Gawatdaruratan
1
- Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat,
hingga
dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.
2.Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh
penanganan
yang Iebih memadai.
- Menanggulangi korban bencana.
a. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
b. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
c. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa
(henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
d. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh.
Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi
korban dari kedinginan.
e. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan
yakinkan akan ditolong.
f. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada
kondisi yang membahayakan.
g. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan
anastesi umum dalam waktu dekat.
h. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan
terdapat alat transportasi yang memadai.
Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati pimpinan masing-
masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan Protap yang telah tersedia, maka
perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak langsung sesuai dengan
2
prosedur tetap rumah sakit yang berlaku. Peran ini sangat dekat kaitannya dengan upaya
penyelamatan jiwa pasien secara langsung.
Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian
dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang
mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara
lain (Fulde, 2009) :
a) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka
jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin
memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus
dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala,
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi
lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
3
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan
bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk
mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
4
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter
dan kualitas pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai
kebutuhan.
Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan
pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin,
penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya
tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan
telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya
menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera
5
adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis.
Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien
secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
Lakukan treatment terhadap hipoper
Merupakan ruang perawatan intensif dengan peralatan khusus dan staf khusus untuk
menanggulangi pasien gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi lain.
6
NICU ( Neonate Intensive Care Unit )
Merupakan unit perawatan intensif untuk bayi baru lahir ( neonatus ) yang
memerlukan perawatan khusus misalnya berat badan rendah, fungsi pernafasan
kurang sempurna, prematur, mengalami kesulitan dalam persalinan, menunjukkan
tanda tanda mengkuatirkan dalam beberapa hari pertama kehidupan, yang
diperuntukan untuk bayi baru lahir sampai usia 28 hari.
Merupakan unit perawatan intensif untuk anak-anak, adalah ICU untuk anak dengan usia 29 hari
sampai 18 tahun. Sama seperti pemantauan dan tindakan invasif dan non-invasif yang dapat
dilakukan di ICU dewasa,semua hal tersebut dapat dilakukan di NICU/PICU. Pada awalnya
NICU/PICUdiperkenalkan pada awal abad ke-20 untuk menolong bayi-bayi premature
7
Transportasi Gawat Darurat :
Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board bila diduga patah tulang
belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan dilakukan Survey
Primer, Resusitasi jika perlu.
Tulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang paling kuat
diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang beraksi pada tutlang tersebut juga paling
kuat.
Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga terutama pada paha
dan bukan dengan membungkuk angkatlah dengan paha, bukan dengan punggung.
Alat Ekstriksi dan Transportasi.E x t r i c a t i o n ( e k s t r i k a s i ) a d a l a h t e k n i k -
t e h n i k y a n g d i l a k u k a n u n t u k m e l e p a s k a n penderita dari jepitan dan kondisi
medan yang sulit dengan mengedepankan prinsips t a b i l i s a s i A B C D . E k s t r i k a s i d a p a t
d i l a k u k a n s e t e l a h k e a d a a n a m a n b a g i p e t u g a s penolong, dan seringkali memerlukan
hal-hal yang bersifat rescue untuk mempermudah pertolongan yang akan dilakukan dan
membebaskan benda-benda yangmempersulit pelaksanaan ekstrikasi contohnya
memotong pintu kendaraan, membukakap kendaraan, mengangkat korban dari dasar
atau tepi jurang, menolong korban terjun payung yang tersangkut di gedung atau pohon
yang tinggi dsb.
8
Pengertian Resusitasi
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah upaya mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang
berhenti oleh berbagai sebab dan boleh membantu memulihkan kembali kedua-dua fungsi
jantung dan paru ke keadaan normal. Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat
akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah
kematian biologis (CPR / RJP-Resusitasi Jantung Paru pada orang dewasa terbaru adalah 30
kompresi pada jantung CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP (Resusitasi Jantung – Paru)
adalah hal yang penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan
pasien kegawat daruratan di RS ataupun di luar RS.
CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban yang mengalami
henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas (misalnya : near drowning). RJP
dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing)
dan kompresi jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan ambulance
datang.
Tujuan
• Mengembalikan fungsi pernafasan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) atau henti jantung
(cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk
hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.
• Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung) dan ventilasi (fungsi
pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui
Cardio Pulmonary Resuciation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).
9
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi
darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh
masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan
karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. (Staf
pengajar ilmu kesehatan anak, 1985)
Gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksemia, hiperkapnea
(peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri), dan asidosis
PENTALAKSANAAN
• Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
• Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
• Inhalasi nebuliser
• Fisioterapi dada
• Pemantauan hemodinamik/jantung
• Pengobatan
a). Brokodilator
b). Steroid
• Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
Ventilasi mekanik (VM) adalah suatu alat yang mampu membantu (sebagian) atau mengambil
alih (semua) pertukaran gas paru untuk mempertahankan hidup.
Ventilasi mekanik biasa digunakan untuk meningkatkan ventilasi alveolar dengan demikian
mengurangi regangan pernafasan pada penderita yang pernah mengalami kegagalan pernapasan
10
Ventilator diklasifikasikan sesuai dengan cara mengakhiri fase inspirasi:
1. Volume-cycled mengakhiri fase inspirasi setelah memberikan sejumlah volume udara praset
tertentu.
2. Pressure-cycled mengakhiri fase inspirasi setelah memberikan sejumlah tekanan praset tertentu.
3. Time-cycled mengahiri fase inspirasi setelah praset waktu tertentu.
Membantu tekanan positif dalan jalan nafas sehingga udara masuk paru.
Ada 2 kelompok, yaitu: (1) ventilator yang memberi gas dengan volume besar, tekanan
tinggi dan frekuensi rendah (ventilator biasa), (2) ventilator dengan volume kecil, tekanan
rendah, memakai frekuensi tinggi (high frequency ventilator).
Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Pada pasien Shock
11
udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan
cairan. Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: Nadi: nadi yang
cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada
pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan
masih perlunya transfusi cairan. Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk
mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang,
menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas
teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa
diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2–5 µg/kg/menit
bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8–12 cmH2O), dan bila masih
terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin,
menunjukkan masih perlu transfusicairan
Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi. 2. Berikan oksigen
8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg 3.
Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan
pemberian morfin. 4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang
terjadi. 5. Bila mungkin pasang CVP. 6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk
menelitihemodinamik.
Syok Obstruktif.
Syok obstruktif adalah syok yang diakibatkan oleh gangguan pengisian
pada ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bisa
menyebabkan penurunan Cardiaac Output. Hal ini biasa terjadi pada
obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada
pericardium (misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa atrial
myxoma.
12
Syok Distributif.
Syok distributive adalah syok yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada
distribusi volume sirkulasi, baik karena perubahan resistensi pembuluh darah
ataupun akibat perubahan permeabilitasnya. Hal ini biasa terjadi pada keadaan
sepsis, anafilaktik ataupun neurogenik.
1. Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau hasil CT Scan
abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilang kesadaran, sakit kepala sedang–berat,
pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur tengkorak, rinorea-otorea, cedera
penyerta yang bermakna, tidak ada keluarga yang di rumah, tidak mungkin kembali ke
rumah sakit dengan segera, dan adanya amnesia. Bila tidak memenuhi kriteria rawat
maka pasien dipulangkan dengan diberikan pengertian kemungkinan kembali ke rumah
sakit bila dijumpai tanda-tanda perburukan.
2. Observasi tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara periodik setiap ½- 2 jam.
3. Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali memang sama
sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal.
1. Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100% dan jangan
banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat disingkirkan.
13
2. Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi korban agar tetap
normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfusi darah jika Hb kurang
dari 10 gr/dl.
3. Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS dan
pemeriksaan batang otak secara periodik.
4. Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin pada penderita
dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang mencolok.
5. Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1, furosemide diuretik
1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri, berikan anti perdarahan.
6. Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang jika
penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala terbuka, rhinorea,
otorea.
7. Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan gastrointestinal.
8. Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.
9. Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi.
10. Fisioterapi dan rehabilitasi.
14
Penatalaksanaan Asuhan keperawatan
Gawatdarurat Pada pasien trauma
dada
Yang sering terjadi adalah Deselesari cepat ke depan yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor.
Pada kecelakaan kendaraan bermotor,terdapat 3 hal yang perlu
diperhatikan,yaitu:
Benturan mesin
Benturan bodi
Benturan organ
Tabrakan kendaraan bermotor bermotor terjadi dalam beberapa bentuk,tiap bentuk mempunyai
pola cederanya masing-masing.
Keempat bentuk kecelakaan yang umumnya terjadi adalah:
15
Tabrak Depan
Pada jenis tabrakan ini,penumpang tanpa sabuk pengaman akan terhenti mendadak dan pemindahan
energi yang terjadi akan menimbulkan cedera ganda.
Primary Survey
A. Airway
Patensi airway dan ventilasi harus dinilai dengan mendengarkan gerakan udara pada
hidung penderita, mulut, dan dada serta dengan onspeksi pada daerah orofaring untuk
sumbatan airway oleh benda asing dan dengan mengobservasi retraksi otot-otot
interkostal dan supraklavikular.
16
Breathing
Walaupun jalan nafas sudah bersih dan paten, pernafasan masih mungkin belum adekuat.
Amati dada dan leher, harus dalam keadaan terbuka. Pergerakan penafasan dan kaulitas
pernafasan dinilai dengan observasi, palapasi, dan auskultasi. Jika perlu, ventilasi dibantu
dengan alat kantong berkatup yang dihubungkan dengan masker atau ETT.
Circulation
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas dan keteraturannya. Pada penderita hipovolemia,
denyut nadi arteri radialis dan arteri dorsalis pedis mungkin tidak teraba oleh karena volume
yang kecil. Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui
inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan temperature.
Survei sekunder
pengantar
Survei sekunder hanya akan dimulai setelah survei primer selesai dan anak tersebut stabil.
Terus pantau si anak
Kondisi kejiwaan,
Airway, laju pernafasan, saturasi oksigen,
Denyut jantung, tekanan darah, waktu pengisian kapiler.
Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada
mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga
pleura, sehingga mengakibatkan :
a. Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
b. Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
c. Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan
d. pada auskultasi bunyi vesikuler menurun.
17
Hematothorak
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada.
Ada perkusi terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada
auskultasi.
Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen
dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan
menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan
pernafasan paradoksal.
Tamponade jantung
Luka tembus / tusuk jantung adalah penyebab kematian utama pada daerah
perkotaan.Tamponade jarang terjadi akibat trauma tumpul.
18
Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda
tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya
tim medis.
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan
melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau
untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ
tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam
tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut
dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien.
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
g. Kirim ke rumah sakit.
Penatalaksanaan
1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus
melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
19
Dengan kontrol tulang belakang. Membukajalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’
atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat –
dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya
pernapasan).
Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat,
maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) :
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
20
Penatalaksaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
21
Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk persendian
terhadap tulang lain. (Sjamsuhidajat,2011. Buku Ajar lImu Bedah, edisi 3,Halaman 1046)
Klasifikasi
Klasifikasi dislokasi menurut penyababnya (Brunner & Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol
3,Halaman 2356) adalah:
1. Dislokasi congenital, terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering
terlihat pada pinggul.
2. Dislokasi spontan atau patologik, akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang
yang berkurang
3. Dislokasi traumatic, kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
MANIFESTASI
Ciri-ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh cara
pemberian,apakah melalui mata,paru,lambung atau melalui suntikan. Karena hal
ini mungkin mengubah tidak hanya kecepatan absorpsi dan distribusi suatu bahan
toksik,tetapi juga jenis dan kecepatan metabolismenya,pertimbangan lain meliputi
perbedaan respon jaringan.
22
PENGKAJIAN
Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan napas dan sirkulasi yang
mengancam jiwa, adaya gangguan asam basa, keadaan status jantung, status kesadaran. Riwayat
kesehatan : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan,
ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan
terjadinya.
PENATALAKSANAAN
23
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus
dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran
pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas
berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni
lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau
menggunakan alat bag – valve – mask.
Envenomation
Contoh :
Kelabang atau Lipan (bahasa Inggris: centipede) merupakan hewan arthropoda yang tergolong
dari kelas Chilopoda dan upafilum Myriapoda. Kelabang adalah hewan metameric yang
memiliki sepasang kaki di setiap ruas tubuhnya. Hewan ini termasuk hewan yang berbisa, dan
termasuk hewan nokturnal.
- Efek Gigitan:
a. Perawatan di Lapangan
Seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk mempertahankan pasien
sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat. Sering penatalaksanaan dengan autentisitas yang
kurang lebih memperburuk daripada memperbaiki keadaan, termasuk membuat insisi pada luka
gigitan, menghisap dengan mulut, pemasangan turniket, kompres dengan es, atau kejutan listrik.
Perawatan di lapangan yang tepat harus sesuai dengan prinsip dasar emergency life support.
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari pertolongan
medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:
• T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban.
Tenangkan pasien untuk menghindari hysteria selama implementasi ABC (Airway, Breathing,
Circulation); pertolongan pertama :
• Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus mengigit dan
menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut sampai bisa mereka habis.
• Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat ditangani secara
efektif di instalasi gawat darurat. Batasi aktivitas dan imobilisasi area yang terkena (umumnya
satu ekstrimitas), dan tetap posisikan daerah yang tergigit berada di bawah tinggi jantung untuk
mengurangi aliran bisa.
25
• Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk penggunaan. Alat
penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa keuntungan jika digunakan dalam beberapa
menit setelah envenomasi. Alat ini telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu, namun
alat ini semakin tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa secara signifikan, dan mungkin alat
penghisap dapat meningkatkan kerusakan jaringan lokal.
• Buka semua cincin atau benda lain yang menjepit / ketat yang dapat menghambat aliran
darah jika daerah gigitan membengkak. Buat bidai longgar untuk mengurangi pergerakan dari
area yang tergigit.
• Monitor tanda-tanda vital korban — temperatur, denyut nadi, frekuensi nafas, dan tekanan
darah – jika mungkin. Tetap perhatikan jalan nafas setiap waktu jika sewaktu-waktu menjadi
membutuhkan intubasi.
• Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular yang mengigit
kemungkinan berbisa.
• Segera dapatkan pertolongan medis. Transportasikan korban secara cepat dan aman ke
fasilitas medis darurat kecuali ular telah pasti diidentifikasi tidak berbahaya (tidak berbisa).
Identifikasi atau upayakan mendeskripsikan jenis ular, tapi lakukan jika tanpa resiko yang
signifikan terhadap adanya gigitan sekunder atau jatuhnya korban lain. Jika aman, bawa serta
ular yang sudah mati. Hati-hati pada kepalanya saat membawa ular – ular masih dapat mengigit
hingga satu jam setelah mati (dari reflek). Ingat, identifikasi yang salah bisa fatal. Sebuah gigitan
tanpa gejala inisial dapat tetap berbahaya atau bahkan fatal.
• Jika berada di wilayah yang terpencil dimana transportasi ke instalasi gawat darurat akan
lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit. Jika memasang bidai, ingat untuk memastikan
luka tidak cukup bengkak sehingga menyebabkan bidai menghambat aliran darah. Periksa untuk
memastikan jari atau ujung jari tetap pink dan hangat, yang berarti ekstrimitas tidak menjadi
kesemutan, dan tidak memperburuk rasa sakit.
• Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan tidak terdapat efek mayor dari luka
lokal, dapat dipasang pembalut dengan teknik imobilisasi dengan tekanan. Teknik ini terutama
digunakan untuk gigitan oleh elapid Australia atau ular laut. Balutkan perban pada luka gigitan
dan terus sampai ke bagian atas ekstremitas dengan tekanan seperti akan membalut pergelangan
kaki yang terpeleset. Kemudian imobilisasi ekstremitas dengan bidai, dengan tetap
memperhatikan mencegah terhambatnya aliran darah. Teknik ini membantu mencegah efek
sistemik yang mengancam nyawa dari bisa, tapi juga bisa memperburuk kerusakan lokal pada
sisi gigitan jika gejala yang signifikan terdapat di sana.
Penatalaksanaan selanjutnya
26
• Margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 78.0pt; margin-right: 0cm;
margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: -35.45pt;"> 5) ABU 2 flacon dalam NaCl
diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit.
• Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon ABU lagi.
ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
Kegawatdaruratan
Obstetri
27
mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu
akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri,
perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),
perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri. Jenis-jenis Kegawatdaruratan
Obstetri Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik , yaitu : 1. Abortus Abortus adalah
pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20 minggu. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat per vagina,
pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian janin.Pada abortus septik, perdarahan
per vagina yang banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi
peritoneum, dan kemungkinan syok.
Hepotermi dan
Hipertermi
28
Penanganan
o Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu bayi normal
(jangan menggunakan es atau alcohol)
Segera hangatkan bayi apabila tersedia alat yang canggih seperti incubator,
gunakan incubator sesuai dengan ketentuan.
1. Hipotermia sedang
a. Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dan hangat
c. Ulangi, sampai panas tubuh ibu menghangatkan tubuh bayi tubuh bayi
menjadi hangat
f. Setelah tubuh bayi menjadi hangat, nasehati ibu cara merawat bayi di rumah
– Pencegahan hipotermia.
– Pencegahan infeksi.
29
Hipotermia berat
b. Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru bila perlu ibu dan bayi
berada dalam satu selimut / kain hangat yang disertai terlebih dahulu.
– Mengganti kain / pakaian / popok yang basah dengan yang kering dan hangat.
e. Beri ASI sedini mungkin dan lebih sering selama bayi menginginkan.
o Bila sadar, korban harus dibawa ke darat dan bantuan hidup dasar harus segera
dilakukan.
o Bila korban tidak sadar, tindakan resusitasi berupa pemberian napas (ventilasi)
buatan di dalam air akan tiga kali meningkatkan kemungkinan pasien selamat,
namun harus dilakukan oleh penolong yang terlatih. Tindakan kompresi dada di
dalam air tidak efektif. Korban biasanya akan berespon setelah pemberian beberapa
napas buatan. Bila tidak respons, kemungkinan korban mengalami henti jantung dan
harus dikeluarkan dari air atau dibawa ke darat untuk dilakukan resusitasi jantung
paru yang efektif.
3. Imobilisasi leher hanya diindikasikan pada korban yang dicurigai mengalami cedera
kepala leher, seperti pada kecelakaan saat menyelam, ski air, selancar air, atau kapal.
30
Posisi diupayakan ventrikal dan pertahankan jalan napas terbuka agar mencegah
muntah dan aspirasi air dan isi lambung.
o Bila tidak sadar namun masih bernapas, korban dibuat dalam posisi pemulihan
(lateral decubitus)
o Bila tidak bernapas, korban diberikan napas bantuan. Pada tenggelam korban dapat
gasping atau apneu namun jantung tetap berdetak. Henti jantung pada korban
tenggelam terjadi karena kekurangan oksigen sehingga urutan RJP mengikut urutan
ABC (airway, breathing, circulation) bukan CAB (circulation, airway, breathing).
Penolong memberikan napas bantuan 5 kali, lalu diikuti kompresi dada 30 kali,
selanjutnya napas bantuan 2 kali dan kompresi dada 30 kali
o Bila sadar, korban harus dibawa ke darat dan bantuan hidup dasar harus segera
dilakukan.
o Bila korban tidak sadar, tindakan resusitasi berupa pemberian napas (ventilasi)
buatan di dalam air akan tiga kali meningkatkan kemungkinan pasien selamat,
namun harus dilakukan oleh penolong yang terlatih. Tindakan kompresi dada di
dalam air tidak efektif. Korban biasanya akan berespon setelah pemberian beberapa
napas buatan. Bila tidak respons, kemungkinan korban mengalami henti jantung dan
harus dikeluarkan dari air atau dibawa ke darat untuk dilakukan resusitasi jantung
paru yang efektif.
3. Imobilisasi leher hanya diindikasikan pada korban yang dicurigai mengalami cedera
kepala leher, seperti pada kecelakaan saat menyelam, ski air, selancar air, atau kapal.
Posisi diupayakan ventrikal dan pertahankan jalan napas terbuka agar mencegah
muntah dan aspirasi air dan isi lambung.
31
JURNAL TERLAMPIR
32