Anda di halaman 1dari 86

NILAI - NILAI PENDIDIKAN KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM

NOVEL ANAK RANTAU KARYA AHMAD FUADI :

TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH

LILIS MARDIANA HUTABARAT

140701045

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


NILAI – NILAI PENDIDIKAN KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
ANAK RANTAU KARYA AHMAD FUADI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA

OLEH

LILIS MARDIANA HUTABARAT

140701045

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memeroleh gelar sarjana sastra dan
telah disetujui oleh:

Pembimbing,

Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P.

NIP 19590907 198702 1 002

Program Studi Sastra Indonesia

Ketua,

Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P.

NIP 19590907 198702 1 002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Lilis Mardiana Hutabarat

NIM : 140701045

Fakultas : Ilmu Budaya

Jurusan : Program Studi Sastra Indonesia

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Nilai – Nilai Pendidikan Karakter


Tokoh Utama dalam Novel Anak Rantau Karya Ahmad Fuadi: Tinjauan Psikologi
Sastra” ini adalah hasil dari pekerjaan saya sendiri. Sepengetahuan saya, skripsi yang
saya tulis ini bukan materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali beberapa bagian tertentu
yang saya ambil sebagai referensi atau pedoman untuk tata cara pengerjaan skripsi yang
semestinya. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaaan yang telah saya peroleh.

Medan, Maret 2018

Penulis,

Lilis Mardiana Hutabarat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Nilai – Nilai Pendidikan Karakter Tokoh Utama Dalam Novel Anak Rantau Karya
Ahmad Fuadi: Tinjauan Psikologi Sastra

Oleh:

Lilis Mardiana Hutabarat

NIM 140701045

Pengarang dalam menulis sebuah karya ingin menyampaikan mengenai pesan yang
tersirat melalui karyanya yang diperoleh dari rangkaian cerita yang dialami tokoh. Salah
satu karya itu adalah novel yang merupakan hasil pemikiran pengarang yang
menceritakan serangkaian kehidupan tokoh dan orang lain yang berkaitan dengannya.
Tokoh utama dalam novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi adalah tokoh yang
mengalami perubahan dalam hidupnya setelah mendapat didikan di kampungnya. Nilai
pendidikan karakter dikaji dengan terlebih dahulu memaparkan watak tokoh melalui
kajian psikologi sastra. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan
metode deskriptif. Watak tokoh Hepi yang ditampilkan iri, khawatir, tidak sabar, perasa
terhadap orang lain, pendendam, ragu – ragu , mudah resah dan cemas, berprasangka
buruk, pemaaf dan mudah percaya terhadap orang lain. Nilai pendidikan karakter adalah
suatu paham mengenai sifat – sifat (hal – hal) yang penting dalam berperilaku dan
menanamkannya sesuai dengan nilai luhur yang diwujudkan dalam interaksi dengan
dirinya, Tuhan, dan lingkungannya. Nilai – nilai pendidikan karakter yang terdapat
dalam novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi ditemukakan ada 13 nilai- nilai
pendidikan karakter, di antaranya: religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Kata Kunci: Tokoh Utama, Nilai Pendidikan Karakter, dan Psikologi Sastra.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

berjudul “Nilai – Nilai Pendidikan Karakter Tokoh Utama dalam Novel Anak Rantau

Karya Ahmad Fuadi: Tinjauan Psikologi Sastra”.

Adapun tujuan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah untuk memenuhi

persyaratan sarjana pada Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Dalam penulisan skripsi ini, tentunya telah banyak pihak yang telah memberikan

bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang

sebesar – besarnya kepada semua pihak yang turut membantu, khususnya:

1. Dr. Drs. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof. Drs. Mauly

Purba, M.A, Ph.D. selaku wakil Dekan I, Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku wakil

Dekan II, dan Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku wakil Dekan III.

2. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia

dan Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Sastra

Indonesia.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

memberikan masukan ilmu, waktu dan semangat serta memberikan pengarahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas segala bimbingan

Bapak berupa ide, saran, pertimbangan, nasihat, motivasi dan perubahan untuk

memperbaiki kualitas pengerjaan skripsi saya. Penulis berterima kasih diberi

kesempatan menjadi mahasiswa bimbingan Bapak.

4. Seluruh dosen dan para staf, terkhusus bapak Selamat yang telah banyak memberikan

saran dan bantuan yang bermanfaat selama penulis mengikuti kegiatan akademis di

Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

5. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, baik moral maupun materi

dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada Ibunda saya tercinta Berianna

Pasaribu yang menjadi sosok berjasa yang selalu mendukung serta mendoakan anak

– anaknya agar bisa berhasil mencapai tujuan. Begitu juga kepada Ayahanda saya

tercinta Ahmad Dawit Hutabarat S.Pd yang menjadi panutan dalam membentuk

kepribadian seluruh anggota keluarga. Tidak lupa kepada abang tersayang Herwin

Hutabarat dan adik tersayang Rahmat Hidayat Hutabarat yag selalu memberikan

motivasi, semangat dan doa untuk penulis.

6. Kepada para sahabat Rabbiul Awallia Hutagaol, Novita Maharani, Latifah Yusri

Nasution, Putri Alfiah Siregar, Lulu Atun Nafisah, Sri Wahyuni Sitepu, Sri

Ramadhani Nst, Adelya Ramadani, Dwi Sri Annisa Hasibuan, Desi Dayanti, Eka

Sulistiani, Rina Erviany, Istika Suri, Tri Septi, Fitri Situmeang, dan Lingga Maisyura

untuk dukungan dan kenangan indah selama saya berkuliah di jurusan Sastra

Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Kepada kakak senior Sastra Indonesia 2013 kak Nadia, kak Indah dan kak Novia

yang telah memberikan dukungan, semangat, dan informasi kepada penulis. Tidak

lupa pula kepada kakak dan teman Kos Pak Haji yang telah memberikan semangat

dan dukungan.

8. Kepada seluruh teman sarjana di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu

Budaya, USU angkatan 2014 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang

memberikan warna-warni pada hari-hari penulis selama masa perkuliahan. Terima

kasih atas segala doa dan perhatiannya semua kenangan yang telah dilakukan selama

proses perkuliahan.

9. Kepada adik – adik Sasindo Anju, Abdul, Mardiah, Latifahdan juga adik – adik 2015

dan 2016 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk doa dan

dukungan selama ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini dan masih

jauh kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pembaca agar

memberi kritik dan saran yang bermanfaat demi menyempurnakan skripsi ini. Akhir

kata, semoga kiranya skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita

bersama.

Medan, Maret 2018

Penulis,

Lilis Mardiana Hutabarat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….. i

PERNYATAAN................................................................................................. ii

ABSTRAK......................................................................................................... iii

PRAKATA........................................................................................................ iv

DAFTAR ISI..................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 BatasanMasalah................................................................................. 5

1.3 Rumusan Masalah .............................................................................. 5

1.4 TujuanPenelitian .............................................................................. 6

1.5 ManfaatPenelitian............................................................................. 6

1.Manfaat Teoritis ............................................................................ 6

2. Manfaat Praktis............................................................................ 6

BAB IIKONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA.... 7

2.1 Konsep.............................................................................................. 7

2.1.1 Nilai......................................................................................... 7

2.1.2 PendidikanKarakter.............................................................. . 8

2.1.3 Nilai dan Deskripsi Nilai......................................................... 9

2.1.4 Tokoh Utama .......................................................................... 12

2.1.5 Watak....................................................................................... 13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.6 Novel ...................................................................................... 13

2.2 LandasanTeori .............................................................................. 15

2.2.1 TeoriPsikologiSastra............................................................ 15

2.3 TinjauanPustaka............................................................................. 16

BAB IIIMETODE PENELITIAN................................................................ 23

3.1 MetodePenelitian............................................................................ 23

3.2 Sumber Data.................................................................................... 23

3.3 TeknikPengumpulanData .............................................................. 24

3.4 TeknikAnalisisData ....................................................................... 25

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 26

4.1 Tokoh dan Penokohan....................................................................... 26

a. Tokoh Utama................................................................................ 26

b. Tokoh Tambahan......................................................................... 27

4.1.1 Cara Penggambaran Tokoh............................................................ 27

a. Metode Diskurtif........................................................................ 27

b. Metode Dramatik.......................................................................... 27

c. Metode Kontekstual...................................................................... 27

d. Metode Campuran....................................................................... 27

4.1.2 Penokohan...................................................................................... 28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.2.1 Dilihat dari Fungsi Penampilan Tokoh dibagi Menjadi Dua..... 28

a. Tokoh Protagonis........................................................................28

b. Tokoh Antagonis....................................................................... 28

4.1.2.2 Dilihat Berdasarkan Perwatakannya, Tokoh Cerita dibagi Menjadi

Dua.............................................................................................28

a. Tokoh Sederhana........................................................................28

b Tokoh Bulat.................................................................................29

4.1.2.3 Dilihat Berdasarkan Kriteria yang Berkembang atau Tidaknya Perwatakan,

Tokoh Dibagi Menjadi Dua.......................................................... 29

a. Tokoh Statis.............................................................................. 29

b. Tokoh Berkembang................................................................ 29

4.1.2.4 Dilihat Berkembangnya Kriteria yang Berkembang atau Tidaknya

Perwatakan, Tokoh Dibagi Menjadi Dua.................................. 30

a. Tokoh Tipikal.......................................................................... 30

b. Tokoh Netral...........................................................................30

4.2 Tokoh Utama dalam Novel Anak Rantau..................................... 30

4. 3 WatakTokohUtama............................................................... 35

4.3.1Cara memahami watak tokoh dengan tuturan pengarang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terhadap karakteristiknya..................................................................36

4.3.2. Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan


kehidupannya maupun caranya berpakaian .........................................37

4.3.3 Menunjukkanbagaimanaperilakunya............................................ 38

4.3.4 Melihatbagaimanatokohituberbicara dengandirinyasendiri.. 39

4.3.5 Memahamibagaimanajalanpikirannya........................................ 41

4.3.6 Melihatbagaimanatokoh lain berbicaratentangnya................... 43

4.3.7 Melihattokohlainberbincangdengannya.................................. . 44

4.3.8Melihat bagaimanakah tokoh – tokoh yang lain itu member

reaksi terhadapnya............................................................................ 46

4.3.9Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh

yang lain.......................................................................................... 48

4.4 Nilai – NilaiPendidikanKarakterTokohUtama................................... 50

4.4.1 Religius...................................................................................51

4.4.2 Jujur...................................................................................... 52

4.4.3 Disiplin....................................................................................52

4.4.4 Kerja Keras..............................................................................53

4.4.5 Kreatif.....................................................................................54

4.4.6 Mandiri....................................................................................55

4.4.7 Rasa InginTahu...........................................................................55

4.4.8 MenghargaiPrestasi.................................................................... 57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.9 Bersahabat/Komunikatif............................................................57

4.4.10 CintaDamai............................................................................58

4.4.11 GemarMembaca......................................................................58

4.4.12 PeduliSosial...........................................................................59

4.4.13 TanggungJawab.................................................................... 60

BAB V PENUTUP........................................................................... 62

5.1 Simpulan............................................................................ 62

5.2 Saran.................................................................................. 63

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 64


LAMPIRAN ............................................................................................ 67
1. Sinopsis Anak Rantau................................................................. 67
2. Biografi Pengarang.................................................................... 72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu aspek penting dalam kehidupan adalah pendidikan karakter. Pendidikan

karakter menjadi penting karena di zaman modern ini, karakter pada generasi muda

sudah mulai terkikis. Penyimpangan – penyimpangan yang terjadi dimasyarakat

menjadi salah satu bukti bahwa norma dan aturan yang ada sudah tidak lagi menjadi

pertimbangan untuk bertindak.

Adanya arus globalisasi turut serta menjadikan pendidikan karakter tidak lagi

dipandang sebagai hal yang penting. Pengaruh budaya asing dan orang lain sangat

mudah masuk ke Indonesia. Hal ini terutama menyasar pada generasi muda yang

pemikirannya mudah menyerap sesuatu yang belum tentu baik dan sesuai dengan

lingkungan sosialnya. Sebagai bangsa yang memiliki adat ketimuran hal ini akan sangat

bertolak belakang dengan adanya globalisasi tersebut.

Selain itu, belakangan ini bangsa kita menunjukkan berbagai kerusakan moral

yang terus menerus terjadi tanpa bisa dihentikan. Berbagai contoh kerusakan moral itu

seperti korupsi, tindakan anarkis, penyalahgunaan narkoba, seks bebas yang dilakukan

oleh generasi muda telah menunjukkan bahwa kerusakan moral sudah merajalela dan itu

tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.

Kajian – kajian ilmiah tentang perilaku tidak terpuji (amoral) yang dilakukan

siswa dalam dunia pendidikan di Indonesia sangat terbatas. Namun di negara – negara

maju seperti di Amerika sudah sangat berkembang, survei nasional yang dilakukan oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


The Ethnics of American Youth, dari Josephson Institute of Ethnics (2006), diketahui

bahwa perilaku siswa dalam jangka waktu 12 bulan yaitu: (a) 82% mengakui bahwa

mereka berbohong kepada orangtua; (b) 62% mengakui bahwa mereka berbohong

kepada guru tentang sesuatu yang signifikan; (c) 33% menjiplak tugas dari internet; (d)

60% menipu selama pelaksanaan ujian di sekolah; (e) 19% mencuri sesuatu dari seorang

teman, dan (f) 28% mencuri sesuatu dari toko (Zubaedi, 2013:4).

Sekarang, ketika masyarakat dan bangsa dilanda krisis moral, sistem nilai tersebut

perlu direvitalisasi, terutama untuk mewujudkan karakter pribadi dan karakter bangsa

yang telah ada seperti tekun beribadah, jujur dalam ucapan dan tindakan, berpikir positif

dan rela berkorban. Semua itu merupakan karakter luhur bangsa Indonesia yang

sekarang sudah hampir punah (Mulyasa,2012:2). Berbagai cara dalam menanamkan

kembali nilai pendidikan karakter itu terus dilakukan. Salah satu media yang di

dalamnya dapat ditemui nilai pendidikan karakteradalah karya sastra. Melalui karya

sastra, pembaca akan menemukan nilai – nilai pendidikan karakter yang artinya secara

tidak langsung mereka diajarkan mengenai perilaku - perilaku yang semestinya untuk

dicontoh dan diterapkan dalam kehidupan sehari - hari.

Sastra mampu memberi kesenangan dan kenikmatan, namun di dalamnya

terkandung “memberi kemanfaatan”. Apa manfaat yang mampu diberikan oleh sastra?

Jawabnya dapat melibatkan berbagai aspek kehidupan yang menunjang atau

mempengaruhi cara berpikir, bersikap, berperasaan, bertindak secara verbal atau

nonverbal. Berbagai teks kesastraan diyakini mengandung unsur moral dan nilai – nilai

yang dapat dijadikan “bahan baku” pendidikan dalam pembentukan karakter. Sastra

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dipersepsi sebagai suatu fakta sosial yang meyimpan pesan yang mampu menggerakkan

emosi pembaca untuk bersikap atau berbuat sesuatu (Nurgiyantoro, 2015:433-434).

Karya sastra menurut Selden adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan

mengungkapkan pribadi pengarang. Menurut Semi, selain sebagai sebuah karya seni

yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra juga sebagai karya kreatif yang

dimanfaatkan sebagi konsumsi intelektual dan emosional. Selain itu, karya sastra adalah

hasil proses kreatif. Karya sastra bukanlah hasil pekerjaan yang memerlukan

keterampilan semata, seperti membuat sepatu, kursi, atau meja. Karya sastra

memerlukan perenungan, pengendapan ide, pematangan, langkah – langkah tertentu

yang akan berbeda antara sastrawan satu dengan sastrawan yang lain (Siswanto,

2007:67-74).

Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk prosa

rekaan yang lebih pendek daripada roman. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita

kehidupan seseorang dengan orang – orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak

dan sifat setiap pelaku. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari - hari. Meski

demikian, penggarapan unsur – unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot,

latar, gaya bahasa, nilai, tokoh dan penokohan. (Siswanto,2007:141).

Novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi merupakan sebuah novel yang bercerita

tentang sebuah keluarga yang terdiri dari sang ayah Martiaz serta kedua anaknya Dora

dan Hepi. Sejak ditinggal sang istri Martiaz harus membesarkan kedua anaknya seorang

diri. Hepi, anak laki – laki bungsu dari Dora kakaknya selalu saja membuat masalah di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sekolah seperti membolos, pemalas, dan tidak pernah mendengarkan gurunya. Perilaku

Hepi yang sudah keterlaluan membuat Martiaz memutuskan membawanya pulang ke

kampung halaman di Padang. Namun, selang beberapa hari ia berniat kembali ke

Jakarta dan meninggalkan Hepi bersama kakek dan neneknya untuk diasuh menjadi

pribadi yang lebih baik. Di saat ia ditinggalkan sang ayah bersama kakek dan neneknya,

ia bertekad mengumpulkan uang dan kembali ke Jakarta. Selama tinggal bersama kakek

dan neneknya, Hepi mendapat didikan yang kuat dari sang kakek dan nenek di surau.

Karakter Hepi yang ditampilkan dalam novel ini bagaimana ia harus berdamai dengan

masa lalu, dan persoalan yang ia hadapi selama tinggal bersama kakek nenek dengan

cara memaafkan dan melupakan.

Dalam suatu karya sastra, adanya tokoh menyebabkan terjadinya suatu peristiwa.

Melalui penampilan watak tokoh dalam suatu cerita, maka cerita akan semakin

menarik. Melalui karya sastra, pengarang bebas mengungkapkan segala ide

pemikirannya berdasarkan penceritaan melalui watak tokoh. Selain itu, tujuan karya

sastra diciptakan tidak hanya sebagai media hiburan untuk pembaca, tetapi juga melalui

karya sastra pengarang juga menyampakai nilai – nilai yang berhubungan dengan

kehidupan.

Kajian psikologi sastra di samping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis

juga aspek – aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptakan karya

tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh agar

semakin hidup. Sentuhan – sentuhan emosi melalui dialog dan pemilihan kata,

sebenarnya merupakan gambaran kekalutan dan kejernihan batin pencipta. Kejujuran

batin itulah yang akan menyebabkan orisinalitas karya (Endraswara, 2008:96).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, peneliti

bermaksud untuk menganalisis novel ini dari segi pendidikan karakter yang dialami

tokoh utama dengan terlebih dahulu memaparkan watak tokoh utama dalam novel

berjudul Nilai – Nilai Pendidikan Karaker Tokoh Utama Dalam Novel Anak Rantau

Karya Ahmad Fuadi : Tinjauan Psikologi Sastra untuk judul penelitian karena didikan

yang ia peroleh telah mengubah kepribadian sang tokoh dalam tindakannya.

1.2 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan agar pembahasan

dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada permasalahan yang akan dibahas yaitu

tokoh utama dan nilai pendidikan karakter dalam novel Anak Rantau.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang akan dibahas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut.

1.Bagaimanakah watak tokoh utama dalam novel Anak Rantau karya Ahmad

Fuadi?

2. Apa saja nilai – nilai pendidikan karakter tokoh utama yang terdapat dalam

novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan watak tokoh utama dalam novel Anak Rantau karya Ahmad

Fuadi.

2. Mendeskripsikan nilai – nilai pendidikan karakter tokoh utama yang terdapat

dalam novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkandapat memberi manfaat baik secara teoretis maupun

praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan dalam pembelajaran

bidang bahasa dan sastra. Khususnya mengenai nilai – nilai pendidikan karakter

yang terdapat dalam novel.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca sastra untuk

lebih memahami isi cerita dalam novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi dengan

mengkaji nilai pendidikan karakter yang terdapat di dalam novel. Hasil penelitian

ini juga dapat digunakan sebagai pedoman untuk penelitian selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

2.1.1 Nilai

Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat – sifat (hal – hal) yang

penting atau berguna bagi kemanusiaan (Depdiknas, 2012:963).

Menurut Mulyana (dalam Zubaedi, 2013:35), nilai sering dirumuskan dalam

konsep yang berbeda – beda. Nilai dapat ditafsirkan sebagai keinginan, kebutuhan, dan

kesenangan seseorang sampai pada sanksi dan tekanan dari masyarakat. Seorang

psikolog menafsirkan nilai sebagai suatu kecenderungan berperilaku yang berawal dari

gejala – gejala psikologis.

Mulyanamengemukakan empat definisi nilai yang masing – masing memiliki

penekanan yang berbeda, yaitu: 1) nilai sebagai keyakinan yang membuat seseorang

bertindak atas dasar pilihannya; 2)nilai sebagai patokan normatif yang memengaruhi

manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara – cara tindakan alternatif; 3) nilai

sebagai keyakinan individu secara psikologis atau nilai patokan normatif secara

sosiologi; 4) nilai sebagai konsepsi (sifatnya membedakan individu atau kelompok) dari

apa yang diinginkan, yang memengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara, dan tujuan

akhir tindakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan beberapa penjabaran mengenai nilai, maka nilai merupakan sifat –

sifat (hal – hal) dalam diri seorang manusia yang menjadi patokan dalam melakukan

suatu tindakan sesuai dengan aturan.

2.1.2 Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai – nilai atau kebajikan

yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter

pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan karakter pada dasarnya adalah

pengembangan nilai – nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologibangsa

Indonesia, agama, budaya, dan nilai – nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan

nasional (Kurniawan, 2016:39).

Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam

berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang

sesuai dengan nilai – nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi

dengan Tuhannya, diri sendiri, antarsesama, dan lingkungannnya. Nilai – nilai luhur itu

antar lain: kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan sosial, kecerdasan berpikir

termasuk kepenasaran akan intelektual, dan berpikir logis. Oleh karena itu, penanaman

pendidikan karakter tidak bisa hanya sekadar mentransfer ilmu pengetahuan atau

melatih suatu keterampilan tertentu. Penanaman pendidikan karakter perlu proses,

contoh teladan, dan pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik

dalam lingkungan sekolah, keluarga, lingkungan masyarakat, maupun lingkungan

(exposure) media massa (Zubaedi, 2013:17).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan penjabaran mengenai nilai dan pendidikan karakter, maka peneliti

mengambil kesimpulan bahwa nilai pendidikan karakter adalah suatu paham mengenai

sifat – sifat (hal – hal) yang penting dalam berperilaku dan menanamkannya sesuai

dengan nilai luhur yang diwujudkan dalam interaksi dengan dirinya, Tuhan, dan

lingkungannya.

Nilai pendidikan karakter itu bersumber dari nilai karakter bangsa. Nilai karakter

bangsa merupakan nilai – nilai yang berkembang, berlaku, diakui, diyakini dan

disepakati untuk dilaksanakan oleh setiap warga masyarakat di sebuah negara. Nilai –

nilai itu adalah nilai – nilai yang luhur (supreme values) yang dijadikan pedoman hidup

(guiding principles) yang digunakan untuk mencapai derajat kemanusiaan yang lebih

tinggi, bermartabat, demi kedamaian dan kebahagiaan. Kemanusiaan yang dimaksud

meliputi solidaritas sesama manusia, menghormati hakikat dan martabat manusia,

kesetaraan dan tolong menolong, menghormati perbedaan dan menciptakan kedamaian

(Nurgiyantoro, 2015:2436-2437).

2.1.3 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter

Berikut ini sejumlah nilai untuk pendidikan karakter dalam (Zubaedi, 2013:74-

76).

No. Nilai Deskripsi

1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan

ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan pemeluk agama lain.

2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan

dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya

dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain

yang berbeda dari dirinya.

4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh – sungguh

dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas

serta menyelesaikan tugas dengan sebaik – baiknya.

6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan

cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada

orang lain dalam menyelesaikan tugas – tugas.

8 Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai

sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9 Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu

yang dipelajarinya, dilihat, atau didengar.

10 Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kepentingan diri dan kelompoknya.

11 Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan

kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi

terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, dan politik bangsa.

12 Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk

menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat

dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang

lain.

13 Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,

bergaul, dan bekerja bersama dengan orang lain.

14 Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan

orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran

dirinya.

15 Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca

berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi

dirinya.

16 Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah

kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan

mengembangkan upaya – upaya untuk memperbaiki

kerusakan alam yang sudah terjadi.

17 Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan

pada orang laindan masyarakat yang membutuhkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18 Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,

terhadap diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan

(alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan YME.

2.1.4 Tokoh Utama

Tokoh – tokoh dalam sebuah cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa

jenis penamaan berdasarkan sudut pandang mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan

perbedaan sudut pandang dari tinjauan tertentu, seorang tokoh dapat dikategorikan ke

dalam beberapa jenis sekaligus, misalnya tokoh utama-protagonis-berkembang-tipikal.

Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh –

tokoh lain, Ia sangat menentukan perkembangan plot cerita secara keseluruhan. Ia selalu

hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang

memengaruhi perkembangan plot. Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih

dari seorang walau kadar keutamaannnya belum tentu sama (Nurgiyantoro, 2015:258-

259).

Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis tokoh utama.. Tokoh utama dalam

novel ini ditampilkan sebagai seorang anak laki – laki tidak acuh terhadap pendidikan

dan keluarganya, akan tetapi, setelah ia tinggal bersama kakek dan neneknya ia

mengalami banyak perubahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.5 Watak

Suatu tokoh dalam sebuah cerita memerlukan watak yang menjadi identitas atau

ciri dalam memerankan tokoh tersebut. Hal itu diperlukan agar cerita yang diperankan

tokoh menjadi hidup dan sebagai penegasan mengenai siapa sebenarnya tokoh dalam

cerita.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, watak diartikan sebagai batin manusia

yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, dan tabiat

(Depdiknas, 2012:1558). Sedangkan menurut Suryabrata (2000:21) watak adalah

keseluruhan (totalitas) kemungkinan – kemungkinan bereaksi secara emosional dan

volisional seseorang, yang terbentuk selama hidupnya oleh unsur – unsur dari dalam

(dasar, keturunan, faktor – faktor endogen) dan unsur – unsur dari luar (pendidikan dan

pengalaman, faktor – faktor eksogen).

2.1.6 Novel

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel diartikan sebagai karangan prosa

yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang – orang

di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Bahasa yang

digunakan lebih mirip bahasa sehari - hari. Meski demikian, penggarapan unsur –

unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahasa, nilai, tokoh dan

penokohan (Siswanto,2007:141).

Dalam bukunya yang berjudul Tifa Penyair dan Daerahnya, H.B Jassin

mengatakan bahwa “novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang

menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang – orang (tokoh cerita)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


luar biasa karena kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan

jurusan nasib mereka. Wujud novel adalah konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam

suatu saat, dalam satu krisis yang menentukan. Dengan demikian, novel hanya

menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar – benar istimewa

mengakibatkan terjadinya perubahan nasib (Suroto, 1989:19).

Sebuah novel jelas tidak akan dapat selesai dicbaca dalam sekali duduk. Karena

panjangnya, sebuah novel secara khusus memiliki peluang yang cukup untuk

mempermasalahkan karakter tokoh dalam sebuah perjalanan waktu, kronologi, dan hal

ini tidak mungkin dilakukan pengrang dalam dan melalui cerpen. Novel juga

memunginkan adanya penyajian secara panjang lebar mengenai tempat (ruang) tertentu.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi manusia dalam masyarakat menjadi

pokok permasalahan yang selalu menarik perhatian para novelis (Sayuti, 2017:56-57).

Novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi adalah novel yang diteliti oleh peneliti.

Novel ini menceritakan setiap rangkaian dan peristiwa yang dialami oleh setiap tokoh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2Landasan Teori

2.2.1 Teori Psikologi Sastra

Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan teori psikologi sastra.

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan.

Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula

pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan lepas dari kejiwaan masing – masing.

Bahkan, sebagaimana sosiologi refleksi, psikologi sastra pun mengenal karya sastra

sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah ke

dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan

pengalaman hidup di sekitar pengarang, akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks

sastra (Endraswara, 2008:96)

Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis, akan menampilan

aspek – aspek kejiwaan melalui tokoh – tokoh jika kebetulan teks berupa drama maupun

prosa. Sedangkan jika berupa puisi, tentu akan tampil melalui larik – larik dan pilihan

kata yang khas. Di samping memang ada puisi lirik atau prosais dan atau balada yang

memuat tokoh tertentu. Berarti ada benarnya bila Jatman berpendapat bahwa karya

sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tak langsung dan

fungsional. Pertautan tak langsung, karena baik sastra maupun psikologi memiliki objek

yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra memiliki hubungan

fungsional karena sama – sama mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya

dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.

(Endraswara, 2008:96).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penelitian psikologi sastra memang memiliki landasan pijak yang kokoh. Karena,

baik sastra maupun psikologi sama – sama mempelajari hidup manusia. Perbedaan

antara psikologi dan psikologi sastra, kalau psikologi sastra mempelajari manusia

sebagai ciptaan imajinasi pengarang, sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai

ciptaan Ilahi secara riil. Namun, sifat – sifat manusia dalam psikologi maupun sastra

sering menunjukkan kemiripan, sehingga psikologi sastra memang tepat dilakukan

(Endraswara, 2008:99).

Istilah “psikologi sastra” mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang

pertama adalah studi psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang

pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua

adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum – hukum psikologi yang

diterapkan pada karya sastra. Yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca

atau psikologi pembaca (Wellek dan Warren, 2016:90).

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penelitian - penelitian

mengenai nilai pendidikan karakter. Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan bagi

peneliti dalam melakukan penelitian yang dapat menambah referensi bahan kajian

dalam penelitian yang digunakan. Dari penelitian terdahulu, peneliti tidak menemukan

penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian peneliti. Penelitian mengenai

nilai – nilai pendidikan karakter tokoh utama dalam novel Anak Rantau karya Ahmad

Fuadi belum pernah dibahas. Akan tetapi,penelitian mengenai nilai pendidikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


karaktertokoh sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan menggunakan

sumber data yang berbeda – beda.

Dalam penelitian ini, penulis melakukan kajian pustaka dari penelitian sebelumnya.

Adapun beberapa penelitian - penelitian tentang nilai – nilai pendidikan karakter dengan

objek kajian yang berbeda yang dapat menjadi rujukan bagi penelitian antara lain:

1.Isnaini Mutmainah. “Nilai – Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Sepatu Dahlan

Karya Khrisna Pabihacara dan Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak di Madrasah

Ibtidaiyah”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui nilai – nilai pendidikan karakter yang

terkandung dalam novel Sepatu Dahlan dan mengetahui relevansi nilai – nilai

pendidikan karakter tersebut dengan pendidikan akhlak di Madrasah

Ibtidaiyah.Dalam skripsi yang ditulis Isnaini Mutmainah ia menggunakan

pendekatan filosofispedagogis dan pendekatan semiotik. Hasil penelitian mengenai

nilai – nilai pendidikan karakter dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna

Pabihacaraantara lain: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

bersahabat/komunikatif, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan

tanggung jawab. Relevansi dengan pendidikan akhlak, terlihat bahwa pendidikan

karakter mempunyai orientasi yang sama yaitu pembentukan karakter. Sehingga

disimpulkan bahwa terdapat hubungan atau relevansi antara nilai pendidikan karakter

dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabihacara dengan pendidikan akhlak di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Madrasah Ibtidaiyah. Dari 16 nilai pendidikan karakter yang terdapat di dalam novel

Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabihacara, terdapat 14 nilai karakter yang sesuai

dengan pendidikan akhlak di Madrasah Ibtidaiyah. Nilai yang tidak sesuai yaitu

semangat kebangsaan dan cinta tanah air.

2. Reny Nawang Sakti. “Nilai Pendidikan Karakter Novel Bumi Cinta Karya

Habiburrahman El Shirazy dan Relevansinya Terhadap Materi Pembelajaran Sastra

di SMA. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas

Bahasa dan Seni. Universitas Yogyakarta 2013.

Tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) mendeskripsi nilai pendidikan karakter

apa sajakah yang terkandung dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El

Shirazy dan (2) mendeskripsi relevansi nilai pendidikan karakter yang terdapat

dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dengan standar

kompetensi dan kompetensi dasar materi peembelajaran Bahasa Indonesia dalam

novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.Dalam penelitiannya Reny

Nawang Sakti memperoleh hasil bahwa pendidikan karakter dalam novel Bumi

Cinta dibedakan menjadi empat kriteria yaitu nilai pendidikan karakter yang

mencerminkan manusia dengan Tuhan antara lain: berdoa, beriman, dan bertaubat

yang dikategorikan nilai pendidikan karakter religius. Kedua, nilai pendidikan

karakter yang mencerminkan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, antara lain:

disiplin, demokratis, kreatif, kerja keras, dan semangat kebangsaan. Ketiga, nilai

pendidikan karakter mencerminkan hubungan manusia dengan masyarakat, antara

lain: jujur, rasa ingin tahu, peduli sosial, toleransi, tanggung jawab, komunikatif,

disiplin, dan kreatif. Keempat, nilai pendidikan karakter yang mencerminkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hubungan manusia dengan lingkungan, yang meliputi komunikatif dan peduli

lingkungan. Relevansinya bagi materi pembelajaran di SMA, novel Bumi Cinta

karya Habiburrahman El Shirazy dapat digunakan karena memiliki bahsa yang

tidak terlalu sulit, sejalan dengan lingkungan sosial budaya subjek didik, sesuai

dengan umur, minat dan perkembangan kejiwaan subjek didik, dapat memupuk rasa

ingin tahu, dan sesuai kurikulum SMA.

3. Resa Nurul Fahmi, Amir Fuady, Herman J. Waluyo. “Analisis Tokoh Utama dan

Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery

Basral”. Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya. Universitas

Sebelas Maret 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsi tokoh utama dalam mendukung

keutuhan karya sastra, (2) mendeskripsi nilai – nilai pendidikan karakter dan (3)

mendeskripsikan penggunaan hasil kajian novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal

Nasery Basral sebagai bahan ajar bagi siswa SMA.Hasil dari penelitian yang

dilakukan di antaranya: (1)novel Anak Sejuta Bintang mengandung dua tema, yaitu

(tema pokok dan tema tambahan,( 2) tokoh dalam novel Anak Sejuta Bintang terdiri

atas dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan, (3) latar dalam novel Anak Sejuta

Bintang terdiri atas tiga, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial, (4) alur dalam

novel Anak Sejuta Bintang adalah alur maju, (5) sudut pandang dalam yang

digunakan penulis novel Anak Sejuta Bintang adalah sudut pandang orang ketiga

dengan menggunakan kata ganti orang dia atau ia, (6) pengarang akan memberikan

gambaran secara jelas tentang seorang tokoh agar pembaca memiliki gambaran

seorang tokoh dalam sebuah cerita,(7) novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Nasery Basral dapat digunakan sebagai bahan ajar pada pembelajaran sastra novel

peserta didik SMA, (8) novel Anak Sejuta Bintang sarat dengan nilai – nilai luhur

yang seharusnya terkandung dalam sebuah karya sastra.

4. Noni Febriana, Harris Effendi Thahar, Ermanto. “Nilai – Nilai Pendidikan Karakter

dalam Novel Rantau Satu Muara karya Ahmad Fuadi”: Tinjauan Sosiologi Sastra”.

Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajaran. Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia. Universitas Negeri Padang 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai – nilai pendidikan karakter

yang terdapat dalam novel Rantau Satu Muara karya Ahmad Fuadi. Penelitian ini

menggunakan teori sosiologi sastra. Berdasarkan penelitian yang dilakukan hasil

temuan yang didapat antara lain: (1) nilai – nilai pendidikan karakter religius yang

terdapat dalam novel Rantau Satu Muara karya Ahmad Fuadi dengan indikator

nilai – nilai endidikan karakter menganjurkan kepada nilai ikhlas, rajin

beribadah/rajin shalat, berdoa, bersyukur dan bertawakal, (2) nilai – nilai

pendidikan karakter kerja keras dalam novel Rantau Satu Muara karya Ahmad

Fuadi dengan indikator nilai – nilai pendidikan yang menganjurkan kepada sikap

sungguh – sungguh, pantang menyerah, mempunyai cita – cita dan kreatif, (3)nilai

– nilai pendidikan karakter bersahabat/komunikatif dalam novel Rantau Satu

Muara karya Ahmad Fuadi dengan indikator nilai – nilai pendidikan yang

menganjurkan kepada sikap dan perilaku kerja sama, peduli sosial, cinta keluarga,

kasih sayang, ramah, dan menghargai prestasi orang lain, (4) nilai – nilai

pendidikan karakter dalam Novel Rantau Satu Muara karya Ahmad Fuadi dengan

indikator nliai – nilai pendidikan yang menganjurkan kepada sikap dan perilaku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


cinta ilmu, tekundan rajin membaca dan (5) nilai – nilai pendidikan karakter

tanggung jawab dalam novel Rantau Satu Muara karya Ahmad Fuadi dengan

indikator nilai – nilai pendidikan yang menganjurkan kepada sikap mandiri.

5. Elisa, Nugraheni Eko Wardhani, Suyitno. “Kajian Psikologi Sastra dan Nilai

Pendidikan Karakter Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan serta Relevansinya sebagai

Bahan Ajar dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”. Jurnal

Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya. FKIP Universitas Sebelas

Maret 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan unsur intrinsik novel Ibuk karya

Iwan Setyawan, (2) mendeskripsikan aspek psikologis tokoh, (3) mendeskripsikan

nilai pendidikan karakter dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan dan

(4)mendeskripsi kesesuaian novel Ibuk sebagai bahan ajar dalam pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP.Berdasarkan penelitian yang dilakukan hasil

temuan yang didapat adalah unsur – unsur intrinsik lengkap dalam novel

Ibukberupa: tema, plot atau alur cerita, penokohan dan perwatakan, setting atau

latar dan latar belakang, point of view atau sudut pandang pengarang, dialog atau

percakapan, gaya bercerita, dan amanat cerita. Kemudian, dari segi psikologis, para

tokoh novel Ibukyaitu Ibu dan Bayek memiliki sisi kemanusiaan. Dari segi

pendidikan karakter, terdapat nilai – nilai yang dapat dicontoh oleh peserta didik di

antaranya: religius, jujur, toleransi,disiplin, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu,

cinta tanah air, gemar membaca, dan peduli lingkungan. Selain itu, ditinjau dari

segi relevansi sebagai bahan ajar dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


novel ini memenuhi standar kelayakan dan kompetensi dasar bahan ajar Bahasa

Indonesia.

Secara umum, persamaan penelitian ini dengan kelima penelitian di atas adalah

kesamaan menggunakan nilai pendidikan karakter sebagai subjek penelitiannya,

sedangkan perbedaannya terletak pada objek dan teori yang digunakan. Dalam

penelitian ini objek yang digunakan ialah novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi

dan teori yang digunakan adalah teori psikologi sastra, sementara objek yang

dipakai dalam penelitian di atas antara lain: novel Sepatu Dahlan karya Khrisna

Pabihacara, novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, novel Anak Sejuta

Bintang karya Akmal Nasery Basral, novel Rantau Satu Muarakarya Ahmad Fuadi

dan novel Ibuk karya Iwan Setyawan serta teorinya filosofis pedagogis, semiotik

dan sosiologi sastra.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian.

Dalam sebuah penelitian tentunya membutuhkan metode penelitian. Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode

kualitatif adalah metode yang memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam

hubungannya dengan konteks keberadaanya (Ratna, 2015:47).

Metode penelitian kualitatif tidak akan menganalisis angka – angka melainkan kata

– kata yang menjadi alasan – alasan atau interpretasi atau makna – makna dan kejadian

– kejadian serta perbuatan – perbuatan yang dilakukan orang perorangan maupun

kelompok sosial, para peneliti yang menggunakan metode kualitatif menggunakan

teknik pengumpulan data yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan kata – kata

dan perbuatan manusia sebanyak – banyaknya (Afrizal, 2016:20).

3.2 Sumber Data

Dalam suatu karya ilmiahsudah tentu memerlukan adanya sumber data yang dapat

membantu pembahasan atau penelitian mengenai suatu objek tertentu. Dalam penelitian

ini sumber data dibagi dua, yaitu sumber data primer dan sekunder.

Adapun sumber data primernya adalah novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi,

sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Judul : Anak Rantau

Pengarang : Ahmad Fuadi

Penerbit : Falcon

Jumlah Halaman : 357 halaman.

Tahun terbit : Juli 2017

Warna Sampul : orange bercampur abu - abu

Gambar Sampul : Seseorang memakai ransel merah ditinggal bus

Sedangkan sumber data sekundernya aan diambil buku – buku, internet, dan

kepustakaan yang berhubungan dengan Nilai, Pendidikan Karakter, Watak, Tokoh,

Sastra, dan Psikologi.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

heuristik dan hermeneutik. (Tantawi, 2017:61-62) metode heuristik dilakukan dengan

cara membaca novel yang menjadi objek utama (primer)penelitian ini. Pada bagian ini

novel dipahami berdasarkan konvensi – konvensi bahasa – bahasa yang digunakan oleh

pengarang sebagai media untuk menyampaikan pesan kepada pembaca. Kemudian,

metode hermeneutik, membaca novel objek penelitian dilakukan dengan cara

memahami konvensi – konvensi yang berlaku terhadap sebuah karya sastra, terutama

konvensi sastra dan budaya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif.

Menurut Nasir metode deskriptif berupaya mendeskripsikan tentang situasi atau

kejadian, gambaran, lukisan, secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta – fakta,

sifat – sifat serta hubungan antara fenomena dengan fenomena pada objek yang diteliti

(Tantawi, 2017:66).

Penganalisisan data penelitian dilakukan dengan cara:

1. Membaca novel secara berulang – ulang.

2. Mengumpulkan data mengenai watak tokoh utama dalam novel Anak Rantau

karya Ahmad Fuadi.

3. Mengumpulkan data – data yang menungkapkan mengenai nilai – nilai

pendidikan karakter tokoh utama dalam novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi.

4. Menyimpulkan tentang watak tokoh utama dan nilai pendidikan karakter.

5. Mengumpulkan data – data dari berbagai buku dan sumber informasi yang terkait

dengan penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tokoh dan Penokohan

4.1.1 Tokoh

Tokoh adalah pelaku suatu peristiwa. Sebaliknya dapat dikatakan bahwa peistiwa

selalu melibatkan tokoh. Tidak ada peristiwa tanpa tokoh, demikian juga sebaliknya

tidak ada tokoh tanpa menampilkan suatu peristiwa (Ratna, 2014:246).

Tokoh – tokoh dalam sebuah cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis

penamaan berdasarkan sudut pandang mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan

perbedaan sudut pandang dari tinjauan tertentu, seorang tokoh dapat dikategorikan ke

dalam beberapa jenis sekaligus, misalnya tokoh utama-protagonis-berkembang-tipikal.

Ada dua macam jenis tokoh antara lain:

a. Tokoh Utama

Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh –

tokoh lain, Ia sangat menentukan perkembangan plot cerita secara keseluruhan. Ia selalu

hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang

memengaruhi perkembangan plot. Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih

dari seorang walau kadar keutamaannnya belum tentu sama (Nurgiyantoro, 2015:258-

259).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang kemunculannya sedikit, memiliki peran yang

tidak terlalu penting, dan kemunculannya hanya ada jika terdapat kaitan dengan tokoh

utama baik secara langsung ataupun tidak langsung.

4.1.1.1 Cara Penggambaran Tokoh

Untuk menggambarkan tokoh ada beberapa cara yang sering dipakai seperi

dikemukakan oleh Sayuti (2017:119-139) di antaranya:

a. Metode diskurtif, adalah pengarang menceritakan kepada kita tentang karakter

tokohnya. Dengan metode ini, pengarang menyebutkan secara langsung masing –

masing kualitas tokoh – tokohnya.

b. Metode dramatis, adalah pengarang menggambarkan tokoh – tokohnya untuk

menyatakan diri mereka sendiri melalui kata – kata, tindakan – tindakan, atau

perbuatan mereka sendiri.

c. Metode konstekstual, adalah menyatakan karakter tokoh melalui konteks verbal yang

mengelilinginya.

d. Metode campuran, adalah menggambarkan karakter tokohnya akan menjadi lebih

efektif apabila dikombinasikan dengan teknik lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.2 Penokohan

Penokohan adalah bagaimana tokoh tersebut dilukiskan oleh pengarang.

4.1.2.1 Dilihat Dari Fungsi Penampilan Tokoh, Tokoh dibagi Menjadi Dua, yaitu:

a. Tokoh Protagonis

Menurut Altenbernd dan Lewis tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi

yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero yaitu tokoh yang merupakan

pengejawantahan norma-norma, nilai – nilai yang ideal bagi kita (Nurgiyantoro,

2015:261).

b. Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan timbulnya konflik dan

ketegangan sehingga cerita menjadi lebih menarik.

4.1.2.2 Dilihat Berdasarkan Perwatakannya, Tokoh Cerita Dibedakan Menjadi

Dua, yakni:

a. Tokoh Sederhana

Menurut Altenbernd dan Lewis tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya

memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja. Sebagai seorang

tokoh manusia, ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek

kejutan bagi pembaca.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Tokoh Bulat

Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap kemungkinan sisi

kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat pula menampilkan watak dan

tingkah laku bermacam – macam, bahkan mungkin tampak bertentangan dan sulit

diduga (Nurgiyantoro, 2015:266).

4.1.2.3 Dilihat Berdasarkan Kriteria Berkembang atau Tidaknya Perwatakan

Tokoh – Tokoh Cerita dibagi Menjadi Dua, Yaitu:

a. Tokoh Statis

Tokoh statis menurut Altenbernd dan Lewis adalah tokoh cerita yang secara

esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan akibat adanya

peristiwa-peristiwa yang terjadi (Nurgiyantoro, 2015:272).

b. TokohBerkembang

Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan

perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan

plot dikisahkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.2.4 Dilihat Berdasarkan Kemungkinan Pencerminan Tokoh Cerita terhadap

(sekelompok) Manusia dari Kehidupan Nyata, Tokoh Cerita dibagi Menjadi Dua,

Yakni:

a. Tokoh Tipikal

Tokoh tipikal menurut Altenbernd dan Lewis adalah tokoh yang hanya sedikit

ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan

atau kebangsaannyaatau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili(Nurgiyantoro,

2015:274-275).

b. Tokoh Netral

Tokoh berkembang adalah tokoh adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi

cerita itu sendiri. Ia benar – benar merupakan tokoh imajinatif yang hanya hidup dan

bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir (atau dihadirkan) semata-mata demi cerita, atau

bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan.

4. 2 Tokoh Utama dalam Novel Anak Rantau

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang

bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku

kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan, pada novel – novel tertentu, tokoh

utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap buku cerita

yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2015:259).

Maka dari itu, untuk menentukan tokoh utama penulis melihat tokoh utama

berdasarkan tokoh yang paling banyak diceritakan dan menjadi inti penceritaan sebagai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pelaku kejadian dan yang dikenai kejadian.Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan

berikut ini.

“Hepi meronta sekuat daya ketika Jenggo menjunjungnya. Dia lalu menegakkan
Hepi di atas sebuah kaleng besar bekas cat dan dengan hati – hati mengalungkan tali itu
ke lehernya, bagai mempersembahkan medali. Serabut tali yang kasar menyayat
kulitnya pedih. Tapi Hepi mencoba menghibur diri”.
“Kalau saat ini detik terakhir hidupnya, artinya dia mungkin akan segera bisa
memeluk almarhumah ibunya yang dirindukannya di alam sana. Mungkin juga dia bisa
bermain dengan kucing belang tiganya segera”.
“Kalau saat ini detik terakhir hidupnya, paling tidak dia melihat surau. Hidupnya
akan khatam di dalam surau. Betapa mulia kedengarannya tersungkur gugur di mihrab,
tempat yang dikerubuti berkah, tempat imam telah ribuan kali memimpin sujud. Siapa
tahu karena ini dia dicatat malaikat sebagai orang yang gugur fi sabilillah. Surga
ganjarannya” (Anak Rantau, 2017:332).
Dari kutipan di atas bahwa tokoh utamanya adalah Hepi. Kenapa ? karena Hepi

merupakan inti dari pembicaraan di atas. Penggalan cerita tersebut ada setelah Hepi

bersama kedua temannya ditangkap oleh anak buah Lenon. Kemudian, Jenggo

mengangkatnya dan mengalungkan tali ke leher Hepi. Di saat seperti itu Hepi mencoba

menghibur dengan membayangkan detik terahir hidupnya. Jadi, dari kutipan tersebut

sangat jelas inti dari permasalahan tersebut adalah Hepi yang menjadi tokoh utama

dalam novel AnakRantauini. Ia menjadi pusat pembicaraan masalah pada penggalan

cerita dan umumnya pada novel tersebut. Ia juga merupakan tokoh protagonis karena ia

sebagai pihak yang menerima perlakuan kasar dan ia juga pribadi yang menyayangi

ibunya tergambar ketika ia membayangkan detik ini terakhir hidupnya dia akan segera

melihat ibunya yang sangat dirindukannya. Jenggo sebagai tokoh antagonis karena ia

adalah tokoh yang jahat karena ia berbuat kasar kepada Hepi.

Tergambar dalam kutipan berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Tidak di sangka – sangka, sejenak Lenon tertunduk dan sekarang menatap Hepi
dengan mata merah dan ada air mata mengambang. Dia bicara meracau dengan nada
tinggi, tidak seperti biasanya. “Hepiiii. Mengapa kau harus datang ke sini? Mengapa
memaksa pula mengintip ini semua? Sengaja aku memilih surau tua yang kosong ini
sebagai markas untuk barang – barang ini. Sengaja aku memilih tempat yang dekat
dengan lapangan tembak aparat. Supaya tidak ada yang mengira dan mencari kami di
sini”
“Kenapa memaksa aku untuk menghabisi kalian? Tahukah kau betapa beratnya
bagiku untuk memutuskan apa yang harus dilakukan untuk kau? Tapi, tidak ada pilihan
lain. Kau tidak boleh melihat matahari besok.” Mukanya mengeras. (Anak Rantau,
2017:343).
Berdasarkan kutipan di atas diketahui bahwa Hepi ada tokoh utamanya. Kenapa?

Karena Hepi merupakan inti dari pembicaraan di atas. Penggalan cerita tersebut

menggambarkan situasi di mana Lenon berbicara kenapa Hepi harus datang ke surau

yang sudah dia pilih sebagai markas sekaligus tempat menyimpan barang. Dari hal

tersebut Dari hal penggalan cerita tersebut juga Hepi merupakan tokoh yang ditekan

oleh Lenon karena telah masuk ke markas dan Lenon marah kepadanya. Ia ingin

menghabisi Hepi tergambar dari kalimat “tapi, tidak ada pilihan lain, kau tidak boleh

melihat matahari besok”. Di sini terlihat bahwa Hepi merupakan tokoh protagonis yang

ingin mencari tahu sesuatu dengan datang ke markas Lenon dan Lenon adalah antagonis

karena tergambar dari ia sengaja memilih surau tua agar tidak diketahui aparat dan saat

ia mengancam akan menghabisi yang membuat Hepi tidak bisa melihat matahari besok.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Yang lain menyambut dengan cekikikan meremehkan. “Boleh saja di sini, tapi
jadi tukang doa saja,” timpal Aleks, preman ceking hitam berbaju kutung. Hepi
mencoba nyengir menutupi rasa dongkolnya. Lenon yang dari tadi cuma diam mencoba
menengahi, “Jangan kalian permainkan juga dia”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Bongkar mendekat, “Kalau mau di sini, ayo dekat – dekat duduk. Dan pinjam
dululah topi ini. “tangannya bergerak cepat merenggut topi merah kebanggan Hepi yang
bertuliskan “Pesilat”. Hepi berkelit, tapi terlambat, topi berpindah tangan. Hepi
mencoba merebut kembali dengan gusar, tapi tangan Bongkar lebih sigap. Topi
dilempar ke orang lain, dan dilempar terus berkeliling. Hepi pontang – panting berlari –
lari mengejar. Kembali para preman – preman ini bersorak-sorai gembira” (Anak
Rantau, 2017:158).

Berdasarkan kutipan di atas diketahui bahwa tokoh utamanya adalah Hepi. Karena

Hepi merupakan inti dari pembicaraan di atas.Penggalan kutipan tersebut

menggambarkan para preman meremehkan Hepi dan mereka mempermainkan topi

milik Hepi dengan melempar – lemparkannya berpindah tangan. Sampai - sampai Hepi

berlari – lari mengejar topi miliknya yang dilempar – lemparkan para preman. Dari hal

tersebut juga membuktikan bahwa Hepi merupakan tokoh protagonis yang mendapatkan

perlakuan kasar dari para preman. Sedangkan para preman tersebut adalah tokoh

antagonis yang berlaku kasar dengan meremehkan dan melempar-lemparkan topi milik

Hepi.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Dua maling yang lain merapat cepat ke arah Hepi. Sebuah terkaman bisa
dihindari Hepi dengan berguling. Dia balas mengirim sepakan lanjutan dan masuk
dengan telak ke dada lawannya. Tapi maling yang kedua bergerak cepat ke arah Hepi
dan mengirimkannya sebuah sapuan bertenaga yang gagal dielakkannya. Duk. Kaki
maling itu menghantam pergelangan kakinya dan Hepi rebah di tanah. Penyerangnya
masih belum puas dan melayangkan tinjunya ke muka Hepi. Sepersekian detik sebelum
tinju itu mendarat di wajah Hepi, pencuri itu melolong membekap matanya” (Anak
Rantau, 2017:285).
Berdasarkan kutipan di atas, tokoh utamanya adalah Hepi. Karena Hepi

merupakan inti dari kejadian di atas. Dari cerita tersebut menggambarkan bahwa maling

tersebut menerkam Hepi dan melayangkan sepakan kepada Hepi. Hingga kaki maling

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tersebut mengenai kaki Hepi. Dari hal tersebut tergambar bahwa Hepi adalah tokoh

protagonis di mana ia mencoba membela diri dengan mengelak dari maling. Selain itu

dia juga menjadi sasaran dari perbuatan kasar dari maling itu. Sedangkan, maling yang

menendang Hepi adalah tokoh antagonis yang melakukan pencurian dan melakukan

tindakan kasar kepada Hepi.

Tergambar dalam kutipan berikut:

“Tapi di rumpun bambu terakhir, Hepi yang berlari paling depan berhenti tiba –
tiba sehingga ia jatuh tergelincir di jalan yang licin. “Awas,” teriaknya panik kepada
kedua kawannya di belakang. Di depan mereka tegak tiga bayangan orang berbadan
besar yang menghambur ke arah mereka. Hepi buru – buru mencelat berdiri dan
melayangkan sepakan ke perut penyerang paling depan. Sayang, lawannya terlalu besar
dan juga pandai bersilat. Tendangan Hepi ditepis dengan mudah, bahkan lelaki itu
membalas dengan dengan cepat. Hepi buru – buru menggeser kakinya untuk mengelak,
tapi dia kalah ligat dan sebagian tapak kaki musuhnya menyerempet pinggang Hepi.
Walau tidak telak, tapi cukup membuat badannya goyah lawannya terus mengejar dan
memelintir tangan Hepi ke belakang dan memaksanya tengkurap di tanah berlumpur.
Hepi mengaduh sakit” (Anak Rantau, 2017:314-315).
Berdasarkan penggalan kutipan di atas, tokoh utamanya adalah Hepi. Kenapa?

Karena Hepi menjadi inti dari kejadian di atas. Dari cerita tersebut menggambarkan

bahwa Hepi yang berlari paling depan terjatuh dan kemudian muncul tiga bayangan

berbadan besar di hadapan mereka. Orang berbadan besar tadi mencoba menyerang

Hepi yang meskipun dilawan oleh Hepi tetap saja orang berbadan besar tadi berhasil

menyerangnya dan membuat badannya goyah. Dia dipaksa tengurap di tanah berlumpur

hingga merintih kesakitan. Dari hal tersebut Hepi adalah tokoh protagonis yang

mencoba memberitahu temannya ketika tiga bayangan berbadan besar menghampiri

mereka dan ia mencoba melindungi dirinya dari pukulan berupa tendangan orang

berbadan besar tadi dengan mencoba mengelak. Sedangkan, tiga bayangan berbadan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


besar itu adalah tokoh antagonis yang berlaku kasar kepada Hepi dengan menendangnya

dan memaksanya tengkurap di lumpur.

4. 3 Watak Tokoh Utama

Dalam Kamus Besar Bahasa hIndonesia, watak diartikan sebagai batin manusia

yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, dan tabiat

(Depdiknas, 2012:1558).

Menurut Aminuddin ada beberapa cara memahami watak tokoh. Cara itu adalah

melaui (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang

diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya

berapakaian, (3) menunjukkan bagaimana perilakunya, (4) melihat bagaimana tokoh itu

berbicara tentang dirinya sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6)

melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya. (7) melihat tokoh lain berbincang

dengannya, (8) melihat bagaimanakah tokoh yang lain memberi reaksi terhadapnya, dan

(9) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain (Siswanto, 2008:145).

Gambaran watak tokoh utama dalam novel Anak Rantau ini, meliputi beberapa

gambaran tokoh yang dikemukakan tokoh Hepi tersebut, berikut ini akan digambarkan

beberapa watak dari tokoh utama tersebut, yakni:

4.3.1 Cara memahami watak tokoh dengan tuturan pengarang terhadap

karakteristiknya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Hepi tidak khawatir sama sekali untuk kemampuan belajarnya. Itu urusan
gampang buat dia. Masalah harus patuh ini yang membuat dia terduduk tak
bergairah di bangku. Matanya sering menerawang menembus jendela atau
menunduk. Jarang dia melihat ke depan. Dia mulai memutar otak bagaimana
selama di SMP ini dia bisa lolos dari pengawasan guru dan kakeknya. (Anak
Rantau, 2017:62-63).
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa Hepi merasa tidak nyaman berada di

kelas, sehingga muncul ide bagaimana cara agar ia bisa lolos dari pengawasan guru dan

kakeknya. Dikarenakan tokoh Hepi cenderung merasa tidak betah duduk di bangku

kelas dalam kelas membuatnya memiliki niat buruk untuk bisa lolos dari pengawan

guru dan kakeknya.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Berdebur jantung Hepi ketika pertama kali berazan pakai mik dan didengar orang
banyak melalui corong pelantang. Dengan sarung kedodoran, peci dan baju
kemeja, dia mendeham – deham dulu guna membersihkan tenggorokan yang tiba
– tiba terasa kering.Attar menekan tombol sound system dan dia berdiri tegak di
depan bulatan mik. Dia taruh tangan kanannya di kuping sebelah kanan, dan
mulailah dia melantukan azan”.
“Awalnya dia khawatir sendiri mendengar suaranya menggaung terbang ke langit
kampungnya, lalu balik lantun di puncak bukit kecildi puncak bukit kecil dan
bergaung kembali ke surau. Di bait kedua dia mulai menyukai suaranya yang
menurut dia tidaklah jelek”. (Anak Rantau, 2017:40).
Berdasarkan kutipan di atas dapat menggambarkan bahwa Hepi yang awalnya

merasa khawatir atau ragu mendengar suaranya untuk pertama kali azan, tetapi

kemudian ia mulai bangga akan kemampuan dirinya setelah di bait kedua yang

menurutnya tidak jelek. Ia memiliki sifat yang bangga akan kemampuan dirinya sendiri.

Tergambar dalam kutipan berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Setiap membaca buku atau menonton film, Hepi paling gampang tersentuh jika
ada cerita sosok seorang ibu. Saat larut dalam cerita – cerita ini dia mencoba
merasa – rasakan bagaimana kalau punya ibu. Tentu hangat dan menenangkan,
pikirnya. Hepi kerap terbawa perasaan dan membenci tokoh cerita yang menyia-
nyiakan seoran ibu. Malin Kundang adalah tokoh yang paling ia benci” (Anak
Rantau, 2017:43).
Berdasarkan kutipan di atas, mengambarkan setiap kali kebiasaan Hepi yang

setiap membaca buku atau menonton film tentang cerita sosok seorang ibu ia sangat

muda tersentuh. Ia selalu terbawa perasaan dan menjadi benci jika dalam cerita tersebut

ada tokoh yang menyianyiakan ibunya.

4.3.2 Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan

kehidupannya maupun caranya berpakaian.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Maka pada hari Jumat sore yang sudah ditentukan itu, terselenggaralah keriuhan
besar di surau ini. Anak – anak dan orang tuanya berduyun – duyun mengusung
tikar, kasur lipat selimut, tas, baju, rantang makanan, dan ketel air listrik ke dalam
surau. Berbagai ragam barang ini ada yang dikepit di ketiak, ada juga yang
dijunjung di kepala. Anak – anak tampaknya melakukan dengan senang hati,
bagai mengikuti darmawisata. Hepi melihat kegembiraan ini dengan agak iri”
(Anak Rantau, 2017:135).
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa saat keriuhan besar

terselenggara di surau, anak – anak dan orang tuanya berduyun – duyun datang ke

surau mempersiapkan segala peralatan. Melihat hal tersebut Hepi merasakan perasaan

agak iri. Artinya Hepi agak iri ketika melihat anak ditemani orangtuanya datang ke

surau.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Kalaupun ada orang yang ingin acara menginap di surau ini terus ada, maka itu
adalah Hepi. Betul, awalnya dia menentang, tapi sejak enam bulan ada, dia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


merasakan manfaat langsung. Sejak banyak anak – anak lain di dalam surau, dia
tidak menjadi satu – satunya pusat perhatian Kakek. Kini dia khawatir kalau dia
sendirilah yang akan dikeker dan diatur oleh kakeknya saban hari.”
“Selain itu,lama – kelamaan dia ternyata menyukai keriuhan surau ketika banyak
anak – anak menginap. Rasanya seperti acara kemah bersama setiap akhir pekan.
Setiap mau tidur, cukup gelar kasur di lantai, lalu mereka tidur berjajar sambil
bercerita hilir mudik sampai terlelap” (Anak Ramtau, 2017:166).
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa acara menginap di surau yang

selama ini ditentang oleh Hepi, kini dia sudah merasakan manfaat langsung. Dia

merasalkan rasa kebersamaan dan pertemanan ketika di acara menginap di surau. Dia

merasa dia tidak akan menjadi satu satunya pusat perhatian kakeknya. Hanya saja, dia

khawatir kalau di sendirilah yang akan dikeker dan diatur setiap hari. Dari hal tersebut

meskipun Hepi sudah mulai menyukai acara menginap di surau tetapi perasaan

khawatir atau cemas tetap ada akan diatur oleh kakek.

4.3.3 Menunjukkanbagaimanaperilakunya.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“ Nyatanya, ketukan halus Hepi telah jadi gedoran, dan tetap tidak ada jawaban,
hanya debu – debu halus terus turun menghujani baju dan kepala mereka,
membuat kelilipan dan bersin- bersin. Hepi mulai tidak sabar. Tanpa menunggu
persetujuan, dia dorong pintu kayu ini. Tangannya menghantam pintu kayu
dengan keras. Duk! Zen hampir terpekik melihat melihat tindakan Hepi. Tapi
dorongan Hepi sia-sia, pintu bagai terkunci dari dalam, tidak bisa dibuka sama
sekali” (Anak Rantau, 2017:186-187).
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa karena ketukan Hepi tidak mendapat

jawaban, maka ia mengetuk pintu menjadi lebih kencang dan menjadi gedoran.

Akhirnya, ia mulai tidak sabar dan mendorong pintu kayu sampai menghantam

tangannya dan dorongan itupun berujung sia – sia. Artinya tokoh Hepi memiliki watak

yang tidak penyabar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Hepi melihat Zen disepak maling. Dia dengan nekat segera menerjang ke tengah,
mencoba melindungi Zen dari pukulan susulan. Tapi dia dihadang oleh sesosok
berbaju hitam. Hepi sudah membaca geraknya reflek pesilatnya muncul. Hepi
ambil dua langkah kecil mundur, mengayunkkan badan ke samping dan dia
tusukkan ke perut penyerangnya.”
“Hepi tidak mau mengambil risiko, dia maju lagi beberapa langkah saat musuhnya
belum siap. Tangan kanannya menusuk ulu hati dan tangan kirinya merenggut
sebo.” (Anak Rantau, 2017:284).
Dari kutipan di atas menggambarkan Hepi yang melihat temannya disepak oleh

maling kemudian dengan nekat ia menerjang mencoba melindungi Zen dari pukulan

susulan meskipun ia dihadang sesosok berbaju hitam. Dia reflek mengayunkan badan ke

samping dan menyerang maling. Dari hal tersebut Hepi perasaan tidak tega melihat

temannya mendapat perlakuan kasar maka ia mencoba nekat melakukan apapun untuk

melindungi temannya.

4.3.4 Melihat bagaimana tokoh itu berbicara dengan dirinya sendiri

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Setelah ditinggal Ayah, sekarang dia ditinggal Bang Lenon pula. Malam itu dia
menggelosor seorang diri di sudut surau, memeriksa celengan betungnya,
menggoyang – goyangkannya, dan menghitung-hitung lagi catatannya. “Masih
perlu banyak, masih harus bekerja lebih banyak, masih harus bersabar banyak.”
katanya sambil memeluk celengan betung itu sambil tertidur bergelung”. (Anak
Rantau, 2017:156)
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa setelah melihat isi

celengannya tokoh Hepi memotivasi dirinya agar lebih semangat bekerja untuk

mengumpulkan tabungan yang banyak. Artinya bahwa tokoh Hepi adalah seseorang

yang memiliki kemauan keras untuk mencapai sesuatu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Di kupingnya masih terngiang – ngiang kalimat terakhir ayahnya. “Setiap


kelakuan ada risikonya. Sekarang rasakan dulu hukuman kamu. Kalau memang
mau ke Jakarta, boleh, tapi beli tiket sendiri kalau mampu. “Dia semuda ini,
kenapa harus dibebani syarat seperti itu. Hepi sampai pada sebuah pembenaran:
semakin dia dipaksa ayahnya, semakin kuat gelagak dendam di dadanya.
Semakin mengeras pula hatinya” (Anak Rantau, 2017:59).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa tokoh Hepi mengingat sesuatu atas apa

yang pernah dikatakan Ayahnya bahwa setiap kelakuan mempunyai risiko, saat ini ia

harus merasakan hukuman dulu dan jika ingin ke Jakarta harus membeli tiket sendiri. Ia

bertanya pada dirinya kenapa dia di usia yang masih muda ia harus dibebani syarat

seperti yang dikatakan sang Ayah. Dari perkataan ayahnya kemudian, ia mencari

pembenaran bahwa semakin ia dipaksa ayahnya, maka semakin pula ia dendam, dan

semakin mengeras pula hatinya. Dari hal tersebut Hepi memiliki sifat yang pendendam,

ia tidak suka dipaksa ketika ia dipaksa ia menjadi menaruh dendam.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Hepi bertanya – tanya, kenapa Pandeka Luko menyuruhnya datang setelah


matahari terbenam. Bukankah malam selama ini disebut – sebut orang
sekampung sebagai waktu dia menjadi makhluk buas? Bagaimana kalau di akan
dimangsa dan jadi menu makan malam Pandeka Luko itu? Ah, tapi selama ini
menurut cerita Pandeka hanya memangsa binatang, bukan manusia. dia agak
tenang. Tapi, bagaimana kalau dia ditenung menjadi pengkor, buncit dan buta?
Dia membantah sendiri, kalau ingin memenung, kenapa harus menunggu
malam? Begitu terus, sejenak dia menjadi tenang, lalu sejenak menjadi resah
berulang – ulang” (Anak Rantau, 2017:238).
Berdasarkan kutipan di atas, Hepi bertanya – tanya pada dirinya sendiri kenapa

Pandeka Luko menyuruhnya datang setelah matahari terbenam, ia mengkhawatirkan dia

akan dimangsa Pandeka Luko, bagaimana kalau ia ditenung menjadi pengkor, buncit

dan buta dia menjadi resah tetapi kemudian dia tenang kembali berulang – ulang. Dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hal tersebut terlihat bahwa tokoh Hepi adalah orang yang berprasangka buruk terlebih

dahulu dengan memikirkan hal buruk yang terjadi padanya yang membuatnya cemas .

Namun, ia juga seseorang yang labil karena ia terkadang juga tenang ketika hal tersebut

muncul.

4.3.5 Memahami bagaimana jalan pikirannya.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Dadanya tak juga tenteram, terus berdebur-debur diminyaki rasa sedih dan
marah. Tidakkah ayahnya bisa bersimpati pada nasibnya, anak piatu yang tak
pernah dimandikan, disuapi, dan dininabobokkan oleh seorang ibu? Hepi mulai
berpikir kacau: kalau di Jakarta dia bisa menjadi anak nakal, maka di kampung dia
tidak sekadar anak nakal, tapi bisa jadi preman besar. Dia ingin membuktikan
kepada ayahnya salah dengan menganggap dia akan lebih baik. Mungkin justru
sebaliknya, dia akan menjadi lebih buruk” (Anak Rantau, 2017:58-59)
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa Hepi perasaan sedih dan marah yang

menghampirinya menjadikannya berpikir kacau dengan memikirkan bahwa ia bisa

menjadi anak yang tidak hanya sekedar nakal, tetapi bisa menjadi preman besar. Dia

ingin membuktikan bahwa keputusan ayahnya salah yang menganggap dia akan jadi

lebih baik sebaliknya ia menjadi lebih buruk. Artinya tokoh Hepi adalah seseorang yang

berpikiran negatif karena ia telah memikirkan hal – hal buruk yang akan terjadi padanya

di kampung.

Tergambar dari kutipan berikut ini:

“Hepi mengangguk. Dia berpikir kalau pintu sudah diketuk, lalu Pandeka Luko
muncul, biar dia yang akan bicara dengan orang ini. Yang dia perlukan sekarang
hanya teman dan saksi yang melihat apa yang terjadi. Kalau ada apa-apa,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


misalnya Pandeka itu benar bisa menerkam, walau dia meragukan itu, dia bisa
minta tolong atau saling menolong” (Anak Rantau, 2017:226).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Hepi berpikir Pandeka Luko akan muncul

setelah pintu diketuk. Dia berpikir yang dia perlukan adalah teman atau saksi yang akan

melihat apa yang akan terjadi jika terjadi apa – apa padanya seperti menerkamnya,

meskipuni pun ragu hal itu teradi. Dari hal tersebut Hepi adalah seseorang yang

memiliki sifat berprasangka buruk terhadap seseorang tergambar dari dia

membayangkan seandainya Pandeka Luko menerkamnya. Selain itu dia juga termasuk

orang yang ragu-ragu karena meskipun ia telah membayangkan hal itu ia juga masih

meragukan hal tersebut terjadi.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Mata pelajaran sejarah dari Ibu Ibet yang biasanya seru, hari ini tidak begitu
menarik perhatian Hepi. Saat Ibu Ibet membahas Perang Dunia Kedua, pikirannya
melayang ke Rumah Hitam. Seharian dia duduk di kelas dengan resah, antara
ingin cepat - cepat malam datang dan cemas atas apa yang terjadi nanti. Hari ini
dia minta izin ke Ibu Ibet untuk tidak masuk mata pelajaran setelah ini. Dia
beralasan ingin menuntaskan klasifikasi Dewey perpustakaan sekolah mereka.
Izin tadi hanya agar dia bebas dari kesuntukan suasana kelas. Di perlu waktu
sendirian untuk membaca atau melamun” (Anak Rantau, 2017:237).
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan Hepi yang biasanya bersemangat

pada mata pelajaran sejarah yang diajarkan Ibu Ibet kali ini ia tidak begitu tertarik.

Pikirannya melayang pada Rumah Hitam. Ia resah memikirkan ingin cepat malam

datang dan mencemaskan tentang apa yang akan terjadi nanti. Karena pikiran itu ia

minta izin untuk tidak masuk dengan alasan ingin menuntaskan klasifikasi Dewey

perpustakaan agar memilki waktu sendiri. Dari hal tersebut tokoh Hepi memiliki sifat

yang mudah resah dan cemas terhadap sesuatu tergambar saat mata pelaran berlangsung

ia memikirkan tentang Rumah Hitam dan mencemaskan tentang apa yang akan terjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


nantinya. Selain it,u ia juga menutup – nutupi apa yang sedang dialaminya tergambar

dari ia memilih beralasan ingin menuntaskan klasifikasi Dewey perpustakaan sekolah

mereka padahal ia merasa suntuk karena pikiran yang membayanginya dan ia butuh

waktu untuk sendiri.

4.3.6 Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Pertama kau datang, aku melihatsedih tampak di matamu. Saat aku baca surat
kau ada puisi liris di dalamnya. bahkan dulu, saat aku melihat kau baru datang di
kampung ini, aku melihat luka yang masih segar”.
Hepi tidak mengerti bagaimana mungkin Pandeka Luko pernah melihatnya dulu.
“Karena sedih dan luka kau yang segar itu aku bertanya. Karena aku ingin
membantu kau terbuang dengan semua ceritaku. Bagaimana sedih dan merasa
terbuang itu melemahkan. Bagaimana terlalu berharap kepada makhluk itu
mengecewakan” (Anak Rantau, 2017:255).
Dari kutipan di atas, tergambar bahwa Pandeka Luko mengetahui apa yang sedang

dialami oleh Hepi ini telihat dari surat yang ia baca ada perasaan sedih dan perasaan

Luka di dalamnya. Ia berkata bahwa Hepi adalah seseorang yang sering merasakan

sedih, terluka yang ada pada diri Hepi membuatnya bertanya. Sedih yang akhirnya

melemahkan dan berharap yang membuat kecewa. Ia adalah seseorang yang tidak mau

mengungkapkan perasaanya dan cenderung menutup kesedihannya kepada orang lain.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Suatu kali Hepi bersemangat mengajak kawan – kawannya. “Aku ingin lihat
mukanya Yuk, kita bertamu! Mengetuk pintunya. Siapa tahu dia mau
mencetakkan uang untuk kita”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Demi uang, wa’ang mau mati ditembak atau dimakan dia? Atau ditenung dia jadi
buta atau jadi bocah buncit? Pilih yang mana?” Attar membeliakkan mata.
“Apa, wa’ang sudah gila seperti dia juga?” ejek Zen.
Hepi tertawa cengengesan.

“Kareh kapalo badangkang, anak keras kepala.”Sungut Zen. (Anak Rantau,


2017:220)

Berdasarkan kutipan dia atas terlihat bahwa Hepi mengajak teman – temannya

untuk bertamu dan berharap uang ia bisa mendapatkan uang. Teman – temannya

menganggap bahwa Hepi sudah gila karena demi uang ia mau melakukan apa saja. Zen

bahkan berkata Hepi adalah orang yang keras kepala. Berdasarkan hal tersebut, terlihat

bahwa Hepi yang keras kepala tergambar dari perkataan kedua temannya yang

mengatakan bahwa ia adalah anak keras kepala

4.3.7 Melihat tokoh lain berbincang dengannya.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Janganlah kau merasa paling suci mentang – mentang tinggal di surau. Bahkan,
kau pernah pula terlibat mengantarkan paket narkoba untuk Datuk Mudo dulu.
Tentu tidak ke rumah dia langsung” ucap Lenon
“Mana Mungkin.” Suara Hepi tercekat
“Kau ini benar – benar bodoh atau pura – pura bodoh? Memangnya semua
pesanan belanja orang itu hanya kerajinan kayu, sarung, pashmina, sapu tangan,
dan lainnya? Di dalam sebagian pesanan ini ada paket narkoba. Sudah dlipat dan
diselipkan dengan rapi Kaulah salah satu pengedar itu” (Anak Rantau, 2017:325-
326).
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa Lenon berbicara kepada Hepi

bahwa Hepi pernah mengantarkan paket narkoba kepada Datuk Mudo. Hepi merasa

tidak percaya akan paket yang selama ini ia antarkan, ia telah dibohongi oleh Lenon

selama bekerja dengannya menjadi kurir antar paket. Selama ini pesanan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diantarkan tidak semua kerajinan tangan, melainkan ada paket narkoba di dalamnya.

Artinya hal itu berarti bahwa watak tokoh Hepi adalah seseorang yang sangat mudah

percaya pada orang lain tanpa mencari tahu terlebih dahulu secara jelas.

Tergambar dalam kutipan berikut ini.

“Saat jam istirahat, Attar dan Zen mengajak Hepi membeli es puter lalu duduk di
tepi bukit yang dipapas menjadi sekolah, sambil melihat ke hamparan air danau
yang kelap – kelip disiram sinar matahari. Attar dan Zen berlomba menghabiskan
es sedangkan Hepi memuntahkannya”.
“Es rasa kampung.” Dia memprotes sambil menyeka mulut dengan punggung
tangannya.
“Dari pada mubazir, sini esnya aku habiskan,” sambut Attar
“Zen yang sedang terburu – buru menjilat es menyeletuk. “Memangnya apa sih
kelebihan kota itu? Apa kelebihan orang Jakarta dibanding anak kampung?”
“Ah, kalian di kampung ini pandai main bedil putik jambu kayak anak kecil aja.
Kalau kami anak kota pandai naik motor,” katanya bangga. Zen dan Attar
bersungut – sungut iri” (Anak Rantau, 2017:66).
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa Hepi tidak menyukai es yang mereka

beli, saat ia kemudian memuntahkan es tersebut dan berkata bahwa es tersebut adalah es

rasa kampung. Kemudian Attar mengambil es tersebut, ketika Zen bertanya mengenai

kelebihan kota dibanding anak kampung Hepi mengatakan bahwa anak kampung hanya

pandai bermain bedil putik jambu sedangkan di kota sudah pandai bermain motor. Dari

hal tersebut diketahui bahwa Hepi memiliki sifat yang cenderung suka memandang

sebelah mata terhadap sesuatu, ia sering sekali membangga – banggakan apa yang ia

miliki.

4.3.8 Melihat bagaimanakah tokoh lain memberi reaksi terhadapnya.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Mereka serentak bersorak ketika Kakek akhirnya menutup pelajaran sore ini. Zen
buru – buru meloloskan sarungnya dan ternyata di balik sarung itu sudah ada
celana olahraga. Hepi tidak mau ditinggalkan. Dia pun mengonggokkan sarung
dan pecinya sekenanya di sudut surau, tempat dia, Zen, dan Attar bersekutu
menumpuk bersama – sama. Dengan riang dia berlari ke luar. Tapi selangkah lagi
kaki Hepi melintasi ambang pintu, terdengar suara kakeknya entah dari mana.
“Eh, wa’ang mau ke mana? Sini dulu! Bacaan kau sudah lumayan. Kini Kakek
ajari irama yang bagus,” kata Kakek yang sudah muncul sambil menunjuk ke arah
rehal.
“Dengan wajah dongkol Hepi kembali duduk bersila di depan Kakek. “Habiskan
satu halaman ini dengan lagu bayati , baru boleh main,” kata Kakek. Dengan berat
hati Hepi patuh membaca” (Anak Rantau, 2017:137-138).
Dari penggalan kutipan di atas menggambarkan bahwa setelah Kakek menutup

pelajaran sore ini, Hepi bersama kedua temannya ingin segera meloloskn diri karena

ingin bermain. Namun, sebelum sempat Hepi meloloskan diri Kakek sudah

memanggilnya untuk kembali belajar memperbaiki bacaannya. Karena sudah sempat

dilihat dan sisuruh oleh Kakek dengan wajah dongkol ia kembali duduk bersila dan

dengan berat hati ia patuh untuk membaca. Dari hal tersebut Hepi memiliki watak yang

berat hati dalam mengerjakan sesuatu, ini tergambar dari reaksi Kakek saat memanggil

Hepi dan menyuruh untuk mengulang bacaan kembali.

Tergambar dari kutipan berikut ini:

“Di Jakarta itu, aku tidak pernah sekali pun bertemu orang penakut. Hanya ada
orang berani. Tidak akan ada anak seperti kalian berdua di rantau, dan tidak akan
mungkin kalian berdua di rantau, dan tidak akan mungkin kalian berdua hidup di
luar kampung ini. Seperti anak perempuan di kelas mereka mengaku penakut pada
hantu”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Bagi Zen disebut penakut saja sudah merendahkan apalagi disebut perempuan.
Ini penghinaan besarbaginya. Muka yang biasanya selalu dalam posisi tersenyum
menyala seperti kepiting rebus” (Anak Rantau, 2017:223).
Berdasarkan kutipan di atas tergambar bahwa Hepi berkata kepada Attar dan Zen

bahwa mereka penakut. Mereka berdua tidak akan mungkin merantau dan tidak akan

mungkin hidup di luar kampung tempat mereka tinggal. Reaksi yang diberikan Zen

mendengar ucapan Hepi seperti telah merendahkan dia apalagi ia disebut perempuan.

Raut wajahnya berubah dari selalu tersenyum menjadi menyala seperti kepiting rebus.

Dari hal tersebut diketahui bahwa Hepi adalah seseorang yang memandang rendah

orang lain ini tergambar dari ucapan yang ia katakan dan reaksi temannya Zen yang

merasa direndahkan dan dihina.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Tadinya Hepi sudah agak lumayan percaya kepada Pandeka. Tapi kini dia mulai
berpikir kalau orang ini memang gila seperti yang dibilang orang sekampung.
Atau mungkin ingatannya sudah tergelincir waktu, menjadi pikun karena sudah
sedemikian tua”.

“Jangan sekali - sekali wa’ang kira aku sudah gila,” sergahnya Hepi tercekat, apa
Pandeka Luko mempunyai ilmu membaca pikiran.

Berdasarkan penggalan kutipan di atas menggambarkan bahwa Hepi yang


awalnya sudah mulai percaya kepada Pandeka mulai kembali memikirkan cerita orang
di kampung kalau Pandeka memang sudah gila. Reaksi Pandeka yang bisa membaca
pikiran Hepi adalah berkata “jangan sekali – sekali wa’ang kira aku gila”. Dari hal
tersebut Hepi terlihat cenderung mudah mempercayai orang perkataan orang lain.

4.3.9 Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Mata Martiaz tampak berbinar. Tapi wajahnya masih masygul. Dia belum
yakin.”
“Seharusnya Ayah tidak meninggalkan wa’ang...” lanjutnya.
“Sudah aku lupakan,” jawab Hepi. Sungguh ajaib, setelah mengucapkan kalimat
pendek itu, hatinya kini benar – benar terasa lapang bagai seluas langit” (Anak
Rantau, 2017:354).
Dari kutipan datas, menggambarkan bahwa Martiaz mengatakan bahwa ia tidak

seharusnya meninggalkan Hepi. Reaksi yang diberikan oleh Hepi adalah menjawab ia

telah melupakan mengenai apa yang telah terjadi itu. Artinya tokoh Hepi memiliki

watak pemaaf dengan melupakan kejadian yang ketika Ayah meninggalkannya untuk

dititipkan kepada Kakek dan Nenek di kampung.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Dasar wa’ang sama dengan bang Martiaz, tidak punya pandangan ke depan, tidak
tepat janji,” katanya. Hepi merasakan dadanya berdetak lebih cepat. Walau dia
menyimpan marah kepada ayahnya, mendengar Martiaz disebut-sebut, dia segera
merasa sedih.”
“Maafkan Bang, tidak akan diulangi. Maaf,” Kata Hepi sambil terbungkuk-
bungkuk. Maaf yang terlambat” (Anak Rantau, 2017:155).
Berdasarkan kutipan di atas tergambar bahwa Lenon berkata bahwa ia sama saja

dengan ayahnya yang tidak punya pandangan ke depan, tidak tepat janji. Reaksi setelah

mendengar ucapan Lenon tersebut membuat ia sedih. Meskipun ia marah kepada sang

ayah, namun ia tetap sedih ketika nama ayahnya disebut tidak baik. Hal ini

menunjukkan bahwa watak Hepi adalah orang yang perasa karena rasa sayangnya

terhadap sang ayah.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Lumayan kan bisa menambah tabungan kau,” kata Attar. Kedua temannya ingin
membantu dia mencari uang tambahan untuk bisa membeli tiket pulang ke

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jakarta. Hepi tidak bisa banyak berkata – kata karena dalam hati dia merasa
terharu telah diperhatikan. Padahal, dia selama ini merasa telah menjadi teman
yang menyebalkan” (Anak Rantau, 2017:91).
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa kedua teman Hepi ingin membantu

dia untuk mencari uang tambahan untuk tiket pulang ke Jakarta. Reaksi yang

ditunjukkan Hepi atas apa yang akan dilakukan kedua temannya untuk membantunya

membuat ia tidak bisa berkata – kata, ia terharu atas perlakuan kedua temannya telah

diperhatikan sementara ia sering membuat sebal kepada mereka. Dari hal tersebut

bahwa tokoh Hepi memiliki sifat yang perasa karena ia mendapat perhatian teman –

temannya.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Zen kerap meledek dia. “Badan anak kota boleh besar, tapi baru bisa alif-ba-ta,”
katanya. Attar mencoba menghiburnya, “ikut saja khataman seperti Kakek,
lumayan bisa nambah tabungan. Pasti banyak amplop dari sanak famili. Nanti
kami pasti temani.” Demi mendengar janji amplop ini dan ditemani kawan-
kawannya, Hepi mengesampingkan rasa segannya. Biarlah malu sedikit asalkan
dapat duit. Selain itu, dia tidak berani membayangkan apa yang ada di pikiran Puti
kalau melihat dia tidak bisa mengaji. Mengaji dengan Kakek ini membosankan
karena mengulang-ulang hal yang sama selepas maghrib” (Anak Rantau,
2017:108).
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa Zen meledek Hepi yang baru

bisa alif-ba-ta, kemudian Attar mencoba menghibur dengan mengatakan bahwa Hepi

ikut saja khataman seperti Kakek, dia pasti mendapat banyak amplop dari sanak famili.

Reaksi setelah Hepi mendengar ucapan Attar ia mengesampingkan rasa segannya

asalkan ia mendapat duit. Namun, Hepi tidak berani membayangkan jika Puti melihat

dia tidak bisa mengaji. Selain itu, ia juga merasa bosan mengaji dengan Kakek karena

mengulang – ulang hal yang sama. Dari hal tersebut Hepi memiliki sifat mudah

dipengaruhi orang lain tergambar saat Attar berkata bahwa dengan ikut khataman dia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


akan mendapat amplop. Selain itu, Hepi juga memiliki sifat yang cenderung pemalu

yang tergambar saat seandainya Puti melihat ia tidak bisa mengaji. Kemudian, Hepi

juga memiliki sifat mudah bosan tergambar saat ia merasa bosan mengaji dengan kakek

karena mengulang-ulang hal yang sama.

4.4 Nilai – Nilai Pendidikan Karakter Tokoh Utama

Berdasarkan penjabaran mengenai nilai dan pendidikan karakter yang telah

dikemukakan, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa nilai pendidikan karakter

adalah suatu paham mengenai sifat – sifat (hal – hal) yang penting dalam berperilaku

dan menanamkannya sesuai dengan nilai luhur yang diwujudkan dalam interaksi dengan

dirinya, Tuhan, dan lingkungannya.

Nilai pendidikan karakter itu bersumber dari nilai karakter bangsa. Nilai karakter

bangsa merupakan nilai – nilai yang berkembang, berlaku, diakui, diyakini dan

disepakati untuk dilaksanakan oleh setiap warga masyarakat di sebuah negara. Nilai –

nilai itu adalah nilai – nilai yang luhur (supreme values) yang dijadikan pedoman hidup

(guiding principles) yang digunakan untuk mencapai derajat kemanusiaan yang lebih

tinggi, bermartabat, demi kedamaian dan kebahagiaan. Kemanusiaan yang dimaksud

meliputi solidaritas sesama manusia, menghormati hakikat dan martabat manusia,

kesetaraan dan tolong menolong, menghormati perbedaan dan menciptakan kedamaian

(Nurgiyantoro, 2015:2436-2437).

Berikut ini di bawah ini akan dipaparkan beberapa nili pendidikan karakter tokoh

utama tersebut, yaitu:

4.4.1Religius

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama

yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun

dengan pemeluk agama lain Berikut adalah kalimat mengenai religius tokoh utama.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Selesai salat berjamaah dengan Kakek di surau, Hepi menekur lebih dalam,
berdoa agar suratnya dibaca dan dipahami oleh Pandeka Luko. Dia sudah menulis
sedemikian rupa agar Pandeka mau membantu dia, paling tidak untuk bertemu
dulu. Semoga kata – kata yang ringkas di atas kertas khusus itu mengena di hati
Pandeka Luko. Dalam surat itu Hepi sudah mengisyaratkan akan datang lagi
bertamu (Anak Rantau, 2017:231).
Pada kutipan di atas, terlihat bahwa Hepi mengerjakan perintah Allah dengan

mengerjakan shalat berjamaah dan berdoa agar apa yang telah dia tulis dapat membuat

Pandeka Luko mau membantunya.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Hepi mengusulkan mereka datang ke ruang di bawah kubah payung, tepatnya di


ruang berjendela mini ini untuk minta izin kepada jin yang tinggal di sana, Hepi
meyakinkan Attar dan Zen bahwa mereka akan baik – baik aja, apalagi sehabis
salat tadi mereka sudah khusyuk berdoa dan membaca Al-Fatihah serta ayat
kursi, biar tidak mampus kesurupan” (Anak Rantau, 2017:184).
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa Hepi bersama kedua temannya Attar dan Zen

khusyuk berdoa dan membaca surat Al-Fathihah serta ayat kursi dan ini termasuk

mengerjakan perintah agama.

4.4.2Jujur

Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai

orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan

(Zubaedi, 2013:74)..

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Hepi ingin berbohong untuk menutupi tujuannya mencari uang guna pulang ke
Jakarta. Tapi sekelabat kemudian jawaban yang lebih baik muncul begitu saja.
ceramah kultum kakaek sendiri.”
“Kek, aku sebetulnya sedang belajar dari kultum Kakek tempo hari. Kakek bilang,
kalau kita harus husnudzon, selalu berprasangka baik pada orang lain. Hati orang
hanya Allah yang tahu, kata Kakek tempo hari,” balas Hepi sambil bercerita
tentang bengkel kerajinan dan kegiatan jualan Lenon”(Anak Rantau, 2017:81).
Dari kutipan diatas, menunjukkan bahwa pada mulanya Hepi ingin berbohong
dengan menutupi sesuatu dari sang Kakek mengenai pekerjaanya. Akan tetapi, ia
teringat akan ucapan yang pernah Kakek sampaikan.

4.4.3 Disiplin

Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan (Zubaedi, 2013:75).Berikut kalimat yang

menunjukkan sikap disiplin tokoh utama.Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Selama ini Hepi jarang menyukai guru, kecuali beberapa orang saja. Waktu di
SD dia hanya patuh kepada Ibu Risma. Dia selalu mencium tangan ibu itu setiap
pagi dan siang. Alasannya sayang kepada ibu guru matematika ini karena selalu
mengingatkan dia hal remeh temeh. “Nak, jangan lupa potong kuku dan rambut,
ya.” Ayah dan Uni sudah lama tidak pernah mengingatkan untuk mengurus
dirinya. Hanya dari Ibu Risma ini saja dia merasa mendapatkan perhatian dari
ujung rambut sampai ujung kuku”. (Anak Rantau, 2017:64-65).
Pada kutipan ini, menandakan bahwa Hepi mematuhi apa yang diperintahkan Ibu

Risma yang memberikan perhatian padanya dan selalu mengingatkannya untuk

memotong kuku dan rambutnya.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Bisa mengaji kayak anak TK seperti ini kok sudah khataman? Todak bisa.
Selama waang cucuku, mengaji harus bagus.”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Apa boleh buat, setiap habis maghrib Hepi harus duduk berdua dengan kakeknya
untuk memperlancar kaji. Sementara itu, di sudut surau belakang ada kelompok
mengaji anak – anak SD yang diajar neneknya dan si satu sudut lagi ada
kelompok SMP yang diajar bang Katik. Attar dan Zen ada di kelompok SMP ini.
Mereka sudah pernah khataman semasa SD. Karena itu, mereka hanya
mempelajari tambahan tajwid dan irama membaca Al-Qur’an yang tujuh jenis”
(Anak Rantau, 2017:107-108).

Dari kutipan di atas, diketahui bahwa pada mulanya Hepi yang tidak mau diajak

Kakek untuk belajar mengaji kembali di surau karena malu. Namun, karena setelah di

coba untuk mengaji Hepi masih kurang akhirnya ia setuju pada perintah Kakek untuk

belajar mengaji bersama di surau.

4.4.4 Kerja Keras

Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh – sungguh dalam

mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan

sebaik – baiknya (Zubaedi, 2013:75).Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Hepi dengan semangat mencoba belajar. Tapi walau berusaha keras beberapa
hari., dia masih kesulitan menghasilkan bentuk yang disuruh Lenon. Hasilnya
yang jelas aldalah serbuk kayu yang menumpuk, potongan kayu tidak jelas
bentuk, dan matanya yang merah kelilipan terus” (Anak Rantau, 2017:104)
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Hepi telah mencoba berusaha keras
untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan apa yang Lenon perintahkan, meskipun
hasilnya masih kurang memuaskan.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Hepi menyentuh mata kapak yang berkilat gilang – gemilang itu dan
menimbang – nimbang celengan bambunya. Di tabung bambu ini dia simpan
keras kepala dan marahnya keada Ayah yang meninggalkannya begitu saja di
kampung. Di relung bambu ini terkumpul hasil keringat dia menjual durian,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mencuci pring di lapau Mak Tuo, menjadi penjaga surau, dan segala kumpulan
jajan dari Kakek, Nenek, dan siapa saja” (Anak Rantau, 2017:345).
Dari kutipan di atas telihat bahwa Hepi menabung seluruh pendapatan dari hasil
kerja kerasnya bekerja dari menjual durian, mencuci piring di lapau Mak Tuo,
menjadi penjaga surau, dan sampai jajan dari Kakek dan Neneknya.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Padahal, dia kini sudah menahan – nahan jajan di sekolah untuk menghemat
uang saku agar bisa menambah tabungan. Uang tambahan sebagai petugas surau
juga recehan saja. Adapun hasil membantu Mak Tuo Ros di lapau lebih banyak
menambah tabungan karbohidrat. Pekerjaan ini cocok sebagai proyek pelebaran
pipi dan perut, karena yang diberi lebih banyak makanan daripada uang” (Anak
Rantau, 2017:11).
Dari kutipan di atas, menunjukkan bahwa Hepi menabung uang hasil dari dia
bekerja menjadi petugas surau dan di lapau Mak Tuo Ros dengan menyisihkan
seluruh tabungannya dan menahan jajan di sekolah.

4.4.5 Kreatif

Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil

baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Berikut penggalan kalimat yang dimiliki tokoh

utama (Zubaedi, 2013:75).Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Hepi sekarang membagi waktunya antara mencuci piring di lapau di hari pasar
dan tugasnya sebagai asisten Lenon. Walau dia selalu muncul di surau, kerap dia
menolak ajakan bermain Attar dan Zen dengan alasan sibuk.” (Anak Rantau,
2017:141).
Pada kutipan di atas, menunjukkan bagaimana tokoh Hepi harus cerdik untuk
membagi waktu dengan bekerja sebagai pencuci piring di lapau dan asisten Lenon
dalam mengumpulkan uang tambahan untuk membeli tiket pulang ke Jakarta tetapi ia
masih sering ke surau, meskipun waktu bermainnya sudah mulai berkurang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4.6 Mandiri

Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang

lain dalam menyelesaikan tugas – tugas (Zubaedi, 2013:75).Tergambar dalam

kutipan berikut ini:

“Hepi mengangkat bahu. Dia sudah memutuskan akan melakukannya.


Tekadnya sudah bulat, fokusnya sudah jelas, dan dia berprasangka baik ada
hasil dari usahanya ini”
“Jadi kalian bagaimana? Ikut atau tidak? Kedua kawannya hanya diam saja,
tampaknya berat untuk bilang iya atau tidak. “Kita bagian jaga-jaga,” kata
Attar. Walau tidak mau diajak memasuki Rumah Hitam lagi, Attar dan Zen
siap membantu Hepi dengan mengawal dari luar pagar” (Anak Rantau,
2017:232)
Dari kutipan di atas kita ketahui bahwa Hepi sudah sangat yakin akan datang

ke Rumah Hitam itu lagi. Meskipun kedua temannya tidak ikut bersama dia untuk

memasuki ke Rumah Hitam itu dia tidak memaksa temannya dan

tidakmengurungkan niatnya.

4.4.7Rasa Ingin Tahu

Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, atau

didengar. Berikut kalimat yang menunjukkan rasa ingin tahu tokoh utama(Zubaedi,

2013:75).Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Saking sukanya silat, Hepi bahkan datang ke tempat latihan hampir setiap hari
hanya untuk mengamati kelompok pesilat yang lebih senior berlatih. Diam – diam
dia analisa dan ikuti gerakan mereka dari belakang. Dia ingat Chinmi, tokoh
Kungfu Boy berhasil menjadi pendekar sakti karena bekerja keras di atas rata –
rata pesilat lain dan mau belajar ke banyak guru.” (Anak Rantau, 2017:148).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kutipan di atas menunjukkan bahwa rasa keingintahuan Hepi mengenai silat

membuatnya datang ke tempat silat dan melakukan pengamatan pada kelompok pesilat

yang berlatih. Hal ini tentu saja menjadikan rasa penasaran Hepi terbayarkan dengan

analisa yang dia lakukan.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Kali ini Hepi lebih bersemangat datang ke Rumah Hitam. Dia penasaran
bagaimana seorang pahlawan kemerdekaan bisa bertukar baju jadi pemberontak”
(Anak Rantau, 2017:249)
Dari kutipan di atas, menunjukkan keingintahuan Hepi terhadap Pandeka Luko

membuatnya bersemangat untuk kembali datang ke Rumah Hitam dan menemui

Pandeka Luko.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Hepi juga sudah menyelidiki penghuni rumah ini. Dia mewawancarai berbagai
sumber, mulai dari Attar, Zen, Bang Katik, Kakek, Mak Tuo Ros, kawan – kawan
sekolah, hingga para pengunjung lapau. Jadi, dari cerita banyak orang ini Hepi
lumayan tahu sekarang apa dan siapa yang punya rumah itu” (Anak Rantau,
2017:215).
Dari kutipan di atas, Hepi menyelidiki mengenai Pandeka Luko dengan

mewawancarai berbagai sumber, mulai darii Attar, Zen sampai di lapau ini semua

didasari rasa keingintahuannya mengenai RumahHitam dan Pandeka Luko.

4.4.8 Menghargai Prestasi

Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk

menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati

keberhasilan orang lain (Zubaedi, 2013:75).Tergambar dalam kutipan berikut ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Bagi Hepi, silat bukan pengisi waktu senggang belaka. Dia berlatih keras karena
terobsesi untuk menjadi pendekar. Saat kelas satu SMP dia terpilih sebagai pesilat
cilik mewakili DKI dalam pekan olahraga pelajar dan dia menyabet medali emas.
Di sini pula ia mendapatkan topi merah kebanggaannya, bertuliskan “Pesilat” dan
siluet burung elang, lambang perguruannya”. (Anak Rantau, 2017:148).
Dari penggalan kutipan di atas, terlihat bahwa Hepi terobsesi menjadi pendekar

dan berlatih silat. Dan, karena hal itu ia terpilih mewakili DKI dalam pekan olahraga

dan menyabet medali emas serta topi merah kebanggannya.

4.4.9 Bersahabat/Komunikatif

Bersahabat atau komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang

berbicara, bergaul, dan bekerja bersama dengan orang lain (Zubaedi,

2013:75).Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Tapi di luar itu, Hepi senang dikenalkan ke mereka. Selama ini dia hanya bergaul
dengan anak seusianya seperti Attar dan Zen. Kini, dia kenal anak muda yang
lebih dewasa. Abang – abang mereka semua. Dia merasa derajatnya melambung
beberapa persen” (Anak Rantau, 2017:79)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Hepi senang bergaul dengan teman baru. Ia

senang dapat bergaul dengan orang yang lebih tua dari usianya atau dewasa.

4.4.10 Cinta Damai

Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain

merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya (Zubaedi, 2013:75).Tergambar dalam

kutipan berikut ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Tidak apa-apa, Ibuk. Itu Cuma ular yang lagi sakit, sedang dirawat Zen agar bisa
cari makan lagi. Mungkin tadi ularnya terbangun dari tifur di kantong Zen. Kita
teruskan saja belajar, Buk. Bagaimana kalau Ibuk cerita tentang benua – benua
dunia.” Hepi membujuk dan tersenyum menenangkan”
“Walau dengan kaki masih goyah dan muka merah, juga mata berkaca – kaca, Ibu
Ibet akhirnya setuju untuk turun” (Anak Rantau, 2017:88-89).
Pada kutipan di atas terlihat bahwa Hepi berusaha menenangkan Ibu Ibet yang

meloncat ke atas kursi sambil berteriak histeris karena ular yang dibawa Zen. Ia

mencoba menjelaskan bahwa ular itu adalah milik Zen dan mungkin sedang sakit dan

mengusulkan agar Ibu Ibet melanjutkan saja cerita mengenai benua-benua di dunia.

Dengan penjelasan Hepi akhirnya Ibu Ibet setuju untuk turun dari kursi.

4.4.11 Gemar Membaca

Gemar membaca ialah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai

bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya (Zubaedi, 2013:75).Tergambar dalam

kutipan berikut ini:

“Hepi yang membaca banyak buku tentang kepahlawanan belum juga mengerti.
Selama ini cerita pahlawan yang dia baca adalah tenang pahlawan yang dikenang,
bertabur bintang dan disiram puja – puji. ”(Anak Rantau, 2017:259).
Pada kutipan di atas, menunjukkan bahwa tokoh Hepi adalah anak yang gemar

membaca buku. Hal itu diketahui dari ia yang mengetahui banyak mengenai pahlawan

dari buku yang ia baca.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Sejenak dia ingat tentang buku – buku yang dia baca dulu di berbagai toko buku
di Senen. Mungkin sudah semua buku detektif anak dia tamatkan, dan sebagian
detektif dewasa. Apa yang mereka lakukan dalam cerita itu? Penyelidikan. Itu
yang akan dia lakukan. Dan dia perlu teman untuk membaut penyelidikan yang
baik. (Anak Rantau, 2017: 271).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kutipan di atas menandakan bahwa Hepi senang membaca buku yang

berhubungan dengan detektif. Ia sangat rajin membaca sampai semua buku detektif baik

anak maupun dewasa.

Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Minat baca Hepi yang berlebih ini tumbuh karena dulu dia sering menemani
ayahnya mengantarkan hasil cetakan ke kios – kios buku di Senen. Saat Martiaz
sibuk menyetor pesanan dan mengobrol dan langganannya di kedai kopi, Hepi
dan Dora hilir mudik sendiri. Inilah waktu yang paling Hepi suka, saat dia
berkelana keluar masuk kios – kios buku yang semua pemilknya dari kenal
karena banyak yang jadi klien ayahnya” (Anak Rantau, 2017:208).
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa minat baca Hepi timbul karena kerap

menemani ayahnya mengantarkan hasil cetakan ke kios. Di saat seperti itu,

memanfaatkan waktunya untuk masu ke kios – kios pemilik buku dan membaca

bukunya.

4.4.12Peduli Sosial

Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada

orang laindan masyarakat yang membutuhkan. Berikut penggalan kalimat yang

menunjukkan peduli sosial tokoh utama (Zubaedi, 2013:76).Tergambar dalam kutipan

berikut ini:

“Hepi menghibur Mak Tuo Ros yang pucat, menyuruhnya duduk yang tenang dan
membikinkan dia teh hangat. Dia semakin bisa berempati begitu ingat uang yang
dicuri juga adalah uang gaji dia.” (Anak Rantau, 2017:203).
Dari kutipan di atas menunjukan bahwa kepedulian tokoh Hepi terhadap orang

lain yang mengalami musibah dengan berusaha memberi bantuan kepada orang lain

membuatkan teh hangat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tergambar dalam kutipan berikut ini:

“Pandeka adalah pahlawan yang selalu memberikan jasa, tapi tidak pernah minta
balas jasa. Dia lebih suka hidup semampunya. Honor artikel dan tulisan – tulisan
puisinya tentu tidak akan pernah cukup untuk membiayai biaya pengobatannya.
Hepi tepuk lagi kantongnya, terasa padat dan berdenting – denting. Dia
memutuskan untuk memberikan tabungannya ini untuk operasi Pandeka Luko”
(Anak Rantau, 2017:351).
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Hepi memberikan seluruh hasil

tabungan dari pekerjaan yang selama ini dia kerjakan untuk membiayai operasi

Pandeka Luko dan mengurungkan niatnya untuk membeli tiket pesawat.

4.4.13 Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas

dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, dan

lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan YME (Zubaedi,

2013:756).Tergambar dalam kutipan berikut ini.

“ Sore itu juga, Hepi mendapatkan tugas pertamanya. “Hepi coba kau antar ini,”
kata Lenon sambil menyerahkan sebuah sajadah yang dibungkus plastik. “ini
bukan pesanan, tapi hadiah untuk Tuo Rabiah, pensiunan guru agamaku.
Tinggalnya dekat SMP, di rumah di belakang sekolah”. Dalam sekejap Hepi
sampai di pintu rumah Tuo Rabiah” (Anak Rantau, 2017:145).
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa Hepi langsung mengantarkan sebuah sajadah

yang dibungkus plastik yang menjadi tugas pertamanya saat bekerja dengan Lenon

menandakan ia adalah orang yang bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi tugas

dan kewajibannya sebagai kurir.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

NovelAnak Rantau karya Ahmad Fuadi dikaji menggunakan psikologis sastra ini

memfokuskan kepada watak tokoh dan nilai pendidikan karakter tokoh Hepi.

Berdasarkan hasil penelitian, maka watak tokoh dan nilai pendidikan karakter

dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Watak tokoh Hepi dilihat berdasarkan cara memahami watak tokoh dengan tuturan

pengarang terhadap karakteristiknya memiliki sifatmemiliki niat buruk, bangga akan

kemampuan dirinya. Watak tokoh Hepi dilihat dari gambaran lingkungan

kehidupannya maupun cara berpakaian memiliki sifat iri, khawatir.Watak Hepi dari

segi yang menunjukkan perilakunya memiliki sifat tidak penyabar, perasaan tidak

tega. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara dengan dirinya sendiri tokoh Hepi

memiliki watak yang berkemauan ke`ras, dan pendendam, berprasangka buruk,

cemas, dan labil. Watak tokoh Hepi dipahami dari bagaimana jalan pikirannya

memiliki sifat yang suka memikirkan hal – hal buruk, ragu – ragu, mudah resah dan

cemas. Watak tokoh Hepi dilihat dari bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya

memiliki sifat yang tidak mau mengungkapkan perasaanya dan cenderung menutupi

kesedihan. Watak tokoh Hepi dilihat dari ketika tokoh lain berbicara dengannya ia

memiliki sifat yang mudah percaya pada orang lain dan suka memandang sebelah

mata orang lain. Watak tokoh Hepi dilihat dari bagaimana tokoh – tokoh lain itu

memberi reaksi terhadapnya ia merupakan orang yang berat hati melakukan sesuatu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memandang rendah orang lain dan mudah percaya perkataan orang lain. Watak tokoh

Hepi dilihat dari bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh lain Hepi memiliki sifat

yang pemaaf, perasa terhadap orang yang disayang, perasa karena mendapat

perhatian, dan pemalu.

2. Nilai –nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Anak Rantau karya

Ahmad Fuadi ditemukakan ada 13 nilai- nilai pendidikan karakter, di antaranya:

religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai

prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, dan

tanggung jawab.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan di atas, berikut ini saran yang ingin

disampaikan peneliti dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi mahasiswa peneliti sastra dan masyarakat

umum, agar dapat memperoleh suatu pengetahuan yang lebih mendalam tentang nilai

– nilai pendidikan karakter beserta watak-watak tokoh utama.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pembaca sebagai salah satu bahan apresiasi

terhadap karya sastra.

3. Nilai pendidikan karakter beserta watak tokoh utama yang dilakukan dalam

penelitian ini dapat dijadikan acuan pada penelitian berikutnya, dan hal-hal yang

belum diangkat dalam penelitian ini dapat dijadikan analisis secara lebih mendalam

pada penelitian selanjutnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 2016. Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan


Penelitian Ilmu dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta:RajaGrafindo Persada.
Depdiknas. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Elisa, dkk. 2016. “Kajian Psikologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter Novel Ibuk
Karya Iwan Setyawan serta Relevansinya sebagai Bahan Ajar dalam
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”. Jurnal Penelitian Bahasa,
Sastra Indonesia dan Pengajarannya (Online). jurnal.fkip.uns.ac.id. FKIP
Universitas Sebelas Maret. Diakses Tanggal 24 Januari 2018.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta:MedPress.

Fahmi, Resa Nurul, dkk. 2014. “Analisis Tokoh Utama dan Nilai Pendidikan Karakter
dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral” Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya (Online).
jurnal.fkip.uns.ac.id. Diakses Tanggal 21 Januari 2018.
Febriana, Noni, dkk. 2014. “Nilai – Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Rantau
Satu Muara karya Ahmad Fuadi”: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Jurnal Bahasa,
Sastra dan Pembelajaran (Online). Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Universitas Negeri Padang 2014. ejournal.unp.ac.id. Diakses Tanggal
14 Maret 2018.
Fuadi, Ahmad. 2017. Anak Rantau. Jakarta: Falcon.

Kurniawan, Syamsul. 2016. Pendidikan Karakter: Konsepsi & Impelementasinya


secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan
Masyarakat. Yogyakarta: Ar-ruzz Media
Mutmainah, Isnaini. 2013. “Nilai – Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Sepatu
Dahlan Karya Khrisna Pabihacara dan Relevansinya dengan Pendidikan
Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah” (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga.
Mulyasa. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2014. Peranan Karya Sastra, Seni, dan Budaya dalam
Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ratna, Nyoman Kutha. 2015. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sakti, Reny Nawang. 2013. “Nilai Pendidikan Karakter Novel Bumi Cinta Karya
Habiburrahman El Shirazy” (Skripsi). Yogyakarta UNY.
Sayuti, Suminto A. 2017. “Berkenalan dengan Prosa Fiksi”. Yogyakarta: Cantrik
Pustaka.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.

Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Suryabrata, Sumadi. 2000. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tantawi, Isma. 2017. Bahasa Indonesia Akademik. Bandung: Citapustaka Media.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 2016. Teori Kesusastraan(Terjemahan oleh


Budianta). Jakarta: Gramedia.
Zubaedi. 2013. Desain Pendidikan Karakter (Konsepsi dan Aplikasinya dalam
6Lembaga Penelitian). Jakarta: Kencana.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN

Sinopsis : Anak Rantau

Bahan Analisis :

Hepi adalah seorang anak laki – laki, yang berstatus pelajar SMP yang suka

membolos, tidak mengikuti ujian padahal ia termasuk siswa yang pintar. Ia memiliki

saudara kandung perempuan, Dora yang bekerja di percetakan keluarga bersama sang

ayah Martiaz. Sehari – hari saat ia dipercetakan ia sering sekali membaca buku, koran

dan apa saja yang ada untuk dibaca.

Ibu Hepi sudah meninggal ketika ia masih kecil, tepatnya beberapa saat setelah

ia dilahirkan. Sehingga, ia merasa tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu.

Hepi dan sang kakak Dora diasuh oleh ayahnya Martiaz sejak dari kecil dan mereka

tinggal di Jakarta. Martiaz sebagai orang tua tunggal dari kedua anaknya berusaha

mendidik kedua anaknya sebaik mungkin meskipun ia sibuk bekerja di percetakan

keluarga.

Di saat peneriman rapor, Martiaz datang untuk mengambil rapot sang anak.

Namun, sudah lama ia duduk di dalam kelas nama Hepi tidak kunjung dipanggil oleh

ibu Mira wali kelasnya. Sampai akhirnya, ketika semua sudah dipanggil, rapot Hepi pun

diberikan kepada Martiaz dan rapot itu tidak ada nilai merah dan nilai bagus. Rapot itu

kosong tidak diisi, saat ditanyakan kepada wali kelasnya, wali kelasnya mengatakan

bahwa Hepi tidak mengisi jawaban saat ujian berlangsung, ia juga sering bolos dan

tidak pernah mengerjakan tugas. Mendengar itulah Martiaz merasa salah mendidik

Hepi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Martiaz memutuskan membawa Hepi pulang kampung ke Padang. Awalnya

Hepi merasa senang karena ia tidak pernah pulang kampung ke rumah kakek neneknya.

Tetapi, di balik itu semua Martiaz berniat menitipkannya bersama sang kakek dan

neneknya. Hepi juga akan bersekolah di sana, dan ia belum memastikan kapan Hepi

akan dibawa kembali pulang ke Jakarta. Saat hendak pulang ke Jakarta, Hepi yang

merasa telah dibohongi oleh sang Ayah mengikutinya sampai dekat dengan bus. Ia

menyusun bajunya ke koper dan memakai tas ransel. Ia lari mengejar sang ayah namun

ayahnya tidak menghiraukan. Hepi sedih melihat sang ayah yang tega meninggalkannya

di Padang bersama kakek neneknya.

Sejak kejadian itu Hepi berniat mengumpulkan uang untuk membeli tiket pulang

ke Jakarta. Semenjak tinggal dan bersekolah di Padang, ia memiliki dua sahabat Attar

dan Zen. Hepi dan bersama kedua sahabat inilah, mereka selalu menghabiskan waktu

bermain bola di pekarangan rumah dan di sekolah. Tinggal bersama kakek dan

neneknya membuatnya rutin shalat di surau, mengumandangkan azan, dan diharuskan

untuk khatam Al – Qur,an. Hal yang membuat dirinya bosan tetapi tidak bisa

menghindarinya.

Tekad yang kuat untuk dapat mengumpulkan uang untuk membeli tiket pulang

ke Jakarta ia kumpulkan dengan cara bekerja di warung Mak Tuo Ros dengan mencuci

piring. Namun, uang yang ia dapatkan tidak kunjung banyak, karena upahnya kecil. Ia

pun memutuskan untuk bekerja pada Lenon, seseorang bekas preman Jakarta sekaligus

mantan narapidana yang memiliki usaha di kampungnya. Ia bekerja mengantarkan paket

sampai di tujuan pemesan. Hingga pada suatu hari, Bang Lenon marah besar padanya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


karena ia meletakkan paket tidak langsung kepada penerima namun ia letakkan begitu

saja di ruang tamu. Ia pun diberhentikan Lenon dan kehilangan pekerjaan.

Seiring berjalannya waktu, ia mulai mencari ide kembali untuk mendapatkan

uang. Ia mendengar dari orang sekita bahwa ada seseorang bernama Pandeka Luko yang

sakti mandaraguna yang dapat menggandakan uang. Ia pun berniat untuk menemui

Pandeka Luko, rasa takut yang datang padannya segera ia hilangkan sampai bertemu

Pandeka Luko. Ternyata, Pandeka Luko bukanlah orang yang seperti dikatakan,

dulunya ia adalah bekas pahlawan di masa penjajahan yang kemudian diasingkan.

Meskipun tidak seperti apa yang diucapkan oleh warga, setidaknya ia tetap senang

karena sudah bertemu.

Hingga pada suatu hari, pencurian marak sekali terjadi di kampungnya, awalnya

yang dicuri adalah ternak warga, kemudian yang dicuri adalah kotak amal, dan juga

celengan Hepi yang berisi upah yang ia terima selama bekerja pada bang Lenon yang

berada di surau di mana ia dan kakek neneknya tinggal sementara karena rumah

merekadirenovasi. Hepi yang marah berinisiatif dengan kedua temannya untuk

menangkap pelaku pencuri dan mereka berhasil menangkapnya. Alasan dari pencuri itu

adalah untuk membeli barang haram yaitu narkoba. Sejak saat itu berita Hepi sampai

dimuat di koran.

Namun, rasa penasaran Hepi mengenai dari siapa pencuri itu mendapatkan

barang haram semakin betambah. Ia dan kedua temannya yang sudah lama mengintai

dari atas surau mencurigai sebuah surau tua dekat lapangan tembak. Mereka pun

mengikuti untuk sampai ke surau itu, naas menghapiri mereka ditangkap oleh orang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


berbadan besar memakai penutup wajah. Kemudian ia pun didatangi seseorang yang

akhirnya mereka ketahui itu adalah bang Lenon.

Lenon mengatakan bahwa Hepi salah satu orang yang terlbat dengan sindikat

barang haram ini, karena pesanan yang selama ini ia antarkan adalah paket berisi

narkoba yang diselipkan dibalik usaha kerajinan yang menjadi dalihnya dalam

menjalankan bisnis barang haram. Jawaban itu membuat Hepi menyesal karena ia tidak

mendengarkan sang kakek yang melarangnya untuk bergaul dengan Bang Lenon.

Mereka bertiga pun dipukuli di dalam surau tua itu.

Jejak Lenon rupanya terendus oleh polisi, polisi bersama kakek dan Pandeka

Luko menuju surau tua. Polisi pun menembak Lenon tepat di bagian dada, dan

menangkap mereka. Kejadian itu membuat nama Hepi dan ketiga temannya semakin

terkenal dan beritanya dimuat di koran lokal.

Sekembalinya ke rumah, ia melihat kembali tabungan bambu uang dari mencuci

piring di lapau Mak Tuo Ros, menjadi penjaga surau, dan segala kumpulan jajak dari

Kakek, Nenek, dan siapa saja. ia merasa sangat percaya diri untuk membuka tabungan

itu karena ia yakin tabungan itu sudah banyak. Ia seperti akan balas dendam dengan

membuktikan pada ayahnya ia akan kembali ke Jakarta dengan uang hasil keringatnya

sendiri.

Niatnya itu ia sampaikan pada Attar dan Zen, kedua sahabatnya itu sedih

mendengar bahwa Hepi akan kembali ke Jakarta. Mereka sedih melepas Hepi yang

sudah sangat akrab dengan mereka. Kemudian, Hepi memikirkan ide lain yaitu dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memberikan uang tersebut untuk operasi mata Pandeka Luko yang ternyata adalah

saudara dari kakeknya juga.

Hari pengambilan rapot telah tiba, Martiaz datang ke Padang menemui Hepi. Ia

sudah mendengar mengenai Hepi selam di Padang, prestasinya yang bagus dengan

membawa piala cerdas cermat sekecamatan dan jarang bolos. Martiaz meminta maaf

kepada Hepi atas apa yang ia lakukan membuat Hepi merasa tidak dipedulikan. Namun,

Hepi menjawab bahwa niatnya pulang ke Jakarta tidak lain karena ia bertemu dengan

Ayah dan kakaknya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN II

Biografi Pengarang

Ahmad Fuadi adalah seorang penulis novel yang lahir di Bayur Maninjau,

Sumatera Barat, 30 Desember 1972. Lulus kuliah Hubungan Internasional, UNPAD, dia

menjadi wartawan majalah Tempo. Tahun 1999, dia mendapat beasiswa Fullbright

untuk kuliah S-2 di School of Media and Publicly Affairs, George Washington

University, USA. Tahun 2004, dia mendapatkan beasiswa S-2 Chevening Award untuk

belajar di Royal Holloway, University of London untuk bidang film dokumenter.

Ahmad Fuadi selalu bersemangat melanjutkan sekolah dengan mencari beasiswa.

Sampai sekarang, Ahmad Fuadi telah mendapatkan 10 kali kesempatan belajar di luar

negeri dalam bentuk beasiswa, fellowship, exchange program, dan residency di Kanada,

Singapura, Amerika Serikat, Italia, Jepang, dan Inggris.

Novel pertama yang ia tulis adalah Negeri 5 Menara terbit pada tahun 2009.

Dalam waktu yang singkat sudah menjadi novel best seller. Selanjutnya tahun 2011 dan

2013, Fuadi menerbitkan dua sekuel Negeri 5 Menara, yaitu Ranah 3 Warna dan

Rantau 1 Muara. Salah satu novelnya yaitu Negeri 5 Menara telah diadaptasi menjadi

film layar lebar pada tahun 2012.

Novel-novelnya mendapatkan beberapa penghargaan seperti Nominasi

Khatulistiwa Award 2010 dan Penulis dan Buku Fiksi Terfavorit 2010 versi Anugrah

Pembaca Indonesia. Sedangkan tahun 2011, Fuadi dianugerahi Liputan6 Award, SCTV

untuk kategori motivasi dan pendidikan, penulis terbaik IKAPI dan Juara 1 Karya Fiksi

Terbaik Perpusnas. Tahun 2012, Fuadi terpilih sebagai resident di Bellagio Center,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Italia dan tahun 2013 mendapat penghargaan Kemenkumham. Sedangkan tahun 2014,

Fuadi diundang sebagai artist-in-residence di University of California at Berkeley.

Fuadi telah diundang jadi pembicara di berbagai acara Internasional seperti

Frankfurt Book Fair, Ubud Writers Fastival, Singapore Writers Festival, Salihara

Literary Biennale, Makassar Writers Festival, Byron Bay Writers, Sunshine Coast

Writers Festival serta Melbourne Writers Festival di Australia.

Pada awal bulan Maret 2016, Fuadi mendapat penghargaan UK Alumni Award

2016 dari British Council sebagai salah satu alumnus Inggris yang berpengaruh. Di

bulan Oktober 2016, dia mendapat undangan berkeliling Jepang dari Cultural Leader

Program, Asia Center, Japan Foundation. Saat ini Ahamd Fuadi juga menjadi pembicara

umum, serta mengasuh yayasan sosial untuk membantu anak-anak usia dini yang

kurang mampu bernama Komunitas Menara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jadwal Penelitian

Kegiatan Januari 2018 Februari 2018 Maret 2018 April 2018

No I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1. BIMBINGAN

PROPOSAL

2. SEMINAR

PROPOSAL

3. PERBAIKAN

PROPOSAL

4. PENGUMPULAN

DATA

5. PENGOLAHAN

DATA

6. PENULISAN

SKRIPSI

7. BIMBINGAN

SKRIPSI

8. SIDANG SKRIPSI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai