Anda di halaman 1dari 19

KASUS III

Seorang bidan di Batu, Jawa Timur diduga melakukan malpraktik saat menangani proses
persalinan. Pada tanggal 8 Agustus 2006, hari Selasa sore, seorang perempuan berusia 39
tahun, mengalami kontraksi dan dibawa suaminya ke BPM terdekat dari rumahnya. Menurut
suaminya, saat dibawa ke bidan, kondisi istri dan kandungannya baik-baik saja.Bidan juga
menyanggupi dan mampu menangani dengna baik proses persalinan istrinya. Suami
perempuan diminta bidan untuk menunggu di luar ruang bersalin. Namun, setelah berjam-jam
tidak lahir, tiba-tiba bidan meminta tolong suami untuk mendampingi istrinya bersalin. Suami
perempuan tersebut sangat terkejut dan syok melihat kondisi bayi tanpa kepala dengan
ceceran darah di leher. Istrinya ternyata melahirkan anak ketiganya dengan hasil mengerikan.
Bayi sungsang yang dikandungnya lahir dengan kepala terputus. Badan bayi keluar terlebih
dahulu, sedangkan kepalanya tertinggal di dalam rahim. Perempuan tersebut lalu dirujuk ke
RS untuk dikeluarkan kepala bayi yang masih tertinggal. Suami perempuan merasa antara
percaya dan tidak melihat kondisi itu. Namun, masih merasa sedikit lega dapat melihat
anaknya ketika badan dan kepalanya disatukan. Meski kejadian ini dirasakan sangat berat,
suami perempuan akhirnya bisa menerima dan menganggap ini takdir Tuhan. Tetapi unutk
kasus hukumnya, tetap diserahkan kepada pihak yang berwenang. Dia berharap kasus ini bisa
ditindak lanjuti dengan seadil-adilnya.

Kata sulit:

1. Kontraksi adalah mulas yang sebenarnya.


2. BPPM adalah Badan Praktik Bidan.
3. Malpraktik adalah menyimpang dari kode etik kebidanan.
4. Sungsang adalah dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan
bokong berada dibawah cavum uteri.
5. Klien adalah orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

BAB II

KAJIAN TEORI

1
2.1. STANDAR PROFESI

Standar merupakan landasan berpijak normatif dan parameter/alat ukur untuk


menentukan tingkat keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan klien dan menjamin mutu
asuhan yang diberikan. Dalam penyusunan standar harus memperhatikan proses dan harapan
yang akan terjadi dalam upaya meningkatkan mutu layanan.

Kriteria Standar Kebidanan.

1. menggunakan bahasa yang jelas, sederhana, dan mudah dimengerti.


2. Realistis/dapat diterima dalam lingkup asuhan yang diperlukan.
3. Mudah dilakukan dalam pelaksanaan asuhan kebidanan.
4. Dapat diobservasi dan diukur.

Manfaat standar kebidanan.

1. Memadu, mendorong, dan mengarahkan kinerja klinis dalam upaya menampilkan


asuhan kebidanan yang bermutu.
2. Sebagai parameter/tolak ukur untuk meilai tingkat kualitas asuhan kebidanan yang
diberikan.
3. Merupakaan alat penilaian diri sendiri bagi bidan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya.
4. Memperthanakna profesionalisme bidan sebagai praktisi klinis.
5. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi asuhan kebidanan.

Standar dalam profesi kebidanan meliputi; standar pelayanan kebidanan, standar praktik
kebidanan, standar pendidikan kebidanan dan stamdar pendidikan berkelanjutan
kebidanan.

I. Standar Pelayanan Kebidanan


1. Standar I:Falsafah dan Tujuan

2
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi,filosofi,dan tujuan pelayanan serta
organisasi pelayanan sebgai dasar untuk melaksanankan tugas pelayanan yang efektif dan
efisien.

Definisi operasional

a. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi,misidan filosofi pelayanan kebidanan


yang mengacu pada visi,misi,dan filosofi masing-masing.
b. Terdapat struktur organisasi yang menggambarkan garis komando,fungsi,dan
tanggung jawab serta kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan hubungan dengan
unit lain
c. Terdapat uraian tugas tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi yang
disahkan oleh pimpinan.
d. Terdapat bukti tertulis tentang persyaratan tenaga yang menduduki jabatan pada
organisasi yang disahkan oleh pimpinan.

2. Standar II: Administrasi dan Pengelolaan

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengeloaan pelayanan, standar


pelayanan, prosedur tetap, dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan pelayanan yang kondusif
yang memungkinkan praktik pelayanan kebidanan menjadi akurat.

Definisi operasional

a. Terdapat pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di


unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pimpinan.
b. Terdapat standar pelayanaan yang mengacu pada pedoman standar alat, standar
ruangan, standar ketenagaan yang telah disahkan oleh pimpinan.
c. Terdapat prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan atau tindakan kebidanan yang
disahkan oleh pimpinan.
d. Terdapat rencana atau program kerja disetiap institusi pengelolaan yang mengacu
pada institusi induk.
e. Terdapat bukti tertulis penyelenggaraan pertemuan berkala secara teratur, dilengkapi
dengan daftar hadir dan notulen rapat.
f. Terdapat naskah kerja sama, program praktik dari institusi yang menggunakan lahan
praktik, program, pengajaran klinik, dan penilaian klinik.

3
g. Terdapat bukti administrasi yang meliputi buku registrasi.

3. Standar III : Staf dan Pimpinan

Pengelolaan pelayanan kebidanan mempunyai progam pengelolaan sumber daya


manusia ( SDM ), agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efesien.

Definisi operasional

a. Terdapat program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan


b. Mempunyai jadwal pengaturan kerja
c. Terdapat jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan setiap tenaga per unit yang
menggambarkan kemampuan setiap tenaga per unit yang menduduki tanggung jawab
dan kemampuan yang dimiliki oleh bidan
d. Terdapat seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan kualifikasi
minimal selaku kepala ruangan berhalangan bertugas
e. Terdapat data personel yang bertugas di ruangan tersebut

4. Standar IV : Fasilitas dan Peralatan

Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan


kebidanan sesuai dengan bebas tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.

Definisi operasional

a. Tersedia peralaat yang sesuai dengan standar dan terdapat mekanisme keterlibatan
bidang dalam perencanaan dan pengembanagn sarana dan prasarana
b. Terdapat buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas
barang.
c. Terdapat pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu.
d. Terdapat prosedur permintaan dan penghapusan alat.

5. Standar V : Kebijakan dan Prosedur

4
Pengelola pelayanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan dan
pembinaan personel menuju pelayanan berkualitas.

Definisi operasional

a. Terdapat kebijakan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang
disahkan oleh pimpinan
b. Terdapat prosedur personalia ; penerimaan pegawai kontrak kerja, hak dan kewajiban
personalia
c. Terdapat prosedur pengajuan cuti personel, istirahat, sakit, dll.
d. Terdapat prosedur pembinaan personel.

6. Standar VI : Pengembangan Staf dan Program Pendidikan

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan


perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

Definisi operasional

a. Terdapat program pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.


b. Terdapat program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan atau personal baru dan
lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
c. Terdapat data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.

7. Standar VII : Standar Asuhan

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan atau manajemen kebidanan


yang ditetapkan sebagai pedoman dalam memberi pelayanan kepada klien

Definisi opersional

a. Terdapat standar manajemen kebidanan ( SMK ) sebagai pedoman dalam memberi


pelayanan kebidanan.
b. Terdapat format manajemen kebidanan yang tercantum dalam catatan medik.
c. Terdapat pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
d. Terdapat diagniosis kebidanan.
e. Terdapat rencana asuhan kebidanan.
f. Terdapat dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan.

5
g. Terdapat evaluaisi dalam memberi asuhan kebidanan.
h. Terdapat dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.

8. Standar VIII : Evaluasi dan Pengendalian Mutu

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam evaluasi


dan pengendalian mutu pelayanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.

Definisi operasional

a. Terdapat program atau rencana tertulis tentang peningkatan mutu pelayanan


kebidanan.
b. Terdapat program atau rencana tertulis untuk melakukan penilaian terhadap standar
asuhan kebidanan.
c. Terdapat bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan pengendalian
mutu asuahan dan pelayanan kebidanan.
d. Terdapat bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tidak
lanjut.
e. Terdapat laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf
pelayanan kebidanan.

2.2. CLIENT SAFETY

Client Safety atau keselamatan klien adalah suatu system yang membuat asuhan klien di
rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.

a. Tujuan Client Safety


1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
KTD.

6
b. Langkah-Langkah Pelaksanaan Client Safety

Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient


Safety, 2 May 2007), yaitu:

1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication
names)
2) Pastikan identifikasi pasien
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

2.3. WEWENANG BIDAN

1. Pemenkes No 5380/IX/1963
Wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri,
didampingi tugas lain.
2. Permenkes No. 63 tahun 1989
Wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan
bila bidan elaksanakan tindakan khusus dibawah pengawasan dokter. Pelaksanaan
dari permenkes ini, bidan melaksanakan praktik perorangan dibawah pengawasan
dokter.
3. Kepmenkes No. 369/Menkes/SK/III/2007
Tentang standar profesi bidan
a. Kompetensi ke 1, Pengetahuan dan keterampilan dasar.
Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu
sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang
bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan
keluarganya.
b. Kompetensi yang ke 2, pra konsepsi, KB dan ginekologi

7
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang
tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka
untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan
kesiapan menjadi orangtua.
c. Kompetensi ke 3, asuhan dan konseling kehamilan
Bidan memberikan asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan
kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan
dari komplikasi tertentu.
d. Kompetensi ke 4, asuhan selama persalinan dan kelahiran bidan memberikan
asuhan yang bermutu tinggi, tanggapan terhadap kebudayaan setempat selama
persalianan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani
situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan
bayi yang baru lahir.
e. Kompentensi ke 5, Asuhan pada ibu nifas dan menyusui
Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan
tanggap terhadap budaya setempat.
f. Kompetensi ke 6, Asuhan pada bayi baru
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi
barulahir sehat sampai dengan 1 bulan.
g. Kompetesi ke 7, Asuhan pada bayi dan balita
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan
balita sehat (1bulan-5tahun).
h. Kompetensi ke 8, Kebidanan komunitas
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga,
kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
i. Kompetensi ke 9, Asuhan pada ibu/wanita dengan gangguan reproduksi
Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu/wanita dengan gangguan sistem
reproduksi.
4. Permenkes no. HK 02/Menkes/149/2010
Tentang layanan izin dan penyelenggaraan praktik bidan
Menurut revisi dari kepmenkes 900. Terdiri dari VII Bab, 24 Pasal yaitu :
Bab I ketentuan (pasal 1)
Bab II perizinan (pasal 2-7?
Bab III Penyelenggaraa Praktik (pasal 8-19)
8
Bab IV pembinaan dan pengawasan (pasal 20-21)
Bab V Ketentuan Peralihan (pasal 22)
Bab VI Ketentuan penutup (pasal 23-24)
Permenkes 149 lebih singkat dari pada Kepmenkes 900. Isinya terdapat banyak
pengurangan dan beberapa penambahan aturan tentang pelaksanaan praktik bidan.
1. Alur untuk registrasi dan pelaporan bidan dibuat lebih sederhana (BAB II, III, IV
Kemenkes 900).
2. Kewewennangan praktik bidan dalam pelayanan reproduksi wanita ditiadakan
dan diganti dengan pelayanan keluarga berencana. (permenkes 149: BAB III
pasal 8: kepmenkes 900: BAB IV Pasal 14)
3. Pelayanan kebidanan yang diberikan bukan pelayanan kebidanan ibu dan anak,
tetapi cuku ibu dan bayi baru lahir usia 28 hari. Pelayanan kebidanan pada ibu
yang dimakasud hanyalah kehamilan, persalianan, nifas, dan masa menyusui
normal. Bidan tidak berwewenang untuk melakukan intervensi apapun terhadap
penyulit kehamilan, persalinan dan nifas (suntikan penyulit kehamilan, persalian,
nifas, plasenta, manual,amniotomi, infus, penyuntikkan antibiotik dan sadativa,
versi ekstraksi ditiadakan. Pengobatan yang diperbolehkan bukan obat terbebas
tetapi obat terbebas). Pelayan masa pra pernikanan,prhamil dan masa interval
dilakukan pengurang. (pemenkes 149: Bab III : Kepebkes 900: bab v)
4. Bidan sudahlagi berwewenang dalam memberikan pelayan KB suntikan,
kontrasepsi bawah kulit dan bawah rahim secara praktik mandiri, melainkan
harus dengan supervisi dokter dirumah sakit dalam rangka menjalankan tugas
pemerintah. Bidan hanya berwewenang mandiri terhadap kontrasepsi pil, kondom
dan konseling KB. (kepmenkes 900: Pasal 19; Permenkes 149: pasal 12).

Pasal 8

Bidan menjalankan praktik berwewenang untuk memberikan pelayanan meliputi:

a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan reproduksi perempuan dan
c. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pasal 9

9
1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan
kepada ibu dan bayi.
2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
pada masa kehamilan, masa persalianan, masa nifas dan masa menyusui.
3. Pelayanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi
baru lahir normal sampai usia 28 hari

Pasal 10

1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dala pasal9 ayat (2)
meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemerikasaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayan ibu nifas normal
2. Pelayan kebidanan kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat(30)
meliputi:
a. Pemeriksaan bayi barulahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
f. Pemberian penyuluhan
5. Pemenkes No 1464/Menkes/per/X/2010
1. Pasal 9
Bidan dalam menyelenggarakan praktik berwewenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi :
a. Pelayanan kesehatan ibu
b. Pelayanan kesehatan anak
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dalam keluarga berencana
2. Pasal 10
a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a
diberikan pada masa prahamil , kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa
menyusui, dan masa antara kehamilan.

10
b. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) meliputi:
1. Pelayanan konseling pada masa prahamil
2. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
3. Pelayanan persalinan normal
4. Pelayanan ibu nifas normal
5. Pelayanan ibu menyusui
6. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
c. Bidanan dalam memberikan pelayanan sebgaimana dimaksudkan pada ayat (2)
berwewenang untuk:
1. Episiotomi
2. Penjahitan luka jalan lahir tingkat 1 dan 2
3. Penanganan kegawatdaruratan, dilajutkan dengan perujukan
4. Pemberian tablet FE
5. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
6. Fasilitas/bimbingan insiasi menyusui dini dan promosi ASI eksklusif
7. Pemberian uterotonika pada menejemen aktif kala III dan post partum
8. Penyuluhan dan konseling
9. Bimbingan pada kelompok ibu hamil
10. Pemberian surat keterangan kematian
11. Pemberian surat keterangan cuti bersalin
3. Pasal 11
a. Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada pasal 9 huruf b
diberikan kepada BBL, bayi, anak balita, dan anak prasekolah
b. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 berwewenang untuk:
1. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termaksuk resusitasi,
pencegahan hipotermi, insiasi menyusu dini, ijeksi vitamin K1, perawatan
bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari) dan perawatan tali pusat.
2. Penangan hipotermi pada bayi barulahir dan segera merujuk
3. Penangan kegawat daruratan dilanjutkan dengan perujukan.
4. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah
5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak prasekolah.
6. Pemberian konseling dan penyuluhan
7. Pemberian surat keterangan kelahiran.
11
8. Pemberian surat kematian
4. Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c berwenang
untuk :
a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan
KB.
b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.

2.4. KODE ETIK

Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi dalam
melaksanakan tugas profesinya dan hidupnya di masyarakat. Norma tersebut berisi
petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya
dan larangannya, yaitu ketentuan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas
profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan
sehari-hari di dalam masyarakat (Mustika, 2001)

1. Fungsi Kode Etik

Kode etik berfungsi sebagai berikut:

a. Memberi panduan dalam membuat keputusan tentang masalah etik


b. Menghubungkan nilai atau norma yang dapat diterapakan dan dipertimbangkan
dalam memberi pelayanan
c. Merupakan cara untuk mengevaluasi diri
d. Menjadi landasan untuk memberi umpan balik bagi rekan sejawat
e. Menginformasikan kepada calon perawat dan bidan tentang nilai dan standar
profesi
f. Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral.

2. Tujuan Kode Etik

12
Pada dasarnya, kode etik suatu profesi diciptakan dan dirumuskan demi kepentingan
anggota dan organisasi. Secara umum, tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai
berikut:

a. Menjunjung tinggi martabat dan citra profesi


b. Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
c. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d. Menigkatkan mutu profesi

3. Kode Etik Kebidanan


a. Definisi Kode Etik Bidan
Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang
menuntut bidan melaksanakan praktik kebidanan baik yang berhubungan dengan
kesejahteraan keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi, dan dirinya.
b. Dasar Pembentukan Kode Etik Bidan
Kode etik bidan pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam
Kongres Nasional IBI X tahun 1988.Petunjuk pelaksanaan kode etik bidan
disahkan dalam Rapat Kerja Nasional IBI tahun 1991.Kode etik bidan sebagai
pedoman dalam berperilaku, disusun berdasarkan pada penekanan keselamatan
klien.

2.5. INFORMED CONSENT DAN INFORMED CHOICE


I. Informed Consent

Menurut John M. Echols dalam Kamus Inggris-Indonesia (2003), Informed


berarti telah diberitahukan, telah disampaikan, telah diinformasikan. Sedangkan
consent berarti persetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu.
Menurut Jusuf Hanafiah (1999), informed consent disamakan dengan Surat Izin
Operasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada keluarga sebelum seorang klien
dioperasi, dan dianggap sebagai persetujuan tertulis. Akan tetapi informed consent
bukan sekedar surat persetujuan yang didapat dari klien, bukan juga sekedar tanda
tangan pihak keluarga melainkan proses komunikasi. Inti dari proses informed
consent adalah kesepakatan antara tenaga kesehatan dan klien.

13
Informed consent harus dilakukan setiap kali akan melakukan tindakan medis,
sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut Departemen Kesehatan (2002), informed
consent dibagi menjadi dua bentuk:

1. Implied consent, yaitu persetujuan yang dinyatakan secara tidak langsung. Contoh,
saat bidan akan mengukur tekanan darah ibu, ia hanya mendekati si ibu sambil
membawa spigmomanometer tanpa mengatakan apapun dan si ibu langsung
menggulung lengan bajunya (meskipun tidak mengatakan apapun, sikap ibu
menunjukkan bahwa ia tidak keberatan terhadap tindakan yang akan dilakukan
bidan).
2. Express consent, yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau
secara verbal. Sekali pun bentuk persetujuan secara tersirat dapat dibenarkan,
namun sangat bijaksana bila persetujuan klien dinyatakan dalam bentuk tertulis
karena hal ini dapat menjadi bukti lebih kuat di masa mendatang. Contoh,
persetujuan untuk melaksanakan sesar.

Persetujuan atau kesepakatan antara tenaga kesehtan dan klien harus mencakup:

a. Pemberian penjelasan, yaitu tenaga kesehatan.


b. Penjelasan yang akan disampaikan memuat lima hal, yaitu:
 Tujuan tindakan medis yang akan dilakukan
 Tata cara tindakan yang akan dilakukan
 Risiko yang mungkin dihadapi
 Lternatif tindakan medik dari setiap alternatif tindakan
 Prognosis, bila tindakan itu dilakukan/tidak
c. Cara menyampaikan penjelasan.
d. Pihak yang berhak menyatakan persetujuan yaitu klien, tanpa paksaan dari pihak
manapun.
e. Cara menyatakan persetujuan (tertulis at lisan).

Manfaat informed consent adalah sebagai berikut:

14
 Membantu kelancaran tindakan medis. Melalui informed consent secara tidak
langsung terjadi kerja sama antara bidan dan klien sehingga memperlancar
tindakan yang akan dilakukan. Keadaan ini dapat meningkatkan efisiensi waktu
dalam upaya tindakan kedaruratan.
 Mengurangi efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi. Tindakan bidan
yang tepat dan segera, akan menurunkan risiko terjadinya efek samping dan
komplikasi.
 Mempercepat proses pemuliahan dan penyembuhan penyakit, kaerena si ibu
memiliki pemahaman yang cukup terhadap tindakan yang dilakukan.
 Meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan mutu ditunjang oleh tindakan yang
lancar, efek samping dan komplikasi yang minim, dan proses pemulihan yang
cepat.
 Melindungi bidan dari kemungkinan tuntutan hukum. Jika tindakan medis
menimbulkan masalah, bidan memiliki bukti tertulis tentang persetujuan klien.

Dalam proses informed consent terdapat dua dimensi yang tercakup didalamnya, yaitu:

1. Dimensi Yang Menyangkut Hukum.


Dalam hal ini informed consent merupakan perlindungan bagi klien terhadap
bidan yang berperilaku memaksakan kehendak. Proses informed consent sudah
memuat:
a. Keterbukaan informasi dari bidan kepada klien.
b. Infoemasi tersebut harus dimengerti klien.
c. Memberikan kesempatan kepada klien untuk memberikan kesempatan
terbaik.
2. Dimensi yang Menyangkut Etik.
Dari proses informed consent terkandung nilai-nilai etik sebagai berikut:
a. Menghargai kemandirian/otonomi klien.
b. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu klien bila dibutuhkan
atau diminta sesuai dengan informasi yang telah diberikan.
c. Bidan menggali keinginan klein baik yang dirasakan secara subyektif
maupun sebagai hasil pemikiran yang rasional.

II. Informed Choice

15
Menurut John M. Echols dalam Kamus Inggris-Indonesia, Informed berarti
telah diberitahukan, telah disampaikan, telah diinformasikan.Choice berartipilihan.
Jadi, secara umum Informed Choice dapat diartikan memberitahukan atau
menjelaskan pilihan-pilhan yang ada kepada klien kemudian membuat pilihan setelah
mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya. Pilihan
(choice) sangat penting dari sudut pandang wanita (sebagai penerima jasa asuhan
kebidanan) yang memberikan gambaran pemahaman mengenai masalah yang
sesungguhnya.
Hak dan keinginan wanita harus dihormati, beserta pilihannya. Ini bertujuan
untuk mendorong wanita memlihi asuhan kebidanannya. Peran bidan tidak hanya
membuat keputusan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin hak
wanita dalam memilih asuhan kebidanan dan keinginannya terpenuhi. Tentu saja
tenaga kesehatan wajib memberikan informasi yang jelas mengenai alternatif pilihan
yang ada beserta risiko yang menyertainya. Klien akan mendapatkan informasi
mengenai pilihan-pilihan tersebut dari berbagai sumber, baik dari dirinya sendiri atau
orang lain.
Di berbagai negara ada hambatan mengenai informed choice, misalnya sangat
kurangnya informasi yang diperoleh. Wanita yang berpendidikan tinggi dapat
membuat pilihan karena banyak membaca dan mempunyai bekal untuk membuat
keputusan, tetapi untuk sebagian besar masih sulit dengan berbagai macam alasan,
misalnya alasan sosial ekonomi, kurangnya pendidikan dan pemahaman tentang
kesehatan, dll. Maka dari itu keberadaan tenaga kesehatan sangat penting untuk terus
mendampingi klien memilih dan memilah informasi yang tepat untuk mendukung
proses pengambilan keputusan yang baik dan tidak merugikan pihak manapun.

Bentuk Plihan Dalam Asuhan Kebidanan

Ada beberapa jenis pilihan yang dapat dipilih oleh klien, antara lain:

1. Gaya bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan laboratorium screening antenatal.


2. Tempat melahirkan (rumah, polindes, RB, RSB atau RS), dan kelas perawatan di RS.
3. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan.
4. Pendampingan waktu melahirkan.
5. Klisma dan cukur daerah pubis.
6. Metoda monitor denyut jantung janin.

16
7. Percepatan persalinan atau augmentasi.
8. Diet selama proses persalinan.
9. Mobilisasi selama proses persalinan.
10. Pemakaian obat penghilang sakit.
11. Pemecahan ketuban secara rutin.
12. Posisi ketika melahirkan.
13. Episiotomi.
14. Penolong persalinan.
15. Keterlibatan suami waktu bersalin/kelahiran, misalnya pemotongan tali pusat.
16. Cara memberikan minuman bayi.
17. Metode pengontrolan kesuburan.

Semua ini ditentukan oleh bidan demi kepentingan klien. Dan setelah menjelaskan secara jelas
tentang asuhan kebidanan, klien berhak menentukan asuhan mana yang akan dipilihnya. Yang
tentunya tidak merugikan pihak manapun.

2.6. SANKSI DAN REWARD


1. Reward

Penghargaan yang diberikan kepada bidan tidak hanya dalam bentuk imbalan
jas,tetapi juga dalam bentuk pengakuan profesi dan pemberian kewenangan atau hak
untuk menjalankan praktik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

Bidan di Indonesia memilki organisasi profesi,yaitu Ikatan Bidan Indonesia (IBI)


yang hak dan kewajiban serta penghargaan dan sanksi bagi bidan.

Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseoarang
termasuk bidan ,antara lain:

a. Faktor individu:kemampuan,keterampilan,latar belakang keluarga,pengalaman.tingkat


sosial dan demografi seseorang
b. Faktor psikologis:persepsi,peran.sikap,kepribadian,motivasi dan kepuasan kerja.
c. Faktor organisasi:struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system)

Pemeliharaan SDM dalam suatu organisasi,perlu diimbangi maupun immaterial.Ganjaran


berupa ma terial misalnya gajidan tunjangan, sedangkan ganjaran immaterial misalnya

17
kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan dan
pelatihan. Tujuan dari adanya sistem penghargaan antara lain:

a. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu, maupun dalam kelompok
setinggi-tingginya. Peningkatan prestasi kerja perorangan pada gilirannya akan
mendorong kinerja staf.
b. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja
melalui prestasi pribadi.
c. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang
pekerjaan sehingga terbuka jalur komunitas 2 arah antara pimpinan dan staf.
Penghargaan yang diberikan kepada bidan diharapkan dapat memotivasi bidan untuk
meningkatkan kinerja mereka. Bidan sebagai petugas kesehatan sering berhadapan dengan
masalah etik yang berhubungan dengan hukum. Masalah dapat diselesaikan dengan hukum,
tetapi belum tentu dapat diselesaikan berdasarkan prinsip dan nilai etik.
2. Punishment/sanksi
Sanksi merupakan imbalan negatif yang berupa pembebanan atau penderitaan
yang ditentukan oleh hukum aturan yang berlaku.sanksi berlaku bagi bidan yang
melanggar kode etik bidan merupakan norma yang berlaku bagi anggota IBI
dalam menjalankan praktik profesinya yang telah disepakati dalam kongres
nasional IBI.
Bidan yang melaksanakan pelayanan kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku maka akan diberikan sanksi sesuai dengan permenkes yang berlaku
maka akan diberikan sanksi sesuai dengan prmenkes RI No.
1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan.
Dalam organisasi profesi kebidanan terdapat Majelis Pertimbangan Etika
Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) yang memiliki tugas:
a. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan ketetapan
pengurus pusat
b. Melaporkan hasil kegiatan bidang tugasnya secara berkala.
c. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas
pengurus pusat
d. Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan,tugas dan taggungjawabnya
ditentukan pengurus.

18
MPEB dan MPA bertugas mengkaji,menangani dan mendampingi anggota yang mengalami
permasalahan dan praktik kebidanan serta masalah hukum,kepengurusan MPEB dan MPA
terdiri dari ketua,sekertaris,bendahara,dan anggota.

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Dadi Anwar. dkk. 2005.Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Purwandari, Atik. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai