Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sehat adalah suatu kondisi terbebasnya seseorang dari gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia atau komunitas. Sehat juga diartikan sebagai keadaan
dimana seseorang ketika diperiksa oleh ahlinya tidak mempunyai keluhan
ataupun tidak terdapat tanda-tanda penyakit atau kelainan. (Mubarak 2009).
Menurut WHO, sehat dikatakan sebagai suatu keadan yang lengkap, meliputi:
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas dari penyakit
atau kelemahan. Dalam konsep sehat WHO tersebut diharapkan adanya
keseimbangan yang serasi dalam interaksi antara manusia dan makhluk hidup lain
dengan lingkungan (Mubarak 2009).
Spondilitis Tuberculosa yaitu infeksi kronis yang berupa infeksi
granulomatosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa yang
menyerang vertebra. Spondylitis TB disebut juga Penyakit Pott bila disertai
paraplegi atau deficit neurologis. Spondylitis ini pasling sering ditemukan pada
vertebra T8 sampi L3 dan paling jarang pada C2. Spondylitis Tb biasanya
mengenai korpus vertebra sehingga jarang mengenai arkus vertebra. Tuberkulosis
adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.Umumnya
Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain.
Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan,
hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis.Sehingga disebut
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Sumber penularan adalah penderita TB BTA
positif pada waktu batuk ataubersin, penderita menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk droplet (percikan dahak). (Umar Fatimah, 2005)
Pada tahun 2005, World Health Organizatio (WHO) memperkirakan
bahwa jumlah kasus TB baru terbesar terdapat di AsiaTenggara (34 persen
insiden TB secara global)termasuk Indonesia.Jumlah penderita diperkirakan akan
terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penderita acquired
immunodefi ciency syndrome (AIDS) oleh infeksi human immunodefi ciency
virus(HIV). Satu hingga lima persen penderita TB,mengalami TB osteoartikular.
Separuh dariTB osteoartikular adalah Spondilitis TB.( Raka Janitra,2013)
Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan China sebagai negara
dengan populasi penderita TB terbanyak.Setidaknya hingga 20 persen penderita

1
TB paru akan mengalami penyebaran TB ekstraparu. TB ekstraparu dapat berupa
TB otak, gastrointestinal, ginjal, genital, kulit,getah bening, osteoartikular, dan
endometrial. Sebelas persen dari TB ekstraparu adalah TBosteoartikular, dan
kurang lebih setengah penderita TB osteoartikular mengalami infeksiTB tulang
belakang. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan
kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000
penduduk. Prevalensi nasional Tuberkulosis paru tahun 2007 adalah 0,99%.
Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi Tuberkulosis paru di atas prevalensi
nasional dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menduduki peringkat ke-2
dengan prevalensi 2,05% setelah papua barat dengan prevalensi 2,55% sebagai
propinsi dengan prevalensi TB tertinggi di Indonesia. Prevalensi TB cenderung
meningkat sesuai bertambahnya umur, dan prevalensi tertinggi pada usia lebih
dari 65 tahun. Prevalensi TB paru 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan
perempuan, tiga kali lebih tinggi di pedesaan dibandingkan perkotaan dan empat
kali lebih tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan pendidikan tinggi. Di
Provinsi NTT tahun 2007, TB terdeteksi dengan prevalensi 18 per 1000 tersebar
di hampir seluruh kabupaten/kota. Prevalensi kasus TB di kota kupang tahun
2007 adalah 0,2%.

2
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP PENYAKIT HIV


1. Definisi/deskripsi Penyakit
Menurut Putra, S (2015), Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus
yang menumpang hidup dan merusak sistem imun tubuh. Sedangkan Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit yang
disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat
menyebabkan penyakit AIDS. HIV menyerang manusia dan menyerang
sistem imun (kekebalan) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam
melawan infeksi yang menyebabkan kekurangan (defisiensi) sistem
imun.Acquired Immune Deficiency Syndromeadalah suatu kumpulan kondisi
klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV.

2. Etiologi
Penyakit ini di sebabkan oleh golongan virus retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus. Human Immunodeficiency Virus(HIV) pertama kali
ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun
1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2
dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1.Maka
untuk memudahkan keduanya disebut HIV (Putra, S, 2015). Yang ditularkan
melalui: hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa
kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV, jarum suntik/tindik/tato
yang tidak steri dan dipakai bergantian, mendapatkan transfuse darah yang
mengandung virus HIV, ibu penderita HIV (+) kepada bayinya ketika dalam
kandungan, saat melahirkan/melalui ASI (NANDA, 2013)

a. Tanda Gejala
Menurut Putra, S (2015), Infeksi transmisi dari HIV dan AIDS terdiri dari
lima fase yaitu:
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah terinfeksi.
Tidak ada gejala.

3
b. Fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut.
Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak
ada.
d. Supresi imun simtomatik. Di atas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati,
lesi mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai sistem tubuh, dan manifestasi neurologist.

b. Patofisiologi
Menurut Putra, S (2015), Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans
(sel imun) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. HIV
menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian
virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan
ikut dalam respon imun, maka HIV menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus
dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat
double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4
sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim
inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai
antigen.Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh
sel T4 helper.Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper.
Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan
limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit,
memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan
menyebabkan penyakit yang serius.

4
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah
secara progresif.Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong.Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar
200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi
yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh
dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker
atau dimensia AIDS.
c. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Putra, S (2015), Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu :
a. ELISA
b. Western blot
c. P24 antigen test
d. Kultur HIV
Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun, yaitu :
a. Hematokrit
b. LED
c. Rasio CD4 / CD Limposit
d. Serum mikroglobulin B2
e. Hemoglobin
d. Komplikasi
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS antara lain :
1. Pneumonia pneumocystis (PCP)
2. Tuberculosis (TBC)
3. Esofagitis
4. Diare
5. Toksoplasmositis
6. Leukoensefalopati multifocal prigesif
7. Sarcoma Kaposi

5
8. Kanker getah bening
9. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)
(Huriyyah, 2013)
e. Penatalaksanaan
Menurut Putra, S (2015), Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV), maka pengendaliannya yaitu :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis.Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase.AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3.
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :
Didanosine
Ribavirin
Diedoxycytidine
Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan
yang mengganggu fungsi imun.

6
f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1.1 Pathway

Kontakdengan darah
Kontak seks HIV berikatan lim T,
Kontak ibu bayi HIV masuk ke dalam tubuh monosit, makrofag

neutropenia Neurofil menurun HIV berdifusi dengan CD4+

Integrasi DNA virus +prot pd T4


(provirus)
RNA virus  DNA Intivirus masuk kedlm sitiplasma

RNA genom dilepas ke sitoplasma mRNA ditranslasi

Prot. Virus
Tunas virus

Virion HIV baru terbentuk di limfoid

AIDS Infeksi sel T lain CD 8, Penurunan rangsangan


pembentukan sel B

Respon imun Defesiensi pengetahuan


Penurunan IL 2

humoral selular

Sel B dihasilkan antibody spesifik Intoleransi APC aktifkan CD4+


aktivitas

Terinfeksi virus
Diferesiensi dalam plasma Penurunan aktivitas (sel T Helper)

Penurunan IGM dan IGG Penurunan Penurunan interferon


IL-12 gamma

7
Lawan CD 4+ yg terinfeksi Pengaruh ikatan pada Tidak mengintensifkan
tes ELISA sist imun

CD 4 + menurun

Penurunan sist kekebalan tubuh Rentan infeksi

Resiko infeksi (opportunistik) Aktifkan flora normal

Menginfeksi paru-paru eksudat Inhalasi dan ekhalasi terganggu

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

II. KONSEP PENYAKIT SPONDILITIS


1. Definisi
Spondilitis Tuberculosa yaitu infeksi kronis yang berupa infeksi
granulomatosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa yang
menyerang vertebra. Spondylitis TB disebut juga Penyakit Pott bila disertai
paraplegi atau deficit neurologis. Spondylitis ini pasling sering ditemukan pada
vertebra T8 sampi L3 dan paling jarang pada C2. Spondylitis Tb biasanya
mengenai korpus vertebra, sehingga jarang mengenai arkus vertebra.

2. Etiologi
Spondilitis TB merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis ditempat lain
ditubuh. Penyebabnya yaitu bakteri berbentuk batang atau basil yang mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempatyang gelap dan

8
lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorma atau tertidur lama selama
beberapa tahun.

3. Anatomi Vertebrae
Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang
torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal, torakal dan
lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan
koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakum dan
koksigeus (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007). Kolumna vertebralis
mempunyai lima fungsi utama, yaitu: (1) menyangga berat kepala dan dan batang
tubuh, (2) melindungi medula spinalis, (3) memungkinkan keluarnya nervi
spinalis dari kanalis spinalis, (4) tempat untuk perlekatan otot-otot, (5)
memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh (Seelley dan Stephens, 2001
dikutip oleh Yanuar, 2003).
Tulang vertebra secara gradual dari cranial ke caudal akan membesar sampai
mencapai maksimal pada tulang sakrum kemudian mengecil sampai apex dari
tulang koksigeus. Struktur demikian dikarenakan beban yang harus ditanggung
semakin membesar daricranial hingga caudalsampai kemudian beban tersebut
ditransmisikan menuju tulang pelvis melalui articulatio sacroilliaca. Korpus
vertebra selain dihubungkan oleh diskus intervertebralis juga oleh suatu
persendian sinovialis yang memungkinkan fleksibilitas tulang punggung, kendati
hanya memungkinkan pergerakan yang sedikit untuk mempertahankan stabilitas
kolumna vertebralis guna melindungi struktur medula spinalis yang berjalan di
dalamnya. Stabilitas kolumna vertebralis ditentukan oleh bentuk dan kekuatan
masing-masing vertebra, diskus intervertebralis, ligamen dan otot-otot (Moore,
1999 dikutip oleh Yanuar, 2002). Vertebra lumbalis terletak diregio punggung
bawah antara regio torakal dan sakrum. Vertebra pada regio ini ditandai dengan
korpus vertebra yang berukuran besar, kuat dan tiadanya costal facet. Vertebra
lumbal ke 5 (VL5) merupakan vertebra yang mempunyai pergerakan terbesar dan
menanggung beban tubuh bagian atas (Yanuar, 2002).
Menurut Adam et al (1989); Bagduk (1997); Morris (1980) dikutip oleh
Auliana (2003) setiap vertebra lumbal dibagi atas 3 set elemen fungsional yaitu :
1. Elemen anterior atau korpus vertebra
Merupakan komponen utama dari kolumna vertebralis. Berfungsi untuk
mempertahankan diri dari beban kompresi yang tiba pada kolumna

9
vertebra bukan saja dari berat badan, tetapi juga dari kontraksi otot-otot
punggung.
2. Elemen posterior
Elemen posterior berfungsi untuk mengatur kekuatan pasif dan aktif yang
mengenai kolumna vertebralis dan juga mengatur gerakannya. Prosesus
artikularis memberikan mekanisme lockingyang menahan tergelincirnya
ke depan dan terpilinnya korpus vertebra. Prosesus spinosus, transversus,
mamilaris dan aksesorius menjadi tempat melekatnya otot sekaligus
menyusun pengungkit untuk memperbesar kerja otot-otot tersebut. Lamina
merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan prosesus artikularis
superior ke pedikel sehingga ia rentan terhadap trauma seperti fraktur pars
artikularis.
3. Elemen tengah
Elemen tengah terdiri dari pedikel. Pedikel berfungsi menghubungkan
elemen posterior dan anterior, memindahkan kekuatan yang mengontrol
dari elemen posterior ke anterior.
4. Vertebra sakrum merupakan tulang yang berbentuk segitiga dan
merupakan fusi dari kelima segmen vertebra segmen sakral. Sakrum
berperan dalam stabilisasi dan kekuatan dari pelvis serta mentransmisikan
berat badan tubuh ke pelvis (Yanuar, 2002).
5. Persendian pada kolumna vertebralis ada 2 yaitu persendian antara 2
korpus vertebra (amphiarthrodial) dan antara 2 arkus vertebra (arthrodial).
Persendian ini membentuk apa yang disebut motion segmen (Bagduk,
1997; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003). Persendian antara 2
vertebra disebut persendian amfiartrodial dimana permukaan tulang
dihubungkan baik oleh fibrokartilago diskus atau oleh ligamen interoseus,
sehingga pergerakan menjadi terbatas tetapi bila keseluruhan vertebra
bergerak maka rentang gerakan dapat diperhitungkan (Finneson, 1980
dikutip Auliana, 2003).
Persendian amfiartrodial melibatkan komponen-komponen sebagai
berikut:
Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis merupakan suatu bantalan penghubung antar dua
korpus vertebra yang di desain untuk menahan beban peredam getaran

10
(shock absorbers) selama berjalan, melompat, berlari dan memungkinkan
terjadinya gerakan kolumna vertebralis (Kurnia M, 2006; Yanuar, 2002).
Menurut Bagduk, 1997; Cailliet, 1976; Finneson, 1980 dikutip oleh
Auliana, 2003
diskus intervertebralis terdiri dari 3 komponen yaitu :
1) Nukleus sentralis pulposus gelatinous
Nukleus pulposus terdiri dari matrik proteoglikans yang mengandung
sejumlah air (±80%), semitransparan, terletak ditengah dan tidak
mempunyai anyaman jaringan fibrosa.
2) Anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus
Anulus fibrosus merupakan suatu cincin yang tersusun oleh lamellae
fibrocartilogeneayang konsentris yang membentuk circumfereria dari
diskus intervertebralis. Cincin tersebut diselipkan di cincin epifisis
pada fasies artikularis korpus vertebra. Serabut-serabut yang
menyusun tiap lamella berjalan miring dari satu vertebra ke vertebra
lainnya, serabut-serabut dari suatu lamella secara khas berjalan pada
sisi kanan menuju yang berdekatan. Pola seperti ini, walaupun
memungkinkan terjadinya suatu gerakan antar dua vertebra yang
berdekatan juga berfungsi sebagai pengikat yang erat antar dua
vertebra tersebut (Moore, 1999; Young, 2000 dikutip oleh Yanuar,
2002).
3) Sepasang vertebra endplate yang mengapit nukleus
a. Sepasang vertebra endplate adalah merupakan permukaan datar teratas
dan terbawah dari suatu diskus intervertebralis.

Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air
yang diletakkan di antara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi
yang merata bekerja pada vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara
merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu
sisi yang lain, nukleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih
dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada
berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi (Cailliet,
1981 dikutip oleh Kuntono, 2007). Diskus intervertebralis sendiri merupakan
jaringan non innervasi dan non vaskuler sehingga apabila terjadi kerusakan

11
tidak bisa terdeteksi oleh pasien meskipun sudah berlangsung dalam waktu
lama (Parjoto, 2006).
Ligamen longitudinal anterior
Ligamen longitudinal anterior melapisi dan menghubungkan bagian
anterolateral korpus vertebra dan diskus intervertebralis, terbentang dari
permukaan anterior sakrum hingga ke tuberkulum anterior vertebra servikal 1
dan tulang oksipital di sebelah anterior foramen magnum. Ligamen ini
melekat pada korpus vertebra dan diskus intervertebralis (Yanuar, 2002).
Fungsi ligamen anterior tersebut adalah untuk memelihara stabilitas pada
persendian korpus vertebralis dan mencegah hiperekstensi kolumna
vertebralis (Parjoto, 2006; Yanuar, 2002).

Ligamen longitudinal posterior


Ligamen longitudinal posterior lebih sempit dan lebih lemah dari ligamen
anterior, terbentang dalam kanalis vertebralis di dorsal dari korpus vertebralis.
Ligamen ini melekat pada diskus intervertebralis dan tepi posterior dari
korpus vertebra mulai vertebra servikal 1 sampai sakrum. Ligamentum ini
dilengkapi akhiran saraf nyeri (nociceptor). Ligamen posterior berperan
mencegah hiperfleksi kolumna vertebralis serta mencegah herniasi diskus
intervertebralis (Yanuar, 2002).
Persendian antara 2 arkus vertebra (arthrodial) dibentuk oleh prosesus
artikularis superior dari 1 vertebra dengan prosesus artikularis inferior
vertebra di atasnya disebut sebagai zygapophyseal joint/facet joint atau sendi
faset (Bagduk, 1997; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003). Arah
permukaan sendi faset mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah
dengan permukaan sendi faset. Di regio lumbal, sendi fasetnya memiliki arah
arah sagital dan medial, sehingga memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi
dan lateral fleksi, namun tidak memungkinkan terjadinya gerakan rotasi
(Yanuar, 2002). Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lumbal) kedua
faset saling mendekat sehingga gerakan kelateral, obique dan berputar
terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua
faset saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar
(Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007).
Ligamen-ligamen yang memperkuat persendian di kolumna vertebralis regio
lumbal adalah :

12
Ligamen flavum
Ligamen flavum merupakan ligamen yang menghubungkan lamina dari
dua arkus vertebra yang berdekatan. Ligamen ini panjang, tipis dan lebar
diregio servikal, lebih tebal di regio torakal dan paling tebal di regio lumbal.
Ligamen ini mencegah terpisahnya lamina arkus vertebralis dan juga
mencegah terjadinya cidera di diskus intervertebralis. Ligamen flavum yang
kuat dan elastis membantu mempertahankan kurvatura kolumna vertebralis
dan membantu menegakkan kembali kolumna veretbralis setelah posisi fleksi
(Yanuar, 2002).
Ligamen interspinosus
Ligamen interspinosus merupakan ligamen yang menghubungkan
prossesus spinosus mulai dari basis hingga apex, merupakan ligamen yang
lemah hampir menyerupai membran (Yanuar, 2002)
Ligamen intertranversus
Ligamen intertranversus adalah ligamen yang menghubungkan prossesus
tranversus yang berdekatan. Ligamen ini di daerah lumbal tipis dan bersifat
membranosa (Yanuar, 2002).
Ligamen supraspinosus
Ligamen supraspinosus menghubungkan prosesus spinosus di daerah apex
vertebra servikal ke 7 (VC7) sampai dengan sakrum. Ligamen ini dibagian
kranial bergabung dengan ligamen nuchae. Ligamen supraspinosus ini kuat,
menyerupai tali (Yanuar, 2002).
Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi
gerakannya. Otot yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak
dan secara aktif mengekstensikan vertebrae lumbalis adalah : m. quadraus
lumborum, m. sacrospinalis, m. intertransversarii dan m. interspinalis. Otot
fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : m. obliqus
eksternus abdominis, m. internus abdominis, m. transversalis abdominis dan
m. rectus abdominis, m. psoas mayor dan m. psoas minor. Otot latero fleksi
lumbalis adalah m. quadratus lumborum, m. psoas mayor dan minor,
kelompok m. abdominis dan m. Intertransversarii. Jadi dengan melihat fungsi
otot punggung di bawah berfungsi menggerakkan punggung bawah dan
membantu mempertahankan posisi tubuh berdiri (Kuntono, 2007).

13
Medulla spinalis dilindungi oleh vertebra. Radik saraf keluar melalui
kanalis spinalis, menyilang diskus intervertebralis di atas foramen
intervertebralis.
Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua
yaitu ramus anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut
mempersarafi sendi faset. Akibat berdekatnya struktur tulang vertebra dengan
radik saraf cenderung rentan terjadinya gesekan dan jebakan radik saraf
tersebut. Semua ligamen, otot, tulang dan sendi faset adalah struktur tubuh
yang sensitif terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris.
Kecuali ligamen flavum, diskus intervertebralis dan ligamentum
interspinosum, karena tidak dirawat oleh saraf sensoris. Dengan demikian
semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti tekanan dan
tarikan dapat menimbulkan keluahan nyeri. Nyeri punggung bawah sering
berasal dari ligamentum longitudinal anterior atau posterior yang mengalami
iritasi. Nyeri artikuler pada punggung bawah berasal dari fasies artikularis
vertebra beserta kapsul persendiannya yang sangat peka terhadap nyeri. Nyeri
yang berasal dari otot dapat terjadi oleh karena aktivitas motor neuron,
ischemia muscular dan peregangan miofasial pada waktu otot berkontraksi
kuat (Zimmermann M, 1987 dikutip oleh Kuntono, 2007).

Biomekanika Komponen Vertebra


Medula spinalis merupakan struktur yang mudah bergerak yang digantung
oleh akar saraf dan ligamen dentatum. Bila vertebra bergerak, pada awalnya
dapat menyebabkan terlipat atau tidak terlipatnya medula spinalis. Sepanjang
medula spinalis dapat menyesuaikan diri, maka medula spinalis tidak bergerak
naik-turun dalam kanalis spinalis. Perubahan panjang medula spinalis sewaktu
terjadi ketegangan (tension), sekitar 70-75% dalam bentuk terlipat dan tidak
terlipat, sisanya dalam bentuk elongasi oleh sifat deformasi elastik. Sifat dapat
meregang dari medula spinalis tercatat dalam bentuk bifasik, awalnya ia
sangat elastis dan memanjang lebih dari 10%, untuk peregangan lebih dari itu
dibutuhkan kekuatan yang lebih besar. Perubahan panjang medula spinalis
diikuti secara simultan oleh perubahan pada area cross sectional dengan cara
menurun pada waktu tegang (tension) dan meningkat sewaktu kompresi
(Auliana, 2003)

14
Kekuatan vertebra dalam menahan beban pada dasarnya ditentukan oleh
kekuatan elemen tulang. Secara anatomis, tiap vertebra telah menyesuaikan
bentuk dan ukuranya sebagai refleksi dari beban yang diembannya, sehingga
tampak bertambah ukurannya mulai dari regio servikal sampai lumbal.
Persendian faset mengemban 18% beban kompresi, 45% kekuatan torsional
dan sejumlah stabilitas vertebra lainnya, tergantung dari arah orientasi faset
(Auliana, 2003).
Diskus intervertebralis relatif resisten terhadap kegagalan menghadapi
beban kompresi.Vertebral end plate biasanya yang terlebih dahulu kalah baik
pada diskus normal maupun yang telah mengalami degenerasi terutama oleh
beban torsional. Beban pada vertebra terbukti sangat bervariasi, tergantung
postur dan beban eksternal. Pada L3-L4 sesorang yang sedang duduk, tekanan
intradiskalnya lebih tinggi dibanding waktu berdiri, tetapi tekanan paling
rendah sewaktu seseorang berbaring terlentang (Auliana, 2003).
Struktur ligamen pada vertebra harus mampu memerankan fungsi ganda
yaitu memungkinkan gerakan fisiologis vertebra disamping menahan gerakan
vertebra yang melampaui batas. Sebagai contoh pada waktu ekstensi panjang
ligamen flavum berkurang 10%, tetapi tidak menekuk ke dalam kanalis
spinalis oleh karena masih dibawah 15% yang dianggap sebagai pretension.
Pada fleksi penuh, ligamen mampu memanjang sampai 35%. Di luar range ini
ligamen menjadi sangat kaku dan tidak dapat berelongasi lagi (Auliana,
2003).
Gerakan yang terjadi pada regio lumbal meliputi fleksi-ekstensi, yang
mempunyai luas gerak sendi sebesar 20/35 – 0 – 40/60 pada bidang sagital
posisi pasien berdiri anatomis. Pada gerak fleksi terjadi slide ke anterior dari
korpus vertebra sehingga terjadi penyempitan pada diskus intervertebralis
bagian anterior dan meluas pada bagian posterior. Gerak lateral fleksi yang
mempunyai luas gerak sendi sebesar 15/20 – 0 – 15/20 pada bidang frontal
posisi pasien berdiri anatomis. Pada gerak lateral fleksi, korpus pada sisi
ipsilateral saling mendekat dan saling melebar pada sisi kontralateral. Gerak
rotasi yang mempunyai luas gerak sendi sebesar 45 – 0 – 45 pada bidang
transversal, posisi pasien duduk anatomis dimana gerak rotasi ini daerah
lumbal hanya 2 derajat persegmen karena dibatasi oleh sendi faset (Hall,
1953).

15
Mekaniaka columna vertebralis netral didefinisikan sebagai adanya
lordosis servikal dan lumbal yang normal dan kifosis torakal dan sakral. Frytte
dan Greenman menyatakan mekanika normal adalah saat sendi faset tidak
bekerja. Pada kondisi ini, gerakan lateral fleksi pada columna vertebralis akan
menghasilkan rotasi pada sisi yang berlawanan. Hal ini dikenal dengan
mekanika tipe 1 dan terjadi di regio torakal dan lumbal. Jika gerakan fleksi
atau ekstensi dilakukan pada region tersebut, sendi faset akan bekerja dan
akan mengontrol pergerakan vertebra. Pada saat demikian, lateral fleksi dan
rotasi berada pada satu sisi. Hal ini dinamakan mekanika tipe 2 atau mekanika
non-netral dan terjadi di regio torakal atau lumbal saat fleksi atau ekstensi
(Moore,1999; Seeley, 2003; Carola, 1990 dikutip oleh Yanuar, 2002).

4. Manifestasi Klinis
a) Badan lemah / lesu
b) Nafsu makan menurun
c) BB menurun
d) Suhu tubuh sedikit meningkat (sub febris) terutama pada malam hari
e) Nyeri punggung
f) Nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut
g) Deformitas tulang belakang
h) Adanya spasme otot paravertebralis
i) Gangguan motoric
j) Adanya gibus/kifosis

5. Stadium Penyakit
a) Stadium implantasi
Setelah bakteri berada pada tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita
turun maka bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaany ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus
dan pada anak -anak umumya pada daerah sentral vertebra.
b) Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi kopus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6
minggu.
c) Stadium destruksi lanjut

16
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif. Kolaps vertebra dan terbentuk
massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang
terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk
sekuenstrum serta kerusakan diskus invertebralis. Pada saat ini trebentuk
tulang baji terutama disebelah depan akibat kerusakan korpus vertebra yang
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
d) Stadium gangguan neurologis
Ganggaun neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,
terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini
ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondylitis TB. Vertebra torakalis
mempunyai mampunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan
neorologis maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :

1) Derajat 1
Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktifitas atauu setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.
2) Derajat 2
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih
dapat melakukan pekerjaannya.
3) Derajat 3
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membetasi
gerak / aktifitas penderita.
4) Derajat 4
Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris serta gangguan defekasi
dan miksi.
e) Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurnag lebih 3-5 tahun setelah timbulnnya stadium
miplantasi. Kifosis atau gibbus akan bersifat permanen oleh karena
kerusakan vertebra yag massif disebelah depan.

17
6. Patofisiologi
Basil TB masuk kedalam tubuh kebanyakan melalui traktus respiratorius.
Pada saat etrjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka
dapat terjadi basilemia. Penyebaran etrjadi secara hematogen. Basil TB dapat
tersangkut di paru, hati, limpa, ginjal, dan tulang. Enam hingga delapan
minggu kemudian respon tubuh imunologis timbul dan fokus tasi dapat
mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin
sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit
tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra.
Penyakit ini pada umumnya menyerang lebih dari satu vertebra. Infeksi
berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah apifisial korpus
vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan
osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada
korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan
pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang
dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap
pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus mengahncurkan
vertebra didekatnya.
Kemudiann eksudat menyebar ke depan, dibawah ligamentum longitudinal
anterior dan mendesak aliran darah vertebra didekatnya. Eksudat ini dapat
menembus ligamentum dan dapat berekspansi ke berbagai arah disepanjang
garis ligamnet yang lemah. Pada daerah servical, eksudat terkumpul
dibelakang fascia paravertebralis dan menyebar lateral dibelakang mukulus
sklernokleidomastioideus. Eksudat dapat mengalami protrusi kedepan dan
menonjol kedalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat
berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum
pleura. Abses pada vertebra torakalis akan tetap tinggal pada daerah toraks
setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol
fusiform. Abses pada serah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga
timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk
mengikuti muskulus psoas dan muncul dibawah ligamentum inguinal pada
bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar kedaerah krista iliaka dan
mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei
atau regio glutea.

18
7. Pathway pre op

19
Pathway post op

8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
 Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis
 Uji Mantoux : hasil positif TB
 Pada pemeriksaan biakan kuma mungkin ditemukan Mycobacterium
 Biopsy jringan granulasi atau kelenjar limbfe regional
 Pemeriksaan hispatologi ditemukan tuberkel. Pemeriksaan foto toraks
untuk melihat adanya tberkulosis paru
 Phungsi lumbal akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah

b) Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitil, dan destruksi
korpus vertebra disertai penyempitan diskus intervertebralis yang

20
berada diantara korpus tersebutdan mungkin dapat ditemukan adanya
abses paravertebral.
 Pemeriksan mielografi dilakukan bila terdapat tanda-tanda penekanan
pada sumsum tulang
 CT Scan
Dapat memberikan gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
irregular, sclerosis, kolaps diskus.

9. Penatalaksanaan
a) Head education :
- Memberikan masker untuk mencegah terjadinya penularan
- Memberikan kebutuhan yang sesuai kebutuhan
- Menganjurkan untuk meminum rutin obat anti TB
b) Terapi konservatif, berupa :
 Tirah baring (bedrest)
 Memberi korset yang mencegah pergerakan vertebra/ membatasi
pergerakan vertebra
 Memperbaiki keadaan umum penderita
 Pengobatan antituboerculosa ( rifampicin, pyrazinamid, isoniazid)
c) Terapi operatif
Indikasi opersi yaitu bila ada :
 Bila dengan terapi konservatif tidak ada perbaikan paraplegia atau
malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum tindakan operasi
dilakukan, setiap spondiliris TB diberikan obat tuberculotic.
 Adanya abses yang besar sehingga diperlukan darinase abses secara
terbuka dan sekaligus debridemen serta bone graft
 Pada pemeriksaan foto polos, mielografi, ataupun CT Scan ditemukan
adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

10. Komplikasi
a) Pott’s Paraplegia, dimana ekstremitas bawah mengalami kelumpuhan karena
tekanan ekstradural oleh pus maupun sequeter, atau invasi jaringan granulasi
pada medula spinalis bila pada stadium awal. Dan pada stadium lanjut terjadi
karena terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang
diatas kanalis spinalis.

21
b) Empisema tuberkulosis, yang disebabkan oleh rupturnya abses paravertebra
torakal ke dalam pleura
c) Cold abses, yang disebabkan oleh pus pada vertebra lumbal yang turun ke
otot iliopsoas membentuk psoas abses

22
BAB III

LAPORAN KASUS

23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus HIV dengan (Spondilitis TB) Rontgen (+) dan BTA (-
) perempuan usia 40 tahun. Perempuan ini didiagnosa HIV bedasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan riwayat pengobatan diklinik vct. Sedangkan diagnose
spondilitis TB berdasarkan anamnesis yaitu nyeri tulang belakang sejak 1 bulan yang
lalu, duduk terasa sakit, demam yang hilang timbul sejak 3 hari yang lalu dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan sputum dan rontgen dimana terdapat
tanda gejala yang khas pada pasien dengan spondilitis TB yaitu lumbosacral endplate
inferior L5 dan superior S1 tampak sedikit sklerotik, tampak penyempitan ringan
diskus intervertebralis L5-S1. kesan yang didapat suspek HNP L5-S1 ringan dan
spondylosis lumbalis. Pasien ini setelah mendapatkan terapi dengan antrain via iv,
levofloxcacin, dan ceftazidine nyerinya semakin berkurang dan kelemahan lebih
membaik,, sehingga pada akhirnya pasien dipulangkan oleh dr.Spesialis penyakit
dalam pada tanggal 6-4-2019. Saran sebaiknya pasien minum obat pulang secara
teratur,makan makanan yang bergizi, dan rutin control ketempat pelayanan kesehatan
terdekat.

51

Anda mungkin juga menyukai