Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

PENGKAJIAN DIABETES MELLITUS PADA LANSIA

DOSEN PEMBIMBING:

Ns. Dewi Kurniawati, S.Kep, MS

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

1. Elisa Nurul Pratiwi


2. Ghina Qatrunada
3. Putri Latifah
4. Sindi Anggraini

DIII KEPERAWATAN TK.3 B

STIKES YARSI SUMBAR

BUKITTINGGI

T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas berkat dan limpahan
rahmatnyalah makalah tentang “keperawatanjiwa” ini dapat terselesaikan dengan baik. Meskipun
masih banyak kekurangan baik dari isi, sistematika, maupun cara penyajiannya.

Makalah tentang “Pengkajian Diabetes Mellitus Pada Lansia” ini adalah sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan jiwa bagi Semester 5 Program Studi DIII
Keperawatan di STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi.

Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Ns. Dewi Kurniawati, S.Kep, MS selaku
dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan Gerontik ini. Serta bagi semua pihak yang turut
mendukung dalam pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari
materi tentang “keperawatan gerontik”. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lain
yang akan menulis tentang tema yang sama, khususnya bagi kami sendiri sebagai penyusun.

Bukittinggi, 21 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4


A. Konsep Dasar Penyakit ........................................................................ 4
1. Defenisi ......................................................................................... 4
2. Etiologi .......................................................................................... 4
3. Klasifikasi ..................................................................................... 5
4. Patofisiologi .................................................................................. 6
5. Manifestasi Klinis ......................................................................... 6
6. Penatalaksanaan ............................................................................ 7
7. Pemeriksaan diagnostic ................................................................. 8
8. Komplikasi .................................................................................... 9
B. Konsep Dasar Keperawatan ................................................................ 10

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 21


A. Kesimpulan .......................................................................................... 21
B. Saran .................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 1995). Diabetes Meitus merupakan penyakit
yang menjadi masalah pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Diabetes Melitus
tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif
setelah penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik dan katarak (Tjokroprawiro,
2001).
Diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya dimasa mendatang. Diabetes merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan
umat manusia abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap
diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian, pada tahun 2025 jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono,
2006). Diabetes mellitus tipe II merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan Diabetes Mellitus tipe I. Penderita diabetes mellitus tipe II
mencapai 90-95 % dari keseluruhan populasi penderita Diabetes Melitus (Anonim, 2005).
Laksmanan (1986) memberitahukan alasan masuk rumah sakit yang disebabkan oleh
penyakit iatogrenik (akibat dari pengobatan) dimana sebanyak 47kejadian iatogrenik yang
muncul, ditemukan 35 kasus drug related illness. Kasuskasus tersebut diantaranya terjadi
pada antihipertensi 8 kasus, antikonvulsan 4 kasus, pengobatan jantung 2 kasus, antibiotik 2
kasus dan miscellaneous 1 kasus (Cipolle et al., 1998).
Orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam sistem fisiologisnya seperti kulit
yang keriput, turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot, daya lihat, daya dengar,
kemampuan berbagai rasa (senses), dan penurunan fungsi berbagai organ termasuk apa yang
terjadi terhadap fungsi homeostatis glukosa, sehingga penyakit degeneratif seperti Diabetes
Melitus akan lebih mudah terjadi (Rochmah, 2006). Umur secara kronologis hanya
merupakan suatu determinan dari perubahan yang berhubungan dengan penerapan terapi obat

1
secara tepat pada orang lanjut usia. Terjadi perubahan penting pada respon terhadap beberapa
obat yang terjadi seiring dengan bertambahnya umur pada sejumlah besar individu (Katzung,
2004).
Prevalensi Diabetes Melitus pada lanjut usia (geriatri) cenderung meningkat, hal ini
dikarenakan Diabetes Melitus pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi
faktor intrinsik dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat
mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Dari
jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun (Gustaviani, 2006).
Prevalensi Diabetes Melitus pada lanjut usia (geriatri) cenderung meningkat, hal ini
dikarenakan Diabetes Melitus pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi
faktor intrinsik dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat
mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Dari
jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun (Gustaviani, 2006).
Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan
gerontik, menambah wawasan mahasiswa terhadap pengkajina Diabetes Mellitus pada lansia,
untuk menyampaikan kepada masyarakat tentang Diabetes Mellitus.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah defenisi dari diabetes mellitus pada lansia ?
2. Apakah etiologi dari diabetes mellitus pada lansia ?
3. Apa sajakah klasifikasi dari diabetes mellitus pada lansia ?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari diabetes mellitus pada lansia ?
5. Bagaimanakah manifestasi klinis dari diabetes mellitus pada lansia ?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan diabetes mellitus pada lansia ?
7. Apa sajakah pemeriksaan diagnostic diabetes mellitus pada lansia ?
8. Apa sajakah komplikasi dari diabetes mellitus pada lansia ?
9. Bagaimanakah asuhan keperawatan dari diabetes mellitus pada lansia ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi dari diabetes mellitus pada lansia

2
2. Untuk mengetahui etiologi dari diabetes mellitus pada lansia
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari diabetes mellitus pada lansia
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari diabetes mellitus pada lansia
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari diabetes mellitus pada lansia
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan diabetes mellitus pada lansia
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic diabetes mellitus pada lansia
8. Untuk mengetahu komplikasi dari diabetes mellitus pada lansia
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari diabetes mellitus pada lansia

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 1995). DM merupakan penyakit yang menjadi
masalah pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu DM tercantum dalam urutan keempat
prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif setelah penyakit kardiovaskuler,
serebrovaskuler, rheumatik dan katarak (Tjokroprawiro, 2001).

2. Etiologi
a. Diabetes Tipe I
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, Yaitu oto antibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.

4
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
selbeta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga

3. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
a. Tipe I: Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1) Mudah terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan harus dengan insulin
3) Onset akut
4) Biasanya kurus
5) Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7) Didapatkan antibodi sel islet
8) 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b. Tipe II: Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Karakteristik DM tipe II :
1) Sukar terjadi ketoasidosis

5
2) Pengobatan tidak harus dengan insulin
3) Onset lambat
4) Gemuk atau tidak gemuk
5) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6) Tidak berhubungan dengan HLA
7) Tidak ada antibodi sel islet
8) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9) ± 100% kembar identik terkena
c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
d. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

4. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau
hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak
dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya
kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk
kerusakan autoimun sel beta pankreas.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang
sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi
meningkat

5. Manifestasi Klinik
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya
tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan
patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa

6
gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah
adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan
otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah:
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi

6. Penatalaksaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah

7
lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan
aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik
mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien
yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang
mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah,
merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan
NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan
mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional,
dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui
terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk
membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
1) Diet yang harus dikomsumsi
2) Latihan
3) Penggunaan insulin

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa

8
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

8. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang,
diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC).
Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic,
neuropati, dislipidemia, danhipertensi.
a. Komplikasiakut
1) Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar.Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi( penyakit)
b. Komplikasikronis
1) Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikro aneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah
retina.Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru,
tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina
atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2) Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulus klerosis yang
nodular yang tersebar di kedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomerulos kleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3) Neuropati

9
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4) Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5) Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal, mikro
albuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi
hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahui dan ditangani karena
bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.
6) Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia,
dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensia luntuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
7) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen
atau hipoglikemik oral.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia ≥ 60 tahun dan umunya adalah
DM tipe II (non insulin dependen) atau tipe DMTTI
b. Keluhan utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan asimtomatik
(contohnya: kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi minor, kebingunan akut
atau depresi).

10
c. Riwayat penyakit dahulu
Terjadi pada penderita dengan DM yang lama
d. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka
pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
e. Riwayat penyakit keluarga
Dalam anggota keluarga tersebut salah satu anggota keluarga ada yang menderita DM

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sel (Perubahan sel)
Sel menjadi lebih sedikit,jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangbya cairan intrasel.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan lemak, kulit kering dan pucat dan terdapat bintik-
bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan menurunnya sel-sel yang
memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada
orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis/botak dan warna
rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya..
c. Sistem muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot karena
menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis (menurunnya pendengaran pada lansia) membran timpani menjadi
altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukkan serumen sehingga mengeras karena
meningkatnya keratin
e. Sistem penglihatan
1) Karena berbentuk speris, sfingther pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan (daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat gelap).

11
2) Hilangnya akomodasi menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas
pandangan.
3) Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
f. Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,menurunnya aktivitas
silia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah berkurang.
Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak
berganti kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah
menurun 1% pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat
akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar menurun,
asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah sehingga sering
terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai
50%, laju filtrasi glumerulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang sehingga
kurang mampu memekatkan urine, proteinuria bertambah, ambang ginjal terhadap
glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih menurun karena otot yang lemah, frekuensi
berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan
retensi urin dan pembesaran prostat (75% usia diatas 60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun/kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi
payudara testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur-
angsur, dorongan seks menetap sampai usia 70 tahun asal kondisi kesehatan baik
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
berkurangnya ACTH, TSH, FSH dan LH. Menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju

12
metabolisme tubuh (BMR) menurun. Menurunnya produk aldusteran, a. menurunnya
sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen dan testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak menurun sekitar 10-
20%)

3. Pemeriksaan Diagnostik Test


a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

4. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan tugor
kulit menurun dan membran mukasa kering.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

5. Intervensi Dan Rasional


a. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak

13
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi.
Kriteria Hasil:
1) Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
2) Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Intervensi Rasional
Timbang berat badan sesuai indikasi. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
Tentukan program diet, pola makan dan Mengidentifikasikan kekurangan dan
bandingkan dengan makanan yang penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
dapat dihabiskan klien.
Auskultrasi bising usus, catat nyeri Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan
abdomen atau perut kembung, mual, dan elektrolit menurunkan motilitas atau
muntah dan pertahankan keadaan puasa fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik).
sesuai indikasi.
Berikan makanan cair yang Pemberian makanan melalui oral lebih baik
mengandung nutrisi dan elektrolit. diberikan pada klien sadar dan fungsi
Selanjutnya memberikan makanan yang gastrointestinal baik.
lebih padat.
Identifikasi makanan yang disukai. Kerja sama dalam perencanaan makanan.
Libatkan keluarga dalam perencanaan Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi
makan. informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
Observasi tanda hipoglikemia Pada metabolism kaborhidrat (gula darah
(perubahan tingkat kesadaran, kulit akan berkurang dan sementara tetap diberikan
lembap atau dingin, denyut nadi cepat, tetap diberikan insulin, maka terjadi
lapar, peka rangsang, cemas, sakit hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan
kepala, pusing). perubahan tingkat kesadaran.

14
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan tugor
kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien
terpenuh
Kriteria Hasil:
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu
dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi Rasional
Kaji riwayat klien sehubungan dengan Membantu memperkirakan kekurangan
lamanya atau intensitas dari gejala volume total. Adanya proses infeksi
seperti muntah dan pengeluaran urine mengakibatkan demam dan keadaan
yang berlebihan. hipermetabolik yang meningkatkan
kehilangan air.
Pantau tanda-tanda vital, catat adanya Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi
perubahan tekanan darah ortostatik. dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun
≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk
atau berdiri.
Pantau pola napas seperti adanya Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui
pernapasan Kussmaul atau pernapasan pernapasan yang menghasilkan kompensasi
yang berbau keton. alkalosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan
pemecahan asam asetoasetat dan harus
berkurang bila ketosis terkoreksi.
Pantau frekuensi dan kualitas Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan

15
pernapasan, penggunaan otot bantu pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan
napas, adanya periode apnea dan tetapi peningkatan kerja pernapasan,
sianosi. pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis
merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan atau kehilangan kemampuan
melalui kompensasi pada asidosis.`
Pantau suhu, warna kulit, atau Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah
kelembapannya. hal umum terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit kemerahan, kering merupakan
tanda dehidrasi.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau
turgor kulit, dan membrane mukosa. volume sirkulasi yang adekuat.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati


perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Kriteria Hasil:
1) Menunjukan peningkatan integritas kulit
2) Menghindari cidera kulit

Intervensi Rasional
Inspeksi kulit terhadap perubahan Menandakan aliran sirkulasi buruk yang
warna, turgor, vaskuler, perhatikan dapat menimbulkan infeksi
kemerahan.
Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan Menurunkan tekanan pada edema dan
pada tonjolan tulang menurunkan iskemia
Pertahankan alas kering dan bebas Menurunkan iritasi dermal
lipatan

16
Beri perawatan kulit seperti Menghilangkan kekeringan pada kulit dan
penggunaan lotion robekan pada kulit
Lakukan perawatan luka dengan teknik Mencegah terjadinya infeksi
aseptik
Anjurkan pasien untuk menjaga agar Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh
kuku tetap pendek karena garukan
Motivasi klien untuk makan makanan Makanan TKTP dapat membantu
TKTP penyembuhan jaringan kulit yang rusak

d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.


Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
1) Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
2) Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang mempengaruhi
toleransi aktivitas.
3) Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
4) Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.

Intervensi Rasional
Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Pendidikan dapat memberikan motivasi
Buat jadwal perencanaan dan untuk meningkatkan tingkat aktivitas
identifikasi aktivitas yang menimbulkan meskipun klien sangat lemah.
kelelahan.
Diskusikan penyebab keletihan seperti Dengan mengetahui penyebab keletihan,
nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur, dapat menyusun jadwal aktivitas.
peningkatan upaya yang diperlukan
untuk ADL.

17
Bantu mengidentivikasi pola energi dan Mengidentifikasi waktu puncak energi dan
buat rentang keletihan. Skala 0-10 kelelahan membantu dalam merencanakan
(0=tidak lelah, 10= sangat kelelahan) akivitas untuk memaksimalkan konserfasi
energi dan produktivitas.
Berikan aktivitas alternatif dengan Mencegah kelelahan yang berlebih.
periode istirahat yang cukup/ tanpa
diganggu.
Pantau nadi , frekuensi nafas, serta Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat
tekanan darah sebelum dan seudah ditoleransi secara fisiologis.
melakukan aktivitas.
Tingkatkan partisipasi klien dalam Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
kebutuhan. dapat ditoleransi.
Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda Membantu dalam mengantisipasi terjadinya
dan gejala yang menunjukkan keletihan yang berlebihan.
peningkatan aktivitas penyakit dan
mengurangi aktivitas, seperti demam,
penurunan berat badan, keletihan makin
memburuk.

e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.


Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil:
1) Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
2) Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Intervensi Rasional
Observasi tanda-tanda infeksi dan Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang

18
peradangan sperti demam, kemerahan, biasanya telah mencetuskan keadaan
adanya pus pada luka, sputum purulen, ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
urine warna keruh atau berkabut. nosokomial.
Tingkatkan upaya pencegahan dengan Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya sendiri.
Pertahankan teknik aseptik pada Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan
prosedur invasif. menjadi meddia terbaik dalam pertumbuhan
kuman.
Berikan perawatan kulit dengan teratur Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
dan sungguh-sungguh, masase daerah menempatkan pasien pada peningkatan risiko
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap terjadinya kerusakan pada kulit.
kering, linen kering dan tetap kencang.
Berikan tisue dan tempat sputum pada Mengurangi penyebaran infeksi.
tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau secret yang
lainnya.

f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.


Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injury
Kriteria hasil:
1) Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan factor risiko
dan untuk melindungi diri dari cidera.
2) Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

Intervensi Rasional
Hindarkan lantai yang licin. Lantai licin dapat menyebabkan risiko jatuh
pada pasien.

19
Gunakan bed yang rendah. Mempermudah pasien untuk naik dan turun
dari tempat tidur.
Orientasikan klien dengan ruangan. Lansia daya ingatnya sudah menurun,
sehingga diperlukan orientasi ruangan agar
lansia bisa menyesuaikan diri terhadap
ruangan.
Bantu klien dalam melakukan aktivitas Lansia sudah mengalami penurunan dalam
sehari-hari fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas
sehari diperlukan bantuan dari orang
lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi
Bantu pasien dalam ambulasi atau Keterbatasan aktivitas tergantung pada
perubahan posisi kondisi lansia.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif . Diabetes Meitus merupakan penyakit yang menjadi
masalah pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Diabetes Melitus tercantum dalam
urutan keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif setelah penyakit
kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik dan katarak.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas saran yang dapat kami buat yaitu untuk lebih
memperdalam lagi tentang pengkajian diametes mellitus pada lansia karena dalam makalah
kami tentunya masih banyak kekurangannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati.
Jakarta : EGC, 1999.

Anda mungkin juga menyukai