Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkawinan atau pernikahan dalam istilah ilmu fiqh klasik berarti suatu

akad (perjanjian) yang mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual

dengan memakai lafadz inkah atau tazwij. Akan tetapi menurut penulis definisi

tersebut sangat kaku dan sempit, sebab nikah hanya sebagai perjanjian

legalisasi hubungan seksual antara pria dan wanita saja. Seolah-olah hakikat

pernikahan hanya pelampiasan nafsu dan syahwat saja.


Dalam kaitannya untuk menghilangkan pandangan masyarakat tentang

arti nikah, sekaligus menempatkan pernikahan sebagai sesuatu yang

mempunyai kedudukan mulia,para ulama’ muta’akhirin berupaya menjelaskan

dan meluaskan arti nikah, dengan memberikan gambaran yang komprehensif

dengan definisinya adalah “Nikah ialah suatu akad yang menyebabkan

kebolehan bergaul antara seorang laki-laki dan perempuan dan saling tolong-

menolong diantara keduanya serta menentukan batas hak dan kewajiban

diantara keduanya.”
Menurut Rahmat Hakim (2000:13) Mengemukakan bahwa para ulama’

mutaakhirin juga memberikan pengertian selaras dengan pengertian yang

diinginkan menurut UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 yang termuat pada pasal

1, yang berbunyi sebagai berikut:

1
2

“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”


Allah memerintahkan kepada kaum muslimin agar menikah, seperti;
‫يوٱَلللههيجيعليليهكميممنيأنفههسهكممأ يمزبيوةةجاًۭيويجيعليليهكميممنأ يمزبيوهجهكمبيهنينييويحفييد ةةةيويريزقيهكميمينٱِلطليي ببي تتهأ يفيهبٱِمل ببيهطلهيهمؤهمهنونييوبهنهمعيمهتٱِلللههههمميي‬

‫مكفههروين‬
Artinya ; ‘Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri)

dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Diaciptakan bagi

kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-

baik.” [QS. AnNahl (16):72].


Islam memberikan anjuran menikah dengan motivasi yang jelas, tentu

saja memberikan dampak positi yang lebih besar. Dengan menikah berarti

mereka mempertahankan kelangsungan hidup secara turun-temurun. Pada

dasarnya, menikah juga merupakan managemen nafsu syahwat. Dengan

disalurkannya nafsu syahwat manusai pada jalan yang di ridhai Allah yaitu

melalui pernikahan, hal ini dapat menjaga kehormatan dan menghindarkan

manusia terjerumus ke jurang kenistaan.


Namun, karena kurangnya pemahaman yang mendalam tentang norma-

norma agama, serta kurangnya penjagaan diri, tidak sedikit manusia yang

terjerumus dalam hal perzinaan.


Untuk menjembatani antara kebutuhan kodrati manusia dengan

pencapaian esensi dari suatu perkawinan, negara Indonesia dalam UU

Perkawinan No.1 tahun 1974 telah menetapkan dasar dan syarat yang harus

dipenuhi dalam perkawinan. Salah satu diantaranya adalah ketentuan dalam

pasal 7 ayat (1) yang berbunyi: ”Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria
3

sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah

mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.


Akan tetapi walaupun batas umur di Indonesia relatif rendah, dalam

pelaksanaannya sering tidak dipatuhi sepenuhnya. Sebenarnya untuk

mendorong agar orang melangsungkan pernikahan diatas batas umur terendah,

UU Perkawinan No.1 tahun 1974 pasal 6 ayat (2) telah mengaturnya dengan

berbunyi: “Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai

umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapatkan izin kedua orang tua”.
Jadi bagi pria atau wanita yang telah mencapai umur 21 tahun tidak perlu

ada izin orang tua untuk melangsungkan perkawinan. Yang perlu memakai izin

orang tua untuk melakukan perkawinan ialah pria yang telah mencapai umur 19

(sembilan belas) tahun dan bagi wanita yang telah mencapai umur 16 (enam

belas) tahun. Dibawah umur tersebut berarti belum boleh melakukan

perkawinan sekalipun diizinkan orang tua.


Dalam UU Perkawinan No.1 tahun 1974, sebagaimana dijelaskan dengan

bertujuan untuk mencegah terjadinya perkawinan anak-anak, agar pemuda-

pemudi yang akan menjadi suami-istri benar-benar telah masak jiwa raganya

dalam membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal. Begitu pula

dimaksudkan untuk dapat mencegah terjadinya perceraian muda dan agar dapat

membenihkan keturunan yang baik dan sehat, serta tidak berakibat laju

kelahiran yang lebih tinggi sehingga mempercepat pertambahan penduduk.


Peran dari seorang hakim yang mengadili untuk kasus perkawinan,

dengan memberikan dispensai hakim atas perkawinan karena hubungan diluar

nikah, demi mendapatkan hak kesejahteraan dan perlindungan hak asasi


4

manusia. Tugas hakim sebagai pihak penegak hukum, setiap penerapan hukum

atau keputusan hukum yang dibuatoleh hakim hendaklah sejalan dengan tujuan

hokum yang hendak dicapai oleh syari’at. Apabila penerapan suatu rumusan

akan bertentangan hasilnya dengan kemaslahatan manusia, maka penerapan

hukum tersebut harus ditangguhkan.


Demi pencapaian kemaslahatan yang merupakan tujuan utama dari

penerapan hukum-hukum, pengecualian secarasah perlu di berlakukan. Usia

dan kedewasaan menjadihal yang harus diperhatikan dalam pernikahan bagi

pria dan wanita yang ingin melangsungkan pernikahan. Pada kenyataan nya

masyarakat Bengkulu masih banyak yang meminta dispensasi kawin dengan

berbagai alasan
Jumlah permintaan dispensasi kawin semakin meningkat dari tahun

ketahun. Hal ini merupakan masalah yang memprihatinkan dan perlu

penanganan yang serius antara pemerintah, lembaga terkait, masyarakat serta

para orang tua. Seharusnya untuk memutuskan sebuah perkawinan, ada dua

pertimbangan, yakni kesiapan rohani dan ekonomi. Namun, ekonomi sering

diabaikan karena orang tua malu dengan kondisi anaknya yang sudah

berhubungan diluar nikah.


Berdasarkan hal di atas maka penulis ingin mengadakan penelitian dan

mengangkatnya dalam karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul:

“DISPENSASI HAKIM MENGENAI NIKAH KARENA HUBUNGAN

DILUAR NIKAH”

B. Rumusan Masalah
5

Sehubungan dengan latar diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:


1. Apakah dasar hakim dalam menetapkan dispensasi nikah karena

hubungan luar nikah di Pengadilan Agama Bengkulu?


2. Hambatan-hambatan apa saja yang dialamai Pengadilan Agama Bengkulu

untuk menerima permohonan dispensasi nikah yang diajukan oleh

pemohon?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dasar hakim dalam menetapkan dispensasi nikah karena

hubungan luar nikah di Pengadilan Agama Bengkulu.


2. Untuk mengetahui apa hambatan Pengadilan Agama Bengkulu untuk

menerima permohonan dispensasi nikah yang diajukan oleh pemohon

D. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Dispensasi
Menurut Sudarsono (1992: 102) Dispensasi adalah penyimpangan atau

pengecualian dari suatu peraturan secara umum untuk suatu keadaan yang

bersifat khusus, pembebasan dari suatu larangan dan kewajiban.


Sedangkan Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio (1980:40), dispensasi

adalah “penyimpangan atau pengecualian dari suatu peraturan”.


Dispensasi usia kawin diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974. Dispensasi sebagaimana yang dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 artinya penyimpangan terhadap

batas minimum usia kawin yang telah ditetapka undang-undang yaitu

minimal 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Sehingga

jika laki-laki maupun perempuan yang belum mencapai usia kawin namun

hendak melangsungkan perkawinan, maka pengadilan atau pejabat lain


6

yang ditunjuk oleh kedua belah pihak dapat memberikan penetapan

Dispensasi Usia Kawin apabila permohonannya telah memenuhi syarat

yang telah ditentukan dan telah melalui beberapa tahap dalam pemeriksaan.
Menurut kamus hukum terbitan Citra Umbara (2008:95), dispensasi

adalah “keputusan yang memperkenankan dilakukannya suatu perbuatan

yang pada umumnya dilarang oleh pembuat peraturan”.

2. Pengertian Perkawinan
Menurut Kaelany HD mengungkapkan pengertian perkawinan, yaitu

akad antara calon suami dan calon istri untuk memenuhi hajat jenisnya

menurut ketentuan yang diatur oleh syariah. Dengan akad ini, kedua calon

akan diperbolehkan untuk bergaul sebagai suami isteri.


(http://tabirhukum.blogspot.com/2016/11/definisi-perkawinan-

menurut-para-ahli.html) 03 juli 2018 05:00


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016:639) “Perkawinan

adalah pertemuan laki-laki dan perempuan secara seksual perkawinan yang

sungguh-sungguh dilakukan sesuai dengan cita-cita hidup berumah tangga

yang bahagia”.
Pengertian perkawinan dalam Undang-Undang Pekawinan No.1 Tahun

1974 pasal 1 dinyatakan bahwa ”perkawinan ialah ikatan lahir-bathin antara

seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

yang Maha Esa.” Jadi menurut perundangan perkawinan itu ialah ikatan

antara seorang pria dengan seorang wanita, berarti perkawinan sama dengan

perikatan.
7

Oleh karenanya, masalah perkawinan merupakan perbuatan suci yang

mempunyai hubungan erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga

perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi juga unsur

batin/rohani mempunyai peranan yang penting. Pengertian perkawinan

sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun

1974 perlu dipahami benar-benar oleh masyarakat karena ia merupakan

landasan pokok dari aturan hukum perkawinan.


Menurut hukum adat, perkawinan bukan saja berarti sebagai perikatan

perdata, tetapi juga merupakan perikatan kekerabatan dan kekeluargaan.

Jadi terjadinya suatu ikatan terhadap hubungan-hubungan keperdataan,

seperti hak dan kewajiban suami-istri, harta bersama, kedudukan anak, hak

dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat-

istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan ketetanggaan serta

menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan. Begitu juga menyangkut

kewajiban mentaati perintah dan larangan keagamaan, baik dalam hubungan

manusia dengan Tuhannya (ibadah) maupun hubungan manusia dengan

manusia (mu’amalah)
Menurut hukum agama, perkawinan adalah perbuatan yang suci

(sakramen) yaitu suatu perikatan antara dua pihak dalam memenuhi

perintah dan ajaran Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan berkeluarga dan

berumah tangga serta berkerabat tetangga berjalan dengan baik sesuai

dengan ajaran agama masing-masing. Hukum Islam menyatakan,

”perkawinan adalah akad (perikatan) antara wali wanita calon istri dengan
8

pria calon suaminya. Akad nikah itu harus diucapkan oleh wali si wanita

dengan jelas berupa ijab (serah) dan diterima (kabul) oleh si calon suami

yang dilaksanakan di hadapan dua orang saksi yang memenuhi syarat.”


3. Pengertian Hubungan Luar Nikah
Hubungan luar nikah terdiri dari 3 kata, yaitu hubungan, luar dan

nikah. Yang dimaksud hubungan adalah pertalian, ada ikatan. Luar adalah

kedudukan atau tempat yang bukan bagian dari sesuatu itu sendiri, bukan

dari lingkungan keluarga, bukan dari lingkungan negeri/daerah, dsb,

bagian yang tidak dari dalam. Sedangkan nikah adalah perkawinan yang

dilakukan dengan diawali mengikat perjanjian antara seorang pria dengan

seorang wanita untuk menjalin hubungan rumah tangga, perjanjian antara

laki-laki dan perempuan untuk menjalin hubungan suami-istri secara sah,

yang disaksikan oleh beberapa orang dan dibimbing oleh wali (dari pihak

perempuan).
Faktor lingkungan keluarga maupun lingkungan bertetangga atau

bermasyarakat yang mendorong nilai-nilai norma kemanusiaan kurang

mendapat perhatian serta kurangnya kasih sayang dari orang tua atau

keluarga dan juga didalam lingkungan sosial tidak ada pengajian agamanya

sehingga mereka terjerumus dalam pergaulan bebas.

E. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang dihubungkan dengan tinjauan

pustaka diatas, maka penulis akan memberikan gambaran sementara terhadap

masalah yang telah dikemukakan yang sebenarnya masih perlu diuji dalam

penelitian lebih lanjut. Hipotesis yang dimaksud adalah sebagai berikut:


9

1) Dasar hakim dalam menetapkan dispensasi nikah karena hubungan luar

nikah di pengadilan agama bengkulu adalah :


a. Keputuan Mahkamah Konstitusi di dalam putusan uji materi atas

Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


b. Undang-undang No 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (2)
2) Hambatan Pengadilan Agama Bengkulu untuk menerima permohonan

dispensasi nikah yang diajukan oleh pemohon adalah :


a. Pemohon belum melakukan pembayaran registrasi dan ada salah satu

orang tua daripihak wanita atau pria tidak menyetujui dispensasi

perkawinan di luarnika
b. Apabila surat permohonan pengajuan dispensasi perkawinan dibawah

umur tidak lengkap.

F. Metode Penelitian
1. Teknik Penentuan Sampel
a. Populasi
Pengertian populasi itu sendiri dapat ditinjau dari beberapa ahli

yaitu menurut Ronny Hanitijo Soemitro, (1990:44) menyatakan bahwa:

“Populasi atau Universe adalah seluruh objek atau seluruh individu atau

seluruh gejala atau seluruh unit-unit yang diteliti.” Maka berdasarkan

definisi tersebut, yang menjadi populasi adalah semua pihak yang terkait

dalam penelitian ini.


b. Sampel
Menurut mardalis, (1989:55) bahwa : “sampling atau sampel

berarti contoh,yaitu sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek

penelitian.”
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan

purpose sampling yaitu: sampel yang sengaja dipilih karena ada maksud
10

dan tujuan tertentu yang sudah dianggap mewakili populasi secara

keseluruhan dan dipilih menjadi sampel yaitu orang-orang yang

dianggap sudah mewakili populasi secara menyeluruh. Maka yang

menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1) 3 orang Hakim Pengadilan Agama Bengkulu kelas IA
2) 3 orang pelaku perkawinan akibat hubungan di luarnikah
3) 1 orang Panitera di Pengadilan Agama Bengkulu Kelas I
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer
Yang dimaksud data primer adalah data yang diperoleh dari hasil

penelitian lapangan, melalui wawancara langsung dengan responden,

dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya

dan dikembangkan saat wawancara dengan responden


b. Data Sekunder
Yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang diperoleh dari

penelitian kepustakaan dengan mempelajari buku-buku, laporan-

laporan, dokumen-dokumen dan peraturan-peraturan yang berhubungan

dengan obyek penelitian ini.


3. Teknik Pengolahan Data
Dari hasil penelitian yang diperoleh baik dari hasil penelitian di lapangan

maupun hasil penelitian kepustakaan, semuanya dihimpun dan diolah

dengan menggunakan metode:


11

a. Coding data

Coding data adalah penyesuaian data yang diperoleh dalam penelitian,

baik melalui penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan dengan

pokok-pokok bahasan masalah yang diteliti dengan cara memberikan

kode pada data yang diperoleh tersebut.

b. Editing Data

Editing data adalah memeriksa data dari hasil penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui relevansi dan kesahhan data yang didiskripsikan

delam menemukan jawaban pada permasalahan dilakukan setelah

selesai melakukan coding data.


12

4. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa data

diskriptif kualitatif. Analisis kualitatif adalah suatu cara penelitian yang

dihasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden

secara tertulis serta lisan dan juga perilaku yang nyata diteliti sebagai suatu

yang utuh. Analisis data kualitatif sebagai cara penjabaran data berdasarkan

hasil temuan dilapangan dan study kepustakaan, kemudian disusun dan

dilakukan reduksi dan pengolahan data sehingga menghasilkan suatu sajian

data yang kemudian dari data tersebut ditarik suatu kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi nantinya adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah Apakah dasar hakim

dalam menetapkan dispensasi kawin karena hubungan luar nikah di

Pengadilan Agama Bengkulu dan Apakah Hambatan Pengadilan

Agama Bengkulu untuk menerima permohonan dispensasi kawin

yang diajukan oleh pemohon, tujuan penelitian, tinjauan pustaka,

yang merupakan awal bagi penulis dalam melakukan penelitian,

hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang ada

berdasarkan tinjauan pustaka.


13

Selanjutnya diuraikan tentang metode penelitian bagi penulis dalam

melakukan penelitian untuk penyusunan skripsi, sistematika dan

jadwal kegiatan.

BAB II : TINJAUAN UMUM

Bab ini berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan tinjauan

umum tentang Pengertian Dispensasi, Pengertian Perkawinan,

Pengertian Hubungan Luar Nikah, Dan Pemberian Dispensasi Oleh

Hakim Kepada Pemohon Akibat Hubungan Luar Nikah Melakukan

Perkawinan.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Dasar hakim dalam menetapkan dispensasi nikah karena hubungan

luar nikah di Pengadilan Agama Bengkulu


2. Hambatan-hambatan yang dialamai Pengadilan Agama Bengkulu

untuk menerima permohonan dispensasi nikah yang diajukan oleh

pemohon
B. Pembahasan
1. Dasar hakim dalam menetapkan dispensasi nikah karena hubungan

luar nikah di Pengadilan Agama Bengkulu


2. Hambatan-hambatan yang dialamai Pengadilan Agama Bengkulu

untuk menerima permohonan dispensasi nikah yang diajukan oleh

pemohon
14

BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai