Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

DEFINISI AHLUSSUNAH, AL-QUR’AN, ASSUNAH, DAN IJTIHAD

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ahlussunah

Oleh: Tika
Dosen Pengampu Mata Kuliah:
KH.TomBadlawi

PROGRAM STUDI NERS


STIKES NAHDLATUL ULAMA TUBAN
2019
MAKALAH

DEFINISI AHLUSSUNAH, AL-QUR’AN, ASSUNAH, DAN IJTIHAD

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ahlussunah

Nama NIM

Tika 19.12.2.149.123
............................ ............................
............................ ............................
............................... ...............................
.................................. ..................................
....................................... .......................................
.......................................... ..........................................
................................ ................................
PROGRAM STUDI NERS
STIKES NAHDLATUL ULAMA TUBAN
2019

DAFTAR ISI

COVER LUAR ...................................................................................................... i


COVER DALAM ................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2
1.2.1 Tujuan Umum ..........................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 2
1.3 Manfaat ............................................................................................................ 2

BAB II TENTANG AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH ................................... 4


2.1 Pengertian Ahlussunah WalJamaah ............................................................... 4
2.2 Ancaman Ahlussunah Wal-Jamaah dari luar dan dari dalam ........................ 4
2.3 Karakteristik ajaran Ahlussunah Wal-Jamaah ............................................... 5
2.4 Contoh sikap tengah-tengah dalam ................................................................ 6
2.4.1 Bidang Aqidah ............................................. ....................................... 6
2.4.2 Bidang Syari’ah ...................................... ........................................... 6
2.4.3 Bidang Tasawwuf/Ahlak ..................................................................... 6
2.4.4 Bidang pergaulan antar golongan......................................................... 6
2.4.5 Bidang Kehidupan bernegara .............................................................. 7
2.4.6 Bidang Kebudayaan.................................. ........................................... 7
2.4.7 Bidang Dakwah ................................... ............................................... 7
BAB II ITENTANG AL-QUR’AN ..................................................................... 8
3.1 Definisi Al-qur’an ........................................................................................... .8
3.2 Garis besar kandungan Al-qur’an .................................................................. 10
3.3 Fungsi al-quran menurut keterangan dalam Al-qur’an .................................. 11

BAB IV ASSUNAH ............................................................................................ 13


4.1Pengrtian Assunah ........................................................................................... 13
4.2 Fungsi Assunah dalam hubungannya dengan Al-qur’an ............................... 13

BAB V TENTANG IJTIHAD ........................................................................... 17


5.1 Definisi ijtihad ................................................................................................ 17
5.2 Apakah yang dimaksud mujtahid ................................................................... 17
5.3 Syarat menjadi mujtahid ................................................................................ 17
5.4 Pengertian Ijma’,Qiyas,Istihsan,dan Al Masholihul Mursalah ...................... 19
5.5 Pengertian Madzhab ............................................ .......................................... 20

BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan .................................................................................................... 22
6.2 Saran ............................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 24


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-
Nya,akhirnya sayadapat membuat MAKALAH mengenai “AHLUSSUNAH
WAL JAMAAH” yang diajarkan Oleh BapakKH. Tom Badlawi.

Makalah ini untuk memenuhi mata kuliah AHLUSSUNAH,dalam


makalah ini saya membahas tentang Ahlussunah,Al-qur’an,Assunah,danIjtihad.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
keterbatasan kemampuan,pengalaman,danilmu yang dimiliki ataupun kurangnya
sumber pustaka.oleh karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan untuk
penyempurnaan dengan pengembangan makalah kearah yang lebih baik .Semoga
segala yang tertuang dalam makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua,
baik sekarang maupun dimasa yang akan datang.

Akhir kata,saya penyusun mohon maaf sebesar-besarnya apabilah terdapat


banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Atas perhatiannya,Saya
mengucapkan banyak terima kasih.

Tuban,18 November 2019


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Nahdatul ‘ulama sebagai organisasi keagamaan (Jam’iyah
Islamiyah) besar, malah mungkin “terbesar” dalam anggotanya di
indonesia, sejak berdirinya pada tanggal 31 Januari 1926 M telah
menyatakan diri sebagai organisasi Islam berhaluan “Ahlussunnah
wal Jama’ah”, yang dalam aqidah mengikuti aliran Asy’ariyah-
Maturidiyah, dalam syari’ah fiqih mengikuti salah satu madzab empat
Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, dan dalam Tashawuf mengikuti AL-
Junaidi dan Al-Ghazali.
Disamping itu, dalam mukhtamar NU di Situbondo 1994,
dirumuskan watak dan karakter NU sebagai organisasi (Jam’iyah) dan
komunitas NU (Jama’ah), mempunyai sikap kemasyarakatan dan budaya
(sosio-kultural) yang Tawassuth (moderat), Tasamuh (toleran),
dan Tawazun (harmoni).
Kepemimpinan NU selama ini dipercayakan kepada para Ulama
yang dipandang memiliki dimensi kepemimpinan yang memadai, yakni
dimensi
kepemimpinan ilmiah, kepemimpinan sosial, kepemimpinan
spiritual dan kepemimpinan administratif. Organisasi NU ini sejak dulu
mempunyai kepedulian terhadap kehidupan bangsa dan negara (politik),
dan partisipasinya dalam masalah berbangsa dan bernegara tersebut telah
diwujudkan dengan berbgai macam manifestasi politik, mulai dari gerakan
kebangsaan, perang merebut kemerdekaan, masuk dalam pemerintahan
menjadi partai politik dan aktifitas politik praktis lainnya. Sampai menjadi
kekuatan moral bangsa yang ikut mempengaruhi warna politik nasional.

Semua sikap, prilaku dan kiprah, serta perannya dalam semua hal
tersebut ternyata tidak terlepas dari akar dan nilai-nilai teologis ysng
diyakini dan norma-norma syariah yang dijunjung tinggi, serta kesadaran
sepiritual/rohaniah yang dihayati, yakni keyakinan ahlussunnah wal
jama’ah, serta doktrin-doktrin dan metodologi pemahamannya.

Visi kejam’iyahan dan kejama’ahan ini kiranya tidak di ambil


secara kebetulan, tetapi karena kesadaran dan pertimbangan obyektif,
bahwa NU didirikan untuk kemaslahatan bangsa indonesia yang
dipluralistik (majemuk) baik dalam keagamaan, kesukuan, kedaerahan
maupun kebudayaannya. NU merasa membawa missi keislamannya
sebagai rahmat bagi kehidupan semesta (rahmatan li al’alamin)

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:


1). Mampu menjelaskan tentang Ahlussunah.
2). Mampu menjelaskan tentang Al-qu’ran.
3). Mampu menjelaskan tentang Assunah.
4). Mampu menjelaskan tentang Ijtihad.
1.2.2 Tujuan Khusus

1).untuk memenuhi tugas Ahlussuna

2).untuk memenuhi tugas ujian akhir blok I.

1.3 Manfaat
1.) Kita dapat mengtahui tentang pengrtian,ancaman,karaktristik ahlussunnah.
2.) Kita dapat mengtahui tentang pengrtian,fungsi,dan kandungan Al-qur’an.
3.) Kita dapat mengetahui pengrtian dan fungsi assunah.
4.) Kita dapat mengetahui pengertian Ijtihad,Mujtahid,danMadhzab.
BAB II

TENTANG AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH

2.1 Pengertian Ahlussunah Wal-Jamaah

Ahl, yang mempunyai beberapa arti, yakni: keluarga-keluarga pengikut


dan penduduk.

As-sunnah, yang secara bahasa bermakna at-thariqah wa lau ghaira


mardhiyah (jalan, cara, atau perilaku walaupun tidak diridhai).

Al-Jama'ah, berasal dari kata al-jam'uartinya mengumpulkan sesuatu,


dengan mendekatkan sebagian ke sebagian lain, atau mengumpulkan yang
bercerai-berai. Kata Jama'ah juga berasal dari kata ijtima'(perkumpulan), yang
merupakan lawan kata tafaruq (perceraian) dan lawan kata
dari furqah (perpecahan). Jama'ah adalah sekelompok orang banyak dan
sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan. Selain
itu, Jama'ah juga berarti kaum yang bersepakat dalam suatu masalah, atau orang-
orang yang memelihara kebersamaan dan kolektifitas dalam mencapai satu tujuan.

Jadi definisi Ahlusunnah adalah:Ajaran islam murni yang diajarkan oleh


Rasulullah ,pengikut sunnahnyanabi Muhammad dan para sahabat.Bukan suatu
yang baru timbul sebagai reaksi timbulnya aliran menyimpang dari ajaran islam
murni.

2.2 Ancaman Ahlussunah Wal -Jamaah dari luar dan dari dalam

1.kaum orientalis yaitu para cerdikiawan yang tekun mempelajari masalah


ketimuran dan islam untuk menghancurkannya.

2.Medan perjuangan yang mengancam kemurnian islam.

3.Intelektualitas, mengajarkan tentang menitik beratkan/mengedepankan otak


.
4.Materialisme, menitik beratkan pada pada materi berupa uang ,ataupun
benda.

5.Sekularisme, mengajarkan bahwa manusia harus dapat memisahkan


masalah dunia dan akhirat.

2.3 Karakteristik ajaran Ahlussunah Wal-Jamaah


Ada tiga karaktristikutama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut
dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya:
Pertama, at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak
ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT: َ‫َو َكذَلِك‬
ً‫ش ِهيدا‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ‫سو ُل‬
ُ ‫الر‬ ِ َّ‫ش َهدَاء َعلَى الن‬
َّ َ‫اس َو َي ُكون‬ َ ‫ >< َج َع ْلنَا ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬Dan demikianlah
ُ ْ‫سطا ً ِلت َ ُكونُوا‬
kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan)
agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia
umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap
dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).
Kedua at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam
penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil
naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT: ‫س َلنَا‬ ُ ‫س ْلنَا ُر‬
َ ‫لَقَدْ أ َ ْر‬
‫اس بِ ْال ِق ْس ِط‬ َ ُ‫َاب َو ْال ِميزَ انَ ِليَق‬
ُ َّ‫وم الن‬ َ ‫ت َوأَنزَ ْلنَا َمعَ ُه ُم ْال ِكت‬
ِ ‫ بِ ْالبَيِنَا‬Sunguh kami telah mengutus rasul-
rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan
bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)
Ketiga, al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:
ُ‫شنَآنُ قَ ْو ٍم َعلَى أ َالَّ تَ ْع ِدلُواْ ا ْع ِدلُواْ ه َُو أ َ ْق َرب‬ ِ ‫ش َهدَاء بِ ْال ِقس‬
َ ‫ْط َوالَ يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم‬ ُ ِ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ ُكونُواْ قَ َّو ِامينَ ِلِل‬
َ‫ير بِ َما تَ ْع َملُون‬
ٌ ِ‫ ِللت َّ ْق َوى َواتَّقُواْ ّللاَ إِ َّن ّللاَ َخب‬Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah
menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu
pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena
keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah,
karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-
Maidah: 8).
Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga
mengamalkan sikap tasamuh atau toleransi.

2.4 Contoh sikap tengah tengah dalam ahlusunnah:

2.4.1 Bidang Aqidah


a. Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah
apalagi kafir.

2.4.2 Bidang Syari’ah


a. Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan
metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash
yang je1as (sharih/qotht'i).
c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang
memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni).

2.4.3 Bidang Tasawwuf/Ahlak


a. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam
penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu. c.
Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani
(antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan
rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).

2.4.4 Bidang pergaul anantar golongan


a. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok
berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing.
b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan
menghargai.
d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama
Islam.
2.4.5 Bidang Kehidupan bernegara
a. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap
dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang
dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah
yang sah.
d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka
mengingatkannya dengan cara yang baik.
2.4.6 BidangKebudayaan
a. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai
dan diukur dengan norma dan hukum agama.
b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat
diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya
lama yang masih relevan (al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil
jadidil ashlah).
2.4.7 Bidang Dakwah
a. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis
bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang
jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.
BAB III
TENTANG AL-QUR’AN

3.1 Definisi Al-qur’an

Al-qur’an berasal dari kata qara’a yang berarti bacaan atau sesuatu yang
dibaca. Secara terminology, Alquran adalah kalamullah yang diturunkan kepada
nabi terakhir Muhammad SAW melalui malaikat Jibril untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia dan membacanya adalah ibadah. Semenjak Al-qur’an
diturunkan hingga akhir zaman, Al-quran tidak akan mengalami perubahan, tetap
akan terjaga kemurnianya seperti dijanjikan dalam firman Allah dalam surat Al-
Hijr : 9 yang berarti “ Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-qur’an,
dan pasti kami (pula) yang memeliharanya.”

Awal turunnya Al-qur’an adalah bersamaan dengan diangkatnya Nabi


Muhammad SAW sebagai rasul Allah dalam usia 40 tahun. Al-qur’an turun ketika
Nabi Muhammad sedang berkhalwat di Gua Hiro pada malam senin tanggal 17
Ramadlan bertepatan dengan 6 Agustus 610 M (Malam Lailatul qodr).

a) Ayat yang pertama kali turun adalah 5 ayat dari surat Al-alaq (96) :
1-5
b) Ayat yang terakhir turun adalah surat Al-Maidah (5):3

Hikmah diturunkannya Al-qur’an secara bertahap adalah :


1) Mempermudah menghafal Al-qur’an terutama dimasa-masa awal
Islam yang belum mengenal pembukuan.
2) Dalam rangka meneguhkan dan mengokohkan hati Nabi Muhammad
dalam melaksanakan tugas berat dalam menghadapi berbagai macam
rintangan.
3) Supaya ajaran islam mudah dipahami dan diamalkan oleh umat
Islam.
4) Untuk mempermudah Nabi SAW dalam menyampaikan dan
mengajarkan Al-qur’an kepada sahabatnya.
5) Penurunan Al-quran disesuaikan dengan masalah yang timbul dan
kasus yang dihadapi, tentunya lebih mebekas dari pada penurunan
ayat yang tidak sesuai dengan peristiwa dan pertanyaan yang ada.
6) Memberikan ilham yang besar untuk membaca, memahami dan
mempelajari Al-quran dengan sistem tabarruj ( bertahap).

Kodifikasi Al-quran

a) Al-quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara


berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Al-quran
diturunkan dalam dua periode.
b) Periode Mekah turun ayat atau surat yang disebut ayat makiyyah,
berlangsung selama 12 tahun 5 bulan 12 hari (17 ramadhan tahun ke
41 hingga Rabiul Awwal tahun ke 54 ) jumlahnya 19/30 atau 86
surat.
c) Periode Madinah ayat atau surat yang turun ketika nabi sudah
hijrah ke Madinah disebut Madaniyah, berlangsung selama 9 tahun 9
bulan 9 ( Rabiul Awwal tahun ke 54 sampai 9 dzulhijjah tahun ke
63).
d) Jumlahnya 11/30 atau 28 surat. Isinya berhubungan dengan hukum,
kemasyarakatan, kenegaraan, hubungan antar agama dan lain
sebagainya.

Zaman Rasulullah
Banyak para sahabat yang menghafal atas perintah Rasulullah dan di
tulis di pelepah kurma, batu batuan, kulit, tualang, dll.
1. Zaman Sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar.
Setelah Rasulullah wafat, seluruh ayat Al-quran sudah tertulis,
namun msih berserakan atau belum terkumpul dalam satu
mushaf. Pada mada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin
Khatab mengusulkan kepada Abu Bakar agar Al-quran ditulis
kembali dan dikumpulkan dalam satu mushaf, awalnya Abu
Bakar menolak dengan alasan Rasul tidak memerintahkan.
Namun setelah terjadi peperangan yang banyak mengorbankan
para sahabat yang hafal Al-quran ( hufadh), usulan umar
diterima. Pada saat itulah langsung Abu Bakar memerintahkan
para sahabat untuk membentuk panitia penyusunan mushaf Al-
quran yang terdiri atas Ali bin Abi Thalib, Zait bin Tsabit,
Umayyah bin Ka’ab, dan utsman bin Affan. Maka tertulislah Al-
quran dalam bentuk Mushaf. Setelah Abu Bakar Wafat, Mushaf
Al-quran dipegang umar bin khatab, setelah umar bin khtab
wafat, mushaf Al-quran dipegang oleh putranya yaitu hafsah
binti umar.

2. Zaman sahabat Ustman bin Affan.


Khalifah utsman meminjam mushaf Abu Bakar dari siti hafsah
dan membentuk tim untuk menyempurnakan bacaan Al-Quran,
tim tersebut diberi tugas untuk menggandakan Al-quran supaya
menjadi imam dari umat islam , tim tersebut terdiri dari 4
sahabat besar ( Zait bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin
al-‘ash, abdurrohman bin harris bin hisyam), semuanya berasal
dari kaumm quraisy kecuali zaid bin tsabit dari kalangan Ansor,
setelah selesai, khalifah utsman menyerahkan kembali kepada
siti hafsah. Al-quran digandakan menjadi 5 buah salinan.
Ustman mengirim salinan itu ke mekah, syuriah, barah, kuffah,
madinah, yang disimpan di madinah dikenal denga mushaf
ustmani.

3.2 Garis besar kandungan Al-qur’an

Pertama : kandungan Al-quran berisi tentang keimanan atau akidah


islamiyah.

Kedua : isi kandungan Al-quran itu adalah masalah ibadah.

Ketiga : isi kandungan berisi janji baik dan ancaman buruk.


Keempat : berisi akhlak yang dalam bahasa indonesia lebih dikenal dengan
etika dan moral.

Kelima : isi kandungan al-quran berisi masalah hukum.

Keenam : isi kandungan berisi masalah kisah, cerita, nabi-nabi, masalalu.

Ketujuh : isi termasuk masalah sains dan teknologi.

3.3 Fungsi al-quran menurut keterangan dalam Al-qur’an

a) Al-Huda ( pemberi petunjuk )


Sebagai petunjuk bagi orang beriman dan bertaqwa dan menjalani hidup
dan kehidupanya. Terdapat dalam surat Al-baqarah ayat 2
b) Ar-Rahmah ( sebagai penyebar kasih sayang )
Keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih sayang.
c) Al-Furqon ( pembeda )
Sebagai pembeda antara haq dan yang bathil, yang halal dan yang haram,
yang baik dan yang buruk,yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan. Terdapat dalam surat Al-baqarah ayat 185
d) At-Tibyan ( penjelas )
penjelas segala sesuatu yang disampaikan Allah. Terdapat dalam surat An-
Nahl ayat 89
e) Al- Busra ( pemberi kabar gembira )
Memberi kabar gembira bagi setiap hambanya yang telah berbuat baik.
Terdapat dalam surat An-naml ayat 1-2
f) Al- Mushaddiq (pembenar terhadap kitab-kitab)
pembenar terhadap kitab-kitab Allah yang diturunkan terdahulu, dengan
demikian Al-quran memberikan pengakuan terhadap kitab-kitab tersebut
bahwa semuanya merupakan kitab suci yang berasal dari Allah sebelum
adanya perubahan-perubahan pada kitab-kitab tersebut. Terdapat dalam
surat Ali Imron ayat 3-4
g) An- Nur ( pemberi cahaya )
Quran merupakan cahaya yang dapat menerangi kegelapan kehidupan
dalam menempuh jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki,
baik dunia maupun akhirat. Terdapat dalam surat An-Nisa ayat 174
BAB IV

ASSUNAH

4.1 Pengrtian Assunah

Pengertian As-Sunnah menurut syari’at.

As-Sunnah menurut istilah : segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW
dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta
akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tsyri’ (pensyari’atan) bagi umat
islam.

4.2 Fungsi Assunah dalam hubungannya dengan Al-qur’an

Hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur’an, sebagai berikut :

1. As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam al-
quar’an. Dengan demikian hukum tersebut mempunyai dua sumber dan
terdapat pula dua dalil. Yaitu dalil-dalil yang tersebut ada di dalam al-
quar’an dan dalil penguat yang datang dari Rasulullah SAW. Dari hukum
tersebut banyak kita dapati perintah dan larangan.
a. Perintah mentauhidkan Allah
b. Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua
c. Perintah mendirikan sholat
d. Perintah membayar zakat
e. Perintah berpuasa di bulan ramadhan
f. Perintah haji ke baitullah.

Selain itu terdapat pula larangan-larangan diantaranya

a. Menyekutukan Allah
b. Menyakiti kedua orang tua, dsb.
2. As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci hal-hal yang disebut
secara mujmal dalam al-qur’an, atau memberikan taqyid atau memberikan
takhshish dan ayat-ayat al-qur’an yang mutlak dan umum. Tafsir, taqyid
dan takhshish yang datang dari as-sunnah memberi penjelasan kepada
makna yang dimaksud di dalam al-qur’an.

Dalam hal ini Allah telah memberi wewenang kepada Rasulullah SAW
untuk memberikan penjelasan terhadap nash-nash Al-Qur’an dengan firman-Nya
yang artinya:“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan kami
turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (An-Nahl:
44). Di antara contoh As-Sunnah mentakhshish Al-Qur’an yang artinya:“Allah
berwasiat kepada kamu tentang anak-anak, bagi laki-laki bagiannya sama dengan
dua orang perempuan” (An-Nisa’: 11). Ayat ini ditakhshish oleh As-Sunnah
sebagai berikut:

 Para Nabi tidak boleh mewariskan apa-apa untuk anak-anaknya


dan apa yang mereka tinggalkan adalah sebagai shadaqah,
 Tidak boleh orang tua kafir mewariskan kepada anak yang muslim
atau sebaliknya, dan
 Pembunuh tidak mewariskan apa-apa.

As-Sunnah mentaqyid kemutlakan al-qur’an yang artinya:“Pencuri laki-


laki dan perempuan, hendaklah dipotong kedua tangannya” (Al-Ma’idah:38).
Ayat ini tidak menjelaskan sampai di manakah batas tangan yang akan di potong.
Maka dari as-sunnah didapat penjelasannya, yakni sampai pergelangan tangan.

As-Sunnah sebagai bayan dari mujmal Al-Qur’an :

o Menjelaskan tentang cara shalat Nabi SAW. Rasulullah SAW


bersabda yang artinya:
“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat.” [3]
o Menjelaskan tentang cara ibadah haji Nabi SAW . Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: “ Ambillah dariku tentang tata cara manasik
haji kamu sekalian”. Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang perlu
penjelasan dari as-sunnah karena masih mujmal.
3. As-Sunnah menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di
dlam al-qur’an. Diantara hukum hukum itu ialah tentang haramnya
memakan daging keledai negeri, daging binatang buas yang mempunyai
taring, burung yang mempunyai kuku tajam, juga tentang haramnya
mengenakan kain sutera dan cincin emas bagi kaum laki-laki. Semua ini
disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih.
Dengan demikian tidak mungkin terjadi kontradiksi antara Al-Qur-an
dengan As-Sunnah selama-lamanya.
Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah disunnahkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak terdapat pada
Kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga. Sebagaimana
Allah mengabarkan kepada kita dalam firman-Nya yang artinya:
“…Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang
lurus. (Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah
kembali semua urusan.” [Asy-Syura: 52-53]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was allam telah menerangkan hukum yang


terdapat dalam Kitabullah, dan beliau menerangkan atau menetapkan pula hukum
yang tidak terdapat dalam Kitabullah. Dan segala yang beliau tetapkan pasti Allah
mewajibkan kepada kita untuk mengikutinya. Allah menjelaskan barangsiapa
yang mengikutinya berarti ia taat kepada-Nya, dan barangsiapa yang tidak
mengikuti beliau berarti ia telah berbuat maksiat kepada-Nya, yang demikian itu
tidak boleh bagi seorang makhluk pun untuk melakukannya. Dan Allah tidak
memberikan kelonggaran kepada siapa pun untuk tidak mengikuti Sunnah-Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [5]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Hubungan As-Sunnah dengan Al-


Qur-an ada 3 macam, sebagai berikut:
a. Terkadang As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada
di dalam Al-Qur-an.
b. Terkadang As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir dan pemerinci hal-hal
yang disebut secara mujmal di dalam Al-Qur-an.
c. Terkadang As-Sunnah menetapkan dan membentuk hukum yang tidak
terdapat di dalam Al-Qur-an, apakah itu hukumnya wajib atau haram yang
tidak disebut haramnya dalam Al-Qur-an. Dan tidak pernah keluar dari
ketiga pembagian ini. Maka As-Sunnah tidak bertentangan dengan Al-
Qur-an sama sekali.
Adapun hukum-hukum tambahan selain yang terdapat di dalam Al-Qur-
an, maka hal itu merupakan tasyri’ dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang wajib bagi kita mentaatinya dan tidak boleh kita mengingkarinya.
Tasyri’ yang demikian ini bukanlah mendahului Kitabullah, bahkan hal itu
sebagai wujud pelaksanaan perintah Allah agar kita mentaati Rasul-Nya.
Seandainya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ditaati, maka
ketaatan kita kepada Allah tidak mempunyai arti sama sekali. Karena itu
kita wajib taat terhadap apa-apa yang sesuai dengan Al-Qur-an dan
terhadap apa-apa yang beliau tetapkan hukumnya yang tidak terdapat di
dalam Al-Qur-an.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya :
“Barangsiapa taat kepada Rasul berarti ia taat kepada Allah…’” [An-
Nisaa’: 80]
BAB V
TENTANG IJTIHAD

5.1 Definisi ijtihad

Ijtihad (bahasa Arab: ‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh,


yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari
ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran
maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.

Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya


hanya dilakukan para ahli agama Islam.

Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan


pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada
suatu waktu tertentu.

5.2 Apakah yang dimaksud mujtahid

Mujtahid (bahasa Arab: ‫ )المجتهد‬atau fakih (‫ )الفقيه‬adalah seseorang yang


memiliki kemampuan ijtihad atau istinbath (inferensi) hukum-hukum syariat dari
sumber-sumber muktabar dan diandalkan. Mujtahid mutlak dan mutajazzi,
mujtahid bil fi'il dan bil quwwah, mujtahid a'lam dan mujtahid jami' al-syarāith
merupakan bagian-bagian dari fakih atau mujtahid. Syaikh Thusi, Muhaqqiq Hilli,
Allamah Hilli, Syaikh Anshari dan Mirza Syirazi adalah mujtahid-mujtahid Syiah
yang terkenal dan memiliki nama.Mujtahid atau fakih secara terminologis adalah
seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan infefensi hukum-hukum
syariat dari sumber-sumber yang terpercaya dan muktabar.

5.3 Syarat menjadi mujtahid

Pintu ijtihad selalu terbuka pada setiap masa, dengan perkembangan,


ijtihad selalu diperlukan. Namun demikian tidak berarti setiap orang boleh
melakukan ijtihad. Akhir-akhir ini, sebagian cendekiawan Islam merasa berhak
dan mau berijtihad, tanpa melihat kesulitan proses ijtihad. Masalah ijtihad
sebenarnya bukan mau atau tidak mau, tetapi persoalan mampu atau tidak mampu.
Memaksa orang yang tidak mampu untuk berijtihad mengundang bahaya, sebab
untuk melakukan ijtihad seseorang harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang
bisa membawa ke derajat mujtahid.

Pada umumnya, syarat-sayat ijtihad yang dikemukakan oleh para ulama


usul fikih berfokus pada empat hal.

Pertama, memiliki pengetahuan bahasa Arab dengan segala cabangnya.


Hal itu harus ditunjang oleh pengkajian dan penelaahan seluk-beluk kesusasteraan
Arab baik yang berbentu prosa maupun puisi.

Kedua, mengetahui nas-nas Alquran perihal hukum-hukum syarak yang


dikandungnya, ayat-ayat hukumnya, dan cara meng-istinbāṭ-kan hukum darinya.
Mujtahid juga harus mengetahui asbāb al-nuzūl, nāsikh wa al-mansūkh, serta
tafsir dan takwil dari ayat-ayat yang di-istinbāṭ-kan.

Ketiga, mengetahui nas-nas hadist. Mujtahid harus mengetahui hukum


syariat yang didatangkan oleh hadist dan mampu mengeluarkan hukum mukalaf
darinya. Di samping itu, ia juga dituntut mengetahui derajat dan nilai hadist.

Keempat, mengetahui maqāṣid al-syarī’ah, tingkah laku dan adat kebiasaan


manusia yang mengandung maslahat dan madarat, serta ‘illat hukum dan dapat
menganalogikan peristiwa dengan peristiwa yang lain.

Dalam kitab Uṣūl al-fiqh, Muḥammad Abū Zahrah mengajukan delapan


syarat, yaitu (1) mengetahui bahasa Arab, (2) mengetahui ilmu Alquran; nāsikh
dan mansūkh-nya, (3) mengetahui dengan baik sunnah, (4) mengetahui posisi-
posisi ijmak dan kontroversialitas, (5) mengetahui analogi (al-qiyās), (6)
mengetahui maqāṣid al-aḥkām, (7) memiliki pemahaman dan pandangan yang
sehat, dan (8) memiliki niat yang niat dan iktikad yang bersih dan lurus.

Muhammad Musa Tawana dalam bukunya yang berjudul al-ijtihad


mengelompokkan syarat-syarat mujtahid ke dalam beberapa bagian berikut
rinciannya:

Pertama, persyaratan umum (al-syurūṭ al-‘āmmah), yang meliputi: (1)


balig, (2) berakal sehat, (3) kuat daya nalarnya, dan (4) beriman atau mukmin.

Kedua, persyaratan pokok (al-syurūṭ al-asāsiyyah), yaitu syarat-syarat


mendasar yang menuntut mujtahid supaya memiliki kecakapan berikut: (1)
mengetahui Qur’an, (2) memahami sunnah, (3) memahami maksud-maksud
hukum syariat, dan (4) mengetahui kaidah-kaidah umum (al-qawā’id al-kulliyāt)
hukum Islam.
Ketiga, persyaratan penting (al-syurūṭ al-hāmmah). Syarat-syarat ini
mencakup: (1) menguasai bahasa Arab, (2) mengetahui ilmu uṣul al-fiqh, (3)
mengetahui ilmu mantik atau logika, dan (4) mengetahui hukum asal suatu
perkara (al-barā’ah al-aṣliyyah).

Keempat, persyaratan pelengkap (al-syurūṭ al-takmīliyyah) yang


mencakup: (1) tidak ada dalil qaṭ’iy bagi masalah yang diijtihadi, (2) mengetahui
tempat-tempat khilafiyah atau perbedaan pendapat, dan (3) memelihara kesalehan
dan ketakwaan diri.

5.4 Pengertian Ijma’, Qiyas, Istihsan, dan Al Masholihul Mursalah

Ijma’

Ijma’ artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam


menetapkan suatu hukum-hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits
dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh
para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati.
Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama
yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

Qiyâs

Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu


hukum atau suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya
namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek
dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas
sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan
pada masa-masa sebelumnya.

Beberapa definisi qiyâs (analogi)

Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya,


berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.Membuktikan hukum definitif
untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di antaranya.Tindakan
menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam (Al-Qur'an) atau
(Hadis) dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).menetapkan
sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yg belum di terangkan oleh al-qur'an dan
hadits.

Istihsân

Beberapa definisi Istihsân:

Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa
hal itu adalah benar.

Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya.

Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang
banyak.

Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.

Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada


sebelumnya..

Al MasholihulMursalah

Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskahnya dengan


pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat
dan menghindari kemudharatan.

5.5 PengertianMadzhab

Mazhab (bahasa arab: ‫مذهب‬, madzhab) adalah istilah dari bahasa Arab,
yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan
seseorang baik konkrit maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang
jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli
agama Islam, yang dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk
setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya
menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-
bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
Pengertian ulama fiqih

Mazhab menurut ulama fiqih, adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang
dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain,
yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu'. Ini
adalah pengertian mazhab secara umum, bukan suatu mazhab khusus.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
 Definisi Ahlusunnah adalah:Ajaran islam murni yang diajarkan oleh
Rasulullah ,pengikut sunnahnyanabi Muhammad dan para sahabat.Bukan
suatu yang baru timbul sebagai reaksi timbulnya aliran menyimpang dari
ajaran islam murni.
 Ancaman Ahlussunah Wal -Jamaah dari luar dan dari dalam
1. Kaum orientalis
2. Medan perjuangan
3. Intelektualitas
4.Materialisme
5.Sekularisme
 Karakteristik ajaran Ahlussunah Wal-Jamaah
1.At-tawasuth (Pertengahan)

2.At-tawazun (Keseimbangan)

3.Al-I’tidal (Tegak lurus tidak condong kesalah satu)

 Definisi al-qur’an berasal dari kata qara’a yang berarti bacaan atau
sesuatu yang dibaca. Secara terminology, Alquran adalah kalamullah yang
diturunkan kepada nabi terakhir Muhammad SAW melalui malaikat Jibril
untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia dan membacanya adalah
ibadah.
 Pengertian As-Sunnah menurut syari’at. As-Sunnah menurut istilah :
segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW dalam bentuk qaul
(ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak
yang dimaksudkan dengannya sebagai tsyri’ (pensyari’atan) bagi umat
islam.
 Ijtihad (bahasa Arab: ‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh,
yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha
mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam
Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan
pertimbangan matang.
 Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad
sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.
 Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan
pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu
atau pada suatu waktu tertentu.
 Mujtahid (bahasa Arab: ‫ )المجتهد‬atau fakih (‫ )الفقيه‬adalah seseorang yang
memiliki kemampuan ijtihad atau istinbath (inferensi) hukum-hukum
syariat dari sumber-sumber muktabar dan diandalkan. Mujtahid mutlak
dan mutajazzi, mujtahid bil fi'il dan bil quwwah, mujtahid a'lam dan
mujtahid jami' al-syarāith merupakan bagian-bagian dari fakih atau
mujtahid
 syarat-sayat ijtihad yang dikemukakan oleh para ulama usul fikih
berfokus pada empat hal.
1. Pertama, memiliki pengetahuan bahasa Arab dengan segala cabangnya.
Hal itu harus ditunjang oleh pengkajian dan penelaahan seluk-beluk
kesusasteraan Arab baik yang berbentu prosa maupun puisi.
2. Kedua, mengetahui nas-nas Alquran perihal hukum-hukum syarak yang
dikandungnya, ayat-ayat hukumnya, dan cara meng-istinbāṭ-kan hukum
darinya. Mujtahid juga harus mengetahui asbāb al-nuzūl, nāsikh wa al-
mansūkh, serta tafsir dan takwil dari ayat-ayat yang di-istinbāṭ-kan.
3. Ketiga, mengetahui nas-nas hadist. Mujtahid harus mengetahui hukum
syariat yang didatangkan oleh hadist dan mampu mengeluarkan hukum
mukalaf darinya. Di samping itu, ia juga dituntut mengetahui derajat dan
nilai hadist.
4. Keempat, mengetahui maqāṣid al-syarī’ah, tingkah laku dan adat
kebiasaan manusia yang mengandung maslahat dan madarat, serta ‘illat
hukum dan dapat menganalogikan peristiwa dengan peristiwa yang lain.
6.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA

http://pustakaimamsyafii.com/definisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sunni

https://almanhaj.or.id/3428-definisi-salaf-definisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html

http://banyubeningku.blogspot.com/2011/01/pengertian-ahlus-sunnah-wal-
jamaah.html?m=1

https://ipnutuban.wordpress.com/bacaan/aswaja/

https://m.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2018/02/13/135439/apa-dan-
siapa-ahlus-sunnah.html

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ijtihad

https://dalamislam.com/hukum-islam/ijtihad-dalam-hukum-islam

https://www.pelajaran.co.id/2018/19/pengertian-ijtihad-tujuan-syarat-fungsi-
manfaat-macam-dan-tingkatan-ijtihad-lengkap.html

https://www.researchgate.net/publication/304213296_IJTIHAD_SEBAGAI_ALA
T_PEMECAHAN_MASALAH_UMAT_ISLAM

https://dewandakwah.or.id/as-sunnah-dan-kedudukan-as-sunnah/

https://islami.co/jangan-salah-ini-perbedaan-hadis-dan-sunnah/

Anda mungkin juga menyukai