Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FARMAKOLOGI

KOLINERGIK

Disusun oleh :

WINA WINARSIH (33178K18071)

SEMESTER 3 KARYAWAN

PROGRAM D-III FARMASI


STIKES MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Sistem saraf pusat (SSP), yang terdiri dari otak dan medula spinalis dan
merupakan Sistem saraf utama dari tubuh. Sistem saraf tepi, terletak diluar otak
dan medula spinalis, terdiri dari 2 bagian; otonom dan somatic. Setelah ditafsirkan
oleh SSP, Sistem saraf tepi menerima rangsangan dan memulai respon terhadap
rangsangan itu.
Sistem saraf otonom (SSO), juga disebut sebagai sistem saraf visceral,
bekerja pada otot polos dan kelenjar. Fungsi dari SSO adalah mengendalikan dan
mengatur jantung, Sistem pernapasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih,
mata dan kelenjar. SSO mempersarafi (bekerja pada) otot polos, tetapi SSO
merupakan sistem saraf involunter yangkita tidak atau sedikit bisa dikendalikan.
Kita bernapas jantung kita berdenyut, dan peristaltik terjadi tanpa kita sadari.
Tetapi, tidak seperti Sistem saraf otonom, sistem saraf somatik merupakan sistem
volunter yang mempersarafi otot rangka, yang dapat kita kendalikan.
Dua peringkat neuron dalam komponen otonom pada sistem saraf perifer adalah:
1. Neuron aferen, atau sensorik, dan
2. Neuron eferen, atau motorik
Neuron aferen mengirimkan impuls ke SSP, dimana impuls itu
diinterprestasikan. Neuron eferen menerima impuls (informasi) dari otak dan
meneruskan impuls ini melalui medula spinalis ke sel-sel organ efektor. Jalur
eferen dalam sistem saraf otonom dibagi menjadi dua cabang; saraf simpatis dan
parasimpatis, yang keseluruhannya disebut sebagai sistem saraf simpatis dan
sistem saraf parasimpatis
System saraf pusat

Otak Medula spinalis

Sistem saraf tepi

Sistem saraf Sistem saraf somatik


otonom

Sistem saraf Sistem saraf


simpatis parasimpatis

Pembagian dari Sistem saraf tepi

Sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis bekerja pada organ-
organ yang sama tetapi menghasilkan respons yang berlawanan agar tercapainya
homeostasis (keseimbangan). Kerja obat-obat pada sistem saraf simpatis dan
parasimpatis dapat berupa respons yang merangsang atau menekan.
Jaringan organ tubuh Respons simpatis Respons
parasimpatis
Dilatasi pupil Kontriksi pupil

mata
Dilatasi bronkiolus Kontriksi bronkiolus
dan sekresi bertambah
paru-paru
Denyut jantung Denyut jantung
meningkat menurun
jantung
Kontriksi pembuluh Dilatasi pembuluh
darah darah

pembuluh darah
Relaksasi otot polos Peristaltik meningkat
dari saluran
gastrointestinal
gastrointestinal
Relaksasi otot kandung Kontraksi kandung
kemih kemih
kandung
kemih
Relaksasi otot uterus

uterus
Salvasi bertambah

kelenjar
saliva
Efek simpatis dan parasimpatis pada jaringan tubuh

Sistem Saraf Simpatis


Sistem saraf simpatis juga dikenal sebagai sistem adrenergik karena dulu
diperkirakan bahwa adrenalin merupakan neurotransmiter yang mempersarafi
otot-otot polos. Kini neurotransmitter tersebut dikenal sebagai norepinefrin. Obat-
obat yang menyerupai efek dari norepinefrin disebut sebagai obat-obat adrenergik,
atau simpatomimetik. Obat-obat itu juga dikenal dengan nama agonis adrenergik
karena memulai respons pada tempat reseptor adrenergik. Obat-obat yang
menghambat efek norepinefrin disebut sebagai penghambat adrenergik, atau
simpatolitik. Obat-obat ini dikenal juga dengan nama antagonis adrenergic karena
mencegah respons pada tempat reseptor.
Perangsang simpatis Perangsang parasimpatis
Simpatomimetik (adrenergic, atau agonis Kerja-Langsung
adrenergik) Parasimpatomimetik (kolinergik atau
agonis kolinergik)
Kerja: Kerja:

Menurunkan tekanan darah Meningkatkan tekanan darah

Menurunkan denyut nadi Meningkatkan denyut nadi

Relaksasi bronkiolus Konstriksi bronkiolus

Dilatasi pupil mata Konstriksi pupil mata

Relaksasi uterus Meningkatkan kontraksi saluran kemih

Meningkatkan gula darah Meningkatkan peristaltic

Kerja tidak langsung


Penghambat kolinesterase
(antikolinesterase)
Kerja:
Meningkatkan tonus otot

PENEKAN SIMPATIS PENEKAN PARASIMPATIS


Simpatolitik (penghambat adrenergik, atau Parasimpatolitik (antikolinergik,
antagonis adrenergic) antagonis kolinergik, atau
Kerja: antispasmodik)
Menurunkan tekanan darah’ Kerja:
Menurunkan denyut nadi Meningkatkan denyut nadi
Konstriksi bronkiolus
Mengurangi sekresi mucus
Menurunkan motilitas gastrointestinal
Meningkatkan retensi urin
Dilatasi pupil mata
Sistem saraf otonom simpatis dan parasimpatis

Respons yang berlawanan pada jaringan organ disebabkan oleh


simpatomimetik dan parasimpatomimetik, dan simpatolitik dan parasimpatolitik.
Simpatomimetik dan parasimpatolitik menghasilkan respons organ yang serupa,
sama halnya dengan simpatolitik dan parasimpatomimetik.
Ada tiga jenis sel-sel organ reseptor adrenergik: alfa,beta, dan beta2. Norepinefrin
dilepaskan dari ujung saraf terminal dan merangsang reseptor sel untuk
menghasilkan suatu respons.

Sistem Saraf Parasimpatis


Sistem saraf parasimpatis juga dikenal sebagai system kolinergik karena
neurotransmitter terdapat pada ujung saraf neuron yang mempersarafi otot adalah
asetilkolin. Obat-obat yang menyerupai asetilkolin disebut sebagai obat-obat
kolinergik, atau parasimpatomimetik. Obat-obat itu juga dikenal dengan nama
agonis kolinergik karena memulai repon kolinergik; sebaliknya, obat-obat yang
menghambat efek asetil kolin disebut sebagai antikolinergik, atau
parasimpatolitik. Obat-obat ini dikenal juga dengan nama antagonis kolinergik
karena menghambat efek asetilkolin pada organ.
Reseptor-reseptor kolinergik pada sel-sel organ dapat bersifat nikotinik atau
muskarinik, yang berarti mereka dirangsang oleh alkaloid nikotin atau muskarin

Transmiter dan reseptor simpatis dan parasimpatis

Asetilkolin merangsang sel-sel reseptor untuk menghasilkan suatu respons,


tetapi enzim asetilkolinesterase dapat menginaktivasi asetilkolin sebelum ia
mencapai sel reseptor.
Obat-obat yang menyerupai neurotransmiter norepinefrin dan asetilkolin
menghasilkan respons yang saling berlawanan pada organ yang sama. Contohnya,
suatu obat adrenergic (simpatomimetik) meningkatkan denyut jantung, sedangkan
obat kolinergik (parasimpatomimetik). Tetapi, suatu obat yang menyerupai system
saraf simpatis dan suatu obat yang menghambat system saraf parasimpatis dapat
menghasilkan respons yang serupa pada organ, contohnya adalah obat-obat
simpatomimetik dan parasimpatolitik, keduanya meningkatkan denyut jantung.
Penghambatan adrenergic dan obat kolinergik, keduanya menurunkan denyut
jantung.
BAB II
TEORI

A. Kolinergik (parasimpatomimetik)
1. Pengertian Parasimpatomimetika
Parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis
(SP), karena melepaskan neuron asetilkolin (ACh) diujung-ujung
neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan
dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila
neuron SP dirangsang timbulah sejumlah efek yang menyerupai keadaan
istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi
pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah
dan getah lambung (Hcl), juga sekresi mata, memperkuat sirkulasi, antara
lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan
tekanan darah, memperlamba pernafasan, antara lain dengan menciutkan
bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan
efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler
akibatnya lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan
ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan
kontraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan
menstimulasinya, dan lain-lain. (Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002).
Menurut sifat kerjanya, reseptor kolinergik (kolinoseptor) dapat dibedakan
menjadi reseptor muskarinik dan reseptor nikotinik berdasarkan afinitas
terhadap zat yang bersifat sebagai kolinomimetik
2. Reseptor kolinergik
Menurut sifat kerjanya, reseptor kolinergik (kolinoseptor) dapat
dibedakan menjadi reseptor muskarinik dan reseptor nikotinik berdasarkan
afinitas terhadap zat yang bersifat sebagai kolinomimetik.
a) Reseptor muskarinik
Selain berikatan dengan ACh, reseptor muskarinik juga berikatan
dengan muskarin, yaitu suatu alkaloid yang terdapat pada jamur
beracun. Reseptor muskarinik ini menunjukkan afinitas yang lemah
terhadap nikotin. Hasil studi-studi ikatan (binding study) dan dengan
memberikan penghambat tertentu, telah dapat ditemukan beberapa
subtype reseptor muskarinik yaitu M1, M2, M3, M4, dan M5. Reseptor
muskarinik dapat ditemukan dalam ganglia Sistem saraf efektor dan
organ efektor otonom seperti, jantung, otot polos, otak, dan kelenjar
eksokrin. Kelima reseptor M tersebut terdapat dalam neuron, dan juga
ditemukan reseptor M1 dalam didalam sel parietal lambung, reseptor
M2 didalam otot jantung dan otot polos, serta reseptor M3 di dalam
kelenjar eksokrin dan otot polos. Reseptor muskarinik didalam
jaringan-jaringan diatas lebih peka terhadap obat muskarinik, namun
dalam dosis tinggi muskarinik dapat pula memacu reseptor nikotinik.

Mekanisme transduksi sinyal asetilkolin


Setelah asetilkolin berikatan dengan reseptor muskarinik, akan
timbul sinyal dengan mekanisme yang berbeda. Misalnya, bila
reseptor M1 atau M2 diaktifkan, reseptor ini akan mengalami
perubahan konformasi dan berinteraksi dengan protein G yang
selanjutnya akan mengaktifkan fosfolipase C. akibatnya akan terjadi
hidrolisis fosfatidilinositol-94,40bifosfate (PIP2) yang akan
menyebabkan peningkatan kadar Ca++ intrasel. Selanjutnya kation ini
akan berinteraksi atau memacu ion menghambat enzim-enzim, atau
menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi, atau kontraksi. Sebaliknya,
aktivasi reseptor subtype M2 pada otot-otot jantung memacu protein G
yang menghambat adenilsikase dan mempertinggi konduksi K+
sehingga denyut dan kontraksi otot jantung menurun.
b) Reseptor Nikotinik
Selain mengikat ACh, reseptor ini dapat mengenal nikotin , dan
afinitasnya lemah terhadap muskarin. Pada tahap awal, nikotin
memang memacu reseptor nikotinik, namun setelah itu nikotin akan
menyekat reseptor nikotinik sendiri. Reseptor nikotinik terdapat dalam
SSP, medulla adrenal, ganglion otonom, dan pada sambungan saraf
otot (myoneural junction). Obat-obat nikotinik akan memacu reseptor
nikotinik di ganglion otonom dan yang terdapat pada sambungan saraf
otot. Misalnya reseptor nikotinik di ganglion dihambat secara selektif
oleh heksametonium, sedangkan reseptor nikotinik pada sambungan
saraf otot dihambat secara spesifik oleh tubokurarin

3. Obat-Obat Kolinergik
Obat-obat kolinergik (agonis kolinergik) ialah obat yang bekerja secara
langsung atau tidak langsung meningkatkan fungsi neurotransmitter
asetilkolin. Kolinergik juga disebut parasimpatomimetik karena
menghasilkan efek yang mirip dengan perangsangan Sistem saraf
parasimpatis.
Obat-obat kolinergik memiliki 3 indikasi utama, yaitu:
1. Menurunkan tekanan intraocular pada pasien glaucoma atau operasi
mata
2. Mengobati atoni saluran cerna atau vesika urinaria
3. Untuk mendiagnosis dan pengobatan miastenia gravis.
Beberapa obat kolinergik merupakan antidotum penting untuk obat-
obat blokade neuromuscular, antidepresan trisiklik, dan alkaloid beladona.
Obat –obat kolinergik memperlihatkan efeknya dengan menunjukkan salah
satu dari 2 cara yaitu bekerja mirip dengan asetilkolin atau menghambat
destruksi asetilkolin oleh enzim asetilkolinesterase di tempat-tempat
reseptornya.
Klasifikasi
Obat-obat kolinergik merangsang reseptor kolinergik. Karena itu, kerjanya
mirip dengan asetilkolin endogen. Obat-obat golongan ini dapat
dikelompokkan berdasarkan:
1. Spektrum efeknya, yaitu muskarinik atau nikotinik; dan
2. Mekanisme kerjanya, yaitu yang bekerja langsung pada reseptor
asetilkolin atau secara tidak langsung melalui penghambatan
asetilkolinesterase. Beberapa obat, seperti neostigmin termasuk dalam
lebih dari satu subkelas.

Penggolongan obat-obat kolinergik beserta prototype, analog utama dan obat


lain.
Cara kerja Golongan Prototip Analog utama Obat penting
lain
Kerja langsung Agonis Asetilkolin Muskarin, Karbamolkolin
muskarinik Betanikol, Metakolin
Pilokarpin Arekolin
Karbamikolin
Agonis nikotinik Asetilkolin Nikotin
Suksinilkolin Neostigmin

Kerja tidak Penghambat aktif Neostigmin Edrofonium Pridostigmin


langsung kolinesterase Fisostigmin
(reversible) Karbaril

Penghambat Ekotiofat Parathion Isofluorofat


kolinesterase (disopropil
(irreversible) fluorofosfat
DFP)
Malation Diklorvos
Kolinergik lain Metoklopramid
Sisaprid
a. Ester Kolin (Kolinergik Kerja Langsung)
Golongan kolinergik kerja langsung ini meliputi ester kolin
(asetilkolin, metakolin, karbamoilkolin, dan betanekol) dan alkaloid
alamiah (muskarin, pilokarpin, nikotin, lobelin). Beberapa obat sintetik
(oksetremorin, dimetilfenilpiperazinium, DMPP) masih terus diteliti.
Diantara anggota-anggota subkelas ini, terdapat perbedaan dalam
spectrum efek (potensi stimulasi muskarinik dan nikotinik) dan
farmakokinetiknya. Kedua macam perbedaan ini memengaruhi
penggunaan kliniknya)
Mekanisme Kerja:
Agonis kolinergik bekerja mirip dengan kerja astilkolin pada reseptor
kolinergik. Obat-obat ini berkaitan dengan reseptor padamembran sel-sel
organ target mengubah permeabilitas membrane sel dan mempermudah
pengaliran kalsium dan natrium ke dalam sel yang menyebabkan
stimulasi otot
Efek samping:
Biasanya efek samping dihasilkan oleh efek-efek nonspesifiknya pada
system saraf parasimpatik. Agonis kolinergik yang berkaitan khusus
dengan reseptor di system saraf parasimpatikmenimbulkan efek
parasimpatomimetik yang tidak diinginkan diluar organ target. Sebagai
contoh, penggunaan betanekol mengurangi retensi urin, juga dapat
meningkatkan motilitas saluran cerna, yang dapat menimbulkan mual,
kembung, muntah, kram usus, dan diare.

Sediaan-sediaan
1) Asetilkolin
Merupakan senyawa ammonium kuartener dengan aktifitas
muskarinik dan nikotinik serta tidak dapat menembus membrane sel.
Tidak dapat digunakan untuk pengobatan karena kerjanya yang
berlangsung sangat cepat dan segera diinaktifkan oleh enzim
asetilkolinesterase
2) Metakolin
Masa kerja lebih lama resisten terhadap hidrolisis oleh kolinesterase
non spesifik, relative resisten terhadap hidrolisi oleh ACh.
Indikasi:
a) Pengobatan gawat darurat glaukoma sudut sempit untuk
menurunkan intraocular
b) Uji diagnostik untuk pasien yang diduga mengidap asma.
3) Karbakol
Merupakan ester asam karbamat yang juga merupakan substrat yang
tidak cocok untuk asetilkolinesterase. Karena potensinya yang cukup
tinggi dan kerjanya berlangsung lama, obat ini jarang digunakan
untuk terapi, kecuali untuk mata sebagai miotikum dan untuk
menurunkan tekanan dalam bola mata.
4) Betanekol
Mempunyai struktur kimia yang berkaitan dengan ACh. Bekerja
secara langsung memacu reseptor muskarinik sehingga meningkatkan
tonus dan motilitas usus, meningkatkan tonus otot detrusor kandung
kemih, serta merelaksasi trigonum dan sfingter sehingga berefek
pengeluaran urine. Indikasi: pengobatan atonia kandung kemih pasca
persalinan atau pascabedah
5) Pilokarpin
Merupakan suatu amin tersier yang stabil terhadap hidrolisis oleh
asetilkolinesterase, termasuk obat yang lemah disbanding dengan
asetilkolin dan turunannya. Aktivitas utamanya adalah muskarinik
dan digunakan untuk oftalmologi, serta di indikasikan dalam terapi
glaukoma.
b. Obat AntiKolinesterase (Kolinergik Kerja Tidak Langsung)
Antikolinesterase menghambat enzim asetilkolinesterasi (yang
menguraikan ACh menjadi asetat dan kolin) sehingga ACh menumpuk
ditempat reseptor ACh. Akibatnya, stimulasi reseptor kolinergik di
seluruh tubuh berlangsung lebih lama. Dalam golongan ini kita kenal dua
kelompok obat yaitu :
1) Golongan karbamat (ester asam karbamat), dapat disebut juga
golongan antikolinesterase reversible, kecuali edrofonium yang
bukan merupakan suatu ester. Obat yang termasuk dalam golongan
ini adalah ambenonium, edrofonium klorida, neostigmin, fisostigmin
salisilat, dan pridostigmin.
2) Golongan fosfat (ester asam fosfat) atau golongan ireversibel.
Mempunyai masa kerja yang sangat lama, dan membentuk kompleks
yang sangat stabil dengan enzim serta dihidrolisis dalam waktu
berhari-hari atau berminggu-minggu
Mekanisme Kerja:
Obat-obat antikolinesterase meningkatkan kadar dan efek ach pada
tempat reseptor dalam SSP atau ganglia otonomik, pada sel-sel efektor di
viscera, dan pada motor end plate. Bergantung pada tempat kerja, dosis
obat, dan masa kerjanya, obat-obat ini dapat memberikan efek stimulasi
atau efek depresi pada reseptor kolinergik
Efek Samping:
Efek samping yang umum terjadi berupa efek parasimpatomimetik. Pada
mata berupa penglihatan kabur, penurunan akomodasi, miosis; pada kulit
akan keluar banyak keringat; pada saluran cerna akan terjadi peningkatan
salvias, kembung, mual, muntah, kram usus dan diare.
Efek brokontriksi: nafas terasa pendek, mengi, atau terasa tegang di dada.
Vasodilatasi: penurunan denyut jantung dan pengurangan kontraksi otot
jantung.
Efek pada SSP: Irritabilitas, ansietas atau rasa takut (pada beberapa
kasus), dan terjadi kejang.
Fisostigmin
Fisostigmin berupa amin tersier suatu alkaloid (senyawa nitrogen yang
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan). Obat ini adalah substrat untuk
asetilkolinesterase, dan membentuk senyawa perantara enzim-substrat
yang relative stabil yang berfungsi menginaktifkan secara reversible
ACh.

Edrofonium
Edrofonium adalah suatu amin kuartener yang mempunyai kerja mirip
dengan neostigmin; dan bila dibandingkan dengan neostigmin, obat ini
lebih cepat diserap dan masa kerjanya lebih singkat (sekitar 10-20 menit).
Penggunaan klinisnya untuk miastenia gravis (kelemahan otot).
Kelebihan dosis dapat menimbulkan krisis kolinergik. Bila terjadi
keracunan berikan atropine sebagai antidotum.
BAB IV
KESIMPULAN

Simpatolitik memegang peranan penting dalam menurunkan tekanan darah


melalui hambatan terhadap pusat vasomotor di otak dengan mengurangi tonus
simpatis secara sentral. Secara perifer simpatolitik dapat bekerja terhadap
neurotransmiter pada ganglion presinaptik atau postsinaptik, atau pada reseptor
epinefrin dan norepineprin. Simpatolitik atau adrenolitika adalah zat-zat yang
melawan sebagian atau seluruh aktivitas susunan saraf simpatis. Misalnya
Simpatolitik meniadakan vasokonstriksi yang ditimbulkan oleh aktivitas reseptor-
alfa akibat adrenolitika. Berdasarkan mekanisme dan titik kerjanya, Simpatolitik
dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yakni zat-zat penghambat reseptor Simpatolitik
( alfa-blockers dan beta-blockers ) dan zat-zat penghambat neuron adrenergis.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi II. Jakarta: EGC
Kee J.L, Hayes E.R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai