Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Holida Hoirunisa
NIM. 1110013000100
i
ABSTACK
Key Words : The figure and Characterizing, novel Pulang, Leila S. Chudori
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah swt yang telah memberikan rahmat, karunia,
syafaat, dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Tokoh Lintang dalam novel Pulang karya Leila S.
Chudori dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
di SMA”. Selawat teriring salam tidak lupa penulis sampaikan kepada junjungan
Nabi Muhammad saw yang telah membawa kita ke zaman yang lebih baik.
Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis
dihinggapi kebimbangan, kurang percaya diri dalam menganalisis novel ini.
namun, berkat dukungan dan doa dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Hindun, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia
3. Dona Aji Karunia, M.A., Sekertaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Makyun Subuki, M.Hum., Penasihat Akademik yang selalu memberikan
bimbingan serta kemudahan kepada penulis.
5. Novi Diah Haryanti, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
dengan tulus ikhlas, sabar, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih penulis
ucapkan karena telah membekali penulis dengan berbagai ilmu yang
bermanfaat.
iii
7. Bapak tercinta, Muhammad Holis, dan Mamah tersayang, Rosyanti, yang
selalu memberikan dukungan dan doa terbaiknya. Adik-adik yang baik:
Dwi Kurnia Khoiria dan Rosy Kurniawan.
8. Fahmi Abdul Hakim yang selalu memberi semangat serta membantu
penulis mencari bahan dan juga referensi dalam penulisan skripsi.
9. Guru-guru TK Dimurti yang selalu memberikan kemudahan dan
semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
10. Desi dan Ratna yang selalu meluangkan waktu membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman uyee; Upin, Ipin, Ival, Sigit, Tebe, Mbe, Bang Jek, Dede,
Aki dan teman-teman Majelis Kantiniah yang telah memberikan
semangat, serta warna dalam hidup penulis.
12. Teman-teman PBSI angkatan 2010 khususnya kelas C yang memberikan
semangat suka duka, canda tawa, dan kenangan indah selama ini.
13. Guru-guru SMP PGRI 336 Pondok Betung.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ………………………………………………....................... i
ABSTRACT ……………………………………………….................... ii
v
vi
d. Alur.………………………......................................... 18
e. Sudut Pandang …...……………………...................... 20
f. Gaya Bahasa ….……………………….......................... 22
g. Amanat …..………………………................................. 23
B. Teknik Pelukisan Tokoh …...………………………............. 24
C. Hakikat Pembelajaran Sastra …...………………………....... 27
D. Penelitian Relevan …...………………………....................... 30
A. Simpulan ………………………………………............... 88
B. Saran …...…………………….........…............................. 88
vii
1
2
segi kehidupan yang paling menarik untuk diangkat menjadi sebuah karya
sastra yang dapat bernilai estetis dan memiliki arti. Hal ini dikarenakan
setiap pengarang adalah warga masyarakat dan ia dapat dipelajari sebagai
makhluk sosial.3
Dalam kesusastraan Indonesia, dapat dijumpai hubungan
intertekstualitas antarkarya sastra dalam bentuk prosa. Pengarang
mengungkapkan suatu kejadian atau peristiwa lewat karyanya secara
tertulis. Selain itu, lewat karyanya pengarang mengungkapkan suatu
aspirasi kehidupan, seperti emansipasi wanita, kekejaman, maupun
ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa. Contohnya dalam novel
Bumi Manusia (1980) karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh Minke
bercerita tentang masyarakat kolonial Hindia Belanda di tahun 1898 yang
penuh dengan perbedaan rasial yang kuat dan perbedaan status sosial yang
mengiringinya. Demikian pula dengan novel Salah Asoehan (1928) karya
Abdoel Moeis, juga mengisahkan perbedaan rasial antara Timur dan Barat
yang mempunyai garis pemisah yang hampir tak dapat diseberangi.
Jelaslah sejak dahulu pengarang menyuarakan aspirasinya melalui karya
sastra. Begitu pun sekarang, tidak sedikit novel yang berlatar sejarah
dibuat untuk menceritakan kebenaran yang terjadi pada suatu zaman. Akan
tetapi, minat baca terhadap novel yang berlatar sejarah masih kurang,
khususnya peserta didik yang lebih menyukai novel-novel populer yang
bertemakan kisah percintaan, seperti Marmut Merah Jambu (2010) karya
Raditya Dika. Sebaliknya, karya para sastrawan kurang diminati dan
dikenal oleh peserta didik, terlebih kurangnya minat membaca siswa
terhadap novel-novel yang berlatar sejarah.
Pembelajaran sastra di sekolah hanya sampai pada proses
mengidentifikasi saja. Keterbatasan waktu dalam proses belajar mengajar
membuat siswa sulit memahami novel secara keseluruhan, sehingga sulit
menciptakan proses belajar mengajar timbal balik antara guru dan siswa.
3
Rene Wellek & Autin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama,1993), h. 109.
4
4
Keith Foulcher dan Tony Day, Sastra Indonesia Modern Kritik Postkolonial
Edisi Revisi “Clearing a Space”, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia dan KITLV-Jakarta,
2008), h. 136
5
B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi
masalah yang ada yaitu:
1. Kurangnya minat membaca seseorang terhadap karya sastra berupa
novel, terlebih kurangnya minat membaca siswa terhadap novel-novel
yang berlatar sejarah.
5
Keith Foulcher dan Tony Day, op. cit., h. 136.
6
C. Batasan Masalah
Agar penulisan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi
permasalahan pada hal-hal berikut:
Objek kajian yang akan diteliti adalah analisis tokoh Lintang dalam
Novel Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasinya terhadap
pembelajaran sastra di SMA.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah,
perumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana analisis tokoh Lintang dalam novel Pulang karya Leila S.
Chudori?
2. Bagaimana implikasi penelitian tokoh Lintang terhadap pembelajaran
sastra di SMA Kelas XII?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan. Maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis tokoh Lintang dalam novel Pulang karya Leila S.
Chudori.
2. Mengetahui implikasi penelitian tokoh Lintang terhadap pembelajaran
sastra di SMA.
7
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoretis
dan praktis.
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan tentang
Sastra Indonesia, khususnya dalam pembelajaran sastra di sekolah
mengenai tokoh dalam novel.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian secara praktis diharapkan bermanfaat bagi peserta
didik mengenai tokoh dalam novel. Selain itu penelitian ini
diharapkan dapat memberi masukan bagi pendidik untuk bahan
pengembangan studi sastra yang berkaitan dengan unsur intrinsik
dalam suatu karya sastra.
G. Metodologi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan pendekatan deskriptif. Dengan metode ini, hasil penelitian yang
akan dihasilkan akan berupa deskripsi, bukan berupa angka-angka atau
koefisian tentang variabel. Metode analisis isi digunakan untuk
menganalisis isi suatu dokumen. Dokumen yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah novel Pulang karya Leila S. Chudori.
2. Sumber Data
Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat
menggunakan sumber data primer dan sumber data skunder.
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber utama penelitian yang diproses
langsung dari sumbernya tanpa lewat perantara. Sumber data primer
dalam penelitian ini adalah novel Pulang karya Leila S. Chudori
terbitan KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Jakarta tahun 2012.
8
A. Hakikat Novel
1. Pengertian Novel
Novel ( Inggris: novel) sebutan novel dalam bahasa Inggris inilah
yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Italia Novella (yang
dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti sebuah barang
baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk
prosa. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang
sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris novelette), yang berarti
sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang,
namun juga tidak terlalu pendek.1
Beberapa pandangan yang berupaya menjabarkan hakikat novel
sebagai berikut
Badudu dan Zain berpendapat, novel adalah karangan dalam bentuk
prosa tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang
dialami orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka duka, kasih dan
benci, tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya.2
Aminuddin berpendapat, prosa rekaan (novel) adalah kisahan atau
cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu, dengan peranan, latar serta
tahapan dan rangkaiaan cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi
pengarangnya( dan kenyataannya) sehingga menjalin suatu cerita.3
Clara Reeve dalam Wellek Warren, novel adalah gambaran dari
kehidupan dan prilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis.4
1
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 2010), h. 9-10.
2
Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010), h. 9-10.
3
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakart : Grasindo, 2008), h. 127-128.
4
Rene Wellek & Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1993), h.282.
10
11
2. Jenis-jenis Novel
Novel dikelompokan menjadi beberapa jenis di antaranya :
a) Novel Populer
Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak
penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan
masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai
pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan
kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan7.
Sebab, jika demikian halnya, novel populer akan menjadi berat dan berubah
menjadi novel serius, dan boleh jadi akan ditinggal oleh pembacanya. oleh
karena itu, novel populer pada umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat
sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk
membacanya sekali lagi. Novel semacam itu biasanya cepat dilupakan
5
Atar Semi, Anatomi Sastra, (Bandung: Angkasa Raya, 2011), h. 32.
6
Siswanto, op. cit., h. 141.
7
Nurgiantoro, op. cit., h. 21.
12
8
Nurgiantoro, op. cit., h.18-20.
13
9
Nurgiantoro, op. cit., h. 23-24.
14
Ardelia).10 Dari beberapa jenis novel yang telah dipaparkan di atas Pulang
masuk ke dalam kategori novel serius.
3. Unsur-unsur Novel
Prosa rekaan bisa dibedakan atas prosa lama dan prosa modern. Prosa
lama sering berwujud cerita rakyat (folktale) bersifat anonim, seperti cerita
binatang, dongeng, legenda, mitos, dan sage.
Bentuk prosa rekaan modern dibedakan atas roman, novel, novelet,
dan cerpen, karena tidak ada penelitian yang mendukung, pembedaan atas
beberapa bentuk tersebut lebih banyak didasarkan pada panjang-pendeknya
dan luas-tidaknya masalah yang dipaparkan dalam prosa rekaan. Walaupun
tidak selalu benar, ada juga yang dasar pembedaannya ditambah dengan
bahasa dan lukisannya.11
Berdasarkan bentuk novel di atas, terdapat unsur-unsur penting yang
membangun karya sastra, unsur tersebut terbagi atas unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik, pembagian tersebut bertujuan dalam mengkaji novel dalam
suatu karya sastra pada umumnya.
a. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks
sastra, unsur-unsur inilah yang secara faktual akan dijumpai jika orang
membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur
yang (secara langsung) turut serta membangun cerita, kepaduan
antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel terwujud.
Unsur-unsur ini misalnya, tema, latar, tokoh dan penokohan, alur, sudut
pandang, dan amanat.12
1) Tema
Tema adalah gagasan sentral dalam suatu karya sastra dalam novel,
tema merupakan gagasan utama yang dikembangkan dalam plot. Hampir
10
Nurgiantoro, op. cit ., h. 26.
11
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 140.
12
Nurgiantoro, op. cit., h. 30.
15
semua gagasan yang ada dalam hidup ini bisa dijadikan tema, sekalipun
dalam praktiknya tema-tema yang sering diambil adalah beberapa aspek
atau karakter dalam kehidupan, seperti ambisi, kesetiaan, kecemburuan,
frustrasi, kemunafikan, ketabahan, dan sebagainya.13
Scharbach berpendapat, tema berasal dari bahasa Latin yang berarti
“tempat meletakan suatu perangkat”. Disebut demikian karena tema adalah
ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal
tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.14
Aminuddin mengungkapkan, seorang pengarang memahami tema
cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif
penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka
telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemaparan tema
tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu
15
menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.
Jadi tema tidak lain adalah suatu gagasan sentral yang menjadi dasar
suatu cerita. tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan
berdampak. Pengarang adalah pencerita, tetapi agar tidak menjadi sekedar
anekdot, cerita rekaannya harus mempunyai maksud. Maksud inilah yang
dinamakan tema.16
2) Latar
Setting diterjemahkan sebagai latar cerita. Aminuddin memberi batasan
setting sebagai latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tepat, waktu,
maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.
Abrams mengemukakan latar cerita adalah tempat umum (general
locale), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan masyarakat
(social circumtances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat.17
13
Furqonul Aziez & Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010), h. 75.
14
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, ( Bandung: Sinar Baru, 1987), h.91.
15
Siswanto, op. cit., h.161.
16
Robert Stanton, Teori Fiksi Robet Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),
h.38.
17
Siswanto, loc. cit., h.149.
16
18
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1984), h.
136.
19
Nurgiantoro, op. cit., h.303.
20
Atar Semi, op. cit., h. 46.
21
Nurgiantoro, loc. cit., h.247.
22
Siswanto, op. cit., h. 142.
17
23
Aminuddin, op. cit., h.79-80.
24
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2011), h. 6.
25
Nurgiantoro, op. cit., h. 258-259.
26
Ibid., h.260-261.
18
saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat
pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan
mungkin tampak bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu,
perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat.27
4) Alur
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku
dalam suatu cerita.28
Stanton mengemukakan bahwa alur (plot) adalah cerita yang berisi
urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab
akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya
peristiwa yang lain.29
Brooks mengungkapkan alur atau plot adalah struktur gerak yang
terdapat dalam fiksi atau drama.30
Sudjiman mengartikan alur sebagai jalinan peristiwa di dalam karya
sastra untuk mencapai efek tertentu. Jalinannya dapat diwujudkan oleh
hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kausal (sebab akibat).
Aminudin membedakan tahapan-tahapan peristiwa atas pengenalan, konflik,
komplikasi, klimaks, peleraiaan, dan penyelesaian.31
Berdasarkan pemaparan di atas, alur adalah rangkaiaan peristiwa yang
direka dan dijalin oleh pengarang yang menggerakan jalannya cerita.
Secara teoretis-kronologis tahap-tahap pengembangan struktur plot
dijelaskan di bawah ini.
a) Tahap Awal
Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan.
Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang
27
Nurgiantoro, op. cit., h. 265-266.
28
Aminuddin, op. cit., h.83.
29
Nurgiantoro, loc. cit., h.167.
30
Tarigan, op. cit., h.126.
31
Siswanto, op. cit., h. 159.
19
32
Nurgiantoro, op. cit., h. 201-202.
33
Ibid., h.204-205.
20
5) Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku
dalam cerita yang dipaparkannya.36
Abrams mengungkapkan, sudut pandang (Point Of View),
menunjukan cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau
pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk
34
Nurgiantoro, op. cit., h. 205-208.
35
Aminuddin, op. cit., h.84.
36
Ibid., h. 90.
21
37
Nurgiantoro, loc. cit., h. 338.
38
Siswanto, op. cit., h. 151.
39
Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), h. 315.
22
6) Gaya Bahasa
Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin
stilus dan mengandung arti lesikal alat untuk menulis. Dalam karya sastra
istilah gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang
menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang
indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang
dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.41
Keraf dalam Tarigan mengungkapkan secara singkat gaya bahasa
adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah
gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran,
sopan-santun, dan menarik.42
Gaya bahasa, seperti yang diungkapkan Slamet Muljana adalah
susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup
dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati
40
Nurgiantoro, op. cit., h. 347-359.
41
Aminuddin, op. cit., h. 72.
42
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 2009), h.
5.
23
7) Amanat
Nilai nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri
sastrawan dan pembacanya. Dari sudut sastrawan, nilai ini bisa disebut
amanat. Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang
ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Di dalam
karya sastra modern amanat ini biasanya tersirat; di dalam karya sastra
lama pada umumnya amanat tersurat.47
43
Ernawati Waridah, EYD & Seputar Kebahasaan Indonesian, (Jakarta: Kawan
Pustaka, 2010), h. 322.
44
Agus Sri Danardana, Anomali Bahasa, (Pekanbaru: Palagan Press, 2011), h. 12.
45
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, (Bandung: Angkasa, 1993), h. 112.
46
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004),
h. 129.
47
Siswanto, op. cit., H. 162.
24
48
Nurgiantoro, op. cit., h. 279-280.
25
52
Nurgiantoro, op. cit., h. 289.
53
Ibid., h. 293.
27
lain dalam sebuah karya. Reaksi tokoh juga merupakan teknik penokohan
untuk menginformasikan kedirian tokoh kepada pembaca.
g. Teknik Pelukisan Latar
Suasana latar (baca: tempat) sekitar tokoh juga sering dipakai untuk
melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih
mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan
berbagai teknik lain. Keadaan latar tertentu adakalanya dapat menimbulkan
kesan yang tertentu pula dipihak pembaca. Pelukisan keadaan latar sekitar
tokoh secara tepat akan mampu mendukung teknik penokohan secara kuat
walau latar itu sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang berada di luar
kedirian tokoh.54
h. Teknik Pelukisan Fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan
kejiwaannya, atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan
memperhubungkan adanya keterkaitan itu. Misalnya, bibir tipis menyaran
pada sifat ceriwis dan bawel, rambut lurus menyaran pada sifat tidak mau
mengalah, pandangan mata tajam, hidung agak mendongak bibir yang
bagaimana, dan lain-lain yang dapat menyaran pada sifat tertentu. Tentu
saja hal itu berkaitan dengan pandangan (budaya) masyarakat yang
bersangkutan.
Pelukisan keadaan fisik tokoh, dalam kaitannya dengan penokohan,
kadang-kadang memang terasa penting. Keadaan fisik tokoh perlu
dilukiskan, terutama jika memiliki bentuk fisik khas sehingga pembaca
dapat menggambarkan secara imajinatif.55
54
Nurgiantoro, op. cit., h. 295.
55
Ibid., h. 296.
28
semua khazanah sastra Indonesia yang luas itu akan tercakup dalam
pengajaran sastra yang waktunya terbatas. Namun, bagaimanapun akan
lebih baik mengajarkan sastra sebagai sebuah kepaduan dibanding
mengajarkannya secara centang-perenang.56 Jika pengajaran sastra
dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat
memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah
nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat. Masalah
yang kita hadapi sekarang adalah menentukan bagaimana pengajaran sastra
dapat memberikan sumbangan yang maksimal untuk pendidikan secara
utuh. Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila
cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu: 57
1) Membantu Keterampilan Berbahasa
Seperti kita ketahui ada empat keterampilan berbahasa: meyimak,
wicara, membaca, menulis. Mengikutsertakan pengajaran satra dalam
kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca,
dan mungkin ditambah sedikit keterampilan menyimak, wicara, dan menulis
yang masing-masing erat hubungannya.
2) Meningkatkan Pengetahuan Budaya
Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan
keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan “sesuatu” dan
kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati benar-benar akan
semakin menambah pengetahuan orang yang menghayatinya. Apabila kita
dpat merangsang siswa-siswa untuk memahami fakta-fakta dalam karya
sastra, lama-kelamaan siswa itu akan sampai pada realisasi bahwa fakta-
fakta itu sendiri tidak lebih penting dibanding dengan keterkaitannya satu-
sama lain sehingga dapat saling menopang dan memperjelas apa yang ingin
disampaikan lewat karya sastra itu. Suatu bentuk pengetahuan khusus yang
harus selalu dipupuk dalam masyarakat adalah pengetahuan tentang budaya
yang dimilikinya.
56
Agus R. Sarjono, Sastra Dalam Empat Orba, (Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya, 2001), h. 227.
57
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 16.
29
D. Penelitian Relevan
Penelitian mengenai novel Pulang pernah dilakukan oleh Uky
Mareta Yudistyanto (2013) dalam tesisnya yang berjudul Pendekatan
Sosiologi Sastra, Resepsi Sastra Dan Nilai Pendidikan Dalam Novel Pulang
Karya Leila S. Chudori. Merupakan tesis di Universitas Sebelas Maret.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan. Pertama,
analisis kajian tentang latar sosiologis karya sastra novel Pulang, yaitu: a)
ketidak adilan sosial yang meliputi stereotipe sosial dan pelanggaran HAM;
b) penyimpangan norma dalam masyarakat yang meliputi seks bebas,
perselingkuhan, pengonsumsian minuman keras, tindak anarki dalam
demonstrasi, pelecehan sesksual; c) birokrasi yang meliputi pemerintah
yang otoriter dan marginalisasi masyarakat; 2) analisis kajian tentang
resepsi pembaca yang terdiri dari para pembaca ahli dan pembaca umum
(biasa); 3) analisis kajian tentang nilai pendidikan, yaitu: a) nilai pendidikan
akademis; b) nilai pendidikan politik; c) nilai pendidikan sosial yang
meliputi rasa cinta tanah air dan rasa solidaritas yang tinggi, yaitu rasa
empati, rasa saling menjaga, dan rasa senasib sepenanggungan.59
Penelitian novel Pulang juga pernah dilakukan oleh Eko Sulistyo
dalam penelitiannya yang berjudul Novel Pulang Karya Leila S. Chudori:
Ananlisis Struktur Plot Robert Stanton. Merupakan skripsi di Universitas
Gajah Mada. Dari hasil analisis dapat disimpulkan plot pulang bersifat rekat
dan plausible. Rekat dan plausible berfungsi untuk membuat pulang seperti
58
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988) h. 24.
59
Uky Mareta Yudistyanto, Pendekatan Sosiologi Sastra, Resepsi Sastra Dan Nilai
Pendidikan Dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori,
http://eprints.uns.ac.id/id/eprint/12182 , diakses pada tanggal 12 Januari 2015 pukul 09:30.
31
60
Eko Sulistyo, Novel Pulang Karya Leila S. Chudori: Ananlisis Strukture Plot
Robert
Stanton,http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=
view&typ=html&buku_id=72485&obyek_id=4, diakses pada tanggal 12 Januari 2015
pukul 09.00.
61
Aditya Doni Pradipta, Konflik Politik Dalam Novel Pulang Karya Leila Salikha
Chudori: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di
SMA, http://eprints.ums.ac.id/29964/, diakses pada tanggal 28 Maret 2015 pukul 14:08.
BAB III
BIOGRAFI PENGARANG, SINOPSIS DAN PEMIKIRAN
A. Biografi Pengarang
Leila Salikha Chudori lahir di Jakarta, 12 Desember 1962. Leila
bisa dibilang pengarang yang jempolan. Usia merambah, kreativitas
bertambah. Masa kanak-kanak, Leila menjadi pengarang cerita anak-anak,
di tingkat akhir SMPnya, Leila telah berhasil menulis cerpen sekitar 50-an
serta 11 novelette. Tersebar di majalah-majalah Kuncung, Gadis, Hai,
Dewi dan yang lain. Tema yang dipilih Leila kecuali cerita anak-anak,
juga kisah-kisah remaja. Berdasar imajinasi. Tetapi dalam setiap cerpen
pasti terselip pengalaman yang pernah dihayatinya, dan ini menurut Leila,
mampu menghidupkan isi cerpennya. Cerpen yang pernah ditulisnya, yang
jadi favoritnya adalah Musik Dan Aku yang dimuat dalam Hai. 1
Bakatnya dalam menulis memang sudah ada sejak masih kecil.
Kumpulan cerpennya Malam Terakhir yang juga diterjemahkan ke dalam
bahasa Jerman Die Letzie Nacht (Horlemman Verlag). Sejak kecil leila
sudah biasa berkumpul dengan pengarang terkenal seperti, Yudistira
Marssadi, Arswendo Atmowiloto atau Danarto. Leila memang bukan
pengarang yang pantang mundur, terutama untuk bidang tulis menulis
yang diyakininya sebagai pilihan hidup dan karir, karena itu dia memilih
menjadi wartawan. Kerja sebagai wartawan memang sangat menyita
waktu dan meletihkan, sehingga ia tidak sempat lagi menulis cerita fiksi.
Leila sempat mewawancarai tokoh-tokoh terkenal yang tidak mungkin ia
jumpai saat dia hanya sekerdar menjadi penulis fiksi. Meski diakui
karirnya sebagai pengarang cukup cemerlang.
Jauh sebelum Leila berkecimpung di bidang jurnalistik, Leila
sudah sering mempublikasi karangannya di berbagai media cetak
bergengsi di Indonesia seperti Horison, Mantra, dan media berbahasa
Inggris Solidarity (Filipina), Managerie (Indonesia), dan Tenggara
1
Anonim, Leila S. Chudori Ingin Menggenggam Dunia, Majalah Dewi, Senin,
15 Mei 1979, h. 38.
32
33
2
Anonim, Seniman Sastra,
http://www.tamanismailmarzuki.co.id/tokoh/leila.html, diakses pada 05 September 2014.
34
RCTI tahun 2006. Terakhir Leila menulis skenario film pendek Dripadi
(produksi SinemArt dan Miles Films, sutradara Riri Riza), yang
merupakan kisah tafsir Mahabarata.3
B. Sinopsis Novel
Pulang dimulai dengan kisah empat wartawan Indonesia Dimas
Suryo, Nugroho, Risjaf dan Tjai, yang dilarang kembali ke tanah air
mereka setelah pembersihan komunis Indonesia pada tahun 1965.
Sementara teman-teman Dimas dan anggota keluarga dibantai atau disiksa
di Indonesia, empat teman-teman berpindah dari satu negara ke negara lain
yang mencari suaka politik, akhirnya mendarat di Prancis dan
menyambung hidup dengan membuka Restoran Tanah Air.
Tokoh penting lainnya adalah Hananto Prawiro, kawan seangkatan
Nugroho yang menjadi pimpinan baik semasa mereka masih sama-sama
berkuliah maupun setelah bekerja di Kantor Berita Nusantara. Tokoh ini
yang paling memiliki ikatan emosional dengan Dimas, ia kerap berperan
sebagai sahabat, pimpinan, sekaligus lawan diskusi yang cukup tengil.
Hananto adalah redaktur berita luar negri yang aktif membangun
komunikasi dengan berbagai elemen gerakan revolusioner kiri di dunia
terutama Amerika Latin, selain itu ia juga aktif di ormas LEKRA dan
menjadi tangan kanan pemimpin redaksi yang bertendensi mendukung
PKI. Sayangnya, dia harus tertangkap di negerinya sendiri pada 1968
setelah melakukan pelarian panjang dan dieksekusi mati oleh militer pata
tahun 1970.
Dimas hanyalah seorang jurnalis profesional yang menganut
ideologi politik tertentu, juga tidak terlibat gerakan organisasi politik
tertentu. Ia harus menelan pil pahit yang terkadang disesalkannya sendiri,
sebab harus hidup tersiksa tanpa alasan. Meski selalu ditolak, selama
menjadi eksil, setiap tahun Dimas selalu mendatangi KBRI mengajukan
3
Anonim, Seniman Sastra,
http://www.tamanismailmarzuki.co.id/tokoh/leila.html, diakses pada 05 September 2014.
35
4
Leila Salikah Chudori, ”Saya Tak Percaya Pada Bakat”, Jakarta: Suara
Pembaruan, Senin, 31 Oktober 1988, h. 8.
37
5
Anonim, Leila Selalu Ingin Pulang, www.dw.de/leila-yang-selalu-pulang/a-
16821309, diakses pada 09 Februari 2015 pukul 19:18.
38
Loebis dan aktivis Djoko sri Moeljono, yang telah dipenjarakan di Pulau
Buruh di bawah renzim militer Soeharto.6
Pulang memenangkan Khatulistiwa Literary Award, mengalahkan
novel karya penulis berbakat lainnya, seperti Dewi Kharisma Miceillia,
Laksmi Pamuntjak, Okky Madasari, dan AS Laksana. Leila mengatakan ia
merasa terhormat dan bersyukur pada penghargaan tersebut namun, ia
teringat ungkapan ayahnya, yang terpenting dalam kreativitas adalah
proses: penelitian dan penulisan. Ini adalah proses yang akan mengajarkan
kita untuk menjadi rendah hati. Proses kreatif Leila selalu menggunakan
latar jurnalistik untuk karya fiksinya. Dalam menulis Pulang Leila
menghabiskan enam tahun untuk meneliti, membaca dan mewawancarai
orang-orang buangan politik yang tinggal di Paris, seperti Oemar Said dan
Sobron Aidit, pemilik Restoran Tanah Air.7
6
Leila S. Chudori, Tentang Leila, http://www.leilaschudori.com/about-me/,
diakses pada 23 Oktober 2014.
7
Meghan Downes, Leila S. Chudori: Khatulistiwa Award Winner’s
Commitment To The Writing Process,
http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/20/leila-s-chudori-khatulistiwa-award-
winner-s-commitment-writing-process.html, diakses pada 23 Oktober 2014.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN NOVEL PULANG
KARYA LEILA S. CHUDORI
A. Unsur Intrinsik Novel Pulang Karya Leila S. Chudori
1. Tema
Tema dalam suatu karya merupakan pokok penting karena menjadi
dasar suatu cerita. Selain itu tema sering menjadi acuan untuk menentukan
konflik dalam rangkaian peristiwa.
Tema yang diangkat dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori
secara keseluruhan adalah perjuangan hidup para eksil politik.
Sudah sejak awal tahun semua yang dianggap terlibat Partai
Komunis Indonesia atau keluarga PKI atau rekan-rekan anggota PKI
atau bahkan tetangga atau sahabat yang dianggap dekat dengan PKI
diburu-buru, dan diintrogasi. Dik Aji menceritakan begitu banyak
kisah suram. Banyak yang menghilang. Lebih banyak lagi yang
mati.1
1
Leila S. Chudori, Pulang, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), h. 10-
11.
39
40
Aji berpikir dengan apatis. Seburuk apa pun, dia merasa negara ini
tak akan berubah. 2
Kutipan di atas adalah sikap apatis Aji Suryo (adik Dimas). Sikap
apatis Aji bukan tanpa sebab, semua iu terjadi karena pengalaman
hidupnya, Aji dan keluarga Dimas selalu menjadi bahan pergunjingan
karena Dimas merupakan orang yang paling dianggap sebagai simpatisan
komunis. Setelah peristiwa 30 September banyak para eksil politik yang
hidup mengelana dari satu negeri ke negeri yang lain tanpa identitas
karena ditolak oleh negerinya sendiri Indonesia karena tuduhan sebagai
simpatisan komunis, mereka disebut sebagai eksil politik.
Kutipan lain yang menunjukan penolakan pemerintahan Indonesia
terhadap eksil politik dan keluarganya adalah sebagai berikut
Aku masih terdiam. Memikirkan istilah Bersih Lingkungan.
Memikirkan wajah dan oandangan Tante Sur, berbagai diplomat dan
tamu pada pesta di KBRI.3
2
Ibid., h. 328.
3
Ibid., h. 164.
41
4
Ibid., h. 205.
5
Ibid., h. 204.
43
6
Ibid., h. 196.
7
Ibid., h. 444.
44
8
Ilmu pengetahuan yang mempelajari seputar bahasa dan kebudayaan Tiongkok.
9
Leila S. Chudori, op. cit., h. 92.
10
Ibid., h. 60.
11
Ibid., h. 139.
45
c. Risjaf
Risjaf merupakan anggota yang dianggap paling muda dan peka. Ia
digambarkan begitu tampan dengan rambut berombak, bertubuh tinggi
besar, berhati lurus dan tulus, namun tidak menyadari ketampanannya.
Lelaki Riau yang begitu tampan, berambut ombak, dan
bertubung tinggi besar itu sibuk, mengorek-ngorek rak bukuku untuk
mencari buku puisi, padahal dia sendiri sebetulnya adalah perwakilan
dari segala kejantanan.13
12
Ibid., h. 105.
13
Ibid., h. 55-56.
46
e. Hananto Prawiro
Tokoh ini merupakan benang merah segala hubungan yang terjadi di
masa lalu Dimas dan ketiga eksil lainnya. Hananto yang berprofesi sebagai
redaktur Luar Negeri Kantor Berita Nusantara merupakan tokoh yang
berpendirian teguh dengan pendapatnya. Ia berusaha agar orang-orang di
sekitarnya sependapat dengannya melalui cara memaklumi dan
mengarahkan.
“Mas Hananto tahu, cara untuk mendekatiku bukan dengan
memerangi dan membantah seleraku.”16
14
Ibid., h. 50.
15
Ibid., h. 99.
16
Ibid., h. 31.
47
Dimas yang tidak menyukai sikap Hananto karena tidak setia kepada Surti
inilah yang membuat gambaran bahwa Dimas sangat tertambat pesona istri
Hananto.
f. Vivienne Deveraux
Vivienne Deveraux yang lahir dari keluarga Laurence Deveraux
merupakan istri Dimas Suryo. Mereka bertemu dan jatuh cinta pada
pandangan pertama saat peristiwa gerakan mahasiswa di Prancis Mei
1968. Vivienne memiliki paras yang cantik, rambut berwarna brunette,
tebal berombak, dan bermata hijau.
Di antara ribuan mahasiswa Sorbonne yang baru saja
mengadakan pertemuan, aku melihat dia berdiri di bawah patung
Victor Hugo. Rambut berwarna brunette, tebal, berombak,
melawan arah tiupan angin. Hanya ada beberapa helai rambut yang
dengan bandel melambai-lambai menutupi wajahnya. Tapi, di
tengah gangguan rambut yang menebar-nebar ke sana kemari, aku
melihat sepasang mata hijaunya yang mampu menembus hatiku
yang tengah berkabut.17
17
Ibid., h. 9.
18
Ibid., h. 16.
48
22
Ibid., h. 85.
23
Ibid., h. 210-211.
50
Perbedaan yang dialaminya adalah karena dia anak dari eksil politik.
Sejak kecil dia hanya mengenal sebagian tanah airnya yang lain dari
cerita-cerita orangtuanya, cerita bagaimana ayahnya bisa sampai di Paris
dan mengapa tidak bisa kembali lagi ke Indonesia. Sampai pada saat dia
ingin menyelesaikan tugas akhirnya di Universitas Sorbone dia disarankan
untuk mengangkat film dokumenter tentang Indonesia.
“Negara kelahiran ayahmu sedang bergejolak. Ekonomi jadi
pemicu. Tetapi situasi politik semakin memanas karena Indonesia
sudah dipimpin oleh presiden yang sama.”25
Negara lain juga mengalami situasi sosial dan politik yang tidak
stabil seperti Indonesia, namun tidak seperti situasi politik yang dialami
Indonesia. Sejak pemerintahan Soeharto atau rezim Orde Baru dan selama
pemeritahan itu masih berkuasa, orang-orang seperti keluarga Lintang
tidak akan bisa menginjakkan kaki di Indonesia. Celakanya, selama 32
tahun Indonesia dipimpin oleh presiden yang sama.
Lintang memang tidak pernah datang ke Indonesia, tetapi dia cukup
mengenal makanan dan cerita-cerita Indonesia, seperti cerita perwayangan.
Tokoh yang paling disukai Lintang pada saat itu adalah Srikandi dan Panji
Semirang.
“Kenapa Srikandi?”
“Aku merasa dia bergerak mencari raga yang tepat.”
“Kenapa Panji Semirang?”
“Dia memburu identitas.”26
24
Ibid., h. 143.
25
Ibid., h. 134.
26
Ibid., h. 184.
51
h. Segara Alam
Sama seperti tokoh Lintang, tokoh Alam dalam novel Pulang
memiliki peranan yang penting. Leila menampilkan Alam sebagai tokoh
yang mengungkapkan sejarah.
Alam adalah anak ketiga dari Hananto dan Surti serta adik dari
Kenanga dan Bulan. Dia tidak banyak bicara dan hanya berkawan dengan
Bimo. Alam memiliki kemampuan mengingat segala sesuatunya dengan
rinci atau disebut Photographic Memor. Kelebihannya inilah yang
membuat Alam selama SD, SMP hingga SMA selalu meraih prestasi di
sekolah. Selama bersekolah, dia bertemperamen tinggi. Sejarah tentang 30
September 1965 dan eksekusi ayahnya pada saat peristiwa berdarah itu
meletus, membentuk Alam menjadi seorang anak muda yang penuh
pertanyaan dan kemarahan. Setelah eksekusi ayahnya, Om Aji yang selalu
membantu perekonomian keluarganya. Baru setelah dewasa, dia
mengetahui bahwa Om Aji adalah adik dari Dimas, sahabat Ayahnya.
Alam pun melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas
Indonesia. Setelah mendapat gelar sarjana hukum, Alam mendirikan
lembaga swadaya masyarakat yang bertujuan untuk mengadvokasi
kelompok minoritas yang diperlakukan tidak adil.
Sejarah telah membuatnya hidup penuh dengan kemarahan dan
pertanyaan seperti yang dibuktikan oleh kutipan d bawah ini,
“Yu, sejarah telah membuat dan membentuk aku menjadi
seperti ini. Sejarah juga yang menentukan perbuatan dan tindakanku
di masa yang akan datang.”27
27
Ibid., h. 295.
52
kemarahaannya tentang masa lalu. Hal ini dibuktikan oleh kutipan kutipan
berikut ini,
Menurut Yu Kenanga, aku harus bisa membereskan kemarahan
di dalam diriku sebelum bisa berhubungan serius dengan seorang
wanita. Mungkin dia benar.28
i. Surti Anandari
Surti Anandari adalah seorang wanita berlatarbelakangkan keluarga
dokter terpandang, tetapi memilih belajar di fakultas sastra dan filsafat. Ia
memiliki sifat keibuan dengan paras cantik sehingga diidamkan oleh para
pria. Surti merupakan kekasih Dimas pad masa awal kuliah, namun karena
sikap Dimas yang menunjukkan keraguan, Surti akhirnya memilih
Hananto menjadi suaminya. Ia menjadi seorang ibu dan istri dengan
karakter orang Indonesia pada umumnya, penurut dan pasrah.
Vivienne nampak tak yakin. Aku sendiri merasa tak yakin.
Aku tahu, setiap kali aku menyebut nama Surti hatiku masih terasa
28
Ibid., h. 290.
29
Ibid., 314.
53
3. Alur
Alur yang digunakan dalam novel Pulang adalah alur sorot-balik
karena cerita diawali dengan penangkapan Hananto Prawiro, kemudian
dilanjutkan dengan terdamparnya Dimas Suryo di Paris pada tahun 1968,
setelah itu barulah kronologis waktu bercampur dari masa kisah itu
diceritakan, kembali ke masa lalu, sampai pada akhir cerita pemakaman
Dimas di Karet, Jakarta tahun 1998. Tahap alur yang dikemukakan Tasrif
(dalam Nurgiantoro) dapat diterapkan ke dalam novel Pulang dengan
klasifikasi sebagai berikut ini:
1) Tahap situation
Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi
awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita
yang dikisahkan pada tahap berikutnya. Novel Pulang karya Leila S.
Chudori ini mengawali cerita dengan ditangkapnya Hananto Prawiro.
30
Ibid., h. 41.
54
31
Ibid., h. 2.
55
32
Ibid., h. 69.
56
33
Ibid., h. 197.
34
Ibid., h. 216.
35
Ibid., h. 414
57
4. Latar
a. Latar Tempat
Latar tempat merupakan lokasi kejadian yang ada dalam novel.
Melalui latar ini, pembaca dapat membayangkan kondisi tempat dalam
cerita. Novel Pulang karya Leila S. Chudori menggunakan Jakarta dan
Paris sebagai latar tempat.
1. Paris
Paris merupakan tempat persinggahan Dimas dan kawan-kawannya
dari penolakan keberadaan mereka di Tanah Air karena dianggap terlibat
PKI. Di Paris, dia memulai hidup kembali dengan membangun sebuah
restoran bersama teman-temannya, membangun keluarga bersama
Vivienne, hingga mempunyai seorang anak perempuan bernama Lintang
Utara.
Aku mendarat di Paris pada awal tahun, ketika dingin
menusuk tulang.37
36
Ibid., h.447.
37
Ibid., h. 77.
58
38
Ibid., h. 79.
39
Ibid., h. 5.
59
Di rumah Surti, Lintang memperoleh sendiri apa yang dia baca lewat
surat-surat Surti yang dia temukan di apartemen Ayahnya. Lintang
mendengar langsung cerita bagaimana Surti dan anak-anaknya ditahan di
Guntur lalu kemudian di tahan di Budi Kemuliaan dari Mulut Surti, sebuah
kisah yang sama dengan isi surat yang dikirim wanita itu untuk ayahnya.
Berikut kutipannya:
Selanjutnya kisah Tante Surti tentang pengalaman mereka di
Guntur persis seperti surat-surat Kenanga dan Tante Surti yang
kutemukan di apartemen Ayah. Dia bercerita hingga mereka
dipulangkan, lantas ditahan lagi di Budi Kemuliaan.41
40
Ibid., h. 378.
41
Ibid., h. 383.
42
Ibid., h. 400.
60
b. Latar Waktu
Latar waktu menggambarkan kapan peristiwa itu terjadi. Novel
Pulang karya Leila S. Chudori adalah sebuah novel sejarah. Oleh karena
itu, waktu dalam kisahan ini menjadi begitu penting.
1) Jakarta, 1952-1998
Jakarta, Januari-Oktober 195245
43
Ibid., h. 401.
44
Ibid., h. 414.
45
Ibid., h. 51.
61
Kantor Berita Nusantara. Pada tahun itu juga mereka bertemu dengan
Surti, Ningsih, dan Rukmini.
46
Ibid., h. 28.
47
Ibid., h. 67.
48
Ibid., h. 4.
62
2) Paris 1968
Revolusi Mei 1968 tiba-tiba seperti tidak lagi tersisa. Prancis
kembali menjadi negara yang flamboyan meski tetap santun dan
teratur.50
49
Ibid., h. 246.
50
Ibid., h. 15.
51
Ibid., h. 19.
63
c. Latar Sosial
Latar sosial mencakup hal-hal yang berhubungan dengan kondisi
tokoh atau masyarakat yang diceritakan dalam sebuah cerita. Latar sosial
mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikap,
adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain. Dalam novel Pulang
karya Leila S. Chudori, latar sosial ditemukan pada kehidupan eksil politik
dari tahun 1965-1998.
Mbak Surti yang sejak peristiwa 65 terus-menerus diinterogasi
di Guntur, kini juga dibawa, Mas.52
Kutipan di atas adalah kutipan surat Aji Suryo untuk Dimas. Sejak
G30S meletus, kehidupan para eksil politik dan keluarganya tidak habis-
habisnya mengalami teror mental, interogasi berulang-ulang,
penangkapan, penolakan, dan pembantaian yang terjadi saat itu.
Ada sesuatu tentang Ayah dan Indonesia yang selalu ingin
kupahami. Bukan cuma soal sejarah yang penuh darah dan
persoalan nasib para eksil politik yang harus berkelana mencari
negara yang bersedia menerima mereka.53
52
Ibid., h. 19
53
Ibid., h.184.
64
Peraturan ini tidak hanya berlaku untuk para esil politik tetapi juga untuk
keluarganya.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel Pulang karya Leila S.
Chudori ini adalah sudut pandang orang pertama dan orang ketiga
mahatahu, walaupun sudut pandang orang pertama digunakan bergantian
antar tokoh. Sudut pandang orang pertama didominasi oleh Dimas Suryo
dan Lintang Utara.
1. Sudut pandang Dimas Suryo
“Ada Perjanjian yang tak terucap di antara Tai, Risjaf, dan aku.
Sejak mas Nug ditinggal sang bunga anggrek Rukmini54
6. Gaya Bahasa
Banyak ditemukan gaya bahasa dalam novel Pulang karya Leila S.
Chudori. Dalam novel ini penggunaan gaya bahasa didominasi oleh
perumpamaan dalam mengungkapkan sebuah keadaan dan kehidupan.
Perumpamaan yang digunakan dapat berupa perbandingan manusia
dengan sesuatu hal, penggambaran benda yang memiliki sifat seperti
54
Ibid., h. 105.
55
Ibid., h. 184.
65
b) Majas Simile
Majas simile atau persamaan adalah perbandingan yang bersifat
eksplisit, yaitu majas yang langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal
yang lain. Majas simile yang terdapat pada novel pulang yaitu
perbandingan manusia seperti payung yang memberi keteduhan dan
perlindungan.
Om Aji Suryo dan Tante Retno adalah payung besar tempat
kami berteduh di saat hujan, badai, dan terik matahari.58
56
Ibid., h. 197.
57
Ibid., h. 246.
58
Ibid., h. 291.
66
c) Majas Personifikasi
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Dalam novel
Pulang juga ditemukan beberapa majas personifikasi.
Tetapi bunyi dan aroma kue putu itu selalu berhasil mengetuk
pintu dan jendela.61
59
Ibid., h. 292.
60
Ibid., h. 368.
61
Ibid., h. 2.
62
Ibid., h. 1.
67
63
Paris, April 1998, Narayana Lafebvre, L‟irreparable, Ekalaya, Surat-Surat
Berdarah, Flaneur, Potret yang Muram, dan Mei 1998.
68
kolonial tentang ras dan perkawinan.64 Tokoh Lintang dalam novel Pulang
juga Indo. Sebagai Indo, Lintang merupakan sosok yang merasakan
kegelisahan-kegelisahan mendalam mengenai ras dan identitas. Lintang
menjadi berbeda dari lingkungan sekitarnya lantaran status indonya. Lebih
dari itu, ambiguitas dan kegelisahan mengenai posisinya terus menghantui
kehidupan Lintang.
Analisis tokoh Lintang dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori
ini menggunakan teknik pelukisan tokoh. Seperti yang sudah dijelaskan
dalam kajian teori, penulis menggunakan teknik pelukisan tokoh menurut
Burhan Nurgiantoro. Hal ini dimaksudkan untuk menjabarkan secara jelas
mengenai tokoh Lintang dalam novel Pulang. Leila menggambarkan
tokoh Lintang dengan menggunakan teknik dramatik. Artinya, pengarang
tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat, sikap, serta tingkah laku
tokoh. Teknik dramatik terbagi menjadi delapan bagian. Hal tersebut akan
dijelaskan satu-persatu seperti berikut ini.
1. Teknik Cakapan
Teknik cakapan atau dialog dilakukan antara tokoh utama dengan
tokoh lain dalam cerita. Pada novel Pulang, teknik cakapan ini terjadi
antara tokoh Lintang dengan tokoh-tokoh lainnya. Hal ini dimaksudkan
untuk menggambarkan sifatnya dalam sebuah novel. Dari teknik ini dapat
diketahui bahwa Lintang memiliki sifat keras kepala, berkemauan tinggi,
dan pantang menyerah.
Sifat-sifat tersebut dapat terlihat dalam kutipan sebagai berikut:
“Nara menggundang ayah makan malam untuk saling
mengenal. Bukan untuk dihina.”
“Menghina? Siapa yang menghina?”
“Setiap ucapan dia selalu saja ada salahnya. Pilihan restorannya,
pilihan filmnya, pilihan puisinya..”65
64
Keith Foulcher dan Tony Day, Sastra Indonesia Modern Kritik Postkolonial
Edisi Revisi “Clearing a Space”, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan KITLV-Jakarta,
2008), h. 136
65
Ibid., h. 177.
69
66
Ibid., h. 211.
70
67
Ibid., h. 303.
71
68
Ibid., h.137.
69
Ibid., h. 167.
70
Ibid.
72
71
Ibid., h. 156.
72
Ibid., h. 134.
73
Dari kutipan di atas, dia menyadari bahwa dia mempunyai darah dari
dua latar belakang yang berbeda, namun dia tidak pernah mengetahui salah
satu latar belakangnya tersebut. Ia lebih memilih mengubur salah satu
73
Ibid., h.135.
74
Ibid., h. 137.
75
Ibid.
74
76
Ibid., h. 137.
77
Ibid., h. 185.
75
78
Ibid., h. 143-144.
79
Ibid., h. 148.
76
83
Ibid., h. 436.
84
Ibid., h. 384-385.
78
Selain itu juga ada reaksi Lintang yang merasa bersalah saat
menyerahkan surat Surti untuk Dimas kepada ibunya. Dia merasa bahwa
apa yang dia lakukan itu merupakan hal yang membuat ayah dan ibunya
bercerai.
“Ayah masuk ke dalam kamarku dan memelukku dengan erat
begitu lama. Lalu dia meninggalkan kami hanya dengan
menyandang ransel di pundaknya. Untuk waktu yang lama, aku
sibuk menyalahkan diriku bahwa perceraian Ayah dan Maman
adalah karena aku menemukan surat itu.”85
Pada kutipan di atas terlihat bahwa Lintang bingung atas apa yang
sedang dia rasakan. Nara adalah kekasihnya, namun dia lebih merasakan
sesuatu yang lain dengan Alam. Kutipan di atas menjelaskan bahwa
Lintang masih memikirkan konsep etika. Konsep pantas dan tidak pantas
untuk seorang perempuan ini biasanya dimiliki oleh perempuan-
perempuan Timur. Dia tidak meninggalkan Nara dan masih
mempertahankan hubungannya dengan kekasihnya itu. Dia masih terikat
dengan konsep perempuan baik-baik seperti perempuanTimur biasanya.
Pada kutipan lain juga terlihat reaksi Lintang terhadap keluarga
Priasmoro. Saat itu, keluarga priasmono bercerita menggunjungi Restoran
Tanah Air. Kemudian Priasmono menyebutnya sebagai sarang para PKI
dan komunis yang hanya menjual nasi goreng dan telur ceplok.
“Bukan hanya nasi goreng!” tiba-tiba Lintang menyela dengan
mata menyala.87
85
Ibid., h. 180.
86
Ibid., h. 391.
87
Ibid., h. 358.
79
88
Ibid., h 301.
89
Ibid., h. 315.
80
90
Edward W. Said, Orientalisme, (Bandung: Pustaka, 1985), h.48.
91
Ibid., h. 133.
92
Ibid., h. 256.
81
93
Ibid., h. 230.
94
Ibid., h. 163.
95
Ibid., h. 137.
82
Ini bukan salah Paris, karena kota ini bukan sebuah tanah mati
yang melahirkan bunga beraroma bacin. Ini juga bukan salah musim
semi yang seharusnya menyajikan warna. Bulan April adalah bulan
terkutuk bagi mahasiswa Universitas Sorbonne, karena memaksa
mereka untuk hidup tanpa tombol jeda.96
KBRI adalah salah satu tempat yang tidak bisa dikunjungi eksil
politik dan keluarganya. Istilah Bersih Diri dan Bersih Lingkungan
adalah kebijakan pada tahun 1980-an yang dikenakan kepada seseorang
yang dianggap terlibat dalam Gerakan 30 September, anggota PKI, atau
96
Ibid., h. 131.
97
Ibid., h. 147-148.
98
Ibid., h. 164.
83
99
Ibid., h. 414.
84
100
Ibid., h. 85.
101
Ibid., h. 231-232.
102
Ibid., h. 300-301.
85
dalam novel bahwa lintang mengalami krisis identitas, sifat yang dimiliki
perempuan indo pada umumnya. Dari beberapa kutipan tersebut,
tergambar pula fisik Lintang sebagai perempuan Indo yang cantik
memesona sejak kecil. Ia selalu memesona setiap orang yang ditemuinya.
Selain itu, Lintang juga memiliki sifat yang berkemauan keras, berani,
peduli terhadap situasi politik, dan tidak mudah putus asa. Sifat yang
dimiliki perempuan Indo pada umumnya.
dalam hal ini, guru Bahasa Indonesia harus sering bertukar pendapat
dengan guru Sejarah agar tidak terjadi kerancuan atau perbedaan
mengenai pengetahuan sejarah yang diajarkan kepada peserta didik
sehingga mereka mendapatkan informasi sejarah yang dapat
dipertanggungjawabkan. Selain itu, konfirmasi yang dilakukan oleh guru
Bahasa Indonesia kepada guru Sejarah adalah sebuah langkah antisipasi
untuk menanggulangi banyaknya buku bacaan, seperti versi mengenai
G30S dan Reformasi Indonesia, dikhawatirkan dapat membuat peserta
didik kebingungan.
Namun dalam pengajaran, guru Bahasa Indonesia harus tahu
mengenai batasan yang dijelaskan. Materi yang berbau sejarah tersebut
tentunya akan lebih dipaparkan dengan jelas oleh guru Sejarah. Dalam
menganalisis novel, guru juga dapat mengarahkan siswa untuk
menggunakan teknik membaca intensif. Dengan membaca secara
intensif, dapat diketahui secara detail analisis unsur intrinsik yang
dianalisis oleh peserta didik. Selain itu, peserta didik juga berlatih
berpikir kritis mengenai novel yang dibacanya dan tentunya mereka
dapat berargumen.
Seperti dalam novel Pulang, novel ini adalah novel sejarah.
Tentunya diperlukan teknik membaca intensif agar lebih memahami
novel ini karena banyak dipaparkan mengenai konflik yang terjadi pada
tokohnya serta peristiwa yang berkaitan dengan sejarah Indonesia.
Dengan demikian pengetahuan peserta didik dan pengajar akan semakin
bertambah.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap novel Pulang
karya Leila S. Chudori, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Novel Pulang Karya Leila S. Chudori penulis analisis dengan
menggunakan teknik pelukisan tokoh dramatik dalam buku
Burhan Nurgiantoro. Ada delapan aspek yang menjadi bagian
dalam teknik dramatik, yaitu teknik cakapan, tingkah laku,
pikiran dan perasaan, reaksi tokoh, reaksi tokoh lain, pelukisan
latar dan terakhir teknik pelukisan fisik tokoh. Analisis tokoh
menggunakan delapan teknik tersebut dapat ditemukan kedirian
sifat Lintang yang tergambar dalam novel seperti: Lintang
memiliki sifat berkemauan keras, Lintang perempuan yang cerdas
sehingga dianggap menjengkelkan kerena sulit menerima begitu
saja apa yang didengarnya, berani, perduli dan tidak putus asa,
krisis identitas, keadaan yang dialami oleh perempuan indo pada
umumnya.
2. Penelitian ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia di sekolah, dalam aspek membaca. Dalam
pembelajaran sastra ini, kompetensi yang harus dicapai peserta
didik ialah mengenalisis teks novel baik secara lisan maupun
tulisan, dengan menjelaskan unsur-unsur intrinsik dalam novel
serta menemukan nilai positif ataupun negatif yang terkandung
dalam novel melalui tokoh Lintang.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian serta implikasinya terhadap
pembelajaran sastra, maka penulis menyarankan:
1. Melalui tokoh Lintang, peserta didik dapat belajar jika memiliki
kemauan harus dicapai dengan kerja keras dan usaha. Selain itu,
88
89
90
91
STRATEGI PEMBELAJARAN
TATAP MUKA TERSTRUKTUR MANDIRI
Menganalisis teks novel Mencermati teks novel Peserta didik diminta
baik secara lisan maupun yang berkaitan dengan berdiskusi untuk
tulisan analisis tokoh Lintang memahami unsur
dengan menggunakan intrinsik novel, serta
teknik dramatik menemukan sifat tokoh
(penggambaran tokoh Lintang dalam novel
secara tidak langsung)
melalui novel Pulang
KEGIATAN PEMBELAJARAN
TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN NILAI BUDAYA
PEMBUKA Apersepsi Dapat dipercaya
Guru mengucapkan salam Rasa hormat dan
dilanjutkan dengan doa perhatian
pembuka Tekun
Guru mengondisikan kelas Tanggung jawab
Guru memulai pelajaran dengan Berani
bertanya jawab tentang sebuah
novel
Motivasi
Guru menanyakan pada peserta
didik mengenai hobi dalam
membaca karya sastra
khususnya novel dan pengertian
novel
Guru menjelaskan secara
singkat materi pokok yang akan
disampaikan
Guru menjelaskan secara
singkat tujuan pembelajaran
INTI Mengamati
Peserta didik membaca teks di
dalam novel
Peserta didik mencermati teks
novel yang berkaitan dengan
unsur intrinsik novel
Peserta didik menemukan
kepribadian tokoh yang
terkandung dalam novel
Mempertanyakan
Guru dan peserta didik bertanya
jawab tentang hal-hal yang
berhubungan dengan isi bacaan
Mengeksplorasi
Guru membantu peserta didik
dalam mencari berbagai sumber
informasi tentang unsur
intrinsik, dan kedirian tokoh,
dengan menggunakan teknik
pelukisan tokoh yang
terkandung dalam novel
Mengasosiasikan
Peserta didik saling
mendiskusikan tentang unsur-
unsur yang mengemukakan
wujud kedirian tokoh dalam
teks novel
Peserta didik dapat
menyimpulkan hal-hal
terpenting dalam kedirian tokoh
Mengomunikasikan
Peserta didik menuliskan
laporan kerja kelompok tentang
analisis tokoh dalam novel
Peserta didik membacakan hasil
kerja kelompok di depan kelas,
siswa lain memberikan
tanggapan.
PENUTUP Internalisasi
Peserta didik diminta
menjelaskan manfaat dari
pembelajaran analisis tokoh
Lintang melalui teknik dramatik
tokoh dalam sebuah novel
Persepsi
Siswa diminta mengungkapkan
pengalaman kehidupan sebagai
pembelajaran yang terkandung
dalam senuah novel
PENILAIAN
TEKNIK DAN Tugas
BENTUK Peserta didik diminta berdiskusi untuk
memahami unsur intrinsik serta menemukan
sifat tokoh Lintang di dalam novel
Secara individual peserta didik diminta
menganalisis teks sesuai dengan unsur
intrinsik novel
Secara kelompok peserta didik diminta
menemukan sifat tokoh Lintang yang
terkandung di dalam novel
Observasi
Mengamati kegiatan peserta didik dalam
proses mengumpulkan data, analisis data, dan
pembuatan laporan
Portofolio
Menilai laporan peserta didik tentang analisis
tokoh Lintang dalam novel
Tes Tertulis
Menilai kemampuan peserta didik dalam
memahami, menerapkan, dan menyunting teks
novel sesuai dengan unsur intrinsik serta
penggambaran sifat tokoh yang terkandung di
dalam novel
( ) (Holida Hoirunisa)
NIP.08000123 NIM. 1110013000100
RIWAYAT PENULIS