Anda di halaman 1dari 2

Masalah penyalahgunaan obat merupakan masalah yang menjadi

keprihatinan secara nasional dan internasional. Penyalahgunaan obat merupakan


permasalahan global yang sudah menjadi acaman serius dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Drug abuse atau penyalahgunaan obat menurut World
Health Organisation (WHO) adalah penggunaan obat-obatan atau zat kimia yang
tidak ditujukan untuk pengobatan atau medikasi, akan tetapi obat-obatan tersebut
dipergunakan untuk mendapat kenikmatan. Jenis zat yang paling banyak
digunakan oleh penyalahguna yang mendapatkan pelayanan terapi dan
hehabilitasi di BNN adalah opioid (Miratulhusda dkk, 2015).

Opioid atau opiat adalah salah satu jenis narkotika yang bersifat depresan,
yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat
pemakainya merasa tenang, pendiam, dan bahkan membuat tidur dan tidak
sadarkan diri (Shives, 2005). Di dalam bidang kedokteran, opioida bermanfaat
sebagai analgesik (Joewana, 2010). Namun, pada era sekarang penyalahgunaan
obat opioid menjadi problema yang sangat mengkhawatirkan karena obat opioid
dapat menyebabkan seseorang ketergantungan. Sel otak terdiri dari berbagai
macam zat kimia yang disebut neurotransmitter. Zat kimia ini bekerja pada
sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf lainnya (sinaps). Beberapa di
antara neurotransmitter itu memiliki efek yang hampir sama dengan narkotika jika
di ekskresikan. Semua zat psikoaktif napza dapat mengubah perilaku, perasaan
dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau beberapa
neurotransmitter. Neurotransmitter yang paling berperan dalam terjadinya
ketergantungan adalah dopamin. (Michelle E. Allen, 2004).

Bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan adalah


sistem limbus (Michelle E. Allen, 2004). Hipotalamus adalah bagian dari sistem
limbus, sebagai pusat kenikmatan. Jika zat masuk ke dalam tubuh, dengan cara
ditelan, dihirup, atau disuntikkan, maka zat tersebut mengubah susunan
biokimiawi neurotransmitter pada sistem limbus. Karena ada asupan zat dari luar,
produksi dalam tubuh terhenti atau terganggu, sehingga akan selalu membutuhkan
zat dari luar. (Michelle E. Allen, 2004).
Jika seseorang memakai opioid lagi, seseorang akan kembali merasa
nikmat seolah-olah kebutuhan batinnya terpuaskan. Jika kondisi ini terjadi terus
menerus, maka otak akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai
prioritas sebab menyenangkan. Akibatnya otak membuat program salah seolah-
olah orang itu memerlukannya sebagai kebutuhan pokok, Sehingga terjadi
ketergantungan sehingga diperlukan adanya terapi yang pada umumnya
digunakan untuk memperbaiki kualitsa hidup individu dengan ketergantungan
opioid. (WHO, 2002).

Anda mungkin juga menyukai