4215211001152238913830march2018 PDF
4215211001152238913830march2018 PDF
HIDROLOGI
Dwi Ariyani, ST.MT
2015
2015
1.1. Umum
Air merupakan hal yang sangat penting bagi eksistensi umat manusia,
seiring dengan peningkatan populasi di bumi dan meningkatnya kepadatan
penduduk menyebabkan kebutuhan akan air terus bertambah baik itu di bidang
pertanian dan industry, dan doomestik. Hal ini menjadi faktor penyebab
tingkat kekritisan jumlah air di berbagai daerah.
1
1 inch = 0,254 meter = 25.4 mm
1 foot = 0,3048 meter
1 gallon = 0,003785 m3
1 mile = 1,609 km
2
BAB 2
SIKLUS HIDROLOGI
3
Dalam daur hidrologi komponen masukan utama berupa air hujan, air
hujan yang jatuh di permukaan akan tertahan sementara di sungai, danau, dalam
tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia. (Asdak, 1995). Konsep siklus
hidrologi merupakan hal yang sangat penting, karena air (baik air permukaan
maupun air tanah) bagian dari siklus hidrologi. Siklus hidrologi dimulai dengan
terjadinya panas matahari yang sampai pada permukaan bumi, sehingga
menyebabkan penguapan. Akibat penguapan ini terkumpul massa uap air, yang
dalam kondisi atmosfer tertentu dapat membentuk awan. Akibat dari berbagai
sebab klimatologi awan tersebut dapat menjadi awan yang potensial menimbulkan
hujan. Sebagian air hujan tersebut akan tertahan oleh butiran-butiran tanah,
sebagian akan bergerak dengan arah horisontal sebagai limpasan (run off),
sebagian akan bergerak vertikal ke bawah sebagai infiltrasi, sebagian kecil akan
kembali ke atmosfer melalui penguapan. Air yang terinfiltrasi ke tanah mula-mula
akan mengisi pori-pori tanah sampai mencapai kadar air jenuh. Apabila kondisi
tersebut telah tercapai, maka air tersebut akan bergerak dalam dua arah, arah
horisontal sebagai interflow dan arah vertikal sebagai evaporasi dan
evapotranspirasi akibat adanya energi panas matahari dapat menyebabkan air yang
ada di permukaan, dalam vegetasi, dalam lengas tanah serta laut mengalami
penguapan dan menjadi uap air di atmosfer yang akan menyebabkan terjadinya
hujan. Uap air yang jatuh sebagai hujan akan menempati ruang-ruang
dipermukaan. Air hujan sebagian akan menjadi aliran permukaan (runoff),
meresap kedalam tanah (infiltrasi), tertahan pada vegetasi, dan langsung pada
tubuh air (sungai/laut).
4
Gambar 2.1. distribusi air hujan
2.2. Latihan
1. jelaskan secara kualitatif bagaimana siklus hidrologi terjadi di bumi?
5
3. jelaskan kenapa ketersediaan air di bumi semakin berkurang dari waktu
ke waktu, apa kaitannya dengan siklus hidrologi?
a. Precipitation?
b. Run Off
c. infiltration
d. sub surface flow
e. direct run off/strom flow
f. base flow
g. perkolasi
h. interflow
i. ground water
j. transpirasi
k. evaporasi
6
BAB 3
HYDROMETEOROLOGY
- Nitrogen (78 %)
- Oxygen (21 %)
- Inert gas (1 %)
Bentuk dari variable diatas bisa berupa padat, cair atau gas. Air termasuk
ke dalam variable pengisi udara/atmosphere, yang jumlahnya 4% di atmosphere,
humidity atau kelembaban merupakan bentuk air yang berada di atmosfer dalam
bentuk gas. Air, ozon (O3) dan karbon dioxide (CO2) berada di atmosphere
dengan proporsi yang bervariasi.
7
Trewartha, 1980). Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara
lain suhu, tekanan, angin kelembaban, yang terjadi disuatu daerah selama
kurun waktu yang panjang (Gibbs,1987). Ilmu yang mempelajari seluk
beluk tentang iklim disebut klimatologi.
- UNSUR YANG BERPENGARUH Temperatur, Tekanan, Kelembaban,
Curah Hujan
- TEKANAN UDARA Besarnya tekanan udara di setiap tempat pada suatu
saat berubah-ubah. Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, makin
rendah tekanan udaranya. Garis khayal dalam peta yang menghubungkan
tempat- tempat yang mempunyai tekanan udara sama disebut isobar.
- ANGIN Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui tentang angin
antara lain : Kecepatan Angin, kecepatan angin dapat diukur, dengan
suatu alat yang disebut Anemometer Kekuatan Angin, Arah Angin
- KELEMBABAN UDARA Kelembaban udara adalah banyaknya uap air
yang terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu. Alat
untuk mengukur kelembaban udara disebut psychrometer atau hygrometer
Kelembaban udara dapat dibedakan menjadi : Kelembaban mutlak atau
kelembaban absolut, yaitu kelembaban yang menunjukkan berapa gram
berat uap air yang terkandung dalam satu meter kubik (1 m3) udara
8
3.2. Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hydrometeorology ?
2. Komponen-komponen apa saja dalam hydrometeorology yang paling
berpengaruh terhadap analisa hidrologi ? jelaskan ?
3. Apa yang dimaksud dengan kelembaban relative (RH) ?
4. Jelaskan proses terjadinya hujan?
5. Apa pengaruh perubahan iklim terhadap siklus hidrlogi dan terhadap
sumber daya air di bumi?
9
BAB 4
LIMPASAN HUJAN DAN HIDROMETRI
Air aliran permukaan atau run off adalah bagian dari curah hujan yang
mengalir di atas perkaan tanah yang menuju ke sungai, danau dan lautan.
Sebagian dari air tidak sempat meresap ke dalam tanah dan oleh karena itu
mengalir menuju kedaerah yang lebih rendah. Ada pula air yang telah masuk
kedalam tanah kemudian keluar lagi karena tanah telah jenuh terhadap air dan
mengalir ke tempat yang lebih rendah.
Limpasan akibat hujan ini dapat terjadi dengan cepat dan dapat pula
setelah beberapa jam setelah terjadinya hujan. Lama waktu kejadian hujan
puncak dan aliran puncak sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah tempat
jatuhnya hujan. Makin besar perbedaan waktu kejadian hujan puncak dan
debit puncak, makin baik kondisi wilayah tersbut dalam menyimpan air di
dalam tanah.
Debit aliran merupakan komponen yang paling diperhatikan dalam
analisis banjir. Pada sebagian besar studi hidrograf analisis tidak dilakukan
dengan melakukan pemisahan seperti diatas tetapi analisis dilakukan dengan
memisahkan aliran cepat (Quickflow) dan aliran lambat (baseflow): aliran air
pada musim kemarau ketika tidak ada curah hujan yang ikut membentuk debit
aliran.
Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi run off pada
musim hujan antara lain
1. Faktor Meteorologi
a. Faktor Presipitasi: tipe, intensitas, durasi, distribusi
b. Faktor Cuaca : suhu, kelembaban, angin, keasaman
2. Faktor DAS
a. Topografi : bentuk, lereng, aspek DAS
b. Geologi : Struktur batuan
c. Jenis tanah : struktur dan tekstur
d. Vegetasi/liputan lahan
e. Jaringan sungai
3. Faktor Manusia
10
a. Bangunan air
b. Teknik pertanian/pengolahan sawah
c. Urbanisasi
d. Penggunaan lahan
11
Gambar 4.2. Bentuk Marfologi Sungai
12
aliran sungai semakin bengkok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus,
sehingga terjadinya danau bekas aliran sungai yang berbentuk tapal kuda atau
oxbow lake.
4. Sungai Anastomasing
Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang
bercabang-cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu
13
kembali pada titik dan kemudian bersatu kembali pada titik yang lain membentuk
satu aliran. Energi alir sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara
sungai teranyam dan sungai anastomosing. Pada sungai teranyam (braided), aliran
sungai menyebar dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah
sungai tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah
beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu
kembali pada induk sungai pada jarak tertentu . Pada daerah onggokan sungai
sering diendapkan material halus dan biasanya ditutupi oleh vegetasi.
b. aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah, bawah,
depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya perubahan friksi, yang
mengakibatkan perubahan gradien kecepatan. Kecepatan maksimum pada aliran
turbulen umunya terjadi pada kedalaman 1/3 dari permukaan air terhadap
kedalaman sungai.
Sungai seringkali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau
mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan manusia.
Berdasarkan kemanfaatan bangunan penyusun sungai, bagian sungai dapat
dikelompokkan menjadi beberapa komponen yaitu:
a. Bendung dan bendungan dibangun untuk mengontrol aliran, menyimpan air
atau menghasilkan energi.
14
d. Badan sungai dapat dimodifikasi untuk meningkatkan navigasi atau diluruskan
untuk meningkatkan rerata aliran.
0,2 d
0,6 d
0,8 d
Menurut Sosrodarsono dan Tekeda (1993), dari cara-cara pengukuran debit di atas
cara menghitung debit dengan pengukuran kecepatan dan luas penampang
melintang yang paling sering digunakan adalah metode pelampung. Cara tersebut
dapat dengan mudah digunakan meskipun aliran permukaan tinggi. Cara ini sering
digunakan karena tidak dipengaruhi oleh kotoran atau kayu-kayuan yang hanyut
dan mudah dilaksanakan..
Kecepatan rerata vertikal perlu dikalikan dengan faktor K:
K = 0,85
K = 0,60 untuk kedalaman kurang dari 0,5 m
K = 0,90 – 0,95 untuk kedalaman lebih dari 4 m
2. Pengukuran menggunakan alat ukur arus (current meter);
V Vn 1 H n H n 1
Q n
2 2 B
Q H n .Vn . B
dengan:
B = lebar penampang basah pada pias
Vn = kecepatan rata-rata aliran pada penampang pias
Hn = tinggi penampang basah pada pias
Bilangan Froude :
Fr = √ (Pengaruh gravitasi lebih berperan)
17
S : Slope/kemiringan (m/m)
n : koefisien dasar saluran (0,01)
4.9 Latihan
1. Bagaimana ciri aliran air sungai di hulu, tengah dan hilir?
2. Jelaskan bagaimana pengukuran debit aliran sungai dengan pelampung?
3. Jelaskan bagaimana pengukuran debit aliran sungai dengan current meter?
4. Jika diketahui saluran segiempat, dengan debit sebesar 0,4 m2/s, kemiringan
saluran 0,0005m, dan lebar saluran 5 m, berapa tinggi saluran tersebut ?
5. suatu saluran segiempat dengan lebar 5 m , dan diukur kecepatan aliran nya
dengan alat current meter, sehingga didapatkan nilai v 0,2 = 1,2 m2/s, v 0,6 =
0,8 m2/s, v 0,8 = 0,65 m2/s, maka berapa debit aliran sungai tersebut?
Bagaimana jenis alirannya?
6. suatu saluran trapesium dengan tinggi air 4 m , dan diukur kecepatan aliran
nya dengan pelampung, pada tiga titik :
titik 1. L = 500 cm, t = 20 detik,
18
titik 2. L = 500 cm, t = 30 detik,
titik 3. L = 500 m, t = 30 detik,
maka berapa debit aliran sungai tersebut?bagaimana jenis alirannya?
19
BAB 5
CATCHMENT AREA
5.1. Definisi
Catchment (juga disebut drainage basin, river basin, watershed), merupakan
daratan dimana air yang berasal dari hujan atau salju yang mencair mengalir
ke permukaan yang lebih rendah ke badan air seperti sungai, danau, waduk,
muara, rawa, dan laut.
20
zat cair yang terdapat di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk
dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada
di darat. Catchment area erat kaitannya dengan Daerah Aliran Sungai (DAS).
21
BAB 6
PRECIPITATION
6.1. Definisi
Presipitasi adalah istilah umum dari semua bentuk air yang jatuh ke
permukaan, bentuk ini bisa berupa butiran-butiran es, salju dan cairan air.
Untuk daerah tropik seperti Indonesia, bentuk presipitasi adalah pada
umumnya berbentuk cairan dan biasa disebut hujan. Hujan berasal dari
perpadatan dan kondensasi uap, yang selalu ada dalam atmosfir. Gerakan
udara atau angin mempunyai saham besar dalam pembentukan hujan,
berdasarkan atas gerakan udara ini hujan dapat dibagi dalam :
1) Hujan (presipitasi) convective ialah presipitation yang disebabkan oleh
naiknya udara panas, lapisan udara naik ini kemudian bergerak ke daerah
yang lebih dingin (terjadi perpadatan dan kondensasi) dan terjadi hujan.
24
Gambar 6.1. Penakar Hujan Manual
2) Alat Penakar Hujan Automatik
Alat perekam hujan ini , d apat dipakai juga untuk menentukan kecepatan
atau kederasan hujan untuk suatu jangka waktu pendek. Prinsip kerja :
1. Bucket atau cawan atau tempat penampungan air diletakkan di atas pegas yang
dapat bergerak turun apabila dibebani (air hujan).
2. Pinsil atau alat tulis dikaitkan pada bucket dandihubungkan dengan gulungan
kertas grafik.
3. Gulungan kertas grafis dapat selalu berputar dari tenaga baterai/accu.
4. Bila terjadi hujan, bucket akan bergerak turun karena beban air dan pinsil akan
menggores kertas grafis sehingga membentuk garis gratis turun sesuai dengan
tingkat kederasan hujan.
5. Intensitas hujan adalah perbandingan antara tinggi hujan dengan waktu hujan
Intensitas hujan a = A h / A t ( mm/jam )
25
3. Kemiringan mulut penakar/collector mempengaruhi jumlah air yang
tertangkap beda 10% kemiringan menyebabkan 1,5 % pengurangan air hujan.
Keuntungan alat Ukur hujan automatic
1. Hujan direkam secara otomatis, sehingga tidak perlu ditunggui terus menerus
dan dapat di letakkan pada lokasi yang jauh dari pengamat.
2. Hasil rekaman memberikan gambaran terhadap nilai itensitas setiap saat.
3. 3.Dapat memperkecil kesalahan pembacaan.
6.3. Latihan
1. Jelaskan pengertian pertisipasi dan berikan contohnya yang terjadi dibumi!
2. Bagaimana cara menentukan catchment area?
3. Sebutkan alat penakar hujan Automatik yang saudara ketahui dan jelaskan
prinsip cara bekerjanya.
4. Jelaskan cara-cara penempatan Pos Meteorologi dan alat penakar hujan
dilapangan dan berikan sketsanya.
5. Jelaskan keuntungan dan kerugian masing-masing dari pemakaian alat
penakar
6. hujan biasa dan alat penakar hujan automatik.
7. Jelaskan kriteria pemilihan pemakaian alat penakar hujan yang saudara
rencanakan dan berikan pertimbangannya
26
6.4. Pengelolahan Data Hujan
Pengelolahan data hujan bertujuan sebagai analisa pendahuluan dalam analisa
hidrologi, untuk mengetahui hujan maksimum, rata-rata hujan harian, bulanan dan
tahunan, hujan rencana dan mengetahui probabilitas hujan.
= + +⋯+ ………………………(4.1)
Dimana :
• Px : data hujan yang hilang (mm)
• Nx : hujan tahunan normal pada stasiun X (pada stasiun yang dicari)
• PA, PB, dan Pn : data hujan yang diketahui pada stasiun A, B, sampai N
• NA, NB, dan Nn : hujan tahunan normal pada stasiun A, B, sampai N
• N : jumlah stasiun hujan yang data hujannya tersedia
27
6.4.2. Latihan
1. Hitunglah data curah hujan bulanan yang hilang dari stasiun hujan berikut ini!!!
(satuan dalam mm/bulan)
Stasiun Menggala
Year Jan Feb March Apr Mei Jun Jul Aug Sept Okt Nov Dec
1965 166 262 214 141 129 54 57 30 83 206 288
1966 544 202 295 406 73 55 57 44 190 500 256 343
1967 307 187 400 298 136 32 80 10 1 200 278 452
1968 197 242 310 362 211 102 194 207 83 94 499 397
1969 282 163 284 98 61 248 62 320 192
1970 268 181 456 362 111 111 274 49 248 207 368
1971 449 175 241 311 98 90 74 51 7 121 230 358
1972 320 432 545 121 188 6 21 41 5 2 141 243
1973 164 316 362 145 431 199 26 189 285 105 213 336
1974 168 285 426 236 17 88 163 114 219 158 305 387
1975 444 284 216 270 171 46 148 146 185 288 217 308
1976 277 264 344 162 174 11 111 258 12 381 354 358
1977 306 338 295 354 147 228 43 20 178 80 531
1978 410 475 553 182 111 157 208 198 175 283 337 359
1979 301 268 332 272 162 44 116 101 222 113 156 527
1980 126 423 181 156 132 205 109 192 415 385
28
Stasiun Muaro Bungo
Year Jan Feb March Apr Mei Jun Jul Aug Sept Okt Nov Dec
1965 95 300 192 195 140 165 190 270 75 150 305 275
1966 550 300 390 621 234 140 190 270 460
1967 103 192 441 154 18 150 100 45 265 490 215
1968 400 766 453 367 57 270 100 270 100 220 150 295
1969 300 520 420 300 30 150 40 35 280 55 525 220
1970 626 421 463 326 324 391 31 87 600 314 196 156
1971 500 208 340 355 51 178 203 181 260 165
1972 247 90 284 450 300 50 10 72 140 80 210 270
1973 156 187 422 517 230 101 97 160 240 205 240 336
1974 203 219 298 107 175 270 252 275 365
1975 272 350 290 240 210 100 135 305 150 290 325 195
1976 117 222 183 311 64 187 145 90 88 521 347 208
1977 481 87 131 84 167 127 238 99
1978 195 447 338 239 170 72 220 323 210 341
1979 292 125 168 232 183 112 89 126 303 263 254
1980 129 185 264 452 216 228 174 149 393 474 240
29
Metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums), merupakan pengujian
konsistensi data dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri, yaitu pengujian
dengan kumulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar
kumulatif rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya (Buishand, 1982
dalam Harto, 1993: 59).
Adapun rumus yang digunakan (Harto, 1993: 59) :
Sk* : ∑ ( − )
dengan :
k : 1,2,3,…….,n
∗
Sk** =
∑ ( )
Dy2 =
30
6.4.4. Latihan
1. Dari data hujan yang sudah dilengkapi di stasiun Sungai Penuh,
Menggala dan Muara bungo, tentukan apakah data yang ada konsisten
atau tidak!!!
2. Berikan Penjelasan dan kesimpulan dari hasil point 1 !
1. Tinggi hujan (d) = jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama durasi
hujan dan dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar (mm).
2. Lama waktu / durasi (t) = adalah lama waktu hujan turun dalam satuan waktu
(menit/jam).
3. Intensitas hujan (I) = laju hujan atau tinggi air per satuan waktu (mm/menit,
mm/jam).
4. Frekuensi = jumlah kejadian hujan yang terjadi dan biasanya dinyatakan
dengan kala ulang (return period), misalnya sekali dalam 2, 5, 10, 20, 50, 100
tahun
5. Luas (A), adalah luas geografis daerah sebaran hujan.
31
Untuk keperluan analisis hujan rancangan, diperlukan data hujan daerah aliran
sungai atau hujan kawasan harian maksimum tahunan. Hujan kawasan dapat
ditentukan berdasarkan hujan titik dengan berbagai cara yang ada, yakni Rerata
Aljabar, Poligon Thiessen, atau Isohiet. Dari 3 cara yang disebutkan, cara Isohiet
menghasilkan ketelitian paling tinggi, tetapi kurang didukung dengan ketersediaan
data. Cara Poligon Thiessen lebih umum digunakan dalam beragam analisis.
Persamaan tiap cara untuk mendapatkan hujan wilayah adalah sebagai berikut:
ada 3 metode dalam menghitung curh hujan wilayh, di suatu DAS atau WS, yaitu:
1. Aritmatika/ rata-rata Aljabar
Cara ini berdasarkan asumsi bahwa semua alat penakar curah hujan memiliki
pengaruh yang setara, sehingga cocok untuk kawasan dengan topografi datar
dengan sebaran alat penakar curah hujan yang merata dan harga individual
curah hujannya tidak terlalu jauh dari harga rata–ratanya.
∑
=
Dimana :
P = hujan wilayah
∑P = jumlah curah hujan pada n stasiun
=jumlah stasiun pencatat hujan
Contoh Perhitungan !
Untuk mengukur rata-rata curah hujan yang mewakili suatu daerah X
diperlukan 4 (empat buah) penakar hujan yaitu pada stasiun A, B, C dan D.
Tercatat selama waktu tertentu di stasiun A sebesar 10 cm, di B (25 cm), di C
(15 cm) dan di D (17 cm).
Maka : Rata-rata CH = (10+25+15+17)/4 =…….. cm
2. Poligon Thiessen
Cara ini dikenal juga sebagai cara rata–rata timbang (weighted mean). Cara ini
memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk
mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan
menggambarkan garis–garis sumbu tegak lurus terhadap garis yang
32
menghubungkan dua pos penakar terdekat. Diasumsikan bahwa variasi hujan
antara pos yang satu dengan lainnya adalah linier dan sembarang pos dianggap
dapat mewakili kawasan terdekat.
1
= .
Dimana :
A = Luas wilayah
AN = Luas masing-masing polygon
Contoh Perhitungan !
Gambar 6.3. Daerah Poligon (a 1, a2, a3, a4) yang dibatasi garis putus-putus pada
wilayah A
Luas Daerah Rasio
Daerah (ha) Luas % Luas
a1 1500 0.143 14.286
a2 2500 0.238 23.810
a3 1500 0.143 14.286
a4 5000 0.476 47.619
Jumlah 10500 1 100
Curah
Stasiun Curah Hujan koefisien Hujan
Hujan (cm) Thiessen di Daerah A
a1 10 0.143 1.429
a2 25 0.238 5.952
a3 15 0.143 2.143
a4 17 0.476 8.095
Curah Hujan Rata-rata di Wilayah A 17.619 cm
3. Isohyet
Isohet adalah garis pada peta yang menunjukkan tempat -tempat dengan curah
hujan yang sama
33
1
= .
Dimana :
Ai = luas antara dua garis isohyet
Jadi dengan cara isohyets didapati curah hujan rata-rata di wilayah A sebesar
5,81 cm
34
6.4.6. Latihan
1. Berikut tabel stasiun hujan dan luas wilayah masing-masing stasiun
LUAS
STASIUN (km2)
STA sungai Penuh 44.770
STA Menggala 106.138
STA Muaro Bungo 26.419
JUMLAH 217.601
Data curah hujan bulanan tersedia di masing-masing stasiun, selama 16 tahun, dari
tahun 1965 s/d 1980
Hitung curah hujan wilayah metode polygon thiessen dan rata-rata aljabar !
Home Work !!!
1. Cari peta Daerah aliran sungai, dengan masing-masing stasiun hujan yang ada
pada Daerah aliran sungai tersebut, minimal 3 stasiun hujan!
2. Cari data hujan harian dari stasiun hujan (point 1) selama 10 tahun!
3. Analisis data hujan harian menjadi curah hujan bulanan!
4. Uji Konsisitensi Datanya!
5. Gambar polygon thiessen nya!
6. Cari curah hujan wilayah metode aritmatik/rata-rata aljabar, dan metode
polygon thiessen!
= +1
5
= 0,7
Dimana : R80 = Curah hujan andalan tengah bulan (mm/hari) Re = Curah hujan
efektif (mm/hari) n = Jumlah tahun pengamatan curah hujan.
Curah hujan efektif dapat juga dihitung dengan rumus:
Re = Rtot (125 – 0,2 Rtot)/125 ; Rtot < 250 mm
Re = 125 + 0,1 Rtot ; Rtot > 250 mm
Dimana : Rtot adalah jumlah curah hujan bulanan (mm/hari)
6.4.8. Latihan
1. Dari data curah hujan harian yang telah kalian dapatkan, hitunglah curah
hujan efektifnya !
36
BAB 7
EVAPOTRANSPIRASI
Evapotranspirasi adalah kombinasi proses kehilangan air dari suatu lahan
bertanaman melalui evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses dimana
air diubah menjadi uap air (vaporasi, vaporization) dan selanjutnya uap air
tersebut dipindahkan dari permukaan bidang penguapan ke atmosfer (vapor
removal). Evaporai terjadi pada berbagai jenis permukaan seperti danau, sungai
lahan pertanian, tanah, maupun dari vegetasi yang basah. Transpirasi adalah
vaporisasi di dalam jaringan tanaman dan selanjutnya uap air tersebut
dipindahkan dari permukaan tanaman ke atmosfer (vapor removal). Pada
transpirasi, vaporisasi terjadi terutama di ruang antar sel daun dan selanjutnya
melalui stomata uap air akan lepas ke atmosfer. Hamper semua air yang diambil
tanaman dari media tanam (tanah) akan ditranspirasikan, dan hanya sebagian
kecil yang dimanfaatkan tanaman (Allen et al. 1998).
37
Evapotranspirasi terbagi atas beberapa jenis, yaitu Evapotranspirasi
Potensial, Evapotranspirasi standar, Evapotranspirasi Tanaman, Evapotranspirasi
actual. Biasanya untuk menganalisa debit andalan untuk mengetahui ketersediaan
air, dipengaruhi oleh evapotranspirasi potensial. Adapun metode yng digunakan
untuk mencari nilai evapotranspirasi potensial adalah metode penman yang telah
dimodifikasi dan metode blaney cridle
dengan :
c = angka koreksi Penmann yang besarnya mempertimbangkan perbedaan
kecepatan angin (u) siang dan malam.
Prosedur perhitungan ETo berdasarkan rumus Penmann adalah sebagai berikut :
1. Mencari data suhu bulanan rata-rata (t)
2. Mencari besaran (ea), (W), (1-W) dan f(t) dari tabel PN.1, berdasarkan nilai
suhu rerata bulanan (t)
3. Mencari data kelembaban relatif (RH)
4. Mencari besaran (ed) berdasar nilai (ea) dan (RH)
5. Mencari besaran (ea-ed)
6. Mencari besaran f(ed) berdasarkan nilai ed
7. Mencari data letak lintang daerah yang ditinjau
8. Mencari besaran (Ra) dari tabel PN.2, berdasarkan data letak lintang
9. Mencari data kecerahan matahari(n/N)
10. Mencari besaran (Rs) dari perhitungan, berdasarkan (Ra) dan (n/N)
11. Mencari besaran f(n/N) berdasarkan nilai (n/N)
12. Mencari data kecepatan angin rata-rata bulanan (u)
13. Mencari besaran f(u) berdasar nilai u
14. Menghitung besar Rn1 = f(t). f(ed). f(n/N)
15. Mencari besar angka koreksi (c) dari tabel PN.3
16. Menghitung besar ETo*
ETo* = W(0,75 Rs-Rn1) + (1-W).f(u).(ea-ed)
17. Menghitung ETo = c.ETo*
39
Contoh Perhitungan Evapotranspirasi Metode Penmann
Prosedur perhitungan Eto sebagai contoh perhitungan pada bulan Januari
berdasarkan rumus Penmann :
Data yang diketahui :
Perbedaan siang dan malam (u) = 4.70
1. Letak Lintang (LL) = 9o LS
2. Kelembaban Relatif (RH) = 67,25 %
3. Kecerahan matahari (n/N) = 72,00
Perhitungan :
1. Suhu rerata didapat sebesar 26,43
2. Dari tabel PN. 1 diperoleh :
ea = 34,493
W = 0,755
1-W = 0,245
f(t) = 15,986
3. Menghitung nilai ed dari ea x RH
ed = 34,493 x 0,6725
= 23,197 mbar
4. Mencari f(ed) = 0,34 – 0,044 x (ed)0,5
F(ed) = 0,34 – 0,044 x 23,1970,5
= 0,319 mbar
5. Dari tabel Penmann 3.4.a., berdasarkan letak lintang didapat harga Ra = 16,25
6. Mencari harga Rs = (0,25 + (0,54 x n/N))x Ra
Rs = (0,25 + (0,54 x 0,72)) x 16,25
= 10,381 mbar
7. Mencari besaran f(n/N) dari tabel Penmann 3.5.k. atau dengan rumus:
F(n/N) = 0,1 + (0,9 x n/N)
= 0,1 + (0,9 x 0.72)
= 0,649
8. Mencari besar f(u) berdasarkan harga u :
F(u) = 0,27 x (1+(0,864 x u))
= 0,27 x (1+ (0,864 x 4,70))
40
= 1,366
9. Menghitung besarnya Rn1 dengan rumus :
Rn1 = f(t) x f(ed) x f(n/N)
= 15,986 x 0,319 x 0,649 = 3,308 mm/hari
10. Menghitung ETo*
ETo* = (W x ((0,75 x Rs)-Rn1)) + ((1-W) x f(u) x (ea-ed))
= 0,755 x (0,75 x 10,381 – 3,308) + (0,245 x 1,366 x 11,269)
= 6,352 mm/hari
11. Menghitung ET = ETo* x c
ETo = 6,352 x 1,09
= 6,898
Jadi nilai evapotranspirasi potensial metode penman modifikasi adalah 6,898
cm
41
5. Mencari angka koreksi dari tabel BC.3, sesuai dengan bulan yang
ditinjau
6. Menghitung ETo =c. ETo*
42
Tabel 7.1. Hubungan suhu (t) dengan nilai ea (mbar, w, (1-w) dan f(t)
43
Tabel 7.2. angka koreksi Penmann
Angka
Bulan C
Jan 1.1
Feb 1.1
Mar 1.0
Apr 0.9
Mei 0.9
Jun 0.9
Jul 0.9
Ags 1.0
Sep 1.1
Okt 1.1
Nov 1.1
Des 1.1
Tabel 7.3. Besaran nilai angot (Ra) dalam evaporasi ekivalen dalam hubungannya
dengan letak lintang (mm/hari) (untuk daerah Indonesia, antara 50LU sampai
100LS)
Bulan Lintang Utara (LU) Lintang Selatan (LS)
5 4 2 0 2 4 6 8 10
Januari 13.0 14.3 14.7 15.0 15.3 15.5 15.8 16.1 16.1
Pebruari 14.0 15.0 15.3 15.5 15.7 15.8 16.0 16.1 16.0
Maret 15.0 15.5 15.6 15.7 15.7 15.6 15.6 15.5 15.3
April 15.1 15.5 15.3 15.3 15.1 14.9 14.7 14.4 14.0
Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 14.1 13.8 13.4 13.1 12.6
Juni 15.0 14.4 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 12.6
Juli 15.1 14.6 14.3 14.1 13.7 13.4 13.1 12.7 11.8
Agustus 15.3 15.1 14.9 14.8 14.5 14.3 14.0 13.7 12.2
September 15.1 15.3 15.3 15.3 15.2 15.1 15.0 14.9 13.3
Oktober 15.7 15.1 15.3 15.4 15.5 15.6 15.7 15.8 14.6
Nopember 14.3 14.5 14.8 15.1 15.3 15.5 15.8 16.0 15.6
Desember 14.6 14.1 14.4 14.8 15.1 15.4 15.7 16.0 16.0
Minimum 13.0 14.1 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 11.8
Maksimum 15.7 15.5 15.6 15.7 15.7 15.8 16.0 16.1 16.1
Rata-rata 14.8 14.9 14.9 14.9 14.9 14.8 14.8 14.7 14.2
44
7.3. Latihan
1. Dari Data Klimatologi berikut, tentukan nilai evapotranspirasi dengan metode
Pennman Modifikasi dan Blaney Cridle, banding kan nilai keduanya, dan beri
kesimpulan !!!!
Bulan
Uraian Sat
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Temperatur
Udara oC 26.50 26.79 26.84 26.97 26.93 26.76 26.63 26.21 25.86 26.34 26.47 26.11
Kecepatan
Angin km/hr 120.01 93.34 155.57 173.35 151.12 164.46 168.90 235.57 284.46 306.69 240.02 235.57
Kelembaban
Udara % 83.57 83.14 83.00 84.29 83.57 82.29 82.57 81.00 81.43 84.43 85.14 85.71
Penyinaran
Matahari % 48.00 55.00 66.00 77.00 75.00 67.00 66.00 86.00 76.00 71.00 72.00 71.00
45
BAB 8
BANJIR RENCANA
Analisa debit banjir digunakan untuk menentukan besarnya debit banjir rencana
pada suatu DAS. Debit banjir rencana merupakan debit maksimum rencana di
sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang tertentu yang dapat dialirkan
tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas sungai.Data untuk
penentuan debit banjir rencana adalah data curah hujan, dimana curah hujan
merupakan salah satu dari beberapa data yang dapat digunakan untuk
memperkirakan besarnya debit banjir rencana baik secara rasional, empiris
maupun statistik.
Adapun langkah-langkah dalam analisis debit banjiradalah sebagai berikut :
1. Menentukan DAS beserta luasnya
2. Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan yang
ada
3. Menganalisis curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun
4. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan curah hujan rencana pada
periode ulang T tahun.
46
Dengan :
P : resiko kegagalan
L : umur rencana (design Life)
T : tahun berulangnya
Pemilihan suatu teknik analisa penentuan banjir rancangan tergantung dari data-
data yang tersedia dan macam dari bangunan air tersebut. Kriteria pemilian banjir
dengan hanya meninjau kemungkinan terjadinya banjir yang lebih besar atau sama
dengan banjir rencana, sekali atau lebih selama bangunan air tersebut berdiri.
Kriteria lain yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan banjir
rancangan sebagai berikut:
Tabel 8.1. Kriteria pemilihan kala ulang banjir rancangan
47
8.2. Perhitungan Curah Hujan Rencana (Hujan Rancangan)
Untuk mendapatkan debit banjir rencana maka perlu
diperhitungkan terlebih dahulu besarnya hujan rencana di suatu wilayah
sungai tersebut. Setelah mendapatkan curah hujan rata-rata dari beberapa
stasiun yang berpengaruh di DAS, selanjutnya dianalisis secara statistik
untuk mendapatkan pola sebaran hujan yang sesuai.
∑ ( − )
=
−1
Dimana :
S : Standart Deviasi
Xi : Curah Hujan (mm/hari)
X : Curah Hujan rata-rata
n : jumlah data hujan
b. Koefisien Skewness (Cs)
Koefisien kemencengan adalah penyimpangan kesimetrisan suatu
distribusi, jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut :
= ( − )
( − 1)( − 2)
48
c. Koefisien Kurtosis (Ck)
Kurtosis merupakan kepuncakan (peakness) distribusi. Rumus koefisien
kurtosis menurut Soewarno, 1995)
= ( − )
( − 1)( − 2)( − 3)
49
: curah hujan rata-rata (mm/hari)
Sd : simpangan baku/standart deviasi
a : koefisien distribusi normal (tabel …..)
Tabel 8.3. Nilai Koefisien Untuk Distribusi Normal
Kala Ulang (Tahun)
2 5 10 25 50 100
0,00 0,84 1,28 1,71 2,05 2,33
(Sumber : Ir C.D Soemarto,1999)
b. Metode Distribusi Log Normal
Distribusi Log Normal, merupakan hasil transformasidari distribusi Normal,
yaitu dengan merubah varian X menjadi nilai Logaritmik varian X.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan metode ini adalah sebagai berikut :
= + .
Dimana :
Kt : standart variable untuk Kala Ulang (nilainya sama dengan Tabel 9.3)
c. Distribusi Gumbel
Menurut Gumbel (1941), persoalan tertua adalah berhubungan dengan nilai –
nilai ekstrim dating dari persoalan banjir. Tujuan teori statistic nilai ekstrim
adalah untuk menganalisis hasil pengamatan nilai – nilai ekstrim tersebut untuk
memperkirakan nilai ekstrim berikutnya
= + .
( − )
=
Dimana :
Xt : curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun (mm/hari)
: curah hujan rata-rata hasil pengamatan (mm/hari)
: reduced variable, parameter gumbel untuk periode T tahun
: reduced standart deviasi, merupakan fungsi dari banyaknya data (n)
: Standart deviasi
: curah hujan maksimum (mm)
: lamanya pengamatan
50
Tabel 8.4. Tabel Reduced Mean (Yn)
51
Contoh hasil perhitungan Curah hujan Rancangan metode Gumbel
Tinggi Hujan
No. Tahun R - Rrerata (R - Rrerata)2
(R)
1 1990 250.3928 26.0084 676.4353
2 1991 196.1410 -28.2434 797.6897
3 1992 277.9360 53.5516 2867.7713
4 1993 210.6983 -13.6861 187.3097
5 1994 203.6528 -20.7316 429.8000
6 1995 176.9442 -47.4402 2250.5708
7 1996 258.7392 34.3548 1180.2520
8 1997 214.5187 -9.8657 97.3322
9 1998 154.4089 -69.9755 4896.5750
10 1999 216.1724 -8.2120 67.4366
11 2000 274.2694 49.8850 2488.5127
12 2001 258.7392 34.3548 1180.2520
Jumlah 2692.6130 17119.9371
Rerata 224.3844 1426.6614
Standart Deviasi 37.771172
Tr YT K SD . K R rancangan
Yn = 0.5035
Sn = 0.9833
52
X = 224,38
.Tr = 2, dari tabel Gumbel diperoleh Yt = 0.3665
Sd = 39,4517
Yt Yn
K =
Sn
0.3655 0.5035
=
0,9833
= -0,139
Hujan Rancangan
X = X K .Sd
= 219 mm
Ubah data banjir tahunan sebanyak n buah X1, X2, X3, ….Xn menjadi log X1,
log X2, log X3, … log Xn
Hitung nilai Standar deviasinya dengan rumus berikut ini
n 2
(log Xi log x)
i 1
Sd =
(n 1)
53
n. (log Xi log x)
Cs =
(n 1).(n 2).Sd 2
Hitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki dengan rumus:
Log Q = log X K .Sd
∶
f2 : harga chi kuadrat
Of : Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke –i
Ef : Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke –i
Dari hasil pengamatan yang didapat, dicari pengamatannya dengan chi
kuadrat kritis (diadapat dari tabel nilai kritis untuk distribusi Chi Kuadrat)
paling kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) yang sering
diambil 5 %. Rumus umum derajat kebebasan :
Dk = n-3
54
Dimana; Dk : derajat kebebasan, dan n : banyaknya data
Tabel 8.7. nilai DCR
55
Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non
parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan
fungsi distribusi tertentu.
Langkah-langkah pengujian Smirnov-Kolmogorof adalah sebagai berikut
(Soewarno, 1995: 198) :
1. Mengurutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan juga besarnya
peluang dari masing-masing data tersebut.
2. Menentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran
data (persamaan distribusinya).
3. Dari kedua nilai peluang ditentukan selisih terbesarnya antara peluang
pengamatan dengan peluang teoritis.
4. Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov Test) dapat ditentukan
harga Dcr.
Apabila Do lebih kecil dari Dcr maka distribusi teoritis yang digunakan untuk
menentukan persamaan distribusi dapat diterima, apabila Do lebih besar dari
Dcr maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan
distribusi tidak dapat diterima. Nilai Dcr untuk uji Smirnov-Kolmogorov
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini
Tabel 8.8. Nilai Kritis (Dcr) untuk Uji Smirnov Kolmogorov
56
8.3. Distribusi Hujan Jam-jaman
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam
tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun
waktu air hujan terkonsentrasi (Wesli, 2008). Besarnya intensitas curah hujan
berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.
Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi
pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas,
jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi
cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang
jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan
ditumpahkan dari langit. (Suroso, 2006)
Intensitas curah hujan didefinisikan sebagai ketinggian curah hujan yang
terjadi pada kurun waktu dimana air hujan berkonsentrasi. Analisa intensitas curah
hujan ini dapat diproses berdasarkan data curah hujan yang telah terjadi pada
tahun - tahun sebelumnya. Perhitungan besarnya intensitas curah hujan dapat
dipergunakan beberapa rumus empiris dalam hidrologi. Rumus Mononobe dipakai
apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian
1. Metode pertama intensitas hujan jam-jaman dengan rumus Mononobe
Menghitung intensitas rencana dengan rumus mononobe, harus tersedia
data hujan harian, bentuk umum dari rumus mononobe adalah :
/
R 24
I=
24 t
Dimana :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam)
t = lamanya hujan (24 jam)
Contoh kasusnya seperti ini, jika anda ingin mengetahui intensitas curah
hujan dari data curah hujan harian selama 5 menit, pengerjaannya adalah
sebagai berikut (jika diketahui curah hujan selama satu hari bernilai 56
mm/hari) :
R 24
I=
24 t
57
/
I= /
= 101,76 mm/jam
Ket : ubah waktu dari menit menjadi jam, contoh durasi selama 5 menit,
maka durasi hujannya menjadi 5/60, atau selama 0,833 jam
2. Metode kedua adalah Metode Van Breen
Berdasarkan penelitian Ir. Van Breen di Indonesia, khususnya di
Pulau Jawa, curah hujan terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah curah
hujan sebesar 90% dari jumlah curah hujan selama 24 jam (Anonim dalam
Melinda, 2007).
Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode
Van Breen adalah sebagai berikut :
54R + 0,07R
I =
t + 0,3R
Dimana :
IT : Intensitas curah hujan pada suatu periode ulang (T tahun)
RT : Tinggi curah hujan pada periode ulang T Tahun (mm/hari)
Dengan nilai yang sama dengan nilai yang digunakan dalam metode
mononobe, maka perhitungan intensitas curah hujan dengan metode Van
Breen, didapatan nilai sebagai berikut :
54R + 0,07R
I =
t + 0,3R
54 x 56 + 0,07(56)
I =
5 + 0,3 x 56
= 148,78 mm/jam
58
1218t + 54
R =X
X (1 − t) + 1272t
Dimana :
t : durasi curah hujan dalam satu jam
Xt : Curah hujan maksimum yang terpilih
R
I=
t
Untuk 1 ≤ t < 24 jam :
11300t Xi
R=
t + 3,12 100
Dimana :
t : durasi curah hujan dalam satuan waktu
R,Rt : curah hujan maksimum yang terpilih
t : Durasi curah hujan (jam)
Xt : Curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm/hari)
Dengan nilai contoh yang sama, akan tetapi ditambah dengan durasi 60
menit
Durasi 5 menit
1218t + 54
R =X
X (1 − t) + 1272t
= 55,35
Untuk 1 ≤ t < 1 jam
11300t Ri
R=
t + 3,12 100
= 32,87
R
I=
t
= 394,46mm/jam
Durasi 60 menit
1218t + 54
R =X
X (1 − t) + 1272t
59
= 56
Untuk 1 ≤ t < 24 jam
11300t Ri
R=
t + 3,12 100
= 29,33
R
I=
t
= 29,33 mm/jam
60
R = 1 – (1 – P)n = 1-(1panjang alur sungai utama terpanjang (length of the
longest channel)
dengan :
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai
30% dari debit puncak (jam)
Tp = tg + 0,8 tr
T0,3 = α tg
Tr = 0,5 tg sampai tg
tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir
(jam). tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
61
α = 1,5 pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat
62
8.4.2. Debit Banjir Rencana Metode Gamma I
Hidrograf satuan sintetik Gama I dikembangkan oleh Sri Harto (1993, 2000)
berdasar perilaku hidrologis 30 DAS di Pulau Jawa. Meskipun diturunkan dari
data DAS di pulau Jawa, ternyata hidrograf satuan sintetik Gama I juga berfungsi
baik untuk berbagai daerah lain di Indonesia (Triatmodjo, 2008). HSS Gama I
terdiri dari tiga bagian pokok yaitu sisi naik (rising limb), puncak (crest) dan sisi
turun / resesi (recession limb). Gambar 2-2 menunjukan HSS Gama I. Dalam
gambar tersebut tampak ada patahan dalam sisi resesi. Hal ini disebabkan sisi
resesi mengikuti persamaan eksponensial yang tidak memungkinkan debit sama
dengan nol. Meskipun pengaruhnya sangat kecil namun harus diperhitungkan
bahwa volume hidrograf satuan harus tetap satu.
HSS Gama I terdiri dari empat variabel pokok, yaitu waktu naik (time of rise -
TR), debit puncak (Qp), waktu dasar (TB), dan sisi resesi yang ditentukan oleh
nilai koefisien tampungan (K) (Triatmodjo, 2008).
a. Waktu mencapai puncak
= , + , . + ,
.
63
Dimana :
Dimana :
c. Waktu Dasar
Dimana :
RUA : perbandingan antara luas DTA yang diukur di hulu garis yang ditarik
tegak lurus garis hubung antara stasiun pengukuran dengan titik yang paling dekat
dengan titik berat DTA melewati titik tersebut dengan luas DTA total
RUA : AU/A
d. Indeks
Dimana :
65
indeks infiltrasi (mm/jam)
A : luas DTA
e. Aliran Dasar
f. Waktu Kosentrasi
,
0,87
=
1000
dimana :
tc : waktu konsentrasi (jam)
L : panjang saluran utama (km)
S : kemiringan rata-rata saluran utama.
g. Faktor Tampungan
66
D : kerapatan jaringan kuras (drainage density) atau indeks kerapatan sungai
yaitu perbandingan jumlah panjang sungai semua tingkat dibagi dengan
luas DTA.
Q1 = Qp. e-t/k
dimana :
Qt : debit yang diukur dalam jam ke-t sesudah debit puncak dalam (m³/det)
Qp : debit puncak dalam (m³/det)
t : waktu yang diukur dari saat terjadinya debit puncak (jam)
k : koefisien tampungan (jam)
Analisis hidrograf banjir untuk kala ulang dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
Qtotal = U1.Rei + U2.Rei-1 + U3.Rei-2 + ....... + Un.Rei-(n+1) + Qb
Di mana :
Qtotal : debit banjir rancangan untuk periode ulang T tahun.
Un : ordinat unit HSS gama-I.
Rei : hujan efektif pada jam ke i.
Qb : aliran dasar(base flow).
8.5. Latihan
1. Dari data hujan harian periode waktu 10 tahun yang sudah kalian dapatkan,
hitunglah hujan rencana dengan semua metode, bandingkan hasilnya! Dan
berikan kesimpulan nya !!!!
2. Setelah didapatkan hujan rencananya hitunglah debit banjir rencananya!!!!
67
BAB 9
DEBIT ANDALAN
Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air
dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam perencanaan proyek–
proyek penyediaan air terlebih dahulu harus dicari debit andalan (dependable
discharge), yang tujuannya adalah untuk menentukan debit perencanaan yang
diharapkan selalu tersedia di sungai (Soemarto, 1987).
Debit tersebut digunakan sebagai patokan ketersediaan debit yang masuk ke
waduk pada saat pengoperasiannya. Untuk menghitung debit andalan tersebut,
dihitung peluang 80 % dari debit infow sumber air pada pencatatan debit pada
periode tertentu.
= 100%
+1
Dengan ;
P = peluang (%)
m = nomor urut data
n = jumlah data
perencanaan teknik sumber daya air membutuhkan nilai probabilitas debit
diandalkan :
Penyediaan air minum dengan debit andalan 99 %
Pembangkit tenaga listrik dengan debit andalan 85 – 90 %
Perencanaan irigasi dengan debit andalan 70% - 85%
9.2. Latihan
Tentukan debit andalan dengan metode FJ Mock dari data Cuah hujan yag telah
kalian dapatkan pada bab sebelumnya !!!!
69
DAFTAR PUSTAKA
70