Anda di halaman 1dari 30

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan yang berjudul Analisis Kelompok Kation. Tujuan


dari percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi adanya kation-kation dalam larutan
dan padatan unknown dengan menggunakan metode pemisahan “kemikalia cair” yang
didasarkan pada kelakuan ion-ion yang berbeda ketika direaksikan dengan reagen-
reagen tertentu. Prinsip dari percobaan ini adalan pengendapan dan pengompleksan.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah pengendapan bertingkat. Larutan
unknown direaksikan dengan HCl, aquades, NH3, H2SO4, NaOH, KI, Na2SO3, H2O2,
KSCN. Hasil dari percobaan ini adalah unknown I adalah Ba2+, unknown II tidak
terdapat kation, unknown III adalah Ni2+, unknown IV adalah tidak terdapat kation,
unknown V adalah Fe3+.
Keyword : kemikalia cair, kation, pengendapan, pengompleksan.
PERCOBAAN III
ANALISIS KELOMPOK KATION

I. TUJUAN
Dapat mengidentifikasi kation-kation dalam larutan dan padatan “unknown”
dengan menggunakan metode pemisahan “kemikalia kimia” yang didasarkan pada
kelakuan ion-ion yang berbeda ketika direaksikan dengan reagen-reagen tertentu.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif menggunakan dua macam uji, yaitu reaksi kering dan
reaksi basah. Reaksi kering dapat diterapkan untuk zat-zat padat dan reaksi
basah untuk zat dalam larutan. Kebanyakan reaksi kering yang diuraikan dapat
digunakan untuk analisis semimikro dengan hanya modifikasi kecil. Sejumlah
uji yang berguna dapat dilakukan dalam keadaan kering, yakni tanpa
melarutkan. Contoh dalam reaksi basah, teknik-teknik yang berbeda dalam
analisis makro, semimikro dan mikro (Svehla, 1990).
2.2 Analisis Kation
2.2.1. Kelompok Kation I (Perak, Ag)
Perak adalah logam yang putih, dapat ditempa dan liat. Rapatan
tinggi (10,5 gml-1) dan melebur pada 9600C, tidak larut dalam asam
klorida, asam sulfat encer (1M) atau asam nitrat encer (2M).
Reaksi-reaksinya
Ag+ + Cl-  AgCl 
Perak dengan klor menggunakan ion klor dari asam klorida encer akan
membentuk endapan putih perak klorida. Namun, jika memakai ion klor
dari asam klorida pekat, tidak terjadi pengendapan.
Apabila diencerkan dengan air, kesetimbangan akan bergeser
kembali kekiri dan endapan muncul lagi. Dengan menambah larutan
amonia encer akan melarutkan endapan dan membentuk ion kompleks
diaminaargentat.
Reaksinya :
AgCl  + 2NH3  [Ag(NH3)2]+ + Cl- (Svehla, 1990).
2.2.2. Kelompok Kation II
a. Alumunium (Al3+)
Alumunium adalah logam putih, yang liat dan dapat ditempa,
bubuknya berwarna abu-abu, melebur pada 6590C. Asam klorida encer
dengan mudah melarutkan logam ini, pelarutan lebih lambat dalam
asam sulfat encer atau asam nitrat encer. Jika ditambah dengan amonia,
maka reaksinya :
Al3+ + 3NH3 + H2O  Al(OH3)  + 3NH4- (Svehla, 1990).
b. Timbal (Pb2+)
Timbal adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan, dengan
rapatan yang tinggi (11,48 gml-1 pada suhu kamar), mudah larut dalam
asam nitrat (8M), reaksinya :
3Pb + 8HNO3  3Pb2+ + 6NO3- + 2NO  + 4H2O
Namun, jika ditambahkan HCl encer atau H2SO4 encer, mempunyai
pengaruh yang hanya sedikit. Karena terbentuknya timbel klorida atau
timbel sulfat yang tak larut pada permukaan logam itu. Reaksi antara :
Pb2+ + 2HCl-  PbCl2 
PbCl2 endapan putih yang larut dalam air panas (33,4 gl -1) pada 1000C,
sedang hanya (9,9 gl-1) pada 200C. Namun, jika diendapkan, dicuci
dengan cara dekantasi dan NH3 encer ditambahkan, reaksinya :
PbCl2  + 2NH3 + 2H2O  Pb(OH2)  + 2NH4+ + 2 Cl- (Svehla, 1990).
c. Besi (Fe3+)
Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak yang
kukuh dan liat, melebur pada 15350C. Asam klorida encer atau pekat
dan asam sulfat encer melarutkan besi dan menghasilkan garam-
garam besi (II) dan gas hidrogen.
Garam-garam besi (III) diturunkan dari oksida besi (III), Fe 2O3
dan lebih stabil daripada garam besi (II). Dalam larutannya terdapat
kation-kation Fe3+ yang berwarna kuning muda dan jika larutan
mengandung klorida, warna menjadi semakin kuat. Zat-zat pereduksi
mengubah ion besi (III) menjadi besi (II) (Svehla, 1990).
d. Kromium (Cr3+)
Kromium adalah logam kristalin yang putih, tak begitu liat dan
tak dapat ditempa dengan mudah, melebur pada 17650C. Larut dalam
HCl encer atau pekat. Jika tak terkena udara akan membentuk ion-ion
kromium (II).
Rekasi antara kromium dengan ion hidroksida dari natrium
hidroksida
Cr3+ + 3OH-  Cr(OH)3 
Reaksi ini reversibel, dengan sedikit penambahan asam, endapan
larut (Svehla, 1990).
2.2.3. Kelompok Kation III
a. Barium (Ba2+)
Barium adalah logam putih perak, dapat ditempa dan liat,
yang stabil dalam udara kering. Barium bereaksi dengan air dalam
udara yang lembab membentuk oksida atau hidroksida, melebur pada
1100C. Reaksi antara barium dengan asam sulfat encer membentuk
endapan putih barium sulfat (BaSO4) yang berbutir halus, berat dan
praktis tak larut dalam air (2,5 mgl-1) Ks = 9,2 x 10-11
Reaksinya :
Ba2+ + SO42-  BaSO4 
BaSO4  hampir tak larut dalam asam encer dan dalam larutan
amonium sulfat dan larut cukup baik dalam asam sulfat pekat
mendidih (Svehla, 1990).
b. Magnesium (Mg2+)
Magnesium adalah logam putih, dapat ditempa dan liat,
melebur pada 6500C. Mudah terbakar dalam udara atau oksigen
dengan mengeluarkan cahaya putih yang cemerlang, membentuk
oksida MgO dan beberapa nitrat Mg3N2.
Reaksi antara magnesium dan ion hidroksida dari natrium hidroksida:
Mg2+ + 2OH-  Mg(OH)2 
Endapan putih magnesium hidroksida, tidak larut dalam
reagensia berlebihan tapi mudah larut dalam garam-garam amonium
(Svehla, 1990).
2.2.4. Kelompok Kation IV
a. Tembaga (Cu2+)
Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat
ditempa dan lunak, melebur pada 10380C.
Reaksi antara tembaga dengan ion iodida dari kalium iodida :
2Cu2+ + 3I-  2CuI  + I3-
Endapan tembaga iodida yang putih, tapi larutannya berwarna coklat
tua, karena terbentuknya ion-ion tri-iodida-iod.
b. Nikel (Ni2+)
Nikel adalah logam putih perak yang keras, bersifat liat dapat
ditempa dan sangat kukuh, melebur pada 1455 0C. Reaksi antara nikel
dengan ion hidroksida dari natrium hidroksida :
Ni2+ + 2OH-  Ni(OH)2 
Endapan nikel (II) hidroksida menghasilkan warna hijau, endapan tak
larut dalam reagen berlebihan (Svehla, 1990).
2.3 Reaksi Pembentukan Kompleks
Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan
reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau
molekul) kompleks terikat dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang
terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-komponen ini
dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stakiometri yang sangat tertentu,
meskipun ini tak dapat ditafsirkan didalam lingkup konsep velensi yang klasik
(Svehla, 1990).
2.4 Metode Pengendapan
Pengendapan dilakukan sedemikian rupa, sehingga memudahkan proses
pemisahannya. Misal Ag diendapkan sebagai AgCl. Aspek penting yang perlu
diperhatikan pada metode tersebut adalah endapannya mempunyai kelarutan
yang kecil sekali dan dapat dipisahkan secara titrasi.
Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang
bersangkutan. Kelarutan (s) endapan sama dengan konsentrasi molar dari larutan
jenuhnya.
Kelarutan bergantung pada :
a) Suhu
b) Tekanan
c) Konsentrasi bahan-bahan
d) Komposisi pelarut
e) Kelarutan endapan berkurang jika salah satu ion sekutu terdapat
dengan berlebihan (Svehla, 1990).
Umumnya pengendapan dilakukan pada larutan yang panas, sebab
kelarutan bertambah dengan bertambahnya temperatur. Endapan terbentuk jika
larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan dengan
endapan sama dengan konsentrasi molar dari kelarutan jenuhnya (Underwood,
1986).

2.5 Kelarutan Endapan


Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat
keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristal (kristalin) atau koloid dan
dapat dikeluarkan dan larutan dengan penyaringan atau pemusingan (centrifuge).
Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang
bersangkutan.
Kelarutan (s) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan
konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung juga pada sifat
dan konsentrasi zat-zat lain terutama ion-ion dalam campuran itu (Svehla, 1990).

2.6 Pencucian Endapan


Tujuan pencucian endapan adalah menghilangkan kontaminasi pada
permukaan. Untuk pencucian digunakan larutan elektrolit kuat dan harus
mengandung ion sejenis dengan endapan untuk mengurangi kelarutan endapan.
Larutan pencucian dibagi menjadi 3 kelompok :
1) Larutan yang mencegah terbentuknya koloid yang
mengakibatkan dapat lewat kertas saring.
2) Larutan yang mengurangi kelarutan dan endapan .
3) Larutan yang dapat mencegah hidrolisa garam dari asam
lemah atau basa lemah (Svehla,1990).

2.7 Hasil Kali Kelarutan


Larutan jenuh suatu garam yang mengandung garam tersebut yang tak
larut, dengan berlebihan, merupakan suatu sistem kesetimbangan terhadap
dimana hukum kegiatan massa diberlakukan.
Misalnya jika endapan perak klorida ada dalam kesetimbangan dengan larutan
jenuhnya, maka kesetimbangan yang berikut terjadi
AgCl  Ag+ + Cl-
Ini merupakan kesetimbangan heterogen, karena AgCl ada dalam fase padat.
Sedang ion-ion Ag+ dan Cl- ada dalam fase terlarut. Tetapan kesetimbangan
dapat ditulis sebagai
[ Ag  ][Cl  ]
K
[ AgCl ]

Konsentrasi perak klorida dalam fase padat tak berubah dan karenanya
dapat dimasukkan kedalam suatu tetapan baru, ks, yang dinamakan hasil kali
kelarutan.
Ks = [Ag+][Cl-]
(Svehla, 1990)

2.8 Resume Jurnal Intrnasional


Jurnal internasional yang berjudul Identification of a Novel Extracellular
Cation-sensing G-protein-coupled Receptor, menyatakan kelompok C pasangan
protein G penerima (reseptor) mengandung anggota-anggota seperti asam amino
dan kation-kation ekstrakulikuler yang menerima sense kalsium adalah seluler
protolype kalsium yang menerima. Beberapa sel-sel, seperti osteoblast-
osteoblast dalam tulang, pasti menyalurkan kekalsium extracellular dan
kekurangan CASR, sesuai dengan ekstensi yang lain dari penerima sense. Kita
melakukan pengujian pada materi sense kalsium untuk GPRC GA, yang baru
diidentifikasi merupakan anggota dari keluarga ini. Garis untuk GPRCGA
dengan CAGR yang telah dikonservasi antara kalsium dan kalsimemetik ikatan
samping. Dalam penambahan kalsium, magnesium, stransium, aluminium,
gadolinium dan kalsimimetrik MPS 568 disarankan dalam sebuah dosisnya
mengandung rancangan untuk GPRCGA dengan ekspresi berlebih dalam sel-sel
embrio manusia, yaitu 293 sel-sel. Juga asteokalsim adalah ikatan protein dalam
kalsium yang diekspresikan tinggi dlama tulang, dosisnya mengandung stimulasi
aktivitas GPRCGA dalam presensi untuk kalsium, tetapi penghambat kalsium
didalamnya diaktifasikan oleh CASR. Co-ekspresi untuk 3 arrestin 1 dan 2
regulator unutk signal protein GPRS 2 atau RGS 4. sebuah RLC A mengahambat
rangsangan racun C3, dominan negatif Gaq (305-359) dan diobati kembali dengan
racun perfusis penghambataktifitas untuk GPRCGA oleh kation ekstraselular.
Terhadap transkripsi analitis menunjukkan bahwa tikus GPRCA adalah ekspresi
pertengahan dalam tisu tikus, termasuk tulang, kalvaria dan sel osteoblas garis
MC3T3-e1. Data ini mengandung penambahan sense asam-asam amino,
GPRCGA adalah sebuah kation, Kalsium imetic dan sense penerima osteokalsin
dan kandidat unutk meditasi ekstraselularrespon-respon sense kalsium dalam
osteobla-osteoblas dan dimungkinkan dalam tissue yang lain (Pieter, 2005).
Dalam jurnal yang berjudul The Cation Distribution In Shythetic
(Fe,Mn)3(PO4)2 Graftonite-Type Solid Solutions, menyatakan bahwa sembilan
(Fe1-xMnx)3(PO4)2 dalam pelarut dengan (0,1≤x≤0,9) dengan struktur tipe
graftonit telah dipreparasi dan disetimbangkan pada 1070 K. Struktur terdiri dari
3 kation dengan koordinasi polihedra semuanya dinampakkan; satu oktahedron
dan dua lima-loordinasi dengan polihedra. Dimensi sel unti akurat telah
dikembangkan dari data buiner-Hagg photografic dalam fasanya. Spektra
Massbauer yang dikombinasikan dengan neutron Newton difraksi
(Fe0.50Mn0.50)30(PO)2 telah digunakan untuk menggambarkan distribusi kation
dengan variasi komposisi Mn2+ dimasukkan dalam oktahedral dan Fe2+ pada 5
sisi koordinasi populasi bagian telah disepakati dengan pilihan kation (Anders,
1982).
Dalam jurnal yang berjudul Analysis of Diffusion Mechanism of Cu in
Polycrystalline Bi2Te3-Based Alloy with the Aging of Electrical Conductivity,
menjelaskan tentang dalam panduan berbaris Bi2Te3 doped dengan Cu atau
halide Cu. Cu menunjukkan super difusi atau di posisi interstisial. Sebagai Cu
menunjukkan doner property di Bi2Te3 berbaris paduan, dengan sifat
thermoelektrik. Paduan ini berubah dengan penuaan waktu, mekanisme difusi
polikristalin Bi2Te3 Cu dalam paduan berbaris dipalsukan oleh deformasi plastik
sampel menekan panas diteliti. Akibatnya energi aktivasi 9,44 kJ/mol diperoleh
untuk Cu dalkam sampel. Selain itu, laju perubahan dalam konduktivitas listrik
berkurang dengan penuaan waktu dan berbanding terbalik sebanding dengan
waktu penuaan. Penyebab utama adalah pengendapan Cu-oksidapada permukaan
sampel, yang menekan oksidasi lebih lanjut atom Cu atau Cu+. Dua molekul
oksidasi Cu pada permukaan berbasis Bi2Te3 dianggap sampel dan laju
perubahan konduktivitas listrik sebgai fungsi waktu penuaan dijelaskan
(Fujimoto, 2007).
Dalam jurnal internasional yang berjudul Comparative Quantitative
Analysis of Sodium, Magnesium, Potassium and Calcium in Healthy Cuttlefish
Back bone and Non-Pathological Human Elbow Bone, menjelaskan tentang
energi dispertif dengan teknik penyinaran sinar-X yang digunakan untuk
menganalisis tulang belakang cumi-cumi. Metode penjumlahan standar
digunakan untuk menentukan konsentrasi dari Na, Mg, K dan Ca. Susunan
percobaan terdiri dari Si(Li) sebagai detector dengan resolusi 160 ev pada 5,9
kev dan sumber angular 55Fe . Prinsip yang digunakan adalah jumlah rata-rata
dari konsentrasi yang sudah diketahui digunakan untuk menganalisa sampel
yang ridak diketahui. Dari data yang diperoleh dalam percobaan didapatkan
hasil bahwa sampel tulang belakang cumi-cumi terdapat unsur Na, Mg, K dan
Ca. Besarnya konsentrasi Na, Mg, K dan Ca pada tulangh belakang cumi-cumi
hampir sama dengan konsentrasi tulang belakang manusia. Data yan g diperoleh
ini sudah dibandingkan dengan literature danb sudah didiskusikan pada proses
pembelajaran (Ridvan, 2007).
Dalam jurnal internasional yang berjudul Theorytical Analysis of Cation
Ordering in Binary Rhombohedral Carbonate Systems, menjelaskan bahwa tiga
parameter versi dari aproksimasi tetrahedron pada metode rhombohedral
karbonat. Model yang mencukupi untuk kalkulasi diagram fase teoritical
merupakan persetujuan kualitatif komplit dengan fase kesetimbangan suhu
tinggi dan dengan susunan percobaan dan batas kepercayaan suhu dari panas
yang berlebih yang digabungkan dengan kation yang bergerak. Pada
penambahan, terdapat banyak parameter interaksi badan yang diminta untuk
memperoleh kelayakan topologi diagram fase pada temperatur tinggi untuk
memprediksi perputaran groud state (kondisi standar) dengan stoikiometri
Ca3Mg(CO3)4. perputaran kation pada perbandingan fase 3:1 memberi toleransi
trigonal destorsi yang analog dengan Cu3Au atau struktur Al3Ti (Benjamin,
1987).
Dalam jurnal internasional yang berjudul The Cation Distribution in
Synthetic Mg-Fe-Ni Olivines, menyatakan dalam distribusi pembuatan Mg-Fe-
Ni pada buah zaitun dengan pendinginan pada suhu 1000 0C. Fe2+, Mg2+, Ni2+
terjadi polulasi diantara M1 dan M2 yang telah ditentukan oleh suatu kombinasi
spektroskopi Moosbauer dan bahan-bahannya teknik didasarkan pada sinar-X,
data yang difraksi. Koefisien distribusi kation Mg2+- Fe2+, KD = [XFe(MI)
XMg(M2)J/[XFe(M2).XMg(Ml)], adalah dekat dengan kesatuan tetapi pengurangan
isi nikel terus meningkat. Ni2+-( Mg2++ Fe2+) distribusi kation itu dekat dengan
Ni2+-Mg2+ yang lebih awal dilaporkan unutk beberapa buatan Ni-Mg pada buah
zaitun (Anders, 1982).
Dalam jurnal internasional yang berjudul Mechasynthesis of
Nanocrystalline Germinate Fe2GeO4 with a Nonequilibrium Cation
Distribution, menjelaskan bahwa langkah pertama sistesis dari besi germanium
nanopartikel dengan rata-rata ukuran kristal 11 nm disntesis dengan proses kimia
mekanik dari campuran α-Fe2O3/Fe/GeO2 disebuah ruangan dengan suhu yang
telah ditentukan. Kemampuan dari Moosbauer struktur spektroskopi benda di
dalam satu lokasikation tidak teratur, pada sintesis dihasilkan Fe2GeO4 dengan
struktur normal (λ=0), sebuah nanokristal disintesis Fe 2GeO4 meangadopsi
struktur spin dengan sebuah ketidaksetimbangan distribusi kation, (λ=0,67)
struktur kecil kuantitatif oleh XRD dan Tem menyatakan bahwa skala nano alam
dari sebuah sintesis material (Bergmann, 2008).
Jurnal internasional yang berjudul Analysis of Cation Valences and
Oxygen Vacancies in Magnetoresisteve Oxides by Electron Energy-Loss
Spectroscopy, menyatakan bahwa magnetik oksida memiliki dua macam
karakteristik, yaitu magnetik oksida dari (La,A0MnO3 dan (La,A)CoO3, kedua
karakteristik ini sangat khas strukturnya. Kation valensi campuran dan
kekosongan oksigen sangat dibutuhkan untuk menyeimbangkan muatan. Dengan
diperkenalkan kation doping, konsekuensi yang diperkenalkan juga berbeda,
sehingga memilki sifat yang berbeda pula. Hal ini sangat penting secara
kuantitatif unutkl menentukan pungutan seimbang oleh masing-masing, namun
analisis ini agak sulit, terutama untuk film-film tipis. Hasil yang diperoleh
adalah energi kehilangan elektron spektroskopi (EELS) bisa menjadi teknik
yang efektif untuk menganalisis Mn dan Co magnetic oksida dengan
penggunaan rasio intensitas garis putih, mengarah keteknik baru untuk
kuantifikasi kekosongan oksigen dalam fungsional dan bahan yang baik (Wang,
1998).
Jurnal yang berjudul Identification of Aluminium-Regulated Genes by
cDNA-AFLP in Rice (Oryza sativa L.) : aluminium-regulated genes for the
metabolism of cell wall components, menjelaskan sifat racun Al merupakan
factor yang besar pada produktivitas dalam keasaman tanah. Untuk mengetahui
mekanisme molecular dari sifat racun Al dan batas toleransi padi, cDNA
menerima fragmen polimorfisme yang panjang (cDNA-AFLP) yang digunakan
untuk mengidentifikasi regulasi Al pada gen akar berdasarkan tolerasi Al pada
padi tropical Alucena dan sentifitas Al pada padi dataran rendah IRI552. 19
fungsi yang diketahui dari gen yang didapatkan diantara 34 transkrip derivate
fragmen (TDFs) regulasi oleh regangan Al. Hasil identifikasi menunjukkan
bahwa regangan Al dapat menginduksi biosintesis dari lignin dan sel lain yang
merupakan komponen dari akar (Mao, 2004).
Jurnal yang berjudul Exchangeable Cation Distribution in Nickel and
Magnesium Vermiculites, menjelaskan keanehan yang menyebar pada sinar-X
yang terletak diantara noda-noda Bragg. Itu semua telah di pelajari dalam hidrasi
Mg dan Ni-vermiculites yang terlihat bahwa semuanya telah terlihat dalam
tempat tebalikdalam bentuk garis yang ditentukan, poros Z* terus diperpanjang.
Penyebaran ini di tunjukkan 2 dimensi yang dibentuk pada 2 pengganti kation
dan dari molekul air dalam lapisan. Seperti yang telah dipesan pada bidangnya,
kation disituasisasikan pada noda yang berperiodik ditengah-tengah denga
parameter 3a,b. Pengganti distribusi kation harus sesuai dengan distrubusi
perubahan yang mana telah di netralisasi, oleh karena itu, itu semua dapat
disimpulkan bahwa distribusi itu pada keefektifan perubaha yang negatif
(perbahan negatif tetrahedral sedikit perubahan positif oktahedral) juga dapat
paling tidak dapat dipesan sedikit (Alcover, 1973).

2.9 Analisa Bahan


2.9.1. NaOH
Sifat Fisik :
- titik leleh 380C,
- titik didih 1390C
- densitas 2,1 g/mL
- berisfat higroskpis
- berwarna putih
Sifat Kimia :
- mudah menguap
- bersifat korosif
- digunakan dalam pembuatan kertas, sabun detergen, dll.
- merupakan senyawa basa (Mulyono, 2005).
2.9.2. KI
Sifat Fisik :
- mempunyai massa jenis 4,99 g/mol
- cairan berwarna kuning
- titik leleh 11,60C
- titik didih 84,40C
Sifat Kimia :
- larut dalam eter
- tidak larut dalam air
- pelarut non polar (Basri, 1996).
2.9.3. NH3
Sifat Fisik :
- zat cair bening
- berbau tajam
- titik leleh –780C
- titik didih 33,50C
Sifak Kimia :
- sebagai pelarut pada reaksi-reaksi bebas air
- mudah larut dalam air
- bersifat basa (Mulyono, 2005)
2.9.4. Aquadest
Sifat Fisik :
- zat cair bening tidak berbau
- tidak berwarna
- titik didih 1000C,
- titik leleh 00C
- indeks bias 1,332
Sifat Kimia :
- bersifat polar
- pelarut yang baik untuk berbagai macam zat (Basri, 1996)
2.9.5. K2CrO4
Sifat Fisik :
- zat cair berwarna kuning
- titik leleh 970C
- densitas 2,73 g/mL
Sifat Kimia :
- mudah larut dalam air
- tidak larut dalam alkohol (Mulyono, 2005).
2.9.6. HNO3
Sifat Fisik :
- asam anorganik
- tak berwarna, tak berbau
- bersifat korosif
- densitas 1,89 g/mL
- titik leleh -410C
- titik didih 830C
Sifat Kimia :
- bersifat sebagai oksidator (Basri, 1996)
2.9.7. HCl
Sifat Fisik :
- larutan tidak berwarna
- berat jenis 1,15 g/mol
- titik didih 850C
- titik leleh -140C
Sifat Kimia :
- termasuk asam kuat
- dilarutkan dengan mereaksikan NaCl dengan H2SO4 pekat
- larut dalam pelarut air (Mulyono, 2005).
2.9.8. Na2SO3
Sifat Fisik :
- padatan putih
Sifat Kimia :
- larut dalam air
- mudah beroksidasi, maka banyak digunakan sebagai bahan
pereduksi (Mulyono, 2005).
2.9.9. KSCN
Sifat Fisik :
- merupakan kristal berwarna
- titik leleh 1730C
- berat jenis 1,89 g/mol
Sifat Kimia :
- larut dalam aseton dan alkohol
- menyebabkan iritasi pada kulit
- digunakan dalam pencucian tekstil (Basri, 1996 ).
2.9.10. H2SO4
Sifat Fisik :
- berupa cairan jernih
- tidak berwarna, tak berbau, agak kental
- bersifat higroskopis
- titik leleh -100C
- titik didih 315-3380C
- densitas 1,8 g/cm3
Sifat Kimia :
- merupakan asam kuat
- digunakan sebagai katalis
- bersifat korosif (Basri, 1996).
2.9.11. Pb(NO3)2
Sifat Fisik :
- berbentuk kristal putih
- tidak berwarna
- berat molekul 331,23 g/mol
- densitas 4,59 g/mL
Sifat Kimia :
- larut dalam air
- tidak larut dalam alkohol
- digunakan untuk pembuatan deodoran, detergen dan reagen
(Mulyono, 2005).
2.9.12. DMG
Sifat Fisik :
- merupakan besi (III) dimetil glioksin
Sifat Kimia :
- larut dalam larutan amoniakal
- terdiri dari 1% dimetil glioksin dalam alkohol (Svehla,
1990)

III. METODE PERCOBAAN


3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
- Tabung reaksi
- Pipet tetes
- Penjepit
- Gelas beker
- Pemanas Spirtus
3.1.2. Bahan
- HCl - Na2SO3 - KI
- NH3 - H2O2 - DMG
- K2CrO4 - KSCN - Aquadest
- HNO3 - NH4NO3 - Reagen Mg
- H2SO4 - Pb(NO3)2 - Sampel Unknown
- NaOH - Na2HPO4

3.2. Gambar alat

Pipet tetes Tabung Reaksi Gelas Beker Penjepit


3.3. Skema kerja
3.3.1. Analisis Kation Known Kelompok I
Pemisahan dan Identifikasi Kelompok Perak

Mulai dengan 1 mL larutan known/unknown

Tambah 2 tetes HCl, sentrifus

Endapan IA : AgCl (putih) Larutan Pb2+, Al3+, Fe3+, Cr3+, Ba2+, Mg2+,
PbCl2 (putih) Cu2+, Ni2+ disimpan untuk kelompk II

- Pencucian dengan 0,5 mL H2O


- Pembuangan cucian
- Penambahan 0,5 mL H2O
- Pemanasan hingga mendidih

Endapan IB : AgCl Larutan IC: Pb2+


- Penambahan 3 tetes NH3 - Penambahan 1 tetes
- Penambahan 0,5 mL H2O K2CrO4
- Pembuangan endapan
Endapan kuning : PbCrO4,
Larutan ID : Ag(NH3) berarti Pb2+ ada

- Penambahan 3 tetes HNO3

Endapan putih, berarti Ag2+ ada


Hasil

Hasil
3.3.2. Analisis Kation Known Kelompok II
Pemisahan dan Identifikasi Kelompok Aluminium

Larutan 2A dari kelompok I : Pb2+, Al3+, Fe3+, Cr3+, Ba2+, Mg2+, Cu2+, Ni2+

Tambah 10 tetes NH3, 1 tetes saat pengadukan, sentrifus

Larutan 3A : Ba2+, Mg2+, Cu(NH3+) Endapan 2B : Al(OH)3, Fe(OH)3,


Cr(OH)3, Pb(OH)2
- Penambahan 2 tetes
H2SO4
- Penambahan ½ mL
H2O
- Pengadukan
- Pensentrifusan

Endapan PbSO4 atau BaSO4 Larutan 2C : Al3+, Fe3+, Cr3+


dibuang
- Penambahan 4-6
tetes NH3
- Pengadukan
- Pensentrifusan

Larutan dibuang Endapan 2D : Al(OH)3, Fe(OH)3,


Cr(OH)3

Cuci dengan 1/2 mL H2O, buang cuciannya. Tambah 1/2 mL H2O,


5 tetes NaOH, aduk. Tambah 3 tetes H2O2, aduk, panaskan 2
menit, sentrifus

Larutan 2E : Al(OH)3, CrO42- Endapan 2E : FeO3


- Penambahan 1 mL NH4NO3 - Penambahan 3 tetes HCL
- Pemanasan 2 menit - Penambahan 1 tetes
KSCN

Larutan 2H : CrO42- Endapan 2G : Al(OH)3


Larutan merah, ada Fe3+
- Penambahan 1 tetes lar. - Penambahan 0,5 mL H2O
Pb(NO3) - Pembuangan cucian
- Penambahan 2 tetes HCL
- Penambahan 2 tetes NH3 Hasil
Endapan kuning PbCrO4,
berarti Cr3+
Endapan merah Al(OH)3,
berarti Al3+
Hasil
Hasil
3.3.3. Analisis Kation Known Kelompok III
Pemisahan dan Identifikasi Kelompok Alkali Tanah

Larutan 3A : Ba2+, Cu(NH3)4, Ni(NH3)62+

Tambah 1 tetes H2SO4, aduk dan sentrifus

Endapan 3B : BaSO4, berarti Ba2+ ada Larutan 3C : Cu2+, Ni2+

Tambah 8 tetes NH3, tambah 6 tetes NaOH dan aduk. Tes pH, jira pH
Hasil tidak 10 atau lebih besar, tambah NaOH, sentrifus

Endapan 3D : Mg(OH)2 gelatin putih Larutan 4A : Cu(NH3)42+, Ni(NH)62+

Cuci dua kali dengan ½ ml H2O. Buang cuciannya. Tambah 1 tetes HCl, 1
tetes NH3 dan 1/2 ml H2O. Larutan harus mendekati pH 7. Jika larutan basa,
tambah NH4NO3 tetes demi tetes sampai asam. Tambah 3 tetes larutan
Na2HPO4. aduk tunggu 2 menit dan sentrifus

Endapan 3E : Mg NH4PO4(kristal putih). Jika


endapan biru (karena adanya Cu2+) tambah 1
tetes HCl dan 2 tetes NH3. Sentrifus dan buang
cairan supermatannya

Cuci endapan sekali dengan 1/2 ml H2O. Larutan endapan


dalam 3 tetes HCl, kemudian tambah 3 tetes reagen
magnesium. Tambah NaOH dengan pengaduk sampai
larutan alkalis. aduk

Biru laut (endapan flokulan), berarti Mg2+ ada

Hasil
3.3.4. Analisis Kation Known Kelompok IV
Pemisahan dan Identifikasi Kelompok Tembaga

Larutan 4A : Cu(NH3)42+, Ni(NH3)62-

Tambah HCl sampai larutan netral (9-10) tetes tambah satu tetes lagi HCl
Tambah 3 tetes KI, aduk. Warna coklat timbul adanya I 3- dan kelihatan
(coklat kekuningan) jika endapan Cu2+ ada

Larutan 4C : Ni2+ Endapan 4B : CuI


- Penambahan Na2SO4 - Penambahan 8 tetes
- Penambahan 5 tetes NH3
NaOH - Penambahan bahan 6
- Pemanasan hingga tetes NaOH
mendidih - Pengujian pH
- Penambahan NaOH - Penambahan Na OH
hingga pH 10 hingga pH 10

Endapan 4D : Ni(OH)2 Larutan biru : Cu(NH3)42+, berarti


Cu2+ ada
- Penambahan 0,5 mL H2O
- Penambahan 1 tetes HCl
- Penambahan 2 tetes NH3
- Penambahan 2 tetes H2O2
Hasil

Endapan merah jingga dari Ni-


dimetilglioksida, bearti Ni2+ ada

Hasil
IV. DATA PENGAMATAN
No. Sampel Hasil
1. Sampel Unknown I
+ HCl Putih keruh, ada endapan
Pencucian dengan ½ Terbentuk 2 lapisan : atas cairan, bawah
mL H2O endapan putih
Endapan + H2O + Larutan bening, endapan putih
pemanasan, aduk,
sentrifus
Larutan + 1tetes Larutan tetap kuning, tidak ada endapan
K2CrO4
Endapan + 3 tetes Terdapat endapan
NH3 + ½ mL H2O,
aduk, sentrifus
+ 3 tetes HNO3 Ada endapan putih (Ag2+)
2. Sampel Unkonwn II
+ HCl Putih keruh, ada endapan
Pencucian dengan ½ Terbentuk 2 lapisan : atas cairan, bawah
mL H2O endapan putih
Larutan + 1tetes Ada endapan kuning (Pb2+)
K2CrO4
3. Sampel Unknown III
+ 2 tetes HCl, Bening
sentrifus
+ NH3 Coklat
+ 1 tetes NH3 saat Ada endapan coklat
pengadukan
+ H2SO4 Tetap coklat
+ ½ mL H2O, sentrifus Coklat bening
+ 5 tetes NH3 encer Coklat kekuningan
+ 1 tetes NH3 pekat Endapan coklat kehitaman
+ dicuci 1/2 mL air 2 lapisan, atas : bening kekuningan,
bawah : endapan coklat kehitaman
Endapan + ½ mL H2O Tidak ada perubahan
+ NaOH 5 mL Hitam pekat
+ 3 tetes H2O2 2 lapisan, atas : bening kekuningan,
bawah : endapan coklat kehitaman
+ pengadukan Coklat pekat
+ pemanasan 2 lapisan, atas : bening, bawah : endapan
coklat
+ HCl 3 tetes 2 lapisan, atas : lebih bening, bawah :
endapan coklat
+ KSCN 1 tetes Larutan merah bata (Fe3+)
4. Sampel Unknown IV
+ HCl 9 tetes Bening
+ KI 3 tetes Kuning kecoklatan (tidak ada endapan)
+ ½ mL H2O 2 lapisan, atas : kuning, bawah : jernih
+ NH3 encer 3 tetes Tetap coklat
+ H2O2 2 tetes Tetap coklat
+ NH3 pekat 1 tetes Warna biru (Cu2+)
5. Sampel Unknown V
+ H2SO4 1 tetes Bening
+ NH3 8 tetes Tidak ada perubahan
+ NaOH 6 tetes Tidak ada perubahan
+pH yang didapat 10 Tidak ada endapan
V. HIPOTESIS

Percobaan ini mengidentifikasi kation-kation dalam bentuk endapan


dengan ditandai adanya perubahan warna endapan yang berbeda-beda. Diantara
perubahan warna endapan yang ditimbulkan oleh kation-kation tersebut adalah :
 Fe3+ dengan KSCN membentuk endapan coklat kemerah-merahan.
 Pb2+ dengan H2SO4 membentuk endapan putih.
 Pb2+ dengan K2CrO4 membentuk endapan kuning.
 Ag+ dengan HCl membentuk endapan putih.
 Cr3+ dengan Pb(NO3)2 membentuk endapan kuning.
 Ni2+ dengan NaOH membentuk endapan hijau.
 Al3+ dengan NH3 membentuk endapan putih.
 Mg2+ dengan NaOH membentuk endapan putih.
VI. PEMBAHASAN

Percobaan ini berjudul “Analisis Kelompok Kation” yang bertujuan untuk


mengidentifikasi kation-kation dalam larutan dan padatan “unknown” dengan
menggunakan metode “kemikalia cair” yang didasarkan pada kelakuan ion-ion yang
berbeda ketika direaksikan dengan reagen-reagen tertentu. Prinsip percobaan ini
adalah pengendapan dan pengompleksan. Metode yang digunakan adalah
pengendapan bertingkat, yaitu metode yang memperlihatkan bahwa bila hasil kali
kelarutan (dari) dua garam yang sangat sedikit larut yang mempunyai satu ion yang
sama, cukup berbeda, maka salah satu garam akan mengendap hampir sempurna
sebelum lainnya memisah.
Percobaan dilakukan dengan cara bertahap dengan mengamati timbulnya
endapan setelah ditambahkan reagen-reagen yang berbeda. Adanya endapan
mengidentifikasi adanya kation yang terkandung. Endapan dapat timbul, karena
penambahan reagen yang sesuai dengan sifat kation.
Pada percobaan ini, dilakukan test pada 5 larutan unknown. Hasil yang yang
diperoleh :
a) Test Larutan Unknown I
Pada percobaan ini, larutan unknown I ditambah dengan HCl, larutan tidak
ada perubahan, fungis HCl disini adalah agar terbentuk garam klorida.
Kemudian ditambahkan NH3, larutan tetap tidak ada perubahan. Fungsi
penambahan NH3 untuk pengujian kation dalam kelompok II. Selanjutnya
ditambahkan H2SO4, dan larutan berubah menjadi endapan putih barium sulfat
dan stronsium sulfat, tetapi barium sulfat sedikit larut. Dalam stronsium sulfat
jenuh, konsentrasi ion sulfat cukup tinggi untuk menimbulkan pengendapan.
Sedangkan pada barium, hasil kali konsentrasi-konsentrasi ion melampaui hasil
kali kelarutan.
Reaksi yang terjadi :
Ba2+ + SO42-  BaSO4  putih
(Svehla, 1990).
b) Test Larutan Unknown II
Uji identifikasi pada larutan unknown II tidak menunjukkan perubahan,
ini berarti tidak ada kation didalam larutan. Setelah larutan ditambah HCl dan
NH3, larutan tidak menghasilkan suatu endapan (tidak menunjukkan perubahan).
Setelah ditetesi H2SO4, larutan agak panas, kemudian larutan ditambah NH3 dan
NaOH larutan tetap tidak ada perubahan. Lalu ditambah HCl, larutan tidak
menunnjukkan perubahan, setelah itu ditambah KI. Larutan berwarna coklat,
warna coklat itu sendiri berasal dari warna dasar dari larutan KI. Setelah semua
perlakuan dilakukan,tidak menunjukkan hasil yang spesifik dan tidak
menunjukkan adanya kation dalam larutan unknown II. Kemungkinan yang ada
dalam larutan unknown II adalah air mineral. Kemungkinan pada air mineral ada
kation, tetapi dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga tidak terdeteksi atau jika
terdeteksi, sudah terendapkan bersama kation yang lain.
c) Test Larutan Unknown III
Pada larutan unknown III, ditambahkan larutan HCl, larutan tidak ada
perubahan. Fungsi HCl sebagai untuk mengendapkan golongan perak.
Kemudian ditambah NH3, tapi larutan tidak ada perubahan, selanjutnya
ditambah H2SO4, larutan tetap tidak menunjukkan perubahan. Kemudian
ditambahkan NH3 dan NaOH, larutan tetap tidak berubah. Kemungkinan larutan
tidak mengendap, karena Ni2+ masih dalam berada dalam senyawa kompleks
[Ni(NH3)6]2+.
Reaksi yang terjadi :
Ni2+ + 2NH3 + 2H2O  Ni(OH)2  + 2NH4+
Ni(OH)2  + 6NH3  [Ni(NH3)6]2+ + 2OH-
(Svehla, 1990)
Kemudian ditambahkan HCl, fungsinya untuk menetralkan larutan. Selanjutnya
ditambahkan larutan KI kedalam larutan, dan larutan berubah menjadi warna
coklat kekuningan. Larutan KI berfungsi untuk mengendapkan Cu2+. Warna
coklat yang timbul dikarenakan adanya I3-, I3- ini yang berikatan dengan Cu2+
membentuk CuI (putih). Kemudian ditambahkan Na2SO3, larutan menjadi keruh,
setelah itu ditambahkan NaOH, dan larutan berubah menjadi endapan berwarna
hijau Ni(OH)2. Fungsi NaOH untuk mengendapkan Ni2+.
Reaksi yang terjadi :
Ni2+ + 2OH-  Ni(OH)2  hijau
(Svehla, 1990).
d) Test Larutan Unknown IV
Uji identifikasi pada pada larutan unknown IV menunjukkan kation
kelompok IV, larutan ini berwarna biru tajam, kation yang berada dalam larutan
unknown IV adalah Cu2+.
Pada test larutan unknown IV akan mengidentifikasi adanya kation Cu 2+ yang
ditandai dengan larutan yang berwarna biru tajam. Setelah penambahan HCl
larutannya tetap bening,tidak mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan karena
kation Cu2+ tidak larut dalam HCl encer karena potensial elektrodanya positif
( +0,34 v untuk pasangan Cu/Cu2+ ). Logam dengan potensial elektroda standar
yang positif dalam larut hanya dalam asam yang bersifat mengoksidasi (HNO 3).
Semakin positif potensial elektroda suatu logam,makin kecil kecenderungannya
untuk menjadi keadaan ion.
(Svehla,1990)
Kemudian ditambahkan NH3. Penambahan NH3 bertujuan untuk
mengidentifikasi adanya kation kelompok 2 yang sensitif terhadap NH 3 dengan
membentuk endapan yang mungkin dalam sampel. Selain itu untuk
mengendapkan kembali semua hidroksida. Setelah penambahan NH3 larutan
berubah menjadi biru bening,warna biru dihasilkan karena terbentuknya larutan
ion kompleks tetraamminokuprat(II).
Reaksinya :
2Cu2+ + SO42- +2NH3 + 2H2O Cu(OH)2 .CuSO4 + 2NH4+
Cu(OH)2 .CuSO4 + 8NH3 2 [Cu(NH3)4]2+ +SO42- + 2OH-
(Svehla, 1990).
Dari tes yang dilakukan, terbukti adanya kation Cu2+, karena sesuai dengan ciri-
ciri kation Cu2+.
e) Test Larutan Unknown V (larutan berwarna kuning)
Uji identifikasi pada larutan unknown V menunjukkan kation Fe3+.
Kation ini terdapat dalam kelompok II yang mengendap sebagai hidroksida dari
larutan amoniak. Kation Fe3+ membentuk endapan coklat.
Pertama, larutan sampel ditambah dengan HCl, dan tidak mengalami
perubahan. Setelah itu, ditambah dengan NH3 membentuk endapan coklat.
Reaksi yang terjadi :
Fe3+ + 3NH3 + 3H2O  Fe(OH)3  + 3NH4+
(Svehla, 1990).
Hasil kali kelarutan besi (III) hidrosida begitu kecil (3,8 x 10 -38), sehingga terjadi
pengendapan sempurna, bahkan dengan adanya garam-garam ammonium
perbedaan dari besi (III), nikel, kobalt, mangan, zink dan magnesium
(Svehla, 1990).
Setelah itu ditambah H2SO4 dan ½ mL air, endapan larut. Fungsi dari
H2SO4 adalah untuk melarutkan hidroksida yang terbentuk dalam endapan.
Fungis H2O adalah untuk melarutkan zat pengotor yang ada didalam larutan,
sehingga larutan lebih bersih. Kemudian ditambah NH3 dan terbentuk endapan.
Fungsi penambahan NH3 adalah untuk uji definitif Fe3+.
Kemudian dicuci dengan H2O hasilnya ada sedikit endapan coklat, lalu
ditambahkan dengan NaOH dan H2O2 dan terbentuk banyak endapan coklat.
Fungsi penambahan Untuk mengendapkan Fe3+, sehingga diperoleh endapan
Fe(OH)3 yang berwarna coklat. Fungsi H2O2 digunakan sebagai oksidator,
kemudian dipanaskan dan endapan tetap. Setelah itu ditambah HCl dan KSCN
dan hasilnya terbentuk endapan coklat yang merupakan senyawa kompleks
Fe(SCN)3. Fungsi penambahan HCL dan KSCN adalah digunakan untuk uji
positif Fe3+. Penambahan KSCN untuk uji positif Fe3+ harus dilakukan dalam
suasana sedikit asam.
Reaksi yang terjadi :
Fe3+ + 3SCN-  Fe(SCN)3
(Svehla, 1990).
Dalam larutan yang sedikit asam, dihasilkan pewarnaan merah tua
(perbedaan dari ion besi (II), yang di sebabkan karena pembentukan suatu
kompleks besi (III) tiosianat yang tak berdisosiasi.
VII. KESIMPULAN
7.1 Uji positif pada Ag+, ditandai dengan terbentuknya endapan putih setelah
penambahan HNO3.
7.2 Uji positif pada Pb2+, ditandai dengan terbentuknya endapan kuning setelah
penambahan K2CrO4.
7.3 Uji positif pada Fe3+, ditandai dengan terbentuknya endapan coklat setelah
penambahan KSCN.
7.4 Uji positif pada Cu2+, ditandai dengan warna biru pada larutan setelah
penambahan H2O2.
7.5 Uji positif pada Fe3+, ditandai dengan warna coklat pada larutan setelah
penambahan HCl dan KSCN.
LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 29 November 2012

Praktikan

Rendy Nur Pratama Anwar Jaman Eka Vany A


24030111130044 24030111120022 24030111120016

Eka Fitriani Hana Faila Sufa Pebriyani Latifah


24030111130031 24030111130042 24030111130053

Putri Pamungkas Sari


24030111120009

Mengetahui,
Asisten

Steffita Rahayuning P
J2C009004
LAPORAN TERBAIK

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF

ANALISIS KELOMPOK KATION

Disusun Oleh :
1 Rendy Nur Pratama 24030111130044
2 Anwar Jaman 24030111120022
3 Eka Vany Anggraeni 24030111120016
4 Eka Fitriani 24030111130031
5 Hana Faila Sufa 24030111130042
6 Pebriyani Latifah 24030111130053
7 Putri Pamungkas Sari 24030111120009
Asisten :
Steffita Rahayuning P J2C009004

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012

Anda mungkin juga menyukai