Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Spektrofometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya
berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau
molekul analit. Salah satu agian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom
(SSA), merupakan metode analisis unsure secara kuantitatif yang pengukurannya
berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam
dalam keadaan bebas (Skoog et. al., 2000).
Pengembangan metode spektrometri serapan atom (AAS) baru dimulai sejak
tahun 1955, yaitu ketika seorang ilmuwan Australia, Walsh (1955) melaporkan hasil
penelitiannya tentang penggunaan “hollow cathode lamp” sebagai sumber radiasi yang
dapat menghasilkan radiasi panjang gelombang karakteristik yang sangat sesuai dengan
AAS. Pada tahun yang sama Alkemade dan Milatz (1955) melaporkan bahwa beberapa
jenis nyala dapat digunakan sebagai sarana untuk atomisasi sejumlah unsur. Oleh karena
itu, para ilmuwan tersebut dapat dianggap sebagai “Bapak AAS “.
Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) pertama kali dikembangkan oleh
Walsh Alkamede, dan Metals (1995). SSA ditujukan untuk mengetahui unsur logam renik
di dalam sampel yang dianalisis. Spektrofotometri Serapan Atom didasarkan pada
penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam keadaan gas, untuk itu diperlukan
kalor / panas. Alat ini umumnya digunakan untuk analisis logam sedangkan untuk non
logam jarang sekali, mengingat unsure non logam dapat terionisasi dengan adanya kalor,
sehingga setelah dipanaskan akan sukar didapat unsur yang terionisasi. Metode ini larutan
sampel diubah menjadi bentuk aerosol didalam bagian pengkabutan (nebulizer) pada alat
AAS selanjutnya diubah ke dalam bentuk atom-atomnya berupa garis didalam nyala.
Spektrofotometer serapan atom (SSA) sebetulnya adalah metode umum untuk
menentukan kadar unsur logam konsentrasi renik. Keadaan bentuk contoh aslinya tidak
penting asalkan contoh larut dalam air atau dalam larutan bukan air. Metode SSA
spesifikasinya tinggi yaitu unsure-unsur dapat ditentukan meskipun dalam
campuran.Pemisahan, yang penting untuk hampir-hampir semua analisis basah, boleh
dikatakan tidak diperlukan, menjadikan SSA sederhana dan menarik. Kenyataan ini,
ditambah dengan kemudahan menangani SSA modern, menjadikan analisis rutin dapat

1
dilakukan cepat dan ekonomis oleh tenaga laboratorium yang belum terampil.
Selain metode serapan atomic atau AAS, unsur-unsur dengan energi eksitasi
rendah dapat dianalisis juga menggunakan fotometri nyala. Namun, untuk unsur-
unsur dengan energi eksitasi tinggi hanya mampu dianalisis menggunakan
spektrometri serapan atom. Analisis dengan garis spektrum resonansi antara 400-
800 nm lebih baik dianalisis menggunakan fotometri nyala sedangkan antara 200-
300 nm metode AAS lebih baik daripada fotometri nyala.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana trace konsentrasi dari air sumur?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari praktikum ini adalah
1. Untuk menentukan trace konsentrasi dari air sumur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Latar Belakang AAS


Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang
pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang
diserap oleh spesi atom atau molekul analit.Salah satu bagian dari
spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA), Merupakan metode
analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan
penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam
dalam keadaan bebas.Sejarah SSA berkaitan erat dengan observasi sinar
matahari. Pada tahun 1802 Wollaston menemukan garis hitam pada
spektrum cahaya matahari yang kemudian diselidiki lebih lanjut oleh
Fraunhofer pada tahun 1820. Brewster mengemukakan pandangan bahwa
garis Fraunhofer ini diakibatkan oleh proses absorpsi pada atmoser
matahari. Prinsip absorpsi ini kemudian mendasari Kirchhoff dan Bunsen
untuk melakukan penelitian yang sistematis mengenai spektrum dari logam
alkali dan alkali tanah. Kemudian Planck mengemukakan hukum kuantum
dari absorpsi dan emisi suatu cahaya
Menurutnya, suatu atom hanya akan menyerap cahaya dengan
panjang gelombang tertentu (frekwensi), atau dengan kata lain ia hanya
akan mengambil dan melepas suatu jumlah energi tertentu, (ε = hv =
hc/λ). Kelahiran SSA sendiri pada tahun 1955, ketika publikasi yang
ditulis oleh Walsh dan Alkemade & Milatz muncul.Dalam publikasi ini
SSA direkomendasikan sebagaimetode analisis yang dapat diaplikasikan
secara umum Weltz, 1976).
Pengembangan metode spektrometri serapan atom (AAS) baru
dimulai sejak tahun 1955, yaitu ketika seorang ilmuwan Australia, Walsh
(1955) melaporkan hasil penelitiannya tentang penggunaan “hollow

3
cathode lamp” sebagai sumber radiasi yang dapat menghasilkan radiasi
panjang gelombang karakteristik yang sangat sesuai dengan
Spektrofotometri Serapan Atom. Pada tahun yang sama Alkemade dan
Milatz (1955) melaporkan bahwa beberapa jenis nyala dapat digunakan
sebagai sarana untuk atomisasi sejumlah unsur. Oleh karena itu, para
ilmuwan tersebut dapat dianggap sebagai “Bapak Spektrofotometri Serapan
Atom “.

Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) pertama kali


dikembangkan oleh Walsh Alkamede, dan Metals (1995).SSA ditujukan
untuk mengetahui unsur logam renik di dalam sampel yang
dianalisis.Spektrofotometri Serapan Atom didasarkan pada penyerapan
energi sinar oleh atom-atom netral dalam keadaan gas, untuk itu diperlukan
kalor / panas.Alat ini umumnya digunakan untuk analisis logam sedangkan
untuk non logam jarang sekali, Mengingat unsurs non logam dapat
terionisasi dengan adanya kalor, sehingga setelah dipanaskan akan sukar
didapat unsure yang terionisasi. Pada metode ini larutan sampel diubah
menjadi bentuk aerosol didalam bagian pengkabutan (nebulizer) pada alat
AAS selanjutnya diubah ke dalam bentuk atom-atomnya berupa garis
didalam nyala.
Metode SSA spesifikasinya tinggi yaitu unsure-unsur dapat
ditentukan meskipun dalam campuran.Pemisahan, yang penting untuk
hampir-hampir semua analisis basah, boleh dikatakan tidak diperlukan,
menjadikan Spektrofotometri Serapan Atom sederhana dan
menarik.Kenyataan ini, ditambah dengan kemudahan menangani
Spektrofotometri Serapan Atom modern, menjadikan analisis rutin dapat
dilakukan cepat dan ekonomis oleh tenaga laboratorium yang belum
terampil.

2.2 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom

Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-


atommenyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung
padasifat unsurnya. Misalkan Natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada

4
358,5nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada gelombang ini
mempunyai cukup energy untuk mengubah tingkat energi elektronik suatu
atom. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi,
suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat
eksitasi. Tingkat-tingkateksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur
Na dengan noor atom 11mempunyai konfigurasi electron 1𝑠1 2𝑠 2 2𝑝6 3𝑠1 ,
tingkat dasar untuk electronvalensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan
energy. Elektronini dapattereksitasi ketingkat 3p dengan energy 2,2 eV
ataupun ketingkat 4p denganenergy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan
panjang gelombang sebesar 589nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara
panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum yang tajam dan
dengan intensitas maksimum,yangdikenal dengan garis resonansi. Garis-
garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun
garis tidak berasal dari eksitasitingkat dasar yang disebabkan proses
atomisasinya. Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu
dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang
bersangkutan makasebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas
penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam
yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi
diturunkan dari:
Hukum Lambert : bila suatu sumber sinar monkromatik melewati
mediumtransparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan
bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi. Hukum Beer :
Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensialdengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut. (Day &
Underwood, 1989).
Sampel yang akan diselidiki ketika dihembus ke dalam nyala terjadi
peristiwa berikut secara berurutan dengan cepat :
1. Pengisatan pelarut yang meninggalkan residu padat.
2. Penguapan zat padat dengan disosiasi menjadi atom-atom penyusunnya,
yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.
3. Atom-atom tereksitasi oleh energi termal (dari) nyala ketingkatan energi

5
lebih tinggi.

2.3 Hukum Dasar Spektrofotometri Serapan Atom

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa besarnya serapan (A)


proporsional dengan besarnya konsentrasi (c) dari zat uji. Secara
matematis Hukum Lambert-Beer dinyatakan dengan persamaan
A = εbc

Dimana:
ε = epsilon atau Absorptivitas Molar (M-1cm-1)

b = lebar celah (cm)


c = konsentrasi (M)
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa serapan (A) tidak
memiliki satuan dan biasanya dinyatakan dengan unit absorbansi.
Absorptivitas Molar pada persamaan di atas adalah karakteristik suatu zat
yang menginformasikan berapa banyak cahaya yang diserap oleh molekul
zat tersebut pada panjang gelombang tertentu. Semakin besar nilai
Absorptivitas Molar suatu zat maka semakin banyak cahaya yang
diabsorbsi olehnya, atau dengan kata lain nilai serapan (A) akan semakin
besar.
Hukum Lambert-Beer di atas berlaku pada larutan dengan konsentrasi
kurang dari sama dengan 0.01 M untuk sebagian besar zat. Namun, pada
larutan dengan konsentrasi pekat maka satu molekul terlarut dapat
memengaruhi molekul terlarut lain sebagai akibat dari kedekatan masing-
masing molekul pada larutan dengan konsentrasi yang pekat tersebut.
Ketika satu molekul dekat dengan molekul yang lain maka nilai
Absorptivitas Molar dari satu molekul itu akan berubah atau terpengaruh.
Secara keseluruhan, nilai Absorbansi yang dihasilkan pun ikut terpengaruh,
sehingga secara kuantitatif nilai yang ditunjukkan tidak mencerminkan
jumlah molekul yang diukur di dalam larutan uji. Itulah makanya ketika
larutan sampel yang Kamu miliki konsentrasinya tinggi, Kamu harus
mengencerkannya terlebih dahulu sebelum dikukur secara spektrofotometri.

6
Secara umum, uji kuantitatif suatu sampel harus memberikan serapan
antara 0.2 – 0.8, atau toleransinya 0.1 – 0.9. Jika nilai serapan sampel
kurang dari persyaratan tersebut, maka Kamu tidak bisa menggunakan
metode spektrofotometri untuk mengkuantifikasinya. Atau jika nilai
serapan sampel Kamu lebih dari persyaratan tersebut, maka Kamu harus
mengencerkan sampel yang Kamu miliki sehingga hasil pengencerannya
memberikan serapan pada range nilai serapan yang dipersyaratkan.
2.4 Jenis-Jenis SSA
Ada tiga cara atomisasi (pembentukan atom) dalam AAS :

1. Atomisasi dengan nyala


Suatu senyawa logam yang dipanaskan akan membentuk atom
logam pada suhu ± 1700 ºC atau lebih. Sampel yang berbentuk cairan akan
dilakukan atomisasi dengan cara memasukan cairan tersebut ke dalam
nyala campuran gas bakar. Tingginya suhu nyala yang diperlukan untuk
atomisasi setiap unsure berbeda. Beberapa unsur dapat ditentukan dengan
nyala dari campuran gas yang berbeda tetapi penggunaan bahan bakar dan
oksidan yang berbeda akan memberikan sensitivitas yang berbeda pula.
Syarat-syarat gas yang dapat digunakan dalam atomisasi dengan nyala:

 Campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi


unsur yang akan dianalisa
 Tidak berbahaya misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan.
 Gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan
 Gas cukup murni dan bersih (UHP)

Campuran gas yang paling umum digunakan adalah

 Udara : C2H2 (suhu nyala 1900 – 2000 ºC),


 N2O : C2H2 (suhu nyala 2700 – 3000 ºC),
 Udara : propana (suhu nyala 1700 – 1900 ºC).

Banyaknya atom dalam nyala tergantung pada suhu nyala.Suhu nyala


tergantung perbandingan gas bahan bakar dan oksidan.

7
Hal-hal yang harus diperhatikan pada atomisasi dengan nyala :

1) Standar dan sampel harus dipersiapkan dalam bentuk larutan dan


cukup stabil. Dianjurkan dalam larutan dengan keasaman yang rendah
untuk mencegah korosi.
2) Atomisasi dilakukan dengan nyala dari campuran gas yang sesuai
dengan unsur yang dianalisa.
3) Persyaratan bila menggunakan pelarut organik :

a. Tidak mudah meledak bila kena panas


b. Mempunyai berat jenis > 0,7 g/mL
c. Mempunyai titik didih > 100 ºC
d. Mempunyai titik nyala yang tinggi
e. Tidak menggunakan pelarut hidrokarbon

2. Atomisasi tanpa nyala


Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan mengalirkan energi listrik
pada batang karbon (CRA – CarbonRod Atomizer) atau tabung karbon
(GTA – Graphite Tube Atomizer) yang mempunyai 2 elektroda.Sampel
dimasukan ke dalam CRA atau GTA. Arus listrik dialirkan sehingga batang
atau tabung menjadipanas (suhu naik menjadi tinggi) dan unsur yang
dianalisa akan teratomisasi. Suhu dapat diatur hingga3000 ºC.pemanasan
larutan sampel melalui tiga tahapan yaitu :

a) Tahap pengeringan (drying) untuk menguapkan pelarut


b) Pengabuan (ashing), suhu furnace dinaikkan bertahap sampai terjadi
dekomposisi dan penguapan senyawa organik yang ada dalam
sampel sehingga diperoleh garam atau oksida logam
c) Pengatoman (atomization)

3. Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida


Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida dilakukan untuk
unsur As, Se, Sb yang mudah terurai apabila dipanaskan pada suhu lebih
dari 800 ºC sehingga atomisasi dilakukan dengan membentuk senyawa

8
hibrida berbentuk gas atau yang lebih terurai menjadi atom-atomnya
melalui reaksi reduksi oleh SnCl2 atau NaBH4, contohnya merkuri (Hg).

2.5 Bagian-Bagian Spectrometry AAS dan fungsinya


a. Sumber radiasi resonansi
Sumber radiasi resonansi yang digunakan adalah lampu katoda
berongga (Hollow Cathode Lamp) atau Electrodeless Discharge Tube
(EDT).Elektroda lampu katoda berongga biasanya terdiri dari wolfram dan
katoda berongga dilapisi dengan unsur murni atau campuran dari unsur
murni yang dikehendaki. Tanung lampu dan jendela (window) terbuat dari
silika atau kuarsa, diisi dengan gas pengisi yang dapat menghasilkan proses
ionisasi. Gas pengisi yang biasanya digunakan ialah Ne, Ar atau He.
Pemancaran radiasi resonansi terjadi bila kedua elektroda diberi
tegangan, arus listrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas
pengisi.Ion-ion gas yang bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang
terdapat pada katoda yang menyebabkan tereksitasinya atom-atom tersebut.
Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan kembali ke
tingkat dasar dengan melepaskan energy eksitasinya dalam bentuk radiasi.
Radiasi ini yang dilewatkan melalui atom yang berada dalam nyala.
b. Atomizer
Atomizer terdiri atas Nebulizer (sistem pengabut), spray chamber
dan burner (sistem pembakar)
c. Nebulizer
berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut
dengan ukuran partikel 15 – 20 µm) dengan cara menarik larutan melalui
kapiler (akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan bakar
dan oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel- partikel kabut yang
halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke
dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran
pembuangan.

d. Pray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara

9
gas oksidan, bahan bakar dan aerosol yang mengandung contoh sebelum
memasuki burner.

e. Burner merupakan sistem tepat terjadi atomisasi yaitu pengubahan


kabut/uap garam unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal
dalam nyala.

f. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui
populasi atom di dalam nyala, energy radiasi ini sebagian diserap dan
sebagian lagi diteruskan.Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari
radiasi lainnya.Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh
monokromator.
Monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi resonansi yang
telah mengalami absorpsi tersebut dari radiasi-radiasi lainnya.Radiasi
lainnya berasal dari lampu katoda berongga, gas pengisi lampu katoda
berongga atau logam pengotor dalam lampu katoda berongga.
Monokromator terdiri atas sistem optik yaitu celah, cermin dan kisi.

10
g. Detektor
Detektor berfungsi mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh
sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut dalam bentuk energi
listrik.
h. Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang
dapat menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.

i. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS.Lampu katoda
memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu
katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur
yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk
pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa
logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol
digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu
dimasukkan ke dalam soket pada AAS.Bagian yang hitam ini merupakan
bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan
energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi.
Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya
gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar
dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai
digunakan, maka lampu dilepas dari soket pada main unit AAS, dan lampu
diletakkan pada tempat busanya di dalam kotaknya lagi, dan dus
penyimpanan ditutup kembali.Sebaiknya setelah selesai penggunaan,
lamanya waktu pemakaian dicatat.

11
12
j. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang
berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ±
20.000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas
dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K. Regulator pada tabung
gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan
dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian
kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.
Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas
tersebut, yaitu dengan mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan
diberi sedikit air, untuk pengecekkan.Bila terdengar suara atau udara, maka
menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang keluar.Hal lainnya
yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan sedikit air sabun pada
bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang
terbentuk.Bila ada, maka tabung gas tersebut positif bocor. Sebaiknya
pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena minyak
akan dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat
keluar karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi
aseton yang dapat membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga
memiliki tekanan.
k. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena
alat ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan
oleh AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol
pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol
ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang
akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan
tombol yang kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur
banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada
belakang kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah
usai penggunaan AAS.
Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar

13
bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri
merupakan posisi tertutup. Uap air yang dikeluarkan, akan memercik
kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar menjadi basah, oleh karena
itu sebaiknya pada saat menekan ke

14
kanan bagian ini, sebaiknya ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi
basah dan uap air akan terserap ke lap.
l. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena
burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar
tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan
merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api,
dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
Perawatan burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang
aspirator dimasukkan ke dalam botol yang berisi aquabides selama ±15 menit,
hal ini merupakan proses pencucian pada aspirator dan burner setelah selesai
pemakaian. Selang aspirator digunakan untuk menghisap atau menyedot
larutan sampel dan standar yang akan diuji. Selang aspirator berada pada
bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan burner.Sedangkan selang
yang kiri, merupakan selang untuk mengalirkan gas asetilen. Logam yang akan
diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan terlebih
dahulu dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di
dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi.
Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda.
Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi
logam yang diukur. Bila warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu
banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan warna api yang paling
baik, dan paling panas.
m. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah
pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat
melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke
atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala
api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat
buruk. Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga

15
dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala,
menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala,
dan sedan berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan
tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak tersenggol
kaki.Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong,
tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.

2.6 Gangguan-Gangguan Dalam Metode AAS

 Gangguan kimia

Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianalisis mengalami reaksi


kimia dengan anion atau ketion tertentu dengan senyawa yang refraktori,
sehingga tidak semua analit dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih
tinggi, 2) penambahan zat kimia lain yang dapat melepaskan kation atau anion
pengganggu dari ikatannya dengan analit. Zat kimia lain yang ditambahkan
disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).

 Gangguan Matrik

Gangguan ini terjadi bila sampel mengandung banyak garam ayau


asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar,
atau bila suhu nyala untuk larutan sampel dan standar berbeda.Gangguan ini
dalam analisis kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu
dalam analisis kuantitatif. Untuk mengatasi gangguan ini dalam analisis
kuantitatif dapat digunakan cara analisis penambahan satandar (Standar Adisi).

 Gangguan Ionisasi

Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga
mampu melepaskan elektron dari atom netral dan membentuk ion positif.
Pembentukan ion ini mengurangi jumlah atom netral, sehingga isyarat absorpsi

16
akan berkurang juga. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan
penambahan larutan unsur yang mudah diionkan atau atom yang lebih
elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na.
Penambahan ini dapat mencapai 100-2000 ppm.

 Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)

Absorpsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang


digunakan untuk menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi
oleh nyala api, absorpsi molekular, dan penghamburan cahaya.

17
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Alat
1. SSA 1 buah
2. Labu ukur 100 mL 1 buat
3. Tabung reaksi 5 buah
4. Gelas ukur 10 mL 1 buah
5. Pipet tetes 3 buah
3.2 Bahan
1. FeSO4 0,1 gram
2. Aquades secukupnya
3. HNO3 65 % secukupnya
4. Sampel air sumur secukupnya
3.3 Prosedur
3.3.1 Pembuatan Larutan Standar Fe
a. Buatlah larutan FeSO4 1000 ppm dari 0,1 gram padatan FeSO4 yang
dilarutkan dengan aquades pada labu ukur 100 mL sampai tanda batas.
b. Buatlah larutan standar dengan konsentrasi 1,3,6,9, dan 12 ppm dengan
mengencerkan larutan FeSO4 1000 ppm.
c. Tambahkan HNO3 65 % 10 tetes.
d. Baca absorbansi larutan standar menggunakan SSA.
e. Buat kurva standar Fe.
3.3.2 Larutan sampel
a. Siapkan larutan sampel air sumur.
b. Tambahkan HNO3 65 % 10 tetes.
c. Baca absorbansi larutan sampel menggunakan SSA.
d. Hitung konsentrasi sampel

18
DAFTAR PUSTAKA

Anisa.2011. Analisis Lengkap Asam Askorbat sebagai Bahan Baku Suplemen


Makanan Di PT Bayer Indonesia Cabang Cimanggis.Institut pertanian
Bogor.

Contado, Catia & Antonella Pagnoni. 2012. A new strategy for pressed
powder eye shadow analysis: Allergenic metal ion content and particle
size distribution. Science of the Total Environment. 483: 173–179

Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka

Pelajar. Yogyakarta. Hendayana, dkk, 1994, Kimia AnalitikInstrumen,

IKIP Semarang.

Lewen, N. 2011. The use of atomic spectroscopy in the pharmaceutical


industry for the determination of trace elements in pharmaceuticals.
Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis. 55: 653–661

Setiyowati. 2009. Validasi dan Pengembangan Penetapan Kadar Tablet Besi


Sulfat dengan Spektrofotometri Visibel dan Serimetri sebagai
Pembanding. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.

Skoog, Holler, Nieman. 1998. Principles of Instrumental Analysis, 5th ed.


Saunders College Publishing. USA.

Volpe, M.G., M. Nazzaro, R. Coppola, F. Rapuano & R.P. Aquino. 2012.


Determination and assessments of selected heavy metals in eye
shadow cosmetics from China, Italy, and USA. Microchemical
Journal. 101: 65-69

Watson, DG. 2010. Analisis Farmasi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

19
20

Anda mungkin juga menyukai