Anda di halaman 1dari 4

FORGIVEN karya Morra Quatro diresensi oleh :

nama : Charisma Azizah Ibrahim ;


kelas : XII Mipa 3 ; dan
no. Absen : 8

Kisah Lelaki Pemuja Champagne Supernova yang tak


Terlupkan dan Perempuan yang Selalu Menanti Bintang

Nama Pengarang : Morra Quatro


Judul Buku : Forgiven
Penerbit : Gagasmedia
Tahun Terbit : 2010
Kota Terbit : Jakarta
Tebal Buku : 265 hal
Warna Buku : Biru
Harga Buku : Rp. 36.000

Morra Quatro. Lahir di Bangka, 8 Desember 1980. Sekarang tinggal di Jakarta, setelah
di Jogja selama 10 tahun. Anak kedua dari lima saudara. Senang menulis sejak remaja. Tapi
mulai serius menekuninya sejak tahun 2007, ketika bergabung dengan sebuah komunitas
menulis online. Forgiven adalah buku pertamanya.
Novel ini menceritakan tentang Kedekatan Will dan Karla yang pada awalnya hanya
sebatas teman se-geng zaman SMA yang terdiri dari Will, Alfan, Laut, Wahyu, Robby, dan
Karla sebagai satu-satunya perempuan disana. alasan mereka berteman sangat simpel yaitu
karena rumah mereka berdekatan. Karla dan Alfan berpacaran, sementara Will sendiri, dengan
kombinasi kecerdasan di atas rata-rata dan rupa Turkish yang menawan, sudah tak terhitung
berapa kali ganti-ganti pacar di sekolah tersebut. Dibanding dengan yang lainnya, Karla lebih
sering bersama Will, apalagi Will sering berulah dengan berlama-lama di laboratorium
sementara Karla sebagai ketua kelas, diwajibkan untuk membereskan lab sebelum kelas
berikutnya memakai ruangan tersebut. Ya, laboratorium memang menjadi tempat favorit Will
untuk melakukan eksperimen yang tentu saja berhubungan dengan Fisika. Sebagai maniak
Fisika, terutama Fisika nuklir, Will berambisi untuk mendapatkan nobel, dan langkahnya
tersebut dimulai dengan terpilihnya ia sebagai delegasi untuk olimpiade Fisika internasional di
Brussel.
Hubungan Will dan Karla semakin dekat ketika Will menolak ide Alfan yang berencana
untuk meniduri Karla. Mengetahui hal tersebut, Karla marah dan kisah percintaannya dengan
Alfan pun kandas. Walau begitu, geng mereka tetap solid sampai akhirnya masa perpisahan
tiba. Masing-masing anggota sudah memutuskan untuk melanjutkan kuliah kemana. Begitu
juga dengan Karla yang akan pergi ke Singapura untuk mengikuti pelatihan tes masuk
universitas sekaligus mengunjungi ayahnya. Sebelum pergi, Karla berniat untuk pamit dengan
Will namun sayangnya rumah Will sudah kosong dan nomor Will pun tidak dapat dihubungi.
Yang ternyata ada alasan tersendiri kenapa Will tidak bisa dihubungi, alasan ini dijelaskan di
akhir novel oleh tokoh Will. Kepergian Karla kali itu diiringi oleh kesedihan luar biasa karena
ia juga tak tahu kapan bisa bertemu Will kembali.
Di Singapura, Karla memulai persiapan masuk universitasnya dengan
mengikuti training review pelajaran SMA dan simulasi tes ini itu. Suatu hari, Karla mendapat
kejutan yaitu menemukan Will di depan pintu kediamannya. Will bilang bahwa ia ingin
melanjutkan pendidikan ke Boston, tepatnya di MIT. Dan hal tersebut jelas cukup
membahagiakan bagi Karla karena ia sendiri juga akan melanjutkan kuliah ke Amerika
tepatnya ke Philadelphia. Meskipun jarak Boston dan Philadephia tidak dekat, setidaknya
mereka masih di negara yang sama. Di bandara, menjelang keberangkatan Karla yang terlebih
dulu pergi ke Amerika, Will mendaratkan ciuman di bibir gadis itu dan meminta Karla untuk
terus menjaga rambut panjangnya. Mereka pun merancang janji-janji untuk saling
mengunjungi saat di Amerika nanti. Mereka pun akhirnya menjalani hubungan jarak jauh, tiap
hari saling komunikasi lewat telpon sampai suatu ketika Karla tidak bisa menghubungi Will
dan setelah itu Will menghubunginya kembali untuk meminta Karla mengunjunginya.
Di suatu kunjungan, saat Will berada di Philadephia dan ia meminta Karla untuk
menemuinya, momen yang seharusnya menjadi momen pelepas rindu ternyata justru berbalik
180 derajat. Will berucap bahwa ia sudah memiliki kekasih. Hati Karla patah detik itu juga.
Sebagai tahap move on dari Will, Karla mulai menjalin hubungan dengan teman
sekampusnya Casey. Bahkan hubungan tersebut menghadirkan sesosok anak laki-laki di antara
mereka, Troy. Tetapi sayangnya, lagi-lagi kisah cinta Karla dan Casey kandas ketika tunangan
Casey muncul. Di suatu kesempatan, Karla kembali bertemu dengan Will dan Will pun
menyadari bahwa Karla telah hamil.
Waktu berlalu dengan tiadanya lagi komunikasi dan interaksi antara Karla dan Will
sampai suatu hari ia mendapat kabar dari kawannya yang seorang jurnalis, Beverly, bahwa ada
teror yang tengah terjadi di Boston. Dan dalang di balik teror tersebut adalah Will. Dengan
tudahan itu kini namanya dikenal di seluruh Amerika setelah insiden ledakan Edridge & Co,
sebuah konsultan telekomunikasi di selatan Boston. Dimulai dari kejadian itulah, rahasia-
rahasia yang melingkupi Will selama ini, kebohongan-kebohongannya, juga fakta mengejutkan
bahwa Will terkena kanker otak sejak masa sekolahnya dan Will yang divonis hukuman
mati karena aksi terornya yang menewaskan dua orang tersebut, mengalir dari mulut Chiara
Hakim, istri Will.
Ketika Karla mengunjungi Will di penjara. Ia meminta Karla untuk membawa anaknya,
Troy. Disaat hari terakhirnya Will berkata sesuatu pada Karla yang berusaha meminta Will
untuk kabur dari penjara. Ia berkata "Kamu tau, Tuhan nggak menentukan nasib. Tuhan Cuma
memberi orang beberapa karakteristik, seperti elektron dan proton dan neutron dalam atom.
Sisanya berjalan seperti hukum alam. Semua orang punya pilihan untuk menarik garis hidup
mereka masing-masing. Tapi kita Cuma dapat beberapa kesempatan seumur hidup - hanya
beberapa kesempatan saja - yang bisa mengubah seluruh hidup kita. Sometimes we make bad
choices. "
Karena perkataannya Karla berusaha untuk mengikhlaskan kepergian Will selamanya
yang sebentar lagi akan menjalani hukuman mati. Banyak hal yang ternyata baru Karla ketahui
mengenai Will, ia tidak pernah benar-benar bisa menebak apa yang ada dalam pikiran Will, ia
juga tidak bisa membuat Will bersikap jujur akan penyakit kanker otak yang dideritanya. Kini
ia menyesal tidak mencari Will dari dulu untuk memberi kekuatan padanya walaupun kampus
mereka berdekatan. Tidak peduli walaupun Will akan menolaknya ia akan berada disisinya
untuk mendukungnya. Tapi semua sudah terlambat.
Will tetap sama seperti dulu, selalu mencintai fisika dan teorinya. Ia selalu bersinar
dengan mimpi – mimpinya tentang membuat reaktor nuklir sendiri. Ia tidak tampak tegang atau
ketakutan sama sekali. Ia sangat tenang meski saat ini ia dihadapkan pada kenyataan antara
hidup dan mati. Walaupun pada akhirnya dia berhasil membuat reaktor nuklir sendiri dari hasil
rancangannya yang diambil kakaknya, Nathan. Tetapi dia tidak ada disana untuk melihat hasil
perjuangannya selama ini setelah kakaknya mencantumkan namanya sebagai perancang nuklir
itu untuk mengenang adiknya yang sudah tiada.
Dalam kisah ini, terjadi banyak konflik yang dialami oleh tokoh – tokohnya. Penulis
mampu menggambarkan kehidupan SMA para remaja sekaligus proses kedewasaan dan
kehidupan tokoh selanjutnya. Cerita ini terasa sangat nyata karena melibatkan banyak nama
tempat dan instansi terkenal. Penulis juga mampu membuat pembaca disetiap babnya semakin
ingin membacanya dan mebuat ceritanya semakin menarik.
Penulis juga mampu menyampaikan perasaan tokoh dan amanat dari novel ini dengan
bahasa yang menarik. Secara garis besar, penulis menggunakan dua latar tempat yaitu di
Indonesia dan Amerika. Walaupun tidak terlalu mendeskripsikan detail tempat – tempat di
Amerika, penulis mampu membuat pembaca merasakan suasana di setiap tempatnya. Dengan
latar belakang seorang guru bahasa Inggris, tidak heran ia dapat dengan mudah membuat
percakapan yang bertempat di Amerika. Novel ini juga memuat banyak perkataan Will, tokoh
utama pria yang maniak fisika, mengenai pengetahuan – pengetahuan ilmu Fisika sehingga
terdapat banyak istilah – istilah sains modern. Kekurangan kosakata bahasa inggris dan
pemahaman teori fisika dapat menjadi hambatan dalam buku ini. Tetapi, tentu saja tidak
mengurangi kemenarikkan buku ini.
Sudut pandang dalam cerita ini yaitu orang pertama serba tahu karena si penulis
menceritakan dari sudut pandangnya si Karla.
Forgiven sendiri bisa dibilang terbagi menjadi dua sisi cerita yang bertolak belakang.
Di bab-bab awal, ketika Karla dan Will masih bergelut dengan dunia remaja SMA, suasana
cerita masih warna-warni. Dipenuhi dengan kejailan-kejailan dan tingkah-tingkah nakal yang
saya rasa sedikit kelewatan. Oh ya, sebenarnya setting masa remaja Karla dan Will terjadi pada
tahun 90an, lebih tepatnya sih pada masa orde baru yang pasti saat itu presiden Indonesia masih
Soeharto. Nah, sayangnya detail kehidupan sekolah tersebut nggak terasa sama sekali.
Ditambah lagi penggunaan Bahasa Inggris di beberapa dialog malah menegaskan
kalau pengaturan cerita justru di dunia modern dan bukan di Jogja tua. Jadi alurnya yang
termasuk alur campuran tidak terlalu terasa karena kurangnya kedetailan yang seharusnya
menunjukan latar waktu pada zaman orde barunya.
Suasana penceritaan mulai kelam ketika Karla dan Will sudah lulus dari SMA, dan
memuncak ketika Will ditahan karena tuduhan terorisme. Sebagai tokoh protagonis, tentu saja
Will mendapat simpati besar dari pembaca, termasuk saya. Namun, simpati tersebut tidak
dikabulkan oleh sang penulis karena ending-nya tetap tragis.
Mengenai karakter, saya baru sekali ini menemui karakter cowok jenius yang seperti
Will. Di beberapa novel, dan juga film, cowok jenius selalu digambarkan kalau
tidak geeky pasti sombong. Nah, Will justru sebagai cowok jenius yang cool, padahal
kejeniusan Will benar-benar di atas rata-rata. Ambisinya untuk menciptakan pembangkit listrik
tenaga nuklir membuat novel ini dipenuhi dengan penjelasan-penjelasan Fisika yang kental.
Bagi yang suka roman-roman tragis ala Autumn in Paris-nya Ilana Tan, novel ini
sangat cocok. Terakhir, entah kenapa sisi gelap novel ini mengingatkan saya pada muramnya
novel “Hujan dan Teduh” karya Wulan Dewatri. Dan dibandingkan novel setelah nya yaitu
"Notasi" , novel ini tetap cukup memuaskan walaupun novel pertama ciptaan si penulis.
Novel ini mengajarkan kita tentang persahabatan, kasih sayang, kejujuran, dan
kesabaran dalam hidup ini. Novel ini mengungkap bagaimana seseorang tidak bisa dengan
mudah mengungkapkan perasaannya, pemikiran manusia yang selalu menahan keinginannya
karena berbagai hal. Mengungkapkan bagaimana penderitaan orang yang telah kehilangan arah
hidupnya.Buku ini selain menghibur sekaligus menambah wawasan akan pengetahuan sains
modern terutama di bidang fisika.

Anda mungkin juga menyukai