Anda di halaman 1dari 8

MATA KULIAH :KAPITA SELEKTA ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

DOSEN :Prof. DR.dr.M.Nadjib bustan,M.P.H

Tugas individu
Naskah aNalisis kasus perawat “M”di puskesMas
paneleh Surabaya di tinjau dari prosfektif etika
keperawatan

Hasni
mo1 2018 045

MAGISTER TERAPAN
ADMINISTRASI PELAYANAN KESEHATAN
STIA LAN MAKASSAR
TAHUN 2018
PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Pada jaman sekarang ini pelayanan kesehatan dapat diperoleh secara mudah mulai dari tingkat
Puskesmas, Rumah Sakit, Dokter Praktek daan Klinik-klinik swasta lainnya. Kesehatan
merupakan bagian penting dari kesejahteraan masyarakat dan merupakan salah satu kebutuhan
manusia. Oleh karena itu para pemberi layanan kesehatan dituntut untuk kompeten dibidangnya
serta memahami aspek etik dan hukum dalam pekerjaannya. Etika merupakan hal yang penting
dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta nilai moral yang baik. Etika yang baik akan
menampilkan perilaku yang baik. Begitu pula sebaliknya, etika yang buruk akan menampilkan
perilaku yang buruk pula. Etika dapat membuat seseorang menjadi bertanggung jawab, responsif
dan adil dalam lingkungan sosial nya. Menurut Nursalam (2014), permasalahan mendasar pada
profesi keperawatan di Indonesia saat ini adalah perawat masih belum melaksanakan peran caring
(peduli) secara profesional dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien (Nursalam, 2014).
Penelitian Marliany (2010) menemukan sebesar 52,7 % perawat pelaksana memiliki sikap yang
kurang etis terhadap pasien dan 47,3% perawat pelaksana memiliki sikap yang etis terhadap
pasien.
Pelanggaran etika tidak berkaitan dengan sanksi hukum tertulis. Pelanggar etika akan dikenai
sanksi secara sosial. Adapula kelompok profesional tertentu yang akan melakukan sidang etik
terhadap pelaku pelanggaran kode etik profesinya. Sanksi pelanggaran kode etik profesi tentu
disesuaikan dengan kebijakan masing-masing organisasi profesi namun tidak berkaitan dengan
sanksi hukum pidana maupun hukum perdata. Perawat membutuhkan pedoman dalam
melaksanakan tugas profesionalnya dengan penuh tanggung jawab. Perawat membutuhkan standar
dan batasan dalam melaksanakan tugas profesionalnya baik dalam bentuk regulasi maupun
pedoman etik profesi.
KODE ETIK KEPERAWATAN INDONESIA

Kode etik Adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku dan
menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas/fungsi
perawat adalah kode etik perawat nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang
teguh terhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan. Kode etik
keperawatan Indonesia :

a. PerawatdanKlien
1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat
manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan,
kesukuan, warnakulit, umur, jeniskelamin, aliran politik dan agama yang dianutserta
kedudukan sosial.
2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana
lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup
beragama klien.
3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan
keperawatan.
4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan tugas
yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku.

b. Perawat dan praktek


1) Perawat memlihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui belajar
terus-menerus
2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai
kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan klien.
3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan
mempertimbangkan kemampuan sertakualifikasi seseorang bilamelakukan konsultasi,
menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain
4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan
selalu menunjukkan perilaku profesional.

c. Perawat dan masyarakat


Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan
mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

d. Perawat dan teman sejawat


1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesame perawat maupun
dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana
lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
keseluruhan.
2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.

e. Perawat dan Profesi


1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan
pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan
pendidikan keperawatan
2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi
keperawatan
3) Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan
memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan
yang bermutu tinggi.
KASUS PELANGGARAN ETIKA BAGI PERAWAT YANG BEKERJA
DIPUSKESMAS DAN MEMBANTU TINDAKAN ABORSI

Description

KASUS PELANGGARAN ETIKA KEPERAWATAN


Perawat yang Membantu Aborsi Terancam Hukuman 5,5 Tahun Penjara
Wednesday, 19 September 2007 SAWAHAN Mudjiati, pegawai Puskesmas
Peneleh Surabaya yang menjadi terdakwa kasus aborsi ilegal terancam hukuman
penjara 5,5 tahun. Mudjiati yang dalam kasus ini didakwa membantu dr Suliantoro
Halim (terdakwa lain) melakukan aborsi janin dijerat Pasal 348 (1) KUHP Jo Pasal
56 ke 1 KUHP jo Pasal 65 (1) KUHP. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Mulyono SH, terungkap bahwa tindakan yang dilakukan
Mudjiati telah menyalahi praktek kesehatan Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-
Undang Kesehatan. Menurut Mulyono, praktek aborsi itu dilakukan terhadap tiga
pasien, yakni Ade Tin Suertini, Indriwati Winoto dan Yuni Kristanti. Aborsi
terhadap Tin terjadi pada 16 Juni 2007 pukul 17.00 WIB sampai dengan 19.30 WIB
di lokasi praktek dr Halim, Jl Kapasari Nomor 4 Surabaya. Dalam praktek ini, dr
Halim meminta pasien membayar Rp 2 juta, namun oleh Tin baru dibayar Rp 100
ribu. Peranan Mudjiati dalam kasus ini adalah membantu memersiapkan peralatan
untuk operasi aborsi dengan cara suction (dihisap) menggunakan alat spet 50 cc. &
ldquo; Adanya aborsi ini diperkuat dengan visum et repertum Nomor 171/VI/2007
atas nama Ade dari RS Bhayangkara Samsoeri Mertojoso,” kata Mulyono. st19
(sumber : http://www.surya.co.id/web)
TINJAUAN KASUS
Kasus diatas menunjukkan perawat tersebut memiliki masalah hubungan antara
pasien dan dr halim,dimana perawat mendapat instruksi dari dokter untuk menyiapkan alat
alat untuk operasi aborsi.dan tidak mencegah pasien untuk melakukan tindakan aborsi
padahal dia tau konsekuensi dari perbuatannya itudapat membahayakan nyawa ibu dan janin
yang ada dalam kandungan.
dari sudut etika hal hal yang menjadi perhatian adalah:
1. Benefincence :Menurut Ascension Health (2011) prinsip beneficence adalah prinsip
yg pertama dalam prinsip moral yaitu melakukan kebaikan dan mencegah atau
menghilangkan kejahatan atau bahaya. Dalam kasus ini perawat yang ikut serta dalam
pelaksanaan aborsi sudah jelas bahwa perawat tersebut telah melanggar prinsip
beneficence yaitu tidak mencegah dokter maupun pasien untuk melakukan aborsi.
Aborsi ilegal merupakan tindakan pidana, dan secara langsung perawat tersebut
membantu dalam kejahatan dan dapat membahayakan pasien karena Willke (2011)
menyatakan bahwa aborsi dapat menyebabkan kematian karena infeksi, perdarahan
dan perforasi uterus karena alat alat yang digunakan untuk tindakan aborsi.
2. Non-Maleficence : berarti tidak melukai atau tidak menimbulkan bahaya/cedera bagi
orang lain. Menurut Johnson (1989) dalam dalam Suhaemi (2004) menyatakan bahwa
prinsip untuk tidak melukai orang lain berbeda dan keras daripada prinsip untuk
melakukan yang baik. Aborsi merupakan tindakan penghentian kehamilan, dimana
jika dilakukan dengan prosedur yang salah dan oleh orang yang tidak kompeten maka
dapat menyebabkan cedera. Pada kasus tindakan aborsi di atas, Perawat Mudjiati ikut
berperan dalam tindakan pengguguran dengan mempersiapkan peralatan untuk
operasi aborsi. Tindakan ini berpotensi membahayakan klien dan janin yang
dikandungnya.
3. Benar : artinya seorang perawat harus menegakkan nilai kebenaran,dalam kasus ini
perawat telah melanggar prinsif ethics benar(truth),yaitu membiarkan pasien
menggugurkan janinnya dalam hal ini menghilangkan nyawa janin dan dapat
membahayakan diri pasien sendiri.
4. Salah :artinya seorang perawat dalam melakukan tugasnya harus menghindari
kesalahan semaksimal mungkin,tetapi dalam kasus ini perawat malah membantu
dokter untuk melakukan tindakan aborsi yang secara nyata dapat membahayakan
nyawa pasien dan menghilangkan nyawa janin yg dikandung pasien.
Etika berhubungan dengan peraturan untuk perbuatan atau tindakan yang mempunyai
prinsif benar salah serta prinsif moralitas,sebagai seorang perawat yang professional yang
bertugas dalam bidang pelayanan masyarakat harus memahami dan menerapkan etika
keperawatan yang digunakan sebagai acuan perilaku seseorang yang berkaitan dengan
tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan dan merupakan kewajiban dan tanggung jawab
moral.
Selain berpedoman pada etika keperawatan,perawat juga harus mengetahui prinsif etika
keperawatan dan prinsif prinsif legal dalam praktek keperawatan,sehingga dalam
memberikan pelayanan kesehatan seorang perawat dapat memeberikan pelayanan terbaik
pada klien.
konsekuensi tindakan aborsi:
”Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun”. Tindakan yang Perawat mujiati lakukan melanggar kepmenkes RI No
1239/Menkes/SK/XI/2001
Pasal 16
melakukan praktik keperawatan tidak sesuai dengan kewajiban perawat yaitu tidak
memberikan informasi yang benar pada klien .
Pasal 17
praktik keperawatan tidak sesuai dengan kewenangan, pendidikan, dan pengalaman.
Pasal 37 :
1. Perawat yang melanggar ketentuan praktik keperawatan dikenakan sanksi
administratif sebagai berikut :
-untuk pelanggaran ringan : pencabutan izin selama lamanya 3 (tiga) bulan.
-untuk pelanggaran sedang, : pencabutan izin selama-lamanya 6 (enam) bulan.
-untuk pelanggaran berat : selama lamanya 1 (satu) tahun.

2. Penetapan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas motif
pelanggaran serta situasi setempat. Tindakan yang Perawat Mudjiati lakukan juga
menyalahi praktek kesehatan Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan
mengenai tindakan aborsi atas indikasi medis. Diposkan oleh nden svit-kona di 20:38
Label:aborsi,etika,prinsip

DAFTAR PUSTAKA
(http://www.abortionfacts.com/online_books/love_them_both/why_cant_we_love_them_
both21.
http://www.ascensionhealth.org/index.php?option=com_content&view=article&id=78:
principle-of-beneficence&Item id=171
suhaemi,m(2004) etika keperawatan aplikasi pada praktik Jakarta egc
M.Nadjib Bustan-ETIKA PELAYANAN KESEHATAN

Anda mungkin juga menyukai