Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN RETARDASI MENTAL

Tugas dibuat untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Anak yang diampu oleh
Ibu Titin Suheri, S.Kep., M.Sc.

Disusun oleh :
Sapna Luthfiyana
P1337420617073

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Asuhan “Keperawatan Anak dengan Retardasi Mental” telah disetujui dan
disahkan pada :
Hari :
Tanggal :

Menyetujui,
Dosen Pembimbing,

Titin Suheri, S.Kep., M.Sc.

ii
KATA PENGANTAR

Puji sukur kita haturkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Anak dengan Retardasi Mental” tanpa halangan suatu apapun.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang
diampu oleh Ibu Titin Suheri, S.Kep., M.Sc. tahun ajaran 2019.
Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Budiyati, S.Kep., Ns., M.Kep.,
Sp.Kep.An selaku koordinator mata kuliah dan Ibu Titin Suheri, S.Kep.,M.Sc selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing saya dalam menyelsaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa, khsusunya masyarakat
dan pembaca pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
tambahan untuk memperoleh pengetahuan dan informasi mengenai anak dengan retardasi
mental.

Semarang, 21 Januari 2019

Sapna Luthfiyana

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan............................................................................................................ ii
Kata Pengantar.................................................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................1
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Retardasi Mental...................................................................................... 3
2.2 Etiologi Retardasi Mental.......................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi Retardasi Mental......................................................................................5
2.4 Gejala Klinis Retardasi Mental..................................................................................6
2.5 Pathways Retardasi Mental........................................................................................7
2.6 Pemeriksaan Penunjang Retardasi Mental.................................................................7
2.7 Pencegahan Retardasi Mental.................................................................................... 8
2.8 Penanganan Retardasi Mental....................................................................................8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian..................................................................................................................12
3.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................................................. 13
3.3 Intervensi Keperawatan............................................................................................. 13
3.4 Implementasi Keperawatan........................................................................................15
3.5 Evaluasi Keperawatan................................................................................................15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 16
4.2 Saran.......................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup,
diperkirakan lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini. Oleh
karena itu retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan masyarakat,
kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak yang mengalami retardasi mental
tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu
keadaan penyimpangan tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh
kembang itu sendiri merupakan proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta
merupakan sesuatu yang terpenting.
Prevalensi retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun di negara
maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens
retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun
terakhir. Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup.
Banyak penelitian melaporkan angka kejadian retardasi mental lebih banyak pada
anak laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio perbandingan 1,6 : 1.
1.2 Rumusan Masalah
1 Apa yang dimaksud dengan Retardasi Mental?
2 Apa etiologi Retardasi Mental?
3 Apa saja klasifikasi Retardasi Mental?
4 Bagaimana gejala klinis dari Retardasi Mental?
5 Bagaimana pathways Retardasi Mental?
6 Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien dengan Retardasi Mental?
7 Bagaimana cara pencegahan Retardasi Mental?
8 Bagaimana cara penanganan Retardasi Mental?
9 Bagaiamana asuhan keperawatan anak dengan Retardasi Mental?
1.3 Tujuan Penulisan
1 Untuk mengetahui pengertian dari Retardasi Mental.
2 Untuk mengetahui etiologi dari Retardasi Mental.
3 Untuk mengetahui klasifikasi dari Retardasi Mental.
4 Untuk mengetahui gejala klinis dari Retardasi Mental.
5 Untuk mengetahui pathways dari Retardasi Mental.
6 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien dengan Retardasi Mental.
7 Untuk mengetahui cara pencegahan Retardasi Mental.
8 Untuk mengetahui cara penanganan Retardasi Mental.
9 Untuk mengetahui asuhan keperawatan anak dengan Retardasi Mental.
1.4 Manfaat Penulisan
Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kepada para pembaca mengenai
Retardasi Mental khusunya orang tua yang mempunyai anak dengan Retardasi
Mental.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Retardasi Mental


Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang
kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi
gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga
oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F.
Maramis, 2005:).
Retardasi mental ialah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau
tidak lengkap yang terutama ditandai dengan rendahnya keterampilan (kecakapan,
skill) selama masa perkembangan sehingga berpengaruh terhadap intelegensia yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (WHO).
American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi
retardasi mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu

2
penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa
perkembangan dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial.
2.2 Etiologi Retardasi Mental
Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal dan
postnatal. Lebih dari 1000 macam penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak
diantaranya yang dapat dicegah. Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat
digolongkan atas penyebab biologis dan psikososial.
Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat.
b. Tampak sejak lahir atau usia dini.
c. Secara fisik tampak berkelainan/aneh.
d. Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun postnatal.
e. Tidak berhubungan dengan kelas sosial.
Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut :
a. Biasanya merupakan retardasi mental ringan.
b. Diketahui pada usia sekolah.
c. Tidak terdapat kelainan fisik maupun laboratorium.
d. Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah).
e. Ada hubungan dengan kelas sosial
Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan sosio ekonomi rendah masih
merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat diperkirakan bahwa retardasi
mental di Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosio-kultural.
Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam :
a. Penyebab Pranatal
a) Gangguan Metabolisme
 Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU),
Maple Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea, histidiemia,
homosistinuria, Distrofiaokulorenal Lowe, hiperprolinemia, tirosinosis dan
hiperlisinemia.
 Gangguan metabolisme lemak yaitu degenerasi serebro makuler dan
lekoensefalopati progresif.
 Gangguan metabolisme karbohidrat yaitu galaktosemia dan glycogen
storabe disease.
b) Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan, kebanyakan
kehamilan yang memiliki kelainan kromosom berakhir dengan kasus
keguguran hanya setengah dari satu persen yang lahir memiliki kelainan

3
kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir. Bayi yang bertahan,
kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome, atau trisomy 21.
Manusia normal memiliki 46 kromosom (23 pasang). Orang dengan kelainan
down syndrome memiliki 47 kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada
kromosom ke 21).
c) Infeksi Maternal Selama Kehamilan
Yaitu infeksi TORCH (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan
Herpes simplex virus II (HSV-II) dan Sifilis. Cytomegali merupakan penyakit
infeksi virus yang paling sering menyebabkan retardasi mental. Infeksi virus
ringan atau subklinik pada ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin
yang bersifat fatal. Penyakit Rubella kongenital juga dapat menyebabkan
defisit mental.
d) Komplikasi Kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil yang tak
terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previa dan solution
plasenta serta penggunaan sitostatika selama hamil.
b. Penyebab Perinatal
a) Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi menyebabkan
meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah sedangkan
bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk mengalami kerusakan otak,
sehingga akan didapatkan lebih banyak anak dengan retardasi mental.
b) Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
c) Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
d) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab Postnatal
a) Infeksi (meningitis, ensefalitis)
b) Trauma fisik
c) Kejang lama
d) Intoksikasi (timah hitam, merkuri)

4
2.3 Klasifikasi Retardasi Mental
Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III :
1. Retardasi Mental Ringan / mampu didik (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak naik kelas,
selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau
mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal
yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi. 80 % dari anak Retardasi Mental
termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh pendidikan Sekolah Dasar kelas VI
hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban dan membutuhkan bantuan
tentang masalah kehidupannya. Untuk itu perlu melibatkan psikolog untuk
menilai perkembangan mental anak terutama kemampuan kognitifnya, dokter
anak untuk memeriksa fisik anak, menganalisis penyebab, dan mengobati penyakit
atau kelainan yang mungkin ada. Juga kehadiran pekerja sosial kadang-kadang
diperlukan untuk menilai situasi keluarganya. Atas dasar itu maka dibuatlah
strategi terapi. Sering kali melibatkan lebih banyak ahli lagi, misalnya ahli saraf
bila anak juga menderita epilepsi, palsi serebral, dll. Psikiater, bila anaknya
menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila orang tuanya membutuhkan
dukungan terapi keluarga. Ahli rehabilitasi medis, bila diperlukan untuk
merangsang perkembangan motorik dan sensoriknya.
2. Retardasi Mental Sedang / mampu latih (IQ 35-49)
Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan dalam
perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan fisik lainnya.
Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri, pada umumnya
tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka kejadian sekitar 12%
dari seluruh kasus RM. Anak pada golongan ini membutuhkan pelayanan
pendidikan yang khusus dan dukungan pelayanan.
3. Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34)
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan kemampuan
bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih belajar bicara dan
keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar, angka kejadian 8% dari seluruh
Retardasi Mental. Memiliki lebih dari 1 gangguan organik yang menyebabkan
keterlambatannya, memerlukan supervisi yang ketat dan pelayanan khusus.
4. Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan komunikasi yang
pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan sensorik sejak awal masa
kanak-kanak, individu pada tahap ini memerlukan latihan yang ekstensif untuk
melakukan“self care” yang sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu

5
memerlukan supervisi total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap
ini pasien benar-benar tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
2.4 Gejala Klinis Retardasi Mental
Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas tes intelegensia saja,
melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari sekolah,
pemeriksaan fisik, laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu dinilai tidak
hanya intelegensia saja melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari anamnesis dapat
diketahui beberapa faktor risiko terjadinya retardasi mental. Pemeriksaan fisik pada
anak retardasi mental biasanya lebih sulit dibandingkan pada anak normal, karena
anak retardasi mental kurang kooperatif.
a. Gangguan kognitif.
b. Lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
c. Gagal melewati tahap perkembangan yang utama.
d. Lingkar kepala dibawah atau diatas nilai normal.
e. Kemungkinan lambatnya pertumbuhan.
f. Kemungkinan tonus otot abnormal.
g. Kemungkinan ciri-ciri dismorfik.
h. Terlambatnya motorik halus dan motorik kasar.
i. Wajah hipertelorisme (lidah menjulur keluar, gangguan perumbuhan gigi, ekspresi
wajah yang tampak tumpul)
2.5 Pathways Retardasi Mental

2.6 Pemeriksaan Penunjang


j. Kromosom kariotipe
k. EEG (Elektro Ensefalogram)

6
l. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
m. Titer virus untuk infeksi congenital
n. Serum asam urat (Uric acid serum)
o. Laktat dan piruvat
p. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
q. Serum seng (Zn)
r. Logam berat dalam darah
s. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
t. Serum asam amino atau asam organik
u. Plasma ammonia
v. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit
w. Urin mukopolisakarida
2.7 Pencegahan Retardasi Mental
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
a. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan
dengan :
a) Pendidikan kesehatan pada masyarakat
b) Perbaikan keadaan sosial-ekonomi
c) Konseling genetik
d) Tindakan kedokteran, antara lain :
 Perawatan prenatal dengan baik
 Pertolongan persalinan yang baik, dan
 Pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan
diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.
2.8 Penanganan Retardasi Mental
Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada
penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun
orangtuanya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya
menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat.
Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka
perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu
mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dengan tujuan
agar orang tua penderita mampu mengatasi beban psiko-sosial pada dirinya terlebih
dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis
dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta
perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental

7
a) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki
dengan sebaik-baiknya.
b) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
c) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang,
sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan
hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal
antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk
mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan
merangsang indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi
mental, yaitu:
a) Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan
berpakaian sendiri, dst.
b) Latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social.
c) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin
penderita, dan
d) Latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang
baik dan buruk secara moral.
c. Pengembangan Anak Retardasi Mental di Rumah
Hal ini meliputi:
a) Mendorong anak agar bereksplorasi. Anak memperoleh banyak hal melalui
eksplorasi terhadap lingkungannya.
b) Mengajarkan kemampuan dasar. Kemampuan dasar dalam bidang kognitif
pada umumnya diberikan, antara lain: bagaimana memberi nama pada suatu
hal, membuat urutan, dan perbandingan.
c) Merayakan setiap kemajuan perkembangan yang sudah dicapai misalnya
dengan memberikan reinforcement yang berupa reward yang disenangi anak.
d) Bimbing anak dalam mengulang kembali apa yang sudah dipelajari dan
kemudian arahkan anak untuk mempelajari ketrampilan baru.
e) Lindungi anak dari kondisi-kondisi yang membahayakan, tidak
menyenangkan, atau punishment (hukuman)
f) Ciptakan lingkungan yang respondsif dan kaya akan bahasa sehingga
memungkinkan anak untuk berkomunikasi. (Gunarsa, 2002 )
d. Terapi sekaligus Pendekatan yg Diberikan Agar Anak Retardasi Mental Bisa
Mempelajari lingkungannya dan Mengembangkan Diri :
a) Terapi baca (dengan pendekatan montesoori). Guru atau orang tua tidak secara
langsung mengubah anak tetapi sebaliknya guru mencoba memberi peluang
pada anak menyelesaikan tugas dengan usaha sendiri, tanpa bantuan orang

8
dewasa. Tujuan ini bertujuan untuk memberikan edukasi secara dini kepada
klien. Pilihan bebas (anak diberi kebebasan untu memilih kebutuhan yang
sesuai dengan minatnya). Dengan cara ini, aktivitas kehidupan sehari-hari
klien menjadi bagian dari kurikulum yang diberikan.
b) Terapi perilaku. Konselor memberikan pengetahuan tentang cara pandang si
anak tersebut, misalnya tidak mau bermain games, cara pandang terhadap
sesuatu dan lain-lain. Terapi ini bertujuan untuk mengubah perilaku yang
cenderung agresif dan menciptakan self injury.
c) Terapi bicara. Konselor memberikan contoh perilaku bicara yang baik, karena
pada dasarnya, anak retardasi mental akan terlihat dalam mengucapkan sebuah
kata-kata
d) Terapi sosialisasi. Pasien diajak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain,
yaitu tetap menjalin komunikasi dengan orang lain atau individu di sekitarnya
dengan cara bersosialisasi, melakukan interaksi secara verbal sehingga disini
akan menumbuhkan rasa percaya diri, perasaan diterima oleh lingkungan, dan
motivasi pada diri klien agar tetap survive dalam menghadapi kehidupan
sehari-hari.
e) Terapi bermain. Pasien dibimbing untuk dapat mengerjakan sesuatu hal berupa
hasil karya, atau sebuah permainan. Terapi ini bertujuan untuk dapat mengasah
kemampuan klien di bidang kognitif yaitu dengan cara merangsang proses
berpikir klien tentang pola sebuah bentuk sehingga disini pasien diajak untuk
dapat merangkai sebuah konstruksi bangunan, kemudian dapat meningkatkan
imanjinasi dengan cara merangsang kemampuan imajinasi tentang sesuatu hal
yang berada di pikirannya, selain itu dalam segi kreatifitas, yaitu dengan cara
meningkatkan dan mengolah kreatifitas klien dengan paduan warna, pola,
bentuk yang berbeda-beda sehingga klien mempunyai pengetahuan,
pemahaman dan keanekaragaman tentang macam-macam jenis permainan atau
hasil karya yang dia temui.
f) Terapi menulis. Cara ini digunakan untuk dapat mempermudah proses
berjalannya terapi yaitu dengan cara pasien diajak untuk menulis di selembar
kertas berupa serangkaian kata-kata. Tujuan daripada terapi ini adalah untuk
melemaskan otot atau syaraf tangan dalam beraktivitas sehingga tubuh pasien
tidak kaku dan lebih fleksibel dalam menanggapi respon atau stimulus yang
berada di sampingnya.
g) Terapi okupasi. Terapi ini dilakukan dengan cara memijat-mijat bagian syaraf
anak tersebut seperti pada bagian pergelangan tangan, kaki dan daerah tubuh

9
lainnya. Terapi ini dilakukan pada saat klien berusia muda, karena pada masa
muda sendi-sendi dalam tubuh pasien masih bersifat elastis dan dapat
menyesuaikan dengan bentuk perlakuan yang diberikan.
h) Terapi musik. Terapi ini dilakukan dengan cara pasien diarahkan untuk dapat
mendengarkan dan memaknai sebuah alunan musik. Terapi ini bertujuan untuk
dapat mengasah fungsi auditory pasien akan stimulus suara yang di
dengarkannya.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengakajian dapat dilakukan melalui :
1. Lakukan pengkajian fisik.
Anak dengan Retardasi Mental memiliki tubuh yang unik, yaitu dari bentuk wajah
(muka oval, mata berbentuk kacang almond, muka mirip antara satu anak dengan
anak lain). Bentuk tubuh mereka juga unik yaitu jari-jari tangan dan kaki
cenderung memadat dan tubuh memendek. Bentuk tubuh inilah yang
mencerminkan keunikan tersendiri pada anak retardasi mental.
2. Lakukan pengkajian perkembangan.
3. Dapatkan riwayat keluarga, trauma mengenai retardasi mental dan gangguan
herediter dimana retardasi mental adalah salah satu jenisnya yang utama. Hal ini
bisa ditunjukkan dengan genogram.
4. Dapatkan riwayat kesehatan untuk mendapatkan bukti-bukti adanya trauma
prenatal, perinatal, pascanatal, atau cedera fisik.
5. Infeksi maternal prenatal (misalnya, rubella), alkoholisme, konsumsi obat.
6. Nutrisi tidak adekuat.
7. Penyimpangan lingkungan.
8. Gangguan psikiatrik (misalnya, Autisme).

10
9. Infeksi, trauma yang melibatkan otak (misalnya, meningitis, ensefalitis, campak)
atau suhu tubuh tinggi.
10. Abnormalitas kromosom.
11. Lakukan atau bantu dengan tes intelegensia. Stanford, binet, Wechsler Intellence,
Scale, American Association of Mental Retardation Adaptif Behavior Scale.
12. Observasi adanya manifestasi dini dari retardasi mental:
13. Tidak responsive terhadap kontak. Kontak mata buruk selama menyusui.
14. Penurunan aktivitas spontan
15. Penurunan kesadaran terhadap suara getaran
16. Peka rangsang.
17. Menyusui lambat.
18. Neuroradiologi dapat menemukan kelainan dalam struktur kranium, misalnya
klasifikasi atau peningkatan tekanan intrakranial.
19. Ekoesefalografi dapat memperlihatkan tumor dan hematoma.
20. Biopsi otak hanya berguna pada sejumlah kecil anak retardasi mental. Juga tidak
mudah bagi orang tua untuk menerima pengambilan jaringan otak dalan jumlah
kecil sekalipun karena dianggap menambah kerusakan otak yang memang tidak
adekuat.
21. Penelitian bio kimia menentukan tingkat dari berbagai bahan metabolik yang
diketahui mempengaruhi jaringan otak jika tidak ditemukan dalam jumlah besar
atau kecil, misalnya hiperglikemia pada neonatus prematur, penumpukan glikogen
pada otot dan neuron, deposit lemak dalam otak dan kadar fenilalanin yang tinggi.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d kerusakan fungsi kognitif.
2. Hambatan komunikasi verbal b.d kelainan fungsi kognitif
3. Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik
4. Hambatan interaksi sosial b.d. kesulitan adaptasi sosial
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Dx : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d kerusakan fungsi kognitif.
Intervensi :
 Berikan informasi pada keluarga sesegera mungkin pada saat atau setelah
kelahiran.
 Ajak kedua orang tua untuk hadir pada konferensi pemberian informasi.
 Bila mungkin, berikan informasi tertulis pada keluarga tentang kondisi anak.
 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang manfaat dari perawatan dirumah,
beri kesempatan pada mereka untuk menyelidiki semua alternatif residensial
sebelum membuat keputusan.
 Dorong keluarga untuk bertemu dengan keluarga lain yang mempunyai
masalah yang sama sehingga mereka dapat menerima dukungan tambahan.

11
 Tekankan karakteristik normal anak untuk membantu keluarga melihat anak
sebagai individu dengan kekuatan serta kelemahannya masing-masing.
 Dorong anggota keluarga untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran
karena hal itu merupakan bagian dari proses adaptasi.
2. Dx : Hambatan komunikasi verbal b.d kelainan fungsi kognitif
Intervensi :
Mendengar Aktif (4920) :
 Buat tujuan interaksi
 Tunjukan ketertarikan kepada klien
 Gunakan pernyataan maupun pertanyaan yang mendorong klien untuk
mngekspresikan perasaa, pikiran dan kekhawatiran.
 Gunakan perilaku non verbal untuk memfasilitasi komunikasi.
 Dengarkan isi pesan maupun perasaan yang tidak terungkap selama
percakapan.
 Berespon segera sehingga menunjukkan pemahaman terhadap pesan yang
diterima dari pasien.
 Sadari tempo suara, volume, kecepatan maupun tekanan suara.
3. Dx : Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik
Intervensi :
Peningkatan Keamanan (5380)
 Berada di posisi pasien dan sediakan jaminan keamanan selama periode
kecemasan.
 Diskusikan perubahan-perubahan yang akan terjadi (misalnya memindahkan
pasien ke bangsal lain) sebelum aktivitas ini dilakukan.
 Fasilitasi orang tua agar dapat menginap bersama anak yang dirawat di rumah
sakit
Manajemen Lingkungan (6480)
 Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
 Identifikasi kebutuhan keselamatan pasien berdasarkan fungsi fisik dan
kognitif serta riwayat perilaku dimasa lalu
 Singkirkan benda-benda berbahaya dari lingkungan
 Lindungi pasien dengan pegangan pada sisi/bantalan di sisi ruangan yang
sesuai
 Izinkan keluarga/orang terdekat untuk tinggal dengan pasien
4. Dx : Hambatan interaksi sosial b.d. kesulitan adaptasi sosial
Intervensi :
Peningkatan Sosialisasi (5100)
 Tingkatkan berbagai masalah umum dengan orang lain
 Izinkan pengujian terhadap keterbatasan interpersonal
 Lakukan bermain peran dalam rangka berlatih meningkatkan keterampilan dan
teknik komunikasi
 Berikan umpan balik positif saat pasien bersedia menjangkau orang lain
 Anjurkan perencanaan kelompok kecil untuk kegiatan-kegiatan khusus

12
3.4 Implementasi Keperawatan
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan
pelaksanaan. Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan kegiatan atau
tindakan yang diberikan dengan menerapkan pengetahuan dan kemampuan klinik
yang dimilki oleh perawat berdasarkan ilmu – ilmu keperawatan dan ilmu – ilmu
lainnya yang terkait. Seluruh perencanaan tindakan yang telah dibuat dapat terlaksana
dengan baik.
3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam
proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif yang
akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai sepenuhnya,
sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa yang perlu di kaji,
direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana
keperawatan, menilai, meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui perbandingan
asuhan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan standar yang telah di
tetapkan lebih dulu. Pada tahap evaluasi yang perawat lakukan adalah melihat apakah
masalah yang telah diatasi sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Retardasi mental adalah bentuk gangguan atau kekacauan fungsi mental atau
kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi
dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus eksteren dan ketegangan-ketegangan
sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, satu
organ, atau sistem kejiwaan mental.
Retardasi mental bisa saja terjadi pada setiap individu / manusia karena
adanya faktor-faktor dari dalam maupun dari luar, gejala yang ditimbulkan pada

13
penderita retardasi mental umumnya rasa cemas, takut, halusinasi serta delusi yang
besar.
4.2 Saran
Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan dirinya seperti
memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan mengurangi kebiasaan
buruk seperti: minum-minuman keras dan merokok.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu melakukan langkah
preventif guna menanggulangi gangguan mental yang dapat membahayakan
kesehatan anak dan remaja caranya yaitu dengan menggalakkan penyuluhan tentang
retardasi mental kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Newman, Dorlan. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorlan Edisi 2008. Jakarta: EGC.
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri (Mosby’s Pediatric Nursing
Reference) Edisi 3. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik (Wong and Whaley’s Clinical
Manual Of Pediatric Nursing) Edisi 4. Jakarta: EGC
Kemis, Rosnawati, A. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita. Bandung
: Luxima Metro Media.

14

Anda mungkin juga menyukai