Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM HEMATOLOGI

“TALASEMIA”

Dosen Pembimbing : Ucik Indrawati,S.Kep., Ns.,M.Kep.


Disusun Oleh : Kelompok 3
1. Binti Mustika (173210003)
2. Desi Tisna (173210041)
3. Eko Heru (173210011)
4. Fidia Nova (173210013)
5. Nurul Fitria (173210028)
6. Riska Agustin (173210035)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INSAN CENDEKIA MEDIKA
S1 KEPERAWATAN
JOMBANG
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati kami
sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima
kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam proses penyelesaian
makalah ini.Mengakui keterbatasan kami dalam menyusun makalah ini, maka
dengan rendah hati mohon kritik dan saran yang membangun sehingga dapat
membantu kami di kesempatan lain dalam menyusun makalah. Tidak semua hal
dapat kami hadirkan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami melakukannya
semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki.

Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat.


Semoga dengan adanya makalah tentang asuhan keperawatan sistem hematologi
talasemia ini dapat memberi gambaran pengetahuan yang cukup serta menjadi
panduan yang berguna dalam pelaksanaan pembelajaran.

Akhir kata, dengan rendah hati kami sekali lagi mengucapkan terima kasih
banyak kepada semua pihak yang telah membantu, dan khusus kepada dosen mata
kuliah karena telah mendorong kami dengan memberikan tugas membuat makalah,
dan ini merupakan pembelajaran yang sangat berarti bagi kami di masa yang akan
datang.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan. ................................................................................................. 3
BAB II ................................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4
A. Definisi. .................................................................................................................. 4
B. Etiologi. .................................................................................................................. 5
C. Patofisiologi. .......................................................................................................... 5
D. Tanda dan Gejala. ................................................................................................. 7
E. Komplikasi. ............................................................................................................ 8
F. Pemeriksaan penunjang. ...................................................................................... 8
G.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN. ............................................................... 9
1. PENGKAJIAN .............................................................................................. 9
2. Diagnosa Keperawatan. .............................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia pertama kali ditemukan di sekitar Laut Tengah oleh seorang
dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Ia
menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa
setelah berusia 1 tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau
eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan
nama penemunya.(jurnal umum,2010)
Thalasemia merupakan penyakit keturunan terbanyak di dunia. Data WHO
tahun 2003 menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%) membawa genetik
Thalasemia. Presentasi klinis Thalasemia di seluruh dunia mencapai 15 juta
orang. Fakta ini mendukung Thalasemia sebagai salah satu penyakit turunan
yang terbanyak. (jurnal umum, 2010)
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2006 sekitar
7% penduduk dunia diduga carrier Thalasemia, dan sekitar 300.000-500.000
bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. Thalasemia tidak hanya
ditemukan di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara yang sering
disebut sabuk Thalasemia.(jurnal umum, 2010)
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi
nasional Thalasemia di Indonesia adalah 0,1%. Terdapat 6 provinsi yang
menunjukkan prevalensi Thalasemia lebih tinggi daripada prevalensi nasional.
Beberapa dari 6 provinsi itu antara lain adalah Aceh dengan prevalensi 13,4%,
Jakarta dengan prevalensi 12,3%, Sumatera Selatan dengan prevalensi 5,4%,
Sumatera Utara dengan prevalensi 3,71%, Gorontalo dengan prevalensi 3,1%,
dan Kepulauan Riau dengan prevalensi 3%.
Dengan adanya kejadian thalassemia di Indonesia tersebut terutama di
wilayah DKI Jakarta, maka peran perawat sangat penting untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan kesehatan bagi penderita thalassemia. Adapun
peran perawat dalam asuhan keperawatan pada pasien thalassemia, peran
perawat adalah sebagai berikut :

1
1. Promotif, yaitu perawat berperan sebagai mengutamakan kegiatan yang
bersifat promosi kesehatan pada penyakit thalassemia. Contohnya
masyarakat mendapatkan pendidikan kesehatan tentang penyakit
thalassemia.
2. Preventif, yaitu perawat berperan sebagai pencegahan terhadap suatu
masalah kesehatan atau penyakit yang berhubungan dengan penyakit
thalassemia. Contohnya perawat dapat memberikan informasi seperti
menjaga makanan dengan baik.
3. Kuratif, yaitu perawat berperan sebagai pengobatan yang ditujukan
untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakit atau pengendalian kecacatan agar
kualitas pasien dapat terjaga seoptimal mungkin. Contohnya perawat
memberikan pengobatan secara teratur hasil kolaborasi dengan dokter
4. Rehabilitatif, yaitu peran perawat sebagai untuk mengembalikan bekas
pasien ke dalam masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Contohnya
perawat memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit
thalasemia.Dengan kejadian tersebut maka kelompok mengambil judul
Asuhan Keperawatan pada pasien thalasemia, dan untuk mengetahui
konsep dari penyakit thalasemia serta asuhan keperawatannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian thalassemia?
2. Apa penyebab dari thalassemia ?
3. Apa tanda dan gejala dari thalassemia ?
4. Bagaimana patofisiologi dan pathway penderita thalassemia ?
5. Bagaimana komplikasi penderita thalassemia ?
6. Bagiamana pemeriksaan penujang thalassemia?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien thalassemia ?

2
C. Tujuan Penulisan.
1. Dapat mengetahui pengertian dari thalassemia
2. Dapat mengetahui penyebab dari penderita thalasemiaa
3. Dapat mengetahui tanda dan gejala klinis dari penderita thalassemia
4. Dapat mengetahui patofisiologi pada penderita thalassemia.
5. Dapat mengetahui komplikasi pada penderita thalassemia
6. Bagimana pemeriksaan penujang pada thalassemia
7. Dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien thalassemia

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi.
Thalasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang
diturunkan secara autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana
satu atau dua rantai Hb kurang atau tidak terbentuk secara sempurna
sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelainan hemolitik ini mengakibatkan
kerusakan pada sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (Indanah, 2010).
Thalasemia adalah penyakit genetic yang diturunkan secara
autosomal resesif menurut hukum mendel dari orang tua kepada anak-
anaknya yang dapat menunjukkan gejala klinis dari yang paling ringan
(bentuk heterozigot) yang disebut thalasemia minor atau trait (carrier =
pengembang sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang
disebut thalasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu
orang tua yang mengidap thalasemia, sedangkan bentuk homozigot
diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalasemia
(Sudoyo, Aru W, 2009)
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai
oleh haemoglobin (suryadi,2001)
Thalassemia alpa adalah kelainan herediter yang diakibatkan oleh
berkurangnya atau tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai globin α.
Thalasemia mayor dikenal dengan (Coleey anemia) merupakan bentuk
homozigot dari thalasemia β yang disertai dengan anemia berat dan sangat
tergantung pada tranfusi. Penyakit thalasemia merupakan kelainan genetik
tersering didunia. Kelainan ini terutama ditemukan dikawasan Mediterania,
Afrika dan Asia Tenggara dengan frekuensi sebagai pembawa gen sekitar
5-30% (Indanah, 2010).

4
B. Etiologi.
Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua
kepada anaknya. Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang
tua dan gen normal dari orang tua lain adalah seorang pembawa (carries).
Anak yang mewarisi gen dari kedua orang tuanya menderita thalasemia
sedang sampai berat. (Muncie & Campbell, 2009).

C. Patofisiologi.
Pada pasien thalasemia terjadi gangguan sintesis globin. Tidak
seimbangnya jumlah rantai α dan β globin yang disintesis menyebabkan
hemoglobin tidak terbentuk secara normal. Kondisi ini menyebabkan
penurunan sintesis rantai β dalam molekul hemoglobin yang terjadi secara
parsial atau total. Penurunan rantai β- akan dikompensasi oleh
meningkatnya sintesis rantai α-, sedangkan rantai –γ tetap aktif dan
menghasilkan pembentukan hemoglobin yang cacat. (Rund &
Rachmilewitz, 2005)
Keadaan unit polipeptida yang tidak seimbang menyebabkan
kelainan produksi hemoglobin secara kronis dan destruksi eritrosit. Kondisi
ini menyebabkan sumsum tulang membentuk eritrosit baru, sehingga
muncul eritropoeisis. (Price & Wilson, 2006)

5
Pathway

6
D. Tanda dan Gejala.
Pada penderita thalasemiamenurut James & Ashwil (2007) akan ditemukan
beberapa kelainan diantaranya :
1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang
jelas, tidak nafsu makan, infeksi berulang, dan pembesaran limfe
atau hati.
2. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri
kepala, nyeri prekordial, tulang, penurunan toleransi terhadap
latihan, lesu dan anoreksia
3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan
kerapuhan akibat sumsum tulang yang bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan kekurangan hemoglobin dalam sel darah. Hal
ini terjadi pada kepala, frontal, parietal, molar yang menjadi lebih
menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau masuk ke dalam
dengan tulang pipih yang menonjol. Keadaan ini disebut facies
cooley, yang merupakan cirri khas thalasemia mayor.
Manifestasi klinik yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis
penyakit pada thalasemia yaitu anemia yang menahun disebabkan
eritropoises yang tidak efektif, proses hemolisis dan reduksi sintesa
hemoglobin (Indanah, 2010).
Adanya anemia tersebut mengakibatkan pasien memerlukan
transfusi darah seumur hidupnya. Pemberian transfusi darah secara terus
menerus akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi pada jaringan
parenkim disertai dengan kadar serum besi yang tinggi. Hal tersebut dapat
menimbulkan hemosiderosis pada berbagai organ tubuh seperti, jantung,
hati, limpa serta kelenjar endokrin. Kondisi anemia kronis menyebabkan
terjadinya hypoxia jaringan dan merangsang peningkatan produksi
eritropoitin yang berdampak pada ekspansi susunan tulang sehingga pasien
thalasemia mengalami deformitas tulang, resiko menderita gout dan
defisiensi asam folat. Selain itu peningkatan eritropoitin juga
mengakibatkan hemapoesis ekstra medular. Hemapoesis eksta medular
serta hemolisis menyebabkan terjadinya hipersplenisme dan splenomegali.

7
Hypoxia yang kronis sebagai dampak dari anemia mengakibatkan
penderita sering mengalami sakit kepala, irritable, aneroxia, nyeri dada dan
tulang serta intoleran aktifitas. Pada taraf lanjut pasien juga beresiko
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi. Pasien
dengan thalasemia juga mengalami perubahan struktur tulang yang ditandai
dengan penampilan wajah khas berupa tulang maxilaris yang menonjol,
dahi yang lebar dan tulang hidung datar (Indanah, 2010).

E. Komplikasi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia.
1. Fraktur patologis
2. Hepatosplenomegali
3. Gangguan tumbuh kembang.
4. Disfungsi organ
5. Gagal jantung
6. Hemosiderosis
7. Hemokromatosis

F. Pemeriksaan penunjang.
1. Darah tepi :
a. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel
target, anisositosis berat dengan makroovalositosis,
mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini
lebih kurang khas.
c. Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak
dari jenis asidofil.
b. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
c. Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total

8
d. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur
kadar Hb F.
e. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia
mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>
3,5% dari Hb total).
3. Pemeriksaan lain :
a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks
menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada
korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan
sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.


1. PENGKAJIAN
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar
laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di
Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada
anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak
diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala
klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur
kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor
biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran
pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan
rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

9
d. Pertumbuhan dan Perkembangan

Seiring didapatkan data adanya kecenderungan


gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama
untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah
kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam
kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput
pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan,
sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak
seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak
mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi
perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen
thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia
mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC).
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji
secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila
diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a) Keadaan Umum = lemah dan kurang bergairah, tidak
selincah anak lain yang seusia.
b) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum
mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung

10
pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang
dahi terlihat lebar.
c) Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d) Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e) Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena
adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia
kronik.
f) Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa
dan hati (hepatospek nomegali).
g) Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai
usia, BB di bawah normal
h) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia
pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh
rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya
anemia kronik.
i) Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah
sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi
kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).

11
2. Diagnosa Keperawatan.
1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
Oksigen ke sel.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam , pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan
adekuat.
Kriteria hasil :

Kode Kriteria hasil IR ER

060001 Denyut jantung apikal 3 5

060002 Irama jantung apikal 3 5

060003 Pernapasan 3 5

060034 Tingkat kelelahan 3 5

060035 Kelemahan otot 3 5

060041 Paresthesia menurun atau hilang 3 5

00507 Warna Kulit 2 5

Intervensi :

a) Awasi tanda vital, palpasi nadi perifer


b) Lakukan pengkajian neurofaskuler periodik
misalnya sensasi, gerakan nadi, warna kulit atau
suhu.
c) Berikan oksigen sesuai indikasi Awasi tanda-tanda
vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran
mukosa, dasar kuku.
d) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
(kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi).
e) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang,
agitasi, gangguan memori, bingung.
f) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu
lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi.

12
g) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hemoglobin,
AGD, dll
h) Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
i) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperwatan selama 2x24
jam diharapkan klien mampu melakukan aktivitas sehari-
hari.
Kriteria hasil:

Kode Kriteria hasil IR ER

00502 Rata-rata nadi dengan akivitas 3 5

00504 Tekanan darah sistolik dalam aktivitas 3 5

00505 Tekanan darah diastolic dalam aktivitas 3 5

041004 Pernapasan 3 5

041015 Sesak napas saat istirahat 2 5

00507 Warna Kulit 2 5

Intervensi :

a) Kaji toleransi fisik anak dan bantu dalam aktivitas yang


melebihi toleransi anak
b) Berikan anak aktivitas pengalihan misalnya bermain
c) Berikan anak periode tidur sesuai kondisi dan usia
d) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat
kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas.
e) Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
f) Catat respon terhadap tingkat aktivitas.
g) Berikan lingkungan yang tenang.
h) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.

13
i) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap
pusing.
j) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
k) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
l) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien,
tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
m) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi
dengan duduk.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan
mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah normal.
Tujuan : menunjukkan pemahaman pentingnya nutrisi
Kriteria hasil :

Kode Kriteria hasil IR ER

184102 Index berat badan tubuh 3 5

184109 Nutrisi kesehatan tubuh 3 5

184110 Asupan Cairan 3 5

184112 Mengetahui makanan yang baik atau tidak 3 5

184121 Mengetahui teknik untuk menghindari 3 5


penurunan BB

Intervensi:

1. Pantau jumlah dan jenis intake dan output pasien


2. Timbang berat badan klien
3. Beri Health Education tentang pentingnya nutrisi
bagi tubuh
4. Kolaborasi dengan ahli gizi
5. Berikan makanan yang bergisi.
6. Berikan minuman yang bergisi misalnya susu

14
7. Beri makanan sedikit tapi sering.
8. Berikan suplemen atau vitamin pada anak
9. Berikan lingkungan yang menyenangkan.

4) Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan


dengan sirkulasi dan neurologis.

Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER

110101 Temperatur 2 5

110104 Hidrasi 3 5

110108 Tekstur 2 5

110105 Pigmen yang abnormal 2 5

110115 Lesi di kulit 4 5

110121 Kemerahan 3 5

Intervensi :
1. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor,
gangguan warna, aritema dan ekskoriasi.
2. Ubah posisi secara periodik.
3. Pertahankan kulit kering
4. Anjurkan pasien dan keluarga menjaga kebersihan
5. Batasi penggunaan sabun.
6. Anjurkan klien dan keluarga mencuci tangan.

15
5) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder
tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan
granulosit.

Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER

192401 Kurang pengetahuan tentang resiko infeksi 2 5

192404 Mengidentifikasi resiko infeksi di semua situasi 3 5

192405 Mengidentifikasi tanda umum dan penyebab infeksi 3 5

192412 Penggunaan strategi pengurangan infeksi 3 5

192416 Strategi mengontrol kebersihan 4 5

110301 Granulasi 3 5

110320 Pembentukan Scar 3 5

110321 Penurunan ukuran luka 3 5

Intervensi :
1. Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur
perawatan.
2. Dorong perubahan ambulasi yang sering.
3. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
4. Pantau dan batasi pengunjung.
5. Pantau tanda-tanda vital.
6. Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan
antipiretik.
7. Kolaborasi pemberian diet dengan ahli gizi.

16
6) Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan
tidak mengenal sumber informasi.

Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER

160301 Diskusi mengenai kesehatan 1 5

memperoleh bantuan dari hidup sehari-hari sesuai 3 5


160313
dengan kebutuhan

160303 Melakukan penilaian diri 2 5

160305 Melakukan aktivitas sehari – hari dengan toleransi 2 4

180304 Mengetahui faktor resiko 3 5

180305 Mengetahui efek dari penyebab tindakan keperawatan 2 5

180306 Mengetahui tanda dan gejala dari talasemia 2 5

Intervensi :

1. Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.


2. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada
tipe dan beratnya thalasemia.
3. Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat
dukungan secara psikologis.
4. Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/
deteksi dini keadaan janin melalui air ketuban dan
konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak
menikah dengan sesama penderita thalasemia, baik
mayor maupun minor.
5. Berikan informasi mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan
6. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
7. Bantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang
dilakukan

17
DAFTAR PUSTAKA

Arijanty, L., & Nasar, S. S. (2006). Masalah nutrisi pada thalassemia. Sari
Pediatri, 5(1), 21-6.
Aru W. Sudoyo, 2009 Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 5 InternaPublishing:
Jakarta Fatriani, Liza, 2012 Talasemia
Ganie, R. A. (2005). Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya.
Disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang
Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran. USU, Medan.
Indanah, 2010 Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan “self care
behavior” Pada Anak Usia Sekolah Dengan Talasemia Mayor Di RSUPN, Dr.
Cipto Mangun Kusumo Jakarta.
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of the children: Principle’s
&practice (3rd ed.)St. Louis: Saunders Elsevier.
Muncie, H.J. & Campbell, J.S. (2009). Alpha and beta thalasemia.
Rund, D., & Rachmilewitz, E. (2005). Cognitive abilities, mood changes and
adaptive functioning in children with β thalassaemia. Current Psychiatry, 16(3):
244-54. Tentang, P. O. T., Anak, P. T. P., Thalasemia, C., & Aceh B. Dara Khairina.

18

Anda mungkin juga menyukai