Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Ny.N DENGAN CEDERA KEPALA RINGAN


DI RSUD UNGARAN
SEMARANG
Disusun untuk memenuhi tugas praktik Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Pengampu :
Ns. Diana Tri Lestari, M.Kep. Sp. Kep MB
Ns. Dwi Mulianda, M.Kep

DISUSUN OLEH :
Retta Tri Kurniawati
20101440117072

AKADEMI KEPERAWATAN
KESDAM IV / DIPONEGORO
SEMARANG
2019
A. PENGERTIAN
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Arif
Mansjoer, 20010: 3).1
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suryono, S.C. 2011)2
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.

B. ETIOLOGI
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Arif
Mansjoer, 2010:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas,
perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan
oleh peluru atau pisau (Corwin, 20012:175).3
1. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
a) Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
b) Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup &
terbuka).
c) Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang,
berat), difusi laserasi.
2. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
a) Oedema otak
b) Hipoksia otak
c) Kelainan metabolic
d) Kelainan saluran nafas
e) Syok

1
Arif mansjoer, kapita selekta kedokteran, media aeskulapius, Jakarta, 2010, hal 3
2
Suyono,S et al, buku ajar ilmu penyakit dalam, balai penerbit FK UI, Jakarta, 2011, hal 7
3
Corwin, E.J, Handbook of Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2012, hal 17
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Berdasarkan anatomis
a) Gegar otak (comutio selebri)
1) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
2) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
3) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
4) Kadang amnesia retrogard
b) Edema Cerebri
1) Pingsan lebih dari 10 menit
2) Tidak ada kerusakan jaringan otak
3) Nyeri kepala, vertigo, muntah
c) Memar Otak (kontusio Cerebri)
1) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
2) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
3) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
4) Penekanan batang otak
5) Penurunan kesadaran
6) Edema jaringan otak
7) Defisit neurologis
8) Herniasi
d) Laserasi
1) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam,
menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):
 kacau mental → koma
 gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
 pupil isokhor → anisokhor
2) Hematoma subdural
 Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya
karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
 Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidural
 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
 Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
 perluasan massa lesi
 peningkatan TIK
 sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
 disfasia
3) Perdarahan Subarachnoid
 Nyeri kepala hebat
 Kaku kuduk
2. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
a) Cidera kepala Ringan (CKR)
1) GCS 13-15
2) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
3) Tidak ada fraktur tengkorak
4) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
b) Cidera Kepala Sedang (CKS)
1) GCS 9-12
2) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24
jam
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak
c) Cidera Kepala Berat (CKB)
1) GCS 3-8
2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
3) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial4

D. PATOFISIOLOGI
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita seperti adanya) akan
mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan
yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari
suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam
rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi
pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala diterangkan
oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran otak dan
rotasi otak.5
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup.
Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang
yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan
hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi
pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup
dapat terjadi pada keadaan. Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada
mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang kepala
meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada
otak bagian depan. Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga
pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak
tulang tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara
mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak bergerak ke

4
Burner&Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 2009, hal 21
5
Price, S.A. & Wilson, L.M, Pathophysiology : Clinical Concept of Disease Processes, EGC, Jakarta, 2012,
hal 20
belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi dan
menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang
mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan,
sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi
kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
E. PATHWAY

Kecelakaan, jatuh

CEDERA KEPALA

Ekstra kranial Tulang kranial Intrakranial

Terputusnya kontinuitas jaringan Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak,


kulit, otot dan vaskuler jaringan tulang kontusio, laserasi

- Perdarahan Gangguan suplai


Resti infeksi Perubahan
- Hematoma darah
termoregulasi

Peningkatan TIK Iskemia


Kejang

Peregangan Kompresi Hipoksia


Resti Penurunan
duramen dan batang otak
injeksi kesadaran
pembuluh
darah
Perubahan Bedrest total Akumulasi cairan
perfusi jaringan
Nerves serebral
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Resti gangguan
integritas kulit

Gangguan
mobilisasi fisik
F. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak
1. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien
yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam
setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar
meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma..
2. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia
(tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit
neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy. 6
3. Komplikasi lain secara traumatic :
a) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
b) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
c) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
4. Komplikasi lain:
a) Peningkatan TIK
b) Hemorarghi
c) Kegagalan nafas
d) Diseksi ekstrakranial7

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring kadar O2
dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test
diagnostic untuk menentukan status respirasi..
2. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan
otak.

6
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G, Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical Nursing, EGC,
Jakarta, 2013, 57
7
Carolyn M. Hudak, Critical Care Nursing : A Holistic Approach, EGC, Jakarta, 2011, hal 43
3. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
4. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
5. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
6. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid8

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat penyakit keluarga
Kebutuhan sehari-hari :9
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia cara
berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (tauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastic
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi, disritmia
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan inpulsif
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera

8
Sandra M. Nettina, Pedoman Praktik Keperawatan, EGC, Jakarta, 2014, hal 34
9
Carpenito, L.J, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaborasi, EGC, Jakarta,
2015, hal 61
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,
disfagia)
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstermitas.
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, fotofobia.
g. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku dan memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan pengindraan, spt: pengecapan, penciuman dan pendengaran.
Wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak
ada atau lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur (dekortikasi,
deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan
sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
i. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas
berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena respirasi)
j. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
k. Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt “raccoon eye”, tanda battle disekitar
telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari
telinga/hidung (CSS).
l. Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara
umum mengalami paralysis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
m. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang ulang,
disartris, anomia.
n. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alcohol/obat lain

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d trauma
b. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot,
c. Resiko infeksi b.d gangguan intregitas kulit,
d. Ketidakefektifan jalan nafas b.d sekresi yang tertahan,
e. Nyeri akut b.d dengan agen cedera fisik,10
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No. Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitoring Neurologis (2620)
perfusi jaringan tindakan keperawatan 1. Monitor ukuran,
perifer b.d trauma. 3x24 jam klien kesimetrisan, reaksi dan
diharapkan klien mampu bentuk pupil
mencapai : 2. Monitor tingkat kesadaran
Perfusi jaringan : perifer klien
dengan indikator : 3. Monitor tanda-tanda vital
 Tekanan darah 4. Monitor keluhan nyeri
sistolik sesuai yang kepala, mual, dan muntah
diharapkan. 5. Monitor respon klien
 Tekanan darah terhadap pengobatan
diastolik sesuai yang 6. Hindari aktivitas jika TIK
diharapkan. meningkat
 Tidak ada kelemahan 7. Observasi kondisi fisik klien
otot.
Terapi Oksigen (3320)

10
Dr. Manjory Gordon, Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning, EGC,
Jakarta, 2018-2020, hal 236. 217. 328. 228. 445
1. Bersihkan jalan nafas dari
secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan oksigen sesuai
instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien
terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur

2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan Terapi Latihan : Ambulasi


fisik b.d penurunan tindakan keperawatan (0221)
kekuatan otot 3x24 jam diharapkan 1. Dorong untuk duduk di
klien dapat mencapai: tempat tidur, di samping
Ambulasi dengan tempat tidur (menjuntai) atau
indikator: di kursi sebagaimana yang
 Dapat berjalan dapat ditoleransi (pasien).
dengan langkah yang 2. Bantu pasien untuk duduk di
efektif sisi tempat tidur untuk
 Dapat berjalan memfasilitasi penyesuaian
dengan pelan sikap tubuh.
 Dapat berjalan 3. Konsultasikan pada ahli
mengelilingi kamar terapi fisik mengenai rencana
ambulasi sesuai kebutuhan.
4. Bantu pasien untuk
perpindahan, sesuai
kebutuhan.
5. Intruksikan pasien/caregiver
mengenai pemindahan dan
teknik ambulasi yang aman.
6. Bantu pasien untuk berdiri
dan ambulasi dengan jarak
tertentu dan dengan sejumlah
staf tertentu.
3. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan Kontrol Resiko (6540)
gangguan intregitas tindakan keperawatan 1. Bersihkan lingkungan
kulit 3x24 jam diharapkan dengan baik setelah
klien dapat mencapai: digunakan oleh pasien.
Kontrol resiko dengan 2. Batasi jumlah pengunjung.
indikator: 3. Lakukan tindakan
 Dapat mengenali pencegahan yang bersifat
faktor resiko universal.
individu. 4. Pastikan penanganan aseptik
 Dapat menjalankan dari semua saluran IV.
strategi kontrol 5. Ajarkan pasien dan keluarga
resiko yang sudah mengenai tanda dan gejala
ditetapkan. infeksi dan kapan harus
 Dapat memonitor melaporkannya kepada
faktor resiko penyedia perawatan
individu. kesehatan.
4. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas (3140)
jalan nafas b.d tindakan keperawatan 1. Posisikan pasien untuk
sekresi yang tertahan 3x24 jam diharapka klien memaksimalkan ventilasi.
dapat mencapai: 2. Motivasi pasien untuk
Status pernafasan: bernafas pelan, dalam,
kepatenan jalan nafas berputar dan batuk.
dengan indikator: 3. Ajarkan pasien bagaimana
 Frekuensi pernafasan menggunakan inhaler sesuai
adekuat. resep sebagaimana mestinya.
 Kedalaman inspirasi 4. Monitor status pernafasan
tidak terganggu. dan oksigenasi, sebagaimana
 Tidak ada suara nafas mestinya.
tambahan. 5. Auskultasi suara nafas, catat
area yang ventilasinya
menurun atau tidak ada dan
adanya suara nafas
tambahan.
5. Nyeri akut b.d agens Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (1400)
cedera fisik tindakan keperawatan 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,
3x24 jam diharapkan karakteristik, onset/durasi,
klien dapat mencapai: frekuensi, kualitas, dan
Kontrol nyeri dengan beratnya nyeri.
indikator: 2. Observasi respon
 Dapat mengenali ketidaknyamanan secara
kapan nyeri terjadi. verbal dan non verbal.
 Dapat menggunakan 3. Pastikan klien menerima
tindakan perawatan analgetik dg tepat.
pengurangan nyeri 4. Gunakan strategi komunikasi
tanpa analgesik. yang efektif untuk
 Dapat melaporkan mengetahui respon
nyeri yang terkontrol. penerimaan klien terhadap
nyeri.
5. Evaluasi keefektifan
penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri
baik aktual maupun
potensial.
7. Sediakan lingkungan yang
nyaman.
8. Kurangi faktor-faktor yang
dapat menambah ungkapan
nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik
relaksasi sebelum atau
sesudah nyeri berlangsung.
10. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
memilih tindakan selain obat
untuk meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang
adekuat untuk meringankan
nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Brunner & Suddart . 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Carolyn M. Hudak. 2011. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume
II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC
Carpenito, L.J. 2015. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Corwin, E.J. 2012. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC
Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2018-2020.
Jakarta: EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2012. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease
Processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
Sandra M. Nettina. 2014. Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2013. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical –
Surgical Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC
Suyono, S, et al. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai