Anda di halaman 1dari 18

ANEMIA DEFISIENSI BESI

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hematoogi III
Dosen : Dr. Betty N., M.Si

Disusun oleh :
Arthadea Lascha Putri 5117008
Dewi Novitasari 5117019
Fhadliana Alfani 5117025
Gina Asyukurilah Nur A. 5117030
Maulana Jamjuri 5117036

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI


LABORATORIUM MEDIK
SEKOLAH ILMU KESEHATAN (STIKES) RAJAWALI BANDUNG
Jl. Rajawali Barat No.73, Maleber, Andir, Kota Bandung
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,


karena dengan rahmat dan karunia-Nya lah penulis bisa menyelesaikan makalah
yang berjudul “ANEMIA DEFISIENSI BESI” tanpa menghadapi kendala dan
masalah yang cukup berarti.
Dalam penyelesaian penulisan makalah ini penulis mendapat banyak sekali
bimbingan, nasihat, dan dorongan dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat
selesai tepat pada waktunya. Untuk itu, penulis dalam kesempatan ini ingin
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penulisan makalah ini.

Penulis sadar dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari semua pihak khususnya yang membaca makalah ini demi
tercapainya perbaikan dan kesempurnaan makalah ini serta dalam penulisan-
penulisan karya ilmiah selanjutnya.

Semoga apa yang tersaji dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
sendiri khususnya, serta bagi pembaca pada umumnya.

Bandung, Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................3
2.1 Pengertian Anemia Defisiensi Besi ........................................................3
2.2 Tanda dan Gejala Klinis Anemia Defisiensi Besi.................................3
2.3 Etiologi / Penyebab Anemia Defisiensi Besi ........................................4
2.4 Manifestasi Klinik dari Anemia Defisiensi Besi ..................................5
2.5 Pencegehan dan Prognosis dari Anemia Defisiensi Besi ......................5
2.6 Jenis-Jenis Pemeriksaan untuk Anemia Defisiensi Besi .......................6
BAB III PENUTUP ..........................................................................................8
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia merupakan masalah medis dan masalah kesehatan utama masyarakat
yang sering dijumpai di seluruh dunia, terutama di negara berkembang seperti
Indonesia. Kelainan ini adalah merupakan penyebab debilitas kronik yang
mempunyai dampak besar terhadap kesehatan, ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1,5 miliar orang menderita
anemia dengan sebagian besar diantaranya tinggal di daerah tropis. Prevalensi
anemia secara global sekitar 51%. Menurut Departemen Kesehatan tahun 2014,
prevalensi anemia pada remaja dan usia produktif sebesar 17-18%.
Anemia merupakan penurunan kadar hemoglobin, hitung eritrosit, dan
hematokrit sehingga jumlah eritrosit dan/atau kadar hemoglobin yang beredar tidak
dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
Biasanya anemia ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin kurang dari 13,5
g/dL pada pria dewasa dan kurang dari 11,5 g/dL pada wanita dewasa. Penyebab
terjadinya anemia, yaitu: asupan yang tidak adekuat, hilangnya sel darah merah
yang di sebabkan oleh trauma, infeksi, perdarahan kronis, menstruasi, dan
penurunan atau kelainan pembentukan sel, seperti: hemoglobinopati, talasemia,
sferositosis herediter, dan defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrogenase.
Besi (Fe) merupakan zat gizi mikro yang sangat diperlukan tubuh. Umumnya
zat besi yang berasal dari sumber pangan nabati (non heme), seperti: kacang-
kacangan dan sayur-sayuran mempunyai proporsi absorbsi yang rendah
dibandingkan dengan zat besi yang berasal dari sumber pangan hewani (heme),
seperti: daging, telur, dan ikan. Menurut World Health Organization (WHO),
kekurangan zat besi sebagai salah satu dari sepuluh masalah kesehatan yang paling
serius.
Kekurangan zat besi merupakan penyebab paling umum dari anemia di
Indonesia, dan salah satu kondisi yang paling umum . Satu studi pravelensi

1
defisiensi besi menemukan bahwa besi serum rendah terjadi padasekita 14% wanita
dewasa dan 5% laki-laki dewasa, dan anemia terjadi pada sekitar 4-6% wanita dan
3% laki-laki. Diperkirakan bahwa 10-30% dari populasi dunia mengalami
kekurangan zat besi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan anemia defisiensi besi?
2. Bagaimana gejala-gejala klinik dari anemia defisiensi besi?
3. Bagaimana etiologi/penyebab anemia defisiensi besi?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari anemia defisiensi besi?
5. Bagaimana pencegehan dan prognosis dari anemia defisiensi besi?
6. Apa saja jenis-jenis pemeriksaan untuk anemia defisiensi besi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi anemia defisiensi besi.
2. Untuk mengetahui gejala-gejala klinik dari anemia defisiensi besi.
3. Untuk mengetahui etiologi/penybab anemia defisiensi besi.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari anemia defisiensi besi.
5. Untuk mengetahui pencegehan dan prognosis dari anemia defisiensi besi.
6. Untuk mengetahui jenis-jenis pemeriksaan untuk anemia defisiensi besi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi
dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi
dalam darah.
Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti
orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala
fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup
untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar
hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut
anemia gizi besi.

2.2 Tanda dan Gejala Klinis Anemia Defisiensi Besi


Riwayat dan presentasi fisik adalah pengamatan awal khas dalam pemeriksaan
diagnostik pasien dengan gejala pucat, kelelahan, dan / atau kelemahan.
Papilledema mungkin disebabkan oleh anemia defisiensi besi. Mekanisme ini
mungkin terkait dengan hemodinamik yang abnormal, seperti pada keadaan lain
dari peningkatan aliran darah ke otak. Anemia dapat menyebabkan tonjolan
fontanel yang reversibel pada bayi dengan defisiensi besi daripada papilledema.
Pasien dengan anemia defisiensi besi dan sakit kepala harus menjalani pemeriksaan
hati-hati terhadap fundus optik untuk menyingkirkan papilledema karena ini dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan jika tidak diobati. Anemia defisiensi besi
pada anak-anak dikaitkan dengan gangguan psikomotor dan mental dalam 2 tahun
pertama kehidupan. Saat ini, lebih dari sepertiga anak-anak di Amerika Serikat
menunjukkan bukti kekurangan zat besi, 7% memiliki kekurangan zat besi tanpa
anemia, dan 10% memiliki anemia defisiensi besi. Pica, konsumsi kompulsif dari

3
zat non-gizi (mis., Es, tusuk gigi kayu, kapur, atau kotoran) memiliki hubungan
yang terdokumentasi dengan baik dengan kekurangan zat besi. Mungkin kebiasaan
yang menyebabkan kekurangan zat besi dengan mengganti sumber makanan zat
besi atau menghambat penyerapan atau zat besi. Namun, banyak bukti
menunjukkan bahwa defisiensi besi biasanya merupakan kejadian utama dan
konsekuensi pica. Pica dapat terjadi pada sebanyak setengah dari pasien yang
kekurangan zat besi.

2.3 Etiologi / Penyebab Anemia Defisiensi Besi


Meskipun kebutuhan individu akan zat besi sedikit dan hanya akan muncul
setelah tempat penyimpanan zat besi di dalam tubuh habis, anemia defisiensi besi
adalah salah satu jenis anemia yang paling sering dijumpai.
1. Penurunan asupan zat besi. Kekurangan jenis ini ketika tidak cukup zat besi
dikonsumsi untuk memenuhi jumlah zat besi yang diperlukan setiap hari
(misalnya, diet fad dan diet vegetarian yang tidak seimbang)
2. Peningkatan pemanfaatan zat besi. Peningkatan permintaan yang tidak
terpenuhi, seperti selama kehamilan, tahun pertumbuhan, atau periode
peningkatan regenerasi darah.
3. Kehilangan zat besi yang berlebihan (defisiensi besi fisiologis atau patologis).
Kehilangan zat besi yang berlebihan dapat disebabkan oleh perdarahan akut
atau kronis atau menstruasi yang berat.
4. Penyerapan besi yang salah atau tidak lengkap (defisiensi besi fisiologis).
Kondisi penyerapan zat besi yang salah atau tidak lengkap dapat disebabkan
oleh achlorhydria dalam gangguan tertentu atau setelah reseksi lambung; atau
diare kronis. Jika evaluasi pastroenterologis gagal mengungkapkan
kemungkinan penyebab anemia defisiensi besi, atau pada pasien yang refrakter
terhadap pengobatan zat besi oral, skrining untuk penyakit celiac, gastriim
autoimun, dan Helicobacter pylori direkomendasikan. Dua puluh hingga dua
puluh tujuh persen pasien dengan anemia defisiensi besi yang tidak dapat
dijelaskan menderita gastritis autoimun, 50% memiliki bukti infeksi H. pylori
aktif, dan 4% hingga 6% memiliki penyakit celiac.

4
5. Kehilangan zat besi patologis pada pria dewasa dan wanita pascamenopause
dengan defisiensi besi. Diperlukan evaluasi perdarahan okultisme yang
abnormal, terutama perdarahan gastrointestinal (GI).

2.4 Manifestasi Klinik dari Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi adalah mikrositik (penurunan MCV) dan hipokromik.
Namun pada defisiensi awal nilai MCV normal, terjadi sesekali mikrositik dan
hipokromik yang dapat terlihat pada apusan darah tepi jika diamati secara cermat.
Pada defisiensi zat besi cadangan sumsum tulang akan benar-benar habis sebelum
hemoglobin mulai turun. Dimana hemoglobin akan mengalami penurunan sebelum
nilai MCV menurun. MCV mungkin akan normal pada kekurangan gizi normal
(defisiensi zat besi) sekaligus kobalamin atau asam folat.

2.5 Pencegehan dan Prognosis dari Anemia Defisiensi Besi


Upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan anemia yaitu:
a. Suplementasi zat Fe
Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status
hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum
digunakan dalam suplementasi zat besi adalah frrous sulfat.
b. Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan
yang memudahkan absorbsi besi seperti menambahkan vitamin C.
c. Penurunan kehilangan besi dengan pemberantasan cacing. Dalam upaya
mencegah dan menanggulangi anemia adalah dengan mengkonsumsi tablet
tambah darah. Telah terbukti dari berbagai penelitian bahwa suplementasi, zat
besi dapat meningkatkan kadar hemoglobin.
d. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan Mengkonsumsi pangan hewani
dalam jumlah cukup. Namun karena harganya cukup tinggi sehingga
masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain
untuk mencegah anemia gizi besi.
e. Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi
termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti

5
vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg
dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-
buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan
50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan yang bisa
menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin.
f. Pengobatan Anemia Defisiensi Besi
Sejak tahun 1997 pemerintah telah merintis langkah baru dalam mencegah dan
menanggulangi anemia, salah satu pilihannya adalah mengkonsumsi tablet
tambah darah. Telah terbukti dari berbagai peneltian bahwa suplemen zat besi
dapat meningkatkan hemoglobin.

Prognosis dari Anemia Defisiensi Besi :


Prognosis utama kekurangan besi dilihat dari nilai-nilai hasil laboratorium
yang penting diantaranya konsentrasi besi serum, transferrin serum atau total iron
binding capacity (TIBC), saturasi besi dan kadar ferritin serum. Pada penderita
anemia defisiensi besi kadar besi serum menurun , tranferin atau TIBC cenderung
meningkat, saturasi besi menurun (kadarnya <10%) dan serum ferritin cenderung
menurun.
Karena kekurangan besi merupakan kemungkinan penyebab paling umum dari
anemia mikrositik, dimana terjadinya anemia defisiensi besi dipengaruhi besar oleh
riwayat penyakit seperti kehilangan darah menstruasi yang berlebihan pada wanita
pramenopause atau kehilangan darah gastrointestinal. Pada pemeriksaan fisik
dilakukan untuk mencari glossitis, stomatitis angular, dan kuku sendok.
Pemeriksaan feses untuk darah samar hatus dilakukan.

2.6 Jenis-Jenis Pemeriksaan untuk Anemia Defisiensi Besi


Pemeriksaan fisis
a. Anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
b. Stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c. Ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

6
Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
e. Sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat.

Pemeriksaan Panel Anemia Besi ( hemoglobin, trombosit dan leukosit )

Prinsip dasar :
1. Pemeriksaan Hb metode spektrofotometri
Kadar besi dalam hemoglobin diubah menjadi feri (fe 3+) dari bentuk
ferro (fe2+) sehingga membentuk methemogloblin yang warnanya stabil.
Kemudian intensitas warna yang melewati kuvet diukur secara
spektrofotometri dengan Panjang gelombang tertentu hasilnya akan
sebanding dengan konsentrasi Hb dalam darah.
2. Pemeriksaan jumlah leukosit Metode tabung
Darah diencerkan dalam tabung dengan larutan pengencer turk,
kemudian kedalam kamar bilik hitung dimasukkan jumlah leukosit dihitung
dalam volume tertentu dengan menggunakan factor konvensi jumlah sel
leukosit /µl darah dapat diperhitungkan.
3. Pemeriksaan jumlah trombosit metode tabung
Darah diencerkan dalam tabung dengan larutan ammonium oxalat
1%. Kemudian kedalam kamar hitung jumlah sel trombosit dihitung dalam
volume tertentu dengan menggunakan factor konvensi jumlah trombosit /µl
darah dapat diperhitungkan.

Cara Kerja
1. Pemeriksaan Hb
 Sebanyak 2,5 ml reagen hemoglobin C dimasukkan kedalam tabung
serologi ditambahkan 10µl darah

7
 Diinkubasi selama 3-5 menit

 Sampel dimasukkan kedalam kuvet dan dibaca di spektrofotometer pada


Panjang gelombang 540nm`

 Hasil abs dimasukkan kedalam rumus hb = abs × factor (36,8)

2. Pemeriksaan Jumlah trombosit

 Pengenceran 200 ( sebanyak 995µ ammonium oxalat ditambahkan 5µl


darah pada tabung serologi.

 Selanjutnya dimasukan ke kamar hitung

 Inkubasi selama 15 menit di cawan petri

 Hitung sel trombosit pada 5 kolom atau kota sedang pada perbesaran lensa
10× atau 40×.

3. Pemeriksaan jumlah leukosit

 Pengenceran 20 (sebanyak 95µl larutan turk ditambah 5µl sampel darah.)

 Inkubasi selama 15 menit di cawan petri.

 Hitung sel leukosit pada 4 kotak besar pada pembesaran 10× atau 40×.

Pemeriksaan lainnya :

1. Hitung Eritrosit / RBC Indices

Pada pemeriksaan ini, dilakukan pengukuran terhadap mean corpuscular


volume, mean corpuscular hemoglobin, dan mean corpuscular hemoglobin
concentration.

Mean Corpuscular Volume (MCV) : Dilakukan untuk mengukur


volume/ukuran sel darah. Nilai normal MCV adalah 80-100 fL (normositik). Nilai
MCV < 80 fL menunjukkan adanya sel darah mikrositik, sedangnkan MCV > 100
fL menunjukkan sel darah makrositik. Pada ADB, sel darah akan ditemukan
mikrositik dan terkadang normositik.

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) : Dilakukan untuk menilai jumlah


hemoglobin per sel darah.
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) : Dilakukan untuk
menghintung konsentrasi hemoglobin. Pada ADB dapat ditemukan konsentrasi
menurun atau hipokromik.

8
2. Studi Besi Darah

Kadar besi dalam darah yang dinilai adalah :

 Serum besi/serum iron (SI) : Kadar besi dalam darah umumnya ditemukan
rendah pada ADB, namun hal ini sering kali kurang spesifik dan kurang baik
digunakan untuk mendiagnosis ADB, karena juga bisa muncul pada jenis
anemia lain. Pemeriksaan yang lebih spesifik adalah ferritin. Kadar besi
normal adalah 60 – 150 µg/dL. Pada ADB dapat ditemukan < 60 µg/dL dan
< 40 µg/dL pada ADB berat.

 Serum Ferritin : Nilai normal ferritin adalah 40 – 200 µg/dL. Kadar ferritin
akan menurun terlebih dahulu pada defisiensi besi (<40 µg/dL) meskipun
tanpa adanya anemia. Pada ADB kadar ferritin umumnya < 20 µg/dL.

 TIBC : Kadar normal TIBC adalah 300 – 360 µg/dL. Pada ADB, TIBC
umumnya ditemukan meningkat sekitar 350 – 400 µg/dL dan > 410 µg/dL
pada ADB berat.Perlu diperhatikan bahwa penggunaan kontrasepsi oral dan
kehamilan dapat menurunkan kadar TIBC, sehingga pada pasien-pasien
tersebut TIBC dapat ditemukan lebih rendah.

Sediaan Apusan Darah Tepi (SADT)

Pemeriksaan SADT dapat membantu penegakkan diagnosis ADB


dan membantu menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain, seperti
talasemia, anemia penyakit kronis, dan sferositosis.

Hasil SADT yang dapat ditemukan pada ADB adalah: sel mikrositik
hipokromik dan sel pensil. Sel makrosit dapat muncul pada kasus ADB
campuran dengan anemia defisiensi folat. Pada 40% kasus, ADB dapat
menunjukkan sel normositik.

9
Diskusi

1. Yunus 5117030
Bagaimana dampak anemia defisiensi besi pada ibu hamil dan
pencegahannya ?

Jawaban :
Dampak defisiensi besi pada ibu hamil :
1. Menimbulkan pendarahan sebelum atau saat persalinan
2. Meningkatkan resiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau
BBLR (<2.5kg)
3. Pada anemia berat, bahkan dapatengakibatkan kematian pada ibu
dan/atau bayinya
Pencegahan :
Defisiensi zat besi berespons sangat baik terhadap pemberian obat oral
seperti garam besi (misalnya sulfas ferosus) atau sediaan polisakarida zat b
esi(misalnya polimaltosa ferosus). Terapi zat besi yang dikombinasikan de
ngan diityang benar untuk meningkatkan penyerapan zat besi dan vitamin
C sangat efektifuntuk mengatasi anemia defisiensi besi karena terjadi peni
ngkatan jumblahhemoglobin dan cadangan zat besi.

2. Sabila (5117002)
Bagaimana hasil pemeriksaan positif anemia defisiensi besi dan
hubungannya dengan kadar ferritin ?
Jawaban :
Intrepetasi hasil pada pemeriksaan Hb
Laki-laki > 15 tahun : Hb < 13.0 g/dL
Wanita tidak hamil > 15 tahun : Hb < 12.0 g/dL
Wanita hamil : Hb < 11.0 g/dL
Anak 12 – 14 tahun : Hb < 12.0 g/dL
Anak 5 – 11 tahun : Hb < 11.5 g/dL

10
Anak 6 – 59 bulan : Hb < 11 g/dL
Ferritin merupakan protein dalam tubuh yang mengikat zat besi
dimana sebagian besar zat besi yang tersimpan dalam tubuh terikat dengan
protein tersebut. Jumlah protein ini yang ada dalam darah dapat
menunjukkan berapa banyak zat besi yang tersimpan dalam tubuh dimana
jika kadar ferritin menujuukan hasil rendah artinya zat besi dalam tubuh
berada pada tingkat yang rendah yang menunjjukan kekurangna zat besi
dalam tubuh.

Tambahan jawaban ( Lina rahmawati (5117040) : Tidak ada hubungannya


dengan kadar feritinin, karena menurut jurnal yang saya baca ada sebagian
penelitian yang menyebutkan pada pasien yang dirawat terkena anemia
difisiensi besi ada beberapa kadar feritinin yang naik dan ada pula yang
turun.

3. Desmawati (5117018)
Metode pemeriksaan apa yang digunakan pada pemeriksaan fisis dan
penunjang ?

Jawaban :
Untuk pemeriksaan fisis dilakukan pemeriksaan keadaan fisik dari
pasien tersebut ditandai dengan adanya organomegali dan limphadenopati,
Stomatitis angularis, atrofi papil lidah dan ditemukan takikardi ,murmur
sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung.
Untuk pemeriksaan penunjang dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan kadar Hemoglobin metode spektrofotomotri, indeks eritrosit
(MCV, MCH, MCHC), hitung jumlah trombosit dan leukosit selain itu
pemeriksaan Hapus darah tepi yang menunjukkan hipokromik mikrositik.

Tambahan ( Chintia Agatha ( 5117031) : Salah satu pemeriksaan


penunjang yaitu pemeriksaan kadar retikulosit. Hitung Retikulosit :

11
Retikulosit tinggi menunjukkan peningkatan respon eritropoietik karena
perdarahan atau hemolysis. Retikulosit rendah menunjukkan kurangnya
reproduksi eritrosit karena supresi sumsum tulang. Pada anemia defisiensi
besi terjadi penurunan kadar retikulosit

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi
dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi
dalam darah. Adapun gejala klinis yang dapat ditimbulkan dari anemia difisiensi
besi adalah pucat, kelelahan, dan / atau kelemahan. Penyebab/ etiologi anemia
difisiensi besi diantaranya :
1. Penurunan asupan zat besi.
2. Peningkatan pemanfaatan zat besi.
3. Kehilangan zat besi yang berlebihan (defisiensi besi fisiologis atau patologis).
4. Penyerapan besi yang salah atau tidak lengkap (defisiensi besi fisiologis).
5. Kehilangan zat besi patologis pada pria dewasa dan wanita pascamenopause
dengan defisiensi besi.

Pada manifestasi klinik dari anemia difisiensi besi terdapat nilai mcv yang
menurun. Pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya :
a. Suplementasi zat Fe
b. Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan
yang memudahkan absorbsi besi seperti menambahkan vitamin C.
c. Penurunan kehilangan besi dengan pemberantasan cacing.
d. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan Mengkonsumsi pangan hewani
dalam jumlah cukup.
e. Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi
termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti
vitamin C.
f. Pengobatan Anemia Defisiensi Besi

8
Prognosis utama yang dapat dilihat dari kekurangan zat besi ini dilihat dari
nilai-nilai hasil laboratorium yang penting diantaranya konsentrasi besi serum,
transferrin serum atau total iron binding capacity (TIBC), saturasi besi dan kadar
ferritin serum. Serta jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan pada anemia
difisiensi besi diantaranya adalah melakukan pemeriksaan fisis serta penunjang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Heckner. (2015). Atlas Hematologi, 11th.ed.Freund M.editor. Jakarta: Penerbit buku


Kedokteran EGC

Kiswari, Rukmana. (2014). Hematologi dan Transfusi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Turgeon M. (2012). Clinical Hematology Theory and Procedures. Fifth Edition.


Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins

Putri, Istiya L., Nur Indrawati L., Almurdi. (2017). Hubungan Konsumsi Zat Besi
dengan Kejadian Anemia pada Murid SMP Negeri 27 Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 6(3). 507-511

10

Anda mungkin juga menyukai