Anda di halaman 1dari 23

Aseptik dan Antiseptik dalam Pembedahan Ginekologi

1. Pendahuluan
Ginekologi pertama kali digunakan pada pertengahan abad ke-19. Pada tahun 1867,
ginekologi mewakili fisiologi dan patologi pada saat status tidak hamil. Meskipun
sejarah ginekologi dapat diurutkan pada sumber awalnya, bidang ginekologi yang kita
kenal sekarang baru diawali pada tahun 1809. Ephraim McDowell pada tahun 1809
melakukan operasi ginekologi, hal ini merupakan awal dari perjalanan operasi
ginekologi. Operasi ginekologi membutuhkan banyak pelatihan, untuk mencapai
keahlian.1,2
Operasi ginekologi sebagian besar elektif, hal ini menyebabkan pemeriksaan dan
persiapan operatif dapat dilakukan lebih komprehensif. Harus terdapat protokol
departemen yang menyediakan kualitas layanan dan konsistensi yang baik. Riwayat
penyakit dahulu, pemeriksaan fisik, dan investigasi adalah pemeriksaan preoperatif.
Pasien juga harus diberi edukasi yang baik, sering berhubungan dengan konjungsi
dengan dukungan dari perawat, dan perlu adanya informed consent. Semua informasi,
termasuk skrining preoperatif dan pemeriksaan laboratorium, harus dilakukan sebelum
operasi. Keamanan pasien akan meningkat dengan penggunaan World Health
Organization (WHO) Surgical Safety Checklist.1,
Laparotomi—pembukaan kavitas abdomen—telah secara tradisional dipilih
sebagai akses yang lebih disukai untuk mengakses organ di abdomen dan pelvis untuk
prosedur pembenahan jinak dan onkologi, meskipun hal ini terus berubah dan
berkembang. Dalam sebuah survey nasional di Amerika Serikat, rute pembukaan
abdomen digunakan dalam 65% operasi, via vagina 20%, laparoskopi 13%, robotik 1%
dan radikal histerektomi 1% dari tahun 1998-2010. Insiden histerektomi menurun sejak
2002, dengan penurunan prosedur untuk membuka abdomen dari 68% tahun 2002
menjadi 54% pada tahun 2010. Histerektomi vagina menurun dari 25% menjadi 17%
pada tahun 2010 dan lebih jarang lagi dilakukan untuk POP.3,4,6
Optimalisasi tindakan aseptik dan antiseptik sebelum tindakan operasi dapat
menurunkan kejadian infeksi setelah tindakan. Infeksi pada tempat operasi terjadi
sebanyak 300.000–500.000 kasus setiap tahunnya di Amerika sehingga diharapkan
dengan usaha perbaikan tindakan aseptik dan antiseptik pada kulit akan menurunkan
kejadian infeksi. Infeksi dapat meningkatkan morbiditas dan juga mortalitas sehingga
diperlukan strategi pencegahan dengan tindakan aseptik dan antiseptik yang baik.
Tingkat rata-rata dari infeksi pada luka pada semua operasi gineklogi adalah 5% dan
berhubungan pada banyak faktor, termasuk pengalaman operator, populasi tempat
operasi, prosedur, dan kondisi komorbid pasien. Hal ini tindakan aseptik dan antiseptik
sebelum, saat, dan sesudah operasi.2,11 Referat ini akan membahas lebih lanjut
mengenai aseptik dan antiseptik dalam pembedahan ginekologi.

2. Anatomi Dinding Abdomen8,9


Anatomi dari dinding perut dari luar ke dalam terdiri dari2 :
1. Kutis
2. lemak subkutis
3. fasia skarpa
4. muskulus obligus eksterna
5. muskulus obligus abdominis interna
6. muskulus abdominis tranversal
7. fasia transversalis
8. lemak peritoneal
9. peritoneum
Dinding abdomen dari luar ke dalam terdiri dari kulit, jaringan subcutis, fascia
Superfisialis, Otot-otot perut dan punggung, serta di sebelah dalam dibatasi oleh fascia
otot bagian dalam (fascia transversalis). Kulit abdomen mempunyai turgor yang
bervariasi. Pada wanita yang telah melahirkan anak, turgornya berkurang sehingga
kulit menjadi lembek dan berkeriput. Pada penderita dehidrasi turgor kulit juga
berkurang. Fascia super cialis meliputi bagian depan otot dan ke arah bawah dapat
dibedakan dalam dua lapisan, yaitu fascia Camperi di bagian luar dan fascia Scarpae
di sebelah dalam. Fascia Camperi yang mengandung banyak lemak menyatu dengan
lapisan lemak superfisial dari tubuh dan ke bawah menyatu dengan fascia
superficialis daripaha, dan pada scrotum ikut membentuk lapisan Otot dari tunica
Dartos dari scrotum pada pria atau menuju ke labium majus pada wanita. Fascia
Scarpae yang tipis dan bersifat membranosa, ke bawah meliwati ligamentum inguinale
dan menyatu dengan fascia lata pada Paha. Di linea mediana di bawah fascia ini tidak
melekat pada os pubis, tetapi membentuk ligamentum suspensorium penis (pria) atau
suspensorium clitoridis (wanita). Dari situ fascia akan melekat pada pinggir dari arcus
pubicus dan membentuk fascia Collesi (fascia perinealis superficialis, NA).

Gambar 1. Lapisan superfisial dinding abdomen. Keterangan: A. lapisan fascia anterior dari otot rectus
dari otot obliquus externus (1) dan dipisahkan oleh aponeurosis dari otot obliquus internus abdominis
(2). Lapisan posterior terbentuk dari aponeurosis dari otot transversalis (3) dan memisahkan dengan otot
obliquus internal. B. Bagian bawah dari otot abdomen di linea semisirkularis (1-3).2

Musculus yang berada pada dinding abdomen adalah,


1. Lateral :
M.obliquus externus abdominis
M.obliquus internus abdominis
M.transversus abdominis
2. Ventral/anterior :
M.rectus abdominis
M.pyramidalis
Fascia transversa abdominis
Peritoneum parietale
Gambar 2. Lapisan dalam dinding abdomen2

Cavum abdomen berisi alat-alat tractus digestivus, Sebagian alat-alat tractus


urogenitalis, lien, glandula suprarenalis, dan plexus nervosus sistem otonom. isi
abdomen sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus
besar. hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung
dan bagian pertama usus halus. kandung empedu terletak dibawah hati. pankreas
terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. ginjal dan
kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui
abdomen dari ginjal. aorta abdominalis, vena kava inferior, dan sebagian dari thorasik
terletak didalam abdomen. Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum
dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.8,9

3. Persiapan operasi
3.1 Kunjungan pertama
Kebanyakan pasien pertama kali diperiksa oleh departemen rawat jalan, dan
terbentuk diagnosis awal dan kemungkinan diagnosis lanjutan. Pada kunjungan
pertama ini, klinisi harus mendapatkan riwayat pasien secara komprehensif,
pemeriksaan pasien lengkap, termasuk pelvis dan abdomen, lalu melakukan perencaan
proses diagnostik lainnya. Setelah informasi ini dikumpulkan, tentukan tanggal admisi
untuk operasi, apakah dapat dilakukan, terencana atau rujukan pada spesialis yang
sesuai.1 Namun, tekanan yang paling tinggi adalah untuk dengan cepat mendiagnosis
dan manajemen terhadap kanker.1,2

3.2. Riwayat - pengambilan dan dokumentasi


Pada saat perjalanan pembelajaran klinisi melalui pelatihan, setiap usaha harus
dibuat untuk membentuk riwayat perjalanan penyakit yang jelas dan ringkas.
Dokumentasi dari riwayat enyakit sangat penting untuk tujuan medikolegal, untuk
transmisi informasi ke sesama dokter, dan untuk analisis penelitian.1,2

3.3 Informasi pasien


Pasien ginekologi memerlukan dukungan dan asistensi saat membuat keputusan
mengenai terapi, terutama operasi. Faktor yang paling penting untuk diketahui adalah
apakah pasien mengetahui dan dapat menerima efek dari operasi pada dirinya, terutama
pada kehidupan seksualnya. Hal ini penting dan penting dilakukan untuk membantu
penelitian dan gambaran pasien, sehingga data mengenai informasi pasien ini perlu
diikutsertakan dalam rekam medis.1,4

3.4 Persetujuan operasi


Dewasa ini, berbagai usaha untuk meningkatkan proses pengambilan persetujuan
dari pasien. Pasien harus memberikan persetujuan untuk operasi dengan mgetahui
semua prsedur, mengapa prosedur tersebut disarankan, komplikasi dari operasi, juga
alasan atau terapi alternatif, termasuk tidak ada terapi.1

3.5 Pre-operasi
Hal yang harus dilakukan adalah pemeriksaan pre-operasi, pemeriksaan yang
dilakukan adalah pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Pemeriksaan kondisi medis
seperti penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes, penyakit paru-paru dan status
mental dapat membutuhkan konsultasi dari ahli dibidangnya masing-masing. Selain
pemeriksaan fisik untuk menetukan toleransi operasi, pasien juga membutuhkan
investigasi lebih lanjut seperti yang tertulis dalam pedoman oleh NICE dan ASA, The
Use of Routine Preoperative Tests for Elective Surgery. Pemeriksaan spesifik yang
dibutuhkan adalah1,
a) Pemeriksaan hematologi.
b) Untuk semua prosedur yang membutuhkan transfusi darah, pemeriksaan dan
penyediaan darah harus dilakukan sehingga darah dan produknya dapat
didapatkan dengan pemberitahuan yang singkat.
c) Pemeriksaan biokimia.
d) Penanda tumor.
e) Urinalisis.
f) Investigasi radiologis.
g) Skrining MRSA dan dekolonisasi.

3.6 Persiapan bowel


Persiapan usus untuk operasi ginekologi dibutuhkan untuk beberapa alasan1,10,
 Mekanikal. Pada prosedur laparoskopik dan terbuka, usus yang kosong dapat
meningkatkan akses yang lebih mudah ke arah pelvis dengan memfasilitasi
retraksi usus menjauh dari pelvis dan dengan memproduksi kolon sigmoid dan
rektum
 Edema Vulva. Pada pembedahan vulva dan vagina, persiapan usus dapat
mengurangi risiko pembengkakan perineum akibat inkontinensia feses yang
menyebabkan infeksi terhadap luka.
 Operasi usus. Pada operasi yang kompleks, dibutuhkan persiapan untuk
mengurangi komplikasi infeksi dan kebocoran anastomosis.

3.7 Persiapan alat


Untuk operasi ginekologi mayor, dibutuhkan alat untuk ginekologi abdominal (tabel 1)
dan persiapan alat bedah minor lainnya (tabel 2).1,2
Tabel 1. Set ginekologi abdominal dasar1
Tabel 2. Set alat bedah minor ginekologi1

Benang yang digunakan untuk operasi adalah,


Tabel 4. Benang absorbdable1

4. Teknik aseptik dan antiseptik


Salah satu komplikasi yang sering terjadi setelah suatu tindakan bedah adalah
infeksi yang disebabkan oleh kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Komplikasi yang
sering menyertai tindakan bedah atau tindakan invasif yang lain harus dicegah untuk
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas dan mempercepat penyembuhan luka.
Salah satu cara mencegah hal tersebut terjadi adalah dengan teknik kerja yang aseptik.5
Teknik aseptik adalah salah satu cara untuk memperoleh kondisi bebas dari
mikroorganisme. Dasar dari teknik ini adalah bahwa infeksi berasal dari luar tubuh,
sehingga teknik ini dipakai untuk mencegah masuknya infeksi dari luar tubuh melalui
tempat pembedahan. Tujuan akhir dari aseptik adalah untuk menghindarkan pasiendari
infeksi paska operasi dan untuk mencegah penyebaran patogen. Dengan demikian
melalui teknik aseptik yang baik selain dapat menghindarkan infeksi pada penderita
juga akan melindungi dokter agar tidak terinfeksi oleh penderita. Mikroorganisme
dapat menyebabkan infeksi melalui berbagai cara antara lain kontak dengan
lingkungan, petugas kesehatan, atau alat-alat medis. Teknik aseptik harus dilakukan
pada saat pembedahan, kateterisasi urin, prosedur intravaskular, respiratory suction,
pemasangan drain, pemasangan ventilator, pengambilan sampel darah, dll.5
Bagian dari World Health Organization (WHO) Safe Surgery Saves Lives
initiative, pada Januari 2007, World Alliance for Patient Safety membentuk WHO Safe
Surgery Checklist. Kebanyakan departemen mengimplementasikan kriteria ini, yang
bertujuan untuk mengidentifikasi dan mencegah risiko pada pasien saat operasi.
Terdapat tiga fase utama, sebelum induksi anestesi (‘sign in’), sebelum insisi kulit
(‘time out’, atau ‘surgical pause’) dan sebelum pasien meninggalkan ruangan operasi
(‘sign out’).6,13

Gambar 3. WHO Surgical Safety Checklist6


4.1 Prosedur aseptik di ruang operasi
Konsep pentingnya tindakan aseptik masih menjadi perdebatan. Suatu penelitian
menyatakan bahwa selain teknik yang adekuat, harus disertai dengan tindakan cuci
tangan, melepaskan perhiasan di jari dan juga tangan, penggunaan sarung tangan steril,
pakaian steril, masker, dan penggunaan filter bakteri.11

4.1.1 Persiapan operator


Dalam pembedahan prosedur aseptik meliputi tindakan sebelum, saat maupun
sesudah tindakan bedah, yaitu :
a. Pemakaian masker dan penutup kepala.
b. Mencuci tangan.
c. Pemakaian sarung tangan dan jubah operasi.
d. Persiapan penderita.
e. Memelihara sterilisitas medan operasi.
f. Menggunakan teknik operasi aman.
g. Sterilisitas dari ruang operasi minor dan alat operasi.

Pemakaian masker dan penutup kepala


Masker digunakan oleh operator untuk menghindari terjadinya penyebaran bakteri
dari operator kepada penderita pada saat operator berbicara, bersin, batuk atau saat
bernafas. Masker juga akan melindungi operator dari percikan darah dari penderita.
Penutup kepala digunakan untuk mencegah kotoran atau bakteri dari kepala operator
mengkontaminasi medan operasi.

Mencuci tangan
Walaupun operator telah menggunakan sarung tangan steril, tetapi dengan
mencuci dan menggosok tangan akan mengurangi risiko infeksi karena kontaminasi
mikroorganisme dari tangan operator. Hal ini karena pada saat menggunakan sarung
tangan akan memberikan kondisi yang hangat dan lembab, yang akan menyebabkan
bakteri mudah tumbuh, sehingga dengan mencuci tangan sebelum menggunakan
sarung tangan steril akan meminimalkan dan menghambat pertumbuhan bakteri di
dalam sarung tangan.
Mencuci tangan juga harus disertai dengan menyikat tangan dan lengan
dengansikat yang lembut agar tidak mengiritasi kulit. Gunakan sabun untuk mencuci
tangan. Syarat surgical soap adalah :
 Tidak bersifat iritatif pada kulit.
 Efektif, artinya jumlah bakteri yang tertinggal di kulit hanya sedikit.
Mempunyai masa antibakteri yang panjang.
 Dapat larut dan berbusa dalam air, baik air dingin maupun panas.
 Jumlah yang dibutuhkan sedikit (± 8 ml) setiap kali mencuci tangan.

Gambar 4. Masker, head cap, dan eye protector


Gambar 5.1 Langkah-langkah mencuci tangan sebelum masuk ruang operasi6
Gambar 5.2 Langkah-langkah mencuci tangan sebelum masuk ruang operasi6
Memakai jubah operasi (surgery gown) dan sarung tangan
Pemakaian surgery gown
Gambar 6.Teknik penggunaan baju operasi5

Pemakaian sarung tangan


Untuk semua prosedur tindakan pembedahan operator harus mengenakan sarung
tangan steril. Memakai dan melepas sarung tangan harus dilakukan secara benar.
Sarung tangan harus diganti apabila:
 Bila tangan menyentuh bagian luar dari sarung tangan.
 Bila sarung tangan menyentuh benda yang tidak steril.
 Bila sarung tangan bocor, sobek atau tertusuk.
Sarung tangan biasanya telah dibungkus dan ditata dengan baik agar dapat dipakai
tanpa mengotori bagian luarnya. Sarung tangan pertama harus dipasang dengan
memegang lipatannya saja, sedangkan sarung tangan kedua harus dipegang
denganmenggunakan sarung tangan pertama. Perlu diperhatikan bahwa pada sarung
tangan yang terbungkus, bungkusluarnya tidak steril, sedangkan bungkus dalamnya
steril.
Gambar 7. Teknik penggunaan sarung tangan steril dengan jubah operasi5

Teknik memakai sarung tangan tanpa jubah operasi


1. Persiapkan tempat yang lapang untuk membuka sarung tangan. Bukalah bungkus
sarung tangan atau dibukakan oleh orang lain. Bukalah bungkus bagian dalam
sarung tangan. Maka tampak sarung tangan terlipat dengan telapak tangan diatas
dan dilipat. Ambil sarung tangan pertama hanya dengan menyentuh bagian luar
lipatan yang nanti akan menjadi bagian dalam setelah dipakai.
2. Dengan memegang luar lipatan masukkan tangan anda tanpa menyentuh bagian luar
sarung tangan. Pegang dengan satu tangan dan tangan yang masukkan kesarung
tangan (pegang pangkal sarung tangan yang terlipat dengan tangan kiri, tangan
kanan dimasukkan ke sarung tangan).
3. Angkat ambil sarung tangan kedua dari dalam lipatan. Masukkan tangan anda.
4. Perhatikan sarung tangan pertama tidak boleh menyentuh bagian kulit tangan yang
belum bersarung tangan. Ambil sarung tangan yang lain dengan tangan yang sudah
bersarung tangan, masukkan tangan ke dalam sarung tangan.
5. Balikkan lipatan sarung tangan pertama dengan memasukkan tangan dibawah
lipatan.
6. Balikkan sarung tangan kedua seperti pada sarung tangan pertama. Betulkan
letaksarung tangan sampai tepat pada jari-jari.

Yang perlu diperhatikan pada cara ini adalah agar bagian luar sarung tangan tidak
tersentuh oleh tangan secara langsung. Oleh karena itu sarung tangan steril biasanya
pangkalnya dilipat keluar agar dapat dipakai sebagai pegangan pada saat memakainya
seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 8. Teknik penggunaan sarung tangan tanpa jubah operasi5


Melepas sarung tangan
Sarung tangan yang sudah digunakan harus dilepaskan secara hati-hati, karena
sarung tangan tersebut dapat mengandung bahan infeksius. Dasarnya adalah bagian
luar sarung tangan yang telah terkena darah dan cairan dari penderita jangan
sampaimenyentuh kulit kita. Lepas sarung tangan dengan perlahan dan hati-hati
sehingga tidakada darah yang memercik ke kulit kita.

4.1.2 Persiapan pasien


Teknik aseptik yang baik terhadap pasien yang akan menjalani operasi akan dapat
mengurangi jumlah organisme pada kulit pasien. Seluruh daerah operasi harus
dibersihkan seluruhnya. Pada daerah kulit yang berambut tidak direkomendasikan
untuk mencukur rambut dengan shaver karena goresan dan luka pada kulit dapat
menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Lebih disarankan untuk menggunakan clipper.
Lakukan pencukuran sesaat sebelum dilakukan tindakan.1,2,5,6

4.2 Prosedur antiseptik


CDC merekomendasikan semua pasien untuk melakukan profilaksis antiseptik
sebelum operasi10,
1. Pasien disarankan untuk mandi seluruh tubuh dengan sabun (antimikrobial atau
nonantimikrobial) atau dengan agen antiseptik minimal malam har sebelum hari
operasi10,15,18
2. Lakukan preparasi kulit intraoperasi dengan menggunakan agen antiseptik berbahan
dasar alkohol, kecuali ada kontraindikasi
3. Aplikasikan penutup (doek steril) segera setelah preparasi intraoperasi selesai tidak
terlalu direkomendasikan
4. Penggunaan perekat doek dengan atau tanpa antimikrobial tidak dibutuhkan untuk
pencegahan infeksi
5. Pertimbangkan irigasi intraoperasi dari jaringan subkutan atau yang lebih dalam
dengan solusio aqueous iodophor untuk pencegahan infeksi. Cairan
intraperitoneum dengan aqueous iodophor pada prosedur terkontaminasi tidak
dibutuhkan10,16

4.2.1 Persiapan lokasi operasi


Persiapan kulit pada lokasi operasi dilakukan menggunakan antiseptik (berbahan
dasar aqueous atau alkohol), seperti povidone–iodine atau chlorhexidine. Penelitian
yang dilakukan dengan evaluasi pasien selama 30 hari yang dilakukan pada 849 pasien
di Houston, Amerika Serikat, kejadian infeksi pada tempat operasi lebih rendah pada
biakan kulit dengan chlorhexidine dibanding dengan povidone iodine. Penelitian yang
telah dilakukan di New York, Amerika Serikat yang menggunakan povidone iodine
dan chlorhexidine alkohol untuk tindakan aseptik dan antiseptik pada pasien yang akan
dioperasi baik bedah maupun kebidanan, didapatkan bahwa penggunaan chlorhexidine
alkohol lebih efektif bila dibanding dengan penggunaan povidone iodine.2,10,11,14
Persiapan ini harus dilakukan dengan metode dari daerah insisi lalu melingkar ke
arah luar sampai tepi dari kulit yang terpapar. Preparasi ini harus dilakukan sampai
vagina, karena vagina merupakan bagian dari preparasi kulit untuk insisi abdomen.1,2,16
Cara melakukan antiseptik pada kulit penderita adalah :
 Setelah kulit dibersihkan dengan air dan sabun, operator menggosok kulit medan
operasi menggunakan kasa atau kapas yang dibasahi cairan antiseptik dan dijepit
dangan klem kasa.
 Kasa yang telah dibasahi antiseptik diusapkan secara lembut dengan arah sirkuler,
dimulai dari tangah medan operasi melingkar ke arah luar. Jangan menggunakan
alkohol untuk mencuci mukosa.

Gambar 9. Cara melakuan antiseptik pada daerah operasi5


Setelah dilakukan tindakan antiseptik, perawat akan mencuci bagan tersebut
dengan solusio lalu lokasi operasi dipersempit dengan doek steril untuk menjaga
daerah agar tetap bersih dan operator terfokus pada area operasi.6
Gambar 10. lokasi peletakan doek steril6

4.2.2 Memelihara sterilitas medan operasi


Sterilitas medan operasi dilakukan dengan cara memasang duk steril berlubang
pada daerah operasi dan melapisi meja yang digunakan untuk meletakkan alat-alat
yang akan digunakan untuk operasi dengan duk steril.
 Hanya benda-benda steril yang boleh berada disekitar medan operasi.
 Perhatikan jangan sampai mengotori alat operasi pada saat membuka dari
bungkusan steril.
 Ganti alat yang terkontaminasi.
 Jangan tempatkan medan steril dekat dengan pintu atau jendela.

4.3 Prosedur post-operasi


1. Pada saat penutupan luka operasi, penggantian alat baru dan sarung tangan baru
disarankan untuk mencegah infeksi dan menjaga luka tertutup dengan keadaan
steril.5,7,19
2. Luka harus ditutup dengan dressing yang sesuai dengan etiologi dan bentuk
luka.1,12
3. Pasien dapat disarankan mandi minimal 12 jam setelah operasi. Namun tidak ada
penelitian yang menunjukkan perbedaan komplikasi infeksi apabila pasien mandi
elebih dari 48 jam setelah operasi. 10,20

5. Kesimpulan
Optimalisasi tindakan aseptik dan antiseptik sebelum tindakan operasi dapat
menurunkan kejadian infeksi setelah tindakan. Infeksi pada tempat operasi terjadi
sebanyak 300.000–500.000 kasus setiap tahunnya di Amerika sehingga diharapkan
dengan usaha perbaikan tindakan aseptik dan antiseptik pada kulit akan menurunkan
kejadian infeksi. Terdapat teknik aseptik dan antiseptik untuk mencegah terjadinya
infeksi pada pasien yang menjalani operasi ginekologi. Teknik ini terbagi menjadi
sebelum operasi, saat, dan sesudah operasi.
Daftar pustaka
1. Lopes, Tito, et al. Bonney's gynaecological surgery. John Wiley & Sons, 2018.
2. Jones, Howard W.; Rock, John A. Te Linde's operative gynecology. Lippincott
Williams & Wilkins, 2015.
3. Wright, Jason D. Measuring what matters: quality in gynecologic surgery. American
Journal of Obstetrics & Gynecology, 2015, 212.3: 257-258.
4. Mahendra, I Nyoman Bayu. Perkembangan Teknik Operasi Ginekologi. Power
point Konsulen RSUD Sanglah, 2017.
5. Anonim. Teknik aseptik dan sterilisasi. FK UNS, 2014.
6. Roebuck, Amanda; Harrison, Ewen M. Operating theatre etiquette, sterile technique
and surgical site preparation. Surgery (Oxford), 2017, 35.4: 177-184.
7. Ban, Kristen A., et al. American College of Surgeons and Surgical Infection Society:
surgical site infection guidelines, 2016 update. Journal of the American College of
Surgeons, 2017, 224.1: 59-74.
8. Rosen, Michael J. Atlas of Abdominal Wall Reconstruction E-Book. Elsevier Health
Sciences, 2016.
9. Putz, Reinhard; Pabst, Reinhard. Sobotta-Atlas of Human Anatomy: Head, Neck,
Upper Limb, Thorax, Abdomen, Pelvis, Lower Limb; Two-volume set. 2006.
10. Berríos-Torres, Sandra I., Et Al. Centers For Disease Control And Prevention
Guideline For The Prevention Of Surgical Site Infection, 2017. Jama Surgery, 2017,
152.8: 784-791.
11. Barzah, Andie Muhari; Pradian, Erwin; Bisri, Tatang. Perbandingan Antiseptik
Chlorhexidine Alkohol dengan Povidone Iodine terhadap Penurunan Pertumbuhan
Koloni Bakteri pada Kateter Epidural yang Dipasang di Kamar Operasi Rumah
Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif, 2016, 4.1: 21-29.
12. Dumville, Jo C., et al. Dressings for the prevention of surgical site infection.
Cochrane Database of Systematic Reviews, 2016, 12.
13. Allegranzi, Benedetta, et al. New WHO recommendations on preoperative
measures for surgical site infection prevention: an evidence-based global
perspective. The Lancet Infectious Diseases, 2016, 16.12: e276-e287.
14. Tsai, Jui-Chen, et al. Antiseptic effect of conventional povidone–iodine scrub,
chlorhexidine scrub, and waterless hand rub in a surgical room: a randomized
controlled trial. infection control & hospital epidemiology, 2017, 38.4: 417-422.
15. Colling, Kristin, et al. Pre-operative antiseptic shower and bath policy decreases
the rate of S. aureus and methicillin-resistant S. aureus surgical site infections in
patients undergoing joint arthroplasty. Surgical infections, 2015, 16.2: 124-132.
16. Aworinde, Olufemi, et al. Antiseptic Skin Preparation for Preventing Surgical Site
Infection at Caesarean Section. Open Journal of Obstetrics and Gynecology, 2016,
6.04: 246.
17. Edmiston, JR, Charles E.; Leaper, David J. Intra-operative surgical irrigation of the
surgical incision: What does the future hold—Saline, antibiotic agents, or antiseptic
agents?. Surgical infections, 2016, 17.6: 656-664.
18. Edmiston, Charles E., et al. Evidence for a standardized preadmission showering
regimen to achieve maximal antiseptic skin surface concentrations of chlorhexidine
gluconate, 4%, in surgical patients. JAMA surgery, 2015, 150.11: 1027-1033.
19. Tanner, Judith, et al. Surgical hand antisepsis to reduce surgical site infection.
Cochrane Database of Systematic Reviews, 2016, 1.
20. Kos, Marek, et al. Nursing care quality and post-operative wound infections. Polish
Journal of Public Health, 2016, 126.1: 13-18.

Anda mungkin juga menyukai