa keluhan UDT sering dihubungkan dengan infertilitas
b. Canalicular testicle ( retensio canalicularis superior et inferior ): testis
benar-benar tak teraba Pemeriksaan Fisik
c. Inguinal testicle ( retensio inguinalis) : testis teraba di depan anulus 1. Penentuan lokasi testis
inguinalis eksternus Beberapa posisi anak saat diperiksa : supine, squatting, sitting . Pemeriksaan testis
d. Testis reflexus (superfisial inguinal ectopy): bentuk paling umum. Testis harus dilakukan dengan tangan hangat. Pada posisi duduk dengan tungkai dilipat
sebenarnya tidak melenceng dari alur normal. Gubernakulum memandu testis atau keadaan relaks pada posisi tidur. Kemudian testis diraba dari inguinal ke arah
menuju bagian bawah skrotum. Testis hanya bertempat di anterior skrotum dengan cara milking. Bisa juga dengan satu tangan di skrotum sedangkan
aponeurosis muskulus obliquus abdominis eksternus dan sesungguhnya ini tangan yang lain memeriksa mulai dari daerah spina iliaka anterior superior
bukan suatu testis ektopik menyusuri inguinal sampai kantong skrotum. Hal ini mencegah testis retraksi karena
pada anak refleks muskulus kremaster cukup aktif yang menyebabkan testis
bergerak ke atas / retraktil sehingga menyulitkan penilaian.
Penentuan posisi anatomis testis sangat penting sebelum terapi karena berhubungan Berikut bagan kemungkinan abnormalitas testis :
dengan keberhasilan terapi. Testis retraksi tidak perlu terapi. Testis yang retraktil
sudah turun saat lahir, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan di dalam skrotum Perabaan
kecuali anak relaks.
testis

Palpable Impalpable

UNDESCENDED
Intraabdominal

Retraktil Ektopik

Superficial Inguinal

Anorchia Dysplasia

2. Penentuan apakah testis palpabel Pemeriksaan Penunjang


a. Testis teraba Dilakukan bila testis impalpable atau meragukan beberapa modalitas penunjang
Bila testis palpable beberapa kemungkinan antara lain : (1) testis retraktil (2) diperlukan.
UDT (3) Testis ektopik (4). Ascending Testis Syndroma . Ascending Testis 1. Ultrasonografi (USG)
Syndroma ialah testis dalam skrotum /retraktil, tetapi menjadi lebih tinggi karena 2. Merupakan modalitas pertama dalam menegakkan kriptorkismus.
pendeknya funikulus spermatikus. Biasanya baru diketahui pada usia 8 -10 ------------------------------------------------------------------------------------ Alasan :
tahun. Bila testis teraba maka tentukan posisi, ukuran, dan konsistensi. a. Sekitar 72% kriptorkismus terletak intrakanalikuler sehingga aksesibilitas USG
Bandingkan dengan testis kontralateralnya. cukup baik
b. Non invasif
b. Bila impalpable testis c.Mudah didapat
Kemungkinannya ialah : (1) intrakanalikuler, (2) intraabdominal, (3) Atrofi d.Praktis/mudah dijadwalkan
testis , (4) Agenesis. Kadang di dalam skrotum terasa massa seperti testis atrofi. e.Murah
Jaringan ini biasanya gubernakulum atau epididimis dan vas deferens yang bisa Pada USG testis prepubertas mempunyai gambaran ekhogenitas derajat ringan
bersamaan dengan testis intraabdominal. Impalpable testis biasanya disertai sampai sedang, dan testis dewasa ekhogenitas derajat sedang.
hernia inguinal. Pada bilateral impalpable testis sering berkaitan dengan anomali USG hanya efektif untuk mendeteksi testis di kanalis inguinalis ke superfisial,
lain seperti interseksual, prone belly syndrome dan tidak dapat mendeteksi testis di intraabdominal 8 Di luar negeri
keberhasilannya cukup tinggi (60-65%), sementara FKUI hanya 5,9%3. Hal ini
dipengaruhi oleh pengalaman operator.
Hindari dosis tinggi karena menyebabkan efek refrakter testis terhadap HCG,
3. CT Scan udem interstisial testis, gangguan tubulus dan efek toksis testis. Kadar
Merupakan modalitas kedua setelah USG. CT Scan dapat mendeteksi testis testosteron diperiksa pre dan post unjeksi, bila belum ada respon dapat diulang 6
intraabdominal. Akurasi CT Scan sama baiknya dengan USG pada testis letak bulan berikutnya. Kontraindikasi HCG ialah UDT dengan hernia, pasca operasi
inguinal. Sedang testis letak intraabdominal CT Scan lebih unggul ( CT Scan hernia, orchydopexy, dan testis ektopik. Miller (16) memberikan HCG pada
96% vs USG 91%). False positif / negatif biasanya akibat pembesaran limfonodi. pasien sekaligus untuk membedakan antara UDT dan testis retraktil. Hasilnya
Dapat dibedakan dengan testis karena adanya lemak di sekeliling limfonodi. 20% UDT dapat diturunkan sampai posisi normal, dan 58% retraktil testis dapat
normal.
4. MRI
Dapat mendeteksi degenerasi maligna pada kriptorkismus. Kelemahannya loop b. LHRH
usus dan limfonodi dapat menyerupai kriptorkismus Dosis 3 x 400 ug intranasal, selama 4 minggu. Akan menurunkan testis secara
komplet sebesar 30 – 64 %.
5. Angiografi
Akurat tetapi invasif sehingga tidak disukai. Venografi Gadolium dengan MRI c. HCG kombinasi LHRH
lebih akurat dibanding MRI tunggal Dosis : LHRH 3 x 400 ug, intranasal, 4 minggu . Dilanjutkan HCG
intramuskuler 5 kali pemberian selang sehari. Usia kurang 2 tahun : 5 x 250 ug,
3 -5 tahun : 5 x 500 ug, di atas 5 tahun : 5 x 1000 ug.
Penanganan Respon terapi : penurunan testis 86,4%, dengan follow up 2 tahun kemudian
Tujuan dari penanganan UDT adalah : keberhasilannya bertahan 70,6%.
1. Meningkatkan vertilitas
2. Mencegah torsio testis Evaluasi terapi.
3. Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum pubik Berdasar waktu : akhir injeksi, 1 bulan, 3 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
4. Mengkoreksi kelainan lain yang menyertai, seperti hernia Berdasar posisi : respon komplet bila testis berada di skrotum, sedang respon
5. Mencegah / deteksi awal dari keganasan testis inkomplet bila testis posisi inguinal rendah Efek samping bersifat reversibel. Ujud
6. Membentuk body image kelainan berupa bertambah ukuran testis, pembesaran penis, ereksi, meningkatnya
rugositas skrotum, tumbuhnya rambut pubis hiperpigmentasi dan gangguan emosi
Terapi non Bedah
Berupa terapi hormonal. Terapi ini dipilih untuk UDT bilateral palpabel inguinal.
Tidak diberikan pada UDT unilateral letak tinggi atau intraabdomen. Efek terapi Terapi Bedah
berupa peningkatan rugositas skrotum, ukuran testis, vas deferens, memperbaiki Tujuan pembedahan adalah memobilisasi testis, adequatnya suplay vasa spermatika ,
suplay darah, dan diduga meningkatkan ukuran dan panjang vasa funikulus fiksasi testis yang adequat ke skrotum, dan operasi kelainan yang menyertainya
spermatikus, serta menimbulkan efek kontraksi otot polos gubernakulum untuk seperti hernia.
membantu turunnya testis. Dianjurkan sebelum anak usia 2 tahun , sebaiknya bulan Indikasi pembedahan :
10 – 24. Di FKUI terapi setelah usia 9 bulan karena hampir tidak dapat lagi terjadi 1. Terapi hormonal gagal
penurunan spontan. 2. Terjadi hernia yang potensial menimbulkan komplikasi
Hormon yang diberikan : 3. Dicurigai torsio testis
a. HCG 4. Lokasi intraabdominal atau di atas kanalis inguinalis.
Hormon ini akan merangsang sel Leydig menproduksi testosteron. Dosis : Menurut 5. Testis ektopik
Mosier (1984) : 1000 – 4000 IU, 3 kali seminggu selama 3 minggu. Garagorri
(1982) : 500 -1500 IU, intramuskuler, 9 kali selang sehari. Ahli lain memberikan Tahapan :satu tahap atau 2 tahap tergantung vasa spermatika apakah panjang atau
3300 IU, 3 kali selang sehari untuk UDT unilateral dan 500 IU 20 kali dengan 3 pendek.
kali seminggu. Injeksi HCH tidak boleh diberikan tiap hari untuk mencegah
desensitisasi sel Leydig terhadap HCG yang akan menyebabkan steroidogenic
refractoriness.
Tekinik operasi pada UDT : - bila belum cukup panjang untuk memungkinkan testis ke skrotum tanpa
1. Orchydopexy Standar tegang, vasa epigastrika inferior dipotong, sehingga funikulus spermatikus
Prinsip dari orchidopexy meliputi 3 tahap dapat digeser lebih ke medial. Bila hal ini belum dapat panjang berarti
1. Funikulolisis funikulus spermatikusnya memang pendek
Adalah pelepasan funikulus spermatikus dari musculus kremester dan - sering kantong hernia kongenital atau prosesus vaginalis persisten
memungkinkan dapat memperpanjang ukurannya. Vasa testicularis di bebaskan menghambat mobilisasi funikulus, maka lepaskan kantong secara hati-hati dan
sejauh mungkin ke retroperitoneal dan dimobilisasi lebih ke medial yang akan ligasi tinggi. Bila peritoneum terbuka jahit secara atraumatik
meluruskan dan memperpanjang vasa. Terdapat kesulitan ketika memobilisasi - pembebasan diatas akan lebih mudah bila gubernakulum dipotong lebih dulu
vasa diatas vasa iliaca komunis kemudian dilanjut dengan pembebasan testis
Beberapa metode yang digunakan untuk menurunkan testis ke skrotum antara - mobilisasi lanjut ke arah retroperitoneal dilakukan dengan memotong m.
lain Ombredonne, Bevas, Torek, Cobot – Nesbit, Longord, Gersung, Denis obliqus abdominis internus dan m. transversus abdominis ke arah kranio
Browne. George Major menolak metode Mauclain (menurunkan testis ke lateral atau melepaskan ligamentum inguinalis
kontralateral), juga tidak setuju UDT bilateral dikerjakan sekaligus dalam satu - kemudian vasa spermatika interna dapat dibebaskan secara retroperitoneal ke
tahap oleh karena ancaman infeksi dari kesulitan fiksasi pada septum skrotum kranial sampai melewati vasa iliaka
Funikulolisis dikerjakan melalui insisi inguinal tinggi dan testis diturunkan - setinggi promontorium vasa akan menyilang ureter. Hati-hati dalam
dengan bantuan tarikan tali (benang) transcrotal ke paha Bila pasien UDT membebaskannya
disertai hernia inguinalis, kantung hernia kanan dibebaskan dari ligasi
seproximal mungkin, kantong vaginalis propria pada testis dan epidedimis 2. Pemindahan testis ke dalam skrotum (transposisi)
dipertahankan, karena serosa yang membungkus testis itu penting bagi Bagian skrotum yang akan ditempati testis telah kosong dan menjadi lebih kecil
spermatogenesis. dibanding ukuran normal. Regangkan dinding skrotum dengan diseksi jari-jari
Teknik funikulolisis menurut Beran (1903) memotong vasa testis bila vasa sehingga menciptakan suatu ruangan. Traksi ditempatkan pada gubernakulum
tersebut sangat pendek dan diharapkan vaskularisasi yang adequat dari vasa vas Testis yang telah bebas dan funikulus spermatikusnya cukup panjang,
defferens. Tetapi teknik ini kurang bagus dengan alasan maturasi normal ditempatkan pada skrotum, bukan ditarik ke skrotum.
memerlukan suplay vaskuler yang optimal.
3. fiksasi testis dalam skrotum
Teknik operasi orchydopexy standar Adalah hal prinsip bahwa testis berada di skrotum bukan karena tarikan dan
Akses : Menurut Ombredonne lebih menguntungkan dengan insisi inguinal testis tetap berada di habitat barunya, sehingga menjadi kurang tepat bila
tinggi yang memungkinkan mobilisasi vaskuler retroperitoneal dan keberadaan testis di skrotum itu karena tarikan dan fiksasi testis.
menempatkan testis pada skrotum. Fiksasi testis tetap diperlukan.
Funikulolisis : - Untuk mengikatnya tembuskan benang pada stumb ligamentum hunteri pada
- setelah diseksi aponeurosis m. obliqus abdominis eksternus dan pole bawah testis dengan benang nonabsorpable dan meninggalkan ujung
membebaskan anulus inguinal eksternus dengan hati-hati untuk menghindari benang yang panjang
udema testis - perlebar skrotum dengan 2 jari, dengan bantuan jarum reverdin yang
- pisahkan (split) dinding kanalis sesuai arah seratnya sampai dengan anulus ditembuskan dari kulit skrotum sisi luar dan mengambil ujung benang panjang
inguinalis eksternus tadi dan keluarkan lagi jarum .
- bebaskan funikulus spermatikus dan testis beserta tunikanya dari fascia dan - Fiksasi kedua ujung benang pada sisi medial paha
muskulus kremaster - Teknik lain yang sering di pakai adalah tehnik ombredanne yang
- Pada kasus UDT dengan hernia, pemisahan tunika vaginalis funikulus menempatkan testis pada skrotum kontralateral dan mengikatnya pada septum
spermatikus secara hati-hati dengan menghindari cedera vasa dan ductus scroti.
deferens, dimana hal ini akan memperpanjang rentang funikulus
- sisihkan m. Oliqus Abdominis Internus dan m. Transversus Abdominis
dengan retraktor ke kraniomedial
- diseksi funikulus spermatikus ke kranial sampai dengan lateral dari vasa
epigastrika inferior
2. Stephen Flower Orchidopexy
Merupakan modifikasi orchidopexy standar. Ketika arteri testikulariss tak
cukup panjang mencapai skrotum, arteri testikularis diligasi. Jadi testis
hanya mengandalkan arteri vas deferens.

3. Orchydopexy bertahap
a. Bedah : Testis dibungkus dengan lembaran silastic dan difiksasi ke pubis
pada tahap I. Setelah 6-8 bulan dilakukan tahap II berupa eksplorasi dan
memasukkan testis ke skrotum
b. Laparoskopi : Menjepit arteri testikularis dengan laparoskopi dikerjakan
pada tahap I intuk UDT tipe abdomen. Setelah 6-8 bulan dikerjakan
Stephen Flower Orchydopexy.

4. Autotransplantasi
Pembuluh darah testis dilakukan anastomosis pada vasa epigastrika inferior
dengan teknik mikrovaskuler.

5. Protesis Testis
Pemasangan implant testis silastik untuk knyamanan, kosmetik, dan psikis.

Komplikasi
Praoperasi
1. Hernia Inguinalis
Sekitar 90% penderita UDT mengalami hernia inguinalis lateralis ipsilateral
yang disebabkan oleh kegagalan penutupnan processus vaginalis. . Hernia repair
dikerjakan saat orchydopexy . Hernia inguinal yang menyertai UDT segera
dioperasi untuk mencegah komplikasi
PROGNOSIS
2. Torsio Testis Menurut Docimo 10 kesuksesan operasi UDT letak distal anulus inguinalis internus
Kejadian torsio meningkat pada UDT, diduga dipengaruhi oleh dimensi testis sebesar 92%, letak inguinal (89%), orchidopexy teknik mikrovaskuler (84%),
yang bertambah sesuai volume testis. Juga dipengaruhi abnormalitas jaringan orchidopexy abdominal standar (81%) staged Fowler-Stephens orchidopexy (77%),
penyangga testis sehingga testis lebih mobil Fowler-Stephens orchidopexy standar (67%)
UDT biasanya turun spontan tanpa intervensi pada tahun pertama kehidupan.
3. Trauma testis T Resiko terjadinya keganasan lebih tinggi di banding testis normal. Fertilitas pada
Testis yang terletak di superfisial tuberkulum pubik sering terkena trauma UDT bilateral: 50% punya anak, sedang UDT unilateral 80%.

4. Keganasan Alur penatalaksanaan UDT


Insiden tumor testis pada populasi normal 1 : 100.000, dan pada UDT 1 :
2550. Testis yang mengalami UDT pada dekade 3-4 menpunyai
kemungkinan keganasan 35-48 kali lebih besar . UDT intraabdominal 6 kali
lebih besar terjadi keganasan dibanding letak intrakanalikuler. Jenis
neoplasma pada umumnya ialah seminoma. Jenis ini jarang muncul sebelum
usia 10 tahun. Karena alasan ini maka ada pendapat yang mengatakan UDT
usia diatas 10 tahun lebih baik dilakukan orchydectomy dibandingkan
orchydopexy(4). Menurut Gilbert & Hamilton sekitar 0,2 – 0,4 % testis
ektopik menjadi ganas. Sedang testis dystopik angka keganasannya 8-15%.
Campbell menyebut 0,23% untuk ektopik testis dan 11% untuk dystopik
testis. Sementara UDT intrabdominal keganasan 5% dan inguinal 1,2%.

Infertilitas
Penyebabnya ialah gangguan antara germ cell . Infertilitas UDT bilateral 90%,
sedang UDT unilateral 50% (2). Lipschultz, 1976 menunjukkan adanya
spermatogenesis yang abnormal post orchydopexy pada laki-laki umur 21-35 tahun
UDT unilateral. Dan menduga bahwa ada abnormalitas bilateral testis pada UDT
unilateral

Psikologis
Timbul perasaan rendah diri fisik atau seksual akibat body image yang muncul.
Biasanya terjadi saat menginjak usia remaja (adoloscence) orang tua biasanya
mencemaskan akan fertilitas anaknya.

Pasca Operasi
1. Infeksi
Sangat jarang bila tindakan a/antiseptik baik, diseksi yang smooth dan
gentle akan meminimalkan terjadinya hematom

2. Atropi Testis
Karena funikulolisis tak adequat, traksi testis berlebihan, atau torsio
funikulus spermatikus saat tranposisi testis ke skrotum
Varicocele ----------------------------------------------- RD Collection 2002 Torsio Testes -------------------------------------- RD Collection 2002

Adalah terpuntirnya funikulus spermatikus, sehingga terjadi strangulasi aliran darah ke


Adalah dilatasi abnormal / varises dari vena spermatika interna ( Pleksus pampiniformis testes, sehingga apabila 5-6 jam (golden period) tidak mendapatkan terapi akan terjadi atropi
proksimal dari testes ) akibat terganggunya aliran darah balik vena spermatika interna. testes, karena perfusi oleh vasa spermatika intena menurun. Biasanya didapatkan pada usia
Insiden 10% pada usia muda , dimana sebelah kiri lebih sering dari yang kanan , karena < 25 tahun (tipe Infravaginal) , paling sering pada masa pubertas. Pada bayi disebut
Vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus , Supravaginal/ diluar tunika vaginalis ) . Eksplorasi pada dewasa dilaukan insisi pada
sedang yang kanan bermuara pada vena cava dengan arah miring serta Vena spermatika scrotum untuk mengetahui apakah benar ada torsi, karena insisi pada inguinal ditakutkan
interna kiri lebih panjang dan katupnya lebih sedikit akan terjadi reposisi torsi.
Torsi dimulai dari kontraksi testes sebelah kiri , dimana testes kiri berputar berlawanan dari
Etiologi arah jarum jam sehingga terjadi odem testes dan funikulus akibatnya terjadi iskemia.
 Inkompeten dari klep akibat pengaruh gravitasi sehingga pengosongan darah pleksus
pampiniformis jelek, secara bertahap vena menjadi lebar dan berkelok. Etiolgi  Perubahan suhu yang mendadak ( saat berenang), Celana ketat, Trauma
 Vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus , scrotum
sedang yang kanan bermuara pada vena cava dengan arah miring
 Vena spermatika interna kiri lebih panjang dari yang kanan dan katupnya lebih sedikit Gambaran Klinis
Anamnesa
Varikokel dapat menimbulkan proses spermatogenesis karena : Nyeri daerah scrotum mendadak dijalarkan ke inguinal
Stagnasi darah balik  testes hipoksia Pembengkaan testes
Refluk hasil metabolit ginjal dan adrenal melalui vena spermatika interna Mual, muntah
Peningkatan suhu testes
Anastomose pleksus pampiniformis kiri dan kanan  gangguan spermatogenesis Pemeriksaan
testes kanan  INFERTILITAS I : Testes bengkak, sakit, letak lebih tinggi dari sisi kontralateral
P : teraba penebalan funikulus spermatika , rasa sakit bertambah bila testes diangkat kearah
Klinis simpisis pubis  Phren’s sign (+)
Belum punya anak stelah beberapa tahun menikah
Benjolan di atas testes terasa nyeri Diferensial diagnose dengan epididimitis. Dibedakan dengan pemeriksaan dopler, dimana
pada torsio tidak nampak aliran darah arteri , sedang pada epididimitis vaskularisasinya
Pemeriksaan bertambah.
Pasien dalam keadaan berdiri nampak adanya masa vena dilatasi / berkelok berada di
belakang dan atas dari testes (Manuver Valsava ) Terapi
Grade I : sulit diobservasi Detorsi Manual
Grade II I dengan valsava teraba Mengembalikan posisi testes keasalnya dengan memutar testes ke arah berlawanan
Grade III : Teraba saat bangun tidur dengan arah torsio , dengan lokal anestesi (lidokain 1%) pada funikulus spermatikus di
anulus eksternus 10-20 cc  bila gagal dilakukan operasi
Analisa sperma
Operasi
Terapi Tujuan menghembalikan testes kearah yang benar , menilai testes masih viabel atau
Ligasi Tinggi vena spermatika interna di atas anulus inguinalis internus ( PALOMO) nekrosis , bila
Varikolektomi metode IVANISEVICH - Viabel  Orkidopeksi pada tunika dartos, dilanjutkan orkidopeksi sisi kontralateral
Perkutan  memasukan bahan skelrosing ke vena spermatika interna, metode ini tidak pada 3 tempat
dilakukan lagi karena resiko emboli - Nekrosis  Orkidektomi disusul orkidopeksi sisi kontralateral
Bila nekrosisi dibiarkan akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.
Bila > 5-6 jam tidak perlu diterapi karena atropi testes
 < 6 jam  reposisi manual dengan lokal anestesi  gagal operasi
 12 jam  Orkidektomi

Prognosa
6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam
dilakukan orkidektomi

Hidrocele -------------------------------------------------- RD Collection 2002

Adalah penumpukan cairan berlebihan diantara lapisan parietalis dan viseralis tunika
albugenia.

Etiologi
Bayi
- Penutupan proc vaginalis belum sempurna sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke
proc vaginalis
- Sistem limfatik belum sempurna sehingga resorbsi cairan terganggu

Dewasa  Tumor, infeksi testes or epididimis

Gambaran Klinis
Pada anamnesa terdapat Benjolan di kantong scrotum tidak nyeri , sedang pada Palpasi
benjolan kistik dengan transiluminasi (+)

Macam ;
Hidrokel testes
Seolah olah mengelilingi testes dimana testes tak teraba dan besar kantong tetap

Hidrokel funikulus
Terletak di sebelah kranial testes dimana testes teraba dan besar kantong tetap

Hidrokel komunikans
Terdapat hubungan melalui kanalis inguinalis kerongga perut dimana testes teraba dan
besar kantong berubah. Penderita mengeluh pembengkaan bertambah sepanjang hari
dan berkurang sesudah tidur malam.

Terapi
Konsevatif  pada bayi ditunggu sampai 1 tahun , bila tetap operasi
Operasi  Bila menekan pembuluh darah testes
Carsinoma TESTES
Adanya bukti klinis dan eksperimental mendukung faktor kongenital sebagai
-------- RD-Collection 2002 etiologi dari tumor sel germinal. Dalam perkembangan embriologinya sel germinal
primordial mengalami perubahan oleh karena faktor lingkungan yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam proses diferensiasinya. Oleh karena adanya
Insidensi kriptokidisme, orchitis, disgenesis gonad, adanya kelainan herediter ataupun oleh
karena paparan bahan kimia yang bersifat karsinogenik maka perkembangan normal
Kanker testis adalah salah satu dari sedikit neoplasma yang dapat didiagnosis secara
sel germinal mengalami hambatan. Secara garis besar 2 faktor yang dianggap
akurat melalui pemeriksaan penanda tumor ( tumor marker ) pada serum tersangka
menjadi etiologi terjadinya tumor sel germinal yaitu : (1) Faktor kongenital, (2)
penderita yaitu pemeriksaan human chorionic gonadotropin (bhCG) dan α-
Faktor didapat.
fetoprotein (AFP). Insiden kanker testis memperlihatkan angka yang berbeda-beda
di tiap negara, begitu pula pada setiap ras dan tingkat sosioekonomi. Di negara
skandinavia dilaporkan 6,7 kasus baru dari 100.000 laki-laki tiap tahunnya Faktor kongenital
sedangkan di Jepang didapatkan 0,8 dari 100.000 penduduk laki-laki. Di Amerika Kriptokidisme
Serikat ditemukan 6900 kasus baru kanker testis setiap tahunnya. ( greenlee et Whiteker ( 1970 ) dan Mostofi ( 1973 ) mengemukakan 5 keadaan yang
all,2000 ) Kemungkinan seorang laki-laki kulit putih untuk terkena kanker testis dianggap kriptokidisme menjadi penyebab terjadinya tumor testis yaitu :
sepanjang hidupnya di Amerika Serikat adalah 0,2%. Saat ini angka survival pasien 1. Morfologi sel germinal yang abnormal.
dengan tumor testis meningkat, hal ini memperlihatkan perkembangan dan 2. Peningkatan temperatur tempat testis berada (intraabdomen atau spermatic
perbaikan dalam pengobatan dengan kombinasi kemoterapi yang efektif. Secara cord )
keseluruhan 5-years survival rate mengalami peningkatan dari 78% pada 1974-1976 3. Gangguan aliran darah.
menjadi 91% pada 1980 – 1985. Puncak insiden kasus tumor testis terjadi pada 4. Kelainan fungsi endokrin.
usia-usia akhir remaja sampai usia awal dewasa ( 20-40 tahun ), pada akhir usia 5. Disgenesis kelenjar gonad.
dewasa ( Lebih dari 60 tahun ) dan pada anak ( 0-10 tahun ). Secara keseluruhan
insiden tertinggi kasus tumor testis terjadi pada pria dewasa muda, hal ini membuat Insiden pasti kasus kriptokidisme belum diketahui, ini dikarenakan seringkali
tumor ini menjadi neoplasma tersering pada pria usia 20-34 tahun dan tumor data pasien dengan kriptokidisme bercampur dengan data pasien dengan testis
tersering kedua pada pria usia 35-40 tahun di Amerika Serikat dan Inggris Raya. retraktil.. Henderson dkk ( 1979 ) menyimpulkan bahwa pria dengan riwayat
Kanker testis sedikit lebih sering terjadi pada testis kanan dibanding testis kiri, ini kriptokidisme memiliki resiko 3-14 kali untuk terkena tumor testis dibanding
berhubungan dengan lebih tingginya insidensi kriptoidisme pada testis kanan pria tanpa riwayat kriptokidisme. Campbell ( 1942 ) mengemukakan
dibanding testis kiri. Pada tumor primer testis 2-3 % adalah tumor testis bilateral penelitiannya bahwa 25% pasien dengan kriptokidisme bilateral dan akhirnya
dan kira-kira 50% terjadi pada pria dengan riwayat kriptokidisme unilateral ataupun menjadi kanker testis memiliki resiko yang besar untuk terkena tumor sel
bilateral. Jika tumor testis sekunder disingkirkan maka insiden tumor testis primer germinal testis untuk kedua kalinya pada testis sisi yang lain.
bilateral 1 – 2,8 % dari seluruh kasus tumor sel germinal testis.Tumor primer testis
bilateral dapat terjadi secara berbarengan ataupun tidak, tetapi cenderung memiliki b. Faktor yang didapat
kesamaan jenis histilogisnya. Dari penelitian oleh Bach dkk ( 1983 ) di dapatkan Trauma
seminoma merupakan tumor primer testis bilateral tersering ( 48 % ) sedangkan
Meskipun trauma memiliki andil pada terjadinya teratoma pada unggas akibat
limfoma maligna adalah tumor testis sekunder bilateral tersering.
zinc-induced atau cooper induced, tapi pada manusia kemungkinan trauma
sebagai penyebab terjadinya tumor testis belum secara jelas diketahui.1
Etiologi
Saat ini belum diketahui faktor yang menjadi penyebab terjadinya tumor testis, Hormon
adanya faktor bawaan dan didapat merupakan faktor yang dikaitkan dengan penyakit
Terjadinya fluktuasi hormon seks memiliki kontribusi bagi perkembangan tumor
ini dan kriptokidisme merupakan faktor terkuat yang diduga menjadi penyebab
testis, ini didasari oleh penelitian pada hewan dan manusia. Pemberian estrogen
kanker testis. Faktor resiko tertinggi terjadinya kanker testis adalah adanya testis
pada tikus yang sedang hamil menyebabkan tikus tersebut melahirkan anak-anak
intra abdomen yang diakibatkan oleh undescensus testis ( 1 kasus dari 20 kasus
yang menderita kriptokidisme dan disgenesis kelanjar gonad ( Nomura dan
undescensus testis ). Sementara itu tindakan orchiopeksi tidak merubah potensi
Kanzak,1977 ). Penelitian oleh Cosgrove ( 1977 ) memperlihatkan hal yang sama
terjadinya keganasan testis pada kasus kriptokidisme.
bahwa anak yang dilahirkan oleh ibu yang mendapatkan diethylstilbestrol atau
kontrasepsi oral menderita kriptokidisme dan disgenesis kelenjar gonad.
Atrofi Terdapat klasifikasi besar yang membagi tumor testis menjadi 2 yaitu :
Terjadinya infeksi bakteri nonspesifik virus mump pada testis diduga menjadi 1. Tumor sel germinal testis
penyebab terjadinya atrofi testis yang potensial menjadi penyebab terjadinya Termasuk dalam kelompok ini adalah seminoma, karsinoma sel embrional,
tumor testis. Namun demikian peran atrofi testis sebagai faktor penyebab tumor yolk sac, teratoma, koriokarsinoma dan mixed cell tumor.
terjadinya tumor testis masih merupakan spekulasi.
2. Tumor non sel germinal testis
Meliputi tumor sel leydig, tumor sel sertoli dan gonadoblastoma.
Klasifikasi
World health organization ( WHO ) mengemukakan suatu standar kriteria patologi
untuk mendiagnosis kanker testis dan standar ini mampu menghapuskan TUMOR SEL GERMINAL TESTIS
kebingungan para ahli dalam menentukan sistem staging mana yang ingin dipakai Merupakan tumor testis yang paling sering ditemukan sebagi tumor primer yaitu
sebagi pegangan. meliputi kira-kira 90-95 % dari seluruh tumor primer testis ( seminoma dan non
seminoma ) dan sisanya adalah neoplasma non germinal ( tumor sel leydig, tumor
The recommended pathological classification (modified World Health sel sertoli dan gonadoblastoma ).
Organization 2004) is shown below: Berdasarkan klasifikasi ini tumor sel germinal testis dapat dibagi menjadi :
1. Germ cell tumours 1. Seminoma
. Intratubuler germ cell neoplasia Terdapat 3 subtipe gambaran histologis dari tumor jenis ini yaitu :
. Seminoma (including cases with syncyotrophoblastic cells)  Seminoma klasik
. Spermatocytic seminoma (mention if there is sarcomatous component) Disebut juga typical seminoma. Seminoma jenis ini meliputi sebagian besar
. Embryonal carcinoma dari seluruh kasus seminoma ( 85%), sering terjadi pada dekade ke 4
. Yolk sac tumour: kehidupan namun tidak jarang terjadi pada pria usia 40 atau 50 tahunan.
- Reticular, solid and polyvesicular patterns Secara makroskopis tampak nodul berwarna abu-abu yang menyatu dan
- Parietal, intestinal, hepatoid and mesenchymal differentiation secara mikroskopis terlihat lapisan yang monoton pada sel besar dengan
. Choriocarcinoma sitoplasma yang jernih dengan inti sel padat. Pada 10-15% kasus tampak
. Teratoma (mature, immature, with malignant component) terlihat sel-sel sinsitiotrofoblas dan ini sesuai dengan jumlah kasus seminoma
. Tumours with more than one histological type (specify % of individual yang disertai dengan adanya produksi hCG.
components)
 Seminoma anaplastik
2. Sex cord stromal tumours 5-10% seluruh kasus seminoma. Untuk mendiagnosis adanya seminoma
. Leydig cell tumour anaplastik secara mikroskopis harus ditemukan 3 atau lebih sel mitosis
. Sertoli cell tumour (typical, sclerozing, large cell calcifying) perlapang pandang besar dan sel-selnya memperlihatkan adanya inti sel
. Granulosa (adult and juvenile) pleomorfisme dengan derajat yang lebih tinggi dari subtipe seminoma klasik.
. Mixed Seminoma anaplastik cenderung memperlihatkan staging yang lebih tinggi
. Unclassified dari pada subtipe seminoma klasik. Meskipun sangat jarang, seminoma
anaplastik menjadi sangat penting karena 30% pasien yang akhirnya
3. Mixed germ cell/sex cord stromaltumours meninggal karena seminoma adalah dari subtipe anaplastik. Sejumlah tanda
yang menunjukkan bahwa seminoma ini lebih agresif dan lebih memiliki
Ray dkk ( 1974 ) mengemukakan bahwa sebagian besar pasien ( 71 dari 75 pasien potensi menyebabkan kematian dari pada jenis klasik. Hal tersebut dapat
atau sekitar 95% ), dengan tumor testis primer merupakan karsinoma sel embrional dilihat bahwa seminoma jenis ini : (a) Memiliki aktivitas mitotik yang lebih
dan seminoma. Seminoma adalah tumor testis yang jarang sekali bermetastase ke besar, (2) rate of invasion yang lebih tinggi, (3) rate of metastase yang tinggi
tempat lain ( 2 dari 75 pasien atau 3% ). dan (4) Produksi tumor marker terutama hCG yang lebih tinggi.
 Seminoma spermatositik d. Mixed cell tumor
Subtipe ini meliputi 5-10% dari seluruh subtipe seminoma. Secara Yang termasuk dalam tumor jenis mixed cell sebagian besar (25%) adalah
mikroskopis tampak variasi ukuran sel dan karakter sel berupa perbedaan teratokarsinoma yang bercampur dengan teratoma dan karsinoma sel
pada kekeruhan sitoplasma sel dan terlihat adanya intisel yang bulat dengan embrional. Lebih dari 6% dari seluruh tumor testis adalah jenis mixed cell
kromatin yang memadat. Lebih dari setengah pasien dengan seminoma dengan salah satu komponennya adalah seminoma. Pengobatan untuk
spermatositik berumur lebih dari 50 tahun. karsinoma mixed cell yang terdiri campuran antara seminoma dan
nonseminoma sama dengan pengobatan untuk tumor nonseminoma saja.

2. Non-seminoma e. Karsinoma in situ


a. Karsinoma sel embrional Pada sebuah penelitian yang melibatkan 250 pasien dengan tumor testis satu
 Tipe dewasa sisi, Berthelsen dkk (1982) mengemukakan bahwa 13 (5,2%) pasien memiliki
Secara histologis memperlihatkan tanda pleomorfisme dan batas sel yang karsinoma in situ pada testis sisi yang lainnya, persentase ini bahkan 2 kali
tidak jelas. Secara makroskopis kemungkinan tampak terlihat adanya lebih besar daripada persentase kasus kanker testis yang mengenai kedua
hemoragis yang luas dan jaringan yang nekrotik. testis. Dari 13 kasus itu setelah dilakukan pengamatan selama 3 tahun 2
kasus berkembang menjadi kanker testis yang bersifat invasif.
 Tipe infantil
Dengan nama lain tumor yolk sac atau tumor sinus endodermal adalah tumor Pola penyebaran tumor
testis tersering pada bayi dan anak-anak. Jika ditemukan pada usia dewasa Tumor testis hampir selalu bermetastasis secara limfogen kecuali koriokarsinoma
maka kemungkinan merupakan tipe campuran dan sangat mungkin jenis yang menyebar secara hematogen sejak staging awal. Tumor testis kanan dapat
tumor yang menghasilkan AFP. Secara mikroskopis terlihat adanya menyebar ke kelenjar getah bening daerah interaortocaval yang terletak sejajar
sitoplasma yang mengalami vakuolisasi oleh adanya deposit lemak dan dengan hilus ginjal kanan, selanjutnya tumor akan menyebar ke daerah precaval,
glikogen. Tampak pula terlihat badan embrioid dan terlihat seperti embrio preaorta, paracaval, iliaka komunis kanan dan kelenjar getah bening iliaka eksterna
berusia 1-2 minggu yang terdiri dari sebuah ruang yang dikelilingi oleh kanan. Tempat yang menjadi daerah penyebaran tumor testis kiri adalah paraaorta
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas. yang sejajar dengan daerah hilus ginjal kiri, selanjutnya tumor akan menyebar ke
kelenjar getah bening preaorta, iliaka komunis kiri dan iliaka eksterna kiri.
b. Teratoma Dari sebuah pengamatan oleh Donahue, Zachary dan Magnard ( 1982 )
Tumor ini dapat ditemukan pada anak-anak dan dewasa. Tumor ini terdiri memperlihatkan bahwa tumor testis kiri tidak pernah bermetastase ke kelenjar
lebih dari satu lapisan sel germinal yang bervariasi dalam maturasi dan getah bening di sisi kanan, sedangkan tumor testis kanan seringkali bermetastasis
diferensiasinya. ke kelenjar getah bening pada sisi kiri.Terjadinya penyebaran ke kelenjar getah
Secara makroskopis tumor ini tampak berlobus-lobus dan terdiri dari bening di iliaka eksterna distal dan obturator oleh karena invasi tumor ke epididimis
beragam ukuran kista-kista yang berisi materi gelatin dan musin. Secara dan funikulus spermatikus sedangkan penyebaran ke kelenjar getah bening inguinal
mikroskopis, ektoderm mungkin ditunjukkan oleh jaringan neural dan epitel disebabkan terjadi invasi tumor ke tunika albuginea dan ke kulit skrotum. Tempat
skuamosa, endoderm oleh saluran cerna, pankreas dan jaringan teratoma yang paling sering menjadi lokasi penyebaran tumor testis adalah daerah
jenis matur memiliki gambaran struktur yang jinak yang berasal dari retroperitoneal, tempat lainnya yang juga menjadi lokasi penyebaran tumor testis
ektoderm, mesoderm dan endoderm, sedangkan teratoma jenis immatur adalah paru-paru, hepar, otak, tulang, ginjal, kelenjar adrenal, gastrointestinal dan
terdiri dari jaringan primitif yang tidak terdiferensiasi pembentuk sistem limpa.
respirasi sedangkan mesoderm ditunjukkan oleh otot polos atau otot lurik,
jaringan kartilago dan tulang. Gejala dan tanda
Gejala yang paling sering pembesaran testis yang berlangsung gradual yang tidak
c. Koriokarsinoma disertai dengan rasa nyeri. Penegakan diagnosis kanker testis diperlukan untuk
Keganasan ini terlihat sebagai sebuah lesi yang kecil dan biasanya terdapat memutuskan dilakukan terapi definitif ( orchidectomy ) dan sering kali pasien
suatu pendarahan pada bagian tengahnya. Secara klinis, koriokarsinoma mengalami keterlambatan penegakkan diagnosis ( biasanya 3 – 6 bulan ) dan ini
merupakan keganasan yang agresif karena tumor ini menyebar luas secara berkaitan dengan insiden terjadinya metastase tumor. Adanya gejala nyeri akut
hematogen lebih awal. Sebaliknya sebuah lesi kecil pada testis dapat ditemukan 10% kasus dan mungkin berhubungan dengan pendarahan intratestikuler
merupakan suatu metastase jauh dari keganasan di tempat lain. atau oleh adanya proses iskemia/infark.
Keluhan nyeri punggung yang dirasakan penderita, akibat penyebaran tumor ke Pemeriksaan foto rontgen dada dan CT-scan abdomen dan pelvis dilakukan untuk
retroperitoneal. Gejala lain adalah batuk atau sesak yang disebabkan metastase ke mengetahui adanya metastase ke paru dan retroperitoneal yang paling sering
paru, anoreksia,mual dan muntah ( penyebaran ke retroduodenal ) nyeri tulang ( menjadi tempat penyebaran tumor testis. Magnetic resonance imaging ( MRI )
metastease ke tulang ) dan pembengkakan pada ekstremitas inferior ( oleh karena secara umum tidak memberikan informasi gambaran radiologis yang lebih baik
obstruksi vena cava ) dan mungkin saja ditemukan massa di daerah leher ( metastase daripada CT-scan pada kasus tumor testis.
ke kelenjar getah bening supraclavicula ).

Pada pemeriksaan fisik dengan bimanual ditemukannya massa atau pembesaran


yang menyeluruh pada testis biasanya keras dan tidak menimbulkan nyeri tekan dan Pada Pemeriksaan CT scan
mudah dipisahkan dari epididimis. Seringkali tanda ini dikaburkan oleh adanya terlihat adanya pembesaran
hidrocelle tapi dapat diatasi dengan pemeriksaan transiluminasi pada skrotum. kelenjar getah being
Pemeriksaaan pada abdomen dapat ditemukan masa yang besar di daerah interaaortacaval ( panah, A =
retroperitoneal. Perlu juga dilakukan pemeriksaan pada daerah supraclavucula, axilla aorta, C= Vena Cava )
dan inguinal.
Pada 5% kasus tumor sel germinal ditemukan ginekomastia tapi akan lebih besar
pada pasien tumor sel leydig dan tumor sertoli ( 30-50% ), hal ini kemungkinan
berkaitan dengan interaksi yang kompleks antara hormon testosteron, estrogen,
estradiol, prolaktin, human chorionic somatomammotropin dan hCG. Terjadinya
ginekomastia dapat disebabkan atau juga tidak disebabkan oleh hormon-hormon
tersebut. Hubungan antara ginekomastia morfologi tumor primer dan kelainan
endokrin masih belum sempurna dapat diterangkan

Pemeriksaan laboratorium
MRI memperlihatkan gambaran massa
Untuk mendiagnosis dan penatalaksanaan karsinoma testis yaitu α-fetoprotein (
hiointens ( Panah ) pada testis kanan
AFP ), β human chorionic gonadotropin (β hCG ), dan lactic acid dehydrogenase
yang merupakan gambaran tumor
( LDH ).
testis dan testis kiri terlihat normal
Alfa fetoprotein adalah suatu glikoprotein dengan berat molekul 70.000 dalton dan
waktu paruh 4-6 hari, ditemukan pada bayi usia kurang dari 1 tahun, meningkat
dengan kadar yang bervariasi pada pasien dengan non seminoma germ cell tumor (
NSGCT ) dan tidak pernah ditemukan pada kasus seminoma.. Human chorionic
gonadotropin adalah suatu glikoprotein dengan berat molekul 38.000 dalton, waktu
paruhnya 24 jam. Pada orang normal hormon ini secar signifikan tidak dianggap ada
namun meningkat pada pasien dengan NSGCT dan dapat meningkat pada pasien
seminoma ( 7 % ). Lactic acid dehydrogenase adalah enzim intrasel dengan berat
molekul 134.000 dalton. Enzim ini dalam keadaan normal ditemukan di otot ( otot
polos, lurik dan jantung ), hati, ginjal dan otak. Kadarnya meningkat baik pada Staging
pasien NSGCT dan seminoma. Penanda lain yang juga dapat dipakai untuk Boden dan Gibb membagi tumor menjadi :
menunjukkan adanya kanker testis adalah placental alkaline phospatase ( PLAP )dan  Stage A adalah lesi yang hanya ditemukan pada testis
gamma-glutamyl transpeptidase ( GGT ).  Stage B memperlihatkan adanya penyebaran ke kelenjar getah bening regional
 Stage C penyebaran kanker melewati kelenjar getah bening retroperitoneal.
Pemeriksaan pencitraan
Tumor primer testis dapat dengan cepat dan tepat ditentukan dengan melakukan
pemeriksaan ultrasonografi pada testis. Sekali kanker testis terdiagnosis setelah
dilakukan orchiectomy inguinal maka staging harus dilakukan.
Berdasarkan sistem staging oleh The Memorial Sloan-Kettering Cancer Center Stadium dan tingkat penyebaran karsinoma testis ( Peckham ) 5
untuk NSGCT, stage B terbagi menjadi : STADIUM LOKASI TUMOR
 B1 lesi pada kelenjar getah bening retroperitoneal berukuran kurang dari 5 cm I Tumor terbatas pada testis dan rete testis
 B2 lesi pada kelenjar getah bening retroperitoneal berukuran antara 5 – 10 cm IIA Tumor mengenai KGB retroperitoneal,ukuran < 2 Cm
 B3 lesi pada kelanjar getah bening retroperitoneal berukuran lebih dari 10 cm IIB Tumor mengenai KGB retroperitoneal,ukuran 2 – 5 Cm
atau secara klinis tumor dapat teraba pada pemeriksaan palpasi IIC Tumor mengenai KGB retroperitoneal,ukuran > 5 Cm
III Tumor mengenai KGB supraklavikula atau mediastinum
Pada tahun 1996 the American Joint Committee mengemukakan suatu klasifikasi TNM
yang mencoba membuat standar staging secara klinis pada kanker testis, yaitu : IV Metastase ekstralimfatik
 T ( Tumor primer )
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primer
Tis : kanker intratubular ( karsinoma in situ ) Diagnosis Banding
T1 : Tumor terbatas pada testis dan epididimis, tidak terdapat invasi ke Kesalahan dalam membuat diagnosis pada pemeriksaan awal terjadi pada kira-kira
pembuluh darah 25 % pasien dengan tumor testis dan pada akhirnya menimbulkan keterlambatan
T2 : Tumor melewati tunika albugenia atau terdapat invasi ke pembuluh dalam penatalaksanaannya dan kesalahan yang bersifat fatal berupa tindakan
darah pembedahan melalui approach yang keliru ( insisi pada skrotum ) untuk melakukan
T3 : Tumor mencapai funikulus spermatikus eksplorasi testis.
T4 : Tumor mencapai kulit skrotum Epididimitis atau epididimoorchitis.
Pada keadaan awal epididimitis memperlihatkan gejala berupa pembesaran, nyeri
 N ( Kelenjar getah bening regional ) tekan pada epididimis yang sangat jelas terpisah dari testis, tapi pada keadaan
Nx : Adanya metastase ke kelenjar getah bening tidak dapat ditentukan lanjut dengan peradangan yang menjalar ke testis maka gejala-gejala tadi akan
N0 : Tidak terdapat metastase ke kelenjar getah bening melibatkan juga testis. Adanya riwayat demam, discharge uretra dan gejala
N1 : Terdapat metastase ke kelenjar getah bening dengan ukuran lesi iritatif pada berkemih lebih memungkinkan untuk mendiagnosis epididimis.
≤ 2 cm dan melibatkan ≤ 5 kelenjar geatah bening Pemerksaan dengan USG dapat menentukan bahwa pembesaran berasal dari
N2 : Metastase > 5 kelenjar, ukuran massa 2-5 cm epididimis dan bukan dari testis.
N3 : Ukuran massa > 5 cm
Hidrokel,
 M ( metastase jauh ) Pemeriksaan transiluminasi skrotum dapat dengan mudah membedakan antara
Mx : Adanya metastase jauh tidak dapat ditentukan adanya cairan pada hidrokel dengan masa padat pada tumor testis. Pada 5-10%
M0 : Tidak terdapat metastase jauh pasien dengan tumor testis ditemukan adanya hidrokel dengan demikian apabila
M1 : Ditemukan adanya metastase jauh dengan pemeriksaan fisik terdapat kesulitan dalam membedakan keduanya maka
pemeriksaan USG merupakan suatu keharusan.
 S ( Tumor marker pada serum )
Sx : Tumor marker tidak tersedia Spermatokel,
S0 : Nilai kadar tumor marker pada serum dalam batas normal Massa kistik pada epididimis, hematokel oleh karena trauma, varikokel dan
S1 : Nilai kadar Lactic acid dehydrogenase (LDH) < 1,5 x nilai normal orchitis granulomatosis yang sering disebabkan oleh tuberkolosis. Tuberkulosis
dan nilai kadar hCG < 5000 mlU/ml dan AFP < 1000 ng/ml pada testis hampir selalu berasal dari infeksi kuman ini pada epididimis.
S2 : Nilai kadar LDH 1,5 x nilai normal atau hCG 5000-50.000 mlU/ml atau Merupakan hal yang sangat sulit untuk membedakan pembengkakan oleh radang
AFP 1000-10.000 ng/ml tuberkulosis dengan massa tumor testis, oleh karena itu jika pada pemberian
S3 : LDH > 10 x normal atau hCG > 50.000 mlU/ml atau AFP OAT didapatkan respon yang lambat maka sebaiknya dilakukan eksplorasi testis.
 10.000ng/ml
Penatalaksanaan Perlu diperhatikan pasien-pasien dengan penyakit ginjal tapal kuda (
Prinsip penanganan pasien dengan tumor sel germinal adalah merujuk pada riwayat hourse shoe kidney ) dan inflammatory bowel disease maka terapi radiasi
alamiah dari tumor, staging klinis dan efektivitas pengobatan. Tindakan merupakan kontraindikasi dan kemoterapi adalah terapi pilihan pada pasien
orchiectomi radikal adalah tindakan bedah yang harus dilakukan. Apabila dari seminoma dengan kelainan ini. Obat-obat kemoterapi yang digunakan adalah
serangkaian pemeriksaan adanya kanker testis tidak dapat di singkirkan maka bleomycin, etoposide dan cisplatin ( BEP ).
tindakan ini dapat dikerjakan. Tindakan biopsi melalui skrotum atau membuka
testis harus dihindari. Penatalaksanaan selanjutnya tergantung pada hasil Nonseminoma
pemeriksaan histopatologi dan staging tumor secara patologi. Retroperitoneal lymph node dissection ( RPNLD ) merupakan tindakan
operasi yang standar dilakukan pada pasien dengan tumor nonseminoma stage
A. Penatalaksanaan tumor dengan staging I ( T1-T3, N0, M0, S0 ) IIA dan IIB yang pada hasil pemeriksaan tumor marker ( AFP ) normal, jika
terdapat peningkatan kadarnya dalam darah dan timbul gejala dan tanda adanya
Seminoma
kelainan sistemik akibat metastase tumor maka terapi yang harus dilakukan
Pasien yang secara klinis menunjukkan gejala dan tanda tumor yang terbatas
adalah pemberian kemoterapi primer yang terdiri dari bleomycin, etoposide dan
pada testis, pemberian radiasi adjuvant terhadap kelenjar getah bening
cisplatin ( BEP ), vinblastin, cyclophosphamide, dactinomicyn, bleomycin, dan
retroperitoneal dan kemoterapi adalah pilihan terapi paska orchiektomi.
cisplatin ( VAB-6 ) dan cisplatin-etoptoside.
Radiasi adjuvan masih merupakan terapi pilihan pada penderita seminoam stage
Cisplatin diberikan sebanyak dua siklus jika ditemukan :
I ( T1-T3, N0, M0, S0 ) seperti juga pada jenis nonseminoma.
Dengan melakukan orchiektomi radikal dan radioterapi pada daerah  Lebih dari 6 kelenjar getah bening terkena.
retroperitoneal ( biasanya 2500-3000 cGy ), paraaorta dan pelvis ipsilateral maka  Terdapat massa tumor yang berukuran lebih dari 2 cm.
95% seminoma stage I dapat sembuh. Seminoma merupakan tumor yang  Adanya tumor di luar kelenjar getah bening.
radiosensitif. Penelitian terakhir membuktikan bahwa sekitar 15% pasien
dengan staging I klinis telah menyebar ke daerah retroperitoneal. Meskipun efek Jika terjadi kekambuhan maka pemberian cisplatin dapat dilakukan sebanyak
samping pemberian radiasi dosis rendah jarang terjadi tapi pada pemberian 3-4 siklus.
dalam jangka waktu lama pada beberapa laporan menunjukkan adanya
infertilitas, komplikasi pada saluran cerna dan kemungkinan radiasi menginduksi C. Penatalaksanaan tumor dengan staging III ( T1-T4, N0-N3, M1-M2, S0-S3 )
timbulnya keganasan lain. Seminoma
Penatalaksanaan seminoma staging tinggi ( high tumor burden ) yang meliputi
Nonseminoma pasien dengan tumor yang telah mengalami penyebaran yang luas, ukuran tumor
Orchiektomi inguinal saja mampu menyembuhkan 60-80% pasien. Tindakan yang besar, terdapat metastase ke viseral dan kelenjar supradiafragma termasuk
retroperitoneal lymph node dissection ( RPLND ) perlu dilakukan dengan juga pasien yang masuk dalam staging IIC ( T1-T4, N0-N3, M1-M2, S0-S3 )
tujuan terapi dan diagnostik. Penyebaran dapat terjadi pada kira-kira 30% pemberian cisplatin dapat mengobati 60-70% pasien. Terdapat pembagian
pasien dengan nonseminoma yang secara klinis masuk dalam staging I (occult seminoma pada staging ini berdasarkan respon terhadap pengobatan yaitu :
metastase) sehingga pada klasifikasi patologi masuk dalam staging IIA.  Seminoma dengan prognosis baik
Tindakan RPLND dilakukan melalui thoracoabdominal approach3 Pasien ini memiliki kemungkinan sembuh yang tinggi dengan respon
terhadap terapi mencapai 88-95%. Regimen obat yang diberikan berupa
B. Penatalaksanaan tumor dengan staging II ( N1-N3 ) etoposide dan cisplatin sebanyak 4 siklus atau dapat diberikan BEP
Seminoma sebanyak 3 siklus.
Seminoma staging II ( stage IIA dan IIB ) memiliki angka kesembuhan ( cure  Seminoma dengan prognosis buruk
rate ) 85 – 95 %. Termasuk dalam staging ini adalah pasien dengan tumor yang Pasien dengan respon yang buruk terhadap kemoterapi memiliki respon
telah bermetastase ke daerah retroperitoneal yang berukuran tranversal kurang rate sebesar 40% dan pasien ini dapat diberikan BEP sebanyak 4 siklus.
dari 5 cm dengan staging N1-N3. Sebagai terapi pilihan tumor pada staging II
adalah radioterapi dengan angka kekambuhan kurang dari 5 % dengan 5-years
survival ratenya 70 – 92 %. Pada pasien dengan ukuran tumor di retroperitoneal
lebih dari 5 cm ( N3 ) kira-kira setengahnya akan bermetastase keluar regio
tersebut.
Nonseminoma Orchiektomi radikal
Pasien dengan massa tumor yang besar di daerah retroperitoneal ( lebih dari 3 cm Indakasi  kecurigaan adanya tumor testis. Kecurigaan tumor testis apabila pada
atau terdapat pada 3 slice CT-scan ) atau terdapat metastase maka terapi dengan pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa yang irreguler yang berasal dari testis,
kemoterapi primer merupakan keharusan setelah dilakukan orchiektomi. Jika tidak terdapat keluhan nyeri. Kecurigaan ini harus dipastikan melalui pemeriksaan
hasil pemeriksan tumor marker normal dan pemeriksaan radiologi terlihat adanya Doppler ultrasonografi pada skrotum. Adanya tumor testis diperlihatkan oleh
massa maka harus dilakukan tindakan reseksi karena massa tersebut 20% gambaran hipoekoik yang hipervaskuler pada lesi intratestikuler. Tindakan ini
merupakan sisa massa tumor, 40% adalah teratoma dan 40 % merupakan massa dilakukan untuk menentukan diagnosis histopatologi dan staging T.. Pada sedikit
tumor yang mengalami fibrosis. Beberapa ahli menganjurkan tetap perlu kasus memang terjadi hal yang tidak diinginkan tetapi ini disebabkan oleh karena
dilakukan RPNLD karena lebih dari 10% kasus tetap ditemukan massa tumor, tumor spillage, orchiectomy subtotal atau operasi melalui transscrotal ( whitmore,
walaupun hasil kemoterapi menunjukkan hasil yang sangat baik perlu dilakukan 1982 ).
evaluasi kadar tumor marker selama pemberian kemoterapi untuk mengetahui Tindakan orchiectomy dilakukan dengan anestesi umum ataupun anestesi lokal
respon tumor terhadap pengobatan. 3 dan dapat dilakukan pada pasien-pasien rawat jalan. Pasien dalam posisi supine
dengan skrotum ditempatkan dalam medan operasi yang steril. Dilakukan insisi
Protokol Penatalaksanaan Tumor Testis Nonseminoma di FKUI/RSCM oblique pada daerah inguinal kira-kira 2 cm diatas tuberculum pubicum dan
STADI KGB OPERASI JENIS KEMOTERAPI dapat diperlebar sampai ke skrotum bagian atas untuk mengangkat tumor yang
UM berukuran besar.
I Negatif RPLND BEP 2x bila Karsinoma Insisi pada fasia Camper dan Scarpa sampai ke aponeurosis obliqus eksternus
ipsilateral Embrional, pT≥2,invasi dilanjutkan dengan menginsisi aponeurosis sesuai dengan arah seratnya sampai
vaskuler mencapai anulus inguinalis internus.
IIA < 2 Cm RPLND BEP 2x Identifikasi nervus ilioinguinalis dan funikulus spermatikus setinggi anulus
ipsilateral inguinalis internus dibebaskan dan diisolasi dengan menggunakan klem
IIB 2 – 5 Cm RPLND BEP 2x atraumatik atau turniket penrose 0,5 inchi.
ipsilateral Testis dan kedua tunika pembungkusnya dikeluarkan dari skrotum secara
IIC > 5 Cm BEP 4x tumpul dengan hati-hati, jika akan dilakukan biopsi atau subtotal orchiectomy,
III Supraklavikula BEP 4x pengeleluaran testis dari skrotum dilakukan sebelum membuka tunika vaginalis
atau dan menginsisi jaringan testis.
mediastinum Orchiectomy radikal diakhiri dengan memasukkan funikulus spermatikus ke
IV Ekstralimfatik BEP 4x dalam anulus inguinalis internus dan meligasi pembuluh darah vas deferen dan
funikulus spermatikus secara sendiri-sendiri.
Protokol Penatalaksanaan Tumor Testis Seminoma di FKUI/RSCM Dilakukan irigasi pada luka dan skrotum dan hemostasis lalu dapat dilalukan
pemasangan protease testis.
STADIUM PENATALAKSANAAN
Selanjutnya dilakukan penutupan aponeurosis muskulus obliqus eksternus
I Radioterapi ipsilateral
dengan benang prolene 2-0, fasia scarpa dijahit dengan benang absorbable dan
IIA Radioterapi ipsilateral dan booster pada lesi
selanjutnya dilakukan penutupan kulit. Dressing dengan penekanan pada
yang terlihat
skrotum dapat meminimalisasi terjadinya udema paska operasi.
IIB Radioterapi ipsilateral dan booster pada lesi
yang terlihat
IIC BEP 4x
III BEP 4x
IV BEP 4x
Komplikasi orkiektomi radikal adalah :
 Pendarahan, yang terlihat dengan adanya hematoma di skrotum atau
retroperitoneal.
 Infeksi luka operasi.
 Trauma pada nervus ilioinguinal yang mengakibatkan terjadinya hipoestesia
pada tungkai ipsilateral dan permukaan lateral skrotum.

Hasil dan Prognosis


Seminoma
Setalah dilakukaan orkiectomi radikal dan pemberian radiasi eksterna, maka pada
pasien seminoma stage I 5-years disease-fre surviva rate mencapai 95% dan 92-94%
pada seminoma stage IIA. Pada pasien dengan staging yang lebih tinggi yang telah
menjalani orkiektomi radikal yang diikuti dengan pemberian kemoterapi maka 5-
years disease-fre surviva rate nya 35-75%.

Nonseminoma
Pasien pada stage I yang menjalani orkiektomi radikal dan RPLND memiliki 5-years
disease-fre surviva rate yang tinggi mencapai 96-100%. Pada pasien stage II dengan
massa tumor yang kecil dan telah menjalani orkoiektomi radikal dan kemoterapi 5-
years disease-fre surviva rate nya mencapai 90% sedangkan pasien pada stage ini
tapi dengan massa tumor yang besar yang telah dilakukan orkiektomi radikal diikuti
Figure 82–1. Approach for radical inguinal orchiectomy. The incision is shown in dengan kemoterapi dan RPLND memiliki 5-years disease-fre surviva rate sebesar
the inset. The external oblique fascia is divided in line with its fibers down to the 55-80%.
external inguinal ring.
Tindak Lanjut
Pasien yang telah menjalani tindakan RPLND atau radioterapi memerlukan
pengamatan lanjutan setiap 3 bulan selama 2 tahun, lalu setiap 6 bulan selama 5
tahun selanjutnya setiap satu tahun. Pada setiap kunjungan haruslah dilakukan
pemeriksaan fisik pada sisa testis, abdomen dan kelenjar getah bening sekitarnya,
perlu pula dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan kadar AFP,
hCG dan LDH. Selain itu perlu pula dilakukan pemeriksaan foto rontgen thorak dan
abdomen.
Evaluasi respon pengobatan menurut kriteria UICC (1987 ) :
1. Ukuran tumor yang dievaluasi paska pengobatan, berupa :
a. Penurunan ukuran tumor dan atau ukuran metastase tumor, penurunan 2x
ukuran diameter yang saling tegak lurus dalam centimeter.
b. Perbaikan yang tidak dapat diukur, rekalsifikasi lesi tulang osteolitik,
perkiraan penurunan ukuran lesi seperti pada massa abdomen.

2. Durasi remisi
Waktu yang diukur sejak mulai pengobatan sampai munculnya tumor baru
( ukuran tumor lebih dari 25% dari hasil 2x pengukuran diameter tumor ) ,
Figure 82–2. After the cord has been controlled with a tightened Penrose drain or diukur sebelum dan sesudah pengobatan. Remisi dinyatakan dalam hari, minggu
rubber-shod clamp, the testicle is mobilized out of the scrotum using blunt dan bulan.
dissection.
Algoritma penatalaksanaan seminoma dan nonseminoma
berdasarkan staging klinis
TUMOR TESTIS NON SEL GERMINAL Hal yang penting diperhatikan bahwa 4/5 pasien gonadoblasoma secara fenotip
1. Tumor sel leydig adalah wanita dan pada penderita pria murni biasanya menderita kriptokidisme
dan hipospadia.
Tumor sel leydig adalah tumor testis non sel germinal meliputi 1-3% dari seluruh
Terapi pilihan untuk gonadoblastoma adalah orchiektomi radikal. Jika
tumor testis. 25% terjadi pada anak-anak, dangan 5-10% merupakan tumor
ditemukan adanya disgenesis kelenjar gonad maka tindakan gonadektomi
bilateral. Terdapat jenis yang jinak dan ganas.
kontralateral selain dari pengangkatan kelenjar gonad yang terkena merupakan
Penyebab tumor jenis ini tidak diketahui dan tidak seperti pada tumor testis sel
indikasi dari kelainan ini karena gonadoblastoma cenderung untuk mengenai
germinal yang dihubungkan dengan kriptokidisme maka tumor sel leydig tidak
kedua testis.
dikaitkan dengan kelainan tersebut. Tampak adanya lesi kecil yang berwarna
kekuningan tanpa adanya gambaran hemoragi dan nekrosis. Terdapat sel-sel
heksagonal yang granuler dengan sitoplasma yang berisi vakuola-vakuola lemak.
Temuan klinis yang dapat ditemukan pada penyakit ini berupa virilization pada
pasien usia pra pubertas dan merupakan suatu tumor jinak. Pada pasien dewasa
biasanya tidak bergejala meskipun pada 20-25% kasus terdapat adanya
ginekomastia dan tumor bersifat ganas pada 10% kasus. Pada pemeriksaan
laboratorium terdapat peningkatan kadar 17-ketosteroid serumdan urin dan juga
kadar estrogen. Pemeriksaan 17-ketosteroid penting untuk membedakan jenis
jinak dengan yang ganas, peningkatan 10-30 kali kadar enzim ini adalah pertanda
untuk tumor ganas dan indikasi untuk dilakukan RPLND.
Terapi inisial dari tumor ini adalah orchiektomi radikal. Peran kemoterapi untuk
tumor ini maih belum dapat ditentukan karena kasus tumor sel leydig sangatlah
jarang. Progonosis tumor sel leydig jenis jinak sangat baik sedangkan untuk jenis
yang ganas prognosisnya buruk.

2. Tumor sel sertoli


Tumor sel sertoli merupakan kasus yang sangat jarang, hanya meliputi kurang
dari 1% dari seluruh kasus tumor testis. Dari seluruh kasus tumor sel sertoli 10%
nya merupakan jenis ganas sedangkan sisanya merupakan lesi jinak. Pada lesi
jiank terlihat sel-sel dengan gambaran yang baik seperti pada sel leydig normal
sedangkan pada jenis ganas terlihat sel dengan batas-batas yang tidak jelas.
Secara mikroskopis tampak sel-sel yang heterogan yang merupakan campuran
dari sel epitel dan sel stroma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa
tumor pada testis dan terjadi virilisasi pada penderita anak-anak. Pada 30%
kasus ditemukan adanya ginekomastia pada pasien dewasa.
Tindakan orchiektomi merupakan terapi awal untuk tumor ini dan RPLND
diindikasikan untuk jenis tumor ganas. Peran kemoterapi dan radioterapi untuk
tumor sel sertoli masih belum jelas.

3. Gonadoblastoma
Gonadoblastoma hanya meliputi 0,5% dari seluruh kasus tumor testis dan hampir
selalu ditemukan pada pasien dengan disgenesis testis. Penderita tumor ini
sebagian besar dijumpai pada usia dibawah 30 tahun.
Manifestasi klinis yang terlihat pada kelainan ini berkaitan dengan keadaan yang
mendasari timbulnya gonadoblastoma yaitu adanya disgenesis kelenjar gonad.
URETER Suplai darah ureter disuplai oleh cabang dari arteri renal, aorta, gonadal, iliaka,
mesenterik dan arteri vesikal. Serat nyeri menghantarkan rangsang kepada segmen
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 T12-L2. Drainase limfatik ureter mengalir ke nodus limfatikus regional. Tidak ada
saluran limfe yang berlanjut dari ginjal sampai kandung kencing. Nodus limfe
regioal yang menampung drainase adalah nodus limfatikus iliaka komunis, iliaka
Anatomi eksterna dan hipogastrikus.
Ureter terbagi menjadi dua atau tiga bagian. Pada ureter yang terbagi dua, yaitu Ureter terdiri dari otot yang memanjang berbentuk tabung/silinder, menghubungkan
ureter proksimal dan ureter distal. Ureter proksimal terletak diatas pembuluh darah pelvis ginjal dengan kandung kemih dan berjalan retroperitoneal. Panjang normal
iliaka communis dan secara esensial meliputi ureter 1/3 proksimal pada konsep ureter pada dewasa adalah 25-30 cm dan diameternya sekitar 5 mm, tergantung dari
ureter yang dibagi tiga segmen. tinggi badannya. Secara histologis, dari lapisan luar disusun oleh lapisan serosa, otot
Pada pembagian ureter yang terbagi tiga, ureter sepertiga media meliputi segmen polos dan di bagian dalam oleh lapisan mukosa. Lapisan otot polos terdiri dari 2
yang overlaps dengan tulang sacrum. Sedangkan ureter 1/3 distal meliputi ureter lapisan sirkuler yang dipisah oleh sebuah lapisan longitudinal.
yang terdapat pada juxtavecicular junction yang terletak dibawah tulang iliaca.
Ureter dapat dibagi menjadi 3 segmen, yaitu :
Ureter mengalirkan urine dari ginjal ke vesica urinaria. Panjangnya 25 cm dan 1. Ureter proksimal  segmen yang berlanjut dari sambungan ureteropelvis
mempunyai 3 penyempitan sepanjang perjalannya pada : ginjal ke area tempat persilangan antara ureter dengan persendian sakroiliaka,
1. Pelvic-ureteric junction 2. Ureter medial  antara tulang pelvis dan vasa iliaka,
2. Waktu ureter menyilang didepan A.iliaca communis ketika melewati pinggir 3. Ureter pelvis atau distal  berlanjut dari vasa iliaka ke kandung kencing.
panggul.
3. Waktu ureter menembus dinding vesica urinaria.

Ureter keluar dari hilus ginjal dan berjalan vertikal ke bawah dibelakang peritoneum
parietale sepanjang sisi medial m. Psoas mayor yang memisahkannya dari ujung-
ujung processus tranversus vertebrae lumbales. Ureter masuk ke rongga panggul
dengan menyilang didepan a.Iliaca communis, kemudian berjalan ke arah
posterolateral pada dinding lateral pelvis menelusuri pinggir anterior incisura
ischiadica major hingga mencapai spina ischiadica. Dari sini ureter membelok
kearah antero medial dan berjalan tepat diatas diaphragma hingga mencapai basis
vesicae pada suatu titik tepat dibelakang tuberculum pubicum. Kearah posterior
ureter kanan dan kiri berhubungan dengan m. Psoas major, n.genitofemoralis dan
bagian distal A. Iliaca communis. Kearah inferior ureter kanan dan kiri tertutup oleh
peritoneum dan disilang oleh a. Spermatica interna. Selain itu disebelah anterior
ureter kanan berhubungan dengan: duodenum bagian II, A/V. Colica dextra dan
ileocolica, mesentrium dan iluem terminal, dan terletak disebelah kanan V.cava
inferior. Sedangkan disebelah anterior ureter kiri: disilangi A/V. Colica sinistra,
mesocolon sigmoideum dan colon sigmoideum, dan terletak disebelah kiri A.
Mesentrica inferior.
Di abdomen ureter bersilangan dengan arteri spermatica interna atau arteri ovaria. Di
pelvis, bersilangan dengan akhir dari ductus deferens dan pada wanita dengan arteri
uterina. Ureter kiri menyilang di anterior arteri mesenterika inferior dan vasa
sigmoid. Ureter kanan menyilang di vasa kolika dextra dan vasa ileokolika. Saat
turun ke pelvis, ureter berjalan di anterior vasa iliaka tetapi di posterior vasa gonade.
Pada laki-laki, ureter menyilang di anterior ligamen umbilicus medialis, dan
sebelum memasuki kandung kencing, berjalan di bawah vas deferens. Pada wanita,
ureter berjalan posterior dari ovarium, lateral dari ligamen infundibulopelvis dan
medial dari vasa ovarium.
Kolik Ureter ----------------------------------------------- RD-Collection 2002

Kolik ureter adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya sumbatan pada ureter
.Sumbatan ini dapat disebabkan oleh adanya batu, tumor, maupun jendalan darah,
namun batu merupakan sebab yang terbanyak. Dengan adanya sumbatan tersebut
akan mengakibatkan regangan kapsula renalis disertai hiperperistaltik dan spasme
dari otot polos ureter, yang akibatnya akan timbul rasa nyeri.
Di USA kejadian batu di saluran kemih adalah 1:1000 , dengan insidensi tertinggi
pada dekade tiga hingga lima, serta perbandingan laki-laki dengan wanita adalah 3:1
Selama ini penanganan pada pasien dengan kolik ureter adalah dengan pemberian
anti spasmodik. Sebab-sebab dari kolik sendiri jarang mendapatkan perhatian,
sehingga sering terjadi kolik yang berulang pada pasien tersebut, dimana rasa nyeri
dari kolik ini akan sangat mengganggu dan menyiksa pasien. Karena itu penting
untuk diketahui sebab dari kolik tersebut, sehingga dapat dilakukan pengobatan yang
optimal. Dengan demikian akan dapat dihindari timbulnya komplikasi dari adanya
batu di ureter.
Dikatakan bahwa 90% batu saluran kemih, pada pemeriksaan foto polos
abdomen(KUB) akan memberikan gambaran berupa bayangan putih (radioopak)
dan sisanya 10 % akan memberikan gambaran hitam(radiolusen), sehingga dengan
pemeriksaan Rontgen KUB dan IVP dapat ditentukan adanya batu maupun tempat
obstruksi pada saluran kemih tersebut

Definisi
Kolik ureter adalah suatu nyeri yang biasanya datang secara tiba-tiba yang berasal
dari ginjal dan menyebar ke lipat paha atau organ genitalia eksterna yang bersifat
intermitten atau koliki dengan disertai gejala gastro intestinal berupa perut
kembung, mual, muntah dan obstipasi serta gejala kardio vaskuler seperti takikardia
dan keluar keringat dingin,. Sedangkan nyeri renal adalah suatu nyeri yang biasanya
Gb1. Sistem urogenital dan vaskularisasi Gb 2. Lokasi Penyempitan ureter dirasakan sebagai nyeri yang timbul dan menetap di angulus kosto vertebralis yaitu
lateral dari M. Sacrospinalis dan dibawah iga XII.
Fisiologi Seperti kolik ureter, nyeri renal ini juga diikuti gejala gastro intestinal berupa mual
dan perut kembung .Kolik ureter ini timbul karena adanya obstruksi pada ureter
Fungsi ureter adalah mengalirkan urine dari pelvis ginjal menuju kandung kencing oleh batu, jendalan darah ataupun tumor, namun batu merupakan sebab yang utama
dengan cara kontraksi peristaltik ritmik. Pada laki-laki terjadi 1-5 kali tiap menit. Dengan adanya sumbatan tersebut akan mengakibatkan regangan kapsula renalis
Pergerakan peristaltik dikendalikan oleh dua lapisan otot ureter, longitudinal dan disertai hiperperistaltik dan spasme dari otot polos ureter, yang akibatnya akan
sirkuler. Susunan pertemuan ureterovesical sedemikian rupa sehingga kenaikan timbul rasa nyeri.. Nyeri ini akan menjalar dari angulus kosto vertebralis (pinggang)
tekanan intravesika akan menutup orifisium ureter dan akhirnya dapat mencegah kearah depan bawah, kebagian bawah perut sepanjang perjalanan ureter. Pada laki-
refluks. Urine masuk ke dalam kandung kencing dengan cara menyemprot. Secara laki nyeri ini akan menjalar hingga testis apabila terdapat sumbatan di bagian
berkala, kontraksi otot longitudinal ureter akan membuka orifisium untuk proksimal ureter. Dan menjalar kearah skrotum apabila terdapat sumbatan di ureter
mengalirkan urine masuk ke dalam kandung kencing. bagian distal, sedangkan pada wanita nyeri ini dapat menyebar sampai vulva apabila
sumbatan tersebut berada di bagian distal ureter
Batu Ureter Distal ------------------- RD-Collection 2002
Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih, terutama pada tempat-tempat yang
sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu pada system kalises ginjal
atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelviokalises (stenosis uretero-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis merupakan keadaan-keadaan yang
Insiden penyakit batu saluran kemih di Indonesia menempati urutan terbanyak di memudahkan terjadinya pembentukan batu. Kecenderungan terjadinya batu menurut
bidang urologi. Batu saluran kemih merupakan penyakit nomer 3 tersering di dalam para penyidik mengikuti suatu tata cara tertentu yaitu:
bedah urologi setelah infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat jinak. Di USA 1. Adanya supersaturasi dari zat pembentuk batu.
angka kejadian batu saluran kemih ini adalah 1 : 1000 penduduk, penyakit ini dapat 2. Adanya faktor yang menyebabkan kristalisasi zat tersebut
terjadi pada semua golongan umur tetapi jarang terjadi pada anak dibawah 10 tahun 3. Adanya zat yang menyebab kristal berkumpul jadi satu.
dan orang tua diatas 65 tahun Insidensi tertinggi penyakit ini terjadi pada umur 30 –
50 tahun, dengan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 3 : 1 Dasar Proses kimia - fisika
Hal ini berhubungan dengan lebih banyaknya pembentukan batu kalsium pada Proses dasar pembentukan batu adalah supersaturasi. Seperti yang terjadi dalam
perempuan, akibat kandungan asam sitrat yang berkurang pada usia menopause gelas berisi air. Bila di dalamnya terkandung garam atau kristal sodium dalam
Untuk negara berkembang saat ini lebih banyak ditemukan adanya batu di saluran jumlah kecil, maka larut dalam air. Bila dilakukan penambahan garam
kemih bagian atas, seperti di ginjal (nephrolithiasis), di ureter (ureterolithiasis). terus-menerus, suatu saat akan tercapai suatu konsentrasi di mana garam tersebut
Sebaliknya dengan negara yang sedang berkembang, maka akan lebih banyak tidak dapat lagi larut dalam air. Pada konsentasi ini, dikatakan garam tersaturasi.
didapatkan batu di saluran kemih bagian bawah, seperti di kandung kencing Bila garam ditambahkan terus, maka akan mengendap, jika pH atau suhu tidak
(vesicolithiasis). Hal ini terjadi karena pada sebagian besar negara sedang berubah, tidak ditambahkan zat/ bahan lain yang membantu kelarutan garam dalam
berkembang adalah merupakan negara agraris dengan pendapatan perkapita yang air. Titik saturasi di mana mulai terjadi kristalisasi, disebut thermodynamic solubility
rendah sehingga konsumsi dari protein nabati akan lebih banyak dibanding protein product (Ksp).
hewaninya. Sehingga pH urin akan berkurang keasamannya dan keadaan ini akan Ksp, adalah suatu konstanta, sama dengan hasil konsentrasi komponen kimia murni
mengakibatkan mudahnya terjadi pembentukan batu magnesium ammonium dalam keseimbangan antara komponen terlarut dan komponen pelarut. Ksp, kalsium
phospat. Serta masih dominannya penyakit infeksi di negara yang sedang oksalat monohidrat dalam air suling pada 37oC adalah 2,34 x 10-9. Begitu juga yang
berkembang tersebut terjadi dalam urin. Bila konsentrasi kalsium dan oksalat lebih tinggi dari Kspnya,
Pengobatan batu ureter sangat tergantung dari ukuran batu, lokasi batu dan fungsi maka akan mengendap. Tetapi di dalam urin terdapat zat-zat inhibitor dan molekul
ginjal. Modalitas pengobatan batu ureter pada dekade terakhir ini mengalami lain yang memungkinkan konsentrasi kalsium oksalat tidak mengendap walaupun
perkembangan yang sangat pesat dengan adanya tehnik ureteroskopi (URS), melampui Kspnya. Keadaan ini, dikatakan, urin metastabel terhadap kalsium oksalat.
lithoclast dan pemecah batu dengan gelombang kejut Extracorporeal Shock Wave Bila konsentrasi kalsium oksalat ditingkatkan lagi, akan tercapai konsentrasi di mana
Lithotripsy (ESWL). tidak dapat lagi larut dalam urin. Konsentrasi ini disebut Kf yang merupakan
Berbeda dengan batu ureter distal yang masih kontroversial menyangkut keadaan formation product kalsium oksalat dalam urin. Pada umumnya, komponen
individu, biaya pengobatan, keinginan pasien, waktu pemulihan yang singkat, pembentuk batu, dalam urin, berada dalam konsentrasi metastabel antara Ksp, dan Kf.
rerata morbiditas, fasilitas setempat, dan keterampilan ahli urologi. Sejak Perez Setiap senyawa mempunyai Kf tertentu pada suhu dan pH tertentu. Faktor suhu tidak
Castro tahun 1980 berhasil melakukan ureteroskopi pertama kali dengan alat yang terlalu penting, karena suhu manusia relatif konstan (37oC). Yang banyak
dirancang khusus untuk pengeluaran batu ureter, perkembangan tehnik pengeluaran berpengaruh adalah pH urin. Berbeda dengan air, didalam urin terdapat molekul lain
batu ureter melalui ureteroskopi mempunyai angka rerata keberhasilan yang sangat yang dapat berinteraksi, sehingga dapat mengubah kelarutannya. Misalnya urea,
tinggi terutama ditemukannya ultrasonik litotriptor, elektrohidrolik litotriptor, dan asam urat, asam sitrat dan kompleks mukoprotein.
laser litotriptor, dan swiss lithoclast. Terdapat beberapa pilihan terapi untuk
penatalaksaan batu ureter distal yaitu: Observasi (watchfull waiting) dengan
ditambah terapi farmakologi, URS, ESWL, serta operasi terbuka.
Komposisi batu.
Batu saluran kemih ini tersusun dari komponen matriks yang berupa suatu
mukoprotein yang diperkuat sejumlah hexose dan hexosamine dengan kristaloid
Etiologi (kalsium, oksalat, fosfat, asam urat, sodium, sitrat, magnesium, sulfat). Dimana
Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Gerakan matriks tersebut akan membentuk suatu kerangka beton dengan di sela-selanya terisi
peristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga akan menimbulkan kristal, sehingga membentuk suatu masa yang padat.
kontraksi yang kuat.
Komponen matriks ini menyusun 2 – 10 % dari keseluruhan komponen batu, dapat 3. Defisiensi zat protektif dalam urin
juga matriks ini berfungsi sebagai nidus untuk menempelnya kristaloid-kristaloid Zat protektif ini dapat mencegah terjadinya presipitasi garam-garam kalsium
tadi. Jenis dari batu saluran kemih ini akan ditentukan oleh kristal–kristal walaupun telah melewati solubility product. Diantaranya adalah mukoprotein,
penyusunnya. Sebagian besar batu terdiri dari campuran berbagai jenis kristal, pada magnesium, sitrat dan lain-lain. Zat-zat tersebut terdapat didalam urin yang
analisis batu akan dapat diketahui jenis kristal tersebut. Pemeriksaan analisis ini normal, sehingga apabila kandungan zat tersebut berkurang maka garam-garam
penting untuk membantu menentukan faktor penyebab dari timbulnya batu tersebut, kalsium akan mudah mengkristal. Sehingga pada wanita yang telah menopause
sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan kekambuhan.. dimana kandungan sitratnya berkurang akan lebih mudah terbentuk batu
kalsium, dibandingkan dengan yang belum menopause ataupun laki-laki
Patogenesis .
Penyebab terbentuknya batu hingga saat ini belum pasti, namun ada beberapa faktor 4. Nidus batu( papilari nekrosis)
yang sudah diketahui mempunyai peranan dalam pembentukan batu, yaitu : Pada beberapa keadaan seperti diabetes mellitus ataupun pielonefritis dapat
terjadi nekrosis dari papila ginjal, papila ini kemudian terlepas dan tersangkut
1. Supersaturasi
disuatu tempat dan menjadi inti dari batu.
Bertambah tingginya kristaloid bisa diakibatkan oleh sekresi zat yang bertambah
atau berkurangnya volume urin sedangkan ekskresi tetap, atau oleh kedua hal
tersebut. Berkurangnya volume urin ini bisa disebabkan oleh intake air yang 5. Infeksi
kurang atau oleh kehilangan air yang banyak, misalnya oleh karena banyak Sering kali batu terbentuk pada ginjal yang terinfeksi, terutama infeksi oleh
keringat, diare, dan lain lain . Urin merupakan larutan berbagai macam zat, dari bakteri yang mempunyai enzim pemecah urea. Batu infeksi ini mempunyai
yang mudah larut sampai yang sukar larut. Pada keadaan undersaturated setiap komposisi berupa magnesium amonium fosfat.
jenis zat berada dalam keadaan larut. Bila konsentrasi zat bertambah, pada suatu
saat konsentrasinya melewati ambang solubility product, dan larutan dalam
keadaan metastable. Dalam keadan ini zat akan mudah mengkristal bila terjadi Pembentukan batu
ketidak seimbangan atau bila ada benda asing yang berperan sebagai nidus. Bila 1. Primer
konsentrasi zat terus bertambah dan melewati ambang formation product, maka Pembentukan batu yang terjadi pada saluran kemih yang normal, batu ini
larutan dalam keadaan labil, dalam keadaan ini zat didalamnya mudah sekali biasanya terbentuk karena adanya kelainan metabolik (hiperparatiroidisme). Batu
mengkristal. Keadaan diatas merupakan fase I dari proses pembentukan batu, jenis ini biasanya berupa kristalisasi tanpa nidus, hal ini dapat terjadi dimana
atau disebut juga sebagai fase mikrolith. Proses untuk terjadinya batu di saluran batu berkembang di papila renalis sebagai plaque subepitelial yang selanjutnya
kemih maka dibutuhkan suatu proses lanjutan dari fase I yang berupa agregasi akan menyebabkan erosi dari papila sehingga akan terjadi presipitasi dari
dari kristal-kristal diatas, ataupun suatu proses mantelisasi pada batu yang kristaloid urin.
disebabkan karena infeksi. Proses ini disebut sebagai fase II, atau fase makrolith
dari pembentukan batu 2. Sekunder
. Pembentukan batu pada kondisi infeksi dan urin dalam keadaan alkalis. Pada
2. Keadaan pH urin keadaan ini bakteri, debris dan produk inflamasi bertindak sebagai nidus pada
Disamping konsentrasi zat, kelarutan suatu zat bergantung pula pada pH, presipitasi dari kristaloid urin.
suhu larutan adanya zat-zat lain, dan sebagainya. Contoh batu yang terbentuk
akibat supersaturasi dan sangat dipengaruhi pH urin adalah batu sistin dan batu Dalam urin normal, konsentrasi kalsium oksalat 4 kali kelarutannya, Karena terdapat
asam urat. Sistin ini mudah mengkristal bila dalam suasana asam, maka bila urin inhibitor dan molekul lainnya, presipitasi baru akan terjadi bila supersaturasinya
dipertahankan dalam jumlah banyak dan pH lebih dari 7, maka sistin tak akan mencapai 7 sampai 11 kali kelarutannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi
mudah untuk mengkristal. Sebaliknya dengan asam urat, kelarutan asam urat ini supersaturasi kalsium oksalat dalam urin, antara lain, volume urin yang rendah,
akan bertambah pada suasana alkalis sehingga perlu dipertahankan keadaan pH meningkatnya ekskresi kalsium, oksalat, fosfat, urat, rendahnya ekskresi sitrat dan
urin yang normal (7,1-7,2) agar asam urat tidak mudah larut magnesium. Proses pembentukan inti batu yang terdiri dari larutan murni disebut
nukleasi homogen.
Terdapat 3 macam bahan yang mempengaruhi proscs pembentukan batu dalam urin,
yaitu: inhibitor, kompleksor dan promotor. Inhibitor melekat pada kristal, sehingga
mencegah pertumbuhan dan memperlambat agregasi. Inhibitor untuk kalsium
oksalat dan kalsium fosfat, antara lain magnesium, sitrat, pirofosfat dan nefrokalsin.
Dalam urin terdapat 2 glikoprotein yang bersifat inhibitor, yaitu nefrokalsin dan Pemberian diuresis dan antibiotik tidak akan menghilangkan batu jenis ini, terapi
protein Tanim-Harsfall, yang menghambat agregasi pada urin yang pekat. yang dibutuhkan adalah pengambilan dari batu ini. Batu ini bersifat porous,
Kompleksor yang penting untuk kalsium oksalat adalah sitrat, yang mempunyai efek rapuh , lunak dan berwarna coklat atau putih .
maksimal pada pH urin 6,5. Magnesium bersenyawa dengan oksalat, membentuk Batu ini pertama kali didapat pada manusia. Batu jenis ini merupakan 2-20% dari
senyawa lain yang larut dalam urin. Magnesium dan sitrat bersifat kompleksor dan insiden batu saluran kemih. Sering dijumpai pada wanita dan kambuh dengan
inhibitor. Promotor menginisiasi satu fase pembentukan kristal, tetapi menghambat cepat. Batu ini terdiri dari magnesium, amonium dan fosfat yang bercampur
fase yang lain. Misalnya glikosaminoglikan, menunjang proses nukleasi, tetapi dengan karbonat. Sering muncul sebagai batu cetak (staghorn) pada ginja dan
menghambat proses pertumbuhan dan agregasi. Matriks batu adalah protein non jarang pada ureter. Batu ini adalah batu infeksi dari kuman proteus,
kristal yang merupakan bagian dari batu. Kandungan matriks dari batu, bervariasi, pseudomonas, providencia, klebsiela, staphilokokus, mikoplasma dan lain-lain.
umumnya 3% dari bobot batu. Peranan matriks pada pembentukan batu masih belum Benda asing dan neurogenik bladder mungkin predisposisi penderita infeksi
jelas. Finlayson dkk., berpendapat matriks hanya menambah/ melapisi kristal yang saluran kemih yang selanjutnya akan terbentuk batu.
membentuk batu. Polimerisasi matriks diperlukan dalam pembentukan batu. Matriks Ada dua keadaan yang harus ada untuk terjadinya kristalisasi dari batu struvit
dibentuk dalam tubulus renal. Dutoit dkk., mengajukan hipotesa terbentuknya batu yaitu pH urin antara 6,8 - 8,3 (kebanyakan diatas 7,2) dan adanya konsentrasi
ginjal karena adanya penurunan aktivitas ensim urokinase dan peningkatan sialidase tinggi amonia dalam urin. Pembentukan batu struvit didukung oleh adanya
yang berakibat terjadinya meneralisasi matriks batu. infiksi dalam urin oleh bakteri yang memproduksi urease. Brown (1901)
mengemukakan adanya amonia dalam urin, alkalinisasi dan pembentukan batu.
Mekanisme lain yang menginduksi pembentukan batu adalah meningkatkan daya
Jenis batu saluran kemih lekat kristai. Parson dkk menunjukkan kerusakan glikosarninoglikan yang
1. Batu kalsium normal berada pada permukaan mukosa oleh amonium. Penghilangan batu dapat
Terbentuknya batu ini berhubungan dengan peningkatan absorbsi kalsium oleh dicoba dengan irigasi hemiasidrin sedangkan pengobatan jangka panjang dapat
usus halus. Sering terjadi pada keadaan sarkoidosis, sindrom milk-alkali , dioptimalkan dengan menghilangkan semua benda asin termasuk kateter. Namun
hiperparatyroid. Batu ini memberikan gambaran bayangan putih pada irigasi ini hanya digunakan bila infeksi dari saluran kemih sudah terkontrol
pemeriksaan foto polos abdomen (radioopak), tunggal, keras, berwarna
keputihan dan terbentuk pada kondisi urin yang alkalis. Batu jenis ini terdapat b. Asam urat,
kurang lebih 80% dari seluruh jenis batu saluran kemih Batu jenis ini biasanya didapatkan pada laki-laki, penderita gout, ataupun yang
Predominan terdiri dari kalsium fosfat dan merupakan 10% batu ginjal. Batu sedang dalam terapi keganasan, mempunyai kemungkinan yang lebih besar
kalsium fosfat murni, sangat jarang ditemukan. Lebih sering sebagai komponen untuk terkena. Batu ini memberikan gambaran hitam pada foto polos abdomen
batu kalsium oksalat. Lebih banyak terjadi pada wanita, seringkali berhubungan (radiolusen), multipel dengan permukaan yang bergerigi. Batu ini terbentuk
dengan defek asidifikasi tubuler. Pada kasus batu kalsium oksalat, mandatoris pada suasana urin yang asam dan ditemukan kurang lebih 5-10% dari kasus batu
untuk dicari adanya Renal Tubular Acidosis (RTA). Batu kalsium fosfat, dapat saluran kemih. Pengobatan untuk batu jenis ini adalah dengan mempertahankan
terjadi pada hiperparatiroidisme primer dan sarkoidosis. volume urin lebih dari 2 L/hari, dan mempertahankan pH urin lebih dari 6,0 serta
mempertahankan kadar asam urat dalam keadaan normal (laki-laki :3,4-7,0 mg
%, perempuan :2,4-5,7 mg %)
2. Batu non kalsium
Pada penyakit diare kronik seperti Crohn's dan colitis ulseratif atau jejunoileal by
a. Struvite
pass dapat menyebabkan batu asam urat, melalui kehilangan bikarbonat yang
Terbentuk dari magnesium, amonium, dan fosfat (MAP) lebih banyak
akan menurunkan pH atau melalui berkurangnya produksi urin. Pengobatan
ditemukan pada wanita dan dapat cepat untuk timbul berulang. Batu jenis ini
dengan memelihara volume urin hingga 21/hari, pH lebih dari 6, pengurangan
sering timbul sebagai batu staghorn dan jarang sebagai batu ureter, kecuali
diet purin dan pemberian allupurinol membantu mengurangi ekskresi asam urat.
pada pasca tindakan bedah dimana batu ini akan terpecah dan turun ke ureter.
Penyebab utama terjadinya kristalisasi asam urat adalah supersaturasi dari urin
Batu struvite ini merupakan batu infeksi yang tergabung dari hasil pemecahan
sehingga asam urat tidak terdisosiasi. Tidak diketallui zat apa yang bersitat
urea dari mikro organisma (proteus, pseudomonas, klebsiela, stapilokokus dan
sebagai inhibitor untuk pembentukan batu asam urat. Pasien dengan batu asam
lain lain). Keadaan pH urin penderita batu MAP ini akan berkisar 6,8 sampai 8,3
urat sering mengandung urin dengan keasaman dalam jangka waktu yang
dan jarang dibawah 7,0. Hal ini disebabkan kandungan amonium yang tinggi
panjang.
sebagai hasil pemecahan urea dari mikro organisma tadi . Wanita dengan infeksi
saluran kemih yang berulang dan membutuhkan antibiotik dalam pengobatannya,
mungkin perlu dievaluasi adanya batu struvite ini.
Kelainan yang didapat pada pasien gout antara lain sekresi amonium yang lebih Xantinuria adalah kelainan metabolisme yang diturunkan secara resesif otonom
sedikit dibanding orang normal sehingga banyak sisa ion H yang bebas, produksi dengan ciri defisiensi enzim xantin oksidase. Oksidasi hipoxantin menjadi xantin
asam urat yang meningkat disertai menurunnya kemampuan ekskresi oleh ginjal, dan kemudian terhenti. Kadar urat rendah < 1,5 mg/dl, sedangkan kadar xantin
dan akhirnya berkurangnya produksi urin. dan hipoxantin pada serum dari urin meninght. Karena xantin lebih sulit larut
dari hipoxantin, maka batu xantin terbentuk.Pengobatan tergantung gejala yang
Ada tiga faktor yang terlibat dalam pembentukan batu urat, yaitu: ditimbulkannya. Intake cairan yang tinggi dan alkalinisasi urin diperlukan untuk
1. Ekskresi urat yang berlebihan (>1500mg/ hari) pada pH yang relatif rendah. profilaksis
2. Absorbsi, produksi dan ekskresi urat yang lebih dari normal.
3. Jumlah urin yang menurun. g. Lain-lain
Batu silikat adalah batu ginjal yang sangat jarang dan biasanya berhubungan
Ketiga faktor ini adalah kombinasi ideal untuk terbentuknya kristalisasi asam urat. dengan penggunaan jangka panjang dari antasida yang mengandung silica,
seperti produk yang mengandung magnesium silikat. Terapi pembedahan saina
c. Sistin, dengan batu yang lain. Batu triamteren akhir-akhir ini frekuensinya meningkat
Timbulnya batu ini adalah sekunder dari kelainan metabolisme akibat gangguan berhubungan dengan penggunaan anti hipertensi seperti dyazide. Penghentian
absorbsi asam amino (lysin, sistin,dan lain lain) oleh mukosa intestinal dan peggunaan obat akan mencegah rekurensi.
tubulus renalis. Jenis batu sistin ini terjadi berkisar 1-2 % dari kasus batu saluran
kemih yang ada, dengan insidensi tertinggi pada dekade 2 dan 3. Batu ini dapat
tunggal, multiple ataupun staghorn dan sering didapatkan pada penderita yang Gejala dan tanda adanya batu
mempunyai riwayat keluarga batu saluran kemih. Pada urinalisa akan tampak 1. Nyeri.
kristal hexagonal. Pengobatan batu jenis ini adalah dengan pemberian intake Nyeri akibat adanya batu ini berupa kolik renal, yaitu nyeri yang disebabkan
cairan lebih dari 2 L/ hari dan alkalinisasi urin dengan pH dipertahankan diatas karena adanya peregangan dari sistem collecting dan ureter, dimana obstruksi
7,5.Batu ini pada tepinya bersifat radioopak karena kandungan sulfurnya yang dari aliran urin adalah penyebab utama dari timbulnya kolik ini. Nyeri renal
tinggi kolik ini akan mempunyai karakteristik sendiri, tergantung dimana lokasi batu
Batu ini hanya 1% dari semua batu saluran kemih dan terjadi hanya pada pasien tersebut berada. Beberapa lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan oleh batu
dengan sistinuria. Sistinuria adalah penyakit yang diturunkan secara resesif adalah :
otosomal. Pada penyakit ini terjadi defek transpur transepitelial yang a. Kaliks renal,
menyebabkan gangguan absorbsi sistin di usus dan tubulus proksimal. Batu sistin Batu ataupun material lain di kaliks dapat menyebabkan obstruksi dan kolik
terbentuk karena sistin sukar larut dalam keadaan pH urin yang normal dan renal. Pada umumnya batu yang tidak menyebabkan obstruksi akan
ekskresi dari ginjal yang berlebihan. Solubilitas dari sistin adalah pH dependen, menimbulkan nyeri yang periodik, nyeri ini bersifat tumpul, ataupun rasa
solubilitasnya akan rendah pada pH yang rendah dan sebaliknya. Diagnosis dari pegal pada pinggang dan punggung yang bervariasi dari ringan hingga berat.
sistinuria dicurigai bila onset dini dari batu ginjal, dan riwayat keluarga, dan Nyeri ini akan terasa bertambah berat setelah mengkonsumsi banyak cairan,
riwayat kambuh. Dari pemeriksaan urin didapatkan sodium nitropruside yang dimana hal ini disebabkan karena regangan pada kaliks yang lebih besar.
positif. Kadar sistin di urin > 250 mg/hari sifatnya diagnostik. Terapi medik
dengan intake cairan lebih dari 3 liter sehari.
b. Pelvis renalis,
d. Xanthin dan phenil pyruvate, Batu dengan diamater lebih dari 1 cm biasanya akan menyumbat ureteropelvic
batu ini sangat jarang dan terbentuk karena adanya kelainan metabolik berupa junction dan menimbulkan nyeri yang hebat pada angulus kosto vertebralis
kekurangan enzym xanthin oksidase. terjadi pada pasien Lichnehen sindrom. (pinggang), disebelah lateral M. Sacrospinalis dan dibawah iga XII. Nyeri ini
Dimana enzym ini akan merubah hipoxanthin menjadi xanthin dan dari xanthin bervariasi dari ringan hingga menyiksa pasien, bersifat konstan dan menjalar
menjadi asam urat. Intake cairan yang banyak dan alkalinisasi pH urin akan ke perut bagian atas yang ipsilateral. Bila tidak terjadi obstruksi, pasien
mencegah timbulnya batu jenis ini dengan batu di pelvis renalis ini hanya akan merasakan pegal pada pinggang
Batu santin sangat jarang terjadi, insidennya 1/2500 batu, merupakan kelainan ataupun punggungnya.
konginital. Xantinuria yang diturunkan menyebabkan pembentukan batu xantin,
yang radiolusen dan kadang menyerupai batu asam urat.
c. Ureter bagian proksimal, Pada fase awal, dilatasi ureter ini tidak akan menyebabkan hidronefrosis, sehingga
Nyeri karena adanya batu dibagian ini akan dirasakan sebagai nyeri di belum akan terjadi kerusakan dari ginjal. Sumbatan di ureter ini juga tidak akan
angulus kosto vertebralis(pinggang) yang akan menjalar sepanjang perjalanan menimbulkan kerusakan ginjal bila batu yang menyumbat dapat turun ataupun lewat
ureter hingga testis, hal ini terjadi karena adanya persamaan inervasi pada dalam beberapa hari, dikatakan bahwa 90 % batu di ureter bagian distal akan dapat
ginjal dan testis oleh N.Th XI-XII. keluar secara spontan dalam 30 hari. Namun apabila sumbatan ini berlangsung
lebih dari 6 minggu dan tidak dapat keluar secara spontan maka akan terjadi
d. Ureter bagian tengah, kerusakan dari parenkim ginjal
Nyeri akan dirasakan mulai dari pinggang dan menjalar hingga daerah perut Batu ini dapat tertahan pada bagian yang menyempit dari ureter yaitu pada:
bagian bawah, hal ini sesuai dengan persarafan N.Th XII-L.I. ureteropelvic junction, saat ureter menyilangi vasa iliaka,ureterovesical junction,
saat ureter menyilangi vas deferens atau ligamentum latum/rotundum pada wanita
e. Ureter bagian distal, dan bagian intramural Batu ureter ini akan memberikan gejala pada penderita
Nyeri akan dirasakan mulai dari pinggang dan menjalar hingga lipat paha, apabila batu tersebut terperangkap pada tempat-tempat diatas, serta adanya infeksi,
kandung kemih, skrotum ataupun vulva. ataupun kombinasi keduanya.

f. Ureter bagian intramural, GAMBARAN KLINIK DAN DIAGNOSIS


Menimbulkan keluhan dan gejala yang sama dengan cistitis, berupa nyeri Gerakan peristaltik ureter yang mencoba mendorong batu ke distal akan
pada supra pubic, frekuensi, disuria ataupun gross hematuri. menyebabkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri
ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah
2. Hematuria inguinal, dan sampai ke daerah genetalia.
Pasien dengan batu pada saluran kemih biasanya akan mengeluh adanya gross Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada
hematuri yang intermitten dimana urin akan berwarna seperti teh, namun lebih saat kencing atau sering kencing. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada
sering berupa mikrohematuri. umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada
di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan (periureteritis) serta menimbulkan
3. Infeksi obstruksi kronik berupa hidroureter/hidronefrosis.
Adanya batu pada saluran kemih ini akan menimbulkan infeksi sekunder akibat
dari obstruksi dan stasis dari urin pada bagian proksimal dari sumbatan. Diagnosis batu ureter dapat ditegakkan dengan dilakukan foto polos abdomen
(BNO), tetapi hanya untuk melihat adanya batu radio-opak. Batu-batu jenis kalsium
4. Demam oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara
Adanya demam pada penderita batu saluran kemih merupakan suatu keadaan batu jenis lain. Sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
yang cukup serius, karena hal ini mungkin merupakan suatu tanda sepsis.
Tabel1: Urutan Radio-opasitas beberapa jenis batu saluran kemih
5. Mual dan muntah JENIS BATU RADIO-OPASITAS
Obstruksi dari saluran kemih bagian atas biasanya disertai dengan gejala-gejala
ini. Kalsium Opak
MAP Semiopak
6. Takikardia dan keluar keringat dingin
Urat/Sistin Non opak
Batu ureter merupakan batu sekunder yang berasal dari ginjal, hal ini disebabkan
adanya gaya gravitasi dan peristaltik sehingga batu akan masuk dan turun ke ureter.
Intravenous Pyelografi (IVP) dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu
Batu ureter ini jarang menimbulkan sumbatan total sehingga urin masih dapat
non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. IVP merupakan
melewatinya Sumbatan parsial dari ureter ini akan menyebabkan ekstasi ureter
pemeriksaan terpilih dalam mendiagnosis batu ureter.
bagian proksimal dari sumbatan.
Ultrasonografi (USG) dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan Penatalaksanaan batu ureter
IVP, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Adakalanya USG dapat mendeteksi 1. Konservatif
batu pada ureterovesival junction yang tidak terlihat pada helical CT atau IVP. Jika diameter dari batu adalah kurang dari 0,5 cm maka 90 % batu ini akan dapat
Magnetic Resonance Imaging (MRI), walaupun bukan merupakan perangkat keluar dengan spontan, sehingga pada pasien ini hanya dianjurkan untuk
diagnostik yang utama dalam mendeteksi batu ureter, akan tetapi MRI merupakan bergerak aktif dan minum air putih lebih kurang 2,5 sampai 3,0 liter/ hari.
Pada pasien ini diperlukan pemeriksaan Rontgen KUB secara reguler setiap 48
pilihan yang tepat untuk mengetahui batu ureter pada wanita hamil yang tidak
terdiagnosis dengan USG. Penelitian yang melibatkan 40 pasien dengan nyeri regio jam, guna memperkirakan penurunan batu tersebut di ureter. Dan pemeriksaan
flank akut, MRI mempunyai sensitifitas 54-58% dan spesifisitas 100 %. IVP setiap selang satu minggu untuk menentukan akibat obstruksi batu pada
Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, hematuria, dan ginjal.
dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin Apabila terbukti bahwa batu ureter tersebut dapat turun serta tidak terlihat
menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal peningkatan kerusakan ginjal akibat obstruksi batu tersebut, maka pada pasien
bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk ini dapat dilakukan penanganan secara konservatif. Namun apabila batu tersebut
mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan IVP. Perlu juga diperiksa kadar tidak dapat turun dan terjadi peningkatan dari kerusakan ginjal maka dianjurkan
elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara dilakukan tindakan definitif. Pada pasien dengan penanganan konservatif dapat
lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat maupun urat didalam darah maupun dalam diminta untuk menampung urin yang ada dan memisahkan batu yang keluar,
urine). guna dilakukan analisa batu.

Terapi pada batu ureter distal meliputi:


Diagnosis 1. Konservatif
Anamnesis tentang riwayat nyeri serta penjalaran dari nyeri akan sangat membantu Batu ureter distal dengan diameter < 4 mm akan mempunyai kemungkinan besar
untuk menentukan lokasi dimana batu berada, disamping juga anamnesis tentang untuk dapat melewati ureter secara spontan dan bila diameter > 10 mm sangat
hal-hal yang dapat membantu menemukan penyebab terbentuknya batu (penyakit tidak mungkin untuk dapat melewati ureter. Pada suatu penelitian, batu ureter
gout, sering dehidrasi karena pekerjaannya ,dan sebagainya). distal dengan diameter 4-6 mm, 25% dapat melewati ureter secara spontan selama
Pemeriksaan fisik pada penderita batu ureter tidak banyak ditemukan kelainan, 2,8 minggu. Pada penelitian serial yang lain, batu dengan diameter 2-4 mm, 95%
kecuali bila telah terjadi komplikasi pada pasien tersebut dapat melewati ureter secara spontan selama 40 hari, walaupun tindakan observasi
Pemeriksaan penunjang, Rontgen KUB, lebih dari 90 % batu ureter ini mempunyai dapat menyebabkan komplikasi seperti infeksi saluran kemih, hidronefrosis, dan
sifat radioopaq (memberikan gambaran bayangan putih) sehingga dapat terlihat pada mempengaruhi fungsi ginjal. Untuk itu, sangat sulit untuk memilih kapan kita
pemeriksaan ini. Gambaran batu pada pemeriksaan ini mungkin dapat dikaburkan memilih terapi mini-invasif atau observasi, khususnya bila pasien mengeluhkan
dengan gambaran kalsifikasi kelenjar getah bening di perut dan plebolith di pelvis. beberapa gejala dan atau batu dengan ukuran yang kecil. Saat ini, manfaat
Apabila batu ureter tersebut terletak diatas struktur tulang maka diperlukan foto observasi (watchfull waiting) diperluas dengan adanya gabungan terapi
Rontgen dalam posisi oblique. Pemeriksaan IVP, pada batu yang tidak tampak pada farmakologi yang dapat mengurangi gejala dan keluarnya batu ureter secara
pemeriksaan Rontgen KUB, maka dengan pemeriksaan ini akan dapat terlihat spontan.
Pemeriksaan darah rutin, hal ini perlu dilakukan karena pada pasien kolik ureter Penelitian Margaret S.Pearle (2003) melaporkan efektifitas alpha 1-adrenergic
sering ditemukan dengan leukositosis . Pemeriksaan kimia darah, dilakukan untuk antagonis (tamsulosin) pada penanganan batu ureter dengan diameter ≤1cm di
mengetahui fungsi dari ginjal yaitu dengan diperiksa kadar ureum dan kreatinin. juxtavesical junction. Francesco P, et all (2004) melaporkan perbandingan
Pemeriksaan urinalisa, yaitu untuk mencari adanya sedimen ataupun kristal dan penggunaan calcium antagonist (nifedipine 30 mg) slow release dengan alpha 1-
eritrosit didalam urin. adrenergic antagonis (tamsulosin 0,4mg). Masing-masing pasien mendapatkan
Apabila diagnosis ataupun penanganan yang tidak adekuat dari batu ureter ini maka kortikosteroid (deflazacort 30 mg) dan 200 µg mysoprostol. Hasilnya didapatkan
akan dapat timbul komplikasi-komplikasi yang berupa ; 80% pasien yang mendapatkan Nifedipine 30 mg melewati ureter secara spontan,
- hidroureter, hal ini disebabkan obstruksi dari ureter. dan 85% pada kelompok yang mendapatkan tamsulosin 0,4 mg.
- hidronefrosis, sehingga dapat terjadi kerusakan ginjal.
 Kortikosteroid
- infeksi, hal ini terjadi karena adanya stasis urin dibagian proksimal sumbatan.
Golongan ini merupakan anti inflamasi yang kuat yang dapat mengurangi
- keganasan, hal ini terjadi karena kontak yang lama dari batu dengan mukosa
inflamasi yang terjadi di ureter. Kortikosteroid juga memiliki efek metabolik
ureter sehingga terjadi metaplasi dari sel-sel transisional menjadi sel-sel
dan imunosupresif.
skuamosa yang pada akhirnya akan terjadi karsinoma epidermoid di ureter
Kombinasi dengan nifedipin atau tamsulosin dapat meningkatkan efek pasase 3. Ureteroskopi (URS)
batu ureter spontan. Golongan yang dipakai adalah prednisolon (econopred, Pada prosuder ini suatu endoskopi semirigid atau fleksibel dimasukkan kedalam
pediapred, delta-cortef, deflazacort). Dosis dewasa adalah 25 mg peroral ureter lewat buli-buli dibawah anastesi umum atau regional. Perkembangan di
selama 5-10 hari. bidang optic memungkinkan kita memakai ureteroskop yang semirigid, sehingga
alat ini relative lebih tahan lama daripada jenis lama yang rigid. Ureteroskop
 Calcium Antagonis (Calsium Channel Blockers) yang fleksibel lebih mahal dan memerlukan biaya pemeliharaan yang mahal
Mekanisme kerja golongan ini terhadap otot polos adalah menghambat atau pula,, tetapi dengan alat ini dapat dicapai batu dalam kaliks ginjal dan dapat
memperkecil masuknya ion kalsium kedalam sel sehingga konsentrasi ion diambil atau dihancurkan dengan sarana elektrohidraulik atau laser.
kalsium bebas intrasel akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan tonus otot Indikasi URS dan lithoclast sebagai berikut :
menurun dan akan terjadi vasodilatasi. Obat yang digunakan untuk - Besar batu >4mm sampai ≤ 15 mm
penanganan batu ureter adalah nifedipin 30 mg slow release selama 5-10 hari. - Ukuran batu ≤4mm dilakukan bila gagal dengan terapi konservatif,
Kombinasi dengan kortikosteroid akan memperkuat efek relaksasi otot polos. intractable pain dan pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi bila terjadi
Efek kalsium antagonis terhadap penurun tekanan darah akan semakin besar kolik.
jika tekanan darah awalnya makin tinggi. Pada orang dengan tekanan darah
normal, pada penggunaan obat dengan dosis terapeutik, tekanan darah hampir Setelah URS dapat ditinggalkan double-J stent dan biasanya dipertahankan
tidak berubah. antara 2-6 minggu. Indikasi pemasangan DJ stent:
- Laserasi dengan perdarahan
 Alpha Adrenergic Blockers (α blockers) - Laserasi tanpa perdarahan
Mekanisme kerjanya adalah memblok reseptor adrenergik (istilah dulu yaitu - Striktur ureter
simpatolitika). Yang termasuk α blockers yaitu : - Batu di ginjal
1. alkaloid secale
2. α-reseptor bloker non selektif
3. α1-reseptor bloker selektif 2. Operasi
4. fenoksibenzamin yang bekerja non kompetitif Indikasi untuk dilakukan operasi pada batu ureter adalah :
a. Ukuran batu , memiliki diameter yang lebih besar dari 0,5 cm maka hal ini
Golongan α blockers yang dipakai dalam terapi batu ureter adalah golongan akan sulit untuk diharapkan keluar secara spontan, sehingga akan dapat
α1-reseptor bloker selektif, oleh karena senyawa ini bekerja hampir sempurna mengganggu fungsi dari ginjal.
hanya pada reseptor α1 sehingga hanya menghambat alpha adrenergic post b. Fungsi ginjal, apa bila dalam observasi didapatkan bahwa derajat
sinaps yang akan mengakibatkan vasodilatasi otot polos. Penggunaan hidronefrosis atau hidroureter bertambah maka hal ini merupakan indikasi
bersamaan dengan kortikosteroid akan meningkatkan efek relaksasi otot untuk dilakukan operasi.
polos. Jenis obat yang dipakai adalah Tamsulosin 0,4 mg peroral. c. Infeksi, apabila pada kasus obstruksi ureter didapatkan tanda-tanda infeksi
berupa, panas, nyeri tekan serta sepsis maka hal ini akan dapat merusak
ginjal dengan cepat, sehingga diperlukan tindakan yang cepat berupa
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) operasi.
ESWL memakai energi tinggi gelombang kejut yang dihasilkan oleh suatu d. Keluhan pasien, walaupun tidak didapatkan adanya gangguan pada ginjalnya
sumber untuk menghancurkan batu. Pecahan batu akan keluar dalam urine. namun adanya batu ini akan menimbulkan gejala kolik ureter yang sangat
Prosedur dapat dilakukan tanpa anastesi, dengan analgetika, atau dengan anastesi mengganggu pasien, atau nyeri yang berulang-ulang.
umum maupun regional. Efek samping terdiri dari hematuria ringan, kadang- e. Kegagalan terapi konservatif, batu ureter yang telah dilakukan terapi
kadang nyeri kolik yang mudah diobati. Terapi ulangan bukanlah suatu konservatif selama 6 sampai 8 minggu, namun tidak dapat keluar secara
komplikasi. Pada setiap terapi dengan ESWL, terapi ulangan harus sudah spontan maka diperlukan tindakan bedah.
diantisipasi. Untuk batu ureter biasanya terapi ulangan lebih banyak dilakuka f. Ginjal tunggal dengan anuria.
daripada batu ginjal. Keberhasilan ESWL sebanding dengan ukuran batu, dan
biasanya tidak dipakai untuk batu yang ukurannya lebih dari dua sentimeter.
ESWL kurang efektif dan lebih mahal dibandingkan dengan URS untuk
pengobatan batu ureter distal.
Mengingat hal-hal diatas maka pada saat kita menghadapi kasus batu ureter kita
perlu melakukan evaluasi berupa : adakah indikasi untuk operasi pada kasus
tersebut, bila ada apakah operasi tersebut segera atau dapat ditunda. Serta apakah
kausa dari batu tersebut apakah infeksi atau akibat kelainan metabolik. Namun
sering kali batu saluran kemih ini adalah kasus idiopatik ( tidak diketahui
penyebabnya)

Tindak lanjut setelah operasi


Penanganan selanjutnya pada pasien batu ureter adalah berdasarkan atas kandungan
kristal penyusun batu pada pemeriksaan analisisnya. Hal ini juga dapat mencegah
timbulnya batu tersebut, tindakan ini dapat berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum yang cukup agar produksi urin kurang
lebih 2 liter/ harinya.
2. Mengurangi konsumsi bahan makanan yang banyak mengandung zat-zat
pembentuk batu, sesuai hasil analisis batu. Misalnya untuk batu kalsium maka
mengurangi susu, untuk batu oksalat mengurangi bayam, the ataupun coklat.
Serta mengurangi konsumsi jerohan bila hasil analisis batu menunjukkan
kandungan asam urat.
3. Medikamentosa, misalnya dengan allopurinol yang akan menurunkan siklus
purin sehingga asam urat tidak terbentuk , serta pemberian alkaline phospatase
yang akan meningkatkan zat-zat penghambat pembentukan batu kalsium di urin.
4. Melakukan koreksi bila ada gangguan metabolik.
5. Mencegah infeksi saluran kemih yang ada.

Tabel 1. Estimasi hasil terapi pada batu ureter distal

H a s i l SWL URS PNL Operasi


terbuka
Kemungkinan bebas batu Tidak ada
85% 89% 90%
dengan ukuran ≤1 cm data
Kemungkinan bebas batu Tidak ada
74% 73% 84%
dengan ukuran >1 cm data
Kemungkinan untuk
timbul komplikasi akut
Tidak ada Tidak ada
(mis: kematian, 4% 9%
data data
kehilangan ginjal dan
transfusi darah)
Kemungkinan untuk
Tidak ada
membutuhkan tindakan 10% 7% 18%
data
intervensi sekunder
Komplikasi jangka
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
panjang (mis:striktur 1%
data data data
ureter)
Cedera Ureter ------------------------------------- RD-Collection 2002
Dari semua jenis operasi diatas, histerektomi yang paling sering mengakibatkan
cedera ureter, sekitar 67%. Daerah tersering yang terkena cedera adalah vasa uterina
serta ligamen cardinal dan uterosacral, diikuti oleh operasi kolorektal sekitar 9%.
Cedera ureter umumnya tidak berdiri sendiri, lebih dari 90% disertai cedera pada
Cedera ureter dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau luka tajam dari luar, organ lain, misalnya pada hepar, vena cava, pembuluh darah iliaca, kandung
terbanyak dari trauma iatrogenik pada operasi terbuka dan/atau operasi laparoskopik kencing, kolon sigmoid dan prosesus transversus lumbalis. Trauma benturan pada
pada bagian pelvis, serta operasi endourologi transureter. Cedera ureter bisa juga ureter dan pelvis renalis 77% juga disertai dengan cedera pada organ lain misalnya
terjadi pada saat reseksi transurethral kandung kencing atau prostat maupun pada hepar, tulang panjang dan diafragma. Walaupun jarang tetapi dapat
manipulasi batu atau tumor ureter. Cedera yang terjadi pada ureter akibat tindakan mengakibatkan avulsi pada pertemuan ureteropelvis renalis (Ureteropelvis
operasi terbuka dapat berupa: ureter terikat, remuk karena terjepit oleh klem, putus, Junction/UPJ) Cedera ureter yang terjadi pada pemeriksaan urologi akhir-akhir ini
robek, atau devaskularisasi karena terlalu banyak jaringan vaskuler yang semakin meningkat, pada penelitian baru-baru ini terdapat pada 42% dari semua
dibersihkan. Ureter merupakan organ urogenital yang paling jarang cedera. Kurang cedera iatrogenik. Peningkatan ini berhubungan langsung dengan peningkatan
dari 1% pada cedera urologi yang disebabkan oleh trauma dari luar, karena ureter penggunaan peralatan endoskopi urologi, terhitung mencapai 79%, sedangkan pada
merupakan struktur fleksibel yang mudah bergerak di daerah retroperitoneal dengan operasi bedah terbuka terhitung 21%. Mayoritas cedera ureter ini terjadi pada ureter
ukuran kecil serta terlindung baik oleh otot dan tulang. Luka tembus, terutama luka bagian distal (87%). Cedera meliputi perforasi, striktur, avulse, pasase palsu,
tembak angka kejadiannya antara 2-3%, lebih sering daripada luka tajam, kemudian intususepsi dan prolaps pada kandung kencing. Faktor resiko untuk cedera ini
baru diikuti dengan trauma akibat benda tumpul. Ligasi ureter secara tidak sengaja meliputi radiasi, tumor, inflamasi, dan akibat dari batu ureter. Cedera ureter jarang
pada jaringan sekitar pada saat operasi bisa asimtomatik, mengakibatkan disebabkan oleh trauma tumpul, karena perlindungan oleh jaringan sekitarnya.
hidronefrosis dan hilangnya fungsi ginjal. Cedera sering tidak teridentifikasi pada Cedera ureter dilaporkan terjadi pada 17% dari semua kasus trauma tajam urologi.
saat operasi atau secara kebetulan pada saat pemeriksaan awal pasien dengan cedera Cedera ureter distal dapat disebabkan oleh fraktur pelvis posterior.
multipel. Diagnosis yang terlambat bertanggungjawab pada terjadinya morbiditas,
seperti urinoma, fistel, sriktur, sepsis, kehilangan unit ginjal dan kematian pasien. Cedera ureter dapat diklasifikasikan dengan tingkatan (grade) cedera seperti berikut:
Grade I (hematoma) – kontusi atau hematoma tanpa devaskularisasi
Grade II (laserasi) – terpotong kurang dari 50%
Etiologi & Mekanisme Cedera Grade III (laserasi) – terpotong lebih dari 50%
1. Trauma Eksternal Grade IV (laserasi) – terpotong komplet dengan devaskularisasi 2cm
Cedera tajam ureter jarang terjadi, hanya 2,5% kasus trauma abdomen yang Grade V (laserasi) – avulsi hilus renalis dengan devaskularisasi ginjal atau
mengenai ureter. Dari semua cedera ureter, 95% disebabkan oleh luka tajam dan devaskularisasi lebih dari 2cm.
5% oleh trauma tumpul abdomen (misalnya: terjatuh dan kecelakaan lalulintas).
Peluru dengan daya ledak tinggi mengakibatkan lebih banyak kerusakan jaringan
daripada yang berdaya ledak rendah. Trauma yang mengenai daerah sekitar Diagnosis Klinis
ureter dapat menyebabkan kontusi ureter yang hebat karena efek ledakan. 1. Diagnosis Preoperatif
Setelah cedera deselerasi, ginjal akan mengalami dislokasi dan kerobekan pada Hematuria (gross atau mikroskopis) bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya
daerah penggantungnya, yang diberi nama vaskulatura hilus dan UPJ. dan tidak ditemukan pada 23-45% cedera tajam ureter dan 31-67% pada trauma
tumpul Ureteropelvic junction. Pada literatur trauma, timbulnya hematuria dari
2. Trauma Pembedahan suatu cedera ureteral antara 40-70%. Pada kasus cedera iatrogenik, hematuria bukan
Cedera ureter sering terjadi pada saat operasi pada daerah pelvis yang sulit dan merupakan tanda spesifik maupun sensitif dan telah dilaporkan hanya muncul pada
atau yang berdarah-darah. Dari semuanya, cedera ureter hanya terjadi 0,5-1% 10-15% kasus. Pada kasus tanpa terdapat hematuria, kewaspadaan yang tinggi
kasus. Cedera iatrogenik tersering terjadi pada saat operasi-operasi sebagai sangat dibutuhkan untuk dapat mendiagnosis cedera ureter. Lebih jauh, cedera yang
berikut: Urologi: ureteroskopi, prostatektomi radikal, Ginekologi: histerektomi, terlambat ditangani yang dapat mengancam jiwa diakibatkan oleh keterlambatan
salpingo-oophorectomi atau penanganan sistokel, Operasi Kolorektal (9%): pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan laboratorium meliputi analisa dan kultur urine,
reseksi abdominoperineal, dan operasi vaskuler (2-4%): pemasangan graft aorta darah lengkap, dan kreatinin dari serum dan produk drain. Hasil pemeriksaan fungsi
dan iliaka. ginjal dapat normal, kecuali apabila kedua ureter terlibat cedera bahkan bisa terjadi
anuria dan terdapat peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah.
Pemeriksaan kadar kreatinin dan ureum dari cairan fistel dapat memastikan Juga, obstruksi yang tidak kentara pada suatu saat dapat mengakibatkan hipertensi
apakah cairan tersebut urin atau bukan.6 Identifikasi dini cedera penting untuk dan sindrom nefrotik. Tanda-tanda peritoneal dapat terjadi apabila urine masuk ke
memperkecil morbiditas dan memudahkan penanganan. Pada suatu penelitian, rongga abdomen. Sekitar 70-80% cedera iatrogenik didiagnosis pascaoperasi.
tindakan nefrektomi pada identifikasi cedera yang terlambat mencapai 32%, dan Pemeriksaan fisik yang hati-hati dan teliti dapat mengungkapkan nyeri arkus
hanya 4,5% pada cedera yang terdeteksi dini. kostovertebra, tanda-tanda peritoneal, massa, atau drainase dari luka atau vagina.
3. Pemeriksaan Pencitraan (Imaging)
2. Diagnosis pada cedera ureter yang terlambat
Intravenous Pyelogram (IVP)
Cedera ureter dapat mengancam jiwa apabila tidak terdeteksi atau gejalanya
Merupakan pemeriksaan pencitraan utama untuk mengevaluasi keutuhan ureter.
muncul terlambat. Tanda klinis sering tidak timbul secara jelas dalam beberapa
Pemeriksaan radiologis pada suspek cedera ureter perlu dimulai dengan pemeriksaan
hari. Tanda-tanda klinis awal sering tidak spesifik dan meliputi: ileus yang lama, IVP. Studi ini mempunyai keuntungan dari penilaian kasar menyangkut fungsi
BUN meningkat, nyeri abdomen dan flank yang menetap, massa abdomen yang kedua ginjal. Pemeriksaan ini dapat menyediakan informasi mengenai ekstravasasi,
dapat diraba, produk drain yang terus menerus keluar, obstruksi urin, sepsis,
lokasi dan luas cedera. Penemuan khas meliputi hidronefrosis dengan kolumnisasi
abses dan peritonitis.
kontras, ekstravasasi, nonvisualisasi saluran kencing, dan kontras di dalam liang
Kecurigaan pada cedera ureter dapat diidentifikasi secara radiologis. Urografi vagina. Pada cedera iatrogenik, pemeriksaan IVP sangat akurat. Pada penelitian 23
dosis ganda dalam 24-36 jam setelah cedera dapat mengidentifikasi ekstravasasi kasus cedera iatrogenik, temuan dengan IVP menjadi alat diagnostik dalam semua
ureter lebih dari 90%. Ekstravasasi kandung kemih dan ureter dapat dibedakan kasus. Bagaimanapun, pada kasus trauma eksternal, IVP belum dapat menjadi yang
dengan cara membandingkan sistogram dan ureterogram.6 Kecurigaan adanya terpercaya. Pada beberapa penelitian, akurasi dari suatu pemeriksaan IVP bergerak
cedera ureter iatrogenik bisa ditemukan pada saat operasi atau setelah dari 14-33%. IVP bukanlah pemeriksaan yang sangat bermanfaat pada cedera ureter
pembedahan (lihat tabel 1). karena melakukan suatu pemeriksaan IVP pada suatu trauma adalah sulit karena
Tabel 1. Kecurigaan Cedera Ureter Iatrogenik keterbatasan waktu dan fakta bahwa pasien cedera sering dalam keadaan syok.
Apabila IVP tidak memberikan keterangan yang jelas, pielografi retrograde dapat
Saat Operasi Lapangan operasi banyak cairan
menunjukkan cedera serta lokasinya.
Hematuria
Anuria/oliguria jika cedera bilateral
Computed Tomography Scan (CT Scan)
Pasca Bedah Demam, Ileus Alat diagnostik yang penting karena dapat digunakan untuk mengevaluasi ureter
Nyeri pinggang akibat obstruksi dan ginjal dan juga untuk mendeteksi adanya kumpulan cairan dari cedera ureter dan
Luka operasi selalu basah, Sampai beberapa hari cairan organ intra adominal lain. Pada kasus trauma tumpul, CT scan sangat bermanfaat
drainase jernih dan banyak dalam mendiagnosis suatu cedera pada pertemuan uretero-pelvis ginjal/UPJ. Cedera
Hematuria persisten dan hematoma/urinoma di abdomen ini dapat dicurigai ketika terjadi extravasasi kontras di medial atau terjadi suatu
Fistula ureterokutan/fistula ureterovagina urinoma circumferential. Pada kasus trauma penetrasi/luka tajam, CT scan belum
terbukti lebih akurat dibanding IVP dalam hal mendiagnosa cedera dan bahkan
punya keterbatasan yang sama.
Cedera ureter yang diakibatkan trauma dari luar seringkali secara kebetulan Ultrasound (USG)
ditemukan pada saat melakukan eksplorasi laparotomi karena cedera organ USG merupakan pemeriksaan noninvasif dan aman bagi pasien dengan gangguan
intraabdominal yang lain sehingga seringkali tidak mungkin melakukan fungsi ginjal. Apabila terjadi hidronefrosis setelah operasi, patut diduga sebagai
pemeriksaan pencitraan terlebih dahulu. Cedera ureter yang tidak teridentifikasi cedera ureter dan harus dilakukan pemeriksaan penunjang yang lain.
pada akhirnya termanifestasi pada pasien dengan demam dan sepsis (10%), adanya
massa atau rasa pegal pada pinggang dan abdomen bagian bawah pada sisi yang Retrograde Pyelogram (RPG) dan Percutaneous Antegrade Pyeloureterogram (APG)
cedera (36-90%), pyelonefritis, lekositosis, letargi, dan atau fistel urin pada kulit RPG merupakan pemeriksaan penunjang yang baik setelah IVP tidak mampu
(ureterokutaneus), atau vagina (ureterovaginal, pada operasi transvaginal), urinoma, menggambarkan tingkat cedera dengan baik. APG memberikan arti yang lain dalam
ileus yang lama dan gagal ginjal bila terjadi obstruksi bilateral (10%). Tanda yang mengevaluasi tingkat cedera dengan baik. Pemeriksaan tersebut sebaiknya
muncul dari fistula aorto-uretric atau graft-ureteric bisa gross hematuri ringan dikombinasikan dengan diagnosis untuk penanganan definitif. RPG meskipun
sampai masif. akurat untuk menunjukkan adanya dan lokasi ekstravasasi, tetapi memakan waktu
yang lama dan tidak praktis.
Sehingga RPG kurang berperan dalam penanganan trauma akut. Bagaimanapun PENANGANAN
juga, pemeriksaan ini berguna pada saat terjadi keterlambatan diagnosis dan dengan Diagnosis cedera ureter yang tepat dan cepat sebaiknya ditegakkan dengan cara
komplikasi seperti urinoma atau obstruksi yang tidak jelas. eksplorasi dan rekonstruksi melalui insisi median transperitoneal. Tidak adanya
perdarahan dari tepi irisan ureter menunjukkan adanya iskemia dan memerlukan
Nuclear Renal Scans: debridemen ureter sampai didapat jaringan yang sehat. Kontusi atau lebam ureter
Tidak hanya berguna sebagai alat diagnosis tetapi juga sebagai pemandu yang diakibatkan oleh cedera akibat ledakan, minimal sebaiknya dipasang drain
penanganan. Scan nuklir digunakan untuk menilai fungsi ginjal, obstruksi dan retroperitoneal dan stent. Pada kontusi berat, ureter sebaiknya direseksi segmental,
ekstravasasi. Kelemahan pemeriksaan ini adalah tidak dapat digunakan untuk deridemen dan reanastomosis datas stent. Apabila pada akibat luka ledakan tidak
mendefinisikan tingkatan dan lokasi cedera. direseksi, sebaiknya dipasang dobel J stent dan drain retroperitoneal. Pada setiap
rudapaksa tajam harus dilakukan tindakan eksplorasi untuk menilai ada tidaknya
Voiding Cystourethrogram (VCUG): cedera ureter serta cedera ikutan lain. Metode standar penanganan cedera ureter
VCUG bermanfaat pada kasus-kasus fistula ureterovagina untuk membedakan tersering adalah ureteroureterostomi, tetapi cedera ureter distal lebih baik ditangani
antara kasus fistel vesikovaginal atau refluks vesikoureteral. dengan anastomose vesikal. Pilihan terakhir tetapi jarang sekali diperlukan adalah
autotransplantasi ginjal.
Magnetic Resonance Imaging (MRI):
MRI bermanfaat pada kasus-kasus dengan pasien yang alergi dengan kontras atau Prinsip penanganan cedera ureter meliputi :
fungsi ginjal yang buruk. Debridement yang cermat terutama sampai dengan area yang berdarah antar cedera
ureter, semua jaringan yang telah mati harus dibuang. Mukosa-ke-mukosa,
4. Diagnosis Intraoperatif pemasangan spatula dengan baik, kedap air, dan yang terpenting adalah anastomosis
Mayoritas cedera tajam ureter terdiagnosis intraoperatif. Eksplorasi secara langsung yang bebas tegangan dengan benang absorbable diatas stent yang sudah terpasang,
adalah cara untuk diagnosis yang paling akurat. Cara yang paling dapat dipercaya penjahitan yang kedap air. Stent ureter (pada kasus-kasus tertentu) atau diversi urin.
untuk menentukan viabilitas ureter adalah dengan mengiris dan mengamati adanya Prosedur penanganan harus steril, bebas dari fibrosis retroperitoneal dan kanker.
perdarahan di tepi luka. Peristaltik ureter bukan merupakan indikasi yang dapat Membiarkan ureter dapat bergerak bebas sehingga masih bisa menghasilkan gerakan
dipercaya untuk viabilitas dan atau vaskularisasi yang adekuat. Indigo carmine peristaltik. Perhatian khusus diperlukan untuk mencegah pergerakan dan
intravena juga berguna untuk mengidentifikasi cedera ureter dengan adanya devaskularisasi ureter yang tidak perlu. Isolasi anastomosis dari kontaminasi bila
ekstravasasi warna biru dari tempat cedera. Cara lain untuk mengetahui keutuhan disertai cedera usus, dan penyaliran dengan drain di daerah retroperitoneal. Yang
ureter adalah sistostomi dan injeksi indigo carmine retrograd dengan NGT pediatrik. paling penting adalah melakukan pengaliran urin yang ekstravasasi dan
menghilangkan obstruksi. Disarankan meletakkan lemak, omentum atau peritoneum
DIFERENSIAL DIAGNOSIS dan otot penyokong diantara anastomose untuk mencegah adhesi dan obstruksi.
Cedera ureter dapat mengakibatkan peritonitis apabila urine masuk ke dalam rongga Tindakan-tindakan standar meliputi irigasi luka, drainase yang cukup dan pemberian
peritoneum. Urografi ekskretori akan memperlihatkan keterlibatan ureter. Oliguria antibiotik profilaksi. Pemasangan stent ureter internal tidak selalu diperlukan, tetapi
dapat terjadi akibat dehidrasi, reaksi tranfusi, atau cedera ureter bilateral inkomplet. dapat mencegah resiko-resiko yang tidak perlu, oleh karena itu sifatnya dianjurkan.
Anuria total akibat dari cedera ureter bilateral dan merupakan indikasi untuk segera Pemasangan stent khususnya dianjurkan untuk cedera yang mengalami komplikasi
dilakukan pemeriksaan urologi. Fistula vesicovaginal dan ureterovaginal kadang karena kontaminasi, radiasi, iskemia atau bersamaan dengan cedera vaskuler. Pada
membingungkan. Cairan methilen biru yang dimasukkan ke dalam kandung kencing beberapa kasus, pemasangan stent saja dapat menyebabkan penyembuhan total
akan mewarnai cairan yang keluar dari fistula vesicovaginal. Sistoskopi dapat untuk ureter. Tindakan yang dilakukan terhadap cedera ureter tergantung pada saat cedera
melihat defek kandung kencing. Retrograd Ureterografi dapat untuk menemukan ureter terdiagnosis, keadaan umum pasien, dan letak serta derajat lesi ureter.
adanya fistula ureter. Tindakan yang dapat dilakukan:
1. Ureter saling disambungkan (anastomosis end to end)
2. Implantasi ureter ke buli-buli (neoimplantasi ureter pada buli-buli, flap Boari,
atau Psoas hitch)
3. Uretero-kutaneostomi
4. Transuretero-ureterotomi (menyambung ureter dengan ureter pada sisi yang
lain)
5.
Nefrostomi sebagai tindakan diversi atau nefrektomi.
Stent berguna untuk meluruskan daerah anastomosis, mencegah ekstravasasi, Cara ini melibatkan penarikan kandung kemih ke superior dan lateral dengan
mencegah ostruksi karena udem, dan sebagai pengaman daerah sekitar ureter memfiksasinya ke tendo psoas dengan benang absorbable. Anastomosis ureter
untuk mengalami proses penyembuhan. Suatu penelitian tentang proses kemudian dapat dikerjakan ke arah medial menuju hitch. Pemasangan stent
penyembuhan ureter ditunjukkan bahwa mukosa sembuh dalam 3 miggu dan postoperasi direkomendasikan selama 10-14 hari dan pelepasan stent sebaiknya
kontinuitas muscular terjadi dalam 7 minggu. Direkomendasikan bahwa stent didahului dengan pemeriksaan radiografi pada saat membuka anastomosis.
dipertahankan 6-8 minggu setelah pemasangan. Terdapat berbagai macam ukuran Komplikasi meliputi obstruksi ureter, kebocoran urine dan kesulitan berkemih,
panjang dan diameter stent (4-8 F). Pemilihan ukuran stent bergantung dari meskipun jarang terjadi. Cara ini merupakan penanganan yang sangat berhasil
diameter ureter dan tinggi badan pasien. Stent harus terpasang pas dengan ukuran yang mudah dikerjakan dan serbaguna. Cara ini dapat dikombinasikan dengan
ureter dan tidak mengakibatkan kompresi dinding ureter yang dapat mengganggu Boari flap sebaik nephropexy ke bawah untuk menyambung defek ureter yang
suplai darah ureter. Panjang stent yang tepat dapat diukur dari IVP atau RPG lebar.
(panjang dikoreksi dengan pembesaran 10% ditambah 1 cm) atau dari tinggi dan
jenis kelamin pasien. Rata-rata pria dewasa membutuhkan stent sepanjang 26 cm Boari Bladder Flap
dan rata-rata wanita membutuhkan 24 cm. Semua jenis stent menyebabkan erosi Merupakan tehnik yang dapat digunakan untuk mendapatkan tambahan panjang
epitel dan ulserasi. untuk menangani defek ureter, melibatkan pembuatan flap kandung kemih
posterolateral yang berdasarkan arteri vesikalis superior atau salah satu
Untuk tujuan pembedahan, ureter dapat dibagi menjadi 3 bagian: distal,
cabangnya. Defek sepanjang 12-15 cm dapat disambung dengan cara ini, dan
medial dan proksimal. Macam-macam akses operasi, tergantung pada bagian
jika dikombinasikan dengan psoas hitch dapat menyambung defek sampai 18
ureter yang dibuka.
cm. Hal terpenting pada tehnik ini adalah memastikan bahwa lebar dasar flap
A. Cedera Ureter Distal (di bawah vasa iliaka)
minimal 4 cm dengan maksud untuk mencegah terjadinya iskemia. Kemudian
Ureteroneosistostomi
flap difiksasi ke superior tendo psoas. Ureter dianastomosis ke flap, kemudian
Setelah ujung proksimal ureter didebridemen sampai didapatkan jaringan yang
flap digulung ke anterior kedalam selang dan ditutup dengan dua lapis.
sehat dan dipasang spatula, penananam kembali ureter refluks di daerah yang
terfiksir (dasar kandung kemih/trigonum) lebih baik daripada ditanam di daerah
atap kandung kencing yang mudah bergerak. Pemasangan stent ureter adalah
selama 4-6 minggu. Penanganan cedera yang melibatkan ureter distal, yaitu B. Cedera Ureter Media
dibawah vasa iliaka, yang membahayakan suplai darah ke ureter distal, paling Ureteroureterostomy
Mayoritas transeksi ureter komplet atau simpel dapat ditangani dengan
baik ditangani dengan ureteroneosistostomi.
Penanganan ini dapat mempertemukan defek ureter sampai dengan 4-5 cm. ureteroureterostomi primer. Cara ini dapat menyambung defek sepanjang 2-3
Bagaimanapun juga penanganan antirefluks tergantung dari umur pasien dan cm. Karena sambungan yang tegang dapat menyebabkan terjadinya striktur, cara
ini hanya dipakai ketika defek ureter pendek. Kedua belah segmen dispatulasi
tingkat keparahan cedera. Refluks pada dewasa tidak menunjukkan gangguan
dan kedap air, dilakukan anastomosis bebas tegangan setelah pemasangan stent
fungsi ginjal pada pasien dengan kandung kencing yang normal, saluran kencing
ureter dobel J. Angka keberhasilan dengan cara ini lebih dari 90%.
yang non obstruksi dan tidak ada infeksi traktus urinarius. Salah satu tehnik yang
menarik adalah pemasangan spatula antirefluks pada neosistostomi ureter. Ureter
diinsisi longitudinal sekitar 1 cm dan kemudian tepinya di eversikan untuk Transureteroureterostomi
membentuk segitiga. Dibuat sistostomi kecil dan ureter dimasukkan ke Sangat berguna pada saat terdapat cedera ikutan di rectum, vaskuler pelvis mayor
atau cedera kandung kencing yang luas. Ureter yang mengalami cedera dibawa
dalamnya. Tehnik ini sangat berguna apabila panjang ureter terbatas.
melintasi garis median melalui celah mesenterium atau mesokolon, di cranial
arteri mesenterika inferior, sehingga ureter tidak mengalami kinking.
Vesico-Psoas Hitch
Anastomosis end to side ureter dipasangi stent dan didrainase. Jika terjadi defek
Untuk kerusakan ureter distal yang lebih lebar, sebuah psoas hitch pada tendo
psoas minor ipsilateral dapat mempertemukan celah yang ada. Pedikel kandung yang luas pada cedera ureter proksimal dan atau media, dan panjang untuk
kemih kontralateral dipisahkan untuk menambah ruang gerak kandung kemih. menyambung dengan kandung kemih tidak mencukupi, TUU merupakan pilihan
terapi (lihat gambar 4). Selang NGT atau stent dobel J dapat dilewatkan dari
Kemudian ureter ditanam diatas stent ureter dan dipasang selang suprapubik.
kandung kemih ke pelvis renal ginjal donor untuk stent. Angka keberhasilan cara
Apabila tidak dapat dibuat anastomosis yang bebas tegangan dengan uretero-
ini telah dilaporkan lebih tinggi dari 92%.
neosistostomi simpel, dapat dilakukan vesico-psoas hitch (lihat gambar). Tehnik
ini dapat digunakan untuk menyambung defek sepanjang 6-8 cm dengan tingkat
keberhasilan 95% pada pasien dewasa dan anak-anak.
C. Cedera Ureter Proximal Kontraindikasi relatif meliputi tumor urothelial, tuberkulosa genitourinaria,
Ureteroureterostomi nefrolithiasis, penyinaran abdomen atau pelvis, fibrosis retroperitoneum, dan pada
Cedera pada sepertiga proksimal ureter, paling baik ditangani dengan uretero- kasus cedera ureter saat operasi bypass aortoiliaka. Pergunakan autotransplantasi
ureterostomi primer. Bagaimanapun juga, diperlukan penambahan panjang ureter pada pasien yang berumur kurang dari 60 tahun, atau yang tanpa diserta penyakit
untuk membuat anastomosis bebas tegangan. Perubahan posisi ginjal diperlukan ginjal dan aterosklerosis aortoiliaka. Adanya fibrosis retroperitoneum merupakan
untuk membantu situasi seperti ini. Ginjal diputar ke inferior dan medialpada kontraindikasi relatif karena potensial untuk terjadinya obstruksi vena.
pedikel vaskularnya, kemudian pole bawah ginjal dijahit ke m. psoas. Kontraindikasi untuk melakukan penggantian ureter ileum meliputi kadar serum
Setidaknya panjang 5-8cm dapat diperoleh dengan cara seperti ini. kreatinin yang lebih tinggi dari 2 mg/dL, neurogenik bladder, obstruksi saluran
kandung kencing, peradangan, penyinaran usus dan gagal hepar.1,11
Substitusi Ileal ureteral
Merupakan metode penanganan pilihan untuk segmen yang hilang terlalu Komplikasi
panjang atau tiadanya ureter. Pada kasus sulit seperti ini, merupakan indikasi Komplikasi tersering pada semua jenis penanganan cedera ureter adalah striktur atau
untuk melakukan substitusi ureter intestinal dengan ileum stenosis ureter yang akan mengakibatkan hidronefrosis, ekstravasasi urin kronis
pada cedera ureter yang tidak terdeteksi dapat mengakibatkan terjadinya urinoma
Autotransplantasi retroperitoneal yang luas; abses, fistel, pyelonefritis dan uremia (pada cedera
Merupakan pilihan yang lain untuk cedera ureter proksimal dengan defek yang bilateral). Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan stent
panjang. Hanya digunakan pada pasien kurang dari 60 tahun dan tanpa penyakit jangka panjang dan nefrrostomi adalah bergesernya stent, infeksi, nyeri dan
penyerta aterosklerosis aortoiliaka dan kelainan ginjal. Adanya fibrosis kehilangan fungsi ginjal.
retroperitoneal merupakan kontraindikasi karena potensial untuk terjadinya
obstruksi vena. Tehnik ini khususnya digunakan pada keadaan fungsi ginjal
kontralateral kurang atau tidak berfungsi. Arteri dan vena ginjal disambung Pencegahan
dengan vasa iliaka dan ureter atau pelvis ginjal yang sehat dianastomosis pada Sebelum melakukan tindakan operasi dengan massa yang besar di pelvis yang
kandung kencing. menyebabkan pergeseran ureter, sebaiknya dipasang kateter pada ureter untuk
memudahkan identifikasi ureter pada saat operasi. Pemasangan kateter adalah aman
Nefrektomi dan tidak banyak menimbulkan komplikasi, serta tidak mencegah terjadinya cedera
Merupakan alternatif operatif selanjutnya. Nefrektomi dikerjakan ketika tidak tetapi membantu dalam menegakkan diagnosis dan penanganan cedera yang terjadi.
dapat tercapai fungsi ginjal yang optimal atau pada saat cedera yang luas dan
kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan cara penanganan secara Prognosis
rekonstruktif. Prognosis untuk cedera ureter adalah baik dan memuaskan apabila cedera dapat
dideteksi secara dini dan dilakukan tindakan koreksi operasi, terutama pada kasus-
Pasien yang tidak Stabil kasus cedera iatrogenik. Bila diagnosis dan penanganan terlambat, akan
Ketika pasien tidak stabil untuk menjalani rekonstruksi ureter, dapat dilakukan memperburuk prognosis karena terjadi infeksi, hidronefrosis, abses, fistel dan
ureterostomi kutaneus sementara dengan pemasangan stent ureter singel “J”. Pilihan fibrosis periuretral yang hebat
alternatif terakhir adalah ligasi ureter pada proksimal daerah cedera, diikuti dengan
pemasangan selang nefrostomi bila telah stabil. Rekonstruksi definitif ditunda
(sampai dengan 2 minggu) sampai pasien stabil.

KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi relatif untuk melakukan vesicopsoas hitch, adalah ukuran kandung
kencing yang kecil, disinar dan neuorogenic bladder. Kontraindikasi relatif untuk
Boari Flap, kandung kencing yang kecil, kempes , disinar dan neuopatik; karsinoma
transisional sel. Kontraindikasi mutlak untuk melakukan transureteroureterostomi
(TUU) meliputi donor ureter yang terlalu pendek atau ureter penerima yang tidak
sehat.
TUUC ------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002
Bagian yang menonjol dari dinding ureter terdiri dari tunika muskularis yang dibagi
menjadi stratum longitudinal bagian dalam dan stratum sirkularis bagian luar. Pada
ureterovesical juntion tunika muskularis membelok kedalam ureter dan dipisakan
dari tunika muskularis ureter oleh jaringan ikat longgar yang disebut Waldeyer’s
Transureterouretrostomy cutaneous (TUUC) adalah salah satu tehnik rekonstruksi sheath .
ureter dengan cara melakukan anastomosis ureter kanan dan kiri dengan Fungsi ureter adalah untuk mengalirkan urin dari pelvis renis ke kandung kemih,
memotong garis tengah dan mengeluarkannya ke didinding abdomen sebagai urin turun oleh karena adanya gerakan peristaltik pada ureter yang disebabkan oleh
diversi urine. Cara ini dapat menguntungkan pasien yang menderita penyakit pacuan pacemaker pada kaliks dan pelvis, pacemaker ini terpacu jika cukup urin
obstruksi uretral bagian distal seperti adanya keganasan di rongga pelvis yang yang merangsang dan keluar dalam bentuk bolus (bola-bola), ketika memasuki
inoperable dan sifatnya permanen sehingga tidak selalu menggunakan stent dan kandung kemih dalam bentuk turbulensi (seperti disemprotkan). Ureter masuk
Urostomy externa . kedalam kandung kemih miring dan bagian ureter yang terletak submukosa
Transureterouretrostomy pertama kali di uji pada hewan, tahun 1934 Vermooten terbentuk suatu lipatan (plica) sehingga bila kandung kemih penuh, isi kandung
dan Neus wanger mengenalkan tehnik sub mukosa dari reimplantasi ureter pada kemih mendorong plica tersebut sehingga menutupi muara ureter dan mencegah
anjing yang berguna untuk mengurangi refluk vesikoureter paska operasi refluks urin .
dibandingkan anastomosis vesika urinaria. Tahun 1935 cara ini diterapkan pada
manusia untuk kasus-kasus yang disebabkan oleh tumor ganas yang menimbulkan KLINIS
obstruksi ureter atau obstuksi uropati,dimana aliran airkemih terganggu sedemikian Dalam perjalanannya penderita obstruksi uropati akan mengeluh nyeri pinggang
rupa sehingga tekanan sebelah proksimal harus ditingkatkan untuk memungkinkan akibat distensi ureter dan kapsul ginjal, dimana tidak akan berobah dengan
aliran melewati tempat yang menyempit tersebut. Obstruksi uropati mempunyai perubahan posisi. nyeri pinggang yang berhubungan dengan saat buang air kecil,
potensi penyebab terganggunya fungsi ginjal dan merupakan paktor predisposisi adalah khas untuk vesicouretral refluk. Apabila ada anuria, kemungkinan adalah
terjadinya infeksi saluran kemih,oleh kerena itu obstruksi saluran kemih merupakan adanya obstruksi total kedua ginjal atau pada ginjal soliter. Pada obstruksi
masalah klinis yang sangat penting . Terapi penderita obstruksi uropati dimulai intravesika kronis, akan dijumpai adanya hesitancy, pancaran lemah, menetes pada
dengan upaya menghilangkan bendungan air kemih berupa diversi urine sehingga akhir buang air kecil, frekuensi, dan overflow incontinence. Hematuria, disuria,
dapat memelihara fungsi ginjal dan mencegah atau menghilangkan infeksi . dijumpai bila telah timbul infeksi. Gejala mual, muntah kehilangan berat badan,
pucat, akan timbul bila telah terjadi uremia akibat hidronefrosis bilatral .
EPIDEMIOLOGI Nyeri tekan daerah pinggang dijumpai, sering pada obstruksi yang akut, khususnya
Dalam literatur dinyatakan dari 6 artikel yang ada dilaporkan ada 600 kasus yang lagi bila telah terjadi infeksi . Pembasaran ginjal bisa terpalpasi akibat akumulasi
menggunakan transureterouretrostomy mulai dari tahun 1975 sampai dengan cairan dalam kolekting sistim. Pembesaran kandung kemih juga dapat terpalpasi,
sekarang. Angka ini menunjukan angka lebih tinggi disebabkan oleh kenyataan sebagai massa supra pubik, fluktuen, nyeri tekan, dan bisa berupa massa padat,
bahwa prosedur ini jarang di laporkan secara ilmiah Hasil terbanyak yang keras, apabila merupakan suatu tumor kandung kemih. Pada pemeriksaan colok
dilaporkan dari England sebanyak 253 kali baik di gunakan pada tumor jinak atau dubur bisa dievaluasi tentang keadaan kelenjar prostat, kemungkinan adanya
pun tumor ganas pada ureter distal (Noble 1997). Di RSUP dr.Sardjito belum ada keganasan rektum atau pun massa pelvis lainnya. Pada wanita pemeriksaan
melaporkan jumlah yang telah menggunakan tehnik ini secara ilmiah . genikologis diperlukan umtuk kemungkinan adanya penyakit dalam rongga pelvis
sebagai penyebab obstruksi .
ANATOMI FISIOLOGI URETER
Ureter teletak pada daerah retroperitoneal berbentuk seperti pipa yang sedikit pipih, PEMERIKSAAN PENUNJANG
berdiameter 4-7mm. Panjang bervariasi sekitar 25-30 cm. Lumen ureter berbentuk Pemeriksaan penunjang sangatlah penting dan sangat membantu untuk mengambil
celah sempit dan mempunyai penampilan seperti bintang karena mukosanya terlipat langkah selanjutnya dengan mengetahui keadaan ureter dan pelvis ginjal, panjang
secara longitudinal. Kedua ureter menembus dinding kandung kemih pada ureter yang adekuat dan batas distal dari kebutuhan pembedahan dengan cara antara
fundusnya, terpisah dengan jarak sebesar 4-5 cm, miring dari arah lateral dari lain :
belakang atas ke medial depan bawah. Ureter berjalan sepanjang 2 cm di dalam  Intavenous pyelogram (IVP), Retrograde pyelogram (RPG)
dinding kandung kemih dan berakhir pada suatu celah sempit yaiti ostium ureter.  Antegrade nephrostogram
Gambaran mikroskopik ureter pada potongan melintang terdiri dari stratum  CT scan Reformating ( Pemeriksaan ulang )
intermidiet jaringan ikat retroperitonial dan menebal disebut periureteric sheath.  MRI dengan Gondolinium Intra Vena
Bagian dalam ureter adalah mukosa yang terdiri dari epitel transisional.  Pouch-O-gram atau Loop -O- gram jika terjadi refluk
PENGOBATAN mendapat pe ngobatan radiasi . Bahayanya prosedur ini dapat memicu terjadinya :
Hampir tidak ada terapi medis yang dapat membantu selain tindakan bedah pada * Stenosis Fungsional pada anastomosis
pasien yang menderita obstruksi total ureter yang disebabkan tumor di bagian distal * Fistel urinari
ureter dengan cara menghilangkan bendungan urin atau diversi urin diantaranya: * Uretrouretral refluk
- Nephrostomi
- Uretroneosistostomi Gbr. diagram transureterouretrostomy
- Tranverse ureterouretrostomi
- Ureterosigmoidestomi
- Transureteroureterostomy Cutaneous

INDIKASI
Transureterouretrostomy cutaneous(TUUC) merupakan prosedur sederhana untuk
diversi urin, yang dapat di kombinasikan dengan tehnik lain dan dapat ditoleransi
dengan baik sebagai indikasi pada :
 Refluk vesikoureter grade IV-V, refluk menetap, atau pasien dengan infeksi
yang berat
 Keganasan didaerah pelvis
 Leukoplakia yang terlibat secara luas pada bagian-bagian ureter
 Striktur ureter distal
 Mega ureter
 Iatrogenik (operasi daerah pelvis)
Insisi peritonium pada bagian ureter yang terlibat sampai pelvis kecil, identifikasi
KONTRAINDIKASI ureter sampai tampak dan bebas sehingga anastomosis dapat dilakukan tanpa
 Kondisi yang buruk pada ureter proksimal dan ginjal tegangan, buang atau potong jaringan yang mati kemudian dilakukan penyambungan
dengan jaringan yang sehat. Tandai ujung vesikouretral dengan cat gut splitt ureter
 Riwayat penyakit batu yang berat
yang diatasnya dengan cateter plastic F 8, kemudian insisi ureter lainnya dengan
 Fibrosis retroperitoneal
hati-hati sejajar dengan pembuluh darah sampai miring. Buatlah anastomosis end to
 Tumor ganas pada renal pelvis side dengan jahitan interuptus dari kromik dengan ukuran ( 0000 ) atau (00000 )
 TBC genitourinaria sesuai dengan diameter ureter, satu jahitan di bagian atas dan satunya di bawah
diantaranya ditambah jahitan selanjutnya tutup peritonium diatas anastomosis
dengan mengeluarkan ujung ureter kesisi lain, tutup luka operasi lapis demi lapis .
HISTOPATOLOGI
Pada pasien yang menderita suatu keganasan atau pasien yang mengalami obstruksi
ureter dari kasus yang tidak di ketahui biasanya akan melibatkan multi disiplin ilmu
onkologi, patologi anatomi, radiologi dan lain-lain .
Frozen section pada saat operasi transureterouretrostomy kemungkinan dapat
mendiagnosis penyakit yang jarang seperti fibrosis retroperitonial, amiloidosis atau
malakoplakia .

TEHNIK OPERASI
 Transureterouretrostomy
Pada ureteroureterostomy transverse bagian atas dua pertiga dari satu ureter di
pindahkan pada sisi lain dan di anastomosiskan pada ureter yang lain . Operasi
ini berguna ketika indikasi Boari Plasty tidak dapat di lakukan, sebagai contoh
ketika kantong kemih kecil dan tidak dapat dilebarkan atau setelah pernah
 Transureterouretrostomy Cutanius ( TUUC ) b. Obstruksi
Persiapan pasien yang akan dilakukan tindakan operasi dengan menandai letak Segera setelah operasi, berbagai obstruksi bisa terjadi. Hal ini kemungkinan
ureteroustomi, lakukan penandaan dengan posisi pasien duduk atau telentang. disebabkan karena udem, perdarahan trigonum vesika dan spasme kandung
Lokasi klasik adalah 3-4cm pertengahan anterosuperior spina iliaka, kemih selain itu juga ada jendalan darah dan sumbatan mukus. Sebagian besar
bagaimanapun penempatan ureter setelah dipindahkan juga tergantung pada obstruksi dapat mereda spontan, pemakaian tube nefrostomi atau stent ureter
ketebalan diding abdomen dan kondisi ureter. Jika ureter atonik dan suplai menjadi penting untuk obtruksi yang tidak bisa mereda
darahnya sedikit jangan memaksakan pilihan letak uretrostomi. .
Insisi pendek secara grid iron diatas spina iliaka diperdalam lapis demi lapis 2. Komplikasi Lambat
sampai peritonium, peritonium dibuka tampak sistima usus dan disisihkan ke a. Refluk
bagian tengah abdomen, retroperitonium dibuka identipikasi ureter tampak Refluk visikoutreter paskaoperasi antara lain disebabkan karena kegagalan
dengan jelas persilangan pembuluh darah iliaka anterior, kedua ureter diperiksa mencapai panjang submukosa yang cukup atau kegagalan otot dalam
dan dibebaskan agar dapat mudah digerakkan dan menentukan panjangnya. memberikan sokongan untuk ureter didalam tunnel .
Jika proses penyakit bilateral maka ureter yang termudah digerakkan yang di
pilih untuk ditanam, ureter dipindahkan di atas yang sakit ke UPJ yang b. Obstruksi
bersebelahan dengan mempertahankan jaringan periuretrik untuk suplai Obstruksi paskaoperasi terjadi bervariasi dalam lokasi dan derajat. Obstruksi
darahnya agar tidak terjadi iskemik dan nekrosis. Ureter penerima hanya komlet biasanya terjadi oleh karena iskemik. Penyebab obstruksi partial atau
memerlukan gerakkan pendek dengan jarak 1-4 cm, pada saat melakukan total termasuk angulasi dari hiatus baru, yaitu aliran yang tidak lancar dan
tansposisi ureter akan melewati bagian bawah arteri mesentrika tanpa pembuatan tunnel submukosa yang tidak adekuat
hambatan atau obstruksi kemudian tempatkan kulit uretrostomi lebih keatas
dan kebawah dari yang direncanakan. Tutup luka operasi lapis demi lapis Komplikasi yang penting adalah fistula urinaria, stasis traktus urinarius bagian atas,
sambil mengeluarkan ujung ureter ke permukaan kulit difiksasi dengan jahitan infeksi dan persisiten atau refluk berulang. Segera setelah operasi dan selama splint
kromik . masih ditempatnya. Jika diurisis adekuat dan pasien diberikan antibiotik,
pielonefritis akut yang hebat tidak terjadi, sepanjang ureter kateter menjamin aliran
urin yang bagus. Fistula urinaria terjadi karena nekrosis bagian paling bawah ureter,
EVALUASI PASCA OPERASI yang dapat terjadi karena diseksi yang salah yang merusak tunika advetensia atau
Transureterouretrostomy cutaneous (TUUC) yang berhasil yaitu jika drainase ginjal jika ureter intra mural tertekan .
lancar dan tidak terdapat refluk. Infeksi asenden biasanya terkontrol meskipun
demikian pielonefritis kadang terjadi. Beberapa senter melakukan pemeriksaan
radiologi paska operasi untuk menilai hasil dari operasi dan memonitor pertumbuhan
dari ginjal . Ultrasonografi ginjal dilakukan 6 minggu setelah opersai dan seharusnya
menunjukkan dilatasi ureter minimal. Sistogram dikerjakan 3 sampai 6 bulan
berikutnya untuk menilai hasil dari operasi. Jika hasil pemeriksaan radiologis
memuaskan, pemeriksaan selanjutnya tidak diperlukan kecuali pasien mengalami
perubahan dari traktus urinarius bagian atas dan infeksi saluran kemih yang berarti 6.

KOMPLIKASI
Komplikasi Segera
a. Refluk
Refluk paska operasi bisa terjadi pada ureter yang telah dioperasi atau pun pada
ureter kontralatral yang sehat. Refluk paskaoperasi kemungkinan disebabkan
sekunder dari udem trigonum vesika setelah operasi. Refluk kontralatral terjadi
sekitar 6-16% pasien dan memerlukan koreksi .
Double Ureter ------------------------------------- RD-Collection 2002
Sedangkan susunan ekskresinya berkembang dari mesoderm mesonephricus
(blastema metanephrigenica). Dibawah pengaruh induksi saluran pengumpul, sel-sel
mesonephricus membentuk gelembung-gelembung ginjal yang selanjutnya
membentuk saluran kecil.Saluran kecil ini selanjutnya membentuk nefron atau
Double ureter komplit, merupakan kelainan congenital dimana ginjal mempunyai 2 kesatuan ekskresi. Ujung proksimal nefron membentuk simpai Bowman (kapsula
saluran pelviokaliseal yang berbeda sehingga ada 2 ureter yang bermuara di saluran Bowman) dari glomerulus ginjal. Ujung distalnya membentuk hubungan terbuka
genitourinaria pada tempat yang terpisah. Insidensi penyakit ini adalah 1 dalam 125 dengan salah satu saluran pengumpul, sehingga terbentuklah jalan penghubung dari
atau 1,8%.Lebih sering terjadi pada wanita. glomerulus ke kesatuan pengumpul. Saluran ekskresi ini kemudian berkembang
Ginjal terbagi menjadi 2 kutub yaitu: kutub atas dan kutub bawah dan masing-masing menjadi tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, dan tubulus kontortus distal.
kutub mempunyai ureter yang bermuara pada tempat berbeda di saluran Dengan demikian ginjal terbentuk dari 2 sumber yang berbeda: 1. mesoderm
genitourinaria. Sesuai dengan hukum Weigert-Meyer, maka ureter kutub atas metanephros yang membentuk kesatuan ekskresi 2.tunas ureter yang membentuk
mendrainase dibagian bawah dan medial dari ureter kutub bawah. Biasanya terjadi saluran pengumpul.
hidronephrosis kutub atas karena umumnya bermuara secara ektopik,dan sering Pasien dengan double ureter komplit biasanya mempunyai berbagai macam gejala
terbentuk ektopik ureterocele. Pada kutub bawah terjadi reflux karena lemahnya (simptomatik) bila dibandingkan double ureter inkomplit. Hal ini biasanya karena
perkembangan valve. Ginjal berkembang melalui 3 fase perkembangan yaitu: ureter tersebut rentan untuk mengalami obstruksi, refluks dan infeksi.
pronephros, mesonephros, dan metanephros. Pada permulaan minggu keempat,
mesoderm intermediat beragregat (berkumpul) dan berdifferensiasi menjadi tubulus Kasus double ureter komplit di 1 dalam 125 atau 0,8% (11). Dan secara internasional
pronephros. Sel mesoderm intermediat ini pula yang menjadi sel gonads dan sistem sekitar 12-15% dalam populasi umum. Tidak terdapat predileksi ras . Wanita lebih
duktus wolfii. Tubulus pronephros muncul antara somit kedua dan keenam. Tubulus sering mengalami double ureter komplit . Kelainan kongenital urologi lainnya
primitif ini bersifat nonsekretorius, waluapun demikian, ujung kaudalnya berkembang meliputi: renal hipoplasia atau dysplasia. Sedangkan kelainan nonurologi meliputi
menjadi duktus mesonephros sementara sisanya mengalami involusi. kelainan gastrointestinal dan kelainan kardiopulmonal
Selama menghilangnya susunan pronephros, saluran ekskresi mesonephros Seperti telah diterangkan sebelumnya, ginjal mengalami 3 fase perkembangan. Jika
(mesonephric tubule) pertama mulai nampak. Mereka memanjang dengan cepat, tunas ureter muncul lebih proksimal dari normal pada duktus mesonefros, maka
membentuk sebuah jerat menyerupai huruf S dan memperoleh sebuah glomerulus orifisium ureter terletak lebih medial dan caudal dari biasanya. Jika tunas ureter
pada ujung medialnya. Disini saluran ini membentuk simpai (kapsula) Bowman. muncul lebih distal dari biasanya, maka orifisium ureter akan terletak lebih cranial
Simpai (kapsula) Bowman bersama dengan glomerulus membentuk corpusculum dan lateral dari biasanya. Pada pria, mesonefros akan berkembang menjadi
mesonephricus (renalis). Pada ujung yang berhadapan, saluran ekskresi ini bermuara epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, dan prostat. Sedangkan pada wanita,
ke saluran pengumpul yang memanjang, dikenal sebagai saluran mesonephros duktus ini akan berkembang menjadi epoophroon, oophoroon, dan duktus Gartner
(mesonephric duct) atau saluran wolff, semua ini terjadi pada umur kehamilan 4- 8 Walaupun Double ureter merupakan kelainan pembentukan sejak lahir namun usia
minggu. Sementara saluran kaudalnya tetap berdifferensiasi, saluran kranial dan pasien saat terdiagnosis bervariasi bergantung pada jenis anomali, komplikasi yang
glomerulinya berdegerasi dan menjelang akhir bulan kedua, sebagian besar telah ditimbulkannya dan kelainan sekunder yang menyertainya. Bila tidak menimbulkan
menghilang. Akan tetapi, beberapa buah saluran kaudal dan saluran mesonephros komplikasi, dan gejala sekunder, biasanya anomali ini ditemukan secara kebetulan
tetap ada pada pria tetapi menghilang pada wanita. dari pemeriksaan karena alasan lain
Metanephros mulai tampak pada minggu kelima. Kesatuan-kesatuan ekskresinya Manifestasi klinis pada pasien double ureter komplit dapat berupa infeksi saluran
berkembang dari mesoderm mesonephricus (blastema metanephrogenica) dengan cara kencing selama masa kanak-kanak, hidronefrosis bahkan dapat berupa massa
yang sama sesuai dengan mesonephros. Tetapi perkembangan saluran pengumpulnya, retroperitoneal dan abdominal. Dan jarang menyebabkan hipertensi. Insidensi
berbeda dari susunan ginjal lainnya. Saluran-saluran pengumpul ginjal berkembang refluks vesikoureteral, dan jaringan parut parenkim meningkat pada pasien ini.
dari tunas ureter (ureter bud), suatu penonjolan saluran mesonephros dekat dengan Pasien dapat mengalami demam dan disuria. Prolaps ureterocele pada duplikasi
muaranya ke dalam kloaka. Tunas ureter ini menembus jaringan metanephros, yang ureter dapat menyebabkan obstruksi urethra pada pria dan wanita. Pasien duplikasi
berupa penutup kepala yang membungkus ujung distalnya. Selanjutnya tunas ini ureter dengan insersi ureter ektopik dapat mengalami inkontinensia urin terutama
melebar membentuk piala ginjal sederhana dan terbagi menjadi bagian kranial dan wanita karena sering bermuara di vagina. Sedangkan pria selalu “kering” karena
kaudal, yang akan menjadi kaliks mayor dan kaliks minor. Dengan demikian tunas insersi ureter yang ektopik selalu diatas sphincter misalnya pada vas deferens
ureter membentuk ureter, piala ginjal, calyces majores dan minores, dan kurang lebih Urethra posterior merupakan tempat tersering terminasi dari ureter ektopik (1)
1-3 juta saluran pengumpul (collecting duct). .Drainase ke traktus genitalia lebih sering ke vesikula seminalis (3 kali lebih sering
bila dibandingkan gabungan antara duktus ejakulatorius dan vas deferens) .
Untuk morbiditas dan mortalitas pada double ureter tidak ditemukan, karena
sebagian besar kasus duplikasi ureter ditemukan secara insidental. Insidensi
hidronefrosis dan pyelonephritis pada kasus duplikasi ureter komplit terjadi
peningkatan. Penegakkan diagnosis double ureter komplit secara dini in utero dapat
menggunakan antenatal ultrasound. Sedangkan pemeriksaan lainnya berupa,
pielografi intravena, cystourethrogram, antegrade pyelographi, computerized
tomographi (CT-scan), magnetic resonance (MR) .
Vaskularisasi
URETHRAE Urethra secara umum mendapat vaskularisasi dari arteri pudenda interna. Urethra
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 pars pendulosa mandapat vaskularisasi dari arteri penis komunis cabang dari arteri
pudenda interna dan arteri bulbaris, sedangkan pars bulbosa mendapat vaskularisasi
dari arteri bulbaris, arteri dorsalis penis maupun vasa sirkumflexa dan perforantes dari
Anatomi corpus cavernosum ke spongiosum.
Urethra merupakan suatu struktur tubuler fibroelastik yang menghubungkan vesica Inervasi somatic sensoris berasal dari S3 dan S4 melalui nervus ilioinguinal dan
urinaria dengan dunia luar. Panjang urethra laki-laki dewasa sekitar 10-15 cm. genito femoralis. Inervasi simpatis vasomotor dari pleksus hipogastrikus, sedangkan
Secara garis besar urethra pada laki-laki dibagi dua yaitu : parasimpatis berasal dari S2, S3 dan S4 melalui nervi erigentes. Drainase limphatik
 Urethra posterior  terdiri dari pars prostatica dan pars membranosa menuju lnn. inguinal yang superficial dan profunda dan kemudian menuju lnn. Iliaca
 Urethra anterior  meliputi pars bulbosa dan pars pendulosa eksterna dan lnn. Hipogastrika.

Pembagian ini dibatasi oleh diafragma urogenital.. Pada wanita, urethra panjangnya Anatomi lapisan fascia
4 cm dan diameter 32 mm dan disamakan sebagai urethra pars prostatika dan pars Anatomi lapisan fascia merupakan hal yang penting diketahui untuk memahami
membranosa pada lakil–laki. Pada laki-laki urethra mempunyai dua fungsi yaitu trauma urethra. Trigonum urogenitalis yang merupkan bagian anterior perineum,
sebagai rute untuk urine dan semen. Pars pendulosa membentang dari fossa dibatasi oleh simphisis pubis, ramus os pubis dan garis yang ditarik dari kedua
navicularis sampai tepi distal m. bulbospongiosus, urethra pars bulbaris merupakan tuberositas ichiadicum.
segmen urethra yang ditutupi oleh m. bulbospongiosus dan m. ichiocavernosus. Lapisan trigonum urogenitalis terdiri dari:
Urethra pars membranacea terletak antara pars bulbosa dan prostatika, melalui 1. cutis
diafragma urogenital yang terdapat sphinter urethra eksterna. Urethra pars prostatika 2. subcutis
membentang dari apeks sampai basis prostat. Lumen urethra pars pendulosa terletak 3. fascia superfisialis
pad bagian tengah corpus spongiosum, sedangkan urethra pars bulbosa terletak pada fascia ini terdiri dari dua lapisan, pertama suatu lapisan lemak yang
bagian distal. Urethra pada laki-laki dibentuk oleh epitel transisional sama dengan mengandung vasa dan nervi cutanea dan m. dartos yang melanjutkan ke
epitel pada saluran kemih bagian bawah, tapi pada urethra pars membranosa dan scrotum. Lapisan kedua bersifat membranosa yang dikenal sebagai fascia colles,
pars penil epitel tersebut berubah menjadi epitel pseudokolumner dan perubahan merupakan kelanjutan dari fascia scarpa dinding anterior abdomen.
terakhir terdapat pada bagian distal dari urethra pars penil yang berubah lagi menjadi Perlengkatan fascia colles yaitu pada fascia lata, arcus pubicum dan basis dari
epitel squamosa. membrana perineum. Fascia ini melanjutkan ke lapisan penis dan scrotum dan
pada scrotum dikenal sebagai tunica dartos.
Kemudian dibagi lagi mejadi 5 subbagian yaitu : 4. Superfisial perineal pouch
1. Fossa navikularis; pada bagian ini, urethra terletak dalam jaringan sponge Struktur ini merupakan suatu kompartemen pada bagian perineum urogenital
erektil glans penis dan berakhir pada batas (junction) antara epitel urethra dan yang dibatasi oleh fascia colles sebagai lantai dan membrana perineum sebagai
kulit glans. Pada bagian ini, urethra dilapisi oleh epitel stratified squamosa atap. Kompartemen ini berhubungan dengan spatium diantara fascia colles dan
2. Penile atau pendulous urethra; urethra terletak distal dari muskulus fascia buck’s di penis dan spatium diantara tunica dartos dan facia spermatika
ischicavernosus dan dibungkus oleh korpus spongiosum. Pada bagian ini, superfisialis di scrotum. Bila terjadi ruptur urethra bulbosa disertai ruptur fascia
urethra dilapisi oleh epitel simple squamosa. buck’s maka akan terjadi ekstravasasi darah atau urine dan tertampung pada
3. Bulbous urethra; urethra terletak dilindungi oleh fusi muskulus ischicavernosus kompartemen maupun spatium tersebut
dan dibungkus oleh bulbospongiosus dan corpus spongiosum. Bulbous urethra, 5. Diafragma urogenitalis
pada bagian distalnya dilapisi oleh epitel squamosa dan secara bertahap berubah Bangunan ini merupakan sekat muskulomembranosa antara cavum pelvis dan
menjadi epitel transisional bila semakin bergerak ke arah proksimalnya. perineum. Diafragma ini terdiri atas empat lapisan yaitu fascia superior, m.
4. Membranous urethra; merupakan bagian yang menembus kantong perineal sphinter urethra membranosa, m. tranversus perinea profundus dan fascia inferior
(perineal pouch) dan dikelilingi oleh sphincter urethra eksterna. Segmen urethra yang dikenal dengan membrana perineum. Beberapa struktur yang melalui
ini tidak menempel pada bagian yang fiks. Bagian ini dilapisi oleh epitel diafragama ini yaitu urethra pars membranosa, arteri bulbaris, arteri pudenda
transisional. interna dan nervus dorsalis penis
5. Prostatic urethra; merupakan bagian dari urethra yang terletak proksimal dari
membranous urethra dan dikelilingi jaringan prosta. Bagian ini dilapisi oleh
epitel yang sesuai dengan bladder dan trigonum.
Urethra terletak eksentrik dalam hubungannya dengan korpus spongiosum di bulous
urethra dan terletak sangat berdekatan dengan struktur dorsum penis.
Posisi urethra dibandingkan dengan korpus spongiosum bermacam-macam yaitu:
1. Di daerah bulbous: urethra terletek eksenstrik dan berhadapan dengan
ligamentum triangulare. Korpora kavernosa membelah menjadi crura masing-
masing.
2. Di daerah shaft penis; urethra terletak lebih sentral. Korpora kavernosa menyatu
dan hanya dipisahkan oleh serabut septal (septal fibers)
3. Di daerah batas koronal: urethra terletak relatif di tengah. Korpora kavernosa
menyatu dan hanya dipisahkan oleh serabut septal.
4. Di daerah fossa navikularis: urethra melebar dan secara total dikelilingi oleh
jaringan sponge erektil glans penis.

Ada 2 macam sphincter yaitu;


a. Sphincter otot polos
b. Sphincter otot lurik

Sphincter otot polos terdiri dari leher buli dan urethra proksimal. Merupakan
sphincter yang bersifat fisiologis bukan anatomis. Tidak bisa dikontrol.
Sphincter otot lurik teridiri dari;
1. Dinding luar urethra proksimal baik pada pria maupun wanita (bagian ini
merupakan bagian sphincter otot lurik yang intrinsik atau intramural)
2. Dan sekelompok otot skeletal mengelilingi urethra di level membranous urethra
pada pria dan di segmen tengah pada wanita (bagian ini merupakan bagian
sphinter otot lurik yang ekstrinsik atau ekstramural dan lebih dikenal sebagai
sphincter urethra eksterna). Dan sphincter ini dapat dikendalikan sepenuhnya.

Urethra dan corpus spongiosum dilapisi oleh tunica albuginea, kemudian bagian
lebih luar beserta corpus cavernosus dilapisi fascia buck’s, dan insersio pada
diaphragma urogenitalis. Bila terjadi trauma urethra, fascia buck’s masih intak,
extravasasi urine atau darah masih di dalam penis , diantara tunica albuginea dan
fascia buck’s sehingga timbul ekimosis penis atau sleeve-like penile ecchymosis .
Jika fascia buck’s ruptur, extravasasi darah atau urine akan meluas ke scrotum,
perineum, paha, dinding anterior abdomen yang dilapisi oleh tunica dartos, fascia
colles, fascia scarpa. Lapisan fascia tersebut masing-masing berhubungan, perluasan
extravasasi urine atau darah dibatasi oleh tempat perlekatan fascia tersebut pada
clavicula, diaphragma urogenital, fascia lata sebelah medial regio femoralis. Pada
daerah perineum gambaran extravasasi tersebut dikenal sebagai butterfly sign karena
berbentuk seperti kupu-kupu, akibat perlekatan fascia colles pada fascia lata .
Trauma Urethrae ------------------------------ RD-Collection
Terjadinya trauma urethra disebabkan oleh kekuatan trauma yang mengenai :
2002
1. diantara prostat yang fixed dan vesica urinaria yang mobil, akan menimbulkan
cedera blader neck
Trauma pada urethra relatif jarang terjadi dan harus dicurigai jika terjadi trauma 2. diantara urethra membranosa yang fixed dan urethra bulbosa yang mobil akan
tumpul pada perineum, straddle injury (cedera pelana), fraktur ramus pubis ataupun terjadi cedera urehra membranosa
trauma langsung pada urethra. Trauma urethra 60% disebabkan oleh trauma tumpul 3. laserasi langsung karena fragmen dari fraktur pelvis
dan 40% oleh trauma tusuk atau trauma iatrogenik. Trauma urethra lebih sering pada 4. robekan karena fraktur pelvis antara simphisis dan rami os pubis
laki-laki dibanding wanita dan lebih sering pada usia 15-25 tahun. Pada laki-laki
trauma urethra selalu berhubungan dengan trauma berat pada pelvis sehingga Cedera urethra pada wanita jarang terjadi karena urethra wanita pendek, mobil,
menimbulkan problem manajemen yang kompleks. Problem ini meningkat jika kurang melekat pada simphisis pubis. Apabila terjadi trauma, paling sering ruptur
trauma pada urethra tidak diketahui dan urethra menjadi lebih rusak akibat parsial, bagian anterior dan laserasi longitudinal. Berbeda dengan laki-laki, pada
pemakaian kateterisasi. Manajemen ruptur urethra yang ideal sampai saat ini masih perempuan cedera urethra dan blader neck biasanya terjadi oleh karena tusukan dari
kontoversial terutama tentang waktu penanganan yang dipilih. fragmen fraktur, dan sering melibatkan cedera vagina. Pada anak laki-laki lebih
sering cedera pada bladder neck karena prostat masih kecil dan imatur.
Trauma urethra posterior
Trauma urethra posterior adalah Gambaran klinis
trauma yang mengenai urethra pars Penemuan klinis biasanya didapatkan lebih dari 1 jam dari kejadian trauma meliputi;
membranosa dan pars prostatica. 1. urethral bleding, perdarahan via meatus 98% sensitive, hal ini karena spaseme
Trauma urethra posterior biasanya dari m. bulbispongiosus, tanda ini mungkin berkolerasi dengan beratnya trauma
berhubungan dengan fraktur pelvis 2. gross hematuria
dimana 5-10% didapat pada kasus 3. ekimosis atau hematom perineum dapat terjadi jika difragma urogenital robek
fraktur pelvis. Cedera urethra posterior 4. hematom pada scrotum atau penis
sangat jarang ditemukan tanpa adanya 5. kesulitan pemasangan kateter
fraktur pelvis. Meskipun demikian, 6. Vesica urinaria penuh, tidak bisa kencing (retensi urine)
cedera urethra posterior ini dapat 7. prostat tidak teraba
disebabkan oleh trauma tumpul yang 8. trias klasik : terdapatnya darah pada meatus, ketidakmampuan untuk
mengenai perineum. Angka kejadian mengkosongkan kandung kemih dan distensi vesica urinaria
trauma urethra posterior adalah sekitar
1,6-9,9%. Ruptur urethra komplet Pemeriksaan radiologis
sekitar 73%, sedangkan ruptur parsial Selain pemeriksaan klinis, trauma urethra posterior dapat dilakukan pemeriksaan
sekitar 27%. Ruptur urethra posterior penunjang berupa :
biasanya lebih banyak ditemukan pada 1. foto BNO atau Ro” pelvis , yang dinilai ada tidaknya terputusnya ring pelvis,
laki-laki dibanding wanita, dimana fraktur ramus pubis anterior dan bilateral, pelebaran sendi sakroiliaka, atau open
kurang lebih 2% dari seluruh pasien. book fracture dengan diastasis pubis.
2. Retrograde urethrography adalah pemeriksaan yang terpilih untuk evaluasi
Mekanisme trauma urethra posterior trauma urethra. Kontras sejumlah kecil sekitar 20 s/d 30 cc didorong dengan
Trauma pada urethra posterior disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tembus tekanan ringan. Hasil pembacaan pemeriksaan ini dapat menentukan grade
dimana trauma tumpul disebabkan oleh kekuatan yang mengenai prostat dan trauma urethra .
diafragma urogenital, biasanya berhubungan dengan kecelakaan lalulintas dan jatuh. Dasar dari penegakan diagnosis dari ruptur urethra adalah dengan pemeriksaan
Semuanya ini selalu berhubungan dengan fraktur pelvis dengan terputusnya radiologis dalam bentuk retrograde urethrografi. Pemeriksaan ini dapat menilai
prostatomembranous junction. Sedangkan trauma tembus disebabkan oleh peluru. bagian atau lokasi urethra yang ruptur dan ekstravasasi dari cairan kontras.
Urethra posterior terfiksasi pada dua tempat, urethra membranosa terfiksasi pada Pemeriksaan urethrogafi ini dngan cara memasukkan foley kateter ke urethra sampai
rami os ichiopubikum oleh diafragma urogenital dan pars prostatika difiksasi oleh fossa navicularis dan ballonnnya diisi 3 cc. Sekitar 20-30 ml kontras diinjeksi
ligamentum puboprostatikium pada simphisis pubis.
kedalam urethra. Gambarannya akan didapat saat mulai aliran kontras hingga kontras
mengisi pars bulbosa, membranosa dan urethra pars prostatika.
Manajemen Trauma urethra anterior
Manajemen umum, tindakan pertama yang dilakukan untuk life saving, mengatasi Berbeda dengan cedera urethra posterior, trauma urethra anterior disebabkan oleh
nyeri dan menangani cedera lain yang mengancam jiwa. Tindakan selanjutnya trauma langsung pada penis atau urethra, relatif jarang melibatkan cedera lain, dan
berupa diversi urine, drainase hematom dan rekontruksi urethra. Tujuan angka morbiditas relatif rendah. Dua puluh persen dari trauma urethra anterior
manajemen urethra adalah mempertahankan kontinensi dan patensi urethra dan berhubungan dengan fraktur penis. Penyebab terbanyak dari trauma urethra anterior
mencegah infeksi hematom pelvikal. Rekontruksi urethra masih kontroversial, yang meliputi trauma tumpul, trauma tembus, straddle injury dan akibat manipulasi
pertama mengenai pemilihan waktu tindakan apakah segera atau ditunda, kedua iatrogenik. Mekanisme yang klasik adalah staddle injury pada perineum , dimana
tentang terjadinya komplikasi seperti impotensi atau inkontinensi apakah karena urethra bulbosa membentur tulang pubis saat terjadi trauma tumpul diperineum dan
metode rekontruksi atau akibat cedera itu sendiri kebanyakan bermanifestasi lambat, pada beberapa tahun kemudian sebagai suatu
Tindakan pembedahan dan rekontruksi secara primer dikerjakan segera setelah striktur
trauma sering menimbulkan angka komplikasi yang tinggi, seperti perdarahan masif
dari hematom pelvikal, impotensi ataupun inkontinensia, debridemant yang Gambaran klinis
berlebihan pada urethra justru memperberat timbulnya striktur dan secara teknis Trauma urethra anterior perlu dicurigai jika ditemukan:
operasi lebih sulit. 1. riwayat staddle injury atau trauma pada perineum
2. perdarahan via meatus ( penemuan klinis paling penting)
 Ruptur urethra posterior komplit 3. pembengkakan atau ekimosis atau hematom pada scrotum atau perineum
Metode rekontruksi urethra posterior yang ideal masih merupakan hal yang (butterfly sign)
kontroversial. Namun sebagian besar penulis merekomendasikan metode yang 4. hematom pada penis
konservatif, berupa diversi urine dengan open sistostomi diikuti dengan 5. retensi urine
urethroplasty atau urehrotomi yang ditunda. Katz (1997) mempunyai
pengalaman bahwa penanganan ruptur urethra posterior hanya dengan Manajemen
sistostomi memberi hasil yang baik. Penegakan diagnosis dari cedera urethra anterior dimulai dengan retrograd
Saat sekarang lebih populer dengan pilihan manajemen realigmen secara urethrografi dimana dapat mempertontonkan lokasi ekstravasasi sehingga dapat
primer, dengan menggunakan endoskopi yang fleksibel. Realigmen secara dikategorikan tipe dari cedera. Jika jenis trauma berupa kontusio urethra, tanpa ada
primer dipilih jika keadaan pasien stabil saat kejadian, tapi belum stabil bisa ekstravasasi urin atau darah (urethrografi normal), dan tidak ada retensi urine tidak
ditunda beberapa hari, kemudian dipasang foley kateter dan dipertahankan perlu dipasang kateter atau tindakan lain. Diversi urine dengan open sistostomi
selama 4-6 minggu. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa tindakan secara selama 2-3 minggu dipilih untuk cedera urehra anterior inkomplit.
primer memiliki angka komplikasi berupa impotensi, inkontinensia, striktur Ruptur anterior inkomplit biasanya cepat sembuh dan hanya menimbulkan striktur
urethra lebih rendah dibanding metode yang ditunda. Drain prevesikal tidak yang kecil. Pemasangan kateter tidak dianjurkan karena ada resiko memperberat
dianjurkan untuk dipasang karena dapat menyebabkan infeksi pada daerah ruptur inkomplit menjadi komplit ( total). Gambaran urethrografi pada kasus ruptur
hematom pelvikal. Sekitar 3-6 bulan hematom tersebut akan diserap secara inkomplit urethra anterior adalah didapatnya ekstravasasi kontras tanpa adanya
perlahan dan prostat akan kembali pada posisi semula. Metode rekontruksi diskontinuitas dari jaringan urethra. Sedangkan gambaran urethrografi pada ruptur
yang ditunda sama dengan manajemen stiktur urethra. komplit adalah adanya diskuntinuitas dari jaringan urethra dan tidak adanya kontras
dibagian proksimal dari urethra. Ruptur urethra komplit mempunyai angka yang
 Ruptur urethra posterior parsial tinggi untuk menimbulkan striktur urethra. Biasanya dipilih tindakan rekontruksi
Ruptur urethra inkomplit biasanya sembuh spontan. Manajemen primer berupa urethra yang ditunda, namun beberapa peneliti menganjurkan tindakan rekontruksi
berupa tindakan diversi urine dengan open sistostomi, jika terdapat gross segera untuk memperkecil komplikasi. Kadang juga diperlukan pemasangan
hematuria perlu dilakukan eksplorasi vesica urinaria. Kemudian dievaluasi 2-3 drainase pada hematom di perineum, scrotum atau penis. Evaluasi ulang terhadap
minggu dengan voiding cystourethrografy, biasanya hanya terjadi scar urethra cedera urethra kadang kala dianjurkan 6 minggu setelah pemasangan kateter
yang minimal atau striktur yang pendek dan dapat dilakukan urethrotomi suprapubik
dengan hasil yang baik.
Klasifikasi Trauma Urethra
Urethral injury scale
Striktur Urethrae ----------------------------- RD-Collection 2002

Grade Description of injury


I Urethra stretched, no extravasation on retrograde urethrografi
Penyakit striktur uretra telah lama dikenal semenjak jaman yunani kuno, yang
II Partial/complete disruption prostomembranous junction, urogenital
melaporkan telah dilakukan drainase vesica urinaria dengan menggunakan berbagai
diafragma remains intact. This is uncommon injury
macam kateter. Sejarah terapi striktur uretra dimulai dengan dilatasi uretra dengan
III Both the prostomembranous junction and urogenital diafragma are
menggunakan sounds. Hamillton Russel adalah orang pertama yang
disrupted. This is the most common type injury (66-85%)
mendeskripsikan tentang tindakan pembedahan untuk memperbaiki striktur uretra
IV Urethral injury with extension into the bladder neck and the
pada tahun 1914.
prostatic urethra
Dulu, striktur uretra disebabkan oleh uretritis gonococcus tapi dalam masyarakat
modern, karena adanya peningkatan kesadaran dan penanganan yang dini, sehingga
AAST Urethral Injury Scale uretritis bukan penyebab utama. Pada negara maju, trauma merupakan penyebab
Grade Description
utama striktur uretra. Dengan kemajuan teknologi, penatalaksanaan striktur urethra
I Contusion Blood at meatus with normal RUG
menjadi semakin membaik dan diarapkan akan semakin meningkatkan kualitas
II Stretch injury Urethral elongation, no extravasation
hidup penderita.
on RUG
Istilah striktur uretra adalah penyakit yang mengenai uretra anterior atau merupakan
III Partial disruption Extravasation at injury site, contrast able to enter
proses terjadinya jaringan parut (scarring process) pada jaringan sponge erektil
bladder on RUG
dalam corpus spongiosum (spongiofibrosis). Pada jaringan sponge erektil pada
IV Complete disruption Extravasation at injury site no contrast enter
corpus spongiosum berada didasar epitel urethra, dan pada beberapa kasus, jaringan
bladder, urethral separation < 2 cm
parut meluas sampai jaringan korpus spongiosum dan jaringan sekitarnya .
V Complete disruption Urethral separation > 2 cm or extension into
Sebaliknya, striktur pada urethra posterior tidak termasuk dalam definisi umum
prostate, bladder neck or vagina
striktur urethra. Striktur urethra posterior merupakan proses obliteratif pada urethra
posterior yang menyebabkan fibrosis dan secara umum efek distraksi pada wilayah
Komplikasi tersebut disebabkan oleh trauma atau radikal prostatektomi.
Komplikasi trauma urethra dini meliputi perdarahan, hematom, urinoma
(ekstravasasi urine) maupun retensi urine. Sedangkan komplikasi lanjut berupa Etiologi
infeksi pada daerah hematom, fascitis. Fornier gangren, periurethral abses. Setiap proses yang melukai epitel urethra atau korpus spongiosum dibawahnya,
Komplikasi lambat yang sering terjadi berupa striktur urethra, diverticulum urethra, sehingga terjadi proses penyembuhan berupa jaringan parut, dapat menyebabkan
fistula urethrucutaneus, impotensi maupun inkontinensia. Striktur, impotensi dan striktur urethra anterior. Penyebab tersering striktur saat ini adalah trauma (terutama
inkontinensi merupakan komplikasi yang disebabkan oleh trauma terutama yang straddle injury),kemudian trauma iatrogenik, tapi dengan adanya alat endoskopi
mengenai bagian prostomembranosa. Namun, menurut Nourman (2001) komplikasi yang kecil, maka trauma ini dapat ditekan. Nampaknya terjadi peningkatan striktur
ini cenderung terjadi disebabkan oleh metode penanganan. yang berkaitan dengan BXO (Balanitis Xerotica Obliterans).
Angka impotensi post trauma yang pernah dilaporkan yaitu sekitar 80% dan ini Selain itu striktur dapat pula disebabkan oleh gonorrhea, yang banyak ditemukan
diduga karena kerusakan pada neuroerectile apparatus. Inkontinemsia antara 0-33% pada waktu lampau tapi sekarang jarang terjadi. Hal ini disebabkan karena
pada avulsi urethra proksimal(11). Striktur merupakan komplikasi jangka panjang kemajuan antibiotik. Stirktur kongenital merupakan keadaan yang sulit dimengerti.
yang timbul lambat setelah trauma pada urethra dan dapat timbul dalam 2 tahun post Disarankan penggunaan istilah striktur kongenital dipakai bila bukan merupakan
trauma sehingga pasien dangan riwayat trauma urethra diharapkan follow up rutin striktur inflamasi, merupakan striktur berukuran pendek, dan tidak berhubungan
untuk menyingkirkan adanya striktur urethra(12). dengan riwayat trauma.

Diagnosis dan Evaluasi


Pasien dengan striktur urethra sering datang dengan gejala obstruktif atau infeksi
saluran kencing (seperti prostatis atau epididimitis). Beberapa pasien datang dengan
keluhan retensi urin.
dan insisi akan menyebabkan disfungsi ereksi. Insisi yang berlebihan pada
Bila kita melakukan anamnesis yang mendalam maka akan didapatkan adanya gejala jam 10 dan 2 juga akan memberikan masalah yang sama.
obstruktif yang berlangsung lama sebelum berkembang menjadi obstruksi yang Komplikasi paling sering dari urethrotomi interna adalah rekurensi striktur.
komplit. Tindakan memasukkan filiform secara membuta atau melakukan dilatasi Sedangkan komplikasi yang jarang adalah perdarahan (paling sering terjadi
tanpa mengetahui anatomi striktur merupakan tindakan yang sangat dilarang. akibat ereksi setelah tindakan) dan ekstravasasi cairan irigasi ke dalam jaringan
Disarankan dilakukan IVP atau renal ultrasonography pada striktur urethra yang perispongiosal.
berlansung lama Banyak data menunjukkan bahwa, striktur pada bulbous urethra yang
Retrograde urethrography merupakan tindakan yang perlu dilakukan untuk panjangnya kurang dari 15 cm dan tidak terdapat spongiofibrosis yang dalam dan
mengetahui anatomi striktur. Urethrogram tidak hanya mendeskripsikan striktur, tapi tebal (contohnya pada straddle injury) dapat diatasi dengan urethrotomi interna
juga dapat mengetahui keadaan urethra baik proksimal maupun distal dari striktur. dengan angka kesuksesan jangka panjang mencapai 74%. Penelitian Pansadoro
Pada striktur urethra yang obliteratif, sebaiknya perlu dilakukan suprapubik membuktikan bahwa tindakan urethrotomi interna pada striktur di luar bulbous
sistostomi untuk mengatasi retensio urin dan memudahkan kita untuk melakukan urethra tidak mempunyai angka kesuksesan jangka panjang.
voiding cystourethrogram. Kombinasi antara retrograde urethrogram dan voiding
cystourethrogram merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk diagnostik Tindakan yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya rekurensi striktur
striktur urethra obliteratif setelah trauma pelvis. Endoskopi masih mempunyai peran adalah;
untuk mengetahui keadaan anatomi striktur. 1. Mempertahankan indwelling Folley cathether setelah tindakan urethrotomi
interna selama 6 minggu.
Terapi 2. Kateterisasi yang dilakukan pasien di rumah. Setelah tindakan urethrotomi
interna, umumnya kateter dipertahankan selama 3-5 hari kemudian
1. Dilatasi
dilanjutkan pemasangan kateter oleh pasien secara berkala.
Dilatasi merupakan tindakan yang paling mudah dan paling tua yang pernah
3. Stent urethra
dilakukan. Merupakan tindakan kuratif untuk striktur urethra tanpa
spongiofibrosis. Tujuan terapi ini adalah meregangkan jaringan parut tanpa
3. Laser
menambah jaringan parut baru. Jika terjadi perdarahan berarti jaringan parut
Jenis laser yang digunakan adalah; karbon dioksida, argon,KTP, ND: YAG,
dirobek bukan diregangkan sehingga akan menimbulkan luka baru dan jaringan
holmium: YAG (Ho:YAG).
parut baru.
4. Rekonstruksi terbuka, terdiri
2. Urethrotomi Interna a. Eksisi dan Reanastomosis
Urethrotomi interna adalah setiap tindakan yang membuka striktur dengan
Rekonstruksi striktur urethra anterior dapat dilakukan dengan mengeksisi
insisi atau ablasi melalui urethra (transurethra). Tindakan urethrotomi interna
seluruh jaringan fibrosis diikuti dengan reanastomosis primer dari kedua
dengan cara insisi jaringan sehat sehingga jaringan parut meluas (membebaskan
ujung normal urethra anterior. Hasil yang memuaskan dapat dicapai bila
kontraktur jaringan parut) dan terjadi pelebaran lumen setelah proses
memenuhi 3 syarat yaitu;
penyembuhan. Tujuan terapi ini adalah mempertahankan pelebaran lumen
a. seluruh area fibrosis dieksisi secara total
setelah proses penyembuhan. Jika terdapat spongiofibrosis yang dalam,
b. anastomosis yang tension-free (bebas tekanan)
mustahil dapat dilakukan urethrotomi interna.
c. anastomosis yang paten
Sebagian besar ahli bedah melakukan urethrotomi interna dengan insisi pada
jam 12 saja, tindakan tersebut mengundang pertanyaan, berdasarkan anatomi
Teknik ini digunakan untuk striktur dengan panjang 1-2 cm. Pada striktur
urethra dalam korpus spongiosum. Pada pemeriksaan potongan melintang,
dengan panjang 3-4 cm, teknik ini masih dapat digunakan dengan mobilisasi
didapatkan bahwa bagian paling tipis pada bagian anterior adalah pada jam 10
luas pada korpus spongiosum. Lalu dipasang stent dengan menggunakan
dan jam 2. Pada bagian proksimal urethra (bulbous urethra); jarak antara
kateter silikon di urethra. Buli-buli didrain dengan suprapubik sistostomi
dinding anterior urethra dengan korpora kavernosa pendek, sehingga insisi
tunggal pada jam 12 dapat dengan cepat merobek korpus spongiosum dan
b. Eksisi dan transfer jaringan.
meluas sehingga ligamentum triangular. Pada bagian distal urethra; meskipun
a. Dengan menggunakan Free graft.
bagian anterior korpus spongiosum lebih tebal, tapi bila dilakukan insisi dalam
Hal-hal pokok yang harus diketahui mengenai Free graft
pada bagian distal urethra anterior akan segera memasuki korpora kavernosa
- Keberhasilan tergantung pada suplai darah di daerah yang akan di
graft.
- Ada 4 macam graft yang digunakan untuk rekonstruksi urethra yaitu: Striktur Urethra Posterior
Split thickness skin graft, Full thickness skin graft, graft mukosa Diakibatkan oleh:
bukkal dan graft epitel buli: a. Jejas distraksi pada urethra (Distraction Injury)
1. Full thickness skin graft: sebaiknya menggunakan kulit tanpa Jejas distraksi urethra merupakan akibat dari trauma pelvis tumpul dan
rambut. Paling berhasil digunakan didaerah urehtra bulbousa menyertai fraktur pelvis sebanyak 10%. Jejas sangat unik yaitu mengenai
2. Split thickness skin graft: Disarankan dilakukan operasi 2 tahap, urethra membranousa dimana paling sering jejas terjadi di apeks prostat. Jejas
karena sering kontraktur. Biasanya dijadikan tindakan terakhir dapat menyebabkan ruptur total maupun ruptur parsial. Untuk ruptur parsial
bagi pasien yang telah gagal dengan prosedur lainnya atau kulit dapat diterapi dengan hanya memasang sistostomi sampai urethra sembuh.
lokal tidak cukup untuk rekonstruksi. Sebab pemasangan kateter pada ruptur parsial hanya akan mengubah ruptur
3. Graft mukosa bukkal: jaringan ini resisten terhadap infeksi dan parsial menjadi ruptur total. Untuk ruptur total terapi pembedahan dapat
trauma. Epitelnya tebal dan mudah digunakan. Lamina segera dan dapat ditunda. Untuk sebagian kecil kasus, ruptur total dapat
proprianya tipis dan banyak vaskularisasinya sehingga segera dilakukan yaitu pada pasien dimana terdapat jejas pada rektum dimana
memudahkan untuk imbibisi dan inoskulasi. Pengambilannya perlu segera dilakukan evakuasi hematoma yang terkontaminasi dan
lebih mudah dilakukan dibandingkan graft lainnya atau dengan kolostomi, perlu dilakukan realingment urethra dan pemasangan stent kateter.
pedikel flap. Diambil graft sepanjang 15-20 mm dari mukosa Pada pasien dimana terdapat jejas baik pada urethra prostatomembranosa dan
oral. leher buli. Perlu dilakukan operasi segera untuk debridemen dan perbaikan
4. Graft mukosa buli: graft ini tidak populer digunakan karena sulit leher buli degan harapan mempertahankan kontinen
mengambil bahan graft. Operasi ruptur total selain hal tersebut, masih menjadi perdebatan, operasi
- Striktur urethra pendulous dioperasi dengan pasien dalam dapat dapat dilakukan segera, ditunda (1-2 minggu), atau lambat (setelah 3
posisi supine atau kedua kaki melebar (split-legged) bulan). Selama beberapa dekade ini, pemasangan kateter sistostomi dan
- Striktur urethra bulbous dapat dioperasi dengan pasien dalam tindakan pembedahan terbuka pada 3 atau 6 bulan merupakan standard emas
posisi exaggerated litotomi. (gold standard) dan dilaporkan memberikan angka keberhasilan mencapai
- Ada 2 macam teknik operasi: 95%.
1. 1 tahap; berupa ventral onlay dengan spongioplasty,
dorsal onlay, dan lateral onlay. b. Post prostatektomi
2. 2 tahap: Meshed graft urethroplasty. Striktur urethra posterior setelah open prostatektomi atau TURP tidak jarang
- Urethra dapat dipapar (eksposed) melalui penis atau perineal kita temukan. Mekanisme jejas yang terjadi selama TURP merupakan
- Pertama dilakukan urethrotomi untuk membuka daerah yang multifaktorial dan terdiri dari denudasi mukosa akibat dari penekanan
striktur. Graft jaringan diambil dari daerah yang tidak mukosa yang berat karena penggunaan sheath yang berukuran besar yang
berambut, epitel buli, atau mukosa bukkal. Graft dijahit pada kurang dilubrikasi, reseksi distal yang terlalu agresif, dan elektrokoagulasi
tepi urethrotomi. Graft ditutup dengan fasia dartos dari urethra mengenai urethra membranousa, dan iritasi Folley kateter.
bulbous atau pendulous. Insisi ditutup dengan benang Selama open prostatektomi, urethra membranousa dapat terluka akibat
absorbable. transeksi menggunakan jari atau benda tajam pada puncak prostat. Sebagian
striktur ini biasanya superfisial dan terapi terbaik dengan dilatasi urethra
b. Dengan menggunakan Flaps periodik.
Prosedur ini berdasarkan pada memobilisir pulau jaringan mengandung
epitel (island of epithelium-bearing tissue) dengan fasia sebagai
pedikelnya yang akan menjadi suplai darahnya. Kulit penis merupakan
jaringan pengganti ideal karena tipis, dan mudah dimobilisir serta
mempunyai suplai pembuluh darah yang baik. Untuk striktur urethra baik
daerah pendulous, bulbous maupun posterior dapat menggunakan metoda
Johansen 2 tahap.
 Massa tumor

Catatan Terapi :
 Konservatif
Bila cateter 6F gagal  masukkan bougie filliform  berhasil ganti
Striktura Urethrae dengan cateter Nellaton 14F/16F
Adalah penyempitan lumen urethra karena dindingnya mengalami fibrosis dan
kehilahan elastisitasnya.  Operatif
Indikasi :
Etiologi :  Panjang striktur 1 cm atau lebih
A. Congenital  Jaringan fibrotik peri urethral hebat
Sering terdapat di daerah :
 Fossa navicularis Metode :
 Pars membranasea A. Reseksi anatomose end to end ( panjang striktur ¾ - 1 cm )
B. Prosedur JOHNSON
B. Traumatik  Johnson I
Terutama akibat “ Straddle injury “  ruptur urethra  gross hematuri Ditempat striktur disayat longitudinal  eksisi jaringan fibrotik 
Straddle injury dibedakan stadium : mukosa urethra dijahitkan pada kuluit penis pendulans  pasang
I. Dinding urethra robek cateter 5-7 hr  cateter diangkat, urin keluar lewat artificial
Bila sampai 1 - 5 bulan tak diobati  striktur urethrae hipospadia  biarkan sampai 6 bln  jaringan daerah striktur
Terapi : antibiotka & DC lunak  Lakukan Johnson II
II. Dinding urethra & corpus spongiosum robek, fascia Buck intak
III. Dinding urethra, corpus spongiosum & fascia Buck rusak total  Johnson II  pembuatan uretra baru
Terjadi hubungan antara lumen urethra & jaringan subcutis  darah &
urin mengalir ke subcutis  perineum scrotum inguinal  penis  C. Urethroplasty  bila striktur pada pars prostatika
meninggal akibat anemia & urosepsis.
Terapi operatif segera karena emergency.  Cortison  suntikan langsung pada striktur urethra

C. Infeksi
Biasanya disebabkan oleh V.D dan akan timbul setelah 6 – 12 bulan.

Gejala :
 Pancaran kecil, lemah dan sering mengejan
 Bisanya karena retensi urin  cystitis

Diagnosa :
 Anamnesa  Riwayat VD, riwayat trauma
 Uretthrocystogrfi Bipoler  melihat :
 Lokasi striktur ( proksimal / distal )  untuk tindakan operasi
 Besar kecilnya striktur
 Panjang striktur
 Jenis striktur
 Kateterisasi  ukuran 18F - 6F  bila gagal kemungkinan :
 Retenssio urin total
VESIKA URINARIA Vesika urinaria mendapat pensarafan dan pleksus vesikalis yang merupakan bagian
dari pleksus pelvikal yang terletak pada aspek lateral dan rektum. Pensarafan
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 simpatis berasal dari segmen T 10 sampai L2, sedangkan parasimpatis berasal dari
S2 - S4 Otot detrusor mendapat pensarafan parasimpatis. Saraf simpatis mensarafi
leher vesika urinaria pada laki-laki sedangkan pada perempuan disarafi oleh
Anatomi sarafparasimpatis Dinding vesika urinaria kaya akan pembuluh limfe. Aliran limfe
Vesika urinaria secara anatoinis terletak didalam rongga pelvis. Pada saat terisi dan vesika urinaria adalah vesika, iliaka eksterna, iliaka interna dan kelenjar limfe
penuh vesika urinaria berbentuk sferis, sebaliknya pada saat kosong berbentuk iliaka komunis
tetrahedron dengan 4 permukaan yaitu superior, inferolatera kiri dan kanan dan
posterior (basal) dan 4 sudut yaitu sudut anterior, inferior dan sudut posterolateral
kiri dan kanan . Permukaan superior ditutupi oleh peritoneum.
Pada laki-laki dan perempuan permukaan inferolateral berhubungan dengan
muskulus obturator internus dan muskulus levator ani. Saraf dan pembuluh darah
obturatoria serta arteri vesikalis superior berjalan diantara vesika urinaria dan kedua
otot tersebut. Di sebelah anterior dan vesika urinaria terdapat rongga retropubik
(kavum reizil) yang merupakan ruangan potensial , isi ruangan ini adalah jaringan
lemak dan pembuluh-pembuluh vena Urakus menghubungkan apeks vesika
urinaria dengan umbilikus Pada laki-laki permukaan posterior vesika urinaria
berhubungan dengan vesikula seininalis dan ampula vas deferen, peritoneum
melapisi sebagian kecil bagian ini kemudian melakukan refleksi ke permukaan
anterior rektum membentuk kantung nektovesikal. Di bawah kantung rektovesikal
ini , vesika urinania berhubungan dengan septum rektovesikal dan ampula rekti.
Disebelah bawah vesika urinaria pada laki-laki berhubungan dengan kelenjar prostat
dan pleksus prostatikus. Pada perempuan , sebagian permukaan superior
berhubungan dengan korpus uteri. Peritoneum berjalan melewati permukaan
superior vesika urinaria ke korpus uteri membentuk kantung vesikouterina. Pada
permukaan posterior berhubungan dengan cervik uteri dan dinding anterior dan
vagina
Vesika urinaria terdiri dan beberapa lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis (muskulus detrusor) dan serosa ( fasia vesikalis). Secara histologis
mukosa vesika urinaria disusun oleh 3 – 7 lapis sel epitel transisional yang melekat
pada membrana basalis, dibawah membrana basalis terdapat lainina propria,
kemudian dibawahnya terdapat otot detrusor yang terdiri dari 3 lapisan otot yang
saling beranyaman yang membentuk konvergensi pada leher vesika urinaria. Ketiga
lapisan otot itu adalah sebelah dalam otot longitudinal, tengah sirkular dan sebelah
luar longitudinal. Vesika urinaria di bagi atas beberapa bagian yaitu apeks yang
berhubungan urakus, korpus, fundus dan leher vesika. Semua bagian-bagian ini
penting dalam manajemen karsinoma vesika urinaria superfisialis.
Vesika urinaria mendapat pendarahan dan arteri vesik superior, media dan inferior
merupakan cabang dan arteri iliaka interna, dan cabang cabang kecil arteri
obturatoria dan arteni glutea inferior. Pada wanita vesika uritiaria juga mendapat
pendarahan dari arteri vagina dan uterina Vesika urinaria kaya akan pembuluh
darah vena, yang bermuara pada vena iliaka interna
Fisiologi
Vesika urinaria berfungsi menampung dan mengeluarkan urin melalui uretra dalam
mekanisme iniksi. Kapasitas maksimal vesika urinaria pada orang dewasa lebih
kurang 300-450 cc sedangkan kapasitas vesika urinaria pada anak-anak
menggunakan formula dari Koff:

Kapasitas Vesika urinaria [ Umur (tahun)+2 ] x 30 cc .

Pada saat vesika urinaria terisi penuh timbul rangsang pada saraf aferen dan
rangsangan diteruskan ke otak timbul persepsi sensoni, oleh saraf eferen melalui
pusãt iniksi di pons medial rangsangan diteruskan dan menyebabkan, aktivasi pusat
iniksi di medula spinalis segmen sakral S2-4, sehingga menyebabkan kontraksi otot
detrusor, terbukanya leher vesika urinania dan relaksasi sfingter uretra sehingga
terjadilah proses iniksi
Karsinoma VU ----------------------------------- RD-Collection 2002
Secara umum karsinoma vesika urinaria dibagi menjadi karsinoma superfisial dan
karsinoma infiltratif (muscle invasive cancer) . Pada saat diagnosis awal, lebih
kurang 70 % kasus karsinoma vesika urinaria adalah karsinoma superfisial, 25 %
Karsinoma buli-buli adalah keganasan ke-4 pada pria di Amerika, dengan angka karsinoma infiltratif dan sisanya 5 % pada saat diagnosis sudah mengalaini
kematian mencapai sekitar 12.000 orang pertahun atau 2,9% dari seluruh angka metastasis Karsinoma superfisial mempunyai kecenderungan yang tinggi untuk
kematian akibat penyakit kanker. Di Indonesia sendiri belum ada angka yang pasti. mengalaini. rekurensi dan progresi . Rekurensi terjadi pada 50 – 70 % kasus
Keganasan ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan sedangkan progresi terjadi pada 10 -15 % kasus
perbandingan 2,5:1. Karsinoma buli-buli dapat mengenai semua usia dengan
insiden yang meningkat seiring pertambahan usia pada kedua jenis kelamin. Data di
Amerika menunjukkan 142 pria usia 65-69 tahun dan 296 pria usia 85 tahun atau Klasifikasi TNM AJCC/UICC 2002
lebih per 100000 pria menderita karsinoma sel transisional. 90% karsinoma buli Tumor primer
merupakan jenis karsinoma sel transisional, 7% berjenis karsinoma sel skuamosa Tx Tumor primer tak ditemukan
dan 2% adenokarsinoma. Di negara-negara maju lebih dari 90 % kasus karsinoma T0 Tidak ada tumor primer
vesika urinaria adalah karsinoma sel transisional, sementara di negara-negara yang Ta Karsinoma papiler noninvasive
sedang berkembang 75 % adalah karsinoma sel skuamosa terutama disebabkan oleh Tis Karsinoma in situ “flat tumor”
infeksi schistosoma haematobium. Karsinoma vesika urinaria menempati peringkat T1 Tumor menginvasi jaringan ikat subepitelial
ke-2 keganasan di bidang urologi setelah karsinoma prostate. Di Amerika Serikat T2 Tumor menginvasi otot
setiap tahunnya terdapat 50.000 kasus baru dan lebih dari 10.000 pasien meninggal T2a Tumor menginvasi otot superficial (inner half)
setiap tahunnya. Puncak insidensi terjadi pada dekade ke 6 sampai 8 dan wanita T2b Tumor menginvasi otot lapisan dalam (outer half)
pada umumnya mempunyai prognosis yang lebih jelek dibandingkan pria. Golongan T3 Tumor menginvasi jaringan perivesika
kulit putih lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan kulit hitam T3a secara miskoskopik
T3b secara makroskopik (massa ekstravesika)
Faktor resiko yang dihubungkan dengan kanker ini adalah kebiasaan merokok, usia T4 Tumor telah menginvasi salah satu dari: prostate, uterus, vagina,dinding
tua, bahan kimia amin aromatik pada pekerja pabrik, pemanis buatan dan iritasi lvis, dinding abdomen.
kronis. Perokok memiliki resiko sampai 4 kali lebih tinggi dibandingkan non T4a Tumor menginvasi prostat, uterus, vagina
perokok. Sementara itu, iritasi kronis seperti sistitis kronik akibat batu buli atau T4b Tumor menginvasi dinding pelvis, dinding abdomen
pemakaian kateter lama dihubungkan dengan terjadinya karsinoma sel skuamosa.
Faktor lain adalah kopi, obat analgetik dan radiasi pada daerah pelvis. Karsinoma N Kelenjar getah bening regional (true pelvis, dibawah bifurcasio arteri iliaka
buli-buli dikenal dapat berpindah dan berimplantasi sepanjang epitel urotelium, komunis)
mulai pelvis renalis sampai uretra memiliki resiko untuk tempat terjadinya Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat ditentukan
tranformasi ganas. N0 Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional
Terapi reseksi lokal terhadap tumor urotelial multipel atau rekuren mempertegas N1 Metastasis pada satu kelenjar ukuran < 2 cm
tendensi tersebut. Karena itu seringkali timbul kesulitan menentukan rekurensi N2 Matastasis pada kelenjar tunggal atau multipel ukuran 2 – 5 cm
tumor terjadi akibat terapi yang tidak adekuat pada tumor inisial, implantasi/migrasi N3 Metastasi pada kelenjar ukuran > 5 cm
tumor, atau tumor yang multifokal. Data menunjukkan bahwa 50%-70% penderita
akan mengalami rekurensi setelah dilakukan tindakan reseksi transuretral untuk M Metastasis jauh
karsinoma buli superfisial, bahkan mencapai 92% pada karsinoma in situ. Mx Metastasis jauh tak dapat ditentukan
Beberapa teori tingginya rekurensi tersebut antara lain disebabkan tumor multiple, M0 Tidak ada metastasis jauh
reseksi tumor primer inkomplit, karsinogen urin serta diseminasi sel ganas selama M1 Metastasis jauh
tindakan reseksi.
Penyebaran tumor ke prostat akan merubah staging tumor dari karsinoma superfisial Grading :
menjadi karsinoma invasif yang sangat berbeda dalam hal terapi dan survival Grade 1 : diferensiasi baik
penderita. Grade 2 : diferensiasi sedang
Grade 3 : diferensiasi buruk
Stadium 2.3. Lain-lain.
Stadium 0a Ta N0 M0
Karsinoma small cell yang berasal dan sel sistem neuroendokrin,
Stadium 0is Tis N0 M0
carsinosarcoma, limphoima, leimyosarkoma dan rhabdomyosarkoma
Stadium I T1 N0 M0
yang sering terjadi pada anak-anak
Stadium II T2a,b N0 M0
Stadium III T3a,b N0 M0
T4a N0 M0
Stadium IV T4b N0 M0 Etiologi
Any T N1,N,N3 M0
Any T Any N M1 Bahan-bahan karsinogenik yang terdapat dalam urin berperan dalam proses
terjadinya karsinoma vesika urinaria superfisial. Ada beberapa karsinogen yang
telah berhasil diidentifikasi, adalah ainin aromatik spesifik atau nitrosainin. Ainin
Patogenesis
aromatik spesifik ini mudah diabsorpsi oleh kulit dan mukosa, kemudian masuk
kedalam aliran darah dan dimetabolisir di hepar akhirnya dkeluarkan lewat unin, Di
Karsinoma vesika urinaria pada awalnya adalah tumor superfisial (Tis,Ta,T1),, dalam urin bahan ini menyebabkan kerusakan DNA dan sel urotelial.
tumor masih terbatas pada mukosa dan lainina propria. Seiring dengan perjalanan
waktu tumor ini mengalaini progresifitas dengan melakukan infiltrasi ke lainina Beberapa faktor resiko dibawah ini berperan pada karsinoma vesika urinaria:
propria dan otot detrusor, dan akhirnya mengalaini metastasis . Penyebara tumor ini
Faktor lingkungan
terjadi secara :
1. Rokok
1. Infiltratif ke organ-organ yang berdekatan
Rokok mempunyai peran yang besar pada karsinoma vesika urinaria, lebih dari 50 %
2. Limfogen ke kelenjar limfe perivesika, obturator, iliaka eksterna dan iliaka
kasus karsinoma vesika urinaria terjadi pada perokok Nitrosainine, 2-
komunis
naphthylainine, dan aininopbiphenyl merupakan bahan-bahan karsinogenik yang
3. Hematogen ke hepar, pam dan tulang
terdapat dalam rokok , Alpha dan beta naphthylainine disekresikan dan terdapat
4. Implantasi sel tumor setelah tindakan bedah atau endoskopi
dalam urin perokok
Secara makroskopis terdapat beberapa bentuk tumor vesika urinaria yaitu papiler
2. Paparan bahan-bahan karsinogen industni
(eksofitik),ulseratif (endofitik) dan sesile (solid)
Paparan bahan-bahan ainin aromatik, 2 naphthylainine, 4-aininobiphenyl merupakan
Gambaran Mikroskopis. secara histopatologis karsinoma vesika urinaria di bagi 2:
bahan-bahan karsinogen yang poten Pekerja yang bekerja pada industri kiinia, karet,
1. Karsinoma sel transisional ininyak, kulit dan cat mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadi karsinoma
Karsinoma vesika urinaria yang paling banyak didapatkan adalah karsinoma sel vesika urinania, Periode laten antara paparan dan kejadian karsinoma vesika
transisional. Sifatnya multifokal yaitu dapat terjadi di saluran këinih yang urinaria membutuhkan waktu yang lama ,
epitelnya sama dengan vesika urinaria inisalnya pielum,ureter atau uretra
3. Radiasi pelvis
2. Karsinoma sel non transisional Insidensi meningkat 2-3 kali lipat pada wanita dengan keganasan servik uteri yang
2.1 .Adenokarsinoma mendapat terapi radiasi

Angka kejadian kecil, sekitar 1- 2 %. Lokasi yang sering pada dasar vesika 4. Kemottrapi
urinaria, bisa juga terdapat pada flindus yang berasal dari urakus persisten, Paparan axrolein yang merupakan metabolit cyclophosphainide yang terdapat dalam
Pasien-pasien dengan adenokarsinoma memerlukan pemeriksaan yang cermat urin akan meningkatkan risiko untuk terjadinya karsinoma vesika urinaria sampai 9
tentang adanya kemungkinan tumor primer dan gastrointestinal atau mammae kali lipat
2.2 Karsinoma sel skuamosa,
5. Schistosoiniasis
Berhubungan dengan iritasi kronis dan infeksi kronis. Ditemukan pada pasien Di Mesir lebih dan 70 % kasus karsinoma vesika urinaria berhubugan dengan infeksi
dengan ISK kronis, batu vesika urinaria, penggunaan kateter dalam jangka schistosoma haematobium. Konsentrasi N-nitroso yang tinggi rnerupakan faktor
waktu lama, infestasi cacing dan obat-obatan etiologi pada karsinoma sel skuamosa
6. Infeksi dan iritasi kronik b. Pemeriksaan Fisik
Pasien-pasien yang menggunakan kateter dalam waktu yang lama rentan untuk
terjadinya infeksi bakteri kronik, dan reaksi tubuh terhadap benda asing. Tidak ditemukan kelainan pada hampir semua penderita tumor buli. Pasien dengan
Perubahan kearah malignan atau premalignan 2-8 % pada pasien-pasien yang tumor terbatas pada mukosa atau submukosa umumnya pemeriksaan fisiknya
menggunakan kateter menetap Iebih dan 10 tahun normal. Perlu dilakukan pemeriksaan pelvis bimanual secara seksama untuk mencari
adanya massa atau indurasi pada palpasi. Pasien dengan tumor buli yang besar atau
7. Phenacetin stadium lanjut mungkin ditemukan nyeri abdomen, massa buli-buli atau indurasi.
N Hydroxy yang merupakan metabolit phenacetin, dapat ineyebabkan tumor Pada pasien-pasien dengan tumor infiltratif atau volume tumor yang besar bisa
urothelial teraba massa tumor berupa indurasi di daerah suprapubik pada pemeriksaan
bimanual yang dilakukan secara hati-hati dalam stadium anestesi
8. Ekstrofi vesika urinaria Pemeriksaan bimanual dilakukan sebelum dan sesudah tindakan endoskopi
Initasi kronik yang terjadi pada ekstrofi vesika urinania berakibat timbulnya (TURBT) dan mempunyai nilai klinis dalam menentukan staging awal . Pada
adenokarsinoina vesika urinaria pemeriksaan bimanual sebelum TUR teraba masa tetapi setelah TUR masanya
hilang , secara klinis stadium T2, apabila massa masih dapat dipalpasi stadium T3a
atau lebih tinggi . Hal ini disebabkan oleh karena tumor melakukan infiltrasi secara
Faktor genetik
lokal. Tumor yang masih bisa digerakkan (mobil) masuk dalam stadium dibawah
Mutasi gen tumor supresor p53 yang terdapat pada kromosom 17, berhubungan
T3b, bila tumor tidak dapat digerakkan masuk dalam stadium T4, Pada tumor yang
dengan karsinoma vesika urinania high grade dan karsinoma in situ. Mutasi gen
telah mengalaini metastasis mungkin didapatkan hepatomegali atau limpedema,oleh
tumor supresor p15 dan p16 yang terdapat pada kromosom 9 berhubungan dengan
karena oklusi pada kelenjar limpe pelvikal .
low grade dan tumor superfisial. Mutasi dan rubidium (Rb) yang merupakan gen
tumor supresor Meningkatnya ekspresi gen epidermal growth dan erb B-2 onkogen,
dan mutasi onkogen p21 ras, c-mye dan c-jun. c. Pemeriksaan Laboratorium
Meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin,
GAMBARAN KLINIK pemeriksaan fungsi hati, urinalisis, kultur urin (pada kasus-kasus tertentu), golongan
darah, waktu perdaraian dan pembekuan
a. Anamnesis
Perneriksaan KHUSUS pada karsinoma vesika urinaria adalah:
Pada anamnesis 80-90 % pasien mengeluh hematuria, baik itu gross hematuria
maupun inikroskopik hematuria., interiniten dan tidak terasa nyeri (painless). Sitologi urin
Gejala iritatif berupa frekuensi, urgensi, nokturia dan disuria dapat terjadi pada Sampel urin diperiksa dibawah inikroskop untuk melihat ada tidaknya sel kanker
pasien- pasien dengan karsinoma in situ , Keluhan berupa nyeri yang tumpul pada yang mengalaini eksfoliasi dalam urin. Sampel didapatkan dengan membilas
pinggang, perubahan pola buang air besar atau teraba masa bisa merupakan gejala kandung kencing dengan Naci 0,9 % melalui kateter atau sistoskop dan
awal dan karsinoma vesika urinaria invasif. Kadang-kadang dapat terjadi kemudian diperiksa dibawah inikroskop .Pemeriksaan sitologi urin bisa
hidrorefrosis yang dapat menyebabkkan rasa pegal dan tidak nyaman pada pinggang digunakan sebagai sarana skrining dan menilai respon terapi
maupun insufisiensi ginjal akibat obstruksi ureter. Pneumaturia walaupun sangat Pemeriksaan sitologi sebaiknya dilakukan pada seluruh pasien dengan
jarang, dapat juga terjadi pada tumor infiltratif karena adanya hubungan kecurigaan karsinoma buli. Pemeriksaan ini memiliki keterbatasan hasilnya
vesikointestinal kurang baik pada penderita tumor berdiferensiasi baik dengan kepekaaan hanya
Gejala tersering kanker buli adalah painless hematuria, ditemukan 85% penderita. 30%, pada tumor berdiferensiasi buruk atau karsinoma in situ masih terdapat
Keluhan tersebut biasanya muncul secara intermiten. Gejala lain adalah iritasi buli false negatif sebesar 20%. Untuk meningkatkan kepekaan pemeriksaan sitologi
sebanyak 25%. Keluhan frekuensi, urgensi dan disuria yang sering dihubungkan urin dapat dilakukan bladder washing secara mekanik dengan normal salin.
dengan Tis difus atau karsinoma buli invasif. Semua gejala tersebut disertai oleh Tindakan barbotage ini memberikan hasil positif 10% pada tumor grade 1, 50%
sedikitnya mikroskopik hematuria. Gejala lainnya adalah nyeri pinggang karena pada tumor grade 2 dan 90% pada penderita tumor grade 3. Pemeriksaan ini
obstruksi ureter, udem ekstremitas bawah, dan massa di pelvis. Pada stadium lanjut dilakukan pada urin pasien yang telah mendapat hidrasi yang cukup sehingga
disertai gejala penurunan berat badan, nyeri tulang atau abdomen. didapatkan spesimen yang adekuat.
Flow Cytometri Pemeriksan lain adalah CT Scan dan MRI . Pemeriksaan ini dilakukan untuk
Pemeriksaan ini dapat menentukan kelainan kromosom dan sel tumor. menilai luasnya invasi tumor ke dinding vesika urinaria dan menilai ada tidaknya
pembesaran kelenjar limfe didaerah pelvis. Foto thorak merupakan pemeriksaan
Assay Urin rutin yang harus dilakukan pada semua pasien terutama pada pasien-pasien yang
Seperti disebutkan sensitifitas sitologi urin tergantung dan bermacam-macam didiagnosis karsinoma vesika urinaria, untuk menilai ada tidaknya metastasis ke
faktor antara lain dan adekuat tidaknya sampel, stadium dan derajat deferensia paru. Scaning tulang dilakukan untuk evaluasi adanya penyebaran sel tumor ke
tumor dan pengalaman dan sitopatologis. Oleh karena itu sekarang tulang, kelainan faal hati dan peningkatan alkalin fosfatase sementara MRI tidak
dikembangkan assay urin, inisalnya BTAstat test, NMP 22, FDP, Telomerase lebih baik dibandingkan CT scan. Dengan CT scan abdomen dapat diketahui
dan. analisis inikrosatelit. Semua pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi ekstensi tumor ke organ lokal ekstravesika juga menilai kelenjar getah bening pelvis
dan surveilens karsinoma vesika urinaria terutama jenis karsinoma sel dan paraaorta serta metastasis ke organ visceral.
transisional Sekarang ini dikembangkan Penggunaan PET (Positon einission tomography) pada
BTAstat test adalah pemeriksaan imunokromatografi yang digunakan untuk karsinoma vesika urinaria. PET didasarkan pada ikatan flurodeoxyglucose (FDG)
mendeteksi adanya bladder tumour antigen (BTA) di dalam urin. Antigen yang oleh sel-sel tumor. Penggunaan PET pada karsionoma vesika urinaria sampai
dideteksi adalah human complement factor-H related protein NINIP-22 sekarang masih, kontroversial
(Nuclear matrix protein-22) adalah aparatus protein yang berperan dalam
initosis inti sel dan terlibat dalam distribusi kromatin sel. NMP-22 ada di semua e. Sistoskopi
jenis sel terutama di matrik inti sel. NMP-22 dilepaskan oleh inti sel tumor Selain untuk diagnosis juga digunakan sebagai modalitas dalam menentukan staging
selama apoptosis. NMP-22 didapatkan dalam urin penderita karsinoma vesika dan surveilens Pada sistoskopi kasus-kasus karsinoma vesika urinaria yang dinilai
urinania 25 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang normal Telomerase adalah tumor dalam hal ini ukuran, jumlah, lokasi dan pola pertumbuhan tumor
adalah suatu enzim ribonukleoprotein yang inaktif pada sel epitelial normal (papiler atau sesile). Kemudian dilakukan penilaian terhadap mukosa, meliputi
tetapi reaktifpada sel kanker warna dan keadaan mukosa, regular atau iregular. Selanjutnya dinilai uretra pars
prostatika dan kelenjar prostat
d. Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan (imaging) digunakan untuk staging. Pada pemeriksaan ini Selain reseksi tumor primer, sistoskopi direkomendasikan untuk melakukan biopsi
dapat diketahui infiltrasi tumor ke muskulus detrusor, ada tidaknya metastasis baik pada daerah sekitar tumor, dome, trigone dan uretra pars pro statika. Beberapa
regional maupun jauh dan evaluasi traktus urinarius bagian atas, karena pada 4 % laporan terakhir menyebutkan , sistoskopi dapat mendeteksi displasia dan karsinoma
kasus karsinoma vesika urinaria juga ditemukan karsinoma sel transisional pada in situ dengan instilasi 5 aininolavulanic acid ke dalam vesika urinariá, yang dinilai
traktus urinarius bagian atas adalah adanya flouresensi dan lest . Sistoskopi yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
Pemeriksaan urografi intravena (IVU/IVP) diindikasikan pada semua pasien dengan histopatologi hasil reseksi tumor merupakan baku emas untuk menegakkan
kecurigaan keganasan buli. Pemeriksaan ini tidak terlalu sensitif terutama pada diagnosis karsinoma buli. Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan teliti dan
tumor berukuran kecil. Tetapi pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui apakah sistematis. Dimulai dengan melakukan pemeriksaan bimanual, diikuti evaluasi
ada keterlibatan saluran kemih bagian atas pada tumor urotelial yang dapat uretra, prostat, bladder neck kemudian seluruh permukaan buli-buli. Jumlah, lokasi,
mempengaruhi pilihan tata laksana. Tumor yang besar akan terlihat sebagai filling ukuran dan konfigurasi tumor harus dilaporkan dengan jelas. Gambaran irregular
defek pada fase sistogram atau hanya sekitar 50% penderita saja. Pembesaran buli dan eritem pada mukosa harus dicurigai sebagai tanda karsinoma insitu.
yang tidak simetris juga mencurigakan keganasan. Penyebab lain filing defek Bila tidak dijumpai adanya tumor sedangkan pemeriksaan sitologi urin positif
adalah adanya bekuan darah, lipatan buli karena belum penuh atau karena desakan ditemukan sel ganas, maka harus dilakukan biopsi pada tempat yang dicurigai
organ ekstravesika. Untuk meningkatkan sensitivitas pemeriksaan tersebut harus ditambah empat lokasi yang dianjurkan yaitu lateral kedua muara ureter, trigonum
dibuat foto fase awal pengisian, saat buli penuh dan fase pengosongan buli-buli. Bila dan dome. Selain itu juga pada penderita pria dianjurkan dilakukan biopsi pada
terdapat gambaran obstruksi ureter dan hidroneprosis sering menandakan tumor uretra pars prostatika dan stroma karena sekitar 30% Tis ditemukan pada lokasi
sudah menginvasi otot detrusor yang terbukti pada sekitar 90% penderita karsinoma tersebut. Pada reseksi tumor idealnya dimulai dari bagian superficial dilanjutkan
sel transisional. Pyelografi intravena masih merupakan pemeriksaan standar yang bagian yang lebih dalam dan harus mengenai daerah muskularis propria. Kedua
digunakan untuk evaluasi keluhan hematuria . Pada karsinoma vesika urinaria sediaan tersebut sebaiknya dikirimkan kepada patolog secara terpisah. Untuk
pyelografi intravena memberikan gambaran filling defek, USG dapat juga digunakan menghindari perforasi buli sebaiknya pasien berada dibawah pengaruh anestesi
untuk mendeteksi adanya tumor vesika urinaria dan adanya gangguan pada traktus umum.
urinarius bagian atas.
Penatalaksanaan Radical cystectomy followed by adjuvant
chemotherapy
Karsinoma Buli Superfisial Any T,N+,M+ Neoadjuvant chemotherapy followed by
Hampir 80% tumor buli saat pertama kali didiagnosis berada dalam kondisi ini dan Infiltratif concoinitant chemotherapy and irradiation
hanya 10-20% yang akan berkembang menjadi lesi invasive Yang termasuk dalam Systemic chemotherapy followed by selective
kategori ini adalah tumor terbatas pada mukosa (Ta), telah menginvasi lamina surgery or Irradiation
propria (T1) dan karsinoma insitu (Tis). Terapi standar untuk tumor buli
superficial adalah eradikasi komplit melalui TUR of bladder tumor sampai ke Pëter R Carrol, MD Sinith General Urology, 331
dasar tumor. Untuk mengurangi resiko rekurensi, menurunkan progresifitas tumor
dan menghilangkan kemungkinan residu, maka setelah dilakukan TURB TURBT mempunyai fungsi terapitik, diagnosis dan staging. Efektifitas TURBT
direkomendasikan untuk memberikan kemoterapi intravesika. Obat kemoterapi sebagai terapi pada karsinoma vesika urinaria superfisial tergantung dan sifat
antara lain Mitomicin C, BCG, Doxorubicin, Epirubicin, dan Thiotepa.1BCG biologi dari tumor itu sendiri. Tumor dengan ukuran kecil, soliter, stadium dan
merupakan agen yang paling efektif sebagai profilaksis dan pengobatan pada terapi derajat keganasan rendah (Ta derajat I-II) sangat efektif di reseksi dengan
intravesika. TURBT dan mempunyai angka rekurensi rendah., sebaliknya tumor Ti derajat III
Ikatan Ahli Urologi Eropa (EAU) merekomendasi penalaksanaan karsinoma buli mempunyai angka rekurensi sampai 60 % meskipun tumor di reseksi secara
superficial, dibagi berdasarkan 3 prognostik faktor, yaitu: komplit
1. Tumor resiko rendah (lesi tunggal, TaG1, ≤ 3 cm); TURB komplit ditambah Kemoterapi intravësikal menjadi pilihan sebagai terapi ajuvan, diberikan untuk
satu kali instilasi intravesika dengan obat mitomicyn C, epirubicin atau mengurangi rekurensi. karena 50 - 70 % kasus karsinoma su akan mengalami
doxorubicin sampai 6 jam setelah reseksi. rekurensi bila hanya dilakukan TURBT saja . Pemberian kemoterapi intravesikal
2.
Tumor resiko sedang (Ta-1, G1-2, multiple, > 3 cm); dilakukan TURB komplit akan menurunkan rekurensi 30 - 40 % .
dan bila perlu TURB ulang dalam 4-6 minggu bila belum bersih. Dilanjutkan
instilasi intravesika, pilihan obat optional dan diberikan secara teratur dalam 3 kegunaan pemberian kemoterapi intravesikal yaitu ajuvan,piofilaksis dan terapitik
waktu tidak lebih dari 1 tahun. Tabel 2 Delivery of intravesical chemotherapy or immunotherapy
3.
Tumor resiko tinggi (T1G3, multiple atau rekuren, Cis); dilakukan TURB Use Timing Goal
komplit dan TURB ulang dalam 4-6 minggu. Dilanjutkan instilasi dengan BCG
secara teratur dalam waktu 1 tahun. Bila tidak respon dengan BCG Adjunctive At TUR Prevent implantation
direkomendasikan untuk melakukan radikal sistektomi dan diversi urin. Prophylactic After complete TUR Prevent or delay
recunence or
Pilihan terapi pada manajemen karsinoma vesika urinaria superfisial adalah : Therapeutic After incomplete TUR progression
Tabel 1. Initial treatment options for bladder cancer Cure residual disease
Cancer Stage Initial Treatment options
Tis Complete TUR followed by intravesical BCG Komplikasi sistemik yang berat dapat dihindari dengan tidak memberikan kemoterapi
Ta (single,low to moderate Complete TUR intravesikal pada pasien dengan gross hematuria ,
Grade,no recurrent)
Ta (Large,multiple,high grade Complete TUR followedby intravesical chemo Preparat yang banyak digunakan adalah mitomisin C (MMC), thiotepa.
or recurrent) or Doxorubicin dn BCG.
TI immunotherapy
Complete TUR followed by intravesical cheino a. Mitomisin C (MMC)
or MMC mempunyai efek anti tumor, antibiotik dan agen alkilating yang
Immunotherapy menghambat sintesis DNA, mempunyai berat molekul yang besar 329 kDa
Superfisial .Absorpsi rendah karena berat molekul besar sehingga efek sistemik minimal,
sehingga paling sering digunakan. Kendalanya adalah agen yang tersedia di
T2 - T4 Radical cystectomy
pasaran mahal MMC sangat sensitif fase G1 akhir dan sikius sel MMC diberikan
Neo adjuvant chemotherapy Followed by
intravesikal tiap minggu selama 6 sampai 8 minggu dengan, dosis 20 - 40 mg
radical cys tectomy
(1 mg/ml) , pasien diminta untuk tidak minum selama 12 jam sebelum terapi.
Kemudian dipasang kateter urin dengan tujuan mengeluarkan urin dan untuk Indikasi pemberian BCG secara instilasi pada karsinoma vesika urinaria adaiah:
memasukkan MMC kedalam vesika urinaria. Pasien diminta menahan kencing 1. Karsinoma in situ
selama 1 - 2 jam. pasien juga diininta untuk merubah posisi tiap 15 menit yaitu 2. Tumor Ti
pronasi, supinasi, miring ke kiri dan ke kanan . 3. Tumor Ta dengan risiko tinggi (besar, derajat keganasan tinggi, rekuren atau
Setelah pemberian MMC dalam 3 bulan didapatkan penurunan angka rekurensi dan tumor multifokal)
55 % menjadi 40 . Angka respon komplet rata-rata 49 % pada tumor Ta dan TI .
Efek samping adalah iritasi lokal pada kulit dan pada vesika urinaria timbul gejala Dosis standar adalah 120 mg. Diberikan 7 – 14 hari pasca TUR, tiap minggu selama
berupa gejala frekuensi, urgensi dan disuria Sistitis (chemical cystitis) terjadi 6 kali pemberian. dilanjutkan tiap 2 minggu sekali selama 6 kali pemberian. Total 12
sampai 40 % kasus. Efek samping lain adalah kontraktur vesika urinaria dan kali pemberian selama lebih kurang 5 bulan
lekopeni . BCG di encerkan dalam NacI 0,9 % 50 cc dimasukkan melalui kateter secara pasif
mengikuti gravitasi, pasien diminta menahan kencing selama 1 - 2 jam . Pasien juga
b. Thiotepa ( Triethyieneethiophosphorainide) diininta untuk merubah posisi tiap 15 menit selama 1 jam. Kerugian Pemakaian
BCG adalah efek toksiknya baik lokal maupun sisteinik. Efek samping yang
Merupakan agen alkilating dengan berat molekul kecil 198 sehingga mudah timbul tergantung dari dosis yang digunakan dan jumlah instilasinya. Efek lokal
diabsorpsi, Thiotepa masuk fase siklus sel yang non spesifik. Dosis yang yang timbul berupa gejala iritatif yaitu disuria, frekuensi dan urgensi. Selain itu
dianjurkan 30 mg - 60 mg (1 mg/ml). Sama seperti pada MMC , pasien diminta bisa juga timbul hematuria dan flu like syndrome. Efek lokal jangka panjang adalah
untuk tidak minum selama 2 jam kemudian dipasang kateter urin dan dilakukan timbulnya kontraktur vesika urinaria yang menyebabkan gangguan fungsi vesika
instilasi Thiotepa ke dalam vesika urinar Kemudian pasien diminta untuk menahan urinaria
kencing selama 2 jam. Pasien dimintakan untuk merubah posisi tiap 15 menit Gejala sistemik bisa timbul pada pemberian BCG intravesika yang dikenal dengan
selama 1 jam BCGosis berupa Demam tinggi ( >39 °C) lebih dari 48 jam, Menggigil ,artralgia,
Thiotepa diberikan selama 4 - 6 minggu, dianjurkan terutama untuk tumor residual, gangguan fungsi hepar, myelosupresi dan komplikasi infeksi (pneumonitis, hepatitis
karsinoma in situ dan mencegah rekurensi tumor Efek sampingnya adalah ,prostatitis dan sepsis) . Terapi yang dianjurkan untuk diberikan pada kasus
myelosupresi dengan lekopeni dan trombositopenia terjadi pada 10 % - 50 % kasus, BCGosis adalah INH 300 mg, Rifampicin 600 mg, dan ethambutol 1200 mg tiap
dianjurkan untuk memeriksa lekosit dan trombosit sebelum terapi Karena efek hari selama 6 bulan. Pada kasus-kasus yang berat bisa ditambahkan sikloserin 500
samping sistemik ini pemberian thiotepa saat ini mulai ditinggalkan mg 2 X sehari atau prednisolon 40 mg sehari Untuk menghindari timbulnya efek
samping yang tidak diinginkan maka pemberian BCG intravesikal menjadi
c. Doxorubicin kontraindikasi pada kasus gross hematuria, infeksi saluran kencing trauma traktus
urinarius karena kateterisasi
Merupakan antibiotik anthracycline yang berasal dari jamur streptomyces peucetius.
Doxorubicin merusak sel melalui beberapa mekanisme antara lain, interkalasi DNA
base, inactivasi DNA topo-isomerase II yang berakibat putus rantai DNA dan Karsinoma Buli Invasif dan Metastasis
menghambat sintesis protein, berperan dalam fase S siklus sel. Berat molekulnya Sistektomi radikal di sertai pengangkatan kelenjar getah bening pelvis secara
paling besar 580 kD sehingga efek sistemik jarang terjadi Rekurensi tumor rata-rata en blok merupakan terapi bedah standar untuk karsinoma buli invasive yang
13 % pada terapi dengan doxorubicin setelah TUR. Dosis yang dianjurkan adalah 30 belum bermetastasis. Pada pria dilakukan pengangkatan kandung kemih, prostat,
- 90 mg (1mg/ml) dalam Nacl 0,9 %. Cara pemberian dan interval terapi sama dan vesika seminalis. Sedangkan penderita wanita dilakukan eksenterasi anterior
seperti pada MMC Efek samping terutama sistitis terjadi sampai 50 % kasus, yakni mengangkat kandung kemih, serviks, uterus, vagina anterior, uretra, ovarium
kontraktur vesika urinaria dan efek sistemik jarang dan tuba fallopii. sistektomi radikal hinga saat ini menjadi gold standard dengan
angka bebas rekurensi local mencapai 95%.
Seperti yang telah disebutkan pada patogenesis , dikatakan metastasis apabila terjadi
d. Bacillus Calmette-Guerin (BCG)
penyebaran sel tumor ke kelenjar limfe regional, hepar, paru dan tulang
Terapi standar pada karsinoma metastasis adalah kemoterapi sistemik. Perubahan
BCG berasal dari strain mikobakterium bovis yang dilemahkan, Efeknya BCG besar terjadi dalam era kemoterapi modern sejak Stemberg dkk mengembangkan
adalah timbulnya respon imun dan inflamasi dan vesika urinaria, Mekanisme kerja MVAC ( Methotrexate, Vinbiastine, Adriamycin, dan Cisplatin). MVAC
dari BCG belum jelas, diduga berhubungan dengan interaksi sel T. BCG efektif mempunyai angka respon obyektif 57-70 %. Respon komplet sekitar 15-20 %, dan
dalam menurunkan rekurensi tumor sampai 40 % angka ketahanan hidup 2 tahun 15-20 %. .
Sekarang ini dikembangkan pemakaian regimen Gemcitabine dan Cisplatin yang Sistektomi Radikal
sudah memasuki fase III. Dan beberapa studi didapatkan tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam hal ketahanan hidup antara penggunaan MVAC dan Gemcitabin Merupakan terapi standar pada karsinoma vesika urinaria infiltratif. Pada sistektomi
Cisplatin. Tetapi yang jelas Gemeitabine-Cisplatin mempunyai toksisitas yang lebih radikal organ-organ pelvis anterior diangkat secara en blok. Pada pria, vesika
rendah dan regimen standar urinaria, peritoneum yang menutupi vesika urinaria, lemak perivesika, ureter bagian
bawah, kelenjar prostat, vesikula seminalis dan uretra. Pada wanita, vesika urinaria,
Reseksi Transuretral Karsinoma Buli Superfisial dan Pembesaran Prostat Jinak peritoneum yang melekat pada vesika urinaria, lemak perivesika, ureter bagian
Secara Simultan bawah, uterus, ovarium, tuba fallopii, dinding anterior vagina dan uretra semua
Seperti telah disebutkan, mayoritas penderita tumor buli saat pertama kali ditemukan diangkat. Secara simultan dilakukan diseksi kelenjar limfe pelvis bilateral secara en
berada pada kondisi karsinoma buli superficial/non invasif. Dalam stadium ini block yang dimulai dari kelenjar limfe di daerah bifurkasio aorta atau pembuluh
terapi standar yang diberikan adalah reseksi tumor secara transuretral atau darah iliaka komunis ke vena iliaka sirkumfleksa di sebelah distal, kemudian dan
transurethral resection of bladder tumor (TURBT) dilanjutkan kemoterapi lateral nervus genitofemoralis sampai ke dasar pelvis (fasia endopelvika). Sangat
intravesika. Dari hasil penelitian para ahli diketahui bahwa 50%-70% penderita penting melakukan identifikasi dan preservasi nervus obturatorius, yang keluar dari
akan mengalami rekurensi bila hanya mendapatkan terapi TURBT saja, dengan tepi medial muskulus psoas.
kemungkinan peningkatan stadium dan progresifitas tumor sampai 15%. Untuk
Setelah sistektomi radikal ,dilanjutkan dengan melakukan rekontruksi traktus
mengurangi resiko rekurensi dan menurunkan progresifitas tumor, maka dianjurkan
urinarius atau diversi urin interna atau eksterna Tindakan uretrektomi pada
untuk memberikan kemoterapi intravesika.
karsinoma vesika urinaria infiltcatif masih kontroversi terutama pada laki-laki, tetapi
Dari fakta yang ada, tumor buli rekuren sering kali berada pada lokasi yang berbeda
pada wanita tindakan ini merupakan tindakan rutin yang dilakukan pada sistektomi
dengan tumor inisial sehingga muncul teori bahwa terjadi implantasi sel tumor bebas
radikal Beberapa studi yang dilakukan mendapatkan angka rekurensi uretra 25 - 35
yang terlepas saat dilakukan reseksi dan menempel pada daerah yang mengalami
% pada kasus karsinoma in situ difusa pada uretra pada prostatika atau pada
trauma akibat manipulasi selama tindakan. Berdasarkan penelitian, pemberian
karsinoma yang menginfiltrasi stroma kelenjar prostat, sementara studi yang lain
kemoterapi segera setelah reseksi dipercaya efektif untuk mencegah terjadinya
didapatkan kurang dari 5 % angka rekurensi uretra pada pasien yang dilakukan
implantasi sel tumor bebas, dan saat ini semakin mendapat tempat di kalangan ahli
radikal sistektomi tanpa uretrektomi Indikasi uretrektomi antara lain tumor
urologi. Atas dasar ini maka pemberian kemoterapi intravesika direkomendasikan
multifokal, karsinoma in situ difus dan infiltrasi uretra pars prostatika atau
segera dilakukan setelah TURBT selesai dikerjakan Guidelines dari EAU telah
tumor pada leher vesika urinaria
menetapkan pemberian instilasi intravesika segera dan sampai waktu 6 jam setelah
reseksi. Indikasi sistektomi radikal adalah:
Kekhawatiran terjadinya implantasi pada daerah yang mengalami trauma, 1. Kaisinoma vesika urinaria yang menginvasi otot (muscle invasive) T2 atau
menyebabkan mayoritas ahli urologi menghindari dilakukan tindakan TURB dan lebih.
TURP secara bersamaan pada penderita karsinoma buli yang juga mengalami 2. Tumor dengan low stage yang tidak dapat dilakukan reseksi atau multisentris.
gangguan pembesaran prostat jinak, dan lebih menganjurkan dilakukan reseksi 3. Tumor Ti dengan derajat keganasan tinggi.
terpisah. Anjuran ini tentunya untuk menghindari terjadinya peningkatan stadium 4. Belum ada metastasis jauh.
tumor menjadi T4a bila telah mencapai uretra prostatika/stroma prostat, yang akan 5. Karsinoma in situ atau tumor multifokal yang mengalaini rekurensi setelah
menurunkan survival rate penderita. Meskipun demikian, data yang lain dilakukan TURBT dan kemoterapi intravesikal.
menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara reseksi simultan
karsinoma buli dan BPH dengan terjadinya rekurensi tumor pada uretra pars Komplikasi awal:
prostatika. Oleh karena itu selama puluhan tahun, topik ini masih menjadi Infeksi luka operasi.
kontroversi di kalangan ahli urologi. Obstruksi intestinal.
Beberapa alasan dilakukannnya tindakan reseksi simultan antara lain: obstruksi Trombosis vena dalam, trauma pada rektum
infravesika dan gangguan iritatif berat karena BPH, resiko tinggi dilakukan anestesi
ulang karena adanya penyakit penyerta, lokasi tumor pada bladder neck/uretra Komplikasi lanjut:
prostatika, harus dilakukan reseksi prostat untuk mempermudah akses ke tumor serta Fistula fekal urinaria.
ditemukan tumor yang terlihat jinak pada TURP. Pyelonefritis.
Striktur anastomosis ureterointestinal.
Gangguan ftingsi ginjal., DisfIingsi ereksi.
Sistektöini parsial. Terapi Kombinasi
Sistektomi parsial dilakukan dengan melakukan eksisi massa tumor dan vesika Pemilihan modalitas lokal definitif (TURBT) yang dikombinasikan dengan
urinaria lebih kurang 2 cm dari tepi bebas tumor yang dikonfirmasi dengan pemberian kemoterapi sistemik dan radioterapi eksterna, merupakan suatu regimen
pemeriksaan potong beku yang di kenal dengan Bladder Salvage Regimen , yaitu tetap mempertahankan
Indikasi sistektoini parsial adalah : vesika urinaria. Respon terapi yang berhubungan dengan angka ketahanan hidup dan
1. Karsinoma sel transisional bentuk papiler yang tenletak didalam divertikel vesika efek sampingnya masih dalam penelitian. Tetapi yang jelas bila terjadi kegagalan
irinaria, kemoradiasi ini baik rekurensi atau progresi akan mengakibatkan tindakan bedah
2. Tumor soliter, inifitratif (T1-T3) yang terletak di sepanjang dinding sukar karena adhesi
posterolateral atau fundus vesika uninaria.
Monitoring
Keuntungan: Monitoring yang ketat diperlukan pada karsinoma vesika urinaria superfisial karena
Secara fisiologi fungsi vesika uninaria sebagai reservoir masih tetap ada. rekurensi dan progresi yang tinggi. Sistoskopi merupakan pemeriksaan standar
Reseksi massa tumor dapat dilakukan secara komplit. untuk mendeteksi adanya rekurensi tumor superfisial. Selain sistoskopi, sitologi urin
Sekaligus bisa dilakukan biopsi massa tumor dan kelenjar limfe pelvis untuk merupakan pemeriksaan yang penting, sampel untuk pemeriksaan sitologi urin
pemeriksaan PA. diambil bersamaan dengan sistoskopi.
Sekarang ini dikembangkan urin assay seperti BTAstat test, NIMP-22 dan
Kerugian sistektoini parsial adalah: telomerase untuk monitoring karsinoma vesika urinaria superfisial. Pemeriksaan
Angka rekurensi yang tinggi (40-80 %), karena masih ada sisa tumor yang sistoskopi dan sitologi urin dilakukan tiap 3 bulan sekali selama 1 tahun , kemudian
tertinggal. 6 bulan sekali selama 2 tahun dan minimal 1 tahun sekali Tidak ada suatu
Memerlukan surveilens yang ketat untuk follow up. kesepakatan kapan sistoskopi dihentikan pada follow up karsinoma vesika urinaria
Memerlukan terapi ajuvan intravesikal. superfisial,
Pemeriksaan pencitraan traktus urinarius walaupun bukan merupakan standar tetap
Komplikasi sistektomi parsial adalah menurunnya kapasitas vesika dan terjadinya menjadi pertimbangan pada monitoring dengan indikasi:
rekurensi tumor .Oleh karena .itu sekarang ini sistektomi parsial sudah banyak o Sitologi urin positif atau hematuria yang bukan disebabkan oleh tumor vesika
ditinggalkan karena adanya kemajuan dalam tehnik TURBT dan kemajuan urinaria
pengetahuan. mengenai sifat-sifat biologi dan tumor-tumor vesika urinaria, o Tumor yang mengalaini rekurensi di sekitar orifisium ureter
o Sistektomi pada kasus uncontrolled disease

Radioterapi
PROGNOSIS
Radioterapi dapat digunakan sebagai alternatif terapi definitif terutama pada pasien
Karsinoma vesika urinaria superfisial mempunyai prognosis baik dengan angka
dengan tumor infiltratif yang masih terlokalisir, yang tidak bersedia untuk
ketahanan hidup 5 tahun mencapai 82 — 100 %
dilakukan tindakan bedah. Dosis radioterapi yang diberikan lebih dari 65-70 Gy
yang diberikan lebih dari 6 – 7 minggu. Pemberian radioterapi ini lebih difokuskan Tabel 4. 5-Year Survival Rates for Bladder Cancer
pada tumor dan area disekelilingnya . Untuk menentukan batas-batas ini sebelumnya
dilakukan CT Scan dalam posisi pronasi. Komplikasi dan radio terapi ini adalah Stage 5-Year Survival Rates %
dermatitis, proktitis yang kadang-kadang disertai dengan imp1ikasi pendarahan dan Ta,T1,CIS 82-100
obstruksi,sistitis , fibrosis vesika urinaria, impoten, inkontinensia dan kemungkinan
untuk timbulnya keganasan di sekitar lapangan radiasi . T2 63-83
Radioterapi radikal menjadi pilihan bagi pasien usia tua atau pasien yang memiliki T3a 67-71
komorbiditas tinggi akibat penyakit lain. Dosis yang diberikan sebanyak 55-65Gy.
Untuk pasien T2-4 memiliki angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 23-40%. T3b 17-57
Kekurangannya adalah angka rekurensi lokal sebanyak 55-65% dan efek samping
T4 0-22
yang tidak nyaman berupa gangguan gastrointestinal,iritasi buli, hematuria, sampai
kontraktur buli yang cukup tinggi. Gary David S Bladder Cancer eMedicine corn

Anda mungkin juga menyukai