Anda di halaman 1dari 33

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN

“GAGAL GINJAL AKUT DAN GAGAL GINJAL KRONIK”

Disusun Oleh : Kelompok 3


1. Binti Mustika (173210003)
2. Desi Tisna Dinda B (173210041)
3. Eko Heru Sarmiono (173210011)
4. Fidia Nova (173210013)
5. Nurul Fitria (173210028)
6. Riska Augustin (173210035)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INSAN CENDEKIA MEDIKA
S1 KEPERAWATAN
JOMBANG
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati kami
sehingga tugas ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih
bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam proses penyelesaian tugas
kami.
Mengakui keterbatasan kami dalam menyusun makalah ini, maka dengan
rendah hati mohon kritik dan saran yang membangun sehingga dapat membantu
kami di kesempatan lain dalam menyusun makalah. Tidak semua hal dapat kami
hadirkan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami melakukannya semaksimal
mungkin dengan kemampuan yang kami miliki.

Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat.


Semoga dengan adanya makalah konsep asuhan keperawatan pada sistem
perkemihan “gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik”ini dapat memberi gambaran
pengetahuan yang cukup serta menjadi panduan yang berguna dalam pelaksanaan
pembelajaran.
Akhir kata, dengan rendah hati kami sekali lagi mengucapkan terima kasih
banyak kepada semua pihak yang telah membantu, dan khusus kepada dosen mata
kuliah karena telah mendorong kami dengan memberikan tugas membuat makalah,
dan ini merupakan pembelajaran yang sangat berarti bagi kami di masa yang akan
datang.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN.................i


KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
BAB I ....................................................................................................................... iv
A. Latar Belakang ............................................................................................. iv
B. Tujuan ........................................................................................................... v
BAB II ...................................................................................................................1
PEMBAHASAN ....................................................................................................1
GAGAL GINJAL AKUT. ................................................................................................ 1
A. Pengertian .................................................................................................................. 1
B. ETIOLOGI. ........................................................................................................... 1
C. Patofisiologi. .......................................................................................................... 3
D. Tanda dan gejala ................................................................................................... 5
E. Komplikasi. ............................................................................................................ 5
F. Pemeriksaan penunjang. ...................................................................................... 6
G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN. ........................................................ 8
a. Pengkajian Anamnesis...................................................................................... 8
b. Diagnosa Keperawatan ..................................................................................... 8
c. Intervensi ........................................................................................................... 8
GAGAL GINJAL KRONIK. ......................................................................................... 12
A. Pengertian. ........................................................................................................... 12
B. Etiologi ................................................................................................................. 12
C. Patofisiologi dan pathway .................................................................................. 12
D. Tanda dan gejala. ................................................................................................ 16
E. Komplikasi. .......................................................................................................... 19
F. Pemeriksaan Penunjang. .................................................................................... 19
G. Konsep Asuhan Keperawatan........................................................................ 20
1. Pengkajian ....................................................................................................... 20
2. Diagnosa ........................................................................................................... 24
3. Intervensi ......................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-
communicablediseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes
melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular
(communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem
vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini
sebelum pasienmengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit
jantung koroner,gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Gagal ginjal atau acute kidney injury (AKI) yang dulu disebut injury
acuterenal failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba atau
parah padafungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan
konsentrasikreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN
(blood Urea Nitrogen).Setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN
kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal
adalah penurunan produksi urin.
Angka kematian di AS akibat gagal ginjal akut berkisar antara 20-
90%.Kematian di dalam RS 40-50% dan di ICU sebesar 70-89%. Kenaikan 0,3
mg/dL kreatinin serum merupakan prognostik penting yang signifikan.
Peningkatan kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya
cimetidin dantrimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal.
Peningkatan nilai BUN juga dapat terjadi tanpa disertai kerusakan ginjal, seperti
pada perdarahan mukosa atau saluran pencernaan, penggunaan steroid,
pemasukan protein. Oleh karena itudiperlukan pengkajian yang hati-hati dalam
menentukan apakah seseorang terkena kerusakan ginjal atau tidak.

iv
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Mengetahui tentang konsep medis dan asuhan keperawatan pada
klien dengan Gagal Ginjal Akut dan Gagal Ginjal Kronik
b. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan GGA dan
GGK
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan
3. Mahasiswa mampu membuat intervensi untuk klien GGA dan GGK
4. Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan yang telah
dibuat
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah
diberikan pada klien dengan GGA dan GGK

v
BAB II
PEMBAHASAN

GAGAL GINJAL AKUT.


A. Pengertian
Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal
seccaramendadak akibat kegagalan sirkulasi renal, serta gangguan fungsi
tubulus danglomerulus dengan manifestasi penurunan produksi urine dan
terjadi azotemia (peningkatan kadar nitrogen darah, peningkatan kreatiniin
serum, dan retensi produk metabolik yang harus diekresikan oleh ginjal).
Gagal ginjal akut (acute renal failure)adalah sekumpulan gejala yang
mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. Gagal Ginjal Akut
(GGA)adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik
pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak
dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa
oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeotasis tubuh.

B. ETIOLOGI.
Sampai saat ini para praktisi klinik masih membagi etiologi gagal ginjal akut
dengan tiga kategori meliputi :
a. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperpusi
ginjal dan turunnya laju filtrasi glomeruls. Gagal ginjal akut Prerenal
merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau
morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera
diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).
Kondisi ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan
dari gastrointestinal pankreatitis, pemakaian diuretik yang
berlebihan.
2. Fasodilatasi (sepsis atau anafilaksis)
3. Penurunan curah jantung (disaritmia, infark miokard, gagal jantung,
syok kardioenik dn emboli paru)
4. Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis).

1
b. Renal
Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan
ginjal. Kerusakan dapat terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal
ginjal langsung terganggu. Dapat pula terjadi karena hipoperfusi
prarenal yang tak teratasi sehingga mengakibatkan iskemia, serta
nekrosis jaringan ginjal Prosesnya dapat berlangsung cepat dan
mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan–lahan dan akhirnya
mencapai stadium uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan
kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian
menyebabkan nekrosis jaringan ginjal. Beberapa penyebab kelainan ini
adalah :
1) Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik
uremik, renjatan sepsis dan renjatan hemoragik.
2) Glomerulopati (akut) seperti glomerulonefritis akut pasca
sreptococcus, lupus nefritis, penolakan akut atau krisis donor
ginjal.
3) Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan
tumor lain yang langsung menginfiltrasi ginjal dan
menimbulkan kerusakan.
4) Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut akibat
renjatan dan iskemia lama, nefrotoksin (kloroform, sublimat,
insektisida organik), hemoglobinuria dan mioglobinuria.
5) Pielonefritis akut (jarang menyebabkan gagal ginjal akut)
tapi umumnya pielonefritis kronik berulang baik sebagai
penyakit primer maupun sebagai komplikasi kelainan
struktural menyebabkan kehilangan faal ginjal secara
progresif.
6) Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi
progresif.
c. Pascarenal / Postrenal
GGA pascarenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin
cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Etiologi
pascarenal terutama obstruksi aliran urine pada bagian distal ginjal, ciri
unik ginjal pasca renal adalah terjadinya anuria, yang tidak terjadi pada
gagal renal atau pre-renal. Kondisi yang umum adalah sebagai berikut :
1. Obstruksi muara vesika urinaria: hipertropi prostat< karsinoma
2. Obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih, bekuan
darah atau sumbatan dari tumor (Tambayong, 2000).

2
C. Patofisiologi.
Patofisiologi Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi tiga
stadium, yaitu sebagai berikut:
A. Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam
sesudah terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2
liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin
sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai
kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase
ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan
oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya
diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala,
kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin
kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma
terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum
urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).
B. Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran urine meningkat sampai
lebih dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam.
Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi
pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea,
dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus
yang sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam
dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar urea darah
dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat
mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya di
uresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami
kemajuan klinis yang benar.
C. Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan
selama masa itu, produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan

3
fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan
pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa
pasien tetap mende rita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang
permanen.

4
D. Tanda dan gejala
Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut, yaitu sebagai
berikut:
1. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual,
muntah, diare, pucat (anemia), dan hipertensi.
2. Nokturia (buang air kecil di malam hari)
3. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan
yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)
4. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki
5. Tremor tangan
6. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi
7. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat
dijumpai adanya pneumonia uremik.
8. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan
kejang)
9. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung
darah, berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
10. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju
endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein),
perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada
kerusakan glomerulus.
11. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA
ditemukan lebih menonjol yaitu gejala kelebi hancairan berupa gagal
jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa
hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.
E. Komplikasi.
1. Hiperkalemia
2. Hipertensi
3. Anemia
4. Asidosis metabolic
5. Kejang

5
F. Pemeriksaan penunjang.
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas
b. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat
jenis.
c. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam
urat.
d. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
e. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia,
hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan
hiperfosfatemia.
f. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang
terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak.
g. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan
adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin.
h. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit
ginjal, contoh: glomerulonefritis, piolonefritis dengan
kehilangan kemampuan untuk memekatkan; menetap pada
1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
i. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis
tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.
j. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan
kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1. K
k. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna
menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan
peningkatan bermakna.
l. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40
mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
m. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolic
n. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma,
tumor, atau peningkatan GF.

6
o. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan
kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga
ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan
infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada
proteinuria minimal.
p. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui
infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan
dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada
NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular 2.
2. Darah
a. Hb. : menurun pada adanya anemia
b. Sel Darah Merah: Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan/penurunan hidup.
c. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena
penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen
dan hasil akhir metabolisme.
d. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
e. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama
dengan urine.
f. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah merah).
g. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
h. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
i. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
j. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam
amino esensial
3. CT Scan
4. MRI

7
5. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam/basa.

G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.


a. Pengkajian Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni
identitas klien dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang
meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis.
Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita
dari rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang
menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada
umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab
data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan,
hubungan dengan si penderita.
b. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan fase diuresis dari
gagal ginjal akut.
b. Pola nafas nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
pH pada ciaran serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru
efek sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi
cairan interstisial dari edema paru pada respons asidosis
metabolik.
c. Risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari
abnormalitas elektrolit dan uremia.
c. Intervensi
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan fase diuresis dari
gagal ginjal akut.
Tujuan: Setelah dilakukannya asuhan keperawatan selama 1x24
jam diharapkan defisit volume cairan dapat teratasi
Kriteria: Klien tidak mengeluh pusing, membran muosa
lembab, turgor kulit normal, ttv normal, CRT < 2 detik, urine
>600 ml/hari

8
Laboratorium: nilai hematokrit dan protein serum meningkat,
BUN/kreatinin menurun\
Intervensi:
1. Monitoring status cairan (turgor kulit, membran mukosa,
urine output)
R: Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan
status cairan Penurunan volume cairan mengakibatkan
menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada
produksi urine <600 ml/hari karena merupakan tanda-tanda
terjadinya syok hipovolemik.
2. Kaji keadaan edema
R: Edema menunjukan perpindahan cairan karena
peningkatan permeabilitas sehingga mudah ditensi oleh
akumulasi cairan walaupun minimal, sehingga berat badan
dapat meningkat 4,5 kg
3. Kontrol intake dan output per 24 jam.
R: Untuk mengetahui fungsi ginjal, kebutuhan penggantian
cairan dan penurunan kelebihan resiko cairan.
4. Timbang berat badan tiap hari.
R: Penimbangan berat badan setiap hari membantu
menentukan keseimbangan dan masukan cairan yang tepat.
5. Beritahu keluarga agar klien dapat membatasi minum.
R: Manajemen cairan diukur untuk menggantikan
pengeluaran dari semua sember ditambah perkiraan yang
tidak nampak. Pasien dengan kelebihan cairan yang tidak
responsif terhadap pembatasan caiaran dan diuretic
membutuhkan dialysis.
b. Pola nafas nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
pH pada ciaran serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru
efek sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi
cairan interstisial dari edema paru pada respons asidosis
metabolik.

9
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam
diharapkan tidak terjadi perubahan pola nafas
Kriteria: klien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal 16-20
x/menit
Intervensi:
1. Kaji faktor penyebab asidosis metabolik.
R: Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan
gambaran sejauh mana terjadi kegagalan
ginjal. Mengeidentifikasi untuk mengatasi penyebab dasar
dari asidosis metabolic.
2. Monitor ketat TTV.
R: Perubahan TTV akan memberikan dampak pada risiko
asidosis yang bertambah berat dan berindikasi pada
intervensi untuk secepatnya melakukan koreksi asidosis.
3. Istirahatkan klien dengan posisi fowler.
R: Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal
istirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan
tenaga cadangan jantung, dan menurunkan tekanan darah.
4. Ukur intake dan output.
R: Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine
output.
5. Kolaborasi berikan cairan ringer laktat secara intravena.
R: Larutan IV ringer laktat biasanya merupakan cairan
pilihan untuk memperbaiki keadaan asidosis metabolik
dengan selisih anion normal, serta kekurangan volume ECF
yang sering menyertai keadaan ini.
c. Risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari
abnormalitas elektrolit dan uremia.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam
diharapkan kejang berulang tidak terjadi
Kriteria: klien tidak mengalami kejang

10
Intervensi:
1. Kaji dan catat faktor-faktor yang menurunkan kalsium dari
sirkulasi.
R: Penting artinya untuk mengamati hipokalsemia pada klien
berisiko. Perawat harus bersiap untuk kewaspadaan kejang
bila hipokalsemia
2. Kaji stimulus kejang.
R: Stimulus kejang pada tetanus adalah rangsang cahaya dan
peningkatan suhu tubuh.
3. Monitor klien yang berisiko hipokalsemi
R: Individu berisiko terhadap osteoporosis diinstruksikan
tentang perlunya masukan kalsium diet yang adekuat; jika
dikonsumsi dalam diet, suplemen kalsium harus
dipertimbangkan.
4. Hindari konsumsi alkohol dan kafein yang tinggi.
R: Alkohol dan kafein dalam dosis yang tinggi menghambat
penyerapan kalsium dan perokok kretek sedang
meningkatkan ekskresi kalsium urine
5. Garam kalsium parenteral
R: Garam kalsium parenteral termausk kalsium glukonat,
kalsium klorida, dan kalsium gluseptat. Meskipun kalsium
klorida menghasilkan kalsium berionisasi yang secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan jumlah akuimolar
kalsium glukonat, tetapi cairan ini tidak sering digunakan
karena cairan tersebut l ebih mengiritasi dan dapat
menyebabkan peluruhan jaringan jika dibiarkan
menginfiltrasi.

11
GAGAL GINJAL KRONIK.
A. Pengertian.
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron)
yang berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan
menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik)
sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan
menimbulkan gejala sakit.
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progres dan cukup lanjut (&lamet &uyono, 2001).

B. Etiologi
a. penyakit Hipertensi
b. Gout menyebabkan nefropati gout.
c. Diabetes Mellitus yang menyebabkan nefropati DM.
d. gangguan metabolisme
e. SLE yang menyebabkan nefropati SLE.
f. Riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular.
g. Riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular.
h. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke
penyakit ginjal genetik) / herediter
i. infeksi, penyakit hipersensitif
j. penyakit peradangan, lesi obstruksi pada traktus urinarius
k. nefropatik toksik dan neoropati obstruksi.

C. Patofisiologi dan pathway


Penyebab dari gagal ginjal kronik biasanya dipengaruhi oleh
penyakit sistemik seperti diabetes melitus, glumerulonefritis, pielonefritis,
hipertensi yang tidak dikontrol, obtruksi traktus urinarius, penyakit ginjal
polikistik, infeksi dan agen toksik. fungsi renal menurun, produk akhir
metabolisme protein (yang normalnya dieksresikan kedalam urine)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh, semakin banyak yang timbunan produk sampah, maka gejala akan

12
semakin berarti dan akan membaik setelah dialisis. Banyak permasalahan
yang muncul pada ginjal sebagai akibat dari penurunan glomeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan clearens substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Perjalanan penyakitnya dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :
a Stadium I (Penurunan cadangan ginjal).
Fungsi ginjal antara 40 % - 75 %, pada stadiusm ini kreatinin serum dan
kadar urea dalam darah (BUN) normal, pasien asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi kerja yang berat
pda ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan
mengadakan tes Glomerolus Filtrasi Rate (GFR) yang teliti.
b Stadium II (Insufisiensi ginjal)
Fungsi ginjal antara 20 – 50 %, pada tahap ini kadar BUN baru mulai
meningkat melebihi kadar normal. Timbul gejala – gejala nokturia
(pengeluaran urine pada waktu malam hari yang menetap samapai
sebanyak 700 ml, dan poliuria (peningkatan volume urine yang terus
menerus). Poliuria pada gagal ginjal lebih besar pada penyakit terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih
dari 3 liter/hari.
c Stadium III (Uremi gagal ginjal).
Fungsi ginjal kurang dari 10 %, pada stadium akhir sekitar 90 % dari
massa nefron telah hancur, taua hanya sekitar 200.000 nefron yang masih
utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal, kreatinin sebesar 5 –
10 ml per menit atau kurang. Gejala – gejala yang timbul cukup parah
anatara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing
atau sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang – kejang dan
akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Penderita akan
mengalami oliguria (pengeluaran urine kurang dari 500 ml) karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula – mula menyerang
tubulus ginjal.

13
Patofisiologi menurut SmeltzerC, Suzanne, (2002 hal 1448) adalah:
a. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens
kretinin akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh
(BUN) juga akan meningkat.
b. Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
(substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
c. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan
natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif
dan hipertensi.
d. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan
menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan
memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh
tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya
kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan
penyakit tulang.

14
Pathway Gagal Ginjal Kronik

berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya


penuruna fungsi ginjal

mekanisme kompensasi dan adaptasi dair nefron menyebabkan kematian


nefron meningkat membentuk jaringan parut dan aliran darah menurun

detruksi struktur ginjal secara progresif


DX: nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
GFR menurun menyebabkan kegagalan
memprtahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit kulit kering dan ppecah

penumpukan toksik uremik di dlm darah, DX: gg


ketidak seimbangan cairan dan elektroli integritas kulit

vol cairan↑ aktivitas SRAA asidosis metabolik sindrom uremik

gangguan kondisi DX: kelebihan


hipertensi sistemik pernafasan kussmaul, letargi,
elektrikal otot vol cairan
kesadaran↓ , edema sel otak,
ventrikal
beban kerja jantung↑
aritmia resiko tinggi kejang
DX: curah jantung↓
perubahan proses fikir
penurunan perfusi penurunan curah jantung, penurunan
serebral perfusi jaringan

deposit kalsium osteodistrofi ginjal


tulang↓

DX: intoleransi
kelemahan fisik aktivitas

15
D. Tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1. Kardiovaskuler :
a. Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron)
b. Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
c. Edema periorbital
d. Gagal jantung kongestif
e. Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
f. Pembesaran vena leher
g. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi pada
lapisan pericardial oleh toksin uremik), efusi pericardial, penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
h. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan
kalsifikasi metastatic.
2. Dermatologi/integument :
a. Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik
dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan
akibat penimbunan urokrom.
c. Kulit kering, bersisik
d. Kuku tipis dan rapuh
e. Rambut tipis dan kasar
3. Gastrointestinal :
1. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau
ammonia. Akibat lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis
2. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
3. Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan
metabolism di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat

16
metabolism bakteri usus seperti ammonia dan metil guanidine, serta
sembabnya mukosa usus
4. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui
5. Konstipasi dan diare
6. Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis
uremik)
7. Neurologi :
a. Ensefalopati metabolic. Kelemahan dan keletihan, tidak bias tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kelemahan pada tungkai
e. Rasa panas pada telapak kaki
f. Perubahan perilaku
g. Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar,
terutama di telapak kaki.
8. Muskuloskleletal :
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Fraktur tulang
d. Foot drop
e. Restless leg syndrome. Pasien merasa pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakkan
f. Miopati. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot
ekstremitas proksimal.
9. Reproduksi :
a. Atrofi testikuler
b. Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada
laki-laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang
menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic
tertentu (seng, hormone paratiroid). Pada wanita timbul
gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenore

17
10. Hematologi :
a. Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain :
1. Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan
eritropoesis pada sumsum tulang menurun.
2. Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksik
3. Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan
yang berkurang.
4. Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
b. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
c. Gangguan perfusi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan
perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang
serta menurunnya factor trombosit III dan ADP (adenosine
difosfat).
d. Gangguan fungsi leukosit. Fagositosis dan kemotaksis berkurang,
fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun.
11. Endokrin :
a. Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin<15
mL/menit), terjadi penurunan klirens metabolic insulin
menyebabkan waktu paruh hormone aktif memanjang. Keadaan
ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah
akan berkurang.
b. Gangguan metabolisme lemak
c. Gangguan metabolisme vitamin D
12. Sistem lain :
a. Tulang: osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa,
osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatic
b. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai
hasil metabolisme.
c. Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

18
E. Komplikasi.
1. Asidosis metabolic
2. Hiperkalemi
3. Perikarditis, efusi perikardialdan tamponade jantung
4. Hipertensi
5. Anemia
6. Penyakit tulang.

F. Pemeriksaan Penunjang.
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan
penunjang baik pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
b. RFT ( renal fungsi test ) : ureum dan kreatinin
c. LFT (liver fungsi test )
d. Elektrolit :Klorida, kalium, kalsium
e. BGA
2. Urine
a. urine rutin
b. urin khusus : benda keton, analisa kristal batu.
3. pemeriksaan kardiovaskuler
a. ECG
b. ECO
4. Radidiagnostik
a. USG abdominaL
b. CT scan abdominal
c. BNO/IVP, FPA
d. Renogram
e. RPG ( retio pielografi ).

19
G. Konsep Asuhan Keperawatan.
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas pasien : terdiri dari nama (inisial),
2) Usia / tanggal lahir: memang semua usia dapt terkena gagal
ginjal, namun usia pun penting kita ketahui. karena semakin
lansia umumur seseorang, semakin beresiko.
3) Jenis kelamin: pengkajian pada jenis kelamin, pria mungkin
disebabkan oleh hipertrofi prostat.pada wanita disebabkan,
infeksi saluran kemih yanng berulang yang dapat menyebabkan
GGA, serta padaa wanita yang mengalami perdarahan pasca
melahirkan.
4) alamat suku / bangsa: penting kita ketahui, karena alamat juga
mendukung untuk dijadikan data, karena masih banyak daerah
yang kekurang air
5) status pernikahan: disini perlu juga kita ketahui, tentang status
perkawinan, apakah pasangan memiliki riwayatn penyakit ISK,
yang mampu menjadi akibat gagal ginjal.
6) agama / keyakinan: Disini perlu juga kita ketahui, karena masih
banyak masyarakat yang menganut kepercayaan-kepercayaan.
7) pekerjaan / sumber penghasilan: penting juga kita ketahui, untuk
mengetahui sumber penghasilannya dari mana dan seberapa
banyak, karena berpengaruh juga terhadap pola hidup.
8) diagnosa medik: setelah mendapatkan pemeriksaan maka
diagnosa mediknya: Gaagal Ginjal Kronik
9) no. Rm, tanggal masuk: penting juga kita kethui, supaya perawat
tidak salah pasien, dan tanggal masuk masuk juga berperan untuk
menadapatakan data apakah sudah ada perubahan atau semakin
parah.

20
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
keluhan utama yang didapat biasanya berfariasi, mulai dari
urine output sedikit sampe tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidk selera makan (anoreksia), dan gatal pada kulit.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan
pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas
berbau amonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. kaji sudah kemana
saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan
mendapatkan pengobatan apa.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat adanya gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obatan nefrotoksik, BPH, dan
prostatektomi, kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem perkemihan, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit
DM, penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
prediposisi penyebab, penting untuk dikaji mengenai pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
c. Psikososial
adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan
dialisis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. lamanya perawatan, dan banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan
konsep diri, dan gangguan peran pada keluarga.

21
b. Pola kebutuhan
a. Aktifitas /istirahat
Gejala:
1. kelelahan ekstrem, kelemahan malaise
2. Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda:Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
b. Sirkulasi
Gejala:
1. Riwayat hipertensi lama atau berat
2. Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
1. Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki,
telapak tangan
2. Disritmia jantung
3. Nadi lemahhalus, hipotensi ortostatik
4. Friction rub pericardial
5. Pucat pada kulit
6. Kecenderungan perdarahan
c. Integritas ego
Gejala:
1. Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
2. Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda:Menolak, ansietas, takut, marah , mudah terangsang, perubahan
kepribadian
a. Eliminasi
Gejala:
1. Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
2. Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda:
a. Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan
b. Oliguria, dapat menjadi anuria

22
b. Makanan/cairan
Gejala:
1. Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
2. Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada
mulut ( pernafasan amonia)
Tanda:
a. Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
b. Perubahan turgor kuit/kelembaban
c. Edema (umum,tergantung)
d. Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
e. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga
c. Neurosensori
Gejala:
1. Sakit kepala, penglihatan kabur
2. Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar
pada telapak kaki
3. Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya
ekstrimitasbawah (neuropati perifer)
Tanda:
1. Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma
2. Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
3. Rambut tipis, uku rapuh dan tipis
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyei panggu, sakit kepala,kram otot/nyeri kaki
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

23
e. Pernapasan
Gejala:
1. nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa
Sputum
Tanda:
a. takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul
b. Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
f. keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda: pruritus,Demam (sepsis, dehidrasi),Seksualitas
Gejala: Penurunan libido, amenorea,infertilitas
2. Diagnosa
a. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan
dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal
b. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme,
anoreksi, mual, muntah
c. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan
volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
3. Intervensi
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan
dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam, tidak terjadi kelebihan volume
cairan
Kriteria Hasil:klien tidak sesak nafas , edema ekstermitas berkurang,
produksi urine >600ml/hari
Intervensi Rasional
a. kaji adanya edema ekstermitas a. untuk mengetahui kelebihan
vollume cairan
b. anjurkan klien untuk melakukan tirah b. untuk meningkatkan deuresis
baring pada saat edema masih terjadi yang bertujuan untuk
mengurangi edema.

24
c. kaji tekanan darah c. sebagai salah satu cara untuk
mengetahui peningkatan
jumlah cairan yang dapat
diketahui dengan
meningkatkan beban kerja
jantung yang dapat diketahui
dari meningkatnya tekenan
darah
d. ukur intake dan output d. untuk mengetahui retensi
penuruna natrium dan output.
e. timbang berat badan e. untuk mengetahui perubahan
tiba2 dari berat badan
menunjukan keseimbangan
cairan.
f. berikan oksigen tambahan dengan f. untuk meningkatkan sediaan
kanula nasal/ masker sesuai dengan oksigen untuk kebutuhan
indikasi. miokard untuk melewati efek
hipoksia.
g. kolaborassi g. kolaborasi
 berikan diet tanpa garam  karena natrium meningkatkan
retensi cairan dan
meningkatkan volume
plassma.
 berikan diet rendah protein dan  untuk menurunkan
tinggi kalori insufesiensi renal dan retensi
nitrogen yang akan
meningkatkan BUN. diet
tinggi kalori untuk untuk
cadangan energi dan
mengurangi katabolisme
protein.

25
 berika deuritik (furosemide,  untuk menurunkan volume
spironolakton, hidronolakton) plasma dan menurunkan
retensi cairan.
 lakukan dialisis  untuk menurunkan volume
cairan yang berlebihan.
2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme,
anoreksi, mual, muntah
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam klien mampu mempertahankan
status nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin
dalam batas normal.
Intervensi Rasional
a. Kaji status nutrisi a. untuk mampu Mengetahui
kebutuhan nutrisi dalam
b. Kaji/catat pola dan pemasukan diet tubuh
b. untuk tetap menjaga
keseimbangan nutrisi dalam
c. Kaji factor yang berperan merubah tubuh
masukan nutrisi : mual, anoreksia c. untuk mengetahui penyebab
mual dan anoreksia akibat
dari nutrisi kurang dari
d. Berikan makanan sedikit tapi kebutuhan tubuh.
sering, sajikan makanan kesukaan d. Untuk mempertahankan
kecuali kontra indikasi keseimbangan nutrisi dan
e. Lakukan perawatan mulut, berikan energi
penyegar mulut e. untuk tetap menjaga
kesegeran mulut dan
f. Timbang BB tiap hari menghindari mual muntah
f. untuk mengetahui status
perubahan nutrisi

26
3. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan
volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam, klien dapat mempertahankan curah
jantung yang adekuat
Kriteria Hasil:
a. TD dan HR dalam batas normal
b. Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi Rasional
a. Auskultasi bunyi jantung dan a. untuk mengetahui Adanya
paru takikardia frekuensi jantung tidak
teratur
b. Kaji adanya hipertensi b. Hipertensi dapat terjadi karena
gangguan pada sistem aldosteron-
renin-angiotensin (disebabkan
oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, c. untuk mengetahui tingkat dan
perhatikan lokasi, rediasi, sekala nyeri pada gagal ginjal
beratnya (skala 0-10) kronik
d. Kaji tingkat aktivitas d. Untuk mengetahui respon
terhadap aktivitas

27
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Egran, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I. Jakarta:
EGC. Nursalam, Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dnegan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Smeltzer, Suzanne C
dan
Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk
Keperawatan. Jakarta: EGC Arif Muttaqin, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan
Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba Medika: Jakarta
Brunner and Suddarth, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Jilid 2, EGC,
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :
EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

28

Anda mungkin juga menyukai