Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembuluh darah adalah bagian dari sistem sirkulasi yang mengangkut


darah ke seluruh tubuh. Ada tiga jenis pembuluh darah, yaitu arteri, arteriol,
venula dan vena dengan masing-masing perbedaan struktur yang berhubungan
langsung dengan ukuran dan dinding pembuluh darah. Secara anatomis terdapat
perbedaan antara struktur dinding pembuluh arteri dengan pembuluh vena. Pada
arteri terdapat membran elastis yang memberikan kemampuan lebih dalam
merespons perubahan intravaskular.

Penyakit arteri umumnya disebabkan karena penyempitan pembuluh


darah, oleh plak dibuat dari lemak dan kolesterol selama jangka waktu yang
panjang. Lemak jenuh yang masuk dan berkumpul pada dinding pembuluh darah
akan memblokir jalan bagi aliran darah. Faktor riwayat penyakit keluarga, usia,
dan jenis kelamin juga meningkatkan kemungkinan seseorang menderita
penyakit pembuluh darah. Selain itu, kondisi tertentu seperti diabetes, merokok,
tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, obesitas dan gaya hidup dapat
menyebabkan masalah pembuluh darah.

Karena beberapa hal tersebut kami membahas bagaimana cara asuhan


keperawatan yang benar dalam menangani penyakit gangguan pembuluh darah
agar dapat memberikan kemudahan untuk memahami dasar-dasar asuhan
keperawatan gangguan pembuluh darah untuk diaplikasikan dalam praktik
keperawatan. Dalam makalah ini memuat asuhan keperawatan dalam menangani
empat penyakit gangguan pembuluh darah, yaitu: syok kardiogenik, hipertensi,
buerger (tromboangitis obliterans), dan vena varikosa (varises).

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan syok kardiogenik ?

b. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi ?


c. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit buerger
(tromboangitis obliterans) ?

d. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan vena varikosa (varises) ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan


pengetahuan dan panduan serta kemudahan bagi pembaca dalam mempelajari dan
mengaplikasikan dasar-dasar asuhan keperawatan pada gangguan pembuluh
darah, seperti pada klien dengan penyakit syok kardiogenik, hipertensi, buerger
(tromboangitis obliterasi), dan vena varikosa (varises).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SYOK


KARDIOGENIK

Syok bukanlah merupakan diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis


yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi
hemodinamik yang bervariasi, tetapi istilah umum yang digunakan adalah tidak
memadainya perfusi jaringan. Curah jantung merupakan fungsi untuk volume
sekuncup maupun frekuensi jantung. Ketika kemampuan jantung untuk
memompa darah mengalami kerusakan, maka volume sekuncup dan frekuensi
jantung menurun atau menjadi tidak teratur, tekanan darah akan turun, dan
perfusi jaringan akan terganggu. Jaringan dan organ lain juga mengalami
penurunan suplai darah, otot jantung sendiri menerima darah yang tidak
mencukupi dan mengalami kerusakan perfusi jaringan.

Keadaan hipoperfusi ini memperburuk penghantaran oksigen dan zat-zat


gizi serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada tingkat jaringan. Hipoksia
jaringan akan menggeser metabolisme dari jalur oksidatif ke jalur anaerob yang
mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan metabolisme yang
progresif menyebabkan syok menjadi berlarut-larut, yang pada puncaknya akan
menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan multisistem. Syok kardiogenik
bersifat progresif dan terus memburuk. Lingkaran setan dari kemunduran yang
progresif ini akan mengakibatkan syok jika tidak ditangani secepatnya selagi dini.

A. Etiologi

Banyak factor yang merupakan penyeba syok kardiogenik, antara lain:


kehilangan gaya kontraksi pada infark; penurunan daya kontraksi karena gagal
jantung, aritmia, perforasi septal ventricular, penyakit katup jantung tamponade,
pneunomotorak ventil dan peninggiankontraksi ventricular afterload pada
ventrikel kanan yang disebabkan oleh emboli paru dan hipertensi pulmonal. Akan
tetapi, penyebab yang terbayak adalah infark miokardium.
B. Patofisiologi

Sekitar 15% kejadian syok kardiogenik merupakan komplikasi dari klien


infark miokardium akut. Terjadi penurunan curah jantung karena tidak
adekuatnya tekanan pengisian ventrikel kiri (LVFP). Ketika sekitar 40% daerah
ventrikel mengalami infark, maka terjadi peningkatan kemungkinan terjadinya
syok kardiogenik (Perry & Potter, 1990).

Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan ventrikel kiri yang


mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jairngan dan penghantar oksigen ke
jaringan. Nekrosis fokal diduga merupakan akibat dari ketidakseimbangan yang
terus menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh
koroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan aliran darah secara
memadai sebagai respons terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan
oksigen jantung oleh aktivitas respons kompensatorik sepeti perangsangan
simpatis.

Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan


kinerjanya menjadi sangat terganggu. Ventrikl kiri gagal bekerja sebagai pompa
dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk
mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah siklus yang terus berulang.
Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut dengan gangguan fungsi
miokaridum. Faktor penyebab syok kardiogenik, yaitu:

PENYAKIT ARTERI KORONER NON KORONER


Infark miokardial a. Gangguan Sekunder Bradiaritmia.
dan sindrom kontraktilitas akibat aritmia. Takikaritmia.
koroner akut. ventrikel kiri, Sekunder Lesi yang
seperti pada akibat factor- menyebabkan
infark faktor jantung. regurgitasi:
miokardium akut a. Regurgitasi
atau mitralis
kardiomiopati atau aorta
kongestif. yang akut.
b. Gangguan b. Rupture
kontraktilitas septum
ventrikel interventrik
kananyang ularis.
disebabkan oleh c. Aneurisme
infark ventrikel ventrike
kiri. kiri yang
massif.
Lesi obstruktif:
a. Obstruksi
saluran
keluar
ventrikel
kiri, seperti
stenosis
katup aorta
kengenital
atau
didapat
darn
kardiomiop
ati
hipertrofi
obstruktif.
b. Obstruksi
saluran
masuk
ventrikel
kiri,
seperti:
stenosis
mitralis,
miksoma
atrium kiri,
dan
thrombus
atrium.
miopatik Gangguan
relaksasi
ventrikel kiri,
seperti pada
kardiomiopati
restriksi atau
hipertrofi.
Gangguan
kontaktilitas
ventrikel kiri,
seperti pada
kardiomiopati
kongestif.

Syok diklasifikasikan menjadi:

TAHAP PROGNOSIS
Tahap I Syok terkompensasi (non progresif), yaitu tahap respons
kompensatorik, dapat dapat menstabilkan sirkulasi,
mencegah kemunduran lebih lanjut.
Tahap II Tahap progresif, ditandai dengan manifestasi sistemik
dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
Tahap III Refrakter (ireversibel), tahap dimana kerusakan sel yang
hebat tidak dapat lagi dihindari yang pada akhirnya
menuju kematian.
Kerusakan miokardium, baik iskemia maupun infark pada miokardium
mengakibatkan perubahan metabolism dan terjadi asidosi metabolik pada
miokardium yang berlanjut pada gangguan pada kontraktilitas miokardium. Hal
ini berakibat pada penurunan isi sekuncup yang dikeluarkan oleh ventrikel.
Gangguan fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan menurunnya curah
jantung dan hipotensi arteri. Akibat menurunnya perfusi koroner yang lebih
lanjut, akan meningkatkan hipoksia miokardium yang bersiklus ulang pada
iskemia dan kerusakan miokardium ulang. Dari siklus ini dapat ditelusuri bahwa
siklus syok kardiogenik ini harus diputuskan sedini mungkin untuk
menyelamatkan miokardium ventrikel kiri dan mencegah perkembangan menuju
tahap ireversibel dimana perkembangannya akan menuju pada aritmia dan
kematian.

Siklus ganas (lingkar setan) yang berulang pada syok kardiogenik

Infark
miokardial
akut

Iskemia menimbulkan
kerusakanpada
miokard
Perubahan
Peningkatan metabolisme
hipoksia pada
miokardium miokardium

Gangguan
Penurunan tekanan
kontraktilitas
perfusi arteri koroner
miokardium
dan terjadi aliran darah
kolateral

Penurunan curah Penurunan isi


jantung sekuncup
Pengaruh sistemik syok akhirnya akan membuat syok menjadi ireversibel.
Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat daripada yang lain. Seperti telah
diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan
syok. Cacat mekanis akibat infark miokardium juga dapat menyebabkan
gangguan fungsi miokardium yang bermakna dan syok. Kelainan-kelainan ini
meliputi:

1. Regurgitasi Mitralis Akut

Kelainan ini terjadi sebagai akibat reptur otot sebagai papilaris yang
nekrotik. Hal ini mengakibatkan sejumlah besar darah mengalir kebelakang atau
regurgitasi ke dalam atrium dan sirkuit paru-oaru yang juga mengakibatkan
penurunan aliran darah ke depan atau curah jantung.

Bila terjadi rupture pada muskulus papilaris ventrikel kiri, hal ini
mengakibatkan fatal. Diagnosis dapat dibuat jika terdapat holosistolik murmur,
ekokardiografi, dan dapat pula dengan Swan Ganz kateter. Disfungsi ventrikel
kanan dapat dilihat dari meningginya CVP. Sedangkan disfungsi ventrikel kiri
ditandai dengan edema paru, peninggian PCWP, ekokardiografi. Syok akan
terjadi bila 40% dari ventrikel kiri mengalami difungsi.

2. Cacat Septum Ventrikel

Cacat septum ventrikel didapat akibat rupture septum yang mengalami


infark. Adanya gambaran yang samar-samar pada darah dari ventrikel kiri yang
bertekanan tinggi ke ventrikel kanan dengan tekanan yang lebih rendah akan
mengurangi aliran darah kedepan menuju dalam aorta.

Robeknya dinding ventrikel terjadi 3-6 hari sesudah infark. Hal ini diikuti
dengan terjadinya tamponade dan syok, peninggian CVP, serta tekanan baji
(wedge pressure) pada arteri pulmonalis. Diagnosis dibuat dari perikardiosintetis
dan ekokardiografi. Prognosis bergantung pada cepatnya operasi koreksi. Ruptur
intraventricular septum lebih sering terjadi pada miokardium infark anterior
daripada inferior.

3. Aneurisme Ventrikel

Aneurisme ventrikel sekunder akibat melemah dan menojolnya darah


yang terkena infark. Aneurisme vebtrikel kiri yang besar mengurangi curah
ventrikel kiri karena menjadi reservoir darah sewaktu ejeksi ventrikel. Bagian
dari volume ventrikel yang diejeksi atau fraksi ejeksi, berkurang dan
memperburuk curah jantung.

Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari


kegagalan ventrikel kiri. Peristiwa patofisiologis dan respons kompensatorisnya
sesuai dengan gagal jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih berat.
Penurunan kontraktilitas jantung akan megurangi curah jantung dan
meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga
mengakibatkan kongesti paru-paru dan edema. Syok dapat pula terjadi sesudah
kardiopulmonari by pass, dimana kardiak indeks tetap di bawah 1,2 lite/ menit/
m2, 90% kasus ini dapat menyebabkan kematian. Syok dapat terjadi akibat
perdarahan, aritmia, dan perikardial tamponade. Disfungsi ventrikel kanan
sesudah operasi by pass dapat terjadi yang di tandai dengan terjadinya edema
paru.

Dengan menurunannya tekanan arteri, maka terjadi perangsangan


terhadap baroreseptor pada aorta dan sinus karotiku. Perangsangan
simpatoadrenal merupakan reflek vesokonstriksi, takkardi, dan meningkatkan
kontraktilitas untuk menambah curah jantung serta menstabilkan tekanan darah.
Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai dengan hukum strling melalui retensi
natrium dan air. Jadi, menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan
memulai respons kompensatorik yang meningkatkan beban akhir dan beban awal.

Meskipun mekanisme protektif ini mulanya akan menigkatan tekanan


arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru
buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan
oksigen. Oleh karena aliran darah koroner tidak memadai, maka
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhapadap miokardium
semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan adanya infark. Gangguan
miokardium juga terjadi akibat iskemia dan nekrosis fokal yang akan
memperberat lingkaran setan dari kerusakan miokardium. Dengan bertambah
buruknya kinerja ventrikel kiri, keadaan syok berkembang dengan cepat sampai
akhirnya terjadi gangguan sirkulasi hebat yang mengganggu system organ-organ
penting.

C. Pemeiksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah oemeriksaan B1-B6 serta


keadaan umum.

B1 (Breathing)

Gangguan pernapasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yang


mematikan adalah gangguan pernapasan yang berat. Kongesti paru-paru dan
edema intra-alveolar akan mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas
darah arteri. Atelaktasis dan Infeksi paru dapat pula terjadi. Factor-faktor ini
memicu terjadinya syok pada paru yang sekarang disebut sebagai sindrom
distress pernapasan dewasa (ARDS). Takipnea, dyspnea, dan ronki basah dapat
ditemukan, demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai
manifestasi gagal jantung ke belakang.

B2 (Blood)

Selain dari bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhannya terhadap


oksigen, beberapa perunahan lain juga terjadi. Oleh karena metabolisme
anaerobik dimulai pada keadaan syok, maka miokardium tidak dapat
mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi (adenisin trifosfat) dalam
kadar normal dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia dan
asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong terjadinya kerusakan
lebih lanjut pada sel-sel miokardium. Kedua factor ini juga menggeser kurva
fungsi ventrikel ke baawah dan ke kanan yang akan semakin menekan
kontraktilitas.

Hematologi

Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi penggumpalan komponen-


komponen seluler intravascular dari sistem hematologis yang akan meningkatkan
tahanan vascular perifer lebih lanjut. Koagulasi intravascular difus (DIC) dapat
terjadi selama syok berlangsung yng akan memperburuk keadaan klinis.

B3 (Brain)

Dalam keadaan normal, aliran darah serebral biasanya menunjukkan


autoregulasi yang baik, yaitu dengan usaha dilatasi sebagai respons terhadap
berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah serebral
ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai pada
tekanan darah dibawah 60 mmHg. Selama hipotensi yang berat, gejala-gejala
defisit neurologis dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung
terus jika klien pulih dari keadaan syok, jika disertai dengan gangguan
serebrovaskular.

B4 (Bladder)

Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran


kemih kurang dari 20 mV jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung,
biasanya menurunkan pula keluaran kemih. Oleh karena adanya respons
kompensatorik retensi natrium dan air, maka kadar natrium dalam kemih juga
berkurang, sejalan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus, terjadi
peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi berat dan berkepanjangan, dapat
terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul dengan gagal ginjal akut.

B5 (Bowel)

Saluran pencernaan: Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umunya


mengakibatkan nekrosis hemoragik pada usus besar. Cedera usus besar dapat
mengksaserbasi syok melalui penimbunan cairan pada usus dan absorpsi bakteri
dan endotoksin ke dalam sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir
selalu ditemukan pada keadaan syok.

Hati: syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel


hati, kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi atau
dapat berupa nekrosis hati yang masif pada syok yang berat, gangguan fungsi hati
dapat terlihat nyata dan biasanya bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-
enzim hati, glutamat oksaloasetat transaminase serum (SGOT), dan glutamat-
piruvat transaminase serum (SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme
etiologi yang mengawali komplikasi-komplikasi ini.

B6 (Bone)

Keringat dingin pada ekstremitas serta penurunan kemampuan otot.

D. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemantauan enzim dan ekg
Enzim –enzim jantung di ukur dengan ekg 12-lead yang di lakukan setiap
hari untuk mengkaji tingkat kerusakan miokardium.
2. Pemantauan hemodinamik
Pemantauan hemodinamik akan di lakukan untuk mengaji secara akurat
respons klien terhadap pengobatan . Pada banyak institusi, keadaan ini
akan mengharuskan klien untuk di pindahkan ke unit perawatan intensif.
Jalur arterial akan di pasang untuk pemantuan tekanan darah secara akurat
dan kontinu, juga memberikan akses untuk mendapatkan sampel darah
yang sering tanpa harus melakukan fungsi vena secara berulang, kateter
arteri pulmonal multilumen akan di pasang untuk mengukur tekanan
arteri pulmonal dan curah jantung klien.

E. Pengkajian penatalaksanaan medis


Tujuan penatalaksanaan medis klien dengan syok kardiogenik adalah
1. Membatasi kerusakan miokardium lebih lanjut.
2. Memulihkan kesehatan miokardium.
3. Memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa secara efektif.
Secara umum tujuan ini di capai dengan meningkatkan suplai oksigen otot
jantung sambil mengurangi kebutuhan oksigen dengan menurunkan kerja
ventrikel kiri.
a. Oksigen
Pada tahap awal syok , suplemen oksigen di berikan melalui nasal kanul
sebanyak 3-5 liter/ menit. Pemantauan gas-gas darah arteri dan oksimetri nadi
akan menunjukkan apakah klien membutuhkan metode pemberian oksigen yang
agresif. Oksigenasi dapat di lakukan dengan pemberian oksigen tambahan dan
pemasangan alat bantu pernapasan jika di perlukan.
b. Terapi farmakologis
Tindakan farmologis konvensional yaitu dengan mengoptimalkan beban
awal, beban akhir, dan kontraktilitas adalah besar 100%. Tingkat kelangsungan
hidup bergantung pada efektivitas tindakan untuk membatasi meluasnya infark
dan menyelamatkan miokardium yang terserang, sehingga dapat mengurangi
kemungkinan ganggguan ventrikel yang berat.
c. Morfin
Jika klien mengalami nyeri dada , morfin sulfat di berikan melalui
intravena untuk menghilangkan nyeri . selain menghilangkan nyeri, morfin juga
mendilatasi pembuluh darah, tindakan ini mengurangi beban kerja jantung
dengan menurunkan tekanan pengisian jantung (preload) dan mengurangi tekanan
saat otot jantung harus memompakan darah (after load ), morfin juga bermanfaat
dalam mengatasi ansietas klien.
d. Obat-obat inotropik positif
Obat-obatan inotropik positif seperti: dopamin, dobutamin, dan amrinon,
di gunakan untuk meningkatkan kontraktilitas.
1. Dopamin
Dopamin adalah vasopresor pilihan untuk syok kardiogenik.
dopamin bisa juga di gunakan untuk meningkatkan denyut jnatung (efek
beta 1) pada keadaan bradikardia di saat atropin tidak menghasilkan kerja
yang efektif pada dosis 5-20 mg/kg/menit.
Dosis kerja dopamin bergantung pada dosisnya, berikut ini adalah
dosis penggunaan dopamin :
 Dosis kecil (1-2 ug/kg/menit), dopamin mendilatasi pembuluh
darah ginjal dan pembuluh darah mesenterik , menghasilkan
peningkatan pengeluaran urine (efek dopaminergik ).
 Dosis 2-10 ug/kg/menit, dopamin meningkatkan curah jantung
melalui peningkatan kontraktilitas jantung (efek beta2) dan
meningkatkan tekanan darah melalui vasokonstriksi (efek alfa
adrenergik).
 Efek alfa predominan pada dosis sama atau lebih besar dari
10ug/kh/menit. Terjadi vasokonstriksi ginjal , mesenterik, dan
pembuluh perifer.
 Dopamin sering kali di berikan dalam bentuk campuran
dengan konsentrasi 400-800 mg dalam 250 ml dekstrosa 5%
dalam air dan diberikan secara Iv melalui pompa infus
volumetrik untuk mendapatkan dosis yang akurat. Pemantauan
tekanan darah dan jantung secara terus-menerus adalah
penting. Perawat harus mencatat dengan saksama tanda vital
dan masukkan maupun keluaran urine.
Efek samping: reaksi merugikan yang cukup berarti adalah takikardia,
disritmia, iskemia miokardium, mual, dan muntah. Tempat suntikkan IV
harus di kaji setiap jam untuk mengetahui adanya infiltasi obat. Dopamin
ekstravasasi (keluar ke dalam jaringan) akan menimbulkan nekrosis
jaringan yang memerlukan operasi debridemen dan cangkok kulit. Jika
timbul ekstravasasi, di sekitar tempat suntikkan harus di suntikkan
fentolarmin (regitine) 5-10 mg di larutkan dalam 10-15 ml salin normal
untuk mengurangi atau mencegah kerusakan jaringan.
2. Dobutamin
Dobutamin (dobutrex) adalah suatu obat simpatomimetik dengan
kerja beta adrenergik. Efek beta 1, termasuk meningkatkan kekuatan
kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut
jantung (efek kronotropik positif). Dobutamin merupakan indikasi pada
keadaan syok. Apabila ingin di dapatkan perbaikan curah jantung dan
kemampuan kerja jantung secara menyeluruh.
e. Diuretik
Pada diuretik, beban awal diturunkan dengan menurunkan volume
intravaskular.
f. Nitrogliserin
Nitrogliserin di gunakan sebagai redistribusi volume vaskular dengan
venodilator. Nitrogliserin juga menimbulkan efek vasodilator pada sirkulasi
koroner dan memperbaiki aliran darah koroner. PCWP yang merupakan petunjuk
klinis untuk LVEDP di gunakan untuk menuntun pemberian diuretik dan
vasodilator.
g. Vasodilator
Vasodilator arteri atau vasopresor dapat di berikan untuk mengurangi
beban akhir atau meningkatkan tekanan arteri .
h. Vasopresor
Obat-obat vasopresor seperti epinefrin, norepinefrin (levophed), dan
dopamin dapat merangsang, baik reseptor alfa maupun beta dalam kekuatan yang
berbeda-beda. Efek yang merugikan dari vasopresor timbul akibat perangangan
reseptor simpatis alfa dan beta. Perangsangan alfa menimbulkan vasokontrasi
yang meningkatkan tekanan arteri dan tahanan terhadap ejeksi ventrikel. Efek
perangsangan beta adalah meningkatkan kontraktilitas .peningkatan tekanan arteri
dan perbaikkan kontraktilitas akan menguntungkan dalam batas-batas sehingga
sirkulasi menjadi stabil. Akan tetapi, kedua efek ini akan meningkatkan
kebutuhan oksigen secara beemakna dan mambahayakan miokardium yang
terancam infark.
Obat-obat dengan aktivitas beta juga berpotensi aritmogenik, yang
selanjutnya akan mengganggu miokardium. Pemakian vasopresor biasanya
terbatas pada klien-klien dengan hipotensi berat dimana tidak ada terapi lain
yang dapat di gunakan untuk meningkatkan tekanan darahnya .
i. Norepinefrin
Norepinefrin adalah suatu katekolamin dengar kerja vasokonstriksi yang
sangat kuat (efek alfa-adrenergik). Obat ini di gunakan pada keadaan syok, sering
di gunakan sebagai obat terakhir pada saat obat-obat seperti dopamin dan
dobutamin gagal menghasilkan tekanan darah yang memadai.
Pada dopamin dosis tinggi, adanya vasokontraksi perifer mungkin dapat
menimbulkan ganggguan kemampuan jantung dan menurunkan perfusi jaringan
dan organ. Pada umumnya 4-5 mg norepinefrin di tambahkan ke dalam 250 ml
dekstrosa 5% dalam air atau larutan salin normal dan diinfuskan dengan dosis 2-
12 mg/menit untuk orang dewasa perlu dilakukan pemantauan tekanan darah dan
jantung secara terus-menerus. Obat harus di hentikan secara bertahap dengan
lambat, penghentian pemakaian yang mendadak dapat menimbulkan hipotensi
yang berat.
j. Natrium bikarbonat
Pemberian natrium bikardionat untuk perbaikkan asidosis metabolik.
k. Trombolitik
Terapi trompolitik di lakukan pada jam-jam pertama infark untuk
rekanalisissi pembuluh darah yang terserang dan untuk meyelamatkan
miokardium. Manfaat terapi trombolitik pada jam-jam pertama setelah infark
nampaknya tidak hanya menurunkan tingkat kematian syok kardiogenik, tapi juga
menurunkan insiden syok. Insiden syok kardiogenik setelah infark miokardium
telah turun dari sekitar 15% menjadi 5% dengan di temukannya teknik-teknik
yang lebih baru untuk meyelamatkan miokardium dan untuk menahan perluasan
infark.
Jika obat-obat antitrombolitik tidak efektif untuk mencarikan bantuan,
revaskularisasi miokardium, baik dengan angioplasti maupun bedah pintas arteri
koroner dapat di pertimbangkan.
l. Terapi cairan
Selain medikasi, cairan juga di berikan dalam mengatasi syok
kardiogenik. Pemberian cairan harus di pantau dengan ketat oleh perawat untuk
mendeteksi tanda kelebihan cairan. Bolus cairan intravena yang terus di
tingkatkan harus di berikan dengan sangat hati-hati di mulai dengan jumlah 50 ml
untuk menentukan tekanan pengisian optimal untuk memperbaiki curah jantung.
m. Pemasangan pompa balon intra-aorta
Bila klien tidak menunjukkan perbaikan meski telah di lakuakn pemberian
oksegen, terapi farmologi, dan bolus cairan, alat bantu mekanik dapat di gunakan
sebagai cara sementara untuk memperbaiki kempuan jantung untuk memompa.
Fungsi IABC adalah sebagai berikut
1. Meningkatkan volume sekuncup.
2. Memperbaiki sirkulasi koroner.
3. Menurunkan pleload.
4. Menurunkan kerja jantung.
5. Menurunkan kebutuhan oksigen miokardium .
n. Bantuan mekanik lainya
Bantuan mekanik lainnya termasuk alat bantu ventrikular kanan, kiri, dan
jantung artifisial total. Alat ini terdiri atas pompa elektrik atau pompa yang
dijalankan oleh udara pnematik dan membantu ata menggantikan kerja ventrikel
jantung. Transpalantasi jantung manusia mungkin diindikasikan bila klien tidak
dapat disapih dari alat bantu mekanik.
F. Diagnosa keperawatan

Berdasarkan konsep di atas dan berdasarkan data pengkajian, diagnosa


keperawatan sok kardiogenik, meliputi:

1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara


reversibel/menetap, reaktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar,
cedera kapiler paru sekunder pada kongesti paru-paru dan edema intralveolar,
serta terjadinya ARDS.

2. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas


ventrikel sekunder dari kerusakan sel sel miokardium.

3. Nyeri dada yang berhubungan dengan isekmia miokardium sekunder dari


ketidakseimbangan peningkatan kebutuhan miokardium.

4. Gangguan perfusi serebral yang berhubungan dengan penurunan aliran darah


ke otak.
5. Aktual/risiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskular difus (DIC) yang
berhubungan dengan penurunan aliran darah, penggumpalan komponen-
komponen selular intravaskuler dari sistem hematologi sekunder syok yang
berkelanjutan.

6. Penuruan perfusi parifer yang berhubungan dengan penurunan curah jantung

7. Koping keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit,


perubahan peran.

G. Rencana intervensi

Dalam keadaan tertentu, syok kardiogenik dapat dicegah dengan


mengidentifikasi lebih dini klien beresiko dan meningkatkan oksigenasi otot
jantung yang adekuat dan menurunkan beban kerja jantung. Hal ini apat dicapai
dengan memulihkan energi klien, dengan cepat menghilangkan angina, dan
pemberian oksigen suplemen.

Namun, sering kali syok kardiogenik tidak dapat dicegah. Pada keadaan
ini, penatalaksanaan keperawatan mencakup bekerja dengan tim menajemen lain
untuk mencegah syok lebih memburuk dan untuk memulihkan fungsi jantung dan
perfusi jaringan yang adekuat.

Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara


reversible/menetap, relfaktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar
pada status cedera kapiler paru sekunder dari kongesti paru-paru dan edema
intra-alveolar serta terjadinya ARDS.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan,
gangguan pertukaran gas tidak terjadi.
Kriteria :
a. Melaporkan tak adanya/ penurunan dispnea.
b. Klien menunjukkan tidak ada gejala distres oernapasan.
c. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengn
GDA dalam rentang normal.
INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, Akumulasi sekret dan
catat sianosis dan perubahan arna kulit, berkurangnya paru yang sehat
termasuk membran mukosa dan kuku. dapat mengganggu organ vital dan
jaringan tubuh.
Lakukan ventilasi mekanis Aspek penting apabila klien sudah
mengalami ARDS adalah ventilasi
mekanis. Tujuan modalitas terapi
ini adalah untuk memberikan
dukungan ventilasi sampai
integritas membran alveolar kapiler
kembali baik. Dua tujuan tambahan
adalah :
 Memelihara ventilasi adekuat
dan oksigenasi selama periode
kritis hipoksemia
 Mengembalikan faktor etiologi
yang mengawali penyebab
distres pernapasan
Lakukan pemberia terapi oksigen Oksigen adalah obat dengan sifat
terapeutik penting dan secara
potensial mempunyai efek samping
toksik. Klien tanpa dasar penyakit
paru tampak toleran dengan
oksigen 100% selama 24 sampai 72
jam tanpa abnormalitas fisiologis
klinis penting. Jumlah oksigen
yang diberiakn untuk ARDS harus
paling rendah F102 yang
menghasilkan kandungan oksigen
adekuat ( misalnya, kandungan
hemoglobin >90%). intubasi
hampir selalu diindikasikan untuk
mempertahankan F102 tetap tinggi.
Pantau kadar hemoglobin. Kebanyakan volume oksigen
ditransfor ke jaringan dalam ikatan
dengan hemoglobin. Bila anemia
terjadi, kandungan oksigen dlam
darah menurun. Sebagai akibat efek
ventilasi mekanik, dan suplemen
kan minimal. Pengukuran seri
hemoglobin perlu untuk kalkulasi
kandungan oksigen yang akan
menentukan kebutuhan transfusi sel
darah marah.
Kolaborasi pemilihan pemberian cairan. Mekanisme patogenesis
peningkatan permeabilitas
alveokapiler mengakibatkan edema
interstisial dan alveolar. Pemberian
cairan yang berlebihan pada orang
normal dapat menyebabkan edema
paru dan gagal pernapasan. Pilihan
koloid versus cairan kristaloid
untuk menggantikan terapi masih
kontroversial. Meskipun teknologi
terus berkembang, pengukuran
berat badan harian akurat
(kecenderungan) sering merupakan
indikator penting terhadap
ketidakseimbangan cairan. Tujuan
utama terapi cairan adalah untuk
mempertahankan parameter
fisiologis normal.
Kolaborasi pemberian terapi Penggunaan kortikosterois masih
farmakologis. kontroversial. Sebelumnya terapi
antibiotik diberikan di awal untuk
profilaksis, teapi pengalaman
menunjukkan bahwa inin tidak
mencegah sepsis gram negatif yang
berbahaya. Antibiotik profilaksis
rutin tidak lagi digunakan. Terapi
pengganntian surfaktan mungkin
sesuai untuk masa yang akan
datang. Penelitian saat ini terhadap
binatang, manusia, dan bahan
surfaktan sintetik berlanjut dengan
baik. Data mendukung, tetapi terapi
tidak mungkin diperluas untuk
beberapa waktu.

Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas


ventrikel sebagai efek sekunder kerusakan sel sel miokardium.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan
menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima, disritmia terkontrol
atau hilang dan bebas gejala gagal jantung. Misalnya, parameter hemodinamik
dalam batas normal, keluaran urine adekuat.
Kriteria : klien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam
aktivitas mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah dalam batas normal
120/80 mmHg, nadi 80X/menit,tidak terjadi aritmia. Denyut jantung dan irama
jantung teratur, CRT kurang dari 3 detik.
INTERVENSI RASIONAL
Lakukan pemantauan hemodinamik ketat. Peran utama perawat adalah
memantau hemodinamik dan
jantung serta pemantauan
EKG harus dipertahankan dan
berfngsi secara tepat. Perawat
menyiapkan obat-obatan,
cairan intravena, dan
peralatan yang mungkin
digunakan serta harus siap
untuk membantu dalam
penerapan tindakan ini.
Perubahan dalam status
hemodinamik, jantung, dan
status pulmonal dicatat dan
dilaporkan dengan segera.
Selain itu, adanya bunyi napas
tambahan, perubahan irama
jantung, dan temuan fisik
lainnya dilaporkan dengan
segera.
Catat bunyi jantung. S1 dan S2 mungkkin lemah
karena menurunnya kerja
pompa, irama gallop umum
(S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah ke dalam
serambi, distensi murmur
dapat menunjukkan
inkompetensi/stenosis mitral.
Palpasi nadi perifer. Penurunan curah jantung
dapat menunjukkan
menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis pedis, dan
postibial. Nadi mungkin cepat
hilang atau tidak teratur untuk
dipalpasi dan pulsus alteran
(denyut kuat lain dengan
denyut lemah) mungkin ada.
Pantau adanya keluaran urine, catat kepekatan Ginjal berespons untuk
dan konsentrasi urine. menurunkan curah jantung
dengan menahan cairan dan
natrium. Keluaran urine
biasanya menurun selama tiga
hari karena perpindahan
cairan ke dalam jaringan
tetapi dapat meningkat pada
malam hari, sehingga cairan
berpindah kembali ke
sirkulasi bila klien tidur.
Kaji perubahan pada respons. Dapat menunjukkan tidak
Contoh : letargi, cemas, dan depresi. adekuatnya perfusi serebral
sekunder terhadap penurunan
curah jantung.
Berikan istirahat psikologis dengan Stress emosi menghasilkan
lingkungan yang tenang. vasokonstriksi yang terkait
dengan meningkatnya tekanan
darah dan meningkatkan
frekuensi/ kerja jantung.
Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul Meningkatkan sediaan
3 sampai 5 liter/menit. oksigen untuk kebutuhan
miokaardium melawan efek
hipoksial/iskemia.
Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total Karena adanya peningkatan
sesuai dengan indikasi, dan hindari cairan tekanan ventrikel kiri klien
garam. tidak dapat menoleransi
peningkatan volume cairan
(preload), klien juga
mengeluarkan sedikit natrium
yang menyebabkan retensi
cairan dan meningkatkan
kerja miokard.
Pantau seri EKG dan perubahan foto dada. Depresi segmen ST dan
datarnya gelombang T dapat
terjadi karena peningkatan
kebutuhan oksigen. Foto dada
dapat menunjukkan
pembesaran jantung dan
perubahan kongesti pulmonal.
Kolaborasi untuk pemberian obat : Dopamine adalah vasopresor
 Inotropik positif, seperti : dopamine, pilihan untuk syok
dobutamin kardiogenik. Dobutamin
(dobutrex) adalah obat
simpatomimetik dengan kerja
beta 1 adrenergik. Efek beta1
adalah meningkatkan
kekuatan kontraksi
miokardium (efek inotropik
positif) dan meningkatkan
denyut jantung (efek
kronotropik positif).
Dobutamin merupakan
indikasi pada keadaan syok
apabila ingin didapatkan
perbaikan curah jantung dan
kemampuan kerja jantung
secara menyeluruh. Tekanan
darah hanya meningkat
melalui peningkatan curah
jantung. Dobutamin tidak
memilliki efek vasokonstriksi.
 Diuretic, lurosemid (lasix), Penurunan preload paling
spironolakton (aldakton). banyak digunakan dalam
mengobati klien dengan curah
jantung relative normal
ditambah dengan gejala
kongesti diuretic blok
reabsorpsi diuretic, sehingga
mempengaruhi reabsorpsi
natrium dan air.
 Vasodilator Vasodilator digunakan untuk
Contoh : nitrat, seperti isosorbid meningkatkan curah jantung,
dinitrat, isodril. menurunkan volume sirkulasi
(vasodilator) dan tahanan
vascular sistemik arteridilator,
serta kerja ventrikel.
 Norepinefrin. Norepinefrin (levarterenol,
levophed) adalah suatu
kafekolamin dengan kerja
vasokonstriksi yang sangat
kuat (efek alfa-adrenergik).
Obat ini digunakan pada
keadaan syok, sering
digunakan sebagai obat
terakhir pada saat obat-obatan
seperti dopamine dan
dobutamin gagal
menghasilkan tekanan darah
yang memadai.
Kolaboratif untuk tindakkan IABC ( Bila klien tidak menunjukkan
intraaortic balloon counterpulsation) perbaiakan meski telah
dilakukan pemberian oksigen;
terapi farmakologi; dan bolus
cairan, alat bantu mekanik
dapat digunakan sebagai cara
sementara untuk memperbaiki
kemampuan jantung
memompa. Intraaortic balloon
counterpulsation (IABC)
adalah cara bantuan sementara
memperbaiki sirkulasi.
Kateter ballon poliuteran
perkutan dimasukkan secara
perkkuatan melalui arteri
femoralis besar dan didorong
ke dalam aorta torakis
desenden. Kateter balon
disambungkan ke console
yang memuat pompa berisi
gas.

Nyeri dada yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan


oksigen dengan kebutuhan miokardium sekunder dari penurunan suplai darah
ke miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan
respons nyeri dada.
Kriteria : secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada, secara
objektif didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi
penurunan perfusi perifer, urine >600ml/hari.
INTERVENSI RASIONAL
Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, Variasi penampilan dan
lama dan penyebarannya. perilaku klien karena nyeri
terjadi sebagai temuan
pengkajian.
Anjurkan kepada klien untuk melaporkan Nyeri berat dapat
nyeri dengan segera. menyebabkan syok
kardiogenik yang berdampak
pada kematian mendadak.
Lakukan menajemen nyeri keperawatan : Posisi fisiologis akan
1. Atur posisi fisiologis meningkatkan asupan 02 ke
jaringan yang mengalami
iskemia.
2. Istirahatkan klien Istirahat akan menurunkan
kebutuhan O2 jaringan perifer
sehingga akan menurunkan
kebuthan miokardium dan
akan meningkatkan suplai
darah dan oksigen ke
miokardium yang
membutuhkan O2 untuk
menurunkan iskemia.
3. Berikan oksigen tambahan dengan Meningkatkan jumlah oksigen
nasal kanul atau masker sesuai dengan yang ada untuk pemakaian
indikasi. miokardium sekaligus
mengurangi ketidaknyamanan
sampai dengan terjadinya
iskemia.
4. Manajemen lingkungan : lingkungan Lingkungan tenag akan
tenag dan batasi pengunjungan. menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung
yang berada di ruangan
dikurangi.
5. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan Meningkatkan asupan O2
dalam. sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder dari iskemia
jaringan otak.
6. Ajarkan teknik distraksi pada saat Distraksi (pengalihan
nyeri. perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan
produksi endofrin dan
enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk
tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri.
7. Lakukan manajemen sentuhan. Manajemen sentuhan pada
saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
Massa ringan dapat
meningkatkan aliran darah
yang dengan otomatis
membantu suplai darah dan
oksigen ke area nyeri serta
menurunkan sensasi nyeri.
Kolaborasi pemberian terapi farmakologis Obat-obat antiangina
antiangina. bertujuan untuk meningkatkan
aliran darah baik dengan
menambah suplai oksigen
atau dengan mengurangi
kebuthan miokardium akan
oksigen.
 Antiangina (nitrogliserin) Nitrat berguna untuk control
nyeri dengan efek vasodilatasi
koroner.
 Analgesic, morfin 2-5 mg intravena Menurunkan nyeri hebat,
memberikan sedasi dan
mengurangi kerja miokard.
 Penyekat saluran kalsium. Kalsium mengaktivasi
Contoh : verafamil (calan), diltiazem kontraksi miokardium,
(prokardia) menambah beban kerja
jantung, dan keperluan
jantung akan oksigen.
Penghambatan kalsium
menurunkan kontraktilitas
jantung (efek inotropik
negative) dan ebban kerja
jantung, sehingga mengurangi
keperluan jantung akan
oksigen. Obat ini efektif
dalam mengendalikan angina
varian dengan merelaksasikan
arteri koroner dan meredakan
angina klasik dnegna
mengurangi kebutuhan
oksigen..

Gangguan perfusi serebral yang berhubungan dengan penurunan aliran darah


ke otak.
Tujuan dalam waktu 1-24 jam tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran dan
dapat mempertahankan cardiac output secara adekuat guna meningkatkan
perfusi jaringan otak.
Kriteria : klien tidak mengalami pusing, TTV dalam batas normal, sesak napas,
mual/muntah, tanda diaforesis dan pucat/sianosis hilang, akral hangat, kulit
segar, BJ tunggal kuat, irama denyut sinus, produksi urine >30ml/jam, respons
verbal baik, EKG normal, JVP <3cm H2O, BUN/ kreatinin normal.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji status mental klien Mengetahui derajat hipoksia pada otak.
secara teratur.
Obervasi perubahan sensori Bukti aktual terhadap penurunan aliran darah ke
dan tingkat kesadaran klien jaringan selebral adalah adanya perubahan
yang menunjukkan respons sensori dan penurunan tingkat
penurunan perfusi otak kesadaran pada fae akut kegagalan harus
(gelisah, bingung, apatis, dilakukan pemantauan yang ketat.
somnolen)
Kurangi aktifitas yang Respons valsava akan meningkatkan beban
merangsang timbulnya jantung, sehingga akan menurunkan curah
respons valsava/aktifitas. jantung ke otak.
Catat adanya keluhan Keluhan pusing merupakan manifestasi
pusing. penurunan suplai darah ke jaringan otak yang
parah.
Pantau frekuensi jantung Perubahan frekuensi dan irama jantung
dan irama. menunjukkan komplikasi disritmia.
Jangan memberkan digitalis Efek dari toksisitas digitalis dengan
bila didapatkan perubahan peningkatan denyut jantung akan merangsang
denyut jantung, bunyi terjadinya disritmia, sehingga memerlukan
jantung atau perkembangan pemantauan yang lebih ketat untuk menghindari
toksisitas digitalis. penurunan tingkat kesadaran.
Kolaborasi Jalur yang paten penting untuk pemberian obat
 Pertahankan cara darurat.
masuk haparin (IV)
sesuai indikasi.

Aktual/risiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskuler difusi (DIC) yng


berhubungan dengan penurunan aliran darah, pengumpulan komponen-
komponen seluler intravaskular dari istem hematologi sekunder akibat syok
yang berkelanjutan.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam klien tidak mengalami DIC.
Kriteria : tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg, nadi 80
kali/menit), tidak terjadi aritmia, denyut dan irama jantung teratur, CRT
kurang dari 3 detik.
INTERVENSI RASIONAL
Lakukan pemantauan Peran utama perawat adalah pemantauan status
hemodinamik ketat. hemodinamik dan jantung serta pemantauan EKG
harus dipertahankan dan berfungsi secara tepat.
Perawat menyiapkan obat-obatan, cairan intravena,
dan peralatan yang mungkin digunakan dan harus
siap untuk membantu dalam penerapan tindakan
ini. Perubahan dalam status hemodinamik, jantung,
dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan
segera. Selain itu, adanya bunyi napas tambahan,
perubahan irama jantung, dan temuan fisik lainnya
dilaporkan dengan segera.
Pemberian cairan IV, Oleh karena adanya penigkatan tekanan ventrikel
pembatasan jumlah total kiri, klien tidak dapat mentoloransi peningkatan
sesuai dengan indikasi, volume cairan (preload). Klien juga mengeluarkan
hindari cairan garam. sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan
dengan meningkatkan kerja miokard.
Pantau seri EKG dan Depresi segmen ST dan datangnya gelombang T
perubahan foto dada. dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan
oksigen. Foto dada dapat menunjukkan
pembesaran jantung dan perubahan kongesti
pulmonal.
Kolaborasi pemberian Antikoagulan digunakan untuk menghambat
terapi farmakologis pembentukan bekuan darah. Tidak seperti
antikoagulan : trombolitik, obat ini tidak melarutkan bekuan yang
 Heparin sudah ada, tetapi bekerja sebagai pencegahan
terhadap pembentukan bekuan baru. Antikoagulan
digunakan pada klien yang memiliki gangguan
pembuluh arteri dan vena yang membuat mereka
berisiko tinggi terjadi pembentukan bekuan darah.
Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk
membantu mempertahankan integritas jantung.

Gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya curah


jantung.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi perifer meningkat.
Kriteria: klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, CRT <3
detik, urine >600ml/hari.
INTERVENSI RASIONAL
Auskultasi TD. Bandingkan Hipotensi sampai dengan disfungsi ventrikel
kedua lengan, ukur dalam dapat terjadi, hipertensi juga fenomena umum
keadaan berbaring, duduk yang berhubungan dengan nyeri cemas akibat
atau berdiri bila pengeluaran katekolamin.
memungkinkan.
Kaji warna kulit, suhu, Mengetahui derajat hipoksemia dan
sianosis, nadi perifer, dan peningkatan tekanan perifer.
diaforesis secara teratur.
Kaji kualitas peristaltik, Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi
jika perlu pasang sonde. saluran cerna serta dampak penurunan
elektrolit.
Kaji adanya kongesti hepar Sebagai dampak gagal jantung kanan, jika berat
pada abomen kana atas. akan ditemukan adanya tanda kongesti.
Pantau urine output. Penurunan curah jantung mengakibatkan
menurunya produksi urine. Pemantauan ketat
pada produksi urine <600ml/hari merupakan
tanda-tanda terjadinya syok kardiogenik.
Catat murmur. Menunjukkan gangguan aliran darah dalam
jantung, kelainan katup, kerusakan septum, atau
vibrasi otot papilar.
Pantau frekuensi jantung Perubahan frekuensi dan irama jantung
dan irama. menunjukkan komplikasi disritmia.
Berikan makanan Makanan besar dapat meningkatkan kerja
kecil/mudah dikunyah, miokard. Kafein dapat merangsang langsung ke
batasi asupan kafein. jantung sehingga meningkatkan frekuansi
jantung.
Kolaborasi : Jalur yang paten penting untuk pemberian obat
 Pertahankan cara darurat.
masuk heparin (IV)
sesuai indikasi.

Koping keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit


perubahan peran.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam keluarga mampu mengebangkan koping yang
positif.
Kriteria : keluarga kien koorperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu
menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentangsituasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap
situasi.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji perubahan gangguan Menentukan bantuan individual dalam
persepsi dan hubungan dengan menyusun rencana perawatan atau pemilihan
derajat ketidakmampuan. intervensi.
Identifikasi arti kehilangan atau Beberapa keluarga klien dapar menerima dan
disfungsi pada keluarga klien. mengatur perubahan fungsi secara efektif
dengan sedikit penyesuaian diri. Sedangkan
yang lain mempunyai kesulitan
mambandingkan, mengenal, dan mengatur
kekurangan.
Anjurkan keluarga klien untuk Menunjukkan penerimaan, membantu klien
mengekspresikan perasaan, untuk mengenal, dan mulai menyesuaikan
termasuk permusuhan dan dengan perasaan tersebut.
kemarahan.
Pernyataan pengskuan terhadap Membantu klien untuk melihat bahwa perawat
penolakan tubuh, mengingatkan menerima kedua bagian sebagai bagian dari
kembali fakta kejadian tentang seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk
realitas bahwa masih dapat merasakan adanya harapan dan mulai
menggunakan sisi yang sakit menerima situasi baru.
dan belajar mengontrol sisi yang
sehat.
Bantu dan anjurkan perawatan Membantu meningkatkan perasaan harga diri
yang baik dan memperbaiki dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan
kebiasaan. klien.
Anjurkan orang terdekat untuk Menghindari kembali perasaan kemandirian
mengizinkan klien melakukan dan membantu perkembangan harga diri serta
sebanyak-banyaknya hal-hal memengaruhi proses rehabilitasi.
untuk dirinya.

2.2 PROSES PERAWATAN KLIEN DENGAN HIPERTENSI

Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamik yang


sederhana dan mudah dilkukan pengukurannya. Tekanan darah menggambarkan
situasi hemodinamik seseorang saat itu. Hemodinamik adalah suatu keadaan
dimana tekanan darah dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di
jaringan tubuh.

Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah, oleh


sebab itu, pengobatan dini pada hipertensi sangatlah penting, karena dapat
mencegah timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh, seperti: jantung,
ginjal, dan otak. Penyelidikan epidemiologis membuktikan bahwa tingginya
tekanan darah berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas penyakit
kardiovaskuler. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sitolik
lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastole lebih dari 80 mmHg.
A. Etiologi

Sekitar 90% penyebab hipertensi belu diketahui dengan pasti yang disebut
dengan hipertensi primer atau esensial. Sedangkn 7% disebabkan oleh kelainan
ginjal atau hipertensi renalis dan 3% disebabkan oleh kelainan hormonal atau
hipertensi hormonal serta penyebab lain.

Klasifikasi tekanan darah.

KLASIFIKASI TEKANAN TEKANAN DIASTOLIK


SISTOLIK (mmHg) (mmHg)
Normal <140 <90
Hipertensi 140-160 90-95
ambang batas
Hipertensi >160 >95

B. Patofisiologi

Pengaturan tekanan arteri meliputi kontrol sistem syaraf yang kompleks


dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam mempengaruhi
curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Hal lain yang ikut dalam pengaturan
tekanan darah adalah refleks baroreseptor. Curah jantung ditentukan oleh volume
sekuncup dan frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh diameter
arteriol. Bila diameternya menurun (vasokonstriksi), tahanan perifer meningkat.
Bila diameternya meningkat (vasodilatasi), tahanan perifer akan menurun.

Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh baroreseptor pada sinus


karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan impuls ke pusat saraf
simpatis di medula oblongata. Impuls tersebut akan menghambat stimulasi sistem
saraf simpatis. Bila tekanan arteri meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor
akan teregang dan memberikan respons terhadap penghambat pusat simpatis,
dengan respons terjadinya pusat akselerasi gerak jantung dihambat. Sebaliknya,
hal ini akan menstimulasi pusat penghambat penggerak jantung yang
bermanifestasi pada penurunan curah jantung. Hal lain dari pengaruh stimulasi
baroreseptor adalah dihambatnya pusat vasomotor sehingga terjadi vasodilatasi.
Gabungan vasodilatasi dan penurunan curah jantung akan mnyebabkan terjadinya
penurunan tekanan darah. Sebaliknya, pada saat tekanan darah turun, maka
respons reaksi cepat untuk melakukan proses homeostatis tekanan darah supaya
berada dalam kisaran normal.

Mekanisme lain mempunyai reaksi jangka panjang dari adanya


peningkatan tekanan darah oleh faktor ginjal. Renin yang dilepaskan oleh ginjal
ketika aliran darah ke ginjal menurun akan mengakibatkan terbentuknya
angiotensin I, yang akan berubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
meningkatkan tekanan darah dengan mengakibatkan kontraksi langsung arteriol
sehingga terjadi peningkatan resistensi perifer (TPR) yang secara tidak langsung
juga merangsang pelepasan aldosteron, sehingga terjadi retensi natrium dan air
dalam ginjal serta menstimulasi perasaan haus. Pengaruh ginjal lainnya adalah
pelepasan eritropoetin yang menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah.
Manifestasi dari ginjal secara keseluruhan akan menyebabkan peningkatan
voluma darah dan peningkatan tekanan darah secara simultan.

C. Pengkajian

Anamnesis

Pada anamnesis biasanya didapatkan riwayat peningkatan tekanan darah,


adanya riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, dan riwayat mengkonsumsi
obat antihipertensi.

Riwayat yang lengkap harus diperoleh untuk mengkaji gejala yang


menunjukkan penyebab dari hipertensi. Ditandai dengan perdarahan hidung,
nyeri angina, napas pendek, perubahan ketajaman penglihatan, vertigo, sakit
kepala, dan nokturia.

D. Pemeriksaan Fisik

Ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat


(terkumpulnya cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus bisa terjadi
edema pupil (edema pada diskus optikus). Penyakit arteri koroner dan angina
adalah gejala yang sering menyertai hipertensi. Apabila pasien sedang dalam
pengobatan antihipertensi, pengukuran tekanan darah wajib dilakukan untuk
menetukan apakah obat tersebut efektif untuk mengetahui adanya perubahan
tekanan darah yang memerlukan penggantian pengobatan.

Pemeriksaan fisik juga membutuhkan kecepatan, irama, dan karakter denyut


apical serta peifer untuk mengetahui efek hipertensi terhadap jantung dan
pembuluh darah perifer.

Pengkajian pada pasien yang mengkonsumsi obat antihipertensi


1. Periksa tanda-tanda vital.
2. Periksa elektrolit serum. Laporkan hasil yang abnormal.
3. Periksa bunyi paru apkah terdapat ronkhi. Karena banyak obat-
obatan antihipertensi yang menambah retensi natrium dan air.
4. Periksa keluaran urine. Catat dan laporkan jumlahnya. Keluaran
urine yang berlebihan dapat menyebabkan dehidrasi.
5. Periksa anggota gerakapakah terjadi edema.

E. Pemeriksaan Diagnostik

Perubahan patologis pada ginjal dapat menjadi nokturia dan azotemia


(peningkatan nitrogen urea darah-BUN dan kretinin). Keterlibatan pembuluh
darah pada otak dapat menyebabkan stroke dn serangan trans-iskemik yang
bermanifestasi menjadi paralisis sementara pada satu sisi atau gangguan tajam
penglihatan.

Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji dengan elektrokardiografi. Protein


dalam urine dapat dideteksi dengan urinalisis. Pemeriksaan khusus seperti
renogram, pielogram intravena, arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal
terpisah, dan penentuan kadar urine dapat juga dilakukan untuk mengidentifikasi
pasien dengan penyakit renovaskuler.

F. Pengkajian Penatalaksaan Medis


Tujuan penatalaksaan bagi pasien adalah mencegah terjadinya mordibitas
dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahakan tekanan darah di
bawah 140/90 mmHg.

Modifikasi Gaya Hidup

Pendekatan nonfarmakologis yang dapat dilakukan menurut penelitian


adalah sebagai berikut:

a. Teknik-teknik mengurangi stress.


b. Penurunan berat badan.
c. Pembatasan alcohol, natrium, dan tembakau.
d. Olahraga/ latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi).
e. Relaksasi merupakan interveensi wajib yang harus dilakukan pada setiap
terapi antihipertensi.

G. Terapi Farmakologis

Obat-obat yang digunakan sebagi obat-obatan antihipertensi yang


digunakan sebagai obat tunggal atau obat campuran. Klarifikasi obat
antihipertensi dibagi menjadi lima kategori sebagai berikut :

a) Diuretik
b) Menekan simpatetik (simpatolitik)
c) Vasodilator arteriol langsung
d) Antagonis angiotensin
e) Penghambat saluran kalsium
Diuretik
Obat diuretic yang biasa digunakan sebagai antihipertensi terdiri atas
hidrokortiazid dan penghambat beta.
1. Hidroklorotiazid
Hidroklorotiazid adalah diuretic yang paling sering diresepkan
untuk mengobati hipertensi ringan.
2. Penghambat Beta
Penghambat adrenergic beta sering kali disebut penghambat beta.
Digunakan sebagai obat antihipertensi tahap I atau dikombinasikan
dengan diuretic dalam pendekatan tahap II untuk mengobati hipertensi.
Penghambat beta juga dapat digunakan sebagai antiangina dan
antidisritmia. Penghambat beta cenderung lebih efektif untuk menurunkan
tekanan darah pada klien yang memiliki peningkatan kadar serum.
3. Farmakokinetik
Propanolol dan metrprolol diarbsorbsi dengan baik oleh saluran
cerna. Waktu paruhnya pendek, dapat diberikan beberapa kali sehari.
4. Farmakodinamik
Penghambat adrenegik beta menghambat perangsangan
simpatetik, sehingga menurunnya denyut jantung dan tekanan darah.
Penghambat beta tidak selektif menghambat reseptor beta 2 yang bisa
menyebabkan penyempitan bronkial.
Simpatolitik
Penghambat adrenergic bekerja di sentral simpatolitik. Penghambat
adrenergik alfa, dan penghambat neuron adrenergik diklasifikasikan sebagai
penekan simpatetik atau simpatolitik.
1. Simpatolitik bekerja di pusat
Simpatolitik yang bekerja di pusat menurunkan respon simpatetik
dari batang otak ke pembuluh darah perifer.
2. Penghambat adrenergic alfa
Golongan obat ini memblok reseptor adrenergic alfa 1 sehingga
menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
Penghambat beta juga menurunkan lipoprotein berdensitas sangat
rendah dan lipoprotein berdensitas rendah yang bertanggung jawab dalam
penimbunan lemak di arteri. Penghambat alfa yang lebih kuat yaitu
fentolamin, fenoksibenzamin, dan tolazolin. Terutama digunakan untuk
krisis hipertensi dan hipertensi berat yang disebabkan oleh tumor medulla
adrenal.

DOSIS OBAT SIMPATOLIK YANG BEKERJA DI PUSAT

Dosis Simpatolik Dosis Pemakaian dan


Bekerja Sentral Pertimbangan
Metildopa D: PO: 250-500 mg, b.i.d. Untuk hipertensi, masa
(Aldomet) Maks: 3 g/hari kerja panjang, dapat
A: PO: 10 mg/kg/hari, diberika intravena,
dalam dosis terbagi 2-4. dapat digunakan
bersama diuretic,
kategori kehamilan C.
sebagian orang
menganggap obat
tersebut sebagai obat
pilihan selama
kehamilan.
Kionidin (Catapres) D: PO: M: 0,1 mg, b.i.d. Untuk hipertensi, rasa
R: 0,2-1,2 mg/hari dalam kerja panjang.
dosis terbagi. Diabsorpsi demean
Patch transderma: 100 gg baik melalui saluran
(0,1 mg), b.i.d., 200 μg gastrointestinal, dapat
(0,2 mg) q.d. digunakan bersama
diuretic.
Kategori kehamilan C.
Guanabenz (Witensin) D: PO: 4 mg, bid., dosis Untuk hipertensi dan
dapat dinaikkan secara takikardia, dapat
bertahap. digunakan bersama.
Diuretic, masa kerja
sedang, kategori
kehamilan C.
Guanapasin (Tenex) D: PO: 1-3 mg/hari Untuk hipertensi, masa
kerja panjang. Kategori
kehamilan B.

Obat-obat ini, seperti simpatolik yang bekerja di pusat, yang


menyebabkan retensi natrium dan air dengan edema, dan sering kali diberikan
diuretic untuk menurunkan akumulasi cairan di tungkai. Pemakaian prazosin,
terazosin, atau doksazosin sebagai obat tunggal diklasifikasikan sebagai terapi
tahap II, tetapi jika ditambah diuretic menjadi tahap III.

Efek Samping. Efek samping fetolamin meliputi: hipotensi, reflex takikardia


karena tekanan darah menurun drastic, kongesti hidung karena efek vasodilatasi,
dan kekacauan gastrointestinal. Prazosin, doksasosin, dan terazosin memiliki efek
samping meliputi: hipotensi ortostatik (pusing, rasa ingin pingsan, kepala ringan,
peningkatan denyut jantung); mual; rasa mengantuk; kongesti hidung karena
vasodilatasi; edema; dan kenaikan berat badan.

Interaksi Obat. Interaksi obat muncul ketika penghambat adrenegik alfa


diminum bersama obat-obat antiinflamasi dan nitrat (nitrogliserin) untuk angina.
Edema perifer diperberat jika prazosin dan obat antiinflamasi digunakan setiap
hari. Nitrogliserin yang diberikan untuk angina akan menurunkan tekanan darah.
Jika prazosin diberikan degan nitrogliserin, dapat timbul sinkop (pingsan) karena
penurunan tekanan darah.

Farmakokinetik. Metildopa dan prazosin diabsorpsi melalui saluran cerna, tetapi


sebagian besar prazosin akan hilang selama metabolisme hati pertama. Waktu
paruh kedua obat ini singkat, sehingga sering diberikan dua kali sehari. Prozosin
sangat mudah berikatan dengan protein, dan jika diberikan bersama obat lain
yang juga sangat mudah berikatan demean protein, klien harus diperiksa terhadap
timbulnya reaksi yang merugikan.

Farmakodinamik. Metildopa merangsang pusat reseptor adrenergic-alfa yang


menyebabkan penurunan keluaran simpatis. Hal ini menyebabkan berkurangnya
tahanan vascular perifer sehingga tekanan darah menurun. Obat ini menembus
sawar plasenta dan sebagian kecil memasuki air susu padsa ibu yang menyusui.
Penghambat adrenergic alfa selektif mendilatasi arteriola dan venula, juga
menurunkan tahanan perifer serta tekanan darah.

DOSIS OBAT PENGHAMBAT ADRENERGIK BETA

Obat Penghambat Dosis Pemakaian dan


Adrenergic Beta Pertimbangan
Prazosin (minipress) D: PO: M: 1 mg, b.i.d. Untuk hipertensi, masa
atau t.i.d. kerja sedang, dapat
R: 5-20 mg/hari dalam digunakan bersama
dosis terbagi. diuretic, kategori
kehamilan C.
Terazosin D: PO: M: 1 mg/hari. Untuk hipertensi, masa
R: 1-5 mg/hari sampai 20 kerja sedang, kategori
mg/hari. kehamilan C.
Doksazosin D: PO: M: 10; 2-4 Untuk hipertensi.
mg/hari.
Fentolamin (regitine) D: IM: IV: 2,5-5 mg, Untuk krisis hipertensi,
ulangi setiap 5 menit penghambat MAO, dan
sampai terkendali digunakam bila putus
kemudian setiap 2-3 jam obat klonidin.
PRN.
A: IM: IV: 0,05-0,1
mg/kg, ulangi jika perlu.
Fenoksibenzamin D: PO: M: 10 mg/hari Untuk hipertensi akibat
(Dibenzyline) R: 20-40 kelebihan adrenergic.
mg/hari. Menurunkan tahanan
perifer.
Tolazolin (prtscollne) D: (M: IV: 10-50 mg, Untuk hipertensi
q.i.d. Bayi Baru Lahir: pulmonari pada bayi baru
IV: M: 1-2 mg/kg, lahir dan untuk gangguan
kemudian 1-2 mg/kg/jam; vasospastik perifer.
efek yang diharapkan
tercapai dalam 30 menit
setelah dosis mula-mula.

Pada prazosin, denyut jantung hanya sedikit bertambah, sedangkan pada


penghambat alfa seperti ventolamin dan tolazolin, tekanan darah banyak menurun
dan dapat terjadi reflex takikardi. Penghambat alfa lebih efektif untuk mengobati
hipertensi akut dan penghambat alfa selektif lebih berguna untuk hipertensi
esensial jangka panjang. Mula kerja dari metildopa dan prazosin terjadi antara 30
menit sampai 2 jam. Masa kerja metildopa dua kali lebih aman dari pada
prazosin. Metildopa dapat diberikan secara intravena dan masa kerjanya serupa
dengan prazosin oral.

3. Penghambat Neuron Adrenergik (Simpatolik yang Bekerja Perifer)

Penghambat neuron adrenergic merupakan obat antihipertensi kuat yang


menghambat norepinefrin dari ujung saraf simpatis, sehingga pelepasan
norepinefrin menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan baik curah jantung
maupun tahanan vascular perifer menurun. Reserpin dan guanetidin (dua obat
yang paling kuat), digunakan untuk mengendalikan hipertensi berat. Hipotensi
ortostatik merupakan efek samping yang sering terjadi. Klien harus dinasehati
untuk bangkit perlahan-lahan dari posisi berbaring atau dari posisi duduk. Obat-
obat dalam kelompok ini dapat menyebabkan retensi natrium dan air. Obat-obat
ini dikelompokkan sebagai obat-obat tahap IV dan dapat digunakan sendiri atau
bersama-sama demean diuretic untuk mengurangi edema perifer.

4. Vasodilator Arteriol yang Bekerja Langsung

Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja
dengan merelaksasikan otot-otot polos dari pembuluh darah terutama arteri,
sehingga menyebabkan vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi, tekanan
darah akan turun dan natrium serta air tertahan, sehingga terjadi edema perifer.
Diuretic dapat diberikan bersama-sama dengan vasodilator yang bekerja langsung
untuk mengurangi edema. Reflex takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan
menurunnya tekanan darah.

DOSIS OBAT SIMPATOLITIK YANG BEKERJA PADA PERIFER

Obat Simpatolik Dosis Pemakaian dan


Bekerja Perifer Pertimbangan
Reserpin (serpasil) D: PO: 0,1-0,25 mg/hari. Untuk hipertensi. Kini
tidak sering digunakan.
Guanetidin (ismelin) D: PO: M: 10 mg/hari. Untuk hipertensi yang
R: 25-50 mg/hari. berat, masa kerja
panjang. Dapat
digunakan bersama
diuretic.
Guanadrel (hilorel) D: PO: M: 5mg/hari. Untuk hipertensi yang
R: 25-75 mg/hari dalam sedang dan berat, masa
dosis terbagi. kerja sedang, mula kerja
cepat.

Penghambat beta sering kali diberikan bersama-sama dengan vasodilator


arteriol untuk menurunkan denyut jantung, hal ini untuk melawan reflex
takikardia. Dua hari vasodilator yang bekerja langsung adalah hidralazin dan
minoksidil. Obat ini digunakan untuk pengobatan hipertensi yang sedang dan
berat. Nitroprusid dan diazoksid diresepkan untuk hipertensi akut yang darurat.
Kedua obat terakhir ini merupakan vasodilator kuat yang dengan cepat
menurunkan tekanan darah. Nitroprusid bekerja pada pembuluh darah arteri dan
vena. Sedangkan diazoksid bekerja hanya pada pembuluh darah arteri.

Efek Samping. Efek samping hidralazin cukup banyak, antara lain: takikardia,
palpitasi, edema, kongesti hidung, sakit kepala, pusing, pendarahan saluran cerna,
gejala-gejala seperti lupus, dan gejala-gejala neurologis (kesemutan, baal).
Minoksidil memiliki efek samping yang serupa, yaitu: takikardia, edema, dan
pertumbuhan rambut yang berlebihan. Dapat menyebabkan serangan angina.
Nitroprusid dan diazoksid dapat menyebabkan reflex takikardia, palpitasi,
kegelisahan, agitasi, ,mual, dan bingung. Hiperglikemia dapat timbul dengan
diazoksid karena obat ini menghambat pelepasan insulin dari sel-sel beta
pancreas.

DOSIS OBAT VASODILATOR YANG BEKERJA LANGSUNG

Obat Dosis Pemakaian dan


Pertimbangan
Hidralazin D: PO: M: 10 mg, q.i.d.; 25-50 mg, Untuk hipertensi,
(apresoline) q.i.d. dosis bervariasi. masa kerja singkat,
dapat digunakan
bersama diuretic
untuk mengurangi
edema dan
penghambat beta
untuk mencegah
takikardia.
Minoksidil D: PO: M: 5 mg/hari; 10-40 mg/hari Untuk hipertensi,
(loniten) dalam dosis tunggal atau terbagi. masa kerja
panjang, dapat
digunakan bersama
diuretic dan
penghambat beta.
Diazoksid D: IV: 1-3 mg/kg dalam bolus (30 Untuk hipertensi
(hiperstat) detik) darurat. Dosis
Maksimal: 150 mg, sebagai dosis dapat diulangi
tunggal. dalam 5-15 menit
sampai tercapai
tekanan darah yang
diinginkan. Dapat
dilanjutkan dengan
obat-obatan
antihipertensi.
Kategori
kehamilan C.
Nitroprusid D: IV: 1-3 μg/kg/menit dalam larutan Untuk krisis
(Na-nipride) DW hipertensi. Obat
Maksimal: 10 mg/kg/menit. terurai dalam
cahaya. Obat harus
dibungkus dengan
aluminium foil.
Baik untuk 24 jam.
Obat harus dibuang
jika berwarna
merah atau biru.
Dapat
menyebabkan
toksisitas sianida.
Periksa kadar
sianida dan
tiosianat. Kategori
kehamilan C.

5. Penghambat Adrenergik Beta dan Alfa

Labetalol menghambat reseptor alfa dan beta. Efeknya pada resptor alfa
lebih kuat dari pada efeknya pada resptor beta. Oleh karena itu, obat ini
menurunkan tekanan darah dan cukup untuk menurunkan denyut jantung. Efek
sampingnya meliputi hipotensi ortostatik, gangguan saluran cerna, gugup, mulut
kering, dan letih. Obat ini baru dan belum diklasifikasikan dalam tahapan-tahapan
pengobatan hipertensi.

DOSIS OBAT ADRENERGIC ALFA DAN BETA

Obat Dosis Pemakaian dan


Pertimbangan
Labetalol (trandate) D: PO: M: 100 mg, b.i.d Untuk hipertensi.
R: 200-800 mg/hari dalam Kategori kehamilan C.
dosis terbagi 2.

Antagonis Angiotensin (Penghambat Enzim Pengubah Angiotensin)

Obat dalam golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE) yang
nantinya akan menghambat pembentukan angiotensin II (vasokonstriktor) dan
menghambat pelepasan aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan
ekskresi kalium. Jika aldosteron dihambat, natrium diekskresikan bersama-sama
dengan air. Katopril, enalapril, dan lisinopril adalah ketiga antagonis angiotensin.
Obat-obat ini digunakan pada klien yang mempunyai kadar renin serum yang
tinggi.

Efek Samping. Efek samping dari obat-obat ini adalah mual, muntah, diare, sakit
kepala, pusing, letih, insomnia, kalim serum yang berlebihan (hiperkalemia), dan
takikardia. Akibat adanya risiko hiperkalemia obat-obat ini tidak boleh digunakan
bersama-sama diuretic hemat kalium.

DOSIS OBAT ANTAGONIS ANGIOTENSIN (ACE INHIBITOR)

Obat Dosis Pemakaian dan


Pertimbangan
Kaptopril (Capoten) D: PO: M: 12,5-25 mg, Untuk hipertensi yang
b.i.d., t.i.d. ringan sampai berat dan
R: 25-50 mg, t.i.d. PJK. Dapat digunakan
Maks: 450 mg/hari. tersendiri atau bersama
diuretic. Kategori
kehamilan C.
Enalapril (Vasotec) D: PO: M: 5 mg/hari. Serupa dengan kaptopril.
R: 10-40 mg/hari sebagai Kategori kehamilan C.
dosis tunggal atau dalam
dosis terbagi dua.
Lisinopril (Zestril) D: PO: M: 10 mg/hari. Untuk hipertensi.
R: 20-40 mg/hari. Kategori kehamilan C.

DOSIS OBAT PENGHAMBAT RANTAI KALSIUM

Obat Dosis Pemakaian dan


Pertimbangan
Nifedipin (procardia SR) 0: PO: SR: 30-60 mg/hari. Untuk hipertensi (bentu
sustained-release).
Kategori kehamilan C.
Diltiazem (cardizem SR) D: PO: SR: 60-120 mg, b.i.d. Untuk hipertensi (bentu
Maksimal: 240-360 mg. sustained-release).
Kategori kehamilan C.
Verapamil (calan SR, D: PO: SR: 240 mg/hari. Untuk hipertensi (bentu
Isoptin SR) sustained-release).
Diberikan bersama
makanan.
Kategori kehamilan C.
Keterangan: D: dewasa; A: anak-anak; PO: per oral; IV: intravena; M: dosis mula-mula; R:
dosis rumatan; Maks: dosis maksimum; SR: bentuk obat sustained-release; PRN: jika perlu;
MAO: penghambat mono amin oksidase
Sumber: Kee dan Hayes, 1996.

Implikasi Keperawatan Pemberian Obat Antihipertensi

1. Ajarkan klien dan angota keluarganya metode-metode nonfarmakologis


untuk menurunkan tekanan darah seperti: diet rendah lemak dan rendah
garam, control berat badan, teknik relaksasi, olahraga, berhenti merokok,
dan mengurangi minum alcohol (satu sampai dua oz per hari).
2. Nasihati klien bahwa antihipertensi (vasodilator) dapat menimbulkan rasa
pusing akibat hipotensi ortostatik. Beritahu klien untuk berada dalam
posisi duduk selama beberapa menit sebelum berdiri. Nasihati klien yang
masih aktif seksualitas bahwa obat-obat antihipertensi dapat menimbulkan
perubahan pada aktivitas seksual, karena impotensi dapat terjadi.
3. Beritahu klien untuk patuh terhadap regimen obat. Penghentian obat
antihipertensi yang secara tiba-tiba dapat menyebabkan hipertensi
rebound.
4. Beritahu klien atau anggota keluarganya untuk memeriksa tekanan
darahnya. Ini akan membantu dalam menentukan efektivitas regimen
obat. Nasihati klien yang menggunakan metilpoda bahwa warna urine
dapat berubah menjadi gelap. Hal ini tidak berbahaya dan hanya
berlangsung beberapa minggu.
5. Nasihati klien untuk melaporkan jika mengalami konstipasi. Makanan
tinngi serat, pelunak tinja, dan menambah masukan air (kecuali pada PJK)
biasanya dianjurkan.
6. Nasihati klien untuk menghindari pemakaian obat-obat bebas tanpa
terlebih dahulu memeriksanya ke dokter. Banyak dari obat bebas
memberikan peringatan untuk tidak digunakan jika terdapat hipertensi.

H. Diagnosis Keperawatan

Dalam membuat diagnosis keperawatan, perawat harus menghubungkan


gejala atau keluhan yang diperlihatkan oleh klien terhadap tanda fisik yang
terjadi.

Diagnosis: Risiko kekambuhan/ketidakpatuhan terhadap program


perawatan diri yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan program
pengobatan, aturan penanganan, dan kontrol proses penyakit.

I. Rencana Intervensi
Resiko kekambuhan/ketidak patuhan program perawatan diri yang berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan program pengobatan, aturan penanganan,dan
kontrol proses penyakit.

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam pengetahuan program pengobatan, dan kontrol
penyakit dapat terpenuhi.

Intervensi:

1. Diskusikan dengan klien mengenai tekanan darah

2. Diskusikan farmakokinetik dan farmako dinamik obat-obat hipertensi yang


dimiliki klien

3. Jelaskan mengenai manfaat dari rendah garam, rendah lemak, dan


mempertahankan berat badan ideal

4. Diskusikan dengan klien menenai makanan rendah garam dan rendah lemak

5. Jelaskan kepada klien dan keluarga mengenai faktor-faktor yang dapat


meningkatkan resiko kambuh, seperti: rokok dan garam berlebihan

6. Berikan dukungan kepada klien dan keluarga tentang pentingnya program


pemeliharaan tekanan darah

7. Jelaskan kepada klien bila berat badan meningkat dan terdapat edema
ekstremitas agar segera memeriksakan diri

8. Menyarankan kepada keluarga agar memanfaatkan sarana kesehatan di


masyarakat

9. Setelah meminumobat antihipertensi, maka pantau tanda-tanda vital terutama


tekana darah dan denyut nadi

10. Setelah meminum obat antihipertensi jangka panjang, maka lakukan


pemantauan elektrilit serum, terutama kadar kalium serum
Evaluasi

1. Memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat

a. Teraba denyut nadi perifer

b. Kadar BUN dan keratin serum stabil

c. TD dalam rentang yang dapat diterima dengan pengobatan

2. Mematuhi program asuhan diri

a. Meminum obat sesuai resep dan melaporkan efek samping

b. Mematuhi aturan dietmengukur TD sendiri secara teratur

c. Berlatih secara teratur

3. Bebas dari komplikasi

a. Tidak terjadi penurunan ketajaman penglihatan

b. Tidak terjadi dipsnea dan edema, dan lain-lain.

2.3 PROSES KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT


BUERGER (TROMBOANGITIS OBLITERANS)

Penyakit buerger adalah suatu keadaan dimana arteri dan vena ukuran sedang
dan kecil mengalami inflamasi berulang (rekuen), terutama pada bagian
ekstremitas bawah dan atau juga mengakibatkan pembentukan trombus serta
penyumbatan pembuluh darah.

A. Etiologi

Penyebab penyakit Burger tidak diketahui, namun dipercya merupakan suatu


vaskulitis autoimun. Kebanyakan terjadi pada pria 20-35 tahun, dan dilaporkan
pada semua ras di seluruh wilayah dunia.

B. Patofisiologi
Peradangan pada arteri perifer akan menyebabkan suatu oklusi arteri.
Respons peradangan hampir sama sperti peradangan di tempat lain dengan
manifestasi akhir adalah terjadi penyembuhan dengan disertai lesi trombosis yang
menyebabkan obstruksi vaskular.

Apabila penyakit berlanjut akan menyebabkan kemerahan atau sianosis


bila ekstremitas dalam posisi tergantung. Respon oklosi pada arteri ini
dilanjutkan dengan dihentikannya aliran darah secara lokal dan terjadinya
iskemia jaringan lokal sesuai distribusi aliran darah yang tersumbat, lama
kelamaan akan berkembang menjadi ulkus.

C. Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan kram pada kaki atau tungkai
sehabis latihan yang dapat dihilangkan dengan istrirahat. Terkadang nyeri
semakin parah akibat gangguan emosi dan merokok.

Nyeri adalah gejala utama pada penyakit burger. Keluhan nyeri pada saat
istirahat, perasaan terbakar, atau sensitif terhadap dingin adalah gejala awal.
Nyeri pada istirahat terjadi terus menerus dan sifat nyerinya tidak berubah. Pada
pengkajian fisik klien yang sudah kronis sering didapatkan adanya kerusakan
integritas kulit seperti ulkus dan luka gangren yang bersifat lokal.

D. Pemeriksaan Diagnostik

Arteriografi dapat menegakkan diagnostik penyakit artei oklusif.

E. Pengkajian Penatalaksanaan Medis

Tujuan utamanya adalah memperbaiki sirkulasi pada ekstremitas,


mencegah berkembangnya penyakt, dan melindungi ektremitas dari taruma dan
infeksi. Pasien dianjurkan untuk berhenti merokok secara total. Gejala sering
hilang dengan berhenti merokok. Vasodilatasi jarang diberikan karena dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh yang sehat.

Penghambatan simpatis regional atau ganglionektomi merupakan


penanganan pilihan pada beberapa kasus untuk menghasilkan vasodilatasi
sehingga aliran darah dapat meningkat. Indikasi amputasi adala gangren yang
memburuk, terutama bila basah, nyeri istirahat berat atau sapsis berat.

F. Diagnosis keperawatan

1. Nyeri yang berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jaringan


sekunder dari adanya oklusi pembuluh darah perifer

2. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan adanya ulkus dan


gengren pada ektremitas sekunder akibat terhentinya aliran darah ke
ekstremitas

3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan nyeri dan kram pada kaki

4. Kecemasan yang berhubungan dengan rencana operasi untuk amputasi,


ancaman atau perubahan kesehatan.

G. Rencana Intervensi

Nyeri yang berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jaringan sekunder


dari adanya oklusi pembuluhh darah perifer.

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam terdapat penurunan respon nyeri ekstremitas.

Kriteria: secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif
didapatkan TTV dalam batas normal dan wajah rileks.

Intervensi:

a. Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama, dan penyebaran. Lakukan


manajemen nyeri keperawatan:

Atus posisi fiologis

1. Isrrahatkan klien

2. Manajemen lingkungan: lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.

3. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam


4. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

5. Lakukan manajemen sentuhan.

b. Kolaborasi pemberian analgetik

c. kolaborasi untuk tindakan amputasi

d. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan adanya ulkus dan


gengren pada ekstremitas sekunder dan berhentinya aliran darah ke
ekstremitas

Tujuan: dalam 7x24 jam integritas kulit membaik secara optimal.

Kriteria: pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, pengeluaran


pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.

Intervensi:

a. Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjai pada klien. Lakukan perawatan
luka. Yaitu:

1. Lakukan perawatan luka dengan teknik steril

2. Kaji keadaan luka dengan teknik menuka balutan mengurangi stimulus nyeri,
bila melekat kuat perban diguyur dengan NaCl

3. Lakukan pembersihan luka dengan dari dalam keluar dengan cairan NaCl

4. Tutup luka dengan kasa steril atau dikompres dengan NaCl dicampus dengan
antibiotik

5. Lakukan nekrotomi pada jaringan yang sudah mati

6. Rawat luka setiap hari atau setiap kali pembalut basah atau kotor

7. Hindari penggunaan peralatan perawatan luka yang sudah kontak dengan


klien osteomielitis, jangan digunakan lagi untuk melakukan perawatan luka
pada klien lain.
8. Gunakan perban elastis dan gips spalk pada luka disertai kerusakan tulang
atau pembengkakan pada sendi.

9. Evaluasi pembebat terhadap revolusi edema

b. Evaluasi kerusakan , pembengkakan, dan pertumbuhan jaringan lakukan


perubahan intervensi bila setelah waktu yang ditetapkan tidak ada
perkembangan pertumbuhan jarimgan yang optimal

c. Kolaborasi: dengan tim bedah untuk melakukan amputasi

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan nyeri dank ram pada kaki.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam aktivitas klien mengalami peningkatan.
Kriteria: klien tidak mengeluh pusing, alat dan sarana untuk memenuhi
aktivitas tersedia dan mudah klien jangkau, TTV dalam batas normal, CRT <
3 detik, urin > 600 ml/hari.
Intervensi Rasional
Catat frekuensi dan irama jantung serta Respon klien terhadap
perubahan tekanan darah selama sesudah aktivitas dapat
aktivitas. mengindikasikan respon nyeri
yang parah.
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas dan Menurunkan kerja kebutuhan
berikan aktivitas senggang yang tidak berat. oksigen jaringan.
Jelaskan pola penigkatan bertahap dari Aktivitas yang maju
tingkat aktivitas, contoh: bangun dari kursi memberikan control jantung,
roda bila tak ada nyeri, ambulasi dan istirahat meningkatkan regangan dan
selama 1 jam setelah makan. mencegah aktivitas berlebihan.

Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau
perubahan kesehatan.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien berkurang
Intervensi Rasional
Bantu klien mengekpresikan perasan marah, Cemas berkelanjutan
kehilangan dan takut. memberikan dampak serangan
jantung selanjutnya.
Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, Reaksi verbal/non verbal dapat
damping klien dan lakukan tindakan bila menunjukan rasa agitasi,
kliden menunjukan periaku merusak. marah dan gelisah.
Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat
meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat
penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi Mengurangi rangsangan
kecemasan, beri lingkungan yang tenang dan eksternal yang tidak perlu.
suasana penuh istirahat.
Tingkatkan control sensasi klien. Control sensasi klien (dalam
menurunkan ketakutan)
dengan cara memberikan
informasi tentang keadaan
klien, ,enekankan pada
penghargaan terhadap sumber
koping (pertahanan diri) yang
positif, membantu latihan
relaksasi, dan teknik
pengalihan, serta memberikan
respons balik yang positif.
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin Orientasi dapat menurunkan
dan aktivitas yang diharapkan. kecemasan.
Beri kesempatan pada klien untuk Dapat menghilangkan
mengungkapkan ansietasnya. ketegagan terhadap
kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
Beri privasi untuk klien dan orang terdekat. Member waktu untuk
mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas, dan
perilaku adaptasi. Adanya
keluarga dan teman-teman
yang dipilih klien melayani
aktivitas dan pengalihan
(misalnya, membaca) akan
menurunkan perasaan
terisolasi.
Kolaborasi: berikan anticemas sesuai Meningkatkan relaksasi dan
indikasi, contoh diazepam. menurunkan kecemasan.

2.4 Asuhan Keperawatan Klien dengan Vena Varikosa (Varises)

Varises adalah suatu keadaa ketika terjadi dilatasi abnormal pada vena
superficial dengan manifestasi vena menjadi panjang dan berkelok-kelok yang
disebabkan oleh katup vena yang tidak kompeten. Biasanya kondisi ini terjadi
pada eketremitas bawah dan vena safena atau badan bawah, namun sebenarnya
dapat terjadi dimana pun.

A. Etiologi

Penyebab varises primer adalah kelemahan structural pada dinding


pembuluh darah yang diturunkan. . dilatasi dapat disertai dangguang katup vena,
karena daun katup tidak mampu menutup dan menahan aliran refluks. Varises
primer cenderung terjadi pada vena permukaan karena kurangnya dukungan dari
luar atau kurangnya resistensi jaringan subkutan.

B. Patofisiologi

Varises sekunder disebabkan oleh gangguang patologi system vena


dalam, yang timbul kongnital atau didapat sejak lahir. Hal ini menyebabkan
dilatasi vena permukaan, penghubung atau kolateral. Jika katup vena penghubung
(penyembung) tidak berfungsi dengan baik, maka peningkatan sirkuit vena dalam
akan menyebabkan aliran balik darah ke dalam vena penghubung. Darah vena
akan dialirkan ke vena permukaan dari vena dalam. Hal ini merupakan factor
predisposisi timbulnya varises sekunder pada vena permukaan. Pada keadaan ini,
vena permukaan berfungsi sebagai pembuluh kolateral untuk system vena dalam.

C. Anamnesis

Anamnesis mengenai factor predidposisi memiliki kecenderungan


keturunan dari generasi ke generasi terdahulu. Pengkajian difokuskan mengenai
pekerjaan dan kebiasaan dengan factor yang meningkatkan tekanan hidrostatik
dan volume darah pada tungkai, misalnya berdiri terlalu lama atau kehamilan.
Varises primer sering menimbulakn nyeri tumpul yang ringan pada tungkai,
terutama menjelang malam. Rasa tidak nyaman karena varises sekunder
cenderung lebih berat. Diagnosis varises vena mudah dilakukan dan didasarkan
pada observasi dan palpasi vena yang berdilatasi. Tromboflebitis permukaan atau
perdarahan dengan ekimosis dapat terjadi. Komplikasi tidak lazim terjadi, namun
varises sekunder dapat menyebabkan terjadinya edema, dermatitis statis, atau
ulserasi. Apabila terjadi obstruksi vena dalam pada varises, klien akan
menunjukan tanda dan gejala insufisiensi vena kronis, seperti: edema, nyeri,
pigmentasi, dan ulserasi. Terjadi peningkatan kepekaan terhadap cedera dan
infeksi.

D. Pemeriksaan diagnostik

1. Uji brodie-tredelenburg
Uji ini memperlihtakan aliran balik darah melalui katup inkompeten vena
superficial dan cabang-cabang yang berhubungan dengan vena dalam
tungkai. Klien diminta berbaring, tungkai yang terkena ditinggikan untuk
mengosongkan vena. Pasang torniket karet lunak di sekeliling tungkai atas
untuk menyumbat vena dank lien diminta berdiri. Apabila katup vena
komunikans inkompeten, maka darah akan mengalir dari vena dalam ke
vena superficial. Apabila saat torniket dilepas darah mengalir dengan
cepat dari atas ke vena superficial, artinya bahwa katup vena superficial
juga inkompeten. Uji ini dilakukan untuk menentukan jenis penanganan
yang direkomendasikan untuk varises.
2. Uji perthes
Suatu prosedur diagnostic yang dengan mudah menunjukan apakah
system vena dalan dan vena komunikasns semuanya kompeten. Sebuah
torniket dipasang tepat di bawah lutut, kliedn diminta untuk berjalan-
jalan. Apabila varises menghilang, artinya system vena dalam dan
pembuluh komunikans kompeten. Apabila pembuluh darah tidak mampu
mengosongkan diri, namun justru mengalami distensi saat berjalan,
artinya terjadi inkompetensi atau obstruksi.
Uji diagnostic tambahan untuk mengetahui adanya varises adalah Doppler
flow meter, venografi, dan pletismografi. Doppler flow meter dappat
mendeteksi adanya aliran balik di vena superficial dengan inkompetensi
katup setelah penekanan tungkai. Venografi meliputi penguntikan media
kontras radiografi ke dalam vena tungkai sehingga anatomi vena dapat
ditampilkan melalui penelitian sinar X oada berbagai gerakan tungkai.
Pletismografi mengukur perbahan dalam volune darah vena.

E. Pengkajian Penatalaksanaan Medis


a. Pengobatan
Pada varises kecil yang asimtomatik dapat dipertimbangkan suntikan
dengan obat sklerotik. Akan tetapi skleroterapi saat ini hanya memiliki
peranan kecil.
b. Operasi
Dapat diindikasikan untuk memperbaiki penampilan tungkai
bawah,menghilangkan rasa tidak nyaman, atau menghindari
tromboflebitis permukaan rekuren. Pada operasi biasanya dilakukan ligasi
dan pemotongan vena safena magna dan parva. Gejala yang mungkin
terjadi adalah tegang, kram otot, kelelehan otot tungkai bawah. Edema
tumit dan terasa berat tungkai dapat pula terjadi. Kram sering terjadi di
malam hari.
c. Analgesik
Berguna dalam memberikan rasa nyaman bagi klien untuk ekstremotas
yang terjena dengan lebih nyaman. Nalutan diinspeksi akan adanya
perdarahan, khususnya di selangkangan dimana risiko perdarahan paling
tinggi.perasaan hipersensitif terhadap rabaan pada ekstremitas yang baru
dioperasi menunjukan adanya cedera saraf sementara atau permanen
akibat pembedahan. Vena safena dan saraf berjalan berdampingan di
sepanjang tungkai. Klien memerlukan stoking elastic dalam jangka
panjang setelah pemu;angan. Harus dibuat rencana untuk menyediakan
stoking dan perban elastic secukupnya, serta latihan tungkai.
d. Skleroterapi
Pada skleroterapi disuntikan bahan kimia iritatif, seperti 0,5% natrium
tetradecyl sulfat (sofradecol) ke dalam vena yang akan mengiritasi
endotel vena serta menyebabkan flebitis dan fibrosis local. Akibatnya
terjadi obliterasi lumen vena meluruh. Skleroterapi lebih bersifat paliatif
daripada kuratif. Setelah penyuntikan bahan sklerosing, kemudian
dipasang balut elastic pada tungkai. Balutan ini dipertahankan sekitar 5
hari. Setelah itu, diganti menjadi stoking elastis 5 minggu kemudian.
Berjalan-jalan sangat penting untuk memelihara aliran darah tungkai.
Apabila klien merasakan rasa terbakar pada tungkai yang disuntik dalam 1
atau 2 hari, maka untuk mengjilangkannya cukup diberi analgetik ringan
atau klien diminta utuk berjalan-jalan. Balutan pertama harus dibuka oleh
petigas kesehatan.
F. Diagnosis keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan adanya statis vena sekunder karena
adanya varises pada ekstremitas.
2. Gangguan gambaran diri yang berhubungan dengan perubahan pada
ekstremitas pembesaran pembuluh darah vena pada ekstremitas.
G. Intervensi keperawatan
Penurunan sensasi nyeri dan gambaran diri efektif adalah sebagai berikut:
1. Angkat kaki dan pasang stoking
2. Hindari aktivitas berdiri lama
3. Anjurkan aktivitas rutin
Klien dianjurkan untuk berjalan sejauh 1 atau 2 mil bila tidak ada
kontraindikasi. Berjalan menaiki tangga sangat berguna untuk
memperbaiki sirkulasi. Berenang juga merupakan latihan yang bagus
untuk tungkai.

4. Pantau berat badan klien

BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

a. Kekacuan metabolisme yang progresif menyebabkan syok menjadi berlarut-


larut, yang dapat menyebabkan kerusakan multisistem dan kemunduran sel.
Syok kardiogenik bersifat progresif dan terus memburuk.

b. Diagnosa keperawatan pada syok kardiogenik, yaitu: gangguan pertukaran


gas berhubungan dengan hipoksemia

Anda mungkin juga menyukai