Anda di halaman 1dari 4

BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIS

No. ID dan Nama Peserta dr. Stela Monika


No. ID dan Nama Wahana RSUD Bengkulu Tengah
Topik Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Tanggal (kasus) 3 oktober 2019
Nama Pasien Tn. B
Tanggal Presentasi Pendamping Dr. Sayboy Siregar
Dr. Imelda JST
Dr. Lia Novita
Tempat Presentasi RSUD Bengkulu Tengah

Objektif Presentsi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Laki-laki, 59 tahun datang dengan keluhan sulit buang


air kecil sejak ± 2 hari yang lalu. Pasien awalnya sering
mendadak merasakan ingin BAK dan sulit menahan BAK.
Pasien mengeluh kesulitan untuk memulai BAK sehingga harus
mengejan. Urin keluar sedikit dan pada akhir BAK urin masih
menetes, pasien merasa BAK tidak tuntas masih terasa anyang-
anyangan.
Tujuan Menangani secara tepat Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
serta mencegah terjadinya komplikasi.
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas Diskusi Presentasi dan Email Pos


Diskusi
Data Utama dan Bahan Diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Retensi urin e.c Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), BAK terputus-putus dan tidak
lampias, serta sering terbangun untuk BAK saat malam hari.
2. Riwayat Pengobatan : pasien belum pernah berobat.

3. Riwayat kesehatan/penyakit : Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini


sebelumnya.
4. Riwayat keluarga : tidak ada angota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
5. Riwayat pekerjaan : Pedagang.

Daftar Pustaka:
1. Tanagho. Emil A, Mc Aninch Jack W. 2008. Smith’s General urology 17th Edition.
2. Wein, Kavoussi, Novick,Partin,Peters. 2007. Campbell-Walsh Urology 9th Edition.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
2. Komunikasi efektif dengan pasien dan keluarganya akan pentingnya early diagnosis dan
bahaya komplikasinya.
3. Pentingnya penanganan kasus secara definitif.

Rangkuman

 Subjektif:
Laki-laki, 59 tahun datang dengan keluhan sulit buang air kecil sejak ± 2 hari yang
lalu. Pasien awalnya sering mendadak merasakan ingin BAK dan sulit menahan BAK. Pasien
mengeluh kesulitan untuk memulai BAK sehingga harus mengejan. Urin keluar sedikit dan pada
akhir BAK urin masih menetes, pasien merasa BAK tidak tuntas masih terasa anyang-anyangan.
Keluhan awalnya dirasakan sejak ± 6 bulan yang lalu namun semakin lama semakin parah.
Penderita kadang terbangun pada malam hari untuk BAK kurang lebih 3 kali. Warna kencing
penderita tidak kemerahan, tidak ada riwayat BAK keluar batu atau butir-butir pasir. Pasien
tidak mengeluhkan badannya demam dan tidak nyeri saat BAK. Pasien mengaku tidak
mengalami penurunan berat badan.

 Objektif:
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat mendukung diagnosa BPH. Pada kasus ini
diagnosa ditegakkan berdasarkan:
 Gejala klinis (sulit BAK, sedikit-sedikit, terputus-putus, dan tidak lampias)
 Pemeriksaan fisik : Buli – buli teraba penuh, pada hasil pemeriksaan Rectal Toucher
(RT) teraba prostat membesar, sulkus mediana teraba cembung, pole atas tidak teraba,
konsistensi kenyal, permukaan rata, tidak teraba nodul.
 Asessment (penalaran klinis):

Benign Prostate Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar periurethral dari prostat.
Penyebab dari BPH belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dihydrotestosteron (DHT) dan proses
aging (penuaan). BPH merupakan tumor jinak yang terbanyak pada pria dan insidensinya
berhubungan dengan usia. Prevalensi BPH secara histologik pada pemeriksaan autopsi meningkat
sekitar 20% pada pria berusia 41-50 tahun, menjadi 50% pada pria berusia 51-60 tahun. Dan diatas
90% pada pria berusia 80 tahun. Pada pasien BPH didapatkan gejala-gejala LUTS (Lower Urinary
Tract Symptoms) berupa gejala obstruktif dan gejala iritatif.. Gejala obstruksi diantaranya sulit
dalam memulai miksi (hesistancy), mengejan saat miksi (Straining to urine), pancaran miksi
melemah (weak stream), miksi terputus-putus (intermittency), miksi yang kedua dalam waktu <
2jam setelah miksi yang pertama (double voiding), adanya perasaan belum puas setelah miksi
akibat urine masih belum keluar semua (sensation of incomplete bladder emptying), di akhir miksi
ada urine yang menetes (post void dribbling). Gejala-gelaja iritatif diantaranya urgensi, frekuensi
dan nokturia.

 Plan:
Diagnosis:
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan jika diperlukan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pemeriksaan Rectal Toucher (RT) dengan
menilai tonus spincter ani, mukosa rektum dan pembesaran, konsistensi dan permukaan prostat.
Derajat berat hyperplasia prostat berdasarkan gambaran klinik adalah:

 Derajat I : pada RT penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, sisa volume urin <50
ml.
 Derajat II : pada RT penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai sisa volume urin
50-100 ml.
 Derajat III : ada RT penonjolan prostat jelas, batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa
volume urin >100 ml

Pemeriksaan laboratorium seperti DL, UL, Faal Ginjal dapat dilakukan untuk menilai ada
tidaknya komplikasi. Pemeriksaan spesifik yang dapat dilakukan adalah PSA (Prostate Spesific
Antigen). Terkadang pemeriksaan radiologi ultrasonografi dan pemeriksaan biopsi digunakan
untuk menemukan jenis kelainan dari prostat. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah
menghilangkan gejala obstruksi pada leher buli-buli.

Pengobatan: konsul Spesialis Bedah, memberikan saran sesuai advice dokter spesialis bedah
mengenai penyakit pasien, dan tatalaksana selanjutnya.
Terapi pada pasien ini :
 Pasang kateter urin
 Urinter 2x1 tab
 Harnal Ocas 2x1 tab  tidak tersedia
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari
testosteron yang dikatalis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel-sel prostat.
Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat
menurun.
 Rencana konsul bedah
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah
pembedahan ataupun tindakan invasif minimal lainnya, karena pemberian obat-obatan
mambutuhkan jangka waktu yang lama untuk melihat hasil terapinya.

Pendidikan: dilakukan kepada pasien dan keluarganya untuk menjelaskan kondisi


penyakit yang diderita pasien, tindakan yang harus dilakukan, dan bahaya komplikasi seperti
retensi urin berulang, infeksi saluran kemih, refluks vesiko-ureter, batu saluran kemih serta gagal
ginjal apabila tidak segera diberikan terapi medikamentosa ataupun tindakan bedah.

Konsultasi: dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis bedah untuk
penanganan lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai