Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI

DI RUANG GALELIA II OBSGYN

Disusun oleh:

NOVARINI DANIEL (1904023)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
MIOMA UTERI

A. Definisi
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya
sehingga dapat dalam bentuk padat, karena jaringan ikatnya dominan dan
lunak, karena otot rahimnya dominan (Manuaba, 2011).
Mioma uteri adalah tumor jinak rahim ini sebagian besar berasal dari sel
muda otot rahim, yang mendapat rangsangant erus menerus dari hormon
estrogen sehingga terus bertumbuh dan bertambah menjadi besar, oleh karena
itu tumor jinak otot rahim sebagian besar terjadi pada masa reproduktif aktif
yaitu saat wanita masih menstruasi (Manuaba, 2012).
Mioma uteri merupakan suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Mioma uteri ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, terutama wanita sesudah produktif atau menopouse (Aspiani, 2017).

(Sumber: https://hellosehat.com )

Gambar 1
Letak Mioma Uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos
rahim. Mioma uteri terjadi pada 20% - 25% perempuan di usia reproduktif
(Anwar, dkk, 2011). Berdasarkan letaknya mioma uteri diklasifikasikan
menjadi 3 bagian yaitu :
1. Mioma Uteri Subserosum
Lokasi tumor di sub serosa korpus uteri. Dapat hanya sebagai tonjolan
saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus
melalui tangkai. Pertumbuhan kearah lateral dapat berada di dalam
ligamentum latum, dan disebut sebagai mioma intraligamen. Mioma yang
cukup besar akan mengisi rongga peritoneum sebagai suatu massa.
Perlekatan dengan ementum di sekitarnya menyebabkan sisten peredaran
darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai semakin
mengecil dan terputus, sehingga mioma terlepas dari uterus sebagai massa
tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal
sebagai mioma jenis parasitik.
2. Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitalial, biasanya multiple. Apabila
masih kecil, tidak merubah bentuk uterus, tapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah
bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti
kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah
bawah.
3. Mioma Uteri Submukosum
Mioma yang berada di bawah lapisan mukosa uterus/endometrium dan
tumbuh kearah kavun uteri. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan
bentuk dan besar kavum uteri. Bila tumor ini tumbuh dan bertangkai,
maka tumor dapat keluar dan masuk ke dalam vagina yang disebut mioma
geburt.
B. Anatomi dan Fisiologi
Menurut Manuaba (2011), uterus (rahim) merupakan organ yang tebal,
berotot, berbentuk buah pir, yangsedikit gepeng kearah muka belakang,
terletak di dalam pelvis antara rektum di belakang dan kandung kemih di
depan. Ukuran uterus sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya
terdiri atas otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm lebar di atas
5,25 cm, tebal 1,25 cm. Berat uterus normal lebih kurang 57 gram. Pada masa
kehamilan uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama dibawah
pengaruh estrogen dan progesterone yang kadarnya meningkat. Pembesaran
ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertropi otot polos uterus, di samping itu
serabut-serabut kolagen yang ada menjadi higroskopik akibat meningkatnya
kadar estrogen sehingga uterus dapat mengikuti pertumbuhan janin. Setelah
Menopause, uterus wanita nullipara maupun multipara, mengalami atrofi dan
kembali ke ukuran pada masa predolesen.
Uterus sendiri dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari 3 bagian
penting yang meliputi :
1. Fundus uteri (dasar rahim) : bagian uterus yang proksimal yang terletak
antara kedua pangkal saluran telur.
2. Korpus uteri : bagian uterus yang membesar pada kehamilan. Korpus uteri
mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim.

Gambar 2
Anatomi uterus normal

Gambar 2
Anatomi uterus normal
Sumber: https://hellosehat.com
3. Serviks uteri : ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio,
hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri
yaitu bagian serviks yang ada di atas vagina.
Selain itu, dinding uterus juga memiliki beberapa bagian yang meliputi :
1. Endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri.
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan jaringan
dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berlekuk-lekuk. Dalam
masa haid endometrium untuk sebagian besar dilepaskan, untuk kemudian
tumbuh menebal dalam masa reproduksi pada kehamilan dan pembuluh
darah bertambah banyak yang diperlukan untuk memberi makanan pada
janin.
2. Miometrium (lapisan otot polos) di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan
disebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara kedua lapisan ini terdapat
lapisan otot oblik, berbentuk anyaman. Lapisan otot polos yang paling
penting pada persalinan oleh karena sesudah plasenta lahir berkontraksi
kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang ada di tempat itu dan
yang terbuka.
3. Lapisan serosa (peritoneum viseral) terdiri dari lima ligamentum yang
menfiksasi dan menguatkan uterus yaitu:
a. Ligamentum kardinale kiri dan kanan yakni ligamentum yang
terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan
ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina kea rah lateral
dinding pelvis. Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara
lain vena dan arteria uterine.
b. Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan yakni ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks
bagian belakang kiri dan kanan kearah sarkum kiri dan kanan.
c. Ligamentum rotundum kiri dan kanan yakni ligamentum yang
menahan uterus agar tetap dalam keadaan antofleksi, berjalan dari
sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal waktu berdiri
cepat karena uterus berkontraksi kuat.
d. Ligamentum latum kiri dan kanan yakni ligamentum yang meliputi
tuba, berjalan dari uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung
jaringan ikat.
e. Ligamentum infundibulo pelvikum yakni ligamentum yang menahan
tuba fallopi, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan
vena ovarika.

C. Etiologi
Penyebab pasti mioma tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali
ditemukan sebelum pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi dan
hanya manifestasi selama usia reproduktif (Anwar dkk, 2011).
Tumor ini berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di
dalam miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah
uterus. Apapun asalnya tumor mulai dari benih-benih multipel yang sangat
kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi
progresif (bertahun-tahun) bulan dalam hitungan bulan di bawah pengaruh
estrogen (Llewellyn, 2009).
Ada beberapa faktor yang di duga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya
mioma uteri, yaitu :
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling
sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nulipara atau wanita yang relatif intertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma
uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau
apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan ginetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian
mioma uteri tinggi. Terlepasnya dan faktor ras, kejadian tumor ini tinggi
pada wanita dengan riwayat keluarga, ada yang menderita mioma (Bobak,
2004). Belum diketahui secara pasti, tetapi asalnya disangka dari sel – sel
otot yang belum matang. Di sangka bahwa estrogen mempunyai peranan
penting, tetapi dengan teori ini sukar diterangkan apa sebabnya pada
seorang wanita estrogen pada nulipara, faktor keturunan juga berperan
mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti
konde diliputi pseudokapsul. Perubahan sekunder pada mioma uteri
sebagian besar bersifat degenerative karena berkurangnya aliran darah ke
mioma uteri. Perubahan sekunder meliputi atrofi, degenerasi hialin,
degenerasi kistik, degerasi membantu, marah, lemak.
4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah
pertumbuhan epidermal dan insulin - like growth kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam
waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran
mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan
dengan respon mediasi dengan oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesterone, faktor – faktor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson
dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasikan oleh
estrogen lebih banyak pada mioma dari pada miomatrium normal mungkin
penting pada perkembangan mioma. Namun bukti – bukti masih kurang
menyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna
setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor
ini kadang - kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah
oforektomi bilateral pada usia dini (Mansjoer, 2010).
D. Patofisiologi
Mioma uteri terjadi karena adanya sel – sel yang belum matang dan pengaruh
estrogen yang menyebabkan sub mukosa yang ditandai dengan pecahnya
pembuluh darah, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan
perdarahan pervaginan lama dan banyak. Dengan adanya perdarahan
pervaginan lama dan banyak akan terjadi resiko kekurangan volume cairan
dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya nekrosa dan
perlengketan sehingga timbul rasa nyeri (Corwin, 2009).

Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan
robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya
integritas jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan
aktivitas, maka terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan
mengakibatkan terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi resiko tinggi
infeksi. Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat anestesi yang
mengakibatkan depresi pusat pernapasan dan penurunan kesadaran sehingga
pola nafas tidak efektif (Sarwono, 2011).
Sumber : Corwin (2009); Sarwono (2011).
E. Manifestasi Klinis
Menurut Wiknjosastro (2010), hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan
secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak
menggangu. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang
miomaberada (serviks,intramural, submukus, sebserus), besarnya tumor,
perubahan dan kompilikasi yang terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan
sebagai berikut :
1. Massa di perut bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut
bagian bawah.
2. Pendarahan abnormal
Gangguan pendarahan yang terjadi metroragia.
3. Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
dari sirkulasi darah pada sarang mioma, disertai nekrosis setempat dan
peradangan.
4. Gejala dan penekanan
Gangguan ini dapat tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.
Penekanan pada kantung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra
akan dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi
dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
5. Penurunan kesuburan dan abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang
mioma menutup ata u menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma
submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga
uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat
menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat
terjadi pada keberadaan mioma uteri akibat perubahan histologi
endometrium dimana terjadi atrofi karena adanya kompresi massa tumor.

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nikmatur (2009), pemeriksaan penunjang pada pasien dengan mioma
uteri, yaitu :
1. USG : untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat
dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu
lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya,
leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya
dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
2. Foto BNO/ IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa dirongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
3. Histerografi dan histereskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
4. Laporaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
5. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap gula arah, tes fungsi hati,
ureum, kreatinin darah.
6. Tes kehamilan.
7. D/K (Dilatasi dan Kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk
menyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hiperplasia atau
adenokarsioma endometrium)

G. Penatalakasanaan
1. Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran
tumor, dan terbagi atas :
a. Penanganan konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6
bulan.
2) Monitor keadaan Hb
3) Pemberian zat besi
4) Penggunaan agonis GnRH untuk mengurangi ukuran mioma
b. Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri
adalah:
1) Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia
2) Nyeri pelvis yang hebat
3) Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena
mioma berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa)
4) Gangguan buang air kecil (retensi urin)
5) Pertumbuhan mioma setelah menopause
6) Infertilitas
7) Meningkatnya pertumbuhan mioma (Moore, 2010).

Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :

a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan
rahim/uterus (Rayburn, 2010). Miomektomi lebih sering di lakukan
pada penderita mioma uteri secara umum. Penatalaksanaan ini paling
disarankan kepada wanita yang belum memiliki keturunan setelah
penyebab lain disingkirkan (Chelmow, 2012).
b. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk
mengangkat rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun
seluruhnya (total) berikut serviks uteri (Prawirohardjo, 2010).
Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak
lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau
yang sudah bergejala. Ada dua cara histerektomi, yaitu :
1) Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama
mioma intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi
2) Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus
gravid 12 minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina
misalnya rektokel, sistokel atau enterokel (Callahan, 2012).

Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists


(ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai berikut :

1) Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat


teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.
2) Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak
dan bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8
hari dan anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
3) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri
hebat dan akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian
bawah yang kronis dan penekanan pada vesika urinaria
mengakibatkan frekuensi miksi yang sering (Chelmow, 2012).

2. Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil


Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring,
analgesia dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif
selalu lebih disukai apabila janin imatur. Seksio sesarea merupakan
indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan letak
janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik.

H. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya
(Nikmatur, 2009).
Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data
adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan klien.
Status kesehatan klien yang normal maupun yang senjang hendaknya dapat
dikumpulkan, dan hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola fungsi
kesehatan klien, baik yang efektif maupun yang bermasalah. (Nikmatur,
2009)

Data dasar adalah seluruh informasi tentang status kesehatan klien. Data dasar
ini meliputi : data umum, data demografi, riwayat kesehatan, pola fungsi
kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Keluhan utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri
karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri
setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji
pada rasa nyeri tersebut adalah lokasi nyeri, intensitas nyeri, waktu dan
durasi, kualitas nyeri.
2. Riwayat kesehatan yang terdiri dari riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu serta riwayat kesehatan keluarga.
3. Pengkajian pola fungsional berdasarkan Gordon.
a. Pola persepsi - managemen kesehatan
Menggambarkan persepsi,pemeli haraan dan penanganan kesehatan.
Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan, kesehatan,
maupun menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
b. Pola nurtisi – metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit. Nafsu
makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir,
kesulitan menelan, mual / muntah, kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/
penyembuhan kulit, makanan kesukaan.
c. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit. Kebiasaan
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri,disuri
dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi. Karakteristik
urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih, masalah bau
badan, perspirasi berlebih, dll.
d. Pola latihan – aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Pentingnya latihan / gerak dalam keadaan sehat dan sakit,
gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain. Kemampuan
klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan 0: mandiri, 1:
dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang dan alat 4:
tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan Range Of
Motion, riwayat penyakit jantung, frekuensi,irama dan kedalam
nafas,bunyi nafas riwayat penyakit paru.
e. Pola kognitif perseptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,
pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif
didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap
persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan
kemampuan orientasi klien terhadap waktu,tempat, dan nama (orang,
atau benda yang lain). Tingkat pendidikan, persepsi nyeri dan
penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri skala 0-
10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh
atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan
penglihatan, pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman dll.
f. Pola istirahat-tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepasi tentang energy.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur,
insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.
g. Pola konsep diri-persepsi iiri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga
diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai system
terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan
lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka, manuasia juga
sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual dan dalam
pandangan secara holistik. Adanya kecemasan, ketakutan atau
penilaian terhadap diri, dampak sakit terhadap diri, kontak mata, asetif
atau pasive, isyarat non verbal,ekspresi wajah, merasa tak berdaya,
gugup / relaks.
h. Pola peran dan hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien,
pekerjaan,tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang
pasive/agresif teradap orang lain, masalah keuangan dll.
i. Pola reproduksi/seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid,
pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hub sex, pemeriksaan
genital.
j. Pola pertahanan diri (coping-toleransi stres)
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan
penggunaan system pendukung. Penggunaan obat untuk menangani
stress, interaksi dengan orang terdekat, menangis, kontak mata, metode
koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress.
k. Pola keyakinan dan nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk
spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan
dan budaya, berbagi denga orang lain, bukti melaksanakan nilai dan
kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan pantangan dalam agama
selama sakit.
4. Pemeriksaan fisik
a. Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
b. Pemeriksaan ginekologik dengan Rahim pemeriksaan bimanual
didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau megisi kavum
douglasi.
c. Konsultasi padat, kenyal, permukaan tumor umumnya rata.
d. Pemeriksaan luar
Teraba masa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan
tumor dapat terbatas atau bebas.
e. Pemeriksaan dalam
Tumor teraba yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat
terbatas atau bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.

5. Pemeriksaan penunjang
Terdiri dari USG, foto BNO/ IVP, histerografi dan histereskopi,
laporaskopi, laboratorum, dan lain-lainnya yang dapat menunjang penyakit
mioma uteri.

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul pada pasien dengan mioma uteri, yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan.
2. Resiko infeksi dengan factor resiko trauma pada kulit atau tindakan
operasi.
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan adanya massa dibawah perut
4. Resiko perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai
darah
5. Anxietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
6. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penekanan pada uterus.

Anda mungkin juga menyukai