Anda di halaman 1dari 43

‫ترمجة‬

‫تلخيص شرح ثالثة األصول‬


‫للشخ حممد بن صاحل العثيمني‬

Terjemah

Al Ushul Ats Tsalaatsah


(Tentang Mengenal Allah, Mengenal Nabi
dan Mengenal Agama Islam)
Beserta syarah (penjelasan)nya secara singkat yang diambil dari syarah
Syaikh M. bin Shalih Al ‘Utsaimin

:‫املرتجم‬
Penerjemah
Marwan bin Musa
‫بسم اهلل الرمحن الرحيم‬
‫ َ َ ْع ِرفَةُهلل ِديْ ِن‬،ِ ِّ‫ َ َ ْع ِرفَةُهلل َبِي‬،ِ‫ الْعِْل ُهللم َ ُهلله َو َ ْع ِرفَةُهلل اهلل‬: َ ْ‫ أََّن ُهلل َِ ُهلل َعلَْيْيَا تَْي َعلُّل ُهللم أَْبَ ِ َ َسااِ َ اْ ُهلل‬-‫ َ ِمحَ َ اهللُهلل‬- ‫اِ ْعلَ ْم‬
.ِ ‫اللْبْي ُهللر َعلَ ا ْ َ َ فِْي‬ ‫ َّن‬.ِ ‫َّنع َوُهلل ِلَْي‬
‫ َّن‬:‫الرابِ َعةُهلل‬ ِ ِ
ْ ‫ الد‬:‫ الثَّنالثَةُهلل‬.ِ ‫ الْ َع َم ُهلل ب‬:‫ الثَّنا ِيَةُهلل‬.‫اا ْ َِ بِا ْ َدلَّنِة‬
ِْ
‫ بسم اهلل الرحمن الرحيم‬:‫الدلِْي ُل قَ ْولُهُ تَ َعالَى‬
َّ ‫َو‬

               



ُّ ‫ لَ ْو َا أَ ْ َ َل اهللُ ُح َّ ةً َلَى َ ْل ِ ِه إإَّ َ ِ ِ ِه‬:‫الشافِ ِع ُّي َرِح َمهُ اهللُ تَ َعالَى‬


.‫الس ْوَرةَ لَ َ َ ْ ُ ْم‬ َّ ‫ال‬
َ َ‫ق‬

Dengan (menyebut) nama1 Allah2 Yang Maha Pemurah3 lagi Maha Penyayang4

Ketahuilah5, -semoga Allah merahmatimu6- bahwa wajib bagi kita mempelajari empat masalah7:
Pertama, ilmu; yaitu mengenal Allah8, mengenal Nabi-Nya9 dan mengenal agama Islam10 dengan
dalil-dalil11.

1
Syaikh M. bin Abdul Wahhab memulai tulisannya dengan basmalah; mengikuti Al Qur‟an yang dimulai
dengan basmalah dan mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, di mana Beliau memulai surat-surat
(yang dikirim kepada para raja) dengan basmalah.
2
Allah adalah nama untuk Tuhan Yang Menciptakan; Dia Maha Agung dan Mahatinggi.
3
Ar Rahman adalah nama yang khusus untuk Allah, tidak untuk selain-Nya. Artinya adalah Yang disifati
dengan sifat rahmat (pengasih) yang luas.
4
Ar Rahiim adalah nama yang bisa untuk Allah „Azza wa Jalla dan bisa juga untuk selain-Nya. Artinya
adalah pemilik rahmat yang sampai. Jika digabungkan dengan Ar Rahman, maka Ar Rahiim artinya, “Yang
menyampaikan rahmat (kasih sayang)-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya.”
5
Pengetahuan artinya mengetahui sesuatu sesuai keadaan yang sebenarnya.
6
Yakni semoga Allah mengampuni dosa-dosamu, membantumu menjalankan kebaikan dan melindungimu
dari keburukan. Penyusun (Syaikh M. bin Abdul Wahhab) rahimahullah mengatakan seperti ini
menunjukkan sayangnya kepada orang yang ditujukan pembicaraan.
7
Masalah ini adalah masalah agama, oleh karena itu sepatutnya diperhatikan karena manfaatnya yang besar.
8
Yaitu mengenal Allah yang mengharuskan kita menerima syari‟at-Nya dan tunduk kepadanya. Mengenal
Allah ini bisa dicapai dengan memperhatikan ayat-ayat kauniyyah (yang ada di alam semesta) seperti langit
dan bumi maupun dengan memperhatikan ayat syar‟iyyah, yaitu Al Qur‟an dan As Sunnah.
9
Yaitu mengenal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengharuskan kita menerima apa yang dibawanya
dan tunduk kepadanya dengan sikap ridha dan menerima. Mengenal Beliau bisa dengan dalil-dalil akal (yaitu
pada ayat-ayat kauniyyah) seperti mengetahui mukjizat yang dibawanya dan pemberitahuan Beliau terhadap
hal-hal ghaib, bisa juga dengan memperhatikan dalil-dalil atau ayat-ayat syar‟i yaitu Al Qur‟an dan As
Sunnah.
10
Yakni mengenal agama Islam dengan dua arti; arti umum, yaitu beribadah kepada Allah sesuai syari‟at,
yakni sesuai syari‟at yang dibawa para rasul. Dan dengan arti khusus, yaitu Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam saja. Para pengikut rasul –yakni selain Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam- adalah kaum muslimin di zaman rasul mereka, namun bukan kaum muslimin setelah
2
Kedua, mengamalkannya12.
Ketiga, mendakwahkannya13.
Keempat, bersababar terhadap gangguan yang menimpa14.
Dalilnya adalah firman Allah Ta‟ala:
Demi masa.--Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,--Kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasehati untuk mengikuti kebenaran dan saling
menasehati untuk mengikuti kesabaran. (QS. Al „Ashr: 1-315)
Imam Syafi‟i rahimahullah berkata, “Kalau sekiranya Allah tidak menurunkan hujjah terhadap
makhluk-Nya selain surat ini, tentu cukup bagi mereka.”16

diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sampai mereka mau mengikuti (memeluk agama)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan tidak ada agama yang diterima pada hari kiamat selain Islam;
agama yang dijadikan Allah sebagai nikmat bagi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan ummatnya.
11
Bentuk jamak dari kata dalil, yaitu petunjuk terhadap hal yang diingnkan. Dalil terhadap hal di atas ada:
- Sam‟iyyah, yang berdasarkan wahyu (Al Qur‟an dan As Sunnah).
- „Aqliyyah, yang berdasarkan penelitian dan pengkajian.
Biasanya susunan dalil aqli yang menunjukkan kekuasaan Allah adalah firman-Nya yang berbunyi “Dan di
antara tanda-tanda-Nya…dst.”
12
Yakni mengamalkannya (mencakup perkataan dan perbuatan) sebagai konsekwensi mengenal hal ini, yaitu
dengan beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan menaati keduanya. Amal adalah buah ilmu, siapa saja yang
beramal tanpa ilmu maka sama seperti orang-orang Nasrani, dan siapa saja yang berilmu tetapi tidak mau
mengamalkan maka sama seperti orang-orang Yahudi.
13
Yakni mendakwahkan orang-orang kepada Islam dengan hikmah, nasehat yang baik, berdebat dengan cara
yang baik, dan terhadap orang yang zalim didakwahi sesuai keadaannya. Seorang Da‟i harus mengilmui apa
yang didakwahkannya, mengerti cara dakwah, dan mengetahui keadaan orang-orang yang didakwahi.
Dakwah adalah tugas para rasul, ruang lingkup dakwah banyak sekali bisa dengan ceramah, menulis dsb.
14
Bersabar ada tiga macam: (1) Bersabar untuk tetap terus menjalankan ketaatan kepada Allah, (2) Bersabar
untuk tetap terus menjauhi larangan Allah, dan (3) Bersabar terhadap taqdir Allah baik yang ditimpakan
tanpa tindakan manusia (seperti terkena musibah) maupun dengan tindakan manusia seperti disakiti dan
dimusuhi. Seorang Da‟i harus memegang tiga prinsip ini, karena siapa saja yang terjun berdakwah maka ia
akan diganggu.
15
Allah Ta‟ala bersumpah dengan „Ashr, yaitu masa; tempat terjadinya peristiwa. Allah menjelaskan bahwa
manusia benar-benar dalam kerugian kecuali orang yang memiliki 4 sifat ini; (1) Iman, ini sesuai dengan
kata-kata berilmu, (2) Beramal saleh, yaitu beramal berdasarkan ilmu, (3) Saling menasehati untuk
menjalankan kebenaran, inilah dakwah, dan (4) Saling menasehati untuk tetap terus bersabar, yakni bersabar
terhadap gangguan. Saling menasehati untuk menjalankan kebenaran dan untuk tetap bersabar termasuk
Amr-Ma‟ruf dan Nahi-Mungkar, di mana dengan keduanya umat akan menjadi baik dan bisa tegak.
16
Surat ini cukup bagi makhluk-Nya untuk mendorong mengerjakan empat masalah itu, namun tidak cukup
mewakiliki semua syari‟at.

3
ِ َّ ‫ باب ال ِْعلْم قَبل الْ َ و ِل والْعم ِل و‬:‫ي رِحمه اهلل تَعالَى‬
ُ‫الدل ْي ُل قَ ْولُهُ تَ َعالَى ﴿فَا ْلَ ْم أََّهُ َإ إِلَهَ إَِّإ اللَّه‬ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ ٌ َ َ ُ ُ َ َ ُّ ‫ال الْبُ َخا ِر‬ َ َ‫َوق‬
. ‫ فَبَ َدأَ بِال ِْعل ِْم قَ ْب َل الْ َ ْو ِل َوال َْع َم ِل‬،]19:‫ااَ ْ ِ ْر لِ َ ْبِ َ ﴾[حممد‬ ْ ‫َو‬
:‫سااِ َل َوال َْع َم ُل بِ ِ َّن‬ ِ ِ ِ ُّ ٍ ِ ِ ِ َّ ِ
َ َ ‫لى ُ ّْل ُ ْسل ٍم َوُ ْسل َمة تَ َعل ُم َ اللَّالَث‬ َ َ ُ َ ُ‫ أ ه‬:ُ‫ا ْلَ ْم َر ِح ِ َ َ اهلل‬
‫صا ُ َد َ َل‬ َ َ ‫ بَ ْل أ َْر َا َل إِلَْي َا َر ُا ْوإً فَ َم ْن أطَا َهُ َد َ َل الْ َ َّةَ َوَ ْن‬ً‫أن اهللَ َ لَ َ َا َوَرَزقَ َا َولَ ْم َ ْ ُرْ َا َ َمال‬ َّ :‫ألولَى‬ ْ ْ‫ا‬
‫صى فِ ْر َ ْو ُن‬ َ ‫)فَ َع‬15 (‫وإ‬ ً ‫وإ َشا ِ ًدا َلَْي ُ ْم َ َما أ َْر َا ْلَا إِلَى فِ ْر َ ْو َن َر ُا‬ ً ‫الدلِْي ُل قَ ْولُهُ تَ َعالَى ﴿إِ َّا أ َْر َا ْلَا إِلَْي ُ ْم َر ُا‬
َّ ‫ َو‬.‫َّار‬َ ‫ال‬
.]16-15: ‫ول فََ َ ْ َا ُ أَ ْ ً ا َوبِ ًيال﴾[املز‬ َ ‫الر ُا‬َّ
ِ َّ ‫ادتِِه إَ لَ ٌ َ َّرب وإَ َبِ ّّي رال و‬ ِ
َّ ‫﴿وأ‬
‫َن‬ َ ‫الدل ْي ُل قَ ْولُهُ تَ َعالَى‬ َ ٌ َ ُْ َ ٌ ُ َ َ َ‫َح ٌد فِي ب‬ َ ‫ضى أَ ْن ُ ْش َر َك َ َعهُ أ‬ َ ‫أن اهللَ إَ َ ْر‬ َّ :ُ‫اللَّا ِيَة‬
ِ ِ ِ ِ ‫الْم‬
.]18:‫َح ًدا ﴾[اجلن‬ َ ‫ساج َد للَّه فَ َال تَ ْد ُوا َ َع اللَّه أ‬ ََ
ِ َّ ‫ و‬. ٍ ‫اد اهلل وراولَه ولَو َ ا َن أقْرب قَ ِر‬ َّ ‫ أ‬:ُ‫اللَّالِلَة‬
ُ‫الدل ْي ُل قَ ْولُه‬ َ ْ ََ ْ َ ُ ْ ُ َ َ َ َّ ‫الر ُا ْو َل َوَو َّح َد اهللَ إَ َ ُ ْوُز لَهُ ُ َواإَةُ َ ْن َح‬ َّ ‫اا‬ َ َ‫َن َ ْن أط‬
‫اء ُ ْم أ َْو‬ َّ َّ ‫ى﴿إ تَ ِ ُد قَ ْوًا ُ ْؤِ ُو َن بِاللَّ ِه َوالْيَ ْوِم ْاْل ِ ِر ُوادُّو َن َ ْن َح‬
َ َ ْ‫اء ُ ْم أ َْو أَب‬
َ َ‫اد اللهَ َوَر ُاولَهُ َولَ ْو َ ا ُوا آب‬ َ َ َ‫تَ َعال‬
ِ ِ ٍ ِ ِ ٍ ‫اْل ما َن وأََّ َد م بِر‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ َ َْ‫وح ْهُ َوُ ْد لُ ُ ْم َجَّات تَ ْ ِري ْن تَ ْح َ ا ْاأل‬
‫ار‬ ُ ْ ُ َ َ ِْ ‫إ ْ َوا َ ُ ْم أ َْو َش َيرتَ ُ ْم أ ُْولَب َ َ َ َ في قُلُوب ِ ْم‬
.]22:‫ب اللَّ ِه ُ ْم ال ُْم ْ لِ ُحو َن ﴾[اجملادلة‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫َ الِ ِد ن فِي َ ا ر‬
َ ْ ‫ب اللَّه أ ََإ إِ َّن ح‬ ُ ْ ‫ضوا َ ْهُ أ ُْولَب َ ح‬ ُ ‫ض َي اللَّهُ َ ْ ُ ْم َوَر‬ َ َ
Imam Bukhari rahimahullah berkata, “Bab berilmu sebelum berkata dan berbuat”, dalilnya firman
Allah Ta'aala:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan
mohonlah ampunan untuk dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Ia (Imam Bukhari) pun memulai dengan ilmu sebelum berkata-kata dan berbuat.17
Ketahuilah –semoga Allah merahmatimu-, bahwa wajib bagi setiap muslim dan muslimah
mempelajari tiga masalah berikut dan mengamalkannya:
Pertama, bahwa Allah yang telah menciptakan kita18 dan memberikan kita rezeki19 tidak
membiarkan kita begitu saja20, bahkan Dia mengutus kepada kita seorang rasul 21, siapa yang
17
Dalil tentang wajibnya mendahulukan ilmu sebelum berkata-kata dan berbuat adalah dalil sam‟i dan „aqli.
Dalil sam‟i misalnya firman Allah Ta‟ala, “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada yang berhak
disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19). Sedangkan dalil „aqli
adalah karena amal itu tidak mungkin sah dan diterima sampai sesuai dengan syari‟at, dan untuk mencapai
hal itu harus dengan ilmu. Akan tetapi ada beberapa hal yang dapat diketahui manusia berdasarkan fitrahnya
seperti mengetahui bahwa Allah Maha Esa.
18
Dalil bahwa Allah yang telah menciptakan kita adalah dalil sam‟i dan „aqli. Dalil sam‟i contohnya firman
Allah Ta‟ala, “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan
ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih
ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” (Terjemah QS. Al An‟aam: 2), sedangkan dalil „aqlinya adalah karena
adanya makhluk yang dicipta dengan susunan yang indah dan rapi menolak terwujud secara tiba-tiba, bahkan
pasti ada yang mewujudkannya yaitu Allah Ta‟ala.
19
Dalil tentang hal ini banyak sekali dalam Al Qur‟an dan As Sunnah, juga didukung oleh akal. Dari Al
Qur‟an, firman Allah Ta‟ala, “Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan
lagi sangat kokoh.” (Terjemah QS. Adz Dzaariyat: 58), sedangkan dari As Sunnah adalah sabda Nabi
shallalllahu 'alaihi wa sallam ketika berbicara tentang janin,
‫اا بِ َ ْ ِ ِْ ِ ِ َاَ َجلِ ِ َ َع َملِ ِ َ َ ِ ٍّي اَْ َ عِْي ٍتد‬
‫الر يْي ْ ر بَِ ب ِ َ لِم ٍت‬ ِِ
َ َ ْ ‫ُهللَّن يْيُهللْر َ ُهلل الْ َملَ ُهلل فَْييَْيْْي ُهلل ُهللخ فْي ُّل ْ َ َ ُهلل َ ُهلل‬
4
menaatinya maka ia akan masuk surga22 dan siapa yang mendurhakainya maka ia akan masuk
neraka23. Dalilnya firman Allah Ta‟ala:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (wahai orang kafir Mekah) seorang rasul, yang
menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada
Fir'aun--Maka Fir'aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang
berat.”(QS. Al Muzzammil: 15-16)

Kedua24, bahwa Allah tidak ridha disekutukan dalam beribadah kepada-Nya baik dengan malaikat
yang didekatkan maupun dengan rasul yang diutus. Dalilnya firman Allah Ta‟ala:
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al Jinn: 18)

“Kemudian diutuslah seorang malaikat, lalu ia meniupkan ruh ke dalamnya, dan diperintahkan mencatat 4
hal; mencatat rezekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah ia bahagia atau celaka?” (Shahih, diriwayatkan oleh
Bukhari 3208, 3332, 6594 dan 7456 –Fath, Muslim 2643 dll.) Sedangkan dalil „aqli bahwa Allah yang telah
memberikan kita rezeki adalah karena kita tidak bisa hidup tanpa makan dan minum, sedangkan makanan
dan minuman yang menciptakan adalah Allah „Azza wa Jalla, jadi rezeki kita berasal dari Allah.
20
Demikianlah kenyataannya yang memang didukung dalil sam‟i dan „aqli. Dalil sam‟i di antaranya adalah
firman Allah Ta‟ala, “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?-- Mahatinggi Allah, Raja yang
sebenarnya; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia…” (QS. Al Mu‟minun: 115-116).
Sedangkan dalil „aqlinya adalah diciptakan-Nya manusia, diutus-Nya para rasul, dan diperintahkan-Nya
untuk memerangi orang yang menyelisihi rasul dan melawannya (dengan dibiarkan) tanpa dibangkitkan serta
dihisab adalah main-main tidak sesuai denga hikmah (kebijaksanaan) Allah Ta‟ala.
21
Dialah Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam yang membacakan kepada kita Al Qur‟an,
mengajarkanya kepada kita dan membersihkan diri kita. Dan memang Allah harus mengirim seorang yang
menyampaikan hujjah kepada makhluk-Nya. Dia mengutus Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam kepada
kita sebagaimana pernah diutus-Nya kepada umat sebelum kita rasul-rasul. Di samping itu, kiita tidak
mungkin bisa beribadah kepada Allah kecuali dengan mengikuti cara rasul tersebut.
22
Hal ini diambil dari firman Allah Ta‟ala, “Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah
memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedangkan mereka kekal di
dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.” (QS, An Nisaa‟: 13), sedangkan dari Nabi shallalllahu
'alaihi wa sallam adalah sabdanya,
ِ
ِ َ ‫اجلََّنةَ َ ْن َع‬
ََ‫اا فَْي َ ْد ا‬
ْ ‫ل‬ َ ْ َ َ ‫اع ِ ْ َد‬
َ َ َ‫ " َ ْن أ‬:‫اا‬
ََ َ َْ‫ يَا َ ُهلل ْو َا اهلل َ َ ْن ي‬: ‫اجلََّنةَ ِ َّن َ ْن أَ َ " َالُهللْوا‬
ْ َ ‫ُهلل ُّل أُهللَّن ِ ْ يَ ْد ُهلل لُهلل ْو‬
“Semua umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan,” para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah,
siapakah orang yang enggan?” Beliau menjawab, “Barang siapa yang menaatiku maka ia akan masuk surge,
dan barang siapa yang mendurhakaiku maka dialah yang enggan (masuk surga).” (HR. Bukhari 7280,
Ahmad 8511, dan lain-lain).
23
Hal ini diambil dari firman Alllah Ta‟ala: 23, “Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam…dst.” (Terjemah QS. Al Jin: 23), juga dari sabda Beliau
shallalllahu 'alaihi wa sallam di hadits yang lalu, “Dan barang siapa yang mendurhakaiku maka dialah yang
enggan (masuk surga).”
24
Yakni masalah kedua adalah bahwa Allah tidak ridha dengan kemusyrikan, karena hanya Dia sajalah yang
berhak disembah, Allah melarang hal itu dan bahkan mengutus para rasul untuk memerangi kemusyrikan.
Oleh karena itu, wajib bagi seorang mukmin untuk tidak ridha dengan kemusyrikan, karena hal itu adalah
perkara yang sangat berbahaya, balasannya adalah neraka jahannam, serta kekal di dalamnya, dan dijauhkan
dari surga.

5
Ketiga25, barangsiapa yang menaati rasul dan mentauhidkan Allah, maka ia tidak boleh berwala‟
kepada orang yang menentang Allah dan rasul-Nya meskipun mereka kerabat terdekat. Dalilnya
firman Allah Ta‟ala:
“Kamu tidak akan mendapatkan kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-
orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah
orang-orang yang telah Allah tanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan
mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itu adalah golongan yang beruntung. (QS. Al
Mujaadilah: 22)

25
Masalah ketiga adalah tentang wala‟ dan bara‟, kedua hal ini termasuk prinsip yang agung. Memberikan
wala‟ (rasa cinta) dan mencari perhatian orang yang menentang Allah menunjukkan bahwa imannya kepada
Allah dan Rasul dalam hatinya lemah. Bahkan seharusnya seorang mukmin memusuhinya meskipun mereka
kerabat terdekat, membencinya, dan menjauhi mereka. Akan tetapi sikap ini bukan berarti tidak menasehati
mereka dan mendakwahkan mereka kepada Islam. Contoh memberikan wala‟ kepada orang kafir adalah
membantu kekufuran mereka, dan contoh mencintai mereka misalnya dengan mencari cara untuk menarik
cinta mereka. Yang pertama (membantu kekufuran mereka) menafikan keimanan, sedangkan yang kedua
menafikan kesempurnaan iman.

6
َ ُ‫أَ َ َر اهلل‬ ‫ وب ل‬،‫الد ن‬
‫جميع‬ ّْ ‫خلصا له‬ ُ ‫ أ ْن تعب َد اهللَ وح َد‬،‫يم‬ َّ ِ َّ -‫أرش َد َك اهللُ لطا ِه‬- ‫ا لَ ْم‬
ً َ ‫ لةَ إبرا‬:َ‫أن الح ي ية‬
ِ ‫ و ع ى ( ْعب ُد‬،]56:‫ون ﴾[الذ اياا‬ ِ ‫اْل ن إَِّإ لِي ْعب ُد‬ ِ
)‫ون‬ َُ ُ َ َ ِْ ‫﴿وَا َ لَ ْ ُ الْ َّن َو‬ َ ‫ ما قال تعالى‬،‫ال اس و لَ م ل ا‬
ِ ِ ُ ‫ إفر‬:‫وحدون وأ ظم ا أَ ر اهلل به ال وحي َد و و‬
ُ‫الشرك؛ و و د وةُ غير عه‬ُ ‫ظم ا ى ه‬ ُ ‫اد اهلل بالعبادة وأ‬ ُ َ ُ ّْ
.]36:‫﴿وا ْبُ ُدوا اللَّهَ َوَإ تُ ْش ِرُ وا بِِه َشْيبًا﴾[ال ساء‬
َ ‫والدليل قوله تعالى‬
ِ ُ‫سان عرف ُ ا؟ ف ُل ع ِرفة‬
‫ و بيَّهُ حم ًدا صلى‬،ُ‫ ود َه‬،ُ‫العبد َربَّه‬ ِ ‫لى اْل‬ ِ ِ
ْ ُ ‫ول اللالثةُ ال ي‬ ُ ‫ُص‬
ُ ‫يل لَ َ َا األ‬
َ ‫فَإذَا ق‬
.‫اهلل ليه والم‬
Ketahuilah –semoga Allah membimbingmu26 untuk menaati-Nya-27, bahwa Al Hanifiyyah28 adalah
millah29 Ibrahim30; yaitu kamu beribadah kepada Allah saja31 dengan mengikhlaskan ibadah
kepada-Nya32. Itulah33 yang diperintahkan Allah kepada semua manusia dan karena itulah mereka
diciptakan. Sebagaimana firman Allah Ta‟ala:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz Dzaariyaat: 56)
Makna “beribadah kepada-Ku” adalah “mentauhidkan-Ku”34, dan perintah Allah yang paling agung
adalah tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam beribadah35. Sedangkan larangan-Nya yang paling

26
Rusyd artinya istiqamah di atas jalan yang benar, (sehingga maknanya adalah membantumu untuk
istiqamah di atas jalan yang benar-pent).
27
Taat artinya sesuai dengan yang diinginkan; yaitu mengerjakan perintah dan menjauhi larangan.
28
Hanifiyyah artinya ajaran yang jauh dari syirk dan dibangun di atas keikhlasan kepada Allah „Azza wa
Jalla.
29
Millah artinya cara beragama yang ditempuh oleh Nabi „alaihish shalaatu was salam.
30
Ibrahim adalah kekasih Allah Ar Rahman, sebagai bapak para nabi. Allah „Azza wa Jalla berfirman, “Dan
Allah mengambil Ibrahim menjadi kekasih-Nya.” (QS. An Nisaa‟: 125)
31
Ibadah dengan makna umum adalah tunduk kepada Allah dengan rasa cinta dan ta‟zhim (pengagungan),
yaitu dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sesuai syari‟at-Nya. Sedangkan ibadah
dengan makna khusus adalah istilah untuk semua yang dicintai Allah dan diridahi-Nya baik berupa
perkataan, amalan yang tampak maupun amalan yang tersembunyi seperti khauf (rasa khawatir yang
membuahkan amalan), kahsy-yah (rasa takut kepada Allah), dan ajaran Islam lainnya.
32
Ikhlas (secara bahasa) artinya membersihkan, maksudnya ibadah yang dilakukan niatnya karena Allah dan
untuk mendapatkan kenikmatan di akhirat.
33
Yakni Al Hanafiyyah itulah yang diperintahkan Allah kepada semua manusia dan karena itulah mereka
diciptakan. Oleh karena itu Allah berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzaariyaat: 56)
34
Yakni tauhid itu bagian dari makna ibadah, karena sebagaimana telah dijelaskan bahwa ibadah maknanya
lebih luas tidak sebatas tauhid. Dan perlu diketahui, bahwa ibadah ada dua macam:
- Ibadah Kauniyyah, artinya tunduk kepada ketetapan Allah terhadap alam semesta, dan ini berlaku
untuk semua manusia dan untuk semua makhluk.
- Ibadah Syar‟iyyah, artinya tunduk mengikuti perintah Allah yang syar‟i, ini hanya khusus dilakukan
oleh orang-orang muslim dan mukmin.
Untuk ibadah yang pertama pelakunya tidak dipuji karena bukan karena perbuatannya, berbeda dengan yang
kedua, maka pelakunya terpuji.

7
besar adalah syirk, yaitu beribadah kepada selain-Nya di samping kepada-Nya. Dalilnya adalah
firman Allah Ta‟ala:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.“ (QS. An
Nisaa‟: 36)36
Dan apabila anda ditanya, “Apa tiga ushul (dasar)37 utama yang wajib diketahui oleh seseorang?”38
Maka jawablah, “Yaitu seorang hamba mengenal Tuhannya 39, agamanya40 dan Nabinya
Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam.”41

35
Tauhid secara bahasa berasal dari kata “wahhada-yuwahhidu” artinya mengesakan sesuatu. Dan tauhid ini
tidak sempurna kecuali dengan adanya nafyu (peniadaan) dan itsbat (penetapan), yakni kita meniadakan
sesembahan selain Allah dan menetapkan bahwa ibadah itu hanya untuk Allah saja. Sedangkan tauhid secara
istilah artinya mengesakan Allah Ta‟ala dalam hal yang hanya khusus bagi-Nya, di antaranya adalah
beribadah dengan rasa cinta, pengagungan, rasa harap, dan cemas. Untuk inilah para rasul diutus, agar hal itu
(tauhid) terwujud. Tauhid itu ada tiga macam:
1. Tauhid Rububiyyah, yaitu mengesakan Allah Ta‟ala dalam hal menciptakan, menguasai, dan
mengatur alam semesta (hanya Allah saja yang menciptakan, menguasai, dan mengatur alam
semesta).
2. Tauhid Uluuhiyyah, yaitu mengesakan Allah Ta‟ala dalam hal ibadah (beribadah hanya kepada-Nya
saja).
3. Tauhid Asmaa‟ wa Shifat, yaitu mentauhidkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam hal nama dan
sifat yang ditetapkan-Nya untuk diri-Nya dalam kitab-Nya maupun melalui lisan Nabi-Nya
shallalllahu 'alaihi wa sallam. Tauhid ini adalah dengan menetapkan nama-nama dan sifat yang
ditetapkan-Nya dan menafikan segala yang dinafikan-Nya tanpa tahrif (menta‟wil/mengartikan lain),
ta‟thil (meniadakan), takyif (menanyakan bagaimana?) dan tanpa tamtsil (menyamakan dengan sifat
makhluk).
Seseorang wajib mengakui tiga tauhid ini agar menjadi muwahhid (orang yang mentauhidkan Allah). Namun
yang dimaksud penyusun di sini adalah tauhid uluhiyyah, di mana ia adalah tauhid yang paling penting di
antara tiga tauhid ini. Siapa yang tidak mengakui tauhid uluhiyyah ini, meskipun ia mengakui tauhid yang
lain, maka ia kafir, karena tauhid uluhiyyah adalah pokok agama; ia adalah dakwah pertama Nabi
shallalllahu 'alaihi wa sallam dan ia (tauhid uluhiyyah) pula dakwah yang pertama yang diperintahkan Nabi
shallalllahu 'alaihi wa sallam kepada para dutanya, yakni agar mereka memulai dakwah dengannya.
36
Larangan Allah yang paling besar adalah syirk, karena syirk adalah meremehkan hak yang paling besar
(hak Allah), yaitu tauhid. Syirk terbagi dua:
1. Syirk Akbar, yaitu syirk yang disebutkan secara mutlak (bahwa itu syirk) oleh syari‟ (penetap
syari‟at), syirk tersebut mengakibatkan seseorang keluar dari Islam. [Syirk Akbar ini adalah
mengarahkan ibadah kepada selain Allah-pent].
2. Syirk Ashghar (kecil) adalah segala ucapan atau perbuatan (yang tampak atau tersembunyi-pent)
yang disebut oleh syari‟ sebagai syirk, akan tetapi tidak menjadikan seseorang keluar dari Islam.
Dan seseorang harus waspada terhadap keduanya.
37
Ushul adalah bentuk jamak dari ashl, artinya dasar di mana bangunan ditegakkan di atasnya. Tiga ushul
yang diisyaratkan penyusun di sini adalah tiga masalah yang seseorang akan ditanya ketika di kuburnya,
yaitu “Siapa Tuhanmu?”, “Apa agamamu?” dan “Siapa nabimu?”.
38
Penyusun menyebutkannya dengan bentuk pertanyaan untuk mengingatkan pentingnya masalah ini, karena
masalah ini adalah masalah yang seseorang akan ditanya ketika di kuburnya.
39
Tentang menenal Tuhan kita telah disebutkan sebelumnya, dan bahwa cara mengenalnya dengan dua cara;
dengan memperhatikan ayat-ayat kauniyyah (yang ada di alam semesta) dan dengan memperhatikan ayat-
ayat syar‟iyyah (yang ada di Al Qur‟an dan As Sunnah). Termasuk ke dalamnya adalah yang ditanamkan
Allah ke dalam hati seorang hamba sehingga dapat mengenal-Nya, sampai seakan-akan ia merasa bahwa
dirinya melihat Tuhannya dengan mata kepala, ini adalah tingkatan ihsan.

8
40
Yakni mengenal dasar kedua, yaitu mengenal agamanya, di mana seseorang dibebani untuk
mengamalkannya dan mengamalkan apa yang dikandungnya. Agama Islam mengandung semua maslahat
yang dikandung oleh syari‟at sebelumnya, di samping itu Islam juga cocok untuk setiap waktu, tempat, dan
setiap umat. Dan tidak sepantasnya kita melihat Islam dengan melihat keadaan kaum muslimin zaman
sekarang, karena kaum muslimin telah meremehkan banyak ajaran-ajarannya. Agama Islam adalah agama
yang benar, dan berpegang dengan agama Islam tidaklah menafikan maslahat bagi umat kapan pun
waktunya, di mana pun tempatnya, dan siapa pun ummatnya.
41
Dasar yang ketiga adalah mengenal Nabi shallalllahu 'alaihi wa sallam, dan untuk mengenalnya bisa
dengan mempelajari perjalanan hidupnya dan jalan yang ditempuhnya, serta dengan membaca sirahnya dan
mengenal hal yang mudah baginya.

9
‫والدليل قوله‬
ُ ،ُ ‫ و و عبودي لين لي عبو ٌد اوا‬،‫عم ِه‬ ِ ‫ربي اهلل ال ي ربا ي وربَّى جميع العالمين ب‬
َ َ َ ّ ُ َّ ‫ َ ْن َربُّ َ ؟ ف ْل‬: َ ‫قيل ل‬
َ ‫فإذا‬
ِ ‫ب الْعال َِمين﴾ و ُّل ما ِاوى‬ ِِ
.‫ال َ ٌم وأ ا واح ٌد ن ذل َ العال َِم‬
َ ‫اهلل‬ َ َ َ ّْ ‫ْح ْم ُد للَّه َر‬
َ ‫تعالى ﴿ال‬
‫السموات‬
ُ ‫ وِ ْن خلوقاتِه‬،‫مر‬ ُ ‫والشمن وال‬
ُ ‫ار‬
ُ ‫الليل وال‬
ِ ِ ِ ِ
ُ ‫قيل ل َ بما رفْ َ ربَّ ؟ ف ُل بآ اته و خلوقاته؛ و ْن آ اته‬ َ ‫فإذَا‬
َّ ِ‫ن َوالْ َ َم ُر َإ تَ ْس ُ ُدوا ل‬ ِِ ِ ‫ والدليل قولُه تعالى‬،‫السبع و ن في َّن و ا بي ما‬
ِ ‫لش ْم‬
‫ن‬ َّ ‫ار َو‬
ُ ‫الش ْم‬ ُ َ َّ‫﴿و ْن آ َاته اللَّْي ُل َوال‬
َ ُ ْ َ َّ ‫ضو َن‬ ُ ‫الس ْب ُع واأل َْر‬
َّ
ِ ‫السماو‬ ِ َّ ِ َّ ِ ِ ِ
‫ات‬ َ َ َّ ‫ وقولُهُ تعالى ﴿إِ َّن َربَّ ُ ْم اللَّهُ ال ي َ لَ َق‬،]37 :‫اا ُ ُدوا للَّه ال ي َ لَ َ ُ َّن إِ ْن ُ ْ ُ ْم إِ َّا ُ تَ ْعبُ ُدو َن ﴾[فللت‬ ْ ‫َوَإ ل ْل َ َم ِر َو‬
ِ ٍ ‫الشمن والْ َ مر والُّ وم سخَّر‬ ِ َّ ِ ِ ‫ااَ وى َلَى ال َْع ْر‬ ٍ ِ ِ ِ َ ‫َو ْاأل َْر‬
ُ‫ات بَِ ْ ِر أ ََإ لَه‬ َ َ ُ َ ُ َ َ َ َ َ ْ َّ ‫ش ُ ْشي الل ْي َل الَّ َ َار َطْلُبُهُ َحليلًا َو‬ َ ْ ‫ض في اَّة أََّام ثُ َّم‬
.]54:‫الْ َخل ُْق َو ْاألَ ْ ُر تَبَ َار َك اللَّهُ َر ُّب ال َْعال َِم َين﴾[ا عراف‬
Apabila engkau ditanya, “Siapakah Rabbmu42?” Jawablah, “Tuhanku adalah Allah yang
mentarbiyahku dan mentarbiyah alam semesta dengan nikmat-nikmat-Nya43, Dia adalah
sesembahanku, tidak ada sesembahan selain-Nya44. Dalilnya adalah firman Allah Ta‟ala,
“Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (QS. Al Fatihah: 2)45.
Segala sesuatu selain Allah adalah alam, dan saya termasuk di dalamnya46.
Apabila engkau ditanya, “Dengan cara apa engkau mengenal Tuhanmu47?” Jawablah, “Dengan
ayat-ayat dan makhluk-Nya48.” Di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan-Nya) adalah malam dan
siang, matahari, dan bulan. Sedangkan di antara makhluk-Nya adalah langit yang berjumlah tujuh

42
Yakni siapakah Tuhan yang menciptakanmu, memberimu nikmat, dan menyiapkan rezekimu?.
43
Mentarbiyah artinya mengurus, yang dengannya orang yang diurus dapat tumbuh berkembang. Penyusun
(Syaikh M. bin Abdul Wahab) rahimahullah mengisyaratkan bahwa Ar Rabb diambil dari kata tarbiyah.
Alam semesta semuanya diurus oleh Allah Ta‟ala dengan nikmat-nikmat-Nya yang jumlahnya tidak
terhitung dan terbatas. Allah menyiapkan nikmat-nikmat untuk mereka agar mereka beribadah kepada-Nya
dan membantu mereka dengan rezeki-Nya. Oleh karena itu, hanya Allah sajalah yang berhak diibadati.
44
Yakni Dia-lah Allah yang aku sembah dan aku tunduk kepada-Nya dengan rasa cinta dan pengagungan,
aku kerjakan perintah-perintah-Nya dan aku tinggalkan larangan-larangan-Nya.
45
Penyusun rahimahullah berdalil dengan firman Allah Ta‟ala, “Segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam,” bahwa Allah Ta‟ala yang mengurus semua makhluk-Nya. Maksud kata-kata “segala puji bagi Allah”
adalah bahwa sifat kesempurnaan, kebesaran, dan keagungan adalah untuk Allah saja. Sedangkan maksud
“Tuhan semesta alam” adalah yang mengurus mereka dengan nikmat-nikmat-Nya, menciptakan mereka,
menguasai mereka, dan mengatur urusan mereka sebagaimana yang dikehendaki Allah „Azza wa Jalla.
46
Alam adalah segala sesuatu selain Allah, dinamakan alam karena ia merupakan tanda/dalil yang
menunjukkan Penciptanya, Penguasanya, dan pengaturnya. Dalam segala sesuatu terdapat tanda bagi Allah
yang menunjukkan keesaan-Nya. demikianlah jawaban saya terhadap pertanyaan tadi, dan saya bagian dari
alam tersebut.
47
Yakni dengan menggunakan apa anda mengenal Allah Azza wa Jalla?.
48
Aayat adalah bentuk jamak dari kata ayat, artinya tanda terhadap sesuatu; yakni yang menunjukkan dan
menerangkannya. Allah Azza wa Jalla dapat dikenal melalui ayat-ayat-Nya yang kauniyyah, yaitu makhluk-
Nya yang begitu besar dan keajaiban dalam penciptaan yang terdapat di dalamnya, hal itu juga menunjukkan
hikmah/kebijaksanaan-Nya yang begitu dalam. Demikian juga kita dapat mengenal Allah melalui ayat-ayat-
Nya yang syar‟i, keadilan yang terkandung di dalamnya, isinya yang mengandung maslahat dan menjauhkan
dari madharrat (bahaya).

10
dan bumi yang berjumlah tujuh beserta semua yang ada di atasnya dan yang berada di antara
keduanya49. Dalilnya50 adalah firman Allah Ta‟ala,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
sembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika hanya Dialah
yang kamu hendak sembah.” (QS. Fushshilat: 37)
Juga berdasarkan firman Allah Ta‟ala51:
“Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya
dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang, (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al A‟raaf: 54)

49
Ini semua termasuk ayat Allah yang menunjukkan sempurnanya kekuasaan, hikmah, dan rahmat Allah.
Contohnya matahari yang termasuk ayat Allah, di mana ia berjalan teratur dan indah dari sejak diciptakan
Allah sampai fana‟nya alam ini. Matahari termasuk tanda kekuasaan Allah dengan ukurannya yang besar dan
manfaatnya yang begitu banyak kepada makhluk yang ada di permukaan bumi. Termasuk juga bulan, ia
bagian dari ayat-ayat Allah Ta‟ala; Allah menetapkan untuknya posisi, setiap malam ada posisinya, dimulai
dari kecil, kemudian membesar, dan akhirnya sempurna, setelah itu kembali mengecil. Ia seperti manusia
yang diciptakan dalam keadaan lemah, lama-kelamaan menjadi kuat, dan akan kembali melemah, maka
Mahasuci Allah Pencipta yang sebaik-baiknya.
50
Dalil bahwa malam dan siang serta matahari dan bulan termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah Azza wa
Jalla adalah firman Allah Azza wa Jalla, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang,
matahari dan bulan…dst.” Kemudian Allah melarang hamba-hamba-Nya sujud kepada matahari dan bulan
meskipun keduanya menduduki posisi yang sangat berarti dalam diri mereka, karena keduanya adalah
makhluk ciptaan Allah, dan hanya Allah-lah yang berhak diibadati.
51
Juga berdasarkan firman Allah Ta‟ala.…dst.,yakni termasuk dalil bahwa Allah yang menciptakan langit
dan bumi adalah firman Allah Ta‟ala, ““Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi…dst.” Di sana terdapat ayat-ayat Allah, yaitu:
Pertama, Allah menciptakan makhluk yang besar ini dalam enam hari, kalau Allah menghendaki, tentu Dia
menciptakannya hanya sekejap, akan tetapi Allah menghubungkan akibat dengan sebabnya sebagaimana
yang dikehendaki oleh hikmah-Nya.
Kedua, Dia bersemayam di atas „Arsy (singgasana), yakni berada di atasnya dengan ketinggian yang khusus
bagi-Nya sebagaimana yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, ini tanda sempurnanya kerajaan
dan kekuasaan Allah.
Ketiga, Allah menjadikan malam sebagai penyelimut siang, yakni penutupnya seperti pakaian, sehingga
menutupi cahaya siang.
Keempat, Allah menjadikan matahari dan bulan tunduk mengikuti perintah-Nya, Dia memerintahkan
keduanya sesuai kehendak-Nya untuk maslahat hamba-hamba-Nya.
Kelima, meratanya kerajaan-Nya dan sempurnanya kekuasaan-Nya, dimana hanya Dia saja yang
menciptakan dan memerintahnya; tidak selain-Nya.
Keenam, meratanya Rububiyyah (kepengurusan-Nya) terhadap alam semesta.

11
‫)الَّ ِ ي‬21( ‫َّاس ا ْ بُ ُدوا َربَّ ُ ْم الَّ ِ ي َ لَ َ ُ ْم َوالَّ ِ َن ِ ْن قَ ْبلِ ُ ْم ل ََعلَّ ُ ْم تَ َّ ُو َن‬
ُ ‫والدليل قولُه تعالى ﴿ َا أَُّ َ ا ال‬
ُ ،‫المعبود‬
ُ ‫ب و‬ ُّ ‫والر‬
َّ
ِ ِ ‫السماء اء فََ ْ رج بِ ِه ِ ن اللَّمر‬ ِ ِ ِ ‫جعل لَ ُ م ْاألَر‬
ً ‫ات ِرْزقًا لَ ُ ْم فَ َال تَ ْ َعلُوا للَّ ِه أَ َد‬
‫ادا َوأَْ ُ ْم‬ ََ ْ َ َ ً َ َ َّ ‫اء َوأَْ َ َل ْن‬
ِ ‫السم‬
ً َ‫اء ب‬َ َ َّ ‫ض ف َرا ًشا َو‬َ ْ ْ َ ََ
.ِ‫حق للعبادة‬ ِ ِ ‫الخالق ل‬ َ ،]22-21: ‫تَ ْعلَ ُمو َن﴾[الب ر‬
ُّ ‫األشياء و المس‬ ُ :‫رحمهُ اهللُ تعالى‬ َ ‫ابن لي ٍر‬ ُ ‫قال‬
،ُ‫ والر بة‬،ُ‫ والرغبة‬،‫ وال و ُل‬،ُ‫ والرجاء‬،‫والخوف‬ ،ُ‫واْلحسان؛ و هُ الد اء‬ِ ِ ‫ واْل‬،‫اْلاالم‬
،‫مان‬ ِ ‫لل‬ ِ
ُ ُ :‫واا العبادة ال ي أَ َ َر اهللُ ب ا‬ ُ ‫وأ‬
‫وغير ذل ن العبادةِ ال ي أَ َر اهللُ ب ا لُّ ا‬ ُ ،‫ وال ُر‬،‫ وال َّ بْ ُح‬،ُ‫ واإا اثة‬،ُ‫ واإا عاذة‬،ُ‫ واإا عا ة‬،ُ‫ واْل ابة‬،ُ‫ وال َخشية‬،‫والخشوا‬ ُ
ِ ِ ِ ِ ‫َن الْم‬
‫ف ا شيبًا ل ير اهلل ف و ش ِر ٌك‬ َ ‫ص َر‬َ ‫فم ْن‬ َ ،]18:‫َح ًدا ﴾[اجلن‬ َ ‫ساج َد للَّه فَ َال تَ ْد ُوا َ َع اللَّه أ‬َ َ َّ ‫﴿وأ‬َ ‫والدليل قوله تعالى‬ ُ .‫هلل تعالى‬
‫سابُهُ ِ ْ َد َربِّْه إِ َّهُ َإ ُ ْ لِ ُح‬ ِ ِ ِِ ِ ِ َّ
َ ‫ا َ َع الله إلَ ً ا آ َ َر َإ بُ ْرَ ا َن لَهُ به فَإ َّ َما ح‬
ُ ‫﴿وَ ْن َ ْد‬
َ ‫والدليل قوله تعالى‬
ُ ،‫افر‬ٌ
]117:‫الْ َ اف ُرو َن﴾[المؤ ون‬ِ
ِ
َ َ‫َاَ ِ ْ لَ ُ ْم إِ َّن الَّ ِ َن َ ْسَ ْ بِ ُرو َن َ ْن ب‬
‫ادتِي‬ ِ
ْ ‫ال َربُّ ُ ْم ا ْد ُو ي أ‬َ َ‫﴿وق‬
َ ‫والدليل قوله تعالى‬ ُ »‫ادة‬ ِ ‫الد َاء ُّخ‬
َ َ‫العب‬ ِ
ُ ُ ُّ « ‫وفي الحد ث‬
.]60:‫َّم َدا ِ ِر َن﴾[غافر‬ َ َ ‫َايَ ْد ُ لُو َن َج‬

Dan Ar Rabb adalah Al Ma‟bud (yang berhak diibadahi)52, dalilnya53 adalah firman Allah Ta‟ala:
“Wahai manusia!54 Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu55 dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa56--Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu57 dan
langit sebagai atap58, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit59, lalu Dia menghasilkan dengan
hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu60; karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah61, padahal kamu mengetahui62.” (QS. Al Baqarah: 21-22)

52
Ar Rabb adalah yang berhak untuk disembah, karena keberhakan-Nya untuk diibadati. Maksud kata-kata
ini bukanlah bahwa setiap yang disembah dikatakan sebagai Rabb, buktinya tuhan-tuhan yang disembah
selain Allah dan para penyembahnya menjadikannya sebagai Rabb di samping Allah, tetapi tuhan-tuhan itu
bukanlah Rabb, karena Ar Rabb adalah yang menciptakan, yang menguasai, dan mengatur semua urusan.
53
Yakni dalil bahwa Allah saja yang berhak diibadahi.
54
Panggilan ini untuk semua manusia; anak cucu Adam.
55
Firman Allah, “Yang telah menciptakanmu” adalah sifat yang menerangkan alasan sebelumnya, sehingga
maknanya, “Sembahlah Allah, karena Dia-lah yang menciptakan kalian.” Oleh karena itu, orang yang
mengakui rububiyyah Allah (yakni bahwa Allah Pencipta, Penguasa, dan Pengatur alam semesta) harus
beribadah hanya kepada-Nya, jika tidak, maka sungguh bertentangan.
56
Maksudnya adalah agar kamu memperoleh ketakwaan. Takwa adalah mencari perlindungan dari azab
Allah dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
57
Yakni Allah menjadikannya sebagai hamparan sehingga kita bisa bersenang-senang di atasnya tanpa
susah-payah, sebagaimana sesesorang bisa tidur di atas kasurnya.
58
Yakni berada di atas kita, karena yang berada di atas langit menjadi atap bagi penduduk bumi, dan langit
adalah atap yang terpelihara.
59
Yakni menurunkan dari ketinggian, yaitu turun dari awan, air yang suci lagi mensucikan.
60
Yakni sebagai pemberian untukmu.
61
Yakni janganlah kalian adakan tandingan-tandingan bagi Tuhan kalian, dimana kalian menyembah mereka
sebagaimana kalian menyembah Allah, kalian mencintai mereka sebagaimana kalian mencintai Allah, karena
hal itu tidak pantas bagi kalian secara akal maupun syara‟.
62
Yakni padahal kalian mengetahui bahwa Dia tidak memiliki sekutu; Dia adalah Ar Rabb, maka janganlah
mengadakan sekutu bagi-Nya.

12
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Yang menciptakan semua ini adalah yang berhak diibadahi.”
Di antara macam-macam ibadah yang diperintahkan Allah63 adalah Islam, iman, ihsan, termasuk
juga do‟a, khauf (rasa khawatir), raja‟ (berharap), tawakkal (pasrah), rasa harap dan cemas,
khusyu‟, khasy-yah (rasa takut), inabah (kembali), isti‟anah (meminta pertolongan), isti‟adzah
(meminta perlindungan), istighatsah (meminta bantuan), dzabh (menyembelih), bernadzar dan
ibadah lainnya yang diperintahkan Allah; semua ini hanya untuk Allah Ta‟ala64. Dalilnya adalah
firman Allah Ta‟ala,
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al Jin: 18)
Siapa saja yang mengarahkan salah satu dari ibadah itu kepada selain Allah, maka dia kafir lagi
musyrik. Dalilnya adalah firman Allah Ta‟ala:
“Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil
pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir itu tidak akan beruntung.” (QS. Al Mu‟minun: 117)65
Dalam hadits disebutkan, “Doa adalah sum-sum ibadah.” Dalilnya adalah firman Allah Ta‟ala:
“Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Ghaafir: 60)66

63
Berikut ini penyusun (Syaikh M. bin Abdul Wahhab) menjelaskan hal-hal yang termasuk ibadah. Ia
mengatakan, “Macam-macam ibadah itu di antaranya adalah Islam, iman, dan ihsan,” ketiga ini adalah din
(agama).”
64
Yakni semua ibadah untuk Allah saja, tidak halal mengarahkan kepada selain-Nya.
65
Sisi pengambilan dalil pada ayat pertama adalah bahwa Allah memberitahukan “masjid-masjid itu” -di
mana ia adalah tempat sujud atau tempat anggota badan bersujud- adalah milik Allah, oleh karena itu Allah
berfirman, “Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”
Sedangkan sisi pengambilan dalil pada ayat kedua adalah bahwa Allah Ta‟ala menjelaskan, siapa saja yang
berdoa kepada tuhan lain selain Allah, maka dia kafir.
Sedangkan ayat “Padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu” terdapat isyarat bahwa bukti atau
alasan tidak ada sama sekali yang menunjukkan banyaknya tuhannya.
66
Di sini penyusun mulai menyebutkan dalil tentang macam-macam ibadah, seperti do‟a, khauf…., serta
menyebutkan satu dalil dari As Sunnah, yaitu “Doa adalah sum-sum ibadah” [Hadits ini dengan lafaz seperti
ini adalah dha‟if, lihat Dha‟if At Tirmidzi (669), yang sah adalah dengan lafaz “ ‫( ”الدعاء هو العبادة‬Do‟a adalah
ibadah) sebagaimana dalam Shahihul Jami‟ (3407)].
Ayat di atas menunjukkan bahwa doa termasuk ibadah, maka siapa yang berdoa kepada selain Allah Azza
wa Jalla, sesuatu yang tidak mampu memenuhinya kecuali Allah, maka dia musyrik dan kafir, baik yang
ditujukan doa itu makhluk yang hidup atau mati. Namun jika berdoa kepada orang yang hidup dan orang itu
mampu melakukannya, seperti mengatakan, “Wahai fulan! Berilah saya makan,” maka tidak mengapa.
Tetapi, siapa yang berdoa kepada orang yang sudah mati atau tidak ada di tempat, maka dia musyrik.
Doa ada dua macam: (1) Du‟aaul mas-alah, yaitu doa dalam arti meminta dipenuhi hajat (kebutuhan), ini
adalah ibadah jika dari seorang hamba kepada Tuhannya, dan menjadi mubah jika dari seorang hamba
kepada hamba juga apabila hamba yang diminta itu mengerti permintaan dan dapat memenuhinya. (2)
Du‟aaul „ibaadah, yaitu doa yang dipakai ibadah kepada yang diminta untuk memperoleh pahala dan takut
terhadap siksa, ini tidak boleh kepada selain Allah, mengarahkannya kepada selain Allah adalah syirk akbar
yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam.

13
.]175:‫مران‬ ِِ ِ ِ
َ ‫ودليل الخوف قوله تعالى ﴿فَ َال تَ َخافُو ُ ْم َو َ افُو ي إِ ْن ُ ْ ُ ْم ُ ْؤ‬
‫ين﴾[آل‬ ُ
ِ ‫الر‬
.]110:‫جاء قوله تعالى ﴿فَ َم ْن َ ا َن َ ْر ُجوا لَِ َاء َربِّْه فَ لْيَ ْع َم ْل َ َم ًال َصالِ ًحا َوَإ ُ ْش ِر ْك بِ ِعبَ َادةِ َربِّْه أ ََح ًدا﴾[ال ف‬َّ ‫ودليل‬
ُ
‫وقوله﴿وَ ْن َ َ َوَّ ْل َلَى اللَّ ِه فَ ُ َو‬ ،]23:‫[الماادة‬ ِِ ِ
َ َ ‫تعالى﴿و َلَى اللَّه فَ َ َوَّ لُوا إِ ْن ُ ُ ْم ُ ْؤ‬
﴾‫ين‬ َ ‫ودليل الَّوُّ ِل قوله‬
ُ
.]3:‫َح ْسبُهُ﴾[الطالق‬
ِ ‫شوا قولُه تعالى ﴿إِ َّ م َ ا ُوا سا ِر ُو َن فِي الْ َخي ر‬
‫ات َوَ ْد ُوَ َا َرغَبًا َوَرَ بًا َوَ ا ُوا لََا‬ ِ ‫والر بَ ِة وال ُخ‬
َّ ‫الر ْغبَ ِة‬
َّ ‫ودليل‬
َْ َُ ُْ ُ
.]90:‫َ ِاش ِع َين﴾[األ بياء‬
ِ ‫ودليل ال َخ‬
.]150:‫شية قوله تعالى ﴿فَ َال تَ ْخ َش ْو ُ ْم َوا ْ َش ْوِي﴾[الب رة‬ ُ
.]54:‫﴿وأَِيبُوا إِلَى َربّْ ُ ْم َوأ َْالِ ُموا لَهُ﴾[ال ر‬ ِ
َ ‫ودليل اْل ابة قوله تعالى‬
Sedangkan dalil khauf adalah firman Allah Ta‟ala, “Maka janganlah kamu takut kepada mereka,
dan takutlah kepadaku, jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 175)67
Dalil rajaa‟ adalah firman Allah Ta‟ala, “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun
dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS. Al Kahfi: 110)68
Dalil tawakkal adalah firman Allah Ta‟ala, “Dan bertawakkallah kepada Allah, jika kamu orang-
orang yang beriman.” (QS. Al Maa‟idah: 23), demikian juga firman Allah Ta‟ala, “Dan barang
siapa bertawakkal kepada Allah, maka Dialah mencukupkannya.” (QS. Ath Thalaaq: 3).69

67
Khauf artinya rasa takut, yaitu sikap yang timbul karena khawatir tertimmpa bahaya, Allah Subhaanahu
wa Ta'aala melarang kita takut kepada kawan-kawan setan dan memerintahkan agar takut kepada-Nya saja.
Khauf ada tiga macam:
Pertama, khauf thabi‟i (takut yang wajar), misalnya seseorang takut kepada binatang buas, takut kepada api,
dan takut tenggelam. Rasa takut ini, pelakunya tidak dicela. Allah Ta‟ala berfirman tentang Nabi Musa
‟alaihis salam, “Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir
(akibat perbuatannya).” (QS. Al Qashash: 18), akan tetapi jika sampai menjadi sebab meninggalkan
kewajiban atau mengerjakan perbuatan haram, maka takut seperti ini haram.
Takut kepada Allah Ta‟ala ada yang terpuji dan ada yang tidak terpuji. Yang terpuji adalah jika takut tersebut
menghalangi seseorang melakukan maksiat, yakni mendorongnya mengerjakan kewajiban dan meninggalkan
kemungkaran, ketika hal itu dilakukan hatinya pun tenang. Sedangkan takut yang tidak terpuji adalah takut
yang membuat seorang hamba putus asa dari rahmat Allah.
Kedua, khauf ibadah, yaitu seorang takut kepada sesuatu, dimana ia beribadah dengan rasa takut ini. takut ini
tidak boleh kepada selain Allah, mengarahkanya kepada selain Allah adalah syirk akbar.
Ketiga, khauf sirr, misalnya seorang takut kepada penghuni kubur, ini termasuk syirk.
68
Raja‟ artinya seorang mengharapkan sesuatu yang mungkin sekali diperoleh, dan terkadang sulit diperoleh
namun tetap diminta karena berharap dapat diperoleh. Raja‟ yang di sana mengandung rasa merendahkan
diri dan tunduk tidak boleh kepada selain Allah Azza wa Jalla. Mengarahkannya kepada selain Allah adalah
syirk, bisa syirk asghar dan bisa syirk akbar tergantung hati orang yang berharap. Dan raja‟ yang terpuji itu
hanyalah bagi orang yang mengerjakan ketaatan kepada Allah dengan mengharapkan pahala-Nya atau
bertaubat dari maksiat dan mengharap diterima taubatnya. Adapun raja‟ yang tidak disertai beramal, maka
ini adalah tipuan dan angan-angan yang tercela.

14
Dalil raghbah70, rahbah71 dan khusyu‟72 adalah firman Allah Ta‟ala, “Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan
mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang
khusyu' kepada kami.” (QS. Al Anbiyaa‟: 90)73.
Dalil khasy-yah adalah firman Allah Ta‟ala, “Maka janganlah takut kepada mereka. Dan takutlah
kepada-Ku.” (QS. Al Baqarah: 150)74.
Dan dalil Inabah adalah firman Allah Ta‟ala, “Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, serta
berserah dirilah kepada-Nya.” (QS. Az Zumar: 54)75.

69
Tawakkal kepada Allah artinya bersandar kepada-Nya dalam segala sesuatu, ini termasuk kesempurnaan
iman dan tandanya. Jika seorang hamba betul-betul bertawakkal, maka Allah-lah yang mencukupi dan
melindunginya, tidak ada yang dapat melemahkan Allah.
Tawakkal terbagi menjadi beberapa macam:
Pertama, tawakkal kepada Allah Ta‟ala, ini adalah hal yang wajib, dimana iman tidak akan sempurna
tanpanya.
Kedua, tawakkulus sir, yaitu seorang bersandar kepada orang yang sudah mati untuk menarik manfaat dan
menolak bahaya, ini adalah syirk akbar.
Ketiga, tawakkal kepada orang lain dalam hal yang bisa dilakukan oleh orang lain itu, jika dengan
ketergantungan hati dan rasa bersandar yang tinggi, hal ini salah satu syirk ashghar. Namun jika
menganggapnya sebagai sebab saja, ia pun tetap bergantung kepada Allah, maka hukumnya boleh, jika sebab
itu memang memiliki pengaruh dalam hal tercapai atau tidaknya.
Keempat, tawakkal kepada orang lain dalam hal yang bisa dilakukan oleh orang lain, yakni sifatnya
mewakilkan, sebagaimana Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam mewakilkan para amilin dan penjaga
zakat untuk menjaga zakat. Ini hukumnya boleh secara garis besar berdasarkan Al Qur‟an, As Sunnah, dan
ijma‟.
70
Raghbah artinya rasa ingin tercapai sesuatu yang disukai.
71
Rahbah adalah rasa takut yang diiringi dengan amal.
72
Khusyu‟ artinya sikap merendahkan diri dan tenteram kepada keagungan Allah Ta‟ala, di mana ia
menyerahkan dirinya menerima qadha‟ (ketetapan) Allah yang kauniy (di alam semesta) maupun yang syar‟i
(dalam agama-Nya).
73
Dalam ayat ini, Allah menyifati hamba-hamba pilihan-Nya, bahwa mereka berdoa kepada Allah dengan
rasa harap dan cemas disertai khusyu‟. Nah, orang mukmin sepantasnya berangkat menuju Allah Ta‟ala
dengan sikap antara khauf (rasa takut) dan raja‟ (berharap). Diperkuat raja‟ ketika mengerjakan ketaatan agar
semangat mengerjakannya dan berharap diterimanya. Dan diperkuat rasa takut ketika hendak bermaksiat
agar dapat menjauhinya dan selamat dari siksanya. Sebagian ulama berkata, “Raja‟ diperkuat ketika sakit dan
khauf diperkuat ketika sehat,” ada juga yang berkata, “Raja dan khauf harus sama agar raja‟nya tidak sampai
membuat dirinya merasa aman dari makar Allah, dan rasa takutnya tidak membuat putus asa dari rahmat
Allah, di mana keduanya adalah hal buruk yang dapat membinasakan seseorang.”
74
Khasy-yah artinya rasa takut yang dibangun atas dasar ilmu terhadap keagungan Allah dan sempurnanya
kekuasaan-Nya. Khasy-yah adalah rasa takut yang dibarengi pengetahuan terhadap kemahakuasaan yang
ditakuti itu. Pembicaraan tentang macam-macam khasy-yah sama persis dengan macam-macam khauf.
75
Inabah artinya kembali kepada Allah Ta‟ala dengan mengerjakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Maknanya hampir sama dengan taubat, hanyasaja inabah lebih halus daripada taubat, di mana di dalamnya
terdapat bersandar kepada Allah dan kembali kepada-Nya, dan ini tidak boleh kecuali kepada Allah Ta‟ala.
Sedangkan maksud firman Allah Ta‟ala “Dan berserah dirilah kepada-Nya.” yakni dengan mengerjakan
ajaran agama Islam.

15
ِ ‫ث «إذَا ااَ ع ْ َ فَااَ ِعن‬
.»‫باهلل‬ ْ ْ َ ْ
ِ ‫ وفي الحد‬،]5:‫اك َسَ ِعين﴾[ال اتحة‬ َ َّ ِ‫ودليل اإا عا ِة قوله تعالى ﴿إ‬
ُ ْ َ َّ ِ‫اك َ ْعبُ ُد َوإ‬
.]1:‫َّاس﴾[ال اس‬ ّْ ‫ودليل اإا عاذةِ قوله تعالى ﴿قُ ْل أَ ُوذُ بَِر‬
ّْ ‫ ﴿قُ ْل أَ ُوذُ بَِر‬،]1:‫ب الْ َ لَ ِق﴾[ال لق‬
ِ ‫ب ال‬

.]9:‫ال‬ ِ ِ
‫اب لَ ُ ْم﴾[األ‬ ْ َ‫ودليل اإا اثة قوله تعالى ﴿إِ ْذ تَ ْسَ يلُو َن َربَّ ُ ْم ف‬
َ َ َ‫اا‬
ُ ‫) َإ َش ِر َ لَهُ َوبِ َ لِ َ أُِ ْر‬162 (‫ين‬
‫ت َوأََا أ ََّو ُل‬ ِ ّْ ‫س ِي َوَ ْحيَاي َوَ َماتِي لِلَّ ِه َر‬
َ ‫ب ال َْعالَم‬
ِ ‫ودليل ال َّ ب ِح قوله تعالى ﴿قُل إِ َّن‬
ُ ُ‫ص َالتي َو‬
َ ْ ْ
ِ ِ ِ
.»‫السَّة «ل ََع َن اهللُ َ ْن َذبَ َح ل َْي ِر اهلل‬ ِ
ُّ ‫ و َن‬،]163-162:‫ين﴾[األ عام‬ ِِ
َ ‫ال ُْم ْسلم‬
ِ ِ
{7:‫يرا﴾[اْل سان‬ ً ‫ودليل الَّ ْ ِر قوله تعالى ﴿ ُوفُو َن بالَّ ْ ِر َوَ َخافُو َن َ ْوًا َ ا َن َش ُّرُ ُ ْسَط‬
ُ
Dalil isti‟anah (meminta pertolongan) adalah firman Allah Ta‟ala, “Hanya Kepada-Mu kami
menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (QS. Al Fatihah: 5). Dan dalam
hadits disebutkan, “Apabila kamu meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada
Allah.76”
Dalil isti‟adzah (meminta perlindungan) adalah firman Allah Ta‟ala, “Katakanlah: "Aku berlindung
kepada Tuhan yang menguasai subuh,” (QS. Al Falaq: 1), “Katakanlah: "Aku berlidung kepada
Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.” (QS. An Naas: 1)77.

76
Isti‟anah artinya meminta pertolongan. Hal ini ada beberapa macam:
Pertama, meminta pertolongan kepada Allah, di dalamnya terdapat sikap menghinakan diri secara sempurna
dari seorang hamba kepada Tuhannya dan menyerahkan urusan kepada-Nya, disertai keyakinan hanya Dia
saja yang dapat mencukupinya. Hal ini tidak boleh ditujukan kepada selain Allah, mengarahkannya kepada
selain-Nya adalah syirk yang mengeluarkan seseorang dari Islam.
Kedua, meminta pertolongan kepada makhluk dalam hal yang disanggupi mereka. Jika di atas kebaikan,
maka hukumnya boleh bagi orang yang meminta pertolongan dan disyari‟atkan bagi orang lain
membantunya (hukum membantunya bisa wajib atau sunat tergantung keadaan). Dan jika di atas dosa, maka
hukumnya haram bagi yang memberikan pertolongan maupun yang meminta pertolongan. Jika dalam hal
yang mubah (boleh), maka hukumnya boleh baik bagi orang yang meminta pertolongan maupun bagi orang
yang memberikan pertolongan, akan tetapi orang yang memberikan pertolongan bisa mendapatkan pahala
karena berbuat baik kepada orang lain, dari sinilah mengapa bagi yang memberikan pertolongan hukumnya
masyru‟ (disyari‟atkan); bahkan mustahab (disunatkan).
Ketiga, meminta pertolongan kepada orang yang hidup dan hadir di hadapan kita namun tidak sanggup
menolong, maka ini namanya sia-sia dan tidak ada faedahnya.
Keempat, meminta pertolongan kepada orang mati secara mutlak atau kepada orang hidup dalam hal ghaib
yang mereka tidak sanggup melakukannya, ini adalah syirk.
Kelima, meminta pertolongan dengan amal dan keadaan yang dicintai Allah, maka ini disyari‟atkan,
berdasarkan firman Allah Ta‟ala, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu…(QS. Al Baqarah: 45,
153).
Untuk bagian pertama penyusun berdalih dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Apabila
kamu meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi, Shifatul Jannah
(2516), dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami‟ no. 7957).
77
Isti‟adzah artinya meminta perlindungan. Hal ini ada beberapa macam:
Pertama, meminta perlindungan kepada Allah Ta‟ala, di dalamnya terdapat rasa butuh yang sempurna
kepada Allah, bersandar kepada-Nya disertai keyakinan bahwa hanya Dia yang dapat mencukupinya dan
melindunginya.
Kedua, meminta perlindungan dengan salah satu sifat-Nya. Seperti pada kata-kata, “Aku berlindung dengan
kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya,” (Shahih, diriwayatkan oleh Muslim 2708).

16
Dalil istighaatsah (meminta bantuan) adalah firman Allah Ta‟ala “(Ingatlah), ketika kamu memohon
pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu78 " (QS. Al Anfal: 9).
Dalil dzabh adalah firman Allah Ta‟ala, “Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.--Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikian
Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)". (QS. Al An‟aam: 162-163)79
Sedangkan dalam As Sunnah disebutkan, “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain
Allah.”
Sedangkan dalil nadzar80 adalah firman Allah Ta‟ala, “Mereka menunaikan nazar dan takut akan
suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.”81 (QS. Al Insan: 7)

Ketiga, meminta perlindungan kepada orang-orang yang sudah mati dan kepada orang-orang yang hidup,
namun tidak hadir serta tidak sanggup melindungi (ini haram-pent). Tentang hal ini Allah Ta‟ala berfirman,
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa
laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (terj. QS. Al Jin: 6)
Keempat, meminta/mencari perlindungan kepada makhluk yang mungkin bisa melindungi baik manusia
maupun tempat dan lainnya.
Jika meminta perlindungan dalam masalah yang baik dan bermaslahat, maka wajib memberikan
perlindungan kepadanya, dan menjadi haram jika dalam hal yang haram atau ada mafsadat.
78
Istighaatsah artinya meminta bantuan serta meminta agar diselamatkan dari kesengsaraan dan kebinasaan.
Hal ini ada beberapa macam:
Pertama, meminta bantuan kepada Allah Azza wa Jalla, ini adalah amal saleh yang paling utama dan paling
sempurna, inilah kebiasaan para rasul dan para pengikutnya.
Kedua, meminta bantuan kepada orang yang mati atau orang yang hidup namun tidak hadir di hadapan dan
tidak mampu membantu, ini adalah syirk. Karena pelakunya meyakini bahwa orang-orang (yang diminta)
tadi memiliki kendali secara tersembunyi pada alam semesta ini, sehingga pelakunya (orang yang meminta)
memberikan hak rububiyyah (mengatur alam) kepada mereka.
Ketiga, meminta bantuan kepada orang-orang yang hidup, mengetahui, dan mampu membantu. Ini
hukumnya boleh.
Keempat, meminta bantuan kepada orang yang hidup namun tidak sanggup membantu tanpa ada keyakinan
bahwa orang (yang diminta itu) memiliki kekuatan tersembunyi. Misalnya orang yang hendak tenggelam
meminta bantuan kepada seeorang yang lumpuh, hal ini adalah sia-sia dan mempermainkan orang yang
diminta bantuan.
79
Dzabh artinya menghilangkan ruh dengan menumpahkan darah melalui cara tertentu. Hal ini ada beberapa
macam:
Pertama, tujuannya untuk mengagungkan yang karenanya dilakukan penyembelihan, juga sebagai rasa
tunduk dan untuk mendekatkan diri kepadanya. Hal ini hanya boleh kepada Allah Ta‟ala saja,
mengarahkannya kepada selain Allah adalah syirk akbar (besar).
Kedua, dilakukan untuk memuliakan tamu atau untuk acara walimah pernikahan atau lainnya, hal ini
diperintahkan, hukumnya bisa wajib atau sunat.
Ketiga, dilakukan untuk bersenang-senang dengan dimakan atau untuk dijual-belikan, maka ini hukumnya
mubah.
80
Yakni dalil bahwa nadzar termasuk ibadah.
81
Wajhud dilaalah (sisi pengambilan dalil) dari ayat tersebut adalah bahwa Allah memuji mereka karena
mereka memenuhi janjinya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah mencintai hal itu, dan setiap amal saleh yang
dicintai Allah adalah ibadah. Ketahuilah, bahwa nadzar bisa digunakan untuk ibadah yang wajib secara
umum dan bisa juga untuk nadzar khusus, yaitu seseorang mewajibkan dirinya sesuatu yang tidak diwajibkan
Allah Ta‟ala. Sebagian ulama menganggap hal itu makruh, sedangkan yang lain menganggap bahwa hal itu
17
ِ ‫ وال ُخلوص ِ ن الش‬،‫ياد له بالطا ِة‬
‫ّْرك وأ لِ ِه؛ و و‬ ِ ‫هلل بال‬
ِ ‫ واإ‬،‫وحيد‬ ِ ‫ و و اإا سالم‬،‫باألدلة‬ِ ِ
‫اْلاالم‬ ‫ عرفةُ د ُن‬:‫األصل اللَّا ي‬
َ ُ ُ ُ
ٍ
.‫ و ُّل رتبة ل ا أر ا ٌن‬،‫ واْلحسا ُن‬،‫ واْل ما ُن‬،‫اْلاالم‬ : َ ‫ثالث رات‬ ُ
ُ
‫وحج‬
ُّ ،‫وصوم ر ضا َن‬ُ ،ِ‫ وإ اءُ ال اة‬،ِ‫وإقام الصالة‬ ِ ُ ‫وأن حم ًدا‬
ُ ،‫راول اهلل‬ ِ
َّ ،ُ‫ ش ادةُ أ ْن إ إله إإّ اهلل‬:ٌ‫اْلاالم مسة‬ ‫ف ر ا ُن‬
ِ
.‫الحرام‬ ِ ِ ‫بي‬
‫اهلل‬
‫يم ﴾[آا‬ ِ ‫ش ادةِ قولُهُ تعالى ﴿ َش ِ َد اللَّهُ أََّهُ َإ إِلَهَ إَِّإ و والْم َالاِ َ ةُ وأُولُوا ال ِْعل ِْم قَااِما بِالْ ِ س ِ َإ إِلَهَ إَِّإ و الْع ِ ال‬
ُ ‫ْح‬ َ ُ َ َُ ْ ً َْ َ َ َُ ّ ‫فدليل ال‬
ُ
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫جميع َا ُ ْعب ُد ْن دون اهلل (إإ اهلل) ُلْبًا العبادةَ هلل وح َد ُ إ شر‬ ‫بحق إإ اهللُ وحد ؛ (إ إله) افيًا‬ ٍّ ‫عبود‬
َ َ ‫ و ع ا ا إ‬،]18:‫عمرا‬
‫يم ِألَبِ ِيه َوقَ ْوِ ِه إِ َِّي بَ َراءٌ ِ َّما‬ ِ ِ َ َ‫ا قولُه تعالى ﴿ وإِ ْذ ق‬
ُ ‫ال إبْ َرا‬ َ ‫ّْح‬
ُ ‫سير ا ال ي وض‬
ِِ
ُ ‫ وت‬،‫ ما أ َّه لين له شر في ُ ْل ه‬،‫لهُ في بادته‬
ِِ
‫ وقولُه تعالى ﴿قُ ْل‬،]28-26:‫َ ِ بِ ِه ل ََعلَّ ُ ْم َ ْرِج ُعو َن ﴾[الز رف‬ ‫) َو َج َعلَ َ ا َ لِ َمةً بَاقِيَةً فِي‬27 (‫)إَِّإ الَّ ِ ي فَطََرِي فَِإ َّهُ َايَ ْ ِد ِن‬26(‫تَ ْعبُ ُدو َن‬
ِ ‫ضا أَربابا ِ ن ُد‬
‫ون اللَّ ِه‬ ْ ً َ ْ ً ‫ضَا بَ ْع‬
ِ ‫ُ ْش ِر َك بِ ِه َشيبًا وَإ‬
ُ ‫َّخ َ بَ ْع‬ َ َ ْ ‫اب تَ َعال َْوا إِلَى َ لِ َم ٍة َا َو ٍاء بَ ْي َ َا َوبَ ْي َ ُ ْم أ ََّإ َ ْعبُ َد إَِّإ اللَّهَ َوَإ‬
ِ َ ِ ْ‫َا أَ ْ ل ال‬
َ
.]26: ‫سلِ ُمو َن﴾[آا عمرا‬ ِ َّ
ْ ُ ‫فَِإ ْن تَ َول ْوا فَ ُولُوا ا ْش َ ُدوا ب ََّا‬

Dasar kedua82 adalah mengenal agama Islam dengan dalil-dalilnya. Islam adalah menyerahkan
diri83 kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya84, tunduk kepada-Nya dengan menaati85 serta
berlepas diri dari syirk dan orang-orangnya86. Islam memiliki tiga tingkatan87; Islam, Iman dan
Ihsan, masing-masing tingkatan tersebut memiliki rukun88.
Rukun Islam ada lima89; bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan
bahwa Muhammad adalah utusan Allah90, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa
Ramadhan dan berhajji ke Baitullah Al Haram. Dalil syahadat adalah firman Allah Ta‟ala,

haram. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya ia (nadzar) tidak
mendatangkan kebaikan dan hanya muncul dari orang yang bakhil.” (shahih, diriwayatkan oleh Bukhari
(6608-Fath) dan Muslim (1639)), dan barang siapa yang bernadzar untuk menaati Allah, maka hendaknya ia
menaati-Nya.
82
Yakni termasuk ke dalam tiga dasar (utama) adalah mengenal agama Islam dengan dalil-dalil dari Al
Qur‟an dan As Sunnah.
83
Agama Islam atau jika kamu mau menyebut “Islam” adalah menyerahkan diri kepada Allah dengan
mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan menaati-Nya, serta berlepas diri dari syirk dan orang-
orangnya, di dalam hal ini terhimpun tiga masalah.
84
Yakni seorang hamba menyerahkan dirinya kepada Tuhannya secara syar‟i, dan hal itu dilakukan dengan
mentauhidkan Allah Azza wa Jalla. Islam inilah yang pelakunya mendapatkan pujian dan pahala. Adapun
ketundukan kepada ketentuan taqdir, maka tidak ada pahala di sana, karena tidak ada usaha bagi manusia di
sana. Allah Ta‟ala berfirman, “Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di
bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” (Terj. QS. Ali
Imran: 83).
85
Yakni dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
86
Yaitu berlepas dari syirk, di mana hal itu menghendaki kita berlepas diri terhadap orang-orangnya.
87
Agama Islam ada tiga tingkatan, sebagiannya berada di atas yang lain, yaitu Islam, Iman dan Ihsan
[dalilnya adalah hadits Jibril „alaihis salam].
88
Dalilnya adalah hadits Jibril „alaihis salam ketika datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bertanya tentang Islam, Iman, dan ihsan, [maka Beliau menyebutkan rukun-rukun terhadap tingkatan itu].
89
Dalilnya adalah hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, “Agama Islam dibangun atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak
18
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang
menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan demikian).
tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.91” (QS. Ali Imran: 18)
Maksudnya adalah tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Dan “Tidak ada tuhan
yang berhak disembah” adalah menafikan seluruh sesembahan selain Allah. “Kecuali Allah” adalah
menetapkan bahwa ibadah itu untuk Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam masalah ibadah
sebagaimana tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya92. Tafsirnya diperjelas lagi oleh firman
Allah Ta‟ala,
“Dan ingatlah ketika Ibrahim93 berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya aku
berlepas diri94 terhadap apa yang kamu sembah---Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang
menjadikanku95; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku96".----Dan (lbrahim)
menjadikan kalimat tauhid itu97 kalimat yang kekal pada keturunannya98 agar mereka kembali
kepada kalimat tauhid itu99.” (QS. Az Zukhruf: 26-28)
Juga firman Allah Ta‟ala,

disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
berhajji, dan berpuasa Ramadhan.” (Muttafaq 'alaih)
90
Bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah adalah ikhlas, dan bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah adalah mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan keduanya
dijadikan dalam satu rukun, karena keduanya adalah rukun ibadah, yang tanpa keduanya ibadah menjadi
tidak sah.
91
Ini adalah persaksian Allah, malaikat-Nya, dan orang-orang yang memiliki ilmu, termasuk orang-orang
yang memiliki ilmu adalah para rasul yang mulia, semuanya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah, ini adalah persaksian yang agung karena agungnya yang bersaksi dan yang
dipersaksikan. Di ayat ini terdapat keutamaan besar bagi ahli ilmu. Setelah itu Allah menetapkan dan
menguatkan dengan firman-Nya, “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
92
Yakni tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah Azza wa Jalla, adapun sesembahan selain-Nya, maka
ketuhanan yang diyakini penyembahnya hakikatnya tidak ada sama sekali. Sehingga, banyak sekali tuhan
yang disembah selain Allah, akan tetapi tidak benar untuk disembah, bahkan batil, Allah Ta‟ala berfirman:
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah
yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (Terjemah QS. Al Hajj: 62)
93
Ibrahim adalah kekasih Allah, imam orang-orang yang hanif, rasul yang paling utama setelah Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dan bapaknya bernama Aazar.
94
Baraa‟ (sangat berlepas diri) -di sini- adalah sifat musyabbahah (seperti halnya isim fa‟il-pent) dari kata
baraa-ah. Baraa‟ di sini lebih dalam daripada kata barii‟ (yang berlepas diri). Firman Allah Ta‟ala
“Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah” sesuai dengan kata-kata “Laailaaha.”
Yakni menciptakanku pertama kali di atas fitrah (Islam). Kata-kata, “Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang
95

menjadikanku,” sesuai dengan kata-kata “Illallah.”


96
Yakni akan menunjukkan kepadaku jalan yang hak dan membantuku untuk menempuhnya.
97
Yakni Nabi Ibrahim menjadikan kalimat itu; berlepas diri dari segala sesembahan selain Allah.
98
Yakni pada anak cucunya.
99
Yakni kembali kepadanya (kepada tauhid) yang sebelumnya di atas syirk.

19
Katakanlah100, "Wahai Ahli Kitab! Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan)101 yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang
lain sebagai tuhan selain Allah102". Jika mereka berpaling103 maka katakanlah kepada mereka:
"Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri104.” (kepada Allah)". (QS. Ali
Imran: 64)

100
Firman ini ditujukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berdiskusi dengan Ahlul Kitab;
Yahudi dan Nasrani.
101
Kalimat ini adalah kalimat tauhid “Laailaahaillallah.”
102
Yakni agar sebagian kita tidak menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah seperti dengan
mengagungkannya sebagaimana mengagungkan Allah dan menyembahnya sebagaimana menyembah Allah
serta memberikan hak menetapkan hukum kepada selain-Nya.
103
Jika mereka berpaling dari dakwahmu.
104
Yakni, maka saksikanlah kepada mereka bahwa kalian adalah orang-orang yang berserah diri kepada
Allah, berlepas diri dari mereka serta perbuatan buruk yang mereka kerjakan.

20
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ٌ ‫اهلل قوله تعالى ﴿لَ َ ْد جاء ُ م را‬
ُ ِ ‫راول‬ َّ ِ‫ودليل ش ادة‬
‫وف‬
ٌ ُ‫ين َرء‬ ٌ ‫ُّم َح ِر‬
َ ‫ص َلَْي ُ ْم بال ُْم ْؤ‬ ْ َ ‫ول ْن أَ ُ س ُ ْم َ ِ ٌ َلَْيه َا‬ َُ ْ َ َ ُ ‫أن حم ًدا‬ ُ
‫ وأ ْن إ‬،‫وز َج َر‬ ِ ِ
َّ ‫ و ع ى ش ادة‬،]128:‫يم﴾[ال وبة‬ ِ
َ ‫اب ا ْهُ ى‬ ُ ‫ واج‬،‫ وتصد ُهُ فيما أَ ْ بَ َر‬،‫ طا ُهُ فيما أَ َ َر‬:‫راول اهلل‬ ُ ‫أن حم ًدا‬ ٌ ‫َرح‬
.‫ا‬ َ ‫عب َد اهللَ إإَّ بما َش َر‬
ِ َ َ‫الد ن ح‬ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫الص َال َة َوُ ْؤتُوا‬
َّ ‫يموا‬
ُ ُ‫اء َو‬َ ُ َ ّْ ُ‫ين لَه‬ َ ‫﴿وَا أُ ُروا إَِّإ ليَ ْعبُ ُدوا اللَّهَ ُ ْخلص‬
َ ‫سير الَّوحيد قولُه تعالى‬
ُ ‫ وت‬،‫ وال اة‬،‫ودليل الصالة‬ ُ
ِ ِ ِ
.]5:‫ال ََّ اةَ َوذَل َ د ُن الْ َ يّْ َمة﴾[البي ة‬

Sedangkan dalil syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah adalah firman Allah Ta‟ala:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri105, berat terasa olehnya
penderitaanmu106, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu107, sangat belas
kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin108.” (At Taubah: 128)
Makna syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah adalah menaati perintahnya, membenarkan
berita yang disampaikannya, menjauhi larangannya, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali
sesuai syari‟atnya109.
Adapun dalil shalat, zakat110 dan tafsiran tauhid adalah firman Allah Ta‟ala:
“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan agar mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat111; dan yang demikian itulah112 agama yang lurus.113” (QS. Al Bayyinah: 5)

105
Yakni dari bangsamu.
106
Yakni berat terasa olehnya sesuatu yang memberatkanmu.
107
Yakni sangat menginginkan sesuatu yang bermanfaat bagimu dan terhindarnya madharrat terhadap
dirimu.
108
Yakni sangat belas kasihan dan sayang kepada orang-orang mukmin. Berbeda dengan orang-orang
munafik dan orang-orang kafir, Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam diperintahkan berjihad melawan mereka
dan bersikap tegas terhadap mereka. Sifat-sifat ini menunjukkan sekali bahwa Beliau adalah utusan Allah.
109
Makna syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah adalah mengakui dengan lisan dan mengimani
dengan hati bahwa Muhammad bin Abdullah Al Qurasyi Al Haasyimiy adalah utusan Allah kepada semua
makhluk baik jin maupun manusia, dan tidak dapat beribadah kepada Allah Ta‟ala (dengan benar) kecuali
melalui wahyu. Konsekwensi syahadat ini adalah dengan membenarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, mengikuti perintahnya, menjauhi larangannya, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali sesuai
syari‟atnya. Juga kita tidak berkeyakinan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki hak
rububiyyah dan mengatur alam semesta ataupun keberhakan untuk diibadati. Hak Beliau adalah dengan kita
menempatkan Beliau pada posisi yang telah diberikan Allah kepadanya, yaitu bahwa Beliau adalah hamba
Allah dan Rasul-Nya –semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepadanya-.
110
Yakni shalat dan zakat adalah bagian dari agama, ayat ini mencakup semua macam ibadah, oleh karena
itu seseorang harus ikhlas karena Allah dalam menjalankannya.
111
Allah menyebutkan keduanya (shalat dan zakat), karena keduanya sangat penting sekali. Shalat adalah
ibadah badan dan zakat adalah ibadah harta. Keduanya beriringan dalam kitab Allah.
112
Yakni beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang
lurus, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat.
113
Yakni agama yang lurus, yang tidak ada kebengkokan di dalamnya. Oleh karena itu, agama Allah adalah
lurus. Ayat ini sebagaimana menyebutkan tentang ibadah dan shalat, di sana pun dijelaskan hakikat tauhid,
yaitu bahwa tauhid adalah mengikhlaskan diri (memurnikan ibadah) kepada Allah Azza wa Jalla dengan
tidak berbuat syirk.

21

ِ ِ ِ ِ ّْ ‫الصيام قولُه تعالى ﴿ َا أَُّ َ ا الَّ ِ َن آ َ ُوا ُ ِ َ َلَْي ُ ْم‬
َ ‫ام َ َما ُ َ َلَى الَّ َن ْن قَ ْبل ُ ْم ل‬
.]183: ‫َعلَّ ُ ْم تَ َّ ُ و َن﴾[الب ر‬ ُ َ‫الصي‬ ِ ‫ودليل‬
ُ
ِ ِ ِ ِ َ َ‫ااَط‬ ِ ِ ‫الحج قولُه تعالى﴿ولِلَّ ِه لَى ال‬
َ ‫اا إِل َْيه َاب ًيال َوَ ْن َ َ َر فَِإ َّن اللَّهَ غَ ّّي َ ْن ال َْعالَم‬
]97: ‫ين﴾[آا عمرا‬ ْ ‫َّاس ح ُّج الْبَ ْي ِ َ ْن‬ َ َ ّْ ‫ودليل‬
ُ
‫ والحياءُ شعبةٌ ِ َن‬،‫ وأ ْد ا ا إ اطةُ األ َذى ِن الطر ِق‬،‫قول إ إله إإّ اهلل‬
ُ ‫ ف ال ا‬،‫بضع وابعو َن شعبَة‬
ٌ ‫ و و‬،‫ اْل ما ُن‬:‫المرتبةُ اللا ية‬
 ،‫ أ ْن تؤ َن باهلل‬:‫ وأر ا ُهُ ِاَّة‬،‫مان‬
ِ ‫اْل‬
Dalil puasa114 adalah Firman Allah Ta'ala,
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa115.“ (QS. Al Baqarah: 183)
Sedangkan dalil hajji116 adalah Firman Allah Ta'ala:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam117.” (QS. Ali
Imraan: 97)

Tingkatan kedua118 adalah iman119. Iman memiliki tujuh puluh lebih120 cabang121, yang paling tinggi
adalah Laailaahaillallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan 122 dari jalan, dan
malu itu123 salah satu cabang iman. Rukunnya ada enam; yaitu kamu beriman kepada Allah124,

114
Yakni dalil wajibnya adalah…dst. Dalam firman Allah Ta‟ala, “Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu” terdapat beberapa kesimpulan:
1. Pentingnya puasa, di mana orang-orang sebelum kita diwajibkan juga berpuasa. Hal ini
menunjukkan kecintaan Allah Azza wa Jalla kepadanya, dan bahwa puasa itu wajib bagi setiap umat.
2. Memperingan umat ini, di mana mereka tidak dibebani sendiri saja (yakni umat-umat sebelum
mereka juga dibebani).
3. Isyarat bahwa Allah Ta‟ala akan menyempurnakan agamanya untuk umat ini, sebagaimana Allah
menyempurnakan untuk umat ini berbagai keutamaan yang dimiliki umat-umat sebelumnya.
115
Yakni dengan puasa itu agar kamu bisa bertakwa kepada Allah dan mendapatkan keutamaa lainnya dari
takwa, inilah hikmah puasa.
116
Yakni dalil wajibnya hajji adalah…dst. Firman Allah Ta'ala, “(bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah,” menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak sanggup maka tidak berdosa.
117
Di sini terdapat dalil bahwa meninggalkan hajji bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana adalah
kekufuran, namun kekufuran yang tidak mengeluarkan dari Islam.
118
Yakni termasuk tingkatan-tingkatan dalam agama.
119
Secara bahasa artinya membenarkan. Sedangkan secara syara‟ adalah meyakini dengan hati,
mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Iman memiliki tujuh puluh cabang
lebih.
120
Lebih atau “Bidh‟” adalah dari tiga sampai sembilan.
121
Cabang artinya bagian dari sesuatu.
122
Yakni menyingkirkan sesuatu yang menganggu orang lewat.
123
Haya‟ adalah sifat yang timbul segera ketika malu dan menghalangi seseorang melakukan perbuatan yang
menyalahi muruu‟ah (kehormatan). Kesimpulannya, bahwa iman itu memiliki tujuh puluh cabang lebih dan
rukunnya ada enam. Kita mengatakan bahwa iman, yakni pokok-pokok „akidah ada enam, sedangkan iman
22
yang berupa amalan, macam, dan jenisnya maka jumlahnya ada tujuh puluh cabang lebih. Oleh karena itu
Allah menamai shalat dengan iman dalam firman-Nya:

    

“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.” (QS. Al Baqarah: 143)


124
Beriman kepada Allah mencakup empat hal:
Pertama, beriman kepada wujud Allah Ta‟ala. Adanya Allah Ta‟ala didukung oleh dalil fitrah, akal, hissi
(indera) dan syara‟. Dalil fitrah (yang menunjukkan adanya Allah) adalah bahwa setiap makhluk telah
diciptakan dalam keadaan beriman kepada wujud Allah tanpa perlu diajari dan tanpa perlu berpikir. Dalil
akal (yang menunjukkan adanya Allah Ta‟ala) adalah bahwa setiap makhluk pasti ada yang menciptakannya,
karena tidak mungkin makhluk tersebut mengadakan dirinya sendiri atau ada secara tiba-tiba. Dalil hissi
(yang menunjukkan adanya Allah Ta‟ala) tampak dari dua sisi; a. Kita mendengar dan menyaksikan
dikabulkannya doa orang yang berdoa dan ditolongnya orang yang tertimpa bencana, b. Tanda-tanda para
nabi yang biasa disebut mukjizat, dimana orang-orang menyaksikannya dan mendengarnya, hal ini
menunjukkan adanya yang mengutus mereka (para rasul), yaitu Allah Azza wa Jalla. Sedangkan dalil syara‟
(yang menunjukkan adanya Allah Ta‟ala) adalah kitab-kitab samawi (dari langit), semuanya membicarakan
hal itu, di samping berita-berita di dalamnya isinya benar dan hukum-hukumnya adil.
Kedua, beriman kepada rububiyyah Allah Azza wa Jalla. Telah dibicarakan tentang hal ini sebelumnya.
Ketiga, beriman kepada uluhiyyah Allah. Ini pun sama sudah dibicarakan sebelumnya.
Allah Ta‟ala membatalkan alasan kaum musyrikin yang menjadikan tuhan-tuhan selain-Nya dengan dua dalil
akal:
- Tuhan-tuhan (yang mereka jadikan) itu tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan, mereka adalah makhluk;
tidak mampu mencipta, tidak bisa memberikan manfaat, dan tidak bisa menimpakan madharrat.
- Kaum musyrikin tersebut mengakui bahwa Allah Ta‟ala saja Ar Rabb dan Al Khaaliq (Pencipta
alam semesta), hal ini seharusnya membuat mereka hanya beribadah kepada-Nya sebagaimana
mereka mengesakan Allah dalam rububiyyah-Nya (yaki sebagaimana mereka meyakini bahwa Allah
yang menciptakan, menguasai, dan mengatur alam semesta).
Keempat, beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-Nya. Hal ini sudah dibicarakan.
Dalam masalah ini ada dua kelompok yang tersesat:
Pertama, kaum Mu‟aththilah, mereka mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allah atau mengingkari
sebagiannya karena menganggap bahwa menetapkan hal tersebut sama saja menyamakan Allah Ta‟ala
dengan makhluk-Nya. Hal ini batil berdasarkan dua sisi:
- Akibat menganggap demikian adalah adanya banyak kebatilan seperti terjadinya pertentangan dalam
firman Allah Ta‟ala.
- Tidak mesti nama atau sifatnya sama berarti serupa.
Kedua, kaum Musyabbihah, mereka menetapkan nama-nama dan sifat namun menyamakannya dengan
makhluk-Nya karena mengira bahwa inilah yang dikehendaki dari dalalah (yang ditunjukkan) nash. Hal ini
batil berdasarkan beberapa sisi:
- Menyamakan Allah Ta‟ala dengan makhluk-Nya adalah batil, dibatalkan oleh akal dan syara‟, dan
tidak mungkin yang diinginkan nash Al Qur‟an dan As Sunnah adalah hal yang batil.
- Allah Ta‟ala berbicara kepada hamba-Nya sesuai pemahaman mereka dilihat dari sisi makna, adapun
hakikat sebenarnya dari makna tersebut, itu hanya Allah Ta‟ala sendiri saja yang mengetahuinya
dalam hal yang berkaitan dengan dzat dan sifat-Nya.
Beriman kepada Allah Ta‟ala seperti yang kami terangkan, membuahkan hasil yang besar bagi kaum
mukminin. Di antaranya:
1. Dapat mempraktekkan tauhidullah, yakni dengan tidak bergantung kepada selain-Nya baik dalam
berharap dan rasa cemas, serta tidak beribadah kepada selain-Nya.

23
2. Semakin cinta kepada Allah Ta‟ala dan mengagungkan-Nya dengan memperhatikan nama-nama-
Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi.
3. Mempraktekan ibadah kepada-Nya dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

24
ِ ،‫ ورالِ ِه‬،‫ و بِ ِه‬،‫و الا َ ِ ِه‬
 ،‫واليوم اْل ِر‬ ُُ
Malaikat-Nya125, kitab-kitab-Nya126, rasul-rasul-Nya127 dan hari Akhir128.

125
Malaikat adalah makhluk alam ghaib yang diciptakan dari cahaya yang senantiasa beribadah kepada Allah
Ta‟ala. Mereka tidak memiliki sedikit pun sifat-sifat rububiyyah (mencipta dan menguasai alam semesta)
dan tidak pula sifat uluhiyyah (keberhakan disembah). Allah Ta‟ala mengaruniakan kepada mereka sikap
tunduk secara sempurna kepada perintah-Nya serta mampu menjalankannya. Beriman kepada malaikat
mencakup empat perkara:
1. Beriman kepada wujud mereka.
2. Beriman kepada malaikat yang kita ketahui namanya di antara mereka, sedangkan malaikat yang
tidak kita ketahui namanya, maka kita beriman kepada mereka secara ijmal (garis besar).
3. Beriman kepada sifat-sifat mereka yang kita ketahui. Misalnya sifat Jibril „alaihis salam, Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihatnya (dalam bentuk aslinya), di mana ia memiliki enam
ratus sayap yang menutupi ufuk [haditsnya Muttafaq 'alaih]. Terkadang malaikat dapat menjelma
menjadi manusia dengan perintah Allah Ta‟ala, sebagaimana yang terjadi pada Jibril ketika diutus
Allah kepada Maryam, lalu berubah wujud menjadi manusia yang sempurna.
4. Beriman kepada tugas mereka yang kita ketahui, seperti bertasbih kepada Allah dan beribadah
kepada-Nya di malam dan siang hari tanpa jemu dan bosan, bahkan di antara mereka ada yang
memiliki tugas khusus seperti menyampaikan wahyu yang khusus dilakukan oleh malaikat Jibril,
mengurus hujan yang khusus dilakukan oleh malaikat Mikail, dsb.
Beriman kepada malaikat dapat membuahkan hasil yang sangat baik, di antaranya:
- Mengetahui keagungan Allah Ta‟ala, kekuatan dan kekuasaan-Nya, karena besarnya makhluk
menunjukkan agungnya khaaliq (Pencipta).
- Bersyukur kepada Allah Ta‟ala karena Dia memberikan perhatian kepada anak cucu Adam, di mana
Dia menyerahkan kepada para malaikat untuk menjaga manusia, mencatat amal mereka, dan lain
sebagainya yang bermaslahat bagi manusia.
- Mencintai malaikat.
Ada segolongan orang yang menyimpang yang mengingkari jasmani malaikat. Mereka mengatakan, bahwa
malaikat hanyalah ungkapan untuk sebuah pendorong kebaikan yang ada dalam diri makhluk, ini sama saja
mendustakan kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam serta ijma‟ kaum muslimin.
Allah Ta‟ala berfirman,
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk
mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan
empat..” (Terj. QS. Fathir: 1)
Dan dalil tentang keberadaan mereka banyak sekali.
126
Kutub adalah bentuk jamak dari kata “kitab”, artinya “yang tertulis”. Namun yang dimaksud di sini
adalah kitab-kitab yang diturunkan Allah Ta‟ala kepada para rasul-Nya sebagai bentuk rahmat-Nya kepada
makhluk-Nya serta sebagai petunjuk bagi mereka agar mereka dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Beriman kepada kitab-kitab mencakup empat perkara:
1. Beriman bahwa kitab-kitab tersebut benar-benar turun dari sisi Allah.
2. Beriman kepada nama-nama kitab tersebut yang kita ketahui, sedangkan yang tidak kita ketahui
namanya, maka kita beriman kepadanya secara ijmal.
3. Membenarkan kabarnya yang shahih, adapun Al Qur‟an kabar/beritanya semuanya adalah shahih.
4. Mengamalkan hukum-hukum yang belum dihapus disertai sikap ridha dan menerima; baik kita
memahami hikmahnya maupun tidak. Dan Al Qur‟an itu menghapus kitab-kitab sebelumnya.
Beriman kepada kitab-kitab membuahkan hasil yang baik, di antaranya:

25
- Mengetahui bahwa Allah Ta‟ala memperhatikan hamba-hamba-Nya, buktinya Dia menurunkan
kepada setiap kaum sebuah kitab yang membimbing mereka.
- Mengetahui hikmah Allah Ta‟ala dalam syari‟at-Nya, yaitu ketika Allah menetapkan untuk masing-
masing kaum syari‟at yang sesuai dengan keadaan mereka.
127
Rusul adalah bentuk jamak dari kata rasul, artinya mursal, yakni “orang yang diutus menyampaikan
sesuatu.” Yang dimaksud di sini adalah orang yang mendapatkan wahyu syari‟at dan diperintahkan untuk
menyampaikannya. Rasul pertama adalah Nabi Nuh „alaihis salam dan yang terakhirnya adalah Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam hadits syafa‟at disebutkan bahwa Adam „alaihis salam
berkata kepada manusia, “Datangilah Nuh, karena dia rasul pertama yang diutus Allah…” [Muttafaq 'alaih].
Rasul memiliki sifat-sifat yang dimiliki manusia, dan Allah Ta‟ala menyifati mereka dengan “hamba-Nya”
sebagai tingkatan yang paling tinggi. Beriman kepada para rasul mencakup empat perkara:
1. Beriman bahwa risalah mereka benar-benar dari Allah Ta‟ala, siapa yang kafir kepada salah seorang
rasul, maka sama saja kafir kepada semua rasul.
2. Beriman kepada nama mereka yang kita ketahui, namun yang tidak kita ketahui namanya, maka kita
beriman kepada mereka secara ijmal.
3. Membenarkan berita mereka yang sah.
4. Mengamalkan syari‟at rasul yang diutus kepada kita, dialah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
sebagai penutupnya, yang diutus kepada semua manusia.
Beriman kepada rasul-rasul membuahkan hasil yang baik, di antaranya:
- Mengetahui kasih-sayang Allah Ta‟ala dan perhatian-Nya kepada hamba-hamba-Nya, karena telah
diutus kepada mereka orang yang membimbing mereka menuju jalan-Nya.
- Semakin bersyukur kepada Allah Ta‟ala terhadap nikmat yang besar ini.
- Mencintai para rasul „alaihimush shalaatu was salaam, memuliakan mereka, dan memuji mereka
sesuai kedudukan dan keutamaan yang pantas didapatkan mereka.
128
Hari akhir adalah hari kiamat, hari di mana manusia dibangkitkan untuk dihisab. Dinamakan begitu,
karena tidak ada lagi hari setelahnya, saat itu penduduk surga menempati tempatnya dan penduduk neraka
menempati tempatnya. Hal ini telah pasti berdasarkan Al Qur‟an, As Sunnah, dan Ijma‟.
Beriman kepada hari Akhir mencakup empat perkara:
1. Beriman kepada semua yang akan terjadi setelah meninggal, seperti fitnah kubur (yaitu pertanyaan
kepada seorang mayit setelah dikubur), nikmat kubur, dan azabnya.
2. Beriman kepada kebangkitan, yaitu dihidupkan-Nya manusia yang telah mati saat ditiup sangkakala
kedua, kemudian manusia bangkit menghadap Allah Rabbul „aalamin.
3. Beriman kepada hisab dan jazaa‟ (pembalasan).
4. Beriman kepada surga dan neraka, dan bahwa keduanya adalah tempat yang kekal abadi untuk
makhluk.
Beriman kepada hari akhir membuahkan hasil yang baik, di antaranya:
- Semakin mendorong seseorang mengerjakan ketaatan dan rasa semangat dengan berharap
memperoleh pahala pada hari itu.
- Menjadi takut berbuat maksiat, karena takut menerima azab di hari itu.
- Menghibur orang mukmin terhadap hal yang telah luput dari dunia ini, karena masih ada harapannya
yaitu kenikmatan di akhirat dan balasan (amalnya).
Orang-orang kafir mengingkari kebangkitan setelah mati karena mengira bahwa hal itu tidak mungkin.
Anggapan mereka sungguh batil berdasarkan dalil syara‟, his (indera), dan akal.
Dalil syara‟ adalah bahwa Allah Ta‟ala berfirman,

26

‫ب َولَ ِ َّن الْبِ َّر‬ ِ ‫ان الس َِّة قولُه تعالى ﴿ل َْين الْبِ َّر أَ ْن تُ َولُّوا ُو ُجو َ ُ ْم قِبَل ال َْم ْش ِر ِق َوال َْم ْ ِر‬
َ َ
ِ ‫األر‬ ‫والدليل لى‬
ُ ،ِ‫وشر‬
ّْ ِ‫وبال َ َد ِر ي ِر‬
ٍ
ُ ‫ودليل ال َ َد ِر قوله تعالى ﴿إِ َّا ُ َّل َش ْيء َ لَ ْ َا‬ ،]177:‫ين ﴾[الب رة‬ ِ ِ َ ِ ْ‫َ ْن آ َن بِاللَّ ِه والْيَ ْوِم ْاْل ِ ِر والْم َالاِ َ ِة وال‬
ُ َ ّْ‫اب َوالَّبي‬ َ َ َ َ َ
.]49:‫بَِ َد ٍر﴾[ال مر‬
Juga beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk 129. Dalil terhadap rukun iman yang enam
ini adalah firman Allah Ta‟ala,

“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah,
"Bahkan, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan." yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. At Taghaabun: 7)
Semua kitab-kitab samawi sepakat mendukung hal itu.
Dalil his, yaitu terkadang Allah Ta‟ala memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya menghidupkan orang-
orang yang sudah mati saat masih di dunia. Dalam surat Al Baqarah disebutkan lima contoh tersebut.
Dalil akal, yaitu berdasarkan dua sisi:
1. Allah adalah Pencipta langit dan bumi beserta isinya. Dia-lah yang menciptakan keduanya pertama
kali. Jika Dia mampu menciptakan pertama kali, maka sudah tentu mudah mengulanginya lagi.
2. Bukankah bumi terkadang kering kerontang, setelah hujan turun tiba-tiba tumbuhlah tanaman yang
hijau. Jika Allah mampu menghidupkan tanah setelah matinya, maka Dia lebih mampu lagi
menghidupkan orang-orang yang mati.
Sebagian golongan yang menyimpang juga telah tersesat, yaitu keingkaran mereka terhadap aab kubur dan
kenikmatannya. Sikap seperti ini batil berdasarkan syara‟, his dan akal.
Berdasarkan syara‟ adalah firman Allah Ta‟ala:
Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan
kepada malaikat), "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras". (Terj. QS,
Ghaafir: 46)
Berdasarkan his, yaitu terkadang orang yang tidur mimpi bahwa dirinya berada di tempat yang luas dan
menyenangkan, di sana ia dapat merasakan bersenang-senang, atau terkadang ia berada di tempat yang
sempit lagi menjijikkan, ia merasakan sakit di sana, terkadang sampai membuatnya bangun dari tidurnya
karena mimpi tersebut, padahal ia masih berada di kasur dan kamarnya seperti biasanya.
Tidur adalah saudara wafat, oleh karena itu, Allah menyebutnya “wafaat”.
Berdasarkan akal adalah saat seseorang tidur, terkadang ia mendapatkan mimpi yang benar dan sesuai
kenyataan, terkadang seseorang bermimpi melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sesuai sifatnya. Siapa
yang bermimpi melihat Beliau sesuai sifatnya, maka sesungguhnya ia bermimpi benar, padahal orang yang
tidur di kamarnya di atas tempat tidurnya tersebut jauh dari yang dilihatnya (dalam mimpi). Jika hal ini saja
mungkin di keadaan dunia, kenapa tidak mungkin di keadaan akhirat?
129
Qadar, dengan difat-hahkan dalnya adalah ketetapan Allah Ta‟ala terhadap alam semesta yang didahului
oleh pengetahuan-Nya dan dikehendaki oleh hikmah-Nya. beriman kepada qadar mencakup empat perkara,
1. Beriman bahwa Allah Ta‟ala mengetahui segala sesuatu baik secara garis besar maupun secara rinci
sejak awal dan seterusnya selama-lamanya, baik itu berkaitan dengan perbuatan Allah maupun
perbuatan hamba-hamba-Nya [disebut “ilm”].
2. Beriman bahwa Allah mencatat semua itu dalam Al Lauhul Mahfuzh [disebut “kitaabah”].
3. Beriman bahwa alam semesta semuanya tidak akan terjadi kecuali dengan kehendak Allah Ta‟ala,
baik terkait dengan perbuatan-Nya maupun perbuatan makhluk-Nya [disebut masyii‟ah].

27
4. Beriman bahwa semuanya adalah makhluk Allah Ta‟ala, baik dzatnya, sifatnya, maupun gerakannya
(itu semua diciptakan Allah Ta‟ala), [disebut “khalq”].
Beriman kepada qadar seperti yang kami sebutkan tidaklah menafikan bahwa hamba memiliki kehendak dan
kemampuan dalam perbuatan-perbuatan yang ikhtiyariy (diberikan pilihan), karena syara‟ dan kenyataan
membenarkan hal itu.
Adapun dari syara‟, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
“Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia akan menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.”
(Terj. QS. An Naba‟: 39)
Sedangkan dari waaqi‟ (kenyataan) adalah karena semua manusia merasakan bahwa dirinya memiliki
kehendak dan kemampuan pada perbuatan yang dilakukan atau ditinggalkannya, ia pun dapat membedakan
antara perbuatan yang terjadi dengan kehendaknya seperti berjalan, dengan perbuatan yang terjadi bukan dari
kehendaknya seperti bergemetar. Akan tetapi kehendak hamba dan kemampuannya akan terjadi dengan
kehendak Allah Ta‟ala. Namun hal ini tidaklah bisa dipakai hujjah/alasan untuk mengerjakan yang haram
atau meninggalkan kewajiban. Bahkan berhujjah dengan qadar (ketika bermaksiat) adalah batil berdasarkan
beberapa keterangan berikut,
Pertama, Allah Ta‟ala berfirman,
Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan, "Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan
bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak kami haramkan barang sesuatu apapun."
Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan sampai mereka merasakan siksaan
Kami.“ (Terj. QS. Al An‟aam : 148)
Jika sekiranya mereka dibenarkan beralasan dengan qadar, niscaya Allah tidak akan merasakan kepada
mereka siksaan-Nya.
Kedua, Allah Ta‟ala berfirman,
“Selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia
membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Terj.
QS. An Nisa‟ : 165)
Jika sekiranya qadar bisa dijadikan alasan bagi orang yang menyimpang, tentu tidaklah bermanfaat diutusnya
para rasul, karena menyelisihi rasul terjadi dengan qadar Allah.
Ketiga, hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, lafaznya adalah milik Bukhari dari Ali
radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

َ َ ‫وا اللَّن ِ أَفَ َ ْيََّن ِ ُهلل فَْي‬


‫اا ْاع َملُهللوا فَ ُهلل ٌّ ُهلليَ َّنسٌر ُهللَّن َْيَرأَ ( فََ َّنا َ ْن‬ ْ ‫َح ٍتد َِّن َ َ ْد ُهلل ِ َ َ ْ َع ُهللدهُهلل ِ َن‬
َ ‫اجلَ َِّنة َ َ ْ َع ُهللدهُهلل ِ َن الَّنا ِ فَْي َ الُهللوا يَا َ ُهلل‬ ِ ِ
َ ‫َ ا ْ ُهلل ْم ْن أ‬
‫أ َْعطَ ) ا ية‬
“Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali telah ditentukan tempatnya di surga dan tempatnya di
neraka.” Lalu para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita tidak diam saja?” Beliau menjawab,
“Beramallah, karena masing-masing akan dipermudah,” maka Beliau membacakan ayat, “Fa ammaa man
a‟thaa wat taqaa …dst.” sedangkan dalam lafaz Muslim disebutkan, “Fa kullun muyassarul lima khuliqa
lahu.” (Masing-masing akan dimudahkan ke tempat mana ia diciptakan).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh kita beramal dan melarang diam saja; bersandar kepada qadar.
Keempat, Allah Ta‟ala telah memerintah hamba dan melarangnya serta tidak membebaninya kecuali sesuai
kesanggupannya, Allah Ta‟ala berfirman, “Maka bertakwalah kepada Allah semampu kalian.” (Terj. QS. At
Taghaabun: 16) kalau seandainya seorang hamba dipaksa, maka sama saja ia dibebani dengan sesuatu yang
tidak disanggupinya, ini adalah batil. Oleh karena itu jika terjadi maksiat karena ketidaktahuan, lupa, atau
dipaksa maka ia mendapatkan „udzur dan tidak berdosa.
Kelima, Qadar Allah Ta‟ala itu tersembunyi, tidak diketahui kecuali setelah terjadinya suatu perbuatan,
kehendak hamba tentu sudah mendahului perbuatannya, sehingga kehendaknya untuk melakukan perbuatan
tidak didasari ilmu/pengetahuan terhadap qadar Allah. Ketika itu, tertolaklah beralasan dengan qadar, karena
tidak bisa seseorang beralasan dalam hal yang tidak diketahuinya.

28
“Bukanlah kebajikan itu kamu menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat. Akan tetapi,
kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi.” (QS.
Al Baqarah: 177)
Sedangkan dalil beriman kepada qadar adalah firman Allah Ta‟ala,
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan qadar.” (QS. Al Qamar: 49)

Keenam, kita mendapatkan manusia dalam masalah dunianya, berusaha mencari hal yang cocok, dan tidak
berpaling ke arah yang tidak cocok sambil beralasan dengan qadar. Oleh karena itu, kenapa ia berpaling dari
sesuatu yang bermanfaat dalam masalah agamanya kepada hal yang memadharratkan lalu beralasan dengan
qadar, bukankah masalahnya sama?
Ketujuh, seorang yang beralasan dengan qadar, kalau sekiranya ada orang lain yang berbuat jahat kepadanya
dengan mengambil hartanya lalu orang itu beralasan juga dengan qadar tentu ia tidak akan menerimanya,
lalu mengapa jika orang lain beralasan dengan qadar saat menzalimi dirinya ia tidak menerimanya, tetapi
saat dirinya menzalimi hak Allah Ta‟ala ia beralasan dengan qadar?
Beriman kepada qadar memiliki hasil yang sangat baik, di antaranya:
- Membuatnya bersandar kepada Allah Ta‟ala saat mengerjakan sebab, di mana ia tidak bersandar
kepada sebab tersebut, karena segala sesuatu terjadi dengan qadar Allah Ta‟ala.
- Seseorang tidak bersikap „ujub (bangga diri) saat tercapai keinginannya, karena tercapai
keinginannya itu adalah nikmat dari Allah Ta‟ala, karena Dia telah menentukan sebab-sebab
kebaikan dan keberhasilan. Ujub terhadap diri dapat melupakannya dari bersyukur terhadap nikmat
tersebut.
- Rasa tenteram dan tenang muncul terhadap hal yang diperolehnya dari qadar Allah Ta‟ala, ia pun
tidak gelisah karena hilangnya hal yang dicintai atau mendapatkan hal yang tidak disukai.
Dalam masalah qadar ada dua golongan yang tersesat:
a. Jabriyyah, mereka mengatakan bahwa seorang hamba dipaksa dalam perbuatannya, ia tidak
memiliki kehendak dan kemampuan.
b. Qadariyyah, mereka berpendapat bahwa seorang hamba bebas dalam perbuatannya, bebas dalam
kehendak dan kemampuannya, kehendak Allah Ta‟ala dan qudrat-Nya sama sekali tidak
berpengaruh apa-apa.
Semuanya tertolak berdasarkan syara‟ dan akal [bantahan terhadap keduanya telah disebutkan di sela-sela
pembicaraan tentang qadar. Bantahan terhadap Qadariyyah telah disebutkan saat menetapkan masyi‟ah
(kehendak) bagi Allah Ta‟ala, sedangkan bantahan terhadap Jabriyyah sudah disebutkan saat menyebutkan
batilnya beralasan dengan qadar ketika berbuat maksiat].

29
‫والدليل قولُهُ تعالى ﴿إِ َّن اللَّهَ َ َع‬
ُ َ َ ‫ و و أ ْن تعب َد اهللَ َّ تَرا ُ فإ ْن لم ت ْن تَرا ُ فإ َّه‬،‫ ر ٌن واح ٌد‬،‫ اْلحسا ُن‬:ُ‫المرتبةُ اللاللة‬
،‫راك‬
ِ َ ‫)الَّ ِ ي ر‬217 ِ ‫الرِح‬
َّ ِ ِ ‫﴿وتَ َوَّ ْل َلَى ال َْع‬ ِ ِ َّ ِ َّ
‫ين‬
َ ‫اك ح‬ ََ (‫يم‬ َ ‫ وقولُهُ تعالى‬،]128: ‫ال َن اتَّ َ ْوا َوال َن ُ ْم ُ ْحسُو َن ﴾[ال ح‬
ٍ ‫ وقولُهُ تعالى ﴿و ا تَ ُ و ُن فِي َش‬،]220-217:‫الس ِميع الْعلِيم ﴾[الشعراء‬ ِ ِ ِ َّ ‫)وتَ َ لُّب َ فِي‬218(‫تَ ُوم‬
‫ْن َوَا‬ ََ ُ َ ُ َّ ‫)إ َّهُ ُ َو‬219 (‫الساجد َن‬ َ َ ُ
ِ ِ ِ
ُ ‫ودا إِ ْذ تُ ي‬ ِ ٍ ِ ِ
.‫] اآلية‬61:‫ضو َن فيه﴾[يو س‬ ً ُ ‫تَ ْ لُوا ْهُ ْن قُ ْرآن َوَإ تَ ْع َملُو َن ْن َ َم ٍل إَِّإ ُ َّا َلَْي ُ ْم ُش‬
‫راول اهلل صلى اهلل ليه والم‬ ِ ‫ بي ما حن ُجلوس د‬:‫ث جبر ل المش ور ن مر رضي اهلل ه قال‬
ٌ ُ ‫السَّة حد‬ ُّ ‫والدليل ِ َن‬
ُ
‫ حّى جلن‬،‫ وإ عرفه َّا أحد‬،‫الس ر‬ ِ َّ ِ
َّ ‫ إ ُرى ليه أثَ ُر‬،‫ شد د اواد الشعر‬،‫رجل شد ٌد بياض اللياب‬ ِ ٌ ‫ إذا طلع لي ا‬،‫ذات وم‬
‫ « ا ُ َح َّم ُد؛ اَ ْ بِ ْرِي َ ِن اْلاالم» ف ال‬:‫ وقال‬،‫ ووضع َ َّ ْيه لى فخ ه‬،‫ فاا د ُر بََ ْيه إلى ُر بََ ْيه‬،‫إلى ال بي صلى اهلل ليه والم‬
،‫ َوتُ ْؤتِ َي ال ََّ ا َة‬،‫الصال َة‬ ِ َّ ‫ َوأ‬،‫ « ا ِْل ْاالَ ُم أن تَ ْش َ َد أَن إ إلَهَ إإَّ ا هلل‬:‫راول اهلل صلى اهلل ليه والم‬
َ ‫يم‬ َ ُ‫ َوت‬،‫ول ا هلل‬ ُ ‫َن ُ َح َم َد َ ا َر ُا‬ ُ
ِ ِِ
‫ «ف بر ي ن اْل مان‬:‫ص ّْدقُه ! قال‬ َ ُ‫ س له و‬:‫ فع ب ا له‬.» َ ْ‫ص َدق‬ َ « :‫ قال‬،»‫ َوتَ ُح َّج الْبَ ْي َ إِن ا ْاَطَ ْع َ إِل َْيه َابِيال‬،‫ضا َن‬ َ َ‫وم َر‬
َ ‫ص‬ ُ َ‫وت‬
‫ «ف بر ي‬:‫ قال‬.» ‫ «صدق‬:‫ قال‬،»ِ‫وتُ ْؤِ َن بِالْ َ َد ِر َ ْي ِرِ َو َش َّر‬، ِ ِ ِ ‫«أ ْن تُ ْؤِ ن بِاهلل و الَاِ َ ِ ِه وُ بِ ِه ور‬:‫ قال‬،»‫؟‬
َ ‫س ِ له َواليَ ْوم اْل ْر‬ ُ َُ ُ َ ََ َ
‫ « َا‬:‫السا ة؟» قال‬ َّ ‫ف َ أَ ْ بِ ْر ِ ي َ ْن‬ َ « :‫ قال‬.»‫اك‬ ْ ‫َم تَ ُ ْن تَ َرا ْ فَِإ ِ َّهُ َ َر‬
ْ ‫ فَإ ْن ل‬،ُ ‫ «أَ ْن تَ ْعبُ َد اهلل َ ََّ تَ َرا‬:‫ قال‬، »‫ن اْلحسان؟‬
ِ
ُ ‫ َوأَ ْن تَ َرى ال‬،‫ «أَ ْن تَ ِل ِ َد ِ ِ َربََّ َ ا‬:‫ف َ أَ ْ بِ ْر ِ ي َ ْن أَ َ َارات َ ا ؟» قال‬
َ‫ْح َ اَةَ َ ال ُْع َراة‬ َ « :‫ قال‬.»‫السااِ ِل‬ َّ ‫ول َ ْ َ ا بَِ ْ لَ َم ِ َن‬ ُ ‫الم ْس ُؤ‬
َ
ِ ِ ِ ِ
َّ ‫ أَتَ ْد ِري َ ِن‬،‫« َا ُ َم ُر‬:‫ ثمّ قال‬،‫ فَ لَبل ُ َليا‬.‫ ثُ ّم ا ْطَلَق‬.» ‫الشاء َ َطَ َاولُو َن في الْبُ ْ يَان‬ِ ِ
‫ اهلل وراوله‬: ‫الساا ُل؟» قل‬ َّ ‫اء‬ َ ‫ال َْعالَةَ َ ِر‬
.» ‫ أَتَا ُ ُم ُ َعلِ ُم ُ ْمِ د َ ُ ْم‬،‫ «فَِإ َّهُ ِج ْب ِر ُل‬:‫ قال‬،‫أ لَم‬
Tingkatan ketiga adalah ihsan, rukunnya hanya satu, yaitu kamu beribadah kepada Allah seakan-
akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak merasakan begitu, maka ketahuilah bahwa Dia melihatmu.
Dalilnya adalah firman Allah Ta‟ala,
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat
kebaikan.” (QS. An Nahl: 128)
Juga firman Allah Ta‟ala,
“Dan bertawakkallah kepada (Allah) yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang ---Yang melihat
kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat),----Dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di
antara orang-orang yang sujud.---- Sesungguhnya Dia adalah yang Maha mendengar lagi Maha
mengetahui. (QS. Asy Syu‟araa: 217-220)
Dan firman Allah Ta‟ala:
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu
tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu
melakukannya.”130 (QS. Yunus: 61)

130
Ihsan adalah lawan kata isaa‟ah (berbuat buruk). Dalam hal beribadah kepada Allah, ihsan memiliki dua
tingkatan:
1. Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihatnya, ini adalah ibadah rindu dan thalab
(harapan), di dalamnya terkandung cinta kepada Allah Ta‟ala, ini adalah rukun pertama dalam
beribadah.
Sedangkan tingkatan kedua ihsan adalah,
2. Jika kamu tidak merasakan begitu, maka (ketahuilah) bahwa Dia melihatmu, ini adalah ibadah
dengan rasa khauf (takut) dan harab (cemas), di dalamnya terkandung penghinaan diri, ini adalah
rukun kedua dalam beribadah.
Kedua keadaan ini dapat mewujudkan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah Ta‟ala. Termasuk
kesempurnaan ikhlas adalah seseorang berusaha agar ibadahnya tidak dilihat oleh manusia kecuali jika ada
30
sedangkan dalil dari As Sunnah adalah hadits Jibril yang masyhur dari Umar radhiyallahu 'anhu, ia
berkata, “Suatu hari, ketika kami sedang duduk-duduk di dekat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam,
tidak tampak padanya bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya.
Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi shallallahu „alaihi wa sallam lalu menempelkan kedua lututnya
kepada lutut Beliau, sambil berkata, “Wahai Muhammad, beritahukanlah aku tentang Islam?” Maka
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, kamu mendirikan
shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan pergi haji jika kamu mampu.“ Kemudian dia berkata,
“Kamu benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya, dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya
lagi, “Beritahukanlah aku tentang Iman! “ Beliau bersabda, “Kamu beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir serta kamu beriman kepada qadar yang baik
maupun yang buruk.“ Kemudian dia berkata, “Kamu benar“. Lalu dia berkata lagi, “Beritahukanlah aku
tentang ihsan?“ Beliau menjawab, “Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-
Nya, jika kamu tidak merasa begitu (ketahuilah) bahwa Dia melihatmu.” Kemudian dia berkata,
“Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan terjadinya)?” Beliau menjawab, “Yang ditanya tidaklah lebih
mengetahui daripada yang bertanya.” Dia berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya?“ Beliau
menjawab, “Jika seorang budak melahirkan tuannya dan jika kamu melihat orang yang sebelumnya tidak
beralas kaki dan tidak berpakaian, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba
meninggikan bangunan.“ Orang itu pun pergi dan aku berdiam lama. Kemudian Beliau bertanya, “Tahukah
kamu siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.“ Beliau bersabda,
“Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian dengan maksud mengajarkan agama kepada kalian.”

maslahatnya, misalnya untuk mengajarkan orang lain atau agar diikuti atau untuk menampakkan syi‟ar Islam
dsb. Dan seorang muslim tentunya melihat hal yang lebih bermaslahat dan bermanfaat dalam beribadah, lalu
dikerjakannya.
Sedangkan ihsan kepada hamba-hamba Allah adalah seseorang memberikan hal yang ma‟ruf dan
menghindarkan sesuatu yang mengganggu. Hal itu bisa terjadi pada harta, kedudukan, ilmu, dan badan.
- Dalam harta, misalnya dengan berzakat, berinfak, bersedekah yang wajib dan yang sunat.
- Dalam kedudukan, misalnya memberikan syafa‟at (kedudukannya dipakai untuk membantu orang
lain dan memudahkan urusannya).
- Dalam ilmu, misalnya dengan mengajarkan agama dan menyebarkan ilmu kepada hamba-hamba
Allah baik dalam halaqah, majlis khusus maupun umum dengan cara hikmah dan tidak memberatkan
manusia, karena umumnya jiwa itu gampang jemu dan bosan.
- Dalam badan, misalnya dengan membantu orang lain mengangkutkan barang, menunjukkan jalan,
dsb.

31
،‫ش‬ ٍ ‫اشم ِ ْن قر‬ ُ ‫ و‬،‫اشم‬ ٍ ‫بد المطل ِ ب ِن‬ ِ ‫اهلل ب ِن‬ِ ‫بد‬ ِ ‫ و و حم ُد بن‬: ‫حمد صل اهلل علي لم‬
ُ
ٍ ‫ عرفةُ بي ُ ْم‬:‫اللالث‬
ُ ‫األصل‬
ُ
‫ثالث‬
ٌ :‫الع ْمر‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ‫وقر‬
ُ ‫ وله َن‬،‫والسالم‬ ّ ‫الصالة‬ َّ ‫أفضل‬ ُ ‫ ْليه و لى بيّ ا‬،‫يم الخليل‬ َ ‫يل بن إبرا‬
َ ‫ذرّة إاما‬ ّ ‫والعرب ْن‬ ُ ،‫ش َن العرب‬
ِ‫ وبعلَه اهلل بالَّ َ ارة‬،َ‫ وبل ُد ّ ة‬،)‫ ُبّْئ بِ (اقرأ) وأُر ِال ب (الم ّدثر‬،‫وثالث و شرون بيا راوإ‬ ُ ،ِ‫ ا أربعون قبل الُّبُ َّوة‬،ً‫واُّو َن ا ة‬ ِ
َ ُ ُ ُ َ ْ َ ّ
ُّ ‫) َو‬4 (‫) َوثِيَابَ َ فَطَ ّْ ْر‬3 (‫) َوَربَّ َ فَ َ بّْ ْر‬2 (‫)قُ ْم فََ ِ ْر‬1 (‫والدليل قوله تعالى ﴿ َا أَُّ َ ا ال ُْمدَّثّْ ُر‬
َ ‫الر ْج‬ ُ
ِ ‫ و د ُو إلى ال‬،‫ّْرك‬
،‫َّوحيد‬ ِ ‫ِن الش‬
ِ ‫ّْرك و د ُو إلى ال‬
َ َّ‫ ( َوَرب‬،‫َّوحيد‬ ِ ‫] و ع ى (قُم فََ ِ ر) ْ ِ ر ِن الش‬7-1:‫)ولِربّْ َ فَاصبِر ﴾[المدثر‬6 (‫)وَإ تَمُن تَس ْ لِر‬5(‫فَا ْ ر‬
ُ ُ ْ ْ ْْ َ َ ُ َْ ْ ْ َ ُْ
‫ و ُر ا تَ ْرُ ا‬،‫ام‬ ِ
ُّ ‫ ( َو‬،‫ طَ ّْ ْر أ مالَ َ ِن الشّْرك‬:‫ ( َوثِيَابَ َ فَطَ ّْ ْر) أي‬،‫َّوحيد‬ِ ‫ َظّْمه بال‬:‫فَ َ بّْ ر) أي‬
ُ ‫ األص‬: ُ ‫الر ْج‬ ُّ )‫الر ْج َ فَا ْ ُ ْر‬ ُْ ْ
ِ
.‫والبراءة ا وأ ل ا‬ ،‫وأ لَ ا‬
َ
َ‫ وصلَّى في ّ ة‬،‫الخمن‬ ِ ِ ِ
ُ ‫الصلوات‬
ُ ‫ض ْ ليه‬ َ ‫ِج به إلى السماء وفُ ِر‬ َ ‫ وبع َد الع ْش ِر ُر‬،‫ين د ُو إلى ال وحيد‬ َ ‫أ َ لى ا ْش َر ا‬
‫األ ّ ِة‬ ‫ وال رةُ فَ ِر ضةٌ لى‬،‫اْلاالم‬ ِ ِ ‫ّْرك إلى‬
‫بلد‬ ِ ‫ال ِ ن‬
ِ ‫بلد الش‬ ِ ِ ِ
ْ ُ ‫ اإ‬:ُ‫ وال رة‬.‫ وبع َد ا أُ َر بال رة إلى المد ة‬،‫ين‬ َ ‫ثالث ا‬َ
،ُ‫وم السا ة‬ ِ ِ ‫ّْرك إلى‬ِ ‫ِ ن ب لَ ِد الش‬
َ ‫ و ي باقيةٌ إلى أ ْن ت‬،‫اْلاالم‬ ‫بلد‬ َْ
Dasar ketiga131 adalah mengenal Nabi kalian, yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,
Beliau adalah Muhammad bin (putera) Abdullah bin Abdul Muththalib bin Haasyim. Haasyim
berasal dari Quraisy, Quraisy berasal dari bangsa Arab, dan bangsa Arab adalah keturunan Isma‟il
putera Ibrahim Al Khalil –semoga shalawat dan salam yang utama terlimpah kepadanya dan
kepada Nabi kita-. Umur Beliau adalah enam puluh tiga tahun; 40 tahun sebelum diangkat menjadi
nabi dan dua puluh tiga tahun setelah diangkat menjadi nabi dan rasul. Beliau diangkat menjadi nabi
dengan turunnya surat Iqra‟ (Al „Alaq), dan diangkat menjadi rasul dengan turunnya surat Al
Muddatstsir. Negeri Beliau adalah Makkah dan berhijrah ke Madinah, Allah mengutus Beliau agar
memperingatkan manusia dari syirk dan mengajak kepada tauhid132. Dalilnya adalah firman Allah
Ta‟ala,

131
Yakni termasuk tiga dasar yang wajib dikenal oleh seseorang, yaitu seorang hamba mengenal Tuhannya,
agamanya, dan Nabinya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Pembahasan tentang mengenal Tuhannya
dan agamanya sudah lewat sebelumnya, sedangkan dalam mengenal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ada
lima perkara yang perlu dikenal:
1. Mengenal nasabnya, yaitu berasal dari Hasyim, dari Quraisy, dari bangsa Arab, Beliau adalah
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib….dst, seperti yang dikatakan syaikh (di atas).
2. Mengenal usianya, tempat kelahirannya dan tempat hijrahnya. Beliau lahir di Makkah dan tinggal di
sana selama 53 tahun, lalu berhijrah ke Madinah dan tinggal di sana selama 10 tahun, wafat di sana
dalam usia 63 tahun di bulan Rabi‟ul Awwal tahun ke-11 Hijriah.
3. Mengenal saat kenabiannya, yaitu dalam waktu 23 tahun, setelah usianya mencapai 40 tahun.
4. Dengan apa Beliau diangkat menjadi nabi dan Rasul? (Jawab): Beliau menjadi nabi ketika turun ayat
“Iqro‟ bismirabbikall ladzii khalaq” (QS. Al „Alaq: 1-5). Kemudian menjadi rasul ketika turun ayat
“Yaa-ayyuhal muddatstsir—Qum fa-andzir…dst.” (QS. Al Muddatstsir: 1-7).
Perbedaan antara rasul dengan nabi adalah, bahwa nabi adalah orang yang mendapatkan wahyu
berisi syari‟at dan tidak diperintahkan menyampaikannya, sedangkan rasul adalah orang yang
mendapatkan wahyu berisi syari‟at dan diperintahkan untuk menyampaikan serta mengamalkannya.
Oleh karena itu setiap rasul adalah nabi, tidak sebaliknya.
5. Dengan apa rasul diutus dan untuk apa? (Jawab): Beliau diutus dengan membawa Tauhidullah dan
syari‟at yang mengandung perintah mengerjakannya dan menjauhi larangannya. Rasul diutus sebagai
rahmat bagi alam semesta, agar dia mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya sehingga
mereka mendapatkan keridhaan Allah dan selamat dari kemurkaan-Nya.
132
Yakni Beliau memperingatkan manusia agar tidak berbuat syirk dan mengajak mereka mengesakan Allah
Azza wa Jalla baik dalam rububiyyah, uluhiyyah, maupun asma wa shifat.

32
“Wahai orang yang berselimut!133--- Bangunlah, lalu sampaikanlah peringatan134.--Dan Tuhanmu
agungkanlah.----Pakaianmu sucikanlah.----Dan perbuatan dosa (menyembah berhala)
tinggalkanlah.-----Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh balasan yang lebih
banyak.-----Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.”(QS. Al-Muddatstsir: 1-7).
Makna, “Bangunlah, lalu sampaikanlah peringatan” adalah agar Beliau memperingatkan manusia
dari syirk dan mengajak kepada tauhid.
Ayat, “Dan Tuhanmu agungkanlah” yakni agungkanlah Dia dengan ditauhidkan.
Ayat, “Pakaianmu sucikanlah.” Yakni sucikanlah amalmu dari syirk.
Ayat, “Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah.” Rujz (di ayat tersebut) adalah
berhala, sedangkan meninggalkannya adalah dengan melepaskan diri dari berhala itu dan dari
orang-orang yang menyembahnya.
Beliau mengajak kepada tauhid (mengesakan Allah dalam beribadah) selama sepuluh tahun. Setelah
sepuluh tahun, Beliau pun dimi‟rajkan (dinaikkan) ke langit135, dan difardhukan shalat yang lima
waktu. Beliau melaksanakan shalat di Makkah selama tiga tahun136, setelah itu Beliau diperintahkan
berhijrah137 ke Madinah.
Hijrah artinya pindah dari negeri syirk menuju negeri Islam138. Hijrah hukumnya wajib bagi umat
ini dari negeri syirk ke negeri Islam139, dan tetap berlanjut hingga tegaknya hari kiamat.

133
Panggilan ini ditujukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
134
Allah Azza wa Jalla memerintahkan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam untuk bangun dengan
sungguh-sungguh dan serius serta memperingatkan manusia terhadap syirk dan menjauhkan mereka darinya.
135
„Uruj artinya shu‟ud (naik), hal ini termasuk keistimewaan yang besar bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam yang diberikan Allah Ta‟ala sebelum Beliau berhijrah dari Makkah.
136
Beliau melaksanakan shalat yang jumlahnya empat rakat pertama-tama dua rakaat, lalu setelah Beliau
berhijrah ke Madinah, ditetapkanlah dua rakaat itu untuk shalat ketika safar, dan ditambah menjadi empat
rakaat ketika tidak safar.
137
Allah Azza wa Jalla memerintahkan Nabi-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berhijrah ke
Madinah, karena penduduk Makkah melarang Beliau tinggal berdakwah di Makkah, mereka menolaknya,
berpaling darinya bahkan sampai menyakiti Beliau dan orang-orang yang beriman kepada Beliau kecuali
sedikit di antara mereka (yang tidak disakiti). Hingga pada akhirnya, mereka bersepakat untuk membunuh
Beliau setelah (diketahui) bahwa orang-orang Anshar telah membai‟at Beliau untuk menolong Beliau dan
melindunginya, sebagaimana mereka melindungi istri dan anak-anak mereka. Beliau keluar bersama Abu
Bakar radhiyallahu 'anhu dan tinggal di gua Hira‟ selama tiga malam, sedangkan orang-orang Quraisy dalam
keadaan mencari Beliau dan menjamin akan memberikan upah besar bagi orang-orang yang berhasil
membawa Beliau. Hingga suatu ketika, orang-orang Quraisy berdiri di depan pintu gua Hira, namun mereka
tidak melihatnya. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata, “Aku berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam saat kami berada di gua, “Kalau sekiranya salah seorang di antara mereka melihat ke bawah kakinya,
niscaya mereka akan melihat kita.” Beliau bersabda, “Jangan khawatir, sesungguhnya Allah bersama kita,
apa pendapatmu wahai Abu Bakar tentang dua orang yang ketiganya adalah Allah?” [Muttafaq 'alaih].
Ketika usaha pencarian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah semakin melemah, keduanya pun keluar
menuju Madinah melalui jalan laut. Sedangkan penduduk Madinah sejak beberapa hari menanti-nanti Beliau
dari Subuh dan tidak pulang kecuali setelah panas matahari semakin menyengat. Hingga tiba saatnya mereka
keluar dengan membawa senjata sebagai bentuk penghormatan dan pengagungan kepada Beliau sekaligus
tanda siapnya mereka membela dan melindungi Beliau. Beliau pun singgah di daerah „Amr bin „Auf di
Quba‟, tinggal di sana beberapa malam dan Beliau membangunkan masjid, setelah itu Beliau masuk ke
Madinah.
138
Hijrah secara bahasa diambil dari kata Hajr, artinya meninggalkan. Sedangkan secara syara‟ adalah
berpindah dari negeri syirk ke negeri Islam. Negeri syirk adalah negeri yang di sana ditonjolkan syi‟ar-syi‟ar
syirk dan tidak dapat ditegakkan syi‟ar-syi‟ar Islam secara umum yang sifatnya mencakup (yakni seperti
33
azan, shalat jama‟ah, shalat Jum‟at dan „Ied-pent). Sedangkan negeri Islam adalah negeri yang di sana
ditegakkan syi‟ar-syi‟ar Islam secara umum yang sifatnya menyeluruh.
139
Yakni hukumnya wajib bagi setiap mukmin yang tidak bisa menampakkan agamanya di negeri kafir,
sehingga ia tidak dapat menjalankan agamanya secara sempurna, yakni ketika tidak bisa menampakkan
syi‟ar tersebut kecuali dengan berhijrah (maka hukum hijrah menjadi wajib), dan sesuatu yang wajib jika
tidak dapat sempurna kecuali dengan mengerjakan sesuatu, maka mengerjakan sesuatu itu menjadi wajib.

34
‫ض‬ ِ ‫ين فِي ْاأل َْر‬ ِ ْ ‫والدليل قوله تعالى ﴿إِ َّن الَّ ِ ن تَوفَّا م الْم َالاِ َ ةُ ظَالِ ِمي أَ ُ ِس ِ م قَالُوا فِيم ُ م قَالُوا ُ َّا س‬
ُ ‫َم تَ ُ ْن أ َْر‬
ْ ‫ض قَالُوا أَل‬ َ ‫ض َع‬ َْ ُ ُْ َ ْ َ ُْ َ َ ُ
ِ ِ ِ
‫ّْساء َوالْولْ َدان َإ َ ْسَطيعُو َن‬ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ
َ ‫الر َجال َوال‬
ّْ ‫ين ْن‬ َ ‫ض َع‬ْ َ‫)إإ ال ُْم ْس‬97 (‫ت َص ًيرا‬ ْ ‫اء‬
َ ‫َّم َو َا‬
ُ َ ‫الله َواا َعةً فَ ُ َ اج ُروا في َ ا فَ ُْولَب َ َ َْوا ُ ْم َج‬
‫ادي‬ِ ‫ وقوله تعالى ﴿ ا ِ ب‬،]99-97:‫)فَُولَبِ َ َسى اللَّهُ أَ ْن ع ُ و َ ْ م وَ ا َن اللَّهُ َ ُ ِّوا غَ ُ ورا ﴾[ال ساء‬98 (‫ِحيلَةً وَإ ْ ُدو َن ابِ ًيال‬
َ َ ً َ ْ ُ َ َْ َ ْ َ ََ َ
ِ ِ ِ
ِ ‫ضي وااعةٌ فَِإ َّاي فَا ْ ب ُد‬ ِ ِ
‫اْل ة في المسلمين ال ن‬ ‫ول‬ ُ ‫ اب‬:ُ‫ي رحمهُ اهلل‬ ُّ ‫قال البَ َ ِو‬
َ ،]56:‫ون ﴾[الع بوت‬ ُ َ َ َ ‫الَّ َن آ َ ُوا إِ َّن أ َْر‬
ِ ‫باام اْل‬
.‫مان‬ ِ ُ‫اج ُروا؛ ادا ُ م اهلل‬ ِ ‫بم َّ ةَ لم‬

‫ن‬ َّ ‫طع الّوبةُ حّى تَطْلُ َع‬ ِ ُّ ‫والدليل لى ال رةِ ن‬


‫الس َِّة قولُهُ صل اهلل علي‬
ُ ‫الش ْم‬ ُ ‫طع الَّوبةُ وإ ت‬
َ َ ْ َ‫لم «إ تَ ْ َ ط ُع ال َرةُ حَّى ت‬ ُ
 .»‫ِ ْن َ ْ ِربِ َ ا‬
ِ
‫بالمعروف وال ِي ِن الم ِر‬ ِ ‫ وال‬،‫واألذان‬
‫ واأل ِر‬،‫اد‬ ِ ،‫والحج‬ ِ ‫ والص‬،ِ‫اْلاالم لل ال اة‬
،‫وم‬ ِ ‫فلما اا َّر بالمد ِة أُِ َر بب يَّ ِة شراا ِع‬َّ
ّْ ّ ُ
 .‫باق‬ ِ ُ‫اهلل واال ه‬
ٍ ُ‫ليه ود ُه‬
ُ
ِ ‫صلوات‬
ُ ‫ين وبع َد ا تُ ُوفّْ َي‬
َ ‫ش َر ا‬ ِ
َ َ ‫ أ َ لى ا‬.‫اْلاالم‬ ‫وغي ِر ذل َ ِ ْن شراا ِع‬
Dalil hijrah adalah firman Allah Ta‟ala,
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri,
(kepada mereka) malaikat bertanya, "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?" Mereka menjawab, "
Kami adaah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para Malaikat berkata, "Bukankah
bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?" Orang-orang itu tempatnya
neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali,---Kecuali mereka yang
tertindas baik laki-laki maupun wanita dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui
jalan (untuk berhijrah). ---Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun.140 (QS. An Nisaa‟: 97-99)
Juga firman Allah Ta‟ala:
“Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku
saja.” (QS. Al „Ankabut: 56)
Al Baghawi rahimahullah berkata, “Sebab turunnya ayat ini adalah berkenaan orang-orang muslim
yang tinggal di Makkah, namun tidak mau berhijrah, Allah memanggil mereka atas nama iman.”
Sedangkan dalil hijrah dari As Sunnah adalah sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, “Hijrah
tidak akan terputus sampai taubat terputus, dan taubat tidak akan terputus sampai terbit matahari
dari barat.”141

140
Di ayat tersebut terdapat dalil bahwa bagi orang yang mampu berhijrah (namun tidak berhijrah), maka ia
akan mendapat penghinaan dan celaan, berbeda jika ia lemah tidak sanggup berhijrah, maka Allah akan
memaafkannya.
141
Hal itu ketika amal saleh sudah selesai diterima, Allah Ta‟ala berfirman,
“Pada hari datangnya sebagian ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada
dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa
imannya. “ (QS. Al An‟aam: 158)
Maksud “sebagian ayat” di atas adalah dengan terbitnya matahari dari barat.
Juga perlu diketahui, bahwa safar (bepergian) ke negeri kafir tidak boleh kecuali setelah terpenuhi tiga
syarat:
- Dia memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menolak syubhat.
- Dia memiliki agama yang kuat, sehingga dapat menolak syahwat.
- Butuh pergi ke sana.

35
Saat Beliau telah tinggal tetap di Madinah, Beliau menerima syari‟at Islam yang lain, seperti zakat,
puasa, hajji, jihad, azan, amar ma‟ruf-nahi munkar, dan syari‟at Islam yang lain142. Beliau

Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tidak boleh bersafar ke negeri kafir, untuk menjaga diri dari
fitnah atau agar tidak terjatuh ke dalam fitnah. Di samping itu, hal tersebut termasuk menyia-nyiakan harta,
karena untuk safar tersebut seseorang mengeluarkan harta yang begitu banyak. Adapun jika dibutuhkan,
seperti untuk berobat, mengambil ilmu (yang bermanfaat bagi kaum muslimin seperti tekhnologi-pent) yang
tidak ada di negerinya dan keadaannya seperti di atas (telah memenuhi syarat), maka tidak mengapa.
Sedangkan safar hanya untuk tamasya, maka hal itu tidak termasuk yang dibutuhkan. Jika hendak tamasya,
ia bisa pergi ke negeri-negeri Islam, karena sebagiannya ada tempat tamasya.
Adapun tinggal di negeri kafir, maka sangat berbahaya sekali bagi seorang muslim. Betapa banyak orang
yang bersafar ke sana, lalu keadaannya berubah dan menjadi menyimpang. Oleh karena itu, harus berhati-
hati terhadap hal tersebut dan perlu adanya syarat-syarat. Tinggal di negeri kafir harus terpenuhi dua syarat
yang menjadi asas:
- Amannya agama seorang muslim yang tinggal di sana, yakni memiliki sesuatu yang dapat
membuatnya teguh di atas agamanya (seperti ilmu agama yang kuat), ia juga harus tetap memusuhi
orang-orang kafir dan membenci mereka, serta tidak berwala‟ dan mencintai mereka. Karena
berwala‟ dan mencintai mereka termasuk hal yang dapat menafikan keimanan. Di samping hal itu
dapat membuat seseorang menyerupai mereka dan mengikuti mereka, atau minimal tidak
mengingkari mereka.
- Ia dapat menampakkan agamanya, yakni ia dapat melaksanakan syi‟ar-syi‟ar Islam tanpa adanya
penghalang. Jika tidak demikian, maka hijrah hukumnya wajib baginya.
Setelah syarat-syarat ini terpenuhi, perlu diketahui bahwa tinggal di negeri kafir ada beberapa bagian:
- Tinggal untuk mengajak kepada Islam, maka hal ini fardhu kifayah. Dengan syarat dakwahnya
terlaksana, dan tidak ada penghalang.
- Tinggal untuk mempelajari keadaan orang-orang kafir agar nanti sepulangnya dapat mengingatkan
manusia untuk berhati-hati terhadap mereka, juga untuk menjelaskan hakikat dan kelemahan mereka.
Maka ini termasuk jihad, namun dengan syarat ia tidak dihalangi, tujuannya tercapai, agamanya
tidak dirusak, dan tidak menimbulkan mafsadat yang lebih besar ketimbang ia meninggalkannya.
Termasuk contoh ini adalah mencari-cari informasi tentang orang-orang kafir.
- Tinggal untuk keperluan sifarah (sebagai duta besar), maka hukumnya sama seperti hukum orang
yang tinggal karena butuh kepadanya.
- Tinggal untuk keperluan khusus, seperti berdagang dan berobat, maka dibolehkan sesuai
keperluannya.
- Tinggal untuk belajar, maka hal ini sama seperti sebelumnya, namun harus terpenuhi syarat-syarat,
karena di dalamnya mengandung bahaya dan akibat yang buruk. Syarat-syarat tersebut adalah
Seorang pelajar harus memiliki akal yang matang, memiliki ilmu syari‟at untuk membedakan mana
yang hak dan mana yang batil, memiliki agama yang kuat yang bisa menjaganya dari terjatuh ke
dalam kekufuran dan kefasikan dan butuhnya dia kepada ilmu tersebut, yang karenanya ia tinggal di
sana.
- Tinggal untuk menetap, maka ini tidak boleh, wallahu a‟lam.
142
Yakni Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, namun belum difardhukan zakat,
puasa maupun hajji. Zhahir perkataan penyusun rahimahullah adalah bahwa zakat telah diwajibkan asalnya
(yakni sudah ada perintahnya), namun perinciannya ketika di Madinah. Sebagian ahli ilmu berpendapat
bahwa zakat difardhukan pertama kali di Makah, saat di Madinah ditetapkan nishab dan ukuran wajibnya.
Mereka berpendapat bahwa ada ayat-ayat Makkiyyah (yang turun di Makkah) yang mewajibkan zakat,
misalnya firman Allah Ta‟ala, “Dan berikanlah haknya pada hari memetiknya.” (QS. Al An‟aam: 141).
Namun demikian, perintah zakat dan perinciannya mulai ditetapkan di Madinah. Demikian juga shalat
berjama‟ah, karena azan mulai difardhukan pada tahun ke-2 Hijiriah, sedangkan shalat (jama‟ah) dan puasa
difardhukan pada tahun ke-2 hijriah. Sedangkan hajji difardhukan pada tahun ke-9 H setelah Fat-hu Makkah
pada tahun 8 H, demikian juga syari‟at Islam yang tampak lainnya difardhukan setelah Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam menetap di Madinah dan setelah menegakkan negara Islam.

36
melakukannya selama sepuluh tahun, setelah itu Beliau diwafatkan –semoga shalawat dan salam
Allah terlimpah padanya-143, namun agamanya tetap terpelihara.



















143
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menekuni dakwah (di Madinah) selama sepuluh tahun. Setelah Allah
menyempurnakan agama dan nikmat-Nya kepada kaum mukminin, Allah Ta‟ala memilihnya untuk berada di
sisi-Nya, mulailah Beliau sakit di akhir bulan Shafar dan awal bulan Rabi‟ul Awwal. Beliau pun
memerintahkan Abu Bakar shalat mengimami manusia, dan pada hari senin tanggal 12 atau 13 Rabi‟ul
Awwal tahun 11 H, maut datang menjemput Beliau. Sebelumnya Beliau memasukkan tangannya ke dalam
air yang ada di dekatnya, lalu Beliau mengusap wajahnya dan berkata, “Laailaahaillallah, sesungguhnya
maut ada sekaratnya.” Beliau pun mengarahkan pandangannya ke langit dan berkata, “Ya Allah,
(masukkanlah aku) ke dalam Ar Rafiiqul A‟laa (teman tertinggi)” [Muttafaq 'alaih]. Pada hari itu Beliau
wafat, orang-orang pun bingung, hingga datang Abu Bakar radhiyallahu 'anhu, naik ke mimbar memuji Allah
dan menyanjung-Nya, lalu berkata, “Amma ba‟d, sesungguhnya orang yang menyembah Muhmmad, maka
Muhammad telah meninggal, namun siapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup,
tidak akan mati”, ia kemudian membacakan ayat,
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang
rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?” (QS. Ali Imraan: 144)
“Sesungguhnya kamu akan mati dan mereka pun akan mati.” (QS. Az Zumar: 30)
Orang-orang pun banyak menangis dan mengetahui bahwa Beliau telah meninggal, lalu Beliau dimandikan
dengan mengenakan pakaiannya untuk memuliakannnya, lalu dikafankan dengan tiga helai kain kafan suhul
(buatan Yaman) tanpa mengenakan gamis maupun sorban, orang-orang menyalatkannya masing-masing
tanpa dipimpin, dan Beliau dimakamkan pada malam Rabu setelah diba‟atnya khalifah pengganti Beliau,
mudah-mudahan shalawat yang utama dan salam yang sempurna dari Tuhannya terlimpah kepada Beliau.

37

.ُ ‫وجميع ا ُ ِحبُّهُ اهللُ و رضا‬
ُ ،‫ الَّوحي ُد‬:‫ والخيُر ال ي دلَّ َ ا ْليه‬،‫ وإ َش َّر إإَّ َح َّ َرَ ا ْه‬،‫ليه‬ ِ َ‫ إ ير إإَّ َد َّل األ َّة‬،‫و ا د ُه‬
َ
‫ ال ّْن‬:‫رض طا َ َه لى جمي ِع اللّ لي ِن‬ َّ
َ ‫ واف‬،‫اس افة‬ ِ ‫ بعلَهُ اهللُ إلى ال‬.ُ ‫وجميع ا َرُ هُ اهللُ و با‬ ُ ُ ‫ الش‬:‫والش ُّر ال ي َح َّ َرَ ا ه‬
‫ّْرك‬ َّ
‫والدليل قوله‬
ُ ‫ و َّم َل اهللُ به الد َن‬،]158:‫ول اللَّ ِه إِل َْي ُ ْم َج ِم ًيعا ﴾[األ راف‬ ُ ‫َّاس إِّْي َر ُا‬
ُ ‫والدليل قولُهُ تعالى ﴿قُ ْل َا أَُّ َ ا ال‬ ُ ِ ‫واْل‬
،‫ن‬
‫والدليل لى وتِِه صلى اهلل‬ ُ .]03:‫تعالى ﴿الْيَ ْوَم أَ ْ َم ْل ُ لَ ُ ْم ِد َ ُ ْم َوأَتْ َم ْم ُ َلَْي ُ ْم ِ ْع َمِي َوَر ِضي ُ لَ ُ ْم ِْاْل ْا َال َم ِد ًا ﴾[الماادة‬
ِ ِِ ِ
ُ ‫ وال‬.]31-30:‫)ثُ َّم إ َّ ُ ْم َ ْو َم الْ يَا َة ْ َد َربّْ ُ ْم تَ ْخَص ُمو َن﴾[ال ر‬30(‫ليه والم قولُهُ تعالى ﴿إ َّ َ َيّْ ٌ َوإ َّ ُ ْم َيُّْو َن‬
‫اس إذَا اتُوا‬ ِ ِ ِ

‫﴿واللَّهُ أَْ بََ ُ ْم ِ ْن‬ ِ ِ ِ ِ


َ ‫ وقولُهُ تعالى‬،]55:‫والدليل قولُهُ تعالى﴿ ْ َ ا َ لَ ْ َا ُ ْم َوفي َ ا ُعي ُد ُ ْم َو ْ َ ا ُ ْخ ِر ُج ُ ْم تَ َارةً أُ ْ َرى ﴾[طه‬
ُ ،‫ُ ْب َعلُو َن‬

ُ‫والدليل قولُه‬
ُ ‫ث حاابُو َن وَ ُّو َن ب ْ مالِ ْم‬ ِ ‫ وبع َد الب ْع‬،]18-17:‫)ثُ َّم ِعي ُد ُ م فِي َ ا و ْخ ِرج ُ م إِ ْ راجا ﴾[ وح‬17 (‫ض َباتًا‬
َ ً َ ْ ُ َُ ْ ُ َ ِ ‫ْاأل َْر‬
ِ ِ ‫ض لِي ِي الَّ ِ ن أَااءوا بِما َ ِملُوا و‬ ِ ِ َّ ‫تعالى﴿ولِلَّ ِه ا فِي‬
‫ وَ ْن‬،]31:‫ْح ْسَى﴾[ال م‬ ُ ‫سُوا بِال‬َ ‫َح‬ْ ‫ي الَّ َن أ‬ َ ْ ََ َ ُ َ َ َ ْ َ ِ ‫الس َم َاوات َوَا في ْاأل َْر‬ َ َ
ِ‫تعالى﴿ز َم الَّ ِ ن َ َ روا أَ ْن لَن ب علُوا قُل ب لَى وربّْي لَ ب علُ َّن ثُ َّم لَ َبَّ ُؤ َّن بِما َ ِم ْل م وذَلِ َ َلَى اللَّه‬ ِ
َ ُْ َ ُ َ ُْ َ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ُ َ َ َ ُ‫والدليل قولُه‬
ُ ،‫بالبعث َ َ َر‬ ‫ب‬َ َّ َ
]07:‫ير﴾[ال ابن‬ ِ
ٌ ‫َس‬

Inilah agamanya, tidak ada satu pun kebaikan kecuali Beliau telah menunjukkan kepada umatnya
dan tidak ada satu pun keburukan kecuali Beliau telah memperingatkannya. Kebaikan yang
ditunjukkannya adalah tauhid dan semua yang dicintai Allah dan diridhai-Nya. Sedangkan
keburukan yang diperingatkannya adalah syirk dan semua yang dibenci Allah dan tidak diridhai-
Nya. Allah mengutus Beliau kepada manusia semuanya 144 dan mewajibkan dua kelompok; jin serta
manusia untuk menaati-Nya. Dalilnya adalah firman Allah Ta‟ala:
Katakanlah, "Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua145.” (QS.
Al A‟raaf: 158)
Allah juga telah menyempurnakan agama-Nya melalui Beliau, dalilnya adalah firman Allah Ta‟ala,
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu146.” (QS. Al Maa‟idah: 3)
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga wafat adalah
firman Allah Ta‟ala :
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesunguhnya mereka pun akan mati (pula). --Kemudian,
sesungguhnya kamu nanti pada hari Kiamat berbantah-bantahan di hadapan Tuhanmu147.” (QS.
Az-Zumar: 30-31).

144
Yakni Allah mengutus Beliau kepada manusia semuanya.
145
Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang diutus
kepada manusia semuanya, kepada dua kelompok –disebut tsaqalain (lih. matan buku ini-pent) karena
banyaknya jumlah mereka- yakni manusia dan jin. Beliau diutus oleh Allah Yang satu-satunya berhak
diibadati dan Mahaesa dalam mengatur alam semesta. Allah Ta‟ala memerintahkan manusia untuk beriman
kepada Rasul tersebut (Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam) dan mengikutinya, di mana hal
tersebut merupakan sebab memperoleh petunjuk irsyad (bimbingan) dan taufiq (dorongan dari Allah Ta‟ala).
146
Yakni agama Beliau akan tetap lestari sampai hari kiamat. Tidaklah Beliau wafat kecuali sebelumnya
Beliau telah menerangkan kepada umat apa yang mereka butuhkan dalam semua urusannya baik dengan
sabda Beliau, perbuatan, maupun iqrar (persetujuan). Dan semuanya adalah kebaikan, kemudahan dan tidak
ada kesempitan sama sekali; tidak seperti anggapan sebagian orang yang kurang pandangannya, kurang
kesabarannya, dan lemah dalam beragama.

38
Manusia setelah mati, mereka nanti akan dibangkitkan kembali148. Dalilnya, firman Allah Ta‟ala:
“Dari bumi (tanah) itulah Kami telah menciptakan kamu149 dan kepadanya Kami akan
mengembalikan kamu150 dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang
lain151.”(QS. Thaaha : 55).
Dan firman Allah Ta‟ala,
“Dan Allah telah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya. Kemudian Dia
mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat)
dengan sebenar-benarnya152.”(QS. Nuh: 17-18).
Setelah manusia dibangkitkan, mereka akan dihisab dan diberi balasan yang setimpal dengan amal
perbuatan mereka.
Dalilnya, firman Allah Ta‟ala,
“Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah
mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan (pahala)
yang lebih baik (surga)153.” (QS. An-Najm: 31).
Barang siapa yang mendustakan (terjadinya) kebangkitan ini, maka dia adalah kafir. Dalilnya
adalah firman Allah Ta‟ala,
“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan.
Katakanlah, “Tidaklah demikian. Demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian
akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Yang demikian itu adalah sangat
mudah bagi Allah154.” (QS. At-Taghabun: 7).




147
Dalam ayat ini diterangkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan umat yang Beliau dakwahi akan
mati, dan nanti mereka akan berbantah-bantahan di hadapan Allah pada hari kiamat. Kemudian Allah
memutuskan di antara mereka dengan kebenaran dan Allah tidak akan memberikan kesempatan orang-orang
kafir mengungguli kaum mukminin.
148
Kalimat ini mengisyaratkan tentang beriman kepada hari kembangkitan (sudah lewat pembicaraan
tentangnya).
149
Yakni dari tanah Kami menciptakan kamu, yaitu ketika Adam „alaihis salam diciptakan dari tanah.
150
Yakni dengan dikubur setelah meninggal.
151
Yakni dengan dibangkitkan nanti pada hari kiamat.
152
Ayat ini sama seperti sebelumnya. Allah Ta‟ala sangat sering menyebutkan akhirat agar manusia beriman
dan bertambah imannya serta mempersiapkan amalan untuk (menghadapi)nya.
153
Maksudnya adalah bahwa manusia setelah dibangkitkan akan diberi balasan, dan amalan mereka akan
dihisab. Jika baik, maka akan diberi balasan kebaikan, satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh
hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Namun jika buruk, maka dibalas dengan
keburukan, keburukan dibalas dengan keburukan yang serupa.
154
Barang siapa yang mengingkari kebangkitan maka dia kafir [bantahan terhadap para pengingkarnya sudah
disebutkan dalam pembahasan beriman kepada hari akhir].

39
‫َّاس َلَى اللَّ ِه ُح َّ ةٌ بَ ْع َد‬ِ ‫ش ِر َن َوُ ِ ِر َن لِ َّبال َ ُ و َن لِل‬
ّْ َ‫﴿ر ُا ًال ُب‬
ُ ‫والدليل قولُهُ تعالى‬ُ ،‫ال بشّْر َن وُ ر َن‬ ِ ‫الر‬ ُّ ‫جميع‬َ ُ‫وأرال اهلل‬
َ
َّ ِ ِ ِ
‫والدليل لى أن َّأولُ ُ م‬ ُ ‫َّبيين‬
َ ‫ وآ ُرُ م حم ٌد صلى اهلل ليه والم و و ات ُم ال‬،‫السالم‬ ُ ‫وح ليه‬ ٌ ‫ وأولُ ُ ْم‬،]165:‫الر ُا ِل﴾[ال ساء‬ ُّ
‫وح إلى‬ ٍ ‫بعث اهللُ إلي ا راوإً ِ ْن‬ َ ‫ و ُّل أ َّ ٍة‬،]163:‫ين ِ ْن بَ ْع ِد ِ﴾[ال ساء‬ ِ ٍ ُ ‫وح قوله تعالى ﴿إِ َّا أ َْو َح ْي َا إِل َْي َ َ ما أ َْو َح ْي َا إِلَى‬
َ ّْ‫وح َوالَّبي‬ َ
ٍ ِ ِ ِ ِ ِ‫ رُ م بعبادة‬،‫حمد‬ ٍ
َ‫وإ أَ ْن اُ ْ بُ ُدوا اللَّه‬ ً ‫﴿ولَ َ ْد بَ َعلْ َا في ُ ّْل أُ َّة َر ُا‬
َ ‫ليل قولُهُ تعالى‬ ُ ‫ وال ّد‬،‫بادة الطاغوت‬ َ ‫ وَ ْ َ ا ُ ْم ْن‬،ُ ‫اهلل وح َد‬ ْ ُُ
:‫ابن ال يّْ ِم رحمهُ اهللُ تعالى‬ ِ ِ ِ َ ُ‫اجَِبُوا الطَّاغ‬
ُ ‫ قال‬،‫رض اهللُ لى جمي ِع العباد ال َر بالطاغوت واْل ما َن باهلل‬ َ ‫ واف‬،]36:‫وت﴾[ال حل‬ ْ ‫َو‬
ٍ ‫حد ُ ِ ن‬ ِ َ ‫ع ى الطاغوت ا ت‬
.‫ أو طاا‬،‫بوا‬ ٍ ‫ أو‬،‫عبود‬ ْ َّ ‫اوز بِه العب ُد‬
Allah telah mengutus semua rasul sebagai penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan.
Dalilnya firman Allah Ta‟ala,
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul menjadi pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,
agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah setelah (diutusnya) para rasul itu…155”(QS.
An-Nisa‟: 165)
Rasul pertama adalah Nabi Nuh „alaihissalam. Dan rasul terakhir adalah Nabi Muhammad
shallallaahu „alaihi wasallam, beliaulah penutup para nabi
Dalil yang menunjukkan bahwa rasul pertama adalah Nabi Nuh, firman Allah Ta‟ala:
“Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan
kepada Nuh dan para nabi sesudahnya…156..” (QS. An-Nisa‟: 163).
Dan Allah telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul157, mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi
Muhammad shallallaahu „alaihi wa sallam, dengan memerintahkan mereka untuk beribadah hanya
kepada Allah semata-mata dan melarang mereka beribadah kepada thaghut. Dalilnya, firman Allah
Ta‟ala,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),
“Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu…158.”(QS. An Nahl: 36)
Dan Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya agar kafir kepada thaghut, dan hanya
beriman kepada-Nya.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Pengertian thaghut itu adalah: “Setiap yang diperlakukan
manusia secara melampaui batas dari (yang telah ditentukan oleh Allah), dengan disembah, diikuti,
atau dipatuhi159.”

155
Allah mengutus semua rasul untuk memberikan kabar gembira bahwa orang yang menaati mereka akan
mendapatkan surga dan memberikan ancaman kepada orang yang menyelisihi mereka dengan api neraka
[telah lewat pembicaraan tentang rasul dalam pembahasan tentang iman kepada para rasul]. Dan hikmah
diutusnya para rasul adalah untuk menegakkan hujjah kepada manusia (sehingga tidak ada alasan lagi bagi
manusia di hadapan Allah), dan dakwah mereka yang utama adalah mengajak kepada tauhid (mengesakan
Allah dalam beribadah).
156
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab menerangkan bahwa rasul pertama adalah Nuh „alaihis
salam dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak ada nabi dan rasul lagi
setelahnya. Barang siapa yang mengaku (ada nabi lagi), maka dia murtad; keluar dari Islam.
157
Yakni Allah mengutus kepada setiap umat seorang rasul, mengajak mereka kepada tauhid dan melarang
mereka berbuat syirk.
158
Inilah makna Laailaahaillallah.
159
Syaikhul Islam menerangkan bahwa tauhid itu tidak sempurna kecuali dengan hanya beribadah kepada
Allah saja dan menjauhi thaghut. Thagut berasal dari kata thughyan, artinya melewati batas. Secara istilah,
thagut adalah “Setiap yang diperlakukan manusia secara melampaui batas dari (yang telah ditentukan oleh
Allah), dengan disembah, diikuti, atau dipatuhi dari kalangan orang-orang yang tidak shalih.”

40
‫اد ى شيبًا ِ ْن‬ َّ ‫ وَ ِن‬، ‫بادةِ ِس ِه‬
َ ‫اس إلى‬ َ ‫ وَ ْن د ا ال‬، ‫راض‬ ٍ ‫ وَ ْن ُبِ َد و و‬،ُ‫إبلين لعَهُ اهلل‬
ُ :ٌ‫ورؤوا ُ ْم َمسة‬
ُ ‫والطواغي ُ ليرو َن‬
‫وت‬ِ ُ‫الر ْش ُد ِ ن ال َ ّْي فَمن ْ ُ ر بِالطَّاغ‬ ّْ ‫والدليل قولُهُ تعالى ﴿ َإ إِ ْ َرا َ فِي‬
ُّ ‫الد ِن قَ ْد تَبَ يَّ َن‬ ،ُ‫ وَ ْن ح َم ب يِر َا أ َل اهلل‬، ِ ‫لم ال ْي‬ ِِ
ْ َ َْ ْ ُ
‫ وفي‬، ‫ و ا و ع ى إ إله إإ اهلل‬،]:‫يم ﴾[الب رة‬ ِ ‫و ْؤِ ن بِاللَّ ِه فَ َ ْد اا مس َ بِالْعروةِ الْوثْ َ ى َإ ا ِ صام لَ ا واللَّه ا ِم‬
ٌ ‫يع َل‬ ٌ َ ُ َ َ ََ ُ َ ُْ َ َْْ ْ َُ
ِ
‫لم وصلى اهلل لى حمد واله وصحبه‬ ُ ‫ابيل اهلل » واهللُ أ‬
ِ ِ ‫اد في‬ ُ ‫الصالةُ وذروةُ اَا ِه ال‬َّ ُ ‫مود‬ُ ‫اْلاالم و‬
ُ ‫رأس األ ْ ِر‬ ِ
ُ « ‫الحد ث‬
‫والم‬
Dan thawaghit160 itu banyak macamnya, tokoh-tokohnya161 ada lima:
(1) Iblis162, yang telah dilaknat oleh Allah;
(2) Orang yang disembah, sedangkan dia sendiri ridha163;
(3) Orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya164;
(4) Orang yang mengaku tahu sesuatu yang ghaib165; dan
(5) Orang yang memutuskan suatu hukum tidak menurut apa yang telah diturunkan oleh Allah166.

Maksud kata-kata “atau ditaati” adalah para umara‟ (pemimpin) yang ditaati secara syara‟, yaitu saat mereka
memerintahkan hal yang tidak bertentangan dengan Islam, maka menaati mereka adalah wajib dan termasuk
cara mendekatkan diri kepada Allah, sebagai ibadah sekaligus dorongan keimanan. Bisa juga para umara‟
diaati secara qadar, misalnya mereka memiliki kekuatan dan kekuasaan, lalu orang-orang takut terhadapnya
dan merasa segan, maka ketaatan kepada mereka hanya sebatas karena kekuasaan dan kekuatan (pada
mereka). Dengan demikian, maka keadaan rakyat dengan pemerintah ada empat keadaan:
1. Dorongan keimanan dan pemerintah sangat kuat, maka hal ini keadaan yang paling sempurna dan
paling tinggi.
2. Kedua dorongan tersebut melemah, maka ini adalah keadaan yang paling rendah dan paling
berbahaya bagi pemerintah maupun rakyat, di mana hal ini dapat menimbulkan kekacauan dalam
pemikiran, akhlak, dan tingkah laku.
3. Dorongan keimanan melemah, sedangkan desakan pemerintah lebih kuat. Ini adalah tingkatan
pertengahan dan lebih baik bagi umat dalam hal yang tampak.
4. Dorongan keimanan yang begitu kuat dan lemahnya dorongan pemerintah, sehingga yang tampak itu
lebih rendah dari keadaan ketiga, akan tetapi antara dia dengan Tuhannya lebih sempurna dan lebih
tinggi.
160
Jamak dari kata thagut dan telah lewat penjelasannya.
161
Yakni tokoh dan panutan mereka ada lima.
162
Iblis adalah setan yang terkutuk dan terlaknat. Awalnya ia bersama para malaikat dan mengerjakan
amalan yang sama dengan mereka. Namun ketika Allah memerintahkan malaikat untuk sujud kepada Adam,
maka tampaklah keburukannnya dan akhirnya ia dijauhkan dari rahmat Allah.
163
Yakni disembah di samping Allah, sedangkan dia sendiri ridha disembah di samping Allah baik ia masih
hidup atau sudah meninggal.
164
Yakni barang siapa yang mengajak manusia menyembah dirinya, meskipun orang-orang tidak
menyembahnya, maka dia adalah thagut.
165
Ghaib adalah sesuatu yang tidak kelihatan oleh manusia. Ghaib ada dua, yaitu:
a. Ghaib Waaqi‟, yaitu ghaib nisbiy, di mana bagi orang lain (yang hadir) mengetahui, sedangkan bagi
yang lain (yang tidak hadir) tidak mengetahui.
b. Ghaib Mustaqbal, yaitu ghaib hakiki, tidak ada yang mengetahuinya selain Allah atau orang yang
diberitahukan oleh Allah. Barang siapa yang mengaku tahu yang ghaib, maka dia kafir.

41
166
Berhukum dengan hukum Allah termasuk tauhid Rububiyyah. Siapa saja yang tidak berhukum dengan
hukum Allah dan lebih ingin berhukum kepada selain Allah, maka terhadapnya ada ayat-ayat yang
menerangkan tidak adanya iman, ayat yang menerangkan kekufurannya, kezalimannya, dan kefasikannya.
Mereka terbagi dua:
- Orang-orang munafik, ada sifat-sifat yang ada pada mereka, yaitu:
a. Ingin berhukum kepada thagut.
b. Jika diajak berhukum dengan hukum syara‟, mereka menghalang-halangi dan berpaling.
c. Jika mereka tertimpa musibah atau jati diri mereka kelihatan, mereka pura-pura meminta
maaf dan bersumpah bahwa yang mereka inginkan adalah kebaikan.
Allah mengingatkan bahwa iman tidak akan sempurna kecuali dengan tiga perkara, yaitu: (1)
Dalam semua permasalahan harus berhukum kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, (2)
Dada lapang menerima hukumnya dan tidak merasakan kesempitan dalam dirinya, (3) Adanya
sikap penyerahan dengan menerima hukumnya, mengamalkannya tanpa menunda-nunda atau
berpaling.
- Adapun bagian yang kedua adalah mereka yang disifati sebagai orang-orang kafir, orang-orang
zalim dan orang-orang fasik. Lalu apakah sifat ini menempati satu keadaan saja (atau tidak)? Atau
apakah tergantung sebab yang membuat mereka menggunakan hukum selain Allah? Inilah yang
lebih dekat dengan kebenaran menurutku, wallahu a‟lam. Yakni:
1. Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Alah karena
meremehkan, menghina, atau meyakini bahwa hukum selainnya lebih baik dan lebih
bermanfaat, maka dia kafir dengan kekafiran yang mengeluarkan dari Islam. karena
termasuk hal yang sudah maklum sekali berdasarkan akal dan fitrah bahwa seseorang
tidaklah berpindah dari suatu aturan keada aturan lain yang menyelisihinya, kecuali dia
berkeyakinan adanya kelebihan pada aturan yang ditujunya dan adanya kekurangan pada
aturan yang dipegang sebelumnya.
2. Orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, namun ia tidak meremehkan, tidak
menghina dan tidak melakukan sikap lainnya yang sudah disebutkan sebelum ini, maka dia
zalim.
3. Orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, namun tidak meremehkan dsb. seperti
yang disebutkan di atas (no. 1), tetapi yang membuatnya tidak menggunakan hukum Allah
adalah karena hawa nafsu atau karena risywah (sogokan), maka dia fasik.
Orang-orang yang menjadikan orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan terbagi menjadi dua:
1. Mereka (orang-orang tersebut) mengetahui bahwa orang-orang alim atau rahib merubah agama
Allah, lalu mereka mengikuti yang dirubah itu dan meyakini halalnya yang diharamkan Allah dan
haramnya yang dihalalkan Allah karena mengikuti tokoh-tokoh mereka, padahal mereka tahu hal itu
menyelisihi agama Rasul, maka ini adalah kekufuran. Allah dan Rasul-Nya menyebutnya sebagai
syirk.
2. Jika mereka tetap yakin yang halal (yang dihalalkan Allah) dan haramnya yang haram (yang
diharamkan Allah), akan tetapi mereka mengikuti orang-orang alim atau rahib tersebut dalam
bermaksiat kepada Allah, maka orang-orang ini seperti pelaku maksiat lainnya.
Di sana pun ada beberapa masalah antara masalah yang dipandang sebagai membuat syari‟at secara umum
dan masalah tertentu. Masalah yang dipandang sebagai membuat syari‟at/undang-undang secara umum tidak
bisa diperinci seperti di atas (lihat tentang bagaimana seseorang menjadi kafir, menjadi zalim, atau menjadi
fasik dalam berhukum tidak menggunakan hukum Allah-pent), bahkan hanya masuk ke dalam bagian yang
pertama saja (yakni no. 1), karena pencetus syari‟at itu membuatnya dengan keyakinan bahwa yang
dibuatnya lebih cocok dan bermanfaat bagi manusia daripada syari‟at Islam.
Masalah ini merupakan masalah besar yang menimpa para pemerintah zaman sekarang. Oleh karena itu,
hendaknya seseorang tidak mudah menghukumi mereka (seperti mengatakan kafir –pent) sampai jelas
42
Dalilnya167 adalah firman Allah Ta‟ala,
“Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama (Islam)168. Sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan
beriman kepada Allah169, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat170, yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al-
Baqarah: 256).
(Ingkar kepada semua thaghut/sesembahan selain Allah dan beriman kepada Allah, sebagaimana
dinyatakan dalam ayat sebelumnya), itulah makna “Laa Ilaaha llallaah”.
Dalam hadits disebutkan:
“Pokok agama ini adalah Islam171, tiangnya adalah shalat172, dan tulang punggungnya adalah jihad
fi sabilillah173.”
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui174, semoga shalawat Allah dan salam-Nya dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya.
Selesailah risalah ini.

masalahnya, karena masalah ini berbahaya. Dan para ulama wajib menerangkan yang hak kepada para
pemerintah dan menegakkan hujjah.
167
Yakni dalil wajibnya berhukum berhukum dengan apa yang Allah turunkan dan ingkar kepada thaghut.
168
Yakni tidak ada paksaan dalam agama ini, karena jelas dan terang buktinya.
169
Allah memulai ingkar kepada thagut sebelum beriman kepada Allah, karena termasuk kesempurnaan
sesuatu adalah meniadakan penghalang sebelum menetapkan (At Takhliyah qablat tahliyah/penngosongan
sebelum diisi).
170
Yakni berpegang secara sempurna. Buhul tali yang amat kuat adalah Islam. Perhatikanlah bagaimana
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Faqadis tamsaka” (ia telah berpegang teguh) bukan “tamassaka”, karena
istimsak lebih kuat daripada tamassuk (berpegang saja), kadang-kadang seseorang sudah berpegang tetapi
tidak teguh.
171
Penyusun berdalih dengan hadits ini bahwa segala sesuatu memiliki pondasi, dan bahwa pondasinya
adalah yang dibawa Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam yaitu Islam.
172
Karena agama ini tidak bisa tegak kecuali dengan shalat. Oleh karena itu pendapat yang rajih adalah
kafirnya orang yang meninggalkan shalat.
173
Puncaknya dan pelengkapnya adalah jihad fii sabiilillah. Apabila seseorang telah memperbaiki dirinya, ia
akan berusaha memperbaiki orang lain dengan berdakwah dan berjihad agar kalimat Allah menjadi tinggi,
inilah puncak Islam dan dengannya Islam semakin tinggi.
174
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah Ta‟ala menutup risalah ini dengan
mengembalikan ilmu kepada Allah Azza wa Jalla, shalawat dan salam kepada Nabi-Nya Muhammad
shallalllahu 'alaihi wa sallam. Dengan demikian, selesailah Al Ushul Ats Tsalaatsah dan hal-hal yang
berkaitan dengannya. Kita meminta kepada Allah agar Dia membalas penulisnya dengan balasan yang
terbaik, memberikan juga bagian pahalanya untuk kita serta mengumpulkan kita dan dia di tempat
kemuliaan-Nya (surga), sesungguhnya Dia Maha Pemberi lagi Maha Mulia. Segala puji bagi Allah, semoga
shalawat dan salam terlimpah kepada Nabi kita Muhammad.

43

Anda mungkin juga menyukai