Inervasi somatic dari m levator ani dan muscle complex berasal dari radix anterior
N sacralis III, V.
------------------------------------------------- RD - Collection 2002 --------------------------------------------- Embriologi
--
Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut.
Forgut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung
sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pancreas. Mid gut membentuk usus
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan
Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka,
membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm / analpit
muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL (
. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan
Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Soper 1975 memberikan
perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak
terminologi untuk atresia anorektal meliputi sebagian besar malformasi kongenital
tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal
dari daerah anorektal. Kanalis anal adalah merupakan bagian yang paling sempit
tetapi normal dari ampula rekti. Menurut definisi ini maka sambungan anorektal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi,
terletak pada permukaan atas dasar pelvis yang dikelilingi muskulus sfingter ani otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus
dan internus dapat tidak ada atau rudimenter .
eksternus. 2/3 bagian atas kanal ini derivat hindgut, sedang 1/3 bawah berkembang
dari anal pit. Penggabungan dari epitilium disini adalah derivat ectoderm dari anal
pit dan endoderm dari hindgut dan disinilah letak linea dentate. Garis ini adalah Patofisiologi
tempat anal membrana dan disini terjadi perubahan epitelium columner ke stratified Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
squamous cell. Pada bayi normal, susunan otot serang lintang yang berfungsi embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
membentuk bangunan seperti cerobong yang melekat pada os pubis, bagian bawah Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
sacrum dan bagian tengah pelvis. Kearah medial otot-otot ini membentuk diafragma segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin
yang melingkari rectum, menyusun kebawah sampai kulit perineum. Bagian atas akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya fese mengalir
bangunan cerobong ini dikenal sebagai m levator dan bagian terbawah adalah m kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya
sfingter externus. Pembagian secara lebih rinci, dari struktur cerobong ini adalah: m. akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90%
ischiococcygeus, illeococcygeus, pubococcygeus, puborectalis, deep external dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2
spincter externus dan superficial external sfingter. M sfingter externus merupakan biasanya letak tinggi , umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate.
serabut otot para sagital yang saling bertemu didepan dan dibelakang anus. Bagian (rektovesika) . pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis)
diantara m. levator dan sfingter externus disebut muscle complex atau vertikal
fiber Klasifikasi
Kanal anal dan rectum mendapat vaskularisasi dari arteria hemoroidalis superior,
MELBOURNE membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati
a hemoroidalis media dan a hemoroidalis inferior. Arteri hemoroidalis superior
ischii kelainan disebut :
merupakan akhir dari arteria mesenterika inferior dan melalui dinding posterior dari
rectum dan mensuplai dinding posterior, juga ke kanan dan ke kiri dinding pada Letak tinggi rectum berakir diatas m.levator ani (m.pubo coxigeus)
bagian tengah rectum, kemudian turun ke pectinate line. Arteria hemoroidalis media Letak intermediet akiran rectum terletak di m.levator ani
merupakan cabang dari arteria illiaca interna. Arteria hemoroidalis inferior cabang Letak rendah akhiran rectum berakhir bawah m.levator ani
dari arteri pudenda interna, ia berjalan di medial dan vertical untuk mensuplai
kanalis anal di bagian distal dari pectinate line. Inervasi para simpatis berasal dari
nervus sacralis III, V yang kemudian membentuk N Epiganti, memberikan cabang Etiologi
ke rectum dan berhubungan dengan pleksus Auerbach. Saraf ini berfungsi sebagai Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara
motor dinding usus dan inhibitor sfingter serta sensor distensi rectum. Persarafan embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau
simpatis berasal dari ganglion Lumbalis II, III, V dan pleksus para aurticus, mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada
kemudian membentuk pleksus hipogastricus kemudian turun sebagai N pre sacralis. atresia letak tinggi atau supra levator, septum urorectal turun secara tidak sempurna
Saraf ini berfungsi sebagai inhibitor dinding usus dan motor spingter internus. atau berhenti pada suatu tempat jalan penurunannya
sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi
kantong rectum dan pemotongan fistel .
Diagnosisis Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka
panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta
Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir antisipasi trauma psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur dan
Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula konsistensinya baik.
Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rectum yang
Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan perineum yang teliti . radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh
karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak
PENA menggunakan cara sebagai berikut: adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
Bayi LAKI-LAKI dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila : serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
Fistel perianal (+) , bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan
atresia letak rendah Minimal PSARP tanpa kolostomi ada tidaknya fistula.
Mekoneum (+) atresia letak tinggi dilakukan kolostomi terlebih Leape(1987) menganjurkan pada :
dahulu dan 8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitive. Atresia letak tinggi & intermediet sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
------- Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram .Bila setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitive (PSARP)
Akhiran rectum < 1 cm dari kulit disebut letak rendah Atresia letak rendah perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi provokasi dengan stimulator otot untukidentifikasi batas otot sfingter ani
Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan ekternus,
rektoperinealis. Bila terdapat fistula cut back incicion
Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana
Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Fistel perineal (+) minimal PSARP tanpa kolostomi.
Fistel rektovaginal atau rektovestibuler kolostomi terlebih dahulu. Pena secara tegas menjelaskan bahwa Atresia ani letak tinggi dan intermediet
Fistel (-) invertrogram : dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi
- Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti definitive setelah 4 – 8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah
- Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu posterosagital anorectoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital
anorektoplasti
LEAPE (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,
vestibulum atau fistel perianal Letak rendah . Bila Pada pemeriksaan Fistel (-) Teknik Operasi
Letak tinggi atau rendah Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan posisi
Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar ususterisis udara, pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan
dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical dengan Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal
kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) bertujuan agar udara berkumpul dimple.
didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.
Incisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti
2 cm didepanya
Penatalaksanaan Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complek. Os
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus levator
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan dibelah tampak dinding belakang rectum
atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya .
banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Rektum ditarik melewati levator , muscle complek dan parasagital fiber
Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus
Perawatan Pasca Operasi PSARP
Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama Skoring Klotz
8- 10 hari.
2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x VARIABEL KONDISI SKOR
sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan
sampai mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya . 1 Defekasi 1- 2 kali sehari 1
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk 2 hari sekali 1
3 – 5 kali sehari 2
UMUR UKURAN 3 hari sekali 2
> 4 hari sekali 3
1 – 4 Bulan # 12 2 Kembung Tidak pernah 1
4 – 12 bulan # 13 Kadang-kadang 2
8 – 12 bulan # 14 Terus menerus 3
1-3 tahun # 15 3 Konsistensi Normal 1
3 – 12 tahun # 16 Lembek 2
> 12 tahun # 17 Encer 3
4 Perasaan ingin BAB Terasa 1
FREKUENSI DILATASI Tidak terasa 3
Tiap 1 hari 1x dalam 1 bulan 5 Soiling Tidak pernah 1
Tiap 3 hari 1x dalam 1 bulan Terjadi bersama flatus 2
Tiap 1 minggu 2 x dal;am 1 bulan Terus menerus 3
Tiap 1 minggu 1x dalam 1 bulan 6 Kemampuan menahan feses yang > 1 menit 1
Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan akan keluar < 1 menit 2
Tidak bisa menahan 3
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan sertsa tidak ada 7 Komplikasi Tidak ada 1
rasa nyeri dilakukan 2x selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara Komplikasi minor 2
bertahap frekuensi diturunkan. Komplikasi mayor 3
Prognosis
Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki dengan pembedahan
melalui perineum dan prognosis baik untuk kontinensia fekal. Sedangkan kelainan
anorektal letak tinggi diperbaiki dengan pembedahan sakroperineal atau
abdominoperineal, pada kelainan ini sfingterani eksternus tidak memadai dan tidak
ada sfingter ani internus, maka kontinensia fekal tergantung fungsi otot puborektalis
(DeLorimer 1981 ; Iwai et al 1988). Ong dan Beasley (1990) mendapatkan
perjalanan klinis jangka panjang dari kelainan anorektal letak rendah yang dilakukan
operasi perineal lebih dari 90% penderita mencapai kontrol anorektal yang secara
sosial dapat diterima. Insidensi “soiling” pada penderita umur lebih 10 tahun lebih
rendah dari penderita yang lebih muda. Insidensi “Smearing” atau Stainning” tidak
mengurang dengan bertambahnya usia. Pada kelainan anorektal letak tinggi hasilnya
hanya 1/3 yang benar-benar bagus, 1/3 lagi dapat mengontrol kontinensia fekal.
Pada wanita hasilnya lebih baik daripada laki-laki karena pada wanita lesi seringkali
intermediet. Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat dikerjakan
melalui perineum tanpa membuka abdomen (Smith, 1990). Beberapa penderita
dengan kelainan anorektal letak tinggi mempunyai masalah-masalah kontinensia bila
dilakukan pembedahan dibanding letak rendah.
1.agenesis ani
laki-laki tanpa fistula, agenesis anal
laki-laki dengan fistula rektobulbar
Alogaritma Pena
Klasifikasi Broadly tahun 1989 membagi atresia ani menjadi letak tinggi dan
rendah. Dikatakan tinggi bila akhiran rektum terletak diatas otot levator atau tepat
pada ototnya. Akhiran rektum bisa berakhir sebagai fistula, pada laki-laki sering
sebagai fistula rektouretra yang bermuara pada uretra pars protatika. Sedang pada
perempuan sering didapatkan fistula rektovaginal.
Pena menyatakan bahwa atresia ani mempunyai dampak yang luas, klasifikasi
atresia ani terdahulu yaitu atresia ani letak tinggi, intermediet dan rendah tidak
mempunyai nilai prognosis dan terapitis, bahkan cukup rumit untuk dipelajari.
Sehingga Pena membuat klasifikasi yang lebih sederhana sebagai berikut:
Klasifikasi Pena
Embriologi
Pada embrio berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan
entoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan ditengah - tengah yaitu mesoderm yang
kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan entoderm. Di bagian
kaudal ektoderm dan entoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka. Pada
permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang
disebut genital tubercle. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana
dibagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama
minggu ke 7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah
bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki . Bila wanita akan menjadi
klitoris.
Etiopatogenesis
Hipospadia terjadi karena gangguan perkembangan urethra anterior yang tidak Sudah diketahui bahwa setelah tingkat indiferen maka perkembangan genital
sempurna sehingga urethra terletak dimana saja sepanjang batang penis sampai eksterna laki-laki selanjutnya dipengaruhi oleh estrogen yang dihasilkan testis
perineum. Semakin proksimal muara meatus maka semakin besar kemungkinan primitif. Suatu hipotesis mengemukakan bahwa kekurangan estrogen atau
ventral penis memendek dan melengkung karena adanya chordae. terdapatnya anti androgen akan mempengaruhi pembentukan genitalia ekterna laki-
Sampai saat ini terjadinya hipospadia masih dianggap karena kekurangan androgen laki.
atau kelebihan estrogen pada proses maskulinisasi masa embrional Devine, 1970 Beberapa kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan hipospadia, yaitu :
mengatakan bahwa deformitas yang terjadi pada penderita hipospadia disebabkan 1. Kegagalan tunas sel-sel ektoderm yang berasal dari ujung glans untuk tumbuh
oleh Involusi sel-sel interstitial pada testis yang sedang tumbuh yang disertai kedalam massa glans bergabung dengan sel-sel entoderm sepanjang uretra
dengan berhentinya produksi androgen dan akibatnya terjadi maskulanisasi yang penis. Hal ini mengakibatkan terjadinya osteum uretra eksternum terletak di
tak sempurna organ genetalia eksterna Ada banyak faktor penyebab hipospadia glans atau korona glandis di permukaan ventral.
dan banyak teori yang menyatakan tentang penyebab hipospadia antara lain : 2. Kegagalan bersatunya lipatan genital untuk menutupi alur uretra – uretral
1. Faktor genetik.. groove kedalam uretra penis yang mengakibatkan osteum uretra eksternum
12 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila punya riwayat keluarga terletak di batang penis. Begitu pula kegagalan bumbung genital bersatu
yang menderita hipospadia. 50 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia dengan sempurna mengakibatkan osteum uretra ekternum bermuara di
bila bapaknya menderita hipospadia. penoskrotal atau perineal.
2. Faktor etnik dan geografis.. Dari kegagalan perkembangan penis tersebut akan terjadi 5 macam letak osteum
Di Amerika Serikat angka kejadian hipospadia pada kaukasoid lebih tinggi dari uretra eksternum yaitu di : 1. Glans, 2. Koronal glandis, 3. Korpus penis, 4. Penos
pada orang Afrika, Amerika yaitu 1,3 skrotal, 5. Perineal.
.
3. Faktor hormonal Paulozzi dkk, 1997 dimana Metropolitan Congenital Defects Program (MCDP)
Faktor hormon androgen / estrogen sangat berpengaruh terhadap kejadian membagi hipospadia atas 3 derajat, yaitu :
hipospadia karena berpengaruh terhadap proses maskulinisasi masa embrional. 1. Derajad I OUE letak pada permukaan ventral glans penis & korona
Sharpe dan Kebaek (1993) mengemukakan hipotesis tentang pengaruh estrogen glandis.
terhadap kejadian hipospadia bahwa estrogen sangat berperan dalam
pembentukan genital eksterna laki-laki saat embrional. 2. Derajat II OUE terletak pada permukaan ventral korpus penis
Perubahan kadar estrogen dapat berasal dari :
a. Androgen yaitu perubahan pola makanan yang meningkatkan lemah 3. Derajat III OUE terletak pada permukaan ventral skrotum atau perineum
tubuh.
b. Sintetis seperti oral kontracepsi (Ethynil Estradiol) Biasanya derajat II dan derajat III diikuti oleh melengkungnya penis ke ventral yang
c. Tanaman seperti kedelai disebut chordee . Chordee ini disebabkan terlalu pendeknya kulit pada permukaan
d. Estrogen chemical seperti senyawa organochlcrin ventral penis. Hipospadia derajat ini akan mengganggu aliran normal urin dan
fungsi reproduksi , oleh karena itu perlu dilakukan terapi dengan tindakan operasi
Androgen dihasilkan oleh testis dan placenta karena terjadi defisiensi androgen
akan menyebabkan penurunan produksi dehidrotestosterone (DHT) yang
dipengaruhi oleh 5 α reduktase, ini berperan dalam pembentukan penis Diagnosis
sehingga bila terjadi defisiensi androgen akan menyebabkan kegagalan Kelainan hipospadia diketahui segera setelah kelahiran. Kelainan ini diketahui
pembentukan bumbung urethra yang disebut hipospadia. dimana letak muara uretra tidak diujung gland penis tetapi terletak di
ventroproksimal penis. Kelainan ini terbatas di uretra anterior sedangkan leher
4. Faktor pencemaran limbah industri. vesica urinaria dan uretraposterior tidak terganggu sehingga tidak ada gangguan
Limbah industri berperan sebagai “Endocrin discrupting chemicals” baik bersifat miksi.
eksogenik maupun anti androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan,
peptisida organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites.
Penatalaksanaan
Tujuan repair hipospadia yaitu untuk memperbaiki kelainan anatomi baik bentuk
Klasifikasi penis yang bengkok karena pengaruh adanya chordae maupun letak osteum uretra
Barcat (1973) berdasarkan letak ostium uretra eksterna maka hipospadia dibagi 5 eksterna sehingga ada 2 hal pokok dalam repair hipospadia yaitu:
type yaitu : 1. Chordectomi merelease chordae sehingga penis bisa lurus kedepan saat
ereksi.
Anterior ( 60-70 %) 2. Urethroplasty membuat osteum urethra externa diujung gland penis sehingga
(1) Hipospadia tipe gland pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan.
(2) Hipospadia tipe coronal
Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu operasi yang
Midle (10-15%) sama disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda disebut dua tahap
(3) Hipospadia tipe penil Ada 4 hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan repair hipospadia agar
tujuan operasi bisa tercapai yaitu usia, tipe hipospadia dan besarnya penis dan ada
Posterior (20%) tidaknya chorde. Usia ideal untuk repair hipospadia yaitu usia 6 bulan sampai usia
(4) Hipospadia tipe penoscrotal belum sekolah karena mempertimbangkan faktor psikologis anak terhadap tindakan
(5) Hipospadia tipe perineal operasi dan kelainannya itu sendiri, sehingga tahapan repair hipospadia sudah
tercapai sebelum anak sekolah. Sedangkan tipe hipospadia dan besar penis sangat
berpengaruh terhadap tahapan dan tehnik operasi hal ini berpengaruh terhadap
keberhasilan operasi. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia
semakin sukar tehnik dan keberhasilan operasinya.
Ada 3 tipe rekonstruksi sebagai berikut :
I. Methode Duplay
Untuk repair hipospadia tipe penil.
Kulit penil digunakan untuk membuat urethroplastinya atau bisa juga
digunakan kulit scrotum.
II. Methode Ombredane Untuk repair hipospadia coronal dan distal penil.
III. Nove-josserand Untuk repair hipospadia berbagai tipe tapi urethroplastinya
menggunakan skin graft.
Menurut Sami Arap umur optimal untuk memperbaiki hipospadia antara 8-12 bulan.
Pada tahapan ini ukuran dari penis hampir sama dengan ukuran penis pada umur 3
tahun dan kondisi tropic kulit mempunyai derajat keamanan yang tinggi selama
operasi. Anak pada usia ini mendapatkan emosi lebih sedikit setelah operasi
daripada anak usia diatasnya, selain itu kecemasan orangtua juga lebih berkurang.
Sedangkan operasi di luar negeri sering dilakukan dalam satu tahap untuk kedua-
duanya, yang dilakukan oleh Hortone dan Tevine.
Tujuan dari rekonstruksi ini adalah : mengembalikan fungsi sefisiologis mungkin.
Sebab jika penisnya bengkok, maka fungsi sebagai laki-laki tidak mampu
dilakukan (untuk mendapatkan ereksi yang komplit/baik membawa oriifisial
eksternus ke puncak penis sehingga pancaran urin dan semen menjadi normal).
Ada beberapa cara Chordae excisi, yaitu :
1. Cara Denis Brown, yaitu : dengan menginsisi melintang lalu dijahit arah
longitudinal, sehingga penis bertambah panjang.
2. Cara lain, yaitu dengan memanfaatkan preputium : kulit preputium diambil,
dilihat ke belakang, untuk menempel khordae yang dieksisi.
Maksud dari chordae eksisi adalah untuk meluruskan penis yang bengkok. Jika
penis tersebut sudah diluruskan, maka antara 6-12 bulan kemudian diuretroplasti. Penatalaksanaan Kurvatura penis dengan atau tanpa hipospadia
Salah satu cara uretroplasti adalah dengan mengambil dindng ventral penis sampai a. Release chordee
skrotum. Kurvatura penis disebabkan oleh oleh tarikan kutis dan lapisan subkutis
Jadi ada 3 cara rekonstruksi uretra, yaitu : dibagian ventral penis, yang dapat di koreksi dengan release kutis dan tunika
1. Memakai kulit preputium, dartos penis. Sekitar 25 % kurvatura disebabkan sekunder oleh adanya jaringan
2. Memakai Free Skin Graft, fibrosa dari chordae, dan untuk membebaskannya dibutuhkan pemisahan
3. Memakai kulit skrotum (local skin flap/distant skin flap). urethral plate kemudian baru eksisi jaringan fibrosa sampai dengan tunica
albuginea
Kadang , setelah chordae di eksisi, kemudian dilakukan ereksi artificial ulangan,
masih terdapat kurvatura penis kearah ventral. Hal ini biasanya disebabkan oleh
adanya disproporsi corpus cavernosa, dimana bagian ventral mengalami
hambatan perkembangan. Penanganannya adalah dengan melakukan insisi
bagian ventral corpus cavernosa penis kemudian dilakukan patch dengan
menggunakan kulit ataupun tunica vaginalis. Teknik lain dilakukan dengan cara
melakukan wedge excisi di dorsal corpus cavernosa penis kemudian di jahit
secara tranversal sehingga penis dapat diluruskan. Beberapa ahli bedah
menggunakan teknik plikasi dorsal corpus cavernosa penis tanpa eksisi.
f. Skin Graft dan Tunica vaginalis Graft 3. Membentuk gland yang simetris dan berbentuk konus (glanuloplasty)
Skin graft merupakan teknik yang ideal untuk repair hipospadia pada penis yang Membuat simetris, bentuk penis yang konus merupakan salah satu target dari
kecil dan derajat kurvatura berat., dimana tidak mungkin dilakukan teknik Nesbit glanuloplasty pada repair hipospadia. Pada glans penis yang berbentuk flat,
dan plikasi karena akan lebih memperpendek penis. Donor full tickness skin dilakukan koreksi dengan cara mendekatkan bagian lateral jaringan glans penis ke
graft diambil dari kulit di region inguinal. Insisi tranversal dibuat pada bagian garis tengah pada sisi ventral penis menutupi meatoplasty-nya.
penis dengan kurvatura maksimal, kemudian dilakukan tranplantasi graft dengan
dijahit menggunakan poligactin 6.0 Penggunaan free graft dari tunica vaginalis 4. Membentuk neouretra dengan kaliber yang uniform/seragam (urethroplasty)
untuk patch orthoplasty pertama kali dilakukan oleh Perlmutter. Perlmutter Membentuk Neourethra
menggunakan teknik ini untuk repair hipospadi pada 11 anak. Beberapa prinsip dasar dan teknik ikut berperan pada keberhasilan uethroplasty pada
repair hipospadia.
a. Immediately Adjacent Tissue
Neourethra di bentuk dari jaringan di dekat meatus. Teknik ini merupakan
teknik dengan resiko dan tingkat kesulitan yang rendah dibanding teknik lain.
b. Flap Lokal
Flap lokal yang digunakan untuk konstruksi neourethra harus tipis, nonhirsute,
dan reliable tailored. Local flap ini merupakan flap fasciocutaneus yang terdiri
dari kulit dan tunica dartos. Vaskularisasi donor flap berasal dari arteri dan
vena kecil di dalam fascia. Vascularisasi berasal dari cabang arteri pudendalis
eksterna superfisialis dan propunda.
Gambar 14. teknik Meatoplasty and Glanduloplasty (MAGPI) Gambar 16. Teknik Mathiu
TWO-STAGE REPAIR
Operasi kedua dilakukan enam bulan atau lebih setelah operasi pertama selesai. Tujuan
operasi kedua adalah untuk membuat neourethra yang menghubungkan hipospadic-
meatus dengan ujung glans penis. Pembentukan neourethra juga dapat diambil dari
mukosa bladder atau mukosa buccal.
Komplikasi
Komplikasi yang bisa timbul pada operasi penanganan hipospadia adalah :
1. Terjadi fistel di tempat yang dulu atau dinding lain,
2. terjadi strikture,
3. terjadi kantongan/sakus, sehingga terjadi inti-inti batu (bahkan pada kantongan
tersebut tumbuh rambut-rambut/bulu).
Etiologi Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen usus,
Menurut kepustakaan 90-95% terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang
idiopatik. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum terminal pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak
berupa hipertrophi jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis) intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak (diverticle
yang mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi saluran nafas. Keadaan ini meckel’s, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah bersifat ganas
menimbulkan pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensiny labih rendah
aliran vena obstruksi intestinal perdarahan. Penebalan ini merupakan titik seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan abdomen
permulaan invaginasi. sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi
Pada anak dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip, pada penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang
hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti tidak dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik .
spasmolitik pada diare non spesifik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet
makanan dari cair ke padat, perubahan pola makan dicurigai sebagai penyebab Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus yang terjadi
invaginasi pada bayi/ anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada kira-kira 95%
Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang kasus. Sebaliknya 80% dari kasus pada dewasa mempunyai suatu penyebab organik,
jelas sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic dan 65% dari penyebabnya ini berupa tumor baik benigna maupun maligna.
intususeption.
Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus ditangani dengan anggapan Diagnosis
terdapat keganasan. Insidensi tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang hanya Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai
mengenai kolon saja (Cohn 1976). dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi
segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila
Gambaran Klinis berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus
Rasa sakit adalh gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah
serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada
kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit tinja dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan
berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dnegan mucus pada + 20% kasus.
serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala. Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran
Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah, pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang disebut sebagai gejala paling
keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut. awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus. Pasien biasanya mendapatkan
Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa
letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang
kembalinya aliran darahdari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai
darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan. sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu
Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan pada 90%, gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya
muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya masa abdomen invaginasi sulit ditentukan
pada 73% kasus (Cohn, 1976). Muntah reflektif sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini
dijumpai pada + 75% pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus gejala yang dominan pada sebagian besar pasien. Muntah reflektif terjadi tanpa
pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan
intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua sampai muntah bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya
disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain
pada anak-anak. Pada orng dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan
jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam usaha menegakkan didapatkan pada 90%.
diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan lain (Cohn, Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dance’s Sign dan Sousage
1976). Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja serta
intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan radiologis tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi. Dance’s Sign dan
seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis. Pemeriksaan radiologis Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini patognomonik pada
sering tidak berhasil mengkonfirmasikan diagnosis karena tidak terdapat intususepsi invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering
pada saat dilakukan pemeriksaan. Intussusepsi yang terjadi beberapa saat ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan
sebelumnya telah tereduksi spontan. Dengan demikian diagnosis intussusepsi harus teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dance’s Sign. Pemeriksaan colok dubur
dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan obstruksi usus yang berulang, teraba seperti portio uteri, feces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan
meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan laim tidak merupakan suatu tanda yang patognomonik.
memberikan hasil yang positif. Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran
tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu
Pada kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan
membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi.
serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi
juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.
rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang
juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa abdomen dapat
diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan (Tumen, 1964).
TRIAS INVAGINASI : Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh
pain), bila lanjut sakitnya kontinyu suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika
2. Muntah warna hijau (cairan lambung) salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan (Cohn 1976).
currant jelly stool
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi mempunyai
Obstruksi usus ada 2 : riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadnag mencapai waktu
1. Mekanis kaliber usus tertutup bertahun – tahun. Keadaan ini lebih sering ditemukan padaorng dewasa daripada
2. Fungsional kaliber usus terbuka akibatperistaltik hilang anak-anak (Tumen 1964). Biasanya ditemukan suatu kelainanlokal pada usus namun
Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan dari literatur 122 kasus intususepssi
Pemeriksaan Fisik : khroni primeir pada orang dewasa. Beberapa penulis tidak menyetujui konsep bahwa
Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter. intususepsi tersebut berlangsung terus menerus dalam waktu demikian lama.
Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan Stallman (cit Tumen 1964) mempertanyakan tepatnya penggunaan istilah
Nyeri tekan (+) intususepsi khronis. Goldman dan Elman (cit Tumen 1964) mengemukakan
Dancen sign (+) Sensai kekosongan padakuadran kanan bawah karena keyakinannya bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan
masuknya sekum pada kolon ascenden intususepsi yang berlangsung lebih dari 1 minggu. Para penulis ini berpendapat, hal
RT : pseudoportio(+), lender darah (+) Sensasi seperti portio vagina yang paling mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini adalah adanya reduksi
akibat invaginasi usus yang lama spontan dan rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium yang
panjang, yang memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan
Radiologis :
sirkulasi,kemungkinan dapat menyebabkan terpeliharanya integritas striktural usus.
Foto abdomen 3 posisi Serangan ini dapat berulang dalam waktu yang lama dengan status kesehatan
Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran penderita yang relatif baik, sampai akhirnya terdapat suatu serangan yang demikian
beratnya sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi
plika circularis usus) DAH
diperlukan.
Colon In loop berfungsi sebagai :
Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu
Diagnosis cupping sign, letak invaginasi
melalui :
Terapi Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2
Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti
obstruksi dan kejadian < 24 jam
diatas).
Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar
Tomography)
bersama feses dan udara
2. Penatalaksanaan Definitif
1. Prosedur Swenson
Swenson memperkenalkan prosedur rektosigmoidektomi dengan preservasi
spingter ani, anastomosis dilakukan secara langsung.. Pembedahan ini
disebut sebagai prosedur tarik terobos atau pull through abdomino
perineal. Merupakan prosedur pembedahan pertama yang berhasil
menangani pasien penyakit hirschprung.
3. Prosedur Soave
Soave melakukan prosedur bedah dengan pendekatan abdominoperineal
dengan membuang lapisan mukosa rekto sigmoid dari lapisan seromuskuler,
selanjutnya dilkukan penarikan kolon normal keluar anus melalui selubung
seromuskuler rektosigmoid . Prosedur ini disebut pula sebagai prosedur
tarik terobos endorektal, kemudian setelah 21 hari sisa kolon yang
diprolapkan dipotong . Boley melakukan modifikasi prosedur soave dengan
meperkenalkan prosedur tarik terobos endorektal dengan anastomosis
langsung tanpa kolon diprolapkan . Teknik ini dilakukan untuk mencegah
retraksi kolon bila terjadi nekrosis kolon yang diprolapkan.
Prosedur ini sebenarnya adalah prosedur yang asli (original) untuk
pengobatan bedah pada aganglionosis kolon. Hal penting yang diperhatikan
pada teknik ini adalah membebaskan rektum, diseksi tepat pada dinding
rektum, terus ke bawah ke arah sfingter, kemudian reseksi seluruh anus yang Skematik prinsip pull-through dan teknik anastomosis A. Swenson B. Soave
tidak mengandung ganglion (segmen aganglionik). Kedua ujung yang C. Rehbein D. Duhamel
dipotong yakni bagian proksimal , yaitu usus yang normal dan bagian distal
yang patologik ditutup sementara dengan jahitan. Setelah rektum dibebaskan Prosedur Soave
dari jaringan sekitarnya, ujung rektum dibalik / prolaps ke arah anus. Ujung Prosedur ini berbeda dengan prosedur Swenson dan Duhamel . Ia melakukan
bagian proksimal yang normal persarafannya dilakukan pull-through melalui pendekatan abdomino-perineal dengan mengelupas mukosa rekto-sigmoid dari
lumen rektum yang terbalik, kemudian dilakukan anastomosis dengan ujung lapisan seromuskular. Kemudian dilakukan penarikan kolon keluar anus
anorektal. Anastomosis dilakukan di perineal dan bukan intraabdominal. melalui selubung seromuskular rekto-sigmoid. Prosedur ini disebut juga
Letak anastomosis tepat di atas anus. Reseksi rektum meninggalkan 1,5 cm metode tarik terobos endorektal. Setelah beberapa hari dilakukan pemotongan
dinding rektum bagian depan dan hampir seluruh rektum bagian belakang. sisa kolon yang diprolapskan (Aschcraft, 1997). Prosedur operasi modifikasi
Prosedur ini kalau dikerjakan oleh pakar yang berpengalaman akan Soewarno adalah sebagai berikut, dilakukan penutupan kolostomi, yang pada
memberikan hasil yang baik tanpa penyulit. Untuk mencegah penyulit umumnya adalah standart double barrel. Dilakukan irisan tranversal pada
berupa enterokolitis, maka Swenson menganjurkan reseksi yang lebih luas dinding depan abdomen mulai 4 cm sebelah medial SIAS kanan melalui garis
termasuk posterior sfingterotomi (Swenson, 1990). Langer sampai mencapai lobang kolostomi. Irisan dilanjutkan melengkung ke
kraniolateral secukupnya. A hemorroidalis superior dan a. sigmoidalis
diidentifikasi selanjutnya diikat dan dipotong. Dilakukan reseksi kolon 3 – 4
cm diproksimal kolostomi dan 1 – 2 cm di proksimal refleksi peritoneum.
Pungtum proksimal kemudian ditutup. Dilakukan pengupasan mukosa rektum
dari lapisan seromuskuler, dengan cara memegang mukosa dengan 4 buah
klem ellis. Irisan pertama dilakukan secara tajam selanjutnya seromuskuler
dipegang dengan 4 buah klem ellis, selanjutnya dilakukan pengupasan secara
tumpul. Pengupasan ke anal sejauh mungkin sehingga mencapai linea dentata.
Selanjutnya dilakukan pembebasan kolon proksimal yang sehat, sampai cukup
untuk diteroboskan keluar anus. Pembebasan ini harus hati-hati sehingga
arkade pembuluh darah tetap terjamin. Bila sudah dinilai cukup, maka operasi
dilanjutkan lewat perineum. Anus disiapkan, kemudian cerobong mukosa
ditarik, dengan jalan memasukkan sonde khusus dengan ujung berbentuk
kepala yang lebih besar. Mukosa diikat pada leher sonde tersebut dan ditarik
keluar secara melipat terbalik. Kolon yang sehat kemudian diteroboskan di
dalam cerobong mukosa. Lapisan mukosa difiksasi dengan kolon dengan
Anastomosis 2 lapis, mokosa dengan chromic catgut, muskulus dengan silk benang plain catgut, dan dipasang rektal tube di dalam kolon yang
5-0 (Swenson,1990) diteroboskan tersebut sampai melewati sfingter ani.
Operasi dilanjutkan lewat abdominal, vesika urinaria, dan organ abdomen Kolostomi
yang lain ditata kembali, cerobong seromuskuler difiksasi dengan serosa Kolostomi pada penyakit Hirschprung sebaiknya dikerjakan paling tidak, setelah 3
kolon yang diteroboskan dengan chromik catgut. Dilakukan appendektomi sampai 5 bulan setelah diagnosis ditegakkan, sedangkan operasi definitif tidak
insidental. Rongga abdomen dicuci dan ditutup lapis demi lapis. Sepuluh hari dikerjakan pada periode awal kelahiran (Ashcraft, 1997). Kolostomi merupakan
setelah dioperasi endorectal pullthrough, telah terjadi perlekatan antara tindakan dekompresi pada kolon berganglion normal yang paling distal. Tindakan
cerobong seromuskuler dengan serosa kolon. Dilakukan pemotongan ini akan menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis yang
pungtum kolon yang diteroboskan 1 cm proksimal linea dentata, dilajutkan merupakan penyebab kematian dari penyakit Hirschprung. Kolostomi dikerjakan pd
dengan penjahitan mukosa dengan mukosa. Selama 3 hari rectal tube terus 1. Pasien neonatus.
dipasang pada rektum yang baru sehingga gangguan obstruksi akibat udema 2. Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis. Kelompok ini mempunyai
di daerah anorektal dapat dihindari (Santoso,1997). kolon yang sangat terdilatasi, dan akan mengecil setelah 3 – 6 bulan paska
Operasi definitif pada penyakit megakolon merupakan trauma fisik dan kolostomi.
psikis yang cukup besar bagi pasien. Pada penyembuhan luka operasi sangat 3. Pasien dengan enterokolitis yang berat dan kondisi umum yang buruk, dengan
tergantung pada sistem imun, dan sistem imun dipengaruhi oleh status gizi tujuan memperbaiki keadaan umum ( Swenson,1990).
dari pasien, malabsorpsi, kekurangan asam amino esensial, mineral mauoun
vitamin (Sjamsuhidajat, 1997). Karena peran dari usus besar mengabsorpsi cairan dan elektrolit yang diperlukan
tubuh, intake dari pasien yang dilakukan kolostomi harus diperhatikan (Hyman,
2002).
7. Enterokolitis
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien
dengan endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan
dan kematian pada megakolon congenital, mekanisme timbulnya enterokolitis
menurut Swenson adalah karena obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca bedah
disebabkan oleh stenosis anastomosis ,sfingter ani dan kolon aganlionik yang
tersisa masih spastik.Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen di
ikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif
cair dan berbau busuk. Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling
parah dapat terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi
Pada operasi Rehbein, yang dipergunakan adalah prosedur reseksi anterior yang
diekstensi ke distal yang diikuti pengangkatan sebagian besar rektum. Reseksi
segmen aganglionik termasuk sigmoid diikuti anastomosis end to end, semuanya
dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Tehnik ini merupakan modifikasi dari
tehnik State .
OBSTRUKSI USUS NEONATUS
ANAK Obstruksi total merupakan salah satu keadaan akut abdomen yang memerlukan
tindakan yang cepat dan tepat, diagnosis dapat dengan cepat dan tepat bila kita
------------------------------------------------- RD - Collection 2002 ---------------------------------------------
--
mengetahui gejala-gejala obstruksinya yaitu S (sakit) O (obstipasi) K (kembung) M
(muntah) A (abdominal sign) berdasarkan inspeksi palpasi perkusi dan auskultasi .
Diagnosis Foto kontras barium enema dapat memperlihatkan perbedaan antara distensi ileum
Evaluasi diagnostik obstruksi usus harus cepat karena beberapa penyebab dapat dan kolon, melihat apakah kolon pernah terpakai atau tidak/ unused (mikrokolon)
menimbulkan iskemi (obstruksi strangulasi) yang kemudian potensial untuk terjadi dan dapat pula mengevaluasi lokasi sekum untuk kemungkinan kelainan rotasi usus6.
nekrosis dan gangren usus. Gejala kardinal obstruksi usus terdiri dari muntah, Pemeriksaan kontras oral mungkin bermanfaat pada kondisi obstruksi usus parsial.
distensi abdominal, nyeri abdomen yang bersifat kolik dan obstipasi. Tetapi pada kondisi obstruksi total pemeriksaan ini merupakan kontra indikasi6.
Pada neonatus polihidramion maternal dan tidak keluarnya mekonium pada neonatus Atresia duodenum merupakan penyebab tersering obstruksi usus proksimal
merupakan tanda kardinal lain yang penting. Gejala tersebut dapat bermanifestasi memperlihatkan gambaran spesifik double bubble dengan air fluid level tanpa
dalam berbagai tingkat berat gejala. Kadang-kadang tanda dan gejala dapat tidak udara di bagian distal
jelas dan tidak spesifik terutama pada neonatus. Kebanyakan penyebab obstruksi Pada atresia jejunum proksimal terlihat beberapa gelembung udara air-fluid level)
usus dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis dan pada bagian distal dari obstruksi tidak ada udara. . Semakin distal lokasi segmen
sederhana atretik semakin banyak jumlah gelembung yang terlihat Jika ditemukan lebih banyak
Muntah atau aspirat lambung dapat memberikan informasi yang penting bagi dokter gelembung / loop usus berisi udara tetapi tidak terlihat udara di rektum, maka level
anak / Bedah Anak dalam diagnosa kelainan gastrointestinal. Warna muntah yang obstruksi usus lebih distal. Malrotasi dengan volvulus midgut dapat memperlihatkan
tidak bersifat bilious bila dicurigai disebabkan kelainan bedah menggambarkan gambaran dilatasi lambung dan duodenum yang membesar, sedangkan usus halus
obstruksi diatas level ampula Vater.Muntah yang bersifat bilious tidak selalu terlihat berisi udara sedikit-sedikit yang tersebar (Scattered). Gambaran seperti
disebabkan oleh obstruksi, tetapi bila ada kecurigaan obstruksi gejala tersebut paruh burung (bird’s beak sign) dapat terlihat pada barium enema.
menunjukan level obstruksi distal dari ampula Vater. Kira-kira 85% atresia jejunum
memperlihatkan muntah bilious. Sebagai pegangan, anak yang mengalami muntah Pemeriksaan Ultrasonogafi
bilious harus dipertimbangkan adanya obsruksi usus sampai terbukti tidak Ultrasonografi dapat membantu menegakkan diagnosa pasien dengan massa di
abdominal. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis USG merupakan gold standard untuk
Pemeriksaan Fisik diagnostik dengan kriteria diagnosa diameter pilorus lebih dari 14 mm, kanal
Distensi abdomen yang terlokalisir pada epigastrium menggambarkan level pylorus ≥ 16 mm dan tebal otot pylorus ≥ 4 mm5. Dengan USG intussusepsi
obstruksi pada usus proksimal misalnya volvulus gaster, volvulus midgut, ditegakkan bila terlihat target sign pada penampang melintang dan pseudokidney
Hypertropic pyloric stenosis atau atresia duodenum. Sedangkan distensi abdomen sign pada penampang longitudinal. USG dapat pula membantu menegakkan
menyeluruh menggambarkan level obstruksi yang lebih distal seperti atresia ileum, diagnosa obstruksi usus yang disebabkan tumor intra abdomen, atau proses
atresia kolon, morbus Hirschsprung dan lain lain. inflamasi seperti abses apendiks yang menyebabkan obstruksi. Pemeriksaan foto
Pada inspeksi kadang-kadang dapat terlihat kontur usus dengan atau tanpa kontras barium (Upper GI) dapat memperlihatkan elongasi kanal pilorus dan
terlihatnya peristaltik. Adanya parut bekas operasi pada abdomen dapat indentasi garis antrum (shoulders sign )
mengarahkan kita pada kecurigaan adhesi usus sebagai penyebab Inspeksi daerah
inguinal atau perineal mungkin dapat menemukan adanya hernia atau malformasi
anorektal sebagai penyebab.
Tatalaksana Obstruksi Usus
Palpasi kadang dapat membantu diagnosa misalnya olive sign pada 62 % pasien
dengan Hypertropic Pyloric Stenosis8, massa pada intususepsi, infiltrat pada Tatalaksana Pra-Operasi
inflamasi intra abdomen, tumor intra abdomen dan lain-lain. Secara umum tatalaksana awal pasien dengan obstruksi usus adalah mengatasi
dehidrasi dan gangguan elektrolit, dekompresi nasogastrik atau orogastrik dengan
ukuran yang adekuat, pemberian antibiotik intravena. Termoregulasi, pencegahan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rontgen terhadap hipotermi penting sekali pada pasien pediatrik khususnya pasien neonatus.
Foto polos abdomen datar dan tegak harus dibuat untuk mencari penyebab Tidak boleh dilupakan untuk identifikasi kemungkinan adanya kelainan penyerta bila
obstruksi. Pada anak yang sakit berat dan lemah dapat dilakukan foto left lateral penyebab obstruksi adalah kelainan kongenital. Harus selalu diingat bahwa setiap
decubitus sebagai pengganti posisi tegak. Pola distribusi gas abdomen dapat kelainan kongenital dapat disertai kelainan kongenital lain (VACTER), sehingga
digunakan untuk membedakan antara obstruksi usus proksimal dan distal. Makin perlu dicari karena mungkin memerlukan penanganan secara bersamaan. Perkiraan
dehidrasi baik dari muntah atau sekuestrasi cairan akibat obstruksi usus perlu dihitung
dan diganti. Dengan sedikit pengecualian, dehidrasi yang ditimbulkan obstruksi usus ampula Vater dengan melihat keluarnya cairan empedu. Bila eksisi komplit tidak
biasanya berupa dehidrasi isotonik, sehingga cairan pengganti yang ideal yang mirip memungkinkan, maka eksisi parsial dengan meninggalkan segmen bagian medial
cairan ekstraselular adalah Ringer asetat. yang mengandung bagian terminal dari duktus koledokus.
Tetapi pada Hypertropic Pyloric Stenosis karena dehidrasi yang terjadi bersifat Setelah prosedur tersebut jangan lupa untuk menilai ulang kemungkinan adanya
hipokloremik dengan alkalosis hipokalemik sehingga bukan cairan ringer asetat obstruksi tambahan lainnya dengan cara melewatkan kateter 8 fr ke proksimal dan
yang dipakai melainkan cairan NaCl dengan tambahan KCl . Cairan yang keluar dari distal. Bila telah yakin tidak ada obstruksi lainnya maka duodenotomi segera dijahit
nasogastrik juga harus diganti dengan Ringer asetat atau NaCl sesuai volume9,11. kembali15. Ladd’s procedure dikerjakan pada obstruksi duodenum yang disebabkan
Ringer asetat dipakai sebagai pengganti cairan yang bersifat bilious, sebaliknya bila oleh Ladd’s band dengan cara memotong adhesinya, melepaskan adhesi antara usus
cairan bening cairan NaCl digunakan sebagai pengganti. dan peritoneum parietal dan antara usus dan usus, mobilisasi sekum dan
Nasogastic tube (NGT) atau orogastrik tube(OGT) dengan ukuran yang adekuat menempatkan kolon pada abdomen kiri. Apendiks sebaiknya diangkat untuk
sangat bermanfaat untuk dekompresi dan mencegah aspirasi. Orogastric tube lebih menghindari kesulitan diagnosis apendisitis dikemudian hari.
dipilih untuk pasien neonatus karena neonatus bernapas lebih dominan melalui Pada obstruksi jejunoileal insisi transversal supra umbilikal juga merupakan akses
lubang hidung. Dekompresi dengan NGT / OGT kadang dapat menolong dan terpilih. Prosedur operatif tergantung pada temuan patologi, seperti tipe atresia,
menghindarkan pembedahan pada pasien obstruksi usus parsial karena adhesi pasca panjang usus, ada tidaknya perforasi usus, malrotasi dan volvulus, mekonium
pembedahan. peritonitis, mekonium ileus. Dilakukan eksplorasi, bila terdapat perforasi seluruh
Antibiotik intravena untuk bakteri-bakteri usus hampir selalu perlu diberikan pada rongga abdomen diirigasi dengan NaCl hangat, semua debris dibersihkan, adhesi
pasien-pasien yang mengalami obstruksi usus. Antibiotik ini dapat bersifat dilepaskan dan sebisanya semua usus dieksteriorisasi. Inspeksi dilakukan mulai dari
profilaktif atau terapeutik bila lamanya obstruksi usus telah memungkinkan duodenum sampai sigmoid untuk mencari area atresia lainnya, ada tidaknya kelainan
terjadinya translokasi flora usus. penyerta seperti malrotasi, atau mekonium ileus yang memerlukan koreksi pada saat
bersamaan.
Tatalaksana Bedah Prosedur operatif atresia jejunoileal pada umumnya adalah reseksi-anastomosis.
Secara umum tatalaksana pasien obstruksi usus adalah tindakan pembedahan. Berdasarkan sejarah dan bukti-bukti eksperimental prosedur yang dianjurkan
Penanganan konservatif atau non-operatif dapat dilakukan pada beberapa penyebab berkembang dari eksteriorisasi menjadi anastomesis side-to-side, kemudian end-to-
seperti meconium ileus dan adhesi usus pasca laparotomi dan intususepsi. end atau end-to-side, dan terakhir : reseksi segmen atretik proksimal yang dilatasi
Gastrografin enema digunakan sebagai penanganan nonoperatif pada meconium dan hipertofi diikuti anastomosis end-to-end/ end-to-back dengan atau tanpa
ileu9, sedangkan pada adhesi dengan obstruksi usus parsial dapat dicoba dekompresi tailoring segmen proksimal. Perlu diingat bahwa segmen atresia proksimal yang
konservatif. Tujuan utama penanganan ini adalah pembebasan obstruksi sebelum berdilatasi dan hipertrofi dapat menyebabkan kembalinya fungsi peristaltik yang
terjadi trauma iskemik usus. Jadi bila tidak tercapai perbaikan dalam 12 jam maka terlambat setelah koreksi anastomosis sehingga reseksi bulbus proksimal segmen
harus segera dilakukan tindakan pembedahan. Pada intussusepsi reduksi hidrostatik atretik perlu dilakukan agar hasilnya memuaskan
dengan barium (fluoroscopy- guided) atau NaCl (USG-guided) patut dilakukan
selama tidak terdapat kontraindikasi. Bila usaha tersebut gagal, pembedahan adalah Tatalaksana Pasca Operatif Obstruksi Usus
jalan keluarnya. Tatalaksana bedah amat bervariasi tergantung kepada jenis Meskipun laparotomi pada bayi atau anak memberikan stres yang signifikan kepada
penyebab obstruksi ususnya. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis, pyloromyotomy pasien, kebanyakan pasien berangsur membaik setelah koreksi bedah terhadap
merupakan tindakan bedah pilihan. penyebab obstruksi ususnya. Pada periode pasca operatif awal, gangguan
Pada obstruksi setinggi duodenum insisi transversal supraumbilikus memberikan keseimbangan cairan dan elektrolit, metabolisme glukosa dan gangguan respirasi
akses terbaik untuk mencapai duodenum. Pilihan tindakan tergantung situasi biasa terjadi. Kebanyakan bayi yang menjalani operasi laparotomi biasanya
anatomis intraoperatif. Pada obstruksi yang disebabkan oleh atresia atau pankreas mengalami sekuestrasi cairan ke rongga ketiga dan ini memerlukan tambahan
annulare, duodeno-duodenostomi adalah pilihan tindakan bedah terbaik. Sebaiknya jumlah cairan pada periode pasca operatif. Kebutuhan pemeliharaan disesuaikan
duodenojejenostomi tidak dilakukan karena dengan tehnik ini bagian distal dengan kondisi pasien. Semua kehilangan cairan tubuh harus diperhitungkan.
duodenum dieksklusi dan dianggap prosedur yang tidak fisiologis. Sedangkan bila Kehilangan cairan melalui muntah, NGT, ileostomi, atau jejenostomi harus diganti
penyebab obstruksinya berupa duodenal web atau diafragma duodenum, sesuai volume yang hilang. Swenson menyebutkan untuk berhati-hati dalam
duodenotomi vertikal dan eksisi dari web tersebut (septectomy) adalah pilihan instruksi pasca operasi! Tidak ada istilah ‘rutin’ dalam intruksi pasca operasi
terbaik. Pada saat eksisi web perlu diingat untuk menghindari injury pada ampula terhadap bayi atau anak. Semua dosis obat, elektrolit atau cairan untuk terapi harus
Vater. Tekanan ringan pada kantung empedu dilakukan untuk mengidentifikasi
dikalkulasi secara individual dengan mempertimbangkan berat badan, umur atau
kebutuhan metabolic
Dekompresi nasogastrik dengan ukuran yang adekuat sampai tercapai fungsi usus Obstruksi setinggi gaster :
yang normal merupakan bantuan yang tak dapat dipungkiri dalam dekompresi 1. Volvulus gaster
bagian proksimal usus dan fasilitasi penyembuhan anastomosis usus. Ileus hampir
selalu terjadi pada pasien pasca operasi dengan obstruksi usus. Pada atresia 2. Gastric outlet obstruction ( hypertropic pyloric stenosis, atresia pylorus, bezoar)
duodenum atau atresia jejunoileal misalnya, ileus yang memanjang dapat terjadi
lebih dari 5 hari. Swenson menyebutkan pulihnya fungsi duodenum dapat lambat
sekali bila duodenum sangat berdilatasi. Cairan berwarna hijau dapat keluar dari
nasogastrik dalam periode waktu yang memanjang. Hal ini disebabkan bukan hanya
1. Volvulus Gaster ------------------------------ RD -
Collection 2002
karena edema di daerah anastomosis tetapi juga karena terganggunya peristaltik
pada segmen duodenum proksimal yang mengalami dilatasi hebat15. Kesabaran yang
tinggi sangat diperlukan sebelum memutuskan re-operasi pada bayi dengan
Manifestasi klinik volvulus gaster tergantung pada derajat rotasi dan obstruksi.
‘obstruksi’ anastomose, karena diskrepansi ukuran lumen atau disfungsi anastomosis
secara klinis volvulus gaster dapat timbul sebagai gejala akut maupun intermiten/
yang bersifat sementara dapat menyebabkan ileus yang memanjang.
kronis. Berdasarkan axis rotasi kejadian volvulus terdapat tiga tipe, yaitu volvulus
Permulaan asupan melalui oral dengan air gula / dextrose dapat dimulai bila drainase
organoaxial, mesenterikoaxial,dan kombinasi kedua tipe tersebut. Apabila
gaster mulai berkurang atau warnanya mulai kecoklatan atau jernih yang kemudian
terjadinya rotasi gaster akibat kelainan organ lain dinamakan volvulus gaster
diikuti oleh susu formula (progestimil, isomil) secara bertahap. Bila program feeding
sekunder, dan apabila tanpa kelainan organ lain dinamakan volvulus gaster
tersebut tidak bisa diterima pasien atau terdapat ileus yang memanjang maka nutrisi
idiopatik. Hampir semua kasus yang telah dilaporkan adalah tipe sekunder dan akut.
parenteral perlu dipertimbangkan dalam menjaga kecukupan asupan nutrisi pasca
Pemeriksaan radiologis abdomen cukup penting dilakukan untuk membantu
operasi.
menegakkan diagnosis. Volvulus gaster akut memerlukan tidakan pembedahan
emergensi setelah resusitasi yang semestinya. Keterlambatan diagnosis dan
penanganan dapat menyebabkan komplikasi berupa iskemik pada gaster dan
kematian. Volvulus gaster merupakan rotasi yang abnormal dari bagian gaster
terhadap gaster yang lain .
Berdasarkan axis rotasi terdapat tiga tipe volvulus :
Volvulus organoaxial apabila rotasi gaster bersumbu pada garis yang
menghubungkan dari hiatus esofagus dengan pilorus.
Volvulus mesenterikoaxial apabila rotasi gaster bersumbu pada garis yang
menghubungkan pada pertengahan curvatura minor dengan curvatura major.
kombinasi yang bersumbu pada kedua axis tersebut.
Rotasi dapat terjadi 180 – 360 derajat, rotasi lebih besar 180 derajat dapat
menyebabkan strangulasi gaster. Volvulus organoaxial merupakan dua pertiga
(59%) dari semua kasus yang dilaporkan, mesenterikoaxial 29% kasus, kombinasi
2% kasus dan 10% kasus tidak dapat diklarifikasikan.
Gaster terfiksasi oleh hiatus esofagus di bagian proksimal dan pilorus di bagian
distal, serta mendapat perlekatan dari 4 ligamentum. Hal tersebut memungkinkan
terjadinya perubahan bentuk dan posisi gaster. Ligamentum tersebut adalah
ligamentum gastrophrenika, gastrohepatika, gastrosplenika dan gastrokolika.
Sebagian besar volvulus gaster yaitu sekitar 75% kasus merupakan keadaan
sekunder dari kelainan intraabdominal yang mengakibatkan lemahnya fiksasi.
Apabila terjadinya volvulus tidak diakibatkan oleh kelainan intraabdominal
dinamakan idiopatik. Mobilitas abnormal pada hiatus esofagus merupakan sebagian
kasus pada anak-anak Pada cadaver, ligamentum gastrokolika dan gastrosplenika
mempunyai peran penting untuk menghindari terjadi rotasi 180 derajat pada gaster
normal,. Kelainan intraabdominal lain yang dapat menyebabkan terjadinya volvulus
gaster adalah adhesi, dimana ada tiga kasus yang pernah dilaporkan.
Manifestasi klinis volvulus gaster targantung pada derajat rotasi obstruksi. Pada
dewasa, Trias Borchardt merupakan pertanda diagnosis volvulus gaster akut yaitu :
1) muntah dan tidak produktif,
2. Obstruksi Gastroduodenal
--------------------------------------------------------------------------------------- RD - Collection 2002
2) distensi epigastrik akut
3) pipa lambung sulit/ tidak bisa masuk.
Obstruksi gastroduodenal khas ditandai dengan distensi abdomen minimal, bentuk
Gejala dan tanda tersebut merupakan hasil dari obstruksi pada bagian cardia dan/ abdomen skafoid terutama setelah tindakan dekompresi yang efektif atau setelah
atau pilorus. Gambaran klinis tersebut kadang-kadang sulit diterapkan pada usia muntah. Muntah merupakan gejala klinis yang penting dan bermakna kelainan
anak. Pada bayi seringkali terdapat regurgitasi dan muntah serta timbul bersama bedah bila berwarna hijau, proyektil, persisten, dan disertai dengan penurunan berat
penyakit lain. Secara klinis volvulus gaster dapat timbul sebagai gejala akut maupun badan atau gagal kenaikan berat badan. Keterlambatan dan kesalahan diagnostik
intermiten/ kronis. Pada volvulus kronik bisa tanpa gejala dan ditemukan pada saat sering terjadi, karena muntah tidak berwarna hijau (non bilous vomiting) dianggap
pemeriksaan dengan barium dan/atau foto toraks. Apabila timbul gejala, biasanya kelainan fungsional daripada pertimbangan suatu obstruksi mekanik. Pasien-pasien
gejala ringan, seperti perasaan tidak enak pada abdomen bagian atas, sakit perut dan obstruksi gastroduodenal sering datang terlambat di rumah sakit atau terlambat
kembung berulang. dalam mendiagnosisnya, sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Foto polos
Pemeriksaan radiologis abdomen dan toraks cukup penting dilakukan untuk abdomen mempunyai nilai diagnostik tinggi dengan melihat gambaran distribusi
membantu menegakkan diagnosis. Pada volvulus mesenterikoaxial, gaster tampak udara. Gambaran single bubble dan double bubble menunjukkan lokasi obstruksi
berbentuk sferis pada foto polos posisi supinasi, dan double air-fluid level pada dan jenis obstruksi, total atau parsial. Gambaran single bubble terdapat pada
posisi erect (tampak fundus pada bagian bawah dan antrum pada bagian atas). obstruksi di proksimal dari gastric outlet antara lain pada stenosis pilorus hipertrofik
Pemeriksaan dengan barium menunjukkan gaster terbalik (upside down) dan tampak dan membran prepilorik. Gambaran double bubble terdapat pada obstruksi klinis
obstruksi. setinggi duodenum, antara lain atresia atau stenosis duodenum dan pankreas
Volvulus organoaxial lebih mudah didiagnosis dengan foto polos abdomen annulare.
(terutama bila tidak ada hubungannya dengan defek diafragma) dan bisa tidak Obstruksi gastroduodenal merupakan suatu obstruksi gastrointestinal letak tinggi.
tampak pada pemeriksaan dengan barium. Pada foto polos tampak gaster lebih Obstruksi gastrointestinal letak tinggi adalah gangguan passase intestinal mulai
horizontal dengan single fluid level. Pada pemeriksaan dengan barium, dari gaster dan duodenum sampai dengan pertengahan ileum.
esophagogastrik junction tampak terletak lebih rendah dari normal, antrum dan Gambaran klinis bayi dengan obstruksi intestinal letak tinggi, khas ditandai dengan
deodenum yampak terpuntir. distensi adomen yang minimal, bentuk skaphoid terutama setelah tindakan yang
efektif dari dekompresi atau setelah muntah Terdapat hubungan yang penting antara
kelainan gastroduodenal dengan muntah pada bayi dan anak. Setiap muntah yang
PENATALAKSANAAN persisten dengan kegagalan kenaikan berat badan, terutama muntah hijau selalu
Volvulus gaster akut memerlukan tindakan bedah emergensi setelah dilakukan dipikirkan suatu kelainan bedah. Juga dapat merupakan suatu keadaan gawat pada
resusitasi. Tindakan bedah yang dianjurkan yaitu pendekatan abdominal perut sebagai kelainan kongenital maupun akuisita, serta sering memerlukan
(laparotomi), derotasi, menentukan viabilitas gaster, gastropeksi dan repair tindakan pembedahan untuk mengurangi morbiditas Keterlambatan dan kesalahan
kalainan organ lain. Keterlambatan diagnosis dan penanganan dapat menyebabkan diagnostik sering terjadi, karena muntah tidak berwarna hijau (non bilous vomiting)
komplikasi berupa iskemik pada gaster dan kematian. Baru-baru ini, dilaporkan dianggap kelainan fungsional daripada pertimbangan suatu obstruksi mekanik. Pada
kasus volvulus gaster akut idiopatik dilakukan gastropeksi anterior secara obstruksi duodenum kongenital, 15 % obstruksi diatas muara saluran empedu
laparoskopi. Gastropeksi anterior merupakan tindakan simpel dan cukup efektif (ampula Vater). Bahkan 45 % obstruksi duodenum kongenital letak preampula,
untuk mencegah rekurensi volvulus. sehingga muntah tidak berwarna hijau
Insidensi obstuksi gastric outlet relatif sedikit yaitu 1 dari 100.000 kelahiran bayi
hidup, tidak termasuk stenosis pilorus hipertrofik infantilis. Insidensi stenosis
pilorus hipertrofik infantilis adalah 1,5-3/1000 kelahiran bayi hidup. Penderita laki-
laki 4 kali lebih banyak dibandingkan perempuan. Frekuensi tertinggi dijumpai pada diharapkan dapat menemukan adanya massa epigastrik yang merupakan salah
usia 2-3 minggu, etnik kulit putih lebih sering daripada bayi Cina dan India. Insidensi satu tanda bagi stenosis pilorus hipertrofik.
obstruksi duodenum kongenital diperkirakan 1/10.000 kelahiran bayi hidp dan
separuhnya lahir prematur. Bayi perempuan 2 kali lebih sering dari laki-laki.
Penemuan klinis yang penting dari obstruksi gastroduodenal adalah semua kasus
datang terlambat, karena distensi abdomen yang minimal dan kadang defekasi masih
ada. Karenanya, pasien dengan muntah persisten atau hijau disertai dengan
penurunan berat badan atau kegagalan tumbuh kembang maka perlu dipikirkan suatu
obstruksi gastroduodenal. Selain itu, juga sering terdapat dehidrasi, hipokalemi
karena seringnya muntah, dan alkalosis metabolik.
Gambaran klinis yang khas dari obstruksi gastroduodenal adalah distensi abdomen
minimal, bentuk abdomen skaphoid terutama setelah tindakan dekompresi yang
efektif atau setelah muntah. Muntah yang tidak berwarna hijau menunjukkan
obstruksi di proksimal ampula vater, sedangkan bila berwarna hijau menunjukkan
obstruksi distal ampula vater.
Pemeriksaan foto polos abdomen mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan
melihat gambaran distribusi udara. Gambaran single bubble terdapat pada obstruksi
gastric outlet, yaitu stenosis pilorus hipertrofik dan membran prepilorik. Gambaran
double bubble terdapat pada obstruksi setinggi duodenum, yaitu atresia atau stenosis
duodenum dan pankreas anulare.
Untuk mencari kausa intrinsik atau ekstrinsik dari obstruksi gastroduodenal perlu
prosedur lain untuk penegakan diagnosis lebih lanjut, tidak dapat terlihat pada foto
polos ataupun foto barium enema.
Pertama, herniasi dari loop midgut primer ke dalam pangkal dari korda
umbilikalis. Hal ini terjadi pada minggu 6-10 minggu gestasi. Bila terjadi
kelainan dalam proses ini, maka akan terjadi omphalocele.
Stadium kedua dari perkembangan midgut adalah kembalinya usus kedalam
abdomen. Proses ini terjadi antara minggu ke-10 hingga ke-12 gestasi.
Obstruksi setinggi duodenum : Normalnya, segmen pre-arterial masuk terlebih dahulu dan mengalami rotasi,
o Intrinsik (Atresia duodenum, web, stenosis) dengan aksis arteri mesenterika superior.
o Ekstrinsik /kompresi eksternal (pancreas anular, preduodenal portal vein) Segmen pre-arterial akan berotasi 270 derajat berlawanan arah dengan jarum jam
o Stenosis duodenum sehingga nantinya akan terletak di posterior dari a. mesenterika superior. Bagian
o Volvulus midgut pada malrotasi segmen pre-arterial yang lebih kranial dan bagian dari foregut akan membentuk
duodenum proksimal, yang terletak di sebelah kanan dari linea mediana. Bagian
yang lebih distal dari segmen pre-arterial bergerak ke posterior dan akan
terfiksasi di sebelah kiri dari a. mesenterika superior. Segmen horizontal ini
Malrotasi Usus ------------------------------------------ RD -
membentuk duodenum pars ke-3 dan ke-4 dan normalnya difiksasi ke dinding
abdomen belakang oleh ligamen Treitz di sebelah kiri aorta abdominalis.
Collection 2002
Malrotasi telah lama dikenal sebagai kelainan yang khas dan berdiri sendiri.
Jejunum dan ileum mengalami pemanjangan yang cukup bermakna, membentuk
kurang lebih enam loop usus primer saat lahir. Segmen post-arterial dari midgut
Obstruksi duodenum kongenital pertama kali dikemukakan oleh Calder pada tahun
akan menjadi ileum terminal, sekum, kolon kanan dan kolon transversum bagian
1752. Perkembangan normal dari usus manusia meliputi rotasi dan fiksasi dari
proksimal. Segmen-segmen ini juga mengalami rotasi sebesar 270 derajat
midgut embrional. Kejadian normal ini pertama kalinya dikemukakan oleh Mall
berlawanan arah dengan jarum jam, tetapi terjadi di sebelah anterior dari a.
pada tahun 1898 dan dijelaskan lebih lanjut oleh Dott pada tahun 1923. Kelainan
mesenterika superior. Jadi, sekum awalnya terletak di sebelah kiri, kemudian
rotasi dan fiksasi membuat suatu spektrum dari keadan anatomis yang berkisar pada
menjadi sebelah anterior dan selanjutnya di sebelah kanan dari a. mesenterika
kepentingan klinis dari pasien yang sama sekali tidak mengeluhkan gejala hingga
superior hingga akhirnya berada di fossa iliaka dekstra. Sebagian besar kelainan
mereka yang mengalami volvulus midgut dan bahkan kematian. Gambaran klinis
rotasi terjadi pada tahap ini.
dan anatomis dari kelainan ini dikemukakan oleh William E. Ladd pada tahun 1941
dalam bukunya yang berjudul Abdominal Surgery of Infancy and Childhood. Tahap akhir dalam proses penempatan midgut normal adalah fiksasi usus ke
Walaupun outcome yang didapatkan saat ini mengalami kemajuan yang berarti, dinding posterior abdomen. Proses ini terjadi setelah 12 minggu gestasi hingga
namun hanya diperoleh sedikit penambahan dalam memahami kelainan anatomis lahir. Titik-titik normal dari fiksasi meliputi sekum di fossa iliaka dekstra dan
dasar atau penatalakasanaan operatif kelainan tersebut. Pemahaman yang duodenojejunal junction pada ligamentum Treitz di sebelah kiri aorta
komprehensif mengenai embriologi usus, khususnya midgut, penting untuk dapat abdominalis dan anterior terhadap vena renalis. Hasil dari proses ini, fiksasi
memahami gambaran klinis dan hasil yang ditemukan dalam operasi yang mesenterium usus halus mempunyai pangkal yang lebar yang membentang dari
berhubungan dengan kelainan rotasi usus. perlekatan ligamentum Treitz hingga perlekatan sekum sehingga normalnya
tidak mempunyai resiko untuk terjadinya volvulus. Sebaliknya, bila proses rotasi
dan fiksasi terganggu, maka pangkal dari mesenterium tidaklah terfiksasi dengan
Embriologi baik ataupun sempit, dan usus mempunyai resiko untuk terjadinya volvulus.
Gut primitif bentuk awalnya adalah berupa struktur tubuler yang lurus dan terdiri Selain itu, sebagian besar pasien kelainan rotasi mempunyai potensi untuk
dari jaringan endodermal yang terletak di tengah-tengah dari embrio. Seluruh terjadinya kompresi dan obstruksi duodenum yang diakibatkan oleh band
saluran pencernaan dan organ-organ digestif berasal dari dari struktur ini dan peritoneum aberrant (Ladd’s band), yang memfiksasi sekum dan kolon yang
turunannya. Pada manusia, midgut embrional adalah bagian dari gut primitif yang malposisi terhadap dinding posterior abdomen.
terbuka bagian depannya ke arah yolk sac. Pada 5 minggu gestasi, bagian depan
yang membuka ke arah yolk sac tersebut menyempit hingga hampir menjadi sama Kelompok dari kelainan rotasi diberi istilah sebagai malrotasi yang diakibatkan oleh
ukurannya dengan diameter longitudinal gut itu sendiri, yang kemudian dinamakan gangguan dari kejadian-kejadian embriologis yang telah dijelaskan diatas. Kelainan-
duktus omfalomesenterikus. Proses rotasi dari midgut berawal pada 5 minggu kelainan yang umum terjadi meliputi nonrotasi, rotasi inkomplit, dan bentuk-bentuk
gestasi yang terbagi kedalam tiga tahap . malrotasi lainnya. Yang lebih jarang terjadi adalah hernia mesokolika dan kelainan
lainnya. Walaupun kurang tepat, tetapi istilah malrotasi digunakan dalam praktek
sehari-hari untuk menjelaskan proses malformasi yang penting menurut seperti yang
telah dijelaskan diatas. Kelainan-kelainan rotasi ini tidaklah semuanya menimbulkan arterial) terletak di sebelah anterior dari a. mesenterika superior dan kolon
gejala atau masalah. Gejala klinis timbul dikarenakan terdapatnya obstruksi duodenum transversum, membentuk saluran retroarterial yang menyebabkan sumbatan
atau volvulus midgut dengan insufisiensi vaskuler pada usus parsial arteri, vena dan pembuluh limfe. Sedangkan segmen post-arterial posisinya
Kelainan rotasi ini juga berhubungan dengan kelainan kongenital yang lain, yang bervariasi, tetapi dapat berada di sebelah posterior dari a. mesenterika superior
ditemukan pada sekitar 62 % dari seluruh kasus, seperti hernia diafragmatika atau didalam hernia mesokolika. Pada kasus lain, sekum dapat terletak di sebelah
kongenital, defek dinding abdomen anterior, atresia duodenum, atresia intestinal, kanan atau kiri abdomen. Kelainan ini dapat menyebabkan obstruksi kolon
refluks gastroesofageal, web duodenum intrinsik, atresia jejunoileum, Hirschprung’s transversum.
disease, dan kista mesenterial. Nonrotasi adalah salah satu bagian dari kelainan yang Tidak terdapatnya vena mesenterika superior dilaporkan terdapat dalam kasus ini.
berhubungan dengan omphalocele dan hernia diafragmatika. Obstruksi duodenum Kasus ini jarang terjadi, hanya sekitar 4 % dari seluruh kasus.
intrinsik akibat dari web luminal atau atresia jarang terjadi, namun dilaporkan terjadi
pada 8-12 % bayi yang menderita kelainan rotasi. Karenanya, menyingkirkan Hernia Paraduodenal Mesokolika
kemungkinan ini sangat penting pada saat atau sebelum waktu operasi. Hernia mesokolika (paraduodenal) sangat jarang terjadi tetapi secara bedah
merupakan kelainan yang penting yang disebabkan oleh karena kegagalan fiksasi
Klasifikasi mesokolon kiri atau kanan ke dinding posterior abdomen dalam struktur yang
normal. Akibatnya dapat terjadi sekuestrasi atau terjepitnya usus halus diantara
Nonrotasi
mesokolon dan dinding posterior abdomen baik di sebelah kiri maupun kanan.
Nonrotasi khas ditandai dengan kegagalan rotasi berlawanan arah dengan jarum jam
Hernia mesokolika kanan terjadi karena segmen pre-arterial gagal melakukan rotasi.
dari loop midgut memutari a. mesenterika superior. Pada non rotasi, midgut tidak
Kelainan ini khas ditandai dengan terjepitnya usus halus di sebelah posterior dari
melakukan rotasi atau berhenti sebelum mencapai 90 derajat. Kolon berada di
kolon kanan dan sekum oleh mesenteriumnya. Fenomena yang sama juga terjadi di
abdomen sebelah kiri, sekum berada di linea mediana atau di dekatnya, dan usus
sebelah kiri; namun, hal ini terjadi pada kolon dan sekum yang posisinya normal.
halus berada di sebelah kanan linea mediana. Volvulus midgut dan obstruksi
Pada kasus terakhir, usus halus yang terjepit berada dalam kantong hernia dengan
duodenum ekstrinsik merupakan resiko yang mungkin terjadi. Volvulus terjadi
leher kantong berupa vena mesenterika inferior dan perlekatan peritoneum ke
karena pedikel dari mesenterium seluruh usus sempit dan obstruksi terjadi karena
dinding posterior abdomen. Baik hernia mesokolika kanan dan kiri berpotensial
terdapat perlekatan peritoneum dari sekum yang posisinya abnormal ke dinding
untuk menyebabkan terjadinya obstruksi, inkarserasi, dan strangulasi dari usus
posterior abdomen, yang melalui sebelah anterior dan lateral dari duodenum pars
halus.
descendens. Duodenojejunal junction berada lebih kaudal dan anterior terhadap
posisi normal, dekat dengan ileocecal junction, dan khas gagal melewati linea
mediana. Obstruksi duodenum parsial dikarenakan kompresi ekstrinsik oleh karena Epidemiologi
band yang melekatkan sekum ke dinding posterior abdomen khas pada non rotasi. Insidensi malrotasi yang sebenarnya masih belum dapat ditentukan. Insidensi dari
kelainan rotasi dari midgut kurang lebih satu dari lima ratus kelahiran hidup1,6,7. Ada
Rotasi Inkomplet pendapat lain yang menyatakan bahwa insidensi malrotasi adalah sebesar 1 dari
Rotasi inkomplet juga merupakan kelainan posisi yang umum terjadi. Kelainan ini 6000 kelahiran hidup dan frekuensi dari pasien yang dirawat inap di rumah sakit
diakibatkan oleh berhentinya proses rotasi pada atau hampir mencapai 180 derajat2. adalah sebesar 1 dari 25.000 populasi serta prevalensi yang ditemukan pada autopsi
Pada kelainan ini, segmen pre-arterial gagal untuk menyelesaikan rotasi yang adalah sebesar 0,5- 1 % dari populasi total.
normalnya nanti akan berada di posterior dan kiri dari a. mesenterika superior. Malrotasi biasanya muncul dalam periode neonatus, bahkan dapat terjadi dalam
Sedangkan segmen post-arterial juga gagal untuk menyelesaikan rotasinya yang kehamilan, yang mengakibatkan terjadinya volvulus prenatal dan menimbulkan
normalnya berada di sebelah anterior dari a. mesenterika superior. Sekum khas terjadinya atresia gastrointestinal. Pada kejadian ini, perbandingan antara pria
berada di abdomen bagian atas, dan di sebelah kiri dari a. mesenterika superior, serta dengan wanita adalah 2:1. Kurang lebih 20 %-30 % muncul setelah umur 1 tahun,
perlekatannya ke dinding posterior abdomen melalui band peritoneum (Ladd’s band) dan disini dominasi pria berkurang1. Sedangkan Kamal (2000) melaporkan bahwa
berpotensi untuk menyebabkan terjadinya obstruksi duodenum. Pedikel vaskuler 60 % kasus terjadi pada bulan pertama kehidupan, 20 % antara umur 1 bulan hingga
mesenterial a. mesenterika superior sempit, sehingga dapat menyebabkan terjadinya 1 tahun, dan sisanya setelah umur 1 tahun.
volvulus.
Diagnosis
Rotasi Terbalik Gambaran Klinis
Dalam rotasi terbalik, usus berotasi dalam derajat yang bervariasi searah dengan Pada kasus malrotasi, gambaran klinisnya dibagi menjadi asimtomatis dan
arah jarum jam dengan aksis a. mesenterika superior. Duodenum (segmen pre- simtomatis. Pada pasien asimtomatis, malrotasi biasanya diketahui pada anak-anak
dengan umur yang lebih tua dari 1 tahun. Istilah asimtomatis ini sebenarnya kurang gambarannya normal dan tidak spesifik1,2,4,8. Juga menghilangnya gambaran
tepat, karena gejala-gejala malrotasi sebenarnya muncul pada pasien tersebut, namun udara kolon normal. Dan bila terjadi volvulus dari midgut maka gambaran
tidak khas dan berlangsung kronik. Hal ini diakibatkan karena tidak terjadinya udara abdomen akan menghilang (gasless abdomen)
volvulus ataupun insufisiensi vaskuler. - Dengan serial foto kontras gastrointestinal bagian atas akan didapatkan
Gambaran klinisnya berupa nyeri perut, dengan atau tanpa muntah yang intermitten, beberapa gambaran khas untuk malrotasi. Pemeriksaan ini merupakan
diare kronis, malabsorpsi, dan kegagalan tumbuh. Diare kronis dan malabsorpsi yang pemeriksaan radiologis definitive untuk kasus malrotasi. Dengan pemeriksaan
tampak pada pasien-pasien itu diperkirakan diakibatkan karena limfedema ini akan didapatkan duodenojejunal junction letaknya berada di sebelah
kronis dan kehilangan protein kedalam lumen dari usus yang mengalami obstruksi kanan dari linea mediana dan agak ke anterior, begitu pula dengan
kronis. ligamentum Treitz. Kemudian didapatkan juga gambaran obstruksi
Gejala-gejala pada pasien malrotasi umumnya merupakan akibat dari obstruksi duodenum. Selain itu, didapatkan gambaran pengisian kontras di jejunum
parsial duodenum atau volvulus midgut. Obstruksi duodenum umumnya merupakan yang berada di abdomen bagian kanan. Pada rotasi inkomplit, didapatkan
akibat kompresi ekstrinsik dari Ladd’s band. Ladd’s band merupakan bentuk matur gambaran Z-sign sudutnya sangat tajam, dimana pada orang normal sudutnya
dari mesogastrium dorsal pada embrio yang berfungsi untuk memfiksasi sekum dan tumpul. Gambaran volvulus usus khas ditandai dengan “corckscrew
mesokolon ke dinding perut bagian belakang. Ladd’s band menyilang di sebelah appearance”. Selain itu, juga akan didapatkan gambaran penebalan membran
anterior dan lateral terhadap duodenum pars descendens, sehingga regio postampula mukosa dari usus halus
merupakan tempat terjadinya obstruksi. Volvulus terjadi pada separuh dari seluruh - Serial foto gastrointestinal bagian bawah (barium enema) tidak dapat
kasus malrotasi yang datang ke rumah sakit untuk dioperasi. menentukan lokasi dari duodenojejunal junction, tetapi dapat
Onset dari gejala-gejala selama periode neonatus biasanya akut. Muntah adalah mengidentifikasi lokasi dari sekum, walaupun letak sekum yang normal
gejala utama pada sebagian besar pasien, sekitar 95 %. Awalnya, muntahnya belum dapat menyingkirkan kemungkinan terjadinya malrotasi, perlu
berwarna coklat atau bilus, tetapi kemudian berubah menjadi bercampur darah bila dibandingkan dengan hasil penemuan klinis. Serial foto ini juga dapat
terjadi bowel compromised. Terdapatnya cairan bilus dalam muntah pada neonatus digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya obstruksi kolon
adalah salah satu tanda dari malrotasi dan volvulus midgut dikarenakan obstruksi dan atresia ileum
dari duodenum. Gejala-gejala yang jarang terjadi adalah muntah seperti kopi, - USG; alat ini berguna untuk menentukan aliran darah dalam pembuluh
distensi abdomen, nyeri perut, dan berak darah. Pada anak-anak dengan umur lebih darah mesenterika superior pada penderita dengan tersangka mengalami
tua, Pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa distensi adalah tanda klinis yang sering volvulus dari midgut. Gambaran transversal USG dapat menentukan posisi
tampak, dan ketika volvulus berkembang menjadi infark. Namun, kurang lebih 50 % dari pembuluh darah ini pada pangkal dari mesenterium. Normalnya, vena
kasus, pemeriksaan abdomennya normal. mesenterika superior berjalan sejajar terhadap arteri dan berada di sebelah
Masalah klinis yang paling kritis sehubungan dengan malrotasi dan volvulus midgut kanan arteri sebelum vena tersebut bergabung dengan vena lienalis untuk
adalah potensi terjadinya torsi pedikel dari a. mesenterika superior yang dapat kemudian membentuk vena porta. Vena yang terletak di sebelah kiri atau
menyebabkan terjadinya insufisiensi vaskuler akut dari usus. Hal ini dapat anterior dari arteri meningkatkan kecurigaan kemungkinan terjadinya
mengancam jiwa pasien. Test benzidin positif atau terdapatnya haematoschezia yang malrotasi usus. Gambaran lain yang ditemukan dengan pemeriksaan USG
diakibatkan oleh cedera mukosa usus merupakan tanda awal dari volvulus. Bilamana adalah duodenum yang distensi dan penuh dengan cairan, dan usus yang
terjadi nekrose usus transmural dan sepsis, maka hipotensi, asidosis sistemik, mengalami penebalan dinding yang terutama berada pada sebelah kanan
kegagalan nafas, trombositopenia, dan tanda-tanda akut abdomen yang lain akan vertebra, serta terdapatnya gambaran cairan peritoneum bebas.
muncul. Outcome dari penanganan volvulus adalah tergantung dengan waktu, - CT-scan, MRI, dan angiografi juga dilaporkan digunakan dalam beberapa
karenanya pasien neonatus dengan gejala dan tanda obstruksi usus harus segera kasus. Perangkat tersebut digunakan untuk menentukan kelainan pembuluh
ditangani sampai diagnosis pasti ditegakkan. Dan terlambat beberapa jam dapat darah mesenterika untuk diagnosis. Perlu diperhatikan apabila menggunakan
menyebabkan terjadinya nekrose usus masif. Dari suatu penelitian didapatkan bahwa rotasi vena mesenterika sebagai penanda diagnosis pada pasien-pasien
reseksi usus hanya dilakukan pada 15 % operasi pada kasus malrotasi2. dengan pembesaran hepar, aneurisma aorta abdominalis, atau kelainan
kurvartura spinalis yang bermakna. Dari angiografi akan ditemukan
Radiologis gambaran “barber pole”. Pemeriksaan ini berguna pada pasien anak yang
Dalam menegakkan diagnosis malrotasi, selain dengan klinis, juga dapat dilakukan berumur lebih tua dengan gejala-gejala kronik yang berulang. Perangkat
secara radiologis, yaitu dengan pemeriksaan sebagai berikut : diagnostik ini tidak dapat digunakan pada fase akut, khususnya pada periode
- Foto abdomen polos; akan ditemukan gambaran “double bubble” akibat neonatal. Namun, diagnosis pasti dan sekaligus untuk evaluasi terapi adalah
obstruksi duodenum akut3. Namun, banyak penulis yang menyatakan dengan laparotomi eksplorasi1.
apendisitis. Prosedur yang terakhir adalah mengembalikan seluruh usus ke dalam
abdomen. Umumnya, sekum diletakkan pada kiri bawah, kolon diletakkan di
Penatalaksanaan kuadran kiri, dan usus halus diletakkan di abdomen regio kanan. Tidak perlu
Penatalaksanaan malrotasi dengan atau tanpa volvulus adalah dengan pembedahan dilakukan fiksasi sekum pada tempatnya yang baru ini, karena dilaporkan tidak
menurut prinsip yang dikemukakan oleh William E. Ladd. Namun untuk pasien yang ada keuntungannya Bila terdapat segmen dari usus halus yang mengalami
asimtomatis, penanganannya masih kontroversial. Beberapa penulis menyatakan nekrotik, dilakukan reseksi anastomose. Pada kasus-kasus dimana seluruh midgut
bahwa koreksi dari malrotasi harus dilakukan bila malrotasi sudah diketahui dan tidak mengalami gangren dan ddiperlukan reseksi usus total, maka dilakukan penutupan
ada kontra indikasi untuk dilakukan operasi. abdomen tanpa reseksi.
Alasannya adalah, meskipun gejalanya tidak spesifik, tetapi pasien tersebut Pasien tersebut hanya diberikan cairan intra vena dan analgesik. Dan, kemudian
sebenarnya tetap mengeluhkan gejala namun tanpa disertai dengan tanda-tanda perlu dilakukan motivasi terhadap keluarganya. Tetapi bila terjadi iskemia midgut
obstruksi atau insufisiensi vaskuler. masif tanpa disertai dengan gangren, dilakukan detorsi dari volvulus tanpa reseksi.
Persiapan pra-operasi untuk pasien malrotasi yang mengalami volvulus tidaklah jauh Usus dikembalikan ke dalam abdomen. Sedangkan pada pasien-pasien dimana
berbeda dengan pasien-pasien bayi yang mengalami sakit serius lainnya yang ususnya mengalami edema sehingga untuk menutup abdomen sangat sulit
memerlukan laparotomi segera. Dilakukan resusitasi cairan melalui infus, dikarenakan terdapat peningkatan tekanan abdomen, maka digunakan silo atau patch
pemasangan NGT, kateter uretra, pemberian antibiotik pre-operasi, dan penunjang Gortex untuk menutup abdomen. Pasien dijaga keseimbangan cairannya dan
lainnya untuk mengatasi kekurangan elektrolit dan gangguan nafas Pasien diletakkan kemudian dilakukan laparotomi ulang dalam waktu 36-48 jam berikutnya. Selama
di atas meja operasi dalam posisi terlentang (supine). Dilakukan insisi transversal masa menunggu tersebut, keseimbangan cairan dan elektrolit haruslah dijaga.
supra umbilikal. Setelah peritoneum dibuka, maka akan keluar cairan asites limfe Plasma expander (seperti Dextran 40 10 ml/kgBB) diberikan setiap 6 jam untuk
akibat obstruksi pembuluh limfe atau akibat ruptur pembuluh limfe saat terjadi mempertahankan perfusi darah. Usaha ini dapat menyelamatkan usus yang
volvulus. Seluruh usus dan mesenterium dikeluarkan dari abdomen untuk mengalami iskemik yang mungkin akan direseksi dalam operasi pertama.
identifikasi, dan biasanya ditemukan sekum dan kolon ascendens tidak berada dalam
posisi normal. Bila terdapat volvulus, setelah mengidentifikasi pangkal dari Komplikasi
mesenterium, maka dilakukan detorsi berkebalikan dengan arah torsi, biasanya - Short-bowel syndrome : adalah komplikasi yang sering terjadi pada operasi
berlawanan arah dengan jarum jam. Kemudian, dilakukan observasi dan pemberian malrotasi dengan volvulus midgut. Hal ini diakibatkan oleh karena dilakukan
cairan hangat pada usus. Viabilitas dari usus kemudian dinilai. Bila usus masih reseksi usus akibat nekrosis usus yang masif. Pasien-pasien ini mempunyai
viabel, dilakukan milking ke arah distal untuk mengetahui patensinya. resiko yang tinggi untuk terjadinya malabsorbsi.
Untuk mencegah terjadinya volvulus yang berulang di kemudian hari, pedikel - Infeksi : infeksi ini dapat berasal dari luka dan juga sering terjadi sepsis pasca
vaskuler mesenterium a. mesenterika superior diperlebar pangkalnya dengan operasi.
membelah band peritoneum yang melekat pada sekum, mesenterium usus halus, - Reoperasi : reoperasi dilakukan karena terjadi karena obstruksi usus akibat
mesokolon, dan duodenum disekitar pangkal dari a. mesenterika superior. Setelah adhesi, rekurensi dari volvulus midgut dan sekum, kista dinding abdomen, dan
hal ini dilakukan, maka mesokolon dan mesenterika menjadi lebar. Hal ini dapat dehisiensi.
mengurangi resiko terjadinya volvulus yang berulang di kemudian hari. Pasca - Gejala-gejala gastrointestinal persisten : pasca operasi, penderita malrotasi dapat
operasi, obstruksi usus halus dilaporkan hanya terjadi kurang dari 10 %, dan itu mengalami gejala-gejala gastrointestinal yang persisten, seperti konstipasi, diare,
umumnya diakibatkan oleh adhesi Ladd’s band yang letaknya melintang dan nyeri abdomen, vomitus, dan sulit makan.
menekan duodenum kemudian dipotong. Pemotongan Ladd’s band haruslah sampai
bersih, karena bila tidak masih dapat menyebabkan terjadinya kompresi dan kinking
dari duodenum di kemudian hari. Setelah itu, dilakukan pemotongan seluruh
ligamen anterior, posterior, dan lateral duodenum agar duodenum menjadi mobil.
Kemudian, duodenum diluruskan dan ditempatkan pada regio abdomen kanan atas.
Dilakukan penilaian patensi dari lumen duodenum. Hal ini dapat dilakukan dengan
menginjeksikan udara atau salin ke dalam duodenum. Cara lain adalah dengan
memasukkan kateter via transgastrik. Cara terakhir ini mudah karena duodenum
sekarang menjadi lebih mobil. Kemudian dilakukan apendektomi insidental,
dikarenakan natinya sekum dan apendiks yang diletakkan di kuadaran kiri bawah
akan dapat menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosisnya bila kelak timbul
kinking, regangan, atau gangguan aliran darah usus fetus. Kelainan kromosom
sangat jarang ( 1%) pada anak dengan atresia ileum. Faktor-faktor maternal
misalnya pemakaian obat-obat cafergot dan terjadinya anafilaksi syok dapat
menyebabkan gangguan vaskuler pada fetus sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya atresia intestinal.
Ada 4 tipe atresia jejunoileal, dan satu subtipe telah ditambahkan baru-baru ini.
Etiologi Pembagian tipe ini berdasarkan variasi pada defek usus yang terjadi.
Penyebab Atresia ileum lebih dimungkinkan berhubungan dengan kondisi Tipe I
lingkungan intrauterine dibanding oleh karena anomali kongenital. Percobaan pada Mukosa dan submukosa membentuk
fetus anjing yang dilakukan oleh Louw dan Barnard pada tahun 1955 menunjukan jaringan atau diafragma intraluminal,
bahwa gangguan vaskularisasi arteri mesenteri intrauterine menyebabkan sehingga terjadi obstruksi. Tidak terjadi
atresia pada segmen usus yang mengalami devaskularisasi. Luas dan derajat atresia defek pada mesenterium, usus tidak
segmen usus yang bervariasi bergantung pada waktu terjadi dan derajat gangguan memendek.
aliran darah mesenter i. Kelainan gastrointestinal lainnya, seperti Gastroschizis atau
intusepsi intrauterine kadang disertai atresia ileum, yang diduga disebabkan oleh
Tipe II : Atresia intestinal tipe apple peel dapat disebabkan oleh karena gangguan vaskuler
Mesenterium masih utuh, tetapi usus tidak intrauterin pada minggu ke-10 sampai 11 akibat oklusi arteria mesenterika
berhubungan. Bagian proksimal mengalami superior, sedangkan Adejuyigbe dan Odesanmi melaporkan adanya kasus atresia
dilatasi terhubung dengan jaringan fibrosa intestinal yang diakibatkan oleh karena invaginasi intrauterin. Keadaan-keadaan
ke bagian yang distal. Keseluruhan usus lain yang diduga dapat menyebabkan terjadinya atresia intestinal adalah volvulus
halus biasanya tidak memendek dan kegagalan rekanalisasi.
Penatalaksanaan
Tipe IIIa Tindakan bedah pada atresia ileum berupa reseksi dan anastomosis primer
Mirip tipe II dimana sama-sama segmen usus yang atresia. Post operasi dilakukan gastric drainase dengan NGT,
memiliki puntung proksimal dan pemberian antibiotika, pemberian nutrisi parenteral. Irigasi per rectal menggunakan
distal, bedanya pada tipe ini kedua NaCl 0,9 % dilakukan dua kali sehari dengan tujuan untuk melunakan mekonium di
bagian usus terpisah sepenuhnya. dalam kolon sehingga dapat keluar dan untuk menstimulasi peristaltic Tindakan
Dapat terjadi defek mesenterium pembedahan pada atresia intestinal adalah emergensi berhubung adanya bahaya
yang berbentuk V. Usus mengalami perforasi dan peritonitis. Yang menjadi masalah pada atresia intestinal adalah
pemendekan sehubungan dengan perbedaan kaliber antara ujung proksimal dan distal yang sangat
besar, sehingga akan mempersulit melakukan anastomosis. Untuk mengatasi
Pada tipe IIIa kedua akhiran (pungtum) atresia buntu dan diantaranya tidak masalah perbedaan kaliber ini, telah banyak diperkenalkan teknik operasi antara lain
terdapat jaringan fibrous yang menghubungkan kedua akhiran (pungtum) reseksi, tapering plasty, plikasi dan enterostomi yang kemudian diikuti
tersebut. Dilatasi proksimal segmen atresia kadang merupakan bagian yang anastomosis.
aperistaltik dan lebih sering mengalami torsi atau menjadi overdistensi, yang Kizilcan mengatasi perbedaan kaliber ujung proksimal dan distal dengan
dapat menyebabkan mengerjakan striping seromusculer dengan plikasi mukosa. Lister menganjurkan
komplikasi berupa nekrosis dan perforasi. Pada tipe ini sering disertai dengan reseksi ujung proksimal yang dilatasi sebanyak mungkin dan reseksi distal 5 sampai
adanya cystic fibrosis 10 cm kemudian dilakukan end to end anastomosis. Anastomosis yang dikerjakan
pada ujung-ujung usus dengan perbedaan kaliber yang besar, akan mengakibatkan
Tipe IIIb : terpuntirnya ujung usus distal dan menyebabkan terjadinya obstruksi. Untuk
Terdapat defek yang besar pada mengatasi hal ini ujung distal perlu dikembungkan terlebih dahulu dengan
mesenterium dan usus sangat menyuntikkan NaCl supaya kalibernya bertambah besar, setelah itu baru dikerjakan
memendek. Defek ini juaga dikenal anastomosis. Tapering usus dengan reseksi sepanjang tepi antimesenterik dianjurkan
sebagai deformitas pohon Natal. sebagai cara untuk mempertahankan panjang usus, namun harus diingat bahwa
Dapat juga disebut deformitas apple resiko terjadinya kebocoran akan meningkat. Apabila dijumpai komplikasi-
peel.. Pada tipe dijumpai kelainan komplikasi perforasi, peritonitis ataupun volvulus, maka anastomosis primer sangat
seperti prematuritas, malrotasi, berbahaya oleh karena dapat terjadi kebocoran, sehingga dalam keadaan ini lebih
dimana angka morbiditas dan baik dilakukan enterostomi terlebih dahului. Untuk menentukan panjangnya reseksi
mortalitasnya dapat meninggi. Hamdy et al. telah melakukan pemeriksaan histokimia dari ujung proksimal maupun
ujung distal yang buntu, dimana pada ujung proksimal maupun distal tidak dijumpai
adanya aktifitas acetylcholin esterase, tidak dijumpai ganglion maupun saraf
Tipe IV : tipe ini melibatkan atresia cholinergik dan otot-ototnya diganti dengan jaringan fibrous. Pemotongan 2 cm dari
yang multipel atau kombinasi dari ujung proksimal ternyata telah didapatkan ganglion intermuskuler dengan otot-otot
tipe I sampai III. Kelainan ini dapat yang tipis. Pemotongan 4 cm dari ujung proksimal yang buntu, didapatkan lebih
menampakkan gambaran rentetan banyak lagi ganglion dengan ukuran yang lebih besar, otot terbentuk lebih baik dan
sosis yang disebabkan atresia lebih tebal dengan aktifitas acetylcholin esterase yang lebih baik. Pemotongan 1 cm
multipel dari ujung distal yang buntu, menunjukkan adanya sedikit ganglion, sedangkan
pemotongan 2 cm telah didapatkan ganglion dan saraf yang ukurannya normal.
Senocak telah melakukan reseksi ujung proksimal sepanjang 15 cm dan reseksi
ujung distal sepanjang 2 cm diikuti end to end anastomosis pada satu kasus atresia melakukan repair secara primer dengan selamat. Penyebab terjadinya Atresia
ileum akibat invaginasi intrauterin. Colon sama dengan terjadinya Atresia Intestinal
Lister menganjurkan agar pasca operasi tetap dipasang nasogastric tube, infus Banyak teori yang menyatakan terjadinya Atresia Intestinal, tetapi yang terbaru
sedangkan Raffenssperger menekankan pentingnya pemberian antibiotik, rektal irigasi adalah teori akibat cedera vaskuler intra uterin yang menyebabkan nekrosis dari
dan pengukuran lingkaran perut. Pemberian makanan peroral merupakan masa kritis segmen yang vaskulernya mengalami cedera dan selanjutnya mengalami absorbsi
pasca operasi, dimulai apabila cairan yang keluar dari nasogastric tube telah sedikit Hipotesis dari atresia intestinal disebabkan karena terputusnya vaskuler ke
dan telah buang air besar. intestinal seperti yang digambarkan oleh Louw dan Barnard(1955). Seperti halnya
Obstruksi setinggi kolon rektum: terjadi pada intestinal, proses tersebut terjadi juga pada colon.
morbus Hirschsprung Trombosis,volvulus,dan hernia dengan strangulasi merupakan mekanisme terjadinya
gangguan vaskuler intra uterin dengan akibat terjadi reabsorbsi secara bertahap
atresia kolon, rektum
jaringan yang mati dan meninggalkan sisa usus yang buntu didalam janin, seperti
malformasi anorektal digambarkan oleh Louw pada tahun 1964. Isi usus steril sehingga tidak ditemukan
meconium plug syndrome adanya sepsis. Perlukaan pada usus menyebabkan luka meliputi dinding usus
mekonium ileus memungkinkan aliran darah kolateral untuk mendarahi jaringan yang rusak.Seperti
karsinoma kolo-rektal halnya iskemia hanya sebagian yang mendapat aliran darah, berakibat perlukaan
usus menjadi inkomplet. Luka mengalami penyembuhan dan terbentuk jaringan
parut dengan akibat penyempitan usus akhirnya timbul sebagai atresia aquisita.
Selain itu pada palpasi menyebabkan trauma seperti halnya pembedahan dan infeksi
Atresia Kolon ------------------------------------- RD - Collection
akan menyebabkan kerusakan mesothelium cavum peritoneum yang berakibat
keluarnya exudat fibrous dalam cavum peritoneum menurunkan aktifitas fibrinolitik
2002
dan selanjutnya terbentuk adhesi. Iskemia dan jaringan nekrotik pada peritoneum
adalah stimulus yang sangat poten bagi pembentukan adhesi. Adanya iskemia akan
Insidensi Atresis Colon adalah 1,8% - 15% dari Atresia dan Stenosis Intestinal.
merangsang pembentukan neovaskularisasi, termasuk adhesi didalamnya. Keadaan
Sedangkan Insidensi dari Atresia dan Stenosis Intestinal adalah 1 : 20.000 – 40.000
ini bisa terjadi pada penjahitan atau ligasi peritoneum serta devaskularisasi
per kelahiran bayi hidup. Atresia Colon menunjukkan tanda-tanda obstruksi usus
sepanjang anastomose usus. Klasifikasi Atresia Colon sama dengan klasifikasi
distal dengan perut distensi, muntah bilius dan mekonium tidak keluar. Penegakan
Atresia Intestinal
diagnosis prenatal dengan Ultrasonografi menunjukkan adanya obstruksi usus dan
Klasifikasi Atresia Intestinal pertama kali oleh Sulton pada tahun 1889 dibagi
pembesaran diameter usus yang tidak sesuai dengan masa kehamilan. Pilihan terapi
menjadi 3 type.Kemudian dibagi lagi menjadi 4 type ( Louw 1955,Louw
pembedahan dengan Colostomi atau Reseksi Anastomose secara primer tergantung
1959,Martin 1976 ) dan ditambahkan subtype.
pada keadaan klinis pasien,patensi usus bagian distal dan kelainan yang
menyertainya. Prognosis biasanya baik. Atresis Colon terjadi akibat kerusakan
Pembagian menurut Martin
pembuluh darah yang mendarahi Colon dalam perkembangan intra uterin yang
Type I Terdapat membrane dalam lumen usus yang menyebabkan obstruksi
diikuti oleh iskemia Colon sehingga terjadi hilang/atresia dari segmen Colon yang
Panjang usus tetap dan tidak ada defek jaringan mesenterial
mengalami iskemia. Gambaran penyakit ini ditandai dengan perut distensi dan
muntah bilius biasanya mulai muncul pada 24 jam pertama. Mekoneum keluar lebih Type II Segmen usus terpisah dan dihubungkan oleh jaringan fibrous
dari 24 jam dan berwarna keabuan dalam jumlah sedikit. Insidensinya sekitar 1,8% - Jaringan mesenterial utuh
15% dari atresia dan stenosis intestinal.Sedang Atresia dan Stenosis Intestinal Type IIIa Seperti type II terpisah distal dan proximal tetapi tidak terdapat
insidensinya 1 : 20.000 – 40.000 per bayi kelahiran hidup. Diagnosis ditegakkan jaringan fibrous dan terdapat defek pada jaringan mesenterial berbentuk “V”.
dengan pemeriksaan klinis ditambah dengan pemeriksaan penunjang berupa Type IIIb Segmen usus memendek dan terdapat defek yang luas pada jaringan
Radiologi Babygram dan Kontras Enema. mesenterikus. Dikenal juga sebagai kelainan seperti pohon Natal karena segmen
distal ileum hanya mendapat vaskularisasi tunggal arteri Ileocolica atau arteri
Colica Media.
Etiologi Type IV Terdapat multiple atresia, sehingga memberikan gambaran seperti tali
Atresia Colon pertama kali tecatat tahun1673,tetapi pasien dengan kondisi tersebut sosis.
tidak ada yang selamat sampai tahun 1922 ketika Gaub tercatat dengan sukses
melakukan tindakan Colostomi pada Atresia Colon. Potts pada tahun 1947 tercatat
Atresia Colon dapat ditemukan pada semua level tetapi lesi type II ditemukan
disebelah kanan dari flexura Lienalis dan type I ditemukan diantara dua vaskuler yang
dominant.
Atresia Colon pertama kali dilaporkan oleh Benninger pada tahun 1673. Pada tahun
1922 Gaub melaporkan pasien Atresia Colon dapat bertahan hidup setelah dilakukan
tindakan operasi Colostomi. Pertama kali dilaporkan pasien dapat bertahan hidup tanpa
Colostomi tetapi dengan Reseksi Anastomose primer pada tahun 1947.
Dignosis
Bayi biasanya full term dan tampak gambaran obstruksi distal secara cepat dan
Atresia Sigmoid -------------------------------------- RD -
progresif. Gambaran penyakit ini ditandai dengan perut distensi dan muntah bilius Collection 2002
biasanya mulai muncul pada 24 jam pertama. Mekoneum keluar lebih dari 24 jam
dan berwarna keabuan dalam jumlah sedikit. Bentuk usus tampak dan teraba pada
perut yang distensi. Diagnosis prenatal, pada pemeriksaan Kolon adalah situs atresia yang paling tidak umum dalam traktus gastrointestinalis.
Ultrasonografi didapatkan gambaran obstruksi Colon dan perbesaran Colon yang Anomali kongenital ini dideteksi pada neonatus yang terkena tidak lama setelah
tidak sesuai dengan umur kehamilan. Diagnosis setelah lahir pada pemeriksaan kelahiran. Kelainan kongenital ini dapat dideteksi pada bayi baru lahir tidak lama
radiology tampak gambaran air-fluit level dan dilatasi usus yang hebat pada segmen setelah lahir. Pasien biasanya datang dengan distensi abdomen dan kegagalan
usus proximal dari obstruksi. Pada posisi Pone tak tampak gambaran udara di dalam pengeluaran mekonium. Stenosis kolon adalah jauh lebih umum, namun pasien
rectum Pada pemeriksaan dengan kontras enema tampak gambaran colon dengan biasanya datang lebih lambat. Dengan stenosis kongenital, suatu membran
diameter yang kecil dan tiba-tiba terhenti pada bagian yang obstruksi. intraluminal biasanya ada dan kontinuitas usus terpelihara, namun jelas ada
ketimpangan antara segmen pra-stenotik dengan pasca-stenotik. Pada stenosis
akuisita, seluruh segmen yang terkena menjadi sempit. Cedera, inflamasi, infeksi,
Penatalaksanaan dan neoplasma masing-masing telah dikaitkan dengan perkembangan striktur
Terapi Medis pada pasien dengan atresia colon langsung dilakukan resusitasi cairan Gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan atresia, yang
karena pasien biasanya dehidrasi.Dekompresi dengan Nasogastric tube, pemberian dapat disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia 6-7 minggu.
antibiotic intravena. Perlu diperhatikan dan diterapi abnormalitas system organ yang Kelainan bawaan ini dapat juga disebabkan oleh gangguan aliran darah lokal pada
lain. sebagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volvulus, jepitan, atau perforasi
Terapi pembedahan tergantung pada status klinis pasien,letak atresia, keadaan usus usus masa janin. Daerah usus yang tersering mengalaminya adalah usus halus.
proximalnya, patensi usus distalnya dan kelainan lain yang menyertainya. Pada saat Angka kejadian stenosis atau atresia ini kira-kira satu dari 20.000 kelahiran, dan ini
operasi segmen distal dan proximal diidentifikasi dan dilakukan biopsi Colon. Jika merupakan 16%-30% penyebab obstruksi usus pada masa neonatus.
ditemukan Hirscphrung’s Disea (aganglionik) dilakukan Colostomi. Jika tidak
ditemukan Hirscphrung’s Disea ada dua pilihan, pertama dilakukan reseksi bagian
yang atresia dan dilakukan Colostomi sebagai pilihan terapi initial karena biasanya Etiologi dan Patofisiologi
ditemukan dilatasi yang hebat pada Colon proximal dan dilakukan Anastomose Kolon berkembang dari tuba digestiva, yang ada pada akhir bulan pertama
Colocolica pada prosedur operasi selanjutnya.. Reseksi anastomose secara primer kehamilan. Pemanjangan cepat mulai selama minggu ke-5 kehamilan. Selama 5
mempunyai komplikasi lebih besar karena bagian distal biasanya tidak terdiagnosis. minggu berikutnya, tuba intestinalis, dapat terpisah ke sefalad dan kaudal (berdasar
pada hubungan dengan ductus omphalomesentericus), berotasi melawan arah jarum
jam dan kembali pada posisi yang umum dalam abdomen. Extremitas kaudal
proximal menerima suplai darah dari arteri mesenterika superior, sementara bagian
distal disuplai oleh arteri mesenterika inferior. Hipotesis tentang interupsi vaskuler
pada atresia usus kecil digambarkan oleh Louw & Barnard (1955), yang dapat
menjelaskan proses terjadinya atresia kolon. Trombosis, volvulus, dan herniasi
dengan strangulasi adalah mekanisme yang dapat berakibat cedera vaskuler in utero
dan nekrosis usus dengan reabsorpsi yang menyertai. Kegagalan vakuolisasi
duodenum, seperti yang digambarkan oleh Tandler pada 1900, nampaknya bukan
mekanisme atresia kolon. Atresia kolon secara khas digolongkan mengunakan Suatu infark yang lebih meluas dapat meninggalkan sebuah korda fibrosa antara
deskripsi atresia intestinal tahun 1989 oleh Bland-Sutton dan deskripsi 1964 oleh dua usus (tipe II), atau usus proximal dan distal terpisah komplit dengan defek
Louw. Pada lesi tipe 1, usus dan mesenterium tetap intak, namun lumen usus terputus bentuk-V pada mesenterium (tipe IIIa). Atresia multipel terjadi pada 10% dari
oleh suatu membran komplit. Lesi tipe 2 adalah di mana usus terdiskontinu, terkoneksi kasus (tipe IV).
oleh suatu korda fibrosa. Pada lesi tipe 3, akhiran usus terpisah secara komplit, dan
mesenterium memiliki celah. Lesi stenotik berkarakter usus intak dengan oklusi
inkomplit Dua pertiga dari atresia kolon ada dalam distribusi arteri mesenterika
inferior.
Hal ini mungkin terkait dengan kurangnya suplai darah kolateral atau proses
penyakit yang membuat bagian kolon ini lebih rentan terhadap cedera. Serupa
dengan atresia jejunoileal, atresia kolon diyakini disebabkan oleh suatu gangguan Manifestasi Klinis
vaskuler in utero yang berakibat cedera iskemik. Ini terjadi setelah usus tengah Pasien dengan atresia kolon datang dalam 2 hari pertama kehidupannya. Temuan
(midgut) telah kembali ke rongga selomik. Ia adalah yang paling tidak umum dan pemeriksaan fisik awal adalah normal pada ketiadaan kondisi terkait; anus
merupakan 1,8-15% dari semua atresia dan stenosis intestinal. Atresia dapat terjadi biasanya tampak normal. Distensi abdomen progresif berkembang. Colok rektal
sepanjang seluruh kolon; akan tetapi, lesi di sebelah kanan dari flexura lienalis dan menunjukkan mucus putih atau pucat, bukan mekonium berpigmen. Kegagalan
distal dari area vaskuler adalah yang paling umum. Atresia kolon kadang-kadang pengeluaran mekonium sering mengarah pada penyakit Hirschsprung.
dikaitkan dengan anomali usus belakang (hindgut) lainnya. Muntah bercampur empedu adalah manifestasi tersering dari obstruksi intestinal
pada neonatus. Obstruksi tinggi seperti atresia duodenum dan jejunum
menghasilkan
Diagnosis muntah dini dalam 24 jam pertama kehidupan. Semakin lambat onset muntah,
Diagnosis prenatal dimungkinkan dengan melakukan ultrasonografi dan menemukan semakin rendah lokasi obstruksi. Kegagalan pengeluaran mekonium adalah
satu kolon yang lebih besar daripada yang sesuai untuk usia kehamilan. Diagnosis karakteristik obstruksi ileum bawah dan kolon. Derajat distensi abdomen juga
setelah kelahiran biasanya tepat karena neonatus menunjukkan tanda-tanda obstruksi berhubungan secara kasar dengan level obstruksi. Kelokan-kelokan usus
usus distal. Distensi abdomen adalah prominen dalam 24 jam pertama, dan terdistensi, jumlah yang berkaitan dengan level obstruksi, dan level udara-cairan
kelokan usus proximal yang berdilatasi besar sering terpalpasi. pada film abdomen tegak sering terlihat dan mungkin menjadi studi diagnostik
Radiograf menunjukkan suatu kelokan usus yang besar dengan level udara-cairan satu-satunya yang diperlukan sebelum pembedahan. Biasanya, 30-40 mL udara
proximal. Suatu enema kontras dapat juga membantu diagnosis. Studi ini biasanya yang diinjeksi ke dalam lambung adalah material “kontras” yang cukup
dapat digunakan untuk membedakan atresia kolon dari ileus mekonium, morbus memuaskan untuk obstruksi tinggi, dan barium yang diberikan dari atas jarang
Hirschsprung, dan atresia intestinal lainnya. diperlukan. Enema kontras mungkin menunjukkan suatu kolon “mikro” atau tak
Atresia kolon adalah satu kondisi jarang yang biasanya terkait dengan anomali terpakai pada obstruksi rendah.
genitourinarius atau defek dinding abdomen. Patofisiologi atresia kolon parallel
dengan atresia jejunoileal di mana ia terjadi dari gangguan vaskuler mesenterik Penatalaksanaan
intrauterine. Kejarangannya mungkin terjadi oleh karena proteksi lebih baik pada Penanganan atresia kolon bergantung pada luas dan lokasi lesi dan tampilan klinis
kolon dari iskemia segmental yang disediakan oleh arkade vaskulernya yang pasien. Perhatian khusus harus diberikan untuk menghindari perforasi sekunder
berkembang baik. Hal ini menyediakan sediaan darah kolateral lebih banyak antara dari distensi berat. Suatu prosedur bertahap yang dimulai dengan reseksi bagian
jaringan-kerja arteri kolon daripada sediaan darah yang lebih radial pada usus halus. yang terkena dan kolostomi dengan fistula mukosa umumnya merupakan
Diagnosis atresia kolon dapat dibuat dengan enema kontras. Kolostomi diversi penanganan awal terpilih oleh karena dilatasi extrim dari kolon proximal yang
mungkin diperlukan bila kolon proximal sangat terdilatasi. Volvulus kolon yang biasanya ditemui. Anastomosis ileokolika atau kolokolika harus dilakukan
terdilatasi di proximal dari suatu segmen kolon atretik telah diamati. sebagai prosedur sekunder. Keluaran bergantung pada anomali terkait, termasuk
Atresia dan stenosis jejunum, ileum, dan kolon disebabkan oleh gangguan vaskuler atresia usus halus.
mesenterium in utero seperti yang dapat terjadi dari hernia, volvulus, atau Terapi awal neonatus dengan aresia kolon diarahkan pada resusitasi. Pasien sering
intussusepsi, menghasilkan nekrosis aseptik dan resorpsi usus yang nekrotik. dehidrasi. Dekompresi nasogastrik dijalankan, cairan dan antibiotik intravena
Meskipun atresia dapat terjadi pada bagian mana pun dari usus, sebagian besar kasus diberikan. Abnormalitas sistem organ lain yang terkait dapat membutuhkan
terjadi pada jejunum proximal atau ileum distal. Suatu area pendek nekrosis dapat perhatian dan penanganan khusus.
menghasilkan hanya stenosis atau batas membran yang mengoklusi lumen (tipe I).
Pengelolaan atresia dan stenosis kolon adalah bersifat pembedahan. Terapi standar
membutuhkan dekompresi via kolostomi atau reseksi dengan anastomosis. Ileostomi
atau kolostomi akhiran proximal dapat dilaksanakan. Ostomi double-barrel Mikulicz
lebih dipilih oleh Gross pada 1953. Fistula mukosa atau kantong Hartmann yang
ditempatkan distal dari lesi dapat dibentuk. Kondisi pasien dan panjang usus sisa
harus dipertimbangkan. Ketimpangan besar selalu ada antara diameter segmen
proximal dan distal. Hal ini telah mengarah ke beberapa teknik untuk mengatasi
masalah ini. Pada semua tipe atresia kolon, usus proximal yang dilatasi dan akhiran
usus distal yang atresia direseksi.
Atresia Rekti
Usus proximal yang dilatasi umumnya berfungsi jelek; maka, mereseksi segmen
gelembung tersebut hingga yang kurang distensi dan berkaliber seragam telah ----------------------------------------------- RD -
menjadi praktik biasa. Usus distal yang kecil dibuang, meskipun akhiran atretik Collection 2002
menebal dan tak boleh digunakan pada penutupan.
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti akan sangat membantu dalam
mendiagnosis kelainan ini. Atresia Recti pada bayi perempuan 90% disertai adanya
fistula. Bilamana adanya fistel tadi tidak terdiagnosis maka akan muncul tanda-tanda
obstruksi. LEAPE (1987) menyatakan bahwa bilamana mekonium terlihat pada
perineum, vestibulum atau ada fistel perineal maka kelainannya adalah letak rendah.
Ini tidak memerlukan pemeriksaan lain dan anoplasti dapat segera dikerjakan. Jika
pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai fistel maka kelainannya dapat tinggi atau
rendah, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu pemeriksaan
sediment urin, retrograde urethrogram, rektogram, invertogram maupun USG.
Pena mempunyai cara yang berbeda dalam menegakkan diagnosis ini. Pada bayi
laki-laki, dilakukan pemeriksaan perineal dan urinalisis. Dengan pemeriksaan ini 80-
90% sudah dapat mendiagnosis kelainan ini. Adanya fistel perineal, fistula raphe,
Bucket handle, stenosis ani dan membrane ani menandakan bahwa kelainannya
adalah letak rendah. Tindakan pada jenis kelainan ini adalah MINIMAL PSARP
tanpa kolostomi. Bilamana didapatkan mekonium dalam urin, udara dalam vesica
urinaria serta FLAT BUTTON, maka kelainannya adalah letak tinggi. Tindakan
kolostomi harus dikerjakan terlebih dahulu dan 8 minggu kemudian baru dikerjakan
tindakan definitive. Apabila dengan pemeriksaan-pemeriksaan diatas tetap masih
meragukan, maka dilakukan INVERTOGRAM. Bila jarak akhiran rectum dengan
kulit kurang dari 1 cm, tindakannya adalah MINIMAL PSARP tanpa kolostomi,
sedang bila lebih dari 1 cm harus dibuat kolostomi terlebih dahulu. Pada bayi
perempuan. 90% atresia recti disertai dengan fistel. Bila yang didapatkan adalah
fistel perineal, tindakannya adalah MINIMAL PSARP tanpa kolostomi, sedang bila
dijumpai adanya fistel rektovaginal atau rektovestibuler, kolostomi harus dikerjakan
terlebih dahulu. Jika pada pemeriksaan tidak didapatkan fistel, maka invertogram
dikerjakan untuk menentukan ketinggian letak akhiran rectum.
yang sama dengan prognosis yang sama. Tetapi ternyata prognosis kontinensi
atresia rekti sangat baik, sedang fistula rekto-vesika sangat buruk. Sebaliknya
pada kelainan yang dahulu dimasukan dalam golongan ‘rendah’ dan dianggap
tidak akan ada masalah, ditemu frekuensi konstipasi yang tinggi. Yang saat ini
dilakukan adalah memasukan kelainan anatomi yang sama dalam satu golongan
dan menentukan prognosis tertentu untuk golongan tersebut.
Anatomi
Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal dari entoderm.
Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitel pelapisnya,
vaskularisasinya, inervasi dan drainase limfatiknya. (Marijata, 2000).
Lumen rektum dilapisi mukosa glanduler usus sedang kanalis ani dilapisi epitel
squamosum stratifikatum lanjutan kulit luar. Jadi tidak ada mukosa anus. Daerah
batas antara rektum dan kanalis ani disebut Anorectal Junction ditandai oleh linea
pectinea / linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearah
rectum ada kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rectalis
yang berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis. Setinggi linea dentata ini ada
crypta analis dan muara muara analis.
Panjang kanalis ani kira kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal canal
mulai anal verge sampai ke linea dentata dan Surgical anal canal untuk
kepentingan klinis yang dimulai dari analverge sampai cincin anorektal yang
merupakan batas paling bawah dari otot puborectalis yang dapat diraba pada waktu
Vaskularisasi kanal anal berasal dari :
RT.
A. Hemorrhoidalis superior cabang a. mesenterika inferior
Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-otot
A. Hemorrhoidalis media cabang a. iliaca eksterna
pubococcygeus, ileococcygeus dan puborectalis. Otot-otot yang berfungsi mengatur
A. Hemorrhoidalis inferior cabang a. pudenda
mekanisme kontinensia adalah :
1. Pubo-rektal merupakan bagian dari otot levator ani
Aliran vena diatas anorektal junction melalui sistem porta sedang canalis ani
2. Sfingter ani eksternus (otot lurik)
langsung ke vena cava inferior.
3. Sfingter ani internus (otot polos)
V. Hemorrhoid superior
Berasaldari plexus venosus hemorrhoidalis internus bermuara ke v.mesenteruca
Batas antara spincter ani eksternus & internus disebut garis Hilton. Muskulus yang inferior v.porta
menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang memegang peranan terpenting dalam Vena ini tidak mempunyai valvula, sering untuk penyebaran kanker
mengatur mekanisme kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m. pubo-
rektal tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia. V. Hemorrhoid inferior
Muskulus puborektalis yang merupakan bagian m. levator ani membentuk jerat yang Mengalirkan darah dari v.pudenda interna v.iliaca interna vena cava.
melingkari rektum sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum juga ditopang Sering menimbulkan gejala hemorrhoid.
oleh fascia pelvis parietalis (fascia Waldeyer), ligamentum laterale kanan dan kiri
yang ditembus oleh a/v hemorrhoidales media dan mesorektum. Ligamentum dan Aliran limfe dari rektum mengikuti vasa hemoroidales superior ke lnn mesenterika
mesorektum memfiksasi rectum ke permukaan anterior sacrum. inferior menuju lnn para aorta, sedang dari kanalis ani menuju ke lnn inguinalis
Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorektal, kemudian lnn illiaca ekterna dan lnn illiaci kommunis, sehingga bila ada
ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa keganasan dan infeksi dapat menyebar sampai inguinal.
ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengan Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif terhadap rasa
sentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior diafragma urogenital sakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa sakit.
(ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus perineal, diafragma Rektum diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus mesenterika inferior dan
urogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina posterior. Ring anorektal n.presakralis (hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan saraf parasimpatis dari S2,3,4.
dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan bagian serabut m. levator ani
mengelilingi bagian bawah anus bersama m. spincter ani ekternus.
Pemeriksaan Anorektum ( Proktologi )
Inspeksi & Palpasi Pengobatan
Dideteksi : Fissura ani, abses perianal, fistel perianal, hemorrhoid, prolaps Medika mentosa diet berserat, laxantia ringan
Colok dubur / RT Skleroterapi injeksi pada jaringan submukosa
Anuskopi Melihat kanalis ani dan bagian bawah rektum sejauh 10 cm Ligasi dengan cincin karet
Proktoskopi : 15 cm Cryosurgery (bedah beku)
Proktosigmoideskopi : melihat rektum, colon sigmoid Intra Red Cauter / IRC menjadi fibrosis
Posisi pasien pada pemeriksaan Anorektum : Hemorrhoidectomi
1. Knee chest (menungging) Indikasi :
2. Lithotomi Derajat III & IV
3. Sims (miring kekiri dengan paha ditekuk) Perdarahan kronis dan anemia
Hemorrhoid derajat IV dengan nyeri akut dan trombosis
Metode :
Langenback tonjolan soliter
HEMORRHOID Milligan Morgan tonjolan 3 tempat utama ( 3,7, 11)
Whiteheat tonjolan sirkuler
Adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemorrhoidalis.
Hemorrhoid Interna
Adalah varises pleksus hemorrhoidalis superior terletak diatas linea pectinea /
Abses Anorektal
linea dentata ditutupi oleh mukosa. Letak benjolan : jam 3 (lateral kiri), jam 11
(kanan depan), jam 7 (kanan belakang ) kadang sirkuler
Ada 4 derajat :
I. Perdarahan saja Etiologi : Eschericia coli, Proteus vulgaris, Streptococcus, Staphylococcus,
II. Perdarahan & prolaps di luar anus saat defekasi, kembali spontan Bacteroides
III. Prolas bisa direposisi secara manual Lokasi :
IV. Prolaps tidak dapat direposisi 1. Abses Perianal dibawah kulit anus
2. Abses Ischiorectal fossa ischiorektal
3. Abses Retrorektal posterior rektum
Hemorrhoid Externa
4. Abses Submukosa di atas kanalis ani
Adalah varises pleksus hemorrhoidalis inferior dibawah linea dentata ditutupi
5. Abses marginal pada kanalis ani , dibawah lapisan anoderm
kulit.
6. Abses Pelvirektal di atas m.levator ani dibawah peritoneum
7. Abses Intramuskular diantara m.spincter ani ekternus & internus
Kinis
Diagnosis hemorrhoid ditegakkan bila ditemukan : Prinsip pengobatan : Insisi dan Drainase serta antibiotika
Perdarahan rektal, prolaps, discomfort Abses setelah di drainase kemungkinan akan menjadi fistel sehingga perlu tindakan
Discharge mukoid dari rektum Fistulotomi atau Fistulektomi.
Anemia skunder
Anuskopi
Definisi
c. Peradangan usus
Tuberkulosis
Fistula adalah hubungan yang abnormal antara suatu saluran dengan saluran lain, Penyakit ini dapat menimbulkan fistula perianal, dimana baksil tuberkel
atau antara suatu saluran dengan dunia luar melalui kulit. Fistula perianal merupakan di dalam sputum dan masuk jaringan perianal melalui eksoriasi dari
suatu saluran berongga yang berisi jaringan granulasi. Fistula ini mempunyai muara kanal anal yang terkontaminasi melalui kontak dengan jari penderita
( primer atau interna ) di dalam kanalis ani dan satu atau dua muara ( sekunder atau yang mengandung baksil tuberkel.
eksterna ) dalam kulit perianal.
Fistula adalah saluran dilapisi epitel / jaringan granulasi yang menghubungkan Penyakit Crohn’s
2 ruangan. Beda sinus hanya memiliki 1 lubang keluar. Sebagian besar fistula Marson dan Lockhart-Mummery tahun 1959, telah menunjukkan
anorektal berasal dari Crypta ani pada anorectal junction. karakteristik histologi dari penyakit ini dengan follikel giant-cel yang
tampak dalam jaringan granulasi dari abses anal sekunder dan fistula.
Etiologi Lebih dari 50% penderita penyakit crohn,s ditunjukkan adanya fistula
1. Teori kelenjar anus perianal.
Jika glandula analis terinfeksi maka terbentuk abses pada daerah intersfingterik,
kemudian abses pecah dan membentuk fistula kearah perineal. Penyebab fistel 6. Abses anorektal
biasanya infeksi piogenik (non spesifik), tetapi dapat juga infeksi yang spesifik. Merupakan infeksi yang terlokalisasi dengan penumpukan nanah pada daerah
Gordon (1994) 90 % pasien fistel perianal berhubungan dengan abses pada anorektal. Abses perianal biasanya nyata, tampak sebagai pembengkakan yang
daerah intersfingkter yang disebabkan karena infeksi glandula anal . berwarna merah, nyeri, panas dan akhirnya berfluktuasi. Penderita demam dan
tidak dapat duduk di sisi pantat yang sakit.
2. Kongenital
Fistel perianal pada neonataus pernah dilaporkan oleh Duhamel (1975) dan
Fitzgerald et al (1985) , pada beberapa kasus dijumpai bahwa saluran fistel
dilapisi oleh epitel kolumner dan transsisional ini menunjukkan adanya kelainan
pertumbuhan dan kelainan bawaan.
Patogenesis Keighley menggolongkan berdasarakan :
Patogenesis abses fistula anorektal adalah melibatkan infeksi yang timbul di epitel
kriptoglandular yang melapisi saluran anus. Sfingter internal diduga berperan Horizontal Track
sebagai barier terhadap infeksi yang berjalan dari sisi lumen ke jaringan perirektal Goodsall tahun 1900, mengatakan bahwa
dalam. Barier ini dapat dirusak oleh kripta Morgagni, yang dapat menembus melalui saluran yang terletak di sebelah ventral dari
sfingter internal ke dalam ruang intersfingterik . Infeksi dapat meluas ke ruang garis horisontal yang melewati titik tengah
superior, inferior, atau lateral. Hal ini akan mengakibatkan infeksi di ruang anus pada posisi lithotomi, maka akan di
intersfingterik atau ruang isciorektalis, atau perluasan sampai ke ruang supralevator. drainase langsung ke daerah linea dentata.
Abses juga dapat tetap di dalam ruang intersfingterik. Sedangkan saluran yang terletak di sebelah
dorsal dari garis horisontal akan didrainase
Klasifikasi dengan membentuk suatu alur yang
melengkung ke garis tengah posterior kanalis
Ada 2 macam klasifikasi untuk menentukan jenis fistula ani. Masing-masing
anal.
klasifikasi merupakan klasifikasi berdasarkan anatomis yang berusaha
Rumus ini tidak selalu memberikan gambaran
menunjukkan arah atau letak fistula pada daerah anorektal..
demikian. Dapat terjadi bahwa satu fistula ani
dengan lubang luar di daerah posterior
Menurut Milligan-Morgan ( 1934 ) mempunyai fistel lurus ke arah liang anus.
Tipe subkutan / Submuskuler
Sebaliknya fistula ani anterior dapat
Saluran fistula berada antara kulit & m.spincter ani di bawah kulit anus.
mempunyai saluran fistel melengkung ke
Saluran bisa buntu ke arah daerah perianal dengan lobang keluarnya di linea
arah liang anus baik hanya satu sisi atau dua
pektinea atau merupakan fistula lengkap dengan lobang dalam di linea
sisi menyerupai ladam kuda (Horse shoe
pektinea dan lobang luar di kulit daerah perianal.
Type).
Hubungan lubang masuk dan lubang keluar dijelaskan Hukum SALMON
Tipe anal rendah ( fistula in ano rendah )
GOODSALL :
Saluran fistel pada tipe ini tidak melewati tingkat garis/linea pektinea dan
1. Buat garis imajiner transversal melalui pertengahan anus
kalau ada lobang dalam maka lobang dalam ini tidak akan melewati linea
2. Lubang fistel keluarnya didepan (anterior) garis imajiner, lubang masuk pada
pektinea.
anorektum tepat berhadapan langsung (bentuk lurus)
3. Lubang fistel keluarnya dibelakang (posterior) garis imajiner, lubang masuk
Tipe anal tinggi ( fistula in ano tinggi )
selalu di linea mediana belakang (jam 6 )
Saluran fistel melewati tingkat linea pektinea tetapi tidak melewati tingkat
4. Perkecualian bila ada lubang didepan dan belakang bersama-sama, biasanya
cincin ano-rektal. Bila ada lobang dalam, maka lobang dalam ini berada
merupakan perpanjangan
diantara linea pektinea dan cincin ano-rektal.
Vertikal Track
Tipe ano-rektal
Saluran vertikal dengan mudah diklasifikasikan menjadi intersfingterik jika saluran
Saluran fistel pada tipe ini melewati tingkat cincin ano-rektal. Bila ada
tersebut terletak antara sfingter ani internum dan eksternum atau transfingterik jika
lobang dalam, maka lobang dalamnya berada di atas cincin ano-rektal.
saluran tersebut menyilang sfingter ani ekternum pada jalan antara anus dan
perineum. Fistula tipe suprasfingterik adalah fistula intersfingterik dimulai dari
Tipe submukosa atau tipe intermuskuler tinggi
lapisan intersfingterik meluas ke atas menuju supralevator menembus diafragma
Saluran fistel berada di antara otot sirkuler dan otot longitudinal dan lobang
levator masuk kedalam fossa ischiorectalis selanjutnya keluar perineum. Sedangkan
masuk berada pada linea pektinea dan lobang keluar berada pada atau di
fistula ekstrasfingterik adalah fistula yang biasanya berhubungan dengan fistula tinggi
atas cincin ano-rektal.
dimana saluran akan masuk ke rektum di luar cincin anorektal.
Menurut Milligan-Morgan, 60-70 % fistula in ano merupakan fistula in ano
rendah.
Parks dkk (1976) mengklasifikasikan fistula ani menurut letak dan jalannya saluran 2. Fistula Transfingterik
fistel menjadi : Disini saluran berjalan dari anus ke perineum melewati sfingter ani eksterna
1. Fistula Intersfingterik 1. Sederhana, Fistula yang belum ada komplikasi, jenisnya tidak homogen.
Letaknya diantara sfingter interna dan sfingter ekterna, terbagi menjadi beberapa Saluran masuk kedalam kanalis anal pada level yang tinggi atau rendah,
macam : menembus serabut bawah sfingter ekterna dengan internal opening pada
a. Sederhana, internal opening pada valvula analis melewati sfingter interna linea dentata, masuk kedalam fossa ischiorectalis dan keluar ke daerah
menuju glandula yang terinfeksi, turun kebawah kedaerah intersfingterik perianal. (h-j)
berakhir ke perianal 2. Saluran tanpa perianal opening dengan abses rekurensi alur bagian distal
b. Sederhana dengan abses dan eksternal opening tertutup, bila drainase pada tertutup, sehingga terjadi abses ischiorectal berulang (k)
eksternal opening tidak adequat , akan tertutup terjadi rekurensi abses 3. Saluran tinggi tertutup, keadaan ini sering terjadi dan membahayakan alur
perianal sekunder, biasanya akibat tindakan kuretase abses ischiorektal (l)
c. Saluran tertutup tinggi, dimana alur sekunder meluas keatas pada bidang 4. Saluran tinggi tertutup dengan abses supralevator, keadaan ini juga
intersfingterik menuju pararektal, tetapi tidak masuk ke rektum dan tidak membahayakan jika fistula primer dan sekunder tidak teridentifikasi
membentuk abses. dengan jelas. (m)
d. Saluran tinggi dan memasuki rektum
e. Saluran tinggi dengan abses supralevator, saluran sekunder naik keatas dan
membentuk abses supralevator
f. Saluran tinggi dengan abses supralevator tanpa perineal opening, saluran
dari line dentata masuk ke daerah intersfingterik naik keatas membentuk
abses supralevator
g. Saluran tinggi masuk rektum tanpa perianal opening
3. Fistula Suprasfingterik
Fistula di atas m.sfingter ani ekternus dan menembus m.levator ani
1. Sederhana,
Sebagian besar disebabkan oleh abses supralevator dengan komplikasi
membentuk fistula intersfingterik menembus m.levator ani ke fossa
ischiorectalis dan didrainase keperineum.
Saluran fistula berawal dari daerah intersfingterik dan melengkung
melewati puborektalis dan sfingter ekterna (n)
2. Fistula dengan penyebaran ke suprasfingterik dengan abses. (o)
4. Fistula Ekstrasfingterik Pemeriksaan :
Sebagian besar akibat iatrogenik, keadaan ini jarang dijumpai. Dapat disebabkan Inspeksi :
abses didaerah pelvis akibat infeksi rektum atau organ ginekologi yang Tampak lubang keluar fistel yang basah dan bau. Tampak muara eksternal,
menembus diafragma pelvis dan discharge keluar kedaerah perineum. (p-q) kebanyakan lubang tunggal kadang disertai keluarnya discharge. Bentuk
muara eksternal yang irreguler kemungkinan sebagai proses tuberkulose,
sedang bentuk indurasi disertai warna indolen kemungkinan penyakit
Chron’s. Muara eksternal merupakan papula yang menonjol dan berwarna
kemerah-merahan.
Palpasi
Teraba saluran seperti benang keras, dengan bidigital diketahui arah
fistel, teraba indurasi lubang sesui hukum Salmon Goodsall .Pemeriksaan
colok dubur sangat penting untuk menentukan abses di daerah
intersfingterik, supralevator, dan letak indurasi yang merupakan muara
internal.
Sondase :
Masukan dari lubang kulit sampai lubang anorektum Membantu mencari
muara internal. Pemeriksaan ini dapat menimbulkan fistula palsu bila tidak
hati-hati dan kadang-kadang dapat merusak jalannya fistula yang sebenarnya.
Sondase tidak boleh dilakukan bila penderita kesakitan
Thomson 1962 , mengklasifikasikan berdasarkan letak muara primer : Anuskopi / Proktoskopi melihat lubang dalam anus atau rektum
a. Letak Tinggi, dimana muara primer terletak di atas ring anorektal 5% Pemeriksaan ini diperlukan untuk melihat letak internal opening, melihat
b. Letak rendah , dimana muara primer terletak dibawah ring anorektal 90% track rektum-internal spingter high anal dan melihat mukosa rektum apakah
ada inflamasi atau kelainan lain yang kadang memerlukan tindakan biopsi .
Anestesi umum diperlukan bila dirasakan sakit dengan pemeriksaan ini .
Identifikasi fistula
Klinis : Untuk mengetahui fistula dapat dilakukan dengan cara:
Anamnesa : - Irigasi salin. Dengan angiokateter dimasukan lewat eksternal opening
Keluar discharge dari lubang sekitar anus, terus menerus atau intermiten dan disemprot salin sehingga tampak cairan keluar dari internal opening
berupa pus atau cairan keruh ke anal kanal.
Ada riwayat abses berulang, perlu juga ditanyakan riwayat operasi - Methylen blue . Methylen blue disemprotkan lewat eksternal opening
sebelumnya maupun riwayat infeksi pada organ daerah panggul atau maka tampak cairan biru keluar lewat internal opening .
abdomen bawah . - Sondase (probe). Menggunakan sondase dari eksternal opening dengan
Pada fistula karena Keganasan atau Crohn’s Disease disertai perubahan jari telunjuk dalam anal kanal maka dapat ditentukan letak internal
bowel habit, faeses berdarah dan lendir, nyeri perut dan berat badan turun opening .
Pada dasarnya kondisi ini tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi bila terbentuk
abses maka akan terasa nyeri dan akan berkurang bila abses pecah. Keluhan Radiologis
yang tersering adalah bengkak dan nyeri (bila muara ekternal tertutup) dan Fistulografi
keluar discharge. Dilakukan dengan memakai kontras, untuk mendeteksi perluasan dari
fistula perianal dan adanya muara internal. Pemeriksaan ini dilakukan
pada penderita yang tidak ditemukan muara internalnya atau penderita
yang menjalani operasi fistula perianal pertama tidak berhasil. 4,11
Kelemahan pemeriksaan ini karena tidak dilakukan anestesi sehingga Terapi
masih ada tahanan dari m. sfingter, akibatnya aliran kontras berhenti Tujuan utama terapi adalah menghilangkan tempat yang terinfeksi dengan
dan biasanya terjadi kesalahan diagnosis. Kesalahan ini baru diketahui mempertahankan fungsi anorektal. Terapi untuk fistula ani hanyalah dengan
saat operasi dimana pasien dalam stadium anestesi dimasukkan metilen pembedahan. Dasar tindakan pembedahan adalah membuang / menghilangkan
blue ke lubang luar, saat itu akan diketahui fistelnya sempurna saluran fistel beserta lobang penghubungnya tanpa menimbulkan inkontinensia.
Prinsip-prinsip tindakan pada fistel perianal
Foto thoraks a. Lubang masuk anorektum harus ditemukan dan dieksisi
Sebaiknya dilakukan untuk mengetahui penyebabnya. Untuk b. Saluran harus diidentifikasi semuanya
mendeteksi adanya faktor predisposisi akibat tuberkulosis. c. Setelah saluran dibuka tidak boleh ditutup harus tetap terbuka
d. Penyembuhan luka dari dalam ke luar
Intra anal Ultrasonografi
Ini merupakan cara diagnosis baru yang menjanjikan untuk dapat Pengelolaan fistula perianal tergantung dari jenisnya :
mengidentifikasi saluran fistel . Dengan menggunakan transducer 1. Fistula Intersfingterik
dengan gelombang 7 – 10 MHz intra anal . Dengan bantuan injeksi Park dkk menyarankan melakukan eksisi sebagian besar sfingter interna dan
hydrogen peroksida pada lubang luar dapat membantu mengetahui arah membebaskan jaringan intersfingterik untuk mengangkat seluruh kelenjar yang
dan letak saluran . Dengan bantuan alat ini memberikan akurasi 50 % potensial terinfeksi.
lebih baik daripada RT saja a. Fistula sederhana dengan saluran rendah, eksisi fistula dan m.sfingter ani
internus dipotong sebagian, selanjutnya luka operasi dirawat secara
Differensial Diagnosis terbuka
Sinus Pilonidal arah saluran ke sacrococcygeal b. Fistula dengan saluran tinggi tertutup, dilakukan pemotongan m.sfingter
Sinus pilonidalis sakrokoksigeal pada hakekatnya tidak berhubungan dengan interna sampai batas tertinggi dari alur tersebut.
anorektum. Kelainan ini disebabkan oleh rambut di garis tengah di bagian atas c. Saluran tinggi dan memasuki rektum, eksplorasi daerah intersfingterik,
lipatan gluteal terutama pada pria yang berambut banyak. Oleh gesekan, rambut sehingga saluran nampak jelas, fistula dieksisi dan dibiarkan terbuka
masuk kulit. Kelainan ini biasanya asimptomatik sampai mengalami infeksi d. Saluran tinggi tanpa perineal opening, dilakukan eksisi bagian bawah
akut. Radang menunjukkan gambaran infeksi akut sampai menjadi abses dan serabut m.sfingter ani interna sesuai letak predisposisi kekambuhan
terbentuk fistel setelah abses pecah. Fistel tidak akan sembuh karena sarang e. Saluran tinggi dengan abses supralevator, abses didrainase ke internal
rambut di dalamnya merupakan “ benda asing “. opening pada kripte Morgagni, selanjutnya dilakukan sfingterotomi interna
dan drainase ke ampula rekti
Hidradenitis supurativa f. Fistula yang disebabkan infeksi pada pelvis, dilakukan kuretase jika perlu
Merupakan radang kelenjar keringat apokrin yang biasanya membentuk fistel dipasang drain, dimana infeksinya harus diatasi terlebih dahulu.
multipel subkutan yang kadang ditemukan di perineum dan perianal. Penyakit
ini biasanya ditemukan di ketiak dan umumnya tidak meluas ke struktur yang 2. Fistula Transfingterik
lebih dalam. Saluran dieksisi dan luka dibiarkan terbuka. Dengan menggunakan seton dan
dibiarkan dalam jangka waktu tertentu sampai terjadi fibrosis, sebelum
Morbus Crohn dilakukan pemotongan bagian inferior dari m.sfingter ani internus.
Merupakan penyakit radang kronis yang menbentuk granulasi. Pada awal
penyakit ditemukan edema dinding usus disertai limfagiektasis. Pada stadium 3. Fistula Suprasfingterik
lanjut mungkin terjadi obstruksi parsial yang dapat mengalami penyulit berupa Bila tanpa abses, dilakukan eksisi saluran dan sebagian m.sfingter ani interna,
perforasi di dalam massa radang yang mengakibatkan fistel intern antar kelok saluran yang terl;etak dilateral sfingter ekterna didiseksi dan fistel yang dekat
usus, maupun ekstern yang paling sering terjadi di perianal. dengan levator ani dikonversikan pada daerah intersfingterik. Bila dengan
abses tindakannya sama tetapi abses didrainase ke dalam rektum
Koloperineal fistel dengan fistulografi, kontras naik sampai kolon sigmoid
Urethroperineal fistel akibat instrumen kateter atau businasi 4. Fistula Ekstrasfingterik
Bila disebabkan oleh infeksi anorektal biasanya dilakukan kolostomi, kemudian
jaringan kelenjar yang terinfeksi dieksisi.
Beberapa teknik pembedahan pada fistula ani yaitu : 3. Penggunaan Seton
1. Fistulotomi Diterapkan pada fistula ani tinggi komplit (mempunyai lubang dalam ). Saluran
Identifikasi muara eksternal dan internal dengan sonde, kemudian saluran fistel sebelah luar m.sfingter eksterna dilakukan laying open disertai kerokan,
diinsisi dengan pisau atau elektrokauter. Selanjutnya saluran dibuka dari lubang sedangkan bagian medial (intrasfingter ) dipasang benang katun menembus
asalnya sampai ke lubang kulit, dasar fistel dikerok dengan kuretase dikirim lubang dalam (Seton). Pemasangan seton dimaksudkan untuk drainase pus,
untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas, dibersihkan dari jaringan granulasi, identifikasi alur dan memotong sfingter serta merangsang terbentuknya jaringan
tepi luka dieksisi luas sampai lubang dalam kanal anal. Luka dibiarkan terbuka fibrotik di sekeliling saluran fistel
(tidak boleh dijahit), sehingga penyembuhan dimulai dari dalam / Pada hari ke-6 atau lebih, seton dilepaskan atau digunakan sebagai Guide untuk
persekundam intentionem. Luka ditutup dengan kasa. Luka biasanya akan memotong sfingter dan kemudian mengerok saluran fiste / fistulotomi. Jaringan
sembuh dalam waktu agak lama fibrotik diharapkan akan memegang sfingter pada tempatnya dengan demikian
diharapkan tidak akan tidak terjadi inkontinensia. Pada fistula anal tinggi
pembedahan tidak bisa hanya dengan laying open karena banyak memotong
m.puborektalis.
Penggunaan Seton mempunyai keuntungan :
a. Nyeri akibat jaringan iskemik dan nekrotik dapat disesuaikan oleh penderita
dengan cara dikendorkan atau dikencangkan
b. Merupakan metode satu tahap.
2. Fistulektomi
Sebelum melakukan tindakan ini anatomi fistel harus dketahui dan tidak
dianjurkan penggunaan sonde untuk mencegah salah rute akibat sondase. Pada
fistulektomi saluran fistel dieksisi seluruhnya, luka yang terjadi kemudian
ditutup lapis demi lapis. 6
5. Fibrin glue
Perkembangan terakhir dalam bidang bioteknologi ditemukan beberapa tissue
adhesive material, seperti fibrin glue yang mulai dipakai pada terapi fistel
perianal dengan angka keberhasilan 60 % dalam 1 tahun follow up. Masih
diperlukan pengamatan dalam jangka lama untuk pemakaian fibrin glue ini pada
terapi fistel perianal
Pembedahan yang baik tanpa diikuti perawatan pasca bedah yang baik dapat
menimbulkan kekambuhan. Prinsipnya penyembuhan luka harus dari dalam menuju
kearah luar. Oleh karena itu perawatan luka ditujukan pada luka sebelah dalam.
Luka bagian dalam harus diusahakan bebas dari kumpulan nanah atau serum.
Kontrol yang teratur pada minggu awal sangat penting untuk penyembuhan luka.
Yang paling penting adalah memastikan penyembuhan dari dalam.dengan
pemeriksaan rektal.
KOMPLIKASI
Hasil terapi dapat dilnilai dari lama perawatan, lama penyembuhan luka, nyeri pada
bekas luka operasi, rekurensi dan gangguan kontinensi pada daerah anorektal
Komplikasi penanganan fistula perianal adalah :
Inkontinensia
Suatau keadaan diamana material dari anus keluar tanpa disadari oleh
penderitanya, akibat kerusakan sfingter ani eksternal (Elliot et al, 1987) .
Kejadian inkontinensia berkisar 3 – 7 % pada tindakan fistulotomi.
Rekurensi
Angka rekurensi pada umumnya kurang dari 8,6 % pada fistulektomi lebih
rendah dari pada dengan tindakan fistulotomi, dan lebih rendah lagi untuk
tindakan dengan pemakaian seton .
Rekurensi terjadi apabila pada saat tindakan ( Ahmadsyah, 2003) :
o Lubang di dalam tidak dibuang
o Saluran kolateral masih tersisa
o Operasi tidak adekuat karena takut inkontinentia
o Pasca perawatan bedah tidak adekuat
.
PROLAP REKTI Philip Thorek menyebutkan bahwa prolaps rekti kemungkinan akibat hilangnya
fiksasi rektum dan cavum douglasi yang dalam.
Michel Keyghley mengajukan bebarapa teori terjadinya rektal prolaps yaitu:
Beberapa teknik pembedahan untuk prolaps rekti banyak dikenal, tetapi jenis operasi a. Invaginasi.
secara optimal masih dalam perdebatan. Terdapat tiga jalur pendekatan operasi Teori ini berdasarkan pada pemeriksaan radiologi dimana pasien diminta untuk
prolap rekti yakni: abdominal, perineal dan transsakral. mengeluarkan barium yang dimasukkan ke dalam rektumnya. Panjang dinding
Pendekatan abominal meliputi anterior reseksi dan Ripstein prosedur. Pendekatan depan dan belakang rektum yang prolaps adalah sama panjang.
perineal dikenal metode Delorme, Altemeier dan Tiers prosedur. Dedangkan
transsakral yakni prosedur pendekatan melalui insisi posterior para sacral. Masing – b. Sliding Hernia
masing pendekatan mempunyai keuntungan dan kerugian. Pendekatan abdominal Teori ini menyebutkan bahwa rektal prolaps merupakan suatu sliding hernia,
memerlukan kondisi prabedah yang optimal dengan rekurensi yang lebih rendah. dimana rektum prolaps melalui dasar pelvis yang lemah akibat dari panjangnya
Biasa dilakukan pada penderita yang lebih muda. Pendekatan perineal dilakukan atau dalamnya refleksi peritoneal yang mobil.
untuk penderita yang lebih tua, kondisi kurang kurang optimal, dengan rekurensi c. Defisiensi dasar pelvis
yang lebih tinggi. Sedangkan pendekatan transsakral mempunyai rekurensi yang Sebagian besar pasien terutama usia tua dengan komplet rektal prolaps
lebih kecil dibandingkan abdominal, baik untuk pasien yang lebih tua. mempunyai kelemahan dasar pelvis. Pendapat ini menyebutkan bahwa
defisiensi levator ani merupakan abnormalitas primer pada rektal prolaps.
Anatomi dan fisiologi Walaupun ada beberapa pasien rektal prolaps dengan dasar pelvis yang normal.
Rektum dengan mesorektumnya terletak berdempetan dengan lengkung sacrum,
sedang rektosigmoid junction terletak pada promontorium yang bergerak turun 2-3 Diagnosis
cm dengan manuver Valsava (Zinger Michel J, 1997). Rektum tetap berada di Pasien biasanya memberikan riwayat pengeluaran kotoran yang tidak tuntas disertai
pelvis oleh karena disokong atau digantung oleh muskulus levator ani yang terdiri prolaps rektum dengan keluhan utama prolap itu sendiri.
dari m. puborektalis, m. pubokoksigeus dan m. ileokoksigeus. Muskulus
puborektalis berperan dalam mempertahankan kontinensi. Muskulus ini menempel
pada margo inferior facies dorsalis simphisis pubis berjalan ke belakang dan
mengitari rectum di bagian belakang . Muskulus puborektalis bersama dengan m.
sfingter ani interna dan eksterna membentuk cincin anorektal (Skandalakis John, Terdapat gejala tekanan dan rasa sakit
1995). Kontraksi muskulus puborektalis akan menarik rectum ke depan sehingga pada anus, discharge mukosa, konstipasi,
mempertajam sudut anorektal. Relaksasi muskulus puborektalis ini akan mengejan, kadang timbul perdarahan.
mengakibatkan melebarnya sudut anorektal sehingga rectum menjadi lebih vertical Keyghley,1996 membagi prolaps rekti
(Corman Marvin, 2002). menjadi:
Gambar 1; Gambaran Prolaps Rekti
Patofisiologi
Penyebab pasti rektal prolaps tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
berpengaruh terhadap timbulnya rektal prolaps antara lain: (Corman Marvin, 2002)
Konstipasi
Penyakit neurologi
Jenis kelamin perempuan Prolaps mukosa yang disebabkan oleh
Rektosigmoid yang redundan putusnya jaringan pengikat antara
Cavum Douglasi yang dalam submukosa dengan jaringan otot rektum
Lemahnya fiksasi rektum pada sakrum di bawahnya
Invaginasi Gambar 2: Prolaps Mukosa
Prosedur operasi
intususepsi interna (occult rectal prolaps) yang dapat didiagnosis dengan Penanganan operatif
proktografi defekasi Tujuan utama penanganan operatif pada prolaps rekti adalah mengontrol
prolapsnya(Keighley, 2001). Dikenal dua macam pendekatan operasi untuk prolaps
rekti yaitu abdominal dan perineal.(Lawrence Way, 1994,2003) Disebutkan bahwa
pendekatan abdominal mempunyai tingkat kekambuhan yang lebih rendah, volume
rektum yang tetap tetapi risiko yang lebih tinggi. Pendekatan perineal menghindari
anastomosis intraabdominal dengan mengangkat rektum sehingga mengurangi
prolaps rekti komplit dengan volume rektum dan mempunyai tingkat kekambuhan yang lebih tinggi. Pendekatan
gambaran sebagai protrusi seluruh abdominal dipilih untuk penderita kurang dari 50 tahun dengan kondisi baik.
ketebalan rektum melalui anal verge. Pendekatan abdominal untuk penderita intususepsi atau prolaps rekti dengan fungsi
Gambar 3: Prolaps Komplit sfingter normal adalah reseksi sigmoid dengan atau tanpa rektopeksi dan rektopeksi
saja.
Pada operasi rektopeksi, setelah rektum dimobilisasi cukup untuk mereduksi prolaps
seluruhnya, dibuat sling untuk meresuspensi rekrum tinggi di dalam pelvis.
Nonabsorbable Mersilene mesh dijahitkan ke fascia prasakralis dengan sejumlah
jahitan terputus menggunakan benang nonabsorable yang lunak. Ujung bebas sling
yang cukup panjang dijahitkan pada rekrum. Sling rektal dibentuk sedemikian rupa
Defekografi sangat efektif dalam identifikasi kondisi praprolaps dan gangguan sehingga 1 cm bagian rektum bebas dari mesh di anterior. Mersilene mesh dipotong
defekasi yang lain. Dengan menggunakan fluroskopi proyeksi lateral, pasien posisi menjadi panjang yang tepat sehingga tidak ada pita konstriktif yang ditimbulkan
duduk dan disuruh megejan. Sudut normal anorektal saat istirahat adalah 90o + 4,76 yang selanjutnya dapat menimbulkan obstruksi. Jahitan seromuskuler dikerjakan
dan 111o + 5,02 saat mengejan. Disamping intususepsi dan merenggangnya rektum sementara asisten menahan traksi untuk meresuspensi segmen rektosigmoid (David
dan sakrum, kelainan defekografi yang dapat ditemukan adalah: C Sabiston, 1997).
Megarektum
Abnormalitas sudut anorektal
Non relaxing puborektal
Desensus perineal
Ptrolaps mukosa
Rektokel
DIAGNOSIS BANDING
Prolaps hemoroid
Polip rekti
Prolaps mukosa
Invaginasi Sigmoidorektal
PENANGANAN
Gambar 4: Mesh dijahitkan ke fascia Gambar 5: Jahitan seromuskuler dan
Penanganan prolaps rekti meliputi nonoperatif dan operatif.
presakralis traksi oleh asisten
Penanganan prolaps rekti non operatif meliputi:
Koreksi knstipasi
Manual support defekasi Pendekatan abdominal yang lain adalah reseksi sigmoid / anterior reseksi. Operasi
Latihan otot perineum ini dikerjakan dengan menggunakan teknik standart mengangkat rektum bagian
Stimulasi elektronik tengah dan atas sampai sigmoid yang redundant. Kemudian dilanjutkan dengan
Injeksi sklerosing agent anastomosis rektum tengah atau bawah dengan kolon kiri. Kemudian rektum
Koaglasi infrared. dikembalikan sesuai dengan lengkung sakrum. Angka kejadian inkontinensi pada
teknik ini tinggi karena menurunnya kapasitas rektum. Oleh karena itu teknik ini
dipilih untuk penderita dengan konstipasi praoperasi.
Pendekatan perineal yang lain adalah prosedur Delorme, berupa mukosal
proctektomi dengan plikasi dinding rektum yang prolaps. Insisi mukosa dimulai 1
cm proksimal linea dentata. Dengan elektrokauter, mukosa dipotong mlingkar.
Kemudian distiping sampai apek prolaps rektum. Usaha ini lebih mudah dengan
menyuntikkan salin ke dalam sub mukosa rektum. Kemudian kelebihan mukosa
dipotong, muskularis diplikasi secara longitudinal sedemikian rupa sehingga
menyerupai akordion yang difiksasi dengan jahitan absorbable 2-0 dilanjutkan
dengan menjahit antar mukosa rektum.
Gambar 6: Gambar 7:
Reseksi sebagian rektum dan sigmoid Anastomosis kolon kiri dengan
rektum
Untuk penderita yang lebih tua dan risiko tinggi, banyak ahli bedah memilih
pendekatan perineal berupa Thiersch prosedur. Bahkan prosedur ini dapat digunakan
Gambar 8: Mukosektomi pada metode Delorme
dengan anastesi lokal. Prosedur ini bertujuan menyempitkan anus dengan
menempatkan secara melingkar seutas benang perak. Oleh karena benang perak ini
banyak menimbulkan ulcerasi, maka saat ini banyak digunakan bahan lain sepeerti
nilon, polipropilen, mesh dan lain lain.
Dengan membuat insisi kecil di anterior dan posterior 1 cm di luar anal verge,
benang diselipkan dari insisi anterior ke posterior kiri dan kanan pada fosa
ischiorektalis. Kemudian dibuat simpul di posterior. Dilator Hegar nomor 16 atau 18
digunakan untuk mengukur lumen anus. Luka yang ada ditutup dengan benang
absorbable 3-0 atau 4-0.
Prosedur repair prolaps rekti yang lain adalah prosedur Altemeier berupa
proktektomi komplit dan sering disertai sigmoidektomi parsial. Apeks prolaps rekti
ditraksi kemudian dilakukan insisi melingkar 1 cm diatas linea dentata. Rektum
keseluruhan dieversikan, eksteriorisasi rektum dan kolon sigmoid serta repair
peritoneum. Selanjutnya rektum dan kolon sigmoid redundan dipotong dilanjutkan
dengan anastomosis kolon dengan anus dengan jahitan terputus yang penyerapannya
Gambar 7: Sirklase anal metode Thiersch lama.
Gambar 10:
Prosedur Altemeier
Insisi melingkar 1 cm diatas
linea dentata dilanjutkan
mobilisasi rektum dan kolon
sigmoid keluar.
Disamping pendekatan abdominal dan perineal seperti tersebut diatas, dikenal pula
pendekatan penanganan prolaps rekti yang lain yaitu pendekatan transakral berupa
reseksi dan rektopeksi transakral. Dengan insisi kulit kurang lebih 7 cm dimulai dari Gambar 14: Rektopeksi
titik tepat sebelah kiri sakrokoksigeal junction sampai ke perianal sepanjang sakrum,
rektum dan pararektal fat dimobilisasi secara tumpul dan tajam. Kemudian
dilakukan reseksi sigmoid ataupun rektopeksi seperti tindakan lainnya dan diakiri
dengan penutupan luka.
Pemeriksaan khusus
Selain untuk konfirmasi diagnostik etiologi disfungsi anorektal, pemeriksaan khusus
diperlukan untuk eksklusi kelainan struktural yang dapat menyebabkan keluhan
inkontinensia. Pemeriksaan feses harus dilakukan pada pasien dengan adanya
riwayat diarrhea. Visualisasi seluruh kolon dan rektum sebaiknya dilakukan baik
dengan kolonoskopi, atau pun prokto-sigmoidoskopi. Apabila pemeriksaan-
pemeriksaan tersebut tidak menunjukkan adanya kelainan struktural, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan fungsi kolorektal. Gambar 1. : Gambaran lapisan dinding rectum dengan otot-otot sphincter normal
pada pemeriksaan ultrasonografi endorektal.
a). Manometri anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal dapat mengevaluasi tekanan anal maksimal
pada saat istirahat, amplitudo dan durasi squeeze pressure otot-otot sphincter,
refleks inhibisi rektoanal, batas ambang sensasi rectum volunter, rectal
compliance, serta tekanan rectum dan sphincter ani pada saat mengedan.
Parameter penting yang memiliki korelasi dengan inkontinensia adalah adanya
tekanan sphincter yang rendah pada saat istirahat menunjukkan adanya disfungsi
otot sphincter ani interna, sedangkan penurunan squeeze pressure memberi
petunjuk adanya disfungsi otot sphincter ani eksterna. Prolapsus rekti dapat
terjadi pada tekanan yang sangat rendah.
Gambar 2A, Gambar 2B.
Gambar 2. : Pencitraan oleh ultrasonografi endorektal.Gambar 2 A., menunjukkan Diagnosis Konstipasi
adanya robekan moderat pada otot sphincter externa. Gambar 2B menunjukkan
defek pada kedua lapisan otot sphincter anterior, yaitu sphincter interna dan eksterna Kriteria diagnosis konstipasi menurut konsesus internasional (Rome II) dan
sebagai akibat persalinan. rekomendasi American Gastroenterological Association adalah ditemukannya dua
atau lebih kriteria sebagai berikut paling sedikit selama 12 minggu:
d) Defekografi : a) Mengedan pada paling sedikit 25 % defekasi.
Pemeriksaan ini tidak banyak berguna, kecuali pada pasien inkontinensia yang b) Perasaan evakuasi inkomplit pada paling sedikit 25% defekasi.
disertai oleh prolapsus rekti/rektocele. c) Sensasi obstruksi anorektal pada paling sedikit 25% defekasi.
d) Membutuhkan manuver manual untuk membantu evakuasi pada paling sedikit
e). Elektromyografi: 25% defekasi
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan elektroda jarum atau e) Feses keras pada paling sedikit 25% defekasi.
permukaan pada otot-otot sphincter untuk mengevaluasi kemungkinan adanya f) Defekasi kurang dari 3 kali dalam seminggu.
kerusakan neurogenik atau myopathi yang menyebabkan keluhan inkontinensia.
Pemeriksaan ini dirasakan kurang nyaman, sehingga sudah banyak ditinggalkan, Menurut Wald, sebagai tambahan adalah bahwa konstipasi tidak dapat ditegakkan
serta saat ini ultrasonografi endorektal telah menggantikan pemeriksaan ini. apa bila pada defekasinya ditemukan pula feses cair atau lembek, dan seluruh
kriteria diagnosis irritable bowel syndrome terpenuhi.(lihat tabel 1.)
Ringkasan algoritma evaluasi diagnostik inkontinensia dapat dilihat pada gambar 3.:
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab pendekatan diagnosis, prosedur penegakan
diagnosis meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
Anamnesis
Bagian penting di dalam anamnesis adalah mengetahui perjalanan keluhan
konstipasi, yaitu dengan mencatat onset dan durasi keluhan tersebut. Pengamatan
dan catatan frekuensi defekasi selama dua minggu dapat membantu menegakkan
diagnosis konstipasi, jika terdapat keraguan di dalam konsep dan persepsi pasien
tentang hal tersebut. Tidak jarang, keluhan yang dianggap sebagai konstipasi oleh
pasien, sesungguhnya masih dalam batas frekuensi defekasi pada orang normal.
Selanjutnya perlu diperhatikan riwayat yang berhubungan dengan penyebab
sekunder yang berupa etiologi ekstrakolon. Riwayat penggunaan obat-obatan yang
dapat menyebabkan konstipasi perlu diketahui dan dicatat hubungan antara saat
penggunaan obat pertama kali dengan munculnya keluhan.( tabel 2.)
Berbagai gejala yang disebabkan oleh berbagai penyakit sistemik atau neurologik
yang mungkin menyebabkan konstipasi harus ditanyakan di dalam anamnesis.
Selain itu, berbagai gejala yang mungkin berhubungan dengan adanya penyakit atau
gangguan struktural (anatomik) seperti misalnya nyeri abdomen atau perdarahan per
anum perlu juga dicari. Adanya mengedan yang berlebihan dan sensasi evakuasi
yang inkomplit setelah defekasi perlu juga ditanyakan. Keluhan anemia pun dapat
menjadi petunjuk adanya penyebab struktural pada kolon atau rectum.
Apabila pada anamnesis terdapat keluhan-keluhan dan tanda-tanda memberikan
kemungkinan adanya penyebab struktural, maka pemeriksaan selanjutnya untuk
konfirmasi ataupun menyingkirkan kemungkinan etiologi kelainan anatomic perlu
dilakukan, baik berupa pemeriksaan fisik diagnostik, maupun pemeriksaan khusus
Gambar 3.: Algoritma evaluasi diagnostik inkontinensia (Dikutip dari Stendal , C. lainnya.
Colonic and anorectal disorders, in Stendal C (Ed), Practical Guide to
Gastrointestinal Function Testing, Blackwell Science, 1997: 91 – 111.)
A. Tabel 1.: Kiriteria diagnostik Rome II untuk IBS(Irritable Bowel Syndrome) Tabel 2.; Obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi
dan konstipasi fungsional kronik Analgesik
Anticholinergik Antispasmodik
IBS Konstipasi kronik Anti depessan
Antipsikotik
At least 12 weeks, which need not be Loose stools are not present and there are Agen yang mengandung Suplemen besi
consecutive, in the preceding 12 insufficient criteria for IBS. kation Alumunium (antacid, sucralfate)
months of abdominal discomfort or At least 12 weeks, which need not be Agen yang Opiat
pain that has 2 of the 3 following consecutive, in the preceding 12 months of mengaktifkan system Antihipertensi
features: 2 of the following: saraf Bloker ganglionik
Vinca alkaloid
Calcium channel blockers
5HT3 antagonist
Relieved with defecation and/or Straining > 25% of the time
Onset associated with a change in Lumpy or hard stools > 25% of defecations
frequency of stool and/or Pemeriksaan fisik:
Meskipun pemeriksaan status generalis tidak memberikan banyak informasi pada
Onset associated with a change in Sensation of incomplete evacuation > 25% penderita konstipasi kronik, tahapan ini tidak boleh dilewati, karena apabila terdapat
form (appearance) of stool. of defecations tanda-tanda gangguan atau penyakit sistemik/metabolik atau neurologik dapat
teridentifikasi. Apabila terdapat kecurigaan terhadap penyebab neurologik,
Sensation of anorectal pemeriksaan saraf autonom harus dilakukan dengan lengkap.
obstruction/blockage > 25% of defecations Pemeriksaan regio abdomen penting sekali dilakukan untuk mengidentifikasi
kemungkinan adanya tanda-tanda distensi usus, scar operasi, maupun skibala.
Symptoms that cumulatively support Manual maneuvers to facilitate > 25% of Tanda-tanda obstruksi usus mekanik juga perlu diperhatikan.
the diagnosis of IBS include: defecations Seperti halnya pada pemeriksaan anorektal untuk inkontinensia, inspeksi daerah
anorektal dan pemeriksaan colok dubur pun harus dilakukan. Pada inspeksi harus
Abnormal stool frequency diidentifikasi kemungkinan terdapatnya tanda-tanda asymetric anal opening
(> 3 per day or < 3 per (gaping), fissura ani dan hemorrhoid yang prolaps. Penilaian Anal wink reflex juga
week) harus dilakukan untuk menilai adanya gangguan neurologik. Sedangkan pada
pemeriksaan colok dubur dilakukan pemeriksaan kontraksi otot pubo-rectalis dan
Abnormal stool form sphincter externa ketika pasien mengedan untuk mengidentifikasi pasien dengan
(hard/lumpy or dyssynergia pelvic floor.
loose/watery)
Pemeriksaan khusus
Abnormal stool passage Pemeriksaan alat bantu khusus, terutama yang bersifat pencitraan bermanfaat untuk
menyingkirkan penyebab struktural pada kolon dan rectum. Sebaliknya,
Passage of mucus pemeriksaan fungsional dapat memberikan konfirmasi diagnostik adanya disfungsi
anorektal.
Bloating or feeling of
a) Endoskopi:
abdominal distension
Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi adalah metode diagnostik terbaik
untuk mengidentifikasi lesi-lesi yang menyebabkan striktura atau obstruksi pada
< 3 defecations per week
kolon dan rectum. Kelebihan lainnya, pada keduanya dapat dilakukan biopsy
pada setiap lesi yang dicurigai dan sekaligus bisa dilakukan tindakan terapeutik,
seperti polipektomi. Kolonoskopi memberikan hasil diagnostik yang lebih baik
untuk kasus-kasus yang disertai anemia atau perdarahan per anum tersamar.
b) Radiografi Pada keadaan pelvic floor dyssynergia tekanan sphincter ani eksterna meningkat
Foto polos abdomen berguna di dalam mendeteksi adanya retensi feses di kolon manakala terjadi peningkatan intrarektal dan ekspulsi feses yang seharusnya
yang dapat menjadi petunjuk adanya megakolon, serta monitor hasil menurun ketika proses defekasi normal terjadi. Diskoordinasi kedua tekanan
pembersihan kolon pada pasien dengan skibala.Enema barium bermanfaat untuk inilah yang menyebabkan gangguan defekasi.
mengidentifikasi perubahan struktural kolon dan adanya mega kolon atau
rectum, serta memerlukan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan f) Balloon test (expulsion test)
kolonoskopi. Pemeriksaan inipun memberikan gambaran khas pada penyakit Ini test yang sangat sederhana, yaitu memasukkan balon yang diisi air hingga
Hirschsprung oleh adanya gambaran transisi antara bagian kolon atau rectum 150 ml ke dalam rectum, kemudian dinilai kemapuan ekspulsi balon tersebut
yang aganglionik dengan daerah usus yang berdilatasi pada bagian proksimalnya. keluar dari rectum. Pada keadaan normal tidak akan terdapat kesulitan untuk
melakukan ekspulsi balon tersebut.
c) Colon transit studies
Dengan mempergunakan zat radiofarmaka yang ditelan sebagai marka dan g) Electromyografi
dipantau perjalanannya pada kolon dan rektum melalui radiografi, maka waktu Pemeriksaan ini dapat ditambahkan pada pemeriksaan manometri untuk menilai
transit feses pada kolon dan rectum dapat dinilai, setelah pasien memperoleh diet otot puborectalis dan sphincter ani eksterna. Pada keadaan anismus terdapat
tinggi serat, serta tidak diberikan laksatif, enema dan obat-obatan yang dapat keadaan paradox yaitu peningkatan aktivitas otot-otot tersebut pada saat defekasi
mempengaruhi fungsi kolon dan rectum. Interpretasi pemeriksaan ini adalah yang seharusnya menurun pada keadaan normal.
sebagai berikut:
Jika terdapat perlambatan transit di kolon kanan, maka disimpulkan bahwa h) Pudendal nerve terminal motor latency
kolon mengalami inersia. Alat ini mengukur lama waktu yang diperlukan untuk merangsang kontraksi otot
Apabila radiofarmaka dapat menjalani transit pada kolon dengan secara sphincter ani externa setelah dirangsangnya nervus pudendus oleh elektroda
normal dan timbul stagnasi di rectum, maka terdapat perlambatan pada outlet. secara trans rektal. Jika terdapat perlambatan > 2 milidetik, terdapat kerusakan
Mayoritas pasien dengan konstipasi kronik menunjukkan transit kolon yang saraf tersebut. Kerusakan saraf tersebut terjadi pada keadaan descending
normal. perineum syndrome. Kerusakan saraf bisa disebabkan oleh persalinan per
vaginam atau mengedan hebat pada anus sempit dalam waktu lama.
d) Defekografi
Pemeriksaan ini menilai proses defekasi pasien dengan cara memasukkan barium
padat seperti feses ke dalam rectum, kemudian proses evakuasi dari rectum
dipantau melalui fluoroskopi atau pita video ketika pasien duduk di atas toilet
yang didesain khusus untuk pemeriksaan ini. Evaluasi yang dapat dilakukan
melalui teknik ini adalah struktur anorektal, sudut anorektal, baik pada keadaan
istirahat maupun ekspulsi barium dari rectum. Kelainan yang dapat diidentifikasi
adalah pelvic floor dyssyinergia, intussuscepsi, prolaps rekti, rektocele, dan
obstruksi fungsional. Dengan menggunakan videomanometri, rekaman
perubahan tekanan akan dinilai korelasinya dengan defekografi. Interpretasi hasil
pemeriksaan ini membutuhkan tingkat pengalaman yang tinggi, sehingga variasi
hasil interpretasi para ahli radiologinya dapat lebih rendah.
e) Manometri anorektal
Parameter yang berguna pada pemeriksaan konstipasi adalah sensasi rectum dan
compliancenya, relaksasi sphincter interna, dan pola manometri ketika ekspulsi
alat (pseudodefekasi). Manometri akan dapat menyingkirkan diagnosis penyakit
Hirschsprung, apabila ketika muncul distensi rectum, otot sphincter ani interna
akan mengalami relaksasi.
AP ENDISITIS
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection
Apendisitis akut dapat terjadi pada semua umur. Pada anak sering terjadi sekitar
2002 umur 6-10 tahun. Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan
hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara
anak, orang tua dan dokter. Sebagian besar anak belum mampu untuk
Apendisitis akut adalah infeksi bacterial pada apendiks vermiformis. Apendisitis mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada
akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera untuk umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi negatif sebesar 20%
mencegah komplikasi yang lebih buruk Jika telah terjadi perforasi, maka komplikasi dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran, 1996).
dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan komplikasi Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah
pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi. membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan
Di Amerika Serikat ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor
setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1975 – 1991. Terdapat 15 – 30 persen (30 – 45 Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan
persen pada wanita) gambaran histopatologi yang normal pada hasil apendektomi. dengan mudah, cepat dan kurang invasif . Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat
Keadaan ini menambah komplikasi pascaoperasi, seperti adhesi, konsekuensi beban sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan
sosial-ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja, dan produktivitas. laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan praoperasi dan untuk menilai
Tingkat akurasi diagnosis apendisitis akut berkisar 76 – 92 persen. Pemakaian derajat keparahan apendisitis (Alvarado, 1986; Rice, 1999). Instrumen lain yang
laparoskopi, ultrasonografi, dan Computed Tomography Scanning (CT-scan), adalah sering dipakai pada apendisitis akut anak adalah klasifikasi klinikopatologi dari
dalam usaha meningkatkan akurasi diagnosis apendisitis akut. Beberapa Cloud. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan gejala klinis dan temuan
pemeriksaan laboratorium dasar masih banyak digunakan dalam diagnosis durante operasi (Cloud, 1993). Morbiditas dan mortalitas apendisitis akut anak
penunjang apendisitis akut. C-rective protein (CRP), jumlah sel leukosit, dan hitung masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan keterlambatan diagnosis dan penanganan
jenis se neutrofil (differential count) adalah petanda yang sensitif proses inflamasi. pembedahan, pembedahan yang terlambat mungkin tetap berhubungan dengan
Pemeriksaan ini sangat mudah, cepat, dan murah untuk Rumah Sakit di daerah. CRP perforasi. Sebagian besar penderita dengan risiko apendisitis perforasi
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4 – 6 jam setelah mempunyai skor Alvarado yang tinggi
terjadinya proses inflamasi, yang dapat dilihat dengan melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80 - 90% dan lebih
dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak Epidemiologi
memerlukan waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah. Sejarah apendisitis dimulai pada tahun 1827 oleh Melier yang pertama kali
menyebutkan proses inflamasi di sekum dengan typhlitis atau perityphlitis.
Nyeri abdomen akut di luar sebab trauma memberikan banyak kemungkinan Sebelumnya pada tahun 1735, Claudius Amyant melakukan apendektomi pertama
diagnosis. Untuk menetapkan diagnosisnya kadangkala sangat sulit sehingga kali pada saat operasi hernia inguinal. Kemudian Reginald H dan Fitz adalah orang
berdampak pada morbiditas penderita. pertama yang memeriksa apendiks secara histopatologi dari hasil operasi. Sejarah
Dombal (1990) mengemukakan bahwa akurasi diagnosis pada nyeri abdomen akut modern apendisitis dimulai dari tulisan klasik Charles McBurney tahun 1889, yang
hanyalah 45-65%. Penderita abdomen akut umumnya terlambat masuk ke Rumah dipublikasikan dalam New York Surgical Society on Nov 13,1889. McBurney
Sakit, sehingga biasanya sudah disertai macam-macam penyulit yang perlu diatasi mendiskripsikan inflamasi akut di kuadran kanan bawah biasanya disebabkan oleh
lebih dahulu dan memerlukan penanganan yang lebih kompleks. Keterlambatan apendisitis, yang sebelumnya disebut oleh Melier dengan typhlitis atau perityphlitis
dapat disebabkan oleh ketidaktahuan atau penderita tidak mengerti, atau Angka mortalitas yang tinggi dari apendisitis akut mengalami penurunan dalam
keterlambatan disebabkan oleh dokter yang tidak melakukan diagnosis atau bahkan beberapa dekade. Hawk et al, membandingkan kasus apendisitis akut pada periode
membuat diagnosis yang salah, atau keterlambatan disebabkan oleh penanggulangan 1933 – 1937 dengan 1943 – 1948. Angka mortalitas pasien apendisitis akut dengan
yang terlambat di Rumah Sakit peritonitis local menurun dari 5% menjadi 0%. Angka mortalitas pasien apendisitis
akut dengan peritonitis umum menurun dari 40,6% menjadi 7,5%. Pada tahun 1930,
Nyeri abdomen pada anak disebabkan oleh kecerobohan diet atau infeksi saluran 15 kasus meninggal karena apendisitis dari 100 ribu populasi, sedangkan 30 tahun
pencernaan, namun dokter harus selalu mempertimbangkan adanya apendisitis akut kemudian hanya 1 kasus meninggal dari 100 ribu polpulasi. Pada tahun 1977,
karena hal tersebut merupakan kasus abdomen akut yang paling penting dan paling mortalitas pasien dengan apendisitis akut tanpa perforasi 0,1% – 0,6% dan dengan
banyak pada anak perforasi 5%
(65,28%), pelvikal (31,01%), subsekal (2,26%), preileal (1%) dan postileal serta
Apendiks Vermiformis parakolika kanan (0,4%) (Schwartz, 1990).
Pada 65% kasus apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan apendiks
Apendiks sebagai bagian dari sistem pencernaan mulai diterangkan secara
memungkinkan bergerak dalam ruang geraknya tergantung pada panjangnya
tersendiri pada awal abad 16. Adalah seorang pelukis Italia terkenal yang bernama
mesoapendiks. Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal yaitu di
Leonardo da Vinci yang pertamakali menggambarkan apendiks sebagai organ
belakang sekum, dibelakang kolon askenden atau tepi lateral kolon askenden. Gejala
tersendiri. Pada waktu itu disebutnya orecchio yang berarti telinga. Sebelumnya
klinis apendisitis ditentukan oleh letak dari apendiks. Pada posisi retrosekal, kadang-
apendisitis hanya dapat dibuktikan dengan dilakukannya bedah jenasah. Pada tahun
kadang appendiks menjulang kekranial ke arah ren dekster, sehingga keluhan
1736 oleh Amyand, seorang dokter bedah Inggris, berhasil dilakukan operasi
penderita adalah nyeri di regio flank kanan. Dan kadang diperlukan palpasi yang
pengangkatan apendiks pada saat melakukan operasi hernia pada anak laki-laki.
agak dalam pada keadaan tertentu karena appendiks yang mengalami inflamasi ini
Dialah yang dikenal sebagai orang yang pertamakali melakukan operasi
secara kebetulan terlindungi oleh sekum yang biasanya mengalami sedikit dilatasi
apendektomi .
Letak appendik mungkin juga bisa di regio kiri bawah hal ini dipakai untuk penanda
Istilah apendisitis pertamakali digunakan oleh Reginal Fitz, 1886, seorang profesor
kemungkinan adanya dekstrokardia. Kadang pula panjang appendiks sampai
patologi anatomi dari Harvard, untuk menyebut proses peradangan yang biasanya
melintasi linea mediana abdomen, sehingga bila organ ini meradang mengakibatkan
disertai ulserasi dan perforasi pada apendiks. Tiga tahun kemudian (1889), Charles
nyeri perut kiri bawah. Juga pada kasus-kasus malrotasi usus kadang appendiks bisa
Mc Burney seorang profesor bedah dari universitas Columbia menemukan titik
sampai diregio epigastrum, berdekatan dengan gaster atau hepar lobus kanan.
nyeri tekan maksimal dengan melakukan penekanan pada satu jari yaitu tepat di
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar antara
1,5-2 inchi dari spina iliaca anterior superior (SIAS) yang ditarik garis lurus dari
2-22 cm. Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan
SIAS tersebut ke umbilikus. Titik tersebut kemudian dikenal sebagai titik Mc
ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut
Burney
terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda untuk mencari basis
apendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan ke
Anatomi dan Embriologi dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut dengan titik Mc
Sistem digestif yang secara embriologi berasal dari midgut meliputi duodenum Burney. Kira-kira 5% penderita mempunyai apendiks yang melingkar ke belakang
distal muara duktus koledukus, usus halus, sekum dan apendiks, kolon asendens, sekum dan naik (ke arah kranial) pada posisi retroperitoneal di belakang kolon
dan ½ sampai ¾ bagian oral kolon transversum. Premordium sekum dan apendiks askenden. Apabila sekum gagal mengalami rotasi normal mungkin apendiks bisa
Vermiformis (cecal diverticulum) mulai tumbuh pada umur 6 minggu kehamilan, terletak di mana saja di dalam kavum abdomen. Pada anak-anak apendiks lebih
yaitu penonjolan dari tepi antimesenterium lengkung midgut bagian kaudal. Selama panjang dan lebih tipis daripada dewasa oleh karena itu pada peradangan
perkembangan antenatal dan postnatal, kecepatan pertumbuhan sekum melebihi akan lebih mudah mengalami perforasi. Sampai umur kurang lebih 10 tahun,
kecepatan pertumbuhan apendiks, sehingga menggeser apendiks ke arah medial di omentum mayus masih tipis, pendek dan lembut serta belum mampu membentuk
depan katup ileosekal. Apendiks mengalami pertumbuhan memanjang dari distal pertahanan atau pendindingan (walling off) pada perforasi, sehingga peritonitis
sekum selama kehamilan. Selama masa pertumbuhan bayi, terjadi juga pertumbuhan umum karena apendisitis akut lebih umum terjadi pada anak-anak daripada dewasa
bagian kanan-depan sekum, akibatnya apendiks mengalami rotasi kearah postero- (Raffensperger. Apendiks kekurangan sakulasi dan mempunyai lapisan otot
medial dan menetap pada posisi tersebut yaitu 2,5 cm dibawah katup ileosekal, longitudinal, mukosanya diinfiltrasi jaringan limfoid. Pada bayi apendiks berbentuk
sehingga pangkal apendiks di sisi medial. Organ ini merupakan organ yang tidak kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini
mempunyai kedudukan yang menetap didalam rongga abdomen. Hubungan pangkal memungkinkan menjadi sebab rendahnya kasus apendisitis pada umur tersebut ,
apendiks ke sekum relatif konstan, sedangkan ujung dari apendiks bisa ditemukan 1990).
pada posisi retrosekal, pelvikal, subsekal, preileal atau parakolika kanan. Posisi Apendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan apeksnya
apendiks retrosekal paling banyak ditemukan yaitu 64% kasus. menempel pada sekum. Apendiks pada bayi berbentuk konikal. Panjang apendiks
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa bervariasi dari 2 – 20 cm dengan panjang rata-rata 6 – 9 cm. Diameter masuk
dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh lumen apendiks antara 0,5 – 15 mm. Lapisan epitel lumen apendiks seperti pada
darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa epitel kolon tetapi kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Apendiks
yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila mempunyai lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang
letak apendiks retrosekal maka tidak tertutup oleh peritoneum viscerale (Soybel, merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar
2001). Menurut Wakeley (1997) lokasi apendiks adalah sebagai berikut: retrosekal berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 tenia koli
diperbatasan antara sekum dan apendiks. Pada masa bayi folikel kelenjar limfe
submukosa masih ada. Folikel ini jumlahnya terus meningkat sampai puncaknya
berjumlah sekitar 200 pada usia 12 – 20 tahun. Malrotasi atau maldesesnsus dari sekum akan mengakibatkan kelainan letak dari
Setelah usia 30 tahun ada pengurangan jumlah folikel sampai setengahnya, dan apendiks sehingga mungkin saja terletak disepanjang daerah fossa iliaka kanan dan
berangsur menghilang pada usia 60 tahun. Mesoapendiks terletak dibelakang ileum area infrasplenik kiri. Dalam hal terdapat transposisi dari visera maka apendiks
terminal yang bergabung dengan mesenterium intestinal. dapat terletak di kwadran kiri bawah. Mengingat akan kemungkinan-kemungkinan
Vaskularisasi appendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika berupa kelainan posisi atau letak sekum ini sangat penting, karena hal ini sering
appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks, mendatangkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila terjadi peradangan pada
sehingga apabila terjadi trombus pada appendiksitis akuta akan berakibat berbentuk apendiks tersebut. Suatu anomaly yang sangat jarang terjadi adalah duplikasi
gangren, dan bahkan perforasi dari appendiks tersebut. Arteri apendikuler adalah apendiks seperti dikemukakan oleh Green. Sementara menurut Waugh duplikasi
cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. apendiks ini tidak ada hubungannya dengan duplikasi sekum. Kedua apendiks
Kadang-kadang pada mesenterium yang inkomplet, arteri ini terletak panda dinding mungkin terbungkus dalam sarung fibrous dan dikelilingi oleh satu lapisan otot dan
sekum. Pada mesoapendiks yang pendek dapat berakibat apendiks yang terfiksir rongganya mungkin berhubungan sebagian atau seluruhnya atau mungkin berasal
(immobile). Kadang-kadang arteri apendikularis berjumlah dua. . Namun demikian secara terpisah dari sekum. Ada yang berpendapat bahwa apendiks yang kedua
pangkal appendik ternyata mendapatkan vaskularisasi tambahan dari cabang-cabang merupakan suatu divertikel sekum yang kongenital.
kecil arteri sekalis anterior dan posterior . Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang sempit
Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan diri ke vena dan seperti traktus intestinalis lainnya secara normal berisi bakteri, resiko stagnasi
mesenterika superior. Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke lymfonodi dari isi apendiks yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan
ileosekal Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua noduli limfatisi adanya suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan
yang terletak pada mesoapendiks. Dari sini cairan limfe berjalan melalui sejumlah valvula Gerlach . Dengan adanya benda-benda asing yang terperangkap dalam
noduli limfatisi mesenterika untuk mencapai noduli limfatisi mesenterika superior. lumen apendiks, posisinya yang mobil, dan adanya kinking, bands, adhesi dan lain-
Syaraf apendiks berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari lain keadaan yang menyebabkan angulasi dari apendiks, maka keadaan akan
pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri semakin diperburuk. Banyaknya jaringan limfoid pada dindingnya juga akan
visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla mempermudah terjadinya infeksi pada apendiks.
spinalis setinggi segmen torakal X karena itu nyeri visceral pada apendiks bermula Organ lain di luar apendiks yang mempunyai peranan besar apabila terjadi
disekitar umbilikus. peradangan apendiks adalah omentum. Ini merupakan salah satu alat pertahanan
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan tubuh apabila terjadi suatu proses intraabdominal termasuk apendiks. Pada umur
ke dalam lumen dan selanjutnya dicurahkan ke sekum dibawah 10 tahun pertumbuhan omentum ini pada umumnya belum sempurna,
masih tipis dan pendek, sehingga belum dapat mencapai apensdiks apabila terjadi
Menurut Tranggono (1989) mempelajari posisi anatomi apendiks vermiformis peradangan apendiks. Hal inilah yang merupakan salah satu sebab lebih mudah
meliputi pembahasan secara topografi yaitu : terjadi perforasi dan peritonitis umum pada apendisitis anak.
1. Holotopi
Holotopi adalah posisi yang sebenarnya dari suatu organ pada tubuh manusia. Catatan-------------------------------------------------------------
Apendiks vermiformis terletak di kwadran kanan bawah dan di region iliaka Appendiks vermiformis (umbai cacing) terletak pada puncak caecum , pada
kanan. pertemuan ke-3 tinea coli yaitu :
.
Taenia libera
2. Skeletopi Taenia omentalis
Skeletopi adalah posisi organ manusia menunjuk pada kerangka atau tulang.
Taenia mesocolica
Pangkal apendiks vermiformis terletak pada perpotongan garis interspinal
dengan garis lateral vertikal dari titik pertengahan ligamentum inguinale dan Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat
ventral fossa iliaka kanan Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula
appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumen bagian
3. Sintopi. proksimal menyempit , bagian distal melebar. Hal ini berlawanan pada bayi,
Sintopi adalah posisi organ terhadap organ-organ disekitarnya, Apendiks sehingga menyebabkan rendahnya insidensi appendisitis pada usia tersebut.
vermiformis di sebelah bawah sekum di ventral ureter kanan, a. testikularis
kanan, bisa di depan ileum atau dibelakang ileum.
Secara histologis mempunyai 4 lapisan yaitu tunika :
Mukosa
Sub mukosa banyak terdapat limfoid
Muskularis
Terdapat Stratum circulare(dalam) dan stratum longitudinale (luar), stratum
longitunale merupakan gabungan dari ke-3 taenia coli.
Serosa hanya pada appendiks letak intraperitoneal
Posisi appendik :
1. Ileocecal
2. Antecaecal di depan caecum
3. Retrocaecal Intra & Retro peritoneal
4. Anteileal
5. RetroIleal
6. Pelvical
Abses / infiltrat :
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah. menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi
Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah “walling off” (pembentukan nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale
dinding) oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah dengan
massa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut. Masa mula-mula bisa
berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk
USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini, ataupun berjalan kaki.
beberapa ahli menganjurkan anti biotika dulu, setelah 6 minggu kemudian
dilakukan appendektomi. Hal ini untuk menghindari penyebaran infeksi Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi n.vagus
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
Anamnesis anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita apendisitis akut, bila hal ini
Nyeri / Sakit perut tidak ada maka diagnosis apendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75%
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan
seluruh saluran cerna , sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut ( tidak kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul
pin-point). Mula2 daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apa apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria
bila telah terjadi inflamasi ( > 6 jam ) penderita dapat menunjukkan letak nyeri,
karena bersifat somatik. Obstipasi karena penderita takut mengejan
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Setiap anak dengan gejala Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri
nyeri abdomen yang belum pernah mengalami apendektomi seharusnya dicurigai dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak
menderita apendisitis. Anak yang sudah besar dapat menerangkan dengan jelas apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum
permulaan gejala nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Anak
dapat menunjuk dengan satu jari tempat permulaan nyeri, dimana saja yang Panas (infeksi akut) bila timbul komplikasi
pernah nyeri dan sekarang dimana yang nyeri Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 -
Setelah itu dilanjutkan dengan anamnesis terpimpin seperti misalnya: 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
a. Bagaimana hebatnya nyeri ?
b. Apakah nyerinya mengganggu anak sampai tidak mau main atau anak Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang
tinggal di tempat tidur saja ? beragam. Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami
c. Apakah nyerinya sampai menyebabkan anak tidak mau masuk sekolah ? inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut,
d. Apakah anak dapat tidur seperti biasa semalam ? apendiks retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung, apendiks pelvikal
e. Apakah pagi ini makannya baik dan cukup seperti biasa ? akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan apendiks retroileal bisa
menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri spermatika dan
Beberapa anak dapat menentukan dengan tepat waktu mulainya nyeri yang ureter
dihubungkan dengan peristiwa tertentu, umpamanya nyeri sesudah makan
malam, sesudah berolah raga atau sesudah bangun tidur. Anak dapat
menunjukkan dan menceritakan perjalanan rasa nyeri, kadang-kadang perlu juga Pemeriksaan Fisik
bantuan informasi dari orang tuanya. Perlu diperhatikan bahwa sebagian orang Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak pada tempat
tua sering membesar-besarkan keluhan anaknya. yang bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah. Kadang-kadang diagnosis
Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama salah pada anak prasekolah, karena anak dengan anamnesis yang tidak karakteristik
makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi dan sekaligus sulit diperiksa. Anak akan menangis terus-menerus dan tidak
apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks kooperatif.
yang mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri Inspeksi
yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit,
dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada
dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan appendikuler abses.
dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring pada meja
nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan periksa. Anak menunjukkan ekspresi muka yang tidak gembira. Anak tidur
miring ke sisi yang sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
ekstensi meningkatkan nyeri . peritoneal pada sisi yang berlawanan
Palpasi
Pada pemeriksaan abdomen pada anak dengan permukaan tangan yang Psoas sign (+)
mempunyai suhu yang sama dengan suhu abdomen anak. Biasanya cukup Pada appendik letak retrocaecal, karena merangsang peritoneum
dipanaskan dengan menggosok-gosok tangan dengan pakaian penderita. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
Tangan yang dingin akan merangsang otot dinding abdomen untuk peradangan yang terjadi pada apendiks
berkontraksi sehingga sulit menilai keadaan intraperitoneal. Terkadang kita Ada 2 cara memeriksa :
perlu melakukan palpasi dengan tangan anak itu sendiri untuk mendapatkan 1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan
otot abdomen yang tidak tegang. Abdomen biasanya tampak datar atau sedikit pemeriksa, pasien memfleksikan articulatio coxae
kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan kanan nyeri perut kanan bawah.
sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Umpamanya 2. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
mulai dari kiri atas, kemudian secara perlahan-lahan mendekati daerah pemeriksa, nyeri perut kanan bawah
kuadran kanan bawah. Palpasi dengan permukaan dalam (volar) dari ujung-
ujung jari tangan, dengan tekanan yang ringan dapat ditentukan adanya nyeri Obturator Sign (+)
tekan, ketegangan otot atau adanya tumor yang superfisial. Waktu melakukan Dengan gerakan fleksi & endorotasi articulatio coxae pada posisi telentang
palpasi pada abdomen anak, diusahakan mengalihkan perhatiannya dengan nyeri (+)
boneka atau usaha yang lain, sambil memperhatikan ekspresi wajahnya. Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
Hindari gerakan yang cepat dan kasar karena hal ini akan menakuti anak dan difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal
membuat pemeriksaan nyeri tekan tidak mungkin dilakukan tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah :
Nyeri tekan (+) Mc.Burney Perkusi Nyeri ketok (+)
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Auskultasi
Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis Peristaltik normal, peristaltik(-) pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat appendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
Nyeri lepas (+) rangsangan peritoneum dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus
(dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan Rectal Toucher / Colok dubur nyeri tekan pada jam 9-12
penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Colok dubur juga tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis pada anak kecil karena biasanya menangis terus menerus
Defens musculer (+) rangsangan m.Rektus abdominis
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang Pada anak kecil atau anak yang iritabel sangat sulit untuk diperiksa, maka anak
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. dimasukkan ke rumah sakit dan diberikan sedatif non narkotik ringan, seperti
pentobarbital (2,5 mg/kg) secara suppositoria rektal. Setelah anak tenang, biasanya
Rovsing sign (+) setelah satu jam dilakukan pemeriksaan abdomen kembali. Sedatif sangat membantu
Penekanan perut sebelah kiri nyeri sebelah kanan, karena tekanan untuk melemaskan otot dinding abdomen sehingga memudahkan penilaian keadaan
merangsang peristaltik dan udara usus , sehingga menggerakan intraperitoneal
peritoneum sekitar appendik yang meradang (somatik pain)
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita Tanda Peritonitis umum (perforasi) :
melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini 1. Nyeri seluruh abdomen
2. Pekak hati hilang
3. Bising usus hilang 1. mempersiapkan berbagai bentuk fagosit (lekosit polimorfonuklear,
makrofag) pada tempat tersebut.
2. pembentukan berbagai macam antibodi pada daerah inflamasi.
3. menetralisir dan mencairkan iritan.
4. membatasi perluasan inflamasi dengan pembentukan fibrin dan terbentuknya
Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi dengan dinding jaringan granulasi.
gejala-gejala sebagai berikut: Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apendisitis akut,
a. Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3,
b. Demam tinggi lebih dari 38,50C dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika
c. Lekositosis (AL lebih dari 14.000) jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan
d. Dehidrasi dan asidosis peritonitis (Raffensperger, 1990). Menurut Ein (2000) pada penderita apendisitis
e. Distensi akut ditemukan jumlah lekosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi
f. Menghilangnya bising usus atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3. Sedang Doraiswamy
g. Nyeri tekan kuadran kanan bawah (1979), mengemukakan bahwa komnbinasi antara kenaikan angka lekosit dan
h. Rebound tenderness sign granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa appendicitis
i. Rovsing sign acut
j. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal Tes laboratorium untuk appendicitis bersifat kurang spesifik., sehingga hasilnya juga
kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkkan diagnosa. Jumlah lekosit
Insidensi perforasi apendiks pada anak di bawah umur 6 tahun lebih dari 50%, ini untuk appendisitis akut adalah >10.000/mmk dengan pergeseran kekiri pada
berhubungan dengan dinding apendiks yang lebih tipis dan omentum mayus yang hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan
berkembang belum sempurna dibanding anak yang lebih besar granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendicitis acute (Bolton et al, 1975).
Dalam penelitiannya Schwartz (1999) melaporkan bahwa anak di bawah umur 8 Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan appendicitis acut, memiliki
tahun mempunyai angka perforasi dua kali lebih besar daripada anak yang lebih jumlah lekosit dan granulosit tetap normal (Nauts et al, 1986).
besar. Sedang menurut Way (2003) insidensi perforasi apendiks pada anak di bawah Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam diagnosis apendisitis akut adalah
umur 10 tahun sebesar 50%. Perforasi apendiks paling sering terjadi di distal C-rective protein (CRP). Petanda respon inflamasi akut (acute phase response)
obstruksi lumen apendiks sepanjang tepi antimesenterium (Kozar dan Roslyn, dengan menggunakan CPR telah secara luas digunakan di negara maju. Nilai
1999). Pada 2-6% penderita dengan apendisitis menunjukkan adanya massa di senstifitas dan spesifisits CRP cukup tinggi, yaitu 80 - 90% dan lebih dari 90%.
kuadran kanan bawah pada pemeriksaan fisik. Hal ini menunjukkan adanya Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak memerlukan
inflamasi abses yang terfiksasi dan berbatasan dengan apendiks yang mengalami waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah
inflamasi (Lally, 2001). Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan
kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa sangat penting pada
Pemeriksaan penunjang anak dengan keluhan nyeri abdomen untuk menentukan atau menyingkirkan
kemungkinan infeksi saluran kencing. Apendiks yang mengalami inflamasi akut dan
1. Laboratorium menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan
Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal jumlah sel lekosit 10-15 sel/lapangan pandang (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993).
keluhan nyeri kwadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut. .
Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan
neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit
2. Foto Polos abdomen
Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu.
infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium
Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai
yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut Pemeriksaan laboratorium
dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus (Cloud, 1993).
merupakan alat bantu diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal
Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan
dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler,
bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada
neurologik, humoral dan seluler. Fungsi inflamasi di sini adalah memobilisasi semua
daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-akan
bentuk pertahanan tubuh dan membawa mereka pada tempat yang terkena jejas
terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan
dengan cara:
menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini
tampak pada penderita apendisitis akut (Mantu, 1994). Bila sudah terjadi perforasi, apendiks supurasi atau gangrene ditandai dengan distensi lumen oleh cairan,
maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks
Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya. perforasi ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas
intraperitonial, dan abses tunggal atau multipel (Gustavo GR, 1995).
Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan
maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 – 94%, dengan nilai
distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak preperitoneal sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92% (Erik K, 2003). Pemeriksaan dengan
menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi Ultrasonografi (USG) pada apendisitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara
mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih
level) yang menunjukkan adanya obstruksi (Raffensperger, 1990; Mantu, 1994). dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur
Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith (kotoran yang mengeras dan atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses
terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat pembukaan apendiks dapat diidentifikasi.
appendik) yang dapat menyebabkan appendisitis. Ini biasanya terjadi pada anak- Ultrasound adalah suatu prosedur yang tidak menyakitkan yang menggunakan
anak. Foto polos abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola gelombang suara untuk mengidentifikasi organ-organ dalam tubuh. Ultrasound dapat
bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD ( decubitus ), kalsifikasi mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses. Walaupun begitu, appendik
bercak rim-like( melingkar ) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendik. hanya dapat dilihat pada 50% pasien selama terjadinya appendisitis. Oleh karena itu,
Pada appendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari dengan tidak terlihatnya apendiks selama ultrasound tidak menyingkirkan adanya
appendikolit : kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis. appendisitis. Ultrasound juga berguna pada wanita sebab dapat menyingkirkan
adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba falopi dan uterus yang
Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada kasus- gejalanya menyerupai appendisitis. Hasil usg dapat dikatagorikan menjadi normal,
kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat menentukan non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain, atau kemungkinan appendik.
penyakit lain yang menyertai apendisitis Hasil usg yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas, atau ileus.
Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke Hasil usg dikatakan kemungkinan appaendik jika ada pernyataan curiga atau jika
kolon dari anus untuk memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika menggambarkan ditemukan dilatasi appendik di daerah fossa iliaka kanan, atau dimana usg di
keadaan kolon di sekitar appendik dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan konfermasikan dengan gejala klinik dimana kecurigaan appendisitis.
pada kolon. Impresi ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan
dengan gagalnya barium memasuki appendik (20% tak terisi) Terisinya sebagian 3. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
dengan distorsi bentuk kalibernya tanda appendisitis akut,terutama bila ada impresi Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan
sekum. Sebaliknya lumen appendik yang paten menyingkirkan diagnosa appendisitis skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak sekitar
akut. Bila barium mengisi ujung appendik yang bundar dan ada kompresi dari luar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan
yang besar dibasis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya appendik tanda mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 – 100% dan 96 –
abses appendik Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah 97%, serta akurasi 94 – 100%. Ct-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks
intestinal lainnya yang menyerupai appendiks, misalnya penyakit Chron’s, inverted dengan abses atau flegmon
appendicel stump, intususepsi, neoplasma benigna/maligna. Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut:
Ultrasonografi CT-Scan
2. Ultrasonografi Sensitivitas 85% 90 - 100%
Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut maupun Spesifisitas 92% 95 - 97%
apendisitis dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis apendisitis akut diperlukan Akurasi 90 - 94% 94 - 100%
keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen. Apendiks yang Keuntungan Aman Lebih akurat
normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang meradang tampak relatif tidak mahal Mengidentifikasi abses dan
sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada flegmon lebih baik
penampakan longitudinal, dan gambaran target pada penampakan transversal Dapat mendignosis kelainan lain Mengidentifikasi apendiks
(Gustavo GR, 1995) Keadaan awal apendisitis akut ditandai dengan perbedaan pada wanita normal lebih baik
densitas pada lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 – 11 mm. Keadaan Baik untuk anak-anak
Kerugian Tergantung operator Mahal inflamasi adalah untuk melawan agen pengrusak, awal proses perbaikan, dan
Sulit secara tehnik Radiasi ion mengembalikan fungsi jaringan yang rusak. Proses inflamasi dapat berlangsung
Nyeri Kontras akut dan kronik. Inflamasi akut dapat disebabkan oleh agen mikroba (virus,
Sulit di RS daerah Sulit di RS daerah bakteri, jamur, dan parasit), trauma, nekrosis jaringan oleh kanker, arthritis
rematiod, luka bakar, dan toksin yang disebabkan oleh obat atau radiasi.
Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat berguna untuk
mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular sekaligus menyingkirkan Keadaan inflamasi merangsang tubuh untuk mengeluakan sitokin dan hormon yang
adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendisitis. berfungsi dalam regulasi haematopoesis, sintesis protein, dan metabolisme. Sistem
immun dibagi menjadi dua, immun bawaan (innate immune) dan immune didapat
4. Laparoskopi (Laparoscopy) (adaptive immune) Immun bawaan terdiri dari sel fagosit, sistem komplemen, dan
Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun penggunaanya untuk fase akut protein, bekerja tanpa melalui proses spesifik dan memori. Ketika sel
kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang bedah, fagosit teraktivasi, maka ia akan memacu sintesis sitokin. Sitokin tidak hanya
laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat berfungsi dalam regulasi sistem immun bawaan, tetapi juga sistem immun yang
mendiagnosis apendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digenakan untuk didapat.
melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat terutama Ada 4 komponen yang menyertai proses inflamasi akut, yaitu:
pada pasien wanita. Pada apendisitis akut laparoskopi diagnostik biasanya 1. Dilatasi vaskuler (permaebilitas vaskuler meningkat)
dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi Dilatasi vaskuler (permaebilitas membaran meningkat) adalah relaksasi
muskulus vaskuler yang menyebabkan jaringan hiperemis. Proses transudasi
yang terjadi melalui membran sel, diikuti lepasnya sel PMN
5. Histopatologi (polimorfonuklear) ke jaringan. Jika fibrinogen terekstravasasi kedalam
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis
jaringan juga, maka terjadilah mekanisme pembekuaan .
apendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran
histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa
2. Emigrasi neutrofi
belum adanya kriteria gambaran histopatologi apendisitis akut secara universal dan
Emigrasi neutrofil dimulai dengan menempelnya sel ini pada permukaaan
tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan
endotel. Sel PMN tampak dominan menempel pada permukaan endotel.
opersi Riber et al, pernah meneliti variasi diagnosis histopatologi apendisitis akut.
Emigrasi sel neutrofil pada area inflamasi disebabkan adanya faktor kemotatik.
Hasilnya adlah perlu adanya komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi
Keterlibatan proses immun-kompleks dalam proses awal inflamasi,
dengan ahli bedahnya.
menyebabkan faktor kemotaktik mengaktivasi komplemen C5a. Komplemen
C5a ini kemudiaan menyebabkan sel PMN tertarik ke area inflamasi. Produk
Difinisi histopatologi apendisitis akut: bakteri juga bersifat kemotaktik terhadap sel PMN. Intensitas dan durasi
1 Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel. emigrasi sel PMN biasanya dalam 24-48 jam, tergantung faktor kemotaktik
2 Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel. pada area inflamasi
Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan
3 epitel. 3. Eemigrasi sel mononuclea
4 Sel granulosit diatas lapisan serosa apendiks dengan abses apendikuler, Proses ini dimulai 4 jam setelah adanya stimulasi dan mencapai puncaknya 16-
24 jam. Pada keadaan awal respon seluler, sel mononuklear akan tampak dalam
dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.
jumlah sedikit bersama sel polimorfonuklear. Keluarnya sel mononuclear ini
5 Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan distimulasi oleh proses fagositosis debris, produk fagositosis neutrofil, dan
keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis. sitokin . Proses terakhir inflamasi adalah proliferasi seluler
Diagnosis Banding
Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat)
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit dipertimbangkan sebagai diagnosis
Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg)
banding, diantaranya adalah berasal dari saluran pencernaan seperti gastroenteritis,
Diet rendah serat
ileitis terminale, tifoid, divertikulitis meckel tanpa perdarahan, intususepsi dan
Antibiotika spektrum luas
konstipasi. Gangguan alat kelamin perempuan termasuk diantaranya infeksi rongga
Metronidazol
panggul, torsio kista ovarium, adneksitis dan salpingitis. Gangguan saluran kencing
Monitor : Infiltrat, tanda2 peritonitis(perforasi), suhu tiap 6 jam, LED, AL
seperti infeksi saluran kencing, batu ureter kanan. Penyakit lain seperti pneumonia,
bila baik mobilisasi pulang
demam dengue dan campak
Kelainan Gastrointestinal
Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengoreksi dehidrasi ringan. Pipa
Cholecystitis akut
nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk mengurangi bahaya
Divertikel Mackelli muntah pada waktu induksi anestesi. Pada apendisitis akut dengan komplikasi
Merupakan suatu penonjolan keluar kantong kecil pada usus halus yang berupa peritonitis karena perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, karena
biasanya berlokasi di kuadran kanan bawah dekat dengan appendik. biasanya keadaan anak sudah sakit berat. Timbul dehidrasi yang terjadi karena
Divertikulum dapat mengalami inflamasi dan bahkan perforasi ( robek atau muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan febris. Anak memerlukan
ruptur). Jika terjadi inflamasi atau perforasi, harus ditangani dengan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan.
pembedahan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi
Enterirtis regional abdomen dan mencegah muntah. Kalau anak dalam keadaan syok hipovolemik maka
Pankreatitis diberikan cairan ringer laktat 20 ml/kgBB dalam larutan glukosa 5% secara
intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indikasi.
Kelainan Urologi
Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan dan
Batu ureter kekurangan cairan. Sebelum pembedahan, anak harus memiliki urin output sebanyak
Cystitis 1 ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan demam diberikan acetaminophen suppositoria
(60mg/tahun umur). Jika suhu di atas 380C pada saat masuk rumah sakit, kompres
Kelainan Obs-gyn alkohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol demam.
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan apendisitis,
Salphingitis akut (adneksitis) keputihan (+) antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi apendisitis.
Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan. Antibiotika
Penyakit peradangan panggul. Tuba falopi kanan dan ovarium terletak dekat berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman. Pemberian
appendik. Wanita yang aktif secara seksual dapat mengalami infeksi yang antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-kasus perforasi
melibatkan tuba falopi dan ovarium. Biasanya terapi antibiotik sudah cukup, dan apendisitis . Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat
pembedahan untuk mengangkat tuba dan ovarium tidak perlu. kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob
dan anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi
Penatalaksanaan ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg) dalam
Appendiktomi dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan
Cito akut, abses & perforasi menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi. Metronidasol aktif terhadap
Elektif kronik bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan.
Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin
Pembedahannya adalah dengan apendektomi, yang dapat dicapai melalui insisi Mc Dilakukan Incisi Gridion(MC.Burney) / paramedian / transversal pada kulit
Burney (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993). Tindakan pembedahan pada kasus dengan mess / pisau besturi kira-kira 5–7 cm kontrol perdarahan
apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui Incisi diperdalam lapis demi lapis dengan mess / cauter sampai tampak
laparotomi (Raffensperger,1990; Mantu, 1994; Ein, 2000). Aponeurosis MOE
Aponeurosis MOE dibuka dengan mess searah seratnya, diperlebar ke
craniolateral dan caudomedial dengan pertolongan pinset anatomis,
Wondhaak tumpul dipasang dibawah MOE, sampai tampak MOI yang
Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi : seratnya transversal
1. Cutis 6. MOI MOI dan m.Transversus abdominis dibuka secara tumpul dengan klem / pean
2. Sub cutis 7. M. Transversus dengan bantuan pinset anatomis searah seratnya , kemudian diperlebar dengan
3. Fascia Scarfa 8. Fascia transversalis langenback sampai tampak peritonium warna putih mengkilat, haak dipasang
4. Fascia Camfer 9. Pre Peritoneum dibawah m. Transversus abdominis
5. Aponeurosis MOE 10. Peritoneum Dengan pinset chirrugis 2 buah peritoneum diangkat gunting diantara kedua
pinset, perhatikan cairan yang keluar : pus, udara, darah peritoneum dijepit
APPENDECTOMY dengan kocher sonde 2 buah pinset dilepas diperluas kearah cranial dan
caudal dengan gunting dengan tuntunan dua jari / pinset untuk
Appendisitis Akut disebut : Appendictomi Chaud
melindungi usus / organ lain pasang langenback 2 buah
Appendisitis Kronis disebut : Appendictomi Froid
Evaluasi apakah ada cairan, darah atau pus pus(+) lakukan pemeriksaan
bakteriologis
Indikasi Cari Caecum dengan tanda2 :
1. Appendisitis Akut Warna putih
2. Appendisitis kronis
Terdapat taenia coli
3. Peri appendicular infiltrat dalam stadium tenang (a-Froid)
Dinding tebal
4. Appendiks terbawa pada laparatomi operasi kandung empedu
5. Appendisitis perforata Terdapat appendices epiploica
3. Apendisitis Gangrenosa (grade III): Selain didapatkan tanda-tanda supurasi I. Faktor Resiko Dari Pembedahan.
didapatkan juga adanya dinding apendiks yang berwarna keunguan, kecoklatan Beberapa hal yang dapat menimbulkan infeksi pasca bedah dari segi pembedahan
atau merah kehitaman (area gangren). Pada stadium ini sudah terjadi adanya adalah :
mikroperforasi, kenaikan cairan peritoneal yang purulen dengan bau busuk. a. Tipe prosedure bedah.
Pembedahan pada mata mempunyai resiko infeksi yang paling rendah. Angka
4. Apendisitis Ruptur (grade IV): Sudah tampak dengan jelas adanya ruptur infeksi yang tinggi terjadi pada pembedahan toraks, bedah umum dan
apendiks, umumnya sepanjang antimesenterium dan dekat pada letak obstruksi. kandungan. Angka infeksi pasca bedah paling tinggi didapatkan pada
Cairan peritoneal sangat purulen dan berbau busuk. pembedahan perut yang menembus organ berongga.
5. Apendisitis Abses (grade V): Sebagian apendiks mungkin sudah hancur, abses b. Lama pembedahan.
terbentuk disekitar apendiks yang ruptur biasanya di fossa iliaka kanan, lateral Pembedahan yang berlangsung 2 jam atau lebih berhubungan dengan
dari sekum, retrosekal, subsekal atau seluruh rongga pelvis bahkan mungkin kejadian infeksi pasca bedah yang tinggi.
seluruh rongga abdomen. c. Pembedahan emergency
Dibanding dengan pembedahan elektif, pembedahan emergency mempunyai
Menurut klasifikasi klinikopatologi Cloud apendisitis akut grade I dan II belum angka infeksi pasca bedah yang lebih tinggi.
terjadi perforasi (apendisitis simpel) sedangkan apendisitis akut grade III, IV dan V d. Faktor lokal
telah terjadi perforasi (apendisitis komplikata). Faktor lokal yang meningkatkan terjadinya infeksi termasuk adanya jaringan
nekrotik, rongga mati, penurunan perfusi lokal, hematoma dan adanya benda
asing.
Antibiotika Profilaksis pd Apendisitis Kronis e. Derajat pencemaran luka selama pembedahan
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 Infeksi luka merupakan penyebab tersering terjadinya infeksi pasca bedah,
dan merupakan tipe terbanyak dari infeksi nosokomial setelah infeksi traktus
Pemberian antibiotika pada kasus kasus bedah bertujuan untuk menurunkan urinarius. Terjadinya infeksi pasca operasi sangat ditentukan oleh derajat
morbiditas dan mortalitas infeksi bedah. Infeksi bedah didefinisikan sebagai infeksi pencemaran oleh mikroorganisme, dan derajat tersebut berhubungan
yang terjadi setelah tindakan pembedahan atau kasus-kasus infeksi yang langsung dengan prosedur yang dilakukan.
penyembuhannya memerlukan tindakan pembedahan disamping anti biotika.
The Nationale Reserch Counsil telah mengusulkan klasifikasi luka operasi
Iinfeksi bedah dibedakan dengan infeksi medikal, oleh karena pada infeksi bedah
berdasarkan atas kontaminasinya dan peningkatan resiko operasi sebagai
terdapat masalah mekanik atau anstomis yang harus diatasi dengan tindakan invasif
berikut :
atau tindakan pembedahan. Al Ibrahim et al, (1990) mengatakan kasus kasus infeksi
setelah pembedahan adalah masalh klinik yang besar. Dikatakan di Amerika Serikat 1) Luka bersih (kelas I)
insidensi luka infeksi setelah pembedahan secara keseluruhan diperkirakan sebesar Luka bersih adalah luka yang tidak menembus rongga –rongga di dalam
7,5 %, dan angka tersebut menimbulkan peningkatan biaya perawatan sebesar 10 tubuh termasuk traktus gastrointestinalis, respiratorius dan traktus
juta dolar setiap tahun. Proses radang yang mengenai appendik fermiformis atau urogenitalis. Tidak terdapat pelanggaran terhadap teknik aseptik, dan
appendisitis adalah merupakan salah satu contoh kasus infeksi bedah, karena untuk tidak terdapat proses peradangan di tempat lain. Tempat pembedahan
steril dan kontaminasi bersumber dari luar. Stafilokokus aureus adalah Tumor ganas yang solid pada traktus digestivus dapat menimbulkan
penyebab terbanyak infeksi luka operasi pada luka bersih. Luka bersih obstruksi, ulserasi dan perforasi yang dapat merupakan predisposisi
mempunyai angka infeksi pasca operasi yang terendah (1-4%). Contoh untuk terjadinya infeksi.
prosedure operasi yang termasuk luka bersih adalah operasi hernia. e. Pemondokan yang lama sebelum pembedahan
Diluar kasus-kasus emergency, angka infeksi pasca operasi didapatkan
lebih tinggi jika pemondokan preoperasi lebih lama.
Apendektomi Insidental
Bakteri yang paling banyak menimbulakn infeksi pada luka bersih adalah
stapilokokus dan stretokokus. Dilain pihak pada luka bersih terkontaminasi
atau luka kontaminasi, bakteri yang menimbulkan infeksi biasanya bersumser -----------------------------------------------------------------------------------------------------D-Collection 2002
dari daln seperti dari traktus digestivus atau traktus urinarius. Bakteri yang
sering menimbulkan infeksi tersebut sebaiknya diidentifikasi, dan antibiotika
yang dipilih haruslah cocok dengan mikroorganisme tersebut. Apendektomi Insidental ialah Suatu tindakan apendektomi dengan tujuan
sebagai propilaksis. Pelaksanaan apendektomi insidental merupakan hal yang
3. Timing dan konsentrasi dari antibiotika kontroversial, mungkin sebaiknya tak perlu dilakukan pada sebagian besar penderita.
Dengan beberapa perkecualian seperti contoh anti biotika yang terarbsobsi Apendektomi insidental secara selektif pada penderita dengan resaiko tinggi untuk
pada pembedahan kolorektal antibiotika sebaiknya telah sampai pada tempat apendisitis atau nyeri kuadran kanan bawah mungkin memegang peranan.
operasi, dengan konsentrasi yang cukup pada saat melakukan irisan, dan Apendektomi insidental pada histrektomi atau cholecystictomi tidak akan
konsentrasi tersebut dipertahankan selama pembedahan. meningkatkan komplikasi, tetapi tidak akan meningkatkan efektifitas secara
finansial (cost) jika ini meningkatkan charge pembedahan, sebab sebagian besar
4. Efek samping dan pembiayaan apendisitis terjadi pada penderita muda dan sebagian besar apendektomi insidental
Antibiotika yang dipilih sebaiknya yang menimbulkan efek samping yang terjadi pada penderita tua, insidental apendektomi secara rutin mungkin tidak akan
paling minimal, dan kalau mungkin yang mempunyai harga yang paling murah. berpengaruh secara nyata terhadap pengurangan rawat inap karena apendisitis.
Meskipun insidental apendektomi dikontra indikasikan pada kondisi-kondisi
5. Lama penggunaan antibiotika tertentu, penerapannya secara selektif pada penderita muda (misal 10 – 30 th) pada
Penggunaan antibiotika profilaksis sebaiknya dalm waktu pendek, misalnya status kesehatan yang baik, tetapi beresiko apendisitis mungkin menguntungkan.
selama operasi. Penggunaan yang lama tampaknya tidak memberikan hasil Perempuan muda yang menderita keluhan pelvis berulang atau nyeri, mungkin
yang lebih baik. Dilain pihak penderita akan dirugikan oleh biaya yang menguntungkan untuk dilakukan insidetal apendektomi.
seharusnya tidak perlu dan resiko efek samping yang mungkin terjadi. Kami telah sering melakukan insidental apendektomi saat insisi kanan bawah di
lakukan untuk operasi-operasi seperti reduksi intususepsi, ini pada umumnya
dipikirkan untuk mengurangi kebingungan bila jika terjadi nyeri kanan bawah di
Pemberian antibiotika pd Apendisitis kemudian hari. Tidak ada trial sedara klinik yang mendukung yang berhubungan
Luka operasi pada pembedahan appendisitis pada umumnya termasuk katagori luka
dengan aproach beyeleuf. Apendektomi insidental pada kondisi-kondisi tertentu
bersih terkontaminasi, kecuali terjadi gangren atau perforasi dari appendik (Al
seperti limpodenectomi secara radial perinatal untuk kanker testis atau groft
Ibrahim et al 1990 ; Condon et al 1991 ).
vasculer, di kaitkan dengan konplikasi infeksi yang lebih tinggi sebaiknya dihindari.
Dikatakan pemberian anti biotika profilaktis pada appendisitis masih merupakan
Pada studi dengan 4,5 kasus dengan insidental apendektomi pada 1910 anak yang
kontroversi. Penelitian kontrol-trial yang membandingkan pemberian antibiotika
mengalami nefrektomy karena williams tumor, tidak ditemukan peningkatan
dan plasebo, secara konsisiten menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang
komplikasi infeksi atau obstruksi post operasi pada penderita yang mengalami
efektif terhadap kuman anaerob, baik terhadap pemberian tersendiri maupun
insidental apendektomi. Indikasi lain insidental apendektomi mungkin meliputi akut
pemberian kombinasi terbukti terbukti efektif dalam menurunkan infeksi luka pasca
atau kronis di kuadran kanan bawah dimana apendisitis di temukan normal saat
operasi. Sedangkan pemberian antibiotika yang terutama aktif terhadap kuman aerob
eksplorasi. Sebagai tambahan penderita dengan crohn’s desease yang merasa nyeri
tidak konsisten efektif. Dikatakan hal ini adalah merupakan penemuan yang aneh,
kuadran kanan bawah, saat dilakukan operasi eksplorasi pada umumnya cenderung
sebab kebanyakan kuman yang berhasil diisolasi dari luka adalah escherichia coli
di lakukan apendektomi untuk menghindari dilema diagnostik di masa yang akan
(Alexander et al 1991). Meskipun eschericia coli adalah kuman aerob, pemberian
datang. Menurut Tai Sugimoto (1987), secara cost sangat menguntungkan dilakukan
anti anaerob tampaknya sangat esensial. Antibiotika mungkin mempunyai peranan
dilakukan apendektomi incidental.
yang kecil kecuali appendik dalam keadaan gangren atau perforasi. Al Ibrahim et al
Appendektomi incidental masih kontrapersial untuk dilakukan, ada 4 indikasi untuk
dilakukan appendektomi incidental menurut sabiston 2001:
nyeri perut kanan bawah yang terusmenerus
tumor williams
pada durante operasi ditemukan apendik, hiperenis, udema
Kelainan pada Saluran Bilier :
SALURAN BILIER 1. Batu empedu
-----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
Teori terjadinya batu :
Supersaturasi : empedu terlalu pekat pengendapan batu
Nidus (inti) : terbentuk dari epitel desquamasi, bakteri, benda asing.
Anatomi : Jika nidus diselimuti endapan empedu batu
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit
hepar dan disekresi oleh hepar ke dalam Terbanyak jenis batu kolesterol, bersifat radiolusen. Sedang pada kandung
canaliculi biliaris. Canaliculi ini akan kemih bersifat radioopak, karena mengandung kalsium yang bersifat menyerp
bermuara pada ductus biliaris sinar X. Lokasi batu pada vesica felea (cholelithiasis) atau duktus choledocus
interlobularis. Duktus-ductus ini akan (choledocolithiasis).
membentuk duktus hepaticus dextra dan Predisposisi terjadinya batu : 3F
sinistra. Kedua duktus ini akan Female (wanita)
membentuk Duktus Hepaticus Comunis, Forty (diatas 40 tahun)
duktus ini bersatu dengan duktus Fatty (gemuk)
cysticus (dari vesica felea) membentuk
ductus Choledochus. Ductus ini bersama Cholelithiasis
ductus pankreaticus mayor (Wirsungi) Klinis :
bermuara kedalam papilla duodeni mayor Sakit perut kanan atas (hipokondrium kanan)
(papila Vater) di duodenum pars
Dispepsia
descendens. Pada muara ini terdapat
Kolik menetap, hilang timbul, mual, muntah
Spincter Oddi. Ductus hepaticus
Ikterik ringan
comunis dengan ductus choledochus
Akibat sumbatan batu pada collum vesika velea sehingga terbentuk
disebut Common Bile Duct ( CBD) .
kantong Hartmann yang mendesak CBD MIRIZZI’S Syndrome
Empedu mengandung garam empedu,
pigmen empedu (bilirubin), lechitin,
colesterol dan elektrolit. Jumlah cairan Diagnosis :
sehari 500-100 cc/hari. Vesica felea USG Akurasi 95%, tampak gambaran :
merupakan suatu kantong yang berfungsi @ Akustic Shadow batu empedunya
memekatkan dan menyimpan empedu. @ Double Layer edema dinding fesica felea
Dibagi menjadi 4 bagian : fundus ,
corpus, infundibulum dan collum. Dari Kolangiografi (oral, iv)
collum berlanjut menjadi ductus cysticus. Syarat : - kandung empedu sehat
Infundibulum menonjol seperti kantong - ductus cysticus baik
disebut kantong HARTMANN. - bilirubin < 3
Vesica felea diperdarahi oleh a. cystica
cabang a.hepatica dekstra. Ada suatu PTC d.biliaris melihat anatomi di proksimal sumbatan
daerah yang dibentuk oleh ductus ERCP papila vater melihat anatomi di distal sumbatan
cysticus, CBD, dan cabang a.cysticus Scintigraphy anatomi dan fungsi biliar/ letak kebocoran
disebut TRIGONUM CALOT, daerah CT Scan tidak khas
ini penting untuk identifikasi a.cysticus
dan ductus cysticus pada tindakan
Cholecystektomi.
Komplikasi : Terapi :
Kolik Operasi eksplorasi bilier open or laparaskopi
Keganasan akibat iritasi kronis, calcified gall bladder 20% ca vesika Tindakan setelah batu diambil, maka CBD dapat langsung tutup primer
felea atau pasang drainase temporer ( t-tube)
Kolesistitis trauma mukosa kandung empedu oleh batu
Adhes Fistel Gall stone Ileus Perforasi peritonitis By pass ke duodenum (koledokoduodenostomi laterolateral) atau
Mucocele / hidrops sumbatan pada leher kadung empedu jejenum (koledocoyeyenostomi Roux en Y )
Empyema Dilakukan bila ada striktur di duktus koledokus distal atau di papilla
vater yang sulit untuk didilatasi atau sfingterotomi
Terapi :
Non Operatif batu jenis kolesterol, berlangsung 2 bulan
Operatif : Kista Koledokus
Cholecystectomi kandung empedu & batu diambil Penyakit traktus biliaris biasanya jarang pada usia anak-anak. Kista biliaris dapat
Cholecystostomi hanya batu terjadi pada ekstra hepatal, intrahepatal, atau pada keduanya. Kista ini terdapat
pada CBD dan harus dilakukan pengambilan karena berpotensi menjadi
Indikasi Operasi ganas.
- Batu simtomatik Tahun 1723 Vater dan Ezler mendiskripsikan suatu keadaan abnormal pada
- Batu A-simptomatik : anatomi traktus biliaris, di mana terjadi pelebaran dari duktus koledokus. Mc
- diameter > 2 cm meningkatkan resiko kolesistitis Whoter pada tahun 1924 melaporkan yang pertama kali tentang eksisi kista
- Kegananasan koledokus disertai anastomosis duktus hepatis kommunis dengan duodenum
Aliran vena kolon mengikuti aliran arteri. Pada v.mesenterika superior membawa
darah balik vena porta, sedang v. mesenterika inferior v. lienalis sistem
porta
Fisisologi Kolon & Rektum
Fungsi usus besar adalah untuk menyerap air,vitamin dan elektrolit, ekskresi mukus,
serta menyimpan feses dan kemudian mendorong keluar. Dari 700-1000 ml cairan
usus halus yang diterima kolon, 150-200 ml dikeluarkan sebagai feses perharinya.
Udara yang ditelan sewaktu makan ,minum, atau menelan ludah , maka oksigen dan
CO2 didalamnya diserap usus sedangkan nitrogen didalamnya bersama gas hasil
pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Usus besar tidak menunjukkan
gerakan peristaltik yang nyata. Hanya saat-saat tertentu dalam jangka waktu yang
agak lama terjadi gelombang peristaltik yang kuat. Gerakan ini dimulai dari kolon
asenden, diteruskan kolon transversum, kolon desenden, dan sigmoid, gerakan ini
disebut gerakan massa (mass movement), yang sering dipercepat oleh adanya
makanan yang masuk gaster melalui reflek gastrokolika. Dalam keadaan normal
rektum selalu kosong, bila terjadi gerakan yang mendesak isi kolon sampai ke
rektum, maka ujung-ujung syaraf di dinding rektum akan terangsang. Akibatnya
muskulus sfingter ani relaksasi dan terjadi proses defekasi, selain juga dibantu
adanya kontraksi otot dinding perut dan penurunan diafragma yang akan menambah
desakan intra abdominal.
Etiologi
Terdapat beberapa hipotesis sebagai penyebab terjadinya karsinoma kolorektal,
antara lain ;
1. Diet rendah serat dan tinggi lemak hewani
Lemak hewani menyebabkan perubahan pola flora normal usus, dimana akan
meningkatkan asam empedu yang diduga sebagai bahan karsinogenik
2. Alkohol
Menimbulkan penurunan kadar kalsium, mengakibatkan perubahan polip
menjadi ganas.
3. Kolesistektomi
Kira2 10 tahun kemudian akan meningkatkan insiden keganasasan , dimana
seresi asam empedu meningkatkan resiko terjadi keganasan
4. Operasi diversi urin paska total sistektomy. Misal pada ana ureter dengan kolon
sigmpoid (Colon Conduit)
5. Pasca radiasi daerah pelvis tumor jinak ginekologis
4. Pada keganasan rektum, gejala yang menonjol di perasaan b.a.b tak puas. Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
Bentuk tumor yang eksofitik dan iritasi feses yang keras menyebabkan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dan kontras. Pemeriksaan
perdarahan per rektal. Infeksi sekunder menyebabkan proktitis yang ditandai ini sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian
diare palsu berupa lendir dan darah saja. Tenesmus dirasakan mula-mula pagi diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan
hari saja, tetapi lama kelamaan akan dirasakan sepanjang hari. Nyeri di daerah tambahan ditujukan pada saluran kemih untuk kemungkinan tekanan pada ureter kiri
perianal akan muncul bila tumor sudah infiltrasi ke bagian posterior yaitu atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk melihat adanya metastasis
pleksus sakralis. Pada pemeriksaan colok dubur tumor dengan mudah akan jauh. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi daerah perut, bila teraba
dapat diraba. menunjukkan keadaan sudah lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba
daripada kolon bagian lain. Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan
5. Dehidrasi & Hipokalemia akibat sekresi mukkus yang dihasilkan tumor dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh jelas penting pada semua kasus
dengan kecurigaan keganasan kolorektal. Pemeriksaan anoskopi dan sigmoidoskopi
Ringkasan klinis
serta kolonoskopi akan melengkapi pemeriksaan secara fisik. A. Kolon kanan
Pemeriksaan colon in loop dengan kontras ganda barium/udara akan sangat Ukuran lumen relatif besar, dinding tipis, mudah distensi dan isinya feces cair
membantu menegakkan diagnosis, terutama tumor yang tidak teraba dengan Gejala :
pemeriksaan colok dubur. Dengan pemeriksaan ini akan tampak gambaran kas Lemah dan mudah lelah karena anemia berat (mikrositik hipokromik)
keganasan kolorektal , lesi massa (filling defect) atau lesi konstriksi (apple-core). Perubahan kebiasaan defekasi (tidak khas), obstruksi jarang
Bila kontras tidak bisa masuk lumen usus disiapkan untuk operasi. Keluhan dyspeptik (Mencret)
Kadang teraba benjolan oleh penderita atau pemeriksa
B. Kolon kiri Penatalaksanaan
Ukuran lumen relatif kecil, feces semi solid. Karsinoma cenderung melingkari
1. Operatif
dinding usus.
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindakan bedah. Tujuan utama
Gejala :
tindakan bedah ialah memperlancar saluran cerna biak bersifat kuratif maupun
Perubahan pola kebiasaan defekasi, konstipasi semakin berat, kadang diare
non kuratif. Penilaian preoperatif yang menyeluruh hendaknya selalu dilakukan
Nyeri perut
terhadap setiap penderita, meliputi dua aspek yakni kelayakan operasi dan derajat
Perdarahan peranum
penyebaran tumor. Penilaian atas kelayakan operasi meliputi pemeriksaan klinis
Penurunan berat badan
yang teliti dengan perhatian khusus pada sistem respirasi dan kardiovaskuler serta
Terdapat obstruksi parsial / total dengan nyeri kolik abdomen
status nutrisi penderita. Penilaian terhadap derajat penyebaran penyakit hingga kini
Tidak teraba massa tumor karena terletak diposterior usus halus
masih mengandalkan pada pemeriksaan klinis bersama dengan evaluasi radiografik
sederhana. Perkembangan dalam hal pencitraan telah memungkinkan dilakukannya
C. Rektum
penilaian preoperatif yang lebih komprehensif. Filosofi umum dalam penanganan
Gejala :
penderita keganasan kolorektal adalah bahwa hampir semua penderita hendaknya
Berak berupa lendir campur darah
dipertimbangkan untuk operasi. Bahkan bila telah terjadi metastse jauh,
Merasa tidak puas setelah berak
pengambilan tumor primer biasanya akan meringankan keluhan penderita. Jika
Tidak didapatkan nyeri kecuali bila ca mengenai kanalis ani atau kulit
tumor melekat atau menginvasi organ lain disekitarnya seperti usus halus, ovarium,
Lnn inguinal perlu diperiksa dan di biopsi
atau uterus maka reseksi en bloc harus dilakukan bila secara teknis memungkinkan.
Sebagian besar teraba pada colok dubur
Adesi tersebut mungkin hanya akibat reaksi inflamasi, namun hal ini tidak bisa
dipastikan sebelum dilakukan reseksi dan pemeriksaan patologi anatomi. Kalaupun
Laboratorium adesi tersebut akibat infiltrasi tumor, tidak selalu ada keterlibatan limfonodi
Darah rutin : Hb, AL sehingga eksisi lokal secara radikal dapat bersifat kuratif. Apabila perlekatan
Urinalisa tersebut hanya sekadar dilepaskan, sedangkan pemeriksaan histopatologi kemudian
Faal Hepar : serum protein, Bilirubin, alkali fosfatase membuktikan akibat infiltrasi tumor, maka kesempatan untuk sembuh akan hilang
Faal Ginjal : ureum, kreatinin begitu saja. Bila tumor primer tidak dapat diangkat, operasi mungkin hanya berupa
CEA (Carsinoma Embrionik Antigen) N < 2,5 unit shunting atau pembuatan stoma, yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
- Diambil dari urin atau feces obstruksi. Sebelum operasi penderita hendaknya dalam keadaan fisik dan mental
- Kadar < 10 ng/ml stadium dini yang sebaik mungkin. Aspek spesifik dalam persiapan preoperasi meliputi preparasi
- Kadar > 10 ng/ml stadium lanjut kolon, antibiotik profilaksi, serta advis dan konseling perihal stoma.
------------------------------------------------- berfungsi : Prinsip pembedahan keganasan kolorektal yang dilaksanakan sekarang ini adalah
Deteksi Ca kolon & rektum ( 70% ) sederhana namun sampai pada taraf tertentu tergantung pada tujuannya, apakah
Follow up setelah tindakan 4 minggu , 3 & 6 bulan kuratif ataukah hanya paliatif. Pembedahan kuratif memerlukan prosedur radikal,
- Menentukan prognosis dimana tumor diangkat secara en bloc bersama dengan pedikel vaskuler dan
sebanyak mungkin struktur limfatiknya; batas reseksi usus harus adekuat.
Pemeriksaan Radiologis Prosedur paliatif dirancang hanya untuk menghilangkan keluhan, dapat berupa
Thorax Foto kemungkinan metastase ke paru eksisi tumor yang terbatas atau sekadar tindakan bypass saja
Barium in Loop Gambaran khas “ shouldering” atau apple core
deformity” a. Pembedahan elektif keganasan kolon.
IVP kemungkinan infiltrasi ke ureter / ginjal Kolon kanan dilakukan hemikolektomi kanan baku, dengan
Endoskopy Proktoskopi, sigmoideskopi, kolonoskopi, cystoscopi (bila curiga mengikutsertakan ileum distal sepanjang 10 cm. Arteria yang dipotong
metastase ke kandung kencing) adalah arteria ileokolika, kolika dekstra dan cabang kanan kolika media.
Anastomosis dilakukan antara ileum dan kolon transversum proksimal.
Bila klinis curiga suatu keganasan kolorektal, sedang radiologis tidak menunjukkan Prosedur yang lebih radikal adalah dengan melakukan hemikolektomi
kelainan COLONOSCOPY merupakan indikasi kanan yang diperluas. Dalam prosedur ini arteria kolika media dipotong
dekat percabangannya dengan arteria mesenterika superior.
Pertengahan kolon transversum dilakukan hemikolektomi kanan yang c. Pembedahan emergensi.
diperluas lebih jauh lagi dengan anastomosis antara ileum dan kolon Kurang lebih 20 % kasus keganasan kolorektal datang dalam keadaan emergensi,
desendens proksimal. Alternatifnya, hanya dilakukan reseksi kolon berupa obstruksi ataupun perforasi. Apabila lokasi tumor berada di kolon kanan,
transversum dan arteria kolika media saja kemudian dilakukan anstomosis secara umum dapat diterima penangannnya dalam bentuk operasi satu tahap,
kolon asendens dengan kolon desendens. berupa reseksi dan anastomosis primer. Terdapat banyak perdebatan perihal
pembedahan pada kasus keganasan kolon kiri yang mengalami obstruksi.
Kolon kiri dilakukan hemikolektomi kiri baku dengan memotong arteria Sebagian ahli bedah merekomendasikan operasi tiga tahap yaitu kolostomi untuk
mesenterika inferior. Anastomosis dilakukan antara kolon transversum dan dekompresi pada tahap pertama, reseksi tumor pada tahap berikutnya diteruskan
rektum. Sebagian ahli bedah melakukan prosedur yang lebih selektif. Pada penutupan kolostoma pada tahap akhir. Sebagian ahli bedah lain memilih operasi
tumor sigmoid misalnya, hanya dilakukan reseksi kolon sigmoid dan arteria dua tahap, yaitu reseksi tumor dan kolostomi pada tahap pertama dilanjutkan
sigmoidea kemudian dilakukan anastomosis antara kolon desendens dan penutupan kolostoma pada tahap berikutnya. Pada kasus tertentu, misalnya
rectum. tumor pada rektosigmoid dilakukan prosedur Hartmann.
Tindakan yang lebih agresif dengan satu tahap operasi, yaitu reseksi tumor dan
Adanya metastase peritoneum (peritoneal seedings), metastase hepar multipel anastomosis primer merupakan tindakan yang populer saat ini. Menurut
atau metastase pulmoner merupakan indikasi dilakukannya prosedur paliatif. beberapa penelitian tindakan satu tahap ini, dibandingkan tindakan beberapa
Dalam hal ini hanya dilakukan pengangkatan tumor primer dengan reseksi yang tahap, memberikan kualitas hidup yang lebih baik, mempunyai mortalitas dan
terbatas. Apabila tumor primer secara teknis tidak dapat diangkat, maka komplikasi operasi yang masih dapat diterima dan sangat menguntungkan
diperlukan prosedur bypass atau pembuatan stoma untuk mengatasi obstruksi. penderita karena tidak ada masalah stoma, perawatan singkat dan menghemat
biaya.
b. Pembedahan elektif keganasan rektum.
Sepertiga atas rektum reseksi anterior. Banyak penelitian 2. Terapi ajuvan
memperlihatkan bahwa reseksi anterior memberikan hasil kuratif dan Fakta bahwa angka harapan hidup penderita keganasan kolorektal yang relatif statis
seaman reseksi abdominoperineal (operasi Miles). dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini telah menstimulasi para peneliti untuk
Sepertiga bawah rektum hampir secara universal ditangani dengan reseksi mengeksplorasi bentuk-bentuk terapi ajuvan yang dapat melengkapi tindak
abdominoperineal. pembedahan. Peranan radioterapi dalam penanganan keganasan kolon sangat
terbatas. Penelitian-penelitian radioterapi ajuvan lebih terkonsentrasikan pada
Kontroversi muncul pada penanganan tumor yang berlokasi di sepertiga tengah keganasan rektum dimana rekurensi lokal merupakan masalah yang besar.
rektum. Hasil-hasil reseksi abdominoperineal memperlihatkan tidak lebih Radioterapi eksternal merupakan cara pemberian yang biasa dilakukan, pre atau
superior dari operasi yang mempertahankan sfingter anus seperti reseksi pasca operasi dengan alasan yang berbeda pada tiap kasus.
anterior rendah dan koloanal anastomosis. Apabila tumor tidak dapat Dasar pemikiran radioterapi preoperasi adalah, bahwa metoda ini akan
diangkat karena telah terfiksasi pada dinding pelvis, maka pembuatan mengurangi viabilitas sel tumor sehingga memperbaiki kontrol lokal dan
stoma merupakan pilihan satu-satunya untuk mengantisipasi terjadinya ketahanan hidup; di samping itu juga dapat mempermudah reseksi kuratif
obstruksi. melalui penurunan stadium tumor (downstaging).
Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan Dasar pemikiran radioterapi postoperatif adalah memungkinkan seleksi
sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limphe penderita dengan peningkatan rekurensi lokal berdasarkan hasil pemeriksaan
retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan histopatologi spesimen operasi.
seluruhnya dengan rektum melalui anus atau melalui abdomen. Reseksi anterior
rendah pada rektum dilakukan melalui lapartomi dan dibuat anastomosis Akan tetapi kerugiannya adalah risiko radiasi usus halus lebih besar karena cenderung
kolorektal atau koloanal rendah. Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk turun ke dalam rongga pelvis dan lebih banyak pasien yang tidak menyelesaikan
mencegah atau mengatasi obstruksi atau menghentikan perdarahan supaya terapinya oleh karena merasa telah menjalani operasi. Kombinasi radioterapi
kualitas hidup penderita lebih baik. Jika tumor tidak dapat diangkat dapat preoperatif dan postoperatif telah banyak dilakukan, namun berkaitan dengan
dilakukan diversi dengan membuat kolostomi. Pada metastase hati yang tidak peningkatan morbiditas. Bertolak belakang dengan radioterapi, kebanyakan penelitian
lebih dari dua atau tiga nodul dapat dipertimbangkan eksisi hepar. kemoterapi ajuvan lebih terfokus pada keganasan kolon dari pada keganasan rektum.
Regimen yang digunakan adalah 5-fluorouracil (5-FU) dengan atau tanpa
penambahan levamisole.
Kesimpulan yang diambil oleh Heriot dan Kumar berdasarkan review sejumlah Khemoterapi
penelitian adalah bahwa radioterapi preoperasi dan kemoradioterapi postoperasi 5 Fluorourasil merupakan suatu antinepolstik drug dengan mekanisme kerja
menghasilkan perbaikan survival penderita dengan keganasan rektum Dukes C dan sebagai suatu anti metabolik dengan menghambat enzim dalam sintesa asam
menurunkan rekurensi lokal. Sedangkan kemoterapi 5-FU postoperasi dapat nukleat.
menghasilkan perbaikan survival penderita keganasan kolon Dukes C. Namun 5 FU adalah suatu anti neoplastik dengan mekanisme kerja mengubah enzim
penggunaan dan kombinasi terapi ajuvan yang optimal masih tetap belum jelas. menjadi nucleotide dalam mekanisme penggunaan aktivitas anti neoplastik
adalah terjadinya pengurangan fosfat nucleotide dengan enzim ribonucleotide
Ringkasan Terapi difosfat reduktase pada permukaan deoxynucleotide dan terakhir terbentuknya 5-
Setelah menentukan stadium klinipatologi, penderita direncakanan untuk fluoro-2-deoxyuridine-5-fosfat (F-dUMP). Interaksi antara F-dUMP dan enzim
pengobatan. Pengobatan dibagi menjadi : thymidilate sintesa merupakan faktor penting dari aksi obat sitotoksik Aksi
sitotoksik dan toksisitas umum.
Operatif Peranan utama aksi 5-FU pada jaringan normal adalah pada sumsum tulang dan
Kuratif pengambilan / pengangkatan semua tumor
epitelium gastro intestinal dan mukosa oral. Penyerapan dan ekskresi. 5-FU
Cecum dan colon ascendens Hemikolektomi Dextra diserap secara perenteral, karena penyerapan melalui saluran cerna tidak dapat
Flexura hepatika Hemikolektomi kanan extended (luas) dipastikan dan tidak dapat diserap secara sempurna. Sedangkan proses
Kolon transversum Reseksi E to E metabolisme terjadi terutama sekali di dalam hati dan diekskresi melalui feses
Kolon descendens Hemikolektomi sinistra dan urine.Kegunaan toksisitas dan klinikal 5-FU menunjukkan bahwa obat ini
Kolon sigmoid Reseksi mengakibatkan respon pasial atau total pada 10-30% pasien dengan metastase
REKTUM : karsinoma dada dan saluran cerna, vesika urinaria, prostat dan pankreas. Tingkat
12 cm dari anus : Reseksi anterior respon yang tinggi dapat dilihat bila 5-FU digunakan dengan kombinasi
6 – 12 cm dari anus : Low reseksi / abdominal reseksi antineoplastik lain, seperti cyclophosphamide dan methotrexate (Womark et al.,
< 6 cm : Mile’s operasi / abdominoperineal reseksi 1998).
Paliatif Tumor tidak diangkat karena telah metastase. Tujuan :
menghilangkan gejala obstruksi Efek samping.
Colon kanan: Illeotransversostomi Gejala awal yang paling tidak mengenakkan adalah anorexia dan nausea,
Kolon kiri : Transvercolostomi kemudian diikuti dengan gejala diare dan stomatitis. Ulserasi mukosa usus dapat
Rektum : Sigmoidostomi terjadi menyeluruh dan mengakibatkan diare yang fluminan dan akhirnya
kematian. Leuikopenia pada umumnya terjadi antara hari ke sembilan dan
Radioterapi keempat belas setelah suntikan pertama. Anemia dan trombositopeni mungkin
Tujuan efek sitotoksik selektif pada sel tumor dengan kerusakan minimal pada juga terjadi kerontokan rambut bahkan sampai total alopecia.
jaringan normal di sekitarnya baik struktur maupun fungsinya. Dilakukan pada
pra-bedah, pasca-bedah, atau tumor yang tidak dilakukan pembedahan / Aturan penggunaannya.
inoperabe. Radioterapi paska bedah hanya diberikan pada keganasan Sesuai dengan protokol Onkologi RSUP Dr. Sardjito pemberian kemoterapi
rektosigmoid Dukes B, C dan D. Dosis 5000 cgy seluruh pelvis. dengan 5-Fluoro-Uracyl (5-FU) diberikan untuk keganasan kolorektal stadium B,
Pada kasus tanpa reseksi dan atau anastomose dilakukan segera paska bedah, C dan D, dengan dosis: (dewasa, BB 60 kg).
sedang kasus dengan reseksi dan atau anastomose dilakukan setelah 14 hari - Loadding dose: 500 mg, i.v pelan/drip, 5 hari berturut-turut.
paska bedah. - Maintenance:
Pada karsinoma rekti radiasi dapat diberikan pra bedah, pasca bedah atau pada 1 kali per minggu 500 mg i.v pelan atau
kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pembedahan. Penelitian Farmiok dan 5 kali berturut-turut, 500 mg i.v pelan setiap 4 minggu (1 bulan), lama
Levitt (1994 cit. Maryata, 1996) menunjukkan bahwa residif lokal lebih sering pemberian 48 kali.
pada kelompok yang dilakukan radiasi pasca bedah (21 %) bila dibandingkan
dengan radiasi prabedah (12%), sedangkan infeksi luka perineal lebih sering
pada kelompok yang dilakukan radiasi pra bedah (33 %), dibanding dengan
kelompok yang dilakukan radiasi pasca bedah (18 %).
KEMOTERAPI CA COLORECTAL
pemberian kemoterapi baik waktu pemberian,dosis,serta cara pemberian
yang tepat.
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
b) Pembelahan sel dan Sistem Kontrol
Operasi karsinoma kolorectal merupakan tindakan kuratif yaitu pada karsinoma Sel ganas berhubungan dengan tidak adanya mekanisme pengaturan yang
kolorektal yang masih terlokalisir atau stadium awal.Tidak semua pasien normal dari pertumbuhan sel jaringan. Pertambahan volume tumor ternyata
karsinoma kolorektal dapat sembuh dengan tindakan operasi. Angka tanpa perkecualian berlangsung lebih lambat daripada yang diharapkan
kemungkinan hidup pada karsinoma kolorektal dengan tindakan operasi saja, berdasar atas pertambahan sel.Ini dapat diterangkan dengan adanya
stadium 0 100%; Stadium I : T1-97%; T2-90%; Stadium II: T3-78%,T4-63%; kehilangan sel. Pada tumor-tumor yang tumbuh cepat sering kali di dalam
Stadium III: Semua T,N1 (1-3 Limfonodi positif),M0-56-66%, Semua T;N2(4 atau pusat tumor,karena kurangnya aliran darah terdapat nekrosis jaringan.Tetapi
lebih limfonodi regional positif) M0-26-37%;stadium IV: semua M1 (adanya yang lebih penting adalah kemungkinan adanya kematian sel yang
metastase jauh)-4% Angka kemungkinan hidup 5 tahun penderita karsinoma terprogram atau apoptosis.Bentuk fisiologik kematian sel terjadi di semua
kolorektal pada akhir-akhir ini semakin meningkat,hal ini disebabkan oleh beberapa jaringan dan merupakan bagian yang penting dari keseimbangan jaringan
hal antara lain teknik operasi yang semakin berkembang serta nutrisi dan obat-obat yang normal.Pada akhir masa hidup sel normal,intinya mengkondensasi,DNA
paska operasi karsinoma kolorektal yang semakin baik. dipecah kedalam proses spesifik yang menggunakan energi,sisa sel dibuang
Meskipun perkembangan pengobatan adjuvant akhir-akhir ini berkembang secara (biasanya melalui fagositosis oleh makrofag).Untuk apoptosis telah
cepat dan sangat maju, akan tetapi hanya sedikit saja meningkatkan survival pasien ditemukan gen-gen pengatur yang spesifik,diantaranya gen bcl-2 yang
karsinoma kolorektal dalam stadium lanjut. Atas dasar itu pencegahan primer, dalam memblokade apoptosis dan gen p53 yang menginduksi apoptosis.Teoritis
arti mencegah terjadinya karsinoma kolorektal dan pencegahan sekunder, dalam arti dapat dijumpai pertumbuhan tumor tanpa kenaikan aktivitas
menemukan kasus dalam stadium dini harus dikembangkan dalam rangka menekan pembelahan,hanya karena pengurangan apoptosis.Dalam kenyataanya pada
morbiditas dan mortalitas pasien KKR. banyak tumor terdapat kenaikan aktivitas pembelahan dan penurunan
Perkembangan obat kemoterapi baru, kombinasi obat, cara pemberian apoptosis yang relatif. Tumor menunjukan waktu duplikasi yang konstan.satu
kemoterapi,serta perkembangan obat kemoterapi adjuvant untuk keganasn kolorektal sel tumor untuk menjadi tumor dengan volume 1 cm3 dibutuhkan 30
terbukti dalam beberapa penelitian-penelitian terbaru dapat meningkatkan duplikasi.Jika dalam keadaan tertentu waktu duplikasi 100 hari dan tetap
kemampuan hidup penderita karsinoma kolorektal. konstan, maka dibutuhkan waktu 8 tahun.Dalam sepuluh duplikasi berikutnya
volume neningkat dari 1 cm3 menjadi 1000 cm 3 Ini berarti tumor-tumor
kebanyakan sudah lama ada jauh sebelum kita dapat menunjukan dengan
Prinsip Kemoterapi alat-alat diagnostik yang amat canggih.jadi seluruh periode observasi
A. Biologi sel Tumor klinik,diagnostik dan terapi berlangsung sesudah pembelahan sel ke tiga
1. Sifat Dasar Metastase Karsinoma puluh. Tingkat pertumbuhan tumor merupakan refleksi dari proporsi
Pengobatan karsinoma dilakukan dengan cara pemberian obat kemoterapi secara pembelahan aktif dari sel (fase pembelahan),lama dari satu siklus sel
sistemik,oleh karena sifat dasar dari metastase sel karsinoma yang terjadi secara (doubling time),dan jumlah sel yang mati. Variasi dari ketiga faktor
sistemik. diatas,mempengaruhi varisi waktu pertumbuhan tumor. Pertumbuhan tumor
menunjukan karakteristik dari kurva pertumbuhan Gompertzian, dimana
2. Pertumbuhan Sel Tumor doubling time dipengaruhi oleh variasi dari ukuran tumor.Tumor tumbuh
a) Toksisitas Selektif lebih cepat pada volume tumor yang lebih kecil.Pada tumor yang semakin
Tidak ada perbedaan secara khusus yang dapat dilihat pada sifat biokimia besar,pertumbuhan melambat oleh karena proses yang kompleks yang
dari sel karsinoma dengan sel-sel normal yang mengalami proliferasi secara dipengaruhi oleh kematian sel,aliran darah ke tumor serta suplay dari
cepat, misalnya pada epitel gastrointestinal,sumsum tulang belakang,dan oksigen.Kemoterapi dikembangkan dengan memperhatikan tidak adanya
kulit.Oleh karena itu efek kemoterapi baik pada karsinoma maupun sel resistensi silang,pendekatan induksi dan intensifikasi,dan regimen kemoterapi
jaringan normal sama-sama akan menerima efek terapeutik maupun adjuvant.
toksisitas.Meskipun terdapat sedikit perbedaan pada enzim di level seluler
antara sel-sel karsinoma dan sel normal,efek toksisitas hanya sedikit
berbeda,yang dapat diperkecil lagi dengan cara mempertimbangkan
3. Siklus Sel Gambar 1. mengambarkan skematik siklus sel. Dari fase G0 sel dengan stimulus
Pertumbuhan tumor biasanya mempunyai keseimbangan khas yang positif yaitu yang adekuat sel dapat kembali ke fase G1.sel postmitotik tidak dapat kembali ke
dibuat sel-sel lebih banyak dari pada sel-sel yang rusak. Tetapi,kecepatan fase G1. Fase G1 berubah menjadi fase S,dalam fase ini sel mensintesis DNA
pertumbuhan ini biasanya lebih rendah dari pada jaringan fetal normal dan untuk melipatkan dua kali material genetic sebagai persiapan untuk pembelahan.
jaringan yang dalam keadaan regenerasi. Sebelum sel membelah diri (fase-M) terdapat fase G2,dalam hal ini inti berisi
Waktu yang dibutuhkan suatu tumor untuk melipatkan volumenya,bergantung DNA dua kali lipat. Waktu minimum siklus sel,diukur pada sel dalam kultur
kepada tipe tumor dan keadaannya, dapat bervareasi dari berminggu-minggu jaringan, kira-kira 16 jam. In vivo waktu ini untuk epitel usus adalah 12
sampai bertahun-tahun.Tambahan volume ini bergantung kepada waktu yang jam,untuk epidermis 21 hari dan untuk hepar 160 hari.Lama fase S dan G2
berlangsung antara dua pembelahan sel,pertumbuhan (persentase sel-sel yang umumnya konstan. Variabilitas yang besar, juga untuk sel-sel tumor, terdapat
tumbuh aktif),dan jumlah sel yang mati dalam periode tertentu.Waktu yang dalam fase G0 dan fase G1. Terdapat sel-sel yang bertahun-tahun atau selamanya
berlalu antara dua pembelahan sel adalah penting.Waktu siklus sel sendiri berada dalam fase G0, yaitu sel yang telah berdiferensiasi dengan satu fungsi
biasanya konstan. spesifik.Terdapat sensitivitas yang sangat berbeda dari sel terhadap pengaruh
eksogen, seperti sinar ionisasi dan sitostatika, dalam berbagai fase siklus sel.
Fase S, sel mempunyai kenaikan kadar DNA (antara kuantitas diploid dan
tetraploid) maka dengan mengukur banyaknya DNA didalam inti dapat
ditentukan banyaknya sel dalam fase S dari siklus sel. Ini merupakan suatu
ukuran untuk aktivitas pembelahan sel di dalam tumor. Di dalam jaringan sel
fase S dapat divisualisasikan oleh DNA yang dilabel. Untuk itu digunakan 3H-
thymidine atau bromodeoxyuridine.
Fraksi sel yang berproliferasi dapat juga ditunjukan dengan bantuan teknik
imunohistokimia. Untuk itu digunakan antigen yang hanya berekspresi di dalam
inti sel yang membelah. Yang terkenal adalah terutama antigen Ki -67 yang
sekarang dengan antibody monoclonal(MIB-I) juga dapat dicetak dengan
paraffin) dan PCNA ( proliferating cell nuclear antigen)suatu protein penolong
dari polimerasi DNA. Kemampuan untuk menentukan fraksi pertumbuhan di
dalam tumor adalah penting karena ini mempunyai arti prosnotik; tumor dengan
fraksi fase S yang tinggi(membelah diri dengan sangat aktif) biasanya
mempunyai prognosis yang lebih jelek dari pada tumor dengan fraksi fase S
yang rendah. (Carlin,1994;Roediger 1999;Smets,1999;Wagman 2003)
e. Terapi Adjuvan
Insensitivitas relatif tidak harus menutup kemoterapi sebagai bagian dari
penanganan.Sesudah pengambilan dengan pembedahan tumor yang
makroskopik,kemoterapi adjuvan dapat memperbaiki prognosisnya dengan
mengeliminasi sisa tumor yang tampak dan penyebaran mikroskopik.situasi ini
digambarkan oleh garis C pada gambar 2.
Dari gambar 2 diatas jelas bahwa suatu jalur yang penting dari terapi, yaitu reduksi
sel dari 109 sampai dengan <1, yang sering kali tidak dikuatkan dengan
pengamatan/follow up yang nyata baik klinis maupun penunjang,sehingga sering
Gambaran skematis dari gambar 2 dapat menjelaskan pengertian-pengertian kali terjadi kekambuhan yang tidak diketahui lebih awal .
onkologik penting sebagai berikut : (Smets,1999;Moertel,1994;Ray,2003)
a. Remisi Komplit dan Penyembuhan
Tercapainya remisi komplit,artinnya reduksi sel sampai < 109 Jadi hilangnya
tumor yang kelihatan (deteksi klinis),belum berarti sama sekali bahwa penderita C. Terminologi pada pemberian Kemoterapi
telah sembuh, 1. Induksi
Misalnya tumor A setelah terapi kemoterapi memberikan efek paling sedikit Kemoterapi dosis tinggi,biasanya merupakan suatu kombinasi obat,yang
meniadakan 10 duplikasi terakhir. diberikan dengan maksud untuk memacu timbulnya remisi total pada saat
diberikan regimen terapi,terminology ini biasanya digunakan pada karsinoma
b. Kemungkinan Penyembuhan hematologi tetapi sering juga diterapkan pada tumor-tumor solid.
Penyembuhan dengan kemoterapi sebenarnya adalah suatu pernyataan
statistik.Pada skala logaritmik kurva efek dosis tidak pernah tercapai 0 (sisa sel 2. Konsolidasi
tumor 0=100% kemungkinan penyembuhan) tetapi dikatakan dengan sukses Pengulangan pemberian regimen induksi pada pasien yang mendapatkan remisi
apabila dapat mereduksi jumlah sel tumor sampai 10-1,misalnya untuk tumor A total dengan maksud meningkatkan angka kesembuhan
sesudah 6 tidakan pemberian kemoterapi,berarti kemungkinan residif 10% dan
bahwa penderita dengan kepastian 90% tersembuhkan. 3. Intensifikasi
Kemoterapi yang diberikan setelah adanya remisi komplet dengan pemberian
c. Sensitivitas intrinsik dosis tinggi regimen yang sama dengan induksi atau obat lain dengan dosis
Faktor terpenting untuk terapi yang berhasil dengan kemoterapi adalah tinggi dengan maksud meningkatkan angka kesembuhan dan lama remisi
sensitivitas intrinsik,yang dinyatakan dengan derajat kemiringan kurva efek-
dosis.Hal ini dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa malignitas yang 4. Maintenance
sensitif terapi mempunyai banyak sel,dapat disembuhkan dengan Pemberian kemoterapi dengan waktu yang lama,dosis rendah,bisa tunggal
kemoterapi,sedangkan tumor dengan jumlah sel yang sedikit tidak sensitif ataupun kombinasi kemoterapi pada pasien yang sudah mengalami remisi
dengan kemoterapi oleh karena adanya sensitivitas intrinsik dari masing masing komplet,dengan maksud menghambat pertumbuhan ulang dari sel-sel tumor.
tumor.
5. Adjuvant E. Pembagian dan Mekanisme Kerja Sitostatika
Pemberian kemoterapi dosis tinggi dalam waktu singkat,biasanya merupakan
kombinasi regimen kemoterapi yang diberikan pada pasien yang tidak ditemukan
adanya residu sel tumor setelah operasi ataupun adioterapi,yang diberikan
dengan maksud untuk mematikan residu sel tumor.
6. Neoadjuvant
Adjuvant kemoterapi yang diberikan pada periode preoperatif ataupun
perioperatif.
7. Paliatif
Kemoterapi yang diberikan untuk mengkontrol keluhan dan kualitas hidup
pasien diamana tindakan kuratif tidak bisa dilakukan lagi.
8. Salvage
Kemoterapi yang mempunyai potensial kuratif,dosis tinggi dan biasanya
kombinasi,regimen ini diberikan pada pasien yang gagal atau kambuh etelah
diberikan regimen curative kemoterapi yang lain.
Hasil Outcomes
- Adjuvan - Memberikan respon perbaikan 25-30% angka ketahanan hidup 5 tahun
30 % memberikan perbaikan angka ketahanan hidup - Memebrikan hasil yang lebih bermakna dibandingkan dengan pemberian 5-FU
Rata-rata angka ketahanan hidup 5 tahun adalah 66% secara bolus pada pengobatan paliatif pada kasus yang telah metastasis
- Metastase
Memberikan respon lebih baik 20-30 % pada angka ketahanan hidup 5 tahun Pemberian 5-FU Dosis Tinggi
Indikasi T(semua)N(semua)M1
De Gramont (5-Fluorourasil/Leucovorin) Regimen
Indikasi T(semua)N(semua)M1 - 5-FU 2600 mg/m2 iv diberikan dengan infus secara kontinyu selama 24 jam
Regimen - Pemberian diulang setiap minggu
Leucovorin 200 mg/m2 iv diberikan drip (infus) selama 2 jam
Dilanjutkan dengan pemberian 5-FU 400 mg/m2 iv bolus,dilanjutkan dengan 5- Outcomes
FU 600 mg/m2 iv diberikan dalam infus selama 22 jam diberikan 2 hari - Memberikan respon perbaikan 20-30% angka ketahanan hidup 5 tahun
berturut-turut - Tosisitas lebih rendah dibandingkan pemberian leucovorin dan 5-FU secara
Siklus pemberian diulang setiap 2 minggu bersamaan
Irinotecan C. Protokol Pemberian Kemoterapi Karsinoma Rectum
Irinotecan merupakan suatu inhibitor topoisomerase I yang baru. Obat ini disintesa 5-Fluorourasil (Adjuvant)
dari Camphoteca acuminata, suatu pohon yang berasal dari China, bekerja dengan Indikasi
mengadakan interaksi topoisomerase-I. Sebagai pengobatan lini ke dua, irinotecan - T(semua)N1-2M0
bila dibanding dengan pengobatan suportif saja atau 5FU secara infus, menunjukkan - T3-4N0M0
perpanjangan hidup (9.2 bulan vs 6.5 bulan, p=0.0001), dan ( 10.8 bulan vs 8.5
bulan, p=0.035) . Irinotecan dapat diberikan dengan dosis 350 mg/m2 setiap 3 Regimen
minggu (bagi penderita usia lanjut atau dengan status performan 2: 300mg/m2), atau - 5-FU 500 mg/m2 iv bolus hari 1-5
125mg/m2 seminggu sekali sebanyak 4 kali diikuti periode istirahat selama 2 - 5 FU 225 mg/m2/hari diberikan dalam infus,diulang tiap 5 minggu
minggu. Pemberian irinotecan tunggal merupakan terapi lini ke 2 setelah gagal - 5-FU 450 mg/m2 iv bolus
dengan 5-FU .
Sebagai pengobatan lini pertama, irinotecan plus 5-FU/FA dibandingkan dengan 5- Outcomes Respon 60% angka ketahanan hidup 5 tahun
FU/FA saja pada studi secara acak fase III menunjukkan hasil perpanjangan masa
penyakit menjadi progresif (8.5 bulan vs 6.5 bulan p=<0.001) , dan perpanjangan D. Chemoradiasi
hidup (17.4 bulan vs 14.1 bulan, p=<0.001) . Toksisitas irinotecan berupa diare dan Chemoradiasi secara uji klinis lebih memberikan hasil yang bermakna dibandingkan
sindroma kolinergik. Meskipun terdapat toksisitas namun kualitas hidup meningkat. radiasi saja atau operasi saja pada kasus karsinoma kolorekral. Radiasi diberikan
Indikasi T(semua)N(semua)M1 dengan indikasi bila tumor bed yang terletak retroperitoneal dengan T3 Nodul
Regimen Positif karena dari penelitian sebelumnya ditulis recurensi lokal sebesar 30%,selain
- Pemberian setiap 1 minggu itu digunakan untuk mengatasi recurensi lokal pada karsinoma di rektum
Irinotecan 125 mg/m2/minggu iv diberikan selama 90 menit, selama 4 minggu
berturut-turut,istirahat 2 minggu,pemberian diulang pada minggu ke 6 Fluorourasil+Leukovorin + Radiasi
- Pemberian setiap 3 minggu Radiasi diberikan 1,8 Gy diberikan dalam waktu 5 hari dalam seminggu (total
Irinotecan 350 mg/m2 iv diberikan selama 90 menit setiap 3 minggu( pada dosis pemberian 45-54 Gy selama 5-6 minggu)
penderita tua > 70 tahun,atau riwayat radiasi pada regio pelvis dan abdomen Fluorourasil 400mg/m2 IV Bolus selama 2 jam setelah pemberian
diberikan dosis 300mg/m2 iv diberikan selama 90 menit) Radiasi,diberikan pada hari 1-4 pada minggu 1-5 pembrian radiasi
Leukovorin 20 mg/m2 IV Bolus diberikan segera sebelum pemberian
Outcomes Fluorourasil
- Memberikan respon 15-30 % pada kasus yang sukar disembukan /tidak efektif
dengan pemberian 5-FU
- Respon 20-30% angka ketahanan hidup 5 tahun
E. Efek Samping Kemoterapi
Kemoterapi mempunyai mekanisme kemampuan yang cepat dalam membunuh atau
- Bermakna memberikan perubahan dalam kualitas hidup penderita
menghambat pembelahan sel kanker,yang juga mempunyai efek yang cepat pula
dalam pembelahan sel-sel yang sehat pada tubuh manusia seperti pembelahan yang
Irinotecan/Leucovorin/5-Fluorourasil cepat pada mukosa rongga mulut,mukosa pada traktus gastrointestinal,folikel
Indikasi T(semua)N(semua)M1
rambut, Sumsum Tulang belakang. Efek samping kemoterapi ,yaitu :
Regimen
Mual-mutah
- Irinotecan 125 mg/m2/minggu iv dibrikan 90 menit diikuti dengan pemberian
Efek samping mutah pada pemberian kemoterapi bervareasi tergantung jenis
Leucovorin 20 mg/m2 bolus dan 5-FU 500 mg/m2 bolus
kemoterapi,dosis,individu.Reseptor kemoterapi akan memacu daerah pada
- Diberikan kombinasi kemoterapi setiap minggu selama 4 minggu
Ventrikel empat,Cortek cerebri dan saluran cerna yang akan menimbulkan
- 2 minggu masa istirahat
rangsang mutah
- Siklus pemberian diulang setiap 6 minggu
Outcomes Nafsu makan berkurang
- Memberikan respon perbaikan 30-50% angka ketahanan hidup 5 tahun Rambut Rontok
- Memebrikan hasil yang lebih bermakna dibandingkan dengan pemberian Sariawan
Inorectan,5-FU,Leukoverin sebagai agen tunggal atau tanpa kombinasi dengan Rash pada tangan dan kaki
kemoterapi lain.
Diare f. CT Scan Thorak
Diare isotonik pada pemberian kemoterapi terjadi oleh karena terjadinya Dilakukan setiap 6 bulan,4sikluis bila telah dilakukan reseksi paru
penggudulan/semakin tipisnya mukosa usus
g. Colonoskopi diulang setiap tahun,dilanjutkan setiap 3 tahun bila :
Efek samping kemoterapi pada sumsunm Tulang Belakang meliputi meningkatnya Tidak ada polip multiple yang sinkronous
resiko infeksi (Lekopeni),Perdarahan pada luka ringan (Trombositopeni),Kelemahan Pasien ditemukan polip baru selama pengamatan
yang berhubungan dengan anemia.
Efek samping kemoterapi biasanya akan hilang bila kemoterapi dihentikan
d. Rotgen Thorak
Setiap 12 bulan,5 siklus pada Dukes B2 atau C
Setiap 6 bulan,10 siklus,bila dilakukan reseksi hepar atau adanya metastase
intra abdomen
Setiap 3 bulan selama 20 siklus bila dilakukan reseksi paru oleh karena
adanya metastase ke paru
e. CT Scan Abdomen
Setiap 6 bulan,4 siklus,dilanjutkan setiap tahun selama 3 tahun bila ada
reseksi hepar atau adanya metastase intraabdomen
Setiap 6 bulan,4 siklus,dilajutkan setiap tahun selama 3 tahun bila telah (Roediger,1994;Smets,1999; Ellenhorn,2003)
dilakukan reseksi ca recti
Sindroma Cronkhite Canada
PENYEBAB KANKER USUS BESAR Sindroma ini ditandai adanya polip pada sistem pencernaan yang lain,
hiperpigmentasi kulit, alopesia ( kebotakan ) dan kuku jari yang mengkerut. Jenis
tumor ini tidak diturunkan secara genetik dan gejalanya biasanya muncul pada
umur 60 an.
Tumor didalam istilah medis ( kedokteran ) diartikan benjolan dengan berbagai
penyebab misalnya infeksi, akibat trauma ataupun proses pertumbuhan sel/ jaringan Sindroma Peutz – Jegher
yang abnormal. Tetapi didalam istilah awam tumor diartikan sebagai pertumbuhan Sindroma ini terdiri dari polip pada sistim pencernaan dan adanya bintik
sel / jaringan abnormal atau kaknker. Sedangkan didalam istilah medis tumor kehitaman pada kulit maupun lapisan lendir ( mukosa ). Gejala yang terjadi
sebagai proses pertumbuhan sel / jaringan abnormal disebut neoplasia ( neo= baru berupa muntah, perdarahan dan nyeri perut. Banyak kasus sindroma Peutz –
plasia= pembelahan. Untuk mempermudah sebaiknya kita sebut saja sebagai tumor, Jegher disertai kanker pada pankreas, payudara dan indung telur. Penyakit ini
yang digolongkan menjadi 2 yaitu tumor jinak dan tumor ganas ( kanker ) sering muncul pada umur 10 – 30 tahun dan diturunkan ( genetik )secara
Tumor jinak berarti suatu pertumbuhan jaringan abnormal ( benjolan ) yang tumbuh dominan.
setempat. Sel-selnya tidak menyebar sehingga tidak menimbulkan efek kesehatan
yang serius, kecuali bila benjolan cukup besar. Misalnya pada usus besar akan dapat Polip Inflamasi
menimbulkan sumbatan usus. Sedangkan tumor ganas ( kanker ) adalah berjalan Inflamasi berarti radang, tipe ini dapat terjadi tunggal atau beberapa yang sering
yang tumbuh secara cepat dan sel-selnya menyebar selain ke jaringan sekitar juga disertai radang usus besar.
akan menyebar ke organ lain melalui pembuluh getah bening, pembuluh darah. Dan
sel-selnya bersifat ganas ( merusak ) sel atau organ lain sehingga menimbulkan efek Polip Hiperplastik
kesehatan yang serius. Beberapa tumor jinak dapat berubah menjadi tumor ganas. Polip ini sering disebut juga polip metaplastik. Jenis ini merupakan polip yang
Tumor usus besar baik tumor jinak maupun tumor ganas akan menimbulkan dampak banyak pada usus besar. Polip hiperplastik termasuk tumor non neoplastik/ jinak,
yang mempengaruhi fungsi usus besar sebagai bagian dari alat pencernaan. tetapi sering didapatkan bersama pada pasien dengan kanker usus besar.
Penyebabnya dicurigai adalah akibat virus.
Tumor Jinak Usus Besar ( kolon )
Polip merupakan bentuk yang paling umum pada tumor jinak kolon. Polip Polip Jinak Neoplastik
merupakan penonjolan bertangkai dari jaringan kolon yang menonjol kedalam Polip Adenomatous
saluran kolon. Adenoma kolon berarti tumor jinak pada kelenjar usus besar. Kira – kira 1/3 –
Terdapat 2 tipe polip jinak yaitu non neoplastik dan neoolastik. 2/3 penduduk Amerika Serikat umur > 65 tahun menderita polip adenoma. Polip
Polip Non neoplastik ini mempunyai 3 tipe yaitu ; tubular, tubulovillous dan adenoma tubular. Yang
Hamartoma paling banyak adalah jenis tubular ( 75 % ). Sebagian besar polip adenoma
Merupakan pertumbuhan sel kolon berlebihan secara “ normal “ , artinya sel- mempunyai. Ukuran diameter < 1 cm. Dan hanya sebagian kecil ( 4 % )
selnya tidak mengalami perubahan sifat. Jenis ini tidak berpotensi menjadi berukuran > 2 cm. Polip jenis ini mempunyai permukaan rata dan halus
ganas ( kanker ).
Polip Neoplastik Herediter
Polip Juvenile Sesuai dengan namanya polip tersebut diturunkan secara autosomal dominan.
Polip ini terutama terjadi saat anak –anak, hanya kadang –kadang terdapat Polip adenoma herediter ( familial ) merupakan tumor yang mengenai hampir
pada orang dewasa. Diagnosa diketahui oleh karena sering adanya seluruh saluran pencernaan tidak hanya usus besar. Gejala klinis pertama kali
perdarahan, prolaps dan gejala adanya nyeri perut akibat terputusnya polip dijelaskan oleh Corvisart, dan gambaran secara genetik ( keturunan ) dijelaskan
tersebut. Kadang –kadang dapat menimbulkan komplikasi invaginasi. Polip oleh Cripps. Penjelasan lebih lanjut yang bersifat autosom dominan tersebut
juvenile ini secara umum dihubungkan dengan faktor keturunan ( genetik ) ditemukan oleh Dukes dan Lockhart- Mummery. Letak gen yang membawa
yang bersifat autosom dominan. Oleh karena berhubungan dengan faktor kelainan tumor ini ialah pada lengan panjang kromosom nomor 5. Polip
keturunan, bebrapa anggota keluarganya kemungkinan juga menderita polip neoplastik herediter ini terjadi pada umur 20 tahunan, tetapi kadang-kadang
tersebut bahkan dapat dijumpai anggota keluarga yang menderita kanker terjadi pada umur lebih muda. Tumor jinak ini sangat penting oleh karena
lambung, usus dua belas jari ( usus halus ) atau kanker pankreas. berpotensi menjadi ganas ( kanker ) kasus menjadi ganas mencapai hampir 100 %,
artinya polip neoplastik herediter dapat berubah menjadi ganas apabila tidak
diterapi. Umur rata- rata saat didiagnosis menjadi kanker kurang lebih 40 tahun, Sedangkan pada sindroma Lynch II apabila kanker kolon disertai kanker pada
tetapi kadang- kadang didapatkan kasus tumor ini pada umur 10 tahunan. organ lain seperti ginjal, ureter, kandung kemih, usus halus, kandung empedu,
Manifestasi polip familial ini pertama kali dijelaskan oleh Gardner. Gejala- lambung, payudara, indung telur dan rahim. Pada pemetaan genetik kelainan
gejalanya berupa polip yang difus ( merata ) diseluruh usus besar disertai tumor ini terdapat pada kromosom nomor 2 pl5 – 16. Dan masih banyak lagi faktor-
pada organ bagian tubuh yang lain seperti tulang, kulit, lambung, pankreas dan faktor genetik pada kanker kolon yang didasarkan kelainan kromosom.
kelenjar gondok. Jenis lain dari tumor ini yang disebut sindroma Turcot
merupakan polip neoplastik herediter yang disertai tumor pada jaringan syaraf.
Sindroma ini merupakan variasi fenotip dari polip familial sindroma Gardner PENGOBATAN PADA KANKER USUS BESAR
tetapi diturunkan secara autosom resesif
Kanker usus besar (kolon dan rektum) menduduki urutan ke II dalam hal kematian
akibat penyakit kanker di Amerika (US) dengan 147.000 kasus baru setiap tahunnya.
Tumor Ganas Usus Besar ( Karsinoma kolon ) Diperkirakan pada tahun 2004 jumlah penderita yang meninggal mencapai 57.000
Epidemiologi orang. Angka kejadian global untuk kanker kolorektal sebesar 950.000 per tahun
Kasus karsinoma kolon meningkat dinegara industri dan peningkatan ini diduga dengan sekitar 50-60% telah mengadakan metastase Jadi, mereka ini merupakan
akibat pengaruh lingkungan ( pola makanan ) yang kaya lemak. Ditambah lagi kalau calon penderita yang akan mendapat terapi sistemik. Angka ketahanan hidup
secara genetik sudah terdapat kelainan tumor usus besar. penderita kanker usus besar bervariasi tergantung status penyakit. Penyakit dengan
stadium I mempunyai prognosis yang paling baik, dengan angka ketahanan hidup 5
Etiologi ( Penyebab ) tahun >80% . Penyakit dengan stadium II mempunyai angka ketahanan hidup 5
tahun yang bervariasi, 70% untuk T3N0M0, dan 30% untuk T4,N0,M0. Stadium III
Faktor Diit ( makanan )
(Dukes C) mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 30-50%, sedangkan
Diantara faktor lingkungan, diit merupakan implikasi paling sering pada
stadium IV turun menjadi 8%.
pertumbuhan kasus kanker kolon. Diit tinggi serat yang banyak terdapat pada
Akhir-akhir ini angka ketahanan hidup lima tahun untuk kanker kolorektal stadium
sayuran dan buah-buahan merupakan kunci rendahnya kasus kanker kolon
I, II dan III makin meningkat. Hal ini disebabkan karena kemajuan yang sangat pesat
seperti yang terjadi pada penduduk asli Afrika. Hipotesis ( perkiraan ) ini
dalam penatalaksanaan yang meliputi pemeriksaan penyaring (skrining),
adalah bahwa dengan diit tinggi serat menyebabkan lewatnya feses dan
kemoprevensi, pengobatan paliatif, tindakan bedah dan kemoterapi ajuvan. Beberapa
pengosongan kolon menjadi lebih cepat. Hal seperti ini membuat kontak antara
studi klinik secara acak antara tahun 1980-1990 menunjukkan bahwa pengobatan
bahan yang bersifat karsinogen ( penyebab ) kanker dengan sel permukaan
dengan kombinasi obat yang berbasis 5-fluorouracyl (5-FU) lebih superior
kolon menjadi lebih kecil . Sebaliknya diit tinggi lemak menyebabkan angka
dibanding terapi suportif saja . Diantara obat yang berperan sebagai biomodulator
kasus usus besar meningkat seperti yang terjadi dinegara- negara industri. Pola
yang sering digunakan adalah leucovorin. Obat ini dapat meningkatkan angka
makanan yang tinggi lemak ini menyebabkan peningkatan asam empedu
respon obyektif dan angka ketahanan hidup . Usaha berikutnya untuk meningkatkan
ditambah sterol maupun bakteri pada feses yang bersifat sebagai karsinogen.
efektifitas 5-FU adalah pemberian secara infus, yang dianggap cara paling efektif
Disebutkan juga bahwa alkohol pun merupakan faktor yang dapat
dan kurang toksik. Namun, peningkatan efektifitas ini masih dianggap terlalu kecil.
meningkatkan kanker kolon, walaupun mekanismenya belaum diketahui secara
Dengan datangnya obat yang lebih baru seperti irinotecan dan oxaliplatin, maka
jelas.
efektifitas menjadi sangat meningkat, meskipun efek toksiknya juga meningkat.
Perkembangan paling baru (2003), adalah penggunaan antibodi (bevacixumab dan
Faktor Genetik ( Keturunan )
cetuximab) sebagai terapi target molekul, yang makin meningkatkan efektifitas
Dengan kemajuan dibidang penelitian biomarker pengaruh genetik merupakan
terapai ajuvan kanker kolorektal.
salah satu faktor yang penting pada perkembangan kanker kolon. Pada kanker
Secara garis besar, pengobatan kanker usus besar terdiri atas pembedahan sebagai
usus besar polip adenoma seperti Hereditary. Non Polyposis Colorectal Cancer
terapi utama dan terapi tambahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesembuhan
( HNPCC ) merupakan bentuk agregasi kanker kolorektal yang diturunkan.
penderita. Tindakan pembedahan berupa reseksi usus, termasuk drainage kelenjar
Pada HNPCC lebih jelas didalam pemetaan genetik ( keturunan ) pada pasien
limfe yang terdekat. Pembedahan bersifat kuratif bila bisa mengangkat seluruh
kanker kolon. Pada silsilah keluarga nya umumnya ditemukan 3 atau lebih
bagian usus besar yang mengandung tumor, mesenterium terdekat yang
anggota keluarga yang menderita kanker kolorektal dengan salah satu
mengandung drainage kelenjar limfe, serta setiap organ ataupun jaringan yang
didiagnosis sebelum umur 50 tahun. Tumor ini diturunkan secara autosom
melekat pada tumor. Penilaian stadium penyakit merupakan faktor penting untuk
dominan seperti pada sindroma Lynch I ( kanker kolon sebelah kanan ).
menentukan pilihan terapi.
Penggolongan stadium kanker usus besar menurut AJCC (American Joint 5-FU plus Levamisol.
Committee on Cancer) / International Union Against Cancer (UICC): Levamisol, suatu obat cacing yang dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh secara
1. Stadium 0: tumor insitu (Tis), tumor masih terbatas dalam sel epitel atau pada nonspesifik, merupakan biomodulator. Pengobatan dengan kombinasi 5-FU plus
lamina propria, belum ada penyebaran ke kelenjar limfe (N0) maupun ke organ levamisol ini diberikan selama jangka waktu satu tahun.
jauh (M0).
2. Stadium I: invasi tumor sampai ke submukosa (T1) (Dukes A), atau ke
muskularis propria (T2), tetapi belum ada penyebaran ke kelenjar limfe (N0)
5-FU plus Leucovorin (Folinic Acid/FA)
Leucovorin, juga suatu biomodulator untuk 5-FU. Penggunaan leucovorin
maupun metastasis jauh (M0). Pengobatan penderita dengan tumor stadium I
didasarkan dari hasil studi preklinik yang menunjukkan bahwa leucovorin
berupa pembedahan saja, tidak perlu pemberian pengobatan tambahan.
meningkatkan kadar N5N10-methylenetetrahydrofolate, yang menyebabkan
3. Stadium II: invasi tumor ke seluruh lapisan muskularis propria hingga ke
pembentukan komplek tersier yang stabil dari thymidylate synthase (TS), suatu
subserosa, atau ke jaringan perikolon atau perirektal tetapi bukan peritoneum
koenzim 5-FU (dalam bentuk 5-fluorodeoxyuridine), dan folat. Kombinasi 5-FU
(T3) (Dukes B); atau invasi langsung ke organ/struktur lain, dan/atau
dengan leucovorin menghasilkan angka respon yang lebih tinggi dibanding 5-FU
menyebabkan perforasi peritoneum visceralis (T4), namun belum ada metastase
saja. Leucovorin bisa diberikan dalam:
di kelenjar limfe (N0) maupun organ jauh (M0). Untuk stadium II Dukes B,
beberapa studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan angka ketahanan hidup dosis rendah: 20 mg/m2, diikuti segera dengan 5-FU 425mg/m2, keduanya
bagi penderita yang mendapat terapi pembedahan plus kemoterapi dibanding diberikan secara injeksi i.v. cepat selama 5 hari berturut-turut, diulang setiap 4
dengan pembedahan saja. Namun bagi penderita stadium II yang mengalami minggu untuk selama 6 bulan (regimen Mayo Clinic).
perforasi atau gambaran patologi menunjukkan diferensiasi jelek dosis tinggi: 200mg/m2, iv selama 2 jam, diikuti dengan 5-FU 400mg/m2, i.v.
(undifferentiated), secara individual harus dipertimbangkan kemungkinan untuk bolus dan 5-FU 600mg/m2, i.v. selama 22 jam, diberikan dalam 2 hari berturut-
mendapat kemoterapi, karena meskipun sekitar 75% penderita kanker usus besar turut. Siklus diulang setiap 2 minggu (regimen de Gramont).
dapat dilakukan pengangkatan seluruh tumor, namun hampir 50% penderita
meninggal karena metastasis. Hal ini disebabkan karena adanya residu tumor Irinotecan
yang tidak dapat terdeteksi pada saat dilakukan operasi (7). Irinotecan merupakan suatu inhibitor topoisomerase I yang baru. Obat ini disintesa
4. Stadium III: tumor dengan setiap T, metastasis ke 1-3 kelenjar limfe regional dari Camphoteca acuminata, suatu pohon yang berasal dari China, bekerja dengan
(N1) (Dukes C), atau metastasis ke ≥4 kelenjar limfe regional, tetapi belum ada mengadakan interaksi topoisomerase-I.
metastasis jauh. Terapi tambahan utamanya ditujukan untuk penyakit dengan Sebagai pengobatan lini ke dua, irinotecan bila dibanding dengan pengobatan
stadium III. suportif saja atau 5FU secara infus, menunjukkan perpanjangan hidup (9.2 bulan vs
5. Stadium IV: tumor dengan setiap T, setiap N, dan telah metastasis jauh (Dukes 6.5 bulan, p=0.0001)(8), dan ( 10.8 bulan vs 8.5 bulan, p=0.035) (9).
D). Irinotecan dapat diberikan dengan dosis 350 mg/m2 setiap 3 minggu (bagi penderita
usia lanjut atau dengan status performan 2: 300mg/m2), atau 125mg/m2 seminggu
sekali sebanyak 4 kali diikuti periode istirahat selama 2 minggu. Pemberian
Pengobatan Tambahan Kanker Kolon irinotecan tunggal merupakan terapi lini ke 2 setelah gagal dengan 5-FU (10).
Sebagai pengobatan lini pertama, irinotecan plus 5-FU/FA dibandingkan dengan 5-
5-Fluorouracyl (5FU). FU/FA saja pada studi secara acak fase III menunjukkan hasil perpanjangan masa
Obat ini disintesa oleh Heidelberger pada 1957 dan digunakan sebagai terapi baku penyakit menjadi progresif (8.5 bulan vs 6.5 bulan p=<0.001) (11), dan
sejak 40 tahun yang lalu, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi. Pada perpanjangan hidup (17.4 bulan vs 14.1 bulan, p=<0.001) (12). Toksisitas irinotecan
awalnya 5-FU diberikan secara bolus i.v., namun bukti penelitian secara acak pada berupa diare dan sindroma kolinergik. Meskipun terdapat toksisitas namun kualitas
penderita kanker usus besar stadium lanjut menunjukkan bahwa pemberian secara hidup meningkat.
infus kontinyu baik dengan atau tanpa leukovorin memberikan hasil yang lebih
superior dibanding pemberian secara bolus i.v. Hal ini disebabkan karena
konsentrasi plasma cepat turun dibawah nilai ambang sitotoksik akibat degradasi Capecitabine (Xeloda)
yang berlangsung secara cepat. Keuntungan lain efek samping lebih rendah Capecitabine merupakan fluorinated pyrimidine oral yang digunakan pada kanker
dibanding iv bolus (penekanan fungsi sumsum tulang, diare, mukositis, usus besar stadium lanjut. Setelah diabsorbsi, obat ini diubah menjadi 5-FU melalui
erythrodysesthesia/hand-foot syndrome). 3 tahap: pertama, di hepar, menjadi 5’-deoxy-5-fluorocytidine, selanjutnya menjadi
5’-deoxy-5-fluorouridine oleh cystidine deaminase (dalam sel hepar dan sel tumor),
dan terakhir menjadi 5-FU oleh thymidine phosphorilase. ]
Enzym terakhir ini lebih aktif di sel tumor (13). Asam folinat tidak digunakan
dalam kombinasi dengan capecitabine karena memerlukan penurunan dosis
capecitabine tanpa peningkatan efektifitas (14).
Oxaliplatin
Oxaliplatin merupakan diaminocyclohexane platinum yang baru. Oxaliplatin lebih
dianjurkan untuk dikombinasi dengan 5FU/FA, karena pada studi preklinik telah
ditunjukkan adanya sinergi antara 5-FU dan oxaliplatin.
Sebagai terapi lini ke dua, kombinasi oxaloplatine /5FU/FA dalam regimen
FOLFOX4 menunjukkan peningkatan respon obyektif sebesar 9.9% maupun masa
bebas penyakit progresif sebesar 4.6 bulan, dibanding dengan oxaliplatin sebagai
terapi tunggal (1.3%, 1.6 bulan) atau LV5FU2 (0%, 2.7 bulan) (15).
Sebagai terapi lini pertama, de Gramont dkk meneliti regimen 5-FU bolus atau
secara infus, yang dimodulasi dengan FA (LV5FU2) secara sendiri atau kombinasi
dengan oxaliplatin (FOLFOX4). Dalam studi ini ditunjukkan bahwa terapi
kombinasi memberikan respon yang signifikan (50% vs 22%) serta perpanjangan
masa bebas penyakit progresif yang signifikan pula (16).
Anatomi Oleh Kirklin sistem dukes dimodifikasi dengan menambahkan kategori B1 dan B2.
Rektum berarti lurus, walaupun pada manusia bentuknya tidak lurus. Rectum Aster dan Coller (1954) menambahkan C1 dan C2. Modifikasi Asler Coller dari
dimulai pada titik saat kolon tidak mempunyai mesenterium. Biasanya dimulai sistem Dukes digunakan sampai saat ini, dan stage D ditambahkan untuk pasien-
didepan vertebra sacralis III. Dapat dilihat dengan bersatunya taenia menjadi pasien dengan metastase jauh (Goldberg, 1989).
musculus longitudinalis tebal yang melapisi rektum. Perbedaan dengan kolon
adalah tidak bersacculasi, tidak bertaenia atau appendices epiploicae. Histologi Grading
Rectum dapat dibagi 3 bagian berdasar letak valve houston. Dua katup terletak dikiri Hampir semua karsinoma rektum adalah adenokarsinoma, dengan pemunculan
dan satu dikanan. Valve yang ditengah (kanan) yang paling menonjol dan terletak histoligo yang berbeda. Tahun 1925 Broders membagi gambaran mikroskopik dari
pada lekukan peritoneal. Jarak valve houston tengah ini 10-12 cm dari anal verge. karsinoma rectum dalam 4 grade untuk menunjukkan tingkat defferensiasi. Grimmel
Rectum mengikuti kelengkungan sacrum dan cocigea dan berakhir 2,5 cm (pada mencoba menggunakan grading ini untuk menentukan prognosis, Grimnnel
linea pectinea) didepan ujung cocigea dengan membelok kebawah dan kebelakang menyatakan lebih praktis menentukan grade karsinoma kolorektal dalam hubungan
masuk dalam kanalis anal. Rectum disuplai darah dari 3 arteri hemorrhoidales yaitu dengan tendensi invatif secara lokal, susunan glanduler, polaritas nukleus, dan
1. A. Hemoroidalis supperior merupakan lanjutan dari a. mesenteria interior. frekuensi dari mitosis. Saat ini sistem grading dipakai seluruh dunia.
2. A. Hemorrhoidalis media (2 buah) cabang dari a.illiaca internal. Sistem grading ini telah dimodifikasi sebagai : differensiasi baik (low grade),
3. A. Hemoroidalis inferior (2 buah) cabang dari a. Pudenda interna. differensiasi sedang (average grade) dan defferensiasi jelek (high grade).
Sebagai tambahan sekitar 10-15% dari karsinoma kolorektal memproduksi musin
Aliran vena bagian 1/3 bagian atas melalui v. hemorroidalis superior yang mengalir dan disebut musinosa karsinoma. Tipe ini lebih bertendensi invasif secara lokal dan
ke v.mesentarica inferior dan selanjutnya ke v. porta 1/3 bagian media mengalir ke jauh serta membawa prognosis yang jelek. Karsinoma Signet ring sel, karsinoma
v. hemorroidalis media ke v. illiaca interna. 1/3 bagian bawah melalui v. musinosa intra seluler yang jarang juga disebut mempunyai prognosis yang buruk
hemoroidalis inferior ke v. Pudenda interna selanjutnya ke v. illiaca interna. Oleh (Goldberg 1989).
sebab itu metastase primer mengalir ke luar melalui kapiler ke hepar pada 1/3 atas
rectum. Pada 2/3 bawah rectum mungkin metastase ke pulmo.
Diagnosis KARNOFSKY PERFORMANCE STATUS
Pada sebagian besar pasien karsinoma rectum gejala yang muncul adalah minimal, Penilaiaan kualitas hidup pasien setelah terapi pada karsinoma rektum digunakan skala
walaupun karsinoma dalm stadium lanjut. Saat tumor membesar dapat Karnofsky Performance Status.
bermanifestasi dengan hemathochezia, perubahan dari kebiasaan BAB atau
kaliber tinja, nyeri pelvic (tenemus) atau obstruksi dari usus besar. Tabel IV. Skala Karnofsky Performance Status
Penemuan-penemuan klinis ini hampir semuanya terlambat bersamaan dengan 100 Normal, tidak ada keluhan, tidak ada gejala atau tanda penyakit.
pertumbuhan tumor, sehingga membutuhkan usaha untuk deteksi dini dan 90 Memungkinkan untuk melakukan aktivitas normal, dengan gejala/tenda
penanganan dini(Kodner, 1985; Schrock, 1994). penyakit minimal.
Penanganan didni pada penderita dengan riwayat adenomatous polyp dan dilakukan 80 Terganggu bila melakukan aktivitas normal, gejala/ tanda penyakit tampak
fecal occult blood test. Fecal occult blood test dianjurkan setiap tahun dan jelas.
sigmoidescopy dianjurkan 5 tahun sekali setelah berumur 50 tahun. Fecal occult 70 Mampu merawat diri sendiri, tidak mampu melakukan aktifitas normal atau
blood test ketelitiannya mencapai 70-80% pada pasien karsinoma kolorektal kegiatan aktif.
(Lieberman, 1994; Steele 1994). 60 Membutuhkan bantuan keluarga, tetapi masih mungkin melakukan
Pemeriksaan pertama adlah rectal toucher dengan dijumpai masaa keras, kasar perawatan diri sendiri.
dengan bentukan permukaan tidak teratur. Kalau gagal penderita melakukan 50 Sebagian besar dilakukan dengan bantuan keluarga dan membutuhkan
manufer valsava untuk meraba letak tumor yang tinggi. Selanjutnya adalah perawatan penyakitnya.
anoskopi/proctoskopi, kemudian sigmoideskopi yang memepunyai sensitifitas 40 Tidak mampu melakukan apa-apa, membutuhkan perawatan dan bantuan
sampai dengan 50%. Langkah selanjutnya barium enema yang dapat menilai lesi keluarga secara khusus.
sampai dengan diameter 1 cm, terutama dengan double kontras. Sensitifitas 30 Betul-betul tidak mampu melakukan apa-apa, dibutuhkan perawatan rumah
pemeriksaan mencapai 80-90%. sakit walauppun tidak terancam kematian
Pemeriksaan laboratorium dengan memeriksa carcinoembrionic antigen (CEA),
yang secara normal tidak diproduksi pada orang dewasa. CEA diproduksi oleh 20 Membutuhkan perawatan rumah sakit. Sangat menderita dan memerlukan
karsinoma kolorektal, walaupun tidak spesifik (Goldberg, 1989; Liberman 1994). bantuan aktif.
10 Dalam proses kematian/ sekarat
Terapi 0 Mati
Prinsip terapi bila memungkinkan menyelamatkan m. spincter ani dan menghindari
kolostomi. Prosedur yang dianjurkan reseksi abdominoperineal dan rektum, reseksi Karnofsky performance status dapat dibagi menjadi 3 :
anterior atau eksisi lokal. Semua tergantung dari letak, mobilitas dan staging dari 80-100% : memungkinkan untuk melakukan aktivitas normal dan tidak
tumor (Goldberg 1989 ; Schrok 1994). membutuhkan perawatan khusus.
Terapi adjuvant berupa khemoterapi dan terapi radiasi dianjurkan pada pasien 50-70% : tidak memungkinkan untuk bekerja, bisa dirawat dirumah dan dapat
reseksi kuratif. Radiasi diberikan sebanyak 5000-5500 rad dalam 5-6 minggu dengan melakukan perawatan diri sendiri, membutuhkan sedikit bantuan keluarga.
area tembak (10x10 cm) Radiasi terapi memberikan peran yang penting pada pasien 0-40% : Tidak mungkin untuk merawat diri sendiri, membutuhkan perawatan
karsinomar rektum, seperti terlihat adanya kenaikan lokal kontrol sebanyak 13 % dirumah sakit dan penyakitnya berkembang dengan cepat.
pada radiasi dan khemoterapi pasca operasi (Farniok 1994).
Kemoterapi sebetulnya mempunyai manfaat yang terbatas untuk karsinoma
kolorektal stadium lanjut. Digunakan 5 FU sebagai single agent. Dosis 12 mg/kg
berat badan per hari, intravena. Selama 5 hari dan diulang tiap 6-8 minggu. Alasan
utama pemberiannya adalah telah terjadi penyebaran limfonodi pada duke C dan
penetrasi ke serosa pada duke B (Sugar baker 1982).
Khemoterapi termasuk : terapi adjuvant, menghambat rekurensi karsinoma pada
penderita tanpa gejala penyakit yang tampak setelah terapi inisial; pengobatan pada
stadium lanjut; terapi paliatif (Formann 1994).
FISTEL ENTERO-KUTAN
Permasalahan yang sering menyertai FEK adalah kehilangan cairan dan elektrolit,
ekskoriasi kulit, malnutrisi, infeksi dan sepsis. Kehilangan cairan pada fistula
--------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 bagian proksimal dapat mencapai 4 liter perhari, penderita jatuh dalam keadaan
hipovolemik, gangguan elektrolit dan pencernaan, sehingga dapat jatuh dalam
keadaan gangguan nutrisi yang berat .
FISTULA adalah hubungan abnormal antara dua permukaan yang ditutup epitel, Menurut Terjadinya FEK dibagi menjadi :
berupa saluran berlapis epitel atau jaringan granulasi Fistula Enterokutan (FEK) • Early
adalah hubungan abnormal antara lumen usus dan permukaan kulit. – Terjadi beberapa hr setelah Pembedahan
Penyebabnya dapat primer atau sekunder akibat kebocoran anastomose atau trauma – Sbg besar disebabkan krn kesalahan tehnik operasi
operasi pada usus. Diagnosis ditegakkan secara klinis, bila diperlukan dengan tes – Tdp tanda2 peritonitis
norit dan pemeriksaan radiologis dengan kontras.. – Umumnya perlu tindakan pembedahan segera
Secara ETIOLOGI dibedakan menurut asal mula terjadinya fistula, seperti post
operatif dari hernia repair, appendisitis dll Berdasarkan hubungan dengan jaringan
sekitarnya dan panjang saluran, FEK dapat dibagi menjadi :
Simpel
Simpel bila hanya ada satu hubungan tanpa kantong abses dan salurannya
pendek
Komplek. Penatalaksanaan
Bila lebih dari satu fistula dan panjang, atau melewati beberapa organ viskus, Penanganan FEK dibagidalam 5 fase, yakni :
atau fistula berada dalam kantong abses. 1. Stabilisasi dan proteksi kulit
2. Investigasi
Fistula enterokutan bisa timbul spontan dari usus yang sudah tidak sehat akibat 3. Keputusan penanganan
proses keganasan, tetapi kebanyakan timbul paska operatif akibat kebocoran 4. Terapi definitif
anastomosis atau trauma operasi pada usus. 5. Penyembuhan
Kebocoran anastomosis usus dapat terjadi akibat :
1. Teknik operasi yang tidak baik
2. Jahitan yang terlalu tegang Dalam penentuan pilihan penanganan FEK perlu dilakukan investigasi fistula,
3. Obstruksi bagian distal sehingga dapat menjawab pertanyaan dari mana asal fistula, apakah ada
4. Penyakit malignansi pada sisi anastomose diskontinuitas saluran pencernaan, apakah ada obstruksi usus bagian distal,
5. Malnutrisi, Sepsis . bagaimana kondisi usus disekitar saluran fistula, apakah disertai rongga abses.
Untuk itu semua perlu dilakukan pemeriksaan : 4. Kontrol terhadap sepsis,
1. Fistulografi Bahwa selain langsung melalui suatu saluran, fistula dapat juga sebelumnya
2. Pemeriksaan kontras barium melalui rongga-rongga abses sebelum akhirnya muncul dipermukaan kulit.
3. Endoskopi dan deteksi kantong abses dengan USG/CT scan . Rongga-rongga abses ini tentu saja akan merupakan tempat untuk
perkembangbiakan bakteri. Untuk itu pada setiap fistula perlu diselidiki
Penanganan tergantung klasifikasi FEK. : apakah terdapat abses didalam rongga abdomen. Bisa dengan sekaligus
Konservatif pada pemeriksaan fistulografi atau memeriksanya dengan USG atau CT
FEK simpel dan tak ada penyakit penyerta, Tujuan akhir dari perawatan scan . Juga diberikan antibiotik yang sesuai dengan kultur dan sensitivitas
konservatif adalah terjadinya penutupan fistula secara spontan. tes.
Penanganan konservatif berupa resusitasi cairan awal, proteksi kulit sekitar
muara fistula dan pemberian nutrisi, baik parenteral maupun enteral, pada Operatif
kasus yang berat diperlukan parenteral total. Penanganan operatif ada 2 macam :
Kegagalan terapi konservatif dapat disebabkan diskontinuitas saluran 1. Untuk memungkinkan penutupan fistula secara spontan drainase abses,
pencernaan, adanya obstruksi bagian distal , drainase saluran fistula melewati pemasangan pipa gastrostomi atau jejunostomi.
kantong abses, infiltrasi saluran fistula oleh proses penyakit dasarnya misal 2. Laparatomi dengan reseksi anastomosis usus, mengangkat semua kantong
kolitis, keganasan, kerusakan jaringan oleh radiasi abses dan eksteriorisasi usus dengan stoma bila diperlukan
Penting untuk diketahui dalam perawatan konservatif adalah
1. Suport nutrisi, Penanganan penderita FEK dimulai dengan tindakan konservatif, kecuali ada
Problem yang terjadi bersumber pada kurang sempurnanya fungsi absorbsi indikasi untuk dilakukan tindakan operasi segera, yaitu peritonitis umum dan
dan tingginya pengeluaran cairan lewat fistula, terutama pada fistula jenis perdarahan.
high-output. Belum lagi dengan kadaan sepsis yang mungkin menyertai, Tindakan operatif diperlukan apabila terdapat obstruksi bagian distal, kantong abses,
sehingga banyak pasien jatuh dalam keadaan malnutrisi. Penghentian kontinuitas terputus, fistula mukokutaneus atau dengan perawatan konservatif
makan dan minum lewat oral adalah baik untuk mengurangi jumlah cairan selama lebih dari 6 minggu atau tidak sembuh .
fistula dan sekresi intestinal. Beberapa pasien bahkan seringkali ada yang Tindakan operatif berupa laparatomi eksplorasi, reseksi anastomosis, atau dengan
memerlukan nutrisi parenteral jangka panjang. Dengan membaiknya diversi eksterna.
kondisi nutrisi dan istirahatnya usus, jenis fistula tertentu akan dapat
menutup secara spontan.
3. Menjaga kulit,
Cairan intestinal akan menyebabkan ekskoriasi dan rasa tidak enak pada
kulit pasien, sehingga bagaimanapun caranya diusahakan agar jangan
sampai mengenai kulit. Pengurangan jumlah pengeluaran cairan lewat
fistula, disamping sangat berguna untuk mengurangi kehilangan cairan dan
lektrolit, juga sangat membantu dalam pengelolaan terhadap iritasi kulit
oleh cairan fisatula.
Catatan --------------------------------------------------
Penatalaksanaan Bedah
• Buka luka lama seluruhnya, dpt diperluas.
• Bebaskan semua perlekatan, dr Lig Treitz – Valv Bauchini
• Cuci rongga abd dg NaCl 0.9 %, sebanyak mungkin kira2 5 liter
• Pilihan penatalaksanaan pd kebocoran anastomosis
– Kebocoran kecil pd Px dg kondisi baik, pus minimal, tindakan adalah
reseksi anastomosis ulang, Penjahitan lgs pd daerah yg bocor sgt tidak
dianjurkan (keadaan Px tdk sebaik pd saat Ox Pertama)
– Bl Meragukan reseksi ulang & keluarkan sebagai stoma
• Pd daerah kolon keluarkan sebagai stoma
• Untuk duodenum, anjuran adalah dijahit ulang & psg drain
• Menghilangkan daerah abses dg drenase yg baik
• Luka Ox dijahit jarang untk drenase
Lindungi kulit
• Buat stoma diatas fistula
• Atasi iritasi kulit dg melokalisir fistula, tampung dg stoma bag
• Atasi maserasi kulit dg Ointment, atau obat topikal lainya, penutup luka lainya
spt tegaderm, intersheet thin
GASTER
yang merupakan cabang
a. lienalis.
------------------------------------------------ RD - Collection 2002 -------------------------------------------- Arteria gastrika dextra merupakan cabang a.hepatica propia dan berjalan dibelakang
- curvatura minor, sedang a.hepatika propia berjalan di1igamentum hepatoduodenale.
Persyarafan simpatis gaster seperti biasanya melalui serabut syaraf yang menyertai
arteri. Impuls dihantarkan melalui serabut efferent saraf simpatis. Serabut syaraf
Anatomi parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurusi sel parietal di fundus dan corpus
Gaster merupakan bagian gastrointestinal yang terletak diantara oesofàgus dan dan sel ini berfungsi untuk menghasilkan asam gaster. Nervus vagus anterior
duodenum. Terdiri dari : memberi cabang ke kantong empedu, hati dan anthrum sebagai syaraf Latarjet
1. Cardia merupakan muara oesofagus. anterior, sedangkan n vagus posterior memberi cabang ke ganglion seliakus untuk
2. Fundus adalah bagian gaster yang timbul disebelah kiri cardia. organ visera gaster dan ke anthrum sebagai syaraf Latarjet posterior.
3. Corpus merupakan bagian utama dari gaster dan kelanjutan dari fundus.
Berdasarkan faalnya gaster dibagi menjadi dua bagian yaitu tiga perempat proximal
Corpus berlanjut membentuk anthrum pyloricum dan berakhir sebagai pylorus, yaitu yang terdiri dari fundus dan corpus yang berfungsi sebagai penampung makanan
muara gaster dalam duodenum. Gaster mempunyai permukaan anterior dan serta memproduksi asam gaster dan pepsin. sedang seperempat distal atau anthrum
posterior, batas medial sebagai curvatura minor. Sedangkan batas lateral sebagai berfungsi untuk mencampur dan mendorong ke duodenum serta memproduksi
curvalura mayor. Lapisan otot gaster atau tunika muskularis adalah motor gaster gastrin. Kemampuan gaster menampung makanan kurang lebih 1500 cc, karena
yang terdiri dari serat otot polos. Otot ini terdiri dari lapisan dalam yang sirkuler dan mampu menyesuaikan ukuran dengan kenaikan tekanan intraluminer tanpa
lapisan luar yang longitudinal. Ada lapisan yang paling dalam yang terdiri dari serat gangguan peregangan dinding
oblique yang membentang dari insisura cardiaca sampai perbatasan corpus dan pars
pilorika. Pars pilorika terdiri dari dua gelung otot sirkuler yang dihubungkan oleh
jaras otot longitudinal. Dilatasi Gaster ------------------------------- RD - Collection
2002
Vaskularisasi gaster berasal
dari truncus celiacus yang
merupakan cabang dari
aorta dan mensuplai
Dilatasi gaster adalah suatu keadaan adinamik dari gaster yang berakibat
terjadinya distensi yang luar biasa dimana didalamnya berisi udara dan cairan.
seluruh gaster, hepar, lien,
Dilatasi gaster merupakan keadaan akut abdomen yang mengancam jiwa dan
sebagian duodenum serta
memerlukan tindakan medis dan mungkin pembedahan segera. Dilatasi gaster
pancreas.
berarti distensi atau pembesaran gaster. Ini mungkin berhubungan dengan volvulus
Truncus celiacus bercabang
atau torsi gaster, ataupun puntiran gaster pada aksis panjangnya. Sekali gaster
menjadi a.hepatica
terpuntir isi dari gaster tersebut terperangkap didalam dan membentuk gas. Gaster
komunis, a. gastrica sinistra
mengalami pembesaran (distensi) dan terjadi penekanan arteri-arteri dan vena-vena
dan arteria lienalis (trias
besar dalam cavum abdomen, menghambat aliran darah dan menjadikan tekanan
Hailer).
darah ke organ tersebut berkurang. Jika hal ini terjadi, maka akan terjadi
Arteria hepatika komunis
peningkatan denyut jantung dan nadi menjadi lemah dan akan berlanjut menjadi
memberi cabang
syok. Dilatasi gaster yang cukup besar dapat menggeser kedudukan lien dan dapat
a.gastroduodenalis dan
menghentikan sirkulasi darah ke lien yang menyebabkan udem lien sampai dengan
a.gastroduodenalis memberi
nekrosis. Semua kejadian tersebut dapat terjadi dalam hitungan menit sampai dalam
cabang a. gastroomentalis
hitungan jam, jika keadaan ini terjadi maka diperlukan tindakan medis ataupun
dextra dan menuju
bedah segera.
curvatura mayor serta
Dilatasi gaster bisa terjadi secara mekanis maupun fungsional. Dimana mekanis
beranastomose dengan
yaitu adanya sumbatan didaerah gastric outlet, dan biasanya berakibat dilatasi gaster
a.gastroomentalis sinistra
yang kronis. Sedang pada yang fungsional biasanya merupakan komplikasi dari
operasi , trauma berat. Gerakan peristaltik dikendalikan oleh sistem saraf enterik.
Adanya manipulasi bedah dan anestesi mengakibatkan pengurangan aktivitas kekuatan
dorong usus atau post operative i1eus.
Peristaltik biasanya kembali normal setelah 24 jam pasca operasi. Sedangkan
setelah laparotomi peristaltik gaster kembali normal setelah 48 jam.
Patologi
Walaupun gaster mampu untuk adaptasi dengan mudah pada penambahan isi
Dilatasi gaster akut bisa juga merupakan komplikasi post operasi yang dapat
maupun peningkatan tekanan intra gastric yang digunakan sebagai mekanisme
merupakan penyulit pasca bedah. Sebab dilatasi dapat sangat besar sehingga bisa
adaptasi namun kadang melewati batas fisio1ogis. Penambahan tekanan intra gastrik
berakibat fatal. Apabila ditangani secara cepat akan segera kembali normal namun
dapát berakibat terjadinya obstruksi venosa dan mukosa, yang berakibat terjadinya
jika terlambat bisa berakibat fatal oleh karena bisa berakibat gangguan elektrolit,
peregangan dan perdarahan, dan jika berlanjut akan terjadi nekrosis dan perforasi.
syok, terjadinya kolaps paru dan torsi jantung.
Wharton melaporkan telah melakukan operasi pada 3 pasien dilatasi gaster akut pada
penderita Prede Willi syndrome. Dimana gaster tampak adanya ischemic
Etiologi gastroenteritis, infark mukosa yang difus dengan multifocal transmural necrosis.
Distensi gaster juga akan berakibat menekan diafragma sehingga dapat berakibat
Secara garis besar dilatasi gaster disebabkan oleh obstruksi mekanik dan kelainan
terjadinya kolaps lobus inferior paru kiri juga bisa terjadi rotasi jantung dan
fungsional. Obstruksi mekanik misalnya pada gastric outlet obstruction, dimana
obstruksi vena cava inferior serta terjadinya volvulus. Volvulus gaster bisa terjadi
gaster disini dapat sangat besar dan berisi cairan sampai 5 liter dan juga udara.
karena dilatasi gaster , dimana axis rotasinya adalah cardia dan pilorus atau disebut
Ulkus peptikum juga merupakan sebab terjadinya sumbatan pada gastric outlet,
organo axial volvulus, atau garis yang melintang di tengah gaster antara curvatura
keadaan ini bisa terjadi oleh karena spasme, odema, inflamasi dan scar. Dan
minor dan mayor atau disebut, mesenteroaxial volvulus. Kasus volvulus ini
letaknya biasanya pada bulbus duodenum atau pilorus dan jarang pada daerah
kebanyakan terjadi pada abnormalitas diaphragma, misal eventerasio ataupun hernia
antrum distal. Hipertropi pilorus juga sering sebagai sebab terjadinya dilatasi gaster ,
Terjadinya distensi gaster yang akut juga disebabkan oleh karena vagovagal respon
dimana hipertropi otot pilorus bisa idiopatik, bisa juga karena gastritis ataupun ulkus
yang ditandai oleh adanya bradikardi keringat dingin, pucat, hipotensi dan
peptikum.
abdominal pain. Dilatasi gaster juga akan berakibat terjadinya hipokloremia,
Pada bayi bisa juga terjadi hipertropi pilorus , dimana biasanya terjadi setelah
hipokalemia, alkalosis oleh karena keluarnya cairan dan elektrolit. Schwarts
minggu pertama, yang ditandai dengan muntah yang proyektil dan palpabel dengan
mengatakan terjadinya dilatasi gaster berakibat terjadinya pemendekan sfingter
pemeriksaan.
esopagus bagian bawah, sehingga berakibat pengurangan resistensi sfingter terhadap
Karsinoma gaster merupakan penyebab ke dua terjadinya sumbatan pada gastric
refluk. Distensi gaster yang masif biasanya merupakan hasil aerophagia yang terjadi
outlet. Dimana gambaran anuler biasanya terlihat pada daerah anthrum. Prolaps dan
karena penambahan pharingeal swallowing. Dimana setiap sekali terjadi pharingeal
polip antrum dapat sebagai penyebab terjadinya sumbatan, biasanya terjadi secara
swalowing menghasilkan cairan gaster 2 cc.
intermiten.
Dilatasi gaster juga bisa terjadi pada obtruksi duodenum ataupun usus halus bagian
atas. Misal adanya Arteria Mesenterica Syndrom ,dimana disini duodenum pars tiga Gambaran Klinis
tertekan oleh arteri mesenterika superior sehingga terjadi dilatasi duodenum dan Akut
gaster, dilatasi disini bisa kronis maupun akut. Dilatasi gaster akut biasanya terjadi setelah adanya trauma operasi abdomen
Dilatasi gaster tanpa obstruksi mekanik atau dilatasi fungsional bisa terjadi pada ataupun anestesi inhalasi dengan menggunakan face masks dan perut dapat
komplikasi pasca operasi perut, setelah trauma berat pada thorak dan tulang sangat distensi. Adapun gejala yang mungkin timbul pada penderita dilatasi
belakang, pada pasien yang immobilisasi, adanya penyakit inflamasi pada abdomen gaster akut adalah:
misal peritonitis, pancreatitis, appendisitis. Dilatasi juga bisa terjadi pada pasien 1. Distensi perut bagian atas
dengan abdominal pain yang berat misal pada kolik bilier maupun rena1. 2. Pucat
Pasien pasca vagotomi juga dapat terjadi dilatasi gaster dengan prosentase kurang 3. Bradikardi
lebih 10%, baik truncal, selective ataupun hyghly selective vagotomy Pasien pasca 4 .Hipotensi
operasi, ataupun anestesi dengan menggunakan face mask dapat terjadi dilatasi 5. Regurgitasi
gaster akut segera setelah operasi. 6. Shock
Selain itu pasien diabetes dan penggunaan obat misal atropin dan anticholinergic, 7. hiccup /tersedak
elektrolit imbalance, koma, keracunan obat, aerophagia dan kelainan yang idiopatik 8. Gejala gangguan elektrolit
bisa berakibat terjadinya dilatasi tambung.
Yang harus diwaspadai pada penderita dilatasi gaster akut adalah penderita
dapat dengan cepat menjadi shock. ini biasanya terjadi pada awal pasca
operasi dan masih dalam pengaruh pembiusan.
Mungkin terjadi secara klinis tidak ada tanda yang mencolok kecuali ulu hati
yang tidak cekung namun pasien sudah jatuh dalam keadaan shock.Keadaan
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dilatasi gaster adalah:
dapat manjadi lebih buruk apabila terjadi vomitus disertai dengan aspirasi dan
1. Pemberian cairan dan elektrolit
adanya perdarahan gaster
Pemberian caiaran dan elektrolit secara intra vena akan segera menolong
penderita dari shock yang irreversible .Terutama pada penderita dilatasi gaster
kronis. yang akut.
Dilatasi gaster kronis biasanya disebabkan oleh karena obstruksi mekanik, 2. Pemasangan nasogastric aspiration
misal adanya sumbatan pada gastric outlet contohnya pada pyloric stenosis, Penanganan dilatasi gaster akut sesungguhnya simple , namun jika tidak
dan adanya external traction misal adhesi ataupun adanya desakan tumor pada dilakukan segera dapat berakibat fatal., yaitu pemberian nasogastric aspiration
daerah pylorus. Disamping itu adanya atonia usus juga bisa berakibat untuk mengeluarkan cairan dan udara. Gaster biasanya membutuhkan waktu 24
terjadinya dilatasi gaster kronis, misal pada penyakit Rickets dan malnutrisi sampai 48 jam untuk kembali normal. Sehingga selama periode ini pemasangan
berat naso gastric tube tetap dipertahankan .
Penderita dengan operasi Bilroth I juga bisa berakibat terjadinya dilatasi gaster
kronis, dimana disini bisa terjadi scar ataupun distorsi pada daerah 3. Medikamentosa
gastroduodenal anastomosis.Disini pasien timbul gejala perut terasa penuh dan
tidak nyaman, muntah dan adanya gambaran gaster yang di1atasi. 4. Pembedahan.
Atoni serta pengosongan yang lambat dari gaster merupakan komplikasi awal Pembedahan diperlukan apabila ditemukan adanya tanda -tanda nekrosis dan
dari vagotomi, dimana ini terjadi karena tidak adanya koordinasi peristaltik perforasi. Warthon melaporkan ada 6 pasien dilatasi gaster akut, 3 pasien dengan
karena hilangnya singgle dominan pace maker. Disini akan terjadi dilatasi nekrosis gaster, 2 pasien sembuh spontan dan satu pasien meninggal karena
gaster yang bersifat kronis dengan gejala yang dominan adalah adanya nausea sepsis dan gangguan koagulasi. Tiga pasien yang terjadi nekrosis dilakukan
dan kembung. operasi gastrektomi. Willeke juga melaporkan telah melakukan operasi reseksi
Dilatasi gaster kronis juga terjadi pada penderita sindroma arteria mesenterika gaster pada pasien wanita 19 tahun pada penderita dilatasi gaster akut dengan
superior, dimana gejala yang timbul adalah nyeri epigastrik dengan rasa penuh nekrosis pada penderita anorexia nervosa!12. Eggerdottir melaporkan adanya
dan adanya kembung sesudah makan serta adanya muntah. Gejala ini biasanya dilatasi gaster dengan volvulus pada 31 anjing , dimana 21 anjing dilakukan
intermiten dengan periode tiap minggu atau bulan. operasi reposisi dan gastropexy serta 10 anjing hanya dilakukan reposisi tanpa
gastropexy. Ternyata yang tidak dilakukan gastropexy terjadi rekuren sebanyak
Radiologi 50%. Sedangkan yang dilakukan gastropexy tidak ada yang rekuren
Gambaran radiologis pada penderita dilatasi gaster karena obstruksi mekanik bisa
Pada penderita dilatasi gaster kronis penatalaksanaannya tergantung pada
sangat besar , yaitu akan tampak gambaran large air-fluid level. Gambaran pada
penyebabnya. Pada penderita dilatasi gaster pasca vagotomi penatalaksanaanya
stenosis pilorus adalah gaster distensi dengan air fluid level dengan gambaran udara
dengan pemasangan nasogastrc tube, pemberian obat berupa obat prokinetik seperti
yang sedikit pada usus.
metchlopropamid. Dan apabila gejalanya terlalu berat bisa dilakukan operasi dengan
Pada penderita hipertropic pilorus pada pemeriksaan barium akan tampak
melakukan reseksi gaster. Pada penderita dengan hipertropi pilorus pada anak dapat
pemanjangan dan penyempitan kanal pilorus serta gambaran gaster yang diIatasi.
dilakukan piloroplasti cara Ramstedt, sedangkan pada dewasa menggunakan
Gambaran radiologi pada sindrom arteria mesenterika superior dilakukan dengan
metode Heineke-Mikuliez dan metode Finney.
pemeriksaan barium meal, dimana akan tampak garis linier ekstrinsik yang menekan
Dilatasi gaster pada penderita pasca operasi gaster misal pada operasi Bilroth I dan
pada duodenum pars tiga .
II, dimana biasanya terjadi gangguan pengosongan gaster oleh karena hubungan
gaster dan usus tertutup oleh udem, terlipat, invaginasi atau penyebab mekanis
lainya. Tindakan awal adalah pemberian cairan dan elektrolit, kemudian
pemasangan nasogastric tube, namun apabila gagal dilakukan relaparatomi. Dilatasi
gaster kronis akibat adanya sindrom arteri mesenteria superior penatalaksanannya
yaitu dengan pemasangan nasogastnc tube, posisi knee-elbow setelah penderita makan Paul Caseel et al 1976, menemukan lokasi terbanyak pada korpus (35%), Pilorus
supaya isi gaster cepat kosong atau operasi duodeno jejunostomi. (29%), Fundus (16%), ekstensif (13%), dan leather bottle (7%).
Ahli patologi, radiologi dan endoskopi membagi KLLdengan klasifikasi Borman. Melalui deteksi dini dan pembedahan dini dapat dicapai penyembuhan permanen
1. Tipe I polipoid dan ketahan hidup 5 tahun meningkat. Nilai harapan hidup ditunjang dengan reseksi
2. tipe II ulkeratif luas untuk mendapatkan sayatan bebas tumor dan diseksi luas kelenjar. Diseksi luas
3. tipe III ulkeratif dan infiltratif kelenjar sangat menunjang harapan hidup, meskipun sudah lanjut (X De Arextabala
4. tipe IV lesi difusi infiltratif atau linitis plastika (glen RD 1989). cit John Pitter 1990). Namun demikian makin luas reseksi makin tinggi angka
komplikasi. Sehingga dengan demikian, beberapa pakar yang bersifat moderat
mengungkapkan bahwa reseksi luas (gastrektomi total) dan diseksi luas kelenjar,
hasilnya tidak jauh berbeda dengan reseksi subtotal tanpa deseksi luas kelenjar.
X De Arexcabala 1987, menggunakan tindakan bedah sesuai dengan letak tumor : Menurut The Japanese Reserch Society for Gastrik Cancer membuat klasifikasi
1. Tumor terletak di proksimal lambung dilakukan gastrektomi total disertai reseksi lambung berdasarkan radikalitas ( R ).
splenektomi dan reseksi ekor pankreas. Pada R 1, pembersihan limfonodi terbatas pada group nodus primer yaitu
2. Tumor terletak di bagian tengah lambung atau distal lambung, dilakukan sekeliling kardia, sepanjang kurvatura mayor dan minor, dan sekitar pilorus.
gastrektomi subtotal. Pada R 2 terdapat penambahan pembersihan limfonodi di sekitar arteri utama
3. Pankreas ikut terlibat, tanpa anak sebar yang jauh, dilakukan yaitu : a. gastrika kiri, a. coeloaca, a. hepatik komunis, a. lienalis. Disamping itu
pankratikoduodenektomi. limfonodi di retropankreatik dan reseksi pada korpus dan ekor pankreas.
Pada R 3 reseksi meluas pada limfonodi di porta hepatis, di belakang kaput
Bila fasilitas pemeriksaan potong beku ada, dinding sayatan harus diperiksa. Bila pankreas, sekitar mesenterium, sekitar limfonodi paraaorta. Kadang melibatkan
tidak ada fasilitas, Maruyama et al (cit John Pitter 1990), menganjurkan reseksi kolektomi parsil, hepatik lobektomi, sub total pankreatiktomi,
paling sedikit 2-5 cm dari tepi luar tumor. pankreatikoduodenektomi.
Untuk melakukan deseksi kelenjar limpe, perlu dipahami secara klinik penyebaran Mengenai perluasan reseksi lambung adalah sebagai berikut : bila tumor stadium
kelenjar limpe dengan lokalisasi tumor. awal dan sirkum skrib sayatan tepi batas tumor 2 cm dan bila lesi lanjut dan
1. Tumor terletak disatl lambung, yang terserang kelenjar sepanjang ke dua infiltratif maka tepi bebas tumor 5 cm.
kurvatura dan sekitar pylorus, sepanjang a. gastrika sinistra dan a. hepatika.
Disamping disekitar daerah cabang-cabang limpe dan limpe sendiri. Dilakukan gastrektomi total bila :
2. Tumor terletak di tengah lambung , kelenjar yang paling diserang sepanjang 1. Jarak tepi irisan proksimal sampai kardia kurang dari panjang yang diperlukan
kurvatura mayor dan minor, sekitar pilorus dan sekitar jungciton untuk memperoleh tepi bebas tumor.
eshophaghogastrik. 2. Tumor melibatkan 2 atau 3 bagian lambung.
3. Tumor yang terletak pada proksimal lambung, , penyebaran sepanjang kurvatura 3. Karsinoma difuse tidak tergantung ukurannya, (CS. Humprey et al, 1988).
minor, sekeliling junktion eshophagogastrik dan sekitar pembuluh-pembuluh
limpe (X De Arexabalacit. John Pitter, 1990) lihat tabel 1 dan 2. Omentum minus harus dibebaskan dari hati. Penghilangan omentum mayus harus
termasuk lamina anterior dari mesokolon tranversum (bursektomi) guna menjamin
Kelenjar limpe regionalis lambung a/v kolika dan menghilangkan limfonodi yang menyertai pembuluh darah.
Group 1 paracardial kanan Group 9 A. coeliaka
Group 2 Paracardial kiri Group 10 Hilus lien Reseksi kuratif adalah
Group 3 Kurvatura minor Group 11 A.Lienalis 1) tidak ada sisa di peritoneum dan hati,
Group 4 Kurvatura mayor Group 12 Pedikle hati 2) lapisan serosa tidak terlibat tumor,
Group 5 Suprapilorik Group 13 Retropankreatik 3) tepi bebas tumor,
Group 6 Infrapilorik Group 14 Cabang mesenterik 4) reseksi melebihi level nodus yang terlibat N. bila level R sesuai dengan N, reseksi
Group 7 A. gastrika Group 15 A. kolika media dikategorikan reseksi kuratif relatif.
Group 8 A.hepatikuskomunis Group 16 Para aorta
Masih terdapat kontroversi mengenai metode rekontruksi sesudah reseksi lambung.
Dan berbagai prosedur dapat dibagi atas dasar prosedur duodenal by pass dan
Kelompok kelenjar limpe sekitar lambung yang berhubungan dengan letak tumor rekonstruksi dimana memulihkan kontinuitas duodenum. Yang terpenting apakah
Letak tumor R1 R2 R3 sesudah reseksi lambung, kuratif ataukah tidak. Bila reseksi kuratif rekontruksi
Lambung distal 3,4,5,6 1,7,8,9 2,10,11,12,13,14 harus mengembalikan kontinuitas duodenum, sehingga dengan demikian tercapai
Lambung tengah 1,3,4,5,6 2,7,8,9,10,11 12,13,14 pemberian nutrisi yang baik.
Lambungproksimal 1,2,3,4 5,6,7,8,9,10,11 12,13,14 Penderita dengan gastrektomi distal dan kuratif, prosedur Bilroth I merupakan
Seluruh lambung 1,2,3,4,5,6 7,8,9,10,11 12,13,14 tindakan terpilih. Bila penderita dengan gastrektomi total atau subtotal kuratif
dipergunakan interposisi yeyunal. Bila penderita dengan reseksi non kuratif
pilihannya adalah duodenal by pass (polia untuk gastrektomi distal dan Roux en Y
atau loop jejunustomi dengan entero enterik anastomose untuk reseksi ekstensif).
Beberapa gejala yang memerlukan tindakan paliasi adalah : sakit, muntah, nyeri
menelan, perdarahan dan kelemasan. Yang paling baik melakukan gastrektomi
paliatif. Bila keadaan memungkinkan diperlukan gastrektomi total. Bila tumor non
resektable dan terletak di anthrum, dilakukan gastrojejunustomi antekolika. Jejunum
dianastomosekan dengan kurvatura mayor. Pada karsinoma di antrum dan
inoperable dilakukan Devine’s exclusion by pass operation. Bila terdapat nyeri
menelan dan pada antrum dilakukan intubasi dengan tube celestine.
Kista Hepar
Kista Traumatika, biasanya akibat tidak langsung dari trauma tumpul abdomen.
---------------------------------------------------- RD - Kista dibatasi oleh jaringan granulasi dan jaringan fibrous. Kista ini dapat
Collection 2002 berhubungan dengan sisten bilier dimana bila terjadi perdarahan pada kista
akan mengakibatkan hemobilia. Kista traumatika dapat ditemukan beberapa
Pendahuluan hari sampai beberapa bulan setelah trauma.
Kista hepar merupakan suatu kelainan yang jarang dijumpai pada anak. Pada Teratoma dan mesenchimoma bisa juga terjadi seperti massa kistik. Tetapi hal ini
pemeriksaan fisik penderita dengan distensi abdomen, kadang disebabkan oleh sangat jarang.
adanya suatu kista hepar. Biasanya kista hepar berbentuk soliter tunggal tanpa gejala
Diagnosis kista hepar dapat ditegakkan dengan suatu pemeriksaan fisik dengan
yang menyolok. Baru setelah kista begitu besarnya, akan menimbulkan keluhan rasa
ditambah pemeriksaan penunjang berupa Ultrasonografi atau CT Scan abdomen
tidak enak dan adanya masa intra abdominal.
berupa suatu lesi bulat atau oval dengan ukuran beberapa milimeter sampai lebih
Kista hepar yang disebut juga non parasitic or solitary cyst adalah suatu bentuk dari 20 cm.
kelainan pada hepar yang biasanya asimptomatik. Berdasarkan tempatnya, kista
Prinsip penanganan kista hepar adalah: apabila kista kecil dan asimptomatis maka
hepar dibedakan menjadi tiga:
dibiarkan saja. Bila kista besar dilakukan reseksi. Kista besar yang berhubungan
1. Intrahepatik dengan sistem bilier harus dilakukan kolangiografi dilanjutkan dengan drainage
internal.
2. Parsial intrahepatik
3. Ekstrahepatik.
lainnya seper ti CT scan mempunyai ketepatan diagnosis 92,6%, angiografi
hepatik 90,5% dan scintigrafi 98,5%. Sedangkan pemeriksaan USG tidak infasif
Karsinoma Hepatoselluler --------- RD - dan tidak
Collection 2002
terlalu mahal diabndingkan dengan pemeriksaan lain dan mempunyai ketepatan
diagnosis yang tinggi dalm mendeteksi karsinoma hepatoseluler fase dini yaitu
Karsinoma primer pada hepar adalah jarang, terdapat 1,87% yang ditemukan pada 100% (Pusponegoro, 1983).
otopsi, dan merupakan 2,5 % dari semua kanker di USA (Muller TR, 1980)
Pengenalan sifat dan gejala klinis, prosedur diagnosis akan sangat membantu Terapi
menegakkan diagnosis secara dini dan merupakan faktor utama untuk penanganan 1. lobektomi kanan atau kiri,
tumor ini dengan baik. Penanganan karsinoma primer hepar pada umumnya dengan 2. extended lobektomi,
operasi baik lobektomi maupun radikal partial hepatektomi. Mortalitas operasi 3. segmentektomi
sangat tinggi sampai dengan 25%. Dilaporkan satu kasus wanita, 65 tahun dengan 4. ligasi arteria hepatika atau diarterialisasi dengan sitostatika.
keluhan utama adanya benjolan di bagian perut bagian atas tengah, yang dilakukan
operasi dengan reseksi hepar dan gaster. Hasil dari patologi anatomi adalah
karsinoma hepatoseluler yang infiltrasi ke gaster. Keadaan umum penderita
sementara ini baik. Dalam penanggualangan karsinoma hepatoseluler di Indonesia
ada dua masalah yang menjadi hambatan. Pertama penderita datang terlambat yang
disebabkan karena ketidaktahuan penderita atau karena dokter tidak mampu
menegakkan diagnosis dini (Pusponegoro, A.D, 1983).
Karsinoma primer pada hepar merupakan tumor yang relatif jarang yaitu 2,5% dari
semua kanker di USA. Dibeberapa tempat di Afrika, insidensi kanker ini bervariasi
dari 30%-50% dari semua kanker. Hal ini disebabkan kemungkinan adanya sirhosis
oleh karena makanan yang mengandung mikotoxins (Muller 1980). Karsinoma
hepatoseluler biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda dan relatif tanpa
gejala : biasanya tumor ditemukan oleh penderita sendiri oleh karena adanya masa.
Karsinoma kepatoseluler juga sering pada penderita tua yang mempunyai gejala
sirhosis hepatis sebelumnya (Muller, 198).
Diagnosis Klinis
Gejala dari karsinoma hepatoseluler dapat berupa lemah, kehilangan berat badan,
anemia, asites, ikterik, edema tungkai bawah. Kadang penderita sendiri menemukan
adanya benjolan pada perut bagian atas kanan. Kadang nyeri abdomen atas terutama
sebelah kanan yang menjalar ke arah samping atau pinggang kanan, nyeri akan
bertambah pada saat menarik nafas panjang atau batuk. Keluhan akan berkurang
apabila penderita tidur dengan posisi miring ke kanan.
Pada pemeriksan fisis hampir 100% penderita ditemukan adanya hepatomegali
dengan sifat yang kkhas, yaitu permukaan yang berbenjol atau bertonjolan, perabaan
keras dan nyeri raba. Pada perabaan dapat ditemukan suara gesekan (fiction rub)
mungkin disebabkan oleh infiltrasi tumor pada peritoneum pardetale didaerah sekitar
hati. Pada aus kultasi kira-kira 15% tumor ditemukan bising sistolik bernada rendah,
pada daerah hati yang bertonjolan, dihubungkan dengan hipervaskularisasi pada
daerah tumor (Syaifullah Noer, 1993). Pemeriksaan Alpha photo Protein (AFP)
serum tes juga penting untuk diagnosis dan tindak lanjut karsinoma hepatoseluler.
Ketepatan diagnosis dengan kenaikan kadar AFP 88,9%. Pemeriksaan penunjang
HERNIA
Banyak Preperitoneal fat H.Adiposa, H.epigastrika
Distensi dinding perut ascites, partus
----------------------------------------------------------------------------------------------------D-Collection 2002 Sikatrik jahitan tak sempurna
Penyakit yang melemahkan otot2 dinding perut poliomyelitis
anterior
Definisi
Suatu keadaan keluarnya jaringan/organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu Faktor2 yang mempengaruhi Insiden Hernia
lubang/celah keluar di bawah kulit atau menuju rongga lainnya ( secara Herediter Individu type asthenik (fascia transversa abdom lemah)
kongenital / aquisital) Umur dan Pekerjaan usia > 50 th krn dinding perut mulai melemah
Kelainan kongenital misal : batang otak turun melalui foramen occipital magnum. Jenis Kelamin
Berdasarkan definisi di atas , bila ada suatu organ yang keluar sampai ke kulit HIL banyak pada laki2 krn terdapat processus vaginalis peritonii
disebut Hernia, misal : post laparatomi, timbul infeksi pada jahitan sehingga jahitan H.Femoralis banyak pada wanita karena :
robek (dehisiensi) dan terjadi eviserasi ( jahitan robek organ keluar ke permukaan Sering partus tekanan intraabdominal meningkat dan anulus
kulit ). Hernia terjadi akibat adanya tempat2 yang lemah disebut Locus Minoris femoralis melemah
Resistentiae (LMR), misal : Bentuk pelvis lebih horisontal tekanan lig inguinale lebih besar
Acquisita : Fascia transversa abdominis anulus femoralis melemah
Kongenital : Processus vaginalis peritonii persistent Keadaan Tubuh
Obesitas preperitoneal fat banyak fasc transversa abdominis lemah
Bagian-bagian Hernia H.Adiposa
1. Pintu Hernia LMR yang dilalui kantong hernia
2. Kantong Hernia peritoneum parietal Conjoint tendon dibentuk oleh MOAI & m.transversus abdominis
Tidak semua hernia mempunyai kantong, misal : H.Incisional,H.Adiposa Trigonum Hasselbachii terletak antara m.rektus abdominis dan Fovea
3. Leher Hernia bagian tersempit inguinalis medialis
4. Isi Hernia Gaster, usus, vu, ovarium, omentum
Pembagian Hernia
Etiologi Secara Klinis
Kongenital Reponabilis dapat dimasukkan kembali tanpa operasi
Sempurna proses intra uterin Irreponabilis Tidak dapat dimasukkan, harus operasi (strangulasi)
Terjadi sejak lahir, misal : H.Umbilikalis, H.Epigastrika, Omphalocele Inkarserata H.Irreponabilis disertai gejala Illeus
congenital Akreta mengalami perlengketan
Hernia residif yang berulang, pada beberapa kasus, disebabkan oleh kelainan Pemahaman dengan jelas anatomi normal dan abnormal daerah inguinalis penting
produksi, maintenans dan absorbsi jarigan kolagen. Peacock et all cit Hartanto ( untuk memahami prinsip yang mendasari herniorafi inguinalis. Daerah tubuh ini
1997 ) merekomendasi prosedur reparasi hernia inguinalis lateralis residif berulang merupakan salah satu daerah yang paling rumit anatominya, karena beberapa lapis
berdasarkan hipotesanya bahwa rekurensi terjadi oleh karena kelainan lokal dari dinding abdomen berbeda arah seratnya dan berakhir dalam lipat paha. Kita tidak
metabolisme jaringan kolagen. Stimulasi sintesa kolagen untuk mempertahankan boleh menjadi frustasi dalam usaha awal memahami gambaran anatomi daerah
keseimbangan sintesa kolagens dan kolagenolisis, dengan cara mengoreksi defek inguinalis, karena hanya setelah melihat dalam kamar operasi, seseorang dapat
hernia dengan grafting jarigan sebagai indikator sintesa kolagen. memahami secara penuh masalah yang rumit ini. Struktur anatomi yang ditemukan
dalam daerah inguinalis.
Hernia Inguinalis Indirek Penanganan
Hernia ini disebut juga Hernia Inguinalis Interalis, karena keluar dari rongga Penanganan Maydl’s Hernia pada prinsipnya sama dengan hernia lainnya. Terapi
peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh pilihannya adalah laparatomi explorasi dan reseksi dari segmen usus yang terlibat.
epigastrika inferior, kemudian masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup
panjang menonjol keluar menonjol keluar dari anulus inguinalis eksterna Apabila Tehnik Operasi
hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke scrotum disebut hernia scrotalis. Incisi median perdalam ldl sampai peritoneum. Peritoneum dibuka keluar cairan
Berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga serous hemorhagis. Explorasi tampak 2 loop usus halus 60 cm kehitaman proximal
Hasselbach. Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk dan distal dari loop berada di anulus inguinalis. Sistim usus dibebaskan dari kantong
lonjong sedangkan hernia medialis tonjolan berbentuk bulat.Bila isi hernia terjepit hernia tampak usus halus kehitaman 150 cm dari lig Treitz sepanjang 100 cm ke
oleh cincin hernia disebut hernia Inkarserata atau hernia Strangulata. Hernia arah anal dengan jarak 3 cm dari ileosekal dan non viabel : diputuskan untuk
Inkarserata berarti isi kantong terperangkap tidak dapat kembali kedalam rongga reseksi anastomose ileoasendostomi end to end dan cek pasase lancar. Kemudian
abdomen disertai gangguan pasase. Secara klinis hernia inkarserata lebih dilakukan herniorepair dari dalam cavum abdomen. Pasang drain intraperitoneal.
dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan
vaskularisasi disebut hernia strangulata. Operasi darurat untuk hernia inkarserta .
Hernia Paraduodenalis
merupakan operasi terbanyak nomor dua setelah operasi darurat untuk apendisitis.
Selain itu hernia inkarserata merupakan penyebab astruksi usus nomor satu di
Indonesia.
Hernia paraduodenalis dextra merupakan salah satu bentuk dari hernia interna
Etiologi dimana usus keluar dari cavum retroperitoneum melalui fossa messentericoparietalis
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya proses vaginalis yang yang terletak dibawah duodenum (Watson, 1948).
terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga abdomen dan kelemahan otot dinding Keberadaan hernia interna sangat jarang dijumpai. Penulisan pertama kasus hernia
perut karena usia. interna yang terjadi di sekitar duodenum ditulis oleh Bardenove tahun 1779,
kemudian Neubeuer menulis pada tahun 1786, abad berikutnya pada tahun 1857,
treitz menulis dan berusaha menguraikan secara anastomis tentang terjadinya hernia
Gambaran klinis hernia
diskitar duodenum tersebut. Pada tahun 1939 Hansman dan Morton menghimpun
kasus-kasus hernia interna dari literature-literature dan kemudian dibuat moriogram
Jenis Reporibel Nyeri Obstruksi Toksik berdasar lokasi hernia. Hasil yang diperoleh 53% terletak disekitar duodenum, 13 %
Reponibel + - - - disekitar coecum, 8% tepi mesenterium, 8% pada foramen winslowi, 7% didaerah
Ireponibel - - - - pelvis, 6% didaerah sigmoideum, dan 5% dilain tempat.(Watson 1948). Hernia
Inkarserata - + + - paraduodenalis dextra menempati urutan ke tiga dari seluruh hernia interna.
Strangulata - ++ + ++ Terbanyak adalah hernia paraduodenalis sinistra dan kedua ditempati oleh hernia
mesocolica tranversalis (Hansman dan Mortan, 1939; cit watson 1948). Andrew
Diagnosis 1923, menyebutkan bahwa hernia paraduodenalis terjadi sebagai akibat adanya
malrotasi usus pada masa kehidupan embryonal, pendapat ini diperkuat oleh
Obstruksi usus Longacre 1934, Zimmerman dan Anson 1967 (Ellis, 1990).
Nekrosis/gangren
Gejala/Tanda pada hernia
hernia strangulata Willwert etal membagi hernia paraduodenalis kedalam tiga tipe;
inkarserata
1. Hernia paraduodenalis sinistra
Nyeri Kolik Menetap 2. Hernia paraduodenalis dextra
Suhu badan Normal Normal / meninggi 3. Hernia mesocolica tranversalis (Ellis, 1982).
Denyut nadi Normal/meninggi Meninggi
Lekosit Normal Leukositasis Beberapa hernia paraduodenalis adalah asymtomatis kecuali bila sudah mengalami
Rangsang Peritoneum - Jelas komplikasi baik berupa strangulasi, volvulus ataupun perforasi. Biasanya penderita
Sakit sedang / berat Berat datang berobat sebagai kasus abdomen.
Diagnosis sebagian besar ditegakkan selama operasi (Watson, 1948) Dengan adanya Pipa coecolica seperti halnya pipa duodenojejunalis, berputar berlawanan arah jarum
kemajuan teknologi kedokteran di bidang radiologi, Carty dan Present jam sebesar 270 derajat, berawal dari bawah arteria mesenterica superior dan
mengemukakan bahwa diagnosis hernia paraduodenalis dapat ditegakkan sebelum berakhir disebelah kanan arteria tersebut. Pada minggu ke VIII embrional putaran
operasi yaitu dengan mengacu pada gambaran radiologis foto abdomen tiga posisi duodenum mencapai bagian ke III atau dibawah arteri, dan pada minggu ke X
dimana dijumpai gambaran letak usus mengelompok ditengah atau di kanan atas , duodenum sudah mencapai bagian ke IV. (Bill 1979).
tidak akan berubah letaknya pada perubahan posisi penderita. Kelainan-kelainan perputaran usus akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat
Terapi pada hernia paraduodenalis tidak ada keistimewaan yang menyolok, namun terbawa sampai dewasa. Bill (1979) membagi kelainan perputaran usus menjadi 3
keterlambatan penegakkan diagnosis preoperatif dapat menyebabkan keadaan stadium :
penderita menjadi lebih serius. Stadium pertama usus bertambah panjang tetapi tidak mengalami perputaran dan
tetap berada diatas arteria mesenterica superior, hal ini akan menyebabkan terjadinya
Anatomi dan Embriologi volvulus usus halus.
Beberapa recessus berada disebelah kiri pars ascenden duodeni dan fleksura
Stadium ke dua kelainan berupa kelianan perputaran dan fixasi duodenum. Bila
duodenojejunalis. Besar dan dalamnya recessus bervariasi pada masing-masing
duodenum tidak berputar sedangkan colon berputar normal akan dapat menimbulkan
individu. Recesus yang paling sering sebagai tempat terjadinya hernia
obstrutif duodenum oleh band atau hernia paraduodenalis dextra. Bila duodenum
paraduodenalis adalah yang dibentuk oleh adanya plica duodenomesocolica superior
dan colon bersama-sama berputar terbalik dapat mengakibatkan terjadinya destruksi
dan plica duodenomesocolica inferior. Keduanya berorigo pada titik perlekatan
colon oleh jeratan vasa mesenterica. Bila duodenum berputar terbalik sedangkan
mesocolon descenden dan berjalan melengkung dari kiri ke kanan disebelah atas
kolon berputar normal dapat menyebabkan terjadinya hernia paraduodenalis sinistra.
flexura duodenujejunalis dan disebelah bawah pars ascenden duodeni. Di sebelah
kiri pars ascenden dijumpai fossa yang disebut fossa paraduodenalis, pertama kali
Stadium tiga kelinan pada perputaran dan fixasi kolon. Bila duodenum berputar
dikemukakan oleh Landzert tahun 1871. Fosa ini terbentuk akibat adanya plica
normal sedangkan colon tidak berputar akan menyebabklan terjadinya volvulus. Bila
peritoni dan plica venosa yang menyelimuti vena mesenterika inferior. Fossa
terjadi perputaran colon dan duodenum, tetapi fixasi di flexura hepatis tidak
Landsert masih banyak dijumpai pada bayi dan jarang pada dewasa, dan merupakan
semprna akan menyebabkan terjadinya obstruksi duodenum oleh ladd’s band.
pintu hernia paraduodenalis sinistra. Plica superior melengkung ke bawah
Perlengketan yang tidak sempurna dari coecum dan mesenterium akan
membentuk celah yang disebut fossa dudenalis superior Broeseki. Fossa ini
memungkinkan terjadinya volvulus coecum. Herniasi diseputar ligamentum Treitz
dijumpai pada 40% sampai 50% dari populasi. Plica inferior melengkung ke atas dan
akan menyebabkan terjadinya hernia interna.
membentuk celah disebut sebagai fossa duodenalis inferior dari Treitz. Fossa Treitz
dijumpai pada 70% samapai 75% dari populasi.
Fossa mesentericoparietalis pertamakali ditulis oleh Waldayer pada tahun 1874, Manifestasi klinik.
disebutkan disebelah ventral dibatasi oleh penonjolan plica peritoni akibat dari Hansman dan Morton pada tahun 1939, didalam reviewnya menemukan bahwa
adanya arteria mesenterika superior saat terletak sedikit dibawah duodenum dan hernia paraduodenalis sinistra tiga kali lebih banyak dari dextra, frekuensi pada laki-
disebelah dorsal dibatasi oleh peritoneum parietalis yang terletak disebelah kanan laki 4 kali daripada perempuan dan hernia paraduodenalis tidak dipengaruhi oleh
aorta. Fossa ini sangat harang dijumpai pada orang dewasa (Netter 1978). usia. Sedangkan isi hernia semakin tambah usia semakin besar isisnya (Watson,
Berdasarkan fikasi dan hubungan usus halus dewasa terhadap arteria mesenterica 1948). Penderita hernia ini tidak mempunyai gejala yang khas secara klinis, bila ada
superior, tampak bahwa gaster dan duodenum bagian pertama terletak di sebelah keluhan biasanya berupa tanda-tanda obstruktif partial atau total.
depan atas arteri tersebut, duodenum bagian ke II (pars ascenden) terletak disebelah Pada penderita yang mengalami strangulasi keadaan akan menjadi serius. Pendeirta
kanan dari arteri, duodenum bagian ke III (pars tranversum) terletak dibawah dari akan tampak kesakitan menetap sesuai lokasi dan akan berkurang dengan posisi
arteri dan bagain ke IV (pars ascenden) terletak disebelah kiri dari arteria mengurangi grafitasi. Tanda obstruksi akan dijumpai dan peristaltik mengalami
mesenterica superior. Pada keadan embrional diketahui bahwa pipa duodenojejunal penurunan bahkan dapat berhenti. Pada kasus yang berat septik syok enterorhargica,
terletak sesuai dnegan gaster yaitu disebelah atas dari arteria mesenterika superior. perforasi dan peritonitis dapat menyertai keadaan ini (Watson, 1948).
Bertolak dari keadaan tersebut dapat dimengerti bahwa pipa duodenojejunalis
berputar mengelilingi arteria mesenterica superior sebesar 270 der. Pada orang Beberapa hernia paraduodenalis pada prinsipnya sama dengan hernia lainnya yaitu
dewasa, ileum terminal, coecum dan colon dextra terletak disebelah kanan dari reposisi dan herniorapi secara hati-hati dan halus. Tindakan herniorapy pada
arteria mesenterika superior. Pada embryo, ileocaecal dan colon dextra terletak penderita hernia paraduodenalis dextra yaitu dengan menjahit plica peritoni
dibawah dari arteria mesenterica superior. (diventral celah fossa messentericoparietalis) dengan peritoneum parietalis
disebelah kanan dari aorta kemudian ditutup dengan graft omentum.
Tindakan tambahan yang lain tergantung dari komplikasi yang menyertainya Spontan herniasi biasanya dihasilkan oleh peningkatan tekanan intra abdomen , dan
(Watson 1948). Tindakan reseksi masif dapat menimbulkan gejala “short bowel beberapa predisposisi yang didapat adalah atropi otot yang disebabkan oleh polio,
syndrome” yang cukup menyulitkan pada perawatan pasca operasi. (Tilson 1983). kegemukan, umur tua atau penyakit keterbelakangan mental Hernia bisa
mengandung usus halus, lemak retro peritoneal, ginjal, kolon, omentum, lambung,
ovarium atau apendiks.
Hernia Lumbalis
Pasien biasanya asimtomatik tetapi bisa mengeluh nyeri pinggang bawah, kolik atau
adanya sensasi tarikan . Jika hernia mengandung usus, kadang-kadang sebuah massa
dapat diraba pada regio flank dan suara usus dapat didengar. Pada pasien gemuk
Hernia Lumbalis adalah kecacatan dinding abdominal posterolateral yang jarang massa sulit dideteksi. Strangulasi jarang terjadi sebab leher hernia umumnya lebar.
terjadi, dapat menyebabkan ileus obstruksi dan sulit untuk mendiagnosis secara Untuk mendiagnosis suatu hernia lumbal sangat ditekankan untuk menggunakan
klinis , maupun radiologis. Di daerah lumbal antara iga XII dan krista iliaka ada pemeriksaan penunjang dengan CT-scan (Computed Tomography).
dua buah trigonum masing-masing trigonum kostolumbalis superior (Grynfelt) Repair dari hernia lumbal membuat insisi secara oblik atau vertikal tepat diatas
berbentuk segitiga terbalik dan trigonium kostolumbalis inferior atau trigonum massa dari arah punggung kemudian menjahit secara aproksimasi antara muskulus
ileolumbalis (Petit) berbentuk segitiga. Frekwensi kejadian yang paling banyak oblikus eksternus dengan muskulus latissimus dorsi, dilanjutkan dengan
adalah pada trigonum kosto lumbalis inferior (2:1). menggunakan mesh dan menggunakan flap fasia gluteal (sepanjang garis dashed)
Trigonum kosto lumbalis superior (Grynfelt) dibatasi oleh, kranial: costa XII, untuk menutupi bekas defek yang masih ada.
anterior: tepi bebas muskulus oblikus internus abdominis, posterior: tepi bebas Pemilihan bahan tergantung seberapa besar ukuran defek, untuk defek yang kecil
muskulus sakrospinalis, dasarnya: aponeurosis muskulus transversus abdominis, cukup dengan menutup fasia dan otot dengan benang surgilon no 0, untuk defek
tutupnya: muskulus latissimus dorsi. Trigonum kosto lumbalis inferior (Petit) yang besar dengan menggunakan mesh ( satu atau dua lapis), graft flap atau
dibatasi oleh: kaudal: krista iliaka, anterior: tepi bebas muskulus oblikus eksternus keduanya jika diperlukan.
abdominis, posterior: tepi bebas muskulus latissimus dorsi, dasarnya: muskulus
oblikus internus abdominis, tutupnya: fascia superfisialis .
Hernia Diafragmatika
1. Hiatal Hernia
Hernia hiatus oesofagus adalah suatu keadaan defek pada diafragma yang
mengakibatkan isi dalam kavum abdomen masuk kedalam kavum thoraks, yang
pada umumnya adalah gaster.
Angka kejadian hiatus hernia di USA dan juga negara-negara barat meningkat sesuai
umur mulai dari 10% pada usia dibawah 40 tahun (th) sampai 70% pada usia diatas
70th. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan burkit et al, menerangkan
bahwa kurangnya konsumsi serat dan keadaan kronis konstipasi menjelaskan
hubungan angka kejadian hiatus hernia yang tinggi dinegara-negara barat
Ada dua bentuk keadaan hernia pada hiatus oesofagus yaitu Sliding hernia dan
Para-oesofagal hernia Manifestasi klinis yang diakibatkan karena keadaan hernia
hiatus oesofagus dapat berupa gejala ringan yang dikenal dengan bouchard’s triad
yaitu nyeri pada epigastrik, muntah dan tidak dapat dilalui pada pemasangan naso
gastic tube sampai gejala yang berat berupa sindroma distres pernafasan dan
Hernia Lumbalis biasanya didapat (acquired) 80% atau kongenital, jika didapat gangguan pencernaan
bisanya 55% kasus disertai trauma, operasi atau peradangan 25%. Perbandingan Diagnosis hernia hiatus oesofagus, dapat diketahui melalui anamnesis, pemeriksaan
antara laki-laki : perempuan (3:1) , perbandingan sisi kiri dan sisi kanan (2:1), pasien fisik terutama regio thoraks yaitu didapatkan suara usus, suara pernafasan menurun
biasanya berumur antara 50-70 tahun. sampai tidak terdengar dan suara jantung menjauh dari lesi.
Pada pemeriksaan radiologi akan didapatkan gambaran usus pada rongga thoraks Predisposisi terjadinya hiatal hernia adalah kelemahan otot-otot penyusun
dada gambaran diafragma menghilang, paru-paru kolap dan jantung terdorong diafragma, wanita lebih banyak dari laki-laki, kurang komsumsi serat dalam diet,
kontralateral , juga dapat dilakukan prosedur pemeriksaan endoskopi keadaan konstipasi lama, oesofagitis kronis yang menybabkan terjadinya
Terapi hernia hiatus oesofagus yang paling baik adalah mengembalikan pada posisi pemendekan oesofgus karena terbentuk fibrosis, kehamilan dan asites.
semula sesuai anatomi melalui jalan operasi yang dikenal dengan prosedur Belsey’s, Cara mendiagnosis hiatal hernia didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
Neissen’s atau Hill’s. terutama regio thoraks yaitu didapatkan suara usus, suara pernafasan menurun
Prognosis hernia hiatus oesofagus umumnya baik, meskipun beberapa pasien akan sampai tidak terdengar dan suara jantung menjauh dari lesi.
mengalami refluks gastro esofagal kronis dan dapat juga residif. Pemeriksaan penunjang khususnya radiologi thoraks dan abdomen 3 posisi terutama
regio thoraks yaitu didapatkan gambaran usus dan tidak didapakan diafragma.
Dikenal ada 2 bentuk hiatal hernia yaitu : Penunjang lainnya yaitu endoskopi..
1). Sliding hernia”
salah tempat secara anatomis (masuknya) oesofagogaster junction melalui hiatus Gambaran klinis hiatal hernia dapat berupa gejala ringan yang dikenal bouchard’s
oesofagus kedalam kavum thoraks” triad3, heart burn, chest pain dan sampai keadaan yang buruk yaitu sindrom distress
pernafasan dan atau obstruksi saluran cerna.
2). Para-oesofagal hernia “
oesofagogastric tetap pada tempatnya yaitu dibawah diafragma tetapi fundus dan Penatalaksanaan hernia hiatus oesofagus adalah mengembalikan keposisi semula
kurvatura mayor bergulung masuk kerongga dada melalui hiatus oesofagus sesuai anatomi melalui pembedahan, dikenal ada 3 cara :
1. Operasi Belsey’s : secara transthorakal sampai terlihat oesofagus intra
Tipe-tipe hiatal hernia adalah sebagai berikut : abdominal, kemudian diperkuat dengan cara melakukan plikasi gaster secara
Type Description keliling sebanyak 280 derajat sampai distal oesofagus.
Prognosis tindakan ini 10 –15 % akan terjadi rekuren.
H0 No Hiatal Hernia
H1 Sliding Hernia 2. Operasi Neissen’s Fundoplikasi yang dapat dilakukan secara trans abdominal
Gastrooesophagal juntion above diafragma maupun trans thorakal dimana tindakannya adalah melakukan fundoplikasi
H2 Norma position of gastrooesophageal secara keliling 360 derajat antara distal oesofagus dan fundus gaster, prognosis
Protrusion of the stomach alongside the oesophageal keberhasilannya 96%
H3 Componen Of Sliding and paraoesophageal hernias
The gastropesophageal juntion is in the chest, the Operasi Hill’s, yaitu secara trans abdominal kemudian melakukan gastropexi
stomach roll trough the hiatus in a paraoesophageal
H4 position
Large hiatal defect with components of sliding hernia and/or 2. Bochdalek
paraoesophageal hernia accopanied by another abdominal
organ ( colon, spleen, Pancreas, small Bowel ) Hernia Bochdalek adalah defek kongenital diafragma bagian posterolateral yang
menyebabkan hubungan antara kavum thoraks dengan kavum abdomen,
Secara embrional diafragma disusun oleh 3 bagian yaitu : sehingga terjadi protusi organ intra abdomen ke kavum thoraks.
1) septum transversum Foramen Bochdalek merupakan celah sepanjang 2 sampai 3 cm di posterior
2) Mesenterium dorsal diafragma setinggi kosta 10 dan 11, tepat di atas glandula adrenal. Kadang-kadang
3) membran pleuroperitoneum dari didnding tubuh. defek ini meluas dari lateral dinding dada sampai ke hiatus esophagus. Kanalis
pleuroparietalis ini secara normal tertutup oleh membran pleuroparietal pada
kehamilan minggu ke-8 sampai ke-10. Kegagalan penutupan kanalis ini dapat
Etiologi
menimbulkan terjadinya hernia Bochdalek.
1). Traumatik manifestasi klinisnya dapat akut, intermediet dan lambat sampai 2-3
Hernia Bochdalek merupakan kelainan yang jarang terjadi. McCulley adalah orang
tahun.
pertama yang mendeskripsikan kelainan ini pada tahun 1754. Bochdalek pada tahun
2). Non traumatik dapat diakibatkan karena kelemahan otot-otot hiatus oesofagus
1848 menggambarkan secara detail aspek embriologi dari hernia ini. Tipe yang
yang pada umumnya terjadi pada orang berusia pertengahan.
paling sering terjadi (80%) adalah defek posterolateral atau hernia Bochdalek.
Penyebab pasti hernia Bochdalek masih belum diketahui. Hal ini sering Pada dewasa yang asimtomatik diagnosis biasanya ditemukan pada pemeriksaan CT
dihubungkan dengan penggunaan thalidomide, quinine, nitrofenide, antiepileptik Scan atau MRI yang dilakukan untuk penyakit lain.
atau defisiensi vitamin A selama kehamilan.
Insidensi pada neonatus tercatat antara 1 : 2000 – 5000. Pada dewasa insidensi Penataksanaan
dilaporkan bervariasi antara 0.17% yang dilaporkan oleh Mullens dkk sampai Tindakan pembedahan dapat dilakukan baik melalui pendekatan abdomen maupun
setinggi 6% yang dilaporkan oleh Gale. Hal ini didapat dari penelitian retrospektif thoraks. Pendekatan abdomen mempunyai keuntungan dapat mengoreksi malrotasi
dari pemeriksaan CT Scan yang dilakukan untuk berbagai tujuan. pada saat yang bersamaan. Lebih mudah menarik organ ke bawah dari pada
Hernia Bochdalek paling banyak dijumpai pada bayi dan anak-anak. Pada dewasa mendorong organ ke dalam kavum abdomen yang sempit. Isi hernia biasanya
sangat jarang ( sekitar 10% dari semua kasus) dan sering terjadi misdiagnosis meliputi usus halus dan sebagian usus besar. Lien juga sering masuk ke kavum
dengan pleuritis atau tuberculosis paru-paru. Kadang-kadang pada anak yang lebih thoraks. Kadang-kadang lobus kiri hepar, glandula adrenal kiri atau ginjal kiri juga
besar juga sering diduga sebagai staphylococcal pneumonia. tampak Melalui incisi subcostal organ abdomen dibebaskan dari rongga thoraks,
menampakkan defek pada diafragma.
Manifestasi klinis Ahli bedah lain lebih suka melakukan incisi vertikal karena dapat menunjukkan
Biasanya pada neonatus terjadi distres pernafasan, infeksi saluran nafas rekuren, bagian ventral hernia. Tepi anterior diafragma keseluruhan tampak jelas dengan
muntah dan sianosis, karena kolapnya paru-paru yang terkena dan pergeseran menarik ke atas dinding abdomen. Memasukkan kateter karet ke dalam kavum
struktur mediastinum ke sisi kontralateral serta terganggunya venous return ke thoraks dapat membantu menurunkan tekanan negatif di sekitar organ abdomen, tapi
jantung . tidak harus dilakukan. Organ abdomen yang herniasi ditarik dengan hati-hati ke
Pada dewasa, gejala-gejala gastrointestinal lebih sering tampak, karena obstruksi dalam kavum abdomen. Kadang-kadang terjadi adhesi yang cukup berat antara tepi
sub akut, atau batuk yang persisten dan masalah saluran nafas. Kadang defek dengan fleksura lienalis kolon. Diseksi dengan hati-hati pada tepi posterior
ditemukan kasus insidental pada laparotomi atau pemeriksaan CT Scan dan MRI diafragma, yang biasanya tertutup oleh lapisan peritoneum yang berlanjut dengan
yang dilakukan untuk penyakit lain. pleura parietalis, akan membuat komponen otot posterior tidak menggulung
Sebuah review menyatakan bahwa 80-90% hernia terjadi di sisi kiri (kemungkinan sehingga bisa dijahit dengan tepi anterior. Loop usus yang inkarserasi harus
karena perlindungan dome kanan diafragma oleh hepar), lebih sering pada wanita dibebaskan dengan hati-hati. Setelah hernia berhasil direduksi, dimasukkan retractor
dan tidak mempunyai kantong. Pada 20% kasus terdapat kantong yang berasal dari pada defek untuk melihat kavum thoraks. Kantong hernia harus dicari walaupun
membran pleuroperitonealis. Ukuran defek bervariasi dari kecil dengan ukuran sering sulit karena tipis dan transparan. Biasanya tepi defek tajam dan nyata. Jika
lubang 2 – 3 cm sampai meliputi seluruh diafragma. Defek dapat meluas dari terdapat kantong, tepi defek menjadi tidak jelas dan tertarik ke arah kavum thoraks.
dinding dada bagian lateral sampai ke hiatus esophagus. Hernia Bochdalek Kantong hernia ditarik ke abdomen dan dieksisi. Celah diafragma ditutup dengan
dilaporkan berhubungan dengan hipoplasia paru-paru, sequestrasi ekstralobaris, dan jahitan terputus satu lapis dengan benang non-absorbable. Jika tepi posterior tidak
defek jantung. Derajat hipoplasia secara langsung berpengaruh pada kelangsungan ada, jahitan dapat dibuat melingkari kosta, karena muskulus interkostal tidak cukup
hidup pasien kuat sebagai penahan. Defek yang besar dapat ditutup dengan memasang Marlex
mesh atau Gortex membran atau dengan membuat flap dari peritoneum, fascia
Diagnosis posterior, dan muskulus transversalis dari dinding kiri atas abdomen. Setelah repair
Pada anak-anak berdasarkan pada pemeriksaan klinis di mana terdapat abdomen diafragma selesai, dipasang chest tube pada rongga thoraks.
yang scaphoid dan adanya suara usus di thoraks. Pada center yang maju saat ini telah Pada beberapa kasus, mediastinum bergeser terlalu cepat ke kiri, dengan
didiagnosis antenatal dengan ultrasonografi pada 40-90% kasus. Pada postnatal, overdistensi paru-paru kanan. Keadaan overekspansi ini kadang-kadang dapat
pemeriksaan sinar-X dada sederhana atau jika meragukan dengan barium meal dan menimbulkan pneumothoraks pada sisi kontralateral. Pemasangan chest tuhe pada
follow through biasanya dapat untuk diagnostik. Gambaran khas berupa sisi kontralateral disarankan karena insidensi pneumothoraks yang relatif tinggi pada
radiolusensi multipel di dalam dada karena loop usus yang terisi gas dengan sisi yang berlawanan dari hernia diafragmatika. Suction dipasang pada setiap chest
pergeseran mediastinum ke sisi kontralateral, menimbulkan pola yang kadang- tube untuk mempertahankan struktur mediastinum pada garis tengah.
kadang menyerupai malformasi adenomatoid kistik di paru-paru. Pada dewasa Penutupan dinding abdomen dapat menimbulkan masalah, karena sering kali organ
diagnosis sering salah sampai timbul kecurigaan yang kuat. abdomen tidak muat ditempatkan di dalam kavum abdomen. Charles dkk
Thomas dkk menemukan sekitar 38% pasien hernia Bochdalek dewasa terjadi merekomendasikan hanya penutupan kulit dengan penundaan penutupan otot yang
misdiagnosis, di mana sering keliru didiagnosis sebagai efusi pleura, empyema, kista dapat dilakukan pada situasi tersebut.
paru-paru dan pneumothoraks.
Pada keadaan ini dapat menimbulkan terjadinya hernia ventralis, tetapi tekanan pada
diafragma dan vena cava inferior akan berkurang. Hernia ventralis direpair 10 hari
sampai 2 minggu kemudian, setelah kavum abdomen sudah cukup meluas untuk
menampung usus.
Monitor dengan rontgen dada berulang setelah operasi perlu dilakukan. Chest tube
dapat diklem bila mediastinum telah berada pada garis tengah dan ahli anestesi
mencatat adanya peningkatan pengembangan paru. Jika ventilasi mekanis
diperlukan, tekanan inspirasi positif dapat meningkatkan resiko pneumothoraks pada
paru-paru yang overdistensi.
3. Morgagni
Hernia Bochdalek
ILLEUS
Obstruksi usus halus paling sering disebabkan adhesi post operasi (64-79%)
kemudian hernia (15-25%) dan tumor (10-15%), sisanya disebabkan oleh invaginasi
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 dan inflammatory bowel disease. Frekwensi-frekwensi ini bervariasi pada kelompok
umur yang berbeda. Obstruksi colon paling sering disebabkan karena tumor (60%),
diverticulitis (15%) dan volvulus (15%). Hampir seperempat pasien dengan tumor
colorectal dating dengan keluhan obstruksi (Coleman MG, Moran BJ, 1999).
Obstruksi usus adalah keadaan dimana terjadi hambatan baik secara total ataupun Pada saat yang lalu angka mortalitas ileus obstruksi adalah lebih dari 50%, saat ini
parsial oleh karena gangguan murni mekanik yang mengakibatkan terjadinya menurun menjadi kurang dari 10%, karena perkembangan pengetahuan tentang
kegagalan usus untuk mendorong isi usus (Lehrer J.K., 2002). terapi cairan dan elektrolit, antibiotika dan dekompresi gastrointestinal (Coleman
Ileus merupakan gangguan gerakan usus yang lebih bersifat fungsional daripada MG, Moran BJ, 1999).
mekanik. Hal ini dikarenakan kurangnya kekuatan usus untuk melakukan gerakan Pada ileus obstruksi simple terdapat akumulasi cairan, baik di lumen usus , dinding
peristaltic mendorong isi usus. Ileus dapat disebabkan oleh anestesi, gangguan usus maupun pada kavum peritoneum sebagai transudat. Jika tidak ada penggantian
nervus pada usus, intestinal iskemik, infeksi usus, gangguan elektrolit atau penyakit cairan, hemokonsentrasi yang progresif, hipovolemi, insufisiensi renal, syok dan
metabolik. Akibat dari ileus ini distensi abdomen yang bersisi gas dan cairan. Proses kematian dapat terjadi. Terjadi juga akumulasi gas di gastrointestinal (Jong WD,
dari kejadian ini mirip dengan obstruksi mekanik Syamsuhidajat R, 1998).
Levine BA, Aust JB (1995) mendifinisikan obstruksi usus sebagai sumbatan bagi Obstruksi ini juga akan meningkatkan peristaltik dalam usahanya untuk mendorong
jalan distal isi usus. Mungkin ada dasar mekanik, tempat sumbatan fisik terletak penyebab obstruksi. Peristaltik ini bersifat traumatik kepada sistem usus, karena
melewati usus atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus yang didefinisikan sebagai jenis akan menambah udem usus (Jong WD, Syamsuhidajat R, 1998).
obstruksi apapun, tetapi istilah ini umumnya telah berarti ketakmampuan isi usus
menuju ke distal sekunder terhadap kelainan sementara motilitas. 2. “Closed loop” Obstruksi
Ileus obstruksi terjadi karena terdapat gangguan transit isi usus dari oral ke anal “Close loop” obstruksi, dimana bagian usus aferen dan eferen usus tersumbat
yang disebabkan sumbatan anatomi. Sumbatan ini dapat dikelompokkan menjadi adalah situasi klinis yang sangat berbahaya, karena cepat menjadikannnya
(Birbaun EH, Fleshman JW, Kodner IJ, 1994): strangulata. Apabila sumbatan colon dengan valvula ileocecal kompeten, maka
a. Faktor dalam lumen close loop yang terjadi akan mengakibatkan perforasi caecum berdasarkan hukum
Meconium Laplace (Zinner MJ, McFadden DW, 1994).
Intusepsi
gall stones 3. Obstruksi strangulata
impactions, contoh : cacing
Gejala dan tanda klinis ileus obstruksi, dikenal dengan empat gejala atau tanda
b. Faktor dinding usus cardinal, yaitu (Kodner IJ, Birnbaun EH, Fleshman JW, 1994) :
congenital, misal : atresia, stenosis, imperforated anus 1. Nyeri abdomen yang bersifat cramping. Sifat cramping ini disebabkan periode
trauma hiperperistaltik usus dalam usahanya untuk menghilangkan sumbatan. Sifatnya
inflamasi, misal : regional enteritis, chronic laceratif colitis difus dan tak terlokalisisr.
tumor dinding usus 2. Muntah. Biasanya muncul pada fase-fase awal obstruksi. Waktu muncul muntah
bervariasi, tergantung pada letak obstruksi. Pada obstruksi bagian atas, muntah
c. Faktor ekstra lumen biasanya muncul lebih awal. Bahkan pada obstruksi colon bila valvula ileocecal
Adesi kompeten muntah bisa muncul terlambat. Isi muntah dapat bilous pada letak
hernia tinggi dan feses pada obstruksi letak rendah.
3. Obstipasi. Obstipasi adalah merupakan karakteristik obstruksi. Akan tetapi
Obstruksi mekanik memiliki beberapa type (Moses S, 2003) : pasien dapat secara spontan flatus maupun defekasi segera setelah obtruksi
1. Obstruksi mekanik simple karena masih adanya feses dan gas pada segmen usus sebelah distal obstruksi.
Obstruksi simple merujuk kepada ileus obstruksi dengan suplai darah yang 4. Distensi abdomen. Distensi abdomen adalah penemuan klinis terakhir pada ileus
intak. Jika pembuluh darah mesenterik tersumbat, terjadilah ileus strangulata onbstruksi. Dapat pula tidak terdapat tanda distensi ini, yaitu pada obstruksi usus
Sering terdapat pembagian ileus obstruksi letak tinggi dengan letak rendah level atas jika terjadi muntah dan mendekompresi sistem usus bagian proksimal
ataupun obstruksi usus halus dengan obstruksi colon sumbatan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan tanda-tanda dehidrasi dari ringan sampai
berat. Hematokrit yang meningkat, peningkatan ureum dan kretinin yang dapat pula
peningkatan leukosit (> 10.000) (Morris JA, Sawyers JL, 1995).
Pemerikasaan radiologis merupakan pemerikasaan penunjang yang sangat penting
dan harus dikerjakan segera. Foto abdomen supine dan LLD biasanya yag paling
sering dikerjakan. Pada obstruksi usus, secara radiologis akan terlihat air fluid level
dan fenomena cascade (Levine BA, Aust JB, 1995).
Prinsip terapi ileus obstruksi adalah terap elektrolit dan terapi cairan, dekompresi
sistem usus dan intervensi bedah. Prosedur bedah pada ileus obstruksi dapat dibagi
menjadi lima katagori, tergantung pada temuan intraoperatif, yaitu (Townsend CM,
Thompson JL, 1994):
1. Prosedur tanpa membuka sistem usus, contoh : adhesiolisis
2. Enterotomy untuk membuang benda yang menyebabakan obstruksi
3. Reseksi anastomose
4. Bypass, biasanya pada keganasan
5. Pembuatan stoma, missal : ileostoma atau colostomy
Indikasi operasi (Coleman MG, Moran BJ, 1999) : Obstruction due to hernia Obstruction due to Obstruction due to volvulus
mesenteric occlusion
Absolut
1. Peritonitis umum
2. Peritonitis lokal
3. Perforasi visceral
4. Hernia irreponibilis
Relatif
1. Teraba massa
2. “Virgin” abdomen
3. Kegagalan perbaikan secara konservatif
Dicoba untuk konservatif
1. Obstruksi parsial
2. Riwayat operasi sebelumnya
3. Keganasan stadium terminal
4. Keraguan diagnosis dengan kemungkinan ileus
Pada janin usia 5-8 bulan limpha berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah
merah dan putih, dan tidak berfungsi pada saat dewasa.
Penatalaksanaan Trauma mayor yang berakibat terlepasnya kapsul limpa, khas ditemukan pada
pasien dengan perdarahan yang lambat. Pada pasien ini sering kali ada
Splenorapy hematom subkapsuler yang besar. Anyaman mesh polygkycolic acid sangat
Bertujuan untuk mempertahankan limpa yang fungsional dengan menjahit menolong dalam mengamankan hemostasis pada kasus ini (Irving , 1996)
limpa yang mengalami laserasi, tetapi jika perdarahan telah berhenti sebaiknya
tidak dilakukan lagi karena dapat memicu terjadinya perdarahan ulang.
Penjahitan dengan benang poliglycolic acid 0, dilanjutkan dengan ligasi arteri
Ligasi Arteri Lienalis
Masih merupakan suatu kontroversi pada penanganan trauma limpa. Ada satu
yang mengarah ke pole tersebut. Jika perdarahan aktif tetap berlangsung, total
laporan yang mendukung teknik ini, Namun pengalaman di San Francisco
atau parsial splenektomy (Irving, 1996).
General Hospital tidak mendukung prosedur ini sejak 2 kasus ligasi arteri
lienalis menimbulkan nekrosis limpa ( Trunkey, 1990 ).
Splenektomy
Parsial Autotransplantasi Limpa
Jika fragmen limpa terputus total atau parsial, biasanya di pole atas atau
Autotransplantasi masih merupakan kontroversi pada penanganan trauma limpa.
bawah dapat dilakukan tindakan yang lain. Arteri lienalis utama biasanya
Sebaiknya autoransplantasi dilakukan, karena ada beberapa bukti fungsi
bercabang sebelum menembus limpa. Cabang-cabang ini adalah end arteri
sebagian limpa dapat kembali yaitu sebagai penyaring sel darah merah.
yang memungkinkan untuk dilakukannya tindakan parsial splenektomy.
Produksi opsonin kemungkinan sedikit sekali atau bahkan tidak ada lagi, tetapi
hal ini masih diperdebatkan.
Total Terdapat juga bukti bahwa penanaman jaringan limpa secara luas pada
Indikasi mutlak : peritoneum atau SPLENOSIS tidak melindungi pasien dari overwhelming
- Tumor primer infeksi Splenosis dapat terjadi diseluruh abdomen dan paling sering ditemukan
- Kkelainan hematologik dengan hipersplenisme jelas yang tak dapat secara kebetulan saat laparatomy oleh sebab lain. Splenosis berbeda dengan
diatasi dengan pengobatan lain (anemia hemolitik kongenital) limpa asesoria secara histologis yakni kehilangan elastisitas dan serabut otot
polos pada kapsulnya. Beberapa fakta menyatakan bahwa limpa hasil implan
Indikasi Relatif : tidak dapat terjadi bila tidak tersedia massa jaringan yang baik dan adanya
- Kelainan hematologik tanpa hipersplenisme jelas, tetapi splenektomy vaskularisasi yang sangat berbeda dari sirkulasi limpa yang normal (Schwartz,
dapat memulihkan kelainan hematologik 1997).
- Ruptur limpa Reimplantasi merupakan aurotransplantasi jaringan limpa yang dilakukan
- Hipersplenisme pada sirosis hati dengan varises esofagus setelah splenektomy. Caranya ialah dengan membungkus irisan parenkim
- Splenomegali yang mengganggu karena besarnya limpa limpa dengan slices 1-mm (Boone and Peitzman, 1998) diameter ± 0,5 cm
- Sewaktu operasi radikal onkologik di perut bagian atas (lambung, (Schwartz, 1997) dengan omentum atau menanamnya di pinggang belakang
pankreas) peritoneum (Karnadiharja, 1997). Viabilitas dari hasil implantasi ditunjukkan
dengan kembalinya tuftsin, opsonin komplemen, dan lg M ke level normal
Metode : (Schwartz, 1997), radionuclide scan 3-4 bulan post operasi untuk melihat
1. Limpa dibebaskan dari Ligamentum splenorenal dan gastrosplenika fungsi, ukuran , dan lokasinya ( Skandalakis, 1995) Fakta menunjukkan bahwa
2. Pedikel dipegang oleh asisten dan ditekan, lalu kauda pankreas dipisahkan autotransplantasi jaringan limpa pada omemtum pada akhirnya fungsi limpa
secara tumpul dari hilus dan pembuluh darah dapat diperlihatkan. secara imunologis akan baik. Sebuah tinjauan tentang masalah ini
3. Diseksi dekat kekapsul akan menampilkan arteri kutub yang sesuai manyimpulkan bahwa studi pada manusia dan binatang yang dilakukan
4. Kemudian arteri ini diligasi ganda. autotransplantasi limpa relatif aman dan mudah dilakukan yang memulihkan
5. Wedge reseksi dilakukan dengan cutting diathermy. Jahitan matras kelevel dasar beberapa parameter hematologi dan imunologi. Beberapa aspek
dengan benang absorbel seperti polikglaktin 0, dipakai untuk mengontrol dari fungsi reticuloendotelial juga membaik. Studi radiosotop menunjukan pada
rembesan dari tipe yang terbuka (Irving, 1996). banyak pasien autotransplantasi pada omentum majus menghasilkan jaringan
yang tumbuh secara bermakna.
Spleny Wrapping Procedure
PERAWATAN PASCA SPLENEKTOMY Komplikasi splenektomy (Trunkey, 1990) :
Banyak pasien yang tidak mengalami komplikasi post splenektomy. Pada umumnya 1. Perdarahan intra peritoneal persisten
jumlah trombosit meningkat sangat tajam sampai 2 juta per mm3 dan tidak 2. Pankreatitis post operasi
diperlukan terapi khusus selain hidrasi yang cukup. Jika diperlukan dapat diberikan 3. Devaskularisasi lambung
obat pencegah agregasi platelet seperti asam salisilat, dipridamol, dekstran atau jika - Fistula gaster
pasien resiko tinggi dipakai heparin (trunkey, 1990; Schwartz, 1997). Penulis lain - Abses subfrenik
mengatakan bahwa jika jumlah trombosit lebih dari 1 juta mm3 sebaiknya deberikan - Peritonitis
aspirin dosis rendah atau heparin (Danne, 1999; Irving, 1996). Pasien yang
mengalami efusi dan kolapnya lobus bawah paru kiri biasanya memberikan respon 4. Komplikasi tromboemboli
yang baik dengan fisioterapi. - Trombosis vena suprarenalis
Peningkatan insidensi sepsis umumnya disebabkan oleh H influenza, pnemokokkus, - Trombosis vena dalam (dvt)
meningikokkus, Stapilokokkus dan H influenza pada anak perlu diberikan - Emboli paru
antibiotika propilaksi melawan H influenza sampai dewasa (Schwartz, 1997).
Amoksilin 250 mg perhari atau penoksimetilpenisilin 250 mg 2 kali sehari dapat 5. Infeksi
diberikan, walaupun belum ada kesepakatan apakah obat ini akan diberikan selama - Akut post operasi
hidup atau 5 tahun saja. Waktu pemberian vaksinasi masih kontroversi. Beberapa - Bahaya yang timbul belakangan
penulis merekomendasikan anatara 3 sampai 4 minggu pasca operasi. Dan setelah 5
tahun dilakukan vaksinasi ulang pnemovax (Boone and Peitzman, 1998). Penulis lain menganjurkan untuk melakukan autotransplantasi oleh karena beberapa
alasan yaitu aman. Mudah dilakukan, fungsi retikuloendotelial dan fungsi
imunologis kembali baik. Ada beberapa kekurangan yaitu produksi opsonin
KOMPLIKASI SPLENEKTOMY kemungkinan kecil sekali tau bahkan tidak ada dan tidak dapat secara adekuat
- Perdarahan awal post operasi harus dimonitor secara teliti, terutama pasien menyaring bakteri berkapsul. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada pasien post
dengan trombositopenia atau kelainan mieloproliperasi. Perdarahan umumnya splenektomy dengan pertumbuhan limpa hasil autotransplantasi dibandingkan
berasal dari vasa gastrika brevis atau kauda pankreas. Jika pada 24 jam pertama dengan tanpa autotransplantasi.
ada manifestasi perdarahan lebih dari 1 atau 2 unit maka ada indikasi untuk Beberapa faktor yang menyebabkan hal ini yaitu (Timens W;Leemans R) :
operai ulang untuk mengontrol sumber perdarahan dan evakuasi hematom untuk 1. Total jumlah darah yang disaring sedikit.
mencegah timbulnya abses subfrenik (Trunkey, 1990). 2. Mikroanatomi limpa hasil autotransplantasi kemungkinan tidak sesuai untuk
- Atelektase lobus inferior kiri aliran darah yang pelan sebagaimana pada limpa yang normal yang merupakan
- Trombosis vena dalam (dvt). faktor penting untuk kontak yang lama antara antigen, phagosit, dan imun
- Emboli paru. respon.
Trombosis vena splenika dengan perluasan ke vena porta dan vena mesenterika 3. Untuk memeriksa fungsi Imun limpa hasil autotransplantasi ada 2 hal yang
superior jarang terjadi. Umumnya pada pasien dengan kelainan mieproliperasi dievauasi :
atau sepsis yang mengakibatkan abses intra abdomen (Scwartz, 1997). (a) kapasitas phagositosis : tidaj ada teropsiniasi secara buruk.
- Trauma pada pankreas akibat truma murni atau akibat tindakan splenektomy (b) kapasitas imun respon humoral dengan perhatian khusus antigen T1-2
dapat menimbulkan pankreatitis post operasi. polisakarida.
- Devaskularisasi kurvatura mayor akibat pemotongan vasa gastroepiploika dapat Dengan adanya kedua bahan ini pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya terdapat
terjadi kebocoran atau fistula. Komplikasi ini timbul 3 sampai 4 hari post fungsi limpa hasil autotransplantasi menjadi tidak bermakna dalam mengevaluasi
operasi. Komplikasi lain yaitu infeksi, baik akut yang timbul setelah operasi atau kemampuan menjalankan fungsi imun yang sebenarnya.
injeksi lanjut.
Pemberaian amoksilin atau penoksimetil penisilin sebagai antibiotik profilaksi
Splenektomy mengakibatkan berbagai defel imunologi termasuk respon anibodi diberikan 5 tahun atau seumur hidup belum ada kesepakatan. Ketuaan dan penyakit
yang buruk terhadap imunisasi, defisiensi tuftsin dan penurunan level serum lg M, mempengaruhi resiko post splenektomy. Resiko ini paling besar pada bayi dan
Properdin, Opsonin. Walaupun studi pada hewan menunukan bahwa 25 % dari menurun perlahan seiring dengan pertumbuhan dari masa anak ke masa dewasa.
jaringan limpa sudah cukup untuk berfungsi sebagai pertahanan melawan bakteri Namun resiko ini tidak pernah hilang.
Diperkirakan 80 % kasus OPSI terjadi di dalam periode 2 tahun pertama post
splenektomy (Ein, 1993). Karena banyak kematian pada sepsis post
splenektomysebenarnya dapat dicegah, Sehingga bila ada demam harus segera
dikenali dan ditangani dengan tepat. Orang tua yang memiliki anak tanpa limpa
harus diajarkan untuk segera mencari pertolongan medis bila ada demam sehingga
dapat dievaluasi secara tepat dan dapat diberikan perlindungan antibiotik yang tepat
secepat mungkin.
PANKREAS
Ductus pancreatikus mayor bergabung dengan CBD dan bermuara di ampula vateri,
dimana terdapat sphincter Odii, yang dikontrol oleh neural dan hormonal untuk
-------------------------------------------------- RD-Collection 2002 ----------------------------------------------- mengatur sekresi cairan pancreas dan empedu ke dalam dupdenum. Sphincter odii
- juga berguna untuk mencegah refluk cairan empedu ke dalam duktus
pancreatikus
Ductus pancreatikus minor biasanya menerima aliran dari bagian superior caput
pancreas dan bermuara di duodenum bagian kedua melalui papilla minor, letaknya 2
Anatomi cm proximal dari ampula Vateri. , merupakan duktus pankreatikus utama, berjalan
Pancreas terletak di belakang peritoneum setinggi vertebra lumbal ke dua. Beratnya dari kauda samai ke korpus terletak 1/3 margo superior pankreas. Saluran pankreas
sekitar 75 sampai 100 gram dan panjangnya sekitat 15-20 cm.. Pankreas terletak di berdiameter 5-6 mm.
belakang lambung di retroperitoneal, terdiri dari Vaskularisasi berasal dari a.gastroduodenalis dan a.mesenterika superior, disarafi
Caput oleh n.splanknikus mayor dan minor melalui pleksus dan ganglion seliakus.
Caput pancreas terletak berdekatan dengan lengkungan duodenum dan berada
di sebelah kanan vasa mesenterica superior. Sisi depan caput pancreas disilang
oleh mesocolon transversum dan berdekatan dengan vena cava, vena renalis
dan arteri renalis dextra. Processus uncinatus, yang merupakan bagian dari
caput, terletak melingkar ke arah posterior vassa mesenterika superior. CBD
terletak di sebelah posterior caput dan bergabung dengan ductus pancreaticus
mayor di ampulla vateri.
Collum
Collum pancreas terletak di atas vasa mesenterika superior. Collum pancreas
dapat dibedakan dengan caput melalui tonjolan yang berisi vasa mesenterika
superior.
Corpus
Sisi anterior corpus pancreas ditutupi oleh peritoneum. Mesocolon transversum
melekat pada tepi inferior. Corpus pancreas terletak di sebelah posterior
dinding gaster dan di atas aorta pada percabangan arteri mesenterica superior.
Cauda. Arteri dan vena mesenterika supperior terletak di belakang colum pankreas.
Cauda pancreas merupakan bagian kecil dari pancreas dan terletak di sebelah Pankreas meruppakan organ eksorin terdiri dari kelenjar asiner dan endokrin terdiri
anterior ginjal kiri. Cauda pancreas terletak berdekatan dengan lien, flexura dari pulau Langerhans.
colon sinistra dan ligamentum reno-lienalis sehingga bagian ini seringkali Arteri celiaca dan arteri mesenterica superior mengalirkan darah ke pancreas
cedera saat dilakukan splenektomi. melalui cabang-cabang utamanya. Caput pancreas mendapat suplai dari cabang-
cabang arteri gastrodudenal dan arteri mesenterica superior. Percabangan tersebut
Sebagai organ eksokrin ia mengalirkan enzim pencernaan ke duodenum pars juga menyuplai duodenum part III, sehingga bila diperlukan tindakan reseksi, maka
descendens melalui 2 saluran : kedua bagian tersebut harus terangkat. Corpus dan cauda mendapat vaskularisasi
dari splenic arteri, yang merupakan cabang dari trunkus celiacus.
Duktus pankreatikus mayor (Wirsungi)
Terdapat 3 cabang utama, yaitu :
Duktus pankreatikus minor (Santorini)
1) arteri pancreaticus dorsalis, yang terletak dekat trunkus celiacus
Ductus pancreaticus mayor, atau ductus wirsungi, berjalan sepanjang pancreas dan 2) arteri pancreaticus, memberikan vaskularisasi untuk corpus pancreas
bergabung dengan Common Bile Duct (CBD) untuk kemudian bermuara di 3) arteri pancreaticus caudalis, yang memberikan suplai ke cauda pancreas.
duodenum. Diameter duktus pancreatikus sekitar 2 sampai 3,5 mm dan berisi 20 -------------- Ketiga cabang utama tersebut mengadakan kolateralisasi dengan
cabang dari cauda, corpus dan processus uncinatus. arteri pancreatucoduodenal inferior.
Aliran vena pancreas dan duodenum mengikuti aliran darah arteri. Vena biasanya Sekresi exocrine dan endokrine pancreas diatur oleh saraf simpatis dari nervus
terletak lebih superfisial dan semuanya bermuara ke vena porta. Karena vena-vena sphlanchnicus, saraf parasimpatis dari nervus vagus dan peptidergic neuron,
caput pancreas dialirkan ke vena mesenterika superior dan vena porta, pada tindakan yang mensekresi amine dan peptide.
diseksi pada pancreaticoduodenectomi lebih aman jika dilakukan diseksi neck Serabut parasimpatis merangsang sekresi eksokrin dan endokrin, sedangkan serabut
penkreas disebelah anterior dari vena porta. simpatis efek dominannya adalah inhibisi. Peptidergic neuron mensekresi hormon
seperti : somatostatin, vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitonin gene-related
peptide (CGRP) dan galanin. Pancreas mempeunyai banyak serabut saraf sensorik
yang berperanan pada timbulnya nyeri intrinsik pada kasus pancreatitis kronis dan
tumor pancreas.
Fisiologi Pancreas
Fungsi Exocrine
Sekresi pancretic juice berkisar 500 – 800 mL/hari, berupa cairan alkaline yang
mengandung enzym-enzym pencernaan, yaitu :
(1) Amilase, yang berfungsi hidrolisis karbohidrat dan glikogen menjadi glukosa,
maltosa, maltotriose, dan dextrins,
(2) Lipase, yang berfungsi menghidrolisis asam lemak,
(3) Trypsin dan chymotrypsin yang berfungsi untuk memecah protein dalam daging,
(4) Beberapa nukleus, misalnya deoxyribonuclease dan ribonuclease, yang berfungsi
Aliran lymphe di pancreas sangat banyak dan tersebar rata di seluruh bagian memecah DNA dan RNA. Sebagian besar enzym-enzym tersebut dibuat dan
pancreas, dan hal ini yang bertanggungjawab terhadap tingginya angka metastase disimpan di pancreas dalam bentuk yang inaktif, dan akan menjadi aktif setelah
pada carsinoma pancreas. Aliran lymphe di caput pancreas bermuara di celiaca disekresikan oleh duodenum dengan bantuan enzym enterokinase.
dan lnn mesenterika superior dan merupakan aliran lymphe utama. Pembuluh
limfe anterior bermuara di kelenjar getah bening (KGB) peripyloric, dan pembuluh Pancreatic juice juga mengandung sejumlah garam-garam inorganik, termasuk
limfe dari corpus dan cauda bermuara di KGB pancreatosplenic sepanjang vena sodium (140mmol/l), potassium (10 mmol/l), chloride (20 mmol/l) dan bicarbonate
splenica. Tidak adanya “peritoneal barrier” pada permukaan posterior pancreas (110 mmol/l) dan air sejumlah 1500 – 3000 ml/hari. Cholecystokinin adalah mayor
menyebabkan terdapat hubungan langsung antara pembuluh limfe intra pancreatic stimulant dari sekresi pancreatic exocrine, tetapi sejumlah zat-zat neurocrine juga
dan jaringan retroperitoneal. Kondisi anatomi ini memungkinkan terjadinya berperan, termasuk acethylcholine, vasoactive intestinal polypeptide, gastrin-
rekurensi yang tinggi setelah reseksi kanker pankreas. releasing peptide dan P substance. Inhibitor utama sekresi pancreatic exocrine
adalah somatostatin.
Fungsi Endocrine Akibat langsung cedera pankreas menimbulkan :
Sekresi hormon pankreas dihasilkan oleh sel-sel pulau Langerhans. Setiap pulau Perdarahan
berdiameter 75 – 150 mikron yang terdiri dari sel beta (75%), sel alfa (20%), sel Perdarahan ini penting karena a.mesenterika superior yang memvaskularisasi
delta (5%) dan beberapa sel C. Sel alfa menghasilkan glukagon dan sel beta usus berjalan di collum pankreas, sehingga akan menimbulkan cedera arteri
merupakan sumber insulin, sedangkan sel delta menghasilkan somatostatin, tersebut akibat seluruh segmen usus akan iskhemi dan mati.
gastrin, dan polipeptida pankreas.
Glukagon juga dihasilkan oleh mukosa usus, menyebabkan terjadinya glikogenesis Peritonitis
dalam hepar dan mengeluarkan glukosa ke dalam aliran darah. Fungsi insulin Cedera pankreas menimbulkan enzim pankreas yang bersifat proteolitik akan
terutama untuk transfer glukosa dan gula lainnya melalui membran sel ke jaringan, lepas dan mengenai peritoneum (peritonitis)
terutama sel-sel otot, fibroblast dan jaringan lemak. Bila cadangan glukosa tidak
ada, maka lemak akan digunakan untuk metabolisme sehingga akan timbul ketosis Mengganggu fungsi organ eksokrin dan endokrin
dan asidosis. Rangsangan utama pengeluaran insulin dipengaruhi oleh kadar gula
darah. Semua jenis zat gizi seperti glukosa, asam amino, dan asam lemak Diagnosis Ditegakkan secara pasti pada saat durante operasi
merangsang pengeluaran insulin dalam derajt yang berbeda-beda. Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Patologi Laboratorium analisa serum dan urin, amilase lipase
CT Scan
Meskipun sel epitel ductus (epithelial ductal cell) hanya 5% dari seluruh massa
DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage)
pancreas, tetapi sel-sel tersebut merupakan sel asal dari hampir semua tumor
Cara : Masukkan cairan RL 10 cc/kgBB ke dalam cavum peritonii sampai
pancreas. Ciri khas secara mikroskopis tumor duktus pancreas adalah adanya sel
habis. Selanjutnya cairan dialirkan ke dalam kantong dan dilakukan
kelenjar kecil dan besar yang berbeentuk cuboid atau collumnar dan mensekresi
penilaian secara :
cairan mucin. Kelenjar melekat pada jafingan fibrous, sehingga tumor teraba
Kualitatif :
keras.Derajat difernsiasi dari ductal carsinoma bervariasi. Poor differentiated tumor
menunjukkan gambaran sel kelenjar yang lebih sedikit dan lebih banyak sel epitel Darah
yang mengalami anaplasia. Hampir semua penderita tumor pancreas juga menderita Sisa makanan cedera usus
pancreatitis kronis dan dilatasi duktus, atrofi dan fibrosis parenkim asinus, dan Keruh seperti busa cedera pankreas
derajat infiltrasi kelenjar getah bening yang bervariasi. Beberapa pasien juga Akibat enzim mencerna lemak menghasilkan asam lemak reaksi
menderita pancreatitis akut, dimana pada pemeriksaan histologi ditemukan infiltrasi penyabunan jika bercampur dengan calsium
sel PMN.
Kuantitatif Eritrosit > 10.000, lekosit > 500 gangguan intra abdominal
Kelainan pada Pankreas :
1. Trauma Penanganan trauma
Konservatif
Dapat berupa trauma tumpul, tajam, tembak atau iatrogenik.
Observasi
Klasifikasi kerusakan pankreas 4 Derajat :
Operatif :
I. Kontusio ringan , hanya oedem
Drainage ekternal
II. Robekan pankreas, duktus ankreatikus besar normal
Drainage internal Cara Roux-en-Y atau Mouth Fish tehnik.
III. Cedera duktus pankreatikus besar
Reseksi
IV. Cedera pankreas dan duodenum
Bila bagian kerusakan pada :
Pada derajat I enzim pankreas keluar sebagian, sedang derajat II ke atas enzim Cauda pankreatektomi distal sekalian splenektomi
pankreas lepas peritonitis. Corpus Pankreatikojejunostomi / Roux en Y
Caput Pankreatikodudenektomi / Whipple operasi
Komplikasi Pemeriksaan setelah 48 jam
Infeksi, Fibrosis 1. Hematokrit turun > 10% 1
Fistula 2. Ureum darah > 5 mg/dl 1
Pseudokista 3. Kalsium < 8 mg/dl 1
Bentuk pertahanan tubuh membatasi penyebaran enzim. Akibat 4. Saturasi O2 turun 1
terlukanya duktus besar dimana sekresi pankreas tetap berlangsung, 5. Defisit basa > 4 meq/l 1
tekanan tidak mampu membuka spincter oddi, sehingga cairan terkumpul 6. Sequestrasi cairan > 61 1
disekitar pankreas pseudokista Bila terdapat 3 kriteria angka kematian 5%, bila 5 kriteria atau lebih 50%
Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut pankreas dan ditandai oleh Tanda dan Gejala
berbagai derajat edema, perdarahan dan nekrosis pada sel-sel asinus dan pembuluh Gejala pankreatitis akut yang paling menyolok adalah nyeri perut hebat yang
darah. Mortalitas dan gejala klinis bervariasi sesuai derajat proses patologi. Bila timbul mendadak dan terus-menerus. Biasnya nyeri dirasakan di epigastrium,
hanya terdapat edema pankreas, mortalitas berkisar 5-10%, sedangkan perdarahan tetapi dapat terpusat di kanan atau di kiri garis tengah. Nyeri sering menyebar ke
masif nekrotik mempunyai mortalitas 50-80%. Pankreatitis akut dengan edema saja punggung dan penderita mungkin merasa lebih nyaman bila duduk sambil
biasanya pasien akan segera membaik dan bisa sembuh sempurna, didapatkan lebih membungkuk ke depan. Nyeri tersebut sering disertai nausea dan vomitus. Nyeri
dari 90% kasus dengan gejala menghilang dalam satu minggu setelah terapi. biasanya hebat selama 24jam dan kemudian mereda selama beberapa hari.
Pankreas kembali normal baik struktur maupun fungsinya. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan berbagai derajat syok, takikardi, dan demam.
Pada dinding abdomen terdapat nyeri tekan, tetapi rigiditas dan bukti adanya
Etiologi dan Patogenesis peritonitis hanya terjadi bila peradangan mengenai peritoneum. Bising usus mungkin
Faktor etiologi utama pada pankreatitis akut adalah penyakit saluran empedu dan kurang atau tidak ada. Perdarahan retroperitoneal berat dapat bermanifestasi sebagai
alkohol. Penyebab yang lebih jarang adalah trauma, khususnya luka peluru atau memar pada pinggang atau sekitar umbilikus.
pisau, tukak duodenum yang mengadakan penetrasi, hiperparatiroidisme,
hiperlipidemia, infeksi virus dan obat-obat tertentu seperti kortikosteroid dan Diagnosis pankreatitis akut biasanya ditegakkan bila ditemukan peningkatan kadar
diuretik tiazid. Seringkali penyebab yang mempercepat terjadinya pankreatitis tidak amilase serum. Kadar amilase serum meningkat selama 24-72 jam pertama dan
dapat ditemukan. besarnya mungkin mencapai lima kali kadar normal. Kadar amilase kemih dapat
Pankreatitis sangat sering ditemukan pada orang dewasa, tetapi jarang terdapat pada tetap meningkat sampai 2 minggu setelah pankreatitis akut. Perubahan biokimia lain
anak-anak. Pada pria, pankreatitis lebih sering dikaitkan dengan alkoholisme, adalah peningkatan kadar lipase serum, hiperglikemia, hipokalsemia dan
sedangkan pada wanita lebih sering dikaitkan dengan batu empedu. hipokalemia. Hipokalsemia merupakan temuan yang cukup sering, kelainan ini
Terdapat persetujuan umum bahwa mekanisme patogenetik yang umum pada disebabkan oleh nekrosis lemak yang nyata dan disertai pembentukan sabun
pankreatitis adalah autodigesti, tetapi bagaimana enzim-enzim pankreas diaktifkan kalsium. Hipokalemia dapat cukup hebat sampai menyebabkan tetani. Didapatkan
tidak jelas. Pada pankreas normal, terdapat sejumlah mekanisme pelindung terhadap pula lekositosis.
pengaktifan enzim secara tidak sengaja dan autodigesti.
Radiodiagnostik Imaging steril. Infeksi sekunder akan menimbulkan abses bakterial yang dapat menyebabkan
Sekitar duapertiga kasus dengan foto polos abdomen didapatkan abnormalitas. Ynga syok septik.
paling sering tampak adalah dilatasi segmen tertentu dari gastrointestinal (sentinel Komplikasi berupa perdarahan terutama pada pankreatitis nekrotikans dapat
loop) seperti jejunum, colon transversum atau duodenum di sekitar pankreas. menyebabkan kematian. Perdarahan dapat berasal dari tukak peptik dan erosi
Gambaran distensi kolon kanan dengan gambaran udara yang mendadak menghilang pembuluh darah sekitar pankreas disertai trombosis v.lienalis dan v.porta.
di pertengahan colon transversum(colon cut off sign) yang disebabkan karena Pseudokista pankreas dapat timbul setelah lebih dari dua minggu perjalanan
spasme dari colon yang teriritasi disekitar pankreas. Kedua gambaran ini relatif tidak pankreatitis akut yang gejala pankreatitisnya sempat mereda dulu. Pseudokista ini
spesifik. Kalsifikasi glandular bisa didapatkan terutama pada pankreatitis kronik. terjadi karena pengumpulan cairan pankreas yang dikelilingi membran jaringan ikat.
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan pembengkakan karena edema pankreas Walaupun kista dapat hilang spontan, dengan pemeriksaan ultrasonografi
jelas, pelebaran duktus, cairan sekitar pankreas dan mungkin batu empedu. pseudokista ini lebih sering ditemukan.
Pemeriksaan CT scan adalah pemeriksaan yang terbaik karena dapat membedakan Serangan pankreatitis yang berulang dapat menyebabkan kalsifikasi pankreas,
adanya nekrosis, abses, maupun pankreatitis tanpa nekrosis. CT scan pankreas diabetes mellitus sekunder, dan steatorea terutama pada pankreatitis alkohol.
dengan menggunakan kontras intravena seharusnya dilakukan pada penderita
pankreatitis akut yang tidak menunjukkan tanda perbaikan dalam 48-72 jam. Dengan Terapi
zat kontras daerah yang mengalami nekrosis dapat diidentifikasi karena tidak akan Penanganan pankreatitis akut sampai beberapa dekade ini masih kontroversial,
berisi kontras. Jadi CT scan dapat memberikan nilai prognosis berdasarkan derajat bervariasi dari terapi konservatif sampai tindakan bedah yang agresif. Kini sudah
kerusakan pankreas. Dengan lima derajat kerusakan pankreas dari A sampai E mulai diketahui patofiosiologi dari pankreatitis akut, dengan penampilan klinis dari
(A=normal, B=edema/pembesaran, C=inflamasi peripankreas, D=single fluid yang ringan sampai yang berat yaitu pankreatitis nekrotikan. Sebagian besar
collection, E=multiple fluid collection). pankreatitis (80%) bergejala ringan dan sembuh sendiri hilang gejalanya dalam 3-5
Kelebihan lainnya adalah jika daerah nekrosis dapat diidentifikasi dapat dilakukan hari. Pasien dengan pankreatitis ringan berespon baik dengan terapi konservatif,
aspirasi dengan jarum suntik untuk mengambil spesimen pemeriksaan kultur dan membutuhkan lebih sedikit terapi cairan infus dan analgetik. Lain halnya dengan
pewarnaan gram yang berguna untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi. pankreatitis berat yang bermanifestasi gagal organ dengan komplikasi lokal seperti
Gambaran yang didapatkan bisa berupa relatif normal, phlegmon pankreas, nekrose nekrosis, pembentukan abses atau pseudokista. Pankreatitis berat bisa didapatkan
pankreas, pseudokista maupun abses. Pada pseudokista pankreas bisa diperkirakan pada 15-20% dari semua kasus pankreatitis akut.
tebal dari kapsul kista tersebut. Secara umum semua pasien dengan pankreatitis akut sedang sampai berat
Beberapa minggu setelah gejala pankreatitis mereda, ERCP bisa dilakukan untuk seharusnya dirawat di ICU dan dirawat oleh di RS Pusat rujukan dimana tim
menentukan penyebab dari pankreatitis yang belum diketahui, seperti pada penderita spesialisnya ada (ahli ICU, ahli endoskopi, ahli radiologidiagnostik dan ahli bedah)
dengan tanpa riwayat minum alkohol dan tidak adanya bukti batu empedu. sehingga mampu memberikan terapi suportif yang maksimum. Komplikasi bisa
muncul kapan saja sehingga reassessment dan monitoring kontinyu diperlukan.
Komplikasi Saat ini infeksi dari pankreas yang nekrosis merupakan faktor resiko terbesar
Komplikasi pankreatitis akut ini sangat bergantung pada perjalanan klinisnya. Yang penyebab sepsis sampai muncul kegagalan multi organ yang merupakan komplikasi
paling sering terjadi adalah syok dan kegagalan fungsi ginjal. Hal ini terjadi selain pankreatitis akut yang paling mengancam jiwa. Infeksi pada pankreas yang nekrosis
karena pengeluaran enzim proteolitik yang bersifat vasoaktif dan menyebabkan bisa didapatkan pada 40-70% dari pasien dengan pankreatitis nekrotikan. Saat ini
perubahan kardiovaskuler disertai perubahan sirkulasi ginjal, juga disebabkan oleh penanangan pankreatitis akut sudah bergeser dari tindakan bedah derbidement awal
adanya sekuestrasi cairan dalam rongga retroperitoneum dan intraperitoneum, ke terapi konservatisf agresif di ICU.
terutama pada pankreatitis hemoragika dan nekrotikans. Dimana terapi konservatif dilakukan pada fase awal dan tindakan bedah dilakukan
Kegagalan fungsi paru akibat pankreatitis akut akdang terjadi dan menyebabkan pada fase kedua. Perkembangan di bidang radiodiagnostik imaging dan tehnik
prognosis yang buruk. Hal ini terjadi akibat adanya toksin yang merusak jaringan minimal invasif membuat perubahan besar pada banyak penanganan kasus bedah.25
paru yang secara klinis dicurigai bila ada tanda hipoksia ringan sampai edema paru Pada prinsipnya ada dua tujuan terapi yang dilakukan pada penanganan awal
yang berat berupa sindrom ARDS. Fungsi paru juga menurun akibat efusi pleura pankreatitis akut, pertama yaitu terapi supportif dan terapi spesifik pada komplikasi
yang biasanya terjadi di sebelah kiri. Pergerakan diafragma sering terbatas akibat yang muncul. Kedua adalah membatasi dari perkembangan memberatnya respon
proses di dalam rongga perut. infalmasi dan nekrosis dengan spesifik memutus rantai patogenesisnya. Dengan
Nekrosis yang kemudian menjadi abses dapat terjadi dalam perjalanan pankreatitis tingginya angka mortalitas , penanganan bedah tidak dianjurkan. Pengobatan primer
akut. Proses lipolitik dan proteolitik menyebabkan trombosis dan nekrosis iskemik dini pada pankreatitis akut adalah dengan obat-obatan, sedangkan pembedahan
sekunder sehingga mula-mula timbul massa radang atau flegmon atau abses yang dibatasi pada keadaan dimana saluran empedu mengalami obstruksi atau
mengalamin komplikasi spesifik seperti pseudokista pankreas. Sasaran pengobatan Pada penelitian prospektif randomized trial (RCT) membandingkan tindakan
adalah menghilangkan nyeri, mengurangi sekresi pankreas, pencegahan atau reseksi/debridement pankreas pada fase awal (dalam 72 jam dari gejala muncul)
pengobatan syok, perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan pengobatan dengan fase lanjut (paling tidak 12 hari dari onset gejala) didapatkan angka mortalitas
infeksi sekunder. Syok dan hipovolemia diatasi dengan infus plasma dan elektrolit 56% dibanding 27%.33 Saat ini telah disepakati bahwa tindakan bedah pada
dengan menggunakan hematokrit, tekanan vena sentral dan produk urin sebagai pankreatitis akut berat dilakukan sebisa mungkin pada fase lanjut. Tiga atau empat
petunjuk apakah pergantian volume cukup atau tidak. Untuk mengatasi nyeri minggu dari onset gejala dianggap waktu yang cukup optimal untuk melakukan
diberikan meperidin (Demerol) dan bukan opiat, karena kurang menyebabkan tindakan bedah dimana batas antara jaringan nekrotik dan sehat menjadi tegas
spasme sfingter Oddi. Penghentian semua asupan oral dan penyedotan isi lambung sehingga mengurangi perdarahan dan pengambilan jaringan eksokrin/endokrin yang
yang terus-menerus akan mengurangi peregangan usus dan mencegah isi yang asam sebenarnya masih sehat dan dibutuhkan. Hanya pada kasus pankreatitis nekrotikan
masuk ke duodenum dan merangsang sekresi pankreas. Bila terdapat infeksi perlu yang terbukti terinfeksi dan muncul komplikasi perdarahan masif atau perforasi usus
diberikan antibiotik dan dapat diberikan selama 2 minggu pertama dengan harapan dibutuhkan tindakan bedah segera.
dapat mencegah abses pankreas m Abses pankreas diobati dengan drainase melalui Pseudokista dirawat dengan drainase interna antara dinding anterior kista dan dinding
dinding anterior abdomen atau pinggang. posterior antrum lambung. Pada pseudokista pankreas tidak ada satu cara yang dapat
Karena perkembangan jaringan nekrosis tidak bisa dicegah maka pemberian untuk menangani setiap kasus.Untuk pseudokista akut harus ditunggu 4-6 minggu
antibiotik profilaksi pada pankreatitis akut berat adalah rasional. Efektivitas sampai terbentuk dinding kista yang matur dan baru dikerjakan drainase. Penulis lain
pemberian antibiotik profilaksi dalam menurunkan angka komplikasi sepsis dan mengatakan lama tunggu 4-6 minggu dihitung dari mulai saat diagnosis ditegakkan.29
mortalitas dari pankreatitis nekrotikan telah dibuktikan oleh beberapa penelitian. Drainase perkutan dikerjakan dengan bimbingan USG dan CT Scan. Apabila
dikerjakan simple aspirasi mempunyai angka rekurensi 70%, tetapi bila dilakukan
Terapi kausatif juga diperlukan pada gall stone pankreatitis dengan batu yang pemasangan kateter (seperti drainase eksterna) angka keberhasilan mencapai 67-81%.
impacted, sepsis bilier atau obstruksi jaundice. Meskipun belum ada konsesus yang Drainase endoskopi dikerjakan pada pseudokista kronis dengan membuat fistel
jelas untuk indikasi penggunaan ERCP dan endoscopic sphincterotomy (ES), secara enterokista, umumnya dibuat fistel antara kista dengan lumen gaster atau dengan
umum diindikasikan pada kolangitis akut dangan atau tanpa obstruksi jaundice. lumen duodenum.30 Drainase endoskopik ini dapat juga dikerjakan pada pseudokista
Tehnik ini dapat memperbaiki gejala dan mencegah progresifitas penyakit bila post trauma dengan hasil memuaskan, bahkan dikatakan tindakan bedah pada
dilakukan lebih awal. Sebaliknya kolesistektomi terbuka dengan eksplorasi duktus drainase interna dan ekstirpasi mempunyai morbiditas yang tinggi berupa fistel dan
biliaris supraduodenal dan insersi T-tube tidak dianjurkan pada penanganan pasien sepsis.31 Dianjurkan dilakukan drainase operatif atau dikerjakan pungsi aspirasi
pankreatitis berat dengan batu empedu. meskipun dengan pungsi ini hasilnya kurang memuaskan karena rekurensinya tinggi.
Indikasi intervensi bedah pada pankreatitis akut nekrotikan : Dari penelitian penggunaan perkutaneus kistogastrostomi pada kasus-kasus
1. Infeksi jaringan nekrosis pankreas pseudokista post pankreatitis kronis mempunyai angka komplikasi berupa
2. Pada jaringan nekrosis yang steril, bila : pankreatitis nekrotikan persisten, ketidaktepatan penempatan kateter sebesar 5% dan 11% terbentuk abses.32
pankreatitis akut fulminant Penanganan drainase endoskopik hanya berfaedah bila tidak ada indikasi yang pasti
3. Munculnya komplikasi pankretitis akut, seperti perforasi usus dan perdarahan apakah akan dilakukan pembedahan atau drainase perkutan.
Penegakan diagnosis untuk mengetahui jaringan nekrotik steril atau terinfeksi sangat Pseudokista yang terletak pada bagian kauda dapat dilakukan reseksi pankreas distal
penting dalam penanganan pankreatitis nekrotikan. Pemeriksaan penunjang yang termasuk pada kasus post trauma. Penanganan dengan drainase eksterna mempunyai
dilakukan adalah dengan CT scan tampak udara di retroperitoneal atau dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, tetapi cara ini tetap menjadi pilihan dan sangat
FNAB dari jaringan pankreas atau peripankreas yang nekrotik FNAB dilakukan bermanfaat pada penanganan pseudokista dengan kondisi penderita yang jelek dengan
dengan akurat, aman dan dilakukan oleh ahlinya dengan bimbingan CT atau USG, tujuan lifesaving. Pada 12-20% dari penanganan dengan cara ini akan terjadi fistel
diindikasikan pada pasien dengan CT terbukti nekrotik dan klinis sepsis. atau rekurensi. Drainase interna merupakan tindakan terbaik dengan syarat bahwa
Bila infeksi muncul terapi yang dilakukan adalah dengan secara mekanik membuang dinding kista sudah matur dengan angka mortalitas 2% dan rekurensi 5%.
jaringan nekrotik. Pasien pankreatitis nekrotikan berat dapat jatuh ke dalam kondisi
kritis dalam berberapa jam sampai beberapa hari dari onset gejala. Beberapa tahun Untuk giant pseudokista sebaiknya dilakukan drainase eksterna atau dibuat drainase
yang lalu intervensi bedah dianjurkan untuk dilakukan saat komplikasi sistemik ke jejunum, dan untuk kista pada korpus dan kauda yang tidak melekat ke gaster
organ muncul. Mortalitas dari intervensi awal bedah ini lebih dari 65% dibuat kistojejunostomi.
Bila fase akut penyakit mereda, makanan oral dapat diberikan. Pemberian makanan
dapat dimulai dengan karbohidrat yang paling sedikit merangsang sekresi pankreas.
Usahakan untuk menentukan sebab peradangan. Penderita dinasehati untuk tidak
minum alkohol paling sedikit selama 3 bulan, dan bila pankreatitis diduga
diakibatkan alkohol, sebaiknya penderita tidak lagi minum alkohol selamanya.
Prognosis
Prognosis pankreatitis akut dapat diprediksi berdasarkan kriteria klinis dan kriteria
radiologis. Kriteria Ranson adalah kriteria klinis yang paling sering digunakan.
Ranson mempunyai 11 kriteria yang kemudian dianalisis multivariat untuk
memprediksi survival dari penderita pankreatitis akut. Kriteria ini meliputi 5 poin
yang dinilai pada waktu pemeriksaan pertama dan 6 poin yang dinilai 48 jam
kemudian. Dengan tabel kriteria Ranson dapat dipastikan derajat kegawatan
pankreatitis akut. Mortalitas pankreatitis akut sangat bergantung pada gambaran
klinis dan berkisar antara 1 sampai 75%. Pada setiap kriteria Ranson diberikan
angka 1. Angka kematian untuk pasien yang kurang dari tiga kriteria kira-kira 5%,
sedangkan pasien dengan lima atau lebih kriteria positif adalah diatas 50%. Dengan
mengenal stadium awal perjalanan serangan pankreatitis berat, dapat dilakukan
pengelolaan yang rasional dalam pengobatan pankreatitis tersebut.
Acute Physioloy and Chronic Health Enquiry (APACHE-II) juga bisa untuk
memprediksi outcome dari proses pankreatitis akut.Sistem ini mempunyai kelebihan
dengan dapat dihitung secara berulang tiap waktu. Nilai skor dibawah 9
menunjukkan derajat pankreatitis akut yang ringan dengan survival rate yang tinggi,
sedang skor nilai diatas 13 mempunyai kecenderungan mortalitas yang tinggi.
APACHE-II lebih kompleks dan lebih banyak kriteria yang dinilai daripada Ranson
sehingga jarang dipergunakan.
Pentingnya mengetahui adanya proses nekrosis pada pankreas bisa didapatkan
dengan CT scan, dan bisa mendapatkan gambaran derajat kerusakannya. Nekrosis
lebih dari 50% dari jaringan pankreas dan adanya akumulasi cairan yang banyak di
peripankreatik area serta adanya gambaran udara menunjukkan prognosis yang
buruk.
PERITONITIS
Ketiga jenis tindakan tersebut harus dilaksanakan dengan tepat dan adekuat untuk
mencapai hasil terapi yang optimal sehingga dicapai mortalitas dan morbiditas yang
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 rendah
Peritonitis adalah keadaan akut abdomen yang sering dijumpai akibat inflamasi dan Anatomi Peritoneum
infeksi selaput peritoneum rongga abdomen. Peritonitis suatu kumpulan gejala Peritoneum adalah selaput serosa tipis dan tembus cahaya. Peritoneum adalah
akibat iritasi peritoneum yang dapat disebabkan oleh bakteri, kimiawi atau darah. membrana serosa yang melapisi rongga perut dari diafrahma meluas kebawah
Berdasarkan proses terjadinya peritonitis dapat dikelompokkan menjadi peritonitis sampai pelvis. Dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
primer , sekunder,tertier dan intra peritoneal abses. Peritonitis adalah kasus Peritoneum parietale melapisi dinding perut dari dalam
yang memerlukan penanganan segera karena angka mortalitasnya tinggi. Secara Peritoneum viserale (tunika serosa) yang melapisi organ-organ dalam perut.
umum angka mortalitas peritonitis bervariasi dari : Ringan (<10%), Sedang (<20%), Organ yang hampir seluruhnya dilapisi oleh peritoneum disebut organ intra
dan Berat (20 – 80%). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka peritoneal, sedangkan yang tidak dilapisi atau dilapisi kurang dari sepertiganya
morbiditas dan mortalitas antara lain adalah tipe penyakit primer atau penyebab, disebut organ ekstra / retroperitoneal.
lama penyakit sebelum operasi , adanya kegagalan organ sebelum terapi, usia serta
keadaan umum pasien. Peritonitis yang ditemukan lebih awal akan memberikan Peritoneum yang menghubungkan peritoneum parietale dan viserale juga
prognosis yang lebih baik. Pengobatan standart infeksi intraabdominal terdiri dari berfungsi
kontrol sumber kontaminasi dari bakteri didalam rongga peritoneal dan drainase, sebagai alat penggantung :
serta debridement dari infeksi yang pada umumnya memerlukan tindakan mesenterium : penggantung usus halus.
pembedahan, terapi antimikroba yanng memiliki daya bakterisida pada mesenteriolum / mesoapendiks
mikroorganisme yang menjadi penyebabnya, dan tindakan suportif berupa mesokolon transversum
oksigenasi yang adekuet, terapi cairan dan pengelolaan nutrisi. Ketiga jenis tindakan mesosigmoideum,mesovarium,mesosalpinks,dsb.
tersebut harus dilaksanakan secara tepat dan adekuat untuk mencapai hasil terapi
yang optimal sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Peritoneum yang menggantung bebas sebagai duplikatur : omentum
Kedua jenis peritoneum ini terdiri atas selapis epithel pipih simplek, disebut
Infeksi intra abdominal adalah respon inflamasi pada peritoneum terhadap mesothelium Celah diantara peritoneum parietalis dan peritoneum visceralis
mikroorganisme dan toksinnya yang menghasilkan eksudat purulen pada rongga
disebut cavitas peritonealis. Pada keadaan normal celah ini mengandung sedikit
peritoneum. Infeksi pada rongga peritoneum (intraperitoneal) berbentuk suatu
cairan yang dikenal sebagai liquor peritonii. Pada laki-laki celah ini merupakan
infeksi difus yaitu peritonitis atau fokal yaitu berupa abses intraperitoneal /
celah atau cavitas yang tertutup, tetapi pada perempuan terdapat hubungan dengan
intraabdominal Walaupun tingkat pengetahuan dan pilihan terapinya telah
dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina. Celah atau rongga peritonium
berkembang pesat, sampai dengan saat ini infeksi intra abdominal masih merupakan
secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu sakus mayor dan minor, dan keduanya
salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Tingkat mortalitasnya
dihubungkan oleh foramen Winslowi. Pada sakus mayor terdapat beberapa area
dapat hanya 1% saja pada pasien dengan apendisitis perforasi, namun bisa mencapai
yang potensial secara anatomi maupun fisiologi terkumpulnya cairan atau pus. Area
20% atau lebih pada pasien dengan perforasi kolon atau trauma penetrans pada
tersebut adalah subhepatika kanan, subdiafragma kanan dan kiri, paracolic
abdomen, bahkan dapat mencapai 81% pada pasien yg mendapatkan infeksi intra
gutters dan pelvis.
abdominal pasca operasi. Morbiditas yang dapat timbul, baik sebagai akibat
komplikasi tindakan pembedahan, maupun perjalanan penyakitnya sendiri,
Ruangan-ruangan yang terdapat didalam rongga peritoneum adalah :
menambah lamanya masa perawatan dirumah sakit dan tidak jarang memerlukan
1. Ruang Subhepatika kanan
tindakan pembedahan ulang Pengobatan standar infeksi intra abdominal terdiri dari
Ruang ini dibatasi oleh sebelah atas: permukaan bawah dari lobus kanan hepar,
kontrol dari sumber kontaminasi bakteri di dalam rongga peritoneal dan drainase,
sebelah bawah : fleksura hepatica dan mesokolon tranversum. Disebelah medial
serta debridemen dari infeksi yang pada umumnya memerlukan tindakan
terikat oleh bagian kedua dari duodenum dan ligamentum hepatoduodenal, dan
pembedahan; terapi anti mikroba yang memiliki daya bakterisida pada
sebelah lateral oleh dinding abdomen. Sebelah posterior ruangan ini terbuka
mikroorganisme yang menjadi penyebabnya; dan tindakan suportif berupa
menuju kantong dari Morison, salah satu dari beberapa ruang dalam pada rongga
oksigenasi yang adekuat, terapi cairan, dan pengelolaan nutrisi.
peritoneum yang dapat menjadi tempat pengumpulan cairan dan terbentuknya
abses.
2. Ruang Subfrenika kanan
Ruang ini terletak pada hemidiafrahma kanan dan permukaan superior dari lobus
kanan hepar disebelah medial terikat oleh ligamentum falsiforme dan sebelah
posterior oleh ligamentum koronaria kanan dari hepar.
4. Ruangan Parakolika
Dibagi menjadi bagian kanan dan kiri. Sebelah kanan antara dinding abdomen
dan kolon asenden dan sebelah kiri antara dinding abdomen dan kolon desenden.
Disebelah kiri hubungan antara ruangan ini dan subfrenika dibatasi oleh
ligamentum prenikolika. Di inferior hubungannya dengan rongga pelvis
dihalangi oleh kolon sigmoid. Sebelah kanan dapat berhubungan langsung antara
ruang parakolika kanan dengan ruang subfrenika kanan, subhehepatik dan pelvis. Omentum merupakan jaringan yang kaya vascularisasi dan lemak dengan
mobilitas yang besar, memegang peranan penting untuk mekanisme pertahanan
5. Kantong Lesser alamiah untuk mengatasi inflamasi dan infeksi peritoneum, dapat bersifat sealing
Ruangan ini terletak di posterior dari gaster dan ligamentum gastrohepatika. off leakage dan membawa kolateral pada viscera yang iskemi, juga berhubungan
Sebelah posterior ruangan ini dibatasi oleh lobus kaudatus hepar dan sebelah dengan adhesi.
inferiornya oleh mesokolon transversum. Permukaan anterior dari pancreas
merupakan batas belakang dari ruangan ini. Walaupun terdapat hubungan
Mesenterium adalah lapisan peritoneum yang berlapis ganda yang membungkus
langsung antara kantong lesser dan kavum peritonii mayor melalui foramen
suatu organ dan menghubungkannya dengan dinding abdomen. Dikedua
winslowi, sangat jarang infeksi yang terbentuk pada cavum peritonii mayor yang
permukaannya dilapisi oleh mesotelium dan bagian tengahnya merupakan jaringan
meluas ke kantong lesser. Infeksi yang terbentuk pada rongga ini biasanya dari
ikat longgar yang mengandung sejumlah sel-sel lemak dan nodi limfatiki, bersama-
organ-organ yang dekat dan membatasinya seperti dari gaster dan pancreas.
sama dengan pembuluh darah, limfe, dan saraf yang datang dari dan ke viscera atau
organ.
6. Rongga pelvis
Rongga pelvis adalah rongga yang sangat tergantung pada rongga peritoneum
Peritoneum viscerale dan mesenterium mendapat darah dari arteri splanknikus ,
pada posisi tegak dan semitegak. Di anterior ruang ini dibatasi oleh kandung
vena kembali masuk ke vena porta. Peritoneum parietale mendapatkan darah dari
kencing dan dinding abdomen, sebelah posterior oleh rectum, tulang-tulang
cabang pembuluh darah dari interkostal distal, subkostal, lumbal dan iliaka serta
dinding pelvis dan retroperitoneum. Pada wanita ruangan ini dibagi lagi menjadi
kembali melalui vena cafa inferior.
bagian anterior dan posterior oleh uterus. Anterior adalah kantong uterovesikal,
Peritoneum parietale diinervasi oleh saraf spinal yang sama dengan inervasi pada
dan posterior adalah kantong rektouterina. Daerah ini berada di anterior dari
dinding abdomen, sensitif terhadap stimuli. Setiap iritasi pada peritoneum parietale
rectum dan merupakan lokasi tersering dari abses rongga pelvis (Moore, 1992;
menimbulkan nyeri somatik. Peritoneun viscerale diinervai dari aferen autonum dan
Stern, 1997).
relatif kurang sensitif, respon primer hanha pada tarikan dan distensi serta tekanan,
tak terdapat reseptor nyeri , sehingga respon kualitas dan lokasi nyeri serta spasme
otot terjadi akibat iritasi pada peritoneum parietale.
Fisiologi Hipovolemia
Proses inflamasi menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan eksudasi cairan ke
Peritoneum merupakan single layer of mesothelial cells dengan membran basalis
dalam rongga peritoneum dan jaringan ikat longgar subendotelial. Adanya
yang ditopang oleh jaringan ikat yang kaya dengan pembuluh darah. Permukaan
usus yang atonik dan berdilatasi juga akan mengakumulasikan cairan dalam
peritoneum luas kira-kira 1,8 m2 dan merupakan membran semi permeabel . Kira-
lumen. Kecepatan hilangnya cairan ini bisa mencapai 6-10 liter dalam 24
kira 1m2 berfungsi sebagai pertukaran pasif cairan ekstraseluler, air, elektrolit, dan
jam sehingga dapat menyebabkan syok hipovolemik.
makromolekul dengan kecepatan 30 ml/jam. Penebalan 1mm peritoneum dapat
terakumulasi 18 liter cairan. Pada keadaan normal terdapat kurang lebih 50 ml cairan
Peningkatan tekanan intra abdomen
peritoneum dengan ciri : berat jenis 1,016, konsentrasi protein < 3 gr/dl . Cairan ini
Respon pertama usus terhadap iritasi peritoneal terjadinya hipermotilitas
disekresi oleh peritoneum viscerale dan masuk sirkulasi intra peritoneal. Cairan dari
kemudian terjadi depresi motilitas usus sehingga terjadi illeus paralitik.
suprakolika kanan mengalir kelateral melalui subhepatika kranial ke subdiagfragma
Terdapatnya cairan dalam peritoneum, rongga peritoneum distensi serta
kanan, kaudal sepanjang paracolic gutters dan pericaecal berakhir pada rongga
akumulasi cairan dalam usus akan menambah tekanan intra abdominal.
pelvis. Dari rongga pelvis berjalan ke kranial melalui kedua paracolic gutters ,
Peningkatan tekanan ini akan berpengaruh negatif terhadap fungsi paru-paru ,
kemudian ke subdiagfragma dan ke medial kembali. Sedangkan cairan dari supra
jantung, ginjal, perfusi hepar, intestinal dan splanknikus. Hal ini akan
kolika kiri mengalir kearah kranial dan kaudal samapi pada subdiagfragma dan
menyebabkan terjadinya distres respirasi, kegagalan multi organ dan akhirnya
paracolic gutters kiri . Pergerakan sirkulasi teresebut ditimbulkan oleh tekanan
kematian.
negatif akibat pergerakan diagfragma juga dibantu oleh gerakan usus yang
menggerakkan cairan ke lateral dan kemudian bergerak ke atas.
Respon pertahanan terhadap inflamasi
Ada dua mekanisme pertahanan peritoneum terhadap infeksi bakteri yaitu :
Adanya stimulus seperti endo dan eksotoksin bakteri, trauma, akan
Bakteri dieliminasi dari rongga peritoneum melalui sirkulasi intraperitoneum
merangsang respon imun , baik respon imum seluler maupun humoral.
ke saluran limfe, masuk ke duktus torasikus dan kemudian masuk sirkulasi
sistemik, kemudian diatasi oleh mekanisme pertahanan sistemik.
Bakteri intraperitoneum akan diatasi oleh masuknya lekosit polimorfonuklear , Respon sekunder
opsonisasi dan makrofag, semuanya akan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Respon sistemik pada inflmasi peritoneum sama dengan respon organ lain
terhadap trauma dan operasi. Gejala akibat inflamasi sangat bervariasi
menurut luas daerah yang terkena , lokasi, etiologi dan onset timbulnya..
Respon terhadap cedera, infeksi dan inflamasi Respon endokrin
Peritonitis merupakan stimuli pada beberapa organ endokrin. Segera
Respon primer
Peradangan membran medula adrenal mengeluarkan adrenalin dan nor adrnalin yang
Setelah terjadi luka atau injury, histamin dan faktor yang mempengaruhi menyebabkan vasokonstriksi sistemik, takikardi dan keluarnya keringat.
permeabilitas membran peritoneum akan dikeluarkan oleh mast sel Kortek adrenal akan mensekresi hormon kortisol dalam 2-3 hari pertama.
peritoneum, sehingga menyebabkan peningkatan vaskuler peritoneum. Sekresi aldosteron dan ADH akan meningkat sebagai respon dari
Terjadi transudasi cairan yang diikuti oleh eksudasi cairan yang kaya protein hipovolemi. Dengan demikian akan terjadi retensi air dan natrium.
ke rongga peritoneum. Pada fase vaskuler dan fase transudasi, peritoneum
berfungsi sebagai two way street sehingga toxin atau bahan-bahan lain yang Respon jantung
ada dalam cairan peritoneum dapat diabsorbsi masuk kedalam cairan limfe, Penurunan volume cairan ekstraseluler akan menyebabkan terjadinya
kemudian ke aliran sistemik. Transudasi cairan interstitiel ke dalam rongga penurunan venous return dan cardiac output. Keadaan asidosis akan
peritoneal diseluruh peritoneum yang meradang diikuti dengan eksudasi menyebabkan melemahnya daya kontraktilitas jantung dan menambah
cairan kaya protein. Cairan eksudat dalam rongga peritoneum mengandung menurunnya cardiac output. Pemberian cairan intra vena akan
banyak fibrin dan plasma protein lain yang dapat menggumpal memperbaiki keadaan ini.
menimbulkan perlengketan yang membantu melokalisir sumber penyebaran.
Penyembuhan peritoneum setelah cidera biasanya sangat cepat, dan terjadi Respon respirasi
secara simultan. Tiga hari setelah cedera, permukaan luka akan ditutupi oleh Distensi abdomen akibat adanya edema peritoneal, illeus paralitik dan
jaringan ikat yang mirip dengan mesotelium. Pada hari kedelapan regenerasi adanya rasa nyeri akan menghambat gerakan pernafasan. Frekwensi
mesotel akan terjadi degan sempurna. pernafasan akan meningkat oleh kaarena adanya hipoksia dan metaboilk
asodosis dan pada akhirnya akan terjadi alkalosis respiratorik.
Adanya hiperventilasi ringan, alkalosis respiratorik dan penurunan Peritonitis tertier
kesadaran merupakan tanda dini adanya sepsis. Adalah peritonitis yang terjadi setelah dilakukan tindakan pembedahan dan
terapi antibiotika pada peritonitis sekunder, kemudian terjadi infeksi yang
Respon ginjal berlanjut dan super infeksi, atau gangguan sistim imunitas pada pasien
Hipovolemi, penurunan cardiac output akan menyebabkan penurunan sehingga tidak dapat menahan infeksi dan peritonitis menjadi persisten, serta
Renal blood Flow dan GFR sehingga terjadi peningkatan sekresi ADH berakhir dengan kematian.
dan Aldosteron,. Reabsorbsi garam dan air meningkat dan sekresi Misal :
kalium akan meningkat. Peritonitis tanpa dapat dibuktikan adanya patogen
Peritonitis karena jamur
Respon metabolik Peritonitis akibat bakteri yang patogenitasnya rendah
Metabolisme rate biasanya meningkat oleh karena kebutuhanb akan
oksigen meningkat. Bersamaan dengan itu kapasitas paru dan jantug Abses intraperitoneal/intraabdominal
untuk mengeluarkan oksigen menurun, sehingga menyebabkan Adalah infeksi yang terbatas (terlokalisir) pada rongga peritoneum
terjadinya metabolisme anaerob. Oleh karena terjadi hipoperfusi dari
ginjal maka clearence asam akan terhambat sehingga terjadi asidosis Infeksi intraabdominal dapat mengalami komplikasi yang berupa sepsis, beberapa
metabolik. hal yang perlu dipahami dari sepsis berdasarkan konsensus yang telah disepakati
oleh “The American College of Chest Physicians and The Society of Critical Care
Klasifikasi peritonitis Madicine” pada bulan Agustus 1991, apabila terdapat infeksi bakteri yang berat,
maka akan terjadi perubahan fisiologis dan disfungsi organ berupa :
Saat ini peritonitis dibagi menjadi 3 berdasarkan sumber dan kausa kontamiasi
mikroba. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), adalah respon inflamasi
Peritonitis primer terhadap berbagai sebab yang ditandai oleh dua atau lebih perubahan berikut ini
Adalah inflamasi difus yang disebabkan oleh bakteri dan tanpa disertai adanya yaitu perubahan temperatur tubuh (>38 0C atau <36 0C), denyut jantung
gangguan integritas organ dan saluran pencernaan. Pada keadaan ini sangat >90x/menit, frekuensi pernafasan >20x/menit atau PaCO2 >32 torr, dan
jarang ditemukan infeksi polimikrobial. Infeksi dapat terjadi sebagai hitung lekosit > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3.
penyebaran hematogen atau limfogen dari organ ekstraperitoneal Sepsis adalah respon tubuh sistemik terhadap infeksi dengan SIRS dan dapat
Misal : dibuktikan adanya infeksi.
Peritonitis spontan pada anak Sepsis Berat adalah sepsis yang disertai dengan hipoperfusi atau disfungsi “
Peritonitis spontan pada dewasa end Organ “.
Peritonitis pada pasien dengan CAPD Syok Septik adalah sepsis yang disertai dengan hipotensi dan perfusi jaringan
Peritonitis tuberkulosis dan peritonitis granulomatosis yang inadekuat walaupun telah mendapat resusitasi cairan.
Sindroma Sepsis adalah terdapatnya tanda dan gejala sepsis yang tidak dapat
Peritonitis sekunder dibuktikan adanya focus infeksi atau bakteri di dalam darah.
Adalah infeksi akut pada peritoneum yang difus dan disebabkan oleh perforasi Bakterimia adalah ditemukannya bakteri di dalam darah.
atau kebocoran suatu anastomosis intestinal atau pankreatitiis nekrotikans yang Multiple Organ Dysfunction Syndrome adalah terdapat perubahan fungsi
terinfeksi. Tidak termasuk ke dalam golongan ini adalah perforasi ulkus organ pada pasien secara akut sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan
peptikum kurang dari 12 jam, dan perforasi pada usus halus akibat trauma yang tanpa suatu intervensi.
kurang dari 24 jam, apendisitis non perforasi, kolesistitis akuta dan nekrosis
usus simpe SIRS, Sepsis, dan syok septik sering berhubungan dengan infeksi bakteri, namun
Misal : bakterimia tidak selalu dijumpai. Hal ini disebabkan bakterimia dapat terjadi transien,
Acute perforation peritonitis seperti yang sering ditemukan pada trauma mukosa usus. Bakterimia dapat terjadi
Perforasi gastrointestinal primer (yaitu tanpa diketahui adanya fokus infeksi) atau dapat pula sekunder (lebih
Iskhemia intestinal sering), yaitu berasal dari suatu fokus intra atau ekstra vaskuler yang dapat
Pelvioperitonitis diindentifikasi.
Anastomosis yang terbuka
Patogenesis dan Patofisiologi Perforasi yang berhubungan dengan perdarahan dan perforasi akibat trauma
penetrans akan sering berakibat pada peningkatan konsentrasi hemoglobin didalam
Infeksi intra abdominal seringkali disebabkan oleh perforasi dari traktus bilio-enterik
rongga peritoneum maupun jaringan lunaknya yang telah terkontaminasi. Oleh
yang melepaskan mikroba di dalam rongga peritoneum. Pergerakan fisiologis
karena itu adanya hematoma intraperitoneal pada kedua keadaan tersebut akan
normal di dalam cairan peritoneal akan menyebarkan kontaminan mikroba didalam
mempercepat multiplikasi mikroba.
kavum peritonei. Selanjutnya infeksi berkembang dan bergantung kepada beberapa
faktor yaitu :
Benda Asing
Debris seluler dan sisa makanan yang belum terdigesti akibat perforasi pada kolon
Jumlah Bakteri
akan mempunyai efek penting sebagai benda asing. Demikian pula dengan bahan-
Meskipun peritonitis dan infeksi intra abdominal sering dibahas sebagai satu
bahan material yang digunakan pada penjahitan di dalam abdomen atau benda asing
kesatuan penyakit, peritonitis dapat timbul sebagai akibat perkembangan dari
yang menyebabkan trauma penetrans juga dapat meningkatkan proliferasi bacteria.
berbagai penyakit. Faktor penting yang membedakan ringan atau beratnya peritonitis
Jaringan mati dapat terjadi sebagai akibat devaskularisasi jaringan akibat trauma
adalah jumlah bakteri residen pada traktus gastrointestinalis pada saat perforasi
penetrans maupun pembedahan sendiri. Jaringan mati dan benda asing akan menjadi
terjadi.
tempat berproliferasinya mikroba yang akan sulit dicapai oleh mekanisme
Sebagai akibat hal tersebut diatas, maka perforasi pada gaster akibat ulkus peptikum
fagositosis sel-sel imun.
tidak segera terkontaminasi oleh bakteri karena kondisi hiperasiditas yang
menyebabkan rendahnya koloni bakteri. Sedangkan perforasi pada apendisitis,
Faktor Sistemik
konsentrasi bakteri intralumen apendiks adalah 106 s/d 107 per gram isi apendiks.
Faktor sistemik dapat pula mengurangi respon pertahanan tubuh dan meningkatkan
Pada kolon rektosigmoid bahkan lebih tinggi lagi yaitu terdapat kontaminasi dengan
virulensi bakteri pada peritonitis. Penyakit penyerta seperti Diabetes Melitus, atau
konsentrasi 1010 s/d 1011 pergram feses pada saat perforasi. Oleh karena itu pada
malnutrisi kalori dan protein dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi.
kedua keadaan tersebut akan terjadi peritonitis yang berat.
Obesitas akan menyebabkan masalah di dalam respon tubuh terhadap kontaminasi
jaringan lunak karena tebalnya lemak pada omentum dan mesenterium, serta dinding
Adanya obstruksi
abdomen. Alkoholisme akut dan kronis akan menyebabkan debilitas keadaan
Obstruksi dapat menyebabkan meningkatnya potensi kontaminasi bakteri. Apabila
sistemik tubuh. Obat-obatan yang digunakan sebelumnya secara jangka panjang,
terjadi strangulasi dan dan kemudian perforasi, maka cairan usus pada bagian prok
seperti kortikosteroid, akan meningkatkan virulensi peritonitis.
mal dari obstruksi akan memiliki konsentrasi bacteria yang lebih tinggi
dibandingkan jika tidak terdapat obstruksi. Demikian pula pada obstruksi “gastric
Respon Inflamasi
outlet” terdapat peningkatan konsentrasi bakteri dari pada tanpa obstruksi. Sebagai
Respon inflamasi adalah mekanisme utama untuk eradikasi mikroba yang terdapat
pegangan adalah konsentrasi bacteria akan meningkat secara logaritmik dengan
pada cavum peritonei. Proliferasi mikroba akan menyebabkan degranulasi sel Mast,
semakin distalnya letak usus. Hal ini berarti bahwa perforasi pada ulkus peptikum
aktifasi kaskade koagulasi, aktifasi trombosit local, kaskade komplemen, dan sistim
akut dan kanker kolorektal yang pada keduanya dianggap sebagai peri tonitis
bradikinin (sistim kontak). Aktifasi seluruh sinyal inflamasi tersebut akan
sebetulnya adalah dua penyakit yang berlainan sebab adanya perbedaan jumlah
menyebabkan produksi factor-faktor kemotaksis yang selanjutnya akan menarik
bakteri yang berhubungan dengan lokasi anatomis.
netrofil dan makrofag ke dalam lokasi inflamasi yang ditimbulkan oleh kontaminasi
dan proliferasi bakteri.
Hemoglobin
Interaksi proses fagositosis sistim imun dengan proliferasi mikroba akan
Meskipun jumlah bacteria adalah factor yang penting di dalam menentukan derajat
menghasilkan 3 hal, yaitu :
beratnya peritonitis akut, beberapa factor ajuvan lainnya dapat meningkatkan
Pertama adalah inokulasi bacteria dan kecepatan proliferasinya melampaui kapasitas
proliferasi mikroba dan virulensi bakteri pada proses peritonitis. Hemoglobin telah
pertahanan tubuh sehingga akan menimbulkan diseminasi sistemik mikroba dan
diketahui sebagai factor ajuvan di dalam proliferasi bakteri. Pemecahan hemoglobin
respon septic. Dalam keadaan tanpa terapi yang agresif diseminasi sistemik tersebut
di dalam kavum peritoneum akan menyebabkan sumber protein yang segera tersedia
akan berakhir dengan kematian.
untuk aktifitas metabolisme bakteri dan mungkin lebih penting lagi, adalah sebagai
sumber Fe (zat besi). Zat besi adalah unsur yang penting sekali untuk pertumbuhan
Kedua adalah apabila jumlah dan virulensi mikroba yang minimal, kemudian diikuti
dan proliferasi mikroba. Adanya hemoglobin juga mempercepat proses replikasi
oleh kemampuan eradikasi sistim imun maka peritonitis akan mereda dan mikroba
bakteri. Telah pula dibuktikan bahwa hasil metabolisme hemoglobin oleh bacteria
patogen dapat dibunuh. Keadaan ini dapat terjadi pada perforasi ulkus peptikum.
dapat mengasilkan produksi sampingan yaitu leukotoksin yang akan meningkatkan
daya invasi infeksi.
Terakhir, adalah konsentrasi mikroba tetap tinggi di dalam rongga peritoneum dan Sinergisme polimikrobial
sistim imun tubuh dapat melokalisir proses infeksi, namun tidak berhasil Ditemukannya infeksi yang polimikrobial membuktikan bahwa pada peritonitis
mengeradikasi kuman patogen sehingga akan terbentuk rongga abses. Abses sekunder terdapat sinergisme diantara bacteria yang mengkontaminasi rongga
mewakili suatu proses pertahanan antara kuman patogen dengan sistim imun. Oleh peritoneum. Adanya toksin yang dihasilkan oleh E. coli akan menimbulkan respon
karena itu drainase abses dan terapi antibiotik sangat diperlukan untuk eradikasi infeksi dan adanya B. fragilis akan mengeksaserbasi proses infeksi. Dengan
kuman dan keselamatan hidup pasien. demikian terjadi sinergisme pada kombinasi inokulasi B. fragilis dan E. coli.
Abdomen merupakan organ ketiga yang paling sering terkena trauma, setelah kepala
dan thorak. Setiap trauma abdomen harus ditanggungi secara agresif karena
merupakan trauma yang berbahaya. Pada pemeriksaan fisik abdomen, biasanya akan
mengalami perubahan pada beberapa jam kemudian, sehingga bila tidak kita
dapatkan hasil yang positif, harus kita lakukan observasi. Ada anggapan bahwa
2
1. Pars superior duodeni dimana bagian ini setinggi vertebra lumbalis I dan berjalan dari medial
ventral ke kanan dorsal untuk kemudian membelok ke kaudal menjadi
2.
Pars descendens duodeni. Pars descendens pergi ke caudal setinggi vertebra
lumbalis I,II,III untuk membelok ke medial ventral dan menjadi
3.
Pars inferior duodeni. Dimulai sebagai pars horizontal, ia menyilangi
vertebra lumbalis III dari sebelah ventral untuk pergi ke kranial dan datang di
sebelah kiri dari vertebra lumbalis II sebagai
4.
Pars ascendens duodeni. Dan selanjutnya pars ascenden akan melanjutkan
sebagai yeyenum. Antara pars ascendens duodeni dan yeyenum ada belokan
yang disebut fleksura duodenojejunalis, disini ada peralihan dari
retroperitoneal ke intraperitoneal.
Modalitas diagnostik :
Pemeriksaan fisik Trauma tajam abdomen dibedakan dalam 2 jenis :
DPL a. Luka tembak, dibedakan 2 jenis :
Keuntungan DPL dapat dilakukan cepat, komplikasi minimal, sensitif dan 1) Kecepatan rendah :< 1000 feet/detik, umumnya karena senjata sipil /
spesifik untuk perdartahan intraabdomen (90%),tetapi tak dapat polisi. Akan menyebabkan kerusakan jaringan karena laserasi atau
mengidentifikasi organ yang cedera, termasuk yang retroperitoneal dan false terpotong
positif pada fraktur pelvis 2) Kecepatan tinggi : > 3000 feet/detik, umumnya senjata standart militer.
Akan terjadi pengalihan energi yang lebih banyak ke organ abdomen
CT-Abdomen dengan akibat adanya perlubangan tambahan sementara dan peluru
CT-Abdomen dapat mengetahui derajat kerusakan organ, cedera mungkin akan pecah, sehingga cedera organ akan lebih banyak yang
intra/retroperitoneal , perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi serta monitor terkena.
perkembangan pasien, namun kurang sensitif pada cedera usus b. Luka tusuk, bisa dibedakan oleh karena pisau, golok, obeng, pisau lipat, kaca
atau benda – benda tajam lainnya. Kerusakan yang terjadi berupa laserasi, dan
USG Abdomen kerusakan organ lebih sedikit dibandingkan dengan luka tembak kecepatan
USG mudah dikerjakan, dapat diulang, noninvasif, akurasinya tergantung tinggi
tenaga radiologi. USG dapat dikerjakan pada trauma tumpul yang tidak
stabil, bila tak ada USG dapat dilakukan DPL Trauma tajam bisa karena luka tikam dan luka tembak, baik dengan low velocity
. (<1000 feet/detik) maupun high velocity (>3000feet/detik).Cedera potensial dari
Laparoskopi. organ intraabdomen dapat dideteksi dari lokasi luka. Harus diteliti kemungkinan
cedera di tempat lain (high indeks of suspicion). Tindakan penanganan awal tetap
Prosedur laparotomi harus dikerjakan secara sistimatik. Bila terjadi berpedoman pada prinsip ATLS. Adanya tanda iritasi peritoneal menunjukkan
koagulopati,asidosis dan hipotermia akibat perdarahan masif yang tak bisa cedera organ intraperitoneum.DRE ditemukan darah menunjukkan cedera usus, bila
dikontrol, segera lakukan “damage kontrol surgery. Kontrol perdarahan pada tidak ada gejala klinis positif harus tetap waspada. Pemasangan pipa lambung dan
trauma hepar dilakukan dengan perihepatic packing, pringle manoeuvre, liver
4
kateter menetap penting untuk diagnostik atau monitoring adanya perdarahan lewat pada kuadran atas. Bila pada perkusi didapatkan bunyi redup kemungkinan adanya suatu
NGT atau kateter. hemoperitenum.
Diagnosis Palpasi
Tanda yang andal dari iritasi peritoneum adalah nyeri lokal atau menyeluruh
Anamnesa
sampai dengan didapatkan adanya suatu defans muskuler, dimana hal ini
Dapat kita lakukan setelah initial assesment tidak ada kelainan. Anamnesis dari
sering sulit diperiksa pada pasien yang mempunyai kecenderungan untuk
riwayat trauma sangat penting untuk menilai cedera yang terjadi, terutama anamnesis
mengeraskan dinding abdomen
tentang mekanisme trauma dan waktu kejadian traumanya karena hal ini sangat
Tujuan dari palpasi adalah untuk mendapatkan adanya nyeri tekan superfisial,
mempengaruhi prognosis dari pasien.
nyeri tekan dalam atau nyeri tekan lepas, disamping itu dengan palpasi kita
Pasien dengan penurunan kesadaran maka sebaiknya dilakukan aloanamnesis, terhadap
dapat menentukan kemungkingan organ abdomen yang cedera melihat letak
orang yang mengantar atau saksi yang mengetahui kejadian traumanya. Untuk
dari nyeri tekannya. Nyeri tekan lepas terjadi ketika tangan menyentuh perut
mengarahkan pada diagnosis trauma abdomen pada pasien yang sadar tidak banyak
diangkat dengan tiba – tiba, dan biasanya menandakan adanya peritonitis yang
mengalami kesulitan, karena kita bisa menanyakan setiap gejala yang muncul seperti
itmbul akibat darah atau material usus.
nyeri perut, adanya mual dan muntah dan gejala akut abdomen yang lainnya. Sebaliknya
pada pasen dengan penurunan kesadaran disamping kita hanya bisa melakukan
Pemeriksaan rectum dan perineal
aloanamnesa, gejala – gejala subyektif dari pasien akan sulit kita dapatkan sehingga kita
Tujuan dari pemeriksaan colok dubur pada pasien trauma tumpul abdomen
membutuhkan pemeriksaan fisik yang ke arah trauma abdomen dan bila perlu kita
adalah menilai respon ari tonus sfinkter, posisi prostat ( adanya prostat
melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
melayang menandakan adanya ruptur uretra ), dan untuk menentukan apakah
Disamping itu yang paling penting adalah keterangan mengenai tanda – tanda vital,
ada tulang pelvis yang patah. Pada , colok dubur digunakan untuk
cedera yang kelihatan, dan respon terhadap perawatan pra rumah sakit harus kita
mengkonfirmasikan adanya darah akibat perforasi atau untuk memperoleh
dapatkan bila pasien perlu dirawat di tempat lain setelah kejadian trauma.
spesimen tinja untuk pemeriksaan tinja.
Pemeriksaan genital
Pemeriksaan Fisik Adanya darah pada lubang uretra merupakan tanda yang bermakna untuk
Inspeksi kemungkinan adanya cedera uretra. Pemeriksaan scrotum juga penting untuk
Pasien harus ditelanjangi sebelumnya, periksa dinding abdomen sebelah anterior menilai adanya ekimosis atau hematom yaitu menandakan adanya cedera dari
dan posterior, bagian dada dan perineum dari luka goresan, robekan, luka uretra. Sedangkan pada robekan pada vagina dapat juga disebabkan adanya luka
tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya omentun atau usus halus dan tombus atau fragmen tulang dari fraktur tulang pelvis.
status kehamilan.
Pemeriksaan gluteal
Auskultasi Pada 50% kasus pada daerah ini akan ditemukan cedera intraabdomen yang
Dengan auskultasi ditentukan apakah ada bising usus atau tidak. Darah intra lebih berat, termasuk cedera daerah dubur di bawah lipatan peritoneum.
peritoneum yang bebas atau kebocoran ( ekstravasasi ) abdomen akan
memberikan gejala illeus, yang nantinya mengakibatkan hilangnya bising usus. Evaluasi luka tembus
Cedera pada costa, vertebra dan pelvis akan memberikan gejala seperti illeus Bila ada dugaan luka tembus dinding abdomen, kita harus memeriksa lukanya
juga, jadi meskipun tidak ada cedera di dalam abdomen, bunyi bising usus dapat secara lokal untuk mengetahui dalamnya luka. Dan pemeriksaan ini sangat
tidak terdengar atau menghilang. berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. Prosedur ini tidak
dilakukan untuk luka di atas costa, karena akan menyebabkan terjadinya
Perkusi pneumothorak.
Tindakan ini biasanya menyebabkan timbulnya pergerakan dari peritoneum, dan
dapat menunjukan adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat Pemeriksaan lokal luka tusuk
menunjukkan bunyi timpani yang disebabkan akibat dilatasi dari lambung akut
5
Pada pasien trauma dengan tanda – tanda peritonitis yang tidak jelas, maka Diagnostic Peritoneal Lavage ( DPL)
pemeriksaan lokal pada luka tusk yang dilakukan akan bermanfaat, karena 25 – 33 DPL merupakan suatu prosedur diagnosis yang akurat dan dilakukan dengan
% dari luka tusuk di perut depan tidak menembus peritoneum. cepat tetapi invasif dan sangat berperan dalam menentukan pemeriksaan
Dengan kondisi steril dan anestesi lokal, jalan luka diikuti melalui lapis dinding berikutnya, dan dianggap 98% sensitif untuk perdarahan intraperitoneum.
abdomen, bila ditemukan penetrasi melalui fascia depan maka kemungkinan Pemeriksaan ini dilakukan pada trauma tumpul abdomen dengan
adanya cedera intraperitoneum akan lebih tinggi. hemodinamik yang tidak stabil, penderita multitrauma, yaitu antara lain :
1. Penurunan kesadaran, karena cedera kepala, intoksikasi alkohol,
Pemeriksaan Penunjang pengunaan obat – obat terlarang, adanya cedera vertebra
Laboratorium 2. Adanya cedera pada struktur yang berdekatan, misalnya pada costa
Darah diambil dan dilakukan pemeriksaan untuk golongan darah dan pemeriksaan bagian bawah,pelvis, vedera dari lumbal atau spine.
laboratorium rutin pada pasien trauma dengan hemodinamik stabil, dan pada pasien 3. Adanya keraguan pada hasil pemeriksaan fisik
dengan hemodinamik yang abnormal perlu ditambahkan pemeriksaan crossmatch 4. Antisipasi kehilangan kontak yang panjang dengan penderita, karena
dan pemeriksaan laboratorium khusus seperti darah lengkap, elektrolit, glukose, tindakan anestesi umum untuk cedera yang lain dari abdomen,
amilase, tingkat alkohol, gas darah dan pemeriksaan kehamilan pada pasien wanita. pemeriksaan ronsen yang lama waktunya seperti angiografi
Pemeriksaan urin rutin juga perlu dilakukan terutama untuk analisis urin, kadar obat
– obatan, dan untuk pemeriksaan test kehamilan. Disamping itu, DPL dapat juga dilakukan pada pasien trauma dengan
hemodinamik yang stabil dengan indikasi diatas, namun fasilitas USG dan
Pemeriksaan Radiologis CT scan tidak tersedia.
a. Trauma Tumpul abdomen Untuk kontraindikasi dari pemeriksaan DPL ada dua macam yaitu kontra
Pemeriksaan radiologis servikal lateral, toraks anteroposterior (AP) dan pelvis indikasi secara mutlak dan relatif. Pasien dengan indikasi untuk dilakukan
adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien dengan mutipel trauma. Pada laparotomi merupakan kontraindikasi mutlak untuk dilakukan pemeriksaan
pasien dengan hemodinamik stabil atau normal maka pemriksaan ronsen abdomen DPL. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi adanya riwayat operasi
bisa dilakukan dalam keadaan telentang dan berdiri, hal ini untuk mengetahui udara abdomen sebelumnya, pasien dengn kegemukan yang tidak sehat, cirosis
ekstraluminal di retroperitoneum atau adanya udara bebas di bawah diafragma, yang sudah lanjut, dan adanya riwayat kelainan koagulasi sebelumnya
diman dua keadaan ini memerlukan tindakan laparotomi segera. Hilangnya Teknik yang digunakan untuk DPL adalah infra umbilikalbaik yang terbuka
bayangan psoas line pada ronsen abdomen juga menandakan adanya cedera maupun tertutup, sedangkan pad pasien dengan patah tulang panggul atau
retroperitoneum. kehamilan yang tua, lebih disukai pendekatan supraumbilikal terbuka untuk
Bila posisi tegak merupakan kontraindikasi karena adanya nyeri atau adanya
cedera pada vertebra, maka dapat dilakukan pemeriksaan samping secara mencegah masuk ke dalam hematom panggul atau merusak uterus yang
berbaring ( left lateral decubitus ) untuk mengetahui adanya udara bebas di intra membesar.
peritoneum. Bila ditemukan darah, isi usus, serat sayuran, atau cairan bile melalui kateter
pencuci pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, harus dilakukan
b. Trauma tajam abdomen laparotomi segera. Kalau darah gross atau isi usus tidak tersedot, pencucian
Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil dengan luka tembus abdomen dilakukan dengan 1000ml larutan RL yang dipanasi. Dilakukan penekanan
tidak perlu untuk dilakukan pemeriksaan ronsen. Kalau pasien dengan abdomendan log roll, untuk menyakinkan pencampuran yang memadai dari isi
hemodinamik stabil dan mempunyai traumatembus diatas umbilicus atau diduga abdomen dengan cairan pencuci, setelah itu cairan yang keluar dikirim ke
adanya cedera torakoabdominal, maka pemeriksaan ronsen toraks posisi tegak laboratorium untuk analisa kuantitatif bila isi usus, serat sayuran atau cairan bile
sangat berguna untuk membuktikan apakah ada hematothorak atau tidak terlihat.
pneumototaks., atau dapat juga untuk melihat adanya udara intraperitoneum Pada DPL ini dapat terjadi false positif dan false negatif. False positif bila terjadi
Setelah petanda dipasang pada semua tempat keluar masuk toraks, abdomen dan perdarahan retroperitoneal atau fraktur pelvis dan false negatif pada ruptur
pelvis pada pasien dengan hemodinamik yang stabil dapat dilakukan diafragma, perforasi kecil pada usus, vesika urinaria, trauma retroperitoneal pada
pemeriksaan ronsen abdomen dengan posisi tidur (supine) untuk menentukan duodenum, kolon dan pankreas.
jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. Tes yang positif dan memerlukan tindakan laparotomi bila didapatkan:
1. didapatkan aspirasi darah segar kurang lebih 10 ml
6
2. angka eritrosit ≥ 100.000/mm3 Dengan CT scan akan memberikan informasi yang berhubungan dengan cedera organ tertentu
3. angka lekosit ≥ 500/mm3 dan tingkat beratnya dan juga dapat mendiagnosis cedera retroperitoneum dan
4. adanya cairan empedu organ panggul yang sukar untuk diakses melalui pemeriksaan fisik ataupun
5. adanya material makanan / feces DPL.
Kontraindikasi penggunaan CT scan antara lain adanya penundan karena
Hasil DPL dikatakan ragu – ragu bila : menunggu scanner, pasien yang tidak mau bekerjasama dan tidak dapat
1. warna cairan aspirasi pink ditenangkan dengan aman, atau alergi terhadap obat kontras. CT scan bisa
2. angka eritrosit antara 50.000 – 100.000/mm3 gagal mendeteksi cedera usus, diafragma dan pankreas. Bila tidak ada cedera
3. angka lekosit antara 100 – 500/mm3 hepar atau lien, adanya cairan bebas di rongga perut menandakan cedera pada
usus dan / atau mesenterium dan harus dilakukan tindakan laparotomi segera.
Dan dikatakan negatif bila
1. warna cairan aspirasi jernih Penatalaksanaan
2. angka eritrosit ≤ 50.000/mm3
Penanganan pertama pada pasien trauma abdomen harus selalu melakukan
3. angka lekosit ≤100/mm3
Initial Assesment dari A ( airway ), B ( breathing and C spine ),C ( circulation
). Semua trauma yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja
Pasien dengan hasil DPL yang negatif memerlukan observasi 24 jam dan kalau
dan kecelakaan dari olahraga harus dipikirkan adanya trauma abdomen, sampai
perlu dilakukan DPL ulang.
dipastikan tidak terbukti sebagai suatu trauma abdomen. Trauma abdomen yang
tidak terdiagnosa sejak dini merupakan penyebabkan kematian yang sering
USG
terjadi. Dan lebih dari 20% pasien dengan perdarahan intraabdomen tidak
Pada tahun 1998, diperkenalkan USG untuk mendiagnosis kasus – kasus trauma dan
menunjukan tanda – tanda peritonitis pada awal pemeriksaan.
sangat mudah untuk dioperisakan oleh seorang dokter ahli bedah. Pemeriksaan USG
Pasien dengan trauma tumpul abdomen biasanya sulit untuk didiagnosa,
untuk kasus – kasus trauma diberi nama FAST yaitu Focused Assesment for the
terutama pasien dengan trauma yang lain yaitu cedera kepala berat, dimana akan
Sonographic examination of Trauma.
mengaburkan diagnosis dari trauma abdomen, disamping itu dapat juga
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang tidak invasif, memberikan diagnostik
disebabkan adanya intoksikasi karena alkohol, penggunaan obat – obatan
imaging jaringan lunak yang akurat. Kemampuan pengambilan citra multi planar,
terlarang, cedera pada struktur yang berdekatan seperti costa, vertebre ataupun
real time imaging, biaya lebih murah dan dapat menentukan perlu tidaknya tindakan
pelvis. Sehingga pada keadaan ini dibutuhkan pemeriksaan penunjang selain
laparotomi pada pasien trauma abdomen segera setelah kejadian trauma.
pemeriksaan fisik.
Kearuratan USG abdomen dilaporkan angka sensitifitasnya berkisar antara 70 –
90%, sedangkan kelemahannya USG tidak dapat melihat adanya cedera pada
tulang dan masih tergantung dari kemampuan operator.
Pada trauma tumpul abdomen yang paling penting adalah melihat adanya cairan
Penanganan Trauma tajam
bebas yang diperkirakan sebagai suatu perdarahan diantara organ – organ
Setiap kasus abdomen membutuhkan penanganan bedah. Dan paling sering
abdomen. Cairan bebas yang minimal dapat dilihat di empat tempat yaitu fossa
disebabkan oleh senjata pisau. Penting untuk diingat bahwa trauma tajam abdomen
hepatorenal ( morison pouch ), transducer diletakkan dis ebelah pinggang kanan,
dengan luka pada daerah abdomen tinggi bisa saja menembus cavum thorak dan
fossa splenorenal ( kiri ), daerah rectovesikal ( paravesikal), dan daerah
cedera tembus pada dada terutama di daerah inferior dari papila mamae atau pada
rectavaginal ( cavum douglasi).
ujung dari scapula lebih sering mengakibatkan cedera pada organ intraabdominal
dibandingkan dengan intrathorakalis. Pada pasien dengan curiga trauma abdomen
CT SCAN
denga disertai shok, kita harus curiga adanya trauma pada vaskular (bisa pada aorta
CT scan merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transpor pasien ke
ataupun vena cava) atau adanya perdarahan dari organ solid abdomen. Dan pada
scanner, pemberian kontras oral melalui mulut atau NGT, pemberian kontras
keadaan ini sangat perlu tindakan bedah.
intravena dan scanning dari abdomen atas ke bawah. Ini semua memerlukan
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasien trauma tajam abdomen :
waktu dan hanya dapat digunakan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil
1. apakah ada perlukaan / cedera organ dalam
dimana tidak tampak indikasi ntuk dilakukan laparotomi secara segera.
2. apakah ada indikasi operasi
3. apakah rencana penanganannya
7
4. apakah diperlukan pemeriksaan penunjang 4. gambaran radiologis tampak ruptur diafragma
5. hal – hal apa yang perlu diwaspadai 5. adanya luka tembak
6. adakah peran resusitasi dibandingkan operasi 6. adanya hasil positif pada pemeriksaan DPL
7. adakah peran terapi konservatif
Penanganan Trauma pada
Untuk trauma tusuk modalitas yang harus diperhatikan antara lain : 1. Hepar
1. penilaian klinis, segera lakukan eksplorasi pasien bila disertai dengan shok, Tergantung dari berat ringannya derajat kerusakan hepar. Tindakan berupa :
eviserasi, ataupun adanya tanda – tanda peritonitis. Penjahitan
2. observasi klinis, bila trauma tanpa disertai syok, eksplorasi ataupun tanda – tanda Debridement dan ligasi vaskuler yang robek
peritonitis. Observasi dengan tes darah serial ( hb dan hct ), USG dan pemeriksaan Packing – ligasi a. Hepatica
klinis.
2. Lien
Bila abdomen selama observasi tetap tenang dan pasien tidak ada keluhan apapun, Splenorapi
pasien dinyatakan aman dari trauma abdomen. Bila gejala atau tanda – tanda klinis Splenectomi
semakin memburuk, pasien perlu dilakukan tindakan eksplorasi. Pilihan tindakan ini sangat tergantung pada :
1) Keadaan umum penderita
Penanganan Trauma Tumpul Stabilitas hemodinamik
Trauma tumpul abdomen biasanya sulit untuk dilakukan evaluasi, terutama pada Ada / tidak hipotermi
pasien disertai penurunan kesadaran. Bila pasien memiliki tanda – tanda peritonitis Profil faal koagulasi
yang jelas, tindakan yang haarus dilakukan adalah eksplorasi. Bila pasien disertai stasu 2) Ada multi trauma atau tidak
mental yang berubah atau GA dibutuhkan untuk cedera non abdominal atau cedera 3) Luasnya kerusakan liennya sendiri
spinal. Pasien trauma abdomen dengan penurunan kesadaran yang tidak dapat
dilakukan evaluasi terhadap pemeriksaan klinis secara akurat, maka sangat mungkin Pada dasarnya bila kerusakan di bagian jaringan liennya dilakukan
kita membutuhkan pemeriksaan tambahan. splenorapi dan bila lesi pada daerah hilus biasanya berakhir dengan
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan berupa DPL, USG, laparoskopi. Setiap splenektomi
tindakan yang akan diambil dalam menangani pasien truma abdomen, kita harus
malakukan pemeriksaan secara berulang, terutama pada pasien dengan shok, karena 3. Usus Halus
shok dapat mengaburkan hasil pemeriksaan fisik abdomen kita, dan pemeriksaan ini Perforasi yang sederhana dapat dilakukan jahit all layer – continous
harus dilakukan oleh orang yang sama. Untuk setiap pasien trauma harus dilakukan Ruptur total dilakukan reseksi dan anatomose end to end dengan jahitan
pemasangan nasogastrik tube dan DC, hal ini perlu untuk diagnostik dan terapetik. all layer – continous
Kerusakan yang multipel dan luas, dimana membutuhkan reseksi, lebih
Untuk kasus – kasus tert\entu NGT tidak boleh dipasang yaitu pada kasus dengan baik dilakukan ligasi atau stapler pada ujung usus, dan anastomose
curiga fraktur cribiformis. Dan pada hasil pemriksaan didapatkan prostat yang dilakukan setelah kondisi pasien memungkinkan.
melayang, darah pada meatus uretra dan adanya hematom pada scrotum maka itu 4. Kolon
merupakan kontra indikasi untuk dilakukan pemasangan DC. Pada pasien trauma Prinsipnya sama dengan trauma pada usus halus, atau dilakukan exteriorisasi
wanita kita harus curiga adanya kehamilan sehingga kita harus berpikir kearah atau kolostomi
cedera pada uterusnya sampai terbukti tidak ada kelainan.
Pasien – pasien trauma abdomen membutuhkan tindakan bedah terutama eksplorasi 5. Pankreas dan Sistem Biliaris
laparotomi bila dalam pemeriksaan fisik dan penunjang kita dapatkan : shok tanpa Cukup dilakukan drainage dulu, dan bila diperlukan rekonstrauksi dapat
sebab yang jelas direncanakan kemudian setelah keadaan pasien stabil.
1. rigid silent abdomen
2. adanya eviserasi 6. Trauma Ginjal
3. hasil pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran udara bebas dalam cavum Trauma ginjal: Bila terletak dipedikel dipertimbangkan nefrektomi dengan
abdomen sebelumnya dilakukan cross-clamping sekitar pedikel diikuti IVP durante
8
operasi untuk menilai fungsi ginjal kontralateral. Bila trauma sederhana
/parenkim ginjal dilakukan ligasi atu partial nefrektomi
Penanganan
A .Kondisi pasien tidak stabil
Pasien syok harus segera laparotomi bersamaan dengan prosedur resusitasi di
kamar operasi.Indikasi laparotomi darurat antara lain: syok hipovolemik dengan
distensi abdomen yang masif, eviserasi, gejala iritasi peritoneum seperti defans
muskuler,nyeri tekan lepas, hilangnya suara usus, epiplocel
Klinis :
• Relativ mendadak pada hari ke 3 / 4 pasca operasi
• Sakit daerah parotis, sukar menelan & buka mulut
• Demam dengan menggigil
• Pembesaran kel Parotis & kel lymphe leher, sakit tekan
• Ada fluktuasi bila lanjut
Tindakan
• Konservative dengan antibiotika, kumur & kompres hangat
• Pembedahan diindikasikan bila konservative gagal dan ada fluktuasi untuk
mengeluarkan pus dan drainage
Incisi Blair: incisi vertikal pada kulit dan horizontal pada fascia profunda
sepanjang cabang syaraf VII
Komplikasi:
• Abcess pecah ke dalam meatus auditus externus, carotis sheath atau melalui
kulit.
• Fistula parotis
• Cellulitis
• Arthritis temporo-mandibuler
Tumor : Kalau ganas, dg. mengorbankan n. VII. Dengan atau tanpa disseksi kel cervical
tergantung ada tidaknya metastasis lymphatik operabel .Juga dilakukan pada
Mixed Tumor / Adenoma pleomorfi recurrensi setelah parotidectomy superficial.
Klinis
Biasanya usia muda 30 -40 tahun
Pembengkakan tak sakit di belakang angulus mandibulae - tumbuh lambat
Padat, lobuler, batas tegas, mobil bahkan setelah m. masseter dikontraksikan.
Kelenjar terletak dalam m. sternocleidomastoideus
Nervus ke VII tidak terganggu, tidak terlibat selama masih benigna
Lnn. cervicales harus diperiksa secara rutine
Tanda maligna
• Tumor tumbuh cepat
• Tumor menjadi fixed, pasien mulai mengeluh sakit
• Kemudian melekat ke sekitarnya termasuk kulit, muscle dan mandibula
• Konsistensi bertambah keras
• Nervus ke VII mulai terganggu - facial palsy
• Melibatkan kel. lymphe leher
Pada kecurigaan ganas: Incisi biopsi - lebih disukai frozen section - pertimbangan
pathologist. Dapat dilakukan biopsi jarum, awas implantasi tumor ! Pertechnate
Scanning - “cold spot”
Tindakan
1. Excisi extracapsular - recurrensi tinggi
2. Parotidectomy superficial - awas n. VII
3. Parotidectomy total
Adenolymphoma (tumor Warthin)
Tumor benigna - gabungan adenomatosa (oncocytes) dan komponen
lymphomatosa - Oncocytoma jarang (tanpa komponen lymphomatosa)
Suatu tumor epitelial dari lymphonodus juctaparotide
Histologi
Terdiri lapisan epitelial double (dalam collumner) yang tercat eosinophile dan
membatasi ruang kiste.
Epitelium cenderung melipat ke dalam bentuk papiler.
Stroma jaringan lymphoid termasuk follikel lymphe - dipikirkan asal dari
lymphonodi juctaparotide
Klinis:
tumbuh lambat, tumor kistik lebih sering pada ujung parotis. Dapat bilateral.
Diagnosis dengan Pertechnate scanning - “hot spot”
Tumor Mucoepidermoid
Dianggap Low Grade Malignancy. Tumor sebagian kistik sebagian solid. Tidak
menunjukkan gambaran seperti pada Pleomorphy Adenoma
Klinik :
Lebih keras dari pleomorphy adenoma
Kebanyakan tak menyebabkan facial palsy, kecuali bila sangat besar
Tumor ini tumbuh lambat dan sukar dibedakan dg. pleomorphy adenoma, tapi lebih
keras kemudian infiltrasi sepanjang perineural sheet dan masuk dalam medulla
tulang menimbulkan resorbsi. Tumor ini lebih extensive dari apa yang terlihat klinis.
Karena itu menyulitkan tindakan.
KELENJAR THYROID
Aliran darah berasal dari :
- a. Thyroidea superior cabang a. Carotis externa atau a.communis
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 - a. Thyroidea Inferior asal truncus thyreocervicalis
- a. Thyroidea Ima cabang a.Anonyma atau arcus aorta
Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan squelae dari
struma colloides. Diakibatkan oleh kebutuhan exessive yang lama dari
thyroksin.
Nodul Tiroid
High Risk Nodule Soliter
Cold Nodul
BAJAH - Umur < 20 th & > 50 thn
- Jenis kelamin laki-laki
Pe - Pemberian radioterapi
sebelumnya pada daerah
Anaplastik/medulare Papilare Folikulare tidak dapat leher >30 th Lunak
dinilai - Konsistensi keras Nodul tidak fixed
- Pertumbuhan cepat
- Serak Benigna
Inoperabel operabel klinis + - Obstruksi jalan napas
Pemeriksaan FNAB
- Pembesaran limfonodi
Penunjang servikal
Fixed
Ukuran > 3 cm Maligna Tiroiditis /
Inoperabel Operabel Resiko Resiko Ganas jinak Family Suspek malignan Metabolic
BedahMEN II (Multiple
tinggi rendah Endocrine Neoplasma type Folikuler pattern disease
Potong beku II) Hurtle cell
KT + metastasis Jauh Sisa Jaringan Tiroid (+) Sisa Jaringan Tiroid (-)
Abcess Payudara
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection
2002
Jika terdapat pus Antibiotika tidak diperlukan karena terjadi antibioma. Di Cyste dari Payudara
incisi & drainage serta antibiotika 1. Cyste dari mastitis kronis atau Fibrokistik.
2. Galactocele
Retromammaria
Pus terkumpul di belakang payudara atau bahkan di belakang facia profunda.
Kadang pus banyak mendorong payudara ke depan. Ini disebabkan oleh:
Fibrocystik / Cyste mastopathia
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
Perluasan ke belakang dari abcess retromammaria
Suppurasi hematogen di dinding dada
Penyakit payudara ini dulu dianggapan sebagai kelainan yg sangat biasa mengenai
Perluasan dari abcess dingin, setelah caries costa atau vertebra atau suatu
payudara wanita, diperkirakan 10% dari wanita. Dari penelitian lebih dari 50%
empyema
wanita yg tidak mempunyai keluhan dalam hidupnya terdapat fibrocystik ini.
Berdasarkan ini perkiraan mungkin ini sebagai variasi physiologis, yg mencapai
Terapi : maximum selama periode reproduksi lanjut, dan tetap ada pada periode
Excisi ruang abcess dan drainage. postmenopause. Beberapa perubahan dari “penyakit” fibrocystik disertai dengan
Untuk fistula ASI tractus dibiarkan terbuka dan dibiarkan menyembuh kenaikan resiko menderita Carcinoma. Maka hal itu penting tidak menggunakan
dengan granulasi diagnosis “penyakit “ fibrocystic. Lebih baik dengan “perubahan” fibrocyastik.
Penyakit ini biasanya terdapat pada wanita membujang, wanita tak punya anak atau
Pathologi wanita banyak anak yang tidak menyusui anak.
• Stadium cellulitis atau mastitis
Terlihat tanda radang (merah, bengkak, sakit, panas dsb). Dengan antibiotika Etiologi:
dapat menolong Perubahan fibrocystik pada payudara dikira dari respon payudara pada perubahan
cyclus dalam kadar hormone sex wanita, terutama estrogen. Telah dikenal bahwa
abnormalitas endocrine tidak konstan pada wanita. Kontrasepsi peroral tidak gambaran dari carcinoma intraductal membawa 1,5 - 2 kali lipat resiko untuk
meningkatkan insidensi terjadinya fibrocystik. menjadi carcinoma.
Patologi :
Yang tidak disertai kenaikan terjadinya resiko Carcinoma Type hyperplasia ductal dikarakterisasikan oleh proliferasi cel ovale kecil
Fibrosis dengan overlapping nuclei, cel berbatas jelek, dan tak ada necrosis dan tak ada
Jaringan fibreus bertambah banyak dalam stroma. Jika predominan fibrosis ruang cribriformis
dinamakan fibreus mastopathia. Mengakibatkan masa tidak berbatas tegas,
konsistensi seperti karet. Hyperplasia ductal atypical
Proloferasi atypical dari epithel ductal menyebabkan berlapis dan sering mengisi
Pembentukan cyste lumen dari ductus yg melebar. Ini disertai dengan kenaikan resiko 4 - 5 kali lipat
Biasanya terjadi mungkin karena obstruksi ductus, cyste sangat bervariasi , ada untuk menjadi carcinoma . Resiko untuk menjadi cancer dengan hyperplasi
yg kecil (mycrocyste) sampai beberapa cm diameternya yg membentuk masa atypical ductus menjadi doubel jika pasien mempunyai riwayat carcinoma
palpable. Cyste dibatasi epithel pipih atau apocrine dan berisi cairan mengkilat, payudara. Nama “borderline lession” kadang digunakan pada proses ini .
atau keruh (Glair, turbid fluid). Perbedaan pada histologi dari hyperplasi ductal atypical dari Carcinoma
Makrosk.: warna kebiruan karenanya dinamakan blue domed cyste. Diaspirasi intraductal kadang sukar.
cyste akan kolaps.
Gambaran klinik:
Inflamasi • Ada rasa sakit yang bertambah selama menstruasi, discharge papilla, dan mama
Inflamasi kronis dengan cellymphocyte dan cel plasma (chronic cyste mastitis) irregular “lumpy” konsistensi pada payudara.
Kalau ruptur cyste menimbulkan respons histiocytic menyerupai granulomateus • Biasanya melibatkan payudara bilateral
mastitis.
• Kadang menyerupai carcinoma.
Hyperplasia mild ductal atau lobular. • FNA keluar cairan dari cyste, menyebabkan cyste hilang.
Hyperplasia mild dari lobular (adenosis) atau epithelium dalam ductus sangat • Biopsi untuk menyingkirkan kemungkinan carcinoma
biasa terjadi. Hyperplasi adap[at terjadi dengan schlerosis (fibrosis)
menyebabkan distorsi nyata dari pola lobular normal dan ditandai dengan Terapi :
histologi sukar dibedakan dengan Carcinoma. Nama schlerosing adenoma Konservatif
digunakan untuk gambaran histologi ini. Disarankan memakai penyokong payudara yang erat jika sakit Analgetik dan
antiinflamasi jika sakit tidak dapat diatasi
Apocrine metaplasia. Operatif Eksisi disertai biopsi
Metaplasia dari epithelium ductal ke suatu type apocrine (cel besar dengan kaya
akan cytiplasma pink dan dekapitasi type sekresi). Benigna Fibroadenoma
Adenoma Laktasi
Yg disertai kenaikan terjadinya resiko Carcinoma Papiloma ductal
Hyperplasi lobular atypical
Neoplasma Payudara Tumor Cell Granular
Proliferasi epithelium dipandang membawa kenaikan resiko menjadi 4-5x
menjadi Carcinoma. Proliferasi cel-cel melebarkan lobuler dan menunjukkan
Maligna Carsinoma mamae
atypical cytologik tetapi tidak cukup memuaskan kriteria histologi dari
carcinoma lobular in situ. Diferensiasi histologi dari carcinoma lobular in situ
kadang sangat sukar.
Cystosarcoma philloides
Fibroadenoma Mamae / FAM
Cystosarcoma phylloides atau yang lebih tepat disebut dengan tumor phylloides
merupakan tumor non epitelial neoplasma yang hanya di temukan pada
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection payudara. Tumor ini batas tegas, permukaan licin, mudah digerakkan, dan tumor
2002 relatif besar ukurannya, rata – rata 5 cm atau lebih. Secara histologi akan
menunjukkan gambaran seperti daun.
Neoplasma ini dapat terjadi pada semua umur, frequensi tertinggi pada wanita
muda. Biasanya nodul berbatas tegas, bebas bergerak, tidak melekat pada Ke-3 kelainan ini hanya dapat dibedakan secara histologi saja.
jaringan sekitar, konsistensi padat. biasa pada kwadran lateral atas. Makros : berkapsul , padat, uniform putih kelabu, besar 1-5 cm, dapat lebih
Fibrodenoma mammae (FAM) merupakan tumor jinak payudara yang paling sering besar Giant Fibroadenoma)
ditemukan. Tumor ini terjadi karena proses hiperplasti atau proliferasi dari
glandula dan stroma jaringan ikat. Terjadi pada usia reproduktif, yaitu usia 5 Mikros : - Proliferasi baik glandular maupun stroma.
tahun setelah pertama menarche, dan 1 tahun sebelum menopause, paling sering - Glandular dominan Pericanalicular fibroadenoma
sebelum usia 30 tahun dan jarang didapatkan pada usia remaja dan post menopause. - Stroma dominan Intracanalicular fibroadenoma
FAM akan tumbuh cepat pada masa kehamilan, wanita dengan pemberian terapi
hormon dan wanita dengan imunosupresan, dimana pada keadaan ini biasanya suatu Adenoma Laktasi terjadi pada laktasi, perlu tindakan biopsi
keganasan. Penyebab terjadinya FAM tidak diketahui secara pasti, ada beberapa Papilloma Ductal
teori yang mengatakan siklus dari estrogen sangat berpengaruh terhadap Berasal dari ductus lactiferus dekat papilla, keluar discharge berdarah melalui
timbulnya kelainan ini. papilla Penampilannya dengan discharge melalui papilla. Kebanyakan pailloma
Berdasarkan definisi yang digunakan untuk fibroadenoma ini, dapat dibedakan : ductal kecil, + 1 cm diameternya; lebih besar lagi dapat terba subareola sebagai
Giant FAM masa sub areola.
Jarang pada usia remaja, sebagai suatu FAM yang tumbuh besar dengan ukuran Makros : tumor papiller menonjol ke dalam lumen ductus yg besar.
lebih dari 5 cm. Untuk penegakan diagnosis biasanya sulit, yaitu membedakan Mikros : Banyak susunan pailla kecil dengan bagian tengah
antara suatu malignansi atau hanya suatu hipertropi saja. Giant FAM pada usia fibrovasculer, tertutup oleh lapisan epithel dan cel myoepithel.
remaja biasanya berhubungan dengan FAM yang multipel atau hanya didapatkan
satu massa dengan ukuran yang besar, disamping itu tidak didapatkan perbedaan
penyebab maupun perbedaan sel dibanding FAM yang kecil. Sehingga giant
FAM dapat didiagnosis jinak dan dapat dibedakan dengan tumor phylloides.
Klinis giant FAM hampir sama dengan FAM, terjadi setelah pubertas, tumbuh
secara mendadak dan penderita akan mengeluh perubahan dari mammaenya
dengan disertai nyeri sewaktu menstruasi. Mammae akan bertambah besar
dan keras sewaktu menstruasi. Tumbuh unilateral dan jarang terjadi bilateral,
ataupun tumbuh lagi pada mammae yang satunya. Untuk giant FAM pada usia
remaja biasanya jinak dan terapinya cukup dengan lumpektomi. Hasil
pemeriksaan mammografi dan biopsi tidak akan mempengaruhi dari terapinya.
Incisi yang dilakukan adalah sub mammae, hal ini karena biasanya giant FAM
letaknya dalam, dan luka post operasi aka menghasilkan kosmetik yang bagus
dan kerusakan dari duktus mammae minimal. Untuk operasi radikal tidak
dianjurkan untuk kasus ini
Juvenile fibroadenoma
Jenis ini sukar untuk didiagnosis, dan beberapa ahli lebih sering mengunakan
fibroadenoma untuk penderita usia remaja, dengan massa yang tumbuh cepat dan
histologi semua Tumor Phylloides mempunyai jaringan stroma yang signifikan,
secara histologi membedakan gambaran dengan tumor yang lain.
Phylloides Tumor Pembedahan merupakan terapi primer. Tujuan eksisi lesi dengan batas yang adequat
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection untuk mencegah lokal rekuren termasuk mastektomi jika diperlukan. Lokal rekuren
2002 diakibatkan oleh eksisi yang tidak adequat pada tumor jinak. Jika kelainan
ditemukan maligna disarankan operasi Simpel Mastektomi. Batas reseksi yang
adequat pada lesi yang jinak 1-2 cm dari batas tumor.
Istilah Cystosarcoma Phylloides pertama kali diperkenalkan oleh Johannes Muller Tumor Phylloides malignan tidak responsive terhadap radioterapi atau
pada tahun 1838 berdasarkan gambaran tumor payudara yang besar kistik,tebal dan khemoterapi dan mastektomi merupakan prosedur terbaik untuk mencegah
seperti daun. Nama ini diambil dari bahasa Yunani, kata Sarcoma berarti lunak dan rekuren lokal. Rutin deseksi limfonodi axilla tidak biasa dikerjakan, karena tumor
Phyllo berarti daun. Secara kasar mempunyai karakteristik sebagai Sarcoma Maligna ini jarang menyebar melalui kelenjar limfe. Tumor Phylloides maligna
yang besar dan seperti gambaran daun waktu dibelah. Beberapa klasifikasi menyebar melalui darah ke paru-paru, hepar dan tulang, otak dan adrenal.
Cystosarcoma Phylloides pernah diungkapkan oleh beberapa ahli yang didasari oleh Sampai saat ini operasi merupakan terapi pilihan pada kasus Tumor Phylloides. Jika
gambaran histopatologi dai Cystosarcoma Phylloides, seperti Treves dan Sunderland perbandingan massa tumor dan besar payudara terlalu besar dan menghendaki hasil
(1951), Pietruzka dan Barnes (1978), Azzopardi (1979) dan klasifikasi WHO-Anom yang baik secara kosmetik maka eksisi segmental atau total mastektomi dengan
(1982). Semua kreteria tersebut berdasarkan kreteria dari sel Atypi, jaringan stroma, rekontruksi payudara dapat menjadi pilihan. Pada kasus ini terapi operasi merupakan
deferensiasi Sarcoma dan indeks mitosis. Karena tumor ini hampir selalu jinak pilihan terakhir setelah terapi yang lain pengobatan tradisional tidak berhasil. Hal
maka pemberian nama tersebut mungkin dapat menimbulkan salah pengertian oleh ini disebabkan karena ada riwayat orang tua pasien yang menderita Carsinoma Recti
karena itu terminologi yang dipakai adalah tumor Phylloides. Tumor Phyllodes meninggal beberapa bulan setelah dilakukan operasi,sehingga keadaan ini
merupakan tumor payudara yang jarang dengan angka kejadian 0,3%-1% dari mempengaruhi dalam mengembil keputusan.
seluruh tumor payudara. Tumor Phylloides digambarkan muncul pada wanita dengan rentang umur yang
lebar mulai prepubertas hingga usia lanjut Terapi pembedahan tetap merupakan
Tumor Phylloides dapat ditemukan pada semua umur tetapi rata-rata dekade 5 dan pilihan yang utama. Tujuan utamanya adalah eksisi sampai batas yang adequat untuk
secara khusus muncul pada wanita, hampir tidak pernah dilaporkan kasus pada mencegah rekurensi termasuk simpel mastektomi jika memang dibutuhkan
laki-laki. Tumor Phylloides merupakan Non Epithelial neoplasma payudara.
Tumor ini memiliki batas yang tegas, permukaan licin dan dapat digerakkan.
Tumor ini relatif besar dengan ukuran rata-rata 5 cm. Tetapi pernah dilaporkan
tumor dengan besar lebih dari 30 cm.
Pada pemeriksaan fisik Tumor Phylloides mirip dengan fibroadenoma seperti massa
yang mobile dengan batas yang tegas. Pasien dengan Tumor Phylloides ditemukan
riwayat pembesaran massa yang cepat, mobile tanpa rasa nyeri. Beberapa
pasien dengan kelainan massa beberapa tahun dan tiba-tiba massa bertambah besar
dengan cepat. Massa dengan kulit yang tampak mengkilat dan tampak translucen
sehingga vena superfisial payudara tampak kelihatan. Sakit dan ulserasi bukan
merupakan tanda keganasan. Ulserasi sekunder muncul berhubungan dengan
distensi kulit yang luar biasa.
Pada pemeriksaan mammografi mirip dengan fibroadenoma, seperti massa padat
dikelilingi jaringan sehat. Pemeriksaan mammografi dan USG adalah penting untuk
mendiagnosis kelainan payudara pada umumnya. Mammografi dan USG dikenal
tidak bisa dipercaya untuk membedakan Tumor Phylloides jinak dari fibroadenoma,
sehingga hasil pemeriksaan imaging tidak sebagai diagnosis pasti penyakit ini.
Biopsi jarum halus untuk pemeriksaan sitologi tidak adeguat untuk pemeriksaan ini.
Inbsisi biopsi merupakan metode diagnosis pasti kelainan ini. Hasil pemeriksaan
gambaran histopatologik yang lebih buruk, derajat keganasan dan indeks proliferasi
yang lebih tinggi.( Marcus et al,1996; Verhoog et al,1997 )
Carsinoma Mammae Sampai th 1983 memimpin sebab kematian Ca pada wanita. Sekarang merupakan
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 yg kedua setelah Ca paru, sebab kenaikan insidensi Ca paru pada wanita. Ca
payudara jarang sebelum umur 25 th. & tidak biasa sebelum 30 th tapi insidensi naik
dg cepat setelah 30 th dg rata-rata medium age 60 th. Hubungan antara Ca payudara
Kanker payudara paling banyak diderita oleh wanita di negara Barat yaitu sekitar 32 & pemakaian kontrasepsi per oral , beberapa penelitian menunjukkan sangat sedikit
% dari seluruh keganasan pada wanita, merupakan penyebab kematian nomor dua kenaikannya incidensi Ca pada wanita yg memakai kontrasepsi oral. Hubungan
pada wanita. Insidensi kanker payudara di kebanyakan negara meningkat 1-2 % tiap pertama keluarga, wanita yg mempunyai Ca payudara bilateral sebelum menopause
tahun, sehingga mulai tahun 2000 kira-kira satu juta wanita tiap tahun menderita mempunyai resiko tinggi. Kejadian Ca pada satu payudara menambah resiko Ca
penyakit ini. ( Van de Velde, 1999 ). untuk payudara sebelah. Pada wanita kanker payudara menduduki urutan kedua
Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker pada wanita terbanyak setelah setelah kanker serviks. Pada stsatistik Ca payudara bertmbah pada nullipara,
kanker mulut rahim. Insidensi kira-kira 18 per 100.000 penduduk wanita dan menarche awal & menopause terlambat serta kehamilan pertama usia > 35 tahun.
kebanyakan ditemukan sudah dalam stadium lanjut. (Sukardja,1993 cit Haryana et Riwayat famili ( Ibu-kakak-adik) carsinoma payudara akan meningkat 5 kali lipat.
al,1993 ). Di negara Barat, kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling Insiden karsinoma payudara dikebanyakan negara meningkat 1-2% tiap tahun,
banyak diderita oleh wanita. Di USA, pada tahun 1991 dilaporkan ada 175.000 sehingga mulai tahun 2000 kira2 1 juta wanita tiap tahun menderita penyakit ini.
kasus baru kanker payudara dengan jumlah kematian yang disebabkan kanker Kanker payudara pada wanita usia 35-50 tahun merupakan penyebab kematian
payudara adalah 44.500.( Polk et al,1993 ). Sedangkan pada tahun 2001, wanita terpenting. Diagnostik dini dengan screening mamografi mendeteksi penyakit ini
Amerika yang menderita kanker payudara adalah sebanyak 193.700 dengan jumlah pada stadium dini. Metastase juh Ca mamae pada kelenjar limfe (70%), paru (60%),
kematian 40.600.( Jardine et al,2001 ). hepar (50%) dan tulang (50%). Kanker payudara dikatakan “ Residif “ bila timbul
Dari seluruh kejadian kanker payudara tersebut, 5-10% diantaranya adalah kanker dalam waktu 2-3 tahun pertama stelah bebas dari kanker. Dikatakan bebas kanker
payudara herediter.( Marcus et al,1996; Ligtenberg et al,1997; Winer et al,2000 ). sedikitnya selama 15-20 tahun.
Kanker payudara yang mempunyai predisposisi keturunan ini biasanya diderita oleh
penderita dengan usia muda, penderita kanker payudara bilateral, penderita Epidemiologi
dengan riwayat keluarga tumor positif atau penderita dengan jenis kelamin Kanker payudara merupakan kanker yang terbanyak diderita oleh wanita yaitu
laki-laki.(Colditz et al,1996; Claus et al,1998). sekitar 32% dari seluruh keganasan pada wanita dan merupakan penyebab kematian
Angka bebas kekambuhan atau disease free survival ( DFS ) maupun angka oleh karena kanker yang tertinggi pada wanita yaitu sekitar 19%. ( Bland et al,1999 ;
ketahanan hidup atau overall survival tergantung pada karakteristik tumor sebagai Jardines et al,2001 ). Menurut data yang diambil dari Surveillance, Epidemiology
faktor prognostik, diantaranya adalah ukuran tumor, status limfonodi regional, and End Result ( SEER ) didapatkan bahwa wanita kulit putih di USA mempunyai
gambaran histopatologi dan grading histologi serta status hormonal estrogen resiko 13,1% untuk terkena kanker payudara selama hidupnya,sedangkan wanita
reseptor ( ER ) dan progesteron reseptor ( PR ). Pada dasawarsa terakhir ini negro amerika mempunyai resiko 9,6%. Untuk kemungkinan meninggal karena
seiring dengan kemajuan di bidang biomolekuler dan dengan ditemukannya dua kanker payudara, wanita kulit putih maupun wanita negro di Amerika mempunyai
macam gen yang mengalami mutasi yang berhubungan dengan timbulnya kanker resiko yang sama yaitu sekitar 3,4%. ( Winer et al, 2000 ). Di USA, pada tahun 1991
payudara yang dikenal dengan BRCA-1 dan BRCA-2, maka banyak terobosan ditemukan 175.000 kasus kanker payudara dengan angka kematian yang
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui lebih banyak tentang kanker payudara disebabkannya sebesar 44.500.(Polk et al,1993). Pada tahun 1997, dilaporkan ada
yang bersifat herediter. Ada teori baru yang menyatakan bahwa penderita kanker 180.200 kasus dengan 43.900 penderita meninggal karena kanker payudara. ( Bland
payudara di usia muda ( kurang dari 40 tahun ), penderita kanker payudara bilateral, et al, 1999 ). Sedangkan laporan terakhir pada tahun 2001 menyebutkan telah
penderita kanker payudara yang berjenis kelamin laki-laki dan penderita yang ditemukan 193.700 kasus baru kanker payudara dengan kematian sebesar 40.600. (
mempunyai riwayat keluarga tumor positif menunjukkan adanya kecenderungan Jardines et al, 2001 ). Kanker payudara masih merupakan problem kesehatan yang
bahwa kanker payudara pada penderita tersebut bisa bersifat herediter.( Colditz et harus dihadapi oleh banyak negara di dunia oleh karena angka kematian yang
al,1996; Claus et al,1998 ). Kanker payudara yang bersifat herediter mempunyai disebabkannya cukup tinggi. Angka kematian oleh karena kanker payudara di
Inggris dan Wales adalah 34/100.000 populasi, sedangkan di Denmark,New
Zealand, Skotlandia dan Belanda sekitar 31/100.000 populasi. Di Jepang adalah
6/100.000 populasi dan di Korea Selatan 2,6/100.000 populasi. ( Polk et al,1993 ).
Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker pada wanita terbanyak kedua Etiologi :
setelah kanker leher rahim dengan insidensi sekitar 18 per 100.000 penduduk wanita Genetik
( Sukardja, 1993 cit Haryana et al, 1993 ). Pada dasawarsa terakhir ini Indonesia Dikirakan kecenderungan familial karena faktor multiple gene ataupun
telah mengalami transisi dari negara agraris menuju negara industri. Hal ini lingkungan. Suatu marker chromosoma (Ig+) telah dilaporkan suatu oncogene
berdampak pada perubahan gaya hidup, status nutrisi, lingkungan dan banyak hal HER2/NEU telah dikenal pada beberapa penderita. Adanya NEU oncogene pada
lain yang akan mempengaruhi epidemiologi penyakit termasuk kanker payudara. cel Ca payudara berhubungan dengan prognosis yg jelek.
Anamnesis Palpasi
Pasien datang dapat mempunyai keluhan atau symptom sbb: Periksa payudara yang normal kemudian payudara yang lain, bila ada enjolan
Lama keluhan tentukan ukuran, bentuk, konsistensi dan mungkin fiksasi pada kulit atau
lapisan dibawahnya. Retraksi kulit (dimpling) periksa secara bimanual),
Periksa daerah axilla atas dan bawah, supraclavicula kemungkinan ada
metastase limphonodi
Mammographs dari wanita < 45 th sering sukar untuk interpretasi sebab dari
densitas jar kelenjar payudara, tetapi pada wanita postmenopause kebanyakan lebih
mudah interpretasinya, sebab karena regresi jaringan kelenjar. Karena itu
T1 N2 Mo
T2 N2 Mo
T3 N1,N2 Mo
III B T4 Setiap N Mo
Setiap T N3 Mo
IV Setiap T Setiap N M1
Klasifikasi Kanker Payudara berdasarkan TNM Stadium klinis kanker payudara ini dapat ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan
Tumor fisik untuk melihat ukuran tumor dan status limfonodi regional dan pemeriksaan
Primer radiologik untuk melihat kemungkinan metastase jauh. Kepentingan penentuan
Tx Tumor primer tdk dapat dinilai stadium klinis ini adalah untuk merencanakan terapi dan meramalkan
To Tidak terdapat tumor primer prognosis. Stadium patologis ditentukan berdasarkan temuan selama operasi. Besar
Tis Karsinoma insitu tumor dan keterlibatan status limfonodi regional yang dilihat secara klinis mungkin
T1 Diameter tumor terbesar 2 cm atau kurang akan bisa berbeda dengan sebenarnya setelah dilakukan penilaian kembali selama
T1a Diameter tumor lbh dr 0,1 cm sd 0,5 cm operasi.
T1b Diameter tumor terbesar > 0,5 cm dan < 1 cm Menurut Jardines et al ( 2001 ), angka ketahanan hidup 8 tahun penderita kanker
T1c Diameter tumor terbesar > 1 cm dan < 2 cm payudara berdasarkan stadium klinis adalah seperti dapat dilihat pada tabel 4.
T2 Diameter tumor terbesar antara 2-5 cm
T3 Diameter tumor terbesar > 5 cm Angka ketahanan hidup berdasarkan stadium klinis
T4 Tumor dg perluasan langsung ke dinding dada atau kulit Stadium Angka ketahanan hidup 8 th ( % )
T4a Fiksasi ke dinding dada I 90
T4b Peau d’orange,ulserasi kulit atau nodul satelit II 70
T4c Inflammatory carcinoma III 40
StatusLimfonodi IV 10
Nx Kebut. min unt menilai kel. regional tdk dapat ditemui
No Tdk ada metastase ke lnn. axillaris ipsilateral
N1 Metastase ke lnn axillaris ipsilateral yg masih mobil
N2 Metastase ke lnn axillaris ipsilateral yg sdh fixed Grading Histologi
N3 Metastase ke lnn supraclavicularis atau infraclavicularis Grading histologi merupakan salah satu parameter penting untuk penilaian resiko
ipsilateral atau edema lengan pada kanker payudara. Dikenal beberapa metode penentuan grading histologi pada
Metastase jauh kanker payudara, diantaranya yang paling dikenal dan banyak dipakai adalah
Mx Kebut. minimum unt menilai metastase tdk ditemui metode Scarff-Bloom-Richardson, metode Elston, metode Contesso dan metode
Mo Tidak ada bukti metastase jauh Helpap.( Scarff et al,1988 )
M1 Ada bukti metastase jauh Pada metode Scarff-Bloom-Richardson, tiga parameter yang dinilai meliputi formasi
tubulus, angka mitosis dan pleomorfisme inti. Setiap parameter mempunyai skor 1-
Stadium Klinis Kanker Payudara 3, kemudian skor dari ketiga parameter itu dijumlahkan untuk mendapatkan grading
Stadium T N M histologinya. Apabila skor penjumlahan ketiga parameter itu 3-5 maka dikategorikan
0 Tis No Mo sebagai Low grade ( Grade 1 ), 6-7 adalah Intermediate grade ( Grade 2 ) dan 8-9
I T1 No Mo adalah High grade ( Grade 3 ). ( Scarff et al 1988, Elston et al, 1991 )
II A To N1 Mo Bloom- Richardson juga telah melakukan penelitian untuk menguji angka ketahanan
T1 N1 Mo hidup pasien kanker payudara berdasarkan grading histologinya.
T2 No Mo
II B T2 N1 Mo Survival pasien kanker payudara berdasarkan grading histologi
T3 No Mo Grade Score 5 year survival 7 year survival
III A To N2 Mo Grade 1 3-5 95% 90%
Grade 2 6-7 75% 63%
Grade 3 8-9 50% 45%
Terapi 5. BCT
Tindakan ini direncanakan berdasarkanStadium TNM, umur pasien, status Syarat dilakukannya Breast Concerving Treatment :
menopause dan keadaan umum pasien. 1. Keinginan penderita setelah dilakukan informed concern
Tujuan terapi : 2. Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan
1. Kuratif menyembuhkan penderita 3. Tumor tidak sentral
2. Paliatif meringankan penderitaan penderita dan perbaiki kualitas hidup 4. Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik
3. Terminal supaya penderita meninggal dengan tenang dan damai untuk kosmetik pasca BCS
5. Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda
Macam Terapi : keganasan lain yang difus ( luas )
Terapi Utama 6. Tumor tidak multiple
Terapi komplikasi nyeri, perdarahan, odema lengan, ulkus 7. Belum pernah radiasi di dada
Terapi adjuvant atau neoadjuvant stadium I, II, III 8. Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen
Terapi bantuan vitamin 9. Terdapat sarana radioterapi
Terapi sekunder penyakit yang menyertai 10. Massa tumor < 3 cm
Kriteria Inoperabel untuk operasi kuratif maupun paliatif, untuk Mastektomi simple
Tindakan : atau radikal :
QUART Tumor melekat pada dinding dada
Quadrantektomi Infiltrasi kulit atau satelite nodule yang luas sampai diluar daerah payudara
Axilla disseksi lnn (level I,II,III) Odema lengan
Radiotherapy untuk mempertahankan adanya Mastitis karsinomatosa
payudara/kosmetik.
Pada beberapa center radiotherapy terdiri dari hanya external beam Kriteria Inoperabel dari HAAGENSEN
therapy; sedang center lain dikombinasi dg brachytherapy. BCTY Untuk operasi mastektomi radikal dengan tujuan kuratif.. Bila terdapat salah satu
dimungkinkan pada kasus dgn Ca kecil payudara tanpa metastasis jauh dari kriteria dianggap inoperabel.
1. Odema luas dikulit mama, > 1/3 kulit mamma diatas tumor
TART 2. Satelite nodule pada kulit diatas tumor
Tumorektomi 3. Karsinoma Inflamatoir
Axilla disseksi lnn (level I,II,III) 4. Nodus parasternal, menunjukkan metastase KGB mammaria interna
Radiotherapy 5-6 minggu 5. Metastase KGB supraclavicula
6. Odema lengan
Mastectomy >< BCT 7. Metastase jauh
Keuntungan dari BCT lebih banyak pada esthetic pasien dgn tumor kecil 8. Terdapat 2 atau lebih dari 5 Gave Sign/tanda kematian :
dibanding ukuran payudara. Ulcerasi kulit
Kerugian BCT lebih time-consuming sebab untuk radiotherapy, setelah Odema kurang 1/3 kulit mamma
operasi. Lebih menjadi sukar untuk pasien yg ada indikasi khemotherapi. Tumor melekat pada dinding dada
Kerugian mastectomy adalah mutilasi. Keuntungannya tidak time- KGB axilla melekat pada kulit atau struktur lain
consuming terapi radiasi diperlukan. KGB axilla besar > 2,5 cm
Pemilihan antara BCT >< mastectomy, faktor pasien berperan penting
Histopathologis carcinoma payudara lobular ada dilema. Carcinoma
lobular payudara (< 10% dari semua carcinoma payudara invasive terjadi RADIOTERAPI
kadang multifocal di kedua payudara. Teleterapi yang digunakan adalah Aparatus sinar X, Radioisotop (cecium,
cobal). Radoiterapi dipakai sebagi terapi kuratif maupun paliatif. Umumnya
Paliatif stadium IIIb & IV diberikan pada prae atau pasca bedah. Dosis kuratif 5000-6000 rads sedang
untuk paliatif 50-75% dosis kuratif.
Karsinoma payudara yang telah bermetastase merupakan suatu panyakit yang
Tujuan :
tidak dapat disembuhkan. Terapi paliatif bertujuan mengurangi keluhan dan
memperbaiki kualitas hidup. Memperkecil masa tumor
Macamnya : Menghambat infiltrasi tumor
Hormonal / kemoterapi pada pra-operasi untuk memperkecil tumor Mempercepat penyembuhan ulkus
Radioterapi lokoregional kontrol metastase jauh, dosis 50 Gy Mengurangi reaksi inflamasi jaringan tumor dan sekitarnya
Pembedahan paliatif mempertahankan payudara ---------------- dengan radioterapi harapannya :
Tumor inoperabel menjadi operabel /menghilang
Ulkus, destruksi tulang menyembuh
Terminal dilakukan menjelang akhir hidup penderita. Nyeri berkurang
Kriteria operabel menurut HERRINGTON (Mayo Clinic) Komplikasi terapi radioterapi :
Tumor primer terbatas pada mamma Dermatitis kortikosteroid
Metastase terbatas pada axilla Nekrosis kulit nekrotomi
Nyeri
Gangguan gerakan lengan fisioterapi
HORMONTERAPI Adjuvant lokoregional radiotherapy
Kecurigaan jaringan tumor tersisa setelah dissectie lymphonodi axilla (untuk
Pertumbuhan payudara dipengaruhi oleh hormon estrogen, progesteron,
contoh pada penderita pertumbuhan extranodal).
prolaktin, pertumbuhan (somatotrophin) serta corticotrophin). Hormonterapi
Pada rangkaian lymphonodi retrosternal (mammaria interna), bila carcinoma
diberikan pada penderita resptor hormon positif yaitu Reseptor Estrogen(+)
terletak di quadrant dalam.
dan Reseptor Progesteron(+).
Pada dinding dada bila tepi dari specimen reseksi terkotori tumor.
Hormonterapi merupakan terapi sitemik sebagai terapi utama / adjuvant,
----------------------------------- Ada / tidak adanya reseptor hormone :
diberikan pada stadium IV pre dan perimenopause/pasca menopause yang
Pada tumor primer mempunyai nilai prognostik sama bahwa reseptor positive
mempunyai reseptor hormon (+).
tumor mempunyai lebih baik prognosisnya. Selain itu ada nilai prediksi untuk
Hormon terapi diberikan secara :
pengaruh suatu tindakan hormonal: konsentrasi lebih tinggi dari hormone
Ablasi sumber hormon ovariectomi, adrenelektomi/ hypofisektomi
reseptor, lebih baik pengaruhnya.
Pemberian hormon androgen(testosteron), Progesteron, Estrogen Pada wanita < 50 tahun, metastase klj axilla(+) kemoterapi dengan CMF
(diethylbesterol) (Cyclofosfamide, Methotrexat, % Fluorouracil) / CAF (antracycline)
Pemberian antihormon mis: ovariectomi diganti Tamoxifen Pada wanita > 50 tahun, metastase klj axilla (+) : Tamoxifen 20 mg/hr
selama 2 tahun. Efek samping : additif, kemerahan , sekresi discharge vagina
CHEMOTERAPI bertambah
Terapi Utama : Kanker mamma stadium IV yang ER (-) Diberikan 6 seri. Efek jangka panjang mengurangi insiden karsinoma
Terapi Adjuvant : bertujuan membunuh mikrometastase pasca bedah primer kedua dipayudara kontralateral.
Neo-adjuvant pra bedah
Adjuvant pasca bedah IMMUNOTERAPI pemberian vaksin BCG
BIOTERAPI
Macam kerja chemoterapi :
Alkylator : Cyclophosphamide (Endoxan) REHABILITASI
Antimetabolit: Fourouracil, Methotrexate o Latihan tangan setelah tindakan supaya fungsi menjadi optimal, tangan &
Antibiotika : Adrimycin (Doxorubicine), Mitomycin C bahu sesegera mungkin
Alkaloid : Vincristine, Vinblastine, Taxol o Prothese payudara: yg temporer ringan. Sedang yg tetap permanent lebih
baik kalau sudah pasti sembuh betul. Dapat mengganggu tindakan
Komplikasi Terapi Kemoterapi : berikutnya.
Myelodepresi : lekopenia, tromboditopenia o Mencegah infeksi: infeksi pada tangan terutama harus dicegah
Kardiovaskuler : shock, arithmia
Pencernaan : mual, muntah, diare
Kulit : alopecia, dermatitis Komplikasi Pembedahan
Toksisits hati : kenaikan SGOT/SGPT Mastectomy
Toksisitas ginjal : kenaikan BUN, creatinin, hematuria - Oedem lengan diuretika, bebat tekan
Syaraf : nyeri, gangguan kesadaran - Lymphe oedem Akibat jaringan fibrosis yang muncul akibat
disseksi lnn diikuti radioterapi axilla Untuk itu lindungi lengan dari matahari dan
Terapi Adjuvant luka tusuk.
Tujuan :
Merusak kemungkinan adanya mikrometastase jauh. Radioterapi BCT fibrosis payudara dan kulit
Mengeliminasi sel tumor yang tidak dapat ditunjukkan oleh mikroskop kecil
Tatalaksana terapi kanker payudara stadium III dan IV
Bila lnn axilla (+) adjuvant diberikan baik hormon terapi atau S T A D I I U M III
kemoterapi, Pada premenopause kemoterapi (Tamoxifen) OPERABEL INOPERABEL
Pada Post menopause hormon terapi (Ovarectomi) 1 Mastektomi imple dengan alter Rradioterapi prae bedah Dosis 4000-
natif mastektomi radik modifik 6000 rads
2 Radioterapi pasca bedah Dosis Menjadi operabel : mastek simple Radiasi cegah rekurensi, bila radikalitas diragukan
4000-6000 rads Tetap inoperabel sesuai std IV Kemoterapi / hormonal adjuvant
3 Pra-menopause:chemoterapi adj uvant dgn CMF / CAF 6 siklus Diberikan 6 siklus (premenopause) CMF atau CAF
Pasca menopause ; Tamoxifen 1-2 tahun Hormonal terapi (post menopause) diberikan jika KGB aksila (+)
Tamoxifen 1-2 tahun
Follow up setelah pembedahan dilakukan mamografi :
Tahun I : tiap 3 bulan Stadum Lanjut Lokal IIIA (dapat/tidak dapat disembuhkan)
Tahun 2 – 5 : tiap 6 bulan Stadium Diseminasi IIIB & IV (tidak dapat disembuhkan)
Tahun ke 5 : tiap 1 tahun Stadium IIIB
Radiasi lokoregional, setelah radiasi bila :
Prinsip Teknik Operasi pada Onkologi (dr.Kunto SpBonk) Residu tumor(-) :Tunggu relaps,hormonal//kemoterapi
Jangan memakai anesthesi Infiltrasi Residu tumor (+) simple mastektomi atau hormonal
Ditakutkan tekanan yang ditimbulkan oleh zat anestesi menyebabkan
penyebaran. Begitu juga sel2 tumor ganas bisa didorong menyebar oleh jarum Kemoterapi 12 siklus
anestesi. Hormonal
Jangan menekan Tumor menimbulkan pecahnya kapsul tumor Tergantung pemeriksaan Reseptor Estrogen (ER) bila :
Jangan menarik-narik preparat kontaminasi antara tumor dengan daerah luka ER (+) : radiasi + hormonal + kemoterapi
operasi ER (-) : radiasi + kemoterapi + hormonal
ER meragukan : radiasi + kemoterapi + hormonal
Jaringan sekitar tumor dengan preparat diangkat setebal mungkin 2 cm di
luar daerah dianggap tidak mengandung tumor lagi
Pembeian terapi hormonal dibagi 3
Daerah kelenjar diangkat dalam satu preparat En block dissection
- Pre-menopause ooforektomi bilateral
Bekas Biopsi / operasi sebelumnya yang tidak radikal atau bekas pungsi jangan - 1 – 5 tahun menopause periksa efek estrogen
dbuka kembali / insisi Bila (+) : ooforektomi bilateraL
Permukaan tumor yang berulkus atau tempat2 dimana tumor telah mencapai Bila (-) : hormonal
serosa , harus ditutup secara rapat (hermetis) atau dikoagulasi sampai tidak ada - Post menopause hormonal inhibitif / additif Ditunggu 6-8 minggu
sel tumor yang mengkontaminasi daerah operasi melihat respon :
Respon (+) : terapi hormonal diteruskan
Ringkasan Terapi Respon (-) : kemoterapi CMF / CAF
Perjalanan hidup alamiah kanker :
Stadium prae-klinik Terapi untuk Stadium IV
Tidak ada keluhan, kelihatan sehat, belum teraba benjolan. Lama stadium ini Pembeian terapi hormonal dibagi 3 :
2/3 perjalanan hidup kanker 1. Pre-menopause ooforektomi bilateral
Respon (+) : tunggu relaps, kemudian Tamoxifen
Stadium klinik
Respon (-) : Kemoterapi CMF / CAF
Benjolan minimal mencapai 1 cm. Lama stadium ini 1/3 lama hidup kanker,
2. 1 – 5 tahun menopause periksa efek estrogen
rata2 4 tahun setelah diketahui tumor
Bila (+) : ooforektomi bilateraL
Menurut sistem TNM Stadium klinik dibagi :
Bila (-) : hormonal
o Stadium Dini / operabel 0, I, II ( dapat disembuhkan)
Operasi 3. Post menopause hormonal inhibitif / additive Ditunggu 6-8 minggu
melihat respon :
Radikal mastektomi
Respon (+) : terapi hormonal diteruskan
Modifief radikal Mastektomi
Respon (-) : kemoterapi CMF / CAF
Terapi alternatif bila penderita menolak :
@ Simple mastektomi + radiasi (stad I, II ) Bila gagal kemoterapi
@ BCT ( stad I )
- Haagesen dan Stout ( 1943 ) klasifikasi staging didasari operabel dan non
operabel
- Klasifikasi Portman
- TNM sistem, pertama sekali diperkenalkan Denoix ( 1943 ) dan dipopulerkan
oleh UICC ( 1958 ) dan AJCC.
Walaupun tumor tampak hanya lokal saja, namun harus sudah dicurigai adanya Di Indonesia sesuai dengan protokol PERABOI, LABC diterapi dengan simple
kemungkinan metastasis. Lebih kurang 70% pasien yang diterapi hanya dengan mastektomi kombinasi dengan radioterapi dan adjuvant kemoterapi.
lokal terapi ( operasi atau radioterapi ) menunjukkan prognosis yang buruk. Ini
mengharuskan kita untuk memberikan terapi kombinasi, terapi lokal tumor ( operasi Di sini kami sampaikan terapi yang dilakukan sesuai staging.
atau radioterapi ) dengan kemoterapi dan atau hormonal terapi Tis : Simpel mastektomi
Stadium I dan II : Radikal mastektomi atau modified radikal mastektomi dengan
Penatalaksanaan adjuvant terapi tergantung ada tidaknya metastase kgb
Tanpa metastase kelenjar getah bening tidak dibutuhkan adjuvant radioterapi atau Inti proses proliferasi terletak pada pengaturan siklus sel. Siklus pertumbuhan sel
adjuvant kemoterapi secara biokimiawi dapat dibedakan menjadi 4 fase, yaitu fase G1 ( dalam fase ini
Bila kgb yang termemastase lebih dari 3 buah, dibutuhkan radioterapi anak sel yang baru terbentuk menggandakan kromosom, membentuk DNA, protein,
Bila kgb yang termetastase lebih dari 4 buah, dibutuhkan radioterapi dan adjuvant enzim dsb ), fase S ( terjadi replikasi DNA ), fase G2 ( dibentuk RNA, protein dan
kemoterapi enzim yang diperlukan untuk menjalani fase S berikutnya ) dan fase M ( terjadi
Pada stadium I & II dan tumor berada di sentral atau medial kuadran , walaupun kgb mitosis sel ).
belum terlibat, radioterapi sebaiknya diberikan ( Golf stick radiation threrapy ) Mula- mula diduga pengaturan sel tidak terlibat dalam pembentukan tumor tetapi
Terapi alternativ pada stadium I : saat ini jelas terbukti bahwa bila terdapat kesalahan dalam pengaturan gen pengatur
Simpel mastektomi, radioterapi dan adjuvant kemoterapi siklus sel ( misal terjadi mutasi ), maka akan memacu terjadinya tumor.
Breast Conserving Treatment Pada keadaan normal pertumbuhan, diferensiasi sel tubuh dibawah kontrol genetik
oleh seperangkat gen yang dapat dijumpai pada setiap sel tubuh yang disebut
Terapi alternativ pada stadium II adalah simple mastektomi, kombinasi radioterapi protooncogen dan tumor supressor gen ( TSG ). Di dalam tubuh manusia dapat
dan adjuvant kemoterapi diidentifikasi lebih dari 90 protooncogen dan TSG yang terletak pada kromosom
Stadium IIIa : Simple mastektomi, radioterapi dan adjuvan kemoterapi tubuh nomor 1 sampai dengan 22 serta kromosom sex. Mutasi dari tumor supressor
Stadium IIIb : Radioterapi, kemoterapi dan terapi hormonal gen akan mengakibatkan hilangnya fungsi regulasi sel sehingga terjadi transformasi
Stadium IV : Standard prosedur berupa terapi hormonal dengan atau tanpa maligna
kemoterapi. Terkadang dilakukan radioterapi paliativ atau operasi paliativ. BRCA-1 merupakan tumor supressor gen yang terletak pada kromosom 17q21.
Individu dengan mutasi BRCA-1 positif mempunyai resiko menderita kanker
payudara sebesar 55-85% dan kanker ovarium sebesar 15-45 %. Seorang laki-laki
Kanker Payudara Herediter dengan dengan BRCA-1 positif mempunyai resiko kanker payudara sebesar 1% dan
mempunyai resiko menderita kanker prostat yang lebih tinggi. Pada individu dengan
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection
2002 mutasi BRCA-1 juga mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya kanker
kolon. Sedangkan BRCA-2 adalah tumor supressor gen yang terletak pada
Penelitian mengenai perubahan genetik dan ekspresi genetik yang terjadi pada kromosom 13q12 yang mengalami mutasi. Individu dengan BRCA-2 positif
penderita kanker payudara dengan kecenderungan herediter dimulai sejak awal mempunyai resiko terkena kanker payudara sebesar 55-85 % atau kanker ovarium
tahun 1990. Dan dengan pesatnya perkembangan di bidang molekuler akhirnya sebesar 15-25% selama masa hidupnya. Individu laki-laki dengan BRCA-2 positif
dapat ditemukan dua macam gen yang mengalami mutasi yang berhubungan dengan mempunyai resiko terkena kanker payudara sebesar 6%. Analisis pedigree pada
timbulnya kanker payudara. Dua gen yang mengalami mutasi tersebut dikenal keluarga dengan BRCA-2 positif harus dibuat karena berhubungan dengan
dengan dengan nama BRCA-1 pada kromosom 17 dan BRCA-2 pada kromosom 13. keganasan yang lain seperti kanker larynx, prostat , pancreas dan gastrointestinal
Mutasi pada gen akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dibanding tanpa Pada penderita kanker payudara dengan usia muda, penderita kanker payudara
mutasi dan lepas dari kontrol proliferasi normal. Mutasi awal menyebabkan sel bilateral , penderita kanker payudara dengan jenis kelamin laki-laki dan penderita
membelah membentuk klone homogen secara genetik. dengan riwayat keluarga tumor positif harus dicurigai sebagai penderita kanker
Selanjutnya mutasi lain akan dapat meningkatkan lebih pertumbuhan sel klone, payudara herediter sehingga perlu dibuat analisis pedigree untuk melacak
sehingga kanker menjadi lebih permanen dan heterogen. Sel tumor menunjukkan kemungkinan adanya anggota keluarga yang mempunyai resiko terkena kanker
perbedaan sifat dari sel normal, yaitu : payudara. Anggota keluarga yang mempunyai resiko sedang atau tinggi kemudian
a. Tumbuhnya tidak tergantung growth factor karena sel tumor mampu dapat diperiksa sampel darahnya untuk dapat dibuktikan secara biomolekuler untuk
mensekresi growth factor sendiri atau bila reseptor growth factor berubah, mengetahui ada atau tidaknya mutasi BRCA-1 atau BRCA-2.
sehingga walaupun tanpa growth factor sel akan terus terpacu. Berdasarkan pola pedigree dapat dilakukan pengelompokan perkiraan resiko
b. Sel tumor tidak memerlukan kontak dengan permukaan sel terjadinya kanker payudara pada penderita dan keluarganya, yang terbagi dalam
ekstraseluler. kelompok resiko rendah, resiko sedang atau resiko tinggi. Perkiraan resiko itu dapat
c. Sel tumor kehilangan sifat inhibisi kontak pada kultur. dilihat dengan menggunakan tabel yang sudah dibuat oleh Claus.
d. Sel tumor kurang adhesi.
e. Sel tumor terus berproliferasi.
Dengan pemeriksaan yang teratur dan skrining yang baik maka kejadian kanker
payudara bisa dideteksi secara dini. Skrining yang baik dan deteksi dini akan
menurunkan angka kematian akibat kanker payudara paling sedikit 30 %.
Tabel resiko kanker payudara berdasarkan riwayat keluarga ( Claus et al, Cancer
1994;73:643-651 ). Kanker payudara bilateral dihitung sebagai dua anggota keluarga Pemeriksaan Payudara
dengan kanker payudara unilateral, kanker payudara laki-laki dihitung seperti wanita ------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
dengan usia dibawah 40 th.
PA cel naevus terpisah dari tempat utama naevus dengan jar. normal Penderita wanita lebih banyak dari pria , umur terbanyak antara 30-35 tahun.
(junctional element) sehingga harus ikut terambil saat excisi Faktor predisposisi :
Perhatian pada daerah telapak tangan atau kaki serta genital element Syndrom naevus dysplastic
junctionalnya lebih berbahaya Riwayat famili melanoma
Tindakan : Excisi Predisposisi mengelupas setelah terkena sinar matahari
Type : Type kulit yang sensitif terhadap sinar matahari
1. Compound Kombinasi junctional dan intradermal Xeroderma pigmentosus
2. Juvenil
3. Blue naevus Pathologi dan Perilaku Biologi
Hemangioma Melanoma (maligna) berasal dari melanocyte atau sel naevus melanocyte
derivated (sel penghasil pigmen). Suatu Akumulasi sel penghasil pigmen normal
disebut mole (tahi lalat). Tetapi suatu melanoma adalah suatu pengumpulan atau
Akumulasi sel melanocyte dg. karakter ganas.
Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi : .
Terapi Bedah
Tepi / batas : irreguler, indentations, daerah lekuk-lekuk (scalloped area) 1. Biopsi
tepi terangkat di sekitarnya, perbedaan warna kulit disekitarnya Indikasi biopsi :
Warna yang uniform atau bermacam-macam coklat muda sampai hitam), Untuk diagnostik ( Diagnostik klinik meragukan )
daerah merah (sebagai tanda reaksi radang), daerah kebiruan (adanya pigmen Untuk konfirmasi diagnostik klinik ( Diagnostik klinik jelas )
di dalam lapisan kulit lebih dalam) Terapi kuratif pada tumor yang kecil dan superfisial dengan melakukan
eksisional biopsi.
Arah insisi biopsi tergantung pada lokasi tumor dan sebaiknya dipilih
Klasifikasi TNM insisi / eksisi longitudinal daripada transversal.
T1 : tumor tebal 0,75 mm
Biopsi longitudinal dapat memungkinkan penutupan primer defek operasi
T2 : > 0,75 - 1,5 mm
, kerusakan saluran limfatik lebih sedikit sehingga edema distal lebih
T3 : > 1,5 - 4 mm
minimal / ringan.
T4 : > 4 mm dan adanya satelite metastasis
2. Eksisi luas tumor primer
Eksisi luas lebih baik daripada simpel eksisi akan kejadian local
Stadium Klinik : recurrent.
I : T1 - T2 N0 M0 Insisi tepi operasi bisa elips atau bersegi untuk memudahkan penentuan
II : T3 N0 M0 radikalitas tumor oleh patologist.
III : T4 N0 M0 + satelite & mungkin in transit metastasis Eksisi luas tumor merupakan kesatuan dengan diseksi kelenjar regional
IV : metastasis jauh .
Tumor yang ulseratif harus ditutup dengan kasa pelindung sebelum
dilakukan insisi untuk mencegah terjadinya lokal kontaminasi tumor
Tindakan Bedah protokol RS. Sarjito dengan lapangan operasi.
A. Tergantung ketebalan menurut Breslow
Tumor sangat tipis (Breslow <1mm) excisi dg. tepi 1 cm diikuti penutupan 3. Penentuan radikalitas operasi (safety margin , tepi sayatan
primer dan dasar operasi ).
Tumor lebih tebal: excisi luas, luka ditutup dg. split skin graft, jika ada Safety margin meliputi tepi sayatan dan dasar operasi yang tidak
indikasi suatu regional isolated perfusion. mengandung sel tumor. Safety margin dapat ditentukan durante operasi
Jika dipikirkan ada metastasis regional: Lnn. regional didesseksi bila dengan froozen section atau MOSCH surgery. Ditentukan juga oleh
mungkin en bloc dengan tumor primer. behaviour masing – masing kanker, diameter dan ketebalan tumor, drajat
B. Untuk Metastase Satelit dan Intransit keganasan tumor / agresifitas tumor.
Eksisi luas dengan STSG Basalioma : safety margin 5 mm.
Radioterapi (paliatif) Skuamous sel carcinoma
Cryoterapi (paliatif) - Diameter < 2 cm safety margin 4 mm ( tumor agresif : 6mm ).
Untuk metastase jauh kemoterapi dengan imunoterapi - Diamter > 2 cm safety margin 4 – 10 mm.
Melanoma maligna
- Breslow-thin < 1 mm , Clark-level <III : safety margin 1 cm Pola pertumbuhan infiltrasi
- Breslow - thin>1 mm, Clark-level >III : safety margin2-3 cm. Terutama pada kulit yang banyak terkena sinar matahari
Predominan pada usia tua
4. Diseksi kelenjar regional ( Leher ,Axilla, Inguinal ), dan sentinal node
diseksi. Perbedaan Ca cel basal dan Ca cel squameus:
5. Penutupan defek operasi ( penutupan primer , skingraft, Flap ). Ca cel squameus dapat metastasis ke lnn. regional
6. dampak kosmetik dan fungsi. Ca ce basal hampir tidak pernah metastasis
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CTEV bertujuan untuk mengembalikan fungsi anatomi dan
menghilangkan nyeri pada kaki akibat CTEV dan kelihatan normal kaki plantigrade,
dengan mobilitas baik tanpa calus dan tidak menggunakan modifikasi sepatu atau
secara singkat tujuan terapi CTEV sebagai berikut :
1. Correct deformity early
2. Correct deformity fully
3. Hold the correction until growth stops
Penatalaksanaan sebaiknya dimulai sejak minggu pertama setelah lahir karena Kriteria radiologis
jaringan soft tissuenya masih elastis . Penatalaksanaan CTEV secara umum dibagi s Kaki bagian belakang :
Non operatif (konservatif) - AP : Sudut talo – kalkaneal
Konsultasi antara dokter dengan orang tua tentang : - Timpang tindih Talo navikuler
- kelainan CTEV - Sudut talokalkaneal dari samping ( lateral )
- Rencana Pengobatan : - Posisi navikuler
Plan Konservatif/ Operasi
Respon Macam – macam tindakan konservatif :
Recurent Deformity 1. Splinting
Lama Pengobatan 2. Taping
3. Casting
Tujuan akhir dari pengobatan yaitu :
Plantigrade Ketiga hal tersebut dilakukan berdasarkan usia saat diagnosis dini
Pliable ditegakkan,sehingga pada usia minggu pertama sampai enam ( 6 ) minggu
Cosmetically acceptable foot setelah kelahiran dilakukan manipulasi splinting, taping, dan casting.
One operation Minimal Risk Kemudian dievaluasi kakinya setiap minggu secara klinis dan radiologis .
Apabila kelainan CTEV –nya diketahui sejak awal rigid ( kaku ) maka tindakan
Relatively short treatment time
operasi bisa dipertimbangkan sejak awal diagnosa ditegakkan.
Evaluasi penanganan secara konservatif di kontrol berdasarkan klinis dan
Contoh :
radiologis
1. PLASTER OF PARIS CASTING
Kriteria klinis - Cast menggunakan 3 inch sampai diatas lutut, Jari – jari kaki harus terlihat
Sempurna : - Posisi cast dorsoflexi dan mengarah keluar metatarsal I.
Apabila pada koreksi yang paripurna bentuk tanpa gejala dan dapat - Diganti tiap 1 minggu selama 6 – 8 minggu
melaksanakan segala aktifitas fisik.
Lingkup gerak : 25 0 _ Oo - 25o pergelangan kaki ( - 15 o subtalar )
Baik :
Hampir koreksi sempurna
Macam – macam tindakan operasi pada CTEV :
1. Soft Tissue Release
Dengan one stage posteromedial release ( PMR ) dengan internal fixation.
Teknik operasi :
3. Bony operation
a. Calcaneocuboid Arthrodesis
b. Enukleation Prosedur
c. Metatarsal Osteotomy
d. Osteotomy of the Calcaneus
e. Osteotomy of the Tibia
f. Telectomy
Ketiga hal tersebut bisa dilakukan one stage operation atau two stage operation. Usia
optimal untuk dioperasi yaitu 1- 2 tahun, dan maximal 6 tahun.
Komplikasi
1. Cara konservatif
- Decubitus akibat pemasangan cast.
- Bentuk tidak terkoreksi ( Recurrent Deformity )
2. Cara Operatif
- Infeksi
- Koreksi tidak sempurna ( Recurrent Deformity )
- Avaskuler Nekrosisi Navikuler ( KOhler )
- Kaku
- Nyeri pada waktu jalan, Over correction manjadi Planovagus.
FRAKTUR
B. Palpasi / Feel nyeri tekan (tenderness), Krepitasi
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas
tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi,
---------------------------------------------- RD Collection 2002 ---------------------------------------------------
dan krepitasi
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di Neurovaskularisasi bagian distal fraktur pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler (Capillary
seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. refill test) sensasi
Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan
fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar C. Gerakan / Moving
korbannya adalah remaja atau dewasa muda. D. Pemeriksaan trauma di tempat lain kepala, toraks, abdomen, pelvis
Definisi
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama
adalah menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang rawan bisa komplet atau disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey.
inkomplet III. Pemeriksaan Penunjang
Diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang Laboratorium darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
Secara umum fraktur dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas
1. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral
tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka
2. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur
Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan
3. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera
yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan
(pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma
dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi
Pergeseran fragmen Tulang ada 4 :
fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang. Selain trauma, adanya
1. Alignman perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut
proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan
2. Panjang dapat terjadi pemendekan (shortening0
mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.
3. Aposisi hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya
4. Rotasi terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal
Klasifikasi
I. Menurut Penyebab terjadinya
A. Faktur Traumatik direct atau indirect Komplikasi Fraktur
B. Fraktur Fatik atau Stress Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi
Trauma berulang, kronis, mis: fr. Fibula pd olahragawan iatrogenik .
C. Fraktur patologis biasanya terjadi secara spontan 1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi pernafasan.
II. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa
A. Fraktur Simple fraktur tertutup hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain
B. Fraktur Terbuka bone expose dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren
C. Fraktur Komplikasi kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera
2. Komplikasi Lokal
III. Menurut bentuk a. Komplikasi dini
A.Fraktur Komplet Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan apabila kejadiannya
Garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen atau lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblique, sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
spiral. Pada Tulang
Kelainan ini menentukan arah trauma, fraktur stabil atau tidak - Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
B. Fraktur Inkomplet sifat stabil, misal greenstik fraktur - Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup.
C. Fraktur Kominutif lebih dari 2 segmen Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non union
D.Fraktur Kompresi / Crush fracture umumnya pada tulang kanselus
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau
Etiologi pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan degenerasi
tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur
1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma.
2. Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.
Pada Jaringan lunak
Diagnosis - Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema. Terapinya adalah
I. Riwayat dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang - Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu perlu diberikan
berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol
obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
Pada Otot
II. Pemeriksaan Fisik Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena
A. Inspeksi / Look serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat
Deformitas angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengak trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley &
Pada fraktur terbuka klasifikasi Gustilo Solomon,1993).
Pada pembuluh darah 3. Retention Immobilisasi
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit 4. Rehabilitation mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di
melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple
spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan
seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun
untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993). OREF.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai Tujuan Pengobatan fraktur :
bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini 1. REPOSISI Tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi
dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi Tertutup fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
edema dalam otot. Terbuka Indikasi :
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot 1. Reposisi tertutup gagal
yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut 2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), 3. Mobilisasi dini
Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis 4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologis
Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma 2. IMOBILISASI / FIKSASI
terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley & Solomon,1993). Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
Ekternal / OREF
b. Komplikasi lanjut - Gips ( plester cast)
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa - Traksi
angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan. Indikasi Pemendekan (shortening)
- Delayed union Fraktur unstabel oblique, spiral
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur,
Terapi konservatif selama 6 bulan gagal Osteotomi 1. Traksi Gravitasi U- Slab pada fraktur hunerus
Lebih 20 minggu cancellus grafting (12-16 minggu) 2. Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke posisi
- Non union semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen 3. Sekeletal traksi K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut),
fiksasi dan bone grafting. pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris)
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial
sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai Komplikasi Traksi :
walaupun dilakukan imobilisasi lama. 1. Gangguan sirkulasi darah beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus (kruris) droop foot
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi 3. Sindroma kompartemen
fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, 4. Infeksi tmpat masuknya pin
distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)
Indikasi OREF :
- Mal union 1. Fraktur terbuka derajat III
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi 2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
koreksi . 3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
- Osteomielitis 5. Fraktur Pelvis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga 6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang 7. Non Union
mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot 8. Trauma multiple
Fase reparatif
Umumnya beriangsung beberapa bulan. Fase ini ditandai dengan differensiasi dari sel mesenkim pluripotensial.
Hematom fraktur lalu diisi oleh kondroblas dan fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Mula-mula terbentuk
kalus lunak, yang terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil jaringan tulang. Osteoblas kemudian
yang mengakibatkan mineralisasi kalus lunak membah menjadi kalus keras dan meningkatkan stabilitas fraktur. Secara
radiologis garis fraktur mulai tak tampak.
Fase remodelling
Membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan tulang meliputi aktifitas osteoblas
dan osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan immatur menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga
menambah stabilitas daerah fraktur (McCormack,2000).
Fraktur terbuka adalah fraktur yang terjadi hubungan dengan dunia luar atau rongga tubuh yang tidak steril,
Pemeriksaan radiologis
Armis (2001) membuat klasifikasi fraktur terbuka dengan sistim skoring yang dinamakan Sistem Skoring Sardjito (SSS) Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan keparahan kerusakan tulang dan jaringan lunak yang berhubungan
yang dilakukan dengan memberikan skoring pada setiap variabel yang meliputi kerusakan kulit, kerusakan otot, kondisi dengan derajat energi dari trauma itu sendiri. Bayangan udara di jaringan lunak merupakan petunjuk dalam melakukan
tulang, kondisi neurovaskuler dan derajat kontaminasi kemudian skor dijumlahkan pembersihan luka atau irigasi dalam melakukan debridemen. Bila bayangan udara tersebut tidak berhubungan dengan
daerah fraktur maka dapat ditentukan bahwa fraktur tersebut adalah fraktur tertutup. Radiografi dapat terlihat bayangan
benda asing disekitar lesi sehingga dapat diketahui derajat keparahan kontaminasi disamping melihat kondisi fraktur atau
tipe fraktur itu sendiri Diagnosis fraktur dengan tanda-tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun pemeriksaan
Klasifikasi fraktur terbuka sesuai Sistem Skoring Sardjito (Khairuddin & Armis, 2002). radiologis tetap diperlukan untuk konfirmasi dalam melengkapi deskripsi fraktur, kritik medikolegal, rencana terapi dan
Batasan Skor dasar untuk tindakan selanjutnya. Sedangkan untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan gejala klasik dalam
menentukan diagnosis harus dibantu pemeriksaan radiologis sebagai gold standard.
I. Skin Damage
A.Wound:
Untuk menghindari kesalahan maka dikenal formulasi hukum dua, yaitu:
< 5 cm long ( in-out) 1
Two views (proyeksi AP/Anteroposterior dan Lateral, karena proyeksi yang salah akan dapat memberikan
5-10 cm 2
informasi yang salah maka pemeriksaan radiologis harus benar-benar AP dan lateral),
10 cm long 3
Two joints (terlihat dua sendi, pada bagian proksimal dan distal fraktur)
B. Condition of Skin:
Two limbs ( dua anggota gerak sisi kanan dan kiri)
No devitalized edge of wound without contussion 1
Two injuries ( biasanya pada multipel trauma yang bisa melibatkan trauma di tempat lain dalam tubuh).
Contused edge of wound/ subcutan or with small area of degloving 2
Large area of degloving or skin loss or skin avulsion
3 Penanganan Fraktur terbuka
II. Muscle Damage Mengikuti prinsip “4 R” yaitu Recognition, Reduction, Retaining ( retention of reduction ) dan Rehabilitation. Pada
No muscle contusion or sircumscribed muscle contusion or partial rupture 1 kasus fraktur terbuka diperlukan ketepatan dan kecepatan diagnosis pada penanganan agar terhindar dari kematian atau
Total rupture of one compartement muscle kecacatan. Penatalaksanaan fraktur terbuka derajat III meliputi tindakan life saving dan life limb dengan resusitasi sesuai
Muscle defect with extensive muscle crush 2 indikasi, pembersihan luka dengan irigasi, eksisi jaringan mati dan tersangka mati dengan debridemen, pemberian
3 antibiotik pada sebelum, selama dan sesudah operasi, pemberian antitetanus, penutupan luka, stabilisasi fraktur dan
III. Bone Damage fisioterapi. Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat karena jaringan masih inflamasi / infeksi dan
Simple Fracture: Transverse, Oblique, Spiral, butterfly or with little comminution. 1 sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, kecuali dapat dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca trauma
Simple Fracture with gross displacement, segmental fracture (little displaced) or moderate
comunition 2 Prinsip penanganan fraktur terbuka derajat III secara umum adalah sebagai berikut:
Gross comminution, boneloss / defect 1. Pertolongan Pertama.
3 Secara umum adalah untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dan mencegah gerakan-gerakan fragmen yang
dapat merusak jaringan sekitarnya. Stabilisasi fraktur bisa menggunakan splint atau bandage yang mudah
IV. Neurovascular Damage
dikerjakan dan efektif. Luka ditutup dengan material yang bersih dan steril.
No Neurovascular trauma 1
Isolated or localized neurovascular trauma 2
2. Resusitasi
Extensive neurovascular trauma 3
Penatalaksanaan sesuai prinsip ATLS (Advance Trauma Life Support) dengan memberikan penanganan sesuai
V. Contamination
prioritas (resusitasi), bersamaan itu pula dikerjakan penanganan fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi.
No particle 5
Kehilangan darah yang banyak pada fraktur terbuka derajat III dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan dapat
Only syperficial particle 10
diperberat oleh rasa nyeri yang dapat menyebabkan syok neurogenik. Tindakan resusitasi dilakukan bila ditemukan
Deep particle 15*)
tanda syok hipovolemik, gangguan napas atau denyut jantung karena fraktur terbuka seringkali terjadi bersamaan
dengan cedera organ lain. Penderita diberikan resusitasi cairan Ringer Laktat atau tranfusi darah dan pemberian
Note: * Add one for public watering accident or from farm accident or treated after
analgetik selama tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan radiologis dikerjakan setelah kondisi pasien stabil. (Apley
gol den period (deep particle score =15+1=16)
& Solomon, 1993; Trafton, 2000)
Skor untuk fraktur terbuka grade I atau ringan: 10, grade II atau sedang 11-20, grade III atau berat : 21-31. Grade IIIA
3. Penilaian awal.
bila fragmen fraktur masih tertutup jaringan lunak, grade IIIB bila terdapat ekspose fragmen fraktur, dan grade III C bila
Pemeriksaan yang teliti dan hati-hati merupakan dasar dalam observasi dan penanganan awal yang memadai.
terdapat kerusakan pembuluh darah vital sehingga untuk mempertahankan kehidupan bagian distal fraktur membutuhkan
tindakan repair. (Khairuddin & Armis, 2002; Supriyanto & Armis, 2004 ). Fakta-fakta pada pemeriksaan harus direkam dengan baik termasuk trauma pada daerah atau organ lain dan
komplikasi akibat fraktur itu sendiri. (Rasjad, 1998; Trafton, 2000).
Diagnosis Fraktur Terbuka 4. Terapi Antibiotik dan Anti Tetanus Serum (ATS)
Riwayat
Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah terjadinya trauma. Antibiotik adalah yang ORIF ( Open Reduction and Internal Fixations )
berspektrum luas yaitu sefalosporin generasi I (cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid A. Reduksi tertutup diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut:
(gentamisin 1-2 mg/kg BB tiap 8 jam) selama 5 hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan setiap hari dengan 1). Fraktur dengan tak ada pergeseran,
memperhatikan sterilitas, dan pemberian antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru. 2). Fraktur yang stabil setelah reposisi/ reduksi,
Bila dalam perawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan pemeriksaan kultur dan sensifitas ulang 3). Fraktur pada anak-anak,
untuk penyesuaian ulang pemberian antibiotik yang digunakan. 4). Cedera jangan luk minimal
Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur kruris terbuka derajat III berhubungan dengan kondisi luka yang 5). Trauma berenergi rendah.
dalam, luka yang terkontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan sepsis. B. Reduksi terbuka diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut:
Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti tetanus dapat diberikan gamaglobulin anti tetanus 1). kagagalan dalam penanganan secara reduksi tertutup,
manusia dengan dosis 250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa , 125 unit pada usia 5-10 tahun dan 2). fraktur yang tidak stabil,
75 unit pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan serum anti tetanus dari binatang dengan dosis 1500 unuit 3). fraktur intraartikuler yang mengalami pergeseran dan
dengan tes subkutan 0,1 selama 30 menit. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 4). fraktur yang mengalami pemendekan.
1 dosis boster 0,5 ml secara intramuskuler.
Pemasangan Fiksasi dalam sering menjadi pilihan terapi yang paling diperlukan dalam stabilisasi fraktur pada umumnya
5. Debridemen termasuk fraktur kruris terbuka derajat III. Pilihan metode yang dipergunakan untuk fiksasi dalam ada beberapa macam
a. Ambil sample dari luka untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas pra debridemen yaitu:
b. Pembersihan luka dengan irigasi cairan fisiologis sebanyak 6-10 liter. a. Pemasangan plate and screws
c. Jaringan mati atau fragmen tulang kecil yang mati maupun benda asing dibuang. Pemasangan fiksasi dalam pada fraktur terbuka mempunyai resiko tinggi terjadi komplikasi infeksi, non-union
d. Pembuluh darah vital untuk bagian distal yang terputus dilakukan repair. dan refraktur. Pada penelitian awalnya pemasangan plat pada fraktur terbuka diketahui telah memperbaiki fraktur
e. Saraf yang terputus diberi tanda pada ujung saraf untuk dilakukan delayed repair dengan penyambungan kortek langsung tanpa pembentukan kalus. Osteosit langsung menyeberangi gap antar
f. Reposisi fragmen fraktur. fragmen fraktur. Tapi pada kenyataannya terjadi osteogenesis meduler dan sedikit pembenrukan kalus
g. Pengambilan sampel pada luka yang bersih untuk kultur dan tes sentifitas pasca debridmen. periosteum. Pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa pada pemasangan plat itu sendiri telah mengganggu
h. Luka dibiarkan terbuka atau dilakukan jahitan parsial, bila perlu ditutup setelah satu minggu dimana oedem vaskularisasi ke kortek tulang oleh plat yang berakibat gangguan aliran darah yang menyebabkan nonunion.
sudah menghilang. Mengatasi permasalahan ini para pakar AO/ASIF dari Swiss telah menciptakan antara lain LCDCP (limited
i. Fiksasi awal yang baik untuk fraktur terbuka kruris derajat III adalah fiksasi eksternadengan external fixation contact dynamic compression plate) dan ada yang membuat inovasi baru dengan merekonstruksi plat yang non-
device sehingga akan mempermudah dalam perawatan luka harian. Bila fasilitas tidak memadai, pemasangan rigid dengan tidak memasang sekrup yang banyak sehingga terjadi pembentukan kalus (Matter, 1997 cit. Trafton,
gips sirkuler dengan jendela atau temporary splinting dengan gips atau traksi dapat digunakan dan kemudian 2000 ). Pemasangan plat perlu hati-hati dalam melakukan irisan jaringan lunak agar tidak terjadi kerusakan
dapat direncanakan operasi pemasangan fiksasi interna setelah luka baik (delayed internal fixation). periosteum, fascia dan otot karena dapat mengakibatkan nonunion. Penutupan kulit diatas plat sering mengalami
j. Pemakaian suntikan antibiotik dilanjutkan 3-5 hari, dimonitor tanda klinis dan penunjang kesulitan dan dapat terjadi nekrosis kulit atau infeksi superfisial. Untuk pencegahan kerusakan jaringan lunak
k. Bila dalam perawatan harian di bangsal ditemukan gejala dan tanda infeksi dilakukan debridemen dan dilakukan dengan pemasangan plat dibawah kulit dan sekrup langsung dipasang ke tulang dengan bantuan alat
pemeriksaan kultur dan sensitifitas ulang untuk mendapatkan penanganan yang memadai. (Apley & Solomon, fluoroskopi
1993; Behrens, 1996; Rasjad, 1998; Trafton, 2000; Hutagalung , 2003 ).
b. Pemasangan screws or wires
6. Penanganan jaringan lunak. Untuk melakukan fiksasi fraktur diafisis jarang menghasilkan fraktur yang stabil. Pemasangan skru banyak
Pada kehilangan jaringan lunak yang luas dapat dilakukan soft tissue tranplantation atau flap pada tindakan digunakan dalam fiksasi fraktur intraartikuler dan periartikuler baik digunakan secara tunggal atau kombinasi
berikutnya, sedangkan tulang yang hilang dapat dilakukan bone grafting setelah pengobatan infeksi berhasil baik. bersamaan dengan pemasangan plat atau external fixation device. (Behrens, 1996).
7. Penutupan Luka
Pada luka yang kecil dan tidak banyak kontaminasi setelah dilakukan debridemen dan irigasi dapat langsung c. Pemasangan intramedullary nai/ rods
dilakukan penutupan secara primer tanpa tegangan. Pada luka yang luas dan dicurigai kontaminasi yang berat Pada pemasangan reamed intramedullary nails dapat menyebabkan ujung-ujung fragmen fraktur diafisis
sebaiknya dirawat secara terbuka, luka dibalut kassa steril dan dilakukan evaluasi setiap hari. Setelah 5-7 hari dan mengalami robekan periosteum kehilangan blood supply sehingga meningkatkan kejadian infeksi dan nonunion.
luka bebas dari infeksi dapat dilakukan penutupan kulit secara sekunder atau melalui tandur kulit. Pada anak Beberapa penelitian awal menyimpulkan bahwa penggunaan unreamed intramedullary nails pada fraktur tibia
sebaiknya dihindari perawatan terbuka untuk menghindari terjadi khondrolisis yaitu kerusakan epiphyseal plate terbuka cukup aman terhadap vaskularisasi intrameduler dan direkomendasikan untuk stabilisasi fraktur terbuka
akibat infeksi. Penyambungan tulang pada anak relatif lebih cepat maka reposisi dan fiksasi dikerjakan secepatnya derajat I,II dan III A, sedangkan untuk derajat IIIB dan IIIC sementara disarankan dengan
untuk mencegah deformitas. traksi atau fiksasi luar. Secondary nailing dilaksanakan setelah fiksasi luar dengan syarat tidak ada tanda infeksi
lokal maupun pin tract infection.
8. Stabilisasi fraktur
Dalam melakukan stabilisasi fraktur awal penggunaan gips sebagai temporary splinting dianjurkan sampai dicapai d. Pemasangan external fixation devices
penanganan luka yang adekuat, kemudian bisa dilanjutkan dengan pemasangan gips sirkuler atau diganti fiksasi Akhir-akhir ini para pakar lebih tertarik pemasangan fiksasi luar dari pada pemasangan plat. Menurut Van der
dalam dengan plate and screw, intermedullary nail atau external fixator devices sebagai terapi stabilisasi definitif. Linden dan Larson (1979) pada penelitian pemasangan plat dibanding konservatif ternyata angka infeksi lebih
tinggi pada pemasangan plat seperti infeksi superfisial, nekross kulit dan osteomielitis. Kejadian infeksi pada
Pemasangan fiksasi dalam dengan plate and screw pada fraktur terbuka dengan kontaminasi tidak direkomendasikan.
pemasangan plat akan memerlukan operasi berulangkali. Sedangkan Clifford et al.( 1988) menyarankan
Namun demikian fiksasi dalam dapat dipasang setelah luka jaringan lunak baik dan diyakini tidak ada infeksi lagi.
pemasangan plat dilaksanakan untuk stabilisasi fraktur terbuka derajat I dan derajat II dan fraktur avulsi. Menurut
Penggunaan fiksasi luar (external fixation devices) pada fraktur terbuka derajat III adalah salah satu pilihan untuk
Bach dan Hansen (1989) yang membandingkan pemasangan plat dengan fiksasi luar pada fraktur kruris terbuka
memfiksasi fragmen-fragmen fraktur tersebut dan untuk mempermudah perawatan luka harian.
menyimpulkan bahwa pemasangan plat kurang ideal pada fraktur terbuka derajat II dan III. ( cit. Court-Brown et
Imobilisasi Gips ( Plaster of Paris) al., 1996).
Penggunaan gips sebagai fiksasi agar fragmen-fragmen fraktur tidak bergeser setelah dilakukan manipulasi / reposisi Penggunaan fiksasi luar yang pernah sangat populer di Eropa dan Amerika mempunyai resiko terjadinya
atau sebagai pertolongan yang bersifat sementara agar tercapai imobilisasi dan mencegah fragmen fraktur tidak merusak komplikasi pada tempat masuknya pin (pin tract infection) sebesasr 20-42%, dan resiko terjadi malunion sebagai
jaringan lunak disekitarnya. Keuntungan lain dari penggunaan gips adalah murah dan mudah digunakan oleh setiap akibat reduksi yang kurang memadai dan akibat pelepasan fiksasi yang terlalu awal setelah lama pemasangan. Pada
dokter, non toksik, mudah digunakan, dapat dicetak sesuai bentuk anggota gerak, bersifat radiolusen dan menjadi terapi fraktur diafisis tibia pemasangan fiksasi luar dengan unilateral frame external fixator merupakan indikasi tetapi
konservatif pilihan Pada fraktur terbuka derajat III dimana terjadi kerusakan jaringan lunak yang hebat dan luka pada fraktur yang tibia proksimal atau lebih distal penggunaan multiplanar external fixator yang lebih tepat.
terkontaminasi penggunaan gips untuk stabilisasi fraktur cukup beralasan untuk mempermudah perawatan luka. (Court-Brown et al., 1996).
Setelah luka baik dan bebas infeksi penggunaan gips untuk fiksasi fraktur dapat dilanjutkan untuk menunjang secundary
bone healing dengan pembentukan kalus. Komplikasi fraktur terbuka
1. Komplikasi Umum
Syok, koagulopati difus atau gangguan fungsi pernapasan yang dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah trauma
dan setelah beberapa hari kemudian akan terjadi gangguan metabolisme berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi
umum yang lain dapat berupa sindrom peremukan (crushing syndrome), emboli lemak, trombosis vena dalam, infeksi
tetanus atau gas gangren.
Derajat II
Panjang luka >1cm tapi tak banyak kerusakan jaringan lunak dan fraktur tak kominutif.
Derajat III
Kerusakan hebat pada kulit, jaringan lunak dan struktur neurovascular dengan kontaminasi, Mayo Classification – Scapula Fracture
III Afragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak,
III B fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan lapisan periosteum, fraktur kominutif,
III C trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar bagian distal dapat dipertahankan, terjadi kerusakan jaringan
lunak hebat.
Trauma high-velosity termasuk klasifikasi IIIB atau IIIC walaupun lukanya kecil tapi terjadi kerusakan jaringan lunak
dibawahnya sangat hebat. Insidensi infeksi derajat I 2% dan derajat II 10%.
EKSTREMITAS SUPERIOR
--------------------------------------------- RD Collection 2002 ---------------------------------------------------
Fraktur Skapula
Akibat trauma langsung.. Fraktur korpus dan kollum scapula umumnya terjadi pergeseran akibat tarikan otot-otot yang
melekat disitu
Terapi konservatif (Istirahat dan mobilisasi dini setelah sakit hilang.)
5. Kontraktur Volkman
Akibat m. Fleksor digitorum profundus mati diganti jaringan fibrous.
Jari-jari posisi fleksi CLAW HAND
Posisi dipertahankan selama 3 sampai 4 minggu, dengan pemeriksaan radiologis pada satu minggu pertama dan minggu
terakhir.
Reposisi dikatakan berhasil bila baik secara klinis atau radiologis. Secara klinis dikatakan baik bila :
1. sendi siku dapat fleksi maksimal, bila tidak bisa fleksi maskimal kemungkinan sudut antara sumbu longitudinal Fraktur Olekranon
humeri dengan kondilus belum tercapai atau adanya interposisi jaringan lunak antara kedua fragmen. Tempat insersi otot Trisep brachii, sehingga bila terjadi fraktur akan terjadi pergeseran ke proksimal.
2. setelah hiperfleksi secara hati – hati, dilakukan ekstensi dan dibandingkan dengan sisi yang sehat. Klasifikasi :
I. Tanpa pergeseran gips sirkuler
Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah reposisi, dengan foto posisi AP dan lateral. Untuk posisi lateral dinilai sudut II. Dengan pergeseran Screw atau TBW
longitudinal humeri dan distal kondilar. Dinilai apakah ada crescent sign, yang berarti terjadi kubitus varus. Pada posisi III. Kominutif Eksisi fragmen dan melekatkan kembali otrisep pada olekranon
AP, dinilai sudut bowman, sudut diaphisis – metaphisis. Bila fragmen distal terjadi rotasi tampak gambaran fish tail.
Hasil reposisi dikatakan adekuat bila tidak terjadi angulasi ke lateral atau medial, pergeseran ke medial atau lateral tidak Dislokasi sendi siku
lebih dari 25% dan angulasi ke posterior tidak lebih dari 100. Perbedaan sudut bowman antara sisi yang sehat dan yang Sendi siku terdiri dari :
sakit tidak lebih dari 40. Rotasi ke medial merupakan predisposisi terjadinya kubitus varus karena akan terjadi angulasi 1. Humero-ulnaris
koronal. Walaupun adanya rotasi tersebut bukan merupakan deformitas dan rotasi lengan akan di koreksi oleh sendi 2. Humero-radialis
bahu. Manipulasi yang berulang sebaiknya dihindari karena akan mencederai pembuluh darah dan saraf. 3. Radio-ulnaris
NO FUNSI MUSKULUS
1 Fleksor elbow m. brachialis, m. Biceps, m. Brachioradialis
2 Ekstensor elbow m. triceps, m. Anconeus
3 Supinator elbow m. supinator, m. Biceps
4 Pronator elbow m. pronator teres, m. Pronator guadratus
5 Fleksor pergelangan tangan m. fleksor carpi radialis, m. Fleksor carpi ulnaris
6 Ekstensor pergelangan tangan m. ekstensor carpi radialis longus dan brevis,
m. Ekstensor carpi ulnaris
Aliran darah regio antebrachii merupakan lanjutan dari a brachialis, yang bercabang menjadi a radialis dan a ulnaris
setinggi caput os radii. Sedangkan persyarafan antebrachii berasal dari tiga nervus, n radialis, n ulnaris, n medianus.
Fraktur MONTEGGIA
Fraktur ULNA 1/3 proksimal / tengah dengan dislokasi kaput radii antrior / posterior
Pemeriksaan penting pada saraf radialis dan olekranon
Fraktur GALEAZZI
Fraktur RADIUS 1/3 distal / tengah disertai subluksasio sendi radiuulnaris.
Jenis fraktur ini biasanya tidak stabil artinya penangananya dilakukan operasi. Untuk menjaga panjang antomi tulang
radius.
Alat-alat gerak yang meliputi ini ialah :
▪ Posterior :
Berbentuk cembung dan terdapat sekumpulan tendon/otot extensor yang mempunyai fungsi ekstensi. dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan
Dari pemeriksaan radiologis posisi anteroposterior dan lateral dapat dijumpai suatu fraktur transversal pada tulang
▪ Anterior : radius kurang dari 2,5 cm dari pergelangan tangan, dan sering disertai patahnya processus stiloideus ulnae.
Berbentuk cekung dan terdapat sekumpulan tendon/otot fleksor yang mempunyai fungsi fleksi lengan bawah dan Fragmen distal (1) bergeser dan miring ke dorsal (2) bergeser dan miring ke radial, dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang
tangan. Dan pada bagian dalam ada: m. pronator quadratus yang berjalan menyilang dan berfungsi terutama untuk fragmen distal mengalami kerusakan dan kominutif yang hebat.
pronasi.
Klasifikasi :
▪ Lateral : Gertland dan Werley cit Zabinski dan Weiland (1999), mula-mula membagi trauma distal radius ke dalam fraktur ekstra
Tampak m. supinator longus yang mempunyai insersi pada procesus. styloideus radii yang mempunyai fungsi utama artikular dan intraartikular. Kebanyakan klasifikasi fraktur dibuat berdasarkan anatomii fraktur. Klasifikasi Frykman
sebagai supinasi. didasarkan pada keterlibatan artikulatio radiokarpal dan atau radioulnar serta ada tidaknya fraktur styloideus ulnae.
Anatomi, Fisiologi dan Mekanisme Trauma III. Sedang, Angulasi dorsal 11 – 14° dan / atau shortening 7 – 11 mm
Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum dan navikulare ke arah distal, dan dengan IV. Berat, Angulasi dorsal > 15° atau shortening > 11 mm.
tulang ulna bagian distal ke arah medial. Bagian distal sendi radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan
ulna selain terdapat ligamentum dan kapsulal yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat pula diskus artikularis yang
melekat pada semacam meniskus yang berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamentum koleteral ulnar. Ligamentum
kolateral ulnar bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis bersama ligamentum radioulnar dorsal dan
volar, yang kesemuanya menghubungkan radius dan ulna, disebut Triangular fibro cartilage complex (TFCC)
(Sjamsuhidajat, 1997), berguna untuk menstabilkan artikulatio radioulnaris distal (Zabinski dan Weiland, 1999).
Gerakan pergelangan tangan sangatlah luas (mobile) dan kemampuannya mencapai 160° untuk fleksi dan ekstensi dan
180° untuk rotasi lengan bawah. Kurang dari 80% dari transmisi beban melaluii pergelangan tangan lewat artikulatio Penanganan Fraktur Colles :
radiocarpal sementara 20% sisanya melalui artikulatio ulnocarpal lewat Triangular fibro cartilage complex. (Zabinski Penanganan fraktur Colles umumnya dilakukan rawat jalan yaitu setelah terdiagnosis diberikan tindakan reposisi
dan Weiland, 1999). tertutup. Bila tidak ada pergeseran, cukup di imobilisasi dengan gip bawah siku. Bila terjadii pergeseran atau sedikit
Fraktur Colles terjadi pada penderita dengan riwayat jatuh dengan tangan terentang (Apley dan Solomon, 1987). Trauma pergeseran perlu tindakan reposisi dengan anestesi lokal, regional atau umum, kemudian dilakukan gip bawah siku
yang terjadii merupakan trauma langsung yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi dengan posisi fragmen distal fleksi dan pronasi. Pada hari berikutnya anggota gerak atas elevasi. Adapun jari-jari
fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat sesegera mungkin melakukan latihan. Seminggu kemudian dilakukan pemotretan dengan sinar X kontrol untuk menilai
dari samping menyerupai garpu terbalik. apakah terjadi pergeseran kembali (redisplacement). (Armis, 1994).
Imobilisasi dengan gip bertujuan mencegah pergeseran kembali fragmen fraktur paska reposisi. Sebagai tulang
Diagnosis Fraktur Colles : kanselus, maka penyembuhan tulang radius distal diperkirakan tuntas kurang lebih 6 minggu dari saat terjadinya
Diagnosis fraktur Colles ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Kita dapat mengenal fraktur ini dengan trauma. Oleh sebab itu pada fraktur Colles gip dapat dilepas umumnya 5 – 6 minggu (Mc Rae, 1992; Apley dan
adanya deformitas dinner fork seperti telah disebutkan diatas, dengan penonjolan pada punggung pergelangan tangan Solomon, 1987; Gartland dan Werley, 1951).
(ke arah dorsal) dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal
Mengenai imobilisasi gip bawah siku atau atas siku masih terdapat perbedaan pandangan. Apley dan Solomon (1987), 2. Type II :
serta Mc. Rae (1992), menyatakan penanganan fraktur Colles cukup dengan gip bawah siku sedangkan ahli lain Fraktur Barton atau disebut pula fraktur marginal anterior tipe fleksi.
menyatakan harus dengan gip atas siku (Way, 1994). Sheikh dan Murthy (2000) menganjurkan imobilisasi kombinasi ▪ Disini dilakukan reduksi dengan traksi dan menipulasi dengan anestesi umum.
yaitu gip atas siku pada minggu-minggu awal dilanjutkan gip bawah siku kecuali pada penderita di atas 60 tahun harus ▪ Penderita tidur telentang dan posisi siku tegak lurus, lengan bawah pada posisi pertengahan (mid
dipasang gip bawah siku untuk mencegah kekakuan sendi siku. position).
▪ Dilakukan traksi dengan alat Weinberg pada jari-jari diatas siku yang
diikatkan ke bawah meja.
▪ Selama traksi, dengan dua tangan diletakkan pada pergelangan tangan, lalu pergelangan tangan
diletakkan dalam posisi dorsoflexi ringan dan lengan bawah dalam mid position, kemudian dipasang
circuler gips dari bawah siku sampai tangan setinggi persendian metacarpo – phalangeal.
Sesudah itu alat traksi dilepas. Kontrol foto AP dan Lateral untuk melihat kedudukan tulang tersebut.
3. Type III :
Fraktur Smith yang non comminutive, tipe fleksi :
▪ Disini juga dilakukan reduksi dengan traksi dan manipulasi dengan anestesi umum dan lengan bawah
posisi supinasi.
▪ Penderita tidur terlentang dan posisi siku tegak lurus lalu dilakukan traksi dengan alat Weinberg pada
jari-jari diatas siku yang diikatkan di bawah meja.
▪ Dengan dua tangan dimana jari-jari II – V diletakkan pada fragmen proximal sebelah dorsal dan dua
ibu jari menekan ke atas dan ke belakang pada fragmen yang distal sampai pergelangan tangan dalam
posisi dorsofleksi dan deviasi kearah ulnar.
▪ Lalu dipasang sirkuler gip dari bawah siku ke distal sampai setinggii persendian metacarpo –
phalangeal dan kemudian alat traksi dilepas. Sesudah reposisi, dilakukan :
▪ Kontrol foto, bila kedudukan jelek, reposisi lagi.
Operatif :
Cauchoix, Dupare dan Potel (1960), Menganjurkan pengobatan fraktur Smith dengan fiksasi dalam (internal
fixation) dengan memakai plat kecil berbentuk T (Ellis plate) dimana dua sekrup dipasang pada fragmen proximal
sedangkan fragmen distall ditahan dengan kuat tanpa memakai sekrup.
tehnik operasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
▪ Incisi vertikal melalui sisi radial arah volar dari lengan bawah bagian distal dan incisi diperdalam sampai m.
pronator quadratus antara m. flexor carpi radialis pada sisi lateral dan m. palmaris longus dan medianus
McGraw-Hill, Emergency Orthopedics pada sisi medial.
▪ M. flexor pollicis longus ditarik ke lateral dan tendon m. flexor digitorum sublimis ke medial, dan m. pronator
Fraktur SMITH quadratus tampak pada sisi inferior dari tulang radius bagian bawah.
▪ Fraktur diperbaiki dengan plat kecil, menyudut untuk menyesuaikan dengan permukaan dari tulang, lalu
fraktur dari radius bagian distal yang lokasinya ½ - 1 inch dari ujung distal
Fraktur Smith adalah
dipasang sekrup pada fragmen proximal 2 buah dan pada fragmen yang distal plat tanpa sekrup berguna
radius dengan pergeseran fragmen distal ke depan (volar) dan ke atas disertai pergeseran ulna untuk menyangga yang kuat dari fragmen yang telah dilakukan reposisi.
bagian distallke belakang (dorsal). ▪ Akhir-akhir ini plat berbentuk T yang kecil telah tersedia, dimana pada fragmen tulang yang proximal dengan
Robert William Smith di Dublin (1847) mengatakan bahwa fraktur jenis ini jarang terjadii dan merupakan lawan dari 2 sekrup pada bagian vertikal.
fraktur Colles. John Rhea Barton di Philadelpia (1838), mengemukakan bahwa faktur Barton adalah: fraktur anterior dan ▪ Lalu luka operasi ditutup lapis demi lapis sampai kulit dan dipasang bebat tekan.
posterior dengan dislokasi pergelangan tangan. Fraktur Colles adalah fraktur posterior dengan dislokasi pergelangan Mobilisasi jari-jari dimulai sejak hari pertama dan pergerakan pergelangan tangan, lengan bawah dimulai segera
tangan. Dan fraktur anterior dengan dislokasi pergelangan tangan inii disebut sebagai salah satu tipe dari fraktur Smith. setelah bebab tekan dilepas.
Thomas (1957), mencoba membagi fraktur Smith ini menjadi 3 tipe dan fraktur barton jenis anterior dengan dislokasi
pergelangan tangan salah satu tipe dari fraktur Smith. Keuntungan :
▪ Hasilnya cukup memuaskan.
Pembagian fraktur Smith secara klinis dan radiologi : ▪ Sesudah operasi pergerakan dapat dilakukan dengan segera tanpa terjadi redisplacement dari fragmen yang
I fraktur Smith yang comminutive dan oblique mengalami fraktur.
II fraktur Barton, yang disebut anterior fraktur tipe fleksi marginal i dengan dislokasi pergelangan tangan. ▪ Diantara ke 3 tipe dari fraktur Smith, tipe Barton adalah yang paling memuaskan pada pengobatan dengan
III fraktur transversal yang disebut juga fraktur radius bagian distall yang tidak dengan tipe fleksi kominutif. cara operasi ini, juga pada tipe yang lain cukup memuaskan.
Komplikasi :
Penatalaksanaan a. Kerusakan jaringan lunak :
Yang penting disini adalah kerusakan n. medianus karena tekanan dari fragmen radius yang fraktur.
Konservatif :
o Mills (1957), telah menganjurkan cara manipulasi dari fraktur Smith dengan mengembalikan arah persendian seperti b. Malunion :
semula. Mills dan Thomas menyarankan cara mengunci fragmen pada tempatnya dengan posisii supinasi penuh. Karena reposisi dan immbolisasi yang kurang baik.
c. Non union :
Imobilisasi dengan sirkuler gips diatas siku selama 5 – 6 minggu.
d. Osteoarthritis
e. Gangguan pronasi d an supinasi
o Plewer (1962), menganjurkan untuk mobilisasi setelah gips dibuka supaya cepat, sebab kalau kurang aktif akan
mengakibatkan pergerakan pronasi yang terbatas dan terjadi kekakuan sendi tangan dan siku.
Diagnosis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologis anterior posterior dan lateral.
2 Klas B. Fr caput dan Colum radii Jika < ⅓ dari permukaan sendi dan displace < 1
mm, difikasi dengan “long arm cast/posterior long
IA. Dengan tepi non-displace arm splint”
IB. Tanpa Angulasi Colum Radii Jika angulasi < 30˚, terapi konservatif dengan
IC Fraktur Komunitif Caput Radii fiksasi interna.
Displace < ⅓ permukaan sendi dilakukan “long arm
IIA. Fraktur Displace cast”. Displace >⅓ permukaan sendi dan dipresi >3
IIB. Displace+Depresi Caput Radii mm di lakukan fiksasi interna
IIC. Fraktur Komunitif Jika ada angulasi > 30˚ atau fraktur komunitif
dilakukan fiksasi interna.
3 Klas B. Fr Caput dan Colum Radii/Epifisis Pada Angulasi <15˚ difikasi dengan “Posterior long arm
Anak splint”
Angulasi > 15˚ dengan “long arm cast” dengan
I. Tanpa Angulasi anestesi umum. Angulasi > 60˚ dilakukan reduksi
II. Dengan Angulasi terbuka
Type 1. Grs. Fraktur melewati epifisial plate seperti Slippe femoral epiphysis
Type 2. Grs fraktur melewati epifisial plate kemudian sebagian berlanjut ke metafisis
Type 3. Grs. Fraktur dari permukaan sendi ke proximal kemudian berlanjut ke epifisial plate (intra artikuler)
4 Klas C. Fr Prosesus Coronoid 2. Os Sacrum (belakang)
Fiksasi dengan “posterior long arm splint” dan 3. Os Pubis kanankiri
IA. Fragmen kecil posisi elbow 90˚ serta supinasi atebrachii. Fraktur pelvis ditimbulkan uleh trauma yang hebat kecuali pada wanita tua dengan osteoporosis . Bila terjadi trauma
IB. Displace minimal Fiksasi interna daerah pelvis jangan lupa evaluasi vesika urinaria, urethra, rektum , anus, pembuluh darah besar dan gangguan
IC. Displace neurologis (pleksus lumbalis, pleksus sacralis)
ID. Displace dg posterior dislokasi
Klasifikasi TILE dan PENNAL (1980)
A : Stabil
A1 : Fraktur isolated tanpa fraktur cincin pelvis
A2 : Fraktur cincin pelvis tanpa pergeseran
3 Klas C. Fraktur Radii dan Ulna Fraktur ini sangat jarang. Fiksasi dengan “long arm
IA. Non-displace cast/anteroposterior splint” posisi elbow 90˚ dan
IB. Non-angulasi antebrachii netral.
IIA. displace Reduksi tertutup dapat dilakukan dengan hasil biasanya
IIB. displace + shortening kurang memuaskan.
IIC. komunitif Fiksasi dengan “long arm cast” 4-6 minggu
IIIA. Torus Angulasi <15˚ fiksasi dengan “long arm cast” B2: lateral compression injury (ipsilateral) B3: lateral compression (contralateral / Buckle Handle)
IIIB. greenstick Fiksasi interna
IV. Fraktur ⅓ posterior dan dislokasi anterior C : Rotasi dan vertikal (tidak stabil)
caput radii C1 : Unilateral
C2: : Bilateral
C3 : dengan fraktur asetabulum
EKSTREMITAS INFERIOR
--------------------------------------------- RD Collection 2002 ---------------------------------------------------
Fraktur Pelvis
Cincin pelvis dibentuk oleh :
1. Os Ileumkanan kiri
Komplikasi ;
1. Trauma saraf skiatika
2. Osteoarthritis
3. Nekrosis avaskuler kaput femoris
C1: Ipsilateral anterior and posterior C2: Bilateral hemipelvic C3: Any pelvic fracture with an associated
pelvic injuries disruption acetabular fracture
Management :
Evaluasi A, B, C Anatomy of the lower Extremity
Syok akibat perdarahan , infus dan transfusi 4-6 U (24-36 jam pertama) perdarahan tetap transfusi 10-12 U
(24-36 jam pertama) perdarahan hebat lakukan laparotomi dan repair pikirkan artrografi.
Fraktur Astabulum
Klasifikasi Apley dan Solomon 1993 :
I. Pilar anterior
II. Posterior
III. Transversal
IV. Komposit
I II III IV
Dislokasi posterior sendi kokse ( dasboard Injury / Putri malu : terdiri dari Fleksi, adduksi, internal rotasi dan
Shortening
Evan’s Classification
Klasifikasi
Menurut AO dibagi menjadi :
I. Proksimal / Hip fraktur
a. Fraktur Caput femoris
b. Fraktur Collum femoris
c. Fraktur Intertrochanterica
d. Fraktur Subtrochanterica
II. Diafise
III. Distal
e. Fraktur Supracondylar
f. Fraktur Intercondyler
2. Ekstrakapsuler
Pada frakur ini akan tidak merusak vaskularisasi sehingga nekrosis vaskuler tidak terjadi. Sering pada wanita usia
lanjut akibat osteoporosis
GARDEN (1961) berdasarkan derajat displaced 4 type : Terapi :
I. Incomplete impacted skin traksi sampai nyeri hilang Usia muda screw and plate, angle palte, condyler plate
II. Complete Undisplaced Usia lanjut ORIF, bila menolak skintraksi sampai nyeri hilang
III. Partially displaced ORIF untuk pertahankan hidup dan fungsi
IV. Total displaced
Fraktur Collum Femur/Neck Femur Fraktur Shaft Femur
Adalah fraktur mengenai proksimal dari garis intertrochanter pada regio intrakapuler dari sendi koksea. Collum femur Pada fraktur ini akan terjadi pemendekan tungkai dan ekstensi akibat tarikan m. Gluteus dan m. Illiopsos.
terdiri dari tulang Cancellus.
OTA Classifications of Femoral Shaft Fractures
Vaskularisasi Caput femoris berasal dari :
1. a. Retinakularis Berjalan melalui kapsul bagian posterior
2. a. Medularis collum femur
3. a. Sentralis / a. Teres capitis
Berjalan melalui Ligamentum Teres. Arteri ini dominan pada anak-anak , dan pada orang tua akan mengalami
RESOLUSI, artinya jika terjadi fraktur maka nutrisi kaput femoris terganggu terjadi nekrosis avaskuler
Pada fraktur collum femur akan merusak ketiga vaskularisasi diatas.
Pada fraktur Collum femur (Intrakapsuler) mempunyai resiko tinggi terjadi Non union dan avaskuler nekrosis karena :
1. Gangguan aliran darah ke kaput femoris karena vaskularisasi minimal
2. Daerah ini tidak ada periosteum sehingga penyembuhan melalui endosteum
3. Daerah ini terdapat cairan sinovial yang menghancurkan bekuan2 fibrin sehingga memperlambat penyembuhan
fraktur
Insiden fraktur collum femur lebih banyak pada wanita daripada lak-laki, karena ada hubungan dengan penurunan kadar
estrogen yang menyebabkan osteoporosis. Pada fraktur collum seslalu terjadi displaced upward dan downward terhadap
caput femur, dimana menyebabkan rotasi eksternal dan pemendekan kaki (shortening). Jika klinis curiga fraktur, radiologi
tidak terlihat lakukan pemeriksaan Bone scanning dan untuk melihat displaced secara jelas dengan MRI
Terapi : Operatif
Displaced usia muda ; ORIF Simple fracture A1:spiral A2: oblique A3: transverse
Usia tua kualitas tulang baik : Orif Kualitas tulang jelek : Uni / bipoler hemiarthroplasty
Klasifikasi OA / ASIF :
A : Ekstra-artikuler
B : Intra-articuler uncomminutif
Klasifikasi Intercondyler Fractur :
C : Communitif fracture
I : Undisplaced T or Y
IIa : T or Y medial displaced
Terapi : IIb : T or Y lateral displaced
- Konservatif III : comminutif
Knee fleksi 300 , Sekeletal traksi tibia proksimal 5-10 kg (4-6 minggu) klinikal union (+) cast brace
- Operasi Orif Condyler plate
AO Classification Supracondyler Fracture Fraktur Hoffa adalah fraktur kondylus femoris akibat trauma langsung pada lutut dalam posisi fleksi
sehingga permukaan sendi pada condylus tersebut pecah, merupakan bagian dari fraktur distal femur. Fragmen distal
fraktur tersebut dapat mengalami pergeseran (displaced) atau tidak sama sekali (undisplaced).
Fraktur Hoffa dibagi menurut implikasi prognosisnya menjadi 3 tipe yaitu
I. Garis fraktur intra artikuler yang menjalar ke daerah suprakondilaris femoris dengan beberapa jaringan lunak
masih melekat pada fragmen distal .
II. Fraktur intra artikularis tanpa ada perlekatan jaringan lunak pada fragmen distal
III. Garis fraktur sedikit ke anterior dan ke proksimal dari kondilus demoris dengan perlekatan jaringan lunak serta
ligamentum pada fragmen distal.
Hoffa adalah seorang pengarang buku “ Lehrbuch der Frakturen und Luxationen “ pada tahun 1904 . Dialah orang
pertama yang menulis tentang fraktur yang terjadi di kondilus femoris pada daerah posterior. Oleh sebab itu Smillie dan
Crenshaw menulis bahwa fraktur di daerah tersebut disebut fraktur Hoffa. Fraktur Hoffa terjadi berdiri sendiri
(isolated) pada sisi lateral (terbanyak) atau sisi medial bahkan dapat terjadi pada kedua sisi (lateral dan medial).
Letenneur membuat klasifikasi fraktur Hoffa ini menjadi 3 tipe dan kemudian dilakukan penelitian oleh lewis et. al
pada mayat sebagai berikut :
Tipe I
Garis fraktur Intraartikular yang menjalar ke daerah suprakondiler
Femoris dan beberapa jaringan lunak masih melekat pada fragmen
distal fraktur sehingga prognosis baik karena otot popliteus dan
gastroknemius masih melekat.
Tipe II
fraktur intraartikular komplit dan tidak ada jaringan lunak yang
melekat pada fragmen distal sehingga dapat terjadi nekrosis
avaskular.
Pada tipe ini di bagi lagi menjadi a, b dan c
Prognosis tipe II ini adalah jelek karena perlengketan otot popliteus
dan gastroknemius sangat kurang bahkan tidak ada sama sekali seperti
tipe II c.
Tipe III
Garis fraktur sedikit ke anterior permukaan sendi dan ke proksimo-
posterior dari kondilus femoris Jaringan lunak atau ligamentum masih
melekat pada fragmen distal sehingga prognosis tipe III adalah baik
karena garis fraktur berada di anterior dari ligamentum krusiatum
anterior maupun ligamentum kolaterale fibulare dan ligamentum
tibiale.
Pemeriksaan radiografi dengan proyeksi AP (antero-posterior) dan lateral digunakan sebagai baku emas untuk diagnosis
Schatzker Classification
fraktur Hoffa. Permasalahannya bila pada fraktur tersebut tidak terjadi pergeseran fragmen (undisplaced) maka proyeksi
AP dan lateral pada pemeriksaan radiografi sulit dianalisis. Keadaan ini memerlukan pemeriksaan tomografi atau CT-
Scan bagian distal femoris .
Mekanisme trauma kebanyakan akibat kecelakaan lalu-lintas dari pengendara sepeda motor dengan lutut membentur
langsung atau akibat jatuh dari ketinggian dengan lutut membentur benda keras.
Kondilus femoris yang terkena trauma tersebut dalam posisi lutut fleksi sehingga tepi bawah permukaan sendi tersebut
menjadi pecah. Kebanyakan kondilus sisi lateral, tetapi bila trauma tersebut sangat keras maka kedua sisi lateral dan
medial kondilus dapat terjadi fraktur dan bahkan kulit dan jaringan lunak yang terkena trauma dapat rusak dan sobek
sehingga terjadi fraktur terbuka.
Pada fraktur Hoffa yang bergeser (displaced) dilakukan operasi dan fiksasi dalam dengan menggunakan skru. Bila
fiksasi cukup stabil maka latihan gerakan sendi lutut dapat dilakukan lebih dini sehingga komplikasi kekakuan sendi
lutut dapat dicegah . Apabila stabilitas tidak tercapai maka perlu penambahan fiksasi luar yaitu memakai gip atas lutut Type I : Type II:
(above knee plester cast) dengan posisi lutut ekstensi penuh A Split weight fracture of the lateral plateau without any joint split depression fracture of the lateral plateau.
Fraktur Hoffa ini sangat jarang dan didalam literatur baru 27 kasus yang ditulis dengan perincian 20 kasus oleh depression. There is a high risk of ligamentous injury.
Letenneur et. al dan 7 kasus oleh Lewis et. al maka dari itu, kami menulis satu kasus dengan diagnosis fraktur Hoffa
tipe I sinister terbuka tipe III B dengan dislokasi lateral patela sinister.
Type V: Type VI :
A big condylar fracture. Separation of the metaphysis from the diaphysis
IV V VI
Anatomi
Tibia merupakan tulang medial besar cruris, yang
berartikulasi dengan condylus femoris dan caput fibulae
di proximal dan dengan talus serta ujung distal fibula di
bagian distalnya. Pada bagian ujung proximal terdapat
condylus medialis dan lateralis (plateau tibialis medialis
dan lateralis), yang berartikulasi dengan condylus
medialis dan laterlis femur, dipisahkan oleh kartilago
semilunaris medialis dan lateralis (meniscus medialis dan
lateralis). Condylus lateralis memiliki facies artikularis
sirkularis untuk caput fibulae pada aspek lateralnya.
Condylus medialis mempunyai sebuah alur pada aspek
posteriornya untuk insersio m. semimembranosus. Corpus Bagian proximal tibia dengan korteks yang tipis mudah terkena cedera, terutama pada orang dewasa berusia > 50 tahun
tibia berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dengan kondisi tulang yang osteoporotik. Mekanisme trauma biasanya berupa trauma abduksi, atau pukulan langsung
3 margo dan 3 facies. Margo anterior dan medial, dengan pada bagian lateral tungkai dengan kaki terfiksasi pada permukaan tanah. Trauma menekan lutut kearah valgus medial
facies medialis diantaranya, terdapat di subkutan. dan mendorong kondilus femur ke plateau tibia lateralis. Tulang yang osteoporotik akan mengalami fraktur sebelum
ligament kolateral medial lutut robek. Permukaan sendi plateau tibia lateralis akan terdesak ke kaudal dan lateral.
Pada pertemuan margo anterior dengan ujung atas tibia terdapat tuberositas, tempat melekat lig. Patellae. Margo lateral Trauma membengkokkan, memuntir atau trauma sumbu pada daerah plateau tibia dapat juga menimbulkan berbagai
atau interossea menjadi tempat perlekatan membrane interossea. Facies posterior corpus tampak garis serong linea fraktur plateau tibia, seperti fraktur sendi sentral terdepresi. Lebih sering trauma menimbulkan kominutif, yang meluas
musculi solei. Ujung distal tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya tampak permukaan sendi. Ujung bawahnya ke korteks metaphysis tibia. Satu atau kedua condylus bila terlibat disertai hilangnya keharmonisan permukaan sendi
memanjang ke bawah membentuk malleolus medialis. Facies lateralis malleolus medialis berartikulasi dengan talus. tibia proximal.
Membrana interossea membagi cruris menjadi tiga ruang: anterior, lateral dan posterior. Arteri poplitea mensuplai darah Setiap fraktur plateau tibia harus memeriksa stabilitas ligament lutut dalam posisi ekstensi penuh dan fleksi 15o-30o,
ke tibia dan fibula, bercabang menjadi a. tibialis anterior, a. tibialis posterior dan a. peroneal. Nervus tibialis posterior sebab trauma didaerah tersebut kemungkinan besar dapat mengakibatkan instabilitas sendi. Tujuan tindakan terapi pada
mengikuti a. tibialis posterior dan menginervasi ruang posterior yaitu m. gastrocnemius, m. plantaris, m. soleus dibagian fraktur plateau tibia adalah mencapai gerakan penuh, aligmen dan stabilitas sendi.
superficial serta m. popliteus, m. flexor digitorum longus, m. flexor hallucis longus dan m. tibialis posterior dibagian Secara klinik ditemukan nyeri lutut dank arena fraktur terjadi intraartikular didapatkan hemartrosis. Hemartrosis yang
profunda. Arteri nutrisial ke tulang tibia berasal dari a. tibialis posterior. N. tibialis anterior menginervasi ruang anterior, besar, tegang, dan nyeri harus diaspirasi dalam kondisi aseptik.
yaitu m. tibialis anterior, m. extensor digitorum longus m. peroneus tertius, dan m. exstensor hallucis longus. Ruang Semua fraktur yang tak ada pergeseran atau pergeseran kecil, diterapi secara konservatif seperti imobilisasi dengan gip
lateralis berisi m. peroneus longus dan brevis yang diinervasi n. peronealis. yang disebut “Long leg plester cast”. Pada perpindahan fragmen atau fraktur kominutif permukaan sendi tibia dapat
Fraktur Tungkai Bawah disebut juga tulang Tibia Fibula (Levin & William, 1997). dipikirkan penggunaan traksi. Pergeseran yang hebat pada setiap permukaan sendi adalah indikasi untuk dilakukan
Secara anatomis tungkai bawah dibagi tiga yaitu: operasi dan fiksasi interna.
1. Fraktur tungkai bawah proksimal disebut juga fraktur plateau tibia. Bila depresi fragmen fraktur <5 mm dan sendi lutut stabil dilakukan terapi konservatif seperti diatas, tetapi bila
2. Fraktur tungkai bawah media disebut fraktur shaft. depresi >5 mm atau bila kominutif menyebabkan pergeseran angularis pada condylus, maka terapi operatif diperlukan,
3. Fraktur tungkai bawah distal disebut fraktur pilon atau tibial plafond. yaitu mengangkat fragmen tersebut sehingga sejajar dengan permukaan sendi kemudian diikuti peletakan graft dan
fiksasi interna.
Melihat susunan anatomi tungkai bawah dengan permukaan medial tibia hanya dilindungi jaringan subkutan periosteum
yang melapisi tibia agak tipis terutama bagian depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan Setiap fraktur pada daerah ini harus diperiksa :
1. NVD pada distal lutut
2. Stabilitas ligament. terutama pada remaja dan orang dewasa. Selain jatuh dari ketinggian, trauma kendaraan bermotor dengan kecepatan
tinggi masih merupakan penyebab terbanyak terjadinya fraktur tibia distal.
Jika terjadi Hemarthrosis disertai nyeri Aspirasi Penanganan fraktur tibia distal masih menjadi kontroversi. Hipocrates menyatakan bahwa fraktur tibia distal akan
Terapi : bermasalah apabila tidak segera ditangani dengan baik, dan fraktur ditempat tersebut memerlukan perhatian yang lebih
Pergeseran (-) konservatif dengan Long leg gips besar dibanding fraktur ditempat lain (Levin & William, 1997). Penanganan fraktur tibia distal biasanya dilakukan
Pergeseran (+) , comminutif(+) traksi orif dengan Imobilisasi Gips atau operasi. Imobilisasi bertujuan untuk mencegah pergeseran susunan tulang. Hooper et al.
(1991) menulis penanganan dengan operasi pada fraktur tibia distal memberikan hasil yang baik dibanding dengan
penanganan gips, ini dikarenakan penyambungan tulang dapat lebih cepat, sedikit terjadi mal union, dan segera dapat
kembali bekerja. Bone et al (1997), juga menyebutkan hasil penanganan dengan operasi lebih baik dibanding dengan
pemakaian gips. Bonnier cit McCormack, 2000, menyebutkan keberhasilan penyembuhan dengan imobilisasi gips pada
kasus fraktur tibia distal lebih rendah dan lebih lama dibandingkan dengan operasi . McCormack (2000), menyebutkan
bahwa sebagian besar kasus fraktur tibia distal disertai dengan pergeseran persendian, maka pilihan penanganan
rekonstruksi yang paling baik adalah dengan operasi.
McCormack (2000) menjelaskan bahwa fraktur tungkai bawah distal disebabkan karena trauma dengan energi besar
yang biasanya berupa kekuatan deselerasi akibat jatuh dari tempat yang tinggi atau akibat kecelakaan lalu lintas. Dua
mekanisme yang menyebabkan terjadinya fraktur adalah rotasi dan kompresi axial, sehingga menyebabkan garis fraktur
berbentuk spiral yang meluas dari diafise tibia ke persendian. Mekanisme rotasi adalah trauma dengan energi rendah
pada distal tibia yang meluas ke persendian, biasanya akibat terjatuh atau kecelakaan saat berolahraga, terutama ski.
Mekanisme kompresi disebabkan energi yang lebih besar akibat beban kekuatan axial yang hasilnya adalah impaksi
permukaan sendi distal tibia dan komunitif metafise tulang. Trauma dapat menyebabkan fraktur nondisplaced sampai
fraktur “tipe explosion” komunitif berat.
Seperti fraktur intraartikular yang lain, tujuan terapi adalah memperbaiki anatomi permukaan sendi. Hal ini memang sulit
dan kadang tak mungkin dilakukan. Reduksi tertutup pada fraktur displacement hamper tak pernah berhasil. Tulang
tungkai bawah merupakan tulang panjang yang paling sering mengalami fraktur .Fraktur tibia distal sering terjadi
The Ruede and Algower Classification Systems Sindrom kompartemen merupakan peningkatan tekanan jaringan dalam kompartemen fascia tertutup, hal ini dapat terjadi
pada fraktur tibia terbuka maupun tertutup. Bila tekanan intrakompartemen melebihi tekanan kapiler, maka akan
mengganggu perfusi jaringan sehingga terjadi anoksia dan nekrosis jaringan dalam kompartemen.2 Tanda dan gejalanya
yaitu nyeri pada keadaan istirahat, parestesia, pucat, paresis, paralysis, denyut nadi hilang, gangguan diskriminasi dua
titik.
Pemeriksaan Radiologik
Type I: Undisplaced Fracture Pemeriksaan radiologik tibia dan fibula anteroposterior dan lateral. Sebaiknya memvisualisasi sendi lutut dan
pergelangan kaki (ankle joint) untuk mencegah fraktur misdiagnosis fraktur intraartikularis.
Pada cidera high-energy foto ipsilateral femur dan pelvis diperlukan untuk menyingkirkan adanya floating knee atau
trauma pelvis. Empat puluh lima derajat obliq radiograf dapat membantu evaluasi plateau tibia. Tomografi dapat
membantu pada fraktur plateau tibia dan plafond untuk mengetahui luas kompresi sendi. CT-scan terbukti berguna dalam
merencanakan operasi reduksi dan fiksasi interna fraktur komlpeks.
Komplikasi
Trauma pada pembuluh darah, saraf, sindrom kompartemen
Pada tulang , seperti
1. Delayed union
2. Nonunion
3. Malunion.
Type II: Displaced Fracture with
Split Type Fracture Nonunion atau delayed union umumnya etrjadi bila terdapat displacement berat, kominutif, fraktur terbuka atau
kerusakan jaringan lunak yang berat dan infeksi. Nonunion dapat diterapi bone grafting, peningkatan stabilitas fraktur,
atau dengan stimilasi elektrik yang masih kontroversi. Penambahan tulang seperti graft corticocancellous; transver
mikrovaskular fibula bebas; transposisi fibula; deep circumflex arteri iliaca osteocutaneus compositetransfer; substitusi
tulang seperti
kalsium fosfat, allograft, atau hidroksiapatit; dan metode Ilizarov yaitu mentransport segmen tulang dengan distraksi
kalus.
Malunion merupakan penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga menimbulkan deformitas.
Pada fraktur tibial shaft, deformitas varus atau valgus sampai dengan 5o masih dapat diterima. Rotasi internal 5o dan
rotasi eksternal 20o juga dapat diterima.
Infeksi biasanya merupakan komplikasi pada fraktur tibia terutama bila ada luka terbuka. Salah satu komplikasi terberat
pada fraktur terbuka adalah nonunion dengan infeksi. Penanganan nonunion diatasi terlebih dahulu kemudian mengatasi
infeksinya.
Type III: Crush or Impacted Injury Komplikasi lain dapat berupa penyakit vena stasis, arthritis traumatic, claw toes akibat sindrom kompartemen posterior,
with comminution and dan amputasi. Kronik joint pain atau stiffness dapat terjadi pada tibial plafond walaupun jarang.
displacement articular
surface Penatalaksanaan
Penanganan fraktur tibia distal umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu pemakaian gips dan operatif (Karunakar
M.A, 2004).
1. Indikasi penanganan pemakaian gips
Trauma berenergi rendah
Cidera jaringan lunak minimal (Tscherne & Gotzen 0, 1)
Tipe fraktur stabil
Pemeriksaan Fisik 2. Indikasi penangan operatif( Karunakar M.A, 2004)
Pemeriksaan pasien dengan fraktur tibia dan fibula memerlukan pengetahuan tentang anatomi topografik, vaskularisasi Trauma berenergi tinggi
dan neural ekstremitas inferior. Pada cidera cruris, memposisikan cruris secara anatomic dapat memperlancar aliran Cidera jaringan lunak moderat hingga berat
darah. Tipe fraktur tidak stabil
Semua punctum dan laserasi pada integumentum harus dipikirkan sebagai fraktur terbuka sampai terbukti atau diruang
operasi, dimana irigasi dan debridemen luka terbuka diperlukan. Capilary refill, toe pulp turgor dan suhu harus diperiksa,
serta pulsasi a. tibialis posterior dan dorsalis pedis. Bila pulsasi tak teraba karena syok atau vasokonstriksi, dapat Penilaian Keberhasilan Penanganan klasiflkasi menurut Edward,
menggunakan pemeriksaan dopler. Cidera vascular biasanya terjadi diatas trifurcation a. poplitea, sehingga bila terjadi Baik Sedang Jelek
fraktur dilokasi ini maka perlu dicurigai terjadi cidera vascular. Nyeri Sedikit /tidak ada Ringan Berat
Bila capillary refill lambat atau dicurigai terjadi kerusakan vascular, arteriografi dapat dipertimbangkan, terutama pada
kasus fraktur dislokasi sendi lutut. Kemampuan bekerja Normal Sulit / tidak mampu untuk Hanya bekerja di tempat
Palpasi sepanjang tulang tibia dapat menunjukkan adanya pembengkakan yang menggambarkan pergeseran fraktur bekerja berat duduk
minimal. Pemeriksaan sendi lutut dan pergelangan kaki untuk menyingkirkan adanya cidera ligamentum, seperti pada Pincang Tidak ada Ringan / setelah latihan Menetap
fraktur plateau tibia yang dapat menyebabkan kerusakan ligament collateral medial. Adanya angulasi varus atau valgus berat
lutu dapat dicurigai terjadi fraktur plateau tibia atau fraktur femur distal. Aktivitas olah raga Normal Kemampuan menurun Hanya berjalan pendek
Pemeriksaan sensorik perlu dilakukan. Pada fraktur fibula proximal dapat menyebabkan kerusakan n. peroneal, disertai
gangguan sensorik dan motorik. Disfungsi n. tibialis anterior dan n. peroneus profunda mengindikasikan adanya sindrom Pergerakan lutut Stabil, ekstensi penuh, Stabil, ekstensi penuh Ekstensi penuh berkurang,
kompartemen, hilangnya sensibilitas terhadap sentuhan ringan pada plantar pedis menunjukkan adanya kompresi n. fleksi < 20 0 fleksi < 90 0
tibialis posterior.
Pergerakan ankle Dorsiflaxi <10° Dorsoflexi >90° Dorsofleksi < 90 0 Sering bersama-sama robekan ligamen kolateral medial.
plantarflexi < 20 0 plantarfleksi < 30 0 plantarfleksi > 30 0 Pemeriksaan :
Pergerakan kaki Pro dan supinasi Penurunan sedang Penurunan berat Penderita .posisi telentang, lutut fleksi 900 , tungkai bawah dipegang dibagian proksimal tibia ditarik ke depan dan
menurun < 25% belakang. Bila pergerakan bebas :
Bengkak pada tungkai bawah Ringan, hanya setelah Ringan Menetap Ke depan robekan ligamentum krusiatum anterior
latihan Ke belakang robekan ligamentum posterior
Fraktur Tibia Fibula --------------------------------------------------------------------- Drawer test (+)
Fraktur Kondilus tibia Instabilitas sendi dengan menggerakkan bagian proksimal tibia ke depan dengan lutut fleksi 10-200 Lachman
Sering terjdi pada kondilus lateral daripada medial. Fraktur tidak bergeser bila depresi < 4 mm, sedang yang bergeser test
apabila melebihi 4 mm
Terapi :
Konservatif Non displaced dan depresi < 4 mm
Operatif depresi > 4 mm , evakuasi depresi dengan bone graft
Terapi :
Konservatif non displaced, gips sirkuler bawah lutut
Operatif adanya robekan ligamen dan dislokasi talus
3. Ligamen Krusiatum
OSTEO - ARTHRITIS Perasaan ini dikatakan sebagai nyeri alih. Sebagai contoh anda dapat merasakan
osteoartritis pada sendi pinggang tapi merasa nyeri beralih di dekat lutut.
------------------------------------------------- RD Collection 2002 -----------------------------------------------
- Sendi pinggul: Penderita akan merasa nyeri di sekitar paha atas atau dalam
tulang paha. Beberapa orang merasa nyeri alih ke lutut atau sepanjang tulang
paha. Nyeri ini dapat memebuat penderita menyeret langkahnya ketika berjalan.
Di negara negara barat, bukti radiografis mengenai penyakit ini menngenai usia di Pada lutut: Penderita dapat merasa nyeri dan lemah sendi pada area lutut dan
atas 65 tahun dan 80% diantaranya berusia di atas 75 tahun. Hampir 11% dari nyeri pada saat dia menggerakkan sendi. Penderita dapat merasakan sensasi
penderita berusia di atas 64 tahun mengalami gejala osteoartritis di lutut. berkertak/bergerak atau urat tertarik pada sendi ketika bergerak. Ini dapat
Osteoartritis juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif, merupakan penyakit menyakitkan untuk berjalan neik atau turun tangga atau untuk berdiri dari kursi.
artritis yang mayoritas. Osteoartritis terjadi pada sendi tubuh ketika terjadi Pada jari: Kerusakan pada jaringan sendi jari dapat memacu pertumbuhan tulang-
kerusakan kartilago dan tulang mengalami perubahan yang abnormal. Osteoartritis tulang untuk mengisisendi yang hilang. Penulangan ini dapat terjadi pada ujung
dikarakterisasikan sebagai perubahan sendi degeneratif yang menyebabkannyeri, sendi jari, para ahli mengatakan sebagai nodus Heberden’s. Jika terjadi pada
sakit dan area pergerakan yang terbatas. Osteoartritis hampir sama pengaruhnya sendi pertengahan jari dikatakan juga sebagai nodus Bouchard.
terjadi pada pria dan wanita. Osteoartritis adalah penyakit yang dapat menyebabkan Pada kaki: penderita dapat merasakan nyeri dan kelemahan pada sendi lebar di
robeknya sendi kartilago, nyeri dan kaku sendi. Masih banyak nama lain seperti dasar jari kaki. Menggunakan sepatu yang sempit dan bertumit tinggi dapat
penyakit sendi degeneratif, artrosis, osteoartrosis atau artritis hipertrofik. memperburuk nyeri ini.
Osteoartritis dapat mempengeruhi bermacam-macam sendi, tetapi terutama terjadi Pada tulang belakang: Kerusakan jaringan sendi pada tulang belakang dapat
pada sendi pinggang, lutut, dan tulang punggung. Juga dapat terjadi pada sendi- menyebabkan kekakuan dan nyeri pada leher dn punggung dan dapat
sendi terjadi, sendi dasar ibu jari, dasar sendi jari kaki (sendi bunion). Osteoartritis menimbulkan tekanan bertambah pada saraf di kolumna spinalis. Anda dapat
jarang terjadi pergelangan tangan, siku, bahu, pergelangan kaki, atau rahang, kecuali merasa nyeri pada dasar kepala, leher, tungkai bawah, atau punggung bawah atau
apabila terjadi stress yang tidak biasa atau cedera. bawah tungkai atas.
Pada low turn over osteoblast mengalami kegagalan dalam pembentukan tulang Penatalaksaan
pada kondisi bone turn over normal. Aktivitas osteoclast normal atau sedikit Pencegahan osteoporosis merupakan hal utama (main goal) dimana tidak ada
menurun. metode pengobatan yang aman dan efektif untuk memulihkan jaringan tulang dan
arsitekturnya ke kondisi normal. Pendekatan ini menjamin tercapainya akumulasi
Klasifikasi tradisional membagi osteoporosis menjadi 2 kelompok yaitu maksimal pertumbuhan dan maturasi tulang, dan mengurangi/mengeliminasi bone
osteporosis primer dan sekuder. Riggs dan Melton (1983) membagi osteoporosis loss pasca tulang mature. Pencapaian puncak bone mass tergantung pada kecukupan
primer menjadi type I dan type II . intake kalori, kalsium, vitamin D, kondisi menstruasi normal, latihan (exercise),
Adapun osteoporosis sekunder dapat disebabkan oleh gaya hidup sehat ( kurangi rokok, alkohol).
Penyebab osteoporosis sekunder Pada umur muda intake kalsium merupakan kunci penentu bone mass. Lane
Nutritional Malignant disease menyarankan latihan beban, peregangan otot dan keseimbangan latihan. Hal yang
Scurvy Carcinomatosis mengancam integritas tulang seperti difisiensi estrogen pre-menopause, anoreksia,
Malnutrition Multyple myeloma bulimia, olahraga berlebihan, prolaktinoma, hiperthyroidism, dan penggunaan obat
Malabsorption Leukimia yang mengganggu metabolisme tulang seperti kortikosteroid dan obat anti-epilepsi
Endocrine Non-malignant disease harus ditangani.
Hyperparathyroidism Rheumatoid arthritis Pada perimenopause dan post menopause wanita memang mempunyai faktor resiko
Gonadal insufisensi Ankylosing spondylitis yang besar sehingga pemeriksaan bone mass sangat penting. Bila ada mengurangan
Cushing` syndrome Tuberculosis bone mass, pemberian kalsium dosis tinggi saja tidak akan menurunkan kecepatan
Thyrotoxicosis Chronic renal disease bone loss. Estrogen menjadi terapi pilihan dan didukung dengan olahraga yang
Drug induced Idiopathic seimbang.
Corticosteroid Juvenile osteoporosis Pada usia lanjut ( umur dekade VII) semua orang akan mengalami osteoporosis tipe
Alkohol Postclimactericosteoporosis II. Hal penting yang dilakukan ialah pemberian vitamin D, kalsium, olahraga,
Heparin mengurangi rokok dan alkohol.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat trigger finger merupakan kondisi yang sering didapatkan. Tidak
didapatkan predisposisi rasial , paling sering ditemukan pada dekade ke lima dan
enam, wanita lebih sering dari pada pria, Tangan dominan lebih sering, sedangkan
ibu jari yang paling banyak terlibat diikuti oleh jari keempat dan jari ketiga. Jari
telunjuk yang paling sedikit terkena Sering didapat bersamaan dengan penyakit de
Quervain’s dan carpal tunnel sindrom
Anatomi
Sarung tendo fleksor berjalan dari caput metacarpal ke distal phalang dan melekat
pada tulang dibawahnya yang mencegah pembengkokan (bowstringing) dari tendo.
Sarung tendo dengan sinovia mengurangi gesekan; ligamen anular terbentuk dari
penguatan dari fasia profunda, menyediakan retinakulum atau pulley (katrol) untuk
mempertahankan tendon dekat dengan tulang. Karena ada ROM yang lebar antara
fleksi dan ekstensi pada pergelangan tangan, retinakula ada baik pada aspek volar
maupun dorsal.
Ibu Jari
Pada sendi metacarpophalangeal (MCP joint) I, tendo dari fleksor policis longus
(FPL) melewati saluran sempit yang dibentuk oleh lekukan pada permukaan palmar
colum metacarpal I dan serabut transversa dari anular ligamen fleksor . Pada tiap sisi Pemotongan pulley A1 tidak menyebabkan hilangnya fungsi fleksor, tetapi
pada kapsul MCP joint terdapat os sesamoid, dimana salah satu tendo fleksor policis pemotongan pulley A1 dan A2 menyebabkan keterbatasan fleksi aktif pascaoperasi.
brevis berinsersi. Disini adalah tempat tersempit dari sarung fleksor policis longus Pulley A2 dan A4 penting untuk mencegah pembengkokan (bowstringing) dari
dimana sering terjadi konstriksi tendo fleksor.
Histologi Etiologi
Pulley A1 menunjukkan hipertrofi yang nyata digambarkan sebagai penebalan Trauma pekerjaan berulang (repetitive occupational trauma) memainkan peranan
sikatriks seperti leher (collarlike) berwarna putih. Pemeriksaan mikroskopis pada terbentuknya trigger finger. Ketika ligamentum anular ditekan dengan kuat
memperlihatkan degenerasi, pembentukan kista, dan plasma c- infiltrasi. Penelitian untuk waktu lama dengan memegang gunting, obeng atau peralatan lain, tendon
mikroskopik menunjukkan terdapat lebih banyak proliferasi kondrositik kolagen tipe gliding dibawah ligamen mungkin teriritasi. Iritasi ini menghasilkan eksudasi dan
III daripada kondrosit dibandingkan normal pada lapisan paling dalam atau friction pada akhirnya menyebabkan penebalan dari sinovia yang menutupi tendo, penebalan
layer pulley A1. Jumlah cairan ekstraseluler meningkat secara signifikan tendo itu sendiri atau penebalan fleksor tendo sheath sehingga timbul gangguan pada
dibandingkan pada kontrol. Sampson et al menyimpulkan mekanisme patobiologi gerakan meluncur (gliding) bebas dari tendo. Penyebab paling sering stenosing
yang mendasari TF adalah metaplasia fibrocartilago pada A1 pulleys, daripada tenosinovitis adalah inflamasi kronik dari sinovial sheath.
disebabkan trauma atau penyakit. Beberapa penelitian gagal menunjukkan adanya Sebab sistemik dari trigger finger adalah rheumatoid arthritis (RA), diabetes
inflamasi sel akut atau kronis pada sinovium, sehingga akhiran "itis" adalah mellitis (DM), psoriasis arthritis, amyloidosis, hipotiroidisme. Atau dari infeksi
terminologi yang salah kecuali berhubungan dengan RA or inflammatory arthritis. sekunder misalnya tuberculosis. Tetapi yang paling banyak penyebabnya tidak
diketahui atau tidak jelas; diduga karena perubahan morfologi pulley. Stenosing
Patofisiologi tenosinovitis pada tendo fleksor policis longus mungkin sudah ada pada waktu lahir
Pada trigger finger inflamasi terjadi terutama pada sinovia yang menutupi tendo. atau muncul pada masa bayi.
Sarung tendo sendiri sering menebal sampai beberapa kali ukuran normal. Ketika
kondisi ini berlangsung untuk beberapa lama, tendo menjadi terjepit atau terbentuk Manifestasi Klinis
bulbous swelling pada tendon baik pada proksimal maupun distal dati stenosis. Efusi Dengan perubahan karena inflamasi pada tendo fleksor dan sarungnya, nyeri terjadi
serous mungkin terjadi. Tendo yang normal berwarna putih menjadi abu-abu. sepanjang tendo dan dapat timbul baik pada waktu istirahat atau pada waktu
Pada keadaan normal tendo fleksor jari meluncur kembali dan seterusnya dibawah bergerak. Titik dimana nyeri paling maksimal biasanya diatas anular band pada
ketegangan pulley. Penebalan sarung tendo fleksor menyebabkan hambatan pada dasar jari diatas collum metacarpal. Bila proses inflamasi berlangsung terus dan
mekanisme luncuran (gliding) normal. Nodul mungkin terbentuk pada tendo tendo menjadi makin terjepit dalam sarung tendo, nyeri menjadi makin bertambah
menyebabkan tendo melekat pada ujung proksimal A1 pulley sehingga dan gerakan aktif jari menurun.. Pembesaran bulbous pada tendo ekstensor biasanya
menimbulkan kesulitan ketika pasien berusaha mengekstensi jari. Dengan terdapat di distal anular band pada jari dengan ekstensi penuh. Dengan kekuatan
menambah kekuatan untuk mengekstensi jari baik dengan meningkatkan kekuatan aktif fleksor jari, pelebaran bulbous ini berpindah melewati sarung tendo dan
ekstensor atau dengan kekuatan eksterna misal mengunakan tangan yang lain, jari kemudian berada di proksimal anular band pada telapak tangan. Gerakan ini sering
membuka diikuti derik (snaps) dengan rasa sakit pada telapak tangan distal dan disertai dengan letupan (snap) yang sangat sakit dan kemudian jari terkunci pada
masuk ke proksimal jari yang terlibat. Pada keadaan yang lebih jarang, nodul posisi fleksi. Karena tendo fleksor lebih kuat dari ekstensor maka pasien sering
terperangkap disebelah distal dari A1 pulley sehingga menyebabkan kesulitan untuk tidak dapat mengekstensikan jari secara aktif dan harus dengan jari tangan yang lain
fleksi jari. mengekstensikan jari yang diikuti dengan letupan lain yang menyakitkan karena
pelebaran bulbous pada tendo kembali lewat tendo sheath yang stenosis.
Klasifikasi Ketika jari terkunci pada posisi fleksi, pasien sering tidak mau mengekstensikan lagi
Klasifikasi Green digunakan hanya untuk grading klinis dan dokumentasi. karena rasa sakit akan terjadi lagi.. Biasanya trigger finger terjadi pada waktu pagi
Grade I (Pretriggering) : Nyeri, riwayat catching yang tidak dapat diperlihatkan dan akan hilang setelah tanga dipakai untuk bekerja. Karena inaktif, udem akan
pada pemeriksaan klinis. Tenderness diatas pulley A1 terjadi pada tendo fleksor dan udem ini akan menyebar dengan aktifitas,
menghasilkan tendo meluncur dengan mudah melewati sarung tendo. Gejala
Grade II (aktif) : Catching dapat ditunjukkan, tapi pasien dapat secara aktif mungkin berkurang dengan perjalanan waktu terutama bila letupan disebabkab oleh
ekstensi jari swelling dari tendo atau sarung tendo dan penebalan tidak berlebihan dari anular
band. Tekanan dari jari tangan pemeriksa diatas anular band dapat menimbulkan TF
Grade III (pasif) : Locking, memerlukan ekstensi pasif (grade IIIA) atau dengan letupan yang menyakitkan.
ketidakmampuan untuk fleksi aktif (grade IIIB)
Diagnosis
Penderita mempunyai riwayat locking atau catcing selama aktifitas fleksi-ekstensi Splint harus dibuka 2 -3 kali sehari supaya pasien dapat mengerakkan sendi
aktif dan mungkin memerlukan manipulasi pasif untuk ekstensi jari, nyeri pada interphalang secara pasif sampai full ROM. Tidak boleh dilakukan gerakan
bagian distal telapak tangan, benjolan di telapak tangan dan sakit yang menjalar aktif jari karena mungkin dapat menyebabkan snapping dari tendo fleksor.
sepanjang jari. Penderita mungkin mengeluh stiffness pada jari, terutama setelah Meskipun hasil dari splinting cukup baik akan tetapi masih lebih rendah
periode inaktif seperti tidur dan menghilang setelah aktifitas. Pada penderita RA dibandingkan dengan injeksi steroid atau operasi.
atau DM keluhan mungkin melibatkan beberapa jari.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tenderness diatas pulley A1, palpable snapping 3. Steroid injeksi
sensasition atau krepitasi di atas pulley A1, Teraba nodul pada FDS di distal MCP Pada saat ini disepakati injeksi steroid adalah terapi lini pertama. Bila simptom
joint, serta triggering pada ekstensi aktif atau pasif oleh penderita. biasanya nodul sudah lebih dari 6 minggu atau sangat akut dianjurkan untuk dilakukan
pada tendo dengan mudah dapat terasa dan palpable dan clik terdengar bila injeksi kortikosteroid long akting seperti triamcinolon 20 mg langsung pada
triggering dibetulkan dengan ekstesnsi jari. sarung tendo fleksor. Hasil yang baik didapatkan pada pasien wanita dan pada
Tidak ada tes laboratorium untuk diagnosis TF. Diagnosis TF ditegakkan secara pasien dengan satu jari yang terlibat. durasi simptom pendek (kurang dari 4
klinis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk kecurigaan DM, RA, gout atau bulan) atau tidak ada kondisi lain yang berhubungan (misal RA,DM)
hypothyroidisme Pemeriksaan radiologis tidak diindikasikan. Fauno (1989) melaporkan hilangnya gejala pada 76% penderita setelah injeksi
kortikosteroid sebanyak tiga kali dengan interval tiga minggu Buch-Jaeger
Penatalaksanaan (1992) melaporkan hasil yang baik pada 73% kasus setelah satu suntikan 1 ml
Pada awalnya trigger finger diterapi dengan splinting pada posisi ekstensi, dimana hidrokortison, Kraemer (1990) merekomendasikan injeksi triamcinolon 20 mg
hal ini akan menyebabkan terjadinya stiffness dan pada akhirnya kehilangan fleksi sampai dengan tiga kali pada digital flexor sheath sebagai managemen awal dari
dari metacarpophalangeal dan inter phalangeal. Karena adanya komplikasi ini, non locking stenosing tenosynovitis pada dewasa.
peneliti menggunakan injeksi steroid intrasheath yang menghasilkan keberhasilan
dengan proporsi yang tinggi. Pembedahan untuk membebaskan pulley A1 menjadi Teknik injeksi
popular karena splinting dan injeksi steroid gagal atau adanya patologi lain seperti Bahan : 0,5 ml methylprednisolon atau 20 mg triamcinolon ditambah dengan 0,5
rheumatoid arthritis atau adanya resiko rupture tendo atau infeksi – 1 ml lidokain 1 %. Posisi pergelangan dan tangan : abduksi maksimal ibu jari
Lokasi injeksi: Pada lokasi nodul tendo atau pada aspek palmar diantara caput
A. Konservatif metacarpal dan palmar crease distal. Pada aspek palmar dengan jarum 25 G, 1
Terapi Konservatif (non operatif) akan menyembuhkan setidaknya 50 persen pasien atau 1,5 inchi jarum diinsersikan dengan sudut 30 derajat distal dari caput
dengan trigger finger atau trigger thumb. Rekoveri spontan mungkin terjadi pada metacarpal dan diarahkan ke proksimal, hampir sejajar dengan kulit kearah
beberapa pasien tanpa terapi apapun. nodul.
Terapi konservatif meliputi pemberian NSAIDs, immobilisasi dan injeksi steroid. Pasien diminta fleksi dan ekstensi jari yang sakit, insersikan jarum sampai
1. NSAIDs sarung tendo ditandai dengan adanya sensasi gatal. Steroid diinjeksikan ditempat
Oral NSAAIDs dapat mengurangi nyeri dan inflamasi. Berbagai macam ini. Bila jarum masuk ke dalam tendo, akan terlihat jarum bergerak sesuai
NSAIDs oral dapat dipergunakan, meskipun tidak satupun yang memiliki dengan pergerakan tangan. Jarum dengan pelan ditarik 1-2 mm keluar dari tendo
perbedaan sehingga menjadi obat pilihan. Pemilihan NSAIDs tergantung dari dan masuk kedalam sarung tendo, ditandai dengan rasa gatal, obat diinjeksikan.
kenyamanan (berapa kali obat harus diminum dalam sehari untuk mencapai Pasien harus diingatkan harus pada posisi supine selama beberapa menit setelah
efek analgesi dan antiinflamasi yang adekuat) dan kepatuhan pasien. injeksi. Gerakkan sendi secara pasif untuk memastikan obat yang telah
disuntikkan masuk pada lokasi yang tepat,. Untuk memonitor efek samping
2. Splinting pasien tidak boleh pulang selama 30 menit setelah injeksi.
Bila simptom terjadi kurang dari 6 minggu, imobilisasi dari jari atu ibu jari Secara umum pasien harus menghindari aktifitas berat yang melibatkan daerah
selama tujuh sampai sepuluh hari sering menghasilkan penyembuhan. Splint yang disuntik selama 48 jam. Pasien harus diingatkan bahwa mereka mungkin
MCP joint pada fleksi 15°. Spint harus cukup panjang untuk menjangkau PIP mengalami pemburukan simptom pada 24 – 48 jam yang berhubungan dengan
joint karena pembatasan gerakan pada sendi ini akan mencegah terjadinya steroid flare. Bila hal ini terjadi dapat diterapi dengan es atau NSAIDs. Evaluasi
trigger phenomena. Dengan menempatkan spint pada aspek dorsal dari jari, dilakukan 3 – 4 minggu pasca injeksi.
permukaan taktil ujung jari tetap terbuka sehingga jepitan antara jari dan ibu
jari tidak terpengaruh..
B. Operasi
Tindakan pembedahan dilakukan pada pasien yang gagal dengan injeksi steroid atau
adanya patologi lain yang diduga menyebabkan triggering yang tidak dapat
dilakukan terapi konservatif seperti RA.
1. Operasi terbuka
Penelitian hubungan antara anatomi permukaan dengan struktur dalam pada
tangan menunjukkan bahwa ujung proksimal dari anular pulley pertama hampir
pasti bertepatan dengan lipatan palmar distal pada jari keempat dan kelima.
Lipatan palmar proksimal pada ibu jari dan setengah antara dua lipatan pada jari
tengah Ujung proksimal dari annulus sheath fleksor policis longus tepat dibawah
lipatan fleksi MCP ibu jari.
Insisi transversal pendek ditempatkan pada lekukan yang tepat atau untuk release
jari tengah pertengahan antara dua lekukan. Tempat ini juga lokasi penyembuhan
insisi jauh dari tonjolan kaput metacarpal, mengurangi tekanan langsung pada
scar yang nyeri pada waktu menggenggam benda silinder atau sferis. Nervus
digitalis dan arteri yang berjalan sejajar pada tiap fleksor sheath harus Komplikasi Operasi
Heithoff (1988) 17 melaporkan komplikasi pemotongan pulley A2
diidentifikasi. Dua nervus digital pada ibu jari mudah terkena cedera. Bila
menyebabkan bowstringing dengan kehilangan fleksi penuh jari. Sangat jarang
menggunakan insisi longitudinal jangan sampai melewati lekukan fleksi karena
terjadi kerusakan saraf.
akan menimbulkan skar yang nyeri.
2. Bedah Endoskopi
Teknik Operasi
Lokal anestesi lidokain diinfiltrasikan pada kulit diatas A1 pulley, suntik lebih Langkah 1: Lokasi Insisi
Palpasi praoperasi harus dilakukan untuk
dalam pada sarung tendo dan pneumatik arm tourniquet dikembangkan untuk
mengetahui gambaran tendo fleksor dan
mendapatkan lapangan operasi yang bersih. Untuk tiap tendo yang akan
lokasi pulley A1. Dibuat 2 insisi transversal
dibebaskan, 1,5 – 2 cm insisi kulit secara transversal dibuat pada lekukan yang
dibuat pada tendo fleksor, panjang 2,5 mm
tepat seperti tersebut diatas. Sendi MCP di hiperekstensi untuk menggeser
pada tiap jari. Insisi proksimal ( 1 cm
struktur neurovascular ke dorsal sehingga mengurangi resiko cedera. Diseksi
proksimal dan 1 cm distal dari pulley A1)
secara tumpul jaringan subkutan dan fasia palmar untuk mengekspose fleksor
dengan hati-hati dibuat karena tendo fleksor
sheath. Nervus digitalis dan pembuluh darah diproteksi. Ujung proksimal yang
menutupi proksimal telapak tangan. Insisi
tebal dari fleksor tunnel yang kuat diidentifikasi.
distal berada pada palmar digital crease pada
Dua nervus digital pada ibu jari lebih mudah cedera, terutama bagian radial
pertengahan jari.
yang berada dekat dengan lapisan dermis pada lekukan fleksi dimana saraf
tersebur akan laserasi bila insisi initial terlalu dalam. Saraf ini berjalan diagonal
melewati sheath fleksor ibu jari sehingga dapat cedera karena diseksi dengan Langkah 2: Posisi dan pembebasan jaringan
gunting secara buta lebih proksimal. Dengan pandangan langsung scapel No 11 subkutan
Pembedahan dilakukan dengan menggunakan
diinsersikan dibawah annulus dan didorong ke distal untuk memotong pulley
tourniquet dengan lokal anestesi atau blok
A1 secara longitudinal. . Panjang insisi kurang lebih 1,5 cm (pada anak-anak
pergelangan tangan. Jari pada posisi
0,5 cm). Hati-hati supaya tidak memotong terlalu distal dan resiko memotong
hiperekstensi pada sendi MCP. Setelah insisi
A2 pulley yang dapat menyebabkan bowstringing. Pasien diminta untuk secara
dibuat, pemisahan jaringan subcutan
aktif menggerakkan jari untuk memastikan triggering dan locking telah
dilakukan secara tumpul.
dihilangkan. Kulit dijahit dengan 2-3 jahitan. Tangan dibiarkan bebas dan
gerakan dianjurkan segera setelah operasi.
Langkah 3: Penempatan kanula Teknik Operasi:
Window kanul diinsersi subkutan sepanjang tendo fleksor dari portal proksimal Langkah 1: Penempatan Jarum
sampai melewati portal distal. Obturator kemudian dilepas. Kain gulung diletakkan dibawah sendi MCP pada tangan untuk mendapatkan
hiperekstensi jari dan mengeser struktur neurovascular ke dorsal. Anestesi local
Langkah 4: Visualisasi Endoskopi diberikan subkutan pada tempat insisi dan sarung tendo fleksor.
Endoskop dimasukkan ke portal proksimal dan dilihat panjang stenosis pada pulley Jarum ditempatkan pada titik kurang lebih 1/3 jarak dari distal palmar crease dan 2/3
A1 dan proliferasi sinovia. Diperiksa anatomi melewati kanula windowProbe dapat jarak dari proksimal palmar crease. Pada titik ini terletak titik tengah pulley A1.
digunakan untuk palpasi jaringan dan ujung pulley A1. konfirmasi struktur anatomi
dan pinpoint ujung proksimal pulley A1. Langkah 2: Release Pulley
Jarum No 19 Gauge ditempatkan melewati pulley A1 setinggi caput metacarpal.
Pasien diminta memfleksikan jari untuk konfirmasi jarum telah berada di tendo
fleksor. Jarum ditarik sedikit dan pada posisi longitudinal dengan tendo
Langkah 5: Release(Gambar 9)
Retograde knife dimasukkan ke medan operasi lewat portal distal. Ujung Proksimal
Pulley A1 dikait dan seluruhnya dipotong dengan pandangan langsung. Setelah
menyelesaikan release pulley A1, sarung sinovia mungkin mungkin juga direlease
bila tendo fleksor ditutupi sinovium secara longitudinal.
LUKA
Luka adalah terjadinya diskontinuitas jaringan yang disebabkan oleh trauma dari
luar. Secara umum luka pada kulit dibedakan menjadi dua macam yaitu: luka
terbuka bila terjadi kerusakan kulit dan ini masih didiskripsikan lebih lanjut
mengenai keadaannya bersih atau kotor, kulitnya hilang atau tidak. Luka tertutup
bila terjadi diskkontinuitas jaringan tanpa kerusakan kulit penutup diatasnya.
Terminologi pada luka terbuka atau tertutup yang disertai dengan penjelasan
tambahan sudah cukup menggambarkan tentang luka tersebut dan tindakan yang
akan dilakukan.
Dalam keadaan normal penyembuhan luka melalui 3 tahap yaitu :
1. Fase Inflamasi (0 – 5 hari).
Pada fase inflamasi ini terjadi reaksi vaskuler, reaksi seluler dan reaksi humoral.
Pada reaksi vaskuler terjadi vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh darah
yang terputus serta terjadi hemostasis karena adanya trombosit yang keluar dari
pembuluh darah yang saling melengket dan bersama-sama benang fibrin akan
terjadi pembekuan darah. Pada reaksi seluler terjadi gerakan lekosit menembus
pembuluh darah (diapedesis ) menuju ke luka karena adanya daya kemotaksis.
Lekosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan
kotoran luka,kemudian difagosit oleh adanya sel polimorfonuklear.
Imunutas seluler dilakukan oleh limfosit T yang menghasilkan limfokin, yaitu
suatu zat yang merangsang aktivitas sel fagosit.Sedangkan pada reaksi humoral
merupakan reaksi yang melibatkan system komplemen dan antibady. Sistem
komplemen terdiri dari beberapa komponen protein plasma yang menyebabkan
reaksi biologik berantai. Antibodi adalah imunoglobulin yang dihasilkan oleh
limfosit B akibat rangsangan spesifik antigen.
Hipotesis penyebab
Penyebab sumbing bibir dan langitan sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Beberapa hipotesis yang dikemukakan dalam perkembangan kelainan ini antara lain
1. Insufisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh-kembang
organ-organ terkait selama masa embrional, seperti juga pada anomali kongenital
lainnya. Insufisiensi ini disebabkan beberapa hal :
1.1. Kuantitas; misalnya gangguan sirkulasi feto-maternal, termasuk stress pada
masa kehamilan ) dan syok hipovolemik terutama pada trismester pertama
kehamilan.
1.2. Kualitas, defisiensi gizi ( vitamin dan mineral; khususnya asam folat,
Embryo berusia 2 minggu dengan sentra-sentra pertumbuhan: vitamin C dan Zn/seng ), anemi dan kondisi hipoksik. Defisiensi zat-zat
a sentra prosensefalik b.sentra diasefalik dan c sentra rombensefalik atau materi yang diperlukan menyebabkan gangguan dan/atau hambatan
pada pusat pertumbuhan dan rangkaian proses kompleks yang dijelaskan
diatas.
1.3. Teori bioseluler Bentuk dan dasar kelainan
Perkembangan palatum melibatkan interaksi mesenkhim epitelial. Proses Kelainan yang segera terlihat :
signaling melibatkan molekul matriks dan growth factor yang 1. Alveolus dengan kolaps lengkung yang nyata, akibat pertumbuhan yang
mempengaruhi ekspresi genetik dari sel-sel neural crest yang mengalami tidak terkoordinasi dengan premaksila.
migrasi dan kematian sel terprogram ( dan ini dipengaruhi oleh asam 2. Deformitas hidung, melibatkan jaringan lunak ( khususnya kolumela Celah
retinoat, glukokortikoid ); dan gen-gen yang terpengaruh ini akan bibir yang memisahkan kedua sisi lateral dengan prolabia, dengan
mengakibatkan timbulnya gangguan fusi. defisiensi dan abnormalitas konfigurasi otot.
Mediator-mediator yang kemudian diketahui mempengaruhi gen-gen 3. Prolabia yang miskin jaringan ( kecil, pendek ) disertai disparitas warna,
tersebut antara lain Hox B ( murine Hox2 ), Transforming Growth Factor khususnya di daerah vermilion, filtrum dan komponen otot.
( TGFA&B ), Epidermal Growth Factor ( EGF ), Retinoic Acid Receptor ( 4. Premaksila yang menonjol / mencuat ke anterior, akibat pertumbuhan yang
RARA ), Insulin Growth Factor ( IGF1&2 ). Pola ekspresi dari gen-gen ini tidak terkontrol.
melibatkan proses replikasi mRNA dan penurunan kadar protein, 5. Celah langitan, memisahkan kedua sisi lateral palatum durum dengan os
sehingga sel yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan bermigrasi, vomer. pendek ) dan rangka ( kartilago alae yang flare, bahkan os nasal ).
proliferasi, dsb.
Kelainan yang terlihat setelah anak tumbuh:
2. Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratologik, termasuk jamu- 1. Hiperplasi / hipertrofi mukosa nasal termasuk choana, akibat iritasi kronik
jamuan dan penggunaan kontrasepsi hormonal. karena adanya hubungan antara rongga nasal dengan rongga mulut.
3.
Infeksi khususnya infeksi viral dan khlamidial ( toksoplasmosis ). 2. Gigi insisivus 1-2 dan kaninus hipoplastik
4.
Faktor genetik, yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat kelainan yang 3. Otot palatum molle hipoplastik
sama. 4. Palatum durum pendek
5. Hipoplasi maksila, disertai anomali hidung ( long nose, relatif ) dan
Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu X-linked anomali orbita ( telekantus, bahkan sampai hipertelorism ).
gen, yaitu Xq13-21 pada lokus 6p24.3 pada pasien sumbing bibir dan langitan.
Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai
celah bibir dan langitan ( khususnya jenis bilateral ), melibatkan anomali skeletal, Penatalaksanaan
maupun defek lahir lainnya. Penanganan sumbing bibir dan langitan merupakan suatu seri pengobatan /
penatalaksanaan jangka panjang; yang terdiri dari beberapa tahap.
1. Penutupan Celah
Bentuk kelainan ( Klasifikasi ) Penutupan celah bibir
Secara anatomik, kelainan ini mencakup organ-organ antara lain labium oris, Dikerjakan berdasarkan kriteria rule of ten. Bila memungkinkan ( pasien
gnathum yang melibatkan gigi-geligi, palatum, nasal bahkan maksila. Pada jenis datang sedini mungkin ) dilakukan preliminary treatment, berupa tindakan
bilateral komplit, seringkali dijumpai stigmata lainnya, yaitu anomali pada kedua non bedah yang bertujuan mengendalikan pertumbuhan premaksila,
orbita berupa telekantus bahkan sampai hipertelorism dan distopi. mendekatkan celah bibir; agar memperoleh hasil yang baik.
Klasifikasi Beberapa metoda dapat dikerjakan, antara lain teknik :
Berdasarkan organ terlibat ( kelainan anatomik ) 1. Straight line closure ( de la faye, Veau, Vaughan, dsb )
1. Celah bibir 2. Triangular flap ( Thompson, Barsky, Blair, Le Mesurier, Cronin, dsb )
2. Celah gusi 3. Quadrilateral flap ( Bauer, Tennison, dsb ).
3. Celah langitan Tehnik penutupan celah ini dikerjakan dalam dua kesempatan (
Randall’s lip adhesion, Millard ) maupun satu tahap ( Manchester ).
Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk:
4. Inkomplit Penutupan celah langitan
5. Komplit Diharapkan langitan sudah tertutup pada usia anak mulai bisa berbicara,
yaitu usia kurang lebih 2 ( dua ) tahun.
Pembagian berdasarkan International Classification of the Diseases ( ICD ), Metode yang dikerjakan antara lain teknik mucoperiosteal flap ( von
mencakup celah anatomis organ terlibat, lengkap atau tidaknya celah, unilateral Langenbeck, Wardill, dsb), aplikasi z-plasty ( Furlow, Cronin, dsb ) dsb.
atau bilateral; digunakan untuk sistim pencatatan dan pelaporan yang dilakukan
oleh World Health Organization ( WHO )
Penutupan celah gusi Penanganan hipoplasi maksila
Dikerjakan bila gigi geligi permanen sudah tumbuh, kurang lebih 8-9 - Tindakan operatif
tahun; dengan alasan, tindakan operasi yang dilakukan sebelum gigi Tergantung berat ringannya kondisi hipoplastik, berbagai metoda
permanen ini tumbuh akan mempengaruhi pertumbuhan tulang? Celah yang osteotomi rahang atas dapat dilakukan ( osteotomi LeFort, Wasmund )
ada diisi bone graft dengan donor berasal dari os iliaka. yang kadang-kadang perlu dikombinasi dengan osteotomi rahang bawah
( Obwegesser, dsb )
2. Penanganan sekunder/secondary repair
Perbaikan yang diperlukan sangat tergantung pada penatalaksanaan awal, - Tindakan non operatif
terutama labioplasti. Teknik / metoda yang diterapkan dalam penutupan celah Penggunaan maxillary expansion. Ada 2 metoda, yaitu rapid expansion
bibir yang baik, selain berorientasi pada simetrisitas dan patokan-patokan dan non rapid expansion. Dikerjakan bersamaan dengan tindakan
anatomik bibir; juga memperhitungkan koreksi kelainan yang sering dijumpai ortodontik.
bersamaan, misalnya hidung, baik pada saat bersamaan dengan labioplasti
maupun pada kesempatan yang direncanakan kemudian ( mempersiapkan Penanganan problem bicara
jaringan dan menghindari parut yang tidak menguntungkan ) Masalah umum Gangguan bicara, berupa SUARA SENGAU dijumpai pada celah langitan;
yang dijumpai pada sumbing bibir dan langitan bilateral antara lain dimana terdapat hubungan antara rongga mulut dan rongga hidung. Otot-
sebagaimana disebutkan sebelumnya ( butir3.1 halaman6 ) adalah kolumela otot palatum dan faring ( m.tensor vellipalatini dan levator vellipalatini;
yang pendek, konfigurasi nasal tip yang tidak harmonis, problem gigi dan m.monstriktor faringeus ) tidak tumbuh dan berkembang sempurna (
maksila; dan parut operasi sebelumnya. hipoplastik ) dan tidak terkoordinasi baik akibat adanya celah.
Tindakan rekonstruksi awal ( sebelum usia 2 tahun ) mengupayakan
Perbaikan konfigurasi anatomik bibir ‘pengembalian anatomik’ otot-otot ini, sehingga fungsinya diharapkan
Termasuk perbaikan parut dan pembentukan tuberkulum labii superior, dapat normal dan suara sengau terkoreksi.
cupid’s bow, filtrum dengan philtral ridge-nya. Penggunaan flap lokal, Upaya lain yang secara nyata mempengaruhi keberhasilan tindakan ini
dalam hal ini termasuk lip switch surgery ( misal Abbe flap ) setelah proses adalah usaha pasien mengucapkan kata-kata dengan baik dan benar; dan ini
maturasi jaringan pasca bedah sebelumnya, atau pada kesempatan tindakan dapat dilakukan apabila tingkat kecerdasan (nilai intelligence quotient / IQ )
operasi berikutnya anak normal, sentra bicara pasien terbiasa (memiliki memori)
mendengarkan kata-kata yang baik dan benar. Kondisi ini hanya dapat
diperoleh bila sejak awal ( beberapa saat sejak kelahiran ) orang tua pasien
Penanganan hidung membiasakan mengucapkan kata-kata yang baik dan benar di telinga
Tindakan koreksi diperlukan untuk memperbaiki bentuk hidung. Kelainan anaknya / pasien ( pendidikan non formal ). Bila upaya non formal belum
bentuk dan letak dari kartilago alae dan kolumela yang pendek pada berhasil memberikan perbaikan, seringkali diperlukan pendidikan formal
sumbing bibir bilateral merupakan masalah utama. Tindakan koreksi pada berupa terapi wicara ( speech therapy ).
kelainan ini dikerjakan pada rentang waktu antara usia 6 bulan sampai Bila usaha-usaha ini telah dikerjakan, namun tidak juga memberikan hasil,
dengan usia 6 tahun; sedangkan koreksi nasal tip dan nasal vault pada penilaian adanya nasal escape merupakan indikasi tindakan
correction sebagai tindakan koreksi hidung, dikerjakan pada usia 15-16 faringoplasti.
tahun.
Vaskularisasi
Berasal dari a. labialis superior dan inferior, cabang dari a. facialis. Arteri
labialis terletak antara m. orbicularis oris dan submukosa sampai zona transisi
vermilion-mukosa.
Inervasi
Inervasi sensoris bibir atas berasal dari cabang n. cranialis V (n. trigeminus) dan
n. infraorbitalis. Bibir bawah mendapat inervasi sensoris dari n. mentalis.
Pengetahuan inervasi sensoris ini penting untuk melakukan tindakan blok anestesi.
Inervasi motorik bibir berasal dari n. cranialis VII (n. facialis). Ramus buccalis
n.facialis meninervasi m. orbicularis oris dan m. elevator labii. Ramus mandibularis
n. facialis menginervasi m. orbicularis oris dan m. depressor labii.
Labioschisis
Adanya gangguan fusi maxillary swelling dengan medial nasal swelling pada satu
sisi akan menimbulkan kelaianan berupa labioschisis unilateral. Bila kegagalan fusi 3. Rectangulair flap (Le Mesurier) Untuk
ini menimbulkan celah di daerah prealveolaris, maka celah tersebut dikatakan mengoreksi defek m. orbicularis oris, namun
inkomplet, sedang selebihnya dikatakan labioschisis komplet. tidak mampu mengoreksi alsr base dan
Klasifikasi : columella.
L. Unilateral sinistra / dekstra Inkomplet
L. Unilateral sinistra / dekstra Komplet
L. Bilateral Inkomplet / Komplet
Anamnesa :
- Sumbing bibir sejak lahir
- Riwayat keluarga sakit serupa 4. Rotation advancement Flap (Milard)
- Riwayat defisiensi nutrisi/vit pada ibu, obat2an pengganggu pertumbuhan Rencana irisan dapat dibuat sementara
operasi sedang berjalan, dapat meninggikan
PemeriksaanINKOMPLET bila celah bibir tidak sampai dasar lubang hidung alar base dan memperlebar ala nasi.
Penanganan :
Tidur miring pada sisi sumbing plester penahan premaksila pada
Labioschisis bilateral complet
Labioplasty (milard) bila memenuhi “rule of ten”
Cedera Termis
Definisi : Menimbulkan gangguan sirkulasi keseimbangan cairan & elektrolit, sehingga
berakibat terjadi perubahan permeabilitas kapiler odema syok hipovolemi.
Kerusakan / kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas : api, air panas,
Kejadian ini akan menimbulkan :
bahan kimia, listrik dan radiasi. Prognosis penderita diramalkan jelek bila = luas
- Paru Perubahan inflamatorik mukosa bagian nafas bawah, akan
luka bakar + umur penderita > 80 (dr.med Puruhito).
menimbulkan gangguan difusi oksigen Acquired Respiratory Distress
Tindakan pertama yang dilakukan pada penderita :
Syndrome(ARDS), ini akan timbul hari ke-4,5 pasca cedera termis
a. Menyelamatkan penderita dengan mengatasi syok, rasa nyeri
- Hepar : SGOT, SGPT meningkat
b. Usaha menyembuhkan / menghindarkan hilangnya fungsi dari organ yang
- Ginjal : ARF ATN
terbakar.
- Lambung: Stres Ulcer
- Usus Illeus translokasi bakteri sepsis perforasi peritonitis
Anatomi Kulit
Fase Sub-Akut
Terjadi setelah shock teratasi, luka terbuka disini akan menimbulkan :
- Proses Inflamasi disertai eksudasi dan kebocoran protein
- Infeksi yang menimbulkan sepsis
- Proses penguapan cairan tubuh disertai panas(evaporasi heat loss)
Fase Lanjut
Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah yang timbul
Fungsi Kulit : adalah jaringan parut, kontraktur dan deformitas akibat kerapuhan jaringan atau
Mencegah kehilangan cairan syok hipovolemik organ strukturil.
Mencegah infeksi Sepsis
Pembungkus elastis dari sendi kekakuan sendi / kontraktur Klasifikasi Luka Bakar
A. Berdasarkan Penyebab
Fase Luka Bakar Suhu
Fase Awal/Akut/shock Baik panas ataupun dingin (frost bite), pada ujung ekstremitas dapat
Keadaan yang ditimbulkan berupa : menimbulkan nekrosis akibat dingin. Penanganan dengan pemberian antibiotik
Cedera Inhalasi propilaksis sampai putus dengan sendirinya, karena puntungnya akan lebih baik
Mekanisme trauma dibagi 3 : hasilnya dari amputasi.
1. Inhalasi Carbon Monoksida (CO) Listrik akibat terkena petir
CO merupakan gas yang dapat merusak oksigenasi jaringan , dalam darah Kimia
berikatan dengan Hb dan memisahkan Hb dengan O2 sehingga akan Radiasi
menghalangi penggunaan oksigen. Laser CO2 laser
2. Trauma panas langsung mengenai saluran nafas B. Berdasarkan Kedalaman kerusakan jaringan
Sering mengenai saluran nafas bagian atas jarang mengenai bagian bawah Derajat I (superficial skin burn)
karena sebelum mencapai trachea secara reflek terjadi penutupan plica dan - Hanya reaksi inflamasi, kerusakan mengenai epidermis
penghentian spasme laryng. Edema mukosa akan timbul pada saluran nafas - Kulit kering, merah (erithema)
bagian atas yang menyebabkan obstruksi lumen, 8 jam pasca cedera. - Nyeri ujung saraf sensorik teriritasi
Komplikasi trauma ini merupakan penyebab kematian terbanyak. - Sembuh spontan 5 – 10 hari
Atau menggunakan tabel Lund & Browder
- Kepala leher : 15 %
- Depan belakang : 20 %
- Ekstermitas atas kanan kiri : 10 %
- Ekstremitas bawah ka/kiri : 15 %
Derajat II (partial skin burn)
- Kerusakan meliputi dermis, sebagian dermis masih ada yang sehat
- Bula (+) bila bula pecah terlihat luka basah kemerahan
- Nyeri (+) Pin prick test (+)
- Sembuh dalam 2-3 minggu.Tak perlu flapping
SDOM adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasen Pemilihan jenis cairan
sedemikian rupa sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Pengembalian cairan pada luka bakar merupakan hal yang sangat penting. Resusitasi
SRIS selalu berkaitan dengan SDOM karena SDOM merupakan akhir dari SIRS. yang adekuat akan memberi kestabilan dan mengembalikan curah jantung dan
Bila penyebab dari SIRS adalah suatu infeksi maka disebut sebagai SEPSIS tekanan darah ke nilai normalnya.
Cairan resusitasi yang terbaik adalah bila diimbangi dengan kadar elektrolit. Pada
formula Evans Brooke, pemberian koloid (darah) bertujuan untuk : mengatasi
Penanganan Luka
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
penurunan HB, disamping itu koloid akan menarik cairan yang mengalami pasasi
ekstravaskuleralasan ini dianggap tidak tepat karena:
Penanganan luka secara umum meliputi 2 hal, yaitu.
- Syok yang terjadi adalah syok hipovoleia yang hanya memerlukan penggantian
cairan. 1. Preparasi Bed Luka
- Penurunan kadar HB terjadi karena perlekan eritrosit , trombosit, lekosit dan Debridement
komponen sel pada dinding pembuluh darah kapiler darah yang mengalami Suatu proses untuk menghilangkan jaringan mati dan jaringan yang sangat
vasokonstriksi sehingga sefara klinis tampak sebagai kondisi anemia terkontaminasidari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal struktur
- Sementara terjadi gangguan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan anatomi yang normal. Beberapa teknik debridement antara lain :
kebocoran plasma pemberian koloid tidak akan efektif dan akan menaikkan Surgical debridement
beban jantung, paru dan ginjal. Debridement dengan menggunakan skalpel, kuret atau instrumen lain disertai
- Pemberian cairan isotonis yang diperkaya denagan elektrolit irigasi untuk menghilangkan jaringan mati dari luka. Ini merupakan cara
- Koloid / plasma diberkan (bila diperlukan) setelah sirkulasi mengalami debridemant yang paling cepat dan efisien. Pada luka bakar, disebut sebagai
pemulihan (>24-36 jam) Escharectomi, yaitu membuang jaringan yang mati (eschar). Teknik ini
pertama kali ditemukan oleh Janzekavix 1970 dengan teknik eksisi
Sampai sekarang diyakini RL merupakan cairan yang paling sering diberikan pada tangensial, dilandasi oleh tidak perlunya membuang jaringan vital pada eksisi
resusitasi luka bakar. RL merupakan cairan isotonic terbaik yang mendekati primer luka bakar, yaitu berupa eksisi lapis demi lapis sampai didapati
komposisi cairan ekstraseluler. Cairan yang diproduksi terkini adalah Ringer Asetat permukaan yang bintik–bintik berdarah yang merupakan tanda telah
(AR) yang mengandung bikarbonat disampngg laktat. mencapai jaringan vital. Teknik ini menggunakan Humby knife /
RL dan AR merupakan cairan fisiologi yang berbeda dalam hal sumber bikarbonat . dermatome. Indikasi escharektomi pada luka bakar yang diperkirakan tidak
RL mengandung 27 mmol laktat perliter, sedang AR mengandung 27 mmol asetat sembuh dalam 3 mg, permukaan luka bakar yang berwarna putih, merah,
perliter. (Kveim cit Yefta, 2001) dilakukan penelitian dengan membandingkan coklat / hitam dan juga tidak adanya capiler refill maupun sensibilitas
penggnaan AR dan RL sebagai larutan yang digunakan dalam resusitasi syok
hemoragik. Pada pemberian RL terjadi akumulasi ion ion laktat, sementara pada Mechanical debridement atau gauze debridement
pemberian AR dimana asetat segera dimetabolisme dengan cepat (meskipun dalam Prinsip kerjanya wet to dry dressing. Luka ditutup dengan kassa yang telah
keadaan syok) dengan AR ini akan diikuti dengan perbaikan asam basa. (Connahan dibasahi normal saline, setelah kering, kasa akan melekat dengan jaringan
cit Yefta, 2001) membandingkan pemberian cairan resusitasi pada luka bakar yang mati. Saat ganti balut jaringan mati akan ikut terbuang. Dilakukan 2–6X
derajat III , dengan menilai Fungsi miokard, kadar fosfat berenergi tiggi (ATP,CTP) sehari.
dan survival rate nya. Curah jantung pada pemberian RL jelas menunjukkan
perbaikan tetapi masih dibawah nilai pada kondisi normal, sedang pemberian Autolitic debridement (inivivo Enzymes Self Digest Devitalized tissue)
Asering curah jantung membaik, yang dapat dijelaskan akibat vasodilatasi dan Merupakan proses tubuh untuk melakukan pembuangan jaringan yang mati.
perbaikan aliran koroner yang diinduksi oleh asetat. Survaival rate pada pemberian Di dalam luka akan muncul enzim yang berefek mencairkan jairngan non
RL 24 jam pertama 87-100 % setelah 48 jam survival AR lebih tinggi. RL vital. Hal ini perlu dibantu dengan mempertahankan suasana luka supaya
memberikan keuntungan sesaat , namun tidak jangka panjang, hal ini diduga karena tetap lembab menggunakan penutup luka yang dapat mempertahankan
efek toksisk akibat pemberian laktat. AR memiliki tosisitas rendah., konversinya kelembaban luka. Dalam suasana lembab tubuh mampu membersihkan
menjadi karbonat terjadi dalam waktu cepat dan menghasilkan ATP dan CTP yang jaringan non vital. Produk yang dapat mempertahankan suasana lembab dan
merupakan bahan bakar jantung. menjadikan autolitik debridement berhasil adalah hidrocolloid, transparant
film dan hidrogels.
Enzymatic debridement
Debridement menggunakan oinment. Teknik ini pertama kali dipakai pada
tahun 1975, digunakan untuk melepas eschar pada luka bakar. Enzim tesebut
adalah soutilens bacteria (travase). Sedangkan oinment topikal yang
digunakan saat ini adalah kolagenase (Santyl). Enzim kolagenase adalah hasil
fermentasi dari Clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan untuk
mencerna kolagen dalam jaringan nekrotik.
Kolagenase dapat dapat membersihkan luka dari jaringan mati dan Penanganan LB dg hematemesis dan melena
menjadikan bed luka siap untuk penyembuhan. Enzim ini terutama efektif ---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
untuk luka ulkus kronis seperti presure ulcers, arterial ulcers, venous ulcers,
diabetes ulcers dan juga untuk luka bakar.
Bacterial Balance Hal–hal yang menjadi perhatian untuk memperbaiki masalah dan mortalitas akibat
Infeksi luka sangat ditentukan oleh keseimbangan daya tahan lukadengan luka bakar adalah :
1.
jumlah mikroorganisme. Bila jumlah mikroorganisme < 104/ gram jaringan Penanganan gawat darurat dan resusitasi awal yang progresif
2.
kemungkinan terjadinya infeksi adalah 6%, bila > 104/ gram jaringan Penatalaksanaan pernafasan dan penanganan cedera inhalasi
3.
kemungkinan infeksi hampir 89% dan bila >105/ gram jaringan hampir dapat Mengontrol infeksi
dipastikan terjadi infeksi dan penutupan luka akan gagal. Sehingga dalam 4. Eksisi luka bakar dan skin graft lebih awal
5.
keadaan hal ini perlu pemberian antibiotik sesuai dengan pola kumannya Modulasi respon hipermetabolik terhadap cedera.
disamping debridement. 6. Pemberian enteral dini.
7.
Pengelolaan nyeri luka bakar yang adekuat.
Exudate Managementt.
Pada fase awal / akut / syok suatu luka bakar berat terjadi suatu kondisi klinik yang
Secara direct dan indirect.secara direct, luka dibalut tekan disertai ndengan
didominasi gangguan sirkulasi, yang menyebabkan kondisi hipoksia pada jaringan ,
higly absorbent dressing yang sebelumnya telah diberikan pencucian dan
perfusi seluler terganggu dan metabolisme aerob diganti menjadi proses anaerob,
irigasi menggunakan NaCl 0,95 atau sterile water. Tindakan ini tidak hanya
dengan akibat perfusi oksigenasi yang terganggu. Dalam hal dijumpai perfusi
membuang exudat dan seluler debris tapi juga dapat menurunkan jumlah
oksigenasi yang tidak baik, gangguan kesadaran yang bermanifestasikan
bakteri yang sering menyebabkan berlebihnya jumlah eksudat. Sedangkan
kegelisahan, disorientasi sampai penurunan kesadaran menunjukkan hipoksia otak,
secara indirect dengan menggunakan dressing yang sesuai dan bisa
yang memerlukan penatalaksanaan resusitasi cairan yang progresif / secepatnya.
mempertahankan kondisi luka tetap lembab (moist).
Syok hipovolemik merupakan suatu proses yang terjadi pada luka bakar sedang
sampai berat. Syok menyebabkan kontriksi perifer, yang tidak hanya dimonitor dari
2. Penutupan Luka produksi urin, tetapi juga di daerah splangnikus. Iskemia di daerah mesenterium
Penutupan luka dapat dilakukan bila preparasi bed telah dilakukan dan didapatkan
menyebabkan disrupsi mukosa usus dan gangguan peristaltik usus (ileus). Disrupsi
suatu kondisi luka yang relatif bersih dan tidak ada infeksi. Luka dapat menutup
mukosa usus yang terjadi menyebabkan beberapa hal, salah satunya adalah
tanpa prosedur pembedahan secara persekundam yaitu dengan proses epitelisasi.
perdarahan saluran cerna dikenal sebagai stress ulcer (curling ulcer), yang sama
Selain tiu dapat pula dengan skin grafting atau flap.
sekali tidak berhubungan dengan hiperasiditas cairan lambung. Stress ulcer
Pada luka bakar, penutupan luka terjadi dengan persekundam yaitu dengan
memberikan gejala perdarahan saluran cerna massif yang tampil sebagai
epitelisasi pada permukaan luka bakar yang relatif superfisial. Untuk luka bakar
hematemsis dan atau melena. Bila keadaan baik, gejala awal yang dijumpai adalah
yang dalam biasanya dengan menggunakan skin grafting. Jenis skin grafting yang
dispepsi dengan derajad berbeda dari ringan sampai berat, disusul dengan
digunakan adalah split thickness, karena umumnya area yang perlu ditutup relatif
hematemesis dan atau melena. Pada penderita dengan gangguan kesadaran , stress
luas dan kondisi bed luka tidak begitu baik akibat trauma panas.
ulcer dicurigai timbul pada berbagai kondisi berat.
STSG dapat diambil sebagai tindakan definitif sebagai penutup defek yang
permanen ataupun hanya tindakan sementara sambil menunggu tindakan definitif.
Menurut American Burn Association, penderita ini termasuk dalam kategori luka
Sedangkan pada luka bakar, STSG merupakan tindakan definitif sebagai penutup
bakar berat oleh karena luka bakar yang diderita derajad II – III dengan luas luka
luka yang luas. Pada luka bakar yang luas sering kali timbul masalah dalam
bakar 26% terhadap luas seluruh permukaan tubuh.. Pada luka bakar berat terjadi
mengambil donor, dikarenakan kulit sehat yang digunakan sebagai donor belum
pembukaan permeabilitas yang akan diikuti ekstravasasi cairan/plasma protein dan
tentu cukup tersedia sehingga diperlukan tindakan untuk memperluas kulit dari
elektrolit intravaskulair ke jaringan intersisial, sehingga terjadi penimbunan cairan di
donor dengan cara Mesh Grafting.
jaringan intersisial, keseimbangan tekanan hidrotatik dan onkotik terganggu
Mesh Grafting merupakan cara memperluas skin graft. Prinsipnya adalah membuat
akibatnya sirkulasi ke distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi sel atau
insici kecil multipel dengan jarak yang teratur. Mesh grafting membuat kulit seperti
organ. Gangguan perfusi sel atau organ pada luka bakar ini disebut syok
jala dan bertambah luas sekitar 1,5 – 9 kali. Dengan metode ini memungkinkan
hipovolemik. Syok yang terjadi menyebabkan penurunan sirkulasi di daerah
menutup defek yang luas. Alternatif lain bila donor tidak mencukupi dengan
splangnikus, mengakibatkan perfusi ke saluran cerna dan hepar terganggu,
cultured epithelial autograft (CEA), allograft,xenograft, biological dressing ataupun
sehingga timbul iskemia dan disrupsi mukosa saluran cerna yang mengakibatkan
dengan synthetic dressing.
gangguan integritas mukosa. Gangguan integritas integritas mukosa menyebabkan
disrupsi mukosa, mulanya berupa suatu erosi mukosa yang pada keadaan lanjut
terjadi atrofi.
Salah satu manifestasi klinik yang dijumpai akibat gangguan integritas mukosa ini Pemberian inhibitor H-K ATPase seperti omeperazol memiliki efektifitas yang baik
adalah gejala perdarahan gastrointestinal yang dikenal dengan istilah stress ulcer. pada kondisi terjadinya perdarahan dan efektifitasnya yang tidak memiliki korelasi
Stress ulcer memberikan gejala perdarahan gastrointestinal, dalam bentuk melena dengan gangguan pertumbuhan bakteri. Pemberian obat-obatan yang bersifat
dan atau hematemesis yang terjadi biasanya dalam 3 – 5 hari pasca luka bakar sitoprotektor seperti sukralfat ,bismuth yang memiliki efek perlindungan pada
dengan lokasi anatomik tersering adalah fundus gaster, korpus gaster dan mukosa dengan cara meningkatkan kadar prostaglandin mukosa dan produksi musin
dinding posterior duodenum. sangat baik untuk proteksi mukosa. Obat ini tidak merubah pola bakteri dan
Diagnosis stress ulcer dicurigai berdasarkan riwayat cedera, disertai gaejala klinis keasaman lambung.
hematemesis dan atau melena cairan hitam pada pipa nasi gastrik dan pada
pemeriksaana endoskopik dijumpai keseluruhan mukosa pucat , eritema mukosa Penatalaksanaan pada saat terjadi komplikasi hematemesis melena dengan
akut tanpa indurasi disekitarnya , dijumpai ptekhiae eritematosus dan macula disertai penyebab stress ulcer atau kemungkinan penyebab lain mengikuti protokol
focus haemoragik pada mukosa. Pada pemeriksaan histopatologik dijumpai penatalaksanaan hematemesis melena sebagai berikut:
gambaran erosi mukosa yang khas ditandai oleh edema mukosa akut kongestive 1. Prioritas utama adalah pengenalan tanda dan gejala klinik syok dan
mikrovaskulair dengan mikorofibrin, dengan shunt submukosa atau adanya penatalaksanaannya. Jika ada ada tanda - tanda syok, elevasi kaki, oksigenasi,
vasokontriksi local disertai focus haemoragik. resusitasi cairan khristaloid dengan NaCl atau Ringer lactate
2. Ambil darah untuk pemeriksaan darah rutin, jumlah trombosit, golongan darah
Penatalaksanaan luka bakar berat dibedakan atas penatalaksanaan awal yang bersifat dan cross match. Jika curiga ada penyakit hepar atau pembekuan (gangguan
pencegahan terhadap terjadinya komplikasi perdarahan hematemesis dan atau hemostasis) periksa APPT, PTT dan test fungsi hepar
melena (stress ulcer), dan penatalaksanaan disaat timbulnya kompliksai 3. Jika ada gangguan fungsi koagulasi atau hemostasis berikan Vitamin K, Fresh
hematemesis melena (stress ulcer). Penatalaksanaan awal dikaitkan dengan Frozen Plasma atauu trombosit
penatalaksanaa fase akut (fase syok) termasuk penatalaksanaan cedera inhalasi, 4. Jika perdarahan berlangsung ,transfusi dengan Fresh Whole Blood
penatalaksanaan gangguan sirkulasi (syok) dengan resusitasi cairan, antagonis H2 5. Pasang pipa naso gastrik sebagai terapi dan diagnosa. Lavase dengan 3-5
reseptor, sitoprotektif mukosa lambung, serta pemberian nutrisi enteral dini. cc/KgBB NaCl suhu kamar , bukan NaCl dingin yang mana keuntungannya
Penatalaksanaan gangguan sirkulasi yang berorientasi ada tidaknya syok merupakan tidak terbukti dan menyebabkan hipotermia
tindakan resusitasi yang sangat bermakna mengupayakan pengembalian gangguan 6. Pemberian obat antagonis H2 reseptor (Ranitidine) dan inhibitor H-K ATPase
hemostasis dan mencegah perkembangan lebih lanjut penyulit yang terjadi pada (omeperazole)
kasus luka bakar berat seperti systemic inflamasi respiratory syndrome, Multy 7. Jika perdarahan cukup cepat dan tidak terkonrol lagi konsul kepada
system organ disfunction syndrome, dan sepsis, termasuk stress ulcer. gastroenterologist atau ahli bedah anak untuk terapi vasopressin dan
skleroterapi emergensi. Endoskopi darurat atau pembedahan jika dengan
Bila penderita dipuasakan atas dasar bahaya yang dapat timbul karena adanya ileus, terapi diatas perdarahan tetap tidak terkontrol.
mukosa usus yang mengalami iskemi akan mengalami atrofi .Pada saat ini justru
diperlukan suatu bentuk stimulasi pada mukosa, sehingga tindakan mempuasakan Pada pasien ini penatalaksanaan pada saat timbulnya hematemesis melena antara
penderita bukanlah tindakan yang tepat. Stimulasi pada mukosa dilakukan dengan lain resusitasi cairan dan transfusi darah fresh whole blood dan pack red cell,
pemberian nutrisi enteral secara agresif, yang saat ini menjadi pola penatalaksanaaan pemeriksaan darah rutin termasuk trombosit, test fungsi hepar,test pembekuan darah
kasus-kasus luka bakar. Dengan pemberian nutrisi enteral dini erosi mukosa dapat (hemostasis), fungsi ginjal, elekrolit dengan menunjukkan hasil fungsi hepar normal,
dicegah, secara langsung mencegah berkembangya stress ulcer. tidak ada gangguan sistem koagulasi, fungsi ginjal baik, anemia , hiponatremia,
hipokalemia, adan hipoalbumin.
Pemberian antasida sebagai upaya menetralisir asam lambung yang dicurigai Selain transfusi darah pasien ini juga mendapatkan koreksi elektrolit dan koreksi
terjadinya kondisi stress. Bila diberikan sudah terjadi perdarahan saluran cerna, albumin . kemudian dilakukan lavase dengan Nacl suhu kamar sebanyak 4 cc/kgBB
efektivitasnya diragukan Dari segi mortalitas dilaporkan tidak terdapat perbedaan 3 kali per hari sampai cairan di naso gastric tube bersih, obat-obatan seperti
bermakna dengan kasus yang diberikan antasida. Pemberian antagonis H2 reseptor antagonis H2 reseptor ( ranitidine ), inhibitor H-K ATPase ( omeperazole ),
seperti ranitidine, cimetidin, dilaporkan memiliki efektifitas yang sama dengan sitoprotektif mukosa ( sukralfat ). Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
antasida. Kelebihan yang dimiliki antara lain dapat diberikan bila sudah terjadi endoskopi karena perdarahan hematemesis melena dapat terkonrol. Tetapi untuk
perdarahan saluran cerna. Dilaporkan bahwa pemberian antasida dan antagonis H2 menentukan penyebab pasti hematemesis melena lebih baik dilakukan pemeriksaan
reseptor bisa terjadi komplikasi perubahan flora normal usus yang akan memicu endoskopi. serta histopatologi .
terjadinya tranlokasi bakteri penyebab sepsis .
PROTOKOL PENERIMAAN PASIEN LB BARU DI IRD
Fraktur Zigoma.
Disebabkan trauma langsung pada sisi lateral wajah sehingga sering
menyebabkan fraktur yang mendesak bola mata, memberi gambaran klinis berupa
penglihatan ganda / diplopia, perdarahan dan pembengkakan pipi didaerah arkus
zigomatikus. Zigoma yang membentuk dinding lateral orbita sering mengalami
fraktur akibat trauma langsung sehingga terjadi impresi yang mendesak bola mata
yang menyebabkan diplopia. Fraktur ini sering terbatas pada arkus dan pinggir
orbita sehingga tidak disertai dengan hematom orbita, tetapi terlihat sebagai
pembengkakan pipi didaerah arkus zygomatikus. Diagnosis ditegakkan secara
klinik atau foto rontgen menurut waters yaitu posisi temporooksipital.
Bila tidak terdapat pergeseran atau dengan pergeseran minimal fragmen fraktur
konservatif dengan evaluasi selama 2 – 6 minggu. Bila didapatkan adanya
pergeseran bola mata dengan atau tanpa jepitan saraf atau otot OPERATIF
Zygomatikomaksilaris komplek berperan utama dalam pembentukan, fungsi dan Klasifikasi
penampilan estetik kerangka wajah. Komplek ini memberikan kontur pipi yang Dalam hal fraktur zygoma, para dokter menghadapi fraktur yang bukan hanya
normal dan memisahkan isi orbita dari fosa temporalis dan sinus maksila. Juga sekedar fraktur struktur anatomis tunggal. Fraktur zygoma sering kali mengenai
mempunyai peran dalam penglihatan dan mastikasi. Zygomatikomaksilaris tulang yang didekatnya yang berartikulasio. Knight dan North mengatakan bahwa
menopang bola mata dari lateral untuk penglihatan binokuler. Arkus zygoma adalah fraktur pada zygoma dari sudut klinis dianggap sebagai fraktur malar. Para peneliti
tempat insersi otot maseter dan melindungi otot temporalis dan prosesus coronoid. menyatakan bahwa fraktur pada regio zygoma, separasi kearah medial biasanya
Frekuensi fraktur zygoma merupakan kedua tersering setelah fraktur nasal. diakibatkan oleh fraktur pada maksila yang melalui dasar orbita dan dinding anterior
Permukaan yang cembung menonjol menjadikannya mudah terkena trauma. dan lateral maksila, kearah lateral diakibatkan oleh fraktur pada prosesus zigoma
Meskipun hanya terjadi minimal displace pada fraktur zygoma dapat menimbulkan temporalis, serta keatas dan belakang oleh separasi pada zygomatikofrontalis dan
deformitas fungsional dan estetik. zygomatikosphenoidalis. Fraktur pada arkus zygoma melibatkan prosesus temporalis
pada zygoma dan prosesus zigomtikus pada tulang temporalis.
Anatomi Knight dan North membuat klasifikasi kedalam 6 group, sebagai berikut :
Zygoma kadang disebut juga tulang malar, bersudut empat dengan permukaan 1. Grup I
cembung bagian luar yang tidak rata, permukaan bagian dalam cekung dan empat Tidak terdapat pergeseran yang signifikan . Pada grup ini yang meliputi 6% . dari
prosesus yang berartikulasio dengan tulang–tulang frontalis, maksilaris dan keseluruhan kasus, dari temuan rontgen mengindisikan fraktur, tetapi tidak
temporalis serta sphenoidalis. Melalui artikulasio ini menghasilkan penyangga yang ditemukan bukti klinis terjadinya pergeseran.
kuat antara maksila dan kranium. Permukaan yang cembung membentuk prominen.
Permukaan bagian dalam yang cekung ikut serta membentuk fosa temporalis. 2. Grup II,
Zygoma memiliki artikulasio yang kuat dengan maksila dan frontalis, mempunyai Frktur arkus zygomatikus meliputi 10% dari keseluruhan kasus yang diteliti.
artikulasio yang lemah dengan sphenoidalis dan temporalis. Posisi ini ikut serta Pada grup ini, dimana fraktur diakibatkan oleh trauma langsung terhadap arkus
dalam membentuk sebagian besar dasar lateral orbita dan dinding superior lateral zygomatikus, Arkus melengkung atau bengkok kedalam tanpa melibatkan
sinus maksilaris. Permukaannya memberikan perlekatan untuk otot–otot masseter, dinding antrum atau orbita. Pembengkokan ini menghasilkan kerusakan anguler
temporalis, dan zygomatikus. Tulang zygoma mempunyai foramina kecil yang tipikal dengan tiga garis fraktur dan dua fragmen.
dilalui nervus zygomtikomaksilaris dan zygomatikofrontalis yang memberikan
inervasi sensoris pada jaringan lunak dan kulit pipi yang terletak diatas prominen 3. Grup III.
zygoma dan sebagian besar regio anterior temporalis. Fraktur corpus tanpa rotasi meliputi 33% dari keseluruhan kasus. Yang
merupakan bagian terbanyak, dan traumanya disebabkan oleh karena trauma
langsung terhadap prominen corpus zygoma dimana fraktur dan pergeseran
tulang kedalam antrum. Tulang biasanya mengarah langsung kebelakang,
kedalam, dan agak kebawah, menghasilkan pipi yang rata dengan kerusakan
yang teraba pada margin infraorbita. Pada pemeriksaan rontgen, pergeseran
tampak kearah bawah pada infraorbita dan kearah dalam pada prominen zygoma
dengan sedikit pergeseran pada sutura zygomatikofrontalis
4. Grup IV.
Fraktur corpus dengan rotasi kemedial
a. Kearah luar pada prominen zygomakus
b. Kearah dalam pada suturaa zygomatikofrontal
Fraktur corpus dengan rotasi kemedial meliputi 11% dari keseluruhan kasus.
Fraktur dan pergeseran tampaknya disebabkan oleh trauma pada prominen
zygoma diatas aksis horisontalnya, sehingga fraktur tulang bergeser kebelakng,
kedalam dan kebawah. Tulang sebelah kiri tampak berotasi berlawanan dengan
arah jarum jam bila dilihat depan, dan searah jarum jam atau ketengah / midline
pada sebelah kanan. Pemeriksaan rontgen pada posisi woters memperlihatkan
pergeseran kearah bawah pada margin infraorbita dan pergeseran kearah luar
pada prominen zygomatikus(Tipe A) ataupun kearah dalam pada sutura
zygomatikofrontalis.(Tipe B)
Gambaran Klinis
5. Grup V. Zygoma adalah salah satu penyangga utama antara maksila dengan kranium. Fraktur
Fraktur corpus dengan rotasi kelateral zygoma biasanya melibatkan rim infraorbita, zygoma akan terdorong masuk
a. Kearah atas pada margin infraorbita kedalam sinus maksilaris. Cideranya daerah sinus akan menyebabkan hematom atau
b. Kearah luar pada sutura zygomatikofrontal pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya darah masuk kedalam
sinus dan kedalam jaringan dibawah pipi dan canthus lateral mata. Biasanya
Fraktur corpus dengan rotasi kearah lateral. Grup ini meliputi 22% dari ditemukan adanya epitaksis, hematom, dan echimosis. Fraktur zygoma komplek
keseluruhan kasus. Fraktur pada grup ini tampaknya disebabkan oleh trauma akan menekan menurut arah trauma, yang pada kebanyakan kasus kearah posterior,
dibawah aksis horizontal tulang, yang mengarah kedalam dan kebelakang. arah bawah dan arah medial. Fraktur berat dengan pergeseran kemedial arkus
Tulang tampak rotasi searah jarum jam pada sebelah kiri dan bila dilihat dari zigoma menyebabkan fragmen-fragmen tulang mengenai otot temporalis daan
depan dan berlawanan dengan jarum jam atau menjauh dari garis tengah pada prosesus koronoid pada mandibula. Kesulitan membuka mulut hampir selalu
sebelah kanan. Pemeriksaan rontgen memeperlihatkan pergeseran kedalam pada berhubungan dengan fraktur pada arkus, yang disebabkan oleh karena pergeseran
prominen zygomatikus dan keatas pada margin infraorbita (Tipe A) atau kearah segmen dan bergeraknya prosesus koronoid mandibula kearah depan dan belakang
luar pada sutura zygomatikofrontlis (Tipe B) ketika pasien berusaha untuk membuka mulutnya.Bila fragmen-fragmen yang tidak
tereduksi terjadi penetrasi kedalam jaringan lunak dan tetap berkontak dengan
6. Fraktur kompleks prosesus koronoid, hal ini akan mengakibatkan ankilosis fibro-osesuous dengan
Fraktur komplek meliputi 18% . Yang termasuk disini adalah seluruh kasus yang fiksasi yang komplit dengan mandibula. Komplikasi ini memerlukan eksisi prosesus
terdapat tambahan garis fraktur yang melalui fragmen utama, derajad frakturnya koronoid. Pada fraktur zigoma komplek yang mengalami pergeseren, kerusakan
kominutif. yang terjadi dapat teraba melalui kulit pada regio sutura zygomatikofrontalis atau
sepanjang margin orbita inferior. Kerusakan yang dapat terjadi pada fraktur dengan
pergeseran di rim orbita lateral, Dimana ligamen palpebra lateral yang melekat pada
zygoma rim orbita dan terjadi pergeseran tulang yang dipalpebra lateral yang
dilekatinya, akan menyebabkan kerusakan yang berat.
Kelainan pada dasar dan dinding lateral orbita menyebabkan disfungsi bola mata.
Septum orbita pada kelopak mata bawah, yang melekat pada orbitalis inferior,
pergeseran pada fraktur displaced ridge infraorbitnya, akan mengakibatkan retraksi
dan pemendekan kelopak mata. Hilangnya dukungan tulang pada dasar orbita
menyebabkan pergeseran bola mata dan isi orbita , yang selanjutnya akan
mengakibatkan bergesernya kapsul tenon dan ligamen palpebra lateral kearah
bawah. Fraktur mungkin bertambah komplek dengan adanya fragmentasi dan
fenomena kerusakan dasar orbita, Rusaknya periorbita dan lapisan sinus dengan
fragmentasi dan bergesernya segmen tulang mengakibatkan terbukanya sinus
maksilaris. Isi orbita dapat keluar sebagian kedalam sinus maksilaris dimana lemak,
periosteum dan otot menjadi terperangkap diantara segmen segmen tulang yang
fraktur. Kegagalan untuk mengenali dan merawat keadaan ini akan mengakibatkan
diplopia permanen karena terperangkapnya otot oblique inferior dan kemungkinan
otot rectus inferior. Otot yang terperangkap tidak dapat merotasi mata kearah bawah
dan kearah luar serta sebagai pengendali terhadap fungsi otot rectus superior yang
menggerakkan rotasi keatas. Hilangnya sensasi pada regio yang disupali oleh
nervus infraorbita adalah bisa ditemukan pada fraktur zigomatikomaksilaris
komplek. Nervus infraorbita muncul dari arah rim orbita dari kanal melalui atap
maksila tetapi sangat dekat dengan zigoma. Fraktur pada regio ini akan merusak
nervus karena cidera atau tertekan fragmen tulang didalam kanal.Laserasi nervus
didalam kanal oleh impaksi fragmen tulang akan mengakibatkan anestesi permanen.
Jika terjadi anestesi permanen merupakan indikasi untuk dilakukan eksplorasi kanal
nervus.
Diagnosis Radiologis
Pemeriksaan yang terperinci akan membantu dalam menegakkan diagnosis. Dari Pemeriksaan radiologis yang paling berguna untuk mengevaluasi fraktur
pengetahuan tentang mekanisme trauma dan arah tekanan, derajad dan kerusakan zygomatikomaksilaris komplek adalah proyeksi oblique posteroanterior wajah yang
dapat diprediksi. Kerusakan yang disebabkan oleh pukulan dan jatuh mengenai dikenal sebagai posisi Waters. Dengan proyeksi ini memperlihatkan struktur tulang
benda yang keras , atau luka yang berat pada daerah wajah akan memngakibatkan dan outline kontur irreguler zygoma dengan superimposisi minimal terhadap struktur
fraktur pada zygoma. Bila pasien ditangani segera setelah cidera, sebelum gambaran lainnya. Roentgenogrm harus dibuat dengan metode stereoskopik.. Arkus
klinis menjadi kabur karena odem dan hemaatom, tanda-tanda fraktur pada regio ini zigomatikkus dapat diperlihatkan dengan baik melalui proyeksi submental vertical
dapat terlihat. Wajah yang menjadi rata mungkin disertai dengan depresi bola mata, pada arkus zygomatikus.
bergesernya ligamen palpebra lateral, retraksi kelopak mata bawah dengan perataan Pemeriksaan radiologis tergantung pada lokasi fraktur dan derajad pergeseran. Hasil
promienen malar, dan ekimosis pada kelopak mata, konjunctiva dan sclera serta pemeriksaan yang bisanya ditemukan adalah kerusakan pada margin infraorbita dan
epitaksis unilateral. Rasa sakit ketika menggerakan mandibula dan kesulitan separasi pada sutura zygomatikofrontlis. Irregularitas dinding lateral maksila terlihat
membuka mulut menunjukan terjadinya fraktur yang melibatkan arkus zigoma. dengan baik pada posisi Water. Opasitas atau pengkabutan pada sinus maksilaris
Anestesia pada distribusi nervus infra orbita yaitu, kelopak mata atas, alis mata yang disebabkan oleh darah terlihat hampir pada seluruh kejadian fraktur
bawah dan nasal lateral menunjukkan fraktur maksila yang berdekatan dengan zygomatikomaksilaris.
trauma pada nervus infraorbita. Fraktur dengan pergeseran yang berat dapat
mengakibatkan diplopia.
Penatalaksanaan
Palpasi komparatif bimanual pada struktur tulang wajah mungkin menunjukkan
aadanyaa fraktur. Kedua sisi wajah dipalpasi secara simultan dan ketika jari tangan 1. Pendekatan Intraoral
sampai disekitar rim orbita, fraktur pada atau yang berdekatan dengan sutura Keen menjelaskan metode pendekatan intraoral unuk menangani fraktur zygoma.
zygomatikofrontalis atau zygomatikomaksilaris dapat teraba. Fraktur arkus zygoma Biasanya dengan general anestesi, dengan posisi pipi ditarik oleh asisten,
dapat ditentukan dengan irregulritas atau lekukan pada arkus. Fraktur pada dinding operator melewatkan alat elevator yang tajam melalui vestibulum bukalis
lateral dan anterior maksila pada sambungan dengan prosesus zygoma akan terlihat dibelakang tuberositas maksila. Dapat dengan insisi atau dengan elevator yang
secara intraoral dengan gambaran irregularitas dibawah mukosa ketika jari tangan tajam ditusukan menembus mukosa sampai prominen zygoma. Dengan tekanan
meraba dinding maksila anterior dan lateral. Prominen zygoma intraoral normal keatas, kedepan dan keluar atau lateral akan mengangkat zegoma dan
mungkin hilang dan depress yang dalam mungkin teraba dari pergeseran medial mengembalikan ke posisi semula.
prosesus maksilaris pada zygoma.
2. Pendekatan melalui Sinus Maksilaris
Lohtrop menggunakan pendekatan antrostomi pada turbinate inferior dan
memasukkan trokar berbentuk kurva ke dalam sinus maksilaris dan
dihubungkan dengan dinding superior lateral dan kemudian diputar sehingga
dapat mengakibatkan fraktur zygoma bergerak naik, keluar dan kembali
keposisinya.
4. Pendekatan Dingman
Dibawah pengaruh general anestesi, disuntikan epineprin 1:100 000 kedalam
jaringan didaerah lateral brow dan infraorbita. Dilakukan insisi dilateral brow
kurang lebih 1,5 cm. Insisi yang lain di infraorbita. Dengan menggunakan
elevator , maka sutura zygomatikofrontalis dan zygomatikomaksilaris terekpos.
Elevator dimasukan melalui insisi dibelakang atas lateral menuju margin orbita
kedalam fosa temporalis. Dengan gerakan keatas, kedepan dan keluar maka
segmen fraktur tulang dapat dikembalikan keposisinya. Selama proses reposisi
sigoma dipalpasi dan diarahkan kedalam posisinya kemudian dibuat lobang
dengan bor ditiap – tiap sisi fraktur pada sutura zygomatikofrontalis dan
zygomatikomaksilaris. Wire dipasang melalui lubang-lubang dan saling
diikatkan untuk menahan fragmen tulang. Arkus zygoma juga dapaat diangkat
melalui supraorbita.
3. Pendektan Temporal
Pendekatan temporal untuk menangani fraktur zygoma telah dijelaskaan oeh
beberapa ahli ntara lain: Gillies, Kilner dan Stone. Pendekatan temporal sangat
baik dan efektif , melalui pendekatan temporal ini pengungkitan yang kuat dapat
menempatkaan zygoma pada posisi yang diinginkan.
Operasi dilakukan melalui vertical temporal dengan insisi kuranglebih 2 cm di
bagian atas dan belakang hair line. Insisi kemudian diperdalam dari kulit,
subkutan dan fascia temporalis, indentifikasi fascia temporalis, Kemudian
elevator dimasukan sampai temporal zygoma. Sponge diletakan di scalp sebagai
tempat trumpuan untuk pengungkitan. Elevator melewati bagian samping
menuju arkus zygoma dan bukan ke dalam fosa temporalis. Palpasi tulang untuk
menghindari over koreksi.
Fraktur zygoma kominutif 3. Metode Suspensi
1. Packing Sinus Maksilaris Metode ini dikemukakan oleh Kazanjian dan digunakan dalam fraktur yang
Pendekatan sinus maksilaris pada fraktur kominutif zygoma bisa jadi efektif setelah dilakukan reduksi cenderung kambuh lagi. Dibuat ekpose langsung pada
tetapi tidak sering digunakan untuk fraktur zygoma karena bagian kecil dari margin infraorbita dan dengan lubang bor kecil dibuat sepanjang margin
zygoma yang memberi kontribusi pada sinus maksilaris. Jika frakturnya infraorbita zygoma, batas bawah zygoma dapat juga diekpose melalui
berkaitan dengan fraktur maksila yang melibatkan dasar orbita, sinus maksilaris pendekatan intraoral dan dibuat lubang bor, dari kulit ke zygoma , wire
bisa jadi efektif. Manipulasi dasar orbita melalui sinus maksilaris harus dibuat dimsukan kedalam lubang dan ujungnya dikeluarkan dan diputar, lalu diikatkan
sehubungan dengan dasar orbita yang terekpos untuk memperkecil kemungkinan dengan pita karet pada alat.yang ditempatkan didahi.
fragmen tulang yang merusak globe atau saraf orbita. Packing dilakukan melalui
Caldwell-Luc intraoral insisi. Mukoperiosteum diatas canina dari maksila
diangkat, dan jika tidak terjadi fraktur dinding anterior maksila dibuat lubang.
Melalui lubang ini ada kemungkinan mengurangi fragmen zygoma dengan
tekanan keatas dan keluar. Fragmen dasar orbita yang mungkin turun dalam
sinus maksilaris diposisikan dan ditahan dengan packing kuat sinus dengan
salvage-edge gauze.Drain penrose gauze rubber dapat dipergunakan
2. Pendekatan Intraoral
Reduksi fraktur zygoma dapat dilakukan dengan merefleksikan mukoperiosteal
flap dari dinding lateral maksila untuk mengekpose zygomatikomaksilaris
junction. Frktur yang terjepit atau sembuh sebagian dikeluarkan dengan elevator
atau osteotomi. Kemudian dilakukan fiksasi dengan wire.
4. Open Reduksi
Tehnik ini efektif untuk reduksi pada fraktur simple atau komplek fraktur
kominutif. Insisi 1,5 cm melalui alis mata dan kelopak mata subciliary untuk
ekpose dan akses di margin lateral dan inferior orbita lalu dibuat lubang dengan
bor dan wire dipasang untuk fiksasi.
Compound Fraktur kominutif
1. Open Reduksi Dilakukan open reduksi dan fiksasi langsung intraoseus
2. Fiksasi dengan Pin
Brown, Freyer dn McDowell memakai tehnik dengan satu atau lebih pin
(Kirshner wire atau Steinmann pin).
Fraktur Maksila Pemeriksaan Fraktur Maxila
Struktur tulang maksilofasial terdiri dari os maksila, zigomatikus dan etmoid, yang
berperan sebagai pelindung otak. Golden Period luka di wajah 24 jam, sedang
Golden Periode luka di tempat lain sekitar 8 jam. Fraktur maksila umumnya
bilateral. Fraktur unilateral terjadi pada trauma local langsung.
Secara klinik wajah tampak bengkak, mata tertutup karena hematom, ingus
berdarah dan seringkali disertai gangguan kesadaran. Pemeriksaan local dilakukan
dengan inspeksi dan palpasi ekstraoral maupun intraoral. Inspeksi diperhatikan
adanya asimetri muka, udeem, hematom, trismus, dan nyeri spontan serta
maloklusi. Fraktur maksilofacial biasanya disertai udeem dan hematom sehingga
muka tampak sangat bengkak. Terapi dengan . Fiksasi dan immobilisasi selama 6-
8 minggu.
LeFort membedakan fraktur maksilofacial menjadi 3 macam yaitu :
1. LeFort III Fraktur 1/3 atas dengan batas tepi atas orbita yaitu bagian os
frontalis , craniofacial dysjunction / melintasi fissura orbitalis
superior os disjuction) ethmoidalis dan os nasalis
2. LeFort II Fraktur 1/3 tengah yang dibatasi oleh tepi atas orbita dan tepi bawah
baris gigi atas yaitu bagian maksila. fraktur berbentuk piramid / Fraktur Mandibula
melintasi posterolateral sinus maxilaris dan uperomedial Mandibula merupakan tulang berbentuk U yang dapat bergerak, terdiri dari
sulcus infraorbitalis corpus, dua ramus dan berhubungan dengan tengkorak bilateral pada sendi
3. LeFort I Faktur 1/3 bawah yang meliputi daerah mandibula. fraktur temporomandibuler; dilekatkan pada tulang-tulang wajah oleh otot dan ligamen.
berbentuk horizontal / pada Superior proc. Alveolaris melewati Juga berhubungan dengan maksila oleh gigi-geligi
septum nasi
Pada anamnesa biasanya ada riwayat trauma baik langsung maupun tidak langsung, Derajat berat ringannya fraktur
gangguan oklusi dan kemungkinan disertai fraktur servikal. Pemeriksaan dengan X- - Simple fracture : tidak ada kontak tulang yang fraktur dengan dunia luar. Di
foto panoramic / OPG untuk melihat fraktur halus dan pergeseran tulang yang sini tidak ada diskontinuitas struktur jaringan lunak sekitarnya.
minimal, juga pada fraktur condylus mandibula. - Compound fracture : fraktur di mana terdapat kerusakan kulit atau mukosa
Prinsip penanganan fraktur mandibula adalah reduksi dan imobilisasi fragmen dan struktur sekitarnya dengan hubungan langsung tempat fraktur dengan
fraktur secara dini , bertujuan untuk memperbaiki anatomis dan mengurangi nyeri. dunia luar.
Konservatif dengan Burton Sling pada anak usia < 10 tahun.
Operatif Penyebab fraktur
- Reposisi terbuka dilakukan jika didapatkan lokasi fraktur pada bagian - Trauma langsung : benturan pada tempat fraktur yang menimbulkan
belakang, fiksasi mandibula-maksila gagal, pada pasien retardasi mental, diskontinuitas tulang
pasien asma, pasien miastenia gravis, atau dengan fraktur kominutif. - Trauma tidak langsung : benturan pada sisi yang berlawanan dari rahang
-
Reposisi tertutup dilanjutkan dengan imobilisasi menggunakan interdental bawah atau terdapat jarak dengan tempat fraktur
fixation/wiring dan intermaxillary fixation/wiring dengan atau tanpa arch
bar. Ada tidaknya gigi pada segmen mandibula
- Klas I : terdapat gigi pada kedua sisi garis fraktur
- Klas II : gigi hanya terdapat pada satu sisi dari garis fraktur
- Klas III : tidak terdapat gigi pada kedua sisi garis fraktur
Gambaran Klinis
1. Nyeri timbul pada gerakan dan dijumpai segera setelah fraktur karena
trauma dari nervus alveolaris inferior dan jaringan lunak sekitarnya.
2. Nyeri tekan nyeri tekan hebat pada tempat fraktur. membantu menentukan
lokasi fraktur
3. Disability. Pasien tidak dapat membuka mulutnya dan menolak makan
makanan yang biasa karena merasa tidak nyaman
4. Edema. Pembesaran jaringan lunak pada tempat fraktur sebagai hasil
perdarahan dan edema. Segera setelah trauma biasanya terdapat distorsi dan
pembesaran jaringan lunak sekitarnya.
5. Ekimosis. Perdarahan dapat terlihat sebagai ekimosis atau hematom jaringan
lunak pada tempat fraktur
6. Deformitas. Karena segmen fraktur – dislokasi, pasien sulit untuk membuka
atau menutup mulutnya
7. Gerakan abnormal.
Pada fraktur condylus dengan pergeseran, waktu pasien mencoba membuka
mulutnya mandibula dapat bergeser ke sisi yang terlibat. Hal ini karena non
fungsi muskulus pterygoideus lateralis pada tempat fraktur.
8. Krepitasi. Pasien merasa mendengar suara yang mengganggu pada gerakan
mandibula
Pada pemeriksaaan harus diperhatikan adanya asimetri dan maloklusi. Pada palpasi 9.
Salivasi. Nyeri dan nyeri tekan merangsang hiperaktivitas kelenjar ludah
teraba garis fraktur dan mungkin terdapat mati rasa bibir bawah akibat kerusakan n. 10.
Bau mulut. Karena tidak ada aktifitas gerakan normal saat mengunyah,
mandibularis. Fraktur pada umumnya akan disertai dislokasi fragmen tulang sesuai setelah satu atau dua hari debris tertimbun di sekeliling gigi. Makanan, jendalan
dengan tonus otot yang berinsersi ditempat tersebut. Pada fraktur daerah dagu, otot darah, jaringan mati dan mucus menyebabkan pertumbuhan bakteri.
akan menarik fragmen tulang kearah dorsokaudal, sedangkan fraktur bagian lateral
tulang akan tertarik kekranial. Fraktur pada bagian tulang yang menyangga gigi
Diagnosis fraktur mandibula dibuat dg satu atau lebih temuan klinis berikut :
dapat difiksasi dengan kawat interdental untuk menjamin pulihnya oklusi dengan
1. Gerakan pada tempat fraktur.
baik. Jika tidak dapat dilakukan dengan pemasangan kawat, diperlukan reposisi dan
Manipulasi bimanual menimbulkan gesekan pada tempat fraktur khususnya
fiksasi terbuka dengan osteosintesis.
corpus mandibula. Satu tangan memegang ramus mandibula, sedang tangan
yang lain menggerakkan simphisis mandibula. Fraktur akan tampak dengan
Pemeriksaan Fraktur Mandibula adanya gerakan dan rasa tidak nyaman.
2. Maloklusi.
Mungkin temuan yang paling sering didapatkan pada fraktur mandibula adalah
maloklusi.
3. Disfungsi.
Pasien sulit untuk menggunakan rahang bawahnya dan akan meminta makanan
lunak yang hanya memerlukan gerakan minimal rahang bawah saat
mengunyah. Berbicara sulit karena nyeri atau karena gerakan mandibula.
4. Krepitasi.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan manipulasi tempat fraktur, tetapi tidak sering
digunakan karena ketidaknyamanan pasien.
5.
Bengkak pada tempat fraktur.
Bengkak biasanya cepat membesar dan berhubungan dengan ekimosis dan
hematom subkutan.
6.
Nyeri tekan di atas tempat fraktur.
Teutama daerah sendi temporomandibuler, merupakan dugaan kuat adanya
fraktur.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS PENATALAKSANAAN
Evaluasi radiologis rutin yang standar digunakan pada mandibula adalah proyeksi Pertimbangan utama dalam penanganan fraktur mandibula adalah mengembalikan
postero-anterior (PA), lateral, dan lateral oblik kiri dan kanan. Bila ada indikasi fungsi mandibula dan efisiensi mastikasi gigi. Prinsip-prinsip penanganan fraktur
dapat ditambahkan proyeksi dari sendi temporomandibuler, panoramic, yaitu :
submentovertek dan Townes, serta intraoral dental. 1. Mengembalikan fragmen tulang yang fraktur ke posisi anatomis
Proyeksi PA dapat memperlihatkan ramus ascenden, angulus dan corpus 2. Memfiksasi fragmen tulang yang fraktur pada posisinya sampai proses
mandibula dari depan. Karena ada superimposisi dengan vertebra cervical, penyembuhan selesai
gambaran simphisis mandibula tidak begitu jelas. 3. Mengendalikan infeksi
Proyeksi lateral oblik merupakan proyeksi konvensional yang paling sering Fraktur Mandibula Klas I
digunakan. Proyeksi ini dapat memperlihatkan corpus mandibula, termasuk Fiksasi segmen fraktur dapat dilakukan tanpa fiksasi intermaksila dengan
alveolus, angulus,dan ramus ascenden, serta condylus dan processus coronoideus menggunakan beberapa metode sederhana.
mandibula. Bagian kanalis mandibularis yang berisi nervus alveolaris inferior 1. Horizontal Interdental Wiring
juga terlihat. Proyeksi lateral memberikan informasi terbatas, karena Fraktur dapat direduksi secara manual dan disatukan bersama dengan
superimposisi dengan kedua bagian mandibula. Proyeksi ini dapat mengetahui menggunakan stainless steel wire ukuran 25, dipilin di sekitar leher dari beberapa
simetri pertumbuhan mandibula dan hubungan dasar tengkorak dengan gigi pada kedua sisi fraktur.
mandibula.
Radiografi intraoral dilakukan dengan paket film gigi kecil. Ada tiga proyesi
dasar intraoral : periapical, bitewing, dan occlusal. Bila ada kecurigaan fraktur,
proyeksi occlusal merupakan pemeriksaan yang paling penting karena tampak
gambaran permukaan anterior dan posterior simphisis.
Pertama awal pada kasus fraktur maksilofasial berpatokan pada prinsip-prinsip ATLS, Airway
dengan proteksi servikal, Breathing dengan ventilasi dan oksigenisasi, Circulation dengan
kontrol perdarahan dan pemeriksaan neurologis singkat. Penanganan dini pada fraktur
maksilofasial bergantung pada dimana lokasi, jenis, pergeseran fraktur.
Operatif
- Klas I & II Inter Dental Wire / IDW
- Klas III pasang plate (trans osseous wiring / TOW)
Infeksi pada garis fraktur merupakan kontra indikasi
2. Lesi intracranial.
Gambaran lesi intracranial adalah
- Fokal subdural hematom, epidural hematom, intracerebral hematom
Pemeriksaan Motorik
-
Difus memar (concussion) dan cedera akson (diffuse axonal injury).
Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien dengan cedera kepala pra-rumah sakit dan ruang gawat darurat
(primary survey) yaitu menjaga stabilitas airway, breathing, circulation. Setelah
pasien stabil dilanjutkan dengan secondary survey yaitu pemeriksaan evaluasi
neurologi dengan GCS dan pemeriksaan fisik secara lengkap.
Pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan CT Scan.
Indikasi CT Scan antara lain:
GCS < 14
GCS 15 dengan riwayat pingsan, amnesia retrograde deficit neurology dan
tanda-tanda fraktur tulang kepala.
b. Breathing
Menjaga lancarnya pernafasan/respirasi agar proses pertukaran O2
kejaringan tidak terganggu
c. Circulation Mengontrol perdarahan atau keadaan hemodinamik.
2. Secondar Survey
ABC tertangani lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang
serta tentukan dissability (evaluasi neurologis) berupa pemeriksaan GCS dan
reflek cahaya pupil, ukuran diameter pupil. Gerakan bola mata (Doll’seye
Phenomena, reflek okulosefalik). Herniasi lobus temporalis terjadi bila reflek
cahaya dan dilatasi pupil melambat.
5. Koreksi asam-basa,
6. Pemberian nutrisi secara adekuat.
Banyak factor yang berpengaruh terhadap perbaikan pasien dengan cedera kepala.
Pasien dengan keadaan klinis dan gambaran CT Scan yang berbeda, akan
mempunyai perbedaan dalam perjalanan penyakitnya. Glasgow Coma Score (GCS)
yang umumnya digunakan sebagai alat diagnosis cedera kapala, dapat juga untuk
alat evaluasi dan prediksi. Cedera kepala sedang (CKS) yang mengalami perbaikan
< 24 jam umumnya tidak ditemukan lesi pada CT Scannya. Cedera kepala sedang
(CKS) yang mengalami waktu perbaikan lebih lama (prolong) dengan skor motorik
yang rendah, dan trauma ditempat lain diperlukan pengawasan yang lebih ketat.
Cedera kepala sedang (CKS) yang mengalami waktu perbaikan lebih lama (prolong)
juga umumnya disertai gambaran lesi pada CT Scannya.
EPIDURAL HEMATOM (EDH) Saat ini investigasi hematom epidural ditegakkan secara akurat dengan pemeriksaan
----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
sken komputer tomografi otak dan sken resonansi magnet, dimana ia tampil sebagai
suatu lapisan perdarahn dengan bentuk bikonveks atau lentikuler. Mengingat bahwa
Adalah terkumpulnya darah / bekuan darah dalam ruang antara tulang kepala dan agiografi serebarl merupakan investgasi diagnosis yang bersifat invasive, biasanya
durameter dengan ciri berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. hanya dilakukan bila fasilitas sken komputer tomografi otak tidak ada (menampilkan
Sering terletak di area temporal atau temporoparietal. Perdarahan ini berasal dari : adanya pergeseran garis tengah dan zona avaskuler).
Arteri / vena meningea media paling sering Pada EDH dapat menunjukkan LUCID INTERVAL yaitu suatu keadaan dimana
penderita yang semula mampu bicara tiba-tiba meninggal.
Sinus venosus
Arteri2 yang melekat di tulang cranii
Vena pada durameter EDH SDH
EDH adalah perdarahan yang terjadi di antara tabula interna dan dural membran dan
dikenal dengan hematom ekstradural. Hematom jenis ini biasanya berasal dari
perdarahan arterial akibat adanya fraktur linear yang menimbulkan laserasi langsung
atau robekan arteri-arteri meningens (a. meningea media), lebih jarang mengenai
cabang posterior daripada pembuluh meningel anterior. Kadang perdarahan dapat
terjadi dari robekan sinus venosa. Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai
pada 85%-95% kasus, sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan
robekan arteri tanpa ada fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas
terjadi hanya sementara).
Hematom epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi bila
dibandingkan dengan yang berasal dari arteri, dan terjadi akibat adanya robekan
vena-vena di tulang kepala pada bagian yang mengalami fraktur atau berasal dari
sinus venosus mayor dura yang mengalami laserasi.
Karena tekanan vena lebih rendah dari tekanan arteri, hematom epidural yang
berasal dari vena biasanya terbentuk hanya jika terdapat fraktur depressed tulang
tengkorak yang melepaskan dura dari tulang dan meninggalkan jarak dimana
hematom dapat berkembang. Hematom ini umumnya disebabkan oleh laserasi sinus
duramatris oleh fraktur oksipital, parietal, atau tulang sphenoid.
Lokasi hematom epidural vena adalah di fosa posterior (akibat laserasi sinus sigmoid
atau transversus), fosa media (akibat cedera sinus sfenoparietal) dan para-sagital
(akibat robekan sinus sagitalis superior). Hematom epidural yang terletak di fosa
posterior lebih sedikit (2-29%) dibandingkan dengan hematom yang terletak di
supratentorial, dan tampaknya kebanyakan berasal dari perdarahan vena (85%) serta
mempunyai prognosis yang lebih buruk.
Hematom epidural secara klasik terjadi akibat adanya tekanan di kepala yang Gejala klinis :
mengalami fraktur dan menyebabkan pasien mengalami periode tidak sadar yang Sekitar 20 % pasien menunjukkan adanya gambaran klinis lucid interval, karena
cukup lama. Setelah pasien menjadi sadar, mungkin terjadi ‘lucid interval’ dimana cedera penderita tidak sadar untuk beberapa waktu dan timbul pembengkakan
hanya ada gejala atau tanda minimal. Ketika hematom membesar, terjadi kompresi pada tempat cedera, di atas dan di depan telinga. Setelah itu penderita pulih
hemisfer. Sesuai berjalannya waktu, bagian medial dari lobus termporalis kembali, harus hati-hati karena pada saat ini darah menumpuk pada tempat
mengalami penekanan di dasar tentorium, yang menyebabkan kompresi dari nervus cedera dan mengangkat dura dari kulit kepala, periode kesadaran penuh ini
okulomotorius dan dilatasi pupil ipsilateral. Kompresi dari pedunculus serebri disebut lucid interval. Penderita mulai bingung, mengantuk, kejang karena
ipsilateral juga terjadi, menyebabkan hemiparesis kontralateral, yang mungkin iritasi dan disertai kompresi area motorik diikuti paralisis dan koma yang
berkembang menjadi deserebarsi postur. Koma, pupil dilatasi, dan deserebrasi semakin dalam.
adalah trias klasik dari herniasi transtentorial.
Paralisis dan kejang timbul pada tempat yang berhadapan dengan tempat cedera. INTRA CEREBRAL HEMATOM
Nyeri kepala (pusing), Muntah ----------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Cillection 2002
Gejala klasik hematom epidural terdiri dari trias gejala: (1) interval lusid, (2) Hipertensi arterial menjadi penyebab utama akan kejadian perdarahan intracerebral
hemiplegia, dan (3) anisokori pupil; disamping gejala lainnya: peninggian ini. Kebanyakan hematom terjadi pada regio parietotemporal. Penemuan pada
tekanan intrakranial dan epilepsy. pemeriksaan klinis secara umum meliputi; hemiparese, hemisensori sindrom, dan
Diferensiasi diagnosa banding antara hematom epidural yang berasal dari gangguan pada lapang pandang. Kejang terjadi pada 23 % dari pasien, dan koma
perdarahan arteri atau perdarahan vena dilakukan berkaitan dengan perbedaan terapi dapat muncul pada waktu terjadi perdarahan.
dan prognosis. Hematom yang berasal ari perdarahan vena mempunyai bentuk yang Angka kematian berkisar 32%. Ukuran hematom yang terlihat pada CT scan
lebih bervariasi dan umumnya terletak di dekat sinus dura. dihubungkan dengan outcome : Pasien dengan hematom yang kecil akan membaik
Klinis : Lucid interval (+) dan lateralisasi (+) selama perawatan, dan pada ukuran hematom sedang mempunyai angka kematian 14
%, sedangkan pada ukuran hematom yang besar mempunyai angka kematian 60%.
Pemeriksaan : Setengah dari pasien yang ukuran hematomnya besar diterapi dengan pembedahan.
Cushing respon menandakan adanya peningkatan tekanan intrakranial ditandai Terapi pembedahan sangat dianjurkan pada hematom yang ukurannya sedang dan
dengan hipertensi, bradikardi dan bradipnea. besar, terutama bila terjadi penurunan tingkat kesadaran yang progresif, atau bila ada
Penurunan tingkat kesadaran dalam berbagai tingkat (GCS). pergeseran midline yang prominen. Lobar intracerebral hemorrhages (ICH) terjadi
Kontusi, laserasi atau adanya penonjolan tulang di tempat terjadinya trauma. pada subkortikal substansia alba dari lobus cerebral, kadang merupakan perdarahan
yang kecil tetapi kadang melingkar dan oval. Meskipun frekuensi dari lobar ICH
Dilatasi pupi mula-mula pada tempat cedera, dan jika hemtom tidak didrainase
tinggi terjadi hanya pada perdarahan di putamen, perdarahan lobar memerlukan
maka pupil yang sebelah lagi juga akan berdilatasi
perhatian yang besar; penampakan klinis dan aspek dari CT scan telah dilakukan
Trias yang menunjukkan adanya herniasi: koma, dilatasi pupil, dan deserebrasi.
penelitian. Meskipun demikian tidak ada kriteria klinik maupun radiologi untuk
Hemiplegi kontralateral tempat trauma dengan herniasi menyeleksi terapi pada pasien dengan lobar ICH yang dikembangkan.
Pemeriksaan penunjang:
Sinar X tulang kepala AP, lateral (untuk fraktur setiap tulang kepala), gambaran Cushing Phenomena
hematom(+), fraktur linear/impresi (+)
Head CT-Scan menunjukkan lokasi, volume, efek, dengan gambaran bikonvek. Tekanan darah meningkat dan nadi turun sehingga otak tidak mampu menahan /
Adanya fokal isodens atau hipodens dapat menunjukkan adanya perdarahan aktif. mengkompensasdi penambahan volume sehingga batang otak tertekan
Terapi :
Evakuasi bekuan darah dapat dilakukan sebagai tindakan darurat jika penderita harus
diselamatkan karena ia dapat meninggal dalam beberapa saat. Paling baik jika dilakukan
dalam 12 jam dari saat cedera. Tempat cedera dapat ditentukan dari tanda-tanda lokal
dan dari pemeriksaan. Jika lokasi tidak dapat ditentukan dengan pasti maka dilakukan
pengeboran multipel mulai dari lokasi yang paling memungkinkan.
Pasca operasi: penderita disuruh tidur terlentang untuk memungkinkan ekspansi
kembali, jika dalam beberapa waktu kesadaran masih belum pulih dan tekanan CSS
rendah, maka dapat disuntikkan larutan fisiologis steril secara intratekal
Biasanya pascaoperasi dipasang drainase selama 2x24 jam untuk menghindari adanya
pengumpulan perdarahan yang baru.
Prognosa tentang survival dan devisit sisa tergantung dari derajat progresivitas
dekompresi intrakranial dismping juga adanya penyerta lesi intrakranial lain.
Mortalitasnya berkisar antara 7-15% dan cacat sisa pada 5-10% kasus (akibat cedera
penyerta pada otak lainnya
SUBDURAL HEMATOM SDH adalah terkumpulnya darah/bekuan darah dalam ruang antara Durameter dan
Arachnoid.
--------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002
Acute Subdural Hematom (A-SDH )
Hematoma Intracranial adalah penyebab dari kematian yang diakibatkan oleh cedera Type tersering dari Hematom intracarnial traumatik yang terdapat pada 24 %
kepala. Subdural Hematoma adalah tipe tersering dari hematoma intracranial pasien dengan koma.Type cedera kepala jenis ini sering diasosiasikan dengan
traumatik yang terjadi pada 24% dari pasien dengan coma. Delayed subdural kerusakan otak yang tertunda seperti yang terlihat pada CT–Scan. Pasien–
hematoma sering terjadi pada penderita cedera kepala yang berusia 50 – 60 tahun pasien seperti ini hasil akhir biasanya mengecewakan, angka mortalitasnya
(56%) dan > 60 tahun (7,35%). Bila kita dapat dengan cepat dan tepat mendiagnosis sekitar 60 %. Trauma kepala yang cukup keras bukanlah satu – satunya
kelainan ini maka dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat akan dapt penyebab Hematom Subdural. SDH akut biasanya terjadi karena tumbukan
menurunkan angka kematian maupun kecacatan pada kasus-kasus cedera kepala. pada tengkorak dengan kecepatan tinggi yang akan menyebabkan akselerasi
Di Negara barat kecelakaan adalah penyebab terbanyak kematian orang dewasa relatif dari jaringan otak terhadap struktur dural yang terfiksasi sehingga akan
dibawah umur 45 tahun. Jumlah cedera kepala kira – kira 70 % dari cedera yang merobek pembuluh darah. Darah akan mengisi ruang subdural dan menyebar
mematikan ini dan penyebab cacat terbanyak dari yang selamat dari kecelakaan itu. dengan bebas dan hanya terbatas oleh sawar falks serebrei dan tentorium.
Kebanyakan pasien datang dalam keadaan koma, walaupun demikian kira – kira Biasanya terjadi karena cedera kepala akibat dari jatuh, kecelakaan sepeda
50 % dari pasien yang cedera kepala memerlukan tindakan emergensi bedah saraf motor atau karena kekerasan. ASDH lebih sering terjadi pada laki-laki dengan
terdiri dari cedera kepala berat Galasgow Coma Scale ( GCS ) 3-8 yang perbandingan 3:1 dan biasanya terjadi pada umur lebih dari 41 tahun.
memerlukan operasi dan dan cedera kepala sedang (GCS Score 9 – 13 & 14 – 15 ). Perdarahan subdural akut biasanya disebabkan oleh 3 mekanisme:
Pasien – pasien ini lebih baik jika mendapat pertolongan medis dan intervensi 1. Perdarahan akibat kerusakan arteri kortikal ( termasuk epidural hematom )
bedah dalam waktu yang tepat (sebelum terjadi penurunan neurologis). Pada 2. Perdarahan dari cedera parenchim dibawahnya
kebanyakan pasien tersebut terdapat lesi massa intracranial. Dari sejumlah besar 3. Robekan dari Bridging Vein dari Kortek ke salah satu sinus vena.
pasien yang terjadi hematom intracranial memerlukan dekompresi emergensi dan
separuhnya terdapat interval lusid dimana masih dapat berkomunikasi diantara Manifestasi klinik tergantung dari ukuran hematom dan derajat kerusakan
waktu cedera dan penurunan kesadaran. parenkim otak. Biasanya ditemukan :
SDH adalah penumpukan darah yang terjadi akibat dari ruptur vena yang terjadi 1. Perubahan tingkat kesadaran
dalam ruang subdural. Sinus-sinus dura terdiri dari sinus sagitalis superior dan 2. Dilatasi pupil ipsilateral, refleks cahaya pupil ipsilateral tidak tampak
inferior, sinus sigmoidalis transversus (lateral), sinus rektus dan sinus kavernosus. 3. Hemiparesis kontralateral
Ruang subdural, yaitu ruang antara durameter dengan arakhnoid merupakan ruang 4. Papil oedem
potensial. Perdarahan diruang subdural dapat menyebar dengan bebas, dan hanya 5. NVI kranial palsy unilateral atau bilateral.
terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati
ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong oleh karena itu mudah Akut Traumatic Subdural Hematom seringkali dihubungkan dengan cedera
sekali terjadi cedera dan robek pada trauma kepala. parenchim yang bermakna dan kontusio, sehingga beberapa hari berspekulasi
bahwa laju mortalitas yang berhubungan dengannya tidak akan mengalami
perubahan walaupun ditemukan terapi baru untuk ATSDH. Pada cedera otak
Klasifikasi primer yang berhubungan dengan SDH memegang peranan penting dalam
Berdasarkan waktu dan gambaran pada CT scan, dibagi menjadi : hasil akhir pasien.
Akut : < 3 hari dan gambaran pada CT scan berupa hiperdense. Kebanyakan Hematom Subdural diperkirakan berasal dari robekan Bridging
Subakut : 3- 20 hari dengan gambaran CT scan isodense atau hipodense. vein baik yang ditemukan pada waktu pembedahan atau outopsi. Tidak
Kronik : > 20 hari dengan gambaran CT scan hipodense. semua Hematom Subdural berhubungan dengan cedera parenchin difus seperti
yang telah disebutkan diatas, banyak pasien yang bertahan hidup dari lesi ini
Tetapi secara klinik dibagi menjadi : dapat berbicara sebelum kondisinya menurun , ini tidak seperti yang terjadi
SDH akut : terjadi kurang dari 1 minggu pada pasien yang dapat bertahan hidup karena kerusakan parenchim difus.
SDH kronik : lebih dari 1 minggu. Persentasi kliniknya tergantung dari lokasi lesi dan kecepatan perjalan
penyakitnya. Seringkali pasien datang ke Rumah Sakit dalam keadaan koma
beberapa dari pasien tetap sadar, yang lainnya kesadarannya menurun sesuai
dengan perkembangan hematom.
Chronic Subdural Hematom ( C-SDH ) Faktor resiko yang mempermudah terjadi SDH kronik diantaranya alkoholisme
Dapat terjadi pada usia lanjut setelah mengalami trauma kepala ringan dan kronik, epilepsi, koagulopati, kista arakhnoid, dalam terapi koagulan, penyakit
seringkali penyebabnya tidak diketahui. Karena pada orang tua terjadi kardiovaskuler (hipertensi, arteriaklerosis), trombositopeni, dan diabetes.
degenerasi otak (atrofi) sehingga isi tidak penuh sehingga terjadi space di
subdural. Sebagian kecil penyebab Hematom Subdural melibatkan kelainan Pada saat subdural hematom ekspansi dalam rongga subdural akan meningkatkan
Koagulopati dan Ruptur Aneorisma Intracranial. Sumber perdarahan : tekanan intracranial dan menekan otak. Peninggian tekanan intracranial biasanya
a. Cerebri supeficialiis (indirect trauma) dikompensasikan oleh efluks dari serebro spinal fluit ( CSF ) terhadap aksis dan
Bridging vein (Hubungan vena superficialis dengan sinus venosa) putus kompresi sistim vena lewat drainase vena melalui vena jubularis. Selama stadium ini
peninggian tekanan intrakranial relatif lambat karena komplains intrakranial relatif
Klinis didapatkan gambaran hematom(+) dan Lucid interval(-). Bila memburuk tinggi, sebaliknya perubahan awal dalam volume intralranial berhubungan dengan
dapat terjadi subdural higroma atau hidrocephalus. perubahan kecil pada tekanan intrakranial. Ketika hematom ( Edema dari cedera
Pada SDH kronik, trauma pertama akan merobek salah satu vena yang parenchim yang berhubungan ) mengembang maka suatu batas akan terlampaui
melewati ruangan subdural sehingga terjadi perdarahan lambat dalam ruangan dimana mekanisme kompensasi gagal.Komplains intrakaranial mulai berkurang
subdural. Dalam 1-3 minggu setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh ,peningkatan sedikit dalam volume intrakranial berhubungan dengan peningkatan
membran fibrosa karena proliferasi dari sel dural, kemudian pembuluh darah yang besar dari peningkatan intrakranial. Tekanan intrakaranial meningkat secara
akan tumbuh pada membran tersebut. Pembuluh darah yang tumbuh bersifat bermakana diikuti oleh penurunan perfusi serebral dan ischemia serebral global.
fragil sehingga akan mudah terjadi perdarahan dan gejala yang terjadi akan Pada hematomi yang cepat berkembang keseluruhan proses ini terjadi dalam
semakin berat. Jika dibiarkan mengikuti siklus perjalanan ilmiahnya, unsur- beberapa menit.
unsur kandungan hematom subdural akan mengalami perubahan-perubahan
yang khas. Pada peningkatan tekanan intrakranial, hematom menekan dan menggeser otak
Stadium pada C-SDH terbagi : sehingga terjadi herniasi transtentorial dan subfalcine akan terjadi saat otak
I. Darah gelap tersebar luas di permukaan otak bawah dura terdorong melewati lipatan dural dari incisura atau falx tentorial. Herniasitonsilar
II. Bekuan darah menjadi lebih hitam, tebal, dan gelatinosa (2-4 hari) melalui foramen magnum dapat terjadi ketika seluruh batang otak dipaksa turun
III. Bekuan pecah dan setelah 2 minggu warna seperti minyak pelumas bensin melalui incisura tentorial atau oleh tekanan supratentorial yang meningkat.
IV. Terjadi organisasi yang dimulai dari pembentukan membran luar yang Hematom subdural infratentorial lebih jarang dari hematom subdural supratentorial
tebal dan keras berasal dari dura, dan membran dalam yang tipis dari tetapi dapat menyebabkan herniasi tonsiler dan kompresi batang otak. Sindrome
arakhnoid. Cairannya menjadi xantokromik. Herniasi yang khas dapat terjadi saat otak bergerak, dan lobus medialis temporalis
V. Bekuan dapat mengalami kalsifikasi atau bahkan osifikasi (atau dapat herniasi melampaui tentorium maka otak akan menekan arteri serebralis posterior
diserap). ipsilateral, saraf okulomorius dan pedunculus serebri. Secara klinis terjadi
kelumpuhan saraf okulomotorius dan penenekanan pedunkulus serebri yang
CSDH seringkali berhubungan dengan athropi serebral, bridging vein kortikal bermanifestasi dilatasi pupil ubsilateral dan hemiparesis kontralateral. Dan akan
diperkirakan berada dibawah regangan yang besar ketika otak bertambah terjadi stroke dari distribusi arteri serebrali posterior.
mengkerut dari tulang tengkorak, bahkan trauma minorpun dapat menyebabkan Pasien dengan CSDH aliran darah ke thalamus dan regio ganglia basal terlihat
salah satu dari vena – vena tersebut robek. Perdarahan lambat dari sistem vena terpengaruh dibandingkan dengan sisa otak yang normal. Tanaka dkk berpendapat
tekanan rendah sering menyebabkan terbentuknya hematom yang besar bahwa fungsi thalamus yang tidak seimbang akan mengakibatkan depresi yang
sebelum tanda klinik muncul. Subdural Hematom yang kecil sering resopsi menyebar dan membuat ketidak seimbangan berbagai regio kortikal dan
secara spontan. Pengumpulan darah di subdural sering terorganisasi dan menyebabkan berbagai defisit klinis. Mereka menemukan penurunan 7% dari CBF
membentuk membran vascular yang mengkapsulkan hematom subdural. berhubungan dengan sakit kepala sedangkan penurunan 35% dari CBF berhubungan
Perdarahan kecil yang berulang dari pembuluh darah kecil di dalam membran dengan defisit neurologis seperti hemiparesis. Setelah diketahui patofisiologi CSDH
tersebut dapat diperhitungkan sebagai ekspansi dari CSDH. berhubungan langsung dengan athropi serebral maka hematom subdural juga
CSDH didefinisikan sebagai hematom yang terjadi pada hari ke 21 setelah berhubungan dengan kondisi yang menyebabkan athropi serebral ( alkoholisme dan
cedera kepala. Subakut Subdural Hematom ( SSDH ) didifinisikan sebagai dementia ). Kebanyakan CSDH akibat dari cedera kepala, penyebab lain dan faktor
hematom yang terjadi antara hari ke 4 – 21 setelah cedera kepala . Angka – predisposisi termasuk koagulopati ( termasuk warfarin dan aspirin ), gangguan
angka tersebut tidak muthlak ,tetapi akan lebih tepat bila ditambah berdasarkan kejang dan shunting CSF.
karakteristik CT – Scan.
Hematom subdural spontan jarang terjadi. Kasus ini sering berasal dari arteri
karena hal itu biasanya berhubungan dengan patofisiologi yang sama dengan
perdarahan intraserebral atau subarachnoid.darah dari aneurisma yang ruptur dapat
merusak parenchim otak atau rongga subarachnoid sampai ke rongga subdural,
sebaliknya darah yang dilepaskan dari perdarahan intraserebral akibat hipertensi
dapat merusak ke dalam rongga subdural. Bahkan dilaporkan satu kasus terdapat
hematom subdural spontan akibat penyalahgunaan kokain. Hematom subdural juga
dapat disebabkan oleh perdarahan dari tumor intrakranial.
Pengobatan hematom subdural spontan sama dengan hematom subdural yang
disebabkan oleh trauma, tetapi penyebab yang mendasarinya harus dicari dan
diobati.
Penampakan hiperdens dari perdarahan akut pada CT – Scan akan terlihat menjadi
Isodence lalu Hipodence selama jangka waktu beberapa minggu. Walau perbedaan
antara subakut dan khronic sangat sedikit tetapi hal ini penting. Pada masa sebelum
adanya CT–Scan CSDH diberi nama Great Imitator karena bermacam macam
penyebab dan persentase kliniknya. Tanpa CT–Scan CSDH sering missed diagnostik
( 72% dari kasus ). Misdiagnosis dari CSDH sering didukung oleh penyebabnya.
Pada pasien yang bertahan dari cedera kepala, 25% diantaranya memiliki interfal 1-
4 minggu sebelum terjadi gejala.25% lainnya mengalami gejala dari 5 minggu
sampai 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Hanya sepertiganya yang memiliki
periode yang asimptomatik. Sakit kepala merupakan 90% dari gejala,disorientasi
56% dari gejala. Dari 75% kasus sakit kepala memiliki satu diantara karakteristik
berikut ini : Onset yang tiba – tiba, nyeri yang sangat,mual dan muntah.Gejala
lainnya seperti kelemahan,kejang dan inkontinensia. Hemiparesis 58% ,penurunan
kesadaran 40% dari tanda tersering yang terjadi pada pasien. Hemiparesis yang
terjadi adalah ipsilateral dari hematom pada 40% kasus.
Pemeriksaan Penunjang
1. Periksa PT/APTT untuk mengetahui koagulopati
2. CT/BT untuk disfungsi trombosit, dan AT
3. Hemoglobin, elektrolit dan pemeriksaan alkohol darah berkaitan dengan
pemeriksaan neurologik.
4. Pemeriksaan radiologik berupa CT scan dan MRI.
Pada SDH akut akan didapatkan gambaran hiperdens seperti bulan sabit dan
biasanya unilateral. Pada minggu pertama pada CT scan akan terlihat hiperdens,
pada minggu 2-3 akan tampak isodens, dan setelah minggu 3 akan tampak hipodens.
Pada SDH kronik sering didapatkan heterogen dens dengan fluid level antara
hiperdens dan hipodens.
Pemeriksaan dengan MRI dilakukan untuk mengevaluasi cedera yang berhubungan
dengan parenkim otak dan untuk memperkirakan prognosis
Cedera Kepala dan Penanganannya Calvarium tipis pada daerah temporal, tapi tertutup oleh otot-otot temporal.
Basis cranii permukaannya irreguler, sehingga sangat terpengaruh pada cedera
---------------------------------------------------------------------------------------------------- dr. Endro
Basuki
otak dengan adanya akselerasi dan deselerasi. Terdapat fossa anterior (tempat
lobus frontalis), fossa media (lobus temporal, dan fossa posterior) tempat
cerebellum dan batang otak bagian bawah.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab perlukaan dan kematian yang tinggi.
Di negara-negara berkembang dimana transportasi sangat padat dengan regulasi C. Meninges – Selaput Otak
yang belum tertata baik; maka cedera kepala karena kecelakaan lalu lintas menjadi 1. Durameter
kasus yang tinggi angka kejadiannya. Selain itu kasus perkelahian; jatuh dan Durameter merupakan membran fibrous, dan kuat; melekat pada
perlukaan senjata tajam dan senjata api juga semakin menonjol. Kecelakaan kerja permukaan dalam cranium. Terdapat arteria meningea yang dapat dilihat
dan cedera olah raga juga merupakan penyebab cedera kepala. Karena resiko yang pada X-ray kepala berupa alur-alur pada permukaan dalam cranium.
tinggi tersebut, maka dokter-dokter atau paramedis yang menangani kasus-kasus Laserasi pada arteria ini dapat menyebabkan perdarahan epidural terutama
tersebut secara awal, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penanganan dari a. meningea media yang terletak pada fossa temporalis.
cedera kepala semaksimal mungkin, karena ahli bedah saraf belum dapat diharapkan Durameter akan membentuk sinus-sinus venosus, seperti sinus sagitalis
keberadaannya segera. Oxygenasi yang adekuat dan mempertahankan, tekanan superior, sinus transversus, sinus signoideus. Sinus sagitalis superior
darah yang cukup untuk perfasi ke otak dan menghindari kerusakan otak sekunder menerima darah dari bridging vein dan pada 1/3 bagian depan dapat
merupakan hal yang amat menentukan outcome pasien cedera kepala. dilakukan ligasi tanpa resiko yang berarti, tapi pada 2/3 bagian belakang
Konsultasi kepada ahli bedah saraf pada awal-awal kejadian akan sangat membantu akan berakibat fatal karena intracranial hypertension akan terjadi.
terutama bila pasien coma dan kemungkinan adanya lesi intracranial, karena
keterlambatan akan berakibat buruk pada outcome. Pada konsultasi kepada ahli 2. Arachnoid merupakan membrane tipis yang transparan
bedah saraf; dibutuhkan informasi mengenai : 3. Pia meter.
- Umur pasien, waktu dan mekanisme cedera Piameter merupakan selaput yang melekat erat pada otak LCS terletak
- Respirasi dan status cardiovaskuler antara arachnoid dan piameter pada subarachnoid space. Perdarahan pada
- Keadaan kesadarannya (GCS), pupil ruang ini merupakan akibat dari rupture aneuryema atau pembuluh-
- Adanya cedera lain pembuluh darah cortical karena trauma.
- Hasil-hasil pemeriksaan yang sudah ada, terutama hasil CT Scan (kalau ada).
D. OTAK
Anatomi
1. Cerebrum
Cerebrum mempunyai hemisphere kanan dan kiri, yang dipisahkan oleh
A. SCALP falc cerebri yang merupakan kepanjangan dura dari bagian bawah sinus
Merupakan 5 lapisan yang menutupi tulang kepala, meliputi : sagitalis superior. Hemisphere kiri memiliki pusat bahasa/bicara pada
1). Skin (kulit) orang-orang dengan kebiasaan, tangan kanan dan > 85% untuk left
2). Connective tissue (jaringan pengikat) handed, disebut sebagai hemisphere dominan.
3). Aponeurosis atau galea aponeurotica Lobus frontalis adalah tempat emosi, fungsi motor dan pada tempat
4). Loase areolar tissue (jaringan areolar longgar). dominant merupakan motor speech area. Lobus parietalis berfungsi
5). Pericoanium sebagai pusat sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporalis mengatur
fungsi-fungsi memori. Lobus occipital relative kecil dan berfungsi
Jaringan areolar longgar memisahkan galea dari pericranium dan merupakan sebagai pusat penglihatan
lokasi terjadinya subgaleal hematoma. Karena kaya pembuluh darah, maka
perlukan pada scalp dapat menyebabkan kehilangan darah yang hebat, terutama
2. Cerebellum
pada anak-anak.
Cerebellum berfungsi untuk koordinasi dan keseimbangan dengan
membentuk koneksi dengan medulla spinalis, batang otak dan hemipherius
B. SKULL / Tulang kepala cerebri
1. Calvarium (cranial vault)
2. Basis cranii.
3.Batang otak B. DOKTRIN MONRO – KELLIE
Batang otak (brainstem) terdiri dari midbrain, pons dan medulla. Mid brain Pada prinsipnya bahwa volume total untuk intrakranial akan selalu tetap /
dan upper pons terdiri dari reticuler activating system yang bertanggung sama. Bila ada massa yang menyebabkan keluarnya darah vena dan LCS yang
jawab terhadap kesadaran. Pusat cardiorespirator terdapat pada medulla yang seimbang, maka TIK akan bertahan normal, sampai suatu keadaan dimana
kemudian lanjut ke medulla spinalis. Walaupun cedera kecil pada batang penambahan massa ini tidak terkompensasi. Jadi kita harus selalu menjaga
otak, dapat menimbulkan defisit neurologis yang berat. keadaan kompensasi ini agar tidak terjadi decompensasi.
.
E. CAIRAN CEREBROSPINAL / LCS C. CPP : Cerebral Perfusion Pressure
LCS diproduksi oleh plexus choroideus; 30 cc per jam, yang terletak terutama CPP : Mean Arterial Blood Pressure – ICP
pada ventrikel lateralis dan melalui foramen Monroe ke ventrikel III. LCS Pada keadaan normal :
mengalir melalui for Monroe ke Ventrikel III, melalui aquaductus sylvius ke
ventrikel IV yang lalu masuk ke subarachnoid space ke seluruh otak dan CPP = M B P – ICP = 90 – 10 = 80
medulla spinalis LCS diresorbsi ke sirkulasi vena melalui granulatio
arachnoidalis pada sinus sagitalis superior. Darah pada LCS akan menghambat
granulatio arachnoidalis dalam menyerap LCS dan menyebabkan CPP dibawah 70 mm Hg umumnya berhubungan dengan prognose buruk pada
hydrocephalus communicans. cedera kepala. Pada kenaikan TIK / ICP, adalah lebih penting bila tekanan
darah dipertahankan pada level normal. Mempertahankan cerebral perfusion
F. TENTORIUM merupakan prioritas yang sangat penting dalam management cedera kepala.
Tentorium cerebelli membagi kepala kepada 2 compartemen, yaitu
supratentorial (td fossa anterior & fossa media) dan infratentorial (td. Fossa D. Cerebral Blood Flow (CBF).
posterior). Mid brain menghubungkan cerebral hemisphere dengan pons dan CBF normal ± 50 ml / 100 gr otak/menit Pada CBF < 20 – 25 ml/100
medulla oblongota, bangunan ini melalui suatu celah yang disebut incisura gr/menit, aktivitas EEG akan menghilang secara graduil dan bila < 5 ml/100
tentorii. N III berjalan melalui tepi dari incisura ini dan bisa tertekan kalau ada gr/menit akan terjadi kematian sel atau kerusakan irrevertible. Pada pasien-
herniasi cerebri yang merupakan akibat dari adanya massa supratentorial atau pasien non injured, autoregulation akan mempertahankan CBF
oedema. Akibatnya, serabut para sympatis akan lumpuh dan menyebabkan
dilatasi pupil. Bila penekanan semakin hebat, terjadi paralyse total N III
dengan gejala mata akan deviasi ke bawah dan lateral (down and out). Bagian
lobus temporalis yang biasanya mengalami herniasi adalah uncus. Uncal
herniation menyebabkan terjadinya penekanan pada traktus corticospinalis
pada mid brain; yang menimbulkan kelumpuhan pada kontralateral.
Tapi ada kalanya, suatu massa/lesi menekan mid brain yang kontralateral
kepada tepi tentorial sehingga terjadi kelumpuhan dan dilatasi pupil pada
ipsilateral lesi (Kernohan’s notch syndrome).
Fisiologi
A. TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)
ICP intracranial pressure
Proses-proses pathologis yang mengenai otak bisa menyebabkan kenaikan
tekanan intrakranial dimana selanjutnya hipertensi intrakranial akan
mempengaruhi fungsi otak dan outcome. TIK yang normal pada keadaan
istirahat adalah 10 mm Hg (136 mm air). TIK > 20 mm Hg dikatakan tidak
normal dan TIK > 40 mm Hg dikategorikan kenaikan hebat / berat.
Cedera Kepala sebelum initial care, diagnosa kerja dan terapi yang sudah diberikan serta
respons terhadap terapi.
----------------------------------------------------------------------------------------------------- dr. Arie 2. Pencatatan dan pelaporan tentang kondisi pasien pada saat transfer, temuan
Ibrahim
pemeriksaan fisik , masalah yang dihadapi dan terapi yang diberikan. Sebaiknya
ada formulir khusus untuk pasien pasien yang akan dirujuk.
Cedera kepala saat ini masih merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak
baik di negara berkembang maupun negara maju. Di Amerika Serikat dari 500.000
3. Pengantar pasien harus diberi informasi tentang kondisi pasien dan kebutuhan
kasus cedera kepala setiap tahunnya. Kurang lebih 18 - 30% meninggal dalam 4
pada saat transfer yaitu : pemeliharaan jalan nafas, pengaturan volume cairan,
jam pertama ( golden hour ) sebelum sampai ke rumah sakit ( Reinfurt et al, 1978,
tindakan khusus yang mungkin diperlukan dan menilai kembali Trauma Score
Trunkey ,1993 ) . Lebih dari 100.000 pasien cedera kepala setiap tahunnya
dan GCS, tindakan resusitasi serta setiap perubahan yang terjadi saat
mengalami cacat mental maupun fisik ringan sampai berat ( ATLS 1997 ). Cedera
pengiriman.
kepala terutama pada kecelakaan lalu lintas biasanya berupa multiple system
disorders, sehingga penanganannya harus secara holistic ( Adam Cowley, 1984 )
4. Sebelum dilakukan transfer , kondisi pasien harus sudah stabil .
Angka kematian dan angka kesakitan kasus cedera kepala ini tentunya membawa
A. Jalan nafas baik atau bila perlu dipasang orofaring atau nasofaring tube.
dampak yang besar pada program kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Oleh
Bersihkan lendir, benda asing atau dengan chin lift dan jawthrust .
sebab itu penanganan awal yang adekwat ( initial care ) harus dapat dikerjakan baik
B. Terpasang oksigen yang adekwat . Kalau perlu dilakukan pernafasan
oleh dokter non bedah saraf atau paramedis dengan selalu menggunakan azas “ do
mekanik dengan ambu bag. Pada sumbatan nafas akut kalau perlu
no further harm “ sampai mendapat terapi definitif oleh dokter bedah saraf.
dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi
Sejalan dengan visi Indonesia Sehat 2010 , dimana salah satu misinya adalah
C. Terpasang infus cairan isotonis dengan jarum kaliber besar. Terpasang
memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
kateter untuk memantau pengeluaran urine. Terpasang monitor jantung,
terjangkau. Sistem rujukan secara medis maupun administratif, merupakan hal
bila ada.
penting yang perlu diketahui baik oleh dokter pengirim maupun oleh dokter bedah
saraf penerima.
5. Pada pasien tidak sadar dengan pernafasan yang tidak adekwat perlu dibantu
Penanganan definitif cedera kepala harus dilakukan oleh neurosurgeon ( spesialis
pernafasannya secara manual dengan ambu bag , atau dipasang endotrakeal tube
bedah saraf ) dengan keberadaan kamar operasi yang memadai dan sangat
dan penyedotan lendir secara teratur.
direkomendasikan keberadaan ICU ( ACS Trauma Department, 633 St Clair
Diberikan Manitol 20% dengan dosis 5 ml/ kg berat badan bolus , dilanjutkan 2
Chicago, IL, 60611 ). Apabila keadaan tersebut tidak ada , maka sebaiknya pasien
ml / kgb bolus dalam 20 menit setiap 6 jam. Dipasang neck collar untuk
dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas itu. Sampai saat ini jumlah dokter spesialis
immobilisasi leher sekaligus kepala. Bila ada cedera tulang belakang torakal atau
bedah saraf Indonesia kurang lebih 90 orang dengan lebih dari separuh nya berada
lumbal harus dilakukan immobilisasi .
di pulau Jawa dimana harus melayani populasi 238 juta penduduk yang tersebar di
30 Propinsi. Dengan ratio 1 : 2.644.400 , sangat sulit bagi seorang dokter spesialis
6. Pemeriksaan diagnostic penunjang yang diperlukan harus dikerjakan tanpa
bedah saraf untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal.
memperlambat proses transfer pasien. Foto polos vertebrae cervical harus selalu
dilakukan , pemeriksaan kadar Hemoglobin dan Hematokrit, pemeriksaan tipe
KRITERIA RUJUKAN
golongan darah dan cross-match serta analisa gas darah adalah hal – hal yang
a. Kasus cedera kepala dengan :
penting dikerjakan. Dilakukan pemeriksaan EKG dan pengukuran saturasi O2
- Vulnus penetrans dan atau kompresi fraktur tulang kepala
Hemoglobin dengan pulse oxymetri, bila peralatannya ada.
- Luka terbuka dengan atau tanpa kebocoran cairan cerebro spinal
- GCS ( Glassgow Coma Scale ) ≤ 14 atau perburukan GCS
7. Luka harus dirawat dan perdarahan harus dikontrol. Diberikan Tetanus
- Tanda- tanda lateralisasi
profilaksis. Pemberian antibiotik ,bila ada indikasi. Bila ada kejang , berikan
Diazepam 0.2 ml/kgBB i.v pelan pelan , dapat diulang tiap 5 menit sampai 3 kali
b. Trauma medulla spinalis atau trauma tulang belakang
pemberian. Pada pasen dengan fraktur tulang panjang dilakukan splinting dan
traksi yang adekwat.
PROTOKOL PENGIRIMAN PASIEN
1. Dokter pengirim sebaiknya berbicara langsung pada dokter bedah saraf
8. Penanganan pasien dengan multiple trauma , tetap mengacu pada stabilisasi
penerima dan menerangkan secara ringkas tentang data – data pasien, kejadian
ABCDE ( standar Advance Trauma Life Support ).
HIDROSEFALUS Normal Pressure Hydrocephalus (NPH).
NPH disebabkan adanya hambatan atau blokade dari aliran serebrospinal
--------------------------------------------------------------------------------------------------RD--Collection 2002
secara perlahan-lahan , sehingga walaupun terjadi pelebaran dari ventrikel
tetapi tekanan cairan serebrospinal masih dalam batas normal. NPH ini
biasanya terjadi pada usia tua, di atas 60 tahun
Hidrosefalus merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan penumpukan cairan
serebrospinal secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak.
Dalam arti lain Hidrosefalus adalah suatu kelainan yang ditandai dengan Etiologi
penumpukan cairan serebrospinal yang disebabkan adanya gangguan dari Hidrosefalus idiopatik merupakan 1/3 dari keseluruhan kejadian hidrosefalus dewasa
pembentukan, aliran dan penyerapan cairan serebrospinal yang menyebabkan Trauma kepala, perdarahan terutama subarachnoid hemorrhage (SAH), tumor,
pelebaran dari sistem ventrikel otak. Istilah hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani, infeksi, congenital aqueductal stenosis, tindakan bedah pada fossa posterior dan
dari kata ”Hydro” yang berarti air dan kata ”Cephalus” yang berarti kepala. semua penyebab hidrosefalus anak yang terjadi pada usia dewasa merupakan
Hidrosefalus juga sering disebut dengan “water on the brain”. penyebab hidrosefalus usia dewasa. Sepertiga dari kasus adanya hambatan vili
Biasanya hidrosefalus terjadi pada usia anak-anak, tapi dapat juga terjadi pada usia araknoid disebabkan karena SAH, kondisi ini menyebabkan sumbatan antara
dewasa. Hidrosefalus dewasa dapat disebabkan oleh karena perdarahan subaraknoid, ventrikel dan ruang subaraknoid. Perdarahan intraventrikuler juga dapat
trauma kepala, infeksi, tumor, pembedahan fossa posterior, idiopatik dan kongenital menyebabkan hidrosefalus. Mekanisme ini sama dengan yang terjadi pada trauma
(tanpa gejala di usia anak). Hidrosefalus pada usia anak, ditandai dengan adanya kepala. Tumor menyebabkan blokade pada aliran serebrospinal , ependymoma,
pembesaran dari ukuran kepala. Hal ini berbeda dengan hidrosefalus yang terjadi subependymal giant cell astrocytoma, choroid plexus papilloma,
pada usia dewasa, karena kepala tidak bisa lagi membesar sebagai kompensasi dari craniopharyngioma, pituitary adenoma, hypothalamic or optic nerve glioma,
peningkatan volume cairan serebrospinal, akibat sutura yang sudah menutup rapat. hamartoma, metastaic tumor merupakan penyebab tersering hidresefalus dewasa.
Infeksi yang tersering adalah meningitis, terutama bakterial
Klasifikasi
Pada hidrosefalus usia dewasa terdapat beberapa pembagian : Patofisiologi
Acute dan chronic Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau sekitar 500
Pembagian berdasarkan waktu gejala itu muncul, pada acute gejala terjadi pada mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus koroideus yang
hitungan hari atau minggu, sedangkan pada chronic gejala terjadi pada terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari ventrikel lateralis
hitungan bulan atau tahun. dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total volume cairan
serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL
Compensated & uncompensated berdasarkan apakah masih ada gejala / tidak Cairan serebrospinal setelah diproduksi oleh pleksus koroideus akan mengalir ke
Normal-pressure dan high-pressure adakah peningkatan tekanan dari cairan ventrikel lateralis, kemudian melalui foramen interventrikuler Monro masuk ke
serebrospinal ventrikel III , kemudian masuk ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus Sylvii,
Communicating dan noncommunicating setelah itu melalui 2 foramen Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen Magendie di
Berdasarkan pada masih adakah hubungan antara ventrikel dengan ruang sebelah medial masuk kedalam ruangan subaraknoid, melalui granulasi araknoidea
subaraknoid. Communikans bila terjadi produksi yang meningkat atau masuk ke dalam sinus duramater kemudian masuk ke aliran vena Tekanan Intra
gangguan penyerapan. Non-Kommunikans adanya sumbatan sirkulasi / kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal melebihi jumlah yang
obstruksi, kebanyakan karena stenosisi aquaduktus sylvilus diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan serebrospinal yang
berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan tekanan dari venous
Obstructive dan nonobstructive.--> adakah hambatan pd aliran CSS sinus.
Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah transventricular absorption, dural
Ada juga yang membagi menjadi hydrocephalus : absorption, nerve root sleeves absorption dan unrepaired meningocoeles. Pelebaran
Ex-vacuo ventrikel pertama biasanya terjadi pada frontal dan temporal horns, seringkali
Hydrocephalus ex-vacuo terjadi apabila terdapat kerusakan otak yang biasanya asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi dari corpus callosum, penegangan atau
diakibatkan karena adanya trauma atau stroke, dimana akan terdapat perforasi dari septum pellucidum, penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran
pengurangan dari substansi otak. Pengurangan dari substansi otak tersebut akan ventrikel III ke arah bawah hingga fossa pituitary (menyebabkan pituitary
menghasilkan ruang yang secara pasif akan diisi oleh cairan serebrospinal disfunction)
Pada penderita hidrosefalus dewasa biasanya terdapat gejala :
Aliran dan produksi LCS 1. Sakit kepala terutama pagi hari ketika bangun tidur dan berkurang bila penderita
duduk.
Plexus Choroideus 2. Sakit pada leher, mual dan muntah terutama pagi hari.
3. Gangguan penglihatan, kabur (blurred vision “graying out”) dan penglihatan
Foramen Monroe dobel (double vision). mudah mengantuk
4. Penurunan kemampuan kognitif (Cognitive deterioration), gangguan berjalan ,
Ventrikel II gangguan keseimbangan dan inkontinentia
5. Penderita juga lemah dan mudah lelah
Aquaductus Sylvulus
Diagnosis
Ventrikel IV Penegakan diagnosis berdasarkan gejala dan pemerikaan klinis, pemeriksaan CT
scan kepala dan MRI. Biasanya juga dilakukan analisis cairan serebrospinal
Foramen Magendi dan Foramen Luscha Pengukuran lingkar kepala fronto-oksipital yang teratur pada bayi merupakan
tindakan untuk diagnosis dini. Pertumbuhan kepala normal terjadi pada tiga bulan
Sistema dan rongga sub-arachnoid dibagian cranial maupun spinal pertama. Lingkar kepala anak bertambah kira-kira 2 cm setiap bulan. Pada tiga bulan
berikutnya penambahan akan berlangsung lebih lambat.
Surgical Treatment
Merupakan terapi yang sering dilakukan yaitu dengan pemasangan
serebrospinal shunt. Ventriculoperitoneal shunt adalah metode shunting
yang paling sering digunakan.
Sebagian besar pasien membutuhkan tindakan operasi pintas, yang bertujuan
membuat saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan
kavitas drainase ( seperti: peritoneum, atrium kanan, pleura). Pada anak-
anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat ia
mampu menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan
pertumbuhan anak serta risiko terjadi infeksi berat relatif lebih kecil.
Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu kateter proksimal,
katub (dengan/ tanpa reservoir),dan kateter distal. Komponen bahan dasarnya
adalah elastomer silikon. Ada beberapa bentuk profil shunt (tabung, bulat
lonjong dan sebagainya) dan pemilihan pemakaiannya didasarkan atas
pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai dengan
usia penderita, berat badannya, ketebalan kulit dan ukuran kepala. Sistem
hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi, sedang dan
rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel, status pasien
(vegetatif, normal), patogenesis hidrosefalus dan proses evolusi penyakitnya.
Penyulit berupa infeksi, obstruksi dan dislokasi.
Beberapa jenis shunt :
1. Ventriculo-peritoneal shunting
2. Ventriculo-atrial shunting
3. Ventriculo-pleural shunting
4. Lumbo-peritoneal shunting
5. Torkildsen shunting.
Anatomi
Kolumna vertebralis terdiri dari 33 buah tulang belakang yaitu:
7 Vertebra cervicalis (C1-C7)
12 Vertebra thorakalis (T1-T12)
5 Vertebra lumbalis (L1-L5)
5 Vertebra sakralis (S1-S5)
4 Vertebra os koksigeus
Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun,
tetapi tulang sacral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang
yaitu tulang sakum dan koksigeus. Diskus intervertebrale merupakan penghubung
antara dua korpus vertebrae. yang berfungsi sebagai bentalan atau “shock
absorbers” bila vertebra bergerak. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran
barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae.
6. Test Naffziger.
Penekanan sejenak pada vena jugularis inerna kedua belah sisi menimbulkan
nyeri yang bersifat iskhialgia.
Penjelasan : Dengan menekan pada kedua vena jugularis interna, aliran balik
darah dari kepala menjadi terhambat, menyebabkan terjadinya kenaikan
tekanan intrakranial. Peninggian tekanan ini diteruskan ke ruang
subarakhnoida spinalis sampai teka subarakhnoida dan dapat bertindak
sebagai pemacu terhadap radiks yang sedang tertekan, terenggang atau
terjepit.
Tanda lain untuk evaluasi adanya radikulopati atau nyeri radikuler. DEFERENSIAL DIAGNOSIS
1. FABER-E. Singkatan dari fleksi, abduksi, eksternal rotasi dan ekstensi.
Nama lain dari Patricks-fabere test. Anamnesis ARTRITIS NEURITIS HNP
Cara : Pasien posisi supine. Ankle diletakan diatas lutut yang kontralateral. SAKROILIAKA
Lutut yang ipsilateral secara gentle digerakkan ke arah tempat tidur periksa Trauma
atau lutut dirotasikan ke samping/keluar dan ditekan sejenak. Artritis - - +
Penjelasan : Tindakan ini membuat stres pada hip joint dan biasanya tidak + + -
menyebabkan penekanan pada serabut saraf. Jika test ini positif sering Nyeri pinggang + - +
sebagai tanda dari penyakit yang mengenai sendi panggul (Hip joint)
Naffziger - - +
misalnya pada bursitis trokanterik atau nyeri punggung bawah karena sebab
mekanik. Jika ketika lutut dirotasikan ke samping dan ditekan sejenak Laseque + +
timbul nyeri yang dirasakan di daerah sekitar bokong (biasanya penderita Nyeri tekan sepanjang - + -
tidak dapat menunjukkan tempat nyeri itu secara tepat), maka kemungkinan N. Iskiadikus
besar proses patologik pada sendi panggul.
HNP Spondilosis
2. Tanda kontra Patrick. deformans lumbal
Cara : Sama dengan tanda Patrick diatas tetapi lutut dirotasikan ke dalam Patofisiologi Penonjolan nukleus Penyakit degeneratif
(rotasi interna) dan ditekan sejenak. pulposus yang menekan yang menyerang tulang
Penjelasan : Apabila pada tindakan ini menimbulkan nyeri, maka serabut saraf belakang secara
kemungkinan proses patologik terletak pada umumnya di sendi sakro- menyeluruh
iliaka. Usia Dewasa muda dan tua Hampir semua 50
tahun keatas
3. Tanda Trendelenburg (Trendelenburg sign) Iskhialgia Unilateral, tegas terbatas, Unilateral, atau
Cara : Penderita berdiri membelakangi pemeriksa. Pemeriksa mengamati mono-radikuler bilateral, difus, multi-
pelvis penderita dari belakang. Penderita diminta berdiri pada satu kaki. radikuler.
Penjelasan : Normalnya pelvis tetap balans horizontal. Lesi L5 (inervasi Lordosis lumbal Mendatar Utuh
adduktor) menyebabkan pelvis turun bila kaki diangkat. Radiks L3-L4 Jarang terkena Sering terkena.
Diagnosis HNP secara klinis basanya dijumpai tanda-tanda yang khas yaitu
1. Lordosis lumbal yang mendatar
2. Nyeri tekan setempat pada tingkat dan sisi protusio nukleus pulposus,
3. Test lasegue dan nafziger positif
4. Refleks tendon Achilles yang menurun atau negatif.
Pemeriksaan Penunjang Konservatif
1. Foto polos Lumbosakral. A. Istirahat diikuti dengan mobilisasi bertahap.
Hernia nukleus pulposus selain terjadi proses degenerasi sering juga terjadi pada Istirahat mutlak ditempat tidur. Kasur harus yang padat. Diantara kasur dan
orang muda akibat mengangkat benda berat. Anulus bagian posterior robek dan tempat tidur harus dipasang papan atau plywood agar kasur jangan
terjadi penonjolan anulus ke belakang sehingga menekan urat saraf. melengkung. Sikap berbaring terlentang tidak membantu lordosis lumbal
Pada stadium masih akut foto roentgen columna vertebralis tidak tampak yang lazim, maka bantal tipis sebaiknya ditaruh dibawah pinggang. Orang
kelainan-kelainan. Diskus intervertebra tidak tampak menyempit dan sakit diperbolehkan untuk tidur mirng dengan kedua tungkai sedikit ditekuk
penonjolan anuluspun tidak kelihatan, yang tampak biasanya kedudukan pada sendi lutut. Apabila dirawat dirumah sakit penderita harus dibaringkan
kolumna vertebralis lumbal yang melurus tanpa ada lordosis di daerah lumbal. pada tempat tidur yang bisa diatur sedemikian rupa sehingga pasien dalam
Posisi lurus seperti ini biasanya dapat menghilangkan rasa nyeri. Lambat laun posisi yang nyaman.
diskus intervertebralis ini akan menyempit sedikit demi sedikit.
B. Medikasi / Obat-obatan
2. Mielografi
Obat-obatan dapat diberikan untuk nyeri, inflamasi dan rasa tidak enak pada otot.
Hasil rontgen dengan teknik ini dapat dilihat penonjolan anulus diskus Anti-depresant
intervertebra yang mengalami herniasi. Dengan mielografi dapat memastikan Anti depresan diberikan sebagai terapi tambahan untuk pasien dengan
adanya HNP serta lokasi dan ekstensinya. nyeri yang kronik, untuk membantu pasien istirahat.
Contoh sediaan : Prozac (Fluoxetine), Elavil (Amitriptiline), Zoloft
3. Diskografi (Sertraline)
Pemeriksaan radiologis dengan memasukkan kontras media langsung ke Muscle relaksan
dalam diskus. Prosedur ini jarang dilakukan karena invasif. Pemeriksaan ini Diberikan untuk mengurangi spasme otot yang berkaitan dengan
dilakukan bilamana mielografi tidak dapat meyakinkan adanya HNP. kondisi akut. Penggunaannya tidak untuk dalam jangka waktu lama.
Contoh sediaan : Valium (Diazepam), Zanaflex (Tizanidine)
4. MRI. Dapat terlihat penonjolan atau bulging dari herniasi diskus. Steroid
5. CT-Scan. Dapat terlihat penonjolan atau bulging dari herniasi diskus. Non steroid.
Contoh jenis ini adalah golongan yang menghambat cyclooxygenase
Pada pemeriksaan Myelografi, MRI dan CT-Scan dapat terlihat HNP yang (COX) misalnya Celebrex dan Vioxx.
asimptomatik. Dua puluh empat persen pada MRI ditemukan HNP yang Narkotik Duragesic patch (Fentanyl), MS Contin (Morphine
asimptomatik. sulfate)
Non Narkotik. acetaminophen.
Neuropatic meds. Neurontin (Gabapentin)
Penatalaksaan
Penderita iskialgia yang telah didiagnosa sebagai iskialgia karena HNP tidak C. Pengobatan injeksi untuk mengurangi nyeri
semuanya harus dioperasi. Penderita HNP yang sudah berkali-kali kumat dan Epidural Injeksi
sembuh kembali selama beberapa bulan atau tahun harus menjalani tindakan
Facet Injeksi
operatif, atau apabila selama 6 – 12 minggu pasien HNP tidak mengalami
Transforaminal epidural injeksi
perbaikan dengan tindakan konservatif.
Jika seorang baru saja mendapatkan iskialgia yang diduga keras disebabkan oleh Intrathecal Pain Pump (Morphine pump)
HNP tindakan konservatif menjadi pilihan. Bilamana kasus HNP masih baru namun
nyerinya tidak tertahankan atau defisit motoriknya sudah jelas dan mengganggu, Pembedahan
maka pertimbangan untuk operasi atau tidak sebaiknya diserahkan kepada dokter 1. Lumbar Laminektomi.
ahli bedah saraf. Bertujuan untuk mengurangi tekanan / jepitan pada serabut saraf pada
Hasil tindakan operatif sebagian besar memuaskan, tetapi masih cukup banyak segmen lumbal.
problema yang membingungkan. Misalnya kambuhnya iskialgia pada penderita yang Istilah ini berasal dari kata “lumbar” untuk pengertian Vertebra Lumbal.
sudah dioperasi. Stern menulis angka keberhasilan melalui tindakan operatif ini “Lamina” bagian tulang vertebra yang membentuk atap dari canalis
mencapai 85%. vertebralis. Ektomi artinya memotong.
2. Lumbar microdiscektomy.
Operasi daerah lumbal dengan menggunakan mikroskop dan teknik bedah
mikro, melalui akses irisan pada kulit sepanjang 1-2 inch (bisa lebih
panjang) diatas daerah yang akan dioperasi, kemudian masuk ke lapisan
yang lebih dalam dengan mengunakan alat bedah mikro. Kemudian
mengangkat bagian nukleus pulposus yang menjepit serabut saraf
tersebut. Karena hanya melakukan irisan yang kecil dikatakan bahwa
waktu penyembuhannya lebih singkat melalui metode ini dibandingkan
dengan laminektomi tradisional.
Etiologi Diagnosis
Lebih dari 50% empiema toraksis berhubungan dengan pneumonia piogenik, post Radiologis Foto toraks AP dan Lateral posisi tegak, lateral dekubitus
tindakan reseksional 24%, komplikasi torakosentesis, drainase interkostal 14%, gambaran sinus kostofrenikus posterior tumpul.
komplikasi trauma toraks 5%. Bisa juga disebabkan oleh mikroorganisme Gram Sonografi menentukan multilokulasi
positif (stafilikokkus aureus dan epidermidis) juga Gram Negatif ( Pseudomonas CT Scan toraks multilokulasi, kondisi paru dan struktur lain intra torakal
aeruginosa, Klebsiella pneumoni, E.colli, Proteus dan Salmonella). Oleh karena itu Torakosintesis nilai diagnostik dan terapeutik
setelah torakosintesis maupun drainase interkostal dianjurkan melakukan kultur
dan uji kepekaan, baik terhadap mikroorganisme aerob, anaerob, tbs dan fungi, Terapi
untuk menentukan terapi yang tepat. Empiema akut Unilokulere drainase interkostal dan antibiotka
WSD dilepas bila radiologis paru mengembang dan produk < 50 mL/hari.
Stadium efusi parapneumonia Empiema kronis Unilokulare dengan Swarte tebal, bila :
I. Stadium Eksudatid Paru masih bisa mengembang reseksi kosta, rongga empiema dibersihkan
Cairan eksudat steril, terdiri dari leukosit PMN, kadar glukosa dan pH dan pasang drainase terbuka. Incisi secara Triangular , tekniknya :
normal Incisi diperdalam, 2 kosta direseksi pada daerah insisi
rongga pleura dibuka, pus dibersihkan
II. Stadium Fibrinopurulenta selanjutnya kulit dan fasia dijahitkan ke dalam kavitas, sehingga stoma
Terjadi pembentukan fibrin yang meliputi pleura viseralis dan parietalis., tidak cepat menutup.
bila berlanjut terjadi pembentukan kantong Kavitas akan menutup oleh pertumbuhan jaringan granulasi yang
mengalami epitelisasi dari luar.
III. Stadium Organisasi
Fibroblast tumbuh kedalam eksudat pleura viseralis dan parietalis Paru tidak mengembang Torakotomi Dekortikasi.
membentuk membran (pleural peel). Membran ini akan menghalangi
pengembangan paru. Bila berlanjut nanah akan pecah keluar dinding toraks Epiema Multilokulare Dekortikasi setelah drainase interkostalis gagal
atau menembus paru terjadi fistula bronkopleural
THORAKS
Semua diinervasi oleh n.intercostalis kecuali m.pektoralis mayor dan minor.
Vaskularisasi oleh r.intercostalis anterior cabang a.mamaria interna dan
------------------------------------------------ RD - Collection 2002 -------------------------------------------- r.intercostalis posterior cabang a.intercostalis superior dan aorta thoracalis.
- Dinding dalam dinding thoraks ditutupi oleh Pleura parietal, dimana Pleura ini
berlanjut menutupi paru sebagai Pleura viseralis. Pelipatan pleura ini terjadi pada
hillus pulmo dan tepat dibawah hilus terjadi duplikator pleura parietal yang dikenal
Anatomi : sebagai Ligamentum Pulmonalis.
Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga yang bersatu dibagian belakang pada vertebra Keadaan ini penting misal pada kasus pneumothoraks, paru akan mengecil
thorakalis dan di depan pada sternum. Iga ke 8,9,10 menempel pada costa VII. Iga kearah hilus dan ligamentum pulmonalis, sedang pada kasus hematotoraks paru
ke 11 dan 12 mengambang pada otot2. Dinding dada terdiri dari tulang vertebra yang mengecil hanya bagian bawah, karena darah cenderung mengumpul dibawah
thoracalis 1 s/d 12, 12 costa dan sternum , cartilago costa dan otot. sesuai arah gravitasi.
Rongga dada mempunyai 2 pintu masuk yaitu : Fraktur iga 1 - 3 kemungkinan cedera pembuluh darah besar
Pintu Masuk Atas / Apertura Thoracalis Superior Fraktur iga 4 – 7 kemungkinan cedera jantung dan paru
Lateral : Cartilago costa & costa I Fraktur iga 8 – 12 kemungkinan cedera organ intra abdomen
Anterior : Manubrium Sterni
Posterior : Corpus Vertebra thorakal I Dinding dada tersusun dari cutis,subcutis, glandula mammae ( pada wanita ),fascia
,otot dan pleura parietal. Otot dada terdiri dari m pectoralis mayor, m pectoralis
Pintu Masuk bawah / Apertura Thoracalis Inferior minor, m intercostalis externa, costa,m intercostalis internus, m intercostalis intima,
Anterior : Cartilago Costa VII – X & Xiphisternalis joint dan m. tranversus thoracalis ,seperti pada gambar
Posterior : Vertebra Vth-XII & Costa. Ditutupi oleh struktur
fibromuskular dikenal sebagai Diafragma.
Anatomi Paru
Rongga dada dibagi menjadi kompartimen : Arteri Pulmonalis membawa darah venous dari ventrikel kanan mengikuti bronchia
Sebelah kanan Hemithoraks Dekstra melanjutkan diri sebagai kapiler pada alveoli. Vena pulmonalis mulai dari kapiler
Sebelah kiri Hemithoraks Sinistra paru membawa darah mengandung O2 ke ventrikel kiri ke seluruh tubuh. Arteri
Tengah Mediastinum bronchialis merupakan cabang langsung dari aorta.
Paru-paru terdiri dari 5 lobus :
Costa berdasarkan perlekatannya dengan sternum dibagi 3 : Paru kanan 3 lobus , terdiri 10 segmen
Costa Vera costa 1 – 7 melekat langsung pada sternum Lobus Superior segmen apical, anterior, posterior
Costa Spuria costa 8 - 10 Lobus anterior
Costa Fluktuates costa 11 – 12 , tidak menempel pada sternum Lobus Inferior
Otot2 Extrinsik dinding dada terdiri : Paru kiri 2 lobus , terdiri dari 8 segmen
M.pektoralis mayor dan minor (superficial) Lobus Superior segmen apicoposterior, anterior, linguilaris sup & inf
M.Seratus anterior Lobus Inferior segmen superior, anteromedis basal, laterobasal
M. Trapezius
M. Latissimus Dorsi
M. Rhomboideus Mayor dan Minor
Fisiologi Pernafasan
Otok2 Intrinsik terdiri dari : Udara di luar tubuh dapat masuk ke dalam tubuh jika tekanan paru lebih kecil
M. intercostalis internus daripada tekanan atmosfer. Tekanan paru dapat lebih kecil jika volume paru
M. Intercostalis eksternus diperbesar. Besarnya volume paru disebabkan pembesaran rongga dada.
Pembesaran rongga dada disebabkan oleh 2 faktor yaitu Thoracal dan Abdominal
Faktor thoracal memperbesar kearah transversal dan anteroposterior, akibat kerja
m.intercostal menarik kosta kearah atas. Faktoer abdominal memperbesar ke arah
vertikal melalui kerja dari diafragma, dimana waktu inspirasi diafragma akan ditarik
kearah abdomen sehingga memperbesar rongga dada kearah vertikal.
Trauma Thoraks
Ketika ekspirasi maka otot2 intercostal dan diafragma akan relaksasi sehingga
volume akan kembali ke semula, sehingga tekanan paru akan lebih tinggi dari -------------------- RD - Collection 2002
atmosfer sehingga udara akan keluar.
Inspiras dan ekspirasi = 1 : 2 . Waktu inspirasi normal + 1 detik dan ekspirasi +
2 detik sehingga total waktu repirasi 3 detik, sehingga frekuensi normal Ruda paksa dada dapat menyebabkan kerusakan dinding dada, paru, jantung,
perbnafasan + 20 x permenit. pembuluh darah besar serta organ disekitarnya termasuk visera. Patogenesisnya
Setelah udara melalui trachea, bronchus principalis , kemudian berakhir pada sebagian besar oleh karena kecelakaan lalu lintas, kriminalitas, kecelakaan rumah
alveolus. Di alveolus CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus. Kapiler paru tangga maupun kerja. Pertolongan pertama pada ruda paksa dadaditujukan pada
mendapat darah dari a.pulmonalis yang banyak mengandung CO2 (darah venos) dan sistim respirasi dan Sirkulasi.
mengalirkan darah yang mengandung O2 melalui v.pulmonalis. Tiap menit tubuh Gejala yang sering Nyeri dada, sesak nafas atau nyeri pada waktu bernafas.
membutuhkan O2 sebanyak 250 cc dan pada orang dewasa dibutuhkan sebanyak 4,3 Ruda paksa dada dibagi menjadi :
L/menit yang mengalir ke alveoli Alveolar-Ventilation. Guna transportasi O2 ke Trauma Tumpul kecelakaan lalu lintas
jaringan arteri dipengaruhi kadar Hb darah. 1 gram Hb maksimal mengikat 1,34 cc Trauma Tajam luka tusuk, luka tembak
O2, sehingga pada keadaan anemi transport O2 akan terganggu.
Kegawatan pada trauma dada yang menyebabkan kematian / Primary Survey
Fungsi dari pernafasan adalah : adalah sbb :
Ventilasi Gangguan Airway
Memasukkan / mengeluarkan udara melalui jalan nafas ke dalam / dari paru Obstruksi Jalan nafas adanya sumbatan jalan nafas misal: gigi palsu.
kanan dengan cara inspirasi Tindakan : Helmich Manuver, suction, ET, tracheostomi
Gangguan Breathing
Distribusi Open Pneumothoraks
Mengalirkan udara tersebut merata keseluruh sistem jalan nafas sampai alveoli Tension Pneumothoraks
Flail Chest
Diffusi Gangguan Circulation
Zat asam (O2) dan zat asam arang(CO2) bertukar melalui membran Hematothoraks Massif
semipermeable pada dinding alveoli (pertukaran gas) Tamponade Cordis
Flail Chest
Fraktur 3 buah costa atau lebih dapat dilakukan tindakan blok saraf, namun
pada tindakan ini dapat menimbulkan komplikasi berupa pneumotoraks dan
hematotoraks, sedangkan fraktur costa lebih dari empat buah sebaiknya
diberikan terapi dengan anastesi epidural dengan menggunakan morphin atau
bupivacain 0,5%. Flail chest adalah gerakan abnormal dari dinding dada yang terjadi akibat fraktur
Pada saat dijumpai flail chest atau gerakan paradoksal, segera dilakukan dari dua costa atau lebih dari costa yang berurutan dan tiap-tiap costa terdapat
tindakan padding untuk menstabilkan dinding dada, bahkan kadang fraktur segmental . atau fraktur pada 2 tempat atau lebih pada 1 iga dimana
diperlukan ventilator untuk beberapa hari sampai didapatkan dinding dada terjadi pada 3 iga atau lebih, baik anterio maupun posterior. Flail chest tidak
yang stabil terjadi pada daerah posterior dekat m.Sacrospinalis karena splinting otot
Akibat keadaan ini (segmen yang mengambang) akan terjadi gerakan nafas
Penanganan di ruang rawat inap paradoksal dimana pada waktu inspirasi bagian tersebut masuk ke dalam , sedang
Pada fraktur costa yang simple tanpa komplikasi dapat dirawat jalan, waktu ekspirasi bagian tersebut akan keluar. Hal ini akan menyebabkan terjepitnya
sedangkan pada pasien dengan fraktur multiple dan kominutif serta dicurigai insersio vena cava inferior dan penurunan tekanan O2 serta peningkatan CO2 akibat
adanya komplikasi perlu perawatan di RS. Pasien yang dirawat di RS perlu adanya pendeluft. Penyebab timbulnya hipoksia pada keadaan ini disebabkan nyeri
mendapatkan analgetik yang adekuat, bahkan kadang diperlukan narkotik yang mengakibatkan gerakan dinding dada tertahan dan trauma jaringan parunya.
(lihat tabel ), dan yang juga penting untuk ini adalah pemberian latihan nafas Adanya segmen flail chest menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada
(fisioterapi nafas). yang sering kita sebut sebagai gerakan paradoksal. Gerakan paradoksal ini akan
Fraktur costa dengan komplikasi kadang memerlukan terapi bedah, dapat menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun sebagai akibat dari aliran udara yang
dilakukan drainase atau torakotomi ,untuk itu evaluasi terhadap kemungkinan kekurangan O2 dan kelebihan CO2 masuk ke sisi paru yang lain (rebreathing).
adanya komplikasi harus selalu dilakukan secara berkala dengan melakukan Pergerakan fraktur pada costa akan menyebabkan nyeri yang hebat dan akan
foto kontrol pada 6 jam,12 jam dan 24 jam pertama. membuat pasien takut bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang serius.
Hipoksia terjadi lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dada.
Penanganan di rawat jalan. Disamping itu hal ini juga akan menimbulkan mediastinum akan selalu bergerak
Penderita rawat jalan juga tetap memprioritaskan pemberian analgetik yang dengan hebat mengikuti gerakan nafas : ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan
adekuat untuk memudahkan gerakan pernafasan. Latihan nafas harus selalu mengakibatkan gangguan pada venous return dari sistem vena cava, pengurangan
dilakukan untuk memungkinkan pembuangan dahak : cardiac output dan penderita jatuh pada kegagaln hemodinamik.
Penatalaksanaan
1. Observasi tiap 6-8 jam
Pneumothoraks Tertutup
2. Suplemen O2 Penyebab :
3. Simple Aspirasi Biasanya akibat patah tulang iga pada suatu trauma tumpul dimana tulang
4. Tube Torakostomi atau Drainase intercostal menusuk paru-paru
Bila klinis baik, paru mengembang penuh tunggu 1-2 hari agar kebocoran Dapat juga tanpa patah tulang iga, misal : peninggian tekanan intra alveolar
menutup kembali klem baik dicabut. Bila 1 minggu dengan fisioterapi secara mendadak saait inspirasi dengan glottis tertutup, alveoli akan pecah
nafas tetap pasang drain kembali pneumothoraks. Keadaan ini cenderung sembuh sendiri dengan adanya
kuncupnya paru, lubang yang terbentuk akan menutup.
5. Tube Torakostomi + Instilasi Sclerosant (Pleurodesis) Robekan esofagus atau Tracheobronchial
Premedikasi :
gol Benzodiazepam + lidocain 4 mg/kgBB dalam 50 cc aquabidest Apabila lubang tidak menutup waktu paru menguncup, saat inspirasi udara akan
keluar, sedang waktu ekspirasi udara tidak dapat kembali Tension
Sclerosant pneumothoraks.
Tetracyclin 550 mg + 20 cc aquabidest
Alternatif : Berdasarkan volume rongga pleura dan Derajat penguncupan paru,p pneumothoraks
o Mynocyclin 300 mg dalam 50 cc aquabidest efektif untuk fistel Sederhana dibagi :
bronchopleural post reseksi pulmo < 15% pneumothoraks ringan
o Doxyciclin efusi pleura karena malignitas 15 – 60 % pneumothoraks sedang / menengah
Talc 5 gram dalam 250 cc N-salin atau langsung > 60 % pneumothoraks berat
Bleomycin tidak dianjurkan tidak efektif
Diagnosis Pneumothoraks
1. Klinis dan Pemeriksaan Fisik Pneumothoraks Katamenial
Sesak nafas, sianosis
Perkusi : timpani dan dullness pada daerah yg kolaps Pneumotoraks katamenial (PK) didefinisikan sebagai sindroma pneumotoraks
Auskultasi : suara nafas melemah sampai hilang berulang yang terbanyak terjadi antara 48-72 jam setelah menstruasi sedangkan
pneumotoraks sendiri adalah gas yang terakumulasi pada rongga pleura.
2. Radiologis kecuali Tension pneumothoraks Pneumotoraks katamenial merupakan suatu kondisi yang jarang, terjadi secara
spontan dengan sebab yang tidak diketahui dan ditandai oleh penambahan udara di
Tindakan : rongga pleura secara akumulasi selama menstruasi. Sindroma ini pertama kali
dijelaskan oleh Maurer dkk. pada tahun 1958 dan secara resmi diberi nama oleh
Bila minimal : Aspirasi melalui sela iga II 2,5 cm lateral sternum
Liddington dkk. pada tahun 1972. Angka kejadian PK 2,8-5,6% dari semua kejadian
Bila paru kolaps 1/3 bagian pasang drainase sistem 3 botol , kontrol foto tiap 24
pneumotoraks spontan pada perempuan. Usia penderita antara 19-54 tahun,
jam, bila mengembang drain diklem 24 jam dilepas dilanjutkan fisioterapi.
terbanyak berusia 30-40 tahun dan 90-95% terjadi pada paru sebelah kanan.5,6 Dari
analisis yang dilakukan oleh Joseph dkk.4 terhadap 110 penderita sindroma
Tension Pneumothoraks endometriosis toraks, manifestasi terbanyak adalah pneumotoraks (73%) kemudian
hematotoraks (14%), hemoptisis (7%) dan nodul paru (6%).
Merupakan akibat lanjut dari Close pneumotoraks atau jenis pneumothoraks dengan
fenomena katup yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura tetapi tidak
PATOGENESIS
dapat keluar lagi. Akibatnya udara terus bertambah menimbulkan peningkatan
Empat teori saat ini masih diyakini untuk menerangkan mekanisme patogenesis
tekanan pada cavum pleura, sehingga akan menggeser mediastinum ke arah paru
terjadinya PK yakni:
yang sehat.
1. Peningkatan kadar prostaglandin selama menstruasi yang ditandai dengan efek
Akibat pergeseran mediastinum dapat menimbulkan kematian karena :
prostasiklin F2 dapat menyebabkan spasme pembuluh darah dan bronkus
Di mediastinum terdapat jantung , aorta, saraf dan vena cava superior dab
sehingga dipercayai sebagai penyebab kerusakan alveoli hingga terjadi
inferior, sehingga akan terganggu terutama vena cava. Akibat gangguan vena
pneumotoraks.
cava maka aliran balik vena ke jantung akan berkurang dan berlanjjut turunnya
2. Bula subpleura yang pecah spontan akibat perubahan hormon saat menstruasi.
Cardiac Output, selanjutnya akan akan timbul shock non hemoragik
3. Keterlibatan gumpalan mucus yang menghilang dari rongga serviks sehingga
Mediastinum yang terdesak ke paru2 sehat mengakibatkan ventilasi terganggu
udara masuk ke dalam rongga peritoneum dan diyakini udara tersebut masuk ke
sehingga menimbulkan Hipoksia korban
rongga toraks melalui diafragma yang cacat.
4. Model metastasis. Jaringan endometrium menempel ke rongga toraks dengan
Syarat terjadinya Tension Pneumothoraks :
dua cara yaitu penjalaran langsung melalui diafragma yang cacat dan mikro
Rongga pleura utuh
emboli melalui vena pelvis.
Ada mekanisme ventil
Teori pertama dan kedua tidak dapat menerangkan sebab terbanyak terjadi pada paru
Tanda-tanda Tension Pneumotoraks
sisi kanan dan pemeriksaan torakoskopi pada beberapa penderita tidak ditemukan
Sesak nafas, sianosis
bula yang pecah atau utuh dalam paru. Mekanisme patogenesis PK yang pasti masih
Tekananan darah menurun, nadi cepat dan lemah
belum jelas, sama halnya dengan insiden dan penatalaksanaan PK.7
Perkusi paru Hipersonor
Auskultasi vesikuler menghilang
DIAGNOSIS
Shock non hemoragik
Diagnosis PK sulit ditegakkan karena untuk mendapatkan jaringan endometrium
Gelisah akibat hipoksia
dalam rongga toraks tidak mudah. Gejala dan tanda terbanyak PK adalah
pneumotoraks spontan, sesak napas dan nyeri dada yang dapat menjulur ke bahu dan
Penanganan :
leher.6 Dasar diagnosis PK adalah nyeri dada atau pneumotoraks spontan yang obat ini merangsang pengeluaran hormon gonadotropin dari kelenjar
berhubungan dengan menstruasi dan terjadi dominan pada sebelah kanan. pituitari dan beberapa minggu setelah pemberian justeru akan menekan
pengeluaran hormon tersebut. Obat ini sangat efektif mencegah
Riwayat endometriosis dalam keluarga perlu ditanyakan dan pemeriksaan kekambuhan pneumotoraks bila diberi dalam jangka waktu lama sampai
ginekologi sebaiknya dilakukan walaupun endometriosis pelvis hanya dapat lebih dari satu tahun dengan dosis 3,5 mg subkutan setiap bulan. Efek
diidentifikasi 22-37% penderita yang didiagnosis PK.8 Seromarker Calscium 125 samping obat tersebut berupa hipoestrogenia, muka terasa panas dan
(125Ca)serum dan peritoneum meningkat 2-5 kali angka normal, di luar kondisi kehilangan materi tulang.
keganasan dapat menunjukkan pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus
dan penurunan 125Ca berkorelasi terhadap perbaikan penyakit dan hasil pengobatan.9 Pengobatan PK secara bedah dapat berupa pleurodesis/pleurektomi, histerektomi
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan pada toraks adalah foto dan CT (THBSO/total hysterectomy and bilateral salpingo-oophorectomy) sebagai
Scan toraks, sedangkan pemeriksaan invasif berupa torakoskopi dan torakotomi pengobatan definitif, torakoskopi/torakotomi (reseksi lesi endometrial, penutupan
eksplorasi.3 Diagnosis PK pasti dengan melakukan pemeriksaan histopatologi defek diafragma, abrasi pleura dan stapling bula).3,5,11 Beberapa cara pengobatan
sediaan lesi yang diambil saat torakoskopi atau torakotomi eksplorasi. Joseph dkk. pembedahan :3,5
mendapatkan 80 penderita pneumotoraks spontan dari 110 sindroma endometriosis 1. Pleurodesis efektif mengurangi kekambuhan pneumotoraks tetapi tidak
toraks, 61 penderita diantaranya (76%) dilakukan eksplorasi toraks melalui menyelesaikan akar permasalahan sehingga tidak dijadikan sebagai pengobatan
torakotomi atau torakoskopi ternyata ditemukan kelainan pada diafragma sebanyak utama. Penderita PK yang dilakukan pleurodesis tetap merasakan nyeri dada
26%, endometriosis pleura sebanyak 13%, bula 23% dan tidak ditemukan kelainan saat menstruasi walaupun paru tidak kolaps.
sebanyak 25%. Pemeriksaan patologi memberikan gambaran fibrosis, peradangan 2. Histerektomi bertujuan mengeliminasi sumber utama estrogen dan dilakukan
kronik, degenerasi dan kalsifikasi distrofi. Gambaran mikroskopik terlihat banyak pada penderita yang tidak ingin hamil, ini sangat efektif tetapi penambahan
hemosiderin-laden macrophage dan sel multinukleat besar yang menunjukkan estrogen akan menjadi masalah akibat hipoestrogen yang terjadi.
perdarahan yang telah dorganisis, terlihat juga kelenjar dan jaringan endometrium 3. Torakoskopi dan torakotomi merupakan dua cara yang dilakukan untuk mencari
yang terkumpul di tengah. penyebab PK. Torakoskopi lebih disukai karena kurang invasif dan dapat
meneliti dinding toraks dan diafragma, bila didapatkan implantasi endometrial
PENATALAKSANAAN maka reseksi harus dilakukan untuk membatasi penyebaran endometrial.
Penatalaksanaan PK terbagi menjadi invasif dan noninvasif atau dibagi menjadi Pleurodesis atau pleurektomi juga dilakukan bila diyakini dapat mencegah
pengobatan medis dan pembedahan yang memiliki perbedaan efikasi, risiko dan kekambuhan.
keuntungan.5 Pengobatan secara bedah lebih baik dibandingkan dengan obat-obatan
dalam menurunkan kekambuhan gejala termasuk pneumotoraks berulang.3 Angka kekambuhan pengobatan dengan pemberian hormon lebih tinggi
Torakotomi merupakan cara yang paling invasif sehingga tidak dianjurkan sebagai dibandingkan dengan pembedahan. Kekambuhan selama 6 bulan sebanyak 95%
pengobatan pilihan pertama walaupun saat ini prosedur pembedahan dapat tidak terjadi pada cara pembedahan, sedangkan hanya 50% pada pemberian hormon.
meminimalkan teknik invasif dan menggunakan cara yang aman.10 Obat-obatan Kekambuhan selama satu tahun menjadi 75% pada pembedahan dan 40% pada
yang dapat digunakan pada PK bertujuan menekan aktiviti dan pertumbuhan pemberian hormon. Banyak kasus PK pada awal dilakukan penatalaksanaan sama
jaringan endometrium dalam rongga toraks dengan cara menekan ovulasi dan seperti pneumotoraks spontan kemudian langkah berikutnya adalah pemberian
pengeluaran estrogen. Obat-obatan tersebut dapat berupa : agonis GnRH atau hormon yang lain dan bila tidak respons maka dilakukan cara
1. Derivat testosteron (danazol). Obat ini bekerja dengan menekan fungsi invasif. Pada akhirnya penatalaksanaan PK dilihat kasus per kasus tergantung
gonadotropin sehingga terjadi blokade estrogen. Efek samping obat ini adalah masing-masing individu, umur, status fertiliti dan gambaran patologi yang
penambahan berat badan, penumpukan cairan tubuh, lemah, timbul jerawat, ditemukan.3,5
muka terasa panas, tumbuh rambut di muka dan suara berat. Efikasi obat ini Pneumotoraks katamenial merupakan kelainan klinis yang jarang dan belum
tidak terlalu bagus karena hanya mencegah kekambuhan sebesar 50%. diketahui etiologinya. Hipotesis yang paling banyak diketahui adalah terdapat aliran
2. Kontrasepsi oral, merupakan kombinasi progestin dan estrogen atau progestin udara dari traktus genitalia melalui fenestrasi endometrial di dalam diafragma.
saja. Obat ini menekan ovulasi dan dapat mencegah kekambuhan pneumotoraks Meskipun beberapa laporan menunjukkan terdapat hubungan dengan endometriosis
sekitar 50%. Efek samping obat ini adalah perut membesar, nafsu makan diafragmatik, hanya sedikit yang telah diketahui terjadi implant endometrial di
meningkat, penumpukan cairan tubuh, mual dan trombosis vena dalam. dalam pleura viseral. Dalam makalah ini dijelaskan suatu kasus pneumotoraks
3. Agonis Gonadotropin releasing hormone (GnRH), yaitu lupron, triptoreline, katamenial yang sangat jarang pada perempuan, 1 tahun pascahisterektomi,
busereline dan gosoreline merupakan pilihan lain pengobatan PK. Awal kerja
disebabkan oleh endometriosis ektopik di dalam pleura visceral yang telah diperiksa perdarahan yang terbatas. Hematothoraks sebagai hasil penyakit metastatic
secara histopatologik. pada umumnya dari tumor yang menyebar pada permukaan pleura. Penyakit
pada aorta dan cabang utamanya , seperti pecahnya bentuk aneurisma ,
merupakan prosentase besar kelainan vaskuler spesifik yang dapat menyebabkan
Hematothoraks
hematothoraks.
---------------------- RD - Collection 2002 Aneurysma dari arteri intrathoraks lain seperti arteri mammaria interna telah
diuraikan sebelumnya merupakan penyebab hematothoraks jika terjadi ruptur.
Berbagai kelainan berkenaan dengan paru-paru sejak lahir, mencakup intra- dan
extralobar sequesterasi, telangiectasia herediter, dan kongenital arteriovenous
Suatu keadaan dimana terdapat darah dalam cavum pleura, yang dapat berasal
malformasi, dapat menyebabkan hematothoraks. Hematothoraks dapat diakibatkan
dari :
oleh penyakit yang berasal dari dalam abdomen jika pendarahan dari kelainan bisa
Pecahnya a. interkosta, a.mamaria interna
menembus diafragma melalui hiatal normal yang terbuka secara congenital atau
Pecahnya pembuluh darah pada mediastinum, jantung didapat.
Organ abdomen misal : lien, hepar melalui diafrgma
PATHOFISIOLOGI
Umumnya perdarahan dari paru akan berhenti dalam waktu singkat, sedang Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi karena rusaknya jaringan dari
perdarahan dari tempat lain akan berlangsung lama. dinding dada dan pleura atau struktur intrathoraks. Respon fisiologi terhadap
Pembagian : perkembangan suatu hematothoraks dinyatakan dalam 2 gejala utama: berhubungan
Hematothoraks Minimal --> jumlah darah < 100 cc dengan pernapasan dan hemodinamik. Respon terhadap tingkat gangguan
Hematothoraks Moderat --> jumlah darah 100 – 1500 cc hemodinamik ditentukan oleh kecepatan dan jumlah kehilangan darah.
Hematothoraks Massive Pergerakan pernapasan normal mungkin dihambat oleh efek akumulasi darah yang
Terkumpulnya Darah dalam cavum pleura dengan cepat lebih dari 1500 cc banyak di dalam rongga pleura. Pada kasus trauma, kelainan ventilasi dan oksigenasi
atau > 200 cc/jam selama 4 jam Disebabkan Mayor bleeing (pecahnya dapat terjadi, terutama jika dihubungkan dengan adanya cedera pada dinding dada.
pembuluh darah besar), artinya : Perdarahan tidak bisa dihentikan sendiri oleh Dalam beberapa kasus bukan karena trauma, terutama yang berhubungan dengan
tubuh pasien pneumothorax dan pendarahan minimal, gejala yang berhubungan dengan
pernapasan mendominasi.
Extrapleura
Pada kasus trauma, kerusakan jaringan dari dinding dada yang sampai mengenai Hemodinamik
kerusakan dari membran pleura dapat menyebabkan pendarahan ke dalam rongga Perubahan hemodinamik tergantung pada jumlah pendarahan dan kecepatan
pleura. Sumber pendarahan yang hampir bisa dipastikan dan penting pada kehilangan darah. Darah yang hilang sampai 750 mL pada seorang manusia dengan
perdarahan dari dinding dada adalah arteri intercosta dan arteri mamaria interna. BB 70-kg tidak tampak menyebabkan perubahan hemodinamik penting. Hilangnya
Pada kasus nontrauma, akibat proses penyakit di dalam dinding dada jarang ( darah 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal shock,
misalnya bone eksostoses). seperti tachycardia, tachypnea, dan suatu penurunan tekanan denyut nadi. Tanda
shock yang penting berupa turunnya perfusi ke jaringan, terjadi karena hilangnya
Intrapleura volume darah 30% atau lebih ( 1500-2000 mL). Sebab rongga pleura seorang
Trauma tumpul dan penetrans yang melibatkan kerusakan struktur intrathoraks manusia dengan BB 70-kg dapat menampung 4 liter atau lebih darah, perdarahan
dapat mengakibatkan hematothoraks. Hematothoraks masive dapat diakibatkan dapat terjadi tanpa bukti adanya perdarahan eksterna.
oleh cedera dari arteri atau vena utama di dalam thoraks atau oleh jantungnya
sendiri. Ini meliputi aorta dan cabang brachiocephalicnya, yang utama atau arteri Pernapasan
pulmanalis utama atau cabangnya , vena cava superior dan vena brachiocephalica, Darah menempati rongga pleura menyebabkan paru-paru tidak dapat mengembang,
vena cava inferior, vena azygos , dan vena-vena pulmonalis utama. dan mengganggu fungsi pernapasan yang normal. Timbunan darah yang cukup
Cedera pada jantung dapat menghasilkan suatu hematothoraks jika terdapat banyak menyebabkan pasien mengeluh dyspnea dan tachypnea pada pemeriksaan
hubungan antara perikardium dan rongga pleura. Cedera yang mengenai klinis. Volume darah yang diperlukan untuk mengakibatkan gejala ini pada individu
parenchim paru dapat menyebabkan hematothoraks, tetapi pada umumnya self- tergantung pada sejumlah faktor, mencakup organ/ bagian yang terluka, beratnya
limited sebab tekanan vaskuler paru-paru secara normal rendah. Cedera parenchim cedera, dan penyakit paru yang mendasari dan berhubungan dengan cadangan
paru-paru pada umumnya dihubungkan dengan pneumothorax dan mengakibatkan
jantung. Dyspnea adalah suatu gejala umum jika hematothoraks belum tampak/ robekan pada arteri intercosta atau arteri mammaria interna menghasilkan
tersembunyi, seperti sekunder karena penyakit metastase. Kehilangan darah dalam haematothorak yang besar dan mengganggu hemodinamik. Pembuluh
kasus yang demikian tidaklah akut sehingga respon hemodinamik belum tampak darah-pembuluh darah ini menjadi sumber yang umum dari pendarahan
tetapi penderita sudah mengeluh dyspnea. persisten dari dinding dada setelah trauma.
4.
Delayed hematothoraks dapat terjadi pada beberapa selang waktu setelah
Resolusi Fisiologi hematothoraks trauma dada. Dalam kasus yang demikian , evaluasi awal, termasuk
Darah yang masuk rongga pleura mengenai diafragma, paru-paru, dan struktur rongten dada, biasanya tidak menemukan fraktur costa atau kerusakan
intrathoraks lain. Hal ini dalam beberapa tingkat terjadi defibrinasi darah sedemikian intrathoraks lain. Walaupun beberapa jam/hari kemudian hematothoraks
sehingga terjadi clotting tidak sempurna. Di dalam beberapa jam dari penghentian terlihat. Keadaan ini terjadi karena pecahnya hematoma dalam rongga
pendarahan, mulai terjadi lysis clotting yang ada oleh enzim pleura. Lysis sel darah pleura karena trauma robeknya arteri intercosta pada displacement fraktur
merah mengakibatkan suatu peningkatan konsentrasi protein dalam cairan pleura costa selama gerakan napas atau batuk.
dan suatu peningkatan di tekanan osmotik di dalam rongga pleura. Peningkatan
tekanan osmotik intrapleura menghasilkan suatu osmotic gradien antara rongga Trauma tumpul intrathoraks
pleura dan jaringan yang melingkupi sehingga terjadi transudasi cairan ke dalam 1. Hematothoraks yang besar pada umumnya berhubungan dengan cedera
rongga pleura. Dengan cara ini, suatu hemothorax yang asymptomatic dan minimal struktur vaskuler. Robekan struktur arteri atau vena besar dalam dada
dapat berubah menjadi efusi suatu pleura yang banyak dan simptomatik. menghasilkan hematothoraks masive.
2. Manifestasi hemodinamik dihubungkan dengan hematothoraks masive
Sequele fisiologi dari unresolved hematothoraks adalah shock hemorrhagic. Gejala dapat bervariasi dari ringan sampai
Dua keadaan patologis dihubungkan dengan perkembangan hematotoraks berat, tergantung pada jumlah dan tingkat pendarahan ke dalam rongga
selanjutnya. Yaitu meliputi empiema dan fibrothoraks. Empiema diakibatkan oleh dada dan derajat atau kejadian trauma.
pencemaran bakteri yang mengenai sisa hematothoraks yang tertahan. Jika tidak 3. Timbunan darah yang banyak menyebabkan penekanan paru-paru
diketahui atau tidak dilakukan perawatan, ini dapat mendorong kearah bacteremia ipsilateral, manifestasi klinis yang timbul berupa tachypnea dan dalam
dan shock septik. Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang di dalam beberapa hal terjadi hypoksemia.
suatu hematothoraks yang terorganisasi dan melingkupi permukaan pleura parietal 4.
Berbagai penemuan phisik seperti memar, sakit, ketidakstabilan atau
dan visceral, dan menjerat paru-paru. Paru-paru terfiksasi pada posisi tertentu oleh crepitus pada palpasi di atas tulang rusuk yang patah, kelainan bentuk
suatu proses adhesi dan tidak dapat mengembang secara luas. Akibatnya akan terjadi dinding dada, atau gerakan paradoksal dinding dada yang mungkin menjadi
sebagian atelektasis paru persisten dan fungsi paru menurun. petunjuk kearah terjadinya hematothoraks pada kasus trauma tumpul
dinding dada. Redup pada perkusi di atas sebagian dari hemithoraks yang
terkena biasanya ditemukan jika pasien tegak lurus. Penurunan atau
PENEGAKAN DIAGNOSIS hilangnya suara napas nampak pada auskultasi di atas area hematothoraks.
Hematothoraks trauma
Trauma tumpul - Hematothoraks dengan trauma tumpul dinding dada Trauma Penetrasi
1. Hematothoraks jarang ditemukan sendirian pada trauma tumpul. Hampir 1. Hematothoraks karena trauma penetrans pada umumnya disebabkan oleh
selalu disertai/berhubungan dengan trauma dinding dada atau paru-paru. robekan langsung dari pembuluh darah. Meskipun arteri-arteri dinding dada
2. Cedera pada tulang berupa fraktur costa satu atau multiple adalah yang paling merupakan penyebab paling umum sebagai sumber hematothoraks pada
umum terjadi pada trauma tumpul. Suatu hematothoraks yang minimal yang trauma penetrans, kerusakan struktur intrathoraks , termasuk jantung , perlu
mungkin disertai fraktur costa simple sering tidak ketahuan selama juga dipertimbangkan.
pemeriksaan fisik dan bahkan setelah rontgen dada. Koleksi darah yang 2. Cedera parenchim paru adalah yang sangat umum pada trauma penetrans
minimal jarang memerlukan perawatan. dan pada umumnya mengakibatkan suatu kombinasi hematothoraks dan
3. pneumothoraks. Pendarahan di dalam kasus ini pada umumnya self-limited.
Trauma dinding dada yang kompleks adalah keadaan dimana terjadi frakture
4 costa atau lebih atau tampak flail chest. Bentuk cedera ini sangat signifikan
dihubungkan dengan derajat kerusakan dinding dada dan sering Hematothoraks Nontrauma
menghasilkan koleksi darah yang besar di dalam rongga pleura dan 1. Sekunder Hematothoraks karena perdarahan akut dari dalam dada dapat
menimbulkan gangguan pernapasan. Kontusio pulmo dan pneumothoraks menyebabkan perubahan hemodynamik dan gejala shock. Hematothoraks
biasanya berhubungan dengan trauma ini. Cedera yang mengakibatkan masive dapat diakibatkan oleh struktur vaskuler seperti pecahnya atau
kebocoran aneurisma aorta thoraksika atau sumber dari paru-paru seperti lobar umumnya 36-42F, digunakan untuk mencapai drainase yang adekuat. Tube
squesterasi atau malformasi arteriovenous. Kerusakan vaskuler pleura adhesi dengan kaliber kecil dapat menyebabkan terjadi kebuntuan. Pada pasien pediatric,
yang tidak berhubungan dengan trauma dapat menghasilkan suatu hematothoraks ukuran chest tube bervariasi sesuai dengan ukuran dari anak. Pasien lebih tua dari
dengan disertai pneumothoraks spontan. 12 tahun,
2. Perdarahan tersembunyi pada umumnya berhubungan dengan penyakit ukuran chest tube yang digunakan pada umumnya sama halnya untuk orang dewasa.
metastase atau komplikasi antikoagulasi. Pada keadaan seperti ini, perdarahan Pada anak yang lebih kecil , ukuran 24-34F dapat digunakan, tergantung pada ukuran
didalam rongga pleura terjadi secara lambat, menghasilkan perubahan dari anak.
hemodinamik yang sangat halus atau tidak ada. Ketika effusi cukup banyak baru Penempatan tube thoracostomi untuk hematothoraks idealnya pada spasi intercosta
timbul gejala , keluhan awal yang tampak biasanya sesak nafas. Tanda-tanda keenam atau ketujuh pada linea axillaris posterior. Pada korban trauma yang
anemia mungkin juga tampak. Pemeriksaan fisik mirip dengan keadaan efusi terlentang, suatu kesalahan yang umum di lakukan adalah penempatan chest tube
pleura pada umumnya., yaitu redup pada perkusi dan penurunan suara napas terlalu anterior dan superior, membuat drainase lengkap tidak tercapai. Setelah
pada daerah efusi. dilakukan tube thoracostomi, selalu dilakukan pengulangan rongten dada. Hal ini
3.
Hematothoraks yang berhubungan dengan infark paru -paru pada umumnya berguna untuk mengidentifikasi posisi chest tube, menentukan hasil evakuasi
didahului oleh penemuan klinis yang berhubungan dengan emboli paru. hematothoraks, dan dapat mengungkapkan penyakit intrathoraks lain sebelumnya
4.
Catamenial hematothoraks adalah suatu keadaan yang jarang, yang berhubungan yang digelapkan oleh adanya hematothoraks. Jika drainase tidak sempurna seperti
dengan endometriosis di thoraks. Perdarahan ke dalam rongga dada berkala, yang tampak pada gambaran rongten postthoracostomi, penempatan chest tube
bersamaan waktu dengan siklus pasien haid. kedua perlu dipertimbangkan. Lebih disukai, suatu perawatan dengan video-
assisted thoracic surgery (VATS) dikerjakan untuk mengevakuasi ruang pleura.
Terapi medis:
Thoracotomy menjadi prosedur pilihan untuk explorasi yang berhubungan dengan
pembedahan dari dada ketika terjadi hematothoraks masive atau pendarahan
Pemberian agen fibrinolytik intrapleura dianjurkan pada beberapa rumah sakit untuk persistent. Pada waktu explorasi pembedahan, sumber pendarahan dapat
mengevakuasi hematothoraks pada kasus dimana pemasangan tube thoracostomi dikendalikan dan hematothoraks dapat dievakuasi. Explorasi pembedahan pada
tidak adekuat. Dosis yang diusulkan adalah 250,000 IU streptokinase atau 100,000 hematothoraks mungkin dilakukan menggunakan VATS pada kasus-kasus terpilih.
IU urokinase di dalam 100 mL saline steril. Beberapa center sudah menggunakan cara ini dan telah dilakukan dengan sukses
Manajemen ventilator perlu berdasarkan status individu dari pasien. Pada kasus untuk membantu mengidentifikasi dan mengendalikan sumber pendarahan di dalam
dimana tidak didapatkan cedera penting lain atau proses penyakit lain, weaning dan sejumlah kasus. Ketika VATS hadir sebagai metode minimal invasive dalam
extubasi dapat dilakukan seperti rutin biasanya. Pada pasien penyakit kritis seperti eksplorasi rongga dada, sejumlah kesulitan timbul mengenai penggunaannya dalam
cedera dinding dada berat atau memerlukan transfusi masive, manajemen ventilator kasus trauma akut. Dalam keadaan yang demikian , VATS hanya dilakukan pada
harus dilakukan. Setelah extubasi, toilet pulmo dan kendali nyeri adalah penting pasien dengan hemodinamik yang stabil, yang dapat mentolerir dengan single-lung
pada pencegahan komplikasi paru-paru seperti atelectasis dan pneumonia ventilasi dan/atau posisi lateral decubitus. Jika tampak cedera mengenai jantung,
WSD dirawat, volume drainage dan kebocoran udara dicatat dan direkam sehari- vasa besar, atau tracheobronchial, thoracotomy harus dilakukan dengan seketika.
hari. Jika cedera paru-paru ditemukan atau robeknya jaringan paru-paru diperlukan Explorasi pembedahan pada dada mungkin diperlukan kemudian pada pasien
tindakan bedah , chest tube tidak diangkat sampai kebocoran udara telah menghilang dengan hematothoraks untuk evakuasi retained clot, drainase empyema, dan/atau
dan paru-paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan dengan rongten dada. decorticasi. Kasus dengan retained clot sering diperlakukan dengan sukses dengan
Produk drainage harus kurang dari 100 mL dalam 24 jam sebelum pencabutan chest suatu prosedur VATS, terutama jika kejadianya dalam 7 hari drainase
tube. hematothoraks. Thoracotomy pada umumnya diperlukan untuk drainase empyema
Pemberian antibiotik dapat diberikan sebelum tindakan bedah dan dihentikan setelah yang tidak adekuat atau decortikasi.
48 jam kecuali jika ada suatu alasan tertentu untuk dilanjutkan. Pada kasus hematothoraks nontrauma karena kelainan intrathoraks , koreksi
terhadap penyakit yang mendasari dan evakuasi hematothoraks harus dikerjakan. Ini
Terapi pembedahan:
meliputi stapling dan/atau reseksi penyakit bullous, reseksi penyakit cavitary,
reseksi jaringan nekrotik paru, sequesterasi malformasi arteriovenous, atau reseksi
1. Drainase tube thoracostomi dan/atau repair kelainan vaskuler seperti aneurysma aortic.
Drainase tube thoracostomi menjadi bentuk perawatan yang utama untuk
hematothoraks. Pada pasien dewasa, dipakai ukuran chest tube yang besar, pada
Massif Thorakotomi segera
Bila initial 1500 cc atau produk 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam -->
torakotomi segera
Dilakukan pencabutan bila produk < 100 cc/hari pada waktu akhir inspirasi
FOLLOW-UP dalam
Sebanyak 70-80% pasien hematothoraks traumatis berhasil dengan baik dirawat Kerusakan Parenkim Paru
dengan pemasangan tube thoracostomy dan tidak memerlukan therapy lebih lanjut . Robekan Paru
Rongten dada harus dibuat seketika setelah pencabutan chest tube. Rongten dada Disebabkan trauma tumpul atau trauma tusuk, ditandai dengan
selanjutnya dibuat berdasarkan adanya kelainan intrathoraks lain dan adanya gejala Hemoptysis yang masif
atau penemuan fisik tambahan. Diperlukan sedikitnya 1 atau 2 gambar rongten dada Tindakan ditujukan pada pada hemopneumothoraks
selama periode 1-2 minggu untuk mengkonfirmasikan bahwa tidak ada kelainan atau Traumatic Wet Lung
koleksi intrathoracic lebih lanjut. Kelanjutan perawatan lebih lanjut ditentukan oleh Perubahan paru akibat trauma, berpa penambahan jumlah
sifat keadan cedera yang lain. cairan interstisial dan intra alveolar yang sulit dikeluarkan
Pasien yang mengalami intervensi pembedahan untuk retained hematothoraks pada Hematom Paru
keadaan akut atau terlambat harus dimonitor seperti pasien setelah thorakotomi atau Memar Paru
VATS. Biasanya, chest tube diangkat setelah produk drainase 25-50 mL dalam 24
jam. Rongten dada dibuat segera setelah pengangkatan. Perawatan bekas luka insisi Umumnya akibat trauma tumpul dan perdarahan yang terjadi
sama dengan perawatan luka bedah pada umumnya. Jika retained koleksi dimonitor terperangkap dalam parenkim paru dan menimbulkan Fluidothoraks
menggunakan manajemen konservatif, rongten dada dibuat serial sampai terjadi atau Hematothoraks.
resolusi. Peningkatan ukuran koleksi, pengembangan dari suatu air-fluid level, atau
timbulnya gejala yang baru ( misalnya, demam, batuk, dyspnea, pleuritic pain
)mungkin perlu dilakukan evaluasi dengan CT scan kembali dan intervensi
Ruptur di daerah Tracheo-bronchiale
Sering terjadi pada daerah setinggui iga ke I – III. Perlukaan ini sering
pembedahan.
terjadi akibat trauma tumpul dan terjadi pad 1 inci dari Karina dan
kebanyakan penderita meninggal ditempat.
Diagnosis :
Adanya pneumothoraks dengan gelembung udara yang banyak pada
1. Klinis / Pemeriksaan Fisik
WSD harus dicurigai adanya trauma bronchial.
Inspeksi : Sesak nafas, sianosis, sakit dada, KG(+)
Gejala :
Perkusi : pekak pada sisi sakit
Sesak nafas, sianosis
Auskultas : vesikuler melemah sampai menghilang
Batuk darah / hemoptisis --> akibat terputusnya a. bronchialis
2. Radiologis kecuali hematothoraks berat/masif Emfisema subcutan
Bila < 300 cc dapat terletak dibelakang diafragma sehingga tak tampak Tension Pneumothoraks denganpergeseran mediastinum.
Bila > 300 cc, tampak permukaan cairan pada cavum pleura
Sudut Costophrenicus menghilang Diagnosis :
Bila tampak putih semua / gambaran pulmo menghilang perdarahan > Pemeriksaan Fisik
800 cc Bronkoskopi
Radiologi
3. Pungsi
Pada hematothoraks dapat terjadi pengendapan fibrin dari darh pada paru, Kerusakan Jaringan jantung dan perikardium
diafragma, dinding dada dikenal sebagai Fibrothoraks yang diterapi dengan Tamponade Cordis
Thorakotomi.
Suatu keadaan terkumpulnya darah dalam cavum pericardium
Tindakan : (>50 cc) akibat trauma tajam / tumpul mengakibatkan pengisian
Minimal pungsi sampai 1 – 1,5L diulang 12 jam diastolik ventrikel nberkurang.
Moderat WSD no.28 atau 32 Diagnosis :
TRIAS BECK :
Suara jantung menghilang
JVP meningkat (karena menghambat diastole, darah terbendung)
2. Drainase postural
adanya bukti kesulitan atau anjuran untuk mengeluarkan sekret
o kesulitan mengeluarkan sekret dengan produk sputum > 25- 30ml/hari
o adanya bukti sekresi yang tertahan pada pasien dengan alat bantu
jalan nafas
adanya atelektasis yang dicurigai atau disebabkan oleh mucus plugging
pasien yang diddiagnosis dengan penyakit seperti Cystic Fibrosis,
Bronkiektasis atau penyakit kavitas paru
Monitoring
Yang perlu dimonitor atau diawasi pada pasien sebelum, selama dan sesudah
dilakukan fisioterapi nafas adalah:
1. Respons subyektif ( nyeri, ketidak-nyamanan, dispneu terhadap terapi)
2. Frekuensi nadi, disritmia dan EKG jika tersedia
3. Frekuensi nafas, pola pernafasan, kesimetrisan ekspansi toraksgerakan
torakoabdominal yang sinkron, flail chest
ULKUS DIABETIKUM 2. Mikroangiopati
------------------------------------------------ RD - Collection 2002 -------------------------------------------- Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil, arteriola,
- kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia
menyebabkan reaksi enzimatik dan nonenzimatik glukosa kedalam
membrana basalis. Penebalan membrana basalis menyebabkan penyempitan
Patogenesis lumen pembuluh darah.
1.Sistem Saraf
Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat. 3. Sistem Imun
Dahulu perubahan neurologis ini dianggap sebagai efek sekunder karena perubahan Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan monosit
vasa nervosum. Sampai akhirnya Thomas dan Lascelles menemukan bahwa jarang (makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan(adherence), fagositosis dan
sekali terjadi perubahan pada sistem vaskuler lokal yang mendarahi saraf. Penelitian proses-bunuh mikroorganisme intraseluler (intracelluler killing). Semua proses ini
terbaru menunjukkan bahwa neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena terutama penting untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya.
abnormalitas metabolisme intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih dari satu Empat tahapan tersebut diawali dengan kemotaksis,kemudian fagositosis, dan
enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf mulailah proses intra selulur untuk membunuh kuman tersebut oleh radikal bebas
sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang nyeri yang diterima kaki cepat oksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida. Dalam keadaan normal kedua bahan
mendapat respon dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya dihasilkan dari glukosa melalui proses hexose monophosphate shunt yang
kerusakan yang lebih besar. memerlukan NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate)
Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang Pada keadaan hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR) diubah
penderita DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanik, kemis, menjadi sorbitol, dan proses ini membutuhkan NADPH. Akibat dari proses ini sel
maupun termis, keadaan ini memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan H2O2 karena NADPH
kemudian masuknya mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau digunakan dalam reaksi. Gangguan ini akan lebih parah apabila regulasi DM
gangren. Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin memburuk.
adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya
refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan posisi, anhidrosis, pembentukan kalus 4. Proses Pembentukan Ulkus
pada daerah tekanan, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang Ulkus diabetikum merupakan suatu kaskade yang dicetuskan oleh adanya
dan sendi. hiperglikemi. Tak satupun faktor yang bisa berdiri sendiri menyebabkan terjadinya
ulkus. Kondisi ini merupakan akumulasi efek hiperglikemia dengan akibatnya
2.Sistem Vaskuler terhadap saraf, vaskuler, imunologis, protein jaringan, trauma serta mikroorganisma
Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM. Dua saling berinteraksi menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki.
kategori kelainan vaskuler, Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
1. Makroangiopati masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen,
besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras
aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
darah multiple. Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan
pembuluh darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
oklusi arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis. mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed
Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi kelainan space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal ,
metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.
meningkatnya trombosit.
APA ITU ULKUS DIABETIKUM ?
Salah satu komplikasi diabetes mellitus yang berupa kematian jaringan akibat infeksi berkembang. Dikutip dari Maggiore P, Echols RM. 1991.Infection in
kekurangan aliran darah. Biasanya dibagian ujung kaki. Diabetic Foot.In: Jahss MH. Disorders of the foot and Ankle. Medical and
Klasifikasi Surgical management. 2nd Edition. W.B. Saunders Company. 1937-57.
Pembagian kaki diabetikum menurut Wagner :
o Derajat 0 : resiko tinggi, tak ada ulkus, pembentukan kalus. Diagnosis
o Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit, klinis tidak ada infeksi. Anamnesis
o Derajat 2 : ulkus dalam, sering dengan selulitis, tidak ada abses atau infeksi Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama. Gejala-gejala
tulang. neuropati diabetik yang sering ditemukan adalah kesemutan, rasa panas di telapak
o Derajat 3 : ulkus dalam yang melibatkan tulang atau pembentukan abses. kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari. Gejala neuropati
o Derajat 4 : gangren lokal (ibu jari atau tumit). menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila
o Derajat 5 : gangren seluruh kaki. penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga
mengakibatkan luka pada kaki.
Manifestasi gangguan pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah berjalan pada
jarak tertentu akibat aliran darah ke tungkai yang berkurang (klaudikasio
intermiten). Manifestasi lain berupa ujung jari terasa dingin, nyeri kaki diwaktu
malam, denyut arteri hilang dan kaki menjadi pucat bila dinaikkan.. Adanya
angiopati ini menyebabkan penurunan suplai nutrisi dan oksigen sehingga
menyebabkan luka yang sukar sembuh.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Kesan umum akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat
berkurangmya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur kulit.
Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada
daerah daerah yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput
metatarsal. Adanya deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah
yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena
trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Tergantung dari
derajatnya saat kita temukan, ulkus yang terlihat mungkin hanya suatu ulkus
superfisial yang hanya terbatas pada kulit dengan dibatasi kalus yang secara klinis
tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi. Pada derajat 3 tampak adanya pus yang
keluar dari ulkus. Gangren tampak sebagai daerah kehitaman yang terbatas pada jari
atau melibatkan seluruh kaki.
Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat.
Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada arteri
yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan teraba sebagai daerah yang tebal dan
keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta
tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada
daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Pintu masuk
Gambar 1. perkembangan ulkus .A.Pembentukan plak keratin keras sebagai kalus.B.
harus dibuka lebar untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot,
Kerusakan jaringan jauh di da;am kalus. C. Ruptur permukaan kavitas,
tendo serta tulang yang terlibat.
terbentuk ulkus. D. Blokade ulkus oleh keratin, bakteri terperangkap,
Pemeriksaan Sensorik
Resiko pembentukan ulkus sangat tinggi pada penderita neuropati sehingga apabila
belum tampak adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses
pembentukan ulkus dapat dicegah.
Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian nilon monofilamen 10 gauge. Pengelolaan
Test positif apabila pasien tidak mampu merasakan sentuhan monofilamen ketika 1.Kontrol Nutrisi dan Metabolik
ditekankan pada kaki walau monofilamennya sampai bengkok. Kegagalan Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
merasakan monofilamen 4 kali dari sepuluh tempat yang berbeda mempunyai luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
spesifitas 97% serta sensitifitas 83%. penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin
diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren
diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%.
Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu
mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi,
kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus
diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan SIAPA YANG BERESIKO TINGGI TERKENA ULKUS DM?
sebagai berikut: 1. Penderita DM lama
jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan) 2. Kadar gula darah tinggi
mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat) 3. Jenis kelamin
osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi 4. Umur
amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki) 5. Perokok
amputasi transmetatarsal 6. Hypertensi
amputasi syme 7. Kegemukan
8. Hypercholesterol
Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah lutut 9. Kurang gerak
atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah :
Bagaimana mekanisme terjadinya ulkus? Ada 3 faktor yang berpengaruh :
membuang jaringan nekrotik
1. Neuropathy (kelainan saraf)
menghilangkan nyeri
Sensorik hilang rasa
drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder
Motorik perubahan tumpuan
merangsang vaskularisasi baru. Otonom shunting di mikrovaskuler tak efektif perfusi jaringan menurun
rehabilitasi yang terbaik Gangguan keringat -> kulit menjadi kering.
Trauma Tumpul
Trauma tumpul pada arteri juga dapat dibagi dalam beberapa derajat.
Derajat I Robekan tunika intima luas, Komplikasi lanjut penyempitan lumen
karena trombus
Derajat I adalah robekan tunika intima yang luas. Kelainan ini
dapat menunjukkan gejala atau tanda setempat maupun perifer.
Komplikasi lanjutnya adalah penyempitan lumem arteri karena
pembentukan trombus, mungkin sampai terjadi stenosis arteri.
Penangulangannya berupa reseksi dan anastomosis pembuluh
darah.
Trauma arteri terjadi akibat trauma tumpul (Crush Injury) dan penetratum. Prioritas
Vena
penanganan meliputi pengendalian jalan nafas, Restorasi volume darah sirkulasi. Trauma pada vena biasanya akibat trauma tumpul 7%, luka tembak 52% dan luka
Pemeriksaan fisik yang penting : bacok 36%.
Penanganan ditujukan pada kontrol perdarahan dengan cara Penekanan digital atau
Adekuasi perfusi distal bandingkan dengan sebelah
balutan penekanan, untuk mencegah perdarahan dan masuknya udara kedalam
Refilling kapiler
sistem vena karena dapat menimbulkan Emboli udara. Repair trauma venosa jarang
Warna ektremitas timbul Trombophlebitis atau embolisme pulmoner.
Suhu
Status neurologis fungsi sensoris di distal trauma
Macam Tindakan Bedah pad Vaskular :
Untuk menguji adanya kompresi mekanis vaskuler di proksimal dengan : 1. Bedah Rekontruktif
Allen test, manuver Adson, manuver Costoclavicular dan manuver Hiperabduksi. Interposisi menjahit tembelan dari segmen yang rusak
Patch mengganti segmen yang rusak dengan vena /protesa
By pass penambahan dari vena yang rusak
Penanganan 2. Bedah Paliatif
Resusitasi cairan Tujuan : Mengurangi nyeri, Membuat vasodilatasi, Dikerjakan bila
Hentikan perdarahan rekontruksi gagal
Jangan dipasang Torniquet karena bagian distal akan semakin buruk - Simpatektomi ganglion
- Simpatektomi Perivaskuler
Akibat Trauma Arteri menimbulkan : 3. Bedah Invasif Endoluminal
Inkomplet transection - Endotelektomi
Komplet Transection - Balon dilatation
Laserasi dengan komplikas - Ablasi Laser
Luka Tertutup - Pemasangan Sten
Trauma tumpul vaskuler pada ekstremitas sering disertai fraktur tulang panjang.
Trauma tulang yang sering menimbulkan trauma vaskuler adalah fraktur femur,
fraktur supracondiler humeri, dan luksasi genu. Komplikasi trauma vaskuler dapat
terjadi setelah dilakukan perbaikan lesi pembuluh darah, atau lama setelah trauma
berlalu tampa tindakan yang adekwat :
1. trombosis
2. infeksi
3. stenosis
4. fistula arteri-vena
5. aneurisma palsu Pengukuran tekanan intra-kompartemen
Trombosis, infeksi dan stenosis merupakan komplikasi yang dapat terjadi segera
pasca operasi, sedangkan fistula arteri-vena dan aneurisma palsu merupakan
komplikasi lama.
Penunjang
Arteriografi sangat jarang diperlukan dan hanya pada kasus tertentu saja, misalnya
Sindroma kompartemen adalah suatu keadaan dimana tekanan tinggi dalam suatu
bila terdapat keraguan antara spasme arteri atau sumbatan, dan pada kasus yang
ruang fascial tertutup menurunkan perfusi darah kapiler dibawah garis yang
masih diragukan diagnosisnya (untuk diagnosis dini) atau untuk menentukan lokasi
diperlukan untuk viabilitas jaringan (Mubarek dan Hargens cit. Gomez dan Martin,
yang tepat dari trauma untuk kita lakukan eksplorasi. Pendapat lain menulis lebih
1991). Dalam hubungannya dengan trauma ekstremitas, sindroma kompartemen
baik membuka dan memeriksa kerusakan arteri dari pada menunggu hasil
dapat mengakibatkan iskemia berkepanjangan akibat trauma arteri dan reperfusi,
arteriografi supaya tindakan tidak terlambat. Sebaliknya yang berguna adalah
trauma jaringan lunak yang luas, atau fraktur dengan komplikasi perdarahan.
arteriografi intra-operatif dengan maksud supaya dapat langsung mengetahui hasil
Penyebab paling sering sindroma kompartemen adalah fraktur (sebagian besar
rekonstruksi, apakah masih ada lesi vaskuler yang ketinggalan. Arteriografi bukan
fraktur tibia), sumbatan arterial akut, dan trauma jaringan lunak dan dapat juga
merupakan prosedur rutin dalam menegakkan diagnosis, karena waktu yang
disebabkan oleh balutan konstruktif dan cast, dimana saat elevasi ekstremitas dapat
dibutuhkan untuk melakukannya akan membiarkan waktu iskemia ekstremitas yang
menyebabkan perubahan iskemik dengan menurunkan aliran arterial.
lebih lama berlangsung. Arteriografi dikerjakan bila terdapat keragu-raguan
Diagnosis sindroma kompartemen sering bergantung pada adanya kehilangan funsi
diagnosis, pada re-eksplorasi dan pasca-operasi. Akhir-akhir ini arteriografi juga
dan sensor, meskipun nyeri biasanya gejala pertama yang diketahui. Sering satu-
dianjurkan pada trauma luas (crush injuries) untuk mengetahui lesi vaskuler yang
satunya tanda fisik yang ada adalah pembengkakan dan kompartemen yang tegang.
multipel dan kondisi kolateral yang ada. Dengan pemeriksaan cara Doppler,
Adanya pulse di distal terhadap area yang terkena adalah biasa dijumpai karena
(merekam pantulan gelombang suara sel darah merah) dapat dipelajari keadaan
sindroma ini memperngaruhi mikrosirkulasi daripada makrosirkulasi.
aliran darah dalam pembuluh arteri. Selain untuk diagnosis alat ini juga digunakan
untuk menilai pasca anastomosis arteri.
Setiap kerterlambatan dari tindakan dapat menyebabkan kegagalan tindakan, Bila ada kerusakan vena bersama dengan arteri, seharusnya dilakukan penyembuhan
walaupun golden period 6-12 jam adalah relatif. Edward dan Lyons mendapatkan vena lebih dahulu setelah mengeluarkan trombus yang terjadi terutama pada vena
jarangnya terjadi gangren pada rekonstruksi vaskuler dalam 6 jam, tapi terdapat utama. Vena yang kecil bisa diikat saja. Bila edema mengganggu aliran darah
lebih dari 50 % bila perbaikan setelah 12 jam. Tanda-tanda iskemia yang jelas diekstremitas, maka fasiotomi sebaikya dipertimbangkan. Biasanya perbaikan
terlihat umumnya pada kulit, tetapi sebenarnya otot dan saraf lebih tidak tahan pembuluh darah dilakukan setelah fiksasi tulang, walaupun beberapa ahli melakukan
terhadap iskemia. Trauma arteri tidak semua perlu direpair atau hanya diligasi. sebaliknya, tetapi pada ekstremitas yang iskemia perbaikan pembuluh darah harus
Biasanya pada arteri yang mempunyai kolateral. Sebaliknya bila tidak mempunyai didahulukan.
kolateral harus segera direpair. Insisi pilihan untuk pemaparan masing-masing arteri Tindakan yang sering dikerjakan pada rekontruksi pembuluh darah ialah
adalah penting. anastomosis ujung ke ujung atau anastomosis dengan graft vena safena magna,
Bila disertai dengan perdarahan yang banyak, maka harus segera diatasi dengan dianjurkan pemakaian graft bila kehilangan arteri lebih dari 1,5 cm. Ligasi arteri
penekanan diatas daerah yang berdarah , jangan dipasang torniket dalam waktu yang femoralis, arteri poplitea, arteri aksilaris dan arteri bracialis tidak dibenarkan.
lama karena merusak sistem kolateral yang ikut terbendung. Pertama-tama arteri Sedangkan arteri lain tergantung dari vaskulerisasi distal. Pada semua trauma
proksimal harus dikontrol perdarahannya, biasanya dengan benang kasar yang dengan kelainan sendi harus dicari apakah ada kelainan vaskuler.
melingkar arteri (seperti jerat) kalau perlu dengan klem vaskuler. Ini supaya kita Fasiotomi dipertimbangkan pada keadaan meningginya tekanan kompartemen pada
dapat bekerja dengan baik (lapangan operasi baik). Juga arteri bagian distal harus cedera arteri yang dapat terjadi dan dikerjakan pada awal operasi atau setelah
dijerat. perbaikan arteri selesai. Ada dua teknik fasiotomi untuk tungkai bawah bawah.
Kadang-kadang diperlukan pintasan sementara pada arteri yang terputus Pertama adalah fibulektomi yaitu suatu manufer teknis yang ekstensif yang tidak
(thromboresistent plastic tube). Pintasan ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu digunakan lagi. Umumnya ahli bedah menggunakan tehnik kedua, yang
: mencegah iskemia selama operasi, dapat dilakukan perfusi bagian distal dengan dipopulerkan oleh Mubarak dan Owen, karena cara ini dapat dikerjakan dengan
larutan heparin kalau perlu dengan tekanan, dan bisa melakukan debridement luka cepat dan aman. Suatu insisi kulit anterolateral yang panjang dibuat 2 cm sebelah
dengan leluasa, rekontruksi vena dan fiksasi dari fraktur sebelum menyambung anterior shaft fibula; setelah kompartemen fascia anterior dan lateral dibuka secara
arterinya sendiri. Pemakaian Forgaty ballon catheter penting sekali artinya disini. terpisah, suatu insisi kulit posteromedial dibuat 2 cm sebelah posterior shaft tibia.
Dilakukan pengeluaran trombus sebelum pemasangan tube. Pada waktu anastomosis Jaringan sub kutan didorong dengan diseksi tumpul, dan kompartemen posterior
arteri sesaat sebelum selesai jahitan, kateter ini diangkat. Pada trauma pemakaian profunda dan superficialis terbuka secara terpisah (Shackford dan Rich,1991).
heparin sistemik berbahaya, tapi dosis kecil dari heparin yang diberikan langsung Lengan bawah mengandung dua kompartemen, yaitu volar dan dorsal. Kopartemen
terutama kebagian distal dapat mencegah terbentuknya trombus. volar dapat dibuka dengan suatu insisi tunggal dari area tepat proksimal fossa cubiti
Cara rekonstruksi arteri tergantung dari luas dari mekanisme trauma. Teknik jahitan meluas ke distal ke pertengahan tangan, termasuk pembebasan canalis carpi.
tak banyak berubah sejak Carrel di tahun 1907 mengemukakan cara anastomosis Kompartemen dorsal biasanya dibuka melalui suatu insisi panjang, sepanjang lengan
langsung. Adventisia harus jelas pada ujung arteri, jahitan harus mengenai seluruh bawah dan melalui fascia dorsalis (Gomez dan Martin,1991).
lapisan, terutama intima harus terbawa dalam jahitan. Bentuk jahitan apakah satu- Fasiotomi merupakan tindakan pencegahan yang dilakukan untuk mengatasi
satu atau jelujur tergantung keadaan. Umumnya arteri yang kecil sebaiknya satu-satu sindroma kompartemen yang sedang berkembang dan sebagai modalitas penaganan
yang lebih disenangi bahan sintesis yang atraumatik dan monofilamen (prolene dan bila diperberat oleh adanya trauma vaskuler, namun demikian tindakan fasiotomi
lain-lain) daripada sutra. akan memperpanjang masa tinggal di rumah sakit untuk keperluan penyelamatan
Setelah bagian proksimal dan distal dibebaskan dapat dilakukan anastomosis. Tetapi anggota gerak dan harus diwaspadai adanya kemungkinan terjadinya komplikasi,
penyempitan atau tegangan harus dicegah atau tegangan harus dicegah. Untuk ini yaitu infeksi (Field et al,1994).
dapat dilakukan penambalan atau graft dengan vena autogen. Pada umumnya vena
graft autogen lebih disenangi untuk mengatasi persoalan vaskuler. Seringkali Tujuan akhir dari rekonstruksi pada trauma vaskuler adalah untuk menurunkan
kerusakkan vaskuler terjadi bersamaan dengan kerusakkan jaringan lunak angka amputasi. Dasar dari keberhasilan suatu rekontruksi arteri adalah secepat
sekitarnya, sedangkan perlindungan oleh jaringan lunak ini sangat penting artinya mungkin mengenal dan memberikan perawatan, arteriografi preoperatif dan
untuk kesembuhan. Kadang-kadang kita harus meletakkan vena autogen tadi pada intraoperatif dipertimbangkan sebaik mungkin, mengerjakan trombektomi kebagian
tempat yang bukan anatomis. Kalau kita memerlukan vena safena, sebaiknya proksimal dan distal, pemakaian heparin yang sepantasnya dan lebih mengutamakan
diambil pada sisi yang tidak sakit supaya tidak mengganggu sistem vena pemakaian vena autogen sebagai graft.
ekstremitas yang bersangkutan. Letak vena ini harus dibalik dengan lumen yang Pemakaian vena safena magna dalam bedah vaskuler dianjurkan oleh Kunlin (1951)
sama atau lebih besar sedikit dari arterinya. Kalau terpaksa sekali dapat dipakai dan Linton (1955). Pada mulanya setelah arterektomi dilakukan end to end
dacron, dengan melakukan preclotting lebih dulu. anastomosis. Ternyata banyak terjadi kerusakan jaringan kolateral.
Juga kemungkinan besar akan terbentuk penyempitan pada anastomosis (Linton, Luka diirigasi dengan larutan antibiotika kemudian ditutup lapis demi lapis,
1955). Oleh Kunlin dianjurlan end to side anastomosis. Vena safena magna dikarenakan 75% yang menerima graft pada trauma vaskuler mengalami kegagalan
merupakan graft of choise. akibat infeksi dan trombosis.
Keuntungan dari pintasan dengan vena autogen ini adalah : Oleh Klopper dirumuskan syarat-syarat bagi suatu protesis pembuluh sebagai berikut :
a. Tidak terdapat reaksi antigen atau alergi. a. Bentuk yang tidak berubaholeh pengaruh cairan jaringan atau bahan kimia lainnya
b. Tidak diperlukan tempat pengawetan b. Tidak menjadi rusak bila disteriliser dalam autoklaf
c. Tidak ada perdarahan basar sewaktu anastomosis dibuka seperti pada c. Dapat dibuat dengan mudah dan dengan harga yang relatif murah
pemakaian prostesis yang sintesis d. Tidak menimbulkan reaksi radang atau alergi
d. Cabang-cabang pembuluh darah dapat dipertahankan pada anastomosis ujung e. Tidak menambah reaksi pembekuan
ke sisi f. Tidak merangsang pembentukan tumor
e. Sesuai dengan kehendak alam maka disini sistem kolateral diperbaiki dengan
aliran darah yang besar
f. Tidak terlihat aneurisma kecuali kalau lupa meletakkan venanya secara terbalik Pada trauma rusak remuk biasanya terjadi kerusakan jaringan yang berat yang
g. Didaerah sendi tidak akan tertekuk seperti pemakaian protesis sintesis dengan cepat mengalami nekrosis dan penderita akan kehilangan tungkai biarpun
pembuluh darahnya pasca rekontrusi berfungsi dengan baik. Mempertahankan
Kerugian dari pintasan dengan vena autogen ini adalah sebagai berikut : ekstremitas tidak realistik dan tidak akan berguna, bila fungsi seutuhnya tidak dapat
a. Vena safena kadang-kadang tidak cukup panjang untik melintasi daerah dikembalikan. Karena itu amputasi primer pada kasus trauma vaskuler dengan
obstruksi. Ini dapat diatasi dengan memakai teknik pelebaran pada anastomosis kerusakan jaringan dan tulang yang berat tidak dapat dianggap sebagai kegagalan
yang proksimal. Pada beberapa kasus vena safena mungkin tidak terbentuk atau penatalaksanaan trauma. Lange dkk, mengusulkan protokol untuk diterapkan pada
terlampau sempit. Ini dapat diatasi dengan memakai vena kubiti trauma vaskuler.
b. Vena tidak dapat dipakai untuk mengganti pembuluh darah yang besar seperti 1. Indikasi absolut amputasi primer :
aorta atau arteri iliaka, karena sering terbentuk aneurisma a. Bila saraf terputus total pada penderita dewasa
c. Operasi lebih sukar karena vena lebih lekas robek b. Bila trauma dengan kerusakan remuk yang mempunyai iskemia lebih
d. Untuk mengambil vena diperlukan sayatan operasi yang panjang. Sering dari 6 jam
diperlukan nekrosis dari pinggir sayatan dan peradangan. 2. Indikasi relatif :
e. Pada beberapa kasus vena safena magna mungkin tidak terbentuk terlampau a.Bila trauma berganda pada anggota tubuh lain
sempit. Ini dapat diatasi dengan mamakai vena kubiti. b.Bila terdapat trauma berat pada ekstremitas yang sama
c.Bila diperkirakan tidak cukup jaringan untuk menutup luka.
Pemakaian graft sintesis seperti gelas dan alumunium, perak, vitallium dan
polyetetrafluoroethylen (PTEE) pernah dipakai dalam usaha untuk mengganti arteri Pemakaian heparin bertujuan mencegah terjadinya komplikasi sumbatan karena
dengan graft sintetis (Martin et al;1994). Kemudian Voorhees Cs (1952) berhasil terbentuknya trombus pada anastomosis arteri atau vena khususnya pada pemakaian
membuat pipa berpori dari Vinyon-N yang cocok untuk pemakaian klinik. Sekarang graft. Mekanisme kerja heparin mengikat antitrombin III membentuk kompleks yang
kita mengenal juga nylon. Teflon dan dacron (Meijme, 1957) yang berpori dan berafinitas lebih besar dari antitrombin III sendiri, terhadap beberapa faktor
dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dibengkokkan tampa kerusakan yang berarti. pembekuan darah aktif, terutama trombin dan faktor Xa. Sediaan heparin dengan
Martin et al.(1994) menggunakan stented graft untuk menangani trauma arterial, berat molekul rendah (<6000) beraktifitas anti-Xa kuat dan sifat antitrombin sedang,
dengan mempertimbangkan keuntungan menurunkan kehilangan darah, merupakan sedangkan sediaan heparin dengan berat molekul yang tinggi (>25.000) beraktifitas
prosedur yang kurang invasif, menurunkan kebutuhan anestesia, dan diseksi terbatas antitrombin kuat dan anti-Xa yang sedang.
pada medan yang terkena trauma. Pemasangan endovascular stented graft yang
mengandung polyetetrafluoroethylen tubuler 6 mm (Goretex) dan ballon
expandable stents oeh Marin dan Veith (1995) telah berhasil untuk menangani
trauma arterial. Penjahitan graft dengan menggunakan polypropylen 5-0 atau 6-0
secara kontinyu, jahitan terputus diperlukan untuk vasa kecil. Adekuasi repair
sebaiknya ditentukan oleh arteriogram intra-operatif, sehingga ditemukan inadekuasi
dapat dikoreksi pada saat itu juga. Heparinisasi dapat dipakai dalam batas tertentu.
Penyakit2 Arteri Akut : Anatomi Arteri Perifer
Penyakit Arteri Perifer Oklusi-RD-Collection 2002
Ekstremitas Inferior
Bifurkasio aorta abdomen bercabang menjadi a. iliaca communis dexter dan sinister.
A. iliaca communis bercabang menjadi a. iliaca externa dan interna. A. iliaca externa
melanjutkan diri ke distal dari ligamentum inguinal sebagai a. femoralis communis,
Kelainan sumbatan arteri kronik yang sering menyebabkan gangguan aliran darah,
yang kemudian menjadi a. femoralis superficialis dan a. femoralis profundus . A.
dikelompokkan :
femoralis superficialis hanya mempercabangkan a. genicular suprema. A. femoralis
1. Angioneuropati merupakan kelainan vasomotor arteri, misalnya penyakit
profunda biasanya muncul 3-4 cm dibawah ligamentum inguinal dan bercabang-
Raynaund
cabang menjadi a. circumflexa femoris lateral, a. circumflexa femoris medial dan aa.
2. Penyakit arteri oklusi disebabkan oleh proses degenerasi seperti
perforantes. Cabang-cabang ini beranastomosis dengan cabang-cabang a. iliaca
arteriosclerosis (atherosklerosis) atau proses radang seperti pada endangiitis
interna untuk memberikan sirkulasi kolateral jika terdapat oklusi pada a. iliaca
obliterns (Winnewarter- Buerger).
externa.
3. Angiopati adalah reaksi abnormal pada pembuluh darah terminal, misalnya
Arteri femoralis superficialis turun ke bawah belakang lutut dan menjadi a. poplitea
akrosianosis esensial.
setelah melewati kanalis adductorius. Di bawah lutut, a. poplitae langsung
melanjutkan diri sebagai trunkus tibioperoneal setelah mempercabangkan a. tibialis
Penyakit arteri oklusi kronik merupakan penyakit sumbatan kronis pada arteri yang
anterior. Bifurcatio trunkus tibioperoneal membentuk a. tibialis posterior dan a.
sering diderita oleh orang tua, karena penyakit ini sering akibat dari atherosklerosis
peronealis. Pada regio genu, a. poplitea bercabang menjadi a. genicular dan a.
yang berkembang hampir sejajar dengan pertambahan usia. Insidensi penyakit arteri
suralis. Dua a. genicular superior, a. genicular media dan dua a. genicular inferior
oklusi kronik berkisar 10%-15% pada orang dengan usia diatas 70 tahun. Laki-laki
membentuk jaringan anastomosis disekitar lutut dan kemudian 2 atau 3 arteri
dan perempuan memiliki resiko yang sama menderita penyakit arteri oklusi kronik,
memberikan darah pada m. gastrocnemius.
namun demikian atherosklerosis pada ekstremitas inferior lebih sering diderita oleh
Arteri recurrent tibialis anterior merupakan cabang penting a. tibialis anterior ke
laki-laki. Arteri ekstremitas inferior lebih sering mengalami oklusi dibandingkan
proximal dan berhubungan dengan anastomosis genicular. A. tibialis anterior turun
ekstremitas superior. Selain itu gejala dan tanda yang muncul lebih sering pada
ke bawah dan mensuplai kompartemen anterior cruris dan melanjutkan diri ke
ekstremitas inferior, hal ini mungkin disebabkan karena lebih berlimpahnya
dorsum pedis sebagai a. dorsalis pedis. A. tibialis posterior memberikan cabang ke a.
sirkulasi kolateral dan rendahnya kejadian atherosklerosis pada ekstremitas
peronealis dan sebuah cabang kecil memberikan anastomosis ke anyaman genicular
superior.
genu. Cabang utama ketiga a. poplitea adalah a. peronealis yang memberikan cabang
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri oklusi kronik
perforantes di atas ankle joint yang menghubungkan a. tibialis anterior dan a. tibialis
adalah kebiasaan merokok, penderita diabetes, riwayat keluarga menderita
posterior. Pada pedis, a. tibialis posterior bercabang menjadi a. plantaris medial dan
atherosklerosis, tekanan darah tinggi, level kolesterol yang tinggi, orang yang gemuk
a. plantaris lateral. A. dorsalis pedis bercabang menjadi a. tarsalis lateral, a. tarsalis
dan orang yang tidak aktif secara fisik.
media, a. arcade dan arcus plantaris. Semua cabang-cabang itu bergabung
memberikan suplai darah ke kaki. Meskipun arteri yang paling sering terkena
Definisi adalah a. femoralis superficialis distal, biasanya lebih dari 1 lokasi yang terlibat pada
Oklusi arteri perifer baik akut maupun kronis, Pada Arteriografi gambaran saat yang sama. Arteri poplitea sendiri sering terlibat. A. tibialis anterior sering
penyempitan sampai dengan pembuntuan sehingga timbul arteri2 kolateral. terlibat terutama pada penderita diabetes.
Secara anatomis penyakit ini didefinisikan sebagai penyakit arterial atherosklerotik,
sedangkan secara fungsional didefinisikan sebagai penyakit penyempitan arteri yang Ekstremitas Superior
menyebabkan ketidak-seimbangan antara suplai oksigen ke jaringan dan kebutuhan Arteri subclavia melanjutkan diri ke distal menjadi a. axillaries setelah melewati
jaringan terhadap oksigen sehingga menimbulkan gejala-gejala klaudikasio celah antara m. scalenus anterior dan m. scalenus medius. Di dalam fossa axillaris, a.
intermiten, keterbatasan aktifitas atau kehilangan jaringan. axillaris bercabang menjadi a. thoracica suprema, trunkus thoraco-acromialis, a.
thoracalis lateral, a. subscpularis, a. circumflexa humeri posterior dan a. circumflexa
humeri anterior. Dua arteri terakhir akan beranastomosis dengan ramus ascendens a.
profunda brachii.
Arteri axillaris berubah menjadi a. brachialis setelah melewati ventral dari insersio
m. pectoralis major. A. brachialis bercabang menjadi a. profunda brachii, a.
collateralis ulna superior dan a. collateralis ulna inferior. A. profunda brachii
bercabang menjadi a. collateralis media dan a. collateralis radialis. A. brachialis Plak atherosklerotik ini dapat terjadi diseluruh sistem arteri. Lapisan tunika intima
setelah melewati fossa cubiti bercabang menjadi a. radialis dan a. ulnaris. A. radialis (endotel) yang licin merupakan perlindungan penting dalam melawan
mempercabangkan diri menjadi a. recurrent radialis yang beranastomosis dengan a. pembentukan trombus, sehingga plak atherosklerotik mempunyai kecenderungan
profunda brachii. A. ulnaris bercabang menjadi a. recurrent ulnaris anterior, a. yang besar menjadi trombus arteri. Plak atherosklerotik cenderung berkembang di
recurrent ulnaris posterior dan a. interosseous communis. A. interosseous communis bagian pembuluh yang bercabang, misalnya bifurkasio, saluran yang tiba-tiba
bercabang menjadi a. recurrent interosseous, a. interosseous posterior dan a. melengkung, atau pada lumen pembuluh yang menyempit. Plak atherosklerotik
interosseous anterior. Aa. collateralis bersama-sama dengan aa. recurrent saling lebih banyak ditemukan pada ekstremitas inferior daripada ekstremitas superior
beranastomosis membentuk rete articulasio cubiti. A. ulnaris melanjutkan diri ke dan seringkali pada tempat percabangan aorta, a. iliaca communis, a. femoralis
distal membentuk arcus palmaris superfisialis di daerah palmar bagian volar dan dan a. poplitea. Plak atherosklerotik dapat mempengaruhi aliran darah ke jaringan
beranastomosis dengan a. radialis, yang kemudian bercabang menjadi aa. digitalis perifer, tergantung pada letak plak, berat ringannya sumbatan, kebutuhan
palmaris communis. A. radialis melanjutkan diri ke distal membentuk arcus palmaris metabolik di distal sumbatan dan sistem kolateral yang terbentuk. Penimbunan
profundus dan beranastomosis deangan a. ulnaris, yang kemudian bercabang lemak lokal dan jaringan fibrous dalam arteri secara progresif mempersempit
menjadi aa. metacarpalia palmaris. Aa. metacarpalia dan aa. digitalis communis lumen arteri, sehingga meningkatkan resistensi aliran darah. Dengan
selanjutnya saling beranastomosis. meningkatnya resistensi terhadap aliran darah maka jumlah darah yang mengalir
ke distal sumbatan menjadi berkurang. Jika kebutuhan oksigen jaringan lebih
Trias Virchow banyak daripada kemampuan pembuluh untuk menyediakan oksigen, maka terjadi
Untuk terjadinya Trombosis diperlukan 3 faktor : iskemia jaringan.
1. Kerusakan dinding Pembuluh darah
2. Berkurangnya aliran darah Morfologi sumbatan arteri dapat berbentuk segmental, ekstensif, stenosis dan
3. Gangguan faal Hemostasis oklusif. Suatu sumbatan arteri yang segmental jika tidak mendapat penanganan,
maka dapat meluas menjadi suatu oklusi yang ekstensif.
Patofisiologi
Keadaan akut , akibat Emboli yang berasal dari material trombus akibat gangguan Hemodinamik Oklusi Arteri
aliran darah, kelainan dinding pembuluh arteri atau kelainana jantung. Keadaan Bila timbul stenosis arteri, perbedaan tekanan akan menyebabkan pelebaran
kronis akibat proses lambat misal penderita Diabetes, Hyperkolesterolemia pembuluh darah yang berdekatan di sekitar oklusi, yang disebut arteri kolateral.
Sedangkan, pengurangan tekanan lebih distal dalam sirkulasi menyebabkan
Penyakit arteri oklusi kronik adalah gangguan aliran arteri yang kronik, yang paling vasodilatasi lapangan sirkulasi distal, yang dinamakan tahanan vaskuler perifer.
sering disebabkan oleh atherosklerosis. Atherosklerosis adalah setiap jenis proses Kombinasi tahanan stenosis arteri segmental dan pembuluh darah kolateral yang
penyakit yang mengakibatkan degenerasi, pengerasan atau penebalan dinding arteri berdekatan disebut tahanan segmental. Normalnya tahanan vaskuler segmental arteri
sehingga menyebabkan penyempitan sampai oklusi lumen arteri. Proses besar adalah rendah dan tahanan vaskuler perifer relatif tinggi. Aliran darah istirahat
atherogenesis diawali dengan deposisi lipid yang terjadi ketika membanjirnya dan yang melalui arteri besar mempunyai komponen pulsasi yang besar dan suatu
mengendapnya kolesterol didalam tunika intima (endotel) arteri. Perkembangan plak komponen aliran darah rata-rata yang rendah, dengan sedikit penurunan tahanan
atherosklerotik dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu : segmental yang menyertai. Dengan olah raga, tahanan perifer menurun dan aliran
yang melalui arteri segmental meningkat sebanyak 10 sampai 20 kali lipat dari nilai
Stadium pertama yaitu endapan lemak pada tunika intima arteri yang tidak
istirahat, melawan tahanan perifer yang relatif kecil.
menyebabkan obstruksi dan bersifat reversible.
Pada penyakit arteri dengan oklusi sedang, tahanan segmental pada arteri yang
Stadium kedua yaitu pembentukan plak fibrous. Pada stadium ini tunika intima
terkena meningkat, tetapi aliran darah istirahat mungkin normal akibat penurunan
dengan endapan lemak dikelilingi kolagen, serabut-serabut elastik dan matriks
kompensasi dalam tahanan vaskuler perifer. Peningkatan tahanan segmental
mukoprotein. Plak atherosklerotik dapat juga menonjol ke dalam lumen arteri
mengakibatkan pengurangan komponen pulsasi aliran darah melalui daerah yang
sehingga menimbulkan obstruksi.
terkena dan dihubungkan dengan perbedaan tekanan istirahat abnormal yang melalui
Stadium ketiga yaitu plak atherosklerotik yang berkomplikasi. Ruptur plak segmen. Dengan olah raga, tahanan vaskuler perifer menurun lebih lanjut, tetapi
fibrous dan ulserasi plak fibrous dapat dengan cepat menimbulkan trombosis kemampuannya untuk ini terbatas pada penurunan resistensi terkompensasi saat
dan mempercepat pertumbuhan plak dan biasanya terjadi pada tepi plak. istirahat, sehingga aliran darah pada saat olah raga lebih rendah dari normal. Aliran
darah pada saat olah raga dibatasi lebih lanjut oleh semakin menurunnya tekanan
yang melalui tahanan segmental saat laju aliran meningkat. Sebagai akibatnya,
terjadi iskemia otot (klaudikasio) saat olah raga. Pada penyakit arteri dengan oklusi distal oklusi, kuku yang menebal, kulit mengkilap, pucat pada kaki saat dielevasi
perifer lanjut, aliran darah istirahat dapat berkurang, walaupun ada pengurangan dan memerah kembali pada saat kaki menggantung. Dengan berkembangnya
maksimum dalam tahanan vaskuler perifer serta mungkin timbul nyeri istirahat penyakit maka terjadi ulkus dan gangren.
iskemik atau nekrosis jaringan. Dengan olah raga, hanya sedikit atau tidak ada Oklusi dapat terjadi pada jalur aortoiliakal, fomeropopliteal dan arteri-arteri kecil.
peningkatan aliran darah yang bisa terjadi akibat vasodilatasi perifer maksimum dan Tanda dan gejala yang muncul pada ekstremitas inferior tergantung pada letak,
klaudikasio segera terjadi, biasanya dengan pengurangan jelas dalam tekanan yang beratnya insufisiensi aliran darah dan sistem kolateral yang terbentuk. Pada oklusi di
melintasi tahanan segmental. Walaupun perkembangan pembuluh darah kolateral daerah aortoiliaka, tubuh akan berusaha membentuk kolateral yang merupakan jalan
menonjol, namun tahanan sirkuit kolateral selalu lebih besar dari arteri asal yang pintas untuk mempertahankan fungsi organ di distal oklusi.
teroklusi. Akibatnya, walaupun ada sirkulasi kolateral yang luas, namun perbedaan Terdapat empat sistem kolateral utama yang memintas sumbatan aortoiliaka, yaitu
tekanan sistolik istirahat hampir selalu dapat dicatat melintasi segmen arteri yang melalui pembuluh darah dinding perut, di pinggang, di mesenterium, dan di otot
terkena penyakit arteri oklusi. gluteus.
Faktor hemodinamik ini yang menerangkan gejala dan tanda penyakit arteri oklusi 1. Sistem kolateral epigastrika melalui dinding perut, dari a. epigastrika superior ke
perifer. Karena pengurangan tekanan melalui segmen vaskuler yang sakit, maka nadi a. epigastrika inferior terus ke a. femoralis komunis.
menjadi lemah atau tidak teraba. Pasien dengan nadi lemah pada saat istirahat 2. Sistem kolateral lumbal melalui pinggang, dari a. lumbalis melalui a.iliaka
mungkin akan kehilangan nadi pada saat olah raga akibat penurunan lebih lanjut sircumfleksa ke a. femoralis komunis atau melalui a. iliolumbalis ke a. iliaka
tekanan arteri distal yang berhubungan dengan peningkatan aliran darah melintasi interna.
tahanan vaskuler segmental.. 3. Sistem kolateral mesenterik melalui mesenterium, dari a. mesenterika superior ke
a. mesenterika inferior terus ke a. hemoroidalis superior dan a. hemoroidalis
Faktor Resiko inferior dan terakhir ke a.iliaka interna.
Faktor endogen meliputi usia dan anomali metabolisme seperti diabetes mellitus, 4. Sistem kolateral iliofemoralis melalui otot gluteus, dari cabang a. iliaka interna
hiperlipidemia atau hipertensi, sedangkan faktor eksogen diantaranya merokok, gaya (a. gluteus superior, inferior dan a. obturatoria) ke cabang a.femoralis profunda.
hidup modern, trauma dan kebiasaan makan berlebihan. Usia merupakan salah satu
faktor resiko yang paling dominan dan kuat. Perubahan arteriosklerotik berkembang Beratnya insufisiensi aliran darah pada ekstremitas bawah dibedakan dalam stadia
hampir sejajar dengan pertambahan umur. Kelainan metabolisme yang sangat menurut Fontaine. :
berpengaruh terutama penyakit diabetes, gangguan metabolisme lipid I. Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri. Pada
(hiperlipoproteinemia). Hipertensi yang berlangsung lama merupakan predisposisi stadium ini gejala yang muncul tidak khas, dapat berupa kesemutan atau
arteriosklerosis pembuluh darah. Pada saat diagnosis hipertensi ditegakkan pertama geringgingan, sedangkan tanda yang muncul dapat berupa defisit denyut nadi
kali, ternyata 60% penderita menunjukkan perubahan arteriosklerosis. atau bising vaskuler pada saat pemeriksaan fisik rutin.
Faktor eksogen, hanya kebiasaan merokok yang telah menunjukkan perannya yang
kuat terhadap terjadinya penyakit arteri oklusi kronis. Tampaknya pendapat umum II. Perfusi ke otot tidak memadai pada aktivitas tertentu. Timbulnya klaudikasio
bahwa udara dingin dan basah merupakan faktor eksogen dalam menyebabkan intermiten yaitu nyeri intermiten pada otot ekstremitas bawah yang timbul ketika
penyakit arteri oklusi generalisata tidak dapat dibuktikan. berjalan yang memaksakan berhenti berjalan. Nyeri hilang bila penderita
istirahat. Gejala ini mengurangi penggunaan otot sehingga jarak tempuh dalam
berjalan tidak dapat melebihi jarak tertentu.
Gambaran Klinik
Gejala yang paling sering muncul pada pasien dengan penyakit arteri oklusi adalah III. Perfusi sudah tidak memadai saat istirahat sehingga menimbulkan nyeri pada
klaudikasio intermiten. Pasien mengeluh nyeri, kram otot atau kelelahan otot yang saat istirahat. Keadaan ini disebut dengan nyeri istirahat iskemik. Nyeri istirahat
terjadi selama melakukan aktifitas dan menghilang dengan istirahat, dan impotensi. iskemik ini harus dibedakan dengan kram otot yang sering timbul, yang tidak
Letak klaudikasio adalah di distal dari lokasi segmen arteri yang menyempit. berhubungan dengan penyakit oklusi arteri.
Dengan berkembangnya penyakit, maka terjadi nyeri pada saat istirahat. Pada
stadium ini pasien mengeluh nyeri atau mati rasa pada kaki, yang sering terjadi IV. Terjadi iskemia yang mengakibatkan nekrosis jaringan, yang dimanifestasikan
malam hari ketika kaki tidak menggantung. Nyeri akan berkurang jika kaki dengan ulserasi iskemik atau gangren yang jelas. Impotensi biasanya terjadi pada
diletakkan dalam posisi menggantung. Dengan semakin beratnya penyakit, maka sumbatan aorta abdominal atau a.iliaka komunis. Kurangnya pasokan darah
nyeri istirahat iskemik muncul secara terus-menerus.
Tanda yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik adalah penurunan atau tidak adanya
pulsasi distal, suara bising pada arteri yang menyempit, hilangnya rambut-rambut di
arteri (hipovaskularisasi) mengakibatkan gangguan ereksi atau ketidakmampuan pada ekstremitas inferior dapat diperoleh pada paha proksimal, di atas lutut, di
mempertahankan ereksi. Keadaan ini disebut Leriche sindrom. bawah lutut dan pada pergelangan kaki. Informasi ini memungkinkan
dokumentasi obyektif bagi lokasi anatomi penyakit oklusi arteri dalam
Pada oklusi di daerah fomeropopliteal, sumbatan arteri ekstremitas inferior yang ekstremitas. Tekanan darah jari bisa didapatkan dengan manset yang dirancang
paling banyak adalah di daerah paha dan tungkai bawah (a. femoropoplitea). Oklusi khusus untuk menyesuaikan dengan phalang proksimal jari.
di daerah ini perlu mendapat perhatian khusus karena ada hubungannya dengan cara Plethysmografi biasanya diperlukan untuk merekam tekanan darah jari. Normal
koreksi bedah. Pria lebih banyak terserang daripada tekanan darah jari kaki sekurang-kurangnya 60% dari tekanan pergelangan kaki.
Metode serupa bagi pengukuran tekanan segmental dapat digunakan pada
Gejala-Gejala :
ekstremitas superior. Pengukuran tekanan darah penis sekurang-kurangnya 70%
dari tekanan sistolik brakhialis. Pengurangan tekanan penis menggambarkan
Akut
sebab vaskuler bagi impotensi.
Mendadak nyeri ekstremitas dan teraba dingin, pulsasi arteri hilang kebiruan
dan nekrosis
o Ankle-Brachial Index (ABI) dapat ditentukan dengan membagi tekanan
Kronis
sistolik pergelangan kaki dengan tekanan sistolik lengan pada sisi yang sama.
Nyeri waktu berjalan dan akan hilang bila istirahat / Claudicatio Intermitens.
Normalnya tekanan sistolik pergelangan kaki sama dengan atau lebih besar dari
Bila berat waktu istirahatpun akan tetap nyeri nekrosis pada ujung2 jari
lengan. Jika ada oklusi arteri pada ekstremitas inferior maka tekanan
pergelangan kaki akan lebih rendah dari lengan dalam jumlah yang sebanding
Stadium FONTAINE sumbatan arteri bersifat kronis
dengan keparahan oklusi arteri. Pasien klaudikasio biasanya mempunyai ABI
Stadium I : Gejala tidak khas (kesemutan, gringgingan)
antara 0,5 sampai 0,9. Pasien dengan nyeri istirahat iskemik biasanya
Stadium II : Klaudikasio intermiten (jarak tempuh memendek < 50 meter)
mempunyai ABI kurang dari 0,5 dengan tekanan pergelangan kaki absolut
Stadium III : Nyeri saat istirahat rest pain
biasanya kurang dari 50 mmHg. Tekanan darah pergelangan kaki dapat
Stadium IV : Kerusakan jaringan karena anoksia (nekrosis, ulkus)
direkam sebelum dan sesudah latihan treadmill. Normalnya ada sedikit
penurunan tekanan pergelangan kaki (tidak lebih dari 20%). Setelah kecepatan
Diagnosis berjalan standar 1,5 sampai 2 mph dan lama pemulihan tidak lebih dari 3 menit.
Anamnesa Nyeri bersifat mendadak pada ektremitas Pada pasien dengan penyakit oklusi arteri, terdapat penurunan abnormal tekanan
Palpasi dingin dan pulsasi arteri (-) pergelangan kaki sampai ke tingkat yang sangat rendah atau tidak dapat
diperoleh, dengan pemulihan lama yang terjadi dalam 10 sampai 20 menit.
o Plethysmografi memungkinkan rekaman dimensi jari dan ekstremitas. Besarnya respon tekanan pergelangan kaki abnormal ini terhadap gerak badan
Plethysmografi bermanfaat dalam merekam denyut arteri dalam jari dan menunjukkan keparahan penyakit oklusi arteri.
ekstremitas, mengukur tekanan darah ekstremitas atau jari segmental.
o Angiografi merupakan prosedur invasif dan akurat yang dikerjakan hanya jika
o USG Doppler merupakan teknik yang paling sederhana, paling murah dan intervensi operasi atau angioplsti akan dikerjakan. Dengan pemeriksaan ini
serbaguna digunakan untuk menyaring penyakit oklusi arteri. Dengan anatomi arteri serta kelainannya dapat diketahui, pola lesi oklusif atau derajat
pemeriksaan ini dapat diketahui informasi tentang anatomi dan fisiologi sumbatannya dapat diketahui. Prosedur ini tidak digunakan untuk skrining pada
pembuluh darah. Bentuk gelombang kecepatan arteri normal bersifat multifasik pasien yang dicurigai menderita penyakit arteri.
dengan komponen sistolik yang menonjol dan satu atau lebih komponen
diastolik. Dengan adanya oklusi arteri, isyarat kecepatan Doppler akan
Penatalaksanaan
diperkuat distal terhadap oklusi dengan isyarat lebih monofasik dan tidak ada
Akut Eksplorasi Embolektomi
bunyi diastolik yang diskrit
Kronis Rekontruksi vaskuler , Simpatektomi (paliatif)
Metode paling obyektif untuk penyaringan penyakit oklusi arteri melalui
Stadium I,II, III diperbaiki dengan operasi. Sedang untuk stadium IV harus
pengukuran tekanan darah ekstremitas distal dengan USG Doppler. Pada
dilakukan Amputasi.
ekstremitas inferior, tekanan sistolik pergelangan kaki dapat direkam dengan
manset pneumatic yang ditempatkan diatas malleolus dan isyarat Doppler
didapatkan dari a. tibialis posterior atau a. dorsalis pedis. Tekanan darah segmental 1. Terapi konservatif
Terapi konservatif biasanya diperuntukkan pada pasien dengan klaudikasio o Aspirin, sendiri atau dikombinasi dengan dipiridamol terbukti
intermiten. Tujuan dari terapi ini adalah membatasi progresifitas penyakit, menghambat progresifitas penyakit arteri oklusi kronis dan
memberikan kesempatan untuk berkembangnya sirkulasi kolateral dan mencegah mengurangi kejadian rekonstruksi arteri jika digunakan sebagai
trauma lokal atau infeksi. Yang terpenting pada penanganan penyulit atherosklerosis prevensi primer. Mencegah dan menurunkan trombogenesis platelet
adalah tindakan mencegah bertambahnya proses atherosklerosis. Penanganan secara pada permukaan plak atherosklerosis.
konservatif maupun operatif tidak berguna jika proses arteriosklerosis terus meluas o Ticlopidine, merupakan antipletelet agent yang terbukti dapat
ke seluruh sistem arteri. Semua pengaruh faktor kausal kecuali usia, dapat menghilangkan nyeri, memperpanjang jarak jalan dan memperbaiki
dihilangkan atau dikurangi pengaruhnya. Dengan demikian penderita harus merubah ABI.
gaya hidupnya secara radikal, yang berarti berhenti merokok, mengubah diet, o Prostaglandin, merupakan antiplatelet dan vasodilator yang dapat
mengurangi asupan kalori, melakukan olah raga teratur dan terarah, menghindari diberikan secara intravena atau intraarterial. Prostaglandin terbukti
stress, dan mengontrol hipertensi. dapat memperbaiki rest pain dan menyembuhkan iskemik ulser.
o
Tromboemboli -------------------------------------- RD - Collection 2002 Pasca bedah agar diberikan obat2 vasodilator selama 1 bulan.
Perawatan Pasca Bedah Biasanya dimulai dengan gejala phlebitis dari satu segmen yang akan menghilang
Pasang elastic bandage dari ujung proksimal jari2 sampai lipat paha sendiri dengan meninggalkan bercak kecoklatan / hitam dari jalur vena tersebut
24 jam pertama tidak boleh jalan dan kaki posisi elevasi
48 jam bebat dibuka luka baik, bebat pasang kembali penderita boleh jalan Thrombophlbitis Septik pembentukan abses dan nanah
kemudian pulang dengan elastik bandage sampai 2 minggu
1 minngu pasca bedahj kontrol untuk angkat jahitan
Patogenesis
Trombosis dapat terjadi misal trauma , malignitas dimana akan mengadakan
reaksi radang lokal pada dinding vena sehingga akan terjadi Trias Virchow :
Perlambatan aliran darah
Kelainan dinding pembuluh darah
Keadaan Hyperkoagulasi
6. Terapi EP. Bila kita mencurigai suatu EP diterapi 5.000- 10.000 IU heparin
diberikan secara bolus dan infus heparin kontinyu dan setelah diagnosis
ditegakkan, pemilihan antara terapi koagulasi dan trombolitik perlu diambil
karena telah terbukti bahwa pasien yang diterapi dengan penambahan
trombolitik memiliki fungsi kardiopulmonal yang baik secara bermakna
dibandingkan dengan yang diterapi dengan anti koagulasi saja.
Pipa toraks (chest tube) didefinisikan sebagai instrumen panjang berongga silindris
yang digunakan untuk mengeluarkan udara dan atau cairan dari rongga pleura
Penggunaan pipa toraks ini pertama dikenalkan oleh Buelau pada tahun 1875, dan
dipopulerkan oleh Kenyon pada tahun 1911 dan juga Monaldi. Pipa toraks ini
dianjurkan transparan , tidak tidak kaku dan sebaiknya dengan lapisan silikon. Pipa
toraks yang tersedia berukuran 20F, 22F, 24F, 26F, 28F, 30F, 32F
Definisi Suaru sistem drainase dengan menggunakan air
Fungsi Mempertahankan tekanan negatif intrapleura / Cavum pleura
- Dewasa 12 – 15 cmH2O
- Anak 8 – 10 cmH2O
Kegunaan
Terapi : drainase cairan rongga pleura.
Pemantauan : mengetahui ada/tidaknya tindakan lebih lanjut
Jenis Kedua WSD ini disebut WSD Pasif karena untuk meningkatkan tekanan negatif di
Aktif kontinous suction, gelembung udara berasal dari udara sitim cavum pleura pasien harus aktif dengan cara batuk2 atau fisioterapi nafas.
Sistem 2 botol I : menampung sekret
II : mengatur besar tekanan negatif botol I
Jenis Draeger, MIzuho Sistem 3 botol , dengan/tanpa Continuous suction
Pasif gelembung udara berasal dari cavum thoraks pasien
Macam :
Sistem 1 botol
Saat pemasangan ujung distal drain harus masuk air sedalam 2-3 cm dari
permukaan air , agar material dari cavum pleura masih mudah keluar karena
hanya tertahan oleh tekanan hidrostatis 2-3 cmH2O saja dan udara luar tidak bisa
masuk cavum pleura karena tertahan air tersebut
Drain ini cukup baik untuk kasus Pneumotoraks.
Syarat Pipa WSD yang lain dan melepaskan perlekatan, bekuan darah dll. Catatan: pada
1. Transparan --> lihat undulasi hematotoraks akan segera menyemprot darah keluar, pada pneumotoraks
2. Lunak --> bisa dijepit bila ada jendalan darah keluar udara
3. Tidak terlalu panjang • Klem ujung proleksimal pipa toraks dan dorong kedalam rongga pleura
4. Besar --> aliran lancar sesuai panjang yang diinginkan
• Catatan: Harus selalu diperiksa terlebih dahulu, apakah pada pipa toraks
Lokasi Pemasangan
sudah cukup dibuat /terdapat lubang-lubang samping, yang panjangnya kira-
kira dari ujung pipa ke lubang kulit terakhir duapertiganya, dan yang lebih
SIC 5-6 sejajar linea axillaris anterior pada sisi yang sakit
penting lubang terakhir harus di lubang rongga toraks.
SIC 9-10 sejajar linea axillaria anterior (BUELAU)
• Dren toraks dipasang dan dilakukan fiksasi dengan jahitan matras yang telah
SIC 2-3 sejajar linea medio clavicularis (MONALDI)
disiapkan. Jahitan / benang diikatkan dengan pengikat berputar ganda,
diakhiri simpul hidup.
Indikasi Pemasangan WSD • Dren toraks dihubungkan dengan botol WSD, memakai slang transparan
1. Pneumothoraks Spontan > 20% Sambungkan ujung pipa toraks ke sistem wsd satu botol, dua botol atau
2. Pneumotoraks <20% tetapi akan dipasang ventilator pompa pengisap tekanan 14-20 cm H2O .
Bila udara tidak begitu banyak --> dilakukan pungsi pleura • Tutup luka operasi dengan kasa steril.
Jika udara tertimbun lagi atau paru kolaps sampai 1/3 bagian --> indiksi WSD • Operasi selesai.
3. Tension pneumothoraks • Buat foto rontgen toraks
4. Hematothoraks
Moderat (350-1500 cc) --> pungsi dan diulang dalam 12 jam
Bila cairan timbul lagi --> WSD Komplikasi Pemasangan
Massif (>1500 cc) --> pasang WSD untuk evaluasi perdarahan tiap jam guna Jika pemasangan pipa toraks tidak mengikuti cara / prosedur yang benar maka
indikasi torakotomi kadang-kadang terjadi komplikasi-komplikasi sebagai berikut:
1. Laserasi atau menusuk organ intra toraks / abdomen yang dapat dicegah dengan
5. Hematopneumotoraks tehnik jari sebelum dilakukan insersi.
6. Empyema bila terapi punksi gagal 2. Infeksi pleura (empiema)
7. Iatrogenik pneumothoraks (progresif) 3. Kerusakan syaraf intervostal, arteri dan vena
8. Penetrating chest injury a. pneumotoraks menjadi hemotoraks
9. Trauma thoraks berat b. neuritis intercostal / neuralgia
10. Chylothoraks 4. Posisi pipa toraks yang keliru, extra toraks atau intra toraks (mis:kinking)
11. Post Torakatomi 5. Lepasnya pipa toraks dari dinding dada, atau lepasnya dengan wsd.
12. Bronchopleural fistula 6. Pneumotoraks persisten
a. kebocoran primer yang besar
b. kebocoran di kulit pipa toraks , pengisapan pipa toraks terlalu kuat
Teknik Pemasangan : c. wsd bocor
• Tentukan tempat insersi , biasanya setinggi puting (sela iga v / iv) anterior linea 7. Emfisema subcutis
mida xillaris pada area yang terkena. 8. Pneumotoraks rekuren sesudah pencabutan pipa toraks.
• Disinfeksi medan operasi dengan alkohol dan betadin. Penutupan luka torakostomi tidak segera dilakukan.
• Tutup dengan duk steril Dilakukan lokal anestesi. kulit dan periosteum iga. 9. Gagalnya paru untuk mengembang akibat adanya plak broncus: perlu
• Insisi transversal (horisontal) 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan broncoscopis.
diseksi tumpul melalui jaringan subkutan, tepat diatas iga. Dipasang jahitan 10. Reaksi anafilaktik atau alergi obat anestesi atau persiapan bedah . .
penahan secara matras vertikal miring.
• Melalui insisi, dinding toraks ditembus dengan klem dengan cara menyusuri
margo superior costa sampai ke cavum pleura. Tusuk pleura parietalis dengan
ujung klem dan masukkan jari ke dalam insisi untuk mencegah melukai organ
Perawatan Kondisi
1. Posisi ½ duduk (30 derajat) Pada Trauma
2. Susunan alat rapi dan terlihat Hemato / Pneumothoraks yeng memenuhi 2 kriteria diatas langsung dicabut
3. Fiksasi pipa dari cavum thoraks harus kedap plester lebar
4. Pipa transparan monitor sekret, gumpalan darah Pada torakotomi
5. Foto kontrol AP tiap hari lihat keadaan paru, posisi drain a. Infeksi klem 24 jam (cegah resufflasi) , bila baik cabut
6. Hitung produk/ 24 jam dinilai kuantitas dan kualitas b. Post Operatif memenuhi 2 kriteria diatas dicabut
7. Fisioterapi nafas (meniup balon) agar paru mengembang c. Post Pneumectomi hari ke-3 bila mediastinum stabil
8. Koreksi bila ada kelainan sistem
Alternatif
Yang perlu perhatian secara teratur : a. Paru tetap kolaps, hisap s/d 25 cmH2O
Letak botol WSD lebih rendah dari pada Penderita --> mencegah aspirasi cairan Bila memenuhi 2 kriteria klem 24 jam baik cabut
ke dalam cavum pleura Bila gagal 2 minggu Dekortikasi
Jika mau membersihkan botol, slang menuju penderita agar diklem --> b. Sekret > 200 cc/24 jam curiga Chylothoraks pertahankan 4
mencegah masuknya udara dalam cavum pleura mimggu Tidak berhasil : torakotomi
Slang yang macet kemungkinan : sekret < 100 cc/24 jam klem cabut
Terduduki penderita
Kinking Pada waktu pencabutan penderita harus pada keadaan Inspirasi Setelah
Terdapat fibrin /jendalan darah pencabutan dilakukan pemeriksaan suara nafas dan foto kontrol.
Ujung slang tertutup fibrin atau jaringan paru yang mengembang
Bila terdapat kebocoran kemungkinan berasal dari
Slang bocor atau bocor pada sambungan Kapan WSD dicabut ? Tergantung dari Indikasi pemasangan
Disekitar slang HEMATOTORAKS
Bronchopleural fistel Produksi dren 100 cc/24 jam dan warna cairan serohemoragis.
Paru mengembang penuh baik klinis maupun radiologis.
Fungsi WSD baik bila:
Sistem 1 botol --> undulasi (+) di slang WSD yang sesuai dengan gerak PNEUMOTORAKS :
pernafasan. Paru mengembang penuh baik secara klinis maupun radiologis
Sistem continuous suction --> ada gelembung2 udara pada botol kontrol tekanan
Slang WSD diklem > 12 jam
Awasi produksi dren setiap jam pada 3 jam pertama, setelah itu tiap 24 jam dan harus
dicatat dan cairan dibuang, serta botol WSD dicuci dengan savlon Secara klinis/radiologis, paru tetap mengembang penuh
Pedoman Pencabutan BUELAU/MONALDI Cabut
Kriteria Pencabutan
Sekret serous, tidak hemorrhagi EMPYEMA :
Dewasa < 100 cc/24 jam Produksi dren < 50 cc/24 jam dan warna cairan serous.
Anak < 25-30 cc/24 jam Secara klinis maupun radiologis paru mengembang penuh
Paru mengembang
Klinis suara paru kanan = kiri
Evaluasi dengan foto thoraks
Permasalahan2 yang sering timbul :
Waktu mobilisasi ke tempat lain, mis. Ke ruang foto toraks
Apabila WSD tak berfungsi
Waktu Mobilisasi ke Tempat Lain :
o Pneumotoraks Sebaiknya dengan WSD 1 botol.
o Hematotoraks / empyema toraks:
Dren toraks diklem
Lepaskan sambungan antara dren toraks dan slang WSD.
Ujung dren toraks bungkus dengan kasa steril.
• WSD tak berfungsi : Cek sambungan2 mungkin ada yang bocor.
CARA PENCABUTAN :
Setelah plester fiksasi pipatoraks dilepaskan maka daerah luka masuknya pipa
dilakukan desinfeksi, benang pengikat ( yang diikat dengan simpul kidap )
dilepaskan,seorang asisten memegang kedua ujung benang dimana pada luka sudah
siap terjadi ikatan biasa.
Operator dengan tangan kanan memegang pipa toraks, siap untuk menarik,
sementara tangan kiri dalam posisi menjepit tepi luka dengan satu komando,
operator mencabut pipa dengan satu tarikan pasti keluar ( pada keadaan inspirasi
penuh ), sesaat setelah jari – jari tangan kiri menjepit tepi luka. Dengan demikian
maka dihindari terjadinya open pneumotoraks. Kemudian asisten mengikat simpul
yang telah siap tadi, hingga luka tertutup rapat.
Setelah benag dipotong, maka daerah luka dibebat dengan kasa rapat, dapat pula
diberikan sedikit antibiotika lokal pada tempat luka. Setelah setiap pencabutan pipa
toraks harus segera diperiksa secara fisik suara napasnya, dan dibuat x-fotorontgen
toraks.
asus a s u s h â
! ,¬ a ¬ a ååa Èååa xæåa 0çåa
ðçåa °èåa
BENIGN PROSTAT HIPERPLASI
Angka kejadian (insidensi) PPJ meningkat dengan bertambahnya usia, di Amerika
ditemukan 1 dari 4 laki-laki umur 80 tahun memerlukan pengobatan untuk
------------------------------------------------------------------------------------------------- RD-Collection 2002 pembesaran prostat jinak. Angka kejadian yang pasti di Indonesaia belum pernah
diteliti, tetapi sebagai gambaran di RSCM ditemukan 423 kasus pembesaran prostat
jinak selama tiga tahun (September 1994 – Agustus 1997) dan di RS Sumber Waras
Berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik (2000) bahwa jumlah penduduk 617 dalam periode yang sama. Data dari penelitian di Baltimore mengenai
Indonesia sekitar 206 juta, lima persennya adalah laki-laki yang berusia 60 tahun prevalensi dari PPJ ini adalah pada laki-laki umur 40 tahun sebesar 14%, 50
keatas maka diperkirakan yang menderita PPJ sekitar 5 juta dan berdasarkan tahun 24%, 60 tahun sebesar 43% (Singodimedjo,1998).
prevalensi kejadian PPJ pada usia 60 tahun sekitar 50% dan hal ini semakin Faktor risiko tentang perkembangan penyakit PPJ belum diketahui dengan baik,
meningkat menjadi 80% pada peningkatan usia 80 tahun, bahkan 100% pada usai beberapa peneliti telah menemukan suatu predisposisi genetik dan beberapa telah
diatas 90 tahun (Berry et al., 1984.Lilly & PRB, 2001.Stoller et al., 2004). mencatat adanya perbedaan rasial, kemudian sekitar 50% dari laki-laki dibawah
Mengingat kejadian PPJ pada umumnya usia dekade lima keatas sekitar 50% dan umur 60 tahun yang menjalani operasi prostat kemungkinan memiliki turunan dari
semakin meningkat usianya maka semakin meningkat pula resiko terjadinya PPJ penyakit itu, bentuk ini sangat mirip dengan suatu trait yang dominan autosom dan
padahal dengan semakin meningkatnya usia justru terjadi penurunan fungsi organ – turunan pertama pada penderita membawa risiko relatif yang lebih tinggi empat
organ tubuh karena proses degeneratif/penuaan dan kadang disertai faktor kalinya (Presti, 2004). Masih terdapat kontroversial mengenai peningkatan angka
komorbiditas lainnya seperti hipertensi ,diabetes mellitus, penyakit jantung mortalitas jangka lama pascaoperasi kelenjar prostat transuretral dan transvesikal
koroner,penurunan fungsi ginjal,hati maupun penyakit obstruktif menahun serta (Roos et al., 1989 cit Lewis et al., 1992). Hasil penelitian Lewis et al. (1992)
penyakit sistemik lainnya sehingga persiapan praoperasi sangat penting untuk selama 5 tahun, didapatkan angka mortalitas 1,1% pada prostatektomi transuretral
menurunkan morbiditas maupun mortalitas yang mungkin bisa terjadi pada pasien dan 1,4% pada prostatektomi transvesikal. Terdapat perbedaan yang bermakna
PPJ yang akan dilakukan operasi prostatektomi terbuka( transvesical mengenai lamanya rawat tinggal di rumah sakit dan komplikasi pada minggu
prostatectomi=TVP) ataupun secara tertutup(transurethral prostatectomi pertama pascaoperasi, dimana pada prostatektomi tranuretral lebih kecil
=TURP dibandingkan prostatektomi transvesikal.
Prostatektomi terbuka merupakan tindakan operasi untuk mengambil jaringan Tatalaksana pembesaran prostat jinak terdiri dari beberapa macam pilihan
prostat secara terbuka transvesikal sesuai protokol yang ditetapkan oleh sub bagian tergantung dari berat ringannya penyakit, terdapat beberapa alternatif pilihan terapi
bedah urologi FK UGM Yogyakarta. Morbiditas awal pascaoperasi adalah kondisi diantaranya watchfull waiting, medical treatment, phytoterapi dan pengobatan
keadaan sakit pada pasien PPJ yang disebabkan oleh tindakan operasi dimana invasif. Operasi dikerjakan apabila pengobatan medikamentosa tidak berhasil
selama periode pascaoperasi, pasien diamati terus hingga pasien dinyatakan sembuh atau dengan indikasi lain diantaranya retensi berulang, infeksi saluran kencing
dari operasi yaitu dapat miksi dengan baik setelah kateter dilepas,biasanya tujuh kronis. Para penulis `masih menganjurkan operasi prostatektomi reseksi transuretral
sampai sepuluh hari pascaoperasi. Sebelum dilakukan pembedahan merupakan standar baku emas operasi PPJ. Operasi prostatektomi reseksi
prostatektomi,penilaian kriteria Singh masih relevan untuk digunakan sebagai salah transuretral memerlukan persyaratan, perkiraan berat kelenjar prostat adalah kurang
satu landasan dasar dalam menilai prognosis terhadap pasien PPJ agar dapat dari 60 gram. Menurut teori diperkirakan panjang uretra prostatika menjadi faktor
memperkecil morbiditas maupun mortalitas. penting sebagai penyebab retensi urine, sejalan dengan kriteria berat kelenjar prostat
yang ditentukan dengan cara pemeriksaan colok dubur maupun pemeriksaan dengan
Benign Prostat Hyperplasi (BPH) atau pembesaran prostat jinak (PPJ) adalah proses ultrasonografi untuk menentukan pilihan operasi prostatektomi secara terbuka atau
hiperplasi masa nodul fibromyoadenomatous pada inner zone kelenjar prostat tertutup yaitu berat 50 gram kebawah dengan cara tertutup dan berat lebih 50
periuretral, sehingga jaringan prostat disekitarnya terdesak dan membentuk gram secara terbuka. Dengan batas panjang uretra 2 cm sebagai batas untuk operasi
kapsul palsu di sisi luar jaringan yang mengalami hiperplasi. prostatektomi tertutup dan terbuka dip[ilih sebagai standar karena alat untuk operasi
Etiologi dan faktor risiko pembesaran prostat jinak masih belum dapat diketahui prostatektomi yang disebit working element apabila digerakkan pada pegangannya
dengan pasti. Menurut Sanda dkk, genetik merupakan salah satu faktor resiko pada posisi tidak memotong dan sudah ada cutting loopnya jarak antara bagian yang
terjadinya pembesaran prostat jinak. Pada turunan pertama dimana terdapat riwayat untuk memotong kelenjar dari cuting loop sampai ujung dari selongsong
menderita pembesaran prostat jinak akan mempunyai resiko empat kali lipat. resektoskop adalah 2 cm. Diharapkan dengan panjang uretra prostatika 2 cm ada
Menurut Mc Connell (1995) pada suatu studi ditemukan dua faktor yang berperan korelasinya dengan berat dari pembesaran kelenjar prostat maksimal 50 gram,
dalam pertumbuhan prostat yaitu bertambahnya umur dan erat hubungannya dengan sehingga dengan ukuran standar sepanjang 2 cm uretra prostatika ini dapat sebagai
kadar dihydrotestosterone (DHT). kriteria untuk menentukan operasi prostatektomi secara tertutup (Singodimedjo,
2000),
Menurut Gray (1959) Uretra pada pria dibagi menjadi uretra anterior dan Gambaran khas dari prostat laki-laki dewasa menurut Mc Neal (1970) terdiri atas
posterior. Uretra anterior adalah uretra yang terletak di penis bagian pendulan. empat gambaran morpologi yang berbeda yaitu :
Uretra posterior dibagi lagi menjadi uretra yang terletak setinggi kelenjar prostat I. Zona periter (periferal zone)
dan uretra membranasea yang terletak setinggi muskulus sphincter uretra Merupakan 70% dari volume prostat, muara dari kelenjarnya pada dinding
membranasea, panjang uretra prostatika adalah 30 mm. uretra dari veromontanum sampai dekat spingter ekterna. keganasan sering
terjadi pada zona perifer
Epidemiologi II. Zona sentral yang kecil (central zone)
Di abad-21 ini jumlah penduduk lanjut usia akan menunjukan peningkatan dengan Merupakan bagian terbesar kedua pada prostat, berbentuk konus dengan
cepat, hal ini sebagai konsekuensi dari berkembangnya ilmu kesehatan yang dasarnya yang membentuk bagian dasar prostat, dan bagian apikalnya berada
berdampak pada peningkatan angka harapan hidup (WHO, 70th sedangkan pada veromontanum. Aliran kelenjarnya bermuara disekitar muara duktus
Indonesia, 65th) sehingga secara langsung ini berpengaruh terhadap prevalensi ejakulatorius. Zona terbesar ketiga adalah stroma fibrimuskular anterior yang
kemungkinan terjadinya penyakit PPJ karena pengaruh dari usia (Kirby et al.,1995.). tidak mengandung komponen kelenjar hanya terdiri atas jaringan ikat
Pada penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1995 bahwa sukarelawan yang
diperiksa pada usia 60 – 69 tahun didapatkan angka kejadian PPJ cukup tinggi yaitu
51% sedangkan yang memberi gejala dan memerlukan penanganan medis III. Zona transisional (transisional zone)
separuhnya. Berdasarkan data otopsi secara mikroskopis bahwa kejadian PPJ pada Merupakan lobus yang kecil, merupakan 2% dari keseluruhan volume prostat,
laki-laki usia 40– 50 tahun sekitar 25%, usia 50 – 60 tahun sekitar 50%, usia 60 – 70 muara kelenjarnya pada bagian proksimal uretra prostatika dekat dengan
tahun sekitar 65%, usia 70 – 80 tahun sekitar 80% dan usia 80 – 90 tahun sekitar spingter ekterna. Daerah terdekat dengan zona transisional adalah daerah
90% sedangkan berdasarkan gejala klinis bahwa laki-laki yang berusia 50 – 74 tahun periuretral, suatu daerah yang menonjol, membentuk duktus kecil dan asinus
yang menderita PPJ sekitar 5 – 30%,yang menimbulkan keluhan LUTS (Lower yang tersebar dalam spingter preprostatika dan bermuara pada bagian posterior
Urinary Tract Symphtoms) sekitar 40% dan yang meminta pertolongan medis yaitu dari uretra proksimal. Terletak di periurethral sekitar verumontanum dan
separuhnya (Kirby,1995.Umbas & Rochadi,2000. Hanno et al., 2000 tampaknya bagian ini yang dapat mengalami hiperplasia yang menimbulkan
gejala-gejala pembesaran prostat jinak. Prostat hiperplasi berasal dari zona
transisional dan periuretral yang berada sepanjang uretra proksimal diantara
Anatomi dan Embriologi spingter otot polos leher buli sampai dengan veromontanum
Prostat mulai terbentuk pada minggu ke 12 dari kehidupan mudigoh dibawah Jaringan kelenjar dari zona transisi identik dengan zonal perifer hanya saja
pengaruh hormon androgen yang berasal dari testis fetus. Sebagian besar kompleks zona transisi tidak pernah mengalami perubahan keganasan.
prostat berasal dari sinus urogenitalis, sebagian dari duktus ejakulatorius, sebagian
veromontanum dan sebagian dari bagian asiner prostat (zona sentral) berasal dari Zone perifer dan sentral kira-kira 95% dari seluruh kelenjar prostat dan 5% adalah
duktus wolfii. zone transisional. Sedangkan kecurigaan keganasan prostat sekitar 60 – 76% berasal
Prostat merupakan kelenjar kelamin laki-laki yang terdiri dari jaringan dari zona periter, 10-20% dari zona transisional dan 5 – 10% dari zona sentral.
fibromuskuler (30 – 50%) stroma dan asiner (50 – 70%) yang berupa sel epitel (Narayan , 1995. Raharjo , 1999.Presti, 2000. Roehrborn & McConnel, 2002).
glanduler. Komponen fibromuskuler terutama disisi anterior sedangkan elemen
glanduler terutama dibagian posterior dan lateral. Secara anatomi prostat Prostat mempunyai 4 permukaan yaitu,
berbentuk suatu konus atau piramida terbalik seperti buah pear yang terletak 1 fasies posterior
pada rongga pelvis tepat di bawah tepi inferior tulang simfisis pubis dan sebelah 1 fasies anterior
anterior ampula recti. Bagian atas berlanjut sebagai leher buli-buli, apeknya 2 fasies inferior lateral
menempel pada sisi atas fascia dari diafragma urogenital. Prostat ini dilewati 2 fasiesinferior medial.
(ditembus) urethra dari basis ke arah apek membuat angulasi 35° pada
veramontanum. Ukuran prostat normal pada orang dewasa lebarnya 3–4 cm, Batas belakang kelenjar prostat berhubungan erat dengan permukaan depan ampula
panjangnya 4–6 cm dan ketebalannya 2 – 3 cm sedangkan beratnya 20 gr recti dan dipisahkan oleh septum recto vesicalis (fascia Denonvilier). Urethra pars
(Narayan,1995. prostatika merupakan bagian urethra posterior mulai dari kandung kemih sampai
spingter urethra bagian luar diafragma urogenitalia. Verumontanum merupakan
proyeksi prostat pada dinding posterior urethra ini dimana terdapat sinus tempat
keluar ductus ejakulatorius, coliculus seminalis.
Letak prostat diantara leher kandung kemih (orifisium urethra internum) dan
diafragma urogenitalis. Bentuk piramid terbalik dengan basis di atas, puncak di
bawah, permukaan depan dan belakang serta permukaan samping kanan dan kiri,
berbatasan dengan bangunan sekitarnya. Kelenjar prostat dikelilingi oleh kapsul
fibrosa (true capsule) dan diluar kapsul fibrosa terdapat selubung fibrosa, yang
merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis. Diantara kapsul fibrosa dan
selubung fibrosa prostat ini terdapat plexus venosus (Smith, 2004).
Vascularisasi prostat
Vaskularisasi kelenjar prostat berasal dari arteri prostatika cabang dari arteri
vesicalis inferior yang berasal dari arteri hypogastrika arteri iliaca interna. Letak
arteri prostatika dileher kandung kemih ada beberapa pendapat, yaitu : di lateral,
posterolateral, basis prostat tidak ditentukan letaknya, diposisi jam 4 dan 8, di posisi
jam 5 dan 7. Sedang letak cabang-cabang kecil di leher kandung kemih depan tidak
pernah disebut secara pasti, hanya oleh Harvard dianggap berada di posisi jam 11
dan jam 1 (Rifki, 1991).
Aliran vena prostat membentuk plexus venosus prostatikus yang terletak antara
kapsul kelenjar prostat dan selubung fibrous. Pleksus venosus ini menerima aliran
darah dari vena dorsalis profundus penis dan banyak dari vena vesikalis (plexus
santorini). Vena ini dindingnya sangat tipis, tak berkatup dan mengalirkan darah
melalui beberapa saluran yang besar langsung ke vena iliaka interna.
Batson membuktikan adanya banyak hubungan antara pleksus venosus prostat dan
vena-vena vertebralis. Ini dapat menjelaskan sering terjadinya metastasis pada
kolumna vertebralis bagian bawah dan tulang pinggul pada penderita karsinoma
kelenjar prostat. Pembuluh limfe dari kelenjar prostat mengalirkan cairan limfe ke
nodi lymphatici iliaca interna, lnn Iliaca externa, lnn obturator, lnn presacral.
Persarafan Prostat
Prostat mendapat persyaratan dari nervus sympatis (non adrenergik) dan
parasympatis (cholinergik) melalui plexus pelvicus otonomik yang terletak dekat
prostat. Plexus ini medapat masukan parasimpatetik dari medulla spinalis setinggi
S2 – S4 dan serat-serat sympatetik dari nervus hypogastrikus presacralis (T10-T12).
Peranan persarafan pada prostat sangat penting untuk diketahui karena dasar
terapinya dengan menghambat rangsangan reseptor α adrenergik yang banyak di
daerah trigonum,leher vesika urinaria dan di dalam otot serta kapsul prostat
sehingga terjadi relaksasi di daerah tersebut akibatnya tekanan urethral (Urethral
pressure) akan menurun sehingga terjadi pengeluaran urin dari vesika urinaria
akan menjadi lebih mudah.
Patogenesis Retensi kronik menyebabkan refluks vesico-ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan
gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan
estrogen, karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan
menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila
Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.
anatomik.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan Ada 2 faktor patofisiologi yang telah diketahui mutlak terjadinya pembesaran prostat
daerah prostat meningkat dan detrussor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat jinak yaitu : bertambahnya umur dan pengaruh hormon androgen.
detrussor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok Menurut Caine (1996) pembesaran kelenjar prostat, pada hakekatnya mengakibatkan
yang disebut trabekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara suatu sumbatan leher kandung kemih melalui 2 mekanisme yang penting, yaitu
serat detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang 1. Mekanisme mekanik atau statis, yaitu apabila kelainan itu bersifat anatomik
besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot terjadi akibat perubahan volume, konsistensi dan bentuk kelenjar prostat
dinding. Apabila keadaan berlanjut maka detrussor menjadi lelah dan akhirnya 2. Mekanisme dinamik atau fungsional, yakni bersifat kelainan neuromuskuler
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi oleh serabut otot polos pada urethra pars prostatika, kelenjar prostat dan
retensi urin. kapsula.
Pada tahun 1983 Mc.Neal membuktikan terdapat perbedaan yang sangat jelas
Patofisiologi mengenai morfologi fungsional dan patologi pada kelenjar prostat. Dan membagi
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. kelenjar prostat dalam 4 lobus yaitu :
Gejala obstruksi, yaitu (1) Stroma fibromuscular anterior,
Hesitency Gejala harus menunggu pada permulaan miksi (2) Zona perifer,
Intermitency Miksi terputus (3) Zona sentral
Terminal dribling Menetes pada akhir miksi (4) Jaringan pre prostatik.
Pancaran miksi menjadi lemah,
Rasa belum puas sehabis miksi. Jaringan pre prostatik merupakan lapisan tebal terdiri atas epitel kelenjar dan serabut
otot polos silindris bercampur, mengelilingi urethra pars prostatika proximal,
Gejala iritatif yaitu berfungsi sebagai spincter mencegah refluk semen ke kandung kemih pada waktu
Frequency Bertambahnya frekuensi miksi ejakulasi. Sebelah dalam lapisan ini terdapat kelenjar periurethral, dengan ductus–
Nokturia ductusnya yang meluas kesamping dan sebelah luar lapisan tersebut pada titik
Urgency Miksi sulit ditahan dan pertemuan segmen proximal dan distal urethra pars prostatika disebut zona
Dysuria Nyeri pada waktu miksi transitional. Tempat dimana timbul proses patologi hipertropi kelenjar prostat ini
adalah zona transitional dan zona perifer urethral, yang mendesak kelenjar prostat
Gejala obstruksi disebabkan oleh karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup sebenarnya (true prostat) ke zona perifer (Outer zone) membentuk capsul (False
kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus capsul) dari serabut otot polos. Dan mendesak ke arah urethra pars prostatika
sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan yang tidak sempurna menyebabkan aliran kemih lemah sampai menetes dengan tekanan mengejan yang
pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika, meningkat (Mc. Neal, 1983).
sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Timbulnya perubahan-perubahan pada kelenjar prostat dimulai sejak umur dekade
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir ke empat, meliputi 3 proses yang berdiri sendiri, yaitu
miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak (1) Pembentukan nodul.
tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi (2) Pertumbuhan difus zone transitional
kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin (3) Pertumbuhan nodul.
terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin
sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih
tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks.
Nodul ini timbul di zone transitional dan jaringan periurethral dari kelenjar prostat Perubahan kandung kemih akibat sumbatan pada leher kandung kemih karena
(Inner zone). Pada pria umur 50-70 tahun volume zona transisional bertambah 2 kali hiperplasia kelenjar prostat adalah sebagai berikut :
lipat, dan nodule hanya merupakan 14% dari massa zona transitional. Tetapi mulai 1. Fase kompensata
bertambahnya umur 70-80 tahun terdapat peningkatan yang dramatis, massa nodul, Terjadi hipertropi musculus detrusor sehingga dinding kandung kemih
merupakan sebagian besar dari pembesaran kelenjar prostat. Pemeriksaan bertambah kekuatan untuk mengatasi tahanan tersebut dan dapat mengosongkan
mikroskopis pada nodul tersebut adalah khas suatu proses hiperplasia dari epitel dan diri. Akibat hipertropi otot detrusor tersebut pada mucosa terbentuk tonjolan-
stroma dalam berbagai proporsi dan tingkatan bentuk. tonjolan yang disebut trabekula. Disamping itu mukosa juga mengalami
penonjolan extra mural yang disebut sellulae dan sakkulae bila besar tonjolan
Gambaran histologis menurut Franks (1976) ada lima tipe bentuk : ini terus bertambah besar dan menerobos lapisan otot keluar menjadi
(1) Stroma, divertikulum. Karena divertikulum tidak dilapisi otot maka tidak mampu untuk
(2) Fibromuscular, mengosongkan diri walaupun faktor penyebab sudah dihilangkan (perubahan
(3) Muscular, irreversibel), maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.
(4) Fibroadenomatous
(5) Fibromyoadenomatous. 2. Fase dekompensata,
Keadaan dimana kandung kemih tidak dapat lagi mengosongkan air kemih
Paling banyak adalah bentuk Fibroadenomatous yang terdiri dari komponen stroma dengan sempurna, karena nilai ambang batas terlampaui, terjadi atoni musculus
jaringan otot dan kolagen, elemen kelenjar beberapa bentuk asinus dan kistik. Pada detrusor, sehingga pada akhir miksi masih terdapat sisa dalam kandung kemih.
proses hipertropi kelenjar prostat tidak terdapatnya gambaran mitosis sel epitel Dan suatu saat, bila sumbatan bertambah hebat dan sisa air kemih bertambah
masih merupakan teka-teki. Hiperplasia nodul kelenjar prostat menyebabkan banyak dalam kandung kemih, pasien tidak dapat mengosongkan kandung
perubahan mekanik, dan mempengaruhi vascularisasi yang akan menyebabkan kemihnya meskipun kemauan kemih ada, disebut retensio urine.
perubahan mekanik, dan mempengaruhi vascularisasi yang akan menyebabkan Komplikasi lebih lanjut akibat aliran balik (refluk) terjadi hidroureter dan
infark. Terdapat sedikitnya 25% infark jaringan hiperplasi, infark kelenjar prostat hidronefrosis, dan akhirnya terjadi kegagalan ginjal
menimbulkan hematuri dan kenaikan serum asam fosfatase.
Pertumbuhan nodul peri urethral cenderung ke proximal yang disebut lobus medius
membesar ke atas dan merusak sphincter vesicae pada leher kandung kemih hebat.
Pembesaran uvula vesicae (akibat pembesaran lobus medius) mengakibatkan Etiologi
pembentukan kantung pengumpul urin dibelakang orificium urethra internum. Urine PPJ sampai saat ini secara pasti belum diketahui.Beberapa teori telah kemukakan
yang tertimbun akan mengalami infeksi dan terjadi sistitis sebagai keluhan sebagai faktor penyebab terjadinya PPJ akan tetapi ada dua faktor penyebab pasti
tambahan. Pembesaran lobus medius dan lobus lateralis menimbulkan pemanjangan, yang diyakini sebagai faktor penyebab terjadinya PPJ yaitu faktor hormon
kompresi kesamping dan distori urethra sehingga penderita mengalami kesulitan androgen yang diproduksi secara normal oleh testis dan pengaruh dari
berkemih dan pancaran lemah (Blandy, 1985; Walsh et al, 1985) peningkatan usia. Adapun teori-teori tesebut yang dianggap sebagai penyebab
Spingter interna merupakan jaringan otot yang kompleks tersusun atas otot polos terjadinya PPJ sebagai berikut : ( Kirby et al,1995.McConnel, 1995.Presti , 2000).
dari proximal dan serabut seran lintang dari distal. Bagian proximal terdiri atas 1. Teori Dehidrotestosteron (Teori DHT)
serabut otot polos sirkuler urethra dan serabut otot polos longitudinal lanjutan dari Dasar teori ini bahwa testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig pada testis
otot polos ureter distal, trigonum vesica dan leher kandung kemih, sebagai spingter (90%) dan kelenjar adrenal (10%) akan diikat olehglobulin menjadi sex hormon
urethra interna diinervasi oleh saraf otonom. Dan bagian distal serabut otot seran binding globulin (SHBG) sekitar 98% berda dalam peredaran darah dan 2%
lintang berasal dari musculus sphincter urethra externa. Mekanisme kontrol kemih dalam bentuk testosteron bebas.
tergantung pada integritas kedua spingter tersebut. Sebagai komponen pasif Testosteron bebas inilah yang menjadi target cell yaitu sel prostat melewati
(sphincter urethra interna) dan komponen aktif (sphincter urethra externa), membran sel langsung masuk kedalam cytoplasma.Di dalam sel ,testosteron di
kerusakan otot kompleks ini menyebabkan terjadinya inkontinensia urine (Paulson, reduksi oleh 5 α reduktase menjadi 5 dehidrotestosteron (DHT) yang kemudian
1989 ; Resnick et al, 1985). bertemu dengan reseptor androgen di dalam cytoplasma menjadi hormon
androgren reseptor complek. Hormon reseptor komplek ini mengalami
transformasi reseptor menjadi nuclear reseptor yang masuk kedalam inti sel
(Nukleus) untuk kemudian melekat pada chromatin dan mengalami transkripsi
RNA (mRNA) sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori ketidakseimbangan estrogen-testosteron. Gambaran klinik
Kirby et al(1995) menyatakan bahwa prevalensi PPJ secara histologis ,klinik dan Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa
symptom sangat berhubungan dengan peningkatan usia. Berdasarkan teori ini rektum, kalainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan
bahwa dengan terjadinya proses penuaan akan terjadi ketidakseimbangan antara melalui colok dubur harus diperhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran
estrogen dengan testosteron. Pada proses penuaan kadar testosteron bebas prostat jinak konsistensinya kenyal), asimetri,nodul pada prostat, apakah batas
dalam sirkulasi darah menurun secara bertahap sementara kadar estrogen atas dapat diraba. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba benjolan
tidak ada perubahan sehingga secara gradual tidak signifikan dengan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau ada prostat asimetri dengan
peningkatan rasio antara estrogen bebas (estradiol bebas) di bandingkan bagian yang lebih keras. Dengan colok dubur dapat pula diketahui batu prostat bila
dengan testosteron. Hal ini menunjukan bahwa estrogen memegang peranan teraba krepitasi.
penting di dalam proses terjadinya PPJ dimana terjadi sensitisasi prostat oleh Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah
hormon estrogen bebas (estradiol) dengan peningkatan kadar reseptor androgen miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar
sedangkan di lain pihak terjadi penurunan jumlah kematian sel-sel prostat dan dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi
estrogen juga ternyata menyebabkan hiperplasia sel-sel stroma prostat. kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap
sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hipertrofi prostat. Derajat
Pada usia lanjut hormon testosteron menurun, sedang horman estrogen tetap berat obstruksi dapat pula diukur dengan menggunakan pancaran urin pada waktu
sehingga rasio menjadi kecil. Penurunan ini mulai usia 40-an sampai 60-an. miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rat-rata 10-12
Testes dan sel Leydignya memproduksi hormon testosteron. ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan,
dipacu 5 alpha reduktase
pancaran menurun antar 6-8 ml/detik, sedang maksimal pancaran menjadi 15
Testosteron DHT+ Reseptor Androgen (RA) ml/detik atau kurang. Kelemahan detrusor dan obstruksi intravesikal tidak dapat
dihambat 5 alpha reduktase inhibito
dibedakan dengan pengukuran pancaran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan
proses hiperplasia (jumlah sel menjadi banyak) bendungan saluran kemih sehingga mengangu faal ginjal karena hidronefrosis,
menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis
Mengapa timbul pada usia tua ? padahal secara mikroskopik hiperplasi terjadi penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan
sejak usia 35 tahun. Karena pada usia tua jumlah sel leydig menurun sehingga secara teratur.
jumlah hormon testosteronpun menjadi berkurang, diduga aktifitas androgen
reseptorlah yang meningkat. Mengenai pembesaran prostat jinak ini sering kita jumpai istilah-istilah yang dicoba
dipakai untuk menggambarkan keadaan dan patologi pembesaran prostat jinak.
3. Teori interaksi stroma – epithel Istilah yang sering dipakai ialah BPH = Benign Prostatic Hyperplasia, yang
Peranan faktor pertumbuhan (growth factor) sangat penting terhadap terjadinya sebenarnya merupakan terminologi untuk menyatakan adanya perubahan patologi
PPJ dimana terjadi interaksi antara faktor jaringan ikat (stroma) dengan faktor anatomik. Istilah lain, BPE = Benign Prostate Enlargement, juga merupakan istilah
ephitel glanduler prostat yang di pengaruhi oleh hormon androgen.PPJ secara anatomik, sedang BOO = Benign Outflow Obstruction, merupakan suatu istilah yang
langsung di pengaruhi oleh hormon androgen melalui berbagai mediator yang menggambarkan adanya gangguan fungsi dan BPO = Benign Prostatic Obstruction
berasal dari stroma ataupun sel-sel ephitel prostat di sekitarnya seperti epidermal juga istilah gangguan fungsi dan LUTS = Lower Urinary Tractus Symptoms, juga
growth factor (EGF), transforming growth factor alpha (TGF α ), fibroblast merupakan gangguan fungsi. (Rahardjo , 1999 ).
growth factor (FGF) dan transforming growth factor beta (TGF ß) inhibitor Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi
sebagai penyeimbang agar tidak tumbuh terus prostatnya. Gejala iritatif terdiri dari sering kencing (frequency), tergesa-gesa kalau mau
Stroma akan menjadi jaringan ikat / trabekulasi, adalah tonjolan m.destrusor kencing (urgency), kencing malam lebih dari satu kali (nokturia) dan kadang-
akibat hiperplasi dan akibat pengaruh Growth factor yang mana mengakibatkan kadang kencing susah ditahan (urge incontinence).
tidak bisa kencing. Gejala obstruktif yaitu, pancaran melemah, terakhir miksi merasa belum
kosong, kalau mau kencing harus menunggu lama (hesitancy), harus mengedan
(straining) dan kencing terputus-putus (intermitency) dan juga waktu miksi
memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinen karena “
overflow “ .
Gejala iritatif dan obstruktif harus di terjemahkan dalam bentuk bahasa harian yang
Obstruktif Keluhan Iritatif
setiap orang mudah memahaminya oleh karena itu disusunlah dalam bentuk skor
simpton yaitu skor simpton menurut Madsen Iversen dan skor simptom menurut
1. Hesitancy perlu waktu bila mau 1. Urgency IPSS(International Prostate Scoring System)
miksi Non koordinasi antara kontraksi
2. Weak steam Pancaran lemah / m.destrusor dg relaksasi m.spinter Skor simptom menurut IPSS yang sudah di terjemahkan
3. Straining Kencing mengejan 2. Frequecy (miksi > 8x/hr) 1. MIKSI TIDAK TUNTAS 0 1 2 3 4 5
4. Prolonged micturition Kencing - Karena Pengosongan VU tak Dalam 1 bulan y.l ada sisa urin setelah kencing
perlu waktu lama sempurna 2. FREKWENSI 0 1 2 3 4 5
5. Incomplete emptying Kencing - Pembesaran prostat ke vu Dalam 1 bulan y.l sering kencing(setiap<2 jam)
tak puas -Hipertrofi m.destrusor vesicae 3. INTERMITTENSI 0 1 2 3 4 5
3. Nocturia (miksi > 2x semalam) Dalam 1 bulan y.l seberapa sering kencing terhenti
4. Urge incontinencia dan mulai lagi
Tidak bisa menahan kencing 4. URGENSI 0 1 2 3 4 5
Dalam 1 bulan y.l seberapa sering tak dapat
menahan kencing
Yang berperan pada keluhan obstruktif : 5. PANCARAN LEMAH 0 1 2 3 4 5
Kelenjar prostat sendiri ( statik ) Dalam 1 bulan y.l seberapa sering pancaran
Kontraksi otot polos di VU & kapsul klj prostat, uretra prostatika, sfingter uretra kencing lemah
membranasea ( dinamik ) 6. MENGEJAN 0 1 2 3 4 5
Dlam 1 bulan y.l seberapa sering harus mengejan
Yang berperan pada keluhan Iritatif : untuk memulai kencing
Kelenjar prostat sendiri pembesarab klj prostat ke arah vesika urinaria (lobus 7. NOCTURIA 0 1 2 3 4 5
medius), kearah uretra & rektum (lobus lateralis) Dalam 1 bulan y.l berapa kali harus terbangun
Infeksi (cystitis) TRIAS : frekuensi, dysuria, mikrohematuri untuk kencing waktu tidur
Jumah skor
Keluhan iritatif timbul setelah keluhan obstruktif, bila dilakukan pembedahan
keluhan obstruktif akan hilang dulu diikuti keluhan iritatif setelah 1 tahun. Pedoman :
0 : Tidak sama sekali
1 : Kadang-kadang (kurang dari 1x dalam 5x kencing)
Hiperplasi prostat 2 : Kurang dari separuh dari seluruh frekwensi kencing
3 : Kira-kira separuh dari seluruh dari seluruh frekwensi kencing
Penyempitan lumen uretra posterior 4 : Lebih dari separuh dari seluruh frekwensi kencing
5 : Hampir selalu
Tekanan intra vesikal meningkat
Khusus untuk pertanyaan No.7 (Nocturia)
0 : tidak sama sekali, 1 : 1x, 2 : 2x, 3 : 3x, 4 : 4x, 5 : 5x
Buli-buli Ginjal & ureter
- Hipertrofi otot destruser - Refluks vesiko-ureter Skor kwalitas hidup menurut IPSS :
- Trabekulasi - Hidroureter Bila anda harus mengalami keluhan kencing seperti sekarang ini sepanjang hidup
- Selula m.destrusor(+) - Hidronefrosis anda,bagaimana perasaan anda ?
- Divertikel m.destrusor(-) - Pionefrosis Pilonefritis 0 : Gembira 4 : Sebagian besar tidak memuaskan
- Gagal ginjal 1 : Menyenangkan 5. Tidak bahagia
2 : Sebagian besar memuaskan 6. Menakutkan
3 : Campuran,kadang memuaskan kadang tidak
BPH sering terjadi pada usia > 60 tahun. Organ ini terletak disebelah inferior buli-
buli dan membungkus uretra posterior. Bila membesar akan menekan uretra pars Pengisian kuesioner IPSS : (7 pertanyaan)
prostatika gangguan aliran kencing. Berat normal pada dewasa 20 gram. Ringan < 8 : tidak ada tindakan / watchful waiting
Syarat terjadinya BPH : Sedang 8 - 18 : Medikamentosa
1. Geriatri (usia tua) Berat > 18 : Operasi
2. Pria
3. Testes harus berfungsi Pemeriksan Fisik
Komponen testes ada 3 : tubulus seminiferus, sel leydig & epididimis Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien PPJ, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk
Pada penderita BPH sering mengejan untuk kelurkan urin Hernia & mencari kemungkinan ada distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat
hemorrhoid penanganan BPH lebih utama diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul
Residu urine stasis urine cystitis vesicouretral refluks pyelitis yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume
hidronefrosis keluhan nyeri pinggang, dysuri prostat dengan DRE cenderung underestimate daripada pengukuran dengan metode
Gross / mikro hematuri dapat disebabkan oleh adanya batu atau infeksi VU lain, sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti ukuran sebenarnya memang
Pada BPH yang lanjut terdapat tanda UREMIA sebagai akibat gagal ginjal berupa : besar . Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya
tekanan darah naik, nadi dan respirasi cepat 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas
pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%.
Diagnosis Adanya PPJ secara kasar dapat di ketahui dengan pemeriksaan colok dubur (rectal
Anamnesis
toucher atau digital rectal examination). Pada pemeriksaan RT ini dapat menilai
tonus musculus sfingter ani baik atau tidak karena ini berhubungan dengan
Anamnesis itu meliputi :
kemampuan fungsi neurologisnya dan juga dengan RT dapat menilai adanya
a. Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah menggangu
pembesaran prostat jinak atau suatu keganasan atau apabila ada nyeri tekan pada
b. Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah
prostat dapat merupakan suatu tanda peradangan pada prostat (prostatitis) sedangkan
mengalami cedera, infeksi, atau pembedahan )
apabila pada pemeriksaan RT konsistensi prostat kenyal seperti perabaan bakso
c. Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual
kemungkinan jinak akan tetapi apabila konsistensinya keras dan berbenjol-benjol
d. Obat-obat yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi
seperti menekan batu atau kayu harus di curigai sebagai suatu keganasan pada
e. Tingkat kebugaran yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.
prostat sampai terbukti tidak dengan pemeriksaan patologi anatomi dan juga dengan
pemeriksaan RT ini dapat memperkirakan besar prostat yaitu apabila pada saat RT
Pertanyaan penting:
batas atas prostat masih dapat di capai dengan jari maka secara empiris dapat di
1. Sering kencing malam hari ?
perkirakan besar prostat kurang dari 60 gram dan sebaliknya bila batas atas prostat
2. Pancaran kencing lambat ?
tidak bisa dicapai dengan ujung jari maka diperkirakan berat prostat lebih dari 60
3. Mengganggu kualitas hidup pasien ?
gram Perlu dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi
neuromuskuler ektremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus
Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala
sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan
obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score
pada busur refleks didaerah sakral
(IPSS). WHO dan AUA telah mengembangkan dan mensyahkan prostate sympton
score yang telah distandarisasi . Skor ini berguna untuk menilai dan memantau
Pada pemeriksaan fisik yang harus di catat yaitu keadaan umum,kesadaran,tanda-
keadaan pasien PPJ. Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien
tanda vital,adanya kelainan neurologik seperti tremor,kelemahan anggota gerak
mengisi sendiri tiap-tiap pertanyaan.
(hemi/paraparese/plegia),kelaianan fungsi jantung,penyakit paru obstruktif,penyakit
Keadaan pasien PPJ dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh adalah
gangguan fungsi ginjal,diabetes mellitus,hipertensi.
sebagai berikut:
Sedangkan hal yang perlu di perhatikan pada pemeriksaan fisik status urologi yaitu
1. Skor 0 – 7 bergejala ringan
ada tidaknya pembesaran ginjal pada perabaan atau adanya nyeri ketok di daerah
2. Skor 8 – 19 bergejala sedang
ginjal yang menunjukan adanya obstruksi aliran urin dan juga pemeriksaan pada
3. Skor 20 – 35 bergejala berat
vesika urinaria teraba penuh atau tidak dan yang tidak kalah pentingnya yaitu
pemeriksaan genetalia eksterna seperti ada tidaknya penyempitan urethra,fistel atau Pemeriksaan Laboratorium
adakah kelainan yang lain seperti hernia atau hemorroid yang sering di temukan Penilaian laboratorium sangat penting untuk persiapan pra operasi atau menilai
pada komplikasi akibat mngejan terus menerus baik ketika buang air kecil ataupun keadaan fungsi sistema traktus urinarius terutama menilai fungsi ginjal dengan
saat buang air besar yang ditemukan pada penderita pembesaran prostat jinak. memeriksa ureum,creatinin dan urinalisa serta pemeriksaan darah rutin seperti
. haemoglobin,leukosit,trombosit,faktor pembekuan dan penjendalan,golongan darah
Status Urologi serta gula darah sewaktu dan 2 jam pp dan yang tidak kalah pentingnya yaitu
Ginjal Inspeksi pemeriksaan prostate specifik antigen (PSA) sebagai salah satu petanda tumor
Palpasi bimanual marker dari kanker prostat.
Kalau membesar→ ballotement
Nyeri ketok 1. Urinalisis
Vesika Urinaria Penuh :inspeksi,palpasi,perkusi Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukositoria dan hematuri.
Kososng PPJ yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli, atau
Genetalia Eksterna Sirkumsisi penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, diantaranya : karsinoma buli-buli in
Orifisium urethra eksterna situ atau striktur uretra , pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan.
Perabaan urethra Kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur
Testis,epididimais,vas deferens urine, dan ada kecurigaan karsinoma buli-buli dilakukan sitologi urine.
Pada pasien PPJ yang sudah mengalami retensi urine dan telah memakai kateter,
Hernia,hidrokel
pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada
DRE/RT Tonus sfingter ani leukosituria maupun ertritrosituria
Prostat Flow rate maximal (Qmax) 15 ml/detik : non obstruktif
Menonjol 10-15 ml/detik : Borderline
Konsistensi <10 ml/detik : Obstruktif
Batas atas
Nodul a. Catatan harian miksi (voiding diaries)
Asimetris Voiding diaries saat ini dipakai secara luas untuk menilai fungsi traktus
Perkiraan besar urinarius bagian bawah dengan reliabilitas dan validitas yangcukup baik.
Pencatatan miksi ini sangat berguna pada pasien yang mengeluh nokturia sebagai
keluhan yang menonjol. Dengan mencatat kapan dan berapa jumlah asupan
Pemeriksaan Fisik : cairan yang dikonsumsi serta kapan dan berapa jumlah urine yang dikemihkan
Abdomen dapat diketahui seorang pasien menderita nokturia idiopatik, instabilitas detrusor
Ginjal teraba ( hidronefrosis), pinggang sakit ( pyelonefritis), VU membesar akibat obstruksi infra-vesika, atau karena poliuria akibat asupan air yang
pada palpasi maupun perkusi berlebih. Sebaiknya pencatatan dikerjakan 7 hari berturut-turut untuk
mendapatkan hasil yang baik, namun Brown mendapatkan pencatatan selam 3-4
Penis / Uretra (utk kesampingkan retensio urin) hari sudah cukup untuk menilai overaktifitas detrusor (Brown et al , 2002 ).
Striktur uretra, stenosis meatal, phimosis, sikratik, fistula
b. Pemeriksaan residual urine
Pemeriksaan Colok dubur (DRE/RT) Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang
TMSA, rektum kolaps/tidak, besar prostat. Posisi : litotomi, knee chest, miring, tertinggal didalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada orang
membungkuk. normal adalah 0,09 – 2,24 mL, dengan rata-rata 0,53 mL. Tujuh puluh delapan
persen pria normal mempunyai residual urine kurang dari 5 mL, dan semua pria
Pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Antigen) normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL. Menurut Abrams dkk
Membedakan proses jinak atau ganas. Pemeriksaan ini dilakukan sebaiknya 3 peningkatan residual urine menunjukan adanya obstruksi karena pembesaran
hari setelah RT, karena akan meningkatkan kadar PSA. PSA (N: 0,5-4 ng/ml) prostat. Resiko adanya residual urine yang banyak adalah terjadinya infeksi batu
untuk membedakan dengan karsinoma prostat buli, dan gagal ginjal. Abraham menganggap adanya residual urine lebih dari
50-100 cc adalah abnormal (Wein et al, 2001).
Mengukur Residu Urin usia pubertas dimana terjadi peningkatan Luitenizing hormon dan testosteron
Pasien yang di curigai menderita pembesaran prostat jinak di suruh kencing Ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan dalam pemeriksaan serum
sepuas-puasnya kemudian dipasang kateter dan di ukur residu urinnya. PSA karena ini akan mempengaruhi nilai serum PSA.
- Stadium I : < 50 cc
- Stadium II : 50-100 cc Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai serum PSA
- Stadium III : > 100 cc
- Stadium IV : Retensi Urin Kronis Penyebab Kenaikan Kenaikan Minor Kenaikan Mayor
PSA < 1,o mg/ml > 1,0 – 100 mg/ml
2. Pemeriksaan fungsi ginjal BPH √ √
Obstruksi infravesika akibat PPJ menyebabkan gangguan pada traktus urinarius Infeksi Tractus Urinarius √
bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat PPJ terjadi
sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko Prostatitis Akut/Kronis √
terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan tanpa Retensi/Kateterisasi √
disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enem kali lebih banyak. Pasien Biopsi/TURP √
LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem pelvikalises 0,8% Eyakulasi/DRE √
jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar
kreatinin serum. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai
petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih Nilai PSA tiap hari bervariasi sekitar 20% dan menunjukan hasil false meningkat
bagian atas. pada keadaan trauma pada prostat oleh tindakan memijat (pectal Toucher), adanya
infeksi da aktivitas seksual sedangkan pada keadaan latihan fisik tidak
berpengaruh terhadap nilai PSA. Kadar PSA dalam darah ditemukan dalam
3. Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen) bentuk bebas (free PSA) sedangkan kadar PSA dalam darah dengan ikatan
Prostat adalah salah satu organ penting dalam sistem traktus urinarius sehingga protease (total PSA) akan naik apabila barrier antara epitel dengan aliran darah
kelainan yang berhubungan dengan prostat akan berpengaruh terhadap sistema rusak
traktus urinarius. Bila dilihat dari struktur prostat yaitu 30 – 50% berupa jaringan
fibromuskuler, 50 – 70% berupa sel epithel glandular yang berperan dalam produksi Hal-hal yang perlu diketahui tentang nilai serum PSA
prostat – specifik antigen (PSA) untuk mengencerkan cairan semen sehingga 1. Age Specific Reference Range
spermatozoa bisa bebas bergerak. Nilai serum PSA sangat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain usia,
Dengan ditemukannya PSA pertama kali oleh Hara (1971) didalam cairan semen kanker, infeksi, trauma sehingga pada pemeriksaan serum PSA pada proses
dan beliau menamakannya sebagai gamma-seminoprotein, sehingga dalam ketuaan akan menunjukan peningkatan karena pengaruh bertambahnya
perkembangan selanjut oleh Wang (1979) dilakukan penelitian untuk mengisolasi ukuran kelenjar prostat.
suatu antigen dari jaringan prostat kemudian memurnikanya dan ini menunjukan
specifisitas terhadap jaringan prostat karena tidak ditemukan dijaringan tubuh lain 2. PSA Velocity atau PSA Rate (PSAR)
sehingga disebut Prostate Specific Antigen Konsentrasi PSA dalam cairan semen PSA Velocity merupakan kecepatan perubahan kadar PSA dari waktu ke
sejuta kali lipat dibanding yang berada dalam serum, misalnya pada laki-laki usia waktu, ini bertujuan untuk menilai apakah BPH atau kanker prostat.
50-80 tahun tanpa kelainan prostat pada cairan semen berkisar 0,5 – 5 mg/ml, PSA Velocity normal : 0,03 ng/ml/tahun
sedangkan pada serum berkisar 1,0 – 4,0 ng/ml BPH : 0,12 ng/ml/tahun
Kanker Prostat Metastase : 5,35 ng/ml/tahun
Faktor-faktor yang mempengaruhi PSA
PSA merupakan suatu glikoprotein rantai tunggal yang terdiri dari 93% asam 3. PSA density atau PSA Index (PSAI)
amino dan 7% karbohidrat. Monomer ini terdiri dari 240 residu asam amino PSA density yaitu rasio antara kadar PSA serum dengan volume kelenjar
dan 4 rantai samping karbohidrat dengan berat molekulnya 30.000 dalton prostat yang ditentukan dengan TRUS. Pemeriksaan density ini bertujuan
Ekspresi serum PSA sangat dipengaruhi oleh hormon androgen. Deteksi serum untuk meningkatkan specifitas pemeriksaan PSA.
PSA secara histokimia dalam jaringan prostat menggambarkan karakteristik
puncak bimodal antara usia 0 sampai 6 bulan dan setelah usia 10 tahun ia
berkorelasi dengan kadar testoteron sehingga serum PSA mulai terdeteksi pada
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer apabila dasar buli-buli pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung
specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit PPJ ; distal ureter membelok ke atas seperti mata kail.
dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti : Pencitraan traktus urinarius pada PPJ meliputi pemeriksaan terhadap traktus
(a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat urinarius bagian atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat. Pemeriksaan IVP
(b) keluhan akibat PPJ/laju pancaran urine lebih jelek pada PPJ dikerjakan untuk mengungkapkan adanya :
(c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut. (a) kelainan pada saluran kemih bagian atas
(b) divertikel atau selule pada buli-buli
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. (c) batu buli-buli
Dikatakan oleh Roehrborn et al (2000) bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat (d) perkiraan volume residual urine
laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun (e) indentasi prostat.
pada kadar PSA 0,2-1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl
adalah 3,3 mL /tahun. Kadar PSA didalam serum dapat mengalami peningkatan 2. USG
pada keradangan, setelah manipulasi prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi Menilai bentuk dan ukuran kelenjar prostat dapat dilakukan dengan pemeriksaan
urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Sesuai yang transabdominal (TAUS) ataupun transrektal (TRUS). Jika terdapat peningkatan
dikemukakan oleh Wijanarko et al (2003) bahwa serum PSA meningkat pada saat kadar PSA, pemeriksaan USG melalui transrektal (TRUS) dibutuhkan guna
terjadi retensi urine akut dan kadarnya perlahan-lahan menurun terutama setelah 72 menilai kemungkinan adanya karsinoma prostat. Pemeriksaan USG prostat
jam dilakukan kateterisasi . bertujuan untuk menilai bentuk, besar prostat, dan mencari kemungkinan adanya
Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah (Wijanarko et al karsinoma prostat ,kecurigaan suatu keganasan pada prostat baik sebagai guiding
, 2003): biopsi prostat ataupun dengan adanya gambaran hipoechoic atau bila adanya
a. 40 – 49 tahun : 0 - 2,5 ng/ml gambaran hiperechoic dan shadow acustic pada batu prostat serta juga dapat
b. 50 - 59 tahun : 0 – 3,5 ng/ml menilai residu urin dalam vesika urinaria dengan USG transabdominal
c. 60 – 69 tahun : 0 – 4,5 ng/ml Ultrasonografi transrektal dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis
d. 70 – 79 tahun: 0 – 6,5 ng/ml terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan
ultrasonografi suprapubik.
Meskipun PPJ bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi Selain untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan USG dapat pula
kelompok usia PPJ mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain
PSA bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok seperti divertikel, tumor, dan batu.
dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia
ini pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya Jadi dengan pemeriksaan USG dapat digunakan untuk :
karsinoma prostat. Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai negara a. Menilai prostat
merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada Bila terdapat gambaran hipoechoic (keganasan) maka dilakukan biopsi
PPJ, meskipun dengan syarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia pada daerah tersebut dengan TRUS.
harapan hidup pasien. Usia sebaiknya tidak melebihi 70 tahun atau usia harapan
Bila terdapat gambaran shadowacustic (hiperechoic) menunjukan adanya
hidup lebih dari 10 tahun, sehingga jika memang terdiagnosis karsinoma prostat
batu prostat (prostatitis calculosa).
tindakan radikal masih ada manfaatnya.
b. Menilai Volume Prostat
Pemeriksaan Radiologis Volume dan besar prostat hampir sama karena berat jenis dari jaringan
1. BNO- IVP prostat antara 1-1,05 sehingga volume prostat dapat di tentukan dengan
Dengan pemeriksaan radiologik seperti foto polos perut dan pielografi intravena
menggunakan rumus : 4/3 x πR3 . Dimana R adalah radius dari prostat.
dapat diperoleh mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih,
hidronefrosis atau divertikel kandung kemih. Kalau dibuat foto setelah miksi
Bentuk prostat yaitu elipsoid maka akan lebih akurat bila R diperoleh dari
dapat dilihat sisa urin.
masing-masing bidang prostat sehingga menjadi rumus sebagai berikut :
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar
kandung kemih. Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat diperkirakan
Pemeriksaan BNO-IVP, Sistogram apabila di curigai adanya kelainan di saluran
4/3xπ R1R2R3 kemih seperti adanya riwayat hematuri,infeksi saluran kencing berulang,penurunan
fungsi ginjal atau ada riwayat urolithiasis atau riwayat operasi traktus urinarius
Dimana : R1→Radius bidang transversal bagian atas atau kecurigaan adanya divertikel atau suatu keganasan di kandung
R2→Radius bidang longitudinal kemih. Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien PPJ dengan memakai IVP atau
R3→Radius bidang sagital USG, ternyata bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya kelainan pada saluran
kemih bagian atas: sedangkan yang menunjukkan kelainan, hanya sebagian kecil
Rumus diatas di sederhanakan menjadi :0,52xd1d2d3 d: diameter dari prostat. saja (10%) yang membutuhkan penanganan yang berbeda dari yang lain.
Oleh karena itu prncitraan pada saluran kemih bagian atas tidak
Pemeriksaan ultrasonografi prostat tidak direkomendasikan sebagai direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada pembesaran prostat jinak, kecuali
pemeriksaan rutin, kecuali pada pasien yang hendak menjalani terapi : (a) jika pada pemeriksaan awal diketemukan adanya:
inhibitor 5-alpha reduktase, (b) termoterapi, (c) pemasangan stent, (d) TUIP atau (a) hematuri
(e) prostatektomi terbuka. (b) infeksi saluran kemih
(c) insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG)
3. Sistografi dan Sistogram (d) riwayat urolitiasis
Apabila fungsi ginjal buruk sehingga ekskresi ginjal kurang baik atau penderita (e) riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia.
sudah dipasang kateter menetap, dapat dilakukan sistogram retrograd
Pemeriksaan sistografi dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria Metode Sistoskopi
atau pada atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. Pemeriksaan Pasien sebelum dilakukan sistoskopi diperiksa colok dubur untuk menentukan
ini untuk dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih perkiraan berat kelenjar prostat, apabila masih dapat meraba bagian (pool) atas atau
atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu basis kelenjar prostat secara empiris dapat diperkirakan besar prostat kurang dari 50
radiolusen di dalam vesika gram dapat dilakukan operasi tertutup (reseksi transuretral) dan sebaliknya apabila
Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd guna memperkirakan batas atas prostat tidak bisa dicapai dengan ujung jari maka diperkirakan berat
besarnya prostat atau mencari kelainanan buli-buli saat ini tidak kelenjar prostat lebih dari 50 gram maka akan dilakukan operasi open prostatektomi.
direkomendasikan. Namun sistografi masih berguna pada PPJ dengan retensi Dilakukan disinfeksi daerah genetalia eksterna dengan povidon iodin 10%,
urine, demikian pula pemeriksaan uretrografi direkomendasikan jika dicurigai tutup lapangan operasi dengan doek steril.
adanya striktur uretra Sebelum dimasukkan sheath sistoskopi no. 15F diberikan anestesi lokal dengan
xilokain jelli kedalam uretra, kemudian sheath sistoskopi dimasukkan ke uretra
4. RPG sampai ke kandung kencing dengan lensa 300.
Kandung kencing di isi dengan cairan irigasi aquadest steril sampai penuh
5. URS (teraba di atas simphisis pubis menonjol keras).
Bila lobus lateralis bersinggungan / kissing lobe (N: diameter 1-1,5 cm) dapat Kemudian ujung sheath sitoskopi di letakkan setinggi leher kandung kencing,
dilakukan operasi transureteral (TURP) pada saat itu pula penis di tarik ke distal sampai uretra dalam keadaan lurus,
Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra pars prostatika dihitung panjang sheath sitoskopi yang ada sebelah distal (luar) dari orificium
dan buli-buli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra, dan leher uretra eksternum (meatus) dicatat panjangnya (Xmm),
buli-buli, batu buli-buli, trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel buli-buli. Kemudian sheath sitoskopi di tarik keluar sampai melihat verumontanum (tepat
Selain itu sesaat sebelum dilakukan sistokopi diukur residual pasca miksi. melihat muara ductus ejaculatorius) dicatat panjang sheath sistoskopi yang ada
Sayangnya pemeriksaan ini tidak mengenakkan pasien, bisa menimbulkan di distal orificium uretra eksternum / meatus (misalnya Y mm).
komplikasi perdarahan, infeksi, cedera uretra, dan retensi urine. Hasil panjang uretra prostatika adalah Y mm dikurangi X mm kemudian hasil
Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan dilakukan tindakan pembedahan pengukuran dikelompokan sesuai dengan berat prostat, apa bila berat prostat
untuk menentukan perlunya tindakan TUIP, TURP, atau prostatektomi kurang dari 50 gram dapat dilakukan operasi prostatektomi transuretral, bila
terbuka. Disamping itu pada kasus yang disertai dengan hematuri atau dugaan lebih dari 50 gram dilakukan operasi prostatektomi terbuka.
adanya karsinoma buli-buli sistoskopi sangat membantu dalam mencari lesi pada
buli-buli.
Penatalaksanaan Obat penghambat α adrenergik ini dapat bersifat :
Selective long acting α blocker : Doxazosin,tamsulosin,terasosin
Modalitas terapi pasien pembesaran prostat jinak berdasarkan muktamar XI Ikatan Selective short acting α blocker: Prazosin,Alfuzosin,Indoramin
Ahli Urologi Indonesia di bandung tahun 2000 sebagai berikut :
Non selective Fenoksibenzamin
1. Watchfull Waiting (Observasi)
Dalam hal ini penderita di observasi secara berkala sampai penderita merasa Berdasarkan persarafan bahwa daerah leher vesika urinaria,otot polos di
terganggu atau ditemukan tanda-tanda komplikasi akibat adanya pembesaran trigonum vesicae,prostat dan kapsul prostatika secara dominan dipersarafi
prostat jinak dan masa ini dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan oleh saraf parasimpatis dengan reseptornya α1adrenergik sehingga stimulasi
(IPSS≤ 7 atau Madsen Iversen ≤ 9). dari reseptor ini menyebabkan meningkatnya tonus otot-otot di daerah
Nasehat yang diberikan pada penderita yang di observasi yaitu mengurangi tersebut sedangkan bila reseptornya di hambat (α adrenoseptor antagonist)
minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,menghindari obat-obat dapat menurunkan tonus otot di daerah tersebut (terjadi relaksasi) akibatnya
dekongestan (parasympatolitik),mengurangi minum kopi dan melarang minum tekanan pada daerah uretra pars prostatika turun sehingga meringankan
alkohol agar tidak terlalu sering kencing. Dilakukan evaluasi terhadap proses kencing menjadi lancer
perkembangan score symptom,Qmax,residu urin dan pemeriksaan secara berkala Evaluasi hasil pengobatan sangat penting dalam menilai keberhasilan suatu
TRUS setiap tiga bulan sehingga apabila terjadi kemunduran maka sebaiknya terapi apalagi obat ini mempunyai efek samping antara lain penurunan
mulai dilakukan pengobatan medikomentosa atau operasi tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan pusing-pusing
(dizziness),capek,sumbatan hidung dan rasa lemah (fatique) disamping efek
2. Medikomentosa yang di harapkan untuk merelaksasi tonus otot di leher vesika urinaria
Dasar pertimbangan pengobatan medikomentosa diberikan karena terjadi maupun pada prostatnya sendiri agar menurunkan obstruksinya sehingga
peningkatan nilai score symptom(IPSS > 7,Qmax >5ml/detik,Residual kencing menjadi lancar dan obat α blocker ini sudah direkomendasikan oleh
urin<100 ml, rasa yang mengganggu seperti inkontinensia,rasa ingin buang air The 3rd and The 4thInternational Consultation on BPH 1995 and
kecil terus,frekuensi) sehingga hal-hal tersebut di atas dapat menjadi salah satu 1997(Caine,1990;Umbas dan Rochadi,2000)
dasar pertimbangan pemberian pengobatan medikomentosa,pemilihan jenis obat
yang diberikan dan juga melakukan evaluasi terhadap hasil pengobatan. Tiga 2. Menghambat pertumbuhan prostat(Supresor Androgen)
macam dasar pertimbangan dalam pengobatan medikomentosa yang dianggap Asumsi dari teori ini yaitu dengan dilakukan kastrasi maka tidak terjadi
rasional yaitu : pembesaran prostat dan pria yang mempunyai kelainan defisiensi enzim 5α
a. Penghambatan α adrenergik(α blocker )→merelaksasi tonus leher kandung reduktase,kelenjar prostatnya tidak berkembang walaupun potensi seksualnya
kemih tetap positif. Berdasarkan pada teori DHT (Dehidrotestosteron) bahwa
b. Penghambatan androgen(Supresor androgen)→menghambat pertumbuhan penyebab terjadinya pembesaran prostat apabila terjadi reduksi testosteron
prostat menjadi DHT yang memerlukan enzim 5α reduktase sehingga dengan
c. Phytoterapi menghambat kerja enzim tersebut maka tidak terjadi proses reduksi
testosteron akibatnya tidak terbentuk DHT. Atas dasar asumsi-asumsi
Ketiga pengobatan tersebut harus dievaluasi untuk menilai perubahan atau tersebut diatas maka supresi androgen dapat terjadi dengan memberikan
perkembangan antara sebelum dan sesudah pengobatan diberikan dan ini sebagai berikut :
dievaluasi selama tiga sampai enam bulan. Penghambat enzim 5α reduktase
Anti androgen
Adapun daya kerja dan jenis obat yang digunakan adalah sebagai berikut Analog Luteinizing hormone releasing hormone (LHRH)
1. Penghambat α adrenergik
Berdasarkan persarafan daerah leher kandung kemih di dominasi oleh saraf Obat penghambat enzim 5α reduktase yang terdapat di pasaran yaitu
otonom yang bersifat simpatomimetik sehingga bila diberikan obat golongan finasteride dengan nama dagang di Indonesia yaitu Proscar dalam
penghambat α adrenergik (adrenergik blocking agent/ α adrenoseptor bentuk tablet dengan dosis 5 mg diberikan peroral sekali sehari.Selain itu
antagonist) diharapkan dapat mengurangi tonus leher kandung kemih agar ada golongan episterid dan untuk melihat efek terapi di butuhkan waktu 3-6
proses kencing dapat lancar. bulan dilakukan evaluasi secara berkala bila menunjukan perbaikan maka
terapi diteruskan akan tetapi bila tidak ada perbaikan parameter antara
sebelum dan sesudah maka dipertimbangkan untuk terapi pembedahan.
Hal yang harus diperhatikan dari pemberian finasterid mempunyai efek 3. Pembedahan
samping berkurangnya libido dan impotensi,ini terjadi sekitar 3-4 % dan Pasien pembesaran prostat jinak pada umumnya sudah dalam stadium berat yaitu
reversibel. mengalami retensi akut dengan atau tanpa komplikasi sehingga tindakan
Parameter evaluasi sebelum pengobatan dengan 5α reduktase pembedahan merupakan cara yang paling efisien mengatasi masalah tersebut
No PARAMETER SYARAT KETERANGAN apalagi tidak semua pasien yang mendapatkan pengobatan medikomentosa
1 Skor keluhan Ringan dan Untuk yang b er at berhasil yaitu sekitar 40-70 %(Emberton,1999) Mengingat kejadian penderita
sedang dianjurkan terapi operasi pembesaran prostat pada umumnya usia dekade lima keatas sekitar 50% dan
2 Volume prostat : Derajat I,II,III Volume prostat menurun semakin meningkat usianya maka semakin meningkat pula resiko terjadinya
- colok dubur dalam ml sampai 30% pembesaran prostat jinak padahal dengan semakin meningkatnya usia justru
- USG terjadi penurunan fungsi organ –organ tubuh karena proses degeneratif/penuaan
(optional) sehingga persiapan praoperasi sangat penting untuk menurunkan morbiditas
3 Sedimen Urin - Normal/Negatif Bila tidak normal perlu maupun mortalitas yang mungkin bisa terjadi pada pasien pembesaran prostat
Biakan evaluasi lebih lanjut dan jinak yang akan dilakukan operasi prostatektomi baik secara TVP ataupun
bila biakan positif perlu TURP. Faktor usia lanjut ini biasanya disertai juga oleh faktor komorbiditas
diterapi lebih dahulu lainnya seperti hipertensi ,diabetes mellitus, penyakit jantung koroner,penurunan
5 Kreatinin serum Normal Bila tidak normal perlu fungsi ginjal,hati maupun penyakit obstruktif menahun serta penyakit sistemik
evaluasi lebih lanjut lainnya
6 PSA(Prostatic ≤ 4 ng/ml Dengan pengobatan Sedangkan faktor komorbiditas lainnya yang biasanya menyertai pada penderita
Specific Antigen) biasanya menurun 50% pembesaran prostat jinak seperti anemia, malnutrisi juga harus mendapat
dalam 6 bulan bila perhatian serius sebelum melakukan operasi prostatektomi baik secata
meningkat perlu biopsi transurethral (TURP) maupun secara transvesikal(TVP).
7 Flowmetri Qmax :> 10 Biasanya membaik rata- Indikasi absolut pembedahan antara lain sebagai berikut :
ml/det rata 2,7 ml/det Sisa kencing lebih dari 100 ml
Infeksi saluran kencing berulang
3. Pengobatan Phyto terapi Adanya batu buli-buli
Pengobatan ini menggunakan bahan dari tumbuh-tumbuhan seperti Hypoxis Adanya hematuri secara makroskopis berulang
Rooperis,Pygeum Africanum,Urtica sp,Sabal Serulla,Curcubita pepo,Populus Adanya divertikel buli-buli yang besar
temula,Echinacea pupurea dan cereale. Zat aktif yang terdapat di dalam Adanya penurunan fungsi ginjal karena PPJ
tumbuhan tersebut belum semuanya di ketahui cara kerjanya.Pygeum Retensi urin berulang
Africanum misalnya dapat mempengaruhi kerja Growth Factor terutama ß
FGF dan EGF sedangakan obat yang lain di katakan kemungkinan Indikasi relatifnya yaitu adanya residu urin lebih dari100 ml,Qmax kurang dari
mempunyai efek antara lain anti estrogen,anti androgen,menurunkan sex 10 ml/detik atau dengan pengobatan lain tidak menunjukan perbaikan sedangkan
binding hormon globulin,menghambat sel prostat berproliferasi, keduanya mempunyai resiko penyulit yang hampir sama sebagai berikut :
mempengaruhi metabolisme prostaglandine,anti inflamasi dan menurunkan Penyulit durante operasi :
tonus leher buli-buli(Braquet et al,1994;Singodimedjo,2002) Perdarahan (< 4 %):bila sinus venosus peri prostatika tereseksi.
Ada tiga hal problem dalam pengobatan dengan obat-obatan yaitu kapan TUR Syndrome :Terjadi bila sinus venosus terbuka dan cairan irigasi
pengobatan di mulai dan berapa lama,bagaimana dengan efek sampingnya masuk sirkulasi sehingga terjadi hiponatremia.
dan harga obat yang masih tinggi sementara pengobatan dalam waktu yang Perforasi : Apabila dinding buli-buli daerah trigonum ataupun
lama serta disiplin pasien dalam meminum obat dalam waktu yang lama kapsula prostatika robek pada saat prostatektomi secara transurethral.
perlu mendapat perhatian dokter dalam program pengobatan konservatif Infeksi saluran kemih sampai septikemia : Operasi prostatektomi
pasie termasuk jenis operasi bersih terkontaminasi karena berhubungan
Konservatif Medika mentosa bila score IPSS < 18 dengan saluran kemih apalagi bila hasil biakan urin positif maka
Finasteride / Proscar 5 mg/hr (3-6 bl), Tamsulosin/Flomax 0,4 mg 2-4 mgg , termasuk jenis operasi kotor sehingga pemberian obat antibiotika
Harnal 0,2 mg kerjanya mengeblok enzim 5 alpha reductase membentuk DHT bersifat terapeutik apabila hasil biakan urin positif sedangkan bila
biakan urinnya negatif maka bersifat profilaksis.Apalagi bila mempunyai tetapi masuk ke buli-buli.Ini tidak berbahaya dan tidak perlu
penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,penyakit paru obstruktif menahun penanganan khusus hanya diberitahu sebelumnya.
dan lainnya merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi dan Striktur uretra (±4-5%) :Biasanya terjadi pada daerah meatus atau
septikemia.Insidensinya berkisar antara 2-5% (Cramer ,1999) fosa navikulare serta daerah sekitar uretra pars prostatika karena infeksi.
Stenosis leher buli-buli : Dapat terjadi saat mereseksi prostat terlalu
Penyulit pasca operasi dini berlebihan atau karena pemasangan kateter yang terlalu lama.
Retensi bekuan darah (± 3%): Ini bisa terjadi sebelum atau sesudah Pembesaran prostat jinak berulang (sekiatar 4,2% pada TVP dan 17,6%
kateter di lepas.Bila ini terjadi sebelum kateter dilepas maka dilakukan pada TURP) :Pada operasi prostatektomi baik secara TVP ataupun
spuling dengan larutan aquabidest atau dengan Nacl 0,9% apabila tidak TURP tidaklah membuang seluruh jaringan prostat sehingga
berhasil maka dilakukan evakuasi jendalan darah tersebut dan apabila kemungkinan kambuh kembali bisa terjadi.
terjadi setelah pelepasan kateter maka dapat dilakukan pemasangan kateter
ulang untuk beberapa hari sampai bekuan darah tersebut lisis atau
dilakukan evakuasi jendalan tersebut bila tetap retensi urin .Upaya
Catatan :
pencegahannya dengan melakukan perawatan perdarahan sebaik-baiknya Operatif IPSS > 18
saat operasi dan mengontrol irigasi secara kontinue pasca operasi serta Indikasi : 1. Hematuri
melakukan traksi pada kateter tersebut. 2. ISK berulang
3. Retensi urin berulang / akut
Retensi urin (± 10%): Ada beberapa penyebab terjadinya retensi urin
4. Penurunan faal ginjal / hidronefrosis
disini : -Tersumbat bekuan darah→diirigasi
5. Vesicolithiasisi
-Tersumbat serpihan prostat →dievakuasi
6. Divertikel buli2 besar
-Muskulus detrusor masih dalam fase
dekompensata→dipasang kateter
Perdarahan sekunder :perdarahan ini terjadi setelah sebelumnya urin
jernih sehingga biasanya akan berhenti sendiri apabila tidak berhenti maka A. Pembedahan terbuka (TVP=Transvesikal prostatektomi)
diperlakukan seperti pada retensi bekuan darah karena dapat menyebabkan Pembedahan prostatektomi secara suprapubik transvesikal pertama kali
tejadinya jendalan darah di kateter. dilaporkan oleh Belfield dari Chicago pada tahun 1887 dan Sir Peter Freyer dari
London pada tahun 1900 melaporkan tehnik pembedahan yang sama pada
Inkontinensia Urin : Ini terjadi karena rusaknya spingter uretra eksterna pertemuan Internasional di Paris sehingga terkenal dengan prostatektomi
yang tereseksi saat prostatektomi akan tetapi apabila kerusakannya ringan menurut Freyer yang kemudian di modifikasi oleh Hrynzack sehingga terkenal
dapat sembuh sendiri (temporer sekitar 2%) sedangkan apabila dengan tehnik Hrynzack modifikasi Freyer. Setengah abad kemudian pada tahun
kerusakannya berat dapat menyebabkan inkontinensia permanen(sekitar 1945 diperkenalkan tehnik prostatektomi retropubik transkapsuler oleh Teernce
0,5%).Cara mengatasinya dengan mengklem penis,menyuntikkan silikon Millin.
sekitar spingter uretra ekterna atau memasang protewsa spingter(Cramer Pembedahan minimal invasif secara TURP masih merupakan standart emas
,1999) dalam penanganan pasien PPJ sekitar 95% akan tetapi ada juga pasien PPJ yang
dilakukan operasi prostatektomi secara terbuka (TVP) sekitar 5%nya
Penyulit pasca operasi lambat Prostatektomi transvesikal (TVP) dikerjakan pada :
Impotensi (± 4-20%):Terjadi apabila bundel neurovasculer (n.pudendus) PPJ yang besar yang diperkirakan tidak dapat di reseksi dengan sempurna
yang mempersarafi penis rusak atau putus karena nervus pudendus dalam waktu satu jam
tersebut terletak di posterolateral dari kelenjar prostat sehingga pada PPJ yang disertai penyulit seperti adanya batu buli-buli yang diameternya
operasi prostatektomi secara transvesical (TVP) secara teori tidak terkena lebih dari 1/2cm atau multiple,adanya divertikel besar.
karena manipulasi prostat di daerah anterior sedangkan pada operasi Bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan TURP baik sarana maupun
prostatektomi secara transuretral(TURP)trauma termal dan elektrik dapat tenaga ahlinya (Rahardjo,1999;Singodimedjo,2002)
menyebabkan kerusakan dari neurovasculer bundel tersebut
Ejakulasi retrograd : Kejadian ini hampir selalu terjadi pasca operasi
prostatektomi terutama bila berat prostatnya besar dimana pasien
mengeluh saat ejakulasi tidak keluar cairan sperma melalui urethra akan
===================Tehnik Operasi Prostatektomi Transvesikal (TVP) Catatan
Dalam stadium anestesi,pasien dalam posisi supine ,kandung kemih diisi Open Prostatektomi
udara/air 250 ml. Dilakukan pada pasien dengan besar prostat > 60 gram
Dilakukan a/aseptik medan operasi dengan alkohol 70% kemudian dilanjutkan Terdapat batu buli2 yang tak dapat dilakukan litotripsi
dengan betadin. Divertikel buli
Insisi suprapubik bisa secara pfanenstiel atau longitudinal,perdalam dari kutis Prinsip : evakuasi jaringan prostat yang mengalami hiperplasi
sampai subkutis,vagina muskuli rekti dan apneurosis m.oblikus eksterna di
Metode :
potong transversal dan dibuat flap ke arah superior dan inferior sehingga
Suprapubik (Peter Freyer 1900)
nampak mm.rektus abdominis dan mm.piramidalis kemudian dipisahkan secara
tajam antara sisi kanan dan kiri .Pada kedua sisi muskuli rekti di pasang hook Retropubik (Terrence Millin 1945)
langen back,tampak prevesikal fat dan peritoneum di sisihkan ke kranial Radical prostatectomi / Perineal (Young) pada kanker
,tampak pleksus vesikalis dan buli-buli ,dilakukan taugle di dua tempat prostate
proksinmal-distal.
Dilakukan insisi buli-buli dengan cauter diantara dua taugle tersebut sambil
mengontrol perdarahannya sampai ke mukosanya terbuka,dilakukan sucksen dari B. Pembedahan minimal invasif secara transurethral(TURP)
cairan buli-buli yang keluar kemudian dipasang hook buli-buli. Prosedur TURP ini masih merupakan good standart dalam pengobatan PPJ di
Identifikasi muara ureter dan keadaan buli-buli lainnya seluruh dunia sekitar 95% .Ada empat hal kelebihan TURP dibandingkan TVP
Insisi prostat sekitar OUI sampai tampak kelenjar prostatnya kemudian yaitu
dilakukan enukleasi prostat sampai bebas dari kapsula sirurgikum . Perdarahan lebih terkontrol karena bisa terlihat langsung
Kontrol perdarahan dari prostatik bed pada jam 5,7,11 Lama rawat inap lebih sedikit
Pasang daur kateter no.24 dan kunci awal sekitar 20ml,pasang daur kateter no.14 Tidak ada luka operasi yang terlihat dari luar
untuk irigasi dan di kunci 5 ml. Resiko infeksi lebih kecil
Jahit luka buli-buli pada mukosa dengan benang plan cut gut 3.0 secara
continous with locking kemudian bagian muskulernya dijahit dengan benag Sedangkan kemungkinan terjadinya faktor penyulit pascaoperasi mempunyai kans
cromic 2.0 secara continous without locking. Selam a penjahitan buli-buli irigasi yang hampir sama antara TVP dan TURP.
di alirkan dan daur kateter no.24 nya di traksi terus.
Pasang drain cavum retzii Catatan
Tutup luka operasi lapis demi lapis Tertutup ( Reseksi Transurethral prostatektomi )
Operasi selesai Berat prostat < 60 gram
Dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam menghindari Sindroma
======================================= Perawatan pascaoperasi reseksi transurethral akibat banyaknya cairan irigasi masuk pembuluh
Awasi keadaan umum,vital sign,aliran irigasi dan warnanya darah (intoksikasi air)
Traksi kateter dipertahankan selama 24 jam Gejala : gelisah, somnolen, tekanan darah naik, bradikardi
Berikan Antibiotik profilaktif bila hasil biakan urin belum ada dan analgetik ES: retrograde ejaculation
Irigasi : -Hari 0→grojok Beberapa Istilah :
-Hari I→40tetes/detik 1. Pseudo TUR reseksi 30% mis pada lobus medius saja
-Hari II-III→30 tetes/detik 2. Partial TUR 30-90%
-Hari IV→coba di stop/klem,dengan pesan bila merah irigasi di Paliative resection
alirkan lagi Subtotal resection
-Hari V →Irigasi di aff 3. TURP total Sebagian trigonum vesika,leher kandung kemih &
-Hari VI→mobilisasi duduk dan minum banyak kapsul prostat direseksi
-Hari VII→DC di aff 4. Subradical TUR Pada kelenjar prostat yang mengarah keganasan
-Hari VIII→ Drain cavum retzii di aff dan rawat jalan
C. Perkembangamn Tehnologi baru pada penanganan PPJ Sehingga sebelum pembedahan dilaksanakan harus dibuat persiapan teliti, cermat
1. Laser (VILAP=Visual Laser Ablation of the Prostate) : terencana dan terarah dengan baik, sehingga hal-hal yang akan mendatangkan
Nd YAG mempunyai kemampuan koagulasi dan evaporasi dapat kegiatan pada pasien dapat dihindari (Scott et al, 1982).
menimbulkan lubang-lubang pada jaringan adenoma kalau disalurkan Komplikasi pasca pembedahan dibagi 2 yaitu :
melalui serat laser yang dapat membelokkan sinar laser 900(side firing Dini/awal,
fibers)sehingga secara perlahan adenoma akan terlepasdan akan Timbulnya kurang atau sama dengan 7 hari sejak saat pembedahan. meliputi :
menghasilkan kanal pada daerah urethra pars prostatika. retensi koagulum, perdarahan primer, infeksi luka operasi, infeksi saluran
kemih, gagal ginjal akut, henti jantung yang reversibel, infark myokard,
2. Thermo therapi dan Hyperthermi : sumbatan vena dalam, dan serebrovaskuler accident (Lewis et al, 1992)
Di sini prinsipnya dengan memanaskan jaringan adenoma melalui alat Untuk mengurangi terjadinya morbiditas awal karena retensi koagulum
yang di masukkan ke urethra atau rektum sampai 450sehingga diperlukan irigasi selama dan setelah reseksi prostat transuretra dengan cairan
diharapkan terjadi koagulasi.Keduanya dapat memberikan hasil normal salin. Bila memang masih terjadi retensi koagulum, maka perlu
perbaikan skor pada ±50%(hyperthermi) dan dilakukan tindakan spoelling/bladder washout lewat kateter (Rochani, 1993).
70%(thermoterapi).Sedangkan termoterapi lainnya yaitu :
TUMT (Transurethral micriwave thermoterapi ) :Ini menggunakan Lanjut
gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan Bila terjadi 7 hari sampai dengan 12 bulan pasca operasi, berupa : striktura
prostat untuk mengurangi obstruksi. uretra, retrograd ejakulasi, inkontinensia urine karena kerusakan sfingter uretra
TUNA (Transurethral needle ablation) :Ini menggunakan energi dan impotensi. (Mebust et al, 1997; Lewis et al, 1993).
frekwensi radio tingkat rendah untuk membakar bagian prostat
yang dikehendaki. Pendarahan pasca reseksi prostat transuretra lebih banyak terjadi pada reseksi
Laser Coagulation Technique kelenjar prostat yang besar. Kematian pasca operasi prostat (6-90 jam pasca
HIFU pembedahan) disebabkan karena problem pendarahan hebat. Faktor-faktor yang
Electrovaporisation dipakai untuk menentukan derajat perdarahan yaitu :
Laser vaporization 1. Banyaknya transfusi darah yang diperlukan untuk mempertahankan volume
sirkulasi
4. Pengobatan Alternatif
2. Hipotensi
3. Seringnya spuling
Apabila sudah ada indikasi operasi prostatektomi akan tetapi pasien tidak layak 4. Retensi jendalan darah
atau menolak maka dilakukan terapi pemasangan stent di urethra pars 5. Kadar Hb turun (> 2gr/dl) pasca pembedahan
prostatika sehingga bagian tersebut bisa terbuka terus. 6. Operasi ulang untuk menghentikan perdarahan (Aksan et al, 1993).
Komplikasi
Singh et al, 1973 dan Argawal et al, 1993, mengemukakan bahwa PPJ merupakan
penyakit yang sering diderita pria umur 40 tahun keatas. Pada periode tersebut telah
terjadi perubahan-perubahan fisiologis yang akan menimbulkan perubahan sistem Penis / uretra : striktur,meatal stenosis, himosis
kardiovaskuler, sistem respirasi, ginjal dan hormonal yang dipengaruhi banyak Kelenjar prostat : BPH,ca prostat, prostitis
faktor. Diperkirakan penderita umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko yang RETENSIO VU : kanker, batu, divertikel
lebih besar bila dilakukan pembedahan yaitu sebesar 10 % (Lyton, 1968 ; Walsh, URINE Saraf : neuropatic bladder
1992).
Sebelum pembedahan dilaksanakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu suatu fakta menunjukkan bahwa semua pasien adalah mereka
yang telah berumur lanjut, pembedahan kelenjar prostat termasuk pembedahan
mayor dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi atau morbiditas selama atau
sesudah pembedahan.
Diagnosis Banding
N
PENYAKIT KARAKTERISTIK
O
1 Striktur Uretra Usianya biasanya lebih muda kausa biasanya jelas
Pernah uretra
Pernah trauma panggul/perineum
Pernah manipulasi urologik
Kateterisasi ada hambatan/gagal uretrografi
terdapat penyempitan endoskopi tampak
penyempitan
2 Stenosis Leher Buli- Biasanya terjadi sebagai penyulit operasi daerah ”
Buli bladder outlet” seperti prostektomi, PRTU prostat.
Kelainan kongenital ] jarang
Akibat prostatik kronis ]
Diagnosis pasti dengan endoskopi
3 Batu Buli-Buli atau Gejala iritatif lebih menonjol pernah keluar batu
Batu yang menyumbat bersama miksi
Uretra Posterior Foto rongen akan tampak batu bila bersifat
radioopak
Endoskopi untuk memastikan diagnosa
4 Karsinoma Prostat RT : Nodule positif (+)
Prostate specific antigen (PSA) meningkat >
4mg%
USG : daerah Hipoekoik
Definisi Nokturia
Nokturia atau nikturia adalah salah satu gejala yang sering dijumpai. Tidak ada
Mekanisme Miksi Normal definisi nokturia yang jelas, tetapi umumnya nokturia berarti bangun pada malam
Secara fisiologik kandung kemih normal mengadakan respon terhadap pengisian air hari untuk buang air kecil (Jackson, 1999 ; Kerrebroeck et al., 2002 ). Menurut
kemih tanpa peningkatan tekanan intravesikal. Hal ini disebabkan kelenturan dari laporan dari subkomite standarisasi ICS (International Continence Society) Bagian
kandung kemih. Namun pada volume tertentu akan terjadi peningkatan tekanan Urologi di Belanda bahwa definisi berdasarkan terminologi nokturia adalah suatu
intravesikal yang akan merangsang refleks miksi. Refleks ini dimulai karena terjadi keluhan dimana individu bangun malam hari satu kali atau lebih untuk kencing.
peregangan kandung kemih dan terangsangnya reseptor regang pada dinding Nokturia mudah diketahui, merupakan suatu gejala dari beberapa kelainan dan juga
kandung kemih ( Wein, et al., 2001). salah satu gejala dari traktus urinarius bagian bawah. Disamping itu definisi yang
Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang secara fisiologis dipakai sering mempertimbangkan nokturia sebagai suatu symptom (berapa kalikah
berlangsung dibawah kontrol dan kordinasi system syaraf pusat dan system syaraf anda harus ketoilet selama semalam ?) dan tidak sebagai suatu kondisi. Untuk
tepi didaerah sakrum. Pengendalian proses miksi di tingkat sentral dimulai dari mendefinisikan nokturia sebagai suatu kondisi, dibutuhkan imformasi mengenai
korteks serebri yakni di daerah superomedial lobus frontalis. Daerah ini menerima urine output, fungsi traktus urinarius bawah dan hubungan antara keduanya .
informasi dari serabut sensoris asending dan dari nuclei batang otak. Rangsang Nokturia juga tidak dikelirukan dengan ENEURESIS yang merupakan suatu
impuls syaraf dari pusat miksi ini akan menghasilkan aktivitas muskulus detrusor. kondisi dimana terjadi kencing waktu malam hari dalam keadaan masih tertidur,
Serabut aferen yang menuju system syaraf pusat berasal dari dinding kandung kemih yang umumnya terjadi pada anak kecil dan kelompok usia lanjut (Jennum, 2002,).
menerima impuls stretch reseptor (reseptor regangan) dari dinding kandung kemih
yang dibawa oleh nervus pelvikus ke korda spinalis S2-4 dan diteruskan sampai ke
Prevalensi Nokturia
otak melalui traktus spinotalamikus. Signal ini akan memberikan informasi kepada
Nokturia dikenal secara mendasar sebagai masalah yang berhubungan dengan pria,
otak tentang volume urine di dalam kandung kemih. Di tingkat perifer kandung misalnya pasien dengan pembesaran kelenjar prostat. Akibatnya terdapat lebih
kemih dan uretra diinervasi oleh nervus pelvikus dan nervus hipogastrikus dengan banyak penelitian tentang nokturia pada pria dibandingkan dengan wanita..
serabut eferen parasimpatik dan simpatik. Sedangkan serabut syaraf somatic berasal Sebagai contoh penggunaan definisi nokturia pada buang air kecil dua kali atau lebih
dari nucleus Onuf di kornu anterior spinalis S2-4 yang dibawa oleh nervus pudendus
per malam. Chute et al, di USA yang mendapatkan prevalensi nokturia 16 % pada
dan menginervasi otot bergaris sfingter eksterna dan otot-otot dasar panggul. Serabut
pria yang berusia antara 40 – 49 tahun dan meningkat sampai 55 % pada yang
eferen parasimpatis berasal dari spinalis S2-4 dibawa oleh nervus pelvikus dan berusia diatas 70 Tahun. Schatzl et al., 2000, pada penelitian mendapatkan 1247
menginervasi otot detrusor berupa kontraksi dan terbukanya sfingter uretra. Serabut wanita dan 1221 pria. Terdapat frekuensi nokturia meningkat sesuai dengan usia
syaraf simpatis berasal dari spinalis segmen thorako-lumbal T10-L2 yang dibawah pada kedua jenis kelamin. Terutama setelah usia 50 tahun dimana didapatkan 67 %
oleh nervus hipogastrikus menuju buli-buli dan uretra. Sistem ini berperan pada fase
pada wanita dan 62 % pada pria. Sagnier et al, di Prancis menemukan insidensi
pengisian dimana terjadi relaksasi otot detrusor karena stimulasi adrenergik dan nokturia pada pria lebih rendah sekalipun telah dipakai definisi nokturia satu kali
kontraksi sfingter interna serta uretra posterior karena stimulasi adrenergik atau lebih buang air kecil permalam. Pada penelitian prevalensi nokturia , Stewar et
(Purnomo, 2003 ; Wein, et al., 2001). al., memperkirakan bahwa 29 % populasi USA yang berusia lebih dari 45 tahun,
Saat periode pengisian kandung kemih, tekanan didalamnya tetap rendah (di bawah bangun untuk buang air kecil sekali atau lebih per malam (A Wein, 2002 ).
15 mmH20). Sensasi pertama ingin berkemih biasanya timbul pada saat volume Dengan meningkatnya usia, prevalensi nokturiapun ikut meningkat. Hal ini menurut
kandung kemih mencapai antara 150-350 ml. Kapasitas kandung kemih normal penelitian Malmsten et al , yang menggunakan definisi buang air kecil satu kali
bervariasi sekitar 300-600 ml. Umumnya kandung kemih dapat menampung urin atau lebih per malam, menemukan prevalensi nokturia 30 % pada pria usia 45 tahun
sampai lebih kurang 500 ml tanpa terjadi kebocoran . Pada saat kandung kemih dan 79 % pada pria yang berusia 80 tahun. Demikian pula Swithinbank et al, 1997
sedang terisi, terjadi stimulasi pada system simpatik yang mengakibatkan kontraksi di Birmingham, melaporkan prevalensi nokturia pada wanita dengan definisi dua
sfingter uretra interna (leher kandung kemih menutup) dan inhibisi sistem kali atau lebih buang air kecil per malam. Didapat 9 % pada usia 19-29 tahun, 13 %
parasimpatik berupa relaksasi otot detrusor. Kemudian saat kandung kemih terisi pada usia 40 - 59 tahun, 28 % pada usia 60 – 79 tahun dan 51 % pada usia diatas 80
penuh dan timbul keinginan untuk miksi, maka terjadi stimulasi system parasimpatik tahun.
menyebabkan kontraksi otot detrusor dan inhibisi system simpatik yang
Penyebab Nokturia Pengaruh Usia terhadap Mekanisme Miksi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan nokturia umumnya sama antara pria Fungsi kandung kemih dan urethra sangat dipengaruhi oleh proses ketuaan. Pada
maupun wanita. Meningkatnya usia, akan berhubungan dengan resiko terjadinya susunan syaraf pusat, kendali serebral terhadap miksi akan menurun oleh karena
nokturia akibat kapasitas kandungan kemih yang mulai menurun. Oleh karena sisa proses atrofi korteks serebri yang progresif akibat hilangnya sel-sel neuron pada
urin dalam kandung kemih cenderung bertambah setiap selesai berkemih maka proses ketuaan. Keadaan ini sangat nyata pada penyakit demensia senilis. Demikian
kontraksi otot kandung kemih makin sering terjadi walaupun kontraksinya tidak lagi pula fungsi otonom dimana refleks otonomik mengalami gangguan pada usia lanjut.
sempurna untuk mengosongkan kandung kemih, yang pada akhirnya terjadi Keadaan ini dijumpai pada kasus hipotonia kandung kemih terutama wanita usia
instabilitas otot-otot detrusor (Schatzl et al., 2000). lanjut (Farrar, 1985). Pada usia 75 tahun keatas terdapat kecepatan pemendekan otot
Nokturia dianggap sebagai buang air kemih yang berlebihan di malam hari 2 kali detrusor, tekanan detrusor selama pancaran maksimum aliran urin dan tekanan
atau lebih. Hipertropi prostat sebagai penyebab obstruksi saluran kemih bagian maksimum selama miksi dijumpai lebih rendah dibandingkan dengan usia dibawah
bawah yang umumnya memberikan keluhan nokturia pada pria. Di samping 75 tahun. Fakta ini diduga berdasarkan gangguan fungsi detrusor isotonik yang
perubahan psikologis yang dapat meningkatkan resiko nokturia (Wagg, 2003 ). berkaitan dengan proses ketuaan. Diduga bahwa menurunnya kontraktilitas otot
Seperti diketahui bahwa normalnya, orang dewasa menghasilkan urine output detrusor ini disebabkan oleh perubahan fungsi mitokondria yang terkait dengan
duapertiga pada siang hari dan sepertiganya pada malam hari. Namun pada orang tua proses ketuaan pada otot polos kandung kemih (Malone-Lee & Wahedna, 1993).
hal ini mengalami perubahan, dimana terjadi penurunan kemampuan konsentrasi Juga dijumpai peningkatan serat kolagen pada dinding kandung kemih,
dan filtrasi glomerolus renal pada saat tidur malam sehingga urin lebih banyak pada meningkatnya sel-sel lemak dan mengecilnya otot-otot kandung kemih. Perubahan-
malam hari (Wardle, 2001 ; Wagg, 2003 ) . Di samping itu, pada orang tua perubahan diatas akan mempengaruhi fungsi traktus urinarius bagian bawah (Farrar,
mempunyai suatu delayed diuresis sebagai respon meningkatnya atau berkurangnya 1985).
cairan berdasarkan ritme diurnal sekresi ADH (Wagg, 2003).
Pada wanita usia lanjut setelah menopause terjadi penurunan aktivitas estrogen Dampak Nokturia
secara berangsur-angsur. Epitel uretra didaerah distal sangat sensitif terhadap Nokturia merupakan gejala yang mengganggu dan secara potensial merusak sebab
penurunan estrogen ini. Penurunan ini berakibat menurunnya selularitas dan atrofi secara signifikan mempengaruhi sebagian populasi dewasa yang justru pada saat itu
lapisan epitel vagina dan uretra. Hal ini mengakibatkan perubahan flora bakteri adalah usia produktif. Nokturia juga terkait dengan fragmentasi tidur sehingga
sehingga dapat menyebabkan sistitis dengan keluhan disuria dan dapat mencetuskan mengakibatkan gangguan fungsionalisasi di siang hari. Adanya fragmentasi dan
timbulnya keluhan nokturia (Farrar, 1985 ). gangguan tidur menyebabkan kantuk, keletihan, perubahan mood pada siang hari
Beberapa faktor yang mungkin turut berperan (A Wein, 2002 ) yaitu : dan gangguan berpikir dengan konsentrasi dan performance yang buruk. Pada
1. Masalah-masalah psikologis dan kebiasaan. penelitian di Swedia terhadap individu aktif menunjukkan bahwa kurangnya tidur
2. Poliuria diurnal : misalnya diabetes mellitus, polidipsi primer, diabetes akibat seringnya buang air kecil di malam hari menyebabkan tingkat energi
insipidus sentral atau nefrogenik. (vitalitas) menjadi lebih rendah, gangguan kerja yang berkaitan dengan produktivitas
3. Poliuria nocturnal : hipoalbuminemia, terapi diuretik, gagal jantung kongestif, dan berkurangnya kualitas hidup ( Jennum, 2002 ). Schatzl et al., 2000 mengatakan
renal desease, disfungsi neurologik. bahwa seringnya individu terbangun pada malam hari akibat adanya nokturia akan
4. Gangguan penyimpanan/pengosongan kandung kemih : infeksi, defisiensi berdampak negatif terhadap kualitas hidup. Penelitian juga menunjukkan gangguan
estrogen, penurunan kapasitas kandung kemih, overaktivitas kandung kemih, tidur dan gejala-gejala pada siang hari seperti hipersomnia diketahui berkaitan
BPH. dengan meningkatnya resiko kecelakaan lalulintas, morbiditas dan mortalitas serta
5. Masalah yang berkaitan dengan tidur : gangguan tidur, pemakaian biaya kesehatan (Akerstedt et al., cit. Jennum, 2002).
hipnosedatif. Nokturia dikenal sebagai hal yang menyulitkan pada pria maupun wanita. Suatu
penelitian terhadap pria usia > 40 tahun pada praktek umum dari 423 pasien,
Kebiasaan komsumsi cairan, atau minum paling kurang 2 jam sebelum tidur terdapat 67 % yang menganggap sebagai masalah yang mengganggu. Beberapa
seperti alkohol, teh, atau kopi (Wardle, 2001 ; Knowles, 2001). Disamping itu obat- penelitian mengatakan sifat gangguan tidak dapat dijelaskan, namun nokturia
obatan seperti diuretik, glikosida jantung, demeklosiklin, Lithium, methoxyfluran, merupakan penyebab paling umum terjadinya gangguan pola tidur yang selanjutnya
phenitoin dan vitamin D yang berlebih (Knowles, 2001). dapat menurunkan kualitas hidup. Hal ini akan memberi konsekuensi penurunan
fungsionalisasi dan produktifitas kerja di siang hari. Untuk orang yang lebih tua,
yang bangun di tengah malam dengan tergesa-gesa karena ingin buang air kecil
secara pasti akan meningkatkan resiko jatuh dan mengalami fraktur (A Wein, 2002 ;
Ciocon, 2002 ).
Bahkan sebuah penelitian tentang kejadian jatuh pada waktu malam hari Prevalensi nokturia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi
menunjukkan bahwa resiko jatuh secara signifikan lebih besar pada pria dan wanita nokturia di Instalasi Rawat Jalan Bedah RS Dr. Sardjito diketahui ada seperempat
dengan nokturia dibanding tanpa keluhan nokturia (Stewart cit. Dijk et al., 2002). dari populasi kunjungan. Hal ini akan semakin meningkat sesuai dengan
Penelitian di Belanda, Dijk et al., 2002 mendapatkan hubungan yang jelas antara bertambahnya angka harapan hidup, sehingga jumlah pasien terutama usia lanjut
status kesehatan yang dialami dengan keluhan nokturia. Terdapat 34 % yang akan semakin bertambah jumlahnya. Dengan demikian nantinya penanganan pasien
melaporkan status kesehatan jelek yang menderita keluhan nokturia. tidak hanya berorientasi kepada tindakan bedah melainkan diperlukan penanganan
tindakan non bedah.
Penatalaksanaan nokturia Penanganan pasien dengan keluhan nokturia merupakan penanganan non bedah
Pendekatan manajemen pasien nokturia, baik pria maupun wanita meliputi program sehingga diharapkan sangat penting diketahui para sejawat dokter spesialis, dokter
skrining, penggabungan anamnesis secara rinci untuk menentukan apakah umum/keluarga untuk banyak berperan sejak awal dalam penanganan pasien-pasien
pendekatan itu tepat untuk pasien tersebut. Pendekatan kemudian dilanjutkan dengan nokturia.
pemeriksaan fisik, evaluasi intake dan pengeluaran urin seperti adanya monitor
frekuensi/volume urine per 24 jam . Perlu diperhatikan adalah faktor-faktor
kondisi atau kebiasaan-kebiasaan, khususnya pada orang tua sehingga secara
sederhana dapat mengurangi keluhan-keluhan nokturia. Namun bila keluhan
menetap maka pendekatan awal terapi adalah mencari beberapa kondisi yang
mendasari, yang mungkin bertanggung jawab terhadap kejadian poliuria atau
menurunnya fungsi penyimpanan vesika urinaria. Diabetes mellitus dan diabetes
insipidus sering dikaitkan dengan poliuria. Demikian pula halnya dengan gagal
jantung kongestif, insufisiensi vena, penyakit renal, hipoalbuminemia, disfungsi
neurologik dan sleep apnoe syndrome yang masing-masing dapat mengakibatkan
poliuria nocturnal. Begitu pula dengan infeksi, hiperaktivitas otot-otot detrussor,
hipersensitivitas kandung kemih dan obstruksi saluran kemih bagian bawah dapat
menimbulkan masalah penyimpanan kandung kemih yang berakibat keluhan
nokturia ( Fonda cit. A Wein, 2002).
Penggunaan diuretik, intake kafein dan alkohol, konsumsi cairan saat sebelum tidur
dan pengaruh pada waktu malam hari (kebisingan, kecemasan dan kebiasaan) dapat
menjadi perhatian untuk mengurangi keluhan tersebut. Pilihan farmakologis dapat
menjadi pertimbangan untuk membantu keluhan nokturia yang disebabkan oleh
poliuria nocturnal seperti desmopressin. Desmopressin merupakan analog
struktural dari hormon antidiuretik (vasopressin). Dikenal sebagai terapi untuk
enuresis nocturnal seperti diabetes insipidus. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa terapi dengan desmopressin oral akan mengurangi produksi urin pada malam
hari, mengurangi miksi pada malam hari serta meningkatkan waktu dari waktu tidur
sampai miksi pertama kali pada malam hari, dengan demikian menormalkan lama
tidur. Terapi empiris dengan desmopressin merupakan jaminan terutama pada pasien
lebih tua khususnya pada mereka dengan kormobiditas, harus diberikan dengan hati-
hati dan perlu monitoring ketat kadar natrium serum (Rembratt, 2003).
Selanjutnya efektivitas masing-masing terapi dievaluasi dan dikaitkan dengan
perubahan kualitas hidup dan yang mengganggu. Bila terdapat kegagalan dalam
merespon terapi maka perlu dirujuk ke tingkat spesialis (A Wein, 2002 ).
Irigasi Post TURP Pemeriksaan laboratorium yang terpenting ialah darah tepi, urine sedimen, serum
kreatinin, PSA, elektrolit, biakan urine dan test sensitivitas bila diteukan kuman.
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan adalah pemeriksaan uroflowmetri
dan residu urin untuk mengetahui pancaran urin maksimal, volume urine yang
keluar dan sisa urin yang tertinggal di dalam buli. Selain itu pemeriksaan yang
Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) merupakan penyakit tersering kedua di klinik penting dilakukan adalah Trans Rectal Ultra Sonography (TRUS), untuk mengukur
urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Penatalaksanaan PPJ dapat berkisar volume prostatyang dinyatakan dengan satuan cc, juga untuk mendeteksi
dari observasi saja (watcful waiting), pengobatan dengan obat (medical treatment) kemungkinan keganasan dengan memperlihatkan adanya daerah hypoechoic, yang
dan pengobatan invasif tergantung berat ringannya keluhan dan penyakit. dapat langsung dibopsi dengan jarum dengan tuntunan TRUS.
Pengobatan invasif PPJ ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi jaringan Penatalaksanaan PPJ dapat berkisar dari observasi saja (watcful waiting),
adenoma. Indikasi absolut untuk pengobatan invasif ini ialah sisa kencing yang pengobatan dengan obat (medical treatment) dan pengobatan invasif tergantung
besar (>150 cc) infeksi yang sulit diberantas, sudah terjadi batu vesika, adanya berat ringannya keluhan dan penyakit. Pengobatan invasif PPJ ditujukan untuk
hematuria makroskopik, retensi urine berulang dan tanda mulai adanya penurunan menghilangkan atau mengurangi jaringan adenoma. Indikasi absolut untuk
fungsi ginjal. pengobatan invasif ini ialah sisa kencing yang besar (>150 cc) infeksi yang sulit
Prostatektomi Transuretra (TURP) masih merupakan standar emas pengobatan diberantas, sudah terjadi batu vesika, adanya hematuria makroskopik, retensi urine
invasif PPJ. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat berulang dan tanda mulai adanya penurunan fungsi ginjal.
< 90 gram dan penderita cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi yang TURP masih merupakan standar emas pengobatan invasif PPJ. Indikasi TURP ialah
dapat terjadi berupa komplikasi jangka pendek berupa perdarahan, infeksi, gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat < 90 gram dan penderita cukup
hiponatremia (Sindrom TUR), retensi oleh karena bekuan darah. Sedang komplikasi sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi yang dapat terjadi pada TURP dapt
jangka panjang dapat berupa striktur urethra, ejakulasi retrograde dan impotensi. berupa komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi jangka pendek
Sindrom TUR disebabkan oleh masuknya aquades ke dalam sirkulasi selama dapat berupa perdarahan, infeksi, hiponatremia (Sindrom TUR), retensi oleh karena
irigasi melalui sistem vena yang terbuka karena pengaruh gravitasi. Keadaan ini bekuan darah. Sedang komplikasi jangka panjang dapat berupa striktur uretra,
menyebabkan perubahan pada volume intravaskuler dan konsentrasi solut ejakulasi retrograde dan impotensi.
plasna.
Sindrom TUR
Pembesaran Prostat Jinak Sindrom TUR merupakan kumpulan gejala-gejala yang ditimbulkan sebagai akibat
Pembesaran prostat jinak sering juga disebut sebagai hipertrofi prostat, meskipun absorbsi cairan irigasi ke dalam sirkulasi selama irigasi melalui sistem vena yang
sebenarnya yang terjadi ialah hiperplasia dari kelenjar periuretral, sedang jaringan terbuka karena pengaruh gravitasi. Keadaan ini menyebabkan perubahan pada
prostat yang asli terdesak keperifer menjadi kapsel bedah. Etiologi PPJ masih belum volume intravaskuler dan konsentrasi solut plasna. Cairan hipotonis yang masuk ke
dapat diketahui dengan pasti. Faktor resiko yang dominan adalah bertambahnya intravaskuler akan menerik ion Natrium dan Kalium keluar dari ruang intrasel ke
umur pada pria dan adanya androgen atau dengan kata lain berfungsi baiknya testis ekstrasel, pergerakan ion natrium ini selalu diikuti oleh poergerakan ion Cl (coupled
oleh karena sel Leydig di testis merupakan penghasil androgen utama. transport) sehingga terjadi penurunan kadar ketiga ion tersebut. Pergerakan ion-
Gejala klinik PPJ berupa gejala LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) dapat ion ini keluar sel diikuti dengan masuknya cairan hipotonis kedalam sel sampai
dibedakan menjadi gejala iritatif yaitu sering kencing (frekuensi), tergesa-gesa bila tonisitasnya menyamai ruang ekstraseluler sehingga sel membengkak karena
ingin kencing (urgensi), kencing malam lebih dari satu kali (nokturi) dan kadang- kelebihan cairan, terjadi peningkatan volume intravaskuler dan dapat terjadi
kadang kencing sulit ditahan (urge inkontinen) dan gejala obstruktif yaitu pancaran komplikasi yang lebih besar lagi yaitu udem serebri. Faktor yang berperan pada
melemah, terakhir miksi merasa belum kosong, kalau mau kencing harus menunggu Sindrom TUR adalah waktu yang digunakan untuk reseksi, volume prostat, jumlah
lama (hesitansi), harus mengedan (straining) dan kencing terputus (intermittensi) material yang direseksi dan cairan irigasi yang digunakan
dan overflow incontinence. Insidensi Sindrom TUR meningkat pada pasien dengan besar prostat > 45 gram
Secara klinis pembesaran prostat jinak sudah dapat ditegakkan dengan dan lama operasi > 90 menit . Pada saat ini aquades masih banyak digunakan
ditemukannya gejala-gejala LUTS yang dapat dibuat score menurut Madsen-Iversen sebagai irigasi pasca TURP karena harganya murah akan tetapi berhubung sifatnya
atau cara scoring yang lain. Pemeriksaa fisik yang terpenting ialah DRE (Digital yang hipotonis mempunyai risiko henolisis intravenous, intoksikasi air dan
Rectal Examination) yaitu penonjolan prostat dengan konsistensi yang lunak atau hiponatremi.
elastis.
Gejala-gejala sindrom TUR mulai timbul bila kadar Natrium serum kurang dari 120
mEq/l berupa gelisah, agitasi, kesadaran menurunn, peningkatan tekanan intra
kranial, edema serebri, bradikardi, mual, muntah, nyeri kepala, kesadaran menurun
sampai koma.
Irigasi pasca TURP dengan menggunakan aquades dapat menyebabkan
penurunan kadar elektrolit serum. Hal ini disebabkan masuknya aquades ke dalam
sirkulasi selama irigasi melalui sistem vena yang terbuka karena pengaruh gravitasi.
Keadaan ini menyebabkan perunbahan pada volume intravaskuler dan konsentrasi
solut plasma. Cairan mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan
rendah sampai kedua daerah memiliki tekanan yang sama. Prinsip ini diaplikasikan
pada irigasi pasca TURP. Irigasi berfungsi agar area pasca pembedahan bebas dari
perdarahan sehingga tidak terbentuk bekuan darah yang dapat menyebabkan retensi.
Tekanan dari cairan irigasi harus lebih rendah dari tekanan didalam pembuluh darah
(tinggi cairan irigasi 60 – 70 cm). Jika tekanan cairan irigasi lebih tinggi dari
tekanan diastolik darah akan menyebabkan masuknya cairan ke dalam pembuluh
darah. Cairan hipotonis yang masuk ke intravaskuler akan menarik ion Natrium dan
Kalium keluar dari ruang intrasel ke ekstrasel, pergerakan ion natrium ini selalu
diikuti oleh pergerakan ion Cl (coupled transport) sehingga terjadi penurunan kadar
ketiga ion tersebut. Pergerakan ion-ion ini keluar sel diikuti dengan masuknya cairan
hipotonis kedalam sel sampai tonisitasnya menyamai ruang ekstraseluler sehingga
sel membengkak karena kelebihan cairan, terjadi peningkatan volume intravaskuler
dan dapat terjadi komplikasi yang lebih besar lagi yaitu udem serebri yang dapat
menyebabkan pasien menjadi koma.
KESIMPULAN
Terdapat penurunan yang bermakna pada kadar natrium dan chlorida serum pada
penggunaan irigasi Aquades pasca TURP. Sedangkan pada penggunaan irigasi
NaCl 0,9% pasca TURP tidak terjadi penurunan kadar natrium dan chlorida serum.
Pada kadar kalium serum pasca irigasi tidak terdapat penurunan yang bermakna
pada penggunaan irigasi Aquades pasca TURP maupun penggunaan irigasi dengan
NaCl 0,9%.
BPH Perlu ditanyakan :
1. penyakit-penyakit pada genital dan traktus urinarius yang diderita dahulu dan
Pembesaran prostat jinak sering disebut sebagai hipertrofi prostat, meskipun secara histologi
sekarang secara rinci dan riwayat pembedahan dan trauma.
yang terjadi adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral, sedangkan jaringan prostat asli
2. riwayat kesehatan secara umum termasuk riwayat keluarga yang berhubungan
terdesak ke perifer. Etiologi belum diketahui dengan pasti.
dengan kanker prostat dan BPH.
Mc Connel 1995 terdapat dua faktor yang berperan dalam pertumbuhan prostat :
3. fungsi seksual.
- bertambahnya umur
4. riwayat hematuria dan tindakan apa yang telah dilakukan untuk hal ini.
- dihydrotestosterone ( DHT )
5. riwayat infeksi saluran kencing.
6. riwayat penyakit syaraf termasuk diabetes.
Saat ini pada umumnya laki-laki dapat hidup melampaui umur 50 tahun dengan majunya ilmu
7. riwayat striktura uretra.
kesehatan maka kemungkinan hidup laki-laki akan semakin panjang dengan segala penyakit
yang berhubungan dengan umur. Diantaranya adalah BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
3 pertanyaan penting :
yang merupakan suatu tumor jinak pada laki-laki.
1. Apakah anda terbangun malam hari untuk kencing ?
Pada penelitian autopsi ditemukan pada umur :
2. Apakah pancaran kencing anda melemah ?
a. 40 – 50 tahun sebesar 20%
3. Apakah anda merasa terganggu dengan kencing anda ?
b. 51– 60 tahun sebesar 50%
c. Lebih dari 80 tahun sebesar 90%
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien, tanda vital, status gizi, status neurologi adakah kelumpuhan otot.
Untuk mendiagnosa BPH secara klinis harus diperhatikan 3 hal penting yaitu:
Pperhatian terutama ditujukan pada ada/tidaknya buli-buli yang penuh, ekskoriasi dari
1. Simptom
genital yang disebabkan oleh karena incontinensia urine, ada/tidaknya discharge uretral,
2. Pembesaran prostat
abnormalitas genital dan diteliti juga keadaan neurologis (dilakukan bersamaan dengan
3. Obstruksi infra vesikal
digital rectal examination - DRE) seperti tonus spinkter ani, refleks bulbo cavernosus dan
pemeriksaan fungsi sensorik dan motorik ekstremitas inferior.
Pada umur 50 tahun terdapat hiperplasi prostat sebesar 50%, pada umur 80-85 tahun
Status urologi adakah pembesaran ginjal yang dpt diraba, nyeri ketok, apakah buli-buli
sebesar 100%. Sedangkan secara makroskopis pembesaran prostat hanya 50% yang
teraba penuh, adakah kel.pd genitalia eksterna
teridentifikasi dengan autopsi dan colok dubur. Dan hanya 50% yang akan memberikan
simptom (disebut BPH bergejala). Berat kecilnya prostat tidak berhubungan dengan berat
Colok dubur
ringannya obstruksi. Pada umur 40-49 tahun BPH bergejala kira-kira 15%, pada umur 50-59
Tonus sfingter ani, prostat konsistensi, nodul, batas atas dan nyeri tekan . Pembesaran
tahun 25%, pada umur 60 tahun 43%.
prostat, konsistensi permukaan, nyeri tekan atau tidak, ada nodule atau tidak, sulkus
medianus, lobus lateralis, polus kranialis, mokusa diatas prostat dan reflek BCR (Bulbo
Pembesaran prostat jinak mempunyai 2 komponen yaitu
Cavernousus Reflex).
Statis Besarnya prostat yang menekan uretra, dipengaruhi oleh dihydrotestosterone
Mengukur pembesaran prostate dengan DRE biasanya under-estimate. Untuk
Dinamis Kontraksi dari otot polos prostat, yang dipengaruhi oleh reseptor alpha
pemeriksaan kanker prostate bila ada nodule ternyata pada biopsi yang positif hanya 26-
adrenergik
34%. Sensitifitas untuk pemeriksaan kanker prostat 33%.
Patogenesis Simton dan score Hal ini diperiksa untuk:
Estrogen berperan pada inisiasi dan maintenance prostat manusia 1. mengevaluasi adanya bladder outlet obstruction
Beberapa macam peptide yang berperan : prolaktin, growth hormone dan TSH 2. untuk indikasi pengobatan aktif jika bladder outlet obstruction oleh karena BPH BPO)
Growth factor berperan dlm interaksi antara stroma dan epitel, yaitu : b-FGF dan TGF 3. untuk mengevaluasi hasil dari terapi
Diagnosis ======== Keadaan pasien BPH digolongkan berdasarkan score sebagai berikut:
Anamnesis Score 0-7 : ringan
Terdapat gejala iritatif dan obstruktif buat scor, riwayat pembedahan, riwayat penyakit saraf, Score 8-9 : sedang
DM, ISK, hematuria, riwayat batu sal.kemih, riwayat pemakaian obat parasimpatolitik Score 20-35 : berat
Pemeriksaan laboratorium : darah tepi, ureum, kreatinin, elektrolit, PSA, urinalisa dan Nilai Qmax dipengaruhi oleh jumlah urine, usia, dan bervariasi orang per orang.
kultur urin Dianjurkan pemeriksaan uroflowmetri dengan jumlah urine < 150 ml.
Bila ada kelainan pada pemeriksaan urine seperti adanya lekosituria ataupun eritrosit uria
maka kita harus berpikir tentang adanya infeksi, batu, keganasan di buli-buli, striktura Residual Urine
uretra. Dalam keadaan ini kita harus lebih teliti dengan mengadakan pemeriksaan kultur Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang tertinggal
sensitifitas urine, sitologi urine. Terkecuali bila sudah dilakukan tindakan pada uretra dan didalam buli-buli setelah miksi. Normal residual urine 0,09 – 2,24 ml. Rata-rata 0,53 ml.
buli-buli (misalnya kateterisasi ataupun sistostomi). Semua pria normal residual urine tidak lebih 12 ml. 78% laki-laki normal residual urine
Pemeriksaan fungsi ginjal penting sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan kurang dari 5 ml. Pemeriksaannya dengan cara:
pemeriksaan saluran kemih bagian atas 1. USG pre dan post miksi
2. dengan bladder scan
Voiding diare 3. dengan kateterisasi post miksi
Pencatatan balans cairan sebaiknya dikerjakan selama 7 hari berturut-turut tetapi ada
yang mengatakan 3-4 hari sudah cukup. Pemeriksaan ini dapat untuk mengetahui pasien Atas indikasi : BNO IVP, BNO sistografi, BNO- USG ginjal
menderita instabilitas detrusor sebagai akibat obstruksi infra Vesika atau karena poliuri IVP, hanya dikerjakan pada penderita-penderita BPH bila ada:
akibat asupan air yang berlebih ataupun nokturia idiopatik. a. hematuria
b. infeksi saluran kemih
PSA c. insufisiensi ginjal
Dikerjakan oleh karena: d. riwayat urolitiasis
1. adanya kanker prostat akan mempengaruhi tindakan terhadap BOO yang e. riwayat pernah menjalani pembedahan saluran urogenetalis
disebabkan oleh karena pembesaran prostate
2. nilai PSA digunakan sebagai prediksi volume prostat pada BPH dan keadaan yang Pemeriksaan USG prostat tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin kecuali bila
akan datang yang disebabkan oleh karena BPH. penderita akan mendapat terapi:
1. inhibitor 5α reduktase
PSA tinggi berarti: 2. termoterapi
1. pertumbuhan volume prostate lebih cepat 3. pemasangan stent
2. keluhan akibat BPH / laju pancaran kencing lebih jelek 4. TUIP
3. lebih mudah terjadinya retensio urine akut 5. prostatektomi terbuka
Dianjurkan pemeriksaan PSA pada orang-orang berumur lebih dari 50 tahun tidak lebih URS
dari 70 tahun dengan harapan hidup lebih dari 10 tahun sehingga tindakan radikal perasi Tidak dianjurkan untuk pemeriksaan rutin. Dilakukan pada saat akan dilakukan tindakan
ada gunanya dan dengan pembicaraan untung rugi peeriksaan tersebut dengan pasien. pembedahan untuk menentukan dilakukan TUIP atau TURP atau operasi terbuka atau
Perlu diingat adanya rentang PSA berdasarkan usia : pada penderita dengan hematuria dan tumor buli-buli
40-49 tahun : 0-2,5 ng/ml
50-59 tahun : 0-3,5 ng/ml Orodinamik
60-69 tahun : 0-4,5 ng/ml Indikasi pemeriksaan pada BPH yaitu:
70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml a. usia <50 tahun atau > 80 tahun dengan urine sisa lebih dari 300 ml.
b. Qmax > 10 ml/detik
Pemeriksaan penunjang : uroflowmetri, TRUS, TAUS, residu urin c. setelah menjalani pembedahan radikal pada pelvis
Uroflometri d. setelah gagal dengan terapi invasif
Dari sini diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maximum (Qmax), e. curiga adanya buli-buli neurogenik
pancaran rata-rata (Qave), waktu mencapai pancaran maximum dan lama pancaran.
Terdapat hubungan antara nilai qmax dengan derajat BOO sebagai berikut: Penatalaksanaan
Qmax < 10 ml/detik 90% BOO Pilihan pengobatan tergantung beberapa faktor : berat ringannya gejala, efektivitas
Qmax 10-14 ml/detik 67% BOO terapi dlm jangka panjang, efek samping dan komplikasi dari terapi.
Qmax > 15 ml/detik 30% BOO Terapi : watchful waiting, medikamentosa dan pembedahan
Watfull waiting Alpha 1A selektif : tamsulosin, dosis 0,4mg 1x sehari, tdk dipengaruhi oleh
Diberikan pada laki-laki dengan mild symptom scores (0-7). Laki-laki dengan moderate makanan, tdk membuat hipotensi dan efek samping minimal thdp jantung
atau severe symptom dapat diberikan tindakan ini bila penderita memilih. Dianjurkan Tamsulosin : onset kerja cepat, tdk perlu titrasi, pd suatu studi di USA 1488
penderita selama terapi ini: pasien dlm 13 minggu mengalami perbaikan gejala.
1. jangan terlalu banyak minum kopi atau alcohol setelah makan malam.
2. kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi dan coklat) 2. Penghambat 5-alpha reduktase
3. membatasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung vinilpropanolamin. Obat ini bekerja menghambat kerja enzim 5 alpha reduktase shg testosteron tdk diunah
4. kurangi makanan pedas dan asin mjd DHT, shg tdk terjadi sintesa protein Berefek mengurangi ukuran prostat,
5. jangan menahan kencing terlalu lama mengurangi gejala Memberikan perbaikan gejala stlh 6 bulan.
Efek samping : menurunkan libido, impoten, gangguan ejakulasi dan menurunkan nilai
Setiap 6 bulan penderita kontrol diperiksa IPSS, perubahan keluhan, laju pancaran PSA Dua jenis : finasteride dan dutasteride
kencing, residual urine. Finasteride : dpt mengurangi volume prostat ± 20 %, dan perbaikan gejala 15 %
Dutasteride : adalah generasi kedua, yang menghambat kedua tipe 5-alpha reduktase
yaitu I dan II. Dlm suatu studi dpt menurunkan resiko retensi urin akut, memeperbaiki
Medikamentosa : gejala dan menurunkan vol prostat dibanding dengan plasebo
Medikamentosa bertujuan untuk mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai
komponen dynamic atau mengurangi volume prostat sebagai komponen static 3. Phyto terapi
1. Penghambat alpha adrenergik Populer di Eropa, zat aktif belum semua dpt diketahui. Pygeum Africanum dpt
Komponen penyebab LUTS pada BPH adalah kekakuan otot polos prostat, uretra mempengaruhi kerja growth factor Masalah : kapan dimulai, berapa lama, dan efek
dan leher vesika, yang di mediatori oleh reseptor alpha adrenergik. Penghambat samping
alpha adrenergik menyebabkan relaksasi otot polos prostat, menurunkan tekanan Fitoterapi :
uretra sehingga pengeluaran urin dari vesika mjd lebih mudah. - Menggunakan ekstrak tanaman
Reseptor alpha adrenergik trdapt di vesika, leher vesika, prostat sfingter uretra - Macam (di Indonesia) :
eksternus Reseptor alpha 1 adrenergik mempunyai 3 tipe alpha 1A, alpha 1B, alpha 1. Serenoa repens (Lanaprost) Dosis : 1 - 2 tablet/hari, 3 bulan
1D. Reseptor alpha 1A paling banyak ditemukan di prostat dan leher vesika. 2. Pygenium africanum (Tadenan) Dosis : 2 x 1 caps/hari, 6-8 minggu
Penghambat alpha adrenergik secara umum memperbaiki gejala 30-40% dan Bekerja sebagai inhibitor fibroblast, growth factor (FGF ).
perbaikan Qmax 16-25% Efek samping : dizziness, hipotensi, sumbatan hidung, lekas
lelah. Onset kerja cepat, perbaikan gejala dapat dilihat dlm 48 jam Macam lainnya yaitu:
- Non selektif : phenoxybenzamine, efektif utk terapi BPH, efek samping lebih sering Sawpalmettoberry, Pygeum, Africanum, akar dari Echinacea Purpurea, Hypoxis
dijumpai, jarang digunakan Rooperry, Pollen Extract dan daun Trembling Poplar.
- Selektif-short acting : prazosin, alfuzosin, indoramin Cara kerjanya mungkin menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG),
Prazosin : efektif utk BPH, tetapi efek complience buruk karena efek samping antiestrogen, antiandrogen, inhibisi basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dan Epidermal
menimbulkan hipotensi postural dan sinkop, butuh dosis 2x sehari karena onsetnya Growth Factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti inflamasi,
cepat dan waktu paruhnya pendek menurunkan out flow resistance dan memperkecil volume prostat.
Alfuzosin : penggunaannya juga msh terbatas karena dosis 2x sehari, walau ada
dosis 1x sehari 10 mg tetapi efek samping lebih tinggi di banding placebo Pembedahan
Indoramin : Memperbaiki aliran urin dengan menghambat reseptor alpha 1 di prostat Tujuan terapi intervensi adalah menghilangkan/ mengurangi adenoma
dan leher vesika. Indikasi :
* Residu >>
- Selektif long acting : terazosin dan doxazosin * Infeksi sulit diberantas
Terazosin : waktu paruhnya 12 jam, efektif utk terapi hipertensi, dimulai dengan * Batu
dosis yang rendah, dititrasi dlm 2 minggu hingga dosis maksimal utk mencehag * Hematuria Makroskopik
hipotensi ortostatik dan sinkop * Retensi urin berulang
Doxazosin : waktu paruh 22 jam, dapat diminum kapan saja, tdk dipengaruhi oleh * Fungsi ginjal menurun
makanan, memperbaiki gejala 35-43 % * LUTS yang mempengaruhi kualitas hidup
BPH dengan komplikasi • Cairan irigasi
1. retentio urine • Ketinggian cairan irigasi
2. infeksi saluran kemih berulang karena BPO • Irigasi dipertahankan 24 - 48 jam
3. hematoria makroskopik karena BPE. • Irigasi dihentikan bila urin jernih dan jendalan (-)
4. batu buli-buli karena BPO • Kateter uretra dilepas 72 jam pasca op
5. gagal ginjal oleh karena BPO • Minum banyak air (2000 - 3000 cc)
6. divertikulum buli-buli yang cukup besar oleh karena BPO
Edukasi Hindari :
Kontra indikasi operasi prostat: * Aktivitas berat
1. Resiko anestesi yang berat oleh karena penyakit paru-paru dan jantung * Aktifitas seksual 6 minggu
2. Gangguan pembekuan dan kelainan darah * Konstipasi
3. Penyakit-penyakit syaraf seperti Parkinson, perdarahan otak, Alzheimer.
4. Kelemahan spinkter ekternus. Operasi pembedahan terbuka:
5. Takut akan terjadinya retrograde ejaculation 1. Suprapubik transvesical prostatektomi
2. Retropubik ektravesikal prostatektomi
Dibagi 2 yaitu; 3. Transperineal prostatektomi
1. ablasi jaringan prostate atau pembedahan
Ablasi jaringan yaitu pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, Laser Tindakan invasif minimal yaitu:
Prostatektomi 1. laser terapi
2. transurethral electrovaporization of the prostate
2. tehnik instrumentasi alternatif 3. hyperthermia
Tehnik instrumentasi alternatif yaitu Interstitial Laser Coagulation, TUNA, TUMT, 4. transurethral needle ablation of the prostate
Dilatasi Balon dan Stant Uretra. 5. high-intensity focused ultrasound
6. intraurethral stents
7. transurethral balloon dilation of the prostate.
TURP
• Dikerjakan pada 90 % kasus MINIMALLY INVASIVE INTERVENTION
• Volume prostat 80 cm3 1. BALLOON
• Lama reseksi < 90 menit 2. STENTING
3. THERMAL TREATMENT :
Keuntungan TURP : • Hyperthermia ( 42C & 45C )
• Trauma minimal • TUMT ( > 45C )
• Lama perawatan lebih singkat • TUNA ( > 70C )
• Perbaikan skor IPSS 85 %
Problema TURP
• Seksual : Ereksi 3 - 34 % , Soderdahl et all : disfungsi ereksi secara
statistik tidak bermakna
• Inkontinensia : Stress 1,7 % , Total 0,5 %
• Bedah : TUR Sindrom 2 %
• Komplikasi bedah terbuka dan TURP hampir sama
Perawatan pasca op
• Tanda vital
• Patensi kateter uretra
• Perdarahan
K I D N E Y
Demikian juga posisinya bervariasi saat berdiri, berbaring atau posisi trendelenburg
Secara normal, pergerakan ginjal pada saat inspirasi atau perubahan posisi dari
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 berbaring ke posisi berdiri ginjal akan turun sekitar 4-5 cm atau satu corpus vertebra
Agar tetap dalam posisinya, ginjal disokong oleh lemak perirenal yang dibungkus
oleh fascia perirenal, pedikel, tonus musculus abdominalis dan viscera abdominis
yang bersinggungan .
Anatomi Adanya variasi dari faktor-faktor jaringan penyokong, dapat menyebabkan ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak pada rongga kurang terfiksir, sehingga dapat bergerak dengan derajat yang bervariasi pula. Hal
retroperitoneal. Bentuk ginjal seperti kacang, dengan bagian yang cekung ini harus dibedakan dengan ectopic kidney, dimana posisi ginjal yang abnormal baik
menghadap ke medial, dimana pada sisi ini terdapat hillus renalis, tempat masuk dan pada posisi berbaring maupuna posisi berdiri, tetapi tidak bergerak seperti pada
keluarnya sitem arteri, vena, pembuluh limfatik, sistem saraf dan ureter. Ukuran nephroptosis. Pada nephroptosis panjang ureter normal dan dapat terjadi kingkin
ginjal pada orang dewasa bervariasi, panjangnya sekitar 11-14 cm, lebar 5-7 cm pada saat berdiri, sedangkan pada congenital ectopia, ureternya pendek
dengan tebal 2.5-3 cm dan memiliki berat sekitar 115-170 g. Ginjal mendapatkan suplai darah dari arteri renalis, cabang dari aorta abdominalis
Terletak pada kedua sisi collumna vertebralis, ginjal memiliki axis sejajar musculus setinggi vertebra lumbal ke-2, dan aliran baliknya melalui vena renalis menuju vena
psoas dan terletak di sebelah lateralnya. Secara topografis, ginjal berbatasan dengan cava inferior Arteri renalis merupakan cabang aorta yang masuk hilus renalis lewat
beberapa organ abdomen seperti hepar, gaster, duodenum, jejunum, colon dan lien diantara pelvis dan vena renalis. Seorang ahli bedah yang pernah melakukan operasi
pada sisi anterior. Pada sisi posterior, ginjal menempel pada musculus psoas dan ginjal tidak akan lupa betapa kaya aliran darah pada ginjal. Kedunya menerima
quadratus lumborum. Letak ginjal kanan relatif lebih rendah 2-3 cm dari ginjal kiri, darah 1/5 dari total cardiac output. Hal ini sangat penting untuk hampir semua
karena adanya hepar. Masing-masing ginjal pada sisi posterior dibatasi oleh kosta operasi diginjal, pastikan akses untuk mengontrol arteri renalis. Ada 5 cabang utama
keduabelas, diafragma, muskulus psoas dan lumborum. Saraf ilioinguinal dan dari masing-masing arteri renalis yang bila digambarkan mirip dengan posisi ibu
iliohipogastrika secara oblig menyilang disebelah ventral muskulus quadratus jari dan jari-jari pada tangan. Masing-masing segmen mendarahi parenkim sesuai
lumborum. Hilus ginjal berdekatan dengan ujung prosesus transversus vertebra dengan wilayah geografinya dan tidak ada anastomosis diantaranya. Sehingga saat
lumbal teratas. merencanakan operasi ginjal yang memerlukan pemotongan parenkim, incisi harus
Ginjal kiri terletak dorsal dari lien, kauda pancreas, fleksura lienalis kolon dan kolon dibuat paralel atau diantara arteri segmental ( sangat mudah untuk melakukan
desenden. Sebelah ventral ginjal kanan terdapat kolon asenden dan duodenum pars maping durante operasi dengan Doppler probe Tidak seperti arteri renalis yang
II. Sebelah medial ginjal kanan terdapat vena cava, sementara sebelah medial ginjal masing-masing mempunyai kompartemen yang jelas, vene-vena renalis saling
kiri terdapat aorta. Ginjal terletak sepanjang tepi muskulus psoas, sehingga terletak behubungan. Hal ini mempunyai keuntungan apabila beberapa cabang vena diikat
oblig. Posisis hepar menyebabkan ginjal kanan lebih rendah dibanding ginjal akan tetap aman tanpa menimbulkan resiko infark ginjal. Darah vena dialirkan
kiri..Berat ginjal dewasa sekitar 150 gram. Kedua ginjal disokong lemak perirenal melalui vena renalis yang bermuara kedalam vena cava inferior. Saraf pada ginjal
(yang berada pada fasia perirenal), pedikel pembuluh ginjal, tonus otot abdomen, berasal dari pleksus renalis yang bersama vasa renalis menuju parenkim. Sementara
serta gumpalan visera abdomen. Variasi faktor-faktor tersebut diatas menyebabkan aliran limfe dari ginjal menuju limfonodi lumbalis.
variasi derajat mobilitas ginjal. Pada posisi tegak , rata-rata penurunan kedua ginjal
saat inspirasi adalah 4-5 cm.Kehilangan mobilitas menunjukkan kemungkinan
adanya fiksasi abnormal seperti perinefritis, walaupun adanya mobilitas ekstrem Gambar 1.
tidak selalu menunjukkan hal yang patologis. untuk mengingat cabang-
Masing-masing ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis mengkilat, yang disebut cabang arteri renalis, silangkan
true capsule (kapsula fibrosa), di sebelah luarnya terdapat jaringan lemak perirenal. kedua tangan di depan anda.
Bersama-sama dengan kelenjar adrenal dan lemak perirenal, ginjal dibungkus oleh Ibu jari menunjukkan cabang
fascia Gerota. Pada sisi luar fascia gerota, terdapat jaringan lemak pararenal Pool segmen posterior tunggal,
atas ginjal kiri berada pada pertengahan vertebra thorakal 12 , sedang pool inferior sedangkan keempat jari-jari
setinggi vertebra lumbal ke-3 dan secara umum ginjal kanan setengah vertebra lebih menunjukkan keempat cabang
rendah daripada ginjal kiri . segmental. (Blandy, 1985)
Posisi ini sangat bervariasi pada masing-masing individu. Sebagai organ yang
mobile, posisinya bervariasi selama gerakan diafragma saat insiprasi dan ekspirasi.
Vaskularisasi
Ginjal menerima aliran darah secara langsung dari aorta melalui arteri renalis,
biasanya hanya tunggal tetapi dapat juga lebih dari satu yang muncul dari sisi lateral
aorta tepat di kaudal dari arteri mesenterika superior. Sifat dari arteri renalis adalah
end-arteri sehingga makin proksimal arteri ini mengalami oklusi maka makin besar
Gambar 2. jaringan ginjal yang rusak. Arteri terletak posterior dari vena renalis dan anterior
Segmen-segmen ginjal, masing- dari pelvis renalis.
masing diperdarahi oleh satu arteri. Sebelum memasuki hillum renalis, arteri ini bercabang menjadi :
( Blandy, 1985) 1. Anterior, yang bercabang lagi menjadi 4 segmen yaitu :
a. Arteri segmental Apikal
b. Arteri segmental Upper
c. Arteri segmental Midle
d. Arteri segmental Lower Anterior
Bidang intersegmental yang divaskularisasi oleh arteri segmental anterior dan arteri
Ginjal ada sepasang, berwarna coklat kemerahan dan berbentuk seperti kacang segmental posterior adalah bidang yang benar-benar hipovaskuler yang disebut “
kedelai yang terletak retroperitoneal, lateral dari muskulus psoas. Posisinya Brodel avasculer line “, terletak kira-kira 5 mm posterior dari permukaan terbesar
melintang, dengan kutup bawah ginjal bergeser ke lateral muskulus. Pada laki-laki cembung ginjal.
dewasa berat ginjal kira-kira 150 gram dengan ukuran panjangnya kira-kira 11,5 Di dalam ginjal, arteri segmentalis berjalan sepanjang sinus renalis dan kemudian
cm, lebarnya 6 cm, dan tebalnya 2,5-3 cm. Pada bagian medial ginjal terdapat bercabang menjadi :
hillum, yang mana dilewati oleh pembuluh darah, saraf , limfatik dan pelvis renalis. a. Arteri lobaris : yang kemudian bercabang lagi dan masuk ke dalam
Bagian Inferior dari ginjal terdapat ruangan yang disebut sinus renalis yang terdiri parenkim ginjal sebagai ;
dari sistem kolekting renal utama, kaliks mayor, kaliks minor, pelvis renalis, b. Arteri interlobaris : arteri ini berjalan radial kearah luar sepanjang hubungan
pembuluh darah dan lemak. antara piramida renalis dan kolumna dari Bertin. Karena
Ginjal, kelenjar adrenal dan lemak perirenal dibungkus oleh jaringan ikat letaknya berdekatan dengan infundibula dari kaliks
retroperitoneal yang menebal disekeliling ginjal yang disebut fascia Gerota, diluar minor terutama pada kutup atas dan kutup bawah ginjal
fascia ini terdapat jaringan lemak yang disebut lemak pararenal atau paranefrik. maka arteri ini dapat cedera karena pembedahan yang
Posterior dari ginjal, lapisan lemak ini menebal sedangkan anterior dari ginjal, mengenai sistem kolekting ginjal perifer. Kemudian arteri
lapisan ini relatif lebih tipis. ini bercabang menjadi ;
Pengetahuan yang baik mengenai hubungan antara ginjal dan organ –organ lain yang c. Arteri Arkuata : berjalan sesuai kontur ginjal sepanjang hubungan kortiko
terletak di anterior maupun di posterior adalah penting secara klinik. Lobus kanan medular dan kemudian bercabang menjadi ;
hepar, descending duodenum, dan fleksura hepatika kolon, berdekatan dengan sisi d. Arteri Interlobaris : merupakan arteriole afferent ke glomerolus.
kanan ginjal. Lambung, limpa, fleksura lienalis kolon, pankreas dan jejenum
berdekatan dengan sisi kiri ginjal, sedangkan dibagian posterior, ginjal dilindungi Pembuluh darah vena biasanya mengikuti arteri, dan berbeda dengan arteri vena
oleh otot-otot punggung yang kuat serta kosta XI dan XII. Jika ginjal dipotong saling berhubungan sehingga bila terjadi ligasi vena intra renal, drainase vena akan
secara sagital, maka terlihat bahwa ginjal dibungkus oleh kapsul renal yang tebal menuju vena yang lain. Vena renalis kiri bersifat unik karena menerima darah dari
yang ditembusi oleh pembuluh darah kapsular. Substansi ginjal dibagi menjadi dua cabang vena yang berbeda. Pada sisi kranial menerima darah dari kelenjar
korteks dan medulla. Bagian korteks yang meluas sampai sinus renal antara pyramid adrenal kiri dan bagia kaudal menerima darah dari vena ovarium kiri atau vena
disebut “ collum of Bertin “. Medula terdiri dari piramid piramid yang berakhir di spermatika kiri.
papil yang bermuara di kaliks minor atau masuk ke pelvis renalis.
The vascular segments of the left kidney, as shown in anterior and posterior
projections, and the corresponding segmental arterial supply to each segment.
Aliran Limfe
Terdapat dua jalan utama aliran limfatik ginjal, yang pertama terletak sepanjang
pembuluh darah utama dan yang kedua berasal dari subkapsuler, keduanya
kemudian bergabung ke hilum dan mengalir menuju kelenjar limfa para aorta.
Terjadi juga hubungan dengan limfonodi yang terletak pada bagian inferior vena
kava dan kelenjar limfe dari daerah lumbar.
Inervasi
Inervasi ginjal berasal dari pleksus renalis yang merupakan sisitem saraf autonom,
berjalan melewati aorta tepat pada bagian kranial dari arteri renalis, berasal dari
serabut-serabut preganglionik dari T 12 dan segmen lumbar bagian atas. Serabut-
serabut ini bersama-sama dengan arteri renalis masuk ginjal melalui hillum dan
melanjutkan diri mengikuti percabangan arteri. Sinaps terjadi dalam ganglion renal.
Inervasi parasimpatik berasal dari n. Vagus.
Bivalve Nephrolithotomy --------------- RD-Collection Batu Staghorn ( Batu Cetak )
2002 Batu Staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang memenuhi pelvis renalis dan
paling tidak menempati sedikitnya dua sistem kaliseal. Nyeri kolik akut jarang
terjadi, sebagian besar memberi gejala infeksi dan hematuria. Kira-kira 75 % batu
Menurut catatan arkeologi batu dalam saluran kencing telah ada sejak dahulu, staghorn terdiri dari struvite-carbonate-apatite matrix atau disebut juga batu struvite
dengan ditemukannya batu dalam mumi bangsa mesir pada tahun 4800 SM. atau batu triple phosphat, batu infeksi, atau batu urease. Batu struvit
Hippocrates sampai saat ini dikenal sebagai orang yang pertama kali melakukan berhubungan erat dengan infeksi saluran kencing, yang terutama disebabkan oleh
prosedur pembedahan pada ginjal dengan melakukan insisi di daerah flank untuk adanya bakteri-bakteri peghasil urease terutama yang paling sering ialah proteus,
abses perinefrik. Laporan pertama untuk operasi ginjal, dilakukan oleh Cardan dan juga ureoplasma urealyticum, stafilokokus, kleibsela, providensia, dan
Milan yaitu pada tahun 1550, dengan jalan membuka abses lumbal dan pseudomonas. Bakteri-bakteri ini menyebabkan hidrolisis urea menjadi amonium
mengeluarkan 18 batu pada seorang gadis. Tanggal 8 Oktober 1872 Dr. William dan ion hidroksil, akibatnya pH urine akan menjadi alkalis (pH > 7,2) sehingga
Ingalls di Boston City Hospital menerapkan prosedur nefrolitotomi pada seorang terjadi kristalisasi magnesium amonium phosfat (MgNH4PO46H2 ) dan carbonat
perempuan berumur 31 tahun dengan melakukan drainase abses perirenal lebih apatite ( CaPO46CO3 ).
dahulu. Pada tahun 1902 Max BrÖdel menggambarkan suatu bidang yang relatif Konversi urea menjadi ammonia dan ammonia menjadi ammonium dan mengalami
avaskuler yang berjarak 5 mm posterior dari permukaan cembung ginjal, yang pengasaman oleh karbon dioksida adalah sbb :
kemudian dikenal sebagai “BrÖdel white line”. H2NCONH2 + H2O 2NH3 + CO2
Perkembangan yang penting mengenai operasi membuka ginjal ialah Pielolitotomi 2NH3 + H2O 2NH4 + 2OH – ( meningkatkan pH > 7,2 )
yang dioerluas( extended pielolithotomy ) yang dilakukan oleh Gil-vernet pada CO2 + H2O H + + HCO3 2 H + + CO3 2-
tahun 1965 karena dapat diaplikasi secara luas dan mempunyai morbiditas yang
minimal, maka teknik ini menjadi pilihan dalam sebagian besar batu di pelvis Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan pada operasi batu struvite yaitu harus
renalis. Bivalve Nephrolithotomy atau Anatropik Nefrolitotomi ( ANL ) pertama dilakukan pengangkatan seluruh batu, hal ini berhubungan dengan sifat dari batu
kali diperkenalkan oleh Smith dan Boyce pada tahun 1967, dengan teknik ini ahli sruvite yaitu :
bedah dapat melakukan nefrotomi longitudinal melalui BrÖdel line antara batas a. Batu infeksi umumnya tumbuh secara cepat, bila ada sisa batu yang tertinggal
vaskuler arteri segmental anterior dan posterior, sehingga memberikan paparan yang dapat merupakan nidus yang akan menjadi pencetus terbentuknya batu
sangat luas pada sistem kaliks intra renal. Modifikasi dari ANL juga telah berikutnya.
dilakukan, misalnya yang dikembangkan oleh Nicholas D dari General Hospital of b. Angka rekurensi berkisar 10 % bila masih ada fragmen batu yang tertinggal.
Athens yang di tulis dalam jurnal urologi Skandinavia tahun 2002, dengan tidak c. Pada pengobatan batu struvite yang asimptomatik, dulu dilakukan dengan
melakukan kalikorafi maupun kalikoplasti seperti yang digambarkan oleh Smith dan konservatif, tetapi penelitian membuktikan bahwa 30 % penderita yang diobati
Boyce, tetapi hanya melakukan aproksimasi dari kolekting sistem , serta dengan konserfvatif akan meninggal karena gagal ginjal atau karena pyelonefritis
penggunaan U tube nefrostomi. atau sepsis.
Diseluruh dunia termasuk Negara-negara berkembang, Insidensi batu dalam traktus Persiapan Preoperatif
urinarius menunjukan angka-angka yang hampir sama dengan di Amerika yaitu 2 % Evaluasi menyeluruh sebelum pembedahan ginjal sangat penting, karena diperlukan
- 3 % dari jumlah penduduk per tahun hal ini membutuhkan biaya yang sangat posisi khusus selama pembedahan dan kemungkinan adanya gangguan sistemik
besar untuk menanggulanginya dan di Amerika 1,83 miliar dolar dihabiskan per sebagai akibat dari infeksi dan gangguan fungsi ginjal. Fungsi jantung dan paru-paru
tahunnya. Walaupun pesatnya perkembangan ESWL dan teknik minimal invasive dievaluasi untuk mendapatkan kemungkinan adanya riwayat penyakit jantung, nyeri
seperti PCNL untuk operasi batu ginjal, tetapi karena belum tersedia alat-alat dada, dan sesak nafas. Elektrokardiogram, foto thoraks dan pemerikasaan darah
tersebut di seluruh Indonesia dan kurangnya ahli Urologi maka operasi Bivalve lengkap diwajibkan untuk semua pasien. Posisi flank dengan fleksi lateral dari
Nephrolithotomy atau ANL masih tetap relevan untuk diterapkan pada vertebra telah diketahui dapat menyebabkan penurunan kapasitas ventilasi, dan
penanganan batu cetak ( staghorn calculus ) terlebih pada daerah daerah yang hipotensi dapat terjadi sebagai akibat berkurangnya aliran balik vena. Oleh
masih terpencil. karena itu pendekatan operasi melalui insisi daerah flank merupakan alternatif pada
penderita penderita dengan gangguan fungsi paru.
Evaluasi laboratorium yang lengkap termasuk hitung jenis sel, waktu prothrombin, Bila diperkirakan operasi akan melebihi dari 30 menit maka harus dilakukan
dan waktu partial thromboplastin teraktivasi, serum elektrolit, dan kreatinin adalah tindakan pencegahan kerusakan permanen ginjal. Hal ini dapat dicapai dengan
penting karena : melakukan hipotermia lokal pada ginjal dengan pendinginan permukaan ( surface
a. Pasien dengan anemia kronik memerlukan penentuan golongan darah untuk Cooling ) menggunakan butiran es ( ice slush ) sehingga dapat dicapai suhu 20
rencana tranfusi. sampai 25 derajat celsius. Pada tingkat suhu ini akan terjadi penurunan konsumsi
b. Sangat penting untuk dilakukan urinalisis dan kultur urine beberapa hari sebelum energi, penurunan pemakaian oksigen dan mencegah perubahan ATP ke monofosfat
dilakukan pembedahan dan antibiotik yang spesifik sebaiknya diberikan 24 jam nukletide sehingga akan memberikan proteksi terhadap iskemia ginjal selama 3 jam.
sebelum operasi.
c. Karena kira-kira 50 % batu infeksi berhubungan dengan kelainan metabolik
maka evaluasi metabolik sangat penting. Untuk itu dianjurkan pemeriksaan urine TEKNIK OPERASI
tampung dua puluh empat jam untuk kalsium, oksalat, fosfat, sitrat, asam urat,
A. Teknik Operasi Untuk Mencapai Ginjal.
magnesium, natrium, volume total, pH dan juga pengukuran serum kalsium,
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan insisi yang tepat pada operasi ginjal
asam urat, elektrolit dan fosfat. Jika terjadi kenaikan serum kalsium, harus
yaitu, macam operasi yang akan dilakukan, jenis kelainan ginjal, operasi
dilakukan pemeriksaan terhadap serum hormon paratiroid.
sebelumnya, kelainan diluar ginjal yang akan dioperasi bersama-sama, dibutuhkan
d. Jika pasien, sebelumnya telah dilakukan operasi pengangkatan batu, maka
untuk operasi ginjal bilateral, dan bentuk tubuh.
informasi mengenai jenis batu sangatlah penting.
Untuk operasi ginjal dikenal 4 macam pendekatan teknik operasi :
Foto polos abdomen digunakan menentukan besar dan lokasi dari batu, 1. Pendekatan insisi flank ekstraperitoneal
sedangkan anatomi dari sistem kalises dinilai dengan menggunakan Intravenous Pendekatan teknik operasi ini memberikan akses yang luas untuk parenkim
pyelografi, walaupun penggunanan CT scan non kontras dan kontras telah lebih ginjal dan kolekting sistem. Teknik ini merupakan suatu pendekatan
sering digunakan. Ultrasenografi digunakan untuk menilai adanya hidronefrosis, ekstraperitoneal yang memberikan akses langsung ke ginjal dan paling kecil
sedangkan MRI tidak diperlukan. menyebabkan kerusakan atau gangguan viscera, keuntungan lain ialah tidak
adanya kontaminasi dengan cairan peritoneal dan kemudahan untuk memasang
Iskemia Ginjal Intraoperatif drainase ruangan perinefrik, juga kecil kemungkinan terjadinya hernia
Oklusi sementara arteri renalis adalah penting untuk berbagai operasi pada ginjal incisional. Teknik ini tidak cocok dilakukan pada eksplorasi trauma ginjal oleh
seperti, nefrektomi, rekonstruksi arteri renalis, anatropik nefrolitotomi dan trauma karena tidak langsung mencapai pedikel. Teknik irisan pada pendekatan flank
ginjal karena tidak hanya mengurangi perdarahan intra operatif tetapi juga yang sering dipakai ialah insisi yang melalui dasar kosta 11 atau 12. Kosta
memberikan akses yang baik pada struktur dalam ginjal. Pengetahuan yang baik mana yang dipilih tergantung dari posisi ginjal dan letak dari lesi pada ginjal,
terhadap respon ginjal pada iskemia hangat ( warm ischemia ) adalah sangat penting apakah di kutup atas atau bawah.
pada operasi ginjal, karena sesaat setelah oklusi dari arteri renalis ATP yang kaya - Dalam keaadan anestesi posisi pasien dimiringkan ( posisi lateral ) dengan
energi pada ginjal akan berubah menjadi monofosfat nukleotida sebagai sumber bagian punggung bebas. Tungkai pada sisi bawah dalam keadaan fleksi 90 0
energi untuk mempertahankan struktur dan integritas sel. Tetapi bila sumber energi sedangkan tungkai sisi atas tetap lurus. Letakkan bantal diantara kedua lutut
ini terus menerus berkurang maka kematian sel akan terjadi. Penelitian yang dan karet busa pada aksila untuk mencegah kompresi arteri dan saraf.
dilakukan oleh Canine menunjukan bahwa iskemia hangat yang kurang dari 30 Fiksasi penderita pada meja operasi dengan cara memasang plester 3 inci
menit masih dapat ditoliler oleh sel-sel ginjal sehingga perbaikan sel-sel ginjal pada meja operasi melewati trokhanter mayor. Lengan atas dalam posisi
dapat kembali tercapai dengan sempurna sebaliknya bila lebih dari 30 menit akan ekstensi dengan fleksi pada siku . Meja operasi di bengkokkan tepat
terjadi kerusakan permanen sel ginjal. didaerah lumbal sedemikian rupa sehingga bagian dada sedikit miring ke
Pencegahan kerusakan ginjal oleh iskemia akibat oklusi sementara arteri ginjal dapat depan dan pelvis sedikit miring ke belakang. ( gambar 102-6 )
dicapai dengan hidrasi yang cukup sebelum dan pada saat operasi, mencegah - Insisi flank dimulai dengan irisan diatas kosta 12 mulai dari sisi lateral
hipotensi selama periode anastesia, mencegah manipulasi yang tidak penting pada muskulus sakrospinalis memotong m. Latisimus dorsi sampai m. obliqus
arteri renalis dan pemberian manitol 5 sampai 10 menit sebelum oklusi arteri renalis. eksternus. ( gambar 102-7 )
Manitol akan memberikan manfaat karena akan terjadi peningkatan aliran plasma - Periosteum kosta dua belas dibuka dengan pisau dan elevator periost.
ginjal, menurunkan tahanan vaskuler intrarenal, mengurangi edema intraseluler dan
merangsang suatu diuresis osmotik bila sirkulasi renal kembali normal.
- Irisan dilanjutkan ke anterior dengan memotong fascia lumbalis sampai
ujung kosta, kemudian masukkan dua jari kedalam ruang perirenal untuk
mendorong peritoneum ke anterior, lipatan peritoneum disisihkan ke
anterior dan potong m. obliqus eksternus dan m. obliqus internus sambi
kontrol perdarahan yang terjadi. Bila direncanakan untuk reseksi kosta,
maka elevasi periost dilakukan sampai ke proksimal mungkin dan reseksi
dilakukan seproksimal mungkin.
- Pasang hak pada kedua sisi luka operasi maka akan tampak fascia gerota.
Untuk memaparkan ginjal, suatu irisan dibuat di bagian posterior fascia
Gerota untuk mencegah kerusakan peritoneum, kemudian lakukan diseksi
tajam dan tumpul untuk memisahkan lemak perinefrik dari kapsul ginjal.
- Kadang-kadang suatu irisan subkostal diperlukan untuk pembedahan pada
kutup bawah ginjal atau ureter bagian atas, penempatan suatu selang
nefrostomi atau drainase perinefrik abses. Irisan ini dimulai dari angulus
Figure 102–6. Position of the patient for the flank approach. Note the axillary pad. kostovertebralis pada sisi lateral m. sakrospinalis menyusur satu jari dari
The kidney rest may be elevated if further lateral extension is needed. tepi kosta 12 terus kearah anterior.
- Setelah sampai pada linea aksilaris media sedikit dibengkokkan ke kaudal
sampai tepi lateral m. rectus abdominis. Iris lemak subkutan dan potong m.
latisimus dorsi, potong juga m. obliqus eksternus dan internus dengan hati-
hati agar tidak memotong n. subkostalis.
- Kemudian secara tumpul lakukan spliting m. transversus abdominis diatas
atau dibawah nervus subkostalis. Setelah kontrol perdarahan pasang
retraktor maka akan tampak fascia gerota.
Figure 64-13. Complete dissection of the 2.87 the Kidney is completely the
kidney from surrounding tissue except for unfolded
renal pedicle and ureter.
Insisi yang tepat pada ginjal dapat dicapai dengan mengklem arteri segmentalis
anterior dan membiarkan a. segmentralis posterior tetap terbuka, injeksikan secara IV
20 ml methylene blue, maka segmen posterior dari parenkim ginjal akan berwarna biru
sehingga bidang antara segmen anterior dan posterior mudah diidentifikasi. Sangatlah
penting mencapai kaliks posterior melalui bidang yang tepat sesuai garis Brödel seperti
yang ditunjukan pada gambar 64-14. Figure 64-17. The internal reconstruction of the collecting system after removal of a
staghorn calculus.
Kemudian dilanjutkan dengan kalikoplasti ( gambar 64-18 ). C. Modifikasi Bivalve Nephrolithotomy atau Anatropik Nefrolitotomi
Menurut Nicholas D. Melissourgos.
Pasien dalam posisi lateral dekubitus, lakukan insisi flank melalui ruang interkostal
11 dan 12, buka fascia gerota secara longitudinal kemudian lemak perinefrik dibuka,
ginjal kemudian dimobilisasi dari jaringan sekitarnya sehingga seluruh parenkim
ginjal terpapar. Identifikasi ureter proksimal, dan diikat dengan pita umbilical untuk
mencegah migrasi fragmen batu. Pedikel ginjal diklem menggunakan klem vaskuler
dan pendinginan permukaan ( surface cooling ) dilakukan dengan guyuran larutan
NaCl dingin bersuhu 7 derajat Celsius. Kapsul renalis kemudian diinsisi melalui
Brödel line dilanjutkan ke parenkim ginjal. Setelah kolekting sistem dibuka dan batu
dipaparkan, permukaan epitel dari kolekting sistem dengan hati-hati dipisahkan dari
batu untuk mencegah laserasi dari epitel, kemudian batu dikeluarkan. Eksplorasi
Figure 64-18. Calicoplasty. kaliks minor untuk melihat sisa batu yang tertinggal, cuci seluruh medan operasi
dengan NaCl sampai bersih, klem pada a. renalis dilepaskan beberapa detik untuk
Pasang double J stend dengan ujung atas berada pada kaliks mayor kutup bawah melihat tititk-titik perdarahan, bila ada perdarahan, jahitan angka 8 dengan
ginjal, fiksasi double J stend pada pelvis renalis dengan jahitan kromik lima nol menggunakan dexon 3-0 dapat dilakukan.
Lepaskan klem bulldog beberapa detik untuk identifikasi adanya sumber Aproksimasi struktur kolekting, pasang U tube nefrostomi, parenkim ginjal ditutup
perdarahan dan untuk mengetahui hemostasis yang telah dicapai. dengan dexon 2-0, kapsul ginjal ditutup dengan jahitan kontinyu dengan benang
Nefrostomi longitudinal ditutup dengan jahitan kromik 4-0 dimulai dengan diserap 4-0. Pasang drain perirenalis, tutup luka operasi lapis demi lapis.
jahitan kontinyu pada ujung-ujung dari kolekting sistem sedangkan bagian
sentral dijahit dengan memasang jahitan belum diikat pada beberapa tempat Perbedaan yang terpenting pada modifikasi ANL ini dibandingkan dengan yang
untuk menjamin aproksimasi yang tepat dari kolekting sistem kemudian jahitan dilakukan oleh Smith dan Boyce ialah bahwa :
diikat satu demi. Gambar 64-20. 1. Untuk menentukan irisan pada batas avaskuler antara arteri segmental anterior
dan posterior, tidak menggunakan injeksi methylene blue maupun oklusi arteri
segmentalis anterior dengan klem, tetapi langsung pada bidang tersebut dengan
alasan bahwa suplai darah dari arteri segmental ke ginjal adalah konstan tidak
dipengaruhi oleh jumlah dari arteri renalis, akibatnya manipulasi yang tidak
perlu dari arteri segmentalis ini akan meminimalkan bahaya spasme a. renalis.
2. Struktur dari kolekting sistem tidak dijahit total ( kalikorafi maupun kalikoplasti
) tetapi hanya diaproksimasi saja karena, jahitan yang terlalu erat akan
mengganggu aliran darah akibat terikatnya pembuluh darah disekitar
infundibulum.
Kapsul ginjal ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan kromik Tiga nol
seperti pada gambar 64-21.
Lepaskan klem bulldog dari a. renalis, kemudian ginjal dihangatkan dengan cairan
irigasi, pasang drain di ruang retroperitoneal, luka operasi ditutup lapis demi lapis. (
Nephroptosis Ren
Prinsip yang perlu diperhatikan adalah :
1. Ginjal harus dapat kembali ke posis normalnya, dengan pole inferior miring ke
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 arah lateral. Tidak ada manfaatnya menempatkan ginjal lebih tinggi dari posisi
normal.
2. Segala bentuk kelainan pembuluh darah atau adanya jeratan yang
Patofisiologi menimbulkan obstruksi pada pelvis atau uretero pelvical junction harus
dihilangkan, karena akan menimbulkan iskemia.
Pada nephroptosis, perubahan posisi ginjal lebih dari 2 corpus vertebra – 3 corpus
3. Axis ginjal harus disesuaikan dengan posisi ginjal.
vertebra atau lebih dari 5 cm . Kasus nephroptosis sering asimptomatik. Pada yang
4. Hindari adanya tension.
simptomatik, keluhan utama biasanya adalah nyeri di daerah abdomen atau
pinggang. Akibat perubahan posisi ginjal, menyebabkan tarikan pada pedikel,
Dari sekian banyak teknik, metode operasi Albarron-Marion banyak disukai.
sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri akibat iskemi. Hal lain yang dapat muncul
Karena dengan metode deckapsulasi betul-betul dapat memfiksir ginjal, sedangkan
akibat kondisi patologis ini adalah obstruksi aliran ureter,yang ditandai dengan
metode rein atau sling hanya bersifat sementara. Pada metode Albarron-Marion
dilatasi dari collecting sistem . Pada kasus yang berat dapat muncul nyeri kolik,
ini,dibuat flap dari kapsul ginjal, yang selanjutnya difikasasikan pada costa ke-10
mual, demam, takikardi, oliguri dan hematuri atau proteinuri sesaat, yang disebut
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah perawatan pascaoperasi. Hendaknya
krisis Dietl
pasien tidak melakukan mobilisasi sampai dengan hari ke- 10-14. Perawatan yang
baik sangat diperlukan dalam kasus ini. Untuk mencegah timbulnya emboli, dapat
Diagnosis dan Penanganan diberikan antikoagulan pada hari pertama pascaoperasi. Drain operasi dapat dilepas
Diagnosis nephroptosis ditegakkan dengan pemeriksaan urogram atau renal pada hari ke 4-6
scanning Pada pemeriksaan ini, dibandingkan posisi ginjal saat berbaring dengan Salah satu komplikasi operasi nephropexy adalah terjadinya pneumothorak. Untuk
posisi berdiri. Nephroptosis ditegakkan apabila terdapat perbedaan posisi lebih dari mengevaluasi hal tersebut, dilakukan pemeriksaan radiologik dada beberapa jam
5 cm atau sejauh 2 – 3 vertebra .Pemeriksaan penujang yang lain adalah setelah operasi Evaluasi selanjutnya adalah tentang keluhan pasien dan perlunya
pemeriksaan Aortografi, Color Doppler Imaging (CDI) dan pemeriksaan Isotope pemeriksaan radiologi 6-8 minggu pascaoperasi, untuk mengevaluasi hasil operasi.
Nephrography (ING). Dengan pemeriksaan ini, dapat diketahui adanya penurunan
aliran darah ginjal Tindakan operasi yang dilakukan adalah metode Albarron-Marrion, dengan
Kebanyakan kasus nephroptosis asimptomatik. Pada kasus yang simptomatik, perlu membuat 4 flap dari kapsul ginjal yang selanjutnya difiksasikan ke costa ke-10.
dipertimbangkan tindakan operasi, setelah sebelumnya disingkirkan causa yang lain. Pemeriksaan röntgen dada pascaoperasi tidak menunjukkan adanya pneumothorak,
Selain itu, tindakan operasi dapat mencegah terjadinya stenosis pembuluh darah sebagai salah satu komplikasi yang mungkin muncul pada operasi nephropexy.
lebih lanjut. ..Adanya dokumentasi radiologi yang menunjukkan perubahan posisi ke
arah bawah sejauh 2 – 3 corpus vertebrae atau lebih dari 5 cm dan tanda obstruksi
atau berkurangnnya aliran yang simptomatik digunakan sebagai dasar untuk
dilakukan tindakan bedah
Tehnik Operasi
Sampai saat ini, banyak teknik bedah yang dapat digunakan pada kasus
nephroptosis, dari teknik bedah terbuka sampai dengan laparoskopik. Secara garis
besar, fiksasi pada nephropexy digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Fikasi ginjal menggunakan jaringan fibrous atau kapsul lemak dan parenkim.
2. Fiksasi menggunakan material buatan.
3. Fiksasi menggunakan fascial flap atau muscle bundle.
Trauma Ginjal
Trauma yang menyebabkan robekan kapsul sehingga menimbulkan perdarahan pada
kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma yang tidak
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 menyebabkan robekan pada kapsul.
Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka penetrans didaerah ini bisa
Trauma ginjal terjadi sekitar 3% dari seluruh trauma yamg ada(Geehan,2003), menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang berdekatan antara
bahkan mencapai 5% pada daerah urban(Brandes,2003). Trauma ginjal terjadi pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal kanan
sekitar 10% dari seluruh trauma abdomen( Geehan,2003., Seidman,2003). Dari bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal.. Anatomi
seluruh trauma sistem genitourinaria, trauma ginjal menduduki angka tertinggi ginjal yang mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna lebih
sekitar 50% tidak membedakan ginjal kiri atau kanan(Brandes,2003). Trauma mudah mengalami ruptur hanya oleh adanya trauma ringan.(McAninch,2000).
biasanya disebabkan oleh karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, pukulan, olah raga,
tusukan atau senjata api.(dos Santos Vieira, 2003). Mekanisme Trauma
Mekanisme trauma pada ginjal perlu diperhatikan benar oleh klinisi. Berikut adalah
Patologi Trauma ginjal mekanisme yang umumnya terjadi pada trauma ginjal.( Geehan,2003)
Ginjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh 1.Trauma tembus
pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas dalam 2.Trauma tumpul
bantalan lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif 3. Iatrogenik
dalam mengatasi sejumlah kecil hematom , tidak sempurna dalam 4.Intraoperatif
perkembangannnya. Kantong fascia ini meluas kebawah sepanjang ureter ,meskipun 5.Lain-lain
menyatu pada dinding anterior aorta serta vena cava inferior, namun mudah untuk
sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga perdarahan melewati garis tengah 80-85% trauma ginjal disebabkan trauma tumpul yang secara langsung mengenai
dan mengisi rongga retroperitoneal.(Guerriero, 1984). abdomen, pinggang atau punggung. Trauma tersebut disebabkan karena kecelakaan
lalu lintas, perkelahian, jatuh dan olahraga kontak. Tabrakan kendaraan pada
kecepatan tinggi bisa menyebabkan trauma pambuluh darah utama karena
deselerasi cepat. Luka karena senjata api dan pisau merupakan luka tembus
terbanyak yang mengenai ginjal sehingga bila terdapat luka pada pinggang harus
dipikirkan trauma ginjal sampai terbukti sebaliknya. Pada luka tembus ginjal, 80%
berhubungan dengan trauma viscera abdomen. (Geehan , 2003; McAninch , 2000).
Laboratorium
Biasanya didapatkan adanya hematuri baik gross maupun mikroskopis. Beratnya
hematuri tidak berbanding lurus dengan beratnya kerusakan ginjal. Pada trauma
minor bisa ditemukan hematuri yang berat, sementara pada trauma mayor bisa hanya
hematuri mikroskopis. Sedangkan pada avulsi total vasa renalis bahkan tidak
ditemukan hematuri. Awalnya hematokrit normal namun kemudian terjadi
Gambar 10. G: grade V, laserasi multiple
ppenurunan pada pemeriksaan serial. Temuan ini menandakan adanya perdarahan
mayor menyebabkan suatu shattered
retroperitoneal persisten yang menyebabkan terjadinya hematom retroperitoneal
kidney. H: grade V, avulsi vasa utama.
yang besar. Perdarahan yang persisten jelas memerlukan tindakan operasi.
(McAninch, 2000)
.(McAninch ,2000)
Imaging
1. Plain Photo
Diagnosis Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal atau
Kecurigaan adanya trauma ginjal patut dicermati pada keadaan dibawah ini: ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak fraktur
1. Trauma didaerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.(Donovan , 1994)
atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah tersebut.
2. Hematuri 2 .Intravenous Urography(IVU)
3. fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus transversus Pada trauma ginjal, semua semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
vertebra. hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan
4. Trauma tembus pada daerah pinggang dan abdomen. single shot high dose intravenous urography(IVU) sebelum eksplorasi ginjal.
5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60% ionic atau non ionic
lintas. yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan gambar abdomen 10 menit
Derajat trauma ginjal tidak berhubungan dengan derajat hematuri, karena gross kemudian. Untuk hasil yang baik sistol dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk
hematuria bisa terjadi pada trauma ginjal minor sedangkan hematuria ringan terjadi menghemat waktu kontras dapat disuntikkan pada saat resusitasi awal.
pada trauma ginjal mayor.(Purnomo,2003) Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah tak bisa mengetahui luasnya trauma.
Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua ginjal, adanya serya luasnya ekstravasasi
Gejala urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru pada ginjal.
Nyeri terlokalisasi pada satu pinggang atau seluruh perut. Trauma lain seperti ruptur IVU sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma ginjal. Namun untuk
visera abdomen atau fraktur pelvis multiple juga menyebabkan nyeri abdomen akut staging trauma parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien
sehingga mengaburkan adanya trauma ginjal. Kateterisasi biasanya menunjukkan dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU abnormal dibutuhkan
adanya hematuria. Perdarahan retroperitoneal bisa menyebabkan distensi abdomen, pemeriksaa lanjutan dengan Computed Tomography (CT) scan.
ileus, nausea serta vomitus.
Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVU abnormal memerlukan 2. Eksplorsi
tindakan eksplorasi. a. Indikasi absolut
Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang ditandai oleh
3. CT Scan adanya hematom retroperitoneal yang meluas dan berdenyut. Tanda lain adalah
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan. Teknik adanya avulsi vasa renalis utama pada pemeriksaan CT scan atau arteriografi.
noninvasiv ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan ekstravasasi
urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran dan lokasi b. Indikasi relatif
hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta cedera terhadap b.1.Jaringan nonviable
organ sekitar seperti lien, hepar, pancreas dan kolon.(Geehan , 2003; Brandes , Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi relatif untuk
2003) CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan arteriogram.Pada dilakukan eksplorasi.
kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara akurat dapat b.2.Ekstravasasi urin
memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini telah Ekstravasasi urin menandakan adanya cedera ginjal mayor. Bila ekstravasasi
diperkenalkan suatu helical CT scanner yang mampu melakukan imaging dalam menetap maka membutuhkan intervensi bedah.
waktu 10 menit pada trauma abdomen. .(Brandes , 2003)
b.3.Incomplete staging
4. Arteriografi Penatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah dilakukan
Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka arteriografi pemeriksaan imaging untuk menilai derajat trauma ginjal. Adanya incomplete
bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama. Trombosis arteri dan staging memerlukan pemeriksaan imaging dahulu atau eksplorasi /rekonstruksi
avulsi pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi terutama pada ginjal ginjal. Pada pasien dengan kondisi tidak stabil yang memerlukan tindakan
yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab utama ginjal nonvisualized pada IVU laparotomi segera, pemeriksaan imaging yang bisa dilakukan hanyalah one
adalah avulsi total pedikel, trombosis arteri, kontusio parenkim berat yang shot IVU di meja operasi. Bila hasil IVU abnormal atau tidak jelas atau adanya
menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah memang tidak adanya perdarahan persisten pada ginjal harus dilakukan eksplorasi ginjal.
ginjal baik karena kongenital atau operasi sebelumnya.(MC Aninch , 2000)
b.4.Trombosis Arteri
5. Ultra Sonography(USG) Cedera deselerasi mayor menyebabkan regangan pada arteri renalis dan akan
Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi adanya menyobek tunika intima, terjadi trombosis arteri renalis utama atau cabang
laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan segmentalnya yang akan menyebebkan infark parenkim ginjal. Penegakan
untuk membedakan darah segar dengan ekstravasasi urin, serta diagnosis yang tepat serta timing operasi sangat penting dalam penyelamatan
ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel dan infark segmental. Hanya ginjal. Renal salvage dimungkinkan apabila iskemia kurang dari 12 jam.
dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat didiagnosis. Adanya Jika ginjal kontralateral normal, ada kontroversi apakah perlu revaskularisasi
fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta obesitas membatasi atau observasi.Jika iskemia melebihi 12 jam, ginjal akan mengalami atrofi.
visualisasi ginjal.(Brandes SB, 2003) Nefrektomi dilakukan hanya bila delayed celiotomy dilakukan karena adanya
cedera organ lain atau jika hipetensi menetap pasca operasi. Trombosis arteri
renalis bilateral komplit atau adanya ginjal soliter dibutuhkan eksplorasi segera
Penatalaksanaan dan revaskularisasi.
1. Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan b.5.Trauma tembus
observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah perdarahan
penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut, penurunan kadar arteri persisten. Hampir semua trauma tembus renal dilakukan tindakan bedah.
hemoglombin dan perubahan warna urin pada pemeriksaan urin serial.(Purnomo , Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa adanya penetrasi peluru
2003) Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan berhenti dan sembuh secara intraperitoneum Luka tusuk sebelah posterior linea aksilaris posterior relatif
spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri berhenti.(McAninch, 2000) tidak melibatkan cedera organ lain.(Brandes, 2003)
Tenik Operasi Setelah membuka fascia gerota maka ginjal harus terpapar seluruhnya. Pada saat
inilah biasanya terjadi perdarahan yang dapat dikendalikan dengan melakukan
A. Approach
oklusi sementara pembuluh darah ginjal. Selanjutnya dilakukan debridemen fasia
Dilakukan transperitoneal karena dapat mengenali dan menanggulangi trauma
dan jaringan ginjal diikuti hemostasis sebaik mungkin. Bila dijumpai perdarahan
intraabdominal lain serta dapat melakukan isolasi pembuluh darah ginjal
pada leher kaliks, dilakukan penjahitan dengan benang absorabel kecil dan jarum
sebelum melakukan eksplorasi ginjal.
atraumatik. Defek pelviokalises memerlukan penjahitan yang kedap air. Setelah
itu baru dilakukan penjahitan parenkim sekaligus kapsulnya dengan jahitan
B. Isolasi pembuluh darah ginjal(Prosedur MCAninch)
matras menggunakan benang kromik 2-0. Lemak omentum dapat digunakan
Dimaksudkan untuk mengendalikan perdarahan waktu dilakukan eksplorasi
untuk menutup defek parenkim yang luas. Jaringan nonviable pada kutub atas
ginjal sebelum tamponade hematom retroperitoneal dibuka. Usus halus dan
maupun bawah yang luas memerlukan nefrektomi pasrsial. Cara guillotine
kolon disingkirkan ke lateral dan cranial. Buat insisi pada peritoneum posterior
merupakan cara yang mudah, namun penting untuk menyisakan kapsul ginjal
sebelah medial dan sejajar dengan vena mesentrika superior. Insisi berada di
agar dapat dipakai untuk menutup defek parenkim ginjal. Sebagai penggantinya
ventral aorta dan dengan meneruskan insisi ke cranial akan didapat vena renalis
dapat dipakai free graft peritoneum. Nefrektomi biasanya dilakukan pada
kiri yang berjalan melintang di ventral aorta. Vena renalis kiri merupakan tanda
robekan scattered atau mengenai daerah hilus. Laserasi luas pada bagian tengah
yang penting karena relatif mudah ditemukan, sementara di kraniodorsal akan
ginjal dan mengenai pelviokalises sering berakhir dengan nefrektomi.
didapat arteri renalis kiri. Vena renalis kanan bermuara pada vena kava lebih
Repair pembuluh darah perlu diusahakan dan cedera yang mengenai sekaligus
kaudal disbanding vena renalis kiri dan di cranial vena renalis kanan akan
a/v ginjal umumnya berakhir dengan nefrektomi. Di USA dari semua cedera
dijumpai arteri renalis kanan.Pada saat pembuluh darah dijerat untuk
arteriil hanya 44% kasus yang berhasil direpair. Ureter harus dikenali dan bila
mengendalikan perdarahan tapi wrm ischaemic time tidak boleh lebih dari 30
terdapat bekuan darah di ureter maupun pielum, pemasangan nefrostomi harus
menit. Bila diperlukan lebih lama ginjal didinginkan dengan es. Dengan teknik
dilakukan dengan kateter foley 16F. Sebelum menutup rongga retroperitoneum
ini di RSCM dapat diturunkan angka nefrektomi dari 635 menjadi 36%. Setelah
dilaskukan pemasangan pipa drain. (Taher , 2003)
prosedur ini, eksplorasi ginjal dilakukan dengan membuat irisan peritoneum
parakolika.(Taher A, 2003).
Komplikasi
A. Komplikasi Awal Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera.
1. Urinoma
Terjadi < 1% kasus trauma ginjal. Jika kecil dan noninfeksius maka tidak
membutuhkan intervensi bedah. Bila besar perlu dilakukan pemasangan tube
ureter atau nefrostomi perkutan /endoskopik.
2. Delayed bleeding
Terjadi dalam waktu 2 minggu cedera. Bila besar dan simtomatik dilakukan
embolisasi.
3. Urinary fistula
Terjadi karena adanya urin yang tidak didrain atau infark segmen besar
parenkim gunjal.
4. Abses
Terdapat ileus, panas tinggi dan sepsis. Mudsah didrainase perkutan.
5. Hipertensi
Pada periode awal pasca operasi biasanya karena rennin mediated, transient
dan tidak membutuhkan tindakan .
B.Komplikasi Lanjut
Hidronefrosis, arteriovenous fistula, pielonefritis. Kalkulus, delayed hipertensi
Pemberian injeksi sclerosing agent, dapat menekan kemungkinan kambuhnya kista. Stenosis subpelvik telah lama diketahui sebagai penyebab terbanyak kelainan
Tetapi preparat ini sering menimbulkan inflamasi, dan sering pasien mengeluh nyeri hidronefrosis pada anak-anak namun dapat saja muncul pada usia yang lebih lanjut.
setelah pemberian injeksi Yang perlu diperhatikan adalah apabila terjadi Istilah subpelvik dikemukakan oleh karena biasanya terjadi stenosis pada hubungan
komplikasi. Jika terjadi infeksi kista, perlu dilakuka drainase cairan kista dan pelvio-ureter. Secara umum menggambarkan adanya gangguan aliran urin dari
pemberian antibiotik. Pada komplikasi hidronefrosis akibat obstruksi oleh kista, pelvis ginjal ke ureter. Angka kejadian kasus ini pada anak-anak dari 500 kasus
dapat dilakukan eksisi kista untuk membebaskan obstruksi pelebaran saluran kemih yang ditemukan dengan alat ultrasonografi hanya 1 kasus
Pemberian antibiotik pada pyelonefritis akibat stasis urin karena obstruksi oleh kista yang mempunyai masalah dibidang urology, manifestasinya dapat tampak pada
akan lebih efektif apabila dilakukan pengangkan kista, yang akan memperbaiki dekade ke 4. Ratio antara pria dibandingkan wanita adalah 2-4 : 1. Kelainan pada
drainase urin ginjal kiri lebih sering ditemukan sekitar 60% kasus dibanding dengan ginjal kanan,
Perawatan pascaoperasi harus baik. Drainase harus lancar. Setelah reseksi kista yang sedangkan 10-40% kasus terjadi bilateral.
cukup besar, cairan drainase sering banyak sekali, hingga beberapa ratus mililiter per Penyebab kelainan ini lebih sering karena faktor bawaan atau intrinsik, dimana tidak
hari. Hal ini dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sebaiknya draininase didapatkannya gerakan peristalsis pada ureter . Secara histopatologis serabut spiral
dipertahankan sampai sekitar 1 minggu pascaoperasi yang normalnya ada digantikan oleh serabut longitudinal yang abnormal atau
jaringan ikat sehingga timbul gangguan gerakan peristalsis untuk membawa urin
Prognosis dari pelvis ginjal ke ureter.. Dalam keadaan normal gerakan peristalsis ini dipicu
oleh aliran listrik konduksi yang berasal dari sel-sel pacemaker di kaliks ginjal.
Kista soliter dapat didiagnosis dengan cukup akurat menggunakan pemeriksaan
Kelainan bawaan yang agak jarang ditemukan adalah gangguan rekanalisasi ureter.
sonografi atau CT-Scan. Belakangan ini, USG direkomendasikan sebagai metoda
Pada perkembangan embriologis hubungan pelvio-ureter terbentuk pada usia 5
untuk melakukan follow up kista, meliputi ukuran, konfigurasi dan konsistensi.
minggu kehamilan, pada usia 10-12 minggu mulai terjadi kanalisasi dari tunas ureter
Sangat sedikit dari kista soliter ini akan menimbulkan penyulit dikemudian hari
sedangkan daerah hubungan pelvio-ureter yang terakhir mengalami kanalisasi.
Gangguan kanalisasi pada daerah ini yang menyebabkan terjadinya sumbatan
Stenosis Subpelvik
hubungan pelvio-ureter yang dapat berupa striktur ureter, katup mukosa ureter atau
polip ureter. Penyebab didapat yang sering ditemukan adalah sumbatan mekanik
yang berasal dari pembuluh darah aberan/tambahan dari ginjal yang menyilang pada
----------------------------------------------------------------------------------------------- RD-Collection 2002
daerah hubungan pelvio-ureter. Kelainan ini ditemukan pada 33% kasus sumbatan
hubungan pelvio-ureter dimana pembuluh darah arteri masuk melalui bagian bawah
Stenosis subpelvik merupakan kasus yang jarang, pada kasus ini terjadi hambatan ginjal pada bagian posterior dari ureter. Pembuluh darah arteri ini berasal dari
aliran urin dari pelvis ginjal ke ureter. Pada anak-anak merupakan penyebab percabangan arteri renalis atau aorta abdominalis. Penyebab lain adalah batu saluran
kelainan hidronefrosis bawaan, tapi kasus ini juga dapat ditemukan pada orang kemih, infeksi saluran kemih, striktur ureter pascaoperasi, striktur ureter pasca
dewasa. Penyebab kelainan ini biasanya bawaan/kongenital, namun dapat saja peradangan, metastasis tumor ganas pada ureter.
kelainan ini didapat dalam perkembangan hidup manusia. Pada kelainan bawaan Keluhan orang dewasa berupa nyeri pinggang yang hilang timbul sebagai akibat
penyebab tersering adalah gangguan motilitas hubungan pelvio-ureter sehingga bendungan berkala pelvis ginjal. Nyeri juga berhubungan dengan banyaknya orang
peristalsis dari pelvis ginjal ke ureter terhambat. Sedangkan penyebab yang didapat tersebut minum atau penggunaan obat-obat diuresis dengan meningkatnya produksi
berupa batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, striktur ureter pascaoperasi, urin. Disamping nyeri dapat pula timbul keluhan infeksi saluran kemih yang
striktur pasca peradangan, metastasis tumor ganas. berulang, nyeri perut, mual atau muntah.
Hidronefrosis merupakan kelainan yang paling awal ditemukan pada kasus stenosis dan hematuria dengan kemungkinan ren mobilis atau nephroptosis terutama pada
subpelvik, dapat ditemukan secara pemeriksaan fisik berupa massa yang teraba pada wanita usia lanjut dengan postur tubuh yang kurus.
daerah pinggang ataupun dengan alat sonografi berupa pelebaran pelvis ginjal dan Pemeriksaan radiologis penunjang pada kasus ini dilakukan pemeriksaan
kaliks ginjal. Dalam keadaan normal tekanan dalam pelvis ginjal nol dengan ultrasonografi ginjal kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan pielografi intravena
meningkatnya tekanan yang disebabkan oleh sumbatan atau aliran balik pelvis dan pielografi retrograd setelah diketahui fungsi ginjal pada pasien masih baik.
ginjal dan kaliks akan melebar. Derajat hidronefrosisi bergantung pada lama, Ultrasonografi dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal adanya hidronefrosis
tingkatan dan tempat sumbatan. Makin tinggi sumbatan akan makin berat efek yang namun tidak dapat untuk menentukan letak sumbatan. Sehingga penggunaanya
dapat timbul pada ginjal. sebatas untuk skrining dan monitoring hidronefrosis. Pemeriksaan pielografi
Penegakan diagnosis stenosis subpelvik dapat dilakukan dengan menggunakan intravena digunakan menilai fungsi dan anatomi dari parenkim ginjal dan sistim
ultrasonografi, pielografi intravena, pielografi retrograd, voiding cystourethrogram, pengumpul. Keuntungan pemeriksaan dengan pielografi intravena pada kasus ini
CT Scan, angiografi dan MRI. dapat terlihat pelebaran dari kaliks dan pelvis ginjal yang berbentuk corong sampai
Indikasi penanganan adalah timbulnya gejala-gejala yang berhubungan dengan bagian yang menyempit. Disamping itu pemeriksaan ini juga dapat dibedakan antara
sumbatan, gangguan kedua ginjal, gangguan salah satu ginjal yang progresif, stenosis subpelvik dengan kelainan insersi ureter letak tinggi. Kekurangannya
pembentukan batu saluran kemih dan infeksi. Tujuan penanganan adalah untuk pemeriksaan ini tidak dapat digunakan pada ginjal yang fungsinya jelek. Adakalanya
memperbaiki drainase ginjal dan fungsi ginjal. Penanganan kasus terbagi atas pemeriksaan pielografi intravena pada kecurigaan kasus stenosis subpelvik memberi
penanganan endourologis yang kurang invasif dan penanganan dengan operasi gambaran ureter yang normal sehingga perlu dilakukan pemeriksaan tambahan atau
terbuka. Penanganan endourologis seperti: Endopielotomi perkutan, Endopielotomi alternatif yang disebut pemeriksaan renografi diuresis atau renografi hidrasi yang
dengan balon kauter/Cautery Wire Balloon Endopyelotomy, Endopielotomi mulai luas digunakan untuk menilai pelebaran sistim pengumpul. Dengan
ureteroskopis dan Pieloplasti laparoskopis. Pada penanganan dengan operasi terbuka pemeriksaan ini pasien dilakukan hidrasi cairan sebelum pemeriksaan kemudian
terbagi atas operasi dengan reseksi ureter seperti: metode Dismembered Pyeloplasty, diberi Furosemid 0,3-0,5 mg/kgBB intravena dengan harapan terjadi diuresis karena
dan operasi tanpa reseksi ureter seperti metode flap Foley V-Y plasti, metode flap cairan banyak dikeluarkan sehingga pada pemeriksaan akan tampak peristalsis dari
spiral Culp-DeWeerd, flap vertical Scardino-Prince, metode Bonino dan Allemann, ureter dan pada lokasi mana peristalsis tidak dapat berlangsung. Pielografi retrograd
metode Fenger,metode Hryntschack Penangan operasi terbuka pada pertama kali secara detil dapat menampakkan letak sumbatan pada kasus stenosis subpelvik
dilakukan oleh Trendelenburg pada tahun 1886 namun tidak berhasil. Pada tahun terutama pada pasien-pasien dengan fungsi ginjal yang jelek sehingga tidak dapat
1891 Kuster berhasil melakukan operasi dengan memisahkan ureter kemudian dilakukan pemeriksaan pielografi intravena. Kekurangan pada pemeriksaan ini
menyambungkan kembali ureter dengan pelvis ginjal untuk yang pertama kalinya, kadang diperlukan tindakan anastesi untuk mengurangi nyeri pada saat pemeriksaan.
ditahun 1949 Andersen dan Hynes melakukan modifikasi dari tehnik operasi Kuster . Kombinasi dua pemeriksaan antara pielografi intravena dan pielografi retrograd
dengan melakukan anastomosis ureter dengan sisi bawah pelvis ginjal setelah pada pasien memberikan informasi yang cukup untuk mendiagnosis stenosis
membuang bagian yang melebar. subpelvik.1,2,3 Pemeriksaan angiografi sebaiknya dilakukan sebelum operasi untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya pembuluh darah yang menyilang atau
Secara embriologis perkembangan ureter mulai terbentuk pada usia kehamilan 4 pembuluh darah tambahan/aberan yang menyebabkan sumbatan ekstrinsik.
minggu sebagai suatu penonjolan yang disebut tunas ureter. Tunas ini akan Penanganan kasus ini dilakukan operasi terbuka dengan Pieloplasti metode
menembus jaringan metenefros dan melebar membentuk piala ginjal sederhana. Andersen-Hynes. Metode ini digunakan dengan alasan merupakan yang paling
Piala ginjal akan terbagi menjadi bagian kranial dan kaudal, yang akan menjadi sering digunakan oleh para ahli urologi, memberikan hasil secara anatomis dan
kaliks mayor. Tiap kaliks akan membentuk 2 tunas baru dan seterusnya hingga fungsi yang paling baik dan angka keberhasilan operasi yang cukup tinggi diatas
terbentuk kaliks minor. Pada minggu ke 10-12 kehamilan, ureter akan mengalami 95%.3,5 . Pada perawatan pascaoperasi kasus ini pemeriksaan pielografi antegrad
kanalisasi sampai terbentuk ureter yang normal . untuk menilai hasil penyambungan dilakukan pada hari ke 10 sebelum dilakukan
Pada kasus ini keluhan pasien pada awal kunjungan adalah nyeri pada perut bagian pelepasan bidai ureter. Dari kepustakaan sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah
bawah dan pinggang sebelah kanan yang kemungkinan disebabkan dari bidai ureter dilepas dan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi atau kebocoran dari
hidronefrosis ginjal kanan. Dalam kepustakaan keluhan yang paling sering diderita hasil penyambungan, sehingga dapat terlihat ureter dalam keadaan normal tanpa
oleh pasien adalah nyeri yang hilang timbul pada pinggang atau pada perut kurang adanya bidai. Kekhawatiran adanya kebocoran setelah dilepasnya tabung nefrostomi
lebih pada 50% pasien, keluhan benjolan di pinggang pada 50% pasien dan infeksi juga menyebabkan drain retroperitoneal agak lambat dilepas, dari kepustakaan yang
salurang kemih berulang pada 30% pasien. Keluhan nyeri pinggang terutama saat ada sebaiknya dilepas setelah hari ke 10 pacaoperasi setelah diyakini tidak ada
berdiri perlu diwaspadai jika disertai dengan mual, menggigil, takikardia, oliguria kebocoran.
Sarkoma Ginjal ------------------------------------------- RD-Collection 2002
Bila ada, gejalanya akan terkait dengan efek massa tumor atau dengan invasi
. setempat (lokal). Sumbatan atau perdarahan saluran cerna, pembengkakan
ekstremitas bawah, atau nyeri merupakan gejala-gejala pertama yang berujung pada
ditemukannya leiomyosarkoma pada ginjal.
Sarkoma ginjal adalah tumor ganas ginjal pada orang dewasa yang jarang dijumpai Pemeriksaan CT-Scan abdomen merupakan sarana terbaik untuk mengevaluasi
(1-2 % dari semua keganasan pada ginjal, tetapi insiden meningkat dengan leiomyosarkoma ginjal. CT-Scan tidak hanya melihat lokasi tumor dan hubungannya
bertambahnya usia. Menurut definisi, sarkoma ginjal merupakan keganasan yang dengan organ-organ di sekitar, tapi juga mengidentifikasi lesi metastasis di hepar
berasal dari mesenkim pada ginjal, yang biasanya terdapat pada jaringan otot, atau di rongga peritoneum. Juga, CT-Scan abdomen mampu mengetahui tumor
lemak dan jaringan ikat. Perjalanan klinis sarkoma bervariasi tergantung pada perlemakan maupun metastasis intraabdomen. Untuk pelvis, semua kelebihan
subtipe dan stadium histologisnya. Tumor ini lebih sering ditemukan pada pemeriksaan CT ini sangat relevan sifatnya, selain mampu menentukan invasi pada
perempuan daripada laki-laki yaitu 2:1, dan sangat sulit atau tidak mungkin tulang.
dibedakan dengan renal sel karsinoma. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terinci dapat membantu dan mengarahkan
Dari klasifikasi tumor mesenkim pada ginjal, leiomyosarkoma adalah tumor yang kita pada pemeriksaan lanjutan yang diperlukan. Pemeriksaan testis, ultrasonografi
paling banyak yaitu sebesar 50- 60%. Pada pemeriksaan CT Scan abdomen, tumor dan pengukuran serum β-hCG, harus dilakukan bila ada dugaan kanker testis dengan
ini biasanya ditemukan terletak di tepi dan tampak keluar dari kapsul ginjal atau metastasis retroperitoneal. Pada pasien dengan limfedenopati, kita bisa memakai
jaringan otot polos pada dinding pelvis renalis. Biasanya leiomyosarkoma pada biopsi eksisi atau jarum pada limfonodus yang membesar untuk mencari tahu ada
ginjal, gejala dan tanda klinis yang penting sama dengan renal sel karsinoma yaitu tidaknya limfoma. Bila tumor sepertinya berasal dari lambung, pancreas atau
nyeri pinggang (40-50%), hematuria (60%) dan massa di pinggang (30%). duodenum, maka sebagai test diagnostiknya dapat dilakukan endoskopi saluran
Jarangnya kasus leiomyosarkoma pada ginjal, ditambah dengan luasnya subtipe cerna atas dengan biopsi. Bila diagnosis-diagnosis ini bisa disingkirkan atau
histologis, mempengaruhi kita akan tumor ini dan memperlambat pengembangan kemungkinannya dianggap kecil maka sarkoma merupakan diagnosis yang paling
terapi yang efektif. mungkin.
HISTOPATOLOGI PENANGANAN
Sarkoma pada ginjal diyakini berasal dari sel stem mesenkim yang ada di jaringan 1. Radikal Nefrektomi
otot, lemak dan jaringan ikat. Asal dari sel stemnya sendiri belum jelas, dan kadang Leiomyosarkoma pada ginjal memberikan tantangan tersendiri yang
bahkan asal mesenkimalnya juga tidak jelas (seperti sarkoma neuron atau myelin, membedakannya dari bentuk sarkoma jaringan lunak lain pada ekstremitas.
sarkoma stroma gastrointestinal). Dua teori yang berpengaruh bahwa sel mesenkim Kesulitan dalam manajemen leiomyosarkoma ginjal diakibatkan oleh ukurannya
ditemukan di jaringan setempat atau meningkat dari sumsum tulang. Kira-kira yang besar dan rumitnya anatomi retroperitoneum. Tindakan radikal nefrektomi
setengah dari sarkoma pada ginjal adalah stadium yang sudah lanjut. Subtipe merupakan pilihan pada leiomyosarkoma ginjal.
histologis sarkoma pada ginjal yang sering ditemui selain leiomyosarkoma adalah
liposarkoma, fibrosarkoma, rhabdomyosarkoma. 2. Terapi radiasi
Mikroskopis leiomyosarkoma ginjal ditentukan oleh gambaran kepadatan seluler Beberapa peneliti telah mengkaji berbagai metode untuk menurunkan insidensi
dengan adanya sel-sel datia anaplastik bentuk tidak menentu (bizarre) dan gambaran kegagalan lokal yang terjadi setelah radikal nefrektomi. Kalau dilihat dari bukti yang
mitosisnya. mendukung perbaikan control lokal penyakit dengan pemakaian radioterapi untuk
sarkoma pada badan dan ekstremitas, terapi radiasi digunakan secara luas sebagai
DIAGNOSIS pelengkap operasi leiomyosarkoma pada ginjal.
Leiomyosarkoma pada ginjal hampir selalu muncul sebagai massa abdomen, sering
kali tanpa gejala. Meskipun median usia pasien rata-rata adalah 50 tahun, 3.Kemoterapi
leiomyosarkoma pada ginjal bisa muncul pada umur berapa pun dan angka Manfaat kemoterapi dalam terapi leiomyosarkoma pada ginjal masih kontroversial,
kejadiannya lebih banyak pada perempuan dari pada laki-laki. Pada sebagian besar sementara bukti-bukti yang ada masih beragam mutunya (tidak konsisten). Sebagian
kasus, leiomyosarkoma yang lebih kecil dari 5 cm jarang selaki terlihat karena besar laporan studi yang telah diterbitkan masih terfokus pada tumor yang muncul di
leiomyosarkoma seukuran ini biasanya tidak diperhatikan pasien sampai ukurannya ekstremitas. Dalam studi-studi yang memasukkan juga leiomyosarkoma ginjal hanya
menjadi lebih besar. menempati sebagian kecil proporsi dari total jumlah tumor yang diterapi.
Doxorubicin, ifosfamide dan dacarbizine telah diketahui memiliki aktivitas sebagai
obat tunggal yang signifikan untuk terapi leiomyosarkoma ginjal. Sementara laporan
tentang kombinasi obat yang tersedia menunjukkan kalau kombinasi lebih baik
dibanding obat tunggal, masih sedikit sekali bukti dari studi acak prospektif yang
mendukung argumen ini.
PANDUAN SURVEILANS
Ada beberapa pertimbangan yang muncul ketika kita mau memutuskan rencana
surveilans (pengawasan) yang tepat untuk pasien setelah terapi leiomyosarcoma
ginjal. Pengaruh deteksi dini rekurensi terhadap terapi dan outcome bervariasi sesuai
dengan lokasi anatomis dari penyakit yang rekuren tersebut. Untuk leiomyosarkoma
pada ginjal kegagalan biasanya terjadi dalam abdomen dan di hepar, dan rekurensi
tambahan sebesar 20 - 30% melibatkan paru-paru. Maka strategi pengawasan harus
mencakup pemeriksaan fisik, CT abdomen, dan rontgen toraks.
Insidensi rekurensi leiomyosarkoma ginjal paling tinggi di awal masa pascaoperasi,
dan perlu disiapkan jadwal evaluasi. Panduan terbaru dari National Comprehensive
Cancer Network untuk surveilans leiomyosarkoma ginjal menganjurkan agar pasien
dengan penyakit stadium awal menjalani pemeriksaan fisik dengan CT
toraks/abdomen/pelvis setiap 3 sampai 6 bulan selama 2 sampai 3 tahun, dan
selanjutnya tiap tahun. Untuk pasien dengan stadium tinggi, mereka harus menjalani
pemeriksaan fisik dengan CT toraks/abdomen/pelvis setiap 3 sampai 4 bulan selama
3 tahun, lalu tiap 6 bulan selama 2 tahun, dan selanjutnya tiap tahun.
Sesuai dengan kepustakaan, pada kasus leiomyosarkoma pada ginjal, hampir selalu
muncul sebagai massa abdomen sering tanpa gejala. Dan ditemukan adanya kelainan
pada ginjal secara tidak sengaja pada intra operatif oleh bedah digestif.
Kemungkinan karena proses yang berjalan lambat dan sangat lama, meskipun
menimbulkan benjolan di perut kanan atas, tidak nyeri, tidak didapatkan keluhan
adanya hematuria, tetapi berak bercampur darah, sehingga pada saat masuk rumah
sakit, tidak langsung rawat bersama dengan bedah urologi. Manifestasi sistemik juga
tidak muncul, karena fungsi ginjal masih baik.
Anatomi
Penis terdiri dari 2 buah korpus kavernosum dan 1 buah korpus spongiosum
tempat di mana urethra berada. Pangkal penis menempel pada perineum di dalam
kantung superficial.
Korpus kavernosum
Berhubungan dengan tuberositas isciadicum dari tulang pelvis membentuk
bagian utama dari badan penis, kedua korpus kavernosum dipisahkan oleh
suatu septum yang selanjutnya menjadi otot pectineus di bagian distal,
sehingga terdapat hubungan peredaran darah antara keduanya. Korpus
kavernosum dilapisi oleh suatu lapisan kolagen tunika albugenia yang kuat.
Serabut pada lapisan luar tersusun longitudinal dan sirkuler pada lapisan .
dalam. Lapisan ini membentuk lapisan yang berlekuk-lekuk pada saat penis
lemas dan akan menjadi tegang dan ketat pada saat ereksi. Terdapat
sekumpulan otot polos yang tersusun tranversal sebagai jaringan erektil yang
membentuk endothelium-line sinus kavernosus. Pada distal dari pars bulbaris,
korpus kavernosus meruncing dan berjalan ke bagian bawah penis ( ventral )
dan menutupinya membentuk glans penis,yang dipisahkan oleh batang penis
oleh corona penis.
Korpus spongiosum
Terdapat di daerah ventral penis pada garis tengah, melekat pada diafragma
urogenital di daerah proksimalnya. Pada tempat itu korpus spongiosum diliputi
oleh muskulus bulbospongiosum. Pada korpus spongiosum dilewati oleh
sepanjang bagian urethra anterior, mulai dari membrane perineum. Urethra
anterior melebar pada pars bulbaris dan glanular dan menyempit pada daerah
meatus urethra eksterna. Pada bagian dorsal korpus kavernosum diliputi oleh
fasia buck yang melanjutkan diri ke bagian ventral untuk menutupi korpus
spongiosum. Di bawah kulit penis ( dan juga skrotum ) terdapat suatu lapisan
yang berjalan dari pangkal penis sampai ke diafragma urogenital disebut fasia
Colles yang melanjutkan diri ke dinding perut bawah sebagai fasia Scarpa..
Penis dan juga urethra mendapatkan aliran darah dari arteri pudenda interna yang
masuk melalui kanalis Alcock diatas membrane perinealis yang berakhir dengan
membagi diri menjadi 3 cabang yaitu arteri pudenda interna yang menembus korpus
kavernosum pada hilum penis untuk mencapai bagian tengah dari korpus
kavernosum dan memperdarahinya, arteri dorsalis penis yang berjalan diantara crus
penis dan tulang pubis untuk mencapai bagian dorsal penis bersama dengan arteri
bulbourethralis yang menembus membrane perinealis masuk ke dalam korpus
spongiosum dan memperdarahi korpus spongiosum, glans penis dan urethra
Vena dorsalis penis bercabang menjadi vena dorsali penis superficial yang terletak Suatu postulat menyatakan bahwa smegma yang terdapat di bawah kulit preputium
di sebelah luar dari fasia Buck dan vena dalam yang terletak di antar arteri dorsalis yang fimosis dapat menyebabkan suatu peradangan kronis yang selanjutnya dapat
penis dan muncul dari fasia Buck. Vena-vena ini berhubungan dengan plexus berubah menjadi proses keganasan. Infeksi virus diduga menjadi penyebab,
pudendalis yang mengalir ke dalam vena pudenda interna. dikaitkan dengan proses infeksi virus yang diduga pula menjadi penyebab kanker
Aliran limfatik yang berasal dari kulit penis mengalirkan isinya ke kelenjar getah serviks uteri.
bening inguinal superficial dan subinguinal, sedangkan yang berasal dari glans penis
mengalirkan cairan limfe ke kelenjar getah bening subinguinal dan liaka eksterna. Lesi Pre Kanker
Aliran limfe dari urethra masuk ke kelanjar getah bening iliaka interna dan iliaka Terdapat beberapa gambaran histologi dari beberapa lesi-lesi jinak penis yang
komunis. diketahui memiliki potensi menjadi ganas berkaitan erat dengan pertumbuhan
Nervus dorsalis penis memberikan persarafan sensoris pada penis. Saraf ini berjalan karsinoma sel skuamosa. Pada suatu penelitian yang melibatkan banyak sample
mengikuti arteri dorsalis penis dan memberikan persarafan pada glans penis. memperlihatkan hasil 42% pasien dengan karsinoma sel skuamosa memiliki riwayat
Cabang-cabang kecil dari nervus perinealis memberikan persarafan pada bagian dengan lesi pre kanker ( Bouch dkk,1989 ). Meskipun angka insiden dari lesi-lsei
ventral penis di dekat urethra terus ke distal sampai ke glans penis. Nervus prekanker itu yang akhirnya berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa belum
kavernosus yang memberikan persarafan simpatik dan parasimpatik berasal dari diketahui, namun kesemua lesi tersebut berkaitan dengan penyakit ini.
pleksus pelvikus berjalan menembus korpus kavernosum dan membentuk rami-rami Terdapat beberap lesi-lesi jinak pada penis yang dikaitkan dengan timbulnya
pada korpus kavernosum. Tonus simpatis bekerja menghambat terjadinya ereksi karsinoma penis, yaitu :
sedangkan tonus parasimpatis yang melepaskan asetilkolin, nitrit oksida dan Cutaneus Horn
vasoactive intestinal polypeptida menyebabkan relaksasi otot polos kavernosum dan Merupakan kasus yang jarang. Biasanya berkembang dari suatau lesi pada kulit
pembuluh darah arteri, yang diperlukan pada proses ereksi. misalnya: kutil/wart, nevus, lecet oleh karena trauma, atau keganasan, dan
biasanya tumbuh dengan cepat dan terdapat kornifikasi epitel yang membentuk
tonjolan yang padat. Secara mikroskopis terlihat hiperkeratosis, diskeratosis dan
akantosis. Kelainan ini memerlukan tindakan eksisi yang meliputi bagian kulit
Carsinoma Penis
yang sehat disekitar batas lesi. Lesi ini memiliki kemungkinan untuk kambuh
dan pada pemeriksaan biopsi selanjutnya dapat mengalami perubahan menjadi
------------------------------------RD-Collection 2002
lesi ganas meskipun ada biopsy sebelumnya memberikan hasil yang jinak
Kanker penis merupakan keganasan yang jarang, insiden di dunia 0,1 – 7,9 per Pseudoepiteliomatous Micaceous dan Balanitis Keratosis
100.000 laki-laki. Di Eropa insidennya 0,1 – 0,9 per 100.000 laki-laki dan di Keduanya merupakan lesi yang sangat jarang. Lesi-lesi ini memperlihatkan
Amerika Serikat insidennya 0,7 – 0,9 kasus per 100.000 laki-laki. Sedangkan di gambaran hiperkeratosis, pertumbuhan micaceous pada glans dan secara
Negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan insidensnya meningkat cukup mikroskopis dapat memperlihatkan beberapa gambaran seperti pada karsinoma
bermakna yaitu 19 kasus per 100.000 laki-laki. Di negara-negara tersebut kasus verukosa. Lesi ini cenderung untuk rekuren dan muncul kembali sebagi bentuk
kanker penis meliputi 10 – 20% dari seluruh kasus keganasan pada pria. awal dari tumor. Lesi ini dapat dilakukan tindakan eksisi, laser ablation dan
Beberapa pembicaraan mengenai kanker penis haruslah mengawalinya dengan cryoterapi. Lesi-lesi ini memerlukan tindakan seagresif mungkin dan evaluasi
mengemukakan bentuk jinak dan ganas dari tumor pada penis. Pada beberapa lesi yang ketat.
pada penis menunjukan suatu kelainan yang jelas jinak , namun pada beberapa lesi
yang lain dapat berkembang menjadi ganas. Penjelasan mengenai gambaran lesi Balanitis xerotica obliterans
tesebut untuk menentukan anatomi, etiologi dan histologinya,kaitannya dengan Merupakan varian dari lichen sclerosis dan atropicus yang megenai kelamin,
karsinoma sel skuamosa yang merupakan keganasan tersering yang mengenai muncul sebagai suatu lesi keputih-putihan yang menempel pada prepusium atau
penis, begitupula kaitannya dengan keganasan-keganasan lain yang mengenai penis. glans, seringkali mengenai meatus dan kadang-kadang meluas ke fossa
Pada kanker penis lokasi tersering adalah glans meliputi 48% , prepusium 21% dan navikularis. Kelainan ini mungkin multiple dan dapat membentuk suatu
yang mengenai kedua tempat tersebut 9%, sulkus kororonarius 6% , sedangkan gambaran seperti mozaik. Dapat pula terjadi suatu laserasi pada glans,meatus
batang penis kurang dari 2% . Salah satu yang dianggap menjadi penyebab utama terlihat berwarna keputihan,terindurasi dan edema, dapat pula terjadi stenosis
dari kanker penis adalah buruknya higien penis. Penyakit ini tidak ditemukan pada pada meatus. Kelainan ini lebih sering terjadi pada orang tidak dilakukan
laki-laki yang dilakukan sirkumsisi pada saat/sesaat setelah lahir. sirkumsisi dan muncul pada usia pertengahan.
Meskipun subtype HPV telah diteliti dengan seksama, tapi masih dalam proses
Gejala yang timbul berupa nyeri, rasa tidak enak pada penis, nyeri yang hebat perkembangan dalam mengetahui potensi agresifitas lesi-lesi tersebut, yang akan
pada saat ereksi dan hambatan berkemih. Penatalaksanaan kelainan ini berupa membantu untuk merencanakan pengobatan.
pemberian kortikosteroid krem topical, injeksi kortikosteroid dan tindakan eksisi Pengobatan dengan podophylin atau trichloroacetic diketahui pasti mampu
atau bahkan memerlukan tindakan meatoplasti. Dari beberapa laporan mengatasi lesi-lesi kecil. Podophylin 0,5 – 1% digunakan seminggu sekali
menunjukan kaitan antara lesi ini dengan karsinoma sel skuamosa dan selama 2 – 6 minggu ( culp dkk,1994; Kinghorn dkk,1988 ). Dengan tindakan
pertumbuhan kearah ganas terjadi bahkan jauh setelah dilakukan pengobatan sirkumsisi dapat menghilangkan lesi pada prepusium. Untuk menghindari
pada lesi balanitis xerotica obliterans. terjadinya maserasi, ulserasi dan infeksi sekunder dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan eksisi. Tindakan pembedahan telah digunakan secara luas dalam
Leukoplakia mengobati condyloma acuminatum. Pada pasien dengan lesi yang sulit dijangkau
Lesi ini memperlihatkan gambaran plak berwarna keputih-putihan yang soliter misalnya pada lesi intraurethra, dapat digunakan pediatric resectoscope. Selain
atau multiple, sering mengenai meats urethra. Secara histology tampak itu dapat pula digunakan kream 5-fluorouracil setiap minggu selama 3 minggu,
hiperkeratosis, parakeratosis dan hipertrofi dengan edama dan infiltrasi limfosit. ini mampu menghilangkan lesi pada urethra. Beberapa interferon juga digunakan
Menghilangkan iritasi kronis dan sirkumsisi diindikasikan untuk mengatasi untuk mengobati condyloma acuminatum. Pada suatu penelitian memperlihatkan
kelainan ini. Kelainan ini telah diketahui memiliki keterkaitan dengan karsinoma hasil interferon alpha-2b mampu mengobati condyloma acuminatum secara
sel skuamosa dan karsinoma verukosa. Selain itu terdapat pula lesi-lesi pre efektif
kanker yang dikaitkan dengan infeksi virus. Human papilloma virus ( HPV )
tampaknya dikaitkan dengan Condyloma akuminatum dan Bowenod papulosis. Bowenoid Papulosis
Sedangkan Human herpes virus ( HHV-8 ) diketahui berkaitan dengan karsinoma Adanya lesi pre kanker pada kanker penis telah diketahui sejak lama, pertama
Kaposi. kali dikemukakan oleh Queyret ( 1911 ). Bowenoid papulosis yang secara
histologis memiliki kesamaan dengan gambaran karsinoma in situ namun
Condyloma acuminatum merupakan bentuk lesi yang jinak ( kopf dan Bart,1977 ).
Secara umum Condyloma acuminatum yang tampak sebagi lesi yang lunak, Bowenoid papulosis terlihat sebagai papul-papul yang multiple pada kulit penis
papillomatous merupakan lesi yang jinak. Pada laki-laki condyloma paling atau kulit vulva, biasanya muncul pada usia dekade ke 2 atau 3. Secara
banyak ditemukan di glans, batang penis dan prepusium. Pada 5% kasus makroskopis lesi ini terlihat berpigmen dengan ukuran 0,2 – 3 cm, dengan
terdapat lesi pada urethra yang dapat pula meluas ke urethra pars prostatika. lesilesi kecil yang bersatu membentuk lesi yang besar. Diagnosis kelainan ini
Secara mikroskopis condyloma acuminatum memperlihatkan gambaran harus dikonfirmasi dengan biopsy. Meskipun secara histology kelainan ini
keratinisasi pada lapisan luar yang menutupi jaringan papiler dengan jaringan memperlihatkan gambaran sebagai karsinoma in situ tetapi bentuk klinisnya
penyokongnya. menunjukan Bowenoid papulosis pasti jinak ( Su & Shipley,1997 ).
Human papiloma virus tipe 6,11, 42,43,dan 44 merupakn tipe yang dikaitkan
dengan condyloma acuminatum yang besar dan displasi grade rendah. Tipe
16,18,31,33 dan 39 memiliki kaitan yang erat dengan kegansan ( Smotkin dkk, KARSINOMA SEL SKUAMOSA PENIS
1989 ). Pada sebagian besar penelitian saat ini mengemukakan bahwa suatu Karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan tersering pada penis, meliputi 95 %
tumor virus transforming proteins dari HPV tipe 16 dan 18 ( terutama protein E6 dari seluruh lesi ganas yang mengenai penis. Tipe-tipe karsinoma sel skuamosa
dan E7 ) memiliki target pada tumor suppressor gene yang memproduksi pRb berdasarkan gambaran patologinya :
dan p53 dan dapat menjadi penyebab timbulnya kanker penis ( Levi dkk,1998; Tipe klasik
Griffith & mellon,1999 ). Protein E6 berikatan dengan protein supresor tumor Tipe basaloid
p53 menyebabkan terjadinya degradasi yang cepat, selanjutnya mengakibatkan
Tipe Verrucous dan variasinya ( Warty carcinoma, Verrucous carcinoma,
instabilitas kromosom, mutasi DNA dan aneuploidi. Protein E7 berikatan dengan
Papillary carcinoma, hybrid verrucous carcinoma, mixed carcinoma
phosphorylates dari protein retinoblastoma pRb menyebabkan dilepaskannya
Sarcomatoid
transcription factor E2F yang selanjutnya mengktivasi proses mitosis ( zur
Hausen, 1996 ). Infeksi HIV dapat menjadi predisposisi munculnya Adenoskuamosa
pertumbuhan yang cepat karsinoma sel skuamosa pada pasien dengan lesi
condyloma ( Sanders,1997 ).
Karsinoma in situ Karsinoma penis sangat jarang terjadi pada orang Yahudi yang melakukan
Karsinoma in situ pada penis seringkali disebut sebagai erytroplasia Queyrat jika sirkumsisi pada saat bayi, begitupula pada orang Amerika Serikat yang mengalami
lesi ini mengenai glans penis, prepusium atau batang penis dan jika hanya sirkumsisi pada saat bayi insidensinya hanya kurang dari 1%, sebaliknya pada orang
mengenai perineum dan daerah sekitar genitalia disebut sebagai penyakit Afrika dan Asia yang tidak menglami sirkumsisi insidensinya mencapai 10%-20%.
Bowen’s. Secara epidemiologis dan riwayat penyakitnya, lesi ini berkaitan Pada masyarakat Muslim di India yang melakukan sirkumsisi pada usia prepubertas
dengan karsinoam penis stadium awal dan sudah diketahui lesi karsinoma in situ angka insidensi karsinoma penis jauh lebih banyak dari pada masyarakat Yahudi
dapat berkembang menjadi karsinoma penis yang invasif. Lesi erytroplasia India. Hal ini diduga bahwa terdapat suatu periode kritis yang mana paparan suatu
Queyrat dikemukakan pertama kali oleh Queyrat sebagai sebuah lesi yang agen penyebab ( etiologic agent ) terjadinya karsinoma penis sudah terbentuk pada
kemerahan, dengan permukaan seperti beludru, berbatas tegas pada glans penis masa pubertas/remaja begitu pula pada saat dewasa, sehingga tindakan sirkumsisi
atau prepucium. Lesi ini dapat berbentuk ulkus yang nyeri dan terdapat sudah tidak efektif lagi mencegah terjadinya karsinoma penis.
discharge. Secara histologis terdapat sel-sel atipik pada mukosa yang mengalami Data epidemiologi memperlihatkan hubungan karsinoma penis dengan infeksi yang
hyperplasia dengan vakuolisasi, disorientasi, hiperkromatisasi inti sel. Pada terjadi saat hubungan seksual. Penelitian oleh Graham ( 1979 ) memperlihatkan
submukosa terlihat adanya proliferasidan pelebaran kapiler yang dikelilingi sel- bahwa perempuan yang bersuamikan penderita karsinoma penis memiliki resiko 3
sel radang. kali lipat untuk menderita kanker serviks uteri. Pada penelitian oleh Barraso dkk (
1987 ) menunjukkan hal sebaliknya yang mana laki-laki yang beistrikan perempuan
Karsinoma Penis Invasif yang menderita karsinoma serviks intraepithelial memiliki insidensi yang tinggi
Di Amerika Serikat dan Eropa, karsinoma penis meliputi 0,4%-0,6% dari seluruh untuk menderita karsinoma penis interepitelial. Pada 4 penelitian yang pernah
keganasan pada laki-laki. Keganasan ini paling sering mengenai orang usia dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara karsinoma penis dan
lanjut, dengan lonjakan insiden terjadi pada usia dekade ke 6 dan mencapai paparan produk tembakau. Di hipotesakan bahwa produk temabakau dapat berperan
puncaknya pada dekade ke 8, namun demikian karsinoma penis tidak jarang pada saat infeksi HPV yang berkaitan dengan timbulnya peradangan kronis yang
terjadi pada orang yang lebih muda. Pada sebuah penelitian, terdapat 22% pasien akhirnya menyebabkan tranformasi kearah ganas. Resiko ini terjadi pula pada
yang berusia dibawah 40 tahun dan 7% dibawah 30 tahun ( Dean,1935 ), juga keganasan-keganasan anogenital lain.
pernah dilaporkan bahwa keganasan diderita oleh anak-anak ( Kini,1944;
Narasimharao, 1985 ). Pada penelitian terakhir dinyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan rasial pada insidensi karsinoma penis. 1 Perjalanan Penyakit
Pada awalnya karsinoma penis muncul sebagai sebuah lesi kecil, yang secara
bertahap meluas ke seluruh glans, batang dan korpus penis. Lesi tersebut dapat
berbentuk papiler dan eksofitik atau flat dan ulseratif. Fasia Buck’s dapt menjadi
Etiologi barier sementara pada penyebaran lokal tumor yang melindungi korpus penis dari
a. Tindakan sirkumsisi invasi tumor. Penyebaran ke fasia Buck’s dan tunika albugenia menuju korpus penis
b. Higienitas penis dan berpotensi menjadi suatu penyebaran ke pembuluh darah. Karsinoma penis
c. Banyaknya partner seksual jarang menyebar ke urethra dan vesika urinaria.
d. Infeksi Human papilloma virus Metastase jauh secara limfogen berawal dari penyebaran tumor ke kelenjar getah
e. Paparan produk tembakau ( rokok ) bening femoral dan iliaka. Saluran limfe prepitium membentuk hubungan dengan
f. Dan beberapa faktor lainnya saluran limfe kulit penis yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar getah bening
inguinal superficial ( di luar dari fasia lata ). Saluran limfe dari glans penis akan
Tindakan sirkumsisi yang dilakukan pada bayi diketahui dapat mencegah timbulnya berhubungan dengan korpus penis dan mengalirkan isinya ke kelanjar getah bening
karsinoma penis, Karena dapat menghilangkan suatu daerah yang tertutup pada inguinal bagian dalam. Penyebaran limfogen akhirnya menyebabkan nekrosis kulit,
preputium yang menjadi tempat berkembangnya karsinoma penis. Iritasi kronis yang infeksi kronis dan kematian yang disebabkan sepsis atau perdarahan sekunder akibat
timbul oleh karena smegma ( dihasilkan dari aktifitas bakteri terhadap sel kulit yang infiltrasi ke dalam arteri femoralis. Adanya metastase jauh ke paru, hati, tulang dan
terkelupas ) telah dikemukakan menjadi zat penyebab terjadinya karsinoam penis, otak secara klinis sulit untuk di deteksi dan dilaporkan hanya 1%-10%. Seperti pada
meskipun bukti bahwa smegma merupakan suatu zat karsinogen belum ditegakkan keganasan lain, metastase merupakan bentuk lanjut setelah pengobatan penyakit
secara pasti. lokal. Tidak pernah terjadi metastase jauh tanpa diawali timbulnya metastase ke
kelenjar getah bening regional.
Tanda dan gejala Ditemukan adanya pembesaraan kelenjar getah bening, maka hal yang harus
Adanya lesi pada penis biasanya menyadarkan pasien akan adanya kanker penis. dinilai adalah :
Terlihat adanya lesi indurasi yang halus sampai adanya papul, pustule, tonjolan a. Diameter kelenjar atau massa.
seperti kutil atau kadang sebuah lesi eksopitik. Dapat pula terlihat gambaran erosi b. Lokasi, apakah bilateral atau unilateral
kulit yang dangkal atau ulkus yang dalam dengan tepi yang menonjol. Akhirnya lesi c. Jumlah kelenjar yang membesar pada masing-masing area.
erosif dapat mencapai preputium menimbulkan bau disertai dengan adanya d. Kelenjar atau massa terfiksir atau tidak
discharge dengan atau tanpa perdarahan. e. Hubungannya dengan jaringan sekitar ( kulit, ligamentum Cooper )
Kanker penis dapat timbul di mana pun pada penis. Tempat yang paling sering f. Terdapat udem pada tungkai atau tidak
adalah glans ( 48% ) dan preputium ( 21% ) atau mengenai keduanya ( 9 % ), korona
( 6% ), batang penis ( <2% ). Tempat-tempat yang sering ( glans, preputium dan Pada 50% pasien dengan pembesaran kGB inguinal yang ditemukan saat dilakukan
corona ) menjadi tempat predileksi kanker penis diduga karena tempat tersebut penegakkan diagnosis proses aktifitas KGB terhadap proses peradangan jaringan
secara terus menerus menerima paparan iritasi ( smegma, HPV ) di dalam sekitar, sebaliknya hampir 100% pasien dengan pembesaran KGB yang ditemukan
preputium. Adanya massa, ulkus, supurasi dan perdarahan pada inguinal sangat selama perawatan merupakan suatu metastase. Sehingga merupakan suatu keharusan
jarang, juga invasi tumor ke korpus penis dapat menyebabkan timbulnya retensi urin untuk melakukan pemeriksaan KGB inguinal beberapa minggu setelah terapi
atau fistula urethrocutan. Pemeriksaan yang hati-hati pada daerah inguinal diperluka terhadap lesi primer. Pengguanaan CT-scan dan MRI lebih memiliki manfaat pada
karena pada 50% ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening inguinal. saat menentukan staging dibanding untuk kepentingan deteksi dini.
Lesi yang muncul tanpa disertai nyeri merupakan gejala tumor ini. Badan yang Kecurigaan terjadinya metastase jauh hanya dipikirkan jika terbukti terdapat
lemah, hilangnya berat badan, fatigue dan malaise dapat timbul karena adanya pembesaran kelenjar getah bening inguinal. Pemeriksaan CT-scan abdomen dan /
peradangan kronis. Lesi pada penis sering mengalami perdarahan, sehingga timbul pelvis dilakukan untuk melihat kelenjar getah bening pelvis dan retroperitoneal pada
anemia serta adanya lesi nodul pada penis. pasien dengan pembesaran KGB inguinal, namun pemeriksaan ini tidaklah menjadi
Untuk melakukan penegakkan diagnosis kanker penis merupakan suatu yang penting metode diagnostic rutin. Pemeriksaan foto thoraks dilakukan pada pasien dengan
melakukan pemeriksaan secara seksama terhadap lesi primer pada penis, kelenjar pembesaran / massa di KGB inguinal dan pemeriksaan bone scan hanya dilakukan
getah bening regional dan kemungkinan adanya metastase jauh, hal ini juga jika terdapat gejala pada tulang ( nyeri ).
diperlukan saat melakukan evaluasi / follow up. Pasien dengan lesi yang dicurigai
merupakan lesi primer tumor penis harus dilakukan pemeriksaan secara teliti dan hal Diagnosis Banding
ini sudah cukup menentukan dalam menegakkan diagnosis dan staging tumor serta Seperti yang telah dikemukan sebelumnya, setiap lesi pada kulit penis harus
keputusan untuk melakukan pengobatan. Hal-hal yang harus di dokumentasikan dibedakan dengan lesi lain yang disebabkan oleh infeksi. Lesi ulkus chancre
adalah : sifilitika yang tidak menimbulkan nyeri harus dibedakan dengan lesi ulkus pada
1. Ukuran / diameter lesi atau area yang dicurigai. kanker penis ( biasanya ulkus chancre menimbulkan nyeri yang hebat ).
2. Lokasi lesi pada penis. Pemeriksaan serologi dan lapang gelap dapat membedakannya dengan lesi pada
3. Jumlah lesi kanker penis. Pada pemeriksaan biakan kuman harus ditemukan kuman
4. Morfologi dari lesi ; lesi papiler, noduler, ulseratif atau flat. Haemophilus ducreyi. Condyloma acuminatum yang merupakan lesi prekanker pada
5. Hubungn lesi dengan struktur sekitar, misal : submukosa, corpus spongiosa, penis muncul dengan gambaran makroskopis yang mirip dengan kanker penis dapat
korpus kavernosa dan urethra. dibedakan dengan pemeriksaan biopsy.
6. Warna dan batas lesi
POLA PENYEBARAN TUMOR
Pemeriksaan sitologi dan biopsy merupakan suatu yang mutlak dilakukan sebelum Pada awalnya karsinoma penis invasif terlihat sebagai lesi ulseratif atau papiler yang
melakukan terapi, tujuannya adalah selain untuk mengkonfirmasi diagnosis klinis secara perlahan tumbuh sampai mengenai seluruh bagian glans dan batang penis.
yang dibuat dengan diagnosis patologi juga untuk menentukan grading dari tumor. Adanya fasia Buck’s menjadi barrier terhadap penyebaran tumor ke korpus penis
Pemeriksaan yang seksama pada daerah inguinal diperlukan, jika pada pemeriksaan : dan penyebaran secara hematogen.
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening inguinal, maka tidak ada indikasi Preputium dan kulit batang penis mengalirkan limfenya ke kelenjar getah bening
untuk dilakukan pemeriksaan histology atau imaging. Pemeriksaan sentinel node inguinal superficial, sedangkan glans dan korpus penis ke kelenjar getah bening
biopsy tidak disarankan karena tingginya angka positif palsu ( 9-50%). inguinal superficial dan dalam ( di bawah fasia lata ). Adanya hubungan antara
aliran sisi kanan dan kiri menyebabkan penyebaran dapat mengenai kedua sisi
ingunal.
Dari kelenjar getah bening inguinal aliran diteruskan ke kelenjar getah bening Terdapat pembagian kelompok berdasarkan analisa faktor resiko ( analysis of rsk
pelvis. Penyebaran ke kelenjar getah bening femoral dapat menyebabkan nekrosis factor ) pada pasien dengan lesi primer tanpa pembesaran / massa di inguinal ( N0 ),
kulit dan infeksi atau erosi pembuluh darah femoral dan perdarahan. Metastase jauh yaitu:
dijumpai pada kurang dari 10% kasus dan biasanya mengenai paru, hati, tulang dan Kelompok resiko rendah ( Low-risk group ) Terdapat mikrometastase kelenjar
otak. getah bening ( Tis, TaG1-2 atau T1G1)
Kelompok resiko sedang ( Intermediete-risk group ), T1G2
STAGING Staging TNM oleh American Joint Committee ( 1996 ) Kelompok resiko tinggi ( High-risk group ), T2G3
T : Tumor primer
Tx : Tumor tidak dapat ditentukan
T0 : Tidak ada bukti adanya tumor primer
Penatalaksanaan
Tis : Karsinoma in situ
Tumor Primer
Ta : Karsinoma verrucous tidak invasif
1. Karsinoma in situ
T1 : Tumor mengenai jaringan ikat subepitel
Pada kasus dengan karsinoma in situ, direkomendasikan untuk mempertahankan
T2 : Tumor mengenai korpus spongiosum dan kavernosum
penis. Sejumlah modalitas dalam terapi pada karsinoma in situ, yaitu :
T3 : Tumor mengenai urethra dan prostate
Terapi laser ( CO2-laser/ Neodynium, Yttrium-Alumunium-Garnet, Nd-Yag )
T4 : Tumor mengenai struktur sekitar penis
Cryotherapy
N : Kelenjar getah bening regional Photodynamic therapy
Nx : Keterlibatan KGB regional tidak dapat ditentukan Imiquimod topical,5%
N0 : Tidak ada metastase ke KGB regional 5-Flourouracil ( 5-FU ) cream
N1 : Terdapat metastase ke satu KGB inguinal superficial Eksisi local
N2 : Terdapat metastase KGB ingunal multiple atau bilateral Mohs surgery
3. Kategori T1G3, T ≥ 2 ( N0 )
Penektomi parsial atau total dapat dilakukan berdasarkan besarnya lesi. Jika
terdapat invasi ke pembuluh darah dan saluran limfe, maka dapat dilakukan
modified limfadenektomi, tindakan ini dapat dilanjutkan menjadi
limfadenektomi radikal jika pada pemeriksaan frozen section didapatkan hasil
positif. Jika ditemukan adanya pembesaran / massa kelenjar getah bening
inguinal :
a. Limfadenktomi radikal inguinal bilateral direkomendasikan
b. Limfadenektomi pelvis dilakukan jika ditemukan pembesaran / massa paling
sedikit 2 KGB inguinal atau invasi ekstrakapsuler.
c. Pasien dengan massa inguinal yang terfiksir maka direkomendasikan untuk
mendapatkan kemoterapi diikuti dengan limfadenektomi ilioinguinal radikal ,
dapat pula dilakukan radioterapi preoperative, namun sering menimbulkan
komplikasi.
d. Jika pada pasien tanpa pembesaran KGB inguinal, namun saat dilakukan
follow up teratur ditemukan pembesaran, maka dapat dilakukan :
Limfadenektomi inguinal radikal bilateral
Limfadenektomi ingunal sisi yang terkena
4. Metastase jauh
Kemoterapi atau terapi paliatif dapat dilakuakn, tergantung pada usia pasien,
ekonomi dan pilihan pasien. Rendahnya manfaat yag dihasilkan dari pemberian
kemoterapi pada pasien dengan metastase jauh, metode ini hanya diberikan pada
pasien secara selektif. Direkomendasikan pada pasien untuk memperpanjang
lama hidup atau mengatasi gejala sistemis akibat tumor yang bermetastase ke
organ tertentu.
Biopsi tumor
Sebelum dilakukan terapi definitif, diperlukan pemeriksaan biopsy massa tumor
untuk memberikan informasi histologis dalam menegakkan diagnosis karsinoma
penis dan menentukan secara mikroskopis sedalam apa tumor menginvasi jaringan
penis untuk keperluan staging. Dalam melakukan biopsy haruslah mengikutsertakan
jaringan yang sehat. Sejumlah tehnik digunakan untuk melakukan biopsy, antara lain
wet preparation cytology dan punch biopsy untuk karsinoma in situ. Biopsi insisi
untuk lesi-lesi di batang penis,dan biopsy eksisi digunakan untuk lesi pada
preputium. Biopsi insisi merupakan tehnik yang paling baik dalam memberikan
informasi lapisan jaringan penis yang terinfiltrasi dan menghindari terjadinya
understaging. Tindakan frozen section intraoperatif dapat dilakukan sebelum
tindakan penektomi parsial atau total. Apabila meatus urethra terlibat maka tindakan Partial penectomy. A and B, After exclusion of the lesion from the field, the corpora
endoskopi dapat dilakukan untuk mengevaluasi traktus urianarius bagian bawah are divided with a 2-cm margin. C, The dorsal vessels are ligated, the cut margins of
dilanjutkan dengan biopsy langsung termasuk pada urethra anterior dan posterior. the tunica albuginea are approximated, and the urethra is spatulated. D, Simple skin
Tidak ada laporan adanya penyebaran tumor akibat tindakan ini. closure and urethral meatus formation complete the procedure
Penektomi Parsial
Penektomi Total
Keberhasilan tindakan penektomi parsial dalam menghilangkan tumor primer
Penektomi total diindikasikan untuk lesi yang ukuran dan lokasinya dapat
tergantung pada seberapa banyak bagian penis yang diangkat, paling sedikit 2 cm
menyebabkan masih tersisanya tumor jika haya dilakukan penektomi parsial.
proksimal dari tepi lesi, meskipun sejumlah penelitian menunjukkan bahwa 1 cm
Diawali dengan membungkus lesi primer dilanjutkan dengan insisi berbentuk elips
saja hasilnya sudah cukup memuaskan. Tujuan utama yang harus didapat setelah
melingkar pada pangkal penis, korpus kavernosum dipotong di proksimal dari
dilakukan penektomi parsial adalah memperoleh panjang penis yang memadai untuk
ligamentum suspensorium dan pembuluh darah dorsalis penis. Dilakukan
proses berkemih. Tindakan diawali dengan mengamankan lesi tumor dengan kassa
pembebasan urethra dari korpus kavernosum, mulai dari urethra distal sampai ke
atau helaian sarung tangan bedah yang menutupi tumor sampai ke batas garis
urethra pars bulbaris secara tajam dan ditarik ke daerah bulbaris. Korpus
amputasi, lalu diletakkan turniket pada pangkal penis. Dilakuakan insisi kulit secara
kavernosum dipotong, di tempatnya menempel pada tulang pubis ramus inferior dan
melingkar, sampai ke korpora penis, korpus kavernosum dibebaskan secara tajam
dijahit dengan benang chromic. Selanjutnya dibuat insisi elips sepanjang 1 cm di
dari urethra, arteri dan vena dorsalis penis diligasi, urethra dipotong dengan
perineum dan secara tumpul dibuat terowongan di subkutan dan urethra di
melebihkan 1 cm. Korpus kavernosum dijahit secara satu persatu ke fasia Buck’s
tembuskan melalui terowongan yang dibuat ke lubang di perineum. Dilakukan
dan turniket dilepas. Dilakukan spatulasi urethra pada kedua permukaan dorsal dan
spatulasi urethra dan penjahitan urethra dan kulit. Insisi awal yang dibuat vertical
ventral untuk mencegah terjadinya stenosis meatus urethra. Dilakukan penjahitan
ditutup kearah tranversal agar skrotum tertarik ke atas sehingga tidak menghalangi
kulit dengan urethra dengan menggunakan benang chromic atau dexon 3-0 atau 4-0.
meatus baru yang dibuat.. Dilakukan pemasangan kateter urethra selama 24-48 jam.
Terakhir dilakukan pemasangan kateter dan penutupan luka selama 24 jam.
Radioterapi profilaksis
Prosedur ini tidak dianjurkan dilakukan pada pasien tanpa pembesaran KGB,
karena redioterapi tidak mampu mencegah terjadinya metastase ke KGB dan
pasien akan mendapatkan komplikasi akibat radioterapi serta akan menyulitkan
dalam melakukan follow-up akibat fibrosis karena radioterapi.
Radioterapi preoperasi
Dengan melakukan radioterapi preoperasi pada KGB yang terfiksir diharapkan
massa menjadi operable. Peneltian akhir-akhir ini menyebutkan peran radioterapi
pada keadaan ini dapat digantikan oleh kemoterapi.
Radioterapi adjuvant
Pada kanker penis yang telah bermetastase ke KGB maka metode ini digunakan
untuk mengatasi rekurensi tumor.
Kemoterapi
Sebelum dilakukan pemberian kemoterapi sebaiknya perlu didiskusikan dengan
seorang onkologis.
Kemoterapi adjuvant
Pemberian regimen cisplatin dan 5-FU memberikan hasil yang cukup baik.
Dapat pula diberikan regimen methotrexat dan bleomycin diberikan setiap
minggu selama 12 minggu pada pasien rawat jalan. Regimen ini diberikan
setelah dilakukan limfadenektomi radikal dengan 5-years survival ratenya 82%
dibanding 31% jika hanya dengan tindakan limfadenektomi radikal saja.
Total penectomy. A, Vertical elliptical incision encircles the base of the penis. B,
The urethra is isolated at least 2 cm proximal to the gross lesion. C, The suspensory Kemoterapi neoadjuvan untuk pasien dengan massa terfiksir di inguinal
ligament has been divided. The urethra is transected and dissected from the corpora. Pemberian regimen yang terdiri dari cisplatin dan 5-FU pada permulaan
D, The dorsal vessels are ligated, and the crura are transected with the stumps program. Respon rate setelah pemberian regimen ini adalah 68,5% dengan 5-
ligated. E, A button of perineal skin is excised, and the urethra is transposed and years survival rate 23%.
spatulated to form the perineal urethrostomy. F, Horizontal closure of the primary
incision with drainage serves to elevate the scrotum away from the urinary stream. Kemoterapi untuk keadaan lanjut
Kemoterapi pada pasien dengan penyakit lanjut tidak secara luas digunakan.
Radioterapi Kombinasi obat kemoterapi cisplatin dan 5-FU serta cisplatin, bleomycin,
Pada pasien dengan tumor yang infiltratif dengan ukuran kurang dari 4 cm, radiasi methotrexat merupakan yang paling sering digunakan.
eksternal atau brachyterapy memperlihatkan hasil yang mengesankan. Penggunaan
hanya dengan satu tehnik radiasi memperlihatkan hasil yang lebih baik daripada
kombinasi keduanya. PROGNOSA
Radioterapi pada tumor primer Angka survival karsinoma penis sangat tergantung dengan ada atau tidaknya
Radioterapi eksterna atau brachytherapy memiliki respone rate 56% dan 70%. pembesaran / massa di kelenjar getah bening inguinal. Five-years survival rate untuk
Terdapat beberapa komplikasi yang biasanya muncul akibat radioterapi yaitu, pasien dengan tanpa pembesaran KGB inguinal berkisar antara 65%-90% dan
stenosis meatus pada 15%-30%, striktur urethra pada 20%-35% kasus dan menjadi 30%-50% untuk pasien dengan pembesaran KGB inguinal dan turun
telangiektasi pada 90% kasus. Five-years survival rate tindakan radioterapi menjadi 20% jika ditemuakan pembesaran pada KGB ilaka. Pada pasien dengan
untuk mengatasi tumor primer hanya setengah dari yang diperoleh dari tindakan metastase ke jaringan sekitar dan tulang tidak ada data yang melaporkan angka
bedah. survival.
Selama ereksi penis membesar dan mengeras. Perubahan vaskuler selama ereksi
Penatalaksanaan
Terapi fraktur penis dikenal ada konservatif dan terapi bedah segera. Jika
konservatif maka dilakukan kompresi dingin, balut tekan, obat anti inflamasi,
analgetik atau jika ada cidera uretra yang memerlukan penundaan maka perlu
diversi urin supra pubik atau sistostomi. Kebanyakan ahli lebih setuju dengan terapi
bedah segera karena dimaksudkan agar tidak terjadi komplikasi, penis dapat
dikembalikan anatomis dan fungsinya. Dengan penatalaksanaan bedah segera maka
dapat dieksplorasi, dapat dievakuasi bekuan darah, dan memperbaiki tunika
albugenia yang robek .
SCROTUM & TESTES Peredaran darah testis memiliki keterkaitan dengan peredaran darah di ginjal karena
asal embriologi kedua organ tersebut. Pembuluh darah arteri ke testis berasal dari
--------------------------- RD-Collection 2002 ---------------------------- aorta yang beranastomosis di funikulus spermatikus dengan arteri dari vasa
deferensia yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Aliran darah dari testis
kembali ke pleksus pampiniformis di funikulus spermatikus. Pleksus ini di anulus
inguinalis interna akan membentuk vena spermatika. Vena spermatika kanan akan
Anatomi testis masuk ke dalam vena cava inferior sedangkan vena spermatika kiri akan masuk ke
Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi dan hormonal. dalam vena renalis kiri.
Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormon androgen
terutama testosteron. Sperma dibentuk di dalam tubulus seminiferus yang memiliki 2
jenis sel yaitu sel sertoli dan sel spermatogenik. Diantara tubulus seminiferus inilah
terdapat jaringan stroma tempat dimana sel leydig berada.
Testis normal berukuran rata-rata 4x3x2,5 cm. Organ ini diliputi oleh suatu lapisan
yang disebut dengan tunika albuginea, oleh suatu septa-septa jaringan ikat testis
dibagi menjadi 250 lobus. Pada bagian anterior dan lateral testis dibungkus oleh
suatu lapisan serosa yang disebut dengan tunika vaginalis yang meneruskan diri
menjadi lapisan parietal, lapisan ini langsung berhubungan dengan kulit skrotum.4
Di sebelah posterolateral testis berhubungan dengan epididimis, terutama pada pool
atas dan bawahnya. Testis terdapat di dalam skrotum yang merupakan lapisan kulit
yang tidak rata dimana di bawahnya terdapat suatu lapisan yang disebut tunika
dartos yang terdiri dari serabut-serabut otot.
Saluran limfe yang berasal dari testis kanan mengalir ke kelenjar getah bening di
daerah interaortacaval, paracaval kanan dan iliaka komunis kanan, sedangkan
saluran limfe testis kiri mengalirkan isinya ke kelanjar getah bening paraaorta kiri
dan daerah hilus ginjal kiri, paracaval kiri dan iliaka kiri.
sistem limfatik dari testis kanan sistem limfatik dari testis kiri
Palpable Impalpable
UNDESCENDED
Intraabdominal
Retraktil Ektopik
Superficial Inguinal
Anorchia Dysplasia
3. Orchydopexy bertahap
a. Bedah : Testis dibungkus dengan lembaran silastic dan difiksasi ke pubis
pada tahap I. Setelah 6-8 bulan dilakukan tahap II berupa eksplorasi dan
memasukkan testis ke skrotum
b. Laparoskopi : Menjepit arteri testikularis dengan laparoskopi dikerjakan
pada tahap I intuk UDT tipe abdomen. Setelah 6-8 bulan dikerjakan
Stephen Flower Orchydopexy.
4. Autotransplantasi
Pembuluh darah testis dilakukan anastomosis pada vasa epigastrika inferior
dengan teknik mikrovaskuler.
5. Protesis Testis
Pemasangan implant testis silastik untuk knyamanan, kosmetik, dan psikis.
Komplikasi
Praoperasi
1. Hernia Inguinalis
Sekitar 90% penderita UDT mengalami hernia inguinalis lateralis ipsilateral
yang disebabkan oleh kegagalan penutupnan processus vaginalis. . Hernia repair
dikerjakan saat orchydopexy . Hernia inguinal yang menyertai UDT segera
dioperasi untuk mencegah komplikasi
PROGNOSIS
2. Torsio Testis Menurut Docimo 10 kesuksesan operasi UDT letak distal anulus inguinalis internus
Kejadian torsio meningkat pada UDT, diduga dipengaruhi oleh dimensi testis sebesar 92%, letak inguinal (89%), orchidopexy teknik mikrovaskuler (84%),
yang bertambah sesuai volume testis. Juga dipengaruhi abnormalitas jaringan orchidopexy abdominal standar (81%) staged Fowler-Stephens orchidopexy (77%),
penyangga testis sehingga testis lebih mobil Fowler-Stephens orchidopexy standar (67%)
UDT biasanya turun spontan tanpa intervensi pada tahun pertama kehidupan.
3. Trauma testis T Resiko terjadinya keganasan lebih tinggi di banding testis normal. Fertilitas pada
Testis yang terletak di superfisial tuberkulum pubik sering terkena trauma UDT bilateral: 50% punya anak, sedang UDT unilateral 80%.
Infertilitas
Penyebabnya ialah gangguan antara germ cell . Infertilitas UDT bilateral 90%,
sedang UDT unilateral 50% (2). Lipschultz, 1976 menunjukkan adanya
spermatogenesis yang abnormal post orchydopexy pada laki-laki umur 21-35 tahun
UDT unilateral. Dan menduga bahwa ada abnormalitas bilateral testis pada UDT
unilateral
Psikologis
Timbul perasaan rendah diri fisik atau seksual akibat body image yang muncul.
Biasanya terjadi saat menginjak usia remaja (adoloscence) orang tua biasanya
mencemaskan akan fertilitas anaknya.
Pasca Operasi
1. Infeksi
Sangat jarang bila tindakan a/antiseptik baik, diseksi yang smooth dan
gentle akan meminimalkan terjadinya hematom
2. Atropi Testis
Karena funikulolisis tak adequat, traksi testis berlebihan, atau torsio
funikulus spermatikus saat tranposisi testis ke skrotum
Varicocele ----------------------------------------------- RD Collection 2002 Torsio Testes -------------------------------------- RD Collection 2002
Prognosa
6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam
dilakukan orkidektomi
Adalah penumpukan cairan berlebihan diantara lapisan parietalis dan viseralis tunika
albugenia.
Etiologi
Bayi
- Penutupan proc vaginalis belum sempurna sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke
proc vaginalis
- Sistem limfatik belum sempurna sehingga resorbsi cairan terganggu
Gambaran Klinis
Pada anamnesa terdapat Benjolan di kantong scrotum tidak nyeri , sedang pada Palpasi
benjolan kistik dengan transiluminasi (+)
Macam ;
Hidrokel testes
Seolah olah mengelilingi testes dimana testes tak teraba dan besar kantong tetap
Hidrokel funikulus
Terletak di sebelah kranial testes dimana testes teraba dan besar kantong tetap
Hidrokel komunikans
Terdapat hubungan melalui kanalis inguinalis kerongga perut dimana testes teraba dan
besar kantong berubah. Penderita mengeluh pembengkaan bertambah sepanjang hari
dan berkurang sesudah tidur malam.
Terapi
Konsevatif pada bayi ditunggu sampai 1 tahun , bila tetap operasi
Operasi Bila menekan pembuluh darah testes
Carsinoma TESTES
Adanya bukti klinis dan eksperimental mendukung faktor kongenital sebagai
-------- RD-Collection 2002 etiologi dari tumor sel germinal. Dalam perkembangan embriologinya sel germinal
primordial mengalami perubahan oleh karena faktor lingkungan yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam proses diferensiasinya. Oleh karena adanya
Insidensi kriptokidisme, orchitis, disgenesis gonad, adanya kelainan herediter ataupun oleh
karena paparan bahan kimia yang bersifat karsinogenik maka perkembangan normal
Kanker testis adalah salah satu dari sedikit neoplasma yang dapat didiagnosis secara
sel germinal mengalami hambatan. Secara garis besar 2 faktor yang dianggap
akurat melalui pemeriksaan penanda tumor ( tumor marker ) pada serum tersangka
menjadi etiologi terjadinya tumor sel germinal yaitu : (1) Faktor kongenital, (2)
penderita yaitu pemeriksaan human chorionic gonadotropin (bhCG) dan α-
Faktor didapat.
fetoprotein (AFP). Insiden kanker testis memperlihatkan angka yang berbeda-beda
di tiap negara, begitu pula pada setiap ras dan tingkat sosioekonomi. Di negara
skandinavia dilaporkan 6,7 kasus baru dari 100.000 laki-laki tiap tahunnya Faktor kongenital
sedangkan di Jepang didapatkan 0,8 dari 100.000 penduduk laki-laki. Di Amerika Kriptokidisme
Serikat ditemukan 6900 kasus baru kanker testis setiap tahunnya. ( greenlee et Whiteker ( 1970 ) dan Mostofi ( 1973 ) mengemukakan 5 keadaan yang
all,2000 ) Kemungkinan seorang laki-laki kulit putih untuk terkena kanker testis dianggap kriptokidisme menjadi penyebab terjadinya tumor testis yaitu :
sepanjang hidupnya di Amerika Serikat adalah 0,2%. Saat ini angka survival pasien 1. Morfologi sel germinal yang abnormal.
dengan tumor testis meningkat, hal ini memperlihatkan perkembangan dan 2. Peningkatan temperatur tempat testis berada (intraabdomen atau spermatic
perbaikan dalam pengobatan dengan kombinasi kemoterapi yang efektif. Secara cord )
keseluruhan 5-years survival rate mengalami peningkatan dari 78% pada 1974-1976 3. Gangguan aliran darah.
menjadi 91% pada 1980 – 1985. Puncak insiden kasus tumor testis terjadi pada 4. Kelainan fungsi endokrin.
usia-usia akhir remaja sampai usia awal dewasa ( 20-40 tahun ), pada akhir usia 5. Disgenesis kelenjar gonad.
dewasa ( Lebih dari 60 tahun ) dan pada anak ( 0-10 tahun ). Secara keseluruhan
insiden tertinggi kasus tumor testis terjadi pada pria dewasa muda, hal ini membuat Insiden pasti kasus kriptokidisme belum diketahui, ini dikarenakan seringkali
tumor ini menjadi neoplasma tersering pada pria usia 20-34 tahun dan tumor data pasien dengan kriptokidisme bercampur dengan data pasien dengan testis
tersering kedua pada pria usia 35-40 tahun di Amerika Serikat dan Inggris Raya. retraktil.. Henderson dkk ( 1979 ) menyimpulkan bahwa pria dengan riwayat
Kanker testis sedikit lebih sering terjadi pada testis kanan dibanding testis kiri, ini kriptokidisme memiliki resiko 3-14 kali untuk terkena tumor testis dibanding
berhubungan dengan lebih tingginya insidensi kriptoidisme pada testis kanan pria tanpa riwayat kriptokidisme. Campbell ( 1942 ) mengemukakan
dibanding testis kiri. Pada tumor primer testis 2-3 % adalah tumor testis bilateral penelitiannya bahwa 25% pasien dengan kriptokidisme bilateral dan akhirnya
dan kira-kira 50% terjadi pada pria dengan riwayat kriptokidisme unilateral ataupun menjadi kanker testis memiliki resiko yang besar untuk terkena tumor sel
bilateral. Jika tumor testis sekunder disingkirkan maka insiden tumor testis primer germinal testis untuk kedua kalinya pada testis sisi yang lain.
bilateral 1 – 2,8 % dari seluruh kasus tumor sel germinal testis.Tumor primer testis
bilateral dapat terjadi secara berbarengan ataupun tidak, tetapi cenderung memiliki b. Faktor yang didapat
kesamaan jenis histilogisnya. Dari penelitian oleh Bach dkk ( 1983 ) di dapatkan Trauma
seminoma merupakan tumor primer testis bilateral tersering ( 48 % ) sedangkan
Meskipun trauma memiliki andil pada terjadinya teratoma pada unggas akibat
limfoma maligna adalah tumor testis sekunder bilateral tersering.
zinc-induced atau cooper induced, tapi pada manusia kemungkinan trauma
sebagai penyebab terjadinya tumor testis belum secara jelas diketahui.1
Etiologi
Saat ini belum diketahui faktor yang menjadi penyebab terjadinya tumor testis, Hormon
adanya faktor bawaan dan didapat merupakan faktor yang dikaitkan dengan penyakit
Terjadinya fluktuasi hormon seks memiliki kontribusi bagi perkembangan tumor
ini dan kriptokidisme merupakan faktor terkuat yang diduga menjadi penyebab
testis, ini didasari oleh penelitian pada hewan dan manusia. Pemberian estrogen
kanker testis. Faktor resiko tertinggi terjadinya kanker testis adalah adanya testis
pada tikus yang sedang hamil menyebabkan tikus tersebut melahirkan anak-anak
intra abdomen yang diakibatkan oleh undescensus testis ( 1 kasus dari 20 kasus
yang menderita kriptokidisme dan disgenesis kelanjar gonad ( Nomura dan
undescensus testis ). Sementara itu tindakan orchiopeksi tidak merubah potensi
Kanzak,1977 ). Penelitian oleh Cosgrove ( 1977 ) memperlihatkan hal yang sama
terjadinya keganasan testis pada kasus kriptokidisme.
bahwa anak yang dilahirkan oleh ibu yang mendapatkan diethylstilbestrol atau
kontrasepsi oral menderita kriptokidisme dan disgenesis kelenjar gonad.
Atrofi Terdapat klasifikasi besar yang membagi tumor testis menjadi 2 yaitu :
Terjadinya infeksi bakteri nonspesifik virus mump pada testis diduga menjadi 1. Tumor sel germinal testis
penyebab terjadinya atrofi testis yang potensial menjadi penyebab terjadinya Termasuk dalam kelompok ini adalah seminoma, karsinoma sel embrional,
tumor testis. Namun demikian peran atrofi testis sebagai faktor penyebab tumor yolk sac, teratoma, koriokarsinoma dan mixed cell tumor.
terjadinya tumor testis masih merupakan spekulasi.
2. Tumor non sel germinal testis
Meliputi tumor sel leydig, tumor sel sertoli dan gonadoblastoma.
Klasifikasi
World health organization ( WHO ) mengemukakan suatu standar kriteria patologi
untuk mendiagnosis kanker testis dan standar ini mampu menghapuskan TUMOR SEL GERMINAL TESTIS
kebingungan para ahli dalam menentukan sistem staging mana yang ingin dipakai Merupakan tumor testis yang paling sering ditemukan sebagi tumor primer yaitu
sebagi pegangan. meliputi kira-kira 90-95 % dari seluruh tumor primer testis ( seminoma dan non
seminoma ) dan sisanya adalah neoplasma non germinal ( tumor sel leydig, tumor
The recommended pathological classification (modified World Health sel sertoli dan gonadoblastoma ).
Organization 2004) is shown below: Berdasarkan klasifikasi ini tumor sel germinal testis dapat dibagi menjadi :
1. Germ cell tumours 1. Seminoma
. Intratubuler germ cell neoplasia Terdapat 3 subtipe gambaran histologis dari tumor jenis ini yaitu :
. Seminoma (including cases with syncyotrophoblastic cells) Seminoma klasik
. Spermatocytic seminoma (mention if there is sarcomatous component) Disebut juga typical seminoma. Seminoma jenis ini meliputi sebagian besar
. Embryonal carcinoma dari seluruh kasus seminoma ( 85%), sering terjadi pada dekade ke 4
. Yolk sac tumour: kehidupan namun tidak jarang terjadi pada pria usia 40 atau 50 tahunan.
- Reticular, solid and polyvesicular patterns Secara makroskopis tampak nodul berwarna abu-abu yang menyatu dan
- Parietal, intestinal, hepatoid and mesenchymal differentiation secara mikroskopis terlihat lapisan yang monoton pada sel besar dengan
. Choriocarcinoma sitoplasma yang jernih dengan inti sel padat. Pada 10-15% kasus tampak
. Teratoma (mature, immature, with malignant component) terlihat sel-sel sinsitiotrofoblas dan ini sesuai dengan jumlah kasus seminoma
. Tumours with more than one histological type (specify % of individual yang disertai dengan adanya produksi hCG.
components)
Seminoma anaplastik
2. Sex cord stromal tumours 5-10% seluruh kasus seminoma. Untuk mendiagnosis adanya seminoma
. Leydig cell tumour anaplastik secara mikroskopis harus ditemukan 3 atau lebih sel mitosis
. Sertoli cell tumour (typical, sclerozing, large cell calcifying) perlapang pandang besar dan sel-selnya memperlihatkan adanya inti sel
. Granulosa (adult and juvenile) pleomorfisme dengan derajat yang lebih tinggi dari subtipe seminoma klasik.
. Mixed Seminoma anaplastik cenderung memperlihatkan staging yang lebih tinggi
. Unclassified dari pada subtipe seminoma klasik. Meskipun sangat jarang, seminoma
anaplastik menjadi sangat penting karena 30% pasien yang akhirnya
3. Mixed germ cell/sex cord stromaltumours meninggal karena seminoma adalah dari subtipe anaplastik. Sejumlah tanda
yang menunjukkan bahwa seminoma ini lebih agresif dan lebih memiliki
Ray dkk ( 1974 ) mengemukakan bahwa sebagian besar pasien ( 71 dari 75 pasien potensi menyebabkan kematian dari pada jenis klasik. Hal tersebut dapat
atau sekitar 95% ), dengan tumor testis primer merupakan karsinoma sel embrional dilihat bahwa seminoma jenis ini : (a) Memiliki aktivitas mitotik yang lebih
dan seminoma. Seminoma adalah tumor testis yang jarang sekali bermetastase ke besar, (2) rate of invasion yang lebih tinggi, (3) rate of metastase yang tinggi
tempat lain ( 2 dari 75 pasien atau 3% ). dan (4) Produksi tumor marker terutama hCG yang lebih tinggi.
Seminoma spermatositik d. Mixed cell tumor
Subtipe ini meliputi 5-10% dari seluruh subtipe seminoma. Secara Yang termasuk dalam tumor jenis mixed cell sebagian besar (25%) adalah
mikroskopis tampak variasi ukuran sel dan karakter sel berupa perbedaan teratokarsinoma yang bercampur dengan teratoma dan karsinoma sel
pada kekeruhan sitoplasma sel dan terlihat adanya intisel yang bulat dengan embrional. Lebih dari 6% dari seluruh tumor testis adalah jenis mixed cell
kromatin yang memadat. Lebih dari setengah pasien dengan seminoma dengan salah satu komponennya adalah seminoma. Pengobatan untuk
spermatositik berumur lebih dari 50 tahun. karsinoma mixed cell yang terdiri campuran antara seminoma dan
nonseminoma sama dengan pengobatan untuk tumor nonseminoma saja.
Pemeriksaan laboratorium
MRI memperlihatkan gambaran massa
Untuk mendiagnosis dan penatalaksanaan karsinoma testis yaitu α-fetoprotein (
hiointens ( Panah ) pada testis kanan
AFP ), β human chorionic gonadotropin (β hCG ), dan lactic acid dehydrogenase
yang merupakan gambaran tumor
( LDH ).
testis dan testis kiri terlihat normal
Alfa fetoprotein adalah suatu glikoprotein dengan berat molekul 70.000 dalton dan
waktu paruh 4-6 hari, ditemukan pada bayi usia kurang dari 1 tahun, meningkat
dengan kadar yang bervariasi pada pasien dengan non seminoma germ cell tumor (
NSGCT ) dan tidak pernah ditemukan pada kasus seminoma.. Human chorionic
gonadotropin adalah suatu glikoprotein dengan berat molekul 38.000 dalton, waktu
paruhnya 24 jam. Pada orang normal hormon ini secar signifikan tidak dianggap ada
namun meningkat pada pasien dengan NSGCT dan dapat meningkat pada pasien
seminoma ( 7 % ). Lactic acid dehydrogenase adalah enzim intrasel dengan berat
molekul 134.000 dalton. Enzim ini dalam keadaan normal ditemukan di otot ( otot
polos, lurik dan jantung ), hati, ginjal dan otak. Kadarnya meningkat baik pada Staging
pasien NSGCT dan seminoma. Penanda lain yang juga dapat dipakai untuk Boden dan Gibb membagi tumor menjadi :
menunjukkan adanya kanker testis adalah placental alkaline phospatase ( PLAP )dan Stage A adalah lesi yang hanya ditemukan pada testis
gamma-glutamyl transpeptidase ( GGT ). Stage B memperlihatkan adanya penyebaran ke kelenjar getah bening regional
Stage C penyebaran kanker melewati kelenjar getah bening retroperitoneal.
Pemeriksaan pencitraan
Tumor primer testis dapat dengan cepat dan tepat ditentukan dengan melakukan
pemeriksaan ultrasonografi pada testis. Sekali kanker testis terdiagnosis setelah
dilakukan orchiectomy inguinal maka staging harus dilakukan.
Berdasarkan sistem staging oleh The Memorial Sloan-Kettering Cancer Center Stadium dan tingkat penyebaran karsinoma testis ( Peckham ) 5
untuk NSGCT, stage B terbagi menjadi : STADIUM LOKASI TUMOR
B1 lesi pada kelenjar getah bening retroperitoneal berukuran kurang dari 5 cm I Tumor terbatas pada testis dan rete testis
B2 lesi pada kelenjar getah bening retroperitoneal berukuran antara 5 – 10 cm IIA Tumor mengenai KGB retroperitoneal,ukuran < 2 Cm
B3 lesi pada kelanjar getah bening retroperitoneal berukuran lebih dari 10 cm IIB Tumor mengenai KGB retroperitoneal,ukuran 2 – 5 Cm
atau secara klinis tumor dapat teraba pada pemeriksaan palpasi IIC Tumor mengenai KGB retroperitoneal,ukuran > 5 Cm
III Tumor mengenai KGB supraklavikula atau mediastinum
Pada tahun 1996 the American Joint Committee mengemukakan suatu klasifikasi TNM
yang mencoba membuat standar staging secara klinis pada kanker testis, yaitu : IV Metastase ekstralimfatik
T ( Tumor primer )
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primer
Tis : kanker intratubular ( karsinoma in situ ) Diagnosis Banding
T1 : Tumor terbatas pada testis dan epididimis, tidak terdapat invasi ke Kesalahan dalam membuat diagnosis pada pemeriksaan awal terjadi pada kira-kira
pembuluh darah 25 % pasien dengan tumor testis dan pada akhirnya menimbulkan keterlambatan
T2 : Tumor melewati tunika albugenia atau terdapat invasi ke pembuluh dalam penatalaksanaannya dan kesalahan yang bersifat fatal berupa tindakan
darah pembedahan melalui approach yang keliru ( insisi pada skrotum ) untuk melakukan
T3 : Tumor mencapai funikulus spermatikus eksplorasi testis.
T4 : Tumor mencapai kulit skrotum Epididimitis atau epididimoorchitis.
Pada keadaan awal epididimitis memperlihatkan gejala berupa pembesaran, nyeri
N ( Kelenjar getah bening regional ) tekan pada epididimis yang sangat jelas terpisah dari testis, tapi pada keadaan
Nx : Adanya metastase ke kelenjar getah bening tidak dapat ditentukan lanjut dengan peradangan yang menjalar ke testis maka gejala-gejala tadi akan
N0 : Tidak terdapat metastase ke kelenjar getah bening melibatkan juga testis. Adanya riwayat demam, discharge uretra dan gejala
N1 : Terdapat metastase ke kelenjar getah bening dengan ukuran lesi iritatif pada berkemih lebih memungkinkan untuk mendiagnosis epididimis.
≤ 2 cm dan melibatkan ≤ 5 kelenjar geatah bening Pemerksaan dengan USG dapat menentukan bahwa pembesaran berasal dari
N2 : Metastase > 5 kelenjar, ukuran massa 2-5 cm epididimis dan bukan dari testis.
N3 : Ukuran massa > 5 cm
Hidrokel,
M ( metastase jauh ) Pemeriksaan transiluminasi skrotum dapat dengan mudah membedakan antara
Mx : Adanya metastase jauh tidak dapat ditentukan adanya cairan pada hidrokel dengan masa padat pada tumor testis. Pada 5-10%
M0 : Tidak terdapat metastase jauh pasien dengan tumor testis ditemukan adanya hidrokel dengan demikian apabila
M1 : Ditemukan adanya metastase jauh dengan pemeriksaan fisik terdapat kesulitan dalam membedakan keduanya maka
pemeriksaan USG merupakan suatu keharusan.
S ( Tumor marker pada serum )
Sx : Tumor marker tidak tersedia Spermatokel,
S0 : Nilai kadar tumor marker pada serum dalam batas normal Massa kistik pada epididimis, hematokel oleh karena trauma, varikokel dan
S1 : Nilai kadar Lactic acid dehydrogenase (LDH) < 1,5 x nilai normal orchitis granulomatosis yang sering disebabkan oleh tuberkolosis. Tuberkulosis
dan nilai kadar hCG < 5000 mlU/ml dan AFP < 1000 ng/ml pada testis hampir selalu berasal dari infeksi kuman ini pada epididimis.
S2 : Nilai kadar LDH 1,5 x nilai normal atau hCG 5000-50.000 mlU/ml atau Merupakan hal yang sangat sulit untuk membedakan pembengkakan oleh radang
AFP 1000-10.000 ng/ml tuberkulosis dengan massa tumor testis, oleh karena itu jika pada pemberian
S3 : LDH > 10 x normal atau hCG > 50.000 mlU/ml atau AFP OAT didapatkan respon yang lambat maka sebaiknya dilakukan eksplorasi testis.
10.000ng/ml
Penatalaksanaan Perlu diperhatikan pasien-pasien dengan penyakit ginjal tapal kuda (
Prinsip penanganan pasien dengan tumor sel germinal adalah merujuk pada riwayat hourse shoe kidney ) dan inflammatory bowel disease maka terapi radiasi
alamiah dari tumor, staging klinis dan efektivitas pengobatan. Tindakan merupakan kontraindikasi dan kemoterapi adalah terapi pilihan pada pasien
orchiectomi radikal adalah tindakan bedah yang harus dilakukan. Apabila dari seminoma dengan kelainan ini. Obat-obat kemoterapi yang digunakan adalah
serangkaian pemeriksaan adanya kanker testis tidak dapat di singkirkan maka bleomycin, etoposide dan cisplatin ( BEP ).
tindakan ini dapat dikerjakan. Tindakan biopsi melalui skrotum atau membuka
testis harus dihindari. Penatalaksanaan selanjutnya tergantung pada hasil Nonseminoma
pemeriksaan histopatologi dan staging tumor secara patologi. Retroperitoneal lymph node dissection ( RPNLD ) merupakan tindakan
operasi yang standar dilakukan pada pasien dengan tumor nonseminoma stage
A. Penatalaksanaan tumor dengan staging I ( T1-T3, N0, M0, S0 ) IIA dan IIB yang pada hasil pemeriksaan tumor marker ( AFP ) normal, jika
terdapat peningkatan kadarnya dalam darah dan timbul gejala dan tanda adanya
Seminoma
kelainan sistemik akibat metastase tumor maka terapi yang harus dilakukan
Pasien yang secara klinis menunjukkan gejala dan tanda tumor yang terbatas
adalah pemberian kemoterapi primer yang terdiri dari bleomycin, etoposide dan
pada testis, pemberian radiasi adjuvant terhadap kelenjar getah bening
cisplatin ( BEP ), vinblastin, cyclophosphamide, dactinomicyn, bleomycin, dan
retroperitoneal dan kemoterapi adalah pilihan terapi paska orchiektomi.
cisplatin ( VAB-6 ) dan cisplatin-etoptoside.
Radiasi adjuvan masih merupakan terapi pilihan pada penderita seminoam stage
Cisplatin diberikan sebanyak dua siklus jika ditemukan :
I ( T1-T3, N0, M0, S0 ) seperti juga pada jenis nonseminoma.
Dengan melakukan orchiektomi radikal dan radioterapi pada daerah Lebih dari 6 kelenjar getah bening terkena.
retroperitoneal ( biasanya 2500-3000 cGy ), paraaorta dan pelvis ipsilateral maka Terdapat massa tumor yang berukuran lebih dari 2 cm.
95% seminoma stage I dapat sembuh. Seminoma merupakan tumor yang Adanya tumor di luar kelenjar getah bening.
radiosensitif. Penelitian terakhir membuktikan bahwa sekitar 15% pasien
dengan staging I klinis telah menyebar ke daerah retroperitoneal. Meskipun efek Jika terjadi kekambuhan maka pemberian cisplatin dapat dilakukan sebanyak
samping pemberian radiasi dosis rendah jarang terjadi tapi pada pemberian 3-4 siklus.
dalam jangka waktu lama pada beberapa laporan menunjukkan adanya
infertilitas, komplikasi pada saluran cerna dan kemungkinan radiasi menginduksi C. Penatalaksanaan tumor dengan staging III ( T1-T4, N0-N3, M1-M2, S0-S3 )
timbulnya keganasan lain. Seminoma
Penatalaksanaan seminoma staging tinggi ( high tumor burden ) yang meliputi
Nonseminoma pasien dengan tumor yang telah mengalami penyebaran yang luas, ukuran tumor
Orchiektomi inguinal saja mampu menyembuhkan 60-80% pasien. Tindakan yang besar, terdapat metastase ke viseral dan kelenjar supradiafragma termasuk
retroperitoneal lymph node dissection ( RPLND ) perlu dilakukan dengan juga pasien yang masuk dalam staging IIC ( T1-T4, N0-N3, M1-M2, S0-S3 )
tujuan terapi dan diagnostik. Penyebaran dapat terjadi pada kira-kira 30% pemberian cisplatin dapat mengobati 60-70% pasien. Terdapat pembagian
pasien dengan nonseminoma yang secara klinis masuk dalam staging I (occult seminoma pada staging ini berdasarkan respon terhadap pengobatan yaitu :
metastase) sehingga pada klasifikasi patologi masuk dalam staging IIA. Seminoma dengan prognosis baik
Tindakan RPLND dilakukan melalui thoracoabdominal approach3 Pasien ini memiliki kemungkinan sembuh yang tinggi dengan respon
terhadap terapi mencapai 88-95%. Regimen obat yang diberikan berupa
B. Penatalaksanaan tumor dengan staging II ( N1-N3 ) etoposide dan cisplatin sebanyak 4 siklus atau dapat diberikan BEP
Seminoma sebanyak 3 siklus.
Seminoma staging II ( stage IIA dan IIB ) memiliki angka kesembuhan ( cure Seminoma dengan prognosis buruk
rate ) 85 – 95 %. Termasuk dalam staging ini adalah pasien dengan tumor yang Pasien dengan respon yang buruk terhadap kemoterapi memiliki respon
telah bermetastase ke daerah retroperitoneal yang berukuran tranversal kurang rate sebesar 40% dan pasien ini dapat diberikan BEP sebanyak 4 siklus.
dari 5 cm dengan staging N1-N3. Sebagai terapi pilihan tumor pada staging II
adalah radioterapi dengan angka kekambuhan kurang dari 5 % dengan 5-years
survival ratenya 70 – 92 %. Pada pasien dengan ukuran tumor di retroperitoneal
lebih dari 5 cm ( N3 ) kira-kira setengahnya akan bermetastase keluar regio
tersebut.
Nonseminoma Orchiektomi radikal
Pasien dengan massa tumor yang besar di daerah retroperitoneal ( lebih dari 3 cm Indakasi kecurigaan adanya tumor testis. Kecurigaan tumor testis apabila pada
atau terdapat pada 3 slice CT-scan ) atau terdapat metastase maka terapi dengan pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa yang irreguler yang berasal dari testis,
kemoterapi primer merupakan keharusan setelah dilakukan orchiektomi. Jika tidak terdapat keluhan nyeri. Kecurigaan ini harus dipastikan melalui pemeriksaan
hasil pemeriksan tumor marker normal dan pemeriksaan radiologi terlihat adanya Doppler ultrasonografi pada skrotum. Adanya tumor testis diperlihatkan oleh
massa maka harus dilakukan tindakan reseksi karena massa tersebut 20% gambaran hipoekoik yang hipervaskuler pada lesi intratestikuler. Tindakan ini
merupakan sisa massa tumor, 40% adalah teratoma dan 40 % merupakan massa dilakukan untuk menentukan diagnosis histopatologi dan staging T.. Pada sedikit
tumor yang mengalami fibrosis. Beberapa ahli menganjurkan tetap perlu kasus memang terjadi hal yang tidak diinginkan tetapi ini disebabkan oleh karena
dilakukan RPNLD karena lebih dari 10% kasus tetap ditemukan massa tumor, tumor spillage, orchiectomy subtotal atau operasi melalui transscrotal ( whitmore,
walaupun hasil kemoterapi menunjukkan hasil yang sangat baik perlu dilakukan 1982 ).
evaluasi kadar tumor marker selama pemberian kemoterapi untuk mengetahui Tindakan orchiectomy dilakukan dengan anestesi umum ataupun anestesi lokal
respon tumor terhadap pengobatan. 3 dan dapat dilakukan pada pasien-pasien rawat jalan. Pasien dalam posisi supine
dengan skrotum ditempatkan dalam medan operasi yang steril. Dilakukan insisi
Protokol Penatalaksanaan Tumor Testis Nonseminoma di FKUI/RSCM oblique pada daerah inguinal kira-kira 2 cm diatas tuberculum pubicum dan
STADI KGB OPERASI JENIS KEMOTERAPI dapat diperlebar sampai ke skrotum bagian atas untuk mengangkat tumor yang
UM berukuran besar.
I Negatif RPLND BEP 2x bila Karsinoma Insisi pada fasia Camper dan Scarpa sampai ke aponeurosis obliqus eksternus
ipsilateral Embrional, pT≥2,invasi dilanjutkan dengan menginsisi aponeurosis sesuai dengan arah seratnya sampai
vaskuler mencapai anulus inguinalis internus.
IIA < 2 Cm RPLND BEP 2x Identifikasi nervus ilioinguinalis dan funikulus spermatikus setinggi anulus
ipsilateral inguinalis internus dibebaskan dan diisolasi dengan menggunakan klem
IIB 2 – 5 Cm RPLND BEP 2x atraumatik atau turniket penrose 0,5 inchi.
ipsilateral Testis dan kedua tunika pembungkusnya dikeluarkan dari skrotum secara
IIC > 5 Cm BEP 4x tumpul dengan hati-hati, jika akan dilakukan biopsi atau subtotal orchiectomy,
III Supraklavikula BEP 4x pengeleluaran testis dari skrotum dilakukan sebelum membuka tunika vaginalis
atau dan menginsisi jaringan testis.
mediastinum Orchiectomy radikal diakhiri dengan memasukkan funikulus spermatikus ke
IV Ekstralimfatik BEP 4x dalam anulus inguinalis internus dan meligasi pembuluh darah vas deferen dan
funikulus spermatikus secara sendiri-sendiri.
Protokol Penatalaksanaan Tumor Testis Seminoma di FKUI/RSCM Dilakukan irigasi pada luka dan skrotum dan hemostasis lalu dapat dilalukan
pemasangan protease testis.
STADIUM PENATALAKSANAAN
Selanjutnya dilakukan penutupan aponeurosis muskulus obliqus eksternus
I Radioterapi ipsilateral
dengan benang prolene 2-0, fasia scarpa dijahit dengan benang absorbable dan
IIA Radioterapi ipsilateral dan booster pada lesi
selanjutnya dilakukan penutupan kulit. Dressing dengan penekanan pada
yang terlihat
skrotum dapat meminimalisasi terjadinya udema paska operasi.
IIB Radioterapi ipsilateral dan booster pada lesi
yang terlihat
IIC BEP 4x
III BEP 4x
IV BEP 4x
Komplikasi orkiektomi radikal adalah :
Pendarahan, yang terlihat dengan adanya hematoma di skrotum atau
retroperitoneal.
Infeksi luka operasi.
Trauma pada nervus ilioinguinal yang mengakibatkan terjadinya hipoestesia
pada tungkai ipsilateral dan permukaan lateral skrotum.
Nonseminoma
Pasien pada stage I yang menjalani orkiektomi radikal dan RPLND memiliki 5-years
disease-fre surviva rate yang tinggi mencapai 96-100%. Pada pasien stage II dengan
massa tumor yang kecil dan telah menjalani orkoiektomi radikal dan kemoterapi 5-
years disease-fre surviva rate nya mencapai 90% sedangkan pasien pada stage ini
tapi dengan massa tumor yang besar yang telah dilakukan orkiektomi radikal diikuti
Figure 82–1. Approach for radical inguinal orchiectomy. The incision is shown in dengan kemoterapi dan RPLND memiliki 5-years disease-fre surviva rate sebesar
the inset. The external oblique fascia is divided in line with its fibers down to the 55-80%.
external inguinal ring.
Tindak Lanjut
Pasien yang telah menjalani tindakan RPLND atau radioterapi memerlukan
pengamatan lanjutan setiap 3 bulan selama 2 tahun, lalu setiap 6 bulan selama 5
tahun selanjutnya setiap satu tahun. Pada setiap kunjungan haruslah dilakukan
pemeriksaan fisik pada sisa testis, abdomen dan kelenjar getah bening sekitarnya,
perlu pula dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan kadar AFP,
hCG dan LDH. Selain itu perlu pula dilakukan pemeriksaan foto rontgen thorak dan
abdomen.
Evaluasi respon pengobatan menurut kriteria UICC (1987 ) :
1. Ukuran tumor yang dievaluasi paska pengobatan, berupa :
a. Penurunan ukuran tumor dan atau ukuran metastase tumor, penurunan 2x
ukuran diameter yang saling tegak lurus dalam centimeter.
b. Perbaikan yang tidak dapat diukur, rekalsifikasi lesi tulang osteolitik,
perkiraan penurunan ukuran lesi seperti pada massa abdomen.
2. Durasi remisi
Waktu yang diukur sejak mulai pengobatan sampai munculnya tumor baru
( ukuran tumor lebih dari 25% dari hasil 2x pengukuran diameter tumor ) ,
Figure 82–2. After the cord has been controlled with a tightened Penrose drain or diukur sebelum dan sesudah pengobatan. Remisi dinyatakan dalam hari, minggu
rubber-shod clamp, the testicle is mobilized out of the scrotum using blunt dan bulan.
dissection.
Algoritma penatalaksanaan seminoma dan nonseminoma
berdasarkan staging klinis
TUMOR TESTIS NON SEL GERMINAL Hal yang penting diperhatikan bahwa 4/5 pasien gonadoblasoma secara fenotip
1. Tumor sel leydig adalah wanita dan pada penderita pria murni biasanya menderita kriptokidisme
dan hipospadia.
Tumor sel leydig adalah tumor testis non sel germinal meliputi 1-3% dari seluruh
Terapi pilihan untuk gonadoblastoma adalah orchiektomi radikal. Jika
tumor testis. 25% terjadi pada anak-anak, dangan 5-10% merupakan tumor
ditemukan adanya disgenesis kelenjar gonad maka tindakan gonadektomi
bilateral. Terdapat jenis yang jinak dan ganas.
kontralateral selain dari pengangkatan kelenjar gonad yang terkena merupakan
Penyebab tumor jenis ini tidak diketahui dan tidak seperti pada tumor testis sel
indikasi dari kelainan ini karena gonadoblastoma cenderung untuk mengenai
germinal yang dihubungkan dengan kriptokidisme maka tumor sel leydig tidak
kedua testis.
dikaitkan dengan kelainan tersebut. Tampak adanya lesi kecil yang berwarna
kekuningan tanpa adanya gambaran hemoragi dan nekrosis. Terdapat sel-sel
heksagonal yang granuler dengan sitoplasma yang berisi vakuola-vakuola lemak.
Temuan klinis yang dapat ditemukan pada penyakit ini berupa virilization pada
pasien usia pra pubertas dan merupakan suatu tumor jinak. Pada pasien dewasa
biasanya tidak bergejala meskipun pada 20-25% kasus terdapat adanya
ginekomastia dan tumor bersifat ganas pada 10% kasus. Pada pemeriksaan
laboratorium terdapat peningkatan kadar 17-ketosteroid serumdan urin dan juga
kadar estrogen. Pemeriksaan 17-ketosteroid penting untuk membedakan jenis
jinak dengan yang ganas, peningkatan 10-30 kali kadar enzim ini adalah pertanda
untuk tumor ganas dan indikasi untuk dilakukan RPLND.
Terapi inisial dari tumor ini adalah orchiektomi radikal. Peran kemoterapi untuk
tumor ini maih belum dapat ditentukan karena kasus tumor sel leydig sangatlah
jarang. Progonosis tumor sel leydig jenis jinak sangat baik sedangkan untuk jenis
yang ganas prognosisnya buruk.
3. Gonadoblastoma
Gonadoblastoma hanya meliputi 0,5% dari seluruh kasus tumor testis dan hampir
selalu ditemukan pada pasien dengan disgenesis testis. Penderita tumor ini
sebagian besar dijumpai pada usia dibawah 30 tahun.
Manifestasi klinis yang terlihat pada kelainan ini berkaitan dengan keadaan yang
mendasari timbulnya gonadoblastoma yaitu adanya disgenesis kelenjar gonad.
URETER Suplai darah ureter disuplai oleh cabang dari arteri renal, aorta, gonadal, iliaka,
mesenterik dan arteri vesikal. Serat nyeri menghantarkan rangsang kepada segmen
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 T12-L2. Drainase limfatik ureter mengalir ke nodus limfatikus regional. Tidak ada
saluran limfe yang berlanjut dari ginjal sampai kandung kencing. Nodus limfe
regioal yang menampung drainase adalah nodus limfatikus iliaka komunis, iliaka
Anatomi eksterna dan hipogastrikus.
Ureter terbagi menjadi dua atau tiga bagian. Pada ureter yang terbagi dua, yaitu Ureter terdiri dari otot yang memanjang berbentuk tabung/silinder, menghubungkan
ureter proksimal dan ureter distal. Ureter proksimal terletak diatas pembuluh darah pelvis ginjal dengan kandung kemih dan berjalan retroperitoneal. Panjang normal
iliaka communis dan secara esensial meliputi ureter 1/3 proksimal pada konsep ureter pada dewasa adalah 25-30 cm dan diameternya sekitar 5 mm, tergantung dari
ureter yang dibagi tiga segmen. tinggi badannya. Secara histologis, dari lapisan luar disusun oleh lapisan serosa, otot
Pada pembagian ureter yang terbagi tiga, ureter sepertiga media meliputi segmen polos dan di bagian dalam oleh lapisan mukosa. Lapisan otot polos terdiri dari 2
yang overlaps dengan tulang sacrum. Sedangkan ureter 1/3 distal meliputi ureter lapisan sirkuler yang dipisah oleh sebuah lapisan longitudinal.
yang terdapat pada juxtavecicular junction yang terletak dibawah tulang iliaca.
Ureter dapat dibagi menjadi 3 segmen, yaitu :
Ureter mengalirkan urine dari ginjal ke vesica urinaria. Panjangnya 25 cm dan 1. Ureter proksimal segmen yang berlanjut dari sambungan ureteropelvis
mempunyai 3 penyempitan sepanjang perjalannya pada : ginjal ke area tempat persilangan antara ureter dengan persendian sakroiliaka,
1. Pelvic-ureteric junction 2. Ureter medial antara tulang pelvis dan vasa iliaka,
2. Waktu ureter menyilang didepan A.iliaca communis ketika melewati pinggir 3. Ureter pelvis atau distal berlanjut dari vasa iliaka ke kandung kencing.
panggul.
3. Waktu ureter menembus dinding vesica urinaria.
Ureter keluar dari hilus ginjal dan berjalan vertikal ke bawah dibelakang peritoneum
parietale sepanjang sisi medial m. Psoas mayor yang memisahkannya dari ujung-
ujung processus tranversus vertebrae lumbales. Ureter masuk ke rongga panggul
dengan menyilang didepan a.Iliaca communis, kemudian berjalan ke arah
posterolateral pada dinding lateral pelvis menelusuri pinggir anterior incisura
ischiadica major hingga mencapai spina ischiadica. Dari sini ureter membelok
kearah antero medial dan berjalan tepat diatas diaphragma hingga mencapai basis
vesicae pada suatu titik tepat dibelakang tuberculum pubicum. Kearah posterior
ureter kanan dan kiri berhubungan dengan m. Psoas major, n.genitofemoralis dan
bagian distal A. Iliaca communis. Kearah inferior ureter kanan dan kiri tertutup oleh
peritoneum dan disilang oleh a. Spermatica interna. Selain itu disebelah anterior
ureter kanan berhubungan dengan: duodenum bagian II, A/V. Colica dextra dan
ileocolica, mesentrium dan iluem terminal, dan terletak disebelah kanan V.cava
inferior. Sedangkan disebelah anterior ureter kiri: disilangi A/V. Colica sinistra,
mesocolon sigmoideum dan colon sigmoideum, dan terletak disebelah kiri A.
Mesentrica inferior.
Di abdomen ureter bersilangan dengan arteri spermatica interna atau arteri ovaria. Di
pelvis, bersilangan dengan akhir dari ductus deferens dan pada wanita dengan arteri
uterina. Ureter kiri menyilang di anterior arteri mesenterika inferior dan vasa
sigmoid. Ureter kanan menyilang di vasa kolika dextra dan vasa ileokolika. Saat
turun ke pelvis, ureter berjalan di anterior vasa iliaka tetapi di posterior vasa gonade.
Pada laki-laki, ureter menyilang di anterior ligamen umbilicus medialis, dan
sebelum memasuki kandung kencing, berjalan di bawah vas deferens. Pada wanita,
ureter berjalan posterior dari ovarium, lateral dari ligamen infundibulopelvis dan
medial dari vasa ovarium.
Kolik Ureter ----------------------------------------------- RD-Collection 2002
Kolik ureter adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya sumbatan pada ureter
.Sumbatan ini dapat disebabkan oleh adanya batu, tumor, maupun jendalan darah,
namun batu merupakan sebab yang terbanyak. Dengan adanya sumbatan tersebut
akan mengakibatkan regangan kapsula renalis disertai hiperperistaltik dan spasme
dari otot polos ureter, yang akibatnya akan timbul rasa nyeri.
Di USA kejadian batu di saluran kemih adalah 1:1000 , dengan insidensi tertinggi
pada dekade tiga hingga lima, serta perbandingan laki-laki dengan wanita adalah 3:1
Selama ini penanganan pada pasien dengan kolik ureter adalah dengan pemberian
anti spasmodik. Sebab-sebab dari kolik sendiri jarang mendapatkan perhatian,
sehingga sering terjadi kolik yang berulang pada pasien tersebut, dimana rasa nyeri
dari kolik ini akan sangat mengganggu dan menyiksa pasien. Karena itu penting
untuk diketahui sebab dari kolik tersebut, sehingga dapat dilakukan pengobatan yang
optimal. Dengan demikian akan dapat dihindari timbulnya komplikasi dari adanya
batu di ureter.
Dikatakan bahwa 90% batu saluran kemih, pada pemeriksaan foto polos
abdomen(KUB) akan memberikan gambaran berupa bayangan putih (radioopak)
dan sisanya 10 % akan memberikan gambaran hitam(radiolusen), sehingga dengan
pemeriksaan Rontgen KUB dan IVP dapat ditentukan adanya batu maupun tempat
obstruksi pada saluran kemih tersebut
Definisi
Kolik ureter adalah suatu nyeri yang biasanya datang secara tiba-tiba yang berasal
dari ginjal dan menyebar ke lipat paha atau organ genitalia eksterna yang bersifat
intermitten atau koliki dengan disertai gejala gastro intestinal berupa perut
kembung, mual, muntah dan obstipasi serta gejala kardio vaskuler seperti takikardia
dan keluar keringat dingin,. Sedangkan nyeri renal adalah suatu nyeri yang biasanya
Gb1. Sistem urogenital dan vaskularisasi Gb 2. Lokasi Penyempitan ureter dirasakan sebagai nyeri yang timbul dan menetap di angulus kosto vertebralis yaitu
lateral dari M. Sacrospinalis dan dibawah iga XII.
Fisiologi Seperti kolik ureter, nyeri renal ini juga diikuti gejala gastro intestinal berupa mual
dan perut kembung .Kolik ureter ini timbul karena adanya obstruksi pada ureter
Fungsi ureter adalah mengalirkan urine dari pelvis ginjal menuju kandung kencing oleh batu, jendalan darah ataupun tumor, namun batu merupakan sebab yang utama
dengan cara kontraksi peristaltik ritmik. Pada laki-laki terjadi 1-5 kali tiap menit. Dengan adanya sumbatan tersebut akan mengakibatkan regangan kapsula renalis
Pergerakan peristaltik dikendalikan oleh dua lapisan otot ureter, longitudinal dan disertai hiperperistaltik dan spasme dari otot polos ureter, yang akibatnya akan
sirkuler. Susunan pertemuan ureterovesical sedemikian rupa sehingga kenaikan timbul rasa nyeri.. Nyeri ini akan menjalar dari angulus kosto vertebralis (pinggang)
tekanan intravesika akan menutup orifisium ureter dan akhirnya dapat mencegah kearah depan bawah, kebagian bawah perut sepanjang perjalanan ureter. Pada laki-
refluks. Urine masuk ke dalam kandung kencing dengan cara menyemprot. Secara laki nyeri ini akan menjalar hingga testis apabila terdapat sumbatan di bagian
berkala, kontraksi otot longitudinal ureter akan membuka orifisium untuk proksimal ureter. Dan menjalar kearah skrotum apabila terdapat sumbatan di ureter
mengalirkan urine masuk ke dalam kandung kencing. bagian distal, sedangkan pada wanita nyeri ini dapat menyebar sampai vulva apabila
sumbatan tersebut berada di bagian distal ureter
Batu Ureter Distal ------------------- RD-Collection 2002
Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih, terutama pada tempat-tempat yang
sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu pada system kalises ginjal
atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelviokalises (stenosis uretero-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis merupakan keadaan-keadaan yang
Insiden penyakit batu saluran kemih di Indonesia menempati urutan terbanyak di memudahkan terjadinya pembentukan batu. Kecenderungan terjadinya batu menurut
bidang urologi. Batu saluran kemih merupakan penyakit nomer 3 tersering di dalam para penyidik mengikuti suatu tata cara tertentu yaitu:
bedah urologi setelah infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat jinak. Di USA 1. Adanya supersaturasi dari zat pembentuk batu.
angka kejadian batu saluran kemih ini adalah 1 : 1000 penduduk, penyakit ini dapat 2. Adanya faktor yang menyebabkan kristalisasi zat tersebut
terjadi pada semua golongan umur tetapi jarang terjadi pada anak dibawah 10 tahun 3. Adanya zat yang menyebab kristal berkumpul jadi satu.
dan orang tua diatas 65 tahun Insidensi tertinggi penyakit ini terjadi pada umur 30 –
50 tahun, dengan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 3 : 1 Dasar Proses kimia - fisika
Hal ini berhubungan dengan lebih banyaknya pembentukan batu kalsium pada Proses dasar pembentukan batu adalah supersaturasi. Seperti yang terjadi dalam
perempuan, akibat kandungan asam sitrat yang berkurang pada usia menopause gelas berisi air. Bila di dalamnya terkandung garam atau kristal sodium dalam
Untuk negara berkembang saat ini lebih banyak ditemukan adanya batu di saluran jumlah kecil, maka larut dalam air. Bila dilakukan penambahan garam
kemih bagian atas, seperti di ginjal (nephrolithiasis), di ureter (ureterolithiasis). terus-menerus, suatu saat akan tercapai suatu konsentrasi di mana garam tersebut
Sebaliknya dengan negara yang sedang berkembang, maka akan lebih banyak tidak dapat lagi larut dalam air. Pada konsentasi ini, dikatakan garam tersaturasi.
didapatkan batu di saluran kemih bagian bawah, seperti di kandung kencing Bila garam ditambahkan terus, maka akan mengendap, jika pH atau suhu tidak
(vesicolithiasis). Hal ini terjadi karena pada sebagian besar negara sedang berubah, tidak ditambahkan zat/ bahan lain yang membantu kelarutan garam dalam
berkembang adalah merupakan negara agraris dengan pendapatan perkapita yang air. Titik saturasi di mana mulai terjadi kristalisasi, disebut thermodynamic solubility
rendah sehingga konsumsi dari protein nabati akan lebih banyak dibanding protein product (Ksp).
hewaninya. Sehingga pH urin akan berkurang keasamannya dan keadaan ini akan Ksp, adalah suatu konstanta, sama dengan hasil konsentrasi komponen kimia murni
mengakibatkan mudahnya terjadi pembentukan batu magnesium ammonium dalam keseimbangan antara komponen terlarut dan komponen pelarut. Ksp, kalsium
phospat. Serta masih dominannya penyakit infeksi di negara yang sedang oksalat monohidrat dalam air suling pada 37oC adalah 2,34 x 10-9. Begitu juga yang
berkembang tersebut terjadi dalam urin. Bila konsentrasi kalsium dan oksalat lebih tinggi dari Kspnya,
Pengobatan batu ureter sangat tergantung dari ukuran batu, lokasi batu dan fungsi maka akan mengendap. Tetapi di dalam urin terdapat zat-zat inhibitor dan molekul
ginjal. Modalitas pengobatan batu ureter pada dekade terakhir ini mengalami lain yang memungkinkan konsentrasi kalsium oksalat tidak mengendap walaupun
perkembangan yang sangat pesat dengan adanya tehnik ureteroskopi (URS), melampui Kspnya. Keadaan ini, dikatakan, urin metastabel terhadap kalsium oksalat.
lithoclast dan pemecah batu dengan gelombang kejut Extracorporeal Shock Wave Bila konsentrasi kalsium oksalat ditingkatkan lagi, akan tercapai konsentrasi di mana
Lithotripsy (ESWL). tidak dapat lagi larut dalam urin. Konsentrasi ini disebut Kf yang merupakan
Berbeda dengan batu ureter distal yang masih kontroversial menyangkut keadaan formation product kalsium oksalat dalam urin. Pada umumnya, komponen
individu, biaya pengobatan, keinginan pasien, waktu pemulihan yang singkat, pembentuk batu, dalam urin, berada dalam konsentrasi metastabel antara Ksp, dan Kf.
rerata morbiditas, fasilitas setempat, dan keterampilan ahli urologi. Sejak Perez Setiap senyawa mempunyai Kf tertentu pada suhu dan pH tertentu. Faktor suhu tidak
Castro tahun 1980 berhasil melakukan ureteroskopi pertama kali dengan alat yang terlalu penting, karena suhu manusia relatif konstan (37oC). Yang banyak
dirancang khusus untuk pengeluaran batu ureter, perkembangan tehnik pengeluaran berpengaruh adalah pH urin. Berbeda dengan air, didalam urin terdapat molekul lain
batu ureter melalui ureteroskopi mempunyai angka rerata keberhasilan yang sangat yang dapat berinteraksi, sehingga dapat mengubah kelarutannya. Misalnya urea,
tinggi terutama ditemukannya ultrasonik litotriptor, elektrohidrolik litotriptor, dan asam urat, asam sitrat dan kompleks mukoprotein.
laser litotriptor, dan swiss lithoclast. Terdapat beberapa pilihan terapi untuk
penatalaksaan batu ureter distal yaitu: Observasi (watchfull waiting) dengan
ditambah terapi farmakologi, URS, ESWL, serta operasi terbuka.
Komposisi batu.
Batu saluran kemih ini tersusun dari komponen matriks yang berupa suatu
mukoprotein yang diperkuat sejumlah hexose dan hexosamine dengan kristaloid
Etiologi (kalsium, oksalat, fosfat, asam urat, sodium, sitrat, magnesium, sulfat). Dimana
Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Gerakan matriks tersebut akan membentuk suatu kerangka beton dengan di sela-selanya terisi
peristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga akan menimbulkan kristal, sehingga membentuk suatu masa yang padat.
kontraksi yang kuat.
Komponen matriks ini menyusun 2 – 10 % dari keseluruhan komponen batu, dapat 3. Defisiensi zat protektif dalam urin
juga matriks ini berfungsi sebagai nidus untuk menempelnya kristaloid-kristaloid Zat protektif ini dapat mencegah terjadinya presipitasi garam-garam kalsium
tadi. Jenis dari batu saluran kemih ini akan ditentukan oleh kristal–kristal walaupun telah melewati solubility product. Diantaranya adalah mukoprotein,
penyusunnya. Sebagian besar batu terdiri dari campuran berbagai jenis kristal, pada magnesium, sitrat dan lain-lain. Zat-zat tersebut terdapat didalam urin yang
analisis batu akan dapat diketahui jenis kristal tersebut. Pemeriksaan analisis ini normal, sehingga apabila kandungan zat tersebut berkurang maka garam-garam
penting untuk membantu menentukan faktor penyebab dari timbulnya batu tersebut, kalsium akan mudah mengkristal. Sehingga pada wanita yang telah menopause
sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan kekambuhan.. dimana kandungan sitratnya berkurang akan lebih mudah terbentuk batu
kalsium, dibandingkan dengan yang belum menopause ataupun laki-laki
Patogenesis .
Penyebab terbentuknya batu hingga saat ini belum pasti, namun ada beberapa faktor 4. Nidus batu( papilari nekrosis)
yang sudah diketahui mempunyai peranan dalam pembentukan batu, yaitu : Pada beberapa keadaan seperti diabetes mellitus ataupun pielonefritis dapat
terjadi nekrosis dari papila ginjal, papila ini kemudian terlepas dan tersangkut
1. Supersaturasi
disuatu tempat dan menjadi inti dari batu.
Bertambah tingginya kristaloid bisa diakibatkan oleh sekresi zat yang bertambah
atau berkurangnya volume urin sedangkan ekskresi tetap, atau oleh kedua hal
tersebut. Berkurangnya volume urin ini bisa disebabkan oleh intake air yang 5. Infeksi
kurang atau oleh kehilangan air yang banyak, misalnya oleh karena banyak Sering kali batu terbentuk pada ginjal yang terinfeksi, terutama infeksi oleh
keringat, diare, dan lain lain . Urin merupakan larutan berbagai macam zat, dari bakteri yang mempunyai enzim pemecah urea. Batu infeksi ini mempunyai
yang mudah larut sampai yang sukar larut. Pada keadaan undersaturated setiap komposisi berupa magnesium amonium fosfat.
jenis zat berada dalam keadaan larut. Bila konsentrasi zat bertambah, pada suatu
saat konsentrasinya melewati ambang solubility product, dan larutan dalam
keadaan metastable. Dalam keadan ini zat akan mudah mengkristal bila terjadi Pembentukan batu
ketidak seimbangan atau bila ada benda asing yang berperan sebagai nidus. Bila 1. Primer
konsentrasi zat terus bertambah dan melewati ambang formation product, maka Pembentukan batu yang terjadi pada saluran kemih yang normal, batu ini
larutan dalam keadaan labil, dalam keadaan ini zat didalamnya mudah sekali biasanya terbentuk karena adanya kelainan metabolik (hiperparatiroidisme). Batu
mengkristal. Keadaan diatas merupakan fase I dari proses pembentukan batu, jenis ini biasanya berupa kristalisasi tanpa nidus, hal ini dapat terjadi dimana
atau disebut juga sebagai fase mikrolith. Proses untuk terjadinya batu di saluran batu berkembang di papila renalis sebagai plaque subepitelial yang selanjutnya
kemih maka dibutuhkan suatu proses lanjutan dari fase I yang berupa agregasi akan menyebabkan erosi dari papila sehingga akan terjadi presipitasi dari
dari kristal-kristal diatas, ataupun suatu proses mantelisasi pada batu yang kristaloid urin.
disebabkan karena infeksi. Proses ini disebut sebagai fase II, atau fase makrolith
dari pembentukan batu 2. Sekunder
. Pembentukan batu pada kondisi infeksi dan urin dalam keadaan alkalis. Pada
2. Keadaan pH urin keadaan ini bakteri, debris dan produk inflamasi bertindak sebagai nidus pada
Disamping konsentrasi zat, kelarutan suatu zat bergantung pula pada pH, presipitasi dari kristaloid urin.
suhu larutan adanya zat-zat lain, dan sebagainya. Contoh batu yang terbentuk
akibat supersaturasi dan sangat dipengaruhi pH urin adalah batu sistin dan batu Dalam urin normal, konsentrasi kalsium oksalat 4 kali kelarutannya, Karena terdapat
asam urat. Sistin ini mudah mengkristal bila dalam suasana asam, maka bila urin inhibitor dan molekul lainnya, presipitasi baru akan terjadi bila supersaturasinya
dipertahankan dalam jumlah banyak dan pH lebih dari 7, maka sistin tak akan mencapai 7 sampai 11 kali kelarutannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi
mudah untuk mengkristal. Sebaliknya dengan asam urat, kelarutan asam urat ini supersaturasi kalsium oksalat dalam urin, antara lain, volume urin yang rendah,
akan bertambah pada suasana alkalis sehingga perlu dipertahankan keadaan pH meningkatnya ekskresi kalsium, oksalat, fosfat, urat, rendahnya ekskresi sitrat dan
urin yang normal (7,1-7,2) agar asam urat tidak mudah larut magnesium. Proses pembentukan inti batu yang terdiri dari larutan murni disebut
nukleasi homogen.
Terdapat 3 macam bahan yang mempengaruhi proscs pembentukan batu dalam urin,
yaitu: inhibitor, kompleksor dan promotor. Inhibitor melekat pada kristal, sehingga
mencegah pertumbuhan dan memperlambat agregasi. Inhibitor untuk kalsium
oksalat dan kalsium fosfat, antara lain magnesium, sitrat, pirofosfat dan nefrokalsin.
Dalam urin terdapat 2 glikoprotein yang bersifat inhibitor, yaitu nefrokalsin dan Pemberian diuresis dan antibiotik tidak akan menghilangkan batu jenis ini, terapi
protein Tanim-Harsfall, yang menghambat agregasi pada urin yang pekat. yang dibutuhkan adalah pengambilan dari batu ini. Batu ini bersifat porous,
Kompleksor yang penting untuk kalsium oksalat adalah sitrat, yang mempunyai efek rapuh , lunak dan berwarna coklat atau putih .
maksimal pada pH urin 6,5. Magnesium bersenyawa dengan oksalat, membentuk Batu ini pertama kali didapat pada manusia. Batu jenis ini merupakan 2-20% dari
senyawa lain yang larut dalam urin. Magnesium dan sitrat bersifat kompleksor dan insiden batu saluran kemih. Sering dijumpai pada wanita dan kambuh dengan
inhibitor. Promotor menginisiasi satu fase pembentukan kristal, tetapi menghambat cepat. Batu ini terdiri dari magnesium, amonium dan fosfat yang bercampur
fase yang lain. Misalnya glikosaminoglikan, menunjang proses nukleasi, tetapi dengan karbonat. Sering muncul sebagai batu cetak (staghorn) pada ginja dan
menghambat proses pertumbuhan dan agregasi. Matriks batu adalah protein non jarang pada ureter. Batu ini adalah batu infeksi dari kuman proteus,
kristal yang merupakan bagian dari batu. Kandungan matriks dari batu, bervariasi, pseudomonas, providencia, klebsiela, staphilokokus, mikoplasma dan lain-lain.
umumnya 3% dari bobot batu. Peranan matriks pada pembentukan batu masih belum Benda asing dan neurogenik bladder mungkin predisposisi penderita infeksi
jelas. Finlayson dkk., berpendapat matriks hanya menambah/ melapisi kristal yang saluran kemih yang selanjutnya akan terbentuk batu.
membentuk batu. Polimerisasi matriks diperlukan dalam pembentukan batu. Matriks Ada dua keadaan yang harus ada untuk terjadinya kristalisasi dari batu struvit
dibentuk dalam tubulus renal. Dutoit dkk., mengajukan hipotesa terbentuknya batu yaitu pH urin antara 6,8 - 8,3 (kebanyakan diatas 7,2) dan adanya konsentrasi
ginjal karena adanya penurunan aktivitas ensim urokinase dan peningkatan sialidase tinggi amonia dalam urin. Pembentukan batu struvit didukung oleh adanya
yang berakibat terjadinya meneralisasi matriks batu. infiksi dalam urin oleh bakteri yang memproduksi urease. Brown (1901)
mengemukakan adanya amonia dalam urin, alkalinisasi dan pembentukan batu.
Mekanisme lain yang menginduksi pembentukan batu adalah meningkatkan daya
Jenis batu saluran kemih lekat kristai. Parson dkk menunjukkan kerusakan glikosarninoglikan yang
1. Batu kalsium normal berada pada permukaan mukosa oleh amonium. Penghilangan batu dapat
Terbentuknya batu ini berhubungan dengan peningkatan absorbsi kalsium oleh dicoba dengan irigasi hemiasidrin sedangkan pengobatan jangka panjang dapat
usus halus. Sering terjadi pada keadaan sarkoidosis, sindrom milk-alkali , dioptimalkan dengan menghilangkan semua benda asin termasuk kateter. Namun
hiperparatyroid. Batu ini memberikan gambaran bayangan putih pada irigasi ini hanya digunakan bila infeksi dari saluran kemih sudah terkontrol
pemeriksaan foto polos abdomen (radioopak), tunggal, keras, berwarna
keputihan dan terbentuk pada kondisi urin yang alkalis. Batu jenis ini terdapat b. Asam urat,
kurang lebih 80% dari seluruh jenis batu saluran kemih Batu jenis ini biasanya didapatkan pada laki-laki, penderita gout, ataupun yang
Predominan terdiri dari kalsium fosfat dan merupakan 10% batu ginjal. Batu sedang dalam terapi keganasan, mempunyai kemungkinan yang lebih besar
kalsium fosfat murni, sangat jarang ditemukan. Lebih sering sebagai komponen untuk terkena. Batu ini memberikan gambaran hitam pada foto polos abdomen
batu kalsium oksalat. Lebih banyak terjadi pada wanita, seringkali berhubungan (radiolusen), multipel dengan permukaan yang bergerigi. Batu ini terbentuk
dengan defek asidifikasi tubuler. Pada kasus batu kalsium oksalat, mandatoris pada suasana urin yang asam dan ditemukan kurang lebih 5-10% dari kasus batu
untuk dicari adanya Renal Tubular Acidosis (RTA). Batu kalsium fosfat, dapat saluran kemih. Pengobatan untuk batu jenis ini adalah dengan mempertahankan
terjadi pada hiperparatiroidisme primer dan sarkoidosis. volume urin lebih dari 2 L/hari, dan mempertahankan pH urin lebih dari 6,0 serta
mempertahankan kadar asam urat dalam keadaan normal (laki-laki :3,4-7,0 mg
%, perempuan :2,4-5,7 mg %)
2. Batu non kalsium
Pada penyakit diare kronik seperti Crohn's dan colitis ulseratif atau jejunoileal by
a. Struvite
pass dapat menyebabkan batu asam urat, melalui kehilangan bikarbonat yang
Terbentuk dari magnesium, amonium, dan fosfat (MAP) lebih banyak
akan menurunkan pH atau melalui berkurangnya produksi urin. Pengobatan
ditemukan pada wanita dan dapat cepat untuk timbul berulang. Batu jenis ini
dengan memelihara volume urin hingga 21/hari, pH lebih dari 6, pengurangan
sering timbul sebagai batu staghorn dan jarang sebagai batu ureter, kecuali
diet purin dan pemberian allupurinol membantu mengurangi ekskresi asam urat.
pada pasca tindakan bedah dimana batu ini akan terpecah dan turun ke ureter.
Penyebab utama terjadinya kristalisasi asam urat adalah supersaturasi dari urin
Batu struvite ini merupakan batu infeksi yang tergabung dari hasil pemecahan
sehingga asam urat tidak terdisosiasi. Tidak diketallui zat apa yang bersitat
urea dari mikro organisma (proteus, pseudomonas, klebsiela, stapilokokus dan
sebagai inhibitor untuk pembentukan batu asam urat. Pasien dengan batu asam
lain lain). Keadaan pH urin penderita batu MAP ini akan berkisar 6,8 sampai 8,3
urat sering mengandung urin dengan keasaman dalam jangka waktu yang
dan jarang dibawah 7,0. Hal ini disebabkan kandungan amonium yang tinggi
panjang.
sebagai hasil pemecahan urea dari mikro organisma tadi . Wanita dengan infeksi
saluran kemih yang berulang dan membutuhkan antibiotik dalam pengobatannya,
mungkin perlu dievaluasi adanya batu struvite ini.
Kelainan yang didapat pada pasien gout antara lain sekresi amonium yang lebih Xantinuria adalah kelainan metabolisme yang diturunkan secara resesif otonom
sedikit dibanding orang normal sehingga banyak sisa ion H yang bebas, produksi dengan ciri defisiensi enzim xantin oksidase. Oksidasi hipoxantin menjadi xantin
asam urat yang meningkat disertai menurunnya kemampuan ekskresi oleh ginjal, dan kemudian terhenti. Kadar urat rendah < 1,5 mg/dl, sedangkan kadar xantin
dan akhirnya berkurangnya produksi urin. dan hipoxantin pada serum dari urin meninght. Karena xantin lebih sulit larut
dari hipoxantin, maka batu xantin terbentuk.Pengobatan tergantung gejala yang
Ada tiga faktor yang terlibat dalam pembentukan batu urat, yaitu: ditimbulkannya. Intake cairan yang tinggi dan alkalinisasi urin diperlukan untuk
1. Ekskresi urat yang berlebihan (>1500mg/ hari) pada pH yang relatif rendah. profilaksis
2. Absorbsi, produksi dan ekskresi urat yang lebih dari normal.
3. Jumlah urin yang menurun. g. Lain-lain
Batu silikat adalah batu ginjal yang sangat jarang dan biasanya berhubungan
Ketiga faktor ini adalah kombinasi ideal untuk terbentuknya kristalisasi asam urat. dengan penggunaan jangka panjang dari antasida yang mengandung silica,
seperti produk yang mengandung magnesium silikat. Terapi pembedahan saina
c. Sistin, dengan batu yang lain. Batu triamteren akhir-akhir ini frekuensinya meningkat
Timbulnya batu ini adalah sekunder dari kelainan metabolisme akibat gangguan berhubungan dengan penggunaan anti hipertensi seperti dyazide. Penghentian
absorbsi asam amino (lysin, sistin,dan lain lain) oleh mukosa intestinal dan peggunaan obat akan mencegah rekurensi.
tubulus renalis. Jenis batu sistin ini terjadi berkisar 1-2 % dari kasus batu saluran
kemih yang ada, dengan insidensi tertinggi pada dekade 2 dan 3. Batu ini dapat
tunggal, multiple ataupun staghorn dan sering didapatkan pada penderita yang Gejala dan tanda adanya batu
mempunyai riwayat keluarga batu saluran kemih. Pada urinalisa akan tampak 1. Nyeri.
kristal hexagonal. Pengobatan batu jenis ini adalah dengan pemberian intake Nyeri akibat adanya batu ini berupa kolik renal, yaitu nyeri yang disebabkan
cairan lebih dari 2 L/ hari dan alkalinisasi urin dengan pH dipertahankan diatas karena adanya peregangan dari sistem collecting dan ureter, dimana obstruksi
7,5.Batu ini pada tepinya bersifat radioopak karena kandungan sulfurnya yang dari aliran urin adalah penyebab utama dari timbulnya kolik ini. Nyeri renal
tinggi kolik ini akan mempunyai karakteristik sendiri, tergantung dimana lokasi batu
Batu ini hanya 1% dari semua batu saluran kemih dan terjadi hanya pada pasien tersebut berada. Beberapa lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan oleh batu
dengan sistinuria. Sistinuria adalah penyakit yang diturunkan secara resesif adalah :
otosomal. Pada penyakit ini terjadi defek transpur transepitelial yang a. Kaliks renal,
menyebabkan gangguan absorbsi sistin di usus dan tubulus proksimal. Batu sistin Batu ataupun material lain di kaliks dapat menyebabkan obstruksi dan kolik
terbentuk karena sistin sukar larut dalam keadaan pH urin yang normal dan renal. Pada umumnya batu yang tidak menyebabkan obstruksi akan
ekskresi dari ginjal yang berlebihan. Solubilitas dari sistin adalah pH dependen, menimbulkan nyeri yang periodik, nyeri ini bersifat tumpul, ataupun rasa
solubilitasnya akan rendah pada pH yang rendah dan sebaliknya. Diagnosis dari pegal pada pinggang dan punggung yang bervariasi dari ringan hingga berat.
sistinuria dicurigai bila onset dini dari batu ginjal, dan riwayat keluarga, dan Nyeri ini akan terasa bertambah berat setelah mengkonsumsi banyak cairan,
riwayat kambuh. Dari pemeriksaan urin didapatkan sodium nitropruside yang dimana hal ini disebabkan karena regangan pada kaliks yang lebih besar.
positif. Kadar sistin di urin > 250 mg/hari sifatnya diagnostik. Terapi medik
dengan intake cairan lebih dari 3 liter sehari.
b. Pelvis renalis,
d. Xanthin dan phenil pyruvate, Batu dengan diamater lebih dari 1 cm biasanya akan menyumbat ureteropelvic
batu ini sangat jarang dan terbentuk karena adanya kelainan metabolik berupa junction dan menimbulkan nyeri yang hebat pada angulus kosto vertebralis
kekurangan enzym xanthin oksidase. terjadi pada pasien Lichnehen sindrom. (pinggang), disebelah lateral M. Sacrospinalis dan dibawah iga XII. Nyeri ini
Dimana enzym ini akan merubah hipoxanthin menjadi xanthin dan dari xanthin bervariasi dari ringan hingga menyiksa pasien, bersifat konstan dan menjalar
menjadi asam urat. Intake cairan yang banyak dan alkalinisasi pH urin akan ke perut bagian atas yang ipsilateral. Bila tidak terjadi obstruksi, pasien
mencegah timbulnya batu jenis ini dengan batu di pelvis renalis ini hanya akan merasakan pegal pada pinggang
Batu santin sangat jarang terjadi, insidennya 1/2500 batu, merupakan kelainan ataupun punggungnya.
konginital. Xantinuria yang diturunkan menyebabkan pembentukan batu xantin,
yang radiolusen dan kadang menyerupai batu asam urat.
c. Ureter bagian proksimal, Pada fase awal, dilatasi ureter ini tidak akan menyebabkan hidronefrosis, sehingga
Nyeri karena adanya batu dibagian ini akan dirasakan sebagai nyeri di belum akan terjadi kerusakan dari ginjal. Sumbatan di ureter ini juga tidak akan
angulus kosto vertebralis(pinggang) yang akan menjalar sepanjang perjalanan menimbulkan kerusakan ginjal bila batu yang menyumbat dapat turun ataupun lewat
ureter hingga testis, hal ini terjadi karena adanya persamaan inervasi pada dalam beberapa hari, dikatakan bahwa 90 % batu di ureter bagian distal akan dapat
ginjal dan testis oleh N.Th XI-XII. keluar secara spontan dalam 30 hari. Namun apabila sumbatan ini berlangsung
lebih dari 6 minggu dan tidak dapat keluar secara spontan maka akan terjadi
d. Ureter bagian tengah, kerusakan dari parenkim ginjal
Nyeri akan dirasakan mulai dari pinggang dan menjalar hingga daerah perut Batu ini dapat tertahan pada bagian yang menyempit dari ureter yaitu pada:
bagian bawah, hal ini sesuai dengan persarafan N.Th XII-L.I. ureteropelvic junction, saat ureter menyilangi vasa iliaka,ureterovesical junction,
saat ureter menyilangi vas deferens atau ligamentum latum/rotundum pada wanita
e. Ureter bagian distal, dan bagian intramural Batu ureter ini akan memberikan gejala pada penderita
Nyeri akan dirasakan mulai dari pinggang dan menjalar hingga lipat paha, apabila batu tersebut terperangkap pada tempat-tempat diatas, serta adanya infeksi,
kandung kemih, skrotum ataupun vulva. ataupun kombinasi keduanya.
KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi relatif untuk melakukan vesicopsoas hitch, adalah ukuran kandung
kencing yang kecil, disinar dan neuorogenic bladder. Kontraindikasi relatif untuk
Boari Flap, kandung kencing yang kecil, kempes , disinar dan neuopatik; karsinoma
transisional sel. Kontraindikasi mutlak untuk melakukan transureteroureterostomi
(TUU) meliputi donor ureter yang terlalu pendek atau ureter penerima yang tidak
sehat.
TUUC ------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002
Bagian yang menonjol dari dinding ureter terdiri dari tunika muskularis yang dibagi
menjadi stratum longitudinal bagian dalam dan stratum sirkularis bagian luar. Pada
ureterovesical juntion tunika muskularis membelok kedalam ureter dan dipisakan
dari tunika muskularis ureter oleh jaringan ikat longgar yang disebut Waldeyer’s
Transureterouretrostomy cutaneous (TUUC) adalah salah satu tehnik rekonstruksi sheath .
ureter dengan cara melakukan anastomosis ureter kanan dan kiri dengan Fungsi ureter adalah untuk mengalirkan urin dari pelvis renis ke kandung kemih,
memotong garis tengah dan mengeluarkannya ke didinding abdomen sebagai urin turun oleh karena adanya gerakan peristaltik pada ureter yang disebabkan oleh
diversi urine. Cara ini dapat menguntungkan pasien yang menderita penyakit pacuan pacemaker pada kaliks dan pelvis, pacemaker ini terpacu jika cukup urin
obstruksi uretral bagian distal seperti adanya keganasan di rongga pelvis yang yang merangsang dan keluar dalam bentuk bolus (bola-bola), ketika memasuki
inoperable dan sifatnya permanen sehingga tidak selalu menggunakan stent dan kandung kemih dalam bentuk turbulensi (seperti disemprotkan). Ureter masuk
Urostomy externa . kedalam kandung kemih miring dan bagian ureter yang terletak submukosa
Transureterouretrostomy pertama kali di uji pada hewan, tahun 1934 Vermooten terbentuk suatu lipatan (plica) sehingga bila kandung kemih penuh, isi kandung
dan Neus wanger mengenalkan tehnik sub mukosa dari reimplantasi ureter pada kemih mendorong plica tersebut sehingga menutupi muara ureter dan mencegah
anjing yang berguna untuk mengurangi refluk vesikoureter paska operasi refluks urin .
dibandingkan anastomosis vesika urinaria. Tahun 1935 cara ini diterapkan pada
manusia untuk kasus-kasus yang disebabkan oleh tumor ganas yang menimbulkan KLINIS
obstruksi ureter atau obstuksi uropati,dimana aliran airkemih terganggu sedemikian Dalam perjalanannya penderita obstruksi uropati akan mengeluh nyeri pinggang
rupa sehingga tekanan sebelah proksimal harus ditingkatkan untuk memungkinkan akibat distensi ureter dan kapsul ginjal, dimana tidak akan berobah dengan
aliran melewati tempat yang menyempit tersebut. Obstruksi uropati mempunyai perubahan posisi. nyeri pinggang yang berhubungan dengan saat buang air kecil,
potensi penyebab terganggunya fungsi ginjal dan merupakan paktor predisposisi adalah khas untuk vesicouretral refluk. Apabila ada anuria, kemungkinan adalah
terjadinya infeksi saluran kemih,oleh kerena itu obstruksi saluran kemih merupakan adanya obstruksi total kedua ginjal atau pada ginjal soliter. Pada obstruksi
masalah klinis yang sangat penting . Terapi penderita obstruksi uropati dimulai intravesika kronis, akan dijumpai adanya hesitancy, pancaran lemah, menetes pada
dengan upaya menghilangkan bendungan air kemih berupa diversi urine sehingga akhir buang air kecil, frekuensi, dan overflow incontinence. Hematuria, disuria,
dapat memelihara fungsi ginjal dan mencegah atau menghilangkan infeksi . dijumpai bila telah timbul infeksi. Gejala mual, muntah kehilangan berat badan,
pucat, akan timbul bila telah terjadi uremia akibat hidronefrosis bilatral .
EPIDEMIOLOGI Nyeri tekan daerah pinggang dijumpai, sering pada obstruksi yang akut, khususnya
Dalam literatur dinyatakan dari 6 artikel yang ada dilaporkan ada 600 kasus yang lagi bila telah terjadi infeksi . Pembasaran ginjal bisa terpalpasi akibat akumulasi
menggunakan transureterouretrostomy mulai dari tahun 1975 sampai dengan cairan dalam kolekting sistim. Pembesaran kandung kemih juga dapat terpalpasi,
sekarang. Angka ini menunjukan angka lebih tinggi disebabkan oleh kenyataan sebagai massa supra pubik, fluktuen, nyeri tekan, dan bisa berupa massa padat,
bahwa prosedur ini jarang di laporkan secara ilmiah Hasil terbanyak yang keras, apabila merupakan suatu tumor kandung kemih. Pada pemeriksaan colok
dilaporkan dari England sebanyak 253 kali baik di gunakan pada tumor jinak atau dubur bisa dievaluasi tentang keadaan kelenjar prostat, kemungkinan adanya
pun tumor ganas pada ureter distal (Noble 1997). Di RSUP dr.Sardjito belum ada keganasan rektum atau pun massa pelvis lainnya. Pada wanita pemeriksaan
melaporkan jumlah yang telah menggunakan tehnik ini secara ilmiah . genikologis diperlukan umtuk kemungkinan adanya penyakit dalam rongga pelvis
sebagai penyebab obstruksi .
ANATOMI FISIOLOGI URETER
Ureter teletak pada daerah retroperitoneal berbentuk seperti pipa yang sedikit pipih, PEMERIKSAAN PENUNJANG
berdiameter 4-7mm. Panjang bervariasi sekitar 25-30 cm. Lumen ureter berbentuk Pemeriksaan penunjang sangatlah penting dan sangat membantu untuk mengambil
celah sempit dan mempunyai penampilan seperti bintang karena mukosanya terlipat langkah selanjutnya dengan mengetahui keadaan ureter dan pelvis ginjal, panjang
secara longitudinal. Kedua ureter menembus dinding kandung kemih pada ureter yang adekuat dan batas distal dari kebutuhan pembedahan dengan cara antara
fundusnya, terpisah dengan jarak sebesar 4-5 cm, miring dari arah lateral dari lain :
belakang atas ke medial depan bawah. Ureter berjalan sepanjang 2 cm di dalam Intavenous pyelogram (IVP), Retrograde pyelogram (RPG)
dinding kandung kemih dan berakhir pada suatu celah sempit yaiti ostium ureter. Antegrade nephrostogram
Gambaran mikroskopik ureter pada potongan melintang terdiri dari stratum CT scan Reformating ( Pemeriksaan ulang )
intermidiet jaringan ikat retroperitonial dan menebal disebut periureteric sheath. MRI dengan Gondolinium Intra Vena
Bagian dalam ureter adalah mukosa yang terdiri dari epitel transisional. Pouch-O-gram atau Loop -O- gram jika terjadi refluk
PENGOBATAN mendapat pe ngobatan radiasi . Bahayanya prosedur ini dapat memicu terjadinya :
Hampir tidak ada terapi medis yang dapat membantu selain tindakan bedah pada * Stenosis Fungsional pada anastomosis
pasien yang menderita obstruksi total ureter yang disebabkan tumor di bagian distal * Fistel urinari
ureter dengan cara menghilangkan bendungan urin atau diversi urin diantaranya: * Uretrouretral refluk
- Nephrostomi
- Uretroneosistostomi Gbr. diagram transureterouretrostomy
- Tranverse ureterouretrostomi
- Ureterosigmoidestomi
- Transureteroureterostomy Cutaneous
INDIKASI
Transureterouretrostomy cutaneous(TUUC) merupakan prosedur sederhana untuk
diversi urin, yang dapat di kombinasikan dengan tehnik lain dan dapat ditoleransi
dengan baik sebagai indikasi pada :
Refluk vesikoureter grade IV-V, refluk menetap, atau pasien dengan infeksi
yang berat
Keganasan didaerah pelvis
Leukoplakia yang terlibat secara luas pada bagian-bagian ureter
Striktur ureter distal
Mega ureter
Iatrogenik (operasi daerah pelvis)
Insisi peritonium pada bagian ureter yang terlibat sampai pelvis kecil, identifikasi
KONTRAINDIKASI ureter sampai tampak dan bebas sehingga anastomosis dapat dilakukan tanpa
Kondisi yang buruk pada ureter proksimal dan ginjal tegangan, buang atau potong jaringan yang mati kemudian dilakukan penyambungan
dengan jaringan yang sehat. Tandai ujung vesikouretral dengan cat gut splitt ureter
Riwayat penyakit batu yang berat
yang diatasnya dengan cateter plastic F 8, kemudian insisi ureter lainnya dengan
Fibrosis retroperitoneal
hati-hati sejajar dengan pembuluh darah sampai miring. Buatlah anastomosis end to
Tumor ganas pada renal pelvis side dengan jahitan interuptus dari kromik dengan ukuran ( 0000 ) atau (00000 )
TBC genitourinaria sesuai dengan diameter ureter, satu jahitan di bagian atas dan satunya di bawah
diantaranya ditambah jahitan selanjutnya tutup peritonium diatas anastomosis
dengan mengeluarkan ujung ureter kesisi lain, tutup luka operasi lapis demi lapis .
HISTOPATOLOGI
Pada pasien yang menderita suatu keganasan atau pasien yang mengalami obstruksi
ureter dari kasus yang tidak di ketahui biasanya akan melibatkan multi disiplin ilmu
onkologi, patologi anatomi, radiologi dan lain-lain .
Frozen section pada saat operasi transureterouretrostomy kemungkinan dapat
mendiagnosis penyakit yang jarang seperti fibrosis retroperitonial, amiloidosis atau
malakoplakia .
TEHNIK OPERASI
Transureterouretrostomy
Pada ureteroureterostomy transverse bagian atas dua pertiga dari satu ureter di
pindahkan pada sisi lain dan di anastomosiskan pada ureter yang lain . Operasi
ini berguna ketika indikasi Boari Plasty tidak dapat di lakukan, sebagai contoh
ketika kantong kemih kecil dan tidak dapat dilebarkan atau setelah pernah
Transureterouretrostomy Cutanius ( TUUC ) b. Obstruksi
Persiapan pasien yang akan dilakukan tindakan operasi dengan menandai letak Segera setelah operasi, berbagai obstruksi bisa terjadi. Hal ini kemungkinan
ureteroustomi, lakukan penandaan dengan posisi pasien duduk atau telentang. disebabkan karena udem, perdarahan trigonum vesika dan spasme kandung
Lokasi klasik adalah 3-4cm pertengahan anterosuperior spina iliaka, kemih selain itu juga ada jendalan darah dan sumbatan mukus. Sebagian besar
bagaimanapun penempatan ureter setelah dipindahkan juga tergantung pada obstruksi dapat mereda spontan, pemakaian tube nefrostomi atau stent ureter
ketebalan diding abdomen dan kondisi ureter. Jika ureter atonik dan suplai menjadi penting untuk obtruksi yang tidak bisa mereda
darahnya sedikit jangan memaksakan pilihan letak uretrostomi. .
Insisi pendek secara grid iron diatas spina iliaka diperdalam lapis demi lapis 2. Komplikasi Lambat
sampai peritonium, peritonium dibuka tampak sistima usus dan disisihkan ke a. Refluk
bagian tengah abdomen, retroperitonium dibuka identipikasi ureter tampak Refluk visikoutreter paskaoperasi antara lain disebabkan karena kegagalan
dengan jelas persilangan pembuluh darah iliaka anterior, kedua ureter diperiksa mencapai panjang submukosa yang cukup atau kegagalan otot dalam
dan dibebaskan agar dapat mudah digerakkan dan menentukan panjangnya. memberikan sokongan untuk ureter didalam tunnel .
Jika proses penyakit bilateral maka ureter yang termudah digerakkan yang di
pilih untuk ditanam, ureter dipindahkan di atas yang sakit ke UPJ yang b. Obstruksi
bersebelahan dengan mempertahankan jaringan periuretrik untuk suplai Obstruksi paskaoperasi terjadi bervariasi dalam lokasi dan derajat. Obstruksi
darahnya agar tidak terjadi iskemik dan nekrosis. Ureter penerima hanya komlet biasanya terjadi oleh karena iskemik. Penyebab obstruksi partial atau
memerlukan gerakkan pendek dengan jarak 1-4 cm, pada saat melakukan total termasuk angulasi dari hiatus baru, yaitu aliran yang tidak lancar dan
tansposisi ureter akan melewati bagian bawah arteri mesentrika tanpa pembuatan tunnel submukosa yang tidak adekuat
hambatan atau obstruksi kemudian tempatkan kulit uretrostomi lebih keatas
dan kebawah dari yang direncanakan. Tutup luka operasi lapis demi lapis Komplikasi yang penting adalah fistula urinaria, stasis traktus urinarius bagian atas,
sambil mengeluarkan ujung ureter ke permukaan kulit difiksasi dengan jahitan infeksi dan persisiten atau refluk berulang. Segera setelah operasi dan selama splint
kromik . masih ditempatnya. Jika diurisis adekuat dan pasien diberikan antibiotik,
pielonefritis akut yang hebat tidak terjadi, sepanjang ureter kateter menjamin aliran
urin yang bagus. Fistula urinaria terjadi karena nekrosis bagian paling bawah ureter,
EVALUASI PASCA OPERASI yang dapat terjadi karena diseksi yang salah yang merusak tunika advetensia atau
Transureterouretrostomy cutaneous (TUUC) yang berhasil yaitu jika drainase ginjal jika ureter intra mural tertekan .
lancar dan tidak terdapat refluk. Infeksi asenden biasanya terkontrol meskipun
demikian pielonefritis kadang terjadi. Beberapa senter melakukan pemeriksaan
radiologi paska operasi untuk menilai hasil dari operasi dan memonitor pertumbuhan
dari ginjal . Ultrasonografi ginjal dilakukan 6 minggu setelah opersai dan seharusnya
menunjukkan dilatasi ureter minimal. Sistogram dikerjakan 3 sampai 6 bulan
berikutnya untuk menilai hasil dari operasi. Jika hasil pemeriksaan radiologis
memuaskan, pemeriksaan selanjutnya tidak diperlukan kecuali pasien mengalami
perubahan dari traktus urinarius bagian atas dan infeksi saluran kemih yang berarti 6.
KOMPLIKASI
Komplikasi Segera
a. Refluk
Refluk paska operasi bisa terjadi pada ureter yang telah dioperasi atau pun pada
ureter kontralatral yang sehat. Refluk paskaoperasi kemungkinan disebabkan
sekunder dari udem trigonum vesika setelah operasi. Refluk kontralatral terjadi
sekitar 6-16% pasien dan memerlukan koreksi .
Double Ureter ------------------------------------- RD-Collection 2002
Sedangkan susunan ekskresinya berkembang dari mesoderm mesonephricus
(blastema metanephrigenica). Dibawah pengaruh induksi saluran pengumpul, sel-sel
mesonephricus membentuk gelembung-gelembung ginjal yang selanjutnya
membentuk saluran kecil.Saluran kecil ini selanjutnya membentuk nefron atau
Double ureter komplit, merupakan kelainan congenital dimana ginjal mempunyai 2 kesatuan ekskresi. Ujung proksimal nefron membentuk simpai Bowman (kapsula
saluran pelviokaliseal yang berbeda sehingga ada 2 ureter yang bermuara di saluran Bowman) dari glomerulus ginjal. Ujung distalnya membentuk hubungan terbuka
genitourinaria pada tempat yang terpisah. Insidensi penyakit ini adalah 1 dalam 125 dengan salah satu saluran pengumpul, sehingga terbentuklah jalan penghubung dari
atau 1,8%.Lebih sering terjadi pada wanita. glomerulus ke kesatuan pengumpul. Saluran ekskresi ini kemudian berkembang
Ginjal terbagi menjadi 2 kutub yaitu: kutub atas dan kutub bawah dan masing-masing menjadi tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, dan tubulus kontortus distal.
kutub mempunyai ureter yang bermuara pada tempat berbeda di saluran Dengan demikian ginjal terbentuk dari 2 sumber yang berbeda: 1. mesoderm
genitourinaria. Sesuai dengan hukum Weigert-Meyer, maka ureter kutub atas metanephros yang membentuk kesatuan ekskresi 2.tunas ureter yang membentuk
mendrainase dibagian bawah dan medial dari ureter kutub bawah. Biasanya terjadi saluran pengumpul.
hidronephrosis kutub atas karena umumnya bermuara secara ektopik,dan sering Pasien dengan double ureter komplit biasanya mempunyai berbagai macam gejala
terbentuk ektopik ureterocele. Pada kutub bawah terjadi reflux karena lemahnya (simptomatik) bila dibandingkan double ureter inkomplit. Hal ini biasanya karena
perkembangan valve. Ginjal berkembang melalui 3 fase perkembangan yaitu: ureter tersebut rentan untuk mengalami obstruksi, refluks dan infeksi.
pronephros, mesonephros, dan metanephros. Pada permulaan minggu keempat,
mesoderm intermediat beragregat (berkumpul) dan berdifferensiasi menjadi tubulus Kasus double ureter komplit di 1 dalam 125 atau 0,8% (11). Dan secara internasional
pronephros. Sel mesoderm intermediat ini pula yang menjadi sel gonads dan sistem sekitar 12-15% dalam populasi umum. Tidak terdapat predileksi ras . Wanita lebih
duktus wolfii. Tubulus pronephros muncul antara somit kedua dan keenam. Tubulus sering mengalami double ureter komplit . Kelainan kongenital urologi lainnya
primitif ini bersifat nonsekretorius, waluapun demikian, ujung kaudalnya berkembang meliputi: renal hipoplasia atau dysplasia. Sedangkan kelainan nonurologi meliputi
menjadi duktus mesonephros sementara sisanya mengalami involusi. kelainan gastrointestinal dan kelainan kardiopulmonal
Selama menghilangnya susunan pronephros, saluran ekskresi mesonephros Seperti telah diterangkan sebelumnya, ginjal mengalami 3 fase perkembangan. Jika
(mesonephric tubule) pertama mulai nampak. Mereka memanjang dengan cepat, tunas ureter muncul lebih proksimal dari normal pada duktus mesonefros, maka
membentuk sebuah jerat menyerupai huruf S dan memperoleh sebuah glomerulus orifisium ureter terletak lebih medial dan caudal dari biasanya. Jika tunas ureter
pada ujung medialnya. Disini saluran ini membentuk simpai (kapsula) Bowman. muncul lebih distal dari biasanya, maka orifisium ureter akan terletak lebih cranial
Simpai (kapsula) Bowman bersama dengan glomerulus membentuk corpusculum dan lateral dari biasanya. Pada pria, mesonefros akan berkembang menjadi
mesonephricus (renalis). Pada ujung yang berhadapan, saluran ekskresi ini bermuara epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, dan prostat. Sedangkan pada wanita,
ke saluran pengumpul yang memanjang, dikenal sebagai saluran mesonephros duktus ini akan berkembang menjadi epoophroon, oophoroon, dan duktus Gartner
(mesonephric duct) atau saluran wolff, semua ini terjadi pada umur kehamilan 4- 8 Walaupun Double ureter merupakan kelainan pembentukan sejak lahir namun usia
minggu. Sementara saluran kaudalnya tetap berdifferensiasi, saluran kranial dan pasien saat terdiagnosis bervariasi bergantung pada jenis anomali, komplikasi yang
glomerulinya berdegerasi dan menjelang akhir bulan kedua, sebagian besar telah ditimbulkannya dan kelainan sekunder yang menyertainya. Bila tidak menimbulkan
menghilang. Akan tetapi, beberapa buah saluran kaudal dan saluran mesonephros komplikasi, dan gejala sekunder, biasanya anomali ini ditemukan secara kebetulan
tetap ada pada pria tetapi menghilang pada wanita. dari pemeriksaan karena alasan lain
Metanephros mulai tampak pada minggu kelima. Kesatuan-kesatuan ekskresinya Manifestasi klinis pada pasien double ureter komplit dapat berupa infeksi saluran
berkembang dari mesoderm mesonephricus (blastema metanephrogenica) dengan cara kencing selama masa kanak-kanak, hidronefrosis bahkan dapat berupa massa
yang sama sesuai dengan mesonephros. Tetapi perkembangan saluran pengumpulnya, retroperitoneal dan abdominal. Dan jarang menyebabkan hipertensi. Insidensi
berbeda dari susunan ginjal lainnya. Saluran-saluran pengumpul ginjal berkembang refluks vesikoureteral, dan jaringan parut parenkim meningkat pada pasien ini.
dari tunas ureter (ureter bud), suatu penonjolan saluran mesonephros dekat dengan Pasien dapat mengalami demam dan disuria. Prolaps ureterocele pada duplikasi
muaranya ke dalam kloaka. Tunas ureter ini menembus jaringan metanephros, yang ureter dapat menyebabkan obstruksi urethra pada pria dan wanita. Pasien duplikasi
berupa penutup kepala yang membungkus ujung distalnya. Selanjutnya tunas ini ureter dengan insersi ureter ektopik dapat mengalami inkontinensia urin terutama
melebar membentuk piala ginjal sederhana dan terbagi menjadi bagian kranial dan wanita karena sering bermuara di vagina. Sedangkan pria selalu “kering” karena
kaudal, yang akan menjadi kaliks mayor dan kaliks minor. Dengan demikian tunas insersi ureter yang ektopik selalu diatas sphincter misalnya pada vas deferens
ureter membentuk ureter, piala ginjal, calyces majores dan minores, dan kurang lebih Urethra posterior merupakan tempat tersering terminasi dari ureter ektopik (1)
1-3 juta saluran pengumpul (collecting duct). .Drainase ke traktus genitalia lebih sering ke vesikula seminalis (3 kali lebih sering
bila dibandingkan gabungan antara duktus ejakulatorius dan vas deferens) .
Untuk morbiditas dan mortalitas pada double ureter tidak ditemukan, karena
sebagian besar kasus duplikasi ureter ditemukan secara insidental. Insidensi
hidronefrosis dan pyelonephritis pada kasus duplikasi ureter komplit terjadi
peningkatan. Penegakkan diagnosis double ureter komplit secara dini in utero dapat
menggunakan antenatal ultrasound. Sedangkan pemeriksaan lainnya berupa,
pielografi intravena, cystourethrogram, antegrade pyelographi, computerized
tomographi (CT-scan), magnetic resonance (MR) .
Vaskularisasi
URETHRAE Urethra secara umum mendapat vaskularisasi dari arteri pudenda interna. Urethra
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 pars pendulosa mandapat vaskularisasi dari arteri penis komunis cabang dari arteri
pudenda interna dan arteri bulbaris, sedangkan pars bulbosa mendapat vaskularisasi
dari arteri bulbaris, arteri dorsalis penis maupun vasa sirkumflexa dan perforantes dari
Anatomi corpus cavernosum ke spongiosum.
Urethra merupakan suatu struktur tubuler fibroelastik yang menghubungkan vesica Inervasi somatic sensoris berasal dari S3 dan S4 melalui nervus ilioinguinal dan
urinaria dengan dunia luar. Panjang urethra laki-laki dewasa sekitar 10-15 cm. genito femoralis. Inervasi simpatis vasomotor dari pleksus hipogastrikus, sedangkan
Secara garis besar urethra pada laki-laki dibagi dua yaitu : parasimpatis berasal dari S2, S3 dan S4 melalui nervi erigentes. Drainase limphatik
Urethra posterior terdiri dari pars prostatica dan pars membranosa menuju lnn. inguinal yang superficial dan profunda dan kemudian menuju lnn. Iliaca
Urethra anterior meliputi pars bulbosa dan pars pendulosa eksterna dan lnn. Hipogastrika.
Pembagian ini dibatasi oleh diafragma urogenital.. Pada wanita, urethra panjangnya Anatomi lapisan fascia
4 cm dan diameter 32 mm dan disamakan sebagai urethra pars prostatika dan pars Anatomi lapisan fascia merupakan hal yang penting diketahui untuk memahami
membranosa pada lakil–laki. Pada laki-laki urethra mempunyai dua fungsi yaitu trauma urethra. Trigonum urogenitalis yang merupkan bagian anterior perineum,
sebagai rute untuk urine dan semen. Pars pendulosa membentang dari fossa dibatasi oleh simphisis pubis, ramus os pubis dan garis yang ditarik dari kedua
navicularis sampai tepi distal m. bulbospongiosus, urethra pars bulbaris merupakan tuberositas ichiadicum.
segmen urethra yang ditutupi oleh m. bulbospongiosus dan m. ichiocavernosus. Lapisan trigonum urogenitalis terdiri dari:
Urethra pars membranacea terletak antara pars bulbosa dan prostatika, melalui 1. cutis
diafragma urogenital yang terdapat sphinter urethra eksterna. Urethra pars prostatika 2. subcutis
membentang dari apeks sampai basis prostat. Lumen urethra pars pendulosa terletak 3. fascia superfisialis
pad bagian tengah corpus spongiosum, sedangkan urethra pars bulbosa terletak pada fascia ini terdiri dari dua lapisan, pertama suatu lapisan lemak yang
bagian distal. Urethra pada laki-laki dibentuk oleh epitel transisional sama dengan mengandung vasa dan nervi cutanea dan m. dartos yang melanjutkan ke
epitel pada saluran kemih bagian bawah, tapi pada urethra pars membranosa dan scrotum. Lapisan kedua bersifat membranosa yang dikenal sebagai fascia colles,
pars penil epitel tersebut berubah menjadi epitel pseudokolumner dan perubahan merupakan kelanjutan dari fascia scarpa dinding anterior abdomen.
terakhir terdapat pada bagian distal dari urethra pars penil yang berubah lagi menjadi Perlengkatan fascia colles yaitu pada fascia lata, arcus pubicum dan basis dari
epitel squamosa. membrana perineum. Fascia ini melanjutkan ke lapisan penis dan scrotum dan
pada scrotum dikenal sebagai tunica dartos.
Kemudian dibagi lagi mejadi 5 subbagian yaitu : 4. Superfisial perineal pouch
1. Fossa navikularis; pada bagian ini, urethra terletak dalam jaringan sponge Struktur ini merupakan suatu kompartemen pada bagian perineum urogenital
erektil glans penis dan berakhir pada batas (junction) antara epitel urethra dan yang dibatasi oleh fascia colles sebagai lantai dan membrana perineum sebagai
kulit glans. Pada bagian ini, urethra dilapisi oleh epitel stratified squamosa atap. Kompartemen ini berhubungan dengan spatium diantara fascia colles dan
2. Penile atau pendulous urethra; urethra terletak distal dari muskulus fascia buck’s di penis dan spatium diantara tunica dartos dan facia spermatika
ischicavernosus dan dibungkus oleh korpus spongiosum. Pada bagian ini, superfisialis di scrotum. Bila terjadi ruptur urethra bulbosa disertai ruptur fascia
urethra dilapisi oleh epitel simple squamosa. buck’s maka akan terjadi ekstravasasi darah atau urine dan tertampung pada
3. Bulbous urethra; urethra terletak dilindungi oleh fusi muskulus ischicavernosus kompartemen maupun spatium tersebut
dan dibungkus oleh bulbospongiosus dan corpus spongiosum. Bulbous urethra, 5. Diafragma urogenitalis
pada bagian distalnya dilapisi oleh epitel squamosa dan secara bertahap berubah Bangunan ini merupakan sekat muskulomembranosa antara cavum pelvis dan
menjadi epitel transisional bila semakin bergerak ke arah proksimalnya. perineum. Diafragma ini terdiri atas empat lapisan yaitu fascia superior, m.
4. Membranous urethra; merupakan bagian yang menembus kantong perineal sphinter urethra membranosa, m. tranversus perinea profundus dan fascia inferior
(perineal pouch) dan dikelilingi oleh sphincter urethra eksterna. Segmen urethra yang dikenal dengan membrana perineum. Beberapa struktur yang melalui
ini tidak menempel pada bagian yang fiks. Bagian ini dilapisi oleh epitel diafragama ini yaitu urethra pars membranosa, arteri bulbaris, arteri pudenda
transisional. interna dan nervus dorsalis penis
5. Prostatic urethra; merupakan bagian dari urethra yang terletak proksimal dari
membranous urethra dan dikelilingi jaringan prosta. Bagian ini dilapisi oleh
epitel yang sesuai dengan bladder dan trigonum.
Urethra terletak eksentrik dalam hubungannya dengan korpus spongiosum di bulous
urethra dan terletak sangat berdekatan dengan struktur dorsum penis.
Posisi urethra dibandingkan dengan korpus spongiosum bermacam-macam yaitu:
1. Di daerah bulbous: urethra terletek eksenstrik dan berhadapan dengan
ligamentum triangulare. Korpora kavernosa membelah menjadi crura masing-
masing.
2. Di daerah shaft penis; urethra terletak lebih sentral. Korpora kavernosa menyatu
dan hanya dipisahkan oleh serabut septal (septal fibers)
3. Di daerah batas koronal: urethra terletak relatif di tengah. Korpora kavernosa
menyatu dan hanya dipisahkan oleh serabut septal.
4. Di daerah fossa navikularis: urethra melebar dan secara total dikelilingi oleh
jaringan sponge erektil glans penis.
Sphincter otot polos terdiri dari leher buli dan urethra proksimal. Merupakan
sphincter yang bersifat fisiologis bukan anatomis. Tidak bisa dikontrol.
Sphincter otot lurik teridiri dari;
1. Dinding luar urethra proksimal baik pada pria maupun wanita (bagian ini
merupakan bagian sphincter otot lurik yang intrinsik atau intramural)
2. Dan sekelompok otot skeletal mengelilingi urethra di level membranous urethra
pada pria dan di segmen tengah pada wanita (bagian ini merupakan bagian
sphinter otot lurik yang ekstrinsik atau ekstramural dan lebih dikenal sebagai
sphincter urethra eksterna). Dan sphincter ini dapat dikendalikan sepenuhnya.
Urethra dan corpus spongiosum dilapisi oleh tunica albuginea, kemudian bagian
lebih luar beserta corpus cavernosus dilapisi fascia buck’s, dan insersio pada
diaphragma urogenitalis. Bila terjadi trauma urethra, fascia buck’s masih intak,
extravasasi urine atau darah masih di dalam penis , diantara tunica albuginea dan
fascia buck’s sehingga timbul ekimosis penis atau sleeve-like penile ecchymosis .
Jika fascia buck’s ruptur, extravasasi darah atau urine akan meluas ke scrotum,
perineum, paha, dinding anterior abdomen yang dilapisi oleh tunica dartos, fascia
colles, fascia scarpa. Lapisan fascia tersebut masing-masing berhubungan, perluasan
extravasasi urine atau darah dibatasi oleh tempat perlekatan fascia tersebut pada
clavicula, diaphragma urogenital, fascia lata sebelah medial regio femoralis. Pada
daerah perineum gambaran extravasasi tersebut dikenal sebagai butterfly sign karena
berbentuk seperti kupu-kupu, akibat perlekatan fascia colles pada fascia lata .
Trauma Urethrae ------------------------------ RD-Collection
Terjadinya trauma urethra disebabkan oleh kekuatan trauma yang mengenai :
2002
1. diantara prostat yang fixed dan vesica urinaria yang mobil, akan menimbulkan
cedera blader neck
Trauma pada urethra relatif jarang terjadi dan harus dicurigai jika terjadi trauma 2. diantara urethra membranosa yang fixed dan urethra bulbosa yang mobil akan
tumpul pada perineum, straddle injury (cedera pelana), fraktur ramus pubis ataupun terjadi cedera urehra membranosa
trauma langsung pada urethra. Trauma urethra 60% disebabkan oleh trauma tumpul 3. laserasi langsung karena fragmen dari fraktur pelvis
dan 40% oleh trauma tusuk atau trauma iatrogenik. Trauma urethra lebih sering pada 4. robekan karena fraktur pelvis antara simphisis dan rami os pubis
laki-laki dibanding wanita dan lebih sering pada usia 15-25 tahun. Pada laki-laki
trauma urethra selalu berhubungan dengan trauma berat pada pelvis sehingga Cedera urethra pada wanita jarang terjadi karena urethra wanita pendek, mobil,
menimbulkan problem manajemen yang kompleks. Problem ini meningkat jika kurang melekat pada simphisis pubis. Apabila terjadi trauma, paling sering ruptur
trauma pada urethra tidak diketahui dan urethra menjadi lebih rusak akibat parsial, bagian anterior dan laserasi longitudinal. Berbeda dengan laki-laki, pada
pemakaian kateterisasi. Manajemen ruptur urethra yang ideal sampai saat ini masih perempuan cedera urethra dan blader neck biasanya terjadi oleh karena tusukan dari
kontoversial terutama tentang waktu penanganan yang dipilih. fragmen fraktur, dan sering melibatkan cedera vagina. Pada anak laki-laki lebih
sering cedera pada bladder neck karena prostat masih kecil dan imatur.
Trauma urethra posterior
Trauma urethra posterior adalah Gambaran klinis
trauma yang mengenai urethra pars Penemuan klinis biasanya didapatkan lebih dari 1 jam dari kejadian trauma meliputi;
membranosa dan pars prostatica. 1. urethral bleding, perdarahan via meatus 98% sensitive, hal ini karena spaseme
Trauma urethra posterior biasanya dari m. bulbispongiosus, tanda ini mungkin berkolerasi dengan beratnya trauma
berhubungan dengan fraktur pelvis 2. gross hematuria
dimana 5-10% didapat pada kasus 3. ekimosis atau hematom perineum dapat terjadi jika difragma urogenital robek
fraktur pelvis. Cedera urethra posterior 4. hematom pada scrotum atau penis
sangat jarang ditemukan tanpa adanya 5. kesulitan pemasangan kateter
fraktur pelvis. Meskipun demikian, 6. Vesica urinaria penuh, tidak bisa kencing (retensi urine)
cedera urethra posterior ini dapat 7. prostat tidak teraba
disebabkan oleh trauma tumpul yang 8. trias klasik : terdapatnya darah pada meatus, ketidakmampuan untuk
mengenai perineum. Angka kejadian mengkosongkan kandung kemih dan distensi vesica urinaria
trauma urethra posterior adalah sekitar
1,6-9,9%. Ruptur urethra komplet Pemeriksaan radiologis
sekitar 73%, sedangkan ruptur parsial Selain pemeriksaan klinis, trauma urethra posterior dapat dilakukan pemeriksaan
sekitar 27%. Ruptur urethra posterior penunjang berupa :
biasanya lebih banyak ditemukan pada 1. foto BNO atau Ro” pelvis , yang dinilai ada tidaknya terputusnya ring pelvis,
laki-laki dibanding wanita, dimana fraktur ramus pubis anterior dan bilateral, pelebaran sendi sakroiliaka, atau open
kurang lebih 2% dari seluruh pasien. book fracture dengan diastasis pubis.
2. Retrograde urethrography adalah pemeriksaan yang terpilih untuk evaluasi
Mekanisme trauma urethra posterior trauma urethra. Kontras sejumlah kecil sekitar 20 s/d 30 cc didorong dengan
Trauma pada urethra posterior disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tembus tekanan ringan. Hasil pembacaan pemeriksaan ini dapat menentukan grade
dimana trauma tumpul disebabkan oleh kekuatan yang mengenai prostat dan trauma urethra .
diafragma urogenital, biasanya berhubungan dengan kecelakaan lalulintas dan jatuh. Dasar dari penegakan diagnosis dari ruptur urethra adalah dengan pemeriksaan
Semuanya ini selalu berhubungan dengan fraktur pelvis dengan terputusnya radiologis dalam bentuk retrograde urethrografi. Pemeriksaan ini dapat menilai
prostatomembranous junction. Sedangkan trauma tembus disebabkan oleh peluru. bagian atau lokasi urethra yang ruptur dan ekstravasasi dari cairan kontras.
Urethra posterior terfiksasi pada dua tempat, urethra membranosa terfiksasi pada Pemeriksaan urethrogafi ini dngan cara memasukkan foley kateter ke urethra sampai
rami os ichiopubikum oleh diafragma urogenital dan pars prostatika difiksasi oleh fossa navicularis dan ballonnnya diisi 3 cc. Sekitar 20-30 ml kontras diinjeksi
ligamentum puboprostatikium pada simphisis pubis.
kedalam urethra. Gambarannya akan didapat saat mulai aliran kontras hingga kontras
mengisi pars bulbosa, membranosa dan urethra pars prostatika.
Manajemen Trauma urethra anterior
Manajemen umum, tindakan pertama yang dilakukan untuk life saving, mengatasi Berbeda dengan cedera urethra posterior, trauma urethra anterior disebabkan oleh
nyeri dan menangani cedera lain yang mengancam jiwa. Tindakan selanjutnya trauma langsung pada penis atau urethra, relatif jarang melibatkan cedera lain, dan
berupa diversi urine, drainase hematom dan rekontruksi urethra. Tujuan angka morbiditas relatif rendah. Dua puluh persen dari trauma urethra anterior
manajemen urethra adalah mempertahankan kontinensi dan patensi urethra dan berhubungan dengan fraktur penis. Penyebab terbanyak dari trauma urethra anterior
mencegah infeksi hematom pelvikal. Rekontruksi urethra masih kontroversial, yang meliputi trauma tumpul, trauma tembus, straddle injury dan akibat manipulasi
pertama mengenai pemilihan waktu tindakan apakah segera atau ditunda, kedua iatrogenik. Mekanisme yang klasik adalah staddle injury pada perineum , dimana
tentang terjadinya komplikasi seperti impotensi atau inkontinensi apakah karena urethra bulbosa membentur tulang pubis saat terjadi trauma tumpul diperineum dan
metode rekontruksi atau akibat cedera itu sendiri kebanyakan bermanifestasi lambat, pada beberapa tahun kemudian sebagai suatu
Tindakan pembedahan dan rekontruksi secara primer dikerjakan segera setelah striktur
trauma sering menimbulkan angka komplikasi yang tinggi, seperti perdarahan masif
dari hematom pelvikal, impotensi ataupun inkontinensia, debridemant yang Gambaran klinis
berlebihan pada urethra justru memperberat timbulnya striktur dan secara teknis Trauma urethra anterior perlu dicurigai jika ditemukan:
operasi lebih sulit. 1. riwayat staddle injury atau trauma pada perineum
2. perdarahan via meatus ( penemuan klinis paling penting)
Ruptur urethra posterior komplit 3. pembengkakan atau ekimosis atau hematom pada scrotum atau perineum
Metode rekontruksi urethra posterior yang ideal masih merupakan hal yang (butterfly sign)
kontroversial. Namun sebagian besar penulis merekomendasikan metode yang 4. hematom pada penis
konservatif, berupa diversi urine dengan open sistostomi diikuti dengan 5. retensi urine
urethroplasty atau urehrotomi yang ditunda. Katz (1997) mempunyai
pengalaman bahwa penanganan ruptur urethra posterior hanya dengan Manajemen
sistostomi memberi hasil yang baik. Penegakan diagnosis dari cedera urethra anterior dimulai dengan retrograd
Saat sekarang lebih populer dengan pilihan manajemen realigmen secara urethrografi dimana dapat mempertontonkan lokasi ekstravasasi sehingga dapat
primer, dengan menggunakan endoskopi yang fleksibel. Realigmen secara dikategorikan tipe dari cedera. Jika jenis trauma berupa kontusio urethra, tanpa ada
primer dipilih jika keadaan pasien stabil saat kejadian, tapi belum stabil bisa ekstravasasi urin atau darah (urethrografi normal), dan tidak ada retensi urine tidak
ditunda beberapa hari, kemudian dipasang foley kateter dan dipertahankan perlu dipasang kateter atau tindakan lain. Diversi urine dengan open sistostomi
selama 4-6 minggu. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa tindakan secara selama 2-3 minggu dipilih untuk cedera urehra anterior inkomplit.
primer memiliki angka komplikasi berupa impotensi, inkontinensia, striktur Ruptur anterior inkomplit biasanya cepat sembuh dan hanya menimbulkan striktur
urethra lebih rendah dibanding metode yang ditunda. Drain prevesikal tidak yang kecil. Pemasangan kateter tidak dianjurkan karena ada resiko memperberat
dianjurkan untuk dipasang karena dapat menyebabkan infeksi pada daerah ruptur inkomplit menjadi komplit ( total). Gambaran urethrografi pada kasus ruptur
hematom pelvikal. Sekitar 3-6 bulan hematom tersebut akan diserap secara inkomplit urethra anterior adalah didapatnya ekstravasasi kontras tanpa adanya
perlahan dan prostat akan kembali pada posisi semula. Metode rekontruksi diskontinuitas dari jaringan urethra. Sedangkan gambaran urethrografi pada ruptur
yang ditunda sama dengan manajemen stiktur urethra. komplit adalah adanya diskuntinuitas dari jaringan urethra dan tidak adanya kontras
dibagian proksimal dari urethra. Ruptur urethra komplit mempunyai angka yang
Ruptur urethra posterior parsial tinggi untuk menimbulkan striktur urethra. Biasanya dipilih tindakan rekontruksi
Ruptur urethra inkomplit biasanya sembuh spontan. Manajemen primer berupa urethra yang ditunda, namun beberapa peneliti menganjurkan tindakan rekontruksi
berupa tindakan diversi urine dengan open sistostomi, jika terdapat gross segera untuk memperkecil komplikasi. Kadang juga diperlukan pemasangan
hematuria perlu dilakukan eksplorasi vesica urinaria. Kemudian dievaluasi 2-3 drainase pada hematom di perineum, scrotum atau penis. Evaluasi ulang terhadap
minggu dengan voiding cystourethrografy, biasanya hanya terjadi scar urethra cedera urethra kadang kala dianjurkan 6 minggu setelah pemasangan kateter
yang minimal atau striktur yang pendek dan dapat dilakukan urethrotomi suprapubik
dengan hasil yang baik.
Klasifikasi Trauma Urethra
Urethral injury scale
Striktur Urethrae ----------------------------- RD-Collection 2002
Catatan Terapi :
Konservatif
Bila cateter 6F gagal masukkan bougie filliform berhasil ganti
Striktura Urethrae dengan cateter Nellaton 14F/16F
Adalah penyempitan lumen urethra karena dindingnya mengalami fibrosis dan
kehilahan elastisitasnya. Operatif
Indikasi :
Etiologi : Panjang striktur 1 cm atau lebih
A. Congenital Jaringan fibrotik peri urethral hebat
Sering terdapat di daerah :
Fossa navicularis Metode :
Pars membranasea A. Reseksi anatomose end to end ( panjang striktur ¾ - 1 cm )
B. Prosedur JOHNSON
B. Traumatik Johnson I
Terutama akibat “ Straddle injury “ ruptur urethra gross hematuri Ditempat striktur disayat longitudinal eksisi jaringan fibrotik
Straddle injury dibedakan stadium : mukosa urethra dijahitkan pada kuluit penis pendulans pasang
I. Dinding urethra robek cateter 5-7 hr cateter diangkat, urin keluar lewat artificial
Bila sampai 1 - 5 bulan tak diobati striktur urethrae hipospadia biarkan sampai 6 bln jaringan daerah striktur
Terapi : antibiotka & DC lunak Lakukan Johnson II
II. Dinding urethra & corpus spongiosum robek, fascia Buck intak
III. Dinding urethra, corpus spongiosum & fascia Buck rusak total Johnson II pembuatan uretra baru
Terjadi hubungan antara lumen urethra & jaringan subcutis darah &
urin mengalir ke subcutis perineum scrotum inguinal penis C. Urethroplasty bila striktur pada pars prostatika
meninggal akibat anemia & urosepsis.
Terapi operatif segera karena emergency. Cortison suntikan langsung pada striktur urethra
C. Infeksi
Biasanya disebabkan oleh V.D dan akan timbul setelah 6 – 12 bulan.
Gejala :
Pancaran kecil, lemah dan sering mengejan
Bisanya karena retensi urin cystitis
Diagnosa :
Anamnesa Riwayat VD, riwayat trauma
Uretthrocystogrfi Bipoler melihat :
Lokasi striktur ( proksimal / distal ) untuk tindakan operasi
Besar kecilnya striktur
Panjang striktur
Jenis striktur
Kateterisasi ukuran 18F - 6F bila gagal kemungkinan :
Retenssio urin total
VESIKA URINARIA Vesika urinaria mendapat pensarafan dan pleksus vesikalis yang merupakan bagian
dari pleksus pelvikal yang terletak pada aspek lateral dan rektum. Pensarafan
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ RD-Collection 2002 simpatis berasal dari segmen T 10 sampai L2, sedangkan parasimpatis berasal dari
S2 - S4 Otot detrusor mendapat pensarafan parasimpatis. Saraf simpatis mensarafi
leher vesika urinaria pada laki-laki sedangkan pada perempuan disarafi oleh
Anatomi sarafparasimpatis Dinding vesika urinaria kaya akan pembuluh limfe. Aliran limfe
Vesika urinaria secara anatoinis terletak didalam rongga pelvis. Pada saat terisi dan vesika urinaria adalah vesika, iliaka eksterna, iliaka interna dan kelenjar limfe
penuh vesika urinaria berbentuk sferis, sebaliknya pada saat kosong berbentuk iliaka komunis
tetrahedron dengan 4 permukaan yaitu superior, inferolatera kiri dan kanan dan
posterior (basal) dan 4 sudut yaitu sudut anterior, inferior dan sudut posterolateral
kiri dan kanan . Permukaan superior ditutupi oleh peritoneum.
Pada laki-laki dan perempuan permukaan inferolateral berhubungan dengan
muskulus obturator internus dan muskulus levator ani. Saraf dan pembuluh darah
obturatoria serta arteri vesikalis superior berjalan diantara vesika urinaria dan kedua
otot tersebut. Di sebelah anterior dan vesika urinaria terdapat rongga retropubik
(kavum reizil) yang merupakan ruangan potensial , isi ruangan ini adalah jaringan
lemak dan pembuluh-pembuluh vena Urakus menghubungkan apeks vesika
urinaria dengan umbilikus Pada laki-laki permukaan posterior vesika urinaria
berhubungan dengan vesikula seininalis dan ampula vas deferen, peritoneum
melapisi sebagian kecil bagian ini kemudian melakukan refleksi ke permukaan
anterior rektum membentuk kantung nektovesikal. Di bawah kantung rektovesikal
ini , vesika urinania berhubungan dengan septum rektovesikal dan ampula rekti.
Disebelah bawah vesika urinaria pada laki-laki berhubungan dengan kelenjar prostat
dan pleksus prostatikus. Pada perempuan , sebagian permukaan superior
berhubungan dengan korpus uteri. Peritoneum berjalan melewati permukaan
superior vesika urinaria ke korpus uteri membentuk kantung vesikouterina. Pada
permukaan posterior berhubungan dengan cervik uteri dan dinding anterior dan
vagina
Vesika urinaria terdiri dan beberapa lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis (muskulus detrusor) dan serosa ( fasia vesikalis). Secara histologis
mukosa vesika urinaria disusun oleh 3 – 7 lapis sel epitel transisional yang melekat
pada membrana basalis, dibawah membrana basalis terdapat lainina propria,
kemudian dibawahnya terdapat otot detrusor yang terdiri dari 3 lapisan otot yang
saling beranyaman yang membentuk konvergensi pada leher vesika urinaria. Ketiga
lapisan otot itu adalah sebelah dalam otot longitudinal, tengah sirkular dan sebelah
luar longitudinal. Vesika urinaria di bagi atas beberapa bagian yaitu apeks yang
berhubungan urakus, korpus, fundus dan leher vesika. Semua bagian-bagian ini
penting dalam manajemen karsinoma vesika urinaria superfisialis.
Vesika urinaria mendapat pendarahan dan arteri vesik superior, media dan inferior
merupakan cabang dan arteri iliaka interna, dan cabang cabang kecil arteri
obturatoria dan arteni glutea inferior. Pada wanita vesika uritiaria juga mendapat
pendarahan dari arteri vagina dan uterina Vesika urinaria kaya akan pembuluh
darah vena, yang bermuara pada vena iliaka interna
Fisiologi
Vesika urinaria berfungsi menampung dan mengeluarkan urin melalui uretra dalam
mekanisme iniksi. Kapasitas maksimal vesika urinaria pada orang dewasa lebih
kurang 300-450 cc sedangkan kapasitas vesika urinaria pada anak-anak
menggunakan formula dari Koff:
Pada saat vesika urinaria terisi penuh timbul rangsang pada saraf aferen dan
rangsangan diteruskan ke otak timbul persepsi sensoni, oleh saraf eferen melalui
pusãt iniksi di pons medial rangsangan diteruskan dan menyebabkan, aktivasi pusat
iniksi di medula spinalis segmen sakral S2-4, sehingga menyebabkan kontraksi otot
detrusor, terbukanya leher vesika urinania dan relaksasi sfingter uretra sehingga
terjadilah proses iniksi
Karsinoma VU ----------------------------------- RD-Collection 2002
Secara umum karsinoma vesika urinaria dibagi menjadi karsinoma superfisial dan
karsinoma infiltratif (muscle invasive cancer) . Pada saat diagnosis awal, lebih
kurang 70 % kasus karsinoma vesika urinaria adalah karsinoma superfisial, 25 %
Karsinoma buli-buli adalah keganasan ke-4 pada pria di Amerika, dengan angka karsinoma infiltratif dan sisanya 5 % pada saat diagnosis sudah mengalaini
kematian mencapai sekitar 12.000 orang pertahun atau 2,9% dari seluruh angka metastasis Karsinoma superfisial mempunyai kecenderungan yang tinggi untuk
kematian akibat penyakit kanker. Di Indonesia sendiri belum ada angka yang pasti. mengalaini. rekurensi dan progresi . Rekurensi terjadi pada 50 – 70 % kasus
Keganasan ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan sedangkan progresi terjadi pada 10 -15 % kasus
perbandingan 2,5:1. Karsinoma buli-buli dapat mengenai semua usia dengan
insiden yang meningkat seiring pertambahan usia pada kedua jenis kelamin. Data di
Amerika menunjukkan 142 pria usia 65-69 tahun dan 296 pria usia 85 tahun atau Klasifikasi TNM AJCC/UICC 2002
lebih per 100000 pria menderita karsinoma sel transisional. 90% karsinoma buli Tumor primer
merupakan jenis karsinoma sel transisional, 7% berjenis karsinoma sel skuamosa Tx Tumor primer tak ditemukan
dan 2% adenokarsinoma. Di negara-negara maju lebih dari 90 % kasus karsinoma T0 Tidak ada tumor primer
vesika urinaria adalah karsinoma sel transisional, sementara di negara-negara yang Ta Karsinoma papiler noninvasive
sedang berkembang 75 % adalah karsinoma sel skuamosa terutama disebabkan oleh Tis Karsinoma in situ “flat tumor”
infeksi schistosoma haematobium. Karsinoma vesika urinaria menempati peringkat T1 Tumor menginvasi jaringan ikat subepitelial
ke-2 keganasan di bidang urologi setelah karsinoma prostate. Di Amerika Serikat T2 Tumor menginvasi otot
setiap tahunnya terdapat 50.000 kasus baru dan lebih dari 10.000 pasien meninggal T2a Tumor menginvasi otot superficial (inner half)
setiap tahunnya. Puncak insidensi terjadi pada dekade ke 6 sampai 8 dan wanita T2b Tumor menginvasi otot lapisan dalam (outer half)
pada umumnya mempunyai prognosis yang lebih jelek dibandingkan pria. Golongan T3 Tumor menginvasi jaringan perivesika
kulit putih lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan kulit hitam T3a secara miskoskopik
T3b secara makroskopik (massa ekstravesika)
Faktor resiko yang dihubungkan dengan kanker ini adalah kebiasaan merokok, usia T4 Tumor telah menginvasi salah satu dari: prostate, uterus, vagina,dinding
tua, bahan kimia amin aromatik pada pekerja pabrik, pemanis buatan dan iritasi lvis, dinding abdomen.
kronis. Perokok memiliki resiko sampai 4 kali lebih tinggi dibandingkan non T4a Tumor menginvasi prostat, uterus, vagina
perokok. Sementara itu, iritasi kronis seperti sistitis kronik akibat batu buli atau T4b Tumor menginvasi dinding pelvis, dinding abdomen
pemakaian kateter lama dihubungkan dengan terjadinya karsinoma sel skuamosa.
Faktor lain adalah kopi, obat analgetik dan radiasi pada daerah pelvis. Karsinoma N Kelenjar getah bening regional (true pelvis, dibawah bifurcasio arteri iliaka
buli-buli dikenal dapat berpindah dan berimplantasi sepanjang epitel urotelium, komunis)
mulai pelvis renalis sampai uretra memiliki resiko untuk tempat terjadinya Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat ditentukan
tranformasi ganas. N0 Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional
Terapi reseksi lokal terhadap tumor urotelial multipel atau rekuren mempertegas N1 Metastasis pada satu kelenjar ukuran < 2 cm
tendensi tersebut. Karena itu seringkali timbul kesulitan menentukan rekurensi N2 Matastasis pada kelenjar tunggal atau multipel ukuran 2 – 5 cm
tumor terjadi akibat terapi yang tidak adekuat pada tumor inisial, implantasi/migrasi N3 Metastasi pada kelenjar ukuran > 5 cm
tumor, atau tumor yang multifokal. Data menunjukkan bahwa 50%-70% penderita
akan mengalami rekurensi setelah dilakukan tindakan reseksi transuretral untuk M Metastasis jauh
karsinoma buli superfisial, bahkan mencapai 92% pada karsinoma in situ. Mx Metastasis jauh tak dapat ditentukan
Beberapa teori tingginya rekurensi tersebut antara lain disebabkan tumor multiple, M0 Tidak ada metastasis jauh
reseksi tumor primer inkomplit, karsinogen urin serta diseminasi sel ganas selama M1 Metastasis jauh
tindakan reseksi.
Penyebaran tumor ke prostat akan merubah staging tumor dari karsinoma superfisial Grading :
menjadi karsinoma invasif yang sangat berbeda dalam hal terapi dan survival Grade 1 : diferensiasi baik
penderita. Grade 2 : diferensiasi sedang
Grade 3 : diferensiasi buruk
Stadium 2.3. Lain-lain.
Stadium 0a Ta N0 M0
Karsinoma small cell yang berasal dan sel sistem neuroendokrin,
Stadium 0is Tis N0 M0
carsinosarcoma, limphoima, leimyosarkoma dan rhabdomyosarkoma
Stadium I T1 N0 M0
yang sering terjadi pada anak-anak
Stadium II T2a,b N0 M0
Stadium III T3a,b N0 M0
T4a N0 M0
Stadium IV T4b N0 M0 Etiologi
Any T N1,N,N3 M0
Any T Any N M1 Bahan-bahan karsinogenik yang terdapat dalam urin berperan dalam proses
terjadinya karsinoma vesika urinaria superfisial. Ada beberapa karsinogen yang
telah berhasil diidentifikasi, adalah ainin aromatik spesifik atau nitrosainin. Ainin
Patogenesis
aromatik spesifik ini mudah diabsorpsi oleh kulit dan mukosa, kemudian masuk
kedalam aliran darah dan dimetabolisir di hepar akhirnya dkeluarkan lewat unin, Di
Karsinoma vesika urinaria pada awalnya adalah tumor superfisial (Tis,Ta,T1),, dalam urin bahan ini menyebabkan kerusakan DNA dan sel urotelial.
tumor masih terbatas pada mukosa dan lainina propria. Seiring dengan perjalanan
waktu tumor ini mengalaini progresifitas dengan melakukan infiltrasi ke lainina Beberapa faktor resiko dibawah ini berperan pada karsinoma vesika urinaria:
propria dan otot detrusor, dan akhirnya mengalaini metastasis . Penyebara tumor ini
Faktor lingkungan
terjadi secara :
1. Rokok
1. Infiltratif ke organ-organ yang berdekatan
Rokok mempunyai peran yang besar pada karsinoma vesika urinaria, lebih dari 50 %
2. Limfogen ke kelenjar limfe perivesika, obturator, iliaka eksterna dan iliaka
kasus karsinoma vesika urinaria terjadi pada perokok Nitrosainine, 2-
komunis
naphthylainine, dan aininopbiphenyl merupakan bahan-bahan karsinogenik yang
3. Hematogen ke hepar, pam dan tulang
terdapat dalam rokok , Alpha dan beta naphthylainine disekresikan dan terdapat
4. Implantasi sel tumor setelah tindakan bedah atau endoskopi
dalam urin perokok
Secara makroskopis terdapat beberapa bentuk tumor vesika urinaria yaitu papiler
2. Paparan bahan-bahan karsinogen industni
(eksofitik),ulseratif (endofitik) dan sesile (solid)
Paparan bahan-bahan ainin aromatik, 2 naphthylainine, 4-aininobiphenyl merupakan
Gambaran Mikroskopis. secara histopatologis karsinoma vesika urinaria di bagi 2:
bahan-bahan karsinogen yang poten Pekerja yang bekerja pada industri kiinia, karet,
1. Karsinoma sel transisional ininyak, kulit dan cat mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadi karsinoma
Karsinoma vesika urinaria yang paling banyak didapatkan adalah karsinoma sel vesika urinania, Periode laten antara paparan dan kejadian karsinoma vesika
transisional. Sifatnya multifokal yaitu dapat terjadi di saluran këinih yang urinaria membutuhkan waktu yang lama ,
epitelnya sama dengan vesika urinaria inisalnya pielum,ureter atau uretra
3. Radiasi pelvis
2. Karsinoma sel non transisional Insidensi meningkat 2-3 kali lipat pada wanita dengan keganasan servik uteri yang
2.1 .Adenokarsinoma mendapat terapi radiasi
Angka kejadian kecil, sekitar 1- 2 %. Lokasi yang sering pada dasar vesika 4. Kemottrapi
urinaria, bisa juga terdapat pada flindus yang berasal dari urakus persisten, Paparan axrolein yang merupakan metabolit cyclophosphainide yang terdapat dalam
Pasien-pasien dengan adenokarsinoma memerlukan pemeriksaan yang cermat urin akan meningkatkan risiko untuk terjadinya karsinoma vesika urinaria sampai 9
tentang adanya kemungkinan tumor primer dan gastrointestinal atau mammae kali lipat
2.2 Karsinoma sel skuamosa,
5. Schistosoiniasis
Berhubungan dengan iritasi kronis dan infeksi kronis. Ditemukan pada pasien Di Mesir lebih dan 70 % kasus karsinoma vesika urinaria berhubugan dengan infeksi
dengan ISK kronis, batu vesika urinaria, penggunaan kateter dalam jangka schistosoma haematobium. Konsentrasi N-nitroso yang tinggi rnerupakan faktor
waktu lama, infestasi cacing dan obat-obatan etiologi pada karsinoma sel skuamosa
6. Infeksi dan iritasi kronik b. Pemeriksaan Fisik
Pasien-pasien yang menggunakan kateter dalam waktu yang lama rentan untuk
terjadinya infeksi bakteri kronik, dan reaksi tubuh terhadap benda asing. Tidak ditemukan kelainan pada hampir semua penderita tumor buli. Pasien dengan
Perubahan kearah malignan atau premalignan 2-8 % pada pasien-pasien yang tumor terbatas pada mukosa atau submukosa umumnya pemeriksaan fisiknya
menggunakan kateter menetap Iebih dan 10 tahun normal. Perlu dilakukan pemeriksaan pelvis bimanual secara seksama untuk mencari
adanya massa atau indurasi pada palpasi. Pasien dengan tumor buli yang besar atau
7. Phenacetin stadium lanjut mungkin ditemukan nyeri abdomen, massa buli-buli atau indurasi.
N Hydroxy yang merupakan metabolit phenacetin, dapat ineyebabkan tumor Pada pasien-pasien dengan tumor infiltratif atau volume tumor yang besar bisa
urothelial teraba massa tumor berupa indurasi di daerah suprapubik pada pemeriksaan
bimanual yang dilakukan secara hati-hati dalam stadium anestesi
8. Ekstrofi vesika urinaria Pemeriksaan bimanual dilakukan sebelum dan sesudah tindakan endoskopi
Initasi kronik yang terjadi pada ekstrofi vesika urinania berakibat timbulnya (TURBT) dan mempunyai nilai klinis dalam menentukan staging awal . Pada
adenokarsinoina vesika urinaria pemeriksaan bimanual sebelum TUR teraba masa tetapi setelah TUR masanya
hilang , secara klinis stadium T2, apabila massa masih dapat dipalpasi stadium T3a
atau lebih tinggi . Hal ini disebabkan oleh karena tumor melakukan infiltrasi secara
Faktor genetik
lokal. Tumor yang masih bisa digerakkan (mobil) masuk dalam stadium dibawah
Mutasi gen tumor supresor p53 yang terdapat pada kromosom 17, berhubungan
T3b, bila tumor tidak dapat digerakkan masuk dalam stadium T4, Pada tumor yang
dengan karsinoma vesika urinania high grade dan karsinoma in situ. Mutasi gen
telah mengalaini metastasis mungkin didapatkan hepatomegali atau limpedema,oleh
tumor supresor p15 dan p16 yang terdapat pada kromosom 9 berhubungan dengan
karena oklusi pada kelenjar limpe pelvikal .
low grade dan tumor superfisial. Mutasi dan rubidium (Rb) yang merupakan gen
tumor supresor Meningkatnya ekspresi gen epidermal growth dan erb B-2 onkogen,
dan mutasi onkogen p21 ras, c-mye dan c-jun. c. Pemeriksaan Laboratorium
Meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin,
GAMBARAN KLINIK pemeriksaan fungsi hati, urinalisis, kultur urin (pada kasus-kasus tertentu), golongan
darah, waktu perdaraian dan pembekuan
a. Anamnesis
Perneriksaan KHUSUS pada karsinoma vesika urinaria adalah:
Pada anamnesis 80-90 % pasien mengeluh hematuria, baik itu gross hematuria
maupun inikroskopik hematuria., interiniten dan tidak terasa nyeri (painless). Sitologi urin
Gejala iritatif berupa frekuensi, urgensi, nokturia dan disuria dapat terjadi pada Sampel urin diperiksa dibawah inikroskop untuk melihat ada tidaknya sel kanker
pasien- pasien dengan karsinoma in situ , Keluhan berupa nyeri yang tumpul pada yang mengalaini eksfoliasi dalam urin. Sampel didapatkan dengan membilas
pinggang, perubahan pola buang air besar atau teraba masa bisa merupakan gejala kandung kencing dengan Naci 0,9 % melalui kateter atau sistoskop dan
awal dan karsinoma vesika urinaria invasif. Kadang-kadang dapat terjadi kemudian diperiksa dibawah inikroskop .Pemeriksaan sitologi urin bisa
hidrorefrosis yang dapat menyebabkkan rasa pegal dan tidak nyaman pada pinggang digunakan sebagai sarana skrining dan menilai respon terapi
maupun insufisiensi ginjal akibat obstruksi ureter. Pneumaturia walaupun sangat Pemeriksaan sitologi sebaiknya dilakukan pada seluruh pasien dengan
jarang, dapat juga terjadi pada tumor infiltratif karena adanya hubungan kecurigaan karsinoma buli. Pemeriksaan ini memiliki keterbatasan hasilnya
vesikointestinal kurang baik pada penderita tumor berdiferensiasi baik dengan kepekaaan hanya
Gejala tersering kanker buli adalah painless hematuria, ditemukan 85% penderita. 30%, pada tumor berdiferensiasi buruk atau karsinoma in situ masih terdapat
Keluhan tersebut biasanya muncul secara intermiten. Gejala lain adalah iritasi buli false negatif sebesar 20%. Untuk meningkatkan kepekaan pemeriksaan sitologi
sebanyak 25%. Keluhan frekuensi, urgensi dan disuria yang sering dihubungkan urin dapat dilakukan bladder washing secara mekanik dengan normal salin.
dengan Tis difus atau karsinoma buli invasif. Semua gejala tersebut disertai oleh Tindakan barbotage ini memberikan hasil positif 10% pada tumor grade 1, 50%
sedikitnya mikroskopik hematuria. Gejala lainnya adalah nyeri pinggang karena pada tumor grade 2 dan 90% pada penderita tumor grade 3. Pemeriksaan ini
obstruksi ureter, udem ekstremitas bawah, dan massa di pelvis. Pada stadium lanjut dilakukan pada urin pasien yang telah mendapat hidrasi yang cukup sehingga
disertai gejala penurunan berat badan, nyeri tulang atau abdomen. didapatkan spesimen yang adekuat.
Flow Cytometri Pemeriksan lain adalah CT Scan dan MRI . Pemeriksaan ini dilakukan untuk
Pemeriksaan ini dapat menentukan kelainan kromosom dan sel tumor. menilai luasnya invasi tumor ke dinding vesika urinaria dan menilai ada tidaknya
pembesaran kelenjar limfe didaerah pelvis. Foto thorak merupakan pemeriksaan
Assay Urin rutin yang harus dilakukan pada semua pasien terutama pada pasien-pasien yang
Seperti disebutkan sensitifitas sitologi urin tergantung dan bermacam-macam didiagnosis karsinoma vesika urinaria, untuk menilai ada tidaknya metastasis ke
faktor antara lain dan adekuat tidaknya sampel, stadium dan derajat deferensia paru. Scaning tulang dilakukan untuk evaluasi adanya penyebaran sel tumor ke
tumor dan pengalaman dan sitopatologis. Oleh karena itu sekarang tulang, kelainan faal hati dan peningkatan alkalin fosfatase sementara MRI tidak
dikembangkan assay urin, inisalnya BTAstat test, NMP 22, FDP, Telomerase lebih baik dibandingkan CT scan. Dengan CT scan abdomen dapat diketahui
dan. analisis inikrosatelit. Semua pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi ekstensi tumor ke organ lokal ekstravesika juga menilai kelenjar getah bening pelvis
dan surveilens karsinoma vesika urinaria terutama jenis karsinoma sel dan paraaorta serta metastasis ke organ visceral.
transisional Sekarang ini dikembangkan Penggunaan PET (Positon einission tomography) pada
BTAstat test adalah pemeriksaan imunokromatografi yang digunakan untuk karsinoma vesika urinaria. PET didasarkan pada ikatan flurodeoxyglucose (FDG)
mendeteksi adanya bladder tumour antigen (BTA) di dalam urin. Antigen yang oleh sel-sel tumor. Penggunaan PET pada karsionoma vesika urinaria sampai
dideteksi adalah human complement factor-H related protein NINIP-22 sekarang masih, kontroversial
(Nuclear matrix protein-22) adalah aparatus protein yang berperan dalam
initosis inti sel dan terlibat dalam distribusi kromatin sel. NMP-22 ada di semua e. Sistoskopi
jenis sel terutama di matrik inti sel. NMP-22 dilepaskan oleh inti sel tumor Selain untuk diagnosis juga digunakan sebagai modalitas dalam menentukan staging
selama apoptosis. NMP-22 didapatkan dalam urin penderita karsinoma vesika dan surveilens Pada sistoskopi kasus-kasus karsinoma vesika urinaria yang dinilai
urinania 25 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang normal Telomerase adalah tumor dalam hal ini ukuran, jumlah, lokasi dan pola pertumbuhan tumor
adalah suatu enzim ribonukleoprotein yang inaktif pada sel epitelial normal (papiler atau sesile). Kemudian dilakukan penilaian terhadap mukosa, meliputi
tetapi reaktifpada sel kanker warna dan keadaan mukosa, regular atau iregular. Selanjutnya dinilai uretra pars
prostatika dan kelenjar prostat
d. Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan (imaging) digunakan untuk staging. Pada pemeriksaan ini Selain reseksi tumor primer, sistoskopi direkomendasikan untuk melakukan biopsi
dapat diketahui infiltrasi tumor ke muskulus detrusor, ada tidaknya metastasis baik pada daerah sekitar tumor, dome, trigone dan uretra pars pro statika. Beberapa
regional maupun jauh dan evaluasi traktus urinarius bagian atas, karena pada 4 % laporan terakhir menyebutkan , sistoskopi dapat mendeteksi displasia dan karsinoma
kasus karsinoma vesika urinaria juga ditemukan karsinoma sel transisional pada in situ dengan instilasi 5 aininolavulanic acid ke dalam vesika urinariá, yang dinilai
traktus urinarius bagian atas adalah adanya flouresensi dan lest . Sistoskopi yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
Pemeriksaan urografi intravena (IVU/IVP) diindikasikan pada semua pasien dengan histopatologi hasil reseksi tumor merupakan baku emas untuk menegakkan
kecurigaan keganasan buli. Pemeriksaan ini tidak terlalu sensitif terutama pada diagnosis karsinoma buli. Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan teliti dan
tumor berukuran kecil. Tetapi pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui apakah sistematis. Dimulai dengan melakukan pemeriksaan bimanual, diikuti evaluasi
ada keterlibatan saluran kemih bagian atas pada tumor urotelial yang dapat uretra, prostat, bladder neck kemudian seluruh permukaan buli-buli. Jumlah, lokasi,
mempengaruhi pilihan tata laksana. Tumor yang besar akan terlihat sebagai filling ukuran dan konfigurasi tumor harus dilaporkan dengan jelas. Gambaran irregular
defek pada fase sistogram atau hanya sekitar 50% penderita saja. Pembesaran buli dan eritem pada mukosa harus dicurigai sebagai tanda karsinoma insitu.
yang tidak simetris juga mencurigakan keganasan. Penyebab lain filing defek Bila tidak dijumpai adanya tumor sedangkan pemeriksaan sitologi urin positif
adalah adanya bekuan darah, lipatan buli karena belum penuh atau karena desakan ditemukan sel ganas, maka harus dilakukan biopsi pada tempat yang dicurigai
organ ekstravesika. Untuk meningkatkan sensitivitas pemeriksaan tersebut harus ditambah empat lokasi yang dianjurkan yaitu lateral kedua muara ureter, trigonum
dibuat foto fase awal pengisian, saat buli penuh dan fase pengosongan buli-buli. Bila dan dome. Selain itu juga pada penderita pria dianjurkan dilakukan biopsi pada
terdapat gambaran obstruksi ureter dan hidroneprosis sering menandakan tumor uretra pars prostatika dan stroma karena sekitar 30% Tis ditemukan pada lokasi
sudah menginvasi otot detrusor yang terbukti pada sekitar 90% penderita karsinoma tersebut. Pada reseksi tumor idealnya dimulai dari bagian superficial dilanjutkan
sel transisional. Pyelografi intravena masih merupakan pemeriksaan standar yang bagian yang lebih dalam dan harus mengenai daerah muskularis propria. Kedua
digunakan untuk evaluasi keluhan hematuria . Pada karsinoma vesika urinaria sediaan tersebut sebaiknya dikirimkan kepada patolog secara terpisah. Untuk
pyelografi intravena memberikan gambaran filling defek, USG dapat juga digunakan menghindari perforasi buli sebaiknya pasien berada dibawah pengaruh anestesi
untuk mendeteksi adanya tumor vesika urinaria dan adanya gangguan pada traktus umum.
urinarius bagian atas.
Penatalaksanaan Radical cystectomy followed by adjuvant
chemotherapy
Karsinoma Buli Superfisial Any T,N+,M+ Neoadjuvant chemotherapy followed by
Hampir 80% tumor buli saat pertama kali didiagnosis berada dalam kondisi ini dan Infiltratif concoinitant chemotherapy and irradiation
hanya 10-20% yang akan berkembang menjadi lesi invasive Yang termasuk dalam Systemic chemotherapy followed by selective
kategori ini adalah tumor terbatas pada mukosa (Ta), telah menginvasi lamina surgery or Irradiation
propria (T1) dan karsinoma insitu (Tis). Terapi standar untuk tumor buli
superficial adalah eradikasi komplit melalui TUR of bladder tumor sampai ke Pëter R Carrol, MD Sinith General Urology, 331
dasar tumor. Untuk mengurangi resiko rekurensi, menurunkan progresifitas tumor
dan menghilangkan kemungkinan residu, maka setelah dilakukan TURB TURBT mempunyai fungsi terapitik, diagnosis dan staging. Efektifitas TURBT
direkomendasikan untuk memberikan kemoterapi intravesika. Obat kemoterapi sebagai terapi pada karsinoma vesika urinaria superfisial tergantung dan sifat
antara lain Mitomicin C, BCG, Doxorubicin, Epirubicin, dan Thiotepa.1BCG biologi dari tumor itu sendiri. Tumor dengan ukuran kecil, soliter, stadium dan
merupakan agen yang paling efektif sebagai profilaksis dan pengobatan pada terapi derajat keganasan rendah (Ta derajat I-II) sangat efektif di reseksi dengan
intravesika. TURBT dan mempunyai angka rekurensi rendah., sebaliknya tumor Ti derajat III
Ikatan Ahli Urologi Eropa (EAU) merekomendasi penalaksanaan karsinoma buli mempunyai angka rekurensi sampai 60 % meskipun tumor di reseksi secara
superficial, dibagi berdasarkan 3 prognostik faktor, yaitu: komplit
1. Tumor resiko rendah (lesi tunggal, TaG1, ≤ 3 cm); TURB komplit ditambah Kemoterapi intravësikal menjadi pilihan sebagai terapi ajuvan, diberikan untuk
satu kali instilasi intravesika dengan obat mitomicyn C, epirubicin atau mengurangi rekurensi. karena 50 - 70 % kasus karsinoma su akan mengalami
doxorubicin sampai 6 jam setelah reseksi. rekurensi bila hanya dilakukan TURBT saja . Pemberian kemoterapi intravesikal
2.
Tumor resiko sedang (Ta-1, G1-2, multiple, > 3 cm); dilakukan TURB komplit akan menurunkan rekurensi 30 - 40 % .
dan bila perlu TURB ulang dalam 4-6 minggu bila belum bersih. Dilanjutkan
instilasi intravesika, pilihan obat optional dan diberikan secara teratur dalam 3 kegunaan pemberian kemoterapi intravesikal yaitu ajuvan,piofilaksis dan terapitik
waktu tidak lebih dari 1 tahun. Tabel 2 Delivery of intravesical chemotherapy or immunotherapy
3.
Tumor resiko tinggi (T1G3, multiple atau rekuren, Cis); dilakukan TURB Use Timing Goal
komplit dan TURB ulang dalam 4-6 minggu. Dilanjutkan instilasi dengan BCG
secara teratur dalam waktu 1 tahun. Bila tidak respon dengan BCG Adjunctive At TUR Prevent implantation
direkomendasikan untuk melakukan radikal sistektomi dan diversi urin. Prophylactic After complete TUR Prevent or delay
recunence or
Pilihan terapi pada manajemen karsinoma vesika urinaria superfisial adalah : Therapeutic After incomplete TUR progression
Tabel 1. Initial treatment options for bladder cancer Cure residual disease
Cancer Stage Initial Treatment options
Tis Complete TUR followed by intravesical BCG Komplikasi sistemik yang berat dapat dihindari dengan tidak memberikan kemoterapi
Ta (single,low to moderate Complete TUR intravesikal pada pasien dengan gross hematuria ,
Grade,no recurrent)
Ta (Large,multiple,high grade Complete TUR followedby intravesical chemo Preparat yang banyak digunakan adalah mitomisin C (MMC), thiotepa.
or recurrent) or Doxorubicin dn BCG.
TI immunotherapy
Complete TUR followed by intravesical cheino a. Mitomisin C (MMC)
or MMC mempunyai efek anti tumor, antibiotik dan agen alkilating yang
Immunotherapy menghambat sintesis DNA, mempunyai berat molekul yang besar 329 kDa
Superfisial .Absorpsi rendah karena berat molekul besar sehingga efek sistemik minimal,
sehingga paling sering digunakan. Kendalanya adalah agen yang tersedia di
T2 - T4 Radical cystectomy
pasaran mahal MMC sangat sensitif fase G1 akhir dan sikius sel MMC diberikan
Neo adjuvant chemotherapy Followed by
intravesikal tiap minggu selama 6 sampai 8 minggu dengan, dosis 20 - 40 mg
radical cys tectomy
(1 mg/ml) , pasien diminta untuk tidak minum selama 12 jam sebelum terapi.
Kemudian dipasang kateter urin dengan tujuan mengeluarkan urin dan untuk Indikasi pemberian BCG secara instilasi pada karsinoma vesika urinaria adaiah:
memasukkan MMC kedalam vesika urinaria. Pasien diminta menahan kencing 1. Karsinoma in situ
selama 1 - 2 jam. pasien juga diininta untuk merubah posisi tiap 15 menit yaitu 2. Tumor Ti
pronasi, supinasi, miring ke kiri dan ke kanan . 3. Tumor Ta dengan risiko tinggi (besar, derajat keganasan tinggi, rekuren atau
Setelah pemberian MMC dalam 3 bulan didapatkan penurunan angka rekurensi dan tumor multifokal)
55 % menjadi 40 . Angka respon komplet rata-rata 49 % pada tumor Ta dan TI .
Efek samping adalah iritasi lokal pada kulit dan pada vesika urinaria timbul gejala Dosis standar adalah 120 mg. Diberikan 7 – 14 hari pasca TUR, tiap minggu selama
berupa gejala frekuensi, urgensi dan disuria Sistitis (chemical cystitis) terjadi 6 kali pemberian. dilanjutkan tiap 2 minggu sekali selama 6 kali pemberian. Total 12
sampai 40 % kasus. Efek samping lain adalah kontraktur vesika urinaria dan kali pemberian selama lebih kurang 5 bulan
lekopeni . BCG di encerkan dalam NacI 0,9 % 50 cc dimasukkan melalui kateter secara pasif
mengikuti gravitasi, pasien diminta menahan kencing selama 1 - 2 jam . Pasien juga
b. Thiotepa ( Triethyieneethiophosphorainide) diininta untuk merubah posisi tiap 15 menit selama 1 jam. Kerugian Pemakaian
BCG adalah efek toksiknya baik lokal maupun sisteinik. Efek samping yang
Merupakan agen alkilating dengan berat molekul kecil 198 sehingga mudah timbul tergantung dari dosis yang digunakan dan jumlah instilasinya. Efek lokal
diabsorpsi, Thiotepa masuk fase siklus sel yang non spesifik. Dosis yang yang timbul berupa gejala iritatif yaitu disuria, frekuensi dan urgensi. Selain itu
dianjurkan 30 mg - 60 mg (1 mg/ml). Sama seperti pada MMC , pasien diminta bisa juga timbul hematuria dan flu like syndrome. Efek lokal jangka panjang adalah
untuk tidak minum selama 2 jam kemudian dipasang kateter urin dan dilakukan timbulnya kontraktur vesika urinaria yang menyebabkan gangguan fungsi vesika
instilasi Thiotepa ke dalam vesika urinar Kemudian pasien diminta untuk menahan urinaria
kencing selama 2 jam. Pasien dimintakan untuk merubah posisi tiap 15 menit Gejala sistemik bisa timbul pada pemberian BCG intravesika yang dikenal dengan
selama 1 jam BCGosis berupa Demam tinggi ( >39 °C) lebih dari 48 jam, Menggigil ,artralgia,
Thiotepa diberikan selama 4 - 6 minggu, dianjurkan terutama untuk tumor residual, gangguan fungsi hepar, myelosupresi dan komplikasi infeksi (pneumonitis, hepatitis
karsinoma in situ dan mencegah rekurensi tumor Efek sampingnya adalah ,prostatitis dan sepsis) . Terapi yang dianjurkan untuk diberikan pada kasus
myelosupresi dengan lekopeni dan trombositopenia terjadi pada 10 % - 50 % kasus, BCGosis adalah INH 300 mg, Rifampicin 600 mg, dan ethambutol 1200 mg tiap
dianjurkan untuk memeriksa lekosit dan trombosit sebelum terapi Karena efek hari selama 6 bulan. Pada kasus-kasus yang berat bisa ditambahkan sikloserin 500
samping sistemik ini pemberian thiotepa saat ini mulai ditinggalkan mg 2 X sehari atau prednisolon 40 mg sehari Untuk menghindari timbulnya efek
samping yang tidak diinginkan maka pemberian BCG intravesikal menjadi
c. Doxorubicin kontraindikasi pada kasus gross hematuria, infeksi saluran kencing trauma traktus
urinarius karena kateterisasi
Merupakan antibiotik anthracycline yang berasal dari jamur streptomyces peucetius.
Doxorubicin merusak sel melalui beberapa mekanisme antara lain, interkalasi DNA
base, inactivasi DNA topo-isomerase II yang berakibat putus rantai DNA dan Karsinoma Buli Invasif dan Metastasis
menghambat sintesis protein, berperan dalam fase S siklus sel. Berat molekulnya Sistektomi radikal di sertai pengangkatan kelenjar getah bening pelvis secara
paling besar 580 kD sehingga efek sistemik jarang terjadi Rekurensi tumor rata-rata en blok merupakan terapi bedah standar untuk karsinoma buli invasive yang
13 % pada terapi dengan doxorubicin setelah TUR. Dosis yang dianjurkan adalah 30 belum bermetastasis. Pada pria dilakukan pengangkatan kandung kemih, prostat,
- 90 mg (1mg/ml) dalam Nacl 0,9 %. Cara pemberian dan interval terapi sama dan vesika seminalis. Sedangkan penderita wanita dilakukan eksenterasi anterior
seperti pada MMC Efek samping terutama sistitis terjadi sampai 50 % kasus, yakni mengangkat kandung kemih, serviks, uterus, vagina anterior, uretra, ovarium
kontraktur vesika urinaria dan efek sistemik jarang dan tuba fallopii. sistektomi radikal hinga saat ini menjadi gold standard dengan
angka bebas rekurensi local mencapai 95%.
Seperti yang telah disebutkan pada patogenesis , dikatakan metastasis apabila terjadi
d. Bacillus Calmette-Guerin (BCG)
penyebaran sel tumor ke kelenjar limfe regional, hepar, paru dan tulang
Terapi standar pada karsinoma metastasis adalah kemoterapi sistemik. Perubahan
BCG berasal dari strain mikobakterium bovis yang dilemahkan, Efeknya BCG besar terjadi dalam era kemoterapi modern sejak Stemberg dkk mengembangkan
adalah timbulnya respon imun dan inflamasi dan vesika urinaria, Mekanisme kerja MVAC ( Methotrexate, Vinbiastine, Adriamycin, dan Cisplatin). MVAC
dari BCG belum jelas, diduga berhubungan dengan interaksi sel T. BCG efektif mempunyai angka respon obyektif 57-70 %. Respon komplet sekitar 15-20 %, dan
dalam menurunkan rekurensi tumor sampai 40 % angka ketahanan hidup 2 tahun 15-20 %. .
Sekarang ini dikembangkan pemakaian regimen Gemcitabine dan Cisplatin yang Sistektomi Radikal
sudah memasuki fase III. Dan beberapa studi didapatkan tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam hal ketahanan hidup antara penggunaan MVAC dan Gemcitabin Merupakan terapi standar pada karsinoma vesika urinaria infiltratif. Pada sistektomi
Cisplatin. Tetapi yang jelas Gemeitabine-Cisplatin mempunyai toksisitas yang lebih radikal organ-organ pelvis anterior diangkat secara en blok. Pada pria, vesika
rendah dan regimen standar urinaria, peritoneum yang menutupi vesika urinaria, lemak perivesika, ureter bagian
bawah, kelenjar prostat, vesikula seminalis dan uretra. Pada wanita, vesika urinaria,
Reseksi Transuretral Karsinoma Buli Superfisial dan Pembesaran Prostat Jinak peritoneum yang melekat pada vesika urinaria, lemak perivesika, ureter bagian
Secara Simultan bawah, uterus, ovarium, tuba fallopii, dinding anterior vagina dan uretra semua
Seperti telah disebutkan, mayoritas penderita tumor buli saat pertama kali ditemukan diangkat. Secara simultan dilakukan diseksi kelenjar limfe pelvis bilateral secara en
berada pada kondisi karsinoma buli superficial/non invasif. Dalam stadium ini block yang dimulai dari kelenjar limfe di daerah bifurkasio aorta atau pembuluh
terapi standar yang diberikan adalah reseksi tumor secara transuretral atau darah iliaka komunis ke vena iliaka sirkumfleksa di sebelah distal, kemudian dan
transurethral resection of bladder tumor (TURBT) dilanjutkan kemoterapi lateral nervus genitofemoralis sampai ke dasar pelvis (fasia endopelvika). Sangat
intravesika. Dari hasil penelitian para ahli diketahui bahwa 50%-70% penderita penting melakukan identifikasi dan preservasi nervus obturatorius, yang keluar dari
akan mengalami rekurensi bila hanya mendapatkan terapi TURBT saja, dengan tepi medial muskulus psoas.
kemungkinan peningkatan stadium dan progresifitas tumor sampai 15%. Untuk
Setelah sistektomi radikal ,dilanjutkan dengan melakukan rekontruksi traktus
mengurangi resiko rekurensi dan menurunkan progresifitas tumor, maka dianjurkan
urinarius atau diversi urin interna atau eksterna Tindakan uretrektomi pada
untuk memberikan kemoterapi intravesika.
karsinoma vesika urinaria infiltcatif masih kontroversi terutama pada laki-laki, tetapi
Dari fakta yang ada, tumor buli rekuren sering kali berada pada lokasi yang berbeda
pada wanita tindakan ini merupakan tindakan rutin yang dilakukan pada sistektomi
dengan tumor inisial sehingga muncul teori bahwa terjadi implantasi sel tumor bebas
radikal Beberapa studi yang dilakukan mendapatkan angka rekurensi uretra 25 - 35
yang terlepas saat dilakukan reseksi dan menempel pada daerah yang mengalami
% pada kasus karsinoma in situ difusa pada uretra pada prostatika atau pada
trauma akibat manipulasi selama tindakan. Berdasarkan penelitian, pemberian
karsinoma yang menginfiltrasi stroma kelenjar prostat, sementara studi yang lain
kemoterapi segera setelah reseksi dipercaya efektif untuk mencegah terjadinya
didapatkan kurang dari 5 % angka rekurensi uretra pada pasien yang dilakukan
implantasi sel tumor bebas, dan saat ini semakin mendapat tempat di kalangan ahli
radikal sistektomi tanpa uretrektomi Indikasi uretrektomi antara lain tumor
urologi. Atas dasar ini maka pemberian kemoterapi intravesika direkomendasikan
multifokal, karsinoma in situ difus dan infiltrasi uretra pars prostatika atau
segera dilakukan setelah TURBT selesai dikerjakan Guidelines dari EAU telah
tumor pada leher vesika urinaria
menetapkan pemberian instilasi intravesika segera dan sampai waktu 6 jam setelah
reseksi. Indikasi sistektomi radikal adalah:
Kekhawatiran terjadinya implantasi pada daerah yang mengalami trauma, 1. Kaisinoma vesika urinaria yang menginvasi otot (muscle invasive) T2 atau
menyebabkan mayoritas ahli urologi menghindari dilakukan tindakan TURB dan lebih.
TURP secara bersamaan pada penderita karsinoma buli yang juga mengalami 2. Tumor dengan low stage yang tidak dapat dilakukan reseksi atau multisentris.
gangguan pembesaran prostat jinak, dan lebih menganjurkan dilakukan reseksi 3. Tumor Ti dengan derajat keganasan tinggi.
terpisah. Anjuran ini tentunya untuk menghindari terjadinya peningkatan stadium 4. Belum ada metastasis jauh.
tumor menjadi T4a bila telah mencapai uretra prostatika/stroma prostat, yang akan 5. Karsinoma in situ atau tumor multifokal yang mengalaini rekurensi setelah
menurunkan survival rate penderita. Meskipun demikian, data yang lain dilakukan TURBT dan kemoterapi intravesikal.
menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara reseksi simultan
karsinoma buli dan BPH dengan terjadinya rekurensi tumor pada uretra pars Komplikasi awal:
prostatika. Oleh karena itu selama puluhan tahun, topik ini masih menjadi Infeksi luka operasi.
kontroversi di kalangan ahli urologi. Obstruksi intestinal.
Beberapa alasan dilakukannnya tindakan reseksi simultan antara lain: obstruksi Trombosis vena dalam, trauma pada rektum
infravesika dan gangguan iritatif berat karena BPH, resiko tinggi dilakukan anestesi
ulang karena adanya penyakit penyerta, lokasi tumor pada bladder neck/uretra Komplikasi lanjut:
prostatika, harus dilakukan reseksi prostat untuk mempermudah akses ke tumor serta Fistula fekal urinaria.
ditemukan tumor yang terlihat jinak pada TURP. Pyelonefritis.
Striktur anastomosis ureterointestinal.
Gangguan ftingsi ginjal., DisfIingsi ereksi.
Sistektöini parsial. Terapi Kombinasi
Sistektomi parsial dilakukan dengan melakukan eksisi massa tumor dan vesika Pemilihan modalitas lokal definitif (TURBT) yang dikombinasikan dengan
urinaria lebih kurang 2 cm dari tepi bebas tumor yang dikonfirmasi dengan pemberian kemoterapi sistemik dan radioterapi eksterna, merupakan suatu regimen
pemeriksaan potong beku yang di kenal dengan Bladder Salvage Regimen , yaitu tetap mempertahankan
Indikasi sistektoini parsial adalah : vesika urinaria. Respon terapi yang berhubungan dengan angka ketahanan hidup dan
1. Karsinoma sel transisional bentuk papiler yang tenletak didalam divertikel vesika efek sampingnya masih dalam penelitian. Tetapi yang jelas bila terjadi kegagalan
irinaria, kemoradiasi ini baik rekurensi atau progresi akan mengakibatkan tindakan bedah
2. Tumor soliter, inifitratif (T1-T3) yang terletak di sepanjang dinding sukar karena adhesi
posterolateral atau fundus vesika uninaria.
Monitoring
Keuntungan: Monitoring yang ketat diperlukan pada karsinoma vesika urinaria superfisial karena
Secara fisiologi fungsi vesika uninaria sebagai reservoir masih tetap ada. rekurensi dan progresi yang tinggi. Sistoskopi merupakan pemeriksaan standar
Reseksi massa tumor dapat dilakukan secara komplit. untuk mendeteksi adanya rekurensi tumor superfisial. Selain sistoskopi, sitologi urin
Sekaligus bisa dilakukan biopsi massa tumor dan kelenjar limfe pelvis untuk merupakan pemeriksaan yang penting, sampel untuk pemeriksaan sitologi urin
pemeriksaan PA. diambil bersamaan dengan sistoskopi.
Sekarang ini dikembangkan urin assay seperti BTAstat test, NIMP-22 dan
Kerugian sistektoini parsial adalah: telomerase untuk monitoring karsinoma vesika urinaria superfisial. Pemeriksaan
Angka rekurensi yang tinggi (40-80 %), karena masih ada sisa tumor yang sistoskopi dan sitologi urin dilakukan tiap 3 bulan sekali selama 1 tahun , kemudian
tertinggal. 6 bulan sekali selama 2 tahun dan minimal 1 tahun sekali Tidak ada suatu
Memerlukan surveilens yang ketat untuk follow up. kesepakatan kapan sistoskopi dihentikan pada follow up karsinoma vesika urinaria
Memerlukan terapi ajuvan intravesikal. superfisial,
Pemeriksaan pencitraan traktus urinarius walaupun bukan merupakan standar tetap
Komplikasi sistektomi parsial adalah menurunnya kapasitas vesika dan terjadinya menjadi pertimbangan pada monitoring dengan indikasi:
rekurensi tumor .Oleh karena .itu sekarang ini sistektomi parsial sudah banyak o Sitologi urin positif atau hematuria yang bukan disebabkan oleh tumor vesika
ditinggalkan karena adanya kemajuan dalam tehnik TURBT dan kemajuan urinaria
pengetahuan. mengenai sifat-sifat biologi dan tumor-tumor vesika urinaria, o Tumor yang mengalaini rekurensi di sekitar orifisium ureter
o Sistektomi pada kasus uncontrolled disease
Radioterapi
PROGNOSIS
Radioterapi dapat digunakan sebagai alternatif terapi definitif terutama pada pasien
Karsinoma vesika urinaria superfisial mempunyai prognosis baik dengan angka
dengan tumor infiltratif yang masih terlokalisir, yang tidak bersedia untuk
ketahanan hidup 5 tahun mencapai 82 — 100 %
dilakukan tindakan bedah. Dosis radioterapi yang diberikan lebih dari 65-70 Gy
yang diberikan lebih dari 6 – 7 minggu. Pemberian radioterapi ini lebih difokuskan Tabel 4. 5-Year Survival Rates for Bladder Cancer
pada tumor dan area disekelilingnya . Untuk menentukan batas-batas ini sebelumnya
dilakukan CT Scan dalam posisi pronasi. Komplikasi dan radio terapi ini adalah Stage 5-Year Survival Rates %
dermatitis, proktitis yang kadang-kadang disertai dengan imp1ikasi pendarahan dan Ta,T1,CIS 82-100
obstruksi,sistitis , fibrosis vesika urinaria, impoten, inkontinensia dan kemungkinan
untuk timbulnya keganasan di sekitar lapangan radiasi . T2 63-83
Radioterapi radikal menjadi pilihan bagi pasien usia tua atau pasien yang memiliki T3a 67-71
komorbiditas tinggi akibat penyakit lain. Dosis yang diberikan sebanyak 55-65Gy.
Untuk pasien T2-4 memiliki angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 23-40%. T3b 17-57
Kekurangannya adalah angka rekurensi lokal sebanyak 55-65% dan efek samping
T4 0-22
yang tidak nyaman berupa gangguan gastrointestinal,iritasi buli, hematuria, sampai
kontraktur buli yang cukup tinggi. Gary David S Bladder Cancer eMedicine corn