Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS
Khaula Nur Aliya, 1506690441

I. Anatomi dan Fisiologi


Pankreas merupakan organ pipih yang berukuran sekitar 12,5-15 cm, pankreas terletak di
lekuk duodenum, bagian pertama usus kecil, dan terdiri dari kepala, badan, dan ekor.

Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari kelenjar eksokrin (sekresi jus pencernaan
melalui duktus) dan endokrin (melepaskan hormon ke cairan tubuh). Kelenjar eksokrin
terdiri dari kelompok sel kelenjar, yang disebut acini pancreas dan duktus. Bersama-sama
sel-sel kelejar dan sel mensekresikan sejumlah besar cairan alkali yang kaya enzim yang
mencapai lumen saluran pencernaan melalui jaringan duktus sekretori. Kelenjar endokrin
terdiri dari kelompok kecil sel yang tersebar di antara kelenjar eksokrin. Kelompok
endokrin disebut juga pulan langerhans (Martini, Nath, & Bartholomew, 2012).

Setiap pulau langerhans mengandung 4 tipe sel (Martini, Nath, & Bartholomew, 2012):
a. Sel Alpha memproduksi hormon glukagon. Glukagon meningkatkan kadar glukosa
darah dengan meningkatkan pemecahan glikogen dan pelepasan glukosa oleh liver.
b. Sel Beta memproduksi hormon insulin. Insulin menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan laju pengambilan dan pemanfaatan glukosa oleh sebagian besar
sel tubuh, dan dengan meningkatkan sintesis glikogen pada otot rangka dan hati.
c. Sel Delta memproduksi hormon peptida yang identik dengan hormon penghambat
pertumbuhan pertumbuhan (GH-IH), yaitu hipotalamus hormon regulasi. GH-IH
menekan pelepasan glukagon dan insulin oleh sel pulau lain dan memperlambat laju
penyerapan makanan dan sekresi enzim di sepanjang saluran pencernaan.
d. Sel F menghasilkan hormon pankreas polipeptida (PP). PP menghambat kontraksi
kandung empedu dan mengatur produksi beberapa enzim pankreas. PP juga dapat
membantu mengendalikan tingkat penyerapan nutrisi oleh saluran pencernaan.
Ketika kadar glukosa darah meningkat, sel beta akan mengeluarkan insulin yang kemudian
merangsang pengangkutan glukosa melintasi membran plasma dan masuk ke dalam sel
target. Ketika kadar glukosa darah menurun, sel alfa akan mengeluarkan glukagon yang
akan merangsang pemecahan glikogen dan pelepasan glukosa oleh hati.

Insulin. Insulin merupakan hormon peptida yang dilepas oleh sel beta ketika kadar
glukosa melebihi kadar normal (70-110 mg/dL). Peningkatan kadar beberapa asam amini,
termasuk arginine dan leusin, juga merangsang sekresi insulin. Hormon ini mempengaruhi
metabolisme seluler dalam serangkaian langkah yang dimulai saat insulin mengikat
protein reseptor pada membran plasma sel target. Insulin menstimulasi glukosa untuk
pertumbuhan dan membentuk cadangan karbohidrat (glikogen) dan lipid (trigliserida)
(Martini, Nath, & Bartholomew, 2012).
Glukagon. Ketika kadar
glukosa menurun dan kurang
dari normal, sel alpha akan
mengeluarkan glukogon untuk
memobilisasi cadangan energi.
Ketika glukagon mengikat
reseptor di membran plasma
sel target, hormon tersebut
mengaktifkan adenilat siklase.
cAMP bertindak sebagai
pembawa pesan kedua yang
mengaktifkan enzim
sitoplasma (Martini, Nath, &
Bartholomew, 2012). Efek
utama glukagon:
 Merangsang pemecahan
glikogen pada sel otot dan
sel hati. Molekuk glukosa
dilepaskan pada
metabolisme untuk energi
(dalam serat otot rangka)
atau dilepaskan ke dalam
aliran darah (oleh sel hati)
 Merangsang pemecahan
trigliserida di jaringan adiposa. Adiposit kemudian melepaskan asam lemak ke dalam
aliran darah untuk digunakan oleh jaringan lain.
 Merangsang produksi dan pelepasan glukosa oleh hati. Sel hati menyerap asam amino
dari aliran darah, mengubahnya menjadi glukosa, dan melepaskan glukosa ke dalam
sirkulasi. Proses sintesis glukosa dalam hati disebut glukoneogenesis.
II. Definisi, Faktor Risiko, dan Etiologi Penyakit
a. Definisi
Diabetes melitus merupakan kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa di dalam darah (hiperglikemi) yang disebabkan oleh
kerusakan dalam sekresi insulin, kerusakan aksi insulin, atau keduanya (Smeltzer, Bare,
Hinkle, & Cheever, 2010).

Diabetes melitus dapat diklasifikasikan lagi menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2,
gestasional diabetes, dan diabetes melitus berhubungan dengan kondisi lain. (1) DM
tipe 1 merupakan hasil destruksi autoimun sel beta, mengarah kepada defisiensi insulin
absolut. (2) DM tipe 2 adalah akibat dari defek sekresi insulin progresif diikuti dengan
resistensi insulin, umumnya berhubungan dengan obesitas. (3) DM gestasional adalah
DM yang didiagnosis selama hamil. (4) DM tipe lain mungkin merupakan akibat dari
defek genetik fungsi sel beta, penyakit pankreas, atau penyakit yang diinduksi oleh
obat-obatan.

b. Faktor Risiko (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010)


 Riwayat penyakit keluarga
 Obesitas
 Usia lebih dari 45 tahun
 Teridentifikasi adanya gangguan pada glukosa puasa atau gangguan toleransi
glukosa
 Hipertensi
c. Etiologi Penyakit
 Diabetes Melitus Tipe 1
Ditandai dengan destruksi sel beta pankreas yang mengakibatkan defisiensi insulin
absolut (Black & Hawk, 2009). DM tipe 1 dapat terjadi akibat respon autoimun pada
klien dengan kerentanan genetik. Selain itu, faktor lingkungan seperti virus dan
bakteri juga merupakan penyebab dari DM tipe 1. Virus dan bakteri menyerang sel
beta pankreas sehingga menyebabkan peradangan insulitis dan kerusakan sel beta
(Sommers, Johnson, & Beery, 2007).
 Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin herediter atau produksi insulin abnormal,
biasanya dihubungkan dengan kejadian obesitas. Resistensi insulin terjadi pada pintu
masuk permukaan sel yang dinamakan reseptor insulin. Reseptor insulin
memungkinkan lewatnya glukosa yang dibawa oleh hormon insulin masuk ke dalam
sel dan glukosa tersebut akan digunakan dalam proses metabolisme di mitokondria
untuk menghasilkan energi (Sommers, Johnson, & Beery, 2007).
 Diabetes Gestasional
Hiperglikemi berkembang selama kehamilan karena sekresi hormon plasenta, yang
menyebabkan resistensi insulin. Wanita dengan obesitas, riwayat diabetes gestasional,
glikosuria, atau riwayat keluarga diabetes yang kuat akan memiliki kecenderungan
mengalami diabetes gestasional (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).

III. Manifestasi Klinis (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010)


a. Poliuri
Poliuri atau sering berkemih terutama pada malam hari. Hal ini disebabkan oleh kadar
glukosa darah yang meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa,
sehingga terjadi osmotik diuresis.
b. Polidipsi
Polidipsi atau rasa haus yang berlebihan disebabkan karena pembakaran terlalu banyak
dan kehilangan cairan banyak karena poliuri.
c. Polifagi
Polifagi (peningkatan nafsu makan) terjadi akibat glukosa tidak dapat sampai ke sel
sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Akan tetapi meskipun klien
banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan memperbanyak jumlah glukosa
di dalam pembuluh darah.
d. Lain-lain
Gejala lain yang timbul dapat berupa fatigue dan kelelahan, perubahan penglihatan
tiba-tiba, kesemutaan atau baal pada tangan dan kaki, kulit kering, lesi atau luka yang
sulit sembuh, dan infeksi berulang. Selain itu, klien juga menjadi mengantuk
(somnolen). Onset pada DM tipe 1 dapat berupa kehilangan berat badan tiba-tiba atau
mual, muntah, atau nyeri pada abdomen jika diabetes ketoasidosis berkembang.
IV. Patofisiologi

Kerusakan sel α dan β pankreas


Transplantasi
pankreas

Kegagalan Produksi
Produksi insulin glukagon berlebih Peningkatan
keton

Meningkatkan Produksi gula


Gula darah dari lemak Asidosis
dan protein

Osmolaritas Nafas bau


meningkat aseton

Polidipsi Polifagi Membuang Fatigue


Poliuri Massa tubuh

Peningkatan gula darah kronik Berat badan turun

Diabetik Penyakit pembuluh Diabetik Arterosklerosis


neuropati Darah kecil Retinopati

Gangguan
Diabetik fungsi imun
Berkurang nepropathi Kebutaan
sensasi.
Mati rasa
&perasaan
geli pd
ekstemitas. Laser terapi Hipertensi,
Peningkatan
kadar LDL
Dialisis
Transplantasi Infeksi,
Gangguan
CAD penyembu
Gagal
han luka
ginjal
V. Komplikasi
a. Komplikasi Akut
 Hipoglikemi
Hipoglikemi merupakan keadaan yang disebabkan oleh adanya penurunan kadar
glukosa darah sampai tingkat tertentu. Hipoglikemi disebabkan oleh adanya
ketidakadekuatan mekanisme pertahanan tubuh yang berfungsi untuk mengaktivasi
sistem endokrin dalam rangka mempertahankan kadar glukosa darah normal.
Hipoglikemi ditandai dengan adanya gejala neurogenik seperti gemetar, kulit lembab
dan pucat, rasa cemas, keringat berlebihan, rasa lapar, penglihatan kabur (umumnya
gula darah < 70mg/dl) dan gejala neuroglikopenik seperti sulit berpikir, bingung, sakit
kepala, kejang, dan koma (umumnya gula darah < 50mg/dl).
 Ketoasidosis diabetik (KAD)
Ketidakmampuan sel untuk menggunakan glukosa akiba defisiensi insulin dapat
menyebabkan hiperglikemi. Selain itu, akibat sel yang kelaparan akan mengirimkan
sinyal agar hati mengubah glikogen menjadi glukosa. Akibatnya hiperglikemi menjadi
memburuk. Tingginya kadar gula dalam darah akan menyebabkan osmotik diuresis
pada saat pembentukan urin akibat tingginya osmolaritas filtrat glomeruli karena
tingginya kadar glukosa. Kejadian ini akan menyebabkan tubuh mengalami dehidrasi.

Efek lain yang ditimbulkan oleh kadar gula darah yang tidak terkontrol adalah
pemecahan lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan
diubah menjadi keton oleh hati untuk memenuhi asupan energi sel. Selain itu, tubuh
akan mulai memecah protein. Proses pemecahan protein dan lemak ini akan
menghasilkan produk sampingan yaitu badan keton. Badan keton yang menumpuk di
dalam darah bersifat asam sehingga menyebabkan kondisi asidosis.

Ketosis dan asidosis merupakan ciri khas dari diabetes ketoasidosis. Kondisi asidosis
metabolik akan menimbulkan kompensasi berupa pengeluaran CO2 dan pengenceran
air. Kondisi ini akan menimbulkan manifestasi pernapasan kusmaul atau hiperventilasi
dan napas berbau seperti aseton atau buah-buahan yang berasal dari badan keton.
b. Komplikasi Kronik
 Komplikasi Makrovaskuler
o Penyakit arteri koroner. Penderita diabetes mengalami peningkatan insiden
infark miokard akibat perubahan aterosklerosis pada pembuluh arteri koroner.
Salah satu ciri penyakit arteri koroner pada penderita diabetes adalah tidak
terdapatnya gejala iskemik yanng khas.
o Penyakit serebrovaskular. Penderita diabetes berisiko dua kali lipat terkena
penyakit serebrovaskular seperti TIA (transient ischemic attack).
o Hipertensi. Meningkatnya kadar kekentalan darah akibat hiperglikemi
menyebabkan kinerja jantung menjadi meningkat sehingga menimbulkan
hipertensi.
o Penyakit vaskular perifer. Tanda dan gejala mencakup berkurangnya denyut
nadi perifer, bruit karotis, gangren iskemik, dan klaudikasio intermiten (nyeri
pada bokong atau betis ketika berjalan)
 Komplikasi Mikrovaskuler
o Retinopati diabetik. Merupakan kelainan patologis mata yang disebabkan
karena adanya perubahan pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata.
Penglihatan yang kabur merupakan gejala umum yang terjadi. Penderita yang
melihat benda tampak mengambang dapat mengindikasikan terjadinya
perdarahan. Tipe retinopati diantaranya nonproliferatif (terdapat mikroaneurisma
dan hemoragi “titik noda”), praproliferatif retinopati (hemoragi lanjut dan
penurunan ketajaman penglihatan), proliferatif retinopati (pembuluh rusak dan
lemah, dapat ruptur menyebabkan hemoragi retina dan eksudat) (Black & Hawks,
2009).
o Nefropati diabetik. Merupakan penyebab tersering timbulnya penyakit ginjal
tahap akhir pada penderita diabetes. Nefropati melibatkan kerusakan dan akhirnya
kehilangan kapiler yang menyuplai glomerulus ginjal (Black & Hawks, 2009).
o Neuropati. Mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe
saraf termasuk saraf perifer (sensoriotonom), otonom, dan spinal akibat
kurangnya suplai oksigen dan nutrisi ke serabut saraf (Black & Hawks, 2009).
c. Masalah kaki dan tungkai pada diabetes
Faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi diantaranya fungsi leukosit
polimorfonuklear (PMN) terganggu, neuropatik diabetik, dan ketidakcukupan
pembuluh darah. Masalah yang dapat timbul pada kaki dan tungkai adalah gangren kaki
diabetik atau infeksi, ulser atau kerusakan jaringan yang lebih dalam terkait dengan
gangguan neurologis dan vaskuler pada tungkai. Proses penyembuhan infeksi akan
berjalan lambat karena terjadinya kerusakan pada sistem pembuluh darah tidak dapat
membawa cukup oksigen, sel darah putih, zat gizi, dan antibodi ke luka (Black &
Hawks, 2009).

VI. Pengkajian
a. Riwayat
 Gejala berhubungan dengan diabetes: gejala hiperglikemi, gejala hipoglikemi
(frekuensi, waktu, keparahan dan resolusi)
 Hasil monitor glukosa darah
 Status, gejala, dan manajemen komplikasi kronik: mata, ginjal, saraf, genitourinari
dan seksual, kandung kemih, dan gastrointestinal; jantung, pembuluh kapiler,
komplikasi pada kaki yang berkaitan dengan diabetes.
 Ketaatan atau kemampuan untuk mengikuti rencana diet yang dibuat
 Ketaatan latihan yang sudah direncanakan
 Ketaatan atau kemampuan untuk mengikuti terapi farmakologi yang diberikan
 Gaya hidup, budaya, psikososial, dan faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi
treatment diabetes.
 Efek diabetes atau komplikasi pada status fungsional
b. Pengkajian Fisik
 Tekanan darah
 Indeks massa tubuh
 Ketajaman visual
 Pengkajian pada kaki (lesi, tanda-tanda infeksi, dan pulsasi)
 Pengkajian kulit (lesi dan area injeksi insulin)
 Pengkajian saraf: vibrasi dan pengkajian sensori menggunakan monofilamen serta
refleks tendon dalam
 Pengkajian oral
c. Pengkajian Laboratorium
 Mikroalbuminuria
 Kadar kreatinin serum
 Urinalisis
 EKG

VII. Masalah Keperawatan dan Diagnosis yang Mungkin Muncul


a. Risiko ketidakstabilan kadar gula darah
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
c. Gangguan perfusi jaringan
d. Kekurangan volume cairan
e. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

VIII. Prioritas Diagnosis


a. Kekurangan volume cairan
b. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Risiko ketidaksabilan kadar gula darah

IX. Rencana Asuhan Keperawatan


(Terlampir)

X. Treatment/Pengobatan dan Terapi/Medikasi


Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
mengontrol glukosa darah dalam upaya menngurangi komplikasi vaskuler dan neuropati.
a. Diet
Diet pada penderita diabetes pada umunya memiliki tujuan untuk:
 Memberikan semua unsur makanan essensial
 Mencapai dan mempertahan berat badan yang diharapkan
 Memenuhi kebutuhan energi
 Mengurangi fluktuasi kadar glukosa setiap hari dengan mengupayakan kadar
glukosa mendekati normal
 Menurunkan kadar lemak darah jika meningkat
 Bagi penderita diabetes perencanaan makanan perlu dipertimbangkan khususnya
pada pasien dengan obesitas.
Perencanaan Makanan
 Kebutuhan Kalori
Tahap pertama dalam merencanakan makanan adalah mendapatkan riwayat diet untuk
mengidentifikasi kebiasaan makan dan pola hidupnya. Perawat harus mengidentifikasi
apakah pasien membutuhkan penurunan BB, menaikkan BB atau mempetahankan.
Perawat kemudian harus menghitung kebutuhan kalori pasien. Faktor aktvitas harus
dipertimbangkan kemudian untuk mengetahui kebutuhan kalori pasien agar bisa
mempertahankan BB. Untuk menurunkan BB setengah dari BB sekarang maka kalori
harus dikurangi 500-1000 kalori. Kalori yang dibutuhkan harus dikonversikan ke
dalam protein, kabohidrat dan lemak.
 Distribusi Kalori
Distribusi kalori menjadi 3 bagian yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidart
dipecah lagi menjadi karboidrat sederhana seperti buah dan karbohidrat kompleks.
Proporsi untuk karbohidrat : lemak : protein adalah 50-60% : 20-30% : 12-20%.
b. Latihan Fisik
Latihan fisik sangat bermanfaat untuk membantu penurunan kadar glukosa melalui
konsumsi glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan
tonus otot juga diperbaiki saat berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan
dapat meningkatkan lean body mass dan dengan menambah laju metabolisme istirahat
semua efek ini sangat bermanfaat pada penderita diabetes karena dapat menurunkan BB
dan mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh.
Pedoman latihan
 Gunakan alas kai yang tepat bila perlu alat pelindung kaki
 Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
 Periksa kaki setiap hari
 Hindari latihan pada saat pengendalian metabolik buruk
c. Pemantauan Glukosa Darah
d. Pendidikan Kesehatan
Salah satu manajemen diabetes yang paling utama adalah perubahan perilaku. Hal ini
dapat dicapai melalui pendidikan kesehatan pada klien diabetes melitus. Pendidikan
kesehatan dapat meliputi deskripsi patofisiologi diabetes yang ringkas dan mudah
dipahami.
e. Terapi Medikasi
 Obat Hipoglikemik Oral
Diabetes tipe II adalah diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Biasanya diabetes
ini disebabkan karena menurunnya sensitivitas insulin terhadap glukosa (resistensi
insulin) atau karena penurunan produksi insulin. Penatalaksanaan klien DM tipe II ini
pada awalnya diberikan terapi diet dan latihan-latihan, namun jika glukosa darahnya
terus meningkat maka penatalaksanaannya dilengkapi dengan obat hipoglikemik
oral.
Obat-obatan tersebut adalah pensensitif insulin dan sulfonylurea. Dua tipe pensensitif
yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion.
o Metformin merupakan suatu biguanid, dapat diberikan sebagai terapi tunggal
pertama dengan dosis 500-1700 mg/hari, dapat menurunkan produksi glukosa
hepatik, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, dan meningkatkan kepekaan
insulin (khususnya di hati), tidak dapat meningkatkan BB (sering digunakan pada
klien dengan obesitas). Komplikasi penting dari penggunaan obat golongan ini
adalah asidosis laktat, klien harus dipantau dengan ketat saat terapi dengan obat ini
atau ketika dosisnya diubah. Dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (serum kreatinin>1,5) dan hati, serta pada klien dengan
kecenderungan hipoksemia. Efek sampingnya mual.
o Tiazolidinedion meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi
glukosa hepatik, efeknya menjadi perantara interaksi dengan proliferator
peroksisom reseptor inti yang mengaktifkan reseptor gamma (PPAR-gamma).
- Rosiglitazon dengan dosis 4-8 mg/hari
- Pioglitazon dengan dosis 30-45 mg/hari
Keduanya dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan
metformin, sulfonylurea, atau insulin. Dapat menyebabkan retensi air dan tidak
dianjurkan untuk diberikan pada pasien gagal jantung kongestif.
- Sulfonylurea, merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin.
Sulfonylurea generasi dua menyebabkan retensi air yang sedikit sekali bahkan
sampai tidak ada karena bekerja di tingkat seluler. Obat golongan ini tidak dapat
digunakan pada klien DM tipe 1 dan klien diabetes dengan ketoasidosis. Dapat
menurunkan secara langsung produksi glukosa di hati. Efek sampingnya, gejala
gastrointestinal dan reaksi dermatologi. Dapat menaikan berat badan. Campuran
sulfonylurea yang paling sering digunakan
 Glipizid, 2,5-40 mg/hari
 Gliburid, 2,5-25 mg/hari. Waktu paruhnya lebih lama dan dosis hariannya
dapat diberikan sehari sekali
Gabungan sulfonylurea dengan pensensitif insulin merupakan terapi obat yang
sering digunakan untuk klien DM tipe 2. Pemberian sulfonylurea dengan dosis
yang tinggi dapat menyebabkan hipoglikemia.
Untuk menurunkan peningkatan kadar glukosa posprandial pada klien DM tipe
2, absorbsi karbohidrat dapat diturunkan atau diperlambat dengan
mengkonsumsi akarbosa prepandial, yaitu penghambat alfa glukosida yang
bekerja pada usus halus dengan menyekat pencernaan kompleks karbohidrat.
Tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang sering
ditemukan adalah kembung dan flatulen
Cara pemberian OHO terdiri dari:
 Dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hamper maksimal.
 Sulfonylurea generasi I dan II diberikan 15-30 menit sebelum makan.
 Glimepiride diberikan sebelum atau sesaat sebelum makan.
 Repaglinid, nateglinid diberikan sesaat atau sebelum makan.
 Metformin diberikan sebelum/ pada saat/ sesudah makan karbohidrat.
 Acarbose diberikan bersama suapan pertama.
 Tiazolidindion tidak tergantung pada jadwal makan.
Apabila kadar glukosa darah pasien tidak respontif terhadap obat antidiabetik
oral, maka pasien harus mendapat terapi insulin. Ini dinamakan kegagalan
sekunder.
 Insulin
Cara kerja Insulin
Fungsi utama insulin: Mengkounter hormon peningkat glukosa dan mempertahankan
gula darah normal, menstimulasi lipogenesis, menurunkan lipolisis dan
meningkatkan transport asam amino ke dalam sel, menstimulasi pertumbuhan,
sintesis DNA dan replikasi sel.
Indikasi terapi insulin:
o DM tipe 1/IDDM
o DM tipe 2/NIDDM yang tidak berespon dengan pengobatan OHO
o DM tipe 2 dengan stress
o Penurunan BB yang cepat
o Ketoasidosis diabetic
Penyuntikan: subkutan dan vena (dalam keadaan akut)
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha
atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu
nyeri. Akan tetapi saat ini penyuntikan insulin dapat dilakukan dengan menggunakan
alat bebas jarum suntik. Alat ini adalah injector jet yang berbentuk seperti pena. Alat
ini dimudahkan dengan pengaturan dosis yang otomatis dapat diatur.
Penyuntikan insulin dapat dilakukan di area subkutan. Setiap area memiliki
kecepatan penyerapan masing-masing. Berikut adalah gambar area penyuntikan
insulin.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama
kerja yang berbeda:
o Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit,
mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin
kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali
suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
Insulin kerja cepat yang biasa digunakan sebagai dasar manajemen DM tipe 2
adalah Humalog dan Novolog. Humalog dan Novolog tersedia dalam komponen
premixed yang merupakan campuran dari insulin kerja cepat dan kerja lambat.
Penggunaan insulin campuran kerja cepat dan sedang memberikan control yang
lebih baik terhadap glukosa darah dibandingkan dengan yang tidak campur
(Black dan Hawk, 2014).
o Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai
bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam
dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk
memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk
memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
o Insulin kerja lambat.
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya baru
timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam. Sediaan insulin stabil dalam
suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana.
Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:
o Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
o Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan dosisnya
o Aktivitas harian penderita
o Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
o Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Intervensi
1. Kekurangan volume cairan 1. Turgor kulit dalam keadaan 1. Monitor serum elektrolit dan urin elektrolit
normal
2. Monitor tekanan darah, nadi dan suhu
2. Membran mukosa lembab
3. Monitor membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus
3. Intake cairan normal
4. Kaji urin dan input output cairan
4. Urine tidak pekat
5. Monitor berat jenis urin
5. Perfusi jaringan baik
6. Monitor berat badan
6. Tekanan darah, nadi dan suhu
dalam keadaan normal 7. Lakukan resusitasi cairan

2. Gangguan 1. BB ideal 1. Kaji adanya alergi makanan


ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan 2. Pasien memahami pentingnya 2. Monitor pemasukan makanan
tubuh asupan nutrisi yang adekuat
3. Kaji adanya penurunan nafsu makan dan mual
3. Tidak ada mual dan muntah
4. Monitor tanda-tanda hipoglikemi
5. Timbang berat badan tiap 1 minggu sekali
6. Jaga kebersihan mulut dengan oral hygiene
7. Monitoring gula darah

3. Risiko ketidakstabilan 1. HbA1c dalam batas normal 1. Monitor kadar gula darah rutin
kadar gula darah
2. Glukosa darah puasa, 2. Monitor tanda tanda hipoglikemia
postprandial dan sewaktu
dalam batas normal 3. Kaji faktor penyebab hipoglikemia
4. Berikan diet diabetik atau TNM (terapi nutrisi medis) dengan 68%
3. Tidak terjadi komplikasi akut kal karbohidrat, 20% kal lemak dan 12% kal protein.
4. Pasien dapat mengecek gula 5. Monitoring tanda tanda vital serta intake output cairan
darahnya secara mandiri dan
rutin 6. Berikan insulin
7. Bantu pasien untuk melakukan exercise
8. berikan penyuluhan tentang diabetes mellitus dan komplikasinya

Anda mungkin juga menyukai