Anda di halaman 1dari 23

METODE GRAVITASI

oleh:
Faiq Dzihnan
165090700111009

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERISTAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
ABSTRAK

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Ilmu geofisika merupakan bagian dari ilmu terapan berkaitan dengan bumi yang
mempelajari bumi dengan mengunakan prinsip-prinsip fisika. Penelitian geofisika
digunakan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan bumi melalui pengukuran diatas
permukaan dengan memperhitungkan parameter-parameter fisika yang dimiliki oleh
batuan yang berada di bawah permukaan bumi. Sehingga , dari pengukuran tersebut akan
dapat diketahui bagaimana sifat-sifat dan kondisi di bawah permukaan bumi baik secara
vertikal maupun horizontal. Metode geofisika pada umumnya dibagi menjadi 2 macam,
yaitu metode aktif dan pasif. Metode aktif adalah suatu metode yang dilakukan dengan
membuat suatu medan buatan kemudian mengukur respons yang dikeluarkan oleh bumi.
Dalam hal ini medan buatan dapat berupa suatu getaran atau gelombang yang dapat
menimbulkan suatu respon seperti ledakan dinamit, pemberian arus listrik, dll. Sedangkan
metode pasif adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur medan alami yang
dipancarkan oleh bumi. Medan alami dalam hal ini seperti halnya radiasi gelombang
gempa bumi, medan gravitasi bumi, medan magnetik bumi dll. Apabila dijelaskan secara
khusus maka metode geofisika dapat dibagi menjadi beberapa macam seperti metode
seismik, metode gravitasi, metode magnet bumi, dll .

Metode gravitasi merupakan salah satu metode pasif yang digunakan dalam teknik
geofisika. Pengukuran dengan menggunakan metode gravitasi yang umumnya dilakukan
adalah dengan menggunakan alat Gravimeter LaCoste-Romberg. Metode ini pada dasarnya
dilakukan berdasarkan pengukuran anomali percepatan gravitasi yang diakibatkan oleh
perbedaan kontras massa, atau densitas suatu struktur geologi dari daerah di sekelilingnya.
Metode gravitasi biasanya sering menjadi survey pendahuluan karena selain faktor biaya
yang kecil, metode ini dapat memberikan informasi yang cukup detail berkaitan dengan
kondisi bawah permukaan.

9
1.2 RumusanMasalah

1.3 TujuanPenelitian

1.4 BatasanMasalah

1.5 ManfaatPenelitian

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional


Wilayah Cangar terletak di kaki Gunung Arjuno-Welirang, tepatnya sebelah barat dari
gunung tersebut. Kawasan Panas Bumi Arjuno-Welirang terletak di cincin api Indonesia. Secara
Administratif, wilayah Arjuno-Welirang berada di Kab. Mojokerto, Kab. Malang, Kab. Pasuruam
dan Kota Batu Provinsi Jawa Timur. Menurut Daud (2013), berdasarkan peta geologi regional
(Gambar 2.1), daerah Arjuno-Welirang didominasi oleh batuan vulkanik kuater berupa lava dan
piroklastik. Sedangkan untuk wilayah Cangar, dilihat dari peta geologi yang dimodifikasi oleh
Rohmah dkk (2018) Produk aktifitas gunungapi tersebut secara khusus terdiri dari beberapa satuan
yaitu satuan erupsi sampling, lava Welirang 1, aliran piroklastik Kembar 1, dan Produk Anjasmara.
Kondisi geologi regional pada wilayah penelitian ditinjukkan oleh Gambar 2.2

Komplek G. Arjuno-Welirang mempunyai beberapa kerucut di puncaknya yaitu :


Kerucut G. Arjuno (3339 mdpl., kerucut tertua), Kerucut G. Bakal (2960 mdpl), Kerucut G.
Kembar II (3126 mdpl), Kerucut G. Kembar I (3030 mdpl), dan Kerucut G. Welirang (3156
mdpl). Kerucut-kerucut tersebut terbentuk akibat perpindahan titik erupsi yang membentuk
kelurusan berarah tenggara-barat lau dan dikontrol oleh sesar normal. Selain kerucut-kerucut
tersebut terdapat pula beberapa kerucut parasit yang merupakan hasil letusan samping pada tubuh
Kompleks G. Arjuno-Welirang. Kerucut parasit tersebut adalah G. Ringgit (2477 mdpl) di bagian
timur laut, G.Pundak (1544 mdpl) dan G. Butak (1207 mdpl) di bagian utara, serta dua buah
kerucut lainnya yaitu G. Wadon dan G. Princi yang terdapat pada tubuh bagian timur (VSI, 2014).

Menurut Santosa (1997) produk aktifitas gunungapi Arjuno-Welirang berupa breksi


tufan, breksi gunungapi, lava dan tuf. Breksi gunungapi berbutir pasir-bom serta memiliki
komponen andesit, basal, batuapung, obsidian, mineral terang dan kaca gunungapi dengan
masadasar tuf pasiran. Lava bersusunan andesit-basalt berwarna abu-abu, porfiritik, masif, terdiri
dari mineral plagioklas, piroksen, olivindan mineral sekunder berupa mineral lempung dan oksida
besi. Breksi tufan berbutir pasir kasarbom, serta berkomponen andesit, basal, batuapung,
obsidian, porfiri, kaca gunungapi dan mineral hitam bermasadasar tuf pasiran. Tuf berbutir pasir
kasar hingga halus berupa mineral terang, batu apung dengan tebal puluhan centimeter.

11
Struktur yang berkembang di daerah ini cukup komplek diantaranya berupa
sesar normal, sesar mendatar, rim kaldera, dan amblasan. Sesar-sesar ini secara umum
memotong komplek Gunung ArjunoWelirang dan berarah utara-selatan, barat laut-
tenggara, barat daya-timur laut, dan barat-timur. Rim kaldera terletak di bagian tengah
komplek Gunung ArjunoWelirang, sedangkan sektor amblasan berada di bagian puncak
Gunung ArjunoWelirang dengan bukaan ke arah tenggara dan timur laut (PSDG, 2010).

Gambar 2. 1. Peta Geologi Daerah Panas Bumi Kompleks Gunung Arjuna-Welirang dan Lokasi
Penelitian (PSDG, 2010)

12
Gambar 2.2 Peta geologi daerah Cangar (Rohmah dkk, 2018)

2.2 Metode Gravitasi


Survey gravitasi mengukur variasi dari medan gravitasi bumi yang disebabkan
karena perbedaan densitas dari batuan bawah permukaan. Meskipun dikenal sebagai
metode “gravitasi”, faktanya yang diukur sebenarnya adalah variasi percepatan disebabkan
oleh gravitasi. (Reynolds, 2011). Konsep dasarnya adalah asumsi adanya causative body
(benda penyebab anomali), yang berupa batuan/benda dengan densitas yang berbeda
dengan sekelilingnya. Sebuah causative body merepresentasikan sebuah zona bawah
permukaan dengan anomali massa dan menyebabkan sebuah “kejangalan” secara local
terhadap medan gravitasi sehongga disebut sebagai anomali gravitasi.(Kearey,2002).
Metode gravitasi telah digunakan secara ekstensif di eksplorasi minyak dan gas,
khususnya di awal abad 20. Ketika metode ini masih digunakan secara luas pada eksplorasi
hidrokarbon, mulai banyak ditemukan aplikasi lain dari metode ini (Gambar 2.3). Survey
Microgravity adalah metode yang dilaksanakan pada skala yang sangat kecil dengan luas
ratusan meter persegi yang mana dapat mendeteksi rongga – rongga hingga sekecil
diameter 1 meter dengan kedalaman 5 meter dari permukaan. (Reynolds, 2011)

13
2.3 Teori Dasar Metode Gravitasi
Ketika kita melakukan pengamatan pada bagian bawah permukaan bumi, maka akan
dapat diketahui bahwa bumi kita ini tidaklah homogen akan tetapi tersusun atas berbagai
lapisan batuan yang memiliki densitas yang bervariasi. Perbedaan densitas ini akan
menimbulkan anomali percepatan gravitasi yang akan dimanfaatkan dalam eksplorasi dengan
menggunakan metode gravitasi.
2.3.1 Hukum Newton
Dasar dari survey dengan metode gravitasi ini adalah Hukum Gravitasi Newton
yang menyatakan bahwa gaya tarik F antara dua massa m1 dan m2 dengan jarak r
diantara keduanya dinyatakan dengan : (Lowry, 2007)

𝑀𝑚
𝐹=𝐺 (1)
𝑟2

dimana G merupakan konstanta gravitasi (G = 6,67 x 10-11 m3 kg-1 s-2 )

2.3.2 Percepatan Gravitasi


Pada metode gravitasi, yang diukur bukanlah gaya gravitasi F melainkan
percepatan gravitasi g. Hubungan antara F dan g dapat dijelaskan dengan Hukum
Newton II yang menyatakan bahwa gaya adalah hasil perkalian antara massa dan
percepatan.

𝐹 = 𝑚𝑔 (2)

Dengan mempertimbangkan tarikan gravitasi dari Bumi yang bulat, tidak


berotasi dan homogen dengan massa M pada suatu benda dengan massa m dengan
jarak antara keduanya adalah R maka dari persamaan 1 dan 2 akan diperoleh

𝑀
𝑔 = 𝐺 𝑅2 (3)

dimana satuan dari g adalah m/s2 atau Gal ( 1 Gal = 1 cm/s2 ). Selain itu massa
suatu benda bulat bertindak seolah – olah massanya terkonsentrasi di pusatnya

14
2.3.3 Potensial Gravitasi
Pada asumsi bumi seperti ini maka gravitasi akan bernilai konstan. Akan tetapi
bumi kita yang berbentuk ellipsoidal, berotasi, memiliki permukaan yang tidak rata
serta adanya persebaran massa internal menyebabkan nilai gravitasi di permukaan
bumi menjadi bervariasi. Medan Gravitasi seringkali didefinisikan sebagai Potensial
Gravitasi U :

𝐺𝑀
𝑈= (4)
𝑟

Padahal percepatan gravitasi g merupakan besaran vektor sehingga memiliki


besar dan arah sedangkan potensial gravitasi U adalah besaran skalar yang hanya
memiliki besar. Penurunan pertama dari potensial gravitasi U pada suatu arah akan
menghasilkan komponen gravitasi pada arah tersebut. Oleh karena itu pendekatan
lewat potensial gravitasi akan menghasilkan fleksibilitas dalam komputasinya. (Kearey
dkk , 2002)

2.4 Bentuk Bumi


2.4.1 Spheroid Reference
Bumi memiliki bentuk fisik permukaan yang sangat tidak teratur. Hal ini
tentu membuat perhitungan – perhitungan di bidang Geodesi menjadi sulit. Oleh
karena itu, bumi kemudian dianggap memiliki bentuk yang spheroid (menggembunf di
ekuator dan datar di kedua kutub ) agar memudahkan dalam perhitungan – perhitungan
di bidang geodesi Referensi sferoid adalah suatu ellpisoid yanag merupakan perkiraan
permukaan laut rata – rata (geoid) dengan menghilangkan daratan yang ada diatas
geoid.
2.4.2 Geoid Reference
Geoid didefinisikan sebagai bidang equipotensial gayaberat atau bidang
nivo yang berimpit dengan permukaan laut rata – rata dan tidak terganggu. Geoid
disebut sebagai model bumi yang mendekati sesungguhnya. (Kahar,. 2007). Di dalam
geodesi geoid bereferensi terhadap ellipsoid karena ellipsoid merupakan model
matematis pendekatan bumi.Jarak antara permukaan ellipsoid dengan geoid

15
dinamakan undulasi geoid.Di dalam geodesi besaran tinggi adalah salah satu unsur
posisi yang sangat penting. (Rakapuri dkk ,2016)

Gambar 2.3 Lengkungan geoid (A) Efek skala benua, (B) Efek lokal karena adanya
massa yang besar dibawah permukaan (Reynolds,2011)

2.5 Koreksi Metode Gravitasi

Besarnya gravitasi dipengaruhi oleh lima faktor yaitu lintang (latitude), elevasi,
topografi medan sekitar, pasang surut dan variasi densitas bawah permukaan. Pada survey
metode gravitasi, yang kita butuhkan adalah faktor terakhir yaitu variasi densitas bawah
permukaan yang mana anomali ini jauh lebih kecil daripada perubahan karena elevasi dan
latitude akan tetapi lebih besar daripada anomali karena pasang surut dan efek topografi.
Perubahan gravitasi dari equator ke kutub sekitar 5 Gal sedangkan efek dari elevasi bisa
sampai 0.1 Gal. Padahal, sebuah anomali gravitasi sebesar 10 mGal sudah dianggap besar

16
pada ekplorasi minyak sedangkan pada ekspolrasi mineral 1 mGal juga sudah dianggap nilai
anomali yang besar. Oleh karena itu perlu adanya koreksi untuk menghilangkan faktor
faktor yang tidak diinginkan.

2.5.1 Koreksi Pasang Surut


Koreksi ini memperhitungkan adanya perubahan gravitasi akibat pergerakan
bulan dan matahari yang besarnya sekitar 0.3 mGal. Koreksi ini bisa dilakukan dengan
mengetahui posisi bulan dan matahari. Akan tetapi, karena perubahan gravitasi nya halus
dan lambat, maka kalkulasi nya biasanya dimasukkan dalam koreksi drift. ( Telford dkk ,
1990)
2.5.2 Koreksi Apung
Koreksi ini adalah koreksi instrumental yang didasarkan atas adanya perubahan
gravitasi pada pembacaan data di satu stasiun yang dilakukan selama berulang – ulang
sepanjang hari. Anomali ini bisa terjadi karena goncangan, perubahan suhu, dan
melarnya pegas.
2.5.3 Koreksi Lintang
Karena adanya rotasi bumi dan juga menggelembungnya bumi pada ekuator maka
gravitasi akan bertambah dengan bertambahnya latitude. Percepatan sentrifugal karena
rotasi berada pada titik maksimum pada ekuator dan nol di kutub. Percepatan sentrifugal
ini akan mengurangi gravitasi dari bumi. Sementara ‘kempes’nya kutub menambah
besarnya gravitasi karena lebih dekat ke pusat massa bumi. Akan tetapi efek ini dilawan
dengan adanya pertambahan tarikan massa diekuator. Koreksi latitude ∆gL didapat
dengan menurunkan persamaan berikut :

∆𝑔𝐿 1 ∆𝑔𝑡
= (5)
∆𝑠 𝑅𝑒 ∆𝜑

= 0.811 sin 2𝜑 𝑚𝐺𝑎𝑙/𝑘𝑚 (5.1)

Dimana ∆s = N – S jarak horizontal = Re. ∆𝜑 dan Re adalah radius bumi (6368 km). koreksi
bernilai maksimum pada lintang 450 dan bernilai nol di ekuator dan kutub. Hasil koreksi
ditambahkan ke g jika kita bergerak menuju ekuator. ( Telford dkk , 1990)

17
2.5.4 Free Air Correction
Koreksi ini digunakan untuk menghilangkan pengaruh perubahan ketinggian
antara stasiun satu ke stasiun lain agar pembacaan hanya pada permukaan datum.
Koreksi ini tidak mempertimbangkan massa / material antara stasiun dengan datum.
Persamaan didapat dengan menurunkan persamaan scalar yang ekuivalen dengan
persamaan gravitasi sehingga diperoleh :

∆𝑔𝐹𝐴 𝑀𝑒
= 2𝛾 = 2𝑔𝑅𝑒 (6)
∆𝑅 𝑅𝑒3

= 0.3086 mGal/m (6.1)

= 0.09406 mGal/ ft (6.2)

Koreksi ini ditambahkan ke pembacaan ketika posisi stasiun ada di atas datum
dan dikurangkan apabila posisi di bawah datum. ( Telford dkk , 1990)

2.5.5 Koreksi Bouguer


Koreksi ini mempertimbangan gaya tarikan oleh material diantara stasiun
dan datum yang diabaikan pada koreksi udara bebas. Apabila stasiun pengamatan
terletak pada suatu dataran tinggi yang panjang dan memiliki ketebalan serta densitas
yang seragam (gambar 3) maka pembacaan gravitasi akan bertambah karena adanya
tarikan dari slab atau lapiasan batuan antara stasiun dan datum. Persamaan koreksi
bouguer adalah :

∆𝑔𝐵
= 2𝜋𝛾𝜌 (7)
∆𝑅

= 0.04192 𝜌 mGal/m (7.1)

= 0.01278 𝜌 mGal/ft (7.2)

18
Gambar 2.4. Stasiun di atas dataran tinggi (Telford dkk, 1990)

2.5.6 Koreksi Medan


Koreksi ini digunakan ketika ada ketidakaturan bentuk permukaan bumi
disekitar stasiun pengamatan. Bukit yang memiliki ketinggian diatas stasiun akan
memberikan gaya tarik keatas sedangkan lembah (kekosongan material) akan gagal
dalam memberikan gaya tarik ke bawah. Untuk menghitung besar koreksi medan maka
kita memerlukan pengetahuan tentang topografi di sekitar stasiun. Hal yang biasanya
dilakukan adalah melihat peta topografi dan meletakkan kertas transparan yang berisi
lingkaran dan garis radial yang disebut terrain chart (gambar 4) . Kita diharuskan
melakukan koreksi medan apabila jarak stasiun kurang dari 200 m dari medan yang
curam. ( Telford dkk , 1990)

Gambar 2.5. Penggunaan terrain chat. ( Telford dkk , 1990)

19
2.6 Estimasi Densitas
2.6.1 Nettleton
Nettleton (1939,1940) menemukan cara yang sangat sederhana dalam penentuan
pemilhan densitas yang pas dengan menggunakan metode grafik. Karena data gravitasi
yang terkoreksi seharusnya tidak menunjukkan korelasi sama sekali dengan topografi,
maka jika sekumpulan range data gravitasi diambil dan hasil dari koreksi ketinggian
dikomputasi bersama dengan profil grafik gravitasi, maka densitas yang paling tidak ada
hubungan dengan topografi (gambar 2.6) dianggap paling benar. (Reynolds, 2011)

Gambar 2.6 Metode Nettleton dalam menentukan densitas formasi batuan dekat permukaan
dengan topografi yang ditunjukkan. Densitas yang paling pas adalah 2.3 Mg/m3 (paling tidak
berkolerasi dengan topografi) (Reynolds, 2011)

20
2.6.2 Parasnis
Metode parasnis adalah metode untuk menentukan rapat massa (densitas).
Dalam persamaan anomali bouguernya :
𝑔𝑜𝑏𝑠 − 𝑔𝑁 + 0.3086ℎ = (0.04193ℎ − 𝑇𝑐)𝜌 + 𝐵𝐴 (8)

dengan asumsi bahwa harga anomali bouguer yang mempunyai nilai random erornya
sama dengan nol pada daerah survey. Data diplot (𝑔𝑜𝑏𝑠 − 𝑔𝑁 + 0.3086ℎ) terhadap
(0.04193ℎ − 𝑇𝑐)untuk memastikan garis regresi linear yang tepat pada kemiringan 𝜌
yang dianggap sebagai nilai yang paling benar.

2.7 Analisis Spektrum


Analisis spektrum dilakukan untuk mengestimasi lebar jendela dan mengestimasi
kedalaman dari anomali gayaberat. Selain itu analisis spektrum juga dapat digunakan untuk
membandingkan respon spektrum dari berbagai metode filtering. Analisisi spektrum
dilakukan dengan mentransformasi fourier lintasan-lintasan yang telah ditentukan. Spektrum
diturunkan dari potensial gayaberat yang teramati pada suatu bidang horizontal dimana
transformasi fouriernya sebagai berikut (Blakely, 1995)
1
𝐹(𝑈) = 𝛾𝜋𝐹 (𝑟 ) (9)
|𝑘|(𝑧0 −𝑧𝑓 )
1 𝑒
𝐹 (𝑟 ) = 2𝜋 |𝑘|
(10)

maka

|𝑘|(𝑧0 −𝑧𝑓 )
𝑒
𝐹(𝑈) = 2𝜋𝛾𝜇 |𝑘|
(11)

dimana U adalah potensial gaya berat, 𝜇 adalah anomali rpat massa , 𝛾 konstanta gaya berat
dan r adalah jarak.

2.8 Filter Moving Average


2.9 Analisa Derivative
2.9.1 FHD
2.9.2 SVD

21
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 WaktudanTempatPenelitian

3.2 RancanganPenelitian
Gambardesain survey masukdalam sub babrancanganpenelitian

Gambar 3. 1Desain Survey

3.3 MateriPenelitian
Dalam penelitian ini digunakan beberapa materi yang berupa data dan pengolahan data, antara
lain:

22
1. Data yang digunakan, antara lain:
2. Peralatan yang digunakan pada akuisisi data metode iniantara lain:
3. Perangkat lunak yang digunakan antara lain:

3.4 LangkahPenelitian
3.4.1 Akuisisi Data

3.4.2 Pengolahan Data


3.4.3 Interpretasi

3.5 Diagram Alir Penelitian

23
BAB IV
ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil

4.2 Pembahasan

24
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

25
DAFTAR PUSTAKA
Badan Geologi, 2014, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Vulcanological Survey
Indonesia, Bandung.
Daud, Y. dan Fahmi, F., 2013, Pemodelan Sistem Geotermal Arjuno Welirang, Jawa Timur
dengan Menggunakan Inversi Data Magnetotellurik 3-Dimensi, FMIPA UI,
1-10 pp.
Kahar, Sutomo. 2007. Diktat Pelengkap Kuliah Kerangka Dasar Vertikal. Semarang: Penerbit
Teknik Geodesi UNDIP.
Kearey, Philip dkk. 2002. An Introduction to Geophysical Exploration. London : Blackwell
Science Ltd
Lowrie, William. 2007. Fundamental of Geophysics. Cambridge: Cambridge University Press

PSDG. 2010. Laporan Akhir Survey Geologi dan Geokimia Daerah Panasbumi Arjuno-Welirang
Kabupaten Mojokerto dan Malang Provinsi Jawa Timur. Laporan Akhir Pusat Sumber
Daya Geologi. Bandung

Rakapuri, Galih dkk. 2016. Pemodelan Geoid Lokal Universitas Diponegoro Semarang.
Semarang: Jurnal Geodesi Universitas DIponegoro, Volume 5, Nomor 4.

Reynolds, John M.. 2011. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics.


Chichester: John Wiley & Sons Ltd.

Rohmah, Siti Ainur dkk. 2018, Identifikasi Air Tanah Daerah Agrotechno Park Cangar Batu
Jawa Timur Berdasarkan Metode Geolistrik Resistivitas, Jurnal Fisika. dan
Aplikasinya., 14(1), 5-11 (2018)
Santosa, S. dan Suwarti, T., 1992, Peta Geologi Lembar Malang, Jawa Timur, skala
1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

26
27
28
LAMPIRAN

Lampiran 1: Data HasilPengukuran

Lampiran 2: Dokumentasi

29

Anda mungkin juga menyukai