Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENGANTAR
A. Latar Belakang

Standar Pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman


penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik maka seluruh
Penyelenggara pelayanan publik diwajibkan untuk menyusun, menetapkan dan
menerapkan standar pelayanan. Hal ini dikuatkan dengan disahkannya Peraturan
Menteri PANRB Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan,
Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan sebagai peraturan pelaksana dari UU
Nomor 25 Tahun 2009.

Dalam pelaksanaannya Standar Pelayanan menjadi sebuah acuan bagi para


pelaksana pelayanan publik sebagai standar dalam melaksanakan pelayanan. Selain
itu standar pelayanan yang telah disusun dan ditetapkan oleh unit pelayanan publik
harus dipublikasikan kepada masyarakat, baik melalui media cetak maupun media
elektronik sehingga semua masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan
mempunyai gambaran jelas mengenai bagaimana keadaan pelayanan di tempat
tersebut, tentang mekanisme, prosedur, waktu pelayanan, biaya, dan berbagai hal
lain yang disediakan oleh unit pelayanan publik. Dengan dipublikasikannya standar
pelayanan, masyarakat bisa mengetahui baik buruknya pelayanan yang diberikan,
dan apabila pelayanan tidak sesuai dengan Standar Pelayanan yang dipublikasikan,
masyarakat berhak untuk protes atau melaporkan unit pelayanan publik yang
bersangkutan, baik kepada unit pengawasan maupun melalui layanan pengaduan
yang disediakan unit tersebut.

Dalam Bidang Kesehatan Pelayanan dasar dalam Standar Pelayanan Minimal


merupakan urusan pemerintahan wajib yang diselenggarakan Pemerintah daerah
baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah,Kemenkes telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 tentang SPM
Bidang Kesehatan yang memuat 12 jenis pelayanan dasar yang harus dilakukan
Pemerintah Kabupaten /Kota.
BAB III
HASIL PENELITIAN DI PUSKESMAS BIAU
KAB. BUOL

A. GAP yang terjadi di pada PUSKESMAS BIAU

Puskesmas Biau merupakan salah satu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
pada Dinas Kesehatan Kabupaten Buol, dan merupakan Puskesmas Kota yang
memeliki wilayah kerja dengan jumlah penduduk tertinggi dari 10 puskesmas di
Kabupaten Buol, yaitu sekitar 33,561 jiwa yang harus dilayani oleh Puskesmas Biau.
Yang mana pasien rawat jalan yang dilayani perharinya sekitar 65 orang, Mulai dari
pelayanan upaya kesehatan perorangan yaitu pelayanan Poli Umum, Poli Gigi, Poli KIA ,
Poli Gizi, Poli MTBS, pelayanan laboratorium dan lain-lain.
Dalam menyelenggarakan fungsi pelayanan kesehatan pimer di Puskesmas Biau
masih terdapat beberapa persoalan pelayanan kesehatan perorangan namun yang
paling bermasalah dan belum memenuhi harapan masyarakat mengenai pelayanan
laboratorium yaitu pelayanan kesehatan TB Paru. Pelayanan kesehatan TB Paru pada
Puskesmas Biau sudah sesuai SOP yang ada, namun pada kenyataannya pasien TB
harus menunggu lama pemeriksaan dahak oleh petugas mikroskopis dan menunggu
beberapa hari untuk mendapatkan pengobatan lini pertama (TB 01) karena
ketersediaan logistic dan petugas yang merangkap pada pelayanan program kesehatan
lainnya terlihat pada tabel standar pelayanan :
Standar Kualitas Layanan Layanan yang diberikan
Pelayanan Pemeriksaan Dahak TB hanya Pemeriksaan Dahak memakan waktu
membutuhkan waktu 15 Menit 30 menit dikarenakan
Pasien yang dinyatakan Positif pada Pasien yang dinyatakan Positif harus
Pemeriksaan awal diberikan langsung menunggu 1 hari untuk diberikan obat
obat LINI Pertama LINI pertama
Kondisi Pelayanan Kesehatan pada Tuberkulosis di Puskesmas masih tetap terjadi
akibat ketidakpedulian Pimpinan Manajerial dengan keluhan petugas dan pasien, serta
tidak adanya koordinasi yang baik dengan pengelola program TB Dinas Kesehatan
Kabupaten Buol dalam masalah pelayanan awal pasien penderita Suspekt TB
B. Penyebab terjadinya GAP pada Puskesmas Biau
Puskemas Biau merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan bagi masyarakat
yang tinggal diperkotaan karena cukup efektif membantu masyarakat dalam
memberikan pertolongan pertama dengan standar pelayanan kesehatan, selain dikenal
murah seharusnya menjadikan puskesmas rujukan bagi puskesmas-puskesmas lainnya,
namun masih banyak masyarakat yang lebih memilij pelayanan kesehatan pada doter
praktek swasta dan petugas kesehatan praktek lainnya. Kondisi ini didasari oleh
persepsi awal yang negative dari masyarakat terhadap pelayanan puskesmas, artinya
Puskesmas tidak cukup memadai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
baik dilihat dari sarana dan prasarannya maupun petugas medis. Sehingga ada
beberapa pelayanan di Puskesmas Biau yang diberikan kepada masyarakat tidak sesuai
dengan Standar Operating Procedure (SOP) Ada beberapa faktor penyebab terjadinya
penurunan kualitas pelayanan kesehatan pada penderita tuberkulosis di Puskesmas
biau yaitu Faktor Pelaksanaan manajemen merupakan hal penting yang menentukan
dalam mencapai tujuan yang efesien dan efektif, ketidakpedulian Pimpinan manajerial
terhadap bahawannya dalam pelaksanaan pelayanan pemeriksaan Tuberkulosis dan
lemahnya pengawasan kepada petugas mikroskopis TB yang tidak menjalankan
pelayanan tidak sesuai SOP,sehingga membuat petugas tidak bertanggung jawab atas
ketidaknyamanan pasien dalam menunggu hasil pemeriksaan kesehatan. dan
kurangnya pemberdayaan petugas medis yang ada di puskesmas mengakibatkan
petugas laboratorium merangkap sebagai pengelola program kusta dan pengelola Aset
puskesmas sehingga kondisi ini menjadi tidak efektif dalam melaksanakan pekerjaan
yang menjadi prioritas tanggung jawab petugas mikroskopis serta dapat menghambat
kinerja petugas dalam melayani pasien Tuberkulosis.
C. Saran Mengatasi GAP pada Puskesmas Biau
Lingkungan Organisasi hendaknya dapat mendukung para karyawan untuk tetap
mau berpartisipasi dalam mengelola manajemen yang inovatif. Puskesmas sebagai unit
pelayanan kesehatan yang terinstitusionalisasi mempunyai kewenagan yang besar
dalam menciptakan inovasi model pelayanankesehatan di daerah. Untu dibutuhkan
komitmen dan kemaun untuk meningkatkan kaulitas pelayanan kesehatan primer yang
diberikan oleh masyarakat khususnya peningkatan kualitas standar pelayanan
kesehatan pada pasien tuberculosis (TB) untuk itu saran dari kelompok dalam
mengatasi GAP yang terjadi adalah :
1. Komitmen dan kepedulian pimpinan kepada bawahannya adalah factor penting
dalam terselenggaranya pelayanan yang baik
2. Mengurangi beban petugas pengelola program TB/Mikroskopis dengan
mengurangi tugas rangkap serta memberi insentif yang sesuai beban kerja
3. Pemberdayaan petugas medis lainnya dengan memberikan pelatihan bagi petugas
dengan bekerjasama melalui Dinas Kesehatan agar meningkatkan keterampilan
petugas.

Anda mungkin juga menyukai