Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.


Hemeroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami
berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan
diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid. Hemoroid
diklasifikasikan menjadi dua tipe. Hemeroid internal, yaitu hemoroid yang
terjadi diatas sfingter anal sedangkan yang muncul di luar sfingter anal
disebut hemoroid eksternal. (Brunner& Suddarth,2008)
Hemoroid merupakan penyakit daerah anus yang cukup banyak
ditemukan pada praktek dokter sehari-hari. Di RSCM selama 2 tahun. Dari
414 kali pemeriksaan kolonoskopi didapatkan 108(26,09%) kasus
hemoroid. (Aru w. Sudoyo 2009). Berdasarkan data yang diambil di ruang
paviliun mawar RSUD Kabupaten jombangangka kejadian hemoroid pada
tahun 2012 terjadi sebanyak 30% kejadian.sedangkanangka kejadian
hemoroid pada tahun 2013 terjadi sebanyak 45% kejadian.dansampai
bulan desember pada tahun 2014 angka kejadian hemoroid meningkat
menjadi sebanyak 50 (50.18%) kejadian.. Jumlah keseluruhan dari sampai
desember 2014 yaitu 50 kasus.
Penyebab meningkatnya angka kejadian hemoroid dikarenakan
oleh faktor mengedan pada buang besar yang sulit, pola buang besar yang
salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban
sambil membaca, merokok), peningkatan intra abdomen, kehamilan
(disebabkan tekanan janin pada abdomen, dan perubahan hormonal), usia
tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut, yang berlebihan,
hubungan seks peranal, kurang minum air putih, kurang makan makanan
berserat (sayur dan buah), kurang olah raga/imobilisasi. (Aru w. Sudoyo
dkk,2009).

1
B. Tujuan
Tujuan Umum
a. Mampu membuat dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
klien post op hemoroid
b. Sebagai bahan untuk pembelajaran dan pemahaman bagi mahasiswa
untuk lebih memahami tentang post op hemoroid
Tujuan khusus

a. Dapat melaksanakan pengkajian keperawatan pada klien post op


hemoroid
b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada klien post op
hemoroid
c. Dapat menyusun rencana keperawatan pada klien post op hemoroid
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien post op
hemoroid
e. Dapat mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada klien post op
hemoroid

2
BAB II
ISI
A. Asuhan keperawatan teoritis
1. Pengertian
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal
anal. Hemeroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50%
individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya
vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau
memperberat adanya hemoroid. Hemoroid diklasifikasikan menjadi
dua tipe. Hemeroid internal, yaitu hemoroid yang terjadi diatas
sfingter anal sedangkan yang muncul di luar sfingter anal disebut
hemoroid eksternal. (Brunner& Suddarth,2008)
Hemoroid merupakan gangguan sirkulasi darah yang
berupa pelebaran pembuluh (dilatasi) vena pada anus dan rektal.
Pembuluh darah tersebut disebut sebagai venecsia atau varises di
daerah anus atau perianus. Pelebaran pembuluh darah tersebut
terjadi disebabkan karena bendungan darah dalam susunan
pembuluh darah vena dan tidak hanya melibatkan pembuluh darah,
tetapi juga melibatkan jaringan lunak dan otot sekitar anorektal
(Smeltzer, 2008).

2. Etiologi
Beberapa penyebab dari munculnya hemoroid menurut
Sjamsuhidayat & Jong (2008) yaitu:
a. Usia, degenerasi dari seluruh jaringan tubuh sehingga otot
sfingter menjadi tipis dan atonis.
b. Kehamilan, janin pada uterus serta perubahan hormonal
menyebabkan pembuluh darah hemorodialis meregang dan
dapat diperparah ketika terjadi tekanan saat persalinan.
c. Konstipasi, dapat terjadi jika feses terlalu kering yang timbul
akibat defekasi terlalu lama dan jumlah H2O yang diserap akan
melebihi normal, sehingga feses tetap menjadi kering dan keras.

3
d. Pekerjaan, seperti pekerjaan yang mengharuskan berdiri atau
duduk terlalu lama dan mengangkat beban yang berat memiliki
faktor predisposisi untuk terjadi hemoroid.
e. Hereditas, menurunkan kelemahan dinding pembuluh darah.
f. Nutrisi, kurang mengkonsumsi makanan berserat
g. Obesitas

3. Manifestasi klinis
Hemoroid
Tanda dan gejala yang muncul dari hemoroid internal maupun
eksternal menurut Mansjoer (2000) diantaranya :
a. Hemoroid internal
- Prolaps dan keluar mukus
- Perdarahan rektal
- Rasa tidak nyaman
- Gatal
b. Hemoroid eksternal
- Rasa terbakar
- Nyeri (jika mengalami trombosis)
- Gatal
Post Hemoroidektomi :

a. Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat


menghambat Konstipasi
b. Kesulitan BAK, karena takut mengenai luka operasi
c. Keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
d. Ketidaktahuan klien dalam pemulihan pasca operasi.

4. Komplikasi
Komplikasi bisa muncul setelah operasi hemoroid, tapi risiko
munculnya kondisi serius cukup kecil. Berikut ini adalah beberapa
risiko yang mungkin terjadi:

4
a. Kehilangan kontrol dalam membuang air besar
b. Fistula ani. Saluran kecil yang muncul antara anus dan
permukaan kulit, di dekat anus.
c. Retensi urine. Kesulitan mengosongkan kandung kemih.
d. Stenosis atau penyempitan lubang anus. Risiko tertinggi
munculnya stenosis adalah hemoroid yang berada pada
lingkaran dinding lubang anus.
e. Pendarahan atau mengeluarkan gumpalan darah saat buang air
besar. Biasanya muncul kurang lebih tujuh hari setelah operasi.
f. Infeksi. Ini berisiko munculnya abses atau tumpukan nanah.
Anda akan diberikan antibiotik untuk mengurangi risiko
infeksi.

5. Patofisiologi
Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal
pada daerah anus, karena vena ini berfungsi sebagai katup yang
dapat membantu menahan beban. Namun apabila distensi terus
menerus akan terjadi gangguan vena berupa pelebaran-pelebaran
pembuluh darah vena. Distensi tersebut bisa disebabkan karena
adanya sfingter anal akibat konstipasi, kehamilan, tumor rektum,
pembesaran prostat. Penyakit hati kronik yang dihubungkan
dengan hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena
vena hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam sistem
portal. Selain itu portal tidak memiliki katub sehingga mudah
terjadi aliran balik. Fibroma uteri juga bisa menyebabkan tekanan
intra abdominal sehingga tekanan vena portal dan vena sistemik
meningkat kemudian ditransmisi daerah anarektal. Aliran balik dan
peningkatan tekanan vena tersebut di atas yang berulang-ulang
akan mendorong vena terpisah dari otot sekitarnya sehingga vena
prolap dan menjadi hemoroid.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah
jaringan penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran
feses yang keras secara berulang serta mengedan akan

5
meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus
akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin
membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak
adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti
kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal.
Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan
oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh
darah di bawahnya (Price & Wilson, 2005).

6
Patway

7
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien
hemoroid adalah :
a. Anoskopi
Untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat

pembesaran hemoroid

b. Sigmoidoskopi
Anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai

diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tidak

nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip

rektal, dan kanker

c. Pemeriksaan Barium Enema X-Ray


Pemeriksaan ini dilakukan apda pasien dengan umur diatas 50

tahun dan pasa pasien dengan perdarahan menetap setelah

dilakukan pengobatan terhadap hemoroid

7. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Berdasarkan kriteria dari HIST (Hemorrhoid Institute of South
Texas) menetapkan indikasi pembedahan, antara lain:

1) Hemoroid Interna derajat II berulang


2) Hemoroid interna derajat III dan IV dengan gejala
3) Hemoroid dengan mukosa rektum menonjol keluar anus
4) Hemoroid interna derajat I dan II dengan enyakit
penyertas eperti fisura ani
5) Kegagalan penatalaksanaan konservatif
6) Permintaan pasien

8
Penatalaksanaan pembedahan juga dibutuhkan apabila pasien
dengan kondisi colitis ulseratif. Tatalaksana awal penyakit akut
penyebabnya sebelum melakukan pembedahan. Hindari
penanganan yang agresif pada pasien dnegna penyakit chron,
terutama jika mukosa rektal mengalami inflamasi. Drainase
abses secepat mungkin, meskipun ada penyakit aktif di tempat
lain. Jika dibutuhkan, pembedahan hemoroid dapat dilakukan
pada ibu hamil. Prosedur pembedahan menggunakan intravena
(iv) anastesi lokal. Anastesi regional atau general dapat juga
dilakukan. Dilakuakn pemeriksaan preoperatif sebelum operasi
seperti, evakuasi ringan rektum distal dengan garam enema
untuk membersihkan lapangan kerja. Prosedur pembedahan
dapat dilakukakan dengan beberapa cara, antara lain
hemoroidektomi konvensional, stapler hemorrhoidopexy, dan
recto-anal repair.

b. Rubber-band ligation
Indikasi prosedur ini untuk hemoroid interna derajat II-III.
Metode ini dapat digunakan untuk hemoroid interna derajat III
dan IV apabila dilakukan oleh operator yang berpengalaman.
Pemasangan band-ligatur tidak membutuhkan anastesi dan
dibantu dengan anoskopi, band-ligatur diletakkan pada
proksimal linea dentate. Jaringan akan mengalami nekrosis dan
hilang dalam 1-2 minggu, yang akan meninggalkan ulcer dan
menjadi fibrosis. Jarang terjadi komplikasi, apabila terjadi
komplikasi biasanya ringan. Berdasarkan data meta analisis,
RBL lebih unggul secara signifikan dan memiliki efektifitas
janga panjang dinbanding scleroteraphy atau infra-merah
koagulasi.
c. Skleroterapi
Metode ini cocok untuk penanganan awal hemoroid interna.
Penanganan dilakukan dengan menginjeksi 5 MI 5% phenol oil
di submukosa dasar hemoroid, sehingga terjadi fibrosis

9
submukosa dan pembentukan jaringan parut yang dapat
mencegah atau meminimalkan prolaps pada mukosa.
Meskipun minimal invasif, penanganan dengan metode ini
menimbulkan angka tinggi kesakitan setelah prosedur. Dapat
menimbulkan komplikasi seperti impotensi, retensi urin, abses.
Memiliki angka kekambuhan tinggi sebesar 30 %.
d. Konvensional Hemoroidektomi
Prosedur ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu terbuka
dan tertutup. Pembedahan menggunakan teknik terbuka
(Milligan-Morgan) tanpa melakukan penjahitan pada luka.
Penyembuhan luka berkisar antara 4 sampai 8 minggu.
Pembedahan dengan teknik tertutup (Ferguson),dilakukan
penjahitan pada bekas luka setelah pemotongan hemoroid.
Teknik tertutup ini akan mempercepat terjadinya
penyembuhan. Berdasarkan sistematik review dan data meta-
analisis bahwa penanganan pembedahan hemoroid interna
derajat III dan IV baik terbuka maupun tertutup
hemoroidektomi akan mengalami komplikasi post-operasi dan
penyembuhan lama, tetapi rekuren terjadinya hemoroid sedikit.
e. Stapler Hemorrhoidopexy
Metode ini ditemukan oleh Peck pada tahun 1986, dan
dikembangkan oleh Longo pada tahun 1998. Pasien
dengan hemoroid interna derajat III dan IV efektif untuk
dilakukan prosedur ini. Metode stapler hemorrhoidopexy
menggunakan alat circular stapling untuk memotong
jaringan hemoroid yang mengalami prolaps. Prosedur ini
meminimalkan nyeri setelah operasi, namun pada tahun
2011 berdasarkan review Cochrane, menyataka bahwa
pasien yang menjalani prosedur stapler hemorrhoidopexy
memiliki angka kenaikan untuk terjadinya hemoroid
rekuren dibandingkan pasien dengan hemoroidektomi
konvensioal. Komplikasi yang ditimbulkan setelah

10
prosedur ini meliputi, perforasi rektum, fistula
rektovagina, dan perdarahan pada daerah jahitan.
f. Haemorrhoid Artery Ligation (HAL) dan Rectal-Anal
Repair (RAR)
HAL pertama kali dilaporkan oleh Morinaga (Jepang)
pada tahun 1995. Prosedur ini dilakukan dengan cara
mengikat arteri yang membawa aliran darah akan
menurunkan terkanan internal dari pleksus hemoroidalis.
RAR atau yang biasa disebut proctoplastyi/mucopeksi
merupakan cara mengangkat hemoroid kembali ketempat
asalnya. Prosedur ini dilakukan untuk hemoroid interna
derajat III dan IV.

8. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Data biologis meliputi:
1) Identitas klien
2) Identitas penanggung jawab

Riwayat kesehatan
1) Riwayat infeksi saluran kemih
2) Riwayat pernah menderita batu ginjal
3) Riwayat penyakit DM,jantung
Pengkajian fisik
1) Palpasi kandung kemih
2) Inspeksi daerah meatus
- Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
- Pengkajian pada costoverbralis
Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
Persepsi terhadap kondisi penyakit, mekanisme koping dan
system pendukung pengkajian koping dan system pendukung
pengkajiran pengetahuan klien dan keluarga.

11
1) Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis
Kaji karakteristik nyeri (PQRST)
- P (provoked) : hal yang mencetuskan /
memperberat nyeri
- Q (quality) :kualitas nyeri, misalnya : seperti ditusuk
benda tajam/tumpul, terbakar.
- R (region/radiation) :daerah/bagian tubuh yang
mengalami nyeri / penjalararan nyeri
- S (severity) : intensitas atau beratnya nyeri
- T (time) : waktu
a. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat medis dan kejadian yang lain
b) Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan
penyebab terjadinya
c) Penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
b. Pola Gordon
a) Pola manajemen kesehatan – persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi
masalah kesehatan dengan nyeri, adanya faktor risiko
sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan
nyeri.
b) Pola metabolik – nutrisi
Kebiasaan diit buruk (rendah serta, tinggi lemak, bahan
pengawt), anoreksia, mual, muntah, intoleransi
makanan atau minuman, perubahan berat badan, berat
badan turun, frekuensi makan dan minum, adanya
sesuatu yang dapat mempengaruhi makan dan minum
(agama, budaya, ekonomi) dari rasa ketidaknyamanan
nyeri tersebut
c) Pola eliminasi

12
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat
devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna,
jumlah, ferkuensi) dari nyeri.
d) Aktivitas – latihan
Adanya nyeri meyebabkan kelemahan atau keletihan.
e) Pola istirahat – tidur
Nyeri menyebabkan perubahan pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur.
f) Pola persepsi – kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera
pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu
dalam penginderaan pasien. Pasien dapat merasakan
nyeri.
g) Pola konsep diri – persepsi diri
h) Nyeri mempengaruhi keadaan social seseorang (pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap nyeri
yang dialaminya.
i) Pola hubungan dan peran
j) Pola reproduksi – seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan nyeri dikaji
k) Pola toleransi koping – stress
Adanya nyeri menyebabkan stress.

l) Keyakinan dan nilai


Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi nyeri,
adanya pantangan atau larangan dalam penanganan
nyeri menurut dirinya.
c. Pemeriksaan fisik
- Keadaan Umum
Didapatkan klien tampak lemah, nadi +100x/menit, T
+= 119/6mmH
- Tingkat Kesadaran

13
Normal GCS = 4-5-6
- Sistem Respirasi
Pernafasan normal yaitu 20x/menit, nafsu normal
- Sistem Kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah
- Sistem Integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, rambut agak kusam.
- Sistem Gastrantestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah
kotor.
- Sistem Muskuloskeletal.
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya
kelaina
- Sistem Abdomen
Pada palpasi didapatkan adanya nyeri tekan pada ginjal
akibat adanya peradangan akut maupun kronis dari
ginjal atau saluran kemih yang mengenai pelvis ginjal,
pielonefritis, cystitis, uretra.
- Pengkajian psikologi pasien:
Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan
pengobatan yang telah dilakukan? Adakakan perasaan
malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.
- Aktivitas / istirahat
Gejala :pekerjaan mononton, pekerjaan dimana
pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi.
keterbatasan aktivitas atau imobilisasi sehubungan
dengan kondisi sebelumnya.
- Sirkulasi
Tanda : peningkatan tekanan darah, nadi (nyeri,
ansietas, gagal ginjal). kulit hangat dan kemerahan,
pucat

14
- Eliminasi
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, obstruksi
sebelumnya (kalkulus). penurunan keluaran urine,
kandung kemih penuh. rasa terbakar, dorongan
berkemih, diare.
Tanda : poliguria, hematuria, piuria. perubahan pola
berkemih.
- Makanan / Cairan
Gejala : mual dan muntah, nyeri tekan abdomen diet
tinggi purin, kalsium oksalat, dan fosfat
ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air
dengan cukup
Tanda : distensi abdominal,penurunan/ tak adanya
bising usus muntah
- Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut, nyeri akut, nyeri kolik. lokasi
tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul di
regio sudut kostavertebra, dapat menyebar ke punggung
abdomen, (lipat paha atau genetelia) ngeri dangkal
konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau
kalkulus ginjal. nyeri dapat di gambarkan sebagai akut,
hebat, tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
Tanda : melindungi, perilaku distraksi nyeri tekan pada
area ginjal pada palpasi
- Keamanan
- Gejala : penggunaan alkohol demam, menggigil.
b. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur
pembedahan)
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur
bedah
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

15
RENCANA KEPERAWATAN

Hari/Tgl No Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Ttd


1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (1400)
selama 3x24 jam diharapkan nyeri - Kaji nyeri secara komprehensif
berkurang dari skala nyeri 8 menjadi - Ajarkan teknik distraksi
skala nyeri 3 bercerita
Dengan kriteria hasil : - Berikan informasi mengenai
Kontrol nyeri (1605) nyeri
- Mengenali kapan nyeri terjadi a. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi obat
Tingkat nyeri (2102)
b. Observasi vital sign
- Nyeri yang dilaporkan menjadi ringan
Ekspresi wajah ringan
2. Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka (3660)
keperawatan selama 3 x 24 jam
f. Kaji karakteristik luka
diharapkan Kerusakan integritas
g. Berikan perawatan luka dan
jaringan dapat teratasi dengan
balutan yang sesuai dengan
kriteria hasil :
jenis luka
Integritas jaringan :

16
Kulit dan membran mukosa (1101) h. Ajarkan klien dan keluarga
prosedur perawatan luka
c. Integritas kulit dari skala 2
i. Kolaborasi dengan dokter
banyak terganggu menjadi
dalam pemberian terapi
skala 4 sedikit terganggu
obat
d. Jaringan parut dari skala 2
j. Observasi vital sign
cukup berat ke skala 4 ringan

Penyembuhan luka : Primer (1102)

e. Pembentukan bekas luka dari


skala 4 besar ke skala 2
terbatas

3 Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan daerah (area sayatan)


selama 3 x 24 jam diharapkan tidak 3440
terjadi infeksi dengan kriteria hasil :
- Periksa daerah sayatan terhadap
Keparahan Infeksi (0703) kemerahan.
k. Kemerahan dari skala 2 cukup - bersihkan daerah sayatan

17
berat ke skala 4 ringan menggunakan alat dan kapas yang
l. Nyeri dari skala 2 cukup berat steril mulai dari area yang bersih
ke skala 4 ringan ke arah yang kurang bersih
m. Ketidakstabilan suhu dari skala
- Anjurkan klien dan keluarga untuk
3 sedang ke skala 5 tidak ada
menjaga area balutan luka
n. Cairan yang berbau busuk
tidak ada - Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi obat

-Observasi vital sign

18
B. Resume Kasus
Tanggal/Jam pengkajian : 23/08/2018 15:00 WIB
Diagnosa medis : Post Op Hemoroid
No. Registrasi : 04xxxx
PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Sdr. M
b. Alamat : Sukoharjo
c. Umur : 24 Tahun
d. Pendidikan : Sarjana
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Nyeri luka operasi
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dianus dan
BAB berdarah, setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter
didapatkan diagnosa medis Hemoroid, klien direncanakan
melakukan operasi pada pukul 13:00. Pukul 13:10 klien masuk
ruang IBS, klien selesai operasi pukul 13:45. Klien diindahkan
ke ruang rawat pukul 14:00. Saat dilakukan pengkajian
didapatkan klien mengatakan nyeri dengan TTV : TD : 120/80
mmHg, S : 37,0 0 C, N : 84 x/menit R: 21 x/menit

19
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan DAR
(Data, Action, Response)
1 Nyeri aku berhubungan Data
dengan Agen cidera fisik DS :

(prosedur pembedahan) - klien mengatakan nyeri pada luka operasi

(00132) P : post op hemoroid


Q : ditusuk-tusuk
R : di anus
S : skala 6
T : terus menerus ± tiap 1 menit
DO :
o. klien tampak meringis menahan sakit
p. TTV : TD 120/80 mmHg
S : 370
N : 84x/m
R : 21x/m
Action
1. Mengkaji nyeri secara komprehensif
2. Memonitor tingkat nyeri
3. Mengajarkan terapi relaksasi Nafas dalam dan distraksi
4. Memberikan informasi mengenai nyeri

20
5. Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat
Ketorolac inj 30 mg, jam 16.00
Respons
DS :
- klien mengatakan nyeri pada luka operasi
P : post op hemoroid
Q : ditusuk-tusuk
R : di anus
S : skala 6
T : terus menerus ± tiap 1 menit

DO :
- klien tampak meringis menahan sakit
- TTV : TD 120/80 mmHg
S : 370
N : 84x/m
R : 21x/m

2 Kerusakan integritas jaringan Data


berhubungan dengan DS : - klien mengatakan ada luka operasi
- klien mengatakan nyeri luka operasi

21
prosedur bedah DO : - tampak ada balutan luka operasi
(00044) - klien tampak menahan sakit
- TTV : TD 120/80 mmHg
S : 370
N : 84x/m
Action
a. Kaji karakteristik luka
b. Berikan perawatan luka dan balutan yang sesuai dengan jenis luka
c. Ajarkan klien dan keluarga prosedur perawatan luka
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat
e. Observasi vital sign
f. Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat
Ketorolac inj 30 mg jam 16.00
Respons
S:
- klien mengatakan ada luka operasi
- klien mengatakan nyeri luka operasi

O:
- tampak ada balutan luka operasi

22
- klien tampak menahan sakit
- TTV : TD 120/80 mmHg
S : 370
N : 84x/m
R : 21x/m

3 Resiko infeksi Data


berhubunan dengan DS : - klien mengatakan nyeri pada luka operasi

prosedur invasif
(0004) DO : - luka tampak di balut
- Anus terpasang tampon
TTV : TD 120/80 mmHg
S : 370
N : 84x/m
R : 21x/m

Action
a. Memeriksa daerah sayatan terhadap kemerahan, atau tanda –
tanda dehisensi luka
b. Membersihkan daerah sayatan menggunakan alat dan kapas
yang steril mulai dari area yang bersih ke arah yang kurang

23
bersih
c. Menganjurkan klien dan keluarga untuk menjaga area balutan
luka
d. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat
ketorolac 30 mg jam 16:00 wib
Respon
S:
- klien mengatakan nyeri pada luka operasi

O:
- luka tampak di balut
- Anus terpasang tampon
- TTV : TD 120/80 mmHg
S : 370
N : 84x/m
R : 21x/m

24
C. Hasil
Hasil wawancara expert I di ruang Bangsal Dewasa Keperawatan
Medikal Bedah (dr. M. Hafidz ):
1. Apakah Hemoroid itu ?
Jawaban expert I :
Hemoroid adalah pembengkakan pada pembuuh balik vena di
anus.
2. Apakah penyebab hemoroid?
Pola makan, mengejan saat BAB, mengangkat beban, batuk
kronis dan postpartum.
3. Berapa macam derajat hemoroid?
Derajat I : tidak ada benjolan, keluar darah
Derajat II : ada benjolan, keluar darah, benjolan bisa masuk
spontan
Derajat III : benjolan keluar dari dubur, keluar darah, bisa
masuk spontan
Derajat IV : benjolan keluar dari dubur, keluar darah, benjlan
tidak mask spontan
4. Apakah saja tindakan yang dilakukan jika terjadi hemoroid?
a) Eksternal : Insisi
b) Internal : diikat, pemasangan cincin, skleroterapi,
hemoroidektomi
5. Bagaimana pencegahan hemoroid ?
a) Menghindari makanan pedas dan kurang serat
b) Menghindari mengejan saat BAB
c) Menghindari mengangkat beban
6. Apakah komplikasi yang terjadi setelah post operasi ?
a) Resiko infeksi
b) Resiko perdarahan
c) Resiko konstipasi

25
D. Pembahasan
Nyeri pada post operasi hemororid merupakan respon
fisiologis akibat proses inflamasi. Oleh karena itu nyeri dapat
diatasi dengan melakukan manajemen atau pengelolaan nyeri.
Pemberian informasi pengelolaan nyeri merupakan pengelolaan
mendasar pada nyeri sebelum dan setelah operasi. Pemberian
informasi melalui pendidikan kesehatan ini akan memicu
terjadinya peningkatan pengetahuan pada pasien tentang
bagaimana cara mengelola nyeri yang terjadi setelah tindakan
nyeri (Mansjoer, 2008).
Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda, apabila
nyeri tersebut member kesan ancaman, suatu kehilangan,
hukuman dan tantangan. Faktor perhatian tingkat seseorang klien
memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun. Faktor
kecemasan seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri
juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Stimulus nyeri
mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan
emosi seseorang, khususnya ansietas. Faktor keletihan
meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan
koping (Evangeline dkk, 2015).
Pengelolaan managemen nyeri dapat dilakukan dengan
berbagai tehnik antara lain yaitu tehnik nafas dalam, hipnotis,
distraksi, imajinasi terbimbing dan tehnik relaksasi efflurage.
Teknik non farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk
menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat
yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari.

26
Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai
resiko yang sangat rendah.
Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti
untuk obat–obatan, tindakan tesebut diperlukan untuk
mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa
detik atau menit. Hal yang terpenting adalah dibutuhkan keahlian
perawat dalam berbagai strategi penanganan rasa nyeri, tetapi
tidak semua perawat meyakini atau menggunakan pendakatan
non farmakologis untuk menghilangkan rasa nyeri ketika
merawat pasien selluitis karena kurangnya pengenalan teknik
non farmakologis, maka perawat harus mengembangkan
keahlian dalam berbagai strategi penanganan rasa nyeri.
Berdasarkan hasil penelitian Stania F. Y. Rampengan, Rolly
Rondonuwu dan Franly Onibala yang berjudul “ PENGARUH
TEKNIK RELAKSASI DAN TEKNIK DISTRAKSI
TERHADAP PERUBAHAN INTENSITAS NYERI PADA
PASIEN POST OPERASI DI RUANG IRINA A ATAS RSUP
PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO “
Didapatkan hasil :
1. Teknik Relaksasi.
Hasil penelitian terhadap 15 responden sebelum dilakukan
teknik relaksasi didapatkan hasil sebagian besar responden
mengalami intensitas nyeri lebih nyeri yaitu sebanyak 6 orang
(40%), intensitas nyeri sedikit lebih nyeri sebanyak 4 orang
(26,7%), intensitas nyeri sangat nyeri 3 orang (20%) dan
intensitas nyeri sedikit nyeri sebanyak 2 orang (13,3%). Setelah
dilakukan teknik relaksasi, sebanyak 2 responden menyatakan
tidak mengalami nyeri dan tidak ada responden yang mengalami
intensitas nyeri sangat nyeri dan intensitas nyeri lebih nyeri.
Penelitian sebelumnya oleh Suhartini (2013) dengan judul
pengaruh teknik relaksasi terhadap intensitas nyeri pada pasien

27
post operasi fraktur di ruang irina A BLU RSUP Prof Dr. R. D
Kandou Manado didapatkan hasil diketahui dari 11 orang (55,0
%) dengan intensitas nyeri hebat terkontrol berkurang menjadi
10 orang dengan intensitas nyeri sedang dan 1 orang dengan
intensitas tidak nyeri. Hal yang sama juga terjadi pada 8 orang
(40,0 %) dengan intensitas nyeri sedang berkurang menjadi
intensitas nyeri ringan. Intensitas nyeri ringan 1 orang (5,0 %)
berkurang menjadi tidak nyeri. Serta terdapat pengaruh teknik
relaksasi terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi
fraktur di ruang irina A BLU RSUP Prof Dr. R. D Kandou
Manado dengan nilai P = 0,000. Terdapat kesamaan hasil
penelitian dimana terjadi perubahan intensitas nyeri setelah
dilakukan teknik relaksasi. Kesamaan ini dikarenakan teknik
relaksasi yang dilakukan secara berulang dapat menimbulkan
rasa nyaman bagi pasien. Adanya rasa nyaman inilah yang
menyebabkan timbulnya toleransi terhadap nyeri yang
dirasakan. Menarik napas dalam dan mengisi udara dalam paru-
paru dapat merelaksasikan otot-otot skelet yang.
2. Teknik Distraksi
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 15 responden
didapatkan hasil responden dengan intensitas nyeri sedikit
lebih nyeri dan intensitas nyeri lebih nyeri yaitu berjumlah
masing-masing 5 orang atau 33,3%, reponden lain mengalami
intensitas sangat nyeri berjumlah 4 orang (26,7%) dan nyeri
sangat hebat 1 orang(6,7%). Setelah diberikan teknik
distraksi terdapat 1 orang (6,7%) menyatakan tidak nyeri.
Setelah dilakukan teknik distraksi tidak terdapat pasien yang
mengalami intensitas nyeri sangat nyeri dan nyeri sangat
hebat. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2011)
dengan judul pengaruh teknik distraksi relaksasi terhadap
penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi
laparatomi di PKU Muhammadiyah Gombong menunjukkan

28
intensitas nyeri sebelum dilakukan teknik distraksi relaksasi
dengan prosentase tertinggi masuk interval nyeri skor 4 - 6
sebanyak 18 responden (41,86%), dan tidak ada responden
(0,00%) dengan interval nyeri skor 0, 1 – 3. Intensitas nyeri
setelah dilakukan teknik distraksi relaksasi dengan interval
nyeri skor 4 – 6 sebanyak 25 responden (58,14%), dan tidak
ada responden (0,00%) dengan interval nyeri skor 0. Ada
pengaruh teknik distraksi relaksasi terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomi di PKU
Muhammadiyah Gombong dengan p-value=0,000. Terdapat
kesamaan hasil penelitian yang dilakukan Nurhayati dengan
hasil penelitian ini. Kesamaannya yaitu terdapat pengaruh
yang bermakna tindakan teknik distraksi terhadap perubahan
intensitas nyeri. Teknik distraksi dapat menurunkan nyeri.

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil uraian diatas bisa disimpulkan, Pengelolaan
managemen nyeri dapat dilakukan dengan berbagai tehnik antara lain
yaitu tehnik relaksasi nafas dalam, hipnotis, distraksi, imajinasi
terbimbing dan tehnik relaksasi efflurage. Teknik non farmakologi adalah
cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri
yang sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan
berhari-hari. Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai
resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan
pengganti untuk obat–obatan,tindakan tesebut diperlukan untuk
mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik
atau menit.
Hal yang terpenting adalah dibutuhkan keahlian perawat dalam
berbagai strategi penanganan rasa nyeri, tetapi tidak semua perawat
meyakini atau menggunakan pendekatan non farmakologis
menghilangkan rasa nyeri ketika merawat pasien postoperasi
karenakurangnya pengenalan teknik non farmakologis, maka perawat
harus mengembangkan keahlian dalam berbagai strategi penanganan rasa
nyeri.

B. Saran
Dalam penatalaksanaan nyeri non farmakologis hendaknya
memperhatikan penyebab dari nyeri itu sendiri, seperti yang telah
kami diskusikan, penatalaksanaan nyeri non farmakologis tidak
semua bisa diterapkan pada semua kasus – kasus nyeri.
Penatalaksanaan nyeri non farmakologi bisa diterapkan untuk nyeri
yang tidak begitu hebat misalnya nyeri pada pasien sellulitis lainnya

30
yang sejenis, untuk nyeri pada proses persalinan misalnya tidak
dapat diterapkan teknik ini.
Perawat harus bisa membedakan tanda gejala nyeri,
kemerahan bengkak pada pasien sellulitis dengan pasien yang
hampir sama tanda gejalanya antara pada pasien sindrom stefen
johnson, karena gigitan serangga, dll. Karena pada pasien tertentu
harus cermat dan mendapat tindakan yang tepat. Meskipun tanda
gejalanya sama tapi tindakanya berbeda-beda. Agar tidak keliru
dalam memberikan tindakan maka dibutuhkan kecermatan saat
pengkajian dan pemeriksaan penunjang yang lainya. Perawat harus
lebih banyak belajar lagi mengenai teknik – teknik non
farmakologis, sehingga dalam penerapannya bisa mendapatkan hasil
yang maksimal dalam mengatasi atau paling tidak mengurangi rasa
nyeri yang dialami oleh pasien.

31

Anda mungkin juga menyukai