Anda di halaman 1dari 6

a.

Penanganan Missed Abortus

Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kasus Missed Abortus yaitu :

1) Prosedur klinik

a) Memberitahu ibu dan keluarga bahwa saat ini keadaan ibu kurang baik

karena ibu mengalami keguguran yang ditandai dengan perdarahan yang

banyak tetapi janin masih dalam uterus sehingga harus dibersihkan.

b) Meng informed consent kepada keluarga untuk melakukan tindakan

kuretase yang akan dilakukan oleh dokter spesialis kandungan.

2) Pelaksanaan dirumah sakit, sebagai berikut :

a) Dokter yang melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

b) Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada penderita abortus :

(1) Tes kehamilan.

(2) Pemeriksaan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih

hidup dan menentukan prognosis.

(3) Pemeriksaan kadar fibrinogen atau tes waktu pembekuan dan

perdarahan pada Missed abortion.

c) Konsultasi dengan anastesi untuk mempersiapkan tindakan kuretase.

d) Konsultasi dengan bagian penyakit dalam guna penilaian fungsi

kardiorespirasi pada penderita golongan usia resiko tinggi atau usia lebih

dari 40 tahun.

e) Konsultasi dengan bagian patologi anatomi apabila kita ragu dengan

hasil kerokan.

3) Penerapan kasus Missed abortion

a) Pemeriksaan kadar fibrinogen atau tes darah dan pembekuan darah

sebelum tindakan kuretase, bila normal jaringan konsepsi bisa segera

dikeluarkan, tapi bila kadar rendah ( <159 mg% ) perbaiki dulu dengan

pemberian fibrinogen kering atau darah segar.


b) Sebelum tindakan diberikan antibiotika profilaksis.

c) Dilatasi kanalis servikalis bisa dengan “Obat Suppositoria ( Bougie ) “

atau dengan batang laminaria tergantung besar kecilnya uterus.

d) Tindakan kuretase dimulai dengan cunam abortus dilanjutkan dengan

sendok kuret tajam.

e) Sesudah tindakan diberi uterotonika.

f) Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan tanpa komplikasi,

anjuran kontrol 2 minggu.

(2) Persiapan pasien sebelum tindakan.

a) Menyiapkan tindakan kuretase dengan menganjurkan ibu untuk

mengosongkan kandung kemih dan menganjurkan ibu untuk puasa.

b) Cairan infus sudah terpasang.

c) Siapkan kain alas bokong.

d) Medika mentosa.

(1) Analgetik ( Pethidin 1-2 mg/kg BB ).

(2) Sedative ( Diazepam 10 mg ).

(3) Atropin Sulfat 0,25-0,50 mg/ml.

e) Larutan anti septik ( Povidon Lodin 10 % )

f) Persiapan Instrumen.

(1) Cunam Tampon : 1

(2) Tenakulum : 1

(3) Klem Ovum ( foerster / fenster clamp ) lurus dan lengkung:2

(4) Sendok Kuret : 1 set

(5) Sondage : 1

(6) Spekulum Sim’s atau L dan Kateter Kuret : 2 dan 1

(7) Tabung 5 ml dan Jarum Suntik No.23 sekali pakai : 2 Dilatator.

(3) Persiapan Penolong ( Operator dan Asisten )

a) Baju kamar tindakan, aprond, masker, dan kacamata pelindung : 3 set


b) Sarung tangan DTT / steril : 4 pasang

c) Alas kaki ( Spatu / Boot karet : 3 pasang )

d) Instrimen

(1) Lampu Sorot : 1

(2) Mangkuk Logam : 2

(3) Penampung Darah dan Jaringan : 1

(4) Tindakan

a) Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik ( pethidin

hanya diberikan apabila tersedia antidotum dan alat resusitasi ).

b) Lakukan kateterisasi kandung kemih.

c) Lakukan pemeriksaan bimanual ulangan untuk menentukan bukan serviks,

besar, arah, dan konsistensi uterus ( periksa juga kemungkinan penyulit

atau kondisi patologis lainnya ).

d) Bersihkan dan lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan klorin

0,5 %.

e) Pakai sarung tangan DTT / steril yang lalu.

f) Dengan satu tangan masukkan spekulum sim’s atau L secara vertikal ke

dalam vagina, setelah itu putar ke bawah sehingga posisi bilah menjadi

transversal.

g) Minta asisten untuk menahan spekulum bawah pada posisi.

h) Dengan, sedikit menarik spekulum bawah ( hingga luman vagina ampak

jelas ) masukkan bilah spekulum atas secara vertikal kemudian putar dan

tarik ke atas hingga jelas terlihat serviks.

i) Minta asisten untuk memegang spekulum atas pada posisinya

j) Bersihkan jaringan dan arah dalam vagina ( dengan kapas antiseptik

yang dijepit dengan cunam tampon ), tentukan bagian serviks yang akan

dijepit.

k) Setelah penjepitan terpasang baik, keluarkan spekulum atas.


l) Lakukan pemeriksaan kedalam dan lengkung uterus dengan penera

kavum uteri. Pegang gagang tenakulum, masukkan klem ovum yang sesuai

dengan bukaan serviks hingga menyentuh fundus ( keluarkan dulu jarigan

yang tertahan pada kanalis ).

m) Pegang gagang sendok kuret dengan ibu jari dan telunjuk, masukkan ujung

sendok kuret ( sesuai lengkung uterus ) melalui kanalis servikalis ke dalam

uterus hingga menyentuh fundus uteri ( untuk mengukur kedalaman ).

n) Lakukan kerokan dinding uterus secara sistematis dan searah jarum jam,

hingga bersih ( seperti mengenal bagian tersebut ). Untuk dinding kavum

uteri yang berlawanan dengan lengkung kavum uteri masukkan sendok

kuret sesuai dengan lengkung uteri, setelah mencapai fundus putar gagang

sendok 180 derajat, baru lakukan pengerokan.

o) Keluarkan semua jaringan dan bersihkan darah yang menggenangi lumen

vagina bagian belakang.

p) Lepaskan jepitan tenakulum pada serviks.

q) Lepaskan spekulum bawah.

r) Kumpulkan jaringan untuk dikirim laboratorium patologi.

s) Dekontaminasi.

t) Cuci tangan pasca tindakan.

u) Perawatan pasca tindakan.

(1) Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakkan tindakan dan beri

instruksi apabila terjadi kelainan / komplikasi.

(2) Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan didalam kolom yang

tersedia

(3) Buat instruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien.

(4) Beritahu kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai

dilakukan tetapi pasien masih melakukan perawatan


(5) Jelaskan pada petugas jenis perawatan yang masih diperlukan, lama

perawatan dan kondisi yang dilaporkan.

(Nugroho, 2012 :139 - 141).

v) Memberikan penkes KB Pasca Keguguran.

Keputusan mengenai metode-metode permanen yang tidak dapat diubah

misalnya sterilisasi sebaiknya ditunda beberapa bulan saat kejadian

aborsi. Ovulasi cepat pilih ( 20 sampai 60 hari ) setelah aborsi dan

sebaiknya perlindungan kontrasepsi digunakan sejak awal apabila ibu

ingin menghindari kehamilan yang tidak diinginkan. Metode kontrasepsi

yang dianjurkan berbeda-beda bergantung pada keadaan dan kebutuhan

pasangan.

1} Kontrasepsi Hormon.

Kontrasepsi ini dapat dimulai segera setelah aborsi, walaupun

akan lebih bijaksana apabila kontrasepsi tersebut ditunda beberapa

waktu setelah aborsi medis, karena ada kemungkinan jaringan janin

atau plasenta belum keluar setelah pemberian prostaglandin.

Sebaliknya, selalu terdapat resiko kecil bahwa hormon dosis tinggi

dapat diberikan pada wanita yang mengubah pikirannya dan memilih

untuk melanjutkan persalinan.

Resiko ini harus ditimbang dengan resiko hamil kembali pada

minggu-minggu setelah aborsi karena tidak adanya kontrasepsi yang

efektif. Suatu kompromi yang masuk akal adalah memberi anjuran

pada wanita untuk tidak melakukan hubungan intim dalam 2 minggu

antara aborsi dan kunjungan tindak lanjut.


Pada saat yang sama, kondom dapat diberikan sekiranya timbul

keinginan berhubungan intim. Semua metode hormon, termasuk obat

suntik dan implant, dapat dimulai pada saat ini tanpa resiko bahwa

wanita tersebut telah hamil.

2} AKDR

AKDR dapat segera dipasang setelah aborsi, dibawah anestesia

yang sama apabila yang dipilih adalah aborsi bedah.

Setelah aborsi medis, kita sebaiknya menunggu sampai tindak

lanjut 2 minggu kemudian sebelum memasang AKDR. Namun, tidak

ada data yang menunjukkan bahwa pemasangan segera menimbulkan

resiko tambahan pada wanita, yang produk konsepsinya setelah

teridentifikasi saat pemberian prostaglandin.

3} Metode Barier.

Salah satu dari metode ini dapat langsung digunakan, tetapi diafragma

harus diperiksa saat tindak lanjut untuk memastikan bahwa pemakai

tidak memerlukan ukuran yang berbeda.

(Glasier, 2006: 280-281).

Anda mungkin juga menyukai