Anda di halaman 1dari 40

TATA DAN TEHNIK PENTAS

Apabila penonton mengitari pentas berbentuk tapal kuda, maka pentas arena itu disebut pentas
arena tapal kuda. Kemudian ada yang disebut pentas arena U, pentas arena L, pentas arena
setengah melingkar, dan seterusnya, tergantung susunan / bentuk tempat penonton yang
mengitari pentas arena itu. Pentas arena yang tempat penontonnya dapt disusun menjadi berbagai
bentuk, sering disebut juga pentas (arena) luwes (flexible staging). Oleh karena sifatnya yang
demikian ini, maka pentas arena pada umumnya tidak begitu besar dan tidak memuat banyak
penonton (maksimal 300 s.d. 400 penonton).

a. Pentas Arena dan Tempat Pertunjukan.

Apabila tempat pertunjukan mengandung arti keberadaan dua tempat sekaligus yaitu tempat
untuk menonton dan tempat untuk yang ditonton, maka tempat untuk menonton itu berarti
tempat penonton yang umumnya disebut oditorium, dan tempat untuk yang ditonton itu berarti
tempat bermain atau yang kita sebut pentas.
Oleh karena pentas arena memiliki sifat-sifat khusus, yaitu kesederhanaan dan keakraban,
dilain pihak oditoriumnya memiliki keterbatasan jumlah penonton, maka hubungan antara
oditorium dan pentas memiliki tata dan teknik yang harus menyesuaikan diri dengan sifat-
sifatnya yang khusus itu. Sebagaimana telah kita sebutkan tadi, pentas arena umumnya
menempatkan diri di titik pusat. Dalam hal ini yang dimaksud dengan titik pusat adalah titik
pusat perhatian penonton. Dengan demikian, apabila oditoriumnya melingkar, maka pentasnya
berada di pusat lingkaran tersebut. Apabila oditoriumnya persegi empat , maka pentasnya berada
di pusat persegi empat itu. Demikian seterusnya berlaku bagi bentuk-bentuk pentas arena yang
lain. Hubungan antara petas dan oditorium itu memerlukan penyesuaian diri dengan ruang
tempat pertunjukan. Kelompok-kelompok teater yang memilih pentas arena sebagai medan
ekspresi mereka, sudah barang tentu tidak sekedar ingin menghindarkan diri dari pentas
proscenium (mengenai pentas prosenium ini dijelaskan dalam halaman 60) yang telah memiliki
syarat-syarat tertentu, akan tetapi sudah barang tentu mereka memiliki gagasan yang cukup
beralasan. Terutama kelompok-kelompok teater itu tentu tidak akan lepas dari lingkungannya.
Yang terpenting mereka dapat melaksanakan gagasannya yang dituangkan dalam bentuk
pertunjukan. Pentas harus dapat berfungsi melayani pertunjukan itu. Tempatnya harus dapat
mereka temukan di lingkungannya, yang dapat berupa: balai desa, balai kecamatan, aula sekolah,
kelas, pendapa kabupaten, dan lain sebagainya. Kemudian mereka akan menyesuaikan diri
dengan ruangan yang mereka temukan di lingkungannya tersebut, memperoleh pengalaman baru,
lalu mecoba untuk mengembangkan pengalaman itu dengan menyempurnakan ruangan tempat
pertunjukan yang mereka dapati di lingkungan mereka itu. Dengan demikian maka muncullah
kesadaran baru untuk menata tempat pertunjukan itu dengan sebaik-baiknya, baik pentas maupun
oditorium. (NEXT ON LAPTOP)

c.Rencana Pentas

Apabila sebuah kelompok tetater sudah menentukan bagaimana bentuk pentas arena yang
akan dipergunakan sebagai tempat pertunjukan, maka ia kemudian harus segera membuat
rencana pentas, atau biasanya disebut juga rencana lantai pentas (floor plan). Setiap bentuk
pentas, apakah berupa pentas arena sentral, pentas arena tapal kuda, atau bentuk pentas arena
lainnya, akan memiliki persoalan masing-masing, khususnya persoalan garis pandangan (sight
line) penonton terhadap pentas. Dengan perkataan lain perlu diatur penataan pentas berdasarkan
atas sifat dan cirri-ciri yang dimiliki oleh setiap bentuk pentas itu. Penataan pentas ini dituangkan
dalam rencana pentas. Pada umumnya yang dimasukkan dalam rencana pentas atau rencana
lantai ini hanya penempatan benda-benda set atau peralatan yang menetap di atas pentas.
Rencana gerak-jalan (movement) pemeran yang biasanya disebut”blocking” tidka dimasukkan
dalam rencana lantai ini.

Oleh karena rencana lantai juga dibuat berdasarkan atas jenis pertunjukan maupun isis dari
pertunjukan itu sendiri, maka sudah barang tentu ia akan memiliki tuntutannya sendiri. Jenis
pertunjukan sandiwara yang realistis, misalnya, akan memiliki tuntutan yang berbeda dengan
jenis pertunjukan sandiwara yang non realistis. Atau akan berbeda sama sekali dengan jenis
pertunjukan tari, atau teater yang bersumber pada gerak tari. Oleh karena jenis dan isi
pertunjukan itu akan bermacam-macam dan banyak sekali, maka yang akan dibicarakan di sisni
adalah dasar-dasarnya saja.

Pada garis besarnya kita sudah tahu bahwa pentas arena itu memiliki sifat keakraban dan
kesederhanaan. Lalu, harus memperhatikan garis pandangan penonton. Dengan demikian segala
hal yang berkenaan dengan rencana lantai harus memperhitungkan factor-faktor tersebut dalam
hubungannya dengan bentuk pentas yang telah ditentukan sebagai tempat pertunjukan.

Rencana lantai juga merupakan gambaran daerah pemeranan bagi seorang pemeran.
Dengan rencana lantai seorang pemeran akan tahu pasti di mana ia masuk dan keluar pentas
melalui gang-gang di sela-sela tempat duduk penonton yang sudah ditetapkan. Ia juga
mengetahui di mana letak perabot atau peralatan yang dipergunakan dalam pementasan itu secara
pasti apabila diperlukan sehubungan dengan kepentingan pemeranannya.

Dengan menunjuk pentingnya rencana lantai untuk memberikan gambaran daerah


pemeranan, maka sebelum seorang sutradara atau seorang perencana pentas menetapkan rencana
lantainya, ia sudah harus memperhitungkan bahwa penempatan peralatan di lantai pentas harus
seimbang dengan daerah pemeranan. Artinya, penataan peralatan itu tidak mengganggu daerah
pemeranan, tetapi justru harus menunjang daerah pemeranan. Sebaliknya apabila kita hanya
terpaku pada kelonggaran gerak pemeran saja, sehingga pentas terasa kosong melompong, maka
berarti rencana lantainya perlu ditata kembali. Dengan maksud, agar ada keseimbangan antara
tata peralatan dan daerah pemeranan. Keseimbangan ini menyangkut hal-hal yang praktis,
misalnya, janganlah menata peralatan dengan menempatkan pasangan perabot yang sama,
janganlah memilih atau membuat dan memasang peralatan yang besar atau yang tinggi-tinggi,
sehingga mengganggu garis pandangan penonton. Janganlah menata atau menempatkan
peralatan yang menutup jalan keluar-masuk pemeran, dan lain sebagainya. (lihat gambar II-21).
Gang atau jalan keluar masuknya pemeran harus cukup dipikirkan dan mendapat perhatian. Hal
ini disebabkan oleh karena penonton sering mempergunakannya sebagai indikasi. Misalnya,
gang yang ke kiri ke luar rumah, gang yang ke kanan ke ruang depan. Gang yang di sebelah
belakang ke dapur, dan seterusnya. Apakah perlu keadaan yang memberikan indikasi demikian
itu dibiarkan, ataukah dibuat netral saja, artinya rencana lantai dibuat sebegitu rupa sehingga
citra yang memberi indikasi demikian itu harus dapat dihilangkan.

Terlepas dari ada tidaknya indikasi, perlu ditekankan bahwa penggunaan gang atau jalan
keluar-masuk itu harus kosisten. Oleh karena jalan keluar-masuk pentas ini sering dianggap oleh
penonton sebagai peta bumi adegan, membayangkan dengan memberikan indikasi-indikasi
tertentu, maka untuk perubahan adegan demi adegan, sebaiknya dicari jalan yang seefisien dan
seefektif mungkin. Misalnya, dengan menempatkan sebuah perabotan pada salah satu gang itu,
apabila dalam adegan yang sedang berjlan, gang tersebut tidak diperlukan. (Gambar II-20 dan II-
25) Apabila suatu lakon atau pertunjukan tidak memerlukan perubahan peta bumi, atau hanya
ada satu tata lantai saja, maka perhitungan efisiensi dan efektivitas masih diperlukan untuk
menentukan berapa jumlah gang atau jalan keluar-masuk pemain diperlukan dalam pertunjukan
ini. Jumlah gang juga akan mempengaruhi bentuk pentas arena itu berikut rencana lantainya. Di
lain pihak juga akan menentukan besar-kecilnya jumlah penonton, penambahan atau
pengurangan kotak datar, penembahan kursi, dan lain sebagainya. Empat buah gang yang
diperlukan sesudah ditetapkan bentuk pentas arenanya. (Gambar II-27).

Pada saat membuat rencana lantai, akan lebih baik apabila gang-gang yang sudah
ditentukan itu ditandai dengan huruf A,B,C,D, atau diberi nomor:1,2,3,4, menurut jumlah
gangnya. Hal ini akan mempermudah para pemeran dan awak pentas menyesuaikan dengan
keinginan sutradara.

Rencana lantai biasanya juga memberikan gambaran daerah pemeranan itu berbentuk
bundar, lonjong atau persegi, tergantung dari keluwesan susunan tempat duduk penonton dengan
menentukan gang-gang keluar-masuk pemeran itu di sudut-sudut (Gambar II-19) atau membelah
sisi-sisinya (Gambar II-17). Pertunjukan-pertunjukan tertentu, mungkin hanya memerlukan dua
buah gang. Kemudian pertunjukan dapat berlangsung melalui tengah tempat pertunjukan itu
dengan dua sisi ujungnya terbuka, sedangkan sisi-sisi yang lain dipergunakan untuk tempat
penonton. Perencanaan demikian ini kadang-kadang tidak memuaskan apabila terjadi di tempat
pertunjukan yang berbentuk empat persegi panjang, oleh karena apabila di kedua belah sisi
panjangnya dipergunakan untuk tempat penonton, maka penonton yang berada di ujung yang
satu sangat sulit untuk menonton dengan enak atau jelas gerak lakuan pemain yang berada di
ujung lainnya. Keadaan demikian ini dapat diperbaiki dengan merubah rencana lantai.
Menempatkan tempat penonton di kedua belah sisi lebar tempat pertunjukan itu, dengan
menambah tempat penonton pada sisi yang memanjang apabila ternyata masih tersisa dari daerah
permainan yang dipergunakan. Atau jalan lain yang lebih baik ialah dengan membuat rencana
lantai tempat duduk penonton di empat sisinya (Gambar II-21), lalu menutup kedua gangnya.

Pentas arena tapal kuda sering juga dapat memecahkan masalah yang terdapat dalam
beberapa pertunjukan atau lakon tertentu. Misalnya, lakon yang memiliki adegan di ruang
pengadilan. Mungkin akan kurang tepat apabila direncanakan di pentas arena yang tempat
penontonnya mengitari pentas (bundar atau empat sisi). Di pentas arena tapal kuda, meja dan
tempat duduk hakimn ditempatkan di ujung terbuka pentas yang tidak direncanakan buat tempat
duduk penonton. Tempat duduk tertuduh ditempatkan di ujung tertutup pentas yang terletak di
sisi lawan tempat duduk jaksa dan pembela (Gambar II-26).

Dalam berbagai pertunjukan teater tari, pentas arena tapal kuda juga telah menunjukkan
efektivitasnya. Dalam hal ini di sisi terbuka (sisi yang tidak ditempati penonton) dapat
ditempatkan perangkat alat-alat music/gamelan, tetapi mungkin juga untuk perangkat set atatu
skeneri (Teater Arena Taman Ismail Marzuki dapat dijadikan salah satu contoh Teater Arena
ini).

d. Peralatan Pentas Arena

Sudah kita pahami bahwa pentas harus menunjang pemeranan. (Lihat B. Berbagai bentuk
pentas. Kalimat terakhir halaman 35). Di samping itu pentas arena sendiri memiliki cirri-ciri
khas yaitu kesederhanaan dan keakraban. Oleh karena itu dalam memilih, membuat, atau menata
peralatan yang bersifat realistis seperti perabot rumah tangga, penutup lantai, dan kostum
memiliki ukuran-ukurannya sendiri, tidak sama penataannya seperti ukuran-ukuran di dalam
teater/ pentas proscenium.

Apa yang perlu kita perhatikan mengenai pemilihan peralatan dalam pentas arena ini
biasanya harus juga memberikan kepuasan kepada penonton untuk mengidentifikasi ruangan itu
atau mengembangkan imajinasinya guna menunjang bobot pertunjukan. Di lain pihak juga harus
dapat membantu para pemeran memperkuat pemeranannya.

Pemilihan benda-benda peralatan tersebut apabila harus lebih dari satu jenis benda
(misalnya, dua atau lebih tempat duduk), agar diusahakan memilih jenis yang tidak sama. Dalam
hal ini pemilihan peralatan tersebut cenderung kepada rona-rasa yang membuahkan hasil kaya-
nada daripada tunggal-nada.

Keseimbangan penempatan benda-benda peralatan juga memerlukan perhatian, apabila


benda-benda peralatan tersebut terdiri dari berbagai jenis benda. Sebaiknya harus dihindarkan
pemilihan benda-benda peralatan yang tinggi. Tempat duduk dengan sandaran menutupi kepala
pemeran, rak yang tinggi yang menghalangi pandangan penonton, dan lain sebagainya harus
dihindarkan. Dengan demikian maka sytradara dapat mengarahkan pemeran atau muka pemeran
sehingga dapat terlihat oleh penonton tidak jenis benda. Sebaiknya harus dihindarkan pemilihan
benda-benda peralatan yang tinggi. Tempat duduk dengan sandaran menutupi kepala pemeran,
rak yang tinggi yang menghalangi pandangan penonton, dan lain sebagainya harus dihindarkan.
Dengan demikian maka sutradara dapat mengarahkan pemeran atau muka pemeran sehingga
dapat terlihat oleh penonton tidak perlu terhalang pandangannya oleh karena pemilihan benda-
benda peralatan yang tinggi itu. Bangku-bangku pendek atau meja-meja pendek mungkin akan
dipilih sebagai benda peralatan yang baik, akan tetapi harus diperhatikan apabila akan diletakkan
benda di atasnya. Jambangan bunga, misalnya, yang akan diletakkan pada meja tersebut harus
dipilih jambangan bunga yang pendek, atau lampu duduk yang akan diletakkan di meja itu juga
pendek sedemikian sehingga penonton tidak terganggu pandangannya oleh karena penempatan
benda-benda di atas meja itu.

Sifat kesederhanaan pentas arena ini menyebabkan suatu kumpulan teater tidak perlu
khawatir akan mengeluarkan biaya besar untuk membuat set atau peralatan pentas. Namun,
kesederhanaan tidak berarti asal saja. Artinya, setiap pembuatan set atau peralatan harus selalu
diperhitungkan agar dapat terpadu dan menunjang lakon atau pertunjukan. Dalam hubungan ini
peralatan pentas dapat dipersiapkan atau dibuat sebagai satuan set yang dapat berfungsi ganda,
memiliki kaitannya dengan daerah pemeranan dan banyak merangsang kreativitas dalam teater
itu. Peralatan pentas yang merupakan satuan set ini di samping menghemat biaya, juga dapat
disimpan dan sewaktu-waktu dapat dipergunakan lagi dalam pertunjukan yang berbeda. Kotak-
kotak datar (Gambar II-16A dan II-16B) merupakan salah satu contoh satuan set yang secara
fungsional dapat dipergunakan dalam berbagai adegan atau berbagai pertunjukan yang berbeda,
dengan membuat kotak-kotak datar tersebut menjadi susunan kotak-kotak yang berlainan
(Gambar-gambar II-17, II-18, II-19, II-20). Di sini peralatan satuan set ini lebih berkembang
secara fungsional daripada memberikan kesan perwatakan. Dalam keadaan demikian biasanya
penonton dapat menerima tanpa mempertanyakannya. Bahkan dengan komposisi atau susunan
begitu rupa, beberapa ragam peralatan satuan set ini dapat mendandani pentas tidak saja menarik,
tapi juga akan menambah bobot pertunjukannya.

Peralatan tangan harus mendapat perhatian baik-baik. Hal ini disebabkan oleh karena
Teater Arena yang memiliki sifat keakraban jamgan sampai dirusak oleh pemilihan atau
penggunaan peralatan tangan di pentas proscenium, yang mungkin saja bias dipalsukan secara
berlebih-lebihan, oleh karena sifatnya yang jauh dari pandangan penonton. Di pentas arena, oleh
karena dekatnya pandangan penonton kepada pemeran, maka semua pemilihan atau penggunaan
peralatan tangan itu harus dapat meyakinkan penonton. Paling tidak, apabila produksi lakon atau
perttunjukan itu berupa gerakan lentur yang mengisyaratkan lambing-lambang (stilisasi), tidak
dibawakan secara realistis, maka pemilihan atau penggunaan peralatan tangan itu harus wajar
dapat diterima oleh penonton. Penggarapan permukaan lantai pentas merupakan bagian yang
sangat penting dalam rangka mendandani set di setiap bentuk pentas arena sentral atau pentas
arena luwes. Hal ini disebabkan oleh karena pandangan penonton di Teater Arena yang duduk
bersyaf-syaf dan masing-masing syaf memiliki jenjang yang lebih tinggi dari syaf di depannya,
akan menatap permukaan lantai pentas lebih jelas. Dengan demikian harus selalu diingat bahwa
permukaan lantai pentas itu selalu dalam tatapan penonton terus-menerus. Oelh sebab itu, perlu
adanya penggarapan permukaan lantai pentas ini dengan sebaik-baiknya. Apabila lantai pentas
itu perlu ditutup, maka carilah penutup lantai yang cocok dengan jiwa lakon atau pertunjukan itu.
Pilihlah warna yang terang polos bagi pertunjukan yang bersifat komedi, atau warna gelap polos
bagi sebuah pertunjukan drama berat. Bahannya dapat dari kain, terpal, blacu, tikar, halaman
karet, dan lain sebagainya.

Penggarapan permukaan lantai pentas ini harus seimbang dan sederajat mutunya dengan
peralatan pentas yang digunakannya, nilai ekonominya, identitas kepribadiannya, dan tingkatan
sikap budaya yang menjiwai lakon atau pertunjukan itu. Apabila gang-gang tersebut tidak
dipergunakan sebagai jalan keluar-masuknya pemeran, maka penutup atau warnanya supaya
disamakan dengan tempat duduk penonton. Dengan demikian maka terdapatlah perbedaan
daerah tempat bermain (pentas) dan tempat penonton (oditorium). Meskipun demikian, apabila
dikehendaki oleh kumpulan teater atau sutradara yang bersangkutan yang disebabkan karena alas
an-alasan artistic, atau alasan lain yang masuk akal, maka ia pun berhak untuk tidak usah
memperlakukan perbedaan penutup atau warna di kedua tempat itu.

e. Skeneri dan Bagian Set

Sebuah kumpulan teater mungkin menghendaki adanya skeneri dan memasang set secara
sederhana atau terpilih untuk menunjang pertunjukan yang mereka lakukan di pentas arena ini.
Apabila hal ini dilakukan di pentas arena tapal kuda, atau pentas arena berbentuk U, masih
mungkin dilaksanakan. Yaitu dengan membuat skeneri atau memasang set di sisi terbuka, sisi
yang tidak ditempati penonton. Di sisi terbuka ini segala tata cara membuat skeneri berlaku
seperti biasa, dengan mempertimbangkan garis pandnagan dari ketiga sisi penonton. Misalnya,
skeneri yang merupakan dinding dan latar belakang sebuah set dapat digunakan, atau sebuah
ruang pentas dengan latar belakang layar yang dipasang di belakang daerah pemeranan.

Jika sebuah kumpulan teater memilih tempat pertunjukan dengan menggunakan pentas
arena sentral, maka sudah barang tentu pemasangan set harus memperhitungkan pandangan
penonton yang berada mengitari pentas itu. Hal ini sudah kita bicarakan pada bab peralatan
pentas. Sudah barang tentu harus dihindarkan pemasangan set atau bidang-bidang set yang besar
dan tinggi yang hanya mengganggu pandangan penonton saja.

2. Bentuk Prosenium
Pentas yang menggunakan prosenium, biasanya juga menggunakan ketinggian atau panggung,
sehingga lebih tepaat kalau dikatakan panggung proscenium. Hubungan antara panggung dan oditorium
dipisahkann atau dibatasi dengan dinding dan lubang proscenium. Sedangkan sisi atau tepi lubang
proscenium yang berupa garis lengkung atau garis lurus dapat kita sebut pelengkun proscenium
(proscenium arch).

Apabila kita menjupai gedung-gedung yang memiliki panggung proscenium, maka biasanya
lubang proseniumnya di beri layar yang dapat dibuka dan ditutup dengan cara menggerek layar
tersebut. Di Indonesia banyak gedung-gedung pertemuan yang memiliki panggung proscenium, tetapi
sebanyak itu pula keadaan panggungnya tidak memiliki syarat-syarat yang baik sebagai gedung teater.
Sebgaimana telah kita ketahui, panggung berfungsi untuk melayani pertunjukan. Begitu pula fungsi
panggung prosenium. Pertanyaanya kemudian adalah pertunjukan yang bagaimanakah yang dapat
dilayani oleh panggung prosenium? Atau sebaliknya, panggung proscenium yang bagaimanakah yang
dapat melayani pertunjukan dengan baik?

Gambar II-24: Rencana lantai eksterior (II) dengan rangkaian susunan kotak datar tempat duduk penonton tipe C

Gedung-gedung pertemuan yang memiliki panggung prosenium yang banyak terdapat di tempat
kita itu tidak memenuhi syarat oleh karena pada mulanya memang dibuat tidak untuk melayani
pertunjukan, akan tetapi untuk melayani pertemuan. Dengan sendirinya apabila panggung prosenium
yang ada didalamnya tidak memenuhi syarat-syarat melayani pertunjukan, jangan menyesal apabila kita
menggunakan panggung prosenium itu serba terbatas dan terpaksa, oleh karna kita tidak pandai-pandai
menyesuaikan diri dengan keadaan panggung prosenium itu. Berbeda dengan pentas arena yang
memiliki sifat-sifat sederhana dan akrab, maka panggung prosenium pada mualanya memang dibuat
untuk membatasi daerah pemeranan dan daerah penonton. Juga untuk memberikan jarak antara
pemeran dengan penonton. Mengrah ke satu jurusan saja, ke panggung itu agar penonton lebih
terpusat ke pertunjukan. Para pemeran diangkat keatas suatu ketinggian yang bernama panggung, agar
pemerananya juga terangkat ke atas, mksudnya agar lebih jelas dan memusatkan perhatian penonton.
Pertunjukannya harus dilaksanakan dengan baik, oleh karena memang ada kesengajaan dan kesadaran
bahwa penonton yang datang ke gedung itu hanya bermaksud untuk menonton untuk pertunjukan,
bukan untuk makan-makan atau menghadiri pesta perkawinan. Dalam kesadaran demikian itulah maka
keadaan panggung proscenium harus dapat memenuhi fungsinya melayani pertunjukan dengan sebaik-
baiknya.

Gambar II-25: Rencana lantai dengan menempatkan peralatan menutup dua gang rangkaian susunan kotak datar tempat duduk penonton tipe
C
Gambar II-26: Rencana lantai dengan rangkaian susunan kotak datar tempat duduk penonton berbentuk segi enam. Peralatan yang
ditempatkan di depan penoton dipilihkan peralatan yang rendah, sehingga tidak mengganggu garis pandangan

Penonton yang datang, hanya bermaksud menonton pertunjuka.. Oleh karena itu, harus
dihindarkan sejauh mungkin apa yang nampak dalam panggung prosenium yang sifatnya bukan
pertunjukan. Maka dipasanglah layar-layar (curtain) dan sebeng-sebeng (side wings). Maksudnya agar
segala persiapan pertunjukan, segala tetek bengek di belakang panggung yang sifatnya bukan
pertunjukan tidak dilihat oleh penonton, ditutupi oleh layar dan sebeng itu. Di sinilah letak dasar
perbedaan utama letak panggung prosenium denga pentas arena. Panggung prosenium tidak
sesederhana dan tidak seakrab pentas arena, oleh karena memang ada kesengajaan atau kesadaran
membuat pertunjukan dengan ukuran-ukuran tertentu. Ukuran-ukuran atau nilai-nilai tertentu dari
pertunjukan itu kemudian menjadi konvensi. Maka dari itu, teater yang melakukan konvensi demikian
sering disebut teater konvensional. Atau, panggung proscenium yang telah memiliki konvensi demikian
disebut pula panggung knvensional.

a. Perpetaan (Topografi) Panggung Prosenium

Untuk mengenal lebih jauh perincian bagian-bagian yang terdapat pada panggung prosenium,
kita harus mengetahui nama-nama atau istilah-istilah yang terdapat di dalam panggung prosenium itu.
Oleh karena panggung proscenium ini berasal dari mancanegara, maka beberapa istilah masih
menggunakan bahasa asing atau kata-kata asing yang diinndonnesiakan. Misalnya, proscenium itu
sendiri, berasal dari bahasa yunani proskenion atau dalam bahasa inggris proscenium. Pro atau pra
berarti yang mendahului atau pendahuluan. Sedangkan skenion atau scenium dari asal kata skene atau
scene, yang berarti adegan. Dalam hubungan dengan perpetaan panggung prosenium, maka dinding
yang memisahkan oditorium dengan panggung itulah yang disebut prosenium.

Gambar II-27: Rencana lantai dengan rangkaian susunan kotak datar tempat duduk penonton berbentuk segi tiga

Gambar II-28: Rencana lantai ruang pengadilan

Panggung prosenium yang terdapat di Indonesia umumnya tidak didukung oleh kesadaran
teknologis yang tinggi seperti panggung prosenium di Barat tempat asal panggung prosenium itu. Oleh
krena itu, dapat kita maklumi bahwa panggung-panggung prosenium yang kita temui di Indonesia tidak
memiliki perlengkapan panggung atau kerekayasaan panggung (stage engineering) seperti yang kita
temui atau dapat kita pelajari dari buku-buku asing. Salah satu hal yang biasanya tidak kita temui di sini
adalah ruang laying (fly-gallery) diatas panggung prosenium kita.

Apabila kita melihat kenyataan yang ada di dalam panggung-panggung prosenium Wayang Orang,
Ketoprak, atau Ludruk jelas bahwa ruang layang itu tidak ada. Panggung prosenium yang kita dapati
disini masih sederhana terdiri dari panggung dengan lubang prosenium, layar-layar baik berupa layar
pergantian adegan maupun layar set, sebeng-sebeng, dan border.

Selanjutnya untukk mempelajari perpetaan panggung prosenium ini kita akann menggunanakan
bentuk panggung prosenium yang selengkapnya, artinya termasuk adanya ruang layang yang tidak ada
pada kebanyakan panggung prosenium kita.

Khususnya bagi seseorang perancang panggung (stage designer), mempelajari perpetaan


panggung atau anatomi panggung itu penting. Dengan demikian apabila ia melakukan pekerjaanya yaitu
membuat set, maka ia sudah menguasai sungguh-sungguh keadaan panggung itu dengan baik dan
benar.

Gambar II-29: Rangkaian susunan kotak datar tempat duduk penonton dan pentas berhadap-hadapan (frontal)

Gambar II-30: Menempatkan set buffet/bar di sela-sela tempat duduk penonton Teater Arena

Istilah-istilah panggung prosenium dan perpetaanya diuraikan sebagai berikut:

Dinding yang memisahkan antara oditorium dan panggung disebut prosenium. Lubang di dinding ini,
yang pinggir lubangnya berbentuk lurus atau melengkung disebut lubang prosenium. Arsitektur dari
pinggir lubang prosenium ini disebut pelengkung prosenium (proscenium arch). Di belakang dinding
prosenium, terdapat ruang yang diberi sekat ke arah luar panggung. Sekat ini disebut sayap atau
biasanya orang-orang panggung menyebutnya sebeng. Sebeng di sebelah kanan panggunng (dilihat dari
panggung ke arah penonton) disebut sebeng kanan, sebeng disebelah kiri panggung disebut sebeng kiri.
Di belakang panggung umumnya terdapat pintu lebar. Pintu ini disebut pintu muatan. Gunanya unntuk
lewat benda-benda besar atau alat-alat panggung yang besar yang diperlukan di dalam panggung. Di
beberapa teater sering terdapat juga di belakang panggungnya selain pintu muatan itu, pintu-pintu
menuju ke ruang penyimpanan peralatan, keruang control lampu atau keruang rias. Di pinggir-pinggir
panggung kadang-kadang terdapat tempat penyimpanan onggokan skeneri, sistem bandul-bandul
kerekan alat-alat lampu-melampu, alat pengaman kebakaran, lonceng, dan bangku pimpinan panggung.

Lantai panggung dibuat dari paoan kayu yang empuk tapi kuat, disusun sejajar dari prosenium
memanjang ke dinding belakang. Sering lantai panggung dapat dibuka menembus kebawah turun
dengan menggunakan tangga. Lampu kaki menempati bagian depan lantai panggug terdekat dengan
penonton. Di beberapa teater tidak menganggap perlu memberi tempat lampu kaki apabila lampu yang
digantung diatas panggung sudah cukup kuat. Ruang dibagian atas panggung dikenal dengan nama
ruang layang (fly gallery). Jarak tinggi ruang layang itu apabila diukur dari lantai panggung paling sedikit
dua setengah kali lebar/tinggi lubang prosenium. Jarak ini dipakai sebagai ukuran minimal dengan
perhitungan bahwa semua barang-barang yang digantung apakah itu berupa layar-layar, peralatan
panggung, atau set apabila ditarik ke atas di ruang layang itu, barang-barang tadi tidak akan nampak dari
pandangan penonton. Dilain pihak barang-barang yang digantung aman dari gagguan mondar-
mandirnya orang-orang di panggung, dan atau panggung itu sendiri mudah dibersihkan karena tidak
terganggu oleh adanya barang-barang gantungan tersebut. Jauh diatas ruang layang, berjarak lebih
kurang dua sampai dua setengah meter dibawah atap panggung terdapat para-para kayu atau besi yang
disebut gridiron atau grid. Para-para berjajar atau berderet sejajar arah pangguung bawah ke panggung
atas, meliputi seluruh daerah atas panggung. Dari kerangka para-para ini tergantung semua masalah
gantungan skeneri, misalnya: layar, sebeng, kerangka pohon, satuan-satuan lampu, dan lai sebagainya.
Tali-tali juga dikerek melaui jalur para-para ini dengan buah-buah kerekan ke bawah, ujung tali yang
berada diatas panggung dihubungkan dengan barang-barang panggung atau skeneri, ujung tali yang
berada di pinggir panggung disimpulkan pada rel pasak (pin rail) yang bertempat di lantai laying (fly
floor). Lantai layang itu sendiri adalah merupakan jalur jembatan, atau jalur ruang sempit yang berada di
dinding salah satu dinding samping. Ada yang ditempatkan selantai dengan lantai panggung, ada yang
ditempatkan beberapa meter diatas lantai panggunng. Di beberapa teater baru, ruang-layang dan rel
pasak semacam dihilangkan, dan semua gantugan skeneri di tempatkan atau dijalankan dengan sistem
bandul pemberat yang dapat diatur melalui lantai pinggir panggung.

Gambar II-31: Menempatkan set jendela di sela-sela tempat duduk penonton Teater Arena

Gambar II-32: Set ruang dalam (interior) Teater Arena

Ada pula teater yang memperlengkapi dirinya dengan memasang jembatan di belakang tiser
melintang sejajar dengan dinding prosenium. Di jembatan inilah digantungkan lampu-lampu. Dari
jembbatan ini para pekerja lampu atau para oprator lampu dapat dengan mudah menyetel atau
mengarahkan sorotan lampu yang dikehendakinya. Kadang-kadang ada pula jembatan yang digantung
melalui para-para dapat diatur naik-turun dengan kerekan, dan diguakan untuk menempatkan lampu
diatas panggung (overhead lighting).

Gambar II-33: Set ruang luar (eksterior) Teater Arena

Gambar II-34: Contoh model kursi atau bangku sederhana di Teater Arena

Gambar II-35: Contoh rangkaian kursi atau bangku sederhana di Teater Arena

Gambar II-36: Potongan horizontal panggung prosenium (tampak atas): 1. Pit, 2. Lampu kaki, 3. Pinggir pelengkung, 4. Layar anti api, 5. Layar
babak, 6. Tiser, 7. Lampu Spot, 8. Tormentor, 9. Dinding belakang dari set, 10. Lampu pada batang pipa, 11. Layar turun, 12. Kedudukan lantai
layang diatas panggung, 13. Papan pengendali lampu, 14. Jalan ke ruang bawah, 15. Pintu muatan
Apa yang telah disebutkan ditas adalah istilah dari berbagai anggota badan panggung. Sekarang
kita akan membicarakan beberapa istilah dari benda-benda panggung yang merupakan dasar tempat
yang berfungsi sebagai tirai, cadar, atau penutup. Untuk menutup pandangan penonton kearah kiri-
kanan samping lubang prosenium, maka dipasanglah tormentor. Kecuali berfungsi sebagai tirai penutup
pandangan penonton ke kiri atau ke kanan samping dalam panggung, tormentor juga berfungsi sebagai
alat untuk membesarkan atau mengecilkan lubang prosenium. Caranya dengan menggeser letak
tormentor itu. Pasangan dari tormentor ini berada di bagian atas terletak sejajar dengan relung atas
prosenium, disebut tiser. Berfungsi sebagai tirai penutup pandangan penonton keatas dalam panggung
dan juga sebagai alat untuk membesarkan dan mengecilkan lubang prosenium dengan menggeser
letaknya keatas atau kebawah. Tiser biasanya dibuat dari kain sederhana, tebal dan berwarna polos
kelam, di gantung diatas diantara atas lubang prosenium dan tormentor, sehinngga membentuk rangka
bagian dalam dari sebuah pigura panggung.

Gambar II-37: Potongan vertikal panggung prosenium (tampak samping): 1. Pit, 2. Lampu kaki, 3. Pinggir pelengung, 4. Layar anti api, 5. Layar
babak, 6. Tiser, 7. Lampu spot, 8. Tormentor, 9. Dinding belakang set, 10. Lampu pada batang pipa, 11. Layar turun, 12. Kedudukan lantai layang
diatas panggung, 13. Para-para

layar adegan (act curtain) atau layar rumah (house curtain), dipasang menutupi lubang
prosenium. Letaknya diantara relung dan tiser. Di kebanyakan teater-teater besar layar tersebut
merupakan layar turun (drop curtain). Berbagai macam layar yang sering digunakan di teater-teater kecil
adalah layar tarik (draw curtain), dan layar gulung (roll curtain). Di samping itu ada layar yang disebut
layar tablo (tableau curtain) yang sering disingkat ucapannya menjadi layar tab. Layar tab dapat ditarik
secara vertikal atau diagonal. Akibat dari tarikan layar yang demikian itu menyebabkan kain layar
melipat-lipat seperti lipatan kipas.

Beberapa Negara maju telah memiliki undang-undang atau peraturan yang mengharus setiap
gedung teater memperlengkap dirinya dengan layar kebakaran (fire curtain), yang dikenal dengan
sebutan layar asbestos. Layar ini terletak di depan layar adegan dan dipasang dengan menggunakan
sistem turun.

Di dalam panggung konvensional juga dikenal istilah-istilah atau saling pengertian bahwa setiap
pertunjukan posisi di panggung, yang dikatakan panggung bawah (down stage) adalah posisi di
panggung yang terletak di sebelah panggung yang dekat dengan penonton paling depan. Yang dikatakan
panggung atas (up stage) adalah posisi dipanggung yang terletak di sebelah panggung yang jauh dari
penonton paling depan. Kanan atau kiri panggung ditentukan oleh pandangan pemeran diatas panggung
kearah penonton, bukan dari penonton kearah panggung.

b. panggung dan perlengkapannya


Untuk memperjelas bagian-bagian panggung dan perlengkapannya, akan dirinci bagian-bagian
yang penting atau perlenngkapan yang perlu mendapat perhatian kita. Besar-kecilnya daya muat
penonton di oditorium harus diimbangi dengan sarana panggung. Oditorium dengan kapasitas penonton
sebanyak 1200 orang akan memiliki keluasan panggung yang berbeda dengan oditorium yang memiliki
kapasitas 600 atau 300 orang saja. Namun dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah ukuran
panggung yang memadai dalam arti dapat melayani pertunjukan dengan baik. Di samping ukuran
panggung dan oditorium harus seimbang, maka juga diperlukan adanya perlengkapan panggung yang
layak dapat melayani pertunjukan itu.

(1) Pit atau Sudut Tempat Orkes

Pit atau sudut, adalah sebuah lantai yang rendah di depan panggung yang dipeerlukan unntuk
tempat prkes (orchestra pit). Di beberapa gedung teater sengaja dibuat rongga khusus untuk sudut
orkes ini yang menjorok lebih rendah dari lantai penonton. Beberapa pendapat mengatakan bahwa
apabila sudut orkes itu tidak di pergunakan, maka sudah barang tentu hanya akan mengurangi tempat
penonton saja. Oleh karena itu, di beberapa gedung teater yang menganut pendapat ini, kemudian
menghilangkan adanya sudut orkes ini dengan meratakan saja sama tingginya dengan lantai penonton
paling depan. Dengan demikian, apabila sudut orkes ini tidak dipergunakan, masih dapat dimanfaatkan
untuk tempat penonton, di gedung-gedung Teater Modern, bahkan ada yang rongga sudut orkesnya
diperlengkapi dengan elevator, yang dapat diatur lantai pitnya menurut ketinggian yang diinginkan. Di
bawah lantai penonton, sama ketinggianya dengan lantai penonton, atau lebih tinggi diatas lantai
penonto, setinggi lantai panggung, misalnya, yang berarti juga bisa memperluas lantai panggung apabila
memang diperlukan tambahan luas panggung kedepan menambah luas apron.

(2) Apron atau Serambi Panggung

Bagian lantai panggung paling depan yang dibatasi oleh garis layar dan ujung lantai panggung
yang menjorok ke oditorium, bagian ini disebut apron atau serambi panggung. Fungsi dari apron ini juga
sering diperdebatkan oleh karena dalam beberapa hal, seperti halnya pit orkes, juga merupakan bagian
panggung yang hanya merupakan penghalang saja dari hubungan keakraban penonton dan pemain.
Orang yang menganut pendapat ini sudah barang tentu menganggap tidak perlu harus ada apron.
Sejumlah besar gedung teater yang masih memiliki apron tersebut disebabkan oleh karena mengikuti
bentuk panggung turun-temurun sejak lama, meskipun kegunaanya diragukan., puncak alasan dari
orang-orang yang menyatakan bahwa apron itu tidak perlu karena masih banyak diperlukan ruang
dibelakang garis layar. Sebalikny bagi yang tetap mempertahankan adanya apron tersebut
mengemukakan alasan, bahwa serambi panggung tersebut diperlukan untuk mengisi acara untuk
mengisi acara sambil menunggu pergantian set atau adegan, untuk tempat pewara menyampaikan
pengumuman atau pemberitaan kepada penonton, untuk acara-acara selingan lain bagian dari produksi
pertunjukan itu, atau untuk tetap mempertahankan jarak estetis dengan penonton.

Mempelajari alasan-alasan dari kedua belah pihak baik yang menganggap perlu maupun yang
tidak menganggap perlu adanya apron, apapun alasan yang disampaikannya tida ada yang dapat
memuaskan semua pihak. Namun demikian, apabila kita merencanakan sebuah teater pendidikan
rasanya akan lebih efisien apabila menggunakan apron. Apabila oditorium akan dipergunakan sebagi
kelas besar, maka daerah apron dapat dipakai untuk penempatan mimbar ceramah. membaca (sajak),
resital, ceramah-ceramah, dan lain-lain kegiatan yang semacam itu dapat dilaksanakan didepan
panggung berdekatan dan dilatari oleh layar utama, dengan tidak perlu mengusik atau merusak skeneri
yang barangkali sudah terpasang dipanggung. Dengan diturunkannya layar asbestos dan layar utama
menutup panggung, maka latihan-latihan kelas pemeran dan kelas penyutradaraan yang berada di
depan panggung, serta persiapan skeneri di belakan panggung dapat berlangsung terus. Panggung yang
tidak memiliki apron tidak dapat dimanfaatkan secara efektif apabila tidak ada kerjasama penggunaan
yang baik anatarah daerah didepan panggung dan dibelakang panggung pada saat tidak ada pertunjukan
diatas panggung.

Apron yang memiliki kedalaman antara dua sampai dengan dua setengah meter tidak perlu
diperlebar lagi. Bagian untuk menuju ked an dari apron itu harus ada, asalkan masih mengambil tempat
didepan panggung. Dilain bagian sebelah kiri-kanan apron agak mendekati dingin sampai gedung,
biasanya terdapat pintu yang menghubungkan antar-oditorium dan blakkang panggung.

(3) Pelengkap Prosenium

Sungguhpun namanya pelengkung prosenium (proscenium arch), tetapi tidak selalu berbentuk
melengkung. Malahan pada umumnya pelengkung prosenium berbentuk persegi. Gedung-gedung teater
yang memiliki lubang prosenium dengan pelengkung proseniumnya, kemudian disertai dengan adanya
kain kemain (draperies) yang dipasang dibelakang dinding prosenium itu. Kain-Kemain ini biasanya
terdiri dari bahan kain yang tebal, misalnya kain beludru, berwarna polos gelap. Fungsi dari kain-kemain
ini sangat sederhana. Yaitu, guna menutup bagian-bagian lain diatas panggung yang tidak perlu dilihat
oleh penonton. Bagian-bagian yang ditutup itu misalnya: tali-temali, lampu-melampu, benda-benda
skeneri, dan lain sebagainya. Kain-kemain yang sejajar dengan pelengkung prosenium sisi atas disebut
tiser dan border. Kain-kemain yang sejajar dengan pelengkung prosenium sisi pinggir yang tegak vertikal
disebut tormentor dan sebeng.

Sungguhpun pelengkung prosenium ini sulit dikatakan merupakan perlengkapan panggung,


namun sangat penting artinya bagi perlengkapan panggung lainnya atau bagi garis pandangan ke
panggung, dengan demikian peranannya tidak bisa dielakkan. Bentuk dan besarnya pelengkung bagi
sebuah gedung teater ditentukan dengan mempelajari bentuk dan ukuran dari oditorium, dan dengan
memperhitungkan pembagian ruang yang tersedia di belakang panggung. Ukuran dari pelengkung
prosenium ini tidak dibuat secara sembarangan atau hanya didasarkan atas perkiraan saja oleh karena
meniru meniru dari sebuah gedung teater yang dianggap baik yang sama sekali berbeda rancangan dan
susunannya. Untuk menentukan ukuran pelengkung prosenium ini diperlukan waktu merencanakannya
agar gedung teater yang akan dibuat memiliki garis pandangan yang bagus dari berbagai tempat
kedudukan penonton menuju ke panggung yang dibatasi oleh pelengkung prosenium itu. Untuk menguji
kebagusan garis pandangan ini dapat dilakukan percobaan-percobaan yang sederhana demikian. Apakah
cukup jelas pandangan dari berbagai tempat kedudukan penonton yang paling ujung? Dari tempat
duduk yang paling tinggi di balkon, dari tempat duduk yang paling ujung kiri atau kanan deretan tempat
duduk paling belakang. Sejauh apa kemungkinan-kemungkinan para penonton yang duduk di tempat-
tempat duduk tersebut dapat melihat jelas ke panggung.

Keingina beberapa kelompok masyarakat tertentu untuk memiliki gedung gedung pertunjukan
yang palin besar dan paling bagus tidak jarang bahkan mencerabut dari bidang arsitektur teater. Dan
dengan demikian biasanya akan menghasilkan konstruksi teater yang secara harfiah betul-betul terlalu
besar bagi sebuah prouksi drama. Untuk sebuah oditorium dengan kapasitas tempat duduk penonton
sebanyak dua, tiga, atau empat ribu penonton, dengan pelengkung proscenium yang memilik lebar dua
puluh, dua puluh lima, atau bahkan tiga puluh meter, tidaklah menjadi kebiasaan pada umumnya.
Panggung semacam ini mungkin saja bagus bagi sebuah pertunjukan besar-besaran, semacam sendratari
atau pertunjukan masal lainnya, tetapi tidak cocok bagi pertunjukan-pertunjukan drama, karena terlalu
luas. Kegagalan yang sama juga sering terjadi pada pembuatan gedung pertunjukan atau gedung Teater
Pendidikan yang pembuatannya hanya menekankan pada penggunaan oditorium saja, misalnya, hanya
untuk kepentingan konser, ceramah-ceramah atau bahkan disewakan untuk pesta-pesta perkawinan.
Gedung-gedung semacam ini sering hanya memperhitungkan kebutuhan panggung yang memiliki
ukuran pelengkung prosenium yang memenuhi syarat.

Untuk sebuah produksi drama, lebar pelengkung prosenium yang wajar adalah antara sepuluh,
dua belas sampai empat belas meter. Apabila memiliki lebar lebih dari itu, maka ia akan menghadapi
persoalan luasnya gerakan pemain, rancangan skeneri, dan merembet ke besarnya ongkos produksi.
Kecepatan waktu dan gerak langkah pemain akan menghadapi kesulitan menyesuaikan luasnya
panggung, disamping sulitnya menyerasikan besarnya peralatan yang digunakan dalam pertunjukan
yang harus sebanding dengan luasnya panggung. Apabila skeneri atau set dengan segala peralatannya
dipergunakan untuk mengejar ketinggalan dengan luasnya panggung, berarti akan menambah beban
biaya produksi. Dengan demikian maka keterbatasan ukuran pelengkung prosenium bagi panggung
untuk keperluan pertunjukan drama perlu mendapat perhatian, sehingga terdapat keseimbangan
anatara kepuasan artistik dan bidang material serta finansial produksinya.

(4) Layar Asbestos

Meskipun di Indonesia belum lazim menggunakan layar tahan api ini, akan tetapi penting
diketahui bagi setiap orang yang mempelajari teater dan perlengkapannya. Bagi Negara-negara yang
telah memiliki undang-undang yang melindungi warganya dari bahaya kebakaran, telah mewajibkan
setiap gedung teater diperlengkapi dengan layar asbestos. Dengan demikian sewaktu-waktu terjadi
kebakaran (biasanya terjadi di belakang panggung), maka segera layar asbestos diturunkan. Maksudnya
untuk menghindari menjalarnya api ketempat lain. Layar asbestos terdiri dari bahan yang tidak dapat
dilihat atau digulung. Ia merupakan dataran dua dimensional secara utuh bergerak naik-turun melalui
ruang layang. Jalannya layar yang naik-turun secara utuh demikian itu sudah barang tentu hanya
mungkin dipasang pada gedung-gedung teater yang memiliki ruang layang. Ukuran dari layar asbestos
ini harus lebih besar dari lubang proseniumnya, paling tidak memiliki kelebihan antara tiga puluh sampai
lima puluh sentimeter menindih tepi-tepi pelengkung prosenium. Di bagian tepi kiri-kanan layar
asbestos ini diberi cincin pengarah yang kemudian dimasuki kawat (slink) pengarah yang telah
terpancang dari para-para ke lantai panggung. Kawat pengarah ini untuk menjaga agar layar asbestos
tidak bergoyang menyimpang dari arah tujuannya, dan tidak berbenturan dengan dinding prosenium
dan layar-layar lainnya. Sebelah-menyebelah pada masing-masing sisi tepi diluar cincin dan kawat
penyalur ini terdapat semacam pipa kantong dari baja vertikal yang dipasang pada dinding prosenium.
Pipa baja ini menjadi semacam penutup dan pelindung tepi-tepi layar asbestos tersebut. Berbagai
macam cara mengerek dengan satuan bandul pemberat konvensial dipergunakan untuk menaikan dan
menurunkan layar asbestos. Kaki pengerek layar ini berada dibelakang dinding prosenium dimana
kedudukan tali kerekan dan buah kerekannya yang berada di lantai berjarak beberapa jengkal saja dari
asbestos.

Sebuah pengaman khusus kerekan layar asbestos ini dinamakan saluran pengamanan. Ia
bekerja untuk member kemungkinan layar tersebut dapat berhenti direncanakn dari pelengkung
prosenium baik ditarik secara otomatis maupun dengan tangan. Untuk membuat kedudukan layar
demikian, maka keseimbangan antara layar dan bandul pemberat begitu rupa sehingga layar akan
sedikit lebih berat dari kaki penggeraknya. Untuk keperluan itu perlu diperlengkapi dengan seutas tali
khusus sebesar 11⁄2 sentimeter, tali ini dinamakan tali pelepas, yang berfungsi sebagai
penghenti/pemegang atau pelepas pada tempat kedudukan layar yang didinginkan sesudah layar
digerakan (turun atau atau naik). Pada ujung tali pelepas yang lain yang berada disisi seberang dimatikn
pada lantai dekat kaki pelengkung prosenium. Tali ini menjulur keatas melalui buah-buah kerekan satu,
dua, dan tiga melintasi para-para, kemudian turun kelantai panggug melalui buah-buah kerekan itu.
Ujung tali pelepas yang tidak terikat dilantai, diikatkan pada tali kerekan layar asbestos sebagai
penghenti/pemegang di tempat. Setiap jarak antara tiga atau lima meter sepanjang tali pelepas diberi
saluran pengaman. Saluran pengaman ini dibuat begitu rupa sehingga sangat peka terhadap ketinggian
panas tertentu sehingga dapat putus melepaskan tali dari pegangannya.

Kemudian layar akan turun dengan sendirinya, disebabkan putusnya saluran pengaman tadi. Atau kalau
perlu tali pelepas juga dapat diputus dengan pisau biasa.

Menahan api bukan satu-satunya kegunaan layar asbestos. Apabila layar utama sedang digulung
atau sedang tidak bekerja, maka layar asbestos dapat digunakan juga merangkap sebagai layar utama.
Apabila layar utama dan layar asbestos kedua-duanya diturunkan, maka ia dapat berguna untuk
menahan bunyi. Sehingga, dikedua tempat, baik dipanggung maupun di oditorium, dapat sama-sama
dipergunakan dengan tidak saling menganggu atau terganggu oleh bunyi-bunyian atau suara yang
mungkin timbul dari salah satu atau kedua tempat itu.

(5) Layar Utama

Layar utama adalah salah satu layar yang memiliki kedudukan dalam hubungannya dengan
identitas teater. Pada saat panggung belum dibuka, maka kehadiran layar utama sebagai suatu dinding
penghias oditorium memiliki nilai tersendiri. Oleh karena itu, kedudukan layar utama baik sebagai
identitas maupun penghias perlu diperhitungkan benar. Di gedung Teater Wayang Orang, misalnya,
pada layar utamamnya sering terdapat gambar pohon hayat atau gunungan yang dipilih untuk
memberikan identitas teater itu sekaligus memberikan suasana dan hiasan dalam ruang oditorium. Di
Teater-teater Modern layar utama tidak saja sebagai penghias batas panggung dan oditorium, akan
tetapi juga pilihan warna serta kedudukannya sebagai titik pusat perhatian penonton harus serasi
dengan lingkungan dalam oditorium. Disamping itu, bahan kain yang dipilih, tebal serta kepekatannya
menjadi penangkal bunyi menahan kegaduhan panggung pada saat terjadi pergantian skeneri. Bahan
yang terbagus sebagai layar utama ini adalah kain beludru. Bahan yang cukup memiliki berat yang oleh
karenanya bisa bagus terjurai, bulu-bulunya yang tebal nampak indah kena sorotan lampu. Akan lebih
baik dalam satuan bahan tanpa sambungan dan dengan warna kelam. Lebih disukai warna polos kelam
oleh karena dapat menyerap sinar lebih banyak sehingga tidak menyilaukan mata memandangnya.
Apapun bahan yang telah dipilih untuk dipergunakan sebagai layar utama ini kemudian harus dirangkai
atau dirangkapi dengan bahan kain yang lebih tipis/ringan, seperti bahan kain sutera atau satin, untuk
melindungi layar itu dan menghindarkan lunturnya warna. Jumlh keseluruhan yang dibiarkan
menggangtung dari bagian depan layar yang nampak, berkisar antara lima puluh persen sampai seratus
persen. Tepi atas layar diberi lipatan-lipatan yang dijahit menempel disepanjang bagian atas layar itu.
Ditepi bawah layar dibuat kantong sepanajang bagian bawah layar itu untuk kemudian dimasuki rantai
besi pemberat layar. Dengan demikian maka layar dapat bergarak dengan mantap dan tidak bergoyang-
goyang seperti ditiup angin.

Layar yang terdiri dari dua bidang umumnya lebih disukai dari pada yang hanya terdiri dari satu
bidang. Hal ini disebabkan oleh karena layar yang terdiri dari dua bidang, di bagian tengah antara dua
bidang layar tersebut dapat dipergunakan sebagai jalan penghubung antara apron yang berada di depan
layar dengan bagian di belakang layar. Lain dari pada itu dua bidang layar lebih mudah ditangani
dibandingkan layar yang hanya terdiri dari satu bidang baik ditinjau dari segi kerekan maupun dari
beratnya layar. Layar yang terdiri dari dua bidang dapat daptr ditangani dengan cara kerja kerekan yang
ditarik ke samping. Biasanya disebut layar tarik (draw curtain). Atau dengan cara kerja kerekan yang
dapt melipat kain layar secara diagonal keatas atau secara vertical keatas layar demikian itu biasanya
disebut layar tablo (tab curtain). Keberatan menggunakan layar satu bidang ini terutama bagi layar satu
bidang yang memiliki cara kerja kerekan turun-naik, atau yang biasanya disebut layar turun (drop
curtain) karena memerlukan penggarapan khusus. Sebaliknya, ada layar satu bdang yang banyak dimiliki
oleh gedung-gedung teater kita, Wayang Orang, Ketoprak, Ludruk, atau gedung Teater Tradisional
lainnya. Yaitu, layar satu bidang yang memiliki cara kerja menggulung, biasanya disebut layar gulung (roll
curtain).

(6) Layar Layang

Gedung teater yang memiliki ketinggian yang wajar dengan perlengkapan system bandul
keseimbangan, sering layar utamanya dikaerjakan dengan cara layang. Cara kerja demikian memiliki
kelebihan dibandingkan dengan cara kerja layar-layar bukan layang. Yaitu suata cara kerja layar yang
hamper tidak mengeluarkan bunyi pada saat layar tersebut bergerak. Di samping itu tidak ada
kekhawatiran akan terlipat-lipat oleh gerakan layar, atau ternganganya panggung karena kain warna
terkulai. Tidak diperlukan lintasan kerekan layar. Kain layar itu langsung diikat pada batang pipa dari
system bandul keseimbangan, dan batang pipa itu dikendalikan dari rel pengunci (lihat Gambar II-8).
(7) Layar Tarik

Gedung teater yang tidak memiliki ketinggian yang memungkinkan adanya ruang layang diatas
panggung, biasanya menggunakan pasangan layar tarik (draw curtain). Layar tarik terdiri dari dua bidang
yang bertemu, dan membuka ditengah apabila masing-masing bidang di tarik ke sisi pinggir kiri-kanan
pelengkungn proscenium (Gambar II-39). Lintasan layar yang dipergunakan untuk jalannya gerak layar
mendatar itu harus dipilih lintasan yang berkualitas bagus, oleh karena sangat menentukan lancar
tidaknya jalan kerekan layar tarik itu. Pemasangan lintasan layar harus sudah memperhitungkan
beratnya muatan agar dapat bekerja dengan mudah tanpa bunyi menggerit, dan yang terpenting harus
diperhatikan bahwa layar yang dijalankan pada lintasan itu dapat membuka dan menutup dengan baik
tidak ada saling lipat-melipat atau salib-menyalib antara kedua bidang layar tarik itu. Lintasan layar yang
bagus biasanya dibuat dari metal. Untuk memper mudah mengawasi dan merawat jalannya buah-buah
kerekan yang berada di dalam lintasan itu, umumnya orang lebih suka membuka salah satu ujung
lintasan. Roda-roda dari setiap buah kerekan yang diperlengkapi dengan semacam bola atau semacam
lingkaran terbuat dari fibre/plastik keras atau dari karet keras agar tidak tidak menimbulkan bunyi
berisik.

Lintasan kerekan layar tarik ini terdiri dari dua bagian terpisah. Untuk dua bidang layar tarik
yang bertemu tumpang-tindih selebar satu meter, maka lintasan layar itu harus di perpanjang ujungnya
dari tengah panggung ke ujung perpanjangannya sepanjang tujuh puluh lima sentimeter. Apabila
seluruh lebar lubang proscenium itu digunakan untuk pertunjukan, maka perlu lintasan layar itu
diperpanjang lagi ujungnya kesamping panggung melewati batas pinggir pelengkung proscenium,
sehingga kumpulan lipatan layar di kiri-kanan tidak menghalangi garis pandangan penonton, sesuai
dengan tuntutan pertunjukan. Sebagai contoh, untuk menentukan panjang lintasan layar dengan ukuran
lebar pelengkung proscenium sepuluh meter, maka diperlukan perhitungan sebagai berikut:

i. Untuk memperpanjang 0,75 m dari tengah panggung, maka panjang lintasan terhitung dari pinggir
pelengkunng proscenium aalah sebagai berikut:

10 m : 2 = 5 m; ditambah perpanjangannya 0,75 m;

5 m + 0,75 m = 5,75 m.

ii. Untuk menentukan sejauh apa layar menutupi panggung, belakang dan kiri-kanan panggung, dilihat
dari baris pertama tempat duduk penonton mengarah kepinggir pelengkung proscenium. Perkirakan,
misalnya, selebar 1,25 m. Kemudian tambahkanlah dengan 5,75 m, menjadi: 1,25 m + 5,75 m = 7 m.
Inilah jumlah lebar satu bidang layar yang diperlukan.

iii. Selanjutnya bahwa untuk kain layar selebar 1,50 m akan dapat dilipat menjadi tumpukan lipatan
selebar 0,30 m. Ini berarti dikeriputkan menjadi 1/5 nya. Bagilah kemudian lebar satu bidang layar
itu lima bagian. Maka panjang lintasan layar akan ditemukan dari lebar 5,75 m + 7m/5; perhitungan
menjadi sebagai berikut:

7 m : 5 = 1,40 m. (perkiraan tumpukan keriput layar)

5,75 m + 1,40 = 7,15 m ( panjang masing-masing lintasan yang diperlukan)


Apabila disamping panggung masih tersedia ruangan, ada baiknya untuk menambah panjang
lintasan beberapa sentimeter. Kalaupun terlalu panjang, masih dapat ditumpuktindihkan di tenga.
Namun, jangan sampai terjadi sebaliknya. Apabila lintasan terlalu pendek, mustahil untuk
dilaksanakannya.

Apabila sebuah gedung teater memiliki sarana lengkap, maka sangat mungkin dilakukan dua
macam cara kerja layar, layar tarik (draw curtain) dan layar layang (fly curtain) bagi sebuah layar yang
sama. Caranya adalah dengan menggantungkan kedua lintasan layar tarik itu kesebuah batang pipa dari
system bandul keseimbangan. Dengan demikian ia dapat dilayangkan naik-turun. Satu-satunya
perubahan penting yang terjadi pada perubahan dari layar tarik ke layar layang ini adalah pada cara
membukakan panggung, yang semula layar membuka sedikit demi sedikit ke samping (layar tarik),
menjadi membuka utuh keatas (layar layang).

(8) Layar Tab

Layar tab (tab berasal dari kata tableau) bekerja melalui dua utas tali atau lebih yang ditarik
menelusuri cincin-cincin pada layar. Apabila cincin-cincin itu disusun secara diagonal, maka layar akan
membuka dan menutup secara diagonal. Apabila cincin-cincin disusun secara vertical, maka layar akan
membuka dan menutup secara vertical. Layar tab diagonal bekerja melalui dua utas tali, sedangkan layar
tab bekerja melalui beberapa utas talitergantung dari jumlah baris vertical cincin-cincinyang disusun.
Cincin-cincin yang disusun baik secara pada layar tab diagonal maupun pada layar tab vertical disulam
atau dijahit dilayar bagian belakang. Masing-masing tali diikat ujungnya pada cicin yang paling bawah.
Ujung tali yang bebas dimasukkan menelusurisusunan cincin demi cincin menuju kebuah kerekan,
sehingga apabila tali ditarik, layar akan membuka menurut jalur susunan cincin-cincin tersebut. Layar
tab diagonal akan membentuk lengkungan besar dari tengah pelengkung proscenium ke sudut atas
pelengkung proscenium. Baik lengkungan-lengkungan layar tab diagonal maupun lengkungan-
lengkungan layar tab vertical nampak sangat dekoratif menghiasi kerangka panggung.

Mengingat cara kerjanya layar tab tidak dapat dibuat dari sembarang bahan kain. Bahan yang
terlalu tebal dan berat tidak cocok bagi cara kerja layar tab semcam ini, karena sulit untuk
mempertahankan keseimbangan berat pada saat di buka, padahal keseimbangan layar itu sangat
penting sehingga tali layar mudah diikatkan pada rel pengunci agar supaya kedudukan layar pada saat
terbuka tetap dapat dipertahankan juga. Makin besar dan berat layar pada saat dibuka, makin besar
pula risiko keseimbangan berat layar. Dengan demikian makin sulit pula menjamin terbukanya layar
dengan kedudukan yang bagus dan mantap.

Layar tab dapat ditutup dengan melepaskan ikatan tali pada rel pengunci, lalu dengan berat
layar itu sendiri telah menarik tali layar itu turun ke bawah menurut jalur susunan cincin yang telah
ditentukan. Oleh karena itu, apabila bahan kain layar terlalu tipis dan ringan, mungkin juga akan terjadi
kesulitan lain pada saat menutup layar ini. Oleh karena layar tidak cukup berat, maka ia sangat lambat
turun, atau bahkan tidak mau turun sama sekali, atau sebagian mau turun sebagian tidak. Mengingat
hal-hal tersebut maka pemilihan tebal-tipisnya dan berat-ringannya bahan kain layar perlu
pertimbangan sebaik-baiknya.

Masih ada satu hal lagi yang menjadi kesulitan bentuk layar tab. Meskipun lengkungan-lengkungan layar
tab yang telah dibuka memberikan bentuk hiasan yang bagus baagi suasan pertunjukan recital, konser,
atau pembacaan puisi, tetapi tidak bagi pertunjukan yang menggunakan set atau skeneri kotak/persegi.
Hal ini disebabkan oleh karena lengkungan-lengkungan layar itu akan menimbulkan celah-celah yang
tidak menutup set itu. Dalam keadaan demikian terpaksa dibuatkan bagian-bagian penutup set di
samping kiri-kanan dan di bagian atas. Ini berarti memakan ongkos dan kerja tambahan. Itu pun kalau di
buat belum tentu dapat memuaskan oleh karena justru pada bagian-bagian penutup set ini terdapat
bayangan-bayangan sorotan lampu yang ditimbulkan olaeh layar itu.

Bagaimanapun keadaannya, maka di beberapa gedung teater masih dapat menggunakan cara
kerja layar-layarnya dengan menentukan pilihan apakah akan menggunakan cara kerja layar tarik, layar
layang atau layar tab. Tergantung kepada efisiensi dan efektivitas masing-masing layar yang akan
dipergunakan dalam suatu gedung teater, di samping harus memperhatikan keadaan sarana gedung
teater itu sendiri.

(9) Layar Gulung

Umumnya layar gulung (roller curtain) dipergunakan di gedung-gedung Teater Wayang Orang,
Ketoprak, atau Ludruk yang memiliki ruang panggung yang kecil dan sempit. Gedung- gedung teater
yang besar dan modern jarang menggunakan layar gulung semacam ini. Diperkirakan bahwa layar
gulung telah dipergunakan oleh teater-teater lama, pada kereta-kereta Teater keliling awal abad ke-19.
Layar gulung ini sederhana sekali cara kerjanya. Sapat dilakukan di ruang panggung yang sempit untuk
segala set atau skeneri luar(eksterior) dan dalam(interior). Biasanya kain atau skeneri yang diperlukan.
Pohon-pohon untuk menggambarkan hutan, jalanan, pemandangan, dan lain sebagainya, sebagai layar
skeneri luar atau pendopo keratin,rumah padepokan, keadaan di dalam gua, dan lain sebagainya.
Merupakan layar yang menggambarkan skeneri dalam. Di tepi bagian atas layar ini digantungkan pada
batang kayu atau bambu, sebagaimana juga yang terdapat pada layar-layar jenis lain. Di tepi bagian
bawah ditangkupkan pada batang kayu atau silinder bambu sebagai poros gulungan. Batang silinder itu
kira-kira bergaris 10 sentimeter, dan 1m lebih panjang dari lebar layar itu sendiri. Apabila poros
gulungan layar itu dibuat dari kayu, maka sebaiknya dibuat dari kerangka kayu yang terdiri dari rusuk-
rusuk kayu panjang disusun pada sejumlah piringan kayu yang bergaris tengah 12,5 sentimeter (lihat
gambar II-41) sehingga membentuk kerangka silinder. Kemudian kerangka silinder itu di bungkus dengan
kawat ayam. Sesudah itu di tempel dengan kertas layangan dan sesudah itu baru diakhiri dengan lapisan
kain sebagai kulitnya. Layar gulung ini bekerja dengan dua utas tali yang dapat ditarik sekaligus melalui
dua buah kerekan. Dari pangkal kerekan yang terdiri dari dua buah kerekan ini kemudian dua utas tali itu
memisah. Ujung tali pertama dikaitkan dengan poros gulungan layar yang berada di bawah dua buah
kerekan itu, sedangkan ujung tali kedua dihubungkan ke sebuah kerekan yang ditempatkan di sisi
seberang lain yang berkedudukan sejajar dengan kedua buah kerekan tadi. Dari buah kerekan yang satu
ini kemudian ujung tali dikaitkan dengan poros gulungan layar yang berada di bawah satu buah kerekan
ini. Di dalam kehidupan sehari-hari cara kerja kerekan layar gulung semacam ini sering kita dapati pada
kre-kre rumah.

Pada dua utas tali yang dapat ditarik-ulur untuk membuka tutup layar gulung ini, saat layar di
buka, ujung-ujung dua utas tali itu kemudian harus diikatkan erat-erat pada rel pengikat, agar layar
tersebut tetap stabil terbuka. Sebaliknya apabila layar gulung itu akan ditutup cukup membuka ikatan
tersebut dan melepaskannya. Oleh karena poros gulungan layarnya cukup berat, ditambah berat layar
itu sendiri, maka layar itu kan turun menutup panggung dengan cepat.

(10) Tiser dan Tormentor

\ Sampai batas-batas tertentu ukuran besar-kecil setiap lubang proscenium dapat dirubah dengan
menggunakan tiser dan tormentor.

Tiser adalah kain pengahalang yang dipasang diatas panggung paling depan menyilang
horizontal. Ukurannya lebih besar dari ukuran border. Biasanya dibuat dengan bahan kain yang sama
dengan bahan kain layar. Digantung pada sebatang pipa gantungan dengan system bandul. Letaknya
tepat dibelakang layar utama. (Lhat Gambar II-47) Disini apabila ada keinginan untuk memperpendek
ujung atas set/skeneri, maka tiser dapat diturunkan. Sebaliknya pabila ada keinginan untuk
mempertinggi atau memperlihatkan ujung atas set/skeneri, maka tiser dapat dinaikkan.

Tormentor adalah penutup atau penghalang pandangan kesamping panggung paling depan yang
dipasang secara vertical. Biasanya dibuat dari papan datar, atau dari kain berkerangka kayu sehingga
berbentuk datar pula. Ujung atas tormentor ini bersentuhan dengan ujung samping tiser.

Apabila sisi-sisi kiri dan kanan sebuah skeneri lebih pendek dari lebar proscenium, maka untuk
menutup celah-celah samping yang disebabkan Karena pendeknya set itu, tormentor dapat digeser-
geser sehingga menutupi celah-celah itu. Dengan demikian tormentor yang merupakan sebeng
panggung paling depan ini bisa dirubah kedudukannya bergeser ke kiri atau ke kanan menurut
keperluan.

Setelah kita mengetahui bentuk, bahan dan tempat beradanya tiser dan tormentor ini, maka
dapat disimpulkan bahwa fungsi utama tiser dan tormentor ini selain untuk menutupi pandangan (yang
tidak perlu) penonton keatas (tiser) dan kesamping (tormentor) panggung, maka tiser dan tormentor
juga berfungsi untuk memperkecil lubang proscenium.

(11) Jembatan Lampu

Umumnya gedung-gedung Teater Modern selalu diperlengkapi dengan jembatan lampu. Tempat
kedudukan jembatan lampu ini berada tepat di belakang tiser. Memiliki lebar lebih kurang 0,60 m dan
panjang jembatan beberapa puluh sentimeter lebih dari panjang proscenium ke samping kiri dan kanan
panggung. Kecuali untuk menggantung lampu-lampu, jembatan lampu juga untuk menggantung kain
border kesatu. Jembatan lampu ini bergantung pada dua pasang tali/kawat (slink) pada system bandul
keseimbangan keseimbangan, sehingga jembatan lampu dapat di naik-turunkan menurut kebutuhan
(Gambar II-43) jembatan ini dibuat dari kerangka besi/baja yang kuat untuk di muati oleh border, lampu-
lampu, dan dua orang operator. Biasanya gerak turun-naiknya jembatan ini dilakukan dengan mesin
listrik.

(12) Para-para

Yang disebut para-para (gridiron) adalah jajarnya kayu dan besi yang disusun berderet (lihat
gambar II-44). Letaknya di atas panggung kurang lebih 2m di bawah atap dan memenuhi seluruh ruang.
Para-para ini adalah tempat kedudukan kerekan-kerekan tali penggantung layar, skeneri, lampu-
melampu, dan lain sebagainya. Tidak menjadi soal bagaimanakah jenis system layang sebuah gedung
teater.apakah ia menggunakan karung pasir dengan tali kerekan biasa, system bandul keseimbangan
yang digerakan dengan kekuatan listrik dengan berbagai kecepatan, dan lain sebagainya. Yang penting
adalah bahwa para-para tersebut merupakan dataran kerja yang cukup aman dan kuat dimuati berbagai
peralatan dan perlengkapan panggung yang harus digantungkan padanya.

Sebuah gedung teater Modern akan memiliki para-para yang dibuat dari pasangan balok –balok
yang berat dan panjang dengan gang muatan menempati sebelah kanan proscenium masing-masing
susunan pasang balok selebar 1,25m. dan antara balok satu dengan balok lain berjarak lebih kurang 0,25
sampai 0,30m. di atas balok-balok inilah tempat kedudukan induk kerekan. Sebuah lantai kisi-kisi yang
dibuat dari besi tipis dibau pada balok-balok untuk memperkuat kedudukannya, masing-masing berjarak
antara 0,75m. jarak antara ini diperlukan untuk membuka lantai para-para agar dapat dipergunakan
sebagai celah kerekan. Di lain pihak kisi-kisi besi tersebut untuk mengamankan para pekerja yang berada
di lantai para. Untuk mencapai ke lantai para harus diperlengkapi dengan tangga yang berpangkal dari
sudut belakang panggung yang paling sepi dari kegiatan. Bagi sebuah teater pendidikan, tangga terbuka
menuju ke para-para merupakan bagian yang sangat berbahaya.

(13) Kantong Pasir dan Tali Kerekan

Cara-cara lama yang telah dikerjakan oleh para pekerja panggung untuk mengerek atau menaik-
turunkan layar-layar atau skeneri yang berat-berat, umumnya dengan menggunakan tali biasa. Apabila
muatan itu terlalu berat untuk dikerek dengan kekuatan seorang pengerek saja, maka untuk membantu
mempermudah atau memperingan kerjanya kemudian diikatkan pada tali kerekan itu satu kantong
berisi pasir untuk mengimbangi berat muatan kerekannya. Masih banyak gedung-gedung Teater
Lamaayang menggunakan cara demikian. Tali atau kawat/slink kerekan bekerja mulai dari batang
gantungan menuju ke para-para, masuk ke biji kerekan, lalu menuju kesalah satu sisi panggung dimana
terdapat induk kerekan. Stselah melewati induk kereakan, lalu menuju kebawah diakhiri pada rel pasak
(Gambar II-45).

Rel pasak terletak diruang layang yang berada di sisi salah satu dinding panggung dan biasanya
berada 5 sampai 6 meter diatas lantai panggung. Penempatan demikian ini memiliki dua keuntungan.
Pertama, dari kedudukannya diatas panggung para pengerek dapat dengan jelas melihat kebawah, ke
lantai panggung. Kedua, ruangan dibawah rel pasak dapat digunakan untuk kesibukn atau keperluan
lain. Misalnya lalu lalang pemain, tempat menyimpan peralatan, skeneri, dan lain sebagainya. Lain dari
pada itu masih perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

i. Panjang pendeknya tali dapat menyulitkan pengaturan objek gantungan (layar, skeneri, dan lain
sebagainya), sehingga tidak bisa tepat, lurus, dan sejajar dengan lantai panggung.

ii. Keseimbangan antara skeneri yang dilayangkan/dikerek dengan kantong pasirnya sulit dicapai oleh
karena biasanya skeneri selalu akan lebih berat. Tanpa adanya suatu cara untuk membantu kekuatan
tali kerekan itu, maka skeneri akan turun merendah.

iii. Harus selalu dilakukan pemeriksaan tehadap tali dan kantong pasir, agar supaya terjamin
keamananya.

iv. Benda-benda yang dilayangkan (skeneri/layar) harus ditarik keatas sejauh mungkin sebelum kantong
pasir digantungkan sebagai bandul keseimbangan muatan.

v. Harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi goyangan kantong pasir pada saat tali kerekan
dtarik keatas ataupun kebawah.

Jenis system layang seperti ini umumnya tidak dipujikan bagi Teater Pendidikan. Terlalu sederhana bagi
para siswa berarti tidak mengembangkan terlalu jauh keahliannya, dan lagi keamanannya tidak di amin.

(14) Sistem Bandul Keseimbangan

Menggunakan sistem bandul keseimbangan akan lebih aman dan merupakan cara pengerekan
yang dipandang lebih baik serta telah berhasil mengatasi sebagian besar kesulitan-kesulitan yang ada
pada system kerek-mengerek. Di dalam system bandul keseimbangan ini, utasan talinya diganti dengan
bahan atau slink (kawat baju). Kawat ini bekerja mulai dari batang gantungan menuju ke para-para,
masuk ke biji kerekan, lalu menuju kesalah satu sisi panggung dimana terdapat induk kerekan,
kemudian dari sini menuju kerangka besi yang bisa diatur yang disebut kaki bandul. (Gamabar II-46)
Panjang kawat ini begitu rupa, sehingga apabila batang gantungan di turunkan sampai terletak dilantai
panggung, maka kaki bandul ini berada diujung atas tepat dibawah para-para. Dari sini bandul
keseimbangan yang biasanya terdiri dari lempengan-lempengan besi, dapat ditambahkan atau
dikurangkan dari kaki bandul, tergantung dari berat-ringanya muatan. Untuk menjaga agar jangan
sampai kaki bandul terpilin atau bergoyang, maka kaki bandul tersebut beregerak mengikuti rel yang
berbentuk lintasan besi T. Batang gantungan dan kaki bandul dapat bergerak secara vertical melalui
kawat baja dengan garis tengah lebih kurang 11⁄2 cm yang biasanya disebut utasan kerja. Kawat utasan
ini ujung-ujungnya diikatkan padi kerangka kai bandul. Ujung yang satu pada bawah kerangka kaki
bandul menuju kerekan tegangan, melalui kerekan tegangan keatas menuju induk kerekan, melalui
induk kerekan menuju kebawah lalu dikaitkan atau diikat pada bagian atas kerangka kaki bandul.
Sedangkan antara batang gantungan dengan kerangka kaki bandul dihubungkan dengan kawat baja
dengan garis tengah lebih kurang 1 cm (lebih kecil dari utasan kerja, tetapi bisa terdiri dari tiga atau
empat utas) melalui induk kerekan. Ujung kawat yang satu diikatkan pada batang gantungan, sedangkan
ujung yang lain diikatkan pada bagian atas kerangka kaki bandul. Pengunci tali/kawat dibuat dari
jaringan besi yang disebut rel pengunci. Penempatan rel pengunci ini biasanya jauh dipinggir belakang
panggung. Salah satu hal yang dapat dipujikan dengan adanya penggunaan system bandul
keseimbangan antara muatan yang digantung dengan bandulnya dikatakan hamper mencapai
kesempurnaan.

(15) Siklorama

Masalah-masalah yang dihadapi dibalik skeneri apabila dimaksud untuk member kesan
pemandangan luar, misalnya, latar belakang langit atau udara bebas, yang dapat terlihat melalui jendela
terbuka atau pintu terbuka, biasanya dilakukan dengan cara yang paling mudah yaitu dengan memasang
penutup belakang (backing). Namun demikian, apabila dikehendaki pemandangan luar yang agak luas,
banyak para perancang panggung yang membuatnya dengan berbagai macam cara. Apabila kaungan
terbatas, pdahal di dinding belakang panggung terdapat berbagai tempat perlengkapan panggung,
seperti pipa-pipa listrik, panil-panil bangunan permanen, dan lain sebagainya, maka untuk menutup
keadaan belakang keadaan belakang pang yang demikian itu, sering digunakan kain-kemain yang di cat
biru laut. Adakalanya masih digunakan cara lama, yaitu dengan memasang layar gantung langit (sky
drop). Cara-cara atau usaha-usaha menutup bagian belakang panggung semacam ini masih saja nada
kekurngannya, yaitu sisi-sisi belakang panggung tidak tertutup. Sebagai tindak lanjut dibuatlah
kemudian layar gantung yang dipasang di sisi-sisi kiri, kanan, dan belakang panggung sebagai
sambungan dari layar gantung yang dipasang di belakang panggung. Dengan demikian di hindarkan
celah-celah yang mungkin teradi oleh karena tidak adanya kesinambungan antara layar gantung dan
sebeng-sebeng. Maka, dengan memasang layar gantung langit di belakang dan di sisi-sisi kiri, kanan,
dan belakang ini, terdapatlah tiga layar gantung yang dipasang. Namun demikisn terjadilah sudut-sudut
yang menghubungkan ketiga layar gantung itu menyulitkan penyinaran. Untuk mengatasi kesulitan ini,
dalam perkembangan ragam selanjutnya dibuatlah kain siklorama, yang memberikan hasil yang lebih
memuaskan.

(16) Penutup Lantai Panggung

Adakalanya bagian penting daerah permainan di panggung ditutup dengan kain terpal atau
lapisan keras tipis. Biasanya berwarna coklat tua atau abu-abu kehijauan atau kehitaman. Penutup
lantai panggung ini dipasang hingga lantai panggung depan termassuk batas layarnya melampaui 1 atau
11⁄2 meter di depan pelengkung proscenium. Kesamping atau ke belakang sampai beberapa jengkal
melampaui batas set. Pemasangannya langsung dilekatkan ke lantai panggung dengan paku paying.
Penggunaan penutup lantai panggung tidak saja membenahi bagian lantai panggung yang nampak
telanjang, akan tetapi juga untuk cegah bunyi berisik pada saat pergantian set atau untuk mematikan
bunyi laangkah kaki bersepatu para pemain dan para awak panggung.

3. Bentuk Campuran

Yang dimaksud dengan bentuk Pentas Campuran disin ialah apabila kita temukan satu bentuk
panggung atau pentas yang menurut pengertian-pengertian yang sudah kita berikan di muka tidak
termasuk bentuk-bentuk yang sudah kita kenal sebagai bentuk Pentas Arena atau bentuk Pentas
Prosenium. Misalnya, bentuk Teater Terbuka yang terdapat di prambanan yang lebih kita kenal dengan
panggung Sendratari Ramayana Prambanan. Dilihat dari kesederhaannya, tersebut tidak memerlukan
pembuatan skeneri yang sulit dan berubah-ubah, oleh karena skenerinya adalah alam itu sendiri atau
dalam hal ini adalah candi prambanan. Dengan demikian pentas ini seperti memiliki salah satu cirri dari
pentas arena yang membedakan hanya oleh karena besarnya pentas dan besarnya jumlah penonton
yang mengakibatkan jauhnya hubungan penonton dan pemeran. Sehingga oleh karena itu tidak
memiliki sifat akrab seperti teater arena. Dilain pihak oleh Karena juahnya penonton maka mungkin
memiliki persamaan sifat seperti pentas proscenium, tetapi juga tidak. Sebabnya adalah pentas ini tidak
memiliki pelengkung proscenium sebagai mana lazimnya pentas proscenium. Jadi, oleh Karen pentas ini
memiliki sifat – sifat pentas arena dan sifat – sifat pentas proscenium, tetapi sekaligus juga
dipersamakan begitu saja, maka kita akan mengklafisikasikan bentuk pentas seperti ini kita namakan
bentuk pentas campuran. Beberapa contoh pentas campuran seperti ini, kecuali teater Ramayana
prambanan, dapat juga disebut anatara lain : pentas teater pandaan di ja-tim. Pentas halaman taman
ismail marzuki di Jakarta, dan pentas teater terbuka tapiandaya di medan sumut.

Pada dasarnya pentas seperti ini merupakan campuran atau kombinasi dari dua atau lebih tipe
pentas. Sudah barang tentu membuat pentas semacam ini dimaksudkan untuk melayani pentas sebaik
mungkin dalam hubungannya dengan penonton. Pertunjukan dengan jumlah pemain yang besar dan
penonton yang besar memerlukan pentas yang besar pula.

Gambar II – 38 : layar layang : 1. Bandul keseimbangan, 2. Batang pipi, 3. Jaitan, 4. Real penginci, 5. Lipatan rata, 6. Lipatan berkotak, 7. Layar
diikat pada batang pipi, 8. Rantai pemberat ditepi bawah layar.

Gambar II – 39 : layar tarik disertai dasar – dasar cara kerja tali dan berbagai macam roda – roda pada lintasan tali

Lain dari pada itu mungkin juga ada bentuk panggung yang dibuat keluar memasuki daerah
tempat duduk penonton. Di jepang terdapat pada pentas tabuki, yang disebut “hanamichi”. Di eropa
atau di amerika, teater yang memiliki panggung yang luas tempat pertunjukannya keluar dan masuk ke
daerah tempat duduk penonton disebut “thrust stage”.
BAB III

SKENERI
A. Pengertian Dasar Skeneri

Pada umumnya seni teater ditampilkan dalam bentuk penyajian sebuah lakon diatas pentas.
Lakon itu sendiri dapat bersumber dari sastra drama yang lengkap ditulis oleh pengarangnya merupakan
sebuah naskah lakon atau bersumber dari sastra roman, sejarah, cerpen, babad, legenda, kehadapan
sehari-hari, dan lain sebagainya, kemudian oleh sang dalang atau sutradara dituangkan dalam pokok-
pokok adegan sebuah lakon yang akan ditampilkan.

Teater yang menggunakan naskalakon sastra drama biasanya dapat kita temukan dalam bentuk
sandiwara atau drama baru, sedangkan yang tidak menggunakan askalakon lengkap biasanya dapat kita
jumpai dalam bentuk teater tradisi. Pada teater mutakhir (kontemporer) yang mengandalkan
penampilannya di atas pentas berdasarkan pada akhirnya sebuah proses pemeran menghayati
rangsangan kejadian, maka ia dapat bertolak dengan menggunakan naskah atau tidak menggunakan
naskah.

Dari ketiga bentuk penampilan kontes tersebut, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa
pada dasarnya terdapat dua pangkal tolak penampilan sebuah lakon, yaitu menggunakn naskah, dan
tidak menggunakan nskah. Penampilan yang menggunakan naskah, sudah barang tentu harus
memperhitungkan pesan-pesan pengarang lakon, sedangkan yang tidak menggunakan naskah
keterikatan kepada pengarang lakon tidak ada. Namun dalam hal ini, apabila kita membicarakan tentang
skeneri, maka ada atau tidak ada naskah lakon, terikat atau tidak terikat pengarang lakon, skeneri tetap
diperhitungkan. Masalah selanjutnya adalah menjawab pertanyaan: Apakah skeneri itu? Pada Bab I buku
ini sudah dijelaskan bahwa skeneri termasuk unsure penunjang rupa.

Sebelum kita sampai kepada pembicaraan tentang skeneri itu sendiri, maka terlebih dahulu akan
kita bahas sedikit mengenai proses terjadinya sebuah skeneri itu.

Seorang perangcang skeneri itu sesudah ia membaca naskah (apabila lakon itu menggunakan
naskah), dan mendengar pendapat-pendapat sutradara. Atau, sesudah ia melihat kejadian-kejadian yang
dilakukan pemeran (terutama apabila lakon itu tidak menggunakan naskah), serta banyak mengadakan
pertukaran pendapat dengan sutradara. Maka, ia kemudian menciptakan sebuah rancangan skeneri,
sebagai suatu unsur penunjang rupa bagi pemeran. Dengan demikian yang dimaksud skeneri disini
terdapat sebuah pengertian.
1. Pertama adalah “skeneri dalam pengertiannya yang luas”, yaitu seperti tersebut dalam berbagai
definisi skeneri, antara lain yang berbunyi sebagai berikut;

a. skeneri adalah suasana sekitar gerak-laku diatas pentas

b. semua elemen-elemen visual yang mengitari pameran di dalam pertunjukannya diatas panggung

Pengertian yang luas ini didukung oleh perwujudan benda-benda yang menunjang media utama
(pemeran), seperti kostum,tat rias, peralatan,prabotan,dekor, dan lampu yang menyebabkan benda-
benda atau unsure-unsur penunjang tersebut kelihtan

2. Kedua adalah “skeneri dalam pengertian terbatas”, yaitu:

Benda yang membentuk suatu latar belakang fisik (ragawi) dan memberikan batas lingkungan gerak-
lakuan. Pengertian yang kedua ini hanya membicarakan benda-benda yang melatarbelakangi
permainan saja, seperti missalnya layar-layar,dinding,beberapa perabotnya.

Mementaskan lakon adalah menampilkan visi pengarang (kalau lakon itu tertulis) dan atau menampilkan
visi sutradara. Skeneri termasuk dalam penampilan visi tersebut. Setelah dirancang oleh perancang skeneri
kemudian dilaksanakan oleh pelaksana skeneri.

B. Fungsi Skeneri

1. Skeneri Berfungsi Memberikan Suasana Sekitar dan atau Menempatkan Gerak-laku

Skeneri, dalam berbagai hal membantu atau menunjang para pemeran untuk memberikan
suasana sekitar atau memberikan keadaan lingkungan dimana pemeran berada. Di sini berarti bahwa
skeneri itu memberikan lokasi gerak-laku pemeran atau dapat juga dikatakan memberikan wadah.

Dari berbagai penampilan fisik skeneri yang telah dilaksankan oleh pelaksana skeneri, maka
pada umumnya terdapat empat macam sifat penampilan visual:

a. Penampilan skeneri yang disebut: realistis

b. Penampilan skeneri yang disebut: sugestif-realistis

c. Penampilan skeneri yang disebut: nonrealistis

d. Penampilan skeneri yang disebut: formal

Uraian dari keempat jenis penampilan visual skeneri tersebut, sebagai berikut:

a. Sebuah skeneri “realistis” diciptakan atau dibuat untuk memberikan kepaastian, memberikan
gambaran kenyataan yang hidup dari semua kegiatan atau gambaran suasana yang patut bagi gerak-
laku. Misalnya, sebuah adegan dirumah Sanjoyo di daerah penggalian intan Kalimantan Tengah, dalam
lakon Penggali Intan karya kirdjomuljo.
Adegan semacam itu dibuat merupakan angan-angan dari sebuah tempat dengan menggunakan bentuk-
bentuk tiruan yang murni. Dinding dibuat dari bahan kayu hutan yang “nyata”, pintu-pintu dan jendela
yang “nyata”, gambar potret Sunarsih pacar Sanjoyo yang “nyata”, prabot rumah tangga, seperti meja,
kursi, periuk nasi, dan lain sebagainya juga “nyata”. Seniman yang menciptakan set atau skeneri itu
mencoba agar para penonton merasa dalam dirinya berada dalam rumah di daerah Kalimantan Tengah
seperti yang pernah mereka kenal. Tidak semata-mata hanya untuk memberikan cirri lakon itu. Lakon-
lakon yang realiastis seperti pada karya-karya Kirdjomuljo, Usmar Ismail, Utuy, biasanya menggunakan
set semacam itu. Untuk membuat hasil sebuah adegan tiruan yang realistis tidak berarti harus
memberi gambaran yang lengkap dari bentuknya yang alami (natural). Seniman yang baik selalu
menghindari perincian yang berlebih-lebihan atau ketelitian seperti sebuah potret. Oleh karena itu,
apabila ia berbuat begitu maka ia akan merusak panggung dalam hubungannya dengan gerak-laku. Set
realistis yang terbaik pada saat ini sangat sederhana, yaitu dengan banyak membuat elemen sebuah
adegan berada di benak atau didalam imajinasi penoton.

b. Kemudian, suasana adegan itu bisa diciptakan untuk menempatkan gerak-laku kedalam penampilan
skeneri yang “sugestif-realistis” dengan suasan tempat yang akrab tanpa memberi wujud yang
lengkap. Skeneri didalam kebanyakan Teater Tradisi kita memiliki penampilan sugestif-realistis
demikian ini. Juga drama-drama baru, sepertin lakon-lakon karya Saini KM dan lakon-lakon karya N.
Riantiarno, sering dipentaskan oleh kelompok-kelompok teater kita dengan menggunakan skeneri
sugestif-realistis.

Skeneri semacam ini dibuat dengan sederhana namun memberikan bentuk gambaran yang lengkap.
Jendela besar dengan tangga sekaligus sebagai pintu masuk kerumah, menggambarkan perumahan
yang menampung keluarga pengungsi yang tinggal berdesak-desakan dalam satu rumah
penampungan. Meja bundar marmer dengan kursi goyang dan lampu minyak gantung,
menggambarkan kehidupan keluarga pensiunan, dan lain sebagainya. Masing-masing bentuk dalam set
adalah lambing dari seluruh kelompok bentuk-bentuk lain yang pernah terekm dalam ingatan
penonton. Mereka memang sadar dan dibuat sengaja dapat merasakan bahwa kehadiran set
sedemikian itu memang tidak diwujudkan secara lengkap. Banyak lakon-lakon, apakah dipentaskan
oleh Teater Tradisi atau oleh Teater Baru, yang menggunakan beberapa babak atau adegan yang
berpindah-pindah ruang dan waktu menggunakan set sugestif ini ternyata sangat praktis dan efektif.
Disamping itu merupakan sebuah kenyataan di negeri kita bahwa suatu pementasan sering sekali tidak
didukung oleh factor keuangan yang besar. Sehingga apabila ingin membuat set yang realistis lengkap
tidak mungkin, oleh karena biayanya tidak mencukupi. Maka set sugestif sangat membantu, sehingga
persiapan pementasan tidak buntu. Tetapi harus diingat pula bahwa alas an kekurangan biaya untuk
menetukan jenis penampilan set sebetulnya tdak penting. Yang penting adalah nilai penampilan set
tersebut dalam hubungannya sebagai unsure penunjang, sudah dapat kah mengangkat pementasan
tersebut? Keterpaduannya, keselarasannya, dan kesannya terhadap penonton?

c. Penampilan lain dari sebuah skeneri adalah disebut: “nonrealistis”. Hal ini mengingat bahwa sang
seniman perancang dan pembuat skeneri tidak menempatkan gerak-laku pemeran dalam bentuk
penampilannya yang nyata, akan tetapi lebih menekankan pada pernyataan gagasan sang seniman.
Skeneri semacam ini banyak digunakan dalam drama-drama mutakhir karya-karya Rendra, Arifin atau
Putu Widjaya. Penampilan skeneri menempatkan gerak-laku dalam suatu penalaran ruang gerak dan
jarak waktu setempat. Kemudian dipadukan dalam kepekaan dan ketepatan memilih serta
menggunakan bahan-bahan skeneri yang terdapat dalam lingkungan. Seorang perancang skeneri yang
terkenal dengan penampilan skeneri semacam ini adalah Roedjito.

d. Penampilan skeneri yang keempat adalah yang biasanya disebut “formal”. Tipe penampilan skeneri
semacam ini hanya memberikan tempat gerak-laku. Ia tidak mencoba memberi gambaran wujud
dimana tempat itu berlaku. Skeneri semacam ini selalu dirancang dengan seakan-akan sangat
sederhana, dalam bentuk arsitektural seperti dinding, tangga, atau kotak-datar (platform). Biasanya
terdapat dalam drama tari, sehingga pemusatan perhatian kita terhadap gerak tarian itu sendiri tidak
terganggu oleh kehadiran skeneri.

2. Skeneri Berfungsi Memperkuat Gerak-laku

Fungsi kedua skeneri adalah untuk membantu menjelaskan dan untuk memberikan makna pada gerak-
laku sebuah lakon, ini dapat dikataan sebagai “memperkuat” gerak-laku. Skeneri yang drancang
dengan baik dapat membantu gerak-laku sebuah lakon dalam berbagai jalan. Disini skeneri tersebut
dilengkapi dengan menampilkan kesan watak seseorang. Penampilan skeneri sebuah kamar, mislnya,
kejorokan atu kerapiannya, kejadian-kejadiannya, benda-benda akrab yang ia letakkan, dan lain
sebagainya, semuanya itu memberikan tanda-tanda kepribadian dalam kehidupan yang sungguh
berkesan bagi orang yang melihatnya. Berbagai macam cara yang dapat ditaampilkan dalam skeneri itu
dapat melahirkan gagasan dan menjelaskan sikapdan watak-watak itu.

Di samping itu, skeneri juga dapat menjelaskan gerak – laku, dengan menempatkan perabotan
yang khusus, seperti senjata dan kulit – kulit binatang buruan, yang menjelaskan bahwa penghuninya
seorang pemburu. Dalam lakon kisah perjuangan suku naga karya rendra misalnya, roedjito meletakan
sebatang pohon pisang dalam penampilan skenerinya, disini ia seakan – akan ingin menjelaskan
suasana kampung atau pedesaan dimana peristiwa itu terjadi. Dengan menggunakan perlampuan yang
layak di sorotkan kepada objek – objek tertentu, seperti pada jendela atau pintu, skeneri dapat juga
menggambarkan waktu dan musim serta kondisi udara pada umumnya. Ini berarti bahwa penampilan
skeneri tsb membantu menggambar kondisi sekitar gerak – laku. Dengan bentuk, warna, dan kondisi
skeneri itu, peralatannya, kain – kain yang digunakannya, maka status ekonomi dan sosial watak –
wataknya dapat di tandai. Atau, skeneri juga dapat mendekatkan suasana dramatic sebuah situasi.
Misalnya, gulung kasur yang menampilkan skeneri lysistrata karya aristhophanes, garapan perancang
skeneri roedjito. Disini ia telah memberikan suasana dramatic pemogokan istri – istri, yang seakan –
akan sudah tidak ada kesempatan untuk tidur bagi para suami, sangat membantu situasi. Dengan
demikian, maka skeneri juga dapat menciptakan suasana gerak – laku, skeneri yang atmosferik dapat
juga dikatakan skeneri yang emosional. Elemen – elemennya apakah secara sendiri – sendiri ataukah
secara kolektif, akan menyampaikan kesan – kesan emosional. Setiap elemen – elemen skenik dapat
memberikan lambang – lambang murung, sepi, kelelahan, riang, tau mengetawakan, dan membawa
penonton kedalam suasana yang melengkapi gerak – laku dalam lakon itu.

3. Skeneri berfungsi mendandani gerak – laku


Fungsi ketiga sebuah skeneri dan termaksud fungsi yang penting adalah membuat gerak – laku
lakon itu menjdi sebuah lukisan yang menarik. Fungsi ini dikatakan : “mendandani gerak – laku”.
Dengan membuat komposisi yang menarik dalam garis dan warna, skeneri memperlekapi dirinya
menjadi susunan latar belakang yang pantas dipandang. Dan dengan demikian diharapkan menunjang
gerak – laku lebih berharga. Ini adalah fungsi yang penting dari sebuah skeneri. Apabila skeneri tidak
dapat mendandani dirinya, disebabkan karena buruk penampilannya, maka hal itu berarti sudah tidak
memenuhi fungsi yang pertama yaitu tidak dapat memberikan suasana sekitar. Kesannya datar,
sebuah lukisan latar belakang yang tunggal nada, mungkin dalam warna coklat pasi dan abu – abu
mati. Kedua dipandang sangat menjemukan dan melelehkan orang melihatnya. Kalau demikian halnya,
ini berarti akan mengurangi perhatian permainan, dan oleh karena itu cenderung melelemahkannya
dari pada memperkuatnya. Dalam hal ini meskipun, misalnya, sebuah skeneri dituntut untuk
memberikan gambaran kejorokan lingkungannya, maka skeneri tersebut harus dibuat atau di susun
begitu rupa sehingga terasa kebenarannya dan hidup serta menarik dalam setiap elemen – elemen gris
dan warna. Sang seniman dalam hal menangani garis dan warna ini harus memiliki berbgi cara yang
akrab dan menguasai suasana hati (mood) gerak-laku yang tanpa sengaja dapat menurunkan
kehangatan derajat sebuah lukisan. Dalam kenyataannya, sang seniman akan menanganinya sangat
terperinci. Menunjukan ketuaan dan kemiskinan dinding (skeneri) yang dekil, hiasan dinding yang
buram, perkakas rumah tangga yang morat-marit, tidak untuk memperburuk pndangan, akan tetapi
harus dapat mengangkat penampilan rancangannya. Semuanya itu merupakan unsure penunjang rupa
dari gerak-laku atau media utamanya.

Perlu dikemukakan sebagai catatan disini, bahwa pada umumnya banyak kalangan barat telah ratusan
tahun menggunakan istilah dekorasi-panggung (stage-decoration) sebagai sebutan atau istilah yang
sama dengan seni skenik. Orang prancis menggunakan kataa: décor. Menggunakan istilah ini dalam
uraian kita akann terasa terbatas. Sebagai manna dalam butir A “pengertian dasar” pada awal
peembicaraan mengenai skeneri ini sudah dijelaskan.

C. Elemen-elemen dari Set Panggung

Dalam merancang sebuah set panggung terdapat empat elemen yang harus dirrencanakan dan
dikoordinasikan. Ialah : 1. Skeneri (dalam pengertian tekhnik terbatas, lihat butir A.2), 2. Peralatan,
perabot rumah tangga, dan objek incidental, 3. Kostum, pkaian yang dikenakan para pemeran, 4.
Cahaya, penyinaran khusus.

1. Skeneri ( dalam pengertian tekhnik terbatas) membentuk suatu latar belakang fisik (ragawi), dan
menempatkan lokasi gerak-laku.

2. perlatan. Dalam suatu adegan, peralatan menciptakan hubungan yang langsung dan akrab dengan
gerak-laku manusiawi. Peralatan memmiliki nilai-nilai dramatic yang kuat sebagai objek yang dipegang
sang watak, yang ia duduki atau yang ia baringi, dan apa yang tentang dipercakapkannya. Peralatan
sering dapat menempatkan gerak-laku begitu rupa sehingga memiliki nilai-nilai khususa. Juga, dengan
masuknya peralatan itu kedalam masa adegan dan kedalam jarng komposisi adegan itu, maka
peralatan tersebut menjadi bagian keseluruhan dari sebuah rancangan set secara total. Sebuah rak
buku, lemari, atau cermin dalam suatau set interior, misalnya, barangkali meerupakan benda-benda
yang sam pentingnya dengan sebuah pintu dalam suatu rangkaian dinding. Sebuah meja yang panjang
dan rendah atau sebuah ranjang mungkin dapat memberikan keseimbangan terhadap benda-benda
lain yang besar dan tinggi, dan lain sebagainya. Peralatan juga sangat nyata masuk kedalam komposisi
warna sebuah adegan dddengan adanya kecenderungan untuk berpegang pada daerah latar belakang
yang luas, warna yang netral, dan hanya member tekanan kepada objek kecil dilatar belakang atau di
depan latar belakang, maka skeneri itu akan nampak sangat kosong dan telanjang. Setelah ia di
dandani dengan berb agai peralatan gantungan topi, tapalak meja, buku-buku, dan jambangan bunga,
barulah skeneri itu nampak hidup.

3. Kostum memiliki peranan yang vital dalm komposisi sebuah rancangan panggung. Warna kostum
disin, apabila ditagani yang benar, memiliki nilai yang sama dengan warna pada peralatan, bahkan
melebihi. Oleh karena, wrna pada kostum sering terbawa oleh pemakainya yaitu si pemeran yang
selalu bergerak. Kostum juga sering dkatakan sebagai “skeneri yang disandang oleh pemeran”. Kesan
visualisasi penampilan dari seluruh adegan sering ditemukan dalm skeeri yang bergerak ini.

4. Lampu adalah merupakan salah satu unsure rancangan yang asngat bernilai bagi seorang seniman.
Bagi beberapa perancang panggung, lampu menempati urutan pertama. Dengan kemahiran
memainkan warna, cahaya terang dan gelap, lampu sangat kuat membantu menyusun nada, massa,
garis-garis elemen aadegan dan dengan demikian dapat menumbuhkan nilai dramatic (dasar-dasar
dari lampu-melampuakan diuraikan lebih lanjut pada BAB IV dalam buku ini).

Yang paling ideal untuk sebuah set, dan yang bisa diterima sebagai satu-satunya rancangan
skenik yang masuk akal, adalah apabila seluruh set itu ditangani oleh seorang seniman saja. Ia yang
merancang skeneri, ia yang memilih peralatan (atau yang ia buat sendiri), merencanakan kostum, dan
mengerjakan lampu-melampu. Tetapi, oleh karena adanya kesulitan-kesulitan tertentudalam sebuah
produksi modern, khususnya dalam hal persiapan dan pelaksanaan kostum, maka tidak selalu mungkin
bagi satu orang itu dapat melaksanakaan seluruh bagian saecara taerinci. Sangat berat melaksanakan
pekerjaan kreatif empat bagian (skeneri, perlatan, kostum, lampu) sekaligus. Namun demikian, apabila
pada akhirnya seluruh bagian itu sudah menjadi satu hasil pernyataan seni, mak sudah semestinyalah
bahwa petanggung jawaban terhadap konsepsi dasar dan pengawasan pelaksaanya harus ditangan
seorang seniman saja.

D. Pokok-pokok Persyaratan Sebuah Set Panggung

Sebuah set panggung ( penampilan visual lingkungansekitar gerak-laku sebuah lakon)


sebagaimana telah diuraikan di muka, haruslah dirancang dengan menempatkan gerak-laku,
memperkuat gerak-laku, dan mendandani gerak-laku. Oleh sebab itu, tugas seoarang perancang
panggung hendaklah merencanakan setnya begitu rupa sehngga:

1. dapat member ruang pada gerak-laku,

2. dapat memberi pernyataan suasana (hati/jiwa) lakon,


3. dapat member pandangan yang menarik,

4. dapat dilihat dan dimengerti oleh penonton,

5. dapat merupakan rancangan yang sederhana,

6. dapat bermanfaat terus-menerus bagi pemeran,

7. dapat secara efisien dibuat, disusun, dan dibawa,

8. dapat membuat rancangan yang menunjukan bahwa setiap elemen yang terdapat didalam
penampilan visual skenerinya memiliki hub ungan satu sama lain.

Oleh karena itu, secara singkat seoarang perancang panggung membuat set harus memiliki tujuan: 1.
Lokatif, 2. Ekspresif, 3. Atraktif, 4. Jelas, 5. sederhana, 6. Bermanfaat, 7. Praktis, 8. Organis.

1. Membuat Set Lokatif

Sebuah set panggung, pertama-tama harus dapat member tempat kepada gerak-laku atau yang
disebut “lokatif”. Pertama, bahhwa set itu harus data member tempat gerak-laku yang memiliki salah
satu dari keempat sifatnyya yang realistis, sugestif-realistis, nonreailistis atau formal.

2. Membuat Set Ekspresif

Kedua, bahwa set itu harus dapat memperkuat gerak – laku dengan memberi penjelasan,
menggambarkan keadaan sekitar, dan menciptakan suasan (hati/jiwa) bagi gerak – laku tersebut ; atau
yang disebut “ekspresif”.

3. Membuat Set Atraktif

Ketiga, bahwa set itu harus dapat member pandangan yang menarik atau dapat member daya
tarik, sebagaimana yang disebut “atraktif”. Dengan mempergunakan bentuk dan warna yang menarik
akan membarikan sesuatu yang mengimbangi dan menunjang gerak – laku itu sehingga membuatnya
nampak sepanjang waktu pementasan. Sang seniman haruslah pandai – pandai memilih rangcangan
objek – objek adegan yang memiliki daya tarik dan kualitas yang baik, serta menyusunnya sehubungan
dengan hokum – hokum komposisi yang baik.

Sebuah komposisi yang baik harus memiliki “kesatuan” (unity). Semua bagian – bagiannya garis
dan warna seluruh isi skeneri itu, peralatan, kontum, dan lampu – lampunya harus utuh atau terpadu.
Demikian maka seluruh set itu akan menciptakan suasana sekitar teristimewa ditujukan bagi kelayakan
gerak – laku. Perlu di ketahui bahwa pengertian “kesatuan” dalam rancangan tersebut dapat dirinci
dengan melakukannya sebagai berikut :

a. memilih elemen – elemen tertentu yang ada hubungannya satu sama lain dalam set itu, sehingga
dapat menunjang suasana khusus yang diinginkan.
b. menyusun elemen – elemen yang dipilih itu kedalam suatu perencanaan yang member tekanan
terhadap cirri – cirri tertentu, sehingga dapat memberikan pernyataan suasana sekitar yang jelas.

c. memelihara gaya tunggal melalui rangcangan itu.

Apabila ketiga hal tersebut telah dilaksanakan,maka set tersebut telah memiliki nilai”kesatuan”.
Sebuah set yang memiliki focus yang baik (“well-focused”).

Sebagai syarat lain, bahwa sebuah set memiliki komposisi yang baik, maka itu berarti set
tersebut juga memiliki “variasi” dalam penyusunan elemen-elemennya. Ia akan menghindarkan
pengulangan yang senada (monotonous). Bentuk-bentuk dan warna yang sama tidak boleh nampak
dimana-mana bentuk-bentuk dengan garis vertical, msalnya, harus diberi “variasi” dengan bentuk-
brntuk horizontal, objek-objek lingkaran diberi “variasi” dengan objek-objek persegi, warna-warna
yang pekat diberi “variasi” dengan warna-warna yang netral, warna lemah dengan warna keras, dan
lain sebagainya. Kontraas dapat memperlihatkan bahwa rancangan itu hidup dan menarik. Jika,
misalnya, dalam suatu rancangan sebuah adegan kamar tunggu memiliki pintu-pintu dan jendela yang
persegi-persegi, dalam beberapa rincian tertentu yang terdapat dalam elemen-elemen set itu dapat
dibuat berlingkar-lingkar. Apabila warna netrl telah dipilih untuk sebuah dinding, maka dinding yang
lain bisa dipilih warana yang berlainan, warna aaga menyala, misalnya, barangkali untuk warna gorden
jendelanya, buku,buku yang berada di rak buku, warna taplak mejanya, beberapa warna dari barang
bagian pecah-belah, kap lampu, dan laim-lain objek yang terletak di depan dinding.

Nilai “variasi” ini jangan dituntut dari nilai “kesatuan” yang telah dipaparkan sebelumnya.
“variasi” harus mengapdi pada nilai “kesatuan”. Sebab apabila tidak misalnya dengan mengikuti
keinginan membiarkan warna primer bersimaharajalela dalam set itu, maka demikian ini bisa
mengurangi bahkan mengurangi nilai “kesatauan” yang ditimbulkan oleh warna kontras atau warna
primer “variasi”di dalam elemen-elemen rancangan itu. Demikianlah kenyataanya, perbedaan warna
yang menyolok selalu memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk menarik perhatian. Dan ini
berbahaya, oleh Karena iya mengalihkan perhatian terhdap gerak-laku, justru unsure yang harus di
tunjang oleh set itu.

Syarat-syarat lainnya untuk sebuah komposisi yang baik, disamping adanya “kesatuan” dan
“variasi”, adalah bahwa komposisi set adegan itu memiliki “keseimbangan”. Cirri-ciri arsitektural yang
menonjol, seperti pintu-pintu dan jendela-jendela, bagianbagian yang luas dari peralatan atau
perabotannya, dan semua objek-objek yang memberi gambaran khusus terhadap daya tarik dramatic
harus dibagi dalam dua sisi panggung yang memiliki keseimbangan satu sama lain. Demikian pula
warnanya harus mengarah kepada dasar-dasar keseimbangan itu.

Kemudian, syarat yang terakhir sebuah komposisi adegan yang baik ialah memiliki “keserasian”
atau “harmoni”. Semua elemen-elemen yang beraneka ragam itu dipadukan dalam suatu keseluruhan
harmoni yang menarik, maka set tersebut harus memiliki komposisi yang baik melalui adanya kesatuan
, variasi dan keseimbangan elemen-elemen pengadegannya.

4. Membuat Set Jelas


Keempat, bahwa set itu harus jelas. Artinya, dapat dilihat dan dimengerti oleh penonton pada
suatu jarak tertentu. Sejumlah besar penonton harus melihak gambaran panggung dari tempat
duduknya yang berjarak lebih kurang 7 sampai 25m jauhnya dari panggung, oleh karena segala rupa
gambaran panggung dengan seluruh isinya itu harus dapat dihargai oleh penonton yng melihat sekian
jauhnya itu, maka semua bagian harus dirancang dengan memperbesar bagian itu, garis dan warna
barangnya harus diperbesar. Segala tetek – bengek yang brengsek tidak boleh dengan mudah dilihat
dari sisi penonton. Apabila keadaan demikian itu dibiarkan nampak oleh penonton, maka iya akan
mengacaukan elemen – elemen yang lebih penting dalam pengadeganan itu yang mesti dapet
ditonton dengan baik, tanpa di rusak oleh keberengsekan – keberengsekan yang tak perlu. Oleh
Karena itu, hal – hal kecil yang mengganggu hrus segera di hindarkan, dan piñata set harus
mengarahkan perhatiannya kepada hal yang besar, yang member efek lebih luas. Sebagai contoh
misalnya, apabila menggunakan kertas dinding berpola, jangan sekecil dipasang seperti rumah biasa,
akan tetapi gambar hiasan dinding itu harus diperbesar. Warna – warna netral yang biasa
dipergunakan oleh dinding rumah biasa harus dipertebal 3x apabila akan dipergunakan pada dinding
set. Begitu pula apabila suatu set dari sebuah skeneri sangat baik mendapat sorotan lampu, maka
sebagian yang terkena lampu sorot itu harus memiliki pandangan sama baiknya.

5.Membuat Set Sederhana

Kelima, bahwa set itu harus merupakan rancangan yang “sederhana”. Apabila kita tahu bahwa
sebuah skeneri itu tidak dapat direncanakan dengan sepenuhnya lokatif, ekspresif, atraktif, dan jelas,
maka seorang seniman perancang panggung harus membuat rancangan skenerinya dengan sederhana,
tidak ruwet. Haruslah ia memilih elemen – elemen yang akan mendukung perkembangan gagasan
pokoknya. Ia harus menghilangkan segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan gagasan pokok
itu dan yang tidak esensial. Kemudian ia harus menyusun elemen – elemen yang telah dipilihnya itu ke
dalam suatu susunan yang teratur, memiliki “kesatuan” dan memeliki nilai – nilai set panggung seperti
yang telah ia kenal terdahulu.

Satu hal perlu dicatat disini ialah, bahwa dengan pengertian “sederhana” itu tidak berarti
membuat set itu telanjang. Memang hal ini sering terjadi kita dapat melihat dan merasakan betapa
gersannya keadaan set panggung yang demikian. Kita akan dapat membedakan apakah sebuah set
panggung itu disusun dari lima garis dah sebuah warna atau lima puluh garis dan sepuluh warna. Set
panggung dapat menjadi “sederhana” apabila menyusunnya tidak ruwet. Apakah tanda-tandanya
sebuah rancangan set yang “sederhana” itu ?tanda-tandanya ialah apabila penonton dapat melihat dan
menarik maknanya tanpa memeras pikiran dan perasaan.

Seorang seniman perancang panggung memahami arti “sederhana” tidak hanya dalam
pengertian dramatic saja , akan tetapi juga dalam pengertian teknik. Ia merencanakan setnya tidak
hanya diatas kertas, akan tetapi harus dapat dibuat , dicat, dan disusun dengan memakan waktu yang
sesedikit mungkin dan menggunakan bahan yang sesederhana mungkin.

6. Membuat Set Bermanfaat


Keenam, bahwa sebuah set panggung itu harus “bermanfaat” hal ini berarti bahwa set
panggung itu harus dirancang begitu rupa sehingga dapat “bermanfaat” bagi para pemeran dengan
efektif dan seefisien mungkin. Sang perancang harus dapat melayani dan memperlengkapi para
pemeran dengan segala keperluan dan kemmudahanny, misalnya, tempat keluar masuknya pemeran,
jenjang ketinggian kotak datarnya, tangga-tangganya, kursi-kursi, meja-meja, dan lain-lain keprluan
bagi pemeran untuk berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring yng disebabkan oleh karena tuntutan
gerak-laku. Ia harus tahu dan menyadari bahwa skenerinya tidak hanya efektif untuk gerak-laku, akan
tetapi juga cukup kuat dan aman. Ia harus tahu dapat memberikan keyakinan kepada para pemeran
bahwa sebuah jenjang ketinggian kotak datar, misalnya, harus kuat begitu rupa sehingga apabila
ditempati oleh sekelompok pemeran tidak retak karenanya. Sebuah dinding yang berdiri tegak
dihadapan pemeran tidak goyah apabila tersentuh pemeran, oleh karena memng sudah di beri tulang
penyangga yang kuat. Untuk kesemuannya ini ia memang harus bekerja dengan sangat teliti bersama
saudara.

7. Membuat Set Praktis

Ketujuh, bahwa set harus dapat secara efisien dibuat, disusun, dan di bawa. Dengan lain
perkataan set itu harus dibuat “praktis”. Ia harus dapat memenuhi kebutuhan teknis pembuatan
skeneri, dan atau ia harus dapat memenuhi kebutuhan tuntutan teknis khusus sebuah panggung
tertentu (misalnya, panggung kelas atau panggung sekolah), apabila pementasan akan dilakukan
dipanggung yang memiliki tuntutan khusus itu.

Untuk membuat set skeneri memenuhi persyratan konstruksi umum, maka set itu harus
dirancang begitu rupa sehingga:

a. mudah dan cepat dikerjakan atau dibuat,

b. dibuat dengan murah (ekonomis),

c. perpindahan set dapat dlakukan dengan cepat dan tidak bersuara,

d. terlindung dari kerusakan,

e. dapat dirangkai dengan baik,

f. dapat diatur atau disimpan sesudah selesai pertunjukan,

Dengan petunjuk-petunjuk rancangan tersebut, hal ini berarti bahwa sang seniman harus
merencanakn skenerinya sehingga mendekati kemungkinan standar teknis pembuatan skeneri
sebagaimana contoh gambar pada BAB III ini. Untuk membuat set skeneri di pentas yang memiliki
tuntutan teknis khusus diperlukan perhatian dan pertimbangan terhadap bentuk dan perhitungan
ruang sebagaimana diuraikan dalam bagian H Bab III ini, serta fasilitas-fasilitas perpindahan yang
terdapat dalam panggung itu, misalnya, system kerekannya, memiliki para-para atau tidak, dan lain
sebagainya:
Set yang dibuat di dalam panggung yang memiliki tuntutan teknik khusus itu pada pokoknya
harus berada dalam keadaan sebaga berikut:

- Garis pandangannya harus bak.


- Sebeng-sebengnya, layangannya, dan semua bagian-bagian lain panggung atau skeneri yang tidak
sepantasnya tampak supaya ditutupi atau disembunyikan.
- Terdapat ruangan di panggung itu yang dapat dipergunakan untuk menyusaun atau mengatur
skeneri yang tidak dalam pementasan.
- Terdapat tempat dipanggung itu untuk menyimpan peralatan, lampu-melampu dan ruang tunggu
pemeran.

Sebelum mulai merancang setnya, seoarang perancang panggung harus sudah menguasai
bentuk dan ukuran panggung dimana skeneri dipasang, yaitu:

- Lebar panggung.
- Dalamnya panggung (dari garis layar).
- Lebr dan tinggi lubang proscenium (dengan tormentor dan tiser dalam kedudukan sudut pandang
penonton yang sebaik-baiknya).
- Tinggi ruang layang (apabila memang unit set yang besar harus digantung di ruang layang).
- Tinggi para-para (apabila unit-uit set harus harus dilayangkan sehinggan harus hilang dari
pandangan penonton)

Set yang dipasang di panggung yang memiliki tuntutan teknik khusus harus dapat dipindah-
pindahkan secara efisien dan aman. Oleh karena itu sebelum merancang skenerinya, seorang
perancang panggung harus sudah akrab dengan perlengkapan panggung dengan segala sifat-sifat dan
keseimbangannya, termasuk:

- Jumlah baris kawat atau kerekan,


- Kekuatan kawat atau tali kerekan itu,
- Kekuatan kerekan dan induk kerekan,
- Kekuatan penunjang para-para,
- Susunan beberapa pembagian bandul keseimbangan,
- Kekuatan lantai panggung,
- Susunan setiap pembagian perpindahan khusus,
- Susunan tempet-tempat penyimpanan barang-barang.

8. Membuat Set Organis

Kedelapan, bahwa set itu harus menunjukkan setiap elemen yang terdapat di dalam penampilan visual
skenerinya memiliki hubungan satu sama lain. Disebut “organis”. Sebuah rancangan skeneri, baik
dipandang dari segi perwatakannya maupun dari segi maksudnya, haruslah dengan cermat dituangkan
dalam sebuah rencana pementasan secara keseluruhan.
Jadi, dalam hal ini rnacangan set tidak dilihat dari pengertian teknik terbatas (A.2) akan tetap
dilihat dari pengertiannya yang luas (A.1). Apabila seorang perancang panggung memiliki
kecenderungan hanya menggarap skeneri dalam pengertian teknis terbatas saja, maka kemungkinan ia
akan jatuh kepada penekanan dekorasi saja, sehingga akibatnya segi atraktif dari set itu akan berlebih-
lebihan. Hal ini berarti akan menelan gerak-laku yang kita pentingkan. Oleh karena itu, untuk
menghidarkan hal-hal yang tida diinginkan seorang perancang panggung harus selalu bekerja sama
dengan sutradara dan seniman-seniman panggung yang lain dari waktu-kewaktu. Kerja sama ini
diperlukan agar dapat menghasilkan kesan keutuhan pementasan yang akan memberikan kesan bagus
kepada penonton terhadap jiwa dan pikiran yng terpantul dari lakon yang dipentaskan itu, disamping
kemungkinan-kemungkinan yang menghibur dan menggembirakannya.

Kenyataan menunjukan bahwa Suasan sekitar, unsure yang sangat penting, sering kedodoran,
yang kebanyakan disebabkan oleh karena ambisi seorang perancang muda yang meluap-luap. Ia semata-
mata tertarik kepada kemurnian sifat-sifat lukisan set panggung yang ternyata telah kehilangan
pandangan hidup, elemen kemanusiaan (yang tercermin melalui gerak-laku) yang justru seahrusnya
harus diutamakan penempatannya dalam skeneri itu. Sebuah set dinding yang dibuat luar biasa,
misalnya, atau set langit yang begitu cemerlang, susunan warna-warni yang lain dari yang lain , atau
penyinaran lampu yang aneh-aneh yang ingin menampakan skeneri suatu pandangan yang mencekam
dilihat dari segi skeneri itu sendiri. Semuanya itu ternyata membuat kegagalan seluruh pementasan
pada saat pemeran masuk. Hal ini disebabkan oleh karena penonton terpengaruh dan tertarik oleh
keadaan skeneri seperti itu, dan suasana sekitarnya telah kehilangan intisari perwatakannya. Makna
yang dapat kita petik dari keadaan semacam ini ialah bahwa sebuah skeneri yang hebat belum tentu
dapat menunjang gerak-laku, meskipun dalam beberapa hal efek-efek yang kuat sering bisa melengkapi,
bahkan dieprlukan, oleh karena skeneri tersebut ingin menonjol sendiri. Ia telah meninggalkan
rancangan “organis”-nya. Dengan demikian apabila kita ingin membuat set “organis” maka skeneri
tersebut harus dapat mengapdi pada gerak-laku.

E. Kecenderungan Rancangan Skenik ke Arah yang Baru

Pergolakan kekuatan sosial, politik, dan ekonomi pada setiap zaman selalu disertai perubahan
cara berfikir tentang estetika. Perubahan ini sangat terasa pada masa akhir-akhir ini, yaitu dengan
adanya berbagai pergeseran bentuk dan gaya kesenian, apakah itu di dunia seni satra, musik, lukisan,
patung, tari, maupun teater termasuk didalamnya penulisan lakon, pemeranan, penyutradaraan, dan
rancangan panggung.

Meskipun banyak skeneri pada saat ini masih nampak memiliki gaya lama dengan tetap
menggunakan latar belakang, akan tetapi pada beberapa skeneri telah mulai nampak adanya
kecenderungan yang sangat berbeda. Diantara sekian rancangan skenik yang memiliki kecenderungan
baru itu ada yang meletakan citra skenik menusup ke dalam gerakan dramatic itu sendiri, set merupakan
bagian gerak-laku yang terpadu dalam lakon itu.

Beberapa perancang yang lain nampak bergeser kearah yang berlawanan. Mencoba mengurangi
bentuk-nemtuk skenik sampai sekecil mungkin dan berusah lebih menekankan unsure pemeran,dengan
menambah cahaya makin lama makin terang tergantung dari kekuatan sumber cahaya itu sendiri.
Penggunaan tangga, kotak datar, dan bentuk-bentuk panggung lainnya oleh para pemeran dibuat untuk
menekankan gerakan dan sapuan tubuhnya.

Perkembangan baru dari gedung-gedung Teater Modern yang menggunakan panggung terbuka
dan serbaguna adalah merupakan tantangan bagi penampilan lakon-lakon epis di panggung terbuka.
Kemungkinannya untuk dipakai dengan menggunakan bahan-bahan baru sangat menarik bagi setiap
perancang panggung untuk menciptakan karya-karyanya melalui pendekatan rancangan panggung.

F. Unit Skeneri

Bagi seorang perancang skeneri, setelah persayaratan dramatic dan dekoratif telah
dipertimbangkan, maka kemudian ia segera memikirkan bahwa setnya itu harus dapat dirancang begitu
rupa sehingga mudah dan cepat dirangkai serta dipindahkan diatas panggung. Para penonton akan lebih
senang menonton tanpa di ganggu oleh kejamuan menunggu npergantian set yang terlalu lama. Oleh
karena kebanyakan panggung modern rata-rata kecil ukurannya dan pergantian setnya masih
memerlukan penggunaan tangan, maka penanganan system unit skenerinya dapat dilakukan secara
universal. Setiap set skeneri apakah itu dibuat secara sederhana ataukah rumit, pada umumnya terdiri
dari sejumlah kain dan kanvas, kotak datar, serta kepngan-kepingan kerangka kayu yang ringan-ringan,
yang telah dirancang begitu rupa sehingga mudah dirangkai, diangkat cepat-cepat. Setiap unit dasar
skeneri memiliki lebar maksimum lebih kurang 175 sentimeter. Ukuran ini sudah dengan perhitungan
ukuran muatan truk apabila perlu diangkut dalam rangka pertunjukan keliling. Disamping itu juga sudah
memperghitungkanhal-hal lain apabila diperlukan, misalnya, dalam hal perubahan konstruksi untuk
memasang-bongkar set tersebut. Lagi pula ukuran sebesar itu sangat mudah dipasangi kanvas,
dirangkai, dipindah-pindah, dan di simpan di gudang.

Pada umumnya bentuk-bentuk standar unit terbagi menjadi kelompok berikut ini:
1. Unit Berdiri (standing unit)

- Flat, sebuah kerangka kayu yang ditutup dengan kanvas, dengan ukuran standar maksimal lebar
175 sentimeter (untuk ukuran tingginya tidak ada standar), umumnya digunakan sebagi bagian
dari dinding.
- Flat pintu, sebuah flat untuk daun pintu.
- Flat jendela, sebuah flat untuk jendela.
- Flat tungku api, sebuah flat dengan lubang tempat rangka tungku api.
- Jog, adalah sebuah flat yang kecil.
- flat dua tangkup, dua buah flat yang digandeng atau dirangkai jadi satu dengan engsel dibagian
rangka yang diteempel kanvas, sehingga dapat dilipat atau ditangkupka menjadi satu muka dengan
muka.
- flat tiga tangkup, tiga buah flat yang dirangkai jadi satu.
- “return”, dua flet yang dirangkai njadi satu dengan engsel dibagian rangka yang tidak ditempel
kanvas, sehingga dapat ditangkupkan menjadi satu: punggung dan punggung.
- unitb rangka pintu, sebuah rangka kayu yang digunakan untuk menegakkan berdirinya pintu.
- Unit rangka jendela, sebuah rangka kayu yang digunakan untuk menegakkan pemasangan jendela.
- Unit tungku api, sebuah rangka kayu yang digunakan untuk menegakkan berdirinya tungku api.
- Pelengkung, sebuah flat terbuka untuk tempat pelengkung, biasanya dibuat dengan tambahan
kayu penebal pelengkung supaya nampak tiga dimensi.

2. Unit Gantungan (hanging unit):

- Langit-langit, sebuah rangka kayu dengan kelebaran menurut langit-langit yang diinginkan,
ditutup dengan kain kanvas, biasanya digantung dengan tali dari para-para, gunanya untuk set
langit-langit sebuah skeneri interior.
- Drop, sebuah lembaran layar atau kain kanvas yang lebar, diberi rangka pada empat sisinya atau
sebagian saja, digantung melalui para-para, dipergunakan untuk layar turun, latar belakang,
langit dan lain sebagainya.
- Border, suatu potongan atau perpendekan drop, biasanya dipergunakan sebagai penutup
layangan (lampu, set, dan lain-lainnya).
- Tab, suatu lembaran kain kanvas atau lain-lain bahan kain, diberi rangka atau tidak, lebih kecil
dari ukuran drop, tetapi menggunakan cara menggantung yang sama, digunakan unttuk
berbagai maksud.
- Siklorama, sebuah layar yang lebar dbuat dari kain kanvas atau kain lainnya, digantung dengan
bentuk U. umumnya dipergunakan sebagai latar belakang cakrawala atau langit sebuah adegan
eksterior.

3. Unit Bangunan (build unit):

- Kotak datar (plat form), sebuah rangka kayu yang ditutup kelima sisinya dengan papan. Dibuat
merupakan unit-unit kotak datar dengan ukuran-ukuran tertentu.
- Tangga atau undak-undakan.
- Tiang atau pilar, dibuat dari rangka kayu yang dibungkus dengan kain.
- Pohon, sebuah rangka kayu yang dibentuk seperti pohon ditutup dengan kain kanvas.
- Karang, suatu rangka kayu yang dibuat bentuknya sebegitu rupa sehingga apabila ditutup
dengan kain kanvas akan menyerupai karang.
- Dinding sumur, suatu rangka kayu yang dibentuk melingkar sehingga apabila ditutup dengan
kain kanvas membentuk seperti dinding sumur.

Gambar III-1: tiga macam sambungan rangka flat.

4. Unit set:

- Benda tanah (groun row), sebuah flat yang menggambarkan kepingan atau gundukan tanah,
semak-semak, tonggak pohon, dan lain sebaginya. Dibuat seperti kepingan-kepingan flat yang
dapat berdiri sendiri dengan pertolongan tiang penyangga di belakang.
- Pagar atau dinding, sebuah rangka kayu yang menggambarkan sebuah pagar atau dinding,
dirancang begitu rupa sehingga dapat berdiri bebas dari unit-unit skeneri yang lain.
- Set rumah, sebuah flat yang dilukisi tumah, misalnya untuk lakon sandiwara anak-anak, dapat
berdiri sendiri bebas dari unit skeneri yang lain.

Gambar III-2: merangkai flat dengan tali dan dengan engsel

5. Kain-kemain (draperies):

Bentuk atau jenis set ini adalah segala macam kain-kain yang lebar tanpa rangka. Bentuk
semacam ini bisa merupakan layar, drop, tiser, dan lain sebaginya.

Unit-unit skeneri kelompok unit skeneri yang telah disebutkan tadi merupakan “unit standar”
skeneri. Alangkah baiknya apabila setiap panggung telah tersedia unit standar tersebut, sehingga sangat
membantu bagi perencanaan sebuah skeneri lakon yang akan dipentaskan dipanggung itu. Hal ini dapat
dapat meringankan beban material dan financial penyelenggara.

Gambar III-3: suku cadang flat: 1. Mata tali penangkup, 2. Jari penagkup, 3. Pangkal penangkup, 4. Mata penyangga, 5. Perangkai pin lepas, 6.
Engsel segitiga, 7. Penggantung, 8. Skrup panggung, 9. Sangkutan “S”, 10. Pasak perangkai bersayap perapat, 11. Kaki besi.

Gambar III-4: Flat dinding: 1. Rusuk atas, 2. Rusuk sudut, 3. Rusuk tengah, 4. Rusuk bawah, 5. Blok sudut, 6. Jari penangkup, 7. Blok rusuk, 8.
Mata penyangga, 9. Tali, 10. Kanvas disingkapkan, 11. Kayu/kaso, 12. Paku atau hekneces, 13. Pemakuan di beberapa tempat dulu, sebelum
kanvas dipaku seluruhnya agar mudah diatur.

Gambar III-5: berbagi macam cara menyambung rusuk flat

Gambar III-6: Flat Pintu: 1. “trim”, 2. “moulding”, (lis), 3. Stopan pintu, 4. Bingkai, 5. Daun pintu, 6. “thickness” (penebal), 7. Iga besi siku, 8.
Engsel, 9. Engsel segitiga untuk mengunci flat, 10. Blok siku.

Gambar III-7: Tiser dan Tormentor : 1. Layar anti api, 2. Layar utama, 3. Tiser, 4, 5 dan 6 Seluruh unit tormentor, 4. Terdiri dari A dan B, 5. Aling
tormentor, 6. Penyangga, 7. Lintasa yang ditempatkan pada tormentor.

Sudah barang tentu bentuk-bentuk unit skeneri yang bukan standar harus dibuat sendiri oleh
perancang skeneri sesuai dengan tuntutan lakon

G. Susunan skeneri

Dibagian terdahulu (pada butir F) telah diuraikan bentuk-bentuk dassar unit skeneri yang terdiri
dari 27n macam. Jumlh dari susunan unit-unit dasar atau unit standar tersebut tidak terbatas. Untuk
membuat suatu adegan “indoors” (didalam ruangan) dapat digunakan unit-unit berdiri flat: pinti,
jendela, tungku api, langit-langit, kain-kemain; unit bangunan: tangga, tiang, dan unit-unit standar
lainnya. Dirangkai atau disusun dalam suatu variasiyang kaya bentuk dan gaya. Disamping itu drop atau
layar turun, siklorama, pohon-pohon, pagar, benda-benda tanah, dan sering juga flat tiang, dan unit
standar lainnya dapat dipergunakan untuk membuat suatu adegan “out-doors” (diluar ruangan) yang
realistis dengan variasiyang sama kayanya.
Gambar III-8: Garis pandangan potongan horizontal (tampak atas)

Gambar III-9: Garis pandangan potongan vertical (tampak samping)

Dalam hal ini perlu diketahui bahwa unit-unit skeneri ini tidak hanya dipergunakan untuk
membuat skeneri yang realistis saja, akan tetapi bisa saja disusun untuk membuat skeneri yang sugestif,
nonrealistis, atau formal. Harus diingat bahwa didalam membuat susunan skeneri tidak ada patokan
untuk menggunakan unit-unit standar tersebut. Namun, satu hal yang dapat dipakai sebagai pegangan
yang berlaku umum ialah bahwa skeneri itu harus memiliki cirri-ciri khas yang menjadi perwatakannya
dari skeneri itu lebih dari hanya skeneri biasa-biasa saja.

H. Garis Pandangan dan Permasalahan

Salah satu syarat utama yang sangat penting bagi setiap susunan dan atau pemasangan skeneri
adalah bahwa skeneri tersebut harus memiliki sudut atau garis pandangan yang bagus. Yang dimaksud
garis pandangan adalah garis pandangan penonton yang duduk di oditorium ke asarah panggung.
Sebuah set yang memiliki garis pandangan yang bagus adalah bahwa apapun bentuk dan penempatan
skeneri di panggung memilikki garis pandangan yang bagus terhadap penonton dimana pun mereka
duduk di oditorium. Apabila garis pandangan yang tidak bagus itu terjangkau oleh keseluruhan
set/skeneri yang telah dipasang, maka paling tidak setiap pengadeganan yang memiliki nilai dramatic
atau nilai lukisan yang penting haruslah memiliki garis pandangan yang bagus dari setiap tempat duduk.
Baik tempat duduk di baris pertama, di baris terakhir, di paling tepi baris pertama, di paling tepi garis
terakhir, maupun di paling tepi depan dan belakang balkon (apabila oditoium itu memiliki balkon), harus
ssama bagus garis pandangannya dengan tempat duduk yang paling ideal yaitu berada di tengah
oditorium. Ini berarti bahwa set itu tidak boleh dibuat terlalu lebaratau begitu tinggi sehingga bagian-
bagiannya sampai melebihi atau melonjok dari tepi-tepi lubang proscenium. Dan tidak begitu dalam
sehingga wajah bagian belakang set itu terlihat dari penonton yang duduk ditempat duduk paling
tepiatau paling atas. Atau sebaliknya, bahwa set itu tidak boleh dibuat begitu sempit atau pendek,
sehingga kedua tormentor dan tiser yang berfungsi sebagai penutup ujung-ujung yang terbuka dari set
itu, akan menghalangi pandangan penonton yang duduk di tempat duduk paling tepi dan paling atas.
Apabila permasalahan garis pandangan ini sudah dapat diatasi oleh seorang piñata pentas, maka ia tidak
cukup berhenti pada permasalahan garis kebagusan garis pandangan saja, akan tetapi ia harus juga
masalah-masalah bukan set yang seharusnya tidak boleh atau tidak bagus dilihat penonton. Khususnya
bagian tetek-bengek bukan set dibelakang panggung.
Umumnya menutupi bagian yang tidak pantas dilihat penonton ini lebih sulit dilakukan pada set
eksterior realistis dari pada set interior realistis. Hal ini disebabkan oleh karena set eksterior realistis
akan lebih banyak memiliki ujung-ujung set yang terbuka, sehingga apabila orang piñata pentas tidak
teliti akan banyak memberikan peluang bagi bagian bukan set yang tidak pantas dilihat penoton tiba-
tiba nampak dari ujung-ujung set yang terbuka itu.

Anda mungkin juga menyukai