Anda di halaman 1dari 18

PROJECT INOVATION

Penggunaan Cold Belt Therapy untuk Menurunkan Intensitas Nyeri pada


Persalinan Kala I di Ruang Ponek RST Dr. Asmir Salatiga

Disusun oleh

Eriska Peku Jawang (SN182034)


Erma Fika Lasabuda (SN182035)
Kristiani Desimina Tauho (SN182055)
Muhammad Rizki Hidayat (SN182063)
Rudy Alamsyah (SN182076)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
DAFTAR ISI
Daftar Isi ...................................................................................................... 1

Daftar Tabel .................................................................................................. 2

Daftar Gambar .............................................................................................. 3

Bab I ............................................................................................................ 4

Pendahuluan ................................................................................................ 4

Latar Belakang ............................................................................................ 4

Rumusan Masalah ....................................................................................... 6

Tujuan dan Manfaat .................................................................................... 6

Bab II ........................................................................................................... 7

A. Konsep Inovasi ....................................................................................... 7

Nyeri Persalinan .......................................................................................... 7

Intensitas Nyeri ........................................................................................... 8

Manajemen Nyeri ........................................................................................ 9

Cold Therapy (Kompres Dingin) ................................................................. 10

B. Prosedur Pembuatan Alat ....................................................................... 12

Bab III .......................................................................................................... 14

Metode Penelitian ........................................................................................ 14

Definisi Oprasional ..................................................................................... 14

Kriteria Inklusi ............................................................................................ 14

Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 15

Populasi dan Sampel ................................................................................... 15

Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 15

Teknik Analisa Data .................................................................................... 16

Daftar Pustaka ............................................................................................. 17

1
DAFTAR TABEL

Tabel Tabel 3.1 Prosedur Pelaksanaan Cold Belt Therapy..................................14

2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Berbagai Alat Ukur Penilaian Skala Nyeri ................................. ....8
Gambar 2.2 Desaign Cold Belt Therapy ..............................................................11

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kenyamanan merupakan salah satu kebutuhan dasar pasien yang harus
diperhatikan oleh pemberi layanan kesehatan, terutama perawat sebagai ujung
tombak pemberi layanan kesehatan. Menurut Potter dan Perry (2012,
kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan
sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan
tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).
Kenyamanan sendiri teridir dari 4 aspek, yaitu aspek fisik yang
berhubungan dengan sensasi tubuh, aspek sosial yang berhubungan dengan
hubungan interpersonal, keluarga dan kehidupan sosial, aspek psikospiritual
yang berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri meliputi
harga diri, seksualitas dan makna kehidupan, dan aspek lingkungan yang
berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti
cahaya, bunyi, temperature dan unsur alamiah lainnya.
Gangguan rasa nyaman sendiri merupakan pengalaman sensasi yang
tidak menyenangkan dan berespon terhadap rangsangan yang berbahaya.
Kebutuhan rasa nyaman yang paling sering menyebabkan pasien datang ke
unit gawat darurat adalah rasa nyeri, termasuk nyeri fisiologis pada kala I
persalinan. Menurut Hughs (1992) dalam Wagiyo (2016), rasa tidak nyaman
selama persalinan kala I disebabkan oleh dua hal, yaitu penipisan dan dilatasi
serviks serta iskemia rahim (penurunan aliran darah sehingga oksigen local
mengalami defisit) akibat kontraksi rahim. Impuls rasa nyeri pada tahap
pertama persalinan ini ditransmisikan melalui saraf spinalis (T 11 - 12) dan
saraf-saraf asesoris torakal bawah serta saraf simpatis lumbal atas yang berasal
dari korpus uteri dan serviks (Wagiyo, 2016).
Metode untuk mengurangan nyeri persalinan dalam penelitian ini yaitu
kompres dingin yang telah dimodifikasi kedalam cold belt therapy, yang

4
secara ilmiah dapat mengurangi rasa nyeri dalam persalinan tanpa
farmakologi. Bukan hanya untuk nyeri persalinan, tetapi juga dapat mengatasi
cedera dan nyeri otot. Menurut (Isye dkk, 2018), mengatakan penggunaan
kompres lebih mudah dan praktis melalui prosedur tanpa harus mengikuti
pelatihan. Kompres dingin bersifat vasokontrksi yang berguna untuk
mengurangi ketegangan nyeri sendi dan otot, anastesi lokal mengurangi
pembengkakan, dan menyejukkan kulit.
Penatalaksanaan nyeri sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu
penatalaksanaan secara farmakologis yang melibatkan pengobatan serta
penatalaksanaan non-farmakologis, seperti teknik relaksasi dan kompres panas
maupun dingin yang menurut penelitian efektif menurunkan nyeri persalinan.
Menurut the Gate Theory, efek dari kompres panas pada nyeri terjadi karena
terdapat sebuah mekanisme gerbang di saraf-saraf tulang belakang yang
menghambat penyilangan sinyal rasa sakit dengan menutup sistem gerbang di
sumsum tulang belakang. Sementara itu, kompres dingin secara efektif
menghambat konduksi dari dari saraf-saraf sensori sehingga menurunkan
nyeri. Penelitian membuktikan bahwa kedua teknik ini dapat menurunkan
intensitas nyeri persalinan serta meningkatkan tingkat kepuasan dari ibu
bersalin (Yazdkhasti, 2018). Menurut Shirvani dkk (2014), cold therapy
diimplimentasikan dengan mengaplikasikan es pada permukaan punggung,
dada, rectum dan perineum sambil dipijat.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti didapatkan
data kunjungan ibu yang bersalin dalam pencatatan rekam medis (RM) IGD
dr. ASMIR Salatiga periode bulan Oktober 2019, sebanyak 57 pasien dan
ditemukan masalah keperawatan nyeri kala 1 persalinan sebanyak 40 pasien,
dan 17 pasien rencana operasi Caesar. Selain angka persalinan yang cukup
banyak, metode cold belt therapy belum pernah digunakan untuk mengurangi
nyeri kala 1 persalinan di ruang Ponek IGD RST DR. ASMIR Salatiga, hanya
cara konvensional seperti teknik relaksasi pernafasan dan pijatan ringan yang
digunakan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

5
“Penggunaan Cold Belt Therapy untuk Menurunkan Intensitas Nyeri pada
Persalinan Kala di Ruang Ponek IGD RST DR. ASMIR Salatiga”.

B. Tujuan Penelitian
Tuuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan intensitas nyeri pada
ibu bersalin Kala I sebelum dan setelah diberikan Cold Belt Therapy.

C. Hipotesis Penelitian
H0 : Tidak terdapat perbedaan signifikan antara intensitas nyeri ibu bersalin
Kala I sebelum dan setelah diberikan Cold belt therapy
H1 : Terdapat perbedaan signifikan pada intensitas nyeri ibu bersalin Kala I
sebelum dan setelah diberikan Cold belt therapy

D. Manfaat penelitian
1. Bagi ibu bersalin yang berada pada Kala I persalinan, yaitu untuk
meningkatkan kenyamanan ibu bersalin pada kala I persalinan sebelum
dibawa ke ruang bersalin.
2. Bagi perawat dan tenaga medis yang lain sebagai alternative pemberian
manajemen nyeri non-farmakologis yang mudah digunakan, dapat
digunakan secara berulang-ulang sehingga murah secara ekonomis dan
meminimalkan resiko ketidaknyamanan pada ibu.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP INOVASI
1. Nyeri persalinan
Nyeri persalinan merupakan rasa sakit yang ditimbulkan saat persalinan
yang berlangsung dimulai dari kala I persalinan, rasa sakit terjadi karena
adanya aktifitas besar di dalam tubuh ibu guna mengeluarkan bayi, semua
ini terasa menyakitkan bagi ibu. Rasa sakit kontraksi dimulai dari bagian
bawah perut, mungkin juga menyebar ke kaki, rasa sakit dimulai seperti
sedikit tertusuk, lalu mencapai puncak, kejadian itu terjadi ketika otot-otot
rahim berkontraksi untuk mendorong bayi keluar dari dalam rahim ibu
(Wagiyo, 2016).
Nyeri persalinan Kala I terjadi akibat dilatasi seviks dan sagmen
uterus bawah dengan distensi lanjut, peregangan, dan trauma pada serat
otot dan ligamen. Faktor penyebab nyeri persalinan tersebut antara lain
adalah: a) berkurangnya pasokan oksigen ke otot rahim (nyeri persalinan
menjadi lebih hebat jika interval antara kontraksi singkat, sehingga
pasokan oksigen ke otot rahim belum sepenuhnya pulih), b) meregangnya
leher rahim (effacement dan pelebaran), c) tekanan bayi pada saraf di dan
dekat leher rahim dan vagina, d) ketegangan dan meregangnya jaringan
ikat pendukung rahim dan sendi panggul selama kontraksi dan turunnya
bayi, e) tekanan pada saluran kemih, kandung kemih, dan anus, f)
meregangnya otot-otot dasar panggul dan jaringan vagina, g) ketakutan
dan kecemasan yang dapat menyebabkan dikeluarkannya hormon stress
dalam jumlah besar (epinefrin, norepinefrin, dan lain-lain) yang
mengakibatkan timbulnya nyeri persalinan yang lama dan lebih berat
(Simkin, 2007).
Nyeri persalinan menghasilkan respon psikis dan refleks fisik.
Nyeri persalinan memberikan gejala yang dapat diidentifikasi seperti pada
sistem saraf simpatis yang dapat terjadi mengakibatkan perubahan tekanan

7
darah, nadi, respirasi, dan warna kulit. Ekspresi sikap juga berubah
meliputi peningkatan kecemasan, mengerang, menangis, gerakan tangan
(yang menandakan rasa nyeri) dan ketegangan otot yang sangat di seluruh
tubuh (Andarmoyo & Suharti, 2014).

2. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri mengacu pada tingkat keparahan sensasi nyeri itu sendiri.
Untuk menentukan tingkat nyeri, klien dapat diminta untuk membuat
tingkatan nyeri pada skala verbal tidak ada nyeri, nyeri ringan, nyeri
sedang, nyeri hebat, nyeri sangat hebat, nyeri paling hebat. Skala deskriptif
merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif.
Menurut Jones (Andarmoyo & Suharti, (2014), terdapat beberapa alat ukur
untuk mengukur intensitas nyeri. Skala pendeskripsi verbal (Verbal
Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga
sampai tujuh kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai
nyeri yang tidak tertahankan. Skala penilaian numerik (Numerical Rating
Scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata
dengan menggunakan skala 1-10. Skala analog visual (Visual Analog
Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri.
Selain ke-3 pengukuran skala nyeri tersebut, terdapat satu skala
nyeri lagi, yaitu Face Pain Rating Scale yang terdiri dari 6 wajah kartun
mulai dari wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri” kemudian secara
bertahap meningkat menjadi wajah yang sangat ketakutan “nyeri yang
sangat”, klasifikasinya sebagai berikut: skala 0 (tidak sakit) ekspresi
wajahnya klien masih dapat tersenyum, skala 2 (sedikit sakit) ekspresi
wajahnya kurang bahagia, skala 4 (lebih sakit) ekspresi wajahnya
meringis, skala 6 (lebih sakit lagi) ekpresi wajahnya sedih, skala 8 (jauh
lebih sakit) ekspresi wajahnya sangat ketakutan, skala 10 (benar-benar
sakit) ekspresi wajahnya sangat ketakutan dan sampai menangis
(Andarmoyo & Suharti, 2014).

8
Gambar 1. Berbagai alat ukur penilaian skala nyeri
Sumber: (Andarmoyo & Suharti, 2014).

3. Manajemen Nyeri
Terdapat dua jenis menajemen nyeri yang dilakukan untuk mengontrol
atau mengurangi intensitas nyeri, yaitu manajemen farmakologi dan
manajemen non-farmakologi Perkembangan ilmu kedokteran tentang
manajemen nyeri cenderung lebih mengutamakan terapi farmakologis
yaitu dengan memberikan obat opioid, non-opioid dan analgetik.
Terapi farmakologi dianggap lebih efektif dan efisien serta signifikan
dalam mengatasi nyeri karena efek yang langsung dirasakan secara
fisik, dan kebijakan rumah sakit cenderung lebih memilih terapi
farmakologi untuk mengatasi nyeri yang didukung perkembangan
penelitian terkait. Tindakan farmakologis pada ibu bersalin masih
menimbulkan pertentangan karena pemberian obat selama persalinan
dapat menembus sawar plasenta, sehingga dapat berefek pada aktifitas

9
rahim. Efek obat yang diberikan kepada ibu terhadap bayi dapat secara
langsung maupun tidak langsung (Andarmoyo & Suharti, 2014).
Selain manajemen nyeri farmakologis saat ini juga
dikembangkan manajemen nyeri non farmakologis, di antaranya
berupa penggunaan teknik distraksi teknik relaksasi, hypnosis,
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), pemijatan, tusuk
jarum, aroma terapi, serta kompres hangat dan dingin. Manajemen
secara nonfarmakologis sangat penting karena tidak membahayakan
bagi ibu maupun janin, tidak memperlambat persalinan jika diberikan
kontrol nyeri yang kuat, dan tidak mempunyai efek alergi maupun efek
obat.

4. Cold therapy (kompres dingin)


Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah
setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis. Terapi
dingin diperkirakan menimbulkan efek analgetik dengan
memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang
mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang bekerja adalah
bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi
nyeri (Turlina dkk, 2015).
Kompres dingin ini berguna untuk mengurangi ketegangan nyeri
sendi dan otot, mengurangi pembengkakan, dan menyejukkan kulit.
Kompres dingin akan membuat daerah yang terkena dengan
memperlambat transmisi nyeri melalui neuron-neuron sensorik.
Menurut Rohani, dkk, (2011) menyatakan, mekanisme terjadinya
penurunan nyeri akibat dilakukan kompres dingin karena dingin
menyebabkan vasokonstriksi untuk menurunkan aliran darah ke daerah
tubuh yang mengalami cedera, mencegah terbentuknya edema,
mengurangi inflamasi. Dingin akan meredakan nyeri dengan membuat
area menjadi mati rasa, memperlambat aliran impuls nyeri, meredakan

10
perdarahan dan meningkatkan ambang nyeri, ketegangan otot menurun
yang berguna untuk menghilangkan nyeri.
Salah satu alasan kompres dingin tidak masuk dalam panduan
penanganan nyeri karena kompres dingin tidak efisiensi waktu. Faktor
kenyamanan juga mempengaruhi proses pemberian kompres dingin
karena pasien menjadi basah oleh es batu yang mencair. Namun
demikian pemberian perlakuan kompres dingin tidak mengganggu
pembuluh darah perifer dan tidak menyebabkan kerusakan jaringan
kulit apabila perendaman dilakukan sesuai prosedur.
Saat ini telah dikembangkan Cold Pack sebagai pengganti es
batu untuk mengurangi resiko ketidaknyamanan yang dirasakan oleh
klien ketika diaplikasikan. Cold pack mempunyai beberapa keunggulan
yaitu reusable dan memiliki ketahanan dingin yang lebih lama
dibanding dengan es batu. Cold Pack dapat digunakan berkali-kali
dengan hanya mendinginkan kembali ke dalam lemari pembuat es
(Freezer). Ketahanan beku Cold Pack bisa mencapai 8-12 jam
tergantung boks yang digunakan. Pemakaiannya dapat berulang-ulang
selama kemasan tidak bocor (rusak). Dalam praktek klinik perawatan
nyeri dengan kompres dingin digunakan suhu sekitar 5-10°C yang
diberikan setiap 15 menit.
Efektifitas kompres dingin dengan menggunakan metode yang
bervariasi telah banyak diteliti dan diaplikasikan dalam setting
pelayanan keperawatan. Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan
bahwa Cold Pack efektif mengurangi nyeri pada kasus ortopaedi
ringan, sedangkan pada kasus ortopaedi berat menggunakan
perendaman air es, namun efisiensi penggunaan cold pack lebih
dianjurkan. Penelitian lain membuktikan bahwa cold therapy ini dapat
menurunkan intensitas nyeri persalinan serta meningkatkan tingkat
kepuasan dari ibu bersalin (Yazdkhasti, 2018). Kristanto (2016)
membuktikan bahwa pemberian cold pack memiliki efektifitas lebih

11
besar dibandingkan pemberian relaksasi nafas dalam untuk mengatasi
nyeri pasca Open Reduction Internal Fixation (ORIF).

B. PROSEDUR PEMBUATAN ALAT


1. Alat dan bahan
a. Ice cold pack sebanyak 3 buah dengan ukuran 20 cm x 10 cm
b. Kain berbahan dasar sintetis yang tahan air, ukuran 70 cm x 20 cm
c. Risleting sepanjang 70 cm
d. Jarum dan benang untuk menjahit
e. Gunting
2. Proses pembuatan
a. Gambar pola terlebih dahulu sebagai berikut:

8 x 10 cm 70 x 10 cm 8 x 10 cm

Bag Bag
Bagian a
c1 c2

Bagian b

Gambar 2. Desaign Cold Belt Therapy


b. Potong kain menyerupai pola yang telah digambar
c. Jahit bagian a dan b pada salah satu sisi
d. Jahit bagian a dan ca lalu bagian a dan c2
e. Pada bagian a dan b yang tidak terjahit, pasang risleting
f. Pasang perekat pada bagian c1 bagian dalam dan c2 bagian luar (bisa
dibuat lebih panjang dari ukuran yang ada di pola sehingga bisa
digunakan untuk semua ukuran tubuh)

12
g. Cold belt telah siap untuk digunakan dengan memasukkan 3 buah ice
cold pack yang sebelumnya telah didinginkan di freezer minimal 2
jam.

13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif analitik
dengan desain the one group pretest-posttest design pada intensitas nyeri Kala
I persalinan sebelum dan sesudah pemberian cold belt therapy.

B. Definisi operasional
1) Nyeri persalinan Kala I adalah sensasi nyeri yang dirasakan oleh ibu sejak
mendapatkan tanda-tanda persalinan sampai bukaan lengkap 10 cm.
2) Intensitas nyeri adalah keparahan nyeri yang diungkapkan oleh ibu
bersalin pada Kala I persalinan berdasarkan skala penilaian numerik.
3) Skala nyeri adalah skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales,
NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata dengan
menggunakan skala 1-10.
4) Cold belt therapy adalah manajemen nyeri non farmakologis
menggunakan ice cool pack yang telah didinginkan di dalam lemari es
minimal selama 2 jam dengan suhu 150C dan bentuknya dimodifikasi
menyerupai ikat pinggang yang kemudian direkatkan mengelilingi
pinggang ibu ketika ibu datang ke Ruang PONEK RST Dr. Asmir Salatiga
selama 15 menit.

C. Kriteria inklusi dan ekslusi


1) Kriteria inklusi
a. Usia antara 20-35 tahun
b. Berada pada Kala I fase aktif persalinan
c. Bersedia menjadi responden
2) Kriteria ekslusif
a. Usia < 20 tahun dan > 35 tahun
b. Ibu yang tidak bersedia menjadi responden penelitian

14
D. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Ruang PONEK IGD RST Dr. Asmir Salatiga
selama 5 hari, sejak tanggal 31 Oktober – 3 November 2019.

E. Populasi dan sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin yang dibawa ke ruang
PONEK IGD RST Dr. Asmir Salatiga pada tanggal 31 Oktober sampai dengan
3 November 2019. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan
purporsive sampling sesuai dengan kriteria inklusi yang ada.

F. Teknik pengumpulan data


Pengumpulan data dalam penelitian ini akan menggunakan teknik wawancara
terhadap intensitas nyeri yang dirasakan oleh ibu bersalin dengan alat ukur
skala penilaian numeric atau Numerical Rating Scales sebelum diberikan cold
belt therapy dan setelah diberikan cold belt therapy selama 15 menit. Adapun
prosedur pelaksanaan cold belt therapy adalah sebagai berikut:
Tahapan Fase Prosedur
Fase pra interaksi 1. Melakukan pengkajian skala nyeri pada pasien
2. Mengambil Ice cold pack yang telah
didinginkan di freezer
3. Memasukan Ice cold pack pada belt yang
telah dijahit satu demi satu
4. Merekatkan belt sehingga ice cold pack berada
pada posisi terbungkus belt
5. Memastikan suhu cold belt adalah 50C dengan
menggunakan thermometer air raksa
6. Mendekatkan cold belt pada pasien
Fase orientasi 1. Mencuci tangan
2. Mengucapkan salam
3. Memperkenalkan diri

15
4. Menjelaskan maksud dan tujuan
5. Menjelaskan prosedur
6. Memberikan kesempatan pasien untuk
bertanya
7. Menanyakan kesiapan pasien
8. Memasang sampiran
Fase kerja 1. Meminta dan membantu pasien untuk
berbaring di tempat tidur dengan posisi miring
kiri
2. Menggunakan sarung tangan
3. Membuka pakaian bagian bawah pasien
4. Memakaikan cold belt mengelilingi pinggang
pasien dan merekatkannya
5. Tubuh pasien ditutupi menggunakan selimut
6. Setelah 20 menit, cold belt dilepas
Fase terminasi 1. Melakukan evaluasi intensitas nyeri
menggunakan skala penilaian numerik
2. Mencuci tangan
3. Menyampaikan rencana tindak lanut
4. Berpamitan
5. Melakukan dokumentasi
Tabel 3.1 Prosedur Pelaksanaan Cold Belt Therapy
G. Teknik analisa data
Teknik analisa data dalam penelitian ini akan menggunakan analisa statistika
inferensial uji independen t-test sebelum dan sesudah diberikan intervensi.

16
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S & Suharti. 2014. Persalinan Tanpa Nyei Berlebihan. Jogjakarta:
Ar-russ Media
Bobak, Irene. M., Lowdermilk., and Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan.
Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC

Isye, F., Elly S.,, & Wirda T. 2018. Perbedaan Kompres Hangat Dan Kompres
Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Di Klinik
Utama Taman Sari 1 Kota Pekanbaru. Jurnal Ibu Dan Anak, Volume 6,
Nomor 2, November 2018

Jones, Katherine R, Carol P. Vojir, Evelyn Hutt, Regina Fink.2007. Determining


Mild, Moderate, and Severe Pain Equivalency across Pain-intensity Tools
in Nursing Home Residents. Journal of Rehabilitation Research &
Development. 2007. 44(2): 305-314

Kristanto, Agung, Fitri Arofiati. Efektifitas Penggunaan Cold Pack dibandingkan


Relaksasi Nafas Dalam untuk Mengatasi Nyeri Pasca Open Reduction
Internal Fixation (ORIF). Indonesian Journal of Nursing Practices. 2016.
1(1):68-76

Potter &Pperry 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarra:EGC

Rohani, Saswita Reni, Marisah. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan.
Salemba Medika: Jakarta.

Simkin, Penny, dkk. 2007. Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan, dan Bayi.
Jakarta: Arcan

Turlina, L dan Ratnasari, NVE. 2015. Pengaruh kompres dingin terhadap


penurunan nyeri persalinan kala 1 fase aktif di BPS Ny. Mulyati
Kabupaten Lamongan.

Wagiyo, Putrono. 2016. Asuhan Keperawatan: Antenatal, Intranatal & Bayi Baru
Lahir, Fisiologis dan Patologis. Yogyakarta: CV. Andi Offset

Wilkinson, P. 2013. Guidelines for Pain Management Programmes for Adults.


The british Pain Society

Yazdkhasti, Mansoureh, Soheila Moghimi Hanjani, Zahra Mehdizadeh Tourzani.


The effects of localized heat and cold therapy on pain intensity, duration of
phases of labor, and birth outcomes among primiparous females: A
Randomnized, Controlled Trial. Shiraz E-Med J. 2018. 19(8):e65501

17

Anda mungkin juga menyukai