Anda di halaman 1dari 155

UNIVERSITAS INDONESIA

INTERVENSI PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN


COACHING UNTUK MENINGKATKAN PERCEIVED
ORGANIZATIONAL SUPPORT DAN KOMITMEN
ORGANISASI KARYAWAN DI PT XYZ

(Intervention of Coaching Training and Supervisory for Improving


Perceived Organizational Support and Organizational Commitment
of XYZ’s Employee)

TESIS

VICKY FITRAZA KOSMAYA


1006796733

FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
PEMINATAN INDUSTRI DAN ORGANISASI
DEPOK
JULI 2012

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

INTERVENSI PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN


COACHING UNTUK MENINGKATKAN PERCEIVED
ORGANIZATIONAL SUPPORT DAN KOMITMEN
ORGANISASI KARYAWAN DI PT XYZ

(Intervention of Coaching Training and Supervisory for Improving


Perceived Organizational Support and Organizational Commitment
of XYZ’s Employee)

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

VICKY FITRAZA KOSMAYA


1006796733

FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
PEMINATAN INDUSTRI DAN ORGANISASI
DEPOK
JULI 2012

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama Vicky Fitraza Kosmaya

NPM 1006796733

Tanda Tangan

Tanggal 6 Juli

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


Universitas lndonesia
HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh


Nama Vicky FitrazaK
NPM t006796733
Program Studi Psikologi Profesi
Peminatan Psikologi Industri dan Organisasi
Judul Tesis Intervensi Pelatihan dan Pendampingan Coaching
Untuk Meningkatkan Perceived Organizational
Support dan Komitmen Organisasi Karyawan di pT
XYZ

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi
pada Program Studi Magister Psikologi Profesi Peminatan Psikologi Industri dan
Organisasi, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I Dr. Hartanto Brotoharsojo


NrP.080903005

Pembimbing II Prof. Dr. Ali Nina Liche Seniati, M.Si


fir*,al
NrP 1 9670 t23t99203200t

Penguji I Dra. Bertina Sjabadhyni, M.Si


NrP. 196109101 987032001

Penguji II Arum Etikariena Hidayat, S.Psi., M.Psi


NrP.08060s0t42

DISAHKAN OLEH

Ketua Program Studi Psikologi Profesi Dekan Fakultas Psikologi


Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ,:'; niversitas Indonesia
"9

(Dra. Dharmayati Utoyo Lubis, M.A., Ph.D. Psikolog Dahlan Mansoer, M. Org. Psy)
NrP 1 95 1 0327 t97 603200t 194904031976031002

Ditetapkan di : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia


Tanggal : 61ili2012

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza


lll Kosmaya, FPSI UI, Universitas
2012 lndonesia
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tesis ini. Peneliti menyadari bahwa,
tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan tesis ini.
Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Hartanto Brotoharsojo, selaku pembimbing I, dan Prof. Dr. Ali Nina
Liche Seniati, M.Si, selaku pembimbing II, yang telah menyempatkan diri di
tengah kesibukan mereka untuk memberi masukan, kritikan, dan dorongan
kepada peneliti sehingga tesis ini dapat selesai.
2. Dra.Bertina Sjabadhyni, M.Si, selaku penguji I, dan Arum Etikariena
Hidayat, S.Psi., M.Psi., selaku penguji II yang telah memberikan masukan
dan kritikan terhadap tesis peneliti.
3. Hj. Tien A. Kosmaya, SH., Ir. H. Dede Kosmaya, dan Yati Mulyati, selaku
orang tua peneliti, beserta kedua kakak tersayang yang selalu memberikan
segala bentuk dukungan dan do’a yang tak ternilai.
4. Istri yang tercinta Budiati Setianingtias, S.Kom. yang selalu memberikan
dukungan dan do’a, beserta putri yang terkasih Nathifa Alika Lumina yang
selalu menghibur dan memberikan inspirasi.
5. Seluruh pihak di PT XYZ yang telah membantu kelancaran pelaksanaan
penelitian, yaitu Pak Agus, Pak Masrana, Pak Subari, Pak Ucok, Mas
Dhiko dan seluruh responden yang terlibat dalam pengambilan data.
6. Seluruh sahabat PIO XVI yang telah mendukung, memberikan masukan,
kritik, dan kepercayaan kepada peneliti selama hampir dua tahun bersama,
serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terima
kasih.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dari semua pihak yang
terkait. Saya berharap tesis ini dapat berguna bagi orang-orang yang membacanya.

Depok, Juli 2012


Peneliti

iv Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini :

Nama Vicky Fitraza Kosmaya


NPM 1006796733
Program Studi Magister Profesi Psikologi Industri dan Organisasi
Fakultas Psikologi
Jenis karya Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Nar-Exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

"Intervensi Pelatihan dan Pendampingan Coaching Untuk Meningkatkan


Perceived Organizational Support dan Komitmen Organisasi Karyawan di PT
XYZ"

Beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-
kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta rzin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 6 hli2012

Yang menyatakan

-"(-<.-

(Vicky F itraza Kosmaya)

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


Universitas Indonesia
ABSTRAK

Nama : Vicky Fitraza Kosmaya


Program Studi : Psikologi Profesi
Peminatan : Psikologi Industri dan Organisasi
Judul Tesis : Intervensi Pelatihan dan Pendampingan Coaching
Untuk Meningkatkan Perceived Organizational
Support dan Komitmen Organisasi Karyawan di PT
XYZ

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perceived


organizational support (POS) terhadap komitmen organisasi karyawan di PT
XYZ. Tipe penelitian action research dengan responden sebanyak 66 karyawan.
Alat ukur dalam penelitian ini adalah adaptasi dari Organizational Commitment
Questionnare (Allen dan Meyer, 1997) dan Survey Perceived of Organizational
Support (Eisenberger dkk., 1986). Hasil uji regresi berganda (R2=0,208, p<0,05),
menunjukkan bahwa ketiga komponen POS secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan. Adapun dimensi POS yang
memiliki sumbangan terbesar terhadap ketiga komponen komitmen organisasi
adalah perceived of supervisor support (PSS). Oleh karena itu, intervensi
dirancang untuk meningkatkan PSS melalui pelatihan coaching terhadap atasan
dan pendampingan saat atasan memberikan coaching kepada bawahannya. Dari
hasil uji signifikansi perbedaan pre-test dan post-test, diketahui bahwa intervensi
yang diberikan berhasil meningkatkan POS (t=-2,899, p<0,05), namun tidak
berhasil meningkatkan komitmen organisasi karyawan (t=-1,489, p>0,05). Hal ini
disebabkan rendahnya pengalaman kerja responden (dibawah 2 tahun) atau jarak
pengukuran pre-test dan post-test yang terlalu singkat. Dengan demikian,
perusahaan perlu memberikan bentuk dukungan lain yang dapat meningkatkan
komitmen organisasi, misalnya kebijakan, penghargaan, dan kondisi kerja yang
dipersepsikan adil oleh karyawan.

Kata kunci :
Komitmen organisasi, perceived organizational support, pelatihan, coaching.

vi Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


ABSTRACT

Name : Vicky Fitraza K


Study Program : Professional Psychology
Specialization : Industrial And Organizational Psychology
Title : Intervention of Coaching Training and Supervisory
for Improving Perceived Organizational Support and
Organizational Commitment of XYZ’s Employee

The study was conducted to determine the effect of perceived


organizational support (POS) to organizational commitment of XYZ employees.
Type of action research study with the respondents as many as 66 employees.
Measuring tool in the study were adapted from the Organizational Commitment
Questionnare (Allen and Meyer, 1997) and the Survey of Perceived
Organizational Support (Eisenberger et al., 1986). The results of multiple
regression test (R2=0,208, p<0,05), showed that all three components of POS is
jointly significant effect on organizational commitment of employees. The
dimensions of POS which has the largest contribution to the three components of
organizational commitment is perceived supervisor support (PSS). Therefore, the
interventions was designed to improve the PSS through coaching training and
supervisory to superordinates. The results of pre-test and post-test significance
differences that intervention given had been able to improve POS (t=-2,899,
p<0,05), but have not been able to improve organizational commitment (t=-1,489,
p>0,05). This is due to lack of work experience of respondents (under 2 years) or
a distance measurement of pre-test and post-test that is too short. Thus, companies
need to provide other forms of support that can improve organizational
commitment, such as policies, fair rewards, and working conditions are perceived
by employees.

Key words:
Organizational commitment, perceived of organizational support, training,
coaching.

vii Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR .................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xii
LAMPIRAN ......................................................................................................... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang Penelitian.................................................................................... 1
1.2 Permasalahan ....................................................................................................... 4
1.3 Rumusan Masalah Penelitian............................................................................. 10
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 11
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 11
1.6 Sistematika Penulisan ........................................................................................ 11
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 13
2.1 Komitmen Organisasi ........................................................................................ 13
2.1.1 Definisi Komitmen Organisasi .................................................................. 13
2.1.2 Komponen Komitmen Organisasi ............................................................. 14
2.1.3 Anteseden Komitmen Organisasi .............................................................. 16
2.2 Perceived Organizational Support .................................................................... 19
2.2.1 Definisi Perceived Organizational Support............................................... 19
2.1.2 Anteseden dan Konsekuensi dari Perceived Organizational Support ....... 20
2.3 Intervensi Pengembangan Organisasi ................................................................ 24
2.3.1 Definisi Intervensi Pengembangan Organisasi .......................................... 24
2.3.2 Jenis-jenis Intervensi Pengembangan Organisasi ...................................... 24
2.4 Pelatihan ............................................................................................................ 26
2.4.1 Definisi Pelatihan....................................................................................... 26
2.4.2 Tujuan Pelatihan ........................................................................................ 26
2.4.3 Tahapan Penyusunan Program Pelatihan ................................................... 27
2.5 Coaching............................................................................................................ 31
2.5.1 Definisi Coaching ...................................................................................... 31
2.5.2 Manfaat Coaching...................................................................................... 32
2.5.3 Peran Coach ............................................................................................... 33
2.5.4 Prinsip-prinsip Dasar Coaching ................................................................. 34
2.5.5 Model Coaching ........................................................................................ 36
2.6 Dinamika Pengaruh Peningkatan Perceived Organizational Support Terhadap
Komitmen Organisasi Melalui Pelatihan dan Pendampingan Coaching ........... 37
BAB 3. METODE PENELITIAN ...................................................................... 43
3.1 Pendekatan Penelitian ........................................................................................ 43
3.2 Tipe Penelitian ................................................................................................... 43
3.3 Desain Penelitian ............................................................................................... 44
3.4 Variabel Penelitian ............................................................................................ 44
3.4.1 Variabel Terikat ......................................................................................... 44
3.4.2 Variabel Bebas ........................................................................................... 45
3.4.3 Intervensi ................................................................................................... 45

viii Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


3.5 Rumusan Masalah ............................................................................................. 45
3.6 Hipotesis Kerja .................................................................................................. 45
3.7 Responden Penelitian ........................................................................................ 46
3.8 Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 46
3.8.1 Wawancara ................................................................................................ 47
3.8.2 Observasi ................................................................................................... 47
3.8.3 Kuesioner ................................................................................................... 48
3.9 Metode Pengolahan Data ................................................................................... 52
3.10 Prosedur Penelitian ............................................................................................ 52
BAB 4. HASIL, ANALISIS, DAN INTERVENSI............................................ 57
4.1 Gambaran Responden Penelitian ....................................................................... 57
4.1.1 Gambaran Data Demografis Responden Penelitian ................................... 57
4.1.2 Gambaran Umum Komitmen Organisasi dan Perceived Organizational
Support ....................................................................................................... 60
4.1.3 Gambaran Per Komponen Komitmen Organisasi dan Perceived
Organizational Support dari Responden Penelitian .................................. 62
4.2 Hasil dan Analisis Perhitungan Sebelum Intervensi .......................................... 64
4.3 Program Intervensi ............................................................................................ 69
4.3.1 Bentuk Intervensi ....................................................................................... 69
4.3.2 Tujuan Intervensi ....................................................................................... 70
4.3.3 Peserta Intervensi ....................................................................................... 70
4.3.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Intervensi ............................................... 71
4.3.5 Prosedur Intervensi .................................................................................... 71
4.4 Hasil dan Analisis Perhitungan Setelah Intervensi ............................................ 72
4.4.1 Perbedaan Skor Perceived Organizational Support Sebelum dan Setelah
Pemberian Intervensi ................................................................................. 72
4.4.2 Perbedaan Skor Komitmen Organisasi Karyawan Sebelum dan Setelah
Pemberian Intervensi ................................................................................. 74
4.5 Hasil Tambahan Penelitian ................................................................................ 76
BAB 5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN .......................................... 78
5.1 Diskusi ............................................................................................................... 78
5.2 Kesimpulan ........................................................................................................ 81
5.3 Saran .................................................................................................................. 82
5.3.1 Saran Metodologis ..................................................................................... 82
5.3.2 Saran Praktis .............................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 84

ix Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .............................57


Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ............................................57
Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ....................58
Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Jenjang Jabatan .........................58
Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja ................................59
Tabel 4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Divisi .........................................59
Tabel 4.7 Hasil Pengelompokan Komitmen Organisasi Responden ..................60
Tabel 4.8 Hasil Pengelompokan Perceived Organizational Support Responden .....61
Tabel 4.9 Hasil Pengelompokan Per Komponen Komitmen Organisasi
Responden ..........................................................................................62
Tabel 4.10 Hasil Pengelompokan Per Komponen Perceived Organizational Support
Responden ..........................................................................................63
Tabel 4.11 Hasil Analisis Regresi Berganda Komitmen Afektif ..........................65
Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi Berganda Komitmen Rasional ........................66
Tabel 4.13 Hasil Analisis Regresi Berganda Komitmen Normatif .......................67
Tabel 4.14 Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda Perceived
Organizational Support Terhadap Komitmen Organisasi .................68
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan T-Test Pada Skor Perceived Organizational
Support Sebelum dan Setelah Pemberian Intervensi...........................73
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan T-Test Pada Skor Komitmen Organisasi
Sebelum dan Setelah Pemberian Intervensi ........................................75

x Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Hubungan Antar Variabel dan Intervensi........................................... 42


Bagan 4.1 Hasil Perbandingan Skor Perceived Organizational Support
Sebelum dan Setelah Pemberian Intervensi ........................................73
Bagan 4.2 Hasil Perbandingan Skor Komitmen Organisasi Sebelum dan
Setelah Pemberian Intervensi ..............................................................75

xi Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Profil Perusahaan PT XYZ ............................................................ 90


Lampiran 2 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian ............................................. 97
Lampiran 3 Alat Ukur Penelitian ...................................................................... 98
Lampiran 4 Uji Statistik Alat Ukur Penelitian ................................................ 104
Lampiran 5 Uji Statistik Hasil Penelitian ....................................................... 108
Lampiran 6 Pelatihan ...................................................................................... 117
Lampiran 7 Dokumentasi Pelatihan ................................................................ 142

xii Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


1

BAB 1
PENDAHULUAN

Di dalam bab ini berisi mengenai latar belakang penelitian, permasalahan


yang terjadi dalam perusahaan, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Penelitian


Kondisi perekonomian yang tidak menentu, krisis finansial, dan resesi
global yang terjadi di masa dekade awal abad ke-21, membuat organisasi
dihadapkan pada suatu tantangan yang sangat besar. Persaingan bisnis yang
semakin ketat tersebut mengharuskan organisasi untuk dapat lebih adaptif dengan
melakukan perubahan-perubahan, menggunakan berbagai pendekatan baru dalam
proses kerja yang lebih efektif dan efisien, serta mencoba berbagai strategi yang
berbeda untuk memenuhi kebutuhan dan nilai-nilai pelanggan yang sudah
bergeser (Schermerhorn, Hunt, Osborn, & Uhl-Bien, 2010).
Di dalam mengantisipasi perubahan pada organisasi yang bersifat dinamis
dan kompleks tersebut, dibutuhkan banyak pembelajaran dan perhatian yang
serius terhadap hal-hal penting di dalam organisasi yang dilakukan secara
berkelanjutan. Salah satu hal penting yang perlu mendapat perhatian utama bagi
organisasi adalah keberadaan sumber daya manusia (human capital) yang
merupakan aset berharga di dalam organisasi. Kesuksesan organisasi dapat
dihasilkan melalui kontribusi dari pengetahuan, pengalaman, dan komitmen dari
para anggota yang dimilikinya (Schermerhorn dkk., 2010). Setiap organisasi
membutuhkan anggota yang merasa terikat atau berkomitmen untuk membantu
organisasi dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Stowers, 2010).
Komitmen organisasi mungkin merupakan salah satu konsep penelitian
yang paling luas dalam literatur perilaku organisasi (Meyer dan Herscovitch,
2001). Bateman dan Strasser (1984) mendefinisikan komitmen organisasi secara
multidimensi, melingkupi loyalitas karyawan terhadap organisasi, keinginan
untuk memberikan upaya sebagai bagian dari organisasi, tingkat kesesuaian antara
tujuan dan nilai-nilai organisasi dengan tujuan dan nilai-nilai individu, serta hasrat

1 Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


2

untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi. Schultz dan Schultz


(1998) menambahkan bahwa komitmen merupakan sebuah bentuk keterikatan
antara individu dan organisasi.
Allen dan Meyer (1990) menjabarkan komitmen organisasi ke dalam
konsep tiga-komponen yang melingkupi komitmen afektif (affective commitment),
komitmen normatif (normative commitment), dan komitmen rasional (continuance
commitment). Komitmen afektif mengacu pada keterikatan emosional,
identifikasi, dan keterlibatan karyawan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Karyawan dengan komitmen afektif yang tinggi ingin tetap berada dalam
organisasi karena keinginannya sendiri. Kemudian komitmen normatif mengacu
pada pertukaran moral untuk tetap berada di organisasi. Karyawan dengan
komitmen normatif tinggi meyakini bahwa mereka harus tetap berada di dalam
organisasi, karena memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai hasil dari
pertukaran tersebut. Adapun komitmen rasional mengindikasikan derajat
keberlangsungan karyawan untuk tetap berada di dalam organisasi, karena terlalu
besarnya biaya yang telah dikeluarkan. Karyawan dengan komitmen rasional yang
tinggi ingin tetap berada di dalam organisasi, karena mereka merasa telah
berinvestasi terhadap organisasi (waktu, tenaga, atau hubungan kerja) dan akan
hilang jika mereka keluar dari organisasi atau menilai pilihan pekerjaan di luar
organisasi terbatas.
Karyawan yang berkomitmen terhadap organisasi dengan upaya dan
loyalitas yang ditunjukkannya, merasa pantas untuk mendapatkan keuntungan dan
penghargaan sosial yang nyata (Mowday, Porter, & Steers, 1982). Teori dukungan
organisasi yang dikemukakan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchison, dan Sowa
(1986) menemukan bukti yang kuat terhadap hubungan timbal balik ini
(reciprocity norms), dimana karyawan membalas dukungan organisasi yang
diterima melalui komitmen mereka terhadap organisasi. Pendekatan ini
menekankan pada persepsi karyawan mengenai seberapa besar penghargaan dan
kepedulian yang diberikan organisasi terhadap kontribusi mereka, serta
bagaimana tingkat kesejahteraan atau pemenuhan akan kebutuhan sosial-
emosional mereka, sehingga membentuk suatu keyakinan umum, bahwa

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


3

organisasi mengakui dan menghargai kinerja karyawan. Keyakinan inilah yang


disebut Perceived Organizational Support (POS).
Aube, Rousseau, dan Morin (2007) menyatakan bahwa POS berpengaruh
besar terhadap setiap komponen dari komitmen organisasi. Sebuah meta-analisis
yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002), memperlihatkan bahwa
POS berkorelasi secara signifikan dan positif dengan komitmen khususnya
komitmen afektif. Rhoades dan Eisenberger melanjutkan bahwa berdasarkan nilai
hubungan timbal balik, POS menciptakan perasaan kewajiban bagi individu untuk
peduli terhadap keberhasilan organisasi. Kewajiban untuk mempertukarkan
kepedulian tersebut meningkatkan komitmen karyawan untuk menjadi bagian dari
organisasi. POS juga akan meningkatkan komitmen melalui pemenuhan
kebutuhan sosial-emosional yang dapat berupa penghargaan dan persetujuan,
sebagai bentuk pertalian (afiliasi) dan dukungan emosional. Pemenuhan
kebutuhan tersebut menciptakan rasa memiliki yang tinggi karyawan terhadap
organisasi, melingkupi rasa penyatuan diri mereka terhadap organisasi dan status
peran di organisasi menjadi identitas sosial mereka.
Blau (1964) mengatakan bahwa hubungan pertukaran (dukungan) karyawan
dengan organisasi tidak hanya digambarkan dalam prinsip ekonomi, tetapi juga
prinsip sosial. Pertukaran yang bersifat sosial didasarkan pada keyakinan, bahwa
usaha yang telah dikeluarkan dan kemauan yang baik akan terbalas di kemudian
hari. Pertukaran sosial secara spesifik menggambarkan simbol dari kualitas
hubungan yang tinggi, yaitu adanya hubungan yang saling mendukung antara
bawahan dan atasannya sehingga memunculkan keterlibatan karyawan terhadap
aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan.
Sebagaimana persepsi karyawan terhadap penghargaan yang diberikan
organisasi (organizational rewards and job conditions) dan keadilan prosedural
organisasi (fairness), mereka juga mengembangkan pandangan umum yang
tertuju pada derajat sejauh mana atasan menghargai kontribusi dan peduli
terhadap kesejahteraan mereka (perceived supervisory support) (Kottke dan
Sharafinski, 1988). Karena atasan berperan sebagai agen dari organisasi yang
memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan dan mengevaluasi kinerja
bawahannya, maka karyawan akan melihat baik atau tidaknya dukungan (sosial)

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


4

yang diberikan atasan sebagai indikator dari dukungan organisasi (Eisenberger


dkk., 1986).
Perlakuan positif yang diterima dari atasan akan meningkatkan POS,
dimana perlakuan tersebut lebih mengarah kepada aturan-aturan organisasi,
prosedur, atau nilai-nilai umum yang berlaku di organisasi (Levinson, 1965)
bukan pada bentuk-bentuk motivasi yang bergantung pada karakteristik atau
kualitas individual (idiosyncratic) dari atasan semata (Rhoades dan Eisenberger,
2002). Guild (2009) menambahkan pula bahwa, persepsi terhadap dukungan yang
didapatkan dari atasan akan berdampak pada komitmen organisasi karyawan yang
akan berpengaruh pula pada dukungan yang mereka berikan terhadap keberhasilan
organisasi.

1.2 Permasalahan
PT XYZ adalah sebuah Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) yang
didirikan pada tahun 2002 dengan Surat Izin BUJP resmi yang dikeluarkan oleh
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Perusahaan ini dimiliki oleh
koperasi salah satu perusahaan multinasional terbesar di Indonesia yang
menguasai berbagai sektor usaha antara lain di bidang otomotif, agrobisnis,
pertambangan dan perbankan. PT XYZ merupakan sebuah perusahaan
outsourcing yang menghasilkan produk berupa tenaga pengamanan (security)
profesional, dimana sebagian besar pengguna jasa PT XYZ merupakan kelompok
perusahaan multinasional tersebut dan selebihnya adalah perusahaan nasional dan
internasional lainnya.
Seiring berjalannya waktu, bisnis PT XYZ terus berkembang, baik secara
cakupan wilayah maupun diferensiasi produk jasa yang disertai oleh penambahan
jumlah perusahaan pengguna jasa dan jumlah tenaga security. Pada tahun 2002,
PT XYZ memiliki 1200 tenaga security, dan saat ini PT XYZ telah memiliki 8000
tenaga security yang tersebar lebih dari 100 perusahaan di 60 kota di seluruh
Indonesia. Adapun pelayanan jasa yang ditawarkan PT XYZ saat ini, melingkupi
jasa penyediaan tenaga pengamanan, jasa pendidikan dan latihan keamanan, jasa
konsultasi keamanan, serta jasa kawal angkut uang dan barang berharga. Di dalam
kondisi perusahaan yang terus berkembang, peran karyawan (staf) sebagai sumber

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


5

daya yang merupakan aset bagi perusahaan menjadi perhatian utama. Karyawan
sebagai fungsi pendukung dalam proses bisnis, diharapkan dapat memberikan
kontribusi seoptimal mungkin dalam rangka membantu perusahaan mencapai
tujuannya. Namun pada kenyataannya, hal ini sulit terwujud di PT XYZ dimana
para karyawannya tidak merasa perlu untuk turut serta membangun perusahaan
menjadi lebih baik di masa mendatang yang ditandai dengan rendahnya komitmen
karyawan terhadap perusahaan.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap jajaran direksi dan karyawan staf
berbagai tingkat jabatan setelah pengisian kuesioner awal dilakukan, rendahnya
komitmen karyawan terhadap perusahaan tampak dari permasalahan-
permasalahan yang muncul di PT XYZ. Adapun permasalahan utama yang
dirasakan pihak manajemen adalah kurangnya internalisasi nilai-nilai perusahaan
yang sebenarnya merupakan panduan untuk dapat membantu para karyawan
dalam proses kinerja. Pada tahun 2010, pihak manajemen sebenarnya telah
menetapkan nilai-nilai perusahaan sebagai hasil penjabaran dari tujuan yang
dimiliki ke dalam aspek-aspek dan indikator perilaku yang dapat dijadikan
sebagai acuan bagi karyawan untuk bekerja dan berperilaku. Adapun nilai-nilai
perusahaan (Company Values) PT XYZ terdiri dari Teamwork, Operational
excellence, Professional, dan Customer Care yang disingkat dengan istilah TOP
Cust. Nilai-nilai perusahaan yang ada dan telah disosialisasikan tidak sampai
bermakna bagi para karyawan dan hanya sebatas pada pengetahuan saja.
Kurangnya internalisasi nilai-nilai perusahaan tampak dari rendahnya
produktivitas kinerja para karyawan yang disebabkan oleh kurang efektifnya
hubungan kerjasama diantara divisi atau departemen, komunikasi yang kurang
baik hingga seringkali terjadi konflik, saling menyalahkan dan melempar
tanggung jawab jika terjadi permasalahan, kurang profesional dalam
menggunakan waktu kerja (datang terlambat, tidak segera melakukan pekerjaan
saat masuk jam kerja, dan terkadang pulang lebih awal tanpa izin), seringkali
bekerja tanpa mengikuti standard operational procedures, dan kurangnya
partisipasi aktif dalam mewujudkan visi dan misi perusahaan dengan turut serta
dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan pihak manajemen (Sebagai contoh,
hilangnya kegiatan rutin morning share karena seringkali banyaknya karyawan

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


6

yang tidak hadir dan kegiatan tersebut dirasa kurang efektif ataupun berguna oleh
mereka).
Adapun dari sudut pandang karyawan, permasalahan utama yang dirasakan
adalah kurangnya peran atau dukungan organisasi terhadap kesejahteraan dan
pemenuhan kebutuhan sosial-emosional mereka. Sistem manajemen kinerja
perusahaan yang masih dalam tahap pengembangan, dianggap menjadi salah satu
penyebab persepsi yang kurang baik akan dukungan organisasi yang diterima. Hal
ini ditandai dengan deskripsi jabatan yang belum jelas, kebingungan akan peran,
tanggung jawab, wewenang, dan hubungan kerja di dalam struktur organisasi,
penilaian kinerja yang masih berdasarkan subjektivitas atasan, dan kurangnya
penghargaan yang diberikan sebagai bentuk pemerhatian organisasi terhadap
karyawan, seperti adanya indikasi ketidakadilan dalam pengupahan, tidak adanya
perencanaan suksesi atau karir yang jelas, tidak adanya suatu bentuk pelatihan dan
pengembangan diri karyawan, serta kurangnya dukungan atasan dalam
memberikan otonomi pekerjaan dengan sumber daya yang cukup, maupun
penghargaan atau pengakuan terhadap kinerja karyawan yang tinggi (recognition
for outstanding services) secara psikologis. Rendahnya dukungan organisasi dapat
diindikasikan pula dari temuan turnover karyawan kantor pusat di awal tahun
2012 yang berjumlah 19 orang dengan tingkat jabatan yang beragam, dimulai dari
staf hingga direksi. Data demografis yang didapatkan menyebutkan jumlah
karyawan kantor pusat saat ini sebanyak ± 80 orang. Berdasarkan hasil
wawancara dengan pihak HRD, secara umum hasil exit interview pada karyawan
yang keluar adalah menginginkan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan sosial-
emosional yang lebih baik.
Temuan-temuan di atas didukung pula oleh hasil dari penyebaran kuesioner
Organizational Blockage yang dikembangkan oleh Woodcock dan Francis (1990)
terhadap 55 karyawan di kantor pusat dengan tingkat jabatan mulai dari staf
hingga direksi. Dari 14 aspek yang diukur, terdapat 5 aspek yang menjadi
sumbatan utama di dalam organisasi yaitu aspek Poor Teamwork, Unfair
Rewards, Lack of Succesion Planning dan Management Development, Poor
Training, dan Low Motivation. Teamwork merupakan aspek pertama dari ketiga
aspek Company Values (CV) lainnya di PT XYZ. Pihak manajemen

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


7

menggarisbawahi rendahnya aspek Teamwork di perusahaan, dimana hal ini


menunjukkan bahwa para karyawan memang kurang menginternalisasikan nilai-
nilai perusahaan terhadap nilai-nilai dirinya dalam melakukan pekerjaan.
Harapannya adalah jika CV dapat terinternalisasi dengan baik, maka kinerja
karyawan akan jauh lebih produktif dan pencapaian tujuan organisasi akan lebih
efektif dan efisien.
Kemudian mengenai aspek yang menjadi sumbatan utama lainnya dari hasil
kuesioner Organizational Blockage adalah Unfair Rewards, Lack of Succesion
Planning dan Management Development, Poor Training, dan Low Motivation.
Hal-hal tersebut mengacu pada bentuk-bentuk dari dukungan organisasi yang
dipersepsikan kurang baik. Ketidakadilan yang dirasa dalam penerimaan
penghargaan dari organisasi baik secara ekonomi maupun sosial-emosional,
ketiadaan perencanaan suksesi dan pengembangan karir karyawan, ketiadaan
perancangan program pelatihan dan pengembangan keterampilan karyawan,
menandakan kurangnya dukungan atau kepedulian organisasi terhadap
kesejahteraan karyawan secara umum, sehingga karyawan pun menjadi tidak
termotivasi karenanya untuk mencapai tujuan organisasi dengan upaya yang
optimal.
Khususnya dalam aspek Unfair Rewards, peneliti mendapatkan temuan
bahwa ketidakadilan yang dirasa oleh karyawan dalam penerimaan penghargaan
bukan sebatas pada pemenuhan kesejahteraan yang berlandaskan pada prinsip
ekonomi semata, namun juga adanya ketidakadilan dalam perlakuan sosial-
emosional oleh para atasan terhadap bawahan. Menurut hasil wawancara, adanya
pilih kasih, kurangnya dalam pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap
kinerja karyawan yang tinggi atau berprestasi secara psikologis oleh atasan, dan
kurangnya peran atau dukungan atasan dalam memfasilitasi proses pembelajaran
dan pengembangan karyawan dalam melakukan pekerjaannya, merupakan
indikasi dari kurangnya pemenuhan kebutuhan sosial-emosional yang
berlandaskan pada prinsip sosial.
Menurut O’Really dan Chatman (1986) terdapat tiga hal yang mendasari
komitmen seseorang terhadap organisasi, yaitu pertukaran, identifikasi, dan
internalisasi. Komitmen berdasarkan hubungan pertukaran muncul ketika

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


8

karyawan berharap mendapatkan penghargaan untuk perilaku tertentu yang


dilakukannya. Komitmen berdasarkan identifikasi muncul ketika seseorang
merasakan kebanggaan khusus menjadi anggota organisasi. Komitmen
berdasarkan internalisasi menunjukkan kesesuaian nilai-nilai organisasi dengan
nilai-nilai seseorang. Merujuk pada kerangka timbal balik sosial, Eisenberger dkk.
(1986) mengatakan bahwa keyakinan atas adanya timbal balik sosial pada
gilirannya akan berperan pada komitmen karyawan kepada organisasinya. Tingkat
Perceived Organizational Support (POS) yang tinggi melahirkan rasa tanggung
jawab, dimana karyawan tidak hanya merasa bahwa mereka harus menunjukkan
komitmen pada organisasinya, tetapi juga harus membalas dukungan yang
diberikan oleh organisasinya dengan cara menampilkan perilaku-perilaku yang
mendukung tujuan organisasi. Karyawan akan menunjukkan sikap dan perilaku
yang sepadan dengan tingkat dukungan yang diberikan organisasi kepada mereka.
Konsekuensi dari hubungan timbal balik ini adalah bahwa POS dan komitmen
organisasi terkait sangat erat dan terlihat sangat mirip, terutama dari cara pandang
pertukaran sosial.
Adapun upaya yang akan dilakukan peneliti dalam meningkatkan POS
adalah dengan pemberian intervensi yang berupa coaching. Coaching merupakan
salah satu bentuk dari proses konsultasi yang mendasarkan pada pembentukan
kualitas hubungan dua arah, yang ditujukan untuk meningkatkan POS khususnya
dalam persepsi terhadap dukungan atasan (perceived supervisory support) sebagai
salah satu aspek dari dukungan organisasi (Schein, 1987). Karyawan akan melihat
baik atau tidaknya dukungan yang diberikan atasan sebagai indikator dari
dukungan organisasi (Rhoades dan Eisenberger, 2002). Passmore (2012)
membedakan coaching dengan counseling, mentoring, dan feedback yaitu;
coaching merupakan sebuah metode yang membantu karyawan untuk
meningkatkan, mengembangkan, mempelajari keterampilan baru, dan mencapai
tujuan; counseling merupakan sebuah proses yang menekankan pada pemberian
solusi dan saran untuk meningkatkan atau mengembangkan diri; mentoring
merupakan proses yang digunakan individu yang terlatih dalam menyediakan
arahan dan saran bagi karyawan untuk mengembangkan karir; sedangkan
feedback merupakan proses memberikan data mengenai hasil perilaku kerja yang

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


9

ditunjukkan karyawan untuk didapatkan pembelajaran dan perubahan di dalam


diri.
Ryan (2008) menyebutkan bahwa kegiatan coaching memiliki sejumlah
manfaat, diantaranya adalah peningkatan performa kerja karyawan, peningkatan
kualitas hubungan atasan-bawahan, peningkatan kepuasan kerja, keterlibatan dan
rasa tanggung jawab karyawan di dalam pekerjaannya, dan keinginan karyawan
untuk tetap bekerja di perusahaan. Ia pun menambahkan, bahwa manfaat langsung
coaching bagi karyawan diantaranya adalah karyawan merasa lebih jelas akan apa
yang penting dan harus dilakukan atau ditingkatkan, berusaha meningkatkan
kemampuannya dan keterampilannya dalam melakukan pekerjaan, merasa
dihargai akan apa yang mereka lakukan, merasa memiliki tantangan dalam
pekerjaan, dan memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan atau
kekurangannya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menentukan coaching sebagai
bentuk intervensi yang akan digunakan dalam penelitian ini dikarenakan
manfaatnya yang dapat meningkatkan persepsi karyawan terhadap dukungan
atasan juga komitmen organisasi karyawan.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wijayanti (2011) di PT
XYZ, workshop coaching digunakan sebagai intervensi untuk meningkatkan
kualitas hubungan atasan-bawahan dan komitmen terhadap perubahan. Hasil
penelitiannya menunjukkan terdapat peningkatan yang signifikan pada kedua
variabel yang diuji, namun pada kenyataannya program ini tidak berlanjut
sebagaimana yang diharapkan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak
manajemen, coaching masih dilakukan namun tidak ada waktu yang rutin atau
khusus dialokasikan dalam pemberiannya. Biasanya coaching diberikan hanya
pada saat dirasa perlu dilakukan, misalkan karena bawahan yang tidak
menampilkan kinerja sesuai harapan. Selain itu hambatan dalam pemberian
coaching di PT XYZ adalah belum terstrukturnya mengenai metode atau cara
pemberian coaching, ketidakjelasan tujuan coaching itu sendiri, masih melibatkan
faktor suka-tidak suka untuk menentukan siapa yang akan diberikan coaching,
dan belum memiliki kesadaran akan pentingnya coaching sehingga adanya kesan
malas bagi para atasan untuk memberikan coaching. Harapan pihak manajemen
terkait dengan hal ini adalah tersedianya pedoman yang dapat digunakan bagi para

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


10

atasan untuk memberikan coaching yang efektif, baik secara waktu, isi, maupun
proses umpan balik, sehingga produktivitas kinerja pun akan meningkat
dikarenakan penggunaan sumber daya manusianya secara optimal.
Di dalam membuat coaching yang efektif harus memberikan perhatian yang
lebih terhadap penetapan tujuan (goal setting), adanya proses umpan balik
(feedback), dan tersedianya pedoman dalam melakukan coaching (Rocereto,
Mosca, Gupta, & Rosenberg, 2011). Diharapkan selain terciptanya kualitas
hubungan atasan-bawahan yang baik melalui coaching, coaching yang efektif
dapat membantu memudahkan atasan dalam memahami karyawan sebagai bentuk
dukungan atau penghargaan, dan akan meningkatkan persepsi karyawan terhadap
dukungan organisasi dengan jauh lebih baik, karena dirinya merasa dipercaya
(Bivens, 1996). Maka dari itu, peneliti berupaya menyempurnakannya melalui
pelatihan coaching skills terhadap atasan dan pendampingan saat atasan
memberikan coaching terhadap bawahannya dengan pedoman yang diberikan.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai bagaimana pengaruh POS terhadap komitmen organisasi
karyawan PT XYZ. Adapun peneliti juga melakukan intervensi yang berupa
pelatihan dan pendampingan coaching terhadap atasan guna melihat pengaruh
peningkatan POS dan komitmen organisasi karyawan PT XYZ.

1.3 Rumusan Masalah Penelitian


Berikut ini adalah rumusan masalah berdasarkan latar belakang dan
permasalahan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari Perceived Organizational
Support (POS) terhadap komitmen organisasi karyawan di PT XYZ?
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada skor POS sebelum dan
setelah diberikannya intervensi terhadap karyawan di PT XYZ?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada skor komitmen
organisasi sebelum dan setelah diberikannya intervensi terhadap karyawan
di PT XYZ?

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


11

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Perceived
Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi karyawan PT XYZ.
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menyempurnakan program coaching
dan melihat sejauh mana coaching mampu meningkatkan POS yang berdampak
pada meningkatnya komitmen organisasi karyawan PT XYZ.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memperkaya kajian mengenai
komitmen organisasi dan Perceived Organizational Support (POS) melalui
coaching yang dilakukan pada karyawan di PT XYZ. Sedangkan manfaat praktis
dari penelitian ini adalah pemberian pelatihan coaching skills kepada para atasan
yang kemudian diimplementasikan kepada bawahannya dalam rangka
meningkatkan POS dan komitmen organisasi karyawan di PT XYZ.

1.6 Sistematika Penulisan


Tesis ini terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut:
1. Bab 1 merupakan bagian pendahuluan. Bab ini membahas tentang latar
belakang penelitian, permasalahan, rumusan masalah penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab 2 merupakan bagian tinjauan pustaka. Bab ini membahas tentang teori
organisasi yang terkait masalah, yaitu komitmen organisasi dan perceived
organizational support. Selain itu, bab ini juga berisi teori terkait dengan
intervensi pengembangan organisasi, pelatihan, coaching, dan dinamika
antar variabel beserta intervensi.
3. Bab 3 merupakan bagian metode penelitian. Bab ini membahas tentang
pendekatan penelitian, tipe penelitian, desain penelitian, variabel
penelitian, rumusan permasalahan, hipotesis kerja, responden penelitian,
metode pengumpulan data, metode analisis data, dan prosedur penelitian.
4. Bab 4 merupakan bagian hasil penelitian dan interpretasi hasil penelitian.
Bab ini membahas tentang gambaran umum responden penelitian, hasil

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


12

dan analisis perhitungan awal, program intervensi, hasil dan analisis


perhitungan setelah intervensi.
5. Bab 5 merupakan bagian kesimpulan, diskusi dan saran. Bab ini
membahas tentang kesimpulan, diskusi, dan saran mengenai penelitian ini.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


13

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan penjelasan teori-teori yang dipergunakan untuk


menjawab permasalahan penelitian ini, yaitu Komitmen Organisasi, Perceived
Organizational Support, Intervensi Pengembangan Organisasi, Pelatihan, dan
Coaching.

2.1 Komitmen Organisasi


Konsep komitmen organisasi telah berperan sentral dalam penelitian-
penelitian perilaku organisasi (Mowday dkk., 1982). Walaupun telah banyak
penelitian yang mengangkat topik komitmen organisasi, baik sebagi variabel
terikat maupun variabel bebas, namun penelitian-penelitian baru terus
bermunculan dan berusaha menguapas komitmen organisasi dari segala
perspektif.
Menurut Meyer dan Allen (1997), sedikitnya ada dua pertimbangan
mengapa komitmen organisasi masih relevan diteliti dan dibicarakan hingga saat
ini. Pertama, karena perusahaan membutuhkan orang-orang yang dapat
diandalkan untuk dapat mencapai tujuan organisasi di tengah persaingan dan
tantangan bisnis yang ada. Kedua, komitmen terbentuk secara alami dalam artian
setiap manusia mempunyai naluri untuk mengikatkan diri atau memberikan
komitmen pada sesuatu hal apapun bentuknya.
Berikut akan dijelaskan mengenai pengertian, komponen, dan anteseden
dari komitmen organisasi.

2.1.1 Definisi Komitmen Organisasi


Komitmen organisasi pertama kali didefinisikan oleh Becker (1960, dalam
Rhoades dan Eisenberger, 2002) sebagai “...tendency to engage in consistent lines
of activity based on an individual’s recognition of the ‘costs’ associated with
discontinuing activity”. Definisi di atas menunjukkan bahwa komitmen organisasi
merupakan kecenderungan seseorang untuk terikat di dalam aktivitas organisasi

13 Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


14

secara berkelanjutan yang berdasarkan pada penghargaan yang diberikan dan


dihubungkan pula dengan ketidakberlanjutan individu dalam aktivitas organisasi.
Bateman dan Strasser (1984) mendefinisikan komitmen organisasi secara
multidimensi, melingkupi loyalitas karyawan terhadap organisasi, keinginan
untuk memberikan upaya sebagai bagian dari organisasi, tingkat kesesuaian antara
tujuan dan nilai-nilai organisasi dengan tujuan dan nilai-nilai individu, serta hasrat
untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi.
Sedangkan Meyer dan Allen (1997) mendefinisikan komitmen organisasi
sebagai “a psychological state that characterizes the employee’s relationship with
the organization, and has implications for the decision to continue or discontinue
membership in the organization”. Dengan kata lain komitmen organisasi diartikan
sebagai sebuah pernyataan psikologis yang menggambarkan hubungan karyawan
dengan organisasi, yakni hubungan yang berimplikasi pada keputusan akan
rasional keanggotaannya di dalam organisasi.
Berdasarkan ketiga definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komitmen
organisasi adalah suatu derajat keterlibatan karyawan terhadap organisasi, dimana
karyawan mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi, menginternalisasikan
tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan adanya keinginan untuk terus berpartisipasi
aktif di dalam organisasi.

2.1.2 Komponen Komitmen Organisasi


Allen dan Meyer (1990) mengembangkan model tiga-dimensional
komitmen organisasi yaitu komitmen afektif (affective commitment), komitmen
rasional (continuance commitment), dan komitmen normatif (normative
commitment). Persamaan dari ketiga komponen komitmen tersebut adalah
dilihatnya komitmen sebagai kondisi psikologis yang enggambarkan hubungan
individu dengan organisasi, dan mempunyai implikasi dalam keputusan untuk
meneruskan atau tidaknya keanggotaan dalam organisasi.
Berikut adalah penjelasan dari setiap komponen komitmen organisasi:
a. Komitmen Afektif
Komitmen afektif adalah kekuatan hasrat karyawan untuk bekerja
pada organisasi karena setuju dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


15

(Greenberg dan Baron, 2000). Komitmen afektif mengacu pada kelekatan


emosional dan identifikasi karyawan dengan organisasi (Sweeney dan
McFarlin, 2002). Karyawan dengan komitmen afektif yang tinggi ingin
tetap berada dalam organisasi karena mendukung tujuan organisasi dan
ingin membantu misi tersebut (Greenberg dan Baron, 2000). Karyawan
tetap berada dalam organisasi karena keinginannya sendiri. Karyawan
mengidentifikasi diri pada organisasi, menginternalisasi nilai dan sikap
organisasi, dan tunduk dengan tuntutan organisasi (Schultz dan Schultz,
1998).
b. Komitmen rasional
Pada dasarnya continuance commitment ini diartikan sebagai
komitmen keberlanjutan. Komitmen keberlanjutan adalah kekuatan hasrat
karyawan untuk terus bekerja pada organisasi karena membutuhkan
pekerjaan tersebut dan tidak dapat berbuat hal lainnya (Greenberg dan
Baron, 2000). Namun, Seniati (2002) mengistilahkan komitmen ini
sebagai komitmen rasional, karena terkait dengan pertimbangan untung
rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja
atau untuk meninggalkan organisasi. Karyawan yang terutama bekerja
berdasarkan komitmen rasional ini bertahan dalam organisasi karena
mereka harus melakukan hal tersebut, yang disebabkan oleh besarnya
pengorbanan atau investasi yang dilakukannya dalam organisasi (waktu,
tenaga, atau hubungan kerja), atau karena tidak ada alternatif lain selain
bekerja di organisasi tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
continuance commitment akan diartikan sebagai komitmen rasional.

c. Komitmen normatif
Komitmen normatif adalah kekuatan hasrat karyawan untuk terus
bekerja pada organisasi karena merasa wajib untuk tetap tinggal dalam
organisasi. Hal ini karena tekanan dari orang lain (Greenberg dan Baron,
2000). Komitmen normatif menyangkut merasa berkewajiban untuk tetap
bekerja pada pemimpinnya. Perasaan ini timbul karena telah mendapat
keuntungan dari pemimppin, seperti pembayaran kuliah atau pelatihan
keterampilan khusus (Schultz dan Schultz, 1998).

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


16

Karyawan dengan komitmen normatif yang tinggi tetap berada


dalam organisasi karena merasa sudah seharusnya melakukan hal tersebut
(Schultz dan Schultz, 1998). Karyawan dengan komitmen normatif yang
tinggi sangat mempedulikan apa yang dipikirkan oleh orang lain apabila
meninggalkan organisasi. Karyawan tidak ingin mengecewakan
pemimpinnya dan kuatir rekan kerja akan berpikir kurang baik dengan
pengunduran dirinya (Greenberg dan Baron, 2000).

Menurut Allen dan Meyer (1990), setiap komponen tersebut merupakan


pernyataan psikologis yang berbeda. Komponen-komponen komitmen organisasi
tersebut berbeda secara konseptual, oleh karena itu karyawan dapat merasakan
perbedaan dari komitmen tersebut secara bersamaan tetapi dalam derajat yang
bervariasi. Karyawan dengan komitmen afektif tinggi bertahan di perusahaan
karena keinginan mereka, karyawan dengan komitmen rasional tinggi bertahan
karena kebutuhan mereka, dan karyawan dengan komitmen normatif tinggi
bertahan karena mereka merasa seharusnya tetap berada di perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka
peneliti memilih konsep komitmen organisasi dari Allen dan Meyer sebagai
variabel terikat. Definisi kerja dari komitmen organisasi dalam penelitian ini
adalah keterikatan karyawan pada organisasi yang ditampilkan dalam komponen
komitmen afektif, komitmen rasional, dan komitmen normatif.

2.1.3 Anteseden Komitmen Organisasi


Berikut ini akan diuraikan tentang anteseden atau faktor-faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasi. Allen dan Meyer (1990) membagi anteseden
komitmen organisasi berdasarkan tiga komponen komitmen organisasi, yaitu:
a. Anteseden komitmen afektif terdiri dari: karakteristik organisasi,
karakteristik pribadi, serta pengalaman kerja. Karakteristik organisasi
meliputi besarnya organisasi, kehadiran serikat kerja, luasnya kontrol,
dan sentralisasi otoritas. Dari ketiga anteseden tersebut, pengalaman
kerja merupakan anteseden yang paling berpengaruh terutama

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


17

pengalaman atas kebutuhan psikologis untuk merasa nyaman dalam


organisasi dan kompeten dalam menjalankan peran kerja.
b. Anteseden komitmen rasional terdiri dari: besarnya jumlah investasi
individu terhadap organisasi dan persepsi atas kurangnya alternatif
pekerjaan lain. Karyawan yang merasa telah berkorban ataupun
mengeluarkan investasi yang besar terhadap organisasi akan merasa
rugi jika meninggalkan organisasi, karena akan kehilangan dengan apa
yang telah diberikan selama ini. Sebaliknya karyawan yang merasa
tidak memiliki pilihan kerja lain yang lebih menarik, akan merasa rugi
jika meninggalkan organisasi dikarenakan belum tentu memperoleh
sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah diperolehnya selama ini.
c. Anteseden komitmen normatif terdiri dari: pengalaman individu
sebelum masuk ke dalam organisasi serta pengalaman sosialisasi
selama berada dalam organisasi. Dibutuhkan sosialisasi yang efektif
untuk membangun komitmen normatif karyawan. Selain itu, organisasi
yang menanamkan kepercayaan pada karyawan bahwa organisasi
mengharapkan loyalitas karyawan, maka karyawan juga akan
menunjukkan komitmen normatif yang tinggi.

Penelitian-penelitian lanjutan mengenai anteseden komitmen organisasi


berdasarkan konsep Allen dan Meyer (1990) terus dilakukan hingga saat ini.
Dunham, Grube, dan Castaneda (1994) dalam penelitiannya mencoba melihat
kontribusi dari keempar anteseden, yaitu karakteristik personal, karakteristik yang
berhubungan dengan jabatan, karakteristik struktural, dan pengalaman bekerja
terhadap keseluruhan komitmen organisasi. Hasil penelitian mereka menunjukkan
bahwa keterandalan organisasi dan persepsi terhadap manajemen partisipatif
mempunyai kontribusi yang positif dengan komitmen afektif, persepsi terhadap
manajemen partisipatif memberi kontribusi positif terhadap komitmen normatif,
namun tidak ditemukan kontribusi signifikan terhadap komitmen rasional.
Sejumlah penelitian lain menemukan bahwa komitmen afektif dipengaruhi
oleh karakteristik organisasi, karakteristik personal, dan dukungan organisasi.
Karakteristik organisasi yang mempunyai hubungan tinggi dengan komitmen
afektif antara lain struktur organisasi yang bersifat desentralisasi (Bateman dan

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


18

Strasser, 1984), persepsi terhadap keadilan (Konovsky dan Cropanzano, 1991),


dan bagaimana cara organisasi mengkomunikasikan kebijaksanaannya (Greenberg
dan Cropanzano, 2001).
Faktor lain yang juga berperan dalam pembentukan komitmen afektif
adalah persepsi mengenai adanya dukungan dari organisasi. Persepsi karyawan
terhadap dukungan organisasi telah diukur dalam berbagai studi dengan
menggunakan Survey of Perceived Organizational Support (SPOS) yang
dikembangkan oleh Eisenberger dkk. (1986). Hasil dari sejumlah studi tersebut
menemukan bukti yang kuat antara persepsi terhadap dukungan organisasi dengan
komitmen organisasi afektif.
Penelitian lainnya adalah yang dilakukan oleh Ko, Price, dan Mueller
(1997) yaitu pengujian mengenai anteseden komitmen organisasi berdasarkan
konsep Allen dan Meyer (1990). Dari penelitian tersebut didapatkan hasil sebagai
berikut:
- Faktor organisasi yang mempunyai hubungan signifikan dengan komitmen
afektif adalah otonomi dalam pekerjaan, rutinitas, ambiguitas dan konflik
peran, sumber daya yang tidak adekuat, dukungan atasan, distibutive
justice, legitimasi, kesempatan untuk promosi, keamanan dalam pekerjaan,
bahaya dalam pekerjaan, dan upah. Faktor individu yang berhubungan
dengan komitmen afektif adalah harapan yang terpenuhi dan
kecenderungan afek (positif atau negatif). Selain itu, lingkungan juga
memberi pengaruh terhadap komitmen afektif, dukungan dari pasangan,
orang tua, maupun teman di luar lingkungan kerja yang dapat
meningkatkan komitmen afektif. Sebaliknya, kesempatan kerja di luar
organisasi bisa menurunkan komitmen afektif.
- Faktor yang mempengaruhi komitmen rasional adalah dukungan atasan,
dukungan rekan kerja, dukungan orang tua, dukungan teman di luar kerja,
pelatihan, dan peluang kerja.
- Faktor yang mempengaruhi komitmen normatif adalah norma-norma
tentang komitmen, dukungan atasan, distributive justice, legitimasi,
kesempatan untuk promosi, keamanan dalam pekerjaan, bahawa dalam
pekerjaan, dan upah.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


19

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti persepsi


terhadap adanya dukungan dari organisasi (Perceived Organizational Support)
yang di dalam dinamikanya mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi
tempat mereka bekerja. Maka dari itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh anteseden Perceived Organizational Support terhadap
komponen-komponen komitmen organisasi.

2.2 Perceived Organizational Support


Perceived Organizational Support (POS) merupakan konsep yang diminati
oleh perusahaan dan para manajer karena kedekatan hubungannya dengan tingkat
komitmen karyawan yang lebih baik, yaitu dalam bentuk peningkatan kinerja,
kehadiran, identifikasi terhadap tujuan perusahaan, dan juga dikarenakan bahwa
POS pada karyawan relatif mudah untuk dikembangkan (Johlke, Stamper, &
Shoemaker, 2002). Berikut akan dijelaskan mengenai definisi dan anteseden dari
POS.

2.2.1 Definisi Perceived Organizational Support


Menurut Eisenberger dkk. (1986), POS diartikan sebagai “the overall
extent to which employees believe that their organization values their contribution
and cares about their well-being”. Definisi di atas menunjukkan bahwa karyawan
memiliki keyakinan yang bersifat luas mengenai kepedulian organisasi dalam
menilai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Keyakinan inilah
yang disebut POS.
Konsep dari teori pertukaran sosial (social exchange theory) dan kerangka
timbal balik (reciprocity norm) seringkali digunakan oleh para peneliti untuk
menjelaskan motivasi untuk karyawan dalam menampilkan perilaku positif bagi
organisasi, seperti loyalitas yang mana hal ini tidak mendapatkan penghargaan
secara formal atau dibutuhkannya suatu perjanjian kontrak oleh organisasi
(Rhoades dan Eisenberger, 2002). Secara spesifik, Blau (1964) memprediksi
bahwa dengan memberikan kondisi yang mendukung bagi karyawan, maka
dengan sendirinya mereka akan memberikan respon positif terhadap organisasi
yang memberikannya keuntungan.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


20

POS menurut Rhoades dan Eisenberger (2002) dapat menciptakan


kewajiban bagi individu untuk peduli terhadap kesejahteraan organisasi serta
membantu pencapaian tujuan organisasi. Persepsi tersebut akan menambah
obligasi karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan, menambah komitmen
afektif, dan ekspektasi mereka bahwa apabila kinerja mereka baik maka akan
mendapat penghargaan. Persepsi ini merefleksikan keyakinan, bahwa organisasi
berniat untuk memberikan penghargaan terhadap jerih payah karyawannya,
organisasi menghargai kontribusi karyawan dalam pencapaian tujuan organisasi,
dan organisasi memikirkan kesejahteraan karyawannya. Menurut Blau (1964),
hubungan pertukaran tersebut tidak hanya digambarkan dalam prinsip ekonomi,
tetapi juga prinsip sosial. Pertukaran yang bersifat sosial akan menumbuhkan
hubungan sosial jangka panjang.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa POS merupakan
persepsi karyawan akan kepedulian organisasi terhadap kontribusi yang telah
diberikan dan bagaimana pemenuhan kebutuhan sosial-emosional, serta
kesejahteraan yang diterima dalam hubungan timbal balik diantara keduanya.

2.2.2 Anteseden dan Konsekuensi dari Perceived Organizational Support


Rhoades dan Eisenberger (2002) menggunakan meta-analisis untuk
mengusulkan mengenai anteseden dan konsekuensi dari POS. Sistem
pengklasifikasian didasarkan pada kategori-kategori yang secara umum digunakan
dalam berbagai literatur penelitian.

2.2.2.1 Anteseden dari Perceived Organizational Support


Berdasarkan pada teori dukungan organisasi (Eisenberger dkk., 1986),
terdapat tiga bentuk umum perlakuan dari organisasi yang dipersepsikan baik
yang akan meningkatkan POS, yaitu rasa keadilan (fairness), dukungan atasan
(supervisor support), serta penghargaan dari organisasi dan kondisi pekerjaan
(organizational rewards and job conditions). Berikut adalah penjelasan dari
ketiga bentuk dukungan organisasi yang dipersepsikan, yaitu:

a. Rasa keadilan
Dalam keadilan prosedural organisasi menitikberatkan pada rasa
keadilan (fairness) dalam pembagian sumber daya diantara karyawan

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


21

(Rhoades dan Eisenberger, 2002). Menurut Shore dan Shore (dalam


Rhoades dan Eisenberger, 2002) pengalaman yang berulang mengenai
keputusan yang adil dalam menentukan pembagian sumber daya, akan
memiliki pengaruh akumulatif terhadap POS, karena hal tersebut
menandakan kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan karyawan. Jenis
penghargaan seperti gaji, promosi, job enrichment, dan pengaruh terhadap
kebijakan organisasi juga akan meningkatkan POS, karena hal tersebut
menandakan evaluasi positif organisasi terhadap karyawan (Rhoades,
Eisenberger, & Armeli, 2001).

b. Dukungan atasan
Istilah persepsi terhadap dukungan atasan (Perceived Supervisory
Support/ PSS) lebih sering digunakan dalam menjelaskan mengenai faktor
ini. PSS diartikan sebagai sejauhmana karyawan mempersepsikan
kepedulian atasan akan kesejahteraan mereka, nilai kontribusi mereka, dan
menunjukan tingkah laku yang mendukung mereka (Eisenberger dkk.,
1986). Kottke dan Sharafinski (1988) mengartikan PSS sebagai keyakinan
karyawan akan kepedulian atasan terhadap kontribusi dan kesejahteraan
mereka. Menurut Hutchison (1997), perilaku atasan yang peduli dan
mendukung bawahannya secara positif berhubungan dengan komitmen
afektif. Hal ini dikarenakan atasan mewakili organisasi, sehingga atasan
mempunyai tanggung jawab untuk memberikan arahan, mengevaluasi
hasil kerja, dan mendukung bawahannya. Pendapat ini juga didukung oleh
Eisenberger dkk. (1986) dan Levinson (1965) yang mengatakan bahwa
bawahan melihat atasan sebagai perpanjangan tangan dari organisasi.
Eisenberger dkk. (1986) secara spesifik memperhatikan bahwa bagaimana
cara perusahaan memperlakukan karyawannya melalui perilaku
manajerial, secara kuat akan mempengaruhi persepsi karyawan terhadap
dukungan organisasi. Penghargaan informal organisasi untuk kinerja yang
berkualitas merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk mengirimkan
pesan bagi karyawan mengenai bentuk kepedulian akan kesejahteraan
mereka, nilai kontribusi mereka, dan menunjukan tingkah laku yang
mendukung mereka.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


22

c. Penghargaan dari organisasi dan kondisi pekerjaan


Menurut Shore dan Shore (dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002)
kebijakan dalam penghargaan dari organisasi dan kondisi pekerjaan,
menunjukkan pengakuan terhadap kontribusi karyawan akan berkaitan
secara positif terhadap POS. Beberapa peneliti juga telah
mengidentifikasikan kondisi kerja dan penghargaan yang dianggap
berkaitan dengan POS adalah (1) penghargaan, gaji, dan promosi, yang
menurut organizational support theory memberikan komunikasi positif
terhadap evaluasi kerja karyawan (distributive justice), (2) job security
yang merupakan rasa aman untuk mengetahui bahwa organisasi akan
mempertahankan karyawannya, (3) otonomi yang didefinisikan sebagai
persepsi karyawan atas bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan dan
mengindikasikan bahwa organisasi percaya pada karyawan, akan
menambah POS pada karyawan, (4) role stresor yaitu faktor di dalam
peran kerja yang memberikan tekanan pada individu dan faktor ini
dikendalikan oleh organisasi, (5) pelatihan menandakan bahwa organisasi
menaruh investasi pada karyawan sehingga POS karyawan bertambah, dan
(6) ukuran organisasi yang besar menyebabkan individu lebih merasa tidak
dihargai karena kebijakan formal yang tidak fleksibel dalam memenuhi
kebutuhan individu. Pengalaman yang membantu individu untuk
meningkatkan keterampilan serta pengakuan dan penghargaan dari
manajemen tingkat atas, juga berkontribusi sebagai faktor dalam
organizational rewards dan job conditions.

Menurut Blau (1964) POS dipengaruhi oleh frekuensi, ekstrimitas, dan


ketulusan dari pujian dan persetujuan yang didapat individu tersebut. Hubungan
antara ketiga faktor di atas dengan POS juga dipengaruhi oleh tiga keadaan, yaitu
keleluasaan organisasi untuk memilih (discretionary choice), persepsi akan status
atasan kerja (supervisor’s perceived status), dan sifat kepribadian secara kolektif
(personality trait of collectivism). Menurut Eisenberger dkk. (1986) pengalaman
positif berorganisasi yang didapat individu, yang merupakan keputusan sukarela
dari organisasi lebih mempengaruhi POS dibandingkan keputusan yang
berdasarkan kontrak serikat pekerja maupun regulasi pemerintah. Selain itu, status

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


23

atasan dalam organisasi juga mempengaruhi tingkat POS, sehingga dapat


dikatakan bahwa atasan yang memiliki status lebih tinggi dalam organisasi akan
memiliki pengaruh yang lebih kuat dalam POS. Adapun yang terakhir adalah sifat
kepribadian dari kolektivitas kelompok, sehingga dapat dikatakan bahwa POS
individu akan bertambah ketika individu tersebut memiliki persepsi bahwa
organisasi memperlakukan rekan kerjanya dengans adil (Rhoades dan
Eisenberger, 2002).

2.2.2.2 Konsekuensi dari Perceived Organizational Support


Adapun konsekuensi atau faktor-faktor yang dapat dipengaruhi oleh POS
adalah komitmen organisasi yang berdasarkan pada hubungan timbal balik
(Eisenberger dkk., 2001), reaksi umum afektif terhadap pekerjaan yang
melingkupi kepuasan kerja dan mood positif (Witt, 1991), keterlibatan terhadap
pekerjaan (Cropanzano, Howes, Grandey, & Toth, 1997; O’Driscoll & Randall,
1999), peningkatan performa kinerja (George & Brief, 1992), keinginan untuk
bertahan (Witt & Nye, 1992), serta menurunkan tingkat turnover, absenteeism,
dan keterlambatan (Guzzo, Noonan, & Elron, 1994; Wayne, Shore, & Liden,
1997).
Berdasarkan uraian di atas dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka
peneliti memilih konsep POS dari Eisenberger dkk. (1986) sebagai variabel bebas.
Definisi kerja dari POS dalam penelitian ini adalah persepsi karyawan mengenai
sejauhmana perusahaan memberikan dukungan terhadap karyawan dalam
melakukan pekerjaannya melalui rasa keadilan, dukungan atasan, dan
penghargaan dari organisasi serta kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan,
sehingga dapat memunculkan perilaku kontributif sebagai bentuk timbal balik.
Di dalam kaitannya dengan tujuan untuk meningkatkan POS pada
karyawan di PT XYZ, maka peneliti harus menentukan bentuk intervensi
pengembangan organisasi yang sesuai dengan tujuan penelitian tersebut. Berikut
akan dijelaskan mengenai bentuk intervensi yang paling sesuai untuk dilakukan
dengan kondisi perusahaan maupun hasil penelitian.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


24

2.3 Intervensi Pengembangan Organisasi


2.3.1 Definisi Intervensi Pengembangan Organisasi
Cummings dan Worley (2005) mendefinisikan intervensi pengembangan
organisasi sebagai “a sequence of activities, actions, and events intended to help
an organization improve its performance and effectiveness”. Dengan kata lain,
intervensi pengembangan organisasi adalah suatu rangkaian kegiatan, tindakan,
dan peristiwa yang diharapkan untuk membantu organisasi dalam meningkatkan
kinerja dan efektivitasnya.
Desain intervensi atau rencana tindakan, berasal dari proses diagnosis yang
dilakukan secara hati-hati yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
spesifik dan meningkatkan hal-hal yang dianggap penting dari fungsi organisasi
berdasarkan fakta-fakta yang didapatkan dari proses diagnosis. Intervensi
pengembangan organisasi mengubah dari program standar yang telah
dikembangkan dan banyak digunakan pada berbagai organisasi menjadi program
unik yang disesuaikan secara spesifik terhadap permasalahan yang ada di dalam
organisasi atau departemen tersebut.

2.3.2 Jenis-jenis intervensi pengembangan organisasi


Menurut Cummings dan Worley (2005), terdapat beberapa jenis atau
metode utama yang seringkali digunakan dewasa ini dalam pengembangan atau
perubahan organisasi, yaitu:
a. Human Process Interventions
Intervensi ini fokus terhadap manusia yang terdapat di dalam
organisasi beserta proses bagaimana mereka dalam mencapai tujuan
organisasi. Proses ini meliputi komunikasi, penyelesaian masalah,
pembuatan keputusan kelompok, dan kepemimpinan. Intervensi ini
berkaitan dengan kompetensi individu, hubungan interpersonal, dan
dinamika kelompok. Adapun bentuk-bentuk yang termasuk di dalam
intervensi ini adalah coaching, training and development, process
consultation, third-party intervention, dan team building. Selain itu
terdapat pula bentuk-bentuk intervensi ini yang bersifat lebih luas dengan

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


25

fokus organisasi secara menyeluruh, yaitu organization confrontation


meeting, intergroup relations, dan large-group interventions.

b. Technostructural Interventions
Intervensi ini fokus terhadap teknologi organisasi (sebagai contoh,
metode penyelesaian tugas dan desain jabatan) dan struktur (sebagai
contoh, pembagian tenaga kerja dan hirarki). Intervensi ini meliputi
pendekatan untuk keterlibatan karyawan dalam kaitannya dengan desain
organisasi, kelompok, dan jabatan. Adapun bentuk-bentuk yang termasuk
di dalam intervensi ini adalah restrukturisasi organisasi (meliputi
structural design, downsizing, dan reengineering), employee involvement
(meliputi parallel structures, high-involvement plants, dan total quality
management), dan work design.

c. Human Resource Management Interventions


Intervensi ini fokus terhadap praktek personel yang digunakan
untuk mengintegrasikan manusia ke dalam organisasi. Praktek tersebut
meliputi perencanaan karir, sistem penghargaan, penetapan tujuan, dan
penilaian kinerja. Adapun bentuk-bentuk yang termasuk di dalam
intervensi ini adalah goal setting, performance appraisal, reward systems,
career planning and development, managing workforce diversity, serta
wmployee stress and wellness.

d. Strategic Interventions
Intervensi ini terhubung dengan fungsi internal organisasi terhadap
lingkungan yang lebih besar dan merubah organisasi untuk tetap bertahan
atau bisa menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut. Adapun bentuk-
bentuk yang termasuk di dalam intervensi yang mengacu pada strategi
organisasi yang kompetitif dan kolaboratif adalah integrated strategic
change, merger and acquisitions, alliances, networks, culture change, self-
desgining organizations, serta organization learning and knowledge
management.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


26

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menggunakan bentuk intervensi


dengan pendekatan Human Process Intervention dimana intervensi ini fokus
terhadap manusia yang terdapat di dalam organisasi, serta proses bagaimana
mereka dalam mencapai tujuan organisasi. Adapun bentuk intervensi yang sesuai
dengan tujuan penelitian dan memungkinkan untuk dilakukan di PT XYZ dalam
meningkatkan persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi, maka peneliti
menentukan pemberian coaching oleh atasan terhadap bawahan yang sebelumnya
para atasan tersebut diberikan pembekalan terlebih dahulu melalui pelatihan
mengenai keterampilan coaching.

2.4 Pelatihan
2.4.1 Definisi Pelatihan
Menurut Mathis dan Jackson (2010), pelatihan adalah sebuah proses yang
membantu seseorang dalam mengembangkan kemampuan yang dibutuhkannya
dalam mengerjakan pekerjaannya. Oleh karena proses ini terkait dengan berbagai
tujuan organisasi, pelatihan dapat dilihat baik secara sempit maupun secara luas.
Dalam arti sempit, pelatihan menyediakan pengetahuan dan keterampilan yang
spesifik dan yang teridentifikasi bagi karyawan untuk menjalankan tugas-tugasnya
saat ini. Ketika kemampuan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan terbatas
karena kurangnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki, pelatihan
memungkinkan sebagai suatu cara untuk menjembatani kesenjangan tersebut
(Silberman, 2006).

2.4.2 Tujuan Pelatihan


Penetapan tujuan dan prioritas dalam pelaksanaan pelatihan difungsikan
untuk mengurangi kesenjangan antara kemampuan yang harus dimiliki oleh
seseorang dalam mengerjakan pekerjaan dengan kemampuan yang telah
dimilikinya saat ini. Mathis dan Jackson (2010) mengemukakan tiga tujuan
pelatihan, yakni:
a. Sikap (Attitude)
Menumbuhkan ketertarikan dan kepedulian terhadap pentingnya suatu hal
(contoh: pelatihan sexual harassment).

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


27

b. Pengetahuan (Knowledge)
Menanamkan informasi secara kognitif dan detilnya kepada peserta
pelatihan (contoh: pelatihan akan bagaimana sebuah produk dapat
dioperasikan).
c. Keterampilan (Skill)
Mengembangkan perilaku dalam mengerjakan pekerjaan dan tugas-tugas
yang dibutuhkan agar terjadi perubahan yang lebih baik (contoh:
meningkatkan kecepatan dalam melakukan instalasi).

Dalam penelitian ini, tujuan pelatihan yang diberikan kepada peserta (para
atasan) adalah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya intervensi dalam
mengoptimalisasikan kinerja karyawan, menanamkan informasi umum, teknik,
dan metode mengenai pemberian intervensi yang efektif, serta mengembangkan
keterampilan dengan pengimplementasian hasil pelatihan.

2.4.3 Tahapan Penyusunan Program Pelatihan


Sebuah rancangan program pelatihan yang baik terdiri atas beberapa
tahapan, yaitu melakukan analisis kebutuhan pelatihan, menetapkan tujuan,
mengembangkan dan menguji coba materi pelatihan, mengimplementasikan
program pelatihan, dan mengevaluasi hasil pelatihan (Riggio, 2008).
a. Analisis kebutuhan pelatihan
Pada tahap awal ini, pihak manajemen dan pihak penyelenggara
pelatihan harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dibutuhkan karyawan
dalam rangka memperbaiki, menunjang, atau meningkatkan performa
dalam pekerjaannya. Secara khusus pengukuran terhadap kebutuhan
pelatihan harus mencakup berbagai level, yaitu level organisasi, level
tugas, dan level individu. Analisis tambahan dapat dilakukan pada level
demografis (Riggio, 2008).

b. Menetapkan tujuan pelatihan


Tujuan dari pelatihan harus spesifik dan dapat dihubungkan dengan
hasil yang dapat diukur. Tujuan pelatihan harus menjelaskan apa yang
harus dapat dicapai oleh peserta pelatihan saat menyelesaikan program
pelatihan tersebut. Tujuan pelatihan sangatlah penting dalam membuat

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


28

rancangan program pelatihan. Lebih lanjut penetapan tujuan pelatihan


yang spesifik dan dapat diukur dapat dijadikan sebagai acuan dalam
mengevaluasi efektivitas program pelatihan (Riggio, 2008). Tujuan
pelatihan juga sering disebut dengan istilah sasaran pelatihan. Munandar
(2001) mengatakan bahwa sasaran pelatihan terbagi menjadi sasaran
umum dan khusus. Sasaran khusus diberdakan menjadi sasaran yang
menyentuh aspek kognitif, afektif, dan konatif.

c. Mengembangkan Program dan Materi


Program pelatihan bagi karyawan sangatlah luas, dimulai dari yang
relatif sederhana hingga program yang rumit dan kompleks. Pada
kenyataannya program pelatihan yang komprehensif terdiri dari beberapa
metode dan teknik pelatihan (Riggio, 2008). Mengembangkan program
dan materi pelatihan juga tidak bisa lepas dari penetapan metode pelatihan
dan pendekatan proses pembelajaran.
Munandar (2001) menjabarkan beberapa metode pelatihan yang
umum digunakan, yaitu sebagai berikut:
- Kuliah, merupakan suatu ceramah yang disampaikan secara lisan
untuk tujuan pendidikan. Kuliah adalah pembicaraan yang diorganisasi
secara formal tentang hal-hal khusus. Metode ini dapat dipakai untuk
kelompok yang sangat besar dan disampaikan pada waktu yang relatif
singkat. Akan tetapi biasanya peserta lebih bersikap pasif
mendengarkan karena hanya terjadi komunikasi satu arah. Walaupun
demikian, metode ini tetap memiliki nilai dan dianjurkan untuk tetap
ada di dalam pelatihan.
- Konferensi atau Diskusi Kelompok, merupakan pertemuan formal
dimana terjadi diskusi mengenai sesuatu hal. Metode ini melibatkan
adanya diskusi kelompok kecil, bahan yang terorganisasi, dan
keterlibatan peserta secara aktif. Metode ini diperlancar dengan adanya
partisipasi lisan dan interaksi antar anggota. Metode ini berguna
terutama untuk pengembangan dari pengertian dan perubahan sikap-
sikap baru.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


29

- Studi Kasus, merupakan uraian tertulis atau lisan mengenai masalah


dalam perusahan pada waktu tertentu yang nyata atau hipotesis. Pada
metode ini, peserta diminat untuk mengidentifikasi masalah dan
merekomendasikan jawabannya. Metode ini melatih kemampuan
berpikir analitis dan pemecahan masalah pada peserta.
- Bermain peran (Roleplay). Peran merupakan suatu pola perilaku yang
diharapkan. Peserta diberitahukan tentang keadaan dan peran yang
diberikan kepada mereka. Metode ini memberikan kesempatan bagi
peserta untuk belajar melalui perbuatan, menekankan pada interaksi
manusia, memberikan hasil secara langsung, menimbulkan minat dan
keterlibatan yang tinggi, serta menunjang transfer of learning.

d. Implementasi dan Evaluasi


Ketika program dan materi pelatihan telah dirancang, langkah
selanjutnya adalah pelaksanaan dari program pelatihan tersebut. faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program pelatihan adalah
kesiapan peserta, harapan peserta, dan iklim pelatihan (Riggio, 2008).
Evaluasi program pelatihan dilaksanakan untuk mengukur
keberhasilan program pelatihan yang diberikan. Empat kriteria yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi efektivitas program pelatihan adalah
sebagai berikut (Kirkpatrick, 2007):
- Reaksi (Reaction)
Level ini mengukur kesan peserta termasuk di dalamnya
penilaian terhadap isi program, pembelajaran yang mereka terima dan
sejauh mana mereka menikmati program tersebut. Pengukuran reaksi
merupakan hal yang perlu dilakukan, karena hal ini dapat menjadi
acuan bagi manajemen untuk mengetahui keberhasilan program
pelatihan, menjadi data yang dapat diobservasi mengenai minat,
perhatian, dan motivasi peserta untuk terlibat dalam pembelajaran.

- Pembelajaran (Learning)
Level ini mengukur sejauh mana pembelajaran didapat oleh
peserta. Biasanya level ini menggunakan bentuk tes yang mengukur
jumlah informasi yang didapatkan dari program pelatihan. Pengukuran

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


30

pembelajaran perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana


pembelajaran telah dilakukan peserta sesuai dengan sasaran
pembelajaran. Apabila sasaran pembelajaran adalah meningkatkan
pengetahuan karyawan mengenai sesuatu, maka perlu dilakukan tes
sebelum dan setelah pelatihan mengenai pengetahuan tersebut.
perbandingan antara skor sebelum dan setelah pelatihan
mengindikasikan perubahan yang terjadi.

- Perilaku (Behavioral)
Level ini mengukur kemampuan baru yang dipelajari ketika
peserta pelatihan kembali pada rutinitas kerja sehari-hari, yaitu sejauh
mana perubahan tingkah laku terjadi sebagai dampak dari pelatihan.
Oleh karena itu, perlu dilihat pengaplikasian pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dipelajari peserta di dalam kehidupan
nyata. Metode yang digunakan untuk mengukur level ini adalah
metode observasi yang dapat dilakukan baik oleh atasan maupun rekan
kerja.

- Hasil (Result)
Level ini mengukur hasil yang diperoleh organisasi, seperti
kinerja peserta pelatihan yang dapat dilihat melalui produktivitas,
keuntungan keuangan, atau kualitas kerja. Penyelenggaraan pelatihan
diharapkan menyediakan hasil yang jauh lebih besar daripada
pengeluaran material dari program pelatihan yang diselenggarakan.

Berdasarkan uraian di atas, di dalam penelitian ini peneliti melakukan


analisis kebutuhan pelatihan berdasarkan hasil diagnosa melalui metode
wawancara, observasi, dan penyebaran kuesioner. Adapun tujuan pelatihan seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa para peserta (atasan) diharapkan dapat
menumbuhkan kesadaran, memiliki pengetahuan, dan keterampilan dalam
memberikan coaching terhadap para bawahannya. Maka dari itu, pengembangan
program dan materi pelatihan akan disesuaikan dengan tujuan tersebut dan kondisi
yang ada di perusahaan dalam pemberian pelatihan ini. Implementasi dan evaluasi
yang akan dilakukan, hanya sampai pada tahap pembelajaran dimana para peserta

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


31

pelatihan maupun responden penelitian akan diberikan serangkaian tes (pre dan
post) untuk mengukur sejauhmana efektivitas pelatihan yang di dapat.

2.5 Coaching
Untuk dapat melakukan kegiatan coaching dengan efektif, para atasan dapat
diberikan intervensi berupa pembekalan keterampilan coaching. Beberapa
literatur (Kinlaw, dalam Ryan, 2008) menjelaskan bahwa coaching skill dapat
dilatih melalui kegiatan pelatihan dengan durasi waktu yang dapat disesuaikan
dengan kebutuhan peserta pelatihan.

2.5.1 Definisi Coaching


Moen dan Allgood (2009) mendefinisikan coaching sebagai “a method
which aims to achieve self actualization by facilitating learning and development
processes to promote the resource base of another person”. Dapat dikatakan
bahwa coaching adalah sebuah metode yang bertujuan untuk tercapainya
aktualisasi diri seseorang dengan memfasilitasi proses pembelajaran dan
pengembangan dalam rangka mengoptimalisasikan potensi pada orang tersebut
Parsloe (1999) mendefinisikan coaching sebagai “a process that enables
learning and development to occur and thus performance to improve. To be
succesful, a coach requires knowledge and understanding of process as well as
the variety of styles, skills and technique that are appropriate to the context in
which the coaching takes place”. Dengan kata lain, coaching adalah suatu proses
pembelajaran dan pengembangan untuk meningkatkan kinerja yang membutuhkan
pengetahuan dan pemahaman mengenai variasi gaya pemberian, keterampilan,
dan teknik yang sesuai dengan kondisi dimanan coaching dilakukan.
Menurut Whitmore (dalam Passmore, 2012), coaching adalah kunci
pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih
kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sedangkan
menurut Grant (dalam Wilson, 2011), coaching adalah sebuah proses kolaborasi
yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, dan sistematis, dimana coach
memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran
diri, dan pengembangan pribadi.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


32

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa coaching


merupakan suatu metode pengoptimalisasian potensi seseorang dengan teknik
tertentu yang memfasilitasi proses pembelajaran dan pengembangan individu
yang bertujuan untuk meningkatkan performa kinerjanya. Di dalam penelitian ini,
pemberian coaching oleh atasan digunakan untuk meningkatkan persepsi
karyawan terhadap dukungan organisasi dan diharapkan meningkatkan pula
komitmen karyawan terhadap organisasi dengan memunculkan sikap dan perilaku
kerja yang mendukung pencapaian tujuan organisasi.

2.5.2 Manfaat Coaching


Kegiatan coaching memiliki sejumlah manfaat baik dari segi organisasi
maupun bagi karyawan sebagai individu. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh
dengan adanya kegiatan coaching dari sudut pandang organisasi yaitu
peningkatan performa kerja karyawan, peningkatan hubungan atasan dan
bawahan, peningkatan kepuasan kerja, keterlibatan dan rasa tanggung jawab
karyawan dalam pekerjaan, serta keinginan karyawan untuk tetap bekerja di
perusahaan. Sedangkan manfaat langsung yang diperoleh bagi karyawan yaitu
merasa lebih jelas akan apa yang penting dan harus dilakukan atau ditingkatkan,
berusaha meningkatkan kemampuannya dalam melakukan tugas pekerjaan
tertentu, merasa dihargai akan apa yang mereka lakukan, merasa memiliki
tantangan dalam pekerjaan, dan memiliki kesempatan untuk memperbaiki
kesalahan atau kekurangannya (Ryan, 2008).
Menurut Passmore (2012) ketika diaplikasikan dengan tepat, coaching
dapat menghasilkan situasi win-win bagi semua pihak. Manfaat atau keuntungan
dari coaching dapat berdampak besar pada pencapaian hasil dalam waktu yang
cukup singkat.
Secara khusus coaching dapat membantu dalam (Passmore, 2012):
- Meningkatkan performa dan produktivitas kinerja individu maupun
organisasi
- Meningkatkan komitmen dan motivasi kerja
- Menjadi bagian dalam nilai dan perilaku organisasi
- Meningkatkan keterampilan dan pengoptimalisasian individu

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


33

- Memperbaiki hubungan kerja antara individu dan departemen


- Menciptakan gagasan-gagasan yang kreatif
- Meningkatkan fleksibilitas dan adaptibilitas karyawan
- Kesempatan untuk mendapatkan keterampilan yang baru dan berbeda
- Kepuasan kerja yang lebih baik dan berkurangnya tingkat absen karyawan
- Komunikasi yang lebih efektif
- Budaya organisasi yang lebih terbuka dan produktif
- Kesadaran akan pembelajaran organisasi

Di dalam proses coaching yang bersifat dyadic, selalu terdapat dua pihak
yang terlibat yaitu pemberi coaching (coach) dan penerima coaching (coachee).
Berikut akan dijelaskan mengenai peran dari seorang coach yang baik untuk
terciptanya coaching yang efektif.

2.5.3 Peran Coach


Seorang coach membantu individu untuk menunjukkan performa yang
lebih baik dari yang telah mereka lakukan, dan mengembangkan keterampilan
serta kepercayaan diri mereka secara berkelanjutan. Berikut adalah hal-hal yang
perlu dimiliki oleh seorang coach:
a. Konsentrasi pada peningkatan performa
b. Berkomitmen untuk membina
c. Berbicara tentang ‘kami’ dan ‘kita’, bukan ‘kamu’ dan ‘mereka’
d. Menyediakan bantuan tanpa batasan dalam proses membantu
e. Bertingkahlaku sebagai role model
f. Tetap berada dibelakang dan biarkan coachee melakukan pembelajaran
g. Secara berkelanjutan belajar dari berbagai situasi dan orang

Di dalam penelitian ini, para atasan yang akan menjadi seorang coach
dalam proses pemberian coaching terhadap para bawahannya dengan tujuan untuk
meningkatkan persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


34

2.5.4 Prinsip-prinsip Dasar Coaching


Sebelum dijelaskan mengenai proses dalam pemberian peformance
coaching yang efektif, terdapat tujuh prinsip coaching yang merupakan dasar atau
pondasi yang perlu dipahami baik oleh coach maupun coachee, yaitu (Wilson,
2011):
a. Kesadaran
Tujuan dari proses coaching adalah diperolehnya kesadaran bagi coachee,
dimana mereka mengenali tujuan sendiri dan mau melakukan perubahan.
Ini disebabkan apapun yang dikatakan dan dilakukan oleh coach terpusat
pada upaya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai diri
coachee sendiri.

b. Tanggung Jawab
Prinsip utama dari proses coaching adalah tanggung jawab terhadap diri
sendiri dengan apa yang sudah menjadi keputusan kita. Kita belajar lebih
banyak dengan mencari sendiri, bukan hanya mendengarkan perkataan
orang. Kita lebih suka membuat keputusan sendiri daripada diarahkan
orang lain. Maka dari itu, yang diperlukan dalam proses coaching adalah
dukungan dan dorongan untuk terus mencoba. Coach bertanggung jawab
terhadap proses dan coachee bertanggung jawab terhadap isi.

c. Percaya Diri
Orang mengembangkan kepercayaan diri dengan diberi ruang untuk
belajar, baik dengan melakukan kesalahan, maupun melalui upaya
pencapaian tujuan. Ketika karyawan mempelajari tugas baru, maka yang
membantu mereka adalah ketika manajemen membiarkan mereka sendiri
melakukan tugas-tugas berdasarkan dukungan dan panutan yang diberikan.
Memberi pujian kepada orang karena mereka pantas mendapatkannya
akan membangun kepercayaan diri, memantapkan keyakinan untuk
mencapai lebih dan menambah energi untuk menggapainya.

d. Tidak Menyalahkan
Dalam budaya coaching, kesalahan dipandang sebagai pengalaman
belajar. Coachee belajar lebih banyak dari tindakan-tindakan yang belum

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


35

mereka tuntaskan, karena baru sejauh itulah pengetahuan yang mereka


miliki. Coaching hadir bukan untuk merumuskan pendapat mengenai
perihal benar atau salah bagi coachee. Hanya coachee-lah yang mampu
mengenal papan petunjuk ke arah mana mereka harus melangkah, seorang
coach hanya menambah nilai dengan membersihkan kabut yang menutupi
papan petunjuk agar arah yang ada bisa terbaca dengan baik.

e. Fokus Pada Solusi


Ketika kita berkutat dengan satu persoalan, maka persoalan itu akan
membesar. Namun ketika kita fokus pada solusi, maka persoalan itu bisa
ditangani dan kita mendapatkan energi yang lebih besar untuk
menanganinya. Saat Anda berpikir jauh ke depan menuju solusi, sekalipun
belum ada jawaban pasti terhadap persoalan itu, Anda akan merasa lebih
optimis dan memiliki energi yang menguat.

f. Tantangan
Pada umumnya kita menyukai tantangan dan berupaya untuk
menggapainya (dengan mengeluarkan semua tenaga dan pikiran) dalam
sebuah lingkungan yang suportif dan membesarkan hati. Terkadang kita
tidak menyadari terdapat batas-batas, baik dalam diri maupun lingkungan
untuk mencapai sasaran yang melebihi dari seharusnya (diperlukan). Pada
situasi seperti ini, tugas coach adalah memberikan perspektif baru bagi
coachee untuk lebih melihat segala sesuatu secara proporsional.

g. Tindakan
Coaching menyingkapkan perspektif dan kesadaran baru. Coachee
mendapatkan wawasan baru yang memungkinkan tersedianya banyak
pilihan yang pada gilirannya akan menimbulkan keinginan untuk bertindak
dan berubah. Coach menjamin bahwa energi ini tersalur ke dalam tindakan
dan perubahan perilaku yang tepat.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


36

2.5.5 Model Coaching


Menurut Wilson (2011), model coaching merupakan kerangka berpikir
yang mendukung kekuatan intuitif dan keterampilan coaching. GROW
merupakan model coaching yang dikembangkan semenjak tahun 1980-an oleh Sir
John Whitmore. GROW merupakan salah satu model coaching yang sangat
spesifik karena menunjukkan langkah-langkah yang perlu dilewati seorang coach
agar proses coaching efektif. GROW, singkatan dari Goal (tujuan), Reality
(realitas), Options (pilihan), dan Wrap-up (ringkasan). Berikut adalah penjelasan
dari model GROW yang sekaligus merupakan langkah-langkah dalam melakukan
coaching:
a. Menetapkan tujuan
Penetapan tujuan adalah hakikat dari coaching. Jika tidak
mengetahui kemana arah tujuan dari proses yang dilakukan, maka sejauh
mana pencapaian hasil pun akan sulit diketahui. Pelatih (coach)
menanyakan hal spesifik terhadap individu untuk memastikan bahwa
mereka menetapkan tujuan yang ingin dicapai secara jelas. Perencanaan
tujuan dapat dibuat secara spesifik (Specific), terukur (Measureable),
menetapkan langkah-langkah yang akan dilakukan (Action related),
realistis dapat tercapai (Realistic), dan memiliki batas waktu (Time
bound).
Pada tahap ini, peserta (coachee) diminta untuk menceritakan
masalah atau kendala yang dialami terlebih dahulu. Kemudian coach
diharapkan akan menggiring pada penetapan tujuan dan sehingga
disusunlah rencana dengan memenuhi unsur seperti telah disebutkan
diatas.

b. Mengetahui hal-hal yang terjadi secara objektif


Di dalam proses coaching, klien harus memiliki target yang
realistis yang disesuaikan dengan kondisi dimana mereka berada dan
darimana mereka harus memulai. Tujuan dari tahap ini adalah mengetahui
dengan baik situasi yang terjadi dengan pertanyaan-pertanyaan yang
menyeluruh, coachee juga akan lebih berpikir dan mengungkapkan apa
yang sebenarnya terjadi. Pada tahap ini, coach harus menghindari asumsi

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


37

atau judgement yang terlalu cepat melainkan terbuka akan informasi yang
seluas-luasnya.

c. Mengemukakan alternatif, umpan balik, dan solusi


Pada tahap ini, coach memandu individu dalam memikirkan
berbagai cara untuk mencapai tujuan dan individu memutuskan sendiri
cara penyelesaian masalah. Tahap ini seperti melakukan brainstorming
yaitu dengan mengungkapkan semua yang mungkin dan tidak mungkin,
apa manfaatnya, sumber daya yang dapat digunakan, dampak dan resiko
yang mungkin dihadapi. Membuat kesepakatan untuk perbaikan dan
peningkatan
Tahap akhir ini adalah mengulas apa yang telah didiskusikan,
meyakinkan dan memastikan kembali apa yang akan dilakukan oleh
coachee. Coach memberikan dorongan dan memunculkan motivasi
coachee agar dapat melakukan peningkatan serta komitmen untuk benar-
benar menghasilkan perubahan perilaku. Target waktu dan hasil
pencapaian juga disepakati kembali pada tahap ini. Selain itu, dilakukan
pendokumentasian agar pada sesi coaching berikutnya dapat dilakukan
evaluasi dan pembenahan yang efektif.

2.6 Dinamika Pengaruh Peningkatan Perceived Organizational Support


Terhadap Komitmen Organisasi Melalui Pelatihan dan Pendampingan
Coaching
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Meyer dan Allen (1997)
mengartikan komitmen organisasi sebagai sebuah pernyataan psikologis yang
menggambarkan hubungan karyawan yang berimplikasi pada keputusan akan
rasional keanggotaannya di dalam organisasi. Menurut Allen dan Meyer (1990)
terdapat tiga komponen di dalam komitmen organisasi yaitu komitmen afektif
(affective commitment), komitmen normatif (normative commitment), dan
komitmen rasional (continuance commitment). Komitmen afektif mengacu pada
keterikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Kemudian komitmen normatif mengacu pada
pertukaran moral untuk tetap berada di organisasi. Adapun komitmen rasional

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


38

mengindikasikan derajat keberlangsungan karyawan untuk tetap berada di dalam


organisasi, karena terlalu besarnya biaya yang telah dikeluarkan.
Menurut Allen dan Meyer (1990, dalam Dunham dkk., 1994), setiap
komponen memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif
tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi
anggota organisasi. Bila karyawan tidak memiliki keterikatan emosional, rasa
identifikasi, atau kurang memiliki kesesuaian nilai pribadi dengan nilai-nilai
organisasi, maka karyawan hanya melakukan usaha yang tidak maksimal terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Begitupun karyawan dengan komitmen normatif
tinggi meyakini bahwa mereka harus tetap berada di dalam organisasi, karena
memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai hasil dari pertukaran moral dengan
organisasi. Sementara itu karyawan dengan komitmen rasional yang tinggi ingin
tetap berada di dalam organisasi, karena mereka merasa telah berinvestasi
terhadap organisasi (waktu, tenaga, atau hubungan kerja) dan akan hilang jika
mereka keluar dari organisasi atau menilai pilihan pekerjaan di luar organisasi
terbatas.
Penelitian-penelitian lanjutan mengenai anteseden komitmen organisasi
berdasarkan konsep Allen dan Meyer (1990) terus dilakukan hingga saat ini.
Dunham, Grube, dan Castaneda (1994) dalam penelitiannya mencoba melihat
kontribusi dari keempar anteseden, yaitu karakteristik personal, karakteristik yang
berhubungan dengan jabatan, karakteristik struktural, dan pengalaman bekerja
terhadap keseluruhan komitmen organisasi. Hasil penelitian mereka menunjukkan
bahwa keterandalan organisasi dan persepsi terhadap manajemen partisipatif
mempunyai kontribusi yang positif dengan komitmen afektif, persepsi terhadap
manajemen partisipatif memberi kontribusi positif terhadap komitmen normatif,
namun tidak ditemukan kontribusi signifikan terhadap komitmen rasional.
Sejumlah penelitian lain menemukan bahwa komitmen afektif dipengaruhi
oleh karakteristik organisasi, karakteristik personal, dan dukungan organisasi.
Karakteristik organisasi yang mempunyai hubungan tinggi dengan komitmen
afektif antara lain struktur organisasi yang bersifat desentralisasi (Bateman &
Strasser, 1984), persepsi terhadap keadilan (Konovsky dan Cropanzano, 1991),

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


39

dan bagaimana cara organisasi mengkomunikasikan kebijaksanaannya


(Greenberg, dalam Meyer dan Allen, 1997).
Faktor lain yang juga berperan dalam pembentukan komitmen organisasi
adalah persepsi mengenai adanya dukungan dari organisasi. Persepsi karyawan
terhadap dukungan organisasi telah diukur dalam berbagai studi dengan
menggunakan Survey of Perceived Organizational Support (SPOS) yang
dikembangkan oleh Eisenberger dkk. (1986). POS merupakan persepsi karyawan
akan kepedulian organisasi terhadap kontribusi yang telah diberikan dan
bagaimana pemenuhan kebutuhan sosial-emosional, serta kesejahteraan yang
diterima dalam hubungan timbal balik diantara keduanya (Eisenberger dkk.,
1986). Rhoades dkk. (2001) menemukan bahwa POS menjadi mediator yang
menghubungkan penghargaan organisasi, keadilan prosedural organisasi, dan
dukungan atasan dengan komitmen afektif.
Aube dkk. (2007) menyatakan bahwa POS berpengaruh besar terhadap
setiap komponen dari komitmen organisasi. Namun, sebuah meta-analisis yang
dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002), menunjukkan bahwa POS
berkorelasi secara signifikan dan positif dengan komitmen afektif dibandingkan
kedua komponen lainnya. Berdasarkan nilai hubungan timbal balik, POS
menciptakan perasaan kewajiban bagi individu untuk peduli terhadap keberhasilan
organisasi. Kewajiban untuk mempertukarkan kepedulian tersebut meningkatkan
komitmen afektif karyawan untuk menjadi bagian dari organisasi. POS juga akan
meningkatkan komitmen afektif melalui pemenuhan kebutuhan sosial-emosional
yang dapat berupa penghargaan dan persetujuan, sebagai bentuk pertalian
(afiliasi) dan dukungan emosional. Pemenuhan kebutuhan tersebut menciptakan
rasa memiliki yang tinggi karyawan terhadap organisasi, melingkupi rasa
penyatuan diri mereka terhadap organisasi dan status peran di organisasi menjadi
identitas sosial mereka.
Blau (1964) mengatakan bahwa hubungan pertukaran (dukungan) karyawan
dengan organisasi tidak hanya digambarkan dalam prinsip ekonomi, tetapi juga
prinsip sosial. Pertukaran yang bersifat sosial didasarkan pada keyakinan, bahwa
usaha yang telah dikeluarkan dan kemauan yang baik akan terbalas di kemudian
hari. Pertukaran sosial secara spesifik menggambarkan simbol dari kualitas

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


40

hubungan yang tinggi, yaitu adanya hubungan yang saling mendukung antara
bawahan dan atasannya sehingga memunculkan keterlibatan karyawan terhadap
aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan.
Sebagaimana persepsi karyawan terhadap imbalan yang diberikan dan
lingkungan pekerjaan di dalam organisasi (organizational rewards and job
conditions) dan rasa keadilan terhadap berbagai prosedural organisasi (fairness),
mereka juga mengembangkan pandangan umum yang tertuju pada derajat sejauh
mana atasan menghargai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan mereka
(perceived supervisory support) (Kottke dan Sharafinski, 1988). Karena atasan
berperan sebagai agen dari organisasi yang memiliki tanggung jawab untuk
mengarahkan dan mengevaluasi kinerja bawahannya, maka karyawan akan
melihat baik atau tidaknya dukungan (sosial) yang diberikan atasan sebagai
indikator dari dukungan organisasi (Eisenberger dkk, 1986).
Eisenberger dkk. (1986) secara spesifik memperhatikan bahwa bagaimana
cara perusahaan memperlakukan karyawannya melalui perilaku manajerial, secara
kuat akan mempengaruhi persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi.
Penghargaan informal organisasi untuk kinerja yang berkualitas merupakan salah
satu cara bagi perusahaan untuk mengirimkan pesan bagi karyawan mengenai
bentuk kepedulian akan kesejahteraan mereka, nilai kontribusi mereka, dan
menunjukan tingkah laku yang mendukung mereka. Partisipasi dalam
pengambilan keputusan (Hutchison, 1997), perlakuan yang adil dan kepuasan
intrinsik akan kondisi kerja (Stinglhamber & Vandenberghe, 2003), merupakan
bentuk dari dukungan atasan yang dapat mendukung persepsi yang positif dari
karyawan terhadap dukungan organisasi (POS). Menurut Shore dan Shore (1995)
pengakuan dan penghargaan dari manajemen tingkat atas, juga berkontribusi
sebagai faktor dalam organizational rewards dan job conditions.
Salah satu hal yang dapat membuat persepsi karyawan terhadap dukungan
organisasi menjadi lebih baik adalah penerapan coaching secara berkala di
perusahaan. Ryan (2008) menyebutkan bahwa kegiatan coaching memiliki
sejumlah manfaat, diantaranya adalah peningkatan performa kinerja, peningkatan
hubungan atasan dan bawahan, peningkatan kepuasan kerja, peningkatan
keterlibatan dan rasa tanggung jawab karyawan dalam pekerjaan, serta keinginan

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


41

untuk tetap bekerja di perusahaan. Passmore (2012), menyebutkan bahwa


coaching secara khusus dapat membantu dalam meningkatkan komitmen dan
motivasi kerja karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa coaching dapat dijadikan
sebagai bentuk dukungan yang diberikan oleh organisasi terhadap karyawannya
melalui dukungan atasan. Nichol (1999) menyebutkan bahwa pemberian coaching
oleh atasan merupakan bentuk dukungan yang terbaik dari organisasi disaat telah
terdapat harapan yang jelas dari karyawan yang selaras dengan visi, misi, dan
tujuan perusahaan. Ia menambahkan pula pentingnya pemberian coaching yang
turut disertai oleh akuntabilitas dan struktur pengupahan perusahaan.
Kram (dalam Rocereto dkk., 2011) menyebutkan bahwa coaching adalah
salah satu bentuk hubungan dyadic khususnya antara atasan-bawahan yang akan
dipersepsikan oleh karyawan sebagai dukungan. Coaching adalah sebuah metode
yang bertujuan untuk tercapainya aktualisasi diri seseorang dengan memfasilitasi
proses pembelajaran dan pengembangan dalam rangka mengoptimalisasikan
potensi pada orang tersebut (Moen dan Allgood, 2009). Coaching dapat menjadi
sarana bagi atasan untuk mengembangkan bawahannya, dimana pengembangan
individu merupakan hal yang sama pentingnya dengan pengembangan organisasi,
karena kinerja individu menentukan keberhasilan organisasi (Thorne, 2004).
Di dalam penelitian ini, atasan diberikan intervensi berupa pelatihan
coaching skills yang akan mendukung terciptanya proses pemberian coaching
yang efektif. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Graham dkk.
(dalam Mathieu dan Pousa, 2011) bahwa keterampilan coaching dapat dipelajari
atasan dengan pemberian pelatihan oleh perusahaan. Pelatihan coaching untuk
atasan juga terbukti membawa return of investment bagi perusahaan karena
berbagai manfaat dari hasil yang didapatkan (Mathieu dan Pousa, 2011). Beberapa
literatur (Kinlaw, dalam Ryan, 2008) menyebutkan bahwa coaching skill dapat
dilatih melalui kegiatan lokakarya atau pelatihan dengan durasi waktu yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan peserta. Intervensi ini termasuk dalam pendekatan
human process interventions, karena bertujuan meningkatkan hubungan karyawan
yang bersifat dyadic (Smither dkk., 1996). Karyawan akan melihat baik atau
tidaknya dukungan yang diberikan atasan sebagai indikator dari dukungan
organisasi (Eisenberger dkk., 1986). Guild (2009) menyatakan pula bahwa

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


42

persepsi terhadap dukungan dari atasan akan berdampak pada komitmen


organisasi karyawan yang mana akan berpengaruh pula pada dukungan mereka
terhadap organisasi.
Dari uraian di atas, pengaruh peningkatan POS terhadap komitmen
organisasi melalui pemberian pelatihan dan pendampingan coaching dapat
diilustrasikan melalui bagan di bawah ini:

Bagan 2.1
Hubungan Antar Variabel dan Intervensi

Sebelum Intervensi Intervensi Setelah Intervensi

Perceived Organizational Perceived Organizational


Support Support
- Fairness - Fairness
- Supervisor Support - Supervisor Support
- Organizational Reward - Organizational Reward
 Pemberian pelatihan
& Job Conditions & Job Conditions
coaching skills terhadap
atasan
 Pendampingan pada
Organizational atasan dalam pemberian Organizational
Commitment coaching terhadap Commitment
bawahan oleh peneliti
- Affective Commitment - Affective Commitment
- Continuance - Continuance
Commitment Commitment
- Normative - Normative
Coommitment Coommitment

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


43

BAB 3
METODE PENELITIAN

Di dalam bab ini berisi penjelasan mengenai pendekatan penelitian yang


digunakan, tipe penelitian, desain penelitian, variabel penelitian, rumusan
masalah, hipotesis kerja, responden penelitian, metode pengambilan data, metode
analisis data, dan prosedur penelitian.

3.1 Pendekatan Penelitian


Pendekatan utama dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif, dimana data yang diperoleh berupa angka-angka yang dianalisis secara
statistik (Kumar, 1999). Data-data yang diolah secara kuantitatif di dalam
penelitian ini berasal dari kuesioner-kuesioner yang disebarkan. Sebagai data
tambahan yaitu saat penggalian data awal, peneliti juga melakukan wawancara
dan observasi yang merupakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini ditujukan
agar lebih dapat memahami dan menginterpretasi apa yang ada dibalik peristiwa
yaitu latar belakang pemikiran manusia yang terlibat di dalamnya, serta
bagaimana manusia meletakan makna pada peristiwa yang terjadi (Poerwandari,
2005).

3.2 Tipe Penelitian


Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah action research,
yaitu suatu proses menemukan solusi bagi permasalahan nyata dengan cara
berkolaborasi dengan klien dalam mengumpulkan data, menganalisis data, dan
mengembangkan action plan untuk perubahan (Smither dkk., 1996). Hal ini
didukung pula oleh Cummings dan Worley (2009) yang menyatakan action
research sebagai sebuah model yang menekankan pada pengumpulan data dan
diagnosa sebelum perencanaan tindakan dan implementasi, serta adanya evaluasi
hasil setelah tindakan telah dilaksanakan. Tipe ini cocok untuk digunakan agar
dapat melihat efek dari intervensi yang butuh dilakukan oleh perusahaan.

43 Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


44

3.3 Desain Penelitian


Desain penelitian dalam penelitian ini adalah the before-and-after study
design. Desain ini digunakan untuk melihat adanya perubahan pada situasi,
fenomena, masalah, dan tingkah laku, serta mengukur ketidakefektivan suatu
program (Kumar, 1999). Lebih lanjut lagi, Kumar (1999) mengatakan bahwa
desain ini merupakan desain yang paling cocok untuk mengukur dampak atau
efektivitas program. Kelebihan dari desain ini adalah kemampuan untuk
mengukur perubahan dalam fenomena atau untuk menilai dampak dari sebuah
intervensi. Sayangnya, desain ini juga memiliki kelemahan, yaitu peneliti harus
mengambil dua set data, yang terkadang lebih sulit untuk diimplementasikan dan
lebih memakan biaya; responden yang berpartisipasi dalam pre-test tidak selalu
bisa hadir untuk pengukuran selanjutnya; tidak dapat dipastikannya apakah
perubahan terjadi karena intervensi atau karena perubahan lain; instrumen
penelitian turut mengubah responden (disebut dengan reactive effect); dan ada
kemungkinan responden lebih negatif atau positif pada saat pre-test, namun
mengubah sikapnya ketika mengerjakan post-test.

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1 Variabel Terikat
Komitmen organisasi merupakan variabel terikat yang digunakan dalam
penelitian ini. Definisi konseptual dari variabel ini adalah suatu derajat
keterlibatan karyawan terhadap organisasi, dimana karyawan mengidentifikasikan
dirinya dengan organisasi, menginternalisasikan tujuan dan nilai-nilai organisasi,
dan adanya keinginan untuk terus berpartisipasi aktif di dalam organisasi.
Definisi operasional dari variabel ini adalah skor total dari alat ukur
komitmen organisasi yang telah diadaptasi oleh peneliti dari Organizational
Commitment Questionnare (OCQ) yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen
(1997).

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


45

3.4.2 Variabel Bebas


Perceived Organizational Support (POS) merupakan variabel bebas yang
digunakan dalam penelitian ini. Definisi konseptual dari variabel ini adalah
persepsi karyawan akan kepedulian organisasi terhadap kontribusi yang telah
diberikan dan bagaimana pemenuhan kebutuhan sosial-emosional, serta
kesejahteraan yang diterima dalam hubungan timbal balik diantara keduanya.
Definisi operasional dari variabel ini adalah skor total dari alat ukur POS
yang telah diadaptasi oleh peneliti dari Survey Perveiced Organizational Support
(SPOS) yang dikembangkan oleh Eisenberger dkk. (1986).

3.4.3 Intervensi
Coaching merupakan intervensi yang digunakan di dalam penelitian ini.
Definisi dari intervensi ini adalah suatu rangkaian program yang meliputi
pelatihan mengenai coaching skills bagi atasan yang bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta akan materi tersebut, serta
pelaksanaan coaching oleh atasan terhadap bawahan yang didampingi oleh
peneliti.

3.5 Rumusan Masalah


Rumusan masalah untuk penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari Perceived Organizational
Support (POS) terhadap komitmen organisasi karyawan di PT XYZ?
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada skor POS sebelum dan
setelah diberikannya coaching oleh atasan terhadap karyawan di PT XYZ?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada skor komitmen
organisasi sebelum dan setelah diberikannya coaching oleh atasan
terhadap karyawan di PT XYZ?

3.6 Hipotesis Kerja


Berikut adalah hipotesis kerja yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Ha1 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari POS terhadap
komitmen organisasi karyawan di PT XYZ.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


46

Ho1 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari POS terhadap


komitmen organisasi karyawan di PT XYZ.
2. Ha2 : Terdapat peningkatan yang signifikan pada skor POS
sebelum dan setelah diberikannya coaching oleh atasan
terhadap karyawan di PT XYZ.
Ho2 : Tidak terdapat peningkatan yang signifikan pada skor POS
sebelum dan setelah diberikannya coaching oleh atasan
terhadap karyawan di PT XYZ.
3. Ha3 : Terdapat peningkatan yang signifikan pada skor komitmen
organisasi sebelum dan setelah diberikannya coaching oleh
atasan terhadap karyawan di PT XYZ.
Ho3 : Tidak terdapat peningkatan yang signifikan pada skor
komitmen organisasi sebelum dan setelah diberikannya
coaching oleh atasan terhadap karyawan di PT XYZ.

3.7 Responden Penelitian


Karakteristik responden pada penelitian ini adalah seluruh karyawan yang
bekerja di head office PT XYZ dengan ketentuan memiliki atasan secara
struktural dan merupakan karyawan yang telah bekerja lebih dari 6 bulan. Jumlah
populasi dengan karakteristik tersebut yang tersebar pada empat divisi yaitu divisi
Marketing dan IT, divisi Operation, divisi Finance dan Accounting, dan divisi
HRD dan GA. Peneliti mengambil responden pada semua divisi. Dengan
mengambil sampel pada semua divisi, hasil penelitian dapat menjadi gambaran
yang representatif bagi perusahaan. Jumlah sampel penelitian yang ditargetkan
oleh peneliti adalah lebih dari 30 orang. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan
gambaran distribusi normal pada sebuah kelompok (Guildford dan Ruchter,
1978).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
non-probability sampling, dimana setiap elemen dari populasi tidak memiliki
kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel penelitian (Kumar, 1999). Jenis
non-probability sampling yang digunakan adalah accidental sampling, dimana
peneliti dapat menjadikan siapapun yang mudah diakses untuk dijadikan sampel

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


47

asalkan sesuai dengan karakteristik responden yang dibutuhkan (Kumar, 1999).


Peneliti menggunakan accidental sampling berdasarkan kesediaan individu untuk
menjadi responden dan kemudahan akses yang dimiliki peneliti. Didapatkan 66
orang karyawan yang menjadi responden penelitian.
Setelah itu, dari keseluruhan responden penelitian tersebut didapatkan 8
orang karyawan yang diberikan intervensi berdasarkan skor yang termasuk ke
dalam kategori rendah, baik dari skor POS maupun skor komitmen organisasi.
Para atasan yang memiliki bawahan dari kedelapan orang karyawan ini, diberikan
pelatihan coaching skills dengan tujuan agar dapat memberikan coaching kepada
para bawahannya secara efektif. Sehingga didapatkan 8 orang atasan (Kasie) yang
mengikuti pelatihan coaching skills.

3.8 Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode pengumpulan data berupa
wawancara, observasi, dan kuesioner yang akan dijelaskan lebih rinci sebagai
berikut:
3.8.1 Wawancara
Wawancara merupakan percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu. Banister dkk. (dalam Poerwandari, 2005) menyatakan
bahwa wawancara kualitatif dilakukan bila penelitibermaksud untuk memperoleh
pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan
dengan topik yang diteliti, dan bermaksud untuk melakukan eksplorasi terhadap
isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan oleh metode lain.
Pada penelitian ini wawancara dilakukan pada tahap awal penelitian
terhadap jajaran direksi dan 19 orang karyawan dari berbagai tingkat jabatan dan
divisi untuk mengetahui permasalahan yang ada di organisasi. Kemudian
wawancara dilakukan setelah peneliti memperoleh hasil penelitian dan bertujuan
membuat intervensi yang tepat untuk PT XYZ.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


48

3.8.2 Observasi
Observasi adalah suatu metode dimana peneliti memperhatikan secara
akurat mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar
aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari, 2005). Tujuan observasi adalah
mendeskripsikan keadaan yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung,
orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian yang dialami
tersebut.
Pada penelitian ini, observasi dilakukan terutama pada tahap awal
penelitian untuk mendapat gambaran langsung mengenai gejala-gejala yang
termasuk sebagai permasalahan di organisasi. Kemudian observasi ketika
wawancara terhadap orang-orang yang menjadi narasumber. Selanjutnya
dilakukan pula observasi terhadap para peserta yang mengikuti intervensi sebagai
action plan dari penelitian ini.

3.8.3 Kuesioner
Kuesioner merupakan alat ukur ilmiah yang dapat mengukur tingkah laku
(Zechmeister dkk., 2001). Sebuah kuesioner berisi sejumlah pernyataan yang
ditulis sedemikian rupa dengan memperhatikan tata bahasa yang baik dan
tampilan yang menarik, sehingga responden dapat membaca, menginterpretasikan
maksud, dan menuliskan jawaban yang diminta (Kumar, 1999).
Sebagai sebuah alat ukur, kuesioner yang baik adalah yang telah terbukti
validitas dan reliabilitasnya. Validitas berhubungan dengan apa yang diukur oleh
sebuah alat ukur dan seberapa baik atau tepat alat ukur tersebut mengukurnya
(Anastasi dan Urbina, 1997). Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah
validitas konstruk, yaitu sejauh mana alat ukur yang dapat mengukur teori atau
konstruk yang digunakan. Metode yang digunakan untuk mengukur validitas
konstruk dengan internal consistency, yaitu dengan mengkorelasikan skor setiap
item dengan skor total dan memilih item yang berkorelasi tinggi dengan skor total
(Anastasi dan Urbina, 1997). Anastasi dan Urbina (1997) menambahkan bahwa
nilai item-total correlation yang masih dapat ditolerir berkisar 0,2 – 0,3, bila
angka semakin tinggi akan semakin baik. Kisaran inilah yang ingin dicapai
peneliti untuk nilai validitas per item dalam alat ukur yang digunakan. Apabila

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


49

korelasi antara item dengan skor total dimensi di bawah 0,2, maka item tersebut
akan dibuang.
Selanjutnya, reliabilitas adalah ukuran konsistensi skor seseorang jika ia
diukur beberapa kali oleh alat ukur yang sama pada saat yang berbeda, atau oleh
serangkaian tes yang serupa (Anastasi dan Urbina, 1997). Metode yang digunakan
dalam uji reliabilitas adalah single-trial dengan menggunakan Alpha Cronbach.
Tujuan dari metode ini adalah mengetahui apakah seluruh item dalam pengukuran
secara konsisten mengukur hal yang sama (Zechmeister dkk., 2001). Tinggi
rendahnya reliabilitas sebuah tes dinyatakan melalui sebuah koefisien reliabilitas.
Menurut DeVellis (2003), koefisien reliabilitas yang dianggap baik dalam sebuah
pengukuran penelitian adalah antara 0,7 hingga 0,8. Kisaran inilah yang ingin
dicapai peneliti untuk nilai reliabilitas alat ukur yang digunakan.
Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan skala Likert atau summated
rating scale, dimana setiap item dalam skala memiliki nilai yang sama dalam
merefleksikan sikap mengenai isu yang dipertanyakan (Kumar, 1999). Skala ini
menggunakan pernyataan yang diikuti dengan respon berupa derajat persetujuan
yang bervariasi mengenai pernyataan tersebut. alternatif respon dibuat dalam
bentuk kata dengan interval yang kurang lebih sama di antara derajat persetujuan
tersebut (sangat tidak setuju – sangat setuju) (DeVellis, 2003).
Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan terdiri dari dua bagian,
bagian pertama mengukur komitmen organisasi dan bagian kedua mengukur POS.
Keduanya memiliki pilihan respon dan cara skoring yang sama. Untuk item
favorable: Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju (2), Agak Tidak Setuju (3),
Agak Setuju (4), Setuju (5), Sangat Setuju (6). Untuk item unfavorable: Sangat
Tidak Setuju (6), Tidak Setuju (5), Agak Tidak Setuju (4), Agak Setuju (3), Setuju
(2), Sangat Setuju (1). Berikut penjelasan masing-masing kuesioner secara lebih
rinci.

3.8.3.1 Kuesioner Komitmen Organisasi


Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa pengukuran
komitmen organisasi pada penelitian ini mengacu pada alat ukur yang
dikembangkan oleh Allen dan Meyer (1997) yaitu Organizational Commitment

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


50

Questionnare (OCQ) dengan jumlah item sebanyak 18 item dan mengandung 3


komponen yaitu komitmen afektif, komitmen normatif, dan komitmen rasional,
dimana masing-masing dimensi terdapat 6 item. Alat ukur ini dipilih karena telah
banyak digunakan pada penelitian-penelitian komitmen organisasi di Indonesia.
Alat ukur akan diuji kembali validitas dan reliabilitasnya.
Dari hasil perhitungan validitas dan reliabilitas menggunakan SPSS 17 for
windows, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,866 untuk ke-18 item alat ukur
ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa alat ukur komitmen organisasi sudah dapat
dikatakan reliabel menurut patokan dari Anastasi dan Urbina (1997), yaitu 0,7.
Item-item di dalamnya sudah mengukur satu konstruk yang sama.
Berdasarkan nilai r item dengan total skor, terdapat 3 item yang berada di
bawah nilai 0,3 yaitu OC3, OC4, OC17 (Lihat lampiran 3). Maka dari itu,
Berdasarkan Anastasi dan Urbina (1997), item yang memiliki nilai di bawah 0,3
diputuskan untuk dieliminasi agar setiap item alat ukur ini memperoleh nilai yang
valid. Setelah dilakukan pengurangan item, dilakukan perhitungan kembali dan
memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,892. Alat ukur ini akhirnya memiliki 15
item yang dapat digunakan untuk mengukur komitmen organisasi karyawan PT
XYZ.
Untuk pengkategorisasian komitmen organisasi karyawan, dilakukan
pengelompokkan responden penelitian sesuai dengan skor total yang dimiliki oleh
masing-masing responden. Kategorisasi dibuat berdasarkan jumlah item dan
rentang skor yang memungkinan di dalam suatu alat ukur. Skor minimal yang
mungkin bisa didapatkan melalui alat ukur ini adalah 15 dan skor maksimalnya
adalah 90. Peneliti menentukan dua kategori nilai komitmen organisasi karyawan
yang dapat dijadikan acuan berdasarkan penyebaran rentang skor total yang secara
keseluruhan mendekati nilai tengah, sehingga ditentukan kategorisasi skor yaitu
rendah (15-52) dan tinggi (53-90).

3.8.3.2 Kuesioner Perceived Organizational Support


Pengukuran POS pada penelitian ini mengacu pada alat ukur yang
dikembangkan oleh Eisenberger dkk. (1986) yaitu Survey of Perceived
Organizational Support (SPOS) dengan jumlah 36 item dan telah diuji oleh

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


51

Rhoades dan Eisenberger (2002) melalui meta-analisis yang menemukan terdapat


3 komponen yang berhubungan palingkuat terhadap POS yaitu procedural justice,
supervisor support, dan organizational reward-job conditions yang masing-
masing terdapat 12 item. Peneliti melakukan try out alat ukur dengan
menerjemahkan item-item dari alat ukur yang asli dan menyempurnakannya
menjadi kalimat-kalimat yang mudah dipahami tanpa mengubah makna item.
Dari hasil perhitungan validitas dan reliabilitas menggunakan SPSS 17 for
windows, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,843 untuk ke-36 item alat ukur
ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa alat ukur komitmen organisasi sudah dapat
dikatakan reliabel menurut patokan dari Anastasi dan Urbina (1997), yaitu 0,7.
Item-item di dalamnya sudah mengukur satu konstruk yang sama.
Berdasarkan nilai r item dengan total skor, terdapat 11 item yang berada di
bawah nilai 0,3 yaitu POS2, POS4, POS10, POS11, POS12, POS18, POS23,
POS28, POS30, POS32, POS35 (Lihat lampiran 3). Maka dari itu, berdasarkan
Anastasi dan Urbina (1997), item yang memiliki nilai di bawah 0,3 diputuskan
untuk dieliminasi agar setiap item alat ukur ini memperoleh nilai yang valid.
Setelah dilakukan pengurangan item, dilakukan perhitungan kembali dan
memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,876. Alat ukur ini akhirnya memiliki 25
item yang dapat digunakan untuk mengukur POS pada karyawan PT XYZ.
Untuk pengkategorisasian POS pada karyawan, dilakukan
pengelompokkan responden penelitian sesuai dengan skor total yang dimiliki oleh
masing-masing responden. Kategorisasi dibuat berdasarkan jumlah item dan
rentang skor yang memungkinan di dalam suatu alat ukur. Skor minimal yang
mungkin bisa didapatkan melalui alat ukur ini adalah 25 dan skor maksimalnya
adalah 150. Peneliti menentukan dua kategori nilai POS pada karyawan yang
dapat dijadikan acuan berdasarkan penyebaran rentang skor total yang secara
keseluruhan mendekati nilai tengah, sehingga ditentukan kategorisasi skor yaitu
rendah (25-87) dan tinggi (88-150).

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


52

3.9 Metode Pengolahan Data


Dalam mengolah data yang diperoleh, peneliti melakukan pengolahan data
kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan program
komputer SPSS 17 for windows. Berikut ini adalah metode perhitungan statistik
yang digunakan oleh peneliti:
1. Metode Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah prosedur statistik yang digunakan untuk
menyimpulkan, mengorganisasikan, atau menyederhanakan data
(Gravetter dan Wallnau, 2007). Metode ini digunakan dalam menganalisis
gambaran umum responden penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, departemen, jabatan, dan masa kerja.
2. Metode Regresi
Regresi adalah metode statistik yang bertujuan untuk mengetahui
bagaimana variabel terikat dipengaruhi atau dapat diprediksikan oleh
variabel bebas (Kerlinger dan Lee, 2000). Metode ini digunakan untuk
menjawab pertanyaan utama penelitian, yaitu melihat bagaimana pengaruh
POS terhadap komitmen organisasi karyawan.

3. Metode Independent t-test dengan Paired samples


Independent t-test dengan paired samples digunakan untuk
mengetahui perbedaan antara dua skkor sebagai efek dari sebuah treatment
(Field, 2000). Metode ini digunakan untuk melihat signifikansi
peningkatan skor post-test dari pre-test pada responden yang menjadi
peserta dalam intervensi penelitian ini.

3.10 Prosedur Penelitian


Prosedur yang akan dilakukan pada penelitian ini mengacu kepada tahapan
model umum rencana perubahan (general model of planned change) seperti yang
dinyatakan oleh Cummings dan Worley (2009), yaitu entering and contracting,
diagnosing, planning and implementing change, serta evaluating and
institutionalizing change. Berikut ini adalah penjelasan dari rencana untuk
masing-masing tahap:

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


53

1. Entering and contracting


Tahapan ini menurut Cummings dan Worley (2009) melibatkan
pengumpulan data awal untuk memahami masalah yang dihadapi oleh
organisasi. Begitu informasi ini dikumpulkan, masalah atau kesempatan
yang ada kemudian didiskusikan dengan manajer dan anggota organisasi
lain untuk mengembangkan kontrak atau persetujuan untuk perubahan
yang terencana.
Tahapan ini terjadi pada bulan Maret 2012. Dalam waktu tersebut,
peneliti melakukan wawancara awal dengan Presiden Direktur, Direktur
Human Resource Development dan General Affair (HRD dan GA), Kepala
Departemen HRD, dan Kepala Seksi HRD untuk memahami hambatan apa
saja yang sedang terjadi di PT XYZ. Dari diskusi awal ini, diketahui
bahwa permasalahan utama yang dirasakan pihak manajemen adalah
kurangnya internalisasi nilai-nilai perusahaan yang sebenarnya merupakan
panduan untuk dapat membantu para karyawan dalam proses kinerja.
Nilai-nilai perusahaan yang ada dan telah disosialisasikan tidak sampai
bermakna bagi para karyawan dan hanya sebatas pada pengetahuan saja.
Kemudian peneliti mendapatkan data tertulis berupa struktur organisasi,
profil perusahaan, dan beberapa deskripsi jabatan.
Selain itu, setelah dilakukannya kick-off mengenai proses penelitian
ini yang dipimpin langsung oleh Presiden Direktur. Peneliti menyebarkan
kuesioner organizational blockage yang hasilnya mendukung dari
penjelasan yang telah disebutkan di atas, beserta wawancara terhadap 19
karyawan dari berbagai tingkat jabatan (staf hingga kepala departemen)
yang didapatkan bahwa permasalahan utama yang dirasakan para
karyawan terkait kurangnya internalisasi nilai adalah kurangnya peran atau
dukungan organisasi terhadap kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan
sosial-emosional mereka. Salah satu bentuk dukungan organisasi adalah
dukungan atasan, dimana hal ini dirasakan menjadi faktor penting yang
perlu diperbaiki atau ditingkatkan dalam kaitannya dengan kondisi sistem
manajemen perusahaan yang masih belum terstruktur dengan baik.
Sehingga, diharapkan peran atau dukungan atasan dapat membantu para

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


54

bawahannya untuk tetap berkomitmen terhadap perusahaan dan


menunjukkan kinerja yang optimal. Salah satu bentuk dukungan atasan ini
dapat diwujudkan dengan memfasilitasi proses pembelajaran dan
pengembangan dalam rangka mengoptimalisasikan potensi pada
karyawan.

2. Diagnosing
Dalam tahap ini, Cummings dan Worley (2009) mengatakan bahwa
sistem dari perusahaan dipelajari dengan hati-hati. Diagnosa dapat terfokus
pada pemahaman masalah organisasi, termasuk penyebab dan dampaknya.
Tahapan ini melibatkan pemilihan model yang tepat untuk memahami
organisasi, dan mengumpulkan, menganalisis, serta memberikan informasi
sebagai umpan balik pada manajer dan anggota organisasi mengenai
masalah atau kesempatan yang ada.
Tahapan ini berlangsung selama bulan April dan Mei 2012. Dalam
periode waktu tersebut, peneliti mengambil data dari proses wawancara
terhadap pihak HRD dan beberapa Kepala Departemen, serta menyebarkan
kuesioner dari topik atau variabel yang akan diteliti yaitu komitmen
organisasi dan POS. Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan bahwa
kondisi perusahaan yang terus berkembang dan disertai pula dengan
perubahan-perubahan pada organisasi yang masih berlangsung
menyebabkan rendahnya komitmen organisasi karyawan. Salah satu
buktinya adalah masih terdapat turnover pada awal tahun 2012 yang
menyebabkan banyaknya kekosongan jabatan, sehingga berdampak pada
proses bisnis secara keseluruhan. Terkait hal ini, dukungan organisasi
khususnya dukungan atasan terhadap bawahan menjadi penting dan
membutuhkan penanganan dengan segera untuk meningkatkan komitmen
organisasi karyawannya. Dari hasil penyebaran kuesioner pun
menguatkan, bahwa POS secara signifikan mempengaruhi komitmen
organisasi karyawan di PT XYZ, dimana supervisor support menjadi
faktor yang paling signifikan terhadap komitmen organisasi (akan
dijelaskan kemudian di bab selanjutnya).

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


55

Setelah didapatkan gambaran tersebut, peneliti melakukan validasi


terhadap hal-hal yang mungkin dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan
tersebut dengan berkonsultasi kepada pihak HRD dan berbagai literatur
yang didapat. Sesuai hasil diskusi, coaching merupakan kegiatan yang
dapat diberikan oleh atasan kepada bawahan sebagai bentuk supervisor
support dalam rangka meningkatkan komitmen pada karyawan. Adapun
kondisi coaching yang ada di PT XYZ saat ini adalah coaching masih
dilakukan namun tidak ada waktu yang rutin atau khusus dialokasikan
dalam pemberiannya. Biasanya coaching diberikan hanya pada saat dirasa
perlu dilakukan, misalkan karena bawahan yang tidak menampilkan
kinerja sesuai harapan. Selain itu hambatan dalam pemberian coaching di
PT XYZ adalah belum terstrukturnya mengenai metode atau cara
pemberian coaching oleh atasan, ketidakjelasan tujuan coaching itu
sendiri, masih melibatkan faktor suka-tidak suka untuk menentukan siapa
yang akan diberikan coaching, dan belum memiliki kesadaran akan
pentingnya coaching sehingga adanya kesan malas bagi para atasan untuk
memberikan coaching.
Harapan pihak manajemen terkait dengan hal ini adalah tersedianya
pedoman yang dapat digunakan bagi para atasan untuk memberikan
coaching yang efektif, baik secara waktu, isi, maupun proses umpan balik.
Sehingga produktivitas kinerja pun akan meningkat dikarenakan
penggunaan sumber daya manusianya secara optimal. Maka dari itu,
peneliti berupaya menyempurnakannya dengan tujuan untuk memberikan
dampak yang positif bagi perusahaan.

3. Planning and implementing change


Dalam tahap ini, pihak perusahaan dan peneliti secara bersama
membuat perencanaan dan implementasi intervensi. Intervensi didesain
untuk mencapai visi atau tujuan organisasi dan membuat rencana tindakan
untuk mengimplementasikannya. Dalam penelitian ini, rencana dari
intervensi yang akan dilakukan adalah pelatihan dan pendampingan
coaching. Coaching sendiri merupakan salah satu bentuk dari human
process intervention (Cummings dan Worley, 2005). Tahapan ini

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


56

dilakukan pada bulan Mei 2012. Adapun alur implementasi coaching


tersebut adalah para atasan diberikan pelatihan coaching skills dengan
tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan
mereka dalam memberikan coaching yang efektif. Kemudian, para atasan
yang telah mendapat pelatihan melakukan coaching terhadap para
bawahannya yang turut didampingi oleh peneliti.

4. Evaluating and institutionalizing change


Tahap terakhir dari model planned change melibatkan evaluasi
efek dari intervensi dan pengelolaan institusionalisasi program perubahan
sehingga perubahan tersebut berjalan terus. Umpan balik kepada anggota
perusahaan mengenai hasil intervensi dapat memberikan informasi
mengenai apakah perubahan harus terus dilanjutkan, dimodifikasi, atau
ditunda (Cummings dan Worley, 2005). Untuk melakukan evaluasi
mengenai efek intervensi, peneliti kembali memberikan kuesioner
mengenai komitmen organisasi dan POS yang telah diuji validitas dan
reliabilitasnya setelah program coaching selesai. Dari evaluasi tersebut,
dapat terlihat apakah intervensi yang diberikan bisa membantu perusahaan
untuk meningkatkan POS sehingga akan meningkatkan pula komitmen
organisasi karyawan.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


57

BAB 4
HASIL, ANALISIS, DAN INTERVENSI

Bab ini berisi hasil dan analisis data penelitian serta uraian intervensi yang
dilakukan di PT XYZ. Lebih rinci lagi pada bab ini akan diuraikan mengenai
gambaran umum responden penelitian, hasil dan analisis perhitungan awal,
program intervensi, hasil dan analisis perhitungan setelah intervensi, serta
kesimpulan hasil analisis data.

4.1 Gambaran Responden Penelitian


4.1.1 Gambaran Data Demografis Responden Penelitian
Sub bab ini akan menggambarkan klasifikasi responden penelitian
berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenjang jabatan, lama kerja,
dan divisi.

Tabel 4.1
Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 44 66,7
Perempuan 22 33,3
Total 66 100

Dapat dilihat dari Tabel 4.1, bahwa responden yang turut dalam penelitian
ini lebih banyak melibatkan karyawan yang berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 66,7%.
Tabel 4.2
Gambaran Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase (%)
≤ 24 Tahun 23 34,8
24 – 44 Tahun 39 59,1
≥ 45 Tahun 4 6,1
Total 66 100

57 Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


58

Dapat dilihat dari Tabel 4.2, bahwa lebih dari separuh responden berada
pada rentang usia 25 – 44 tahun. Terdapat 59,1% responden yang merupakan
karyawan yang masih berada pada kategori establishment stage (Super, dalam
Pettit, Donohue, & De Cieri, 2004). Pada tahap ini, upaya yang dikeluarkan
individu adalah mendapatkan tempat kerja yang sesuai dengan pilihannya untuk
berkarir.

Tabel 4.3
Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
SMA Sederajat 39 59,1
D1 2 3
D3 9 13,6
S1 15 22,7
S2 1 1,5
Total 66 100

Dapat dilihat dari Tabel 4.3, bahwa lebih dari separuh responden memiliki
tingkat pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA) Sederajat yakni
sebesar 59,1%. Menurut hasil wawancara, hal ini juga dipengaruhi oleh
banyaknya karyawan administrasi terutama di divisi operasional yang sebelumnya
merupakan security guard dengan latar belakang pendidikan SMA sederajat.

Tabel 4.4
Gambaran Responden Berdasarkan Jenjang Jabatan
Jenjang Jabatan Frekuensi Persentase (%)
Kadept 3 4,5
Kasie 11 16,7
Staf 52 78,8
Total 66 100

Dapat dilihat dari Tabel 4.4, bahwa sebagian besar responden berada pada
jenjang jabatan staf yakni sebesar 78,8%.
Tabel 4.5

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


59

Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja


Masa Kerja Frekuensi Persentase (%)
0 – 2 Tahun 30 45,4
2 – 5 Tahun 9 13,6
≥ 5 Tahun 27 40,9
Total 66 100

Dapat dilihat dari tabel 4.5, bahwa kebanyakan dari responden telah
memiliki masa kerja kurang dari dua tahun. Terdapat 45,4% responden yang dapat
dikatakan merupakan karyawan yang masih pada kategori establishment stage
(Morrow dan McElroy, 1987). Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan
responden yang terlibat masih merupakan karyawan yang berada dalam tahap
awal atau pembentukan di perusahaan ini.

Tabel 4.6
Gambaran Responden Berdasarkan Divisi
Divisi Frekuensi Persentase (%)
Marketing dan IT 3 4,5
Operation 29 43,9
Finance dan Accounting 9 13,6
HRD dan GA 24 36,4
Lainnya 1 1,5
Total 66 100

Dapat dilihat dari tabel 4.6, bahwa kebanyakan responden merupakan


karyawan yang berada di divisi Operation yakni sebesar 43,9%, serta HRD dan
GA sebesar 36,4%. Adapun yang dimaksud dengan lainnya adalah seorang
Corporate Planning yang langsung dibawahi oleh Direksi di dalam struktur
organisasi.

4.1.2 Gambaran Umum Komitmen Organisasi dan Perceived


Organizational Support dari Responden Penelitian

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


60

Berikut ini adalah gambaran komitmen organisasi dan perceived


organizational support (POS) dari responden penelitian. Masing-masing
responden diklasifikasi berdasarkan pengelompokan dari jumlah item dan rentang
skor yang memungkinan di dalam suatu alat ukur. Rentang nilai tersebut akan
dijelaskan pada pengelompokan masing-masing variabel.

4.1.2.1 Gambaran Umum Komitmen Organisasi


Berdasarkan hasil validitas dan reliabilitas alat ukur komitmen organisasi,
didapatkan 15 item yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun rentang skala
yang digunakan adalah 6 (Sangat Tidak Setuju – Sangat Setuju), sehingga skor
minimal yang mungkin bisa didapatkan melalui alat ukur ini adalah 15 dan skor
maksimalnya adalah 90.
Dari hasil perhitungan, responden secara keseluruhan memiliki skor
komitmen organisasi dengan Mean = 54,863 dan SD = 11,903. Setelah uji
normalitas yang dilakukan, distribusi skor responden dapat dikatakan memiliki
distribusi normal. Selanjutnya, skor responden akan digolongkan ke dalam dua
kategori nilai komitmen organisasi karyawan yang dapat dijadikan acuan
berdasarkan penyebaran rentang skor total yang secara keseluruhan mendekati
nilai tengah, sehingga ditentukan kategorisasi skor yaitu rendah (15-52) dan tinggi
(53-90).

Tabel 4.7
Hasil Pengelompokan Komitmen Organisasi Responden
Komitmen Organisasi Frekuensi Persentase (%)
Rendah (15 – 52) 27 40,9
Tinggi (53 – 90) 39 59,1
Total 66 100

Dari tabel 4.7, dapat dilihat bahwa lebih dari separuh responden memiliki
komitmen yang tinggi terhadap organisasi yakni sebesar 59,1%. Walaupun begitu,
masih terdapat sebagian responden lainnya yang memiliki komitmen organisasi
rendah yakni sebesar 40,9%. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian khusus
dari perusahaan terkait dengan efektivitas kinerja karyawan di PT XYZ.
Diharapkan semakin meningkatnya komitmen organisasi karyawan, maka akan

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


61

semakin tinggi efektivitas kinerja yang ditunjukkan karyawan dalam membantu


pencapaian tujuan perusahaan.

4.1.2.2 Gambaran Umum Perceived Organizational Support


Berdasarkan hasil validitas dan reliabilitas alat ukur POS, didapatkan 25
item yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun rentang skala yang digunakan
adalah 6 (Sangat Tidak Setuju – Sangat Setuju), sehingga skor minimal yang
mungkin bisa didapatkan melalui alat ukur ini adalah 25 dan skor maksimalnya
adalah 150.
Dari hasil perhitungan, responden secara keseluruhan memiliki skor
komitmen organisasi dengan Mean = 92,363 dan SD = 14,828. Setelah uji
normalitas yang dilakukan, distribusi skor responden dapat dikatakan memiliki
distribusi normal. Selanjutnya, skor responden akan digolongkan ke dalam dua
kategori nilai komitmen organisasi karyawan yang dapat dijadikan acuan
berdasarkan penyebaran rentang skor total yang secara keseluruhan mendekati
nilai tengah, sehingga ditentukan kategorisasi skor yaitu rendah (25-87) dan tinggi
(88-150).

Tabel 4.8
Hasil Pengelompokan Perceived Organizational Support Responden
POS Frekuensi Persentase (%)
Rendah (25 – 87) 25 37,9
Tinggi (88 – 150) 41 62,1
Total 66 100

Dari tabel 4.8, dapat dilihat bahwa lebih dari separuh responden memiliki
POS yang tinggi yaitu sebesar 62,1%. Walaupun begitu, masih terdapat sebagian
responden lainnya yang memiliki POS yang rendah yaitu sebesar 37,9%. Hal ini
menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap dukungan yang diberikan
organisasi perlu mendapat peningkatan yang berarti. Berdasarkan hasil wawancara
lebih lanjut dengan pihak manajemen, hal yang memungkinkan untuk dilakukan
dalam penelitian ini yang terkait dengan peningkatan POS adalah melalui peran

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


62

atau dukungan atasan yang diharapkan dapat lebih memfasilitasi peningkatan dan
pengembangan diri karyawan.

4.1.3 Gambaran Per Komponen Komitmen Organisasi dan Perceived


Organizational Support dari Responden Penelitian
Berikut ini adalah gambaran per komponen komitmen organisasi dan
perceived organizational support (POS) dari responden penelitian. Masing-
masing responden diklasifikasi berdasarkan pengelompokan dari jumlah item dan
rentang skor yang memungkinan di dalam suatu alat ukur. Rentang nilai tersebut
akan dijelaskan pada pengelompokan masing-masing variabel.

4.1.3.1 Gambaran Per Komponen Komitmen Organisasi dari Responden


Penelitian
Berdasarkan hasil validitas dan reliabilitas alat ukur komitmen organisasi,
didapatkan 5 item untuk komponen komitmen afektif, 6 item untuk komponen
rasional, dan 4 item untuk komitmen normatif, yang digunakan dalam penelitian
ini. Adapun rentang skala yang digunakan adalah 6 (Sangat Tidak Setuju – Sangat
Setuju). Berikut adalah deskripsi dari hasil pengelompokkan per komponen
komitmen organisasi responden:

Tabel 4.9
Hasil Pengelompokan Per Komponen Komitmen Organisasi Responden

Komponen Mean SD Kategori Frekuensi Persentase


Jml Item (%)
Komitmen 4,064 4,472 Rendah 17 25,8
Afektif Tinggi 49 74,2
Komitmen 3,313 5,674 Rendah 40 60,6
Rasional Tinggi 26 39,4
Komitmen 3,667 3,212 Rendah 31 47
Normatif Tinggi 35 53
Total 66 100
Dari tabel 4.9, dapat dilihat bahwa komitmen rasional merupakan
komponen komitmen organisasi yang memiliki nilai rata-rata yang dibagi jumlah

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


63

item paling rendah yaitu 3,313 dan persentase paling besar pada kategori rendah
dari kedua komponen lainnya yaitu sebesar 60,6%. Hal ini menunjukkan bahwa
karyawan di PT XYZ tidak merasa telah berinvestasi banyak terhadap perusahaan
dan menilai masih banyak pilihan pekerjaan di luar perusahaan. Menurut hasil
wawancara, para karyawan merasa pekerjaan mereka saat ini hanya merupakan
batu loncatan untuk kemudian mendapatkan pekerjaan yang dirasa lebih baik.

4.1.3.2 Gambaran Per Komponen Perceived Organizational Support dari


Responden Penelitian
Berdasarkan hasil validitas dan reliabilitas alat ukur komitmen organisasi,
didapatkan 7 item untuk komponen perceived of fairness dan perceived of
organizational reward and job condition, serta 11 item untuk komponen
perceived of supervisor support, yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun
rentang skala yang digunakan adalah 6 (Sangat Tidak Setuju – Sangat Setuju).
Berikut adalah deskripsi dari hasil pengelompokkan per komponen komitmen
organisasi responden:

Tabel 4.10
Hasil Pengelompokan Per Komponen Perceived Organizational Support
Responden

Komponen Mean SD Kategori Frekuensi Persentase


Jml Item (%)
Perceived of 3,937 3,491 Rendah 13 19,7
fairness
Tinggi 53 80,3
Perceived of 3,549 7,626 Rendah 34 51,5
supervisor
support Tinggi 32 48,5
Perceived of 3,678 5,227 Rendah 26 39,4
organizational
rewards and Tinggi 40 60,6
job condition
Total 66 100
Dari tabel 4.10, dapat dilihat bahwa perceived of supervisor support
merupakan komponen atau bentuk umum POS yang memiliki nilai rata-rata
dibagi jumlah item yang paling rendah yaitu sebesar 3,549 dan persentase paling

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


64

besar pada kategori rendah dari kedua komponen lainnya yaitu sebesar 51,5%.
Hal ini menunjukkan bahwa karyawan di PT XYZ mempersepsikan dukungan
dari atasannya terhadap kesejahteraan dan kontribusi mereka kurang baik.
Sebagaimana hasil wawancara di awal, bahwa kurangnya dukungan atasan yang
dipersepsikan karyawan di PT XYZ adalah kurang memberikan otonomi
pekerjaan dengan sumber daya yang cukup, maupun kurangnya penghargaan atau
pengakuan prestasi kinerja karyawan secara psikis.

4.2 Hasil dan Analisis Perhitungan Sebelum Intervensi


Untuk memastikan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya, maka peneliti melihat hasil
perhitungan koefisien korelasi perceived organizational support (POS) terhadap
komitmen organisasi. Dari hasil perhitungan sebelum intervensi didapatkan
bahwa pengaruh POS terhadap komitmen organisasi adalah sebesar 0,456 dan
signifikan pada l.o.s 0,05 (p=0,000). Hal ini menandakan bahwa peneliti dapat
melanjutkan kepada langkah berikutnya, yaitu melakukan perhitungan regresi
berganda. Perhitungan regresi berganda dilakukan untuk mengetahui bentuk mana
dari ketiga bentuk umum perlakuan dari organisasi yang dipersepsikan baik yang
akan meningkatkan POS, yaitu persepsi karyawan terhadap keadilan prosedural
organisasi (fairness), persepsi karyawan terhadap dukungan atasan (supervisor
support), dan persepsi karyawan terhadap imbalan dan lingkungan pekerjaan di
dalam organisasi (organizational rewards and job condition), yang memiliki
kontribusi paling besar terhadap terhadap ketiga komponen komitmen organisasi
karyawan yaitu komitmen afektif, komitmen rasional, dan komitmen normatif.
Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut :

Tabel 4.11
Hasil Analisis Regresi Berganda Komitmen Afektif

Variabel Βeta Sig

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


65

Perceived of fairness 0,002 0,987


Perceived of supervisor support 0,459 0,009
Perceived of organizational rewards 0,062 0,687
and job condition
R = 0,505
R2 = 0,255
Adjusted R2 = 0,219
F = 7,065
Sig = 0,000

Berdasarkan tabel 4.11, dapat dilihat bahwa adanya pengaruh yang


signifikan dari persepsi terhadap dukungan atasan terhadap komitmen afektif.
Adapun kedua bentuk POS lainnya yaitu persepsi terhadap keadilan prosedural
organisasi dan persepsi terhadap penghargaan dan kondisi pekerjaan tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen afektif. Dapat dilihat pula
bahwa komitmen afektif karyawan PT XYZ dipengaruhi oleh ketiga bentuk
umum POS, dan ketiga bentuk tersebut secara bersama-sama memberi sumbangan
sebesar 21,9% terhadap komitmen afektif.
Jika dilihat dari besarnya sumbangan yang diberikan, maka dapat dilihat
bahwa persepsi terhadap dukungan atasan memberikan sumbangan paling besar
terhadap komitmen afektif. Hal ini berarti, semakin tinggi karyawan menilai
adanya dukungan dari atasan yang menunjukkan kepedulian akan kesejahteraan,
penghargaan terhadap kontribusi, dan tingkah laku yang mendukung secara
positif, maka semakin tinggi pula komitmen afektifnya terhadap perusahaan.

Tabel 4.12
Hasil Analisis Regresi Berganda Komitmen Rasional

Variabel Βeta Sig


Perceived of fairness 0,196 0,047
Perceived of supervisor support 0,370 0,004

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


66

Perceived of organizational rewards and 0,346 0,003


job condition
R = 0,777
R2 = 0,604
Adjusted R2 = 0,584
F = 31,468
Sig = 0,000

Berdasarkan tabel 4.12, dapat dilihat bahwa adanya pengaruh yang


signifikan dari persepsi terhadap keadilan prosedural organisasi, persepsi terhadap
dukungan atasan, dan persepsi terhadap penghargaan dan kondisi pekerjaan
terhadap komitmen rasional. Dapat dilihat pula bahwa komitmen rasional
karyawan PT XYZ dipengaruhi oleh ketiga bentuk umum POS, dan ketiga bentuk
tersebut secara bersama-sama memberi sumbangan sebesar 58,4% terhadap
komitmen rasional.
Jika dilihat dari besarnya sumbangan yang diberikan, maka dapat dilihat
bahwa persepsi terhadap dukungan atasan memberikan sumbangan paling besar
terhadap komitmen rasional. Hal ini berarti, semakin tinggi karyawan menilai
adanya dukungan dari atasan yang menunjukkan kepedulian akan kesejahteraan,
penghargaan terhadap kontribusi, dan tingkah laku yang mendukung secara
positif, maka semakin tinggi pula komitmen rasionalnya terhadap perusahaan.

Tabel 4.13
Hasil Analisis Regresi Berganda Komitmen Normatif

Variabel Βeta Sig


Perceived of fairness - 0,590 0,407
Perceived of supervisor support 0,531 0,000
Perceived of organizational rewards and 0,466 0,000
job condition

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


67

R = 0,888
R2 = 0,789
Adjusted R2 = 0,779
F = 77,240
Sig = 0,000

Berdasarkan tabel 4.13, dapat dilihat bahwa adanya pengaruh yang


signifikan dari persepsi terhadap dukungan atasan dan persepsi terhadap
penghargaan dan kondisi pekerjaan terhadap komitmen normatif. Adapun persepsi
terhadap keadilan prosedural organisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap komitmen normatif. Dapat dilihat pula bahwa komitmen normatif
karyawan PT XYZ dipengaruhi oleh ketiga bentuk umum POS, dan ketiga bentuk
tersebut secara bersama-sama memberi sumbangan sebesar 77,9% terhadap
komitmen normatif.
Jika dilihat dari besarnya sumbangan yang diberikan, maka dapat dilihat
bahwa persepsi terhadap dukungan atasan memberikan sumbangan paling besar
terhadap komitmen rasional. Hal ini berarti, semakin tinggi karyawan menilai
adanya dukungan dari atasan yang menunjukkan kepedulian akan kesejahteraan,
penghargaan terhadap kontribusi, dan tingkah laku yang mendukung secara
positif, maka semakin tinggi pula komitmen normatifnya terhadap perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda terhadap komponen-komponen
komitmen organisasi karyawan, berikut ini akan disusun ringkasan mengenai
bentuk umum dari POS yang memberi sumbangan signifikan terhadap setiap
komponen komitmen organisasi.

Tabel 4.14
Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda Perceived Organizational Support
Terhadap Komitmen Organisasi

IV Komitmen Komitmen Komitmen


Afektif Rasional Normatif
Perceived of
fairness 
Perceived of   

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


68

supervisor support
Perceived of
organizational
rewards and job  
condition

Berdasarkan tabel 4.14, dapat disimpulkan bahwa bentuk umum POS yang
berpengaruh secara signifikan terhadap ketiga komponen komitmen karyawan
pada organisasi adalah persepsi terhadap dukungan atasan. Hal ini berarti,
dukungan dari atasan yang menunjukkan kepedulian akan kesejahteraan,
penghargaan terhadap kontribusi, dan tingkah laku yang mendukung secara positif
terhadap para bawahannya mempengaruhi keterikatan karyawan terhadap
organisasi dan mempengaruhi keinginannya untuk tetap menjadi bagian dari
organisasi. Semakin tinggi dukungan atasan yang diberikan dan dipersepsikan
baik, maka semakin tinggi pula keinginan, kebutuhan, dan keharusan untuk tetap
bertahan di PT XYZ.
Tabel di atas juga menunjukkan bahwa persepsi terhadap keadilan
prosedural organisasi (fairness) berpengaruh signifikan terhadap komitmen
rasional. Hal ini berarti, bentuk dukungan organisasi yang berupa keadilan dalam
pemberian jenis penghargaan seperti gaji, promosi, job enrichment, dan pengaruh
dari kebijakan organisasi yang diterima oleh karyawan, mempengaruhi komitmen
organisasi karyawan yang berdasarkan pada pertimbangan untung rugi dalam diri
karyawan dan berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja. Semakin tinggi
rasa keadilan yang diterima, maka semakin tinggi pula keinginan untuk bertahan
di perusahaan dikarenakan besarnya investasi yang telah dikeluarkan (waktu,
tenaga, hubungan kerja) maupun terbatasnya pilihan untuk mendapatkan yang
lebih baik di luar perusahaan.
Bentuk umum POS lainnya yang memberikan pengaruh signifikan
terhadap dua komponen komitmen organisasi karyawan yakni komitmen rasional
dan komitmen normatif adalah persepsi terhadap penghargaan yang diberikan
organisasi dan kondisi pekerjaan. Hal ini berarti, bentuk dukungan organisasi
yang berupa penghargaan (gaji, promosi, pelatihan, distributive justice),
keamanan dalam bekerja, otonomi yang diberikan dalam melakukan pekerjaan,
ataupun fleksibilitas kebijakan formal yang diterima dan dipersepsikan oleh

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


69

karyawan, mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi yang


berdasarkan pada hasrat untuk terus bekerja pada organisasi karena tidak mau
kehilangan pekerjaan tersebut dan adanya rasa kewajiban untuk terus bekerja di
dalam organisasi tersebut pula. Semakin positif persepsi terhadap penghargaan
dari organisasi dan kondisi pekerjaan, maka semakin tinggi komitmen rasional
dan komitmen normatif karyawan di PT XYZ.

4.3 Program Intervensi


Berdasarkan penjelasan pada sub bab sebelumnya, diketahui bahwa persepsi
karyawan terhadap dukungan atasan merupakan bentuk umum POS yang paling
berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan. Oleh karena itu, intervensi
yang diberikan akan difokuskan untuk meningkatkan persepsi karyawan terhadap
dukungan atasan. Diharapkan pemberian intervensi pada faktor yang paling
berpengaruh dari persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi, dapat
membantu perusahaan dalam meningkatkan komitmen organisasi karyawannya
sehingga terciptanya kinerja karyawan yang optimal dalam membantu pencapaian
tujuan perusahaan.

4.3.1 Bentuk Intervensi


Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, untuk meningkatkan
POS khususnya melalui peran atau dukungan atasan dapat menggunakan kegiatan
coaching. Adapun hal pertama yang dilakukan peneliti adalah memberikan
pembekalan bagi para atasan mengenai coaching, melalui pemberian pelatihan
coaching skills. Kemudian, tahap selanjutnya adalah peneliti melakukan
pendampingan terhadap para atasan (peserta pelatihan) dalam melakukan
coaching kepada bawahannya. Pendampingan dilakukan untuk mengetahui
apakah para atasan sudah melakukan teknik pemberian coaching dengan benar
sesuai yang telah disampaikan peneliti dalam pelatihan. Bentuk pelatihan
berdasarkan konsep experiential learning dipilih, karena menurut Jones (1997)
metode tersebut adalah metode yang paling tepat untuk mengembangkan
keterampilan interpersonal.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


70

4.3.2 Tujuan Intervensi


Tujuan umum dari kegiatan ini adalah memberikan pengetahuan dan
pemahaman serta merubah sikap para atasan akan kegiatan coaching sebagai hal
yang dapat meningkatkan POS sehingga dapat meningkatkan pula komitmen
karyawan terhadap perusahaan. Sedangkan tujuan khusus dari kegiatan ini adalah
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan coaching para atasan,
serta mengoptimalisasikan kinerja para bawahannya melalui proses coaching
tersebut.

4.3.3 Peserta Intervensi


Peserta yang terlibat dalam pemberian pelatihan coaching skills adalah
atasan yang merupakan Kepala Seksie (Kasie) Departemen Human Resources
Development (HRD), Kasie Departemen General Affair (GA), Kasie Departemen
Finance dan Accounting (FA), Kasie Departemen Operation I (Ops I), Kasie
Departemen Operation II (Ops II), dan Kasie Departemen Marketing. Pemilihan
peserta pelatihan tersebut didasarkan pada skor komitmen organisasi dan skor
persepsi terhadap dukungan atasan yang rendah pada para bawahannya, sehingga
para atasan yang bersangkutan dituntut untuk bisa memberikan intervensi secara
mandiri melalui kegiatan penelitian ini. Sedangkan karyawan yang diberikan
coaching oleh atasan ada delapan orang yang berasal dari Departemen HRD, GA,
FA, Ops I, dan Ops II.

4.3.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Intervensi


Intervensi dilakukan ke dalam dua tahap, yaitu pemberian pembekalan
mengenai keterampilan coaching yang efektif bagi atasan dan
pengimplementasian hasil pelatihan dimana atasan memberikan coaching kepada
bawahannya yang didampingi oleh peneliti. Pemberian pelatihan coaching skills
terhadap para atasan, dilakukan pada hari Senin, 28 Mei 2012, pukul 08.30 –
17.00 WIB. Pemberian coaching oleh atasan terhadap bawahan dilakukan pada
hari Rabu dan Kamis, 30 – 31 Mei 2012 dengan waktu yang disepakati oleh kedua
belah pihak pada jam kerja.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


71

Tempat pelaksanaan intervensi sendiri dilakukan di Aula PT XYZ yang


berada di lantai 4, baik untuk pemberian pelatihan maupun pelaksanaan coaching
dari atasan terhadap bawahan.

4.3.5 Prosedur Intervensi

4.3.5.1 Prosedur Persiapan


Setelah menentukan bentuk intervensi yang akan diberikan yaitu pelatihan
untuk meningkatkan persepsi karyawan terhadap dukungan atasan, peneliti
kemudian mengembangkan materi pelatihan. Proses pengembangan materi
pelatihan diawali dengan melakukan studi literatur untuk menentukan materi-
materi apa saja yang harus diberikan di dalam pelatihan tersebut. Studi literatur
difokuskan pada tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam memberikan
coaching secara efektif. Hasil studi literatur dijadikan dasar untuk merancang sesi
dalam pelatihan yang dituangkan ke dalam modul pelatihan. Sesi-sesi tersebut
melibatkan berbagai macam metode, seperti simulasi, bermain peran, permainan,
dan kuliah. Informasi yang disajikan di dalam modul pelatihan dituliskan secara
lebih detail dengan banyak diberikan contoh praktis dalam pengaplikasian
coaching, sehingga diharapkan modul tersebut dapat menjadi pegangan atau
panduan bagi atasan dalam melakukan coaching yang efektif.
Setelah rancangan pelatihan dan implementasi selesai dibuat, peneliti
kemudian mengajukannya kepada pihak pembimbing dan pihak perusahaan.
Peneliti melakukan beberapa revisi terhadap rancangan pelatihan berdasarkan
masukan dari pembimbing dan pihak perusahaan tersebut. Pada saat proses
pengajuan terhadap pihak perusahaan, melingkupi pula penentuan mengenai
peserta pelatihan, peserta kegiatan implementasi, waktu, dan tempat pelaksanaan
kegiatan. Rincian mengenai pelatihan untuk meningkatkan persepsi karyawan
terhadap dukungan atasan dengan judul Pelatihan “Coaching Skills” dapat dilihat
pada lampiran.

4.3.5.2 Prosedur Pelaksanaan


Prosedur pelaksanaan intervensi khususnya kegiatan pelatihan dapat
dilihat pada modul pelatihan dalam lampiran. Sebelum pelatihan berlangsung,

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


72

perwakilan dari pihak perusahaan yakni Direktur HR memberikan kata sambutan


untuk memberikan gambaran umum mengenai hasil dari kegiatan penelitian
hingga dilakukannya rangkaian pelatihan sebagai bentuk intervensi bagi
peningkatan efektivitas kinerja karyawan, dan menekankan pentingnya manfaat
yang akan diperoleh khususnya dari pelatihan coaching skills ini.
Kemudian, secara umum pelatihan berlangsung sesuai dengan agenda
kegiatan dan para peserta pelatihan sangat kooperatif selama pelatihan maupun
kegiatan implementasi. Hanya saja pada saat materi coaching diberikan terdapat
satu peserta yang meminta izin keluar untuk mengurusi panggilan tugas yang
bersifat darurat, dan baru kembali setelah materi coaching hampir selesai
diberikan. Maka dari itu, peneliti menyediakan waktu di kesempatan lain (secara
informal) untuk diskusi mengenai pemberian coaching yang efektif.

4.4 Hasil dan Analisis Perhitungan Setelah Intervensi


4.4.1 Perbedaan Skor Perceived Organizational Support Sebelum dan
Setelah Pemberian Intervensi
Untuk menjawab permasalahan kedua dari penelitian ini, maka dilakukan
pengolahan data terhadap skor total persepsi karyawan terhadap dukungan atasan
(supervisor support) sebelum dan setelah pelaksanaan pelatihan. Data yang diolah
hanyalah data responden yang mengikuti kegiatan pelatihan tersebut. Pengisian
kuesioner post-test dilakukan pada tanggal 31 Mei 2012, yaitu tiga hari setelah
pelatihan berlangsung. Dengan membandingkan skor total responden pada kedua
kuesioner, ditemukan data yaitu sebagai berikut:
Bagan 4.1
Hasil Perbandingan Skor Perceived Organizational Support Sebelum dan Setelah
Pemberian Intervensi

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


73

Skor Pretest Skor Postest

97 100 101
88 91 87 87 90
83 82 80 82
71 75 75 77

T R Jo S F Ja C A

Berdasarkan bagan 4.1, dapat dilihat bahwa hampir seluruh responden


mengalami kenaikan skor POS setelah pemberian intervensi dilakukan yaitu
sebanyak tujuh orang. Namun terdapat satu orang yang mengalami penurunan
skor pada saat sebelum dan setelah pemberian coaching oleh atasan. Penurunan
skor persepsi terhadap dukungan atasan setelah dilakukannya coaching bisa
disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diukur ataupun dikontrol dalam
penelitian ini.
Selain itu, peneliti juga melakukan perhitungan statistik dengan
menggunakan paired sample t-test. Hasilnya diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.15
Hasil Perhitungan T-Test Pada Skor Perceived Organizational Support Sebelum
dan Setelah Pemberian Intervensi

Pair Mean Standar T Df Sig (2-tailed)


Deviasi

Skor total POS 82,00 6,718


sebelum intervensi -2,899 7 0,023
Skor total POS 88,75 10,067
setelah intervensi

Berdasarkan tabel 4.15, dapat dilihat bahwa dari nilai t sebesar -2,899
dengan signifikasi 0.023 (p<0.05), menandakan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dari pemberian intervensi yang berupa coaching terhadap skor total
persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi. Hal tersebut dapat dilihat dari

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


74

nilai mean skor total POS setelah pemberian coaching sebesar 88,75 yang lebih
besar dibandingkan saat sebelum pemberian coaching sebesar 82. Hasil ini
mendukung data sebelumnya yang menunjukkan bahwa hampir keseluruhan
responden mengalami kenaikan skor persepsi karyawan terhadap dukungan
organisasi setelah pemberian coaching.
Dengan demikian, hipotesis null dua (Ho2) ditolak dan hipotesis alternatif
dua (Ha2) diterima, yaitu terdapat peningkatan yang signifikan pada skor POS
setelah dilaksanakannya intervensi. Dengan kata lain, pelatihan dan
pendampingan coaching yang diberikan sudah efektif untuk meningkatkan
persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi di PT XYZ.

4.4.2 Perbedaan Skor Komitmen Organisasi Karyawan Sebelum dan


Setelah Pemberian Intervensi
Untuk menjawab permasalahan ketiga dari penelitian ini, maka dilakukan
pengolahan data terhadap skor total komitmen organisasi karyawan sebelum dan
setelah pemberian intervensi. Sama halnya dengan persepsi karyawan terhadap
dukungan organisasi, data yang diolah hanyalah data responden yang mengikuti
kegiatan coaching ini. Pengisian kuesioner post-test dilakukan bersamaan dengan
kuesioner post-test persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi, yaitu 31 Mei
2012. Dengan membandingkan skor total responden pada kedua kuesioner,
ditemukan data yaitu sebagai berikut :

Bagan 4.2
Hasil Perbandingan Skor Komitmen Organisasi Sebelum dan Setelah Pemberian
Intervensi

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


75

Skor Pretest Skor Postest

63
58 57 57 58
52 50
47
39 41 39 42
32 35 35 35

T R Jo S F Ja C A

Berdasarkan bagan 4.2, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden


mengalami kenaikan skor komitmen organisasi setelah pemberian intervensi
dilakukan yaitu sebanyak enam orang. Namun terdapat dua orang yang tidak
mengalami kenaikan bahkan mengalami penurunan skor setelah pemberian
intervensi. Penurunan skor komitmen karyawan terhadap organisasi melalui
pemberian coaching yang dilakukan oleh atasan, bisa disebabkan oleh faktor-
faktor lain yang tidak diukur ataupun dikontrol dalam penelitian ini, seperti
bentuk dukungan organisasi lain yang bisa berupa rasa keadilan terhadap
kebijakan ataupun penghargaan dan kondisi pekerjaan yang dipersepsikan oleh
responden. Selain itu, peneliti juga melakukan perhitungan statistik dengan
menggunakan paired sample t-Test. Hasilnya diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 4.16
Hasil Perhitungan T-Test Pada Skor Komitmen Organisasi Sebelum dan Setelah
Pemberian Intervensi

Pair Mean Standar T Df Sig (2-tailed)


Deviasi

Skor total KO 42,625 8,534


sebelum intervensi -1,489 7 0,180
Skor total KO 49,875 11,012
setelah intervensi

Berdasarkan tabel 4.16, dapat dilihat bahwa dari nilai t sebesar -1,489
dengan signifikasi 0,18 (p>0.05), menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


76

yang signifikan dari pemberian intervensi yang berupa coaching terhadap skor
komitmen organisasi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai mean skor total
komitmen organisasi setelah pemberian intervensi yang masih berada pada
kategori komitmen organisasi yang rendah (15-52) yaitu 49,875. Hasil ini
mendukung data sebelumnya yang menunjukkan bahwa terdapat dua responden
yang mengalami penurunan skor, walaupun terdapat empat responden yang
mengalami kenaikan skor yang berarti dari kategori rendah menjadi tinggi.
Dengan demikian, hipotesis alternatif tiga (Ha3) ditolak dan hipotesis null
tiga (Ho3) diterima, yaitu tidak terdapat peningkatan yang signifikan pada skor
komitmen organisasi karyawan setelah dilaksanakannya intervensi. Dengan kata
lain, pelatihan dan pendampingan coaching yang diberikan kurang efektif untuk
meningkatkan komitmen organisasi karyawan di PT XYZ.

4.5 Hasil Tambahan Penelitian


Untuk memastikan tidak adanya peningkatan yang signifikan dari
pemberian intervensi terhadap komitmen organisasi karyawan, maka peneliti
melakukan perhitungan kembali koefisien korelasi POS terhadap komitmen
organisasi setelah intervensi dilakukan. Dari hasil perhitungan setelah pemberian
intervensi didapatkan bahwa pengaruh POS terhadap komitmen organisasi adalah
sebesar 0,369 dan tidak signifikan pada l.o.s 0,05 (p=0,000). Hal ini memperkuat
penjelasan pada sub bab sebelumnya mengenai tidak terdapatnya peningkatan
yang signifikan dari pemberian intervensi terhadap komitmen organisasi
karyawan. Maka dari itu, asumsi yang diajukan di awal penelitian mengenai
terdapatnya peningkatan variabel terikat (komitmen organisasi) yang dipengaruhi
oleh peningkatan variabel bebas (POS) melalui pemberian intervensi tidak
terbukti. Sehingga semakin meningkatnya POS melalui pemberian intervensi
tidak serta merta akan meningkatkan pula komitmen organisasi karyawan.
Menurut Allen dan Meyer (1990), pengalaman kerja merupakan anteseden
yang paling berpengaruh terhadap komitmen afektif terutama pengalaman atas
kebutuhan psikologis untuk merasa nyaman dalam organisasi dan kompeten
dalam menjalankan peran kerja. Berdasarkan hasil penelusuran, didapatkan data
bahwa keseluruhan responden yang mendapatkan intervensi berupa pemberian

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


77

coaching memiliki masa kerja di PT XYZ kurang dari dua tahun dan memiliki
usia antara 25 – 44 tahun. Menurut para ahli (Morrow dan McElroy, 1987; Super,
1957, dalam Pettit, Donohue, dan De Cieri, 2004), responden tersebut masih
berada pada kategori establishment stage. Hal ini menunjukkan bahwa responden
masih merupakan karyawan yang berada dalam tahap awal atau pembentukan di
perusahaan ini dan pada tahap ini upaya yang dikeluarkan individu adalah
mendapatkan tempat kerja yang sesuai dengan pilihannya untuk berkarir.
Berdasarkan penjelasan di atas, rendahnya pengalaman kerja yang dimiliki
oleh para responden di PT XYZ yang masih pada tahap establishment bisa saja
menjadi penyebab rendahnya komitmen organisasi karyawan. Walaupun
diupayakan peningkatan komitmen organisasi karyawan melalui persepsi terhadap
dukungan organisasi khususnnya dukungan atasan, tetap saja hal ini tidak dapat
memberikan pengaruh yang signifikan karena terdapat hal lain yang
mempengaruhi komitmen organisasi dan tidak bisa diukur atau dikontrol di dalam
penelitian ini.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


78

BAB 5
DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian ini berisi penjelasan mengenai diskusi terhadap temuan-


temuan penelitian, kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, dan juga saran-
saran terkait penelitian ini. Diskusi digunakan untuk membahas mengenai hasil
penelitian, kegiatan intervensi, dan hal-hal yang menjadi keterbatasan dalam
penelitian. Kesimpulan digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian yang
diajukan pada awal penelitian dan kesimpulan tambahan dari hasil diskusi. Bagian
akhir bab ini berisi saran yang dapat digunakan untuk perbaikan dan peningkatan
penelitian selanjutnya.

5.1 Diskusi
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
dari Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi.
Artinya, semakin tinggi persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi yang
diterima, maka semakin tinggi pula komitmen mereka terhadap organisasi. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Eisenberger
dkk. (1986) mengenai hubungan timbal balik antara komitmen organisasi dan
POS, yaitu karyawan akan membalas dukungan organisasi yang diterima melalui
komitmen mereka terhadap organisasi. Rhoades dan Eisenberger (2002) juga
menunjukkan, bahwa POS berkorelasi secara signifikan dan positif dengan
komitmen organisasi. Tingkat POS yang tinggi dapat menciptakan perasaan
kewajiban dan tanggung jawab, dimana individu tidak hanya merasa mereka harus
menunjukkan komitmen pada organisasinya, tetapi juga harus membalas
dukungan yang diberikan oleh organisasinya dengan cara menampilkan perilaku-
perilaku yang mendukung keberhasilan organisasi.
Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda, didapatkan bahwa persepsi
karyawan terhadap dukungan atasan merupakan bentuk umum POS yang
memiliki pengaruh paling signifikan terhadap komitmen organisasi para karyawan
dari kedua bentuk umum POS lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Guild (2009), bahwa persepsi terhadap dukungan yang

78 Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


79

didapatkan dari atasan akan berdampak pada komitmen organisasi karyawan yang
akan berpengaruh pula pada dukungan yang mereka berikan terhadap keberhasilan
organisasi. Rhoades dan Eisenberger (2002) menyebutkan pula bahwa, karena
atasan berperan sebagai perpanjangan tangan dari organisasi yang memiliki
tanggung jawab untuk mengarahkan dan mengevaluasi kinerja bawahannya, maka
karyawan akan melihat baik atau tidaknya dukungan yang diberikan atasan
sebagai indikator dari dukungan organisasi. Berdasarkan hal ini, maka intervensi
yang dilakukan oleh peneliti difokuskan untuk meningkatkan persepsi karyawan
terhadap dukungan atasan yaitu melalui pemberian coaching oleh atasan terhadap
bawahan.
Hasil penelitian berikutnya menyatakan bahwa terdapat peningkatan yang
signifikan pada skor POS setelah dilaksanakannya intervensi berupa pemberian
coaching oleh atasan terhadap para bawahannya. Hasil analisis perhitungan
setelah pemberiannya intervensi, menunjukkan bahwa pelatihan coaching skills
yang diberikan kepada para atasan sudah efektif dalam meningkatkan persepsi
karyawan terhadap dukungan atasan melalui pemberian coaching yang didapatkan
oleh karyawan. Rata-rata persepsi karyawan terhadap dukungan atasan yang telah
diberikan coaching meningkat dari kategori rendah menjadi kategori tinggi. Hal
ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Nichol (1999), bahwa pemberian coaching
oleh atasan merupakan bentuk dukungan yang terbaik dari organisasi disaat telah
terdapat harapan yang jelas dari karyawan yang selaras dengan visi, misi, dan
tujuan perusahaan. Adapun penurunan skor POS pada seorang responden setelah
pemberian coaching, bisa disebabkan oleh faktor lain yang tidak dapat dikontrol
oleh peneliti (Misalkan: tingkat sukarela responden saat mengikuti kegiatan
coaching).
Hasil penelitian yang terakhir menyebutkan bahwa tidak terdapat
peningkatan yang signifikan pada skor komitmen karyawan terhadap organsiasi
setelah dilaksanakannya intervensi. Hal ini juga didukung oleh nilai rata-rata
komitmen karyawan terhadap organisasi baik sebelum maupun setelah diberikan
coaching, tetap berada di kategori rendah. Peneliti kemudian melakukan analisis
tambahan untuk memastikan tidak adanya peningkatan yang signifikan dari
pemberian coaching melalui atasan sebagai bentuk dukungan organisasi terhadap

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


80

komitmen organisasi karyawan. Hasilnya diketahui bahwa semakin meningkatnya


POS melalui pemberian intervensi tidak serta merta akan meningkatkan pula
komitmen organisasi karyawan.
Menurut Allen dan Meyer (1990), pengalaman kerja merupakan anteseden
yang paling berpengaruh terhadap komitmen afektif terutama pengalaman atas
kebutuhan psikologis untuk merasa nyaman dalam organisasi dan kompeten
dalam menjalankan peran kerja. Berdasarkan hasil penelusuran, didapatkan data
bahwa keseluruhan responden yang mendapatkan intervensi berupa pemberian
coaching memiliki masa kerja di PT XYZ kurang dari dua tahun dan memiliki
usia antara 25 – 44 tahun. Menurut para ahli (Morrow dan McElroy, 1987; Super,
1957, dalam Pettit, Donohue, dan De Cieri, 2004), responden tersebut masih
berada pada kategori establishment stage. Hal ini menunjukkan bahwa responden
masih merupakan karyawan yang berada dalam tahap awal atau pembentukan di
perusahaan ini dan pada tahap ini upaya yang dikeluarkan individu adalah
mendapatkan tempat kerja yang sesuai dengan pilihannya untuk berkarir.
Berdasarkan penjelasan di atas, rendahnya pengalaman kerja yang dimiliki
oleh para responden di PT XYZ yang masih pada tahap establishment bisa saja
menjadi penyebab rendahnya komitmen organisasi karyawan. Walaupun
diupayakan peningkatan komitmen organisasi karyawan melalui persepsi terhadap
dukungan organisasi khususnya dukungan atasan, tetap saja hal ini tidak dapat
memberikan pengaruh yang signifikan karena terdapat hal lain yang
mempengaruhi komitmen organisasi dan tidak bisa diukur atau dikontrol di dalam
penelitian ini. Hal lainnya yang dapat berpengaruh adalah keterbatasan waktu
dalam pengukuran komitmen organisasi karyawan. Temuan ini menarik untuk
diteliti lebih lanjut, karena bila ditemukan faktor lain yang lebih berpengaruh
terhadap komitmen organisasi, maka selanjutnya dapat dilakukan intervensi
terhadap faktor tersebut dan dapat lebih meningkatkan komitmen organisasi
karyawan di PT XYZ.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


81

5.2 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, berikut adalah kesimpulan
yang dapat menjawab rumusan masalah penelitian ini:
1. Terdapat pengaruh yang signifikan Perceived Organizational Support
(POS) terhadap komitmen organisasi karyawan di PT XYZ. Dari ketiga
bentuk umum POS yang dipersepsikan karyawan, persepsi karyawan
terhadap dukungan atasan merupakan bentuk yang memiliki pengaruh
paling besar dan signifikan terhadap komitmen organisasi.
2. Terdapat peningkatan yang signifikan pada skor POS sebelum dan setelah
diberikannya intervensi berupa pelatihan dan pendampingan dalam
pemberian coaching pada karyawan di PT XYZ. Dengan kata lain, bahwa
pelatihan coaching skills yang diberikan kepada para atasan sudah efektif
untuk meningkatkan persepsi karyawan terhadap dukungan atasan melalui
pemberian coaching.
3. Terdapat peningkatan yang signifikan pada skor komitmen organisasi
sebelum dan setelah diberikannya intervensi berupa coaching oleh atasan
pada karyawan di PT XYZ. Responden yang mengalami kenaikan skor
komitmen organisasi setelah pemberian coaching yaitu sebanyak enam
orang, sedangkan dua orang yang tidak mengalami kenaikan bahkan
mengalami penurunan skor setelah pemberian intervensi. Penurunan skor
komitmen karyawan terhadap organisasi melalui pemberian coaching yang
dilakukan oleh atasan, bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak
diukur ataupun dikontrol dalam penelitian ini, seperti bentuk dukungan
organisasi lain yang bisa berupa rasa keadilan terhadap kebijakan ataupun
penghargaan dan kondisi pekerjaan yang dipersepsikan oleh responden,
ataupun kurangnya waktu dalam melakukan pengukuran setelah
pemberian intervensi.

Selain tiga kesimpulan diatas yang menjawab rumusan masalah penelitian,


perusahaan juga perlu meningkatkan kedua bentuk umum POS lainnya, yaitu
penghargaan dan lingkungan pekerjaan, serta keadilan prosedural yang terdapat di
dalam organisasi seiring dukungan atasan yang akan dipersepsikan oleh

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


82

karyawan. Dengan turut diperhatikannya ketiga bentuk umum POS yang diterima
karyawan tersebut secara bersama-sama, maka diharapkan dapat memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi yang akhirnya akan
berdampak pada produktivitas kinerja karyawan.

5.3 Saran
Berikut adalah saran metodologis dan saran praktis yang dapat diberikan
dari hasil penelitian ini:
5.3.1 Saran Metodologis
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran metodologis yang
dapat peneliti ajukan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian
selanjutnya, antara lain:
1. Penelitian ini melihat persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi
sebagai faktor yang dapat meningkatkan komitmen organisasi. Pada
penelitian selanjutnya, dapat diteliti faktor-faktor lain yang juga dapat
meningkatkan komitmen organisasi para karyawan.
2. Menambah sesi dan durasi pelatihan menjadi dua hari untuk
memperbanyak sesi diskusi dan praktek-praktek pemberian pelatihan
coaching skills, sehingga didapatkan hasil pemberian coaching yang lebih
efektif.
3. Melakukan evaluasi pelatihan level tiga, yaitu level pengukuran tingkah
laku dengan cara melakukan tindak lanjut terhadap hasil pembelajaran
setelah pelatihan. Hal tersebut dilakukan untuk mengukur kemampuan
baru yang didapat dari pelatihan yang ditunjukkan ketika peserta kembali
ke pekerjaannya.

5.3.2 Saran Praktis


Selain itu, peneliti juga mengajukan beberapa saran praktis yang dapat
digunakan untuk pengembangan PT XYZ:
1. Mengikutsertakan seluruh tingkat jabatan atas dalam kegiatan intervensi,
yaitu Kepala Departemen, Kepala Divisi, hingga Direksi, agar dampak dari
pemberian coaching ini dapat lebih integratif dan diharapkan bisa menjadi

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


83

bagian dari budaya perusahaan yang mengedepankan prinsip-prinsip dasar


coaching, seperti kesadaran, tanggung jawab, percaya diri, tidak
menyalahkan, dan fokus pada solusi.
2. Membuat sistem kontrol dan monitor, penyusunan program coaching
secara berkala, dan adanya umpan balik mengenai implementasi
intervensi. Selama ini diakui oleh pihak HRD, bahwa ketiga hal tersebut
belum dilakukan secara serius oleh berbagai pihak yang terkait di PT
XYZ. Diharapkan kegiatan pemberian pelatihan coaching terhadap para
atasan dan pemberian coaching oleh atasan terhadap bawahan dapat
dilakukan secara berkelanjutan dengan penyediaan waktu yang memadai
yang diharapkan dapat memberikan dampak bagi semua pihak khususnya
meningkatkan produktivitas kinerja.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


84

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal-Gupta, M., Vohra, N., & Bhatnagar, D. (2010). Perceived


Organizational Support and Organizational Commitment: The Mediational
Influence of Psychological Well-Being. Journal of Business and
Management , 105-124.
Allen, N. J., & Meyer, J. P. (1990). The Measurement and Antecedents of
Affective, Continuance, and Normative Commitment to Organization.
Journal of Occupational Psychology , 1-8.
Anastasi, A., & Urbina, S. (1997). Psychological Testing (7th ed.). New Jersey:
Prentice Hall.
Aube, C., Rousseau, V., & Morin, E. M. (2007). Perceived Organizational
Support and Organizational Commitment: The Moderating Effect of Locus
of Control and Work Autonomy. Journal of Managerial Psychology , 479-
495.
Bateman, T. S., & Strasser, S. (1984). A longitudinal analysis of the antecedents
of organizational commitment. Academy of Management Journal , 95-112.
Bivens, B. (1996). Coaching for Results. The Journal for Quality and
Participations , 50-53.
Blau, P. M. (1964). Exchange and power in social life. New York: Wiley.
Cropanzano, R., Howes, J. C., Grandey, A. A., & Toth, P. (1997). The
relationship of organizational politics and support to work behaviors,
attitudes, and stress. Journal of Organizational Behavior , 159–180.
Cummings, T. G., & Worley, C. G. (2005). Organization Development and
Change, 8th edition. Ohio: Thomson South-Western.
DeVellis, R. F. (2003). Scale Development: Theory and Applications. California:
Sage Publications.
Dunham, R. B., A., G. J., & B., C. M. (1994). Organizational Commitment: The
utility of an integrative definition. Journal of Applied Psychology , 370-380.
Eisenberger, R., Armeli, S., Rexwinkel, B., Lynch, P. D., & Rhoades, L. (2001).
Reciprocation of Perceived Organizational Support. Journal of Applied
Psychology , 42-51.
Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S., & Sowa, D. (1986). Perceived
Organizational Support. Journal of Applied Psychology , 500-507.
Field, A. (2005). Discovering Statistics Using SPSS (2nd ed.). London: Sage
Publishing.
George, J. M., & Brief, A. P. (1992). Feeling good–doing good: A conceptual
analysis of the mood at work–organizational spontaneity relationship.
Psychological Bulletin , 310–329.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


85

Gravetter, J. P., & Wallnau, L. B. (2007). Statistic for the Behavioral Sciences
Education (7th ed.). Canada: Thomson Wadsworth.
Greenberg, J., & Baron, R. A. (2000). Behavior in Organization (7th ed.). New
York: Prentice Hall, Inc.
Greenberg, J., & Cropanzano, R. (2001). Advances in organizational justice.
Stanford: Stanford University Press.
Guild, D. P. (2009). Antecedents and Consequences of Supervisory Support: The
Moderating Affects of Perceived Organizational Status of the Supervisor.
ProQuest Dissertations and Theses , n/a.
Guilford, J. P., & Fruchter, B. (1978). Fundamental Statistics in Psychology and
Education (6th ed.). Tokyo: McGraw Hill Kogahusha.
Guzzo, R. A., Noonan, K. A., & Elron, E. (1994). Expatriate managers and the
psychological contract. Journal of Applied Psychology , 617–626.
Hammond, H. R. (2008). The antecendents of affective commitment to the team
and their impact on team effectiveness. California: TUI University.
Hulin, C. (1998). Adaptation, Persistance, and Commitment in Organizations.
Handbook of Industrial and Organizational Psychology , Vol. 2, pp. 445-
498.
Hutchison. (1997). Perceived Organizational Support: Furthe Construct Validity.
Journal of Applied Psychology .
Johlke, M. C., Stamper, C. L., & Shoemaker, M. E. (2002). Antecedents to
Boundary-Spanner Perceived Organizational Support. Journal of
Managerial Psychology , 116-128.
Kerlinger, F. N., & Lee, H. B. (2000). Foundations of Behavioral Research (4th
ed.). Orlando: Hartcourt College Publisher.
Kirkpatrick, D. L., & Kirkpatrick, J. D. (2006). Evaluating Training Programs;
The Four Level (3rd ed.). San Fransisco: Berret-Koehler Publisher.
Ko, J. W., L., P. J., & Mueller, C. W. (1997). Assessment of Meyer and Allen's
Three Component Model of Organizational Commitment in South Korea.
Journal of Applied Psychology , 961-973.
Konovsky, M. A., & Cropanzano, R. (1991). The perceived fairness of employee
drug testing as a predictor of employee attitudes and job performance.
Journal of Applied Psychology , 698-707.
Kottke, J. L., & Sharafinski, C. E. (1988). Measuring perceived supervisory and
organizational support. Educational and Psychological Measurement ,
1075–1079.
Kumar, R. (2005). Research methodology second edition: A step by step guide for
beginners. London: SAGE Publications Ltd.
Levinson, H. (1965). Reciprocation: The relationship between man and
organization. Administrative Science Quarterly , 370–390.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


86

Mathieu, A., & Pousa, C. (2011). Does Supervisory Coaching Behaviour Reduce
Salespeople’s Lies? International Journal of Evidence Based Coaching and
Mentoring , 16-28.
Mathieu, J. E., & Zajac, D. M. (1990). A Review and Meta-Analysis of the
Antecedents, Correlates, and Consequences of Organizational Commitment.
Psychological Bulletin , 171-194.
Mathis, R. L., & Jackson, J. H. (2010). Human Resource Management, Thirteen
Edition. Mason: South Western Cengage Learning.
Meyer, J. P., & Allen, N. J. (1991). A Three-Component Conceptualization of
Organizational Commitment. Human Resource Management Review , 61-
89.
Meyer, J. P., & Allen, N. J. (1997). Commitment in the workplace: Theory,
research and application. Thousand Oaks: Sage Publication.
Meyer, J., & Herscovitch, L. (2001). Commitment in the workplace: Towards a
general model. Human Resource Management Review , 299-326.
Moen, F., & Allgood, E. (2009). Coaching and the Effect on Self-Efficacy.
Organization Development Journal , 69-82.
Morrow, P. C., & McElroy, J. C. (1986). On assessing measures of work
commitment. Journal of Occupational Behaviour , 139-145.
Mowday, R. T., Porter, L. W., & Steers, R. M. (1982). Organizational linkages:
The psychology of commitment, absenteeism, and turnover. San Diego:
Academic Press.
Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Nichol, L. R. (1999). When the Coach is the Supervisor: Dealing with the
Dynamics of Power and the Organization. Dipetik June 13, 2012, dari
Business Coach Institute:
http://www.businesscoachinstitute.com/library/coach_is_supervisor.shtml
O’Driscoll, M. P., & Randall, D. M. (1999). Perceived organisational support,
satisfaction with rewards, and employee job involvement and organisational
commitment. Applied Psychology: An International Review , 197–209.
O'Really, C., & Chatman, J. (1986). Organizational commitment and
psychological attachment: The effects of compliance, identification, and
internalization on prosocial behavior. Journal of Applied Psychology , 492-
499.
Parsloe, E., & Wray, M. (2002). Coaching and Mentoring. London: Kogan Page.
Passmore, J. (2012). Excellence in Coaching: Panduan Lengkap Menjadi Coach
Profesional. Jakarta: PPM Manajemen.
Pettit, T., Donohue, R., & Cieri, H. D. (2004). Carreer Stage, Organizational
Commitment and Organizational Citizenship Behavior. Working Paper
Series , 1-9.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


87

Poerwandari, E. K. (2009). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku


Manusia. Depok: LPSP3.
Rhoades, L., & Eisenberger, R. (2002). Perceived Organizational Support: A
Review of the Literature. Journal of Applied Psychology , 698-714.
Rhoades, L., Eisenberger, R., & Armeli, S. (2001). Affective Commitment to the
Organization: The Contribution of Perceived Organizational Support.
Journal of Applied Psychology , 825-836.
Riggio, R. E. (2008). Introduction to Industrial/Organizational Psychology. New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Rocereto, J. F., Mosca, J. B., Gupta, S. F., & Rosenberg, S. L. (2011). The
Influence of Coaching on Employee Perceptions of Supervisor
Effectiveness and Organizational Policies. Journal of Business and
Economic Research , 15-23.
Ryan, R. (2008). Leadership Development: A Guide for HR and Training
Professionals. London: Butterworth-Heinemann.
Schein, E. H. (1987). Process Consultation: Volume 1, Its Role in Organizational
Development. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
Schein, E. H. (1987). Process Consultation: Volume 2, Lessons for Manager and
Consultants. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
Schermerhorn, J. R., Hunt, G. J., Osborn, R. N., & Uhl-Bien, M. (2010).
Organizational Behavior, 11th edition. New Jersey: John Wiley & Sons,
Inc.
Schultz, D. P., & Schultz, S. E. (1998). An Introduction to Industrial and
Organizational Psychology (6th ed.). New York: McMillan Publishing
Company.
Seniati, A. N. (2002). Pengaruh masa kerja, trait kepribadian, kepuasan kerja,
dan iklim psikologis terhadap komitmen dosen pada Universitas Indonesia.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Settoon, R. P., Bennett, N., & Liden, R. C. (1996). Organizational-commitment;
Social-exchange; Employees-Behavior; Employees-Attitudes. Journal of
Applied Psychology , 219-270.
Shore, L. M., & Wayne, S. J. (1993). Commitment and Employee Behavior:
Comparison of Affective Commitment and Continuance Commitment With
Perceived Organizational Support. Journal of Applied Psychology , 774-
780.
Smither, R. D., Houston, J. M., & McIntire, S. A. (1996). Organization
Development: Strategies for Changing Environment. New York: Harpers
Collins College Publisher.
Stinglhamber, F., & Vandenberghe, C. (2003). Organizations and Supervisors as
Sources of Support and Targets of Commitment: A Longitudinal Study.
Journal of Organizational Behavior , 251-270.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


88

Stowers, D. P. (2010). Perceived Organizational Support and Organizational


Coomitment in The United States Army Reserve. ProQuest Dissertation
and Theses , n/a.
Sweeney, P. D., & McFarlin, D. B. (2002). Organizational behavior: Solutions
for management. New York: McGraw-Hill.
Thorne, K. (2005). Coaching for Change. London: Kogan Page Limited.
Wayne, S. J., Shore, L. M., & Liden., R. C. (1997). Perceived organizational
support and leader-member exchange: A social exchange perspective.
Academy of Management Journal , 82–111.
Whitmore, J. (2002). Coaching for Performance 3rd edition. London: Nicholas
Brealey.
Wijayanti, H. (2011). Pengaruh Peningkatan Kualitas Hubungan Atasan-
Bawahan Terhadap Komitmen Perubahan Melalui Workshop Coaching
Pada Atasan PT X. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Wilson, C. (2011). Performance Coaching: Metode Baru Mendongkrak Kinerja
Karyawan. Jakarta: PPM Manajemen.
Witt, L. A., & Nye, L. G. (1992). Organizational goal congruence and job
attitudes revisited. Washington, DC: Federal Aviation Administration,
Office of Aviation Medicine.
Woodcock, M., & Francis, D. (1990). Unblocking Your Organization. New York:
Gower Publishing.
Zeihmeister, J. S., Zechmeister, E. B., & Shaughnessy, J. J. (2001). Essentials of
Research Methods in Psychology. Singapore: McGraw-Hill.

Universitas Indonesia

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


89

LAMPIRAN

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


90

Lampiran 1 – Profil Perusahaan PT XYZ

Sejarah Perusahaan
PT XYZ adalah sebuah Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) yang
didirikan pada tahun 2002 dengan Surat Izin BUJP resmi yang dikeluarkan oleh
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Perusahaan ini dimiliki oleh
koperasi salah satu perusahaan multinasional terbesar di Indonesia yang
menguasai berbagai sektor usaha antara lain di bidang otomotif, agrobisnis,
pertambangan dan perbankan sebesar 92.5 % dan 7.5% sisanya dimiliki koperasi
karyawan PT XYZ. PT XYZ merupakan sebuah perusahaan outsourcing yang
menghasilkan produk berupa tenaga pengamanan (security) profesional, dimana
sebagian besar pengguna jasa PT XYZ merupakan kelompok perusahaan
multinasional tersebut dan selebihnya adalah perusahaan nasional dan
internasional lainnya. Adapun jasa yang ditawarkan PT XYZ adalah:
 Jasa Penyediaan Tenaga Pengamanan
 Jasa Pendidikan dan Latihan Keamanan
 Jasa Konsultasi Keamanan
 Jasa Kawal Angkut Uang dan Barang Berharga

Melalui kombinasi antara kompetensi manajemen pengamanan yang


dilaksanakan oleh Corporate Security Center (CSC) di kelompok perusahaan
multinasional terbesar, dipadukan dengan kompentensi manajemen pengelolaan
usaha Koperasi perusahaan multinasional terbesar yang berdiri sejak tahun 1990,
menjadikan PT XYZ sebuah kekuatan yang handal untuk dapat mewujudkan
Good Corporate Governance dan Operational Exellence.
Keberadaan BUJP yang berizin resmi serta profesional dalam pengelolaan
anggota security tentunya akan membantu terlaksananya tugas pengamanan yang
diharapkan oleh perusahaan pengguna jasa. Perusahaan pengguna jasa tidak perlu
disibukkan dengan tuntutan status kekaryawanan dari anggota security yang
bertugas di lokasi perusahaan, karena semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan,
perintah dan upah sudah ditangani langsung oleh PT XYZ.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


91

Sesuai dengan tuntutan bisnis masa depan, PT XYZ dari awal telah
mempunyai kebijakan tata kelola perusahaan yang berpegang pada prinsip Good
Corporate Governance, yang berarti : mempunyai izin pengelolaan sebagai Badan
Usaha Jasa Pengamanan resmi dari Mabes Polri; mentaati aturan ketenaga-kerjaan
Depnaker; berkontribusi kepada Negara melalui penerapan dan pelaksanaan
Undang-undang Perpajakan; serta pengelolaan perusahaan secara benar, bersih,
transparan dan profesional.
Melalui hal tersebut, PT XYZ menjadikan security sebagai profesi yang
dapat diandalkan, dimana secara tidak langsung security ikut memiliki saham
kepemilikan perusahaan. Selain itu PT XYZ juga berkomitmen memberikan
fasilitas kesehatan yang baik, serta untuk memberikan kepastian dan
kelangsungan kerja, PT XYZ memberikan pendidikan berkelanjutan mulai dari
Garda Pratama (dasar) dan Garda Madya (supervisor) untuk memenuhi kualifikasi
"Professional security guard".

Visi dan Misi


Visi :
Menjadi mitra yang terpercaya dalam bidang jasa pengamanan dengan penyediaan
solusi terintegrasi.
Misi :
1. Memuaskan pelanggan dengan memberikan solusi terbaik di bidang jasa
pengamanan.
2. Melakukan pengelolaan secara benar, bersih, transparan dan profesional
sesuai kaidah tata kelola perusahaan yang baik.
3. Memberikan nilai tambah kepada stakeholders.
4. Melakukan pembinaan untuk membentuk karyawan yang profesional dan
perbaikan sistem manajemen secara berkesinambungan.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


92

Corporate culture (Company Values)


PT XYZ memiliki budaya organisasi yang terbagi menjadi empat nilai,
yaitu : Team Work, Operational Excellence, Profesional, dan Customer Care.
Empat nilai ini disingkat menjadi TOPCust.
I. Team Work
Prinsip kerjasama menjadi landasan dalam bekerja untuk mencapai tujuan
bersama.
Indikator Perilaku :
a. Bekerja sama dan menghargai pendapat serta masukan orang lain
1) Mau belajar dari orang lain (atasan, bawahan dan rekan kerja) untuk
meningkatkan pengetahuan demi mendukung kualitas kerja.
2) Berpartisipasi aktif dalam kelompok untuk mewujudkan visi dan
misi perusahaan.
3) Mengupayakan agar anggota lain mendapatkan informasi yang
relevan dan bermanfaat demi memenuhi kebutuhan pelanggan
eksternal maupun internal.
b. Membangun semangat kebersamaan
1) Bertindak untuk menciptakan suasana kerjasama yang akrab dan
moral kerja yang baik dalam kelompok.
2) Berpikir dan bertindak positif dalam berinteraksi dengan anggota
kelompok.

II. Operational Excellence


Mencapai keunggulan dan prestasi dalam melakukan kegiatan operasional
day-to-day basis melalui taat azas kepada sistem, prinsip kepemimpinan dan
peningkatan berkesinambungan.
Indikator Perilaku :
a. Bekerja secara efektif dan efisien
1) Bekerja sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan oleh
perusahaan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
2) Menggunakan sumber daya secara efisien dengan tetap
mengutamakan kualitas kerja.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


93

b. Perbaikan sistem secara berkelanjutan


1) Melakukan perbaikan sistem yang menunjang kemampuan
perusahaan dalam menghadapi tuntutan dan tantangan pasar.
2) Secara terus menerus meningkatkan kualitas produk jasa
pengamanan untuk memenuhi kepuasan pelanggan.

III. Professional
Untuk mencapai tujuan dan dalam menjalankan perusahaan, XYZ memiliki
orang-orang dengan kompetensi yang tinggi, loyal, berintegritas, dan
berdedikasi tinggi dalam menjalankan tugasnya.
Indikator Perilaku :
a. Selalu berusaha meningkatkan kompetensi
1) Memiliki keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan
berkembang secara profesional sehingga dapat meningkatkan dan
memperbaiki kualiatas dan keterampilan kerja.
2) Menjalankan tugas secara optimal dengan menggunakan
pengetahuan, keahlian, dan kompetensi yang dimiliki.
b. Berkomitmen untuk memberikan hasil terbaik kepada perusahaan
1) Berusaha mencapai keberhasilan kinerja melebihi standar yang telah
ditetapkan.
2) Menumbuhkan rasa ikut memiliki terhadap Perusahaan.
3) Bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan yang telah dibuat.

IV. Customer Care


Pelanggan sebagai mitra yang berharga bagi XYZ, didukung dengan
program customer intimacy yang berujung pada kemitraan jangka panjang.
Indikator Perilaku :
a. Merespon pelanggan dengan cepat dan tepat
1) Menindaklanjuti permintaan dan keluhan pelanggan.
2) Memberikan respon segera dengan memeriksa kebutuhan pelanggan
yang sebenarnya.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


94

3) Memberikan pelayanan dan solusi terbaik sesuai dengan kebutuhan


pelanggan secara cepat dan tepat.
b. Memelihara komunikasi yang baik kepada pelanggan
1) Memonitor kepuasan pelanggan.
2) Memahami dan mencari informasi mengenai kebutuhan pelanggan.

Produk dan Jasa


Sebagai bukti komitmen manajemen kepada profesi security, PT XYZ
mencoba untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dengan menawarkan jasa
keamanan seperti :
1. Penyediaan Tenaga Security

2. Konsultan Keamanan, Pendidikan dan Pelatihan Security, Untuk


mendapatkan SDM yang baik, dalam pengelolaannya XYZ Security Training
Center didukung oleh tenaga-tenga ahli dalam bidangnya, bekerja sama
dengan tenaga pendidik dari Secapa Polri serta tenaga ahli dari Asosiasi
Manager Security Indonesia (AMSI). XYZ Security Training Center
menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Security yang terprogram,
seperti:
 Gada Pratama (untuk anggota security),dilaksanakan setiap bulan
secara terus menerus
 Gada Madya (untuk Komandan Regu atau Pleton), dilaksanakan
setiap 4 (empat) kali secara terus menerus

Selain itu, PT XYZ mempunyai produk baru yaitu CMS (Control


Monitoring Service). CMS adalah layanan jasa monitoring pengamanan yang
diberikan PT XYZ kepada pelanggan baik perseorangan maupun perusahaan
selama 24 jam/7 hari yang dikelola secara profesional. Untuk mendukung
kelancaran kegiatan Control Monitoring Service, PT XYZ memberikan
dukungan bantuan penyediaan tim cepat (Quick Response) yang di tempatkan
di setiap wilayah DKI/ Jabodetabek.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


95

3. Perlengkapan Keamanan

4. Pembinaan Pengawasan dan Pengendalian (Binwasdal), tes kompetensi,


patroli, bodyguard, jasa satpam untuk acara khusus, recruitment dan rescue,
training pendidikan dasar seperti: training keahlian khusus (Pemadam
kebakaran dan Investigasi tindak kejahatan) serta beberapa pelatihan seperti
pelatihan beladiri yang saat ini diharuskan untuk diterapkan kepada anggota
keamanan yang menjaga di bidang perbankan.

5. Pelatihan di alam terbuka (outbond) untuk membentuk kerjasama team


(teamwork), meningkatkan motivasi kerja, dan penerapan dasar-dasar
kepemimpinan. Juga diadakan program-program pelatihan khusus sesuai
permintaan pelanggan, seperti: Customer Service, Fire Fighting, Environment
Health and Safety, dan lain-lain.

Perkembangan Perusahaan
PT XYZ pada awalnya berdiri karena adanya kebutuhan jasa pengamanan
pada kelompok perusahaan multinasional terbesar yang memiliki banyak cabang
di seluruh Indonesia, melalui kepercayaan yang diberikan oleh kelompok
perusahaan multinasional terbesar dan hubungan baik dengan Kepolisian Negara
Republik Indonesia maka PT XYZ berdiri dan berusaha memuaskan kebutuhan
permintaan tenaga security dengan memberikan pelayanan jasa pengamanan
terbaik bagi pelanggan.
Berangkat dari hal tersebut, PT XYZ terus berkembang, sehingga selain
guna memenuhi kebutuhan kelompok perusahaan multinasional terbesar, PT XYZ
juga terus mengembangkan diri dengan memenuhi kebutuhan permintaan jasa
pengamanan di luar kelompok perusahaan multinasional terbesar dengan mencari
peluang, baik itu pada perusahaan Nasional dan perusahaan Internasional level
menengah yang memiliki lingkup operasional nasional di seluruh kepulauan
Indonesia.
Walaupun usia PT XYZ masih relatif muda dalam bisnis ini, namun
perusahaan ini terus tumbuh dan berkembang. Pada tahun 2002, PT XYZ
memiliki 1200 tenaga security, dan pada tahun 2003 jumlah dari tenaga security
bertambah menjadi 1800 personel yang kemudian menjadi 2400 personel pada

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


96

tahun 2004. Selanjutnya, jumlah personel security di PT XYZ terus bertambah


menjadi 3000 personel pada tahun 2005. Angka ini terus meningkat hingga pada
bulan Desember 2006 PT XYZ memiliki 4000 orang tenaga security dan tahun
2011 PT XYZ memiliki 8000 orang tenaga security yang tersebar di lebih dari
100 perusahaan hampir di seluruh 60 kota di Indonesia.
Lebih dari 500 unit tenaga security dimana setiap area diawasi oleh
seorang supervisor area. Diluar dugaan, pada akhir tahun 2007 PT XYZ telah
memiliki hingga 5000 anggota security. Sehingga, rata-rata pertumbuhan anggota
security diharapkan memiliki peningkatan sebanyak 1000 anggota setiap tahunnya
dimana saat ini rata-rata pertumbuhan sekitar 35% per tahun.

Struktur Organisasi

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


97

Lampiran 2 – Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Fenomena Hasil wawancara Penyebab rendahnya komitmen organisasi karyawan berdasarkan hasil 5 aspek terendah
terhadap pihak wawancara terhadap karyawan: hasil kuesioner
Di dalam perkembangan bisnis
manajemen: blockage:
perusahaan yg sangat pesat, Penilaian kinerja yang masih berdasarkan subjektivitas atasan dan
karyawan diharapkan dapat Rendahnya komitmen adanya indikasi ketidakadilan dalam pengupahan (Fairness). Poor Teamwork,
memberikan kontribusi organisasi karyawan Unfair Rewards,
Kurangnya penghargaan yang diberikan sebagai bentuk pemerhatian
seoptimal mungkin bagi yang ditandai oleh Lack of Succesion
organisasi terhadap karyawan, tidak adanya perencanaan suksesi atau
perusahaan. kurangnya internalisasi Planning dan
karir yang jelas, tidak adanya suatu bentuk pelatihan dan pengembangan
nilai-nilai perusahaan Management
Dibutuhkan karyawan yang diri karyawan (Organizational Reward and Job Conditions).
(TOP Cust) dan turnover Development, Poor
berkomitmen tinggi terhadap
karyawan dengan tingkat Kurangnya dukungan atasan dalam memberikan otonomi pekerjaan Training, dan Low
perusahaan untuk turut serta
jabatan yang beragam. dgn sumber daya yang cukup, dan penghargaan/pengakuan terhadap Motivation.
membangun perusahaan
kinerja karyawan yang tinggi secara psikologis (Supervisor Support).
menjadi lebih baik di masa
mendatang. Temuan Masalah/ Kondisi Aktual

Kondisi Ideal Bentuk intervensi Rendahnya persepsi karyawan Terdapat 3 hal yang mendasari komitmen seseorang
Komitmen organisasi Pemberian coaching terhadap dukungan atasan terhadap organisasi, yaitu pertukaran, identifikasi,
karyawan meningkat; oleh atasan terhadap diduga menjadi penyebab yang dan internalisasi (O’Really dan Chatman, 1986)
menunjukkan kesesuaian bawahan sebagai upaya paling berpengaruh terhadap
Merujuk pada kerangka timbal balik dari teori
nilai diri dengan meningkatkan persepsi persepsi karyawan terhadap
pertukaran sosial, karyawan akan membalas
organisasi, peningkatan karyawan terhadap dukungan organisasi secara
dukungan organisasi melalui komitmen terhadap
performa atau dukungan atasan. menyeluruh.
organisasi (Eisenberger dkk., 1986). Tingkat
produktivitas kerja Karyawan akan melihat baik/ Perceived Organizational Support (POS) yang
Atasan diberikan
karyawan, hasrat untuk tidaknya dukungan yang tinggi melahirkan rasa tanggung jawab, dimana
pembekalan terlebih
tetap bekerja di diberikan atasan sebagai indikator karyawan menunjukkan komitmen pada
dahulu melalui
perusahaan. dari dukungan organisasi organisasinya dengan cara menampilkan perilaku-
pelatihan coaching
skills. (Eisenberger dkk., 1986) perilaku yang mendukung tujuan organisasi.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


98

Lampiran 3 – Alat Ukur Penelitian

Dengan hormat,

Kami adalah Mahasiswa Magister Profesi Industri dan Organisasi Universitas


Indonesia. Pada kesempatan ini, kami ingin meminta bantuan Bapak/Ibu untuk
mengisi kuesioner yang telah kami susun.

Dalam kuesioner ini terdapat 54 pernyataan dengan 6 pilihan jawaban. Bapak/Ibu


diminta untuk membaca dengan teliti setiap pernyataan dan memilih jawaban
yang sesuai dengan kondisi Anda. Jawaban yang Bapak/Ibu berikan tidak bersifat
benar atau salah, sehingga setiap individu dapat memiliki jawaban yang berbeda.
Setelah Bapak/Ibu selesai menjawab seluruh pernyataan yang ada, mohon untuk
mengecek kembali jangan sampai ada pernyataan yang erlewat.

Selain itu, Bapak/Ibu diminta untuk mengisi identitas diri yang tertera dalam
kuesioner ini. Semua data identitas dan jawaban yang Bapak/Ibu berikan hanya
untuk kepentingan studi dan akan kami jamin kerahasiaannya.

Demikian, atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Tim Peneliti

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


99

IDENTITAS DIRI
Petunjuk : Isilah pada titik-titik yang disediakan dan berikan tanda silang (X)
pada kolom pilihan yang sesuai dengan keadaan diri Anda.

Nama Lengkap : ..........................................................................


Departemen dan Divisi : ..........................................................................
Jenjang Jabatan :  Direksi  Kadiv  Kadept  Kasie  Staf
Nama Jabatan : ..........................................................................
Lama Kerja :  0 – 6 bulan  6 bulan – 1 tahun  1 – 2 tahun
 2 – 5 tahun  > 5 tahun
Status Kepegawaian :  Permanen  Kontrak  Outsource
Usia :  ≤ 25 tahun  26 – 35 tahun  36 – 45 tahun
 46 – 55 tahun  ≥ 56 tahun
Jenis kelamin :  Pria  Wanita
Tingkat Pendidikan :  SMA/ SMK/ MA  D1  D3  D-IV
 S1  S2  S3

PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER


Tugas Anda adalah memberikan tanda silang (X) pada angka tingkat kesesuaian
pernyataan dengan kondisi yang sebenarnya, berdasarkan skala sebagai berikut.

1 2 3 4 5 6

Sangat Tidak Sangat Setuju


Setuju

Contoh :
1. Saya sudah paham mengenai tujuan utama 1 2 3 4 5 6
perusahaan

Hal tersebut menunjukkan bahwa pernyataan di atas menggambarkan


kondisi Anda yang sebenarnya di perusahaan tempat Anda bekerja. Selamat
Mengerjakan!

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


100

Kuesioner Komitmen Organisasi


Berikan tanda silang (X) pada angka yang menggambarkan diri Anda dalam setiap
pernyataannya.
NO PERNYATAAN Sangat Sangat
Tidak Setuju
Setuju
1 Saya senang apabila menghabiskan sisa karir saya 1 2 3 4 5 6
di perusahaan ini.
2 Keadaan keuangan saya akan kacau apabila saya 1 2 3 4 5 6
keluar dari perusahaan ini.
3 Saya merasa tidak ada kewajiban untuk tetap 1 2 3 4 5 6
bekerja di perusahaan ini.
4 Saya merasa bukan bagian dari perusahaan saya. 1 2 3 4 5 6
5 Tetap pada perusahaan ini adalah sebuah 1 2 3 4 5 6
keharusan bagi saya.
6 Keluar dari perusahaan ini adalah keputusan yang 1 2 3 4 5 6
buruk walaupun menguntungkan saya.
7 Saya menganggap bahwa masalah perusahaan 1 2 3 4 5 6
adalah masalah saya juga.
8 Saya memiliki sedikit pilihan sebagai bahan 1 2 3 4 5 6
pertimbangan untuk keluar dari perusahaan ini.
9 Saya merasa bersalah apabila keluar dari 1 2 3 4 5 6
perusahaan ini sekarang.
10 Sulit mencari pekerjaan lain kalau saya keluar 1 2 3 4 5 6
dari perusahaan ini.
11 Perusahaan ini pantas untuk mendapatkan 1 2 3 4 5 6
kesetiaan saya.
12 Saya merasa terikat secara emosional pada 1 2 3 4 5 6
perusahaan ini.
13 Saya tetap bekerja di perusahaan ini, karena jika 1 2 3 4 5 6
keluar dapat mengorbankan kehidupan pribadi
saya.
14 Saya tidak ingin meninggalkan perusahaan ini, 1 2 3 4 5 6
karena saya merasa sangat bertanggung jawab
kepada orang-orang di dalamnya.
15 Perusahaan ini memiliki arti yang besar bagi 1 2 3 4 5 6
hidup saya.
16 Sulit bagi saya untuk keluar dari perusahaan ini, 1 2 3 4 5 6
karena saya sudah banyak mencurahkan tenaga
saya untuk perusahaan ini.
17 Perusahaan ini tidak memiliki jasa yang 1 2 3 4 5 6
signifikan bagi saya.
18 Saya merasa seperti bagian keluarga dari 1 2 3 4 5 6
perusahaan ini.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


101

Kuesioner POS
Berikan tanda silang (X) pada angka yang menggambarkan diri Anda dalam setiap
pernyataannya.
NO PERNYATAAN Sangat Sangat
Tidak Setuju
Setuju
1 Perusahaan menghargai kontribusi saya melalui 1 2 3 4 5 6
perhatiannya pada kesejahteraan karyawan.
2 Perusahaan dapat saja merekrut seseorang untuk 1 2 3 4 5 6
menggantikan saya, dan dapat menggaji orang
tersebut lebih rendah dari gaji saya.
3 Menurut saya, perusahaan belum dapat 1 2 3 4 5 6
mengapresiasi usaha ekstra yang sudah saya
lakukan.
4 Perusahaan sangat memperhatikan tujuan pribadi 1 2 3 4 5 6
dan nilai-nilai yang saya yakini.
5 Perusahaan mengerti ketika saya harus tidak 1 2 3 4 5 6
masuk kantor karena sakit.
6 Dalam pengambilan keputusan yang akhirnya 1 2 3 4 5 6
mempengaruhi saya dan pekerjaan saya,
perusahaan tidak mempertimbangkan
kepentingan saya dalam proses pengambilan
keputusan tersebut.
7 Ketika saya menemui kendala, bantuan selalu 1 2 3 4 5 6
tersedia.
8 Perusahaan sangat memperhatikan kesejahteraan 1 2 3 4 5 6
saya.
9 Perusahaan melakukan upaya untuk membantu 1 2 3 4 5 6
saya menunjukkan performa kerja yang sesuai
dengan kemampuan terbaik saya.
10 Perusahaan tidak mau mengerti ketika saya tidak 1 2 3 4 5 6
bisa masuk kantor karena urusan pribadi.
11 Apabila perusahaan menemukan cara yang lebih 1 2 3 4 5 6
efisien dalam penyelesaian tugas-tugas saya, bisa
saja perusahaan mengganti saya dengan orang
lain.
12 Apabila saya mengakui kesalahan yang saya 1 2 3 4 5 6
perbuat, perusahaan akan memaafkan saya.
13 Jika kinerja saya menurun sedikit saja, 1 2 3 4 5 6
perusahaan dapat mengganti saya dengan orang
lain.
14 Perusahaan merasa bahwa kontribusi saya hanya 1 2 3 4 5 6
mendatangkan hasil yang sedikit.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


102

Berikan tanda silang (X) pada angka yang menggambarkan diri Anda dalam setiap
pernyataannya.
NO PERNYATAAN Sangat Sangat
Tidak Setuju
Setuju
15 Perusahaan hanya menyediakan sedikit 1 2 3 4 5 6
kesempatan bagi saya untuk meningkatkan
ranking kinerja.
16 Meskipun saya sudah melaksanakan tugas 1 2 3 4 5 6
dengan sangat baik, perusahaan tidak akan
memperhatikan hal itu.
17 Ketika perusahaan menuntut adanya perubahan 1 2 3 4 5 6
kondisi kerja, hal itu selalu dilatarbelakangi oleh
alasan yang masuk akal.
18 Jika saya diberhentikan, perusahaan akan lebih 1 2 3 4 5 6
memilih untuk merekrut orang lain dibandingkan
merekrut saya untuk kembali bekerja lagi.
19 Perusahaan akan bersedia membantu saya ketika 1 2 3 4 5 6
saya membutuhkan bantuan tertentu.
20 Secara umum, perusahaan memperhatikan 1 2 3 4 5 6
kepuasan kerja saya.
21 Saya merasa perusahaan mengambil manfaat 1 2 3 4 5 6
dari saya tanpa balasan yang setimpal.
22 Perusahaan hanya menunjukkan sedikit perhatian 1 2 3 4 5 6
pada saya.
23 Jika saya memutuskan untuk mengundurkan diri, 1 2 3 4 5 6
perusahaan akan membujuk saya untuk tetap
bertahan.
24 Perusahaan memperhatikan pendapat saya. 1 2 3 4 5 6
25 Perusahaan merasa bahwa merekrut saya sebagai 1 2 3 4 5 6
karyawan merupakan sebuah kesalahan.
26 Perusahaan menghargai keberhasilan saya dalam 1 2 3 4 5 6
menyelesaikan tugas.
27 Perusahaan lebih fokus pada pencapaian profit 1 2 3 4 5 6
dibandingkan dengan memperhatikan
karyawannya.
28 Perusahaan dapat mengerti ketika saya tidak 1 2 3 4 5 6
dapat menyelesaikan tugas tepat waktu.
29 Jika perusahaan mendapat keuntungan lebih 1 2 3 4 5 6
besar, maka hal itu juga akan berdampak pada
kenaikan gaji saya.
30 Perusahaan merasa bahwa setiap orang pada 1 2 3 4 5 6
dasarnya mampu bekerja sebaik saya.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


103

Berikan tanda silang (X) pada angka yang menggambarkan diri Anda dalam setiap
pernyataannya.
NO PERNYATAAN Sangat Sangat
Tidak Setuju
Setuju
31 Perusahaan kurang memperhatikan tentang 1 2 3 4 5 6
kesesuaian antara timbal balik yang diberikan
perusahaan dengan kontribusi yang saya berikan.
32 Perusahaan berharap untuk dapat memberikan 1 2 3 4 5 6
pekerjaan yang terbaik bagi saya, sesuai
kualifikasi yang saya miliki.
33 Jika jabatan saya ditiadakan, perusahaan akan 1 2 3 4 5 6
lebih memilih untuk memberhentikan saya
dibandingkan dengan memindahkan saya pada
jabatan lain.
34 Perusahaan berusaha membuat pekerjaan saya 1 2 3 4 5 6
menjadi semenarik mungkin.
35 Supervisor saya merasa bangga saya menjadi 1 2 3 4 5 6
bagian dari perusahaan ini.
36 Dalam pengambilan keputusan yang akhirnya 1 2 3 4 5 6
mempengaruhi saya dan pekerjaan saya,
perusahaan tidak mempertimbangkan
kepentingan saya dalam proses pengambilan
keputusan tersebut.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


104

Lampiran 4 – Uji Statistik Alat Ukur Penelitian

4.1 Output SPSS Uji Statistik Alat Ukur Komitmen Organisasi


Sebelum Eliminasi Item

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.866 18

Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
oc1 63.15 127.423 .610 .853
oc2 63.73 135.740 .454 .860
oc3 62.70 144.338 .199 .870
oc4 62.06 148.335 .056 .874
oc5 63.56 128.527 .618 .853
oc6 63.68 137.420 .436 .861
oc7 62.55 138.406 .473 .860
oc8 63.33 133.179 .577 .855
oc9 63.18 133.720 .517 .858
oc10 63.85 134.007 .520 .857
oc11 62.94 135.350 .563 .856
oc12 62.94 136.181 .421 .862
oc13 63.45 127.790 .675 .850
oc14 62.74 134.102 .614 .854
oc15 62.74 130.379 .702 .850
oc16 63.02 130.077 .700 .850
oc17 63.71 152.054 -.081 .879
oc18 62.32 137.820 .515 .858

Keterangan:
Item yang diberikan bold adalah item yang akan dihilangkan karena memiliki
korelasi dibawah 0,3.

Setelah Eliminasi Item

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.892 15

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


105

Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
oc1 51.21 118.231 .628 .883
oc2 51.79 126.324 .471 .889
oc5 51.62 119.470 .631 .882
oc6 51.74 129.179 .407 .891
oc7 50.61 129.935 .449 .889
oc8 51.39 123.596 .606 .883
oc9 51.24 125.510 .493 .888
oc10 51.91 125.222 .517 .887
oc11 51.00 125.969 .583 .885
oc12 51.00 126.185 .458 .890
oc13 51.52 118.500 .698 .879
oc14 50.80 125.945 .584 .885
oc15 50.80 121.607 .704 .880
oc16 51.08 121.456 .696 .880
oc18 50.38 128.547 .528 .887

4.2 Output SPSS Uji Statistik Alat Ukur Perceived Organizational Support
Sebelum Eliminasi Item

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.843 36

Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
pos1 128.89 252.435 .669 .831
pos2 128.82 265.966 .167 .844
pos3 129.41 258.061 .444 .836
pos4 129.35 263.646 .314 .839
pos5 127.97 260.214 .370 .838
pos6 129.23 259.071 .395 .837
pos7 128.80 257.453 .442 .836
pos8 128.95 260.259 .415 .837
pos9 128.77 254.640 .602 .832
pos10 128.53 268.007 .149 .844
pos11 128.67 271.087 .067 .846
pos12 128.74 265.363 .273 .840
pos13 128.33 259.395 .432 .836
pos14 128.45 253.483 .562 .832

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


106

pos15 128.97 259.722 .379 .837


pos16 129.15 248.500 .518 .832
pos17 128.76 258.894 .514 .835
pos18 129.23 272.609 .032 .847
pos19 128.64 258.789 .543 .834
pos20 128.95 253.152 .623 .831
pos21 129.38 258.824 .382 .837
pos22 129.09 250.176 .569 .831
pos23 128.89 268.712 .141 .844
pos24 128.91 260.545 .402 .837
pos25 127.80 255.145 .519 .834
pos26 128.56 254.835 .550 .833
pos27 127.98 310.169 -.657 .873
pos28 129.20 284.130 -.261 .853
pos29 129.09 252.607 .413 .836
pos30 129.53 274.930 -.016 .847
pos31 129.35 259.831 .415 .837
pos32 128.26 267.548 .185 .842
pos33 128.30 249.322 .608 .830
pos34 129.09 254.361 .617 .832
pos35 128.15 265.423 .284 .840
pos36 129.29 250.054 .620 .830

Keterangan:
Item yang diberikan bold adalah item yang akan dihilangkan karena memiliki
korelasi dibawah 0,3.

Setelah Eliminasi Item

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.877 26

Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
pos1 91.91 209.561 .645 .867
pos3 92.42 213.910 .446 .872
pos4 92.36 219.897 .286 .876
pos5 90.98 215.307 .389 .873
pos6 92.24 214.679 .401 .873
pos7 91.82 211.936 .486 .871
pos8 91.97 213.968 .483 .871
pos9 91.79 209.985 .633 .868
pos13 91.35 217.431 .359 .874
pos14 91.47 211.238 .518 .870

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


107

pos15 91.98 215.923 .365 .874


pos16 92.17 205.187 .519 .870
pos17 91.77 213.071 .577 .869
pos19 91.65 213.277 .597 .869
pos20 91.97 208.184 .669 .867
pos21 92.39 213.596 .412 .873
pos22 92.11 205.266 .611 .867
pos24 91.92 214.963 .444 .872
pos25 90.82 212.059 .496 .871
pos26 91.58 211.325 .541 .870
pos27 91.00 263.108 -.684 .909
pos29 92.11 204.281 .522 .870
pos31 92.36 214.020 .466 .871
pos33 91.32 207.020 .579 .868
pos34 92.11 210.004 .639 .868
pos36 92.30 206.399 .629 .867

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


108

Lampiran 5 – Hasil Penelitian

5.1 Output SPSS Gambaran Umum Komitmen Organisasi Responden

Statistics
SkorTotalOCafdel
N Valid 66
Missing 0
Mean 54.8636
Std. Deviation 11.90331
Percentiles 50 54.5000

SkorTotalOCafdel
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 18.00 1 1.5 1.5 1.5
32.00 1 1.5 1.5 3.0
34.00 1 1.5 1.5 4.5
35.00 1 1.5 1.5 6.1
39.00 4 6.1 6.1 12.1
40.00 2 3.0 3.0 15.2
41.00 1 1.5 1.5 16.7
44.00 1 1.5 1.5 18.2
47.00 3 4.5 4.5 22.7
48.00 1 1.5 1.5 24.2
49.00 4 6.1 6.1 30.3
50.00 3 4.5 4.5 34.8
51.00 1 1.5 1.5 36.4
52.00 3 4.5 4.5 40.9
53.00 4 6.1 6.1 47.0
54.00 2 3.0 3.0 50.0
55.00 2 3.0 3.0 53.0
57.00 3 4.5 4.5 57.6
58.00 2 3.0 3.0 60.6
59.00 3 4.5 4.5 65.2
60.00 4 6.1 6.1 71.2
61.00 2 3.0 3.0 74.2
62.00 1 1.5 1.5 75.8
63.00 1 1.5 1.5 77.3
65.00 2 3.0 3.0 80.3
67.00 1 1.5 1.5 81.8
68.00 2 3.0 3.0 84.8
69.00 1 1.5 1.5 86.4

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


109

70.00 2 3.0 3.0 89.4


71.00 1 1.5 1.5 90.9
72.00 1 1.5 1.5 92.4
74.00 3 4.5 4.5 97.0
75.00 1 1.5 1.5 98.5
76.00 1 1.5 1.5 100.0
Total 66 100.0 100.0

5.2 Output SPSS Gambaran Umum Perceived Organizational Support


Responden

Statistics
SkorTotalPOSafdel
N Valid 66
Missing 0
Mean 92.3636
Std. Deviation 14.82891
Percentiles 50 92.0000

SkorTotalPOSafdel
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 50.00 1 1.5 1.5 1.5
65.00 1 1.5 1.5 3.0
68.00 1 1.5 1.5 4.5
69.00 1 1.5 1.5 6.1
71.00 1 1.5 1.5 7.6
72.00 1 1.5 1.5 9.1
74.00 1 1.5 1.5 10.6
76.00 1 1.5 1.5 12.1
77.00 1 1.5 1.5 13.6
78.00 1 1.5 1.5 15.2
79.00 1 1.5 1.5 16.7
80.00 3 4.5 4.5 21.2
82.00 3 4.5 4.5 25.8
83.00 2 3.0 3.0 28.8
84.00 2 3.0 3.0 31.8
86.00 3 4.5 4.5 36.4
87.00 1 1.5 1.5 37.9
88.00 2 3.0 3.0 40.9
89.00 1 1.5 1.5 42.4
90.00 1 1.5 1.5 43.9
91.00 2 3.0 3.0 47.0

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


110

92.00 4 6.1 6.1 53.0


94.00 6 9.1 9.1 62.1
95.00 1 1.5 1.5 63.6
96.00 1 1.5 1.5 65.2
98.00 2 3.0 3.0 68.2
99.00 1 1.5 1.5 69.7
100.00 1 1.5 1.5 71.2
103.00 2 3.0 3.0 74.2
104.00 1 1.5 1.5 75.8
105.00 3 4.5 4.5 80.3
106.00 3 4.5 4.5 84.8
109.00 1 1.5 1.5 86.4
110.00 2 3.0 3.0 89.4
111.00 1 1.5 1.5 90.9
112.00 1 1.5 1.5 92.4
116.00 1 1.5 1.5 93.9
119.00 1 1.5 1.5 95.5
120.00 1 1.5 1.5 97.0
122.00 1 1.5 1.5 98.5
125.00 1 1.5 1.5 100.0
Total 66 100.0 100.0

5.3 Gambaran Statistik Deskriptif Per Komponen Komitmen Organisasi dan


Perceived Organizational Support

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SkorACafdel 66 8.00 29.00 20.3182 4.47268

SkorCCafdel 66 6.00 31.00 19.8788 5.67455

SkorNCafdel 66 4.00 21.00 14.6667 3.21216

Valid N (listwise) 66

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SkorPJafdel 66 21.00 35.00 27.5606 3.49121

SkorSSafdel 66 18.00 55.00 39.0455 7.62674

SkorOJafdel 66 11.00 37.00 25.7576 5.22733

Valid N (listwise) 66

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


111

5.4 Output SPSS Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Perceived


Organizational Support Terhadap Komitmen Organisasi
a
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant) 21.059 8.352 2.521 .014

SkorTotalPOSafdel .366 .089 .456 4.098 .000


a. Dependent Variable: SkorTotalOCafdel
R2=0,208
5.5 Output SPSS Hasil Perhitungan Analisis Regresi Berganda Bentuk
Perceived Organizational Support Terhadap Komitmen Afektif

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .505 .255 .219 4.234

a. Predictors: (Constant), SkorOrgRewJC, SkorFair, SkorSpvSupport


b
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


a
1 Regression 380.064 3 126.688 7.065 .000

Residual 1111.694 62 17.931

Total 1491.758 65

a. Predictors: (Constant), SkorOrgRewJC, SkorFair, SkorSpvSupport

b. Dependent Variable: SkorAfcCom

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 10.989 5.248 2.094 .040

SkorFair .002 .127 .002 .017 .987

SkorSpvSupport .278 .103 .459 2.697 .009

SkorOrgRewJC .044 .108 .062 .405 .687

a. Dependent Variable: SkorAfcCom

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


112

5.6 Output SPSS Hasil Perhitungan Analisis Regresi Berganda Bentuk


Perceived Organizational Support Terhadap Komitmen Rasional

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .777 .604 .584 2.506

a. Predictors: (Constant), SkorOrgRewJC, SkorFair, SkorSpvSupport

b
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


a
1 Regression 592.796 3 197.599 31.468 .000

Residual 389.326 62 6.279

Total 982.121 65

a. Predictors: (Constant), SkorOrgRewJC, SkorFair, SkorSpvSupport

b. Dependent Variable: SkorContCom

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) -.275 3.106 -.088 .930

SkorFair .152 .075 .196 2.030 .047

SkorSpvSupport .182 .061 .370 2.981 .004

SkorOrgRewJC .200 .064 .346 3.122 .003

a. Dependent Variable: SkorContCom

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


113

5.7 Output SPSS Hasil Perhitungan Analisis Regresi Berganda Bentuk


Perceived Organizational Support Terhadap Komitmen Normatif

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .888 .789 .779 1.773

a. Predictors: (Constant), SkorOrgRewJC, SkorFair, SkorSpvSupport

b
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


a
1 Regression 728.586 3 242.862 77.240 .000

Residual 194.944 62 3.144

Total 923.530 65

a. Predictors: (Constant), SkorOrgRewJC, SkorFair, SkorSpvSupport

b. Dependent Variable: SkorNormCom

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 1.494 2.198 .680 .499

SkorFair -.045 .053 -.059 -.842 .403

SkorSpvSupport .253 .043 .531 5.863 .000

SkorOrgRewJC .261 .045 .466 5.767 .000

a. Dependent Variable: SkorNormCom

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


114

5.8 Output SPSS Hasil Uji T-Test Pada Skor Perceived Organizational Support Sebelum dan Setelah Pemberian Intervensi

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 SkorPOSpretest 82.0000 8 6.71884 2.37547

SkorPOSpostest 88.7500 8 10.06763 3.55944

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SkorPOSpretest & 8 .762 .028


SkorPOSpostest

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval of the


Difference

Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 SkorPOSpretest - -6.75000 6.58461 2.32801 -12.25488 -1.24512 -2.899 7 .023


SkorPOSpostest

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


115

5.9 Output SPSS Hasil Uji T-Test Pada Skor Komitmen Organisasi Sebelum dan Setelah Pemberian Intervensi

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 SkorKOpostesafdel 49.8750 8 11.01217 3.89339

SkorKOpreafdel 42.6250 8 8.53459 3.01743

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SkorKOpostesafdel & 8 .024 .955


SkorKOpreafdel

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval of the


Difference

Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 SkorKOpostesafdel - 7.25000 13.77109 4.86881 -4.26292 18.76292 1.489 7 .180


SkorKOpreafdel

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


116

5.10 Output SPSS Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Perceived Organizational


Support Terhadap Komitmen Organisasi Setelah Pemberian Intervensi Pada
Responden

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .369 .137 -.007 11.05277

a. Predictors: (Constant), SkorPOSpostest

b
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


a
1 Regression 115.892 1 115.892 .949 .368

Residual 732.983 6 122.164

Total 848.875 7

a. Predictors: (Constant), SkorPOSpostest

b. Dependent Variable: SkorKOpostesafdel

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 14.006 37.033 .378 .718

SkorPOSpostest .404 .415 .369 .974 .368

a. Dependent Variable: SkorKOpostesafdel

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


117

Lampiran 6 – Pelatihan

6.1 Rundown Pelaksanaan Pelatihan “Coaching And Feedback Skills”

Alat yang
Waktu Durasi Aktivitas Tujuan Metode PIC
digunakan
OPENING
08.00 - 08.15 15” Pembukaan dari perwakilan Membuka kegiatan Pihak
PT.Sigap Prima Astrea dan pelatihan Perusahaan
perkenalan fasilitator
08.15 - 08.30 15” Ice breaking: Menciptakan Games Anggi
Ayo bergerak kawaaan! atmosfir yang baik
untuk pembelajaran
dan partisipasi
08.30 - 08.45 15” Learning contract Mengetahui harapan Diskusi  Flipchart Anggi
peserta dari  Alat tulis
pelatihan, apa saja
yang dapat
difasilitasi, dan
menyepakati rules
selama pelatihan
08.45 – 09.00 15” Instruksi dan pengerjaan Mengetahui Tes tertulis  Lembar Anggi
pre-test kemampuan peserta persoalan
sebelum pelatihan  Alat tulis

BODY
SESI I : Supervisor Support Awareness
09.00 - 09.50 20” Games Lost in Labyrinth Membantu para Games  Botol Vicky
peserta untuk dapat kemasan air
lebih mengenali minum besar
kepribadian orang  Kain penutup
lain dalam kaitannya mata

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


118

Alat yang
Waktu Durasi Aktivitas Tujuan Metode PIC
digunakan
dengan efektivitas  Tali rafia
pemberian coaching  Spotlite
dan feedback kepada tempel
20” Pemberian materi bawahannya Ceramah  Alat tulis
Supervisor Support  Lembar isian
Awareness
10” Diskusi, umpan balik, Diskusi  Flipchart
pemaknaan
09.50 – 10.10 20” Coffee break
SESI II : Coaching and Feedback Awareness
10.10 – 10.20 10” Pemberian materi coaching Meningkatkan Games  Botol air Anggi
and feedback awareness pemahaman para minum
peserta mengenai kemasan besar
pentingnya  Tali
keterampilan
coaching dan
feedback dalam
mengoptimalisasikan
kinerja karyawan
10.20 – 10.40 20” Studi kasus Membantu peserta Ceramah  Laptop Anggi
pelatihan untuk  Projector
meningkatkan
pemahaman
pentingnya coaching
dan feedback dalam
tataran kognitif

SESI III : Base principle of Coaching and Feedback Effectiveness


10.40 – 11.05 25” Pemberian materi tipe Membantu para Ceramah  Laptop Scholastica

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


119

Alat yang
Waktu Durasi Aktivitas Tujuan Metode PIC
digunakan
kepribadian DISC peserta untuk dapat  Projector
lebih mengenali
11.05-11.20 15” Role play DISC kepribadian orang Role play  Lembar Scholastica
lain dalam kaitannya observasi
dengan efektivitas  Alat tulis
11.20 – 11.35 15” Pemberian materi perilaku pemberian coaching Ceramah  Flipchart Aji
asertif dan feedback kepada
bawahannya
11.35-12.00 25” Pemutaran video + diskusi Mengembangkan Melihat video  Projector Aji
+ umpan balik dan keterampilan para
pemaknaan peserta untuk dapat
berperilaku asertif
dalam
berkomunikasi
12.00 - 13.00 60” ISHOMA
SESI IV : Performance Coaching Skills
13.00 - 13.45 45” Pemberian materi Meningkatkan Ceramah  Laptop, Vicky
Performance coaching pemahaman dan projector,
skills kemampuan peserta sound
dalam proses
pemberian coaching
yang efektif dengan
pengaplikasian
teknik, model, dan
struktur coaching
13.45-14.30 45” Exercises +melihat video + Para peserta dapat Role play  Alat tulis Vicky
feedback meningkatkan  Lembar
keterampilannya observasi
dalam pemberian  Projector
proses coaching
yang efektif dengan

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


120

Alat yang
Waktu Durasi Aktivitas Tujuan Metode PIC
digunakan
mengaplikasikan
teknik dan model
coaching
SESI V : Feedback skills
14.30-15.15 45” Pemberian Materi Membantu peserta Ceramah  Laptop Anggi
Feedback Skills untuk memahami  Projector
konsep tentang
pemberian umpan
balik kinerja dan
proses pemberian
umpan balik
15.15-15.45 30” Break sholat ashar
15.45-16.30 45” Pemutaran video, role play Peserta dapat Role play  Alat tulis Anggi
+ feedback memahami konsep  Lembar
tentang pemberian Evaluasi
umpan balik kinerja  Laptop
dan proses  Projector
pemberian umpan
balik
CLOSING
16.30-16.40 10” Pengerjaan post-test Mengetahui Tes tertulis  Lembar Vicky
kemampuan peserta Persoalan
sesudah pelatihan  Alat tulis
16.40 - 16.50 10” Pengerjaan lembar evaluasi Peserta memberikan Tes tertulis  Lembar Vicky
dan penutupan kesan dan pesan Evaluasi
terhadap pelatihan
yang diberikan, serta
memberikan
penilaian terhadap
trainer

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


121

Alat yang
Waktu Durasi Aktivitas Tujuan Metode PIC
digunakan
16.50 – 17.00 10” Ice breaking Mencairkan suasana Games  Susunan kursi Vicky
kelas (Patung pancoran)  Laptop,
projector,
sound

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


122

6.2 Cuplikan Modul Pelatihan

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


123

MODUL PELATIHAN
COACHING AND FEEDBACK SKILLS TRAINING
PT. SIGAP PRIMA ASTREA

A. Pendahuluan
Kesuksesan organisasi dapat dihasilkan melalui kontribusi dari pengetahuan,
pengalaman, dan komitmen dari para anggota yang dimilikinya. Setiap organisasi
membutuhkan anggota yang berkomitmen (dengan segala perubahan yang terjadi di
dalamnya) dan berupaya turut mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Setelah
organisasi mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (dalam
artian memiliki potensi), karyawan tentunya membutuhkan dukungan organisasi yang
memberikannya kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Dukungan yang
diberikan organisasi diharapkan dapat memfasilitasi para karyawan melalui proses
pembelajaran dan pengembangan potensi dirinya untuk dapat memberikan kontribusi yang
berarti bagi organisasi.
Salah satu bentuk dukungan organisasi yang dipersepsikan karyawan adalah dukungan
atasan. Hal ini dikarenakan atasan mewakili organisasi, sehingga atasan mempunyai tanggung
jawab untuk memberikan arahan, mengevaluasi hasil kerja, dan mendukung bawahannya.
Bawahan melihat atasan sebagai perpanjangan tangan dari organisasi. Berdasarkan nilai
hubungan timbal-balik, dukungan atasan sebagai salah satu bentuk dukungan organisasi
menciptakan perasaan kewajiban bagi karyawan untuk peduli terhadap keberhasilan
organisasi. Adapun salah satu bentuk dukungan pengembangan karyawan melalui atasan yang
efektif adalah pemberian coaching dan feedback untuk kinerja. Dengan mengikuti pelatihan
ini, diharapkan para peserta dapat meningkatkan dan mengembangkan keterampilan dalam
memberikan coaching dan feedback untuk kinerja yang efektif terhadap para bawahannya.

B. Materi Bahasan
 Meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai pentingnya peran atau
dukungan atasan dalam menunjang kesuksesan organisasi.
 Meningkatkan pemahaman para peserta mengenai pentingnya keterampilan
coaching dan feedback dalam mengoptimalisasikan kinerja karyawan.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


124

 Meningkatkan kemampuan peserta sebagai coach dan feedbacker dalam proses


pemberian coaching dan feedback yang efektif, melalui pengembangan keterampilan
dalam mengenali tipe-tipe kepribadian dan berperilaku asertif.
 Meningkatkan pemahaman dan kemampuan peserta dalam proses pemberian
coaching yang efektif dengan pengaplikasian teknik, model, dan struktur coaching.
 Meningkatkan pemahaman dan kemampuan peserta dalam proses pemberian
feedback yang efektif dengan pengaplikasian pedoman feedback.

C. Metode Pelatihan
Experiental learning, dengan menggunakan pendekatan simulasi, permainan, latihan
terstruktur, dan interaksi kelompok. Internalisasi makna pelatihan melalui kegiatan diskusi,
umpan balik, dan pemaknaan di setiap akhir sesi.

D. Peserta
Peserta pelatihan Coaching & Feedback Skills adalah Kasie HRD, Kasie GA, Kasie Finance &
Accounting, Kasie Operasional I, Kasie Operasional II, dan Kasie Marketing di PT SIGAP yang
selanjutnya akan mengaplikasikan hasil dari pelatihannya dengan memberikan coaching dan
feedback kepada para staf-nya yang telah ditentukan peneliti berdasarkan pada nilai skor
komitmen, kesiapan akan perubahan, dan persepsi terhadap dukungan atasan pada karyawan
yang rendah.

E. Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan


 Waktu : Senin, 28 Mei 2012
 Durasi : Pkl. 09.00-17.00 WIB, Pelatihan akan dilakukan dalam 5 sesi
 Tempat : Aula Utama, Lt.4, PT. Sigap Prima Astrea

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


125

SESI 1 : Supervisor Support Awareness


a. Lost in Labyrinth
 Durasi : 20 menit
 Tujuan : Membantu peserta pelatihan untuk memahami dan mengembangkan arti
peran atau dukungan atasan dalam mencapai tujuan
 Aktivitas : Metode Permainan
 Peserta akan dibagi ke dalam dua kelompok
 Masing-masing kelompok menentukan satu pemimpin yang akan memberikan
arahan bagi anggotanya dalam permainan ini
 Tugas pemimpin adalah memberikan instruksi atau petunjuk bagi anggotanya
untuk melewati jalur yang telah di-setting sebelumnya
 Para anggota akan ditutup matanya dan ditugaskan untuk melewati jalur
tersebut dengan mengikuti instruksi dari pemimpinnya
 Bagi kelompok yang berhasil mengirimkan anggotanya lebih banyak di garis
akhir dalam waktu yang telah ditentukan, akan mendapatkan hadiah dari
fasilitator
 Diskusi, umpan balik, dan pemaknaan
Bentuk pertanyaan diskusi:
 Apa yang peserta rasakan menjadi pemimpin atau anggota saat permainan?
 Apa saja kesulitan yang dirasakan saat permainan?
 Apa yang peserta harapkan dari pemimpin atau anggota?
 Apa yang peserta pelajari dari hal tersebut terkait dukungan atasan?

Notes

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


126

b. Pemberian Materi: Supervisor Support Awareness


 Durasi : 30 menit
 Tujuan : Meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai pentingnya peran
atau dukungan atasan terhadap bawahan dalam menunjang kesuksesan organisasi
 Aktivitas : Metode Ceramah
Isi Materi:
Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan guna mendapatkan human
capital yang handal yakni membuat perencanaan sumber daya manusia (human
capital planning) dan proses rekrutmen-seleksi yang matang. Setelah organisasi
mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (dalam
artian memiliki potensi), karyawan tentunya membutuhkan dukungan organisasi yang
memberikannya kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Dukungan yang diberikan organisasi diharapkan dapat memfasilitasi para karyawan
melalui proses pembelajaran dan pengembangan potensi dirinya untuk dapat
memberikan kontribusi yang berarti bagi organisasi (norma timbal-balik). Dukungan
organisasi pada dasarnya dapat dilihat sebagai dukungan manajemen. Dukungan
manajemen tersebut biasanya dilihat sebagai dukungan dari supervisor atau atasan
langsung dari bawahan. Hal ini dikarenakan para karyawan pada umumnya
berhubungan sehari-hari dengan atasan langsung mereka.
Perilaku atasan yang peduli dan mendukung bawahannya secara positif,
berhubungan dengan komitmen (keterikatan dan identifikasi terhadap perusahaan,
serta internalisasi nilai-nilai perusahaan) dan kesiapan akan perubahan pada bawahan.
Hal ini dikarenakan atasan mewakili organisasi, sehingga atasan mempunyai tanggung
jawab untuk memberikan arahan, mengevaluasi hasil kerja, dan mendukung
bawahannya. Bawahan melihat atasan sebagai perpanjangan tangan dari organisasi.
Berdasarkan nilai hubungan timbal-balik, dukungan atasan sebagai salah satu bentuk
dukungan organisasi menciptakan perasaan kewajiban untuk peduli terhadap
keberhasilan organisasi.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


127

SESI 2 : Coaching and Feedback Awareness


a. Pemberian Materi: Coaching & Feedback Awareness
 Durasi : 10 menit
 Tujuan : Meningkatkan pemahaman para peserta mengenai pentingnya
keterampilan coaching dan feedback dalam mengoptimalisasikan kinerja karyawan
 Aktivitas : Metode Ceramah
Isi Materi:
Coaching dan feedback merupakan salah satu bentuk dari dukungan atasan yang
dapat mempengaruhi efektivitas kinerja karyawan dengan menciptakan perasaan
kewajiban pada para karyawan untuk peduli terhadap keberhasilan organisasi melalui
pengembangan potensi yang dimilikinya di masa mendatang maupun memperbaiki
perilaku kerjanya di masa lalu.

Apa itu Coaching dan Feedback?


Coaching adalah suatu proses yang memfasilitasi karyawan dalam
mengoptimalkan kinerja yang berfokus pada solusi dan membuka potensi yang
dimilikinya, serta dilakukan secara sistematis. Sedangkan Feedback adalah suatu proses
pemberian informasi terhadap karyawan dalam mengevaluasi perilaku kerja yang tidak
produktif dan berorientasi pada pemberian saran pengembangan.
Proses coaching dilakukan melalui komunikasi dua arah yang membantu para
coachee (orang yang dibina) untuk melihat perspektif baru dan mencapai tingkat
kejelasan yang lebih tinggi mengenai pandangan, emosi, dan tindakan-tindakan mereka,
juga menyangkut orang dan situasi di sekitar mereka. Prinsip utama dari coaching adalah
pembelajaran yang diarahkan oleh diri coachee sendiri (self directed learning). Proses ini
merupakan ‘mengajari orang bagaimana belajar’. Coach (orang yang membina)
melakukan hal ini dengan mengajukan pertanyaan terbuka yang mendorong coachee
untuk fokus ke dalam diri mereka sendiri. Dalam proses coaching, coachee-lah yang
memegang kendali dalam artian seorang coach yang baik akan mendukung,
mendengarkan, dan mengarahkan fokus coachee ke masa depan, dimana mereka
membuat keputusan dengan penuh keyakinan dan berkomitmen pada rencana-rencana
yang telah mereka rancang, serta fokus pada solusi.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


128

Proses feedback dilakukan melalui komunikasi satu arah dari feedbacker (orang
yang memberi umpan balik) kepada feedbackee (orang yang menerima umpan balik)
yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran diri dari perilaku kerja yang telah
ditampilkannya, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya diskusi diantara
mereka. Prinsip utama dari feedback adalah munculnya pemaknaan (insight) pada
feedbackee untuk dapat memperbaiki perilaku kerjanya di masa lalu melalui saran
pengembangan yang diterima. Dalam proses feedback, feedbacker-lah yang memegang
kendali dimana seorang feedbacker akan menjelaskan berbagai konsekuensi dari setiap
perilaku kerja yang akan ditampilkan feedbackee guna menciptakan performa kinerja
yang tinggi dalam mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Berikut akan dijelaskan mengenai perbedaan yang terdapat diantara proses
pemberian coaching dan feedback, yaitu:
Tabel 1. Perbedaaan coaching dan feedback
Coaching Feedback
Meningkatkan kemampuan diri terhadap Meningkatkan kesadaran diri terhadap
kemungkinan terjadinya perubahan kinerja yang kurang produktif
Berfokus pada perilaku masa depan Berfokus pada perilaku di masa lalu
Proaktif untuk mendapatkan tujuan Reaktif terhadap situasi adanya kekurangan-
pengembangan perilaku kekurangan di masa lalu
Hanya efektif sebagai dialog dua arah Biasanya komunikasi satu arah ke penerima
feedback
Berorientasi pada penyelidikan akan hal-hal Berorientasi pada memberikan saran
yang ingin dikembangkan
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk Tujuan yang ingin dicapai adalah memberi-
memberikan beberapa alternative pilihan bagi kan saran kepada penerima feedback untuk
coachee bertindak dengan cara tertentu
Berfokus pada membuka potensi Berfokus pada data dan informasi di masa
lalu
Dikendalikan oleh penerima coaching Dikendalikan oleh pemberi feedback
Menggali alternatif-alternatif Menjelaskan konsekuensi
Membutuhkan pelatihan dan keterampilan Membutuhkan sedikit pelatihan dan
khusus keterampilan

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


129

SESI 3: Base principle of Coaching and Feedback Effectiveness

Di dalam melakukan coaching dan feedback, terdapat hal-hal dasar yang dapat
membantu seorang coach maupun feedbacker melakukan proses pemberian coaching dan
feedback dengan lebih efektif. Kemampuan dalam mengenali tipe kepribadian dan berperilaku
asertif merupakan dua hal yang perlu seorang coach dan feedbacker kuasai dengan baik.
Mengenali tipe kepribadian dapat memudahkan coach dan feedbacker dalam menghadapi
karyawan sebagai individu yang unik dan perlu mendapatkan pendekatan yang berbeda-beda
di dalam proses komunikasi. Komunikasi yang terjadi di dalam proses coaching dan feedback
juga membutuhkan suatu kemampuan untuk bisa mengungkapkan apa yang dirasakan atau
dipikirkan secara jujur, dengan tetap menunjukkan penghargaan (self-respect) terhadap
perasaan dan kepentingan orang lain tersebut, dan akhirnya tercapainya tujuan yang
diinginkan.

a. Pemberian Materi : Tipe Kepribadian


 Durasi : 25 menit
 Tujuan : Membantu para peserta untuk dapat lebih mengenali kepribadian orang
lain dalam kaitannya dengan efektivitas pemberian coaching dan feedback kepada
bawahannya
 Aktivitas : Metode Ceramah
Isi Materi:
DISC: Personal Profile Analysis

DISC adalah sebuah psychometric inventories tool yang dikembangkan oleh John
Geier dan lainnya, yang konsep dasarnya mengacu pada hasil temuan seorang Psikolog
Amerika yakni William Moulton Marston pada tahun 1928 yang dipublikasikan melalui
bukunya yang berjudul The Emotions of Normal People. Di dalam buku tersebut, Marston
mengemukakan tatanan behavioral responses dengan sebuah akronim yang terdiri dari D
yakni singkatan untuk Dominance, I untuk Influence, S untuk Steadiness, dan C untuk
Caution. DISC merupakan sebuah quadrant behavioral model yang digunakan untuk
mengukur atau menjelaskan perilaku individu di dalam lingkungannya atau dalam situasi

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


130

yang spesifik. Hasil pengukurannya menggambarkan style dan preferences dari perilaku
individu (Wikipedia, 2009).
Menurut Nofiar (2005), DISC digunakan sebagai alat untuk menggambarkan
kepribadian seseorang yang khususnya mengenai perilaku kerja-nya. Segala sesuatu yang
dipelajari dalam DISC ini adalah bersifat observable, dimana validitasnya sudah terbukti
melalui berbagai penelitian mendalam. Dari penelitian-penelitian tersebut telah
didapatkan, bahwa karakteristik-karakteristik dari perilaku dapat dikelompokkan ke
dalam 4 (empat) ‘tipe kepribadian’ utama dimana setiap tipe-nya memberikan gambaran
secara spesifik. Setiap individu pasti memiliki ke-empat tipe tersebut di dalam dirinya,
namun tingkat hubungan diantara tipe-tipe tersebut yang membuat setiap individu
berbeda.

b. Pemberian Materi: Perilaku asertif


 Durasi : 15 menit
 Tujuan : Membantu peserta untuk dapat memahami dan mengembangkan
perilaku asertif dalam kaitannya dengan proses pemberian coaching dan feedback
yang efektif
 Aktivitas : Metode Ceramah
Isi Materi:
Apa itu perilaku asertif?
Willis dan Daisley (1995) menyatakan bahwa perilaku asertif adalah sebuah
bentuk perilaku yang menampakkan penghargaan terhadap orang lain (self-respect).
Dalam hal ini, perilaku asertif memperhatikan perasaan diri sendiri dan orang lain
terhadap hasil yang dituju. Bolton (1986) mendefinisikan individu dengan perilaku asertif
adalah individu yang menggunakan metode komunikasi yang memungkinkannya untuk
menjaga self-respect, mendapatkan apa yang dia inginkan, dan mempertahankan haknya
tanpa menyakiti atau mendominasi orang lain. Sedangkan Gamble dan Gamble (2005),
menjelaskan bahwa asertif adalah ketika penyampai pesan mempertimbangkan perasaan
dan pendapat pihak lain. Asertif digunakan untuk berkomunikasi secara jujur, jelas dan
langsung mengungkapkan apa yang dirasakan atau dipikirkan dengan memperhatikan
perasaan dan kepentingan orang lain.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


131

SESI 4 : Coaching Skills


a. Pemberian Materi: Coaching Skills
 Durasi : 45 menit
 Tujuan : Meningkatkan pemahaman dan kemampuan peserta dalam proses
pemberian coaching yang efektif dengan pengaplikasian teknik, model, dan struktur
coaching
 Aktivitas : Metode Ceramah
Isi Materi:
Apa itu Coaching?
“Saya tak sanggup mengajari orang tentang sesuatu, saya hanya mendorong mereka
berpikir.” (Socrates)
Ungkapan tersebut cukup menjelaskan prinsip-prinsip coaching yang akan
dibahas di dalam modul ini. Berikut adalah beberapa definisi coaching yang dinyatakan
oleh para ahli: (1) Coaching adalah suatu proses untuk membantu seseorang
menemukan dan bertindak berdasarkan solusi yang paling cocok dengan dirinya (Wilson,
2011); (2) Coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan
kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada
mengajarinya (Whitmore, 2003); (3) Coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang
berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, dan sistematis, dimana coach
memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri,
dan pengembangan pribadi (Grant, 1999).
Teknik Coaching
Coach yang baik memiliki kualitas empati, perspektif atau pandangan, fokus yang
jelas, intuitif, obyektif, dan kekuatan untuk memberi tantangan kepada coachee. Untuk
memiliki kualitas tersebut, coach harus memiliki keterampilan membangun rapport,
mendengarkan, mengajukan pertanyaan, dan mengklarifikasikan sesuai tujuan, strategi,
dan tindakan. Teknik ini merupakan keterampilan yang dibutuhkan coach untuk
mentransformasi orang dan organisasi.
Model Coaching
Model coaching merupakan kerangka berpikir yang mendukung kekuatan intuitif
dan keterampilan coaching kita. GROW merupakan model coaching yang dikembangkan

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


132

semenjak tahun 1980-an oleh Sir John Whitmore. GROW merupakan salah satu model
coaching yang sangat spesifik karena menunjukkan langkah-langkah yang perlu dilewati
seorang coach agar proses coaching efektif. GROW, singkatan dari Goal (tujuan), Reality
(realitas), Options (pilihan), dan Wrap-up (ringkasan). Berikut adalah penjelasan dari
model GROW yang sekaligus merupakan langkah-langkah dalam melakukan coaching:
Struktur Coaching
Kebanyakan coachee mendapati bahwa satu sesi coaching yang baik saja sudah
cukup membantu mereka mendapatkan pencerahan baru, dan merasakan perubahan
besar dalam kehidupannya. Akan tetapi, meskipun sebuah sesi tunggal sudah cukup
membuat seorang coachee sangat termotivasi, kebiasan lama akan tetap sulit
ditinggalkan. Tanpa dukungan lebih lanjut, antusiasme awal akan hilang dan segala
sesuatu akan kembali lagi seperti semula.

SESI 5 : Feedback skills


b. Pemberian Materi: Feedback Skills
 Durasi : 45 menit
 Tujuan : Membantu peserta untuk memahami konsep tentang pemberian
umpan balik kinerja dan proses pemberian umpan balik
 Aktivitas : Metode Ceramah
Isi Materi:
Umpan Balik (Feedback)

Sudah menjadi hal yang umum bahwa apabila manajer yang efektif dapat menciptkan
iklim kerja yang membuat karyawannya merasa nyaman sehingga mereka memiliki
kesempatan untuk menampilkan performa kerja terbaik dan mengoptimalkan seluruh potensi
dalam diri mereka. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menciptkan manajemen yang
efektif adalah dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang membangun karyawan, dimana
mereka dapat memberikan bantuan kepada karyawan yang kurang menampilkan performa
kerjanya. Cara yang dapat digunakan dalam memberikan bantuan tersebut adalah melalui
Feedback. Feedback merupakan salah satu cara untuk menyampaikan informasi secara
langsung kepada para karyawan atau pekerja mengenai efektifitas dari performa kerja mereka
(Riggio, 2009, p.196).
Untuk selengkapnya: vicky_fitraza@yahoo.com

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


133

6.3 Lembar Evaluasi Pelatihan Level Reaksi

Nyatakanlah pendapat Saudara secara terbuka, karena hal ini sangat membantu kami
dalam mengevaluasi kegiatan ini guna perbaikan pada kesempatan mendatang. Mohon
agar membubuhkan tanda silang () pada salah satu kemungkinan jawaban yang
tersedia, sesuai dengan yang Saudara rasakan.
SS: Sangat Setuju SE: Setuju AS: Agak Setuju

AK: Agak Kurang Setuju KS: Kurang Setuju TS: Tidak Setuju

NO. PERNYATAAN SS SE AS AK KS TS
MATERI
1 Materi yang disajikan sesuai
dengan kebutuhan saya.
2 Materi yang disajikan sesuai
dengan kondisi pekerjaan saya..
3 Perbandingan antara
simulasi/games, diskusi dan materi
yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan.
AKTIVITAS
4 Aktivitas-aktivitas dalam pelatihan
ini berguna untuk pengembangan
diri saya pribadi.
5 Jadwal pelaksanaan pelatihan tepat
waktu.
6 Suasana selama pelatihan
mendukung saya untuk belajar
mengenai materi yang diberikan.
7 Kesempatan beristrirahat yang
diberikan mencukupi.

FASILITATOR
8 Secara keseluruhan, cara penyajian
materi oleh fasilitator cukup dapat
saya mengerti.
9 Fasilitator (Aji Cahyadi) mampu
menyampaikan materi dengan jelas
dan dapat saya mengerti.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


134

10 Fasilitator (Anggi Susilowati)


mampu menyampaikan materi
dengan jelas dan dapat saya
mengerti.
11 Fasilitator (Scholastica PK) mampu
menyampaikan materi dengan jelas
dan dapat saya mengerti.
12 Fasilitator (Vicky Fitraza) mampu
menyampaikan materi dengan jelas
dan dapat saya mengerti.
ALAT BANTU
14 Penggunaan perangkat bantu
membantu saya dalam memahami
materi.
15 Alat bantu dalam pelatihan ini
membuat pelatihan menjadi lebih
menyenangkan.

16. Secara Keseluruhan, kegiatan ini saya nilai:

 Sangat Memuaskan  Cenderung kurang memuaskan

 Memuaskan  Kurang memuaskan

 Cenderung memuaskan  Tidak memuaskan

17. Dari kegiatan ini, saya:

 Memperoleh pengetahuan baru

 Memperoleh sikap baru

 Memperoleh pengalaman yang berguna untuk pengembangan diri pribadi

 Tidak memperoleh apa-apa

18. Saran-saran perbaikan:

-TERIMA KASIH-

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


135

6.4 Lembar Evaluasi Pelatihan Level Pembelajaran

Pre-test dan Post-test COACHING AND FEEDBACK SKILLS TRAINING

Tuliskan huruf “B” untuk pernyataan yang anda anggap benar dan “S” untuk
pernyataan yang anda anggap salah pada kolom yang telah disediakan.
No Pernyataan B/S
1. Atasan yang efektif adalah atasan yang bertanggung jawab atas
kualitas kinerja pada karyawan yang dipimpinnya
2. Kemampuan atasan dalam memimpin bawahannya tidak terlalu
berpengaruh terhadap produktivitas kelompok kerjanya
3. Feedback adalah suatu proses pemberian informasi terhadap
karyawan dalam mengevaluasi perilaku kerja yang sudah
produktif dan berorientasi pada pemberian saran pengembangan
4. Coaching adalah suatu proses yang memfasilitasi karyawan dalam
mengoptimalkan kinerja yang berfokus pada solusi dan membuka
potensi yang dimilikinya, serta dilakukan secara sistematis
5. Prinsip utama dari feedback adalah munculnya pemaknaan
(insight) pada feedbackee untuk dapat memperbaiki perilaku
kerjanya di masa lalu melalui saran pengembangan yang
diterima. Sedangkan dalam proses coaching, coachee-lah yang
memegang kendali dalam artian seorang coach yang baik akan
mendukung, mendengarkan, dan mengarahkan fokus coachee ke
masa depan.
6. Menurut Nofiar (2005), DISC digunakan sebagai alat untuk
menggambarkan kepribadian seseorang yang khususnya mengenai
perilaku kerja-nya
7. Kepanjangan dari DISC adalah dominant, impressive, stable, dan
compliant.
8. Secara praktis DISC ditujukan untuk mendapat gambaran
kekuatan dan kecenderungan individu, yang dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan efektivitas, mengetahui penyebab
demotivator, ataupun memberikan kunci bagaimana cara
berkomunikasi secara efektif dengan individu tersebut
9. Bolton (1986) mendefinisikan individu dengan perilaku asertif
adalah individu yang menggunakan metode komunikasi yang
memungkinkannya untuk menjaga self-respect, mendapatkan apa
yang dia inginkan, dan mempertahankan haknya tanpa menyakiti
atau mendominasi orang lain.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


136

No Pernyataan B/S
10. Hal-hal yang harus dihindari dalam berperilaku asertif adalah
perilaku submisif dan perilaku agresif
11. Beberapa ciri dari perilaku asertif adalah tidak mempertahankan
hak pribadi, tidak mengungkapkan ketidaksetujuan melalui cara
yang sopan, dan tidak mempersilahkan orang lain untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
12. Mendengarkan (listening) berbeda dengan mendengar (hearing).
Dalam hearing, seseorang tidak memerlukan usaha sadar pada
setiap individu, sedangkan adanya upaya aktif dari individu untuk
sadar dalam memahami dan mengingat kembali apa yang telah
didengar
13. Selain mendengarkan aktif, salah satu hal yang penting dalam
berperilaku asertif adalah memperhatikan komunikasi non-verbal
dari lawan bicara kita
14. Yang termasuk dalam komunikasi non-verbal adalah ekspresi
wajah, kontak mata, sentuhan, postur tubuh dan gaya berjalan,
suara, dan gerak isyarat
15. Seorang coach hanya membantu individu untuk menunjukkan
performa yang lebih baik dari yang telah mereka lakukan, dan
tidak mengembangkan keterampilan serta kepercayaan diri mereka
secara berkelanjutan
16. GROW merupakan salah satu model coaching yang sangat
spesifik karena menunjukkan langkah-langkah yang perlu dilewati
seorang coach agar proses coaching efektif, yang merupakan
singkatan dari Goal (tujuan), Reality (realitas), Options (pilihan),
dan Wrap-up (ringkasan)
17. Jangka waktu ideal untuk sesi coaching adalah 3 bulan dengan
minimal pertemuan satu kali seminggu
18. Pemberian umpan balik tidak harus berdasarkan pada bukti yang
nyata, yang mengacu pada hasil, peristiwa, critical incidents
(kejadian kritis)
19. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memberikan umpan
balik kinerja diantaranya adalah konsep diri, labeling, umpan
balik, dan keterlibatan dalam tugas
20. Tahapan dalam memberikan umpan balik adalah persiapan
wawancara umpan balik kinerja, pemilihan model wawancara
umpan balik kinerja yang tepat, dan pelaksanaan wawancara
umpan balik kinerja

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


137

6.5 Hasil Evaluasi Pelatihan


1) Hasil Evaluasi Level Reaksi terhadap Pelaksanaan Pelatihan
Evaluasi pada level ini dilakukan dengan cara membagikan kuesioner
evaluasi pelatihan kepada para peserta. Kuesioner tersebut diberikan kepada 8 orang
peserta pelatihan. Kuesioner evaluasi ini terdiri dari 17 soal (item) yang berupa
pernyataan dan 1 soal berbentuk pertanyaan terbuka (open question) untuk kritik
maupun saran dari peserta. Pada 17 item pernyataan, terdapat 5 bagian besar yakni
bagian Evaluasi Materi (3 item), Evaluasi Aktivitas (4 item), Evaluasi Fasilitator (6
item), Evaluasi Alat Bantu (2 item) dan Evaluasi Keseluruhan Kegiatan (2 item).
Untuk ketujuh belas item pada setiap bagian dinilai berdasarkan pilihan dari
6 penilaian (contoh kuesioner terlampir), yaitu:
 Item diberi nilai 1, apabila peserta tidak setuju dengan komponen yang dinilai.
 Item diberi nilai 2, apabila peserta kurang setuju dengan komponen yang dinilai.
 Item diberi nilai 3, apabila peserta agak kurang setuju dengan komponen yang
dinilai.
 Item diberi nilai 4, apabila peserta agak setuju dengan komponen yang dinilai.
 Item diberi nilai 5, apabila peserta setuju dengan komponen yang dinilai.
 Item diberi nilai 6, apabila peserta sangat setuju dengan komponen yang dinilai.
Bagan berikut merupakan hasil perhitungan rata-rata skor dari kuesioner
evaluasi pelatihan yang telah diisi oleh peserta. Alat ukur ini menggunakan skala
Likert mulai dari skala 1 sampai dengan skala 6. Setiap skala menerangkan
intensitas dari indikator perilaku dalam tiap pernyataan, yaitu: Sangat Setuju (1),
Setuju (2), Agak Setuju (3), Agak Tidak Setuju (4), Tidak Setuju (5), dan Sangat
Tidak Setuju (6). Hasilnya adalah sebagai berikut:

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


138

Bagan 6.1 Hasil Penilaian terhadap Keseluruhan Pelatihan

Nilai Keseluruhan Pelaksanaan Pelatihan 4.93


Nilai Keseluruhan Materi Pelatihan 5.23
Nilai Keseluruhan Fasilitator Pelatihan 5.09

4.75 4.8 4.85 4.9 4.95 5 5.05 5.1 5.15 5.2 5.25 5.3

Hasil Penilaian Terhadap Keseluruhan Pelatihan

Berdasarkan bagan diatas, dapat dilihat bahwa aspek-aspek pelatihan secara


keseluruhan, yang dilihat dari aspek pelaksanaan pelatihan (mean = 4,93), aspek
materi pelatihan (mean= 5,23), dan aspek fasilitator pelatihan (mean = 5,09),
dianggap sudah baik (berada pada rentang nilai 4 – 6). Selain itu, peneliti juga
mengukur evaluasi peserta terhadap aspek-aspek spesifik dari ketiga aspek tersebut.
Berikut ini adalah bagan penilaian terhadap aspek-aspek spesifik dari pelaksanaan
pelatihan :

Bagan 6.2 Hasil Penilaian terhadap Pelaksanaan Pelatihan

Kesempatan beristirahat 5.13

Suasana 4.88

Alat Bantu 5.13

Ketepatan Waktu 5.5

Aktivitas dalam pelatihan 5.25

4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 5 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6

Hasil Penilaian Terhadap Pelaksanaan Pelatihan

Berdasarkan bagan di atas, dapat dilihat bahwa peserta merasa semua aspek
pelaksanaan pelatihan berada dalam nilai baik (rentang mean 4,88 – 5,5). Peserta
menganggap bahwa aktivitas yang diberikan dalam pelatihan seperti kuliah,
permainan, bermain peran dianggap sudah baik (mean = 5,25), pelatihan dimulai dan

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


139

berakhir sesuai dengan agenda yang telah ditetapkan (mean = 5,5), serta suasana
pelatihan kondusif dan menyenangkan (mean = 4,88). Disisi lain, peserta juga
mengganggap bahwa alat bantu yang digunakan selama presentasi sudah memadai
(mean = 5,13), dan dalam pelatihan ini juga diberikan kesempatan beristirahat yang
memadai (mean = 5,13). Bagan selanjutnya akan menjelaskan penilaian peserta
terhadap aspek-aspek spesifik dari materi pelatihan :

Bagan 6.3 Hasil Penilaian terhadap Materi Pelatihan

Kelengkapan berbagai metode yang digunakan 4.88

Manfaat dalam pekerjaan 6

Kesesuaian dengan kebutuhan 5.38

0 1 2 3 4 5 6 7

Hasil Penilaian Terhadap Materi Pelatihan

Berdasarkan bagan di atas, dapat dilihat bahwa semua aspek pada materi
pelatihan dianggap sudah baik dan sangat baik oleh peserta (rentang mean 4 – 6).
Peserta merasa bahwa materi yang diberikan selama pelatihan sesuai dengan
kebutuhan mereka (mean = 5,38) dan lengkap (mean = 4). Selain itu, yang terpenting
adalah materi ini dirasakan sangat bermanfaat dalam pekerjaan bagi peserta (mean =
6). Bagan selanjutnya, bagan terakhir, akan menjabarkan penilaian peserta terhadap
fasilitator pelatihan :

Bagan 6.4 Hasil Penilaian terhadap Fasilitator Pelatihan

Penggunaan alat bantu 5.25

Kejelasan dalam menyampaikan materi 4.93

4.7 4.8 4.9 5 5.1 5.2 5.3

Hasil Penilaian Terhadap Fasilitator Pelatihan

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


140

Berdasarkan bagan di atas, dapat dilihat bahwa peserta merasa puas terhadap
fasilitator pelatihan (rentang mean =4,93 – 5,25). Peserta mengganggap bahwa
fasilitator dapat menyampaikan materi dengan jelas (mean = 4,93) dan menggunakan
berbagai alat bantu dengan baik sehingga membantu peserta memahami penjelasan
yang diberikan fasilitator (mean = 5,25).
Pada akhir lembar evaluasi, peserta juga diminta menuliskan saran terkait
dengan pelatihan yang dilaksanakan. Dari data kualitatif tersebut didapatkan
masukan bahwa sebaiknya dalam pelatihan tersebut agar lebih banyak lagi kegiatan-
kegiatan berdiskusi dan praktek-praktek dan agar materi yang disajikan dapat lebih
menarik dan tidak terlalu teoritis.

2) Hasil Evaluasi Level Pembelajaran yang Dialami Peserta Pelatihan


Selain evaluasi reaksi, peneliti juga melakukan evaluasi pembelajaran pada
pelatihan yang dilakukan. Evaluasi level dua ini dilakukan dengan memberikan
sebuah tes yang berisi sejumlah pertanyaan terkait materi-materi pelatihan, sesaat
sebelum pelatihan (pre-test) dan sesaat setelah pelatihan (post- test). Hal ini sesuai
dengan dinyatakan oleh Riggio (2008), bahwa umumnya digunakan form yang
berisi sejumlah pernyataan yang menguji sejauhmana informasi yang didapat dari
program pelatihan untuk mengukur jumlah pembelajaran yang didapatkan. Tes yang
diberikan berisi 20 soal yang terdiri dari pilihan jawaban benar dan salah. Berikut
ini bagan perbandingan jumlah jawaban benar yang dijawab oleh peserta pelatihan,
saat pre-test maupun post-test :

Bagan 6.5 Hasil Perbandingan Pembelajaran Skor Pre-Test dan Post-Test Peserta
Pelatihan

Jumlah Soal yang dijawab benar (Pre-Test)


Jumlah soal yang dijawab benar (Post-Test)
17 17 17 17 17 18 18
16 16 16 17
14 13 14 14
12

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


141

Berdasarkan bagan di atas, dapat dilihat bahwa kelima peserta pelatihan


mengalami mengalami peningkatan pengetahuan, sedangkan ketiga peserta tidak
mengalami peningkatan maupun penurunan pengetahuan pada saat pre-test dan
post-test. Di awal pelatihan, jumlah soal yang dapat dijawab dengan benar oleh
peserta berkisar antara 12 sampai 17. Setelah mengikuti pelatihan, jumlah soal yang
dapat dijawab dengan benar berkisar antara 14 hingga 18.

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012


142

Lampiran 7 – Dokumentasi Pelatihan

Gambar 1. Sesi Pembukaan Gambar 2. Sesi Ice Breaking

Gambar 3. Sesi Games Gambar 4. Sesi Roleplay

Gambar 5. Sesi Akhir Gambar 6. Fasilitator Pelatihan

Intervensi pelatihan..., Vicky Fitraza Kosmaya, FPSI UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai