LAPORAN PRAKTIKUM
MODUL KE-3
PENGUKURAN POLIGON TERTUTUP
DISUSUN OLEH
ANGGOTA :
1. WISNUARDI D ( 15103014 )
2. INDRA GUMILAR ( 15103026 )
3. BELFRY P ( 151030 )
ASISITEN :
Bpk. DUDI
2006
0
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum modul ke-5 Pengukuran Jarak dan Sudut ”Poligon
Tertutup” ini adalah :
Para mahasiswa peserta mata kuliah GD 2151 Surveying 1 ini bisa
menggunakan ETS dengan Baik dan benar
Dapat mengukur jarak antar satu titik dengan titik yang lainnya dengan
menggunakan gelombang yang dipancarkan oleh ETS
Dapat menentukan koordinat suatu titik terhadap titik acuan yang sudah
diketahui koordinatnya.
Dapat menentukan besarnya koreksi sudut , selisih absis dan ordinat dari
data lapangan dan menentukan koordinat dari suatu titik yang telah
mendapatkan berbagai macam koreksi.
Dapat membuat gambar dari poligon yang telah diukur dengan skala
tertentu
2
BAB II
DASAR TEORI
Teori dasar dari praktikum modul ke 4, Pengukuran jarak dan sudut ” Poligon
terikat sempurna ”Sudut Horizontal dengan metode repetisi dan reitrasi ini adalah
1. Antara dua titik yang mempunyai koordinat yang berbeda dapat diketahui
jaraknya. Dengan rumus :
D = √(Xa-Xb)2 + (Ya-Yb)2
2. Jika Diketahui koordinat suatu titik, maka kita dapat menentukan koordinat titik
lainnya, asalkan diketahui besar jarak dan sudutnya. Dalam rumus dituliskan :
Jika diketahui koordinat titik B (Xb,Yb)
Xa = Xb + Dab Sin αab
Ya = Yb + Dab Cos αab
Dengan αab adalah sudut yang dibentuk antara titik A dan titik B
3. Antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya daapaat dicari besar
sudutnya, dengan hubungan sbb:
αab = arc tan [( Xb-Xa ) : ( Yb-Ya )] + kuadran
dengan kuadran : untuk kuadran 1 + 0o
untuk kuadran 2 + 180o
untuk kuadran 3 + 180o
untuk kuadarn 4 + 360o
3
BAB III
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PRAKTIKUM
4
Dan lihat juga apakah benangnya sudah pas dengan tanda silang yang ada
pada reflektor atau belum.
11. Jika belum paskan benang halus pada target, untuk ke kiri dan ke kanan
dengan menggunakan gerak halus horizontal dan untuk keatas/kebawah
dengan gerak halus vertikal
12. Kalau sudah pas teropong terbidik ke reflektor di titik ITB 128 maka kita
tinggal menekan tombol MEAS dan F1 pada ETS GTS 300 untuk mengukur
sudut dan jaraknya. Ingat arak yang diukur adalah jarak horizontal
(horizontal distant / HD ). Untuk jaraknya ukur sampai 5 kali berturut-turut,
dengan menekan tombol MEAS atau F1 lagi
13. Sesudah dari reflektor pertama yaitu di titik ITB 129 , maka arahkan teropong
ke reflektor dititik A dengan kedudukan bisaa. Bidikkan teropong pas ke target
di titik A, kuncilah semua kunci ketika teropong sudah mengenai target A
14. Apabila belum pas maka paskan teropong ke target dengan gerak halus
vertikal dan gerak halus horizontal. Lihat apakah targetnya sudah terlihat
( fokus ) kalau belum fokus, fokuskan dulu sampai target terlihat denga jelas.
Lalu lihat lagi apakah benang halusnya sudah kelihatan? kalau belum, atur
fokus benang halus sampai kelihatan dengan jelas.
15. Sesudah benang halus berpotongan dengan target, maka kita tinggal
menekan tombol MEAS dan F1 pada ETS GTS 300 untuk mengukur sudut dan
jaraknya. Ingat arak yang diukur adalah jarak horizontal (horizontal distant
/ HD ). Untuk jaraknya ukur sampai 5 kali berturut-turut, dengan menekan
tombol MEAS atau F1 lagi. Tandanya jarak telah terukur adalah reflektor
berbunyi tit.
16. Target ITB 128 dan target A telah dibidik dengan keadaan teropong bisaa,
maka sesudah itu ulangi bidik target A tetapi teropongnya dalam keadaan luar
bisaa. Caranya sama seperti langkah 9-15. sesudah target A dengan cara luar
bisaa maka tinggal target C dengan cara luar bisaanya.
17. Pada pengukuran poligon tertutup ini perbedaan sudut pada bacaan bisaa dan
bacaan luar bisaa adalah 10” ( 10 detik ). Apabila diatas 10” maka disarankan
melakukan pengukuran ulang.
Pada pengukuran kedua ETS berdiri di titi kA
18. Sesudah kita melakukan pengukuran pertama dengan kedudukan ETS di titik
ITB 129, maka pada pengukuran kedua ETS dipindahkan ke titik A untuk
membidik target ITB 129 dan titik B dengan kedudukan teropong bisa dan
luar bisaa masing-masing sebanyak 2 kali
19. Supaya cepat yang dipindahkan hanya Statif dan reflktor yang berdiri di target
bidikan pertama saja ( ITB 128 ), sedangkan dititik ITB 129 dan titik A yang
5
ditukarkan hanya ETS dan reflektornya saja. ETS dari titik ITB 129
dipindahkan ke titik A dan reflektor dari titik A dipindahkan ke titik ITB 129
20. sebelum membidik titik ITB 129 dan titik B pastikan teodolith sudah dalam
keadaan sentring dengan nivo tabung pas pada bulatan dan nivo kotak dalam
keadaan datar
21. Sesudah ETS sentring maka pada waktu kita sudah berdiri di titik A maka
yang pertama kita lakukan adalah membidik target ITB 129.
22. Caranya sama yaitu Bidikkan teropong ke target ITB 129 yang akan diukur
dengan mempergunakan pencari target yang ada diatas/dibawah teropong,
dalam hal ini adalah target titik ITB 129 , teropong dalam keadaan bisaa.
23. Sesudah terpong pas mengenai terget maka kuncilah teropong dengan
penguci vertikal dan pengunci horizontal. Lihat apakah tergetnya sudah
terlihat dengan jelas atau belum. Kalau belum maka fokuskan teropongnya.
Dan lihat juga apakah benangnya sudah kelihatan atau belum ?. Kalau belum
maka fokuskan benang halus dengan fokus benang halus. Lihat juga apakah
benang halusnya sudah pas dengan target atau belum. Kalau belum paskan
kekiri/kekanan dengan gerak halus horizontal dan keatas/kebawah dengan
gerak halus vertikal
24. Kalau sudah pas teropong terbidik ke reflektor di titik ITB 128 maka kita
tinggal menekan tombol MEAS dan F1 pada ETS GTS 300 untuk mengukur
sudut dan jaraknya. Ingat arak yang diukur adalah jarak horizontal
(horizontal distant / HD ). Untuk jaraknya ukur sampai 5 kali berturut-turut,
dengan menekan tombol MEAS atau F1 lagi. Sudutnya diukur 2 kali saja
25. Sesudah target ITB 129 maka bidik target B, caranya bidikkan teropong ke
target B yang akan diukur dengan mempergunakan pencari target yang ada
diatas/dibawah teropong, dalam hal ini adalah target titik B , teropong dalam
keadaan bisaa
26. Sesudah terpong pas mengenai terget maka kuncilah teropong dengan
penguci vertikal dan pengunci horizontal. Lihat apakah tergetnya sudah
terlihat dengan jelas atau belum. Kalau belum maka fokuskan teropongnya.
Dan lihat juga apakah benangnya sudah kelihatan atau belum ?. Kalau belum
maka fokuskan benang halus dengan fokus benang halus. Lihat juga apakah
benang halusnya sudah pas dengan target atau belum. Kalau belum paskan
kekiri/kekanan dengan gerak halus horizontal dan keatas/kebawah dengan
gerak halus vertikal
27. Kalau sudah pas teropong terbidik ke reflektor di titik ITB 128 maka kita
tinggal menekan tombol MEAS dan F1 pada ETS GTS 300 untuk mengukur
sudut dan jaraknya. Ingat arak yang diukur adalah jarak horizontal
6
(horizontal distant / HD ). Untuk jaraknya ukur sampai 5 kali berturut-turut,
dengan menekan tombol MEAS atau F1 lagi. Sudutnya diukur 2 kali saja
28. Target ITB 129 dan B telah dibidik dengan keadaan teropong bisaa, maka
sesudah itu ulangi bidik target B tetapi teropongnya dalam keadaan luar
bisaa. Caranya sama seperti langkah 20-27. sesudah target B dengan cara
luar bisaa maka tinggal target C dengan cara luar bisaanya.
Untuk Pengukuran ETS nya berdiri di titik B ,C, D dan ITB 128, langkah kerjanya
sama seperti nomor 18 -20
7
BAB IV
DATA DAN PENGOLAHAN DATA
Sudut rata-
ARAH
ALAT
Sudut rata
I II Rata-rata
( LB )
(- -' -.-'') (- -' -.-'') (- -' -.-'') (- -' -.-'') (- -' -.-'')
1 2 3 4 5 6 7 8
B A 95 57 13 95 57 13 95 57 13
B C 302 08 08 302 08 07 302 08 08 206 10 55
B 206 10 55.5
LB C 122 08 05 122 08 05 122 08 05 206 10 56
LB A 275 57 09 275 57 09 275 57 09
8
2. Pengolahan Data
jarak
(m) 128 - 129 129 - A A-B B-C C-D D - 128
ukur ke
1 60.624 60.289 45.300 78.653 39.556 75.317
ukur ke
2 60.623 60.290 45.300 78.652 39.556 75.317
ukur ke
3 60.623 60.290 45.300 78.652 39.556 75.317
ukur ke
4 60.622 60.291 45.300 78.653 39.556 75.318
ukur ke
5 60.624 60.291 45.300 78.653 39.556 75.318
jumlah 303.116 301.451 226.500 393.263 197.78 376.587
rata-
rata 60.623 60.290 45.300 78.653 39.556 75.317
9
f'βB = 0o 0’ 4.42”
10
αD-128 = αCD + β'D - 180o
= 344o 00’ 14.9” + 111o 44’ 40’’ - 180o
= 275o 44’ 54.9”
α128-129 = αD-128 + β'128 - 180o
= 275o 44’ 54.9” + 165o 40’ 01’’ - 180o
= 261o 24’ 55.09”
ΔX128 -129 = d128 -129 x sin α128 -129 ΔY128 -129 = d128 -129 x cos α128 -129
= 60.623 x sin 261 o
24’ = 60.657 x cos 261o 24’
= -59.944 m = -9.054 m
11
Menghitung koreksi absis dan ordinat yang benar
Absis ( X ) Ordinat ( Y )
ΔX128-129 = ΔX 128-129 + [( d128-129 / Σd ) x ΔY128-129 = ΔX 128-129 + [( d128-129 / Σd ) x fy]
fx] = -9.054 +[(60.671/305.353)x (-
= -59.944+[(60.671/305.353)x 0.015)]
(-0.002)] = -9.054 – 0.003
= -59.944 - 0.0004 = -9.057 m
= -59.945 m
ΔX129-A = ΔX129-A + [( d129-A / Σd ) x fx] ΔY129-A = ΔX129-A + [( d129-A / Σd ) x fy]
= 26.138 + [(75.317/376.585)x = -54.329 +[(75.317/376.585)x
(-0.002)] (-0.015)]
= 26.138 - 0.0004 = -54.329 - 0.003
= 26.138 m = -54.332 m
ΔXAB = ΔXAB + [( dAB / Σd ) x fx] ΔYAB = ΔXAB + [( dAB / Σd ) x fy]
= 41.006 +[(39.556/197.780)x = 19.251 +[(39.556/197.780)x (-
(-0.002)] 0.015)]
= 41.006 - 0.0002 = 19.251 – 0.0015
= 41.005 m = 19.251 m
ΔXBc = ΔXBC + [( dBC / Σd ) x fx] ΔYBc = ΔXBC + [( dBC / Σd ) x fy]
= 78.640 + [(78.688/393.441)x = -1.421 + [(78.688/393.441)x
(-0.002)] (-0.015)]
= 78.640 - 0.0004 = -1.421 - 0.003
= 78.639 m = -1.424 m
ΔXCD = ΔXCD + [( dCD / Σd ) x fx] ΔYCD = ΔXCD + [( dCD / Σd ) x fy]
= -10.900 + [(45.3/226.5)x (- = 38.024 + [(45.3/226.5)x (-
0.002)] 0.015)]
= -10.900 - 0.0002 = 38.024 + 0.003
= -10.900 m = 38.021 m
ΔXD-128 = ΔXD-128 + [( dD-128 / Σd ) x fx] ΔYD-128 = ΔXD-128 + [( dD-128 / Σd ) x fy]
= -74.938 + [(60.29/301.451)x = 7.544 + [(60.29/301.451)x (-
(-0.002)] 0.015)]
= -74.938 - 0.0004 = 7.544 - 0.003
= -74.939 m = 7.541 m
ITB 129 ITB 128 + ΔX128-129 788464.535 ITB 128 + ΔY128-129 9237630.326
12
C XB + ΔXBC 788610.318 YB + ΔYBC 9237593.821
x y
x1,y1 788464.535 9237630.326
x2,y2 788490.673 9237575.994
x3,y3 788531.679 9237595.245
x4,y4 788610.318 9237593.821
x5,y5 788599.418 9237631.842
x6,y6 788524.480 9237639.383
hitungan luas 1
meter meter m2
x1*y2 788464.535 * 9237575.994 = 7283501060636.370
x2*y3 788490.673 * 9237595.245 = 7283757691631.650
x3*y4 788531.679 * 9237593.821 = 7284135365593.160
x4*y5 788610.318 * 9237631.842 = 7284891784486.550
x5*y6 788599.418 * 9237639.383 = 7284797041127.680
x6*y1 788524.480 * 9237630.326 = 7284097649241.380
jumlah 1 = 43705180592716.800
hitungan luas 2
meter meter m2
x2*y1 788490.673 * 9237630.326 = 7283785352672.950
x3*y2 788531.679 * 9237575.994 = 7284121308438.920
x4*y3 788610.318 * 9237595.245 = 7284862923714.740
x5*y4 788599.418 * 9237593.821 = 7284761110961.000
x6*y5 788524.480 * 9237631.842 = 7284098844644.490
x1*y6 788464.535 * 9237639.383 = 7283551040614.780
jumlah 2 = 43705180581046.900
Luas polygon
Luas = 0.5 x ( jumlah 1 – jumlah 2 )
= 0.5 x ( 43705180592716.800 - 43705180581046.900) m2
= 0.5 x ( 11673.219 ) m2
= 5836.609 m2
13
BAB V
ANALISIS
Indra Gumilar
15103026
Pada pengukuran sudut yang dilakukan di ITB 129 membidik ke arah target
ITB 128 dan titik A didapat sudut α dari pengukuran bisaa sebesar 72 o 53’ 26’’ dan
pengukuran luar bisaanya sebesar 72o 53’ 28’’. Disini terdapat perbedaan antara
sudut yang diukur dengan pengukuran bisaa dan sudut yang diukur dengan
pengukuran luar bisaa sebesar 2’’ ( 2 detik ). Sedangkan Pada pengukuran dititik A
(ETS berdiri di titik A) membidik kearah target ITB 129 dan target B didapat sudut
α dari pengukuran bisaa sebesar 90o 32’ 34’’ dan pengukuran luar bisaanya sebesar
90o 32’ 35’’. Disini terdapat perbedaan antara sudut yang diukur dengan
pengukuran bisaa dan sudut yang diukur dengan pengukuran luar bisaa yang
berdiri titik A sebesar 3’’ ( 3 detik ). Begitu pula dengan pengukuran dititik B, C, D
dan ITB 128, selisih antara pengukuran bisaa dan luar bisaanya masing adalah 1’’,
1’’, 1’’, dan 1’’. Pada pengukuran poligon ini selisih sudut antara bisaa dan luar
bisaanya berkisar antara 1’’ sampai 4”, selisih ini masih ditolelir karena batas
maksimum selisih antara pengukuran bisaa dan pengukuran luar bisaa pada poligon
tertutup ini adala sebesar 10’’ ( 10 detik ).
Selilih pengukuran sudut bisaa dan luar biasa yang berkisar antara 1’’
sampai 4” ini mungkin disebabkan karena pada pengukuran luar bisaanya benang
halus pada teropong tidak tepat menyilang pada benang yang ada pada reflektor.
Hal ini dapat diatasi degan cara mengepaskan benang halus teropong ke target
pada reflektor dengan sangat halus sekali.
Langkah selanjutnya setelah sudut-sudut yang diukurnya sudah didapat
adalah mencari besarnya koreksi sudut. Koreksi sudut yang kami dapat adalah
sebesar 00o 00’ 26.5’’, sedangkan untuk koreksi sudut sebenarnya adalah 00 o 00’
26.5’’ dibagi dengan banyaknya tempat alat berdiri yaitu dalam hal ini 6 kali. Maka
didapat koreksi sudut sebenarnya adalah sebesar 00 o 00’ 4.42’’. Untuk koreksi
sudut ini mungkin sudah cukup wajar, karena masih dalam satuan detik (‘’) dan
dibawah 10’’
Langkah-langkah selanjutnya adalah menghitung selisih absis dan ordinat,
menghitung selisih absis dan ordinaat sebenarnya, baru sampai kepada
menghitung koordinat titik yang dicari dalam hal ini adalah tiik A,B,C,D.
Setelah seperti diatas, maka kami sampai kepada perhitungan koordinat
titik A. Perhitungan untuk absisnya adalah X129 = X128 + besarnya koreksi absis.
Disini didapat besarnya X129 dari titik ITB 128 yaitu sebesar 788464.673 m. Dan
untuk perhitungan ordinatnya adalah Y129 = Y128 + besarnya koreksi ordinat disini
14
didapat besarnya Y129 dari titik ITB 128 yaitu sebesar 9237630.326 m. Dari
koordinat titik A Kita bisa mencari koordinat titik B, dari titik B kita mencari
koordinat titik C, dari titik C kita mencari koordinat titik D, dari D kita mencari
koordinat titik ITB 128, dan dari titik ITB 128 kita kembali mencari koordinaat titik
ITB 129. Titik ITB 129 yang dihitung dari koordinat A,B,C,D, dan koordinat ITB 128
harus sama dengan koordinat ITB 129 refernsi, yang sudah ada.
Tetapi titik ITB 128-nya tidak mesti sama dengan referensi, asalkan titik
awal dan akhirnya menutup. Pada praktikum ini titik ITB 128 hasil hitungan dengan
referensi berbeda sedikit. Untuk absisnya berbeda 2 mm dan untuk ordinatnya
berbeda 8 mm. Hal ini dapat terjadi dikarenakan jarak antara satu titik yang akan
dicari dengan titik yang akan dicari yang lainnya berjauhan. Tetapi pengukuran
poligon ini sudah benar, karena koordinat awal da akhirnya ( ITB 129 ) menutup
kembali, hasil hitungan ITB 129 dengan referensi sama.
Setelah didapat koordinat A,B,C,D, dan titik ITB 128 maka pengolahan data
telah selesai, dan perlu ditegaskan kembali pada pengukuran polgon tertutup ini
selisih antara pengukuran sudut biasa dan luar biasanya tidak boleh lebih dari 10’’,
dan pada hitungan koordinatnya titik awal dan ttik akhirnya (dalam hal ini ITB 129)
harus menutup ( hasil hitungan dengan referensi sama ). Kelompok kami telah
memenuhi persyaratan diatas, maka pengolahan data telah selesai.
15
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Poligon digunakan untuk menentukan koordinat banyak titik koordinat –
koordinat lain yang ingin diketahui posisinya. Seringkali dalam setiap kegiatan
survey pengukuran yang kita lakukan itu target yang ingin kita ukur tidak terlihat
secara langsung dari tempat pengukuran/tempaty alat berdiri. Oleh sebab itu maka
untuk mengatasi masalah itu ada yang disebut dengan poligon. Inti / prinsip dari
poligon ini adalah poligon dapat digunakan sebagai titik bantu untuk dapat
menentukan koordinat titik lainnya yang ingin kita ketahui.
Dalam pemakaian poligon kita tidak boleh asal, poligon yang baik itu adalah
poligon yang sedikit titiknya tetapi mampu menjangkau area yang akan kita ukur
daerahnya. Alangkah baiknya apabia sebelum turun kelapangan membuat poligon
kita membuat sketsanya terlebih dahulu, daerah mana-mana saja yang akan kita
buat poligonnya, poligon tersebut harus efektif artinya dengan titik yang sedikit,
mampu menjangkau areaa yang ingin kita petakan. Poligon yang baik bisaanya
sudut-sudut dalamnya membentuk sudut lancip ( <90o )
Diusahakan apabila pengukurannya tidaak satu hari beres, maka titik yang
terakhir diukur itu harus tetap ada, tidak boleh hilang. Kalau hilang, pengukuran
poligon harus diulang kembali dari awal. Titiknya diusahakan dibuat dari bahan
yang tidaak mudah hilang, seperti paku yang ditancapkan.
Kita juga harus bertindak dengan teliti, terutama dalam sentring alat,
karena apabila kita tidak teliti dan malah buru - buru dan alat tidak senting maka
secara otomatis posisi dari suatu titik yang akan kita bidik dan yang akan kita
tentukan koordinatnya itu akan bergeser. Maka disana kita dianggap telah
melakukan suatu kesalahan. Dalam setiap pengukuran baik pengukuran poligon,
pengukuran beda tinggi, yang harus diperhatikan dengan seksama itu adalah
alatnya ( Sudah berdiri dengan benar atau belum / sentring )
Yang paling penting agar survey kita berjalan dengan lancar tanpa kendala
yang berarti adalah kita harus mengenal dan mengerti penggunaan serta prinsip
dari alat tersebut. Serta mengetahui apa yang mau kita lakukan dengan alat itu.
16
DAFTAR PUSTAKA
17