SKRIPSI
Oleh
ANA ROSMILA
NIM 1514015017
Sastra Indonesia S1
SKRIPSI
Oleh
ANA ROSMILA
NIM 1514015017
Sastra Indonesia S1
i
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
keluargaku,
sahabat-sahabatku,
v
RIWAYAT HIDUP
vi
ABSTRAK
Rosmila, Ana. 2019. Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Kanvas karya
Bintang Purwanda: Kajian Psikologi Sastra. Skripsi. Program Studi
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman.
Pembimbing I: Dra. H. Endang Dwi S., M.Si.; Pembimbing II: Norma
Atika Sari, M.Hum.
Skripsi ini membahas kepribadian tokoh utama dalam novel Kanvas karya
Bintang Purwanda dengan kajian psikologi sastra. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan fakta cerita, struktur kepribadian tokoh utama, dan tipe kepribadian
tokoh utama dalam novel Kanvas karya Bintang Purwanda.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif
dan termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan. Data dalam penelitian ini berupa
kata, frasa, kalimat yang diperoleh dari novel Kanvas karya Bintang Purwanda.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik baca dan catat. Teknik
analisis data menggunakan analisis kualitatif yang terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu
reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama fakta cerita dalam novel
novel Kanvas karya Bintang Purwanda terdiri atas alur, tokoh penokohan, dan latar.
Alur dalam novel adalah alur maju. Tokoh dalam novel ini yang mempunyai peranan
sebagai tokoh utama adalah Qayyima Salimah. Latar dalam novel berada di Jakarta.
Waktu penceritaan terjadi ketika pagi Qayyima bersekolah, sore berdagang lukisan,
petang berbakti kepada ayahnya, malam ia beribadah, dan melukis hingga terbit fajar.
Latar sosial dalam novel adalah toleransi antara umat beragama. Kedua, dorongan id
pada diri Qayyima ditandai ketika ia ingin bertemu dengan ibunya, ingin terlepas dari
kemiskinan, ingin makan, dan ingin menjadi guru lukis terkenal. Respons ego
ditandai ketika Qayyima bermimpi bertemu dengan ibunya, keputusan untuk bekerja,
keputusan menerima makanan, dan keputusan menerima tawaran wawancara.
Respons superego ditandai ketika Qayyima ikhlas menerima kepergian ibunya, sabar
menerima kenyataan, pertimbangan menerima makanan, dan pertimbangan menerima
tawaran wawancara. Ketiga, dari analisis kepribadian Qayyima, ditemukan tipe
phlegmatis dalam dirinya, yaitu sabar, tidak mudah terpengaruh, sukar marah,
memiliki ingatan yang baik, serta mampu berdiri sendiri tanpa banyak bantuan orang
lain.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel
Kanvas karya Bintang Purwanda: Kajian Psikologi Sastra”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada
Skripsi ini terselesaikan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak.
Mulawarman.
2. Dahri D., S.S, M.Hum. Ketua Program Studi Sastra Indonesia, Universitas
Mulawarman.
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Budaya, khususnya dosen Program Studi Sastra
kandung Zainudin Haris, Lutfi Aziz, Ayu Lestari, dan Nindya Cahya Mentari
viii
8. Sahabat dan rekan seperjuangan tercinta yang tiada henti memberikan
11. Teman organisasi Beasiswa KSE (Karya Salemba Empat) tahun 2017-2018.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk orang lain dan terutama bagi
penulis sendiri. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih untuk
Ana Rosmila
NIM 1514015017
ix
DAFTAR ISI
x
2.3 Kerangka Pikir .................................................................................................. 27
2.4 Definisi Konseptual .......................................................................................... 29
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
dimaksud bisa saja datang dari diri pengarang maupun orang lain, yang kemudian
diolah sebagai bahan cerita sehingga melahirkan sebuah karya sastra. Karya sastra
dengan manusia itu sendiri, baik dengan dirinya maupun orang lain.
Salah satu bentuk karya sastra yaitu novel. Novel menceritakan kehidupan
seseorang dengan menampilkan tokoh dan penokohan serta latar di dalamnya. Dalam
tokohnya, baik tokoh utama, lawan, maupun tambahan. Tokoh-tokoh dalam novel
memiliki karakter yang berbeda-beda, baik tokoh utama maupun tokoh lainnya.
pembaca dalam membedakan antara tokoh utama dan tokoh tambahan, tokoh baik
maupun buruk.
1
2
membuat para pembaca tidak merasa bosan, dan dapat merasakan ketegangan-
ceritanya, sehingga rasa ingin tahu atau penasaran pembaca semakin besar. Dengan
Pada dasarnya, novel berkaitan dengan masalah sosial dan sebagai potret
kenyataan sosial yang tidak terlepas dari kepandaian seorang pengarang dalam
mengekplorasikan idenya, sehingga isi cerita dapat dilihat baik maupun buruknya
melalui interpretasi pembaca. Misalnya, novel-novel religi yang sering atau banyak
ditemukan dan menjadi best seller bukan berarti novel tersebut jauh dari nilai negatif
atau keseluruhan mengandung nilai positif, itu semua kembali pada pemahaman dan
suatu karya.
Salah satu penulis produktif yang menulis novel religi, yaitu Bintang Purwanda.
Lahir di Bekasi, 21 September 1991. Motto Bintang dalam menulis sederhana, yakni:
“Aku tidak akan pernah berhenti menggaris pena, selama masih ada tangan di raga
bernuansa Islami, antara lain: cerpen Ramadhan Mubarak (2008), Tutur Mawar
(2013), Mata Masa: Aku Melihatmu dari Sini (2013), dan novel Kanvas (2015).
Novelnya yang terbit di tahun 2015, dan sekaligus menjadi objek dalam penelitian ini
3
terkandung ajaran agama yang sesuai syariat Islam tanpa meninggalkan segi
suku, dan golongan. Tokoh dalam novel ini cukup unik dan menarik, sehingga
intensitas penokohan dalam novel ini dititik fokuskan pada tokoh utama yang
Novel Kanvas karya Bintang Purwanda adalah novel yang mengisahkan tentang
perjuangan seorang gadis SMA bernama Qayyima yang harus menempuh kerasnya
hidup. Sejak ibunya meninggal, ia harus mulai memahami banyak hal tentang
kehidupan yang diperoleh dari nasihat dan kisah masa lalu. Kepergian ibunya
tulang punggung bagi keluarga. Bayangan ayahnya yang sedang sakit dan ketiga
kehilangan, ayah. Ia merasa rindu sekali berada pada suatu masa di mana ia
merasakan kebahagiaan, kasih sayang dari ibu dan ayahnya. Setelah hidup
Namun, jika ada satu hal yang selalu diyakini Qayyima, itu adalah bahwa hidup
Oleh karena itu, pemilihan Novel Kanvas didasari oleh kepribadian tokoh
utama yang konsisten dari awal hingga akhir cerita. Isi cerita yang memuat kisah
religiusitas, artinya terdapat nilai-nilai Islami yang tercermin lewat perilaku juga
kehidupan melalui sosok Qayyima, bahwa semua manusia pasti pernah menghadapi
masalah dalam hidupnya. Semangat, gigih, optimis, dan sabar adalah sikap yang
Selain itu, setiap orang menginginkan hal yang terbaik dalam hidupnya, seperti selalu
berkecukupan dan bahagia, tetapi hal itu bukanlah sebuah keberuntungan, melainkan
Tokoh Utama dalam Novel Kanvas karya Bintang Purwanda” yang berfokus pada
kepribadian tokoh utama bernama Qayyima dengan kajian psikologi sastra, yaitu
cerita (alur, tokoh, dan latar), struktur kepribadian tokoh utama (id, ego, dan
superego), dan tipe kepribadian tokoh utama (koleris, melankolis, phlegmatis, dan
sebagai berikut:
Bintang Purwanda?
3. Bagaimana tipe kepribadian tokoh utama dalam novel Kanvas karya Bintang
Purwanda?
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari
Bintang Purwanda.
6
sastra. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pemantik untuk penelitian
tentang perjuangan dan semangat dalam menjalani hidup. Pembaca dapat menerapkan
dan mengaplikasikan sikap dan perilaku positif seperti yang tercermin pada tokoh
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan. Latar belakang berisi alasan atau hal yang
permasalahan yang akan diteliti yaitu kepribadian tokoh utama. Tujuan penelitian
berisi tujuan dilakukannya penelitian yang sejalan dengan rumusan masalah. Manfaat
dalam penelitian.
7
Bab ini berisikan kajian pustaka, uraian teori yang digunakan, kerangka pikir,
dan definisi konseptual. Kajian pustaka berisi paparan penelitian sebelumnya yang
memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan. Uraian teori berisi teori
yang relevan sebagai landasan dalam penelitian yang dilakukan, meliputi teori novel,
struktur kepribadian, dan tipe kepribadian. Kerangka pikir berisi kerangka konsep
Bab ini berisikan jenis penelitian, pendekatan penelitian, data dan sumber data,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Jenis penelitian merupakan
memandang objek kajian sehingga dapat menjawab permasalahan. Data dan sumber
data merupakan bagian yang menguraikan dengan jelas jenis data yang akan
dikumpulkan, dan dari mana data diperoleh. Teknik pengumpulan data menguraikan
metode dan langkah yang digunakan dalam proses pengumpulan data. Teknik analisis
data merupakan upaya atau cara mengolah data menjadi informasi, meliputi reduksi
Bab ini berisikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan, inti dari penelitian
yang berisikan analisis data yang sesuai dengan rumusan masalah. Bab ini memuat
gagasan peneliti yang terkait dengan apa yang telah dilakukan dan apa yang diamati,
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang berisi simpulan dan saran. Simpulan
LANDASAN TEORI
Freud dan novel sebagai objeknya. Adapun penelitian sebelumnya yang dianggap
relevan dengan penelitian ini, antara lain: Kristin Susanti (2018), Khoiriyatul Fajriyah
Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Gelombang karya Dewi Lestari Kajian
Psikologi Sastra. Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimana tokoh
dan penokohan; (2) kepribadian tokoh utama; dan (3) faktor yang memengaruhi
kepribadian tokoh utama dalam novel. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
permasalahan yang tidak biasa diatasinya. Tokoh ditekan untuk harus menggantikan
9
10
Tokoh Utama Wanita dalam Novel Alisya Karya Muhammad Makhdlori Kajian
tokoh utama dan faktor perubahan kepribadian dalam novel. Teknik yang digunakan
diri Alisya ditandai ketika ia ingin terlepas dari kemiskinan, ingin menjadi model
terkenal, ingin istirahat, ingin mati, dan ingin makan. Respon ego ditandai ketika
untuk tetap menerima ajakan Sandy pergi ke peseta yang diadakan di Singapura.
telanjang atau tidak. Analisis kepribadian Alisya ditemukan pula faktor perubahan
Kepribadian pada Tokoh Utama dalam Novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah
Membenci Angin karya Tere Liye dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di
SMA. Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimana tipe kepribadian tokoh
utama dalam novel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
deskriptif analitik. Penelitian ini diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia kelas XII semester ganjil. Peserta didik belajar bagaimana cara
menganalisis sifat-sifat tersebut dan mengaitkan unsur intrinsik yang satu dengan
yang lain. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kepribadian tokoh utama Tania
11
perfeksionis, dan keras kepala. Selain memiliki kepribadian melankolis, Tania juga
memiliki tiga kepribadian lainnya, yakni phlegmatis (pengamat), koleris (tidak sabar),
sebelumnya, antara lain:(1) menggunakan kajian psikologi sastra; (2) jenis penelitian
teknik baca dan catat; dan (5) mengungkap kepribadian tokoh utama. Sedangkan
perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek dan
analisis yang dilakukan, sesuai dengan rumusan masalah. Rumusan masalah yang
pertama, yakni menganalisis fakta cerita (alur, tokoh, dan latar) terlebih dahulu
Kemudian setelah mencari fakta cerita akan dilanjutkan dengan menganalisis struktur
kepribadian tokoh utama (id, ego, dan superego), serta mengungkap tipe kepribadian
2.2.1 Novel
Novel biasanya berisi tentang percintaan, keagamaan, sosial dan politik yang
mencerminkan masyarakat tertentu. Secara harfiah, novel berasal dari bahasa Italia
novella yang berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai
cerita pendek dalam bentuk prosa. Istilah novella mengandung pengertian yang sama
dengan novelette dalam bahasa Inggris, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang
panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek (Abrams
Novel dibagi menjadi dua jenis, yaitu novel populer dan novel serius. Novel
populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak memiliki penggemar,
dan mengikuti zaman, seperti percintaan dan persahabatan. Novel populer tidak
hakikat kehidupan. Sebab, jika demikian halnya, novel populer akan menjadi berat
dan berubah menjadi novel serius. Sedangkan, novel serius tidak bersifat mengabdi
kepada selera pembaca, dan pembaca novel jenis ini tidak begitu banyak. Untuk
membaca novel serius, pembaca perlu daya konsentrasi yang tinggi atau menuntut
kehidupan yang kompleks, seperti hubungan sosial, maut, ketuhanan, takut, dan
untuk memberikan gambaran dan pengalaman yang berharga bagi pembaca, sehingga
pembaca dapat merenungi dan mengambil hal positif atas permasalahan tersebut
(Nurgiyantoro, 2013:16-20).
tiga bagian: fakta, tema, dan sarana pengucapan (sastra). Fakta dalam sebuah cerita
meliputi alur, tokoh dan penokohan, serta latar. Ketiganya merupakan unsur fiksi
yang secara faktual dapat dibayangkan peristiwa dan eksistensinya dalam sebuah
novel. Oleh karena itu, ketiganya dapat pula disebut sebagai struktur faktual dan
tingkatan faktual sebuah cerita. Ketiga unsur tersebut harus dipandang sebagai satu
kesatuan dalam rangkaian keseluruhan cerita, bukan sebagai sesuatu yang berdiri
2.2.2.1 Alur
sehingga menjadi satu-kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Menurut Tasrif (melalui
Nurgiyantoro, 2013:149-150), struktur umum alur dalam karya sastra prosa, adalah:
tahap peningkatan konflik (rising action), tahap klimaks (climax), dan tahap
penyelesaian (denouement).
14
bagian, yaitu (1) alur maju (jalan progresif), yaitu dari tahap awal, kemudian
pertengahan atau puncak konflik, hingga tahap akhir cerita; (2) alur mundur (jalan
regresif), yaitu bertolak dari akhir cerita, menuju pertengahan atau konflik, kemudian
berakhir di tahap awal cerita. Peristiwa, konflik, dan klimaks merupakan tiga unsur
yang amat esensial dalam pengembangan sebuah alur cerita. Eksistensi alur sangat
ditentukan oleh tiga unsur tersebut. Demikian pula halnya dengan masalah kualitas
2.2.2.2 Tokoh
peristiwa atau berkelakuan di berbagai peristiwa pada sebuah cerita. Pada umumnya
tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang
mengembangkan peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu menjalin sebuah
cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan
2014:34).
fiksi dapat dibedakan dalam beberapa jenis. Perbedaan sudut pandang dan tinjauan,
tokoh dapat dikategorikan ke dalam jenis penamaan, yakni tokoh utama dan tokoh
15
tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam sebuah fiksi, baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh yang paling banyak
diceritakan dan penentu perkembangan plot secara menyeluruh. Tokoh utama dalam
fiksi, mungkin saja lebih dari satu orang, walaupun kadar keutamaannya tidak selalu
tambahan merupakan tokoh pendukung atau sebagai pelengkap saja dalam cerita
Santosa, 2011:3).
2.2.2.3 Latar
Latar atau setting dalam sebuah cerita fiksi dibedakan dalam tiga unsur
permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, ketiga unsur itu
pada kenyataannya saling berkaitan dan saling memengaruhi satu dengan yang lain.
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial menunjuk
pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat dan
status sosial tokoh di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, berupa
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir,
Menurut Wellek dan Warren (2016:81), psikologi sastra adalah telaah karya
sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Sastra sebagai
2008:11).
sama halnya dengan mempelajari manusia dari sisi dalam. Daya tarik psikologi sastra
adalah pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Tidak hanya jiwa sendiri
yang muncul dalam sastra, tetapi juga bisa mewakili jiwa orang lain. Pada dasarnya,
Menurut Ratna (2013:343), ada tiga cara yang dilakukan untuk memahami
hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu: (1) memahami unsur-unsur kejiwaan
fiksional dalam karya sastra, dan (3) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Pada
dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah kejiwaan para tokoh
fiksional yang terkandung dalam karya sastra. Sebab, aspek-aspek kemanusiaan yang
merupakan objek utama psikologis sastra, dan dalam diri manusia itulah, yang
psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tidak langsung dan fungsional.
Tidak langsung, artinya karena baik sastra maupun psikologi memiliki tempat
berangkat yang sama, yakni kehidupan manusia. Psikologi dan karya sastra memiliki
kejiwaan orang lain. Hanya perbedaannya, gejala kejiwaan yang ada dalam karya
psikologi adalah manusia-manusia riil. Namun, keduanya dapat saling mengisi untuk
terdapat kemungkinan apa yang tertangkap oleh sang pengarang belum tentu mampu
Psikologi berasal dari kata Yunani psyche berarti jiwa dan logos yang berarti
ilmu. Psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah
perasaan, dan tingkah laku seseorang yang menampilkan cara ia beradaptasi dalam
bahwa kepribadian mengacu pada pola karakteristik perilaku dan pola pikir penilaian
berada di luar sadar, yang membuat struktur berpikir diwarnai oleh emosi. Mereka
simbolis dan pikiran yang paling mendalam dari orang tersebut. Pengalaman masa
kecil bersama orang tua juga telah membentuk kepribadian kita. Anggapan tentang
mengenai tingkah laku manusia. Karya-karya sastra, sejarah, dan agama bisa
psikologi kepribadian mendorong individu agar dapat hidup secara utuh dan
lingkungan psikologis.
sastra. Seorang keturunan Yahudi, lahir di Austria pada tahun 1856 dan meninggal
ditemukan oleh Freud sekitar tahun 1890-an, dan mulai menjadi disiplin ilmu sekitar
mental manusia. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan
konstribusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia selama ini (Minderop,
2013:11). Dari beberapa tokoh psikologi, seperti Jung, Adler, Freud, dan Brill
memberikan inspirasi yang banyak tentang pemecahan misteri tingkah laku manusia
melalui teori-teori psikologi. Akan tetapi, diantara mereka, Freudlah yang secara
langsung berbicara tentang proses penciptaan seni sebagai akibat tekanan dan
Sastra, dikatakan bahwa psikoanalisis merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang
melandasi psikoanalisis adalah bahwa manusia hampir dikuasai oleh batinnya. Sastra
sebagai ekspresi batin. Maka, pemahaman sastra dari sisi psikoanalisis akan berusaha
Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga sistem atau aspek. Ketiga sistem atau
aspek kepribadian itu dikenal sebagai id, ego, dan superego yang bekerja sama untuk
Freud membagi struktur kepribadian ke dalam tiga sistem atau aspek, yaitu id,
ego, dan superego. Perilaku seseorang merupakan hasil interaksi antar ketiga sistem
tersebut.
Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem asli dalam kepribadian, dari
sini aspek kepribadian yang lain tumbuh. Id merupakan penyedia dan penyalur energi
menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar seperti kebutuhan: makan, seks
menolak rasa sakit atau tidak nyaman. Menurut Freud, id berada di alam bawah sadar,
tidak ada kontak dengan realitas. Cara kerja id berhubungan dengan prinsip
ketidaknyamanan.
yang bersifat bawaan, seperti: bersin, dan berkedip. Melalui refleks, ketegangan
(perasaan tidak nyaman) dapat direduksi dengan segera. Proses Primer merupakan
21
aktivitas yang akan menghilangkan ketegangan tersebut. Misalnya: pada saat lapar
kepribadian manusia yang mendorong diri untuk selalu memuaskan diri, dan dalam
memuaskannya id berusaha untuk selalu menolak rasa sakit atau rasa tidak nyaman.
Oleh sebab itu, diperlukan sistem lain yang dapat merealisasikan imajinasi id menjadi
dan alam bawah sadar. Ego merupakan sebuah hasil dari pertimbangan superego yang
berupa tindakan atau upaya yang dilakukan seseorang untuk memenuhi tuntutan id.
Ego berpegang pada prinsip kenyataan atau prinsip realitas (reality principle). Ego
terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dari dunia luar.
Sebagai satu-satunya area pikiran yang berinteraksi dengan dunia luar, ego berperan
sebagai pengambil keputusan atau cabang eksekutif dari kepribadian. Adapun proses
yang dimiliki dan dijalankan ego sehubungan dengan upaya memuaskan kebutuhan
atau mengurangi tegangan oleh individu adalah proses sekunder (secondary process).
mengujinya (biasanya dengan suatu tindakan). Contoh orang yang sedang lapar, maka
bisa diterapkan bahwa ego sebagai penunjuk atau pengarah pada orang yang sedang
lapar ini untuk makan. Artinya, menurut petunjuk ego orang yang sedang lapar
tersebut akan berpikir bahwa tegangan yang dirasakan akibat lapar hanya bisa diatasi
dengan jalan memakan makanan (Suryabrata, 2006:147). Tugas ego memberi tempat
keputusan. Id dan ego tidak memiliki moralitas karena keduanya tidak mengenal nilai
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ego adalah aspek kepribadian yang terletak di
antara alam sadar dan alam bawah sadar. Ego merupakan sebuah hasil dari
pertimbangan superego yang berupa tindakan atau upaya yang dilakukan seseorang
sadar dan sebagian lagi di bagian tak sadar. Superego adalah aspek sosiologi
masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya lewat perintah-
kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu benar atau salah, pantas atau
tidak, susila atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat.
Superego berisikan dua hal, ialah conscientia dan Ich-ideal. Conscientia menghukum
23
orang dengan memberikan rasa dosa, sedangkan Ich-ideal menghadiahi orang dengan
rasa bangga akan dirinya. Superego dalam hubungannya dengan ketiga aspek
dan agresif, karena dalam perwujudannya sangat ditentang oleh masyarakat, (2)
mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis daripada yang realistis,
(3) mengejar kesempurnaan. Superego cenderung untuk menentang baik ego dan id
dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal (Suryabrata, 2006: 127-128).
bagian sadar dan sebagian lagi di bagian tak sadar. Superego adalah sistem
sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik ego. Superego juga
mengacu pada moralitas kepribadian. Superego sama halnya dengan hati nurani yang
tuntutan idnya.
Empedokles, yang menganggap bahwa alam semesta beserta isinya ini tersusun dari
empat unsur dasar yaitu: tanah, air, udara, dan api; dengan sifat-sifat yang
24
didukungnya yaitu: kering, basah, dingin, dan panas. Dengan empat unsur dan sifat
empat macam sifat tersebut yang didukung oleh keadaan konstitusional yang berupa
cairan-cairan yang ada dalam tubuh seseorang, yaitu: (1) sifat kering terdapat dalam
chole (empedu kuning), (2) sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam),
(3) sifat dingin terdapat dalam phlegma (lendir), (4) sifat panas terdapat dalam
sanguis (darah). Keempat cairan tersebut ada dalam tubuh dengan proporsi tertentu.
Apabila cairan-cairan dalam tubuh seseorang tersebut berada dalam proporsi selaras
(normal), maka orang tersebut dikatakan normal atau sehat. Namun apabila
empat macam cairan, yaitu: (1) chole, (2) melanchole, (3) phlegma, (4) sanguis, dan
bahwa cairan-cairan tersebut adanya dalam tubuh manusia secara teori dalam
proporsi yang seharusnya maka akan mengakibatkan adanya sifat-sifat kejiwaan yang
khas. Sifat-sifat kejiwaan yang khas ada pada seseorang sebagai akibat daripada
dominannya salah satu cairan badaniah itu oleh Galenus disebut temperamen. Jadi,
dengan dasar pikiran yang telah dikemukakan itu sampailah Galenus kepada
penggolongan manusia menjadi empat tipe temperamen, beralas pada dominasi salah
1. Koleris
terhadap dirinya sendiri dan tidak perlu bergantung pada orang lain.
2. Melankolis
3. Phlegmatis
ingatan yang baik, serta mampu berdiri sendiri tanpa banyak bantuan
orang lain.
4. Sanguinis
dalam menentukan arah penelitian. Kerangka pikir diperlukan dalam penelitian agar
tetap fokus pada kajian yang akan diteliti. Oleh karena itu, diperlukan alur dalam
Penelitian ini mengambil objek, yaitu novel Kanvas karya Bintang Purwanda
yang terbit pada tahun 2015. Penelitian ini mendeskripsikan kepribadian tokoh utama
dalam novel dengan kajian psikologi sastra, lebih khususnya menggunakan teori
mencari struktur kepribadian dan tipe kepribadian tokoh, diperlukan teori fakta cerita
sebagai teori pendukung dan sekaligus menjadi langkah awal dalam menganalisis
penelitian ini, ada tiga bagian penting yang dicari dalam penguraian analisis
kepribadian tokoh utama, yaitu (1) fakta cerita (alur, tokoh dan latar); kemudian
dilanjutkan dengan (2) struktur kepribadian tokoh utama (id, ego dan superego); dan
(3) tipe kepribadian tokoh utama (koleris, melankolis, phlegmatis, dan sanguinis).
Selanjutnya, akan ditemukan hasil atau temuan yaitu kepribadian tokoh utama dalam
novel Kanvas karya Bintang Purwanda. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
bagan berikut.
28
Novel Kanvas
Karya Bintang Purwanda
Psikologi
Sastra
Kepribadian
Tokoh Utama
Struktur Tipe
Fakta Cerita Kepribadian Kepribadian
Koleris
Alur Id Melankolis
Tokoh Ego Plegmatis
Latar Superego Sanguinis
Hasil/Temuan
29
kesalahan pemahaman dalam menafsirkan istilah yang berkaitan dengan judul atau
kajian penelitian. Berikut istilah penting yang menjadi poin utama dalam penelitian
1. Novel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah novel Kanvas karya
Bintang Purwanda tahun 2015 penerbit Bentang Pustaka yang akan dikaji
penggambaran yang terlihat pada tingkah laku tokoh Qayyima dalam novel
3. Psikologi sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kajian sastra
METODE PENELITIAN
mempergunakan sumber tertulis untuk memperoleh data. Dalam penelitian ini sumber
tertulis yang digunakan adalah novel Kanvas karya Bintang Purwanda. Penelitian ini
berusaha menggambarkan kepribadian tokoh utama dalam novel yang menjadi objek
kajian.
menjelaskan tentang sesuatu hal seperti apa adanya. Dengan kata lain, dilakukannya
dengan media kata-kata (bahasa) atas segala informasi data yang dalam penelitiannya
menempuh tahap-tahap berupa penyediaan data, klasifikasi data, analisis data serta
mengenai fakta cerita, struktur kepribadian, dan tipe kepribadian tokoh utama dalam
30
31
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kata, frasa, dan kalimat yang
terdapat di dalam novel Kanvas karya Bintang Purwanda. Contoh bentuk data dalam
penelitian ini berupa kepribadian tokoh utama, seperti: id (kebutuhan manusia yang
mendasar, misalnya: makan, minum dan tidur), ego (bersikap dan mengambil
sumber data dalam penelitian ini adalah novel Kanvas karya Bintang Purwanda
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik
baca dan catat. Teknik baca sebagai langkah awal untuk memahami isi dari sumber
data. Sedangkan teknik catat untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan
masalah yang akan dicari pemecahannya, kemudian hasil yang diperoleh dicatat
(Sudaryanto, 1993:49). Data dalam penelitian ini dibaca dengan saksama untuk
menentukan fakta cerita (alur, tokoh, latar), struktur kepribadian tokoh utama (id,
ego, dan superego), dan tipe kepribadian (koleris, melankolis, phlegmatis, dan
sanguinis).
32
data yang berkaitan dengan rumusan masalah; (2) mengidentifikasi dan menandai
bagian-bagian tertentu pada novel Kanvas karya Bintang Purwanda yang merupakan
data penting dalam penelitian; (3) mencatat hasil identifikasi data berupa kata, frasa,
urutan tata kerja atau tahap-tahap kegiatan yang ditempuh untuk menyusun penelitian
Reduksi data adalah proses awal menelaah data yang dihasilkan dengan cara
melakukan pengujian data dalam penelitian. Pada tahap ini, menentukan secara ulang
dalam kategori yang sesuai dengan instrumen penelitian yang telah dibuat. Dari data
tersebut dapat dipastikan mana data yang terkait dan mana data yang tidak terkait
yang telah disortir kemudian dianalisis menggunakan teori yang berhubungan dengan
penelitian. Proses ini berlanjut hingga penelitian ini selesai. Adapun proses penyajian
data yang dilakukan, yaitu: (1) menganalisis data fakta cerita (alur, tokoh, latar)
dalam novel Kanvas karya Bintang Purwanda; (2) menganalisis data struktur
kepribadian yang berupa id, ego, dan superego dalam novel Kanvas karya Bintang
Purwanda. Dari proses tersebut diketahui kepribadian tokoh utama yang terefleksi
dalam novel, yang merupakan hasil interaksi dari ketiga sistem tersebut; (3)
menganalisis data tipe kepribadian yang berupa koleris, melankolis, phlegmatis, dan
sanguinis dalam novel Kanvas karya Bintang Purwanda, sehingga dapat diketahui
membuat simpulan tentang kepribadian tokoh utama Qayyima dalam novel Kanvas
4.1.1.1 Analisis Data Fakta Cerita Novel Kanvas Karya Bintang Purwanda
Fakta dalam sebuah cerita memiliki tiga unsur yang saling berhubungan.
Unsur pertama, alur atau plot adalah struktur peristiwa yang terjadi dalam novel.
Unsur kedua, tokoh dan penokohan berfungsi untuk mengetahui karakter yang
terdapat dalam novel. Unsur ketiga, latar adalah penggambaran mengenai tempat,
waktu dan sosial dalam novel. Berikut penjelasan mengenai tiga unsur fakta cerita
1. Alur
terdapat dalam novel Kanvas karya Bintang Purwanda adalah alur maju. Alur maju
peristiwa pertama diikuti peristiwa kedua, dan seterusnya. Cerita umum dimulai dari
tahap awal, tengah, hingga tahap akhir. Novel Kanvas karya Bintang Purwanda
menceritakan tokoh utama tentang kehidupan dari dimulainya cerita sampai akhir
cerita, ditandai oleh cerita yang bermula dari kehidupan dan keseharian Qayyima.
34
35
dibagi menjadi lima bagian, yaitu: (a) tahap situation (penyituasian), (b) tahap
konflik), (d) tahap climax (puncak masalah), (e) tahap denoument (penyelesaian).
Berikut uraian tahapan alur dalam novel Kanvas karya Bintang Purwanda.
a. Tahap Penyituasian
Pada tahap awal ini berisi perkenalan mengenai informasi penting yang
berkaitan dengan berbagai hal yang akan diceritakan. Pada tahap ini juga
dipergunakan untuk memperkenalkan tokoh cerita, latar tempat, dan waktu kejadian.
Berikut tahap awal dari novel Kanvas yang berkaitan dengan unsur pelataran dan
perkenalan tokoh.
kebisingan dan terpapar polusi udara. Dalam hal ini, pengarang menceritakan sebuah
latar tempat sebagai tahap awal atau pembuka cerita, seperti apa kondisi dan suasana
yang sebenarnya terjadi di kota itu, selanjutnya akan diperkenalkan tokoh-tokoh yang
tingkat kebisingan bukanlah masalah baru lagi, dan hampir setiap hari terjadi.
Terlebih apabila ada sekolah yang memang berdekatan letaknya dengan jalan besar,
akibatnya membuat kawasan sekolah tersebut menjadi tidak tenang. Hal itu terjadi
dengan Qayyima Salimah, tokoh utama dalam novel yang diceritakan bersekolah di
SMA Khidmat negeri. Berikut kutipan yang menjelaskan tentang sosok tokoh utama
awal novel Kanvas menceritakan kondisi latar Ibu Kota Jakarta yang begitu ramai.
Kemudian diteruskan dengan tempat kejadian cerita yaitu di SMA Khidmat negeri,
Tahap pemunculan konflik adalah tahap awal terjadinya konflik dan peristiwa,
dan konflik itu sendiri akan berkembang dan dikembangkan menjadi konflik pada
tahap berikutnya. Dalam tahap ini menceritakan bagaimana perjuangan orang tua
dalam membesarkan anak. Hal itu membuat tokoh utama dalam novel Kanvas
Qayyima rindu senyum ayahnya. Ia tak sabar ingin cerita akan apa yang ia
alami seharian ini. Ia tak sabar ingin menyuapi sang ayah dengan cuilan
bakpao hangat yang berasal dari tetes peluhnya sendiri. Ia ingin membuat
ayahnya kembali tersenyum malam ini (Purwanda, 2015:54).
…
Anak itu mengusap dahi sang ayah yang dibasahi titik-titik keringat,
kemudian menyisir rambutnya yang memutih dengan sela-sela jarinya.
Baktinya kini mungkin takkan pernah terbandingkan dengan apa yang
ayahnya lakukan untuknya dulu (Purwanda, 2015:58).
sederhana seperti membelikan makanan, mengusap dahi, dan menyisir rambut sang
ayah, telah menunjukkan bahwa memang Qayyima menyayangi ayahnya, karena rasa
sayang bagi Qayyima tidak selalu harus terlihat tetapi cukup untuk dapat dirasakan
oleh orang yang ia sayangi. Hal tersebut dapat juga dicermati pada kutipan berikut.
orang tuanya sangat besar. Bagi Qayyima orang tua adalah hal yang tidak tergantikan.
Perjuangan orang tua dalam merawat dan mendidik Qayyima membuat diri Qayyima
mencintai orang tuanya. Qayyima sadar bahwa ia hidup di dunia juga berkat orang
tuanya. Orang tua yang sudah melahirkan juga mendidiknya hingga sekarang.
Baktinya yang ia lakukan sekarang tidak sebanding dengan apa yang orang tuanya
lakukan untuknya dulu, dan pesannya untuk Qayyima yaitu untuk selalu berbuat baik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan
cerita semakin mencekam dan menegangkan. Keadaan ini melukiskan tentang batin
Qayyima terhadap kecintaannya kepada orang tuanya. Hal itu terlihat pada kutipan
berikut ini.
“Inikah surga?” batin Qayyima. Ia takkan mau bangun lagi untuk kembali ke
dunia. Ibundanya di sini, di hadapannya, sudah cukup. Ia ingin abadi di sini.
Bunda…, panggil Qayyima. Dadanya sesak oleh cinta. Sang ibunda
tersenyum manis kepadanya, kemudian mengelus-elus jilbabnya yang sangat
halus (Purwanda, 2015:76).
Dari kutipan di atas, diceritakan tentang kerinduan anak akan sosok seorang
ibu. Qayyima sekarang sudah tidak memiliki ibu, yang dia miliki sekarang adalah
“Ima nggak tahu lagi kapan bisa kayak gini lagi, Bunda… Ima nggak mau
Bunda pergi. Ima lelah…” ia sesenggukan dengan napas yang putus-putus.
“Sepeninggal Bunda, Ima harus menghidupi Shabira, Zhafira, Rahma, dan
Ayah yang sedang sakit keras. Ima, Ayah, dan adik-adik semuanya kangen
Bunda…”
…
“Ima sayang, setelah mengeluh begitu, lalu apakah Ima akan terus mengeluh
tentang hidup, padahal hidup akan terus bergulir tanpa menghiraukan
keluhanmu? Apakah Ima akan terus berkata tentang kerapuhan jiwamu,
sedangkan satu-satunya yang bisa menegakkan jiwamu kembali adalah dirimu
sendiri? Berkacalah, Sayang, lihat ke dalam dirimu sendiri… lihatlah
(Purwanda, 2015:77).
memikirkannya setiap saat dan sangat merindukan kasih sayangnya. Hal itu dapat
apa yang telah ia jalani selama ini, tetapi di sisi lain justru ia menyadari apa yang
d. Tahap Klimaks
intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang
berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Pada tahap ini
terlihat bahwa Qayyima mulai mencemaskan keadaan ayahnya. Setiap kali pergi
sahabatnya, Qayyima cemas. Kecemasan itu ternyata berasal dari kondisi rumahnya
Di luar sedang riuh orang-orang kampung yang kalang kabut, beberapa dari
mereka belarian masuk ke kompleks perumahan, berteriak-teriak panik
memekik.
“Kebakaran! Kebakaran!”
Qayyima terperangah. Yang ada di dalam pikirannya adalah ayah dan ketiga
adiknya (Purwanda, 2015:166).
Dari kutipan di atas terlihat kecemasan yang dialami Qayyima dengan kondisi
ayah dan adik-adiknya saat kebakaran terjadi. Dia takut jika orang yang disayanginya
ikut terbakar.
ketika seseorang menyebutkan kalimat yang tak ingin ia dengar. Hal itu terlihat pada
kutipan berikut.
41
kebakaran tersebut. Akibat dari kebakaran yang melanda rumah Qayyima, ia harus
e. Tahap Penyelesaian
Konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri.
Tahap ini berkesesuaian dengan tahap akhir. Pada bagian akhir atau klimaks novel
Kanvas diceritakan titik balik dari nasib Qayyima yang dulu menderita akhirnya
sekarang menjadi lebih baik. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
Qayyima tak lagi tersedu, ia kini jauh lebih tangguh. Tangis takkan bisa
menghidupkan ayahnya kembali. Ia menunduk, dan memohon ampunan dan
rahmat bagi ayahnya yang tercinta, meminta kelapangan untuknya di alam
kubur, agar diterangi senantiasa hingga hari akhir menjelang (Purwanda,
2015:239).
Mengalami kehilangan memang bukanlah hal yang mudah, dan kesedihan akan
menghampiri. Namun, Qayyima mengerti bahwa kesedihan dan tangisan tidak akan
bisa membuat orang yang ia sayang kembali kepadanya. Baginya, kepergian ayahnya
itu dijadikan dorongan semangat untuk bangkit dari keterpurukan yang selama ini ia
Qayyima kini berada di kawasan kota tua, Jakarta. Ahad pagi di sini selalu
menyenangkan. Udara pagi masih sepoi, matahari tak begitu terik. Langit
menghampar begitu jelah. Di depan Museum Fatahillah, memoriam sejarah
terkadang masih bisa terkenang.
42
…
Qayyima sudah mulai berjalan menuju puncak kariernya sebagai pelukis yang
andal. Meskipun lukisannya banyak terbakar saat kebakaran di rumahnya
sekitar setengah tahun lalu, ia tak berhenti melukis. Dengan bantuan Bu Lisa
dan Bu Ratna, Qayyima mulai sedikit demi sedikit bisa rutin menghidupi
ketiga adiknya (Purwanda, 2015:240).
meraih kesuksesan. Inilah yang selama ini diinginkan seperti pada kutipan berikut.
Namun Qayyima sadar harusnya apa yang dia miliki sekarang dapat dinikmati
oleh orang tuanya juga. Meski demikian ayah dan ibundanya sudah tidak bersamanya
lagi, Qayyima masih memiliki adik-adik yang dicintainya untuk berbagi kebahagiaan.
43
terbagi menjadi dua macam, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Penggunaan
pembagian tokoh ini dilihat dari segi peranan atau pentingnya tokoh dalam sebuah
cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga
terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang
hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun dalam porsi
Tokoh utama yang terdapat dalam jalinan cerita novel Kanvas karya Bintang
Purwanda adalah Qayyima Salimah. Sedangkan tokoh tambahan, antara lain: Regina,
Bu Ratna, Bu Lisa, Taufik Haryanto (ayah), Zhafira, Shabira, Rahma, Encik Ling,
Bang Wahid, Pak Mustofa, Pak Ramli, Mpok Dijah, dan Pak RT. Berikut penjelasan
a. Qayyima Salimah
permasalahan kehidupan dalam novel ini, ia berperan sebagai gadis miskin yang ingin
lepas dari kemiskinan yang sedang ia hadapi saat itu. Tokoh ini sering dimunculkan
oleh pengarang dalam tiap bab dan tokoh ini merupakan penggerak konflik cerita.
berikut.
44
Qayyima Salimah nama panjangnya. Gadis berjilbab itu melawan arus yang
mengatasnamakan masa ABG, yang merempuh dari berbagai arah. Jilbab
besar yang ia kenakan bukanlah karena mengikuti organisasi Islam tertentu,
melainkan karena memang semata tunduk atas syariat Allah yang
memerintahkan wanita muslim menjulurkan kain jilbabnya melebihi dada.
…
Banyak yang bilang, wajah Qayyima serupa syarifah keturunan baginda Nabi
Muhammad Saw. Bagaimana tidak, matanya cantik bukan buatan. Bulu
matanya lentik. Alisnya tegas. Hidungnya bangir menggemaskan (Purwanda,
2015:4).
dengan jilbabnya yang besar ia kenakan bukan hanya sebuah identitas untuk
ketaatannya kepada Allah semata. Selain itu, Qayyima digambarkan tidak pernah
lalai dalam menunaikan ibadah shalat wajibnya seperti pada kutipan berikut.
Dari dua kutipan di atas, terlihat perilaku Qayyima selama ini yang setiap sore
dan Magrib sebelum dan sesudah berdagang lukisan tidak lupa untuk menunaikan
shalat wajib. Selain shalat wajib, ada shalat sunah juga yang selalu ia laksanakan. Hal
“Ima, kamu sudah shalatnya? Shalat apa, sih? Kan, shalatmu cuma lima,”
tanya Regina.
“Aku tadi shalat Tahajud, Gin. Shalat Tahajud itu shalat sunah, bukan wajib”
(Purwanda, 2015: 136).
Dari kutipan di atas, terlihat perilaku yang ditunjukkan oleh Qayyima yang
melaksanakan shalat sunah. Shalat sunah adalah sholat yang tidak wajib dikerjakan,
namun jika dikerjakan akan mendapat pahala. Selain itu, Qayyima memiliki sikap
Dari kutipan di atas terlihat perilaku Qayyima yang menunjukkan sikap sabar.
Walaupun rumahnya bisa dibilang tidak begitu layak, dengan sabar Qayyima
Dari kutipan di atas terlihat Qayyima dengan sabar merawat ayahnya yang
sakit. Sikap bersyukur juga ditunjukkan dalam diri Qayyima seperti kutipan berikut.
“Bilang saja, kamu sedang dapat rezeki, karena ini memang rezeki, kan? Ini
kan hasil kerjamu sendiri, Ima,” Jawab Bu Ratna dengan tersenyum
(Purwanda, 2015: 38).
46
…
“Ia sesenggukan, terdengar seperti orang sesak napas. Betapa Allah sayang
kepadanya. Ia jadi bertambah yakin bahwa rezeki-Nya sangatlah luas, seluas
langit dan bumi.
“Subhana rabiyal-a’la wa bihamdi…” (Purwanda, 2015:47).
Dari dua kutipan di atas terlihat perilaku yang ditunjukkan oleh Qayyima
adalah keadaan bersyukur, dimana bersyukur merupakan ucapan terima kasih kepada
Allah atas pemberian yang sudah diberikan. Dengan segala keterbatasan biaya dan
waktu untuk belajar, ia mampu bekerja demi kebutuhan keluarga dan biaya
sekolahnya. Di tengah waktu yang singkat seperti sepulang sekolah hendak berjualan
sekolahnya, seperti sejarah yang menjadi pelajaran favoritnya dan juga pelajaran
pelajaran di sekolahnya setiap kali berangkat dan pulang sekolah seperti yang
Bersepeda saat berangkat dan pulang sekolah adalah momen refreshing bagi
Qayyima. Letak rumahnya yang jauh hampir sepuluh kilometer dari sekolah,
setidaknya memberi waktu baginya untuk mengulang-ulang pelajaran selagi ia
mengayuh sepedanya. Di atas sepeda, sudah biasa ia rapal hafalan isi buku
yang baru ia pelajari. Perjalanan pulang kini saatnya ia mendaras buku sejarah
yang tadi sudah ia baca di kelas (Purwanda, 2105:16-17).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Qayyima tidak pernah merasa bosan jika
setiap waktunya harus melakukan hal yang sama dan berulang-ulang, karena memang
ia suka aktivitas yang membuatnya tenang dan nyaman. Selain itu, Qayyima adalah
gadis yang cerdas, ia mampu menjadi yang terbaik di kelasnya seperti yang terlihat
Anak itu mungkin siswi pertama yang bisa mengambil hati Pak Ramli. Pak
Ramli mengakui bahwa anak itu memang sangat cerdas dalam mata pelajaran
Sejarah. Pemikirannya smart. Jika tak berlebihan, Qayyima memang seperti
buku Sejarah yang berjalan.
…
Sebenarnya bisa saja jika ada orang yang ingin belajar praktis dengan
Qayyima, yakni Qayyima tinggal bercerita tentang sejarah A sampai Z, hingga
tak ubahnya kaset jernih yang bisa diputar kapan saja. Mungkin cuma
Qayyima yang bisa mencairkan bekunya wajah Pak Ramli yang keras tak
berbelas kasihan. Jadilah, Qayyima satu-satunya orang yang paling dicari
ketika ada tugas mata pelajaran Sejarah (Purwanda, 2015: 91-92).
Selain pintar dalam mata pelajaran sejarah, hobi membaca buku sejarah, ia
pun berbakat dalam melukis. Saat itu Encik Ling meminta dibuatkan sketsa wajahnya
oleh Qayyima dan hasilnya membuat ia kagum. Hal itu dapat dibuktikan pada kutipan
berikut.
Selain Encik Ling, ada seorang ibu yang memiliki ketertarikan atas hasil
lukisan wajah Qayyima, yaitu Bu Ratna yang kebetulan seorang staf di sebuah galeri
seni. Saat itu Bu Ratna sedang membeli siomay Bang Wahid di bawah flyover Ciputat
dan kebetulan ada Qayyima yang sedang berjualan di situ. Hal tersebut dapat
“SAYA baru saja menemukan pelukis hebat. Dia pelukis jalanan, tapi
sentuhannya internasional.” Bu Ratna memulai chatting di Facebook-nya,
mengajak bicara Bu Lisa, pengelola galeri tempatnya bekerja.
…
Qayyima Salimah. Ima.
Anak itu sungguh sudah membuatnya gelisah. Bagaimana tidak, sentuhan
lukisannya sudah seperti apa yang dihasilkan oleh para pelukis dunia. Bu
Ratna merasa tak pantas jika sketsa yang Qayyima lukiskan untuknya cuma
dihargai dua ratus ribu. Bahkan, satu juta pun mungkin sebenarnya jauh dari
layak. Hasil karyanya bernilai lebih daripada itu (Purwanda, 2015:69-70).
Kepandaian Qayyima tidak hanya itu, selain cerdas dan berbakat, Qayyima
juga pandai dalam mengulang hafalan Alquran-nya. Sudah biasa, saat pulang Magrib
Sekali waktu pernah di kelas, saat pelajaran agama para siswa mendapat tugas
untuk menyetor hafalan ayat kepada Pak Mustofa, guru Agama, yang
terhitung “sadis” juga dalam membina siswa-siswinya.
…
Hari itu beliau membahas materi tentang adab-adab pada hari Jumat. Keluar
pula dalil-dalil penguat dan satu set dalil: tiga ayat terakhir Surah Al-Jumu’ah.
Sebelum tugas dikeluarkan secara resmi lewat lisan beliau yang mulia, anak-
anak sudah ribut berbisik-bisik menanyakan kepada Qayyima surah manakah
dalil yang disebut oleh Pak Mustofa. Dan, ketika beliau duduk di kursi setelah
menugasi anak-anak menghafal, Qayyima langsung maju ke depan beliau
untuk menyetorkan hafalannya. Pak Mustofa melongo, hampir tak percaya.
Rupanya masih ada permata di tengah pepasiran apatisme pendidikan anak
negeri.
…
49
anak yang cerdas dan berbakat, dia juga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan
Seperti biasa, jadwal pukul delapan, tapi baru mulai pukul setengah Sembilan.
Di luar kesadaran, pendidikan jam karet sudah begitu mengakar. Para guru itu
yang mengajarkannya sendiri kepada anak muridnya secara tak langsung
meskipun jika ditanya mereka takkan pernah mengaku. Begitu kuatnya
perilaku alam bawah sadar manusia.
Jadilah, anak-anak berseragam putih abu-abu duduk berjajar di depan kelas
mereka masing-masing. Ada yang mengolok sesamanya, bicara jorok, cerita
banyolan hari kemarin, juga ada yang sempat curi-curi pacaran. Semuanya
dilakukan di luar kelas. Ruangan dalam kelas seakan jadi momok. Entah
mengapa.
Di dalam kelas hanya ada Qayyima. Anak manis itu lebih memilih kesendirian
daripada terkontaminasi kekotoran pikiran khas anak muda.
…
Ia duduk di pojok kelas, berkarib dengan dinding hijau pastel yang dingin.
Sejuk. Di hadapannya terbentang buku Sejarah yang tebalnya masya Allah. Ia
betah berjam-jam bertelekan kursi, jika tidak membaca buku sejarah, maka ia
tengah melukis (Purwanda, 2015: 3-5).
Kutipan di atas menceritakan suasana di dalam kelas yang sepi, dibanding luar
kelas. Hal tersebut diakibatkan karena proses belajar mengajar yang belum dimulai
karena guru yang bersangkutan belum juga tiba. Hanya Qayyima yang berada di
kelas, selebihnya kebanyakan di luar kelas sedang bergurau dan lain sebagainya.
Penjelasan sebelumnya menunjukkan sikap Qayyima yang tenang dan santai, ia lebih
memilih kesendirian dan berkarib dengan buku daripada terpengaruh oleh hal yang
negatif menurutnya.
50
b. Regina
Regina adalah tokoh pendamping yang mendukung jalan cerita tokoh utama.
tokoh yang cerdas. Hal itu terbukti pada kutipan di bawah ini.
Regina adalah sahabat Qayyima, ia Katolik. Baru sekitar setengah tahun lalu
mereka saling kenal, saat tak sengaja mereka duduk berhampiran di kelas
yang baru. Tak sengaja karena mereka berdua memang datang belakangan
sehingga kursi penuh, menyisakan dua kursi saja. Namun, pada awal
pertemuan keduanya sudah saling mendapatkan chemistry (Purwanda,
2015:10).
…
Memang, kecerdasan Regina di atas rata-rata, ia cerdas. Buku apa pun ia
lahap, dari sosiologi, bahasa, astronomi, hingga filsafat ia libas. Oleh karena
itulah, ia jadi lebih mengerti arti kebijaksanaan dalam ilmu (Purwanda,
2015:43).
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Regina adalah sahabat Qayyima
di sekolah, Regina pun anak yang cerdas. Namun, Regina adalah orang yang mudah
merajuk jika kemauannya tidak dituruti, kemungkinan faktor kehidupan Regina yang
memang penuh dengan kemewahan sehingga apa pun yang ia inginkan dapat
terpenuhi. Hal tersebut terlihat di alur cerita dialog antara Regina dan Qayyima yang
“Regina!” panggil Qayyima, tetapi Regina tak berbalik. Ia tahu sekali bahwa
Regina tipikal orang yang jika sudah ngambek, apa yang ia kehendaki harus
dituruti (Purwanda, 2015: 94-95).
Namun, Qayyima menolak karena ia tidak ingin Regina mengetahui bahwa ia tinggal
di tempat yang kurang layak. Akibat rasa penasarannya kepada Qayyima yang tidak
“Imaaaaa!’’
Wanita berambut panjang itu langsung menghambur kearah Qayyima. Ia
langsung berupaya memeluk Qayyima. Qayyima tak kuasa menolak.
Dia Regina. Sedari pulang sekolah tadi sahabatnya itu membuntuti aktivitas
Qayyima‒terlihat dari pakaian sekolah yang masih dikenakan Regina.
“Ima, kenapa nggak pernah bilang ke aku…,” isak Regina. “Aku menyesal tak
pernah tahu kehidupanmu sebelumnya, Ma…”
Qayyima menitikkan air mata pula. Ia mengusap-usap pungggung Regina
yang masih berlapis seragam sekolah (Purwanda, 2015:124).
mengetahui kehidupan sahabatnya selama ini. Di sisi lain sebenarnya Regina adalah
anak yang baik dan memiliki rasa peduli yang tingggi terhadap orang lain. Hal itu
Hari itu Qayyima akan memenuhi panggilan wawancara dari Bu Lisa. Regina
siap mendampinginya, mengantarnya dengan mobil, toh hari ini juga tak
kemana-mana. Maka, sejak selepas subuh, Qayyima dan Regina sudah
bersiap-siap akan berangkat. Ketika Qayyima memasak sarapan untuk mereka
makan, Regina mengajak adik-adik Qayyima menunggui Ayah yang terbaring
di kamar, sambil sesekali mengobrol dengan ketiganya. Regina sudah mulai
akrab dengan ketiga adiknya. Terdengar beberapa kali tawa gembira yang
menghidupkan pagi yang dingin itu (Purwanda, 2015:145).
52
Kutipan di atas menunjukkan sikap Regina yang menaruh rasa peduli pada
Qayyima dan juga masalah yang ia alami. Tidak hanya pada Qayyima, Regina juga
terlihat baik pada ayah dan ketiga adiknya. Regina menunjukkan kepeduliannya
dengan mengajak ketiga adik Qayyima menunggui ayahnya yang terbaring di kamar
sarapan. Usai sarapan, Regina bersama supirnya hendak mengantarkan Qayyima yang
akan pergi wawancara menemui Bu Lisa. Sikap peduli yang lain dibuktikan pada
kutipan berikut.
Kutipan di atas menunjukkan bawah mempedulikan orang lain tentu saja hal
yang perlu, terlebih sahabat yang peduli padanya. Regina memang mempunyai
tempat yang istimewa dalam hidup Qayyima. Regina pula yang tidak segan
membantu dan selalu ada untuk Qayyima, bahkan di saat-saat tersulit yang ia lalui,
novel Kanvas untuk membantu tokoh utama. Tokoh tersebut dimunculkan oleh
menggambarkan Bu Ratna sebagai sosok yang baik yang memiliki profesi sebagai
staf di sebuah galeri seni. Hal tersebut dapat dicermati pada kutipan berikut.
“Itu lukisan yang kamu bikin, Dik?” Tanya seorang ibu yang sedang
mengunyah siomay, memecah lamunan Qayyima. Sepertinya ia pegawai
kantor. Bajunya berpadu rok merah-merah. Guratan di wajahnya
menunjukkan usianya yang sudah menginjak kepala empat.
“Iya, Bu, saya yang bikin sendiri…,” jawab Qayyima.
“Berapa lama biasanya kamu bikin lukisan begitu?”
“Hmmm… bergantung sih Bu. Paling cepat satu jam beresnya. Paling lama
bisa sampai berbulan-bulan.”
“Oh, gitu…” Ibu itu masih mengunyah siomaynya. “Lukis wajah saya pasti
bisa, dong, Dik?”
Wah rezeki ini, batin Qayyima. “Bisa, Bu, insya Allah kalau sketsa wajah bisa
beres cepat, ngga sampai satu jam.”
“Oke… oke… saya habiskan dulu, ya, siomay saya. Kamu mau siomay,
nggak? Bikin sendiri saja, nanti saya yang ngomong ke abangnya, saya yang
bayarkan.” Qayyima sedikit terkejut. Ibu ini baik sekali (Purwanda, 2015:28).
Ratna ketika Qayyima sedang berjualan lukisan dan Bu Ratna tengah membeli
siomay di tempat langganannya yang bernama Bang Wahid. Bu Ratna yang sedang
menerima pesanan itu. Sambil menikmati siomay yang belum habis, Bu Ratna berniat
54
baik Bu Ratna pada Qayyima, seorang gadis SMA yang baru ia kenal. Berbuat baik
kepada sesama adalah salah satu tujuan yang paling besar dalam kehidupan ini.
Perbuatan baik bisa dilakukan dalam bentuk apa saja, misalkan memberi kepada
orang lain berupa sebuah makanan, begitu pun yang dilakukan Bu Ratna terhadap
Qayyima. Selain itu, Bu Ratna digambarkan sebagai sosok yang bijaksana seperti
Dari kutipan di atas terlihat betapa bijaksananya Bu Ratna kepada orang lain.
lain sebagai sesama manusia yang sama berharganya dengan dirinya sendiri. Karena
55
Bu Lisa adalah tokoh tambahan yang mendukung jalannya cerita, sama seperti
Bu Ratna yang dihadirkan pengarang secara bersamaan untuk membantu tokoh utama
sebagai pembuka jalan awal bagi Qayyima untuk meraih kesuksesan dengan
perantara/tokoh yang akan mengubah nasib Qayyima menjadi lebih baik atau sukses.
Pengarang menghadirkan tokoh tersebut dengan tujuan yang sama, yaitu untuk
ramah dan baik. Hal tersebut dapat dicermati pada kutipan berikut.
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Bu Ratna dan Bu Lisa adalah
orang yang akan mengubah nasib Qayyima kearah yang lebih baik.
d. Taufik Haryanto
Taufik Haryanto adalah tokoh yang berperan sebagai ayah dari tokoh
Qayyima, yang mengalami stroke pasca ibunda Qayyima meninggal. Tokoh ini yang
menunculkan konflik batin yang dihadapi oleh tokoh utama seperti pada kutipan
berikut.
Sehari-hari ayahnya hanya bisa terbaring di atas kasur. Qayyima dan ketiga
sebagai lelaki tangguh yang penuh tanggung jawab bagi istri dan keempat anaknya.
jawab itu, melupakannya seolah tak pernah ada. Akan tetapi, ayahnya tak
seperti itu. Ia lelaki tangguh yang penuh tanggung jawab (Purwanda,
2015:59).
Kutipan di atas menunjukkan sosok sang ayah yang sangat berpengaruh pada
anaknya. Ayahnya yang kuat dan tangguh itulah yang membuat Qayyima bisa
Shabira, Zhafira dan Rahma adalah tokoh yang berperan sebagai adik
kemampuan yang berbeda. Shabira ahli di bidang seni drama, dan Zhafira ahli di
bidang seni tarik suara. Sedangkan Rahma adalah anak bungsu di keluarga tersebut.
Ia digambarkan dengan usianya yang masih kecil, tetapi gaya bicaranya seperti orang
dewasa, dan kemampuannya dalam bidang pidato dan retorika. Hal tersebut
Zhafira dan Shabira terlahir kembar dengan beda sekitar sepuluh menit. Pada
saat pembagian rapor, nilai mereka terkadang sama, bedanya hanya nol koma
sekian. Keduanya mahir dalam seni, Zhafira ahli di bidang seni tarik suara,
dan Shabira di bidang seni drama. Sedangkan, Rahma adalah anak bungsu di
keluarga tersebut. Kecerdasannya pun tak diragukan. Walaupun usianya masih
kecil, gaya bicaranya seperti orang dewasa. Ia memiliki kelebihan dalam
bidang pidato dan retorika (Purwanda, 2015:58).
f. Encik Ling
Encik Ling adalah tokoh yang selalu Qayyima temui. Tokoh tersebut adalah
tokoh yang membantu tokoh utama dalam menjalani hidupnya. Seringnya Qayyima
menitipkan jualan lukisannya pada Encik. Dia sebenarnya turunan silang Tiongkok-
58
Melayu Kepulauan, Blasteran dengan nama Tiongkok-nya Ang Mei Ling. Encik Ling
digambarkan sebagai tokoh yang baik, dan selalu membantu Qayyima. Hal tersebut
Encik melihat Qayyima dari belakang, anak itu terlihat menggigil menahan
dingin. Bajunya basah semua. Encik pun iba, akhirnya ia suruh anak itu
masuk. Yang membuat Encik penasaran adalah bahwa anak itu tak pernah
melepaskan kardus besar dari tangannya. Ia selalu membawanya meskipun
payah (Purwanda, 2015:18).
yang akan ia jual setelah sekolah usai, karena memang lukisan tersebut tentu tidak
dapat ia bawa bersamanya ke sekolah. Selain itu, Encik digambarkan dengan karakter
Qayyima, gadis manis berjilbab itu, walaupun hanya untuk menitipkan lukisan
Qayyima. Sikap baiknya pada Qayyima, yang hanya sekedar menitipkan lukisan di
toko nya, tetapi Encik tak pernah berharap imbalan apa pun, ia bahkan senang ketika
g. Bang Wahid
Bang Wahid adalah tokoh tambahan yang kemunculannya hanya sekali dalam
cerita. Pengarang menggambarkan Bang Wahid sebagai penjual siomay yang usianya
empat puluhan, dengan badan yang kurus dan kulitnya yang cokelat gelap. Biasanya
Bang Wahid berjualan di bawah kolong Flyover Ciputat, tempat yang sama seperti
“Saya numpang di sini boleh ya, Pak?” Tanya Qayyima sambil tersenyum
ramah kepada bapak pedagang siomay. Usianya empat puluhan, badannya
kurus, kulitnya cokelat gelap. Wajahnya terlihat bijak.
“Silakan, Neng… jual lukisan, ya?” jawab Bang Wahid sambil tersenyum. Air
mukanya yang cerah menunjukkan bahwa ia tergugah untuk melihat tulisan
yang Qayyima buat (Purwanda, 2015:25).
mencari kayu untuk memajang lukisan yang ia bawa. Dengan kebaikan hati Bang
Wahid, ia membantu mencarikan kayu itu meskipun ia tahu bahwa harus menunggu
dagangannya juga. Dalam hal ini tokoh Bang Wahid hadir dalam membantu tokoh
Qayyima.
h. Pak Mustofa
Pak Mustofa adalah tokoh tambahan yang kemunculannya hanya sekali dalam
Khidmat Negeri yang terkenal “sadis” dalam membina siswa dan siswinya. Ia tidak
segan memberikan tugas hafalan banyak-banyak kepada para siswa. Hal itu dapat
Siswa yang baginya tidak patuh maka tidak lulus. Yang tidak mampu
menghafal, harus siap-siap nilai agamanya di rapor akan berubah warna
menjadi merah.
…
Hari itu Pak Mustofa mengajar kelas Qayyima, beliau membahas materi
tentang adab-adab pada hari Jumat. Keluar pula dalil-dalil penguat, menemani
beliau yang sendirian mengajar di depan kelas. Anak-anak sudah tahu, bahwa
jika beliau sudah mengeluarkan sebuah dalil, berarti dalil itu yang akan jadi
tugas hafalan pada hari tersebut.
61
Benarlah apa yang diduga. Sialnya juga, Pak Mustofa hari itu mengeluarkan
satu set dalil: tiga ayat terakhir Surah Al-Jumu’ah (Purwanda, 2015:51).
Kutipan di atas menunjukkan sikap Pak Mustofa yang tegas dalam mendidik
siswa dan siswinya. Sebenarnya niat Pak Mustofa mulia, hanya ingin menjadikan
siswa dan siswinya menjadi tunas bangsa yang beragama dan menjadikan agama
i. Pak Ramli
Pak Ramli adalah tokoh tambahan yang kemunculannya hanya sekali dalam
cerita. Pak Ramli digambarkan sebagai guru Sejarah dengan nama lengkap Raden
tokoh tersebut dengan tubuh yang tambun seperti Pak Raden dalam film Si Unyil.
Selain itu, Pak Ramli di sekolah termasuk guru yang ditakuti akan ketegasannya,
terkenal pelit nilai, dan memakai cara apa pun agar anak-anak didiknya mengikuti apa
Tugas berat dari guru Sejarah yang harus khatam esok pagi. Jika tak
mengerjakan, wassalam-lah nilainya. Sebagus apa pun nilai yang pernah
ditimba dalam mata pelajaran tersebut. Sama sekali tak ada artinya jika tugas
esok hari itu tak dikerjakan.
…
Pernah ada cerita, seorang siswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Ia
selalu mengerjakan tugas-tugasnya sampai tuntas. Suatu ketika ia sakit dan
tidak masuk, malangnya pada hari yang terlewatkan itu ada penugasan Sejarah
dari Pak Ramli, dan tak ada kawan sekelasnya yang memberitahu. Kemudian
apa yang terjadi? Anak itu mengalami nasib buruk. Nilai Sejarah di rapornya
jelas sekali dibubuhkan angka nol, padahal sebelum-sebelumnya ia tak pernah
melewatkan tugas dari Pak Ramli, sang Mahaguru (Purwanda, 2015:89-91).
62
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Pak Ramli adalah tipikal guru yang tidak
mau tahu perihal apa pun yang menghalangi seorang siswa dalam kealpaan
mengerjakan tugasnya.
j. Mpok Dijah
Mpok Dijah adalah tokoh yang digambarkan sebagai tetangga dekat rumah
Qayyima. Namun, kehadiran tokoh ini tidak diperlihatkan di setiap bab nya, tidak
sering muncul dalam setiap peristiwa. Mpok Dijah sebagai salah satu tokoh
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Mpok Dijah adalah orang yang
pernah membantu Qayyima. Ketika ketiga adiknya berangkat sekolah, tanpa pamrih
k. Pak RT
Tokoh tambahan lainnya, yang kemunculannya hanya sekali saja dalam cerita
adalah Pak RT. Pak RT digambarkan dengan sikapnya yang selalu suka membantu
ketika warganya ada yang kesulitan. Hal itu terbukti pada kutipan berikut.
Ini sudah harus dibawa ke rumah sakit, kata Mpok Dijah. Kedua adik
Qayyima saling pandang. Makin Kwatir.
Saya telepon Pak RT, deh, minta antar pakai mobil…, saran Mpok Dijah,
langsung memencet-mencet ponselnya dan menaruh ponselnya ke telinga.
63
Telepon Mpok Dijah tersambung dengan Pak RT. Rupanya beliau sedang cuti
sehingga tidak berangkat ke kantor. Beliau akan tiba di rumah sekitar lima
menit lagi.
“Assalamualaikum!” Kata Pak RT di depan pagar dengan suara bas yang
membahana. Pak RT di luar sudah membukakan pintu tengah mobilnya
supaya Bunda bisa dengan mudah masuk (Purwanda, 2015:110).
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh ini adalah tokoh
bawahan ini hanya muncul sekilas saja, tidak lama dalam kemunculannya.
Kanvas karya Bintang Purwanda, maka dapat simpulkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Tokoh dan Karakter dalam Novel Kanvas karya Bintang Purwanda
Nama Karakter
a Qayyima Islami, sabar, bersyukur, memiliki ingatan yang
baik, cerdas, berbakat, tidak mudah terpengaruh
b Regina cerdas, pemarah, baik, peduli
c Bu Ratna baik, bijaksana
Bu Lisa baik, ramah
d Taufik Haryanto tangguh, tanggung jawab
e Zhafira, Shabira, Rahma cerdas, berbakat
f Encik Ling baik, emosional
g Bang Wahid baik, suka membantu
h Pak Mustofa Tegas
i Pak Ramli Tegas
j Mpok Dijah baik, penolong
k Pak RT suka membantu
64
3. Latar
Latar dalam sebuah cerita fiksi dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu
tempat, waktu, dan sosial. Berikut pemaparan latar dalam novel Kanvas karya
Bintang Purwanda.
a. Latar Tempat
Latar tempat yang akan digambarkan pada cerita adalah tempat-tempat yang
memiliki kisah pada cerita ini. Selanjutnya, tempat-tempat yang digunakan untuk
SMA Khidmat Negeri adalah sekolah swasta tempat Qayyima menuntut ilmu.
Sekolah yang sama sekali tidak diharapkannya, karena nasiblah yang menuntunnya
untuk bersekolah di tempat ini. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
SMA Khidmat Negeri mungkin adalah sekolah yang tak begitu istimewa,
swasta, bukan negeri. Prestasi pendidikannya pun biasa saja. Biaya
sekolahnya sok jual mahal. Kebanyakan yang sekolah di sini adalah anak-
anak buangan, yaitu mereka yang tak lulus ujian masuk sekolah negeri
(Purwanda, 2015:2).
…
Qayyima bisa duduk di sini sebetulnya bukan karena ia tak lulus ujian di
sekolah negeri, melainkan karena nasibnya yang tak menguntungkan. Ia tak
beruntung masuk ke sekolah negeri karena saat ia mau mendaftar, semua
sekolah negeri sudah menutup pendaftaran (Purwanda, 2015:4).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa sekolah tersebut adalah sekolah swasta
yang membutuhkan biaya cukup mahal. Maka, dalam memenuhi tuntutan biaya
tentu tidak bisa ia bawa ke sekolah. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa Qayyima tidak pernah absen untuk
mampir di toko Encik. Selain itu, Qayyima juga berjualan lukisan di Kolong flyover
Lisa, seorang pemilik galeri seni Al Fann menghantarkan perubahan dalam nasib
Qayyima sudah sedari pukul delapan tadi tiba di galeri seni Al-Fann, galeri
seni milik Bu Lisa. Sungguh, di dalam galeri jauh lebih nyaman ketimbang di
luar. Angin dingin bertiup- tiup dari pendingin udara (Purwanda, 2015:156).
memenuhi panggilan wawancara oleh Bu Lisa yang nantinya akan ditanya seputar
kehidupan dan bakat melukis Qayyima. Terlihat bahwa Galeri Seni Al-Fann, adalah
66
dinding. Berbeda sangat jauh dengan rumah Qayyima, tempat ia dan ayah serta
Rumah kayu itu serupa gubuk sepi. Letaknya yang jauh dari jalan utama,
masuk ke pelosok gang-gang kecil, membuatnya semakin tak tersentuh. Gulita
pekat menyelimuti kawasan itu. Secercah temaram pelita dari dalam rumah
menembus celah-celah terbuka, dan sayup-sayup terdengar suara orang,
menandai bahwa di dalamnya masih ada kehidupan.
Qayyima pun tiba di rumahnya, ia ketuk pintu.
Tok tok!
Assalamualaikum… Kakak pulang…
Ia pun menggamit pinggiran pintu yang terbuat dari tripleks lapis empat itu,
membukanya perlahan, takut engselnya patah lagi (Purwanda, 2015:55).
Dari kutipan di atas, rumah tersebut menjadi tempat tinggal Qayyima dengan
saudara dan ayah tercintanya. Rumah dengan ukuran 4 x 4 meter, seukuran kontrakan
sederhana tetapi jauh dari kata layak. Hampir sebagian besar komponennya terbuat
dari kayu, rapuh sekali. Hingga pada saat itu, kejadian besar terjadi di rumahnya.
Rumah Qayyima terbakar hingga membuat ayahnya meninggal dunia. Hal ini terlihat
seperti kehilangan separuh jiwa. Lelaki itu yang telah mengajarinya betapa manusia
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar tempat dalam cerita
ini berdomisili di kota Jakarta. Seperti halnya SMA Khidmat Negeri, toko Encik
Ling, kolong Flyover Ciputat, Galeri Seni Al-Fann, dan rumah Qayyima.
b. Latar Waktu
Latar waktu yang digambarkan pada cerita merupakan waktu-waktu yang
memiliki kisah pada cerita ini. Selanjutnya, waktu-waktu yang digunakan untuk
Pagi hari adalah kegiatan awal Qayyima untuk menuntut ilmu di SMA
Khidmat Negeri, dan bila hari libur ia biasanya mengurus rumah, menyiapkan
sarapan untuk keluarganya. Hal tersebut dapat dicermati pada kutipan berikut.
paginya di depan SMA Khidmat Negeri, karena memang sekolah tersebut berada di
dekat perempatan jalan besar, sehingga keriuhan akibat kendaraan yang lalu lalang
Latar waktu selanjutnya terjadi padi sore hari. Tepat pukul 14.30 adalah waktu
siswa dan siswi SMA Khidmat Negeri selesai menuntut ilmu, termasuk Qayyima.
Pukul setengah tiga menjelang sore. Para siswa dan siswi SMA Khidmat
Negeri bak anai-anai, tak sabaran untuk pulang ke rumah (Purwanda, 2015:
16).
“Bismillahirrahmanirrahim…,” ucap Qayyima berbisik kepada dirinya sendiri.
ia harus segera berangkat untuk berdagang lukisan. Keburu datang senja.
Kutipan di atas menunjukkan keriuhan para siswa dan siswi SMA Khidmat
Negeri yang telah usai belajar di kelas. Mereka berhamburan untuk cepat-cepatan
karena sudah tidak sabaran untuk pulang ke rumah. Berbeda dengan Qayyima, yang
mana rutin setiap pulang sekolah ia langsung berdagang lukisan hasil karyanya
sendiri.
Selanjutnya pada saat Magrib atau petang, waktu saat semua umat muslim
menunaikan ibadah sholat, termasuk Qayyima. Qayyima adalah anak yang taat dalam
beribadah, setiap waktu sholat wajib tidak pernah ia tinggalkan, ditambah sholat
untuk menunaikan baktinya pada sang ayah seperti pada kutipan berikut.
MAGRIB itu mungkin adalah magrib yang tersendu bagi Qayyima. Pada
sujud terakhirnya yang panjang, ia jadi cengeng (Purwanda, 2015:47).
…
Qayyima mengambil sepedanya yang tersandarkan di salah satu sudut
lapangan parkir. Hari sudah gelap. Ia harus pulang sekarang. Adik-adiknya
pasti sudah rewel minta makan, ayahnya juga harus segera disuapinya
(Purwanda, 2015:49).
69
Terlihat momen sedih Qayyima itu yang paling tidak terlupakan sepanjang selama ini
ia menunaikan ibadah sholat Magrib. Selain sholat wajibnya yang tidak pernah ia
tinggal, ia selalu menunaikan sholat sunahnya pada pukul 01.00 dini hari seperti pada
kutipan berikut.
Pukul satu dini hari, hanya sunyi yang mencumbu. Qayyima terbangun dari
tidurnya, ia hanya beralaskan sajadah, berada di samping ayahnya yang
sedang istirahat dengan alas kasur kapuk gulung (Purwanda, 2015: 75).
Kutipan tersebut menunjukkan latar waktu disaat semua orang pastilah telah
yang tengah menunaikan ibadah sholat sunahnya. Hampir setiap malam Qayyima
menunaikan sholat Tahajud, dan usai menunaikan sholatnya pada pukul 03.00 pagi,
dengan Reggina mengenai rutinitas Qayyima usai sholat malam yaitu melukis.
70
c. Latar Sosial
Latar sosial yang digambarkan pada cerita terdapat pada keadaan sosial
keluarga Qayyima yaitu keluarga yang sederhana. Walaupun rumahnya bisa dibilang
tidak begitu layak, dengan sabar Qayyima menerima kondisi kehidupannya. Hal itu
dengan perlahan dan hati-hati ketika ingin membuka pintu tersebut, takut engselnya
cukup untuk sedikit orang saja, bisa dibilang kondisi kehidupan Qayyima tidak begitu
layak.
dengan datang ke gereja rutin setiap minggu saat misa. Hal itu terbukti dari kutipan
cerita berikut.
71
Regina juga seorang penganut Katolik yang taat. Tiap Minggu pagi ia rutin ke
gereja mengikuti misa (Purwanda, 2015:42).
Selain itu, sikap saling menghormati dan mengahargai sesama manusia adalah
untuk menjaga hubungan baik dengan manusia, baik sesama muslim atau non
muslim. Dalam novel Kanvas sikap saling menghormati dan menghargai terlihat pada
kutipan berikut.
tidak harus dengan sesama muslim. Qayyima dengan status sebagai muslim berkawan
atau bersahabat dengan Regina yang non-muslim. Hal tersebut merupakan bentuk
kehidupan sehari-hari yang dilalui Qayyima yang berada di kota besar Jakarta, seperti
SMA Khidmat Negeri, toko Encik Ling, kolong Flyover Ciputat, Galeri Seni Al-
Fann, dan rumah Qayyima. Latar waktu dalam novel Kanvas meliputi pagi Qayyima
beribadah, dan melukis hingga terbit fajar. Sedangkan latar sosial dalam novel
Kanvas berkisar kehidupan sederhana sang tokoh yang bernama Qayyima dan sikap
4.1.1.2 Analisis Data Struktur Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Kanvas
Qayyima adalah tokoh utama dalam novel Kanvas karya Bintang Purwanda.
Posisi tokoh utama itu ditetapkan berdasarkan penelusuran tokoh-tokoh yang ada
hidupnya dalam novel tersebut. Qayyima sering terlibat dengan tokoh lain. Selain itu,
tokoh yang selalu muncul dalam cerita dan mengalami berbagai konflik adalah
Qayyima. Berdasarkan analisis data yang dilakukan terhadap novel Kanvas karya
a. Id
Id adalah salah satu aspek biologis kepribadian manusia yang mendorong diri
untuk selalu memuaskan diri, dan dalam memuaskannya id berusaha untuk selalu
menolak rasa sakit atau rasa tidak nyaman. Cara kerja id berhubungan dengan prinsip
ketidaknyamanan. Id berada di alam bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas
(Minderop, 2013:21).
dengan ibundanya. Qayyima adalah anak pertama yang memiliki tiga adik. Ibunya
besar bagi Qayyima. Hal tersebut dapat dicermati pada kutipan berikut.
rindu pada ibundanya yang telah meninggal, setelah melahirkan adik terkecilnya.
kepada orang tuanya. Begitu pula dengan Qayyima. Ia merasakan kerinduan yang
amat mendalam dan ingin bisa bertemu dengan ibundanya kembali seperti pada
kutipan berikut.
Betapa Qayyima mencintai ibundanya yang bijaksana itu. saat ini hanya ingin
memeluk ibundanya erat. Namun, wanita itu tak ada.
Air mata Qayyima mengalir lagi, ia sesenggukan.
Bunda… Ima kangen Bunda…
74
Dorongan biologis yang kedua yang ada pada diri Qayyima adalah
keluarga yang serba berkecukupan, namun setelah ayahnya stroke dan ibundanya
meninggal, keluarganya jatuh miskin. Hidup miskin atau susah rasanya bukanlah
mimpi semua orang, sebaliknya setiap orang menginginkan yang terbaik dalam
hidupnya. Begitu pun Qayyima, ia ingin memiliki kehidupan yang layak dan tidak
ketiga tergambar dalam diri Qayyima adalah keinginannya untuk menghilangkan rasa
lapar. Saat itu Qayyima sedang berjualan lukisan di kolong Flyover Ciputat tepat di
75
samping gerobak pedagang siomay yang bernama Bang Wahid. Sejenak Qayyima
yang tengah melihat isi gerobak Bang Wahid dengan piring putih bersusun rapi,
kukusan alumunium yang tertutup rapat, dan beberapa orang pria dan seorang ibu
itu, Bu Ratna tertarik dengan lukisan yang ia buat, dan Qayyima mendapat pesanan
lapar dari perutnya yang sedang keroncongan sambil membayangkan siomay. Hal
membuat ia tidak bisa membeli makanan untuk sekedar pengganjal perut. Ia baru bisa
makan ketika ia mendapatkan uang dari hasil penjualan lukisan. Memang rasa lapar
pasti dialami setiap orang, dan biasanya rasa lapar itu muncul ketika seseorang
melihat foto makanan maupun mencium aroma makanan yang menarik. Seperti
kutipan berikut.
guru lukis. Keinginan tersebut adalah keinginan terbesar Qayyima, menjadi guru
lukis dengan jam terbang yang tinggi ke berbagai wilayah, sehingga ilmu yang ia
dapatkan bisa dibagikan kepada orang lain. Hal tersebut dapat dicermati pada kutipan
berikut.
bundanya, mendorong ego untuk memenuhi tuntutan itu namun ada pertentangan
dengan prinsip realitas bahwa ibundanya telah meninggal. Selain itu, keinginan
terlepas dari kemiskinan, keinginan menghilangkan rasa lapar, dan keinginan menjadi
guru lukis.
77
b. Ego
Ego adalah aspek psikologis kepribadian yang berada di antara alam sadar dan
alam bawah sadar. Ego merupakan sebuah hasil dari pertimbangan superego yang
berupa tindakan atau upaya yang dilakukan seseorang untuk memenuhi tuntutan id.
Ego berpegang pada prinsip kenyataan atau prinsip realitas (reality principle). Ego
terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dari dunia luar
(Minderop, 2013:22).
Respons ego pertama yang terungkap dalam diri Qayyima yaitu ketika ego
yang ditahan oleh superego, akhirnya memunculkan sebuah tegangan yang dialami
Qayyima sehingga sulit diredakan melalui alam sadar, maka kondisi tersebut akan
muncul dalam alam bawah sadar yaitu mimpinya bertemu ibundanya. Mimpinya
tersebut dapat mengurangi tegangan yang ditimbulkan oleh id, kerena dorongan id
yang tidak bisa direalisasikan di kehidupan nyata. Hal tersebut dapat dicermati pada
kutipan berikut.
melihat krisantemum dan edelweiss bercumbu dalam atap yang sama. Ada
melati juga, wanginya semerbak merasuk relung jiwa (Purwanda, 2015: 75-
76).
dari konflik dan ketegangan dalam kehidupan Qayyima sehari-hari yang dialaminya,
yang sulit diredakan melalui alam sadar, maka kondisi tersebut akan muncul dalam
alam mimpi tak sadar. Rasa rindu pasti pernah dialami setiap orang, dan terkadang
rasa rindu datang kala kita berpisah atau terpisahkan pada objek yang kita anggap
berharga. Namun, kerinduan dan keinginannya untuk bertemu dengan sang Bunda,
tidak akan bisa terwujudkan di kehidupan nyata. Mimpi bertemu orang tua yang
sudah meninggal memberi arti besar dalam hidup, bahwa Qayyima masih belum bisa
melupakan kasih sayang dari mendiang ibundanya. Qayyima merasa sedih ditinggal
ibundanya, dan sekarang yang ia miliki hanyalah ayah dan ketiga adiknya.
Respons ego yang kedua dalam diri Qayyima yaitu keputusannya untuk
bekerja demi menghidupi keluarga dan dirinya dengan berjualan lukisan hasil
maka tanpa kenal lelah dengan keikhlasan dan penuh semangat, egonya terus saja
berjalan dari dalam dirinya, ambisinya untuk selalu kerja keras membanting tulang
dengan berjualan lukisan setelah pulang sekolah hingga petang dan kira-kira tiba di
rumah pukul delapan malam. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut.
hanya langsung pulang ketika kondisi tubuhnya tengah tidak fit (Purwanda,
2015:17).
…
Sebuah hari saat hujan deras mendirus bumi Jakarta. Tampak seorang anak
berbaju SMA tergopoh membawa-bawa kardus persegi panjang. Anak itu
terlihat menggigil menahan dingin. Bajunya basah semua. Anak itu tak pernah
melepaskan kardus besar dari tangannya. Ia selalu membawanya meskipun
payah.
“Apa tu, Ma? Tak bisa sikit pun kau lepaskan?” Tanya Encik dengan logat
Melayu yang kental.
Qayyima tertunduk malu. “Ini… lukisan, Encik…”
“Lukisan siape?”
“Sa… saya, Encik… saya jualan lukisan ini…,” jawab Qayyima gugup.
Encik pun mengerutkan dahinya. Di Jakarta masih ada rupanya anak seperti
ini: mencari uang sendiri untuk bayar sekolah dan beli makan.
Sepulang sekolah ia akan langsung berjualan. Jika belum laku, lukisannya ia
titipkan ke toko Encik, kemudian langsung pulang. Biasanya ia pulang ke
rumah sekitar pukul delapan malam dengan mengayuh sepedanya (Purwanda,
2015: 18-19).
berjuang untuk tetap hidup dengan cara berjualan lukisan. Setiap pulang sekolah
Qayyima mampir ke toko Encik Ling untuk mengambil lukisannya, karena lukisan-
lukisannya tersebut tentu tidak bisa ia bawa ke sekolah, maka seringnya dia titipkan
di toko tersebut yang berada di perempatan besar dekat sekolah. Setelah mengambil
lukisannya di toko Encik, barulah Qayyima pergi untuk menjual lukisannya, dan
biasanya ia berdagang di bawah kolong flyover Ciputat seperti terlihat pada kutipan
berikut.
Respons ego ketiga yang terlihat pada tokoh Qayyima yaitu keputusannya
untuk menerima siomay yang diberikan oleh Bu Ratna. Qayyima saat itu merasakan
lapar ketika sedang berjualan lukisan di kolong Flyover Ciputat, karena sudah
seharian ia tidak melahap apa pun untuk sekadar mengganjal perutnya. Seperti yang
pertimbangan superego, yang mana Qayyima awalnya berpikir dia akan merasa malu
jika asal langsung ambil saja, karena ia baru pertama kali bertemu dengan Bu Ratna.
Qayyima pun yakin, jika memang siomay itu rezekinya maka pasti akan
tawaran wawancara dari Bu Lisa. Pada saat itu, Qayyima mendapat tawaran
wawancara dari Bu Lisa, seorang pemilik sebuah galeri seni yang kebetulan
dan akhirnya Bu Lisa berniat memajang lukisan Qayyima di galerinya. Selain itu, Bu
berpikir ketika ia menceritakan kehidupan yang ia jalani selama ini akan membuat
seseorang merasa kasihan padanya, namun setelah mendengar cerita bahwa Bu Lisa
pun memulai karirnya dari bawah akhirnya ia membuat keputusan untuk menerima
tawaran tersebut. Atas bakat melukis Qayyima seperti pelukis dunia, ia bisa
mewujudkan keinginannya untuk menjadi pelukis terkenal (guru lukis), dengan jam
terbang yang tinggi dan bisa mengajar di berbagai tempat. Hal tersebut dapat
Kutipan 1
harinya sampai kali pertama ia bisa melukis. Melalui Bu Ratna dan Bu Lisa nanti
Bu Ratna pun yakin, anak dipelukannya ini juga kelak bisa menjadi anak yang
sukses. Ia berbakat, masa depannya cerah. Ia tak mau anak ini harus
mengecap pahitnya kemiskinan lama-lama.
Ia bertekad, suatu hari nanti akan membuat anak itu berada di tempat yang
kini ia berada padanya‒pencapaian impian yang ia impikan sendiri
(Purwanda, 2015:40).
…
Bu Lisa tak hentinya mengucap kagum dalam hatinya. Senyum terus
tersungging di bibirnya. Pembicaraan itu berjalan sampai beberapa saat
berikutnya.
Dari sana, Bu Lisa semakin memahami bahwa Qayyima memang anak yang
sangat sederhana. Walau awalnya malu-malu, ia sesungguhnya tak minder
dengan kehidupannya yang seperti itu. Ia justru bangga karena bisa
menghidupi keluarganya melalui tangannya sendiri meskipun ia memilih
untuk menutupi kehidupannya, sehingga tak banyak orang yang tahu. Bu Lisa
menatap dalam matanya, dan padanya ia menemukan kekuatan serta
ketegaran (Purwanda, 2015:205).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ego dalam diri Qayyima
realisasikan dengan bekerja dan telah memenuhi konsepsi ideal superego, serta
c. Superego
idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip
realistik ego. Superego juga mengacu pada moralitas kepribadian. Superego sama
halnya dengan hati nurani yang mengenali baik dan buruk. Superego merupakan
Respons superego pertama yang tergambar pada diri Qayyima adalah ketika ia
bahagia di alam sana. Sosok ibu memang sangatlah penting dalam keluarga, dan
dilupakan oleh Qayyima. Namun, Qayyima mampu mendorong id dan egonya untuk
merealisasikan kebenaran agar mencapai tujuan yang sesuai dengan prinsip moralitas
superego. Qayyima berpikir bahwa keinginan untuk bertemu dengan bundanya tidak
akan pernah menjadi kenyataan. Ibundanya yang sudah meninggal tidak akan bisa
kembali lagi di kehidupan nyata. Hal tersebut dapat dicermati pada kutipan berikut.
Mimpi tentang sesuatu bisa saja memiliki takwil yang sama sekali lain. Begitu
pun bagi Qayyima. Ia hanya menganggap mimpinya bertemu kembali dengan
sang ibunda di sebuah malam berhujan itu sebagai letup rindu yang
mengkristal, toh hal itu pun tidak akan pernah terjadi. Sang ibunda sudah
tenang di persemayamannya (Purwanda, 2015:240).
84
teringat pesan atau nasehat dari ibundanya bahwa hidup di dunia harus penuh dengan
kesabaran, menerima kenyataan, dan menjalaninya dengan kerja keras, doa, tawakal,
Sebenarnya Qayyima merasa lelah dengan apa yang telah ia jalani selama ini, tetapi
di sisi lain justru ia menyadari apa yang terjadi adalah kebaikan dari Tuhan. Atas
dasar pengaruh superego, Qayyima dengan ikhlas dan penuh semangat dalam bekerja,
karena sebelumnya yang memenuhi tanggung jawab tersebut adalah ayahnya dan
memenuhi tuntutan id yang juga mendapat pengaruh dari superego, oleh karena itu
Qayyima menuruti hati nuraninya untuk melakukan sesuatu yang baik sesuai konsep
Respons superego ketiga yang ada dalam diri Qayyima adalah saat Qayyima
atau tidak, karena ia telah seharian berdagang lukisan namun belum memakan apa
pun untuk mengganjal perutnya. Hal tersebut membuat perutnya terasa lapar.
Namun, Qayyima berpikir tentu ia akan malu jika langsung asal ambil saja. Qayyima
yakin, jika memang sudah rezekinya pasti tidak akan kemana dan akan
Qayyima sedikit terkejut. Sejenak ia dengarkan irama lapar dari perutnya yang
sedang keroncongan hebat. Ia tak memungkiri bahwa ia tengah kelaparan
karena siang tadi ia tak melahap apa pun untuk sekadar mengganjal perutnya
yang perlu diisi. Namun, tentu ia malu jika langsung asal ambil saja. Toh jika
memang rezekinya, pasti siomay itu juga akan mendarat ke lambungnya yang
perih. Jika bukan, pasti akan ada rezeki yang lain yang akan tiba untuknya.
Qayyima yakin itu (Purwanda, 2015:28-29).
Respons superego yang keempat terlihat pada tokoh Qayyima tergambar pada
Lisa atau tidak. Qayyima berpikir tuntutan untuk menceritakan kehidupannya selama
ini pada Bu Lisa akan menimbulkan rasa kasihan. Namun, setelah Bu Lisa
menceritakan proses dan perjuangan kehidupannya dulu yang memulai karirnya dari
yang kuat hingga akhirnya atas pengaruh tersebut Qayyima berubah pikiran dan
menerima tawaran wawancara dari Bu Lisa. Hal itu dapat dicermati pada kutipan
berikut.
86
dirinya, hingga orang lain yang ingin mengetahui latar belakang dirinya pun tidak
mudah. Kehidupannya seolah harta karun yang terlindung, tidak tersentuh. Alasan
mengapa Qayyima tidak ingin menceritakan latar belakang kehidupannya selama ini
kepada orang lain, jawabannya adalah kepiluan hidup, ia tidak ingin merasa
keluarganya, karena di dalam rumahnya yang terbuat dari kayu rapuh itu ada keluarga
…
Ia pun mencoba beberapa cara guna menyambung napas hidupnya. Dari
menjadi loper koran sampai menjadi tukang gorengan, semuanya pernah ia
jajal. Hidupnya berubah saat ia melihat ke dalam dirinya sendiri, mengapa
tidak memaksimalkan potensi yang ada di dalam dirinya?... (Purwanda, 2015:
201-202).
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa hidup Bu Lisa juga dirintis dari bawah,
dari menjadi loper koran sampai menjadi tukang gorengan. Hidup Bu Lisa berubah
sekarang ia bisa menikmati pekerjaannya yaitu menjadi Direktur Seni di galeri Al-
Fann. Akhirnya, setelah mendengar penuturan Bu Lisa tentang hidup masa kecilnya,
kesehariannya sampai kali pertama ia memiliki bakat melukis. Melalui Bu Lisa nanti
Qayyima akan bekerja di Galeri Seni Bu Lisa, dan bisa meraih impian dan
kesuksesannya.
diri Qayyima adalah merintangi dorongan id atas keinginannya untuk bertemu dengan
ibundanya telah meninggal dan tidak akan pernah bisa kembali lagi di kehidupan
nyata. Superego dalam diri Qayyima cenderung mendorong ego untuk lebih mengejar
keputusan untuk bekerja dengan berjualan lukisan. Ketiga, keinginan ego untuk
88
menghilangkan rasa lapar adalah untuk memenuhi tuntutan id agar ketegangan yang
ia rasakan akibat lapar terpenuhi, yaitu dengan menerima tawaran siomay dari Bu
memberikan siomay itu kepada Qayyima, dan ia yakin bahwa jika itu rezekinya pasti
superego mendorong ego untuk melakukan tindakan yang bisa memenuhi tuntutan id
itu.
terdapat keseimbangan antara id, ego, dan superego yang dialami oleh tokoh
dapat terpenuhi.
89
4.1.1.3 Analisis Data Tipe Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Kanvas
Dalam teori kepribadian yang dikemukakan oleh Galenus, terdapat empat tipe
penceritaan dan masalah dalam novel ini adalah tokoh utama yang diperankan oleh
Qayyima Salimah.
Qayyima adalah gadis muda yang masih sekolah di SMA Khidmat Negeri,
karena himpitan perekonomian dan kondisi orang tua yang sudah tidak dapat bekerja
membuat ia harus berjualan lukisan hasil karyanya sendiri. Titik balik hidupnya
dimulai saat ibundanya meninggal dunia pasca melahirkan adiknya yang ketiga.
ayahnya yang sedang stroke dan ketiga adiknya. Seandainya ibundanya masih hidup,
mungkin semua akan berbeda. Sudah lama ia tidak bertemu ibundanya tersebut.
ibundanya, dan masih belum bisa melupakan kasih sayang dari mendiang Bunda.
Qayyima sekarang hanya memiliki ayah dan ketiga adiknya. Betapa ia sangat
mencintai ayahnya. Baginya, orang tua adalah hal yang tidak tergantikan. Perjuangan
orang tua dalam mendidik Qayyima membuat baik budi luhurnya, dan mencintai
orang tuanya.
90
Saat itu ia harus memenuhi panggilan wawancara dari seorang pemilik Galeri
Seni, tetapi kecemasan terus menerus hadir dipikirannya. Ketika perjalanan pulang
dari wawancara, ia mendapati rumahnya terbakar dan bayangan ayahnya yang sedang
sakit dan ketiga adiknya berkelebatan di benaknya. Ia takut jika orang yang
disayanginya ikut terbakar. Kecemasan itu akhirnya berwujud duka saat mengetahui
ayahnya meninggal dalam kebakaran tersebut, hanya ketiga adiknya yang selamat.
Qayyima tidak pernah mengira akan kembali merasakan kehilangan, bahkan setelah
kepiluan bertubi-tubi menghampirinya. Namun, jika ada satu hal yang selalu diyakini
Qayyima, itu adalah bahwa hidup selayaknya dijalani dengan kerja keras, doa,
Dari berbagai macam problematika yang Qayyima alami inilah yang secara
tidak langsung membangun kepribadian tokoh ini. Dari analisis penokohan terhadap
Qayyima, ditemukan sembilan sifat Qayyima yakni cerdas, pekerja keras, berbakat,
tenang, tidak mudah terpengaruh, sukar marah, dan sabar, memiliki ingatan yang
baik, serta mampu berdiri sendiri tanpa banyak bantuan orang lain.
Juga, Qayyima bukanlah orang yang memiliki kepribadian koleris dan melankolis.
Seperti halnya manusia, tokoh-tokoh dalam sebuah kisahan pun memiliki banyak
91
sifat. Pada analisis sebelumnya, penulis telah menganalisis sifat-sifat Qayyima, tokoh
terpengaruh, setia, santai, sukar marah, dingin dan sabar, berbicara singkat namun
mantap, rajin, cekatan, memiliki ingatan yang baik, serta mampu berdiri sendiri tanpa
Salah satu ciri utama dari seseorang yang plegmatis adalah selalu sabar.
Memelihara sifat sabar ternyata bukan hanya membuat hati tidak cepat dipenuhi rasa
marah, tetapi juga meningkatkan kualitas kesehatan fisik. Orang yang sabar biasanya
lebih tenang, relaks, dan menikmati hidup. Sifat seperti ini adalah sebuah sikap yang
baik dalam diri seseorang, karena dengan kesabaran jiwa seseorang akan tenang dan
tidak mudah goyah saat mendapat cobaan atau masalah, dia akan lebih berhati-hati,
dan tetap semangat dalam menghadapi masalah hidup. Di dalam hidup ini kadang
kesabaran diuji oleh sebuah permasalahan yang terjadi atau dialami. Kesabaran dalam
hidup begitu sangat penting untuk dimiliki dan dapat diterapkan dalam hidup
seseorang, seperti dengan bersabar kita dapat berpikir positif atas sebuah hal yang
terjadi dalam kehidupan. Hal tersebut terjadi pada diri Qayyima, yaitu
keberhasilannya dalam mewujudkan impiannya untuk menjadi guru lukis yang bisa
kepada pembaca bahwa seseorang yang memiliki sifat sabar akan mengerti tentang
kehidupan yang sebenarnya. Kesabaran juga akan mengajarkan seseorang untuk tetap
optimis menjalani hidup dalam meraih sebuah keberhasilan atau impian, dengan terus
92
berusaha meraih kesempatan yang ada demi memperjuangkan apa yang diinginkan
yang agak negatif. Sabar dalam menghadapi suatu masalah memang baik, tetapi tidak
dengan menghindari masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah ketika terjadinya
konflik dengan Regina perihal sahabatnya itu meminta diceritakan tentang sejarah
perang dunia II untuk ia ringkas dalam memenuhi tugas di sekolah, dan Regina
tidak memberikan alasan yang jelas, dengan harapan bahwa sahabatnya itu akan
paham dan mengerti sendiri. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut.
“Ima, ajarin aku, dong… udah tinggal lusa soalnya, nih, besok, kan,
tanggal merah, terus besok paginya lagi pas masuk, kan, harus sudah
dikumpulin,” rayu Regina dengan mulut yang manyun.
Qayyima tersenyum saja. “Ayo, Gin, di sini saja, biar nanti aku cerita,
kamu catat yang penting-penting,” Jawab Qayyima.
“Ih, nggak mau, ah… jangan di sini. Di rumahmu, dong, bujuk Regina.
Qayyima mendadak terdiam. “Aku nggak bisa, Gin. Lebih baik di sini
aja, ya…,” jawab Qayyima dengan berbisik. Matanya menyorotkan
sesuatu tetapi sahabatnya itu belum kunjung mengerti.
Regina yang belum paham jadi semakin merengut. Qayyima menghela
napasnya pelan dengan menggenggam kedua tangan Regina yang masih
ngambek.
“Aku mohon, Regina, aku cuma mau kamu paham dan mengerti. Aku
nggak bisa mengajakmu ke rumah,” jawab Qayyima pelan.
“Memangnya kenapa, sih, Ma… sampai kamu nggak mau nunjukin ke
aku rumah kamu kayak gimana. Kamu malu? Terus, kamu masih
nganggap aku seperti orang lain? tukas Regina ketus.
“Aku…” Qayyima kehabisan kata-kata. bagaimanapun, ia tak mau
sahabatnya tahu bahwa ia hidup di sebuah rumah yang kumuh, dan harus
menghidupi keluarganya dengan berjualan lukisan.
93
hatinya yang paling dalam hingga ia menemukan waktu dan orang yang tepat untuk
mengungkapkan apa yang dirasakannya selama ini. Hal tersebut akhirnya membuat
dapat selesai seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini dapat dicermati melalui
kutipan berikut.
dan masalah adalah tindakan yang tidak bijaksana. Sesulit apa pun masalah yang
dihadapi saat itu, ia bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tetapi harus diselesaikan.
yakni karena ada rasa ketakutan yang akan terjadi di masa mendatang apabila ia
Ia tahu sekali bahwa Regina tipikal orang yang jika sudah ngambek, apa
yang ia kehendaki harus dituruti. Padahal, Qayyima tak mau jika
kehidupannya jadi terbalas kata kasihan. Ia tak mau jadi orang yang
94
meminta belas kasihan seperti yang ada di pinggiran jalan di luar sana. Ia
tak ingin menjadi pengemis kasihan yang kelak akan dikumpulkan pada
hari akhir nanti dengan wajah tak berdaging‒seperti yang disabdakan
Rasul (Purwanda, 2015:95).
itu mengetahui tentang kehidupannya yang jauh dari kata layak, yang akan
menimbulkan rasa kasihan. Selain itu, ketakutan bahwa orang yang telah Qayyima
ajak berbicara tentang perasaannya akan membocorkan isi pembicaraan tersebut. Hal
“Regina…, aku mohon, jangan ceritakan ini kepada siapa pun. Aku tak
mau orang-orang tahu bahwa kehidupanku di luar sekolah seperti ini. Aku
tak mau.” Qayyima berbisik (Purwanda, 2015:124).
yang dimilikinya, baik sedih maupun senang semuanya dapat ditutupi dengan baik,
sehingga Regina pun tidak mengetahui perihal kehidupan Qayyima selama ini, karena
di depan sahabatnya itu, ia tidak pernah menunjukkan sikap sedih maupun mengeluh.
Seandainya jika ia mampu mengutarakan apa pun yang ia rasakan, setidaknya akan
mengurangi beban dalam hidupnya, paling tidak ia bisa bertukar pikiran dengan
sahabatnya itu, sehingga ia mampu berpikir positif terhadap apa pun yang terjadi.
Karena sebagian besar tindakan yang orang ambil juga atas masukan atau nasehat
4.2 Pembahasan
tokoh Qayyima dalam novel Kanvas karya Bintang Purwanda kajian psikologi sastra.
Dalam novel, Qayyima digambarkan sebagai gadis remaja yang hidup sederhana
dengan segala keterbatasan materi. Sejak ibundanya meninggal dan ayahnya terkena
Hidup miskin atau susah rasanya bukanlah mimpi semua orang, sebaliknya
setiap orang menginginkan yang terbaik dalam hidupnya. Begitu pun Qayyima, Ia
ingin bekerja dan menghasilkan banyak uang agar terlepas dari kemiskinan yang ia
alami, memiliki kehidupan yang layak, dan tidak kekurangan makanan. Qayyima
membuktikan bahwa kemiskinan adalah cobaan yang harus dihadapi dengan sabar
dan tegar. Keputusan tersebut membawa pengaruh besar terhadap dirinya, yang
memunculkan konsep diri yang positif seperti terlihat lebih optimis, menghargai diri
terealisasikan jika ego-nya dapat mengontrol id itu sendiri. Id yang ada dalam diri
Qayyima adalah keinginannya untuk terlepas dari kemiskinan, yang tidak lain agar
impiannya juga terwujud yaitu menjadi guru lukis dengan bayang-bayang ia bisa
egonya untuk berjuang mempertaruhkan hidup demi sambung napas dirinya dan
keluarganya.
96
Dari pandangan psikologis, manusia mana pun pasti ingin lepas dari
kemiskinan, termasuk Qayyima, karena jelas usaha Qayyima dengan giat untuk
menjadikan lukisan sebagai mata pencaharian itu sebagai bentuk upaya menghidupi
bagi orang lain. Seiring bertambahnya usia, seseorang dituntut untuk bisa mengurus
kebebasan untuk menjadi diri sendiri dan dapat belajar dalam memecahkan
permasalahan. Kemandirian itu menjadi pembuka jalan bagi Qayyima untuk meraih
id telah terpenuhi oleh ego, dan sesuai dengan konsep ideal superego.
BAB V
PENUTUPAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tokoh utama dalam novel Kanvas
karya Bintang Purwanda, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Fakta cerita dalam novel Kanvas karya Bintang Purwanda terdiri atas alur,
tokoh dan penokohan, serta latar. Alur dalam novel adalah alur maju. Tokoh dalam
novel ini yang mempunyai peranan sebagai tokoh utama adalah Qayyima Salimah.
Latar dalam novel berada di Jakarta. Waktu penceritaan terjadi ketika pagi Qayyima
beribadah, dan melukis hingga terbit fajar. Latar sosial dalam novel adalah toleransi
Terdapat id, ego, dan superego dalam diri Qayyima. Dorongan id pada diri
Qayyima ditandai ketika ia ingin bertemu dengan ibundanya, ingin terlepas dari
kemiskinan, ingin makan, dan ingin menjadi guru lukis terkenal. Respons ego
ditandai ketika Qayyima bermimpi bertemu dengan ibunya, keputusan untuk bekerja,
Respons superego ditandai ketika Qayyima ikhlas menerima kepergian ibunya, sabar
tawaran wawancara. Ada keseimbangan antara id, ego, dan superego yang dialami
Qayyima.
97
98
Qayyima, yakni sabar, tidak mudah terpengaruh, sukar marah, memiliki ingatan yang
baik, serta mampu berdiri sendiri tanpa banyak bantuan orang lain.
seorang remaja muslimah bernama Qayyima dengan karakter keIslaman yang kuat,
yang belakangan ini sudah sangat jarang ditemui. Novel ini memunculkan tokoh
utama dengan sosok yang ideal, dan dibuat sebagai representasi role model seperti
apa remaja seharusnya. Secara kesukuan dan karakter wajah, Qayyima memiliki garis
keturunan Arab, meskipun tidak begitu kental lagi karena tidak berada di lingkungan
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat dikemukakan kepada pembaca, yaitu novel Kanvas
pembelajaran serta pengalaman berharga bagi pembaca, sehingga novel ini bukan
hanya untuk sekedar dinikmati, tetapi juga dapat dimengerti oleh pembaca. Pembaca
dapat mengambil contoh yang baik dari berbagai peristiwa dan motivasi yang
tergambar dalam perilaku dan pikiran tokoh utama untuk dijadikan bekal dalam
penelitan yang lebih mendalam tentang novel Kanvas dengan topik permasalahan
Fajriah, Khoiriyatul. 2017. “Kepribadian Tokoh Utama Wanita dalam Novel Alisya
Karya Muhammad Makhdlori Kajian Psikologi Sastra.” Skripsi Sarjana Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman. Tidak Diterbitkan.
Hall, Calvin S. 2019. Psikologi Freud: Sebuah Bacaan Awal. Yogyakarta: IRCiSoD.
Harjito. 2005. Sastra dan Manusia: Teori dan Terapannya. Semarang: Rumah
Indonesia.
Maulana, Dasef. 2015. “Tipe Kepribadian pada Tokoh Utama dalam Novel Daun
yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kajian Psikologi Sastra. Skripsi Sarjana
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah. http://repository.uinjkt.ac.id (diunduh pada 14
Februari 2019).
Minderop, Albertine. 2013. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan
Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
99
100
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Susanti, Kristin. 2018. “Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Gelombang karya
Dewi Lestari Kajian Psikologi Sastra.” Skripsi Sarjana Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa.http://repository.ustjogja.ac.id/docload/kepribadian-
tokoh-utama-dalam-novel-gelomban9 (diunduh pada 14 Februari 2019).
Wayuningtyas, Sri dan Wijaya Heru Santosa. 2011. Sastra: Teori dan
Implementasinya. Yuma Pustaka: Surakarta.
Wellek, Rene dan Warren, Austin. 2016. Teori Kesusastraan. Diterjemahkan oleh
Melani Budianta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yusuf, S., & Nurihsan, A. J. 2012. Teori Kpribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya.
101
LAMPIRAN 1
IDENTITAS NOVEL
ISBN : 978-602-291-026-8
102
LAMPIRAN 2
103
LAMPIRAN 3
RINGKASAN NOVEL
Qayyima Salimah nama panjangnya. Gadis berjilbab itu melawan arus yang
mengatasnamakan masa ABG, yang merempuh dari berbagai arah. Jilbab besar yang
memang semata tunduk atas syariat Allah yang memerintahkan wanita muslim
menjulurkan kain jilbabnya melebihi dada. Banyak yang bilang, wajah Qayyima
serupa syarifah keturunan baginda Nabi Muhammad Saw. Bagaimana tidak, matanya
yang cantik, bulu matanya yang lentik, alisnya tegas, hidungnya bangir
menggemaskan. Padahal, dia orang pribumi. Pipinya agak tembam, tetapi tak ada
begitu istimewa. Prestasi pendidikannya pun biasa saja. Biaya sekolahnya sok jual
mahal. Kebanyakan yang sekolah di sini adalah “anak-anak buangan”, yaitu mereka
yang tak lulus ujian masuk sekolah negeri. Qayyima bersekolah di tempat itu
sebetulnya bukan karena ia tak lulus ujian di sekolah negeri, melainkan karena
nasibnya yang tak menguntungkan. Ia tak beruntung masuk ke sekolah negeri karena
saat ia mau mendaftar, semua sekolah negeri sudah menutup pendaftaran. Padahal, ia
Sejarah dan kesenian menjadi mata pelajaran favorit Qayyima. Jika jam
istirahat, ia betah duduk di pojok kelas berjam-jam, membaca buku sejarah. Jika tidak
melukis. Qayyima mewarisi bakat melukis dari sang ibu, ibunda yang ia rindukan.
Akan tetapi, beliau sudah tiada, wafat karena melahirkan adik terkecilnya, dan ini
adalah puncak kegelisahan bagi Qayyima. Ia seolah terjun bebas ke titik terendah dari
hidupnya.
Qayyima bukan dari keluarga yang mapan finansial. Ayahnya bernama Taufik
Haryanto, yang lumpuh karena stroke. Ibundanya bernama Lathifah, telah wafat lima
tahun lalu. Adiknya tiga: ada yang sepasang kembar, Shabira dan Zhafira, serta adik
bungsunya yaitu Rahma. Di Jakarta, tak ada kerabat dan saudara yang bisa membantu
keseharian mereka karena rumah saudara terdekat mereka, Paman Akmal, letaknya di
Cikarang yang jarak tempuhnya cukup melelahkan. Beliau adalah kakak ayahnya
yang paling besar, dan sejauh ini hanya dapat membantu lewat kiriman uang yang tak
banyak. Maka, untuk menghidupi mereka, Qayyima harus mencari uang sendiri
setelah pulang sekolah dengan berjualan lukisan hasil karyanya sendiri, uang yang ia
peroleh untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan tentu, untuk membayar SPP
bulanan sekolahnya.
ada yang di titipkan kepada seorang wanita keturunan Tionghoa. Qayyima sering
senang betul setiap pagi tokonya di singgahi Qayyima, si manis yang berjilbab,
lukisan yang dijualnya. Bayangan ayahnya yang sedang sakit dan ketiga adiknya
tidak ada yang membeli lukisannya, lukisan yang dia buat di sela-sela sekolahnya?
Seandainya ibunya masih hidup, mungkin semua akan berbeda. Kepergian ibunya
membuat Qayyima harus menjadi tulang punggung keluarga. Namun, jika ada satu
hal yang selalu diyakini Qayyima, itu adalah bahwa hidup selayaknya dijalani dengan
duduk di dekat pedagang siomay, panggil saja bang wahid. Lalu, ia bertemu dengan
salah seorang wanita yang bernama Bu Ratna. Pada saat itu, Bu Ratna meminta
dibuatkan sketsa wajahnya oleh Qayyima, dan tidak perlu memakan waktu lama
atas apa yang telah Qayyima lakukan, yaitu dengan memberinya uang. Pertemuannya
galeri lukisan) melalui Facebook-nya, bahwa ia telah bertemu dengan seorang gadis
Qayyima kepada atasannya, Bu Lisa berniat ingin menemui Qayyima sekaligus ingin
menyetujuinya, dan Bu Lisa memberi alamat tempat yang harus Qayyima datangi
untuk wawancara.
Hari itu, Qayyima pergi memenuhi panggilan wawancara dari Bu Lisa ditemani
oleh Regina, sahabatnya. Regina adalah anak pertama dari dua bersaudara. Sedari
penganut Katholik yang taat, tiap minggu pagi ia rutin ke gereja mengikuti misa.
Regina berprinsip, ia deklarasikan suatu hari kepada dirinya sendiri, “jika memang
yang disampaikan oleh para pendeta itu adalah kebijaksanaan, aku akan
mengikutinya; dan, jika yang mereka sampaikan bukan kebijaksanaan, pada saat itu
pula aku sedang mencari kebijaksanaan dari apa yang mereka sampaikan.
tengah perjalanan Qayyima sangat gelisah dan teringat ayahnya. Ia meminta Regina
dan sumber kebakaran itu berasal dari rumah Qayyima. Qayyima sempoyongan, para
107
warga dan Pak RT berusaha menyelamatkan ayah Qayyima, namun sayang ayahnya
Mimpi tentang sesuatu bisa saja memiliki takwil yang sama sekali lain. Begitu
pun bagi Qayyima. Ia hanya menganggap mimpinya bertemu kembali dengan sang
ibunda dan ayahnya di sebuah malam berhujan itu sebagai letup rindu yang
mengkristal, toh hal itu pun tidak akan pernah terjadi. Sang ibunda dan ayah sudah
ayah disana.
Beberapa bulan kemudian, Qayyima kini berada di kawasan Kota Tua, Jakarta.
Qayyima sudah mulai berjalan menuju puncak karirnya sebagai pelukis yang handal.
membuat ia berhenti melukis. Dengan bantuan Bu Lisa dan Bu Ratna, Qayyima mulai
sedikit demi sedikit bisa rutin menghidupi ketiga adiknya, setidaknya untuk
mengurangi beban Paman Akmal yang hingga kini menjadi pengasuh mereka
berempat. Qayyima kini sering bepergian ke berbagai kota untuk memenuhi tugas
dari Bu Lisa. Beberapa kali ia ditugaskan untuk pergi ke luar pulau, seperti ke Danau
Toba, Bunaken, Raja Ampat, dan lainnya. Itu semua untuk dilukisnya, yang
Qayyima juga sempat beberapa kali mengisi Workshop lukis di berbagai kota. Hal itu
Regina, sahabatnya itu kini sering diminta membimbing para mualaf yang baru
masuk Islam. Regina dulu seorang non-muslim, tetapi ia telah mendapat hidayah dari
Tuhan dan dengan persetujuan orang tua dan dibantu oleh Pak Mustofa (guru agama
di sekolah) serta Mushaf Al-Quran dan Qayyima yag selalu memberikannya petunjuk
sebuah lukisan yang belum rampung sampai sekarang, lukisan yang ia kerjakan dulu
bersama ibundanya. Lukisan itu bercerita tentang sepasang ibu dan anak yang sedang
ketenangan, dan langit bercahaya. Di atas telaga itu, terpancar sejalur jalan cahaya
easel-nya, kemudian menaruh lukisan setengah jadi yang ia bawa pada kayu yang
Qayyima mengernyitkan dahinya. Ada sebuah tulisan dari pensil, tulisan ibundanya.
Kalimat ekspresif, tetapi sederhana. “Kanvas, tempat kita melukis rasa, rasa tentang
apa pun.” Qayyima tersenyum simpul. Entah mengapa pula, Qayyima seperti tengah
menatap sosok sang ibunda di salah satu sudut keramaian, tersenyum ke arahnya.
109
LAMPIRAN 4
DATA KUTIPAN NOVEL
membina siswa-siswinya.
…
Hari itu beliau membahas materi
tentang adab-adab pada hari Jumat.
Keluar pula dalil-dalil penguat dan
satu set dalil: tiga ayat terakhir Surah
Al-Jumu’ah. Sebelum tugas
dikeluarkan secara resmi lewat lisan
beliau yang mulia, anak-anak sudah
ribut berbisik-bisik menanyakan
kepada Qayyima surah manakah dalil
yang disebut oleh Pak Mustofa. Dan,
ketika beliau duduk di kursi setelah
menugasi anak-anak menghafal,
Qayyima langsung maju ke depan
beliau untuk menyetorkan hafalannya.
Pak Mustofa melongo, hampir tak
percaya. Rupanya masih ada permata
di tengah pepasiran apatisme
pendidikan anak negeri.
…
Pak Mustofa geleng-geleng kepala,
sambil mengucap tasbih berkali-kali.
Tak ragu ia bubuhkan nilai hafalan
Qayyima Salimah di hadapannya itu
dengan angka 100, sempurna. Tentu,
itu melengkapi koleksi angka 100
lainnya yang terpampang di kolom-
kolom sebelumnya.
30 Seperti biasa, jadwal pukul delapan,
tapi baru mulai pukul setengah
Sembilan. Di luar kesadaran,
pendidikan jam karet sudah begitu
mengakar. Para guru itu yang
mengajarkannya sendiri kepada anak
muridnya secara tak langsung Tidak mudah terpengaruh 3-5
meskipun jika ditanya mereka takkan lingkungan sekitar
pernah mengaku. Begitu kuatnya
perilaku alam bawah sadar manusia.
Jadilah, anak-anak berseragam putih
abu-abu duduk berjajar di depan kelas
mereka masing-masing. Ada yang
118