TESIS
Untuk Memenuhi sebagai Persyaratan
Mencapai Derajat Magister Psikologi Profesi
Disusun oleh
Ana Muflihatun, S. Psi.
14915041
TESIS
Untuk Memenuhi sebagai Persyaratan
Mencapai Derajat Magister Psikologi Profesi
Disusun oleh
Ana Muflihatun, S. Psi.
14915041
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji serta syukur kepada Allah SWT dan shalawat yang senantiasa tercurah
Kedua orangtua penulis, Ibu (Almh) Siti Fatimah Budi Hastuti dan Bapak
Romadhon Hanafi. Terimakasih atas dukungan dan doa untuk kelancaran dalam
Nurul Af-Idati dan Firman Taufik Adisusila yang selalu memberi dorongan dalam
v
HALAMAN MOTTO
“Allah mencintai orang yang bekerja, apabila bekerja maka ia selalu memperbaiki
prestasi kerjanya”.
(HR. Thabrani)
vi
KATA PENGANTAR
taufiq dan hidayah-Nya yang telah memberikan petunjuk dalam segala hal. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulallah SAW. Atas izin Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini untuk memenuhi syarat
tentu tidak terlepas dari bantuan serta masukan berbagai pihak, oleh karena itu
1. Bapak Dr. Fuad Nashori, S. Psi., M.Si., M.Ag., Psikolog. selaku Dekan Fakultas
Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia sekaligus dewan
penguji II, Terimakasih atas ilmu dan masukan yang diberikan kepada penulis.
2. Ibu Rr. Indahria Sulistyarini, S. Psi., M. A., Psikolog. selaku Plt. Ketua Program
Studi Psikologi Profesi (S2) Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
vii
5. Bapak Dr.rer.nat. Arief Fahmi, S. Psi,. M. A., Psikolog. selaku dewan penguji II.
6. Ibu Nur Pratiwi Novianti, M.Psi., Psikolog. selaku dosen pembimbing akademik
7. Bapak Drs. H. M. Wahib Jamil, M.Pd, Kepala Sub Bagian Ortala dan
Kepegawaian Kantor Wilayah Kementerian Agama beserta staf nya yang telah
seluruh pegawai yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.
10. Shafwan Amrullah, terimakasih atas bimbingan, dukungan, semangat, dan waktu
yang diberikan.
11. Seluruh pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas segala
Semoga semuanya menjadi amal shalih dan Allah SWT memberikan balasan yang
jauh lebih baik serta memudahkan dalam segala urusan di kemudian hari.
viii
Yogyakarta, Juni 2018
Ana Muflihatun
ix
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
x
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kontekstual ........................................ 20
.................................................................................................................................... 39
D. Hipotesis .................................................................................................................... 43
xi
d. Persiapan Modul .............................................................................................. 56
D. Pembahasan .............................................................................................................. 69
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 75
B. Saran .......................................................................................................................... 75
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 2 Tabulasi Data Pra-tes, Pasca-tes, dan Tindak Lanjut Kelompok Kontrol
Eksperimen
Lampiran 17 Dokumentasi
xv
Efektivitas Pelatihan Etos Kerja terhadap Peningkatan Kinerja Kontekstual Karyawan
Kanwil Kementerian Agama DIY
Ana Muflihatun
Emi Zulaifah
Faraz
Magister Psikologi Profesi Universitas Islam Indonesia
anamufli@yahoo.co.id
emiriyono@gmail.com
umarmoyo@yahoo.com
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelatihan etos kerja terhadap
peningkatan kinerja kontekstual karyawan Kanwil Kementerian Agama DIY. Hipotesis
penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah pelatihan etos kerja berpengaruh
dalam meningkatkan kinerja kontekstual karyawan. Subjek penelitian ini berjumlah 17
karyawan Jabatan Fungsional Umum yang masuk dalam tingkat kinerja kontekstual
sedang dan rendah. Subjek tersebut terbagi dalam dua kelompok, yaitu sembilan
karyawan untuk kelompok eksperimen dan delapan orang untuk kelompok kontrol.
Penelitian ini menggunakan skala kinerja kontekstual yang diadaptasi dari alat ukur
yang disusun oleh Van Scotter & Motowidlo (1996). Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kuasi eksperimen dengan desain non-randomized pretest-posttest
control group menggunakan teknik analisis data uji Mann-Whitney dan Friedman.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima.
xvi
Effectiveness of Work Ethic Training in Improving the Contextual
Performance of the Staff at the Office of Religious Affairs in Yogyakarta
Special Province
Ana Muflihatun
Emi Zulaifah
Faraz
Magister of Psychologist, Universitas Islam Indonesia
anamufli@yahoo.co.id
emiriyono@gmail.com
umarmoyo@yahoo.com
Abstract
TRANSLATOR STATEMENT
The information appearing herein has been translated
by a Center for International Language and Cultural Studies of
Islamic University of Indonesia
CILACS UII Jl. DEMANGAN BARU NO 24
YOGYAKARTA, INDONESIA.
Phone/Fax: 0274 540 255
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
obyektif yang dapat diketahui dan dapat diobservasi. Saat ini diketahui bahwa
kinerja bukan hanya konsep satu dimensi saja. Perhatian juga diberikan
diluar persyaratan formal dalam pekerjaan mereka, bersifat bebas, dan tidak
secara eksplisit berada dalam prosedur kerja dan sistem pemberian upah
formal. Keterikatan individu pada kegiatan yang dilakukan secara sukarela ini
1
2
dkk., 2000).
kebutuhan masyarakat (client), artinya tidak ada hambatan (sekat) yang terjadi
perubahan sosial (faktor eksternal) yang sangat cepat dan dari faktor internal.
Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tenang Oganisasi dan
fungsi dan tugas pokok Kementerian Agama dalam lingkup wilayah provinsi
Agama DIY sebagai salah satu kantor pelayanan masyarakat yang perlu
memiliki insiatif untuk bekerja melebihi dari deskripsi pekerjaan yang ada
teknis inti. Menurut sifatnya, definisi kinerja kontekstual yaitu perilaku yang
bersifat sukarela dan bukan bagian dari persyaratan yang diharuskan, namun
karyawan agar mampu mewujudkan visi, misi, serta tujuan yang ada. Hal yang
terdapat kinerja kontekstual yang masuk dalam penilaian kinerja yang diukur
dalam empat kali penilaian selama empat tahun, yaitu kerjasama, disiplin, dan
Tertentu Analis Kinerja menyatakan belum diketahui realisasi dan aplikasi dari
budaya kerja itu sendiri, karena sejauh ini tolok ukur keberhasilan dilihat dari
oleh sumber dari Analis Kinerja di Kanwil Kementerian Agama DIY, bahwa
Hal itu sesuai dengan visi Kanwil Kemenag DIY yang tercantum yaitu
5
hal itu perlu dilaksanakan tidak hanya di lingkungan kantor namun juga di
berubah, kurang peduli dengan rekan lain, disiplin waktu keluar masuk kantor,
datang terlambat, dan kepulangan lebih cepat. Perilaku yang kurang efektif
maupun organisasi.
dan Istanti (2007), perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok
lebih baik dan kepuasan yang lebih baik pula. Etos kerja yang tinggi biasanya
itu bekerja dengan rajin, teliti, berdedikasi, serta tanggungjawab yang besar.
kebijakan baru terkait Pendidikan dan Pelatihan Pra Jabatan yang wajib diikuti
oleh Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum diangkat menjadi Pegawai Negeri
Sipil. Materi yang disampaikan pada Diklat Pra Jabatan diantaranya yaitu
korupsi. Salah satu diantara sub materinya terkait etos kerja. Namun
demikian, kebijakan pelatihan tersebut baru diikuti oleh Calon Pegawai Negeri
Sipil mulai angkatan tahun 2014, sehingga mayoritas karyawan yang saat ini
pelatihan tersebut.
DIY.
1. Tujuan Penelitian
DIY.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terbagi dua, yaitu manfaat secara praktis serta
a. Manfaat Teoritis
pemerintahan.
b. Manfaat Praktis
C. Keaslian Penelitian
ditemukan penelitian dengan judul Etos Kerja dan Hasil Kerja dalam Domain
yang Luas oleh Meriac & Gorman (2017). Penelitian tersebut menggunakan
work behavior (CWB). Terdapat tujuh hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini. Metode analisis data yang digunakan dengan analisis multivariat dari hasil
OWB. Jika karyawan ingin meningkatkan OCB dan mengurangi CWB, variabel
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang
Sugiyanto dan Sutanto (2010). Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk
pengolahan data, parameter estimasi antara etos kerja dan kinerja pegawai
menunjukkan pengaruh yang positif yang dapat dilihat dari hasil koefisien
0,386 dan nilai Critical-Ratio (C.R) atau t-tabel sebesar 3,068 diatas 2,58
Penelitian lain dilakukan oleh Hastuti, dkk (2013) dengan judul Pengaruh
koefisien jalur positif sebesar 3,363 dengan CR sebesar 2,021, serta diperoleh
probabilitas signifikan sebesar 0,005 lebih kecil dari taraf signifikan yang
Probolinggo, yang berarti bahwa jika etos kerja karyawan menurun akan
aspek yang digunakan dalam penelitian ini juga mengacu pada integrasi teori
kinerja kontekstual dan etos kerja yang telah ada. Definisi kinerja kontekstual
berpedoman pada teori yang diungkapkan oleh Borman & Motowidlo (1993),
kontekstual yang dilakukan oleh Van Scotter & Motowidlo (1996). Dalam
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala kinerja
kontekstual yang disusun oleh Van Scotter & Motowidlo (1996) yang
ukur etos kerja disusun sendiri oleh penulis. Responden pada penelitian ini
adalah karyawan Kanwil Kementerian Agama DIY, dan belum pernah terlibat
dalam penelitian dengan tema serupa. Selain itu, kajian yang telah dilakukan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kinerja Kontekstual
kelompok dalam satu organisasi dan mejadi hasil dari seorang individu.
penilaian. Saat ini diketahui bahwa kinerja bukan hanya konsep satu dimensi
saja. Perhatian juga diberikan terhadap perilaku kerja inovatif, kerjasama, dan
suka menolong oleh Motowidlo (Carlson, dkk., 2008) disebut sebagai kinerja
konteks psikologis, organisasi, dan sosial yang berfungsi sebagai katalis untuk
mungkin tidak berada pada deskripsi kerja formal dan merupakan kemauan
dari para karyawan, beberapa contoh dari kinerja kontekstual adalah sukarela
kinerja tugas yang khusus untuk pekerjaan tertentu, serta membuat kontribusi
12
13
hanya meliputi tingkah laku seperti menolong rekan-rekan kerja atau menjadi
anggota dipercaya dari suatu organisasi, akan tetapi juga memberi masukan
dua dimensi, yaitu kinerja tugas yang merujuk pada perilaku-perilaku inti dan
(Griffin, dkk., 2000). Kinerja kontekstual sangat penting untuk kesuksesan tim
dalam membangun kinerja secara umum. Motowidlo & Schmit (Befort &
perilaku yang berkontribusi terhadap budaya dan iklim organisasi. Contoh dari
prosedur dan aturan, dan mendukung atau membela organisasi. Van Scotter
orang lain dengan cara membantu karyawan melakukan tugas secara efektif
dan meningkatkan hubungan kerja yang baik. Kinerja tugas yaitu dimana
keefektifan tiap-tiap individu karyawan dan manajer (Carlson, dkk., 2008). Hal
yang baik, membantu rekan kerja yang kesulitan, serta mengerahkan usaha
organisasi, dan perilaku ekstra peran karena seringnya terjadi tumpang tindih
ketiganya dalam berbagai literatur. Berikut definisi serta aspek dari variabel
Perilaku Kewargaan
Kinerja Kontekstual Perilaku Ekstra Peran
Organisasi
ASPEK
a. Dedikasi terhadap a. Conscientiousness a. Helping, sukarela
pekerjaan, yaitu perilaku atau perilaku sukarela membantu rekan kerja
disiplin diri seperti yang bukan merupakan mengerjakan tugas
mengikuti aturan, bekerja kewajiban atau tugas mereka sehingga terjadi
keras, berinisiatif untuk pekerja. Aspek ini keterlibatan satu sama
menyelesaikan masalah di menjangkau jauh lain yang dapat
tempat kerja, menunjukkan diatas dan jauh ke membantu
komitmen, dan motivasi depan dari panggilan meningkatkan hubungan
b. Fasilitasi Interpersonal, tugas antar anggota kelompok
terdiri dari perilaku b. Altruism yaitu perilaku b. Voice, yang didefinsikan
berorientasi interpersonal membantu orang lain sebagai menyuarakan
yang berkontribusi baik yang berhubungan saran untuk perubahan
terhadap pencapaian dengan masalah (Neale, 2008)
tujuan organisasi. Fasilitasi pribadi orang lain
interpersonal mencakup maupun yang
tindakan sengaja yang berhubungan dengan
meningkatkan semangat tugas dalam
kerja, mendorong organisasi. Aspek ini
kerjasama, menghilangkan memberi pertolongan
hambatan terhadap kinerja, yang bukan merupakan
atau membantu rekan kerja kewajiban yang
melakukan aktivitas ditanggungnya.
pekerjaan yang c. Civic virtue yaitu
berorientasi pada tugas perilaku yang
mereka. (Van Scotter & menunjukkan untuk
Motowidlo, 1996) bertanggungjawab atas
kelangsungan
organisasi. Aspek ini
mengarah kepada
tanggungjawab yang
diberikan organisasi
kepada seseorang
untuk meningkatkan
kualitas bidang
pekerjaan yang
ditekuninya.
d. Courtesy yaitu usaha
untuk mencegah
masalah pekerjaan
yang akan timbul
terhadap pihak luar
ataupun relasi kerja.
Seseorang yang
memiliki courtesy tinggi
adalah orang yang
menghargai dan
memperhatikan orang
17
Perilaku Kewargaan
Kinerja Kontekstual Perilaku Ekstra Peran
Organisasi
lain
e. Sportmanship yaitu
perilaku yang
menunjukkan
keinginan untuk
memberikan toleransi
yang lebih kecil
daripada idealnya,
tanpa mengeluh dalam
menghadapi masalah
dan menemukan
solusinya. Seseorang
dengan sportmanship
tinggi akan berperilaku
positif dan menghindari
keluhan.
(Organ, 1997). Ditambahkan pula oleh Podsakoff, dkk (2000) bahwa perilaku
dihargai, yang tidak terjadi pada kinerja kontekstual. Sonnentag & Frese
Motowidlo, 1997). Definisi ini tidak dibayangi istilah sukarela, reward atau niat
18
sosial dan psikologis lebih dari sekedar inti teknis. Borman & Motowidlo (1997)
peran.
dari kinerja tugas (Bellia & Hoffman, 2007). Borman & Motowidlo (1993) telah
pekerjaan
hingga tuntas
b. Fasilitasi Interpersonal
Pada penelitian ini, penulis menggunakan dua dimensi dari Van Scotter
& Motowidlo (1996) tersebut diatas sebagai pencetus awal teori kinerja
kepentingan orang lain, kerajinan, menjadi warga negara yang baik, sopan
santun, dan kejujuran. Tipe yang kedua yaitu perilaku pro-aktif yang berusaha
diri sendiri yang tinggi, memiliki tempat kedudukan kendali internal dan
baik bagi perilaku dan kinerja kontekstual. Sebagai contoh, Van Scotter dan
hal yang sama, dan pada tingkat yang lebih rendah, ekstraversi dan stabilitas
Selain itu, kinerja kontekstual diprediksi oleh kinerja tugas, tidak hanya
aspek spesifik dari kinerja kontekstual seperti inisiatif pribadi diprediksi oleh
faktor kemampuan dan motivasi. Individu yang sehat secara keseluruhan juga
kepuasan kerja tinggi juga akan menunjukkan nilai kinerja kontekstual yang
lebih tinggi (Koopmans, dkk., 2014). Carlson, dkk. (2008) berpendapat bahwa
variabel kinerja kontekstual, yaitu konflik dan pengayaan, baik dari perspektif
a. Pengetahuan kontekstual
atasan.
b. Keterampilan kontekstual
Kebiasaan kerja adalah pola perilaku yang dipelajari orang dari waktu ke
waktu dan itu bisa memfasilitasi atau mengganggu kinerja perilaku yang
kinerja kontekstual (Penney & Borman, 2005). Hattrup, dkk (1998) juga
etos kerja harus ada, dan jika ada maka akan berhubungan langsung dengan
baru-baru ini, dalam konteks kinerja akademik, dimensi etos kerja ditunjukkan
kontekstual. Oleh karena itu, etos kerja dapat menjadi prediktor kinerja
Dari beberapa faktor di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada banyak
kerja”, sejalan dengan konsep nilai kerja (Meriac, dkk., 2010). Sinamo (2005)
yang berakar pada keyakinan yang fundamental, kerjasama yang kental, serta
disertai komitmen yang total pada paradigma kerja yang integral. Istilah
paradigma di sini berarti konsep utama tentang kerja itu sendiri yang
standar-standar yang hendak dicapai, pikiran dasar, karakter utama, dan kode
lebih sederhana, yaitu etos kerja mengarah pada sikap positif terhadap
pekerjaan. Hal ini berarti bahwa seseorang yang tidak menikmati pekerjannya
memiliki etos kerja yang lebih kecil daripada seseorang yang menikmati
menyatakan etos kerja adalah suatu pandangan dari sikap suatu umat atau
bangsa terhadap kerja. Jika sikap dan pandangan itu melihat kerja sebagai
suatiu hal yang luhur untuk eksistensi manusia, maka etos kerja akan tinggi.
Namun sebaliknya, jika sebuah pandangan serta sikap melihat kerja sebagai
suatu hal yang tidak berarti untuk kehidupan manusia, terlebih jika sama
sekali tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja, maka dengan
Ruh ini yang menjelma menjadi perilaku yang khas seperti berintegritas,
Dengan hal ini maka akan berproses menjadi manusia kerja yang positif,
produktif, dan kreatif. Menurut Mathis dan Jackson (2006), etos kerja adalah
bahwa etos kerja adalah nilai, sikap, dan perilaku yang mendasar yang dimiliki
setiap manusia secara utuh mulai input, proses, dan hasil yang didapatkan
etos kerja, dan menghasilkan tujuh dimensi model dan konstruk pengukuran
etos kerja yang diidentifikasi oleh Miller, dkk. (2002) diantaranya, yaitu:
sebuah nilai dimana seseorang tidak harus bergantung pada orang lain
b. Etika atau moralitas, yaitu keyakinan terhadap cara atau jalan yang
merupakan bagian dari dimensi etos kerja mencerminkan nilai intrinsik dari
sebuah pekerjaan itu sendiri (Miller, dkk., 2002). Individu dengan sentralitas
kerja tinggi akan merasakan manfaat dari pekerjaan tersebut dan memiliki
dorongan untuk selalu terlibat dalam aktivitas kerja. Karyawan yang melihat
f. Waktu yang terbuang, yaitu merujuk pada komitmen yang tinggi untuk
keteguhan (Meriac, 2015). Menurut Poniman, dkk (2006), etos kerja dibagi
menjadi tiga aspek yaitu kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas. Tiga
aspek ini merupakan garis besar dari ciri-ciri orang yang etos kerja tinggi.
28
mengukur etos kerja. Menurutnya, etos kerja mencerminkan suatu sikap yang
memiliki dua alternatif, negatif dan positif. Tanda suatu individu atau kelompok
masyarakat yang dapat memiliki etos kerja tinggi adalah sebagai berikut:
kesenangan
elemen itu lalu dikonstruksikan dalam sebuah konsep besar yang disebut
29
a. Kerja adalah Rahmat, karena kerja merupakan pemberian dari Tuhan yang
Maha Kuasa maka individu harus dapat bekerja dengan penuh rasa syukur
dan tulus. Misalnya, bekerja dengan tulus dan kerendahan hati, berpikir
organisasi.
bekerja, mengikuti aturan dan prinsip sehingga bebas diri dari konflik
kepentingan.
terhadap kesulitan kerja, kemauan untuk maju, dan mampu bekerja dengan
penuh tanggungjawab.
membuat individu bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau
jabatan semata.
kegairahan kerja sehingga lahirlah gagasan, kreasi baru, dan daya cipta
profesional Sinamo (2005) yang meliputi seluruh dimensi jasmani dan rohani,
terintegrasi.
bahwa seseorang yang memiliki etos kerja tinggi akan terus berusaha untuk
emosional.
a. Agama
Cara bertindak, berpikir, dan bersikap individu tentu diwarnai oleh ajaran
beragama. Etos kerja yang rendah secara tidak langsung dipengaruhi oleh
b. Budaya
disebut seagai etos budaya, dan secara operasional etos budaya ini juga
disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ditentukna oleh sistem
memliki sistem nilai budaya yang konservatif akan memiliki etos kerja yang
32
rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos kerja. Sebaliknya
masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos
d. Sosial Politik
keras dan dapat menikmati hasil kerja keras dengan penuh. Etos kerja
e. Pendidikan
tercapai apabila ada pendidikan yang bermutu dan merata disertai dengan
ekonomi.
f. Struktur Ekonomi
Individu yang memiliki etos kerja yag tingi adalah individu yang
bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu sikap dan pandangan yang
diasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan inilah yang menjadi
suatu motivasi kerja. Maka etos kerja juga dipengaruhi oleh motivasi
seseorang yang tertanam dalam diri sendiri, bukan bersumber dari luar diri,
niatdalam diri seseorang dalam bekerja daripada hasil kerja seseorang. Lebih
lanjut lagi, penerapan etos kerja juga ditandai dengan upaya menghindari
a. Usia
diatas 30 tahun memiliki etos kerja lebih rendah daripada pekerja yag
b. Jenis Kelamin
c. Lama Bekerja
pekerja yang bekerja dibawah satu tahun memiliki etos kerja yang lebih
rendah daripada pekerja yang sudah bekerja selama 1-2 tahun. Semakin
Hasil penelitian Boatwright dan Slate (2000) menyatakan bahwa etos kerja
4. Pengertian Pelatihan
yang efektif dalam pelaksanaan kegiatan. Selain itu, pelatihan juga diartikan
karyawan yang ada saat ini atau karyawan baru mengenai keterampilan dasar
dunia kerja. Karyawan, baik yang sudah bekerja maupun yang baru perlu
individu.
5. Tujuan Pelatihan
2003), meliputi:
teknologi
36
c. Memperbaiki kinerja
Sasaran dan tujuan harus dapat diukur dan jelas. Tujuan dari pelatihan
maksimal
program pelatihan. Pelatihan juga yang mempunyai pengaruh yang besar bagi
pengembangan perusahaan.
antara lain :
luar
teknologi baru
37
efektif dalam tim untuk menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas
dan menerima satu sama lain, terutama dengan para wanita dan kaum
minoritas
a. Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat
di ukur
(profesional)
38
metode pelatihan; (5) mengadakan percobaan (try out) dan revisi; dan (6)
tugasnya
menyerap ilmu yang disajikan dalam pelatihan tersebut. Isi yang mudah
akan tercapai. Seperti dalam teori goal setting (Riggio, 2003), Locke
pada teori penetapan tujuan dari Locke ini berisi tentang berbagai materi
Kontekstual Karyawan
kebutuhan masyarakat, dan pada akhirnya tujuan yang paling utama adalah
menyatakan bahwa rangkuman prestasi kerja tidak hanya pada perilaku eksplisit
yang relevan dengan standar pekerjaan itu sendiri, namun juga perilaku lain yang
kerja yang tidak berkontribusi secara langsung pada teknis inti organisasi, namun
hal itu mendorong lingkungan dalam meraih kinerja tugas (Penney & Borman,
organisasi, kerja tim, dan orientasi terhadap pelayanan. Witt, dkk. (2002)
karyawan yang dapat mewujudkan tingkat kinerja kontekstual yang tinggi, akan
tetapi juga dapat digunakan sebagai strategi untuk praktik manajemen sehari-
kepuasan kerja dan menentukan pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik. Ford
lebih baik dan kepuasan yang lebih baik pula. Etos kerja yang tinggi biasanya
Situasi yang demikian dapat membuat manusia itu bekerja dengan teliti, rajin,
tanggungjawab yang besar, dan berdedikasi. Penelitian dari Meriac & Gorman
sisanya sekitar 37,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto dan Sutanto (2010), bahwa antara etos
sangat diperlukan untuk mendukung kinerja karyawan yang akan berimbas pada
kerja yang baik akan memiliki sikap positif pada pekerjaannya, semangat datang
pengalaman belajar, yang bertujuan untuk mencapai kinerja yang efektif dalam
pelaksanaan kegiatan. Selain itu, pelatihan juga diartikan sebagai sebuah proses
individu.
kualitas kerja, menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan kuat, menghasilkan
dari proses belajar yang dialami individu sebagai peserta pelatihan. Oleh karena
mengetahui sejauh mana pelatihan yang diberikan sudah mencapai tujuan yang
diharapkan.
Aspek etos kerja yang digunakan dalam pelatihan ini, yaitu delapan aspek
etos kerja Sinamo (2005) diantaranya, kerja adalah rahmat; karena kerja
merupakan pemberian dari Yang Maha Kuasa, maka individu harus dapat
bekerja dengan penuh syukur dan tulus. Kerja adalah amanah, karena kerja
merupakan titipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral
kita harus bekerja dengan penuh tanggungjawab dan benar. Kerja adalah
panggilan; kerja merupakan suatu dharma yang sesuai dengan panggilan jiwa
kita sehinga kita mampu bekerja dengan penuh integritas. Kerja adalah
aktualisasi; pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai hakikat manusia
yang tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat. Kerja
adalah ibadah; bekerja merupakan bentuk ketaqwaan dan bakti kepada Sang
agung Sang Pencipat dalam pengabdian. Kerja adalah seni, kerja dapat
inovatif, kreasi baru, dan daya cipta. Kerja adalah kehormatan; pekerjaan dapat
dan tekun. Kerja adalah pelayanan; manusia bekerja bukan hanya memenuhi
kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga harus bekerja dengan
etos kerja yang diberikan mengacu pada dimensi etos kerja dari Sinamo (2005).
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pelatihan etos kerja
METODE PENELITIAN
B. Definisi Operasional
ekstra untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, serta motivasi bertindak lebih
Kinerja kontekstual pada penelitian ini mengacu pada teori dan alat ukur yang
disusun oleh Van Scotter & Motowidlo (1996) yang berbentuk skala likert
dengan rentang skor satu sampai lima untuk setiap aitem. Skor tinggi
2. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pelatihan etos kerja. Pelatihan etos
44
45
lingkungan kerja yang kuat dan sehat. Penyusunan modul pelatihan etos kerja
mengacu pada rumusan aspek etos kerja karyawan dari Sinamo (2005), yaitu
kerja adalah rahmat, kerja adalah amanah, kerja adalah panggilan, kerja
adalah aktualisasi, kerja adalah ibadah, kerja adalah seni, kerja adalah
kerja dilaksanakan selama tiga jam dengan berbagai kendala yang dihadapi di
lapangan.
C. Subjek Penelitian
Kanwil Kementerian Agama DIY. Jumlah subjek penelitian sesuai dengan hasil
pra-tes etos kerja yang berada dalam kategori sedang dan rendah, baik laki-laki
tertentu. Karakteristik subjek yang digunakan pada penelitian ini yaitu karyawan
yang menduduki jabatan fungsional umum yang memiliki kinerja kurang optimal.
Selain itu, kesediaan subjek dalam mengikuti seluruh rangkaian penelitian juga
menjadi kriteria peneliti agar penelitian yang berlangsung dapat berjalan lancar
pengisian skala kinerja, mengikuti pra-tes (mengisi skala kinerja), pelatihan etos
D. Desain Penelitian
dan yang tidak, serta membandingkan skor yang diperoleh subjek sebelum dan
KE O1 X O2 O3
KK O1 O2 O3
Keterangan :
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
menggunakan skala yang sama pada pra-tes, namun dengan penomoran aitem
sebagai berikut :
a. Observasi
behavioral checklist atau biasa yang disebut checklist adalah suatu metode
b. Wawancara
ditanyakan (Sugiyono, 2012). Tujuan peneliti dalam hal ini yaitu berusaha
mendapatkan informasi awal tentang isu atau permasalahan yang ada pada
dengan dua dimensi kinerja kontekstual yang dikemukakan oleh Van Scotter
sebagai berikut:
49
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
b. Penyusunan dan validasi alat ukur penelitian. Hasil uji coba skala
d. Uji coba modul pelatihan untuk mengevaluasi modul yang telah disusun
2. Tahap Pelaksanaan
delapan aspek dari Sinamo (2005), diberikan dalam lima sesi, dengan total
pelatihan.
52
3. Evaluasi Pelatihan
Evaluasi terkait fasilitas pelatihan, materi pelatihan, trainer, dan saran untuk
pelatihan yang telah dilakukan, baik dari fasilitas, materi, maupun trainer.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan adalah
analisis tersebut diatas karena subjek dalam penelitian ini sedikit sehingga tidak
eksperimen dan kelompok kontrol (Seniati, dkk., 2011). Peneliti juga melakukan
Agama No. 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
perundang-undangan.
Adapun di tingkat Provinsi dan daerah, struktur yang berlaku hingga saat
ini adalah struktur sebagaimana diatur dalam KMA Nomor 373 Tahun
53
54
tersebar dibawah koordinasi Kepala Subbag dan Kepala Seksi. Saat ini,
kontrol.
55
2. Persiapan Penelitian
a. Persiapan Administrasi
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kinerja
kontekstual yang disusun oleh Van Scotter & Motowidlo (1996) yang
berbentuk skala likert dengan rentang skor satu sampai lima untuk
Alat ukur yang diuji cobakan pada penelitian ini yaitu kinerja
kontekstual yang disusun oleh Van Scotter & Motowidlo (1996). Uji coba
karyawan yang terbagi dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan
analisis aitem yang diujicobakan tidak ada aitem yang gugur. Sehingga
15 aitem yang disusun oleh Van Scotter & Motowidlo (1996) dianggap
d. Persiapan Modul
peneliti mengacu pada konsep etos kerja dari Sinamo (2008). Pelatihan ini
disusun berdasarkan delapan aspek etos kerja dari Sinamo (2008) yang
terdiri dari, kerja adalah kerja adalah amanah, kerja adalah aktualisasi,
kerja adalah seni, kerja adalah rahmat, serta kerja adalah pelayanan.
dengan latar belakang psikolog yang berprofesi sebagai dosen dan trainer.
agar memiliki pemahaman yang sama terkait konsep modul yang disusun.
1. Pelaksanaan Pra-tes
data uji coba dan screening subjek pelatihan. Pengambilan data dilakukan
lingkungan Kanwil Kementerian Agama DIY. Data uji coba digunakan juga
pada saat uji coba, diambil 40 kuesioner sebagai data pra-tes. Kuesioner
dengan skor kinerja kontekstual berada dalam kategori sedang dan rendah
kategori tinggi, tujuh karyawan (87,5%) berada pada kategori sedang, dan
dimulai pada pukul 08.30 WIB, namun terdapat kegiatan bersamaan dari
Sehingga, jam efektif mulai pelatihan adalah pukul 10.30 WIB, setelah
DIY dan Kepala Sub Bagian Ortala dan Kepegawaian pada pukul 09.30
Setelah itu, trainer mengajak peserta untuk senam otak melalui gerak
tangan untuk melihat sejauh mana konsentrasi peserta saat itu. Seluruh
dengan antusias dan tertawa-tawa. Setelah selesai senam otak sebagai ice
tidak semua poin yang dituliskan peserta disepakati bersama. Trainer juga
sempat menganulir usulan peserta dan disepakati oleh semua peserta agar
sesuai dengan target dan tujuan pelatihan. Pada sesi kontrak belajar ini
mengungkapkan keluhan bosan untuk duduk terlalu lama karena sejak pagi
61
sudah mengikuti Hal tersebut sempat mengulur waktu hingga jam istirahat,
work for?”. Saat sesi kedua dimulai masih terdapat karyawan yang
rapat untuk mengikuti pelatihan. Sementara itu, pada sesi kedua ini peserta
diminta untuk mengisikan tiga poin alasan bekerja dalam lembar “What do I
work for?” yang telah dibagikan oleh fasilitator. Kemudian trainer menunjuk
satu persatu peserta untuk menyampaikan tiga poin alasan dalam bekerja
dianggap lucu sehingga membuat peserta lain tertawa. Setelah itu, trainer
menayangkan video rekaman terkait kondisi kerja yang kurang disiplin dari
Aparatur Sipil Negara di provinsi lain, yang diambil dari berita televisi.
sasaran.
mengajukan diri membagi cerita Sungai Kehidupan yang tulis, namun ada
pula yang menunggu ditunjuk oleh trainer. Pada sesi ini terdapat peserta
yang mengeluh bosan, karena dari pagi diminta untuk duduk didalam
peserta khawatir jika nanti tugas pekerjaannya akan tetap ditagih. Yang
dari undangan ini karena ia hanya dijadikan bahan penelitian saja. Keluhan
tertawa dan berbicara satu sama lain. Cukup lama saling menanggapi,
kerja dalam lembar kerja “Work is fun!” yang dibagikan fasilitator. Setelah
terdapat peserta yang mulai gelisah melihat jam di dinding. Sesi sebelum
menuntun peserta untuk mengisi lembar “Goal Setting”. Sesi ini cukup
peserta untuk mengisi seluruh lembar didalam map yang dibagikan di awal
masing, dan map serta pulpen boleh dibawa pulang. Kemudian trainer
3. Pelaksanaan Pasca-tes
pada kategori tinggi, enam karyawan (75%) berada pada kategori sedang,
eksperimen.
C. Analisis Data
yang diajukan dalam penelitian ini yaitu pelatihan etos kerja berpengaruh
skor kinerja kontekstual pada tiga kali pengukuran, yaitu pra-tes, pasca-tes,
nilai skor selisih sebesar -1,599. Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada
nilai skor selisih sebesar -1,906. Hal itu menunjukkan bahwa ada
66
sebesar 0,303 (p>0,05) dan nilai skor selisih sebesar -0,530. Hal itu
berikut:
(p>0,05). Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan skor aspek
1,765 dengan nilai signifikansi P sebesar 0,031 (p<0,05). Hal itu artinya
eksperimen.
diberikan pelatihan etos kerja. Begitu juga setelah diberi pelatihan, pada
nilai signifikansi P sebesar 0,046 (p<0,05). Hal itu artinya ada perbedaan
pasca-tes, dan tindak lanjut. Hal ini berarti hipotesis diterima. Perbedaan
mean skor tes kinerja kontekstual dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Kinerja Kontekstual
3
2.5
2.39 2.33
2.12
2 2
1.88
MEAN
1.5 Kontrol
1.28 Eksperimen
1
0.5
0
Pra Tes Pasca Tes Tindak Lanjut
Pada kelompok eksperimen, skor pra tes lebih rendah dari kelompok
peningkatan yang signifikan, lebih tinggi dari skor pasca tes pada kelompok
69
kontrol. Pada data tindak lanjut, rerata skor kinerja kontekstual pada
uji Friedman pada aspek dedikasi terhadap pekerjaan diperoleh nilai Chi-
D. Pembahasan
signifikansi pra-tes sebesar 0,057 (p>0,05) dan nilai skor selisih sebesar -
70
1,599. Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan skor kinerja
pasca-tes adalah 0,037 (p<0,05) dan nilai skor selisih sebesar -1,906. Hal itu
kerja. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa hipotesis dari penelitian ini
Agama DIY. Meskipun demikian, pada skor tindak lanjut diketahui nilai
signifikansinya sebesar 0,303 dengan nilai skor selisih 0,530. Hasil analisis
sebesar -0,780 dengan nilai signifikansi P sebesar 0,218 (p>0,05). Hal itu
sebesar 0,038 (p<0,05). Hal itu artinya ada perbedaan skor aspek fasilitasi
sebesar -0,531 dan P sebesar 0,303 (p>0,05). Hal itu menunjukkan bahwa
pelatihan etos kerja serta diberi pengukuran pra-tes, pasca-tes, dan tindak
diperoleh sebesar 7,697 dengan nilai signifikansi 0,021 (p<0,05). Hal itu
tiga kali pengukuran, yang berarti hipotesis ini diterima. Analisis tersebut
signifikansi 0,001 (p<0,05). Hal itu menunjukkan bahwa ada perbedaan skor
pengukuran setelah diberi pelatihan etos kerja. Sedangkan hasil uji Friedman
12,800 dengan nilai signifikansi sebesar 0,002 (p<0,05). Hal ini menunjukkan
72
adanya perbedaan skor aspek dedikasi terhadap pekerjaan dalam tiga kali
faktor penting yang menentukan pekerjaan yang lebih baik dan bertambahnya
memberikan kepuasan yang lebih baik dan prestasi yang lebih baik pula. Etos
besar, berdedikasi, teliti, dan rajin. Penelitian dari Meriac & Gorman (2017)
sisanya sekitar 37,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto dan Sutanto (2010), bahwa antara
etos kerja dan kinerja pegawai menunjukkan pengaruh positif yang signifikan.
yang memiliki etos kerja yang baik akan memiliki sikap positif pada
73
dalam bekerja.
E. Evaluasi Pelatihan
bahwa 95,24% peserta menilai baik, sedangkan 4,76% peserta menilai materi
yang disampaikan cukup baik. Hai itu dikarenakan materi pelatihan mudah
dengan tujuan pelatihan, dan penyajian materi yang cukup baik. Sedangkan
38,09% peserta menilai baik. Materi yang dinilai dari proses penyelenggaraan
pelaksanaan.
cukup baik. Poin yang dinilai dalam aspek sarana pelatihan yaitu mengenai
kemampuan trainer, 85,72% peserta menilai baik dan 14,28% peserta menilai
pengaturan waktu yang baik dalam penyajian materi, serta interaksi yang baik
74
pelatihan yang sama secara berkala dua hingga tiga kali dalam setahun.
Peserta juga berharap supaya pelatihan yang sama dapat diikuti oleh seluruh
F. Kelemahan Penelitian
strategi dan teknik pelatihan, gaya belajar partisipan, iklim pelatihan, dan
partisipasi.
dengan etos kerja yang rendah, yang kemudian merubah iklim pelatihan
b. Pelaksanaan pelatihan yang tidak sesuai dengan waktu yang tertera dalam
modul. Rencana awal pelatihan dimulai pada pukul 08.30 WIB, namun
pukul 10.30 WIB. Jika sesuai dengan modul adalah tujuh jam pelatihan,
baku mengikuti modul etos kerja yang telah disusun. Hal tersebut tentunya
A. Kesimpulan
B. Saran
76
77
efektivitas pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA
Befort, N., & Hattrup, K. (2003) Valuing task and contextual performance:
experience, job roles, and ratings of the importance of job behaviors. Applied
HRM Research, 8, 1.
Blakely, G. L., Srivastava, A., & Moorman, R. H. (2005). The effects of nationality
work role centrality, and work locus of control on role definitions of OCB.
Journal of Leadership & Organizational Studies, 12 (1), 103–117.
Buckley, R., & Caple, J. (2009). The Theory And Practice of Training. 9th Ed.
Philadelpia: Koganpage
Carlson, D. S., Witt, L. A., Zivnuska, S., Kacmar, K. M., & Graywacz, J. G.
(2008). Supervisor appraisal as the link between family-work balance and
contextual performance. Journal of Business and Psychology, 23, 37-49
76
77
Griffin, M. A., Neal, A., & Neale, M. (2000). The contribution of task performance
and contextual performance to effectiveness: Investigating the role of
situational constraints. Applied Psychology: An International Review, 49(3),
517-533.
Hastuti, S., Sularso, A., & Komariyah, S. (2013). Pengaruh Komunikasi, Motivasi
dan Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Koordinator Unit Pelaksana Teknis
Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur di Probolinggo. Jurnal Ilmu Ekonomi
dan Manajemen, 12 (2)
Koopmans, L., Bernaard, C. M., Hildebrandt, Vincent, H., Vet, H. C. W., Van Der
Beek, A.J. (2014). Construct validity of the individual work performance
questionnaire. Journal of Occupational and Environmental Medicine, 56 (3),
331- 337.
Kusnan, A. (2004). Analisis sikap iklim organisasi, etos kerja, dan disiplin kerja
dalam menentukan efektivitas kinerja organisasi di Garnisun Tetap III
Surabaya. Tesis. Universitas Airlangga.
77
78
Meriac, J. P. & Gorman, C..A. (2017). Work ethic and work outcomes in an
expanded criterion domain. Journal of Business and Psychology, 32(3) : 273-
282.
Miller, M. J., Woehr, D. J., & Hudspeth, N. (2002). The meaning and
measurement of work ethic: Construction and initial validation
of a multidimensional inventory. Journal of Vocational Behavior, 60, 451–489.
Noe, A. R., Gerhart, H., Hollenback, J. R., & Wright, P. M. (2008). Human
Resource Management: Gaining a Competitive Advantage. USA: McGraw Hill.
78
79
Podsakoff, P., MacKenzie, S., Paine, J., & Bachrach, D. (2000). Organizational
citizenship behaviors: A critical review of the theoretical and empirical
literature and suggestions for future research. Journal of Management, 26 (3),
513-563.
Poniman, F., Nugroho, I., Azzaini, J. (2006). Kubik Leadership. Jakarta: Mizan
Publika
Sugiyanto & Sutanto, H. 2010. Membangun Etos Kerja yang Proaktif Guna
Mengoptimalkan Kinerja Melalui Spiritual Centered Leadership, Employee
Empowerment, Organizational CitIzenship Behavior. Buletin Ekonomi, 8 (2),
70-170
79
80
Sunarni, T. & Istanti, V. (2007). Pengaruh Etos Kerja dan Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Karyawan di PT. Interbis Sejahtera Palembang, Jurnal
Teknik Industri, 7 (2)
Van Dyne, L., Cummings, L. L., & Parks, J. M. (1995). Extra-role behaviores: In
pursuit of construct and definitional clarity. Research in Organizational
Behavior, 17, 215-285.
Witt, L. A., Kacmar, K. M., Carlson, D. S., Zivnuska, S. (2002). Interactive effects
of personality and organizationa; politics on contextual performance. Journal
of Organizational Behavior. 23, 911-926.
80
LAMPIRAN
“Saat bekerja, saya ... “
Hampir
Tidak Kadang-
Tidak Sering Selalu
Pernah kadang
Pernah
1. Memuji rekan kerja saat mereka berhasil 1 2 3 4 5
2. Mendorong dan mendukung rekan kerja yang
1 2 3 4 5
mengalami masalah pribadi
3. Berunding dengan rekan sebelum mengambil
tindakan yang mungkin berdampak pada 1 2 3 4 5
mereka
4. Mengatakan sesuatu untuk membuat orang
1 2 3 4 5
lain maupun kelompok kerja merasa nyaman
5. Mendorong orang lain untuk mengatasi
1 2 3 4 5
perbedaan mereka saat bergaul
6. Memperlakukan orang lain dengan adil 1 2 3 4 5
7. Membantu orang lain tanpa diminta 1 2 3 4 5
8. Meluangkan waktu diluar jam kerja untuk
1 2 3 4 5
menyelesaikan tugas tepat waktu
9. Memperhtaikan detail penting 1 2 3 4 5
10. Bekerja lebih keras dari yang dibutuhkan 1 2 3 4 5
11. Meminta penugasan kerja yang menantang 1 2 3 4 5
12. Melatih disiplin pribadi dan pengendalian diri 1 2 3 4 5
13. Mengambil inisiatif untuk memecahkan
1 2 3 4 5
masalah kerja
14. Bertahan dalam mengatasi kesulitan saat
1 2 3 4 5
menyelesaikan tuggas
15. Menangani tugas kerja yang sulit dengan
1 2 3 4 5
antusias
TABULASI DATA KELOMPOK KONTROL
CONTEXT PERFORM
PRE TEST
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 BAP L Humas 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 4 5 5 5 56
2 S L Bimas Hindu 4 3 3 4 2 4 2 4 4 3 1 5 4 4 5 52
3 YR P Umum 5 3 5 5 2 5 5 1 5 5 1 5 3 3 5 58
4 CN P Umum 4 5 5 5 4 5 4 3 4 3 3 4 4 4 4 61
5 AM L Hukum 4 5 5 4 5 4 4 3 5 3 3 4 4 4 3 60
6 S P Kepeg. 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 1 3 3 3 3 48
7 HT L Kepeg. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 5 5 60
8 TJ L Kepeg. 4 4 4 4 5 5 5 4 4 3 3 4 4 4 4 61
32 31 34 33 28 33 31 26 33 27 18 33 31 32 34 456
CONTEXT PERFORM
POST TEST
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 BAP L Humas 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 54
2 S L Bimas Hindu 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 54
3 YR P Umum 4 4 5 5 2 4 4 1 5 5 1 5 3 3 3 54
4 CN P Umum 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 54
5 AM L Hukum 5 5 5 4 5 5 4 2 4 3 2 5 5 5 5 64
6 S P Kepeg. 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 1 2 3 3 2 44
7 HT L Kepeg. 4 3 3 3 3 3 2 4 5 4 4 4 4 4 4 54
8 TJ L Kepeg. 4 3 3 3 3 3 2 4 5 4 4 4 4 4 4 54
30 28 28 28 27 30 26 26 35 30 21 32 31 30 30 432
CONTEXT PERFORM
FOLLOW UP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 BAP L Humas 4 4 4 5 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 57
2 S L Bimas Hindu 3 5 5 5 3 5 3 4 4 3 2 5 5 5 4 61
3 YR P Umum 4 3 4 4 4 4 4 2 4 3 3 4 3 3 3 52
4 CN P Umum 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 1 4 4 4 4 61
5 AM L Hukum 4 4 5 4 4 4 4 3 4 3 3 5 5 5 5 62
6 S P Kepeg. 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 60
7 HT L Kepeg. 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 2 4 5 5 4 68
8 TJ L Kepeg. 5 3 4 4 2 3 3 3 4 3 1 3 3 3 3 47
33 31 33 35 28 32 28 29 33 29 19 33 33 33 31 468
TABULASI DATA KELOMPOK EKSPERIMEN
CONTEXT PERFORM
PRE TEST
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 BNHS L Humas 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 3 4 4 60
2 ET L Humas 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 56
3 IBMS L Bimas Hindu 4 3 3 4 2 4 2 4 4 3 1 5 4 4 4 51
4 J L Umum 4 1 3 3 2 3 3 2 4 2 2 4 1 2 1 37
5 YR P Umum 4 3 4 4 3 4 4 3 4 3 2 4 3 4 3 52
6 MN L Pakis 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 57
7 ANB L Kepeg. 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 51
8 S L Bimas Buddha 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 2 4 4 4 4 54
9 J L Bimas Buddha 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3 56
34 30 34 35 31 34 29 31 33 30 24 36 30 33 30 474
CONTEXT PERFORM
POST TEST
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 BNHS L Humas 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 60
2 ET L Humas 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 60
3 IBMS L Bimas Hindu 4 3 4 4 3 4 3 4 5 4 4 4 4 4 4 58
4 J L Umum 4 3 5 4 4 4 3 4 4 3 4 5 3 4 4 58
5 YR P Umum 3 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 53
6 MN L Pakis 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 5 65
7 ANB L Kepeg. 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 5 5 66
8 S L Bimas Buddha 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 3 4 4 4 59
9 J L Bimas Buddha 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 5 3 4 4 60
36 33 38 36 34 37 33 37 39 35 34 39 33 38 37 539
CONTEXT PERFORM
FOLLOW UP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 BNHS L Humas 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 75
2 ET L Humas 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 75
3 IBMS L Bimas Hindu 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 1 4 4 4 4 53
4 J L Umum 4 5 4 5 4 4 5 3 5 1 3 3 3 3 5 56
5 YR P Umum 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 3 5 5 5 5 71
6 MN L Pakis 4 4 5 5 4 5 5 4 4 4 3 5 4 5 4 65
7 ANB L Kepeg. 4 3 3 4 4 5 4 4 4 3 2 3 3 3 3 52
8 S L Bimas Buddha 4 4 4 4 5 4 3 3 5 3 3 4 4 4 4 58
9 J L Bimas Buddha 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 4 55
39 38 38 40 39 41 39 34 40 34 28 38 36 38 39 560
Hasil Uji Coba Alat Ukur Kinerja Kontekstual
N %
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items
.927 .931 15
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Cronbach's Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted
POST TEST
KINERJA KONTESKTUAL
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
*
cp_post .139 17 .200 .949 17 .436
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Normal
TINDAK LANJUT
KINERJA KONTEKSTUAL
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
*
cp_followup .118 17 .200 .934 17 .253
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Normal
Statistics
cp_post cp_followup
N Valid 17 17
Missing 0 0
Mean 58.5882 61.3529
Median 60.0000 61.0000
Std. Deviation 5.05048 8.87371
Percentiles 25 55.5000 54.0000
50 60.0000 61.0000
75 62.0000 69.5000
HASIL ANALISIS MANN WHITNEY KINERJA KONTEKSTUAL
PRA TES
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
kinerja_kontekstual 1 8 11.06 88.50
2 9 7.17 64.50
Total 17
b
Test Statistics
kinerja_kontekstual
Mann-Whitney U 19.500
Wilcoxon W 64.500
Z -1.599
Asymp. Sig. (2-tailed) .110
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .114
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
PASCA TES
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
kinerja_kontekstual 1 8 6.62 53.00
2 9 11.11 100.00
Total 17
b
Test Statistics
kinerja_kontekstual
Mann-Whitney U 17.000
Wilcoxon W 53.000
Z -1.906
Asymp. Sig. (2-tailed) .057
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .074
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
TINDAK LANJUT
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
kinerja_kontekstual 1 8 8.31 66.50
2 9 9.61 86.50
Total 17
b
Test Statistics
kinerja_kontekstual
Mann-Whitney U 30.500
Wilcoxon W 66.500
Z -.530
Asymp. Sig. (2-tailed) .596
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .606
HASIL ANALISIS MANN WHITNEY PER ASPEK
FASILITASI INTERPERSONAL
PRA TES
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
fasilitasi_interpersonal 1 8 10.94 87.50
2 9 7.28 65.50
Total 17
b
Test Statistics
fasilitasi_interpersonal
Mann-Whitney U 20.500
Wilcoxon W 65.500
Z -1.504
Asymp. Sig. (2-tailed) .132
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .139
PASCA TES
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
fasilitasi_interpersonal 1 8 6.75 54.00
2 9 11.00 99.00
Total 17
b
Test Statistics
fasilitasi_interpersonal
Mann-Whitney U 18.000
Wilcoxon W 54.000
Z -1.765
Asymp. Sig. (2-tailed) .078
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .093
TINDAK LANJUT
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
kinerja_kontekstual 1 8 7.19 57.50
2 9 10.61 95.50
Total 17
b
Test Statistics
kinerja_kontekstual
Mann-Whitney U 21.500
Wilcoxon W 57.500
Z -1.407
Asymp. Sig. (2-tailed) .159
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .167
DEDIKASI THD PEKERJAAN
PRA TES
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
dedikasi_pekerjaan 1 8 9.94 79.50
2 9 8.17 73.50
Total 17
b
Test Statistics
dedikasi_pekerjaan
Mann-Whitney U 28.500
Wilcoxon W 73.500
Z -.728
Asymp. Sig. (2-tailed) .466
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .481
PASCA TES
Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
dedikasi_pekerjaan 1 8 6.75 54.00
2 9 11.00 99.00
Total 17
b
Test Statistics
dedikasi_pekerjaan
Mann-Whitney U 18.000
Wilcoxon W 54.000
Z -1.749
Asymp. Sig. (2-tailed) .080
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .093
TINDAK LANJUT
Ranks
kelomp
ok N Mean Rank Sum of Ranks
kinerja_kontekstual 1 8 8.31 66.50
2 9 9.61 86.50
Total 17
b
Test Statistics
kinerja_kontekst
ual
Mann-Whitney U 30.500
Wilcoxon W 66.500
Z -.531
Asymp. Sig. (2-tailed) .596
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .606
HASIL UJI FRIEDMAN
KELOMPOK EKSPERIMEN
KINERJA KONTEKSTUAL
Descriptive Statistics
Percentiles
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum 25th 50th (Median) 75th
prates 9 52.6667 6.59545 37.00 60.00 51.0000 54.0000 56.5000
pascates 9 59.0000 4.92443 50.00 66.00 55.5000 60.0000 62.5000
followup 9 62.2222 9.41777 52.00 75.00 54.0000 58.0000 73.0000
Ranks
Mean Rank
prates 1.28
pascates 2.39
followup 2.33
a
Test Statistics
N 9
Chi-Square 7.697
df 2
Asymp. Sig. .021
a. Friedman Test
KELOMPOK KONTROL
KINERJA KONTEKSTUAL
Descriptive Statistics
Percentiles
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum 25th 50th (Median) 75th
pretest 8 59.38 6.368 48 71 56.50 60.00 61.00
posttest 8 58.62 5.344 47 64 56.50 60.00 62.00
followup 8 61.12 9.062 47 75 53.25 61.50 67.75
Ranks
Mean Rank
pretest 1.88
posttest 2.12
followup 2.00
a
Test Statistics
N 8
Chi-Square .286
df 2
Asymp. Sig. .867
a. Friedman Test
HASIL ANALISIS UJI FRIEDMAN PER ASPEK
KINERJA KONTEKSTUAL
FASILITASI INTERPERSONAL
Descriptive Statistics
Percentiles
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum 25th 50th (Median) 75th
fasilitasi_pre 7 32.4286 2.37045 29.00 35.00 30.0000 34.0000 34.0000
fasilitasi_post 7 35.2857 1.97605 33.00 38.00 33.0000 36.0000 37.0000
fasiitasi_followup 7 39.1429 1.06904 38.00 41.00 38.0000 39.0000 40.0000
Ranks
Mean Rank
fasilitasi_pre 1.00
fasilitasi_post 2.07
fasiitasi_followup 2.93
a
Test Statistics
N 7
Chi-Square 13.556
df 2
Asymp. Sig. .001
a. Friedman Test
Ana Muflihatun
I. Petunjuk Umum
1. Sasaran
a. Peserta mengetahui dan memahami tujuan dari pelaksanaan pelatihan
b. Peserta mengetahui dan memahami informasi mengenai isi, waktu dan
metode
c. Peserta mengetahui aturan dalam pelatihan agar pelatihan dapat
memberikan manfaat bagi peserta kedepannya
d. Pengisian lembar pre-test oleh peserta
2. Alokasi Waktu
30 menit
3. Materi
a. Perkenalan diri
b. Kontrak belajar
c. Overview pelatihan
d. Ice breaking
e. Peserta mengisi lembar pre-test
4. Indikator Pencapaian
a. Peserta mendapatkan informasi mengenai pelatihan yang mereka ikuti
b. Peserta mengenal fasilitator dan sesama peserta yang terlibat dalam
proses pelatihan
c. Peserta menyepakati kontrak belajar yang diputuskan bersama
d. Peserta siap mengikuti proses pelatihan dengan antusias
e. Dokumen lembar pre-test yang diisi oleh peserta
5. Strategi Pembelajaran
a. Diskusi
b. Ceramah
c. Chicken dance
d. Menonton film pendek
6. Perlengkapan
a. Lembar pre-test
b. Alat tulis
c. Laptop
d. Speaker
e. Mic
f. Lembar “Pohon Harapan”
g. Kertas lipat warna warni
7. Prosedur Pelaksanaan
No. Uraian Prosedur Waktu Keterangan
a. Peserta berkumpul di tempat pelaksanaan 25 Pre-Test
pelatihan pada pukul 08.00 WIB dan duduk di menit
kursi yang telah disediakan, dan fasilitator Pelaksana:
berada di depan audiens untuk memberikan Fasilitator
arahan. Peserta diminta untuk mengisi lembar
pre-test yang telah disediakan.
b. Fasilitator membuka pelatihan pada pukul 25 Pembukaan
08.30 WIB dengan berdoa sekaligus menit
memperkenalkan fasilitator yang akan Pelakasana:
mengisi pelatihan. Fasilitator memandu Fasilitator
jalannya pelatihan.
c. Setelah berdoa, fasilitator mengajak peserta 25 Chicken
untuk melakukan ice breaking untuk menit dance
meregangkan otot-otot sebelum beraktivitas.
Pelakasana:
Fasilitator
d. Trainer kemudian menyampaikan beberapa 15 Pelakasana:
hal mengenai pelaksanaan pelatihan : menit Fasilitator
1) Kontrak yang harus dipenuhi peserta
selama mengikuti pelatihan (hal-hal yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama
pelatihan). orientasi dan tujuan pelatihan
menjadi fokus bagi peserta.
2) Peserta diajak membuat harapan dalam
pelatihan dengan menjawab pertanyaan
trainer yang dituangkan dalam empat
kertas dengan warna yang berbeda
3) Pertanyaannya antara lain: Mengapa
peserta bersedia hadir pada pelatihan
ini? apa harapan peserta setelah
mengikuti pelatihan ini? apa
kekhawatiran peserta mengenai
pelatihan ini? usaha apa saja yang perlu
diupayakan agar harapan diatas dapat
tercapai?
No. Uraian Prosedur Waktu Keterangan
4) Setelah peserta menuliskan semua
jawaban, masing-masing diminta untuk
mengumpulkan jawaban sesuai warna
kertas
5) Trainer membantu peserta
mengorganisasikan jawaban yang terkait
harapan peserta dengan
mengelomopokkan jawaban berdasarkan
kategori pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Dilanjutkan dengan
pembahasan mengenai kekhawatiran
peserta, baik terhadap peserta sendiri,
trainer, maupun hal lain
6) Peserta diajak membahas upaya
mengatasi kekhawatiran dan bagaimana
mencapai harapan yang telah dituliskan
7) Selanjutnya trainer mengajak peserta
membuat pohon harapan yang berisi
tentang keinginan dan ketidakinginan
peserta selama mengikuti pelatihan.
8) Peserta diminta menuliskan satu
keinginan dan ketidakinginan dalam
lembar yang berbeda, setelah itu
ditempelkan di depan ruang kelas agar
menjadi perhatian semua peserta
9) Setiap keinginan harus diikuti semua
peserta dan ketidakinginan harus
ditinggalkan semua peserta. Trainer juga
memiliki wewenang untuk menganulir
usulan peserta dan disepakati oleh
semua peserta agar sesuai dengan
target dan tujuan pelatihan
10) Metode yang digunakan dalam pelatihan
ini berupa ceramah/ presentasi dengan
diselingi diskusi, tanya jawab, serta
roleplay pada setiap sesi. Peserta
diharapkan dapat mengambil makna dari
setiap materi yang diberikan
11) Pelatihan ini merupakan sesuatu yang
menyenangkan dan memberikan
manfaat bagi peserta kedepannya
12) Peserta diharapkan dapat berpartisipasi
aktif dalam setiap kegiatan yang
No. Uraian Prosedur Waktu Keterangan
dilakukan dalam pelatihan ini
13) Memberikan kesempatan kepada
peserta untuk menanyakan hal-hal yang
dianggap kurang jelas mengenai
pelatihan
e. Trainer selanjutnya menyampaikan materi
yang pertama
SESI 2
ETOS KERJA I
(Definisi Umum, Amanah, Kehormatan)
I. Petunjuk Umum
1. Sasaran
a. Peserta memahami pentingnya etos kerja profesional di lingkungan kerja
b. Memberikan pemahaman mengenai indikator tinggi rendahnya etos kerja
profesional karyawan
c. Peserta mampu mengetahui dan memahami bahwa pekerjaan yang
diemban merupakan amanah dan kehormatan.
2. Alokasi Waktu
65 menit
3. Materi
a. Definisi etos kerja profesional
b. Aspek-aspek etos kerja profesional
c. Indikator etos kerja profesional positif dan negatif
d. Definisi kerja sebagai amanah dan kehormatan
e. Aspek positif maupun negatif dari amanah dan kehormatan
f. Cara mengembangkan etos amanah dan kehormatan di lokasi kerja
4. Referensi
Sinamo, J. H. (2005). 8 Etos Kerja Profesional Navigator Anda Menuju
Sukses. Jakarata: PT Spirit Mahardika.
5. Indikator Pencapaian
Peserta mengetahui dan memahami pentingnya etos kerja profesional di
lingkungan kerja serta mampu mengetahui dan memahami bahwa
pekerjaan yang diemban memiliki nilai amanah dan kehormatan.
6. Strategi Pembelajaran
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Menonton tayangan film pendek
d. Mengisi lembar kerja
7. Perlengkapan
a. Laptop
b. Mic
c. Speaker
d. Pointer
e. Film pendek situasi kerja di instansi pemerintah
f. Lembar “Sungai Kehidupan”
g. Lembar “What do I work for?”
8. Prosedur Pelaksanaan
a. Peserta dibagikan lembar “What do I work for?”
b. Peserta diminta mengisikan lembar tersebut dengan tiga poin alasan
bekerja. Kemudian dikumpulkan
c. Setelahnya, trainer menyampaikan materi mengenai etos kerja
profesional secara umum
d. Trainer menayangkan film pendek yang menggambarkan situasi kerja
pada sebuah organisasi
e. Trainer melakukan diskusi dengan peserta pelatihan terkait situasi
karyawan dalam tayangan tersebut. Trainer menanyakan mengenai
dampak yang akan terjadi dengan kondisi karyawan tersebut, baik bagi
organisasi maupun bagi lingkungan kerja sesuai dengan materi etos
kerja secara umum.
f. Trainer menyampaikan materi mengenai kerja sebagai amanah
g. Trainer membagikan lembar “Sungai Kehidupan”. Trainer meminta
peserta untuk menuliskan peristiwa-peristiwa dalam perjalanan hidupnya
yang dianggap sebagai bagian dari tahapan pencapaian posisi saat ini.
h. Trainer menyampaikan materi mengenai kerja sebagai kehormatan
i. Setelah materi kehormatan disampaikan, trainer memberi kesempatan
kepada peserta untuk mengekspresikan dan memresentasikan sungai
kehidupannya di depan peserta lain. Peserta lain dapat menanggapi dan
mengungkapkan empatinya
j. Trainer mereview lembar “What do I work for?” yang telah disi peserta,
memberi feedback dihubungkan dengan materi kehormatan
k. Fasilitator mereview ulang dan menanyakan kepada peserta mengenai
materi yang telah disampaikan
II. Materi
Sinamo (2005) menyatakan bahwa etos kerja adalah seperangkat
perilaku kerja positif yang berakar pada kerjasama yang kental, keyakinan
yang fundamental, disertai komitmen yang total pada paradigma kerja yang
integral. Istilah paradigma di sini berarti konsep utama tentang kerja itu sendiri
yang mencakup idealisme yang mendasari, prinsip-prinsip yang mengatur,
nilai-nilai yang menggerakkan, sikap-sikap yang dilahirkan, standar-standar
yang hendak dicapai, termasuk karakter utama, pikiran dasar, kode etik, kode
moral, dan kode perilaku bagi para pemeluknya. Hitt (Boatwright & Slate,
2000) juga menyamakan etos kerja sebagai suatu nilai dan menyatakan
bahwa gambaran etos kerja seseorang merupakan gambaran dari nilai-nilai
yang dimilikinya yang berfungsi sebagai panduan dalam tingkah lakunya.
Menurut Sinamo (2005) setiap manusia memiliki spirit/ruh keberhasilan,
yaitu motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Ruh inilah
yang menjelma menjadi perilaku yang khas seperti kerja keras, disiplin, teliti,
tekun, integritas, rasional, bertanggung jawab dan sebagainya melalui
keyakinan, komitmen, dan penghayatan atas paradigma kerja tertentu.
Dengan ini maka orang berproses menjadi manusia kerja yang positif, kreatif
dan produktif. Dari ratusan teori sukses yang beredar di masyarakat sekarang
ini, Sinamo (2005) menyederhanakannya menjadi empat pilar teori utama.
Keempat pilar inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab menopang
semua jenis dan sistem keberhasilan yang berkelanjutan (sustainable success
system) pada semua tingkatan. Keempat elemen itu lalu dia konstruksikan
dalam sebuah konsep besar yang disebutnya sebagai Catur Dharma
Mahardika (bahasa Sanskerta) yang berarti Empat Darma Keberhasilan
Utama, yaitu:
A. Mencetak prestasi dengan motivasi superior.
B. Membangun masa depan dengan kepemimpinan visioner.
C. Menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif.
D. Meningkatkan mutu dengan keunggulan insani.
Keempat darma ini kemudian dirumuskan pada delapan aspek etos
kerja sebagai berikut:
A. Kerja adalah rahmat; karena kerja merupakan pemberian dari Yang Maha
Kuasa, maka individu harus dapat bekerja dengan tulus dan penuh syukur.
B. Kerja adalah amanah; kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakan
pada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan
penuh tanggung jawab.
C. Kerja adalah panggilan; kerja merupakan suatu dharma yang sesuai
dengan panggilan jiwa kita sehingga kita mampu bekerja dengan penuh
integritas.
D. Kerja adalah aktualisasi; pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai
hakikat manusia yang tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan
penuh semangat
E. Kerja adalah ibadah; bekerja merupakan bentuk bakti dan ketaqwaan
kepada Sang Khalik, sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan
dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta dalam pengabdian.
F. Kerja adalah seni, kerja dapat mendatangkan kesenangan dan kegairahan
kerja sehingga lahirlah daya cipta, kreasi baru, dan gagasan inovatif.
G. Kerja adalah kehormatan; pekerjaan dapat membangkitkan harga diri
sehingga harus dilakukan dengan tekun dan penuh keunggulan.
H. Kerja adalah Pelayanan; manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga harus bekerja
dengan sempurna dan penuh kerendahan hati
Subekti (Kusnan, 2004) mengunakan lima indikator untuk mengukur
etos kerja. Menurutnya, etos kerja mencerminkan suatu sikap yang memiliki
dua alternatif, positif dan negatif. Suatu individu atau kelompok masyarakat
dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda
sebagai berikut:
A. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia
B. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat
luhur bagi eksistensi manusia.
C. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan
manusia.
D. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan
sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita.
E. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Bagi individu atau kelompok masyarakat yang memiki etos kerja yang
rendah, maka akan ditunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya (Kusnan, 2004), yaitu:
A. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani
B. Kurang dan bahkan tidak mengahargai hasil kerja manusia
C. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh
kesenangan
D. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan
E. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup
KERJA ADALAH AMANAH
Definisi amanah adalah titipan berharga yang dipercayakan kepada
manusia atau aset penting yang dipasrahkan kepada manusia.
Konsekuensinya sebagai penerima amanah yaitu terikat secara moral untuk
melaksanakan amanah itu dengan baik dan benar. Menurut Mubarok (2009)
bahwa sifat amanah itu dasarnya haruslah pada keimanan kepada Tuhan,
dan dampak dari sifat amanah atau pelaksanaan dari hidup amanah itu akan
melahirkan rasa aman, rasa aman bagi yang bersangkutan dan rasa aman
bagi orang lain
Individu yang memiliki etos amanah akan melahirkan sikap jujur, penuh
etika, bertanggungjawab, konsisten, menepati janji, kredibel, menjaga,
mengelola, menata, memelihara, melindungi, serta membangun. Sedangkan
individu yang memiliki etos amanah rendah akan melahirkan sikap korupsi,
memanipulasi/ menyalahgunakan, merugikan, curang, masa bodoh, ingkar
janji, ceroboh/ asal-asalan, nirtanggungjawab, teori banyak, kinerja nol, serta
bersemangat diawal tetapi tidak komitmen.
Menurut Sinamo (2005), etos amanah lahir dari proses dialektika dan
refleksi batin tatkala individu berhadapan dengan kenyataan buruk dilapangan
yang dihadapkan dengan tuntutan moral dan idealisme pihak lain. Jadi
masalah yang dihadapi adalah sebuah pengalaman batin yang dramatis
pernah di alami individu sehingga kesadaran etos amanah ini tumbuh subur
dan berkembang dalam diri individu.
KERJA ADALAH KEHORMATAN
Kerja sebagai kehormatan memilki sejumlah dimensi yang sangat kaya
(Sinamo, 2005):
A. Secara okupasional, pemberi kerja menghormati kemampuan individu
dengan memilih individu yang dianggap layak memangku jabatan atau
melaksanakan tugas tersebut.
B. Secara psikologis, pekerjaan memang menyediakan rasa hormat diri bagi
seseorang yang tumbuh dari kesadaran bahwa individu mampu sehingga
melahirkan kebanggan dan harga diri yang sehat. Inilah rasa hormat diri
(self-respect).
C. Secara sosial, kerja memberikan kehormatan karena berkarya dengan
kemampuan diri sendiri adalah kebajikan.
D. Secara finansial, pekerjaan memampukan individu membiayai diri secara
ekonomis.
E. Secara moral, kehormatan berarti kemampuan menjaga perilaku etis dan
menjauhi perilaku nista.
F. Secara personal, jika pengertian moral dapat dipenuhi maka kehormatan
juga berarti kepercayaan.
G. Secara profesional, kehormatan berarti prestasi unggul (superior
performance), kinerja dan prestasi yang baik membuat individu dikagumi
dan di hormati orang.
Menurut Sinamo (2005) kehormatan merupakan motivasi utama dalam
hati manusia. Motivasi kerja dapat digolongkan menjadi tiga lapis:
A. Lapis pertama → disebut lapisan luar yang berkarakter biologis yang
secara umum disebut nafkah. Pada lapisan ini orang berusaha memenuhi
kebutuhan sandang, pangan, papan, perlindungan, dan pemeliharaan
kesehatan.
B. Lapis kedua → terdapat motivasi untuk memenuhi kebutuhan sosial. Disini
orang membutuhkan karier yang baik untuk menjamin masa depan.
C. Lapis ketiga → lapisan inti, terdapat motivasi untuk memenuhi kebutuhan
secara spiritualis.
Individu yang memiliki etos kehormatan akan melahirkan sikap
menghormati, berwibawa, bangga atas profesi sendiri, bangga atas karya
sendiri, berkinerja melebihi harapan, unggul, dan excellent. Sedangkan
individu yang memiliki etos kehormatan rendah akan melahirkan sikap
rendahan, tak tahu malu, tak punya harga diri, tebal muka, merasa tak
berharga, melecehkan diri sendiri, menghina pekerjaan sendiri, dan
merendahkan organisasi sendiri.
Cara mengembangkan etos kehormatan, rasa hormat diri (self-respect)
perlu diperkuat agar orang merasa malu melakukan segala bentuk
penyimpangan, kecurangan & kenistaan, meskipun dalam skala kecil. Malu
terlambat, korupsi, kolusi, serakah, menyogok, menyontek, memakai fasilitas
yang bukan haknya, membela yang salah, dan sebagainya. Dari rasa malu
tersebut harus dibangun kembali rasa bangga berprestasi, tepat waktu, kerja
keras, jujur, mandiri, hidup bersih, serta hidup bersahaja.
SESI 3
ETOS KERJA II
(Panggilan, Pelayanan, Ibadah)
I. Petunjuk Umum
1. Sasaran
Peserta mengetahui dan memahami bahwa pekerjaan yang diemban
merupakan bentuk panggilan, pelayanan, serta ibadah.
2. Alokasi Waktu
65 menit
3. Materi
a. Definisi kerja sebagai panggilan, pelayanan, dan ibadah
b. Aspek positif maupun negatif dari panggilan, pelayanan, dan ibadah
c. Cara mengembangkan etos panggilan, pelayanan, dan ibadah di lokasi
kerja
4. Referensi
Sinamo, J. H. (2005). 8 Etos Kerja Profesional Navigator Anda Menuju
Sukses. Jakarata: PT Spirit Mahardika.
5. Indikator Pencapaian
a. Peserta mengetahui dan memahami bahwa pekerjaan yang diemban
merupakan panggilan, pelayanan, dan ibadah
b. Peserta mampu mengetahui dan memahami bahwa diperlukan etos
panggilan, pelayanan, dan ibadah dalam mencapai keberhasilan
organisasi
6. Strategi Pembelajaran
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Tanya jawab
d. Roleplay
7. Perlengkapan
a. Laptop
b. Mic
c. Speaker
d. Pointer
8. Prosedur Pelaksanaan
a. Trainer menyampaikan materi mengenai etos kerja sebagai bentuk
ibadah, panggilan, dan pelayanan
b. Trainer membagi peserta berpasang-pasangan, kemudian melakukan
roleplay dalam situasi pelayanan tertentu. Situasinya menggambarkan
salah seorang masyarakat yang menyampaikan komplain maupun
menghadapkan pada situasi yeng membentur moral terkait pelayanan
sesuai bidang atau sesuai yang pernah dialami peserta, kemudian
peserta yang berperan sebagai karyawan Kanwil Kementerian Agama
DIY menanggapi kondisi tersebut. Setiap pasangan bergantian dalam
memerankan karyawan dan masyarakat.
c. Trainer dan peserta mendiskusikan pengalaman setiap pasangan dalam
melakukan roleplay pelayanan yang telah dilaksanakan. Trainer
menanyakan mengenai alasan peserta dalam memilih bersikap saat
roleplay berjalan, kemudian memberikan feedback tentang makna dari
roleplay tersebut.
d. Fasilitator mereview ulang dan menanyakan kepada peserta mengenai
materi yang telah disampaikan
II. Materi
KERJA ADALAH IBADAH
Menurut Sinamo (2005) Ibadah berarti mengabdi kepada Tuhan secara
total, ketika bangun maupun tidur, ketika ramai ataupun sendiri. Sangat
mungkin bagi seorang individu menghayati kerja sebagai ibadah, karena pada
dasarnya manusia memilki kecenderungan dan kerinduan dasar untuk
mengabdi kepada Tuhan atau aribut ketuhanan seperti kesucian dan
kebenaran. Seorang individu tidak mampu menghayati pekerjaannya sebagai
ibadah, lahir dari kenyataan bahwa seseorang kerap membagi dua hidupnya
menjadi wilayah sakral (suci) dan wilayah profane (sekuler).
Sinamo (2005) menambahkan bahwa Individu yang memiliki etos ibadah
akan memunculkan sikap menyayangi, peduli, menghargai, memuji,
memuliakan, berbakti, berdedikasi, serta berusaha memberikan yg terbaik.
Sedangkan individu yang memiliki etos ibadah rendah akan melahirkan sikap
menyepelekan, jorok, arogan, iri dengki, bosan, malas, dendam, serta kejam.
KERJA ADALAH PANGGILAN
Secara khusus ,panggilan atau misi mengandung makna suci atau sakral.
Kerja adalah panggilan,sehingga kerja dipandang sebagai ladang untuk
menunaikan tugas suci tertentu. Pengertian terakhir ini menunjukkan bahwa
kerja memilki dimensi kesucian karena kerja adalah aktivitas yang
diperintahkan oleh Tuhan. Menunaikan kerja sebagai panggilan (yang harus
dilakoni), secara internal akan membangun karakter integritas dalam diri
individu. Integritas disini berarti menunaikan panggilan hingga tuntas.
(Sinamo, 2005)
Kerja adalah panggilan adalah konsep yang sangat tua. Dalam konteks
ini panggilan dapat dibedakan menjadi dua:
A. Penggilan umum, dimana semua orang tanpa terkecuali terpanggil
melakukan kebaikan, kebenaran, dan keadilan.
B. Panggilan khusus, yaitu seseorang terpanggil secara partikular melakukan
tugas-tugas tertentu.
Ada semacam panggilan dari hatinya untuk terus menerus memperbaiki diri,
mencari prestasi bukan prestise, dan tampil sebagai bagian dari umat yang
terbaik.
Individu yang memiliki etos panggilan akan melahirkan sikap berpikir
panjang dalam bertindak, bertujuan, konsisten, tekun, berdedikasi, total,
fokus, setia, dan tuntas. Sedangkan individu yang memiliki etos panggilan
rendah akan melahirkan sikap tak punya tujuan luhur, berpikir pendek dalam
bertindak, cepat putus asa, lekas buyar, mudah terpengaruh, nirkonsistensi,
serta plin-plan.
KERJA ADALAH PELAYANAN
Melalui pekerjaan, manusia memuliakan Tuhan, bangsa, negara, serta
keluarga. Berhadapan dengan kemuliaan seharusnya individu bersikap lebih
rendah hati dan melayani dengan segenap rasa hormat. Disisi lain pelayanan
adalah sikap mulia. Menghayati pekerjaan sebagai pelayanan memerlukan
kemampuan transendensi. Transenden artinya bersifat melampaui. Kita harus
bisa memenuhi bahkan melebihi tuntutan pelanggan. Untuk mengembangkan
etos pelayanan secara ringkas dapat dicapai melalui tiga cara (Sinamo, 2005):
A. Fokus pada pelanggan
B. Perbaikan dalam proses berkesinambungan
C. Keterlibatan sosial
Individu yang memiliki etos pelayanan akan melahirkan sikap yang berfokus pd
kebutuhan klien/ institusi, berjuang mengejar kepuasan klien/ institusi,
membantu, cepat tanggap, ramah, empati, rendah hati, ikhlas, tulus, serta
senang dalam melayani. Sedangkan individu yang memiliki etos pelayanan
rendah akan melahirkan sikap mempersulit, biikin repot, lamban, tega, sinis,
keras kepala, serta tidak becus (Sinamo, 2005).
SESI 4
ETOS KERJA III
(Rahmat, Seni, Aktualisasi)
I. Petunjuk Umum
1. Sasaran
Peserta mengetahui dan memahami bahwa pekerjaan yang diemban
merupakan bentuk rahmat, seni, serta aktualisasi.
2. Alokasi Waktu
65 menit
3. Materi
a. Definisi kerja sebagai rahmat, seni, dan aktualisasi
b. Aspek positif maupun negatif dari rahmat, seni, dan aktualisasi
c. Cara mengembangkan etos rahmat, seni, dan aktualisasi di lokasi kerja
4. Referensi
Sinamo, J. H. (2005). 8 Etos Kerja Profesional Navigator Anda Menuju
Sukses. Jakarata: PT Spirit Mahardika.
5. Indikator Pencapaian
a. Peserta mengetahui dan memahami bahwa pekerjaan yang diemban
merupakan rahmat, seni, dan aktualisasi
b. Peserta mampu mengetahui dan memahami bahwa diperlukan etos
rahmat, seni, dan aktualisasi dalam mencapai keberhasilan organisasi
6. Strategi Pembelajaran
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Tanya jawab
d. Mengisi lembar kerja
7. Perlengkapan
a. Mic
b. Laptop
c. Speaker
d. Pointer
e. Lembar “Work is fun!”
f. Lembar “Goal Setting”
8. Prosedur Pelaksanaan
a. Trainer membagikan lembar “Work is fun!” ke masing-masing peserta.
Peserta diminta menuliskan tiga hal menyenangkan yang dapat
meningkatkan semangat kerja. Setelah selesai menuliskan, lembar “Work
is fun!” tetap disimpan oleh peserta.
b. Trainer menyampaikan materi mengenai etos kerja sebagai bentuk
rahmat dan seni di depan peserta pelatihan
c. Trainer memberi feedback terhadap lembar “Work is fun!” yang telah diisi
oleh masing-masing peserta
d. Trainer menyampaikan materi mengenai etos kerja sebagai bentuk
aktualisasi
e. Peserta dibagikan lembar goal setting untuk menyusun target
pencapaian yang akan datang
f. Trainer mereview ulang dan menanyakan kepada peserta mengenai
materi yang telah disampaikan
II. Materi
KERJA ADALAH RAHMAT
Rahmat adalah kebaikan yang diterima seseorang tanpa kualifikasi, tanpa
syarat. Artinya, rahmat tidak dikaitkan dengan prestasi, merit atau kebaikan
seseorang. Sinonim rahmat adalah anugerah, berkat, dan kasih sayang.
Sinamo (2005) megungkapkan terdapat tiga macam rahmat, diantaranya
yaitu:
A. Rahmat Umum
Segala hal yang membuat manusia dapat hidup dan berkembang
secara wajar dapat kita sebut sebgai rahmat. Dengan kata lain, rahmat
adalah fasilitas Ilahi bagi pertumbuhan dan kemajuan menuju kepenuhan
potensi manusiawi sehingga seseorang menjadi manusia seutuhnya.
Kelompok rahmat ini bisa disebut sebagai santunan kehidupan (life
endowment). Ada beberapa keunggulan insani yang dapat digolongkan
sebagai rahmat umum:
1. Kemampuan berbahasa (language)
2. Kemampuan berpengharapan dan iman (hope, faith)
3. Kemampuan berkehendak bebas (choice, free will)
4. Kemampuan mengasihi (love)
5. Kemampuan berhati nurani (conscience,moral)
6. Kemampuan berimajinasi dan berfantasi (imagination)
7. Kemampuan berkesenian (art)
8. Kemampuan berfikir kreatif (humor, creative thinking)
9. Kemampuan berfikir konseptual (conceptual thinking)
10. Kemampuan bernalar (rational thinking)
B. Rahmat Khusus
Rahmat khusus yaitu rahmat yang secara istimewa hanya diberikan
kepada sesorang saja sedangkan kepada orang atau kelompok lain tidak.
Dalam rahmat khusus juga termasuk pertolongan yang muncul tanpa
diduga. Rahmat khusus juga dikenal dengan nama koinsidensi. Yaitu
terjadinya dua peristiwa secara bersamaan, tak ada yang mengaturnya,
namun setangkup saling memenuhi.
C. Rahmat Terselubung
Rahmat jenis ini datang dalam berbagai kecelakaan. Demikian
banyak rahmat yang penuh kebaikan mendatangi dalam selubung
penyakit, kerugian, kegagalan, kemalangan, kecelakaan, bahkan kematian.
Kerja adalah rahmat merupakan suatu paradigma dan pengakuan
bahwa kerja adalah anugerah Tuhan Yang Maha Pengasih. Tuhan
melimpahkan segala rahmatnya kepada manusia, salah satunya adalah
pekerjaan. Etos kerja ini percaya pada paradigma bahwa kerja adalah rahmat,
dan karena itu harus disyukuri paling sedikit karena lima alasan:
A. Pekerjaan itu sendiri adalah berkah tuhan
B. Disamping upah finansial standar, seseorang juga menerima banyak faktor
plus, misalnya jabatan dan fasilitas lainnya.
C. Talenta yang menjadi basis keahlian seseorang jika diusut ke akarnya
sebenarnya adalah rahmat.
D. Bahan baku yang dipakai dan diolah dalam bekerja telah tersedia karena
rahmat.
E. Dalam pekerjaan semua individu terlibat dalam sebuah jaringan antar
manusia yang fungsional.
Jika kesadaran akan rahmat cukup tinggi maka akan menjadi insan
rahmatan, yaitu orang yang mampu:
A. Bekerja dengan tulus dan rendah hati
B. Bersyukur atas apapun yang diterima atau dialami
C. Bebas dari sikap aji mumpung
D. Memilki mental berkelimpahan sehingga mampu memberi dengan murah
hati
E. Berjiwa besar
F. Sabar,pemaaf dan tidak memelihara dendam
G. Berwatak baik
H. Percaya diri
I. Tidak takut kekurangan
J. Bermental optimis, berfikir positif
K. Berkata-kata baik
L. Tidak tunduk pada naluri biologis
Sinamo (2005) menyebutkan cara memperkuat etos rahmat sehingga
semakin banyak mengalami limpahan rahmat dan bermetamorfosa menjadi
insan yang rahmatan adalah sebagai berikut:
A. Rahmat harus dipercaya
B. Rahmat harus dikenli
C. Rahmat harus disyukuri
D. Rahmat harus dikelola
E. Setia pada rahmat
KERJA ADALAH SENI
Kerja sebagai seni yang mendatangkan kesukaan dan gairah kerja
bersumber pada hal yang kreatif. Aktivitas seni menuntut pengguna potensi
kreatif dalam diri kita, baik untuk menyelesaikan masalah kerja yang timbul
maupun untuk menggagas hal-hal yang baru (Sinamo, 2005). Banyak orang
mengalami stres dalam bekerja dikarenakan adanya persepsi keliru yang
menganggap bahwa kerja adalah beban serta ketidakmampuan seseorang
dalam melihat keindahan ditengah keburukan.
Individu yang memiliki etos seni akan melahirkan sikap bersih, teratur,
estetik, berkualitas, serasi, puitis, kreatif, prima, cerdas, dan orisinal.
Sedangkan individu yang memiliki etos seni rendah akan melahirkan sikap
dekil/ kumuh, kusam, jelek/ lecek, jorok, palsu, monoton, serta bebal. Menurut
Sinamo (2005), orang membedakan dua macam seni, yaitu:
A. Fine art adalah karya yang tidak melulu dinilai dari segi manfaat
praktisnya,tetapi terutama yang dapat dinikmati secara psikologis-spiritual
B. Applied art mengacu pada segala jenis kehlian kerja dan teknik kreatif yang
secara estetik telah mencapai level tinggi.
Dalam hal ini etos kerja adalah seni berarti pula bekerja sebagai
kegiatan berkesenian,juga berfungsi mengembangkan diri sang seniman.
KERJA ADALAH AKTUALISASI
Aktualisasi diri atau pengembangan potensi insani ini terlaksana melalui
pekerjaan, karena bekerja adalah pengerahan energi biologis, psikologis, dan
spiritual yang selain membentuk karakter dan kompetensi individu, sekligus
juga membuat sehat dan kuat lahir batin. Kerja adalah aktualisasi, sarana bagi
individu untuk mencapai hakikat manusia yang tertinggi sehingga manusia
akan bekerja keras dengan penuh semangat (Sinamo, 2005).
Orang yang bekerja keras mendayagunakan seluruh kemampuan
biologis, psikologis, dan spiritual dirinya dengan sendirinya menjadi sehat lahir
batin. Meskipun kerja keras dijunjung tetapi ada sejenis kerja keras yang tidak
sehat yaitu apa yang disebut dengan kecanduan kerja atau lebih popular
disebut dengan workaholic. Menurut Sinamo (2005), individu yang bekerja
keras menganggap kerja sebagai ongkos mencapai visi dan tujuan berharga
dan menikmatinya, individu tersebut juga mampu membatasi diri sehingga
tersedia waktu untuk kegiatan hidup lain, serta sanggup menghentikan kerja
pada waktu yang dibutuhkan. Sedangkan individu yang kecanduan kerja
mengangap bahwa bekerja adalah untuk mendapat rasa aman dari
ketidakpastian hidup sekaligus cara untuk menghindari komitmen & tanggung
jawab hidup lainnya, individu tersebut juga membiarkan pekerjaan menjadi
raja yang menguasai waktunya sehingga komitmen yang wajar lain (anak,
keluarga, dll) selalu kalah, serta merasa bahwa ia tak bisa hidup tanpa kerja.
Individu yang memiliki etos aktualisasi akan melahirkan sikap yang
bersemangat, bercita-cita, berprestasi, rajin, berjuang, optimis, dan berusaha
menjadi yang terbaik. Sedangkan individu yang memiliki etos aktualisasi
rendah akan melahirkan sikap malas, bangga diri, arogan, pesimis, lesu,
nirsemangat, mogok, kecewa, marah, dan merosot.
Sinamo (2005) mengungkapkan beberapa cara mengembangkan etos
aktualisasi, diantaranya yaitu:
A. Mengembangkan visi sebagai ilham untuk bekerja keras
B. Bekerja keras merupakan ongkos mengembangkan benih keagungan
dalam diri serta merupakan pengembangan diri
C. Bekerja keras menyehatkan & menguatkan diri
Mengembngkan falsafah kerja keras sebagai metode mencapai
keberhasilan yang lebih besar
SESI 5
POST-TEST DAN PENUTUP
I. Petunjuk Umum
1. Sasaran
a. Mengetahui besarnya pengaruh pelatihan yang diperoleh peserta.
b. Pengisian lembar post-test oleh peserta
2. Alokasi Waktu
45 menit
3. Materi
a. Tanggapan peserta mengenai proses pelatihan yang telah dilalui dan
hikmah yang dapat diambil dari setiap permainan
b. Penjelasan mengenai berakhirnya sesi pelatihan etos kerja profesional
4. Indikator Pencapaian
a. Peserta mampu mengambil hikmah dari setiap sesi pelatihan
b. Dokumen lembar post-test yang diisi oleh peserta
5. Strategi Pembelajaran
a. Diskusi
b. Sharing
c. Tanya jawab
d. Mengisi lembar post-test
6. Perlengkapan
a. Lembar evaluasi reaksi
b. Lembar evaluasi pengetahuan
c. Lembar evaluasi sikap
d. Alat tulis
e. Laptop
7. Prosedur Pelaksanaan
a. Trainer mereview ulang dan menanyakan kepada peserta mengenai
materi maupun proses keseluruhan yang telah dilalui
b. Trainer membagikan lembar evaluasi pengetahuan dan evaluasi reaksi
kepada peserta untuk diisikan.
c. Setelah semua peserta selesai mengisi lembar evaluasi, trainer
mengajak peserta untuk melihat ulang lembar “Pohon Harapan” yang
telah diisi pada awal pelatihan. Trainer menanyakan kepada peserta
apakah harapan dari proses pelatihan sudah sesuai dengan yang
didapatkan.
d. Trainer menyampaikan kata-kata motivasi agar peserta dapat
mengaplikasikan pelajaran-pelajaran yang telah didapatkan selama
proses pelatihan terutama untuk kepentingan organisasi.
e. Trainer menutup acara.
REFERENSI
Nama :
Jabatan :
Berikan penilaian Anda tentang pelatihan ini:
1 = Sangat 2= 3 = Cukup 4 = Baik 5 = Sangat
Kurang Kurang Baik
No Respon
Pernyataan
. 1 2 3 4 5
Materi
1 Jelas dan mudah dimengerti
2 Menambah pengetahuan dan wawasan
3 Manfaat dalam pekerjaan di organisasi
4 Sesuai dengan tujuan pelatihan
5 Sistematika penyajian materi
Catatan
Penyelenggaraan
1 Keteraturan jadwal pelatihan
2 Persiapan pelaksanaan pelatihan
3 Cepat tanggap dalam pelayanan
4 Koordinasi dengan fasilitator
5 Pengelolaan pelaksanaan
Catatan
Sarana
1 Kenyamanan dan kerapian ruangan
2 Kesesuaian sarana dan proses pelatihan
3 Konsumsi
4 Media pelatihan (Audio – Visual)
5 Training Kit (Hand out)
Catatan
Kemampuan Trainer
1 Penguasaan materi
2 Penguasaan teknik penyajian materi
3 Sistematika penyajian materi
4 Pengaturan waktu penyajian materi
5 Pengelolaan proses belajar mengajar (interaksi)
Catatan
Nama :
Jabatan :