Anda di halaman 1dari 43

FISIKA BANGUNAN

UJIAN AKHIR SMESTER (UAS)


SEMESTER GENAP

“Akustik Dan Pencahayaan Ruang Auditorium Rooseno Sebagai


Ruang Pertunjukan Teater”

DISUSUN OLEH:
Mohammad Firzat Shindi
16120010

Fasilitator:
Ir. M. Hadiyono, MT
Ir. Muflihul Iman, MT

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gedung auditorium Rooseno yang dibangun di kampus ISTN memiliki luas area yang
cukup besar, selain digunakan untuk kalangan mahasiswa gedung auditorium rooseno juga
sering digunakan oleh kalangan masyarakat umum diluar kampus ISTN. Gedung
auditorium ini pun sering digunakan dalam acara seminar, pertemuan, bahkan dapat
digunakan juga sebagai ruang bermain musik, orkestra, dan teater.
Pada paper ini masalah yang akan diangkat yaitu menganalisa gedung auditorium yang
di alih fungsikan menjadi gedung pertunjukan teater, oleh sebab itu analisa ruang yang di
gunakan adalah analisa ruang auditorium agar gedung auditorium rooseno sesuai dengan
standar pembangunan ruang pertunjukan teater, yang memfokuskan pada pencahayaan dan
akustik ruang dengan permasalahan yang ada yaitu dengan luas ruangan yang cukup luas
sehingga perlu adanya beberapa siasat penitikan lampu serta panel-panel akustik.
Desain gedung pertunjukan teater sendiri terus mengalami perkembangan tergantung
pada kebutuhan serta perkembangan gaya (style) pada saat ini. Sekarang ini, kiblat
perkembangannya lebih mengarah pada struktur yang fungsional dan mampu memenuhi
kebutuhan akan ruang serbaguna yang flexibel, dengan artian mulai meninggalkan tampilan
yang sifatnya dekoratif. Flexibel yang dimaksud di sini meliputi penataan tempat duduk
penonton, pencahayaan yang sesuai serta penataan terhadap akustik yang mungkin dapat
mempengaruhi pementasan. Hal ini dimaksudkan agar gedung pertunjukan dapat
menampung segala jenis kegiatan baik yang sifatnya ringan ataupun yang bentuknya
kompleks sekalipun.
Dengan dibuatnya paper ini di maksud agar mahasiswa arsitektur dapat menganalisa
pencahayaan dan akustik pada suatu ruang, dengan menganalisa fixture yang di gunakan
dan menganalisa panel-panel akustik yang di pakai. Dengan menghitung pencahayaan dan
akustik pada ruang tersebut sehingga dapat digunakan secara maksimal mungkin untuk
menggelar pertunjukan teater, sehingga pencahayaannya cukup dan penggunakan
akustiknya pun tepat, sehingga lebih terasa nyaman bagi penggunanya.
1.2 TUJUAN
Mengalih fungsikan gedung auditorium ISTN menjadi gedung teater yang memiliki
akustik ruang dan pencahayaan yang baik.

1.3 SASARAN
 Pemain teater
 Penonton teater

1.4 IDENTIFIKASI MASALAH


Akustik:
 Sumber / objek yang bergetar
 Medium perambat
 Cacat akustik
Pencahayaan:
 Jenis lampu yang digunakan
 Banyak lampu yang digunakan

1.5 PERMASALAHAN
Bagaimana mengalih fungsikan bangunan auditorium ISTN menjandi gedung teater
yang memiliki akustik ruang dan pencahayaan yang baik?

1.6 PENDEKATAN MASALAH


Akustik:
 Menggunakan bahan bahan akustik yang cocok untuk gedung teater
Pencahayaan:
 Pemilihan lampu dan tata letak lampu yang sesuai dengan gedung teater.
BAB II
TINJAUAN

2.1 Tinjauan Gedung Pertunjukan Teater


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Teater merupakan gedung atau ruangan
tempat pertunjukan film, sandiwara, dan sebagainya atau dapat juga dikatakan sebagai ruangan
besar dengan deretan kursi-kursi ke samping dan ke belakang untuk mengikuti kuliah atau
untuk peragaan ilmiah: pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi; seni drama;
sandiwara; drama. (KBBI, 2016)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah “teater” berkaitan langsung
dengan pertunjukan, sedangkan “drama” berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan
dipentaskan.
Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung
dan disaksikan oleh penonton. Jika “drama” adalah lakon dan “teater” adalah pertunjukan maka
“drama” merupakan bagian atau salah satu unsur dari “teater”. (Santosa, 2008)

2.2 Tinjauan Ruang Pertunjukan


Menurut Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia nomor 17 tahun 2015
tentang standar usaha gedung pertunjukan seni, Usaha Gedung Pertunjukan Seni adalah
penyediaan tempat didalam ruangan atau diluar ruangan yang dilengkapi fasilitas untuk
aktivitas penampilan karya seni.

2.2.1 Teater Dan Jumlah Penduduk


Di Jerman, Swiss dan Australia terdapat ketergantungan karakteristik antara luas
wilayah, ukuran teater, dan jenis teater. (Neufert E. , 2002)
<50.000 penduduk : Gedung Pertunjukan Lokal (Gedung Utama 500-600 tempat
duduk)
50.000 - 100.000 : Gedung pertunjukan local dengan teater kota. Untuk drama
dan operet, sesekali untuk opera.
100.000 - 200.000 : Teater tiga sektor, 700-800 tempat duduk.

200.000 - 500.000 : Ruang opera kecil 800 – 1000, ruang drama 600 – 800 tempat
duduk.

500.000 - 1.000.000 : Ruang opera 1000 – 1400 tempat duduk dan beberapa teater
eksperimental.
≥1.000.000 : Gedung opera besar 1400 – 2000 tempat duduk.

2.2.2 Teater Berdasarkan Kapasitas


Jenis teater juga dapat diklasifikasikan menurut kapasitas penonton yang
ditampungnya (Ham, 1987) :
 Sangat Besar : Teater yang memiliki 1500 kursi penonton atau lebih.
 Besar : Teater yang memiliki 900 - 1500 kursi penonton.
 Sedang : Teater yang memiliki 500-900 kursi penonton.
 Kecil : Teater yang memiliki kurang dari 500 kursi penonton.

2.3 Tinjauan Panggung


Panggung merupakan ruang yang cukup vital dalam sebuah gedung pertunjukan.
Dalam panggung terjadi aktivitas yang menyangkut penampil dan penoton.

2.3.1 Pengertian Panggung


Panggung adalah tempat berlangsungnya sebuah pertunjukan, saat ini hanya tiga
jenis panggung yang sering digunakan. Ketiganya adalah panggung proscenium,
panggung thrust, dan panggung arena. Dengan memahami bentuk dari masingmasing
panggung inilah, penata panggung dapat merancangkan karyanya berdasar lakon yang
akan disajikan dengan baik.
Tata panggung disebut juga dengan istilah scenery (tata dekorasi). Gambaran tempat
kejadian lakon diwujudkan oleh tata panggung dalam pementasan. Tidak hanya sekedar
dekorasi (hiasan) semata, tetapi segala tata letak perabot atau piranti yang akan
digunakan oleh aktor disediakan oleh penata panggung. Oleh karena itu, sebelum
melaksanakan penataan panggung seorang penata panggung perlu mempelajari
panggung pertunjukan. (Santoso, 2008)

2.3.2 Jenis Panggung


Panggung pertunjukan memiliki beberapa jenis diantaranya panggung berdasar
bentuk, kapasitas, jenis pertunjukan, dan lain sebagainya.

A) Panggung Berdasarkan Bentuk


Berikut merupakan beberapa jenis panggung berdasarkan bentuk (Santoso, 2008):

I. Arena
Menurut Santoso dalam Seni Teater Jilid II, Panggung arena adalah panggung
yang penontonnya melingkar atau duduk mengelilingi panggung. Penonton sangat
dekat sekali dengan pemain. Agar semua pemain dapat terlihat dari setiap sisi maka
penggunaan set dekor berupa bangunan tertutup vertikal tidak diperbolehkan karena
dapat menghalangi pandangan penonton. Karena bentuknya yang dikelilingi oleh
penonton, maka penata panggung dituntut kreativitasnya untuk mewujudkan set
dekor. Segala perabot yang digunakan dalam panggung arena harus benar-benar
dipertimbangkan dan dicermati secara hati-hati baik bentuk, ukuran, dan
penempatannya. Semua ditata agar enak dipandang dari berbagai sisi.
Panggung arena biasanya dibuat secara terbuka (tanpa atap) dan tertutup. Inti
dari pangung arena baik terbuka atau tertutup adalah mendekatkan penonton dengan
pemain. Kedekatan jarak ini membawa konsekuensi artistik tersendiri baik bagi pemain
dan (terutama) tata panggung. Karena jaraknya yang dekat, detil perabot yang
diletakkan di atas panggung harus benar-benar sempurna sebab jika tidak maka cacat
sedikit saja akan nampak. Misalnya, di atas panggung diletakkan kursi dan meja
berukir.
Jika bentuk ukiran yang ditampilkan tidak Nampak sempurna - berbeda satu
dengan yang lain - maka penonton akan dengan mudah melihatnya. Hal ini
mempengaruhi nilai artistic pementasan. Lepas dari kesulitan yang dihadapi, panggun
arena sering menjadi pilihan utama bagi teater tradisional. Kedekatan jarak antara
pemain dan penonton dimanfaatkan untuk melakukan komunikasi langsung di tengah-
tengah pementasan yang menjadi ciri khas teater tersebut. Aspek kedekatan inilah yang
dieksplorasi untuk menimbulkan daya tarik penonton. Kemungkinan berkomunikasi
secara langsung atau bahkan bermain di tengah-tengah penonton ini menjadi tantangan
kreatif bagi teater modern. Banyak usaha yang dilakukan untuk mendekatkan
pertunjukan dengan penonton, salah satunya adalah penggunaan panggung arena.
Beberapa pengembangan desain dari teater arena melingkar dilakukan sehingga bentuk
teater arena menjadi bermacammacam.
Masing-masing bentuk memiliki keunikannya tersendiri tetapi semuanya
memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan pemain dengan penonton (Santoso,
2008).

II. Proscenium
Panggung proscenium bisa juga disebut sebagai panggung bingkai karena
penonton menyaksikan aksi aktor dalam lakon melalui sebuah bingkai atau lengkung
proscenium (proscenium arch). Bingkai yang dipasangi layar atau gorden inilah yang
memisahkan wilayah acting pemain dengan penonton yang menyaksikan pertunjukan
dari satu arah Dengan pemisahan ini maka pergantian tata panggung dapat dilakukan
tanpa sepengetahuan penonton. Panggung proscenium sudah lama digunakan dalam
dunia teater. Jarak yang sengaja diciptakan untuk memisahkan pemain dan penonton
ini dapat digunakan untuk menyajikan cerita seperti apa adanya. Aktor dapat bermain
dengan leluasa seolah-olah tidak ada penonton yang hadir melihatnya. Pemisahan ini
dapat membantu efek artistik yang dinginkan terutama dalam gaya realisme yang
menghendaki lakon seolah-olah benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.

Tata panggung pun sangat diuntungkan dengan adanya jarak dan pandangan
satu arah dari penonton. Perspektif dapat ditampilkan dengan memanfaatkan
kedalaman panggung (luas panggung ke belakang). Gambar dekorasi dan perabot tidak
begitu menuntut kejelasan detil sampai hal-hal terkecil. Bentangan jarak dapat
menciptkan bayangan arstisitk tersendiri yang mampu menghadirkan kesan.
Kesan inilah yang diolah penata panggung untuk mewujudkan kreasinya di atas
panggung proscenium. Seperti sebuah lukisan, bingkai proscenium menjadi batas
tepinya. Penonton disuguhi gambaran melalui bingkai tersebut. Hampir semua sekolah
teater memiliki jenis panggung proscenium. Pembelajaran tata panggung untuk
menciptakan ilusi (tipuan) imajinatif sangat dimungkinkan dalam panggung
proscenium. Jarak antara penonton dan panggung adalah jarak yang dapat dimanfaatkan
untuk menciptakan gambaran kreatif pemangungan. Semua yang ada di atas panggung
dapat disajikan secara sempurna seolah-olah gambar nyata.
Tata cahaya yang memproduksi sinar dapat dihadirkan dengan tanpa terlihat
oleh penonton dimana posisi lampu berada. Intinya semua yang di atas panggung dapat
diciptakan untuk mengelabui pandangan penonton dan mengarahkan mereka pada
pemikiran bahwa apa yang terjadi di atas pentas adalah kenyataan.
Pesona inilah yang membuat penggunaan panggung proscenium bertahan
sampai sekarang. (Santoso, 2008).

III. Thrust
Panggung thrust seperti panggung proscenium tetapi dua per tiga bagian
depannya menjorok ke arah penonton. Pada bagian depan yang menjorok ini penonton
dapat duduk di sisi kanan dan kiri panggung. Panggung thrust nampak seperti gabungan
antara panggung arena dan proscenium.

Untuk penataan panggung, bagian depan diperlakukan seolah panggung Arena


sehingga tidak ada bangunan tertutup vertikal yang dipasang. Sedangkan panggung
belakang diperlakukan seolah panggung proscenium yang dapat menampilan
kedalaman objek atau pemandangan secara perspektif. Panggung thrust telah
digunakan sejak Abad Pertengahan (Medieval) dalam bentuk panggung berjalan
(wagon stage) pada suatu karnaval. Bentuk ini kemudian diadopsi oleh sutradara teater
modern yang menghendaki lakon ditampilkan melalui akting para pemain secara lebih
artifisial (dibuat-buat agar lebih menarik) kepada penonton. Bagian panggung yang
dekat dengan penonton memungkinkan gaya acting teater presentasional yang
mempersembahkan permainan kepada penonton secara langsung, sementara bagian
belakang atau panggung atas dapat digunakan untuk penataan panggung yang
memberikan gambaran lokasi kejadian. (Santoso, 2008)

B) Panggung Berdasarkan Kondisi Fisik


Berikut merupakan beberapa jenis panggung berdasarkan kondisi fisik (Ham, 1987):
I.Teater Terbuka
Pertunjukan seni dilakukan pada ruangan terbuka.
II.Teater Tertutup
Pertunjukan seni dilakukan pada ruangan tertutup.
III.Teater Semi Tertutup
Panggung pertunjukan semi tertutup merupakan perpaduan dari teater terbuka
dan tertutup. Dimana bagian yang tertutup hanya pada stage (panggung) saja,
sedangakan pada bagian bangku penonton dibiarkan terbuka. Teater dengan bentuk
spserti ini cocok untuk pementasan tari dan teater.
2.3.3 Bagian Panggung
Panggung teater modern memiliki bagian-bagian atau ruangruang yang secara
mendasar dibagi menjadi tiga, yaitu bagian panggung, auditorium (tempat penonton),
dan ruang depan. Bagian yang paling kompleks dan memiliki fungsi artistik pendukung
pertunjukan adalah bagian panggung. Masing-masing memiliki fungsinya sendiri.
Seorang penata panggung harus mengenal bagian-bagian panggung secara mendetil.
(Santoso, 2008)

a) Border
Pembatas yang terbuat dari kain. Dapat dinaikkan dan diturunkan. Fungsinya untuk
memberikan batasan area permaianan yang digunakan.

b) Backdrop
Layar paling belakang. Kain yang dapat digulung atau diturun-naikkan dan membentuk
latar belakang panggung.

c) Batten
Disebut juga kakuan. Perlengkapan panggung yang dapat digunakan untuk meletakkan
atau menggantung benda dan dapat dipindahkan secara fleksibel.

d) Penutup/flies
Bagian atas rumah panggung yang dapat digunakan untuk menggantung set dekor serta
menangani peralatan tata cahaya.

e) Rumah panggung (stage house)


Seluruh ruang panggung yang meliputi latar dan area untuk tampil.

f) Catwalk (jalan sempit)


Permukaan, papan atau jembatan yang dibuat di atas panggung yang dapat
menghubungkan sisi satu ke sisi lain sehingga memudahkan pekerja dalam memasang
dan menata peralatan.

g) Tirai besi
Satu tirai khsusus yang dibuat dari logam untuk memisahkan bagian panggung dan
kursi penonton. Digunakan bila terjadi kebakaran di atas panggung. Tirai ini diturunkan
sehingga api tidak menjalar keluar dan penonton bisa segera dievakuasi.

h) Latar panggung atas


Bagian latar paling belakang yang biasanya digunakan untuk memperluas area
pementasan dengan meletakkan gambar perspektif.

i) Sayap (side wing).


Bagian kanan dan kiri panggung yang tersembunyi dari penonton, biasanya digunakan
para actor menunggu giliran sesaat sebelum tampil.

j) Layar panggung
Tirai kain yang memisahkan panggung dan ruang penonton. Digunakan (dibuka) untuk
menandai dimulainya pertunjukan. Ditutup untuk mengakhiri pertunjukan. Digunakan
juga dalam waktu jeda penataan set dekor antara babak satu dengan lainnya.

k) Trap jungkit
Area permainan atau panggung yang biasanya bisa dibuka dan ditutup untuk
keluarmasuk pemain dari bawah panggung.

l) Tangga.
Digunakan untuk naik ke bagian atas panggung secara cepat. Tangga lain, biasanya
diletakkan di belakang atau samping panggung sebelah luar.

m) Apron
Daerah yang terletak di depan layar atau persis di depan bingkai proscenium.

n) Bawah panggung
Digunakan untuk menyimpan peralatan set. Terkadang di bagian bawah ini juga
terdapat kamar ganti pemain.

o) Panggung
Tempat pertunjukan dilangsungkan.

p) Orchestra Pit
Tempat para musisi orkestra bermain. Dalam beberapa panggung proscenium, orchestra
pit tidak disediakan.
q) FOH (Front Of House) Bar
Baris lampu yang dipasang di atas penonton. Digunakan untuk lampu spot.

r) Langit-langit akustik
Terbuat dari bahan yang dapat memproyeksikan suara dan tidak menghasilkan gema.

s) Ruang pengendali
Ruang untuk mengendalikan cahaya dan suara (sound system).

t) Bar
Tempat menjual makan dan minum untuk penonton selama menunggu pertunjukan
dimulai.

u) Foyer
Ruang tunggu penonton sebelum pertunjukan dimulai atau saat istirahat.

v) Tangga
Digunakan untuk naik dan turun dari ruang lantai satu ke ruang lantai lain.

w) Auditorium (house)
Ruang tempat duduk penonton di panggung proscenium. Istilah auditorium sering juga
digunakan sebagai pengganti panggung proscenium itu sendiri. X Ruang ganti pemain.
Ruang ini bisa juga terletak di bagian bawah belakang panggung.
2.4 Tata Cahaya
Pencahayaan pada dasarnya pencahayaan diperlukan sebelumdan setelah pertunjukkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pencahayaan adalah:
 System pencahayaan tidak boleh menyilaukanmata maksimal 150 lux dan tidak
bolehbergetar
 Tersedia cukup cahaya untuk kegiatanpembersihan gedung pertunjukkan. Kekuatan
penerangan pada tangga adalah 3 fc.7.
Cahaya adalah unsur tata artistik yang paling penting dalam pertunjukan teater. Tanpa
adanya cahaya maka penonton tidak akan dapat menyaksikan apa-apa. Dalam pertunjukan era
primitif manusia hanya menggunakan cahaya matahari, bulan atau api untuk menerangi. Sejak
ditemukannya lampu penerangan manusia menciptakan modifikasi dan menemukan hal-hal
baru yang dapat digunakan untuk menerangi panggung pementasan. Seorang penata cahaya
perlu mempelajari pengetahuan dasar dan penguasaan peralatan tata cahaya. Pengetahuan dasar
ini selanjutnya dapat diterapkan dan dikembangkan dalam pelanataan cahaya untuk
kepentingan artistik pemanggungan.

2.5 Syarat Pencahayaan Di Ruang Pertunjukan


Pencahayaan depan digunakan terutama untuk visibilitas dan warna. Hal ini
Front juga digunakan untuk mengisolasi seseorang individu atau set piece. Lampu
Lighting depan umumnya bekerja lebih baik jika ditempatkan pada sudut antara 30-50
derajat.
Penggunaan yang paling umum samping efek pencahayaan. Sisi pencahayaan
Side
sering digunakan dengan warna lebih berani untuk aksen gerakan dan warna
Lighting
kontras yang datang dari sisi yang berlawanan.
Seiring dengan pencahayaan sisi pencahayaan kembali digunakan untuk
efek. Kembali pencahayaan sering digunakan untuk membuat kedalaman di
atas panggung. Ketika digunakan dari sudut kembali pencahayaan rendah juga
Kembali
dapat memberikan rasa siluet. Satu hal yang perlu diingat ketika menggunakan
Lighting
pencahayaan belakang adalah bahwa lampu-lampu harus santai untuk para
penonton. Jika lampu diposisikan ke mata penonton tidak akan menjadi
pengalaman yang menyenangkan.
Down pencahayaan sering digunakan untuk menciptakan ilusi
Down
kedalaman. Pencahayaan ke bawah juga bekerja sangat baik untuk mengisolasi
Lighting
satu orang dari yang lain.
Latar Latar pencahayaan adalah gaya yang sangat berani pencahayaan. Hal ini lebih
Belakang cerah daripada bagian lain panggung. Ini adalah cara yang sangat kuat untuk
Lighting menciptakan sebuah gambar.

Beberapa peralatan yang sering digunakan dalam teater :


2.5.1 Ellipsoidal: Ellipsoidal dianggap sebagai perangkat utama yang digunakan dalam
pencahayaan panggung. Lampu ini milik sekelompok lampu yang disebut fokus
instrumen. Ellipsoids memungkinkan perancang dan teknisi pencahayaan untuk
membuat tepi batang lunak atau untuk memotong bagian dari berkas untuk
meninggalkan area gelap dengan menggunakan jendela. Lampu ini biasanya
ditentukan oleh jenis lensa mereka. Jika lensa ukuran 6 x 12 maka itu berarti bahwa
angka pertama yang tercantum adalah diameter lensa dalam inci. Mengukur kedua
adalah panjang fokus lensa. Panjang fokus adalah jarak dari lensa di mana sinar
cahaya berkumpul. Panjang focal, biasanya diukur dalam inci. Ketika bergerak
ellipsoids selalu merupakan praktik yang baik untuk memastikan semua jendela
benar-benar tertutup. Dengan cara ini tidak ada cara untuk jendela untuk
mendapatkan bengkok.
2.5.2 Fresnel: Fresnels umumnya digunakan untuk mencuci warna. Ketika lampu ini
digunakan balok dapat diubah dengan memindahkan lampu belakang dan ke depan
pada jalur yang dibangun ke dalam cahaya. Tepi balok di Fresnel selalu lembut
dimana pada ellipsoidal tepi dapat berubah dari keras ke lembut.
2.5.3 Scoop: lampu ini adalah cara yang sangat baik untuk memberikan pengaturan
cahaya penuh untuk panggung dengan sejumlah kecil lampu.
2.5.4 Par Cans: par dapat memberikan yang luas, sinar umum dan mencakup wilayah
yang luas. Par kaleng mungkin lampu yang paling mudah untuk
digunakan. Mereka sangat ringan dan mudah untuk ditangani. Mereka juga mudah
untuk fokus. Lampu ini terlihat pada pertunjukan dan band karena daya tahan
mereka.
2.5.5 Followspots: Followspots dirancang untuk mengikuti aktor individu. Lampu ini
digunakan hanya untuk memberikan mobilitas para aktor di atas
panggung. Followspots memiliki banyak perbedaan dalam disain. Setup dasar gel
meskipun bersifat internal, dan juga rana kontrol.
2.5.6 Control Devices: Ketika menggunakan lampu di atas ada satu aspek yang harus
dihadapi : pengendali/ kontrol. Perangkat kontrol yang berbeda dan ada banyak
tetapi melakukan fungsi-fungsi dasar yang sama. Yang pertama adalah kontrol
untuk penggunaan. Fungsi lain yang mengontrol perangkat ini adalah tingkat
kecerahan.

2.6 FUNGSI DASAR TATA CAHAYA


Menurut Carpenter dalam Seni Teater Jilid 2, (2008) Tata cahaya yang hadir di atas
panggung dan menyinari semua objek sesungguhnya menghadirkan kemungkinan bagi
sutradara, aktor, dan penonton untuk saling melihat dan berkomunikasi. Semua objek yang
disinari memberikan gambaran yang jelas kepada penonton tentang segala sesuatu yang akan
dikomunikasikan. Dengan cahaya, sutradara dapat menghadirkan ilusi imajinatif. Banyak hal
yang bisa dikerjakan bekaitan dengan peran tata cahaya tetapi fungsi dasar tata cahaya ada
empat, yaitu penerangan, dimensi, pemilihan, dan atmosfir.

a. Penerangan
Inilah fungsi paling mendasar dari tata cahaya. Lampu memberi penerangan pada
pemain dan setiap objek yang ada di atas panggung. Istilah penerangan dalam tata
cahaya panggung bukan hanya sekedar memberi efek terang sehingga bisa dilihat tetapi
memberi penerangan bagian tertentu dengan intensitas tertentu. Tidak semua area di
atas panggung memiliki tingkat terang yang sama tetapi diatur dengan tujuan dan
maksud tertentu sehingga menegaskan pesan yang hendak disampaikan melalui laku
aktor di atas pentas.
b. Dimensi
Dengan tata cahaya kedalaman sebuah objek dapat dicitrakan. Dimensi dapat
diciptakan dengan membagi sisi gelap dan terang atas objek yang disinari sehingga
membantu perspektif tata panggung. Jika semua objek diterangi dengan intensitas yang
sama maka gambar yang akan tertangkap oleh mata penonton menjadi datar. Dengan
pengaturan tingkat intensitas serta pemilahan sisi gelap dan terang maka dimensi objek
akan muncul. Pemilihan. Tata cahaya dapat dimanfaatkan untuk menentukan objek dan
area yang hendak disinari. Jika dalam film dan televisi sutradara dapat memilih adegan
menggunakan kamera maka sutradara panggung melakukannya dengan cahaya. Dalam
teater, penonton secara normal dapat melihat seluruh area panggung, untuk memberikan
fokus perhatian pada area atau aksi tertentu sutradara memanfaatkan cahaya. Pemilihan
ini tidak hanya berpengaruh bagi perhatian penonton tetapi juga bagi para aktor di atas
pentas serta keindahan tata panggung yang dihadirkan.
c. Atmosfir
Yang paling menarik dari fungsi tata cahaya adalah kemampuannya menghadirkan
suasana yang mempengaruhi emosi penonton. Kata “atmosfir” digunakan untuk
menjelaskan suasana serta emosi yang terkandung dalam peristiwa lakon. Tata cahaya
mampu menghadirkan suasana yang dikehendaki oleh lakon. Sejak ditemukannya
teknologi pencahayaan panggung, efek lampu dapat diciptakan untuk menirukan
cahaya bulan dan matahari pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, warna cahaya
matahari pagi berbeda dengan siang hari. Sinar mentari pagi membawa kehangatan
sedangkan sinar mentari siang hari terasa panas. Inilah gambaran suasana dan emosi
yang dapat dimunculkan oleh tata cahaya.

2.7 TATA SUARA


Tata adalah suatu usaha pengaturan terhadap sesuatu bentuk, benda dan sebagainya
untuk tujuan tertentu. Suara adalah getaran yang dihasilkan oleh sumber bunyi biasanya dari
benda padat yang merambat melalui media atau perantara. Perantara dapat berupa benda padat,
cair, dan udara kepada alat pendengaran.
Tata suara adalah suatu usaha untuk mengatur, menempatkan dan memanfaatkan
berbagai sumber suara sesuai dengan etika dan estetika untuk suatu tujuan tertentu, misalnya
untuk pidato, penyiaran, reccording, dan pertunjukan teater. Tata suara berakibat langsung
pada pendengaran manusia. Selaput pendengaran atau gendang telinga menerima getaran yang
merambat melalui udara sesuai degan besar kecilnya suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi
atau suara. Bentuk dari getaran tersebut adalah kerapatan dan kerenggangan udara yang disebut
dengan gelombang suara. Gelombang suara yang sampai pada rongga telinga dapat
menggetarkan selaput gendang pendengaran dan menimbulkan rangsangan pada ujung-ujung
syaraf pendengaran. Rangsangan getaran udara yang berulang-ulang akan diteruskan ke pusat
syaraf atau otak, apabila getaran yang berasal dari sumber bunyi berhasil mencapai otak
melalui alat pendengaran, maka kita dapat mengatakan mendengar bunyi atau suara. (Santoso,
2008).
2.7.1 Akustik
Akustik perlu diperhatikan dan merupakan salah satu unsur pokok dalam
pembangunan bangunan public gedung pertunjukan. Akustik akan mempengaruhi
presepsi umum dan individual dari penikmat/audiens dalam suatu ruangan tempat
suara (music atau pidato) tersebut diproduksi. (Susanto, 2105)

A) Definisi Akustik
Akustik adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang secara khusus
mempelajari tentang karakteristik suara dan pengaturan serta pengkondisian tata
suara, berikut segala efek-efek yang ditimbulkan oleh suara tersebut terhadap para
penikmatnya. Dalam lingkup arsitektur, cakupannya menjadi lebih luas lagi.
Termasuk didalamnya segala hal yang menyangkut bentuk-bentuk rancangan fisik
dari sebuah ruang atau bangunan yang dimanfaatkan untuk fungsi tata suara guna
memperoleh kuantitas dan kualitas akustik yang optimal. (Susanto, 2105)

B) Waktu Dengung
Waktu Dengung (Reverberation Time – RT). RT seringkali dijadikan acuan
awal dalam mendesain akustika ruangan sesuai dengan fungsi ruangan tersebut. RT
menunjukkan seberapa lama energi suara dapat bertahan di dalam ruangan, yang
dihitung dengan cara mengukur waktu peluruhan energi suara dalam ruangan.
Waktu peluruhan ini dapat diukur menggunakan konsep energi tunak maupun
energi impulse.RT yang didapatkan berdasarkan konsep energi tunak dapat
digunakan untuk memberikan gambaran kasar, waktu dengung ruangan tersebut
secara global.RT jenis ini dapat dihitung dengan mudah, apabila kita memiliki data
Volume dan Luas permukaan serta karakteristik absorpsi setiap permukaan yang
ada dalam ruangan. Sedangkan RT yang berbasiskan energi impulse, didapatkan
dengan cara merekam response ruangan terhadap sinyal impulse yang dibunyikan
didalamnya. Dengan cara ini, RT di setiap titik dalam ruangan dapat diketahui
dengan lebih detail bersamaan dengan parameter-parameter akustik yang lainnya.
Adapun rumus untuk menghitung waktu dengung adalah

𝟎,𝟏𝟔𝒙𝑽
𝑹𝑻 = 𝑨

𝑨 = 𝒙𝑺
Keterangan
RT = Reverberation Time
V = Volume
A = total absorbtion
= Absorb coefficient(pada 500 Hz)
S = Surface area
2.8 BAHAN PENYERAP SUARA (Absorption Material)

Bahan Penyerap Suara memiliki tugas penting didalam mengendalikan medan suara
didalam ruangan sesuai dengan fungsi ruangan tersebut. Bahan penyerap suara ini
seringkali disebut sebagai material kedap suara, sebuah istilah yang menurut hemat penulis
adalah sebuah istilah yang tidak tepat. Dalam sebuah konsep akustik ruangan, harus
dibedakan antara fungsi kedap (sound proofing) dan fungsi pengendalian (sound
controling). Dalam kedua fungsi, diperlukan bahan penyerap suara ini.
Ada dua tipe utama bahan penyerap suara, yaitu Bahan Penyerap Suara Berpori (Porous
Absorber) dan Bahan Penyerap Suara tipe Resonansi (resonant Absorber). Kedua tipe
penyerap suara ini berbeda dalam hal mekanisme penyerapan energi suara.
Bahan berpori seperti karpet, korden, foam, glasswool, rockwool, cellulose fiber, dan
material lunak lainnya, menyerap energi suara melalui energi gesekan yang terjadi antara
komponen kecepatan gelombang suara dengan permukaan materialnya. Bahan penyerap
suara tipe ini akan menyerap energi suara lebih besar di frekuensi tinggi.
Tipikal kurva karakteristik penyerapan energi suaranya sebagai fungsi frekuensi, dapat
dilihat pada gambar berikut:

(c) D.M. Howard & J. Angus: Acoustics and Psychoacoustics, 3rd ed

Bahan penyerap suara ini akan menyerap energi suara lebih besar pada frekuensi rendah
atau menengah, apabila jarak material ke dinding atau ketebalan material bila ditempel
langsung ke dinding lebih besar daripada seperempat panjang gelombang yang ingin
dikendalikan, sebagai mana terlihat pada kurva berikut:

(c) D.M. Howard & J. Angus: Acoustics and Psychoacoustics, 3rd ed.

Bahan penyerap suara tipe resonansi seperti panel kayu tipis, menyerap energi suara
dengan cara mengubah energi suara yang datang menjadi getaran, yang kemudian diubah
menjadi energi gesek oleh material berpori yang ada di dalamnya (misal oleh udara, atau
material berpori). Ini berarti, material tipe ini lebih sensitif terhadap komponen tekanan
dari gelombang suara yang datang, sehingga lebih efektif apabila ditempelkan pada
dinding. Bahan penyerap tipe ini lebih dominan menyerap energi suara ber frekuensi
rendah. Frekuensi resonansi bahan ini ditentukan oleh kerapatan massa dari panel dan
kedalaman (tebal) rongga udara dibaliknya . Tipikal respon frekuensi bahan penyerap tipe
ini adalah sebagai berikut:

(c) D.M. Howard & J. Angus : Acoustics and Psychoacoustics, 4 ed.

Tipe lain dari bahan penyerap suara ini adalah apa yang disebut sebagai Resonator
Helmholtz. Efektifitas bahan penyerap suara tipe ini ditentukan oleh adanya udara yang
terperangkap di “pipa atau leher” diatas bidang berisi udara (bentukan seperti leher botol
dsb). Permukaan berlobang menjadi ciri utama resonator yang bekerja pada frekuensi
tertentu, tergantung pada ukuran lubang, leher, dan volume ruang udaranya.

(c) D.M. Howard & J. Angus : Acoustics and Psychoacoustics, 4 ed.

Apabila diinginkan sebuah dinding yang memiliki frekuensi kerja yang lebar (rendah,
menengah, dan tinggi), maka harus digunakan gabungan ketiga bahan penyerap suara
tersebut. Kombinasi antara proses gesekan dari komponen kecepatan gelombang suara dan
resonansi dari komponen tekanan gelombang suara, akan membuat kinerja penyerapan
energi suara oleh dinding atau partisi besar untuk seluruh daerah frekuensi.

(c) D.M. Howard & J. Angus : Acoustics and Psychoacoustics, 4 ed.


2.8 Standar Gedung Pertunjukan
Untuk menciptakan sebuah gedung pertunjukan yang akomodatif dan nyaman bagi
penonton maka diperlukannya standar-standar dalam gedung pertunjukan seni.

2.8.1 Tempat Duduk


Tempat duduk merupakan salah satu bagian penting dari gedung pertunjukan.
Penonton yang duduk di kursi akan melihat pertunjukan secara visual. Hal ini
berhubungan dengan orientasi dari panggung dan memerlukan kelengkungan baris
kursi. Pusat kelengkungan terletak di tengah auditorium. Namun keterbatasan anggaran
biaya bisa saja menyebabkan baris kursi lurus untuk menyederhanakan kontruksi.

Tinggi tempat duduk (bertingkat) di ruang penonton, tinggi tempat duduk


terletak pada garis pandangan. Konstruksi garis pandangan berlaku untuk semua
tempat duduk di ruang penonton (tempat duduk di lantai bawah dan juga balkon). Tiap
baris tempat duduk membutuhkan perbedaan ketinggian pandangan secara penuh (12
cm). (Neufert E. , 2002).
Tempat Duduk atau Kursi
Persyaratan dari tempat duduk atau kursi adalah :
 Konstruksi cukup kuat dan tidak mudah untuk bersarangnya binatang pengganggu
antara lain: kutu busuk atau serangga lainnya.
 Ukuran kursi yaitu :
- Lebih kurang 40-50 cm.
- Tinggi kursi dari lantai sebaiknya 48 cm.
- Tinggi sandaran 38-40 cm
Dengan lebar sandaran disesuaikan dengan kenyamanan.
- Sandaran tangan berfungsi juga sebagaipembatas.
- Sandaran pengguna tidak boleh terlalu tegak.
 Letak kursi agar diatur sedemikian rupa sehingga semua penonton dapat
melihatgambar secara penuh dengan tidak terganggu.Jarak antara kursi dengan
kursi didepannyaminimal 40 cm yang berfungsi untuk jalan ketempat kursi yang
dituju.
 Tiap penonton harus dapat melihat dengan sudut pandang maksimal 30˚.Penonton
yang duduk di baris terdepan harus masih dapat melihat seluruh gambar
sepenuhnya. Artinya bagian tepi layar atas, bawah dan samping kiri dan kanan
berturut-turut maksimum membentuk sudut 60º-80º dengan titik mata.

2.8.2 Stagger
Untuk memberikan visibiltas yang baik setiap kursi, maka tidak diperbolehkan
adanya penghalang didepan penonton.

2.8.3 Batas Pandangan


Untuk memberi pandangan penuh terhadap pemain, terdapat batas untuk jarak
pandangan dan pendengaran yang dapat diproyeksikan penonton. Ini bergantung pada
ketajaman dari penglihatan dan pendengaran manusia. Untuk sebagian besar drama
biasanya jarak maksimal adalah 20 m dari pusat geometris panggung terbuka atau dari
garis luar proscenium. Namun untuk drama musical maupun opera, ekspresi wajah
menjadi kurang penting, jarak pandangan bisa mencapai hingga 30 m. (Ham, 1987)
Jarak baris terakhir dari garis pintu gerbang (Mulai Panggung - Panggung/pentas
maksimal 24 m (jarak maksimal untuk mengenal (melihat perubahan ekspresi wajah)
- Opera 32 m (gerakangerakannya masih dapat dikenali). (Neufert E. , 2002)

2.8.4 Jumlah Minimal Pintu Keluar


Pintu kelaur pada bangunan public dengan kapasitas yang dapat menampung
banyak orang menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan mengingat
kenyamanan aksesbilitas pengunjung dan kelayakan dari keselamatan pengunjung.

Persyaratan pintu darurat adalah:


 Lebar minimal pintu darurat adalah 2 kali lebarpintu biasa (160 cm)
 Jarak pintu darurat yang satu dengan lain sedikit-dikitnya 5 m dengan tinggi 1,8
danmembuka kearah ke luar
 Letak pintu darurat sebelah kiri dan sebelah kanan ruang pertunjukkan harus simetris
 Selama pertunjukan berlangsung pintu darurat tidak boleh di kunci.
 Di atas pintu harus dipasang lampu merah dengan tulisan yang jelas “Pintu Darurat”.

2.8.8 Dinding
Dinding gedung pertunjukkan dibuat anti gemasuara dengan menerapkan sistem
“acoustic”dengan maksud:
 mencegah gema suara yang memantul dan menggaduhkan bunyi asli
 mencegah penyerapan suara (absorpsi) sehingga suara hilang dan menjadi
kurang jelas.
 membantu resonansi (menguatkan suara).
2.8.9 Lantai
 Lantai dibuat dari bahan yang kedap air, keras,tidak licin dan mudah
dibersihkan.
 Kemiringan dibuat sedemikian rupa sehingga pemandangan penonton yang
dibelakang tidak terganggu oleh penonton yang didepan.

2.8.10 Ventilasi
Ventilasi untuk gedung bioskop adalah penting oleh karena untuk mengatur sirkulasi
udara, agar udara kotor dalam ruangan keluar dan udara bersih masuk sehingga
penonton merasa nyaman.Untuk atau kamar normal 27˚C dan kelembaban yang baik adalah
40%”. (Soebagio Reksosoebroto, 2009) “Suhu ruangan antara 20˚C-25˚C, dengan
kelembaban diantara40%-50%”.(Rudi Gunawan, 2008)
Sistem ventilasi pada umumnya terbagi atas dua yaitu:

a. Ventilasi Alami (Natural Ventilation System)


Ventilasi alam ini dapat dibuat dengan jalan memasang jendela dan lubang-
lubang angin atau dengan menggunakan bahan bangunan yang berpori-pori.
b. Ventilasi Buatan (Artificial Ventilation System)
Untuk ventilasi buatan ini dapat berupa:
 Fan (kipas angin), fungsinya hanya memutar udara didalam ruangan,
sehingga masihdi perlukan ventilasi alamiah.
 Exhauster (pengisap udara), prinsip kerjanyaadalah mengisap udara
kotor dalam ruangan sehingga masih diperlukan ventilasi alamiah.
 Air Conditioning (AC)
AC yang baik untuk gedung bioskop adalah menggunakan AC central.
Air Conditioning (AC), prinsip kerjanya adalah penyaringan,
pendinginan, pengaturan kelembaban serta pengaturan suhu dalam
ruangan. Yang perlu diperhatikan bila menggunakan AC adalah ruangan
harus tertutup rapat dan orang tidak boleh merokok didalam ruangan.
BAB III
DATA

3.1 Data Tapak


Lokasi bangunan Auditorium rooseno di kampus ISTN srengseng sawah, Jakarta Selatan

LOKASI

Site Plan dan Potensi Terhadap Akustik Ruang

Suara percakapan dari koridor


dengan lebar 6m berpengaruh
terhadap akustik ruang
Suara percakapan dan suara
auditorium tepi kecil
bising kendaraan dari jalan
dengan lebar jalan 8m
Suara percakapan dan suara
berpengaru besar terhadat
bising kendaraan dari koridor
akustik ruang auditorium
dan jalan dengan lebar 6m
berpengaru besar terhadat
akustik ruang auditorium
Batas tapak:
- Utara : Lahan kosong
- Selatan : Halaman parkir dan gedung Rektorat ISTN
- Barat : Akses jalanan menuju gedung Prodi. Farmasi
- Timur : Perpustakaan dan gedung prima ISTN

3.2 Potensi Tapak


ARAH TAPAK LEBAR LAHAN ORIENTASI POTENSI
JALAN TAPAK PENCAHAAYAN AKUSTIK
UTARA - Lahan kosong Cahaya dari arah utara semi Pada arah utara suara
langsung dikarenakan angin yang bising
cahaya dari luar bangunan menjalar tanpa
terhalang oleh vegetasi halangan dikarenakan
tanaman hijau sehingga lahan kosong dan
cahaya hampir tidak ada, menembus dinding
dan juga karena tertutup utara sehingga
tembok tidak ada yang menggangu acara
masuk menuju podium. pertunjukan teater.
SELATAN 6M Halaman parkiran dan Cahaya dari arah selatan Pada arah selatan
gedung rektorat ISTN terdapat cahaya pantulan kebisingan disebabkan
dari permukaan jalan dari bising external
sehingga pantulan semi yang bersumber dari
langsung ke ruang dalam kendaraan yang lewat
auditorium didepan auditorium
bahkan kendaraan pada
jalan raya pun
terdengar.
BARAT 8M Akses jalan menuju Dalam penerangan tampak Pada arah barat
gedung prodi farmasi barat cahaya semi langsung terdapat jalan raya dan
kearah bagunan auditorium jalan halaman menuju
sehingga effesien farmasi sehingga suara
pemantulan 80% bising dan external
noise tersebut langsung
menembus dinding
auditorium
TIMUR 6M Perpustakaan dan Dalam pencahayaan tampak Pada arah timur,
gedung Prima ISTN timur kurang dikarenakan kebisingan terdapat
terhalangi bangunan prima suara angin yang
istn sehingga penenrangan difraksi sehingga angin
dari cahaya matahari kurang terbentur dengan
efesien cahaya masuk gedung prima sehingga
mencapai 50 % waktu dengung
semakin kecil
3.3 Data Bangunan

7M 9M

Panjang Lebar Tinggi Potensi


bangunan bangunan bangunan Pencahayaan Akustik
4000 cm 2400 cm Bagian pinggir Dari segi Dari segi akustik,
700 cm pencahayaan, dalam pada auditorium
sementara bagian Auditorium terdapat tidak terdapat alat
tengah bangunan cahaya aktif aktif (audio)
900 cm (lampu) dari sehingga
ketinggian plafon menyebabkan
900 cm, sehingga sumber suara tidak
penerangan lampu terdengar jelas
dalam ruang tidak karena jauhnya
cukup optimal jarak pantul
untuk para audiens sehingga suara akan
maupun pemain bergema dan gaung

3.5 Denah, Potongan, Perspektif dan Axonometri

Denah
Potongan AA

Potongan BB

Perspektif
Axonometri

PERSPEKTIF TAMPAK UTARA

TAMPAK TIMUR TAMPAK BARAT

TAMPAK SELATAN
BAB IV
ANALISA
4.1 Analisa Akustik
Untuk mendapatkan kondisi akustik yang baik maka material pada ruangan perlu di
perhatikan dari lantai, dinding, plafon, dan furniture. Kemudian perlu dilakukan penghitungan
luas dari material tersebut, lalu bisa menghitung berapa banyak tingkat absorbsi frekuensi agar
ruangan auditorium tersebut dapat digunakan maksimal untuk ruangan pertunjukan orkestra.

4.1.1 Analisa Pemantulan Suara:

Arah pentulan suara tidak sempurna karena


terdapat elemen elemen bangunan yang
permukaannya tidak rata seperti kolom pintu.
Sehingga suara pantulan tidak maksimal

: Suara asli

: Suara pantulan
Perbaikan ruang:
auditorium untuk ruang teater dan ruang pameran tidak mengubah seluruh bentuk awal
auditorium, hanya membagi ruang audotirum menjadi dua ruang terpisah, dengan bentuk masa
balok sebagai ruang pameran dan bentuk masa tabung sebagai ruang teater.

PAMERAN TEATER
Ukuran ruang pameran: Ukuran ruang pameran:
Panjang 24m Lebar 24m
Diamater 24m tinggi 9m
Tinggi 5m

4.1.2 Analisa Absorbsi Akustik


Volume ruang auditorium
P = 40 m
V = V1 + V2
L = 24 m
T =7m/9m = {p x l x t} + {[½ x (a + b) x t] x t }
RT = 1,8 = {40 x 24 x 7} + {24 x 32)
= 6720 + 768
= 7488 m3

𝟎, 𝟏𝟔𝒙𝑽 Keterangan :
𝑹𝑻 =
𝑨 RT = Reverberation Time
𝑨 = 𝒙𝑺 V = Volume
A = total absorbtion
𝟎, 𝟏𝟔 𝒙 𝟕𝟒𝟖𝟖
𝑨= = Absorb coefficient(pada
𝟏, 𝟖 500 Hz)
A = 665,6
S = Surface are
4.1.2 Nilai Absorbsi Akustik
Nilai absorsi elemen bangunan Auditorium :
Dinding Bahan P L Unit Luas (s) ɑ A=ɑxS
Barat
Tembok Bata, cat, 40 7 1 280 0,02 5,6
Jendela Kaca 3,5 1,5 4 21 0,2 4,2
Gypsum Gypsum 32 2,4 1 81,84 0,02 1,6368
Hordeng Kain 4 1,7 4 27,2 0,1 2,72
Ventilasi Kayu 3,5 0,5 8 14 0,2 2,8
List lantai Teraso 32 0,1 1 3,2 0,01 0,032
Kolom beton 0,3 4,1 7 9,758 0,3 2,9274
Timur
Tembok Bata, cat 40 7 1 280 0,02 5,6
Jendela Kaca 3,5 1,5 3 15,75 0,2 3,15
Hordeng Kain 4 1,7 4 27,2 0,1 2,72
Gypsum Gypsum 32 2,4 1 71,76 0,02 1,4352
Ventilasi Kayu 3,5 0,5 8 14 0,2 2,8
Pintu Kayu 2,1 1,6 3 10,08 0,2 2,016
List Lantai teraso 32 0,1 1 3,2 0,01 0,032
Kolom beton 0,3 4,1 7 9,758 0,3 2,9274
Utara
Tembok Plesteran 24 7 1 168 0,02 3,36
List Plafon Triplek 26 1,5 1 39 0,15 5,85
Podium Beton 18,6 0,8 1 14,88 0,3 4,464
Pintu Kayu 2,1 0,8 2 3,36 0,2 0,672
Lambang Kaca 2 2 1 4 0,2 0,8
List lantai teraso 45,9 0,1 1 4,59 0,01 0,0459
Selatan
Tembok Plesteran 24 7 1 168 0,02 3,36
Gypsum Gypsum 24 2,4 1 32,4 0,02 0,648
Jendela Kaca 3,5 1,5 6 31,5 0,2 6,3
Hordeng Kain 4 1,5 6 36 0,1 3,6
Pintu Kayu 3 2,1 4 25,2 0,2 5,04
List Lantai teraso 24 0,1 1 2,4 0,01 0,024
Kolom beton 0,3 4,1 5 10,098 0,3 3,0294
Langit2
Triplek Triplek 24 40 1 960 0,15 144
Lantai 0
Lantai Teraso 40 24 1 960 0,01 9,60
Dinding podium beton 18,6 0,3 1 5,58 0,3 1,674
JUMLAH 233,0641
- jumlah yang nilai absorbsi seharusnya pada ruang auditorium adalah 665,6
- namu berdasarkan perhitungan absorbsi ruang auditorium hanya 233,1
- selisih nilai absorbsi 432.5

Selising absorbsi masih lah sangat banyak sehingga ruangan auditorium belum
memenuhi standart ruang akustik yang baik.
PERBAIKAN RUANG
4.1.2.1 Pameran

Tangga keluar
dari ruang Pintu keluar
teater

AREA PAMERAN 24

Tangga
penghubung 24
menuju ruang
teater

Pintu masuk
Denah
Absorbsi Akustik Ruang Pameran

Volume ruang Pameran


P = 24 m
L = 24 m V = V1
T =5m
= {p x l x t}
RT = 1,6
= {24 x 24 x 5}
= 2880 m3

𝟎, 𝟏𝟔𝒙𝑽 Keterangan :
𝑹𝑻 = RT = Reverberation Time
𝑨
V = Volume
𝑨 = 𝒙𝑺
A = total absorbtion
𝟎, 𝟏𝟔 𝒙 𝟐𝟖𝟖𝟎 = Absorb coefficient(pada
𝑨=
𝟏, 𝟔 500 Hz)
A = 288
S = Surface are
Nilai absorsi elemen bangunan :
Dinding Bahan P L Unit Luas (s) ɑ A=ɑxS
Barat
Tembok Bata, cat, 24 5 1 120 0,02 2,4
Jendela Kaca 3,5 1,5 4 21 0,2 4,2
Hordeng Kain 4 1,7 4 27,2 0,1 2,72
Gypsum Gypsum 24 2,4 1 57,6 0,02 1,152
List lantai Teraso 24 0,1 1 2,4 0,01 0,024
Kolom beton 0,4 0,4 6 0,16 0,3 0,288
Timur
Tembok Bata, cat 24 5 1 120 0,02 2,4
Jendela Kaca 3,5 1,5 4 21 0,2 4,2
Hordeng Kain 4 1,7 4 27,2 0,1 2,72
Gypsum Gypsum 24 2,4 1 57,6 0,02 1,152
List Lantai teraso 24 0,1 1 2,4 0,01 0,024
Kolom beton 0,4 0,4 6 0,16 0,3 0,288
Utara
Tembok Plesteran 18 5 1 90 0,02 1,18
List Plafon Triplek 26 1,5 1 39 0,15 5,85
Gypsum Gypsum 24 2,4 1 57,6 0,02 1,152
Lambang Kaca 2 2 1 4 0,2 0,8
List lantai teraso 24 0,1 1 2,4 0,01 0,024
Selatan
Tembok Plesteran 18 5 1 90 0,02 1,18
Gypsum Gypsum 24 2,4 1 57,6 0,02 1,152
List Lantai teraso 24 0,1 1 2,4 0,01 0,024
Langit2
Gypsum Gypsum 24 24 1 576 0,02 11,52
Lapisan Busa telu + 24 24 1 576 0,38 218,88
plafont glaswool
kuning
Lantai 0
Lantai Teraso 24 24 1 576 0,01 5,76
JUMLAH 269,09

- jumlah yang nilai absorbsi seharusnya pada ruang auditorium adalah 288
- namu berdasarkan perhitungan absorbsi ruang auditorium hanya 269,09
- selisih nilai absorbsi 18,91

Selising absorbsi terbilang sedikit sehingga ruangan pameran auditorium sudah


memenuhi standart ruang akustik yang baik.
4.1.2.2 Teater

Tangga
menghubungkan
dengan bawah

: Peletakan Sound Pintu keluar

AREA TEATER

Tangga
menghubungkan
tribun bangku
atas Tangga
menghubungkan
dengan bawah

Bentuk masa tabung yang


mempunyai diding melengkung
membuat suara memantul dengan
baik, dan dapat sampai ke penonton
jelas
plafon di buat sedemikian
agar suara dapat di
pantulkan melalui panel2
dengan baik, dan dapat
sampai ke penonton
dengan jelas

Kursi penonton dibuat Perkiraan jumlah kursi


berundak dengan perbedaan penonton sekitar ±484 kursi.
ketinggi 12 cm agar penonton
dapat melihat dengan jelas, Berdasarkan hal tersebut teater
dan dipisahkan jalan untuk ini merupakan jenis teater
sirkulasi dengan jarak 50 cm kecil karena <500.
Absorbsi Akustik Ruang Teater

Volume ruang Teater


Diameter 24 m
T =9m V = V1
RT = 1,25
= {𝜋𝑟 2 } x t
= {3,14 x 122 } x 9
= 4069,44 m3

𝟎, 𝟏𝟔𝒙𝑽 Keterangan :
𝑹𝑻 = RT = Reverberation Time
𝑨
V = Volume
𝑨 = 𝒙𝑺
A = total absorbtion
𝟎, 𝟏𝟔 𝒙 𝟒𝟎𝟔𝟗, 𝟒𝟒 = Absorb coefficient(pada
𝑨=
𝟏, 𝟐𝟓 500 Hz)
A = 520,8 S = Surface are

Nilai absorsi elemen bangunan :


Luas Selimut tabung : = 2 𝜋 r t
= 2 x 3,14 x 12 x 9
= 678,24 * *(Berdasarkan rumus)

Luas Alas/Atap tabung = 𝜋 𝑟 2


= 3.14 x 12 x 12
= 452,16** **(Berdasarkan rumus)

Bahan P L Unit Luas (s) ɑ A=ɑxS


Dinding
Tembok Bata, cat, - - 1 678,24* 0,02 13
Gypsum Gypsum - - 1 678,24* 0,02 13
List lantai Teraso - - 1 678,24* 0,01 6,8
Kolom beton 0,15 0,15 15 0,0225 0,3 0,1
Lapisan Glaswool kuning 2,8 2 80 5,6 0,3 134,4
dinding
Pintu Kain tebal 1,6 2,8 1 4,48 0,11 0,5
Langit2
Gypsum Gypsum - - 1 452,16** 0,02 9
Lapisan glaswool kuning 3 3 45 9 0,28 113,4
plafont
Lantai
Lapisan Glaswool kuning - - 1 452,16** 0,25 113,04
lantai
Lapisan plywood - - 1 452,16** 0,02 9
lantai akhir
Kursi busa 0,5 0,5 484 0,25 0,6 72,6
penonton
JUMLAH 484,84

- jumlah yang nilai absorbsi seharusnya pada ruang auditorium adalah 520,8
- namun berdasarkan perhitungan absorbsi ruang auditorium hanya 484,84
- selisih nilai absorbsi 35,96
Selising absorbsi terbilang sedikit sehingga ruangan teater auditorium sudah
memenuhi standar ruang akustik yang baik.

4.2 Analisa Pencahayaan


Untuk memberikan pencahayaan yang maksimal pada ruangan auditorium yang, maka
kondisi pencahayaan pun harus difungsi kan secara maksimal. Berikut adalah perhitungan
untuk mencari jumlah fixture lampu pada ruangan auditorium.
RCR (Room Cavity Ratio)
RCR = 0,6 x (tinggi ruangan-tinggi meja) x keliling ruangan
Luas ruangan
= 0,6 x 6,4 x 128
960
= 0,512

Jumlah fixture tiap lampu, Dik:


- Kebutuhan tingkat pencahayaan : 800 lux
- Luas ruang : 960m²
- Faktor maintenence: 0.85
- Jumlah lampu tiap fixture : 2
- Lumen tiap lampu : 5.800
- CU : 0,66

Dit: Jumlah fixture:?


Jumlah fixture : Kebutuhan tingkat pencahayaan X luas ruangan
Faktor maintenence X jml lampu tiap fixture X Lumen tiaplampu X CU
: 800 lux X 960m²
0,85 X 2 X 5.800 X 1,212
: 768.000
11.950
: 80,33
Dibulatkan jadi: 80 (lampu TL)
Perbaikan Perancangan Pencahayaan
- Pencahayaan ruang pameran

RCR (Room Cavity Ratio)


RCR = 2,5 x (tinggi ruangan-tinggi meja) x keliling ruangan
Luas ruangan
= 2,5 x 2,5 x (4x24)
24x24
= 2,5 x 2,5 x 96
576
= 1,041 (dibulatkan menjadi 1)
Jumlah lampu

Dik:
o Kebutuhan tingkat pencahayaan : 500 lux
o Luas ruang : 576m²
o Faktor maintenence: 0.8
o Jumlah lampu tiap fixture : 4
o Lumen tiap lampu : 3000
o CU : 0,75
Dit: Jumlah fixture:?
Jumlah fixture : Kebutuhan tingkat pencahayaan X luas ruangan
Faktor maintenence x jml lampu tiap fixture x Lmn. tiaplampu X CU
: 500 lux X 576m²
0,8 X 4 X 3000 X 0,75
: 288.000
7200
: 40 (lampu TL)

Perletakan Almatur lampu

2
2
2
2
2

24 2
2
2
2

2
2
2
4 4 4 4 4 4
24
Pencahayaan Ruang Teater
RCR (Room Cavity Ratio)
RCR = 0,8 x (tinggi ruangan-tinggi meja) x keliling ruangan
Luas ruangan
= 0,8 x 8,2 x 2 𝜋 r
𝜋𝑟 2
= 0,8 x 8,2 x 2 x 3,14 x 12
3,14 x 144
= 494,3
452,16
= 1,09 (dibulatkan menjadi 1)
Jumlah lampu
Dik:
- Kebutuhan tingkat pencahayaan : 400 lux
- Luas ruang : 452,16 m²
- Faktor maintenence: 0.8
- Jumlah lampu tiap fixture : 1
- Lumen tiap lampu : 5800
- CU : 0,71
-
Dit: Jumlah fixture:?
Jumlah fixture : Kebutuhan tingkat pencahayaan X luas ruangan
Faktor maintenence X jml lampu tiap fixture X Lumen tiaplampu X CU
: 400 lux X 452,16 m²
0,8 X 5800 X 0,71
: 180864
3294,4
: 54,9 (digenapkan dapat menjadi 54/56 lampu LED downlight)
Perletakan Almatur lampu

Peletakan lampu disesuaikan dengan arah kursi dan arah jalan penonton dengan
jarak antar lampu 2m dengan jumlah total lampu 56 lampu pada ruang teater.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari analisa bangunan ruang auditorium masih terdapat keruangan yang belum
memenuhi kenyamanan standar akustik dan pencahayaan sebagai ruang teater yang baik,
diantaranya:

Permasalahan Keadaan Auditorium Standar Ruang Penyebab


saat ini Seharusnya
Akustik - Pantulan suara - pantulan suara - terdapat elemen elemen
yang tidak seharus memantul bangunan yang
sempurna sempurna permukaannya tidak rata
seperti kolom pintu.
Sehingga suara pantulan
tidak maksimal
- jumlah yang nilai
absorbsi seharusnya - tidak terdapat material
pada ruang yang dapat me-absorbsi
- berdasarkan auditorium adalah akustik dengan baik
perhitungan 665,6
absorbsi ruang
auditorium hanya
233,1
Pencahayaan - pencahayaan - Kebutuhan tingkat - Ruangan yang besar
auditorium masih standar menyebabkan kebutuhan
kurang yang tidak pencahayaan yang lux yang besar sehingga
sesuai dengan baik adalah 800 lux berpengaruh terhadap
jumlah lux yang dengan total lampu jumlah fixture lampu
dibutuhkan 44 fixture

Tempa duduk - Tempat duduk - Tempat duduk - Hal tersebut sesuai


audience audience yang flet audience seharus dengan standar ruang
(sama rata) berundak-undak teter yang baik agar para
dengan beda audience dapat melihat
ketingian tiap lebih jelas
tempat duduk per
baris 12 cm

Selain ketiga masalah tersebut, terdapat masalah lainnya yaitu: bentuk bangunan yang standar
tidak menimbulkan kesan bahwa audoterium beralih fungsi menjadi gedung teater, sehingga
perlu perubahan bentuk masa auditorium
5.2 Saran
Pada kali ini ruangan auditorium beralih fungsi dengan membuat arahan desain yang
menggabungkan dua konsep ruang, yakni ruang teater dan ruang pameran

5.2.1 Lapisan Panel Akustik Peredam Suara


Lapisan Panel Akustik Lantai

Parket Laminet plywood lantai

glasswool kuning
Lapisan Panel Akustik Dinding

glasswool kuning glasswool abu-abu

Lapisan Panel Akustik Dinding


glasswool kuning busa telur

5.2.1 Arahan Desain


Tampak Depan Tampang Belakang

Tampak Samping Kanan

Tampak Samping Kiri


5.2.3 Arahan Design Interior runag

Anda mungkin juga menyukai