Nilai - Nilai Pendidikan Karakter Tokoh Utama Dalam Novel Anak Rantau Karya Ahmad Fuadi: Tinjauan Psikologi Sastra
Nilai - Nilai Pendidikan Karakter Tokoh Utama Dalam Novel Anak Rantau Karya Ahmad Fuadi: Tinjauan Psikologi Sastra
SKRIPSI
OLEH
140701045
2018
OLEH
140701045
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memeroleh gelar sarjana sastra dan
telah disetujui oleh:
Pembimbing,
Ketua,
NIM : 140701045
Penulis,
Nilai – Nilai Pendidikan Karakter Tokoh Utama Dalam Novel Anak Rantau Karya
Ahmad Fuadi: Tinjauan Psikologi Sastra
Oleh:
NIM 140701045
Pengarang dalam menulis sebuah karya ingin menyampaikan mengenai pesan yang
tersirat melalui karyanya yang diperoleh dari rangkaian cerita yang dialami tokoh. Salah
satu karya itu adalah novel yang merupakan hasil pemikiran pengarang yang
menceritakan serangkaian kehidupan tokoh dan orang lain yang berkaitan dengannya.
Tokoh utama dalam novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi adalah tokoh yang
mengalami perubahan dalam hidupnya setelah mendapat didikan di kampungnya. Nilai
pendidikan karakter dikaji dengan terlebih dahulu memaparkan watak tokoh melalui
kajian psikologi sastra. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan
metode deskriptif. Watak tokoh Hepi yang ditampilkan iri, khawatir, tidak sabar, perasa
terhadap orang lain, pendendam, ragu – ragu , mudah resah dan cemas, berprasangka
buruk, pemaaf dan mudah percaya terhadap orang lain. Nilai pendidikan karakter adalah
suatu paham mengenai sifat – sifat (hal – hal) yang penting dalam berperilaku dan
menanamkannya sesuai dengan nilai luhur yang diwujudkan dalam interaksi dengan
dirinya, Tuhan, dan lingkungannya. Nilai – nilai pendidikan karakter yang terdapat
dalam novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi ditemukakan ada 13 nilai- nilai
pendidikan karakter, di antaranya: religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Kata Kunci: Tokoh Utama, Nilai Pendidikan Karakter, dan Psikologi Sastra.
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
berjudul “Nilai – Nilai Pendidikan Karakter Tokoh Utama dalam Novel Anak Rantau
Adapun tujuan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah untuk memenuhi
persyaratan sarjana pada Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Dalam penulisan skripsi ini, tentunya telah banyak pihak yang telah memberikan
bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
1. Dr. Drs. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof. Drs. Mauly
Purba, M.A, Ph.D. selaku wakil Dekan I, Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku wakil
Dekan II, dan Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku wakil Dekan III.
2. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia
dan Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Sastra
Indonesia.
3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
Bapak berupa ide, saran, pertimbangan, nasihat, motivasi dan perubahan untuk
4. Seluruh dosen dan para staf, terkhusus bapak Selamat yang telah banyak memberikan
saran dan bantuan yang bermanfaat selama penulis mengikuti kegiatan akademis di
Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
5. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, baik moral maupun materi
dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada Ibunda saya tercinta Berianna
Pasaribu yang menjadi sosok berjasa yang selalu mendukung serta mendoakan anak
– anaknya agar bisa berhasil mencapai tujuan. Begitu juga kepada Ayahanda saya
tercinta Ahmad Dawit Hutabarat S.Pd yang menjadi panutan dalam membentuk
kepribadian seluruh anggota keluarga. Tidak lupa kepada abang tersayang Herwin
Hutabarat dan adik tersayang Rahmat Hidayat Hutabarat yag selalu memberikan
6. Kepada para sahabat Rabbiul Awallia Hutagaol, Novita Maharani, Latifah Yusri
Nasution, Putri Alfiah Siregar, Lulu Atun Nafisah, Sri Wahyuni Sitepu, Sri
Ramadhani Nst, Adelya Ramadani, Dwi Sri Annisa Hasibuan, Desi Dayanti, Eka
Sulistiani, Rina Erviany, Istika Suri, Tri Septi, Fitri Situmeang, dan Lingga Maisyura
untuk dukungan dan kenangan indah selama saya berkuliah di jurusan Sastra
Indonesia.
yang telah memberikan dukungan, semangat, dan informasi kepada penulis. Tidak
lupa pula kepada kakak dan teman Kos Pak Haji yang telah memberikan semangat
dan dukungan.
8. Kepada seluruh teman sarjana di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, USU angkatan 2014 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang
kasih atas segala doa dan perhatiannya semua kenangan yang telah dilakukan selama
proses perkuliahan.
9. Kepada adik – adik Sasindo Anju, Abdul, Mardiah, Latifahdan juga adik – adik 2015
dan 2016 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk doa dan
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini dan masih
jauh kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pembaca agar
memberi kritik dan saran yang bermanfaat demi menyempurnakan skripsi ini. Akhir
kata, semoga kiranya skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita
bersama.
Penulis,
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….. i
PERNYATAAN................................................................................................. ii
ABSTRAK......................................................................................................... iii
PRAKATA........................................................................................................ iv
1.2 BatasanMasalah................................................................................. 5
1.5 ManfaatPenelitian............................................................................. 6
2. Manfaat Praktis............................................................................ 6
2.1 Konsep.............................................................................................. 7
2.1.1 Nilai......................................................................................... 7
2.1.2 PendidikanKarakter.............................................................. . 8
2.1.5 Watak....................................................................................... 13
2.2.1 TeoriPsikologiSastra............................................................ 15
2.3 TinjauanPustaka............................................................................. 16
3.1 MetodePenelitian............................................................................ 23
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 26
a. Tokoh Utama................................................................................ 26
b. Tokoh Tambahan......................................................................... 27
a. Metode Diskurtif........................................................................ 27
b. Metode Dramatik.......................................................................... 27
c. Metode Kontekstual...................................................................... 27
d. Metode Campuran....................................................................... 27
4.1.2 Penokohan...................................................................................... 28
a. Tokoh Protagonis........................................................................28
b. Tokoh Antagonis....................................................................... 28
Dua.............................................................................................28
a. Tokoh Sederhana........................................................................28
b Tokoh Bulat.................................................................................29
a. Tokoh Statis.............................................................................. 29
b. Tokoh Berkembang................................................................ 29
a. Tokoh Tipikal.......................................................................... 30
b. Tokoh Netral...........................................................................30
4. 3 WatakTokohUtama............................................................... 35
4.3.3 Menunjukkanbagaimanaperilakunya............................................ 38
4.3.5 Memahamibagaimanajalanpikirannya........................................ 41
4.3.7 Melihattokohlainberbincangdengannya.................................. . 44
reaksi terhadapnya............................................................................ 46
yang lain.......................................................................................... 48
4.4.1 Religius...................................................................................51
4.4.2 Jujur...................................................................................... 52
4.4.3 Disiplin....................................................................................52
4.4.5 Kreatif.....................................................................................54
4.4.6 Mandiri....................................................................................55
4.4.8 MenghargaiPrestasi.................................................................... 57
4.4.10 CintaDamai............................................................................58
4.4.11 GemarMembaca......................................................................58
4.4.12 PeduliSosial...........................................................................59
4.4.13 TanggungJawab.................................................................... 60
BAB V PENUTUP........................................................................... 62
5.1 Simpulan............................................................................ 62
5.2 Saran.................................................................................. 63
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Salah satu aspek penting dalam kehidupan adalah pendidikan karakter. Pendidikan
karakter menjadi penting karena di zaman modern ini, karakter pada generasi muda
menjadi salah satu bukti bahwa norma dan aturan yang ada sudah tidak lagi menjadi
Adanya arus globalisasi turut serta menjadikan pendidikan karakter tidak lagi
dipandang sebagai hal yang penting. Pengaruh budaya asing dan orang lain sangat
mudah masuk ke Indonesia. Hal ini terutama menyasar pada generasi muda yang
pemikirannya mudah menyerap sesuatu yang belum tentu baik dan sesuai dengan
lingkungan sosialnya. Sebagai bangsa yang memiliki adat ketimuran hal ini akan sangat
Selain itu, belakangan ini bangsa kita menunjukkan berbagai kerusakan moral
yang terus menerus terjadi tanpa bisa dihentikan. Berbagai contoh kerusakan moral itu
seperti korupsi, tindakan anarkis, penyalahgunaan narkoba, seks bebas yang dilakukan
oleh generasi muda telah menunjukkan bahwa kerusakan moral sudah merajalela dan itu
Kajian – kajian ilmiah tentang perilaku tidak terpuji (amoral) yang dilakukan
siswa dalam dunia pendidikan di Indonesia sangat terbatas. Namun di negara – negara
maju seperti di Amerika sudah sangat berkembang, survei nasional yang dilakukan oleh
bahwa perilaku siswa dalam jangka waktu 12 bulan yaitu: (a) 82% mengakui bahwa
mereka berbohong kepada orangtua; (b) 62% mengakui bahwa mereka berbohong
kepada guru tentang sesuatu yang signifikan; (c) 33% menjiplak tugas dari internet; (d)
60% menipu selama pelaksanaan ujian di sekolah; (e) 19% mencuri sesuatu dari seorang
teman, dan (f) 28% mencuri sesuatu dari toko (Zubaedi, 2013:4).
Sekarang, ketika masyarakat dan bangsa dilanda krisis moral, sistem nilai tersebut
perlu direvitalisasi, terutama untuk mewujudkan karakter pribadi dan karakter bangsa
yang telah ada seperti tekun beribadah, jujur dalam ucapan dan tindakan, berpikir positif
dan rela berkorban. Semua itu merupakan karakter luhur bangsa Indonesia yang
kembali nilai pendidikan karakter itu terus dilakukan. Salah satu media yang di
dalamnya dapat ditemui nilai pendidikan karakteradalah karya sastra. Melalui karya
sastra, pembaca akan menemukan nilai – nilai pendidikan karakter yang artinya secara
tidak langsung mereka diajarkan mengenai perilaku - perilaku yang semestinya untuk
terkandung “memberi kemanfaatan”. Apa manfaat yang mampu diberikan oleh sastra?
nonverbal. Berbagai teks kesastraan diyakini mengandung unsur moral dan nilai – nilai
yang dapat dijadikan “bahan baku” pendidikan dalam pembentukan karakter. Sastra
Karya sastra menurut Selden adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan
mengungkapkan pribadi pengarang. Menurut Semi, selain sebagai sebuah karya seni
yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra juga sebagai karya kreatif yang
dimanfaatkan sebagi konsumsi intelektual dan emosional. Selain itu, karya sastra adalah
hasil proses kreatif. Karya sastra bukanlah hasil pekerjaan yang memerlukan
keterampilan semata, seperti membuat sepatu, kursi, atau meja. Karya sastra
yang akan berbeda antara sastrawan satu dengan sastrawan yang lain (Siswanto,
2007:67-74).
Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk prosa
rekaan yang lebih pendek daripada roman. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita
dan sifat setiap pelaku. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari - hari. Meski
demikian, penggarapan unsur – unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot,
Novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi merupakan sebuah novel yang bercerita
tentang sebuah keluarga yang terdiri dari sang ayah Martiaz serta kedua anaknya Dora
dan Hepi. Sejak ditinggal sang istri Martiaz harus membesarkan kedua anaknya seorang
diri. Hepi, anak laki – laki bungsu dari Dora kakaknya selalu saja membuat masalah di
Jakarta dan meninggalkan Hepi bersama kakek dan neneknya untuk diasuh menjadi
pribadi yang lebih baik. Di saat ia ditinggalkan sang ayah bersama kakek dan neneknya,
ia bertekad mengumpulkan uang dan kembali ke Jakarta. Selama tinggal bersama kakek
dan neneknya, Hepi mendapat didikan yang kuat dari sang kakek dan nenek di surau.
Karakter Hepi yang ditampilkan dalam novel ini bagaimana ia harus berdamai dengan
masa lalu, dan persoalan yang ia hadapi selama tinggal bersama kakek nenek dengan
Dalam suatu karya sastra, adanya tokoh menyebabkan terjadinya suatu peristiwa.
Melalui penampilan watak tokoh dalam suatu cerita, maka cerita akan semakin
pemikirannya berdasarkan penceritaan melalui watak tokoh. Selain itu, tujuan karya
sastra diciptakan tidak hanya sebagai media hiburan untuk pembaca, tetapi juga melalui
karya sastra pengarang juga menyampakai nilai – nilai yang berhubungan dengan
kehidupan.
juga aspek – aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptakan karya
semakin hidup. Sentuhan – sentuhan emosi melalui dialog dan pemilihan kata,
bermaksud untuk menganalisis novel ini dari segi pendidikan karakter yang dialami
tokoh utama dengan terlebih dahulu memaparkan watak tokoh utama dalam novel
berjudul Nilai – Nilai Pendidikan Karaker Tokoh Utama Dalam Novel Anak Rantau
Karya Ahmad Fuadi : Tinjauan Psikologi Sastra untuk judul penelitian karena didikan
dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada permasalahan yang akan dibahas yaitu
tokoh utama dan nilai pendidikan karakter dalam novel Anak Rantau.
1.Bagaimanakah watak tokoh utama dalam novel Anak Rantau karya Ahmad
Fuadi?
2. Apa saja nilai – nilai pendidikan karakter tokoh utama yang terdapat dalam
Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan watak tokoh utama dalam novel Anak Rantau karya Ahmad
Fuadi.
praktis, yaitu :
1. Manfaat Teoretis
bidang bahasa dan sastra. Khususnya mengenai nilai – nilai pendidikan karakter
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca sastra untuk
lebih memahami isi cerita dalam novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi dengan
mengkaji nilai pendidikan karakter yang terdapat di dalam novel. Hasil penelitian
2.1 Konsep
2.1.1 Nilai
Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat – sifat (hal – hal) yang
konsep yang berbeda – beda. Nilai dapat ditafsirkan sebagai keinginan, kebutuhan, dan
kesenangan seseorang sampai pada sanksi dan tekanan dari masyarakat. Seorang
psikolog menafsirkan nilai sebagai suatu kecenderungan berperilaku yang berawal dari
penekanan yang berbeda, yaitu: 1) nilai sebagai keyakinan yang membuat seseorang
bertindak atas dasar pilihannya; 2)nilai sebagai patokan normatif yang memengaruhi
manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara – cara tindakan alternatif; 3) nilai
sebagai keyakinan individu secara psikologis atau nilai patokan normatif secara
sosiologi; 4) nilai sebagai konsepsi (sifatnya membedakan individu atau kelompok) dari
apa yang diinginkan, yang memengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara, dan tujuan
akhir tindakan.
sifat (hal – hal) dalam diri seorang manusia yang menjadi patokan dalam melakukan
yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter
pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan karakter pada dasarnya adalah
pengembangan nilai – nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologibangsa
Indonesia, agama, budaya, dan nilai – nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan
berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang
sesuai dengan nilai – nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi
dengan Tuhannya, diri sendiri, antarsesama, dan lingkungannnya. Nilai – nilai luhur itu
antar lain: kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan sosial, kecerdasan berpikir
termasuk kepenasaran akan intelektual, dan berpikir logis. Oleh karena itu, penanaman
pendidikan karakter tidak bisa hanya sekadar mentransfer ilmu pengetahuan atau
contoh teladan, dan pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik
mengambil kesimpulan bahwa nilai pendidikan karakter adalah suatu paham mengenai
sifat – sifat (hal – hal) yang penting dalam berperilaku dan menanamkannya sesuai
dengan nilai luhur yang diwujudkan dalam interaksi dengan dirinya, Tuhan, dan
lingkungannya.
Nilai pendidikan karakter itu bersumber dari nilai karakter bangsa. Nilai karakter
bangsa merupakan nilai – nilai yang berkembang, berlaku, diakui, diyakini dan
disepakati untuk dilaksanakan oleh setiap warga masyarakat di sebuah negara. Nilai –
nilai itu adalah nilai – nilai yang luhur (supreme values) yang dijadikan pedoman hidup
(guiding principles) yang digunakan untuk mencapai derajat kemanusiaan yang lebih
(Nurgiyantoro, 2015:2436-2437).
Berikut ini sejumlah nilai untuk pendidikan karakter dalam (Zubaedi, 2013:74-
76).
9 Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
11 Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
lain.
dirinya.
dirinya.
17 Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
Tokoh – tokoh dalam sebuah cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa
jenis penamaan berdasarkan sudut pandang mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan
perbedaan sudut pandang dari tinjauan tertentu, seorang tokoh dapat dikategorikan ke
Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh –
tokoh lain, Ia sangat menentukan perkembangan plot cerita secara keseluruhan. Ia selalu
hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang
memengaruhi perkembangan plot. Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih
dari seorang walau kadar keutamaannnya belum tentu sama (Nurgiyantoro, 2015:258-
259).
Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis tokoh utama.. Tokoh utama dalam
novel ini ditampilkan sebagai seorang anak laki – laki tidak acuh terhadap pendidikan
dan keluarganya, akan tetapi, setelah ia tinggal bersama kakek dan neneknya ia
Suatu tokoh dalam sebuah cerita memerlukan watak yang menjadi identitas atau
ciri dalam memerankan tokoh tersebut. Hal itu diperlukan agar cerita yang diperankan
tokoh menjadi hidup dan sebagai penegasan mengenai siapa sebenarnya tokoh dalam
cerita.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, watak diartikan sebagai batin manusia
yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, dan tabiat
volisional seseorang, yang terbentuk selama hidupnya oleh unsur – unsur dari dalam
(dasar, keturunan, faktor – faktor endogen) dan unsur – unsur dari luar (pendidikan dan
2.1.6 Novel
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel diartikan sebagai karangan prosa
yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang – orang
di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Bahasa yang
digunakan lebih mirip bahasa sehari - hari. Meski demikian, penggarapan unsur –
unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahasa, nilai, tokoh dan
penokohan (Siswanto,2007:141).
Dalam bukunya yang berjudul Tifa Penyair dan Daerahnya, H.B Jassin
mengatakan bahwa “novel ialah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang
menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang – orang (tokoh cerita)
jurusan nasib mereka. Wujud novel adalah konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam
suatu saat, dalam satu krisis yang menentukan. Dengan demikian, novel hanya
menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar – benar istimewa
Sebuah novel jelas tidak akan dapat selesai dicbaca dalam sekali duduk. Karena
panjangnya, sebuah novel secara khusus memiliki peluang yang cukup untuk
mempermasalahkan karakter tokoh dalam sebuah perjalanan waktu, kronologi, dan hal
ini tidak mungkin dilakukan pengrang dalam dan melalui cerpen. Novel juga
memunginkan adanya penyajian secara panjang lebar mengenai tempat (ruang) tertentu.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi manusia dalam masyarakat menjadi
pokok permasalahan yang selalu menarik perhatian para novelis (Sayuti, 2017:56-57).
Novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi adalah novel yang diteliti oleh peneliti.
Novel ini menceritakan setiap rangkaian dan peristiwa yang dialami oleh setiap tokoh.
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan.
Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula
pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan lepas dari kejiwaan masing – masing.
Bahkan, sebagaimana sosiologi refleksi, psikologi sastra pun mengenal karya sastra
sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah ke
dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan
pengalaman hidup di sekitar pengarang, akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks
aspek – aspek kejiwaan melalui tokoh – tokoh jika kebetulan teks berupa drama maupun
prosa. Sedangkan jika berupa puisi, tentu akan tampil melalui larik – larik dan pilihan
kata yang khas. Di samping memang ada puisi lirik atau prosais dan atau balada yang
memuat tokoh tertentu. Berarti ada benarnya bila Jatman berpendapat bahwa karya
sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tak langsung dan
fungsional. Pertautan tak langsung, karena baik sastra maupun psikologi memiliki objek
yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra memiliki hubungan
fungsional karena sama – sama mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya
dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.
(Endraswara, 2008:96).
baik sastra maupun psikologi sama – sama mempelajari hidup manusia. Perbedaan
antara psikologi dan psikologi sastra, kalau psikologi sastra mempelajari manusia
ciptaan Ilahi secara riil. Namun, sifat – sifat manusia dalam psikologi maupun sastra
(Endraswara, 2008:99).
pertama adalah studi psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang
pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua
adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum – hukum psikologi yang
diterapkan pada karya sastra. Yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca
mengenai nilai pendidikan karakter. Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan bagi
peneliti dalam melakukan penelitian yang dapat menambah referensi bahan kajian
dalam penelitian yang digunakan. Dari penelitian terdahulu, peneliti tidak menemukan
penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian peneliti. Penelitian mengenai
nilai – nilai pendidikan karakter tokoh utama dalam novel Anak Rantau karya Ahmad
Dalam penelitian ini, penulis melakukan kajian pustaka dari penelitian sebelumnya.
Adapun beberapa penelitian - penelitian tentang nilai – nilai pendidikan karakter dengan
objek kajian yang berbeda yang dapat menjadi rujukan bagi penelitian antara lain:
1.Isnaini Mutmainah. “Nilai – Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Sepatu Dahlan
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui nilai – nilai pendidikan karakter yang
terkandung dalam novel Sepatu Dahlan dan mengetahui relevansi nilai – nilai
nilai – nilai pendidikan karakter dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna
Pabihacaraantara lain: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
disimpulkan bahwa terdapat hubungan atau relevansi antara nilai pendidikan karakter
dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabihacara dengan pendidikan akhlak di
Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabihacara, terdapat 14 nilai karakter yang sesuai
dengan pendidikan akhlak di Madrasah Ibtidaiyah. Nilai yang tidak sesuai yaitu
2. Reny Nawang Sakti. “Nilai Pendidikan Karakter Novel Bumi Cinta Karya
di SMA. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas
Tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) mendeskripsi nilai pendidikan karakter
apa sajakah yang terkandung dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El
Shirazy dan (2) mendeskripsi relevansi nilai pendidikan karakter yang terdapat
Nawang Sakti memperoleh hasil bahwa pendidikan karakter dalam novel Bumi
Cinta dibedakan menjadi empat kriteria yaitu nilai pendidikan karakter yang
mencerminkan manusia dengan Tuhan antara lain: berdoa, beriman, dan bertaubat
karakter yang mencerminkan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, antara lain:
disiplin, demokratis, kreatif, kerja keras, dan semangat kebangsaan. Ketiga, nilai
lain: jujur, rasa ingin tahu, peduli sosial, toleransi, tanggung jawab, komunikatif,
tidak terlalu sulit, sejalan dengan lingkungan sosial budaya subjek didik, sesuai
dengan umur, minat dan perkembangan kejiwaan subjek didik, dapat memupuk rasa
3. Resa Nurul Fahmi, Amir Fuady, Herman J. Waluyo. “Analisis Tokoh Utama dan
Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsi tokoh utama dalam mendukung
keutuhan karya sastra, (2) mendeskripsi nilai – nilai pendidikan karakter dan (3)
mendeskripsikan penggunaan hasil kajian novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal
Nasery Basral sebagai bahan ajar bagi siswa SMA.Hasil dari penelitian yang
dilakukan di antaranya: (1)novel Anak Sejuta Bintang mengandung dua tema, yaitu
(tema pokok dan tema tambahan,( 2) tokoh dalam novel Anak Sejuta Bintang terdiri
atas dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan, (3) latar dalam novel Anak Sejuta
Bintang terdiri atas tiga, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial, (4) alur dalam
novel Anak Sejuta Bintang adalah alur maju, (5) sudut pandang dalam yang
digunakan penulis novel Anak Sejuta Bintang adalah sudut pandang orang ketiga
dengan menggunakan kata ganti orang dia atau ia, (6) pengarang akan memberikan
gambaran secara jelas tentang seorang tokoh agar pembaca memiliki gambaran
seorang tokoh dalam sebuah cerita,(7) novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal
peserta didik SMA, (8) novel Anak Sejuta Bintang sarat dengan nilai – nilai luhur
4. Noni Febriana, Harris Effendi Thahar, Ermanto. “Nilai – Nilai Pendidikan Karakter
dalam Novel Rantau Satu Muara karya Ahmad Fuadi”: Tinjauan Sosiologi Sastra”.
Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajaran. Program Studi Pendidikan Bahasa dan
yang terdapat dalam novel Rantau Satu Muara karya Ahmad Fuadi. Penelitian ini
temuan yang didapat antara lain: (1) nilai – nilai pendidikan karakter religius yang
terdapat dalam novel Rantau Satu Muara karya Ahmad Fuadi dengan indikator
pendidikan karakter kerja keras dalam novel Rantau Satu Muara karya Ahmad
Fuadi dengan indikator nilai – nilai pendidikan yang menganjurkan kepada sikap
sungguh – sungguh, pantang menyerah, mempunyai cita – cita dan kreatif, (3)nilai
Muara karya Ahmad Fuadi dengan indikator nilai – nilai pendidikan yang
menganjurkan kepada sikap dan perilaku kerja sama, peduli sosial, cinta keluarga,
kasih sayang, ramah, dan menghargai prestasi orang lain, (4) nilai – nilai
pendidikan karakter dalam Novel Rantau Satu Muara karya Ahmad Fuadi dengan
indikator nliai – nilai pendidikan yang menganjurkan kepada sikap dan perilaku
tanggung jawab dalam novel Rantau Satu Muara karya Ahmad Fuadi dengan
5. Elisa, Nugraheni Eko Wardhani, Suyitno. “Kajian Psikologi Sastra dan Nilai
Pendidikan Karakter Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan serta Relevansinya sebagai
Bahan Ajar dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”. Jurnal
Maret 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan unsur intrinsik novel Ibuk karya
nilai pendidikan karakter dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan dan
temuan yang didapat adalah unsur – unsur intrinsik lengkap dalam novel
Ibukberupa: tema, plot atau alur cerita, penokohan dan perwatakan, setting atau
latar dan latar belakang, point of view atau sudut pandang pengarang, dialog atau
percakapan, gaya bercerita, dan amanat cerita. Kemudian, dari segi psikologis, para
tokoh novel Ibukyaitu Ibu dan Bayek memiliki sisi kemanusiaan. Dari segi
pendidikan karakter, terdapat nilai – nilai yang dapat dicontoh oleh peserta didik di
antaranya: religius, jujur, toleransi,disiplin, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu,
cinta tanah air, gemar membaca, dan peduli lingkungan. Selain itu, ditinjau dari
segi relevansi sebagai bahan ajar dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Indonesia.
Secara umum, persamaan penelitian ini dengan kelima penelitian di atas adalah
sedangkan perbedaannya terletak pada objek dan teori yang digunakan. Dalam
penelitian ini objek yang digunakan ialah novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi
dan teori yang digunakan adalah teori psikologi sastra, sementara objek yang
dipakai dalam penelitian di atas antara lain: novel Sepatu Dahlan karya Khrisna
Pabihacara, novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, novel Anak Sejuta
Bintang karya Akmal Nasery Basral, novel Rantau Satu Muarakarya Ahmad Fuadi
dan novel Ibuk karya Iwan Setyawan serta teorinya filosofis pedagogis, semiotik
METODE PENELITIAN
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode
kualitatif adalah metode yang memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam
Metode penelitian kualitatif tidak akan menganalisis angka – angka melainkan kata
– kata yang menjadi alasan – alasan atau interpretasi atau makna – makna dan kejadian
teknik pengumpulan data yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan kata – kata
Dalam suatu karya ilmiahsudah tentu memerlukan adanya sumber data yang dapat
membantu pembahasan atau penelitian mengenai suatu objek tertentu. Dalam penelitian
ini sumber data dibagi dua, yaitu sumber data primer dan sekunder.
Adapun sumber data primernya adalah novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi,
sebagai berikut:
Penerbit : Falcon
Sedangkan sumber data sekundernya aan diambil buku – buku, internet, dan
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
cara membaca novel yang menjadi objek utama (primer)penelitian ini. Pada bagian ini
novel dipahami berdasarkan konvensi – konvensi bahasa – bahasa yang digunakan oleh
memahami konvensi – konvensi yang berlaku terhadap sebuah karya sastra, terutama
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif.
kejadian, gambaran, lukisan, secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta – fakta,
sifat – sifat serta hubungan antara fenomena dengan fenomena pada objek yang diteliti
(Tantawi, 2017:66).
2. Mengumpulkan data mengenai watak tokoh utama dalam novel Anak Rantau
pendidikan karakter tokoh utama dalam novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi.
5. Mengumpulkan data – data dari berbagai buku dan sumber informasi yang terkait
dengan penelitian.
PEMBAHASAN
4.1.1 Tokoh
Tokoh adalah pelaku suatu peristiwa. Sebaliknya dapat dikatakan bahwa peistiwa
selalu melibatkan tokoh. Tidak ada peristiwa tanpa tokoh, demikian juga sebaliknya
Tokoh – tokoh dalam sebuah cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis
perbedaan sudut pandang dari tinjauan tertentu, seorang tokoh dapat dikategorikan ke
a. Tokoh Utama
Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh –
tokoh lain, Ia sangat menentukan perkembangan plot cerita secara keseluruhan. Ia selalu
hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang
memengaruhi perkembangan plot. Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih
dari seorang walau kadar keutamaannnya belum tentu sama (Nurgiyantoro, 2015:258-
259).
Tokoh tambahan adalah tokoh yang kemunculannya sedikit, memiliki peran yang
tidak terlalu penting, dan kemunculannya hanya ada jika terdapat kaitan dengan tokoh
Untuk menggambarkan tokoh ada beberapa cara yang sering dipakai seperi
menyatakan diri mereka sendiri melalui kata – kata, tindakan – tindakan, atau
c. Metode konstekstual, adalah menyatakan karakter tokoh melalui konteks verbal yang
mengelilinginya.
4.1.2.1 Dilihat Dari Fungsi Penampilan Tokoh, Tokoh dibagi Menjadi Dua, yaitu:
a. Tokoh Protagonis
Menurut Altenbernd dan Lewis tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi
yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero yaitu tokoh yang merupakan
2015:261).
b. Tokoh Antagonis
Dua, yakni:
a. Tokoh Sederhana
Menurut Altenbernd dan Lewis tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya
memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja. Sebagai seorang
tokoh manusia, ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek
Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap kemungkinan sisi
kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat pula menampilkan watak dan
tingkah laku bermacam – macam, bahkan mungkin tampak bertentangan dan sulit
a. Tokoh Statis
Tokoh statis menurut Altenbernd dan Lewis adalah tokoh cerita yang secara
b. TokohBerkembang
plot dikisahkan.
(sekelompok) Manusia dari Kehidupan Nyata, Tokoh Cerita dibagi Menjadi Dua,
Yakni:
a. Tokoh Tipikal
Tokoh tipikal menurut Altenbernd dan Lewis adalah tokoh yang hanya sedikit
2015:274-275).
b. Tokoh Netral
Tokoh berkembang adalah tokoh adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi
cerita itu sendiri. Ia benar – benar merupakan tokoh imajinatif yang hanya hidup dan
bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir (atau dihadirkan) semata-mata demi cerita, atau
bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang
bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku
kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan, pada novel – novel tertentu, tokoh
utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap buku cerita
Maka dari itu, untuk menentukan tokoh utama penulis melihat tokoh utama
berdasarkan tokoh yang paling banyak diceritakan dan menjadi inti penceritaan sebagai
berikut ini.
“Hepi meronta sekuat daya ketika Jenggo menjunjungnya. Dia lalu menegakkan
Hepi di atas sebuah kaleng besar bekas cat dan dengan hati – hati mengalungkan tali itu
ke lehernya, bagai mempersembahkan medali. Serabut tali yang kasar menyayat
kulitnya pedih. Tapi Hepi mencoba menghibur diri”.
“Kalau saat ini detik terakhir hidupnya, artinya dia mungkin akan segera bisa
memeluk almarhumah ibunya yang dirindukannya di alam sana. Mungkin juga dia bisa
bermain dengan kucing belang tiganya segera”.
“Kalau saat ini detik terakhir hidupnya, paling tidak dia melihat surau. Hidupnya
akan khatam di dalam surau. Betapa mulia kedengarannya tersungkur gugur di mihrab,
tempat yang dikerubuti berkah, tempat imam telah ribuan kali memimpin sujud. Siapa
tahu karena ini dia dicatat malaikat sebagai orang yang gugur fi sabilillah. Surga
ganjarannya” (Anak Rantau, 2017:332).
Dari kutipan di atas bahwa tokoh utamanya adalah Hepi. Kenapa ? karena Hepi
merupakan inti dari pembicaraan di atas. Penggalan cerita tersebut ada setelah Hepi
bersama kedua temannya ditangkap oleh anak buah Lenon. Kemudian, Jenggo
mengangkatnya dan mengalungkan tali ke leher Hepi. Di saat seperti itu Hepi mencoba
menghibur dengan membayangkan detik terahir hidupnya. Jadi, dari kutipan tersebut
sangat jelas inti dari permasalahan tersebut adalah Hepi yang menjadi tokoh utama
cerita dan umumnya pada novel tersebut. Ia juga merupakan tokoh protagonis karena ia
sebagai pihak yang menerima perlakuan kasar dan ia juga pribadi yang menyayangi
ibunya tergambar ketika ia membayangkan detik ini terakhir hidupnya dia akan segera
melihat ibunya yang sangat dirindukannya. Jenggo sebagai tokoh antagonis karena ia
Karena Hepi merupakan inti dari pembicaraan di atas. Penggalan cerita tersebut
menggambarkan situasi di mana Lenon berbicara kenapa Hepi harus datang ke surau
yang sudah dia pilih sebagai markas sekaligus tempat menyimpan barang. Dari hal
tersebut Dari hal penggalan cerita tersebut juga Hepi merupakan tokoh yang ditekan
oleh Lenon karena telah masuk ke markas dan Lenon marah kepadanya. Ia ingin
menghabisi Hepi tergambar dari kalimat “tapi, tidak ada pilihan lain, kau tidak boleh
melihat matahari besok”. Di sini terlihat bahwa Hepi merupakan tokoh protagonis yang
ingin mencari tahu sesuatu dengan datang ke markas Lenon dan Lenon adalah antagonis
karena tergambar dari ia sengaja memilih surau tua agar tidak diketahui aparat dan saat
ia mengancam akan menghabisi yang membuat Hepi tidak bisa melihat matahari besok.
“Yang lain menyambut dengan cekikikan meremehkan. “Boleh saja di sini, tapi
jadi tukang doa saja,” timpal Aleks, preman ceking hitam berbaju kutung. Hepi
mencoba nyengir menutupi rasa dongkolnya. Lenon yang dari tadi cuma diam mencoba
menengahi, “Jangan kalian permainkan juga dia”.
Berdasarkan kutipan di atas diketahui bahwa tokoh utamanya adalah Hepi. Karena
milik Hepi dengan melempar – lemparkannya berpindah tangan. Sampai - sampai Hepi
berlari – lari mengejar topi miliknya yang dilempar – lemparkan para preman. Dari hal
tersebut juga membuktikan bahwa Hepi merupakan tokoh protagonis yang mendapatkan
perlakuan kasar dari para preman. Sedangkan para preman tersebut adalah tokoh
antagonis yang berlaku kasar dengan meremehkan dan melempar-lemparkan topi milik
Hepi.
“Dua maling yang lain merapat cepat ke arah Hepi. Sebuah terkaman bisa
dihindari Hepi dengan berguling. Dia balas mengirim sepakan lanjutan dan masuk
dengan telak ke dada lawannya. Tapi maling yang kedua bergerak cepat ke arah Hepi
dan mengirimkannya sebuah sapuan bertenaga yang gagal dielakkannya. Duk. Kaki
maling itu menghantam pergelangan kakinya dan Hepi rebah di tanah. Penyerangnya
masih belum puas dan melayangkan tinjunya ke muka Hepi. Sepersekian detik sebelum
tinju itu mendarat di wajah Hepi, pencuri itu melolong membekap matanya” (Anak
Rantau, 2017:285).
Berdasarkan kutipan di atas, tokoh utamanya adalah Hepi. Karena Hepi
merupakan inti dari kejadian di atas. Dari cerita tersebut menggambarkan bahwa maling
tersebut menerkam Hepi dan melayangkan sepakan kepada Hepi. Hingga kaki maling
protagonis di mana ia mencoba membela diri dengan mengelak dari maling. Selain itu
dia juga menjadi sasaran dari perbuatan kasar dari maling itu. Sedangkan, maling yang
menendang Hepi adalah tokoh antagonis yang melakukan pencurian dan melakukan
“Tapi di rumpun bambu terakhir, Hepi yang berlari paling depan berhenti tiba –
tiba sehingga ia jatuh tergelincir di jalan yang licin. “Awas,” teriaknya panik kepada
kedua kawannya di belakang. Di depan mereka tegak tiga bayangan orang berbadan
besar yang menghambur ke arah mereka. Hepi buru – buru mencelat berdiri dan
melayangkan sepakan ke perut penyerang paling depan. Sayang, lawannya terlalu besar
dan juga pandai bersilat. Tendangan Hepi ditepis dengan mudah, bahkan lelaki itu
membalas dengan dengan cepat. Hepi buru – buru menggeser kakinya untuk mengelak,
tapi dia kalah ligat dan sebagian tapak kaki musuhnya menyerempet pinggang Hepi.
Walau tidak telak, tapi cukup membuat badannya goyah lawannya terus mengejar dan
memelintir tangan Hepi ke belakang dan memaksanya tengkurap di tanah berlumpur.
Hepi mengaduh sakit” (Anak Rantau, 2017:314-315).
Berdasarkan penggalan kutipan di atas, tokoh utamanya adalah Hepi. Kenapa?
Karena Hepi menjadi inti dari kejadian di atas. Dari cerita tersebut menggambarkan
bahwa Hepi yang berlari paling depan terjatuh dan kemudian muncul tiga bayangan
berbadan besar di hadapan mereka. Orang berbadan besar tadi mencoba menyerang
Hepi yang meskipun dilawan oleh Hepi tetap saja orang berbadan besar tadi berhasil
menyerangnya dan membuat badannya goyah. Dia dipaksa tengurap di tanah berlumpur
hingga merintih kesakitan. Dari hal tersebut Hepi adalah tokoh protagonis yang
mereka dan ia mencoba melindungi dirinya dari pukulan berupa tendangan orang
berbadan besar tadi dengan mencoba mengelak. Sedangkan, tiga bayangan berbadan
Dalam Kamus Besar Bahasa hIndonesia, watak diartikan sebagai batin manusia
yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, dan tabiat
(Depdiknas, 2012:1558).
Menurut Aminuddin ada beberapa cara memahami watak tokoh. Cara itu adalah
melaui (1) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang
berapakaian, (3) menunjukkan bagaimana perilakunya, (4) melihat bagaimana tokoh itu
berbicara tentang dirinya sendiri, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6)
melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya. (7) melihat tokoh lain berbincang
dengannya, (8) melihat bagaimanakah tokoh yang lain memberi reaksi terhadapnya, dan
(9) melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain (Siswanto, 2008:145).
Gambaran watak tokoh utama dalam novel Anak Rantau ini, meliputi beberapa
gambaran tokoh yang dikemukakan tokoh Hepi tersebut, berikut ini akan digambarkan
karakteristiknya.
“Hepi tidak khawatir sama sekali untuk kemampuan belajarnya. Itu urusan
gampang buat dia. Masalah harus patuh ini yang membuat dia terduduk tak
bergairah di bangku. Matanya sering menerawang menembus jendela atau
menunduk. Jarang dia melihat ke depan. Dia mulai memutar otak bagaimana
selama di SMP ini dia bisa lolos dari pengawasan guru dan kakeknya. (Anak
Rantau, 2017:62-63).
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa Hepi merasa tidak nyaman berada di
kelas, sehingga muncul ide bagaimana cara agar ia bisa lolos dari pengawasan guru dan
kakeknya. Dikarenakan tokoh Hepi cenderung merasa tidak betah duduk di bangku
kelas dalam kelas membuatnya memiliki niat buruk untuk bisa lolos dari pengawan
“Berdebur jantung Hepi ketika pertama kali berazan pakai mik dan didengar orang
banyak melalui corong pelantang. Dengan sarung kedodoran, peci dan baju
kemeja, dia mendeham – deham dulu guna membersihkan tenggorokan yang tiba
– tiba terasa kering.Attar menekan tombol sound system dan dia berdiri tegak di
depan bulatan mik. Dia taruh tangan kanannya di kuping sebelah kanan, dan
mulailah dia melantukan azan”.
“Awalnya dia khawatir sendiri mendengar suaranya menggaung terbang ke langit
kampungnya, lalu balik lantun di puncak bukit kecildi puncak bukit kecil dan
bergaung kembali ke surau. Di bait kedua dia mulai menyukai suaranya yang
menurut dia tidaklah jelek”. (Anak Rantau, 2017:40).
Berdasarkan kutipan di atas dapat menggambarkan bahwa Hepi yang awalnya
merasa khawatir atau ragu mendengar suaranya untuk pertama kali azan, tetapi
kemudian ia mulai bangga akan kemampuan dirinya setelah di bait kedua yang
menurutnya tidak jelek. Ia memiliki sifat yang bangga akan kemampuan dirinya sendiri.
setiap membaca buku atau menonton film tentang cerita sosok seorang ibu ia sangat
muda tersentuh. Ia selalu terbawa perasaan dan menjadi benci jika dalam cerita tersebut
“Maka pada hari Jumat sore yang sudah ditentukan itu, terselenggaralah keriuhan
besar di surau ini. Anak – anak dan orang tuanya berduyun – duyun mengusung
tikar, kasur lipat selimut, tas, baju, rantang makanan, dan ketel air listrik ke dalam
surau. Berbagai ragam barang ini ada yang dikepit di ketiak, ada juga yang
dijunjung di kepala. Anak – anak tampaknya melakukan dengan senang hati,
bagai mengikuti darmawisata. Hepi melihat kegembiraan ini dengan agak iri”
(Anak Rantau, 2017:135).
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa saat keriuhan besar
terselenggara di surau, anak – anak dan orang tuanya berduyun – duyun datang ke
surau mempersiapkan segala peralatan. Melihat hal tersebut Hepi merasakan perasaan
agak iri. Artinya Hepi agak iri ketika melihat anak ditemani orangtuanya datang ke
surau.
“Kalaupun ada orang yang ingin acara menginap di surau ini terus ada, maka itu
adalah Hepi. Betul, awalnya dia menentang, tapi sejak enam bulan ada, dia
selama ini ditentang oleh Hepi, kini dia sudah merasakan manfaat langsung. Dia
merasalkan rasa kebersamaan dan pertemanan ketika di acara menginap di surau. Dia
merasa dia tidak akan menjadi satu satunya pusat perhatian kakeknya. Hanya saja, dia
khawatir kalau di sendirilah yang akan dikeker dan diatur setiap hari. Dari hal tersebut
meskipun Hepi sudah mulai menyukai acara menginap di surau tetapi perasaan
4.3.3 Menunjukkanbagaimanaperilakunya.
“ Nyatanya, ketukan halus Hepi telah jadi gedoran, dan tetap tidak ada jawaban,
hanya debu – debu halus terus turun menghujani baju dan kepala mereka,
membuat kelilipan dan bersin- bersin. Hepi mulai tidak sabar. Tanpa menunggu
persetujuan, dia dorong pintu kayu ini. Tangannya menghantam pintu kayu
dengan keras. Duk! Zen hampir terpekik melihat melihat tindakan Hepi. Tapi
dorongan Hepi sia-sia, pintu bagai terkunci dari dalam, tidak bisa dibuka sama
sekali” (Anak Rantau, 2017:186-187).
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa karena ketukan Hepi tidak mendapat
jawaban, maka ia mengetuk pintu menjadi lebih kencang dan menjadi gedoran.
Akhirnya, ia mulai tidak sabar dan mendorong pintu kayu sampai menghantam
tangannya dan dorongan itupun berujung sia – sia. Artinya tokoh Hepi memiliki watak
“Hepi melihat Zen disepak maling. Dia dengan nekat segera menerjang ke tengah,
mencoba melindungi Zen dari pukulan susulan. Tapi dia dihadang oleh sesosok
berbaju hitam. Hepi sudah membaca geraknya reflek pesilatnya muncul. Hepi
ambil dua langkah kecil mundur, mengayunkkan badan ke samping dan dia
tusukkan ke perut penyerangnya.”
“Hepi tidak mau mengambil risiko, dia maju lagi beberapa langkah saat musuhnya
belum siap. Tangan kanannya menusuk ulu hati dan tangan kirinya merenggut
sebo.” (Anak Rantau, 2017:284).
Dari kutipan di atas menggambarkan Hepi yang melihat temannya disepak oleh
maling kemudian dengan nekat ia menerjang mencoba melindungi Zen dari pukulan
susulan meskipun ia dihadang sesosok berbaju hitam. Dia reflek mengayunkan badan ke
samping dan menyerang maling. Dari hal tersebut Hepi perasaan tidak tega melihat
temannya mendapat perlakuan kasar maka ia mencoba nekat melakukan apapun untuk
melindungi temannya.
“Setelah ditinggal Ayah, sekarang dia ditinggal Bang Lenon pula. Malam itu dia
menggelosor seorang diri di sudut surau, memeriksa celengan betungnya,
menggoyang – goyangkannya, dan menghitung-hitung lagi catatannya. “Masih
perlu banyak, masih harus bekerja lebih banyak, masih harus bersabar banyak.”
katanya sambil memeluk celengan betung itu sambil tertidur bergelung”. (Anak
Rantau, 2017:156)
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa setelah melihat isi
celengannya tokoh Hepi memotivasi dirinya agar lebih semangat bekerja untuk
mengumpulkan tabungan yang banyak. Artinya bahwa tokoh Hepi adalah seseorang
yang pernah dikatakan Ayahnya bahwa setiap kelakuan mempunyai risiko, saat ini ia
harus merasakan hukuman dulu dan jika ingin ke Jakarta harus membeli tiket sendiri. Ia
bertanya pada dirinya kenapa dia di usia yang masih muda ia harus dibebani syarat
seperti yang dikatakan sang Ayah. Dari perkataan ayahnya kemudian, ia mencari
pembenaran bahwa semakin ia dipaksa ayahnya, maka semakin pula ia dendam, dan
semakin mengeras pula hatinya. Dari hal tersebut Hepi memiliki sifat yang pendendam,
akan dimangsa Pandeka Luko, bagaimana kalau ia ditenung menjadi pengkor, buncit
dan buta dia menjadi resah tetapi kemudian dia tenang kembali berulang – ulang. Dari
dahulu dengan memikirkan hal buruk yang terjadi padanya yang membuatnya cemas .
Namun, ia juga seseorang yang labil karena ia terkadang juga tenang ketika hal tersebut
muncul.
“Dadanya tak juga tenteram, terus berdebur-debur diminyaki rasa sedih dan
marah. Tidakkah ayahnya bisa bersimpati pada nasibnya, anak piatu yang tak
pernah dimandikan, disuapi, dan dininabobokkan oleh seorang ibu? Hepi mulai
berpikir kacau: kalau di Jakarta dia bisa menjadi anak nakal, maka di kampung dia
tidak sekadar anak nakal, tapi bisa jadi preman besar. Dia ingin membuktikan
kepada ayahnya salah dengan menganggap dia akan lebih baik. Mungkin justru
sebaliknya, dia akan menjadi lebih buruk” (Anak Rantau, 2017:58-59)
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa Hepi perasaan sedih dan marah yang
menjadi anak yang tidak hanya sekedar nakal, tetapi bisa menjadi preman besar. Dia
ingin membuktikan bahwa keputusan ayahnya salah yang menganggap dia akan jadi
lebih baik sebaliknya ia menjadi lebih buruk. Artinya tokoh Hepi adalah seseorang yang
berpikiran negatif karena ia telah memikirkan hal – hal buruk yang akan terjadi padanya
di kampung.
“Hepi mengangguk. Dia berpikir kalau pintu sudah diketuk, lalu Pandeka Luko
muncul, biar dia yang akan bicara dengan orang ini. Yang dia perlukan sekarang
hanya teman dan saksi yang melihat apa yang terjadi. Kalau ada apa-apa,
setelah pintu diketuk. Dia berpikir yang dia perlukan adalah teman atau saksi yang akan
melihat apa yang akan terjadi jika terjadi apa – apa padanya seperti menerkamnya,
meskipuni pun ragu hal itu teradi. Dari hal tersebut Hepi adalah seseorang yang
membayangkan seandainya Pandeka Luko menerkamnya. Selain itu dia juga termasuk
orang yang ragu-ragu karena meskipun ia telah membayangkan hal itu ia juga masih
“Mata pelajaran sejarah dari Ibu Ibet yang biasanya seru, hari ini tidak begitu
menarik perhatian Hepi. Saat Ibu Ibet membahas Perang Dunia Kedua, pikirannya
melayang ke Rumah Hitam. Seharian dia duduk di kelas dengan resah, antara
ingin cepat - cepat malam datang dan cemas atas apa yang terjadi nanti. Hari ini
dia minta izin ke Ibu Ibet untuk tidak masuk mata pelajaran setelah ini. Dia
beralasan ingin menuntaskan klasifikasi Dewey perpustakaan sekolah mereka.
Izin tadi hanya agar dia bebas dari kesuntukan suasana kelas. Di perlu waktu
sendirian untuk membaca atau melamun” (Anak Rantau, 2017:237).
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan Hepi yang biasanya bersemangat
pada mata pelajaran sejarah yang diajarkan Ibu Ibet kali ini ia tidak begitu tertarik.
Pikirannya melayang pada Rumah Hitam. Ia resah memikirkan ingin cepat malam
datang dan mencemaskan tentang apa yang akan terjadi nanti. Karena pikiran itu ia
minta izin untuk tidak masuk dengan alasan ingin menuntaskan klasifikasi Dewey
perpustakaan agar memilki waktu sendiri. Dari hal tersebut tokoh Hepi memiliki sifat
yang mudah resah dan cemas terhadap sesuatu tergambar saat mata pelaran berlangsung
ia memikirkan tentang Rumah Hitam dan mencemaskan tentang apa yang akan terjadi
mereka padahal ia merasa suntuk karena pikiran yang membayanginya dan ia butuh
“Pertama kau datang, aku melihatsedih tampak di matamu. Saat aku baca surat
kau ada puisi liris di dalamnya. bahkan dulu, saat aku melihat kau baru datang di
kampung ini, aku melihat luka yang masih segar”.
Hepi tidak mengerti bagaimana mungkin Pandeka Luko pernah melihatnya dulu.
“Karena sedih dan luka kau yang segar itu aku bertanya. Karena aku ingin
membantu kau terbuang dengan semua ceritaku. Bagaimana sedih dan merasa
terbuang itu melemahkan. Bagaimana terlalu berharap kepada makhluk itu
mengecewakan” (Anak Rantau, 2017:255).
Dari kutipan di atas, tergambar bahwa Pandeka Luko mengetahui apa yang sedang
dialami oleh Hepi ini telihat dari surat yang ia baca ada perasaan sedih dan perasaan
Luka di dalamnya. Ia berkata bahwa Hepi adalah seseorang yang sering merasakan
sedih, terluka yang ada pada diri Hepi membuatnya bertanya. Sedih yang akhirnya
melemahkan dan berharap yang membuat kecewa. Ia adalah seseorang yang tidak mau
“Suatu kali Hepi bersemangat mengajak kawan – kawannya. “Aku ingin lihat
mukanya Yuk, kita bertamu! Mengetuk pintunya. Siapa tahu dia mau
mencetakkan uang untuk kita”
Berdasarkan kutipan dia atas terlihat bahwa Hepi mengajak teman – temannya
untuk bertamu dan berharap uang ia bisa mendapatkan uang. Teman – temannya
menganggap bahwa Hepi sudah gila karena demi uang ia mau melakukan apa saja. Zen
bahkan berkata Hepi adalah orang yang keras kepala. Berdasarkan hal tersebut, terlihat
bahwa Hepi yang keras kepala tergambar dari perkataan kedua temannya yang
“Janganlah kau merasa paling suci mentang – mentang tinggal di surau. Bahkan,
kau pernah pula terlibat mengantarkan paket narkoba untuk Datuk Mudo dulu.
Tentu tidak ke rumah dia langsung” ucap Lenon
“Mana Mungkin.” Suara Hepi tercekat
“Kau ini benar – benar bodoh atau pura – pura bodoh? Memangnya semua
pesanan belanja orang itu hanya kerajinan kayu, sarung, pashmina, sapu tangan,
dan lainnya? Di dalam sebagian pesanan ini ada paket narkoba. Sudah dlipat dan
diselipkan dengan rapi Kaulah salah satu pengedar itu” (Anak Rantau, 2017:325-
326).
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa Lenon berbicara kepada Hepi
bahwa Hepi pernah mengantarkan paket narkoba kepada Datuk Mudo. Hepi merasa
tidak percaya akan paket yang selama ini ia antarkan, ia telah dibohongi oleh Lenon
selama bekerja dengannya menjadi kurir antar paket. Selama ini pesanan yang
Artinya hal itu berarti bahwa watak tokoh Hepi adalah seseorang yang sangat mudah
percaya pada orang lain tanpa mencari tahu terlebih dahulu secara jelas.
“Saat jam istirahat, Attar dan Zen mengajak Hepi membeli es puter lalu duduk di
tepi bukit yang dipapas menjadi sekolah, sambil melihat ke hamparan air danau
yang kelap – kelip disiram sinar matahari. Attar dan Zen berlomba menghabiskan
es sedangkan Hepi memuntahkannya”.
“Es rasa kampung.” Dia memprotes sambil menyeka mulut dengan punggung
tangannya.
“Dari pada mubazir, sini esnya aku habiskan,” sambut Attar
“Zen yang sedang terburu – buru menjilat es menyeletuk. “Memangnya apa sih
kelebihan kota itu? Apa kelebihan orang Jakarta dibanding anak kampung?”
“Ah, kalian di kampung ini pandai main bedil putik jambu kayak anak kecil aja.
Kalau kami anak kota pandai naik motor,” katanya bangga. Zen dan Attar
bersungut – sungut iri” (Anak Rantau, 2017:66).
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa Hepi tidak menyukai es yang mereka
beli, saat ia kemudian memuntahkan es tersebut dan berkata bahwa es tersebut adalah es
rasa kampung. Kemudian Attar mengambil es tersebut, ketika Zen bertanya mengenai
kelebihan kota dibanding anak kampung Hepi mengatakan bahwa anak kampung hanya
pandai bermain bedil putik jambu sedangkan di kota sudah pandai bermain motor. Dari
hal tersebut diketahui bahwa Hepi memiliki sifat yang cenderung suka memandang
sebelah mata terhadap sesuatu, ia sering sekali membangga – banggakan apa yang ia
miliki.
pelajaran sore ini, Hepi bersama kedua temannya ingin segera meloloskn diri karena
ingin bermain. Namun, sebelum sempat Hepi meloloskan diri Kakek sudah
dilihat dan sisuruh oleh Kakek dengan wajah dongkol ia kembali duduk bersila dan
dengan berat hati ia patuh untuk membaca. Dari hal tersebut Hepi memiliki watak yang
berat hati dalam mengerjakan sesuatu, ini tergambar dari reaksi Kakek saat memanggil
“Di Jakarta itu, aku tidak pernah sekali pun bertemu orang penakut. Hanya ada
orang berani. Tidak akan ada anak seperti kalian berdua di rantau, dan tidak akan
mungkin kalian berdua di rantau, dan tidak akan mungkin kalian berdua hidup di
luar kampung ini. Seperti anak perempuan di kelas mereka mengaku penakut pada
hantu”
bahwa mereka penakut. Mereka berdua tidak akan mungkin merantau dan tidak akan
mungkin hidup di luar kampung tempat mereka tinggal. Reaksi yang diberikan Zen
mendengar ucapan Hepi seperti telah merendahkan dia apalagi ia disebut perempuan.
Raut wajahnya berubah dari selalu tersenyum menjadi menyala seperti kepiting rebus.
Dari hal tersebut diketahui bahwa Hepi adalah seseorang yang memandang rendah
orang lain ini tergambar dari ucapan yang ia katakan dan reaksi temannya Zen yang
“Tadinya Hepi sudah agak lumayan percaya kepada Pandeka. Tapi kini dia mulai
berpikir kalau orang ini memang gila seperti yang dibilang orang sekampung.
Atau mungkin ingatannya sudah tergelincir waktu, menjadi pikun karena sudah
sedemikian tua”.
“Jangan sekali - sekali wa’ang kira aku sudah gila,” sergahnya Hepi tercekat, apa
Pandeka Luko mempunyai ilmu membaca pikiran.
4.3.9 Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain.
seharusnya meninggalkan Hepi. Reaksi yang diberikan oleh Hepi adalah menjawab ia
telah melupakan mengenai apa yang telah terjadi itu. Artinya tokoh Hepi memiliki
watak pemaaf dengan melupakan kejadian yang ketika Ayah meninggalkannya untuk
“Dasar wa’ang sama dengan bang Martiaz, tidak punya pandangan ke depan, tidak
tepat janji,” katanya. Hepi merasakan dadanya berdetak lebih cepat. Walau dia
menyimpan marah kepada ayahnya, mendengar Martiaz disebut-sebut, dia segera
merasa sedih.”
“Maafkan Bang, tidak akan diulangi. Maaf,” Kata Hepi sambil terbungkuk-
bungkuk. Maaf yang terlambat” (Anak Rantau, 2017:155).
Berdasarkan kutipan di atas tergambar bahwa Lenon berkata bahwa ia sama saja
dengan ayahnya yang tidak punya pandangan ke depan, tidak tepat janji. Reaksi setelah
mendengar ucapan Lenon tersebut membuat ia sedih. Meskipun ia marah kepada sang
ayah, namun ia tetap sedih ketika nama ayahnya disebut tidak baik. Hal ini
menunjukkan bahwa watak Hepi adalah orang yang perasa karena rasa sayangnya
“Lumayan kan bisa menambah tabungan kau,” kata Attar. Kedua temannya ingin
membantu dia mencari uang tambahan untuk bisa membeli tiket pulang ke
dia untuk mencari uang tambahan untuk tiket pulang ke Jakarta. Reaksi yang
ditunjukkan Hepi atas apa yang akan dilakukan kedua temannya untuk membantunya
membuat ia tidak bisa berkata – kata, ia terharu atas perlakuan kedua temannya telah
diperhatikan sementara ia sering membuat sebal kepada mereka. Dari hal tersebut
bahwa tokoh Hepi memiliki sifat yang perasa karena ia mendapat perhatian teman –
temannya.
“Zen kerap meledek dia. “Badan anak kota boleh besar, tapi baru bisa alif-ba-ta,”
katanya. Attar mencoba menghiburnya, “ikut saja khataman seperti Kakek,
lumayan bisa nambah tabungan. Pasti banyak amplop dari sanak famili. Nanti
kami pasti temani.” Demi mendengar janji amplop ini dan ditemani kawan-
kawannya, Hepi mengesampingkan rasa segannya. Biarlah malu sedikit asalkan
dapat duit. Selain itu, dia tidak berani membayangkan apa yang ada di pikiran Puti
kalau melihat dia tidak bisa mengaji. Mengaji dengan Kakek ini membosankan
karena mengulang-ulang hal yang sama selepas maghrib” (Anak Rantau,
2017:108).
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa Zen meledek Hepi yang baru
bisa alif-ba-ta, kemudian Attar mencoba menghibur dengan mengatakan bahwa Hepi
ikut saja khataman seperti Kakek, dia pasti mendapat banyak amplop dari sanak famili.
asalkan ia mendapat duit. Namun, Hepi tidak berani membayangkan jika Puti melihat
dia tidak bisa mengaji. Selain itu, ia juga merasa bosan mengaji dengan Kakek karena
mengulang – ulang hal yang sama. Dari hal tersebut Hepi memiliki sifat mudah
dipengaruhi orang lain tergambar saat Attar berkata bahwa dengan ikut khataman dia
yang tergambar saat seandainya Puti melihat ia tidak bisa mengaji. Kemudian, Hepi
juga memiliki sifat mudah bosan tergambar saat ia merasa bosan mengaji dengan kakek
adalah suatu paham mengenai sifat – sifat (hal – hal) yang penting dalam berperilaku
dan menanamkannya sesuai dengan nilai luhur yang diwujudkan dalam interaksi dengan
Nilai pendidikan karakter itu bersumber dari nilai karakter bangsa. Nilai karakter
bangsa merupakan nilai – nilai yang berkembang, berlaku, diakui, diyakini dan
disepakati untuk dilaksanakan oleh setiap warga masyarakat di sebuah negara. Nilai –
nilai itu adalah nilai – nilai yang luhur (supreme values) yang dijadikan pedoman hidup
(guiding principles) yang digunakan untuk mencapai derajat kemanusiaan yang lebih
(Nurgiyantoro, 2015:2436-2437).
Berikut ini di bawah ini akan dipaparkan beberapa nili pendidikan karakter tokoh
4.4.1Religius
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain Berikut adalah kalimat mengenai religius tokoh utama.
“Selesai salat berjamaah dengan Kakek di surau, Hepi menekur lebih dalam,
berdoa agar suratnya dibaca dan dipahami oleh Pandeka Luko. Dia sudah menulis
sedemikian rupa agar Pandeka mau membantu dia, paling tidak untuk bertemu
dulu. Semoga kata – kata yang ringkas di atas kertas khusus itu mengena di hati
Pandeka Luko. Dalam surat itu Hepi sudah mengisyaratkan akan datang lagi
bertamu (Anak Rantau, 2017:231).
Pada kutipan di atas, terlihat bahwa Hepi mengerjakan perintah Allah dengan
mengerjakan shalat berjamaah dan berdoa agar apa yang telah dia tulis dapat membuat
khusyuk berdoa dan membaca surat Al-Fathihah serta ayat kursi dan ini termasuk
4.4.2Jujur
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan
(Zubaedi, 2013:74)..
“Hepi ingin berbohong untuk menutupi tujuannya mencari uang guna pulang ke
Jakarta. Tapi sekelabat kemudian jawaban yang lebih baik muncul begitu saja.
ceramah kultum kakaek sendiri.”
“Kek, aku sebetulnya sedang belajar dari kultum Kakek tempo hari. Kakek bilang,
kalau kita harus husnudzon, selalu berprasangka baik pada orang lain. Hati orang
hanya Allah yang tahu, kata Kakek tempo hari,” balas Hepi sambil bercerita
tentang bengkel kerajinan dan kegiatan jualan Lenon”(Anak Rantau, 2017:81).
Dari kutipan diatas, menunjukkan bahwa pada mulanya Hepi ingin berbohong
dengan menutupi sesuatu dari sang Kakek mengenai pekerjaanya. Akan tetapi, ia
teringat akan ucapan yang pernah Kakek sampaikan.
4.4.3 Disiplin
Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
“Selama ini Hepi jarang menyukai guru, kecuali beberapa orang saja. Waktu di
SD dia hanya patuh kepada Ibu Risma. Dia selalu mencium tangan ibu itu setiap
pagi dan siang. Alasannya sayang kepada ibu guru matematika ini karena selalu
mengingatkan dia hal remeh temeh. “Nak, jangan lupa potong kuku dan rambut,
ya.” Ayah dan Uni sudah lama tidak pernah mengingatkan untuk mengurus
dirinya. Hanya dari Ibu Risma ini saja dia merasa mendapatkan perhatian dari
ujung rambut sampai ujung kuku”. (Anak Rantau, 2017:64-65).
Pada kutipan ini, menandakan bahwa Hepi mematuhi apa yang diperintahkan Ibu
“Bisa mengaji kayak anak TK seperti ini kok sudah khataman? Todak bisa.
Selama waang cucuku, mengaji harus bagus.”
Dari kutipan di atas, diketahui bahwa pada mulanya Hepi yang tidak mau diajak
Kakek untuk belajar mengaji kembali di surau karena malu. Namun, karena setelah di
coba untuk mengaji Hepi masih kurang akhirnya ia setuju pada perintah Kakek untuk
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh – sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan
“Hepi dengan semangat mencoba belajar. Tapi walau berusaha keras beberapa
hari., dia masih kesulitan menghasilkan bentuk yang disuruh Lenon. Hasilnya
yang jelas aldalah serbuk kayu yang menumpuk, potongan kayu tidak jelas
bentuk, dan matanya yang merah kelilipan terus” (Anak Rantau, 2017:104)
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Hepi telah mencoba berusaha keras
untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan apa yang Lenon perintahkan, meskipun
hasilnya masih kurang memuaskan.
“Hepi menyentuh mata kapak yang berkilat gilang – gemilang itu dan
menimbang – nimbang celengan bambunya. Di tabung bambu ini dia simpan
keras kepala dan marahnya keada Ayah yang meninggalkannya begitu saja di
kampung. Di relung bambu ini terkumpul hasil keringat dia menjual durian,
“Padahal, dia kini sudah menahan – nahan jajan di sekolah untuk menghemat
uang saku agar bisa menambah tabungan. Uang tambahan sebagai petugas surau
juga recehan saja. Adapun hasil membantu Mak Tuo Ros di lapau lebih banyak
menambah tabungan karbohidrat. Pekerjaan ini cocok sebagai proyek pelebaran
pipi dan perut, karena yang diberi lebih banyak makanan daripada uang” (Anak
Rantau, 2017:11).
Dari kutipan di atas, menunjukkan bahwa Hepi menabung uang hasil dari dia
bekerja menjadi petugas surau dan di lapau Mak Tuo Ros dengan menyisihkan
seluruh tabungannya dan menahan jajan di sekolah.
4.4.5 Kreatif
Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Berikut penggalan kalimat yang dimiliki tokoh
“Hepi sekarang membagi waktunya antara mencuci piring di lapau di hari pasar
dan tugasnya sebagai asisten Lenon. Walau dia selalu muncul di surau, kerap dia
menolak ajakan bermain Attar dan Zen dengan alasan sibuk.” (Anak Rantau,
2017:141).
Pada kutipan di atas, menunjukkan bagaimana tokoh Hepi harus cerdik untuk
membagi waktu dengan bekerja sebagai pencuci piring di lapau dan asisten Lenon
dalam mengumpulkan uang tambahan untuk membeli tiket pulang ke Jakarta tetapi ia
masih sering ke surau, meskipun waktu bermainnya sudah mulai berkurang.
Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
ke Rumah Hitam itu lagi. Meskipun kedua temannya tidak ikut bersama dia untuk
tidakmengurungkan niatnya.
Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, atau
didengar. Berikut kalimat yang menunjukkan rasa ingin tahu tokoh utama(Zubaedi,
“Saking sukanya silat, Hepi bahkan datang ke tempat latihan hampir setiap hari
hanya untuk mengamati kelompok pesilat yang lebih senior berlatih. Diam – diam
dia analisa dan ikuti gerakan mereka dari belakang. Dia ingat Chinmi, tokoh
Kungfu Boy berhasil menjadi pendekar sakti karena bekerja keras di atas rata –
rata pesilat lain dan mau belajar ke banyak guru.” (Anak Rantau, 2017:148).
membuatnya datang ke tempat silat dan melakukan pengamatan pada kelompok pesilat
yang berlatih. Hal ini tentu saja menjadikan rasa penasaran Hepi terbayarkan dengan
“Kali ini Hepi lebih bersemangat datang ke Rumah Hitam. Dia penasaran
bagaimana seorang pahlawan kemerdekaan bisa bertukar baju jadi pemberontak”
(Anak Rantau, 2017:249)
Dari kutipan di atas, menunjukkan keingintahuan Hepi terhadap Pandeka Luko
Pandeka Luko.
“Hepi juga sudah menyelidiki penghuni rumah ini. Dia mewawancarai berbagai
sumber, mulai dari Attar, Zen, Bang Katik, Kakek, Mak Tuo Ros, kawan – kawan
sekolah, hingga para pengunjung lapau. Jadi, dari cerita banyak orang ini Hepi
lumayan tahu sekarang apa dan siapa yang punya rumah itu” (Anak Rantau,
2017:215).
Dari kutipan di atas, Hepi menyelidiki mengenai Pandeka Luko dengan
mewawancarai berbagai sumber, mulai darii Attar, Zen sampai di lapau ini semua
Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati
dan berlatih silat. Dan, karena hal itu ia terpilih mewakili DKI dalam pekan olahraga
4.4.9 Bersahabat/Komunikatif
“Tapi di luar itu, Hepi senang dikenalkan ke mereka. Selama ini dia hanya bergaul
dengan anak seusianya seperti Attar dan Zen. Kini, dia kenal anak muda yang
lebih dewasa. Abang – abang mereka semua. Dia merasa derajatnya melambung
beberapa persen” (Anak Rantau, 2017:79)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Hepi senang bergaul dengan teman baru. Ia
senang dapat bergaul dengan orang yang lebih tua dari usianya atau dewasa.
Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya (Zubaedi, 2013:75).Tergambar dalam
meloncat ke atas kursi sambil berteriak histeris karena ular yang dibawa Zen. Ia
mencoba menjelaskan bahwa ular itu adalah milik Zen dan mungkin sedang sakit dan
mengusulkan agar Ibu Ibet melanjutkan saja cerita mengenai benua-benua di dunia.
Dengan penjelasan Hepi akhirnya Ibu Ibet setuju untuk turun dari kursi.
“Hepi yang membaca banyak buku tentang kepahlawanan belum juga mengerti.
Selama ini cerita pahlawan yang dia baca adalah tenang pahlawan yang dikenang,
bertabur bintang dan disiram puja – puji. ”(Anak Rantau, 2017:259).
Pada kutipan di atas, menunjukkan bahwa tokoh Hepi adalah anak yang gemar
membaca buku. Hal itu diketahui dari ia yang mengetahui banyak mengenai pahlawan
“Sejenak dia ingat tentang buku – buku yang dia baca dulu di berbagai toko buku
di Senen. Mungkin sudah semua buku detektif anak dia tamatkan, dan sebagian
detektif dewasa. Apa yang mereka lakukan dalam cerita itu? Penyelidikan. Itu
yang akan dia lakukan. Dan dia perlu teman untuk membaut penyelidikan yang
baik. (Anak Rantau, 2017: 271).
berhubungan dengan detektif. Ia sangat rajin membaca sampai semua buku detektif baik
“Minat baca Hepi yang berlebih ini tumbuh karena dulu dia sering menemani
ayahnya mengantarkan hasil cetakan ke kios – kios buku di Senen. Saat Martiaz
sibuk menyetor pesanan dan mengobrol dan langganannya di kedai kopi, Hepi
dan Dora hilir mudik sendiri. Inilah waktu yang paling Hepi suka, saat dia
berkelana keluar masuk kios – kios buku yang semua pemilknya dari kenal
karena banyak yang jadi klien ayahnya” (Anak Rantau, 2017:208).
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa minat baca Hepi timbul karena kerap
memanfaatkan waktunya untuk masu ke kios – kios pemilik buku dan membaca
bukunya.
4.4.12Peduli Sosial
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
berikut ini:
“Hepi menghibur Mak Tuo Ros yang pucat, menyuruhnya duduk yang tenang dan
membikinkan dia teh hangat. Dia semakin bisa berempati begitu ingat uang yang
dicuri juga adalah uang gaji dia.” (Anak Rantau, 2017:203).
Dari kutipan di atas menunjukan bahwa kepedulian tokoh Hepi terhadap orang
lain yang mengalami musibah dengan berusaha memberi bantuan kepada orang lain
“Pandeka adalah pahlawan yang selalu memberikan jasa, tapi tidak pernah minta
balas jasa. Dia lebih suka hidup semampunya. Honor artikel dan tulisan – tulisan
puisinya tentu tidak akan pernah cukup untuk membiayai biaya pengobatannya.
Hepi tepuk lagi kantongnya, terasa padat dan berdenting – denting. Dia
memutuskan untuk memberikan tabungannya ini untuk operasi Pandeka Luko”
(Anak Rantau, 2017:351).
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Hepi memberikan seluruh hasil
tabungan dari pekerjaan yang selama ini dia kerjakan untuk membiayai operasi
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, dan
lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan YME (Zubaedi,
“ Sore itu juga, Hepi mendapatkan tugas pertamanya. “Hepi coba kau antar ini,”
kata Lenon sambil menyerahkan sebuah sajadah yang dibungkus plastik. “ini
bukan pesanan, tapi hadiah untuk Tuo Rabiah, pensiunan guru agamaku.
Tinggalnya dekat SMP, di rumah di belakang sekolah”. Dalam sekejap Hepi
sampai di pintu rumah Tuo Rabiah” (Anak Rantau, 2017:145).
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa Hepi langsung mengantarkan sebuah sajadah
yang dibungkus plastik yang menjadi tugas pertamanya saat bekerja dengan Lenon
menandakan ia adalah orang yang bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi tugas
PENUTUP
5.1 Simpulan
NovelAnak Rantau karya Ahmad Fuadi dikaji menggunakan psikologis sastra ini
memfokuskan kepada watak tokoh dan nilai pendidikan karakter tokoh Hepi.
Berdasarkan hasil penelitian, maka watak tokoh dan nilai pendidikan karakter
1. Watak tokoh Hepi dilihat berdasarkan cara memahami watak tokoh dengan tuturan
kehidupannya maupun cara berpakaian memiliki sifat iri, khawatir.Watak Hepi dari
segi yang menunjukkan perilakunya memiliki sifat tidak penyabar, perasaan tidak
tega. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara dengan dirinya sendiri tokoh Hepi
cemas, dan labil. Watak tokoh Hepi dipahami dari bagaimana jalan pikirannya
memiliki sifat yang suka memikirkan hal – hal buruk, ragu – ragu, mudah resah dan
cemas. Watak tokoh Hepi dilihat dari bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya
memiliki sifat yang tidak mau mengungkapkan perasaanya dan cenderung menutupi
kesedihan. Watak tokoh Hepi dilihat dari ketika tokoh lain berbicara dengannya ia
memiliki sifat yang mudah percaya pada orang lain dan suka memandang sebelah
mata orang lain. Watak tokoh Hepi dilihat dari bagaimana tokoh – tokoh lain itu
memberi reaksi terhadapnya ia merupakan orang yang berat hati melakukan sesuatu
Hepi dilihat dari bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh lain Hepi memiliki sifat
yang pemaaf, perasa terhadap orang yang disayang, perasa karena mendapat
2. Nilai –nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Anak Rantau karya
religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai
tanggung jawab.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan di atas, berikut ini saran yang ingin
1. Penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi mahasiswa peneliti sastra dan masyarakat
umum, agar dapat memperoleh suatu pengetahuan yang lebih mendalam tentang nilai
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pembaca sebagai salah satu bahan apresiasi
3. Nilai pendidikan karakter beserta watak tokoh utama yang dilakukan dalam
penelitian ini dapat dijadikan acuan pada penelitian berikutnya, dan hal-hal yang
belum diangkat dalam penelitian ini dapat dijadikan analisis secara lebih mendalam
Elisa, dkk. 2016. “Kajian Psikologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter Novel Ibuk
Karya Iwan Setyawan serta Relevansinya sebagai Bahan Ajar dalam
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”. Jurnal Penelitian Bahasa,
Sastra Indonesia dan Pengajarannya (Online). jurnal.fkip.uns.ac.id. FKIP
Universitas Sebelas Maret. Diakses Tanggal 24 Januari 2018.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta:MedPress.
Fahmi, Resa Nurul, dkk. 2014. “Analisis Tokoh Utama dan Nilai Pendidikan Karakter
dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral” Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya (Online).
jurnal.fkip.uns.ac.id. Diakses Tanggal 21 Januari 2018.
Febriana, Noni, dkk. 2014. “Nilai – Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Rantau
Satu Muara karya Ahmad Fuadi”: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Jurnal Bahasa,
Sastra dan Pembelajaran (Online). Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Universitas Negeri Padang 2014. ejournal.unp.ac.id. Diakses Tanggal
14 Maret 2018.
Fuadi, Ahmad. 2017. Anak Rantau. Jakarta: Falcon.
Bahan Analisis :
Hepi adalah seorang anak laki – laki, yang berstatus pelajar SMP yang suka
membolos, tidak mengikuti ujian padahal ia termasuk siswa yang pintar. Ia memiliki
saudara kandung perempuan, Dora yang bekerja di percetakan keluarga bersama sang
ayah Martiaz. Sehari – hari saat ia dipercetakan ia sering sekali membaca buku, koran
Ibu Hepi sudah meninggal ketika ia masih kecil, tepatnya beberapa saat setelah
ia dilahirkan. Sehingga, ia merasa tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu.
Hepi dan sang kakak Dora diasuh oleh ayahnya Martiaz sejak dari kecil dan mereka
tinggal di Jakarta. Martiaz sebagai orang tua tunggal dari kedua anaknya berusaha
keluarga.
Di saat peneriman rapor, Martiaz datang untuk mengambil rapot sang anak.
Namun, sudah lama ia duduk di dalam kelas nama Hepi tidak kunjung dipanggil oleh
ibu Mira wali kelasnya. Sampai akhirnya, ketika semua sudah dipanggil, rapot Hepi pun
diberikan kepada Martiaz dan rapot itu tidak ada nilai merah dan nilai bagus. Rapot itu
kosong tidak diisi, saat ditanyakan kepada wali kelasnya, wali kelasnya mengatakan
bahwa Hepi tidak mengisi jawaban saat ujian berlangsung, ia juga sering bolos dan
tidak pernah mengerjakan tugas. Mendengar itulah Martiaz merasa salah mendidik
Hepi.
Hepi merasa senang karena ia tidak pernah pulang kampung ke rumah kakek neneknya.
Tetapi, di balik itu semua Martiaz berniat menitipkannya bersama sang kakek dan
neneknya. Hepi juga akan bersekolah di sana, dan ia belum memastikan kapan Hepi
akan dibawa kembali pulang ke Jakarta. Saat hendak pulang ke Jakarta, Hepi yang
merasa telah dibohongi oleh sang Ayah mengikutinya sampai dekat dengan bus. Ia
menyusun bajunya ke koper dan memakai tas ransel. Ia lari mengejar sang ayah namun
ayahnya tidak menghiraukan. Hepi sedih melihat sang ayah yang tega meninggalkannya
Sejak kejadian itu Hepi berniat mengumpulkan uang untuk membeli tiket pulang
ke Jakarta. Semenjak tinggal dan bersekolah di Padang, ia memiliki dua sahabat Attar
dan Zen. Hepi dan bersama kedua sahabat inilah, mereka selalu menghabiskan waktu
bermain bola di pekarangan rumah dan di sekolah. Tinggal bersama kakek dan
untuk khatam Al – Qur,an. Hal yang membuat dirinya bosan tetapi tidak bisa
menghindarinya.
Tekad yang kuat untuk dapat mengumpulkan uang untuk membeli tiket pulang
ke Jakarta ia kumpulkan dengan cara bekerja di warung Mak Tuo Ros dengan mencuci
piring. Namun, uang yang ia dapatkan tidak kunjung banyak, karena upahnya kecil. Ia
pun memutuskan untuk bekerja pada Lenon, seseorang bekas preman Jakarta sekaligus
sampai di tujuan pemesan. Hingga pada suatu hari, Bang Lenon marah besar padanya
uang. Ia mendengar dari orang sekita bahwa ada seseorang bernama Pandeka Luko yang
sakti mandaraguna yang dapat menggandakan uang. Ia pun berniat untuk menemui
Pandeka Luko, rasa takut yang datang padannya segera ia hilangkan sampai bertemu
Pandeka Luko. Ternyata, Pandeka Luko bukanlah orang yang seperti dikatakan,
Meskipun tidak seperti apa yang diucapkan oleh warga, setidaknya ia tetap senang
Hingga pada suatu hari, pencurian marak sekali terjadi di kampungnya, awalnya
yang dicuri adalah ternak warga, kemudian yang dicuri adalah kotak amal, dan juga
celengan Hepi yang berisi upah yang ia terima selama bekerja pada bang Lenon yang
berada di surau di mana ia dan kakek neneknya tinggal sementara karena rumah
menangkap pelaku pencuri dan mereka berhasil menangkapnya. Alasan dari pencuri itu
adalah untuk membeli barang haram yaitu narkoba. Sejak saat itu berita Hepi sampai
dimuat di koran.
Namun, rasa penasaran Hepi mengenai dari siapa pencuri itu mendapatkan
barang haram semakin betambah. Ia dan kedua temannya yang sudah lama mengintai
dari atas surau mencurigai sebuah surau tua dekat lapangan tembak. Mereka pun
mengikuti untuk sampai ke surau itu, naas menghapiri mereka ditangkap oleh orang
Lenon mengatakan bahwa Hepi salah satu orang yang terlbat dengan sindikat
barang haram ini, karena pesanan yang selama ini ia antarkan adalah paket berisi
narkoba yang diselipkan dibalik usaha kerajinan yang menjadi dalihnya dalam
menjalankan bisnis barang haram. Jawaban itu membuat Hepi menyesal karena ia tidak
mendengarkan sang kakek yang melarangnya untuk bergaul dengan Bang Lenon.
Jejak Lenon rupanya terendus oleh polisi, polisi bersama kakek dan Pandeka
Luko menuju surau tua. Polisi pun menembak Lenon tepat di bagian dada, dan
menangkap mereka. Kejadian itu membuat nama Hepi dan ketiga temannya semakin
piring di lapau Mak Tuo Ros, menjadi penjaga surau, dan segala kumpulan jajak dari
Kakek, Nenek, dan siapa saja. ia merasa sangat percaya diri untuk membuka tabungan
itu karena ia yakin tabungan itu sudah banyak. Ia seperti akan balas dendam dengan
membuktikan pada ayahnya ia akan kembali ke Jakarta dengan uang hasil keringatnya
sendiri.
Niatnya itu ia sampaikan pada Attar dan Zen, kedua sahabatnya itu sedih
mendengar bahwa Hepi akan kembali ke Jakarta. Mereka sedih melepas Hepi yang
sudah sangat akrab dengan mereka. Kemudian, Hepi memikirkan ide lain yaitu dengan
Hari pengambilan rapot telah tiba, Martiaz datang ke Padang menemui Hepi. Ia
sudah mendengar mengenai Hepi selam di Padang, prestasinya yang bagus dengan
membawa piala cerdas cermat sekecamatan dan jarang bolos. Martiaz meminta maaf
kepada Hepi atas apa yang ia lakukan membuat Hepi merasa tidak dipedulikan. Namun,
Hepi menjawab bahwa niatnya pulang ke Jakarta tidak lain karena ia bertemu dengan
Biografi Pengarang
Ahmad Fuadi adalah seorang penulis novel yang lahir di Bayur Maninjau,
Sumatera Barat, 30 Desember 1972. Lulus kuliah Hubungan Internasional, UNPAD, dia
menjadi wartawan majalah Tempo. Tahun 1999, dia mendapat beasiswa Fullbright
untuk kuliah S-2 di School of Media and Publicly Affairs, George Washington
University, USA. Tahun 2004, dia mendapatkan beasiswa S-2 Chevening Award untuk
Sampai sekarang, Ahmad Fuadi telah mendapatkan 10 kali kesempatan belajar di luar
negeri dalam bentuk beasiswa, fellowship, exchange program, dan residency di Kanada,
Novel pertama yang ia tulis adalah Negeri 5 Menara terbit pada tahun 2009.
Dalam waktu yang singkat sudah menjadi novel best seller. Selanjutnya tahun 2011 dan
2013, Fuadi menerbitkan dua sekuel Negeri 5 Menara, yaitu Ranah 3 Warna dan
Rantau 1 Muara. Salah satu novelnya yaitu Negeri 5 Menara telah diadaptasi menjadi
Khatulistiwa Award 2010 dan Penulis dan Buku Fiksi Terfavorit 2010 versi Anugrah
Pembaca Indonesia. Sedangkan tahun 2011, Fuadi dianugerahi Liputan6 Award, SCTV
untuk kategori motivasi dan pendidikan, penulis terbaik IKAPI dan Juara 1 Karya Fiksi
Terbaik Perpusnas. Tahun 2012, Fuadi terpilih sebagai resident di Bellagio Center,
Frankfurt Book Fair, Ubud Writers Fastival, Singapore Writers Festival, Salihara
Literary Biennale, Makassar Writers Festival, Byron Bay Writers, Sunshine Coast
Pada awal bulan Maret 2016, Fuadi mendapat penghargaan UK Alumni Award
2016 dari British Council sebagai salah satu alumnus Inggris yang berpengaruh. Di
bulan Oktober 2016, dia mendapat undangan berkeliling Jepang dari Cultural Leader
Program, Asia Center, Japan Foundation. Saat ini Ahamd Fuadi juga menjadi pembicara
umum, serta mengasuh yayasan sosial untuk membantu anak-anak usia dini yang
1. BIMBINGAN
PROPOSAL
2. SEMINAR
PROPOSAL
3. PERBAIKAN
PROPOSAL
4. PENGUMPULAN
DATA
5. PENGOLAHAN
DATA
6. PENULISAN
SKRIPSI
7. BIMBINGAN
SKRIPSI
8. SIDANG SKRIPSI