Anda di halaman 1dari 35

TUGAS KEPERAWATAN MATERNITAS 1

TENTANG

ASUHAN KEPERAWATAN POSTPARTUM BERMASALAH INFEKSI NIFAS

OLEH :

 Mite soo apolonarius


 Satri rambu sori suatu

SEKOLAH TINGGI ILMU KSEHATAN

CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

2011
ASUHAN KEPERAWATAN POSTPARTUM BERMASALAH INFKSI NIFAS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Infeksi nifas adalah istilah umum untuk menjelaskan setiap infeksi bakteri
disaluran genital setelah persalinan. Infeksi panggul merupakan komplikasi serius
yang paling sering terjadi pada masa nifas bersama dengan preeklamsia dan
perdarahan obstetris selama berpuluh tahun membentuk trias letal kausa kematian
ibu hamil.

Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat


genitalia dalam masa nifas.
Demam resorpsi adalah demam dalam beberapa hari setelah melahirkan
suhu badan ibu sedikit naik antara 37,2-37,8 0C, oleh karena resopsi benda-benda
dalam rahim dan mulainya laktasi.
Demam puer perium secara teknis didefenisikan sebagai suhu 380C atau
lebih, yang terjadi dalam dua hari dari sepuluh hari pertama pasca partum, diluar
24 jam pertama dan diukur melalui mulut menggunakan teknik standar paling
tidak 4 kali sehari. Infeksi dalam masa nifas dapat mencakup pembengkakan
payudara, infeksi saluran nafas, pielonefritis dan tromboflebitis.

2. Etiologi
Bermacam-macam jalan kuman masuk kealat kandungan, seperti eksogen
(kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh),
endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50%
adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak pathogen sebagai penghuni
normal jalan lahir.

Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah


1. Streptococcus haemoliticus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan
dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, dsb.
2. Staphylococcus aureus
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di RS.
3. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan infeksi
terbatas
4. Clostridium welchii
Kuman anaerobic yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang di tolong dukun dari luar RS.

3. Cara terjadinya infeksi


 Manipulasi penolong yang tidak suci hama atau pemeriksaan dalam yang
berulang-ulang dapat membawa bakteri yang sudah ada ke dalam rongga
rahim.
 Alat-alat yang tidak suci hama
 Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alat terkena infeksi kontaminasi
yang berasal dari hidung, tenggorokan dari penolong dan pembantunya atau
orang lain
 Infeksi RS. Kuman-kuman ini terbawa oleh udara, air, alat-alat dan benda-
benda RS yang sering dipakai para penderita.
 Koitus pada akhir kehamilan sebenarnya tidak begitu berbahaya, kecuali
ketuban sudah pecah.
 Infeksi intrapartum, sering dijumpai pada partus lama, partus terlantar,
ketuban pecah lama, terlalu sering pemeriksaan dalam. Gejalanya adalah
demam, dehidrasi, lekositosis, takikardi, denyut jantung janin naik dan air
ketuban berbau serta berwarna keruh kehijauan.

4. Predisposisi
 Partus lama, partus terlantar dan ketuban pecah lama.
 Tindakan obstetric operatif baik pervaginam maupun perabdominal
 Tertinggalnya sisa-sisa uri, selaput ketuban dan bekuan darah dalam rongga
rahim.
 Keadaan-keadaan yang menurunkan daya tahan seperti perdarahan,
kelelahan, malnutrisi, preeklamsia,eklamsia dan penyakit ibu lainnya.

5. Frekuensi

Secara umum frekuensi infeksi puerperalis adalah sekitar 1-3%. Secara


proporsional angka infeksi menurut jenis infeksi adalah
 Infeksi jalan lahir 25-55% dari kasus infeksi
 ISK 30-60% dari kasus infeksi
 Infeksi pada mamma 5-10% dari kasus infeksi
 Infeksi campuran 2-5% dari kasus infeksi

Menurut kuman-kumannya angka infeksi proporsional adalah

1. Infeksi genital:
 Potensial pathogen yang hidup dalam vagina: streptococcus anaerobik,
kuman gram negative anaerobik, streptococcus haemolyticus
 Bakteri yang berasal di sekitar: E. coli, clostridium welchii
 Bakteri yang berasal dari luar atau orang lain: staphylococcus dan
streptococcus haemolyticus
2. Infeksi non genital
 ISK oleh E. coli
 Infeksi payudara oleh staphylococcus

6. Manifestasi klinis
1. Infeksi yang terbatas lokalikasinya pada perineum, vulva, serviks dan
endometrium
2. Infeksi yang menyebar ketempat lain melalui: pembuluh darah vena,
pembuluh darah endometrium, pembuluh limfe.

Infeksi yang terlokalisir dijalan lahir

a. Vulvitis: luka bekas episiotomy atau robekan perineum yang kena infeksi
b. Vaginitis: luka karena tindakan persalinan terinfeksi
c. Servisitis: infeksi pada serviks agak dalam dapat menjalar ke ligament
latum dan parametrium
d. Endometritis: infeksi trejadi pada tempat insersi plasenta dan dalam waktu
singkat dapat mengenai seluruh endometrium

Infeksi yang menyebar ketempat lain

a. Penyebaran melalui pembuluh-pembuluh darah:


 Septicemia adalah keadaan dimana kuman-kuman dan atau toksinnya
langsung masuk kedalam peredaran darah umum dan menyebabkan
infeksi umum.
 Piemia dimulai dengan tromboflebitis vena daerah perlukaan yang lalu
lepas menjadi embolus-embolus kecil, dibawa oleh peredaran darah
umum dan terjadilah infeksi dan abses pada organ-organ tubuh yang
dihinggapinya (paru-paru,ginjal, jantung, otak, dsb).
b. Penyebaran melalui jalan limfe:
 Parametritis atau selulitis pelvika
Parametritis adalah infeksi jaringan ikat pelvis yang dapat terjadi
melalui beberapa jalan:
1. Dari servisitis atau endometritis dan tersebar melalui pembuluh
limfe
2. Langsung meluas dari servisitis kedasar ligamentum sampai ke
parametrium
3. Sekunder dari tromboflebitis
 Peritonitis
Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe
uterus, parametritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis
meluas ke peritoneum atau langsung sewaktu tindakan per abdominal.
Peritonitis yang terkolalisir hanya dalam rongga pelvis disebut
pelvioperitonitis, bila meluas ke seluruh rongga peritoneum di sebut
peritonitis umum.
c. Penyebaran melalui endometrium
Salfingitis(salfingo-oofiritis) adalah peradangan dari adneksa. Terdiri atas
salfingitis akut dan kronik. Diagnosis dan gejala klinis hampir sama dengan
parametritis. Bila infeksi berlanjut dapat terjadi piosalfing.

7. Pencegahan infeksi nifas


1. Masa kehamilan
Mengurangi atau mencegah faktor – faktor predisposisi seperti anemia,
malnutrisi, dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita
ibu.pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indika yang perlu.
Begitu pula pada koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi
dan dilakukan hati-hati kerena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalau
ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.

2. Masa persalinan
 Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang
 Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama
 Jagalah steriitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus
suci hama.
 Perlukan-perlukan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam
maupun perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan
menjaga sterilitas.
 Pakian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan
penderita harus terjaga kesuci hamanya.
 Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang
harus segera diganti.
3. Masa nifas
 Luka-luka di rawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu
pula alat-alat dan pakain serta kain yang berhubungan dengan alat
kandungan harus steril.
 Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan
khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
 Tamu yang berkunjung harus dibatasi.

8. Pengobatan Infeksi Nifas


1. Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dari serket vagina, luka
operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatka anti biotika yang
tepat dalam pengobatan.
2. Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
3. Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika
spectrum luas (broad spectrum) menunggu hasil laboratorium.
4. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau tranfusi
darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang
dijumpai.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1) Konfirmasi usia kehamilan, kalau ada dengan USG.
2) Lakukan pemeriksaan inspekulo (dengan spekulum DTT) untuk menilai cairan
yang keluar (jumlah, warna,bau) dan membedakannya dengan urin.
3) Jika ibu mengelum perdarahan pada akhir kehamilan (setelah 22 minggu), jangan
lakukan pemeriksaan dalam secara digital.
4) Tentukan ada tidaknya infeksi.
5) Tentukan tanda-tanda inpartu.
6) Bau cairan ketuban yang khas
7) Jikamkeluarnya cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan
nilai satu jam kemudian.
8) Dengan spekulum DTT, lakukan pemeriksaan inspekulo. Nilai apakah cairan
keluar melalui ostium uteri atau terkumpul di forniks posterios. Jangan lakukan
pemeriksaan dalam dengan jari, karena tidak membantu diagnosis dan dapat
mengundang inspeksi.
9) Jika mungkin, lakukan :
- Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis) darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positif – palsu.
- Tes pakis, jangan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan biarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan kristal cairan amnion dan
gambaran daun pakis. (Syaefuddin, Abdul Bari, 2002 ; M – 112 – M – 114).

2. Diagnosa keperawatan
- Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir dan infeksi
nasokomial.
- Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi
- Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan

3. Perencanaan

Dx.1 Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir dan infeksi
nasokomial..
Tujuan: Mencegah dan mengurangi infeksi

.Intervensi:

1. Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter


yang baik), catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis
dan kemungkinan “perdarahan” / nyeri.
2. Kaji tinggi fundus dan sifat
3. Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post
partum.
4. Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting).
5. Hubungkan dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat
apakah klien menyusui dengan ASI.
6. Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis.
7. Catat kecenderungan demam jika lebih dari 38 0C pada 2 hari pertama dalam 10
hari post partum. Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.
8. Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.
9. Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan
pada pasien dan perawat.
10. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur secara teratur.
11. Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna

Dx.2 Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi

Tujuan: Nyeri berkurang/terkontrol

Intervensi:

1. Selidiki keluhan pasien akan nyeri;perhatikan intensitas (0-10),lokasi,dan faktor


pencetus
2. Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non-verbal,misal: tegangan otot, gelisah.
3. Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stress.
4. Berikan tindakan kenyamanan (missal : pijatan / masase punggung)
5. Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri , contoh : latihan relaksasi /
napas dalam , bimbingan imajinasi , visualisasi)
6. Kolaborasi :Pemberian obat analgetika.

Dx.3 Cemas / ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman


kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan
perasaan cemas berkurang atau hilang.

Intervensi :

1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan


Rasional : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
Rasional : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
Rasional : Memberikan dukungan emosi
4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak
diketahui
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
Rasional : Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme
koping yang tepat.

4. Implementasi
Mengacu pada tindakan keperawatan yang telah dibuat.
5. Evaluasi
Evaluasi dibuat untuk menilai apakah kriteria evaluasi tercapai sebagian, tercapai
seluruhnya dan tidak tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Prof.dr.hanifa winkjosestro ,2006 .Ilmu kebidanan.jakarta, ed 3


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERDARAHAN : Atonia
uteri, Retensio plasenta, Ruptur perinium dan Robekan dinding vagina
Oleh :

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik
fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin
sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan
sebelum hamil ( 6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate
post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan
Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke enam)..Potensial bahaya
yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan
perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya
yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP
(Haemorrhage Post Partum). Menurut Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska
persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500
cc segera setelah bayi lahir. Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat
persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan air ketuban serta rembesan dikain
pada alas tidur. POGI, tahun 2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah
perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda
vital seperti klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan
fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr %.
Klasifikasi perdarahan :
 Perdarahan paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah perdarahan
berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang terjadi dalam 12 -
24 jam pertama setelah melahirkan.
 Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah
perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska
persalinan.

2. Etiologi
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
 Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka
episiotomi.
2. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi
plasenta, inversio uteri.
3. Gangguan mekanisme pembekuan darah.
 Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa
plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus
sehingga terjadi sub involusi uterus.
3. Faktor predisposisi
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor
predisposisi terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi
dengan tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh
karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu
persalinan :
1. Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan
pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera
dilakukan penjahitan dengan benar.

2. Atonia Uterus

Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi
dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta
pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.

3. Jumlah darah sedikit

Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat hamil,
pre eklampsia dan eklamsi.

4. Kelainan pembekuan darah

Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi
dengan hati-hati dan seksama.

4. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga
sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan
terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat
penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan
demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang
luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
5. Gambaran klinik

Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga


pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda Penyulit Diagnosa penyebab

o Uterus tidak berkontraksi dan lembek


o Perdarahan segera setelah bayi lahir
o Syok
o Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat
aliran darah keluar
o Atonia uteri
o Darah segar mengalir segera setelah anak lahir
o Uterus berkontraksi dan keras
o Plasenta lengkap
o Pucat
o Lemah
o Mengigil
o Robekan jalan lahir
o Plasenta belum lahir setelah 30 menit
o Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras
o Tali pusat putus
o Inversio uteri
o Perdarahan lanjutan
o Retensio plasenta
o Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
o Perdarahan segera
o Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
o Tertinggalnya sebagian plasenta
o Uterus tidak teraba
o Lumen vagina terisi massa
o Neurogenik syok, pucat dan limbung
o Inversio uteri
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum
a) Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d) Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan
dengan masalah dan komplikasi
e) Atasi syok jika terjadi syok
f) Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan
pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc
NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
g) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan
jalan lahir
h) Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i) Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j) Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan
pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
Penatalaksanaan khusus
a) Atonia uteri
Kenali dan tegakan kerja atonia uteri Sambil melakukan pemasangan infus
dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus. Pastikan plasenta
lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir Lakukan tindakan spesifik
yang diperlukan : Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus
melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah
telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi
diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau
dibawa ke fasilitas kesehata rujukan. Kompresi bimanual internal yaitu
uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju
tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam
miometrium.
 Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari
tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian
tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga
mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan
atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
b) Retensio plasenta dengan separasi parsial Tentukan jenis retensio yang
terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak
terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat. Pasang infus oksitosin 20
unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan
dengan misoprostol 400mg per rektal. Bila traksi terkontrol gagal
melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.
Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia. Lakukan transfusi darah
bila diperlukan. Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral +
metronidazole 1 g supp/oral ).
c) Plasenta inkaserata
Tentukan diagnosis kerja Siapkan peralatan dan bahan untuk
menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane
atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan
infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan
kontraksi uterus yang mungkin timbul. Bila bahan anestesi tidak tersedia,
lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan
speculum. Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta
tampak jelas. Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta
disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk
memegang klem tersebut. Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra
lateral. Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum
jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.
d) .Ruptur uteri
Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan
siapkan laparatomi. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan
plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah
sakit rujukan. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan operasi uterus. Bila luka mengalami nekrosis yang
luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi. Lakukan
bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen. Antibiotik dan
serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
e) Sisa plasenta
Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah
dilahirkan. Berikan antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis.
Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama
10 hari.
f) Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang
yang dapat diserap. Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi
lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut : Setelah prosedur
antiseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan. Mulai
penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa,
menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter
ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan
benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub
kutikuler. Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika
untuk terapi.
g) Robekan serviks
Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami
robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak
dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas
robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri
dan perdarahan paska tindakan. Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila
jelas ditemui tanda-tanda infeksi. Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi
dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah
B. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar
keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan,
preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida,
primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan,
robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis,
induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
5. Pengkajian fisik :
Tanda vital :
 Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
 Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
 Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
 Suhu : Normal/ meningkat
 Kesadaran : Normal / turun

Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi


Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil
memanjang
Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang

b. Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam


2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam
3. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
4. Resiko infeksi b/d perdarahan
5. Resiko shock hipovolemik b/d perdarahan.

c. Rencana tindakan keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam


Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
a) Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap
terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan
memungkinkan darah keotak dan organ lain.
b) Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
c) Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginja
d) Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
e) Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan
diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan
placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
f) Batasi pemeriksaan vagina dan rectum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan
terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks /
perineum atau terdapat hematom Bila tekanan darah semakin turun, denyut
nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan
semakin hebat, segera kolaborasi.
g) Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravascular
h) Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
i) Berikan antibiotic
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan
j) Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam


Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
Rencana keperawatan :
a. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda
vital
b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di
jaringan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu
kulit yang dingin
c. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana
diperlukan dalam produksi ASI

Tindakan kolaborasi :

Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan
tanda hipoksia jaringan )

Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi


sirkulasi jaringan ).

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian


Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan
perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
 Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
 Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
 Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
 Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak
diketahui
 Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
 Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping
yang tepat.
4. Resiko infeksi sehubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :
 Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
 Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang
lembek, dan nyeri panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock
yang tidak terdeteksi
 Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang
berkepanjangan
 Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran
nafas, mastitis dan saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
 Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut
jangan sampai terlalu basah
R/ pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan
resiko infeksi.

Tindakan kolaborasi

 Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )


 Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk
keadaan infeksi ).
5. Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.
Tujuan: Tidak terjadi shock(tidak terjadi penurunan kesadaran
dan tanda-tanda dalam batas normal)
Rencana tindakan :
 Anjurkan pasien untuk banyak minum
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular
sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat
meningkatkan perfusi jaringan.
 Observasi tanda-tandavital tiap 4 jam
R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya
dehidrasi secara dini
 Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak ditangani
secara baik.
 Observasi intake cairan dan output
R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan yang
berlebihan.
 Kolaborasi dalam : - Pemberian cairan infus / transfusi
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang dapat
meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya shock -
Pemberian koagulantia dan uterotonika R/ Koagulan membantu dalam
proses pembekuan darah dan uterotonika merangsang kontraksi uterus dan
mengontrol perdarahan.
d. Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
 Tanda vital dalam batas normal :
o Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
o Denyut nadi : 70-80 x/menit
o Pernafasan : 20 – 24 x/menit
o Suhu : 36 – 37 oc
o Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
 Gas darah dalam batas normal
 Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
 Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam
mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
 Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
 Klien tidak merasa nyeri
 Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya
DAFTAR PUSTAKA :

Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot
Company, Pholadelpia.

Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.

Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book,
Philadelpia.

Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.

RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR,
Surabaya

Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POSTPARTUM BLUE
Oleh :

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. PENGERTIAN POST PARTUM BLUES


Post partum blues adalah suatu gangguan suasana hati yang dialami oleh
sekitar 50% wanita dalam 3 sampai 6 hari setelah melahirkan. Di indikasikan terapi
suportif dan ibu dapat diyakinkan bahwa depresi bersifat sementara dan
kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan biokimia akan tetapi pasien perlu
perlu dipantau untuk menerima perkembangan ke arah gangguan psikiatrik yang
lebih berat, termasuk depresi atau psikosis pasca partum. (Leveno J. Kenneth, 2009)
Menurut Cunningham (2005) postpartum blues merupakan gangguan
suasana hati pascapersalinan yang bisa berdampak pada perkembangan anak karena
stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh
menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurung dan
mudah sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat
kehamilan yang bila tidak segera diatasi bisa berlanjut pada depresi pascapartum
yang biasanya terjadi pada bulan pertama setelah persalinan. Saat ini postpartum
blues yang sering juga disebut maternity blues atau baby blues diketahui sebagai
suatu sindrom gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama
setelah persalinan

2. ETIOLOGI
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini
belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues. Termasuk lingkungan kelahiran yang tidak mendukung,
perubahan hormone yang cepat dimana terjadi perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan
sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen
memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak
yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam
perubahan mood dan kejadian depresi, selain itu keraguan terhadap peran yang
baru, faktor demografi yaitu umur dan paritas, pengalaman dalam proses kehamilan
dan persalinan, latar belakang psikososial ibu, takut kehilangan bayinya atau
kecewa dengan bayinya dan ditambah dengan gangguan tidur yang tidak dapat
dihindari yang dialami oleh ibu baru, berperan juga dalam proses ini.

3. INDIVIDU YANG BERESIKO


Secara global diperkirakan terdapat 20% wanita melahirkan menderita post
partum blues, di Belanda diperkirakan sekitar 2-10% ibu melahirkan mengidap
gangguan ini. Beberapa kondisi yang dapat memunculkan depresi post partum
blues;
1. Ibu yang pernah mengalami gangguan kecemasaan termasuk depresi
sebelum hamil
2. Kejadian-kejadian sebagai stressor yang terjadi pada ibu hamil,
seperti kehilangan suaminya.
3. Kondisi bayi yang cacat, atau memerlukan perawatan khusus pasca
melahirkan yang tidak pernah dibayangkan oleh sang ibu
sebelumnya.
4. Melahirkan di bawah usia 20 tahun.
5. Tidak adanya perencanaan kehamilan atau kehamilan yang tidak
diharapkan.
6. Ketergantungan pada alkohol atau narkoba
7. Kurangnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga, suami,
dan teman
8. Kurangnya komunikasi, perhatian, dan kasih sayang dari suami, atau
pacar, atau orang yang bersangkutan dengan sang ibu.
9. Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut biaya, dan
perawatan bayi.
10. Kurangnya kasih sayang dimasa kanak-kanak
11. Adanya keinginan untuk bunuh diri pada masa seblum kehamilan.

4. GEJALA KLINIS
Meskipun berbagai gejala pernah dilaporkan, gambaran utamanya adalah
insomnia, mudah sedih, depresi, cemas, konsentrasi berkurang, iritabilitas dan
suasana yang berubah-ubah. Para wanita ini dapat menangis secara sementara
selama beberapa jam dan kemudian pulih sempurna namun kembali menangis
keesokan harinya. Yang penting, gejala bersifat ringan dan biasanya hanya
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Post partum blues biasanya dimulai beberapa hari setelah kelahiran dan
selesai 10-14 hari. Karakteristik post partum blues meliputi menangis, merasa letih
karena melahirkan, agitasi atau gelisah, perubahan alam perasaan, menarik diri dan
reaksi negative terhadap anak atau keluarga. Karena melahirkan digambarkan
sebagai pengalaman puncak, ibu baru mungkin merasa perawatan dirinya tidak
adekuat atau ia tidak mendapat perawatan yang tepat, jika bayangan kelahiran tidak
sesuai dengan apa yang ia alami. Ia mungkin juga merasa diabaikan jika perhatian
keluarganya tiba-tiba berfokus pada bayi yang baru dilahirkannya.
Walaupun mungkin muncul berbagai gejala namun gambaran utamanya
adalah insomnia, mudah sedih,depresi, ansietas, gangguan konsentrasi, iritabilitas
dan labilitas afek; tak pelak lagi ini merupakan gejala-gejala umum yang terdapat
pada serangan-serangan depresi minor atau bahkan mayor.

Tabel Kriteria Episode Depresi Mayor

Setidaknya terdapat 5 gejala selama periode 2 minggu : salah satu gejala harus
berupa mood depresi atau hilangnya minat atau kesenangan hampir setiap hari :
1. Mood depresi hampir sepangjang hari.
2. Minat atau kesenangan yang sangat merosot terhadap semua atau hampir
semua kegiatan sepanjang hari.
3. Penurunan atau penambahan BB yang bermakna apabila tidak diet atau
penurunan/peningkatan napsu makan.
4. Insomnia atau hipersomnia
5. Agitasi atau retardasi psikomotor.
6. Kelelahan atau kehilangan energy.
7. Perasaan tidak berguna atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak
sesuai.
8. Penurunan kemampuan berpikir atau memusatkan perhatian.
9. Sering berpikir tentang kematian, berulang-ulang memikirkan bunuh diri
tanpa rencana spesifik atau upaya bunuh diri.
Gejala menyebabkan distress yang bermakna atau hendaya dalam fungsi social,
pekerjaan atau bidang penting lainnya. Gejala tidak disebabkan oleh efek langsung
obat/zat atau kondisi medis umum. Gejala tidak terjadi dalam 2 bulan setelah
kehilangan seseorang yang dicintai.
Pada kasus yang parah, mungkin disertai dengan psikosis (pikiran aneh /
paranoid).

*Depresi minor diisyaratkan oleh mood depresi selama 2 minggu dan kurang dari
5 gejala. Diadaptasi dari American Psychiatric Association (1993).

5. PENATALAKSANAAN
Treatment diberikan setelah melahirkan dapat berupa medikasi dan terapi
atau kombinasi keduanya. beberapa jenis anti-depressant yang sesuai dapat
diberikan kepada ibu yang menyusui. Dalam psikoterapi, pastisipasi dalam grup
support dilakukan untuk memberikan (menanamkan) dukungan sosial terhadap
individu agar dapat mengurangi tingkat depresi yang muncul.
Selain itu kunci untuk mendukung wanita dalam melalui periode ini, adalah
dukungan yang konsisten dari keluarga dan pemberi perawatan, meyakinkan
kembali bahwa ia tidak menjadi gila, dan memberikan kesempatan untuk
meningkatkan kesehatan. Dukungan positif terhadap keberhasilannya dalam
menjadi orang tua bayi yang baru lahir dapat membantu memulihkan kepercayaan
diri terhadap kemampuannya.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

 Kondisi maternal meliputi faktor yang mempengaruhi perubahan peran setelah


melahirkan seperti proses persalinan, kondisi bayi usia ibu, pengalaman ibu dengan
persalinan sebelumnya, dan sosial ekonomi.
 Mengobservasi gejala-gejala postpartum blues
 Pemeriksaan tambahan meliputi latar belakang budaya ibu, tingkat kedewasaan ibu,
tingkat pengetahuan ibu, tingkat kesesuaian antara harapan ibu dengan keadaan
bayi, dukungan suami, mengobservasi perilaku kedekatan ibu dan bayi, sikap yang
diperlihatkan bayi dan sikap yang maladaptif dari masa pasca melahirkan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi ketidakefektifan koping individu b.d perubahan emosional yang tidak
stabil pada ibu.
2. Resiko tinggi terganggunya psikologi ibu b.d kegagalan dalam pendekatan antara
ibu dan bayi.
3. Defisit pengetahuan b.d penyebab, perjalanan dan penanganan postpartum blues.
4. Perubahan peran sebagai orang tua b.d pengaruh komplikasi fisik dan emosional.
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi ketidakefektifan koping individu b.d perubahan emosional yang tidak
stabil pada ibu.
a. Berikan lingkungan yang mendukung
b. Berikan kesempatan yang adekuat kepada ibu untuk istirahat dan tidur.
c. Berikan ibu keringanan dalam merawat bayi
d. Berikan pendidikan kesehatan bagi pasangan klien atau orang yang sangat
penting tentang perilaku yang diharapkan.

2. Resiko tinggi terganggunya psikologi ibu b.d kegagalan dalam pendekatan antara
ibu dan bayi.
a. Berikan kebutuhan ibu pada fase taking in; berikan kesempatan pada ibu
untuk mengekspresikan perasaan yang sedang dialaminya.
b. Libatkan ibu untuk berpartisipasi dalam merawat bayinya; tempatkan bayi
dan ibu dalam ruangan yang sama jika kondisinya memungkinkan.
c. Berikan asuhan keperawatan pada bayi jika ibu sangat kelelahan untuk
berpartisipasi.
d. Berikanpendidikan pada ibu berhubungan dengan cara perawatan fisik,
teknik menyusui bayi, awasi aktivitas fisik ibu, diskusikan keadaan bayi
yang normal dan cara berkomunikasi dengan bayi.
e. Lakukan follow-up kesehatan komunitas untuk mengidentifikasi risiko
seperti sudah berusia tua, dukungan sosial yang tidak adekuat, kegagalan
dalam merawat bayi.

3. Defisit pengetahuan b.d penyebab, perjalanan dan penanganan postpartum blues.


a. Berikan pendidikan kesehatan tentang postpartum blues pada ibu dan
keluarga.
4. Perubahan peran sebagai orang tua b.d pengaruh komplikasi fisik dan emosional.
a. Berikan waktu untuk berinteraksi antara ibu dan bayi segera setelah proses
kelahiran dan kondisi bayi mengijinkan.
b. Berikan lingkungan yang mendukung untuk bertanya dan mengekspresikan
perasaan.
c. Anjurkan lebih cepat dan sering kontak skin-to-skin dan eye-to eye antara
ibu dan bayi
d. Sediakan waktu yang cukup untuk memberikan informasi kepada orang tua
tentang kondisi bayi mereka dan membantu mereka dalam perawatan.
e. Anjurkan orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan bayi. Kembangkan
pendekatan tim untuk mendukung dan memberikan semangat yang positif
terhadap interaksi ibu dan bayi.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dilaksanakan sesuai dengan rencana intervensi yang telah dibuat atau ditetapkan.

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil akhir yang ditetapkan
yaitu meliputi kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan dipertahankan, ibu dan keluarga akan
mengembangkan koping yang efektif, setiap anggota keluarga akan melanjutkan
pertumbuhan dan perkembangan yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham dkk, 2009, Obstetri Williams : Panduan Ringkas Ed.21 , Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.

Cunningham Gary F, 2005, Obstetric Williams Ed.21, Vol.2, Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta.

Helen varney dkk, 2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ED.4 Vol,2 , Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.

02 November 2010. http://www.pikirdong.org/psikologi/

Anda mungkin juga menyukai