Anda di halaman 1dari 5

Filosofi Domba dan Pendidikan Anak Zaman Now

Oleh: Moh. Edi Komara, S.Pd.I


(Guru SD Islam Al Azhar 31 Yogyakarta)
Pembicaraan tentang klitih memang sedang marak di beberapa daerah di Yogyakarta.
Fenomena ini lah yang senantiasa membanjiri atau mewarnai wajah pergaulan anak remaja
zaman now. Entah apa yang dimaksudkan dengan perbuatan klitih tersebut dan entah apa
yang menyelimuti anak zaman remaja now sehingga mereka berani untuk melakukan
perbuatan klitih. Data yang dilansir dalam media online liputan 6.com, selama tahun 2016-
2017 terdapat 16 kasus kejadian klitih di Yogyakarta. Fenomena ini tentunya menciderai
image orang jawa yang sangat sopan dan ramah dalam bertatakrama. Seperti yang kita
ketahui bersama bahwa orang jawa adalah orang yang selalu mengedepankan nilai-nilai
tatakrama yang luhur dalam berprilaku sehari-hari. Semenjak kecil orang jawa selalu didik
untuk senantiasa menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda
dengan berdasarakan kepada nilai-nilai kebudayaan.

Berangkat dari permasalahan berikut, kiranya bisa ditinjau kembali terhadap keluarga
yang menjadi benteng utama dalam pendidikan anak. Pola asuh yang digunakan orang tua
zaman now dalam mendidik anak-anaknya sungguh sangat berpengaruh terhadap
pembentukan karakter anak. Di dalam al-qur’an Allah SWT senantiasa mengajarkan tentang
berbagai macam pola asuh dalam mendidik anak seperti kisah Luqman dengan orang tuanya.
Dalam kisah tersebut orang tua mengajarkan patokan atau prinsip utama yang harus
senantiasa diingat oleh anak, yaitu beriman kepada Allah SWT. Perintah beriman kepada
Allah SWT tanpa menyekutukan-Nya dengan suatu apapun senantiasa diikuti perintah untuk
menghormati kedua orang tua. Hikmah yang bisa diambil dari perintah tersebut adalah bahwa
ridho Allah SWT terletak pada ridho kedua orang tua. Apabila anak ingin menggapai ridho
Allah SWT kuncinya terletak pada keridhoan orang tua. Bagaimana cara anak zaman now
agar orang tua bisa ridho terhadap dirinya, tentu dengan berperilaku baik dan berucap dengan
baik pula serta tidak pernah sekalipun menyakiti perasaan keduanya merupakan indikator dari
anak yang berbakti. Dalam ayat lain dikatakan, janganlah diantara umat muslim yang
mengatakan kepada kedua orang tuanya “ah”. Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa jangan
sampai kita mengecewakan atau membuat sedih orang tua dengan berbagai ucapakan dan
perilaku.
Kemudian terdapat ayat al-qur’an juga yang menyebutkan quu anfusakum wa
ahliikum naaro yang artinya “jagalah keluarga mu dari siksa api neraka”. Ayat tersebut
mengisyaratkan kepada kita semua agar senantiasa menjaga seluruh anggota keluarga dari
pedihnya siksa api neraka. Kiranya pada zaman now lah ayat ini sangat tepat diaplikasikan.
Karena banyak sekali para orang tua yang memprioritaskan kariernya dibandingkan dengan
menata keluarga. Padahal segala apa yang diusahakan tidak lain dan tidak bukan adalah
semata-mata untuk kepentingan keluarga terutama anak. Dalam mendidik anak zaman now
tidak ada salahnya jika kita menelisik fenomena di sekitar.

Jika kita melihat sekitar, para pastur di gereja-gereja senantiasa mengibaratkan


jamaahnya itu sebagai domba peliharaan dan posisi dia adalah sebagai penggembala.
Filosofis penggunaan kata domba sebagai hewan peliharaan untuk mewakili jamaahnya sama
halnya seperti hikayat para nabi yang hampir semuanya dikisahkan dengan hewan peliharaan
berupa domba. Contohnya nabi Ismail AS, ketika nabi Ismail hendak disembelih oleh
ayahnya, Ibrahim AS, Allah SWT mengganti wujud ismail menjadi domba. Hal ini
merupakan wujud rohmat atau kasih sayang Allah SWT terhadap hambanya yang menaati
perintah-Nya. Sebelumnya nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah SWT untuk
menyembelih putranya sebagai bentuk peribadatan kepada Allah SWT dan sebagai pelajaran
bagi umat setelahnya.

Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan filosofi kambing yang senantiasa


termaktub dalam kisah para nabi dan istilah para pastur-pastur gereja ketika mengibaratkan
jamaahnya?

Jika kita memiliki hewan peliharan berupa domba tentunya domba tersebut akan
dirawat dengan sepenuh hati. Apabila terlihat lapar maka segera kita beri makan. Apabila
domba kita terlihat kotor maka segara kita bersihkan dari segala kotoran. Bahkan tempat
tinggalnya pun senantiasa disiapkan agar terhindar dari panas terik matahari dan dinginnya
air hujan. Dalam konsep pemeliharaan domba ini ada dua hal yang kiranya bisa kita ambil
dalam pendidikan anak jaman now, yang pertama adalah patok dan yang kedua adalah tali
pengikat. Domba peliharaan manapun pasti diberikan tali pengikat yang direkatkan terhadap
patok yang mampu menjadi patokan terhadap segala gerak-gerik domba.

Begitupula halnya dengan pendidikan anak zaman now, jika diibaratlkan anak itu
sebagai domba yang senantiasa menjadi peliharaan bagi orang tuanya. Tugas orang tua selaku
pengembala adalah memberikan patokan dan tali kepada si anak agar anak tersebut senantiasa
terjaga perilakunya. Patok yang dimaksud disini berupa norma agama, budaya dan lain
sebagainya, sedangkan tali yaitu hubungan dalam keluarga. Patok yang kuat akan membentuk
karakter yang kuat pula dalam diri anak. Pengenalan terhadap nilai-nilai agama menjadi hal
yang utama dalam pendidikan anak. Ajaran tentang beriman terhadap Allah SWT, meyakini
bahwa segala gerik gerik manusia diawasi oleh ALLAH SWT merupakan pondasi utama
yang harus dimiliki anak zaman now. Apabila hal ini sudah tertanam maka segala perilaku
anak zaman now akan senantiasa melibatkan Allah SWT selaku Sang Skenario pengatur
kehidupan dunia dan akhirat.

Kemudian perihal yang kedua adalah tali pengikat. Panjang pendeknya suatu tali yang
digunakan untuk mengikat anak zaman now harus sesuai dengan kondisi psikologis anak.
Apabila tali yang diikatkan kepada anak zaman now terlalu pendek maka akan membuat
anak terlalu tertekan bahkan bisa berpotensi strees. Begitu pula sebaliknya apabila tali yang
diikatkan kepada anak zaman now terlalu panjang justru akan menimbulkan kebebasan yang
mungkin orang tua tidak mampu untuk mengontrol perilaku anaknya. Komunikasi menjadi
modal utama dalam membangun tali antara orang tua dengan anaknya. Semakin bagus
komunikasi yang dibangun dengan anak maka semakin akan semakin banyak hal yang bisa
diungkap dari apa yang dirasakan anak.

Lantas hal apa saja yang bisa dilakukan oleh parents zaman now agar dalam membuat
tali pengikat atau hubungan kepada anaknya sesuai dengan kondisi anak zaman now? Berikut
tiga hal yang bisa kita praktikan dalam mendidik anak kita.

Pertama, perbanyaklah waktu komunikasi dengan anak kita. Manfaat komunikasi


yang baik dengan anak adalah membuat nyaman anak terhadap orang tuanya, sehingga segala
informasi yang berkaitan dengan anak dapat terungkap, terutama dari segi emosional yang
dirasakan oleh anak zaman now. Tidak sedikit anak yang lebih memilih untuk menyampaikan
perasaannya kepada orang di luar rumah daripada menyampaiakannya terhadap orang tua
atau saudara . Padahal tidak semua orang yang berada di luar lingkungan rumah mampu
merespon perasaan si anak dengan baik. Bahkan bisa jadi si anak mendapatkan respon
negative kemudian ia menyimpulkan dan membuat keputusan yang tidak tepat sehingga
malah berdampak negative bagi dirinya sendiri maupuan keluarga. Seperti halnya klitih,
fenomena ini mungkin bisa dikaitkan dengan konsep komunikasi yang kurang baik dalam
keluarga.
Selain itu, dalam komunikasi yang baik salah satu langkah kongkrit yang bisa
dilaksanakan adalah dengan memberikan waktu bercerita kepada anak. Dalam hal ini anak
diminta untuk mencurahkan segala fikiran, perasaaannya terhadap segala sesuatu yang ia
temukan dalam kegiatan seharian. Melalui cerita anak zaman now, para orang tua jaman now
bisa mehamai perasaan si anak dan bisa memantau perkembangan psikis anak. Selain itu
parents zaman now pula bisa mengedukasi nilai-nilai karakter kepada anak melalui cerita-
cerita. Kiranya banyak sekali kisah keteladanan yang bisa kita gunakan untuk memahamkan
anak tentang akhlaqul karimah. Kak Awe, Pendongeng aktif sekaligus Founder Kampung
Dongeng Yogyakarta menuturkan bahwa pemilihan cerita yang tepat akan mampu
menstimulus anak dalam memahami nilai-nilai karakter. Tokoh cerita edukasi yang tepat
untuk anak usia TK dan SD kelas 1-3 adalah tokoh binatang, sedangkan untuk anak usia SD
kelas 4 ke atas adalah tokoh manusia, seperti kisah-kisah nabi dan rasul.

Kedua, berikanlah uswatun hasanah kepada anak-anak kita. Hal ini senantiasa
dilakukan Rasulullah SAW untuk mengedukasi para sahabat bahkan para umatnya terhadap
nilai-nilai Islam yang syarat akan kedamaian dan ketentraman. Contohnya adalah ketika
perang Badar berkecamuk. Jumlah unta yang tersedia pada waktu itu sebanyak 100 ekor,
sedangkan pasukan Rasulullah SAW berjumlah 300 orang. Dalam kondisi inilah Raslullah
SAW mampu menunjukan suri tauladan tentang kerendahan hati dan kesederhanaan. Beliau
rela untuk bertukar posisi dengan sahabatnya. Selaku pemimpin umat beliau tidak berlaku
seenaknya. Terkadang beliau berada di atas unta dan beliau juga tidak malu ketika harus
berada di bawah guna menuntun jalannya unta.

Dari penggalan kisah singkat di atas kiranya bisa diambil ibroh bahwa pendidikan
karakter terhadap anak jaman now tidak hanya diwujudkan dalam omongan lisan. Namun
harus juga diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Ketika parents jaman now ingin
mengajarkan sikap religuisitas yang tinggi, maka orang tua harus mencontohkannya terlebih
dahulu. Ekspektasi orang tua terhadap anaknya agar giat dalam shalat berjamaah akan
senantiasa terwujud apabila adzan berkumandang, orang tua sudah siap dengan peralatan
shalatnya dan mengajak anaknya untuk bergegas melaksanakan shalat berjamaah.

Ketiga, doa senantiasa terpanjatkan kepada ALLAH SWT. Kunci dari kesolehan,
kesuksesan anak zaman now terdapat dalam doa-doa yang dipanjatkan oleh parents jaman
now. Kiranya tidak berlebihan jika rasulullah SAW menyampaikan bahwa ridho Allah SWT
terdapat dalam Ridhonya orang tua. Banyak sekali kisah hidup orang sukses berkat keridhoan
dan doa-doa orang tuanya. Selaku parents jaman now, wajib hukumnya untuk senantiasa
mendoakan anak jaman now, agar menjadi anak sholeh yang memiliki karakter yang
“WOW” dan bermanfaat bagi umat serta mampu menjadi agen pembaharu, penghentas
permasalahan di era globalisasi ini.

Anda mungkin juga menyukai