Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ST ELEVASI MIOCARD INFARK (STEMI)

DISUSUN OLEH :
MARIA OMEDA HEDA
NIM: SN 162103

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
ST ELEVASI MIOCARD INFARK (STEMI)

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
ST Elevasi Miocard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian
otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner
oleh proses degeneratif maupun dipengaruhi oleh banyak faktor
ditandai dengan keluhan nyeri dada peningkatan enzim jantung dan ST
elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cerminan dari
pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar berhenti otot jantung yang diperdarahi tidak
mendapat nutrisi dan oksigen dan mati. (Brunner & Suddart, 2008)
Sistem yang digunakan pada individu dengan infark miocard
akut (serangan jantung) untuk mengetahui stratifikasi risiko disebut
klasifikasi killip, yang dibedakan menjadi 4 tahap yaitu:
a. Tahap 1: tidak ada gagal jantung, tidak ada tanda klinis
dekompensasi jantung
b. Tahap 2: gagal jantung. Kriteria diagnostik termasuk krepitasi,
gallop S3, dan hipertensi vena. Kongesti paru dengan ronki basah
halus di bagian basal paru
c. Tahap 3: gagal jantung parah, edema paru
d. Tahap 4: syok kardiogenik. Tanda meliputi (hipertensi, bukti
vasokonstriksi perifer seperti oliguria, sianosis
2. Etiologi
Menurut Brunner & Suddart (2006) penyebab dari STEMI adalah:
a. Faktor Penyebab
1) Faktor pembuluh darah: arterosklerosis, spasme, arteritis
2) Faktor sirkulasi: hipotensi, stenosis aorta, insufisiensi
3) Faktor darah: anemia, hipoksemia, polisitemia
b. Curah jantung meningkat: aktivitas berlebihan, emosi, makan
terlalu banyak, hipertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen meningkat pada: kerusakan miocard, hipertropi
miocard, hipertensi diastolic
d. Faktor Predisposisi
1) Faktor resiko biologi yang tidak dapat diubah: usia lebih dari
40 tahun, jenis kelamin (insiden pada pria tinggi sedangkan
pada wanita meningkat setelah menopause), hereditas, ras
(lebih tinggi insiden pada ras kulit hitam)
2) Faktor resiko yang dapat diubah
a) Mayor: hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes,
obesitas, diet tinggi lemak
b) Minor: inaktivitas fisik, pola kepribadian (emosional,
agresif, ambisius, kompetitif), stres psikologi berlebihan
3. Manifestasi Klinik
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan
didaerah sternum, bisa menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang,
kebahu kiri dan kanan dan pada lengan. Penderita melukiskan sakitnya
seperti tertekan, terhimpit, diremas atau kadang-kadang hanya sebagai
rasa tidak enak didada. Walaupun sifatnya dapat ringan tapi rasa sakit
itu biasanya berlangsung lebih dar setengah jam. Jarang hubungannya
dengan aktivitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrat.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut
berkeringat dingin, dan lemas. Volume dan denyut nadi cepat namun
pada kasus infark miocard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun
atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa
minggu tekanan darah kembali normal.
Dari hasil auskultasi ditemukan suara jantung melemah, sulit
dipalpasi. Pada infark daerah anterior terdengar pulsasi sistolik
abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan
suara jantung tambahan (S3 dan S4) penurunan intensitas suara
jantung (Reeves, Charlene J, dkk, 2008)
4. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita dengan STEMI
adalah: disfungsi ventrikuler, gangguan hemodinamik, gagal jantung,
syok kardiogenik, emboli sistemik, perikarditis, kelainan septal
ventrikel, disfungsi katup, aneurisma ventrikel
5. Patofisiologi dan Pathway
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosis yang
sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derejat tinggi yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular.
Pada sebagian besar kasus infark terjadi jika plak arterosklerosis
mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau
sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada
lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histologi menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai vibrous capyang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich
core)
Infark miocard yang disebabkan oleh trombus arteri koroner
dapat mengenai endokardium sampai epikardium disebut infark
transmural. Namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,
disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan
infark sudah dapat terjadi pada subendokardium dan bila berlanjut
terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan
miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan
ireversibel dalam 3-4 jam.
Pathway
Faktor etiologi Endapan lipoprotein ditunika intima Cedera endotel

Lesi komplikata Iritasi dan akumulasi lipid

Arterosklerosis Penyempitan/ obstruksi arteri koroner

Iskemia Penurunan suplai darah ke miocard

Ketidakefektifan Infark miocardium Metabolisme anaerob


Perfusi jaringan

Komplikasi Asam laktat


Penurunan
Kontraktilitas Nyeri dada
Miokard

Nyeri akut

Kelemahan miocard

Volume akhir diastolik Tekanan atrium kiri meningkat


Ventrikel kiri meningkat
Tekanan vena pulmonalis meningkat
Penurunan curah jantung

Hipertensi kapiler paru

Suplai darah kejantung inadekuat Edema paru

Kelemahan fisik
Gangguan pertukaran gas

Intoleransi aktivitas

(Nurarif, Kusuma, 2015)


6. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Terapi trombolitik
Obat ini dapat diberikan secara intravena sehingga dapat
diberikan seawal mungkin
2) Terapi antiplatelet
a) Aspirin: mempunyai efek meghambat siklooksigenase
pletelet secara ireversibble, dosis awal paling sedikit 160
mg dan dilanjutkan dengan dosis 80-325 mg per hari
b) Clopidogrel: mempunyai efek menghambat agregasi
pletelet melalui hambatan aktivasi
3) Terapi antitrombin
a) Unfractioned heparin: merupakan glikosaminiglikan yang
terbentuk dari rantai polisakarida. Meta analisis
memperlihatkan penurunan 33% insiden infark miokard
dan kematian pada penderita yang mendapat terapi
kombinasi unfractioned heparin dan aspirin dibandingkan
dengan yang mendapat aspirin saja.
b) Low molecular-weight heparin (LMWH): mempunyai
keunggulan dibandingkan unfractioned heparin yaitu
bioavailibilitas meningkat 3 kali dengan pemberian secara
subcutan mempunyai waktu paruh lebih panjang, durasi
kerja lebih panjang, mempunyai sedikit efek pada hambatan
agregasi pletelet, tidak memerlukan monitoring
laboratorium, menurunkan resiko trombositopenia, kurang
berinteraksi dengan trombosit sehingga menurunkan resiko
perdarahan
c) Direct antitrombin: menghambat formasi trombin tanpa
tergantung aktivitas antitrombin
4) Oksigenasi
Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi
dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama
b. Keperawatan
1) Tirah baring selama serangan nyeri dada
2) Atur posisi yang nyaman
3) Tehnik relaksasi untuk meminimalisir nyeri
4) Observasi tanda vital
5) Aktivitas dibatasi
6) Kolaborasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway: adanya sumbatan jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan refleks batuk
2) Breathing: kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas,
pernapasan yang sulit atau tidak teratur, suara napas terdengar
ronchi/aspirasi
3) Ciculation: tekanan darah dapat normal/meningkat, hipotensi
dapat terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal
pada tahap dini, distritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin sianosis pada tahap lanjut
4) Disability: periksa GCS
5) Ekposure: memberikan ruangan atau ektra selimut bila pasien
kedinginan
b. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung secara
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak lain.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat antikoagulant, aspirin, vasodilator obat
adiktif, kegemukan
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi
4) Anamnesa AMPLE
A (Alergies): adanya alergi obat atau tidak
M (Medikasi): obat yang dikonsumsi sebelumnya
P (Paint): nyeri yang dirasakan
L (Last Meal): diit terakhir yang dimakan
E (Event of injury): ada tidaknya luka
5) Pemeriksaan head to toe
a) Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran
Bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
Tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nada
bervariasi
b) Pemeriksaan integumen
Kulit: jika kekurangan O2 kulit tampak pucat/sianosis, jika
kurang cairan maka turgor kulit jelek. Perlu juga dikaji
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cianosis
Rambut: umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepala leher
Kepala: umunya normal
Muka: umumnya tidak simetris
Leher: kaku kuduk jarang terjadi
d) Pemeriksaan dada
Suara napas kadang terdengar ronchi, wheezing,
pernapasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan
menelan
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usu akibat bedrest lama,
dan kadang kembung
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia dan anus
Kadang terdapat inkontinensia atau retensio urin
g) Pemeriksaan ekstermitas
Sering terdapat kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
h) Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: umumnya terdapat
gangguan nervus cranialis VII dan XII
 Pemeriksaan motoric: hampir selalu terjadi
kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh
 Pemeriksaan sensorik
 Pemeriksaan refleks: pada fase akut fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran
darah ke alveoli
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemia,
kerusakan otot jantung, penyempitan/ penyumbatan pembuluh
darah arteri koronaria
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-
faktor listrik penurunan karakteristik miocard
d. Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miocard
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteri Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)
1 Gangguan Setelah mendapatkan Airway
pertukaran gas perawatan diharapkan Mangement
berhubungan pertukaran gas 1. Posisikan
dengan gangguan kembali efektif pasien untuk
aliran darah ke NOC memaksimalka
alveoli - Respiratory status: n jalan napas
gas exchange 2. Identifikasi
- Respiratory status: pasien perlunya
ventilation pemasangan
- Vital sign status jalan napas
Kriteria hasil: buatan
- Mendemonstrasikan 3. Pasang mayo
peningkatan bila perlu
ventilasi dan 4. Keluarkan
oksigenasi yang sekret dengan
adekuat batuk atau
- Memelihara suction
kebersihan paru dan 5. Auskultasi
bebas dari tanda suara napas
distres pernapasan 6. Atur intake
- Mendemonstrasikan cairan untuk
batuk efektif dan mengoptimalka
suara napas yang n keseimbangan
jernih, tidak ada 7. Monitor
sianosis dan respirasi dan
dispnea (mampu status O2
menegluarkan Respirasi
sputum, mampu Monitoring
bernapas dengan 1. Monitor rata-
mudah) rata,
- Tanda vital dalam kedalaman,
batas normal sesuai irama dan
usia usaha respirasi
2. Catat
pergerakan
dada, amati
kesimetrisan,
penggunaan
otot tambahan,
retraksi otot
supraclavikula
dan intercosta
3. Monitor suara
napas
4. Monitor pola
napas
5. Auskultasi
suara napas
2 Ketidakefektifan Setelah mendapatkan Peripheral
perfusi jaringan perawatan diharapkan Sensation
berhubungan perfusi jaringan Management
dengan iskemia, kembali normal 1. Monitor
kerusakan otot NOC: adanya daerah
jantung, - Circulation status tertentu yang
penyempitan/ - Tissue perfusion: hanya pkea
penyumbatan cerebral terhadap panas/
pembuluh darah Kriteria Hasil: dingin/ tajam/
arteri koronaria - Tekanan darah tumpul
dalam rentang 2. Monitor
yang diharapkan adanya
sesuai usia parastese
- Tidak ada 3. Observasi kulit
hipertensi jika ada tanda
ortostatik lesi atau
- Tidak ada tanda laserasi
peningkatan 4. Gunakan
tekanan sarung tangan
intrakranial untuk proteksi
- Dapat 5. Batasi gerakan
berkomunikasi leher kepala
dengan jelas punggung
- Menunjukkan 6. Monitor
perhatian, kemampuan
konsentrasi, dan BAB
orientasi
- Dapat memproses
informasi

3 Penurunan curah Setelah mendapatkan Cardiac Care


jantung perawatan diharapkan 1. Evaluasi
berhubungan curah jantung kembali adanya nyeri
dengan perubahan adekuat dada
faktor-faktor listrik NOC: (intensitas,
penurunan - Cardiac pump lokasi, durasi)
karakteristik effectiveness 2. Catat adanya
miocard - Circulation status distritmia
- Vital sign status jantung
Kriteria Hasil: 3. Catat adanya
- Tanda vital dalam tanda dan
batas normal sesuai gejala
usia penurunan
- Dapat mentoleransi cardiac output
aktivitas, tidak ada 4. Monitor status
kelelahan cardiovaskuler
- Tidak ada edema 5. Monitor status
paru pernapasan
- Tidak ada yang
penurunan menandakan
kesadaran gagal jantung
6. Monitor
balance cairan
7. Monitor respon
pasien terhadap
pengobatan
antiaritmia
8. Atur periode
latihan dan
istirahat
9. Monitor
toleransi
aktivitas pasien
10. Monitor
tanda vital
4 Nyeri Setelah mendapatkan Pain Management
berhubungan perawatan diharapkan 1. Lakukan
dengan iskemia nyeri terkontrol pengkajian
dan infark jaringan NOC: nyeri secara
miocard - Pain level komprehensif
- Pain control (lokasi,
- Comfort level karakteristik,
Kriteria Hasil: durasi,
- Mampu frekuensi,
mengontrol nyeri kualitas dan
(tahu penyebab, faktor
mampu presipitasi)
menggunakan 2. Observasi
tehnik reaksi
farmakologi) nonverbal dari
- Melaporkan nyeri ketidaknyaman
berkurang dengan an
menggunakan 3. Gunakan
manajemen nyeri tehnik
- Mampu mengenali komunikasi
nyeri terapeutik
(skala,intensitas, untuk
frekuensi dan mengetahui
tanda nyeri) pengalaman
- Menyatakan rasa nyeri pasien
nyaman setelah 4. Evaluasi
nyeri berkurang pengalaman
nyeri masa lalu
5. Kolaborasi
dengan tim
kesehatan lain
4 Intoleransi Setelah mendapatkan Activity Therapy
aktivitas perawatan diharapkan 1. Bantu klien
berhubungan dapat melakukan mengidentifikas
dengan aktivitas secara i aktivitas yang
ketidakseimbangan mandiri dapat dilakukan
suplai dan NOC: 2. Bantu memilih
kebutuhan oksigen - Energy aktivitas yang
conservation sesuai
- Activity tolerance kemampuan
- Self care: Adls fisik, psikologis
Kriteria Hasil: dan sosial
- Berpartisipasi 3. Bantu
dalam aktivitas mendapatkan
fisik tanpa disertai alat bantu
peningkatan tanda aktivitas
vital 4. Bantu klien
- Mampu melakukan membuat
aktivitas sehari-hari jadwal dan
(Adls) secara latihan di waktu
mandiri luangbantu
- Tanda vital dalam pasien
batas normal sesuai mengembangka
rentang usia n motivasi diri
- Mampu berpindah dan penguatan
dengan atau tanpa 5. Kolaborasi
bantua alat dengan tenaga
- Status rehabilitasi
kardiopulmonal medik dalam
adekuat merencanakan
- Status sirkulasi program terapi
baik yang tepat
- Status respirasi:
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat

4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
keresahan klien dengan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan
Dalam evaluasi tujuan terdapat 3 alternatif yaitu:
a. Tujuan tercapai
Klien menunjukkan perubahan dengan standart yang telah
ditetapkan
b. Tujuan tercapai sebagian
Klien menunjukkan perubahan sebagian sesuai standart yang
telah ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai
Klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC

Kowalak, Welsh. 2007. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Nurarif A H, Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction

Reeves, Charlene J dkk. 2008. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba


Medika

Wilkinson, Judith M. 2007. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai