1. Pendahuluan
Ginekologi pertama kali digunakan pada pertengahan abad ke-19. Pada tahun 1867,
ginekologi mewakili fisiologi dan patologi pada saat status tidak hamil. Meskipun
sejarah ginekologi dapat diurutkan pada sumber awalnya, bidang ginekologi yang kita
kenal sekarang baru diawali pada tahun 1809. Ephraim McDowell pada tahun 1809
melakukan operasi ginekologi, hal ini merupakan awal dari perjalanan operasi
ginekologi. Operasi ginekologi membutuhkan banyak pelatihan, untuk mencapai
keahlian.1,2
Operasi ginekologi sebagian besar elektif, hal ini menyebabkan pemeriksaan dan
persiapan operatif dapat dilakukan lebih komprehensif. Harus terdapat protokol
departemen yang menyediakan kualitas layanan dan konsistensi yang baik. Riwayat
penyakit dahulu, pemeriksaan fisik, dan investigasi adalah pemeriksaan preoperatif.
Pasien juga harus diberi edukasi yang baik, sering berhubungan dengan konjungsi
dengan dukungan dari perawat, dan perlu adanya informed consent. Semua informasi,
termasuk skrining preoperatif dan pemeriksaan laboratorium, harus dilakukan sebelum
operasi. Keamanan pasien akan meningkat dengan penggunaan World Health
Organization (WHO) Surgical Safety Checklist.1,
Laparotomi—pembukaan kavitas abdomen—telah secara tradisional dipilih
sebagai akses yang lebih disukai untuk mengakses organ di abdomen dan pelvis untuk
prosedur pembenahan jinak dan onkologi, meskipun hal ini terus berubah dan
berkembang. Dalam sebuah survey nasional di Amerika Serikat, rute pembukaan
abdomen digunakan dalam 65% operasi, via vagina 20%, laparoskopi 13%, robotik 1%
dan radikal histerektomi 1% dari tahun 1998-2010. Insiden histerektomi menurun sejak
2002, dengan penurunan prosedur untuk membuka abdomen dari 68% tahun 2002
menjadi 54% pada tahun 2010. Histerektomi vagina menurun dari 25% menjadi 17%
pada tahun 2010 dan lebih jarang lagi dilakukan untuk POP.3,4,6
Optimalisasi tindakan aseptik dan antiseptik sebelum tindakan operasi dapat
menurunkan kejadian infeksi setelah tindakan. Infeksi pada tempat operasi terjadi
sebanyak 300.000–500.000 kasus setiap tahunnya di Amerika sehingga diharapkan
dengan usaha perbaikan tindakan aseptik dan antiseptik pada kulit akan menurunkan
kejadian infeksi. Infeksi dapat meningkatkan morbiditas dan juga mortalitas sehingga
diperlukan strategi pencegahan dengan tindakan aseptik dan antiseptik yang baik.
Tingkat rata-rata dari infeksi pada luka pada semua operasi gineklogi adalah 5% dan
berhubungan pada banyak faktor, termasuk pengalaman operator, populasi tempat
operasi, prosedur, dan kondisi komorbid pasien. Hal ini tindakan aseptik dan antiseptik
sebelum, saat, dan sesudah operasi.2,11 Referat ini akan membahas lebih lanjut
mengenai aseptik dan antiseptik dalam pembedahan ginekologi.
Gambar 1. Lapisan superfisial dinding abdomen. Keterangan: A. lapisan fascia anterior dari otot rectus
dari otot obliquus externus (1) dan dipisahkan oleh aponeurosis dari otot obliquus internus abdominis
(2). Lapisan posterior terbentuk dari aponeurosis dari otot transversalis (3) dan memisahkan dengan otot
obliquus internal. B. Bagian bawah dari otot abdomen di linea semisirkularis (1-3).2
3. Persiapan operasi
3.1 Kunjungan pertama
Kebanyakan pasien pertama kali diperiksa oleh departemen rawat jalan, dan
terbentuk diagnosis awal dan kemungkinan diagnosis lanjutan. Pada kunjungan
pertama ini, klinisi harus mendapatkan riwayat pasien secara komprehensif,
pemeriksaan pasien lengkap, termasuk pelvis dan abdomen, lalu melakukan perencaan
proses diagnostik lainnya. Setelah informasi ini dikumpulkan, tentukan tanggal admisi
untuk operasi, apakah dapat dilakukan, terencana atau rujukan pada spesialis yang
sesuai.1 Namun, tekanan yang paling tinggi adalah untuk dengan cepat mendiagnosis
dan manajemen terhadap kanker.1,2
3.5 Pre-operasi
Hal yang harus dilakukan adalah pemeriksaan pre-operasi, pemeriksaan yang
dilakukan adalah pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Pemeriksaan kondisi medis
seperti penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes, penyakit paru-paru dan status
mental dapat membutuhkan konsultasi dari ahli dibidangnya masing-masing. Selain
pemeriksaan fisik untuk menetukan toleransi operasi, pasien juga membutuhkan
investigasi lebih lanjut seperti yang tertulis dalam pedoman oleh NICE dan ASA, The
Use of Routine Preoperative Tests for Elective Surgery. Pemeriksaan spesifik yang
dibutuhkan adalah1,
a) Pemeriksaan hematologi.
b) Untuk semua prosedur yang membutuhkan transfusi darah, pemeriksaan dan
penyediaan darah harus dilakukan sehingga darah dan produknya dapat
didapatkan dengan pemberitahuan yang singkat.
c) Pemeriksaan biokimia.
d) Penanda tumor.
e) Urinalisis.
f) Investigasi radiologis.
g) Skrining MRSA dan dekolonisasi.
Mencuci tangan
Walaupun operator telah menggunakan sarung tangan steril, tetapi dengan
mencuci dan menggosok tangan akan mengurangi risiko infeksi karena kontaminasi
mikroorganisme dari tangan operator. Hal ini karena pada saat menggunakan sarung
tangan akan memberikan kondisi yang hangat dan lembab, yang akan menyebabkan
bakteri mudah tumbuh, sehingga dengan mencuci tangan sebelum menggunakan
sarung tangan steril akan meminimalkan dan menghambat pertumbuhan bakteri di
dalam sarung tangan.
Mencuci tangan juga harus disertai dengan menyikat tangan dan lengan
dengansikat yang lembut agar tidak mengiritasi kulit. Gunakan sabun untuk mencuci
tangan. Syarat surgical soap adalah :
Tidak bersifat iritatif pada kulit.
Efektif, artinya jumlah bakteri yang tertinggal di kulit hanya sedikit.
Mempunyai masa antibakteri yang panjang.
Dapat larut dan berbusa dalam air, baik air dingin maupun panas.
Jumlah yang dibutuhkan sedikit (± 8 ml) setiap kali mencuci tangan.
Yang perlu diperhatikan pada cara ini adalah agar bagian luar sarung tangan tidak
tersentuh oleh tangan secara langsung. Oleh karena itu sarung tangan steril biasanya
pangkalnya dilipat keluar agar dapat dipakai sebagai pegangan pada saat memakainya
seperti pada gambar di bawah ini.
5. Kesimpulan
Optimalisasi tindakan aseptik dan antiseptik sebelum tindakan operasi dapat
menurunkan kejadian infeksi setelah tindakan. Infeksi pada tempat operasi terjadi
sebanyak 300.000–500.000 kasus setiap tahunnya di Amerika sehingga diharapkan
dengan usaha perbaikan tindakan aseptik dan antiseptik pada kulit akan menurunkan
kejadian infeksi. Terdapat teknik aseptik dan antiseptik untuk mencegah terjadinya
infeksi pada pasien yang menjalani operasi ginekologi. Teknik ini terbagi menjadi
sebelum operasi, saat, dan sesudah operasi.
Daftar pustaka
1. Lopes, Tito, et al. Bonney's gynaecological surgery. John Wiley & Sons, 2018.
2. Jones, Howard W.; Rock, John A. Te Linde's operative gynecology. Lippincott
Williams & Wilkins, 2015.
3. Wright, Jason D. Measuring what matters: quality in gynecologic surgery. American
Journal of Obstetrics & Gynecology, 2015, 212.3: 257-258.
4. Mahendra, I Nyoman Bayu. Perkembangan Teknik Operasi Ginekologi. Power
point Konsulen RSUD Sanglah, 2017.
5. Anonim. Teknik aseptik dan sterilisasi. FK UNS, 2014.
6. Roebuck, Amanda; Harrison, Ewen M. Operating theatre etiquette, sterile technique
and surgical site preparation. Surgery (Oxford), 2017, 35.4: 177-184.
7. Ban, Kristen A., et al. American College of Surgeons and Surgical Infection Society:
surgical site infection guidelines, 2016 update. Journal of the American College of
Surgeons, 2017, 224.1: 59-74.
8. Rosen, Michael J. Atlas of Abdominal Wall Reconstruction E-Book. Elsevier Health
Sciences, 2016.
9. Putz, Reinhard; Pabst, Reinhard. Sobotta-Atlas of Human Anatomy: Head, Neck,
Upper Limb, Thorax, Abdomen, Pelvis, Lower Limb; Two-volume set. 2006.
10. Berríos-Torres, Sandra I., Et Al. Centers For Disease Control And Prevention
Guideline For The Prevention Of Surgical Site Infection, 2017. Jama Surgery, 2017,
152.8: 784-791.
11. Barzah, Andie Muhari; Pradian, Erwin; Bisri, Tatang. Perbandingan Antiseptik
Chlorhexidine Alkohol dengan Povidone Iodine terhadap Penurunan Pertumbuhan
Koloni Bakteri pada Kateter Epidural yang Dipasang di Kamar Operasi Rumah
Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif, 2016, 4.1: 21-29.
12. Dumville, Jo C., et al. Dressings for the prevention of surgical site infection.
Cochrane Database of Systematic Reviews, 2016, 12.
13. Allegranzi, Benedetta, et al. New WHO recommendations on preoperative
measures for surgical site infection prevention: an evidence-based global
perspective. The Lancet Infectious Diseases, 2016, 16.12: e276-e287.
14. Tsai, Jui-Chen, et al. Antiseptic effect of conventional povidone–iodine scrub,
chlorhexidine scrub, and waterless hand rub in a surgical room: a randomized
controlled trial. infection control & hospital epidemiology, 2017, 38.4: 417-422.
15. Colling, Kristin, et al. Pre-operative antiseptic shower and bath policy decreases
the rate of S. aureus and methicillin-resistant S. aureus surgical site infections in
patients undergoing joint arthroplasty. Surgical infections, 2015, 16.2: 124-132.
16. Aworinde, Olufemi, et al. Antiseptic Skin Preparation for Preventing Surgical Site
Infection at Caesarean Section. Open Journal of Obstetrics and Gynecology, 2016,
6.04: 246.
17. Edmiston, JR, Charles E.; Leaper, David J. Intra-operative surgical irrigation of the
surgical incision: What does the future hold—Saline, antibiotic agents, or antiseptic
agents?. Surgical infections, 2016, 17.6: 656-664.
18. Edmiston, Charles E., et al. Evidence for a standardized preadmission showering
regimen to achieve maximal antiseptic skin surface concentrations of chlorhexidine
gluconate, 4%, in surgical patients. JAMA surgery, 2015, 150.11: 1027-1033.
19. Tanner, Judith, et al. Surgical hand antisepsis to reduce surgical site infection.
Cochrane Database of Systematic Reviews, 2016, 1.
20. Kos, Marek, et al. Nursing care quality and post-operative wound infections. Polish
Journal of Public Health, 2016, 126.1: 13-18.