Anda di halaman 1dari 12

3

BAB II

PEMBAHASAN

SKENARIO 2
GUSI BENGKAK

Seorang laki-laki berusia 46 tahun datang ke RSGM dengan keluhan gusi bengkak
dan berdarah pada saat menyikat gigi. Dari anamnesis pernah dilakukan eksisi 6
bulan lalu dan rekuren 1 bulan setelahnya. Gusi tersebut terasa tidak nyaman
(mengganjal) saat kena bibir. Pemeriksaan ekstra oral tidak ada kelainan.
Pemeriksaan intra oral tampak adanya nodula di gingiva regio gigi 24 dan 25
dengan ukuran diameter 2,5 cm, eritema, bertangkai, lunak dan seperti karet spons
(spongy) dengan oral hygiene baik. Semua penyakit pasti ada obatnya dan
mengenai penyakit ada terdapat dalam alquran atau tafsir.

2.1 Klarifikasi Istilah

 Spongy : tekstur dari jaringan yang padat tapi kenyal dan elastis, seperti ada
pori-pori pada permukaan
 Nodula : jaringan tidak normal yang berupa tonjolan, jaringan padat yang
tebal, dapat sembuh dengan sendiri, besar nya lebih dari 0,5 cm, seperti
papula dan meluas ke dermin.
 Eksisi : suatu tindakan bedah dengan cara membuang/ memotong, eksisi itu
mengambil jaringan yang dicurigai, eksisi dilakukakan dengan tujuan
sebagai pemeriksaan penunjang, terbagi dua eksisi simple yaitu
pengambilan penonjolan seluruh nya dan eksisi

2.2 Menetapkan Permasalahan


1. Penyakit apa yang diderita pasien pada skenario ?
2. Mengapa sudah di eksisi masih3 terjadi rekuren?
3. Kenapa gusi pasien terasa tidak nyaman padahal sudah dilakukan eksisi dan
rekuren?
4. Faktor yang mempengaruhi adanya nodula pada gingiva ?
4

5. Apa penyebab penyakit di skenario ?


6. Apakah ada dd di skenario ?
7. Bagaimana pencegahan pada kasus tersebut agar tidak rekuren ?
8. Apa ayat yang terkait pada skenario ?

2.3 Brainstroming / Curah pendapat


1. Penyakit apa yang diderita pasien pada skenario ?
Jawab : granuloma piogenik, epulis granulomatosa, granuloma giant cell
perifer. Jadi diagnosis dari skenario adalah epulis granulomatosa.
2. Mengapa sudah di eksisi masih terjadi rekuren?
Jawab : bisa terjadi karena pada saat dilakukan eksisi jaringan tidak
sempurna, setelah dilakukan pembedahan terjadinya ekstrasi, dan dapat
terjadinya trauma pada ekstrasi, bisa juga karena bekas lubang operasi,
terjadi karena mengalami cedera setelah menjalani operasi tersebut.
3. Kenapa gusi pasien terasa tidak nyaman padahal sudah dilakukan eksisi
dan rekuren?

Jawab : karena adanya benjolan atau nodula yang mengganjal krena letak
terjadinya pada gigi depan pasien.

4. Faktor yang mempengaruhi adanya nodula pada gingiva ?

Jawab : eksisi dilakukan tidak sempurna,menyebabkan trauma pada


jaringan tersebut.

5. Apa penyebab penyakit di skenario ?

Jawab : mengalami trauma pada eksisi pd jringan tesebut, trauma pada


restorasi yang tidak pas

6. Apa kah ada dd di skenario ?

Jawab : ada granuloma piogenik dan epulis fibromatosa

7. Bagaimana pencegahan pada kasus tersebut agar tidak rekuren ?

Jawab : bersihkan secara teratur, setelah melakukan eksisi tetap menjaga


OH, menghilangkan faktor etiologi
5

2.4 Menganalisis Permasalahan

Gusi Bengkak

Pemeriksaan
n

Subjektif Objektif Pemeriksaan


Penunjang

Diagnosa

Etiologi Utama

Banding
Epulis Granolomatosa

Perawatan

Diagram 1. Analisis Masalah

2.5 Penjelasan secara Sistematis

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan


epulis granulomatosa

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosa epulis adalah berdasarkan


pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis yan ditemukan pada
pemeriksaan fisik epulis sebagai berikut :

a. Massa yang berupa tonjolan


b. Terlokalisasi dengan batas tegas
6

c. Konsisten keras atau lunak


d. Dapat bertangkai atau tidak bertangkai
e. Dapat berulserasi
f. Kadang kadang berlobus
g. Bewarna merah muda hingga merah keunguan
h. Dapat berdarah spontan atau trauma ringan
i. Ukuran bervariasi dari beberapa milimeter dan centimeter

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah untuk menegakkan diagnosa epulis


seperti:

a. Pemeriksaan radiografi Epulis: untuk mengetahui sejauh mana


kerusakan jaringan dan struktur tulang pendukungnya. Pada beberapa
pemeriksaan ditemukan erosi pada tepi atau puncak tulang alveolar yang
bersifat superfisialis di daerah interdental
b. Pemeriksaan laboratorium Epulis : pemeriksaan laboratorium yaitu biopsi
yaiitu pengambilan sebagian jaringan yang meliputi jaringan patologis dan
jaringan sehat. Kemudian jaringa ini difiksasi dengan formal saline dan
dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk didiagnosa
c. Pemeriksaan Histopatologis Epulis : ditemukan jaringan ika yang dilapisi
epitel gepeng berlapis disertai infiltrasi sel sel berbentuk bulat dan spindle
serta sel sel radang PMN, leukosit, dan sel plasma.
d. Pemeriksaan Imunositokimia Epulis : pemeriksaan yang memanfaatkan
antigen antibody utuk mengetahui reaksi imunitas sel terhadap
antigen(Liu et al., 2012)

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi epulis


granulomatosa

Epulis granulomatosa adalah pertumbuhan berlebih jaringan hiperplastik


yang bersifat jinak yang timbul akibat trauma atau iritasi kronik. Setelah terjadi
trauma, akan terjadi proses regenerasi jaringan yang diikuti dengan penggantian
7

jaringan ikat fibrovascular. Pertumbuhan epulis granulomatosa sama seperti


tumor.(Uppal et al., 2018)
Epulis jenis ini terjadi dari suatu reaksi jaringan granulomatik karena iritasi
kronik, misalnya oklusi gigi yang terus menerus, sisa akar, post ekstraksi gigi, tepi
karies, tumpatan yang overhanging atau klamer yang tajam. Gambaran klinisnya
merupakan suatu dungkul bertangkai dengan warna kemerahan dan mudah
berdarah, dengan permukaan granuler, konsistensi lunak, dan nyeri tekan dan
kadang-kadang dapat disertai ulserasi(sukardi, 2014). Lokasi terbanyak di gingiva
tetapi dapat juga terjadi di seluruh rongga mulut, misalnya bibir bawah. Lidah, dan
palatum.

Etiologi :

 suatu reaksi jaringan yang granulomatik karena iritasi kronik (kalkulus, sisa
akar, karies diservikal).

 Dapat juga sebagai akibat dampak paska bedah ekstraksi gigi(Leong and Seng,
1998).

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosis utama


dan diagnosis banding epulis granulomatosa

A. DIAGNOSIS UTAMA
Epulis Granulomatosa
Epulis granulomatosa dapat terjadi pada semua umur namun kasus ini paling
banyak didiagnosa pada pasien dalam golongan umur 40-60 tahun, dan terutama
terjadi pada wanita.

Gambar 1. Epulis granulomatosa pada daerah palatal gigi insisif atas


8

Lesi tampak sebagai pembesaran gusi yang muncul di antara dua gigi, kaya
vaskularisasi sehingga mudah berdarah dengan sentuhan dan umumnya berwarna
merah keunguan. Ukurannya bervariasi, sebagian besar kasus biasanya berukuran
kurang dari 2 cm namun ada kasus yang ukurannya diameter melebihi 4 cm.
Terlihat jaringan gusi dibatasi oleh epitel gepeng berlapis yang mengalami
proliferasi dengan rete peg (papil epitel yang masuk ke dalam stroma jaringan ikat
dibawah epitel) yang tidak beraturan. Perawatan dengan eksisi. (Sudiono, 2008)

B. DIAGNOSIS BANDING (DD)


1. Epulis Gravidarum (Tumor Kehamilan)
Epulis gravidarum adalah granuloma pyogenik yang berkembang pada gusi
selama kehamilan. Tumor ini merupakan lesi proliferatif jinak pada jaringan lunak
mulut dengan angka kejadian berkisar dari 0.2 hingga 5 % dari ibu hamil. Epulis
tipe ini berkembang dengan cepat, dan ada kemungkinan berulang pada kehamilan
berikutnya.Tumor kehamilan ini biasanya muncul pada trimester pertama
kehamilan namun ada pasien yang melaporkan kejadian ini pada trimester kedua
kehamilannya. (GYSEL, 1954; Boer et al., 2011)
Perkembangannya cepat seiring dengan peningkatan hormon estrogen dan
progestin pada saat kehamilan. Penyebab dari tumor kehamilan hingga saat ini
masih belum dipastikan, namun diduga kuat berhubungan erat dengan perubahan
hormonal yang terjadi pada saat wanita hamil. Faktor lain yang memberatkan
keadaan ini adalah kebersihan mulut ibu hamil yang buruk.

Gambar 2. Epulis gravidarum pada wanita hamil


9

Gejala tumor kehamilan ini tampak sebagai tonjolan pada gusi dengan warna
yang bervariasi mulai dari merah muda, merah tua hingga papula yang berwarna
keunguan, paling sering dijumpai pada rahang atas. (Ghadimi et al., 2015)
Umumnya pasien tidak mengeluhkan rasa sakit, namun lesi ini sangat mudah
berdarah saat pengunyahan atau penyikatan gigi. Pada umumnya lesi ini berukuran
diameter tidak lebih dari 2 cm, namun pada beberapa kasus dilaporkan ukuran lesi
yang jauh lebih besar sehingga membuat bibir pasien sulit dikatupkan.Umumnya
lesi ini akan mengecil dan menghilang dengan sendirinya segera setelah ibu
melahirkan bayinya, sehingga perawatan yang berkaitan dengan lesi ini sebaiknya
ditunda hingga setelah kelahiran kecuali bila ada rasa sakit dan perdarahan terus
terjadi sehingga mengganggu penyikatan gigi yang optimal dan rutinitas sehari-hari
(Suprianto, kosno and Herawati, 2016).
Namun pada kasus-kasus dimana epulis tetap bertahan setelah bayi lahir,
diperlukan biopsi untuk pemeriksaan lesi secara histologis. Rekurensi yang terjadi
secara spontan dilaporkan pada 75 % kasus, setelah 1 hingga 4 bulan setelah
melahirkan.Bila massa tonjolan berukuran besar dan mengganggu pengunyahan
dan bicara, tonjolan tersebut dapat diangkat dengan bedah eksisi yang konservatif.
Namun terkadang tumor kehamilan ini dapat diangkat dengan laser karena
memberi keuntungan yaitu sedikit perdarahan(Verma et al., 2015)
2. Epulis fibromatosa
Epulis jenis ini lebih sering dujumpai dibandingkan jenis lainnya dan sering
mengalami rekuren (kambuh) bila operasi pengangkatannya tidak sempurna.
Umumnya dijumpai pada orang dewasa. Terutama pada bagian gingiva, bibir dan
mukosa bagian bukal(Witjaksono and Al Ani, 2005)
 etiologi : iritasi kronis
 klinis : letak antara 2 gigi, bertangkai, warna agak pucat, konsistensi kenyal
 pengobatan : eksisi
 terjadi pada mukosa mulut terutama pada tepi ginggiva, pipi dan lidah
10

Gambar 3. Epulis fibromatosa

Secara mikroskopis terlihat jaringan gusi dibatasi oleh epitel gepeng berlapis
yang mengalami proliferasi dengan ditandai oleh adanya rate peg tidak beraturan.
Stroma terdiri dari jaringan ikat fibrosa padat dan kolagen yang tersusun dalam
berkas yang tidak beraturan. Juga ada sel radang kronis dalam stroma(Ghadimi et
al., 2015).

Gambar 4. Mikroskopis epulis fibromatosa

3. Epulis Kongenital
Penyebab dari terjadinya epulis kongenital belum pasti namun para ilmuwan
meyakini bahwa epulis ini berasal dari sel-sel mesenkim primitif yang asalnya dari
neural crest.
Epulis tipe ini adalah kondisi kongenital yang sangat jarang ditemui, dan
terjadi pada bayi saat kelahiran. Dari penelitian didapati bahwa epulis kongenital
lebih banyak dijumpai pada bayi perempuan daripada laki-laki dengan rasio 8:1,
11

dan paling banyak terjadi pada maksila (rahang atas) dibandingkan mandibula
(rahang bawah).

Gambar 5. Seorang bayi perempuan dengan congenital epulis,

kasus yang pertama kali dilaporkan pada tahun 1871 dan hingga kini hanya
sekitar 200 kejadian yang pernah dilaporkan. Pada bayi yang baru lahir dijumpai
massa tonjolan pada mulutnya, biasanya pada tulang rahang atas bagian anterior
(depan). Dari 10% kasus yang dilaporkan, lesi yang terjadi adalah lesi multipel
namun dapat juga berupa lesi tunggal. Ukuran lesi bervariasi, dari 0.5 cm hingga 2
cm namun ada kasus di mana ukuran epulis mencapai 9 cm. lesi ini lunak,
bertangkai dan terkadang berupa lobus-lobus dari mukosa alveolar. Bila epulis
terlalu besar, dapat mengganggu saluran pernafasan dan menyulitkan bayi saat
menyusui.
Secara histologis, epulis kongenital mirip dengan granular cell tumor yang
terjadi pada orang dewasa. Perbedaannya adalah pada epulis kongenital tidak
rekuren dan tampaknya tidak berpotensi ke arah keganasan. Kelainan ini dapat
ditemui secara dini saat sang ibu memeriksakan kandungan melalui alat
sonography namun diagnosa yang pasti belum dapat ditegakkan.
Pada sebagian besar kasus, epulis cenderung mengecil dengan sendirinya dan
menghilang saat bayi mencapai usia sekitar 8 bulan. Dengan demikian lesi yang
berukuran kecil tidak membutuhkan perawatan.(Boer et al., 2011)
4. Epulis Angiomatosa (Epulis Telangiecticum)
Merupakan respon granulasi yang berlebihan yang merupakan reaksi endotel
(proliferasi) dan etiologinya disebabkan oleh trauma atau tidak diketahui namun
diduga karena hemangioma gingiva. Dikatakan respon berlebihan karena
12

pertumbuhan cepat, berbatas jelas, konsistensi lunak seperti spons, merah cerah dan
mudah berdarah.(Liu et al., 2012)

5. Giant Cell Epulis


Epulis jenis ini juga sering disebut sebagai peripheral giant cell granuloma,
giant cell reparative granuloma, osteoclastoma and myeloid epulis. Penyebab
pastinya tidak diketahui, namun diperkirakan giant cell epulis terjadi sebagai
respon terhadap suatu cedera. Selain itu, banyak kasus yang pasiennya
mengekspresikan reseptor permukaan untuk hormon estrogen, sehingga timbul
spekulasi bahwa pengaruh hormonal dapat memainkan peranan terhadap
perkembangan lesi ini(Anneroth and Sigurdson, 1983).
Epulis gigantoselulare terjadi akibat trauma pada jaringan lunak gingiva
yang dapat diakibatkan oleh ekstraksi gigi, iritasi denture, maupun infeksi kronik
yang banyak terjadi pada wanita dan anak-anak. Secara klinis epulis ini dapat
mengenai jaringan periodontal atau pada daerah edentulous ridge yang dengan
ukuran yang bervariasi diameternya antara 0,5 – 1,5 bahkan lebih besar dan dapat
juga mengalami ulserasi Dungkul ini bertangkai lebar dengan warna merah tua
hingga ungu(Suprianto, kosno and Herawati, 2016).

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang perawatan epulis


granulomatosa

 Penatalaksanaan epulis granulomatosa adalah dengan dilakukannya


eksisi. Eksisi didefinisikan salah satu cara tindakan bedah yaitu
membuang jaringan (tumor) dengan cara memotong. Tindakan ini
dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain pemeriksaan penunjang
(biopsi) pengobatan lesi jinak ataupun ganas dan memperbaiki
penampilan kosmetis (Partogi, 2008)
 Keuntungan eksisi adalah sebagai berikut.
1) Seluruh spesimen dapat diperiksa untuk diagnosis histologis dan
sekaligus melaksanakan eksisi total.
13

2) Pasien-pasien tidak memerlukan follow up yang berkepanjangan setelah


eksisi karena angka kekambuhan setelah eksisi total sangat rendah.
3) Hanya memerlukan satu terapi saja
4) Penyembuhan luka primer biasanya tercapai dengan memberikan hasil
kosmetik yang baik. (Partogi, 2008)
 Kerugian eksisi adalah sebagai berikut.
1) Diperlukan anastesi lokal.
2) Diperlukan teknik aseptik dengan menggunakan instrumen-instrumen
bedah, kain penyeka, dan lap-lap yang steril.
3) Diperlukan sedikit waktu dan tingkat keahlian tertentu operatornya.
(Partogi, 2008)

1. Prosedur Pre Operatif


Sebelum dilakukan prosedur operatif, pasien diminta untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium lengkap. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
hematologi lengkap, pemeriksaan fungsi hati, dan kadar gula darah.
Selanjutnya, pasien diberi cairan infus sehari sebelum tindakan operatif.
Pasien dipuasakan sejak pukul 22.00. (Sukardi, 2014)

2. Prosesur Operatif
a. Infus dan Anestasi Umum
Sebelum dilakukan pengambilan epulis granulomatosa, pasien dilakukan
anastesi terlebih dahulu. Anastesi yang dilakukan adalah general anastesi
dengan metode inhalasi. (Sukardi, 2014)
b. Exstirpasi
Setelah pasien teranastesi, lidah difiksasi dengan dilakukan penjahitan
pada ujung lidah dan ditarik kearah anterior. Selanjutnya, dilakukan insisi
pada tepi massa epulis hingga tepi lidah. Massa dipotong sampai dasarnya
hingga terlibat jaringan sehat. (Sukardi, 2014)
c. Irigasi dan Hecting
Dilakukan irigasi menggunakan povidon iodin. Kemudian, dilakukan
hecting pada daerah luka. (Sukardi, 2014)
14

3. Prosedur Post Operatif


a. Medikasi
R/ Cefotaxime 3x1, R/ Ketorolac 3x1, R/ Dexametasone 3x1, dan R/ Fe.
(Sukardi, 2014)

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang prognosis epulis


granulomatosa

PROGNOSIS EPULIS

Prognosis epulis umumnya baik apabila pasien selalu menjaga kebersihan


mulutnya setelah dilakukan eksisi sempurna. Bedah eksisi yang dilakukan harus
mengambil seluruh bagian sampai dasar epulis tersebut sekitar jaringan gusi
walaupun berasal dari periosteum tulang alveolar demi mencegah kambuh atau
rekuren(Nathanson, 1951).(Liu et al., 2012).

Anda mungkin juga menyukai