Penyaji
Dr. Achmadi Sulistyo Nugroho
Pembimbing
Dr. H. Azhari, SpOG(K)
Dr. Awan Nurtjahyo, SpOG(K)
Dr. Theodorus, M.MedSc
Penguji
DR.Dr.H.Ferry Yusrizal,SpOG(K),MKes
Dr.H.A.Abadi,SpOG(K)
Prof.Dr.H.Syakroni Daud Rusydi,SpOG(K)
Dr.Zaimursyaf,SpOG(K)
Dr.H.Amir Fauzi,SpOG(K)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara keempat dengan jumlah penduduk terbanyak
didunia setelahRepublik Rakyat Cina, India, dan Amerika Serikat. Jumlah
penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah
237.556.363 jiwa, yang terdiri atas 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783
perempuan. Dengan sebagian besar penduduknya beragama islam.1
Masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia salah satunya adalah laju
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi.Laju Pertumbuhan Penduduk yang
diharapkan menjadi 1,1 % pada tahun 2014, justru naik 0,4 % dari 1,45 %
(sensus penduduk tahun 2000) menjadi 1,49 % (sensus penduduk tahun 2010).
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut akan berpengaruh terhadap
tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk.1
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI),
Angka Fertilitas Total (Total Fertility Rate/TFR) stagnan pada angka 2,6 anak
per wanita di tiga kali periode SDKI (2002, 2007, 2012). Padahal targetRencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di tahun 2014 harus sudah
berada pada posisi 2,1 anak. Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (Contraseptive
Prevalency Rate/CPR), terutama metode modern masih pada posisi 57,9 %
(SDKI 2012). Angka tersebut hanya naik 0,4 persen dari survei sebelumnya
(57,4 % pada SDKI 2007), padahal di tahun 2014 diharapkan sudah menjadi
65%.Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) yang pada 2014
diharapkan turun menjadi 5%, saat ini masih berada pada angka 11,4% (SDKI
2012) dari 9,1% (SDKI 2007).Angka Kelahiran Kelompok Umur Tertentu (Age
Specific Fertility Rate/ASFR), terutama kelompok umur 15 – 19 tahun masih
pada angka 48 kelahiran/1.000 (SDKI 2012) perempuan kelompok umur
tersebut. Padahal target RPJMN di tahun 2014 harus sudah menjadi 30
3
kelahiran.2
Perhatian pemerintah Indonesia terhadap masalah kependudukan telah
dimulai sejak ditandatanganinyadeklarasi mengenai kependudukan oleh para
pemimpin dunia termasuk Presiden Suharto pada tahun1967. Dalam deklarasi
tersebut dinyatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi
merupakanmasalah yang harus ditanggulangi karena mengecilkan arti
pembangunan dalam bidang ekonomi. Untukmelaksanakan kebijakan
kependudukan, pemerintah telah mencanangkan berbagai program, salah
satunyaadalah program keluarga berencana (KB). Program KB memiliki makna
yang sangat strategis, komprehensif dan fundamental dalam mewujudkan
manusia Indonesia yang sehat dan sejahtera. Undang-Undang ( UU ) Nomor 52
Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
menyebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya untuk mengatur
kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui
promosi, perlindungan dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas.1,3
Proyeksi jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di seluruh Indonesia tahun
2012 mencapai 48,2 jutaPUS dengan persentasepeserta KB mencapai61.9%,
yang terdiri dari peserta KB modern 57.9% dan KB tradisional mencapai
4.0%.Persentase peserta KB modern menurut metode kontrasepsi di
Indonesia:Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)3.9%, Metode Operatif
Wanita ( MOW ) 3.2%, Metode Operatif Pria ( MOP ) 0.2%, implan 3.3%,
kondom 1.8%, suntik 31.9%, pil 13,6%. Persentase peserta KB tradisional
menurut metode kontrasepsi di Indonesia:pantang berkala 1.3%, sanggama
terputus 2.3%, dan cara lainnya 0.4%.4
Sedangkan persentase peserta KB modern menurut metode kontrasepsi di
provinsi Sumatera Selatan: Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 1.6%,
Metode Operatif Wanita (MOW) 2.6%, Metode Operatif Pria (MOP) 0.1%,
implan 5.6%, kondom 1.4%, suntik 43.7%, pil 9.5%. Persentase peserta KB
tradisional menurut metode kontrasepsi di Indonesia : pantang berkala 0.9%,
sanggama terputus 2.3%, dan cara lainnya 0.1%.4
4
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Husein Palembang sebagai salah
satu pusat rujukan layanan KB di Sumatera memberikan layanan KB khususnya
untuk metode kontrasepsi jangka panjang ( MKJP/implan, AKDR serta MOW).
Hal ini disebabkan sudah terdapat pembagian pelayanan KB, bahwa untuk KB
metode kondom pil maupun suntik pelayanan dapat dilakukan di Bidan Praktek
Swasta ( BPS ) atau di Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas ) sebagai salah
satu layanan primer KB.
Selama Tahun 2013 jumlah pemakaian Implan di RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang sebanyak 71akseptor ( 7,1 % ), insersi IUD sebanyak 687 akseptor
(68,7 % ) dan MOW sebanyak 241 akseptor ( 24,1 % ). Sedangkan untuk tahun
2014 pemakaian Implan di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang sebanyak 25
akseptor ( 2,5 % ), insersi IUD sebanyak 627 akseptor (62,7 % ) dan MOW
sebanyak 270 akseptor ( 27 % ).
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan program KB secara
nasional tersebut diantaranya adalah pengadaan alat kontrasepsi yang masih
kurang, jumlah petugas KB lapanganyang dapat melakukan konseling dengan
baik masih minim, serta kebijakan pemerintah di tiap daerah tidak sama.2,5
Pemilihanmetode kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku
kesehatan, terutama bagi perempuan.Tim kerja WHO menganalisa bahwa yang
menyebabkan seseorang berperilaku kesehatan tertentu adalah karena adanya
empat alasan pokok, yaitu :6
1. Pemahaman dan Pertimbangan ( Thoughts adan feeling ), yakni dalam
bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan dan
penilaian-penilaian seseorang terhadap objek ( dalam hal ini adalah objek
kesehatan ).
a. Pengetahuan.
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang
lain.
b. Kepercayaan.
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek.
5
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana gambaran perilaku wanita pasangan usia subur dalam memilih
metode kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada era
BPJS.
2. Bagaimana gambaran faktor predisposisi : karakteristik (umur,
kepercayaan, jumlah anak, tingkat pendidikan), tingkat pengetahuan, dan
sikap ibu; faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, ketersediaan
sumber daya manusia, alur rujukan dan informasi petugas pelayanan); dan
faktor pendorong (dukungan suami, sikap petugas kesehatan) dengan
pemilihan metode kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
pada era BPJS.
3. Bagaimana hubungan antara faktor predisposisi : karakteristik (umur,
kepercayaan, jumlah anak, tingkat pendidikan), tingkat pengetahuan, dan
sikap ibu; faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, ketersediaan
sumber daya manusia, alur rujukan dan informasi petugas pelayanan dan
faktor pendorong (dukungan suami, sikap petugas kesehatan) dengan
pemilihan metode kontrasepsi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
pada era BPJS.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
9
A. Hipotesis Penelitian
Pernyataan hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Terdapat hubungan bermakna mengenai karakteristik, tingkat pengetahuan,
sikap ibu, ketersediaan alat kontrasepsi, sumber daya manusia, alur rujukan,
informasi petugas, dukungan suami dan sikap petugas terhadap pemilihan
metode kontrasepsi.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi terkait
a. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN )
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan untuk
membuat program dalam upaya peningkatan penggunaan kontrasepsi.
b. RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Penelitian ini dapat dijadikan sarana evaluasi dalam memberikan
pelayanan kontrasepsi sehingga dapat meningkatkan penggunaan
kontrasepsi di wilayah kerja.
c. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
Hasil penelitian ini dapat dijadikan perbandingan untuk penelitian lebih
lanjut dan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan komunitas, terutama
pelayanan keluarga berencana.
2. Bagi masyarakat
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat terutama pasangan usia subur untuk memahami
manfaat, kelebihan, dan efek samping setiap metode kontrasepsi sehingga
mereka termotivasi untuk menggunakan kontrasepsi.
BAB II
11
TINJAUAN PUSTAKA
A. KELUARGA BERENCANA
1. Definisi Keluarga Berencana
Sesuai dengan UU No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sebagai pengganti Undang-
Undang No. 10 tahun 1992, KB didefinisikan sebagai upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan umur ideal melahirkan, mengatur kehamilan,
melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.3
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ( WHOexpert committee, 1970 )
Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu / pasangan
suami istri untuk mendapatkan obyektif – obyektif tertentu, menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur interval diantara kehamilandan
menentukan jumlah anak dalam keluarga.10
2. Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan gerakan KB nasional ialah mewujudkan keluarga kecil bahagia
sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera
melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia.11
Menurut UU no 52 tahun 2009, Kebijakan keluarga berencana bertujuan
untuk: 5
a. mengatur kehamilan yang diinginkan
b. menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak
c. meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan
pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
d. meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga
berencana
e. mempromosikan ASI eksklusif sebagai upaya untuk menjarangkan
jarak kehamilan.
3. Sasaran Keluarga Berencana
Sasaran program KB seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
12
B. KONTRASEPSI
1. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata ‘kontra’ berarti mencegah atau melawan, dan
‘konsepsi’ yang berarti pertemuan antara sel telur matang dan sel sperma
13
C. METODE KONTRASEPSI
1. Alat Kontrasepsi Dalam rahim ( AKDR ) /Intrauterine Device (IUD)
a. Definisi
AKDR adalah bahan inert sintetik atau bahan kimia aktif yang dipasang
di dalam rongga uterus melalui kanalis servikalis. AKDR dapat
diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga atau
mengandung levonogestrel.AKDR merupakan kontrasepsi yang efektif,
reversibel, dan berjangka panjang (sampai 10 tahun).12
b. Jenis AKDR
1. Copper-T
AKDRini berbentuk T, berukuran kecil, dengan luas 380 mm2, terbuat
dari bahan polyethelene dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan
kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai
efek antifertilisasiyang cukup baik, waktu penggunaan dapat
mencapai 8-10 tahun, dan terdapat benang halus pada ujung bawahnya
yang berfungsi sebagai alat kontrol atau indikator keberadaan
AKDR.AKDR jenis ini mengandung zat kimia inert. 15
17
2. Copper-7
AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan
pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32
mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai
luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti halnya lilitan
tembaga halus pada jenis Copper-T. 16
18
3. Multiload
AKDR ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan
kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung
atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan kawat tembaga
dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah
efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil) dan
mini.16
4. Lippes-loop
AKDR ini terbuat dari bahan polyethilene, bentuknya seperti spiral
atau huruf Sbersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang
benang pada ekornya. Lippes-loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda
menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm
(benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam), tipe C berukuran 30
mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe
D.Lippes loop sebagai generasi pertama dipakai selama diinginkan,
19
c. Mekanisme kerja
AKDR bekerja dengan merangsang respon inflamasi lokal pada
endometrium. Komponen seluler dan humoral dari inflamasi ini
selanjutnya akan mempengaruhi jaringan endometrium dan mukus tuba
falopii, hal ini menyebabkan turunnya viabilitas dan motilitas dari ovum
dan sperma. Pada keadaan dimana tetap terjadi fertilisasi, respon
inflamasi ini akan mengganggu proses implantasi blastosit pada
endometrium. Pada AKDR yang dikombinasikan dengan hormon,
pelepasan progestin jangka panjang menyebabkan atrofi glanduler dan
desidualisasi stroma.21
AKDR tembaga melepaskan tembaga dan garam tembaga bebas yang
mempunyai pengaruh biokimiawi dan morfologi pada endometrium dan
juga menyebabkan perubahan pada mukus serviks serta sekresi
endometrium. Tidakada peningkatan kadar tembaga di dalam serum yang
dapat diukur.Tembagamempunyai banyak kerja spesifik, termasuk
peningkatan produksi prostaglandin serta penghambatan berbagai enzim
endometrium. AKDR tembaga telah dikaitkan dengan peningkatan
respon radang yang ditandai oleh produksi peptida sitokinpada
endometrium, yang dikenal bersifat sitotoksik. Suatu efek spermisidal
tambahan mungkin terjadi dalam mukus serviks.Mekanisme tersebut
berkontribusi dalam keefektifan cara kerja dari masing-masing tipe
AKDR. Beberapa mekanisme kerja AKDR yang telah diajukan adalah
20
:18,19
1) Timbulnya reaksi radang lokal non-spesifik di dalam kavum uteri
sehinga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Di samping
itu, dengan munculnya leukosit Poli Morfo Nuclear ( PMN ),
makrofag, foreign body giant cells, sel mononuclear dan plasma yang
dapat mengakibatkan lisis dari spermatozoa, ovum, atau blastokista.
2) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
3) Gangguan/ terlepasnya blastokista yang telah berimplantasi di dalam
endometrium.
4) Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba falopi.
5) Immobilisasi spermatozoa sat melewati kavum uteri.
6) Untuk AKDR yang mengandung tembaga (Cu) :
a) Antagonis kationik yang spesifik terhadap zinc (Zn) yang terdapat
dalam enzim carbonic anhydrase yaitu salah satu enzim dalam
traktus genitalia, dimana Cu menghambat reaksi carbonic
anhydrase sehingga tidak memungkinkan terjadinya implantasi;
dan mungkin juga menghambat aktivitas alkali phosphatase.
b) Menganggu pengambilan estrogen endogenous oleh mukosa
uterus.
c) Mengganggu jumlah Deoxyribo Nucleic Acid ( DNA ) dalam
endometrium.
d) Menganggu metabolisme glikogen.
e) Penambahan Ag pada AKDR yang mengandung Cu mempunyai
maksud untuk mengurangi fragmentasi dari Cu sehingga Cu lebih
lama habisnya.
7) Untuk AKDR yang mengandung hormon progesteron :
a) Gangguan proses pematangan proliferatif-sekretoir sehingga
timbul penekanan terhadap endometrium dan terganggunya proses
implantasi.
b) Lendir serviks yang menjadi lebih kental/tebal karena pengaruh
21
progestin.
d. Keuntungan dan kerugian
Keuntungan dan kerugian dari alat kontrasepsi AKDR adalah sebagai
berikut :20
Tabel2. Keuntungan dan kerugian dari alat kontrasepsi AKDR
Keuntungan Kerugian
Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari
AKDR dapat efektif segera setelah setelah pemasangan.
pemasangan Perdarahan berat pada waktu haid atau di
Metode jangka panjang (10 tahun proteksi antaranya yang memungkinkan penyebab
dari CuT-380A dan tidak perlu anemia.
diganti) Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila
Sangat efektif karena tidak perlu lagi pemasangannya benar).
mengingat-ingat Tidak mencegah PMS termasuk HIV/AIDS.
Tidak mempengaruhi hubungan seksual Tidak baik digunakan pada klien dengan IMS atau
Meningkatkan kenyamanan seksual karena yang sering berganti pasangan.
tidak perlu takut untuk hamil Penyakit Radang Panggul (PRP) terjadi sesudah
Tidak ada efek samping hormonal dengan perempuan dengan PMS memakai AKDR,
Cu AKDR (CuT-380A) PRP dapat memicu infertilitas.
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik
ASI diperlukan dalam pemasangan AKDR.
Dapat dipasang segera setelah melahirkan Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi
atau sesudah abortus (apabila tidak segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya
terjadi infeksi). menghilang dalam 1 - 2 hari.
Dapat digunakan sampai menopause (1 Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya
tahun lebih setelah haid terakhir). sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus
Tidak ada interaksi dengan obat-obat. melepaskan AKDR.
Membantu mencegah kehamilan ektopik. Ekspulsi AKDR yaitu AKDRkeluar dari uterus
tanpa diketahui yang sering terjadi apabila
AKDR dipasang segera sesudah melahirkan.
Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik
karena topik fungsi AKDR untuk mencegah
kehamilan normal.Perempuan harus
memeriksa posisi benang AKDR dari waktu
ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan
harus memasukkan jarinya ke dalam vagina,
sebagian perempuan tidak mau melakukan
ini.
Dikutip dari Nelson.20
e. Efek samping
Efek samping yang umum terjadi :15
1) Perforasi pada saat pemasangan AKDR
2) Ekspulsi
3) Perubahan menstruasi
4) Infeksi
5) Keguguran jika terjadi kehamilan
22
g. Waktu Pemasangan
Pemasangan AKDR sebaiknya dilakukan pada saat :14,15
1) Mendekati akhir menstruasi normal, ketika servik menjadi lebih
lunak dan berdilatasi.
2) Segera setelah persalinan, selama 48 jam pertama setelah keluarnya
plasenta, atau setelah 6 minggu paskasalin.
3) Segera setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7
hari)apabila tidak ada gejala infeksi.
4) Pada waktu seksio sesarea.
5) Akan tetapi pada dasarnya insersi AKDR dapat dilakukan kapan saja
selama akseptor tidak hamil.
Tabel4. Rekomendasi waktu insersi AKDRsesuai kategori
Kategori Rekomendasi
23
Wanita dengan periode menstruasi Kapan saja saat siklus menstruasi dengan
teratur kepastian tidak hamil
Wanita dengan amenorrea Kapan saja dengan kepastian tidak hamil
Postpartum (termasuk seksio) Mulai 6 minggu postpartum
Postabortus (trimester 1 dan 2 ) Saat terminasi atau secepat mungkin
Ganti kontrasepsi Kapan saja dengan kepastian tidak hamil
Dikutip dari Nelson 20
disekeliling ovum.
3) Jika progesteron diberikan sebelum konsepsi, maka perjalanan ovum
dalam tuba akan terhambat.
4) Implantasi dihambat bila progesteron diberikan sebelum ovulasi.
Walaupun ovulasi dapat terjadi, produksi progesteron dari korpus
luteum akan berkurang, sehingga implantasi dihambat.
5) Penghambatan ovulasi melalui fungsi hipotalamus-hipofisis-ovarium.
b. Jenis kontrasepsi
Hormon yang terdapat dalam kontrasepsi adalah estrogen sintetik,
gestagen/progesteronsintetik, noretisteron, DL-norgestrel dan
levonorgestrel, desogestrel, gestoden, dienogest, norgestimat,
klormadinon asetat, siproteron asetat, medroksi progesteron asetat,
mifepristone,dan danazol.Kebanyakan kontrasepsi hormonal
mengandung estrogen dan gestagen sintetik, tetapi ada juga kontrasepsi
hormonal yang mengandung gestagen saja.24
Pemberian kontrasepsi hormonal dapat berbentuk tablet dan depo
injeksi. Kontrasepsi oral biasanya dikemas dalam satu kotak yang berisi
21 atau 22 tablet, dan sebagian kecil ada yang berisi 28 tablet dengan 6
atau 7 tablet terakhir berupa plasebo sehingga tidak perlu lagi masa
istirahat 6 atau 7 hari. Minipil digunakan tanpa masa istirahat yang terdiri
dari 35 tablet. Sediaan depo injeksi dapat berupa injeksi mikrokristalin
(depoprovera) atau cairan minyak dari asam lemak steroid ester
(noristerat) sediaan estrogen-gestagen dibagi menjadi kombinasi
monofasik, bertingkat, dan sekuensial bifasik. Sediaan yang
mengandung gestagen saja seperti minipil, depo injeksi, AKDR yang
mengandung progesterone dan implan. Sediaan yang mengandung
estrogen saja hanya terbatas pada penggunaan paskakoitus (postcoital
pil).24
26
Monofasik
Bebas hormon
Bifasik
Bebas hormon
Trifasik
Bebas hormon
Normofasik
Bebas hormon
Progesteron saja
Hari
0 14 28
1) Kontraindikasi absolut
a) Tromboflebitis, penyakit-penyakit tromboembolik, penyakit
serebrovaskuler, oklusi koroner atau riwayat pernah menderita
penyakit-penyakit tersebut.
b) Gangguan fungsi hepar
c) Karsinoma payudara atau diduga menderita karsinoma payudara
d) Neoplasma yang estrogen dependen atau diduga penderita
neoplasma estrogen dependen
e) Perdarahan genitalia abnormal yang tidak diketahui penyebabnya
f) Kehamilan atau diduga hamil
g) Ikterus obstruktif dalam kehamilan
h) Hiperlipidemia kongenital
2) Kontraindikasi relatif
a) Sakit kepala
b) Leimioma Uteri
c) Epilepsi
d) Varises
e) Diabetes getasional
d. Pil oral kombinasi bifasik dan trifasik
Pil oral jenis ini dibuat dengan tujuan meniru pola hormonal dari siklus haid.
Dosis hormon sehari-hari berubah selama siklus, jadi tidak konstan terus
seperti pada POK monofasik. Hal ini menyebabkan dosis harian yang lebih
rendah pada bagian awal dari siklus, kemudian dosis bertambah tinggi pada
bagian berikutnya untuk menolong mencegah perdarahan bercak dan
perdarahan menyerupai haid.28
1) Sediaan
Pil oral bifasik berisi:
35 µg EE + 0.05 mg norethindrone untuk hari 1 – 10,
35 µg g EE + 1.0 mg norethindrone untuk hari 11 – 21 dari tiap siklus.
Pil oral trifasik berisi:
30 µg EE + 0.05 mg levonorgestrel untuk hari 1 – 6
29
c) Leimyoma uteri
d) Epilepsi
e) Varises,pil oral diperkirakan mengurangi kecepatan aliran darah dan
menambah koagulabilitas, sehingga risiko mendapatkan
trombophlebitis pada wanita dengan varises.
f) Diabetes gestational.
g) Bedah elektif.
h) Wanita berumur > 35 tahun.
i) Riwayat alergi obat.
j) Perokok.
e. Mini Pil
Mini pil hanya sebagai suplemen yang digunakan oleh wanita yang ingin
menggunakan kontrasepsi oral tetapi sedang menyusui atau wanita yang
harus menghindari estrogen oleh sebab apapun. Progestin yang terdapat
di dalam mini pil terdiri dari 2 golongan, yaitu analog progesteron
(chlormadinone asetat dan megestrol asetat) yang saat ini tidak
digunakan lagi; dan derivat testosteron (19-norsteroide), misal
norethindrone, norgestrel, ethynodiol,dan lynestrenol. 26,27,28
1) Efektivitas
a) Akseptor mempunyai risiko yang lebih besar menjadi hamil
dibandingkan dengan akseptor pil oral kombinasi
b) Secara teoritis, efektivitasnya 0-2,1% namun dalam
penggunaannya efektivitas pil ini adalah 0,9-9,6%
c) Mini pil harus diminum tiap hari pada waktu yang sama setiap
harinya. Menggunakan mini pil dengan teratur jauh lebih penting
dibandingkan dengan pil oral kombinasi
d) Banyak terjadi kehamilan hanya karena lupa minum 1 atau 2 tablet,
atau karena absorbsinya terganggu oleh karena muntah dan
diare.26
2) Keuntungan
a) Dapat diberikan pada wanita yang menderita keadaan
31
thromboembolik
b) Tidak mempengaruhi kuantitas atau jangka waktu laktasi
c) Cocok untuk wanita dengan keluhan efek samping yang
disebabkan estrogen
d) Pengurangan dismenorre dan sindrom prahaid yang siklis. 26
3) Kerugian
a) Kurang efektif dalam mencegah kehamilan
b) Menambah insiden dari perdarahan bercak, perdarahan
menyerupai haid, variasi dalam panjang siklus haid, kadang-
kadang amenore. Bila terjadi perdarahan abnormal pervaginam
pada akseptor mini pil, maka kemungkinan terlambatnya
diagnosis dapat membahayakan akseptor.
c)
Kegagalan absorbsi mini pil oleh sebab muntah dan diare, sudah
cukup meniadakan proteksinya.26
4) Kontraindikasi
a) Umumnya kontraindikasi absolut mini pil adalah sama dengan
kontraindikasi absolutPOK.
b) Karena mini pil sering menyebabkan perdarahan ireguler, maka
perdarahan abnormal pervaginam yang tidak diketahui
penyebabnya merupakan salah satu kontra-indikasi utama untuk
pemakaian mini pil, terutama untuk wanita yang usianya lebih
tua.26
f. Cara pemakaian kontrasepsi oral
Ada beberapa cara untuk mulai dengan kontrasepsi pil oral :26,27,28
1) Mulai pada hari pertama haid
2) Mulai pada hari kelima haid
3) Mulai pada hari minggu pertama setelah haid (preparat di Amerika
Serikat).
4) Mulai pada hari ini, bila pasti tidak hamil.
Minumlah pil oral setiap hari sampai habis seluruhnya. Kemudian :
1) Bila minum bungkus 28-hari, langsung mulai dengan bungkus baru
32
berikutnya.
2) Bila minum bungkus 21-hari, hentikan minum pil oral selama 1
minggu, kemudian mulai lagi dengan bungkus baru pada hari ke-8
setelah penghentian pil oral.
Bila lupa minum pil oral, International Planned Parenthood Federation(
IPPF ) memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1) Lupa minum 1 (satu) pil oral
a) Segera minum pil oral yang terlupa pada saat teringat
b) Minum pil oral selanjutnya pada waktunya, meskipun Anda minum
2 pil oral pada hari yang sama atau 2 pil oral pada saat yang sama.
2) Lupa minum 2 (dua) pil oral berturut-turut dari baris 14 pil
oralpertama :
a) Segera minum 2 pil oral pada saat teringat
b) Minum 2 pil oral pada hari berikutnya.
c) Minum sisa pil oral yang masih ada seperti biasa – 1 pil oral setiap
hari.
d) Untuk proteksi tambahan, gunakan metode kontrasepsi cadangan
selama 7 hari, atau abstinens selama 7 hari.
3) Lupa minum 2 pil oral berturut-turut dari baris 7 pil oral aktif terakhir
a) Buang semua pil oral yang masih tersisa
b) Mulai minum pil oral dari bungkus baru pada hari itu juga
c) Gunakan metode kontrasepsi cadangan selama 7 hari atau abstinens
selama 7 hari.
4) Lupa minum 3 atau lebih pil oral berturut-turut pada setiap waktu :
ikuti petunjuk seperti lupa minum 2 pil oral berturut-turut dari baris 7
pil oralaktif terakhir.
g. Kontrasepsi suntikan
Kontrasepsi suntikan merupakan metode kontrasepsi yang berdaya kerja
panjang, yang tidak membutuhkan pemakaian setiap hari atau setiap
akanbersenggama namun tetap reversibel. Jenis kontrasepsi ini ada dua
macam, yaitu suntikan kombinasi dan progestin tunggal.29
33
1) Suntikan kombinasi
Jenis suntikan ini adalah 25 mg depo-medroksiprogeteron asetat dan
5 mg estradiol sipionat yang diberikan injeksi intramuskular sekali
sebulan dan 50mg noretindron enantat dan 5 mg estradiol valerat
dengan cara pemberian yang sama.27
a) Mekanisme kerja
Kontrasepsi ini bekerja dengan menekan ovulasi, membuat lendir
servik menjadi kental, menyebabkan atrofi endometrium, dan
menghambat transportasi gamet oleh tuba.
b) Efektifitas
Sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama satu
tahun penggunaan.
c) Keuntungan
i. Risiko terhadap kesehatan kecil
ii. Tidak berpengaruh terhadap hubungan suami istri
iii. Jangka panjang
iv. Efek samping sangat kecil
v. Keuntungan non kontrasepsi : mengurangi jumlah perdarahan,
mengurangi nyeri pada haid, mencegah anemia, dan
mengurangi penyakit payudara jinak dan kista ovarium.
d) Kerugian
i. Penyuntikan lebih sering
ii. Biaya keseluruhan lebih tinggi
iii. Kemungkinan efek samping karena estrogennya.
2) Suntikan Progestin
Jenis suntikan ini yang banyak dipakai adalah : 29
a) Depo-provera
Dipakai di lebih dari 90 negara, telah digunakan selama kurang
lebih 20 tahun. Depo-provera diberikan sekali setiap 3 bulan
dengan dosis 150 mg.
b) Norethindrone enanthat (NET-EN)/ Noristerat
34
2) Laparoskopi
Laparoskopi juga sering dipakai akhir-akhir ini untuk sterilisasi pada
wanita. Metode ini sangat aman, jika dilakukan oleh operator yang
berpengalaman menguasai teknik sterilisasi. 31
Teknik ini juga memungkinkan klien untuk menjalani prosedur rawat
jalan setelah tindakan, sehingga akan mengurangi biaya yang dibutuhkan,
mengurangi ketidaknyamanan setelah tindakan operatif jika
dibandingkan dengan minilaparotomi, dari segi kosmetik skar yang
timbul pada tempat operasi juga lebih minimal, aktifitas seksual tidak
terganggu dan secara umum pasien dapat kembali menjalani aktifitas
sehari-hari dalam 24 jam setelah tindakan laparoskopi.31,32
Akan tetapi terdapat juga beberapa kerugian dari tindakan ini,
termasuk biaya yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan
minilaparotomi, peralatan yang membutuhkan perlakuan khusus,
dibutuhkan pelatihan khusus terhadap operator, serta resiko perlukaan
usus maupun pembuluh darah.31,32
Pada tenik ini dilakukan insisi pada kulit abdomen inferior, Melalui
tempat insisi ini jarum veres ditusukkan dengan sudut 450 menembus
fascia superfisialis abdomen dan peritoneum. Kemudian melalui jarum
42
veres, dimasukkan gas ( NO atau CO2 ) sebanyak 1,5 - 2,0 liter dengan
tujuan untuk memperluas rongga perut dan mengangkat dinding perut
terhadap struktur di bawahnya. Jarum veres dilepaskan, dan sayatan
diperlebar sampai mencapai 2 cm. Trokar dan kanula kemudian
dimasukkan kedalam cavum peritonei kearah simfisis. Trokar diambil
dan kanula ditinggalkan pada tempatnya. Selang plastik untuk
mengalirkan gas dan kabel penghantar cahaya lalu dipasang pada
laparoskop. Melalui laparoskop ini operator dapat melihat dalam rongga
perut.33
Terdapat beberapa variasi dalam teknik ligasi tuba melalui laparoskopi
ini, dan operator mungkin akan memakai prosedur yang berbeda-beda
diantara mereka.31
keluar dari testis melalui vas deferens. Alternatif lain yaitu dengan metode
vasektomi tanpa pisau. Metode ini dilakukan dengancara menusukkan jarum
melalui skrotum. Metode yang terakhir tersebut dihubungkan dengan
komplikasi bedah yang lebih sedikit dibandingkan cara tradisional dengan
insisi menggunakan skalpel dan mempunyai efektifitas yang sama.30
Vasektomi ini lebih aman jika dibandingkan dengan tubektomi karena relatif
kurang invasif jika dibandingkan dengan tubektomi dan dilakukan dengan
anesthesia lokal. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Hendrix and
Associates ( 1999 ) yang membandingkan antara tubektomi dan vasektomi,
didapatkan bahwa pada tubektomi terjadinya komplikasi 20 x lebih tinggi
dibandingkan dengan vasektomi, angka kegagalan 10 – 37 kali, serta biaya
yang lebih besar 3 kali lipat.30
Satu kekurangan vasektomi adalah bahwa hasil vasektomi tidak didapatkan
segera. Pengeluaran sperma dibawah vas deferens yang dipotong
membutuhkan waktu kurang lebih selama 3 bulan atau 20 kali ejakulasi.
Selama periode sebelum terjadinya azoospermia, kontrasepsi dengan metode
lain harus dipakai.30
D. PERILAKU KESEHATAN
1. Definisi Perilaku
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan
kehidupan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukan oleh
manusia tersebut antara lain : berjalan, berbicara, bekerja, menulis dan
seterusnya. Secara singkat aktivitas manusia tersebut dikelompokkan
menjadi : soekidjo
a. Aktivitas yang dapat diamati secara langsung oleh orang lain. Misalnya
berjalan, berbicara, tertawa.
b. Aktivitas yang tidak dapat diamati secara langsung oleh orang lain.
Misalnya berfikir, bersikap berfantasi.
Skinner, seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus ( rangsangan dari luar ).
Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses : soekidjo
TEORI “ S-O-R “
RESPON TERBUKA
Praktik/Tindakan
( OVERT BEHAVIOR )
kontrasepsi.43,44
Tingginya tingkat pendidikan seseorang juga akan
mempercepatpenerimaan informasi KB pada pasangan usia subur.Dari
hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif olehHandayanibahwa
masih banyak akseptor yang menentukanmetode yang dipilih hanya
berdasarkan informasi dari akseptor lainberdasarkan pengalaman masing-
masing. Sebagian petugas kesehatankurang melakukan konseling dan
pemberian informasi yang menyebabkankurangnya pengetahuan klien
dalam memilih jenis KB.Namun masyarakatmentolerir pelayanan KB
meskipun pelayanan KB belum seluruhnyamemenuhi syarat pelayanan
berkualitas.Informasi yang baik dari petugasmembantu klien dalam
memilih dan menentukanmetode kontrasepsi yangdipakai. Informasi yang
baik akan memberikan kepuasan klien yangberdampak pada penggunaan
kontrasepsi yang lebih lama sehinggamembantu keberhasilan KB.45
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat
tentangkesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisidari orangdan masyarakat yang bersangkutan. Di samping
itu,ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan
terhadapkesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya
perilaku.
Seseorang yang tidak mau menggunakan alat kontrasepsi
dapatdisebabkan karena orang tersebut tidak tahu atau belum mengetahui
manfaatdari alat kontrasepsi bagi dirinya dan keluarganya
(predisposingfactors), atau karena jarak rumahnya jauh dari tempat
posyandu danpuskesmas tempat pelayanan KB (enabling factors).6
E. KERANGKA TEORI
Faktor predisposisi :
Karakteristik
Pengetahuan
Sikap
Persepsi
Nilai budaya
Kepercayaan
Sosiodemografi
Faktor pendukung :
Sikap petugas kesehatan
Dukungan keluarga
Dukungan tokoh masyarakat
Faktor predisposisi :
a. Karakteristik
Umur ibu
Kepercayaan
Jumlah anak hidup
Tingkat pendidikan
b. Pengetahuan
c. Sikap
55
Faktor pendukung :
a. Dukungan suami
b. Sikap petugas kesehatan
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian
cross sectional, yang bertujuan untuk mempelajari atau mengetahui variabel
penelitian dengan cara mengamati dan mengidentifikasi variabel dependen dan
56
(Z1-a/2 )P (1-P)
n=
d2
Keterangan :
n : jumlah sampel
57
D. Batasan Operasional
58
E. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakankuesioner. Kuesioner
59
a) Coding
Coding adalah mengelompokkan jawaban-jawaban responden
ke dalam kategori yang telah ditetapkan.pengelompokan
jawaban dilakukan dengan cara mengubah data berbentuk
kalimat atau huruf menjadi angka atau bilangan. Coding ini akan
mempermudah peneliti pada saat entry data dan analisis data.
b. Entry data
Jawaban dari masing-masing responden yang sudah dalam
bentuk kode kemudian dimasukkan ke dalam program
komputer.
c. Cleaning data
Cleaning atau pembersihan data merupakan kegiatan memeriksa
kembali apakah data yang sudah dimasukkan tersebut telah
sesuai dengan ketentuan.
d. Parameter
Pada penelitian ini estimasi resiko relatif dinyatakan dengan
rasio prevalens.
G. Analisis Data
Data primer yang dikumpulkan kemudian akan disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi.Untuk mengetahui faktor-faktor risiko dilakukan analisa bivariat,
sedangkan untuk mengetahui faktor risiko yang paling berperan akan
dilakukan analisa multivariat dengan menggunakan regresi logistik.
Sedangkan analisa data menggunakan SPSS versi 17.
H. Alur Penelitian
Consecutive sampling
Anamnesis
Mengisi kuesioner
Analisis data
BAB IV
HASIL PENELITIAN
berumur 15 sampai 49 tahun yang sudah menikah yang datang ke P2 UGD, kamar
bersalin dan bangsal kebidanan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dan
memenuhi kriteria inklusi.
Umur, n (%)
≤ 35 tahun 11 (61,1) 69 (78,4) 80 (75,5) 0,210b
> 35 tahun 7 (38,9) 19 (21,6) 26 (24,5)
Alamat, n (%)
Dalam Kota 6 (33,3) 52 (59,1) 58 (54,7) 0,082B
Luar Kota 12 (66,7) 36 (40,9) 48 (45,3)
Pendidikan, n(%)
Tidak Sekolah 0 (0) 1 (1,1) 1 (0,9) 0,353c
SD 5 (27,8) 22 (25,1) 27 (25,5)
SMP 5 (27,8) 12 (13,6) 17 (16,0)
SMA 5 (27,8) 41 (46,6) 46 (43,4)
Perguruan Tinggi 3 (16,6) 12 (13,6) 15 (14,2)
Pekerjaan, n(%)
Tidak Bekerja/IRT 13 (72,1) 75 (85,2) 88 (83,0) 0,158c
Dokter 1 (5,6) 0 (0) 1 (0,9)
Guru 1 (5,6) 1 (1,1) 2 (1,9)
Karyawan Swasta 2 (11,1) 7 (8,0) 9 (8,6)
PNS 0 (0) 3 (3,4) 3 (2,8)
Petani 1 (5,6) 1(1,1) 2 (1,9)
0 (0) 1 (1,1) 1 (0,9)
Wiraswasta
Jumlah Anak, n (%)
> 2 orang 10 (55,6) 21 (23,9) 31 (29,2) 0,016b
≤ 2 orang 8 (44,4) 67 (76,1) 75 (70,8)
Total 18 88 106
a
Independent T Test, p= 0,05.
b
Uji Chi Square,p = 0,0.
c
Pearson Chi-Square, p = 0,05
Rerata umur kelompok yang memilih kontrasepsi mantap adalah 31,44 ± 6,61
tahun dan rerata umur kelompok non kontrasepsi mantapadalah 29,88 ± 7,15
tahun. Rerata umur responden yang memilih kontrasepsi mantap lebih besar
dibandingkan yang menolak kontrasepsi mantap namun dengan uji
Independent T Test didapatkan p value 0,396 (p > 0,05) yang berarti tidak
terdapat perbedaan bermakna umur antar kedua kelompok.
Mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan tinggi (57,7%) dimana pada
kelompok kontrasepsi mantap mayoritas responden memiliki tingkat
pendidikan rendah(55,6%) sedangkan kelompok non kontrasepsi mantap
mayoritas memiliki tingkat pendidikan tinggi(60,2%). Berdasaekan pekerjaan,
mayoritas responden tidak bekerja atau sebagai IRT (83%) baik kelompok
kontrasepsi mantap(85,2%) maupun kelompok non kontrasepsi
mantap(72,2%). Denganuji Chi Square didapatkan p valuemasing-masing
pendidikan dan pekerjan sebesar 0,331 dan 0,320 (p >0,05) yang berarti tidak
64
Total 18 88 106
* Uji Chi Square, p value = 0,05
suami (PR = 5,233; p = 0,009). Dari uji Regresi Logistik pada tabel 4.10
didapatkan kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan dan dukungan suami
berpengaruh secara signifikan terhadappemilihan kontrasepsi mantap dimana
responden dengan pengetahuan yang baik 3,62 kali secara signifikan lebih
berpengaruh terhadappemilihan kontrasepsi mantap (PR = 3,620; p = 0,041)
sedangkan dukungan suami 4,266 kali lebih berpengaruh secara signifikan
terhadappemilihan kontrasepsi mantap (PR = 4,266; p = 0,040). Namun, jumlah
anak dan usia tidak berpengaruh terhadap terhadappemilihan kontrasepsi
mantap (p > 0,05).
BAB V
PEMBAHASAN
Kontrasepsi berasal dari kata ‘kontra’ berarti mencegah atau melawan, dan
‘konsepsi’ yang berarti pertemuan antara sel telur matang dan sel sperma yang dapat
71
informasi yang berkaitan dengan hal itu tersedia secara lengkap, apalagi kita
ketahui bersama bahwa salah satu penyebab rendahnya partisipasi pria/suami dalam
KB dan Kesehatan reproduksi adalah masih terbatasnya informasi khususnya bagi
pasangan suami istri.52,53
Ketidakterampilan berkomunikasi dalam proses pembuatan keputusan,
menempatkan ibu-ibu rumah tangga dalam posisi daya tawar/bargaining position
yang relatif rendah, sehingga kebutuhan dan keinginannya sulit terealisasikan.
Keputusan yang dihasilkan cenderung didominasi kepentingan suami, sekalipun
keputusan tersebut menyangkut masalah-masalah yang berkaitan hidup matinya
ibu-ibu itu sendiri seperti masalah kesehatan reproduksi.54
Pada penelitian ini sangat terlihat dukungan suami merupakan faktor penentu
dimana pada kelompok kontrasepsi mantap didapatkan dukungan suami sebesar
83,3%, jumlah ini dua kali lebih besar dibandingkan dukungan suami pada
kelompok non kontrasepsi mantap yaitu sebesar 48,9%.
BAB VI
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Dari 106 pasien sebanyak 18 orang (17%) memilih kontasepsi mantap dan
88 orang (83%) tidak memakai kontrasepsi atau memakai kontasepsi lain.
2. Tidak terdapat hubungan antara usia dan pemilihan kontrasepsi mantap.
3. Tidak terdapat hubungan antara pendidikan dan pemilihan kontrasepsi
76
mantap
4. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan dan pemilihan kontrasepsi
mantap
5. Terdapat hubungan antara jumlah anak dan pemilihan kontrasepsi mantap
6. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan pemilihan kontrasepsi
mantap
7. Tidak terdapat hubungan antara sikap ibu dan pemilihan kontrasepsi mantap
8. Tidak terdapat hubungan antara ketersediaan alat kontrasepsi dan pemilihan
kontrasepsi mantap
9. Tidak terdapat hubungan antara ketersediaan SDM dan pemilihan
kontrasepsi mantap
10. Tidak terdapat hubungan antara alur rujukan dan pemilihan kontrasepsi
mantap
11. Tidak terdapat hubungan antara informasi petugas dan pemilihan
kontrasepsi mantap
12. Tidak terdapat hubungan antara sikap petugas dan pemilihan kontrasepsi
mantap
13. Terdapat hubungan antara dukungan suami dan pemilihan kontrasepsi
mantap
14. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi mantapwanita di
RSMH Palembangadalahdukungan suami dan tingkat pengetahuan.
B. SARAN
1. Dilakukan penyuluhan tentang manfaat dan keuntungan kontrasepsi mantap
wanita yang diikuti oleh para suami.
2. Dilakukan penelitian yang melibatkan para suami untuk mencari faktor-
faktor yang mempengaruhi dukungan suami terhadap kontrasepsi mantap.
77
RUJUKAN
1. BKKBN, UNFPA, Survei demografi dan kesehatan 2012 modul pria, Jakarta, 2014: 1- 10.
2. BKKBN, BPS, Kementerian Kesehatan, USAID, Survei demografi dan kesehatan Indonesia
2012, Jakarta, 2013: 1 - 8.
3. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan Republik Indonesia, Situasi keluarga
berencana ( KB ) di Indonesia, Buletin jendeladan informasi kesehatan, 2013:1-10.
4. Hartanto H. Keluarga berencana dan kontrasepsi. Jakarta : Swadaya, 1996.
5. Kementerian kesehatan Republik Indonesia, Rencana aksi nasional pelayanan keluarga
berencana 2014 – 2015, Jakarta, 2013 : 1-38.
6. Notoadmojo S. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta, 2010.
7. SulistioE, Ispriyanti D. Penerapan regresi logistik multinomial pada pemilihan alat kontrasepsi
wanita (Studi kasus di Desa Tonggara Kecamatan Kedung-banteng Kabupaten Tegal). Media
Statistika. 2010;3(1):31-40.
8. NoviyantiER. Beberapa faktor yang berhubungan dengan peran aktif pria dalam penggunaan
78
alat kontrasepsi di Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes tahun 2007. Tesis. Universitas
Diponegoro, Semarang. 2007.
9. Syamsiah. Peranan dukungan suami istri dalam pemilihan alat kontrasepsi pada peserta KB di
Soak Bayu Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2002. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. 2007
10. Sulistyawati A, Pelayanan keluarga berencana, Jakarta, Salemba medika; 2014
11. Saifudin AB, Afandi B, Dinamika kependudukan dan keluarga berencana. Dalam :
Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan, edisi , Jakarta, PT
Gramedia, 2014: 889 – 904.
12. Proverawati A, Islaely AD, Aspuah A, Panduan memilih kontrasepsi, Yogyakarta, Nuha
medika, 2010:1 – 4.
13. Pinem S, Kesehatan reproduksi dan kontrasepsi, Jakarta, Trans info medika, 2009
14. Affandi B, Adriaanz G, Gunardi ER, Koesno H, Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi,
edisi 3, Jakarta, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2013: U-24
15. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al, Williams
obstetrics, 24th edition, McGraw Hill education, , 2014: 695 - 719
16. Mishell DR. Contraception. 1sted. California: Blackwell publishing, 2011:94-102.
17. Bhutta SZ, Butt IF, Bano K. Insertion of intrauterine contraceptive device at caesarean section.
Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan.2011;21(9):527-30.
18. Stanford A, Mechanism of action of intrauterine devices: update and estimation of post
sterilization effects. AJOG. 2002;187:1699-708.
19. Joseph R. Mechanisms of action of intrauterine devices: update and estimation of post
fertilization efects. AJOG. 2011;155:1055-21.
20. Nelson A. Safety, efficacy, and patient acceptability of the Copper T-380A intrauterine
contraceptive device: clinical medicine insights. Women’s Health.2011:435–50.
21. M Kishen. Handbook of family planning and reproductive. 2008. Available at:
www.elsevierhealth.co.uk (Cited in February 19, 2015).
22. JHPIEGO. IUD guidelines for family planning service programs. JHPIEGO. 2006.
23. Sarwono P. Siklus haid. Edisi ke-1. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2008.
24. Baziad A. Kontrasepsi hormonal. Edisi ke-1. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2008: 18-92.
25. Saifudin AB. Dinamika kependudukan dan keluarga berencana. Dalam: Wiknjosastro HG,
Saifudin AB, Rakhim HT. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 1999: 890-904.
26. Wilopo AS, Herijanto TP, Affandi B, Fajans P. Pertemuan koordinasi safe motherhood yang ke-
22. “Keluarga Berencana Sebagai Komponen Penting MPS” Indonesia. 2001: 28-29.
27. Hatcher R, Pineheart W, Blackburn R, Geller SJ. The essentials of contraceptive technology.
Population information program centre of communications programs. 1 st ed. Baltimore :
Lippincott. 1997:112-25.
28. Burkman TR. Update in contraceptive obsteric and clinics of north America. 1st ed. Philadelphia:
WB Saunders Company. 2003;27:683-840.
29. Siswosudarno HR. Teknologi kontrasepsi, metode kontrasepsi efektif jangka panjang di
Indonesia. Edisi ke-1. Jakarta: Swadaya, 1997:46-52.
30. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al, Williams
obstetrics, 24th edition, McGraw Hill education, 2014: 720 - 7724
31. Winikoff B, Wymelenberg S, The whole truth about contraception aguide to safe and effective
choices, Washington DC, Joseph Henry Press, 1997
32. Fritz MA, Sperof L, Clinical gynecologic endocrinology and infertility, 8 th edition,
Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2011.
33. Suhadi A, dasuki D, Laparoskopi oklusi tuba anestesi local (lotal), Maj Obstet Ginekol
Indones, Jan 2009; 33(1): 56-60
34. Nazilah L. Kontribusi otonomi perempuan dalam rumah tanggaterhadap pemakaian
kontrasepsi di Nusa Tenggara Timur (Skripsi).Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
2012.
79
35. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan
PengembanganKesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013.
36. Woyanti N. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaankontrasepsi di Kota
Semarang. Dinamika Kependudukan. 2005;2(1):40-56.
37. Varney H. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC. 2006.
38. Maryatun. Analisis faktor-faktor pada ibu yang berpengaruh terhadappemakaian metode
kontrasepsi IUD di Kabupaten Sukoharjo. Eksplomasi. 2009;4(8):1-5.
39. Tedjo, Kartini LI. Faktor faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi yang
digunakan pada keluarga miskin (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro. 2009.
40. Kusumaningrum R. Faktor-faktor yang mepengaruhi pemilihan jeniskonrasespi yang digunakan
pada pasangan usia subur (Skripsi).Semarang : Universitas Diponegoro. 2009.
41. Ali Rifa’i. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan alatkontrasepsi pada pasangan
usia subur di wilayah Puskesmas BahuKabupaten Gorontalo (Prosiding Seminar Nasional
Kependudukan).Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Jember. 2013.
42. Musdalifah, Sarake M, Rahma. Faktor yang berhubungan denganpemilihan kontrasepsi
hormonal pasutri di wilayah kerja PuskesmasLampa Kecamatan Duampanua Kabupaten
Pinrang 2013. UniversitasHasanudin. Makasar. 2013.
43. Arliana WOD, Sarake M, Seweng A. Faktor yang berhubungandengan penggunaan metode
kontrasepsi hormonal pada akseptor KB diKelurahan Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo
Kabupaten Buton SulawesiTenggara.Universitas Hasanudin. Makasar. 2013.
44. Sitopu SD. Hubungan pengetahuan akseptor keluarga berencana denganpenggunaan alat
kontrasepsidi Puskesmas Helvetia Medan. Fakultas IlmuKeperawatan Universitas Darma
Agung Medan. Medan. 2012.
45. Handayani L, Suharmiati, Hariastuti I, Latifah C. Peningkataninformasi tentang KB: hak
kesehatan reproduksi yang perludiperhatikan oleh program pelayanan Keluarga Berencana.
BuletinPenelitian Sistem kesehatan. 2012;15(3):289-97.
Nullipara 1 1 1 1 1 2 2
Multipara 1 1 1 1 1 1 1
Laktasi
< 6 minggu paska salin 4 4 3 3 3
6 minggu - < 6 bulan laktasi 3 3 1 1 1
≥ 6 bulan paska salin 2 2 1 1 1
Paska salin ( tanpa laktasi )
< 21 hari 3 3 1 1 1
≥ 21 hari 1 1 1 1 1
Paska salin ( laktasi/non laktasi )
termasuk paska seksio sesarea
< 48 jam 2 3
≥ 48 jam - < 4 minggu 3 3
≥ 4 minggu 1 1a
Sepsis Puerpuralis 4 4
Paska keguguran
Trimester I 1 1 1 1 1 1 1
Trimester II 1 1 1 1 1 2 2
Paska abortus septik 1 1 1 1 1 4 4
Paska Kehamilan Ektopik 1 1 2 1 1 1 1
Riwayat operasi pelvis
( termasuk seksio sesarea ) 1 1 1 1 1 1 1
Merokok
Usia < 35 th 2 2 1 1 1 1 1
Usia ≥ 35 th
< 15 batang / hari 3 2 1 1 1 1 1
≥ 15 batang /hari 4 3 1 1 1 1 1
Obesitas
≥ 30 kg/m2 BMI 2 2 1 1 1 1 1
Penyakit Kardiovaskuer
Faktor risiko multipel penyakit
kardiovaskuler ( usi tua, merokok, 3/4 3/4 2 3 2 1 2
DM, hipertensi )
Hipertensi
Riwayat hipertensi tidak dapat 3 3 2 2 2 1 2
dievaluasi, termasuk hipertensi
dalam kehamilan.
Hipertensi terkontrol. 3 3 1 2 1 1 1
Tekanan darah meningkat
140/90 – 160/100 3 3 1 2 1 1 1
> 160/100 4 4 2 3 2 1 2
Penyakit vaskuler 4 4 2 3 2 1 2
Riwayat hipertensi dalam
kehamilan 2 2 1 1 1 1 1
Trombosis vena dalam ( DVT ) /
emboli paru ( EP )
Riwayat DVT/EP 4 4 2 2 2 1 2
DVT/EP saat ini 4 4 3 3 3 1 3
Riwayat keluarga DVT/EP 2 2 1 1 1 1 1
Bedah mayor
Imobilisasi lama 4 4 2 2 2 1 2
Tanpa imobilisasi lama 2 2 1 1 1 1 1
Bedah mayor tanpa imobilisasi 1 1 1 1 1 1 1
81
Kanker serviks 2 2 1 2 2 4 2 4 2
Penyakit mamma
Massa tidak terdiagnosa 2 2 2 2 2 1 2
Penyakit mamma jinak 1 1 1 1 1 1 1
Riwayat kanker keluarga 1 1 1 1 1 1 1
Kanker mamma
- Saat ini 4 4 4 4 4 1 4
- Riwayat lampau, tidak 3 3 3 3 3 1 3
kambuh dalam 5 tahun
Kanker endometrium 1 1 1 1 1 M L M L
82
4 2 4 2
Kanker ovarium 1 1 1 1 1 M L M L
3 2 2 2
Fibroma Uteri
Tanpa gangguan kavum uteri 1 1 1 1 1 1 1
Dengan gangguan kavum uteri 1 1 1 1 1 4 4
Kelainan anatomis
Mengganggu kavum uteri 4 4
Tidak mengganggu kavum 2 2
uteri
Penyakit radang panggul M L M L
Riwayat PRP
- Dengan kehamilan 1 1 1 1 1 1 1 1 1
- Tanpa kehamilan 1 1 1 1 1 2 2 2 2
PRP saat ini 1 1 1 1 1 4 2 4 2
IMS M L M L
Servisitis purulen atau ingeksi 1 1 1 1 1 4 2 4 2
klamidia atau infeksi gonorea
IMS lainnya ( kecuali HIV dan 1 1 1 1 1 2 2 1 2
hepatitis )
Vaginitis ( termasuk 1 1 1 1 1 2 2 2 2
trikomonas vaginalis dan
vaginosis bacterial )
Risiko IIMS meningkat 1 1 1 1 1 4 2 4 2
c
HIV/AIDS
M L M L
Penyakit Gastrointestinal
Penyakit kandung empedu
Simptomatik
- Terapi kolesistektomi 2 2 2 2 2 1 2
- Diobati dengan obat saja 3 2 2 2 2 1 2
- Saat ini 3 2 2 2 2 1 2
Asimptomatik 2 2 2 2 2 1 2
Riwayat kolestasis
Berhubungan dengan
kehamilan 2 2 1 1 1 1 1
Berhubungan dengan
kontrasepsi 2 2 2 2 2 1 2
Hepatitis virus
Aktif 4 3/4 3 3 3 1 3
Karier 1 1 1 3 1 1 1
Sirosis
Ringan 3 2 2 2 2 1 2
Berat 4 3 3 3 3 1 3
Tumor Hati
Adenoma 4 3 3 3 3 1 3
Hepatoma 4 3/4 3 3 3 1 3
Anemia
Talasemia 1 1 1 1 1 2 1
Penyakit bulan sabit 2 2 1 1 1 2 1
Anemia defisiensi Fe 1 1 1 1 1 2 1
Interaksi obat
Obat yang mempengaruhi enzim
enzim hati
Rifampisisn 3 2 3 2 3 1 1
Anti konvulsan tertentu 3 2 3 2 3 1 1
Antibiotik
Griseofulvin 2 1 2 1 2 1 1
Antibiotik lain 1 1 1 1 1 1 1
Terapi antiretroviral 2 2 2 2 2 M L M L
2/3 2 2/3 2
Ӿ : Dimodifikasi dari WHO 2004
a : Jika laktasi, kategori menjadi 3 – 6 minggu paska salin.
Dikutip dari Affandi.14
Lampiran II. Kriteria kelayakan medis kontrasepsi mantap perempuan
(tubektomi ).
Kondisi Kategori
Karakteristik Pribadi dan Riwayat Reproduksi
Kehamilan C
Paritas
Nullipara A
Multipara A
Laktasi A
Paska salin
- < 7 hari A
- 7 – 42 hari C
- ≥ 42 hari A
84
Preeklampsi/eklampsi
- Preeklampsi ringan A
- Preeklampsi berat/eklampsi C
Ketuban pecah lama ( > 24 jam ) C
Infeksi nifas C
Perdarahan antepartum C
Trauma berat pada daerah genetalia C
Ruptur uterus D
Paska Abortus
Tanpa komplikasi A
Sepsis C
Perdarahan C
Trauma alat genital saat penggughuran C
Perforasi uterus D
Hematometra C
Kehamilan Ektopik Lampau A
Merokok A
Obesitas B
Penyakit Kardiovaskular
Faktor risiko multipel penyakit kardiovaskular D
Hipertensi
Hipertensi terkontrol B
Kenaikan tekanan darah
- 140/90 - 160/100 B
- > 160 / 90 D
Penyakit vaskular A
Riwayat hipertensi selama kehamilan A
Trombosis vena dalam ( DVT ) / emboli paru ( EP )
Riwayat DVT/EP A
DVT/EP saat ini C
Riwayat keluarga DVT/EP A
Bedah mayor
Imobilisasi lama C
Tanpa imobilisasi lama A
Bedah minor A
Mutasi trombogenik A
Trombosis Vena permukaan
Varises A
Tromboflebitis A
Penyakit jantung iskemik
Saat ini penyakit jantung iskemik D
Riwayat penyakit jantung iskemik B
Stroke B
Hiperlipidemi A
Penyakit jantung ventrikuler
Tanpa komplikasi B
Dengan komplikasi D
Kelainan Neurologis
Nyeri kepala
Non migrant ( ringan / berat ) A
Migran
Tanpa aura A
Dengan Aura ( semua usia ) A
85
Epilepsi B
Depresi
Depresi B
Infeksi dan kelainan alat reproduksi
Perdarahan Pervaginam
Perdarahan ireguler A
Perdarahan banyak/lama A
Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya
Sebelum penilaian C
Endometriosis D
Tumor ovarium jinak ( termasuk kista ) A
Dismenore berat A
Penyakit trofoblas
Jinak A
Ganas C
Ektropion serviks A
NIS ( Neoplasma Intra Serviks ) A
Kanker serviks C
Penyakit mamma
Massa tidak terdiagnosa A
Penyakit mamma jinak A
Riwayat kanker keluarga A
Kanker mamma
- Saat ini B
- Riwayat lampau, tidak kambuh dalam 5 tahun A
Kanker endometrium C
Kanker ovarium C
Fibroma Uteri
Tanpa gangguan kavum uteri B
Dengan gangguan kavum uteri B
Penyakit radang panggul
Riwayat PRP
- Dengan kehamilan A
- Tanpa kehamilan B
PRP saat ini C
IMS
Servisitis purulen atau ingeksi klamidia atau infeksi gonorea C
IMS lainnya ( kecuali HIV dan hepatitis ) A
Vaginitis ( termasuk trikomonas vaginalis dan vaginosis bacterial ) A
Risiko IIMS meningkat A
HIV / AIDS
Risiko tinggi HIV A
Terinfeksi HIV A
AIDS D
Infeksi lain
Skistosomiasis
Tanpa komplikasi A
Fibrosis hati B
Tuberkulosis
Non pelvis A
Pelvis D
Malaria A
Penyakit Endokrin
86
Diabetes
Riwayat diabetes gestasional A
Penyakit non vaskuler
- Non insulin dependen B
- Insulin dependen B
Nefropati/retinopati/neuropati D
Penyakit vaskuler lain/ Diabetes > 20 tahun D
Penyakit Tiroid
Goiter A
Hipertiroid D
Hipotiroid B
Penyakit gastrointestinal
Penyakit kandung empedu
Simptomatik
- Terapi kolesistektomi A
- Diobati dengan obat saja A
- Saat ini C
Asimptomatik A
Riwayat kolestasis
Berhubungan dengan kehamilan A
Berhubungan dengan kontrasepsi A
Hepatitis virus
Aktif C
Karier A
Sirosis
Ringan B
Berat D
Tumor Hati
Adenoma B
Hepatoma B
Anemia
Talasemia B
Penyakit bulan sabit B
Anemia defisiensi Fe
Hb < 7 g% C
Hb 7 – 10 g% B
Keadaan lain yang relevan dengan tubektomi
Infeksi kulit abdomen C
Gangguan peredaran darah D
Penyakit paru
Bronkitis, Pneumonia C
Asthma, emfisema, infeksi paru D
Infeksi sistemik / gastroenteritis C
Perlekatan uterus oleh karena pembedahan / infeksi lampau D
Hernia umbilikalis atau abdominal D
Hernia diafragmatikus B
Penyakit ginjal B
Defisiensi gizi berat B
Pembedahan abdomen / pelvik terdahulu B
Sterilisasi bersamaan dengan pembedahabn abdomen
Elektif B
Emergensi C
Keadaan infeksi C
87
Lampiran III. Kriteria kelayakan medis Kontrasepsi mantap laki – laki ( Vasektomi ).
Kondisi Kategori
Karakteristik Pribadi dan Riwayat Reproduksi
Usia muda B
Depresi
Depresi B
HIV / AIDS
Risiko tinggi HIV A
Terinfeksi HIV A
AID D
Penyakit Endokrin
Diabetes B
Anemia
88
Lampiran iv
Batasan
Fasilitas pelayanan keluarga paripurna adalah fasilitas yang mampu dan berwenang
memberikan semua jenis pelayanan kontrasepsi ditambah dengan pelayanan
rekanalisasi dan penaggulangan infertilaitas.
Fungsi
89
Tenaga
Tenaga minimal yang diperlukan :
1. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang telah mendapat pelatihan
penanggulangan infertilitas dan rekanalisasi.
2. Dokter spesialis bedah yang telah mendapat pelatihan penanggulangan
infertilitas dan rekanalisasi.
3. Dokter spesialis anesthesia.
4. Dokter spesialis urologi.
5. Dokter umum yang kompeten.
6. Tenaga konseling yang kompeten.
7. Bidan dan perawat yang kompeten.
8. Tenaga administrasi yang kompeten.
Jenis AKDR 1) Copper T ( yang dipakai di poli PKBRS adalah copper T TCu-380A )
2) Copper 7
3) Multiload
4) Lippes loop.
Mekanisme 8) Timbulnya reaksi radang lokal non-spesifik di dalam kavum uteri sehinga
implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Di samping itu, dengan
Kerja
munculnya leukosit PMN, makrofag, foreign body giant cells, sel
mononuclear dan plasma yang dapat mengakibatkan lisis dari
spermatozoa, ovum, atau blastokista.
9) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
10) Gangguan/ terlepasnya blastokista yang telah berimplantasi di dalam
endometrium.
11) Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba falopi.
12) Immobilisasi spermatozoa saat melewati kavum uteri.
13) Untuk IUD yang mengandung tembaga (Cu) :
a) Antagonis kationik yang spesifik terhadap zinc (Zn) yang terdapat dalam
enzim carbonic anhydrase yaitu salah satu enzim dalam traktus genitalia,
dimana Cu menghambat reaksi carbonic anhydrase sehingga tidak
memungkinkan terjadinya implantasi; dan mungkin juga menghambat
aktivitas alkali phosphatase.
b) Mengganggu pengambilan estrogen endogen oleh mukosa uterus.
c) Mengganggu jumlah DNA dalam endometrium.
d) Mengganggu metabolisme glikogen.
e) Penambahan Ag pada IUD yang mengandung Cu mempunyai maksud
untuk mengurangi fragmentasi dari Cu sehingga Cu lebih lama habisnya.
Untuk AKDR yang mengandung hormon progesteron :
a) Gangguan proses pematangan proliferatif-sekretoir sehingga timbul
penekanan terhadap endometrium dan terganggunya proses implantasi.
b) Lendir serviks yang menjadi lebih kental / tebal karena pengaruh
progestin.
Indikasi PUS yang menginginkan untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka
panjang efektif teripilih
Klasifikasi Lihat lampiran klasifikasi persyaratan medis dalam penapisan klien.
Persyaratan
medis /
Waktu 2) Mendekati akhir menstruasi normal, ketika servik menjadi lebih lunak dan
berdilatasi.
Pemasangan
3) Segera setelah persalinan, selama 48 jam pertama setelah keluarnya
plasenta, atau setelah 6 minggu paskasalin ( interval ).
4) Segera setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7
hari)apabila tidak ada gejala infeksi.
5) Pada waktu seksio sesarea.
6) Akan tetapi pada dasarnya insersi AKDR dapat dilakukan kapan saja
selama akseptor tidak hamil.
Prosedur Pemasangan AKDR
Konseling awal
a) Sapa pasien dengan ramah dan perkenalkan diri anda dantanyakan tujuan
kedatangannya.
b) Berikan informasi umum tentang keluarga berencana.
c) Berikan informasi tentang jenis kontrasepsi yang tersedia dan resiko serta
keuntungan dari masing-masing kontrasepsi (termasuk perbedaan antara
kontrasepsi mantap dan metode reversible) : tunjukkan dimana dan
bagaimana alat kontrasepsi tersebut digunakan, jelaskan bagaimana cara
93
Pemeriksaan panggul
a) Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul dan
jelaskan apa yang akan dilakukan dan persilahkan pasien untuk
mengajukan pertanyaan.
b) Pastikan pasien sudah mengosongkan kandung kencingnya dan mencuci
kemaluannya dengan sabun.
c) Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan kain bersih.
d) Bantu pasien untuk naik ke meja pemeriksaan.
e) Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan atau kelainan
lainnya didaerah suprapubik.
f) Untuk mensterilkan daerah vulva dan sekitarnya, dilakukan toilet dengan
bahan-bahan desinfektan. Agar tidak mudah terkena kontaminasi dari
kulit di sekitar alat genitalia pada saat pemasangan AKDR, maka dipasang
duk (kain) steril yang berlubang.
g) Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks
h) Pakai sarung tangan DTT
i) Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam
wadah steril atau DTT.
j) Lakukan inspeksi pada genetalia eksterna.
k) Palpasi kelenjar skene dan vartholini amati adanaya nyeri atau duh vagina.
l) Masukkan speculum vagina.
m) Lakukan pemeriksaan inspekulo
(a) Periksa adanya lesi atau keputihan pada vagina.
(b) Inspeksi serviks.
n) Keluarkan speculum dengan hati hati dan letakkan kembali pada tempat
semula dengan tidak menyentuh peralatan lain yang tidak digunakan.
o) Lakukan pemeriksaan bimanual
94
o) Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas jepitan
tenakulum, tekan dengan kasa selama 30 – 60 detik.
p) Keluarkan speculum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5%.
Tindakan paska pemasangan.
a) Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit untuk dekontaminasi.
b) Buang bahan bahan yang sudah tidak dipakai lagi ke tempat yang sudah
disediakan.
c) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5% bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara
terbalikdan rendam dalam larutan klorin 0,5%.
d) Cuci tangann dengan air dan sabun.
e) Pastikan klien tidak mengalami kram hebat dan amati selama 15 menit
sebelum memperbolehkan pasien pulang.
Konseling paska pemasangan
a) Ajarkan pasien bagaimana cara memeriksa sendiri benang AKDR kapan
harus dilakukan (mengangkat salah satu kaki pada posisi yang lebih
tinggi).
b) Jelaskan pada pasien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek
samping.
c) Beritahu kapan pasien harus datang kembali ke klinik untuk kontrol.
1) Klien kembali memeriksakan diri setelah 4 – 6 minggu paska
pemasangan AKDR.
2) Selama 1 bulan pertama penggunaan AKDR, periksalah benang
AKDR secara rutin terutama setelah haid.
3) Setelah bulan pertama pemasangan, hanya perlu memeriksa
keberadaan benang setelah haid apabila mengalami:kram kejang perut
bagian bawah, perdarahan (spotting) diantara haid/setelah senggama,
nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak
nyaman selama melakukan hubungan seksual.
4) Kembali ke klinik apabila:tidak dapat meraba benang AKDR,
merasakan bagian keras dari AKDR, adanya infeksi, AKDR terlepas,
siklus haid terganggu, dan terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang
mencurigakan.
d) Ingatkan kembali masa pemakaian AKDRCuT-380A adalah 10 tahun.
e) Yakinkan pasien bahwa klien dapat datang ke klinik setiap saat bila
memerlukan konsultasi, pemeriksaan medik atau bila menginginkan
AKDR tersebut dicabut.
f) Minta pasien untuk mengulang kembali penjelasan yang telah diberikan.
g) Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk pasien.
Pencabutan AKDR
Prosedur pencabutan
1) Lakukan pemeriksaan bimanual
b) Pastikan gerakan servik bebas
c) Tentukan besar dan posisi uterus
d) Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
2) Pasang speculum vagina untuk melihat servik
3) Usap vagina dan servik dengan larutan
4) Jepit benag yang dxekat servik dengan klem
5) Trik keluar benang secara mantap tetapi hati hati untuk
mengeluarkanAKDR
6) Tunjukkan AKDR tersebut pada klien, kemudian rendam dalam klorin
0,5%.
7) Keluarkann speculum dengan hati-hati.
Tindakan paska pencabutan
1) Letakkan semua peralatan dalam larutan klorin selama sepuluh menit
untuk dekontaminasi.
2) Buang bahan yang sudah tidak dipakai lagi ke tempat yang sudah
disediakan.
3) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5% bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara
terbalikdan rendam dalam larutan klorin 0,5%.
4) Cuci tangan dengan air dan sabun, dan keringkan dengan kain bersih.
Konseling paska pencabutan
1) Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami masalah.
2) Minta klien untuk mengulangi lagi penjelasan yang telah diberikan
3) Jawab semua pertanyaan klien
4) Ulangi kembali tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia serta resiko dan
keuntungan masing-masing alat kontrasepsi bila klien ingin
menggunakan kontrasepsi kembali.
5) Bantu klien untuk menentukan alat kontrasepsi sementara sampai dapat
memutuskan alat kontrasepsi baru yang akan dipakai
6) Buat rekam medik pencabutan AKDR
Lampiran vi
Implan Subdermal
RSUP Dr. M
No. Dokumen No. Revisi Halaman
Hoesin
Palembang
Standar Tanggal terbit, Ditetapkan oleh
Direktur medik dan keperawatan
Prosedur
Operasional
Dr. H M Alsen Arlan SpB
Definisi Implan adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen dan
dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga hingga 5 tahun. Metode ini
dikembangkan oleh The Population Council, yaitu suatu organisasi
internasional yang didirikan tahun 1952 untuk mengembangkan teknologi
kontrasepsi
97
Konseling awal
a) Sapa pasien dengan ramah dan perkenalkan diri anda
b) tanyakan tujuan kedatangannya.
c) Berikan informasi umum tentang keluarga berencana.
d) Jelaskan apa yang bisa dari kunjungannya.
e) Tanyakan tujuan pemakaian alat kontrasepsi ( apakah klien ingin mengatur
jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anak).
f) Tanyakan sikap/keyakinan klien yang dapat mendukung / menolak salah
satu atau lebih dari metode kontrasepsi yang ada.
Metode konseling
a) Berikan jaminan akan kerahasiaan yang diperlukan klien.
b) Kumpulkan data-data pribadi klien.
c) Berikan informasi tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia dan resiko
serta keuntungan dari masing masing kontrasepsi :
1) Tunjukkan dimana dan bagaimana implant-2 dipasang.
2) Jelaskan bagaimana proses kerja implant-2 dan efektivitasnya
3) Jelaskan kemungkinan efek samping dan masalah kesehatan lain yang
mungkin akan dialami
4) Jelaskan efek samping yang umumnya sering dialami oleh klien.
d) Diskusikan kebutuhan, pertimbangan dan kekhawatiran klien dengan
sikap yang simpatik
e) Bantulah klien untuk memilih metode yang tepat.
Bila Klien memilih Implan-2
a) Teliti dengan seksama untuk meyakinkan bahwa klien tidak memiliki
kondisi kesehatan yang dapat menimbulkan masalah ( lengkapi rekam
medik )
b) Jelaskan kemungkinan-kemungkinan efek samping sampai benar benar
dimengerti oleh klien.
Konseling pra pemasangan
a) Periksa kembali rekam medik untuk memastikan apakah klien cocok
menggunakan implan-2 dan apakah ada masalah yang harus terus diawasi
selama pemasangan Implan-2.
b) Lakukan pemeriksaan fisik lanjutan bila ada indikasi.
c) Jelaskan proses pemasangan implan 2 dan apa yang akan klien rasakan
pada saat proses pemasangan dan setelah pemasangan.
Pemasangan kapsul implan-2.
a) Suntikkan anestesi lokal 0,3 cc pada kulit ( intradermal ) pada tempat
insisiyang telah ditentukan, sampai kulit sedikit menggelembung.
b) Teruskan penusukan jarum ke lapisan bawah kulit ( subdermal ) sepanjang
4 cm, dan suntukkan masing-masing 1 cc pada jalur pemasangan kapsul
nomor 1 dan 2
c) Uji efek anestesinya sebelum melakukan insisi.
d) Buat insisi dangkal selebar 2 mm dengan skalpel atau ujung bisturi hingga
mencapai lapisan subdermal.
e) Masukkan trokar dan pendorongnya melalui tempat insisi dengan sudut
450 hingga mencapai lapisan subdermal kemudian luruskan trokar sejajar
dengan permukaan kulit.
f) Ungkit kulit dan dorong trokar dan pendorongnya sampai batas tanda 1 (
pada pangkal trokar ) tepat berada pada luka insisi.
g) Putar pendorong 1800 kemudian tahan pendorong di tempatnya dengan
satu tangan dan tarik trokar keluar sampai batas tanda 2 terlihat pada luka
insisi, sambil menahan ujung kapsul pertama dibawah kulit.
h) Kemudian belokkan trokar ke samping dan arahkan ke sisi lain dari
segitiga terbalik ( imajiner ), dorong trokar dan pendorongnyahingga tanda
1 berada pada luka insisi.
99
Pencabutan Implan
Persiapan
1) Tanyakan pada klien alasannya ingin mencabut implant.
2) Tanyakanjuga apakah sudah mengetahui prosedur pencabutan implant.
3) Tanyakan apakah terdapat reaksi alergi terhadap obat anesthesi.
4) Periksa kembali untuk meyakinkan bahwa klien telah mencuci lengannya
sebersih mungkin dengan sabun dan air dan membilasnya sehingga tidak
ada sisa sabun.
5) Bantu klien naik ke meja periksa.
6) Raba kapsul untuk menentukan lokasi tempat insisi guna untuk menc abut
kapsul.
7) Pastikan bahwa peralatan yang steril atau telah di DTT sudah tersedia.
8) Buka peralatan steril dari kemasannya.
Tindakan pra pencabutan
1) Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan air bersih.
2) Pakai sarung tangan steril atau DTT.
3) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan
4) Usap tempat pemasangan dengan larutan antiseptic, gerakkan kearah luar
secara melingkar seluas 10 – 15 cm dan biarkan kering.
5) Fokuskan area pencabutan dengan doek berlubang sterile atau DTT,
lubang harus cukup lebatr untuk memaparkan lokasi kapsul.
6) Sekali lagi raba seluruh kapsul untuk menentukan lokasinya.
Pencabutan kapsul
1) Sun tukkan anesthesi local intrakutan ( 0,3 cc ) dan 1 cc subdermal
dibawah ujung kapsul.
2) Uji efek anesthesinya sebelum memuat insisi.
3) Tentukan lokasi insisi yang mempunyai jarak yang sama dari ujung bawah
semua kapsul, kira kira 5 mm dari ujung bawah kapsul. Sebelum
menentukan lokasi, pastikan tidak ada ujung kapsul di tempat insisi ( untuk
mencegah terpotongnya kapsul saat melakukan insisi ).
4) Pada lokasi yang dipilih buat insisi melintang ± 4 mm dengan
100
menggunakan sklapel.
5) Mulailah dengan mencabut kapsul yang mudah diraba dari dari luar.
6) Dorong ujung kapsul kearah insisi dengan jari tangan sampai ujung kapsul
tampak pada luka insisi.
7) Jepit ujung kapsul yang tampak pada luka insisi tersebut dengan klem
lengkung ( mosquito )
8) Bebaskan kapsul dari jaringan ikat yang melingkupinya.
9) Jepit ujung kapsul yang terbebas dari jaringan yang melingkupinya dengan
menggunakan klem peanatau pinset anatomis sambil mengendorkan
jepitan klem pertama pada batang kapsul.
10) Gunakan teknik yang sama untuk mencabut kapsul berikutnya.
11)Tunjukkan kedua kapsul tersebut kepada klien
Tindakan paska pencabutan
1) Tekan pada tempat insisi dengan kasa untuk menghentikan perdarahan
2) Dekatkan ujung ujung insisi dan tutup dengan band-aid
3) Beri pembalut tekan untuk mencegah perdarahan bawah kulit atau memar
pada kulit.
4) Beri petunjuk pada klien cara merawat luka.
5) Masukkan klorin ke dalam tabung suntik dan rendam alat suntik tersebut
dalam larutan klorin selama sepuluh menit.
6) Letakkan semua peralatan dalam larutan klorin selama sepuluh menit
untuk dekontaminasi.
7) Buang peralatan yang sudah tidak dipakai lagi.
8) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5% bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara
terbalikdan rendam dalam larutan klorin 0,5%.
9) Cuci tangan dengan air dan sabun, dan keringkan dengan kain bersih.
10)Lakukan observasi 5 menit sebelum memperbolehkan pasien pulang.
Lampiran vii
Tubektomi
RSUP Dr. M
No. Dokumen No. Revisi Halaman
Hoesin
Palembang
Standar Tanggal terbit, Ditetapkan oleh
Direktur medik dan keperawatan,
Prosedur
Operasional
Dr. H M Alsen Arlan SpB
Definisi Tubektomi merupakan metode kontrasepsi pada wanita yang biasanya
dilakukan dengan mengikat atau memotong atau memasang cincin pada kedua
tuba falopi yang dapat dicapai baik dengan mini laparotomi atau laparoskopi.
Tubektomi atau sterilisasi adalah cara kontrasepsi permanen dan terpilih jika
wanita tidak ingin hamil lagi
Teknik operasi 1) Minilaparotomi
101
2) Laparoskopi
Mekanisme Mencegah bertemunya sel telur dan sel sperma dengan jalan mengikat,
memotong atau memasang cincin pada kedua tuba.
Kerja
Indikasi a) PUS yang tidak menginginkan untuk memperoleh keturunan lagi
b) Perempuan dengan gangguann kesehatan yang bertambah berat jika terjadi
kehamilan.
c) Keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat meskipun secara
medis tidak menunjukkan kelainan apa-apa ( misalnya multiparitas , apalagi
jika disertai usia ibu yang lebih dari 35 tahun, bekas seksio 2 kali ).
Klasifikasi Lihat lampiran klasifikasi persyaratan medis dalam penapisan klien.
Persyaratan
medis
Waktu 1) Setiap waktu selama siklusmenstruasi apabila diyakini secara rasional klien
tidak hamil.
2) Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari sikus menstruasi ( fase proliferative )
3) Paska salin
a) Minilaparotomi : dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12
minggu.
b) Laparoskopi : tidak tepat untuk klien klien paska salin.
4) Paska keguguran
a) Triwulan pertama : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi
pelvik ( minilaparotomi atau laparoskopi )
b) Triwulan kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi
pelvik ( minilaparotomi saja )
Prosedur Tubektomi Minilaparotomi paska salin
pelaksanaan
Konseling prabedah
a) Sapa pasien dengan ramah dan perkenalkan diri anda
b) Tanyakan klien tentang jumlah anak dan riwayat obstetrinya.
c) Telaah catatan medic untuk kemungkinan kontra indikasi.
d) Jelaskan teknik operasi, dan jelaskan juga bahwa operasi berlangsung
singkat.
Persiapan prabedah
a) Periksa kelengkapan peralatan bedah dan anesthesia.
Asepsis dan antisepsis.
a) Pakai pakaian kamar operasi, topi dan masker.
b) Cuci dan sikat tangan dengan larutan antiseptikselama 3 menit.
c) Pakai sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi.
Membuka dinding abdomen
a) Penderita dalam posisi terlentang dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik
pada daerah operasi dan sekitarnya
b) Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
c) Dilakukan anestesi
d) Dilakukan insisi transversal dua jari dibawah pusat sepanjang + 3 cm
e) Dinding abdomen ditembus secara tumpul sampai menembus fascia dan
peritoneum
f) Dilakukan penjepitan tuba kiri, ditelusuri sampai fimbriae lalu 1/3 bagian
tengah avaskuler dijepit dengan klem dan diligasi dengan chomic catgut no.
0. Kemudian dilakukan pengikatan pengaman
g) Setelah itu tuba dipotong dan dibersihkan dengan kassa betadine.
h) Setelah diyakini tidak ada perdarahan, dilakukan penutupan dinding
abdomen:
1) Fascia dijahit interuptus dengan chromic catgut no. 0
2) Subkutis dijahit secara interuptus dengan benang plain no.2.0
102
3) Kutis dijahit secara jelujur subkutikuler dengan plain catgut no. 2.0
i) Luka operasi ditutup dengan sofratulle, kassa betadine, dan hypafix.
Tindakan paska bedah
a) Periksa tekanan darah, nadi dan pernapasan.
b) Pindahkan klien dari meja operasi ke ruang pulih untuk pengamatan
c) Instruksikan kepada peawat memeiksa dan mengamati tensi, nadi,
pernapasan dann perdarahan melalui luka operasi.
Dekontaminasi
a) Letakkan semua peralatan dalam larutan klorin 0,5% selama sepuluh menit
untuk dekontaminasi.
b) Buang peralatan yang sudah tidak dipakai lagi.
c) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5% bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara
terbalikdan rendam dalam larutan klorin 0,5%.
d) Cuci tangan dengan air dan sabun, dan keringkan dengan kain bersih.
Konseling dan instruksi paska bedah
a) Tanyakan pada klien bila masih ada hal-hal yang ingin diketahuinya tentang
tubektomi
b) Jelaskan pada klien untuik enjaga daeah operasi tetap kering.
c) Yakinkan pada klien bahwa bila ada keluhan segera kembali ke RS untuk
mendapat petolongan.
d) Beritahu klien bila tidak ada keluhan, peiksa ul;ang 1 minggu.
LaparoskopiTubektomi
Pneumoperitoneum
e) Instruksikan teknisi untuk menempatkan klien dalam posisi kepala ke
bawah ( trendelenberg ) dengan sudut 600.
f) Dengan hati-hati ambil bagian pinggir umbilical inferior dengan
menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan yang tidak dominan dan angkat
dinding abdomen menjauhi usus.
g) Dengan menggunakan ujung mata pisau bedah, buat sayatan kecil, sekitar
1,5 cm, pada kulit di sepanjang pinggiran margin umbilical inferior.
h) Ambil batang jarum veres dan insersikan melalui sayatan tersebut pada
sudut 450 menuju pelvis. Dua bagian merupakan bagian lepas yang berbeda
akan terasa pada saat fasia terpenetrasi daqn peritoneum dengan CO 2
dialirkan.
i) Hubungkan selang insuflator pada stop cockjarum verres. Minta teknisi
untuk meyambungkan ujung yang lain ke unit insuflator.
j) Periksa apakah andomen sudah dimasuki dengan benar dengan
menggunakan alt ukur tekanan pada unit insuflator untuk memeriksa
tekanan negative intraabdomen
k) Gunakan tombol aliran tinggi dari unti insuflator untuk memasukkan gas
CO2 pada kecepatan 1 liter/menit.
l) Mulailah insuflasi pada abdomen.
m) Ketuk-ketuk abdomen bagian bawah dan dengarkan apakah terdapat suara
seperti drum yang mengindikasikanterbentuknya pneumoperitoneum
dengan sempurna.
n) Lepas jarum verres setelah memasukkan 1,5 – 2,0 liter CO2 atau setelah
abdomen bagian bawah mencapai ukuran seperti hamil 20 minggu.
o) Minta perawat untuk mengisi cincin Faloppii ( Faloppii ring)
Akses abdomen
a) Periksa katup terompet dan seal karet dari lengan trokar untuk memastikan
alat tersebut hampa udara.
103
Lampiran viii
Anamnesa Identifikasi
Keluhan utama
R/ Perjalanan penyakit
R/ Penyakit dahulu
R/ Penyakit keluarga
R/ Perkawinan
R/ Sosek dan gizi
R/ Reproduksi
R/ Persalinan
Pemeriksaan fisik Status generalis
Status Obstetrik dan Ginekologi
Kriteria diagnosis Kontrasepsi Implan subdermal
Diagnosis Kontrasepsi Implan subdermal
Diagnosis banding -
Pemeriksaan penunjang Sesuai indikasi
Terapi KIE ( konseling, Informasi dan Edukasi )
Edukasi KIE ( Konseling,Informasi dan Edukasi )
Prognosis Advitam : dubia ad bonam
Adfungsionam : dubia ad bonam
Taksiran lama perawatan Rawat jalan
Kriteria Kelayakan 1/2/3/4
Medis
Penelaah Kritis Dr. H. Azhari SpOG ( K )
Indikator Medis WUS yang menginginkan untuk menggunakan metode kontrasepsi
implan subdermal
Indikasi medis yang mengharuskan untuk menggunakan alat
kontrasepsi
Kepustakaan 1. Affandi B, Adriaanz G, Gunardi ER, Koesno H, Buku panduan
praktis pelayanan kontrasepsi, edisi 3, Jakarta, PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2013.
2. Adriaanz G, Hadijono S, Santoso BI, Madjid OA, Tobing C,
Soekir S, Pelatihan klinik teknologi kontrasepsi terkini (
contraception technology update ) buku panduan peserta,
Jakarta, JNPK-KR ( National Clinical Training Network in
Reproductive Health ) Indonesian Ministry of Health Board of
Population and Family Planing ), Januari 2011.
PERSETUJUAN PENELITIAN
Setelah mendapat penjelasan tentang manfaat, tujuan dan efek samping dari
penelitian ini sejelas-jelasnya tanpa adanya tekanan dan paksaan apapun.
Selanjutnya saya akan bersedia mengikuti segala prosedur penelitian yang akan
dijalankan dalam penelitian ini.
Demikian pernyataan ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
________________ 2017
Dokter yang melakukan Yang membuat pernyataan
(Dr. ) ( )
Lampiran X
A. IDENTITAS PASIEN
109
Nama responden :
Nama suami :
Med/Reg :
Pasien : poliklinik / rawat inap *
Alamat :
Telepon :
Usia :
Agama :
Pendidikan (tamat) : tidak sekolah / SD/ SLTP/ SMA/ Perguruan tinggi
Jumlah anak hidup :
* coret salah satu
B. PENGGUNAAN KONTRASEPSI
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
b. Pil
c. Suntik
d. Implan/Susuk
e. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) / IUD
f. Sterilisasi wanita (Metode Operasi Wanita/MOP)
g. Sterilisasi pria (Metode Operasi Pria/MOP)
C. TINGKAT PENGETAHUAN
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
a. Kondom 1. Ya 2. Tidak
b. Pil 1. Ya 2. Tidak
c. Suntik 1. Ya 2. Tidak
d. Implant/Susuk 1. Ya 2. Tidak
e. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) 1. Ya 2. Tidak
f. Sterilisasi wanita (Metode Operasi Wanita/MOP) 1. Ya 2. Tidak
g. Sterilisasi pria (Metode Operasi Pria/MOP) 1. Ya 2. Tidak
10. Menurut ibu, efek samping apa yang ditimbulkan dari pemakaian alat
kontrasepsi?
a. Perdarahan 1. Ya 2. Tidak
b. Infeksi 1. Ya 2. Tidak
11. Menurut ibu, kontrasepsi apa yang cocok untuk wanita kawin usia kurang
dari 20 tahun ?
a. Kondom 1. Ya 2. Tidak
b. Pil 1. Ya 2. Tidak
c. Suntik 1. Ya 2. Tidak
d. Implant/Susuk 1. Ya 2. Tidak
e. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) 1. Ya 2. Tidak
f. Sterilisasi wanita (Metode Operasi Wanita/MOP) 1. Ya 2. Tidak
g. Sterilisasi pria (Metode Operasi Pria/MOP) 1. Ya 2. Tidak\
D. SIKAP IBU
Berilah tanda centang (√ ) pada salah satu kolom yang ada di sebelah kanan
sesuai dengan pendapat anda
S : setuju
R : ragu-ragu
TS : tidak setuju
No Sikap ibu S R TS
12. Kontrasepsi yang berisi hormon (pil, suntik,
susuk) tidak dapat menyebabkan orang sakit
jantung menahun
13. Bila menggunakan kontrasepsi spiral, ibu
boleh bekerja seperti biasa
14. Ibu mau menggunakan spiral karena murah
15. Ibu mau menggunakan spiral karena tidak
menyebabkan gemuk
16. Bila merasa pusing setelah menggunakan
kontrasepsi, ibu segera berobat ke petugas
kesehatan
17. Ibu mau menggunakan kontrasepsi spiral
113
25. Alat KB apa saja yang ada di poliklinik KB di RSMH yang ibu ketahui ?
a. pil KB
b. IUD/ spiral/ AKDR
c. suntik KB
d. implant/ susuk
e. kondom
f. sterilisasi
g. lain-lain (jelaskan) ________________________________________
114
G. ALUR RUJUKAN
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
29. Darimana ibu mendapat rujukan sebelum ke RSMH ?
a. Dokter kandungan/ umum
b. Bidan
c. Puskesmas
d. Rumah sakit
30. Bagaimana menurut ibu selama mengurus surat rujukan ke RSMH ?
a. Mudah
b. Sulit
31. Apakah dengan alur rujukan BPJS seperti ini memudahkan ibu untuk
mendapatkan pelayanan kontrasepsi ?
a. Ya
115
b. Tidak
H. INFORMASI PETUGAS
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
32. Apakah ibu pernah mendapatkan informasi tentang kontrasepsi dari petugas
KB?
a. Ya
b. Tidak
33. Jika “tidak”, siapa saja yang memberikan informasi tentang kontrasepsi
kepada ibu?
a. Dokter 1. Ya 2. Tidak
b. Perawat 1. Ya 2. Tidak
c. Bidan 1. Ya 2. Tidak
d. Tetangga/teman yang telah menjadi peserta KB 1. Ya 2. Tidak
e. Lainnya jelaskan 1. Ya 2. Tidak
f. Tidak tahu 1. Ya 2. Tidak
34. Jika “ya” kapan terakhir ibu mendapatkan informasi tentang kontrasepsi
dari petugas lapangan KB? ___________________________________
bulan
35. Berapa kali ibu mendapatkan informasi tentang kontrasepsi dari petugas
lapangan KB dalam setahun? ______________________________ kali
36. Dimana ibu diberikan informasi tentang kontrasepsi oleh petugas lapangan
KB?
a. Di rumah 1. Ya 2. Tidak
b. Di balai desa 1. Ya 2. Tidak
c. Di posyandu 1. Ya 2. Tidak
d. Di polindes 1. Ya 2. Tidak
e. Di puskesmas 1. Ya 2. Tidak
f. Di rumah sakit 1. Ya 2. Tidak
g. Lainnya jelaskan 1. Ya 2. Tidak
h. Tidak tahu 1. Ya 2. Tidak
116
37. Informasi apa saja yang diberikan oleh petugas lapangan KB?
a. Jenis-jenis metode kontrasepsi 1 ya 2. Tidak
b. Memberi penjelasan tentang pentingnya ikut KB 1 ya 2. Tidak
c. Manfaat KB 1 ya 2. Tidak
d. Memberi penjelasan tentang pelayanan KB 1 ya 2. Tidak
e. Lainnya, jelaskan ____________________________________
I. DUKUNGAN SUAMI
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
38. Apakah suami ibu memberikan dukungan kepada ibu untuk menggunakan
kontrasepsi?
a. Ya
b. Tidak
39. Jika “tidak”, apa alasan suami ibu tidak mendukung menggunakan
kontrasepsi ?
a. Dilarang agama
b. Ingin punya anak lagi
c. Kontrasepsi dapat mengganggu hubungan seksual
d. Kontrasepsi menyebabkan ibu sakit dan haid tidak teratur
40. Apakah kontrasepsi yang ibu gunakan disarankan oleh suami ibu?
a. Ya
b. Tidak
41. Apakah pada saat pemasangan kontrasepsi, suami ibu ikut mengantar ke
tempat pelayanan?
a. Ya
b. Tidak
42. Apakah pada saat pemasangan kontrasepsi, suami ibu memberikan biaya?
a. Ya
b. Tidak
43. Apakah suami ibu selalu mengingatkan untuk melakukan pemasangan
ulang kontrasepsi?
117
a. Ya
b. Tidak
J. SIKAP PETUGAS
Lingkari pilihan sesuai jawaban anda
44. Apakah ibu nyaman dengan cara petugas KB menyampaikan informasi
tentang kontrasepsi ?
a. Ya
b. Tidak
45. Apakah ibu memilih alat kontrasepsi yang akan digunakan karena tertarik
dengan informasi dari petugas KB ?
a. Ya
b. Tidak
46. Apakah petugas KB mendukung pilihan alat kontrasepsi ibu ?
a. Ya
b. Tidak
K. KEPERCAYAAN
Berilah tanda centang (√ ) pada salah satu kolom yang ada di sebelah kanan
sesuai dengan pendapat anda
S : setuju
R : ragu-ragu
TS: tidak setuju
No Uraian pernyataan S R TS
47. Merencanakan jumlah anak yang sedikit
dengan program KB dalam agama
diperbolehkan
48. Merencanaan jumlah anak yang sedikit dengan
metode KB dalam adat istiadat atau budaya
suku ibu dapat diterima
118
Jenis Perawatan
Jenis Perawatan
Alamat Responden
Alamat Responden
Alamat
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Alamat Dalam Kota Count 6 52 58
Responden
% within Alamat
10.3% 89.7% 100.0%
Responden
% within Jenis
33.3% 59.1% 54.7%
Kontrasepsi
% of Total 5.7% 49.1% 54.7%
Luar Kota Count 12 36 48
% within Alamat
25.0% 75.0% 100.0%
Responden
% within Jenis
66.7% 40.9% 45.3%
Kontrasepsi
% of Total 11.3% 34.0% 45.3%
Total Count 18 88 106
% within Alamat
17.0% 83.0% 100.0%
Responden
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4.001a 1 .045
Continuity Correctionb 3.029 1 .082
Likelihood Ratio 4.019 1 .045
Fisher's Exact Test .068 .041
Linear-by-Linear
3.964 1 .046
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,15.
b. Computed only for a 2x2 table
121
Alamat Responden
Luar Kota
Alamat Banyuasin Count 19
% within Alamat Responden 39.6%
Betung Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
Lahat Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
Lampung Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
Lubuk Lin Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
MUBA Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
Muara Eni Count 2
% within Alamat Responden 4.2%
OKI Count 3
% within Alamat Responden 6.2%
OKU Timur Count 1
% within Alamat Responden 2.1%
Ogan Ilir Count 18
% within Alamat Responden 37.5%
Palembang Count 0
% within Alamat Responden .0%
Total Count 48
% within Alamat Responden 100.0%
Penggunaan Kontrasepsi
Kontrasepsi
Alasan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Belum Punya Anak 3 4.3 4.3 4.3
Darah Tinggi 1 1.4 1.4 5.8
Dianjurkan berhenti oleh
1 1.4 1.4 7.2
Bidan
Kesalahpahaman dengan
1 1.4 1.4 8.7
petugas
Masih Ingin punya anak 46 66.7 66.7 75.4
Nyeri/Tidak Nyaman 6 8.7 8.7 84.1
Sedang Hamil 2 2.9 2.9 87.0
Suami tidak mengizinkan 7 10.1 10.1 97.1
Tidak Mampu Bayar 1 1.4 1.4 98.6
Tunggu Sampai Habis Nipas 1 1.4 1.4 100.0
Total 69 100.0 100.0
Jenis Kontrasepsi
Jenis
Kontrasepsi
Jenis Kontrasepsi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kontrasepsi Mantap 18 17.0 17.0 17.0
Non Kontrasepsi
88 83.0 83.0 100.0
Mantap/Tanpa Kontrasepsi
Total 106 100.0 100.0
Usia
Descriptive Statistics
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Usia > 35 tahun Count 7 19 26
Responden
% within Usia Responden 26.9% 73.1% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 38.9% 21.6% 24.5%
% of Total 6.6% 17.9% 24.5%
<= 35 tahun Count 11 69 80
% within Usia Responden 13.8% 86.2% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 61.1% 78.4% 75.5%
% of Total 10.4% 65.1% 75.5%
Total Count 18 88 106
% within Usia Responden 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.415a 1 .120
Continuity Correctionb 1.571 1 .210
Likelihood Ratio 2.231 1 .135
Fisher's Exact Test .138 .107
Linear-by-Linear
2.393 1 .122
Association
N of Valid Casesb 106
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,42.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Risk Estimate
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Group Statistics
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2- Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Usia Equal
-
variances .583 .447 .852 104 .396 1.55808 1.82767 5.18241
2.06625
assumed
Equal
-
variances not .898 25.829 .377 1.55808 1.73418 5.12389
2.00773
assumed
Pendidikan
126
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Pendidikan Tidak Sekolah Count 0 1 1
% within Pendidikan .0% 100.0% 100.0%
% within Jenis
.0% 1.1% .9%
Kontrasepsi
% of Total .0% .9% .9%
SD Count 5 22 27
% within Pendidikan 18.5% 81.5% 100.0%
% within Jenis
27.8% 25.0% 25.5%
Kontrasepsi
% of Total 4.7% 20.8% 25.5%
SLTP Count 5 12 17
% within Pendidikan 29.4% 70.6% 100.0%
% within Jenis
27.8% 13.6% 16.0%
Kontrasepsi
% of Total 4.7% 11.3% 16.0%
SLTA Count 5 41 46
% within Pendidikan 10.9% 89.1% 100.0%
% within Jenis
27.8% 46.6% 43.4%
Kontrasepsi
% of Total 4.7% 38.7% 43.4%
Perguruan Tinggi Count 3 12 15
% within Pendidikan 20.0% 80.0% 100.0%
% within Jenis
16.7% 13.6% 14.2%
Kontrasepsi
% of Total 2.8% 11.3% 14.2%
Total Count 18 88 106
% within Pendidikan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Pendidikan Pendidikan Count 10 35 45
Rendah
% within Pendidikan 22.2% 77.8% 100.0%
% within Jenis
55.6% 39.8% 42.5%
Kontrasepsi
% of Total 9.4% 33.0% 42.5%
Pendidikan Tinggi Count 8 53 61
% within Pendidikan 13.1% 86.9% 100.0%
% within Jenis
44.4% 60.2% 57.5%
Kontrasepsi
% of Total 7.5% 50.0% 57.5%
Total Count 18 88 106
% within Pendidikan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.524a 1 .217
Continuity Correctionb .946 1 .331
Likelihood Ratio 1.506 1 .220
Fisher's Exact Test .296 .165
Linear-by-Linear
1.509 1 .219
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,64.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Pekerjaan
Pekerjaan * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Pekerjaan Dokter Count 1 0 1
% within Pekerjaan 100.0% .0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 5.6% .0% .9%
% of Total .9% .0% .9%
Guru Count 1 1 2
% within Pekerjaan 50.0% 50.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 5.6% 1.1% 1.9%
% of Total .9% .9% 1.9%
IRT Count 13 75 88
% within Pekerjaan 14.8% 85.2% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 72.2% 85.2% 83.0%
% of Total 12.3% 70.8% 83.0%
Karyawan Count 2 7 9
Swasta
% within Pekerjaan 22.2% 77.8% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 11.1% 8.0% 8.5%
% of Total 1.9% 6.6% 8.5%
PNS Count 0 3 3
% within Pekerjaan .0% 100.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi .0% 3.4% 2.8%
% of Total .0% 2.8% 2.8%
Petani Count 1 1 2
% within Pekerjaan 50.0% 50.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 5.6% 1.1% 1.9%
% of Total .9% .9% 1.9%
Wiraswasta Count 0 1 1
% within Pekerjaan .0% 100.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi .0% 1.1% .9%
% of Total .0% .9% .9%
Total Count 18 88 106
% within Pekerjaan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
129
Chi-Square Tests
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Pekerjaan Bekerja Count 5 13 18
% within Pekerjaan 27.8% 72.2% 100.0%
% within Jenis
27.8% 14.8% 17.0%
Kontrasepsi
% of Total 4.7% 12.3% 17.0%
Tidak Bekerja Count 13 75 88
% within Pekerjaan 14.8% 85.2% 100.0%
% within Jenis
72.2% 85.2% 83.0%
Kontrasepsi
% of Total 12.3% 70.8% 83.0%
Total Count 18 88 106
% within Pekerjaan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.793a 1 .181
Continuity Correctionb .989 1 .320
Likelihood Ratio 1.615 1 .204
Fisher's Exact Test .184 .159
Linear-by-Linear
1.776 1 .183
Association
N of Valid Casesb 106
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,06.
b. Computed only for a 2x2 table
130
Risk Estimate
Jumlah Anak
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Report
Jumlah Anak
Jenis Kontrasepsi Mean N Std. Deviation Median Minimum Maximum
Kontrasepsi Mantap 2.4444 18 1.09664 3.0000 1.00 4.00
Non Kontrasepsi
Mantap/Tanpa 1.7955 88 1.43165 1.0000 .00 8.00
Kontrasepsi
Total 1.9057 106 1.39747 2.0000 .00 8.00
131
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Jumlah Anak > 2 Orang Count 10 21 31
% within Jumlah Anak 32.3% 67.7% 100.0%
% within Jenis
55.6% 23.9% 29.2%
Kontrasepsi
% of Total 9.4% 19.8% 29.2%
<= 2 Orang Count 8 67 75
% within Jumlah Anak 10.7% 89.3% 100.0%
% within Jenis
44.4% 76.1% 70.8%
Kontrasepsi
% of Total 7.5% 63.2% 70.8%
Total Count 18 88 106
% within Jumlah Anak 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 7.253a 1 .007
Continuity Correctionb 5.803 1 .016
Likelihood Ratio 6.676 1 .010
Fisher's Exact Test .011 .010
Linear-by-Linear
7.185 1 .007
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,26.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Tingkat Baik Count 8 15 23
Pengetahuan
% within Tingkat
34.8% 65.2% 100.0%
Pengetahuan
% within Jenis
44.4% 17.0% 21.7%
Kontrasepsi
% of Total 7.5% 14.2% 21.7%
Kurang Baik Count 10 73 83
% within Tingkat
12.0% 88.0% 100.0%
Pengetahuan
% within Jenis
55.6% 83.0% 78.3%
Kontrasepsi
% of Total 9.4% 68.9% 78.3%
Total Count 18 88 106
% within Tingkat
17.0% 83.0% 100.0%
Pengetahuan
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.603a 1 .010
Continuity Correctionb 5.089 1 .024
Likelihood Ratio 5.796 1 .016
Fisher's Exact Test .023 .016
Linear-by-Linear
6.540 1 .011
Association
N of Valid Casesb 106
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,91.
b. Computed only for a 2x2 table
133
Risk Estimate
Sikap Ibu
Sikap Ibu * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Sikap Ibu Baik Count 15 67 82
% within Sikap Ibu 18.3% 81.7% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 83.3% 76.1% 77.4%
% of Total 14.2% 63.2% 77.4%
Kurang Baik Count 3 21 24
% within Sikap Ibu 12.5% 87.5% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 16.7% 23.9% 22.6%
% of Total 2.8% 19.8% 22.6%
Total Count 18 88 106
% within Sikap Ibu 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
134
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .442a 1 .506
Continuity Correctionb .127 1 .722
Likelihood Ratio .468 1 .494
Fisher's Exact Test .758 .375
Linear-by-Linear
.438 1 .508
Association
N of Valid Casesb 106
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,08.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Ketersediaan Lengkap Count 9 37 46
Alat
Kontrasepsi % within Ketersediaan Alat
19.6% 80.4% 100.0%
Kontrasepsi
% within Jenis Kontrasepsi 50.0% 42.0% 43.4%
% of Total 8.5% 34.9% 43.4%
Kurang Count 9 51 60
Lengkap
% within Ketersediaan Alat
15.0% 85.0% 100.0%
Kontrasepsi
% within Jenis Kontrasepsi 50.0% 58.0% 56.6%
% of Total 8.5% 48.1% 56.6%
Total Count 18 88 106
% within Ketersediaan Alat
17.0% 83.0% 100.0%
Kontrasepsi
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .385a 1 .535
Continuity Correctionb .129 1 .719
Likelihood Ratio .382 1 .536
Fisher's Exact Test .606 .358
Linear-by-Linear
.381 1 .537
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,81.
b. Computed only for a 2x2 table
136
Risk Estimate
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Sumber Daya Tersedia Count 15 65 80
Manusia
% within Sumber
18.8% 81.2% 100.0%
Daya Manusia
% within Jenis
83.3% 73.9% 75.5%
Kontrasepsi
% of Total 14.2% 61.3% 75.5%
Kurang Count 3 23 26
Tersedia
% within Sumber
11.5% 88.5% 100.0%
Daya Manusia
% within Jenis
16.7% 26.1% 24.5%
Kontrasepsi
% of Total 2.8% 21.7% 24.5%
Total Count 18 88 106
% within Sumber
17.0% 83.0% 100.0%
Daya Manusia
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
137
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .724a 1 .395
Continuity Correctionb .303 1 .582
Likelihood Ratio .775 1 .379
Fisher's Exact Test .552 .301
Linear-by-Linear
.717 1 .397
Association
N of Valid Casesb 106
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,42.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Alur Rujukan
138
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Alur Rujukan Mudah Count 13 50 63
% within Alur Rujukan 20.6% 79.4% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 72.2% 56.8% 59.4%
% of Total 12.3% 47.2% 59.4%
Sulit Count 5 38 43
% within Alur Rujukan 11.6% 88.4% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 27.8% 43.2% 40.6%
% of Total 4.7% 35.8% 40.6%
Total Count 18 88 106
% within Alur Rujukan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.471a 1 .225
Continuity Correctionb .901 1 .342
Likelihood Ratio 1.528 1 .216
Fisher's Exact Test .296 .172
Linear-by-Linear
1.457 1 .227
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,30.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Sikap Petugas
Sikap Petugas * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Sikap Petugas Baik Count 11 52 63
% within Sikap Petugas 17.5% 82.5% 100.0%
% within Jenis
61.1% 59.1% 59.4%
Kontrasepsi
% of Total 10.4% 49.1% 59.4%
Kurang Baik Count 7 36 43
% within Sikap Petugas 16.3% 83.7% 100.0%
% within Jenis
38.9% 40.9% 40.6%
Kontrasepsi
% of Total 6.6% 34.0% 40.6%
Total Count 18 88 106
% within Sikap Petugas 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Kontrasepsi
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .025a 1 .874
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .025 1 .873
Fisher's Exact Test 1.000 .546
Linear-by-Linear
.025 1 .874
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,30.
b. Computed only for a 2x2 table
140
Risk Estimate
Informasi Petugas
Informasi Petugas * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Informasi Baik Count 11 48 59
Petugas
% within Informasi Petugas 18.6% 81.4% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 61.1% 54.5% 55.7%
% of Total 10.4% 45.3% 55.7%
Kurang Baik Count 7 40 47
% within Informasi Petugas 14.9% 85.1% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 38.9% 45.5% 44.3%
% of Total 6.6% 37.7% 44.3%
Total Count 18 88 106
% within Informasi Petugas 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .261a 1 .609
Continuity Correctionb .063 1 .802
Likelihood Ratio .263 1 .608
Fisher's Exact Test .795 .404
Linear-by-Linear
.259 1 .611
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,98.
b. Computed only for a 2x2 table
141
Risk Estimate
Dukungan Suami
Dukungan Suami * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Dukungan Mendukung Count 15 43 58
Suami
% within Dukungan Suami 25.9% 74.1% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 83.3% 48.9% 54.7%
% of Total 14.2% 40.6% 54.7%
Tidak Count 3 45 48
Mendukung
% within Dukungan Suami 6.2% 93.8% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 16.7% 51.1% 45.3%
% of Total 2.8% 42.5% 45.3%
Total Count 18 88 106
% within Dukungan Suami 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
142
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 7.166a 1 .007
Continuity Correctionb 5.842 1 .016
Likelihood Ratio 7.834 1 .005
Fisher's Exact Test .009 .006
Linear-by-Linear
7.098 1 .008
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,15.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Kepercayaan
Kepercayaan * Jenis Kontrasepsi Crosstabulation
Jenis Kontrasepsi
Non
Kontrasepsi
Kontrasepsi Mantap/Tanpa
Mantap Kontrasepsi Total
Kepercayaan Mendukung Count 7 26 33
% within Kepercayaan 21.2% 78.8% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 38.9% 29.5% 31.1%
% of Total 6.6% 24.5% 31.1%
Tidak Count 11 62 73
Mendukung
% within Kepercayaan 15.1% 84.9% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 61.1% 70.5% 68.9%
% of Total 10.4% 58.5% 68.9%
Total Count 18 88 106
% within Kepercayaan 17.0% 83.0% 100.0%
% within Jenis Kontrasepsi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 17.0% 83.0% 100.0%
143
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .608a 1 .435
Continuity Correctionb .251 1 .617
Likelihood Ratio .590 1 .442
Fisher's Exact Test .577 .303
Linear-by-Linear
.603 1 .438
Association
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,60.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Parameter coding
Frequency (1)
Dukungan Suami Mendukung 58 .000
Tidak Mendukung 48 1.000
Jumlah Anak > 2 Orang 31 .000
<= 2 Orang 75 1.000
Tingkat Pengetahuan Baik 23 .000
Kurang Baik 83 1.000
Usia Responden > 35 tahun 26 .000
<= 35 tahun 80 1.000
Parameter coding
Frequency (1)
Dukungan Suami Mendukung 58 .000
Tidak Mendukung 48 1.000
Jumlah Anak > 2 Orang 31 .000
<= 2 Orang 75 1.000
Tingkat Pengetahuan Baik 23 .000
Kurang Baik 83 1.000
Usia Responden > 35 tahun 26 .000
<= 35 tahun 80 1.000
95,0% C.I.for
EXP(B)