Anda di halaman 1dari 3

Pengkajian Fungsi Penglihatan pada Lansia

Oleh Khaula Nur Aliya, 1506690441

Sebuah Penelitian Crew, Chou, Sekar, dan Saaddine (2017) menyatakan bahwa
kerusakan penglihatan pada usia >65 tahun sangat berkaitan dengan prevalensi kondisi penyakit
kronis yang lebih besar dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami kerusakan
penglihatan. Kondisi ini menuntut seorang perawat untuk melakukan perawatan sehingga tetap
mengoptimalkan fungsi penglihatan pasien, dan langkah awal untuk memulai intervensi adalah
dengan melakukan pengkajian. Oleh karena itu, penulisan lembar tugas ini bertujuan untuk
membahas bagaimana pengkajian fungsi penglihatan pada lansia.
Pengkajian fungsi penglihatan pada lansia bertujuan untuk mengetahui apa saja faktor
yang menganggu kesehatan penglihatan, masalah penglihatan yang terjadi, dampak yang
ditimbulkan seperti pada aspek keamanan dan kemandirian, serta mengidentifikasi risiko adanya
kerusakan penglihatan sehingga perawat dapat mencegah kerusakan dan meningkatkan
kesehatan penglihatan (Miller, 2012). Secara singkat tujuan utama pengkajian fungsi penglihatan
adalah mengetahui dan mengurangi dampak negatif dari perubahan penglihatan yang terjadi.
Pengkajian ini perlu dilakukan secara menyeluruh, maka pengkajian dilakukan dengan tiga cara
yaitu:
1. Anamnesa
Pengkajian anamnesa dilakukan dengan cara memberikan beberapa pertanyaan
terkait penglihatan untuk mengetahui informasi kondisi fungsi penglihatan saat ini
ataupun riwayat dan terapi yang pernah pasien jalani (Miller, 2012). Perawat dapat
mengevaluasi riwayat terkait masalah seperti mata merah, keluarnya cairan atau air mata
yang berlebihan, pusing kepala, mata merasa lelah saat membaca, adanya sensasi benda
asing di mata, dan trauma mata (Tabolski, 2014). Selain itu, saat anamnesa perlu juga
mengetahui apakah pasien menyadari tentang perubahan fungsi penglihatannya yang
dialaminya, jika pasien mengetahuinya maka dapat ditanyakan apa dan seperti apa
perubahan yang terjadi. Pertanyaan ini sangat penting sebab perawat dapat mengetahui
tingkat fungsi kognitif lansia (Houde, 2007). Pada pasien yang belum menyadari akan
keadaan penglihatannya dapat diajukan pertanyaan mengenai kesulitan apa yang dialami
ketika melakukan kegiatan sehari-hari. Pertanyaan mengenai hobi dan kegiatan yang
pasien senangi dapat membantu perawat mengetahui kebutuhan intervensi untuk
meningkatkan (Miller, 2012). Pengkajian terkait kegiatan sehari-hari juga diajukan
kepada caregiver dan keluarga sehingga perawat mengetahui tingkat ketergantungan dan
sikap pasien dalam beraktivitas (Houde, 2007).
Selain menanyakan rutinitas pasien, perawat mengidentifikasi riwayat pengecekan
rutin pasien apakah dilakukan atau tidak (Miller, 2012). Pengetahuan pasien tentang
deteksi dini dan pencegahan apa yang menyebabkan kerusakan tersebut, sehingga
perawat mengetahui kebutuhan edukasi yang diperlukan untuk pasien. Selain itu, perawat
juga menanyakan berbagai faktor risiko yang mungkin mengakibatkan kerusakan
penglihatan, yang nantinya perawat dapat memodifikasi kebiasaan pasien yang
menyebabkan kerusakan penglihatan (Miller, 2012).
2. Pemeriksaan Fisik Fungsi Penglihatan
Saat melakukan pengkajian fungsi penglihatan, hal yang perlu dilakukan adalah
mengobservasi pasien, meliputi penampilan pasien dan kondisi lingkungan pasien. Saat
pertama kali datang perawat langsung dapat mengobservasi penampilan meliputi
kerapian dan pemilihan warna baju pasien apakah cocok atau tidak, penggunaan makeup
yang berlebih, melihat gerak-gerik siasat ketergantungan dalam melihat dan melihat
adanya memar atau benjolan (Miller, 2012).
Pengkajian fisik selanjutnya dengan observasi keadaan fisik dengan menginspeksi
abnormalitas mata seperti pergerakan kelopak mata, cairan yang keluar dari mata, warna
sklera, serta respon pupil (Tabolski, 2014). Selain itu, perawat perlu mengdentifikasi
lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi penglihatan.Contohnya pencahayaan yang
cukup di rumah seperti pada tangga, Lorong, dan kamar mandi serta adanya kontras
warna pada lokasi seperti tangga dan dataran, dinding dan lantai, perabotan rumah dan
lain sebagainya (Miller, 2012).
3. Menggunakan Standar Tes Penglihatan
Pengkajian fungsi penglihatan pada lansia tidak cukup hanya laporan dari pasien
atau lansia itu sendiri, sebab penelitian menunjukan bahwa lansia akan cenderung
memberikan informasi yang buruk tentang kondisi kesehatannya (Houde, 2014). Oleh
karena itu, diperlukan suatu pemeriksaan yang berstandar dan lebih objektif
Sebelum melakukan tes penglihatan pada lansia perlu diperhatikan beberapa
aspek seperti saat pemeriksaan perlu diperhatikan pencahayaan yang tidak terlalu terang
dan gelap, hindari adanya bayangan, objek dengan menggunakan kontras warna yang
baik, jika pasien mengenakan kacamata maka pastikan kaca bersih, menggunakan
penutup mata yang sesuai (Miller, 2012; Tabolski, 2014).
Terdapat 3 pemeriksaan standar tes penglihatan secara formal yaitu: Tes ketajaman,
sensitivitas kontras, dan penilaian penglihatan perifer (Houde, 2007).
a. Ketajaman penglihatan (Visual Actuity) merupakan penilaian yang paling umum
dilakukan untuk menentukan fungsi penglihatan. Metode yang sering digunakan
adalah Snelle Chart, dimana gangguan fungsi penglihatan dapat ditentukan ketika
seseorang memiliki skor antara 20/40-20/200 (Miller, 2012). Namun, pada suatu
penelitian menyatakan Snelle Chart masih kurang akurat dibandingkat dengan
pemeriksaan ophthalmological (Chou, Dana, Bougatsos, Grusing, dan Blazina, 2016).
Selain Snelle Chart terdapat pula metode pemeriksaan lain seperti Lighthouse yang
mengukur ketajaman penglihatan pada jarak dekat dengan memperhatikan
penerangan yang ada di lingkungan (Houde, 2007).
b. Pemeriksaan sensitifitas kontras warna (Contrast Sensitivity) dilakukan dengan cara
menghitung kontras tingkatan yang baik contohnya dengan menggunakan tinta hitam
dengan background putih. Lansia yang masih memiliki sensitifitas akan dapat
membedakan kedua warna tersebut (Houde, 2007).
c. Penilaian penglihatan perifer ( Fields of Vision) digambarkan sebagai luas penuh area
yang terlihat oleh mata yang terpaku lurus ke depan. Pemeriksaan sangat penting
dilakukan karena kemampuan ini akan berhubungan dengan keselamatan dalam
melihat arah di lingkungan. Metode pelaksanaan dilakukan Uji Konfrontasi, tes ini
dilakukan oleh perawat dengan membandingkan bidang visual perawat dengan lansia.
Ujian ini mengharuskan perawat untuk memiliki bidang visual yang utuh (Houde,
2007)
Kerusakan penglihatan dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya seperti dalam
berktivitas ataupun dalam menjalani terapi. Oleh karena itu, gangguan fungsi penglihatan dapat
diminimalkan dengan mengetahui secara dini gangguan dengan pengkajian dan pemeriksaan dan
penanganan yang sesuai dengan masalah yang ada.
Referensi

Chou R, Dana T, Bougatsos C, Grusing S, Blazina I. (2016). Screening for Impaired Visual
Acuity in Older Adults Updated Evidence Report and Systematic Review for the US
Preventive Services Task Force. JAMA; 315(9):915–933.
Crews, J. E., Chou, C. F., Sekar, S., & Saaddine, J. B. (2017). The Prevalence of Chronic
Conditions and Poor Health Among People With and Without Vision Impairment,
Aged≥ 65 Years, 2010–2014. American journal of ophthalmology, 182, 18-30.
Houde, S. Cr. (2007). Vision Loss in Older Adults : Nursing Assessment and Care Management.
New York: Springer Publishing Company
Miller, C. A. (2012). Nursing for wellness in older adults theory and practice 6th edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Tabolski, P.A. (2014). Gerontological Nursing. 3rd Ed. New Jersey: Pearson Education.

Anda mungkin juga menyukai