Anda di halaman 1dari 145

1

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI DI BAGIAN
OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI RSUP Dr. M.HOESIN
PALEMBANG PADA ERA BPJS

Penyaji
Dr. Achmadi Sulistyo Nugroho

Pembimbing
Dr. H. Azhari, SpOG(K)
Dr. Awan Nurtjahyo, SpOG(K)
Dr. Theodorus, M.MedSc

Penguji
DR.Dr.H.Ferry Yusrizal,SpOG(K),MKes
Dr.H.A.Abadi,SpOG(K)
Prof.Dr.H.Syakroni Daud Rusydi,SpOG(K)
Dr.Zaimursyaf,SpOG(K)
Dr.H.Amir Fauzi,SpOG(K)

BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMAD HOESIN
PALEMBANG
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara keempat dengan jumlah penduduk terbanyak
didunia setelahRepublik Rakyat Cina, India, dan Amerika Serikat. Jumlah
penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah
237.556.363 jiwa, yang terdiri atas 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783
perempuan. Dengan sebagian besar penduduknya beragama islam.1
Masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia salah satunya adalah laju
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi.Laju Pertumbuhan Penduduk yang
diharapkan menjadi 1,1 % pada tahun 2014, justru naik 0,4 % dari 1,45 %
(sensus penduduk tahun 2000) menjadi 1,49 % (sensus penduduk tahun 2010).
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut akan berpengaruh terhadap
tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk.1
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI),
Angka Fertilitas Total (Total Fertility Rate/TFR) stagnan pada angka 2,6 anak
per wanita di tiga kali periode SDKI (2002, 2007, 2012). Padahal targetRencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di tahun 2014 harus sudah
berada pada posisi 2,1 anak. Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (Contraseptive
Prevalency Rate/CPR), terutama metode modern masih pada posisi 57,9 %
(SDKI 2012). Angka tersebut hanya naik 0,4 persen dari survei sebelumnya
(57,4 % pada SDKI 2007), padahal di tahun 2014 diharapkan sudah menjadi
65%.Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) yang pada 2014
diharapkan turun menjadi 5%, saat ini masih berada pada angka 11,4% (SDKI
2012) dari 9,1% (SDKI 2007).Angka Kelahiran Kelompok Umur Tertentu (Age
Specific Fertility Rate/ASFR), terutama kelompok umur 15 – 19 tahun masih
pada angka 48 kelahiran/1.000 (SDKI 2012) perempuan kelompok umur
tersebut. Padahal target RPJMN di tahun 2014 harus sudah menjadi 30
3

kelahiran.2
Perhatian pemerintah Indonesia terhadap masalah kependudukan telah
dimulai sejak ditandatanganinyadeklarasi mengenai kependudukan oleh para
pemimpin dunia termasuk Presiden Suharto pada tahun1967. Dalam deklarasi
tersebut dinyatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi
merupakanmasalah yang harus ditanggulangi karena mengecilkan arti
pembangunan dalam bidang ekonomi. Untukmelaksanakan kebijakan
kependudukan, pemerintah telah mencanangkan berbagai program, salah
satunyaadalah program keluarga berencana (KB). Program KB memiliki makna
yang sangat strategis, komprehensif dan fundamental dalam mewujudkan
manusia Indonesia yang sehat dan sejahtera. Undang-Undang ( UU ) Nomor 52
Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
menyebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya untuk mengatur
kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui
promosi, perlindungan dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas.1,3
Proyeksi jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di seluruh Indonesia tahun
2012 mencapai 48,2 jutaPUS dengan persentasepeserta KB mencapai61.9%,
yang terdiri dari peserta KB modern 57.9% dan KB tradisional mencapai
4.0%.Persentase peserta KB modern menurut metode kontrasepsi di
Indonesia:Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)3.9%, Metode Operatif
Wanita ( MOW ) 3.2%, Metode Operatif Pria ( MOP ) 0.2%, implan 3.3%,
kondom 1.8%, suntik 31.9%, pil 13,6%. Persentase peserta KB tradisional
menurut metode kontrasepsi di Indonesia:pantang berkala 1.3%, sanggama
terputus 2.3%, dan cara lainnya 0.4%.4
Sedangkan persentase peserta KB modern menurut metode kontrasepsi di
provinsi Sumatera Selatan: Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 1.6%,
Metode Operatif Wanita (MOW) 2.6%, Metode Operatif Pria (MOP) 0.1%,
implan 5.6%, kondom 1.4%, suntik 43.7%, pil 9.5%. Persentase peserta KB
tradisional menurut metode kontrasepsi di Indonesia : pantang berkala 0.9%,
sanggama terputus 2.3%, dan cara lainnya 0.1%.4
4

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Husein Palembang sebagai salah
satu pusat rujukan layanan KB di Sumatera memberikan layanan KB khususnya
untuk metode kontrasepsi jangka panjang ( MKJP/implan, AKDR serta MOW).
Hal ini disebabkan sudah terdapat pembagian pelayanan KB, bahwa untuk KB
metode kondom pil maupun suntik pelayanan dapat dilakukan di Bidan Praktek
Swasta ( BPS ) atau di Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas ) sebagai salah
satu layanan primer KB.
Selama Tahun 2013 jumlah pemakaian Implan di RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang sebanyak 71akseptor ( 7,1 % ), insersi IUD sebanyak 687 akseptor
(68,7 % ) dan MOW sebanyak 241 akseptor ( 24,1 % ). Sedangkan untuk tahun
2014 pemakaian Implan di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang sebanyak 25
akseptor ( 2,5 % ), insersi IUD sebanyak 627 akseptor (62,7 % ) dan MOW
sebanyak 270 akseptor ( 27 % ).
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan program KB secara
nasional tersebut diantaranya adalah pengadaan alat kontrasepsi yang masih
kurang, jumlah petugas KB lapanganyang dapat melakukan konseling dengan
baik masih minim, serta kebijakan pemerintah di tiap daerah tidak sama.2,5
Pemilihanmetode kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku
kesehatan, terutama bagi perempuan.Tim kerja WHO menganalisa bahwa yang
menyebabkan seseorang berperilaku kesehatan tertentu adalah karena adanya
empat alasan pokok, yaitu :6
1. Pemahaman dan Pertimbangan ( Thoughts adan feeling ), yakni dalam
bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan dan
penilaian-penilaian seseorang terhadap objek ( dalam hal ini adalah objek
kesehatan ).
a. Pengetahuan.
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang
lain.
b. Kepercayaan.
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek.
5

Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyainan dan tanpa


adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap.
Sikap menggambarkan suka atau sukanya seseorang terhadap objek.
Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang
lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang menjauhi atau
mendekati orang lain atau objek lain. Sikap terhadap nilai-nilai
kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini
disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain :
1) Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung situasi pada
saat itu. Misalnya, seorang ibu yang ingin suntik KB karena pada
hari itu memang jadwal dia untuk suntik KB ulang, tetapi pada saat
itu ia tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia gagal untuk
suntuk ulang KB pada hari itu.
2) Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu
kepada pengalaman orang lain.
3) Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan berdasarkan
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB
dengan alat kontrasepsi IUD mengalami pendarahan. Meskipun
sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak
mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apapun.
4) Nilai ( value ).
Didalam masyarakat apapun akan selalu berlaku nilai-nilai yang
menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup
bermasyarakat.
2. Orang penting sebagai referensi ( personal references ).
Perilaku orang lebih-lebih perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi
oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang tersebut
dipercaya, maka apa yang ia katakan atau perbuatan cenderung untuk
dicontoh. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok
referensi ( reference group ), antara lain guru, alim ulama, kepala adat,
6

kepala desa dan lainnya.


3. Sumber-sumber daya ( resources ).
Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok
masyarakat.
4. Kebudayaan ( culture ), kebiasaan, nilai-nilai, tradisi-tradisi.
Sumber-sumber didalam suatu masayarakat akan menghasilkan suatu pola
hidup ( way of life ) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan
ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan
masyarakat yang bersama. Kebudayaan selalu bearubah baik seecara cepat
atau lambat, sesuai dengan peradaban umat manusia. Perilaku yang normal
adalah salah satu aspek kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan
mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.
Dari hal-hal tersebut dapat dilihat bahwa banyak alasan seseorang untuk
berperilaku. Oleh sebab itu perilaku yang sama antara beberapa orang dapat
disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda-beda. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan
oleh pemikiran dan perasaan atau pertimbangan seseorang, adanya orang lain
yang dijadikan referensidan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat
mendukung perilaku seseorang.6
Banyak faktor yang mempengaruhi perempuan dalam memilih metode
kontrasepsi. Lawrence Green menganalisis perilaku manusia dari tingkat
kesehatan. Perilaku tersebut ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu faktor
predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam karakteristik,
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya; faktor
pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan sosial,
ketersediaan atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan; dan faktor
pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam dukungan dari orang
terdekat, dukungan sikap dan perilaku petugas kesehatan dalam memberikan
pendidikan kesehatan, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.6
7

Hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan determinan


pemilihanmetode kontrasepsi pada wanita usia subur yaitu penelitian Sulistio,
dimana ada empat variabel independen yang memiliki hubungan dengan
pemilihan metode kontrasepsi yaitu umur ibu, pendidikan, jumlah anak hidup,
dan umur anak terakhir. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh
Noviyantimengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat
kontrasepsi pada wanita di Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes
menunjukkan ada hubungan umur, pendidikan, pengetahuan, komunikasi KB,
ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan, peran petugas dengan
pemakaian alat kontrasepsi.Penelitian oleh Syamsiahmengenai dukungan suami
dalam pemilihan alat kontrasepsi pada peserta KB di Kelurahan Serasan Jaya
Sumatera Selatan menyimpulkan adanya hubungan antara dukungan suami
dalam pemilihan alat kontrasepsi.7,8,9
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), BPJS Kesehatan sebagai
Badan Pelaksana merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional ini adalah untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada
setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Sedangkan manfaat atau faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta
dan/atau anggota keluarganya adalah setiap peserta berhak untuk memperoleh
Jaminan Kesehatan yang bersifat komprehensif. Untuk pelayanan KB
kewajiban yang harus dipenuhi oleh BPJS kesehatan meliputi pelayanan : 5
a) Kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga
yang membidangi keluarga berencana.
b) Penyediaan dan distribusi vaksin dan alat kontrasepsi dasar menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
c) BPJS Kesehatan hanya membiayai jasa pelayanan pemberian vaksin dan
alat kontrasepsi dasar yang sudah termasuk dalam kapitasi, kecuali untuk
8

jasa pelayanan pemasangan IUD/Implan dan Suntik di daerah perifer.


Untuk dapat memperoleh pelayanan kontrasepsi di poliklinik KB Rumah
Sakit Dr. Moh. Hoesin Palembang,calon akseptor KB dapat memakai kartu
jaminan BPJS maupun asuransi lainnya ataupun peserta dapat mendaftar
sebagai pasien umum di Rumah Sakit Dr. Moh. Hoesin Palembang yang
tentunya disertai dengan persyaratan administratif sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit Dr. Moh. Hoesin Palembang.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
faktor-faktor yang berhubungan denganpemilihan metodekontrasepsi di Rumah
Sakit Umum Pusat ( RSUP ) Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada era BPJS.

B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana gambaran perilaku wanita pasangan usia subur dalam memilih
metode kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada era
BPJS.
2. Bagaimana gambaran faktor predisposisi : karakteristik (umur,
kepercayaan, jumlah anak, tingkat pendidikan), tingkat pengetahuan, dan
sikap ibu; faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, ketersediaan
sumber daya manusia, alur rujukan dan informasi petugas pelayanan); dan
faktor pendorong (dukungan suami, sikap petugas kesehatan) dengan
pemilihan metode kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
pada era BPJS.
3. Bagaimana hubungan antara faktor predisposisi : karakteristik (umur,
kepercayaan, jumlah anak, tingkat pendidikan), tingkat pengetahuan, dan
sikap ibu; faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, ketersediaan
sumber daya manusia, alur rujukan dan informasi petugas pelayanan dan
faktor pendorong (dukungan suami, sikap petugas kesehatan) dengan
pemilihan metode kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
pada era BPJS.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
9

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode


kontrasepsi pada wanita di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada
era BPJS.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran perilaku wanita pasangan usia subur dalam
pemilihan kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada
era BPJS.
b. Mengetahui hubungan antara faktor predisposisi : karakteristik (umur,
kepercayaan, jumlah anak, tingkat pendidikan), tingkat pengetahuan, dan
sikap ibu; faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, ketersediaan
sumber daya manusia, alur rujukan, dan informasi petugas pelayanan);
dan faktor pendorong (dukungan suami, sikap petugas kesehatan) dengan
pemilihan metode kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang pada era BPJS.
c. Menganalisis hubungan antara karakteristik (umur, kepercayaan, jumlah
anak, tingkat pendidikan) dengan pemilihan metode kontrasepsi di RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada era BPJS.
d. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pemilihan
metode kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada era
BPJS.
e. Menganalisis hubungan antara sikap ibu dengan pemilihan metode
kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada era BPJS.
f. Menganalisis hubungan antara ketersediaan alat kontrasepsi dengan
pemilihan metode kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang pada era BPJS.
g. Menganalisis hubungan antara alur rujukan dengan pemilihan metode
kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada era BPJS.
h. Menganalisis hubungan antara informasi petugas pelayanan dengan
pemilihan metode kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang pada era BPJS.
i. Menganalisis hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan metode
10

kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada era BPJS.


j. Menganalisis hubungan antara sikap petugas dengan pemilihan metode
kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada era BPJS.

A. Hipotesis Penelitian
Pernyataan hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Terdapat hubungan bermakna mengenai karakteristik, tingkat pengetahuan,
sikap ibu, ketersediaan alat kontrasepsi, sumber daya manusia, alur rujukan,
informasi petugas, dukungan suami dan sikap petugas terhadap pemilihan
metode kontrasepsi.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi terkait
a. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN )
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan untuk
membuat program dalam upaya peningkatan penggunaan kontrasepsi.
b. RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Penelitian ini dapat dijadikan sarana evaluasi dalam memberikan
pelayanan kontrasepsi sehingga dapat meningkatkan penggunaan
kontrasepsi di wilayah kerja.
c. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
Hasil penelitian ini dapat dijadikan perbandingan untuk penelitian lebih
lanjut dan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan komunitas, terutama
pelayanan keluarga berencana.
2. Bagi masyarakat
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat terutama pasangan usia subur untuk memahami
manfaat, kelebihan, dan efek samping setiap metode kontrasepsi sehingga
mereka termotivasi untuk menggunakan kontrasepsi.

BAB II
11

TINJAUAN PUSTAKA

A. KELUARGA BERENCANA
1. Definisi Keluarga Berencana
Sesuai dengan UU No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sebagai pengganti Undang-
Undang No. 10 tahun 1992, KB didefinisikan sebagai upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan umur ideal melahirkan, mengatur kehamilan,
melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.3
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ( WHOexpert committee, 1970 )
Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu / pasangan
suami istri untuk mendapatkan obyektif – obyektif tertentu, menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur interval diantara kehamilandan
menentukan jumlah anak dalam keluarga.10
2. Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan gerakan KB nasional ialah mewujudkan keluarga kecil bahagia
sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera
melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia.11
Menurut UU no 52 tahun 2009, Kebijakan keluarga berencana bertujuan
untuk: 5
a. mengatur kehamilan yang diinginkan
b. menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak
c. meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan
pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
d. meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga
berencana
e. mempromosikan ASI eksklusif sebagai upaya untuk menjarangkan
jarak kehamilan.
3. Sasaran Keluarga Berencana
Sasaran program KB seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
12

Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) 2009 – 2014 adalah :10


a. Angka kelahiran total (TFR) sebesar 2,36 anak per wanita usia subur.
b. Angka penggunaan kontrasepsi (CPR) sebesar 60,1 persen.
c. Angka kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) sebesar 6,5
persen.
d. Peserta KB baru (PB) sebesar 7,6 juta.
e. Peserta KB aktif (PA) sebesar 29,8 juta.
f. Peserta KB baru (PB) keluarga miskin (KPS dan KS-1) sebesar 4,05
juta.
g. Peserta KB aktif (PA) keluarga miskin (KPS dan KS-1) sebesar 13,1
juta.
h. Persentase peserta KB menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang (MKJP) sebesar 27,5 juta.
i. Menurunnya ASFR 15-19 Tahun dari 48 (SDKI 2012) menjadi 30
perseribu Perempuan
j. Meningkatnya usia kawin pertama perempuan dari 19 tahun menjadi
sekitar 21 tahun.
k. Meningkatnya peserta KB baru Pria dari 3,5 persen menjadi sekitar 5
persen.
l. Meningkatnya kesertaan ber-KB PUS Pra S dan KS-1 anggota
kelompok usaha ekonomi produktif dari 80 persen menjadi 82 persen,
dan pembinaan keluarga menjadi sekitar 70 persen.
m. Meningkatnya partisipasi keluarga yang mempunyai anak dan remaja
dalam kegiatan pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak
melalui Poktan BKB dari 3,2 juta menjadi 5,5 juta Keluarga Balita, dan
BKR dari 1,5 juta menjadi 2,7 juta keluarga remaja.

B. KONTRASEPSI
1. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata ‘kontra’ berarti mencegah atau melawan, dan
‘konsepsi’ yang berarti pertemuan antara sel telur matang dan sel sperma
13

yang dapat mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah cara untuk


menghindari dan mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
antara sel telur matang dengan sel sperma.12
2. Tujuan Pelayanan Kontrasepsi
Pelayanan kontrasepsi mempunyai dua tujuan :13
a. Tujuan umum adalah pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan
gagasan KB yaitu dihayatinya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
( NKKBS ).
b. Tujuan Pokok yaitu penurunan angka kelahiran yang bermakna.
3. Pola Dasar Penggunaan Kontrasepsi
Perencanaan menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera perlu dibuat
dalam rangka menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia
yang terlalu muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada
usia tua.10
Agar dapat mewujudkan pelaksanaan pola perencanaan keluarga dengan
baik maka diperlukan penggunaan kontrasepsi yang rasional yang sifatnya
sesuai dengan ciri – ciri setiap periode perencanaan keluarga tersebut :10
a. Fase menunda kehamilan
Masa menunda kehamilan pertama, sebaiknya dilakukan pada PUS
dengan usia istri <20 tahun. Kontrasepsi yang banyak dipilih adalah pil
oral. Karakteristik kontrasepsi yang diperlukan adalah :
1. Reversibilitas yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan terjamin
100% karena pada masa ini, peserta belum memiliki anak.
2. Efektivitas yang tinggi, karena kegagalan akan menyebabkan
terjadinya kehamilandengan risiko tinggi.
b. Fase menjarangkan kehamilan
Periode usia istri antara 20-35 tahun merupakan usia yang paling baik
untuk hamil dan melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak
antara kelahiran adalah 2-4 tahun. Kriteria kontrasepsi yang diperlukan
adalah efektivitas yang tinggi, reversibilitas tinggi, dapat digunakan 3-4
tahun sesuai jarak kelahiran yang direncanakan, dan tidak menghambat
14

produksi air susu ibu. Kontrasepsi yang disarankan adalah Alat


Kontrasepsi Dalam Rahim ( AKDR )sebagai pilihan pertama, lalu
kontrasepsi suntik hormonal, pil kontrasepsi atau implan.
c. Fase mengakhiri kehamilan
Sebaiknya setelah keluarga memiliki 2 anak dan istri berusia >35 tahun,
maka dapat dipertimbangkan untuk menghentikan kehamilan. Kriteria
kontrasepsi yang diperlukan adalah kontrasepsi dengan efektivitas tinggi
sehingga tidak terjadi kegagalan. Selain itu bila akseptor dan pasangan
tidak mengharapkan untuk mempunyai anak lagi, pilihan utamanya
adalah kontrasepsi mantap.
4. Pemilihan Kontrasepsi yang Rasional
Secara umum, persyaratan metode kontrasepsi yang ideal adalah :12,13
a. Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya, artinya tidak akan
menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.
b. Berdaya guna, dalam arti bila digunakan sesuai dengan aturan akan dapat
mencegah terjadinya kehamilan.
c. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan
budaya di masyarakat.
d. Harganya murah supaya dapat dijangkau masyarakat luas.
e. Bila metode tersebut dihentikan penggunaanya, klien akan kembali
kesuburannya kecuali menggunakan kontrasepsi mantap.
Telah diketahui bahwa saat ini belum ada metode kontrasepsi yang
benar-benarideal dan sempurna. Pelayanan informasi keluarga berencana
merupakan suatu intervensi kunci untuk meningkatkan kesehatan
perempuan dan anak, serta merupakan hak asasi manusia, karena
kontrasepsi merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.12
5. Efektifitas
Dalam hubungan dengan pilihan kontrasepsi, klien perlu diberi informasi
tentang :14
- Efektifitas relatif dari berbagai metode kontrasepsi yang tersedia.
- Efek negatif dari kehamilan yang tidak diinginkan pada kesehatan dan
15

risiko kesehatan potensial pada kehamilan dengan kondisi medis


tertentu.

Tabel 1. Efektifitas berbagai metode kontrasepsi


Kehamilan per 100 perempuan dalam 12
Efektifitas Metode Kontrasepsi bulan pemakaian pertama
Dipakai secara biasa Dipakai secara tepat
dan konsisten
Implan 0,05 0,05
Vasektomi 0,15 0,1
Suntikan kombinasi 3 0,05
Sangat Efektif Suntikan DMPA 3 0,3
Tubektomi 0,5 0,5
AKDR Cu T380A 0,8 0,6
Pil progesterone ( 1,0 0,5
masa laktasi )
Efektif dalam Metode Amenore 2 0,5
pemakaian biasa, Laktasi
sangat efektif jika Pil kombinasi 8 0,3
dipakai secara tepat Pil progesterone ( - 0,5
dan konsisten bukan masa laktasi )
Efektif jika dipakai Kondom pria 15 2
secara tepat dan Saanggama Terputus 27 4
konsisten Diafragma+spermisida 29 18
KB alamiah 25 19
Kondom perempuan 21 5
Spermisida 29 18
Tanpa KB 85 85
Kunci 0 – 1 : Sangat efektif
2 – 9 : Efektif
> 10 : Kurang efektif
Dikutip dari Affandi.14

6. Klasifikasi Persyaratan Medis ( Medical EligibilityCriteria)


Keadaan atau kondisi yang mempengaruhi persyaratan medis dalam
penggunaan setiap metode kontrasepsi yang tidak permanen
dikelompokkan dalam 4 kategori :14
1. Kondisi dimana tidak ada pembatasan apapun dalam penggunaan
metode kontrasepsi.
2. Penggunaan kontrasepsi lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan
risiko yang diperkirakan akan terjadi.
3. Tidak dianjurkan, kecuali cara yang terpilih ditolak atau cara yang
dianjurkan tidak tersedia.
16

4. Risiko akan terjadi bila metode kontrasepsi tersebut digunakan.


Khusus untuk kontrasepsi mantap ( tubektomi dan vasektomi ) digunakan
klasifikasi lain, yaitu :14
1. Tidak ada alasan medis yang merupakan kontraindikasi dilakukannya
kontrasepsi mantap.
2. Tindakan kontrasepsi mantap dapat dilakukan, tetapi dengan persiapan
dan kewaspadaan khusus.
3. Sebaiknya tindakan kontrasepsi mantap ditunda sampai kondisi medis
diperbaiki. Sementara itu berikan metode kontrasepsi lain.
4. Tindakan kontrasepsi mantap hanya dilakukan oleh tenaga yang sangat
berpengalaman, dan perlengkapan anestesi tersedia. Demikian pula
fasilitas penunjang lainnya. Diperlukan pula kemampuan untuk
menentukan prosedur klinik serta anestesi yang tepat.

C. METODE KONTRASEPSI
1. Alat Kontrasepsi Dalam rahim ( AKDR ) /Intrauterine Device (IUD)
a. Definisi
AKDR adalah bahan inert sintetik atau bahan kimia aktif yang dipasang
di dalam rongga uterus melalui kanalis servikalis. AKDR dapat
diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga atau
mengandung levonogestrel.AKDR merupakan kontrasepsi yang efektif,
reversibel, dan berjangka panjang (sampai 10 tahun).12
b. Jenis AKDR
1. Copper-T
AKDRini berbentuk T, berukuran kecil, dengan luas 380 mm2, terbuat
dari bahan polyethelene dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan
kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai
efek antifertilisasiyang cukup baik, waktu penggunaan dapat
mencapai 8-10 tahun, dan terdapat benang halus pada ujung bawahnya
yang berfungsi sebagai alat kontrol atau indikator keberadaan
AKDR.AKDR jenis ini mengandung zat kimia inert. 15
17

Disamping itu terdapat juga AKDR yang mengandung zat kimia


aktif progestin, yaitu Mirena dan Skyla. Kedua AKDR tersebut
mengandung levonorgestrel yang akan dilepaskan ke dalam uterus
secara konstan sehingga dapat mengurangi efek sistemik dari
levonorgestrel. Rangka ADKR yang berbentuk T ini pada bagian
vertikalnya terbungkus oleh suatu silinder yang mengandung
levonorgestrel. Dan pada ujung vertikalnya terdapat benang halus
berwarna coklat sebagai alat kontrol.15
Mirena dapat dipakai selama 5 tahun setelah pemasangan. Akan
tetapi terdapat juga bukti yang mendukung efektifitas pemakaian
Mirena selama 7 tahun. Sedangkan Skyla digunakan selama 3 tahun
setelah insersi. Skyla ini mempunyai ukuran yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan Mirena, dan Skyla ini tampaknya lebih sesuai
dipergunakan pada uterus nullipara. Selain itu Skyla dapat dibedakan
dari Mirena secara sonografi dengan adanya cincin berwarna perak
antara lengan dan batang AKDR. 15.
Di PoliklinikPelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit (
PKBRS ) RSUP Dr. M Hoesin Palembang yang tersedia saat ini adalah
Copper T Cu-380 A.

Gambar 1. AKDR, A. Copper T 380 A . B. Mirena


Dikutip dari Cunningham.15

2. Copper-7
AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan
pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32
mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai
luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti halnya lilitan
tembaga halus pada jenis Copper-T. 16
18

Gambar 2. AKDR jenis Copper 7


Dikutip dari Mishell 16

3. Multiload
AKDR ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan
kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung
atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan kawat tembaga
dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah
efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil) dan
mini.16

Gambar 3. AKDR jenis multiload


Dikutip dari Mishell.16

4. Lippes-loop
AKDR ini terbuat dari bahan polyethilene, bentuknya seperti spiral
atau huruf Sbersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang
benang pada ekornya. Lippes-loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda
menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm
(benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam), tipe C berukuran 30
mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe
D.Lippes loop sebagai generasi pertama dipakai selama diinginkan,
19

kecuali bila ada keluhan.20

Gambar 4. AKDR jenis lippes loop


Dikutip dari Mishell.16

c. Mekanisme kerja
AKDR bekerja dengan merangsang respon inflamasi lokal pada
endometrium. Komponen seluler dan humoral dari inflamasi ini
selanjutnya akan mempengaruhi jaringan endometrium dan mukus tuba
falopii, hal ini menyebabkan turunnya viabilitas dan motilitas dari ovum
dan sperma. Pada keadaan dimana tetap terjadi fertilisasi, respon
inflamasi ini akan mengganggu proses implantasi blastosit pada
endometrium. Pada AKDR yang dikombinasikan dengan hormon,
pelepasan progestin jangka panjang menyebabkan atrofi glanduler dan
desidualisasi stroma.21
AKDR tembaga melepaskan tembaga dan garam tembaga bebas yang
mempunyai pengaruh biokimiawi dan morfologi pada endometrium dan
juga menyebabkan perubahan pada mukus serviks serta sekresi
endometrium. Tidakada peningkatan kadar tembaga di dalam serum yang
dapat diukur.Tembagamempunyai banyak kerja spesifik, termasuk
peningkatan produksi prostaglandin serta penghambatan berbagai enzim
endometrium. AKDR tembaga telah dikaitkan dengan peningkatan
respon radang yang ditandai oleh produksi peptida sitokinpada
endometrium, yang dikenal bersifat sitotoksik. Suatu efek spermisidal
tambahan mungkin terjadi dalam mukus serviks.Mekanisme tersebut
berkontribusi dalam keefektifan cara kerja dari masing-masing tipe
AKDR. Beberapa mekanisme kerja AKDR yang telah diajukan adalah
20

:18,19
1) Timbulnya reaksi radang lokal non-spesifik di dalam kavum uteri
sehinga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Di samping
itu, dengan munculnya leukosit Poli Morfo Nuclear ( PMN ),
makrofag, foreign body giant cells, sel mononuclear dan plasma yang
dapat mengakibatkan lisis dari spermatozoa, ovum, atau blastokista.
2) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
3) Gangguan/ terlepasnya blastokista yang telah berimplantasi di dalam
endometrium.
4) Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba falopi.
5) Immobilisasi spermatozoa sat melewati kavum uteri.
6) Untuk AKDR yang mengandung tembaga (Cu) :
a) Antagonis kationik yang spesifik terhadap zinc (Zn) yang terdapat
dalam enzim carbonic anhydrase yaitu salah satu enzim dalam
traktus genitalia, dimana Cu menghambat reaksi carbonic
anhydrase sehingga tidak memungkinkan terjadinya implantasi;
dan mungkin juga menghambat aktivitas alkali phosphatase.
b) Menganggu pengambilan estrogen endogenous oleh mukosa
uterus.
c) Mengganggu jumlah Deoxyribo Nucleic Acid ( DNA ) dalam
endometrium.
d) Menganggu metabolisme glikogen.
e) Penambahan Ag pada AKDR yang mengandung Cu mempunyai
maksud untuk mengurangi fragmentasi dari Cu sehingga Cu lebih
lama habisnya.
7) Untuk AKDR yang mengandung hormon progesteron :
a) Gangguan proses pematangan proliferatif-sekretoir sehingga
timbul penekanan terhadap endometrium dan terganggunya proses
implantasi.
b) Lendir serviks yang menjadi lebih kental/tebal karena pengaruh
21

progestin.
d. Keuntungan dan kerugian
Keuntungan dan kerugian dari alat kontrasepsi AKDR adalah sebagai
berikut :20
Tabel2. Keuntungan dan kerugian dari alat kontrasepsi AKDR
Keuntungan Kerugian
Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari
AKDR dapat efektif segera setelah setelah pemasangan.
pemasangan Perdarahan berat pada waktu haid atau di
Metode jangka panjang (10 tahun proteksi antaranya yang memungkinkan penyebab
dari CuT-380A dan tidak perlu anemia.
diganti) Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila
Sangat efektif karena tidak perlu lagi pemasangannya benar).
mengingat-ingat Tidak mencegah PMS termasuk HIV/AIDS.
Tidak mempengaruhi hubungan seksual Tidak baik digunakan pada klien dengan IMS atau
Meningkatkan kenyamanan seksual karena yang sering berganti pasangan.
tidak perlu takut untuk hamil Penyakit Radang Panggul (PRP) terjadi sesudah
Tidak ada efek samping hormonal dengan perempuan dengan PMS memakai AKDR,
Cu AKDR (CuT-380A) PRP dapat memicu infertilitas.
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik
ASI diperlukan dalam pemasangan AKDR.
Dapat dipasang segera setelah melahirkan Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi
atau sesudah abortus (apabila tidak segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya
terjadi infeksi). menghilang dalam 1 - 2 hari.
Dapat digunakan sampai menopause (1 Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya
tahun lebih setelah haid terakhir). sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus
Tidak ada interaksi dengan obat-obat. melepaskan AKDR.
Membantu mencegah kehamilan ektopik. Ekspulsi AKDR yaitu AKDRkeluar dari uterus
tanpa diketahui yang sering terjadi apabila
AKDR dipasang segera sesudah melahirkan.
Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik
karena topik fungsi AKDR untuk mencegah
kehamilan normal.Perempuan harus
memeriksa posisi benang AKDR dari waktu
ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan
harus memasukkan jarinya ke dalam vagina,
sebagian perempuan tidak mau melakukan
ini.
Dikutip dari Nelson.20

e. Efek samping
Efek samping yang umum terjadi :15
1) Perforasi pada saat pemasangan AKDR
2) Ekspulsi
3) Perubahan menstruasi
4) Infeksi
5) Keguguran jika terjadi kehamilan
22

f. Indikasi dan kontraindikasi


Indikasi dan kontraindikasi kontrasepsi AKDR sebagai berikut :20
Tabel 3. Indikasi dan kontraindikasi kontrasepsi AKDR
Indikasi Kontraindikasi
1. Usia reproduktif 1. Sedang hamil
2. Keadaan nulipara 2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui
3. Menginginkan menggunakan kontrasepsi 3. Sedang menderita infeksi alat genital
jangka panjang (vaginitis, servisitis)
4. Perempuan menyusui yang 4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami
menginginkan menggunakan kontrasepsi atau sering menderita PRP atau abortus
5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui septik
6. Setelah mengalami abortus dan tidak 5. Kelainan bawaan uterus yang abnormal
terlihat adanya infeksi atau tumor jinak rahim yang dapat
7. Risiko PMS rendah mempengaruhi kavum uteri
8. Tidak menghendaki metoda hormonal 6. Penyakit trofoblas yang ganas
9. Tidak menyukai mengingat-ingat minum 7. Diketahui menderita TBC
pil setiap hari (Tuberculosis) pelvik
10. Tidak menghendaki kehamilan setelah 1 8. Kanker alat genital
– 5 hari senggama 9. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm
11. Perokok
12. Pasca keguguran atau kegagalan
kehamilan apabila tidak terlihat adanya
infeksi
13. Gemuk ataupun kurus
14. Penderita tumor jinak payudara
15. Penderita kanker payudara
16. Pusing-pusing, sakit kepala
17. Tekanan darah tinggi
18. Varises di tungkai atau di vulva
19. Diabetes
20. Setelah kehamilan ektopik
Dikutip dari Nelson 20

g. Waktu Pemasangan
Pemasangan AKDR sebaiknya dilakukan pada saat :14,15
1) Mendekati akhir menstruasi normal, ketika servik menjadi lebih
lunak dan berdilatasi.
2) Segera setelah persalinan, selama 48 jam pertama setelah keluarnya
plasenta, atau setelah 6 minggu paskasalin.
3) Segera setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7
hari)apabila tidak ada gejala infeksi.
4) Pada waktu seksio sesarea.
5) Akan tetapi pada dasarnya insersi AKDR dapat dilakukan kapan saja
selama akseptor tidak hamil.
Tabel4. Rekomendasi waktu insersi AKDRsesuai kategori
Kategori Rekomendasi
23

Wanita dengan periode menstruasi Kapan saja saat siklus menstruasi dengan
teratur kepastian tidak hamil
Wanita dengan amenorrea Kapan saja dengan kepastian tidak hamil
Postpartum (termasuk seksio) Mulai 6 minggu postpartum
Postabortus (trimester 1 dan 2 ) Saat terminasi atau secepat mungkin
Ganti kontrasepsi Kapan saja dengan kepastian tidak hamil
Dikutip dari Nelson 20

Gambar 5. Insersi AKDR Copper T 380A.


Dikutip dari Cunningham. 15
2. Kontrasepsi hormonal
Pengaruh korpus luteum yang menghambat ovulasi telah diketahui pada
awal abad ke 20. Pada tahun 1921, Haberlandt melakukan transplantasi
ovarium binatang percobaan yang sedang hamil kepada binatang lain dari
24

spesies yang sama. Ia menemukan kemandulan sementara pada binatang


yang menerima transplantasi. Pada tahun 1930, Allen melakukan isolasi
progesteron, dan pada tahun-tahun berikutnya Bickenbach dan Von
Massenbach menemukan bahwa progesteron, testosteron, dan esterogen
dapat menghambat ovulasi. Barulah pada tahun 1950-an setelah Pincus,
Chang dan Rock menemukan bahwa pemberian progesteron pada hari ke-5
sampai ke-25 siklus haid dapat menghambat ovulasi, hormon steroid ini
dipakai untuk keperluan kontrasepsi. 23
a. Mekanisme kerja hormon sebagai metode kontrasepsi
Estrogen berperan sebagai kontrasepsi dengan jalan mempengaruhi
ovulasi, perjalanan ovum, atau implantasi.Ovulasi dihambat melalui
pengaruh esterogen terhadap hipotalamus dan selanjutnya menghambat
Folicle Stimulating Hormone ( FSH ) dan Luteinizing Hormone ( LH ).
Ovulasi tidak selalu dihambat oleh pil kombinasi yang mengandung
estrogen 50µg. Kalaupun daya guna preparat ini tinggi (95-98%
menghambat ovulasi), hal itu adalah pengaruh progesteron disamping
esterogen.23
Implantasi telur yang sudah dibuahi dihambat oleh esterogen dosis
tinggi (dietilstilbestrol, etinil estradiol) yang diberikan pada pertengahan
siklus haid. Jarak waktu diantara konsepsi dan implantasi rata-rata 6 hari.
Biopsi endometrium yang dilakukan sesudah pemberian esterogen dosis
tinggi pascakonsepsi menunjukkan efek antiprogesteron, yang dapat
menghambat implantasi. Perjalanan ovum dipercepat dengan pemberian
esterogen pasca konsep. 23
Fungsi progesteron ialah menyiapkan endometrium untuk implantasi
dan mempertahankan kehamilan. Disamping itu, progesteron berperan
sebagai metode kontrasepsi, dengan jalan : 23
1) lendir serviks mengalami perubahan menjadi lebih pekat, sehingga
penetrasi dan transportasi sperma selanjutnya lebih sulit.
2) kapasitasi sperma dihambat oleh progesteron. Kapasitasi diperlukan
oleh sperma untuk membuahi sel telur dan menembus rintangan
25

disekeliling ovum.
3) Jika progesteron diberikan sebelum konsepsi, maka perjalanan ovum
dalam tuba akan terhambat.
4) Implantasi dihambat bila progesteron diberikan sebelum ovulasi.
Walaupun ovulasi dapat terjadi, produksi progesteron dari korpus
luteum akan berkurang, sehingga implantasi dihambat.
5) Penghambatan ovulasi melalui fungsi hipotalamus-hipofisis-ovarium.
b. Jenis kontrasepsi
Hormon yang terdapat dalam kontrasepsi adalah estrogen sintetik,
gestagen/progesteronsintetik, noretisteron, DL-norgestrel dan
levonorgestrel, desogestrel, gestoden, dienogest, norgestimat,
klormadinon asetat, siproteron asetat, medroksi progesteron asetat,
mifepristone,dan danazol.Kebanyakan kontrasepsi hormonal
mengandung estrogen dan gestagen sintetik, tetapi ada juga kontrasepsi
hormonal yang mengandung gestagen saja.24
Pemberian kontrasepsi hormonal dapat berbentuk tablet dan depo
injeksi. Kontrasepsi oral biasanya dikemas dalam satu kotak yang berisi
21 atau 22 tablet, dan sebagian kecil ada yang berisi 28 tablet dengan 6
atau 7 tablet terakhir berupa plasebo sehingga tidak perlu lagi masa
istirahat 6 atau 7 hari. Minipil digunakan tanpa masa istirahat yang terdiri
dari 35 tablet. Sediaan depo injeksi dapat berupa injeksi mikrokristalin
(depoprovera) atau cairan minyak dari asam lemak steroid ester
(noristerat) sediaan estrogen-gestagen dibagi menjadi kombinasi
monofasik, bertingkat, dan sekuensial bifasik. Sediaan yang
mengandung gestagen saja seperti minipil, depo injeksi, AKDR yang
mengandung progesterone dan implan. Sediaan yang mengandung
estrogen saja hanya terbatas pada penggunaan paskakoitus (postcoital
pil).24
26

Monofasik
Bebas hormon

Bifasik
Bebas hormon

Trifasik
Bebas hormon

Normofasik
Bebas hormon

Progesteron saja

Hari
0 14 28

Gambar 6. Skema kontrasepsi oral (putih =progesteron, hitam = estrogen)


Dikutip dari Baziad.24

c. Pil oral kombinasi monofasik


Pil Oral kombinasi (POK) merupakan pil yang mengandung hormon
estrogen dan progestin sintetik yang diminum setiap hari selama 3
minggu diikuti dengan 1 minggu tanpa pil atau plasebo, pada saat mana
perdarahan surut akan terjadi.Estrogennya berupa etinil estradiol atau
mestranol, dan progestinnya bervariasi. POK yang diproduksi saat ini
mengandung jauh lebih sedikit estrogen atau progestin dibandingkan pil
sejenis yang pertama kali dipasarkan pada tahun 1960.24,25
Kadar/dosis estrogen pada POK memiliki berbagai macam variasi,
diantaranya:24,25
1) POK dengan kadar estrogen 80-100 µg.
Merupakan pil oral kombinasi dengan dosis estrogen paling tinggi.
Pada keadaan apapun, jangan mulai POK dengan dosis >50µg.
POKdengan dosis estrogen 80-100 µg harus dihindarikarena
menimbulkan komplikasi yang serius. Hanya pada keadaan-keadaan
27

tertentu saja pemberian oral kombinasi dengan estrogen 80-100µg


dapat diberikan dan dibenarkan, misalnya:
a) Pada keadaan dimana sulit sekali mengontrol perdarahan bercak
(spotting) atau pada keadaan dimana tidak terjadi perdarahan
withdrawal pada pemakaian POKdosis rendah sehingga perlu
beralih ke POK dengan dosis estrogen 80-100µg.
b) Terjadi acne, perdarahan disfungsional uterus, kista ovarium
diameter <6 cm dan endometriosis, semuanya kadang-kadang
diobati dengan POK yang berisi estrogen 50 µg.
c) Gejala-gejala yang muncul pada menopouse dimana kadar
estrogennya rendah. Gejala-gejala tersebut dapat dihilangkan
dengan POK dengan dosis 80-100 µg.
d) Akseptor yang memakai POK dengan dosis 30-50 µg dan
memakainya dengan benar tetapi tetap mengalami kegagalan,
mungkin dapat beralih ke POK dosis tinggi.
e) Akseptor yang memerlukan rifamfisin atau fenotoin (dilantin),
dimana kedua obat tersebut mempercepat pemecahan estrogen
dalam POK, mungkin perlu beralih ke POK dosis tinggi.
2) POK dengan dosis estrogen 30-50 µg
Kebanyakan akseptor memulai dengan pil oral kombinasi yang berisi
estrogen 30-35µg.
3) POK dengan dosis estrogen < 30 µg
Umumnya kurang disukai karena terjadi perdarahan bercak (spotting)
dan pil-pil oral yang diminum dapat memperbesar timbulnya ovulasi
dan atau perdarahan bercak timbulnya ovulasi dan atau perdarahan
bercak.
Preparat pil KB kombinasi yang tersedia di poli PKBRS RSUP Dr. M.
Hoesin Palembang berupa pil KB kombinasi yang mengandung ethynil
estradiol 0.03 mg dan levonorgestrel 0,150 mg.
Secara singkat dapat disebutkan bahwa kontraindikasi pil oral
kombinasi adalah sebagai berikut:26
28

1) Kontraindikasi absolut
a) Tromboflebitis, penyakit-penyakit tromboembolik, penyakit
serebrovaskuler, oklusi koroner atau riwayat pernah menderita
penyakit-penyakit tersebut.
b) Gangguan fungsi hepar
c) Karsinoma payudara atau diduga menderita karsinoma payudara
d) Neoplasma yang estrogen dependen atau diduga penderita
neoplasma estrogen dependen
e) Perdarahan genitalia abnormal yang tidak diketahui penyebabnya
f) Kehamilan atau diduga hamil
g) Ikterus obstruktif dalam kehamilan
h) Hiperlipidemia kongenital
2) Kontraindikasi relatif
a) Sakit kepala
b) Leimioma Uteri
c) Epilepsi
d) Varises
e) Diabetes getasional
d. Pil oral kombinasi bifasik dan trifasik
Pil oral jenis ini dibuat dengan tujuan meniru pola hormonal dari siklus haid.
Dosis hormon sehari-hari berubah selama siklus, jadi tidak konstan terus
seperti pada POK monofasik. Hal ini menyebabkan dosis harian yang lebih
rendah pada bagian awal dari siklus, kemudian dosis bertambah tinggi pada
bagian berikutnya untuk menolong mencegah perdarahan bercak dan
perdarahan menyerupai haid.28
1) Sediaan
Pil oral bifasik berisi:
35 µg EE + 0.05 mg norethindrone untuk hari 1 – 10,
35 µg g EE + 1.0 mg norethindrone untuk hari 11 – 21 dari tiap siklus.
Pil oral trifasik berisi:
30 µg EE + 0.05 mg levonorgestrel untuk hari 1 – 6
29

40 µg EE + 0.075 mg levonorgestrel untuk hari 7 – 11


30 µg EE + 0.125 mg levonorgestrel untuk hari 12 – 2.
2) Keuntungan
a) Dosis progestin lebih rendah
b) Efek metabolik yang berhubungan dengan progestin lebih rendah,
antara lain terhadap lemak darah, tekanan darah dan metabolisme
karbohidrat.26
3) Kerugian
a) Pemakaian 3-4 macam warna dari pil oral dapat mengacaukan dan
menyulitkan pemakai.
b) Kejadian perdarahan bercak dan perdarahan menyerupai haid yang
sama atau sedikit lebih tinggi daripada pil oral dosis rendah.
c) Fleksibilitas yang kurang bagi petugas keluarga berencana yang
memulai pil oral pada hari yang berbeda dengan yang dianjurkan
pabrik pembuatnya.26
4) Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut :26
a) Tromboplebitis, penyakit-penyakit tromboembolik, penyakit
serebrovaskuler, oklusi koroner, atau riwayat pernah menderita
penyakit-penyakit tersebut.
b) Gangguan fungsi hepar.
c) Karsinoma payudara atau diduga menderita karsinoma payudara.
d) Neoplasma yang estrogen dependen atau diduga menderita
neoplasma yang estrogen dependen.
e) Perdarahan genitalia abnormal yang tidak diketahui penyebabnya.
f) Kehamilan atau diduga hamil.
g) Ikterus obstruktif dalam kehamilan.
h) Hiperlipidemia kongenital/familial.
Kontraindikasi relatif :
a) Sakit kepala migrain.
b) Hipertensi.
30

c) Leimyoma uteri
d) Epilepsi
e) Varises,pil oral diperkirakan mengurangi kecepatan aliran darah dan
menambah koagulabilitas, sehingga risiko mendapatkan
trombophlebitis pada wanita dengan varises.
f) Diabetes gestational.
g) Bedah elektif.
h) Wanita berumur > 35 tahun.
i) Riwayat alergi obat.
j) Perokok.
e. Mini Pil
Mini pil hanya sebagai suplemen yang digunakan oleh wanita yang ingin
menggunakan kontrasepsi oral tetapi sedang menyusui atau wanita yang
harus menghindari estrogen oleh sebab apapun. Progestin yang terdapat
di dalam mini pil terdiri dari 2 golongan, yaitu analog progesteron
(chlormadinone asetat dan megestrol asetat) yang saat ini tidak
digunakan lagi; dan derivat testosteron (19-norsteroide), misal
norethindrone, norgestrel, ethynodiol,dan lynestrenol. 26,27,28
1) Efektivitas
a) Akseptor mempunyai risiko yang lebih besar menjadi hamil
dibandingkan dengan akseptor pil oral kombinasi
b) Secara teoritis, efektivitasnya 0-2,1% namun dalam
penggunaannya efektivitas pil ini adalah 0,9-9,6%
c) Mini pil harus diminum tiap hari pada waktu yang sama setiap
harinya. Menggunakan mini pil dengan teratur jauh lebih penting
dibandingkan dengan pil oral kombinasi
d) Banyak terjadi kehamilan hanya karena lupa minum 1 atau 2 tablet,
atau karena absorbsinya terganggu oleh karena muntah dan
diare.26
2) Keuntungan
a) Dapat diberikan pada wanita yang menderita keadaan
31

thromboembolik
b) Tidak mempengaruhi kuantitas atau jangka waktu laktasi
c) Cocok untuk wanita dengan keluhan efek samping yang
disebabkan estrogen
d) Pengurangan dismenorre dan sindrom prahaid yang siklis. 26
3) Kerugian
a) Kurang efektif dalam mencegah kehamilan
b) Menambah insiden dari perdarahan bercak, perdarahan
menyerupai haid, variasi dalam panjang siklus haid, kadang-
kadang amenore. Bila terjadi perdarahan abnormal pervaginam
pada akseptor mini pil, maka kemungkinan terlambatnya
diagnosis dapat membahayakan akseptor.
c)
Kegagalan absorbsi mini pil oleh sebab muntah dan diare, sudah
cukup meniadakan proteksinya.26
4) Kontraindikasi
a) Umumnya kontraindikasi absolut mini pil adalah sama dengan
kontraindikasi absolutPOK.
b) Karena mini pil sering menyebabkan perdarahan ireguler, maka
perdarahan abnormal pervaginam yang tidak diketahui
penyebabnya merupakan salah satu kontra-indikasi utama untuk
pemakaian mini pil, terutama untuk wanita yang usianya lebih
tua.26
f. Cara pemakaian kontrasepsi oral
Ada beberapa cara untuk mulai dengan kontrasepsi pil oral :26,27,28
1) Mulai pada hari pertama haid
2) Mulai pada hari kelima haid
3) Mulai pada hari minggu pertama setelah haid (preparat di Amerika
Serikat).
4) Mulai pada hari ini, bila pasti tidak hamil.
Minumlah pil oral setiap hari sampai habis seluruhnya. Kemudian :
1) Bila minum bungkus 28-hari, langsung mulai dengan bungkus baru
32

berikutnya.
2) Bila minum bungkus 21-hari, hentikan minum pil oral selama 1
minggu, kemudian mulai lagi dengan bungkus baru pada hari ke-8
setelah penghentian pil oral.
Bila lupa minum pil oral, International Planned Parenthood Federation(
IPPF ) memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1) Lupa minum 1 (satu) pil oral
a) Segera minum pil oral yang terlupa pada saat teringat
b) Minum pil oral selanjutnya pada waktunya, meskipun Anda minum
2 pil oral pada hari yang sama atau 2 pil oral pada saat yang sama.
2) Lupa minum 2 (dua) pil oral berturut-turut dari baris 14 pil
oralpertama :
a) Segera minum 2 pil oral pada saat teringat
b) Minum 2 pil oral pada hari berikutnya.
c) Minum sisa pil oral yang masih ada seperti biasa – 1 pil oral setiap
hari.
d) Untuk proteksi tambahan, gunakan metode kontrasepsi cadangan
selama 7 hari, atau abstinens selama 7 hari.
3) Lupa minum 2 pil oral berturut-turut dari baris 7 pil oral aktif terakhir
a) Buang semua pil oral yang masih tersisa
b) Mulai minum pil oral dari bungkus baru pada hari itu juga
c) Gunakan metode kontrasepsi cadangan selama 7 hari atau abstinens
selama 7 hari.
4) Lupa minum 3 atau lebih pil oral berturut-turut pada setiap waktu :
ikuti petunjuk seperti lupa minum 2 pil oral berturut-turut dari baris 7
pil oralaktif terakhir.
g. Kontrasepsi suntikan
Kontrasepsi suntikan merupakan metode kontrasepsi yang berdaya kerja
panjang, yang tidak membutuhkan pemakaian setiap hari atau setiap
akanbersenggama namun tetap reversibel. Jenis kontrasepsi ini ada dua
macam, yaitu suntikan kombinasi dan progestin tunggal.29
33

1) Suntikan kombinasi
Jenis suntikan ini adalah 25 mg depo-medroksiprogeteron asetat dan
5 mg estradiol sipionat yang diberikan injeksi intramuskular sekali
sebulan dan 50mg noretindron enantat dan 5 mg estradiol valerat
dengan cara pemberian yang sama.27
a) Mekanisme kerja
Kontrasepsi ini bekerja dengan menekan ovulasi, membuat lendir
servik menjadi kental, menyebabkan atrofi endometrium, dan
menghambat transportasi gamet oleh tuba.
b) Efektifitas
Sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama satu
tahun penggunaan.
c) Keuntungan
i. Risiko terhadap kesehatan kecil
ii. Tidak berpengaruh terhadap hubungan suami istri
iii. Jangka panjang
iv. Efek samping sangat kecil
v. Keuntungan non kontrasepsi : mengurangi jumlah perdarahan,
mengurangi nyeri pada haid, mencegah anemia, dan
mengurangi penyakit payudara jinak dan kista ovarium.
d) Kerugian
i. Penyuntikan lebih sering
ii. Biaya keseluruhan lebih tinggi
iii. Kemungkinan efek samping karena estrogennya.
2) Suntikan Progestin
Jenis suntikan ini yang banyak dipakai adalah : 29
a) Depo-provera
Dipakai di lebih dari 90 negara, telah digunakan selama kurang
lebih 20 tahun. Depo-provera diberikan sekali setiap 3 bulan
dengan dosis 150 mg.
b) Norethindrone enanthat (NET-EN)/ Noristerat
34

Dipakai di lebih dari 40 negara. Noristerat diberikan dengan dosis


200 mg sekali setiap 8 minggu atau sekali setiap 8 minggu untuk 6
bulan pertama (3 kali suntikan pertama) dan selanjutnya sekali
setiap 12 minggu.
c) Mekanisme kerja
Kontrasepsi ini bekerja dengan menekan ovulasi membuat lendir
servik menjdi kental, menyebabkan atrofi endometrium, dan
menghambat transportasi gamet oleh tuba.
d) Efektifitas
Sangat efektif (0,3 kehamilan per 100 perempuan pertahun) dengan
penyuntikan yang teratur
e) Keuntungan
i. Sangat efektif
ii. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
iii. Jangkauan panjang
iv. Efek samping sangat kecil
v. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius
terhadap penyakit jantung dan pembekuan darah
vi. Tidak mempengaruhi produksi air susu ibu
vii. Mencegah anemia
viii. Mengurangi penyakit payudara jinak dan kista ovarium
f) Kerugian
i. Sering ditemukan gangguan haid
ii. Terlambat kembalinya kesuburan setelah penghentian
pemakaian yang disebabkan belum habisnya pelepasan obat
suntikan dari deponya
iii. Pada penggunaan jangka panjang terjadi perubahan lipid serum
dan sedikit penurunan densitas tulang.
g) Kontraindikasi
Kontraindikasi pada penggunaan kontrasepsi suntikan, menurut
WHOadalah kehamilan, karsinoma payudara, karsinoma traktus
35

genitalia, perdarahan uterus abnormal dan pada wanita dengan


diabetes atau riwayat diabetes selama kehamilan karena pada
beberapa percobaan laboratorium ditemukan bahwa penggunaan
kontrasepsi suntikan mempengaruhi metabolisme karbohidrat.29
h. Kontrasepsi implan (subdermal)
Implan adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak
permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga hingga 5
tahun. Metode ini dikembangkan oleh The Population Council, yaitu
suatu organisasi internasional yang didirikan tahun 1952 untuk
mengembangkan teknologi kontrasepsi.14
1) Macam-macam implan
a) Norplant
Norplant terdiri dari 6 kapsul yang secara total bermuatan 216 mg
levonorgestrel. Panjang kapsul adalah 34 mm dengan diameter 2,4
mm. Kapsul terbuat dari bahan silastik medik (
polydimethylsiloxane ) yang fleksibel dimana kedua ujungnya
ditutup dengan penyumbat sintetik yang tidak menganggu
kesehatan klien. Daya kerjanya 5 tahun. Enam kapsul Norplant ini
dipasang menurut konfigurasi kipas di lapisan subdermal lengan
atas. Implan 6 batang ini ( Norplant ) sekarang tidak tersedia lagi
di seluruh dunia. Yang ada sekarang adalah implan 1 batang dan 2
batang.14
b) Jadelle ( Norplant-2 ).
Studi dan pengembangan Implan Levonorgestrel dua kapsul (
Implan-2 ) telah dilakukan sejak 20 tahun yang lalu. Setelah
diproduksi dan penggunaannya disetujui oleh Badan Pengawasan
Obat Internasional, implant-2 digunakan di banyak negara.
Implan-2 Eropa dikenal sebagai Implan II dan kemudian
dipasarkan dengan nama dagang Jadelle ( Schering, Berlin ).
Implan-2 yang sama juga diproduksi di China dengan nama
dagang Sinoplant II.Implan-2 memakai levonorgestrel 150 mg
36

dalam kapsul 43 mm dan diameter 2,5 mm. The Population


Council baru-baru ini menyatakan bahwa Jadelle
direkomendasikan untuk penggunaan selama 5 tahun.14
c) Implanon
Implanon adalah kontrasepsi subdermal kapsul tunggal yang
mengandung etonorgestrel (3-ketodesogesterl), merupakan
metabolit desogestrel yang efek androgeniknya lebih rendah dan
aktivitas progesteron yang lebih tinggi dari levonorgestrel. Kapsul
polimer ( ethylene vinyl acetate ) mempunyai tingkat pelepasan
hormon yang lebih stabil dari kapsul silastik Norplantsehingga
variabilitas kadar hormon dalam serum menjadi lebih kecil.14
Tidak seperti Implan-2, Implanon dirancang khusus untuk inhibisi
ovulasi selama masa penggunaan. Karena ovulasi pertama dan
luteinisasi terjadi pada paruh kedua tahun ketiga penggunaan,
maka implanon hanya direkomendasikan untuk 3 tahun
penggunaan walaupun ada penelitian yang menyatakan masa aktif
nya mencapai 4 tahun.14
d) Implan lainnya
The Population Council telah mengembangkan implan-1
menggunakan Nestorone atau ST-1435. Nestorone adalah
progestin kuat yang dapat menghambat ovulasi dan tidak terikat
dengan sex hormone binding globulin ( SHBG ) serta tanpa efek
estrogenik atau androgenik. Nestorone menjadi tidak aktif bila
diberikan per oral karena segera dimetabolisme dalam
hatisehingga aman bagi bayi yang mendapat ASI dari seorang
pengguna kontrasepsi hormon subdermal.14
Untuk pelayanan KB di RSUP Dr. M Hoesin Palembang preparat
yang tersedia berupa Implan levonorgestrel 75 mg 2 batang yang
mempunyai masa kerja selama 3 tahun.
2) Kontraindikasi
a) Hamil
37

b) Perdarahan traktus genitalia yang tidak diketahui penyebabnya


c) Tromboflebitis aktif atau penyakit tromboemboli
d) Penyakit hati akut
e) Tumor hati jinak atau ganas, karsinoma payudara, neoplasma
ginekologi, penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus.10
3) Keuntungan
a) Efektifitas tinggi
b) Setelah dipasang tidak perlu melakukan apa-apa lagi sampai saat
pengeluaran implantnya
c) Sistem 6 kapsul memberikan perlindungan untuk 5 tahun
d) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak ada efek samping yang
disebabkan estrogen
e) Efek kontraseptif segera berakhir setelah implan dikeluarkan
f)
Implant mengeluarkan progestin dengan kecepatan rendah dan
konstan, sehingga terhindar dari dosis awal yang tinggi seperti pada
kontrasepsi suntikan ataupun puncak harian dari hormon pada
kontrasepsi peroral.10
4) Kerugian
a) Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh tenaga terlatih
b) Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan
pengangkatan implant
c) Lebih mahal
d) Sering timbul perubahan pola haid
e) Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendak hatinya
f) Beberapa orang wanita mungkin segan untuk menggunakannnya
karena kurang mengenalnya
g) Implant kadang-kadang dapat terlihat oleh orang lain. 10

3. Kontrasepsi mantap wanita ( Metode Operasi Pada Wanita / MOW)


Kontrasepsi mantap pada wanita adalah satu-satunya metode kontrasepsi
wanita yang permanen. Kontrasepsi mantap pada wanita biasanya dilakukan
38

dengan mengikat atau memotong atau memasang cincin padakedua tuba


falopi yang dapat dicapai baik dengan mini laparotomi atau laparoskopi.
Tubektomi atau sterilisasi adalah cara kontrasepsi permanen dan terpilih
jika wanita tidak ingin hamil lagi. 12
a. Keuntungan
Keuntungan kontrasepsi mantap wanita yaitu permanen, efektif, tidak
mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding), tidak bergantung pada
faktor sanggama, baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko
kesehatan yang serius, pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan
anastesi lokal, tidak ada efek samping dalam jangka panjang, tidak ada
perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium).17
b. Kerugian
Kerugian kontrasepsi mantap wanita yaitumelibatkan prosedur
pembedahan dan anastesi, dan tidak mudah untuk rekanalisasi.17
c. Indikasi
Dengan sifatnya yang permanen, sterilisasi hanya cocok untuk pasangan
yang tidak menginginkan anak lagi. Secara lebih luas, indikasi sterilisasi
dapat dibagi empat macam, yaitu: 10,11,13
1) Indikasi medis
Yang termasuk dalam indikasi medis adalah penyakit yang berat
seperti gagal jantung (terutama derajat tiga dan empat), gagal ginjal,
kelainan paru yang berat dan penyakit kronik lainnya. Tetapi tidak
semua penyakit tersebut merupakan indikasi, hanya yang
membahayakan keselamatan ibu hamil yang merupakan indikasi
untuk sterilisasi.
2) Indikasi obstetrik
Indikasi obstetrik adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya
meningkat meskipun secara medis tidak menunjukkan kelainan apa-
apa. Termasukke dalam indikasi obstetrik antara lain adalah
multiparitas (banyak anak), apalagi dengan usia yang relatif lanjut
39

(misal yang disebut grandemultigravida, yakni paritas lima atau lebih


dengan umur 35 tahun atau lebih), seksio sesarea dua kali atau lebih
dan lain-lain.
3) Indikasi kontrasepsi
Seminar kuldoskopi pertama ( 1972 ) telah mengambil kesimpulan
tentang indikasi tubektomi sebagai berikut :
a. Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup
b. Umur 30 tahun dengan tiga anak hidup
c. Umur 35 tahun dengan dua anak hidup
Indikasi ini dikenal dengan keputusan 100 ( umur ibu x banyak anak
= 100 ). Konferensi khusus perkumpulan untuk sterilisasi sukarela
Indonesia ( 1976 ) di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan
pada umur antara 25 - 40 tahun dengan jumlah anak
a. Umur istri antara 25 – 30 tahun dengan tiga anak atau lebih.
b. Umur istri antara 30 – 35 tahun dengan dua anak atau lebih.
c. Umur istri antara 35 – 40 tahun dengan satu anak atau lebih.
d. Umur suami sekurang-kurangnya 30 tahun kecuali apabila jumlah
anaknya telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan
tersebut.
Perkumpulan kontrasepsi matap Indonesia ( PKMI ) menganjurkan
tiga syarat untuk menjadi akseptor kontrasepsi mantap yaitu sukarela,
bahagia dan sehat. Syarat sukarela meliputi pengetahuan pasangan
tentang cara-cara kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi
mantap, serta pengetahuan tentang sifat permanennya. Bahagia dilihat
dari ikatan perkawinan yang sah dan harmonis, umur istri sekurang-
kurangnya 25 tahun dengan sekurang-kurangnya 2 anak hidup dan
anak terkecil berumur lebih dari 2 tahun. Kemungkinan rekanalisasi
hendaknya selalu ada pada pikiran dokter operator, tetapi bukan pada
pikiran calon akseptor.
4) Indikasi ekonomis
Indikasi ekonomis artinya pasangan suami istri menginginkan
40

sterilisasi karena merasa beban ekonomi keluarga menjadi terlalu


berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga tersebut.
d. Kontraindikasi
Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi :14
1. Hamil.
2. Perdarahan pervaginam yang belum terjelaskan.
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut.
4. Tidak boleh menjalani pembedahan.
5. Kurang pasti mengenai keinginannya unntuk fertilitas di masa depan.
6. Belum memberikan persetujuan tertulis
e. Komplikasi
Efeksamping dan komplikasi akibat tindakan operasi kontrasepsi mantap
pada wanita adalah rasa sakit pada tempat irisan, demam, perdarahan
ringan, dan infeksi luka,perdarahan banyak yang membutuhkan operasi
yang lebih jauh atau transfusi, perlukaan usus atau kandung kencing,
infeksi panggul berat, sepsis dan kematian, Emboli gas yang
diakibatkann oleh laparoskopi.14
f. Teknik Pembedahan
1) Minilaparotomi
Berbagai teknik dipakai untuk menghambat patensi tuba. Secara
umum dilakukan eksisi pada bagian tengah tuba sehingga kemudian
akan terbentuk jaringan fibrotik yang akan melapisi ujung-ujung tuba
yang dieksisi serta pertumbuhan kembali jaringan peritoneum.30
Metode yang umum dipakai adalah Parkland, Pomeroy serta
modifikasi Pomeroy. Teknik Irving, Uchida dan fimbriektomi
Kroener jarang dipakai karena melibatkan banyak diseksi, waktu
operasi yang lebih lama dan kemungkinan perlukaan mesosalping.30
Sedangkan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Hoesin Palembang
sendiri teknik tubektomi minilaparotomi yang umum dipakai adalah
Pomeroy.
41

Gambar 7. Metode Pomeroy


Dikutip dari Cunningham.30

2) Laparoskopi
Laparoskopi juga sering dipakai akhir-akhir ini untuk sterilisasi pada
wanita. Metode ini sangat aman, jika dilakukan oleh operator yang
berpengalaman menguasai teknik sterilisasi. 31
Teknik ini juga memungkinkan klien untuk menjalani prosedur rawat
jalan setelah tindakan, sehingga akan mengurangi biaya yang dibutuhkan,
mengurangi ketidaknyamanan setelah tindakan operatif jika
dibandingkan dengan minilaparotomi, dari segi kosmetik skar yang
timbul pada tempat operasi juga lebih minimal, aktifitas seksual tidak
terganggu dan secara umum pasien dapat kembali menjalani aktifitas
sehari-hari dalam 24 jam setelah tindakan laparoskopi.31,32
Akan tetapi terdapat juga beberapa kerugian dari tindakan ini,
termasuk biaya yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan
minilaparotomi, peralatan yang membutuhkan perlakuan khusus,
dibutuhkan pelatihan khusus terhadap operator, serta resiko perlukaan
usus maupun pembuluh darah.31,32
Pada tenik ini dilakukan insisi pada kulit abdomen inferior, Melalui
tempat insisi ini jarum veres ditusukkan dengan sudut 450 menembus
fascia superfisialis abdomen dan peritoneum. Kemudian melalui jarum
42

veres, dimasukkan gas ( NO atau CO2 ) sebanyak 1,5 - 2,0 liter dengan
tujuan untuk memperluas rongga perut dan mengangkat dinding perut
terhadap struktur di bawahnya. Jarum veres dilepaskan, dan sayatan
diperlebar sampai mencapai 2 cm. Trokar dan kanula kemudian
dimasukkan kedalam cavum peritonei kearah simfisis. Trokar diambil
dan kanula ditinggalkan pada tempatnya. Selang plastik untuk
mengalirkan gas dan kabel penghantar cahaya lalu dipasang pada
laparoskop. Melalui laparoskop ini operator dapat melihat dalam rongga
perut.33
Terdapat beberapa variasi dalam teknik ligasi tuba melalui laparoskopi
ini, dan operator mungkin akan memakai prosedur yang berbeda-beda
diantara mereka.31

Gambar 8. Laparoskopi dan variasi metode ligasi tuba


Dikutip dari Winikoff. 31

4. Kontrasepsi Mantap Pria ( Metode Operasi Pada Wanita/MOP)


Kontrasepsi mantap pada pria ( MOP ) dikenal juga dengan vasektomi.
Vasektomi merupakan metode sterilisasi dengan cara mengikat saluran sperma
pria.30
Vasektomi ini dilakukan dengan membuat insisi kecil pada kulit skrotum,
kemudian vas deferens diikat dan dipotong sehingga akan mencegah sperma
43

keluar dari testis melalui vas deferens. Alternatif lain yaitu dengan metode
vasektomi tanpa pisau. Metode ini dilakukan dengancara menusukkan jarum
melalui skrotum. Metode yang terakhir tersebut dihubungkan dengan
komplikasi bedah yang lebih sedikit dibandingkan cara tradisional dengan
insisi menggunakan skalpel dan mempunyai efektifitas yang sama.30
Vasektomi ini lebih aman jika dibandingkan dengan tubektomi karena relatif
kurang invasif jika dibandingkan dengan tubektomi dan dilakukan dengan
anesthesia lokal. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Hendrix and
Associates ( 1999 ) yang membandingkan antara tubektomi dan vasektomi,
didapatkan bahwa pada tubektomi terjadinya komplikasi 20 x lebih tinggi
dibandingkan dengan vasektomi, angka kegagalan 10 – 37 kali, serta biaya
yang lebih besar 3 kali lipat.30
Satu kekurangan vasektomi adalah bahwa hasil vasektomi tidak didapatkan
segera. Pengeluaran sperma dibawah vas deferens yang dipotong
membutuhkan waktu kurang lebih selama 3 bulan atau 20 kali ejakulasi.
Selama periode sebelum terjadinya azoospermia, kontrasepsi dengan metode
lain harus dipakai.30

Gambar 9. Anatomi reproduksi pria yang menunjukkan prosedur vasektomi


Dikutip dari cunningham.30

Angka kegagalan vasektomi dalam tahun pertama adalah sekitar 9,4per


1000 prosedur dan 11,4 per 1000 prosedur pada 2,3 dan 5 tahun. Kegagalan
tersebut bisa disebabkan oleh karena hubungan seksual yang tidak
terproteksi segera setelah ligasi, oklusi vas deferens yang tidak sempurna
atau rekanalisasi.30
Di RSUP Dr. M Hoesin Palembang pelaksanaan vasektomi ini dilakukan
44

oleh Divisi Urologi Departemen Ilmu Bedah.

D. PERILAKU KESEHATAN
1. Definisi Perilaku
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan
kehidupan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukan oleh
manusia tersebut antara lain : berjalan, berbicara, bekerja, menulis dan
seterusnya. Secara singkat aktivitas manusia tersebut dikelompokkan
menjadi : soekidjo
a. Aktivitas yang dapat diamati secara langsung oleh orang lain. Misalnya
berjalan, berbicara, tertawa.
b. Aktivitas yang tidak dapat diamati secara langsung oleh orang lain.
Misalnya berfikir, bersikap berfantasi.
Skinner, seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus ( rangsangan dari luar ).
Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses : soekidjo

Stimulus Organisme Respon


Sehingga teori Skinner tersebut dikenal dengan teori “ S-O-R “. Selanjutnya
teori Skinner menjelaskan adanya dua jenis respon :
a. Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut eliciting stimulus, karena
menimbulkan respon respoon yang relative tetap. Misalnya cahaya
terang akan selalu menimbulkan reaksi untuk mata tertutup. Respondent
respon juga mencakup peristiwa emosional seerti adanya musibah akan
menimbulkan rasa sedih, berita gembira akan menimbulkan perasaan
suka cita.
b. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain.
Perangsang terakhir ini disebut reinforcingstimuli atau reinforcer,
45

karena berfungsi untuk memperkuat respons.


Berdasarkan teori “ S-O-R “ tersebut, maka perilaku manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni :
a. Perilaku tertutup ( covert behavior ).
Perilaku tertutup tersebut terjadi bila respon terhadap stimuli tersebut
masih belum dapat diamati oleh orang lain secara jelas. Respon
seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,
pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk
“observable behavior” atau “ covert behavior “ yang dapat diukur
adalah pengetahuan dan sikap. Misalnya : Seorang ibu tahu tentang
pentingnya kontrasepsi untuk kondisinya saat ini yang menderita
penyakit jantung, ini merupakan pengetahuan. Kemudian ibu tersebut
bertanya kepada tetangganya dimana tempat dia bisa berkonsultasi
mengenai pelayanan dan pemasangan kontrasepsi. Hal ini selanjutnya
disebut sikap.
b. Perilaku terbuka ( overt behavior ).
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan atau praktik yang dapat diamati oleh orang lain.
Misalnya seorang ibu hamil memeriksakan kehamilannya ke puskesmas
atau bidan praktik secara teratur. Contoh tersebut adalah berbentuk
tindakan nyata, dalam bentuk kegiatan atau dalam bentik praktik.

TEORI “ S-O-R “

STIMULUS ORGANISME RESPON TERTUTUP


Pengetahuan
Sikap
( COVERT BEHAVIOR )
46

RESPON TERBUKA
Praktik/Tindakan
( OVERT BEHAVIOR )

2. Ranah ( Domain ) Perilaku


Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup dan perilaku terbuka,
sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang
bersangkutan. Dengan perkataan lain, perilaku adalah merupakan
keseluruhan ( totalitas ) pemahaman dan aktivitas seseorang yang
merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal tersebut.
Perilaku seseorang adlah sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang
sangat luas.
Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan, membagi perilaku
manusia ke dalam 3 (tiga) domain atau ranah yaknikognitif, afektif, dan
psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom inidimodifikasi untuk
pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu : 6
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (over behavior).
b. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk
47

bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu


penghayatan terhadap obyek.
c. Praktik atau tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata
diperlukan fakor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,
antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan
faktor pendukung (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau
istri, orang tua atau mertua dan lain-lain.
3. DefinisiPerilaku Kesehatan
Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skiner, maka perilaku kesehatan (
health behavior ) merupakan respon seseorang terhadapstimulus atau objek
yang berkaitan dengan sehat-sakit ( kesehatan ), seperti lingkungan,
makanan, minuman dan pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain
perilaku kesehatan adalah semua aktifitas atau kegiatan seseorang baik yang
dapat diamati ( observable ) maupun yang tidak dapat diamati (
unobservable ) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau
melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan
kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah
kesehatan. Oleh sebab itu perilaku kesehatan ini pada dasarnya
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a) Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat. Oleh karena itu perilaku ini
disebut perilaku sehat ( healthy behavior ), yang mencakup perilaku-
perilaku ( overt and covert behavior ) dalam mencegah atau
menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah atau
penyebab masalah kesehatan ( perilaku preventif ) dan perilaku dalam
mengupayakan menmingkatnya kesehatan ( perilaku promotif ).
b) Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk
memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatan. Oleh
sebab ini perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (
48

health seeking behavior ). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan


yang diambil seseorang atau anaknya bila sakit atau terkena masalah
kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau terlepasnya dari
masalah kesehatan tersebut.
4. Perilaku Pencarian dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak
merasakan sakit sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap
penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan merasakan
sakit , maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respon
seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut :
a. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa.
Alasannya bahwa kondisi yang demikian tidak mengganggu kegiatan
atau kerja mereka sehari-hari. Tidak jarang pula masyarakat lebih
memprioritaskan tugas0tugas lain yang dianggap lebih penting, atau
alasan lain karena fasilitas kesehatan yang sangat jauh letaknya,
petugas kesehatan yang tidak simpatik, tidak responsive atau takut
pergi ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan karena takut
biaya.
b. Tindakan mengobati sendiri ( self treatment ).
Alasan tindakan ini sama dengan alas an yang telah diuraikan
sebelumnya. Alasan tambahan antara lain karena orang atqa
masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri dan sudah
merasa bahwa berdasar pengalaman yang lalu usaha pengobatan
sendiri sudah dapat mendatangtkan kesembuhan.
c. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (
traditional remedy ).
Untuk masyarakat pedesaan khususnya pengobatan traadisional ini
masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan-
pengobatan yang lain.
Dukun yang melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari
masyarakat berada ditengah masyarakat, dekat dengan masyarakat dan
49

pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat sehingga


lebih diterima oleh masyarakat daripada dokter, mantri, bidan yang
masih dianggap asing oleh mereka.
d. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat warung-warung obat
dan sejenisnya termasuk tukang-tukang jamu. Obat-obatan akai resep
sehingga yang mereka dapatkan adalah obat yang tidak memakai resep
sehingga sukar untuk dikontrol.
e. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diadakan
oleh pemerintah atau lembaga kesehatan swasta yang dikategorikan
dalam balai pengobatan, puskesmas, rumah sakit, dsb.
f. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang
diselenggarakan oleh dokter praktik swasta.
Menurut Green, faktor kepuasan konsumen untuk memanfaatkan
pelayanan kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh
masing-masing. Terdapat 3 faktor utama yang dapat mempengaruhi
perilaku. Faktor-faktor tersebut adalah :6
a. Faktor predisposisi (predisposing factor) adalah faktor antesenden
terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi yang menjadi
perilaku. Faktor predisposisi mencakup pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi, persepsi, dan status sosiodemografi seperti umur,
pendidikan, jumlah keluarga, suku, dan pendapatan.
b. Faktor pemungkin (enabling factor) yaitu faktor yang memungkinkan
aspirasi atau motivasi terlaksana. Termasuk didalamnya adalah
keterampilan dan tersedianya sumber daya manusia, sarana dan
prasarana kesehatan, dan kemudahan untuk mencapainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu faktor yang menentukan
apakah tindakan kesehatan mendapatkan dukungan dari orang terdekat
termasuk petugas kesehatan.
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemilihan kontrasepsi
Menurut Bertrand, faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaankontrasepsi adalah faktor sosio-demografi, faktor sosio-
50

psikologi dan faktoryang berhubungan dengan pelayanan kesehatan.Faktor


sosio-demografiyang berpengaruh adalah pendidikan, pendapatan,
pekerjaan, umur, paritas,suku dan agama.Penggunaan kontrasepsi lebih
banyak pada wanita yangberumur 20-30 tahun dengan jumlah anak lebih
dari 2 orang.Penerimaankeluarga berencana lebih banyak pada mereka
yang memiliki standar hidupyang lebih tinggi.Faktor sosio-psikologi yang
penting adalah jumlah anakideal, pentingnya nilai anak laki, sikap terhadap
keluarga berencana,komunikasi suami istri, dan persepsi terhadap
kematian anak.Sedangkanfaktor yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan adalah keterlibatanmendalam yang berhubungan dengan
keluarga berencana, pengetahuan tetangsumber kontrasepsi, jarak pusat
pelayanan, dan keterlibatan dengan mediamasa.34
Teori yang dikembangkan oleh Philips dan Morrison mengenaifaktor-
faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitufaktor
lingkungan. Teori ini melihat hubungan antara sistem layanan
kesehatandengan lingkungan luarnya beserta karakteristik populasi yang
mencakupkarakteristik pendukung (predisposing factor), pemungkin
(enablingfactor) dan faktor kebutuhan (needs). Ketiga faktor tersebut
akanmempengaruhi pola perilaku kesehatan yang terdiri dari pilihan
kesehatan perorangan dan penggunaan pelayanan kesehatan. Ketiga
kelompok variabelyang saling berhubungan tersebut pada gilirannya akan
memberikan dampakpada derajat kesehatan, yang digambarkan antara lain
dengan tingkatmorbiditas dan mortalitas.35
Woyanti mengatakan bahwa harga kontrasepsi,biaya hidup anak dan
pendapatan keluarga mempengaruhi pemilihankontrasepsi wanita.Varney
mengatakan bahwa faktor yang akanmempengaruhi pemilihan metode
kontrasepsi adalah keinginan untukmengendalikan kelahiran secara
permanen atau sementara, keefektifanmetode yang digunakan, pengaruh
media, kemungkinan efek samping danpertanyaan yang mungkin muncul
tentang keamanan suatu metode,kemungkinan manfaat kesehatan yang
dapat diperoleh dari setiap metode,kemampuan suatu metode untuk
51

mencegah penyakit (penyakitmenular seksual), perkiraan lamanya


penggunaan metodekontrasepsi, biaya, frekuensi hubungan seksual,
jumlah pasangan seksual,faktor seksual, faktor agama (apakah metode
tertentu dikenakan sanksi olehbadan-badan keagamaan yang dianut
individu atau pasangan), faktorpsikologis (perasaan tentang setiap aspek
yang terkait dengan metodetertentu misalnya pengalaman dimasa lalu yang
tidak menguntungkankarena penggunaan metode tertentu), dan
kemudahan menggunakan suatumetode tertentu.36,37
Maryatun mengatakan bahwa faktor-faktor pada ibu
yangmempengaruhi pemakain metode kontrasepsi AKDR adalah
umur,paritas, persepsi ibu tetang kebutuhan/alasan KB, metode kontrasepsi
AKDR,dukungan suami dengan pemakaian metode kontrasepsi AKDR.
Faktor yangpaling berpengaruh terhadap pemakaian metode kontrasepsi
AKDR adalahpersepsi ibu tentang metode kontrasepsi AKDR khususnya
pada persepsi ibuyang menyebutkan bahwa metode kontrasepsi AKDR
mengganggu aktivitassehari-hari.Ibu yang umurnya lebih dari 35 tahun
dengan jumlah anak lebih dari 2 orang cenderung memilihAKDR.Tedjo
mengatakan bahwa ada hubungan keikutsertaandalam jamkesmas dan
dukungan pasangan dengan pemilihan jeniskontrasepsi yang digunakan
pada keluarga miskin sedangkan variabel laintidak berhubungan.38,39
Kusumaningrum mengatakan bahwa umur istri, jumlahanak, dan tingkat
pendidikan mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsiyang digunakan
pada PUS, dan setelah dilakukan uji Binary logisticdiketahui bahwa umur
istri merupakan faktor yang paling berpengaruh.Menurut Ali, faktor
pengetahuan, pendidikan,dan ketersedian alat kontrasepsi berhubungan
dengan pemakaian alat KBpada PUS.Pengetahuan yang didapat karena
banyaknya informasi yang diperoleh olehakseptor baik dari petugas
kesehatan maupun dari media menjadikanpengetahuan akseptor menjadi
lebih baik.Pendidikan berhubungan denganpenggunaan alat kontrasepsi
pada PUS, karena rendahnya pendidikan PUSmenjadikan kontrasepsi
kurang diminati, hal ini berdampak pada banyaknyaanak yang dilahirkan
52

dengan jarak persalinan yang dekat.Faktorketersediaan alat kontrasepsi


juga mempengaruhi PUS untuk menggunakankontrasepsi, kontrasepsi
yang tersedia dengan lengkap dan mudah diperolehdapat meningkatkan
pemilihan kontrasepsi.40,41
Menurut Musdalifah, faktor umur ibu,dukungan suami, efek samping
dan pemberian informasi petugas KBberhubungan dengan pemilihan
kontrasepsi hormonal. Umur merupakansalah satu faktor yang menentukan
perilaku seseorang dalam menentukanpemakain kontrasepsi, semakin tua
seseorang maka pemilihan kontrasepsike arah kontrasepsi yang
mempunyai efektifitas lebih tinggi yaitu metodekontrasepsi jangka
panjang. Dukungan suami berpengaruh besar terhadappemilihan
kontrasepsi yang dipakai istri, bila suami tidak setuju dengankontrasepsi
yang dipakai istrinya maka sedikit istri yang akan memakai alatkontrasepsi
tersebut. Efek samping berhubungan dengan pemilihankontrasepsi karena
efek samping yang ditimbulkan oleh kontrasepsi tersebutmembuat ibu
tidak ingin menggunakannya lagi.Selain itu, pemberianinformasi petugas
KB berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi, petugaskesehatan
berperan dalam memberikan informasi, penyuluhan danpenjelasan tentang
alat kontrasepsi.Calon akseptor yang masih ragu-ragudalam pemakai alat
kontrasepsi akhirnya memutuskan untuk memakai alatkontrasepsi tersebut
atas saran dari petugas kesehatan.42
Arlianamengatakan bahwa faktor-faktor yangberhubungan dengan
penggunaan kontrasepsi hormonal yang menunjukkankemaknaan secara
statistik adalah umur ibu sekarang, umur melahirkanpertama, jumlah anak
hidup, pendapatan keluarga, biaya alat kontrasepsi,dan dukungan suami.
Klien yang diberikan dukungan oleh suamiakanmenggunakan kontrasepsi
secara terus menerus sedangkan yang tidakmendapat dukungan suami akan
sedikit menggunakan kontrasepsi.Sitopu mengatakan bahwa pengetahuan
akseptor KBberhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi. Semakin
tinggi tingkatpendidikan seseorang semakin baik pengetahuan seseorang
tentang alatkontrasepsi dan semakin rasional dalam menggunakan alat
53

kontrasepsi.43,44
Tingginya tingkat pendidikan seseorang juga akan
mempercepatpenerimaan informasi KB pada pasangan usia subur.Dari
hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif olehHandayanibahwa
masih banyak akseptor yang menentukanmetode yang dipilih hanya
berdasarkan informasi dari akseptor lainberdasarkan pengalaman masing-
masing. Sebagian petugas kesehatankurang melakukan konseling dan
pemberian informasi yang menyebabkankurangnya pengetahuan klien
dalam memilih jenis KB.Namun masyarakatmentolerir pelayanan KB
meskipun pelayanan KB belum seluruhnyamemenuhi syarat pelayanan
berkualitas.Informasi yang baik dari petugasmembantu klien dalam
memilih dan menentukanmetode kontrasepsi yangdipakai. Informasi yang
baik akan memberikan kepuasan klien yangberdampak pada penggunaan
kontrasepsi yang lebih lama sehinggamembantu keberhasilan KB.45
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat
tentangkesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisidari orangdan masyarakat yang bersangkutan. Di samping
itu,ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan
terhadapkesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya
perilaku.
Seseorang yang tidak mau menggunakan alat kontrasepsi
dapatdisebabkan karena orang tersebut tidak tahu atau belum mengetahui
manfaatdari alat kontrasepsi bagi dirinya dan keluarganya
(predisposingfactors), atau karena jarak rumahnya jauh dari tempat
posyandu danpuskesmas tempat pelayanan KB (enabling factors).6

E. KERANGKA TEORI

Kontrasepsi : cara untuk menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan


sebagai akibat pembuahan sel telur oleh sel sperma
54

- Alat Kontrasepsi Dalam Rahim


- Kontrasepsi hormonal
- Kontrasepsi mantap Wanita

Faktor predisposisi :
 Karakteristik
 Pengetahuan
 Sikap
 Persepsi
 Nilai budaya
 Kepercayaan
 Sosiodemografi

Faktor pemungkin : Perilaku


 Sarana dan prasarana kesehatan
 Sumber daya
 Keterampilan
 Pendidikan/ infromasi
kesehatan

Faktor pendukung :
 Sikap petugas kesehatan
 Dukungan keluarga
 Dukungan tokoh masyarakat

Pemilihan Metode Kontrasepsi

Gambar 10.Kerangka teori hubungan faktor predisposisi, pemungkin, dan pendukung


dengan perilaku kesehatan menurut teori Lawrence Green
Dikutip dariNotoadmojo6
F. KERANGKA KONSEP

Faktor predisposisi :
a. Karakteristik
 Umur ibu
 Kepercayaan
 Jumlah anak hidup
 Tingkat pendidikan
b. Pengetahuan
c. Sikap
55

Faktor pemungkin : Pemilihan metode


a. Ketersediaan alat kontrasepsi kontrasepsi
b. Sumber daya manusia
c. Alur rujukan
d. Informasi petugas

Faktor pendukung :
a. Dukungan suami
b. Sikap petugas kesehatan

Gambar 11. Kerangka konsep


Dikutip dari Notoadmojo 6

BAB III
METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian
cross sectional, yang bertujuan untuk mempelajari atau mengetahui variabel
penelitian dengan cara mengamati dan mengidentifikasi variabel dependen dan
56

independen yang dikumpulkan dalam satu waktu bersamaan yang


berhubungan dengan faktor-faktor pemilihan metode kontrasepsi.

B.Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di poli rawat jalan Obstetrik dan Ginekologi RSMH, P2
UGD Obstetrik dan Ginekologi, kamar bersalin dan bangsal anggrek RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli
sampai Desember 2017 hingga jumlah sampel terpenuhi.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh wanita usia subur (15-49) yang sudah
menikah yang datang ke P2 UGD, kamar bersalin dan bangsal kebidanan
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
2. Sampel Penelitian
Kriteria penyertaan (inklusi) dalam penelitian ini adalah :
a. Wanita usia subur (15-49 tahun).
b. Memilih menggunakan alat kontrasepsi ( Implan, AKDR atau tubektomi
).
c. Bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi kuesioner penelitian dan
menandatangi lembaran informed consent.
Kriteria penolakan sampel (eksklusi) pada penelitian ini adalah :
a. Menolak mengisi kuesioner.
3. Besaran Sampel
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan
rumus estimasi proporsi satu populasi menurut Lemeshow, yaitu :

(Z1-a/2 )P (1-P)
n=
d2

Keterangan :
n : jumlah sampel
57

(Z1-a/2) : nilai Z pada derajat kemaknaan (pada penelitian ini


peneliti mengambil derajat kemaknaan 95% = 1,96)
P : proporsi dalam populasi 0,5
d :derajat penyimpangan terhadap populasi (dalam penelitian ini
peneliti menggunakan derajat penyimpangan, yaitu 10% =
0,1)
Berdasarkan rumus di atas, maka besar sampel yang dibutuhkan adalah 96
sampel. Untuk memperhitungkan adanya kesalahan dan sebagainya, maka
pengambilan sampel ditambah sebanyak 10% sehingga sampel yang
dibutuhkan adalah sebanyak 106 sampel.
4. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara consecutive sampling dan
dilakukan Poliklinik obstetrik dan ginekologiRSUP Dr. M Hoesin
Palembang, dimana setiap subyek yang memenuhi kriteria penelitian
dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sampai
terpenuhinya jumlah minimal sampel.
5. Variabel Penelitian
Variabel merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu
subyek ke subyek yang lain.
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini berupa keputusan subyek penelitian
untuk memilih metode kontrasepsi.
b. Variabel terikat
Variabel terikat berupa sikap ibu tentang metode kontrasepsi.
c. Variabel sosiodemografi
Variabel sosiodemografi berupa usia ibu, jumlah anak hidup,
kepercayaan, tingkat pengetahuan, dukungan suami, tingkat pendidikan,
ketersediaan alat kontrasepsi, alur rujukan, sumber daya manusia,
informasi petugas dan sikap petugas.

D. Batasan Operasional
58

Variabel Batasan Operasional Koding Skala


Pemilihan Jenis alat kontrasepsi yang dipilih 1 = AKDR Nominal
metode klien untuk mencegah kehamilan 2 = implant
kontrasepsi 3 = kontrasepsi mantap
wanita/ tubektomi
Usia ibu (tahun) Usia ibu berdasarkan Kartu Tanda 1= <35 tahun Ordinal
Penduduk (KTP). 2= >35 tahun
Kepercayaan Kepercayaan/ agama yang dianut 1= muslim Norminal
oleh klien. 2= non muslim
Jumlah anak Jumlah anak yang dilahirkan oleh 1 = ≤2 orang Ordinal
hidup klien dan masih hidup sampai saat 2 = >2 orang
diwawancara
Tingkat Tingkat pendidikan formal terakhir 1 = tinggi (tamat Ordinal
pendidikan klien yang ditamatkan dan SMA/sederajat,
memperoleh ijazah perguruan tinggi)
2 = rendah (tamat
SLTP/ sederajat, tidak
sekolah)
Tingkat Pengetahuan ibu tentang definisi 1 = baik, jika responden Ordinal
pengetahuan kontrasepsi, jenis kontrasepsi, cara menjawab benar ≥ nilai
pemasangan kontrasepsi, dan lama median
pemakaian kontrasepsi 2 = kurang, jika
responden menjawab
benar < nilai median
Sikap ibu tentang Bagaimana responden menyikapi 1 = baik, jika responden Ordinal
metode tentang metode kontrasepsi menjawab setuju ≥ nilai
kontrasepsi median
2= kurang, jika
responden menjawab
setuju < nilai median
Ketersediaan alat Penilaian klien mengenai 1 = lengkap, jika Ordinal
kontrasepsi kelengkapan alat kontrasepsi yang responden menjawab ≥
tersedia median
2= tidak lengkap, jika
responden menjawab
< nilai median
Sumber daya Ketersediaan petugas pelayanan 1 = tersedia Nominal
manusia kontrasepsi 2 = kurang tersedia
Alur rujukan Penilaian klien mengenai prosedur 1 = mudah Nominal
administrasi dengan BPJS untuk 2 = sulit
mendapatkan pelayanan
kontrasepsi, termasuk alur rujukan
Informasi petugas Informasi mengenai kontrasepsi 1 = baik Ordinal
yang disampaikan kepada klien 2 = kurang
Dukungan suami Persetujuan yang diberikan suami 1 = mendukung Nominal
kepada istri untuk menentukan 2 = tidak mendukung
metode kontrasepsi
Sikap petugas Penilaian klien mengenai sikap 1 = baik Ordinal
petugas pelayanan kontrasepsi 2 = kurang

E. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakankuesioner. Kuesioner
59

penelitian berisi pertanyaan tentang karakteristik ibu (usia, kepercayaan,


jumlah anak, tingkat pendidikan), tingkat pengetahuan,sikap ibu terhadap
metode kontrasepsi, ketersediaan alat kontrasepsi, ketersediaan sumber daya
manusia, alur rujukan, informasi oleh petugas KB, sikap petugas, dan
dukungan suami.

F. Alat Dan Cara Kerja


1. Peneliti terlebih dahulu membuat surat perijinan penelitian yang
dikeluarkan oleh Komite Etik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
2. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh langsung dari hasil wawancara peneliti terhadap sampel dengan
menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan
pemilihan metode kontrasepsi. Sebelum kuesioner dibagikan kepada
sampel, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan penelitian ini,
kemudian sampel diminta untuk menandatangani lembar persetujuan
penelitian. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu RSUP Dr. M.
Hoesin Palembang, berupa data jumlah pasangan usia subur yang menjadi
akesptor KB aktif.
3. Cara pengambilan dan pengumpulan data primer dalampenelitian ini
adalah dengan observasi dan wawancara yangberpedoman pada kuesioner.
4. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan bantuan komputer
setelah melalui proses editing, entry, dan cleaning data. Tahapan
pengolahan data adalah sebagai berikut :
a. Editing data
Editing adalah memeriksa kuesioner yang telah diisi sesuai dengan
jawaban responden. Poin yang harus diperiksa adalah :
1) Kelengkapan jawaban, apakah semua pertanyaan sudah dijawab
responden
2) Kejelasan jawaban, apakah tulisan dari jawaban tersebut jelas dan
dapat dibaca
3) Relevansi jawaban, apakah jawaban sesuai dengan pertanyaan.
60

a) Coding
Coding adalah mengelompokkan jawaban-jawaban responden
ke dalam kategori yang telah ditetapkan.pengelompokan
jawaban dilakukan dengan cara mengubah data berbentuk
kalimat atau huruf menjadi angka atau bilangan. Coding ini akan
mempermudah peneliti pada saat entry data dan analisis data.
b. Entry data
Jawaban dari masing-masing responden yang sudah dalam
bentuk kode kemudian dimasukkan ke dalam program
komputer.
c. Cleaning data
Cleaning atau pembersihan data merupakan kegiatan memeriksa
kembali apakah data yang sudah dimasukkan tersebut telah
sesuai dengan ketentuan.
d. Parameter
Pada penelitian ini estimasi resiko relatif dinyatakan dengan
rasio prevalens.

G. Analisis Data
Data primer yang dikumpulkan kemudian akan disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi.Untuk mengetahui faktor-faktor risiko dilakukan analisa bivariat,
sedangkan untuk mengetahui faktor risiko yang paling berperan akan
dilakukan analisa multivariat dengan menggunakan regresi logistik.
Sedangkan analisa data menggunakan SPSS versi 17.

H. Alur Penelitian

Subjek memenuhi kriteria inklusi

Menandatangani informed consent


61

Consecutive sampling

Anamnesis

Mengisi kuesioner

Analisis data

Publikasi hasil penelitian

Gambar 12. Alur Penelitian

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Penelitiananalitik observasional dengan desain potong lintang (cross sectional)


untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi
pada wanita di era BPJS telah dilakukan di Bagian/Departemen Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembangsejak bulan Januari
sampai Desember 2017. Sampel penelitian ini sebanyak 106wanita umur subur
62

berumur 15 sampai 49 tahun yang sudah menikah yang datang ke P2 UGD, kamar
bersalin dan bangsal kebidanan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dan
memenuhi kriteria inklusi.

A. Karakteristik Umum Subjek Penelitian


Karakteristik umum subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1. Dari
106wanita umur subur sebanyak 37 orang (34,9%) memilih menggunakan
kontrasepsi dan 69 orang (65,1%) menolak menggunakan kontrasepsi dimana
tiga alasan terbanyak responden menolak menggunakan kontrasepsi adalah
masih ingin punya anak (66,7%), suami tidak mengizinkan (10,1%) dan
nyeri/tidak nyaman (8,7%). Jenis kontrasepsi yang dipakai 37 responden yang
memilih menggunakan kontrasepsi antara lain suntik (35,1%), AKDR (21,6%),
MOW (16,2%), Implan (8,1%), Kondom (8,1%), Pil (8,1%) dan MOP (2,7%).
Dari 106 pasien sebanyak 18 orang (17%) memilih kontasepsi mantap dan 88
orang (83%) tidak memakai kontrasepsi atau memakai kontasepsi lain.
Responden yang ikut dalam penelitian ini sebanyak 58 orang (54,7%) tinggal
di kota palembang dan sebanyak 48 orang (45,3%) tinggal di luar kota
Palembang. Kota tempat responden berasal antara lain Banyuasin (39,6%),
Ogan Ilir (37,5%), OKI (6,2%), Muara Enim (4,2%) serta Betung, Lahat,
Lampung, Lubuk Linggau, MUBA dan OKU Timur masing masing 2.1%.
Berdasarkan umur didapatkan rerata umurresponden dalam penelitian ini adalah
30,15 ± 7,06 tahun dengan rentang umur 16-47 tahun dimana mayoritas sampel
pada kategori umur ≤ 35 tahun sebanyak 80 orang (75,5%) dan > 35 tahun
sebanyak 26 orang (24,5%). Dengan analisa statistik didapatkan hasil tidak
terdapat perbedaan kategori umur antara kelompok yang memilih dan menolak
kontrasepsi mantap (p = 0,210)
Tabel 5. Karakteristik Umum Subjek Penelitian
Karakteristik Kelompok Nilai p
Kontrasepsi Non Total
Mantap Kontrasepsi
Mantap
Umur (tahun), rerata ± SD 31,44 ± 6,61 29,89 ± 7,15 30,15 ± 7,06 0,396a
63

Umur, n (%)
 ≤ 35 tahun 11 (61,1) 69 (78,4) 80 (75,5) 0,210b
 > 35 tahun 7 (38,9) 19 (21,6) 26 (24,5)
Alamat, n (%)
 Dalam Kota 6 (33,3) 52 (59,1) 58 (54,7) 0,082B
 Luar Kota 12 (66,7) 36 (40,9) 48 (45,3)
Pendidikan, n(%)
 Tidak Sekolah 0 (0) 1 (1,1) 1 (0,9) 0,353c
 SD 5 (27,8) 22 (25,1) 27 (25,5)
 SMP 5 (27,8) 12 (13,6) 17 (16,0)
 SMA 5 (27,8) 41 (46,6) 46 (43,4)
 Perguruan Tinggi 3 (16,6) 12 (13,6) 15 (14,2)
Pekerjaan, n(%)
 Tidak Bekerja/IRT 13 (72,1) 75 (85,2) 88 (83,0) 0,158c
 Dokter 1 (5,6) 0 (0) 1 (0,9)
 Guru 1 (5,6) 1 (1,1) 2 (1,9)
 Karyawan Swasta 2 (11,1) 7 (8,0) 9 (8,6)
 PNS 0 (0) 3 (3,4) 3 (2,8)
 Petani 1 (5,6) 1(1,1) 2 (1,9)
0 (0) 1 (1,1) 1 (0,9)
 Wiraswasta
Jumlah Anak, n (%)
 > 2 orang 10 (55,6) 21 (23,9) 31 (29,2) 0,016b
 ≤ 2 orang 8 (44,4) 67 (76,1) 75 (70,8)
Total 18 88 106
a
Independent T Test, p= 0,05.
b
Uji Chi Square,p = 0,0.
c
Pearson Chi-Square, p = 0,05

Rerata umur kelompok yang memilih kontrasepsi mantap adalah 31,44 ± 6,61
tahun dan rerata umur kelompok non kontrasepsi mantapadalah 29,88 ± 7,15
tahun. Rerata umur responden yang memilih kontrasepsi mantap lebih besar
dibandingkan yang menolak kontrasepsi mantap namun dengan uji
Independent T Test didapatkan p value 0,396 (p > 0,05) yang berarti tidak
terdapat perbedaan bermakna umur antar kedua kelompok.
Mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan tinggi (57,7%) dimana pada
kelompok kontrasepsi mantap mayoritas responden memiliki tingkat
pendidikan rendah(55,6%) sedangkan kelompok non kontrasepsi mantap
mayoritas memiliki tingkat pendidikan tinggi(60,2%). Berdasaekan pekerjaan,
mayoritas responden tidak bekerja atau sebagai IRT (83%) baik kelompok
kontrasepsi mantap(85,2%) maupun kelompok non kontrasepsi
mantap(72,2%). Denganuji Chi Square didapatkan p valuemasing-masing
pendidikan dan pekerjan sebesar 0,331 dan 0,320 (p >0,05) yang berarti tidak
64

terdapat perbedaan pendidikan terakhirdan pekerjaan antar kedua kelompok.


Rerata jumlah anak dalam penelitian ini adalah 1,91 ± 1,39orang dengan
rentang 0-8 orang dimana mayoritas sampel dengan jumlah anak ≤ 2 orang
sebanyak 75 orang (70,8%) dan > 2 orang sebanyak 31 orang (29,2%). Dengan
analisa statistik didapatkan hasil terdapat perbedaan kategori jumlah antara
kelompok yang memilih dan menolak kontrasepsi mantap (p = 0,016) dimana
pada kelompok yang memilih kontrasepsi mantap 55,6% memiliki anak > 2
orang.

B. Hubungan Karakteristik (Umur, Jumlah Anak dan Tingkat Pendidikan)


dengan Pemilihan Kontrasepsi Mantap
Umur responden pada penelitian ini dibagi menjadi > 35 tahun dan ≤ 35 tahun.
Dengan uji Chi Squaredidapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
tidak bermakna antara umur dengan pemilihan kontrasepsi mantap dimana
responden dengan umur > 35 tahun berpengaruh 2,3 kali memilih kontrasepsi
mantap dibandingkan responden dengan umur ≤ 35 tahun namun tidak
signifikan (PR = 2,311; p = 0,210).
Jumlah Anak dibagi atas > 2 orang dan ≤ 2 orang. Dengan uji Chi
Squaredidapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yangbermakna antara
jumlah anak dengan pemilihan kontrasepsi mantap dimana responden dengan
jumlah anak > 2 orang berpengaruh 3,9 kali secara signifikan memilih
kontrasepsi mantap dibandingkan responden dengan jumlah anak ≤ 2 orang
(PR = 3,988; p = 0,016).
Tingkat pendidikan dibagi atas pendidikan rendah (tidak sekolah, SD dan
SLTP) dan tingkat pendidikan tinggi (SLTA dan Perguruan Tinggi). Dengan uji
Chi Squaredidapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang tidak
bermakna antara tingkat pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi mantap
dimana responden dengan tingkat pendidikan rendah berpengaruh 1,89 kali
memilih kontrasepsi mantap dibandingkan responden dengan tingkat
pendidikan tinggi namun tidak signifikan (PR = 1,893; p = 0,331).
65

Tabel 6. Hubungan Karakteristik (Umur, Jumlah Anak dan Tingkat


Pendidikan) dengan Pemilihan Kontrasepsi Mantap
Karakteristik Kelompok
Kontrasepsi Non Kontrasepsi Total PR* p
Mantap Mantap (CI 95%) value*
Umur
 > 35 7 19 26 2,311 0,210
tahun 11 69 80 (0,789-6,772
 ≤ 35
tahun
Jumlah Anak
 > 2 orang 10 21 31 3,988 0,016
 ≤ 2 orang 8 67 75 (1,394-
11,408)
Tingkat
Pendidikan
 Rendah 10 35 45 1,893 0,331
 Tinggi 8 53 61 (0,680-5,265)
Total 18 88 106
* Uji Chi Square, p value = 0,05

C. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pemilihan Kontrasepsi Mantap


Tingkat pengetahuan pada penelitian ini terbagi atas pengetahuan baik (skor
pengetahuan ≥ 8) dan pengetahuan kurang baik (skor < 8). Dengan uji Chi
Squaredidapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan dengan pemilihan kontrasepsi mantap dimana responden
dengan tingkat pengetahuan baik berpengaruh 3,89 kali secara signifikan
memilih kontrasepsi mantap dibandingkan responden dengan tingkat
pengetahuan kurang baik (PR = 3,893; p = 0,024).
Tabel 7. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pemilihan Kontrasepsi
Mantap
Karakteristik Kelompok
Kontrasepsi Non Total PR* p
Mantap Kontrasepsi (CI 95%) value*
Mantap
Pengetahuan
 Baik 8 15 23 3,893 0,024
 Kurang 10 73 83 (1,318-
Baik 11,500)
66

Total 18 88 106
* Uji Chi Square, p value = 0,05

D. Hubungan Sikap Ibu dengan Pemilihan Kontrasepsi Mantap


Sikap ibu terbagi atas sikap baik (skor sikap ibu ≥ 9) dan pengetahuan kurang
baik (skor < 9). Dengan uji Fisher Exactdidapatkan kesimpulan bahwa terdapat
hubungan yang tidak bermakna antara sikap ibu dengan pemilihan kontrasepsi
mantap dimana sikap ibu yang baik berpengaruh 1,567 kali untuk memilih
kontrasepsi mantap dibandingkan sikap ibu yang kurang baik namun tidak
signifikan (PR = 1,567; p = 0,758).

Tabel 8. Hubungan Sikap Ibu dengan Pemilihan Kontrasepsi Mantap


Karakteristik Kelompok
Kontrasepsi Non Total PR* p
Mantap Kontrasepsi (CI 95%) value*
Mantap
Sikap
 Baik 15 67 82 1,567 0,758
 Kurang Baik 3 21 24 (0,413-5,943)
Total 18 88 106
* Uji Fisher Exact, p value = 0,05

E. Hubungan Ketersediaan Alat Kontrasepsi dengan Pemilihan Kontrasepsi


Mantap
Ketersediaan alat kontrasepsi dibagi atas lengkap dan kurang lengkap. Dengan
uji Chi Squaredidapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang tidak
bermakna antara ketersediaan alat kontrasepsi dengan pemilihan kontrasepsi
mantap dimana ketersediaan alat kontrasepsi yang lengkap berpengaruh 1,378
kali terhadap ibu untuk memilih kontrasepsi mantap dibandingkan ketersediaan
alat kontrasepsi yang kurang lengkap namun tidak signifikan (PR = 1,378; p =
0,719).

Tabel 9. Hubungan Ketersediaan Alat Kontrasepsi dengan


PemilihanKontrasepsi Mantap
Karakteristik Kelompok
Kontrasepsi Non Total PR* p
67

Mantap Kontrasepsi (CI 95%) value*


Mantap
Ketersediaan Alat
 Lengkap 9 37 46 1,378 0,719
 Kurang Lengkap 9 51 60 (0,499-3,808)
Total 18 88 106
* Uji Chi Square, p value = 0,05

F. Hubungan Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan Pemilihan


Kontrasepsi Mantap
Ketersediaan SDM dibagi atas tersedia dan kurang tersedia. Dengan uji Fisher
Exactdidapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang tidak bermakna
antara ketersediaan SDM dengan pemilihan kontrasepsi mantap dimana
tersedianya SDM berpengaruh 1,769 kali terhadap ibu untuk memilih
kontrasepsi mantap dibandingkan kurang tersedianya SDM namun tidak
signifikan (PR = 1,769; p = 0,552).

Tabel 10. Hubungan Ketersediaan SDM dengan Pemilihan Kontrasepsi


Mantap
Karakteristik Kelompok
Kontrasepsi Non Total PR* p
Mantap Kontrasepsi (CI 95%) value*
Mantap
Ketersediaan SDM
 Tersedia 15 65 80 1,769 0,552
 Kurang Tersedia 3 23 26 (0,469-6,674)
Total 18 88 106
* Uji Fisher Exact, p value = 0,05

G. Hubungan Alur Rujukan dengan Pemilihan Kontrasepsi Mantap


Alur rujukan dibagi atas mudah dan sulit. Dengan uji Chi Squaredidapatkan
kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang tidak bermakna antara alur rujukan
dengan pemilihan kontrasepsi mantap. Apabila alur rujukan mudah maka akan
berpengaruh 1,976 kali terhadap ibu untuk memilih kontrasepsi mantap
dibandingkan alur rujukan yang sulit namun tidak signifikan (PR = 1,976; p =
0,342).
68

Tabel 11. Hubungan Alur Rujukan dengan Pemilihan Kontrasepsi Mantap


Karakteristik Kelompok
Kontrasepsi Non Total PR* p
Mantap Kontrasepsi (CI 95%) value*
Mantap
Alur Rujukan
 Mudah 13 50 63 1,976 0,342
 Sulit 5 38 43 (0,648-6,022)
Total 18 88 106
* Uji Chi Square, p value = 0,05

H. Hubungan Sikap Petugas dengan Pemilihan Kontrasepsi Mantap


Sikap petugas dibagi atas baik dan kurang baik. Dengan uji Chi
Squaredidapatkan kesimpulan bahwa sikap petugas yang baik maupun yang
kurang sama besar pengaruhnya terhadap pemilihan kontrasepsi mantap (PR =
1,088; p = 1,000).

Tabel 12. Hubungan Sikap Petugas dengan Pemilihan Kontrasepsi Mantap


Karakteristik Kelompok
Kontrasepsi Non Total PR* p
Mantap Kontrasepsi (CI 95%) value*
Mantap
Sikap Petugas
 Baik 11 52 63 1,088 1,000
 Kurang Baik 7 36 43 (0,385-3,073)
Total 18 88 106
* Uji Chi Square, p value = 0,05

I. Hubungan Informasi Petugas dengan Pemilihan Kontrasepsi Mantap


Informasi petugas dibagi atas baik dan kurang baik. Dengan uji Chi
Squaredidapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang tidak bermakna
antara informasi petugas dengan pemilihan kontrasepsi mantap dimana
informasi petugas yang baik berpengaruh 1,3 kali terhadap ibu untuk memilih
kontrasepsi mantap dibandingkan informasi petugas yang kurang baik namun
tidak signifikan (PR = 1,310; p = 0,342).
69

Tabel 13. Hubungan Informasi Petugas dengan Pemilihan Kontrasepsi


Mantap
Karakteristik Kelompok
Kontrasepsi Non Total PR* p
Mantap Kontrasepsi (CI 95%) value*
Mantap
Informasi Petugas
 Baik 11 48 59 1,310 0,802
 Kurang Baik 7 40 47 (0,465-3,692)
Total 18 88 106
* Uji Chi Square, p value = 0,05

J. Hubungan Dukungan Suami dengan Pemilihan Kontrasepsi Mantap


Dukungan suami dibagi atas mendukung dan tidak mendukung. Dengan uji
Fisher Exactdidapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yangbermakna
antara dukungan suami dengan pemilihan kontrasepsi mantap dimana dukungan
suami berpengaruh 5,2 kali secara signifikan terhadap ibu untuk memilih
kontrasepsi mantap (PR = 5,233; p = 0,009).

Tabel 14. Hubungan Dukungan Suami dengan Pemilihan Kontrasepsi


Mantap
Karakteristik Kelompok
Kontrasepsi Non Total PR* p
Mantap Kontrasepsi (CI 95%) value*
Mantap
Dukungan Suami
 Mendukung 15 43 58 5,233 0,009
 Tidak 3 45 48 (1,444-
Mendukung 19,357)
Total 18 88 106
* Uji Fisher Exact, p value = 0,05

K. Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi Mantap


Dari beberapa variabel yang dinilai variabel yang mempunyai hubungan
terhadap pemilihan kontrasepsi mantap dengan p value> 0,25 adalah usia
responden > 35 tahun (PR = 2,311; p = 0,210), jumlah anak > 2 (PR = 3,988;
p = 0,016), tingkat pengetahuan baik (PR = 3,893; p = 0,024) dan dukungan
70

suami (PR = 5,233; p = 0,009). Dari uji Regresi Logistik pada tabel 4.10
didapatkan kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan dan dukungan suami
berpengaruh secara signifikan terhadappemilihan kontrasepsi mantap dimana
responden dengan pengetahuan yang baik 3,62 kali secara signifikan lebih
berpengaruh terhadappemilihan kontrasepsi mantap (PR = 3,620; p = 0,041)
sedangkan dukungan suami 4,266 kali lebih berpengaruh secara signifikan
terhadappemilihan kontrasepsi mantap (PR = 4,266; p = 0,040). Namun, jumlah
anak dan usia tidak berpengaruh terhadap terhadappemilihan kontrasepsi
mantap (p > 0,05).

Tabel 15.Faktor-Faktor Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi Mantap.


Variabel Unadjusted* Adjusted**
PR p value PR p value
Dukungan Suami 5,233 0,009 4,266 0,040
Pengetahuan 3,893 0,024 3,620 0,041
Jumlah Anak 3,988 0,016 3,156 0,059
Usia 2,311 0,210 2,318 0,203
* Uji Chi Square, p = 0,05
**Uji Regresi Logistik, p = 0,05

BAB V
PEMBAHASAN

Kontrasepsi berasal dari kata ‘kontra’ berarti mencegah atau melawan, dan
‘konsepsi’ yang berarti pertemuan antara sel telur matang dan sel sperma yang dapat
71

mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah cara untuk menghindari dan


mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur matang
dengan sel sperma.12Kontrasepsi mantap ialah setiap tindakan pada kedua saluran
bibit wanita atau bibit pria yang mengakibatkan pasangan yang bersangkutan tidak
akan mendapat keturunan lagi.10 Kontrasepsi mantap pada wanita adalah satu-
satunya metode kontrasepsi wanita yang permanen. Kontrasepsi mantap pada
wanita biasanya dilakukan dengan mengikat atau memotong atau memasang cincin
pada kedua tuba falopi yang dapat dicapai baik dengan mini laparotomi atau
laparoskopi. Tubektomi atau sterilisasi adalah cara kontrasepsi permanen dan
terpilih jika wanita tidak ingin hamil lagi.12
Dari 106wanita umur subur sebanyak 34,9% memilih menggunakan kontrasepsi
dimana sebanyak 17% memilih kontrasepsi mantap. Selain itu, 65,1% responden
menolak menggunakan kontrasepsi dengan alasan terbanyak adalah masih ingin
punya anak, suami tidak mengizinkan dan nyeri/tidak nyaman.
Pada penelitian ini jumlah pemakaian implan sebanyak 16,7 %, AKDR sebanyak
44,4 % , MOW sebanyak 33,3 % dan MOP sebanyak 5,6%. Hasil penelitian ini
sejalan dengan data yang didapatkan dari RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang
dimana pada Tahun 2013 jumlah pemakaian Implan di RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang sebanyak 71 akseptor (7,1 %), insersi IUD sebanyak 687 akseptor (68,7
% ) dan MOW sebanyak 241 akseptor (24,1%). Sedangkan untuk tahun 2014
pemakaian Implan di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang sebanyak 25 akseptor
(2,5%), insersi IUD sebanyak 627 akseptor (62,7 %) dan MOW sebanyak 270
akseptor (27 %). Mayoritas kontrasepsi yang dipilih baik pada penelitian ini
maupun data yang ada adalah AKDR/IUD. AKDR adalah bahan inert sintetik atau
bahan kimia aktif yang dipasang di dalam rongga uterus melalui kanalis servikalis.
AKDR dapat diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga atau
mengandung levonogestrel.AKDR merupakan kontrasepsi yang efektif, reversibel,
dan berjangka panjang (sampai 10 tahun).12
Pemilihanmetode kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan,
terutama bagi perempuan.Terdapat 4 hal pokok yang menyebabkan seseorang
berperilaku kesehatan tertentu antara lain pemahaman dan pertimbangan
72

(pengetahuan, sikap dan kepercayaan), orang penting sebagai referensi, sumber


daya manusia serta kebudayaan. Terdapat 3 faktor utama yang dapat mempengaruhi
perilaku, faktor-faktor tersebut adalah faktor predisposisi (predisposing factor),
faktor pemungkin (enabling factor) dan Faktor pendorong (reinforcing
factor).6Pada penelitian ini variabel yang dinilai antara lain pengetahuan, sikap,
ketersediaan alat kontrasepsi, ketersediaan SDM, alur rujukan, sikap petugas,
informasi petugas dan dukungan suami.
Pertama, faktor predisposisi (predisposing factor) adalah faktor antesenden
terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi yang menjadi perilaku. Faktor
predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, persepsi, dan
status sosiodemografi seperti umur, pendidikan, jumlah keluarga, suku, dan
pendapatan.
Pada penelitian ini didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan umur, kategori umur,
alamat, pendidikan dan pekerjaan antar kelompok yang memilih atau tidak memilih
kontrasepsi mantap. Hal ini berarti keputusan responden untuk memilih kontrasepsi
mantap tidak dipengaruhi oleh umur, alamat, pendidikan dan pekerjaan. Namun,
didapatkan perbedaan signifikan jumlah anak antara kelompok kontrasepsi mantap
dan non kontrasepsi mantap (p = 0,016) dimana mayoritas responden yang memilih
kontrasepsi mantap memiliki anak lebih dari 2 orang (55,6%) sedangkan responden
yang tidak memilih kontrasepsi mantap mayoritas memiliki anak ≤ 2 orang (76,1%)
Semakin sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin memiliki
resiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat
mempengaruhi pilihan ibu terhadap pemilihan kontrasepsi.46,47,48 Pada pasangan
dengan jumlah anak sedikit terdapat kecenderungan untuk menggunakan alat
kontrasepsi dengan efektivitas rendah yaitu pil dan kondom, sedangkan bila anak
dirasakan cukup banyak akan digunakan alat kontrasepsi dengan efektivitas lebih
tinggi. Dalam keadaan ini pemakaian kontrasepsi diduga mengandung dua tujuan
yaitu sebagai usaha untuk memperpanjang jarak kelahiran dan sebagai usaha untuk
membatasi jumlah anak, termasuk diantaranya adalah sterilisasi tuba.6,23
Pada penelitian ini didapatkan usia wanita baik pada kelompok kontrasepsi mantap
ataupun non kontrasepsi mantap dominan ≤ 35 tahun namun persentase responden
73

berusia ≤ 35 tahun pada kelompok kontrasepsi mantap (61,1%) lebih kecil


dibandingkan pada kelompok non kontrasepsi mantap (78,54%). Dari hasil analisa
statistik didapatkan hasil terdapat hubungan yang tidak bermakna antara umur
dengan pemilihan kontrasepsi mantap(PR = 2,311; p = 0,210). Hasil penelitian ini
tidak jauh berbeda dengan penelitian Herlinawati dkk pada tahun 2012 dimana
didapatkan hasil tidak ada hubungan antara usia dan pilihan kontrasepsi mantap
(OR = 2,051 ; p = 0,152).49
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over behavior).6
Pada penelitian ini didapatkan hasil terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan dengan pemilihan kontrasepsi mantap dimana responden
dengan tingkat pengetahuan baik berpengaruh 3,89 kali secara signifikan memilih
kontrasepsi mantap dibandingkan responden dengan tingkat pengetahuan kurang
baik (PR = 3,893; p = 0,024). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Ismail dan Sisca pada tahun 2012 di Desa Karangampel
Kidul Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu yang memberikan hasil
pengetahuan yang baik berpengaruh 2,474 kali lebih dalam pemilihan kontrasepsi
mantap dibandingkan pengetahuan kurang.50Dari pengalaman dan penelitian,
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dibandingkan
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan karena didasari oleh kesadaran, rasa
tertarik, dan adanya pertimbangan dan sikap positif.51.
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai
suatu penghayatan terhadap obyek.6Pada penelitian ini didapatkan hasil terdapat
hubungan yang tidak bermakna antara sikap ibu (PR = 1,567; p = 0,758) dan sikap
74

petugas (PR = 1,088; p = 1,000) terhadappemilihan kontrasepsi mantap.


Kedua, faktor pemungkin (enabling factor) yaitu faktor yang memungkinkan
aspirasi atau motivasi terlaksana. Termasuk didalamnya adalah keterampilan dan
tersedianya sumber daya manusia, sarana dan prasarana kesehatan, dan kemudahan
untuk mencapainya.6
Pada penelitian ini faktor pemungkin yang dinilai adalah ketersediaan alat
kontrasepsi, sumber daya manusia, alur rujuan dan informasi petugas. Dengan
analisa statistik didapatkan hasil terdapat hubungan yang tidak bermakna antara
ketersediaan alat kontrasepsi (PR = 1,378; p = 0,719), ketersediaan SDM (PR=
1,769; p = 0,552), alur rujukan (PR = 1,976; p = 0,342), dan informasi petugas
(PR = 1,310; p = 0,802) dengan pemilihan kontrasepsi mantap.
Selanjutnya ketiga, faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu faktor yang
menentukan apakah tindakan kesehatan mendapatkan dukungan dari orang terdekat
termasuk petugas kesehatan.6Pada penelitian ini didapatkan hasil terdapat
hubungan yang tidak bermakna antara informasi petugas (PR = 1,310; p = 0,802)
dengan pemilihan kontrasepsi mantap. Namun, didapatkan hubungan yang
bermakna antara dukungan suami (PR = 5,233; p = 0,009) dengan pemilihan
kontrasepsi mantap.
Dengan analisis statistik regresi logistik didapatkan kesimpulan bahwa faktor yang
paling berperan dalam partisipasi kontrasepsi mantap adalah dukungan suami,
dimana dukungan suami 4,266 kali lebih berpengaruh secara bermakna dalam
partisipasi kontrasepsi mantap. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
Herlinawati dkk (2012) yang menunjukkan hasil analisis terdapat hubungan yang
bermakna antara dukungan keluarga dengan partisipasi kontrasepsi mantap d
RSUD Pirngadi Medan (OR = 12,016 ; p = 0,001).49
Kewajiban pemeliharaan kesehatan reproduksi khususnya dalam pemakaian alat
kontrasepsi lebih banyak didominasi wanita, walaupun dalam proses pemutusannya
melibatkan laki-laki, namun laki-laki lebih cenderung bersifat pasif.52
Partisipasi suami dalam program KB dan Kesehatan Reproduksi merupakan faktor
yang berperan dalam mewujudkan suami yang bertanggung jawab dalam KB dan
kesehatan reproduksi. Partisipasi ini akan dapat terwujud apabila berbagai
75

informasi yang berkaitan dengan hal itu tersedia secara lengkap, apalagi kita
ketahui bersama bahwa salah satu penyebab rendahnya partisipasi pria/suami dalam
KB dan Kesehatan reproduksi adalah masih terbatasnya informasi khususnya bagi
pasangan suami istri.52,53
Ketidakterampilan berkomunikasi dalam proses pembuatan keputusan,
menempatkan ibu-ibu rumah tangga dalam posisi daya tawar/bargaining position
yang relatif rendah, sehingga kebutuhan dan keinginannya sulit terealisasikan.
Keputusan yang dihasilkan cenderung didominasi kepentingan suami, sekalipun
keputusan tersebut menyangkut masalah-masalah yang berkaitan hidup matinya
ibu-ibu itu sendiri seperti masalah kesehatan reproduksi.54
Pada penelitian ini sangat terlihat dukungan suami merupakan faktor penentu
dimana pada kelompok kontrasepsi mantap didapatkan dukungan suami sebesar
83,3%, jumlah ini dua kali lebih besar dibandingkan dukungan suami pada
kelompok non kontrasepsi mantap yaitu sebesar 48,9%.

BAB VI
PENUTUP

A. SIMPULAN
1. Dari 106 pasien sebanyak 18 orang (17%) memilih kontasepsi mantap dan
88 orang (83%) tidak memakai kontrasepsi atau memakai kontasepsi lain.
2. Tidak terdapat hubungan antara usia dan pemilihan kontrasepsi mantap.
3. Tidak terdapat hubungan antara pendidikan dan pemilihan kontrasepsi
76

mantap
4. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan dan pemilihan kontrasepsi
mantap
5. Terdapat hubungan antara jumlah anak dan pemilihan kontrasepsi mantap
6. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan pemilihan kontrasepsi
mantap
7. Tidak terdapat hubungan antara sikap ibu dan pemilihan kontrasepsi mantap
8. Tidak terdapat hubungan antara ketersediaan alat kontrasepsi dan pemilihan
kontrasepsi mantap
9. Tidak terdapat hubungan antara ketersediaan SDM dan pemilihan
kontrasepsi mantap
10. Tidak terdapat hubungan antara alur rujukan dan pemilihan kontrasepsi
mantap
11. Tidak terdapat hubungan antara informasi petugas dan pemilihan
kontrasepsi mantap
12. Tidak terdapat hubungan antara sikap petugas dan pemilihan kontrasepsi
mantap
13. Terdapat hubungan antara dukungan suami dan pemilihan kontrasepsi
mantap
14. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi mantapwanita di
RSMH Palembangadalahdukungan suami dan tingkat pengetahuan.

B. SARAN
1. Dilakukan penyuluhan tentang manfaat dan keuntungan kontrasepsi mantap
wanita yang diikuti oleh para suami.
2. Dilakukan penelitian yang melibatkan para suami untuk mencari faktor-
faktor yang mempengaruhi dukungan suami terhadap kontrasepsi mantap.
77

RUJUKAN

1. BKKBN, UNFPA, Survei demografi dan kesehatan 2012 modul pria, Jakarta, 2014: 1- 10.
2. BKKBN, BPS, Kementerian Kesehatan, USAID, Survei demografi dan kesehatan Indonesia
2012, Jakarta, 2013: 1 - 8.
3. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan Republik Indonesia, Situasi keluarga
berencana ( KB ) di Indonesia, Buletin jendeladan informasi kesehatan, 2013:1-10.
4. Hartanto H. Keluarga berencana dan kontrasepsi. Jakarta : Swadaya, 1996.
5. Kementerian kesehatan Republik Indonesia, Rencana aksi nasional pelayanan keluarga
berencana 2014 – 2015, Jakarta, 2013 : 1-38.
6. Notoadmojo S. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta, 2010.
7. SulistioE, Ispriyanti D. Penerapan regresi logistik multinomial pada pemilihan alat kontrasepsi
wanita (Studi kasus di Desa Tonggara Kecamatan Kedung-banteng Kabupaten Tegal). Media
Statistika. 2010;3(1):31-40.
8. NoviyantiER. Beberapa faktor yang berhubungan dengan peran aktif pria dalam penggunaan
78

alat kontrasepsi di Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes tahun 2007. Tesis. Universitas
Diponegoro, Semarang. 2007.
9. Syamsiah. Peranan dukungan suami istri dalam pemilihan alat kontrasepsi pada peserta KB di
Soak Bayu Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2002. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. 2007
10. Sulistyawati A, Pelayanan keluarga berencana, Jakarta, Salemba medika; 2014
11. Saifudin AB, Afandi B, Dinamika kependudukan dan keluarga berencana. Dalam :
Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan, edisi , Jakarta, PT
Gramedia, 2014: 889 – 904.
12. Proverawati A, Islaely AD, Aspuah A, Panduan memilih kontrasepsi, Yogyakarta, Nuha
medika, 2010:1 – 4.
13. Pinem S, Kesehatan reproduksi dan kontrasepsi, Jakarta, Trans info medika, 2009
14. Affandi B, Adriaanz G, Gunardi ER, Koesno H, Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi,
edisi 3, Jakarta, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2013: U-24
15. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al, Williams
obstetrics, 24th edition, McGraw Hill education, , 2014: 695 - 719
16. Mishell DR. Contraception. 1sted. California: Blackwell publishing, 2011:94-102.
17. Bhutta SZ, Butt IF, Bano K. Insertion of intrauterine contraceptive device at caesarean section.
Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan.2011;21(9):527-30.
18. Stanford A, Mechanism of action of intrauterine devices: update and estimation of post
sterilization effects. AJOG. 2002;187:1699-708.
19. Joseph R. Mechanisms of action of intrauterine devices: update and estimation of post
fertilization efects. AJOG. 2011;155:1055-21.
20. Nelson A. Safety, efficacy, and patient acceptability of the Copper T-380A intrauterine
contraceptive device: clinical medicine insights. Women’s Health.2011:435–50.
21. M Kishen. Handbook of family planning and reproductive. 2008. Available at:
www.elsevierhealth.co.uk (Cited in February 19, 2015).
22. JHPIEGO. IUD guidelines for family planning service programs. JHPIEGO. 2006.
23. Sarwono P. Siklus haid. Edisi ke-1. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2008.
24. Baziad A. Kontrasepsi hormonal. Edisi ke-1. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2008: 18-92.
25. Saifudin AB. Dinamika kependudukan dan keluarga berencana. Dalam: Wiknjosastro HG,
Saifudin AB, Rakhim HT. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 1999: 890-904.
26. Wilopo AS, Herijanto TP, Affandi B, Fajans P. Pertemuan koordinasi safe motherhood yang ke-
22. “Keluarga Berencana Sebagai Komponen Penting MPS” Indonesia. 2001: 28-29.
27. Hatcher R, Pineheart W, Blackburn R, Geller SJ. The essentials of contraceptive technology.
Population information program centre of communications programs. 1 st ed. Baltimore :
Lippincott. 1997:112-25.
28. Burkman TR. Update in contraceptive obsteric and clinics of north America. 1st ed. Philadelphia:
WB Saunders Company. 2003;27:683-840.
29. Siswosudarno HR. Teknologi kontrasepsi, metode kontrasepsi efektif jangka panjang di
Indonesia. Edisi ke-1. Jakarta: Swadaya, 1997:46-52.
30. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al, Williams
obstetrics, 24th edition, McGraw Hill education, 2014: 720 - 7724
31. Winikoff B, Wymelenberg S, The whole truth about contraception aguide to safe and effective
choices, Washington DC, Joseph Henry Press, 1997
32. Fritz MA, Sperof L, Clinical gynecologic endocrinology and infertility, 8 th edition,
Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2011.
33. Suhadi A, dasuki D, Laparoskopi oklusi tuba anestesi local (lotal), Maj Obstet Ginekol
Indones, Jan 2009; 33(1): 56-60
34. Nazilah L. Kontribusi otonomi perempuan dalam rumah tanggaterhadap pemakaian
kontrasepsi di Nusa Tenggara Timur (Skripsi).Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
2012.
79

35. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan
PengembanganKesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013.
36. Woyanti N. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaankontrasepsi di Kota
Semarang. Dinamika Kependudukan. 2005;2(1):40-56.
37. Varney H. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC. 2006.
38. Maryatun. Analisis faktor-faktor pada ibu yang berpengaruh terhadappemakaian metode
kontrasepsi IUD di Kabupaten Sukoharjo. Eksplomasi. 2009;4(8):1-5.
39. Tedjo, Kartini LI. Faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi yang
digunakan pada keluarga miskin (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro. 2009.
40. Kusumaningrum R. Faktor-faktor yang mepengaruhi pemilihan jeniskonrasespi yang digunakan
pada pasangan usia subur (Skripsi).Semarang : Universitas Diponegoro. 2009.
41. Ali Rifa’i. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan alatkontrasepsi pada pasangan
usia subur di wilayah Puskesmas BahuKabupaten Gorontalo (Prosiding Seminar Nasional
Kependudukan).Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Jember. 2013.
42. Musdalifah, Sarake M, Rahma. Faktor yang berhubungan denganpemilihan kontrasepsi
hormonal pasutri di wilayah kerja PuskesmasLampa Kecamatan Duampanua Kabupaten
Pinrang 2013. UniversitasHasanudin. Makasar. 2013.
43. Arliana WOD, Sarake M, Seweng A. Faktor yang berhubungandengan penggunaan metode
kontrasepsi hormonal pada akseptor KB diKelurahan Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo
Kabupaten Buton SulawesiTenggara.Universitas Hasanudin. Makasar. 2013.
44. Sitopu SD. Hubungan pengetahuan akseptor keluarga berencana denganpenggunaan alat
kontrasepsidi Puskesmas Helvetia Medan. Fakultas IlmuKeperawatan Universitas Darma
Agung Medan. Medan. 2012.
45. Handayani L, Suharmiati, Hariastuti I, Latifah C. Peningkataninformasi tentang KB: hak
kesehatan reproduksi yang perludiperhatikan oleh program pelayanan Keluarga Berencana.
BuletinPenelitian Sistem kesehatan. 2012;15(3):289-97.

Lampiran I. Kriteria Kelayakan medis dalam penapisan klien.Ӿ

Kondisi Pil Suntikan Pil DMPA Implan AKDR AKDR


Kombina Progestin Progestin Cu Progestin
si
M = Mulai L = Lanjutan
Karakteristik Pribadi dan Riwayat Reproduksi
Kehamilan - - - - - 4 4
Usia Menars - Menar s- Menars - Menars Menars- Menars- Menars-
40 = 1 40 = 1 18 = 1 - 18 = 2 18 = 1 20 = 2 20 = 2
≥ 40 = 2 ≥ 40 = 2 18-45 =1 18-45=1 18-45=1 ≥ 20 = 1 ≥ 20 = 1
≥ 45 = 1 ≥ 45 = 2 ≥ 45 = 1
Paritas
80

 Nullipara 1 1 1 1 1 2 2
 Multipara 1 1 1 1 1 1 1
Laktasi
 < 6 minggu paska salin 4 4 3 3 3
 6 minggu - < 6 bulan laktasi 3 3 1 1 1
 ≥ 6 bulan paska salin 2 2 1 1 1
Paska salin ( tanpa laktasi )
 < 21 hari 3 3 1 1 1
 ≥ 21 hari 1 1 1 1 1
Paska salin ( laktasi/non laktasi )
termasuk paska seksio sesarea
 < 48 jam 2 3
 ≥ 48 jam - < 4 minggu 3 3
 ≥ 4 minggu 1 1a
 Sepsis Puerpuralis 4 4
Paska keguguran
 Trimester I 1 1 1 1 1 1 1
 Trimester II 1 1 1 1 1 2 2
 Paska abortus septik 1 1 1 1 1 4 4
Paska Kehamilan Ektopik 1 1 2 1 1 1 1
Riwayat operasi pelvis
( termasuk seksio sesarea ) 1 1 1 1 1 1 1
Merokok
 Usia < 35 th 2 2 1 1 1 1 1
 Usia ≥ 35 th
 < 15 batang / hari 3 2 1 1 1 1 1
 ≥ 15 batang /hari 4 3 1 1 1 1 1
Obesitas
 ≥ 30 kg/m2 BMI 2 2 1 1 1 1 1
Penyakit Kardiovaskuer
Faktor risiko multipel penyakit
kardiovaskuler ( usi tua, merokok, 3/4 3/4 2 3 2 1 2
DM, hipertensi )
Hipertensi
 Riwayat hipertensi tidak dapat 3 3 2 2 2 1 2
dievaluasi, termasuk hipertensi
dalam kehamilan.
 Hipertensi terkontrol. 3 3 1 2 1 1 1
 Tekanan darah meningkat
 140/90 – 160/100 3 3 1 2 1 1 1
 > 160/100 4 4 2 3 2 1 2
 Penyakit vaskuler 4 4 2 3 2 1 2
Riwayat hipertensi dalam
kehamilan 2 2 1 1 1 1 1
Trombosis vena dalam ( DVT ) /
emboli paru ( EP )
 Riwayat DVT/EP 4 4 2 2 2 1 2
 DVT/EP saat ini 4 4 3 3 3 1 3
 Riwayat keluarga DVT/EP 2 2 1 1 1 1 1
 Bedah mayor
 Imobilisasi lama 4 4 2 2 2 1 2
 Tanpa imobilisasi lama 2 2 1 1 1 1 1
 Bedah mayor tanpa imobilisasi 1 1 1 1 1 1 1
81

Trombosis Vena permukaan


 Varises 1 1 1 1 1 1 1
 Tromboflebitis 2 2 1 1 1 1 1
Riwayat penyakit jantung iskemik 4 4 M L 3 M L 1 M L
2 3 2 3 2 3
Stroke ( Riwayat Cardiovascular 4 4 M L 3 M L 1 2
accident ) 2 3 2 3
Hiperlipidemia 2/3b 2/3b 2 2 2 1 2
Penyakit katup jantung
 Tanpa komplikasi 2 2 1 1 1 1 1
 Dengan komplikasi ( hipertensi 4 4 1 1 1 2 2
pulmonal, fibrilasi atrial,
endokarditis bakterial sub akut )
Kondisi Neurologis
Nyeri kepala M L M L M L M L M L M L
 Non migrant ( ringan / berat ) 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
 Migran
 Tanpa aura
- Usia < 35 th 2 3 2 3 1 2 2 2 2 2 1 2 2
- Usia ≥ 35 th 3 4 3 4 1 2 2 2 2 2 1 2 2
 Dengan Aura ( semua usia ) 4 4 4 4 2 3 2 3 2 3 1 2 3
Epilepsi 1 1 1 1 1 1 1
Depresi
Depresi 1 1 1 1 1 1 1
Infeksi dan Kelainan Alat Reproduksi
Perdarahan Pervaginam M L
 Perdarahan ireguler 1 1 2 2 2 1 1 1
 Perdarahan banyak/lama 1 1 2 2 2 2 1 2
Perdarahan pervaginam yang M L M L
belum diketahui penyebabnya
 Sebelum penilaian 2 2 2 3 3 4 2 4 2
Endometriosis 1 1 1 1 1 2 1
Tumor ovarium jinak ( termasuk
kista ) 1 1 1 1 1 1 1
Dismenore berat 1 1 1 1 1 2 1
Penyakit trofoblas
 Jinak 1 1 1 1 1 3 3
 Ganas 1 1 1 1 1 4 4
Ektropion serviks 1 1 1 1 1 1 1
NIS ( Neoplasma Intra Serviks ) 2 2 1 2 2 1 2
M L M L

Kanker serviks 2 2 1 2 2 4 2 4 2
Penyakit mamma
 Massa tidak terdiagnosa 2 2 2 2 2 1 2
 Penyakit mamma jinak 1 1 1 1 1 1 1
 Riwayat kanker keluarga 1 1 1 1 1 1 1
 Kanker mamma
- Saat ini 4 4 4 4 4 1 4
- Riwayat lampau, tidak 3 3 3 3 3 1 3
kambuh dalam 5 tahun
Kanker endometrium 1 1 1 1 1 M L M L
82

4 2 4 2
Kanker ovarium 1 1 1 1 1 M L M L

3 2 2 2
Fibroma Uteri
 Tanpa gangguan kavum uteri 1 1 1 1 1 1 1
 Dengan gangguan kavum uteri 1 1 1 1 1 4 4
Kelainan anatomis
 Mengganggu kavum uteri 4 4
 Tidak mengganggu kavum 2 2
uteri
Penyakit radang panggul M L M L
 Riwayat PRP
- Dengan kehamilan 1 1 1 1 1 1 1 1 1
- Tanpa kehamilan 1 1 1 1 1 2 2 2 2
 PRP saat ini 1 1 1 1 1 4 2 4 2
IMS M L M L
 Servisitis purulen atau ingeksi 1 1 1 1 1 4 2 4 2
klamidia atau infeksi gonorea
 IMS lainnya ( kecuali HIV dan 1 1 1 1 1 2 2 1 2
hepatitis )
 Vaginitis ( termasuk 1 1 1 1 1 2 2 2 2
trikomonas vaginalis dan
vaginosis bacterial )
 Risiko IIMS meningkat 1 1 1 1 1 4 2 4 2
c
HIV/AIDS
M L M L

Risiko tinggi HIV 1 1 1 1 1 3 2 2 2


Terinfeksi HIV 1 1 1 1 1 2 2 2 2
AIDS 1 1 1 1 1 2 2 3 2
Infeksi lain
Skistosomiasis
 Tanpa komplikasi 1 1 1 1 1 1 1
 Fibrosis hati 1 1 1 1 1 1 1
Tuberkulosis M L M L
 Non pelvis 1 1 1 1 1 1 1 1 1
 Pelvis
1 1 1 1 1 4 3 4 3
Malaria 1 1 1 1 1 1 1
Penyakit Endokrin
Diabetes
 Riwayat diabetes gestasional 1 1 1 1 1 1 1
 Penyakit non vaskuler
- Non insulin dependen 2 2 2 2 2 2 2
- Insulin dependen 2 2 2 2 2 2 2
 Nefropati/retinopati/neuropati 3/4 3/4 2 3 2 1 2
 Penyakit vaskuler lain/ 3/4 3/4 2 3 2 1 2
Diabetes > 20 tahun
Penyakit Tiroid
 Goiter 1 1 1 1 1 1 1
 Hipertiroid 1 1 1 1 1 1 1
 Hipotiroid 1 1 1 1 1 1 1
83

Penyakit Gastrointestinal
Penyakit kandung empedu
 Simptomatik
- Terapi kolesistektomi 2 2 2 2 2 1 2
- Diobati dengan obat saja 3 2 2 2 2 1 2
- Saat ini 3 2 2 2 2 1 2
 Asimptomatik 2 2 2 2 2 1 2
Riwayat kolestasis
 Berhubungan dengan
kehamilan 2 2 1 1 1 1 1
 Berhubungan dengan
kontrasepsi 2 2 2 2 2 1 2
Hepatitis virus
 Aktif 4 3/4 3 3 3 1 3
 Karier 1 1 1 3 1 1 1
Sirosis
 Ringan 3 2 2 2 2 1 2
 Berat 4 3 3 3 3 1 3
Tumor Hati
 Adenoma 4 3 3 3 3 1 3
 Hepatoma 4 3/4 3 3 3 1 3
Anemia
Talasemia 1 1 1 1 1 2 1
Penyakit bulan sabit 2 2 1 1 1 2 1
Anemia defisiensi Fe 1 1 1 1 1 2 1
Interaksi obat
Obat yang mempengaruhi enzim
enzim hati
 Rifampisisn 3 2 3 2 3 1 1
 Anti konvulsan tertentu 3 2 3 2 3 1 1
Antibiotik
 Griseofulvin 2 1 2 1 2 1 1
 Antibiotik lain 1 1 1 1 1 1 1
Terapi antiretroviral 2 2 2 2 2 M L M L

2/3 2 2/3 2
Ӿ : Dimodifikasi dari WHO 2004
a : Jika laktasi, kategori menjadi 3 – 6 minggu paska salin.
Dikutip dari Affandi.14
Lampiran II. Kriteria kelayakan medis kontrasepsi mantap perempuan
(tubektomi ).

Kondisi Kategori
Karakteristik Pribadi dan Riwayat Reproduksi
Kehamilan C
Paritas
 Nullipara A
 Multipara A
Laktasi A
Paska salin
 - < 7 hari A
- 7 – 42 hari C
- ≥ 42 hari A
84

 Preeklampsi/eklampsi
- Preeklampsi ringan A
- Preeklampsi berat/eklampsi C
 Ketuban pecah lama ( > 24 jam ) C
 Infeksi nifas C
 Perdarahan antepartum C
 Trauma berat pada daerah genetalia C
 Ruptur uterus D
Paska Abortus
 Tanpa komplikasi A
 Sepsis C
 Perdarahan C
 Trauma alat genital saat penggughuran C
 Perforasi uterus D
 Hematometra C
Kehamilan Ektopik Lampau A
Merokok A
Obesitas B
Penyakit Kardiovaskular
Faktor risiko multipel penyakit kardiovaskular D
Hipertensi
 Hipertensi terkontrol B
 Kenaikan tekanan darah
- 140/90 - 160/100 B
- > 160 / 90 D
 Penyakit vaskular A
Riwayat hipertensi selama kehamilan A
Trombosis vena dalam ( DVT ) / emboli paru ( EP )
 Riwayat DVT/EP A
 DVT/EP saat ini C
 Riwayat keluarga DVT/EP A
 Bedah mayor
 Imobilisasi lama C
 Tanpa imobilisasi lama A
Bedah minor A
Mutasi trombogenik A
Trombosis Vena permukaan
 Varises A
 Tromboflebitis A
Penyakit jantung iskemik
 Saat ini penyakit jantung iskemik D
 Riwayat penyakit jantung iskemik B
Stroke B
Hiperlipidemi A
Penyakit jantung ventrikuler
 Tanpa komplikasi B
 Dengan komplikasi D
Kelainan Neurologis
Nyeri kepala
 Non migrant ( ringan / berat ) A
 Migran
 Tanpa aura A
 Dengan Aura ( semua usia ) A
85

Epilepsi B
Depresi
Depresi B
Infeksi dan kelainan alat reproduksi
Perdarahan Pervaginam
 Perdarahan ireguler A
 Perdarahan banyak/lama A
Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya
 Sebelum penilaian C
Endometriosis D
Tumor ovarium jinak ( termasuk kista ) A
Dismenore berat A
Penyakit trofoblas
 Jinak A
 Ganas C
Ektropion serviks A
NIS ( Neoplasma Intra Serviks ) A
Kanker serviks C
Penyakit mamma
 Massa tidak terdiagnosa A
 Penyakit mamma jinak A
 Riwayat kanker keluarga A
 Kanker mamma
- Saat ini B
- Riwayat lampau, tidak kambuh dalam 5 tahun A
Kanker endometrium C
Kanker ovarium C
Fibroma Uteri
 Tanpa gangguan kavum uteri B
 Dengan gangguan kavum uteri B
Penyakit radang panggul
 Riwayat PRP
- Dengan kehamilan A
- Tanpa kehamilan B
 PRP saat ini C
IMS
 Servisitis purulen atau ingeksi klamidia atau infeksi gonorea C
 IMS lainnya ( kecuali HIV dan hepatitis ) A
 Vaginitis ( termasuk trikomonas vaginalis dan vaginosis bacterial ) A
 Risiko IIMS meningkat A
HIV / AIDS
Risiko tinggi HIV A
Terinfeksi HIV A
AIDS D
Infeksi lain
Skistosomiasis
 Tanpa komplikasi A
 Fibrosis hati B
Tuberkulosis
 Non pelvis A
 Pelvis D
Malaria A
Penyakit Endokrin
86

Diabetes
 Riwayat diabetes gestasional A
 Penyakit non vaskuler
- Non insulin dependen B
- Insulin dependen B
 Nefropati/retinopati/neuropati D
 Penyakit vaskuler lain/ Diabetes > 20 tahun D
Penyakit Tiroid
 Goiter A
 Hipertiroid D
 Hipotiroid B
Penyakit gastrointestinal
Penyakit kandung empedu
 Simptomatik
- Terapi kolesistektomi A
- Diobati dengan obat saja A
- Saat ini C
 Asimptomatik A
Riwayat kolestasis
 Berhubungan dengan kehamilan A
 Berhubungan dengan kontrasepsi A
Hepatitis virus
 Aktif C
 Karier A
Sirosis
 Ringan B
 Berat D
Tumor Hati
 Adenoma B
 Hepatoma B
Anemia
Talasemia B
Penyakit bulan sabit B
Anemia defisiensi Fe
 Hb < 7 g% C
 Hb 7 – 10 g% B
Keadaan lain yang relevan dengan tubektomi
Infeksi kulit abdomen C
Gangguan peredaran darah D
Penyakit paru
 Bronkitis, Pneumonia C
 Asthma, emfisema, infeksi paru D
Infeksi sistemik / gastroenteritis C
Perlekatan uterus oleh karena pembedahan / infeksi lampau D
Hernia umbilikalis atau abdominal D
Hernia diafragmatikus B
Penyakit ginjal B
Defisiensi gizi berat B
Pembedahan abdomen / pelvik terdahulu B
Sterilisasi bersamaan dengan pembedahabn abdomen
 Elektif B
 Emergensi C
 Keadaan infeksi C
87

Sterilisasi bersamaan dengan seksio sesarea A

Dikutip dari Affandi.14

Lampiran III. Kriteria kelayakan medis Kontrasepsi mantap laki – laki ( Vasektomi ).

Kondisi Kategori
Karakteristik Pribadi dan Riwayat Reproduksi
Usia muda B
Depresi
Depresi B
HIV / AIDS
Risiko tinggi HIV A
Terinfeksi HIV A
AID D
Penyakit Endokrin
Diabetes B
Anemia
88

Penyakit bulan sabit A


Keadaan lain yang relevan dengan vasektomi
Infeksi lokal
 Infeksi kulit skrotum C
 IMS aktif C
 Epididimisitis/orkitis C
Gangguan peredaran darah D
Riwayat infeksi skrotum B
Infeksi sistemik / gasteroenteritis C
Varikokel besar B
Hidrokel besar B
Filariasis / elefantiasis C
Massa intraskrotal C
kriptorkisme B
Hernia inguinalis D

Dikutip dari Affandi.14

Lampiran iv

PERSYARATAN MINIMAL FASILITAS PELAYANAN KELUARGA


BERENCANA PARIPURNA

Batasan
Fasilitas pelayanan keluarga paripurna adalah fasilitas yang mampu dan berwenang
memberikan semua jenis pelayanan kontrasepsi ditambah dengan pelayanan
rekanalisasi dan penaggulangan infertilaitas.

Fungsi
89

1. Memberikan pelayanan KIE medis baik sebelum dan sesudah pelayanan.


2. Memberikan pelayanan preventif yaitu pelayanan kontrasepsi dengan lebih
mengutamakan metode kontrsepsi jangka panjang efektif terpilih ( IUD,
implant dan kontrasepsi mantap ).
3. Memberikan pelayanan kuratif yaitu pelayanan efek samping, komplikasi dan
kegagalan penggunaan kontrasepsi serta pelayanan ginekologis pada akseptor
KB.
4. Memberikan pelayanan rehabilitatif berupa pelayanan infertilitas dan
reversibilitas ( pemulihan kesuburan termasuk rekanalisasi ).
5. Memberikan pelayanan rujukan.
6. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
7. Melaksanakan pelatihan medis teknis dan konseling.
8. Melakukan penelitian teknologi kontrasepsi dan biomedis.

Tenaga
Tenaga minimal yang diperlukan :
1. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang telah mendapat pelatihan
penanggulangan infertilitas dan rekanalisasi.
2. Dokter spesialis bedah yang telah mendapat pelatihan penanggulangan
infertilitas dan rekanalisasi.
3. Dokter spesialis anesthesia.
4. Dokter spesialis urologi.
5. Dokter umum yang kompeten.
6. Tenaga konseling yang kompeten.
7. Bidan dan perawat yang kompeten.
8. Tenaga administrasi yang kompeten.

Sarana dan Prasarana


1. Ruangan perlengkapan dan peralatan
1) Ruang tunggu, pendaftaran serta KIE medis – dengan ukuran minimal 3 x 4
m2 dan perlengkapan minimal :
1) Satu meja tulis dan kursi untuk pendaftaran.
2) Satu lemari tempat penyimpanan kartu status, registrasi dan formulir
laporan
3) Tempat duduk untuk menunggu.
4) Bahan-bahan KIE medis Keluarga Berencana.
5) Satu set alat peraga.
2) Ruang konsultasi / konseling – dengan ukuran minimal 3 x 3 m2 dan
perlengkapan minimal :
1) Satu meja dan kursi untuk konseling.
2) Satu meja tempat obat dan alat kontrasepsi.
90

3) Satu lemari untuk menyimpan obat dan alat kontrasepsi.


4) Konseling kit.
3) Ruang periksa dan pelayananan kontrasepsi – dengan ukuran 3 x 3 m2 dan
perlengkapan minimal :
1) Peralatan non medis.
a) Satu tempat tidur periksa berikut kasur, bantal, sprei, sarung bantal,
duk dan karet laken.
b) Satu bangku kecil untuk meudahkan klien naqik ke tempat tidur.
c) Sterilisator.
d) Lima wadah DTT masing masing untuk menyimpansarung tangan
karet steril, kasa steril, kapas DTT / steril, duk bersih dan AKDR.
e) Satu tempat untuk mencuci alat.
f) Satu cawan / mangkuk ginjal.
g) Tempat sampah medis / non medis.
h) Bahan / obat – obatan habis pakai, seperti cairan antiseptik, kapas
dan kasa steril.
2) Peralatan medis.
a) Meja ginekologik
b) Satu tensimeter, satu stetoskop, satu timbangan badan dan Hb meter.
c) Korentang dan tempatnya.
d) Tiga set AKDR kit.
e) Tiga set implant kit.
f) Tiga set vasektomi kit.
g) Satu set laporoskop ( laparokator ).
h) Tiga set minilaparotomi.
i) Satu set emergensi kit.
3) Ruang cuci tangan.
a) Satu bak cuci tangan lengkapdengan kran air yang mengalir dengan
baik.
b) Sabun sikat tangan dan alat pembersih lainnya.
c) Handuk sekali pakai.
4) Ruang operasi
a) Meja operasi berikut lampu operasi.
b) Meja alat.
c) Histeroskop.
d) Bedah mikro set.
e) Perlengkapan untuk pelayanan tubektomi dan vasektomi,
rekanalisasi serta penanggulangan infertilitas.
5) Ruang paska bedah
a) Beberapa tempat tidur berikut kasur, bantal, sprei, sarung bantal, duk
91

dan karet laken.


b) Satu tensimeter.
c) Satu stetoskop.
d) Satu timbangan berat badan.
e) Satu set emergensi kit.
6) Ruang laboratorium lengkap ( dapat sebagai bagian dari laboratorium
umum ) dengan kemampuan untuk :
a) Pemeriksaan darah lengkap.
b) Pemeriksaan sperma.
7) Kamar kecil / WC.
a) Bak air dan gayungnya.
b) Sabun dan alat alat pembersih lainnya.
8) Ruang pelatihan medis teknis dan konseling – berikut perlengkapannya.
9) Ruang penelitian berikut perlengkapannya.
2. Perlengkapan dan obat-obatan, dipergunakan untuk :
a. Pelayanan metode AKDR.
b. Pelayanan metode implan.
c. Pelayanan tubektomi dan vasektomi.
d. Pelayanan infertilitas dan rekanalisasi.
3. Papan nama fasilitas pelayanan
- Ukuran 60 x 20 cm2, berisi hari dan jam kerjafasilitas pelayanan.
4. Fasilitas pelayanan keluarga berencana paripurna berlokasi dan merupakan
bagian dari :
a. RSU kelas A
b. RSU TNI/POLRI kelas 1
c. RSU swasta setara.
RSU kelas B yang sudah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rekanalisasi
Lampiran v

Insersi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim ( AKDR )


RSUP Dr. M
No. Dokumen No. Revisi Halaman
Hoesin
Palembang
Standard Tanggal terbit, Ditetapkan oleh,
Direktur medik dan keperawatan,
Prosedur
Operasional
Dr. H M Alsen Arlan SpB
Definisi AKDR adalah bahan inert sintetik atau bahan kimia aktif yang dipasang di
dalam rongga uterus melalui kanalis servikalis. AKDR dapat diselubungi oleh
kawat halus yang terbuat dari tembaga atau mengandung
levonogestrel.AKDR merupakan kontrasepsi yang efektif, reversibel, dan
berjangka panjang (sampai 10 tahun)
92

Jenis AKDR 1) Copper T ( yang dipakai di poli PKBRS adalah copper T TCu-380A )
2) Copper 7
3) Multiload
4) Lippes loop.
Mekanisme 8) Timbulnya reaksi radang lokal non-spesifik di dalam kavum uteri sehinga
implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Di samping itu, dengan
Kerja
munculnya leukosit PMN, makrofag, foreign body giant cells, sel
mononuclear dan plasma yang dapat mengakibatkan lisis dari
spermatozoa, ovum, atau blastokista.
9) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
10) Gangguan/ terlepasnya blastokista yang telah berimplantasi di dalam
endometrium.
11) Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba falopi.
12) Immobilisasi spermatozoa saat melewati kavum uteri.
13) Untuk IUD yang mengandung tembaga (Cu) :
a) Antagonis kationik yang spesifik terhadap zinc (Zn) yang terdapat dalam
enzim carbonic anhydrase yaitu salah satu enzim dalam traktus genitalia,
dimana Cu menghambat reaksi carbonic anhydrase sehingga tidak
memungkinkan terjadinya implantasi; dan mungkin juga menghambat
aktivitas alkali phosphatase.
b) Mengganggu pengambilan estrogen endogen oleh mukosa uterus.
c) Mengganggu jumlah DNA dalam endometrium.
d) Mengganggu metabolisme glikogen.
e) Penambahan Ag pada IUD yang mengandung Cu mempunyai maksud
untuk mengurangi fragmentasi dari Cu sehingga Cu lebih lama habisnya.
Untuk AKDR yang mengandung hormon progesteron :
a) Gangguan proses pematangan proliferatif-sekretoir sehingga timbul
penekanan terhadap endometrium dan terganggunya proses implantasi.
b) Lendir serviks yang menjadi lebih kental / tebal karena pengaruh
progestin.
Indikasi PUS yang menginginkan untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka
panjang efektif teripilih
Klasifikasi Lihat lampiran klasifikasi persyaratan medis dalam penapisan klien.
Persyaratan
medis /
Waktu 2) Mendekati akhir menstruasi normal, ketika servik menjadi lebih lunak dan
berdilatasi.
Pemasangan
3) Segera setelah persalinan, selama 48 jam pertama setelah keluarnya
plasenta, atau setelah 6 minggu paskasalin ( interval ).
4) Segera setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7
hari)apabila tidak ada gejala infeksi.
5) Pada waktu seksio sesarea.
6) Akan tetapi pada dasarnya insersi AKDR dapat dilakukan kapan saja
selama akseptor tidak hamil.
Prosedur Pemasangan AKDR

Konseling awal
a) Sapa pasien dengan ramah dan perkenalkan diri anda dantanyakan tujuan
kedatangannya.
b) Berikan informasi umum tentang keluarga berencana.
c) Berikan informasi tentang jenis kontrasepsi yang tersedia dan resiko serta
keuntungan dari masing-masing kontrasepsi (termasuk perbedaan antara
kontrasepsi mantap dan metode reversible) : tunjukkan dimana dan
bagaimana alat kontrasepsi tersebut digunakan, jelaskan bagaimana cara
93

kerja, jelaskan kemungkinan efek samping dan masalah kesehatan lain


yang mungkin akan dialami, dan jelaskan apa yang bisa diperoleh.
Konseling metode khusus
b) Berikan jaminan akan kerahasiaan yang diperlukan klien.
c) Kumpulkan data-data pribadi pasien.
d) Tanyakan tujuan KB yang diinginkan (apakah pasien ingin mengatur jarak
kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya).
e) Tanyakan agama/kepercayaan yang dianut pasien yang mungkin
menentang penggunaan salah satu metode KB.
f) Diskusikan kebutuhan, pertimbangan dan kekhawatiran pasien dengan
sikap yang simpatik.
g) Bantulah pasien untuk memilih metode yang tepat.
h) Bila pasien memilih AKDR: jelaskan kemungkinan-kemungkinan efek
samping AKDRCuT-380 A, sampai benar-benar dimengerti oleh pasien.
21,22

Konseling prapemasangan dan seleksi pasien


a) Lakukan seleksi pasien (anamnesis) secara cermat untuk memastikan
tidak ada masalah kondisi kesehatan sebagai pemakai AKDR.
b) Riwayat kesehatan reproduksi :
1) Tanggal haid terakhir, lama haid, pola perdarahan haid
2) Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir
3) Riwayat kehamilan ektopik
4) Nyeri yang hebat setiap haid
5) Anemia yang berlebihan (Hb < 9 gr% atau hematokrit < 30%)
7) Riwayat infeksi menular seksual, radang panggul
8) Berganti-ganti pasangan seksual
8) Kanker serviks.

Pemeriksaan panggul
a) Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul dan
jelaskan apa yang akan dilakukan dan persilahkan pasien untuk
mengajukan pertanyaan.
b) Pastikan pasien sudah mengosongkan kandung kencingnya dan mencuci
kemaluannya dengan sabun.
c) Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan kain bersih.
d) Bantu pasien untuk naik ke meja pemeriksaan.
e) Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan atau kelainan
lainnya didaerah suprapubik.
f) Untuk mensterilkan daerah vulva dan sekitarnya, dilakukan toilet dengan
bahan-bahan desinfektan. Agar tidak mudah terkena kontaminasi dari
kulit di sekitar alat genitalia pada saat pemasangan AKDR, maka dipasang
duk (kain) steril yang berlubang.
g) Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks
h) Pakai sarung tangan DTT
i) Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam
wadah steril atau DTT.
j) Lakukan inspeksi pada genetalia eksterna.
k) Palpasi kelenjar skene dan vartholini amati adanaya nyeri atau duh vagina.
l) Masukkan speculum vagina.
m) Lakukan pemeriksaan inspekulo
(a) Periksa adanya lesi atau keputihan pada vagina.
(b) Inspeksi serviks.
n) Keluarkan speculum dengan hati hati dan letakkan kembali pada tempat
semula dengan tidak menyentuh peralatan lain yang tidak digunakan.
o) Lakukan pemeriksaan bimanual
94

1) Pastikan gerakan serviks bebas.


2) Tentukan besar dan posisi uterus.
3) Pastikan tidak ada kehamilan.
4) Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa.
p) Lakukan pemeriksaan rektovaginal bila ada indikasi:
1) Kesulitan mementukan besar uterus retroversi.
2) Adanya tumor pada Kavum Douglasi.
3) Celupkan dan bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%
kemudian buka secara terbalik dan rendam dalam klorin.
Tindakan Pra Pemasangan.
a) Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada
saat proses pemasangan dan setelah pemasangan dan persilakan klien
untuk mengajukan pertanyaan.
b) Masukkan lengan AKDR Cu T 380A dari dalam kemasan sterilnya.
1) Buka sebagian plastik penutupnyadan lipat ke belakang.
2) Masukkan pendorong ke dalam tabung inserter tanpa menyentuh
benda tidak steril.
3) Letakkan kemasan pada tempat yang datar.
4) Selipkan karton pengukur dibawah lengan AKDR.
5) Pegang kedua ujung lengan AKDR dan dorong tabung inserter
sampai ke pangkal lengan sehingga lengan akan melipat.
6) Setelah lengan melipat sampai menyentuh tabung inserter, tarik
tabung inserter dari bawah lipatan lengan.
7) Angkat sedikit tabung inserter, dorong dan putar untuk memasukkan
lengan AKDR yang telah tersebut kedalam tabung inserter.
Prosedur pemasangan AKDR
a) Pakai sarung tangan DTT yang baru.
b) Pasang speculum vagina untuk melihat serviks.
c) Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptic 2 sampai 3 kali.
d) Jepit servik dengan tenakulum secara hati-hati.
e) Masukkan sonde uterus dengan no touch technique( teknik tidak
menyentuh )yaitu secara hati- hati memasukkan sonde ke dalam kavum
uteri dengan sekali menyentuuh tanpa menyentuh deainding vagina atau
bibir spekulum.
f) Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde.
g) Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung inserter yang masih berada
dalam kemasan sterilnya dengan menggeser leher biru patabung AKDR
dari keda tabung inserter, kemudian buka seluruh plastik penutup
kemasan.asannya tanpa menyentuh permukaan yang tidak steril, hati- hati
jangaqn sampai pendorongnya terdorong.
h) Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam posisi horizontal ( sejajar
lengan AKDR ). Sementara melakukan tarikan hati-hati pada tenakulum,
masukkan tabung inserter kedalam uterus sampai leher biru menyentuh
servik atau sampai terasa ada tahanan.
i) Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan.
j) Lepaskan lengan AKDR dengan teknik withdrawal yaitu menarik keluar
tabung inserter sampai pangkal pendorong dengan tetap menahan
pendorong.
k) Keluarkan pendorong kemudian tabung AKDR didorong kembali ke
servik sampai leher biru menyentuh servik atau terasa adanya tahanan.
l) Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang AKDR
kurang lebih 3 – 4 cm.
m) Keluarkan seluruh tabnung inserter, buang ke tempat sampah
terkontaminasi.
n) Lepaskan tenakulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5%.
95

o) Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas jepitan
tenakulum, tekan dengan kasa selama 30 – 60 detik.
p) Keluarkan speculum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5%.
Tindakan paska pemasangan.
a) Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit untuk dekontaminasi.
b) Buang bahan bahan yang sudah tidak dipakai lagi ke tempat yang sudah
disediakan.
c) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5% bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara
terbalikdan rendam dalam larutan klorin 0,5%.
d) Cuci tangann dengan air dan sabun.
e) Pastikan klien tidak mengalami kram hebat dan amati selama 15 menit
sebelum memperbolehkan pasien pulang.
Konseling paska pemasangan
a) Ajarkan pasien bagaimana cara memeriksa sendiri benang AKDR kapan
harus dilakukan (mengangkat salah satu kaki pada posisi yang lebih
tinggi).
b) Jelaskan pada pasien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek
samping.
c) Beritahu kapan pasien harus datang kembali ke klinik untuk kontrol.
1) Klien kembali memeriksakan diri setelah 4 – 6 minggu paska
pemasangan AKDR.
2) Selama 1 bulan pertama penggunaan AKDR, periksalah benang
AKDR secara rutin terutama setelah haid.
3) Setelah bulan pertama pemasangan, hanya perlu memeriksa
keberadaan benang setelah haid apabila mengalami:kram kejang perut
bagian bawah, perdarahan (spotting) diantara haid/setelah senggama,
nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak
nyaman selama melakukan hubungan seksual.
4) Kembali ke klinik apabila:tidak dapat meraba benang AKDR,
merasakan bagian keras dari AKDR, adanya infeksi, AKDR terlepas,
siklus haid terganggu, dan terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang
mencurigakan.
d) Ingatkan kembali masa pemakaian AKDRCuT-380A adalah 10 tahun.
e) Yakinkan pasien bahwa klien dapat datang ke klinik setiap saat bila
memerlukan konsultasi, pemeriksaan medik atau bila menginginkan
AKDR tersebut dicabut.
f) Minta pasien untuk mengulang kembali penjelasan yang telah diberikan.
g) Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk pasien.

Pencabutan AKDR

Konseling pra pencabutan


1) Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri anda.
2) Tanyakan tujuan dari kunjungannya.
3) Tanyakan tujuan reproduksi KB selanjutnya.
4) Jelaskan proses pencabutan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada
saat proses pencabutan dan setelah pencabutan.
Tindakan pencabutan
1) Pastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya.
2) Bantu klien naik ke meja periksa
3) Cuci tangan dengan air sabun dan keringkan dengan air bersih
4) Pakai sarung tangan steril / sarung tangan DTT yang baru.
96

Prosedur pencabutan
1) Lakukan pemeriksaan bimanual
b) Pastikan gerakan servik bebas
c) Tentukan besar dan posisi uterus
d) Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
2) Pasang speculum vagina untuk melihat servik
3) Usap vagina dan servik dengan larutan
4) Jepit benag yang dxekat servik dengan klem
5) Trik keluar benang secara mantap tetapi hati hati untuk
mengeluarkanAKDR
6) Tunjukkan AKDR tersebut pada klien, kemudian rendam dalam klorin
0,5%.
7) Keluarkann speculum dengan hati-hati.
Tindakan paska pencabutan
1) Letakkan semua peralatan dalam larutan klorin selama sepuluh menit
untuk dekontaminasi.
2) Buang bahan yang sudah tidak dipakai lagi ke tempat yang sudah
disediakan.
3) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5% bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara
terbalikdan rendam dalam larutan klorin 0,5%.
4) Cuci tangan dengan air dan sabun, dan keringkan dengan kain bersih.
Konseling paska pencabutan
1) Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami masalah.
2) Minta klien untuk mengulangi lagi penjelasan yang telah diberikan
3) Jawab semua pertanyaan klien
4) Ulangi kembali tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia serta resiko dan
keuntungan masing-masing alat kontrasepsi bila klien ingin
menggunakan kontrasepsi kembali.
5) Bantu klien untuk menentukan alat kontrasepsi sementara sampai dapat
memutuskan alat kontrasepsi baru yang akan dipakai
6) Buat rekam medik pencabutan AKDR

Lampiran vi

Implan Subdermal
RSUP Dr. M
No. Dokumen No. Revisi Halaman
Hoesin
Palembang
Standar Tanggal terbit, Ditetapkan oleh
Direktur medik dan keperawatan
Prosedur
Operasional
Dr. H M Alsen Arlan SpB
Definisi Implan adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen dan
dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga hingga 5 tahun. Metode ini
dikembangkan oleh The Population Council, yaitu suatu organisasi
internasional yang didirikan tahun 1952 untuk mengembangkan teknologi
kontrasepsi
97

Jenis Implan 1) Norplant-2 ( Implan 2 batang yang berisi levonorgestrel 75 mg )


2) Implanon ( Implan 1 batang yang berisi etonorgestrel )
Ӿ Yang dipakai di poli PKBRS saat ini adalah implan 2 batang yang berisi
levonorgestrel 75 mg.
Mekanisme Seperti kontrasepsi progestin pada umumnya, mekanisme utamanya adalah
menebalkan mukus serviks sehingga tidak dapat dilewati oleh sperma.
Kerja
Walaupun pada konsentrasi yang rendah, progestin akan menimbulkan
pengentalan serviks. Perubahan terjadi segera setelah pemasangan implan..
Progestin juga menekan pengeluaran FSH dan LHdari hipofisis. Lonjakan LH
direndahkan sehingga ovulasi ditekan oleh levonorgestrel.. level LH ditekan
lebih kuat oleh etonorgestrel sehingga tidak terjadi ovulasi pada 3 tahun
pertama penggunaan implant -1.
Levonorgestrel dan progestin sintetik lainnya menghambat reseptor
progesterone. Mekanisme kerja ini menyebabkan sel endometrium yang
melapisi kavum uteri menjadi tipis, sekresi kelenjar lebih sedikit sehingga
fungsi reseptif endometrium menjadi terganggu. Efek sekunder tersebut
sangat penting untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Indikasi PUS yang menginginkan untuk metode kontrasepsi jangka panjang efektif
teripilih.
Klasifikasi Lihat lampiran klasifikasi persyaratan medis dalam penapisan klien.
Persyaratan
medis
Waktu 1) Dapat dipasang setiap saat selama siklus haid, bila sudah dipastikan klien
tidak hamil.
Pemasangan
2) Waktu optimal pemasangan :
a) Selama haid ( dalam waktu 7 hari pertama siklus haid )
b) Paska salin ( 3 – 4 minggu ), bila tidak menyusukan bayinya.
c) Paska keguguran ( segera atau dalam 7 hari pertama ).
d) Sedang menyusukan bayinya secara eksklusif( lebih dari 6 minggu
paska salin dan sebelum 6 bulan paska salin ).
e) Bila masih menggunakan metode kontrasepsi dan ingin menggantinya
dengan implant, maka waktu pemasangan tergantung metode yang
sedang dipakai. Waktu pemasangan tersebut dapat dilihat pada table
dibawah ini

Metode yang sedang dipakai Waktu pemasangan


KB alamiah atau barier Sebelum hari ke-7 siklus
haid
Pil kontrasepsi kombinasi Setelah pil aktif terakhir (
hari ke 21 ) dan untuk 7 hari
berikutnya.
Pil progestin ( minipil ) Pad hari terakhir pil
diminum
Suntikan Setiap saat sampai jadwal
progestin/kombinasi suntik berikutnya,
AKDR AKDR sudah dicabut :
sebelum hari ke-7 dari siklus
haid.
AKDR masih terpasang :
setiap saat, tetapi AKDR
jangan dicabut selama 7 hari
setelah pemasangan
Prosedur Pemasangan implan subdermal
Pemasangan
98

Konseling awal
a) Sapa pasien dengan ramah dan perkenalkan diri anda
b) tanyakan tujuan kedatangannya.
c) Berikan informasi umum tentang keluarga berencana.
d) Jelaskan apa yang bisa dari kunjungannya.
e) Tanyakan tujuan pemakaian alat kontrasepsi ( apakah klien ingin mengatur
jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anak).
f) Tanyakan sikap/keyakinan klien yang dapat mendukung / menolak salah
satu atau lebih dari metode kontrasepsi yang ada.
Metode konseling
a) Berikan jaminan akan kerahasiaan yang diperlukan klien.
b) Kumpulkan data-data pribadi klien.
c) Berikan informasi tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia dan resiko
serta keuntungan dari masing masing kontrasepsi :
1) Tunjukkan dimana dan bagaimana implant-2 dipasang.
2) Jelaskan bagaimana proses kerja implant-2 dan efektivitasnya
3) Jelaskan kemungkinan efek samping dan masalah kesehatan lain yang
mungkin akan dialami
4) Jelaskan efek samping yang umumnya sering dialami oleh klien.
d) Diskusikan kebutuhan, pertimbangan dan kekhawatiran klien dengan
sikap yang simpatik
e) Bantulah klien untuk memilih metode yang tepat.
Bila Klien memilih Implan-2
a) Teliti dengan seksama untuk meyakinkan bahwa klien tidak memiliki
kondisi kesehatan yang dapat menimbulkan masalah ( lengkapi rekam
medik )
b) Jelaskan kemungkinan-kemungkinan efek samping sampai benar benar
dimengerti oleh klien.
Konseling pra pemasangan
a) Periksa kembali rekam medik untuk memastikan apakah klien cocok
menggunakan implan-2 dan apakah ada masalah yang harus terus diawasi
selama pemasangan Implan-2.
b) Lakukan pemeriksaan fisik lanjutan bila ada indikasi.
c) Jelaskan proses pemasangan implan 2 dan apa yang akan klien rasakan
pada saat proses pemasangan dan setelah pemasangan.
Pemasangan kapsul implan-2.
a) Suntikkan anestesi lokal 0,3 cc pada kulit ( intradermal ) pada tempat
insisiyang telah ditentukan, sampai kulit sedikit menggelembung.
b) Teruskan penusukan jarum ke lapisan bawah kulit ( subdermal ) sepanjang
4 cm, dan suntukkan masing-masing 1 cc pada jalur pemasangan kapsul
nomor 1 dan 2
c) Uji efek anestesinya sebelum melakukan insisi.
d) Buat insisi dangkal selebar 2 mm dengan skalpel atau ujung bisturi hingga
mencapai lapisan subdermal.
e) Masukkan trokar dan pendorongnya melalui tempat insisi dengan sudut
450 hingga mencapai lapisan subdermal kemudian luruskan trokar sejajar
dengan permukaan kulit.
f) Ungkit kulit dan dorong trokar dan pendorongnya sampai batas tanda 1 (
pada pangkal trokar ) tepat berada pada luka insisi.
g) Putar pendorong 1800 kemudian tahan pendorong di tempatnya dengan
satu tangan dan tarik trokar keluar sampai batas tanda 2 terlihat pada luka
insisi, sambil menahan ujung kapsul pertama dibawah kulit.
h) Kemudian belokkan trokar ke samping dan arahkan ke sisi lain dari
segitiga terbalik ( imajiner ), dorong trokar dan pendorongnyahingga tanda
1 berada pada luka insisi.
99

i) Lakukan hal yang sama pada sisi lain segitiga ( imajiner ).


j) Raba kapsul dibawah kulit untuk memastikan kedua kapsul implan-2 telah
terpasang baik pada posisinya.
k) Raba daerah insisi untuk memastikan seluruh kapsulberada jauh dari luka
insisi.
Tindakan paska pemasangan
a) Tekan pada tempat insisi dengan kasa untuk menghentikan perdarahan
b) Dekatkan ujung ujung insisi dan tutup dengan band-aid
c) Beri pembalut tekan untuk mencegah perdarahan bawah kulit atau memar
pada kulit.
d) Beri petunjuk pada klien cara merawat luka.
e) Masukkan klorin ke dalam tabung suntik dan rendam alat suntik tersebut
dalam larutan klorin selama sepuluh menit.
f) Letakkan semua peralatan dalam larutan klorin selama sepuluh menit
untuk dekontaminasi.
g) Buang peralatan yang sudah tidak dipakai lagi.
f) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5% bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara
terbalikdan rendam dalam larutan klorin 0,5%.
g) Cuci tangan dengan air dan sabun, dan keringkan dengan kain bersih.
h) Gambar letak kapsul dalam rekam medic dan catat bila ada hal khusus.
i) Lakukan observasi 5 menit sebelum memperbolehkan pasien pulang.

Pencabutan Implan

Persiapan
1) Tanyakan pada klien alasannya ingin mencabut implant.
2) Tanyakanjuga apakah sudah mengetahui prosedur pencabutan implant.
3) Tanyakan apakah terdapat reaksi alergi terhadap obat anesthesi.
4) Periksa kembali untuk meyakinkan bahwa klien telah mencuci lengannya
sebersih mungkin dengan sabun dan air dan membilasnya sehingga tidak
ada sisa sabun.
5) Bantu klien naik ke meja periksa.
6) Raba kapsul untuk menentukan lokasi tempat insisi guna untuk menc abut
kapsul.
7) Pastikan bahwa peralatan yang steril atau telah di DTT sudah tersedia.
8) Buka peralatan steril dari kemasannya.
Tindakan pra pencabutan
1) Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan air bersih.
2) Pakai sarung tangan steril atau DTT.
3) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan
4) Usap tempat pemasangan dengan larutan antiseptic, gerakkan kearah luar
secara melingkar seluas 10 – 15 cm dan biarkan kering.
5) Fokuskan area pencabutan dengan doek berlubang sterile atau DTT,
lubang harus cukup lebatr untuk memaparkan lokasi kapsul.
6) Sekali lagi raba seluruh kapsul untuk menentukan lokasinya.
Pencabutan kapsul
1) Sun tukkan anesthesi local intrakutan ( 0,3 cc ) dan 1 cc subdermal
dibawah ujung kapsul.
2) Uji efek anesthesinya sebelum memuat insisi.
3) Tentukan lokasi insisi yang mempunyai jarak yang sama dari ujung bawah
semua kapsul, kira kira 5 mm dari ujung bawah kapsul. Sebelum
menentukan lokasi, pastikan tidak ada ujung kapsul di tempat insisi ( untuk
mencegah terpotongnya kapsul saat melakukan insisi ).
4) Pada lokasi yang dipilih buat insisi melintang ± 4 mm dengan
100

menggunakan sklapel.
5) Mulailah dengan mencabut kapsul yang mudah diraba dari dari luar.
6) Dorong ujung kapsul kearah insisi dengan jari tangan sampai ujung kapsul
tampak pada luka insisi.
7) Jepit ujung kapsul yang tampak pada luka insisi tersebut dengan klem
lengkung ( mosquito )
8) Bebaskan kapsul dari jaringan ikat yang melingkupinya.
9) Jepit ujung kapsul yang terbebas dari jaringan yang melingkupinya dengan
menggunakan klem peanatau pinset anatomis sambil mengendorkan
jepitan klem pertama pada batang kapsul.
10) Gunakan teknik yang sama untuk mencabut kapsul berikutnya.
11)Tunjukkan kedua kapsul tersebut kepada klien
Tindakan paska pencabutan
1) Tekan pada tempat insisi dengan kasa untuk menghentikan perdarahan
2) Dekatkan ujung ujung insisi dan tutup dengan band-aid
3) Beri pembalut tekan untuk mencegah perdarahan bawah kulit atau memar
pada kulit.
4) Beri petunjuk pada klien cara merawat luka.
5) Masukkan klorin ke dalam tabung suntik dan rendam alat suntik tersebut
dalam larutan klorin selama sepuluh menit.
6) Letakkan semua peralatan dalam larutan klorin selama sepuluh menit
untuk dekontaminasi.
7) Buang peralatan yang sudah tidak dipakai lagi.
8) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5% bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara
terbalikdan rendam dalam larutan klorin 0,5%.
9) Cuci tangan dengan air dan sabun, dan keringkan dengan kain bersih.
10)Lakukan observasi 5 menit sebelum memperbolehkan pasien pulang.

Lampiran vii

Tubektomi
RSUP Dr. M
No. Dokumen No. Revisi Halaman
Hoesin
Palembang
Standar Tanggal terbit, Ditetapkan oleh
Direktur medik dan keperawatan,
Prosedur
Operasional
Dr. H M Alsen Arlan SpB
Definisi Tubektomi merupakan metode kontrasepsi pada wanita yang biasanya
dilakukan dengan mengikat atau memotong atau memasang cincin pada kedua
tuba falopi yang dapat dicapai baik dengan mini laparotomi atau laparoskopi.
Tubektomi atau sterilisasi adalah cara kontrasepsi permanen dan terpilih jika
wanita tidak ingin hamil lagi
Teknik operasi 1) Minilaparotomi
101

2) Laparoskopi
Mekanisme Mencegah bertemunya sel telur dan sel sperma dengan jalan mengikat,
memotong atau memasang cincin pada kedua tuba.
Kerja
Indikasi a) PUS yang tidak menginginkan untuk memperoleh keturunan lagi
b) Perempuan dengan gangguann kesehatan yang bertambah berat jika terjadi
kehamilan.
c) Keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat meskipun secara
medis tidak menunjukkan kelainan apa-apa ( misalnya multiparitas , apalagi
jika disertai usia ibu yang lebih dari 35 tahun, bekas seksio 2 kali ).
Klasifikasi Lihat lampiran klasifikasi persyaratan medis dalam penapisan klien.
Persyaratan
medis
Waktu 1) Setiap waktu selama siklusmenstruasi apabila diyakini secara rasional klien
tidak hamil.
2) Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari sikus menstruasi ( fase proliferative )
3) Paska salin
a) Minilaparotomi : dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12
minggu.
b) Laparoskopi : tidak tepat untuk klien klien paska salin.
4) Paska keguguran
a) Triwulan pertama : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi
pelvik ( minilaparotomi atau laparoskopi )
b) Triwulan kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi
pelvik ( minilaparotomi saja )
Prosedur Tubektomi Minilaparotomi paska salin
pelaksanaan
Konseling prabedah
a) Sapa pasien dengan ramah dan perkenalkan diri anda
b) Tanyakan klien tentang jumlah anak dan riwayat obstetrinya.
c) Telaah catatan medic untuk kemungkinan kontra indikasi.
d) Jelaskan teknik operasi, dan jelaskan juga bahwa operasi berlangsung
singkat.
Persiapan prabedah
a) Periksa kelengkapan peralatan bedah dan anesthesia.
Asepsis dan antisepsis.
a) Pakai pakaian kamar operasi, topi dan masker.
b) Cuci dan sikat tangan dengan larutan antiseptikselama 3 menit.
c) Pakai sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi.
Membuka dinding abdomen
a) Penderita dalam posisi terlentang dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik
pada daerah operasi dan sekitarnya
b) Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
c) Dilakukan anestesi
d) Dilakukan insisi transversal dua jari dibawah pusat sepanjang + 3 cm
e) Dinding abdomen ditembus secara tumpul sampai menembus fascia dan
peritoneum
f) Dilakukan penjepitan tuba kiri, ditelusuri sampai fimbriae lalu 1/3 bagian
tengah avaskuler dijepit dengan klem dan diligasi dengan chomic catgut no.
0. Kemudian dilakukan pengikatan pengaman
g) Setelah itu tuba dipotong dan dibersihkan dengan kassa betadine.
h) Setelah diyakini tidak ada perdarahan, dilakukan penutupan dinding
abdomen:
1) Fascia dijahit interuptus dengan chromic catgut no. 0
2) Subkutis dijahit secara interuptus dengan benang plain no.2.0
102

3) Kutis dijahit secara jelujur subkutikuler dengan plain catgut no. 2.0
i) Luka operasi ditutup dengan sofratulle, kassa betadine, dan hypafix.
Tindakan paska bedah
a) Periksa tekanan darah, nadi dan pernapasan.
b) Pindahkan klien dari meja operasi ke ruang pulih untuk pengamatan
c) Instruksikan kepada peawat memeiksa dan mengamati tensi, nadi,
pernapasan dann perdarahan melalui luka operasi.
Dekontaminasi
a) Letakkan semua peralatan dalam larutan klorin 0,5% selama sepuluh menit
untuk dekontaminasi.
b) Buang peralatan yang sudah tidak dipakai lagi.
c) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5% bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara
terbalikdan rendam dalam larutan klorin 0,5%.
d) Cuci tangan dengan air dan sabun, dan keringkan dengan kain bersih.
Konseling dan instruksi paska bedah
a) Tanyakan pada klien bila masih ada hal-hal yang ingin diketahuinya tentang
tubektomi
b) Jelaskan pada klien untuik enjaga daeah operasi tetap kering.
c) Yakinkan pada klien bahwa bila ada keluhan segera kembali ke RS untuk
mendapat petolongan.
d) Beritahu klien bila tidak ada keluhan, peiksa ul;ang 1 minggu.

LaparoskopiTubektomi

Pneumoperitoneum
e) Instruksikan teknisi untuk menempatkan klien dalam posisi kepala ke
bawah ( trendelenberg ) dengan sudut 600.
f) Dengan hati-hati ambil bagian pinggir umbilical inferior dengan
menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan yang tidak dominan dan angkat
dinding abdomen menjauhi usus.
g) Dengan menggunakan ujung mata pisau bedah, buat sayatan kecil, sekitar
1,5 cm, pada kulit di sepanjang pinggiran margin umbilical inferior.
h) Ambil batang jarum veres dan insersikan melalui sayatan tersebut pada
sudut 450 menuju pelvis. Dua bagian merupakan bagian lepas yang berbeda
akan terasa pada saat fasia terpenetrasi daqn peritoneum dengan CO 2
dialirkan.
i) Hubungkan selang insuflator pada stop cockjarum verres. Minta teknisi
untuk meyambungkan ujung yang lain ke unit insuflator.
j) Periksa apakah andomen sudah dimasuki dengan benar dengan
menggunakan alt ukur tekanan pada unit insuflator untuk memeriksa
tekanan negative intraabdomen
k) Gunakan tombol aliran tinggi dari unti insuflator untuk memasukkan gas
CO2 pada kecepatan 1 liter/menit.
l) Mulailah insuflasi pada abdomen.
m) Ketuk-ketuk abdomen bagian bawah dan dengarkan apakah terdapat suara
seperti drum yang mengindikasikanterbentuknya pneumoperitoneum
dengan sempurna.
n) Lepas jarum verres setelah memasukkan 1,5 – 2,0 liter CO2 atau setelah
abdomen bagian bawah mencapai ukuran seperti hamil 20 minggu.
o) Minta perawat untuk mengisi cincin Faloppii ( Faloppii ring)
Akses abdomen
a) Periksa katup terompet dan seal karet dari lengan trokar untuk memastikan
alat tersebut hampa udara.
103

b) Perluas sayatan awal hingga mencapai lebar sekitar 2 cm


c) Rakit unit trokar dengan memasukkan trokar ke dalam lengan trokar.
d) Ambil dinding abdomen aterior yang langsung berada dibawah umbilikus
dan angkat.
e) Tahan trokar yang yang telah dirakit pada tangan yang dominan, pastikan
bahwa thenar eminence berada di ujung atas trokar.
f) Miringkan pegangan trokar menuju kepala dengan sudut 60 – 700 dengan
mengarahkan ujung trokar ke titik khayalan yang berada pada kavum
douglas. Aplikasikan gaya ke bawah dan memelintir untuk membalik fasia
dan peritoneum. Hentikan setelah peritoneum terasa lepas.
g) Tarik trokar sedikit dan majukan lengan trokar 1 -2 cm ke dalamm ringga
abdomen. Lepaskan trokar tanpa melepaskan lengan trokar.
h) Hubungkan selang insuflator ke stop cock trokardan buka. Masukkan udara
sesuai kebutuhan
i) Tahan mekanisme katup trompet trokar diantara jari tengah dan eminensia
thenar dari tangan yang tidak dominan dengan posisi tangan menghadap ke
bawah.
j) Tahan bagian hand grip lapprokator dengan menggunakan ibu jari, jari
tengah dan jari manis dari tangan yang dominan. Biarkan jari telunjuk bebas.
k) Masukkan ujung laprokator kedalam lengan trokar. Buka katup terompet dan
masukkan laprokator perlahan lahan secara dilihat langsung. Lakukan
manuver unit laprokator trokar menuju rongga pelvis.
l) Periksa dan identifikasi struktur rongga pelvis. Angkat uterus dengan
menekan handel kanula rubin ke bawah. Putar handel dengan gerakan lock
and key untuk membuka tuba dan ovarium.
Oklusi tuba
a) Pastikan lokasi lakukan konfirmasi saluran tuba faloppii dengan melacak
saluran tuba dari kornu sampai ujung fimbria.
b) Buka ujung ujung forsep secara penuh dengan menekan trigger operatng
slide menjauhi hand grip.
c) Tempatkan ujung posterior di bawah aspek inferior tuba sekitar 3 cm dari
kornu. Perlahan lahan tarik ujung forsep dengan menarik trigger operating
slidemenuju hand grip. Gerakkan laprokator ke depan selama penarikan
ujung forsep untuk mengurangi resiko laserasi atau cedera pada tuba.
Lanjutkan penarikan sampai tegangan pegas terasa.
d) Dengan menggunakan telunjuk periksa bahwa adaptor cincin berada dalam
posisi nomor 1 tanpa melepas pandangan dari teropong laprokator. Berikan
tekanan tambahan operating slide untuk mengatasi tegangan pegas dan
untuk melepaskan cincin faloppii. Perlahan lahan, dorong operating
slideuntuk membuka ujung ujung forsep dan lepas saluran tuba faloppii yang
telah ditutup tersebut.
e) Periksa apakah penyumbatan tuba telah memadai atau tidak, yaitu terdapat
sebuah loop berukuran 2 cm diatas cincin faloppii, dan periksa apakah
terdapat perdarahan aktif atau tidak. Tarik ujung ujung forsep seluruhnya
sebelum pemeriksaan dilaporkan.
f) Tentukan lokasi dan konfirmasi keadaan saluran tuba berikutnya.
Manipulasi kanula rubin jika diperlukan.
g) Tempatkan dua adaptor cincin di posisi nomer 2. Ulangi langkah b – e untuk
menyumbat saluran tuba.
h) Periksa rongga pelvis untuk melihat adanya perdarahan dan cedera organ
lain.
i) Lepas laprokator dari rongga perut dan matikan sumber cahaya eksternal.
Biarkan katup terompet trokar terbuka untuk mengempiskan abdomen.
Lepas trokar goyangkan sesuai kebutuhan untuk membantu omentum jatuh.
Kembalikan meja operasi dari posisi terndelenburg ke posisi horizontal.
104

j) Tutup sayatan dengan jahitan tunggal, sederhana dengan menggunakan


catgut kromik. Beri antiseptik dan balut luka tersebut.
Hal hal yang harus dilakukan paska bedah.
a) Minta perawat untuk melepas kanula rubin dan vulsellum, jika telah
digunakan, dan tempatkan dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontimasi.
b) Pastikan bahwa klien dipindahkan dengan aman ke ruang pemulihan.
c) Pastikan bahwa jarum ditangani dengan semestinya. Jika jarum akan
digunakan kembali, pastikan bahwa perawat mengisi spuit dengan larutan
klorin 0,5 % dan rendam spuit dan jarum tersebut selama 10 menit. Jika
jarum dan spuit akan dibuang, pastikan bahwa perawat telah mebilasnya
dengan larutan klorin 3 x dan menyimpannya dalam wadah yang tahan bocor
atau tusukan jarum. Tempatkan semua instrumen dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi dan rendam dalam 10 menit.
d) Jika mata pisau skalpel akan dibuang maka ambil skalpel dari larutan klorin.
Kemudian, lepas mata pisau dengan menggunakan forsep dan simpan dalam
wadah yang tidak dapat ditmbus benda tajam. Buang bahan bahan limbah
dengan cara menempatkanya dalam wadah tahan bocor atau kantong plastik.
e) Rendam sebentar sarung tangan yang masih melekat pada tangan dalam
larutan klorin 0,5%. Lepas sarung tangan dalam keadaan terbalik.tempatkan
dalam wadah yang tahan bocor.
f) Cuci tangan dengan air dan menggunakan sabun, lalu keringkan dengan
handuk bersih dan kering,.
g) Pastikan bahwa klien dimonitor pada interval yang teratur dan tanda vital
diukur.

Lampiran viii

PANDUAN PRAKTEK KLINIK ( PPK )


BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI
RSUP Dr. M. HOESIN PALEMBANG

Pelayanan Kontrasepsi : Implan subdermal


Definisi Implan adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak
permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga
hingga 5 tahun. Metode ini dikembangkan oleh The Population
Council, yaitu suatu organisasi internasional yang didirikan tahun
1952 untuk mengembangkan teknologi kontrasepsi
105

Anamnesa Identifikasi
Keluhan utama
R/ Perjalanan penyakit
R/ Penyakit dahulu
R/ Penyakit keluarga
R/ Perkawinan
R/ Sosek dan gizi
R/ Reproduksi
R/ Persalinan
Pemeriksaan fisik Status generalis
Status Obstetrik dan Ginekologi
Kriteria diagnosis Kontrasepsi Implan subdermal
Diagnosis Kontrasepsi Implan subdermal
Diagnosis banding -
Pemeriksaan penunjang Sesuai indikasi
Terapi KIE ( konseling, Informasi dan Edukasi )
Edukasi KIE ( Konseling,Informasi dan Edukasi )
Prognosis Advitam : dubia ad bonam
Adfungsionam : dubia ad bonam
Taksiran lama perawatan Rawat jalan
Kriteria Kelayakan 1/2/3/4
Medis
Penelaah Kritis Dr. H. Azhari SpOG ( K )
Indikator Medis WUS yang menginginkan untuk menggunakan metode kontrasepsi
implan subdermal
Indikasi medis yang mengharuskan untuk menggunakan alat
kontrasepsi
Kepustakaan 1. Affandi B, Adriaanz G, Gunardi ER, Koesno H, Buku panduan
praktis pelayanan kontrasepsi, edisi 3, Jakarta, PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2013.
2. Adriaanz G, Hadijono S, Santoso BI, Madjid OA, Tobing C,
Soekir S, Pelatihan klinik teknologi kontrasepsi terkini (
contraception technology update ) buku panduan peserta,
Jakarta, JNPK-KR ( National Clinical Training Network in
Reproductive Health ) Indonesian Ministry of Health Board of
Population and Family Planing ), Januari 2011.

PANDUAN PRAKTEK KLINIK ( PPK )


BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI
RSUP Dr. M. HOESIN PALEMBANG

Pelayanan Kontrasepsi : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim ( AKDR )


Definisi AKDR adalah bahan inert sintetik atau bahan kimia aktif yang
dipasang di dalam rongga uterus melalui kanalis servikalis.
AKDR dapat diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari
106

tembaga atau mengandung levonogestrel.AKDR merupakan


kontrasepsi yang efektif, reversibel, dan berjangka panjang
(sampai 10 tahun)
Anamnesa Identifikasi
Keluhan utama
R/ Perjalanan penyakit
R/ Penyakit dahulu
R/ Penyakit keluarga
R/ Perkawinan
R/ Sosek dan gizi
R/ Reproduksi
R/ Persalinan
Pemeriksaan fisik Status generalis
Status Obstetrik dan Ginekologi
Kriteria diagnosis Kontrasepsi AKDR
Diagnosis Kontrasepsi AKDR
Diagnosis banding -
Pemeriksaan penunjang Sesuai indikasi
Terapi KIE ( konseling, Informasi dan Edukasi )
Edukasi KIE ( Konseling,Informasi dan Edukasi )
Prognosis Advitam : dubia ad bonam
Adfungsionam : dubia ad bonam
Taksiran lama perawatan Rawat jalan
Kriteria Kelayakan Medis 1/2/3/4
Penelaah Kritis Dr. H. Azhari SpOG ( K )
Indikator Medis WUS yang menginginkan untuk menggunakan metode
kontrasepsi AKDR
Indikasi medis yang mengharuskan untuk menggunakan alat
kontrasepsi
Kepustakaan 1. Affandi B, Adriaanz G, Gunardi ER, Koesno H, Buku
panduan praktis pelayanan kontrasepsi, edisi 3, Jakarta, PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2013.
2. Adriaanz G, Hadijono S, Santoso BI, Madjid OA, Tobing
C, Soekir S, Pelatihan klinik teknologi kontrasepsi terkini (
contraception technology update ) buku panduan peserta,
Jakarta, JNPK-KR ( National Clinical Training Network in
Reproductive Health ) Indonesian Ministry of Health
Board of Population and Family Planing ), Januari 2011.

PANDUAN PRAKTEK KLINIK ( PPK )


BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI
RSUP Dr. M. HOESIN PALEMBANG

Pelayanan Kontrasepsi : Kontrasepsi mantap wanita ( MOW / Sterilisasi )


Definisi Tubektomi merupakan metode kontrasepsi pada wanita yang
biasanya dilakukan dengan mengikat atau memotong atau
memasang cincin pada kedua tuba falopi yang dapat dicapai
baik dengan mini laparotomi atau laparoskopi. Tubektomi
atau sterilisasi adalah cara kontrasepsi permanen dan terpilih
107

jika wanita tidak ingin hamil lagi


Anamnesa Identifikasi
Keluhan utama
R/ Perjalanan penyakit
R/ Penyakit dahulu
R/ Penyakit keluarga
R/ Perkawinan
R/ Sosek dan gizi
R/ Reproduksi
R/ Persalinan
Pemeriksaan fisik Status generalis
Status Obstetrik dan Ginekologi
Kriteria diagnosis Kontrasepsi tubektomi
Diagnosis Kontrasepsi tubektomi
Diagnosis banding -
Pemeriksaan penunjang Sesuai indikasi
Terapi KIE ( konseling, Informasi dan Edukasi )
Edukasi KIE ( Konseling,Informasi dan Edukasi )
Prognosis Advitam : dubia ad bonam
Adfungsionam : dubia ad bonam
Taksiran lama perawatan 1 hari
Kriteria Kelayakan Medis 1/2/3/4
Penelaah Kritis Dr. H. Azhari SpOG ( K )
Indikator Medis WUS yang menginginkan untuk menggunakan metode
kontrasepsi MOW
Indikasi medis yang mengharuskan untuk menggunakan
kontrasepsi MOW
Kepustakaan 1. Affandi B, Adriaanz G, Gunardi ER, Koesno H, Buku
panduan praktis pelayanan kontrasepsi, edisi 3, Jakarta, PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2013.
2. Adriaanz G, Hadijono S, Santoso BI, Madjid OA, Tobing C,
Soekir S, Pelatihan klinik teknologi kontrasepsi terkini (
contraception technology update ) buku panduan peserta,
Jakarta, JNPK-KR ( National Clinical Training Network in
Reproductive Health ) Indonesian Ministry of Health Board
of Population and Family Planing ), Januari 2011.
3. Affandi B, Soebijanto S, Hadisaputra W, Chan MSN,
Wiweko B, Situmorang H, editor, Course handbook : basic
surgical skill nin laparoscopy guide for participants, Jakarta,
Indonesian college of obstetrics and gynecology, 2009.

Lampiran IX. Informed consent

PERSETUJUAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini


Nama :
Umur :
Alamat :
108

Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia diikutsertakan dalam penelitian di


RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang yang dilakukan oleh dr.
_______________________ dengan judul:

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi di RSUP Dr.


Moh. Hoesin Palembang pada Era BPJS

Setelah mendapat penjelasan tentang manfaat, tujuan dan efek samping dari
penelitian ini sejelas-jelasnya tanpa adanya tekanan dan paksaan apapun.
Selanjutnya saya akan bersedia mengikuti segala prosedur penelitian yang akan
dijalankan dalam penelitian ini.
Demikian pernyataan ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

________________ 2017
Dokter yang melakukan Yang membuat pernyataan

(Dr. ) ( )

Lampiran X

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan kesempatan Pemilihan Metode


Kontrasepsi di Bagian Obstetrik dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang pada Era BPJS

A. IDENTITAS PASIEN
109

Nama responden :
Nama suami :
Med/Reg :
Pasien : poliklinik / rawat inap *
Alamat :
Telepon :
Usia :
Agama :
Pendidikan (tamat) : tidak sekolah / SD/ SLTP/ SMA/ Perguruan tinggi
Jumlah anak hidup :
* coret salah satu

B. PENGGUNAAN KONTRASEPSI
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda

1. Apakah saat ini ibu menggunakan alat kontrasepsi ?


a. Ya
b. Tidak

2. Jika “tidak”, apa alasan ibu tidak menggunakan kontrasepsi?


a. Tidak mampu bayar
b. Ingin punya anak
c. Dianjurkan berhenti oleh bidan atau dokter
d. Karena sakit
e. Suami tidak mengijinkan
f. Karena kegagalan
g. AKDR lepas sendiri
h. Persediaan kontrasepsi di tempat pelayanan habis
i . Alasan lain, (jelaskan) ________________________________________

3. Jika ”ya” apa alat kontrasepsi yang sedang ibu gunakan ?


a. Kondom
110

b. Pil
c. Suntik
d. Implan/Susuk
e. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) / IUD
f. Sterilisasi wanita (Metode Operasi Wanita/MOP)
g. Sterilisasi pria (Metode Operasi Pria/MOP)

4. Sejak kapan ibu menggunakan kontrasepsi tersebut?


Bulan _________________ Tahun________________________

C. TINGKAT PENGETAHUAN
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda

5. Apakah ibu pernah mendengar istilah kontrasepsi?


a. Ya
b. Tidak

6. Menurut ibu, apakah yang dimaksud dengan alat kontrasepsi ?


a. Alat yang dipakai untuk mencegah kehamilan
b. Alat yang dipakai wanita untuk memperbaiki organ reproduksi
c. Alat yang dipakai oleh suami istri untuk melakukan hubungan seksual
d. Tidak tahu

7. Menurut ibu siapa saja yang harus menggunakan kontrasepsi?


a. Remaja yang aktif berhubungan seksual 1. Ya 2. Tidak
b. Wanita kawin usia kurang dari 20 tahun 1. Ya 2. Tidak
c. Wanita kawin usia 20-35 tahun 1. Ya 2. Tidak
d. Wanita kawin usia diatas 35 tahun 1. Ya 2. Tidak
e. Tidak tahu 1. Ya 2. Tidak

8. Sebutkan jenis-jenis alat kontrasepsi yang ibu ketahui !


111

a. Kondom 1. Ya 2. Tidak
b. Pil 1. Ya 2. Tidak
c. Suntik 1. Ya 2. Tidak
d. Implant/Susuk 1. Ya 2. Tidak
e. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) 1. Ya 2. Tidak
f. Sterilisasi wanita (Metode Operasi Wanita/MOP) 1. Ya 2. Tidak
g. Sterilisasi pria (Metode Operasi Pria/MOP) 1. Ya 2. Tidak

9. Sepengetahuan ibu dimana saja bisa mendapatkan pelayanan kontrasepsi?


a. Klinik KB 1. Ya 2. Tidak
b. Posyandu 1. Ya 2. Tidak
c. Polindes 1. Ya 2. Tidak
d. Rumah Sakit 1. Ya 2. Tidak
e. Bidan Praktek swasta 1. Ya 2. Tidak
f. Dokter Praktek Swasta 1. Ya 2. Tidak
g. Lainnya, jelaskan _____________________
h. Tidak tahu 1. Ya 2. Tidak

10. Menurut ibu, efek samping apa yang ditimbulkan dari pemakaian alat
kontrasepsi?
a. Perdarahan 1. Ya 2. Tidak
b. Infeksi 1. Ya 2. Tidak

c. Gangguan haid 1. Ya 2. Tidak


d. Keputihan 1. Ya 2. Tidak
e. Perubahan berat badan 1. Ya 2. Tidak
f. Sakit kepala/pusing 1. Ya 2. Tidak
g. Mual/muntah 1. Ya 2. Tidak
h. Sakit perut/mules 1. Ya 2. Tidak
i. Lain-lain, jelaskan 1. Ya 2. Tidak
j. Tidak tahu 1. Ya 2. Tidak
112

11. Menurut ibu, kontrasepsi apa yang cocok untuk wanita kawin usia kurang
dari 20 tahun ?
a. Kondom 1. Ya 2. Tidak
b. Pil 1. Ya 2. Tidak
c. Suntik 1. Ya 2. Tidak
d. Implant/Susuk 1. Ya 2. Tidak
e. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) 1. Ya 2. Tidak
f. Sterilisasi wanita (Metode Operasi Wanita/MOP) 1. Ya 2. Tidak
g. Sterilisasi pria (Metode Operasi Pria/MOP) 1. Ya 2. Tidak\

D. SIKAP IBU
Berilah tanda centang (√ ) pada salah satu kolom yang ada di sebelah kanan
sesuai dengan pendapat anda
S : setuju
R : ragu-ragu
TS : tidak setuju
No Sikap ibu S R TS
12. Kontrasepsi yang berisi hormon (pil, suntik,
susuk) tidak dapat menyebabkan orang sakit
jantung menahun
13. Bila menggunakan kontrasepsi spiral, ibu
boleh bekerja seperti biasa
14. Ibu mau menggunakan spiral karena murah
15. Ibu mau menggunakan spiral karena tidak
menyebabkan gemuk
16. Bila merasa pusing setelah menggunakan
kontrasepsi, ibu segera berobat ke petugas
kesehatan
17. Ibu mau menggunakan kontrasepsi spiral
113

karena tidak mengganggu hubungan seksual


18. Ibu tidak khawatir nyeri haid setelah
menggunakan spiral
19. Ibu tidak khawatir gemuk setelah
menggunakan pil KB atau suntik KB
20. Ibu tidak khawatir nyeri saat pemasangan
susuk
21. Jika haid lebih banyak dan lama setelah
menggunakan spiral, ibu tidak perlu cemas
22. Ibu menyusui yang menggunakan spiral tidak
perlu cemas ASI nya akan berkurang
23. Ibu tidak khawatir nyeri saat operasi sterilisasi
karena akan berada dalam keadaan tidak sadar
akibat bius

E. KETERSEDIAAN ALAT KONTRASEPSI


Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
24. Sepengetahuan ibu, apakah di tempat pelayanan KB banyak jenis pilihan
kontrasepsi ?
a. Ya
b. Tidak

25. Alat KB apa saja yang ada di poliklinik KB di RSMH yang ibu ketahui ?
a. pil KB
b. IUD/ spiral/ AKDR
c. suntik KB
d. implant/ susuk
e. kondom
f. sterilisasi
g. lain-lain (jelaskan) ________________________________________
114

F. KETERSEDIAAN SUMBER DAYA MANUSIA


Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
26. Menurut ibu, apakah di poliklinik KB RSMH ini selalu ada petugas KB atau
bidan untuk melakukan konsultasi dan pemasangan kontrasepsi ?
a. Ya
b. Tidak
27. Dengan siapakah ibu pertama kali konsultasi tentang pemakaian alat
kontrasepsi ?
a. Dokter kandungan/ umum
b. Bidan atau perawat
c. Petugas KB
28. Dimanakah ibu melakukan pemasangan alat kontrasepsi pertama kali ?
a. Dokter kandungan/ umum
b. Bidan
c. Puskesmas
d. Rumah sakit

G. ALUR RUJUKAN
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
29. Darimana ibu mendapat rujukan sebelum ke RSMH ?
a. Dokter kandungan/ umum
b. Bidan
c. Puskesmas
d. Rumah sakit
30. Bagaimana menurut ibu selama mengurus surat rujukan ke RSMH ?
a. Mudah
b. Sulit
31. Apakah dengan alur rujukan BPJS seperti ini memudahkan ibu untuk
mendapatkan pelayanan kontrasepsi ?
a. Ya
115

b. Tidak

H. INFORMASI PETUGAS
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
32. Apakah ibu pernah mendapatkan informasi tentang kontrasepsi dari petugas
KB?
a. Ya
b. Tidak
33. Jika “tidak”, siapa saja yang memberikan informasi tentang kontrasepsi
kepada ibu?
a. Dokter 1. Ya 2. Tidak
b. Perawat 1. Ya 2. Tidak
c. Bidan 1. Ya 2. Tidak
d. Tetangga/teman yang telah menjadi peserta KB 1. Ya 2. Tidak
e. Lainnya jelaskan 1. Ya 2. Tidak
f. Tidak tahu 1. Ya 2. Tidak
34. Jika “ya” kapan terakhir ibu mendapatkan informasi tentang kontrasepsi
dari petugas lapangan KB? ___________________________________
bulan
35. Berapa kali ibu mendapatkan informasi tentang kontrasepsi dari petugas
lapangan KB dalam setahun? ______________________________ kali
36. Dimana ibu diberikan informasi tentang kontrasepsi oleh petugas lapangan
KB?
a. Di rumah 1. Ya 2. Tidak
b. Di balai desa 1. Ya 2. Tidak
c. Di posyandu 1. Ya 2. Tidak
d. Di polindes 1. Ya 2. Tidak
e. Di puskesmas 1. Ya 2. Tidak
f. Di rumah sakit 1. Ya 2. Tidak
g. Lainnya jelaskan 1. Ya 2. Tidak
h. Tidak tahu 1. Ya 2. Tidak
116

37. Informasi apa saja yang diberikan oleh petugas lapangan KB?
a. Jenis-jenis metode kontrasepsi 1 ya 2. Tidak
b. Memberi penjelasan tentang pentingnya ikut KB 1 ya 2. Tidak
c. Manfaat KB 1 ya 2. Tidak
d. Memberi penjelasan tentang pelayanan KB 1 ya 2. Tidak
e. Lainnya, jelaskan ____________________________________

I. DUKUNGAN SUAMI
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
38. Apakah suami ibu memberikan dukungan kepada ibu untuk menggunakan
kontrasepsi?
a. Ya
b. Tidak
39. Jika “tidak”, apa alasan suami ibu tidak mendukung menggunakan
kontrasepsi ?
a. Dilarang agama
b. Ingin punya anak lagi
c. Kontrasepsi dapat mengganggu hubungan seksual
d. Kontrasepsi menyebabkan ibu sakit dan haid tidak teratur
40. Apakah kontrasepsi yang ibu gunakan disarankan oleh suami ibu?
a. Ya
b. Tidak
41. Apakah pada saat pemasangan kontrasepsi, suami ibu ikut mengantar ke
tempat pelayanan?
a. Ya
b. Tidak
42. Apakah pada saat pemasangan kontrasepsi, suami ibu memberikan biaya?
a. Ya
b. Tidak
43. Apakah suami ibu selalu mengingatkan untuk melakukan pemasangan
ulang kontrasepsi?
117

a. Ya
b. Tidak

J. SIKAP PETUGAS
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
44. Apakah ibu nyaman dengan cara petugas KB menyampaikan informasi
tentang kontrasepsi ?
a. Ya
b. Tidak
45. Apakah ibu memilih alat kontrasepsi yang akan digunakan karena tertarik
dengan informasi dari petugas KB ?
a. Ya
b. Tidak
46. Apakah petugas KB mendukung pilihan alat kontrasepsi ibu ?
a. Ya
b. Tidak

K. KEPERCAYAAN
Berilah tanda centang (√ ) pada salah satu kolom yang ada di sebelah kanan
sesuai dengan pendapat anda
S : setuju
R : ragu-ragu
TS: tidak setuju
No Uraian pernyataan S R TS
47. Merencanakan jumlah anak yang sedikit
dengan program KB dalam agama
diperbolehkan
48. Merencanaan jumlah anak yang sedikit dengan
metode KB dalam adat istiadat atau budaya
suku ibu dapat diterima
118

49. Dalam ungkapan budaya, banyak anak banyak


rejeki, ibu percaya ungkapan ini tidak
bertentangan dengan program KB
50. Mempunyai anak dalam jumlah sedikit dapat
menjamin hari tua sehingga ibu mau ikut
program KB
51. Ibu percaya anak perempuan dapat
meneruskan keturunan meskipun tanpa anak
laki-laki

Jenis Perawatan
Jenis Perawatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Rawat Inap 99 93.4 93.4 93.4
Rawat Jalan 7 6.6 6.6 100.0
Total 106 100.0 100.0
119

Alamat Responden
Alamat Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Dalam Kota 58 54.7 54.7 54.7
Luar Kota 48 45.3 45.3 100.0
Total 106 100.0 100.0

Alamat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Banyuasin 19 17.9 17.9 17.9
Betung 1 .9 .9 18.9
Lahat 1 .9 .9 19.8
Lampung 1 .9 .9 20.8
Lubuk Lin 1 .9 .9 21.7
Muara Eni 2 1.9 1.9 23.6
MUBA 1 .9 .9 24.5
Ogan Ilir 18 17.0 17.0 41.5
OKI 3 2.8 2.8 44.3
OKU Timur 1 .9 .9 45.3
Palembang 58 54.7 54.7 100.0
Total 106 100.0 100.0
120

Alamat Responden * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Alamat Dalam Kota Count 6 52 58
Responden
% within Alamat
10.3% 89.7% 100.0%
Responden
% within Jenis
33.3% 59.1% 54.7%
Kontrasepsi
% of Total 5.7% 49.1% 54.7%
Luar Kota Count 12 36 48
% within Alamat
25.0% 75.0% 100.0%
Responden
% within Jenis
66.7% 40.9% 45.3%
Kontrasepsi
% of Total 11.3% 34.0% 45.3%
Total Count 18 88 106
% within Alamat
17.0% 83.0% 100.0%
Responden
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4.001a 1 .045
Continuity Correctionb 3.029 1 .082
Likelihood Ratio 4.019 1 .045
Fisher's Exact Test .068 .041
Linear-by-Linear
3.964 1 .046
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,15.
b. Computed only for a 2x2 table
121

Alamat * Alamat Responden Crosstabulation

Alamat Responden
Luar Kota
Alamat Banyuasin Count 19
% within Alamat Responden 39.6%
Betung Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
Lahat Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
Lampung Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
Lubuk Lin Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
MUBA Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
Muara Eni Count 2
% within Alamat Responden 4.2%
OKI Count 3
% within Alamat Responden 6.2%
OKU Timur Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
Ogan Ilir Count 18
% within Alamat Responden 37.5%
Palembang Count 0
% within Alamat Responden .0%
Total Count 48
% within Alamat Responden 100.0%

Penggunaan Kontrasepsi
Kontrasepsi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Ya 37 34.9 34.9 34.9
Tidak 69 65.1 65.1 100.0
Total 106 100.0 100.0

Alasan tidak kontrasepsi


122

Alasan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Belum Punya Anak 3 4.3 4.3 4.3
Darah Tinggi 1 1.4 1.4 5.8
Dianjurkan berhenti oleh
1 1.4 1.4 7.2
Bidan
Kesalahpahaman dengan
1 1.4 1.4 8.7
petugas
Masih Ingin punya anak 46 66.7 66.7 75.4
Nyeri/Tidak Nyaman 6 8.7 8.7 84.1
Sedang Hamil 2 2.9 2.9 87.0
Suami tidak mengizinkan 7 10.1 10.1 97.1
Tidak Mampu Bayar 1 1.4 1.4 98.6
Tunggu Sampai Habis Nipas 1 1.4 1.4 100.0
Total 69 100.0 100.0

Jenis Kontrasepsi
Jenis

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid AKDR 8 7.5 7.5 7.5
Implan 3 2.8 2.8 10.4
Kondom 3 2.8 2.8 13.2
MOP 1 .9 .9 14.2
MOW 6 5.7 5.7 19.8
Pil 3 2.8 2.8 22.6
Suntik 13 12.3 12.3 34.9
Tidak
69 65.1 65.1 100.0
Kontrasepsi
Total 106 100.0 100.0
123

Jenis * Kontrasepsi Crosstabulation

Kontrasepsi

Jenis AKDR Count 8


% within Kontrasepsi 21.6%
Implan Count 3
% within Kontrasepsi 8.1%
Kondom Count 3
% within Kontrasepsi 8.1%
MOP Count 1
% within Kontrasepsi 2.7%
MOW Count 6
% within Kontrasepsi 16.2%
Pil Count 3
% within Kontrasepsi 8.1%
Suntik Count 13
% within Kontrasepsi 35.1%
Tidak Kontrasepsi Count 0
% within Kontrasepsi .0%
Total Count 37
% within Kontrasepsi 100.0%

Jenis Kontrasepsi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kontrasepsi Mantap 18 17.0 17.0 17.0
Non Kontrasepsi
88 83.0 83.0 100.0
Mantap/Tanpa Kontrasepsi
Total 106 100.0 100.0

Usia
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


Usia 106 16.00 47.00 30.1509 7.05596
Valid N (listwise) 106
124

Usia Responden * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Usia > 35 tahun Count 7 19 26
Responden
% within Usia Responden 26.9% 73.1% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 38.9% 21.6% 24.5%
% of Total 6.6% 17.9% 24.5%
<= 35 tahun Count 11 69 80
% within Usia Responden 13.8% 86.2% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 61.1% 78.4% 75.5%
% of Total 10.4% 65.1% 75.5%
Total Count 18 88 106
% within Usia Responden 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.415a 1 .120
Continuity Correctionb 1.571 1 .210
Likelihood Ratio 2.231 1 .135
Fisher's Exact Test .138 .107
Linear-by-Linear
2.393 1 .122
Association
N of Valid Casesb 106
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,42.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Usia Responden (> 35 tahun / <= 35 tahun) 2.311 .789 6.772
For cohort Jenis Kontrasepsi = Kontrasepsi Mantap 1.958 .847 4.526
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non Kontrasepsi
.847 .660 1.087
Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106
125

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Usia Responden (> 35 tahun / <= 35 tahun) 2.311 .789 6.772
For cohort Jenis Kontrasepsi = Kontrasepsi Mantap 1.958 .847 4.526
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non Kontrasepsi
.847 .660 1.087
Mantap/Tanpa Kontrasepsi

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Jenis Kontrasepsi Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Usia Kontrasepsi Mantap .200 18 .055 .901 18 .061
Non Kontrasepsi
Mantap/Tanpa .071 88 .200* .978 88 .130
Kontrasepsi
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Group Statistics

Jenis Kontrasepsi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


Usia Kontrasepsi Mantap 18 31.4444 6.60857 1.55765
Non Kontrasepsi
88 29.8864 7.15097 .76230
Mantap/Tanpa Kontrasepsi

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2- Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Usia Equal
-
variances .583 .447 .852 104 .396 1.55808 1.82767 5.18241
2.06625
assumed
Equal
-
variances not .898 25.829 .377 1.55808 1.73418 5.12389
2.00773
assumed

Pendidikan
126

Pendidikan * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Pendidikan Tidak Sekolah Count 0 1 1
% within Pendidikan .0% 100.0% 100.0%
% within Jenis
.0% 1.1% .9%
Kontrasepsi
% of Total .0% .9% .9%
SD Count 5 22 27
% within Pendidikan 18.5% 81.5% 100.0%
% within Jenis
27.8% 25.0% 25.5%
Kontrasepsi
% of Total 4.7% 20.8% 25.5%
SLTP Count 5 12 17
% within Pendidikan 29.4% 70.6% 100.0%
% within Jenis
27.8% 13.6% 16.0%
Kontrasepsi
% of Total 4.7% 11.3% 16.0%
SLTA Count 5 41 46
% within Pendidikan 10.9% 89.1% 100.0%
% within Jenis
27.8% 46.6% 43.4%
Kontrasepsi
% of Total 4.7% 38.7% 43.4%
Perguruan Tinggi Count 3 12 15
% within Pendidikan 20.0% 80.0% 100.0%
% within Jenis
16.7% 13.6% 14.2%
Kontrasepsi
% of Total 2.8% 11.3% 14.2%
Total Count 18 88 106
% within Pendidikan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


Pearson Chi-Square 3.429a 4 .489
Likelihood Ratio 3.473 4 .482
N of Valid Cases 106
a. 5 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,17.
127

Pendidikan * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Pendidikan Pendidikan Count 10 35 45
Rendah
% within Pendidikan 22.2% 77.8% 100.0%
% within Jenis
55.6% 39.8% 42.5%
Kontrasepsi
% of Total 9.4% 33.0% 42.5%
Pendidikan Tinggi Count 8 53 61
% within Pendidikan 13.1% 86.9% 100.0%
% within Jenis
44.4% 60.2% 57.5%
Kontrasepsi
% of Total 7.5% 50.0% 57.5%
Total Count 18 88 106
% within Pendidikan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.524a 1 .217
Continuity Correctionb .946 1 .331
Likelihood Ratio 1.506 1 .220
Fisher's Exact Test .296 .165
Linear-by-Linear
1.509 1 .219
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,64.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Pendidikan (Pendidikan
1.893 .680 5.265
Rendah / Pendidikan Tinggi)
For cohort Jenis Kontrasepsi =
1.694 .727 3.949
Kontrasepsi Mantap
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non
.895 .745 1.076
Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106
128

Pekerjaan
Pekerjaan * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Pekerjaan Dokter Count 1 0 1
% within Pekerjaan 100.0% .0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 5.6% .0% .9%
% of Total .9% .0% .9%
Guru Count 1 1 2
% within Pekerjaan 50.0% 50.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 5.6% 1.1% 1.9%
% of Total .9% .9% 1.9%
IRT Count 13 75 88
% within Pekerjaan 14.8% 85.2% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 72.2% 85.2% 83.0%
% of Total 12.3% 70.8% 83.0%
Karyawan Count 2 7 9
Swasta
% within Pekerjaan 22.2% 77.8% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 11.1% 8.0% 8.5%
% of Total 1.9% 6.6% 8.5%
PNS Count 0 3 3
% within Pekerjaan .0% 100.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi .0% 3.4% 2.8%
% of Total .0% 2.8% 2.8%
Petani Count 1 1 2
% within Pekerjaan 50.0% 50.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 5.6% 1.1% 1.9%
% of Total .9% .9% 1.9%
Wiraswasta Count 0 1 1
% within Pekerjaan .0% 100.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi .0% 1.1% .9%
% of Total .0% .9% .9%
Total Count 18 88 106
% within Pekerjaan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
129

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


Pearson Chi-Square 9.280a 6 .158
Likelihood Ratio 7.805 6 .253
N of Valid Cases 106
a. 11 cells (78,6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,17.

Pekerjaan * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Pekerjaan Bekerja Count 5 13 18
% within Pekerjaan 27.8% 72.2% 100.0%
% within Jenis
27.8% 14.8% 17.0%
Kontrasepsi
% of Total 4.7% 12.3% 17.0%
Tidak Bekerja Count 13 75 88
% within Pekerjaan 14.8% 85.2% 100.0%
% within Jenis
72.2% 85.2% 83.0%
Kontrasepsi
% of Total 12.3% 70.8% 83.0%
Total Count 18 88 106
% within Pekerjaan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.793a 1 .181
Continuity Correctionb .989 1 .320
Likelihood Ratio 1.615 1 .204
Fisher's Exact Test .184 .159
Linear-by-Linear
1.776 1 .183
Association
N of Valid Casesb 106
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,06.
b. Computed only for a 2x2 table
130

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Pekerjaan (Bekerja /
2.219 .677 7.277
Tidak Bekerja)
For cohort Jenis Kontrasepsi =
1.880 .766 4.616
Kontrasepsi Mantap
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non
.847 .628 1.143
Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106

Jumlah Anak
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Jenis Kontrasepsi Statistic df Sig. Statistic df Sig.


JumlahAnak Kontrasepsi Mantap .249 18 .004 .856 18 .010
Non Kontrasepsi
Mantap/Tanpa .222 88 .000 .845 88 .000
Kontrasepsi
a. Lilliefors Significance Correction

Report
Jumlah Anak
Jenis Kontrasepsi Mean N Std. Deviation Median Minimum Maximum
Kontrasepsi Mantap 2.4444 18 1.09664 3.0000 1.00 4.00
Non Kontrasepsi
Mantap/Tanpa 1.7955 88 1.43165 1.0000 .00 8.00
Kontrasepsi
Total 1.9057 106 1.39747 2.0000 .00 8.00
131

Jumlah Anak * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Jumlah Anak > 2 Orang Count 10 21 31
% within Jumlah Anak 32.3% 67.7% 100.0%
% within Jenis
55.6% 23.9% 29.2%
Kontrasepsi
% of Total 9.4% 19.8% 29.2%
<= 2 Orang Count 8 67 75
% within Jumlah Anak 10.7% 89.3% 100.0%
% within Jenis
44.4% 76.1% 70.8%
Kontrasepsi
% of Total 7.5% 63.2% 70.8%
Total Count 18 88 106
% within Jumlah Anak 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 7.253a 1 .007
Continuity Correctionb 5.803 1 .016
Likelihood Ratio 6.676 1 .010
Fisher's Exact Test .011 .010
Linear-by-Linear
7.185 1 .007
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,26.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Jumlah Anak (> 2 Orang /
3.988 1.394 11.408
<= 2 Orang)
For cohort Jenis Kontrasepsi =
3.024 1.318 6.937
Kontrasepsi Mantap
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non
.758 .588 .979
Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106
132

Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Tingkat Baik Count 8 15 23
Pengetahuan
% within Tingkat
34.8% 65.2% 100.0%
Pengetahuan
% within Jenis
44.4% 17.0% 21.7%
Kontrasepsi
% of Total 7.5% 14.2% 21.7%
Kurang Baik Count 10 73 83
% within Tingkat
12.0% 88.0% 100.0%
Pengetahuan
% within Jenis
55.6% 83.0% 78.3%
Kontrasepsi
% of Total 9.4% 68.9% 78.3%
Total Count 18 88 106
% within Tingkat
17.0% 83.0% 100.0%
Pengetahuan
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.603a 1 .010
Continuity Correctionb 5.089 1 .024
Likelihood Ratio 5.796 1 .016
Fisher's Exact Test .023 .016
Linear-by-Linear
6.540 1 .011
Association
N of Valid Casesb 106
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,91.
b. Computed only for a 2x2 table
133

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Tingkat Pengetahuan
3.893 1.318 11.500
(Baik / Kurang Baik)
For cohort Jenis Kontrasepsi =
2.887 1.288 6.469
Kontrasepsi Mantap
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non
.742 .544 1.010
Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106

Sikap Ibu
Sikap Ibu * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Sikap Ibu Baik Count 15 67 82
% within Sikap Ibu 18.3% 81.7% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 83.3% 76.1% 77.4%
% of Total 14.2% 63.2% 77.4%
Kurang Baik Count 3 21 24
% within Sikap Ibu 12.5% 87.5% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 16.7% 23.9% 22.6%
% of Total 2.8% 19.8% 22.6%
Total Count 18 88 106
% within Sikap Ibu 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
134

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .442a 1 .506
Continuity Correctionb .127 1 .722
Likelihood Ratio .468 1 .494
Fisher's Exact Test .758 .375
Linear-by-Linear
.438 1 .508
Association
N of Valid Casesb 106
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,08.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Sikap Ibu (Baik / Kurang
1.567 .413 5.943
Baik)
For cohort Jenis Kontrasepsi =
1.463 .462 4.636
Kontrasepsi Mantap
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non
.934 .778 1.121
Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106

Ketersediaan Alat Kontrasepsi


135

Ketersediaan Alat Kontrasepsi * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi

Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Ketersediaan Lengkap Count 9 37 46
Alat
Kontrasepsi % within Ketersediaan Alat
19.6% 80.4% 100.0%
Kontrasepsi
% within Jenis Kontrasepsi 50.0% 42.0% 43.4%
% of Total 8.5% 34.9% 43.4%
Kurang Count 9 51 60
Lengkap
% within Ketersediaan Alat
15.0% 85.0% 100.0%
Kontrasepsi
% within Jenis Kontrasepsi 50.0% 58.0% 56.6%
% of Total 8.5% 48.1% 56.6%
Total Count 18 88 106
% within Ketersediaan Alat
17.0% 83.0% 100.0%
Kontrasepsi
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .385a 1 .535
Continuity Correctionb .129 1 .719
Likelihood Ratio .382 1 .536
Fisher's Exact Test .606 .358
Linear-by-Linear
.381 1 .537
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,81.
b. Computed only for a 2x2 table
136

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Ketersediaan Alat
1.378 .499 3.808
Kontrasepsi (Lengkap / Kurang Lengkap)
For cohort Jenis Kontrasepsi =
1.304 .563 3.022
Kontrasepsi Mantap
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non
.946 .792 1.130
Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106

Sumber Daya Manusia


Sumber Daya Manusia * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi

Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Sumber Daya Tersedia Count 15 65 80
Manusia
% within Sumber
18.8% 81.2% 100.0%
Daya Manusia
% within Jenis
83.3% 73.9% 75.5%
Kontrasepsi
% of Total 14.2% 61.3% 75.5%
Kurang Count 3 23 26
Tersedia
% within Sumber
11.5% 88.5% 100.0%
Daya Manusia
% within Jenis
16.7% 26.1% 24.5%
Kontrasepsi
% of Total 2.8% 21.7% 24.5%
Total Count 18 88 106
% within Sumber
17.0% 83.0% 100.0%
Daya Manusia
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
137

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .724a 1 .395
Continuity Correctionb .303 1 .582
Likelihood Ratio .775 1 .379
Fisher's Exact Test .552 .301
Linear-by-Linear
.717 1 .397
Association
N of Valid Casesb 106
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,42.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Sumber Daya Manusia
1.769 .469 6.674
(Tersedia / Kurang Tersedia)
For cohort Jenis Kontrasepsi =
1.625 .510 5.173
Kontrasepsi Mantap
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non
.918 .772 1.093
Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106

Alur Rujukan
138

Alur Rujukan * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Alur Rujukan Mudah Count 13 50 63
% within Alur Rujukan 20.6% 79.4% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 72.2% 56.8% 59.4%
% of Total 12.3% 47.2% 59.4%
Sulit Count 5 38 43
% within Alur Rujukan 11.6% 88.4% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 27.8% 43.2% 40.6%
% of Total 4.7% 35.8% 40.6%
Total Count 18 88 106
% within Alur Rujukan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.471a 1 .225
Continuity Correctionb .901 1 .342
Likelihood Ratio 1.528 1 .216
Fisher's Exact Test .296 .172
Linear-by-Linear
1.457 1 .227
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,30.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Alur Rujukan (Mudah /
1.976 .648 6.022
Sulit)
For cohort Jenis Kontrasepsi =
1.775 .682 4.615
Kontrasepsi Mantap
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non
.898 .761 1.060
Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106
139

Sikap Petugas
Sikap Petugas * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Sikap Petugas Baik Count 11 52 63
% within Sikap Petugas 17.5% 82.5% 100.0%
% within Jenis
61.1% 59.1% 59.4%
Kontrasepsi
% of Total 10.4% 49.1% 59.4%
Kurang Baik Count 7 36 43
% within Sikap Petugas 16.3% 83.7% 100.0%
% within Jenis
38.9% 40.9% 40.6%
Kontrasepsi
% of Total 6.6% 34.0% 40.6%
Total Count 18 88 106
% within Sikap Petugas 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .025a 1 .874
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .025 1 .873
Fisher's Exact Test 1.000 .546
Linear-by-Linear
.025 1 .874
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,30.
b. Computed only for a 2x2 table
140

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Sikap Petugas (Baik / Kurang Baik) 1.088 .385 3.073
For cohort Jenis Kontrasepsi = Kontrasepsi
1.073 .452 2.547
Mantap
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non Kontrasepsi
.986 .828 1.173
Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106

Informasi Petugas
Informasi Petugas * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Informasi Baik Count 11 48 59
Petugas
% within Informasi Petugas 18.6% 81.4% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 61.1% 54.5% 55.7%
% of Total 10.4% 45.3% 55.7%
Kurang Baik Count 7 40 47
% within Informasi Petugas 14.9% 85.1% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 38.9% 45.5% 44.3%
% of Total 6.6% 37.7% 44.3%
Total Count 18 88 106
% within Informasi Petugas 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .261a 1 .609
Continuity Correctionb .063 1 .802
Likelihood Ratio .263 1 .608
Fisher's Exact Test .795 .404
Linear-by-Linear
.259 1 .611
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,98.
b. Computed only for a 2x2 table
141

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Informasi Petugas (Baik /
1.310 .465 3.692
Kurang Baik)
For cohort Jenis Kontrasepsi =
1.252 .526 2.978
Kontrasepsi Mantap
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non
.956 .806 1.134
Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106

Dukungan Suami
Dukungan Suami * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Dukungan Mendukung Count 15 43 58
Suami
% within Dukungan Suami 25.9% 74.1% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 83.3% 48.9% 54.7%
% of Total 14.2% 40.6% 54.7%
Tidak Count 3 45 48
Mendukung
% within Dukungan Suami 6.2% 93.8% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 16.7% 51.1% 45.3%
% of Total 2.8% 42.5% 45.3%
Total Count 18 88 106
% within Dukungan Suami 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
142

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 7.166a 1 .007
Continuity Correctionb 5.842 1 .016
Likelihood Ratio 7.834 1 .005
Fisher's Exact Test .009 .006
Linear-by-Linear
7.098 1 .008
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,15.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Dukungan Suami
5.233 1.414 19.357
(Mendukung / Tidak Mendukung)
For cohort Jenis Kontrasepsi =
4.138 1.273 13.455
Kontrasepsi Mantap
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non
.791 .668 .936
Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106

Kepercayaan
Kepercayaan * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation

Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Kepercayaan Mendukung Count 7 26 33
% within Kepercayaan 21.2% 78.8% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 38.9% 29.5% 31.1%
% of Total 6.6% 24.5% 31.1%
Tidak Count 11 62 73
Mendukung
% within Kepercayaan 15.1% 84.9% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 61.1% 70.5% 68.9%
% of Total 10.4% 58.5% 68.9%
Total Count 18 88 106
% within Kepercayaan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
143

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .608a 1 .435
Continuity Correctionb .251 1 .617
Likelihood Ratio .590 1 .442
Fisher's Exact Test .577 .303
Linear-by-Linear
.603 1 .438
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,60.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Kepercayaan (Mendukung / Tidak
1.517 .530 4.347
Mendukung)
For cohort Jenis Kontrasepsi = Kontrasepsi Mantap 1.408 .599 3.306
For cohort Jenis Kontrasepsi = Non Kontrasepsi
.928 .758 1.135
Mantap/Tanpa Kontrasepsi
N of Valid Cases 106

Faktor Faktor yang Mendukung Pemilihan


Kontrasepsi Mantap
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 106 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 106 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 106 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding


Original Value Internal Value
Kontrasepsi Mantap 0
Non Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi 1
144

Categorical Variables Codings

Parameter coding

Frequency (1)
Dukungan Suami Mendukung 58 .000
Tidak Mendukung 48 1.000
Jumlah Anak > 2 Orang 31 .000
<= 2 Orang 75 1.000
Tingkat Pengetahuan Baik 23 .000
Kurang Baik 83 1.000
Usia Responden > 35 tahun 26 .000
<= 35 tahun 80 1.000

Case Processing Summary


Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 106 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 106 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 106 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding


Original Value Internal Value
Kontrasepsi Mantap 0
Non Kontrasepsi Mantap/Tanpa Kontrasepsi 1

Categorical Variables Codings

Parameter coding

Frequency (1)
Dukungan Suami Mendukung 58 .000
Tidak Mendukung 48 1.000
Jumlah Anak > 2 Orang 31 .000
<= 2 Orang 75 1.000
Tingkat Pengetahuan Baik 23 .000
Kurang Baik 83 1.000
Usia Responden > 35 tahun 26 .000
<= 35 tahun 80 1.000

Hosmer and Lemeshow Test


Step Chi-square df Sig.
1 5.026 6 .541
145

Variables in the Equation

95,0% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


Step Usia(1)
1a .841 .660 1.622 1 .203 2.318 .636 8.449

Jumlah Anak(1) 1.149 .608 3.575 1 .059 3.156 .959 10.386


Tingkat Pengetahuan(1) 1.286 .630 4.165 1 .041 3.620 1.052 12.451
Dukungan Suami(1) 1.451 .708 4.198 1 .040 4.266 1.065 17.088
Constant -1.088 .758 2.061 1 .151 .337
a. Variable(s) entered on step 1: Usia2, JA1, TP1, DS1.

Anda mungkin juga menyukai