Anda di halaman 1dari 3

Gigantisme adalah berlebihnya produksi hormon pertumbuhan pada anak-anak yang memberi dampak

kepada ukuran tinggi dan berat badannya. Kondisi ini tergolong langka dan terjadi sebelum lempeng
epifisis atau lempeng pertumbuhan di dalam tulang menutup

Penyebab Gigantisme

Penyebab gigantisme yang paling sering ditemui adalah tumor pada kelenjar hipofisis atau pituitari yang
terletak di bagian bawah otak. Kelenjar ini berperan pada perkembangan seksual, pengendalian suhu
tubuh, produksi urine, serta metabolisme dan pertumbuhan. Tumbuhnya tumor pada kelenjar hipofisis
menyebabkan kelenjar ini memproduksi hormon pertumbuhan secara berlebihan.

Selain dikarenakan tumor kelenjar pituitari, penyebab gigantisme lainnya antara lain adalah:

Carney complex, yaitu tumbuhnya tumor jinak pada jaringan ikat, tumor jinak atau ganas pada kelenjar
endokrin, serta munculnya bintik-bintik yang lebih gelap pada kulit. Kondisi ini merupakan penyakit yang
diturunkan.

Multiple endocrine neoplasia type 1 yang juga dikenal sebagai MEN 1, yaitu tumbuhnya tumor pada
kelenjar hipofisis, kelenjar paratiroid, dan pankreas. Penyakit ini merupakan kelainan yang diturunkan.

Neurofibromatosis, yaitu tumbuhnya tumor pada sistem saraf dan merupakan kelainan turunan.

Sindrom McCune-Albright yang ditandai dengan pertumbuhan tidak wajar pada jaringan tulang,
kelainan pada kelenjar, dan munculnya bercak cokelat muda pada kulit.

Gejala Gigantisme

Gigantisme memiliki gejala-gejala fisik yang bisa dikenali pada anak secara langsung, yaitu:

 Tangan dan kaki yang berukuran sangat besar.


 Wajah yang terasa kasar.
 Jari kaki dan tangan terasa tebal.
 Dahi dan dagu yang berukuran lebar.
 Perkembangan masa puber yang terlambat.
 Terdapat celah di antara gigi.
 Gangguan pola tidur.
 Mengeluarkan air susu ibu (ASI).
 Sering berkeringat.
Diagnosis Gigantisme

Untuk mendiagnosis gigantisme pada penderita secara akurat, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai
berikut:

Tes darah. Tes darah berfungsi untuk mengukur kadar hormon tertentu untuk memastikan adanya
gigantisme pada penderita. Tes hormon yang dapat dilakukan antara lain adalah:

 Tes hormon pertumbuhan atau growth hormon (GH). Pasien yang menderita gigantisme akan
mengalami sekresi GH berlebih dari sekresi GH pada orang normal. Tes ini dilakukan dengan
mengukur kadar GH dalam darah.
 Tes hormon insulinlike growth factor-1 (IGF-1). Berbeda dengan hormon GH yang dihasilkan
oleh kelenjar hipofisis, hormon IGF-1 justru dihasilkan oleh hati. Perlunya diperiksa IGF-1
dikarenakan nilai GH dalam darah bisa berubah-ubah. Akan tetapi, terjadinya kenaikan IGF-1
dalam darah penderita gigantisme menunjukkan adanya kelebihan GH kumulatif dalam 24 jam,
bukan hanya sesaat. IGF-1 juga digunakan untuk memantau pengobatan pasien.
 Tes hormon prolaktin (PRL). Pada beberapa kasus, adanya tumor pada kelenjar hipofisis yang
menyebabkan produksi GH berlebih, juga menyebabkan naiknya hormon prolaktin. Oleh karena
itu, tes hormon prolaktin dapat menjadi bukti pendukung adanya kelebihan GH atau tumor
hipofisis pada penderita gigantisme.
 Tes toleransi glukosa. Tes toleransi glukosa berfungsi untuk mengukur kadar GH sebelum dan
setelah mengonsumsi glukosa, salah satu jenis gula. Pada kondisi normal, GH akan berkurang
setelah mengonsumsi glukosa. Akan tetapi pada penderita gigantisme, GH tidak akan berkurang
atau tetap setelah mengonsumsi glukosa.

Pemindaian. Beberapa metode pemindaian yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis gigantisme,
antara lain adalah:

 MRI. MRI dapat digunakan untuk menemukan keberadaan tumor hipofisis pada penderita
gigantisme. Metode ini dapat memberikan hasil diagnosis yang lebih akurat dibanding CT scan.
 CT scan. CT scan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyebab kelebihan GH jika tidak dapat
ditemukan oleh MRI. CT scan dapat mendeteksi tumor pada pankreas, adrenal, atau ovarium
yang dapat menyebabkan kelainan sekresi GH.

Pengobatan Gigantisme

 Pembedahan. Pembedahan dilakukan jika gigantisme disebabkan oleh tumor kelenjar hipofisis.
Tumor akan diangkat dari kelenjar hipofisis atau pituitari dengan menggunakan alat khusus yang
dimasukkan lewat hidung. Alat tersebut dilengkapi dengan kamera kecil yang membantu dokter
melihat kondisi tumor.
 Terapi sinar gamma. Terapi sinar gamma atau gamma knife radiosurgery adalah metode
alternatif yang dilakukan untuk mengobati tumor di otak. Terapi ini akan memaparkan ratusan
sinar radiasi kecil pada tumor. Walau lebih efektif serta dapat mengembalikan level hormon
pertumbuhan menjadi normal, terapi ini dapat berisiko memicu terjadinya gangguan emosional
pada anak-anak, obesitas, dan ketidakmampuan belajar. Terapi sinar gamma umumnya diambil
sebagai pilihan terakhir jika metode operasi standar mengalami kegagalan.
Penderita gigantisme akibat tumor seringkali direkomendasikan untuk menjalani pembedahan
pengangkatan tumor. Tingkat keberhasilan pembedahan pengangkatan tumor adalah sekitar 80 persen.
Jika pembedahan tidak memungkinkan untuk dilakukan, pasien dapat menjalani penanganan gigantisme
dengan pemberian obat-obatan seperti:

 Analog somatostatin. Obat ini berfungsi seperti somatostatin yang dihasilkan oleh tubuh, yaitu
menghambat sekresi GH, insulin, dan glukagon. Contoh obat golongan somatostatin adalah
octreotide, lanreotide, dan pasireotide.
 Agonis dopamin. Obat ini bekerja menurunkan GH dan biasanya dikombinasikan dengan analog
somatostatin agar dapat bekerja lebih efektif. Contoh obat golongan agonis dopamin dan agen
antiparkinson adalah bromocriptine dan cabergoline.
 Antagonis reseptor GH. Obat ini bekerja dengan menghambat kinerja GH dan menurunkan
konsentrasi hormon IGF-1. Salah satu contoh obat antagonis reseptor GH adalah

Komplikasi Gigantisme

Komplikasi yang dialami oleh penderita gigantisme dapat terjadi akibat prosedur operasi, yaitu
menurunnya hormon kelenjar hipofisis lainnya sehingga penderita berisiko menderita penyakit-penyakit
seperti hipogonadisme, rendahnya kadar hormon tiroid (hipotiroidisme), insufisiensi adrenal
(kekurangan hormon adrenal), serta diabetes insipidus.

Tumor pada kelenjar hipofisis juga dapat kambuh kembali. Kekambuhan ini tergantung dari ukuran
tumor dan kadar GH pasien sebelum dilakukan tindakan operasi. Apabila tumor kambuh, obat-obatan
menjadi pilihan untuk mengurangi gejala.

Anda mungkin juga menyukai