Anda di halaman 1dari 32

Welcome to Ufi Luthfiyah Blog's

Entries (RSS) Comments (RSS)

Diktat Teater
Posted by: ufiluthfiyah on: 2 Juli 2013

Di: Pendidikan matematika | Pengetahuan Tinggalkan sebuah Komentar

BEBERAPA PENGERTIAN TEATER

Kata ‘drama’ berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak.
Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan.

 ARTI DRAMA

Arti pertama dari Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action (segala yang terlihat di
pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (axciting), dan ketegangan pada para
pendengar.

Arti kedua, menurut Moulton Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life
presented in action).

Menurut Ferdinand Brunetierre : Drama haruslah melahirkan  kehendak dengan action.

Menurut Balthazar Vallhagen : Drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sifat manusia
dengan gerak.

Arti ketiga drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan
pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton (audience).

ARTI TEATER

Ada yang mengartikan sebagai “gedung pertunjukan”, ada yang mengartikan sebagai
“panggung” (stage). Secara Etimologi (asal kata) Teater adalah Gedung Pertunjukan
(auditorium).

Dalam arti luas Teater adalah kisah hidup dah kehidupan manusia yang dipertunjukan di
depan orang banyak. Misalnya Wayang Orang, Ludruk, Lenong, Reog, Sulapan.
Dalam arti sempit Teater adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan
dalam pentas, disaksikan oleh orang banyak, dengan media, gerak, percakapan dan laku,
dengan atau tanpa dekor (layer); Didasarkan pada naskah yang tertulis (hasil seni sastra)
dengan atau tanpa musik.

APA PERBEDAAN DRAMA DENGAN TEATER

Teater dan drama, memiliki arti yang sama, tapi berbeda ungkapannya.Teater berasal dari
kata Yunani kuno “theatron” yang secara harfiah berarti gedung/tempat pertunjukan.
Dengan demikian maka kata teater selalu mengandung arti pertunjukan/tontonan. Drama
juga dari kata Yunani ‘draomai’ yang berarti berbuat, berlaku atau berakting. Drama
cenderung memiliki pengertian ke seni sastra. Di dalam seni sastra, drama setaraf dengan
jenis puisi, prosa/esai. Drama juga berarti suatu kejadian atau peristiwa tentang manusia.
Apalagi peristiwa atau cerita tentang manusia kemudian diangkat ke suatu pentas sebagai
suatu bentuk pertunjukan maka menjadi suatu peristiwa Teater. Kesimpulan teater tercipta
karena adanya drama.

METODE TERAPAN LATIHAN TEATER

 ARTI DRAMA

1. Drama berarti perbuatan, tindakan. Berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti
berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya.
2. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak
3. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama

Dalam bahasa Belanda, drama adalah Toneel, yang kemudian oleh PKG Mangkunegara VII
dibuat istilah Sandiwara.

ARTI TEATER
1. Secara etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium.
2. Dalam arti luas : Teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang
banyak
3. Dalam arti sempit : Teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan pada
naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.

MENGENAL PANGGUNG

Dalam sejarah perkembangannya, seni teater memiliki berbagai macam jenis pang-gung
yang dijadikan tempat pementasan. Perbedaan jenis panggung ini dipengaruhi oleh tempat
dan zaman dimana teater itu berada serta gaya pementasan yang dila-kukan. Bentuk
panggung yang berbeda memiliki prinsip artistik yang berbeda. Mi-salnya, dalam
panggung yang penontonnya melingkar, membutuhkan tata letak perabot yang dapat enak
dilihat dari setiap sisi. Berbeda dengan panggung yang penontonnya hanya satu arah dari
depan. Untuk memperoleh hasil terbaik, penata panggung diharuskan memahami karakter
jenis panggung yang akan digunakan serta bagian-bagian panggung tersebut.

Jenis-jenis Panggung

Panggung adalah tempat berlangsungnya sebuah pertunjukan dimana interaksi antara kerja
penulis lakon, sutradara, dan aktor ditampilkan di hadapan penonton. Di atas panggung
inilah semua laku lakon disajikan dengan maksud agar penonton menangkap maksud
cerita yang ditampilkan. Untuk menyampaikan maksud tersebut pekerja teater mengolah
dan menata panggung sedemikian rupa untuk mencapai maksud yang dinginkan. Seperti
telah disebutkan di atas bahwa banyak sekali jenis panggung tetapi dewasa ini hanya tiga
jenis panggung yang sering digunakan. Ketiganya adalah panggung proscenium, panggung
thrust, dan panggung arena. Dengan memahami bentuk dari masingmasing panggung
inilah, penata panggung dapat merancangkan karyanya berdasar lakon yang akan disajikan
dengan baik.

Arena

Panggung arena adalah panggung yang penontonnya melingkar atau duduk mengelilingi
panggung (Gb.274). Penonton sangat dekat  sekali dengan pemain. Agar semua pemain
dapat terlihat dari setiap sisi maka penggunaan set dekor berupa bangunan tertutup
vertikal tidak diperbolehkan karena dapat menghalangi pandangan penonton. Karena
bentuknya yang dikelilingi oleh penonton, maka penata panggung dituntut kreativitasnya
untuk mewujudkan set dekor. Segala perabot yang digunakan dalam panggung arena harus
benar-benar dipertimbangkan dan dicermati secara hati-hati baik bentuk, ukuran, dan
penempatannya. Semua ditata agar enak dipandang dari berbagai sisi.

Panggung arena biasanya dibuat secara terbuka (tanpa atap) dan tertutup. Inti dari
pangung arena baik terbuka atau tertutup adalah mendekatkan penonton dengan pemain.
Kedekatan jarak ini membawa konsekuensi artistik tersendiri baik bagi pemain dan
(terutama) tata panggung. Karena jaraknya yang dekat, detil perabot yang diletakkan di
atas panggung harus benar-benar sempurna sebab jika tidak maka cacat sedikit saja akan
nampak. Misalnya, di atas panggung diletakkan kursi dan meja berukir. Jika bentuk ukiran
yang ditampilkan tidak nampak sempurna – berbeda satu dengan yang lain – maka
penonton akan dengan mudah melihatnya. Hal ini mempengaruhi nilai artistik
pementasan.

Lepas dari kesulitan yang dihadapi, panggun arena sering menjadi pilihan utama bagi
teater tradisional. Kedekatan jarak antara pemain dan penonton dimanfaatkan untuk
melakukan komunikasi langsung di tengah-tengah pementasan yang menjadi ciri khas
teater tersebut. Aspek kedekatan inilah yang dieksplorasi untuk menimbulkan daya tarik
penonton. Kemungkinan berkomunikasi secara langsung atau bahkan bermain di tengah-
tengah penonton ini menjadi tantangan kreatif bagi teater modern. Banyak usaha yang
dilakukan untuk mendekatkan pertunjukan dengan penonton, salah satunya adalah
penggunaan panggung arena. Beberapa pengembangan desain dari teater arena melingkar
dilakukan sehingga bentuk teater arena menjadi bermacammacam.

Masing-masing bentuk memiliki keunikannya tersendiri tetapi semuanya memiliki tujuan


yang sama yaitu mendekatkan pemain dengan penonton.

Proscenium

Panggung proscenium bisa juga disebut sebagai panggung bingkai karena penonton
menyaksikan aksi aktor dalam lakon melalui sebuah bingkai atau lengkung proscenium
(proscenium arch). Bingkai yang dipasangi layar atau gorden inilah yang memisahkan
wilayah akting pemain dengan penonton yang menyaksikan pertunjukan dari satu arah
(Gb.276). Dengan pemisahan ini maka pergantian tata panggung dapat dilakukan tanpa
sepengetahuan penonton. Panggung proscenium sudah lama digunakan dalam dunia
teater. Jarak yang sengaja diciptakan untuk memisahkan pemain dan penonton ini dapat
digunakan untuk menyajikan cerita seperti apa adanya. Aktor dapat bermain dengan
leluasa seolah-olah tidak ada penonton yang hadir melihatnya. Pemisahan ini dapat
membantu efek artistik yang dinginkan terutama dalam gaya realisme yang menghendaki
lakon seolah-olah benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.

Tata panggung pun sangat diuntungkan dengan adanya jarak dan pandangan satu arah
dari penonton. Perspektif dapat ditampilkan dengan memanfaatkan kedalaman panggung
(luas panggung ke belakang). Gambar dekorasi dan perabot tidak begitu menuntut
kejelasan detil sampai hal-hal terkecil. Bentangan jarak dapat menciptkan bayangan
arstisitk tersendiri yang mampu menghadirkan kesan. Kesan inilah yang diolah penata
panggung untuk mewujudkan kreasinya di atas panggung proscenium. Seperti sebuah
lukisan, bingkai proscenium menjadi batas tepinya. Penonton disuguhi gambaran melalui
bingkai tersebut. Hampir semua sekolah teater memiliki jenis panggung proscenium.
Pembelajaran tata panggung untuk menciptakan ilusi (tipuan) imajinatif sangat
dimungkinkan dalam panggung proscenium.
Jarak antara penonton dan panggung adalah jarak yang dapat dimanfaatkan untuk
menciptakan gambaran kreatif pemangungan. Semua yang ada di atas panggung dapat
disajikan secara sempurna seolah-olah gambar nyata. Tata cahaya yang memproduksi sinar
dapat dihadirkan dengan tanpa terlihat oleh penonton dimana posisi lampu berada. Intinya
semua yang di atas panggung dapat diciptakan untuk mengelabui pandangan penonton
dan mengarahkan mereka pada pemikiran bahwa apa yang terjadi di atas pentas adalah
kenyataan. Pesona inilah yang membuat penggunaan panggung proscenium bertahan
sampai sekarang.

ARTISTIK

Penataan artistic meliputi set-dekor property, busana, rias wajah dan rambut, serta
pencahayaan.  Set panggung adalah dekorasi yang ada diatas panggung.

Properti bisa dibagi dua, yaitu :

1. Set panggung yang bisa dipindah-pindah, misalnya meja, kursi, lemari, karpet, pohon
dan sebagainya.
2. Hand property atau property yang bisa dibawa-bawa pemain, misalnya kipas, pulpen,
buku, tas, laptop dan sebagainya.

KERJASAMA AKTOR DAN PENATA ARTISTIK.

Segala bentuk ekspresi aritstik di atas pentas diwujudkan dalam satu kesatuan pesan yang
padu. Makanya seluruh objek yang ada di atas pentas memiliki peran seimbang. Artinya,
unsur aktor dan tata artistik pementasan saling mendukung satu sama lain.

Kerjasama antara aktor dan penata artistik menjadi kunci utama sebuah pementasan teater.
Fungsi tata artistik panggung dalam hal ini selain sebagai karya rupa juga memberikan
gambaran suasana cerita, menguatkan karakter peran, dan mempertegas makna pesan.

Dengan demikian kerja interpretasi lakon adalah kerja awal yang berfungsi sebagai titik
awal dari  kerja berikutnya. Masing-masing unsur pembentuk pementasan kemudian
bekerja menurut wilayah artistiknya masing-masing dengan berdasar titik tersebut.
Sutradara mewujudkannya dalam konsep pemeranan dan pementasan, pemeran
mewujudkannya dalam laku peran, dan penata artistik panggung mewujudkannya dalam
karya rupa pementasan. 

GAYA TEATERIKAL

Dalam perkembangan teater kontemporer dikenal tiga gaya teatrikal, yaitu; Presentasional,
Realisme, dan Pos Realisme.

Presentasional merupakan gaya yang menyuguhkan lakon secara sengaja kepada penonton
dan bukan sebagai sebuah penyamaran kehidupan. Aktor memang sengaja bermain,
memperindah gaya, untuk dipertontonkan kepada penonton. Yang dapat digolongkan
dalam gaya ini adalah; teater klasik Yunani dan drama Romawi, teater oriental
(kerakyatan), teater abad pertengahan, teater Shakespearean, Elizabethan. Elemen gaya
presentasional adalah; 1) Aktor bermain langsung kepada penonton, 2) Memiliki konvensi;
akting yang diperbesar, dialog menyamping serta soliloki, 3) Bahasa yang digunakan
adalah puitis.

Realisme (representasional) sebuah gaya yang sama sekali berbeda dengan presentasional.
Realisme mencoba menampilkan kehidupan nyata di atas pentas. Para aktor tidak sengaja
bermain untuk penonton melainkan mereka memainkan peristiwa hidup mereka sendiri
seolah-olah tidak ditonton. Untuk itu mereka sengaja menjadikan frame panggung
proscenium sebagai dinding keempat (dinding imajiner yang membatasi antara penonton
dan pemain). Elemen gaya realisme adalah; 1) Aktor saling bermain sendiri, 2) Membatasi
dialog menyamping dan soliloki, 3) Menggunakan bahasa sehari-hari.
Pos Realisme sebuah gaya perlawanan yang mencoba mendobrak batas-batas yang
diciptakan dalam gaya realisme. Pemberontakan terhadap gaya realisme ini menjadi begitu
berpengaruh dan berkembang secara unik sehingga melahirkan berbagai macam gaya
(yang berpengaruh) seperti; simbolisme, Ekspresionisme, surealisme, teatrikalisme, epik,
dan absurdisme. Elemen gaya pos realis; 1) mengkombinasikan antara gaya presentasional
dan realis, 2) Mematahkan dinding keempat; berbicara langsung kepada penonton, 3)
Bahasa puitis dan formal dicampur dengan bahasa slank. 

PENGARUH GAYA TERHADAP ARTISTIK

Kelahiran sebuah gaya pementasan membawa pengaruh terhadap tata rupa pentas. Bahkan
munculnya sebuah gaya terkadang dipengaruhi oleh visi penata artistik. Keterkaitan antara
gaya pementasan dengan disain tata rupa pentas sangat erat karena simbol artistik dapat
menemukan perluasan makna di dalamnya. Memahami sebuah gaya pementasan dengan
sendirinya memahami konsep tata rupa pentas.
Pada gaya Presentasional, sengaja memamerkan tontonan dengan pernak-pernik yang
sengaja diperindah. Aspek cerita yang istana centris mendukung hadirnya bangunan (pilar)
kerajaan dengan perspektif lorong yang menciptakan efek keluasan area bangunan untuk
memberi kesan megah dan mewah.
Sedangkan pada gaya Realisme, tujuan menampilkan kenyataan hidup di atas pentas maka
tata rupa yang hadirpun dibuat semirip mungkin dengan kenyataan.

Pada Pos Realisme, gaya yang hadir dalam lingkup ini, masing-masing memiliki konsepsi
artistiknya tersendiri. Simbolisme menghadirkan beragam simbol untuk mengungkapkan
makna atau emosi. Gaya ini juga disebut sebagai teater multi media karena beragam media
digunakan dan sengaja dihadirkan untuk memberi makna-makna tertentu. Simbolisme
mencoba mensitesiskan seluruh elemen seni dalam sebuah pementasan termasuk; seni
musik, tari, rupa, cahaya, tari, dan media seni lain.

Dari serangkaian gaya yang ditulis di atas dapat dilihat bahwa kaitan antara tata rupa
pentas dengan model pertunjukan sangat erat. Penempatan bentuk, penciptaan ruang, dan
penentuan perspektif tata rupa pentas juga membawa pengaruh terhadap pertunjukan
teater. Demikian pula konsepsi dasar pementasan membawa pengaruh bagi perwujudan
tata rupa pentas. 
MEMPELAJARI  NASKAH DENGAN TELITI

Tugas piñata artistic  tidak hanya sekedar membuat set dekor tetapi juga memperhatikan
detil perabot yang digunakan oleh pemain. Untuk itu seorang penata artistik wajib
mempelajari dialog tokoh dalam lakon karena bisanya perabot atau piranti tangan
(handprops) yang tidak diterangkan dalam narasi akan diungkap di sini. Detil semacam ini
perlu untuk menghindari kesalahan.

Detil-detil kecil seperti tersebut di atas sangatlah penting terutama dalam drama realis yang
serius. Untuk menghindari hal tersebut maka sekali lagi wajib bagi penata artistik pentas
untuk mempelajari dialog tokoh serta memberi tanda terhadap hal-hal yang perlu
diperhatikan serta dituntut kehadirannya di atas pentas. 

Pada ahirnya, panggung adalah kanvas kosong yang membutuhkan gambar indah dan
gambar indah tersebut adalah tata rupa pentas (set dekor) serta aktor. Jika pertunjukan
sudah berjalan maka tidak ada apapun di panggung selain aktor, ruang, cahaya, dan
lukisan (Appia, 1993). Ruang, cahaya dan lukisan adalah wilayah penata artistik yang
tentunya harus mampu bekerja sama dengan aktor yang menggunakannya. Membuat set
berarti menciptakan ruang bagi aktor dan lakon secara keseluruhan. 
 

SENI PERAN / SENI AKTING

AKTING YANG BAIK

Akting tidak hanya berupa dialog saja tetapi juga berupa gerak.

Dialog yang baik ialah dialog yang :

1. Terdengar (volume baik)


2. Jelas (artikulasi baik)
3. Dimengerti (lafal benar)
4. Menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)

Gerak yang baik ialah gerak yang :

1. Terlihat (blocking baik)


2. Jelas (tidak ragu‑ragu, meyakinkan)
3. Dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
4. Menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)

Penjelasan :
Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh.
Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas
dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata‑kata yang
diucapkan menjadi tumpang tindih.
Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang
dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan
ber‑ani.
Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan
kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah.
Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu
de-ngan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat
pemain yang ditutupi. Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh
daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan
sebagai berikut :

>  Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.

>  Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.

Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain
mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:

>  Bagian kanan lebih berat daripada kiri

>  Bagian depan lebih berat daripada belakang

>  Yang tinggi lebih berat daripada yang rendah

>  Yang lebar lebih berat daripada yang sempit

>  Yang terang lebih berat daripada yang gelap

>  Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi

Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai
sesuai adegan yang berlangsung. Pergerakan pemain di atas panggung haruslah :

1.  Jelas, tidak ragu‑ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilaku-

     kan jangan setengah‑setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu‑ragu

     terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting.

2.  Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari

     hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan  

     tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb.
3.  Menghayati, berarti gerak‑gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai
tuntutan

     peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.

 MEDITASI dan KONSENTRASI

 MEDITASI

Secara umum meditasi artinya adalah menenangkan pikiran. Dalam teater dapat diartikan
sebagai suatu usaha untuk menenangkan dan mengosongkan pikiran dengan tujuan untuk
memperoleh kestabilan diri.

Tujuan Meditasi :

1.  Mengosongkan pikiran.

     Kita mencoba mengosongkan pikiran kita, dengan jalan membuang segala sesuatu yang

     ada dalam pikiran kita, tentang berbagai masalah baik itu masalah keluarga, sekolah,

     pribadi dan sebagainya. Kita singkirkan semua itu dari otak kita agar pikiran kita bebas

    dari segala beban dan ikatan.

2.  Meditasi sebagai jembatan.

     Disini alam latihan kita sebut sebagai alam “semu”, karena segala sesuatu yang kita

     kerjakan dalam latihan adalah semu, tidak pernah kita kerjakan dalam kehidupan sehari-

     hari. Jadi setiap gerak kita akan berbeda dengan kelakuan kita sehari-hari. Untuk itulah

     kita memerlukan suatu jembatan yang akan membawa kita dari alam kehidupan kita

     sehari-hari ke alam latihan.

Cara Meditasi :

>  Posisi tubuh tidak terikat, dalam arti tidak dipaksakan. Tetapi yang biasa dilakukan
adalah

      dengan duduk bersila, badan usahakan tegak. Cara ini dimaksudkan untuk memberi
bidang/

    ruangan pada rongga tubuh sebelah dalam.

>  Atur pernapasan dengan baik, hirup udara pelan-pelan dan keluarkan juga dengan
perlahan.
    Rasakan seluruh gerak peredaran udara yang masuk dan keluar dalam tubuh kita.

>  Kosongkan pikiran kita, kemudian rasakan suasana yang ada di sekeliling kita dengan
se-

      gala perasaan. Kita akan merasakan suasana yang hening, tenang, bisu, diam tak
bergerak.

    Kita menyuruh syaraf kita untuk lelap, kemudian kita siap untuk berkonsentrasi.

Catatan :

Pada suatu saat mungkin kita kehilangan rangsangan untuk berlatih, seolah-olah timbul
kelesuan dalam setiap gerak dan ucapan. Hal ini sering terjadi akibat diri terlalu lelah atau
terlalu banyak pikiran. Jika hal ini tidak diatasi dan kita paksakan untuk berlatih, maka
akan sia-sia belaka. Cara untuk mengatasi adalah dengan MEDITASI. Meditasi juga perlu
dilaku-kan bila kita akan bermain di panggung, agar kita dapat mengkonsentrasikan diri
kita pada peran yang hendak kita bawakan.

KONSENTRASI

Konsentrasi secara umum berarti “pemusatan”. Dalam teater kita mengartikannya dengan
pemusatan pikiran terhadap alam latihan atau peran-peran yang akan kita bawakan agar
kita tidak terganggu dengan pikiran-pikiran lain, sehingga kita dapat menjiwai segala
sesuatu yang kita kerjakan.

Cara konsentrasi :

Kita harus melakukan dahulu meditasi. Kita kosongkan dulu pikiran kita, dengan cara-
cara yang sudah ditentukan. Kita kerjakan sesempurna mungkin agar pikiran kita benar-
benar kosong dan siap berkonsentrasi.
Setelah pikiran kita kosong, mulailah memasuki otak kita dengan satu unsur pikiran.
Rasakan bahwa saat ini sedang latihan, kita memasuki alam semu yang tidak kita dapati
dalam kehidupan sehari-hari. Jangan memikirkan yang lain, selain bahwa kita saat ini
sedang latihan teater.

Catatan :
Pada saat kita akan membawakan suatu peran, misalnya sebagai ayah, nenek, gadis pemalu
dan sebagainya, baik itu dalam latihan atau pementasan, konsentrasikan pikiran kita pada
hal tersebut. Jangan sekali-kali memikirkan yang lain.

VOKAL dan PERNAFASAN

PERNAFASAN

Seorang artis panggung, baik itu dramawan ataupun penyanyi, untuk memperoleh suara
yang baik ia memerlukan pernapasan yang baik pula. Oleh karena itu ia harus melatih
pernafasan/ alat-alat pernafasannya serta mempergunakannya secara tepat agar dapat
diperoleh hasil yang maksimum, baik dalam latihan ataupun dalam pementasan.

Ada empat macam pernafasan yang biasa dipergunakan :

1.  Pernafasan Dada

     Pada pernapasan dada kita menyerap udara kemudian kita masukkan ke rongga dada

        sehingga dada kita membusung. Di kalangan orang‑orang teater pernafasan dada


biasanya

     tidak dipergunakan karena disamping daya tampung atau kapasitas dada untuk udara

     sangat sedikit,  juga dapat mengganggu gerak/akting kita, karena bahu menjadi kaku.

2.  Pernafasan Perut

     Dinamakan pernafasan perut jika udara yang kita hisap kita masukkan ke dalam perut

     sehingga perut kita menggelembung. Pernafasan perut dipergunakan oleh sebagian

     dramawan, karena tidak banyak mengganggu gerak dan daya tampungnya lebih banyak
     dibandingkan dada.

3.  Pernafasan Lengkap

        Pada pernafasan lengkap kita mempergunakan dada dan perut untuk menyimpan
udara,

     sehingga udara yang kita serap sangat banyak (maksimum).  Pernafasan lengkap diper-

        gunakan oleh sebagian artis panggung yang biasanya tidak terlalu mengutamakan
akting,

     tetapi mengutamakan vokal.

4.  Pernafasan Diafragma

     Pernafasan diafragma ialah jika pada waktu kita mengambil udara, maka diafragma kita

        mengembang. Hat ini dapat kita rasakan dengan mengembangnya perut, pinggang,
bahkan

     bagian belakang tubuh di sebelah atas pinggul kita juga turut mengembang.

        Menurut perkembangan akhir‑akhir ini, banyak orang‑orang teater yang


mempergunakan

     pernafasan diafragma, karena tidak banyak mengganggu gerak dan daya tampungnya
lebih

     banyak dibandingkan dengan pernafasan perut.

Latihan‑latihan Pernafasan :

*  Pertama kita menyerap udara sebanyak mungkin. Kemudian masukkan ke dalam dada,  

    kemudian turunkan ke perut, sampai di situ nafas kita tahan. Dalam keadaan demikian

    tubuh kita gerakkan turun sampai ke batas maksimum bawah. Setelah sampai di bawah,

    lalu naik lagi ke posisi semula, barulah nafas kita keluarkan kembali.

*  Cara kedua adalah menarik nafas dan mengeluarkannya kembali dengan cepat.

*  Cara berikutnya adalah menarik nafas dalam‑dalam, kemudian keluarkan lewat mulut

      dengan mendesis, menggumam, ataupun cara‑cara lain. Di sini kita sudah mulai
menying-

    gung vokal.


Catatan : Bila sudah menentukan pernafasan apa yang akan kita pakai, maka janganlah
beralih ke bentuk pernafasan yang lain.

VOKAL

Untuk menjadi seorang pemain drama yang baik, maka dia harus mernpunyai dasar vokal
yang baik pula. “Baik” di sini diartikan sebagai :

>  Dapat terdengar (dalam jangkauan penonton, sampai penonton, yang paling belakang).

>  Jelas (artikulasi/pengucapan yang tepat).

> Tersampaikan misi (pesan) dari dialog yang diucapkan.

> Tidak monoton.

Untuk mempunyai vokal yang baik ini, maka perlu dilakukan latihan‑latihan vokal. Banyak
cara yang dilakukan untuk melatih vokal, antara lain :

*  Tariklah nafas, lantas keluarkan lewat mulut sambil menghentakkan suara “wah…”
dengan

    energi suara. Lakukan ini berulang kali.

*  Tariklah nafas, lantas keluarkan lewat mulut sambil menggumam “mmm…mmm…” 


(suara  

    keluar lewat hidung).

*  Sama dengan latihan kedua, hanya keluarkan dengan suara mendesis,”ssss…….”

*  Hirup udara banyak‑banyak, kemudian keluarkan vokal “aaaaa…….”  sampai batas nafas

    yang terakhir. Nada suara jangan berubah.

*  Sama dengan latihan di atas, hanya nada (tinggi rendah suara) diubah-ubah naik turun

    (dalam satu tarikan nafas)

*  Keluarkan vokal “a…..a……” secara terputus-putus.


*  Keluarkan suara vokal “a‑i‑u‑e‑o”, “ai‑ao‑au‑ae‑”, “oa‑oi‑oe‑ou”, “iao‑iau‑iae‑aie‑aio‑aiu‑

    oui‑oua‑uei‑uia‑……” dan sebagainya.

*  Berteriaklah sekuat‑kuatnya sampai ke tingkat histeris.

*  Bersuara, berbicara, berteriak sambil berjalan, jongkok, bergulung‑gulung, berlari,

    berputar‑putar dan berbagai variasi lainnnya.

Catatan :

Apabila suara kita menjadi serak karena latihan‑latihan tadi, janganlah takut. Hal ini biasa
terjadi apabila kita baru pertama kali melakukan. Sebabnya adalah karena lendir‑lendir di
tenggorokan terkikis, bila kita bersuara keras. Tetapi bila kita sudah terbiasa, tenggorokan
kita sudah agak longgar dan selaput suara (larink) sudah menjadi elastis. Maka suara yang
serak tersebut akam menghilang dengan sendirinya. Dan ingat, janganlah terlalu memaksa
alat‑alat suara untuk bersuara keras, sebab apabila dipaksakan akan dapat merusak alat‑alat
suara kita. Berlatihlah dalam batas-batas yang wajar.

Latihan ini biasanya dilakukan di alam terbuka. misalnya di gunung, di tepi sungai, di
dekat air terjun dan sebagainya. Di sana kita mencoba mengalahkan suara‑suara di sekitar
kita, di samping untuk menghayati karunia ciptaan Tuhan.

ARTIKULASI

Yang dimaksud dengan artikulasi pada teater adalah pengucapan kata melalui mulut agar
terdengar dengan baik dan benar serta jelas, sehingga telinga pendengar/penonton dapat
mengerti pada kata‑kata yang diucapkan.

Pada pengertian artikulasi ini dapat ditemukan beberapa sebab yang mengakibatkan
terjadinya artikulasi yang kurang/tidak benar, yaitu :

Cacat artikulasi alam : cacat artikulasi ini dialami oleh orang yang berbicara gagap atau
orang yang sulit mengucapkan salah satu konsonon, misalnya ‘r’, dan sebagainya.
Artikulasi jelek ini bukan disebabkan karena cacat artikulasi, melainkan terjadi
sewaktu‑waktu. Hal ini sering terjadi pada pengucapan naskah/dialog.

Misalnya:
Kehormatan menjadi kormatan

Menyambung menjadi mengambung, dan sebagainya.

Artikulasi jelek disebabkan karena belum terbiasa pada dialog, pengucapan terlalu cepat,
gugup, dan sebagainya. Artikulasi tak tentu : hal ini terjadi karena pengucapan kata/dialog
terlalu cepat, seolah‑olah kata demi kata berdempetan tanpa adanya jarak sama sekali.

Untuk mendapatkan artikulasi yang baik maka kita harus melakukan latihan mengucapkan
alfabet dengan benar, perhatikan bentuk mulut pada setiap pengucapan. Ucapkan setiap
huruf dengan nada‑nada tinggi, rendah, sengau, kecil, besar, dsb. Juga ucapkanlah dengan
berbisik. Variasikan dengan pengucapan lambat, cepat, naik, turun, dsb. Membaca kalimat
dengan berbagai variasi seperti di atas. Perhatikan juga bentuk mulut.

INTONASI

Seandainya pada dialog yang kita ucapkan, kita tidak menggunakan intonasi, maka akan
terasa monoton, datar dan membosankan. Yang dimaksud intonasi di sini adalah tekanan‑
tekanan yang diberikan pada kata, bagian kata atau dialog. Dalam tatanan intonasi,
terdapat tiga macam, yaitu :

1.   Tekanan Dinamik (keras‑lemah)

      Ucapkanlah dialog pada naskah dengan melakukan penekanan‑penekanan pada setiap
kata

      yang memerlukan penekanan. Misainya saya pada kalimat “Saya membeli pensil ini”  

      Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda, contoh:

      SAYA membeli pensil ini. (Saya, bukan orang lain)

      Saya MEMBELI pensil ini. (Membeli, bukan, menjual)

      Saya membeli PENSIL ini. (Pensil, bukan buku tulis)

2.   Tekanan Nada (tinggi-rendah)

      Cobalah mengucapkan kalimat/dialog dengan memakai nada/aksen, artinya tidak


      mengucapkan seperti biasanya. Yang dimaksud di sini adalah membaca/mengucapkan

      dialog dengan Suara yang naik turun dan berubah‑ubah. Jadi yang dimaksud dengan

      tekanan nada ialah tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata.

3.   Tekanan Tempo (cepat-lambat)

          Tekanan tempo adalah memperlambat atau mempercepat pengucapan. Tekanan ini


sering

      dipergunakan untuk lebih mempertegas apa yang kita maksudkan. Untuk latihannya

      cobalah membaca naskah dengan tempo yang berbeda‑beda. Lambat atau cepat silih

      berganti.

IMAJINASI

Imajinasi adalah suatu cara untuk menganggap sesuatu yang tidak ada menjadi seolah-olah
ada. Kalau ilusi obyeknya adalah peristiwa, maka imajinasi obyeknya benda atau sesuatu
yang dibendakan. Tujuannya adalah agar kita tidak hanya selalu menggantungkan diri
pada benda-benda yang kongkret. Juga di atas pentas, penonton akan melihat bahwa apa
yang ditampilkan tampak benar-benar terjadi walaupun sesungguhnya tidak terlihat,
benar-benar dialami sang pelaku. Kemampuan untuk berimajinasi benar-benar diuji
bilamana kita sedang memainkan sebuah pantomim.

Sebagai contoh, dalam naskah OBSESI, terjadi dialog antara pemimpin koor dengan roh
suci. Roh suci disini hanya terdengar suaranya, tetapi pemain harus menganggap bahwa
roh suci benar-benar ada. Dalam contoh lain dapat kita lihat pada sebuah naskah yang
didalamnya terdapat sebuah dialog, sebagai berikut : “ Hei letnan, coba perhatikan perempuan
berkaca mata gelap di depan toko itu. Perhatikan topi dan tas hitam yang dipakainya. Rasa-rasanya
aku pernah melihat tas dan topi itu dipakai Nyonya Lisa beberapa saat sebelum terjadi
pembunuhan”. Yang dibicarakan tokoh di atas sebenarnya hanya khayalan saja. Perempuan
berkaca mata gelap, bertopi, dan bertas hitam tidak terlihat atau tidak tampak dalam
pentas.

Telah disebutkan bahwa obyek imajinasi adalah benda atau sesuatu yang dibendakan,
termasuk disini segala sifat dan keadaannya. Sebagai latihan dapat dipakai cara-cara
sebagai berikut :

*  Sebutkan sebanyak mungkin benda-benda yang terlintas di otak kita. Jangan sampai

    menyebutkan sebuah benda lebih dari satu kali.

*  Sebutkan sebuah benda yang tidak ada di sekitar kita kemudian bayangkan dan sebutkan

    bentuk benda itu, ukurannya, sifatnya, keadaannya, warna, dsb.


*  Menganggap atau memperlakukan sebuah benda lain dari yang sebenarnya. Contohnya,

    menganggap sebuah batu adalah suatu barang yang sangat lucu, baik itu bentuknya,

    letaknya, dsb. Sehingga dengan memandang batu tersebut kita jadi tertawa terpingkal-

    pingkal.

*  Menganggap sesuatu benda memiliki sifat yang berbeda-beda. Misalnya sebuah pensil

    rasanya menjadi asin, pahit, manis kemudian berubah menjadi benda yang panas, dingin,

    kasar, dsb.

EMOSI

Emosi dapat diartikan sebagai ungkapan perasaan. Emosi dapat berupa perasaan sedih,
marah,

benci, bingung, gugup, dsb. Dalam drama, seorang pemain harus dapat mengendalikan dan

menguasai emosinya. Hal ini penting untuk memberikan warna bagi tokoh yang
diperankan  dan untuk menunjang karakter tokoh tersebut. Emosi juga sangat
mempengaruhi tubuh, yaitu tingkah laku, roman muka (ekspresi), pengucapan dialog,
pernapasan, niat. Niat disini timbul setelah emosi itu terjadi, misalnya setelah marah maka
tinbul niat untuk memukul, dsb.

PENGHAYATAN

Penghayatan adalah mengamati serta mempelajari isi dari naskah untuk diterpakan tubuh
kita. Misalnya pada waktu kita berperan sebagai Pak Usman yang berprofesi sebagai polisi,
maka saat itu kita tidak lagi berperan sebagai diri kita sendiri melainkan menjadi Pak
Usman yang berprofesi sebagai polisi. Hal inilah yang harus kita terapkan dengan baik jika
kita akan memainkan sebuah naskah drama.

Cara-cara yang dipergunakan dalam penghayatan adalah :

>  Pelajari naskah secara keseluruhan, supaya dapat mengetahui apa yang dikehendaki oleh

    naskah, problema apa yang ditonjolkan, serta apa titik tolak dan inti dari naskah.

>  Melakukan gerak serta dialog yang terdapat dalam naskah. Jadi disini kita sudah
mendapat

    gambaran tentang akting dari tokoh yang akan kita perankan.
>  Sebagai latihan cobalah membaca sebuah naskah / dialog dengan diiringi musik sebagai

    pembantu pemberi suasana. Hayati dulu musiknya baru mulailah membaca.

BLOCKING

 Yang dimaksud dengan blocking adalah kedudukan tubuh pada saat di atas pentas. Dalam
permainan drama, blocking yang baik sangat diperlukan, oleh karena itu pada waktu
bermain kita harus selalu mengontrol tubuh kita agar tidak merusak blocking. Yang
dimaksud dengan blocking yang baik adalah blocking tersebut harus seimbang, utuh,
bervariasi dan memiliki titik pusat perhatian serta wajar.

Seimbang : berarti kedudukan pemain, termasuk juga benda-benda yang ada diatas
panggung (setting) tidak mengelompok di satu tempat, sehingga mengakibatkan adanya
kesan berat sebelah. Jadi semua bagian panggung harus terwakili oleh pemain atau benda-
benda yang ada di panggung. Penjelasan lebih lanjut mengenai keseimbangan panggung ini
akan disampaikan pada bagian mengenai “Komposisi Pentas “.

Utuh : berarti blocking yang ditampilkan hendaknya merupakan suatu kesatuan. Semua
penempatan dan gerak yang harus dilakukan harus saling menunjang dan tidak saling
menutupi.

Bervariasi : artinya bahwa kedudukan pemain tidak disuatu tempat saja, melainkan mem-
bentuk komposisi-komposisi baru sehingga penonton tidak jenuh. Keadaan seorang pemain
jangan sama dengan kedudukan pemain lainnya. Misalnya sama-sama berdiri, sama-sama
jongkok, menghadap ke arah yang sama, dsb. Kecuali kalau memang dikehendaki oleh
naskah.

Memiliki titik pusat : artinya setiap penampilan harus memiliki titik pusat perhatian. Hal
ini penting artinya untuk memperkuat peranan lakon dan mempermudah penonton  untuk
melihat dimana sebenarnya titik pusat dari adegan yang sedang berlangsung. Antara
pemain juga ja-ngan saling mengacau sehingga akan mengaburkan dimana sebenarnya
letak titik perhatian.

Wajar : artinya setiap penempatan pemain ataupun benda-benda haruslah tampak wajar,
tidak dibuat-buat. Di samping itu setiap penempatan juga harus memiliki motivasi dan
harus beralasan.

Dalam drama kontemporer kadang-kadang naskah tidak menuntut blocking yang


sempurna, bahkan kadang-kadang juga sutradara atau naskah itu sendiri sama sekali
meninggalkan prinsip-prinsip blocking. Ada juga naskah yang menuntut adanya gerak-
gerak yang seragam di antara para pemainnya.

NASKAH
Setelah kita mengenal berbagai macam dasar yang diperlukan untuk bermain drama,
akhirnya sampailah kita pada naskah. Naskah disini diartikan sebagai bentuk tertulis dari
suatu drama. Sebuah naskah walaupun telah dimainkan berkali-kali, dalam bentuk yang
berbeda-beda, naskah tersebut tidak akan berubah mutunya. Sebaliknya sebuah atau
beberapa drama yang dipentaskan berdasarkan naskah yang sama dapat berbeda mutunya.
Hal ini tergantung pada penggarapan dan situasi, kondisi, serta tempat di mana dimainkan
naskah tersebut.

Sebuah naskah yang baik harus memiliki tema, pemain / lakon dan plot atau rangka cerita.

Tema : adalah rumusan inti sari cerita yang dipergunakan dalam menentukan arah dan
tujuan cerita. Dari tema inilah kemudian ditentukan lakon-lakonnya.

Lakon : dalam cerita drama lakon merupakan unsur yang paling aktif yang menjadi
pengge-rak cerita. Oleh karena itu seorang lakon haruslah memiliki karakter, agar dapat
berfungsi sebagai penggerak cerita yang baik. Di samping itu dalam naskah akan
ditentukan dimensi-dimensi sang lakon. Biasanya ada 3 dimensi yang ditentukan yaitu :

*  Dimensi fisiologi    : ciri-ciri badani

    usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, cirri-ciri muka,dll.

*  Dimensi sosiologi   : latar belakang kemasyarakatan

    status sosial, pendidikan, pekerjaan, peranan dalam masyarakat, kehidupan pribadi,

    pandangan hidup, agama, hobby, dll.

*  Dimensi psikologis : latar belakang kejiwaan

    temperamen, mentalitas, sifat, sikap dan kelakuan, tingkat kecerdasan, keahlian dalam

    bidang tertentu, kecakapan, dll. 

Apabila kita mengabaikan salah satu saja dari ketiga dimensi di atas, maka lakon yang akan
kita perankan akan menjadi tokoh yang kaku, timpang, bahkan cenderung menjadi tokoh
yang mati.

Plot : adalah alur atau kerangka cerita. Plot adalah suatu keseluruhan peristiwa di dalam
naskah. Secara garis besar, plot drama dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :

*  Pemaparan (eksposisi)

Bagian pertama dari suatu pementasan drama adalah pemaparan atau eksposisi. Pada
bagian ini diceritakan mengenai tempat, waktu dan segala situasi dari para pelakunya.
Kepada penonton disajikan sketsa cerita sehingga penonton dapat meraba dari mana cerita
ini dimulai. Jadi eksposisi berfungsi sebagai pengantar cerita.

*  Dialog

Dialog berisikan kata-kata. Dalam drama para lakon harus berbicara dan apa yang
diutarakan mesti sesuai dengan perannya, dengan tingkat kecerdasannya, pendidikannya,
dsb. Dialog berfungsi untuk mengemukakan persoalan, menjelaskan perihal tokoh,
menggerakkan plot maju, dan membukakan fakta.

*  Komplikasi awal atau konflik awal

Kalau pada bagian pertama tadi situasi cerita masih dalam keadaan seimbang maka pada
bagian ini mulai timbul suatu perselisihan atau komplikasi. Konflik merupakan kekuatan
penggerak drama.

*  Klimaks dan krisis

Klimaks dibangun melewati krisis demi krisis. Krisis adalah puncak plot dalam adegan.
Konflik adalah satu komplikasi yang bergerak dalam suatu klimaks.

*  Penyelesaian (denouement)

Drama terdiri dari sekian adegan, dimana didalamnya terdapat krisis-krisis yang
memunculkan beberapa klimaks. Satu klimaks terbesar dibagian akhir selanjutnya diikuti
adegan penyelesaian.

MEMPELAJARI TATA CAHAYA

Proses kerja penataan cahaya dalam pementasan teater membutuhkan waktu yang lama.
Seorang penata cahaya tidak hanya bekerja sehari atau dua hari menjelang pementasan.
Kejelian sangat diperlukan, karena fungsi tata cahaya tidak hanya se-kedar menerangi
panggung pertunjukan. Kehadiran tata cahaya sangat membantu dramatika lakon yang
dipentaskan. Tidak jarang sebuah pertunjukan tampak spekta-kuler karena kerja tata
cahayanya yang hebat. Untuk hasil yang terbaik, penata cahaya perlu mengikuti prosedur
kerja mulai dari menerima naskah sampai pementasan.

Prosedur atau langkah kerja pada dasarnya dibuat untuk mempermudah kerja seseorang.
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa kerja penata cahaya tidak hanya sekedar
menata lampu, menghidupkan, dan mematikannya.

Mempelajari Naskah

Naskah lakon adalah bahan dasar ekspresi artistik pementasan teater. Semua kreativitas
yang dihasilkan mengacu pada lakon yang dipilih. Tidak hanya sutradara dan aktor yang
perlu mempelajari naskah lakon. Penata cahaya pun perlu mempela-jari naskah lakon.
Berbeda dengan aktor yang berkutat pada karakter tokoh peran, penata cahaya mempelajari
lakon untuk menangkap maksud lakon serta mempela-jari detil latar waktu, dan tempat
kejadian peristiwa.
Mempelajari tempat kejadian peristiwa akan memberikan gambaran pada penata cahaya
tempat cerita berlangsung, suasana dan piranti yang digunakan. Mungkin ada piranti yang
menghasilkan cahaya seperti obor, lilin, lampu belajar, dan lain sebagainya yang digunakan
dalam cerita tersebut. Ini semua menjadi catatan penata cahaya. Setiap sumber cahaya
menghasilkan warna dan efek cahaya yang berbeda yang pada akhirnya akan memberikan
gambaran suasana.

Tempat berlangsungnya cerita juga memberikan gambaran cahaya. Peristiwa yang terjadi di
dalam ruang memiliki pencahaayaan yang berbeda dengan di luar ruang. Jika dihubungkan
dengan waktu kejadian maka gambaran detil cahaya secara keseluruhan akan didapatkan.
Jika perstiwa terjadi di luar ruang pada siang hari berbeda dengan sore hari. Persitiwa yang
terjadi di luar ruang memerlukan pencahayaan yang bebeda antara di sebuah taman kota
dan di teras sebuah rumah. Semua hal yang berkaitan dengan ruang dan waktu harus
menjadi catatan penata cahaya.

Diskusi Dengan Sutradara

Penata cahaya perlu meluangkan waktu khusus untuk berdiskusi dengan sutradara. Setelah
mempelajari naskah dan mendapatkan gambaran keseluruhan kejadian peristiwa lakon,
penata cahaya perlu mengetahui interpretasi dan keinginan sutradara mengenai lakon yang
hendak dimainkan tersebut. Mungkin sutradara mengehendaki penonjolan pada adegan
tertentu atau bahkan menghendaki efek khusus dalam persitiwa tertentu. Catatan penata
cahaya yang didapatkan setelah mempelajari naskah digabungkan dengan catatan dari
sutradara sehingga gambaran keseluruhan pencahayaan yang diperlukan didapatkan.

Mempelajari Desain Tata Busana

Berdiskusi dengan penata busana lebih khusus adalah untuk menyesuaikan warna dan
bahan yang digunakan dalam tata busana. Seperti yang telah disebut di atas, bahan-bahan
tertentu dapat menghasilkan refleksi tertentu serta warna tertentu dapat memantulkan
warna cahaya atau menyerapnya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan maka
kerjasama antara penata cahaya dan penata busana perlu dijalin.

Hal ini juga berkaitan juga dengan catatan sutradara. Misalnya, dalam satu peristiwa
sutradara menghendaki cahaya berwarna kehijauan untuk menyimbolkan sebuah mimpi,
penata busana juga membuat baju berwarna hijau untuk menegaskan suasana tersebut.
Penata cahaya bisa memberikan saran penggunaan warna hijau pada busana karena warna
hijau cahaya jika mengenai warna hijau tertentu pada busana bisa saling meniadakan.
Artinya, warna hijau yang ingin ditampilkan justru hilang. Untuk itu, diskusi dan saling
mempelajari desain perlu dilakukan.

Mempelajari Desain Tata Panggung

Diskusi dengan penata panggung sangat diperlukan karena tugas tata cahaya selain
menyinari aktor dan area juga menyediakan cahaya khusus untuk set dan properti yang
ada di panggung. Selain bahan dan warna, penataan dekor di atas pentas penting untuk
dipelajari. Jika desain tata panggung memperlihatkan sebuah konstruksi maka tata cahaya
harus membantu memberikan dimensi pada konstruksi tersebut. Jika desain tata panggung
menampilkan bangunan arsitektural gaya tertentu maka tata cahaya harus mampu
membantu menampilkan keistemewaan gaya arstitektur yang ditampilkan.

Penyinaran pada set dekor tidak hanya berlaku untuk set dekor saja tetapi juga ber-laku
untuk lingkungan sekitarnya. Misalnya, di atas panggung menampakkan sebuah ruang
yang di bagian belakangnya ada jendela. Ketika jendela itu dibuka dan lampu ruangan
tersebut dinyalakan maka pendar cahaya dalam ruangan harus sampai ke luar ruangan
melalui jendela tersebut. Tugas tata cahaya adalah menyajikan efek sinar lampu ruangan
yang menerobos ke luar ruangan. Intinya, setiap detil efek ca-haya yang dihasilkan
berkaitan dengan tata panggung harus diperhitungkan. Semua harus nampak logis bagi
mata penonton.

Memeriksa Panggung dan Perlengkapan

Memeriksa panggung dan perlengkapan adalah tugas berikutnya bagi penata caha-ya.
Dengan mempelajari ukuran panggung maka akan diketahui luas area yang perlu disinari.
Penempatan baris bar lampu menentukan sudut pengambilan cahaya yang akan
ditetapkan. Ketersediaan lampu yang ada dipanggung juga menentukan pele-takan lampu
berdasar kepentingan penyinaran berkaitan dengan karakter dan ke-mampuan teknis
lampu tersebut. Semua kelengkapan pernak-pernik yang ada di panggung harus diperiksa.

Ketersediaan peralatan seperti, tangga, tali, pengerek, rantai pengaman lampu, sabuk
pengaman, sekrup, obeng, gunting, dan perlatan kecil lainnya harus diperiksa. Ketersediaan
lampu baik jumlah, jenis, dan kekuatan dayanya harus dicatat. Asesoris yang dibutuhkan
untuk lampu seperti; filter warna, kelem, pengait, barndoor, stand, iris, gobo, dan asesoris
lain yang ada juga harus diperiksa. Ketersediaan dimmer dan kontrol serta kelistrikan yang
menjadi sumber daya utama juga harus diteliti.

Semua yang ada di panggung yang berkaitan dengan kerja tata cahaya dicatat. Berikutnya
adalah kalkulasi keperluan tata cahaya berdasar capaian artistik yang dinginkan dan
dibandingkan dengan ketersediaan perlengkapan yang ada. Dengan mempelajari panggung
dan segala perlengkapan yang disediakan penata cahaya akan menemukan kekurangan
atau problem yang perlu diatasi. Misalnya, penataan boom pada panggung kurang sesuai
dengan sudut pengambilan lampu samping untuk menyinari set dekor. Oleh karena itu
diperlukan stand tambahan. Lampu yang tersedia masih kurang mencukupi untuk
menerangi beberapa bagian arsitektur tata panggung, untuk itu diperlukan lampu
tambahan.

Semua problem yang ditemui dan solusi yang bisa dilakukan kemudian dicatat dan
diajukan ke sutradara atau tim produksi. Jika tim produksi tidak bisa menyediakan
kelengkapan yang diperlukan maka penata cahaya harus mengoptimalkan ketersediaan
perlengkapan tata cahaya yang ada. Misalnya, dengan menerapkan prinsip penerangan
area dan memanfaat beberapa lampu sisa yang ada untuk efek tertentu.
Menghadiri Latihan

Untuk mendapatkan gambaran lengkap dari situasi masingmasing adegan yang diinginkan
penata cahaya wajib mendatangi sesi latihan aktor. Selain untuk mema-hami suasana
adegan, penata cahaya juga mencatat hal-hal khusus yang menjadi fokus adegan. Hal ini
sangat penting bagi penata cahaya untuk merencanakan perpindahan cahaya dari adegan
satu ke adegan lain. Perpindahan cahaya yang halus membuat penonton tidak sadar
digiring ke suasana yang berbeda. Hasilnya, efek dramatis yang akan ditampilkan oleh
cerita jadi semakin mengena. Sesi latihan dengan aktor akan memberikan gambaran detil
setiap pergerakan aktor di atas pentas. Setelah mencatat hal-hal yang berkaitan dengan
suasana adegan maka proses pergerakan dan posisi aktor di atas pentas perlu diperhatikan.
Penyinaran berdasar area memang memberi penerangan pada seluruh area permainan
tetapi tidak pada aktor secara khsusus. Dalam satu adegan tertentu mungkin saja aktor
berada di luar jangkauan optimal lingkaran sinar cahaya. Oleh karena itu, aktor yang
berdiri atau berpose pada area tertentu memerlukan pencahayaan tersendiri. Hal ini
berlaku juga untuk tata panggung pada saat latihan teknik dijalankan. Penata cahaya perlu
mendapatkan gambaran riil letak set dekor dan seluruh perabot di atas pentas. Dengan
demikian, detil pencahayaan pada set dan perabot bisa dirancang dan diperhitungkan
dengan baik.

Membuat Konsep

Setelah mendapatkan keseluruhan gambaran dan pemahaman penata cahaya mulai


membuat konsep pencahayaan. Konsep ini hanya berupa gambaran dasar penata cahaya
terhadap lakon dan pencahayaan yang akan diterapkan untuk mendukung lakon tersebut.
Warna, intensitas, dan makna cahaya dituangkan oleh penata cahaya pada konsepnya.
Tidak hanya penggambaran suasana yang dituangkan tetapi bisa saja simbol-simbol
tertentu yang hendak disampaikan untuk mendukung makna adegan. Misalnya, dalam satu
adegan di ruang tamu ada foto besar seorang pejuang yang dipasang di dinding. Untuk
memberi kesan bahwa pemiliki rumah sangat mengagumi tokoh tersebut maka foto diberi
pencahayaan khusus. Juga dalam setiap perubahan dan perjalanan adegan konsep
pencahayaan digambarkan. Konsep bisa ditulis atau ditambahi dengan gambar rencana
dasar. Intinya, komsep ini membicarakan gagasan pencahayaan lakon yang akan dimainkan
menurut penata cahaya. Selanjutnya konsep didiskusikan dengan sutradara untuk
mendapatkan kesesuaian dengan rencana artistik secara keseluruhan.

Plot Tata Cahaya

Konsep yang sudah jadi dan disepakati selanjutnya dijabarkan secara teknis pertama kali
dalam bentuk plot tata cahaya. Plot ini akan memberikan gambaran laku tata cahaya mulai
dari awal sampai akhir pertunjukan. Seperti halnya sebuah sinopsis cerita, perjalanan tata
cahaya ditgambarkan dengan jelas termasuk efek cahaya yang akan ditampilkan dalam
adegan demi adegan. Plot ini juga merupakan cue atau penanda hidup matinya cahaya
pada area tertentu dalam adegan tertentu. Dengan membuat plot maka penata cahaya bisa
memperhitungkan jenis lampu serta warna cahaya yang dibutuhkan, memperkirakan
lamanya waktu penyinaran area atau aksi tertentu, merencanakan pemindahan aliran
cahaya, dan suasana yang dikehendaki.

Gambar di atas menjelaskan plot tata cahaya pada adegan satu cerita Menanti Pagi. Kolom
“Hal” menjelaskan adegan tersebut terjadi pada naskah di halaman tertentu. Kolom “Aksi”
menjelaskan kejadian peristiwa atau adegan. Kolom “cue” menjelaskan tanda perubahan
cahaya yang harus dilakukan. Kolom “waktu” menjelaskan lamanya waktu adegan dengan
cahaya tertentu. Kolom ”cahaya” menjelaskan hasil pencaha-yaan yang akan dicapai.
Dengan membaca plot tersebut dapat diketahui bahwa cerita yang akan ditampilkan
bernuansa horror di mana pada malam yang diterangi sinar bulan Anton dan Amir sedang
duduk berbincang di kursi. Pintu tiba-tiba ter-buka, kemudian tertutup dan lampu ruangan
mati. Amir dan Anton lari keluar. Dari sekilas gambaran adegan tersebut dapat diketahui
lampu yang akan digunakan dan efek cahaya yang dihasilkan. Setiap perubahan
pencahayaan menjadi catatan dan bisa dijadikan cue. Dalam gambar dijelaskan ada empat
cue perubahan.

Pada saat adegan dimulai, lampu sudah dipreset sehingga tingal dinaikkan intensitasnya.
Cue perubahan tata cahaya pertama adalah ketika Anton dan Amir masuk ke ruangan,
duduk di kursi dan menyalakan lampu yang ada di dekat kursi. Efek cahaya dari lampu
yang dinyalakan ini menjadi penanda perubahan. Cue perubahan kedua terjadi ketika pintu
terbuka dan efek cahaya bulan masuk melalui pintu. Demikian seterusnya sampai adegan
tersebut berakhir dan lampu panggung dipadamkan (black out).

TUGAS SEORANG SUTRADARA

Idealnya syarat yang diperlukan untuk menjadi sutradara tampaknya memang berat,
seperti yang dijelaskan N. Riantiarno dalam buku Kitab Teater (penerbit Grasindo, 2011). 
Syaratnya adalah :

a)     Memiliki ide, konsep, sistem dan teknik mewujudkan pementasan.

b)     Memahami pengetahuan penyutradaraan, seni peran, seni rupa, sejarah, sastra, filsafat,
ilmu jiwa, sosiologi, dan berbagai pengetahuan umum yang bisa mendukung pekerjaannya
sebagai sutradara. Tetapi yang paling utama memahami ilmu teater.

c)     Memahami elemen dan alat-alat panggung, serta mengetahui kelemahan dan kekuatan
tempat pementasan (panggung, lapangan terbuka, aula, atau ruang kelas).

d)    Memiliki kepekaan terhadap jiwa dari manajemen teater. Berjiwa pemimpin. Mempu
mengkoordinasikan banyak orang dan menyatukannya sehingga menjadi suatu tindakan
demi sebuah tujuan. Tidak keras kepala. Siap menerima masukan/ide/kritik dari siapa
pun. Selain itu juga jujur, disiplin, teliti, bersemangat, dan bertanggungjawab terhadap apa
yang dilakukan. Dan, yang paling utama adalah mencintai pekerjaannya lahir batin.
Syarat tersebut di atas tidaklah menjadi ketentuan mutlak yang harus dimiliki seseorang
(atau guru) yang untuk pertama kali berminat menjadi sutradara.  Sejalan dengan proses
pelatihan dan perkembangannya nanti syarat-syarat tersebut bisa diasah, ditambah dan
dikuasainya. Memang semua tergantung pada motivasi dan ketekunan sang sutradara
untuk terus berupaya meningkatkan kualitas dirinya.

Sutradara adalah pemimpin dalam pementasan drama. Sebagai pemimpin yang


bertanggung jawab terhadap kesuksesan pementasan drama, ia tentu harus membuat
perencanaan dan melaksanakannya. Sutradara juga bertanggung jawab menyatukan
seluruh elemen teater. Seorang sutradara harus mempunyai argumen/alasan yang kuat dan
jelas mengapa memilih tema tertentu. Selain itu, dia juga harus bisa mewujudkan tujuan
yang hendak dicapai melalui pementasan teater yang dilakukan.

Menurut N. Riantiarno lagi setidaknya ada tujuh tugas sutradara, yakni:

1.  Memilih naskah lakon.


2.  Memilih pemain dan pekerja artistik.
3.  Bekerja sama dengan staf artistik dan non artistik.
4.  Menafsir naskah lakon dan menginformasikannya kepada seluruh pekerja (artistik dan
non-artistik).
5.   Menafsir karakter peranan dan menginformasikannya kepada seluruh pemain (aktor-
aktris).
6.  Melatih pemain agar bisa memainkan peranan berdasar tafsir yang sudah dipilih.
7.  Mempersatukan seluruh kekuatan dari berbagai elemen teater sehingga menjadi sebuah
pergelaran yang bagus, menarik dan bermakna.

Sesudah tema/naskah dipilih, pemain dan pekerja pun mulai dipilih berdasarkan
kebutuhan pemanggungan. Pemain dilatih secara tekun dan bertahap. Kelengkapan
panggung juga dipersiapkan. Gladi kotor dan gladi bersih dijalankan. Akhirnya
penyelenggaraan pertunjukan sebagai hasil ujung dari seluruh kegiatan.

Hasil akhir memang penting, tapi yang paling penting, menurut N. Riantiarno, adalah
proses mengalami sejak perencanaan, pelatihan, hingga pementasan. Bagaimana mengatasi
problem, menggali alternatif, dan mengeksekusi pilihan. Sebuah penyajian yang melewati
perjalanan panjang. Daya kreatif dan inisiatif yang diasah sejak masa-masa dini. Inilah gol
yang ingin dicapai oleh program-program pelatihan dan pembimbingan ini.

Seringkali kita menjumpai dalam kelompok-kelompok teater amatir, bagaimana sutradara


bekerja hingga terlalu jauh mencampuri pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya menjadi
“jatah” aktor. Hal ini, menurut Tim Penulis buku “Teater Asyik, Asyik Teater” disebabkan
bukan saja karena sutradara harus berhadapan dengan para aktor yang sama sekali belum
siap disebut aktor, acap juga disebabkan sutradara sendiri belum bekerja berdasarkan
metode penyutradaraan atau bahkan tak mengerti apa saja yang menjadi tugas-tugas
pentingnya sebagai sutradara.
Dalam banyak teori, diktat, dan buku-buku penyutradaraan yang diajarkan di lingkungan
akademik/Perguruan Tinggi Seni, Sutradara disebut sebagai “Penafsir Utama” naskah
lakon. Tim Penulis buku ”Teater Asyik, Asyik Teater” memaparkan apa saja yang menjadi
tugas sutradara selaku penafsir utama.

1.   Menafsirkan tema utama naskah lakon yang telah dipilih sebelumnya dan
mempresentasikannya kepada para aktor dan seluruh tim pendukung.
2.   Menafsirkan bentuk seni yang akan dimainkan berkaitan dengan lakon yang dipilih
dan mempresentasikannya kepada kelompok. Hal ini akan menentukan pula
perancangan artistik: set panggung, cahaya, kostum dan make up, dan musik.
3.   Menafsirkan perwatakan yang terdapat pada setiap tokoh dalam lakon dan
menyosialisasikannya kepada para aktor.
4.   Menafsir alur cerita dan sasaran utama yang hendak dicapai pengarang lakon dalam
lakon tersebut.
5.  Menentukan/menafsirkan sasaran setiap adegan yang terdapat di dalam lakon.
6.   Menafsirkan suasana, ritme, dan tempo yang terdapat dalam setiap peristiwa dan
adegan
7.   Menentukan garis-garis blocking dan komposisi untuk menafsirkan dan
menggambarkan sejelas mungkin suasana dan peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam
lakon.
8.   Membantu dan membimbing seluruh aktor dalam setiap latihan untuk mendapatkan,
memahami, dan mengalami semua yang telah ia tafsirkan di atas.

ORGANISASI PRODUKSI TEATER

Di Indonesia seorang sutradara terpaksa harus mengurusi segalanya. Dia harus mencari
naskah yang cocok, mencari pemain-pamin yang cocok, pekerja yang bisa diajak bekerja
sama. Lalu dia akan mengkoordinir semuanya. Tak jarang dia juga ikut mencari sponsor,
memilih gedung pertunjukan, memikirkan strategi penjualan karcis, mngurusi strategi
publikasi, mengurus poster/pamplet/spanduk/ buklet, dan bukan mustahil dia juga harus
berhadapan dengan polisi jika sandiwaranya kebetulan tak berkenan di hati penguasa.

Bagi seorang sutradara yang kreatif dan energik, menurut N. Riantiarno, kerja serabutan
macam itu tidak menjadi soal, meski yang dia urus sebagian besar adalah hal-hal yang non-
artistik. Dia justru akan memetik manfaat dari “pengalaman batin”-nya saat berhadapan
dengan masalah-masalah non-artistik. Tapi bagi sutradara yang “tak kuat”, segi artistik
kemudian menjadi terabaikan. Lantaran waktu, konsentrasi dan enerjinya sudah terkuras
habis saat mengurusi segi-segi non-artistik itu.

Inilah dilema, kata N. Riantiarno, yang mau tak mau harus dihadapi oleh hampir semua
sutradara di Indonesia. Termasuk oleh guru yang bertindak sebagai sutradara untuk pentas
di sekolah. Walau mungkin jumlah sumber daya manusia (baca: siswa) di sekolah relatif
cukup banyak untuk dikerahkan dan diperbantukan tetapi kemampuan untuk memahami
lingkup tugas masing-masingnya masih menjadi persoalan utama.
Di bawah ini adalah bagan organisasi produksi teater (yang ideal) yang penulis kutip dari
buku Kitab Teater karya N. Riantiarno :

Bagan Organisasi Produksi Teater

 
   
Bagan organisasi poduksi teater di atas adalah sebuah struktur kerja kreatif untuk sebuah
pentas besar, seperti halnya yang dilakukan oleh sejenis Teater Koma. Penyerderhanaan
dari struktur kerja di atas masih sangat mungkin jika pentas yang kita lakukan hanyalah se-
level pentas sekolah. Beberapa bagian baik dari unsur Manajemen Artistik maupun unsur
Manajemen Produksi bisa tidak kita pergunakan. Bahkan bisa saja beberapa bagian tugas
kerja tersebut dirangkap oleh satu orang sehingga tim organisasi produksi teater-nya bisa
lebih ramping, relatif tidak banyak membutuhkan orang walau hierarki tugasnya tetap
sama.

Tim Penulis buku “Teater Asyik, Asyik Teater” menjelaskan lebih sederhana perihal
bagaimana sebuah produksi teater (di sekolah) ditangani oleh tim pekerja (manajemen)
produksi, yaitu:

1.   Mencari dan memilih tempat latihan baik di sekolah maupun di luar sekolah yang
tentunya atas ijin dan kesepakatan bersama yaitu pihak sekolah, sutradara, manajer
panggung/stage manager (orang yang bertanggungjawab dengan segala sesuatu yang
berlangsung di atas panggung selama pertunjukan berlangsung).
2.   Merencanakan dan mengurus perijinan tempat latihan atau pementasan baik di
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Apabila bertempat di luar sekolah pihak
sekolah pun ikut dilibatkan secara administrasi.
3.   Merencanakan dan mengurus konsumsi selama proses latihan dan pementasan
berlangsung. Kita akan menghitung berapa kali konsumsi dapat diberikan berdasarkan
prioritas dan keadaan keuangan. Atau kalau mungkin kita juga dapat mengusahakan
sumbangan konsumsi dari pihak manapun yang mungkin berkenan.
4.  Merencanakan dan mengadakan promosi pementasan, baik di dalam sekolah maupun
di luar sekolah.
5.   Merencanakan, menjadwalkan dan mengadakan publikasi yang merupakan media
promosi.
6.   Merencanakan, menjadwalkan dan mengurus penjualan tiket. Tiket dapat dijual
sebelum pementasan berlangsung. Tiket dapat dijual di koperasi sekolah, sanggar seni
sekolah, bekerja sama dengan sekolah lain atau di tempat-tempat yang lain yang mudah
dijangkau dan strategis. Dan pada hari pelaksanaan tiket biasa dijual di tempat
pertunjukan.
7.   Menggalang bantuan atau fundraising. Untuk mewujudkan sebuah impian
mementaskan sebuah pertunjukan teater tentunya kita tak ingin pentas seadanya. Untuk
itu kita perlu memikirkan langkah-langkah kerjasama dengan pihak-pihak lain.
Menggalang bantuan ini bisa berupa uang atau sarana dan prasarana yang dibutuhkan
untuk menunjang produksi.
8.  Merencanakan dan menjadwal segala sesuatu yang berhubungan dengan produksi dan
kegiatan artistik, tentu saja atas kesepakatan bersama dengan tim artistik.
9.   Mengadakan evaluasi terhadap pekerjaan produksi yang sudah dicapai sebelum
pelaksanaan pementasan berlangsung dan sesudah pementasan.

ISTILAH-ISTILAH DALAM TEATER

Adegan : Bagian dari babak yang menggambarkan satu suasana dari beberapa suasana
dalam babak

Akting : Tingkah laku yang dilakukan pemain sebagai wujud penghayatan peran yang
dimainkan

Aktor : orang yang melakukan akting

Amphiteater : Panggung pertunjukan jaman Yunani Kuno

Apron : Daerah yang terletak di depan layar atau persis di depan bingkai proscenium

Arena : Salah satu bentuk panggung yang tidak dibatasi oleh konvensi empat dinding
imajiner

Artikulasi : Hubungan antara apa yang dikatakan dan bagaimana mengatakanya, dan
dipengaruhi oleh penguasaan organ produksi suara

Atmosfir : Isitlah teater untuk menyebutkan suasana atau kondisi lingkungan

Auditorium : Ruang tempat duduk penonton dalam panggung proscenium

Backdrop : Layar paling belakang. Kain yang dapat digulung atau diturun-naikkan dan
membentuk latar belakang panggung

Bahasa tubuh : Bahasa yang ditimbulkan oleh isyarat-isyarat dan ekspresi tubuh

Bar : Pipa bisa yang digunakan sebagai baris untuk pemasangan lampu

Batten : (1) Lampu flood yang dirangkai dalam satu kompartemen (wadah). (2)
Perlengkapan panggung yang dapat digunakan untuk mengaitkan sesuatu dan dapat
dipindahpindahkan

Blocking : Gerak dan perpindahan pemain dari satu area ke area lain di panggung

Dialog : Percakapan para pemain.

Diafragma : Sekat yang memisahkan antara rongga dada dan rongga perut

Dimmer ; Alat pengatur tinggi rendahnya intensitas cahaya


Distorsi : Hasil rekaman suara melebihi standar batas maksimal yang ditentukan

Drama : Salah satu jenis lakon serius dan berisi kisah kehidupan manusia yang memiliki
konflik yang rumit dan penuh daya emosi tetapi tidak mengagungkan sifat tragedi

Emosi : Proses fisik dan psikis yang kompleks yang bisa muncul secara tiba-tiba dan
spontan atau diluar kesadaran

Filter : Palstik atau mika berwarna untuk mengubah warna lampu

Flashback : Kilas balik peristiwa lampau yang dikisahkan kembali pada saat ini

Flat Karakter : Karakter tokoh yang ditulis oleh penulis lakon secara datar dan biasanya
bersifat hitam putih

Fokus : (1) Istilah dalam penyutradaraan untuk menonjolkan adegan atau permainan aktor.
(2) Istilah tata cahaya untuk area yang disinari cahaya dengan tepat dan jelas Follow Spot ;
Jenis lampu spot yang dapat dikendalikan secara manual untuk mengikuti arah gerak
pemain

Foyer : Ruang tunggu penonton sebelum pertunjukan dimulai atau saat istirahat Frequency

Respon : Kemampuan dalam menangkap frekuensi pada batas maksimum dan minimum

Fresnel : (1) Lensa yang mukanya bergerigi. (2) Jenis lampu yang menggunakan lensa
bergerigi

Gesture : sikap tubuh yang memiliki makna, bisa juga diartikan dengan gerak tubuh
sebagai isyarat

Gimmick : Adegan awal dari sebuah lakon yang berfungsi sebagai pemikat minat penonton
untuk menyaksikan kelanjutan dari lakon tersebut

Gobo : Pelat metal yang dicetak membentuk pola atau motif tertentu dan digunakan untuk
membuat lukisan sinar cahaya

Imajinasi : Proses pembentukan gambaran-gambaran baru dalam pikiran, dimana


gambaran tersebut tidak pernah dialami sebelumnya atau mungkin hanya sedikit yang
dialaminya

Improvisasi : Gerakkan dan ucapan yang tidak terencana untuk menghidupkan permainan.

Intonasi : Nada suara (dalam bahasa jawa disebut langgam), irama bicara, atau alunan nada
dalam melafalkan kata-kata, sehingga tidak datar atau tidak monoton.

Irama : Gelombang naik turun, longgar kencangnya gerakkan atau suara yang berjalan
dengan teratur
Iris : Piranti untuk memperbesar atau memperkecil diameter lingkaran sinar cahaya yang
dihasilkan oleh lampu

Jeda : Pemenggalan kalimat dengan maksud untuk memberi tekanan pada kata.

Karakter : Gambaran tokoh peran yang diciptakan oleh penulis lakon melalui keseluruhan
ciri-ciri jiwa dan raga seorang peran

Karakter Teatrikal: Karakter tokoh yang tidak wajar, unik, dan lebih bersifat simbolis.

Komedi : salah satu jenis lakon yang mengungkapkan cacat dan kelemahan sifat manusia
dengan cara yang lucu, sehingga para penonton bisa lebih menghayati kenyataan hidupnya

Komedi Stamboel : Pertunjukan teater yang mendapat pengaruh dari Turki dan sangat
populer di Indonesia pada jaman sebelum kemerdekaan

Komunikan : Penerima komunikasi

Komunikator : Penyampai komunikasi

Konflik : Ketegangan yang muncul dalam lakon akibat adanya karakter yang bertentangan,
baik dengan dirinya sendiri maupun yang ada di luar dirinya.

Konotasi : Arti kata yang bukan sebenarnya dan lebih dipengaruhi oleh konteks kata
tersebut dalam kalimat.

Konsentrasi : Kesanggupan atau kemampuan yang diperlukan untuk mengerahkan pikiran


dan kekuatan batin yang ditujukan ke suatu sasaran tertentu sehingga dapat menguasai diri
dengan baik.

Lakon : Penuangan ide cerita penulis menjadi alur cerita yang berisi peristiwa yang saling
mengait dan tokoh atau peran yang terlibat, disebut juga naskah cerita

Lakon Satir : Salah satu jenis lakon yang mengemas kebodohan, perlakuan kejam,
kelemahan seseorang untuk mengecam, mengejek bahkan menertawakan suatu keadaan
dengan maksud membawa sebuah perbaikan

Latar Peristiwa : Peristiwa yang melatari adegan itu terjadi dan bisa juga yang melatari
lakon itu terjadi

Latar Tempat : Tempat yang menjadi latar peristiwa lakon itu terjadi.

Latar Waktu : Waktu yang menjadi latar belakang peristiwa, adegan, dan babak itu terjadi

Level : (1) Istilah pemeranan dan penyutradraan untuk mengatur tinggi rendah pemain. (2)
Isitilah tata suara untuk tingkat ukuran besar kecilnya suara yang terdengar
Melodrama : Salah satu jenis lakon yang isinya mengupas suka duka kehidupan dengan
cara yang menimbulkan rasa haru kepada penonton

Mimik : Ekspresi gerak wajah untuk menunjukkan emosi yang dialami pemain

Monolog : Cakapan panjang seorang aktor yang diucapkan di hadapan aktor lain

Noise : Gangguan suara yang tidak diinginkan dalam memproses suara atau rekaman

Observasi : Kegiatan mengamati yang bertujuan menangkap atau merekam hal apa saja
yang terjadi dalam kehidupan

Pantomimik : Ekspresi gerak tubuh untuk menunjukkan emosi yang dialami pemain

Pemanasan : Serial dari latihan gerakan tubuh dimaksudkan untuk meningkatkan sirkulasi
dan meregangkan otot dengan cara progresif (bertahap).

Pemeran : Seorang seniman yang menciptakan peran yang digariskan oleh penulis naskah,
sutradara, dan dirinya sendiri.

Penonton : Orang yang hadir untuk menyaksikan pertunjukan teater

Pernafasan : Peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam
tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida

Plot : Biasa disebut dengan alur adalah kontruksi atau bagan atau skema atau pola dari
peristiwa-peristiwa dalam lakon, puisi atau prosa dan selanjutnya bentuk peristiwa dan
perwatakan itu menyebabkan pembaca atau penonton tegang dan ingin tahu

Profile : Jenis lampu spot yang dapat ukuran dan bentuk sinarnya dapat disesuaikan

Properti : Benda atau pakaian yang digunakan untuk mendukung dan menguatkan akting
pemeran.

Protagonis : Peran utama yang merupakan pusat atau sentral dari cerita

Proscenium : Bentuk panggung berbingkai

Resonansi : Bergema atau bergaung

Rias Fantasi : Tata rias yang diterapkan untuk menggambarkan sifat atau karakter yang
imajinatif

Rias Karakter : Tata rias yang diterapkan untuk menegaskan gambaran karakter tokoh
peran

Rias Korektif : Tata rias yang diterapkan untuk memperbaiki kekurangan sehingga pemain
nampak cantik
Ritme : Tempo atau cepat lambatnya dialog akibat variasi penekanan kata-kata yang
penting.

Skenario : Susunan lakon yang diperagakan oleh pemeran

Soliloki : Cakapan panjang aktor yang diucapkan seorang diri dan kepada diri sendiri

Struktur Dramatik : Rangkaian alur cerita yang saling bersinambung dari awal cerita
sampai akhir.

Sutradara : Orang yang mengatur dan memimpin dalam sebuah permainan.

Teknik Muncul : Suatu teknik seorang pemeran dalam memainkan peran untuk pertama
kali memasuki sebuah pentas lakon.

Teknik Timing : Teknik ketepatan waktu antara aksi tubuh dan aksi ucapan atau ketepatan
antara gerak tubuh dengan dialog yang diucapkan.

Tema : Ide dasar, gagasan atau pesan yang ada dalam naskah lakon dan ini menentukan
arah jalannya cerita.

Tempo : Cepat lambatnya suatu ucapan yang kita lakukan

Tragedi : Salah satu jenis lakon yang meniru sebuah aksi yang sempurna dari seorang tokoh
besar dengan menggunakan bahasa yang menyenangkan supaya para penonton merasa
belas kasihan dan ngeri sehingga penonton mengalami pencucian jiwa atau mencapai
katarsis

Blog di WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai